The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr Bagian 5
hanya saja tanpa binatang buas itu.
Dan begitulah, dengan kenangan peristiwa
penyerangan macan buas, Groanin berjalan menaiki
lantai pertama, lalu menuju ke Ruang 65.
Di Ruang Mumi, dia berjalan berkeliling dengan acuh
tak acuh, seperti wisatawan lain. Sebelum berlutut,
sambil berpura-pura mengikat tali sepatu, dia
meletakkan botol Coke di bawah kotak pajangan
yang berisi mumi tanpa nama, lalu mengetuk botol itu
tiga kali. Di dalam botol, ketukan Groanin terdengar seperti
suara gong besar yang dipukul kuat-kuat. Nimrod dan
si kembar melihat arloji. Jam lima kurang seperempat,
dan malam masih akan tiba beberapa jam lagi.
"Kalian sudah berada di posisi, tepat di tempat yang
kalian perintahkan padaku," katanya. "Aku pergi."
"Terima kasih, Groanin," ujar Nimrod. "Sampai ketemu
besok." "Ada yang mau minum teh sore?" tanya Nimrod
sambil memunculkan meja penuh teh dan hidangan
lain di tengah-tengah mereka. Di atas taplak meja
damas putih yang kaku, terdapat sandwich, scone,
kue, selai, beragam teh, dan Coca-Cola untuk si
kembar. "Aku tidak lapar," John mengakui.
"Teh tidak ada hubungannya dengan rasa lapar," sahut
Nimrod. "Untuk orang Inggris, itu seperti waktu
kanonis - waktu untuk berdoa. Dan ini hampir sama
dengan ritual penting seperti upacara minum teh di
Jepang. Kecuali untuk satu hal. Dengan teh, di Jepang,
ada pengakuan bahwa setiap pertemuan manusia
merupakan satu-satunya kesempatan yang takkan
terulang lagi. Jadi, segala sesuatu yang berkenaan
dengan teh harus dinikmati lantaran manfaat apakah
yang bisa diberikan teh itu kepada orang yang
meminumnya." "Aku juga tidak lapar," timpal Philippa. Dia berusaha
membaca buku pemberian Groanin: New Oxford Book
of English Verse. Nimrod mengeluarkan suara menggerutu seolah
sangat tidak menyetujui kurangnya minat John dan
Philippa untuk minum teh. "Berarti lebih banyak teh
untukku," katanya, dengan rakus menumpuki
piringnya dengan beberapa sandwich mentimun.
"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa makan," ujar
Philippa. "Mudah saja," sahut Nimrod. "Aku hanya meletakkan
makanan ke dalam mulut, lalu mengunyahnya
sebentar, sampai aku siap menelannya."
Dia mengedarkan pandangan sekilas ke seputar
dinding kaca warna kehijauan. "Tentu saja ini bukan
tempat yang biasa kutempati. Botol Coke, maksudku.
Biasanya aku bepergian dalam botol yang lebih
menarik, botol yang terbuat dari kaca Venesia yang
kulengkapi dengan perabotan indah. Ada gimnasium,
bioskop kecil, sudah pasti dapur, dan ranjang yang
cukup memukau. Aku menyebutnya Istana Grotti.
Lelucon kecil. Kurasa kalian takkan memahaminya,
tapi kenyataannya memang begitu. Ingatkan aku
untuk menunjukkannya kepada kalian suatu hari
nanti." John membuka sebotol Coca-Cola dan meminumnya
sebelum menyadari betapa aneh rasanya minum
Coke di dalam botol Coke.
"Berani taruhan, ini tidak pernah dilakukan
sebelumnya," katanya dalam hati.
"Aku tak tahu bagaimana kau bisa begitu tenang,"
ucap Philippa kepada Nimrod. "Kita berencana
merampok British Museum dan kau bicara soal teh.
Apakah yang akan kita lakukan tidak membuatmu
agak gugup?" "Oh, Anakku, komentar itu terlalu keras, kan?" protes
Nimrod. "Kita bukan benar-benar penjahat."
"Aku merasa seperti penjahat," kata Philippa.
"Menurutku, itu karena kau bersikeras untuk terlihat
seperti penjahat," sahut Nimrod sambil menuang teh
lagi untuk dirinya sendiri.
"Wajah yang dihitamkan, sweater kerah-gulung,
sarung tangan kulit, sepatu kets" Kalau berpakaian
seperti itu, aku yang minta polisi menangkapku. Kalian
kelihatan benar-benar payah."
Nimrod mengeluarkan kotak obat dari saku
celananya. "Ini pil arang. Minumlah."
Waktu berlalu dengan cepat. Sebelum mereka
menyadari sudah jam sembilan, Nimrod
mengingatkan tentang keuntungan dari perubahan
wujud yang berlawanan dengan arah jarum jam di
belahan bumi utara. Dia mengatakan kalau sekarang
sudah aman untuk mengubah wujud kembali dari
botol Coke ke Ruang 65. "Kurasa petugas kebersihan sudah pergi sekarang,"
katanya. "Itu kalau mereka datang. Keadaan di BM
tidak seperti dulu lagi."
"Bagaimana dengan kamera keamanan?" tanya John.
Nimrod merogoh saku dan mengeluarkan sebuah alat
elektronik kecil. "Perangkat kecil yang kurancang sendiri," jelasnya.
"Kunamakan 'Filter Idiot'. Alat ini mengganggu sinyal
radio dan televisi. Aku memakainya pada orang-orang
yang membawa ponsel di kereta api, untuk
menghentikan ocehan mereka. Aku membuatnya
untuk mengatasi kecenderunganku yang sebelumnya,
yaitu membuat orang-orang seperti itu bisu selama
beberapa jam. Tapi alat ini bekerja dengan baik sekali
pada hampir semua sinyal siaran, misalnya CCTV."
Nimrod menunjuk ke barat. "Philippa, pergilah ke pintu
sebelah sana dan awasi keadaan. Siapa tahu ada
yang datang untuk melihat ketidak-beresan
kameranya. Itu bukan berarti kalau di sini ada banyak
barang berharga yang bisa dicuri. Pasaran harga dari
mayat-mayat berumur lima ribu tahun itu tidaklah
besar." "Tolong jangan sebut-sebut mereka," sergah Philippa.
"Aku sudah cukup takut."
"John, kau bisa membantuku mengeluarkan peralatan
kita." Nimrod meletakkan perlengkapannya di satu sisi
galeri, di depan kotak pajangan kaca berisi tongkattongkat lambang kekuasaan. Di tengahnya ada kotak
kaca lain berisi bermacam-macam sarcophagus. Dan
di sisi lain galeri itu, tepatnya di dalam kotak kaca
ketiga, ada lusinan mumi. Tubuh-tubuh mengerut itu
dibungkus perban abu-abu, ditumpuk satu sama lain
seperti cerutu yang diletakkan dalam salah satu kotak
milik Nimrod. Ada sesuatu yang lebih mengerikan
yang bisa dirasakan di galeri orang Mesir itu di malam
hari. Bayang-bayang yang sepertinya mengubah posisi
mereka. Belum lagi pantulan bisu pada kotak kaca
yang memainkan trik-trik aneh pada khayalan John
maupun Philippa. Mereka harus melihat barang
pajangan itu sebanyak dua kali untuk memeriksa
kalau itu memang sedang tidak bergerak. Tapi bukan
hanya karena cahaya atau kurangnya cahaya yang
menggerogoti pikiran si kembar, tapi mereka juga
merasa tengah menodai benda-benda zaman kuno.
Philippa merangkul badannya sendiri. "Tempat ini
membuatku merinding," katanya.
"Menurutku memang ada sedikit suasana mengerikan
di sini," Nimrod mengakui sambil mengeluarkan
pemantik rokoknya. "Kalian tahu, salah satu
sarcophagus tua ini, yang terbuat dari emas, memiliki
reputasi tersendiri. Dia pernah berisi mumi yang ada di
kapal Titanic. Diikuti kutukannya, tentunya."
"Ada mumi di kapal Titanic?" tanya John sambil
menyerahkan obor las kepada Nimrod. "Aku tidak
pernah tahu." "Benar," kata Nimrod sambil menyalakan obor las.
"Mumi Putri Amen-Ra. Kapal Titanic tenggelam,
menyebabkan kematian seribu lima ratus orang. Dan
pada tahun itu, 1912, banyak orang yang
melemparkan kesalahan pada mumi Putri Amen-Ra.
Tidak mengejutkan sebenarnya, mengingat jumlah
orang yang telah menemui kematian aneh melalui
pertemuan mereka dengan Putri Amen-Ra.
Tampaknya, sebelum mumi itu dibeli oleh kolektor
dari Amerika dan meninggalkan ruangan ini, para
penjaga malam dan petugas kebersihan tidak berani
mendekati sarcophagus-nya. Mereka bahkan
mengaku bisa mendengar suara pukulan dan tangisan
dari dalam petinya."
Nimrod tertawa mengejek. "Tentu saja itu cuma
cerita. Dan aku takkan mencemaskan soal putri itu.
Seperti yang tadi kukatakan, muminya ada di dasar
Lautan Atlantik bersama penumpang Titanic lain yang
tidak sempat keluar dari kapal. Jadi dia takkan
mengganggu kita." "Itu sangat melegakan," ujar Philippa.
"Dulu, sudah pasti ada lebih banyak mumi di dalam
sini," kata Nimrod. "Beberapa yang dipajang sekarang,
hanyalah sebagian kecil dari lusinan mumi yang
dimiliki BM. Setahuku, banyak di antaranya yang
disimpan dalam lemari besi dibawah tanah.
Disembunyikan agar tidak mengganggu orang. Aku
sendiri tidak bisa mengerti mengapa mumi-mumi itu
akan mengganggu. Bagaimana pun juga, kalau kita
sudah mati, ya mati saja."
Nimrod tertawa. "Bukan berarti hanya mumi manusia
yang mereka miliki di sana, aku rasa mereka juga
memiliki beberapa mumi binatang."
Dia menggelengkan kepala. "Aku heran, mengapa
pendukung hak-hak untuk binatang belum
mengajukan keberatannya tentang hal itu?"
John melihat lagi ke arah benda itu ketika Nimrod
menyentuh kaca plastik dengan api biru dari obor las
di depan tongkat Sekhem. Benar saja. Di sana ada
kucing, babon, anjing, buaya, elang, dan ular kobra
yang diawetkan. Bahkan ada mumi belut. John
menggelengkan kepala dengan tidak sabar.
"Mengapa ada orang yang ingin membuat mumi
belut?" gerutunya sambil berusaha menyingkirkan
kematian dan mumi dari benaknya, meskipun tidak
berhasil. Dengan teror mumi, bau plastik yang terbakar, dan
percakapan Nimrod yang membuat bulu kuduknya
berdiri, dia mulai merasa agak mual.
"Tentu saja, apa yang diyakini orang Mesir tentang
kebangkitan dari kematian, semuanya mereka
dapatkan dari kita, para Jin. Bukan berarti semua itu
mengandung kebenaran, bahkan juga bagi kita, para
Jin," kata Nimrod. Tapi John hampir tidak menyimak
omongan pamannya, karena sepertinya dia melihat
salah satu mumi itu bergerak. Ataukah dia berkhayal"
Satu atau dua detik berlalu, dan dia berkata dalam
hati, pastinya dia tengah berkhayal lantaran asap
plastik yang terbakar sudah membuat kepalanya
pusing. Dan dia berkata, mumi yang berumur lima ribu
tahun itu tidak akan bergerak kecuali di dalam fiIm
horor kuno yang menyeramkan. Dia berkata dalam
hati, kini dia berada di London, pada abad ke-21.
Mustahil ada mayat yang bisa hidup kembali. Para
penjaga malam yang dibicarakan Nimrod, pasti keliru.
Mustahil Putri Amen-Ra hidup selama lima ribu tahun.
Dia menggigit bibir berusaha mengendalikan getaran
yang mempengaruhi rahangnya. Aneh juga. Seolah
tubuhnya sudah mengenali sesuatu yang menolak
untuk diakui oleh otaknya. Dan kemudian, sesuatu di
dalam kotak pajangan itu bergerak lagi. John
mengerjap, menggosok matanya. Setelah melihat
sekali lagi, dia pun menyadari kalau bukan mumi
yang bergerak, tapi sesuatu dari dalam mumi yang
berwujud seperti manusia. Tapi entah bagaimana dia
bisa menembus pandangan, seolah tidak benar-benar
berada di sana.Sejenak, dia mengira itu pantulan obor
las pada kaca di depan kotak mumi. Tapi dia
menyadari kalau Nimrod sudah mematikan obor las,
dan sekarang sedang memeriksa lubang pada kotak
pajangan yang menjadi tempat penyimpanan
tongkat-tongkat lambang kekuasaan. John tidak
menyadari apa yang terjadi dalam salah satu kotak
kaca lain di belakangnya. Wujud itu berdiri dari mumi
horizontal dan melangkah keluar dari kotak kaca.Lebih
tinggi dari pada yang diperkirakan oleh John. Dan
cukup jelas bagi hidungnya sekarang, seolah pancaran
itu membawa serta bau busuk dari makam kuno.
Seperti bau buku tua yang jadi lembab dan berlumut.
Mungkin juga itu adalah bau dari sesuatu yang lebih
buruk. "Paman Nimrod, apakah menurutmu hantu itu ada?"
begitu John berkata lebih keras. Dia nyaris tak berani
mengalihkan tatapan dari sosok tinggi hampir terlihat
transparan di dalam kotak itu. Tapi John tetap tak
berani menatap wajahnya. Pertama kali melihatnya
saja sudah terlalu banyak. "Oh, ya. Hantu memang ada."
"Kalau begitu, kurasa, sebaiknya kau lihat ini."
*** 333Saat bersemangat mengawasi tangga sebelah barat
di dekat pintu Ruang Mumi, Philippa tidak
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperhatikan apa yang terjadi dibelakangnya, di
dalam Ruang 65. Saat mendengar bunyi obor las
dimatikan, dia menganggap bahwa pekerjaan itu
hampir selesai. Dia lalu memanggil Nimrod untuk
menanyakan laporan perkembangan, tapi ternyata
tak ada jawaban. Dan saat Philippa berbalik untuk
kembali, dia mendapati jalan ke Ruang Mumi tertutup
garis berbentuk kebiruan - mencorong dari babon
jantan besar dan buas yang menghampirinya dengan
merangkak. "Wow," dia menelan ludah. "Apa itu?"
Philippa belum pernah melihat hantu, apalagi hantu
babon. Tapi dia tetap menegakkan kepala dan tidak,
seperti niat awalnya, menjerit ketakutan. Dia tak ingin
menarik perhatian petugas keamanan. Maka mereka
saling mengitari dengan hati-hati selama beberapa
saat sebelum hantu babon itu meraung nyaring, dan
memamerkan taring-taringnya dengan agresif. Babon
itu mulai bergerak ke arah Philippa.
Philippa berusaha mengendalikan rasa takutnya dan
mundur ke dalam Ruang 65. Tapi babon itu tetap diam
di tempat, seolah menjaga pintu.
"Nimrod," panggil Philippa. "Ada hantu di sini.
Setidaknya menurutku itu hantu. Aku rasa Hantu
babon." "Ya," kata Nimrod dengan suara lirih dan tenang,
seolah tak terkejut mendengarnya. "Itu pasti chae
ropithecus. Salah satu hantu mumi di sini, aku rasa.
Cobalah tetap tenang, Sayangku."
"Gampang saja kau bicara," sergah Philippa.
Babon itu ditemani oleh buaya yang kelihatan seperti
hantu juga. Juga ada ular kobra.
"Sekarang semakin banyak," ratap Philippa. "Buaya
dan kobra, dan mereka kelihatan tidak bersahabat.
Coba lihat ke sini."
"Sepertinya aku tidak bisa, Philippa," sahut Nimrod
tenang. "Begini, di sini juga ada hantu."
Philippa mundur menjauh dari hantu-hantu binatang
itu, mengitari kotak kaca, lalu menoleh ke belakang
untuk melihat Nimrod dan John yang sedang berdiri
mematung. Mereka seolah membeku di lantai Ruang
65. Pada tatapan pertama, dia mengira mereka
sedang memandang patung batu biru yang
memantulkan cahaya, tapi ketika sosok itu bergerak,
dia menyadari dengan perasaan ngeri kalau sosok itu
hampir transparan, dan terbuat dari bahan tak
berwujud, sama seperti hewan-hewan itu. Di saat
yang sama, dia terkesiap dan rambutnya sepertinya
berdiri tegak begitu dia mengenali sosok hantu itu.
Sosok itu berwajah panjang dan bengis, mata
berbentuk buah badam, bibir tebal, rahang melorot,
perut gendut jelek, dan paha raksasa. Ini hantu raja
Mesir. Inilah hantu Firaun nyeleneh, Akhenaten.
John gemetar. Mungkin karena hantu Akhenaten
tampak lebih menakutkan ketimbang Iblis.
"Mundur ke belakangku, John," perintah Nimrod. "Kau
juga, Philippa." Si kembar mematuhi tanpa ragu-ragu.
"Tak perlu cemas, tapi jangan lakukan apa pun kecuali
bila aku suruh." Setelah si kembar berada di belakangnya, Nimrod
menegakkan punggung dan menatap dingin ke wajah
hantu raja itu. "Bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Nimrod
kepada hantu itu. Suara hantu yang menjawab itu awalnya seperti
erangan sekarat yang berupa bisikan, seperti batu
lembek yang diremukkan menjadi abu di atas lantai
kayu. Tapi lambat-laun semakin mengancam saat
terdengar lebih keras. "Kau yang membawaku ke sini, Jin," jawab hantu
Akhenaten. "Kekuatan Jinmu yang memanggilku dan
para Jinku. Selama hampir dua abad aku berbaring di
sini, di tempat yang tidak suci ini, dengan nama dan
semua hartaku dirampas, tanpa nama seperti pasir di
gurun. Tapi suatu hari aku tahu bahwa Jin, seperti
dirimu, akan datang kemari untuk mencari itu."
Hantu Akhenaten menunjuk ke seberang galeri, ke
arah tongkat lambang kekuasaan Sekhem yang
masih berdiri dalam kotak pajangan yang telah
dilubangi dan dibakar oleh Nimrod. "Tongkat
kerajaanku dan kekuatan tersembunyi yang
disimpannya." Bibir gemuk tebal itu terpisah untuk memperlihatkan
senyum mengerikan. "Dan saat kau melakukannya,
kugunakan kekuatan Jinmu sendiri untuk
melawanmu, untuk kembali."
"Selama ini kau berada di sini, dan tak ada yang tahu
siapa dirimu?" tanya Nimrod yang mulai mundur
menjauhkan dirinya dan si kembar dari babon dan
buaya yang mendekat. "Benar," jawab si hantu. "Saat kau memantrai dirimu
sendiri untuk keluar dari botol itu, kau berada tepat di
bawah tubuh Akhenaten yang diawetkan. Dan
kekuatan Jin-mu lebih dari cukup untuk membantu
mengembalikan rohku dari keabadian. Aku dan
beberapa makhlukku."
"Tapi bagaimana kau bisa kembali?" tanya Nimrod. "Jin
tidak menjadi hantu. Kecuali...," Nimrod berhenti,
"....kecuali roh Jin-lah yang merasuki hantu manusia
Akhenaten." "Akhirnya kau mengerti," ujar hantu Akhenaten.
"Aku mulai paham," ujar Nimrod. "Bukan Putri AmenRa yang membuat para penjaga malam itu ketakutan.
Tapi kau. Tapi kejadian itu tahun 1910. Mengapa diam
saja selama bertahun-tahun ini?"
"Ada yang memanggil hantu di sini. Pada tahun 1910
satu Jin lain datang ke sini secara diam-diam."
"Tentu saja. Harry Houdini."
"Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan
berhenti sebelum aku sempat muncul. Tapi kau
membawa dua Jin lain. Lebih dari cukup untuk
mewujudkan kembali diriku."
"Well, ini mengagumkan," komentar Nimrod. "Dan aku
minta maaf melakukan itu kepadamu setelah
bertahun-tahun. Tapi sekarang sudah waktunya kau
pergi." Nimrod mengibaskan tangan di udara dan kemudian
mengucapkan kata fokusnya, lebih keras daripada
yang pernah didengar si kembar. "QWERTYUIOP!"
Akhenaten tertawa. "Setelah lima ribu tahun, butuh
lebih dari satu Jin untuk mengikatku, Marid," desis
hantu itu. "Dan ada lebih banyak cara, cara kuno,
untuk mengikat Jin lebih daripada yang pernah
diimpikan dalam fiIsafatmu."
Akhenaten melirik ke bawah pada hantu babon itu.
"Babi!" geramnya.
Nimrod berteriak kesakitan saat tiba-tiba babon itu
melompat ke depan dan menancapkan taringnya ke
kaki Nimrod. Nimrod berteriak lagi saat babon itu mengikutinya
melintasi ruangan dan menggigit kakinya lagi.
Dalam sekejap, berdasarkan perintah, babon itu
kembali ke sebelah tuannya yang jahat, darah Nimrod
menetes dari taring-taringnya yang tajam ke atas
sehelai kain berhias huruf hieroglyphic yang
digenggam Akhenaten. "Sekarang yang kubutuhkan hanyalah nama kunomu."
Hantu Akhenaten tersenyum. "Nama Gemetrianmu,
sebutannya bagi zaman sekarang."
Nimrod bergerak sempoyongan ke arah pintu dan
menjauh dari si kembar, kemudian berteriak, "John,
Philippa, lari!" Tapi sebelum mereka bisa bergerak, Akhenaten telah
mencengkeram. "Katakan nama kuno mu, atau akan
kusuruh Babi merobek-robek kerongkongan mereka,"
sergah Akhenaten. "Jangan beritahu dia, Paman," teriak Philippa yang
membuat babon itu meraung marah kepadanya.
Nimrod tidak ragu-ragu dan memberitahu Akhenaten
nama rahasianya. Akhenaten tersenyum dan melepas kedua anak itu,
lalu dia mengambil canopic dari tumpuan, kemudian
melepas tutupnya yang berbentuk kepala babon
sebelum mengempitnya di bawah ketiak.
"Lari, Anak-anak, lari!" perintah Nimrod yang diserang
buaya dan ular. Dia berjuang untuk menjauhkan
Akhenaten dari si kembar. "Kalian tidak akan kuat
melawannya." Hantu Akhenaten menatap buas ke arah John dan
Philippa. "Aku akan berurusan dengan kalian, setelah
selesai memasukkannya ke dalam botol," dia berkata
dan berjalan, tanpa ragu, mengejar Nimrod.
Si kembar berpandangan dengan putus asa.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya John. "Kita tidak
bisa meninggalkannya."
Di ambang pintu, Nimrod menjerit kesakitan karena
hantu babon menggigitnya untuk ketiga kali. Dia
memandang berkeliling untuk melihat hantu
Akhenaten yang menuju ke arahnya sambil
memegang canopic yang terbuka dengan penuh arti.
Nimrod berusaha melawan, tapi dia tahu kalau itu
hanya sia-sia. Jin jahat yang menghidupkan hantu
manusia saja sudah cukup mengerikan, tapi
Akhenaten sepertinya memiliki kekuatan beberapa
Jin. Ribuan tahun di dalam makam tidak membuatnya
lemah. Tiba-tiba apa yang disadari Nimrod dengan
penuh kepedihan, hanyalah mengatakan kalau dia
sedang berurusan dengan sesuatu yang jauh lebih
kuat daripada Akhenaten sendiri.
Akhenaten dan anggota suku Ifrit yang dulu
mengendalikan Akhenaten, pasti juga telah mati di
saat yang sama, karena roh mereka kini menyatu.
Akhenaten meletakkan canopic itu di sebelah kepala
Nimrod. "Kau akan menjadi budakku," katanya. "Untuk
selamanya." "Lari," teriak Nimrod untuk terakhir kalinya kepada si
kembar. Teriakan yang menjadi jeritan tertahan saat
rahang hantu babon itu mencengkeram lengan
atasnya. Tapi, tetap saja, John dan Philippa bertahan di Ruang
Mumi, takut bila tetap di situ, tapi juga takut
meninggalkan Nimrod menemui nasib buruk.
"Bukankah Akhenaten mengatakan butuh lebih dari
satu Jin untuk mengikatnya?" ujar John.
Setelah mengulurkan tangan lewat lubang kaca
plastik yang telah dilelehkan Nimrod, John mengambil
tongkat lambang kekuasaan Sekhem, memutarnya
sesuai panjangnya, lalu menariknya.
"Nah, ada tujuh puluh Jin dalam tongkat lambang
kekuasaan ini. Pasti itu lebih dari cukup untuk
mengalahkan Akhenaten."
"Tapi bagaimana kita tahu mereka akan menolong
kita?" tanya Philippa. "Mereka semua adalah Jin yang
dulunya menuruti perintah Akhenaten."
"Jin harus menepati janji yang dia buat karena
dibebaskan," kata John. "Itu aturannya."
Di bawah sorot sinar dari senter Philippa, dia mulai
memeriksa bagian atas tongkat yang lebih tebal itu
dengan sangat hati-hati. "Tapi bagaimana cara kita membukanya?"
Suara dari dalam tongkat sekhem itu menjawab
pertanyaannya. John nyaris menjatuhkan benda kuno
itu ke lantai. "Kau harus menghidupkan ketujuh
puluhnya," kata suara tersebut. "Cari tulisannya.
Biarkan tulisan itu yang membantumu."
"Aku sedang cari!" teriak John. "Tapi aku tidak
mengerti bagaimana tulisan itu bisa membantu."
"Maksudnya hieroglyphic itu," seru Philippa. "Lihat,
yang melingkar itu disebut cartouche, dan hanya berisi
satu simbol: ankh, yaitu tanda kehidupan. Dan aku
rasa masing-masing simbol yang kelihatan seperti
huruf N di bawah cartouche itu adalah angka
sepuluh." "Kau benar," kata John. "Ada tujuh N. Tujuh kali
sepuluh sama dengan tujuh puluh. Itu pasti
jawabannya. Tapi bagaimana kita membawa tujuh
simbol itu ke ankh?"
Jari-jari John mulai menekan huruf hieroglyphic itu.
Tiba-tiba, dia merasakan salah satu huruf N, yang
artinya sepuluh, bergeser. "Ini seperti teka-teki,"
katanya. "Hieroglyphic ini bergerak memutar."
Dia menekan salah satu angka sepuluh itu keatas, ke
dalam cartouche di sebelah ankh.
"Berhasil!" teriaknya.
"Tunggu," kata Philippa. "Kita belum mendapat janji
dari Jin di dalam tongkat ini."
Dengan berbicara kepada suara di dalam tongkat itu,
John berkata. "Dengar, aku akan membebaskan kalian
semua kalau kalian berjanji untuk menghancurkan
Akhenaten dan bekerja hanya untuk Kebaikan."
Tanpa ragu-ragu suara itu menjawab, "Selama tiga
ribu tahun kami menunggu kedatanganmu, Jin Muda.
Kami menunggu perintahmu."
Jari-jari John sudah menggeser tujuh angka sepuluh
itu ke dalam cartouche yang berisi ankh kehidupan.
Seketika itu juga, dia merasa sesuatu terjadi.
"Kurasa berhasil," katanya.
John melepas tongkat itu. Tongkat lambang
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kekuasaan itu tetap berdiri tanpa dipegang, dan
selama beberapa saat, tetap terdiam seperti gelagah
yang kaku. Kemudian, seperti bunga besar berwarna
keemasan, bagian atas tongkat itu membuka. Awan
asap kehijauan yang lembab mulai menyeruak keluar.
Jauh lebih banyak asap dibanding saat Nimrod dan si
kembar keluar dari botol Coke. John berpikir bau asap
itu seperti lumut, dan Philippa berpendapat baunya
seperti bagian dalam makam Akhenaten di Mesir.
Asap yang berumur tiga ribu tahun itu dengan cepat
memenuhi ruangan, mengaktifkan alarm asap, dan
dengan cepat menjadi begitu tebal, sehingga si
kembar nyaris tidak bisa saling melihat. John
menyambar tangan adiknya. Setelah itu, Ruang 65
mendadak bersih dari asap.
Galeri itu tampak dipenuhi Jin yang terbebas dari
dalam tongkat lambang kekuasaan Sekhem. Lusinan
pria kecil, berkepala botak, bermata sayu
mengenakan jubah putih pendeta Mesir, yang
kelihatan persis seperti gambar relief dinding di
makam Akhenaten. Masing-masing pria itu saling
memegang tangan yang penuh cincin, membungkuk
hormat, dan mengucapkan penghormatan kepada
John dan Philippa sebelum bergabung dalam lingkaran
mengelilingi Akhenaten dan hantu-hantu binatangnya.
Sambil mengulangi kata dalam bahasa yang tidak
dikenal si kembar, ketujuh puluh Jin itu bersama-sama
mengucapkan mantra untuk mengalahkan Akhenaten.
"Hentikan!" teriak hantu Akhenaten. "Kuperintahkan
kalian!" Tapi mantra Jin itu terus berlanjut, kini menjadi lebih
keras. Suara yang mengerikan, yang tidak dipahami si
kembar, jelas terdengar sebagai raungan histeris
hantu babon dan makian Akhenaten. Tampaknya
suatu kekuatan besar sedang dilibatkan. Pada saat
inilah angin mengerikan berhembus masuk, tepat
menuju ke tengah lingkaran, seolah akan menggulung
Akhenaten dan membawanya ke suatu tempat tanpa
nama nun jauh di sana. Hantu buaya meraung, dan
hantu babon menyalak histeris, sementara mantra
dan angin itu sepertinya bergabung dalam satu
kekuatan dashyat. "Tidak," jerit hantu Akhenaten. "Tidak!"
Jeritan sedih yang menyayat hati membuat Philippa
nyaris merasa iba kepadanya. Saat akhirnya angin
berhenti bertiup, Akhenaten dan pasukannya telah
dibungkam. Si kembar pun menerobos ke arah pintu
di mana mereka terakhir kali melihat Nimrod. Mereka
berharap dapat menemukannya dalam keadaan
selamat. Jin-jin tersebut membungkuk lagi saat si
kembar lewat di tengah-tengah mereka.
"Nimrod," panggil John. "Kau baik-baik saja" Di mana
kau?" Canopic yang terbuat dari kapur dengan tutup kepala
babon tergeletak di lantai, di kaki salah satu pendeta
Jin yang tampaknya adalah pemimpin. Dia memungut
wadah itu, menyentuhnya dengan dahi dan, sambil
membungkuk dalam-dalam, menyerahkan canopic itu
pada John, dengan satu kata. "Akhenaten," ucapnya.
"Dia di dalam sini?"
Pendeta Jin itu mengangguk.
Philippa memandang berkeliling ruangan. "Tapi di
mana Nimrod" Di mana teman kami?"
Sejenak, tatapan pendeta Jin itu jatuh pada canopic
itu. "Kau tak bermaksud mengatakan kalau dia juga
berada di dalam sini, kan?" tanya Philippa.
Pendeta Jin itu mengangguk lagi.
John mengambil canopic itu dan bergerak untuk
membuka tutupnya, tapi pendeta Jin itu menahan
tangan John, dan menggelengkan kepala.
"Akhenaten," katanya.
"Akhenaten." "Dia benar," kata Philippa. "Kita tak bisa
membebaskan Nimrod tanpa membebaskan
Akhenaten." John mengangkat canopic itu ke atas kepala dan
berteriak. "Nimrod" Kau bisa mendengar kami"
Apakah kau baik-baik saja?"
Suatu suara, sangat lemah, karena canopic itu sangat
tebal, menjawab seolah dari kejauhan. Tapi John
maupun Philippa bisa mendengar apa yang dikatakan.
"Apa yang akan kita lakukan?" tanya John.
Mereka mendengar teriakan petugas keamanan yang
menaiki tangga sebelah barat.
"Kita tak bisa meninggalkan canopic itu di sini begitu
saja," kata Philippa. "Orang lain bisa saja membuka
dan mengeluarkan Akhenaten tanpa sengaja."
"Benar juga," kata John.
Para pendeta Jin itu mulai duduk di lantai Ruang 65
seolah menunggu ditangkap.
"Ayo," kata John. "Aku punya ide."
Dia menyambar 'idiot fiiter' dan mulai berjalan ke
arah yang berlawanan dengan tangga sebelah barat.
"Jangan buang-buang waktu."
Benar. Sudah ada petugas keamanan yang menaiki
tangga berlapis mosaik itu, dan mereka terkejut
karena menemukan apa yang terlihat seperti tujuh
puluh pria berkostum Mesir kuno.
"Astaga," kata seorang petugas. "Dari mana mereka
datang?" "Mau apa kau, Mustapha?" tanya petugas kedua.
"Apakah ini demonstrasi" Atau pertunjukan seni?"
"Telepon polisi," perintah petugas ketiga. "Telepon
Kantor Pusat. Telepon Imigrasi. Menurutku orang-orang
ini berasal dari luar kota."
"Mungkin ini kelompok kilat," komentar yang lain.
"Aku pernah baca yang seperti ini di koran."
Dengan begitu banyak orang berkepala botak yang
memblokir pintu Ruang 65, para petugas tidak
memperhatikan si kembar yang lari keluar Ruang
Mumi ke arah ruang tempat koleksi benda Yunani dan
Romawi. John mendahului Philippa. Dia masuk ke
dalam ruangan di mana terdapat beberapa vas kecil
dari zaman Romawi dan Etruria. Malam itu hangat,
lumayan lembab di British Museum dan, berkat
kedekatannya dengan saudara kembarnya, John
merasa kekuatan Jinnya tidak terpengaruh oleh iklim
Inggris. Selama beberapa saat dia berkonsentrasi
penuh ke arah kaca, lalu berkata, "ABECEDARIAN!"
Sebuah pintu yang tampak mewah, muncul pada
kotak pajangan. Setelah membukanya, John mulai
mengatur ulang berbagai pajangannya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau akan tahu. Kemarikan canopic itu."
Philippa menyerahkannya, dan John
menempatkannya dengan sangat hati-hati di bagian
belakang pajangan, di atas penopang kayu yang telah
dia bersihkan dan berlabel: Vas Apuiian.
"Mereka takkan tahu bedanya," John berpendapat. Dia
menurunkan vas Apuiian yang asli ke sisi seberang
kotak pajangan itu, lalu menutup pintu.
"Apa tidak lebih baik kalau kau letakkan canopic di
salah satu galeri Mesir?" Philippa mengajukan
keberatannya. "Mungkin," kata John. "Tapi galeri-galeri Mesir itu
mungkin sudah dipenuhi petugas sekarang. Dan lebih
penting lagi, mereka mungkin perlu waktu berhari-hari
untuk memeriksa semua pajangan untuk mengetahui
apa yang telah dicuri. Mungkin mereka akan menutup
galeri itu untuk sementara waktu. Sedangkan ruangan
ini tampaknya tak terganggu."
"Benar juga," timpal Philippa. "Tapi di mana kita akan
bersembunyi?" "Aku sudah pikirkan itu," ucap John sambil menunjuk
ke vas biru metalik yang menempati kotak kaca
sendirian. Dia sudah memakai kekuatan Jin untuk
menciptakan lubang kecil di bagian atas kotak. Melalui
lubang itulah mereka akan mengubah wujud.
"Tapi kita belum pernah melakukan perubahan
wujud," ujar Philippa. "Tidak sendirian. Dan tentu saja
tidak di iklim yang dingin."
"Kita tidak punya pilihan," desak John. "Atau kita akan
ditangkap petugas. Dan kalau kita tertangkap, kita
mungkin akan dipulangkan, dan Nimrod akan terjebak
di sini selama berabad-abad. Lagi pula vas itu cantik.
Mungkin kau tidak perhatikan, malam ini panas.
Menurutku kita bisa melakukan ini."
John meraih tangan Philippa. "Kita masukkan tubuh
kita ke dalam vas ini. Besok, setelah keributan reda
dan keadaan aman, kita akan keluar, mengambil
canopic berisi Nimrod, dan segera pulang."
"Mengapa kita tidak pulang sekarang saja?" tanya
Philippa. "Karena dengan hantu Akhenaten di dalamnya, kita
tidak bisa mengambil risiko memakai kekuatan Jin
pada canopic itu," jelas John. "Kita harus tunggu
sampai museum buka kembali besok pagi jam
sepuluh, lalu berusaha menyelundupkannya keluar
melewati pintu utama dalam ranselku."
Philippa mengangguk setuju karena dia tidak punya
rencana lain. Berdiri di depan vas itu, mereka berpegangan tangan
dan berusaha menyiapkan diri. Philippa mulai
berkonsentrasi pada vas yang akan mereka masuki.
"Ini Vas Portland," katanya. "Dibuat sekitar awal
milenium pertama. Vas ini dihancurkan menjadi lebih
dari dua ratus keping oleh seorang pemuda Irlandia
pada tahun 1845. Tapi di zaman sekarang, ini dikenal
sebagai subjek dari puisi terkenal karya John Keats
yang berjudul Ode on a Grecian Urn'. Itu ada dalam
buku puisiku," katanya sambil mengangguk ke
belakang, tepatnya ke arah ranselnya. "Buku yang
diberikan Mister Groanin."
"Kau sudah selesai?" tanya John tidak sabar. Di luar
ruangan, dia bisa dengar anjing polisi menggonggong.
"Ya," jawab Philippa. "Aku hanya berusaha
berkonsentrasi pada vas itu, itu saja."
"Pada hitungan ketiga?"
"Pada hitungan ketiga."
"Tidak, tunggu. Kita harus ingat untuk masuk
berlawanan dengan arah jarum jam."
John memandang Philippa dengan tatapan kosong.
"Belahan bumi utara. Ingat" Ruang, waktu. Untuk
membuat waktu di dalam vas terasa lebih cepat."
John mengangguk. "Pada hitungan ketiga, kalau
begitu." Philippa balas mengangguk. "Pada hitungan ke tiga."
"Satu - dua - tiga - "
"FABULONGOSHOO!"
"ABECEDARIAN!" "MARVELISHLYWONDERPIPICAL!"
*** Bagi John, berada di dalam Vas Portland itu akan jadi
malam yang panjang. Bahkan jadi lebih panjang lagi
oleh Philippa. Begitu Philippa sudah duduk nyaman di
kursi merah muda rancangannya sendiri, dia
mengeluarkan buku New Oxford Book of English
Verse dari ransel perampoknya, dan mulai membaca.
"Bagaimana kau bisa membaca di saat seperti ini?"
tanya John sambil berjalan mondar-mandir di bagian
dalam vas, "apalagi setelah apa yang terjadi pada
Nimrod." "Aku berusaha untuk tidak memikirkan apa yang
terjadi pada Nimrod," jawab Philippa. "Kalau
memikirkan dia, aku pasti menangis. Mana yang lebih
kau suka?" "Kau benar," John menyetujui, "kalau begitu kau baca
sajalah. Perhatian ini dengan sendirinya bisa
kualihkan." Philippa membaca keras-keras bait pertama dari puisi
karya John Keats yang terinspirasi oleh Vas Portland:
"Kaulah pengantin ketenangan yang tak terkoyak,
Anak angkat kesunyian dan waktu yang lambat.
Hingga sejarawan Sylvan itu dapat menyatakan Kisah
yang lebih manis daripada sajak kami: Apa yang
dihantui legenda daun berjumbai pada bentukmu.
Tentang dewata atau manusia, atau keduanya, Di
celah atau lembah Arcadia" Manusia atau dewa
apakah ini" Apa yang dibenci para perawan"
Pengejaran gila apa " Perjuangan melarikan diri apa"
Pipa dan tamborin apa" Kesenangan liar apa?"
"Kita pasti tak mengira orang ingin menulis puisi
tentang vas tua bodoh itu," ungkap John. "John Keats.
Pendapatnya tentang vas Yunani kuno mungkin akan
sangat berbeda kalau dia menghabiskan malam di
dalamnya." "Tidak seharusnya kita bermalam di dalam sini," ujar
Philippa. "Secara tidak mutlak, paling tidak."
John memandangnya dengan tatapan kosong.
"Kita masuk berlawanan arah dengan jarum jam,
kan?" John mengangguk. "Dengan begitu kita bisa berasumsi kalau waktu di
luar vas ini akan berlalu lebih cepat daripada waktu di
dalamnya." "Tentu saja," sahut John. "Kita hanya harus tinggal di
sini selama sepuluh atau lima belas menit dan hari
sudah berganti pagi."
Dia melihat arlojinya. "Tidak lama lagi kita sudah
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluar dari sini." "Kuharap kita bertemu Mister Groanin," ujar Philippa.
"Dia pasti khawatir kalau tidak bisa kembali ke Ruang
Mumi untuk mencari botol Coke itu."
"Tidak secemas itu kalau dia bisa masuk, dan
membawa pulang botol tersebut, kemudian
mendapati kita tidak ada di dalamnya."
Mereka menempelkan telinga di kaca, karena itu
adalah bahan pembuat Vas Portland. Dengan
saksama mereka mendengarkan suara dari ruangan
di luar, untuk mencari tahu apakah ada orang di sana.
"Kedengarannya lumayan sepi," kata John.
"Ssstt, terus dengarkan," perintah Philippa. "Orang
selalu tenang saat di museum. Kalau ribut, mungkin
mereka akan disuruh keluar."
Satu menit lagi berlalu, mereka masih tak mendengar
apa-apa. "Sepertinya kita harus mengambil risiko," cetus John.
Dia menggenggam tangan saudaranya. "Siap?"
"Siap." Tinggi Vas Portland itu hanya seperempat meter. Kaca
biru gelap dari badan vas itu ditutupi beberapa patung
manusia yang terbuat dari kaca putih. Patung-patung
manusia mitologi: Poseidon, Aphrodite, dan, mungkin,
Paris, prajurit Troya yang hebat. Patung-patung itulah
yang membuat vas terasa memiliki semacam aura
magis, seolah ular yang dipegang Aphrodite
mendadak dapat tumbuh besar dan memakan Cupid
yang terbang melayang di atas kepalanya.
Kira-kira begitulah yang ada di benak mahasiswa seni
saat membuat sketsa untuk tugas kelasnya. Mulamula dia bertanya-tanya, apakah asap yang
membumbung keluar dari vas itu adalah ilusi optik,
atau mungkin mahasiswa itu telah berkhayal lantaran
dia telah begadang beberapa malam untuk
menyelesaikan lukisan untuk si pembeli. Konon Van
Gogh menjadi gila karena terlalu banyak bekerja. Dan
mahasiswa seni itu sadar kalau dia juga akan
menjadi gila. Setidaknya mahasiswa itu akan
tergolong menjadi orang yang terkenal. Mahasiswa itu
meletakkan pensil dan buku sketsanya, melepas
kacamata, dan mengosok-gosok matanya.
Sementara di saat itu, asap sudah turun ke lantai dan
sama sekali tidak mirip asap, namun lebih mirip
ectoplasma - sesuatu yang diyakini sebagian orang
merupakan bahan pembentuk hantu. Secara naluri,
mahasiswa itu mundur beberapa langkah dari sesuatu
yang dibayangkannya adalah tempat vas itu - karena
kini asap sudah cukup tebal. Dia baru saja akan
berlari keluar ruangan untuk menyalakan alarm saat
asap itu lenyap dengan kecepatan yang tidak lazim.
Dan asap itu berubah menjadi dua orang anak,
berumur sekitar dua belas tahun. Keduanya memakai
pakaian serba hitam dengan wajah yang dihitamkan,
seperti dua orang perampok kecil.
"Alihkan perhatiannya, sementara aku pergi ambil
canopic," gumam John.
Philippa tersenyum ramah, setelah memungut buku
sketsa mahasiswa itu dan melihat-lihat gambar di
dalamnya dengan penuh minat.
"Lumayan," kata Philippa bersahabat. "Bisa
kubayangkan ini agak sulit digambar."
Mahasiswa itu mengambil buku sketsanya dari
Philippa dan menggeleng. "Aku tidak berbakat. Kalau
saja aku berbakat, segalanya akan berbeda. Aku
benar-benar berharap kalau aku berbakat."
"Oooh, aku merasa agak aneh," kata Philippa yang
duduk di lantai. Tapi dia tahu perasaan seperti itu.
Perasaan yang sama dengan yang apa yang pernah
dia rasakan di New York saat Mrs Trump berharap
dapat memenangkan lotere.
"Agak dingin di sini."
"Kau baik-baik saja?" tanya mahasiswa itu, "mau
kuambilkan segelas air?"
"Tidak," jawab Philippa. "Aku akan baik-baik saja."
John datang dan membantunya berdiri.
Ransel John tampak berat karena beban canopic itu.
Philippa melempar tatapan bertanya kepada John
yang kemudian menjawab dengan anggukan.
"Aku baik-baik saja," ujar Philippa tersenyum ramah
pada mahasiswa itu. "Mister...?"
"Finger," sambung siswa itu. "Namaku Frederick
Finger." Philippa menyentuh buku sketsanya dan melihat
gambar itu lagi, mengenali kebenaran yang tidak bisa
disangkal dari apa yang dikatakan mahasiswa itu.
Gambar itu dibuat oleh seniman yang punya sedikit
atau bahkan tidak punya bakat sama sekali. Tapi
keadaan akan berbeda sekarang. Begitu dia
meyakininya. "Kami harus pergi," katanya. "Dan Mister Finger, kau
salah. Kau punya bakat. Bakat besar. Kau hanya
belum menemukannya. Ikuti nasihatku dan cari lagi
besok. Kurasa kau akan terkejut melihat perbedaan
yang dibuat dalam sehari."
"Ayo," desis John. "Kita keluar dari sini."
--- "Kau mengabulkan permintaannya?" tanya John saat
mereka di tangga. "Katamu aku harus mengalihkan perhatiannya," kata
Philippa. "Jadi itu yang kulakukan."
"Agak tolol, menurutku," kata John. "Mengapa ada
orang yang ingin menggambar vas tua?"
"Dia seniman. Itulah yang dilakukan seniman."
Beberapa menit kemudian mereka telah berada di
luar BM, berdiri di depan kios majalah, dan mencari
taksi. Pada saat itulah mereka melihat tajuk utama
koran The Daily Telegraph: 70 ORANG MESIR
MEMBOBOL BRITISH MUSEUM, dan foto dari beberapa
pendeta Jin yang naik ke dalam van polisi. Philippa
membeli surat-kabar itu dan membaca beritanya
keras-keras. "Sebanyak tujuh puluh pria yang berpakaian pendeta
Mesir kuno, ditahan pada Selasa malam saat polisi
dipanggil ke British Museum menyusul laporan
pembobolan Ruang Mumi galeri Mesir kuno. Tidak
diketahui pasti apakah pria-pria itu - yang berkepala
botak, berpakaian pendeta Mesir kuno, dan sedikit
sekali bisa berbahasa Inggris - berkumpul untuk
memprotes pameran mayat-mayat yang diawetkan.
Beberapa di antaranya berumur beberapa ribu tahun,
yang dipindahkan dari tempat peristirahatan asli
mereka di awal abad terakhir. Juru bicara British
Museum mengonfirmasikan bahwa beberapa artefak
yang lebih kecil rusak atau hilang. Pengacara untuk
para pria itu, yang semua tampaknya berasal dari
Timur Tengah, meskipun sejauh ini tak seorang pun di
antara mereka yang bisa diidentifikasi, mengatakan
pada Telegraph bahwa mereka akan mencari suaka
politik di Inggris. Pada hari Rabu, Perdana Menteri
mengatakan pada Parlemen bahwa jika terbukti
semua pria itu memasuki negara ini secara ilegal,
mereka akan dipulangkan. Beberapa tahun terakhir
ini, ada beberapa telepon dari para pendukung yang
mengatakan bahwa mumi di British Museum
seharusnya telah dikuburkan dengan selayaknya. Mrs
Deirdre Frickin-Humphrey-Muncaster yang berasal dari
kelompok Mums for Mummies yaitu sebuah kelompok
yang menuntut perubahan, mengatakan bahwa
'Peristiwa ini menyoroti skandal yang sudah ada
selama beberapa dekade di British Museum. Setiap
orang berhak dikuburkan dengan layak, tak peduli
berapa lama mereka sudah mati'."
"Aku sependapat," ujar Philippa. "Sudah waktunya kita
belajar agak lebih menghargai kebudayaan lain."
John mengerang nyaring. "Jangan sebut-sebut soal
waktu di depanku," katanya sambil merebut koran
dari tangan Philippa. "Lihat." Dia menunjuk halaman depan koran itu. "Ini
koran hari Kamis yang menggambarkan kejadian
pada Selasa malam. Pastinya kita telah berada dalam
vas selama sekitar tiga puluh enam jam!"
"Oh, tidak," keluh Philippa. "Groanin pasti sangat
cemas." Mereka memberhentikan taksi dan menuju
Kensington, tempat di mana mereka melihat Groanin
dan Mister Rakshasas sedang menunggu dengan
cemas. "Kalian membuat kami sangat cemas," kata Mister
Groanin. "Dengan polisi berkeliaran di mana-mana,
aku tak bisa mendekati galeri Mesir kemarin. Dan
pagi-pagi sekali tadi, saat ke sana, aku tak
menemukan apa-apa. Bahkan di dalam botol Coke
itu." Groanin mengernyit. "Di mana Nimrod?"
"Ceritanya panjang," jawab John yang lalu
menceritakan apa yang telah terjadi. Bagaimana
Nimrod terjebak di dalam canopic bersama Jin yang
merasuki hantu Akhenaten dan mereka berharap
Mister Rakshasas akan tahu apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Jin tua itu mendengarkan dengan seksama,
memeriksa canopic yang berisi Nimrod dan hantu
Akhenaten, kemudian menggelengkan kepala dengan
sedih. "Apa pun yang kita lakukan," kata Mister Rakshasas,
"jangan buka tutup canopic ini, karena Akhenaten
akan keluar lagi." Dia mendesah pasrah. "Kasihan Nimrod."
"Tapi Nimrod bisa menyamankan diri di dalam sana,
kan?" tanya John. "Oh, dia tak akan berani banyak memakai
kekuatannya," jawab Mister Rakshasas. "Karena takut
itu justru akan membantu memperkuat Akhenaten."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Philippa.
"Ini sangat membingungkan, pastinya, sulit
mengetahui bagaimana makan telur tanpa
memecahkan cangkangnya. Aku teringat pada Dua
Belas Tugas yang diminta Eurystheus untuk dilakukan
Hercules. Tepatnya, teka-teki Sphinx. Aye, tentu saja,
ini permainan kata-kata."
"Kalau itu kami sudah tahu," ucap John sabar.
"Bagaimana kita akan memecahkannya?"
"Aku tidak tahu," Mister Rakshasas mengakui.
"Sejujurnya, aku belum pernah menemui masalah
seperti ini." "Pasti ada caranya," ujar John. "Hercules
melaksanakan dua belas tugas yang diperintahkan
kepadanya, dan Oedipus memecahkan teka-teki
Sphinx. Pasti kita bisa menyelesaikan masalah ini
kalau kita semua menyatukan pikiran."
Mister Rakshasas mengangguk pelan. "Otak muda
kalian jauh lebih tajam daripada otakku," katanya.
"Pipa tua mengeluarkan asap termanis, tapi pipa baru
membakar lebih cepat. Mungkin kalian bisa
memikirkan sesuatu. Tapi kuakui bahwa, setidaknya
untuk saat ini, aku tidak bisa."
Philippa mengetuk-ngetuk pelipis dengan buku jari
telunjuk seolah, entah bagaimana, bisa mengeluarkan
ide yang berguna dari bagian otaknya yang jarang
digunakan. Yang sepertinya berhasil.
"Saat kami berada di dalam botol Coke," akhirnya
begitu katanya, karena pikiran itu membutuhkan
beberapa saat untuk mencapai mulutnya, "Ada
sesuatu yang dikatakan Nimrod tentang Iblis. Sesuatu
tentang Jin yang memiliki sifat seperti kadal.
Bagaimana darah panas mereka menjadi lambat
dalam udara dingin."
"Aku ingat," kata John. "Bagaimana dia memasukkan
botol berisi Iblis kedalam lemari pembeku di Kairo,
untuk memperlambat Iblis. Yang kupikirkan,
seandainya kita bawa canopic itu ke tempat yang
benar-benar dingin serta membiarkan Nimrod dan
Akhenaten membeku bersamaan. Lalu, saat mereka
melemah, dan udara dingin telah membuat mereka
jadi sangat lambat, kita bisa membuka canopic itu,
lalu masuk ke dalamnya untuk mengeluarkan Nimrod.
Akhirnya, canopic itu kita tutup lagi sebelum
Akhenaten bisa lolos."
"Tapi," bantah Mister Rakshasas, "begitu berada di
dalam canopic, kalian juga akan kedinginan; dan
kekuatan kalian pun akan melemah."
"Kami bisa memakai pakaian antariksa," ujar John,
yang menyukai rencana Philippa. "Di antariksa,
suhunya benar-benar mencapai nol, tapi dalam
pakaian itu kita bisa tetap nyaman dan hangat.
Dengan begitu kami bisa masuk ke canopic dan tetap
tidak terpengaruh oleh udara dingin."
"Ide yang hebat," ujar Philippa. "Tapi tempat mana
yang cukup dingin?" "Bagaimana dengan Kutub Utara?" usul John. "Dengan
cara itu, kalau Akhenaten memang berhasil lolos,
kemungkinan jatuh korban akan lebih kecil. Begitu
juga kalau dia merusak sesuatu."
"Aku selalu ingin melihat Kutub Utara," ujar Philippa.
"Aku juga," timpal John. "Ayo kita berharap Nimrod
bisa bertahan selama yang kita butuhkan untuk
mencapai ke sana." *** 333Bersama Groanin dan lampu yang berisi Mister
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rakshasas, si kembar terbang ke Moskow.
Begitu mereka mendarat, seorang petugas pabean
Rusia berwajah dingin, meminta si kembar membuka
ransel dan meminta mereka membuka canopic berisi
Nimrod dan hantu Akhenaten.
"Kacau," kata Groanin,memalingkan wajah dari
pemandangan itu seolah dia tidak tahan melihatnya.
Philippa menggumamkan kata fokusnya secepat
mungkin. Sebenarnya dia tidak berani menggunakan
kekuatan Jin pada canopic, tapi menurutnya mungkin
tidak apa-apa kalau dipakai kepada petugas pabean
itu. "Tolong dibuka," ulang petugas itu.
Philippa mundur selangkah dan menunjuk ke arah
topi lancip petugas itu dengan perasaan jijik. Sambil
mengernyit jengkel, petugas itu melepas topinya. Dia
mendapati sepertinya ada banyak hal di Bandara
Sheremetyevo Moskow. Topi petugas itu dirayapi
kecoak-kecoak besar. Dia berteriak jijik dan
menjatuhkan topi itu ke lantai.
Memanfaatkan kesempatan itu, Philippa
mengucapkan kata fokusnya lagi. Kali ini untuk
menciptakan tiruan sempurna dari canopic yang berisi
Nimrod dan hantu Akhenaten. Di saat yang sama, dia
masukkan canopic yang asli ke dalam ranselnya.
Ketika petugas itu sudah menenangkan diri, dia
membuka tutup kepala babon dari canopic yang
berukuran lebih kecil. Pada saat membukanya,
terdapat canopic lain di dalam canopic itu, dan begitu
seterusnya, sampai meja petugas itu di penuhi
dengan tutup dan badan lebih dari selusin canopic,
seperti boneka Matrushka Rusia. Petugas itu pun
tampak lelah, ditambah lagi ada kecoak lain yang
merayap di tengkuknya, maka dia menyuruh si
kembar pergi. "Ya ampun," ujar Groanin, saat Philippa sudah
menutup ranselnya lagi. "Aku tadi sempat berpikir permainan ini sudah selesai.
Aku bilang, aku kira permainan ini sudah berakhir.
Dan kita semua akan menuju kamp kerja paksa di
Siberia." "Kau berpikir dengan cepat, Phil," puji John. "Bagus.
Kecoak-kecoak itu sangat inspiratif. Dari mana kau
dapat ide itu?" "Kecoak?" Philippa menunjuk ke gerai bar kopi di
dekat sana di mana beberapa kecoak berjalan malas
melintasi sepotong kue yang tidak dimakan. "Tempat
itu penuh kecoak. Kurasa beberapa kecoak lagi tidak
akan tampak aneh bila berada di topi pria itu."
Karena beberapa jam menunggu di Bandara
Sheremetyevo, ditambah wabah kecoak tadi, si
kembar terlihat tidak bersemangat untuk makan di
restoran mana pun sebelum melakukan penerbangan
selanjutnya menuju Norilsk.
Dari Norilsk, yang merupakan salah satu kota terbesar
dalam Lingkar Kutub Utara, mereka terbang ke
Khatanga, di Semenanjung Taimyr. Dari Khatanga,
mereka terbang ke utara lagi, menyeberangi Tanjung
Chelyuskin, yaitu tempat paling utara dari Eurasia, ke
Pulau Srednij, dimana mereka bermalam.
Srednij merupakan tempat tinggal bagi satu
detasemen militer kecil, beberapa ilmuwan gletser,
beberapa anjing laut, dan beruang kutub. Beruangberuang sangat mengganggu, kata salah seorang
ilmuwan, di malam hari mereka datang untuk mencuri
sampah dan mereka juga sangat berbahaya.
Dari Pulau Srednij, mereka terbang menggunakan
helikopter ke Pangkalan Es - sebuah lapangan terbang
di atas es mengapung yang berjarak kurang dari
seratus tiga belas kilometer dari Kutub Utara. Di sini,
siang hari berlangsung dua puluh empat jam dan suhu
selalu berada jauh di bawah nol derajat; dan tak ada
yang bisa dilihat kecuali salju di bawah kaki mereka hanya sedikit berbeda dengan warna langit yang birukelabu - dan tenda-tenda berwarna terang yang akan
menjadi tempat mereka menghabiskan malam kedua
di Rusia. Termasuk sebuah helikopter militer tua dan
jelek, yang akan mengangkut mereka ke Kutub Utara
esok hari. "Aku tidak tahu apa yang kulakukan di sini," keluh
Groanin malam itu, saat mereka bertiga duduk
menggigil di dalam tenda anti-badai, "sungguh, aku
tidak tahu. Bagaimana aku bisa ikut ke tempat yang
jelek ini. Aku takkan pernah tahu. Inilah tempat
terakhir di bumi yang ingin kudatangi. Kupikir Mesir
sudah jelek, tapi ini jauh lebih parah. Tidak mengapa
bagi Mister Rakshasas. Aku yakin dia nyaman sekali di
dalam lampunya. Aku bertaruh dia punya semua yang
nyaman. Tapi aku tidak berkeberatan memberitahu
kalian kalau aku sudah bosan. Usia dan segala
kekurangan ini membuatku tidak pantas melakukan
perjalanan dimana aku bisa saja menjadi santapan
beruang kutub sialan. Bisa kudengar suara mereka
semalam, mengendus-endus di sekeliling bak sampah
di luar. Aku tidak tidur sekejap pun. Kubilang, aku
tidak tidur sekejap pun."
Philippa memberi Groanin secangkir kopi panas
dengan harapan itu bisa membuatnya berhenti
menggerutu. "Dengar ya, kalian berdua," katanya sambil menarik
janggut yang dia pelihara sejak tiba di Rusia. "Untuk
apa kalian pergi jauh-jauh ke Kutub Utara"
Menurutku, tempat kita sekarang ini sudah cukup
dingin untuk tujuan kalian. Takkan lebih dingin lagi di
sana daripada di sini. Bahkan Kutub Utara saja bukan
tempat yang tepat. Tempat itu cuma sekadar bacaan
kompas di peta, atau semacam navigasi satelit. Bukan
berarti kalian bisa mengambil gambar atau apa saja.
Kuberitahu, kalau aku punya tiga permintaan..."
"Jangan," kata John. "Jangan."
"Tapi dia benar juga," ucap Philippa.
"Tentu saja aku benar. Begini, mengapa tidak kalian
buka saja canopic itu di sini nanti malam" Pada
tengah malam. Saat semua orang sudah tidur. Dengan
cahaya matahari selama dua puluh empat jam di
tempat ini, akan sama mudahnya melihat apa yang
bisa kita lakukan saat tengah hari."
"Hawanya dingin," kata Philippa. "Dan mungkin lebih
baik kita lakukan lebih cepat, demi kebaikan Nimrod."
"Baiklah." John mengeluarkan canopic itu dari ransel
Philippa, dan berdiri dengan penuh tekad.
"Kau mau ke mana?" tanya Groanin.
"Meletakkan canopic itu di luar sana," jelas John. "Aku
ingin memastikan kalau hantu Akhenaten sudah
membeku saat kita buka tutup canopic ini. Sementara
itu, sebaiknya kau memberitahu Volodya kalau ada
sedikit perubahan rencana."
Pemandu mereka, Volodya, seorang pria kecil
berkacamata kotor dan kumis kecil tipis, bisa
dimengerti bila dia menjadi bingung saat Groanin dan
Philippa memberitahu kalau mereka berubah pikiran
dan benar-benar tak ingin pergi ke titik geografis
aktual -nol derajat garis lintang dan garis bujur- yang
menandai Kutub Utara. "Tapi sertifikat penjelajah kalian," katanya. "Untuk
menyatakan bahwa kalian pernah ke sana.
Bagaimana dengan itu?"
Philippa mengangkat bahu. "Itu cuma arah di kompas,
tidak ada bendera atau apa pun di sana, kan?"
"Aku tidak bisa mengembalikan uangnya, kalau itu
yang kau maksud." "Kami tidak meminta pengembalian uang," tukas John.
"Bukan itu maksud kami. Hanya saja anggota
kelompok kami yang dewasa, Mister Groanin, dia
sudah mulai bosan." Volodya mengangkat bahu. "Aku hanya merasa aneh,
kalian sudah pergi sejauh ini lalu berhenti tidak jauh
dari titik tujuan. Tapi kalian ada benarnya juga.
Sejauh 113 kilometer ke utara pun tetap disebut Kutub
Utara. Jarak 113 kilometer bukan apa-apa di atas es
ini." Dia mengetuk-ngetuk kepalanya. "Kutub Utara
mungkin hanya ada dalam pikiran manusia. Jadi,
mungkin aku akan tetap memberi kalian sertifikat
penjelajahan itu." "Begitu dong," kata Groanin. "Omong-omong, Volodya.
Apa makan malamnya?"
"Sup anjing laut dan es krim," jawab Volodya, sambil
melempar senyum yang memamerkan gigi
bogangnya. "Enak, kan?"
"Jangan lagi," erang Groanin. "Kita sudah makan sup
anjing laut sialan itu kemarin malam. Rasanya seperti
makan irisan karet panas."
"Karet," cengir Volodya. "Lezat, kan?"
"Tidak," sergah Groanin. "Apa kau tidak punya beruang
kutub atau yang lainnya?"
"Sulit sekali membunuh beruang kutub," sahut
Volodya. "Tapi beruang kutub justru membunuh para
pemburu dengan sangat mudah." Volodya
mengangkat bahu. "Anjing laut yang terbaik. Dan,
sudah pasti, es krim Rusia."
"Terserahlah," komentar Groanin.
"Mengapa" Apa kau tidak suka eskrim Rusia" Semua
orang tahu es krim Rusia ini yang terlezat di dunia."
"Siapa yang bilang?" tanya Groanin, saat mereka
kembali ke tenda mereka sendiri.
"Aku bertanya, siapa yang bilang kalau es krim Rusia
yang terlezat di dunia" Sudah jelas dia belum pernah
makan es krim Italia. Itulah es krim terlezat di dunia.
Setidaknya es krim itu mengandung telur, susu, dan
gula. Sedangkan satu-satunya bahan dalam es krim
Rusia adalah es." "Apa salahnya kalau dia menjadi bahagia lantaran
penjelasannya itu?" tanya Philippa.
"Ya, tapi itu tidak benar," bantah Groanin.
"Ya, tapi apa pengaruhnya" Saat kau di sini, dan tak
ada yang bisa dimakan kecuali es krim Rusia,
mungkin akan membantu untuk berpikir kalau es krim
Rusia adalah yang terlezat di dunia."
Setelah makan malam di tenda besar di sebelah
helikopter, Volodya bermain kartu dengan pilot
helikopter, seorang wanita muram bernama Anna.
Wanita itu bergigi hampir sejelek gigi Volodya,
dengan kebiasaan bersendawa yang mengusik
setiapkali dia kehilangan kesempatan dalam
permainan kartu. "Kalau aku," ujar Groanin. "Kurasa akan kubiarkan
wanita itu menang. Menurutku kita semua akan
beruntung kalau dia bernasib baik."
"Aku sependapat denganmu," kata Philippa dan
menggumamkan kata fokusnya untuk memastikan
kalau Anna dapat memenangkan empat kesempatan
berikutnya seperti yang diperkirakan Groanin.
Ternyata itu sangat mengubah suasana menjadi baik
di tenda. Sekitar setengah jam kemudian, Groanin dan si
kembar pergi ke tenda mereka. Groanin pun tertidur.
Si kembar menunggu kedua orang itu usai bermain
kartu dan tertidur, sebelum membangunkan Groanin
dan memanggil Mister Rakshasas dari lampunya.
Mister Rakshasas, dengan janggut putih dan baju
panas merahnya, tidak dipungkiri kalau dia terlihat
seperti Sinterklas. Sementara kedua pria itu
menunggu si kembar memakai baju ruang
angkasanya, dengan menggigil mereka menatap ke
seberang daerah kosong yang membeku. Angin dingin
meniup penutup tenda dan, sekali-sekali, es bergeser
di bawah kaki mereka dengan mengeluarkan bunyi
derak yang keras. "Tempat ini menakutkan," komentar Mister Rakshasas
sambil memandang sekelilingnya dengan sedih.
"Aku setuju," sahut Groanin, sambil mengangkat
ransel berisi baju panas Nimrod ke punggung John.
"Berdoalah," ujar Mister Rakshasas, "bau apa ini"
Sungguh tidak sedap."
"Sup anjing laut," jawab Groanin. "Percayalah, sebusuk
apa pun baunya, itu tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan rasanya."
"Baunya seperti mengandung banyak daging," ujar
Mister Rakshasas, hidungnya yang keriput semakin
mengkerut karena jijik. "Aku belum pernah makan daging. Tidak untuk orang
seusiaku. Daging diperuntukkan orang muda, bukan
orang tua. Perlu gigi yang kuat dan metabolisme yang
besar untuk mencerna makanan itu."
"Aku tidak tahu tentang itu," Groanin mengakui. "Tapi
percayalah, kau tak banyak merugi, makanan itu
payah, dan kualitas tendanya buruk. Aku benci
memikirkan apakah helikopter itu layak terbang atau
tidak. Satu-satunya yang berjalan dengan baik di sini
hanyalah janggutku."
"Kalau sering dikatakan bahwa pada musim dingin
susu beralih ke tanduk sapi, itu benar juga," ucap
Mister Rakshasas kembali mengucapkan istilah-istilah
yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.
Saat si kembar selesai mengenakan baju luar
angkasa bekas NASA yang John beli di Harrods,
keduanya melangkah ke luar tenda dan menghadapi
angin utara yang menggigit dengan merasa sehangat
panggangan.
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Satu langkah kecil bagi manusia," canda John. "Satu
langkah raksasa bagi kemanusiaan."
John mengambil canopic dan menunjuk ke kejauhan,
"Ayo kita menjauh dari tenda," dia berteriak agar
suaranya dapat terdengar dari dalam helm luar
angkasa. "Siapa tahu ada yang mendengar."
Komunikasi antara dia dan Philippa lebih mudah,
dengan mikrofon radio di dalam busana luar angkasa
mereka. Masih memegang canopic dengan dua
tangannya yang berbaju luar angkasanya berwarna
oranye, John berjalan sekitar sembilan puluh meter ke
utara dari perkemahan. "Kelihatannya ini tempat yang bagus," katanya sambil
mendongak saat satu benda ringan dan berbulu
lembut melayang di udara dan mendarat pada kaca
helmnya. Salju mulai turun. John berharap dapat
menyelesaikan misi itu sebelum angin kencang
berubah menjadi badai salju. Dia meletakkan canopic
itu di salju, lalu mundur selangkah.
Mister Rakshasas berlutut di samping canopic dan
menyentuh tutup berkepala babon dengan tangannya
yang bersarung. "Aku akan menunggu sampai kalian mulai berubah
wujud, baru aku membuka tutupnya," teriaknya untuk
mengalahkan angin yang semakin kencang.
"Kalau Akhenaten yang pertama kali berusaha keluar,
aku akan segera menutupnya kembali. Apakah itu
cukup dimengerti?" "Bagaimana kau bisa tahu kalau itu yang akan
terjadi?" tanya Philippa.
"Seekor kumbang pasti mengenali kumbang lain."
Sambil tersenyum, Mister Rakshasas kembali berkata
dengan istilahnya. "Aku akan tahu apakah itu Nimrod
atau bukan." John dan Philippa memberinya tanda ibu jari yang
terangkat, lalu menggenggam tangan masing-masing.
"Kalian harus memeluk Nimrod dan saling
berpegangan sebelum mulai berubah wujud," lanjut
Mister Rakshasas. "Dan jangan sekali sekali berubah
wujud kalau kalian disentuh Akhenaten. Itu akan
berbahaya bagi kalian bertiga."
Tanda ibu jari terangkat lagi.
"Aku akan menghitung mundur," ujar Mister
Rakshasas. "Tiga...,dua...,satu...,"
"FABULONGOSHOO!"
"ABECEDARIAN!" "MARVELISHLYWONDERPIPICAL!"
Udara dingin di depan helm mereka berubah menjadi
asap dan Mister Rakshasas mengangkat tutup canopic
itu. Hal terakhir yang dilihat si kembar sebelum asap
yang berlawanan arah jarum jam membungkus
mereka dan mengantarkan ke dalam canopic adalah
beruang kutub raksasa yang berderap kelaparan ke
arah mereka. Di ruangan antara bagian luar dan
dalam canopic, John berkata, "Beruang. Kau
melihatnya" Beruang kutub besar. Dia pasti mencium
bau sup anjing laut."
"Setidaknya ada yang menyukai sup itu," ujar Philippa.
"Menurutmu apa yang akan mereka lakukan?"
"Tergantung apakah Mister Rakshasas bisa
menggunakan kekuatan Jinnya atau tidak."
"Kemungkinan besar mereka hanya akan berusaha
kabur," ujar Philippa.
Sementara asap menghilang, mereka mendapati diri
mereka telah berada di dalam canopic yang setengah
membeku. Mengenakan mantel bulu tebal, topi, sarung tangan
dan sepatu bot, Nimrod duduk di lantai canopic,
bersandar pada dinding kapur yang melengkung
dengan lutut ditarik ke dada. Rambutnya sekaku sikat
kawat dan tak ada jejak napas keluar dari mulut atau
lubang hidungnya. Di ujung berlawanan lantai itu
terbaring apa yang dipandang sekilas oleh si kembar
terlihat seperti sebuah karya seni modern, berbentuk
semi transparan, ke biruan, dan berkilau dari patung
mengerikan, sama seperti yang mereka lihat di Cairo
Museum. Itu hantu Akhenaten yang juga membeku.
Si kembar berlutut di sebelah paman mereka dan
menatap wajahnya yang pucat membeku. Nimrod tak
bergerak sedikit pun atau menunjukkan tanda-tanda
nyata kalau dia mengetahui kehadiran si kembar
disampingnya. Mata cokelatnya yang biasanya hangat
dan bersinar-sinar, kini terbuka tanpa berkedip.
Sewaktu John menyentuh dengan tangannya yang
bersarung, dia merasa tubuh pamannya mengeras,
seolah sudah beku. Selama beberapa saat si kembar
membisu. "Apakah dia mati?" bisik John.
"Entahlah," jawab Philippa sambil menggigit bibir
ketakutan, "mungkin karena berada di dalam botol,
maka dia terlihat seperti mati suri. Dan di luar
rangkaian ruang waktu yang normal, itu menyiratkan
kalau sesungguhnya kita tidak hidup saat kita berada
di sini, maka aku tidak melihat bagaimana dia bisa
mati." "Coba ulangi lagi," ujar John.
"Jangan ulangi! Setelah kupikir-pikir, jangan diulangi.
Kurasa otakku tidak sanggup mencernanya."
"Yang kumaksud, dia tidak mati karena dia tidak
benar-benar hidup di dalam sini. Kita harus
mengeluarkan dan menghangatkan tubuhnya. Lalu
kita akan lebih mengetahui kondisi kesehatannya."
Mendadak, canopic itu berguncang-guncang
menakutkan. Si kembar memandang ke arah hantu
Akhenaten yang membeku untuk melihat apakah dia
yang bertanggung jawab. Tapi sosok itu tidak
bergerak. Hal selanjutnya yang mereka ketahui,
hembusan udara menerobos ke dalam canopic itu.
"Beruang itu," teriak John. "Dia mengendus-endus
bagian dalam canopic untuk mengetahui apakah ada
sesuatu yang bisa dimakan."
Hembusan udara lain membanjir ruang canopic. Mata
Philippa yang awas, melihat ujung rambut beku
Nimrod agak menekuk dan kemudian berubah
menjadi tetesan embun. "Dia meleleh," teriaknya. Sewaktu menatapnya, pupil
salah satu mata Nimrod sepertinya agak menyipit.
"Dia hidup. Dia hidup." John memeriksa alat pengukur
suhu yang terdapat di pakaian antariksanya. "Itu
karena suhu di dalam sini meningkat," katanya. "Lihat!
Napas panas beruang itu menghangatkan bagian
dalam canopic ini." Bahkan saat bicara dia memandang dengan panik
kearah Akhenaten. Hantu Jin Firaun itu ikut meleleh
juga, lebih cepat ketimbang Nimrod. Memang
kenyataannya, hantu - bahkan hantu Jin dari Mesir memiliki toleransi terhadap dingin yang lebih besar
dibandingkan dengan Jin mana pun. Tak ada keraguan
soal itu. Mata Akhenaten yang berbentuk seperti buah
badam mulai terbuka, seolah bangkit dari tidur
nyenyak yang panjang. "Tak ada waktu untuk memasukkan Nimrod ke dalam
baju panas," kata John. "Sebelum Akhenaten sadar,
kita harus keluarkan dia sekarang juga, walaupun
masih membeku." "Bagaimana dengan beruang kutub itu?" tanya
Philippa. "Binatang itu bisa menyerang kita."
"Kita harus mengambil risiko. Kurasa tak ada hal lain
yang bisa kita lakukan. Kita berharap saja asap dari
perubahan wujud kita akan membuatnya bingung
sekian lama sehingga kita bisa memikirkan sesuatu."
John menggenggam tangan Nimrod dan kemudian
tangan saudaranya. "Siap?"
"Siap." "Ayo!" "FABULONGOSHOO"
"ABECEDARIAN!" "MARVELISHLYWONDERPIPICAL!"
Beberapa detik kemudian, mereka telah berbaring di
salju, jauhnya hanya beberapa meter dari beruang
yang terus menyorongkan hidungnya dengan rakus
ke dalam canopic. Rupanya beruang itu yakin kalau
ada sesuatu yang lezat di dalamnya.
Sementara itu, tidak ada tanda keberadaan Mister
Rakshasas dan Groanin. Panas yang dihasilkan dari
gabungan kekuatan Jin si kembar dan perubahan
wujud mereka, cukup untuk membuat Nimrod lebih
tersadarkan. Pria itu pun mengerang nyaring tanpa
disengaja. Mendengar itu, beruang tadi pun berbalik
dan melihat mereka. "Oh-oh," ujar John dan berdiri.
Jelas beruang kutub itu siap menyerang. John punya
waktu beberapa detik untuk memutuskan apa yang
harus dilakukan. Beruang kutub besar itu tidak pernah
makan manusia atau bahkan Jin, tapi dia tentu saja
mau mencoba jenis daging baru itu. Dengan hidung
hitam pekat yang mengendus-endus aroma
mangsanya, beruang itu berlari kencang ke arah
ketiga Jin itu sambil meraung keras.
Tidak banyak waktu untuk berpikir atau
berkonsentrasi. Itulah hal pertama yang dapat
dipikirkan John. Dia teringat ketika Nimrod mengajak
mereka ke padang pasir untuk mencoba kata fokus
pertama yang mewujudkan makanan piknik.
"ABECEDARIAN!" Makanan piknik yang sangat mewah, dilengkapi
karpet kotak-kotak serta keranjang, seketika muncul
di hadapan beruang kutub yang datang menyerang.
Bukan hanya makanan piknik kuno, tapi makanan
piknik bagi juara tinju kelas berat dunia, dengan
daging kalkun panggang, daging domba dingin, ikan
salem rebus utuh, beberapa lusin sandwich, dua trifl e
raksasa, sepotong roti keju, dan empat botol besar
limun. John tidak tahu apakah beruang kutub itu menyukai
limun. Beruang kutub itu berhenti, mengendus-endus
daging kalkun panggang, menjilati potongannya, dan
duduk untuk makan. "Bra-bra-bra-bravo," teriak Nimrod dengan suara serak.
"Huh," Philippa menghembuskan napas lega, "nyaris
sekali." "Ca-ca-canopicnya," kata Nimrod, giginya
bergemeletuk keras, "Pa-pa-pa-pasang tu-tututupnya." Sementara beruang itu makan dengan gembira dan
hampir tidak memperhatikan ketiga Jin itu, John masih
mengambil jarak yang lebar, siapa tahu hewan itu
ingin berbagi pikniknya, dan berlari cepat ke arah
canopic yang menggeletak.
Sepertinya tepat waktunya. Karena segumpal asap
tipis kebiruan perlahan mulai muncul di dekat bagian
atas canopic, seperti asap dari rokok yang hampir
padam. John dapat mengira kalau ini pasti hantu
Akhenaten yang berusaha kabur dalam keadaan
setengah membeku. Tapi masalahnya, di manakah
tutup canopic itu" Karena terbuat dari batu kapur
putih, benda itu tidaklah mudah ditemukan di tanah
yang tertutupsalju. "Cepat, cepat," katanya, mendorong dirinya
menemukan tutup itu sebelum Akhenaten sempat
kabur. Dia melempar helmnya dengan harapan kalau
tanpa kaca depan pakaian antariksanya, dia bisa
melihat tutup itu dengan lebih jelas. Dia masih
mengais-ngais tanah saat beberapa meter dari
tempatnya, sebuah gundukan salju besar bergerakgerak. Dan selama beberapa detik John mengira itu
mungkin beruang kutub kedua. Lalu, dari dalam salju,
muncullah Mister Rakshasas dan Groanin.
"Apakah ini yang kau cari?" ujar Groanin sambil
melemparkan tutup botol itu kepada John. Untuk
ukuran orang yang punya lengan normal, lemparan itu
mungkin lemparan sulit; tapi bagi lengan buntung
Groanin yang berkembang dengan baik, itu adalah hal
mudah, dan tutup canopic itu melesat ke arah sarung
tangan John yang merentang seperti puck hoki ukuran
ekstra besar. Bahkan saat menangkapnya, John
menghempaskan diri ke arah canopic yang terbuka.
Dia meraih canopic itu dan menekan tutupnya keraskeras ke atas setan yang muncul dari dalam canopic.
Selama sesaat dia merasakan perlawanan di bawah
tangannya yang bersarung, lalu keadaan tenang.
Mister Rakshasas dan Groanin membantunya berdiri.
"Tangkapan yang bagus, Anak Muda," ujar Groanin.
"Kau bisa menjadi pemain kriket yang hebat."
"Lemparan tadi bagus," puji John.
"Aku cukup sering main bowling saat masih muda,"
jelas Groanin. "Selamat," ujar Mister Rakshasas. "Kau tepat waktu,
menurutku. Satu detik lagi, Akhenaten pasti sudah
bebas." "Apa yang terjadi saat beruang itu muncul?" tanya
Philippa. "Saat beruang itu muncul?" ulang Mister Rakshasas.
"Aku gunakan kekuatanku yang sangat terbatas
untuk menciptakan igloo di sekeliling kami. Pastinya,
cuma itu yang bisa kupikirkan."
"Tepat pada waktunya juga," ujar Groanin. "Kalau
bukan karena igloo itu, kini kami pasti sudah berada
di dalam perut beruang itu."
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan hati-hati mereka semua memandang ke arah
beruang kutub yang, untungnya mulai menyantap
ikan salem rebus, dan masih mengabaikan mereka.
Tak ada yang lebih disukai beruang daripada ikan
salem. Mereka mengikuti Philippa dan Nimrod kembali ke
kemah. "Bagaimana keadaanmu?" tanya John.
"Lumayan," jawab Nimrod. "Berkat kau dan Phil. Tak
ada paman yang pernah memiliki dua keponakan
pemberani seperti kalian. Kalian adalah kebanggaan
semua bangsa Jin." "Apa yang akan kita lakukan padanya?" tanya John
sambil memberi isyarat ke arah canopic yang masih
dipegangnya. "Benar. Aku tak akan tenang kalau itu belum
diamankan," kata Nimrod.
Satu jam kemudian, saat kekuatan Jin Nimrod sudah
pulih, dia mengikat canopic itu dengan sekeranjang
kawat titanium, lalu menurunkannya ke dalam lubang
di es yang dibor ke dalam Laut Arktik.
"Beres," katanya. "Kurasa itu hal terakhir yang akan
kita dengar tentang hantu Akhenaten."
"Kuharap begitu," timpal Philippa.
"Dan kini," ujar Nimrod. "Kalau tidak keberatan, kurasa
sudah waktunya aku masuk ke lampumu, Mister
Rakshasas. Aku butuh mandi air panas, secangkir teh,
dan kemudian tidur yang lama. Kalian tak tahu betapa
melelahkan berada di dalam canopic menjengkelkan
itu. Bertarung melawan roh jahat Akhenaten, pagi,
siang, dan malam. Aku lelah."
"Tidak apa-apa bagi sebagian orang," keluh Groanin
setelah Nimrod dan Mister Rakshasas menghilang
kedalam lampu kuningan. "Aku berharap bisa mandi
air panas dan minum secangkir teh enak."
John dan Philippa tersenyum berpandangan. "Mengapa
tidak?" kata mereka.
Dan sepertinya Volodya sangat senang ketika
Groanin menghabiskan jam terakhirnya di dalam
tenda di Pangkalan Es sebelum mereka semua
terbang pulang, menikmati secangkir teh dan mandi
terbaik yang pernah dia rasakan.
*** Ketika kembali ke London, berita besarnya adalah
ketujuh puluh Jin Akhenaten yang hilang, yang kini
disebut oleh koran-koran sebagai Bloomsbury
Seventy, telah dideportasi kembali ke Mesir.
Ini membuat mereka semua sangat bahagia karena
setelah beberapa ribu tahun, mereka semua sangat
rindu pada negara mereka dan pemandangan
piramida. Sementara itu, gelombang panas telah melanda kota
itu, yang membuat si kembar sangat puas. Dengan
suhu sekitar 32 derajat Celsius, London hampir
sepanas Kairo. Selama waktu singkat yang tersisa
sebelum kembali ke New York, John dan Philippa bisa
mengambil keuntungan dari suhu seperti itu untuk
melanjutkan pelajaran mereka sebagai Jin di bawah
pengawasan Nimrod. Mereka mulai belajar cara
membatalkan tiga permintaan, cara bepergian di luar
batas tubuh mereka, dan cara mendeteksi Jin lain.
Mereka belajar lebih banyak tentang sejarah Jin dan
jauh lebih banyak lagi tentang The Baghdad Rules dari
Mister Rakshasas. Dan mereka juga belajar cara
bermain Astaragali. "Semua Jin terhormat belajar cara bermain Astaragali,"
jelas Nimrod. "Ini permainan dadu kuno, diciptakan
dua atau tiga milenium lalu, yang dirancang untuk
meminimalkan efek keberuntungan. Tujuh dadu
heksagonal dikocok dalam satu kotak berpenutup,
disembunyikan dari pandangan, dan ditawarkan pada
pemain berikutnya yang memasang taruhan lebih
bagus daripada taruhan sebelumnya. Bila satu taruhan
ditantang, si pemberi atau si penerima kehilangan
permintaan tergantung pada apakah taruhan itu benar
atau dusta. Keahlian dalam memasang taruhan, entah
itu benar atau palsu, yang mengurangi efek
keberuntungan. Permainan ini hanya dimainkan oleh
Jin, tapi ada masanya ketika bangsa Romawi
memainkannya. Tapi, aku yakin permainan ini masih
dinikmati beberapa orang di Jerman. Di sana
permainan ini disebut Unwahrheit Notiuge yang
artinya Berbohong Demi Kebaikan."
Si kembar mengikuti permainan itu dengan antusias.
Terbukti, mereka sangat cerdik dalam strategi taruhan.
Begitu cerdiknya sehingga Nimrod memberitahu kalau
mereka harus mempertimbangkan untuk mengikuti
Turnamen Astaragali Terbuka Amerika Serikat
mendatang di Chicago. Chicago sering dianggap sebagai kota paling tidak
beruntung di Amerika. "Sebagai peserta dalam turnamen yunior, ini
merupakan kesempatan besar bagi kalian untuk
bertemu Jin lain yang seusia kalian," ujar Nimrod,
"juga untuk bertemu Jin Biru dari Babilonia yang
Hebat, yang biasanya hadir sebagai Juri Utama."
"Kau akan datang?" tanya John.
"Aku tak pernah melewatkannya."
"Kalau begitu kami akan ikut," kata mereka.
"Kusarankan kalian berlatih keras," ujar Nimrod. "Ini
satu-satunya arena di mana keenam suku Jin pernah
bertemu dalam kondisi netral dan kompetisi itu sangat
ketat." Tak terasa, tibalah saatnya bagi si kembar untuk
pulang ke New York naik pesawat British Airways.
Begitu banyak yang telah terjadi sejak mereka pergi.
Nimrod tetap saja menyarankan mereka
menyembunyikan sebagian besar kejadian dari
orangtua mereka. "Beritahu mereka kalau kalian pergi ke Mesir dan
kalian mendapatkan banyak kesenangan," jelas
Nimrod di Bandara Heathrow. "Kesenangan itu baik.
Orangtua suka anak-anak mereka bersenang-senang.
Kesenangan adalah sesuatu yang seharusnya
didapatkan anak muda seperti kalian. Tapi membobol
masuk BM dan pengalaman fatal di Lingkar Arktika
adalah sesuatu yang berbeda. Tak ada orangtua yang
ingin mendengar anak-anaknya hampir dimakan
beruang kutub. Sudah pasti ibu kalian akan curiga.
Mungkin dia telah berhenti menggunakan kekuatan
Jin, tapi pasti dia akan merasakan perubahan dalam
homoeostasis yang disebabkan oleh Jin Akhenaten
yang hilang. Berkat kalian berdua."
"Kemudian beritahu mereka kalau kalian telah
mengunjungi banyak museum dan melihat banyak
hal menarik, misalnya piramida. Ayah mundane suka
mendengar tentang museum dan betapa menariknya
tempat itu. Dan beritahu mereka semua tentang
buku-buku yang sudah kalian baca. Lebih baik lagi
kalau beli beberapa buku lagi dan baca semuanya. Itu
perintah. Baca juga koran. Mulailah berlatih piano.
Beginilah dua Jin muda seharusnya bersikap bila
mereka memiliki seorang ayah manusia."
"Dengan kata lain, berusahalah untuk menjadi
mundane. Jadilah se-mundane mungkin untuk ukuran
dua Jin muda. Itu berarti tidak mengabulkan
permintaan orang-orang, Philippa. Kalau kalian
mendengar seseorang mengharapkan sesuatu, tarik
napas dalam-dalam, hitung sampai seratus dan saat
melakukan itu, berusahalah memikirkan dengan serius
apakah dengan memberikan begitu saja apa yang
paling mereka inginkan akan membuat kehidupan
orang itu akan benar-benar meningkat atau tidak"
Kurasa aku tidak pernah mendengar ada orang yang
mengatakan secara lebih baik dibandingkan dirimu,
Groanin." "Terima kasih, Sir."
"Ingatkan lagi pada si kembar apa yang kau katakan
dulu, Groanin." "Berhati-hatilah dengan apa yang kau inginkan," kata
Groanin. "Bukan karena kau akan mendapatkannya,
tapi karena kau tidak terlalu menginginkannya bila
sudah mendapatkannya."
"Jangan khawatir," ujar Philippa. "Kami sudah
memikirkan cara untuk membuat Ayah dan Ibu lebih
rileks setelah sampai di East 77th Street nomor 7."
Dan setelah si kembar mengatakan cara apakah itu,
Nimrod menyetujui kalau mereka mungkin juga
memiliki karier di bidang diplomatik nantinya.
"Aku akan merindukan kalian," ucap Nimrod, saat
mereka sampai di bandara.
"Tidak sebanyak kami merindukanmu," kata Philippa
sambil memeluk Nimrod, dan mengusap air mata.
"Kau janji akan mengunjungi kami segera?" tanya
John, merasa ingin menangis juga.
"Tentu. Sudah kubilang aku akan pergi ke Chicago,
kan" Untuk menghadiri Turnamen Astaragali?"
Nimrod mengeluarkan saputangan merah dan
membersit hidung. Saat kedatangan kembali mereka di New York, si
kembar dijemput oleh sopir mereka, dan segera
menuju ke rumah musim panas mereka di Quogue,
Long Island, untuk berakhir pekan. Hari itu bertepatan
dengan Hari Buruh. Mister dan Mrs Gaunt sangat
senang bertemu mereka lagi, dan begitu juga si
kembar. Kini mereka baru menyadari kalau mereka
saling merindukan dan mencintai. Mister Gaunt yang
paling senang melihat anak-anaknya sudah tumbuh
sangat berbudaya dan bijaksana. Dua anjing
Rottweiler itu, Winston dan Elvis, yang dulunya
dikenal sebagai Neil dan Alan, tidak kalah senangnya
melihat kepulangan si kembar dan, pada John dan
Philippa melupakan bahwa dulu mereka - kedua
anjing itu - telah berencana untuk membunuh ayah
mereka. Mereka hanyalah dua hewan peliharaan
kesayangan keluarga dan akan selalu bersikap
demikian,selama mereka menjadi anjing. Tentu saja
ibu mereka, Layla, merasakan masih banyak lagi yang
telah terjadi pada si kembar dibanding apa yang telah
diceritakan kepadanya. "Jadi apakah kalian akan menceritakan apa yang
sebenarnya telah terjadi?" tanyanya kepada si
kembar di malam pertama akhir pekan mereka.
"Paman Nimrod menceritakan semua tentang
bagaimana kami adalah Jin dan menunjukkan cara
melakukan banyak hal," cerita Philippa. Lalu, berusaha
untuk mengalihkan perasaan ingin tahu ibu mereka,
Philippa mencari cara agar keadaan berbalik.
"Tapi yang ingin kuketahui: Apakah Ibu akan
memberitahu alasan Ibu tidak mengatakan tentang
siapa dan apa kami ini?"
"Benar," John menyetujui. "Bukannya menyerahkan
segalanya kepada Nimrod."
"Sederhana saja," jawab Layla. "Karena Ibu telah
berjanji kepada Ayah kalian kalau Ibu akan berusaha
membesarkan kalian sebagai anak normal. Dan
selama kalian sama seperti anak-anak lain, Ibu
terjebak pada janji itu. Tapi segalanya berubah saat
geraham bungsu kalian muncul. Sejak saat itu kalian
adalah Jin. Dan Ibu tidak lagi terikat janji pada Ayah
kalian. Dia mencemaskan kalian, dan dia juga takut
pada kalian." "Karena itu kami punya usul," ucap Philippa. "Kami
berpikir, demi keluarga kita, kami memutuskan untuk
tidak menggunakan kekuatan itu tanpa berkonsultasi
dengan Ibu lebih dulu."
Inilah gagasan yang telah mereka bahas dengan
Nimrod. "Ibu tidak bisa mengharapkan kami berpura-pura
bahwa tak ada yang terjadi atau mengingkari jatidiri
kami," imbuh John. "Tapi Ibu bisa mengharapkan kami
akan menggunakan kekuatan itu dengan penuh
pertimbangan dan tanggung jawab."
"Menurut Ibu, itu usul yang cemerlang," kata Layla
menyetujui. "Jadi kalau seseorang..., mungkin sahabat
kalian di sekolah, Mrs Trump, atau bahkan ayahmu...,
yang memohon sesuatu?"
Philippa mengangguk. "Kami akan menarik napas
dalam-dalam, menghitung sampai seratus, lalu
memikirkan dengan serius apakah hidup mereka akan
benar-benar meningkat atau tidak dengan memberi
begitu saja apa yang paling mereka inginkan."
"Dan kemudian tidak melakukan apa-apa," tambah
John. "Ibu terkesan," Layla mengakui. "Bisa Ibu lihat kalian
sudah mempelajari sesuatu yang sangat penting.
Permintaan sangatlah berbahaya, apalagi bila
terkabul. Ingat itu. Seluruh dunia bisa kacau karena
permintaan untuk menjadi kaya dan berkuasa. Bila
permohonan itu berupa kuda, pengemis akan
menungganginya. Bila permohonan itu tentara, maka
orang yang lemah akan berkuasa. Dan kalau
permohonan itu obat mujarab, maka semua orang
akan hidup selamanya."
"Kalau boleh," celetuk Philippa, "kami ingin
mendiskusikan satu permintaan kecil dengan Ibu
sekarang." "Silakan." "Kami ingin Ibu berbaikan lagi dengan Paman Nimrod,"
kata John.
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu mudah." Layla tersenyum. "Ibu akan
meneleponnya malam ini, bagaimana?"
"Bagus." "Ayah kalian senang sekali karena kalian sudah
pulang," kata Layla.
"Benarkah?" "Ibu yakin," sahut Layla.
"Dari mana Ibu tahu?" tanya John.
"Ibu tahu saja."
Dan bahkan saat berbincang, mereka mendengar
suara yang jarang mereka dengar: ayah mereka
bernyanyi sambil mandi. *** 333Penutup ini dipandu oleh Lisa Ann Sandell.
--- Para penguasa Mesir kuno memiliki kebiasaan yang
menarik. Meskipun kita tidak tahu banyak tentang
Firaun-Firaun paling awal, yang memerintah pada
masa Kerajaan Mesir Tua (2650 SM sampai 2134 SM),
tapi kita tahu bahwa mereka menganggap diri
mereka dewa dan memerintah dengan kekuasaan
absolut. Raja-raja Mesir kuno ini membangun piramida
sebagai monumen lambing keagungan mereka tanpa
meninggalkan catatan tentang keberhasilan mereka.
Pada masa Kerajaan Mesir Pertengahan (2040 SM
sampai 1640 SM), Firaun tidak lagi dianggap sebagai
dewa, tapi mereka dilihat sebagai perwakilan dewa di
bumi. Tidak seperti pendahulunya dari Kerajaan Mesir
Tua, Firaun-Firaun ini telah mencatat prestasi-prestasi
heroik, lewat tulisan dan relief tiga dimensi yang
dipahat kedalam dinding kuil. Tapi kita punya alasan
untuk menduga bahwa catatan-catatan ini kurang
akurat menurut sejarah, lebih mirip pekerjaan
hubungan masyarakat. Tak semua Firaun adalah lakilaki, dan juga tidak semuanya orang Mesir. Kita tahu
tiga wanita yang memerintah Mesir sebelum 332 SM.
Firaun wanita yang terpenting adalah Ratu
Hatshepsut. Kekaisaran Mesir diambil alih kekuatan
asing antara tahun 1640 SM dan 1550 SM karena pada
tahun-tahun yang mengarah pada periode ini, Mesir
dibanjiri imigran asing. Para imigran ini, yang bernama
kaum Hyksos, akhirnya dikalahkan orang Mesir, yang
di pimpin oleh Jenderal Ahmosis yang brilian pada
1550 SM. Selama masa Kerajaan Mesir Baru (1550 SM
sampai 1070 SM), Mesir diperintah oleh sederet raja
pejuang yang mempertahankan kekuasaan atas
negerinya dan negeri di sekitarnya untuk mencegah
agar dominasi Hyksos tak terjadi lagi. Tapi, deretan
raja-pejuang berakhir saat Akhenaten berkuasa.
Sebagai anak muda, dan mungkin cacat, Amenhotep
IV naik takhta. Amenhotep IV pindah agama dan menolak kuil dewadewa Mesir. Sebagai gantinya, dia memuja satu
dewa, dan dewa itu adalah Aton. Dengan begitu,
Amenhotep memperkenalkan agama monoteis
pertama di dunia. Amenhotep mengganti namanya
menjadi Akhenaten dan menjadikan Aton sebagai
dewa matahari, dengan demikian merebut peran
tradisional Ra, dewa matahari Mesir. Lebih jauh lagi,
Akhenaten membangun kota yang dipersembahkan
untuk memuja Aton dan menamainya Akhetaton atau
"Cakrawala Aton."
Akhenaten dan istrinya, Nefertiti, pindah ke Akhetaton
sehingga raja muda itu bisa memfokuskan diri pada
agamanya. Tapi, karena mencurahkan diri sepenuhnya
pada agama, Akhenaten mengabaikan badai penting
yang mengancam perbatasan Mesir. Kaum Hittite,
yang mendesak perbatasan, mengancam keberadaan
Mesir. Kerajaan Mesir Kuno yang terus berpindah
tangan dan selalu diambang kehancuran, lambat laun
runtuh. Setelah Akhenaten turun takhta, raja-raja
dinasti Ramses (Ramses Idan penerusnya) yang
berkuasa. Raja yang terbesar dari dinasti ini adalah
Ramses II, yang selama berkuasa telah membangun
berbagai monumen arsitektural terbesar. Tapi,
kekacauan selalu mengancam Mesir.
Orang Libya, Nubia, Assyria, dan Persia semua
menguasai Mesir antara tahun 1070 SM dan 332 SM.
Alexander Agung menaklukkan Mesir untuk
Kekaisaran Yunani pada 332 SM dan membangun
ibukota Alexandria di mulut Sungai Nil. Tapi setelah
kematiannya, kekaisaran Alexander yang luas dibagibagi di antara para jenderalnya, dan Mesir pun jatuh
ke tangan Ptolemy I. Ptolemy mengadopsi kebiasaan orang Mesir,
meskipun dia orang Yunani. Menurut kebiasaan orang
Mesir, raja-raja dinasti Ptolemy (yang semuanya
bernama Ptolemy) menikahi adik perempuan mereka
(yang semuanya bernama Cleopatra). Tapi, raja dan
ratu dinasti Ptolemy berbicara dalam bahasa Yunani
dan menganggap kebudayaan Yunani lebih hebat
dibanding kebudayaan Mesir. Orang Mesir Asli
menempati peringkat terendah dalam struktur
masyarakat. Orang-orang Yunani itu menamai
kembali kota-kota dan menjadikan bahasaYunani
sebagai bahasa nasional. Nama "Egypt" (Mesir) sendiri adalah kata dari bahasa
Yunani; orang Mesir menamai negeri mereka "Kernet".
Tapi raja-raja Ptolemy sangat toleran pada kebiasaan
dan agama-agama asing. Produk kebudayaan paling
awet yang mereka hasilkan adalah terjemahan kitab
suci Yahudi ke dalam bahasa Yunani. Penguasa
terakhir dari garis Ptolemy, Cleopatra VII, bertempur
dengan saudara tirinya untuk memperebutkan suksesi
kekuasaan dan mengundang Kaisar Julius dan
Kekaisaran Romawi untuk ikut campur. Kaisar Julius
kemudian merebut Mesir dan menjadikan negeri itu
dalam kendali Roma, memberi Cleopatra jabatan ratu
bayangan. Setelah kematian Kaisar Julius, Mark
Anthony dan Kaisar Augustus bertempur untuk
menguasai Roma, Cleopatra berpihak kepada Mark
Anthony dan kalah. Maka Mesir menjadi propinsi
dalam kerajaan Romawi. Ada banyak kisah dan intrik yang dikaitkan dengan
para Firaun Mesir. Mereka meninggalkan monumen,
piramida raksasa, Sphynx yang misterius, harta karun
yang terkubur seperti sarcophagus bercat emas, dan
makam-makam penuh harta. Tapi semakin banyak
yang kita ketahui dan pelajari, semakin dalam
misterinya. *** Raja-raja Firaun dikubur dalam makam yang luar
biasa, piramida-piramida besar penuh emas dan harta
karun. Raja-raja Firaun diawetkan setelah
kematiannya dan mayat mereka dimasukkan dalam
sarcophagus berhias. Isi tubuh mereka - jantung, hati,
perut, dan usus - dikeluarkan dan diawetkan dalam
wadah-wadah yang berbeda.
Hatshepsut adalah Firaun wanita pertama di Mesir. Dia
memulai pemerintahannya pada 1502 SM. Dia selalu
menampilkan diri dalam kostum pria, dengan janggut,
agar tidak mengagetkan orang-orang Mesir kuno. Tak
seorang pun tahu cara piramida dibangun tanpa
mesin-mesin modern. Bila ketinggian lantai mencapai
langit-langit dari sebuah gedung modern kira-kira
3,048 meter, maka Piramida Terbesar di Giza kira-kira
setinggi gedung pencakar langit 45 tingkat. Piramida
Terbesar itu didirikan oleh Khufu. Piramida-piramida di
Giza dibangun 4500 tahun lalu. Kata "pharaoh" (Firaun)
aslinya berasal dari Injil dan punya makna yang
sangat berbeda dalam bahasa Mesir kuno: nomor
lima. *** Meskipun mereka tinggal di tengah manusia sejak
awal zaman, sangat sedikit yang kita tahu tentang Jin.
Dan meskipun mereka tinggal di bumi, hanya sedikit
orang yang benar-benar melihatnya. Sebagian besar
manusia menganggap Jin sangat jahat, padahal itu
jauh dari kebenaran. Sebagian besar manusia juga
percaya bahwa Jin tinggal di dalam lampu dan
menghabiskan hidup untuk menunggu seseorang
membebaskan mereka. Itu juga tidak benar.
Kenyataannya, Jin adalah makhluk supranatural yang
paling menarik. Mereka muncul pertama kali dalam
mitologi Arab, sekitar tahun 1000, terutama dalam
dongeng yang dikumpulkan dalam Kisah Seribu Satu
Malam. Jin, menurut cerita itu, adalah makhluk dari api
dan udara, diciptakan oleh Tuhan dari api tak berasap
bersamaan sewaktu Dia menciptakan manusia dari
tanah. Jin bebas dari semua kekangan fisik, dan sering bisa
mengambil wujud manusia atau hewan. Sebagian
besar dari mereka tinggal di tempat-tempat terpencil,
seperti bebatuan, pohon, atau reruntuhan, dan bisa
ditemukan di bawah tanah, di udara, atau dalam api.
Sebagian Muslim percaya bahwa Jin sangat menyukai
tempat-tempat yang tidak bersih, seperti kamar
mandi,tempat sampah, atau kuburan, dan karena itu
ada doa khusus yang diucapkan saat memasuki
tempat itu untuk menghindari kemarahan Jin.
Terlepas dari upaya perlindungan semacam itu, Jin
tidak selalu jahat atau berbahaya. Bahkan, yang
membuat mereka menjadi makhluk paling menarik
adalah, seperti manusia, mereka lahir dengan
kehendak bebas dan bisa membedakan antara yang
benar dan yang salah. Karena itu, meskipun beberapa
Jin menjengkelkan dan bahkan jahat, yang lain
bersahabat dan suka menolong. Tapi, secara umum,
Jin cenderung mudah jengkel, dan menuntut penghormatan yang
pantas dari manusia; seringnya, penghormatan itu
berarti mengucapkan pujian atau memberikan hadiah
atau penghargaan kecil. Sebagaimana manusia, fakta penting yaitu Jin terbagi
dalam beberapa kelompok. Ghut, misalnya, tak dapat
dipercaya dan suka berubah bentuk, dan dia punya
bentuk yang tidak konsisten dan sama culasnya. Tapi
dua kelompok yang paling penting adalah Ifrit dan
Shaitan. Ifrit - makhluk raksasa bersayap yang terbuat
dari asap - biasanya lebih tua, lebih kuat, dan lebih
cerdas dibanding Jin lain. Mereka lebih suka tinggal di
bawah tanah, di mana mereka membangun
masyarakat yang sangat mirip masyarakat manusia,
dengan raja, suku, dan juga ada perdagangan.
Mereka juga lebih suka menikahi jenis mereka sendiri,
meskipun terkadang ada juga yang memilih pasangan
manusia. Tidak seperti Ifrit yang bisa baik atau jahat,
Shaitan selalu jahat, begitu jahat sehingga nama
mereka sinonim dengan nama setan. Penulis Arab, AlJahiz, menggambarkan shaitan dengan sederhana
sebagai "jin yang tidak beriman", yaitu Jin yang tidak
beriman atau patuh kepada Tuhan. Cerita rakyat di
Arab menggambarkan shaitan sebagai makhluk yang
sangat jelek; meskipun bisa berwujud manusia, kaki
mereka seperti kaki setan, selalu berkuku binatang.
Mereka hidup di perbatasan cahaya dan kegelapan,
makan kotoran, dan menyebarkan penyakit. Senjata
terhebat Shaitan adalah kemampuan mereka untuk
membujuk manusia kepada kejahatan. Pemimpin
shaitan adalah Iblis, yang oleh kaum Muslim diyakini
sebagai nama lain setan. Iblis sendiri adalah Jin, salah
satu yang paling awal dan paling kuat. Meskipun
menurut legenda bahwa sebelum penciptaan manusia
surga dihuni malaikat, yaitu makhluk yang terbuat
dari cahaya, Tuhan mengizinkan Iblis - makhluk yang
terbuat dari api - untuk tinggal di antara
malaikat.Menurut ajaran Islam, saat Adam diciptakan,
Tuhan memerintahkan agar semua malaikat bersujud
di hadapan manusia pertama, untuk menunjukkan
bahwa manusia adalah makhluk yang lebih
sempurna. Semua malaikat bersujud, tapi Iblis
menolak. Dia terbuat dari api, bantahnya pada Tuhan,
sedangkan Adam terbuat dari tanah, dan karena itu
dia menganggap dirinya lebih hebat daripada Adam.
Saat mendengar ini, Tuhan mengusir Iblis dari surga.
Karena dendam, Iblis menyelinap masuk kembali dan
meyakinkan Adam dan Hawa agar menentang
perintah Tuhan dan memakan buah dari pohon
terlarang. Karena Iblis adalah Jin yang licik dan pandai
membujuk, Adam dan Hawa menuruti bujukan itu
hingga mereka berdua terusir dari surga. Insiden ini
menjadi yang pertama dalam pertempuran panjang
yang harus dilalui Jin dan manusia untuk memilih
antara yang benar dan yang salah. Tradisi Arab
mengatakan bahwa Jin, seperti juga manusia,
diharuskan percaya pada Tuhan dan mematuhi
perintah-Nya. Tapi Syaithan mengikuti Iblis sebagai
pemimpin mereka, dan tidak bersedia, sedangkan Jin
lain melakukannya. Cerita rakyat memberitahukan
bahwa suatu hari Muhammad, nabi orang Muslim,
bersama sekelompok pengikutnya pergi ke pasar di
Ukaaz. Lantaran ketidak-patuhan dan cara-cara Iblis
yang jahat, Tuhan mencegah Jin mendapat berita dari
surga. Karena itu sekelompok Jin diutus untuk
memeriksa situasi, dan kebetulan mereka berpapasan
dengan Muhammad. Muhammad menerima
kedatangan Jin itu dengan baik, dan memberitahu
mereka tentang perintah Tuhan dan juga kenabian
dirinya. Karena terpesona, kelompok itu kembali dan
memberitahukan Jin lain tentang nabi baru itu dan
The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
khotbahnya. Saat itulah beberapa Jin, yang menyadari
nilai agung perintah Tuhan, memilih menjadi sangat
religius dan berbuat baik. Sementara lainnya, masih
tidak patuh seperti Iblis, mengabaikan ajaran itu dan
menganggapnya sebagai hal yang bodoh. Dan, seperti
manusia, Jin harus menghadapi konsekuensi dari
berbagai perbuatannya. Diyakini bahwa Jin baik akan
dirangkul oleh Tuhan dan yang jahat dihukum untuk
selamanya. Tapi, terlepas dari banyaknya kesamaan
di antara mereka, manusia dan Jin tidak memiliki
kekuatan yang sama. Jin memiliki kekuatan yang
jauh lebih besar daripada manusia, kekuatan yang
Tuhan berikan pada mereka sebagai ujian, meminta
agar mereka tidak menyalah-gunakannya dan hanya
memakai kekuatan itu untuk membantu orang-orang
yang membutuhkan. Selain kemampuan mengambil
wujud dan bentuk yang berbeda, Jin juga bisa
menguasai pikiran dan tubuh manusia hingga
kerasukan. Jin bisa membuat manusia kerasukan
karena banyak alasan; ada Jin yang melakukannya
karena merasa telah disakiti manusia, sementara
yang lain semata-mata karena jatuh cinta pada
manusia. Yang sering terjadi, Jin membuat manusia
kerasukan karena ingin menyakiti. Bila seseorang
kerasukan, lalu menyebut nama Tuhan, maka Jin itu
akan terusir. Meskipun tidak sekuat dan secakap Jin,
manusia diberi bermacam-macam cara untuk
mengatasi lawan licik mereka. Jin bisa terbebas dari
kekangan fisik, tapi mereka tidak abadi; mereka
memiliki kebutuhan badaniah seperti manusia, dan
mereka bisa terbunuh dengan bermacam-macam
cara. Dan yang lebih penting lagi adalah kenyataan
bahwa manusia bisa membaca sejumlah bacaan
untuk menyesatkan, mengusir, atau bahkan
memperbudak Jin. Keyakinan yang kuat dan
kepercayaan religius biasanya merupakan pertahanan
terbaik untuk melawan Jin yang mendendam. Inilah
sebagian alasan ada begitu banyak cerita populer
tentang Jin yang ditawan di dalam botol, lampu, dan
sebagai-nya. Salah satu cara terpopuler yang
digunakan manusia untuk melawan Jin adalah
menjebak makhluk itu dalam tempat yang tak
memungkinkan mereka bisa lepas kecuali dibebaskan
oleh manusia. Dalam hal itu, mereka akan terus
berutang budi kepada manusia. Lebih jauh lagi, seperti
dalam kisah Aladdin dan Lampu Ajaib yang populer
dari Kisah Seribu Satu Malam, saat manusia tahu dan
membebaskan Jin dari tempatnya ditahan, seringnya
Jin itu menghadiahi manusia dengan permintaan.
Meskipun sebagian besar manusia tidak pernah
bertemu Jin, bukan berarti makhluk itu tidak ada.
Memahami apa arti Jin dan apa yang mampu mereka
lakukan itu sangat penting, bila manusia ingin hidup
damai dengan Jin. *** "Kata fokusmu itu seperti kaca pembesar. Pernahkah
kau melihat cara kaca pembesar memfokuskan
tenaga matahari pada satu titik yang sangat kecil
ditengah selembar kertas sehingga kertas itu
terbakar" Kata fokus bekerja dengan cara yang sama." - Mister
Rakshasas - Jin harus memilih kata fokus pribadi untuk membantu
mereka berkonsentrasi dalam mengarahkan sihirnya
dengan akurat. Mereka ingin memilih kata yang tak
pernah diucapkan siapa pun dengan lantang dalam
percakapan, kata yang tidak ditangkap dengan
mudah, dan kata yang takkan mereka lupakan. Jin
bisa menemukan kata yang tidak lazim dalam kamus,
seperti John Gaunt dan Mister Rakshasas, atau orang
bisa menyusun huruf berdasarkan pola yang unik atau
berdasarkan logika seperti Paman Nimrod. Atau Jin
muda bisa menciptakan kata fokus dengan
menggabungkan bagian dari beberapa kata, seperti
Philippa Gaunt. Cobalah menciptakan kata fokusmu sendiri dengan
mengingat semua elemen tadi di dalam benak.
CONTOH: Tradisional: ABRAKADABRA Paman Nimrod: QWERTYUIOP Mister Rakshasas: SESQUIPEDALIAN
John Gaunt: ABECEDARIAN Philippa Gaunt: FABULONGOSHOOMAR
VELISHLYWONDERPIPICAL *** TAMAT Racun Ular Karang 2 Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis Si Pemanah Gadis 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama