Prolog Kowloon"Mei 1949 "Harus tampak seperti suatu kecelakaan. Bisa kauatur begitu?"
Itu suatu penghinaan. Terasa amarah menye-sak di dadanya. Itu pertanyaan yang cuma pan-tas ditujukan pada seorang amatir jalanan. la tergoda untuk menjawab dengan sebuah sin-diran Oh, tentu, pasti bisa kuatur itu. Anda lebih suka kecelakaan di dalam rumah" Aku bisa atur supaya dia jatuh di tangga dengan leher patah. Penari di Marseilles. Atau bisa juga ia mabuk dan terbenam di bak mandinya. Sang pewaris di Gstaad. Boleh juga ia dibuat kena overdosis heroin. Tiga orang telah dibunuhnya dengan cara ini. Atau, dia dibuat tertidur di tempat tidur dengan rokok masih menyala. Detektif Swedia di L"Hotel di Tepi Kiri Sungai (Seine) di Paris. Atau barangkali Anda lebih suka yang di luar rumah" Aku bisa mengatur kecelakaan lalu lintas, pesawat terbang jatuh, atau hilang di laut.
Tapi semua itu tidak dikatakannya, sebab se-sungguhnya ia takut kepada laki-laki yang du-duk di depannya itu. la sudah mendengar banyak cerita yang mengerikan tentang laki-laki ini, dan ia mempunyai alasan untuk mempercayai semua itu.
Jadi yang dikatakannya hanyalah, "Ya, Tuan, saya bisa mengatur suatu kecelakaan. Tak ada yang akan pernah tahu." Pada waktu ia mengatakan itu, sebuah gagasan terbersit di benaknya: Dia tahu bahwa saya akan tahu. Ia menunggu.
Mereka sedang berada di lantai dua sebuah bangunan di dalam kota Kowloon yang dikelilingi tembok yang dibangun pada tahun 1840 oleh sekelompok orang Cina untuk melindungi diri dari kaum barbar Inggris saat itu. Tembok itu telah dirobohkan dalam Perang Dunia Ke-dua, tapi ada tembok-tembok lain yang mencegah orang luar masuk: Geng-geng penggorok leher, pecandu-pecandu obat bius, dan para pe-merkosa yang berkeliaran di permukiman ku-rhuh dengan jalan-jalan sempit yang berliku-liku dan undakan-undakan yang menuju ke kegelapan. Para turis diperingatkan untuk tidak berada dekat-dekat dengan tempat itu, dan bahkan polisi pun tidak berani coba-coba lewat batas Jalan Tung Tau Tsuen, di pinggiran.kota. Ia bisa mendengar bunyi-bunyi dari jalanan di luar jendela, dan suara-suara parau melengldng multidialek yang keluar dari mulut para penghuni kota bertembok itu.
Laki-laki itu sedang mengamati dirinya dengan matanya yang dingin bagai granit hitam.
10 Akhirnya ia berkata, "Baiklah. Caranya terserah kau saja."
"Ya, Tuan^Apa sasarannya berada di Kowloon sini?"
"London. Namanya Catherine. Catherine Alexander."
Sebuah limousine, yang diikuti oleh mobil ke-dua dengan.penumpang dua bodyguard bersenjata, membawa laki-laki itu ke Rumah Biru di Lorong Lascar, di kawasan Tsim Sha Tsui. Rumah Biru hanya terbuka untuk pelanggan-pe-langgan tertentu. Kepala-kepala negara mengunjunginya,, dan bintang-bintang film, dan para presiden perusahaan besar. Direksi tempat itu membanggakan kerahasiaan yang dijaga ketat. Enam tahun yang lalu, salah satu gadis muda yang bekerja di situ telah memberikan keterangan tentang pelanggannya kepada seorang wartawan, dan gadis itu lalu diketemukan mati di Pelabuhan Aberdeen dengan lidah terpotong. Semua bisa dibeli di Rumah Biru itu: perawan, anak laki-laki, lesbian, dan binatang. Itu tempat satu-satunya yang diketahuinya di mana masih dilakukan seni Ishinpo dari abad kesepuluh. Rumah Biru merupakan surga kenikmatan-kenik-matan terlarang.
Laki-laki itu memesan si kembar kali ini. Mereka merupakan pasangan yang molek dengan kecantikan yang memikat, tubuh yang luar bia-sa, dan mau melakukan apa saja. Ia ingat ter"
11 akhir kali ia berkunjung ke tempat itu" kursi logam tanpa dudukan dan jari-jari mereka yang lembut dan membelai-belai, dan bak mandi ber-isi air hangat yang wangi yang melimpah membasahi lantai berubin. Ia merasa suatu bagian dari tubuhnya mulai menegang. "Kita sudah tiba, Tuan."
Tiga jam kemudian, setelah ia selesai dengan mereka, hasrat terpuaskan, laki-laki itu menyuruh limousine menuju Mody Road. Ia melihat ke luar jendela limousine itu ke gemerlap cahaya dari kota yang tak pernah tidur itu. Orang Cina menamakannya Gau-lung"sembilan naga, dan ia membayangkan naga-naga itu mengintip di balik gunung-gunung di atas kota itu, siap untuk turun dan menghancurkan yang lemah dan kurang waspada. Dan ia bukanlah keduanya itu.
Mereka tiba di Mody Road.
Fendeta Tao yang sedang menunggunya itu nampak seperti makhluk zaman purba, mengenakan jubah gaya timur kuno yang kusam dengan janggut putih yang tipis tapi panjang.
"Jou sahn" "Jou sahn." "Gei do chin?" "Yat-chikn." "Jou." > Sang pendeta memejamkan matanya berdoa tan"
12 pa kata-kata dan mulai menggoyangkan chim, cangldr kayu yang berisi bilah-bilah kayu bernomor. Sebilah kayu terlompat ke luar dan go-yangan berhenU. Tanpa berbicara, pendeta Tao itu lalu mencocokkannya dengan daftarnya dan balik menghadapi tamunya. Ia berbicara dalam bahasa Inggris yang kurang lancar, "Para dewa berkata bahwa Anda akan terhindar dari musuh yang berbahaya dalam waktu dekat ini."
Laki-laki itu merasakan sentakan kejutan yang menyenangkan. Ia terlalu pintar untuk tidak tahu bahwa seni chim itu cuma suatu takhayul. Tapi justru karena pintarnya itu, ia tak bisa begitu saja mengabaikannya. Lagi pula, ada satu lagi pertanda keberuntungan. Hari ini adalah Hari Agios Constantinous, hari ulang tahunnya.
"Dewa-dewa memberkati Anda dengan fung shui yang baik." "Do jeh." "Hou wah."
Lima merdt kemudian, ia sudah berada di limousine-nya lagi, dalam perjalanan menuju Kai Tak, bandara Hong Kong, di mana pesawat pribadinya telah menunggu untuk membawanya pulang ke Athena.
13 Bab 1 loannina, Yunani"Juli 1948
Ia terbangun tiap malam menjerit-jerit dan mimpinya selalu sama. Ia seakan berada di tengah sebuah danau diterpa badai ganas, dan seorang pria dan seorang wanita menekan-nekankan kepalanya masuk ke dalam air yang membeku, mencoba menenggelamkan dia. Ia terbangun tiap kali, panik, tersengal-sengal, basah kuyup oleh keringat.
Ia "tak tahu siapa dirinya dan ia tak mempunyai ingatan akan masa lampau. Ia berbicara dalam bahasa Inggris"tapi ia tidak tahu ia berasal dari negara mana atau bagaimana ia bisa sampai berada di Yunani, di biara wanita Car-irtelite kecil yang dihuninya itu.
Dari waktu ke waktu, terlintas cercah-cercah kenangan yang menggoda, kilas-kilas pendek imaji yang samar, yang datang dan pergi terlalu cepat untuk bisa dipahami, dipegang, dan di-kaji. Bayang-bayang itu datang pada saat-saat yang tak terduga, menerpa dirinya pada saat ia tidak waspada, dan memenuhi benaknya dengan kebingungan.
14 Pada mulanya ia mencoba bertanya. Para biarawati Carmelite itu baik hati dan penuh pengertian, tapi peraturan tidak membolehkan mereka berbicara, dan satu-satunya yang boleh berbicara adalah Suster Theresa, Bunda Kepala Biara yang tua dan nampak Iemah itu.
"Bunda tahu saya ini siapa?"
"Tidak, anakku," kata Suster Theresa. *
"Bagaimana saya bisa sampai di tempat ini?"
"Di kaki pegunungan ini ada sebuah desa bernama loannina. Kau berada di dalam perahu di danau diterpa badai tahun lalu. Perahunya tenggelam, tapi atas berkat Tuhan, dua suster kami melihatmu dan menyelamatkan dirimu. Merekalah yang membawamu kemari."
"Tapi" dari mana saya datang sebelumnya?"
"Maafkan saya, anakku. Saya tidak tahu."
Ia tidak puas dengan jawaban itu. "Tidakkah ada orang yang bertanya tentang saya" Tidak adakah orang yang mencoba mencari saya?"
Suster Theresa menggelengkan kepala. "Tak ada."
Rasanya ia ingin menjerit karena frustrasi. Dicobanya lagi. "Surat-surat kabar" mestinya ada berita tentang kehilangan saya ini."
"Seperti kau tahu, kami tidak diizinkan untuk berhubungan dengan dunia luar. Kita harus bisa menerima kehendak Tuhan, Nak. Kita harus mengucap syukur atas kemurahanNya. Kau masih hidup."
Dan sebegitu sajalah paling banyak yang bisa
15 diperolehnya. Di saat-saat awal, ia terlalu lemah untuk peduli terhadap dirinya sendiri, tapi secara berangsur-angsur, dari satu bulan ke bulan berikutnya, tenaganya dan kesehatannya mulai pulih.
Setelah ia cukup kuat untuk berjalan-jalan, ia melewatkan hari-harinya dengan merawat kebun-kebun dengan tanaman beraneka warna yang terdapat di pelataran biara, dalam pijar sinar matahari yang memandikan Yunani dengan pesona surgawi, diembus angin sepoi yang menebarkan aroma tajam jeruk sitrun dan anggur.
Alam tamp ak damai dan tenang, tetapi tak ada keterangan di dalam dirinya. Aku hilang, pikirnya, dan tak seorang pun peduli. Mengapa" Apakah telah kulakukan sesuatu yang jahat" Siapa aku" Siapa aku" Siapa aku"
Bayangan-bayangan itu terus saja datang, tanpa diminta. Pada suatu pagi ia terjaga tiba-tiba dari suatu visi di mana la melihat dirinya berada di sebuah kamar bersama seorang pria telanjang yang sedang menelanjangi dirinya. Apakah ini sebuah mimpi" Atau ini sesuatu yang pernah terjadi padanya di masa lampau" Siapa pria itu" Apakah ia seseorang yang dirukahinya" Apakah ia punya suami" Tak ada cincin kawin di jarinya. Yang jelas ia tak punya apa-apa selain busana hitam seragam Ordo Carmelite yang diberikan Suster Theresa kepada-16
nya, dan sebuah peniti, berbentuk burung emas kecil bermata delima dengan sayap ter-kembang.
Ia tak bernama, seorang asing yang antara orang-orang asing. Tak ada yang menolongnya, tak ada psikiater yang mengatakan kepadanya, bahwa pikirannya sudah begitu traumatik sehingga ia hanya bisa tetap waras dengan cara melupakan masa lalu yang menakutkan itu.
Dan bayangan-bayangan itu masih saja menghantui, makin lama makin deras. Rasanya se-akan pikirannya tiba-tiba berubah menjadi jigsaw puzzle raksasa, dengan potongan-potbngan ganjil mengisi dengan kacau tempat-tempat yang kosong. Tapi potongan-potongan itu tidak cocok. la melihat sebuah studio berisi para pria dalam seragam tentara. Tampaknya mereka sedang membuat film. Apakah saya ini seorang aktris" Tidak, rasanya ia sedang memimpin. Tapi sedang memimpin apa"
Seorang tentara memberikan padanya sebuah karangan bunga. Anda harus membayar ini sendiri, tentara itu tertawa.
Dua malam setelah itu, ia berrnimpi tentang pria yang sama. la sedang mengucapkan selamat tinggal kepada pria itu di bandara, dan ia terbangun dengan menangis karena ia merasa kehilangan pria itu.
Sejak itu hidupnya tak pernah bisa tenang lagi. Ini semua bukanlah sekadar mimpi. Ini
17 adalah adegan-adegan hidupnya, masa lalunya. Harus kutemukan siapa aku dulu. Siapa aku kini.
Dan tanpa disangka-sangka, di tengah malam, dengan serta merta, sebuah nama terpental ke luar dari bawah sadarnya. Catherine. Namaku Catherine Alexander.
18 Bab 2 Athena, Yunani Kerajaan Constantin Demiris tidak bisa dilihat di peta mana pun, tetapi ia adalah penguasa sebuah wilayah yang lebih luas dan lebih kuat daripada banyak negara. Ia adalah salah satu dari dua atau tiga orang terkaya di dunia dan besarnya pe-ngaruhnya sulit diperkirakan. Ia tak mempunyai gelar atau jabatan resmi tapi ia secara teratur membeli dan menjual perdana menteri, kardinal, duta besar, dan raja-raja. Tentakel-tentakel Demiris merambah ke mana-mana, menyusup dan merasuk ke relung-relung lusinan negara. Ia seorang laki-laki penuh kharisma, dengan otak yang tajam dan cemerlang, dengan bentuk tubuh yang mengesankan, tinggi di atas rata-rata, dada bidang dan bahu kekar. Warna kulitnya kehitam-hitaman dan ia memiliki hidung khas Yunani yang kukuh dan mata hitam zaitun. Ia mempunyai wajah rajawali, wajah pemangsa. Apabila ia mau, Demiris bisa berperangai amat memikat. Ia bisa berbicara dalam delapan bahasa dan sangat pandai bercerita. Ia memiliki salah satu koleksi seni yang paling terkemuka di dunia,
19 sebuah armada pesawat pribadi dan selusin apartemen, istana kecil dan vila-!vila yang tersebar di seluruh dunia. la seorang pakar penilai keindahan, dan ia tidak sanggup menahan diri terhadap keindahan wanita. la dikenal sebagai pemain cinta yang andal, dan kisah-kisah cintanya sama menariknya dengan petualangan-petualangan bisnisnya.
Constantin Demiris bangga mengatakan bahwa ia seorang patriot-bendera Yunani yang biru"putih itu selalu berkibar di vilanya di Kolonaki dan di Psara, pulau pribadinya"tetapi ia tidak membayar pajak. Ia tidak merasa berkewajiban untuk me-matuhi peraturan-peraturan yang dikenakan terhadap orang-orang biasa. Dalam urat na-dinya rAengalir ichor"darah para dewa.
Hampir setiap orang yang dijumpai Demiris menginginkan sesuatu darinya: menyandang dana sebuah proyek bisnis; sum-bangan untuk amal; atau sekadar pengaruh-nya yang bisa dimanfaatkan oleh teman-temannya. Demiris menikmati tantangan dalam mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan orang darinya, sebab jarang se-kali itu sama dengan apa yang tampak. Pikirannya yang analitis itu selalu skeptis terhadap kebenaran yang tampak di permukaan, dan karena itu ia tidak pernah percaya akan apa pun yang disampaikan kepadanya dan tidak mempercayai, siapa pun. Motpr-nya adalah "Beradalah dekat dengan teman-20
teman, tapi lebih dekat dengan musuh-musuhmu". Para reporter yang menyusun kisah hidupnya hanya bisa menyaksikan keramahan-nya dan daya pesonanya, warga dunia Yang berkelas tinggi dan berbudaya. Mereka tak mempunyai alasan untuk curiga bahwa di balik tampang luar yang ramah itu, Demiris adalah seorang pembunuh, seorang petarung buas yang gemar menggorok leher.
Ia kejam, tak pernah mengampuni dan tak pernah melupakan penghinaan. Bagi orang-orang Yunani kuno kata dikaiosini, keadilan, sering kali merupakan sinonim dari ekdikisis, balas dendam, dan Demiris memuja keduanya. Ia ingat semua hinaan yang dideri-tanya, dan orang-orang yang kurang beruntung yang dianggap musuh olehnya dibalas seratus kali lipat. Mereka tidak pernah me-nyadarinya, karena otak matematik Demiris membuat semacam permainan dalam balas dendam itu, dengan sabar menyusun jebakan-jebakan yang rumit dan menjalin tali-tali yang akhirnya menjerat dan menghancurkan musuh-musuhnya.
Ia menikmati saat-saat ia membuat jebakan-jebakan bagi musuh-musuhnya. Calon-calon kor-ban diselidikinya dengan teliti, kepribadian mereka dianalisis, kekuatan dan kelemahannya di-nilai.
Di sebuah jamuan makan suatu malam, Demiris tanpa sengaja mendengar seorang produser film menyebut dirinya "si Yunani bermi"
21 yak". Demiris menunggu kesempatan baik. Dua tahun kemudian, sang produser mengon-trak seorang aktris penuh glamor yang terkenal di seluruh dunia untuk membintangi produksi barunya yang dibuat dengan biaya tinggi di mana ia mempertaruhkan uangnya sendiri. Demiris menunggu sampai film itu sudah berjalan setengahnya, lalu sang pemeran utama itu di-pikatnya supaya membatalkan kontraknya serta ikut dengannya berlayar dengan kapal pesiar-nya.
"Akan menjadi bulan madu kita," kata Demiris kepadanya. Bulan madu memang terjadi tapi pernikahannya tidak. Film itu akhirnya harus dibatalkan dan produser itu jatuh rudin.
Masih ada beberapa pemain dalam permainan Demiris dengan siapa ia belum membuat per-hitungannya impas, tapi ia tidak terburu-buru. Ia menikmati antisipasinya, perencanaannya, dan eksekusinya. Saat sekarang ini ia tidak punya musuh, sebab tak ada yang sanggup menjadi musuhnya, jadi mangsanya terbatas pada mereka yang pernah menghalangi jalannya di masa lalu.
Tetapi rasa dikaiosini Carvstarvtm Demiris ber-segi dua. Persis seperti ia tak bisa mengampuni penghinaan, ia juga tidak bisa melupakan pertolongan. Seorang nelayan miskin yang pernah menampungnya di rumahnya selagi ia masih kanak-kanak tiba-tiba menjadi pemilik armada
22 kapal pencari ikan. Seorang pelacur yang pernah memberi makan dan pakaian baginya sewaktu muda ketika ia terlalu miskin untuk bisa membayarnya, secara misterius mewarisi ge-dung apartemen, tanpa tahu siapa penyum-bangnya itu.
Demiris mengawali hidupnya sebagai anak kuli pelabuhan di Piraeus. Ia mempunyai empat belas saudara laki-laki dan perempuan dan makanan di meja tak pernah cukup.
Sejak masih sangat muda, Constantin Demiris sudah menunjukkan bakat yang luar biasa untuk bisnis. Ia memperoleh uang tambahan dengan melakukan berbagai pekerjaan setelah jam sekolah, dan pada umur enam belas tahun, ia telah mengumpulkan cukup uang untuk meng-usahakan sebuah kios makan di pelabuhan bersama seorang mitra yang lebih tua. Usahanya itu berkembang pesat dan mitranya itu menipu Demiris dan merampas haknya yang setengah itu. Demiris perlu waktu sepuluh tahun untuk menghancurkan orang ini. Pemuda Demiris se-akan terbakar dalam ambisinya yang meluap-luap. Ia sering terjaga di malam hari, matanya fcer6inar-binar dalam kegelapan. Aku akan jadi mng kaya. Aku akan jadi orang terkenal Satu hari kelak semua orang akan mengenal namaku. Hanya itu senandung yang bisa membuainya tidur. Ia tidak tahu bagaimana semua itu akan terjadi. Ia hanya tahu bahwa itu pasti terjadi.
23 Ketika Demiris berulang tahun yang ketujuh belas, ia membaca sebuah artikel tentang ladangi ladang minyak di Saudi Arabia, dan seakan sebuah pintu gaib menuju masa depan tiba-tiba terbuka baginya.
Ia lalu menjumpai ayahnya. "Saya akan pergi ke Saudi Arabia. Saya akan bekerja di ladang minyak."
"Too-sou! Kau tahu apa tentang ladang minyak?"
"Tak tahu apa-apa, Ayah. Saya akan belajar." Sebulan kemudian, berangkatlah Constantin Demiris.
Sudah menjadi peraturan bahwa para karyawan dari luar negeri di Perusahaan Minyak Trans-Continental harus menandatangani kontrak kerja dua tahun, tapi Demiris tidak mempunyai keberatan apa-apa mengenai hal ini. Ia bermaksud tinggal di Saudi Arabia berapa saja lamanya sampai ia memperoleh kekayaan di sana. Ia membayangkan suatu petualangan yang hebat ala "Arabian nights", sebuah negeri misterius penuh glamor dengan wanita-wanita yang eksotik, dan emas hitam mengucur ke luar dari tanah. Tapi kenyataannya sangat mengejutkan.
Pagi-pagi sekali di suatu hari di musim pa-nas, Demiris uba di Fadili, sebuah permukiman gersang di tengah gurun, yang terdiri dari sebuah bangunan batu yang dikelilingi oleh barasti, gubuk-gubuk kecil terbuat dari kayu kasar. Ada
24 sekitar seribu pekerja papan bawah di situ, kebanyakan orang Saudi. Wanita-wanita yang le-wat di jalan-jalan tanah yang berdebu itu semuanya bercadar sangat rapat.
Demiris memasuki bangunan di mana J.J.McIntyre, manajer personalia, berkantor.
Mclntyre menengadah ketika pemuda itu ma-suk. "Jadi, kantor pusat mempekerjakan kamu, ya?"
"Ya, Tuan." "Pernah bekerja di ladang minyak sebelumnya, Nak?"
Untuk sejenak, Demiris tergoda untuk berdusta. "Belum, Tuan."
Mclntyre menyeringai. "Kau akan senang di sini. Kau berada ribuan mil dari dunia ramai, makanan payah, tak ada perempuan yang bisa disentuh dan di malam hari kita tak tahu mau apa. Tapi gajinya bagus, kan?"
"Saya datang ke sini untuk belajar," Demiris berkata dengan sungguh-sungguh.
"Yeah" Kalau begitu kuberitahu apa-apa yang harus segera kaupelajari. Di sini peraturannya ketat"minuman keras tidak diizinkan, setiap orang yang tertangkap karena mencuri akan di-potong tangan kanannya. Kedua kalinya, tangan kiri. Ketiga kalinya, kakimu yang hilang. Jika kaubunuh orang, kepalamu dipenggal."
"Saya tidak bermaksud membunuh orang."
25 "Nanti duhi," Mclntyre menggerutu. "Kau kan baru tiba."
Permukiman itu mengingatkan kita pada Menara Babil, orang-orang dari selusin negara yang berbeda semuanya berbicara dalam bahasa ibu-nya masing-masing. Demiris cepat mengerti dan belajar bahasa asing dengan cepat. Orang-orang itu berada di situ untuk membuat jalan-jalan di tengah gurun yang tidak ramah itu, membangun perumahan, memasang peralatan listrik dan ko-munikasi telepon, mendirikan bengkel-bengkel kerja, mengatur pasokan makanan dan air, membuat rancang bangun sistem drainase, mengelola pelayanan medis dan, begitu nampaknya bagi Demiris muda, melakukan seratus pekerjaan lainnya. Mereka bekerja dalam suhu lebih dari tiga puluh tujuh derajat Celcius, diganggu lalat, nyamuk, debu, demam, dan disentri. Walaupun di gurun pasir, tetap saja ada hierarki sosial. Di papan atas bercokol orang-orang yang pekerjaannya mencari lokasi minyak, dan di bawah, pekerja-pekerja konstruksi yang disebut stiffs" orang-orang kasar"dan para petugas administrasi yang dijuluki shiny pants"celana mengkilap.
Hampir semua orang yang melakukan pengeboran yang sebenarnya"para geolog, juru ukur tanah, insinyur, dan para ahli kimia per-minyakan"adalah orang-orang Amerika, sebab bor berputar jenis terbaru diciptakan di Amerika dan orang-orang Amerika lebih terbiasa de-26
ngan sistem operasinya. Pemuda itu berusaha keras untuk berteman dengan mereka.
Constantin Demiris menghabiskan waktu sebanyak mungkin di sekitar para pengebor ini dan ia tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan. Ia mengingat-ingat semua informasi yang diperolehnya, menyerapnya bagai pasir panas menyerap air. Ia mendapati bahwa mereka memakai dua metode pengeboran.
Ia menghampiri salah satu pengebor yang se-dang bekerja di dekat derek raksasa yang ting-ginya 130 kaki. "Saya kurang mengerti mengapa harus ada dua cara mengebor."
Si pengebor menjelaskan, "Begini, Nak, yang satu disebut cable tool dan satunya lagi rotary. Sekarang kita lebih suka memakai rotary. Keduanya sama persis awal bekerjanya."
"O, ya?" "Yeah. Untuk kedua cara itu kita harus mendirikan derek seperti ini untuk mengatrol peralatan yang akan diturunkan ke dalam sumur." Ia memandang wajah pemuda yang sangat ingin tahu itu. "Taruhan kau pasti tidak tahu mengapa ini disebut derek."
"Tidak, Tuan." "Itu nama seorang algojo penggantung orang yang terkenal di abad ketujuh belas." "Begitu."
"Pengeboran dengan cara cable tool sejarahnya panjang.
Ratusan tahun yang lalu, orang Cina biasa
27 menggali sumur air dengan cara itu. Mereka membuat lubang di tanah dengan cara mengangkat lalu menjatuhkan sebuah alat berat dan tajam yang diderek dengan kabel. Tetapi sekarang sekitar delapan puluh lima persen sumur dibor dengan sistem rotary itu." Ia lalu berbalik untuk kembali ke pekerjaan bornya.
"Maafkan saya. Bagaimana kerjanya metode rotary itu?"
Laki-laki itu berhenti bekerja. "Well, jadi lubang tidak dibuat dengan dipukul tapi dibor. Kaulihat ini" Di tengah lantai derek ini ada meja baja pemutar yang digerakkan oleh mesin. Meja rotary ini mencengkeram dan memutar pi-pa yang menembus ke bawah melaluinya. Mata bornya dipasang di ujung pipa itu."
"Kelihatannya sederhana, ya?"
"Tapi sebenarnya cukup rumit. Kita harus mencari jalan untuk membuang tanah hasil ga-lian itu sambil mengebor. Kita harus menjaga agar dinding-dinding tanah itu tidak longsor dan kita harus mencegah air dan gas merembes ke luar sumur."
"Kalau terus-menerus dipakai mengebor, apa-kah bor putar itu tidak akan jadi tumpul?"
"Tentu saja. Jika itu terjadi maka kita harus menarik ke luar seluruh tali bor itu, memasang mata bor baru di ujung pipa pembor itu dan menurunkan lagi pipa itu ke dalam lubang. Kau bermaksud menjadi pengebor?"
28 "Tidak, Tuan. Saya bermaksud untuk memiliki sumur-sumur minyak."
"Kuucapkan selamat. Boleh aku bekerja sekarang?"
Suatu pagi, Demiris menyaksikan sebuah alat diturunkan ke dalam sumur, tapi dilihatnya alat itu bukan mengebor ke bawah, melainkan memotong serpihan-serpihan bundar dari sisi-sisi lubang itu dan membawa batu karang ke atas.
"Maafkan saya. Apa maksudnya itu?" Demiris bertanya.
Pengebor itu berhenti, mengusap alisnya. "Ini namanya side wall coring"pengintian sisi dinding tanah. Kami menganalisis karang ini untuk melihat apakah ada kandungan minyak di dalamnya."
"Begitu." Jika semua berjalan lancar, Demiris mendengar para pengebor berteriak, "Aku berbelok ke ka-nan," yang artinya mereka sedang membuat lubang. Demiris melihat lusinan lubang kecil dibor di seluruh lapangan, dengan garis tengah dua atau tiga inci saja. "Maafkan saya. Lubang-lubang itu untuk apa?" pemuda itu bertanya.
"Itu sumur-sumur penelitian. Dari situ kita tahu apa yang ada di bawahnya, berarti uang dan waktu bisa dihemat."
"Oh, begitu." 29 Semua itu begitu mempesona bagi sang pemuda dan pertanyaannya tak habis-habisnya.
"Maafkan saya. Bagaimana Anda bisa tahu bagian mana yang akan dibor?"
"Kita mempunyai banyak geolog"dokter-dokter tanah"yang mengukur lapisan-lapisan tanah dan mempelajari contoh-contoh potongan tanah dari sumur. Lalu para pencekik tambang?"
"Maafkan saya, pencekik tambang itu apa?" "Pengebor. Ketika mereka itu?"
Constantin Demiris bekerja mulai dini hari sam-pai matahari terbenam, menarik rig-rig melewati gurun-gurun yang panas membara, membersih-kan peralatan, dan mengendarai truk melewati eerobong-cerbbong berapi yang ditanamkan di puncak-puncak bukit karang. Api itu menyala siang dan malam, membuang gas-gas beracun.
J.J.McIntyre ternyata berkata benar. Makanannya payah, kondisi hidup sangat buruk, dan di malam hari tak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Yang lebih buruk lagi, Demiris merasa seakan seluruh pori-pori tubuhnya terisi butir-butir pasir. Gurun itu seperti makhluk hidup dan tak ada jalan untuk menghindarinya. Pasir masuk menembus gubuk dan menembus pakaiannya dan ke
30 setiap hari selama sebulan, diiringi angin yang mengaung-ngaung dengan begitu kerasnya sehingga orang bisa menjadi gila karenanya.
Demiris menatap ke luar pintu barasti-nya ke pasir yang berpusar-pusar itu. "Apa kita akan bekerja dalam keadaan begini?"
"Pasti, itu pasti, Charlie. Ini kan bukan pusat pelayanan kesehatan."
Temuan-temuan minyak terus terjadi di sekitar mereka. Ada temuan baru di Abu Hadri-yah dan satu lagi di Qatif dan di Harad, dan para pekerja dibuat semakin sibuk.
Lalu dua orang lagi tiba di tempat itu, seorang geolog Inggris bersama istrinya. Henry Potter berumur di atas enam puluh lima dan istrinya, Sybil, kira-kira awal tiga puluhan. Di bagian dunia yang lain mana pun, Sybil Potter akan digambarkan sebagai seorang wanita gemuk yang tidak cantik dengan suara tinggi yang kurang enak di telinga. Tapi di Fadili ini, ia adalah wanita yang luar biasa cantiknya. Karena Henry Potter sering bepergian dalam tugasnya mencari sum-ber-sumber minyak baru, istrinya sering sekali ditinggal sendirian.
Demiris muda ditugaskan untuk membantu wanita itu pindah ke kediaman mereka di situ dan juga membantunya menyesuaikan diri dengan kondisi setempat.
"Ini tempat paling menyedihkan yang pernah kulihat sepanjang hidupku," Sybil Potter me"
31 ngeluh dengan suara yang menyerupai rintihan.
"Henry selalu menyeret saya ke tempat-tempat
payah seperti ini. Aku tak tahu kenapa aku
masih bisa tahan." "Suami Nyonya sedang melakukan tugas
yang amat penting," Demiris mencoba meyakinkan dia.
Ia memandang pemuda yang menawan ini sambil menimbang-nimbang. "Suamiku tidak melakukan semua yang menjadi tugasnya. kau tahu apa maksudku?"
Demiris tahu persis apa maksudnya. "Tidak,
Nyonya." "Siapa namamu?" _
"Demiris, Nyonya. Constantin Demiris." "Teman-temanmu memanggilmu apa?" "Costa."
"Well, Costa, kukira kau dan aku akan jadi teman baik. Kita sama sekali tidak sama dengan wog-wog ini, kan?"
"WogV "Itu, maksudku, orang-orang asing itu." "Saya harus kembali ke tempat kerja," kata Demiris.
Selama beberapa minggu berikutnya, Sybil Potter terus mencari-cari alasan untuk memanggil pemuda itu.
"Henry berangkat lagi tadi pagi," katanya pa-da Demiris. "Ia pergi untuk melakukan pengeboran sinting itu." Lalu ditambahkannya dengan
32 nakal, "Dia seharusnya lebih banyak mengebor di rumah."
Demiris tidak bereaksi. Geolog itu orang yang amat penting dalam hierarki perusahaan itu dan Demiris tidak ingin menjalin hubungan dengan istri Potter, dan membahayakan pekerjaannya sendiri. Dia memang belum tahu persis bagaimana, tapi ia tak ragu lagi bahwa dengan satu atau lain cara pekerjaan ini akan menjadi pas-por baginya dalam mencapai semua yang diim-pikannya. Minyak adalah masa depan dan ia sudah menetapkan niat untuk menjadi bagian dari itu.
Suatu hari di tengah malam, Sybil Potter memanggil Demiris. Ia masuk ke bangunan di mana nyonya itu tinggal, dan mengetuk pintu.
"Masuklah." Sybil mengenakan gaun malam tipis yang sayangnya sama sekali tidak berfungsi untuk menutupi apa-apa.
"Saya"Anda ingin bertemu dengan saya, Nyonya?"
"Ya, masuklah, Costa. Lampu tempat tidur ini macet rupanya."
Demiris mengalihkan pandangan matanya dan berjalan menuju ke lampu yang dimaksud. Diambilnya untuk diperiksanya. "Tak ada boh-lam di?" Dan ia merasakan tubuh nyonya itu menempel di punggungnya dan tangannya me-raba-raba dirinya. "Mrs Potter?"
Bibir wanita itu sudah menempel di bibirnya
33 dan ia mendorongnya ke tempat tidur. Dan setelah itu lepaslah sudah kendali diri Demiris.
Seluruh pakaiannya sudah ditanggalkannya dan ia lalu menjatuhkan dirinya ke arah wanita itu dan wanita itu berteriak kegirangan. "Benar begitu! Oh, ya, benar begitu. Oh Tuhan, sudah lama sekali rasanya!"
Ia tersengal untuk yang terakhir kali dan tubuhnya bergetar. "Oh, darling, aku cinta pada-mu."
Demiris terbaring di situ dengan pikiran ka-lut. Apa yang telah kulakukan" Jika Potter tahu tamat riwayatku.
Seakan bisa membaca pikirannya, Sybil Potter tertawa cekikikan. "Ini akan jadi rahasia kecil kita, ya, darling?"
Rahasia kecil ini berlangsung terus sampai berbulan-bulan kemudian. Tak ada jalan bagi Demiris untuk bisa menghindarinya dan, karena suaminya suka pergi berhari-hari dalam tugas eksplorasinya, Demiris sulit mencari alasan untuk menolak tidur dengan wanita itu. Keadaan menjadi bertambah runyam karena Sybil Potter benar-benar jatuh cinta dan tergila-gila padanya.
"Kau sangat tidak pantas bekerja di tempat seperti ini, darling," katanya kepada Demiris. "Kau dan aku akan pulang ke Inggris."
"Kampung halamanku adalah Yunani."
"Sekarang tidak lagi." Ia mengusap tubuh Demiris yang jangkung dan langsing itu. "Kau
34 akan kembali pulang bersamaku. Aku akan menceraikan Henry dan kita akan menikah."
Demiris tiba-tiba jadi panik. "Sybil, aku" aku tak punya uang. Aku?"
Ia menempelkan bibirnya ke dada Demiris. "Tak ada masalah. Aku tahu bagaimana kau bisa mencari uang nanti, sweetheart."
"Kau tahu?" Wanita itu lalu duduk tegak di tempat tidur. "Tadi malam, Henry mengatakan bahwa ia baru saja menemukan suatu ladang minyak baru yang luas. Ia sangat ahli di bidang itu, kau tahu. Ia amat gembira karenanya. Ia menulis laporannya sebelum ia berangkat dan minta aku mengirimkannya lewat pos pagi. Ada padaku sekarang. Kau mau melihatnya?"
Jantung Demiris berdebar keras. "Ya. Aku" aku mau." Ia menyaksikan wanita itu turun dari tempat tidur dan berjalan dengan susah payah ke sebuah meja kecil yang sudah rusak di su-dut. Ia memungut sebuah amplop manila besar dan kembali ke tempat tidur dengan itu.
"Bukalah." Demiris hanya ragu-ragu sebentar. Ia membuka amplop itu dan mengeluarkan kertas-ker-tas dari dalamnya. Ada lima halaman. Ia membaca sepintas semua halaman itu dengan cepat, lalu mengulangnya dari awal dan membaca se-tiap kata.
"Apakah informasi itu ada nilainya?"
Apakah informasi itu ada nilainya" Itu laporan
35 tentang suatu ladang minyak baru yang mungkin akan menjadi salah satu ladang minyak paling kaya dalam sejarah.
Demiris menelan ludah. "Ya. Mungkin" bisa jadi."
"Nah," kata Sybil dengan gembira, "sekarang kita punya uang."
Ia menarik napas. "Tidak semudah itu." "Kenapa tidak?"
Demiris menjelaskan. "Ini baru ada nilainya bagi orang yang uangnya cukup untuk membeli hak atas tanah di daerah ini. Tapi itu perlu modal." Ia punya tiga ratus dolar di rekening banknya.
"Oh, jangan kuatir tentang itu. Henry punya uang. Aku akan menulis cek. Kalau lima ribu dolar cukup tidak?"
Constantin Demiris tidak percaya akan apa yang didengarnya. "Ya. Aku" aku tak tahu harus bilang apa."
"Ini buat kita, darling. Buat masa depan kita."
Ia duduk tegak di tempat tidur berpikir ke-ras. "Sybil, apa sekiranya bisa kautahan laporan itu sehari-dua hari?"
"Tentu saja. Akan kutahan sampai hari Jumat. Apa cukup memberi waktu bagimu, darling?"
Ia mengangguk perlahan. "Itu akan memberiku cukup waktu."
Dengan uang lima ribu dolar yang diberikan Sybil kepadanya"bukan, bukan diberikan, dipinjamkan,
36 katanya pada dirinya sendiri"Constantin
Demiris membeli hak atas beberapa ekar tanah di sekitar daerah yang akan jadi ladang minyak besar itu. Beberapa bulan kemudian, ketika minyak mulai menyembur di ladang utamanya, Constantin Demiris menjadi jutawan dalam sekejap mata.
Ia mengembalikan pinjaman lima ribu dolar itu kepada Sybil Potter, mengirimkan sebuah gaun malam baru kepadanya, dan kembali ke Yunani. Sybil tak pernah melihatnya lagi sejak itu.
37 " Bab 3 Ada teori yang mengatakan bahwa tak ada sesuatu pun di alam ini yang hilang"bahwa se-tiap bunyi yang pernah dibuat, setiap kata yang pernah diucapkan, masih ada di suatu tempat dalam lingkup jarak dan waktu, dan pada suatu hari bisa dihadirkan kembali.
Sebelum radio ditemukan, kata mereka, siapa yang dulu percaya bahwa udara di sekitar kita ternyata penuh dengan bunyi-bunyi musik dan berita dan suara-suara dari seluruh dunia" Satu hari kelak kita akan bisa bepergian ke masa lalu dan mendengarkan Pidato Gettysburg Lincoln, suara Shakespeare, Khotbah Yesus di Atas Bu-kit"
Catherine Alexander mendengar suara-suara dari masa lalunya, tapi suara-suara itu samar dan terpotong-potong, dan membuatnya bingung"
"Tahukah kau bahwa kau gadis yang amat istimewa, Cathy" Aku merasa begitu sejak pertama kulihat kau."
38 "Kita putus, aku minta cerai. Aku mencintai orang lain?"
"Aku tahu aku telah berkelakuan amat buruk" aku ingin menebusnya?"
"Dia mencoba membunuhku."
"Siapa yang mencoba membunuhmu?"
"Suamiku." Suara-suara itu tak kunjung berhenti, dan menjadi siksaan baginya. Masa lalunya menjadi kaleidoskop kejadian-kejadian yang terus berubah yang melintas cepat di benaknya.
Biara yang sebenarnya bisa menjadi tempat yang indah dan damai itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah penjara. Tempatku bukan di sini. Tapi di mana tempatku" Ia benar-benar tidak tahu.
Tak ada kaca di biara itu, tapi ada kolam yang memantulkan bayang-bayang di luar, de-kat taman. Catherine biasanya menghindari melihat ke dalamnya, takut akan apa-apa yang barangkali akan dilihatnya di. situ. Tapi pagi ini, ia berjalan menghampirinya, pelan-pelan berlutut, dan melihat ke dalamnya. Kolam itu memantulkan bayang-bayang seorang wanita can-tik berkulit kecoklatan karena matahari, dengan rambut hitam, raut wajah sempurna, dan mata berwarna kelabu yang muram dan seakan menanggung kesakitan" tapi barangkali itu hanya karena air yang membuat tipuan mata. Ia melihat mulut yang menunjukkan kemurahan hati yang selalu siap untuk tersenyum, dan hidung
39 yang agak mencuat ke atas"seorang wanita cantik berumur awal tiga puluhan. Tapi seorang wanita yang tidak punya masa lalu dan tidak punya masa depan. Seorang wanita yang hilang. Aku perlu bantuan seseorang, pikir Catherine dalam keputusasaan, seseorang yang bisa diajak berbicara. Ia lalu menuju ke kantor Suster Theresa.
"Suster?" "Ya, Nak?" "Saya" kira saya ingin bertemu dengan seorang dokter. Seseorang yang bisa membantu saya menemukan siapa saya."
Suster Theresa memandangnya cukup lama.
"Duduklah." Catherine duduk di kursi keras di depan meja tulis kuno yang tergores-gores itu.
Suster Theresa berkata pelan, "My dear, Tuhan adalah doktermu. Jika sudah saatnya Ia akan memberitahukan padamu apa yang Ia ingin kau tahu. Lagi pula, tak ada orang luar yang pernah diizinkan masuk ke dalam lingkungan biara ini."
Secercah kilas kenangan tiba-tiba melintas di benak Catherine" bayangan samar seorang laki-laki berbicara kepadanya di taman biara"memberikan sesuatu kepadanya" tapi dengan cepat
itu berlalu. "Tempat saya bukan di sini." "Tempatmu di mana?"
Dan memang itulah masalahnya. "Saya tidak
40 yakin. Saya sedang mencarinya. Maafkan saya, Suster Theresa, tapi saya tahu bukan di sini."
Suster Theresa mengamatinya, wajahnya tam-pak tepekur. "Saya mengerti. Seandainya kau-tinggalkan tempat ini, ke mana kau akan per-gi?"
"Saya tidak tahu. "Biarkan saya memikirkan hal ini dulu, Nak. Kita akan berbicara lagi segera." "Terima kasih, Suster."
Setelah Catherine pergi, Suster Theresa lama duduk di depan meja tulisnya, pandangan-nya kosong. la harus membuat keputusan yang sangat sulit. Akhirnya diambilnya secarik kertas dan sebuah pena, dan mulai menulis.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dear sir," ia mulai menulis. "Sesuatu telah terjadi yang saya kira perlu menjadi perhatian Anda. Teman kita yang satu itu telah mengemukakan kepada saya bahwa ia bermaksud meninggalkan biara. Mohon saya diberitahu apa yang harus saya lakukan."
Demiris membaca surat itu satu kali, lalu duduk menyandar di kursinya menganalisis se-gala konsekuensi dari pesan dalam surat itu. Jadi itu! Catherine Alexander ingin bangkit lagi dari kematian. Sungguh sayang. Aku harus menyingkirkan dia. Dengan hati-hati. Dengan sangat hati-hati.
Langkah pertama adalah memindahkannya
41 dari biara itu. Demiris memutuskan sudah waktunya untuk mengunjungi Suster Theresa.
Pagi berikutnya, Demiris minta sopirnya mengantarkannya ke Ioannina. Ketika melewati daerah pedesaan itu, Constantin Demiris berpikir tentang Catherine Alexander. Ia teringat betapa cantiknya perempuan itu ketika pertama kali dijumpainya dulu. Ia tampak cerah dan ceria dan penuh semangat, gembira karena berada di Yunani. Ia memiliki segalanya, begitu pikir Demiris. Kemudian para dewa menuntut, balas. Catherine dinikahi oleh salah satu pilotnya, dan pernikahannya itu telah menjadi neraka dunia. Dalam waktu yang sangat singkat, ia tampak lebih-tua sepuluh tahun dan berubah menjadi seorang pemabuk lusuh yang gembrot. Demiris menarik napas. Betapa mubazir.
Demiris dipersilakan duduk di kantor Suster Theresa.
"Sebenarnya saya tidak ingin merepotkan Anda dengan ini," Suster Theresa meminta maaf, "tapi anak itu tak tahu mau ke mana dan?"
"Anda telah bertindak benar," Constantin Demiris meyakinkan dia. "Apa ada yang bisa diingatnya tentang masa lalunya?"
Suster Theresa mengelengkan kepala. "Tidak ada. Anak malang itu?" Ia lalu berjalan ke arah jendela melihat sejumlah biarawati sedang be"
42 kerja di taman. "Ia berada di luar sana sekarang ini."
Constantin Demiris berdiri di sisinya dan melihat ke luar jendela. Ada tiga orang biarawati, menghadap ke arah yang berlawanan. Ia menunggu. Salah satu dari mereka menoleh, dan ia bisa melihat wajahnya, dan napasnya tersangkut di kerongkongannya. Ia cantik. Apa yang telah terjadi atas perempuan gemuk yang lusuh itu"
"Dia yang di tengah itu," kata Suster Theresa.
Demiris mengangguk. "Ya." Kata-kata Suster Theresa mengandung kebenaran lebih daripada yang disadarinya.
"Apa rencana Anda terhadapnya?"
Awas hati-hati. "Coba nanti saya pikirkan da-hulu," kata Demiris. "Saya akan menghubungi Anda."
Constantin Demiris harus mengambil keputusan. Penampilan Catherine telah mengejutkan-nya. Ia telah berubah sama sekali. Tak ada yang akan tahu bahwa ia adalah wanita yang sama, pikirnya. Dan gagasan yang terlintas di benaknya itu begitu sederhana sehingga ia hampir saja tertawa keras.
Malam itu ia mengirimkan surat ke Suster Theresa.
Ini benar-benar mukjizat, pikir Catherine. Impian yang jadi kenyataan. Suster Theresa tadi mampir
43 ke kamarnya yang kecil itu setelah misa dini hari.
"Saya ada berita untukmu, Nak." "Ya?"
Suster Theresa memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Kabar gembira. Saya telah menulis surat kepada seorang teman dari biara ini tentang kau, dan ia bersedia menolongmu."
Hari Catherine seakan-akan terloncat ke luar. "Menolong saya"bagaimana?"
"Itu akan dijelaskannya padamu. Tapi ia orang yang teramat baik dan pemurah. Kau akan segera meninggalkan biara ini."
Dan kata-kata itu dengan tak disangka membuat Catherine gemetar. Ia akan segera keluar untuk memasuki sebuah dunia yang asing yang diingatnya saja tidak. Dan siapa gerangan penolongnya itu"
Apa yang bisa dikatakan Suster Theresa hanyalah, "la orang yang penuh perhatian. Kau patut bersyukur. Mobilnya akan datang ke sini menjemputmu Senin pagi."
Catherine tidak bisa tidur selama dua malam berikutnya. Gagasan untuk meninggalkan biara dan menerjuni dunia luar tiba-tiba tampak menakutkan. Ia merasa seakan telanjang dan sesat. Barangkali tidak tahu siapa diriku malah lebih baik bagiku. Kumohon Tuhan, lindungi aku.
Senin pagi, limousine itu tiba di luar gerbang
44 biara pada jam tujuh pagi. Catherine terjaga semalaman memikirkan masa depannya yang tak diketahuinya yang terbentang di hadapannya.
Suster Theresa mengantarkan dia ke pintu gerbang yang akan mengantarkannya ke dunia luar.
"Kami akan berdoa bagimu. Ingat, jika seandainya kau memutuskan untuk kembali kepada kami, kau akan selalu mempunyai tempat di sini."
"Terima kasih, Suster. Saya akan ingat itu." Tapi di dalam hatinya, Catherine yakin bahwa ia tidak akan pernah kembali.
Perjalanan panjang dari Ioannina ke Athena memenuhi pikiran Catherine dengan serangkaian perasaan yang saling bertentangan. Me-mang sangat menyenangkan berada di luar gerbang biara, tapi ada sesuatu yang terasa mengancam di dunia luar ini. Apa nanti ia akan tahu kejadian mengerikan apa yang telah terjadi di masa lalunya" Apa ada hubungannya dengan mimpi-mimpinya yang terus mun-cul tentang seseorang yang mencoba meneng-gelamkannya itu"
Menjelang tengah hari, pemandangan pedalam-an berganti dengan desa-desa kecil dan akhirnya mereka tiba di pinggiran kota Athena, dan dengan cepat sudah berada di tengah keramaian kota. Semuanya tampak ganjil dan tak nyata
45 bagi Catherine"tapi anehnya seakan ia sudah pernah mengenalnya. Aku pernah berada di sini sebelumnya, pikir Catherine dengan penuh gai-rah.
Sopir membawa mobil ke arah timur, dan lima belas menit kemudian mereka tiba di tempat kediaman yang amat luas, tinggi di atas sebuah bukit. Mobil masuk lewat gerbang besi yang tinggi dan gardu jaga dari batu, menanjak di lorong jalanan yang diapit oleh pohon-pohon cypress"sejenis cemara"yang anggun, dan berhenti di depan sebuah vila putih besar bergaya Mediterania yang dihiasi setengah lusin patung
yang nampak megah. Sopir membukakan pintu mobil bagi Catherine dan ia lalu melangkah ke luar. Seorang pria menanti di muka pintu depan rumah.
"Kalimehra." Kata yang artinya selamat pagi itu begitu saja meluncur dari bibir Catherine.
"Kalimehra." "Andakah" Andakah orang yang harus saya jumpai?"
"Oh bukan. Mr Demiris menunggu Anda di ruang perpustakaan."
Demiris. Nama yang belum pernah didengarnya sebelumnya. Mengapa orang ini mau membantu dia"
Catherine mengikuti pria itu melewati sebuah ruangan bulat yang mahaluas, yang beratap ku-bah berlapis serpihan-serpihan Wedgwood. Lan"
46 tainya terbuat dari marmer Italia berwarna krem.
Ruang duduknya sangat luas, berlangit-langit tinggi, dan sofa-sofa rendah yang besar dan nyaman dan kursi-kursi tergelar di mana-mana. Sebuah lukisan besar, ciptaan Goya yang berwarna merah padam, menempati satu dinding penuh. Ketika sampai di depan perpustakaan, pria itu berhenti.
"Mr Demiris menunggu Anda di dalam."
Dinding-dinding perpustakaan itu putih ber-pinggir emas, dan rak-rak buku yang berjajar di dinding terisi buku-buku bersampul kulit dengan tulisan timbul dari emas. Seorang laki-laki duduk di belakang meja tulis yang amat besar. Ia menengadah ketika Catherine masuk, dan bangkit. Ia menyelidik apakah di wajah wanita itu ada tanda-tanda bahwa ia mengenalinya, tapi ternyata tidak.
"Selamat datang. Saya Constantin Demiris. Siapa nama Anda?" Ia berusaha membuat pertanyaannya kedengaran biasa. Apakah ia masih ingat namanya"
"Catherine Alexander."
Ia berusaha untuk tidak menunjukkan reaksi. "Selamat datang, Catherine Alexander. Silakan duduk." Ia lalu duduk di hadapan wanita itu, di sofa yang dibungkus kulit hi tarn. Ia semakin nampak cantik jika didekati. Perempuan ini sungguh luar biasa, pikir Demiris. Walaupun mengenakan seragam hitam itu. Sungguh sayang keindahan
47 seperti ini harus dimusnahkan. Sedikitnya ia akan meninggal dalam kebahagiaan.
"Sungguh" sungguh baik hati Anda mau menemui saya," kata Catherine. "Saya tidak mengerti mengapa Anda?"
Ia tersenyum dengan ramah. "Masalahnya biasa saja. Dari waktu ke waktu saya menolong Suster Theresa. Biara itu kekurangan dana, dan saya membantu semampu saya. Ketika ia menulis surat kepada saya tentang Anda dan bertanya apa saya bisa membantu, saya katakan bahwa saya ingin mencoba."
"Itu sangat?" Ia berhenti, tak tahu bagaimana harus melanjutkan. "Apa Suster Theresa sudah menjelaskan bahwa saya" bahwa saya telah kehilangan ingatan saya?"
"Ya, ia menyebutkan sesuatu tentang hal itu." Ia berhenti sejenak dan bertanya seakan cuma iseng, "Berapa banyak yang masih Anda ingat?"
"Saya tahu nama saya, tapi saya tidak tahu saya datang dari mana, atau sebenamya saya ini siapa." Lalu ditambahkannya, dengan penuh harap, "Barangkali saya bisa menemukan seseorang di Athena ini yang kenal dengan saya."
Suatu getaran kecemasan tiba-tiba merasuki Demiris. Justru inilah hal yang paling tidak diinginkannya. "Itu tentu saja mungkin," ia berkata dengan hati-hati. "Sebaikhya kita bicarakan besok pagi-pagi, ya" Sayang sekali saya harus menghadiri rapat sekarang. Saya telah menyu-48
ruh orang menyiapkan kamar bagi Anda di sini. Saya kira Anda akan merasa nyaman."
"Saya" saya sungguh tidak tahu bagaimana harus berterima kasih."
Ia melambaikan tangannya. "Itu tidak perlu. Anda akan diperhatikan dengan baik di sini. Semoga Anda kerasan di sini."
"Terima kasih, Mr?"
"Teman-teman memanggil saya Costa."
Seorang pengurus rumah tangga mengantarkan Catherine ke sebuah kamar tidur yang sungguh fantastik, dicat dengan warna-warna bernuansa putih, dilengkapi dengan sebuah tempat tidur yang. teramat besar yang dinaungi canopy"atap lengkung"sutera, sofa-sofa dan kursi-kursi em-puk berwarna putih, meja dan lampu-lampu an-tik, dan lukisan-lukisan Impresionis yang tergantung di dinding. Tirai-tirai berwarna hijau-laut pucat melunakkan terang sinar matahari yang masuk. Lewat jendela, Catherine bisa melihat lautan biru-turkis di bawah di kejauhan.
Pengurus rumah tangga itu berkata, "Mr Demiris telah mengatur agar sejumlah pakaian di-kirimkan ke sini untuk Anda lihat. Anda boleh memilih yang mana yang Anda sukai."
Catherine sadar, untuk pertama kalinya, bahwa ia masih mengenakan seragam biarawati yang diberikan kepadanya sewaktu di biara.
"Terima kasih." Ia berbaring di tempat tidur yang empuk itu, merasa seakan berada dalam
49 mimpi. Siapa orang asing ini, dan mengapa ia begitu baik terhadap dia"
Satu jam kemudian sebuah van berhenti, me-muat pakaian. Seorang perancang pakaian diantar masuk ke dalam kamar tidur Catherine.
"Saya Madame Dimas. Coba kita lihat apa yang perlu dilakukan. Mohon Anda menanggalkan pakaian, ya?"
"Yaaa" maaf?"
"Tolong lepaskan pakaian Anda. Saya tak bisa melihat jelas tubuh Anda jika berpakaian."
Sudah berapa lama ia tidak bertelanjang di depan orang lain"
Catherine mulai menanggalkan pakaiannya, dengan perlahan, merasa malu. Ketika ia sudah berdiri telanjang di depan wanita itu, Madame Dimas memandanginya dengan mata yang terlatih. Ia terkesan.
"Anda memiliki tubuh yang bagus. Saya kira kami akan bisa melakukan yang terbaik bagi Anda."
Dua asisten wanita masuk dengan membawa kotak-kotak pakaian, pakaian dalam, blus, skirt, sepatu.
"Pilih yang mana yang Anda suka," sang perancang berkata, "dan kami akan mencobakan-nya pada Anda."
"Saya" saya tak akan bisa membayar semua ini," Catherine memprotes. "Saya tidak punya uang."
50 Sang perancang tertawa. "Saya rasa uang tidak menjadi masalah. Mr Demiris akan mengurus itu."
Tapi mengapa" Ketika memegang pakaian-pakaian itu, indera perabanya menghidupkan ingatannya akan pakaian-pakaian yang pernah dikenakannya. Ada sutera dan teriko dan katun, dalam koleksi war-na yang teramat cantik.
Ketiga wanita itu terampil dan efisien, dan dua jam kemudian Catherine telah memiliki setengah lusin busana indah. Ia begitu penuh dengan kegembiraan. Ia duduk di situ, tak tahu lagi mau berbuat apa.
Aku sudah berpakaian bagus sekarang, pikirnya, tapi tak tahu akan pergi ke mana. Tapi ada tempat yang bisa ditujunya"ke kota. Kunci dari apa pun yang telah terjadi pada dirinya ada di Athena. Ia yakin itu. Ia lalu bangkit. Ayolah, orang asing. Kita akan mencoba untuk menemukan kau ini siapa.
Catherine berjalan menuju ke ruang depan, dan kepala pelayan pria menghampirinya. "Apa bisa saya bantu, miss?"
"Ya. Saya" saya mau pergi ke kota. Bisa panggilkan taksi buat saya?"
"Saya yakin itu tidak perlu, miss. Kami mempunyai limousine yang bisa Anda pakai. Saya akan memanggil sopir buat Anda."
51 Catherine ragu-ragu. "Terima kasih." Apa Mr Demiris akan marah jika ia pergi ke kota" Ia tidak mengatakan tidak boleh.
Beberapa menit kemudian ia telah duduk di tempat duduk belakang sebuah limousine Daimler, menuju ke pusat kota Athena.
Catherine silau oleh keramaian dan hiruk-pikuk kota, dan oleh monumen-monumen serta reruntuhan yang teramat mengesankan yang di-lewatinya dalam deretan yang tak putus-putus.
Sopir menunjuk ke depan dan berkata dengan bangga, "Itu Parthenon, miss, tepat di atas Acropolis."
Catherine menatap bangunan marmer putih yang tak asing itu. "Dipersembahkan bagi Athena, sang dewi kebijaksanaan," ia mendengar dirinya sendiri berucap.
Sopir itu tersenyum senang. "Anda pernah belajar sejarah Yunani, miss?"
Air mata frustrasi mengaburkan penglihatan Catherine. "Aku tidak tahu," bisiknya. "Aku tidak tahu."
Mereka melewati reruntuhan lainnya. "Itu tea-ter Herodes Atticus. Seperti Anda lihat, sebagian tembok-temboknya masih berdiri. Dulu tempat itu memuat lebih dari lima ribu orang."
"Enam ribu dua ratus lima puluh tujuh," Catherine berkata pelan.
Hotel-hotel modern dan bangunan-bangunan perkantoran ada di mana-mana di tengah rerun"
52 tuhan yang tak lekang oleh waktu itu, suatu perpaduan eksotik dari masa lalu dan masa kini. Limousine itu melewati sebuah taman yang luas di pusat kota, dengan air mancur berkilauan yang seakan berdansa, di tengahnya. Lusinan meja dengan kaki-kaki hijau dan ora-nye berderet di sepanjang taman, dan langit di atasnya disekat dengan awning-awning biru.
Aku pernah melihat ini sebelumnya, pikir Catherine, kedua tangannya menjadi dingin. Dan aku bahagia saat itu.
Cafe-Cafe tenda tersebar di hampir setiap blok, dan di sudut-sudut orang menjual bunga karang yang baru saja diambil dari laut. Di mana- , mana bunga-bunga ditawarkan oleh para pen-jaja, kios-kios mereka dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni mencolok.
Limousine itu telah tiba di Syntagma Square.
Ketika mereka melewati sebuah hotel di su-dut jalan, Catherine berseru, "Tolong berhenti dulu!"
Sopir menghentikan mobil di pinggiran trotoar. Catherine merasa sulit bernapas. Aku kenal hotel ini. Aku pernah tinggal di sini.
Ketika mengatakan ini, suaranya bergetar, "Saya mau keluar dulu. Apa bisa jemput saya dalam"dalam dua jam?"
"Tentu, miss." Sopir cepat-cepat membukakan pintu baginya, dan Catherine melangkah ke luar ke udara musim panas yang gerah. Kakinya
53 gemetar. "Anda tidak apa-apa, miss?" Ia tidak menjawab. Ia merasa seakan berada di tepi tebing curam, hampir jatuh ke dalam sebuah jurang yang gelap dan mengerikan.
Ia bergerak maju menembus arus massa, takjub menyaksikan gerombolan manusia bergegas di jalanan, saling berbicara membuat bunyi yang gemuruh. Setelah biara yang sunyi dan sepi itu, semuanya tampak bagaikan tidak nyata. Catherine mendapati dirinya bergerak menuju ke Plaka, bagian kuno dari Athena di jantung kota itu, dengan gang-gangnya yang berliku-liku dan undakan-undakan tua dan reyot yang menuju ke rumah-rumah kecil, warung-warung kopi, dan bangunan-bangunan kumuh tak beraturan berlabur putih. la menemukan jalannya karena naluri yang tidak dipahaminya dan yang tidak dicobanya untuk mengendalikan. la melewati sebuah taverna"kedai minum"yang terletak di atap rumah, dengan pemandangan kota di bawahnya, dan berhenti, tertegun. Aku pernah duduk di depan meja itu. Mereka memberikan menu dalam bahasa Yunani padaku. Saat itu kami bertiga.
Kau mau makan apa" mereka bertanya.
Bisa tolong pesankan buat saya" Saya kuatir nanti yang saya pesan pemiliknya.
Mereka tertawa. Tapi "mereka" itu siapa"
Seorang pelayan menghamipiri Catherine. "Boro na sas voithiso?"
"Ochi efharisto."
54 Bisa saya bantu" Tidak, terima kasih. Bagaimana aku bisa tahu itu" Apa aku ini orang Yunani"
Catherine dengan bergegas melanjutkan berjalan, dan seolah-olah ada seseorang yang memandu jalannya. Ia seakan tahu persis ke mana harus menuju.
Semuanya tampak tak asing. Dan tak berarti. My God, pikirnya. Aku akan jadi gila. Aku sedang berhalusinasi. Ia melewati sebuah cafe bernama "Treflinkas." Suatu ingatan menggelitik di sudut benaknya. Sesuatu telah terjadi atas dirinya di tempat ini, sesuatu yang penting. Ia tidak ingat itu apa.
Ia terus berjalan melalui jalan-jalan yang ra-mai dan berkelok-kelok itu dan belok ke kiri ke Jalan Voukourestiou. Jalan itu penuh dengan toko-toko yang bersih dan rapi. Aku biasa ber-belanja di sini. Ia sedang akan menyeberang jalan ketika sebuah sedan biru melaju cepat keluar dari sudut jalan, hampir-hampir tidak melihatnya di situ.
Terngiang di telinganya sebuah ucapan, Orang Yunani belum paham tentang penggunaan mobil. Dalam hati mereka, mereka masih naik keledai. Ka-lau kau ingin benar-benar mengerti orang Yunani, jangan baca buku-buku pedoman; bacalah drama-drama tragedi Yunani kuno. Jizua kami penuh dengan hasrat-hasrat agung, kebahagiaan yang mendalam dan penderitaan yang mencekam, dan sampai sekarang kami belum juga belajar untuk bisa menu-tupinya dengan kerudung peradaban modern.
55 Siapa yang telah mengucapkan itu padanya"
Seorang pria sedang bergegas menuruni jalanan, menuju ke arahnya, menatapnya. Lelaki itu me-ngurangi kecepatan langkahnya, ekspresi wajahnya menunjukkan ia kenal dengan dirinya. Ia bertubuh tinggi dan kulitnya kecoklatan dan Catherine merasa pasti ia belum pernah melihatnya sebelumnya. Tapi"
"Hello." Ia nampak sangat senang bertemu dengan Catherine.
"Hello." Catherine menarik napas dalam-da-lam. "Anda kenal saya?"
Ia menyeringai. "Tentu saja aku kenal kau."
Catherine merasa seakan jantungnya akan meloncat ke luar. Akhirnya sekarang dia akan tahu apa yang terjadi di masa lalu. Tapi bagaimana caranya menanyakan "siapa saya ini" kepada seorang asing di jalan ramai"
"Bisakah" bisa kita bicara?" Catherine bertanya.
"Sebaiknya begitu."
Catherine merasa panik. Misteri jati dirinya sudah hampir terungkap. Tapi ia merasakan ketakutan yang mencekam. Apa benar aku ingin tahu itu" Bagaimana kalau aku dulu melakukan sesuatu yang jahat"
Pria itu membawanya ke sebuah taverna kecil di udara terbuka. "Senang sekali kebetulan bertemu denganmu," katanya.
Catherine menelan ludah. "Aku juga."
56 Seorang pelayan mengantar mereka ke sebuah meja.
"Mau minum apa?" pria itu bertanya.
Ia menggelengkan kepala. "Tidak usah."
Banyak sekali yang ingin ditanyakannya. Dari mana akan mulai"
"Kau amat cantik," pria itu berkata. "Ini namanya nasib. Kau setuju?"
"Ya." Ia hampir gemetar karena tegang. Ia menarik napas dalam-dalam. "Aku"di mana kita bertemu dulu?"
Ia menyeringai. "Apa itu penting, koritsimon" Paris, atau Roma, di tempat balap, di pesta." Ia maju mendekat dan memegang tangannya dengan keras. "Kau yang tercantik yang pernah kulihat di sekitar sini. Berapa tarifmu?"
Catherine menatapnya, sejenak kurang pa-ham, lalu terkejut, ia terloncat berdiri.
"Hey! Ada apa" Akan kubayar berapa saja?"
Catherine berbalik dan berlari cepat, menuruni jalanan. Ia belok di persimpangan dan me-ngurangi kecepatan langkahnya, matanya basah dengan air mata perasaan terhina.
Di depan ada taverna kecil dengan tulisan di kaca depannya, "Madame Piris"Peramal Nasib". Catherine melangkah pelan, lalu berhenti. Aku kenal Madame Piris. Aku sudah pernah ke sini. Detak jantungnya mulai berpacu. Ia merasa bahwa di sana, menembus pintu menuju kegelapan itu, merupakan permulaan dari berakhirnya misteri ini. Ia membuka pintu dan melangkah
57 ke dalam. Membutuhkan sedikit waktu untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan seperti gua di ruangan itu. Terlihat sebuah bar yang tidak asing lagi di sudut, dan selusin meja dan kursi. Seorang pelayan menghampirinya dan menyapanya dalam bahasa Yunani. "Kalimehra."
"Kalimehra. Pou ineh Madame Piris?" "Madame Piris?"
Pelayan itu membuat gerakan tangan ke arah sebuah meja kosong di sudut ruangan, dan Catherine berjalan ke arahnya dan duduk. Semuanya persis seperti yang diingatnya.
Seorang wanita yang teramat tua, mengenakan pakaian hitam, dengan wajah kering dan keriput, mendekat ke meja itu.
"Apa yang bisa?"" Bicaranya terhenti, matanya memicing menyelidiki wajah Catherine. Matanya lalu terbuka lebar. "Aku pernah kenal denganmu tapi wajahmu?" Napasnya tersengal. "Kau telah kembali!"
"Kau tahu siapa aku?" Catherine bertanya dengan penuh harap.
Wanita itu menatap, matanya penuh dengan ketakutan. "Tidak! Kau sudah man! Keluar!"
Catherine mengerang perlahan dan merasakan rambut di kepalanya mulai berdiri. "To-long"aku hanya?"
"Pergilah, Mrs Douglas!"
"Aku harus tahu?"
58 Wanita tua itu membuat tanda salib, berbalik, dan menghilang.
Catherine duduk di situ sebentar, gemetar, lalu menghambur ke luar ke jalan. Suara di benaknya mengikutinya. Mrs Douglas!
Dan seolah-olah sebuah pintu bendungan terbuka. Puluhan adegan yang terang-benderang tiba-tiba seakan tertuang ke dalam angannya, suatu rangkaian kaleidoskop cemerlang yang mengalir tak terkendali. Aku adalah Mrs Larry Douglas. Ia bisa melihat wajah suaminya yang tampan. Ia sungguh amat mencintainya, tapi sesuatu yang buruk telah terjadi. Sesuatu"
Ingatan berikutnya yaitu tentang dirinya sendiri yang mencoba bunuh diri, dan terbangun di rumah sakit.
Catherine berdiri di jalanan, cemas kakinya tak akan sanggup menopangnya, membiarkan adegan-adegan itu menghambur masuk ke benaknya.
Ia mabuk-mabukan, karena ia telah kehilangan Larry. Tapi kemudian Larry kembali kepadanya. Mereka sedang berada di apartemennya, dan Larry berkata, "Aku tahu aku telah berkelakuan amat buruk. Aku ingin menebusnya, Cathy. Aku mencintaimu. Aku belum pernah benar-benar mencintai orang lain. Aku ingin di-beri kesempatan sekali lagi. Maukah kau pergi untuk berbulan madu kedua kalinya" Aku tahu ada sebuah desa kecil yang bisa kita kunjungi. Namanya Ioannina."
59 Kemudian dimulailah kisah horor ini.
Adegan-adegan yang memasuki benaknya ki-ni jadi menakutkan.
Ia sedang berada di puncak bukit bersama Larry, tersesat di tengah pusaran kabut kelabu, dan suaminya sedang bergerak maju ke arahnya, kedua tangannya terbentang, siap untuk mendorongnya ke luar tebing curam. Pada saat itu, beberapa turis datang dan menyelamatkan dia.
Kemudian kejadian di gua.
"Petugas hotel itu menceritakan padaku tentang gua-gua di dekat sini. Semua pasangan bulan madu pergi ke sana."
Dan mereka lalu pergi ke gua itu, dan Larry membawanya masuk jauh ke dalam ke bagian paling bawah, lalu meninggalkannya supaya ia mati di sana.
Ia menutup telinganya dengan kedua tangannya seakan ingin menutup angan-angan menakutkan yang mengalir masuk ke dalam otaknya.
Ia berhasil diselamatkan lagi dan dibawa kembali ke hotel, dan seorang dokter memberikan obat tidur kepadanya. Tapi di tengah malam ia terbangun dan mendengar Larry dan wanita simpanannya di dapur, merencanakan untuk membunuhnya, angin membuat kata-kata mereka jadi samar.
"tak ada orang yang akan pernah"
"aku sudah bilang akan kutangani"
60 "ada yang salah. Tak ada sesuatu pun yang bisa mereka"
"sekarang, sementara ia masih tidur.
Dan ia ingat ia melarikan diri di tengah badai yang menakutkan itu"dikejar oleh mereka"na-ik ke dalam perahu dayung, angin mendorong perahu itu melaju ke tengah danau yang ber-golak karena badai. Perahu itu mulai tenggelam, dan dia tak sadarkan diri.
Catherine menjatuhkan diri duduk di sebuah bangku jalanan, terlalu lelah untuk bergerak. Jadi mimpi-mimpi buruknya itu memang terjadi. Suaminya dan wanita simpanannya mencoba membunuhnya.
Ia berpikir lagi tentang orang asing yang datang untuk mengunjunginya di biara tak lama setelah ia diselamatkan. Pria itu memberikan kepadanya burung-burungan emas yang buatannya amat halus, sayap-sayapnya seakan siap untuk terbang. "Tak ada yang bisa mencelakaimu sekarang. Orang-orang jahat itu sudah mati." Ia masih saja belum bisa melihat wajahnya dengan "* jelas.
Kepala Catherine mulai berdenyut-denyut.
Akhirnya, ia bangun dan berjalan perlahan menuju ke jalan di mana ia harus menemui sopir yang akan membawanya kembali kepada Constantin Demiris. Dalam naungan lelaki itu ia akan aman.
61 Bab 4 "Mengapa kaubiarkan ia meninggalkan rumah?" Constantin Demiris menuntut.
"Maafkan saya, Tuan," kepala pelayan itu menjawab. "Anda tidak mengatakan bahwa ia tidak boleh keluar, jadi?"
Demiris memaksakan dirinya untuk tampak tenang. "Tidak sangat penting. Barangkali sebentar lagi ia kembali."
"Ada yang lain lagi, Tuan?"
"Tidak." Demiris menyaksikan kepala pelayan itu melangkah pergi. Ia menghampiri jendela dan menatap ke luar ke taman yang dirawat dengan sempurna itu. Berbahaya jika Catherine Alexander muncul di jalan-jalan di Athena, sebab seseorang mungkin akan mengenalinya. Sayang sekali aku tak bisa membiarkan dia tetap hidup. Tapi yang pertama"balas dendamku. Ia akan tetap hidup sampai aku sudah membalas dendam. Aku akan menikmati saat-saat bersama dia. Aku akan memindahkan dia dari sini, ke suatu tempat di mana tak seorang pun akan mengenalinya. London akan men-62
jadi tempat yang aman. Kami bisa mengawasinya. Aku akan memberikan pekerjaan kepadanya di kantorku di sana.
Satu jam kemudian, ketika Catherine kembali ke rumah, Constantin Demiris langsung tahu ada perubahan dalam dirinya. Seakan tirai hi tarn telah disingkap dan Catherine tiba-tiba berubah jadi hidup. Ia mengenakan setelan dari bahan sutera putih, dengan blus putih"dan Demiris tertegun melihat betapa penampilannya sudah amat berubah. Nostimi, pikirnya. Seksi.
"Mr Demiris?" "Costa." "Saya" saya tahu saya siapa, dan"dan apa yang telah terjadi."
Wajah Demiris tidak menunjukkan apa-apa. "O, ya" Duduklah, my dear, dan ceritakan pada-ku."
Catherine terlalu tegang untuk duduk. Ia mulai menapaki karpet itu dengan gelisah, mon-dar-mandir, kata-kata berhamburan keluar dari mulutnya. "Suami saya dan pacar"pacar gelapnya, Noelle, mencoba membunuh saya." Ia berhenti, memandang Demiris dengan tanda tanya. "Apa kedengarannya gila" Saya"saya tidak tahu. Barangkali iya."
"Lanjutkan, my dear," katanya dengan nada menghibur.
"Biarawati-biarawati dari biara itu menyela"
63 matkan saya. Suami saya bekerja pada Anda, bukan?" terucap olehnya tak sengaja.
Demiris ragu-ragu, dengan hati-hati menimbang-nimbang jawabannya. "Ya." Berapa banyak yang dia boleh tahu" "Ia salah satu pilotku. Aku merasa bertanggung jawab terhadap kau. Itu hanyalah?"
Ia memandang langsung ke Demiris. "Tapi Anda tahu siapa saya. Mengapa tadi pagi tidak Anda katakan pada saya?"
"Saya kuatir kau nanti shock," kata Demiris dengan lancar. "Kupikir lebih baik jika kau menemukannya sendiri."
"Tahukah Anda apa yang. telah terjadi pada suami saya dan wanita"wanita itu" Di mana mereka?"
Demiris memandang tajam ke mata Catherine. "Mereka telah dihukum mati."
Ia menyaksikan darah surut dari wajah perempuan itu. Catherine mengeluarkan suara sedikit. Tiba-tiba ia merasa terlalu lemah untuk berdiri dan terduduk di kursi.
"Saya tidak?" "Mereka dihukum mati oleh Negara, Catherine."
"Tapi" kenapa?"
Hati-hati. Bahaya. "Sebab mereka mencoba membunuhmu."
Catherine mengerutkan dahi. "Saya tidak mengerti. Mengapa Negara menghukum mati mereka" Saya masih hidup?"
64 Demiris memotong. "Catherine, hukum Yunani amat keras. Dan proses peradilan di sini cepat. Mereka diadili di depan umum. Sejumlah saksi menyatakan bahwa suamimu dan Noelle Page mencoba membunuhmu. Mereka dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman mati."
"Sulit dipercaya." Catherine duduk di situ, pikirannya kalut. "Pengadilan itu?"
Constantin Demiris mendekatinya dan meletakkan tangannya di pundaknya. "Kau harus membuang masa lalu dari pikiranmu. Mereka mencoba melakukan sesuatu yang jahat terhadapmu, dan mereka telah menanggung akibat perbuatannya itu." Lalu ia berkata dengan nada yang lebih gembira, "Kukira aku dan kau sebaiknya berbicara tentang masa depan. Kau punya rencana?"
Ia tidak mendengar Demiris. Larry, pikirnya. Wajah tampan Larry, tertawa. Tangan Larry, suaranya"
"Catherine?" Ia mendongak. "Maaf?"
"Kau punya . gagasan tentang masa depan-mu?"
"Tidak, saya" saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan. Saya kira saya bisa tinggal di Athena?"
"Tidak," kata Demiris dengan tegas. "Itu bukan gagasan yang baik. Terlalu banyak kenangan buruk yang akan datang kembali. Aku mengusulkan kau meninggalkan, Yunani."
65 "Tapi saya tak tahu ke mana harus pergi."
"Aku telah memikirkan itu", Demiris berkata kepadanya. "Aku punya kantor-kantor di "London. Kau dulu pernah bekerja pada seseorang yang bernama William Fraser di Wasing-ton. Kau ingat itu?"
"William" ?" Dan tiba-tiba ia ingat. Itu salah satu saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya.
"Kau dulu adalah asisten administrasinya, kukira."
"Ya, saya?" "Kau bisa melakukan pekerjaan yang sama untukku di London".
Ia ragu-ragu. "Saya tidak yakin saya tidak bermaksud untuk tidak berterima kasih, tapi?"
"Aku mengerti. Aku tahu semua tampak-nva terjadi sangat cepat," kata Demiris degan simpatik. "Kau perlu waktu untuk memikirkan semua ini. Sebaiknya kau makan malam dengan enak dan tenang di kamarmu, dan besok pagi kita bicarakan lagi lebih lanjut."
Minta dia untuk makan malam di kamarnya adalah inspirasi Demiris yang muncul secara mendadak. Ia tidak ingin istrinya sampai bertermu dengan Catherine.
"Anda sangat baik," kata Catherine. "Dan amat pemurah. Pakaian-pakaian ini?"
Ia menepuk tangan Catherine lalu memegangnya agak lama. "Aku senang melakukannya."
66 Ia duduk di kamar tidurnya menyaksikan matahari yang menyala itu mulai tenggelam ke laut Aegea yang biru sambil memancarkan warna-warna yang seronok. Tak ada gunanya mengingat-ingat masa lalu. Masa depanlah yang harus dipikirkan. Thank God ada Constantin Demiris. Ia merupakan tambatan hidupnya. Tanpa dia, ia tak punya siapa-siapa untuk dimintai tolong. Dan ia menawarkan pekerjaan di London. Apakah akan kuterima" Pikirannya terputus oleh ketukan di pintu. "Kami membawa makan malam Anda, miss."
Lama setelah Catherine berlaiu, Constantin Demiris duduk di perpustakaan, berpikir tentang pembicaraan tadi. Noelle. Cuma sekali dalam hidupnya Demiris membiarkan emosinya lepas kendali. Ia telah jatuh cinta dengan teramat mendalam pada Noelle Page, dan perempuan itu telah menjadi pacar gelapnya. Ia belum pernah kenal dengan wanita seperti Noelle. Ia begitu tahu banyak tentang seni, dan musik, dan bisnis, dan ia telah menjadi sesuatu yang mut-lak dalam hidup Demiris. Dalam diri Noelle tak ada yang mengherankan. Dalam diri Noelle semuanya mengherankan. Ia sudah terobsesi oleh Noelle. Ia wanita paling cantik, paling sensual yang pernah dikenal Demiris. Ia telah mengorbankan ketenarannya sebagai bintang demi berada di sisi Demiris. Noelle telah membangkitkan dalam dirinya emosi-emosi yang belum per-67
nah dirasakannya sebelumnya. Noelle adalah kekasihnya, orang kepercayaannya, sahabatnya. Demiris mempercayainya sepenuhnya dan ia telah mengkhianatinya dengan Larry Douglas. Itu suatu kesalahan yang telah dibayar Noelle dengan nyawanya. Constantin Demiris telah mengatur dengan para pejabat pemerintah untuk mengubur jenazah wanita itu di tanah pekuburan di Psara, pulau pribadinya di Laut Aegea. Semua orang berkomentar betapa indah dan sentimentil tindakan Demiris itu. Padahal, Demiris mengatur tanah kubur itu di sana su-pava ia bisa memperoleh kesenangan luar biasa dengan menginjak-injak kubur jahanam betina itu. Di samping tempat tidur Demiris di kamar tidur pribadinya terdapat foto Noelle dalam po-senya yang paling indah, memandang kepadanya dan tersenyum. Tersenyum abadi, membeku oleh waktu.
Bahkan sampai sekarang pun, setelah lebih dari setahun, Demiris belum sanggup untuk berhenti memikirkannya. Noelle telah menjadi sebuah luka terbuka yang tak seorang dokter pun bisa menyembuhkannya.
Mengapa, Noelle, mengapa" Aku memberikan semuanya kepadamu. Aku mencintaimu, kau pelacur jalanan. Aku.cinta kau. Aku masih mencintaimu.
Kemudian ada Larry Douglas. Ia juga telah membayar dengan nyawanya. Tapi itu belum cukup bagi Demiris. Ia merencanakan balas dendam lain lagi di benaknya. Sebuah balas
68 dendam yang sempurna. Ia akan bersenang-se-nang dengan istri Douglas seperti Douglas telah melakukannya dengan Noelle. Setelah itu barulah Catherine akan dikirimnya untuk bergabung dengan suaminya.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Costa?" Itu suara istrinya. Melina masuk ke ruang perpustakaan.
Constantin Demiris adalah suami Melina Lambrou, seorang wanita menawan yang berasal dari keluarga bangsawan Yunani kuno. Ia bertubuh tinggi dan berpenampilan aristokrat, dengan keanggunan yang terpancar dari dalam.
"Costa, siapa wanita yang kulihat di ruang depan tadi?" Suaranya terdengar tegang.
Pertanyaan itu membuatnya sedikit kelabak-an. "Apa" Oh. Ia teman seorang relasi bisnisku," kata Demiris. "Ia akan bekerja padaku di London."
"Aku melihatnya sepintas tadi. Ia mengingatkan aku pada seseorang." "O, ya?"
"Ya." Melina ragu sejenak. "Ia mengingatkan aku pada istri pilot yang dulu bekerja padamu. Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Mereka kan telah membunuhnya."
"Ya," Constantin Demiris setuju. "Mereka membunuh dia."
Ia menyaksikan Melina ketika wanita itu me"
69 langkah pergi. Ia harus hati-hati. Melina ini tidak bodoh. Mestinya dulu aku tidak menikahinya, pikir Demiris. Itu suatu kesalahan besar"
Sepuluh tahun sebelum itu, pernikahan Melina Lambrou dan Constantin Demiris telah mengejutkan banyak orang di kalangan bisnis dan sosial dari Athena sampai ke Riviera dan ke Newport. Yang membuat itu begitu menggelitik adalah karena sebulan sebelum pernikahan pe-ngantin wanita itu telah bertunangan dan akan menikah dengan pria lain.
Sewaktu masih kanak-kanak, Melina Lambrou sering membuat keluarganya cemas karena sifat keras kepalanya. Ketika berumur sepuluh tahun, ia memutuskan bahwa ia ingin menjadi pelaut. Sopir keluarga menemukannya di pelabuhan sedang berusaha menyelundup naik ke sebuah kapal, lalu membawa dia pulang untuk dima-rahi. Ketika berumur dua belas tahun, ia mencoba melarikan diri ikut rombongan sirkus keliling.
Pada saat Melina berumur tujuh belas tahun, ia pasrah pada nasi
bnya"ia cantik, amat sangat kaya dan putri Mihalis Lambrou. Surat kabar senang menulis tentang dia. Ia merupakan to-koh dunia khayal yang teman bermainnya adalah para putri dan pangeran, dan melalui semua itu, seakan sebuah mukjizat, Melina tetap utuh tak ternoda. Melina mempunyai satu saudara
70 laki-laki, Spyros, yang umurnya sepuluh tahun lebih tua darinya, dan keduanya saling menyayangi. Orangtua mereka meninggal dalam suatu kecelakaan sewaktu berlayar ketika Melina berumur tiga belas tahun, dan Spyros-lah yang telah membesarkan dia.
Spyros selalu melindungi dia secara ekstrem "terlalu ekstrem, begitu pikir Melina. Ketika Melina sudah hampir berumur dua puluh tahun, Spyros semakin waspada terhadap para pria yang berminat kepada Melina, dan ia dengan teliti menilai setiap calon yang akan diterima oleh adiknya. Tak ada satu pun yang cukup baik.
"Kau harus hati-hati," demikian selalu nasihatnya kepada Melina. "Kau merupakan target bagi semua pemburu harta di dunia ini. Kau muda dan kaya dan cantik, dan kau keturunan orang terkenal."
"Bravo, kakakku sayang. Itu akan jadi peng-hiburan besar bagiku, jika aku nanti sudah delapan puluh tahun dan mati sebagai perawan tua."
"Jangan kuatir, Melina. Pasti akan tiba pria yang cocok."
Namanya Count Vassilis Manos, dan umurnya kira-kira empat puluh lima, seorang pengusaha sukses dari keluarga Yunani yang tua dan terhormat. Count itu langsung jatuh cinta pada Melina yang cantik dan muda itu. Lamarannya
71 diajukan hanya beberapa minggu setelah mereka bertemu.
"Ia sempurna untukmu," kata Spyros gembira. "Manos orang yang realistis, dan ia tergila-gila padamu."
Melina kurang bersemangat. "Ia tidak menarik, Spyros. Kalau kami sedang berdua, yang dibicarakannya hanya bisnis, bisnis, bisnis. Kalau saja ia lebih"lebih romantis."
Kakaknya berkata dengan tegas, "Ada yang lebih penting daripada roman dalam perkawinan. Kau perlu seorang suami yang mantap dan stabil, seseorang yang mengabdikan dirinya padamu."
Dan akhirnya Melina bisa dibujuk untuk menerima lamaran Count Manos.
Count itu luar biasa senangnya. "Kau telah menjadikan aku orang yang paling bahagia di dunia," ia menyatakan. "Aku baru saja mendirikan perusahaan baru. Akan kunamai Melina International."
Melina akan lebih senang seandainya diberi selusin mawar saja. Tanggal pernikahan ditentukan, seribu undangan disebar, dan rencana-rencana besar dibuat.
Pada saat itulah Constantin Demiris memasuki kehidupan Melina Lambrou.
Mereka bertemu dalam salah satu dari kira-kira selusin pesta pertunangan yang diadakan bagi pasangan itu.
72 Nyonya rumah memperkenalkan mereka berdua. "Ini Melina Lambrou"Constantin Demiris."
Demiris menatapnya dengan mata hitamnya yang seakan termenung itu. "Berapa lama Anda diperbolehkan tinggal?" ia bertanya.
"Maaf?" "Pasti Anda dikirim dari surga untuk mengajarkan pada kami makhluk fana ini apa artinya keindahan."
Melina tertawa. "Anda terlalu memuji, Mr Demiris."
Ia menggelengkan kepala. "Anda di luar jangkauan pujian. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan Anda dengan benar."
Pada saat itu Count Manos datang dan meng-interupsi percakapan itu.
Malam itu, sebelum tidur, Melina berpikir tentang Demiris. Dia telah mendengar tentang Demiris, tentu saja. Dia kaya, dia seorang duda, dan dia punya reputasi sebagai pengusaha yang tanpa ampun dan playboy yang tak pernah jera. Untung aku tidak terlibat dengan dia, pikir Melina.
Para dewa tertawa. Pagi keesokan harinya setelah pesta itu, kepala pelayan Melina masuk ke ruang makan pagi. "Ada bungkusan buat Anda, Miss Lambrou. Di-kirimkan oleh sopir Mr Demiris." "Tolong bawa masuk."
Jadi Constantin Demiris mengira bahwa ia akan bisa membuat aku terkesan dengan kekayaannya.
73 Well, ia akan sangat kecewa. Apa pun yang dikirim-kannya" apakah itu perhiasan yang mahal, atau sebuah barang antik yang tak ternilai" akan langsung kukirimkan kembali kepadanya.
Bungkusan itu kecil dan berbentuk persegi panjang, dan dibungkus dengan bagus. Dengan rasa ingin tahu, Melina membukanya. Kartunya hanya bertuliskan: "Saya pikir barangkali Anda akan menyukai ini. Constantin."
Ternyata sebuah novel bersampul kulit ber-judul Toda Raba oleh Nikos Kazantzakis, penulis favoritnya. Bagaimana ia bisa tahu"
Melina menulis sebuah note terima kasih yang sopan, dan berkata dalam hati: Itu cukup.
Pagi berikutnya, datang bungkusan lain. Kali ini sebuah rekaman oleh Delius, komponis favoritnya. Suratnya berbunyi: "Barangkali Anda akan senang mendengarkan ini sambil membaca Toda Raba."
Mulai dari hari, itu seterusnya ada hadiah-hadiah tiap hari. Bunga-bunga favoritnya, dan parfum, dan musik, dan buku-buku. Constantin Demiris telah bersusah payah mencari tahu apa selera Melina, dan gadis itu mau tak mau merasa tersanjung atas perhatiannya itu.
Ketika Melina menelepon untuk mengucapkan terima kasih kepada Demiris, Demiris berkata, "Tak ada satu pun yang bisa saya berikan yang akan benar di mata Anda."
Berapa wanita yang sudah mendengar kata-kata ini"
74 "Maukah Anda makan siang bersama saya, Melina?"
Ia sudah hampir mengatakan tidak, tapi lalu berpikir: Tak ada salahnya makan siang dengan laki-laki ini. Ia telah berlaku sangat baik.
"Baiklah." Ketika dikatakannya kepada Count Manos bahwa ia akan makan siang dengan Constantin Demiris, ia keberatan.
"Apa perlunya, my dear" Kau talc punya persamaan apa-apa dengan orang brengsek itu. Mengapa kau akan menemuinya?"
"Vassilis, ia mengirimiku hadiah-hadiah kecil setiap hari. Aku akan bilang padanya untuk menghentikan itu." Dan pada saat mengatakan itu, Melina berpikir: Aku kan bisa mengatakan itu kepadanya lewat telepon.
Constantin Demiris sudah memesan tempat di restoran Floca yang populer di Jalan Panepis-timiou itu dan ia sudah menunggu Melina ketika gadis itu tiba.
Ia bangkit. "Anda sudah tiba. Tadi saya begitu kuatir Anda mungkin tidak jadi."
"Saya selalu menepati janji."
Ia menatap gadis itu dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Dan saya juga begitu. Saya akan menikahi Anda."
Melina menggelengkan kepala, setengah geli, setengah jengkel. "Mr Demiris, saya sudah terikat untuk menikah dengan orang lain."
75 "Manos?" Ia melambaikan tangannya dalam gerak menyuruh orang pergi. "Ia tidak cocok untuk Anda."
"Oh, ya" Mengapa begitu?"
"Saya sudah menyelidiki dia. Ia berasal dari keluarga yang mengidap kegilaan, ia sendiri menderita kelainan darah, ia dicari polisi karena penyelewengan sex di Brussels, dan main tenis-nya amat jelek."
Melina tidak tahan untuk tidak tertawa. "Dan Anda?"
"Saya tidak bisa main tenis."
"O, begitu. Dan karena itulah saya harus menikah dengan Anda?"
Bukan. Anda akan menikah dengan saya karena saya akan menjadikan Anda wanita paling berbahagia yang pernah hidup."
"Mr Demiris?" Ia menutup tangan gadis itu dengan tangannya. "Costa."
Ia menarik tangannya. "Mr Demiris, saya datang ke sini hari ini untuk mengatakan bahwa saya ingin Anda berhenti mengirimi saya ha-diah-hadiah. Saya tidak bermaksud untuk bertemu dengan Anda lagi."
Demiris memandang gadis itu berlama-lama. "Saya yakin Anda bukan orang yang tega."
"Saya harap bukan."
Demiris tersenyum. "Bagus. Jadi Anda tidak akan membuat saya patah hati."
"Saya ragu apakah hati Anda begitu mudah
76 patah. Anda cukup mempunyai reputasi tentang itu."
"Ah, itu sebelum saya bertemu dengan Anda. Saya telah lama memimpikan Anda." Melina tertawa.
"Saya bersungguh-sungguh. Ketika saya masih sangat muda dulu, saya sering membaca tentang keluarga Lambrou. Anda sangat kaya dan saya sangat miskin ketika itu. Saya tidak punya apa-apa. Kami hidup sangat berkekurangan. Ayah saya kuli pelabuhan yang bekerja di dok-dok Piraeus. Saudara laki-laki dan perempuan saya empat belas orang, dan kami harus berjuang untuk memperoleh apa saja yang kami inginkan."
Walaupun ia kaya, Melina tersentuh. "Tapi Anda kaya sekarang."
"Benar. Tidak sekaya saya nanti."
"Apa yang membuat Anda jadi kaya?"
"Kelaparan. Saya selalu lapar. Saya masih tetap lapar."
Gadis itu bisa melihat dari matanya bahwa ia berkata benar. "Bagaimana Anda" bagaimana Anda dulu mulai?"
"Anda benar ingin tahu?"
Dan Melina mendapati dirinya sendiri berkata, "Saya benar ingin tahu."
"Ketika saya berumur tujuh belas tahun, saya bekerja di perusahaan minyak kecil di Timur Tengah. Saya tidak begitu berhasil. Pada suatu malam saya makan malam dengan seorang ge"
77 olog muda yang bekerja di perusahaan minyak besar. Saya memesan steak malam itu, dan ia hanya memesan sop. Saya bertanya mengapa ia tidak memesan steak, dan ia bilang itu karena ia tidak mempunyai gigi belakang, dan ia tidak mampu membeli gigi palsu. Saya memberinya lima puluh dolar untuk membeli gigi baru. Sebulan kemudian ia menelepon saya di tengah malam untuk memberitahukan bahwa ia baru saja menemukan deposit minyak baru. Ia belum menceritakan kepada majikannya tentang hal itu. Pagi harinya, saya mulai meminjam setiap sen yang dapat saya peroleh, dan ketika petang tiba saya telah membeli semua hak atas tanah di sekitar lokasi penemuan baru itu. Ternyata itu adalah salah satu deposit minyak yang terbesar di dunia."
Melina menyerap setiap kata yang diucapkannya, terpana.
"Itulah permulaannya. Saya perlu kapal-kapal tanker untuk memuat minyak saya, jadi lama-kelamaan saya memiliki sebuah armada. Kemudian penyulingan. Lalu perusahaan penerbangan." Ia mengangkat bahu. "Dan seterusnya"."
Setelah mereka menikah cukup lama barulah Melina tahu bahwa kisah tentang steak itu hanya isapan jempol belaka.
Melina Lambrou tidak berniat untuk menjumpai Constantin Demiris lagi. Tapi, melalui serangkaian kebetulan yang direncanakan dengan cer"
78 mat, Demiris selalu saja bisa muncul di pesta, atau teater, atau pertunjukan amal yang sama yang dihadiri Melina. Dan setiap kali, gadis itu merasakan daya tarik Demiris yang menguasai dirinya. Di samping Demiris, Vassilis Manos nampak"ia tidak suka mengakui ini, bahkan kepada dirinya sendiri"membosankan.
Melina Lambrou suka kepada pelukis-pelukis Flemish, dan ketika Hunters in the Snow yang dilukis oleh Bruegel ada di pasaran, sebelum ia sempat membelinya, lukisan itu telah dikirim oleh Constantin Demiris kepadanya sebagai ha-diah.
Melina terpikat pada pengetahuan Demiris yang mengherankan akan/seleranya.
"Saya tak bisa menerima hadiah yang begitu mahal dari Anda/Ma memprotes.
"Ah, tapi itu/bukan hadiah. Anda harus membayar. Malcar^malam dengan saya nanti malam." /1
Dan akhjrnya Melina setuju. Laki-laki itu be-nar-benar sulit ditolak.
Seminggu kemudian Melina memutuskan pertunangannya dengan Count Manos.
Ketika Melina memberitahu kakaknya tentang ini, ia terperanjat.
"Demi Tuhan, mengapa?" Spyros bertanya. "Mengapa?"
"Karena aku akan menikah dengan Constantin Demiris."
79 Ia benar-benar terkejut. "Kau pasti sudah gila. Kau tidak boleh menikah dengan Demiris. Ia itu monster. Ia akan menghancurkan kau. Jika?"
"Kau salah tentang dia, Spyros. Ia sungguh baik. Dan kami jatuh cinta. Ini?"
"Kau yang jatuh cinta," bentak kakaknya. "Aku tidak tahu apa yang dia maui, tapi yang jelas pasti tak ada hubungannya dengan cinta. Kau tahu reputasinya mengenai wanita" Ia?"
"Itu semua masa lalu, Sypros. Aku akan menjadi istrinya."
Dan tak ada yang bisa dikatakannya yang bisa membuat adiknya membatalkan pernikahan itu.
Sebulan kemudian Melina Lambrou dan Constantin Demiris menikah.
Pada mulanya perkawinannya kelihatannya sempurna. Constantin bersikap menyenangkan dan penuh perhatian. Ia seorang kekasih yang sangat menggairahkan dan hangat, dan ia terus-menerus membuat kejutan bagi Melina dengan hadiah-hadiahnya yang mahal dan tamasya-ta-masya ke tempat-tempat eksotik.
Di malam pertama bulan madunya, ia berkata, "Istri pertamaku tak pernah bisa memberiku anak. Kini kita akan punya banyak anak laki-laki."
"Anak perempuan tidak?" Melina menggoda. "Boleh kalau kau mau. Tapi laki-laki dulu."
80 Pada hari Melina tahu bahwa ia sedang ha-mil, Constantin berada di puncak kebahagiaan.
"Ia akan meneruskan kerajaanku," ia menyatakan dengan gembira.
Di bulan ketiga, Melina keguguran. Constantin Demiris berada di luar negeri ketika itu terjadi. Ketika ia pulang dan mendengar berita itu ia bereaksi seperti orang gila.
"Apa yang telah kaulakukan?" teriaknya. "Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Costa, aku?" "Kau kurang hati-hati!"
"Tidak, aku bersumpah?"
Demiris menarik napas panjang. "Baik. Apa yang sudah terjadi biar terjadi. Kita akan punya anak laki-laki lagi."
"Aku" aku tidak bisa." Melina tak berani memandang matanya.
"Apa yang kaukatakan?"
"Mereka harus melakukan operasi. Aku tak bisa punya anak lagi."
Demiris berdiri di situ, beku dan kelu, lalu berbalik dan melangkah pergi tanpa sepa^ah kata pun.
Mulai saat itu, hidup Melina menjadi seperti neraka. Constantin Demiris bersikap seolah-olah istrinya telah dengan sengaja membunuh anak laki-lakinya. Ia tidak mempedulikan istrinya lagi, dan mulai bergaul dengan wanita-wanita lain.
Melina mestinya bisa menanggung semua de"
81 rita itu, tapi yang membuat penghinaan itu te-rasa menyakitkan adalah bahwa Demiris dengan bangga memamerkan pergaulannya itu di depan umum. Ia membuat affair-affair terbuka dengan bintang-bintang film, penyanyi opera, dan istri teman-temannya. Ia membawa pacar-pacarnya ke Psara, pulau pribadinya dekat Chios, dan berlayar di atas yacht-nya, dan ke pertemuan-pertemuan sosial. Pers dengan senang mengisahkan petualangan-petualangan cinta Constantin Demiris.
Mereka sedang menghadiri sebuah jamuan makan di rumah seorang bankir terkemuka.
"Anda dan Melina harus datang," bankir itu berkata. "Saya punya koki Oriental baru yang bisa membuat masakan Cina yang paling enak di dunia."
Daftar tamunya amat berstatus. Di meja makan hadir sekumpulan orang yang teramat mengesankan yang terdiri dari para seniman, po-litisi dan industrialis. Makanannya memang istimewa. Koki telah mempersiapkan sop sirip ikan hiu, udang gulung, babi mu shu, bebek Peking, iga babi, bakmi Canton, dan selusin masakan lain. Melina duduk dekat tuan rumah, di satu ujung meja, suaminya dekat nyonya rumah di ujung meja satunya. Di sebelah kanan Demiris duduk seorang bintang film muda yang cantik. Demiris memusatkan perhatiannya kepada dia, tanpa mempedulikan yang lain-lainnya di meja
82 itu. Melina bisa mendengar pembicaraan suaminya sedikit-sedikit.
"Nanti kalau film Anda sudah selesai, Anda harus ikut berlayar dengan yacht saya. Akan menjadi liburan yang menyenangkan buat Anda. Kita akan berlayar di sepanjang pantai Dal-matia?"
Melina berusaha untuk tidak mendengarkan, tapi itu tidak mungkin. Demiris tidak mencoba untuk berbicara dengan lebih pelan. "Anda belum pernah ke Psara, bukan" Itu sebuah pulau kecil, jauh dari keramaian. Anda pasti suka." Melina seakan ingin menyusup ke bawah meja. Tapi ini belum apa-apa.
Mereka baru saja selesai menyantap masakan iga itu, dan para pelayan sedang membawa mangkuk-mangkuk perak pencuci tangan.
Ketika sebuah mangkuk diletakkan di depan bintang muda itu, Demiris berkata, "Anda tidak. perlu itu." Dan, sambil menyeringai, ia mengangkat tangan gadis itu dengan tangannya dan mulai menjilati pelan-pelan lumuran kuah dari jari-jari gadis itu, satu per satu. Tamu-tamu lainnya memalingkan muka.
Melina bangkit berdiri dan menoleh ke tuan rumah. "Saya permisi dulu, saya"kepala saya pusing."
Para tamu menyaksikan saat ia lari meninggalkan ruangan. Demiris tidak pulang ke rumah malam itu, dan malam berikutnya.
83 Ketika Spyros mendengar tentang peristiwa itu, ia jadi pucat karena marah yang tak terhingga. "Izinkan aku," kakak Melina itu menuntut, "dan aku akan bunuh bajingan itu."
"Ia tak bisa menahan dirinya," Melina membela suaminya. "Itu sudah menjadi sifatnya."
"Sifatnya" Ia binatang! Ia harus disingkirkan. Mengapa kau tidak bercerai saja?"
Itu pertanyaan yang sering ditanyakannya pada diri sendiri di malam-malam yang panjang dan sepi ketika ia sendirian. Dan jawabnya selalu saja sama. Aku mencintainya.
Pada jam lima tiga puluh pagi, Catherine diba-ngunkan oleh seorang pelayan wanita dengan meminta maaf.
"Selamat pagi, miss?"
Catherine membuka matanya dan memandang berkeliling dengan perasaan bingung. Bu-kannya berada di biliknya yang sempit di biara, ia berada di sebuah kamar tidur yang indah di" Ingatannya mengalir masuk lagi ke benaknya. Kunjungan ke Athena" Kau adalah Catherine Douglas" Mereka dihukum mati oleh Negara"
"Miss?" ".Ya?" "Mr Demiris bertanya apakah Anda mau menemani dia makan pagi di teras."
Catherine menatapnya dengan mengantuk. Semalam ia terjaga sampai jam empat, pikirannya kacau.
84 "Terima kasih. Sampaikan pada Mr Demiris saya akan segera ke sana."
Dua puluh menit kemudian kepala pelayan mengantarkan Catherine ke sebuah teras mahaluas yang menghadap ke laut. Ada tembok ren-dah yang berada di atas taman-taman yang terletak dua puluh kaki di bawah. Constantin Demiris sedang duduk di depan meja, menunggu. Ia memandang Catherine ketika gadis itu berjalan menuju ke arahnya. Gadis itu memancarkan kesan tanpa dosa tapi menawan. Demiris akan mengambil keluguannya, memilikinya, membuatnya jadi kepunyaannya. Dibayangkannya gadis itu telanjang di tempat tidurnya, sedang membantunya melaksanakan niatnya membalas dendam kepada Noelle dan Larry sekali lagi. Demiris bangkit berdiri.
"Selamat pagi. Maafkan aku harus memba-ngunkanmu sepagi ini, tapi aku harus berangkat ke kantor beberapa menit lagi, dan aku ingin kita punya sedikit waktu untuk ngobrol."
"Ya, tentu," kata Catherine.
Ia duduk di depan meja marmer besar itu berhadapan dengan Demiris, menghadap ke laut. Matahari baru saja naik, menyirami lautan dengan sejuta cahaya.
"Kau mau apa untuk sarapan?"
Ia menggelengkan kepala. "Saya tidak lapar."
"Kopi barangkali?"
"Terima kasih."
85 Kepala pelayan menuangkan kopi panas ke dalam sebuah cangkir Belleek.
"Well, Catherine," Demiris memulai. "Apa sudah kaupikirkan apa yang kita perbincangkan?"
Memang cuma itu saja yang dipikirkan Catherine semalaman. Tak ada apa-apa lagi yang tersisa baginya di Athena, dan ia tak tahu mau ke mana lagi. Aku tak ingin kembali ke biara, ia bersumpah. Tawaran bekerja pada Constantin Demiris di London kedengarannya menarik. Te-rus terang saja, Catherine harus mengakui, kedengarannya amat memikat. Itu bisa merupakan permulaan bagi suatu kehidupan baru.
"Ya," kata Catherine, "sudah saya pikirkan." Dan?"
Saya"saya kira saya ingin mencobanya."
Constantin Demiris berusaha menyembunyikan perasaan leganya. "Aku senang sekali. Kau sudah pernah ke London?"
"Belum. Maksud saya"rasanya belum pernah." Mengapa aku tidak tahu pasti" Masih ada begitu banyak kesenjangan dalam ingatannya. Berapa banyak kejutan lagi yang akan kualami"
"Itu salah satu dari sedikit kota-kota beradab yang masih tersisa di dunia ini. Aku yakin kau akan sangat menyukainya."
Catherine nampak ragu-ragu. "Mr Demiris, mengapa Anda mau bersusah pa yah begini buat saya?"
"Katakan saja itu karena aku merasa bertang"
86 gung jawab." Ia terdiam sebentar. "Akulah yang mengenalkan suamimu dengan Noelle Page."
"Ah," kata Catherine perlahan. Noelle Page. Nama itu membuatnya sedikit bergidik. Mereka berdua telah mati untuk kepentingan satu sama lain. Larry pastilah teramat mencintainya.
Catherine memaksakan diri untuk mengajukan sebuah pertanyaan yang telah menyiksanya semalaman. "Bagaimana" bagaimana mereka dihukum mati?"
Hening sebentar. "Mereka ditembak oleh regu
penembak." "Oh." Ia bisa merasakan peluru-peluru yang mengoyak daging Larry, merobek-robek tubuh laki-laki yang dulu begitu dicintainya itu. Ia menyesal tadi bertanya tentang itu.
"Izinkan aku memberimu sedikit nasihat. Ja-ngan memikirkan masa lalu. Itu hanya akan menyakitimu. Kau harus melupakan semuanya itu."
Catherine berkata perlahan, "Anda benar. Saya akan mencoba."
"Bagus. Kebetulan ada pesawatku yang akan terbang ke London pagi ini, Catherine. Kau bisa siap untuk berangkat sebentar lagi?"
Catherine teringat akan semua per jalanan yang dilakukannya bersama Larry, menyiapkan segala sesuatunya, mengepak barang-barang, membayangkan apa yang akan terjadi.
Kali ini, tak ada yang akan pergi bersama
87 dia, sedikit yang dikemasi, dan tak ada yang perlu disiapkan. "Ya. Saya akan siap."
"Bagus. O, ya," kata Demiris seakan biasa saja, "kini setelah ingatanmu kembali, barangkali ada orang yang ingin kauhubungi, seseorang dari masa lalumu yang ingin kauberitahu bahwa kau baik-baik saja."
Nama yang seketika itu terlintas di benaknya adalah William Fraser. Ia satu-satunya orang di dunia yang masih tersisa dari masa lalunya. Tapi ia tahu ia belum siap untuk menghadapi Fraser. Nanti kalau aku sudah beres, pikir Catherine. Kalau nanti aku sudah mulai bekerja lagi, dia akan kuhubungi.
Constantin Demiris sedang memandangnya, menunggu jawabannya.
"Tidak," kata Catherine akhirnya. "Tak ada."
Ia tidak sadar bahwa ia baru saja menyelamatkan jiwa William Fraser.
"Aku akan mengatur paspor bagimu." Demiris memberikan sebuah amplop kepadanya. "Ini pembayaran di muka gajimu. Kau tak perlu kuatir akan tinggal di mana. Perusahaan mempunyai flat di London. Kau akan tinggal di sana."
Hati Catherine meluap karena gembira. "Anda amat sangat pemurah."
Demiris memegang tangannya. "Kau akan tahu bahwa aku?" Ia mengubah apa yang akan dikatakannya. Hati-hati memperlakukan dia, pikir"
88 nya. Sabar. Jangan membuat dia jadi takut. ?"bahwa aku bisa menjadi teman yang amat baik."
"Anda sudah menjadi teman yang amat baik."
Demiris tersenyum. Tunggu.
Dua jam .kemudian, Constantin Demiris membantu Catherine masuk ke tempat duduk belakang Rolls-Royce yang. akan membawanya ke bandara.
"Bersenang-senanglah di London," katanya. "Aku akan menghubungimu."
Lima menit setelah mobil bertolak, Demiris menelepon ke London. "Ia sudah berangkat."
89 Bab 5 Pesawat itu dijadwalkan untuk bertolak dari Bandara Hellenikon pada jam 9.00. Itu pesawat jenis Hawker Siddeley, dan yang mengherankan Catherine adalah bahwa ia merupakan satu-sa-tunya penumpang. Pilotnya, seorang Yunani setengah baya berwajah ramah bernama Pantelis, membantu Catherine duduk dengan nyaman dan mengikatkan tali pengamannya.
"Kita akan take-off beberapa menit lagi," ia memberitahu Catherine.
Terima kasih." Catherine mengawasi dia berjalan menuju kokpit untuk bergabung dengan co-pilot, dan jantungnya tiba-tiba berdebar lebih keras. Ini adalah pesawat yang pernah diterbangkan oleh Larry. Apa Noelle Page pernah duduk di kursi yang kududuki sekarang" Catherine tiba-tiba merasa se-olah-olah ia akan pingsan; tembok-tembok seakan merapat menjepitnya. Ia memejamkan mata dan menarik napas panjang. Itu semua sudah lewat, pikirnya. Demiris benar. Itu semuanya masa lalu dan tak ada yang bisa mengubahnya lagi.
90 Ia mendengar gemuruh mesin, dan membuka matanya. Pesawat itu sedang terangkat ke atas, menuju barat laut ke arah London. Berapa kali Larry sudah melakukan penerbangan seperti ini" Larry. Ia gemetar oleh emosi yang bercampur aduk yang ditimbulkan oleh nama itu. Dan ke-nangannya. Kenangan indah, kenangan menakutkan"
Suling Naga 15 Pendekar Bloon 2 Bayang Bayang Kematian Rahasia 180 Patung Mas 12