Sang Penebus Karya Wally Lamb Bagian 11
mati. Aku berterima kasih pada Sheffer karena sudah mau datang. Tapi sebenarnya
dia tak perlu repot-repot membawa bunga.
"Seharusnya aku memilih carnation," katanya. "Yang berbau wangi. Di lift tadi
aku berpikir bunga krisan baunya seperti kencing anjing."
Aku menarik napas panjang. "Jadi?"
"Jadiii ...." "Bukan kabar baik, kan?" Dia menggeleng. "Bukan seperti yang kau inginkan." Dia
mengatakan sebaiknya dia mulai dari awal.
Kata Sheffer, ketika Dewan Kajian Psikiatrik bertemu pukul 4.DD sore hari
Halloween, mereka akan menentukan status dua narapidana. Atas permintaan
Sheffer, mereka mengubah agendanya dan menempatkan Thomas sebagai agenda kedua,
jadi aku punya banyak waktu datang ke sana. Sheffer bilang dia sudah mencoba
meneleponku dua atau tiga kali, tapi selalu diterima mesin penjawab.
Saat Sheffer, kakakku, dan seorang penjaga menunggu di luar ruang sidang, Thomas
menjadi semakin gelisah atas ketidakhadiranku. Dia bilang ke Sheffer kalau dia
takut hal buruk menimpaku: bahwa aku telah diculik oleh orang Siria. Bush dan
Assad akan mendapat keuntungan kalau Amerika
dan Irak perang, katanya. Dan karena dia, Thomas, adalah orang yang bisa
mempromosikan perdamaian, dia sangat rentan, demikian juga orang-orang
terdekatnya. Sheffer menggeleng, "Kau tahu bagaimana dia kalau dia mulai keras
kepala." Aku mengangguk. Aku merasa tak enak.
Kakakku mendeskripsikan ke Sheffer pertanda yang dia lihat: aku, terikat dan
disumpal, dalam sebuah penjara Siria kakiku luka dan patah karena dipukuli oleh?penjaga dengan tongkat kayu. Ketika Sheffer berusaha menyadarkannya, Thomas jadi
kesal, mengatakan padanya kalau saudara kembar identik berkomunikasi dengan
cara-cara tertentu yang tidak dia ketahui. Dia berteriak menyuruh Sheffer tutup
mulut. "Lalu penjaga memperingatkannya bahwa itu cukup dan Thomas mulai marah
padanya. 'Adikku terlukai' desaknya. 'Aku tahu dia terlukai'" Sheffer mengangkat
bahu. "Dan demi Tuhan, ternyata kau memang terluka."
Ingin menenangkan semua orang, Sheffer mengulurkan tangan untuk menggenggam
tangan Thomas. Saat itulah Thomas mengamuk dia menghindar dan memukul wajah
?Sheffer. Penjaga langsung melompat ke depan dan mengunci Thomas, membuat Sheffer
ikut terpental ke lantai. Dia baru melepaskan Thomas setelah Sheffer memohon
berkali-kali. "Dia memukulmu?" kataku. "Memar di mulutmu itu karena Thomas?"
"Yah, padahal aku susah payah berusaha
menutupinya," katanya. "Aku memang nggak pandai memakai make-up." "Dia
memukulmu?" Sheffer bilang dia mencoba sebisa mungkin mengurangi efek pukulan itu, baik pada
penjaga maupun pada sekretaris medis yang lari keluar dari ruangan kantor di
dekatnya. Mengusap bibirnya yang "sedikit berdarah" dan dia terus mencoba
? ?memfokuskan perhatian Thomas kembali ke sidang. Sheffer takut Dewan mungkin
mendengar keributan itu. "Aku tak percaya .... Dia tak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya,"
kataku. "Apa kau yakin kau ingin dengar semuanya, Dominick" Aku bisa melewatkan
detailnya dan langsung saja. Aku membawa salinan transkripnya. Kau mau aku
meninggalkannya di sini dan"
"Tidak, teruskan saja," kataku. "Yesus, itu sangat ... aku tak percaya dia
memukulmu." Sheffer bilang semua itu salahnya bahkan seseorang yang belum terlatih seperti
?dia pun seharusnya tahu untuk tidak mendekat ketika pasien sedang gelisah. Saat
itu dia tak berpikir panjang, katanya. Dia mengaku sangat gugup menghadapi
sidang itu. Ketika ruang sidang terbuka dan rombongan pasien pertama telah keluar, bibir
Sheffer sudah berhenti berdarah, namun mulai membengkak. Thomas dan penjaganya
sudah mulai tenang. Dr. Richard Hume, psikiatris yang menjadi ketua Dewan,
menolak permintaan penundaan sidang dari Sheffer.
Menurutnya, karena persepsi publik dan perhatian media pada kasus Thomas, Dewan
merasa bahwa sebaiknya segera dilakukan tindakan.
Sheffer mengingatkan Dewan kalau kesejahteraan pasien harusnya didahulukan
daripada pertimbangan negara tentang perhatian negatif dari media. Karena
publisitas yang muncul akibat kasus Thomas, dia mempertanyakan apakah Dewan bisa
mendengarkan argumen pembebasan Thomas dengan objektif. "Aku bodoh sekali,
Dominick," erang Sheffer. "Aku bermaksud menantang mereka sedikit bermain
?sebagai pengacara yang kejam tapi aku salah bicara. Maksudku, aku bicara di
?ruang sidang seperti seorang ventriloquist agar mereka tak melihat bibirku yang
bengkak, gigiku yang berdarah. Aku takut setengah mati kalau Thomas kehilangan
kendali di depan mereka semua. Aku tak tahu kau di mana. Aku ... aku sangat gugup.
Aku melakukan kesalahan besar dengan mempertanyakan penilaian mereka. Padahal,
itu seharusnya tak boleh kulakukan."
Sheffer bilang, setelah dia mempertanyakan itu, anggota Dewan saling
berpandangan. Dr. Hume mengatakan padanya, meskipun mereka menghargai "semangat
misionaris dia" untuk kliennya, mereka tak perlu diingatkan akan kewajiban
mereka sebagai anggota Dewan baik pada pasien ataupun masyarakat. Setelah itu, ?kata Sheffer sidang berlangsung dalam suasana sopan, efisien, dan kaku.
Sheffer menjelaskan kalau tim terapi gagal
mencapai konsensus tentang penempatan Thomas karenanya tidak memberikan
rekomendasi tertentu. Dia membacakan dengan keras dua surat yang kami dapat yang
menyarankan agar Thomas dipindah ke fasilitas nonforensik. Dia meyakinkan Dewan
kalau adik pasien bersedia menjaga Thomas dan mendorong kesembuhannya, dan
seharusnya mereka tidak mengartikan ketidakhadiranku di sidang sebagai
ketidakpedulian atau persetujuan tentang Thomas tetap di Hatch. "Mereka hanya
duduk diam, mendengarkan dengan sopan," kata Sheffer. "Tak ada pertanyaan. Tak
ada pertimbangan. Semuanya lancar dan kaku. Lalu tiba waktunya menanyai Thomas
secara langsung. Ini."
Dia mengulurkan transkripnya padaku. "Hei, kau tahu?" katanya. "Kami kehabisan
kopi di rumah dan aku pusing karena belum minum kopi. Begini saja, aku akan
turun ke bawah dulu, cari kopi, biar kau selesai membaca semua itu dulu. Aku
akan kembali sekitar sepuluh atau lima belas menit lagi dan kalau kau punya
pertanyaan ...." "Read and weep (baca dan menangislah)?" kataku.
Dia mengangguk. Berjalan keluar. "Aku ke sini lima belas menit lagi."
Aku membaca sekilas bagian pertama penolakan Dewan untuk menunda sidang,
?perdebatan antara Hume dan Sheffer tentang apa yang baik bagi masyarakat dan
bagi pasien. Sheffer benar: itu
adalah kesalahan taktik, mengonfrontasi mereka seperti itu. Aku membaca dengan
lebih pelan ketika sampai di bagian ketika kakakku diwawancarai.
Dewan ingin tahu, dari Thomas sendiri, mengapa dia memotong tangannya.
Dia menjawab dengan mengutip Alkitab: "Kalau tangan kanan kalian melakukan dosa,
potonglah dan buanglah."
Jadi, apakah dia menyatakan kalau dia memotong tangannya sendiri untuk menebus
dosanya" Tidak, jawab Thomas, dia melakukannya untuk menebus dosa Amerika.
Dosa apa itu" "Suka berperang, serakah, dan menumpahkan darah anak-anak."
Dan apakah Thomas berpikir bahwa dia mungkin akan melakukan tindakan melukai
dirinya sendiri nanti"
Dia tak ingin melakukannya, kata Thomas, tapi dia mendapatkan perintah dari
Tuhan. Dia adalah utusan Tuhan. Dia akan melakukan apa pun yang perlu dilakukan.
"Apa pun" Termasuk melukai siapa pun yang menghalangi?"
"Aku tak bermaksud memukulnya," kata Thomas. "Aku kehilangan kendali."
Apa" Siapa yang dipukulnya.
Dia. Lisa. Sheffer menceritakan versinya pada Dewan tentang apa yang terjadi di ruang
tunggu. Sebuah kecelakaan, katanya karena dia melakukan?penilaian yang salah. Thomas kesal karena adiknya tak datang. Tangannya bergerak
dan tak sengaja mengenainya, itu saja.
Seorang anggota Dewan bernama Mr. Birdsall ingin tahu bagaimana Thomas menjalani
rutinitas sehari-hari di Hatch"
Thomas bilang dia benci di sana. Kau diawasi seperti elang. Tak bisa merokok
kapan pun kau mau. Dia menemukan serangga di dalam makanannya, katanya. Dia
dibangunkan dan dilecehkan berkali-kali saat tengah ma-lam buta. Surat-suratnya
dicuri. Dicuri" Thomas bilang dia tahu bahwa Jimmy Carter mengiriminya tiga buah surat dan
ketiganya tak sampai padanya.
Mengapa Thomas berpikir mantan presiden itu berusaha mengontaknya"
Dia berusaha mengajak Thomas bergabung dalam misi perdamaian ke Timur Tengah,
kata Thomas. Dan siapa yang mencuri suratnya"
Thomas mengulangi kata-katanya tentang George Bush, menguliahi Dewan seakan-akan
mereka orang bodoh. Bukankah sudah jelas" Perang menguntungkan; tangan Bush
dinodai darah CIA. Kalau saja mereka mau mundur dan membaca lagi sejarah
Amerika, mereka akan sadar bahwa ada kelemahan fundamental dalam dasar negara
Amerika. Dia melantur dari kamp tawanan perang Jepang milik Amerika Trail of
Tears hingga kondisi lingkungan anak-anak yang tinggal di ghetto saat
ini. Penembakan di mana-mana, rumah-rumah retak: semua itu karena ingin
mendapatkan keuntungan, dari minyak. Semua itu sangat jelas baginya. Mengapa tak
ada orang lain yang melihatnya"
Melihat apa" Konspirasi! Thomas mungkin menangis saat itu, karena seseorang bertanya apakah dia butuh
waktu untuk menenangkan diri.
Thomas menjawab, Yesus ingin kita membangkitkan kembali Yerusa-lem, tapi kita
malah membangun Babylon. Dia terus mengoceh. Kalau saja yang bicara adalah Jesse
Jackson dan bukan Thomas, dia pasti sudah membuat heboh. Khotbah yang bagus,
tapi jemaahnya salah. Salah satu anggota Dewan ingin tahu apakah Thomas mengerti mengapa dia dikirim
ke Hatch. Ya, kata Thomas; dia adalah narapidana politik. Sepanjang sejarah, Amerika
berperang karena perang itu menguntungkan. Sekarang, akhirnya, kita sampai di
persimpangan penting seperti yang diramalkan dalam Injil Kitab Bencana. Sebagai
?sebuah bangsa, satu-satunya harapan kita adalah pindah dari jalan keserakahan
menuju ke jalan spiritualitas. Dia, Thomas, telah ditunjuk untuk memimpin
gerakan itu. Itu adalah keinginan Tuhan. Jadi, tak heran jika negara ingin
mengurungnya, ingin melemahkannya. Dia bilang ke Dewan Kajian kalau CIA menyewa
orang untuk membangunkannya tiap malam dan memerkosanya membuatnya tak
? suci lagi. Bahwa mereka secara sengaja ingin menghancurkan semangatnya. Tapi
semangatnya tak hancur. Mereka terlalu meremehkannya seperti mereka meremehkan
pejuang petani di Vietnam. Thomas punya misi suci. Dia berusaha menghentikan
perang dunia yang akan membuat Amerika dan negara barat terkena azab paling
mengerikan seperti yang diramalkan Injil. George Bush adalah nabi palsu,
katanya, dan Irak adalah naga tidur yang akan terbangun dan memangsa anak-anak
dunia. Kapitalisme akan membunuh kita semua.
Seorang anggota Dewan berkata kalau dia membaca di laporan bahwa Thomas
mengatakan pada polisi dia melakukan pengorbanannya di perpustakaan itu karena
diperintah oleh suara-suara. Apa itu benar"
Benar, kata Thomas. Dan apakah dia selalu merasa berkewajiban untuk mematuhi suara-suara yang dia
dengar" Suara-suara yang baik, ya, kata Thomas dia melawan suara-suara yang jahat.?Dan apakah dia bisa membedakan keduanya"
Suara Yesus tak sama dengan suara apa pun, kata Thomas.
Kalau begitu Yesus bicara padanya" "Yesus bicara pada semua orang. Aku
mendengarkan." Tapi tak semua suara yang didengar Thomas baik"
"Baik" Jelas tidak."
Dan apa yang dikatakan suara yang jahat"
Thomas bilang, dia tak mau mengulangi apa yang dikatakan suara jahat di depan
orang lain. Nah, misalkan salah satu suara baik misalnya suara Yesus Kristus
?sendiri meminta Thomas untuk melukai seseorang. Membunuh seseorang. Misalnya,
?salah satu musuhNya. Apa Thomas merasa berkewajiban mematuhi-Nya"
Kalau Yesus memintanya"
Ya. Kalau Yesus sendiri memintanya.
Thomas bilang pertanyaan itu menggelikan. Yesus tak akan bilang padanya untuk
melukai siapa pun. Yesus bersedia mati disalib untuk memberikan pencerahan pada
dunia. Tapi misalkan Dia meminta. Apakah Thomas akan patuh" Kalau suara Yesus sendiri
yang memerintahkan" Kalau misalnya Yesus berkata; "Kembalilah ke perpustakaan
dan potong leher wanita di meja resepsionis karena dia adalah utusan setan.
Karena kau harus membunuhnya untuk menyelamatkan dunia. Untuk menyelamatkan
anak-anak yang tak berdosa." Apakah Thomas akan melakukannya menghunjamkan
?pisaunya ke wanita itu, kalau Yesus meminta"
Yesus tak akan memintanya melakukan itu, ulang Thomas.
Tapi kalau Dia meminta" Apa Thomas mau" Kalau Dia meminta" Ya. Kalau. Ya.
Sheffer kembali dengan kopi di gelas styrofoam. Aku mengembalikan transkrip itu
padanya. "Kau sudah selesai?" tanyanya.
Aku bilang aku berhenti di bagian ketika mereka berhasil memintanya mengatakan
dia akan membunuh pustakawan untuk Yesus.
"Apa kau percaya itu" Bagaimana mereka menggiringnya untuk mengatakan itu" Aku
sangat kesal!" "Jadi, apa vonisnya?" tanyaku. "Ini bukan berarti aku belum menduga."
Kata Sheffer, dengan suara bulat Dewan Kajian Psikitarik memutuskan untuk
menahan kakakku selama setahun, karena menganggapnya berbahaya pada diri sendiri
dan orang lain. Kasusnya akan dikaji kembali pada Oktober 1991 dan keputusan
yang tepat akan diambil apakah dia akan dilepaskan atau ditahan lagi di sana
selama setahun lagi. "Menahannya di Hatch?" tanyaku.
Sheffer mengangguk. Dia telah meminta review lanjutan dalam enam bulan dan
bukannya setahun, katanya. Tapi Dr. Hume mengingatkannya bahwa kalau saja Thomas
tidak divonis berdasarkan asas Tak Bersalah Karena Kegilaan, maka dia bisa saja
diadili di pengadilan kriminal dan menghadapi hukuman penjara selama tiga tahun
minimal. Kalau anggota Dewan salah dalam mengambil keputusan ini, kata Hume,
mungkin mereka bersalah karena bertoleransi.
"Dan aku bilang padanya, 'Itu omong kosong. Kalau dia ke penjara, dia akan
dikeluarkan dalam tiga atau empat bulan dengan hukuman percobaan dan kau tahu itu. Enam bulan
maksimal, aku bilang padamu paisano,' rasa keadilanku sebagai seorang Yahudi dan
temperamen Sisiliaku mendidih saat itu. Itu tak ada gunanya. Aku tahu itu. Tapi
aku tak bisa menutup mulutku. Dan mereka juga akan menghukumku karenanya.
Supervisorku sudah menelepon untuk menjadwalkan 'dialog' Senin nanti tentang
'ledakan emosionalku'."
Aku bertanya pada Sheffer bagaimana reaksi Thomas.
"Tenang sekali," katanya. "Tapi kau tahu siapa yang sangat terpukul" Berita
tentang Thomas" Ayah tirimu."
"Benarkah" Ray?"
Sheffer bilang terus-menerus menelepon Ray setelah sidang tapi baru bisa bicara?dengannya keesokan paginya karena Ray menungguiku di rumah sakit. "Dia mulai
menangis ketika kukatakan padanya tentang vonis Dewan," katanya. "Dia terpaksa
menutup telepon dulu dan meneleponku lagi. Aku sangat kasihan padanya."
Kami berdua terdiam selama beberapa saat. Ray yang malang, pikirku: kami sudah
empat puluh tahun tapi tetap menjadi si kembar yang merepotkannya. Tapi dia
menangis" Karena Thomas"
"Aku sangat menyesal, Dominick," kata Sheffer.
"Aku tak bisa berhenti membayangkan seandainya
saja aku tak kehilangan kendali sejak awal sidang ii
Aku mengingatkannya kalau dia sudah sering
memperingatkanku bahwa kesempatan mengeluarkan Thomas sangat kecil bahwa vonis
?mungkin sudah dibuat bahkan sebelum sidang hari itu.
"Yeah, tapi mungkin kalau saja aku"
"Dan mungkin kalau aku tidak jatuh dari atap sialan itu. Dan mungkin kalau dia
tidak menderita skizofrenia. Jangan membuat dirimu gila dengan semua itu."
Aku berbaring, tanganku bersidekap, kepala di bantal. Aku tak punya energi untuk
marah atau sebal atau apa pun lagi. Aku sudah habis. Hancur. Tiba-tiba aku sadar
betapa kunjungan Sheffer membuatku lelah.
"Pagi itu, ketika pertama kali aku bertemu kau," katanya. "Masih ingat" Hari
pertama di kantorku" Kau berkata pada diri sendiri, 'Whew orang ini punya
masalah dengan sikapnya. Orang ini punya beban di kedua pundaknya.1 Tapi aku tak
tahu, paisano. Aku tiba-tiba terlarut dalam kasus kakakmu mulai melihat hal-hal?yang dimaksudkan untuk membuatnya aman malah bisa membahayakan baginya. Itu
adalah hal pertama yang diajarkan di sekolah petugas sosial: jangan terlibat
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
secara pribadi. Jangan kehilangan objektivitas. Tapi kemudian, aku tak tahu ....
Yah, setidaknya aku mulai mengerti mengapa kau sangat marah. Dan iaiu darahku
juga mulai mendidih."
Tapi anehnya: aku tak marah lagi. Aku tak merasakan apa pun.
"Maukah kau menolongku?" kataku.
"Tentu. Apa?" "Pergilah ke tempat yang bagus bersama anakmu hari ini. Kau dan dia: pergi dan
bersenang-senanglah."
Sheffer tersenyum. Mengangguk. "Dengar," katanya, "kau tahu kami akan
mengurusnya dengan baik, bukan" Dr. Patel, Dr. Chase, aku seluruh staf. Dan kau
?sekarang sudah punya izin berkunjung. Kau bisa mengunjunginya. Dia akan stabil,
Dominick. Aku tahu itu."
Aku tersenyum. Mengatakan padanya kalau aku akan memberinya medali Purple Heart
untuk memar itu. Dia tertawa. Mengambil hadiah dari Dr. Patel dan memberikannya
padaku. "Ini," katanya. "Apa kau tak akan membukanya?"
Aku membuka kado itu, membuka tutupnya. Mengambil patung sabun kecil dari
bungkusan kertas tisu versi patung Shiva Penari seperti di kantornya, cuma
?tingginya hanya empat inci.
"Aku suka senyumnya," kata Sheffer.
"Ini bukan perempuan," kataku padanya. "Ini laki-laki. Shiva. Dewa Penghancur."
Sheffer memandangku aneh. "Penghancur?"
Dr. Patel menulis di sebuah kartu. "Dear Dominick, aku memberimu Dewa Penari
Shiva dengan harapan kau akan segera berdiri dan menari menghilangkan rasa
sakitmu. Kau ingat pesan Shiva" Dari kehancuran muncul pembaruan. Semoga cepat
sembuh." Sheffer sedang berjalan keluar pintu ketika Joy
datang. Aku mengenalkan mereka berdua. Melihat Joy menatap celana monyet Sheffer, topi rajutnya. Agak
aneh melihat bagaimana rasa humor Sheffer yang jail menguap di depan Joy. Dia ?terlihat tenggelam di celana monyetnya itu.
"Siapa cewek hippi itu?" tanya Joy.
"Petugas sosial Thomas."
Aku menceritakan pada Joy tentang sidang Dewan, vonis Thomas setahun di Hatch.
Joy tetap terlihat cantik tapi pucat. Bahkan rapuh. Lelah. Ketika aku mulai
?bercerita padanya tentang wawancara Thomas, Joy membungkukkan badan dan mencium
dahiku, hidungku, bibirku. "Aku cinta padamu, Dominick?" katanya. Tenggorokanku
tersumbat. Aku tak bisa membalasnya.
Kata Joy, karena stres memikirkanku dan mual-mual karena hamil, dia tak bisa
tidur dan makan. Tak banyak yang dia lakukan kecuali memeluk toilet dan muntah
seharian. Aku telah membuatnya sangat ketakutan karena memarahi dia yang hanya
minum Slim Fast sehingga dia menelepon kantor praktik dokter dan bicara dengan
perawatnya. Perawat itu bilang tak usah khawatir bahwa bayi itu mengambil apa
?yang dia butuhkan dulu. Janin itu kini menjadi prioritas utama tubuhnya,
katanya, dan tubuh Joy tahu itu. Dia tenang saja dan jangan khawatir. Mualmualnya akan berhenti. Bayi-bayi kecil itu lebih tangguh daripada yang dia kira.
Aku ingat Angela, bagaimana dia terlihat pagi itu tinjunya menggenggam,
?mulutnya berbusa .... "Aku masih tak percaya," kata Joy. "Aku. Seorang ibu."
Kami bicara tentang kemungkinan yang terjadi beberapa bulan
mendatang kehamilan, lukaku, bisnisku. Berbaring di sana, berspekulasi tentang
?skenario terburuk, membuatku gila, kataku. Dan ketika aku tertidur, aku
mengalami halusinasi. "Seperti apa?" tanyanya.
"Sudahlah. Kau bahkan tak akan mau tahu." Joy bilang dia sudah mempersiapkan
perlengkapan mandiku untuk dibawa ke rumah sakit, lalu dia terburu-buru
berangkat dan melupakannya. Dia akan datang lagi nanti malam, katanya. Apa ada
lagi yang kuperlukan" Aku mengatakan tempatku menyimpan polis asuransi untuk
bisnisku, juga asuransi kesehatanku. Semuanya disimpan bersama di laci meja.
Bisakah Joy membawakan semua itu" Aku bisa gila, berbaring saja di sini,
berpikir bah-wa asuransiku mungkin tak akan menanggung semua ini.
Tentu saja, kata Joy. Dia akan membawanya. Ada lagi"
Aku menggeleng. Mulai menangis lagi, sialan.
Semua akan baik-baik saja, hibur Joy. Benar. Aku seharusnya tidak berpikir
tentang kakiku atau kakakku. Mengapa aku tidak berpikir saja tentang bayi
kami bahwa aku akan menjadi ayah. Dia pelan-pelan menyentuh pinggulku, seakan?akan pinggulku adalah seloyang kue yang baru keluar dari oven.
Mungkin semua itu tak berarti lagi, pikirku. Mungkin aku menyerah saja pada
kelelahan ini daripada melawannya. Bukankah orang tenggelam juga begitu" Mereka berhenti
melawan. Diam dan menyerah pada air .... Mungkin itu juga yang dilakukan Thomas di
Hatch. Dia menerima vonis itu dengan tenang, kata Sheffer. Lucu juga rasanya:
ironis. Sepanjang hidup kami, dialah yang cengeng dan akulah yang tangguh. Yang
tak menurunkan kewaspadaannya. Coba saja ejek Dominick Birdsey dan dia mungkin
akan mengamuk padamu, memukulimu tapi kau tak akan melihatnya menangis seperti
?kakaknya yang cengeng itu .... Tapi sejak aku terjatuh dari atap Rood kembali
?dari neraka atau dari mana pun morfin membawaku yang bisa kulakukan adalah
?menangis. Sekarang akulah yang cengeng dan Thomas yang cuek. Dikurung di
fasilitas dengan keamanan maksimum selama setahun dan menerimanya dengan tenang.
Aku tak bisa menahan tawa. "Apa yang lucu?" tanya Joy.
Bukannya menjawab, aku mengusap air mataku. Membuang ingus. Apa yang dikatakan
Felice tadi" Percaya pada nasib" Ikut arus" Mungkin itulah lelucon kosmik
terbesar: kau bisa menghabiskan seluruh hidupmu dengan menghantamkan kepala ke
dinding dan semuanya itu karena filsafat kue keberuntungan. Ikut arus. Kalau
dipikir-pikir itulah yang dilakukan orang saat dia tenggelam ....
"Semua tak akan baik-baik saja," kataku pada
Joy. "Tentu saja." "Tidak. Aku tak akan bisa memperbaiki apa pun.
Dan kalaupun aku bisa, aku terlalu capek. Aku tak bisa melakukannya lagi, Joy.
Yang ingin kulakukan hanyalah mengibarkan bendera putih. Membiarkan diriku
tenggelam." Joy terlihat bingung. "Ini hanya pengaruh obat," katanya. "Narkotika adalah obat
depresan bukan" Membuatmu tertekan."
Aku teringat Rood di jendela loteng. Menggeleng. "Kurasa ... kukira ketika aku
jatuh dari atap itu, ada hal lain yang patah selain kaki, tungkai, dan
pergelanganku. Sesuatu yang tak bisa diperbaiki oleh operasi dan terapi fisik di
dunia ini .... Aku cuma capek Joy. Aku tak mau melawannya lagi."
Itu karena obat, katanya lagi.
"Bukan karena obat. Akulah masalahnya."
Berbaring dan menyesali diri tak akan membantu siapa pun, kata Joy padaku. Aku
seharusnya memikirkan bayi kami.
Aku tak berencana mengatakan itu. Aku justru ingin diam saja mungkin hingga ?anak itu lahir atau setelah aku tak tahan lagi. Atau mungkin selama hidupku. Aku
tak tahu bagaimana nanti jadinya. Tapi, tiba-tiba aku tahu, aku sudah terlalu
capek untuk berpura-pura. Saat itu, aku langsung tahu kalau aku tak bisa lagi
menahankan semuanya. "Aku tahu itu bukan bayiku," kataku.
Joy terlihat bingung dan bukannya terkejut. "Apa maksudmu, ini bukan bayimu"
Tentu saja ini bayimu, Dominick. Apa yang kau bicarakan?" "Itu tak mungkin. Aku
steril. Aku menjalani vasektomi dulu saat aku masih menikah."
Joy berkedip. Terpaku. "Apa?"
"Aku tak pernah bilang padamu. Istriku ... Dessa dan aku ... pernah punya anak. Anak
perempuan. Namanya Angela. Dia meninggal."
"Dominick," kata Joy. "Hentikan. Kenapa kau melakukan ini?"
"Aku seharusnya bilang padamu. Aku tahu, aku seharusnya mengatakannya tapi ...."
Aku bertanya apakah Joy ingat saat kami berdua mendiskusikan tentang punya
anak dulu sekali, saat kita baru bersama. Kita berdua bilang kalau tidak
?tertarik. "Jadi, aku cuma .... Aku berkata pada diriku sendiri kalau itu tak perlu
didiskusikan lagi. Meyakinkan diriku sendiri kalau aku tak perlu mengatakannya
karena kau juga tak ingin bayi. Kalau aku bisa membiarkanmu terus minum pil
antihamil dan .... Tapi aku mengerti sekarang, kalau itu sama saja dengan bohong.
Merahasiakannya darimu. Kau bukan satu-satunya yang tidak jujur. Kita berdua
sudah saling membohongi. Aku bahkan tak marah. Ya Tuhan, kalau mengingat
bagaimana perlakuanku padamu dua bulan terakhir ini .... Maksudku, aku memang
marah. Ketika pertama kali aku mengetahuinya, aku sangat kesal."
"Ini pasti karena pengaruh obat," kata Joy. "Membuatmu berpikir yang aneh-aneh."
"Kau ingat malam itu ketika kau ditahan karena mencuri" Dan kau bilang bagus
karena sekarang setelah semuanya terbuka. Bahwa semua akan menjadi lebih baik di
antara kita" Dan aku bilang jangan terlalu berharap. Kau ingat Joy" Aku bilang
padamu kalau aku barang yang sudah rusak. Kau ingat kan, aku bilang begitu" ....
Kurasa yang aku maksud adalah tentang bayi. Apa akibatnya terhadap aku dan
istriku. Aku tak tahu, Joy. Kalau kau punya bayi, mengenalnya selama tiga minggu
dan kemudian dia meninggal ... itu akan merusakmu. Aku tidak mencoba mencari-cari
alasan. Aku cuma .... Itulah yang kumaksud ketika aku bilang aku ini barang yang
rusak. Jadi ... jadi aku menjalani vasektomi. Aku tak bisa punya anak, Joy. Siapa
pun ayah bayi itu, yang pasti bukan aku."
Joy duduk terpaku, berkedip. Melihatku dengan pandangan aneh.
"Dan ... dan aku tak marah. Aku sedih, Joy. Aku hanya sangat sedih, karena aku tak
akan pernah bisa bersikap adil padamu. Tentang kau dan aku maksudku. Aku paham
itu sekarang. Aku telah memanfaatkanmu. Aku barang yang sudah rusak. Tapi
sekarang, aku terlalu capek untuk .... aku tak bisa berpura-pura lagi, Joy. Aku
tak bisa terus-terusan memainkan permainan yang sedang kita jalani ini. Aku tak
bisa." Joy berkedip. Tertawa. "Hentikan, oke" Kau menghancurkan semuanya. Ini anak-mu.
Anakku dan anakmu. Kau akan sembuh, dan kita akan punya bayi ini, dan beli rumah
dan .... siapa lagi kalau begitu, Dominick" Aku bahkan tak tahu apa yang kau
bicarakan ini." Kami berdua diam, saling memandang.
"Sumpah!" katanya. "Demi Tuhan!"
Vonette, perawat itu kembali ke kamar. "Coba
kita lihat kantong infus itu sekarang," katanya. Dia melihat infus itu. Memegang
tanganku dan menghitung nadiku. Joy menjauh. Dia terlihat syok. Ketakutan. Aku
tak bermaksud menakutinya tentang Angela. Aku menyesal. Tapi aku tak bisa
menahannya lagi. Aku terlalu capek. Aku cuma ingin tidur.
"Di mana sobatmu?" tanya Vonette padaku. "Dia tak lari, kan?"
Apa" Leo" Vonette mengangguk ke ranjang sebelah yang kosong.
"Oh ... aku tak tahu. Mungkin dia ke solarium."
"Tekanan darahmu agak tinggi, Say," kata Vonette. "Aku akan kembali dan
mengeceknya sekitar setengah jam lagi. Oke?"
"Oke." Dia berpaling ke Joy. "Oke, Say. Kalau kau tidak berkeberatan, aku harus
mengecek kateternya dan mengganti infusnya. Aku akan menutup gordennya sebentar
saja lalu kau bisa kembali bicara dengannya lagi. Oke?"
"Baiklah," kata Joy. Dia tersenyum. Mundur beberapa langkah. Vonette menutup
gorden. Aku membayangkan akan ada keributan besar ketika aku membuka rahasia
itu membeberkan fakta bahwa dia sudah tak setia padaku. Tapi yang terjadi sama ?sekali tak seperti itu. Aku sangat mengantuk.
"Nah," kata Vonette. "Sudah selesai."
Ketika dia membuka gorden, Joy sudah pergi.
Ray menjengukku sore itu. Hingga malam. Tak satu pun dari kami ber-dua yang
menyebutkan Joy. Kami bahkan tak banyak bicara hanya duduk dan menonton TV ?bersama. Aku lebih banyak tidur. Leo dan Angie datang Minggu sore, dengan poster
buatan anak-anak mereka. Saat Angie menanyakan Joy, aku mengangkat bahu.
Beralasan dia kena flu. Leo kembali lagi kemudian, membawa sekeranjang besar buah-buahan seperti yang
?ada di iklan majalah. Di kartunya tertulis, "Semoga Cepat Sembuh. Salam sayang,
Gene dan Thula Constantine." Salam sayang" Sejak kapan" Leo melepaskan selotip
di pembungkusnya untukku. Makan buahnya satu per satu, dan mempraktikkan
lemparan hook-nya ke keranjang sampah dengan melemparkan biji, kulit buah, dan
sisanya. "Oke, di mana dia?" kata Leo akhirnya. "Siapa?"
"Joy. Apa dia benar-benar sakit?"
Aku mengangkat bahu. Menguap. Meraih pegangan dan menggeser posisiku sedikit.
Aku bilang ke Leo, aku berterima kasih padanya telah menjenguk, tapi apa dia tak
berkeberatan pergi sekarang" Aku lelah. Aku mau tidur.
Aku tertidur saat menonton 60 Minutes ketika sesuatu membangunkanku. Sebuah
bayangan. Aku membuka mata.
Dia hanya berdiri di sana, memandangku. The Duchess.
"Apa yang kau mau?" kataku.
Dia mengulurkan waikman dari rumah padaku.
Dan kaset. Aku tak mengerti.
"Ini dari Joy," katanya. "Dia mau kau mendengarkan."
"Yeah" Mengapa bukan dia sendiri yang datang dan memberikannya padaku" Di mana
dia?" "Di mobil," katanya. "Dia menjelaskan semuanya di kaset. Dengarkan saja."
Dia berpaling dan pergi. "Itu tadi kunjungan yang sangat singkat," kata Felice. "Apa?"
"Temanmu tadi. Dia tak tinggal lama." "Temanku?"
Hai, Dominick. Aku, uh ... sepanjang hari aku mencoba menulis surat padamu, tapi
tak ada yang benar. Aku bukan orang yang pintar menulis, jadi Thad bilang,
"Mengapa kau tidak merekamnya saja di kaset" Katakan apa yang kau mau di kaset."
Dan aku berpikir, yeah, mungkin ide bagus, karena kurasa banyak yang harus
kujelaskan .... Aku tak tahu Dominick. Kukira kalau aku tak terlalu malu, aku akan
mengatakan semuanya sendiri padamu.
Aku .... aku banyak berpikir sejak menjengukmu sore kemarin. Aku terbangun
semalaman memikirkan kau dan aku, dan hidupku selama ini dan ke mana hidupku
akan menuju. Aku mengakui kalau kau membuatku sangat kaget ketika kau bilang
padaku bahwa bayi ini tak mungkin bayimu. Aku ingin ini menjadi bayimu, Dominick. Bayi kita.
Aku hanya ingin semua berjalan lancar untuk kita berdua. Ketika kau dulu bilang
padaku kalau kau tak bisa memberikan janji "bahagia selamanya" padaku, aku biasa
bilang padaku sendiri kalau kau bisa. Cuma saja kau belum tahu. Tapi kukira aku
hanya membodohi diriku sendiri. Seperti biasa.
Sejak aku kecil, Dominick, aku sering membayangkan diriku tumbuh besar seperti
Carol Brady, sebagai ibu yang cantik dengan rumah bagus dan suami yang
mencintaiku dan anak-anak yang lucu. Hal-hal dalam hidupku menjadi sangat rumit,
tetapi itulah yang sebenarnya kuinginkan .... Aku tahu, aku sudah menceritakan
beberapa hal tentang masa kecilku, tapi banyak yang tidak kuceritakan. Masa
kecilku sangat sulit. Ibuku punya banyak suami dan pacar .... Ketika aku mulai
terbiasa pada hal-hal di sekitarku, kami harus pindah lagi. Dan ibuku selalu
bilang, "Yah, ini dia. Aku akhirnya menemukan apa yang kucari," lalu tahu-tahu
kami harus pindah lagi. Kadang, kami pindah terlalu cepat sehingga aku bahkan
belum sempat masuk sekolah. Tadi malam aku menghitung sekolah-sekolah yang
pernah kudatangi hingga aku lulus SMU. Ada sembilan sekolah. Aku tak pernah
menghitung hingga tadi malam. Sembilan sekolah hingga aku tujuh belas tahun.
Saat-saat terburuk adalah ketika dia tak
punya pacar. Kadang, kami bahkan tak punya makanan dan aku bilang, "Mom, kau
harusnya cari kerja sehingga kita bisa makan," dan ibuku selalu berkata, "Jangan
khawatir. Pasti sesuatu akan muncul. Aku akan bertemu seseorang." Kami punya
trik di mana kami sering mencuri di swalayan ketika tak ada apa pun di rumah ....
Kami biasanya masuk, membawa troli dan mengisinya penuh-penuh seperti kami
sedang belanja banyak, lalu kami makan makanan dari troli itu pisang, keripik, ?keju. Lalu kami pura-pura melupakan sesuatu di gang dua atau apalah lalu kami
keluar swalayan dan ibuku biasanya berkata, "Jangan lihat ke belakang! Terus
jalan!" Kadang, aku masih lapar dan dia sudah mendorong-dorongku keluar.
Ketika sedang tak punya pacar, ibuku biasanya berdandan dan pergi tiap malam.
Dia bukannya melacur. Jangan salah sangka. Dia cuma pergi ke bar dan klub
memberitahukan pada para pria kalau dia ada .... Aku sering berpikir dia terlihat
sangat cantik ketika pergi tiap malam. Aku selalu membantunya bersiap,
membantunya menata rambut, dan menutup resletingnya. Itu sama seperti bermain
mendandani boneka, hanya saja bonekanya adalah ibuku sendiri. Aku tak merasa
aneh atau apa, tapi kau ingat setelah aku ditahan" Dan aku pergi menemui
psikiaterku, Dr. Grork" Dia bilang itu abnormal. Tak sehat. Kurasa aku tak
memikirkan tentang itu saat itu. Tak mencoba
menganalisisnya atau apa. Memang begitulah kehidupan kami ....
Aku benci sendirian di rumah malam-malam ketika ibuku pergi. Aku tak
menyalahkannya. Memang begitulah dia. Bagaimana dia bisa membayar babysitter
kalau uang untuk membeli makanan saja kami tak punya" .... Tapi aku selalu
ketakutan ketika dia pergi. Membayangkan ada pencuri atau pembunuh yang
menangkapku. Aku bahkan kadang sangat takut sehingga aku mencabuti alisku. Aku
juga selalu melakukan itu di sekolah. Itu jadi kebiasaan buruk. Aku dulu punya
guru kelas empat yang sangat galak yang selalu membentakku karena aku mencabuti
alisku hingga kulit di sekitar alisku berdarah. Seakan-akan misi utama guru itu
dalam hidup adalah menjauhkan tanganku dari wajahku sendiri. Ada fotoku saat itu
dari sekolah. Aku tak pernah menunjukkannya padamu. Karena menyedihkan. Saat itu
kami tinggal di Tustin. (Sebelum ibuku bertemu suaminya, Mike.) Dan di foto itu,
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau bisa melihat garis merah bekas rambut tercabut di alisku. Setiap kali aku
memandang foto itu, aku merasakan sesuatu di perutku seperti yang biasa
kurasakan kalau aku sendirian di rumah sepanjang malam, atau setengah malam,
atau apa pun. Seakan-akan aku adalah anak kecil lagi dan tak ada hal lain yang
terjadi padaku. Itu aneh sekali .... Aku tidak mengatakan semua ini padamu agar
kau merasa kasihan padaku, Dominick. Aku cuma mencoba menjelaskan mengapa aku sangat
ingin kita punya rumah, bayi, dan mungkin menikah suatu saat nanti. Tapi kau
harus mengakui kaiau aku tak pernah memaksamu ....
Kehamilan ini terjadi begitu saja, Dominick. Aku terus berpikir kaiau kau
mengira aku hamii agar bisa menjebakmu untuk menikahiku. Aku sangat kesai
tentang itu karena bukan itu maksudku. Sumpah Demi Tuhan.
Aku benar-benar berpikir mempunyai bayi ini akan mengubahku jadi iebih baik,
Dominick. Membuatku menjadi orang yang iebih baik. Kuharap begitu .... Sejak kau
katakan bahwa anak perempuanmu meninggal, aku tak berhenti memikirkan dia. Aku
sangat, sangat menyesal, Dominick. Pasti itu tugas yang sangat berat. Dan itu
menjelaskan banyak hal tentangmu yang tak pernah kupahami. Mengapa kau terlihat
begitu marah pada dunia dan semacamnya. Aku hanya berharap kau berterus terang
tentang dia sejak dulu. Aku mungkin bisa membantumu mengatasi kesedihanmu.
Aku juga terus berpikir tentang mantan istrimu. Aku menangisi dia tadi malam di?sela-sela banyak hal lain yang kupikirkan. Mungkin karena sekarang aku juga akan
menjadi ibu .... Aku tak pernah mengatakan padamu tentang ini, tapi aku pernah
melihatnya sekali. Mantan istrimu. Aku bahkan
tak ingat namanya, tapi aku tahu itu dia. Dia ada di mal dengan Angie. Angie dan
dia bersaudara, bukan" Begitulah aku tahu. Mereka tak melihatku, jadi aku .... aku
mengikuti mereka. Di food court, aku duduk di belakang mereka dan mendengarkan
percakapan me-reka. Mereka bicara tentang ibunya apa yang akan mereka berikan
?untuk ulang tahunnya dan aku duduk diam di sana, berpikir, ini mantan istri
?Dominick. Ini adalah wanita yang bersama dia sebelum dia bersamaku .... Dia
terlihat ramah, aku ingat duduk di sana berharap bahwa dia, Angie dan aku
berteman dan kami pergi shopping bersama. Itu mungkin terdengar aneh, tapi aku
tak pernah punya banyak teman wanita. Wanita tak begitu menyukaiku, aku tak tahu
mengapa. Bulan lalu, Patti di tempat kerja mengadakan baby shower untuk Greta
(sang ahli gizi) dan setiap wanita di Hardbodies diundang kecuali aku. Kalau aku
tetap bekerja di sana, walaupun aku tak akan di sana lagi, aku berani bertaruh
tak ada seorang pun yang akan mengadakan baby shower untukku. Aku sudah
beruntung jika mendapatkan selembar kartu ucapan selamat saja dengan tanda
tangan tiap orang. Kurasa kalau kau ganti sekolah sembilan kali sebelum lulus
SMU, kau pasti tak akan punya banyak teman. Aku dua puluh lima tahun, Dominick,
dan aku bahkan tak pernah punya sahabat satu pun. Bukankah itu
menyedihkan " Aku teruskan ya, mantan istrimu terlihat sangat ramah. Dan lucu. Dia mengeluh
tentang ibunya dia tak jahat atau bagaimana. Dia sedikit mengingatkanku pada
?Rhoda dari acara Mary Tyler Moore. Bukan tampangnya, hanya gaya bicaranya .... Aku
tahu kau masih mencintainya, Dominick. Kau tak pernah mengatakannya, tapi aku
tahu. Seakan-akan kau selalu menahan diri dariku. Aku tahu, aku tak sebanding
dengannya, dan aku tahu kau tak menganggap aku cukup pintar untukmu cukup
?intelek atau semacamnya. Kau tak pernah berkata apa pun, tapi aku tahu .... Tapi
ngomong-ngo-mong, aku menangisi mantan istrimu semalam karena aku memikirkan
saat dia kehilangan putri kecilnya. Membuatku sedikit takut memikirkan semua hal
yang bisa salah. Tapi itu juga menjelaskan banyak hal. Aku hanya berharap kau
memberitahukanku sejak dulu. Aku mungkin bisa membantumu kalau kau mau membuka
dirimu sedikit. Setidaknya aku bisa mencoba.
Kurasa aku sekarang sampai ke bagian terberat yang akan kukatakan, Dominick, dan
kuharap ini tidak terlalu sulit untukmu .... Apa yang akan kukatakan padamu ini
tidak mudah. Aku hanya ingin kau mengingat satu hal. Perasaanku padamu benarbenar nyata. Aku mungkin tidak jujur tentang banyak hal mengutil dan
?sebagainya tapi aku ?benar-benar jujur tentang perasaanku. Aku tahu hubungan kita beberapa bulan
terakhir ini tak mulus lagi, tapi sejak awal aku berpikir kita punya sesuatu
yang istimewa. Dalam beberapa hal kau membuatku lebih bahagia dibandingkan
dengan pria-pria /ainnya yang pernah kukencani. Kukira yang ingin aku katakan
adalah aku berharap bayi ini benar-benar bayimu. Karena aku benar-benar sayang
padamu. Perasaan ini masih ada, Dominick. Demi Tuhan.
Thad adalah ayah bayi ini. Memang agak rumit, tapi kurasa aku harus
menjelaskannya padamu, kalaupun kau masih mendengarkan ....
Dominick, aku tak pernah jujur padamu tentang Thad dan aku. Sebenarnya dia bukan
homo, tapi biseksual. Kukira kau sudah tahu itu sekarang. Dia bilang ke Aaron
tentang bayi itu kemarin, dan Aaron mengusirnya. Hal lain yang tak pernah kau
ketahui adalah bahwa Thad dan aku tidak bertemu di tempat kerja seperti yang
kubilang. Kami sudah lama saling kenal. Kau ingat ceritaku tentang adik tiri
ibuku yang tinggal bersama kami di California" Dan bagaimana kami berdua tidur
bersama ketika semua orang pergi kerja " Yah, dialah Thad. Aku baru dua belas
tahun ketika itu terjadi dan Thad sembilan belas. Dia selalu terlihat lebih muda
daripada usianya. Aku hanya seorang anak kecil bodoh; aku tak tahu apa yang
kulakukan. Yah sebenarnya aku tahu, tapi juga
tak begitu tahu. Tapi seperti yang biasa dibilang, pengaruhnya sudah terlalu
merasuk ke dalam diriku. Mungkin karena aku masih terlalu muda ... aku tak bisa
melupakannya. Saat itu, dia di Angkatan Laut kurasa aku sudah menceritakannya ?padamu lalu dia dipindahkan ke Portsmouth. Saat itulah dia mulai
?"bereksperimen" dengan pria. Mulai pergi ke bar homo dan sebagainya. Dia sering
meneleponku dan mengatakan semuanya padaku mendeskripsikan apa yang dia lakukan
?dengan beberapa pria yang ditemuinya. Dia biasanya menelepon ketika aku baru
pulang sekolah, sebelum Mom dan Phil pulang kerja. Dia biasanya bilang, "Kau mau
aku menceritakan apa yang kami lakukan?" Dan aku bilang, "Yeah, ceritakan
padaku." Lalu aku menutup telepon dan sesak napas karena aku sangat kesal.
Sehingga aku tak bisa makan atau melakukan apa pun. Aku sangat merindukannya.
Aku memohon padanya lewat telepon untuk mengirimiku benda-benda potongan
?kukunya dan sebagainya dan itu saja yang ingin kumakan. Itu memang gila. Tapi
?begitulah selalu antara aku dan Thad. Seperti sebuah penyakit.
Kau dan aku bukanlah satu-satunya hubungan yang telah dirusakkan oleh apa yang
ada antara aku dan Thad. Ketika Denny, suami keduaku mengetahui tentang Thad,
dia mengamuk. Ronnie, suami pertamaku, tak
pernah tahu. Itu bagus, karena Ronnie bisa jadi sangat kejam. Hanya saja .... Apa
kau ingat setelah aku ditahan di markas polisi di Hills" Dan aku lalu menemui
Dr. Grork" Dia terus menyuruhku untuk mengusir Thad dari hidupku dan mengatakan
padamu tentang dia. Mengaku. Dr. Grork bilang memang risikonya besar, tapi aku
harus menghadapinya kalau aku mau berharap mendapatkan apa yang benar-benar
kuinginkan .... Tapi, aku tak bisa. Aku sudah mencoba, Dominick, tapi aku tak
bisa. Kurasa aku takut menghancur-kan kesempatanku menjadi Carol Brady. Dan
ternyata itu cuma lelucon sekarang. Aku tahu, Thad tak baik untukku, tapi aku
tak bisa melepasnya. Kadang, aku membencinya. Kau seratus persen orang yang
lebih baik dibandingkan dia, Dominick. Dia sangat manipulatif, pengontrol.
Itulah yang selalu dikatakan Dr. Grork padaku dan dia memang benar ... masalahnya
bukan kau, Dominick. Tapi aku. Thad dan aku seperti penyakit.
Aku tidak bangga dengan apa yang harus kukatakan padamu, Dominick, tapi kurasa
aku harus mengatakannya padamu. Aku tidak berharap kau mengerti, atau memaafkan
aku, karena aku tak pantas mendapatkannya. Aku hanya berharap kau tidak terlalu
membenciku. Mungkin suatu saat nanti kau bisa mengampuniku. Karena aku benarbenar telah mengkhianati kepercayaanmu ....
Aku membiarkan dia melihat kita, Dominick. Saat kita bercinta. Itu terjadi dua
kali. Aku sudah mencoba menolaknya, tapi akhirnya aku menyerah ... Thad memohon
padaku. Dia benar-benar menginginkannya. Sejak dulu, Thad naksir kamu. Yang
pertama kali ... aku tak tahu. Aku akhirnya menyerah dan bilang ya. Rasanya aneh ...
dan kedua kali, dia mengaturnya, dia mengatakan padaku apa yang dia ingin aku
lakukan padamu, aku harus bergerak ke mana dan semacamnya. Dia seperti sutradara
.... Dia memang tak merekam kita maksudku tak seperti itu. Keduanya terjadi pada
?hari Jumat. Dia datang sebelum kau pulang Jumat adalah hari di mana kita
?biasanya jadi intim. Itu mungkin sudah menjadi pola atau semacamnya. Jadi ... dia
sembunyi di lemariku dengan pintu terbuka sedikit. Dia bilang bahwa kapan saja
kau bisa memergoki dia merupakan bagian dari kesenangan. Bagian dari ketegangan.
Aku tak mau melakukannya, Dominick. Itu membuatku merasa sangat buruk. Aku
sangat gugup karena tahu dia bersembunyi di sana. Tapi dia memohon padaku. Dan
memaksa ketika dia ingin melakukan itu lagi kedua kalinya. Dia bilang, dia akan
meninggalkan aku kalau aku bilang tidak. Pergi dan tidak mengatakan padaku akan
ke mana. Jadi aku bilang baiklah, tapi itu saja. Sekali lagi dan tak pernah lagi
.... Aku tahu itu pengkhianatan
yang terbesar. Aku sangat menyesal. Aku tak berharap kau mau memaafkanku,
Dominick, tapi setidaknya sekarang kau bisa mengatakan, "Bagus juga dia pergi,
menghilangkan kotoran dari rumahku. Perempuan itu memang gila." Dan aku memang
begitu. Besok, aku akan menyerahkan surat pengunduran diriku ke Hardbodies. Thad sudah
berhenti. Aku tahu, kau masih akan di rumah sakit setidaknya seminggu lagi dan
saat itu aku sudah keluar dari kondominium. Keluar dari hidupmu aku dan bayi ?ini. Jangan khawatir. Aku tak akan merampokmu dan mencuri stereomu atau
semacamnya. Aku sudah cukup merasa bersalah. Aku bilang ke Thad dia tak boleh
datang ke kondominium. Dia tinggal di motel hingga kami pergi nanti.
Kami ... kami mungkin akan bepergian cross-country. Atau mungkin aku akan pergi
sendiri. Aku akan tinggal dengan ibuku dan Herb di Anaheim di motel yang mereka
urus. Ibuku bilang aku boleh tinggal di sana gratis hingga bayinya lahir dan
setelah itu lihat apa yang terjadi nanti. Bergantung apa keinginan Herb ... aku
tak tahu apa yang akan terjadi pada Thad dan aku, benar-benar tak tahu. Dia
masih membicarakan keinginannya mendirikan bisnis katering dan mengajakku jadi
bartender-nya. Aku tak tahu. Mungkin setelah aku jadi ibu nanti, aku punya
keberanian bilang padanya untuk meninggalkanku sendiri untuk selamanya
.... Aku tahu, dia tak akan bisa jadi ayah yang baik seperti dirimu. Kaiau anak
ini iaki-iaki, aku tahu kau pasti mengajaknya main di Litt/e League, Cub Scouts,
dan semacamnya. Aku tak bisa meiihat Thad melakukan hal-hal semacam itu. Dia
terlalu egoistis. Aku benar-benar berharap ini bayimu .... Aku tak senang akan
tinggal bersama ibuku lagi, tapi mungkin dia bisa membantu mengasuh bayinya
setelah lahir. Khususnya setelah aku bekerja lagi, dan itulah yang mungkin akan
kulakukan. Anakku tak boleh pergi ke swalayan, mencuri dan makan makanan di
lorong karena aku tak mampu membayarnya.
Aku tak yakin, tapi mungkin aku akan melamar ke Disneyland. Menjadi pemeran di
sana. Mungkin wanita yang bilang aku akan menjadi Cinderella yang sempurna masih
di sana. Aku masih ingat namanya, Mrs. Means. Mungkin dia masih bekerja di sana
dan masih ingat aku. Mungkin nantinya aku akan bekerja melambaikan tangan ke
anak-anak kecil di parade Festival of Lights dan mereka akan bilang, "Lihat,
Cinderella!" Thad berpikir aku seharusnya melakukan itu. Katanya bisa saja itu
sebuah batu loncatan dan dia bisa jadi manajerku.
Dominick, aku tahu kau akan sembuh dan menemukan seseorang yang akan membuatmu
bahagia, karena itulah yang pantas kau dapatkan. Aku yakin kau pasti membenciku
sekarang, dan itu sangat bisa dimengerti. Aku pun benci diriku sendiri. Apa pun
anggapanmu padaku, aku tetap sangat bahagia dengan kebersamaan kita selama dua
tahun ini. Aku pernah melihat acara TV tentang Paul Newman. Dan seseorang di
acara itu mengatakan bahwa Paul Newman adalah "orang yang berkualitas" dan
itulah dirimu, Dominick. Orang yang benar-benar berkualitas. Hanya saja, aku
berharap kau ingat kalau kita juga pernah mengalami masa-masa indah. Terutama
pada awal kita bersama. Aku sangat menyesal telah mengkhianatimu. Dan
membeberkan semua ini padamu saat kau sakit parah. Tapi saat kau bilang kalau
bayi ini tak mungkin bayimu, aku tak tahu apa lagi yang harus kulakukan ... aku
mungkin orang terakhir yang ingin kau temui setelah kau mendengarkan ini, tapi
kalau kau ingin menghubungiku, aku akan ada di kondominium selama beberapa hari
lagi dan pada akhir minggu nanti aku akan pergi ke ibuku yang nomor teleponnya
sudah kutulis di Rolodexmu.
Kalau ... kalau kau khawatir tentang AIDS atau HIV karena Thad gaya hidupnya atau
?apalah nggak usah khawatir. Dia sangat berhati-hati. Aaron sangat fanatik
?terhadap kehati-hatian. Jadi, kau tak perlu mengkhawatirkan itu.
Dominick! Aku sangat menyesal karena selalu cemburu terhadap kakakmu. Kalau aku
punya saudara laki-laki atau perempuan, aku pasti ingin mereka setia sepertimu.
Menurut pendapa tku, kau memperjuangkan hal yang tak bisa kau menangkan, tapi
itu urusanmu, bukan urusanku. Jangan lupa mengurusi dirimu sendiri dan jangan
terus-menerus mengurusi orang lain.
Aku cinta padamu, Sayang. Jangan ... tolong jangan benci aku. Oke,'
Aku tidak membencinya. Aku bahkan tidak membenci Thad. Aku hanya berbaring diam,
memandang kakiku yang ungu bengkak, yang seharusnya terasa sakit, tapi tidak.
Aku tak merasakan apa pun.
"Kau tahu yang mengesalkanku di film ini?" kata Felice dari sebelah. "Ke mana
pun dia pergi pasti ada seseorang yang mati."
Aku melepaskan headset walkman dari telingaku. Aku sudah mendengarkan kaset itu
dua kali, berharap semuanya akan masuk akal, tapi itu tak terjadi. Tapi aku tak
marah. Aku tak merasa sakit hati. Aku tak merasakan apa-apa. "Maaf, kau tadi
bilang apa?" Felice menunjuk ke TV di dinding. "Jessica Fletcher. Murder She Wrote. Dia pergi
shopping, ada pembunuhan. Dia pergi mengunjungi teman: ada yang mati. Dia
berlibur. Boom! Kapan terakhir kali kau pergi ke suatu tempat dan menemukan
mayat" Dia seperti Grim Reaper atau apa."
Aku akan menunggu hingga pulang ke rumah, putusku. Aku terpaksa. Dan aku tidak
akan meninggalkan setumpuk masalah yang belum selesai, yang harus dibersihkan
oleh seseorang. Apa itu Leo, Ray ataupun tim penyelamat .... Karena aku tidak
marah seperti si brengsek Rood. Aku cuma lelah hanya ingin berhenti melawan dan?menyerah. Ikut arus ... aku bisa pergi ke garasi, menutupi semua lubang dan
retakan dengan kain, dan menghirup asap mobil.
Tuan-tuan, nyalakan mesinmu. Saat itulah aku baru ingat tentang trukku. Aku tak
bisa membuat diriku mati karena menghirup karbon dioksida, karena aku sudah
menghancurkan trukku. Kalau begitu sebaiknya aku pakai pil. Mereka pasti memberikan penahan rasa sakit
bukan" Aku bisa meminum semuanya sekaligus dengan sebotol ... minuman apa yang
kupunya di rumah, ya" Aku masih punya sebotol Scotch sisa Natal lalu. Alkohol
dan pil. Itu pasti berhasil. Menghilangkan Dominick Birdsey dari dunia ini, yang
terburuk di antara para pecundang. Si kembar yang buruk.
"Dia seperti magnet untuk mayat," kata Felice. "Kubilang padamu, ya. Kalau kau
melihat Angela Lansbury berjalan ke arahmu, cepat-cepatlah lari menjauh."
Apakah fakta bahwa The Duchess bersembunyi di lemari dan mengintip saat kami
bercinta lebih gila daripada fakta bahwa kakakku memotong tangannya sendiri atas
nama perdamaian" Lebih aneh daripada fakta bahwa suku Wequonnoc akan
bangkit dari abu" Lebih aneh daripada fakta bahwa Amerika akan berperang lagi
?dengan anak-anak yang terlalu muda untuk ingat tentang Vietnam kecuali yang ada
di Rambol Itulah lelucon besarnya, bukan" Jawaban dari teka-tekinya: tak ada siapa pun di
Surga, yang menjamin semua peristiwa berjalan dengan baik. Aku sudah memecahkan
pertanyaan itu, bukan" Memecahkan kodenya" Semua itu hanyalah lelucon. Tuhan di
kepala kakakku hanyalah penyakit. Ibuku setiap hari berlutut dan berdoa pada
tangannya sendiri yang menyembah. Bayimu meninggal karena ... karena tanpa alasan
sama sekali. Istrimu meninggalkanmu karena kau mengisap semua oksigen di
ruangan, jadi kau berpura-pura dia masih di ranjang bersamamu sementara kau
meniduri pacarmu dan pacarnya pacarmu itu mengintip di balik lemari .... Persetan
kenapa dia tak pergi ke sana saja dan jadi Cinderella" .... Lepaskan kakiku, Ray.
Aku siap untuk melayang pergi. Siap untuk menurunkan kakakku dari pohon itu dan
membawanya ke The Falls, melemparnya ke air. Lalu melompat menyusulnya dengan
kepala di bawah. Karena semua itu tak ada gunanya. Semuanya cuma lelucon. Tebak
ini, Batman. Apa tujuannya" Dan jawabannya adalah: tak ada. Pil penahan rasa
sakit dan Scotch begitulah aku akan melakukannya, karena semuanya tak ada ?gunanya
"Hei, itu dia datang," kata Felice.
Siapa" Angela Lansbury" Apakah dia sudah
menemukan mayat di sini" Tapi ketika aku berpaling pada Felice, dia sedang
memandang ke pintu, tersenyum lebar.
Wanita itu mengenakan jaket warna turqouise berumbai-rumbai, topi koboi cokelat,
bot cokelat, selama beberapa saat aku tak mengenalinya, lalu, ya Tuhan, aku tahu
siapa dia. "Ke sinilah Annie Oakley," kata Felice. "Cium anjing tuamu ini."
Tapi, wanita itu malah mendekati kaki ranjangku. "Lama tak ketemu," katanya.
"Yeah," kataku. "Sudah bertahun-tahun, bukan" Bagaimana kabar kakekku?"
Dia mengangkat tas plastik yang menggembung penuh. "Dia milikmu," katanya.
"Benarkah" Dan sekarang kurasa kau akan bilang kalau aku utang padamu"
"Tidak ada biaya tambahan selain yang sudah kau bayarkan," katanya. "Dan
ngomong-ngomong, aku ikut berbela sungkawa."
Dia mengangkat manuskrip Domenico yang tebal itu di depannya, mengulurkannya ke
depan dan melepaskannya. Manuskrip itu jatuh di ranjangku, hampir mengenai
kakiku yang patah. Tiga Puluh Satu Sejarah Domenico Onofrio Tempesta, Pria Besar yang Berangkat dari Nol
8 Juli 1949
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku, Domenico Onofrio Tempesta, terlahir enam puluh sembilan tahun lalu di desa
pegunungan Giuliana, Sisilia, /u giardano delh mondo! Aku adalah keturunan priapria besar dan banyak orang mengatakan saat aku becermin, maka yang kulihat
adalah kebesaran! Namun demikian, kehidupanku dinodai oleh kepedihan dan
tragedi. Sekarang, usia tua memberiku penyakit sendi, perut mual, dan lutut
lemah. Tapi ingatanku masih kuat!
Istriku tercinta, Ignazia, a buon'anima, memberiku seorang putri, tapi gagal
memberiku anak laki-laki. Putriku, Concettina Ipolita Tempesta, wajahnya terlalu
jelek untuk bisa menikah (sumbing), jadi dia tinggal di rumah dan mengganggu
pria tua ini. Dari anak perempuan berambut merah dengan muka kelinci itu, darah
Tempesta tertumpah sia-sia ke tanah seperti anggur dari guci yang retak. Nama
Tempesta yang membanggakan akan mati bersama kematianku nanti.
Jika Tuhan tidak menganugerahi putra padaku, setidaknya Dia me-ngaruniakan
ingatan yang tajam. Aku mengisahkan cerita ini untuk menghidupkan nama Tempesta
dan memberikan teladan yang bisa diikuti pemuda-pemuda Italia! Semoga Anak-Anak
Bumi Pertiwi Italia yang membaca kisah ini belajar tentang bagaimana menapaki
jalan kemakmuran dan semoga mereka tak seperti diriku, yang dikutuk dengan
kelinci serta kera-kera kurus sialan di bawah kakiku!
Sebagai seorang anak, aku tumbuh di bawah bayangan Gunung Etna yang menakutkan,
gunung api besar dan mengerikan yang membunuh kakek nenekku. Alfio dan Maricchia
Ciccia, kakek nenek dari ibuku, adalah tuan tanah. Ladang hazelnut dan aimond
mereka rusak tahun 1865 ketika lahar mengalir dari kawah barat, membunuh
pepohonan yang menjadi mata pencaharian mereka. Empat hari kemudian, bumi
terguncang membuka, membunuh kakekku dan ketiga putranya. Ketika muntahan Etna
mendingin, lahar itu melapisi tanah Ciccia dengan bebatuan hitam. Tandus!
Nenekku gila karena berduka, membunuh dirinya sendiri dengan racun tak lama
kemudian. Satu-satunya keluarga Ciccia yang masih hidup adalah putri bungsunya,
Concettina. Dia bermain sendirian di ladang dengan bonekanya ketika lahar
mulai mengalir menuruni bukit mengejarnya. Meraih bonekanya, dia lari ke pohon
cedar terdekat untuk menyelamatkan dirinya dari muntahan gunung api. Ketika dia
memanjat di antara dedaunan dan rerantingan, dia menjatuhkan salah satu
bonekanya. Dengan nekat, dia turun lagi, berusaha menyelamatkan teman kecilnya
yang terbuat dari kain gombal dan bubuk gergaji, tapi ketika dia mengulurkan
tangan ke lahar panas itu untuk menyelamatkan popa-nya, tangan Concettina kecil
terbakar parah, dan boneka bodoh itu jatuh lagi ke lahar dan hanyut terbawa
alirannya. Namun, Concettina berhasil bertahan dan naik pohon lagi. Dari dahan
tertinggi, dia menjerit dan menjerit hingga suasana aman untuk turun. Selama
sisa hidupnya, di tangan kanan Concettina terdapat bekas luka sebagai pengingat
tindakan bodohnya menyelamatkan mainan tak berharga bekas luka berwarna pink ?mengilat seperti sarung tangan yang melingkupi tangan kanannya. Saat kecil, aku
bisa memandangi bekas luka itu dan mendengar berkali-kali cerita bagaimana si
Concettina kecil berhasil menyelamatkan hidupnya, tapi kehilangan popi di pezzanya. Tangan yang luka itu dan tangan satunya yang normal, memeluk, menyuapi, dan
memukulku saat aku tumbuh besar. Concettina, a buon'anima, adalah ibuku
tercinta. Yatim piatu sejak usia delapan tahun setelah ibunya bunuh diri, Mama diasuh oleh
seorang janda tua, penjahit dan pembuat renda yang tugasnya adalah menghias
altar dan patung-patung suci di
gereja desa kecil itu, termasuk patung Weeping Vergine yang terkenal di seluruh
Sisilia. Wanita tua itu mengajarkan keahliannya pada ibuku dan Mama menjadi
pembuat renda yang ahli. Sayangnya, saat dia tumbuh menjadi wanita, dia sering
terkena serangan yang membuatnya berteriak-teriak tak menentu dan bermimpi aneh.
Dia juga mengatakan bahwa dia bisa mendengar suara-suara serangga
berbicara makhluk kecil beterbangan yang menurutnya adalah jiwa-jiwa orang mati
?yang gagal mendapatkan cahaya surga. Dan sebagai gantinya mereka mencari pijaran
cahaya yang ada di dunia. Serangga-serangga itu bicara padanya memohon
padanya kata Mama, mereka bicara terus-menerus sehingga kadang dia harus
?mengunci diri dalam kamar dengan jendela tertutup rapat dan lilin dimatikan agar
mereka berhenti mengganggunya.
Tahun 1874, Concettina Ciccia menjadi istri ayahku, Giacomo Tempesta, seorang
penambang belerang. Pekerjaan Papa memaksanya pergi setiap minggu dari Giuliana
ke pertambangan, sembilan atau sepuluh kilometer ke arah kaki Gunung Etna.
Dengan teman-teman penambangnya, dia akan kembali ke desa setiap Sabtu, di mana
dia akan mandi dan makan, lalu berbaring di sisi istrinya di atas seprai yang
halus dan berbordir. Pada Sabtu malam seperti itulah, pada tahun 1879, ayahku
menjadi seorang pahlawan.
Menurut cerita yang dibisikkan ibuku ke wanita-wanita desa dan lalu diulang oleh
para penggosip, Papa berbaring kelelahan setelah bercinta dengan
istrinya yang akhirnya membuahkan aku. Etna sudah tertidur selama beberapa
tahun, tapi malam itu Papa mendengar samar suara derum dan desis gunung api yang
mulai terbangun. Dia ba-ngun dari ranjang dan lari ke rumah magistrato bergigi
tonggos, orang terkaya di Giuliana. Di sana, Papa melepaskan lonceng dari leher
sapi magistrato dan berlari menyeberangi desa, membunyikan bel itu dan
berteriak, membangunkan seluruh penduduk Giuliana sehingga mereka bisa
menyelamatkan diri. Beberapa orang bilang bahwa ibuku juga menyelamatkan mereka
malam itu. Dia lari ke pohon terdekat, memanjatnya, dan berteriak-teriak seperti
sirene! Atas kepahlawanannya, ayahku menerima medagiia dari Raja Italia. Medali itu
diserahterimakan melalui surat resmi magistrato. Namun sebelum Papa sempat
memegang medagiia itu, magistrato sialan yang bergigi tonggos itu menggigit
medali itu untuk meyakinkan apakah itu terbuat dari emas murni, sehingga medali
itu selamanya berbekas oleh giginya yang seperti kuda. Kemudian, dia menyerahkan
medagiia yang berbekas giginya itu ke ayahku dalam sebuah upacara resmi di alunalun desa. Saat penyerahan penghargaan itu, aku baru berupa biji di perut ibuku,
tapi para wanita desa setuju bahwa pembuahanku yang bertepatan dengan meletusnya
Gunung Etna merupakan pertanda bahwa aku ditakdirkan menjadi orang besar dan
berkuasa! Saat itu, aku adalah putra
seorang pahlawan meski belum terlahir.
Ibuku mempersembahkan tiga orang putra pada suaminya. Wahai Putra-Putra Italia,
menikahlah dengan bijak! Ahli waris pria adalah hadiah terbesar yang bisa
diberikan oleh seorang wanita! Aku, Domenico Onofrio Tempesta, lahir ke dunia
pada 11 Mei 1880 dan adikku Pasquale lahir dua tahun kemudian dalam suasana
biasa. Adikku yang bungsu Vincenzo lahir tahun 1883.
Kepahlawanan ayahku membuatnya menjadi orang ketiga yang paling dihormati di
seluruh desa, setelah Pater desa dan magistrato. Saat kecil, aku sering ingat
Papa memimpin parade dan prosesi pada hari-hari besar dan memimpin festival desa
dengan bermartabat. Pada waktu-waktu itu, dia biasanya mengeluarkan medagiianya
dari tempat penyimpanan dan memakainya dengan bangga di dadanya. Aku juga ingat
medali itu bergambar raja sedang naik kuda dan di panggul kuda itulah berbekas
gigitan gigi besar magistrato.
Ketika aku berusia enam tahun, Sang Perawan Maria sendiri menegaskan dugaan
penduduk desa kalau di antara anak-anak Giuliana, aku memang speciaie!
Saat itu, aku disuruh ibuku untuk mengirimkan bantal angsa baru bagi padre, aku
mencarinya di dalam gereja lalu keluar ke gua yang bertahun-tahun sebelumnya
terkenal karena merupakan tempat Patung Perawan Maria Menangis. Di sanalah
aku Domenico Onofrio Tempesta menyaksikan mukjizat! Setelah enam? ?puluh tahun, air mata kembali mengalir dari mata patung Maria itu! Dari semua
orang desa pria, wanita, dan anak-anak akulah yang dipilih Perawan Maria untuk
? ?mengungkapkan dirinya.
Patung itu menangis selama seminggu. Air matanya yang berharga dikumpulkan dan
digunakan untuk mengobati mereka yang sakit, mata yang buta, kaki yang lumpuh.
Mukjizat itu menjadi bahan perbincangan yang memunculkan berbagai teori tentang
dosa masa lampau dan ramalan akan adanya bencana. Berita menangisnya Patung
Perawan Maria membuat pastor desa harus berjaga di gua siang dan malam,
mendoakan jemaat dan mendengarkan pengakuan dari orang-orang Sisilia yang
bertobat! Baru setelah air mata berhenti mengalir dari mata patung itu dan
jumlah peziarah menurun, padre punya waktu untuk berpikir dan menerjemahkan arti
mukjizat itu. Pastor yang baik itu mendatangi rumah kami keesokan Minggunya dan
mengatakan pada Mama dan Papa bahwa penemuan air mata Maria oleh diriku
merupakan sebuah pertanda dari Bunda Maria itu sendiri. Bahwa aku telah
dipanggil untuk menjadi pastor, kata padre.
Seperti sebagian besar orang Sisilia, Papa percaya bahwa mendidik anak lebih
tinggi daripada dirinya merupakan hal yang berbahaya. Karena itu, ayahku menolak
gagasan aku menjadi pastor. Papa sering mengungkapkan harapannya bahwa kelak aku
juga akan bekerja di tambang belerang, mulanya sebagai pembantunya dan kemudian
sebagai seorang penambang. Teman-teman penambang Papa menggelengkan kepala dan
memperingatkan bahayanya mengizinkan aku dikirim ke sekolah untuk belajar
membaca dan menulis. Namun ibuku mendukung gagasan pastor untuk membuatku
menjadi Pelayan Tuhan. Statusnya di desa naik karena dia melahirkan anak yang
dipilih Perawan Maria untuk menunjukkan air matanya. Sebagai ibu seorang pastor,
statusnya akan naik lebih tinggi lagi.
Padre menulis surat ke Roma tentang panggilan religiusku dan mengampanyekan pada
penduduk desa untuk menyumbangkan uang mereka bagi sewa kamar, asrama, dan biaya
perjalanan yang kuperlukan untuk pendidikanku sebagai pastor. Ketika ayahku
memprotes, ibuku kembali terkena serangan dan berteriak-teriak agar aku mendapat
pendidikan sebagai pastor dan menyebarkan pada penduduk desa mimpi mengerikan
yang dia alami. Dalam mimpi itu, Tuhan Yang Mahakuasa datang dalam bentuk elang
hitam dan mematuk mata ayahku karena menentang. Akhirnya Papa menyerah.
Jadi, aku pun dikirim pada ulang tahunku yang ke tujuh ke sekolah biara di
Nicosia, yang dijalankan oleh para biarawati dari Sisters of Humility. Di sana,
selama enam tahun, aku belajar bahasa Italia dasar dan mahir. Aku juga belajar
menghadapi pelajaran keras dan pahit tentang kecemburuan dan sifat angkuh temanteman sekolahku terhadap murid sekolah yang paling miskin, tetapi paling pandai,
Domenico Onofrio Tempesta! Anak-anak kota kaya itu menertawakan aku yang
mencatat pelajaran di papan murahanku. Tentu saja mereka punya peralatan
terbaik pena bulu, kertas halus, dan tinta India yang halus untuk mencatat ?dengan tulisan cakar ayam! Tentu saja mereka punya keluarga yang mampu membayar
lebih untuk membeli permen pada Sabtu siang, mengunjungi pertunjukan musik, dan
hal-hal pengganggu lain serta ricreazioni sementara aku cuma punya bakatku untuk
menghibur diri sendiri. Meskipun aku paling miskin di antara murid-murid di
sekolah biara, aku adalah yang paling disayang oleh para biarawati Sisters of
Humility yang kagum akan kecerdasanku dan mereka hanya kadang-kadang menjewer
telingaku atau hidungku karena melakukan kenakalan kecil atau bersikap
sombong kebanyakan hanya kesalahan kecil. Sungguh, aku adalah murid favorit
?para biarawati itu. Di rumah, adikku Pasquale mengambil tempatku di tambang dan menjadi pembantu
ayahku. Pasquale bertugas membawa batu belerang yang sudah diambil dari lubang
tambang melewati tangga buat-an ke tungku pembakaran di lereng gunung. Di sana,
batu belerang itu dilebur lalu diekstraksi menggunakan essenza di soiforoso.
Sudah tugas pembantu untuk melakukan pekerjaan kotor penambang bekerja seperti
?keledai dan untuk itu, adikku yang sederhana sangat cocok, seperti aku yang
?cocok untuk kehidupan intelektual dan status yang lebih tinggi bagi orang yang
ditakdirkan untuk mencapai hal-hal yang lebih besar.
Dengan Papa, Pasquale, dan aku jauh dari rumah, adik bungsuku Vincenzo, menjadi
liar. Mama tak bisa membuatnya patuh atau membantunya, tak peduli sesering apa
pun Mama memukulnya dengan sendok kayu. Vincenzo yang mencuri bolu lemon janda
tua Signora Migliaccio menjadi skandal kecil di desa. "Putra pertamaku melayani
Tuhan, putra keduaku melayani ayahnya, dan putra bungsuku melayani setan!" keluh
Mama. Ketika usianya mencapai sepuluh tahun, Vincenzo magang di Paman Nardo, sahabat
Papa dan tukang batu desa yang gendut. Semoga bangkai bajingan Nardo itu
terpanggang di api neraka selama-lamanya dan lebih lama lagi! Pada akhir pekan,
ketika keluarga kami bersama, adikku Pasquale sering memar dan bengkak wajahnya
karena mengalami kecelakaan di tambang atau dipukul Papa karena gagal
menjalankan tugas dengan baik sebagai pembantu Papa. Tangan Papa yang keras juga
sering mengenai Vincenzo muda pada Minggu pagi setelah Paman Nardo datang
memberikan laporan mingguan. Paman Nardo mengeluh, Vincenzo itu malas, dan
sering main dengan sekelompok berandalan yang berkumpul sehabis bekerja dan
sering mengganggu orang. Kadang ayahku, memukuli kedua adikku, Vincenzo karena
apa yang telah dia lakukan dan Pasquale karena apa yang gagal dia lakukan.
Perilakuku sendiri tak bisa dikritik, aku terhindar dari
pemukulan ayahku dan hanya mendapatkan pujiannya. Wahai putra-putra Italia,
perhatikanlah! Serius dan rajin dalam mencapai tujuan akan menjamin kesuksesan
untukmu. Bekerja keraslah! Angkat nama keluargamu, dan ikuti jalan kebaikan.
Aku akan menulis lebih banyak besok, kalau wasir sialanku ini tak kambuh lagi.
1D Juli 1949 Pada usia enam belas tahun, aku masuk ke seminari di Roma di mana aku mulai
belajar jadi pastor. Sementara itu, di rumah, di Giuliana, terjadi skandal lain
yang membuat ibuku kembali mengalami serangan teriak-teriaknya dan membuat
ayahku sangat malu sehingga dia mengancam pergi ke laut Mediterraneo dan
membuang medali emasnya ke laut sebagai penebusan karena mempunyai anak senakal
Vincenzo! Musim itu, Paman Nardo dipekerjakan oleh magistrate untuk membangun halaman dan
dinding kebun anggur yang baru. Suatu siang yang panas di tengah proyek itu,
Paman Nardo tertidur di keteduhan setelah makan siang. Vincenzo tak diawasi,
mengambil kesempatan untuk pergi dari pekerjaannya. Magistrate yang sedang
menemani monsignor dari Calabria yang sedang berkunjung mengundang tamunya untuk
berjalan-jalan di kebunnya. Dua pejabat itu mendengar erangan aneh datang dari
arah anjang-anjang kebun anggur untuk membantu siapa pun yang kesakitan atau
terluka. Betapa memalukan, karena erangan itu datang dari mulut Vincenzo. Yang ditemukan
magistrate dan monsignor siang itu di antara jalaran tanaman anggur adalah adik
bungsuku, berdiri dengan celana melorot sampai ke pergelangan kaki dan melakukan
perbuatan cabul dengan perawan tua anak magistrate yang usianya dua kali lipat
di atasnya! Monsignor yang sedang berkunjung hampir pingsan melihat pemandangan
kepala wanita gila itu di antara kaki adikku. Teriakan dan jeritan magistrate
membangunkan Paman Nardo, yang
terhuyung-huyung ke tempat kejadian sebelum Vincenzo sempat menenangkan diri dan
mengancingkan celananya. Nardo langsung dipecat saat itu juga. Magistrate
mengusir si tukang batu itu dan pembantunya dari tanahnya dan menyatakan dia
lebih baik tenggelam di lava Gunung Etna daripada melihat mereka berdua lagi!
Kali ini, Paman Nardo tidak menunggu Sabtu untuk memberikan laporan mingguan
tentang Vincenzo. Dia berlari ke arah jalan yang menuju tambang dan meneriakkan
nama Papa ke lubang tambang. Yang terjadi kemudian diceritakan padaku oleh
adikku Pasquale yang menyaksikan semuanya.
Nardo mengatakan kepada ayahku bahwa dia, Giacomo Tempesta, berutang sejumlah
uang yang tidak jadi didapatkan Nardo dari proyek besar di rumah magistrate
akibat perilaku memalukan Vincenzo. Papa mengatakan pada Paman Nardo bahwa dia
tidak bisa memberikan uang yang tidak dipunyainya. Namun, dia berjanji akan
memukuli Vincenzo hingga berdarah dan bertobat dan berubah. Sehingga Vincenzo akan
bekerja dengan rajin dan kejadian memalukan ini akan terbayar oleh kerja adik
bungsuku. Paman Perut Gendut berteriak membalas bahwa dia tak mau dibantu seekor kambing
malas yang hanya mementingkan apa yang ada dalam celananya. Dia kembali meminta
uang yang hilang. Ayahku mengatakan lagi kalau dia tak bisa membayar utang
sebanyak yang dikatakan Nardo.
"Rupanya medali emasmu itu tak membuatmu menjadi orang terhormat," ejek Nardo.
Demikianlah kata-katanya yang berbisa. Adikku Pasquale berdiri di samping Papa
dan mendengar ejekan itu sendiri! Bagi ayahku bagi orang Sisilia! ejekan ? ?terhadap harga diri seseorang lebih menyakitkan daripada tendangan ke
selangkangan. Tapi apa yang bisa dilakukan Papa melakukan sihir dan membuat
?uang jatuh dari langit" Membayar Paman Nardo dengan gulungan renda bikinan
ibuku" Akhir pekan itu, Papa pergi ke rumah magistrate dengan seguci Malaganya yang
terbaik dan medali emasnya yang berharga. Signore Sok Penting dulu pernah
menggigit medali itu dengan gigi tonggosnya; sekarang Papa akan menyerahkan
medali itu padanya. Ketika guci ang-gur itu telah kosong, milik ayahku yang
paling berharga telah diberikan pada magistrate sehingga Nardo dipekerjakan
kembali di rumah magistrate. Tapi masih ada masalah, Nardo tak mau
memperkerjakan Vincenzo lagi! Minggu depannya, dengan tak
mengindahkan raungan ibuku dan protes pastor desa, aku ditarik dari seminari dan
disuruh pulang ke Giuliana untuk bekerja membantu Paman Nardo menyelesaikan
halaman yang belum jadi itu. Di sana, dengan segan aku mulai magang mengikuti
bajingan perut gendut yang kubenci itu. Aku tak punya pilihan kecuali patuh dan
menghormati perjanjian yang dibuat ayahku.
Pemuda Sisilia, ingatlah: perintah ayah adalah hukum bagi putranya!
Dalam beberapa bulan, aku berubah dari seorang pelajar menjadi buruh demi
kehormatan ayahku, tanganku jadi kasar dan otot-otot lengan dan dadaku jadi kuat
karena sering mengangkat beban. Dengan sepenuh hati, aku benci jadi tukang batu
dan rindu kembali di antara buku-bukuku dan kata-kata serta ikon religius, tapi
itu tak akan terjadi. Dengan setiap batu yang kuangkat, dengan setiap batu bata
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang kususun, aku mengangkat nama baik ayahku dan janjinya. Sedangkan putri
magistrate yang cabul itu, semua godaan dan bisikan cabulnya tak kutanggapi. Aku
menjunjung nama baik Tempesta dan hanya melihat pada batu, adukan semen dan
sekop, tidak melihat ke bagian pribadi si wabah puttana yang terus mengangkat
roknya untuk menggodaku! 12 Juli 1949 Bulan Maret 1898, Gunung Etna sekali lagi
menunjukkan kemarahannya pada Sisilia.
Selama tiga hari tiga malam, uap naik dari retakan sisi kawahnya bagian selatan.
Keesokan harinya, sunyi seperti fa morte fkematian). Sehari setelahnya, bumi
bergetar dan memecah kota jadi dua. Perbukitan di tambang belerang tempat ayahku
dan adikku bekerja, bergetar dan runtuh. Pasquale, yang sedang di tungku
pembakaran ketika gempa mulai, selamat. Tetapi Papa dan sebelas penambang
lainnya serta carusi tewas terkubur.
Papa, Papa, aku menangis terkenang bim-binganmu yang penuh cinta! Aku mengutuk
bumi yang kejam yang menelan hidupmu terlalu cepat!
Aku tak bisa bicara lagi hari ini.
15 Juli 1949 Sebagai putra tertua ayahku, aku sekarang menjadi sostegno del famigiia. Aku
menjalankan tugas ini dengan serius sebagai pencari nafkah utama keluarga dan
pembuat aturan. Aku tidak segan memukul kedua adikku apabila mereka melakukan
kesalahan. Terutama dengan Vincenzo, aku sangat keras. Perilakunya yang
memalukan telah membuatku kehilangan kesempatan menjadi seorang pastor dan
membuat keluarga Tempesta kehilangan kepemilikan atas medali emas ayah kami.
Meskipun medagiia itu telah menjadi milik magistrate, aku, Domenico Onofrio
Tempesta masih diperbolehkan memakainya pada perayaan desa, Paskah, dan vigiiia
di Nataie. Aku duduk di panggung dengan
padre dan magistrate selama parade dengan medalion itu terpasang di
dadaku tidak hanya sebagai anak tertua pahlawan desa, tetapi juga sebagai orang?yang diberi kelebihan menyaksikan Perawan Maria menangis. Tidaklah sombong kalau
aku, meskipun seorang buruh, adalah anak muda paling disegani di Giuliana.
Sayangnya, sebagai kepala keluarga, aku kadang terpaksa mengangkat tangan untuk
memukul ibuku tercinta. Mama tak bisa menyesuaikan diri menjadi janda dan
pendapatannya yang berkurang dan status kami yang menurun akibat kematian ayah.
Kadang, gila karena sedih, dia terbangun menjerit pada tengah malam atau
mengancam akan mengikuti jejak ibunya minum racun daripada hidup susah dengan
tiga anak tak tahu diuntung seperti Pasquale, Vincenzo, dan aku. Ibuku kembali
berbicara dengan serangga. Mereka membuatnya aman, kata ibuku, dan membawa
berita tentang suaminya yang telah meninggal. Meskipun aku melarangnya bercakapcakap sendirian seperti itu, dia kadang tak mematuhiku. Maka sudah menjadi
tugasku untuk menyadarkan ibuku dengan memukulnya, walaupun kadang pukulan itu
bisa membuatnya tenang atau malah membuatnya mulai berteriak-teriak.
Dalam semua hal aku biasa belajar dengan cepat, jadi bakatku sebagai tukang batu
tak lama sudah bisa menyaingi bakatku terhadap bahasa dan Alkitab. Hanya dalam
beberapa bulan, kemampuanku melebihi kemampuan si bodoh Nardo
itu baik dari segi artistik maupun kecepatan penyelesaiannya. Nardo mengetahui
itu dan dia iri padaku. Bisa dikatakan kalau aku, Domenico Onofrio Tempesta,
melakukan sebagian besar pekerjaan Nardo dengan bahu dan punggungku yang kuat.
Ketika aku mengatakan itu pada suatu siang ketika kami bekerja bersama, Paman
Wajah Babi tertawa dan mengutukku, meludahi sepatu botku.
Aku mengingatkannya bahwa selain sebagai tukang batu yang lebih baik, aku juga
anak seorang pahlawan dan berpendidikan. Aku menyuruhnya meminta maaf.
Wajah-Gendut itu tertawa dan mengabaikan aku, dia malah meludah ke sepatu botku
yang lain. Harga diriku terhina, dan aku terpaksa meludahi faccia di porco-nya.
Dia membalas meludahi wajahku. Kami berkelahi dan aku berhasil memberikan yang
terburuk bagi Paman Nardo mata memar hitam kena tinjuku dan hidung yang
?mengucurkan darah seperti Fountain of Trevil! Ha! Aku pasti akan memberinya yang
lebih buruk, kalau saja dia tidak mengambil sekop dan menancapkan-nya ke
punggung tangan kiriku. Hingga sekarang bekas lukanya masih ada tanda yang
?ditinggalkan oleh tukang batu sialan itu yang merasa terancam oleh
superioritasku sehingga dia ingin menghancurkan aku.
Setelah hari itu, Nardo dan aku jadi musuh bebuyutan dan saingan. Seolah
Giuliana tak punya cukup pekerjaan sehingga tukang batu dan Wajah-Babi sialan
itu menyebarkan gosip tentang
aku dan pekerjaanku. Selama dua tahun berikutnya, aku memandang pekerjaan yang
seharusnya jadi milikku direbut Nardo. Persetan dengan orang-orang idiot yang
memercayai kebohongan pria tua! Itulah yang kukatakan! Mereka pantas mendapatkan
pekerjaan buruk dan dinding doyong dari si berengsek itu!
Wahai Putra-Putra Italia, saat itulah aku mendapatkan rencana mengadu
peruntungan ke Amerika! Aku akan bercerita lagi besok. Putriku yang berwajah
kelinci itu memanggilku untuk makan siang dan aku harus berhenti agar dia mau
tutup mulut. 16 Juli 1949 Aku sudah banyak membaca tentang la'Merica-semua hal yang bisa kudapatkan,
meskipun di Giuliana bahan bacaan sangat langka dan berharga. Amerika sepertinya
tempat yang cocok untukku. Lagi pula, aku adalah keturunan tuan tanah. Di negara
besar itu, aku baca, banyak tanah yang belum punya pemilik. Amerika adalah
tempat bagi Orang-Orang Besar! Di tanah yang jauh dari gempa bumi dan si tukang
batu tua yang suka memfitnah, aku akan memenuhi takdirku!
Kami punya kerabat yang sudah ke sana. Sepupu Papa, Vitaglio dan Lena Buonano,
pergi ke sana tiga tahun lalu dan sudah menjadi kaya. Dua adikku juga ingin
mengadu untung di Dunia Baru itu dan lari dari teriakan Mama yang gila, yang
kian hari kian memburuk. Oleh karena itu, aku setuju untuk
menanggung beban sebagai anak tertua, menyeberangi lautan dan membawa adikadikku. Bulan Juli 1901, Domenico, Pasquale, dan Vincenzo Tempesta mendaftar
sebagai penumpang dek di SS Napoli tano.
Mama kami tersayang tidak menyetujui perjalanan kami, dia takut kepergian kami
akan membuatnya jadi pengemis. Dia membayangkan hidupnya akan sengsara, wanita
tua beruban, yang hingga akhir hayatnya terpaksa bertahan hidup dengan remah
roti dan pinggiran keju ditinggalkan hanya dengan serangga sebagai teman ?bicara. Tuhan akan mengutukku, katanya, karena mengabaikan ibuku sendiri. Apa
yang akan dia lakukan begitu kami pergi" Memanggang tikus untuk dimakan
sementara putra-putranya yang durhaka mandi madu dan susu serta menghitung emas
mereka" Meskipun Mama memprotes, Pasquale, Vincenzo, dan aku berlayar dari Catania pada
pagi hari 11 September 1901. Mama menyampaikan keberatannya hingga ke kereta
yang akan membawa kami dan barang-barang kami dari alun-alun desa ke pelabuhan
tempat SS Napolitano bersandar. Ketika kereta mulai berderak pergi, aku
memandang ke belakang dan melihat Mama mengangkat kedua tangannya sebelah
?tangan yang bagus dan sebelahnya berbekas luka dan berteriak pada Tuhan, pada
?laut tempat kami berlayar, dan pada Italia bahwa setiap putra seorang ibu
sebaiknya mati dalam kandungan
daripada tumbuh dan berkembang hanya untuk mematahkan hati wanita yang
mengandungnya. "Aku berdarah karena pisau yang ditusukkan putra-putraku!" teriak
Mama, lagi dan lagi, ketika kereta mulai berderak pergi. Teriakannya yang
mengiris hati mengalahkan suara derap kaki kuda dan derak ban kayu kereta. "Aku
berdarah! Aku berdarah!"
Itu adalah terakhir kalinya aku melihat ibuku. Kemudian, dia menikahi Paman
Wajah-Babi hanya untuk membuatku marah membawa ke ranjangnya pria yang telah
?membuat ayahku terpaksa menyerahkan emasnya ke magistrate serakah bergigi
tonggos, pria yang meludahi sepatu botku dan menghancurkanku dengan fitnahannya.
Sebelum pernikahan Mama dengan Nardo, aku dengan setia mengirimkan kartu pos
cantik padanya dan pada saat Natal mengirimkan uang dan manisan. Semua ini tak
pernah diakuinya. Tapi kiriman itu juga tak pernah kembali! Namun setelah
pernikahan itu, aku berhenti membuang-buang uangku. Mama meninggal tahun 1913,
tapi meninggalkan warisan teriakannya yang hingga kini masih terngiang di
kepalaku. "Aku berdarah! Aku berdarah! Aku berdarah!" Duduk di ruangan ini,
bicara pada mesin sialan ini, aku masih bisa mendengarnya!
Mama, apa yang kau ingin aku lakukan" Tinggal dan menggantungkan diri pada renda
buatan wanita tua" Tinggal dan tak punya pekerjaan karena fitnahan pria bodoh
yang mencemari ranjang ayahku" Kaulah, bukan aku, yang mencemarkan nama Giacomo Tempesta. Kau/
17 Juli 1949 Selama dua puluh empat hari kami mengarungi lautan untuk menuju la'Merica.
Perjalanan yang tak tertahankan oleh bau makanan basi, air tercemar, dan lautan
yang bergelombang. Baling-baling yang rusak membuat kami tertahan di pantai
Portugal selama tiga hari tiga malam yang terasa seperti neraka. Vang paling
buruk adalah kegelapan dan bau busuk dek di dalam perut kapal besar itu. Di mana
ada matahari dan udara segar, maka ada harapan, tapi di dalam sini matahari tak
bersinar dan udara yang kami hirup berbau apak dan busuk. Di atas, terdengar
musik band dan orang-orang kaya makan di piring keramik dan minum dari gelas
cantik. Sedangkan kami hidup seperti tikus. Wanita dan anak-anak menangis, pria
saling berkelahi karena masalah sepele, dan setiap orang terpaksa menahan bau
muntahan dan kotoran. Ada penusukan, kelahiran seorang bayi, dan kematian ibu
bayi itu dua hari kemudian. Setelah itu, bambino yang terus menangis itu digilir
dari satu payudara ke payudara wanita lain, dan kami semua berdoa untuk
nasibnya. Nasib kami semua. Bayi itu menangis untuk kami semua!
Selain itu juga ada tikus, banyak sekali; malam hari adalah yang terburuk ketika
makhluk menjijikkan itu berkeliaran. Suatu malam, aku terbangun dan melihat
seekor tikus duduk di leherku, mengendus-en-dus kumisku. Aku berteriak, dan bahkan bisa membangunkan
adikku Pasquale yang selalu tertidur seperti orang mati. Setelah malam itu, aku
tak mau ambil risiko, aku tidur sebisa mungkin pada siang hari saat duduk atau
bersandar di tiang dan dinding. Siang dan malam tak bisa dibedakan dalam
perjalanan menyeberangi lautan yang seperti neraka itu, dan pikiranku ada di
antara tidur dan terjaga.
Sepanjang perjalanan, adikku Vincenzo bertingkah memalukan seperti
biasanya mencubit pantat wanita, membual tentang kenakalannya, curang saat main?kartu melawan para pria yang bertemperamen buruk dan kasar. Vincenzo selalu
memisahkan diri dari Pasquale dan aku, kemudian terkena masalah dan memintaku
menyelesaikan pertengkaran yang dipicunya. Sudah menjadi beban anak sulung untuk
menyelesaikan masalah yang dibuat oleh adik-adiknya.
Sepanjang perjalanan mengerikan yang rasanya tak akan berakhir itu, aku terkena
kutu dan selalu khawatir menggaruk dan membayangkan dengan rasa takut apa yang
?akan terjadi begitu kami mendarat di tempat yang kami tuju nanti dengan
meninggalkan segalanya. Bagi seorang Sisilia, rumah adalah segalanya. Bagaimana
mungkin aku melakukan ini" Apakah aku sudah tertipu dan menganggap bahwa yang
tak diketahui lebih baik daripada menahan diri terhadap gangguan tukang batu
yang tak lama lagi akan mati" Getaran gunung api yang terjadi beberapa tahun
sekali" Meskipun aku membenci Etna karena telah merusak famiglia-ku, jiwa-jiwa yang telah
diambilnya, setidaknya Etna adalah musuh yang bisa kulihat. Musuh seperti apa
yang menunggu di Mundo Novu yang menjadi tujuan kami ini" Aku jadi takut karena
memikirkan apa yang terjadi, khawatir, dan memencet kutu-kutu sialan itu!
Sedikit istirahat yang kucuri-curi pada siang hari diperparah oleh mimpi buruk.
Dalam mimpiku, aku melihat lava yang mengalir, bumi yang terbelah, wanita yang
menjeritjerit di atas pohon terbakar. Kadang, pada tengah malam yang penuh
keputusasaan itu aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak akan lagi
melakukan perjalanan mengerikan seperti ini bahwa aku tak akan kembali lagi ke
?Italia. Malam itu, aku mengucapkan selamat tinggal selamanya pada Sisilia. Apa
pun yang akan terjadi di la'Merica, di sanalah aku akan tinggal hingga ajal
menjemput. Janji itu hanya bisa membuatku sedikit nyaman, tetapi setidaknya itu
adalah sebuah kenyamanan.
Kadang ketika penumpang kelas dek lainnya tertidur, aku merangkak di antara
mereka, melewati mereka dan melakukan apa yang terlarang: naik tangga sempit
menuju geladak kapal tempat para penumpang yang lebih kaya berjalan-jalan dan di
mana aku bisa menghirup udara asin segar dan memandang bayangan bulan di laut
tak bertepi. Di sekolah biara Sisters of Humility, aku dulu iri pada orang kaya
karena mempunyai tinta India. Sekarang di sini di bawah cahaya bulan, ada cukup
inchiostro di cina untuk menenggelamkan seluruh dunia, apalagi hanya Domenico Tempesta.
Tapi aku tak akan mati dan membiarkan anak-anak nakal di sekolah itu tertawa
puas! Aku tidak lemah. Aku lebih baik daripada mereka murid yang paling ?disayangi oleh para biarawati dan aku akan berhasil!
?Suatu malam ketika aku memandang laut tak berbatas di geladak, bulan bersinar
terang, menerangi sekelompok lumba-lumba yang meloncat-loncat dan berenang di
sisi kapal SS Napoiitano. Aku adalah seorang modern yang tak percaya takhyul,
tapi pemandangan delfini malam itu tubuh mereka melengkung di udara, sisiknya
?mengilat di bawah cahaya bulan terlihat seperti sebuah pertanda yang penting
?bagiku. Malam itu, aku berdiri tersenyum di antara air mataku dan menjadi
tenang. Aku berlutut di geladak, berdoa dan dalam posisi itu aku tertidur. Satusatunya tidur nyenyak yang kualami selama perjalanan panjang tak tertahankan
itu. Aku terbangun keesokan paginya oleh sinar matahari yang menyilaukan mata, suara
melecehkan, dan tendangan di tulang igaku! Ketika aku membuka mata, aku melihat
wajah sombong seorang pelayan kapal. Di dekatnya, sepasang penumpang dengan
pakaian bagus berdiri memandang jijik padaku. "Turun ke tempatmu," perintah
pelayan sombong itu memberikan perintah padaku, putra seorang pahlawan! Cucu
?tuan tanah! Pria yang pernah diutamakan oleh Perawan Maria
sendiri! Wanita kaya itu menggeleng dan mengoceh seperti tupai. "Poveri si, sporchino,"*
katanya pada pria kaya di sebelahnya.
Masih setengah sadar, aku berdiri dan terhuyung-huyung ke arah tangga kapal,
sementara pelayan dan dua penumpang kaya itu berjalan pergi. Harga diriku
kembali seiring membaiknya kesadaranku. Dengan berani, aku berpaling, berteriak
pada mereka bertiga, "// mondo e fatto a scale, chi /e scende e chi ia sale!"
?Aku bersumpah, suatu hari nanti aku akan punya kekuasaan dan uang yang cukup
untuk meludahi wajah orang-orang yang telah menghinaku! Di Amerika, takdirku
sebagai orang besar akan terpenuhi dan dendamku akan terbalas!
* 'Mskin bukan alasan untuk jorok."
** "Dunia ini adalah sebuah tangga: ada orang yang naik dan ada orang yang
Tiga Puluh Dua Suara hujan menderu di atas atap mobil. Dari timur, terlihat seberkas cahaya,
suara gemuruh samar. Halilintar" Pada bulan Februari"
Jalur 4: Jalur Perbatasan dan Pusat Kota
Aku seharusnya membatalkan ini, pikirku. Pasti susah sekali menaiki anak tangga
menuju kantor Dr. Patel dengan kruk ini. Mengapa aku melakukan ini"
Karena kau mencari bantuan, kataku dalam hati. Mencari jawaban.
Aku mengulurkan tangan dan menyalakan radio, mencoba mendengarkan berita.
Setelah Saddam membakar sumur-sumur minyak itu, ada dugaan bahwa CIA, atau
Israel, atau pembantunya sendiri yang akan menurunkan bajingan itu.
"diadakan di Washington pagi ini. Kepala Staf Militer Colin Powell menyatakan,
meskipun operasi pasukan sekutu secara dramatis telah melebihi dari yang
diharapkan, serangan ke darat sepertinya diperlukan untuk menjamin kemenangan
total melawan agresi Irak."
Kau dengar itu, Papa" Tidak hanya sesuai harapan; melebihinya. Uang dan
kekuasaan, seperti yang kau bilang. Hukum yang kuatlah yang berlaku. God Bless
America. "Sementara itu, di Kuwait, ratusan sumur minyak yang terbakar sejak kemarin
mengeluarkan asap hitam tebal yang menghalangi sinar matahari, membuat wilayah
itu menjadi gelap." Aku membayangkannya seperti sebuah epik di Injil yang sering kami tonton bersama
Ma. Ben Hur, King of Kings-se}en\s film layar lebar seperti itu. Dan bukankah
Desert Storm bisa dibilang agak seperti epik Injil juga: api dan belerang, jiwajiwa tak berdosa yang terbantai. Kalau kau menjulurkan kepala dan sedikit
melihat, kau akan bisa melihat ramalan gila Thomas ternyata ada benarnya juga.
Bukankah matahari bahkan tak bersinar lagi ... kau dengar itu, Domenico" Kau kira
kau disentuh oleh Tuhan karena kau melihat sebuah patung bodoh menangis" Tuhan
mempermainkanmu, Pak Tua. Cucu gilamu adalah seorang nabi.
Tapi beberapa minggu terakhir ini, Thomas mengejutkanku. Reaksinya terhadap
perang datar-datar saja. Aku pergi ke Hatch pada pagi setelah mereka menembakkan
rudal pertama, mengira dia akan mengamuk. Melihat dia diikat atau semacamnya.
Tapi dia hanya duduk di sana, matanya jernih, melihat CNN, sama seperti orang
lain. Waktu itu, dia sudah menyerah dengan terjadinya perang dia menjadi tak ?peduli pada semua hal yang tiga bulan sebelumnya berusaha dia hentikan dengan
memotong tangannya sendiri. Kata perawat, reaksi datar Thomas itu sebagian
disebabkan oleh Haldol, tapi tak semuanya. Sepertinya ... sepertinya dia telah
mengibarkan bendera putih. Mengundurkan diri dari posisi Kepala Staf Yesus. Sekarang ini,
baik ataupun buruk, semangat juang Thomas sudah menghilang seperti tangan
kanannya. Aku harus mengakuinya: bahwa aku telah kehilangan dia di sana, tak peduli
seberisik apa aku memukul-mukul terali besi untuk mendapatkan perhatiannya. Dan,
bukankah aku sebenarnya sudah mendapatkan apa yang kuinginkan selama ini"
Perpisahan" Kebebasan" Berhati-hatilah terhadap apa yang kau inginkan. Benar
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan, Domenico" Aku melirik bayangan diriku di spion. Berkata dalam hati: yah, kakakmu mungkin
tak bisa diselamatkan, tapi setidaknya kau masih di sini. Jatuh tiga lantai dan
masih hidup. Juga berhasil melewati malam itu juga malam ketika kau benar-benar
?mencapai titik terendah dalam hidupmu
Dan semuanya jadi lebih baik, bukan" Seperti yang dijanjikan Leo, dokter dan
semua orang lain. Tidak hebat, tidak sempurna. Tapi lebih baik. Aku sekarang
tinggal memakai satu kruk saja. Bisa menyetir lagi. Mobil Ford Escort pasti
lebih baik daripada jalan kaki, bukan"
Satu detakan jantung kadang adalah hal terbaik yang bisa dimiliki seseorang.
Benar bukan, Papa, bajingan sok suci" Benar bukan, Rood"
Aku memberi tanda untuk belok kanan ke kompleks pertokoan dan parkir di tempat
parkir khusus orang cacat di dekat pintu. Mengeluarkan izinku.
Itulah enaknya jadi orang pincang: tempat parkir terbaik, tempat kosong di dekat
pintu di tengah hujan deras. Aku mematikan mesin. Duduk diam selama beberapa
saat, berpikir betapa aku sebenarnya tak ingin naik ke kantor Dr. Patel.
Meneruskan autopsi hidupku. Kehidupan kami semua sebenarnya hidupku dan hidup
?Thomas, hidup Ma juga Ray. Bahkan juga hidup si Domenico tua kurasa. Dilihat
dari apa yang telah kubaca dari manuskrip, "pria besar yang berangkat dari nol,"
aku sepertinya juga harus mengikutsertakan si brengsek itu dalam masalah ini.
Tapi aku datang terlalu awal. Lebih baik duduk saja di mobil mendengarkan hujan
tercurah di atap mobil daripada naik ke atas dan mendinginkan kepalaku di ruang
tunggu yang penuh sesak di luar kantornya. Aku memandang wajahku di cermin yang
berembun. Dan kembali berpikir tentang malam ketika aku mencapai titik
terendah malam ketiga setelah aku pulang dari rumah sakit.?Selama tiga hari, orang datang bergantian, dengan caranya sendiri-sendiri
berusaha menolong si malang yang menabrakkan truknya, jatuh dari lantai tiga,
dan ditinggalkan pacarnya yang hamil. Petugas dari Health Care, Meals on Wheels,
Leo dan Angie, Ray: selama tiga hari rumahku mirip seperti Grand Central Station, dan pada malam ketiga
semuanya jadi sepi. Aku su-dah bersiap sendirian pada malam hari untuk pertama
kalinya: telepon, pispot, remote control TV. Air di termos, dua dosis Percoset di meja
samping ranjang. Petugas Health Care akan kembali pukul tujuh keesokan paginya.
Yang harus kulakukan hanyalah berbaring di ranjang. Diam. Nonton TV, minum obat
sesuai jadwal, dan tidur.
Tapi aku jadi gelisah. Panik. Aku tak bisa berbaring saja, mendengarkan suara TV
kecil di dekat ranjang yang dibelikan Leo untukku. Hanya saja, ketika aku
mematikan TV sialan itu, kesunyiannya terasa lebih buruk. Sunyi yang sangat
mencekam: membuatku takut. Dan saat aku memejamkan mata, aku melihat kakakku:
bagaimana matanya memandangku dalam mimpiku di rumah sakit waktu itu, bagaimana
tubuhnya menggeliat-geliat dan mengejang di ujung tali ....
Aku melihat Rood di jendela lotengnya ....
Aku melihat The Duchess, berdiri di dekat ranjang rumah sakit, memegang kaset
Joy .... Dia membiarkan homo itu melihat kami. Dia membiarkan orang gila itu masuk
ke waktu kami yang paling pribadi, paling intim .... Dan dua kali saat dia
mengintip kami dua malam saat Joy membiarkan The Duchess melanggar privasi ?kami sebenarnya Joy sedang bercinta dengan dia dan bukan denganku. Aku cuma
?pengganti, alat untuk memuaskan kegilaan mereka. Maka aku berbaring sendiri,
merasa malu. Kotor. Ketak-berdayaan menguasaiku kembali ....
Aku berdiri. Turun dari ranjang, meskipun aku sudah berjanji pada semua orang
aku tak akan turun dari ranjang. Aku terpincang-pincang ke dapur. Berdiri di sana, memandang
mesin penjawab telepon berkedip-kedip. Sembilan, sepuluh, sebelas. Aku tak mau
mendengarkan pesan di mesin penjawab itu sejak datang dari rumah sakit tiga hari
lalu. Awalnya aku bahkan tak tahu, dan lalu akhirnya aku sadar mengapa: karena
Rood. Aku takut menyalakan mesin itu dan tiba-tiba terdengar suara Rood dari
sana, tak peduli apakah dia sudah meledakkan otaknya sendiri atau tidak. Selamat
datang ke lubang hitam, Dominick. Aku akan jadi pemandumu, Henry Rood ....
Aku sudah merencanakannya sejak lama sepanjang waktu di rumah sakit aku
? ?membiasakan diri dengan gagasan itu. Memikirkan bagaimana caranya. Aku akan
minum Percosetku dengan sebotol Scotch sisa Natal dan membunuh diriku sendiri.
Menyelesaikan semuanya. Karena semuanya memang sudah selesai. Joy menipuku dan
pergi. Dessa jelas tak akan kembali lagi. Dia memang mengirimkan dua mangkuk sup
dan kartu ucapan semoga cepat sembuh lewat pos. Tapi itu saja yang kudapat.
Tahun-tahun saat kami bersama sudah berlalu, begitu juga putri kami. Dan tanpa
adanya harapan Dessa akan kembali, aku sama saja seperti orang mati. Hanya
secara teknis masih bernapas.
Aku terhuyung-huyung ke lemari minuman dan mengambil Scotchku. Kembali ke dapur.
Pelan-pelan duduk di kursi, membuka tutup botol. Minum tiga atau empat
teguk menelan dan berjengit. Saat
?minum, aku terus memegang botol obatku. Menggoyang-goyangkannya. Mendengarkan
suara kapsul saling berbenturan. Kastanyet orang mati, pikirku. Aku merasa lucu.
Apakah aku harus meninggalkan pesan" Dear Ray, terima kasih atas kenangan yang
kau berikan Dear Dessa, terima kasih karena mau mendukungku, baik ataupun buruk.
Dan bagaimana dengan Thomas"...
Hei, persetan dengan Thomas. Bukankah dengan bunuh diri aku tak lagi direpotkan
?olehnya lagi untuk selamanya" Tak lagi harus menjalani hukuman sebagai penjaga
kakakku yang gila" Tapi lucu juga akhirnya kejadiannya tak seperti yang kukira:
?Thomas hidup lebih lama dariku. Menang.
Aku ingin melihat diriku sendiri memakan pil-pil itu: melihat pria yang terhukum
ini makan makanan terakhirnya. Ketika menuju ke kamar mandi ke cermin di kotak ?obat aku berhenti.
?Membuka lemari Joy yang kosong.
Aku menyentuh hanger-nya yang tergantung kosong, memandangnya bergoyang-goyang,
ke depan ke belakang. Pengkhianatan tak akan lebih menyakitkan daripada yang
telah dia lakukan padaku. Membiarkan lelaki itu masuk ke kamar
kami membiarkannya meringkuk di dalam sini seperti dosa .... Dan tiba-tiba aku
?teringat Ralph Drinkwater. Bagaimana Joseph Monk menculik adiknya dan ibunya
yang jadi gila. Bagaimana Dell Weeks dan istrinya memberi makanan dan tempat
tinggal bagi Ralph untuk ... untuk
ketelanjangannya. Untuk foto-foto cabul yang bisa mereka lihat dan jual ke orang
asing. Itulah intinya: mencari keuntungan dari kepolosan anak kecil anak yang
?bingung dan tak punya tempat tinggal. Seperti itulah sifat buruk manusia:
pikirku. Benar-benar dunia yang indah, yang akan kutinggalkan ini.
Pria yang menatapku balik dari cermin kotak obat sedikit menakutkanku dia
?terlihat familier sekaligus asing. Sama sekali tak terlihat seperti wajah Henry
Rood pada saat-saat terakhir .... Aku mengangkat kedua tanganku, menggerakgerakkan jariku sedikit. Melihat Thomas, sehat kembali. Melihat Ma, tanpa
sumbing di bibirnya. Dan aku juga bisa melihat Domenico wajah kaku di potret
?menguning di meja dekat ranjang Ma. Kemiripannya menakutkanku. Tak bisa
disangkal lagi. Kami semua, dalam satu segi, adalah orang yang sama ....
Mungkin kami dikutuk. Benarkah seperti itu" ... Lucu juga: rupanya akhirnya aku
tak sempat selesai membaca manuskrip Papa. Aku sudah kehilangan benda sialan
itu, mendapatnya kembali, lalu menunda membacanya selama berminggu-minggu.
Berbulan-bulan sebenarnya. Aku baru mulai membacanya minggu ini. Aku memang
sengaja tak mau membacanya sejarah tentang "pria besar yang mulai dari nol."
?Urusan yang tak selesai. Ujung yang terburai. Memangnya kenapa" Persetan. Aku
tak boleh membuat Grim Reaper menunggu .... Tapi aneh juga. Aku tak tahu apakah
ini efek Percoset atau apa. Aku bisa melihat wajah mereka di
wajahku Tapi aku tak bisa melakukannya.
Aku malah menuangkan butiran-butiran kapsul itu ke wastafel dan bukannya ke
mulutku. Menyalakan keran air dan melihat rencana bunuh diri-ku terbawa air. Aku
terhuyung-huyung lagi ke kamar tidur. Pelan-pelan duduk di ranjang.
Menelepon Leo. Dan seperti sebuah keajaiban, yang menjawab adalah Leo. "Halo" ... Halo?"
Rasanya seperti aku berada di dalam mimpi menakutkan. Tak bisa bergerak dan tak
bisa teriak. "Dominick" Dominick, apa itu kau" .... Bertalianlah, teman. Aku datang."
Sudah waktunya. Hujan sudah mulai reda. Aku membuka pintu dan pelan-pelan
menapakkan kakiku yang masih digips ke aspal yang basah. Mobil Ford Escort mewah
ini punya ruang kaki yang luas, sehingga mengeluarkan kakiku yang patah bukan
masalah sama sekali. Bahkan babi pun bisa terbang di dalam mobil ini. Rupanya
kita perang di Kuwait untuk alasan yang benar ....
Di dalam, aku memandang susunan anak tangga yang tinggi dan basah menuju ke Miss
Patti's Academy of World Dance di sebelah kiri dan kantor Dr. Patel di sebelah
kanan. Ketika aku menemuinya dulu, aku tak pernah memerhatikan anak-anak
tangga itu aku mungkin naik dua anak tangga sekali langkah. Tapi itu sudah tiga
?bulan dan satu masa kehidupan yang lalu ketika Rood masih meninggalkan pesan di
? mesin penjawabku dan pacar Joy bersembunyi di lemari mengintip kami dan aku
masih membayang-kan bisa mengeluarkan kakakku dari Hatch. Semua berubah sejak
itu. Semuanya. Kita sudah berperang, Demi Kristus ....
Dinding di sebelah anak tangga bergetar oleh dentuman drum musik Afrika.
"Biarkan iramanya masuk ke tubuhmu," terdengar suara seseorang memberikan
instruksi. "Biarkan musik jadi tubuhmu. Lebih cepat, ayo! Cepat."
Pelan-pelan saja, kataku pada diri sendiri. Tangga sialan itu basah dan licin.
Pergelangan kakimu masih lemah, tak peduli betapa bagus prestasimu saat terapi
fisik. Kalau kau tergelincir dan jatuh, kau mundur dua bulan lagi. Dan kau akan
benar-benar butuh psikiater saat itu.
Aku mencengkeram pegangan tangga dengan tangan kiri, kruk dengan tangan kanan.
Mulai naik. Anak-anak tangga ini hanyalah pemanasan, kataku dalam hati.
Tantangan sebenarnya ada di atas, di pintu sebelah kanan. Karena kalau aku
akhirnya serius ingin mendapat jawaban, maka jawaban-jawaban itu tak akan muncul
dengan sendirinya tanpa rasa sakit. Tanpa aku harus membedah diriku sendiri.
Aku baru sepertiga naik ketika aku mendengar langkah kaki, tawa cekikikan. Pintu
di bawah terbanting terbuka. Aku membeku. Menahan napas.
"Tunggu dulu, anak-anak," panggil sang ibu. "Tunggu hingga Bapak itu sampai ke
atas." "Tidak apa-apa, kok," teriakku ke belakang. "Mereka bisa lewat di sampingku. Aku
akan berpegangan ke pagar tangga."
"Tidak, tidak, kau duluan saja. Silakan."
Aku naik satu langkah lagi. Satu lagi. Bagaimana dengan Undang-undang Orang
Cacat Amerika yang sudah ditandatangani Bush itu" Di mana elevator sialannya"
Aku bisa mendengar mereka semua di bawah sana, memandangku.
"Benar, kok," teriakku lagi. "Aku akan berhenti. Biar mereka lewat di
sampingku." Ibu mereka pasti bilang oke, karena yang kutahu selanjutnya, mereka naik ke
atas, berlarian melewatiku. "Tenang," gumamku. "Tenang." Tanganku yang memegang
kruk bergetar hebat, hingga bagian bawah kruk berkeletuk beradu dengan tangga
yang basah. Ketika sampai di atas, aku harus berhenti dan membiarkan tiga kelompok anak-anak
lagi melewatiku satu ke atas, dua ke bawah. Benar-benar pengaturan waktu yang ?bagus: aku sampai di sana ketika kelas menari berakhir dan akan mulai yang baru.
Tapi baiklah, aku berhasil. Sampai di atas.
Aku berdiri di depan pintu kantor Dr. Patel, jantungku berdegup kencang,
kemejaku basah terkena keringat. Setelah tiga bulan, aku sudah lupa
protokolnya apakah aku harus mengetuk dulu atau langsung masuk.
?Jadi apa yang akan kau lakukan, Birdsey" Hanya berdiri di sini" Berbalik seperti
pengecut dan turun tangga lagi"
Membuka pintu kantor Dr. Patel sama saja dengan membuka pintu depan rumah di
Hollyhock Avenue. Membuka pintu ke kehidupan kami semua, dan ke kehidupan
Domenico juga. Menjalani kembali semuanya. Aku menyadari itu sekarang.
Kau mau terus" Kembali.
Aku mengangkat tanganku. Menurunkannya lagi. Menarik napas panjang, mengangkat tangan lagi. Mengetuk.
Tiga Puluh Tiga 20 Juli 1949 Perjalanan neraka di atas SS Napolitano berakhir pada pagi 4 Oktober 1901. Saat
kapal memasuki pelabuhan New York, aku memandang hampir tak percaya pada
keindahan Statu di Libbertai Jantungku berdegup kencang. Aku membuat tanda
salib. Seakan-akan aku berada di depan Patung Perawan Maria yang menangis, hanya
saja kali ini air mata jatuh dari mataku sendiri, bukan dari patung wanita itu!
Aku jatuh berlutut, di tengah-tengah desakan orang, berusaha sebisa mungkin
menyembunyikan air mataku dan bersyukur pada Anak Tuhan dan Bunda Sucinya karena
kami akhirnya mendarat di tanah Amerika.
Adik bungsuku, Vincenzo membuatku tersadar dari renunganku. "Kalau semua wanita
Amerika ukurannya sebesar wanita yang ini," kata Vincenzo dengan suara keras,
menunjuk ke patung suci itu, "maka mereka akan senang karena Vincenzo Tempesta
akhirnya tiba untuk memuaskan gairah mereka!" Suasana hati para penumpang yang
kecapekan lega sekaligus tegang, dan beberapa pria di sekitar kami tertawa pada
celetukan Vincenzo yang tak tahu malu, termasuk Pasquale. Merasa mendapat angin, Vincenzo
menggerak-gerakkan pinggulnya ke depan ke belakang dengan cabul. Tentu saja
sudah tugasku dan bebanku untuk berdiri dan menegurnya. Aku menjawab celetukan
Vincenzo yang mengejutkan dengan tamparan di mukanya dan aku juga menampar
Pasquale karena tertawa. Terdiam, Vincenzo menginjak tanah Amerika dengan darah
mengucur dari bibirnya yang pecah.
Dua adikku dan aku untuk sementara tinggal di Brooklyn dengan sepupu dan sponsor
kami, Lena dan Vitaglio, dan lima anak mereka. Aku tak bisa menemukan kerja
sebagai tukang batu. Maka aku kerja malam sebagai pembersih di Perpustakaan Umum
New York. (Sekalian saja aku kerja malam karena perjalanan dengan kapal dari
Italia membuatku tak bisa tidur malam lagi selamanya!) Pasquale bekerja sebagai
penyapu jalan dan Vincenzo menjadi pencuci piring dan jongos di taverna kecil
dekat apartemen sepupuku, sebuah salon yang sebagian besar pengunjungnya adalah
sicMani. Pada waktu luang, aku belajar bahasa Inggris di perpustakaan dengan bantuan
koran dan majalah bekas. Dalam hal ini aku dibantu seorang pustakawati bermata
satu yang memberikan kamus yang sampulnya sudah hilang, yang sedianya akan
dibuang. Membuang buku hanya karena sampulnya
sudah hilang" Memalukan! Kurangnya penghargaan orang Amerika terhadap barang
yang masih bisa digunakan membuatku jijik ketika aku pertama kali datang ke
sini, tapi kedua adikku tak terganggu. Dengan gaya mereka yang selengekan,
Pasquale dan Vincenzo dengan cepat menjadi 'Mehcano. Setiap minggu, mereka
membayar biaya kamar ke sepupu kami lalu membuang-buang sisa gaji mereka untuk
melihat pertunjukan, minum, dan main pinochle, seperti biasa mengabaikan contoh
baik yang kuberikan pada mereka. Sedangkan aku sendiri, aku belajar dan menabung
uangku dengan tekad untuk meraih peluang dan kesuksesan! Sering aku membayangkan
si pelayan kapal yang sombong dan sepasang penumpang kaya yang memandangku jijik
di geladak kapal SS Napolitano.... Dunia ini adalah sebuah tangga, ada orang yang
naik dan ada orang yang turun .... Hingga hari ini, aku bersyukur pasangan sombong
itu mendengar jawabanku. Sedangkan pelayan kapal berengsek yang sombong itu,
kuharap dia tersandung tali sepatunya sendiri dan jatuh ke laut, kepala duluan,
dan tercekik oleh tentakel gurita yang lapar!
Bulan Januari 1908, Vincenzo membawa pulang sebuah pamflet yang didistribusikan
oleh American Woolen and Textile di Three Rivers, Connecticut. Hari itu di bar,
lapor Vincenzo, orang-orang sangat ribut tentang pamflet ini. "Bacalah,
Domenico," kata Vincenzo padaku. "Bacaf
Pamflet itu menyatakan bahwa perusahaan itu telah menerima kontrak dari
pemerintah Amerika Serikat untuk membuat katun dan wol untuk bahan mantel dan seragam. American
Woolen and Textile membayar upah yang adil dan menurut pamflet itu mereka sedang
mencari pekerja. Mereka juga punya toko perusahaan yang menjual barang dengan
harga murah pada pekerjanya. Mereka bersedia menerima pekerja Italia siapa saja.
Three Rivers, Connecticut, Vincenzo sudah mendengar itu hari ini. Dan kabarnya
kota itu sudah mempunyai populasi siciliani dalam jumlah yang lumayan dan terus
berkembang, dan pasti di sana juga tersedia satu atau dua siciliana yang pantas
untuk dilihat. Menurut Vincenzo, setengah lusin pelanggan di bar sudah
meninggalkan Brooklyn untuk bekerja di sana.
Adikku Pasquale, yang biasanya pasif, ragu-ragu untuk pindah. "Di mana tempatnya
Three Rivers, Connecticut ini?" tanyanya. "Kalau tempatnya di Wild West, kita
mungkin akan dipanah mati oleh Indian!" Pasquale yang kadang diam seperti debu,
selalu khawatir tentang orang Indian sejak kami menginjak tanah Stati Uniti.
Malam itu, kedua adikku menemaniku ke Perpustakaan Umum New York. Mereka berdua
melongok dan ternganga melihat jariku yang mengikuti garis atlas yang
menghubungkan antara New York dan Three Rivers. Temanku, pustakawati bermata
Terbang Harum Pedang Hujan 5 Pendekar Rajawali Sakti 178 Satria Pondok Ungu Pedang Kayu Harum 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama