Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson Bagian 2
halaman 89 "Ya, oke, kalau itu maumu," kata Graham.
Itu memang mauku. Juga maunya Radish. Radish suka perahu kotak videonya, tapi ia suka sekali perahu layar sungguhan itu. Ia bisa berlayar seharian kalau kubiarkan.
halaman 90 N untuk Night Malam KATIE membuatku terjaga sepanjang malam. Mulanya ia tak mau mematikan lampu. Yah, ia mematikan lampu besar, tapi ia punya lampu porselen berbentuk jamur dengan beberapa kelinci dan tupai mungil yang duduk di kursi kursi porselen (Radish pernah menyusup lewat pintunya yang kecil dan mencoba mengajak mereka bertemn, tapi mereka tak peduli).
halaman 91 Lampu itu menyala semalaman, dan selain itu Katie punya senter, dan ia hampir selalu membiarkan televisinya menyala. Suaranya memang dikecilkan, tapi gambarnya terus berkedip-kedip.
Satu-satunya tempat yang benar-benar gelap adalah di bawah selimut, dan di situ aku nyaris mati kehabisan udara.
"Matikan TV-nya!"
"Ini TV-ku. Kamarku. Aku bisa melakukan apa saja yang kumau."
"Kubilang pada ibuku nanti."
"Kubilang pada ayahku."
"Aku mau tidur."
"Aku mau tetap bangun."
"Lihat, aku matikan TV-nya. Kasihan deh kau," kataku sambil melompat dari tempat tidur dan mematikan TV.
"Dan aku nyalakan lagi. Kasihan deh kau kuadrat," kata Katie yang juga melompat dari tempat tidur dan langsung menyalakan TV.
Ia senang sekali pertengkaran panjang larut malam seperti itu. Ia senang tetap terjaga. Kadang-kadang kalau aku bermimpi buruk dan terbangun sekitar jam dua atau tiga dini hari dan menengok ke arah tempat tidur Katie, matanya hampir selalu masih terbuka, besar, biru, dan tak berkedip.
halaman 92 Bukannya ia tidak bisa tidur. Ia berusaha keras untuk tidak tidur, ia hampir tidak pernah berbaring nyaman. Ia duduk dengan semua bantal ditumpuk di belakangnya. Ia makan biskuit dan minum air putih banyak-banyak supaya harus sering ke kamar kecil. Ia bahkan mengenakan baju hangat wol di balik piamanya. Baju hangat itu ketat sekali dan bikin geli hingga sangat membantunya untuk tak bisa tidur.
"Kau bukan bayi lagi, Katie. Sudah berumur sepuluh tahun kok masih takut gelap."
"Oh, aku penakut, ya?" kata Katie, dan menekan tombol suara di TV. Ia sedang menonton salah satu film horor Nightmare. Musiknya yang seram saja sudah membuatku kembali bersembunyi di balik selimut.
Sobatku Graham-lah yang membantu menjelaskan semuanya. Ia jadi cerewet dan gelisah kalau aku nyelonong ke kamarnya, tapi kadang kami mengobrol sebentar di tangga. Ia dulu sekamar dengan Katie saat mereka berdua masih sama-sama kecil, jadi ia tahu seperti apa rasanya.
"Ia belum punya televisi waktu itu, jadi ia suka mengajakku main dan kami bergiliran menceritakan kisah-kisah hantu. Kalau aku tertidur, ia mencubitku. Dan pernah ia memukulku keras-keras dengan senternya sampai mataku biru lebam dan aku dimarahi Dad karena katanya aku benar-benar banci kalau adikku saja bisa menghajarku dengan mudah," kata Graham mendesah.
halaman 93 "Apakah ia tidak capek seperti orang normal?"
"Ya, tentu saja. Apakah kau tidak melihat lingkaran hitam di bawah matanya" Dan kadang-kadang ia tidur di sekolah."
"Kenapa ia tidak tidur malam hari saia kayak orang biasa ?"
"Karena ia takut."
"Tapi ia menakut-nakuti dirinya sendiri dengan menonton film-film horor."
"Bukan, itu untuk membuatnya tetap terjaga. Ia takut tertidur."
"Mm?"' Kutatap Graham. "Apa yang mesti ditakutkan saat tidur?"
Graham tampak gelisah. Wajahnya berkerut beberapa kali dan ia melepas dan membersihkan kacamatanya.
"Pokoknya ia takut, itu saja."
"Tapi kenapa" "
Mata Graham tampak aneh, telanjang dan merah muda tanpa kacamatanya. Ia mengerjap berkali-kali.
halaman 94 "Waktu ibu kami meninggal, orang-orang bilang ia hanya tidur," katanya sambil menelan ludah. "Paula dan aku tahu Mum sakit dan kemudian kami tahu ia meninggal. Tapi Katie masih sangat kecil waktu itu dan tidak mengerti arti meninggal. Jadi orang-orang bilang meninggal itu seperti pergi tidur. Maksudnya sih baik, tapi Katie jadi sangat takut tidur setelah itu."
"Aku mengerti sekarang."
"Andy?" "Apa?" "Jangan goda Katie tentang ini, ya" Maksudku, aku tahu ia menyebalkan, ia adikku sendiri dan aku benci padanya, tapi tolong, jangan goda ia tentang ini."
"Tidak akan." Dan aku memang tidak menggoda Katie. Malamnya aku bahkan tidak mengeluh saat ia mondar-mandir di kamar berjam-jam. Aku berbaring dan terlelap. Aku bangun kira-kira tengah malam. Katie masih terjaga, duduk tegak sambil menatap layar televisi.
"Katie." Kuulurkan tangan untuk mencoleknya. Badannya sedingin es. "Hei. Bagaimana kalau kaumatikan televisi dan pindah ke tempat tidurku supaya kita bisa berpelukan?"
Ia terdiam. Sunyi sejenak. Lalu ia mendengus.
"Untuk apa aku pindah ke tempat tidurmu, Andy Pandy" Badanmu besar dan gendut, aku bakal terimpit gepeng dalam lima menit."
halaman 95 Aku masih tidak menggodanya. Tapi sebetulnya aku ingin.
halaman 96 O untuk Old People Orang-orang Tua AKU tidak suka orang tua. Mereka membuatku merinding.
Miss Maynard sudah tua. Ia kepala sekolahku. Aku harus menemuinya beberapa hari yang lalu. Mulanya ia berlagak ramah dan bahkan menawariku permen istimewanya, tapi kemudian ia mulai menceramahiku.
halaman 97 "Ini tidak baik, Andrea. Prestasi sekolahmu hancur tahun ini. Kau tidak menyerahkan PR tepat waktu, atau kau sama sekali tidak membuatnya. Kau tidak membawa seragam waktu pelajaran Olahraga. Kau tidak bawa surat keterangan setelah kau tidak masuk. Ada apa sebenarnya, mmm?"
Gigiku lengket karena bongkahan besar permen hingga aku hanya bisa menjawab dengan suara kumur-kumur. Lagi pula, bagaimana aku harus menjelaskannya" Aku sibuk pindah dari tempat Mum ke tempat Dad dan sebaliknya hingga barang-barangku sering ketinggalan. Aku menyerahkan seragam olahragaku pada Mum untuk dicuci, lalu aku lupa membawanya ke tempat Dad. Percuma saja berharap Carrie mencucikannya untukku. Ia memang mencuci pakaian, tapi ia tidak pernah menyetrika dan aku sering diejek kalau sedang tinggal di tempat Dad karena blus seragamku kusut, dan pernah blusku jadi berwarna merah muda manyala karena Carrie mencucinya dengan sweter merah Zen. Carrie bahkan tidak minta maaf. Ia bilang, menurutnya kemeja merah muda cocok dipakai dengan seragamku yang berwarna hijau tua, lebih bagus malah, daripada putih melulu.
halaman 98 Aku tidak membawa surat keterangan sakit karena lupa meminta pada Mum atau Dad.... dan mungkin karena kadang-kadang aku tidak benar-benar sakit. Aku tidak ke sekolah hanya karena bosan. Tidak ada yang tahu. Di depan Mum atau Dad aku pura-pura berangkat ke sekolah dan naik bus yang benar, tapi turun di halte yang salah. Aku keluyuran saja di kota. Kadang-kadang aku ke taman di Larkspur Lane, lalu Radish dan aku main berjam-jam di sana.
Ia berlayar mondar-mandir di danau dan merambah hutan rimba atau mendaki sisi utara Gunung Murbei...
"Andrea!" Miss Maynard mendekatkan wajahnya yang keriput ke dekat mukaku. "Kau melamun! Ya ampun, Nak, kau harus menghentikan kebiasaan jelek ini. Aku tahu situasi di rumah sedang tidak enak."
"Aku tidak punya rumah lagi. Mum dan Dad."
"Ya, aku mengerti. Dan aku bersimpati padamu. Tapi aku tetap merasa kau berlebihan dalam menghadapi masalah ini. Kau dan aku sama-sama tahu banyak sekali orangtua yang bercerai dan pindah rumah. Memang sangat menyedihkan, tapi itu bukan akhir segalanya. Kami sudah terlalu sering memaklumimu, Andrea. Sudah waktunya kau membangun hidupmu lagi."
Ia mengguncang bahuku sedikit seolah benar-benar sedang membangunkanku. Rasanya kalau ia terus menyuruhku bangun, aku bisa jadi tinggi tegak seperti pencakar langit.
halaman 99 Mr. Roberts juga sudah tua. Tua sekali, dengan rambut dan kumis putih, tapi ia masih melayani pembeli di toko permennya, walaupun ia tak bisa membungkuk lagi karena lututnya sudah tidak ada. Kau tidak bisa melihat apakah lututnya benar-benar tidak ada karena ia memakai celana panjang korduroi. Bill si Babun membagikan uang tiap hari Sabtu dan aku juga kebagian kalau sedang tinggal di tempatnya, lalu kami jalan-jalan ke toko terdekat. Paula selalu ribut tentang berat badannya, jadi ia tidak pergi ke toko permen Mr. Roberts, ia membeli kaset dan majalah dari agen koran di ujung jalan. Graham, Katie, dan aku pergi ke toko permen.
"Halo, anak-anak manis!" kata Mr. Roberts begitu melihat kami datang. Ia selalu mengedipkan mata dan mengelus janggutnya. Kau akan berpikir ia bakal bilang Ho-ho-ho kayak Sinterklas.
Graham biasanya sangat pemalu kalau bertemu orang-orang, tapi ia suka mengobrol dengan Mr. Roberts. Tapi favorit Mr. Roberts adalah Katie. Tentu saja. Katie berkeliaran di toko itu seperti peri ungu cantik dan Mr. Roberts terkekeh dan bertepuk tangan dan memanggilnya Dewi Mungilku dan Kekasih Kecilku yang Manis. Ia selalu mengizinkan Katie merogoh sesuka hati ke dalam Kantong Ajaib-nya, yang sebetulnya berharga lima pence sekali rogoh.
halaman 100 Mr. Roberts juga menawariku untuk merogoh sesuka hati tapi aku berlagak angkuh dan bilang tidak usah, terima kasih. Aku harus membeli permen dan cokelat darinya karena tidak ada toko lain di dekat situ, tapi aku tidak mau berteman dengannya.
Mr. Roberts dan aku musuh bebuyutan. Pertama kali aku datang ke tokonya dengan Graham dan Katie, ia menatapku dari atas ke bawah dan berbisik pada Katie, "Siapa Raksasa Hijau ini?"'
Bisikannya keras dan aku bisa mendengarnya.
Katie cekikikan dan mendengus, bahkan Graham pun tersenyum. Kemudian Graham bilang Mr. Roberts menyebutku begitu karena aku memakai jas hujan sekolahku yang berwarna hijau. Bohong. Itu penghinaan telak terhadap ukuran tubuhku.
halaman 101 Para nenek dan kakek juga sudah tua. Aku tidak suka satu pun dari mereka. Aku punya nenek yang kupanggil Nan dan kakek yang kupanggil Grandad, tapi mereka tinggal di Kanada dengan bibiku, jadi mereka tidak bisa membantuku sama sekali. Mereka ibu dan ayah Dad. Ibu dan ayah Mum sudah meninggal, jadi mereka juga tak bisa membantu. Tidak adil rasanya karena Paula, Graham, dan Katie punya dua pasang kakek-nenek dan mereka selalu datang berkunjung. Zen dan Crystal juga punya kakek dan nenek. Mereka lumayan sih, karena mengajakku ke kebun binatang bersama cucu-cucunya dan kami semua dapat es krim dan buku mewarnai bergambar binatang. Nenek-kakek Paula, Graham, dan Katie menyebalkan. Orangtua si Babun pendek dan berbulu seperti anaknya, bahkan si nenek juga berbulu. Aku benci menciumnya karena ia berkumis. Tapi yang paling parah adalah nenek dan kakek yang satunya lagi. Mereka pernah membantu mengasuh Paula, Graham, dan Katie setelah ibu mereka meninggal. Mereka masih sering berkunjung. Mereka sama sekali tidak suka Mum. Mereka terus bicara tentang masa lalu, bagaimana Bill sangat telaten mengurus istri pertamanya, dan muka Mum jadi merah. Kakek dan nenek itu sama sekali tidak peduli pada Mum. Dan aku. Kau mungkin tidak percaya, tapi kalau mereka datang, mereka selalu membawa oleh-oleh untuk Paula, Graham, dan Katie.
halaman 102 Kadang-kadang hadiahnya besar, baju baru atau buku atau kaset. Kadang-kadang cuma cokelat. Tapi apa pun yang mereka bawa, aku tidak kebagian apa-apa. Sedikit pun tidak.
Muka Mum jadi lebih merah lagi, lebih merah daripada kemeja seragamku yang kelunturan, dan akhirnya ia minta pada si kakek dan nenek untuk mencantumkan aku dalam daftar penerima hadiah mereka supaya aku tidak merasa diabaikan.
"Tapi Paula, Graham, dan Katie cucu kami," bantah mereka. "Kami tidak ada urusan dengan Andrea."
Bagus. Awas nanti kalau aku ada urusan dengan mereka.
halaman 103 P untuk Photograph Foto-foto DAD punya kamera. Kami sudah kembali ke jadwal semula. Seminggu di tempat Mum. Seminggu di tempat Dad. Kau tahulah. Semudah A B C. Carrie agak ngambek karena rumahnya didatangi petugas Departemen Sosial yang bermaksud memeriksa segala sesuatunya.
"Dan ia bilang apartemen ini bersih," kata Carrie. "Bilang pada ibumu. Kami mungkin agak berantakan, tapi apartemen ini sangat bersih, dan ia bilang Zen dan Crystal anak-anak yang cerdas dan riang, yang jelas mendapat banyak kasih sayang dan rangsangan emosional."
halaman 104 Si kembar yang cerdas dan riang itu sedang terlibat perang bantal sengit saat Carrie bicara, dengan hati-hati dan penuh kasih sayang merangsang bantal mereka agar robek bersamaan dan menebarkan salju bulu.
Carrie hanya tertawa. Dad tidak marah. Ia mengambil kamera dan memotret banyak sekali.
"Kamera itu pasti bakal rusak sebelum bayi ini lahir," kata Carrie, masih tertawa. Ia menoleh padaku. "Aku membelikan ayahmu kamera bekas supaya ia bisa memotret waktu bayinya lahir. Pasti indah sekali ya?"
Kutatap Carrie. Aku tahu bagaimana bayi lahir. Kurasa foto bayi lahir bukan jenis yang pantas dibingkai dengan pigura perak dan ditaruh di atas TV.
Dad melihat ekspresi ragu di wajahku.
"Aku juga mau memotret putri nomor satuku," katanya. "Ayo, Andy, senyumlah untuk kami."
Aku tersenyum sekali. Lalu sekali lagi. Lalu aku berkacak pinggang dengan sebelah tangan dan melambai. Lalu aku bertumpu pada jempol kakiku. Lalu aku berputar mengelilingi ruangan. Dan Dad terus jepret, jepret, jepret.
halaman 105 "Nah, begitu, Andy. Hei, hebat. Kau benar-benar tahu caranya, ya?"
Asyik memang. Rasanya aku jadi bintang film.
Crystal datang bergabung dan ia tersenyum dan melambai dan menunjuk, tapi gerakannya tidak alami seperti aku. Dan Zen benar-benar payah, ia cuma melompat-lompat tak keruan dan membuat tampang seram.
"Ya, Andy memang peragawati top," kata Carrie. "Sini, kita dandani ia seperti peragawati sungguhan. Ayo bantu aku memilih baju, Crystal. Dan kita akan merias wajahnya dan menata rambutnya. Kau suka itu, Andy?"
Aku amat sangat suka sekali. Carrie memakaikan salah satu bajunya yang panjang dan tipis dan Crystal memakaikan selendang di bahuku dan cincin di setiap jariku. Carrie mengoleskan warna gelap di kelopak mataku dan lipstik ungu di bibirku, lalu menyikat rambutku dan menggulungnya jadi sanggul yang aneh. Crystal menyemprot sekujur badanku dengan wangi wangian walaupun tidak akan kelihatan di foto.
halaman 106 Lalu kami menghabiskan waktu lama sekali untuk berfoto. Dad memotretku berkali-kali sampai kehabisan film. Dad mencetak fotonya sendiri, seruduk sana seruduk sini dalam kamar mandi yang gelap gulita. Aku tak sabar menunggu hasilnya. Aku merasa telah berubah jadi gadis dewasa yang cantik. Aku mencoba melihat gadis lain itu dalam foto-foto yang sudah jadi"tapi hanya menemukan diriku sendiri, kelihatan agak aneh karena rok panjang yang kupakai dan kosmetik yang dioleskan ke wajahku.
"Aku tidak suka melihatnya. Robek saja, Dad. Ih, aku kelihatan jelek," kataku cepat-cepat.
"Tidak kok, ini bagus. Cahayanya agak ngawur dan wajahmu agak kabur di sana-sini, tapi secara keseluruhan foto-foto ini hebat," kata Dad.
"Kau cantik, Andy," kata Carrie. "Tahu tidak" Kau harus jadi peragawati jika besar nanti. Kau sudah cantik dan tinggi. Peragawati harus bertubuh sangat tinggi."
Aku tidak tahu itu. Kupikirkan usul itu baik-baik. Mungkin foto-foto itu tidak sejelek yang kubayangkan.
Dad memberiku beberapa foto untuk ditunjukkan pada Mum saat aku harus tinggal dengannya.
"Aduh, ya ampun!" kata Mum. "Lihat yang mereka lakukan padamu! Kau kelihatan jelek, Andy! Wajahmu dirias mengerikan seperti ini. Dan kau memakai baju si Carrie. Kenapa ayahmu tidak mengambil foto kau dengan bajumu sendiri, daripada memotretmu didandani seperti boneka rusak begini?"
halaman 107 "Aku sedang jadi peragawati, Mum. Carrie bilang aku bisa jadi peragawati saat besar nanti. Ia bilang begitu, Mum, sungguh."
"Pasti," kata Mum sambil bergidik.
"Peragawati tidak gendut," kata Katie sambil menunjuk perutku.
"Aku bisa diet kalau besar nanti," kataku, tapi aku mulai menyesal telah membuat foto-foto itu.
Tapi lalu Paula datang dan melihatnya.
"Kau kelihatan dewasa ya, Andy" Tidak ada yang mengira umurmu baru sepuluh tahun. Kau kelihatan seumur denganku."
Aku jadi sangat senang. Lalu Graham juga melihat foto-foto itu sebentar.
"Jangan, Graham, aku kelihatan kayak orang tolol di situ," kataku dengan muka panas.
"Ya, benar, Andy Pandy," Katie menimpali.
"Menurutku kau cantik," kata Graham.
Dan aku makin senang. | lanjut | kembali | atas | bawah | depan |
halaman 108 Q untuk Questions Pertanyaan-pertanyaan "APA maksud Miss Maynard di surat ini, Andy" Ia mengeluh tentang kepergianmu ke dokter gigi, katanya kau lebih baik pergi ke dokter gigi sehabis jam sekolah. Tapi kau tidak pernah harus ke dokter gigi, kan" Kau periksa gigi musim panas lalu dan gigimu tidak perlu ditambal sedikit pun. Apa yang terjadi, Andy" Andy?""
halaman 109 "Bagaimana ulangan Bahasa Inggris-mu, Andy" Dan pelajaran aritmetika" Kenapa aku tidak boleh melihat buku catatan sekolahmu sekarang" Kau masih nomor satu di kelas, kan" Andy, ada apa?"
"Ayo, Andrea, jawab pertanyaannya. Percuma melirik Aileen, ia tidak akan memberitahumu. Kau tidak memperhatikan, bukan" Itu tidak baik. Apakah kau mau jadi orang tolol?"
"Siapa yang cari gara-gara dengan celana ketatku" Celanaku jadi basah dan bersabun. Kau main-main dengan kelinci kecilmu itu lagi, ya?"
"Bagaimana keadaanmu dan Radish, Andrea" Apakah kau keberatan pindah dari Rumah A ke Rumah B lalu balik lagi?"
"Kau tahu jam berapa ini, Andy Pandy" Waktunya pulang ke rumah. Sayangnya kau tidak punya rumah lagi, kan?"
halaman 110 R untuk Radish Radish AKU tidak berani membolos lagi karena Mum sudah menemui Miss Maynard dan mereka melakukan Pembicaraan Panjang. Aku tidak akan bisa pergi ke dokter gigi sekarang walaupun gusiku bisulan atau tambalan gigiku copot. Aku bahkan tidak bisa lagi pilek atau batuk atau sakit perut. Miss Maynard menunjukkan surat keterangan sakit"yang kupalsukan. Lalu Mum memberitahu Dad dan aku tidak bisa lagi menipu saat tinggal dengan Dad. Aku harus tetap ke sekolah yang membosankan itu. walaupun guru-guru sekarang hanya membentakku, Aileen dan Fiona saling berbisik-bisik penuh rahasia dan tidak mau main lagi denganku, dan aku terus mendapat nilai paling jelek dalam tiap ulangan.
halaman 111 Aku bahkan tidak bisa main lama-lama di taman lagi sepulang sekolah karena Mum tahu jam berapa aku harus tiba di tempatnya, dan laupun Mum tidak ada, Katie pasti mengadu.
Keadaan lebih parah lagi di tempat Dad. Carrie menjemputku di halte bus dan ia kelihatan mengerikan sekarang dengan perutnya yang buncit. Aku khawatir orang akan mengira ia benar-benar keluargaku dan bukan sekadar ibu tiri. Aku hanya punya waktu untuk lari ke Larkspur Lane, memanjat pagar, membiarkan Radish berlayar bolak-balik di danau sekali saja, mungkin mengizinkannya merambah belantara rumput selama dua menit, lalu pulang, kelontang kelontang, hanya saja aku tidak punya rumah lagi dan Radish kelihatannya bosan dengan sakuku.
Aku ingin bisa membuatkan rumah sungguhan untuknya. Aku mencoba membuat kantong tidur Jepang dari saputangan Dad, lalu aku terpikir untuk membuat rumah Jepang mungil, tapi Crystal terus membuntutiku dan bertanya apa yang sedang kulakukan. Waktu aku mengambil kotak korek api besar untuk membuat rumah-rumahan kayu, Carrie tiba-tiba datang dan menyambarnya.
halaman 112 "Maaf, Andy, tapi aku tidak akan mengizinkanmu main dengan korek api."
"Aku bukan mau main dengan korek api. Aku mau bikin sesuatu."
"Ya, Andy mau bikin rumah kecil, dan ia sudah membuat dinding mungil dari kotak rokok dan bayi pohon dari ranting dan ia akan menjahit baju istimewa yang bernama kimono untuk Radish."
"Diam, Crystal," desisku, karena rencanaku bakal gagal kalau semua orang tahu.
Rencana itu tetap saja gagal. Carrie tetap tidak mengizinkan aku memakai kotak korek api. Aku mencoba mencari bahan lain yang bisa dibuat rumah-rumahan, tapi Zen menginjak-injak dinding yang gambar pemandangan Jepang-nya sudah kuwarnai dengan susah payah. Carrie membantuku sedikit. Malah, ia yang menggambar dan ia juga yang memberiku ide, tapi Zen terus mengganggu dan akhirnya ia langsung menginjak, jebret. Carrie bilang ia dan aku bisa membuat dinding lainnya, tapi aku bilang tidak usah, terima kasih. Aku sebenarnya tidak suka ia ikut campur. Aku mau rumah itu jadi rahasia antara aku dan Radish, tanpa melibatkan siapa pun, tidak juga Crystal.
halaman 113 Aku mencoba lagi di tempat Mum. Kuambil satu kotak sepatunya dan lama aku sibuk mengurai segulung benang katun, tapi dasar si Katie berlidah racun.
"Oh, lucunya. Andy Pandy kecilku main rumah-rumahan dengan boneka kelinci mungilnya. Tapi kurasa ini daerah berbahaya. Firasatku mengatakan ini area rawan gempa. Apa itu" Apakah kau merasakan getaran itu" Ups!"
Ia mengulurkan tangan dan Radish dan rumahnya melayang. Jadi kuulurkan tanganku dan Katie melayang.
"Aku sudah bilang berkali-kali, Andy. Jangan pukul Katie, apa pun yang terjadi. Kau harus berhenti menakut-nakuti seperti ini, apalagi Katie kan jauh lebih kecil darimu."
Dan seolah itu belum cukup, Katie sengaja mencabut dua kancing kemeja seragamnya. Mum melihat kemeja itu. dan berdecak, lalu pergi mengambil kotak jahitannya"dan aku diomeli lagi karena kata Mum aku mengacak-acak benangnya.
halaman 114 Aku benar-benar punya banyak masalah hingga berpikir untuk tinggal lebih lama di taman di Larkspur Lane sampai ketinggalan satu bus. Dua bus, bahkan tiga. Katie bisa mengadu ke Mum sesuka hatinya karena aku tidak peduli lagi.
"Kau dengar, Radish?" kataku saat kami memanjat pagar. "Kita bisa tinggal di sini selama kau mau."
Radish menggeliat girang di tanganku. Ia hampir tak bisa menunggu sampai perahunya kukeluarkan dari tas. Ia langsung melompat ke geladak dan segera berlayar di danau, dengan lihai menghindari batu-batu karang yang sebenarnya adalah ikan-ikan paus oranye. Kubiarkan ia berlayar sendiri, sambil berjongkok menonton di pantai yang berlumpur, lalu setelah beberapa lama udara terasa dingin dan lembap, jadi kuambil sebatang ranting panjang dan mulai mendorongnya mengelilingi danau, ke daerah-daerah yang belum pernah dijelajahi. Berdua kami menemukan Sungai Tangga dan Pulau Bunga Lili dan selama beberapa saat kami terjebak di perairan sumpek di Rawa Gelagah, tapi kami akhirnya berhasil lolos setelah Radish dengan gagah berani membabat gelagah dengan tangan kosong dan kuku jariku.
halaman 115 Radish bosan berlayar setelah itu dan kami berdua agak basah, jadi kami lari mengelilingi danau untuk menghangatkan badan. Kami juga lapar, jadi kami menatap pohon murbei dengan penuh kerinduan, tapi buah murbeinya sudah lama tamat. Kuaduk-aduk lapisan dalam tasku dan berhasil mengais sedikit remah biskuit, tapi itu tidak cukup untuk makanan Radish dan sama sekali tidak menghilangkan rasa laparku.
Aku tidak punya arloji, tapi tahu sudah waktunya minum teh sore. Aku benar-benar terlambat pulang. Hari mulai gelap. Mum akan pulang dari kantor dan akan sangat marah. Ia akan memberitahu si Babun dan si Babun akan memarahiku juga. Dan Katie akan menyunggingkan senyum kemenangan dan berbisik-bisik tentang itu semalaman. Aku bahkan tidak akan bisa menangis, karena Katie akan melihat.
Aku bersandar di pohon murbei sambil memegang Radish dalam genggamanku dan menangis. Tapi saat aku bergerak agar wajahku tidak tergores batang pohon, tanganku yang memegang Radish terselip ke dalam lubang di bawah sebuah cabang.
"Radish" Ayo kembali!"
halaman 116 Tapi Radish berlari-lari gembira dalam lubang pohon itu. Lubang itu mirip gua rahasia. Aku mencoba mengintip ke dalam tapi sudah terlalu gelap untuk bisa melihat dengan baik. Radish ngotot ia bisa melihat dengan jelas. Ia suka lubang itu. Hanya saja itu bukan sekadar lubang untuknya. Ia ingin aku membuat lubang itu jadi rumah sungguhan untuknya. Bukan untuk tempat tinggal selama-lamanya, tapi rumah untuk liburan, tempat tinggalnya kalau ia berkunjung ke danau.
"Oke, Radish. Kita akan membuat tempat ini nyaman untukmu. Kita ambil lumut untuk dijadikan karpet hijau yang lembut. Dan aku bisa merekatkan daun-daunan mengilap untuk dijadikan tirai yang cocok dengan karpetnya. Dan kita harus mengusahakan penerangan di sini karena aku tidak bisa melihat dalam gelap walaupun kau bisa."'
Dan saat itu lampu menyala. Bukan di dalam lubang. Di luar. Di rumah besar di belakangku. Aku tersentak, tanganku tertarik, dan tiba-tiba Radish tidak ada lagi.
"Radish! Radish, di mana kau! Kembalilah! Kembali!" panggilku sambil merogoh-rogoh panik. Dan aku mendengar sesuatu jatuh di bagian belakang pohon itu. Kuulurkan tanganku sejauh-jauhnya ke dalam lubang. Aku menggapai dan terus menjulurkan tanganku, tapi sia-sia. Radish jatuh di luar jangkauanku.
halaman 117 "Radish!" jeritku. Lalu pintu terbuka dan ada sosok gelap di taman. Aku harus menarik tanganku dari lubang di pohon dan kabur secepatnya.
halaman 118 S untuk Starlight Cahaya Bintang "KE mana saja kau?" bentak Mum.
Tenggorokanku terlalu kering untuk menjawab.
"Aku cuma... main," gumamku.
"Main!" kata Mum, dan ia menampar keras wajahku.
Kami berdua tersentak. Mum belum pernah menamparku. Lalu aku menangis. Mum juga.
halaman 119 "Oh, Andy," katanya, dan tiba-tiba mendekapku erat-erat. "Maafkan aku. Aku benar-benar khawatir dan sudah menelepon semua orang. Aku menelepon Miss Maynard dan aku harus menelepon ayahmu dan ia menyalahkanku karena bekerja, padahal kalau ia mengirim uang lebih banyak, mungkin aku tidak harus bekerja dan"Oh, Sayang, tidak usah dipikirkan. Yang penting kau baik-baik saja."
"Tapi Radish tidak!" kataku, dan aku mulai tersedu-sedu. Aku berhasil menahan tangis saat menunggu bus pertama dan dalam perjalanan dan dalam bus kedua dan saat jalan kaki ke tempat Mum, tapi sekarang kesedihan melandaku seperti gelombang raksasa.
"Radish hilang!" isakku, dan kusembunyikan wajahku di bahu Mum agar tak harus melihat wajah-wajah lainnya di sekitarku. Wajah Graham menunjukkan simpati dan Paula menepuk bahuku, tapi Katie mengangkat alisnya pura-pura terkejut dan si Babun tampak tidak sabar.
"Ya ampun, jadi itu alasan ia pulang terlambat" Karena boneka kecilnya hilang?" desah si Babun.
"Ia bukan boneka, ia maskot!" teriakku.
"Hei, hei! Tidak perlu membentak begitu. Ibumu sudah khawatir setengah mati. Kau terlambat pulang dua jam, Nak. Itu tidak baik."
halaman 120 "Ya, aku tahu, Bill, tapi Andy sangat sayang pada Radish," kata Mum sambil masih memelukku erat.
"Terserah, tapi tetap saja itu perbuatan tolol, membuat seluruh keluarga sinting hanya karena ia kehilangan kelincinya. Bukan kelinci hidup pula."
"Bagiku Radish hidup!"
"Sudahlah, Andy, tenang sedikit. Kau benar-benar seperti bayi, tahu," kata Mum. Ia mengucapkannya pelan-pelan tapi semua orang bisa mendengar. Aku melepaskan diri dari pelukannya. "Andy" Jangan begitu. Dengar, Radish mungkin bukan hilang untuk selamanya. Kapan terakhir kali kau melihatnya" Apakah ia jatuh dari sakumu waktu pulang sekolah?"
"Ia jatuh ke dalam pohon," bisikku, memikirkan Radish kecilku yang malang terguling ke dalam lubang yang gelap itu.
"Pohon di mana?" tanya Mum, tapi aku tak mungkin memberitahunya karena aku pasti dapat masalah lagi karena menyelinap masuk halaman rumah orang lain. Oh, bagaimana aku bisa lari begitu saja dan meninggalkan Radishku di kedalaman pohon murbei itu" Dan bukan ia saja yang kutinggal karena terburu-buru menyelamatkan diri.
halaman 121 "Aku meninggalkan perahu kecilmu juga, Graham," kataku, menangis makin keras.
'"Tidak apa-apa. Aku bisa membuatkanmu yang lain. Gampang kok," kata Graham pura-pura tak peduli.
"Tapi tidak akan ada Radish lagi," isakku.
"Ada, ada," kata si Babun. "Akan kubelikan yang baru besok pagi. Boneka seperti itu dijual di toko mainan di ujung jalan. Katie punya boneka seri keluarga Sylvania seperti itu waktu ia masih kecil."
Kata "kecil" itu menyengatku, tapi aku begitu dicekam kesedihan dan rasa bersalah hingga aku tak peduli.
"Aku tidak mau keluarga Sylvania yang baru. Aku mau Radish."
Radish tidak mati. Ia tidak lenyap begitu saja. Ia masih ada, sendirian dalam lubang pohon yang gelap, mungkin terluka, tapi yang pasti kesepian dan ketakutan. Ia akan bertanyatanya di mana aku dan kenapa aku tidak datang menyelamatkannya...
"Aku harus kembali," kataku kalut. "Aku tidak bisa meraihnya, tapi aku bisa bicara dengannya dan menenangkannya."
"Jangan konyol, Sayang," kata Mum. "'Kau tidak boleh keluar lagi. Kau harus minum teh hangat, mandi air panas, lalu langsung naik ke tempat tidur."
halaman 122 Tidak mungkin bertengkar dengan Mum. Ada pertengkaran memang, tapi itu antara Mum dan Dad, karena Dad datang untuk melihat apakah aku baik-baik saja dan kemudian mereka mulai bertengkar seperti biasa. Tanganku berkali-kali terulur meraih Radish, lalu mengepal sedih.
Keadaan jadi makin buruk saat aku pergi tidur. Aku tidak ingat kapan aku terakhir tidur tanpa Radish. Ia selalu berada dalam genggamanku dan aku selalu meletakkan jariku di antara kedua kuping kecilnya dan mengelus dahinya yang berbulu lembut sampai aku tertidur. Jadi sekarang aku sama sekali tak bisa tidur. Aku berbaring terjaga selama berjam-jam. Mum mengendap-endap mendekati tempat tidurku dan memberiku ciuman istimewa sementara Katie pura-pura muntah di ranjang sebelah, tapi ciuman itu tidak menolong. Kudengar Graham pergi tidur. Lalu Paula. Lalu Mum dan si Babun. Tak lama seisi rumah pun terlelap kecuali aku. Dan Katie. Dan ia mulai cari gara-gara.
halaman 123 "Di dalam pohon ya, Andy Pandy" Dengan kutu dan labah-labah ya" Ada banyak binatang melata di dalam pohon. Dan mungkin ada burung yang jatuh ke lubang itu juga dan mati dan Radish kecilmu tergeletak di atas bangkainya. Dan belatungnya akan menggeliat-geliat-geliat di sekujur tubuh Radish dan ia tidak akan bisa berteriak minta tolong karena kelinci tidak bisa ngomong. Ia hanya akan membuka mulutnya dan menjerit tanpa suara, bertanya-tanya kenapa kau tidak datang."
"Aku akan datang," kataku. Aku turun dari tempat tidur dan mulai berganti baju.
"Apa yang akan kaulakukan, goblok?" desis Katie.
"Menurutmu apa yang sedang kulakukan"
Aku akan menghibur Radish," kataku sambil mengenakan sweter.
"Tapi ini lewat tengah malam. Kau tidak boleh keluar."
"Lihat saja." "Tapi ibumu?" "Aku tidak peduli. Ia tidak akan tahu. Dan kalau kau mengadu... aku akan bilang kau bayi penakut yang tidak bisa berbaring dan tidur. Dan aku tahu sebabnya dan aku akan bilang pada semua orang"kalau kau mengadu. Kau mengerti?"
Ia mengerti. Tapi ia tetap kelihatan khawatir.
halaman 124 "Andy, kau hanya bercanda, kan" Kau tidak akan pergi tengah malam begini. Dengar, yang kukatakan tentang Radish tadi, aku cuma mengarang untuk membuatmu jengkel, itu tidak benar."
"Bisa saja benar," kataku, dan kupakai mantelku dan kulilitkan syal di leherku.
"Tapi di luar gelap sekali," kata Katie.
Ia salah. Aku merayap menuruni tangga dan keluar lewat pintu depan, lalu mendongak dan melihat bulan purnama yang besar dan ratusan bintang bercahaya. Kulihat bintang kutub bersinar lebih terang daripada yang lain. Aku menengadah, menatap bintang itu hingga mataku mulai berair, dan kubisikkan lagu harapan.
Bintang cemerlang di langit tinggi
Yang pertama kulihat malam ini
Kabulkan harapan, wujudkan mimpi
Harapan pertamaku di malam ini
"Aku harap bisa menemukan Radish dan tahu cara untuk mengeluarkannya agar aku bisa bersamanya lagi, aku mohon, aku mohon, tolonglah."
halaman 125 T untuk Time to Go Home Waktunya Pulang ke Rumah TIDAK ada bus setelah tengah malam. Larkspur Lane jauh sekali walau ditempuh dengan bus sekalipun. Aku tidak tahu persis berapa lama aku harus berjalan kaki. Aku tidak pernah keluar malam selarut ini. Sendirian pula. Bintang-bintang dan lampu jalan membuat keadaan tidak terlalu gelap, tapi masih lumayan menyeramkan. Udara dingin dan suasananya aneh dan jalanan tampak sangat kosong, tapi tiap kali ada mobil lewat atau orang mendekat, aku menjauh dari mereka.
halaman 126 Aku mencoba tetap memikirkan Radish kecil yang malang yang terperangkap di dalam pohon-tapi aku tak bisa berhenti memikirkan aku kecil yang malang juga. Aku ingat semua yang pernah dikatakan Mum dan Dad tentang orang tak dikenal, dan waktu ada orang melihatku lalu mendekat sambil berkata "Ada apa, Nak" Kenapa sudah malam begini kau di luar sendirian?" aku lari melewatinya dan melesat pergi. Orang itu memanggil dan lari mengejar.
Aku lari makin cepat, jantungku berdebar dan kakiku berpacu, melewati gang dan halaman rumah orang, lalu masuk gang lainnya dan keluar di jalan lainnya, lari dan lari dan lari-dan saat akhirnya aku berhenti, bersandar di dinding dengan rasa nyeri di dada, orang tak dikenal itu sudah tak kelihatan.
Ia bisa jadi orang baik-baik yang bermaksud menolongku. Ia mungkin monster yang siap menculikku. Aku tidak tahu mana yang benar.
Aku bahkan tidak tahu di mana aku saat ini. Dengan panik kupandangi bangunan-bangunan gelap yang tak kukenal di sekelilingku. Aku bisa mencoba kembali lewat gang yang tadi, tapi orang itu mungkin menunggu di sana...
halaman 127 Aku mulai gemetar dan menggigil. Pipiku basah. Rasanya tanganku hampa sekali-tapi lalu kuselipkan ibu jari ke dalam kepalanku dan kucoba berpura-pura itu Radish, dan itu lumayan membantu. Kususuri jalan dan saat belok di tikungan, aku berada di antara toko-toko. Aku bisa kembali ke tempat Mum dalam waktu kurang dari lima menit. Tapi aku tak bisa kembali. Katie pasti masih terjaga dan bisa kubayangkan ejekannya kalau aku kembali secepat ini. Dan Radish masih terkurung di dalam pohon, tak tahu jalan pulang, kesepian dan ketakutan. Aku berpikir tentang jantung mungil yang berdebar kencang di balik bulu halusnya dan waiahku berkerut seperti menahan sakit.
"Aku datang, Radish," bisikku. Aku mendongak menatap bintang-bintang. "Kalian harus mengabulkan harapanku."
Jadi aku mulai berjalan lagi. Aku jalan dan jalan dan jalan. Aku jalan sampai sangat lelah dan mulai berpikir ini semua hanya mimpi. Segalanya tampak aneh dan keperakan di bawah cahaya bintang. Kadang kepalaku mulai terangguk-angguk dan aku tersandung lalu tersentak kaget. Aku terus berharap mataku mengerjap dan seketika aku akan kembali di tempat tidur di tempat Mum, tapi itu tidak terjadi. Jadi aku terus berjalan, kepalaku tertunduk, bahuku lunglai, kakiku bergerak kiri kanan kiri kanan kiri kanan.
halaman 128 Aku salah jalan beberapa kali, tapi lalu menemukan toko atau rumah yang kukenal dan aku tahu aku kembali di jalur yang benar. Tapi kemudian aku berada di jalan yang aku yakin belum pernah kulewati. Aku terus berjalan, tapi semua yang kulihat tampak baru dan berbeda dan aku sadar aku tersesat lagi. Aku mencoba kembali, tapi aku bolak-balik menemukan perempatan dan tak yakin harus belok ke kanan atau ke kiri. Akhirnya aku hanya terus berjalan dan tak lama kemudian berhenti berpikir tentang mencari jalan. Aku hanya menatap bintang dan membisikkan nama Radish lalu terus berjalan, dan terus, dan terus.
Lalu tiba-tiba aku mengenali rumah di ujung jalan, dengan atap lancip, gerbang besi berbentuk sulur-suluran, dan ada karavan diparkir di depannya. Itu rumah Aileen. Kalau berlibur ia pergi naik karavan itu. Kami juga sering berayun-ayun di pintu gerbang rumahnya. Ia mungkin sedang tidur sekarang di kamarnya di bawah atap Ian-cip itu.
halaman 129 "Rumah Aileen?" bisikku. Jadi aku pasti sudah melewati Larkspur Lane. Aku memotong jalan dan tidak melewati sekolah. Aku kembali ke wilayah lamaku, di sisi lain sekolah. Di sisi kota yang tak pernah lagi kudatangi. Kalau itu rumah Aileen, aku tahu ada apa di ujung jalan, pas di tikungan.
Aku berdiri diam, menggigil. Tidak. Aku harus ke Larkspur Lane dan menemukan Radish. Aku tidak bisa membuang waktu pergi ke tempat lain. Tapi aku ingin. Kakiku mulai berjalan tanpa bisa kuhentikan.
Kulewati rumah Aileen. Kulewati rumah-rumah lain di jalan itu dengan pagar tanaman di depannya dan atap-atapnya yang runcing membuat garis zigzag di langit penuh bintang. Aku sampai di tikungan. Aku mematung lagi, menggenggam jempolku. Lalu aku kembali berjalan, sangat perlahan-lahan.
Aku bisa melihat rumah itu di bawah cahaya bintang. Rumah mungil di ujung jalan. Aku hanya melihat warna hitam dan putih, tapi mudah saja membayangkan warnanya. Rumah kecil bercat putih dengan atap abu-abu kehitaman, cerobong asap hitam, dan pintu berwarna kuning cerah seperti mentega. Bunga mawar kuning dan honeysuckle merambat di kisi-kisi sekeliling pintu dan di jeruji jendela, dan bunga-bunga lainnya tumbuh di halaman yang luas. Di tengah halaman ada pohon tua yang batangnya meliuk dan dahan-dahannya menjulur sampai hampir mencapai tanah. Di tiap ujung rantingnya bergantungan buah murbei hitam....
halaman 130 Tidak, tidak ada buah murbei. Buah-buah itu sudah lama mengering di pohon. Tidak ada mawar, hanya sulur-sulur berduri. Tidak ada honeysuckle wangi, hanya cabang-cabang kering yang merambat tak terurus. Tapi aku berada di Mulberry Cottage. Aku sudah pulang. Ke rumah.
halaman 131 U untuk Unconscious
Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pingsan "ANDY" Andy sayang, kau sudah pulang?" Mum ada di pintu, tersenyum padaku. "Ayo masuk, manisku. Teh sudah siap di meja."
"Ya, masuklah, Andy. Mum masak pai murbei yang enak sekali dan air liurku menitik melihatnya," panggil Dad.
"Dad?" Aku melangkah masuk dan menggeleng. "Dad, sedang apa kau di sini?"
"Ia pulang cepat dari kantor, ya kan, Sayang?" kata Mum.
halaman 132 "Tapi, sedang apa kita di sini?" tanyaku terpana.
"Kita tinggal di sini, anak bodoh," Mum menjawab sambil mengacak rambutku. "Ada apa, Andy" Kau tidak enak badan?"
"Tidak, aku... senang sekali. Ini sulit dipercaya. Apakah semuanya hanya mimpi-pindah dari Mulberry Cottage, Mum dengan Bill, dan Dad dengan Carrie, dan..."
"Kurasa kau masih setengah tidur, Sayang. Ayo sini, kita minum teh, kita semua lapar."
Mum menggandengku ke ruang tengah. Dad duduk di meja dan tersenyum padaku. Bunga-bunga mawar merah muda dari halaman disusun dalam vas putih yang cantik, ada kue-kue kecil dengan gula hias merah dan bunga krim putih, ada pai murbei yang masih panas, dengan cairan merah seperti anggur merembes melalui celah-celah di kulit pai yang keemasan dan memenuhi ruangan dengan wangi buah.
Mum mengiris sepotong besar untukku dan menambahkan es krim vanila. Yang kugigit panas dan dingin, renyah dan lembut, manis dan agak masam, dan-mataku terpejam menikmati semua itu.
"Mmm," gumamku, dan Mum dan Dad tertawa.
halaman 133 "Apakah Radish juga mau sepotong?" Mum menawarkan.
"Radish?" tanyaku, dan Radish ada di sana, sehat walafiat, setengah tertidur, aman di dalam sakuku.
Mum membiarkan aku mengambil tatakan dan cangkir porselen kecil dari rumah boneka, lalu Radish makan dan minum bersama kami.
"Eh, tunggu dulu. Ini cangkir yang kutukar dengan Aileen dulu," kataku heran.
"Kalau begitu, mungkin kau sudah menukarnya kembali," kata Mum.
"Dan mungkin kau bisa tukar-tukaran lagi karena aku punya kejutan kecil untukmu dan Radish," Dad menambahkan.
"Hadiah!" aku melonjak dan menghambur ke arah Dad.
"Oh, Sayang, kau terlalu memanjakan Andy," kata Mum.
"Aku memanjakan gadis-gadis kesayanganku,"' kata Dad dan ia memberiku hadiah dari salah satu sakunya, dan Mum dari saku lainnya.
halaman 134 Hadiahku adalah kotak kecil berisi meja dan kursi kecil berlapis emas seukuran Radish dan di atas meja itu, ditempel dengan Sellotape, ada tatakan, cangkir, dan piring porselen merah muda, yang pinggirnya dihiasi warna keemasan. Hadiah untuk Mum juga disimpan dalam kotak dan isinya cangkir dengan tatakan biasa, dihiasi gambar malaikat kecil yang terbang di sekeliling bibir cangkir, dan ada pesan yang ditulis dengan huruf melengkung-lengkung di bagian bawahnya. Bunyi pesan itu "Aku cinta padamu". Dad juga mengucapkannya. Wajah Mum jadi merah mirip cangkirnya dan mereka berciuman lama sekali. Radish dan aku tersenyum lebar. Kami berdua sangat puas dengan hadiah kecil kami.
Kami menyantap seluruh pai, es krim, dan kue kecil-kecil, lalu kami mencuci piring bersama sambil bermain. Dad mengibas-ngibaskan lap piring dan aku menempelkan jari-jariku di kepala hingga mirip tanduk, lalu lari kian keman pura-pura jadi banteng kecil. Mum purapura kesal, tapi ia terus tertawa, dan kami bertiga masih cekikikan saat kembali ke ruang tengah seolah hari itu sangat istimewa seperti hari Natal.
halaman 135 Kami menyalakan televisi dan film kesukaanku The Wizard of Oz baru saja mulai, jadi Mum, Dad, aku, dan Radish duduk berdempetan menontonnya. Aku memakai selop merahku dan Mum dan Dad memanggilku Dorothy, seperti gadis dalam film. Aku mengubah Radish jadi Toto dan membuatnya bisa menggonggong. Kami ikut menyanyikan semua lagu dan di bagian akhir film, saat Dorothy mengentakkan tumit selop batu mirahnya dan berkata "Tidak ada tempat seindah rumah sendiri", aku tiba-tiba menangis.
"Kenapa, Sayang?" Mum bertanya.
"Jangan sedih, anak manis," kata Dad.
"Aku tidak sedih. Aku menangis karena terlalu gembira," kataku terisak.
"Anak aneh," kata Mum, dan ia menarikku ke pangkuannya dan memelukku.
Saat film usai aku pindah ke pangkuan Dad dan ia membacakan aku cerita, banyak sekali, dari buku-buku cerita yang kumiliki waktu kecil.
"Tapi buku-buku ini hilang entah ke mana," kataku.
"Yah, kami mencarinya, hanya untukmu," Dad memberitahuku sambil mengecupku.
"Kau tidak keberatan membaca cerita bayi begini, Dad?"
"Kau bayi kami, kan?" kata Dad sambil menggelitik badanku. "Ayo dong, bayiku cayang, bilang kitik-kitik untuk Dad-Dad-mu ini."
"Oh, Dad, jangan konyol ah," kataku sambil meledak tertawa.
halaman 136 "Wah, aku bingung, sebentar menangis, detik berikutnya cekikikan habis-habisan. Kurasa ini waktunya tidur," kata Mum.
"Oh, tidak," kataku, tapi aku tidak membantah karena tidak mau merusak suasana, dan mudah rasanya jadi anak penurut kalau aku bahagia. Aku mandi dalam bak dan Radish mandi denganku. Ia mengapung di air dengan gembira seperti bebek kecil. Lalu kami berdua mengeringkan badan, kemudian memakai bedak, piama, lalu Dad datang menggendongku ke tempat tidur seolah aku masih bayi. Ia menyelimutiku dan menyelimuti Radish juga, dan ia mencium hidung kami berdua hingga aku cekikikan lagi. Setelah itu Mum datang dan menggelitik daguku dan Radish dan kami cekikikan lagi. Lalu Mum dan Dad berdiri bergandengan tangan di ujung tempat tidurku, mengobrol lirih sementara aku dan Radish berbaring nyaman. Tempat tidurku begitu empuk dan aku merasa sangat aman dikelilingi barang barangku sendiri, gambar-gambar kelinci di dinding, lemari pakaian, lemari mainan, rak buku, Radish-ku dalam genggaman, Mum dan Dad di dekat tempat tidurku, bersama. Aku begitu bahagia, aku ingin seperti itu selama-lamanya tapi aku terlalu mengantuk dan aku tak bisa
halaman 137 menahan mataku yang ingin terpejam dan aku tahu aku mulai tertidur dan aku cemas karena aku tahu semua itu hanya sementara dan segalanya akan sangat lain begitu aku terbangun dan aku mencoba membelalakkan mataku tapi kelopaknya begitu berat dan aku harus membiarkan mereka istirahat sebentar saja dan setelah itu aku akan membuka mataku lagi dan meski begitu aku akan tertidur, aku akan tidur...
halaman 138 V untuk Vagrant Gelandangan AKU terbangun dan hari masih gelap dan aku kedinginan dan aku meraba-raba mencari Radish tapi tak menemukannya, lalu aku ingat semuanya dan aku tak tahan mengingatnya dan aku meringkuk di balik karung tua di pojok halaman dan mencoba kembali bermimpi..
Lalu aku terbangun lagi dan hari sudah terang. Aku mendengar suara orang di halaman, dekat tempat makan burung.
halaman 139 "Ayo, burung-burung kecil, ini ada remahremah roti bakar untuk sarapan kalian. Ayo sini, silakan dipatuki. Dan aku juga punya kacang untuk kalian, dan"Oh, ya ampun! Harry, cepat kemari! Ada gelandangan tidur di bawah pohon murbei!"
Gelandangan. Sesaat kupikir yang dimaksud wanita itu gelandangan betulan yang tidur di sampingku. Lalu aku sadar. Maksudnya aku.
Gelandangan tidur sembarangan. Mereka tidak punya tempat tidur sendiri. Mereka tidak punya rumah yang layak. Tidak ada yang sayang pada mereka. Mereka terus berpindah-pindah dan diusir-usir dan semua orang sepertinya menganggap mereka pengganggu.
Aku memang gelandangan. Aku keluar dari karung tua dan berusaha berdiri, lalu mulai berlari, sesekali terhuyung-huyung karena badanku kaku. Wanita itu terkesiap dan memanggilku, tapi aku tak mau berhenti. Pintu gerbang tidak bisa kubuka, jadi kulompati saja. Pagar itu sudah dicat hijau, bukan hitam. Dan saat aku menoleh untuk terakhir kalinya, kulihat pintu depan juga sudah dicat hijau. Rumah itu tidak kelihatan seperti Mulberry Cottage-ku lagi tanpa pintu kuning cerahnya. Tapi rumah itu memang bukan lagi Mulberry Cottage-ku.
halaman 140 Aku terus berlari menyusuri jalan, berbelok di tikungan demi tikungan, menyusuri jalanjalan kecil, tak lagi memperhatikan ke mana aku pergi, bahkan tak tahu di mana aku berada, aku hanya ingin lari dan lari. Aku lari menyeberang jalan dan ada mobil yang mengklaksonku sehingga aku terlonjak kaget. Selama beberapa lama aku tidak menyeberang jalan lagi, tapi lalu ada mobil yang mengklaksonku dan aku mengerjap menatapnya, bingung karena aku masih berdiri di trotoar, tapi mobil itu mengklakson lagi dan kulihat Dad di belakang kemudi. Hanya saja kurasa aku masih bermimpi karena Mum ada di sebelahnya, Mum dan Dad dalam mobil kami yang lama. Mobil itu berhenti diiringi bunyi decitan rem, lalu mereka berdua lari ke arahku-dan tiba-tiba aku didekap dalam pelukan yang sangat erat. Kami bertiga berangkulan bersama, Mum, Dad, dan aku, berpelukan seperti yang dulu kami lakukan, kami bertiga bersama-sama. Tidak, dulu kami berempat. Radish!
"Oh, Andy sayang, jangan menangis! Semuanya baik-baik saja, kau selamat dan kami menemukanmu kembali dan..."
halaman 141 "Dan separo kepolisian di negara ini sedang mencarimu, tapi kami menemukanmu sendiri. Selama kau selamat."
"Oh, Andy, kenapa kau kabur" Kami sangat khawatir."
"Kami sudah kehilangan akal. Semua orang pergi mencari."
Aku menangis makin keras. "Aku belum mencari. Aku menyerah begitu. saja. Dan ia akan ketakutan tanpa aku," isakku. "Oh, aku harus pergi menyelamatkan Radish!"
"Tapi kau bilang ia jatuh ke dalam pohon, Sayang, kau bilang "
"Aku tahu pohon yang mana. Di halaman rumah yang sering aku datangi."'
"Maksudmu... halaman kita yang dulu" Di Mulberry Cottage?"
"Bukan, ini halaman yang lain. Di Larkspur Lane, dekat sekolah. Aku mencarinya tadi malam, tapi aku tersesat, lalu aku ke Mulberry Cottage dan kalian berdua ada di sana, Mum, Dad, dan kita minum teh bersama, kemudian kalian menyelimutiku di tempat tidur."
"Itu mimpi, Andy."
"Ya, aku tahu. Kita tidak pernah seperti itu bahkan sebelum Mum dan Dad bercerai," ujarku. sedih. "Tapi Radish bukan mimpi. Ia benar-benar di dalam pohon dan aku harus pergi menjemputnya."
halaman 142 "Kelinci manis," kata Dad, hanya saja bukan itu yang ia maksud. Tapi ia mengantar kami ke Larkspur Lane dan kutunjukkan rumah yang kumaksud.
"Sekarang masih pagi. Kita tidak bisa menerobos masuk ke halaman orang dan memeriksa pohonnya," kata Mum. "Mungkin kita sebaiknya menunggu sebentar, Andy. Badanmu masih kaku kedinginan. Kami akan langsung membawamu pulang dan..."
"Dan kita harus menelepon polisi, memberitahu bahwa kau selamat."
"Dan aku harus memberitahu Bill dan anak-anak. Mereka semua sangat cemas. Katie menangis habis-habisan."
"Katie?" "Carrie dan si kembar juga khawatir"padahal tidak baik kalau Carrie merasa tegang sementara bayinya sebentar lagi lahir."
"Tapi aku harus mengambil Radish," ujarku sambil mulai memanjat pagar.
Aku sudah naik dan melompat ke dalam sebelum mereka bisa menghentikanku.
"Andy, ke sini! "
halaman 143 "Kita harus mengetuk pintu depan dulu dan minta izin."
"Tidak bisa. Aku bisa dapat masalah," desisku sambil berlari menyusuri rumput basah menuju pohon murbei. "Tidak apa-apa kok. Aku tahu persis di mana Radish, dan, Dad, kalau kau menjulurkan tangan ke dalam lubang itu, kau bisa menjangkau lebih jauh daripada aku."
Tapi sebelum aku sampai di pohon, kudengar pintu rumah terbuka, dan seseorang keluar. Dua orang. Mereka akan menangkap kami.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan halaman 144
W untuk Welcome Selamat Datang MEREKA dua orang tua yang agak gemuk, sama-sama memakai mantel kamar. Yang perempuan mengenakan mantel satin quilt merah muda, yang lelaki mantel kotak-kotak merah dan biru. Keduanya mengenakan selop ketinggalan zaman yang ada pompomnya. Mereka sama sekali tidak kelihatan menakutkan, tapi aku sedang dalam keadaan tak keruan hingga tetap saja ketakutan.
halaman 145 "Tolong. Aku cuma mau mencari Radish. Hanya sebentar kok,"' ujarku terbata.
"Maaf kami mengganggu kalian seperti ini," kata Mum.
"Aku tahu ia nakal karena bermain di halaman kalian, tapi anak kami kehilangan boneka kelincinya di pohon itu, karena itu kami kemari pagi-pagi begini, untuk mencarinya," Dad menjelaskan.
"Oh, tidak apa-apa. Kami memang menunggu kalian," kata si kakek.
"Menunggu gadis kecil ini. Ia tamu kecil kami," kata si nenek. "Ia datang hampir tiap hari dan kami selalu gembira melihatnya."
Aku mengerjap keheranan. "Luar biasa rasanya melihat anak ini bersenang-senang di halaman kami. Semua cucu kami tinggal di Australia, jadi tidak ada anak-anak yang datang dan bermain di sini," kata si kakek.
"Tentu saja kami tidak suka mengganggu. Kami selalu hati-hati dan menjaga jarak, tapi kami tidak tahan dan mengintipmu juga sesekali," kata si nenek sambil tersenyum padaku. "Kau dan kelinci kecilmu kelihatan sangat gembira. Dan kemarin kalian tinggal lama sekali dan kami benar-benar senang. Tapi hari mulai gelap dan kami pikir mungkin kau lupa waktu. Kami pikir kau mau masuk dan minum teh bersama kami, tapi waktu aku keluar untuk mengajakmu, aku pasti membuatmu terkejut, karena kau malah lari."
halaman 146 "Maaf," ujarku dengan pipi memanas. "Itu memang konyol. Dan aku meninggalkan Radish. Aku menjatuhkannya di pohon murbei. Apakah Anda keberatan kalau Dad mengambilnya?"
"Sama sekali tidak, Sayang, sama sekali tidak. Walaupun sebenarnya kau sendiri bisa dengan gampang mengambilnya," kata si kakek, dan ia menyikut istrinya pelan.
"Lihatlah sendiri," kata si nenek dengan mata berbinar.
Jadi aku lari ke pohon murbei. Kutemukan lubang kecil di bawah dahan. Tapi itu bukan lagi sekadar lubang. Ada yang memasang tirai renda di situ hingga jadi seperti jendela mungil. Aku mengintip ke dalam-tapi tak bisa melihat Radish.
"Itu lantai dua," kata si nenek. "Kurasa ia di lantai dasar sekarang."'
Kuulurkan tanganku ke dalam lubang dan meraba-raba, tapi nenek itu menggeleng.
halaman 147 "Bukan, Sayang, ada cara lebih mudah untuk melihat lantai dasar. Larilah ke balik pohon dan jongkok sedikit," katanya.
Aku lari. Dan jongkok. Kulihat lubang lainnya di pohon. Ada keset seukuran boneka di depan lubang itu, dengan sulaman kata-kata SELAMAT DATANG di atasnya. Kuintip ke dalam dan kulihat Radish-ku tercinta berbaring bahagia di sofa kayu, kepalanya di atas bantal kecil dari beludru biru.
Kutatap Radish hingga mataku berair.
"Bagaimana..." bisikku.
"Keisengan kecil kami, Sayang," kata si nenek, tangannya yang lembut menyentuh bahuku. "Anakku dulu main dengan bonekanya dalam pohon murbei ini dan mengubahnya jadi rumah pohon sungguhan. Arthur dan aku yakin kau akan kembali, jadi ia meraut sepotong kayu jadi sofa itu dan aku membuat keset dengan sulaman tusuk silang itu supaya rumah ini kelihatan lebih nyaman."
"Kelihatannya memang nyaman," kataku. "Dan Anda tahu apa namanya" Ini Mulberry Cottage Radish."
halaman 148 Kami semua masuk ke rumah kakek-nenek itu karena mereka mulai menggigil dalam mantel kamar mereka. Kami semua minum teh hangat dan makan roti panggang panas dioles mentega, lalu Mum dan Dad bercerita tentang Mulberry Cottage kami. Rumah kakek-nenek itu rasanya nyaman sekali dan semua orang mengobrol begitu asyik sehingga aku mulai berpikir apakah mimpiku jadi kenyataan...
Tapi saat kami kembali ke mobil, Dad mulai menyalahkan Mum karena tidak menjagaku baik-baik saat aku tidur. Mum mengamuk dan mulai mengomel soal aku tidak punya tempat tidur yang layak di tempat Dad, sementara aku menggenggam Radish erat-erat dan sadar ada mimpi yang tidak mungkin jadi kenyataan.
Radish masih tinggal di sakuku hampir sepanjang waktu karena aku sangat membutuhkannya. Tapi ia punya Mulberry Cottage-nya sendiri juga, dan sekarang hampir tiap hari sepulang sekolah aku mengantarnya ke sana. Ia berperahu di danaunya, lalu minum jus murbei dari cangkir kulit kacang di pondoknya sendiri sementara aku minum cokelat panas dan makan kue wijen dengan Mr. dan Mrs. Peters. Itu nama pasangan kakek-nenek itu. Mereka bertanya apakah aku mau memanggil mereka Paman Arthur dan Bibi Gladys, tapi aku sudah terlalu banyak punya paman dan bibi. Kadang-kadang, hanya dalam kepalaku sendiri, kupanggil mereka Nenek dan Kakek. Aku tak pernah menyangka akan menyukai orang tua. Mr. dan Mrs. Peters sudah tua sekali, tapi aku sangat sangat menyukai mereka.
halaman 149 halaman 150 X untuk Xmas Natal KALIAN harus melihat Mulberry Cottage di hari Natal. Aku mencelup buah cemara dalam cat hijau lalu menempelinya dengan buah beri kecil berwarna merah dan bintang-bintang emas supaya Radish punya pohon Natal sendiri. Aku juga membuat rantai kertas mungil, walaupun Mrs. Peters harus membantuku karena aku berulang kali merobek kertasnya. Tangan Mrs. Peters seperti cakar karena ia sakit encok, tapi ajaibnya ia masih bisa menggerakkan tangannya dengan mudah.
halaman 151 Ia memberiku kotak jahit sebagai hadiah Natal. Di dalamnya ada kotak-kotak kecil berisi benang, jarum, penutup jari dari perak, dan pita pengukur yang tergulung kembali kalau kau menekan tombolnya. Kotak-kotak itu terletak di atas baki yang bisa diangkat dan di bawahnya ada tumpukan kain perca dari Mrs. Peters, kain sutra, beludru, dan katun dengan bunga-bunga kecil, kotak-kotak, dan bintik-bintik sebesar kepala jarum pentul. Sangat sempurna untuk gaun baru Radish. Sekarang ia punya banyak sekali baju dan sepanjang hari ia berkali-kali memintaku mengganti bajunya su aya ia bisa memamerkan semuanya.
Aku menjahitkannya gaun pesta berlengan panjang, mantel beludru dengan lapisan katun wol, bahkan baju kelasi berkerah lebar dan topi putih dengan lubang untuk telinga. Mrs. Peters banyak membantu menjahitkan baju-baju kecil itu tapi aku yang merancang semuanya. Mungkin aku tidak akan jadi peragawati. Mungkin aku akan jadi perancang busana. Jadi aku tidak perlu repot menguruskan badan. Mrs. Peters juru masak jempolan hingga badanku jadi makin besar saja. Ia tidak keberatan. Katanya aku sedang tumbuh dan aku harus makan banyak. Aku bilang begitu pada Katie dan ia bilang, ya, aku memang sedang tumbuh, tumbuh jadi raksasa, dan ia menggembungkan pipinya dan mondar-mandir pura-pura jadi aku. Orang-orang tertawa dan aku ingin menangis tapi tidak jadi. Aku juga tidak meninju Katie. Aku hanya pura-pura tidak peduli dan bilang mendingan jadi raksasa daripada jadi liliput seperti dia, lalu kulanjutkan jahitanku.
halaman 152 Mr. Peters memberiku seperangkat perabotan kayu untuk Mulberry Cottage. Ada lemari pakaian yang bisa dibuka-tutup dan peti kayu yang bagus sekali hingga ada cukup tempat untuk menyimpan gaun-gaun baru Radish yang indah. Mr. Peters juga memberiku pisau bergagang mutiara, supaya aku juga bisa meraut kayu. Mum jadi panik dan minta Mr. Peters menyimpan pisau itu supaya aku hanya meraut kayu saat aku bersamanya. Kurasa Mum khawatir aku akan mengamuk dan menusuk Katie dengan pisau itu. Ide yang lumayan menggoda, harus kuakui itu. Aku cuma bercanda kok, jangan khawatir. Katie masih sering menyebalkan, tapi kadang-kadang ia lumayan baik kok.
halaman 153 Ia memberiku boneka kecil Andy Pandy dari keramik sebagai hadiah Natal. Aku sebetulnya tidak senang, apalagi aku sudah menjahitkan pita beludru istimewa untuk mengikat rambut panjangnya yang cantik. Tapi lalu ia menyingkirkan barang-barangnya dari setengah ambang jendela dan bilang tempat itu jadi milikku sekarang, dan aku bisa menyimpan boneka Andy Pandy-ku di situ. jadi sekarang aku punya setengah ambang jendela. Mum menemukan kotak berisi barang-barang lamaku dari Mulberry Cottage, sehingga aku menaruh boneka kelinci porselen dan Sinterklas dalam bola kaca bersalju untuk menemani Andy Pandy, juga buku-bukuku dan beberapa foto Mum, Dad, dan aku di Mulberry Cottage. Dad mengambil foto istimewa Radish di Mulberry Cottage dan aku menaruh foto itu juga, sementara Radish menggantung fotonya di dinding seperti poster.
Aku memberi Mr. dan Mrs. Peters fotoku dalam gaya peragawati sebagai hadiah Natal. Aku tidak yakin mereka suka foto itu, tapi mereka membingkainya dengan pigura perak istimewa dan sekarang aku ada di atas perapian mereka dengan cucu-cucu mereka di kanan-kiriku.
Aku tidak pernah sendirian lagi sekarang.
halaman 154 Y untuk Yacht Yacht HADIAH Natal terbaik kedua datang dari Graham. Berani bertaruh kalian tidak bisa menebak. Huruf pertamanya Y. Bukan yak. Yacht"perahu pesiar. Luar biasa indahnya, menakjubkan dan sangat mirip sampai ke detail-detailnya dengan kapal pesiar sungguhan, Bunny Britannia"Britannia Kelinci, untuk Radish.
Mr. Peters membantu Graham membuat yacht itu. Mr. Peters melihat Radish berlayar naik yacht sederhana yang kunamai Mark One, lalu bertanya apakah aku membuatnya sendiri.
halaman 155 "Kau sangat terampil membuat kapal itu, Andy. Kau berbakat juga dengan kerajinan kayu," katanya sambil memutar perahu itu penuh kekaguman (dan membuat Radish mabuk laut berat.)
"Bukan aku. Graham membuatkannya untukku. Ia semacam abangku," ujarku bangga.
"Kupikir kau selalu mengeluh tentang adik dan kakakmu," kata Mr. Peters.
"Tidak tentang Graham. Kami berteman, Graham dan aku."
"Bagus kalau begitu. Nah, ka an saja kau mau mengajaknya ke sini, ia akan disambut dengan hangat. Bagaimana kalau hari Sabtu?"
"Oh. Anu. Ia punya banyak PR. Dan ia mengurung diri dengan komputernya selama berjam-jam. Aku tidak yakin ia akan sempat," jawabku.
Mr. Peters hanya mengangguk. Kelihatannya ia tidak keberatan. Tapi aku keberatan.
halaman 156 Aku ingin memiliki Mr. dan Mrs. Peters sendiri. Mereka seperti kakek dan nenek untukku dan aku tidak merasa harus berbagi dengan yang lain. Sudah cukup aku harus berbagi Mum dan Dad. Tapi aku sangat suka pada Graham. Ia tidak terIalu sibuk pada hari Sabtu. Ia ingin melihat Radish berlayar dengan perahunya di kolam. Ia ingin bertemu Mrs. Peters dan kue wijennya. Dan ia terutama ingin bertemu Mr. Peters dan melihat gubuk kecil di belakang rumahnya, tempat Mr. Peters membuat kerajinan dari kayu.
Tapi bagaimana kalau segalanya jadi kacau" Bagaimana kalau Mr. dan Mrs. Peters memanjakan Graham dan aku tersisih lagi"
Tapi bagaimana kalau malah asyik" Aku bisa menunjukkan tempat-tempat rahasiaku di taman pada Graham dan semua benda istimewa yang dibuatkan Mr. dan Mrs. Peters untukku. Mungkin mereka juga akan memanjakanku saat ia di sana jadi ia bisa melihat mereka sangat menyayangiku. Dan mungkin Graham bisa meraut kayu dengan Mr. Peters sementara aku menjahit dengan Mrs. Peters, lalu kami semua bergabung minum teh dan makan kue. Kalau begitu tidak ada yang akan tersisih.
Aku terjaga lebih lama daripada Katie memikirkan semua itu. (Tidak ada masalah kalau Katie yang diajak. Jelas tidak mungkin. Jangan harap.)
halaman 157 Tapi keesokan paginya aku mencegat Graham di tangga dan mengajaknya ke tempat Mr. dan Mrs. Peters pada hari Sabtu.
"Oh, aku tidak yakin apakah aku bisa. Banyak yang harus kukerjakan. Tidak, terima kasih, Andy, tapi kurasa aku tidak bisa," katanya.
Aku marah. Kupikir ia bakal girang setengah mati. Yah, berterima kasih setidaknya. Tapi kenyataannya aku harus berlutut dan memohon sebelum akhirnya ia setuju pergi denganku. Itu pun sambil mengeluh dan mengerang sepanjang jalan.
"Ini gila, Andy. Mereka temanmu, bukan temanku. Orang tua itu belum tentu ingin bertemu denganku. Dan kenapa kau harus menunjukkan perahu itu padanya" Itu cuma potongan-potongan kayu yang dipaku supaya menempel. Aku membuatnya terburu-buru, sama sekali tidak bagus."
"Nah, Mr. Peters pikir perahu itu bagus sekali. Ia sangat ingin bertemu denganmu, Graham. Ia ingin menunjukkan peralatan tukang kayunya dan kalian berdua bisa bikin sesuatu bersama."'
"Aku tidak bisa bikin apa-apa kalau diawasi. Jariku jadi jempol semua. Dad bilang aku tidak berguna. Oh, Andy, kenapa kau tidak urus dirimu sendiri saja?" kata Graham sambil mendorongku.
halaman 158 Tapi aku tidak balas mendorong. Aku mengerti. Tidak heran Graham jadi seperti banci. Siapa pun bakal begitu kalau punya ayah seperti si Babun. Kurasa ia sayang pada Graham, tapi pria itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia suka padanya. Ia selalu menuntut Graham berkelakuan seperti lelaki sejati. Kalau si Babun adalah contoh lelaki sejati, mereka pasti makhluk yang tolol. Mum gila jatuh cinta pada cowok seperti si Babun. Gila gila gila. Kurasa tidak mungkin aku bakal menyukainya, jadi aku hanya bisa mentolerirnya. Walaupun Paman-palsu Bill itu makhluk tolol raksasa.
"Tidak apa-apa, Graham," ujarku. "Kau tidak usah malu. Mr. Peters baik kok, dan ia tidak pernah membentak atau marah-marah."
"Aku tidak malu kok," kata Graham sengit, mukanya berubah merah.
Mukanya makin merah saat bertemu Mr. dan Mrs. Peters. Ia terus menunduk dan tidak mengatakan apa-apa, dan waktu Mr. Peters bertanya apakah ia mau melihat peralatan tukang kayunya, Graham hanya mengangkat bahu dan kelihatan tidak berminat. Tapi tidak apa-apa. Mr. Peters hanya mengangguk dan tidak membesar-besarkan masalah itu, lalu ia mengajakku bicara dan Mrs. Peters juga mengobrol denganku, sementara Graham hanya duduk dengan gelisah di kursi, tapi pelan-pelan wajahnya kembali ke warna putih pucat seperti biasanya dan tangannya merayap untuk menyentuh mangkuk buah dari kayu halus di sebelahnya.
halaman 159 "Ambil apelnya, Nak,"' kata Mrs. Peters, tapi Graham tidak peduli dengan apel, ia ingin melihat bagaimana mangkuk itu dibuat. Lalu ia mengendap-endap ke dekat lemari untuk mengamati lebih dekat ukiran-ukirannya, dan Mr. Peters berdiri di sebelahnya dan mereka mulai mengobrol. Graham hanya bilang "ya" dan "tidak" awalnya, tapi akhirnya ia mulai bertanya macam-macam, lalu mereka berdua pergi ke gubuk-begitu saja. Kami nyaris harus menyeret mereka keluar dari situ saat tiba waktunya minum teh, walaupun Mrs. Peters sudah membuat kue karamel, kue-kue peri yang didinginkan, dan kue wijennya yang termasyhur.
Graham pergi denganku ke rumah keluarga Peters pada hari Sabtu dua minggu sekali. Ia kadang-kadang datang juga di hari Sabtu saat aku kena giliran tinggal di tempat Dad. Ia dan Mr. Peters membuat hadiah Natal untukku bersama-sama. Yacht istimewaku. Radish bisa berlayar menyeberangi danau hanya dalam beberapa detik sekarang. Ia sangat mengidam-idamkan bisa berlayar di lautan luas dan mencoba menyeberangi kolam besar di taman kota. Ia menganggap yacht itu hadiah Natal terbaiknya.
halaman 160 Tebak apa hadiah Natal terbaikku.
halaman 161 Z untuk Zo" Zo" CARIE melahirkan adik tiriku seminggu setelah Natal. Harusnya kelahiran itu dipercepat sedikit supaya adikku lahir tepat saat orang saling memberi hadiah, tapi begitulah Carrie, selalu terlambat.
Minggu itu aku tinggal di tempat Mum, tapi Dad datang dan bertanya apakah ia bisa mengajakku ke rumah sakit untuk melihat bayinya. Kupikir Mum bakal mengamuk tapi perasaannya sedang enak saat itu karena Paman-palsu Bill baru dapat pekerjaan baru, menata rumah, dan mereka sedang merayakannya di sofa dengan minuman dan cokelat dan video yang ada adegan ciumannya, jadi Mum bilang ya dengan gembira"dan ia bahkan memberi Dad kecupan kecil di pipi dan mengucapkan selamat.
halaman 162 Dad kelihatan gembira dan aku memberanikan diri untuk berharap mereka bisa kembali bersama karena sekarang mereka sudah bisa saling mencium. Tapi saat aku melihat cara Dad mencium Carrie di rumah sakit, aku sadar ada bermacam-macam ciuman. Ada yang artinya kau sangat mencintai orang yang kaucium, sementara yang lain artinya mungkin kau masih sayang sedikit pada orang itu, titik.
"Jijik, jijik, jijik!" kata Zen, yang datang ke rumah sakit bersama kami. "Kenapa sih kalian mesti celepot-celepot berciuman begitu?"'
"Aku mau lihat adikku," kata Crystal sambil melompat-lompat kegirangan, rambutnya menutupi muka (Dad mengurus si kembar sendirian dan mereka kelihatan lebih kusut dan kucel daripada biasnya).
"Ini dia," kata Carrie sambil mengangkat sesuatu yang mungil dalam buntalan selimut.
halaman 163 Aku di ujung tempat tidur dan tidak melihat banyak. Hanya hidung kecil dan mulut mungil berwarna merah. Mulut itu terbuka dan adik baruku mulai mengeluarkan suara-suara.
"Ia bilang halo," kata Carrie, tersenyum.
"Boleh aku gendong, oh, boleh aku gendong?" Crystal memohon.
"Kau masih terlalu kecil," kata Dad khawatir.
"Tidak kok. Ya, kan, Mum?" kata Crystal cemberut.
"Kurasa kau sudah cukup besar untuk menggendong bayi-tapi duduklah di tempat tidur dan bersandarlah padaku, supaya bayinya bisa tidur dengan nyaman," kata Carrie sambil mengatur posisi Crystal dan si bayi dengan hati-hati.
"Lihat, aku menggendong adikku," kata Crystal, wajahnya merah karena senang.
Wajah bayi itu juga merah karena ia menangis.
"Aku tidak besar, aku kecil, aku bayi kecil mungil,"' kata Zen, dan ia mulai berteriak oek, oek menirukan si bayi.
"Sini, bayi kecil," kata Carrie, dan ia menarik Zen ke dalam pelukannya dan memangkunya seolah Zen benar-benar jadi bayi lagi. Zen menggeliat-geliat dan protes, tapi kau tahu sebenarnya ia senang.
halaman 164 Aku berdiri mengawasi mereka. Dad melingkarkan tangannya di bahu Carrie, Carrie sedang menimang Zen, Crystal sedang menggendong si bayi. Kurogoh sakuku dan kutemukan Radish.
Dad menengok dan tersenyum padaku.
"Kau juga mau menggendong adikmu, Andy?"
"Tidak, terima kasih. Aku tidak terlalu suka bayi," ujarku sambil mengelus kuping Radish.
"Bagaimana kalau kalian gantian" Mungkin kau bisa membuatnya berhenti menangis," Carrie mengusulkan.
"Tempat tidurnya tidak akan muat."
"Kau sudah cukup besar untuk benar-benar menggendongnya," kata Crystal iri, dan Dad menyerahkan bayi itu padaku.
Kumasukkan Radish kembali ke saku dan kugendong bayi itu. Ia lebih berat daripada yang kuduga. Awalnya aku tidak tahu bagaimana menggendongnva, tapi lalu kepalanya terkulai ke dadaku dan lenganku jadi semacam buaian untuknya. Kelihatannya ia merasa nyaman. Ia mengeluarkan tangisan terakhir, sedikit rengekan dan bunyi mengecap-ngecap, lalu diam sama sekali. Aku menatapnya. Ia mendongak menatapku. Matanya besar dan biru, tapi rambutnya tidak pirang seperti Carrie dan Crystal dan Zen. Rambut ikalnya berwarna seperti permen kopi. Rambutnya akan gelap seperti rambut Dad. Berwarna cokelat lumpur seperti rambutku.
halaman 165 Kusentuh tangannya yang mirip bintang laut dan jari-jari mungilnya menggenggam jempolku.
"Ia memegang tanganku!" bisikku.
"Ia suka padamu. Ia berhenti menangis," kata Dad.
"Ia kecil sekali," kataku sambil menatap kukukuku mungilnya, setiap detailnya begitu sempurna.
"Sebetulnya untuk ukuran bayi ia lumayan besar," kata Carrie. "Lebih panjang dan lebih kuat daripada Zen dan Crystal waktu seumurnya. Kurasa ia akan tumbuh tinggi."
"Ia mirip aku," kataku.
"Yah, ia kan adikmu, jadi tidak heran," kata Dad.
"Apakah ia akan tetap dipanggil Ethel?" tanya Carrie.
"Idih, Ethel itu nama yang tolol," kata Zen.
Aku menelan ludah. Aku menunduk menatap adikku.
"Ya, itu nama yang tolol," kataku. "Ia cantik. Ia harus punya nama yang cantik juga."
halaman 166 "Nah, apa dong?"' tanya Dad. "Kita sudah punya A untuk Andy dan C untuk Crystal. Bagaimana kalau B untuk... Bella?"
"Bulu ketiak," kata Zen mengejek.
Aku tidak tertarik dengan nama dari huruf B. Dad dan Carrie bisa terus punya anak nantinya, yang dinamai D untuk Dora dan E untuk Emma dan terus dan terus sepanjang susunan alfabet. Satu adik tiri sih boleh-boleh saja, tapi aku tidak mau punya segerombolan adik tiri.
"Bagaimana kalau namanya dimulai dengan huruf Z?" aku mengusulkan.
"Ya, huruf Z paling keren. Z untuk Zen. Seperti namaku," kata Zen senang.
"Z untuk... Zo"," kataku.
Zo" adalah adik favoritku sekarang. Ia benar-benar suka padaku. Aku selalu bisa menghentikan tangisnya. Dan aku bisa memberinya susu dari botol, memandikannya, dan mengganti popoknya, walaupun aku tidak yakin itu menyenangkan baginya. Mrs. Peters membantuku menjahit baju kecil untuk Zo" dengan sulaman huruf Z untuk Zo" di bagian depannya.
halaman 167 Mungkin aku harus mencoba membuatkan sesuatu untuk Crystal juga. Ia adik favorit keduaku dan ia sering jengkel sekarang karena belum cukup besar untuk ikut merawat bayi. Aku menemukannya sedang menangis dalam kasur Jepang-ku beberapa hari yang lalu. Kubiarkan ia main dengan Radish sebagai hadiah istimewa dan itu kelihatannya membuat Crystal sangat terhibur.
Zen juga sering kesal, tapi awas kalau ia berani dekat-dekat Radish!
Aku sangat senang membantu mengasuh Zo" sehingga kalau sedang tinggal dengan Dad aku sering segan mengemasi barang-barangku pada hari Jumat. Tapi kalau aku di tempat Mum, aku bisa main dengan Graham dan Paula memberiku kosmetik lamanya walaupun Mum bilang aku belum cukup umur untuk memakainya. Tapi aku kelihatan keren lho kalau pakai makeup, kelihatan benar-benar dewasa. Katie juga memoles mukanya dengan make-up, tapi ia jadi kelihatan konyol, seperti anak kecil yang mukanya dicat. Kasihan Katie.
Aku bertemu wanita penasihat keluarga itu lagi beberapa hari yang lalu karena ia ingin tahu kabarku dan Radish.
"Kami oke-oke saja," kataku.
"Kau masih tinggal di tempat ibumu seminggu dan di tempat ayahmu seminggu?" tanyanya.
halaman 168 "Aku punya Rumah A, Rumah B, dan Rumah C sekarang," aku memberitahunya. "Aku ke Rumah A milik Mum selama seminggu, lalu ke Rumah B milik Dad minggu berikutnya, dan aku ke Rumah C milik Mr. dan Mrs. Peters hampir tiap hari. Radish bisa main di Mulberry Cottage-nya sendiri saat ia di sana, walau pun ia lebih sering tinggal di sakuku."
"Pasti repot sekali mengaturnya," kata wanita itu, tersenyum.
"Oh, memang. Tapi aku bisa menanganinya sekarang"' ularku sambil balas tersenyum. "'Gampang kok. Segampang A B C. Percaya deh."
************ Bende Mataram 33 Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan Karya Gu Long Lukisan Darah 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama