Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley Bagian 1
Kasus Perampokan Bank SEJAK kecil Henry Mulligan sudah dianugerahi rasa ingin tahu
yang sangat besar. Sifatnya yang satu ini kadang-kadang
menimbulkan kesulitan bagi kami"misalnya ketika Freddy Muldoon
dan Dinky Poore diculik karena terlalu ngotot untuk menyelidiki suatu
temuan Henry. ***************** Henry selalu berpikir jauh ke depan. Ia selalu punya rencana
baru untuk dilaksanakan waktu liburan sekolah. Seperti liburan
Paskah yang lalu. Kami libur sekitar sepuluh hari, dan Henry telah
menyiapkan rencana untuk mempelajari getaran bumi di sekitar
Mammoth Falls. Hari-hari pertama kami lewatkan dengan merakit
beberapa seismograf (alat pengukur getaran bumi) yang dirancang
sendiri oleh Henry. Merakit sebuah seismograf tidak begitu sukar.
Tapi mencari ide untuk memanfaatkannya"itu soal lain.
Pada dasarnya, kebanyakan proyek ilmiah terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap memeras otak dan tahap memeras keringat. Di Klub
Ilmuwan Edan, kami selalu membagi-bagi pekerjaan secara merata.
Henry dan Jeff kebagian tugas berpikir, sedangkan yang; lain
dipersilakan untuk berkeringat.
Proyek seismograf pun berlangsung seperti itu. Henry telah
mencari tempat yang cocok untuk memasang alat-alatnya. Ia
memutuskan untuk memasang seismograf pertama di markas kami di
gudang jerami milik ayah Jeff Crocker, yang untuk selanjutnya
sekaligus berfungsi sebagai pusat pengolahan data. Ketiga seismograf
lain ditempatkan di tiga titik yang saling berjauhan. Jika dilihat pada
peta, maka titik-titik itu membentuk sebuah segi tiga besar, dengan
kota Mammoth Falls sebagai pusatnya.
Seperti biasa, Henry memilih tiga tempat yang sukar dicapai.
Tapi"seperti sudah kukatakan tadi" Henry dan Jeff memang hanya
kebagian tugas berpikir. Kamilah yang harus memasang alat-alat itu.
Kami juga yang setiap hari harus turun ke lapangan untuk mengganti
kertas pada tabung pencatat, kemudian membawa data terakhir ke
markas. Seismograf kedua kami pasang di puncak Brake Hill, satu lagi
di tambang tua di sebelah barat Danau Strawberry, dan yang terakhir
di atas lempengan batu besar yang digunakan sebagai tahta di puncak
Indian Hill. Untuk itu kami harus minta izin dulu pada perkumpulan
Putri-putri Pocahonta. Mereka selalu menggunakan tempat itu untuk
mengadakan pertemuan, meskipun mereka bukan pemiliknya. Untung
wanita-wanita itu tidak keberatan. Mereka malah merasa bahwa
mereka tidak boleh menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan
kecuali itu, mereka toh belum punya bahan untuk dibahas pada
pertemuan bulanan yang berikut.
Sebelum kami berangkat dari markas, Henry telah
mengingatkan kami bahwa masing-masing seismograf harus dipasang
secara hati-hati. Kami harus memastikan bahwa batang utama berikut
kumparannya berada dalam posisi datar. Kemudian kami harus
menyetel ketegangan lengan perekam agar dapat meninggalkan jejak
yang jelas pada kertas pencatat, tanpa menghalangi gerakan batang
utama. Semua itu makan waktu cukup lama. Sebagian besar
dikerjakan oleh Homer Snodgrass dan Mortimer Dalrymple. Kedua
anak itu lebih sabar dan suka mengerjakan hal-hal yang menuntut
ketelitian tinggi, seperti membedah lalat, menyolder transistor, dan
sebagainya. Freddy, Dinky, dan aku lebih cocok untuk tugas-tugas
berat seperti memindahkan batu-batu besar dan menebang pohon.
Pokoknya kami lebih banyak menganggur, sementara Homer
dan Mortimer sibuk dengan masing-masing seismograf. Baru setelah
mereka yakin bahwa semua beres, kami mendapat giliran untuk
bekerja. Kami segera berdiri dan memasang tenda kecil untuk
melindungi seismograf itu dari pengaruh cuaca.
Dibandingkan dengan proyek-proyek lain yang pernah
dicetuskan Henry, proyek ini terasa agak membosankan. Hasil yang
kami peroleh hanyalah kaki pegal serta kulit terbakar matahari. Setiap
hari kami datangi ketiga seismograf itu, lalu membawa pulang tiga
lembar kertas dengan garis zig-zag pada bagian tengahnya. Kami
selalu baru kembali pada sore hari, dan biasanya kami cukup lelah.
Sementara itu Jeff dan Henry hanya duduk-duduk di markas sambil
bercanda dan makan pie apel buatan Mrs. Crocker, ibu si Jeff.
"Hei, sebenarnya apa sih tujuan proyek ini"!" Freddy Muldoon
berkata pada suatu sore. Ia baru saja kembali ke markas. Wajahnya
masih basah oleh keringat. "Aku akan berterima kasih sekali kalau ada
yang mau menjelaskannya padaku. Rasanya selama ini aku cuma
buang-buang waktu dengan mondar-mandir ke seismograf-seismograf
itu." "Kau ingin tahu tujuan proyek ini?" tanya Henry sambil
menyingkirkan kertas grafik yang sedang dipelajarinya. "Boleh saja.
Tapi aku rasa kau takkan memahaminya."
"Coba dulu, dong!" balas Freddy tanpa merasa tersinggung.
"Begini," ujar Henry, "garis-garis zig-zag pada kertas ini
merupakan rekaman getaran kulit bumi yang terjadi selama 24 jam
terakhir di sekitar Mammoth Falls. Dengan keempat seismograf, kita
akan mendapat gambaran yang cukup jelas mengenai kekuatan dan
arah rambat getaran-getaran itu."
"Terus, siapa yang peduli?" tanya Freddy.
"Banyak orang yang peduli," jawab Henry. "Siapa tahu suatu
hari nanti terjadi gempa bumi dahsyat di daerah ini?"
"Ah, kalau begitu sih sama saja bohong!" seru Freddy. "Apa
gunanya kita tahu apa yang menyebabkan gempa bumi setelah semua
bangunan ambruk?" "Huh, jangan protes saja, Gendut!" Mortimer Dalrymple
berkomentar. "Kadang-kadang aku mendapat kesan bahwa kau tidak
mengerti apa-apa mengenai ilmu pengetahuan."
"Oh, yeah?" tanya Freddy sambil bertolak pinggang.
"Yeah!" balas Mortimer.
Dan dengan demikian debat mengenai tujuan proyek seismograf
pun berakhir. Selama beberapa hari berikutnya Henry dan Jeff berusaha
membuat kami lebih tertarik, dengan bercerita lebih banyak mengenai
hal-hal yang mereka ketahui dari hasil pengukuran yang kami bawa.
Puluhan lembar kertas telah menempel pada dinding-dinding markas
kami. Yang paling mereka banggakan adalah tiga lembar kertas yang
menunjukkan betapa hebatnya lengan perekam bergerak ketika terjadi
ledakan dinamit di tepi Lemon Creek, Sungai Lemon, tempat
sekelompok pekerja sedang membangun pondasi untuk sebuah
jembatan baru. Henry juga menjelaskan cara kerja seismograf.
Masing-masing tabung untuk memasang kertas grafik diputar oleh
sebuah motor bertenaga baterai. Tabung-tabung itu berputar sejauh
satu inci setiap jam. Henry lalu mengemukakan bahwa garis-garis zigzag pada kertas grafik menunjukkan jam berapa terjadi ledakan,
berapa lama yang dibutuhkan oleh getaran yang ditimbulkan untuk
mencapai lokasi seismograf kami, serta berapa besar kekuatannya saat
itu. Dengan bangga Henry menambahkan bahwa alat perekam kami
juga mencatat perubahan getaran yang terjadi pada waktu generator
cadangan di pusat pembangkit listrik dinyalakan pada sore hari, dan
kemudian dimatikan lagi setelah malam larut. Henry mengatakan
bahwa semua orang bisa mendengar ledakan dinamit. Tetapi untuk
merekam getaran yang ditimbulkan oleh sebuah generator dibutuhkan
alat yang peka sekali. Setelah memperoleh penjelasan seperti itu, Freddy dan Dinky
pun kelihatan lebih tertarik pada proyek kami. Freddy langsung mulai
mengkhayal. Ia berpendapat bahwa dalam keadaan perang, tentara
bisa memanfaatkan seismograf untuk mengetahui kedatangan pasukan
tank lawan. Dinky langsung ketawa terbahak-bahak. Tapi Freddy
membela diri dengan mengatakan bahwa prajurit-prajurit Indian pun
menempelkan telinga ke tanah untuk menge?ahui apakah mereka
dikejar oleh pasukan berkuda atau tidak.
Pada hari Kamis, ketika kami membawa data terakhir dari
masing-masing seismograf, kami menemukan Henry dan Jeff tengah
mempelajari hasil rekaman kemarin. Henry segera mengambil data
terbaru dari tanganku, kemudian meletakkannya ke atas meja.
"Lihat, Jeff! Ini ada lagi!" ia berseru sambil menyusuri garis
zig-zag pada salah satu lembar kertas. Kami segera mengelilingi meja
untuk melihat apa yang diributkan Henry. Sementara itu Henry
mempelajari skala waktu pada bagian pinggir kertas. "Nah! Waktunya
juga sama. Getaran itu mulai sekitar tengah malam, lalu berhenti
sekitar jam empat subuh. Bagaimana pendapatmu?"
Jeff mengerutkan alis sambil menggaruk-garuk kepala.
"Entahlah, Henry," katanya. "Sebenarnya ini memang agak
aneh. Tapi mungkin juga hanya kebetulan saja."
"Mana mungkin" Getaran itu terjadi tiga malam berturut-turut."
"Aku hanya lihat garis zig-zag," Freddy Muldoon berkata polos.
"Ah, jangan banyak omong!" Mortimer menghardiknva.
Yang dimaksud Henry adalah sejumlah getaran kecil yang
terekam dengan interval yang tidak teratur. Ia mengambil kertas grafik
hasil pencatatan selama tiga hari terakhir, dan kami semua melihat
bahwa puncak dari getaran-getaran itu selalu terjadi pada waktu yang
sama. Kemudian getaran-getaran tersebut mendadak lenyap" seakanakan seseorang mematikan sumbernya"sehingga garis pada ketiga
lembaran kertas di hadapan kami kembali lurus.
Rekaman getaran itu tidak menunjukkan pola tertentu. Puncakpuncaknya terjadi secara tak beraturan dalam jangka waktu empat
jam, lalu hilang begitu saja.
"Ini benar-benar aneh," ujar Henry. "Kalau getaran-getaran itu
ditimbulkan oleh sebuah mesin, maka seharusnya ada pola yang jelas.
Tapi satu-satunya pola di sini adalah bahwa getaran itu mulai tengah
malam, kemudian berhenti sekitar jam empat pagi."
"Betul-betul aneh!" Mortimer Dalrymple memberi komentar.
"Barangkali ada orang mabuk yang mau pulang ke rumahnya,
dan setiap beberapa meter dia jatuh terjerembap," Freddy Muldoon
menduga-duga. "Jangan mengkhayal!" Jeff Crocker menegurnya. "Orang yang
paling mabuk pun tidak mungkin menghabiskan empat jam untuk
pulang ke rumahnya."
"Freddy seharusnya muncul di TV," kata Dinky Poore. "Dia
hampir sama lucunya dengan badut-badut di siaran iklan."
"Hei, Freddy, kau berminat bekerja di bengkel ayahku?" tanya
Mortimer. "Tenang saja, untuk pelawak berbakat seperti kau pasti ada
lowongan. Kau bisa menghibur para langganan yang sedang
menunggu mobil mereka selesai diperbaiki."
"Oke, cukup sekian," Henry memotong dengan tegas. "Mungkin
dugaan Freddy tidak terlalu meleset. Mungkin dia justru telah
menemukan kunci misteri ini."
"Apa maksudmu?" tanya Jeff.
"Kemungkinan besar getaran-getaran itu memang ditimbulkan
oleh manusia"itulah yang kumaksud," jawab Henry. "Sadar atau
tidak, Freddy memikirkan hal ini sehingga memperoleh kesimpulan
tadi. Aku rasa tak ada salahnya kalau kita semua berpikir sebentar."
"Oke, semuanya berpikir selama lima menit!" Mortimer
memberi perintah dengan lantang.
"Yang harus kita pikirkan adalah siapa yang mungkin bangun
antara tengah malam sampai pukul empat subuh, apa yang dilakukan
orang itu, dan kenapa dia tidak bisa melakukannya pada siang hari,"
Henry melanjutkan. "Mungkin seorang penjaga malam," kata Dinky Poore.
"Negatif!" Jeff Crocker menanggapinya. "Kebanyakan penjaga
malam bekerja tanpa ribut-ribut."
"Bagaimana dengan tukang sampah?" tanya Homer Snodgrass.
"Mereka selalu membanting tong sampah. Dan aku selalu terbangun
gara-gara mereka." "Tukang sampah baru mulai bertugas setelah jam lima pagi,"
kata Henry. "Lagi pula, meskipun mereka selalu membanting tong
sampah, mereka tidak sampai menggetarkan bumi."
Kemudian semuanya terdiam, sebab Henry telah mengambil
posisi berpikir. Ia memiringkan kursinya, lalu duduk sambil
menyandarkan diri ke dinding dan memandang langit-langit.
Keningnya nampak berkerut-kerut.
Kalau Henry sudah duduk dalam posisi itu, maka tak ada yang
berani mengusiknya. Dengan sabar kami menunggu sampai ia selesai
berpikir. Ketika ia kembali duduk tegak, mata Henry nampak berbinarbinar. Itu tandanya ia telah mendapatkan suatu ide. Langsung saja ia
menghampiri peta Mammoth Falls dan sekitarnya yang terpasang pada
dinding markas. "Aku rasa kita bisa mempersempit lingkup persoalan ini,"
Henry berkata dengan tenang. "Hasil rekaman kita memang tidak
menunjukkan apa yang menyebabkan getaran-getaran itu, tapi kita
bisa mengira-ngira dari mana getaran-getaran itu berasal."
"Ide bagus!" Dinky Poore berseru penuh semangat. Rupanya ia
sudah mencium petualangan baru. "Setelah itu kita bisa mengintai
tempat itu untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana."
"Tepat sekali!" kata Henry. "Tapi sebelumnya masih banyak
pekerjaan yang harus diselesaikan dulu."
Jika Henry mengatakan "pekerjaan" maka yang dimaksudnya
adalah pekerjaan otak. Karena itu Dinky, Freddy, dan aku pergi
memancing, sementara yang lain menganalisa rekaman seismograf
dengan bantuan komputer milik Henry.
Ketika kami kembali pada sore hari, kami menemukan lantai
markas penuh kertas berserakan. Peta besar di dinding menampilkan
lingkaran-lingkaran kecil, yang menunjukkan letak ketiga seismograf
kami. Tiga garis lurus menghu- bungkan lingkaran-lingkaran itu
dengan pusat kota. Pada peta Mammoth Falls di dinding lain, Henry
telah menggambarkan lingkaran berwarna merah yang mengelilingi
sepertiga daerah bisnis di pusat kota.
"Kami berpendapat bahwa sumber getaran-getaran itu berada di
daerah ini," kata Henry sambil menyusuri lingkaran merah pada peta
dengan telunjuknya. "Dan inilah rencana kami..." Tetapi sebelum
Henry meneruskan penjelasannya, Jeff Crocker cepat-cepat
mengetokkan palu ketua. Ia minta agar pintu markas dikunci, dan
semua gorden ditutup rapat. Baru kemudian ia menyatakan rapat
rahasia Klub Ilmuwan Edan secara resmi dibuka.
************ Malam harinya diam-diam aku keluar rumah.
Aku membuka jendela kamarku, lalu memanjat turun lewat
talang air yang terpasang tepat di samping jendela. Beberapa menit
kemudian aku menemui Dinky dan Freddy di gang kecil di belakang
rumah Dinky. Malam telah larut, dan kami bertiga sengaja menyelinap
lewat lorong-lorong gelap agar tidak terlihat oleh siapa pun. Aku
membawa walkie-talkie, sehingga kami bisa terus berhubungan
dengan Henry dan Jeff yang sedang memantau seismograf di markas.
Dinky membawa alat pemancar mini yang mengirimkan sinyal "bipbip-bip" secara terus-menerus. Dengan demikian Henry dan Jeff
selalu bisa melacak jejak kami, biarpun kami tak bisa menghubungi
mereka lewat walkie-talkie. Untuk keperluan itu, radio komunikasi di
markas dilengkapi dengan antene pengarah. Mortimer dan Homer
membawa antene sejenis ke lokasi seismograf di puncak Indian Hill.
Dengan bantuan kedua antene itu, mereka selalu bisa menentukan
posisi kami. Kami menyusuri semua lorong di daerah pusat kota sambil
berusaha untuk tidak bersuara. Setiap beberapa langkah kami berhenti
dan memasang telinga. Sambil menempelkan tangan di tanah, kami
mencoba merasakan getaran-getaran yang mungkin ada. Hal ini
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memakan waktu, sehingga Henry berulang kali mengirim pesan lewat
walkie-talkie, dan mendesak kami untuk bergerak lebih cepat atau
pindah ke jalan lain. Kami sedang menyusuri lorong sempit di
belakang Toserba Jamieson, ketika kami mendengar bunyi
mencurigakan. Bunyi itu mirip bunyi benturan, dan terdengar
beberapa kali dengan selang waktu sekitar satu detik.
"Hei, apa itu?" tanya Freddy.
Untuk sesaat kami berdiri dalam kegelapan sambil menahan
napas. Kemudian bunyi gedebuk itu terdengar kembali. Dinky mulai
maju perlahan-lahan. Ia berhenti sejenak, mengerutkan alis, lalu
memberi isyarat agar kami menghampiri dinding belakang Toserba
Jamieson. Di salah satu sudut ada sebuah lubang ventilasi yang
berhubungan dengan cerobong lift di dalam bangunan itu. Selama
beberapa menit kami menunggu dengan tegang. Suasana begitu
hening, sehingga tetes-tetes keringat Freddy yang jatuh ke aspal
terdengar jelas. Ketika bunyi gedebuk terdengar lagi, Dinky langsung maju
sambil mengendap-endap, dan kami pun mengikutinya. Tepat pada
saat itu suara Henry terdengar lewat walkie-talkie.
"Di sini Sultan Satu," ia berkata.
Aku segera menutupi pengeras suara dengan sebelah tangan,
membisik, "Diam!" lalu mematikan walkie-talkie. Dengan hati-hati
kami menyusuri dinding cerobong lift sampai mencapai salah satu
jendela ruang bawah tanah. Samar-samar terlihat cahaya lampu senter.
"Astaganaga!" Freddy Muldoon berseru tertahan.
"Sepertinya ada orang di bawah sana," Dinky berbisik ke
telingaku. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Kita tidak bisa mundur lagi," aku membalas. "Sudah kepalang
tanggung!" Dinky mengangguk. "Kita tunggu saja sampai bunyi tadi mulai
lagi." Ketika suara gedebak-gedebuk terdengar kembali, Dinky
langsung merangkak mendekati jendela ruang bawah tanah.
Jendelanya ditutupi sepotong kain, tetapi masih ada celah sempit yang
bisa dipakai untuk mengintip. Dinky segera menempelkan kepalanya
ke kaca. Beberapa saat kemudian ia memanggilku dengan lambaian
tangan. Aku merangkak ke sebelahnya dan ikut mengintip.
Kami melihat empat laki-laki di ruang bawah tanah itu. Salah
satu dari mereka memegang lampu minyak setinggi bahu. Seorang
lagi sedang duduk di atas peti kayu sambil merokok. Dua laki-laki
lainnya sedang melebarkan lubang di dinding dengan menggunakan
palu dan linggis yang dibungkus kain. Aku merangkak mundur dan
menatap ujung gang untuk berorientasi. Benar saja: bangunan di
sebelah Toserba Jamieson adalah Bank Mammoth Falls!
Aku menatap Dinky, dan Dinky mengangguk perlahan.
Rupanya ia berpikiran sama denganku.
Tepat pada detik itu suara gedebuk dari dalam terhenti. Kami
kembali mengintip ke ruang bawah tanah. Laki-laki yang sedang
merokok telah berdiri dan berjalan ke arah dinding. Ia mengambil tiga
benda memanjang dengan warna seperti mentega dari sebuah peti
kayu, kemudian menjejalkan benda-benda itu ke dalam lubang di
dinding. Ketiga pria lainnya memasukkan puing-puing ke dalam
lubang, lalu melapisi semuanya dengan semen. Setelah itu semuanya
duduk kembali dan menyalakan rokok.
Kami menunggu di kegelapan malam. Selama satu atau dua
menit berikutnya tidak terjadi apa-apa Akhirnya aku menjauhi jendela
ruang bawah tanah, lalu memanggil Henry lewat walkie-talkie. Aku
baru saja berhasil menghubunginya, ketika terdengar suara ledakan
tertahan. Cerobong lift terasa bergetar, dan tanah di bawah kakiku pun
sempat terguncang. "Hei, apa itu?" Henry berseru di mikrofon. "Jarum seismograf
di sini tiba-tiba melompat-lompat."
"Kedengarannya seperti ledakan," jawabku sambil menelan
ludah. "Kami melihat beberapa laki-laki di ruang bawah tanah di
Toserba Jamieson, dan mereka sedang menjebol dinding bank di
sebelah!" "Cepat, panggil polisi!" Henry memberi perintah. "Kami akan
mencoba menghubungi mereka dari rumah Jeff."
Aku kembali untuk mengajak Freddy dan Dinky"dan berhenti
tepat pada waktunya. Dalam keremangan malam aku melihat sosok
seorang laki-laki tinggi besar berdiri di belakang kedua sahabatku.
Laki-laki itu langsung membungkuk dan mencengkeram kerah baju
mereka. "Hei, lepaskan aku!" Freddy berteriak sambil meronta-ronta.
"Diam, Gendut! Atau kubenturkan kepalamu ke tembok!" lakilaki yang menangkapnya berkata ketus.
Aku tidak menunggu lebih lama. Langsung saja aku berbalik,
lalu berlari menuju kantor polisi. Sebuah mobil yang sedang mundur
dari ujung gang berpapasan denganku. Pengemudinya segera
menginjak rem ketika aku berlari melewati mobil itu. Pintu mobil
terdengar membuka, tetapi aku tetap berlari dengan sekuat tenaga
sampai keluar ke jalan besar.
Lima belas menit berikutnya berlangsung bagaikan mimpi
buruk. Engkau pernah mengalami mimpi ketika engkau hendak
berteriak minta tolong, tapi suara tidak mau keluar dari mulut" Nah,
seperti itulah rasanya. Aku terus teringat bagaimana Dinky dan Freddy
ditangkap oleh laki-laki di gang tadi.
Akhirnya aku sampai di kantor polisi. Ternyata pintunya
terkunci rapat. Kantor itu hanya diterangi lampu suram di atas meja
piket. Aku melihat kaki Sersan Billy Dahr di atas meja, tapi kepalanya
terhalang dari pandanganku.
Aku menggedor-gedor pintu dan berteriak-teriak seperti
kesetanan, namun kedua kaki Sersan Dahr tidak bergerak sedikit pun.
Aku mendengar pesawat telepon di dalam berdering, dan aku tahu
bahwa itu pasti Jeff dan Henry yang menelepon dari markas, namun
dengkuran Sersan Dahr mengalahkan suara deringan telepon.
Akhirnya aku bergegas ke jendela samping dan memecahkannya
dengan sebuah batu besar. Bisingnya seperti sudah mau kiamat. Billy
Dahr langsung bangkit dari kursi. Ia nampak sempoyongan seperti
petinju yang hampir KO. Tanpa sengaja tangannya menjatuhkan
lampu di atas meja, sehingga ruang kantor menjadi gelap-gulita. Aku
mendengar petugas polisi itu mengumpat sambil mencari sakelar
lampu di dinding. Beberapa saat kemudian, ia berhasil menyalakan lampu, lalu
membuka pintu. Aku sadar bahwa aku harus
mempertanggungjawabkan perbuatanku. Tapi mengingat keadaan
yang mendesak, aku memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan
yang akan diajukan Sersan Dahr.
"Cepat, hubungi Chief Putney!" aku mendesak sebelum polisi
itu sempat membuka mulut. "Ada orang sedang merampok bank!"
"Hah?" ujar Sersan Dahr sambil menggosok-gosok mata. "Jadi
mereka yang melempar batu ke jendela?"
"Jangan pikirkan batu itu, Sersan Dahr," aku berkata sambil
mendorongnya ke dalam. "Saya terpaksa memecahkan jendela untuk
membangunkan Anda. Tolong hubungi Chief Putney sekarang juga.
Freddy dan Dinky masih ada di sana dan..."
Sersan Dahr mulai mengaduk-aduk laci meja tulisnya. "Saya
tidak tahu nomor teleponnya. Ah, mana buku telepon brengsek itu?"
Detik-detik berharga terbuang percuma. Akhirnya aku tidak
tahan lagi. Aku mengangkat gagang dan menelepon operator.
"Tolong sambungkan ke polisi," kataku. "Agak cepat kalau
bisa. Ini penting sekali."
Operator telepon itu memutar sebuah nomor, lalu menunggu
beberapa detik. Kemudian ia minta maaf, dan menjelaskan bahwa
telepon polisi sedang sibuk.
"Tolong coba sekali lagi. Ini benar-benar penting!"
"Oke," ujar petugas itu. "Saya akan mencobanya sekali lagi.
Kalau sudah berhasil saya akan menghubungimu. Dari mana kau
menelepon?" "Dari kantor polisi."
Si operator terdiam sejenak. "Hmm, pantas saja teleponnya
sibuk terus." "Oh, maaf! Maksud saya, saya minta disambungkan ke rumah
Chief Putney." "Kau tahu nomornya?"
"Tidak." "Kalau begitu saya akan menyambungkanmu dengan bagian
penerangan." Setelah itu semuanya berjalan lancar. Tapi ketika Chief Putney
berhasil dibangunkan, dan sebuah mobil patroli berhenti di gang di
belakang Toserba Jamieson, suasana di sana sudah sepi sekali. Dinky
dan Freddy pun sudah lenyap.
"Mereka pasti diculik!" aku berseru.
"Tenang dulu, Nak," ujar Chief Putney dengan suaranya yang
kalem. "Sebaiknya kita jangan terburu-buru menarik kesimpulan."
Dua polisi masuk ke ruang bawah tanah. Tidak lama kemudian
mereka kembali. Keduanya melaporkan bahwa ada lubang besar di
dinding. Lubang itu menuju ke ruangan besi di Bank Mammoth Falls.
"Ruangan besi telah dikuras habis," salah satu dari mereka
berkata. "Entah berapa banyak uang yang berhasil dibawa kabur oleh
para perampok." "Astaga!" seru Billy Dahr.
Pada saat itulah aku baru ingat bahwa Henry dan Jeff belum
mengetahui perkembangan terakhir. Ketika aku menyalakan radio,
Henry langsung terdengar mengomel.
"Hei, ke mana saja kalian selama lima belas menit terakhir"
Dan kenapa kalian berada di sebelah barat kota?"
"Aku tidak ke mana-mana," jawabku. "Aku masih di gang di
belakang bank." "Kalau begitu kenapa kami menangkap sinyal yang berasal dari
Jalan White Fork. Selama sepuluh menit terakhir sinyal itu terus
menuju ke barat." "Itu Dinky dan Freddy," kataku. "Aku rasa mereka diculik."
"Diculik"!" Suara Henry bernada heran. "Hei, jangan mainmain, Charlie! Ada apa sebenarnya?"
"Sungguh, Henry!" Kemudian aku bercerita bagaimana Dinky
dan Freddy ditangkap oleh laki-laki tadi. Aku juga menceritakan
tentang mobil yang mundur ke arah gang di belakang bank.
"Chief Putney sudah ada di sana?" tanya Henry.
Aku segera mengiakannya. "Kalau begitu, beritahu dia bahwa kita menangkap sinyal dari
alat pemancar mini. Kalau alat itu masih terpasang di ikat pinggang
Dinky, dan kalau Dinky memang diculik, maka kita tahu di mana para
perampok berada." Aku langsung turun ke ruang bawah tanah Toserba Jamieson
untuk mencari Chief Putney, lalu memberitahunya apa yang dikatakan
Henry padaku. Namun mula-mula dia kelihatan kurang mengerti.
"Kenapa sih kalian harus selalu ikut campur dan mengganggu
saya"!" ia menggerutu. "Lagi pula kau seharusnya sudah tidur di
rumahmu. Jam berapa ini, coba!"
Tapi kemudian Sersan Billy Dahr mengingatkannya bahwa
perampokan ini takkan segera ketahuan seandainya aku tidak melapor
ke kantor polisi. "Hmm, benar juga," Chief Putney mengakui. "Tapi seumurumur saya belum pernah menemukan anak-anak yang begitu rewel
seperti mereka. Suatu hari saya akan mengetahui kenapa mereka
selalu muncul kalau ada yang tidak beres."
"Henry minta agar Anda mengirim mobil patroli ke gudang
jerami Jeff Crocker, supaya ia bisa memberitahu Anda dari arah mana
sinyal itu datang," aku menyampaikan pesan Henry. "Kemudian Anda
bisa menyebarkan informasi itu ke mobil-mobil patroli yang lain."
"Oke, oke!" ujar Chief Putney sambil mengusap dahi dengan
sebelah tangan. "Barangkali temanmu Henry juga ingin mengambil
alih tugas saya." "Kami hanya mencoba membantu," kataku.
Chief Putney menghidupkan radio komunikasi di mobilnya, lalu
mengirim sebuah mobil patroli ke markas kami. Setelah itu ia
menghubungi polisi lalu lintas dan minta agar mereka menutup semua
jalan keluar dari Mammoth Falls.
"Bagaimana dengan FBI (Federal Bureau of Investigation.
Badan Penyelidik Federal)?" aku bertanya padanya. "Kita kan
menghadapi kasus penculikan, dan setahu saya kasus penculikan
merupakan wewenang FBI."
"Charlie," Chief Putney mendesah, "lebih baik kau cari tempat
untuk berbaring saja. Jangan sampai saya harus menangkap diri saya
sendiri karena memukul anak kecil."
Beberapa saat kemudian sebuah mobil patroli memasuki gang
di belakang Toserba Jamieson.
Sirenenya meraung-raung, dan wakil Chief Putney
mengeluarkan kepalanya dari jendela.
"Saya baru saja menerima laporan dari mobil kontrol," katanya.
"Mereka memberitahu bahwa mobil yang dicurigai sudah tidak
bergerak ke barat lagi. Para perampok berhenti di suatu tempat di
bukit-bukit sebelah barat Danau Strawberry. Hmm, saya tak habis
pikir bagaimana mereka bisa menentukan di mana mobil itu berada."
"Dengan ilmu sihir!" ujar Chief Putney. "Dan saya sudah
menangkap salah satu penyihirnya."
"Siapa" Anak itu?"
"Yeah! Masukkan dia ke mobilmu. Dengan demikian kita tahu
di mana dia berada. Kalau ada waktu nanti, tolong telepon
orangtuanya agar mereka jangan khawatir. Ayo, kita berangkat!"
Mobil Chief Putney menghilang dalam kegelapan. Ia langsung
menuju Jalan White Fork. Kepalaku sempat membentur sandaran
kursi ketika mobil patroli yang kutumpangi mulai menyusul. Dua anak
buah Chief Putney tinggal di tempat kejadian untuk menjaga ruangan
besi. ******************* Sementara itu Dinky dan Freddy telah diikat, dan dibawa ke
sebuah pondok di daerah bukit-bukit yang membatasi Danau
Strawberry. Sejak berangkat dari Toserba Jamieson, mata mereka
telah ditutup rapat. Oleh karena itu mereka tidak tahu ke mana mereka
dibawa pergi. Mereka bahkan tidak tahu kenapa mereka dibawa pergi.
Mereka hanya tahu bahwa mobil para perampok menyusuri
jalan menanjak selama beberapa waktu. Selain itu Dinky juga
mencium bau minyak senapan dan bensin. Ia langsung menarik
kesimpulan bahwa mereka berada di salah satu dari sekian banyak
pondok berburu yang tersebar di antara tambang tua dan tugu
peringatan di Memorial Point.
Kedua pria yang mendorong Dinky dan Freddy ke dalam
pondok ikut masuk, lalu mengikat mereka ke tiang tempat tidur
bertingkat yang menempel pada dinding pondok. Tapi setelah yakin
bahwa para tawanan takkan bisa melepaskan diri, mereka keluar lagi.
Ketika pintu terdengar menutup, Dinky segera menyikut
Freddy. "Aduh!" Freddy mendesah tertahan.
"Untung mereka tidak mengambil radioku," Dinky berbisik
dengan suara serak. "Radio yang mana?" pria berbadan besar yang menangkap
Dinky dan Freddy tadi bertanya sambil membuka pintu.
"Oh, cuma sebuah radio tua," jawab Dinky. "Radio itu
kepunyaan adik perempuan saya."
"Aku memang melihat sesuatu tergantung pada ikat pinggang
anak itu waktu kita mendorong mereka masuk," ujar laki-laki yang
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu lagi. "Kalau begitu coba kulihat," kata si pria berbadan besar. "Siapa
tahu ada gunanya nanti."
"Jangan! Adik saya tidak tahu bahwa saya membawa radionya,"
Dinky berseru sambil merapatkan badan ke tiang tempat tidur.
"Wah, kasihan betul," si pria berbadan besar berkata. Langsung
saja ia membuka ikat pinggang Dinky. "Makanya, lain kali jangan sok
ikut campur!" Ia melemparkan radio Dinky ke kantong uang yang diambil dari
ruangan besi bank. Kemudian ia beserta rekannya keluar lagi dan
membanting pintu. "Kau sudah gila?" tanya Freddy. "Sekarang takkan ada yang
bisa menemukan kita."ebukulawas.blogspot.com
"Tapi mungkin ada yang menemukan uang itu"berikut para
perampok," balas Dinky sambil ketawa terkekeh-kekeh.
Mereka mendengar mesin mobil dihidupkan. Mobil itu lewat
persis di belakang pondok. Kemudian mesinnya dimatikan lagi.
"Sepertinya mereka kehabisan bensin," Freddy menduga-duga.
"Ah, mana mungkin," Dinky berkomentar. "Tunggu saja
sebentar." Tiba-tiba terdengar suara dahan patah, disusul bunyi benturan
hebat. "Astaga!" Freddy berseru. "Sepertinya mobil mereka masuk
jurang." "Diam!" Dinky memperingatkan sahabatnya. "Mereka pasti
segera kembali. Aku yakin, mereka sengaja mendorong mobil mereka
ke jurang." "Ah, untuk apa?"
"Apakah kau tidak pernah nonton TV?" Dinky mengejek. "Para
perampok selalu melenyapkan mobil yang mereka pakai untuk
melarikan diri. Soalnya mobil itulah yang pertama-tama dicari polisi
"Terus, bagaimana mereka akan pergi dari sini" Dengan
berjalan kaki?" "Tidak! Mereka pasti sudah menyiapkan mobil lain di tengah
hutan." Selama beberapa menit Dinky dan Freddy menunggu sambil
menahan napas. Namun tak ada suara lagi. Suasana di luar pondok
benar- benar hening. *********** Tetapi sinyal "bip-bip-bip" dari alat pemancar yang kini berada
dalam kantong uang tetap terdengar dengan jelas oleh Henry dan Jeff.
Sinyal itu berpindah secara amat perlahan, sehingga gerakannya
nyaris tidak terekam oleh antene pengarah di markas. Henry
mengambil peta dan menunjukkan tempat asal sinyal itu pada kedua
polisi yang menemani mereka.
"Sepertinya sinyal itu bergerak ke arah tambang tua," ia
berkata. "Mungkin mereka bermaksud menyembunyikan uang itu
sampai keadaannya agak aman," Jeff berkomentar.
"Kalau begitu, maka kita akan menyiapkan kejutan untuk
mereka," ujar salah seorang petugas. Kemudian ia menuju mobil
patroli untuk menghubungi Chief Putney.
********** Pada saat yang sama Dinky telah berhasil melepaskan tali yang
mengikatnya ke tiang tempat tidur. Tanpa bersuara ia mulai
melepaskan ikatan Freddy.
"Hei, bagaimana caranya kau membebaskan diri?" tanya Freddy
sambil berbisik. "Tanganku diikat erat sekali. Aku bahkan tidak bisa
menggerakkan pergelangan tangan."
"Ah, itu sih soal kecil!" kata Dinky. "Kalau kau diikat, maka
kau harus mengencangkan semua ototmu. Kalau ototmu dilemaskan
lagi, maka talinya akan kendur. Dengan demikian kau bisa
membebaskan diri." "Di mana kau belajar trik seperti itu?"
"Aku membacanya di sebuah buku mengenai Houdini."
"Mengenai apa?"
"Houdini. Itu nama orang."
"Oh, orang Indian, ya?"
"Bukan! Dia hanya orang Amerika biasa, tapi dia tukang sulap
yang hebat sekali." "Oke! Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya
Freddy. "Hmm, kita tidak punya walkie-talkie. Sedangkan jarak ke kota
terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Berarti kita harus
menyalakan api unggun besar, untuk memberitahu orang-orang di
mana kita berada." "Tapi bagaimana dengan para perampok?" Freddy bertanya
dengan cemas. "Apa kau tidak takut mereka juga melihat api unggun
itu, lalu kembali untuk menghajar kita?"
"Tenang saja," balas Dinky. "Mereka pasti terlalu sibuk untuk
melarikan diri. Mereka tidak punya waktu untuk kembali ke sini."
"Tapi bagaimana kita bisa menyalakan api unggun" Kita kan
tidak bawa korek api."
"Aku punya pisau," kata Dinky. "Itu sudah cukup."
"Oke, Bung! Tunjukkan kehebatanmu!" Freddy menantang.
"Apakah trik ini juga diciptakan oleh si Houdini itu?"
"Bukan," Dinky menjawab sambil lalu. "Trik ini kupelajari dari
buku mengenai suku Indian di Amerika."
Dinky memang jagoan dalam menggunakan pisau. Dalam
waktu singkat ia telah memotong sebatang kayu, kemudian
melengkungkannya sampai berbentuk busur. Untuk membuat tali
busur, ia menggunakan sepotong kulit akar yang cukup panjang.
Kemudian Dinky membuat lubang kecil pada papan kayu yang ia
temukan di dalam pondok. Setelah itu ia membuat mata bor dengan
meruncingkan sebuah dahan, lalu minta agar Freddy mengambil
bubuk kayu dari dalam kulit batang kayu kering yang tergeletak di
sudut pondok. "Ayo dong, mana apinya?" seru Freddy sambil melompatlompat. "Aku sudah mulai kedinginan, nih!"
Meskipun berbadan gemuk, Freddy lebih cepat kedinginan
dibandingkan anggota-anggota Klub Ilmuwan Edan yang lain. Tak
lama kemudian sekujur tubuhnya sudah menggigil.
Dinky berlutut di lantai sambil menjepit lempengan kayu tadi.
Tali busur dipasang melingkar pada mata bor. Kemudian ia
menancapkan ujung mata bor ke dalam lubang pada papan kayu.
Dengan gesit ia menggerakkan busur maju-mundur, sehingga mata
bor ikut berputar. Freddy nampak terheran-heran ketika ujung mata bor mulai
panas dan berasap. Tidak lama kemudian ia mencium bau kayu pinus
yang terbakar. Tiba-tiba Dinky berdiri. Cepat-cepat ia menjatuhkan
bara ke bubuk kayu, lalu mulai meniup dengan sekuat tenaga. Asap
dari bubuk kayu semakin tebal, dan akhirnya api pun menyala.
"Aduh!" Dinky berseru karena tangannya terjilat lidah api.
Langsung ia menambahkan daun-daun kering, kemudian kulit kayu
dan dahan-dahan kecil. Dalam waktu tidak terlalu lama api unggun
telah berkobar hebat. Dinky dan Freddy melemparkan dahan-dahan
besar ke dalam api, dan beberapa saat kemudian lidah api telah
mencapai ketinggian sepuluh meter.
Cahayanya tampak jelas dari Mammoth Falls. Polisi di luar
markas kami pun melihatnya, dan segera menghubungi Chief Putney
melalui radio. "Saya melihat api unggun besar di daerah bukit-bukit yang
sedang Anda tuju," ia melaporkan. "Apakah Anda juga bisa
melihatnya?" "Tidak!" jawab Chief Putney. "Kami berada di tengah-tengah
hutan. Dari sini tidak kelihatan apa-apa."
"Anak-anak di sini berpendapat bahwa api unggun itu mungkin
dibuat di salah satu pondok berburu," wakil Chief Putney mengambil
alih radio. "Mungkin ada baiknya kalau Anda memeriksanya, Chief.
Anak-anak mengatakan bahwa sinyal dari alat pemancar mereka
masih diterima dengan jelas. Mereka yakin bahwa para perampok
berada di sekitar tambang tua."
Tepat pada saat itu mobil patroli yang kutumpangi melewati
tikungan tajam, dan aku melihat cahaya di antara pohon-pohon di
lereng bukit. Aku segera menunjukkannya pada wakil Chief Putney,
lalu minta agar ia berhenti.
"Kita salah ambil jalan!" aku berkata padanya. "Saya baru saja
melihat cahaya di antara pepohonan. Arahnya dari seberang sungai."
Wakil Chief Putney langsung menginjak rem. "Bagaimana
caranya ke sana?" "Kita harus kembali ke jembatan kayu tadi," aku menjelaskan.
"Di sana ada jalan kehutanan yang menuju bukit-bukit di seberang
sungai." Sementara mobil kami berputar, polisi yang satu lagi
menghubungi Chief Putney lewat radio. Tidak lama kemudian kami
telah menyusuri jalan di seberang sungai. Mobil Chief Putney berada
tepat di belakang kami. Sepanjang jalan aku terguncang-guncang di bangku belakang.
Setiap kali melewati tikungan, aku terpaksa berpegangan erat-erat,
karena si pengemudi sama sekali tidak mengurangi kecepatan.
Tiba-tiba suara Chief Putney terdengar di radio. "Jangan
hidupkan sirene! Dan matikan 1ampu kalau kalian sudah sampai di
puncak," ia berkata. "Kalau orang-orang yang kita cari ada di atas
sana, maka kita harus memberi kejutan pada mereka."
Tetapi ketika kami melewati tikungan terakhir sebelum
mencapai lapangan tempat api unggun berkobar hebat, yang terlihat
hanyalah Dinky dan Freddy.
"Para perampok sudah kabur ke hutan!" teriak Freddy penuh
semangat. ?"Mereka mendorong mobil mereka ke jurang di sebelah
sana" "Sudah berapa lama mereka pergi?" tanya Chief Putney.
"Kira-kira dua puluh menit, mungkin juga lebih," kata Dinky.
"Tapi mereka sudah menyiapkan mobil di tempat lain."
"Kalau mereka pakai mobil, maka kita pasti berpapasan dengan
mereka tadi," wakil Chief Putney berkomentar. "Setahu saya tidak ada
jalan lain yang menuruni bukit ini."
"Memang tidak ada," kataku. "Satu-satunya jalan adalah jalan
yang kita lewati tadi."
"Kalau begitu mereka pasti akan bersembunyi sambil
menunggu keadaan agak aman. Laporan terakhir yang kami terima
menyatakan bahwa sinyal alat pemancar berasal dari sekitar tambang
tua." "Saya tidak habis pikir," ujar Chief Putney. "Kalau mereka
ingin bersembunyi di daerah perbukitan ini, kenapa mereka
meninggalkan kedua anak itu di dalam pondok" Sudah jelas bahwa
bocah-bocah itu akan memberikan petunjuk pada kita. Dan kalau
mereka bersembunyi di dalam tambang, maka kita tinggal memblokir
mulut terowongan sehingga mereka terjebak di dalam! Hmm, saya
benar-benar tidak habis pikir."
"Sepertinya mereka memang ingin agar kita mengikuti
mereka," ujar wakil Chief Putney.
Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di kepalaku.
"Tunggu sebentar!" aku berseru sambil menarik lengan Chief
Putney. "Sebetulnya ada jalan lain yang menuruni bukit. Memang
bukan jalan mobil, tapi jalur kereta api. Jalur kereta itu
menghubungkan tambang tua dengan stasiun di Hyattsville. Anda
pasti tahu jalur yang saya maksud, Chief. Rel itu melintasi Old Turkey
Road tepat di The Gap."
"Charlie," Chief Putney mendesah, "ini sudah ketiga kalinya
kau mengatakan sesuatu yang tak masuk akal! Barangkali para
perampok sekalian menunggu California Zephyr"nama kereta api"
untuk pergi ke San Fransisco!"
"Saya kurang tahu soal California Zephyr," aku berkata, "tapi
mereka mungkin saja menggunakan kereta tangan yang disimpan di
tambang tua itu. Kereta itu masih berfungsi dengan baik!"
"Mungkin ada benarnya, Chief," kata salah seorang polisi.
"Siapa tahu mereka memang mengharapkan agar kita mengikuti
mereka dengan berjalan kaki. Itu berarti bahwa kita akan terjebak
tanpa peralatan komunikasi, sementara mereka melarikan diri dengan
kereta tangan itu. Jalur kereta terus menurun sampai ke Hyattsville.
Dalam satu jam mereka bisa menempuh 30 kilometer"tanpa
melewati pos-pos pemeriksaan di jalan raya."
Pada detik berikutnya radio komunikasi di mobil patroli
berbunyi. Ternyata Henry ingin berbicara dengan Chief Putney.
"Kami masih menerima sinyal dari alat pemancar," Henry
berkata dengan suara melengking. "Tapi sekarang sinyal itu mulai
bergerak ke arah utara. Kecepatannya cukup tinggi. Kami menarik
kesimpulan bahwa para perampok menyusuri jalur kereta api yang
bermula di tambang tua. Kemungkinan besar mereka menuju
Hyattsville." "Ya, ya, saya sudah tahu," Chief Putney membalas dengan
ketus. "Oh," kata Henry.
"Ada satu hal lagi," Chief Putney melanjutkan, "kami telah
menemukan kedua rekanmu dalam keadaan selamat. Tolong katakan
pada orangtua mereka bahwa mereka bisa dijemput di kantor polisi
besok pagi." "Lho, Anda akan menahan mereka?" Henry bertanya heran.
"Tapi mereka kan tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum,
Chief!" "Anggap saja bahwa mereka diamankan untuk sementara
waktu." "Maksud Anda?" "Maksud saya, saya akan tetap mengawasi kalian sampai para
perampok berhasil diringkus."
"Bagaimana Anda bisa meringkus mereka, kalau saya tidak
memberitahu Anda di mana mereka berada?" ujar Henry. "Ingat, para
perampok sudah menemukan cara untuk menghindari pos-pos
pemeriksaan di jalan raya."
"Asal tahu saja, Bung, jalur kereta api itu hanya menuju satu
tempat, yaitu Stasiun Hyattsville. Dan di sanalah kami akan
menyergap mereka." "Tapi bagaimana kalau mereka meninggalkan jalur kereta
sebelum sampai ke Hyattsville?"
"Henry Mulligan, kepalamu selalu penuh ide-ide yang tak
masuk akal!" kata Chief Putney. "Apakah kaukira mereka begitu
bodoh dan berencana melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki?"
"Sama sekali tidak!" jawab Henry. "Mereka pasti punya rencana
yang lebih bagus dari itu."
?"Well, kalau ada mobil lain yang menunggu mereka di bawah
jembatan bebas hambatan, maka mereka pasti akan terjaring pada
salah satu pos pemeriksaan."
"Mereka sudah melewati jembatan bebas hambatan," ujar
Henry, "dan antene pengarah kami menunjukkan bahwa mereka masih
bergerak ke arah Hyattsville."
"Bagus, kalau begitu kami akan menunggu mereka di sana."
"Anda tidak mempergunakan akal sehat."
"Henry Mulligan!" Chief Putney mulai naik darah. "Saya
akan..." "Apakah Anda tidak pernah mengkhayal mengenai apa yang
akan Anda lakukan seandainya Anda jadi perampok bank?"
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak!" Chief Putney berseru dengan kesal.
"Tapi saya pernah," kata Henry. "Dan rasanya saya sudah bisa
menebak rencana mereka."
"Oh, ya" Coba katakan kalau begitu."
"Tunggu dulu! Bagaimana dengan Dinky dan Freddy?"
"Oke, oke," Chief Putney mendesah. "Kami akan mengantarkan
mereka ke rumah masing-masing. Tapi sekarang coba jelaskan
maksudmu." "Begini, Chief," ujar Henry, "seandainya saya jadi perampok
bank, maka saya akan menyiapkan perahu di bawah jembatan kereta
api yang melintasi Lemon Creek. Asal semuanya berjalan lancar,
maka saya sudah mencapai danau-danau lalu menyeberang ke Kanada
sebelum polisi tahu apa yang terjadi."
Chief Putney terdiam untuk waktu yang cukup lama.
"Halo" Anda masih di sana?" Henry akhirnya memecahkan
keheningan. "Apakah saya perlu menelepon tempat penyewaan perahu
milik Mr. Monaghan" Masih ada waktu untuk menyergap para
perampok di muara Lemon Creek kalau Anda segera mengirim mobil
patroli ke sana." Wajah Chief Putney nampak merah padam.
"Henry Mulligan, kau benar-benar sinting! Sebaiknya kau tidur
saja dan membiarkan saya menangani kasus ini."
"Saya hanya ingin membantu," Henry membela diri.
"Tapi saya tidak butuh bantuanmu!" balas Chief Putney.
"Sekarang panggilkan Sersan Riley. Saya perlu bicara dengan dia."
"Halo, di sini Riley, Chief," suara lain terdengar beberapa saat
kemudian. "Dengar, Riley, jangan bicara keras-keras," Chief Putney
berbisik. "Apakah bocah itu masih ada di sekitar radio?"
"Tidak, Chief. Dia sudah kembali ke gudang jerami."
"Bagus! Sekarang dengar baik-baik, Riley. Kau harus
membawa dua mobil patroli ke tempat penyewaan perahu milik Mr.
Monaghan, mengerti" Saya curiga, para perampok akan melarikan diri
lewat Lemon Creek." "Baik, Chief! Tapi bagaimana dengan anak-anak ini?"
"Riley, saya kira kita bisa melakukan tugas lebih baik tanpa
gangguan mereka. Tinggalkan saja mereka di sana."
"Tapi saya pikir antene pengarah mereka mungkin bisa
membantu." "Riley, kau tidak digaji untuk berpikir! Laksanakan perintah
saya. " "Baik, Chief!" "Antar anak-anak ini ke rumah masing-masing," Chief Putney
lalu berkata pada wakilnya. "Setelah itu lapor ke pusat kontrol di
gudang jerami keluarga Crocker. Saya akan menuju tempat
penyewaan perahu itu."
Polisi yang ditinggalkan membantu kami memadamkan api
unggun. Kemudian Dinky, Freddy, dan aku masuk ke mobil patroli.
"Mudah-mudahan Chief Putney mengambil langkah yang
tepat," ujar polisi itu ketika ia mengemudikan mobilnya menuruni
lereng bukit. "Menemukan sebuah perahu dalam kegelapan malam
bukanlah tugas yang mudah. Saya sering berburu bebek di muara
Lemon Creek. Di sana ada banyak tempat di mana sebuah perahu bisa
melintas tanpa mendekati tempat penyewaan perahu."
"Para perampok takkan lolos kalau Henry ada di sana dengan
detektor sinyalnya," kataku. "Kalian punya detektor portable?"
"Tentu! Kami juga punya baterai kering, sehingga detektor itu
bisa dibawa ke mana saja." Wakil Chief Putney melirik jam
tangannya, lalu menggaruk dagu. Untuk beberapa saat suasana hening.
Kemudian, ketika kami sampai di jalan datar, polisi itu tiba-tiba
menyalakan sirene dan langsung tancap gas.
"Ini pertama kalinya saya tidak mengikuti perintah atasan
saya," ia berkata. Suara sirene yang meraung-raung pasti membangunkan seluruh
keluarga Crocker sewaktu kami berhenti di samping gudang jerami.
Wakil Chief Putney memutar mobilnya, sementara aku bergegas
masuk dan memanggil Henry.
"Para perampok sedang menyusuri Lemon Creek," ujar Henry
sambil memasukkan baterai kering ke dalam mobil patroli. "Jeff akan
menunggu di sini dan memantau sinyal alat pemancar kita. Ia akan
menghubungi kita kalau ada perubahan "
"Hei! Ada apa, Sersan?" seorang petugas berseragam berseru
dari mobil patroli yang berhenti di samping gudang jerami.
"Panggil saya "Kopral!?" petugas di mobil kami membalas.
"Sampai jumpa di ruang pengadilan!" Tanpa membuang-buang waktu
untuk penjelasan lebih lanjut, ia kembali menginjak pedal gas.
Si calon kopral berulang kali melirik jam tangannya ketika kami
membelok dari jalan bebas hambatan dan menuju arah sungai. Henry
telah menyalakan detektor. Sambil mengeluarkannya dari jendela, ia
berusaha menangkap sinyal dari alat pemancar yang masih berada di
dalam kantong uang. "Mudah-mudahan saja kita tidak terlambat," si polisi berkata.
"Chief Putney berangkat sepuluh menit sebelum kita, dan jarak yang
harus ditempuhnya tidak begitu jauh."
"Jangan khawatir," kata Henry. "Saya sudah minta tolong pada
Jeff untuk menelepon Mr. Monaghan. Dia akan menyiapkan perahu
lain untuk kita." "Ya Tuhan, bagaimana saya akan menjelaskan semua ini pada
atasan saya?" wakil Chief Putney mendesah perlahan.
"Mungkin Anda tidak perlu menjelaskan apa-apa!" Henry
berseru secara mendadak. "Saya baru saja menangkap sebuah sinyal!
Berhenti! Berhenti di tepi jalan!"
Wakil Chief Putney segera menginjak rem, lalu membelokkan
mobilnya ke tepi. "Ada apa" Ada apa?" ia bertanya sambil menoleh ke
belakang. Henry memutar antene-nya ke kanan, dan memperbesar volume
suara. Kemudian ia melepaskan headphone-nya. Suara "bip-bip-bip"
dari alat pemancar Dinky terdengar jelas.
"Anda punya peta?" Henry bertanya pada si polisi.
"Ada!" Wakil Chief Putney meraih ke dalam laci dashboard,
mengeluarkan peta, lalu merentangkannya di kursi sebelah kursi sopir.
"Di mana kita sekarang?" tanya Henry sambil menerangi peta
dengan senternya. "Kira-kira di sini." Si polisi menunjuk suatu titik pada garis
merah yang menggambarkan jalan bebas hambatan.
Henry mengeluarkan kompas dari kantong celana, kemudian
menentukan arah yang ditunjukkan oleh detektornya. Setelah itu ia
memberi tanda X pada peta, tepat di mana Lemon Creek membelok
tajam ke arah sungai besar.
"Saya perkirakan para perampok berada di titik ini," ujar Henry.
"Mereka masih harus menempuh sekitar empat kilometer sebelum
mencapai sungai besar."
"Perjalanan itu makan waktu kurang lebih dua puluh menit,"
wakil Chief Putney berkomentar. "Soalnya saya yakin, mereka pasti
menggunakan perahu dayung atau kano."
"Tentu saja," aku menanggapinya. "Suara perahu motor terlalu
berisik." "Ayo, kita berangkat lagi!" Henry mendesak. "Kita tidak perlu
pergi ke Dermaga Monaghan. Kita belok ke kanan saja, lalu
menyusuri Jalan Old Mill."
"Jalan Old Mill"! Apa kau sudah gila?"
"Tolong, Sersan," Henry mengimbau. "Kita hanya punya
sepuluh menit." "Aduh!" si polisi berkata. "Kalian benar-benar menyusahkan
saya!" "Anda toh sudah berada dalam kesulitan," balas Henry. "Tapi
sekarang Anda punya kesempatan untuk jadi pahlawan."
"Pahlawan hidup atau pahlawan mati?"
"Bagaimana kalau Anda bisa menangkap para perampok
seorang diri?" Henry melanjutkan.
"Nak, saya memang tertarik, tapi saya juga harus memikirkan
anak dan istri saya."
"Mereka akan bangga sekali setelah malam ini," kata Henry.
"Mari kita berangkat."
"Ya, Tuhan! Seharusnya saya mengikuti perintah Chief Putney
dan mengantarkan kalian ke rumah masing-masing," si polisi
bergumam sambil menjalankan mobil patroli.
Ketika kami menyusuri jalan yang menuju ke penggilingan tua
di Lemon Creek, Henry mulai menjelaskan rencananya.
"Semuanya sederhana saja," ia berkata. "Dalam sepuluh menit
para perampok akan sampai di kolam penampungan air dekat
penggilingan. Satu-satunya jalan keluar adalah lewat pintu air. Nah,
pintu air itu merupakan jebakan yang ideal. Kalau kita sempat
menutup pintu sebelah hilir sebelum para perampok mencapainya,
maka mereka tidak bisa maju lagi. Dan kalau kita menutup pintu
sebelah hulu setelah mereka memasuki pintu air, maka mereka juga
tidak bisa mundur. Mereka akan terjebak di sana. Dinding pintu air
cukup tinggi dan permukaannya licin karena ditumbuhi lumut,
sehingga mereka tidak akan bisa memanjat naik! Kita tinggal
menunggu sampai Chief Putney datang."
Kini wakil Chief Putney bisa tersenyum. Penuh semangat ia
menambah kecepatan. "Ide yang baik, Mulligan," ia memuji. "Bagus sekali." Namun
kemudian ia mengerutkan kening. Tapi bagaimana dengan pintu air
itu" Apakah pintunya masih berfungsi?"
"Tentu saja," kataku. "Pintu air itu masih digunakan oleh
perahu-perahu yang menuju sungai besar. Dan kami sudah sering
menutupnya untuk menangkap ikan."
"Tolong ingatkan saya untuk memberitahu polisi sungai
mengenai hal ini," ujar wakil Chief Putney.
"Jangan pedulikan soal itu," kata Freddy Muldoon cepat-cepat.
"Charlie memang suka mengkhayal."
"Ngomong-ngomong, apakah Anda punya gas air mata?" tanya
Henry. "Ada!" si polisi menjawab. "Itu juga ide bagus. Di dalam laci
ada dua granat gas air mata. Tolong keluarkan dua-duanya."
"Jangan lupa mematikan lampu sebelum kita sampai di Lemon
Creek," Henry mengingatkan. "Para perampok tidak boleh tahu bahwa
kita sudah menunggu mereka."
"Oke, Chief!" si polisi membalas. "Masih ada perintah lain?"
Wakil Chief Putney menghentikan mobilnya pada jarak seratus
meter sebelum tepi Lemon Creek. Kami segera turun, lalu bergegas
menuju bangunan penggilingan. Untung bulan sabit memancarkan
cahaya yang cukup terang, sehingga kami tidak perlu takut terpeleset.
Penggilingan tua itu sebenarnya penuh jebakan"terutama pada
malam hari"tapi kami sudah hafal setiap sudutnya. Dinky dan Freddy
menyeberangi pintu air, kemudian membaringkan diri. Henry dan aku
membawa wakil Chief Putney ke gardu penjaga. Bertiga kami lalu
menutup pintu sebelah hilir. Pintu itu sudah berkarat, sehingga
mengeluarkan bunyi berderak-derak. Tapi untung para perampok
masih jauh. "Jangan ditutup rapat," Henry menyarankan. "Permukaan air di
dalam pintu air tidak boleh terlalu tinggi. Nanti para bandit malah bisa
memanjat keluar." Kami merangkak ke atas dam yang membatasi kolam
penggilingan, lalu menunggu sambil menahan napas. Satu-satunya
suara adalah suara air yang mengalir di bawah pintu air sebelah hilir.
Dalam hati kami berharap agar para perampok tidak mengetahui asalusul bunyi itu.
Kemudian Henry kembali menghidupkan detektor sinyal dan
memutar-mutar antenenya. Ia baru saja berhasil menangkap suara
"bip-bip- bip", ketika sebuah perahu mulai terlihat dalam cahaya
bulan. Henry dan aku kembali merangkak ke gardu penjaga,
sementara wakil Chief Putney tetap di dekat pintu air sebelah hulu.
Di dalam gardu, kami menunggu aba-aba untuk menutup pintu
air. Waktu berjalan dengan lambat, dan suara napas Henry terdengar
jelas di samping telingaku. Aku bercucuran keringat sekaligus
menggigil kedinginan. Tiba-tiba seberkas cahaya mengenai jendela gardu penjaga. Itu
adalah aba-aba yang kami tunggu-tunggu. Artinya, perahu para
perampok bank telah memasuki pintu air. Henry dan aku langsung
beraksi. Dengan sekuat tenaga kami mulai memutar pengerek pintu
air. Karena terlalu bersemangat, aku terpeleset dan menabrak Henry,
sehingga kami berdua jatuh ke lantai. Meskipun demikian, kami
berhasil menutup pintu air sebelum para perampok menyadari apa
yang sedang terjadi. Ketika kami kembali ke pagar yang membatasi pintu air, para
perampok telah terjebak. Mereka kebingungan dan terdengar
menyumpah-nyumpah dalam kegelapan. Akhirnya berkas cahaya dari
senter di tangan wakil Chief Putney mengenai keempat orang di dalam
perahu dayung itu. "Lemparkan senjata kalian ke air!" polisi itu memerintahkan
dengan tegas. "Ayo, menyerah sajalah! Kalian telah dikepung."
Empat berkas sinar menerangi wajah para bandit, ketika Dinky,
Freddy, Henry, dan aku menyalakan senter. Keempat laki-laki di
dalam perahu segera mengangkat tangan.
"Jangan tembak! Jangan tembak!" salah seorang dari mereka
berseru. "Kami hanya mau memancing."
"Kalian tidak bisa memancing dengan pancing seperti itu,"
wakil Chief Putney berseru sambil menerangi pistol di tangan si
perampok. "Cepat, lemparkan ke air."
Orang yang berdiri di haluan perahu itu segera membuang
pistolnya. "Ayo, yang lainnya juga! Jangan sampai kami harus
menggunakan gas air mata."
Tiga pistol lagi jatuh ke air. Laki-laki di buritan perahu meraih
ke bawah bangku, dan mencoba membuang sebuah kantong ke dalam
air. Tetapi letusan pistol di tangan wakil Chief Putney segera
mencegahnya. "Biarkan uang itu di tempatnya! Letakkan tangan kalian ke atas
kepala. Nah, sekarang berbaringlah!"
Sebenarnya satu orang saja sudah sukar berbaring di dalam
perahu dayung"apalagi empat orang. Tapi kalau tidak ada pilihan
lain, maka kita pasti bisa menemukan cara untuk melakukannya"
begitu pun keempat perampok bank.
"Oke, Mulligan," ujar wakil Chief Putney dengan tenang.
"Hubungi yang lain lewat radio, dan katakan bahwa semuanya sudah
selesai." Henry segera menuju mobil patroli.
"Dan kalian seharusnya tahu bahwa kalian tidak boleh
memancing di daerah ini sebelum matahari terbit," wakil Chief Putney
berkata pada para perampok sambil menyalakan sebatang rokok.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit kedua mobil patroli
lainnya telah tiba di penggilingan tua. Kami membuka pintu air
sebelah hulu, dan membiarkan air mengalir masuk. Tidak lama
kemudian permukaan air sudah cukup tinggi, sehingga para perampok
bisa memanjat ke darat. Aku rasa mereka tidak pernah tahu bahwa
hanya ada satu polisi ketika mereka membuang senjata-senjata mereka
ke air. Freddy Muldoon langsung berlari mendekat. Penuh dendam ia
menendang tulang kering perampok yang berbadan paling besar.
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nih!" ia berseru kesal. "Enak saja kau memanggil aku
Gendut!" Kemudian ia segera mundur sampai jarak yang aman.
Laki-laki berbadan besar itu hanya terbengong-bengong sambil
menggosok-gosok kakinya. "Seharusnya ada undang-undang yang melarang anak-anak
berkeliaran pada malam hari," ia berkata lirih. "Aku tahu bakal ada
kesulitan begitu bocah-bocah ini muncul tadi."
"Bagaimana dengan alat pemancar saya?" tanya Dinky. "Alat
itu berada di dalam salah satu kantong uang."
"Maaf, kami memerlukannya sebagai barang bukti," salah
seorang polisi berkata. Chief Putney tidak sempat menyaksikan penangkapan keempat
perampok bank. Ia bersama tiga petugas lain sedang memblokir
Muara Lemon Creek dengan dua perahu motor yang tidak dilengkapi
radio. Baru menjelang pagi mereka melihat Mr. Monaghan berdiri di
atas pintu air sambil melambaikan dua bendera berwarna merah.
Ketika mereka tiba di kantor polisi, kami sedang menjawab
pertanyaan wartawan Gazette sambil minum susu coklat. Henry lalu
minta tolong pada Chief Putney untuk menjemput Homer dan
Mortimer di Indian Hill. "Ah, saya baru saja mendapat ide bagus," Chief Putney
menggerutu. "Kelihatannya Dinas Kepolisian Mammoth Falls sudah
tidak dibutuhkan lagi. Yang lebih diperlukan adalah perusahaan taksi
24 jam. Apakah kau punya 50 sen untuk ongkosnya?"
"Tidak," jawab Henry.
"Sayang sekali!" ujar Chief Putney kesal. Kemudian ia
menyuruh Sersan Billy Dahr mengirimkan mobil patroli ke Indian
Hill. * Membuat Kapal Selam KELOMPOK ILMUWAN EDAN selalu punya segudang
proyek yang sudah direncanakan secara matang, tapi belum sempat
dilaksanakan. Henry Mulligan, misalnya, sudah lama berangan-angan
untuk membuat kapal selam. Kapal selam itu akan digunakan untuk
meneliti dasar Danau Strawberry. Henry berkilah bahwa danau itu
dulu tidak sebesar sekarang. Ia juga berpendapat bahwa kita bisa
menemukan barang-barang peninggalan orang-orang Indian di dasar
danau, bahkan mungkin sebuah perkampungan utuh yang tenggelam
ketika permukaan danau bertambah tinggi.
Masalahnya, membuat kapal selam bukanlah pekerjaan mudah.
Untuk itu dibutuhkan pengetahuan teknik, dan bahan-bahannya juga
tidak murah. Mungkin itulah sebabnya kami tidak pernah mulai
dengan proyek tersebut, padahal Henry dan Jeff Crocker sudah
menyiapkan sejumlah rencana menarik.
Tapi suatu hari Freddy Muldoon memperoleh informasi yang
langsung mengubah keadaan.
Kadang-kadang kami memanggil Freddy dengan julukan Little
Bright Eyes"si "Mungil" Bermata Awas"yang merupakan
terjemahan dari nama Indiannya. Freddy sering melihat hal-hal yang
luput dari perhatian yang lain. Freddy dan Dinky-lah yang
memecahkan misteri meriam tua di Memorial Point, ketika mereka
melihat kunci emas tergantung pada leher Elmer Pridgin.
Informasi yang diperoleh Freddy berupa sebuah artikel di
Gazette" satu-satunya koran yang terbit di kota kami. Anggotaanggota Klub Ilmuwan Edan yang lain sama sekali tidak
memperhatikan artikel itu. Tapi Freddy selalu membaca seluruh koran
dari halaman pertama sampai halaman terakhir, baris demi baris,
setiap malam, karena ayahnya yang mengoperasikan mesin cetak di
kantor Gazette. Freddy selalu berharap bahwa ia akan menemukan
salah cetak, sehingga bisa mengritik ayahnya.
Artikel yang ditemukan Freddy adalah sebuah pengumuman
"Lelang Barang Bekas" yang diadakan di Clairborne, sebuah kota
yang berjarak sekitar seratus kilometer dari Mammoth Falls. Acara
lelang itu diselenggarakan dalam rangka mencari dana untuk
perluasan rumah sakit umum di kota itu. Di antara barang bekas yang
dijual terdapat sebuah kapal selam buatan Jepang. Kapal selam mini
untuk dua orang itu merupakan peninggalan Perang Dunia II, yang
dibawa pulang oleh Clairborne American Legion Post pada tahun
1945. Pada tahun-tahun pertama setelah perang, pihak Legiun
Amerika masih mau mengeluarkan dana untuk merawat kapal selam
yang dianggap sebagai lambang keberanian pasukan Amerika Serikat.
Mereka bahkan memasangnya sebagai tugu peringatan di depan
gedung pertemuan mereka. Namun lambat-laun orang-orang mulai
tidak peduli, dan kapal selam itu pun dibiarkan berkarat.
Acara lelang dijadwalkan hari Sabtu, pukul 13.00 tepat. Itu
berarti bahwa kami harus segera bertindak"jika kami memang
menginginkan kapal selam tersebut. Tak ada yang bisa memastikan
apakah kapal selam itu masih bisa digunakan, tapi kami semua
sependapat bahwa kami harus berani menanggung risiko. Henry
mengatakan bahwa kami bisa memperbaikinya dan melengkapinya
dengan segala peralatan yang dibutuhkan, asal saja harganya tidak
terlalu tinggi dan badan kapalnya masih utuh.
"Kalau begitu mari kita berangkat ke tempat lelang," Mortimer
Dalrymple mengejek sambil cengar-cengir.
"Kau tidak perlu ikut kalau kau tidak berminat," balas Freddy
ketus. Jeff Crocker langsung mengetokkan palu ketuanya, kemudian
mengingatkan Mortimer dan Freddy agar tetap menjaga tata-tertib
rapat. "Berapa jumlah uang di kas kita, Homer?" ia bertanya.
"Tiga dollar dan delapan puluh lima sen!" Homer menjawab
tanpa ragu-ragu. "Kau yakin?" tanya Jeff sambil mengerutkan kening.
"Tiga dollar dan delapan puluh lima sen," Homer mengulangi.
Jawabannya segera menimbulkan perdebatan hangat. Mortimer
berpendapat bahwa uang kas kami seharusnya lebih banyak dari itu.
Tapi Homer mengingatkan bahwa kami telah mengeluarkan tujuh
dollar untuk membeli bunga bagi Sersan Billy Dahr. Ketika itu Sersan
Dahr dirawat di rumah sakit karena menginjak perangkap beruang di
Turkey Run Ridge. Untuk menghemat waktu, Mortimer mengusulkan
agar kami menghitung uang yang ada dalam kas. Homer sebenarnya
agak keberatan. Tapi karena terus didesak oleh Mortimer, Homer
akhirnya mengalah. Dengan lesu ia bangkit dari kursinya.
"Aku jadi ragu-ragu apakah aku masih berminat menjabat
sebagai bendahara," Homer menggerutu dengan kesal. "Permisi,
Saudara Ketua." Tanpa berkata apa-apa lagi ia menuju pojok ruangan, membuka
lemari besi, lalu mengeluarkan sebuah remote control untuk pesawat
TV. "Tunggu dulu!" Jeff berseru. "Charlie dan Dinky, tolong tutup
semua gorden." Dinky dan aku menutup gorden pada keempat jendela.
Mortimer memasang palang pada pintu. Baru kemudian Homer
membidikkan remote control ke arah atap dan menekan salah satu
tombol. Gulungan tangga tali di bawah bubungan membuka, dan
terulur ke lantai. Homer menaikinya sampai mencapai balok kayu
yang melintang tepat di atas kepala Jeff. Ia pindah ke balok itu,
kemudian bergeser sampai ke kuda-kuda atap. Setelah itu ia menekan
tombol lain. Secara perlahan-lahan kotak uang kami, yang tergantung
pada sepotong kawat halus, turun ke lantai di hadapan Jeff. Jeff
menghampiri lemari besi, mengambil kunci kotak uang, lalu
mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga semua bisa melihatnya.
Kemudian ia kembali ke kursinya, memutar anak kunci, dan menatap
Homer. "Oke, silakan!" ia berkata.
Homer mengarahkan remote kontrol pada kotak uang, lalu
menekan sebuah tombol. Kotak uang segera membuka. Jeff
menumpahkan isinya, dan mulai menghitung. Yang lain ikut
menghitung dalam hati. "Tiga dollar dan delapan puluh tujuh sen," Jeff akhirnya
mengumumkan. "Perkiraan Homer tadi hampir tepat."
"Perkiraanku memang tepat!" suara Homer terdengar dari atas.
"Kita tidak pernah menghitung dua sen yang bergambar kepala Indian.
Itu cadangan kita yang tidak boleh diutak-atik."
"Oke, oke!" kata Jeff. "Kau benar. Dengan demikian masalah
ini dianggap selesai."
Ia mengembalikan uang di hadapannya ke dalam kotak,
kemudian mengisyaratkan agar Homer mengembalikan kotak itu ke
tempat semula. "Saudara Ketua, apakah saya boleh turun sekarang?" tanya
Homer. "Ya," jawab Jeff.
Meskipun kekurangan dana, kami tetap memutuskan untuk
menghadiri Lelang Gajah Putih di Clairborne. Seandainya kami tidak
berhasil membeli kapal selam Jepang itu, paling tidak kami akan
mengetahui siapa yang memperolehnya.
"Aku usul supaya kita bawa seluruh uang yang ada. Dan kalau
sudah sampai di sana, biar aku yang melakukan tawar-menawar," ujar
Freddy Muldoon. "Itu ide bagus," Mortimer berkomentar dengan sinis. "Kau toh
takkan berhasil, jadi kita tidak perlu berdebat mengenai jumlah uang
di kas kita." "Oke, Tuan Mulut Besar," balas Freddy. "Mungkin aku bukan
pedagang kuda paling berpengalaman di dunia, tapi paling tidak aku
bisa membedakan kuda dengan keledai."
Mortimer langsung mengangkat kursinya. Untung Henry dan
aku sempat memisahkan keduanya sebelum terjadi kekacauan yang
lebih parah. Freddy berdiri sambil bertolak pinggang dan tersenyum
mengejek, sementara Jeff berulang kali mengetokkan palu ketua.
Setelah suasana agak tenang, Dinky Poore berdiri dan berkata
dengan serius, "Saudara Ketua, saya mendukung usul Freddy
Muldoon." Di perkumpulan kami, usul yang didukung oleh seorang
anggota lain hampir selalu diterima. Freddy dan Dinky mendukung
hampir setiap usul yang diajukan, sedangkan Jeff hanya memberikan
suara jika terjadi draw. Dengan demikian setiap anggota yang akan
mengajukan usul sadar bahwa ia sudah punya tiga suara di tangan.
Tapi jika Freddy atau Dinky yang mengajukan usul, maka urusannya
agak berbeda. Bisa dikatakan bahwa mereka harus berjuang lebih
keras agar usul mereka diterima.
Kali ini aku merasa agak kasihan pada Freddy. Karena itu aku
mendukung Freddy untuk melakukan tawar-menawar pada lelang
nanti. Setelah Henry, Homer, dan Mortimer menolak, maka keputusan
terletak di tangan Jeff Crocker. Ia melemparkan sekeping uang, dan
ternyata gambar kepala yang berada di atas. Jeff menganggapnya
sebagai pertanda baik, sehingga ia memutuskan untuk mendukung
usul Freddy. ************ Sabtu pagi puluh sepuluh kami semua berdesak-desakan di
dalam truk kepunyaan Zeke Boniface. Kami harus menempuh sekitar
seratus kilometer untuk mencapai Clairborne. Dinky dan Freddy
duduk di bak terbuka. Sepanjang jalan keduanya terus berbisik-bisik.
Tapi yang lain tidak terlalu memperhatikan mereka. Kami terlalu
sibuk memikirkan bagaimana caranya mengangkat kapal selam ke atas
truk"seandainya kami berhasi! membelinya. Sebenarnya kami sudah
menyiapkan derek milik Zeke, yang biasa dipakai untuk mengangkat
mesin mobil. Masalahnya, kami hanya punya bayangan kasar
mengenai ukuran kapal selam itu.
Lelang Barang Bekas diadakan di depan gedung pertemuan
Legiun Amerika, sebab kapal selam yang kami incar merupakan
barang lelang paling besar. Karena itu tidaklah mengherankan kalau
para pengurus Legiun Amerika tidak mau memindahkan kapal selam
itu sebelum pasti terjual. Ketika Zeke membelokkan truknya ke
lapangan parkir, kami melihat sudah sekitar dua ratus sampai tiga
ratus orang berkumpul di tempat lelang. Kami juga melihat juru
lelang. Ia mengenakan jas hitam, dan sedang membeli hot dog. Kami
agak waswas melihat jumlah orang yang hadir, tapi si juru lelang
justru tersenyum puas. Ia merasa yakin bahwa acara lelang kali ini
akan sukses besar. Setelah membeli makanan kecil, kami pun bergabung dengan
hadirin yang lain. Urusan selanjutnya diserahkan pada Dinky dan
Freddy, yang sekaligus memegang seluruh uang kami. Aku melihat
mereka berbisik-bisik di pinggir kerumunan orang. Kemudian Freddy
tiba-tiba berlutut, lalu merangkak lewat sela-sela kaki orang-orang
sampai ke sebelah kanan mimbar juru lelang. Dinky melakukan hal
yang sama di sebelah kiri. Sejumlah barang tak berharga ditawarkan,
sebelum juru lelang akhirnya menyinggung kapal selam. Jam
tanganku menunjukkan pukul tiga sore, dan Freddy telah
menghabiskan hot dog terakhir. Ia sedang menoleh ke kiri-kanan
untuk mencari minum, ketika juru lelang turun dari mimbar lalu
mengetokkan palunya pada badan kapal selam.
"Hadirin yang terhormat!" ia berseru. "Sekarang kita tiba pada
puncak pelelangan kali ini. Yang saya tawarkan adalah bukti nyata
dari keberanian serdadu-serdadu Amerika yang bertempur dengan
gagah berani di kawasan Pasifik. Dengan sedikit keterampilan, Anda
bisa mengubah kapal selam ini menjadi barbecue" tempat
pemanggangan"paling unik yang pernah ada. Dengan menempatkan
lambang kegagahan ini di halaman rumah Anda, Anda akan menjadi
orang paling bangga di antara tetangga-tetangga Anda. Mereka akan
berebut untuk diundang ke pesta kebun Anda yang berikut."
"Omong kosong," Mortimer berkomentar. "Buang-buang waktu
saja." Si juru lelang kembali mengetokkan palunya pada badan kapal
selam. "Saya menunggu tawaran pertama."
"Lima dollar!" sebuah suara terdengar dari sebelah kanan.
Semua orang menoleh dan melihat Freddy berdiri gagah sambil
melipat tangan. "Dasar sinting!" ujar Mortimer sambil menelan ludah. "Kita kan
tidak punya uang sebanyak itu." "Barangkali otaknya agak terganggu
oleh perjalanan panjang ke sini," kata Homer. "Sebaiknya kita bawa
Freddy pergi sebelum terlambat."
"Jangan!" seru Henry. "Kita sudah bersepakat untuk
menyerahkan urusan tawar-menawar pada Freddy."
Si juru lelang nampak terbengong-bengong. "Coba ulangi sekali
lagi, anak muda!" "Saya menawar lima dollar," ujar Freddy mantap.
Si juru lelang ketawa terkekeh-kekeh.
"Hadirin yang terhormat, Anda mendengar itu?" ia bertanya
sambil geleng-geleng kepala. "Ternyata anak muda itu memiliki bakat
alam sebagai pelawak. Ia menawarkan lima dollar untuk peninggalan
sejarah yang tak ternilai ini, hahaha! Anak muda itu pasti cucu
almarhum Oliver Hardy"pelawak terkenal. Mestinya tawaran konyol
seperti ini tidak perlu diperhatikan. Tapi baiklah, saya pun memiliki
rasa humor dan bisa menghargai sebuah lelucon. Karena itu saya akan
menetapkan harga pembukaan sebesar lima dollar."
Sekali lagi palunya diketokkan ke badan kapal selam.
"Bagaimana, ada yang menawar sepuluh dollar?" ia lalu
menantang hadirin yang lain.
"Empat setengah!" seseorang berseru dari sebelah kiri.
Si juru lelang segera menoleh.
"Berapa"!" ia bertanya sambil mengerutkan kening.
"Saya menawar empat dollar dan lima puluh sen!" ujar Dinky
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan suara yang sedikit lebih keras. Seketika orang-orang mulai
ketawa. Si juru lelang nampak mencibir sambil mengerutkan kening.
"Maaf, Bapak-bapak dan Ibu-ibu," katanya sambil memelototi
Dinky, "tapi saya baru sadar bahwa di antara kita juga ada cucu Stan
Laurel" pelawak yang selalu berpasangan dengan Oliver Hardy.
Jarang-jarang kita bisa menemukan dua pelawak di satu tempat dan
pada saat yang sama!"
Sambil mengangkat topi, ia membungkuk ke arah Dinky.
"Anak muda," ia berkata, "apakah kau sadar bahwa saya sudah
menerima tawaran sebesar lima dollar?"
"Ah, itu terlalu banyak untuk kumpulan besi tua itu," jawab
Dinky. "Saya menawar empat dollar dan lima puluh sen."
"Ya, saya rasa dia betul!" kata Freddy Muldoon. "Saya
menawar empat dollar pas."
"Tunggu dulu," si juru lelang berseru. "Kau sudah menawar
lima dollar untuk kapal selam ini."
"Betul," balas Freddy dengan tenang, "tapi sekarang saya
berubah pikiran." "Ada yang menawar tujuh setengah dollar?" si juru lelang
bertanya pada hadirin yang lain.
"Tiga setengah dollar, dan saya akan membawanya sekarang
juga!" teriak Dinky. Ia terpaksa membentuk corong dengan kedua
tangannya agar dapat mengalahkan suara tawa yang meledak.
"Tiga dollar!" Freddy menanggapinya penuh semangat.
"Dua-tujuh-lima!" ujar Dinky.
"Dua setengah dollar, dan itu tawaran saya yang terakhir," kata
Freddy. Si juru lelang segera mengetokkan palunya pada badan kapal
selam. "Cukup, cukup!" ia berseru sambil mengangkat tangan. "Kapal
selam ini terjual dengan harga dua setengah dollar. Dan jaga mulutmu
yang besar itu!" ia menambahkan sambil menuding Freddy.
Freddy nampak berseri-seri. Sambil tertawa lebar ia
menghampiri mimbar dan menyerahkan dua dollar. Kemudian ia
berpaling pada Dinky Poore.
"Boleh pinjam lima puluh sen dulu!" ia bertanya.
"Tentu saja," jawab Dinky, lalu mengeluarkan sejumlah keping
uang. "Cepat, bawa kapal selam ini pergi dari sini!" si juru lelang
mengamuk. "Sebelum saya berubah pikiran lagi."
"Baik, Pak!" ujar Freddy dan Dinky.
Kami tidak mengalami kesukaran untuk memindahkan kapal
selam ke truk Zeke. Paling tidak 50 orang di antara para hadirin
berebut untuk membantu kami. Kami menutupi kapal selam dengan
kain terpal, kemudian langsung kembali ke tempat penimbunan
barang bekas milik Zeke di Mammoth Falls. Kapal selamnya belum
bisa dibawa ke tempat persembunyian kami, sebab sebelumnya kami
harus melakukan berbagai perbaikan dulu.
Tempat persembunyian yang dipilih benar-benar cocok untuk
tujuan kami, yaitu sebuah gua di balik air terjun Mammoth Falls yang
terletak sekitar satu kilometer sebelah barat laut Danau Strawberry.
Air terjun ini, yang memberi nama pada kota kami, merupakan atraksi
wisata terkenal. Tapi hanya sedikit orang yang tahu bahwa di baliknya
ada sebuah gua. Jarang sekali ada orang yang mengunjungi gua itu,
sebab untuk mencapai mulut gua kita harus rela untuk basah kuyup.
Namun begitu melewati mulut gua, sebuah kejutan sudah
menunggu. Gua itu membentuk ruangan tinggi, dengan dasar berupa
pasir putih. Setelah memasukinya sekitar delapan belas meter, dasar
gua tiba-tiba turun. Di sana ada kolam yang dalam, yang membagi gua
menjadi dua bagian. Aku yakin, kolam itu pasti berhubungan dengan
aliran air bawah tanah, sebab pada musim kemarau pun kolam itu
tidak pernah kering. Suhu di dalam gua selalu sejuk dan hampir tidak berubah
sepanjang tahun. Kadang-kadang kami menggunakan tempat itu untuk
mengadakan pertemuan" terutama pada musim panas, kalau panas di
gudang jerami Jeff mulai tidak tertahankan. Kami telah melengkapi
gua itu dengan berbagai peralatan. Listrik diperoleh secara gratis
dengan memasang generator yang digerakkan oleh kincir air di bawah
air terjun. Di samping itu, kolam airnya merupakan tempat berenang
yang nyaman. Kekurangan gua itu hanya satu: kami tidak pernah bisa
berjemur di bawah sinar matahari.
Sementara kapal selam kami masih berada di tempat Zeke, kami
membongkar seluruh bagian yang bisa bergerak, lalu membersihkan
dan melumasi semuanya. Kami menggosok seluruh badan kapal selam
dengan sikat kawat dan mengolesinya dengan cairan antikarat.
Kemudian kami mengecatnya dengan cat putih. Kami juga mencopot
alat pemotong jaring dan membuang tabung torpedo, sehingga ruang
dalam bertambah luas. Kolonel March dari Pangkalan Udara Westport
Field membantu kami untuk membeli bagian hidung sebuah pesawat
pembom B-17 Flying Fortress yang akan dijadikan besi tua. Bagian
hidung pesawat itu terbuat dari plexiglass" sejenis plastik bening
yang menyerupai kaca. Dengan sedikit usaha, kami berhasil
memasangnya sebagai pengganti hidung kapal selam kami. Setelah
semua pekerjaan selesai, kapal selam kami nampak gagah sekali
dengan badan bercat putih dan hidung plastik.
Sebetulnya sih, pekerjaan kami belum rampung betul.
Meskipun demikian kami memutuskan untuk memindahkan kapal
selam kami ke gua di balik air terjun. Terlalu banyak orang yang
datang untuk mengagumi kapal kami, sehingga kami sebentarsebentar terpaksa membungkusnya dengan kain terpal. Lamakelamaan hal itu terasa sangat mengganggu. Selain itu kami juga
harus waspada terhadap Harmon, sepupu Freddy, serta gang-nya.
Mereka berulang kali datang ke tempat Zeke sambil berlagak mencari
suatu barang. Padahal mereka tahu persis bahwa Zeke tidak memiliki
barang itu. Suatu hari kami melihat mereka sedang mengamati kami
dengan teropong dari pinggir tebing di Turkey Hill. Sebetulnya,
mereka tidak mengganggu. Pada siang hari mereka tidak bisa
mendekati kapal selam, sebab kami masih sibuk bekerja. Dan pada
malam hari pun kami tidak perlu khawatir. Tempat penimbunan
barang bekas milik Zeke dijaga seekor anjing herder bernama Kaiser
Bill. Sebenarnya anjing itu tidak galak. Tapi dengan giginya yang
putih bersih dia punya cara tersendiri untuk menghalau orang yang
tidak berwenang masuk. Kapal selam kami diberi nama Lady Go Diver. Nama itu
diusulkan oleh Dinky, dan dicat pada kedua sisi badan kapal. Bagian
menara kami hiasi dengan lambang Klub Ilmuwan Edan, yaitu tabung
reaksi dan teropong bersilangan di bawah sebuah tengkorak. Setelah
memasang aki baru dan menguji motor listrik, kami merasa sudah
waktunya untuk memindahkan Lady Go Diver ke gua di balik air
terjun. Jangan tanya bagaimana kami memindahkannya ke sana. Itu
merupakan rahasia kami. Tapi setelah kapal selam berada di dalam
gua, kami bisa melakukan sisa modifikasi tanpa terganggu orang lain.
Tanpa tabung torpedo, Lady Go Diver bisa menampung empat sampai
lima orang. Kami memutuskan untuk memanfaatkan haluannya
sebagai ruang pengamatan. Untuk itu kami memasang dua lampu
bawah air: satu di haluan dan satu lagi di menara. Kami juga membeli
sejumlah kaca antipeluru"bekas"yang kemudian dipasang di
sekeliling menara. Dengan demikian kami bisa melihat ke semua arah.
Suatu hari, ketika seluruh pekerjaan hampir selesai, kami
melihat bekas telapak kaki pada badan kapal selam. Kami semakin
yakin bahwa ada orang lain yang datang ke sini ketika kami
menemukan pasir pada lantai di ruang kontrol. Kami selalu menyapu
dan melap bagian dalam kapal selam kami setelah selesai bekerja,
sebab Henry dan Jeff berpendapat bahwa seorang ilmuwan harus
selalu menjaga kebersihan. Kami memeriksa semua bagian dengan
saksama, tetapi ternyata tidak ada yang rusak atau hilang. Rupanya
orang yang datang ke gua hanya ingin melihat-lihat saja. Meskipun
demikian, kami tetap khawatir.
"Pasti salah seorang anggota gang si Harmon Muldoon," ujar
Dinky Poore. "Tak ada yang punya kaki sekotor itu selain mereka."
"Pengamatanmu tajam sekali," Mortimer berkomentar dengan
sinis"seperti biasanya. EB?K?L?W?S.BL?GSP?T.C?M
"Aku yakin mereka merencanakan sabotase," kata Freddy
dengan serius. "Ah, aku tidak sependapat," Henry menanggapinya. "Siapa pun
yang datang ke sini, pasti punya rasa ingin tahu yang amat besar.
Kalau memang anak buah Harmon, maka dia hanya iri dan ingin
melihat bagian dalam kapal selam kita."
"Jangan terlalu yakin," Freddy mengingatkan. "Harmon dan
anak buahnya tidak bisa dipercaya."
"Percuma saja kita ribut-ribut mengenai siapa yang datang ke
sini," kata Jeff Crocker. "Yang penting, kita harus mengambil langkah
agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi."
"Barangkali Zeke mau meminjamkan Kaiser Bill," Homer
mengusulkan. "Dia bisa tidur di sini sambil menjaga kapal selam
kita." "Itu ide bagus," jawab Jeff. "Sayangnya Kaiser Bill juga
dibutuhkan di tempat Zeke."
"Bagaimana kalau Dinky dan Freddy tidur di sini setiap malam
sampai pekerjaan kita selesai?" tanya Mortimer.
"Bagaimana kalau Mortimer Dalrymple membawa kapal selam
kita ke dasar danau setiap malam, lalu menginap di sana sampai
pagi?" balas Freddy.
"Ide yang bagus!" Dinky berkomentar.
"Sudah, jangan bercanda saja," kata Henry. "Lebih baik kalian
memutar otak. Hanya ada satu jalan masuk ke gua. Rasanya tidak
terlalu sulit untuk memasang sistem alarm yang akan memberitahu
kita kalau ada orang masuk."
"Nah, ini baru usul yang bermutu!" seru Jeff. "Bagaimana
rencanamu, Henry?" "Kita hanya perlu memasang detektor pada mulut gua, lalu
menghubungkannya dengan jaringan interkom kita. Untuk itu kita
tinggal menyambung kabel dari sini ke kabel listrik di pinggir jalan
bebas hambatan. Aku akan memasang monitor pada alat penerima di
rumah. Kalau alarmnya berbunyi, maka aku akan segera menekan
tombol keadaan darurat."
Usul Henry memang mudah dilaksanakan, sebab kami telah
memiliki jaringan interkom yang menumpang pada kabel-kabel listrik.
Hal ini tidak melanggar hukum dan kami juga tidak perlu membayar
apa-apa, asal kekuatan pesawat interkom tidak melewati batas
maksimum yang ditetapkan. Kami menunda pekerjaan menangani
kapal selam, kemudian menghabiskan sisa waktu dengan
mengumpulkan segala peralatan yang diperlukan untuk memasang
sistem alarm. Pada malam setelah itulah tanda keadaan darurat berbunyi di
kamarku, dan suara Henry terdengar di interkom. Ia memberitahu
kami semua bahwa seseorang telah membuat sistem alarm di dalam
gua berbunyi. Ternyata persiapan kami tidak sia-sia. Henry segera
menghidupkan mikrofon-mikrofon yang disembunyikan di sekitar
kapal selam. Yang terdengar adalah suara anak-anak gang Harmon.
Stony Martin, si Mulut Besar, sedang memberi berbagai perintah
sambil menirukan logat Jerman. Huh, anak itu memang benar-benar
menjengkelkan. "Ayo, Henry!" Terdengar Jeff Crocker berkata. "Semuanya
berangkat ke gua." Terburu-buru aku memakai celana panjang, menyambar kemeja
yang tergantung pada sandaran kursi, dan mengenakan sepatu.
Kemudian aku meluncur turun lewat talang air di sebelah jendela
kamarku. Baru setelah sampai di bawah aku teringat bahwa, Ayah
mengunci sepedaku di dalam garasi. Karena begitu bersemangat, aku
lupa sama sekali bahwa aku dilarang memakai sepeda selama dua hari
karena lupa memotong rumput.
Selama beberapa saat aku berdiri dalam kegelapan malam
sambil memaki-maki diriku. Setelah agak tenang, aku
mempertimbangkan untuk memanjat ke atas, lalu menghubungi anakanak lain lewat interkom. Tapi kemudian aku berubah pikiran, karena
mereka semua pasti sudah berangkat. Dengan kesal aku menendang
dinding rumah, lalu bergegas ke rumah Dinky Poore.
Rumah Dinky paling dekat dengan rumahku, jadi mungkin aku
masih aku sempat mencegatnya. Dinky juga paling kecil di antara
kami semua, dan aku tidak keberatan untuk memboncengkan dia
sampai ke air terjun. Aku berlari ke gang di belakang rumahnya, lalu
memanjat pagar. Pekarangan belakang di rumah Dinky ternyata gelapgulita. Karena itu aku tidak bisa memastikan apakah sepedanya masih
ada atau tidak. Aku segera memberi isyarat dengan meniru suara
kucing jantan, lalu menunggu beberapa saat. Tak ada yang menyahut.
Karena itu aku mengulangi isyarat rahasia"agak lebih keras dan
sedikit lebih lama dari yang pertama. Dan kali ini ada jawaban. Aku
sedang memandang ke sudut pekarangan yang paling gelap, ketika
seseorang melempar sesuatu dari jendela di lantai atas. Benda itu
membentur pagar dengan keras" kurang dari setengah meter di
samping kepalaku. Aku tidak menunggu lebih lama lagi. Langsung
saja aku melompati pagar, lalu mulai berjalan kaki menuju air terjun.
Sekitar tiga puluh menit berlalu sebelum aku mencapai tepi
sungai di bawah air terjun. Anak-anak yang lain sedang duduk di
bawah pohon besar, tempat kami biasa menyimpan sepeda kalau lagi
mengadakan rapat rahasia.
"Ke mana saja kau?" Henry bertanya padaku. "Kami sudah
mulai bosan menunggu di sini."
"Barangkali ibu Charlie tidak mengizinkan dia pergi pada
malam hari," Mortimer mengejek.
"Ah, jangan banyak omong!" aku membalas sambil menonjok
lengan Mortimer. Kemudian aku berbohong, "Ban sepedaku kempes.
Karena itu aku terpaksa lari ke sini."
"Ayo, kita tidak boleh buang-buang waktu lagi!" Jeff
mendesak. "Kita jalan beriringan sampai ke tepi air. Hati-hati,
jalannya licin. Jangan sampai ada yang terpeleset. Dan jangan ada
yang bertindak sendiri. Tunggu komando dariku sebelum kalian
menyergap mereka." Kami segera melepaskan pakaian, dan Jeff membagikan tabungtabung kecil berisi cairan yang bau sekali. Masing-masing
memperoleh tiga buah. "Kalau kalian melihat Harmon atau anak buahnya," ujar Jeff,
"coba untuk mengenai tengah punggungnya. Bagian itu paling sulit
dibersihkan." Kami mulai menuruni tebing yang curam. Mortimer berjalan
paling depan. Seperti biasa aku berada paling belakang, tepat di
belakang Dinky dan Freddy. Bulan sedang bersembunyi di balik
lapisan awan, sehingga kami terpaksa meraba-raba mencari jalan.
Jantungku berdetak kencang. Dinky dan Freddy mulai tersengalsengal. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh, disusul kebisingan yang
memekakkan telinga. Tanah terasa bergetar, dan seluruh tepi sungai
seakan-akan terangkat setengah meter. Kami langsung berpegangan
pada semak-semak agar tidak jatuh ke air.
"Ya, Tuhan!" teriak Mortimer. "Hampir seluruh dinding air
terjun longsor!" "Cepat kembali ke atas sebelum sisanya ikut ambruk!" Jeff
berseru. "Cepat, Charlie! Aku tidak berminat jadi makanan ikan."
Aku berbalik lalu bergegas ke puncak tebing. Dinky dan Freddy
berada satu meter di belakangku. Ketika semua berhasil mencapai
tempat yang aman, kami mulai menyusuri tebing untuk mendekati air
terjun. Dengan bantuan senter kami melihat bahwa hampir seluruh
dinding atas air terjun runtuh. Airnya tetap mengalir deras, dan jatuh
Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan Karya bertrand R. Brinley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menimpa tumpukan batu-batu besar yang berada persis di depan mulut
gua. "Guanya tertutup!" teriak Mortimer. "Kalau Harmon dan anak
buahnya masih ada di dalam, maka mereka tidak bisa keluar."
"Huh, salah mereka sendiri," Freddy berkomentar. "Siapa suruh
mereka datang ke sini."
"Busyet, kau memang penuh cinta kasih terhadap sesama,"
Mortimer mengejek. "Kita harus turun ke sana dan membantu
mereka." "Tunggu dulu!" Jeff mencegahnya. "Tidak ada yang turun ke
sungai. Kita tidak bisa memastikan apa yang mungkin terjadi.
Barangkali saja ada tanah longsor lagi."
"Wah, untung kita tidak berada di dalam gua," Homer
berkomentar sambil menatap tumpukan batu-batu besar di bawah air
terjun. "Seharusnya kita sudah ada di dalam kalau Charlie tidak
terlambat," kata Dinky.
"Hidup Charlie!" Freddy Muldoon berseru.
Tiba-tiba aku tidak kesal lagi karena Ayah mengunci sepedaku
di dalam garasi. "Kita tidak mungkin memindahkan batu-batu itu," Henry
menyimpulkan setelah mengamati keadaan. "Batu-batu itu terlalu
besar. Kita harus panggil polisi."
"Tapi dari mana kita tahu bahwa Harmon dan teman-temannya
masih ada di dalam gua?" tanya Homer. "Apa jadinya kalau kita
panggil polisi, padahal mereka sudah pergi?"
"Itu soal kecil," ujar Henry. "Kita tinggal menyadap jaringan
interkom, lalu mencoba bicara dengan mereka."
"Awas saja kalau mereka berani menyentuh kapal selam kita,"
kata Freddy Muldoon. "Apa yang harus kita lakukan dengan ini?" tanya Dinky sambil
menatap tabung berisi cairan bau di tangannya.
"Makan saja!" balas Mortimer. "Kita mungkin tidak sempat
sarapan nanti! Dan sekarang jangan banyak omong lagi. Kita harus
memikirkan langkah selanjutnya."
Karena selalu berpikiran jauh ke depan, Henry telah
menyediakan colokan interkom pada puncak tebing di tepi sungai.
Satu-satunya hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah jaringan
interkom terputus oleh tanah longsor. Untuk memastikannya, Henry
dan Mortimer langsung menembus semak-semak di tepi air terjun.
Dalam sekejap mereka berhasil menemukan colokan itu. Henry segera
memasang pesawat interkom yang dibawanya.
"Halo! Halo!" ia berseru ke dalam pengeras suara. "Di sini
Henry Mulligan. Di sini Henry Mulligan. Jawablah kalau kalian bisa
mendengar saya." Kami semua menunggu sambil menahan napas. Tak ada
jawaban. "Kalau mereka masih di dalam, maka mereka pasti ketakutan
setengah mati," ujar Homer. "Coba panggil mereka sekali lagi."
Henry merapatkan bibirnya ke pesawat interkom. "Henry
Mulligan memanggil Harmon Muldoon. Halo, Harmon" Kalau kau
bisa mendengar saya, maka jawablah lewat interkom. Di bawah papan
loncat di pinggir kolam air ada sebuah pesawat. Satu lagi ada di
langit-langit dekat mulut gua. Jawablah kalau kalian masih ada di
dalam, supaya kami bisa membantu."
Kami kembali menunggu. Tiba-tiba terdengar bunyi keresek.
"Halo" Halo" Harmon, kaukah itu?" Henry mengulangi
beberapa kali. "Halo, di sini Harmon Muldoon," seseorang menyahut.
Suaranya begitu sayup-sayup sehingga hanya Henry yang bisa
mendengarnya dengan jelas. "Mau apa kau, Mulligan?"
"Wah, ternyata interkomnya masih bekerja," ujar Henry lega.
Kemudian ia menutupi pesawat interkom dengan sebelah tangan. "Dia
mau tahu apa yang kita inginkan."
"Dasar mulut besar," Freddy Muldoon menanggapi kelakuan
sepupunya. "Dalam keadaan terjebak di bawah tanah dia masih saja
sok jago." "Katakan padanya bahwa kita ingin tahu bagaimana keadaan
mereka, dan berapa orang yang ada di dalam," kata Jeff.
"Harmon! Harmon! Bagaimana keadaan kalian"!" Henry
berseru. "Yeah, kami baik-baik saja," jawaban Harmon terdengar sayupsayup. "Suara apa itu tadi" Kalian mau mempermainkan kami, ya?"
"Sungguh, Harmon, kami tidak melakukan apa-apa," balas
Henry. "Sebagian dinding air terjun runtuh. Mulut gua tersumbat oleh
batu-batu besar." "Oh, cuma itu saja," Harmon berkomentar dengan acuh tak
acuh. "Masih ada berita basi yang lain, Mulligan?"
"Aduh! Rasanya aku ingin menonjok hidungnya!" kata Freddy
dongkol sekali. "Ngomong-ngomong, Mulligan," suara Harmon terdengar
kembali. "Bagaimana kau tahu bahwa kami ada di sini?"
"Kami memasang alarm pada mulut gua, dan
menghubungkannya dengan sistem interkom kami," Henry
menjelaskan. "Alarm itu segera berbunyi ketika kalian memasuki
gua." "Hmm, cerdik sekali!" Harmon mengakui. "Sepertinya kami
takkan pernah berhasil mengelabui kalian. Nah, sekarang bagaimana
caranya kami bisa keluar dari sini?"
"Berapa orang yang ada di dalam?" tanya Henry.
"Kami berenam," jawab Harmon. "Apakah itu memenuhi syarat
untuk mengadakan aksi penyelamatan?"
"Kami akan panggil polisi," kata Henry. "Aku belum tahu
bagaimana kami akan mengeluarkan kalian, tapi kami pasti akan
mencari jalan. Kau yakin bahwa kalian tidak apa-apa?"
"Yeah! Kami baik-baik saja. Keadaan di sini cukup
menyenangkan. Yang penting, kami bisa keluar sebelum sarapan."
"Aneh, sepertinya dia sama sekali tidak takut terkurung di
dalam gua," Homer berkomentar.
"Ya, Harmon tenang sekali," Mortimer Dalrymple
menanggapinya. "Aku mulai curiga, jangan-jangan ada yang tidak
beres." "Ah, si Harmon sejak kecil memang sudah bermulut besar,"
kata Freddy. Mortimer menarik kerah baju Freddy, kemudian mengelus
rambut sahabatnya itu dengan tangan terkepal.
Karena kami tidak meninggalkan siapa-siapa di markas di
gudang jerami Jeff, maka kami tidak bisa menghubungi polisi lewat
telepon. Kami terpaksa kembali ke kota, lalu menghubungi polisi dari
telepon umum terdekat. Jeff dan Mortimer bersedia pergi. Yang
lainnya menyibukkan diri dengan mengamati keadaan di sekitar mulut
gua secara saksama. Jeff dan Mortimer memerlukan sekitar lima belas menit untuk
sampai di kota, dan kami sadar bahwa setengah jam lagi akan berlalu
sebelum Chief Putney beserta orang-orangnya tiba di air terjun.
Melihat situasinya, kami sadar bahwa mereka takkan sanggup berbuat
apa-apa tanpa bantuan alat berat. Karena itu, pasti dibutuhkan waktu
beberapa jam sebelum operasi penyelamatan dapat dimulai.
Berton-ton bebatuan telah jatuh ke mulut gua. Bibir air terjun
mundur begitu jauh, sehingga arus air utama jatuh persis ke mulut
gua. Ini sangat berbahaya, sebab ada kemungkinan airnya akan
mengalir masuk. Henry menghidupkan pesawat interkom dan sekali lagi
memanggil Harmon. "Harmon!" ia berseru. "Apakah ada air yang masuk ke gua?"
"Tidak ada," jawab Harmon. "Keadaan di sini masih keringkerontang. Dan sekarang tolong jangan ganggu kami lagi, oke" Kami
lagi berusaha tidur, nih! Lebih baik kalian memikirkan cara untuk
mengeluarkan kami dari sini."
"Oke," kata Henry. "Tapi satu orang harus berjaga di dekat
pesawat interkom, supaya kami mudah menghubungi kalian."
"Beres!" ujar Harmon.
"Gila!" Homer berseru sambil geleng-geleng kepala. "Dalam
keadaan seperti ini mereka masih bisa tidur"!"
"Apa lagi yang bisa mereka lakukan?" balas Henry. "Mereka
toh harus menunggu bantuan. Sebaiknya mereka memang beristirahat.
Pangeran Impian 1 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Geger Topeng Sang Pendekar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama