Sang Penebus Karya Wally Lamb Bagian 9
tambalan giginya. Itu adalah bagian dari rencana besar Soviet untuk mencuci
otaknya. Mereka mengirimkan pesan padanya dua puluh empat jam sehari. Mereka
berusaha membujuknya untuk membantu meledakkan galangan kapal selam di Groton.
Thomas adalah kunci kesuksesan operasi mereka, katanya penentu seluruh operasi ?mereka tapi sejauh ini dia berhasil menolak. "Tubuh Kristus," kata Thomas,
?menempatkan secuil roti hamburger di lidahnya. "Amin."
Anak-anak yang merayakan ulang tahun dan orangtua mereka pergi, dengan semua
keributannya. Dalam kesunyian yang tiba-tiba, aku memandang sekeliling untuk
melihat apakah ada orang lain yang mendengarkan. Melihatnya. Apakah Thomas hanya
mencobaku membuatku jengkel untuk alasan yang menyebalkan. "Dr. DiMarco?"
?kataku. "Dr. DiMarco kita?"
Sekarang ada yang rusak, kata Thomas. Sinyal penerima radio itu sensitif
terhadap panas dan Thomas telah membuat secangkir cokelat panas dan meminumnya,
membakar bagian dalam mulutnya. Sejak itu, dia juga menerima pesan lain. Dia
sudah berusaha mengeluarkan penerima sinyal
itu, tapi dia hanya melukai mulutnya.
"Yeah?" kataku. "Coba lihat."
Thomas membuka mulutnya lebar-lebar dan menarik kedua pipinya ke sisi. Ada
bekas-bekas luka merah keunguan di gusi dan lidahnya, bekas-bekas irisan di
langit-langit mulutnya. Saat itulah aku menjadi benar-benar ketakutan: ketika
aku melihat bagaimana dia melukai dirinya sendiri seperti itu melihat dari mana
?darah yang diceritakan Ma berasal.
"Apa ... apa kata pesan-pesan itu?" tanyaku. Aku takut mendengar jawabannya.
Thomas mengatakan padaku tentang suara yang mendorongnya untuk membalikkan salib
Ma, suara lain yang memerintahkannya ke ruang bersalin rumah sakit dan mencekik
para bayi. Dia tak yakin suara siapa yang terakhir itu, tapi mungkin saja
seseorang dari keluarga Manson. Mungkin Charles Manson sendiri, sang pendiri
kultus. Dia tak yakin. "Kau harusnya mendengar caranya ia bicara," kata Thomas.
"Menjijikkan." Thomas meminum shamrock shake. "Aku tak bisa mengulanginya di
depan publik." "Thomas?" "Lalu ada suara lain suara yang religius. Dia terus-menerus menyuruhku untuk
?menghafal Alkitab. Itu masuk akal. Begitu Komunis menang, berhati-hatilah! Hal
pertama yang akan mereka lakukan adalah membakar semua Alkitab yang ada di
Amerika Serikat. Jangan mengira mereka tak akan melakukannya. Karena itulah aku
mulai menghafal Alkitab. Siapa lagi yang akan melakukannya kalau
bukan aku?" Aku merasa pusing, kehabisan oksigen. Ini tidak terjadi, kataku pada diri
sendiri. "Apakah ... apakah itu suara yang sama yang mengatakan padamu untuk melakukan halhal lainnya?" "Hal lainnya apa?"
"Hal yang buruk."
Thomas mengeluh seperti orangtua yang habis kesabarannya. "Aku baru saja bifang
padamu, Dominick. Ini adalah suara reiigius. Dia menentang semua hal yang
dikatakan suara-suara lainnya. Mereka berdebat sepanjang malam. Membuatku
pusing. Kadang, mereka saling berteriak satu sama lain. Kau tahu siapa
kemungkinan itu" Pendeta yang sering ditonton Ma di TV. Malam Sabtu. Ingat" Dia
berambut putih. Aku bisa melihatnya, tapi tak bisa mengingat siapa namanya."
"Uskup Sheen?" kataku.
"Itu dia. Uskup Sheen. Dia ayah kita, kau tahu" Dia menghamili Ma lewat
televisi. Itu bisa dilakukan; bahkan lebih sering terjadi dibandingkan dugaan
orang. 'Ini Uskup Fulton J. Sheen mengatakan selamat malam dan Tuhan
mencintaimu' .... Aku tak tahu. Mungkin saja dia, tapi mungkin juga tidak. Kau
tahu kalau Dr. DiMarco dan keluarga Manson mengadakan pesta orgi bukan" Di
kantor Dr. DiMarco. Salah seorang dari mereka berjaga di depan pintu sehingga
pasien tidak mengetahuinya. Mereka melakukan apa pun yang mereka mau pada satu
sama lain. Apa pun. Menjijikkan. Karena itulah
aku dalam bahaya. Karena aku tahu tentang hubungan antara Manson dan Komunis.
Aku seharusnya tak keluar di tempat umum seperti ini. Ini berisiko. Aku tahu
terlalu banyak tentang rencana meledakkan galangan kapal selam misalnya. Mereka?orang yang sangat, sangat berbahaya, Dominick Komunis. Jika mereka mulai curiga
?bahwa aku mulai menghafal Alkitab, kepalaku pasti akan ditembak. Sudah ada
perintah untuk menembak. Dengar! 'Pada mulanya Allah menciptakan langit dan
bumi: Bumi belum terbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudra raya, dan
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.' Aku baru sampai ke bab 2 ayat
3. Ini pekerjaan seumur hidup. Berisiko. Bagaimana kabar Dessa?" "Dessa?"
kataku. "Dessa "Itulah sebabnya aku harus putus dengan adiknya, kau tahu. Terlalu berbahaya.
Mereka mungkin melukainya untuk memancingku. Siapa namanya lagi?"
"Dia ..." Angie" Maksudmu Angie?" Thomas mengangguk. "Angie. Terlalu berbahaya,
Dominick. Kau mau kentangku?"
Percakapan itu dan proses masuk ke rumah sakit jiwa pada malam harinya, pertama
?kalinya bagi Thomas terjadi sepuluh bulan setelah serangan panik yang membuat
?kakakku menghancurkan mesin tik kami pada bulan Mei tahun sebelumnya. Sementara
itu, perang semakin berkobar, orang
berjalan di bulan dan aku berusaha sekeras mungkin menghindari apa yang akan
terjadi yang sebenarnya inci demi inci sudah mulai mendekat.
?Pada malam pertama dari malam-malam berikutnya saat aku mengantarkan kakakku
memasuki pilar batu dan masuk ke area Three Rivers State Hospital, aku pulang ke
kamar kami berdua dan bermimpi sesuatu yang terus kuingat.
Dalam mimpi itu, kakakku, Ralph Drinkwater, dan aku bersama-sama tersesat di
hutan Vietnam, melewati rawa setinggi lutut. Seorang penembak jitu, di atas
pohon, mengangkat senapannya dan membidik. Tak seorang pun melihatnya kecuali
aku; tak ada waktu memperingatkan yang lain.
Aku menjatuhkan diri, menarik Ralph bersamaku. Terdengar suara tembakan. Sebutir
peluru menghantam otak kakakku ......
Dua Puluh Lima "Almond, selai kacang, atau karamel?" tanya Lisa Sheffer.
"Seperti biasa," kataku. "Masing-masing satu." Aku membuka dompet, meletakkan
tiga dolar di atas mejanya.
Sejak masuknya kakakku ke Hatch, aku sudah bertemu dengan Sheffer lima kali dan
selalu membeli batangan cokelat yang dijual untuk penggalangan dana anaknya,
kuberikan untuk Thomas. Itu adalah sebagian ritual dan sebagian sebagai ungkapan
terima kasih pada Sheffer karena menjaga kakakku. Juga merupakan sebuah bentuk
komunikasi antara aku dan Thomas selama pemerintah belum mengizinkan kami
bertemu: jembatan manisan, hubungan dalam bentuk cokelat, kacang, dan gula. Itu
adalah hal pertama yang ditanyakan Thomas setiap kali Sheffer menemuinya, begitu
kata Sheffer. Apakah dia sudah bertemu denganku" Apakah aku membelikan dia
cokelat" "Bilang pada anakmu untuk mengingatku saat dia lulus dari Midget Football dan
menjadi cheerleader Dallas Cowboy."
"Oh, tolonglah," erang Sheffer. "Lebih baik aku menembak diriku sendiri."
Aku bertanya apakah putrinya mirip dia.
"Jesse" Tidak, dia terlihat seperti donor spermanya." Kurasa ekspresi wajahku
sangat terkejut, karena Sheffer lalu berkata. "Mantan suamiku," katanya. "Kalau
aku menganggap dia sebagai donor sperma dan bukan katak yang dengan begitu
bodohnya pernah kunikahi, itu membuatku tidak terlalu terlihat seperti orang
yang telah salah memilih." Dia mengambil sebuah foto dari mejanya dan
memberikannya padaku: seorang anak perempuan gembil berambut cokelat memakai
celana ketat pink. "Dia manis," kataku. "Tujuh tahun, kan?" "Tujuh mau tiga belas. Kau tahu, apa
yang ingin dia lakukan saat dewasa nanti" Mengenakan eye shadow. Itulah tujuan ?utama masa depannya: mengenakan eye shadow biru dengan glitter. Gloria Steinem
akan marah besar padaku."
Aku tak bisa menahan senyum. "Aku pernah bertemu Gloria Steinem sekali," kataku.
"Yeah" Di mana?"
"Di New York. Di pesta majalah Ms. Aku dan istriku."
"Benarkah" Wow, Domenico. Aku tak mungkin secara otomatis menganggapmu ada di
daftar tamunya. Apa acaranya?"
"Istnku-mantan istriku memulai program day care dengan temannya di Electric
?Boat. Untuk wanita bekerja, ibu tunggal. Itu tepat setelah Electric Boat mulai"
Telepon berdering. "Maafkan aku," kata Sheffer.
Aku berkata dalam hati kalau aku harus menghentikan itu: berbicara tentang Dessa
setiap saat, lupa menyebutkan kata mantan sebelum kata istri. Menyedihkan kalau
dipikir: suami yang ditinggalkan dan tak bisa merelakan. Kau sudah bercerai dan
tinggal dengan pacarmu, kataku mengingatkan diri sendiri. Lupakanlah.
"Yeah, tapi Steve, yang tidak kau mengerti adalah aku di tengah-tengah pertemuan
penting," kata Sheffer pada orang di ujung lain telepon. Aku mengambil foto
anaknya lagi. Agak lucu sebenarnya: anak perempuan yang manis dan sangat
perempuan ini adalah anak Sheffer yang berpotongan rambut cepak dan punya tato
di pergelangan tangan. "Aku tidak bilang aku melarangnya, Steve. Aku tidak dalam posisi untuk melarang
apa pun. Aku cuma bilang sekarang bukan waktu yang tepat karena aku punya tamu
di kantorku." Sheffer menjauhkan gagang telepon dari mulutnya dan mulutnya
berbisik berengsek. "Baiklah," katanya. "Baik. Suruh dia ke sini kalau begitu."
Sheffer membanting gagang telepon dan mengeluh. "Tuhan melarang kebutuhan klinis
mengganggu jadwal pemeliharaan," katanya. "Selama dua minggu, aku sudah meminta
agar lampu itu diganti." Kepalanya mengangguk ke arah lampu neon yang mati di
atas kepalaku. "Tiba-tiba, itu harus dilakukan sekarang atau tidak sama sekali,
tak peduli aku ada pertemuan atau tidak."
Aku menggelengkan kepala bersimpati. "Jadi,
ngomong-ngomong," kataku. "Kau bilang di telepon kalau kau ingin bicara tentang
sidangnya" Ingin melakukan brainstorming atau apa?"
Sheffer mengangguk, kembali memusatkan perhatian. "Oke, dengar. Begini
perjanjiannya. Dewan Kajian Keamanan akan bertemu tanggal tiga puluh satu. Pas
Halloween. Itu berarti kita hanya punya waktu kurang dari seminggu untuk
mempersiapkan pembelaan kita."
"Pembelaan kita?" kataku. "Kupikir kau belum memutuskan tentang apakah Thomas
sebaiknya tinggal di sini atau tidak."
Sheffer mengambil stapler kertas. Menggerakkannya dari ujung meja satu ke ujung
lainnya. "Begini, Domenico. Aku mengalami insomnia tadi malam," katanya. "Dan di
permainan soiitaire-ku yang kedua belas atau ketiga belas, aku memutuskan untuk
bergabung dengan timmu."
Aku memandangnya. Menunggu.
"Sebelumnya aku tak begitu yakin aku terus berubah pikiran tapi aku sudah ? ?sampai pada kesimpulan bahwa setahun lagi di Hatch akan lebih memperburuk
kondisi kakakmu dan bukannya tambah baik."
"Apa yang terjadi?" kataku. "Apa ada hal lain yang terjadi?"
Sheffer menggeleng. "Sebenarnya tak ada. Tak ada yang istimewa."
"Yang artinya apa?"
"Dia kadang diganggu saat makan, saat rekreasi. Jangan khawatir. Kami
?mengawasinya. Masalahnya
dengan Thomas dengan siapa pun yang menderita paranoia adalah dia cenderung
? ?menganggap gangguan biasa sebagai bukti dari adanya konspirasi besar melawannya.
Seseorang mengatakan sesuatu dan dia langsung melihatnya sebagai bagian dari
sebuah rencana besar. Dan tentu saja, saat dia bereaksi keras terhadap
seseorang, itu malah akan mengundang semakin banyak gangguan. Tapi dia dan Dr.
Patel dan aku sedang mengatasinya. Mengembangkan strategi yang dapat dia gunakan
jika ada yang mencoba mengganggunya."
"Kau tahu, apa yang mengesalkan?" kataku. "Omong kosong masalah izin berkunjung
ini. Bagaimana aku bahkan tak bisa menjenguknya." Aku mengambil sebatang cokelat
dari mejanya dan melambaikannya. "Bagaimana aku harus berkomunikasi dengannya
hanya dengan benda ini."
Sheffer meyakinkan bahwa izin berkunjungku akan segera keluar. Bahwa gangguan
yang dialami Thomas bukanlah sesuatu yang di luar kebiasaan. "Dia aman,"
katanya. "Oh yeah. Aman dengan para pembunuh psikopat dan pyromaniak dan hanya Tuhan yang
tahu siapa lagi. Belum lagi para penjaga berseragam yang bodoh-bodoh itu. Kalau
dia aman, apa yang membuatmu memutuskan kalau dia lebih baik keluar dari sini?"
Sheffer menghela napas panjang. "Yah, ironisnya, penyebabnya adalah keamanan.
Inspeksi, kamera pengawas, pengecekan kamar semua?rutinitas dan kewaspadaan yang membuat tempat ini aman. Dasarnya adalah: tempat
ini adalah lingkungan yang sangat mengancam bagi penderita skizofrenia paranoia.
Orang-orang selalu mengawasimu. Aku cuma menganggap dalam jangka panjang dia
akan lebih baik berada di fasilitas yang keamanannya tidak begitu ketat."
"Tapi tak ada hal lain yang terjadi" Dia tak kambuh di ruang makan lagi atau
semacamnya?" "Dia lebih baik, Dominick. Benar. Lukanya sembuh dengan cepat. Terapi
psikoleptiknya mulai menunjukkan pengaruh. Dan dia tahu apa yang
terjadi rutinitas harian. Tapi aku akan berterus terang padamu. Dia merasa
?sedih di sini takut, tertutup. Menyedihkan. Aku hanya merasa bahwa ru-mah sakit
?forensik dengan keamanan maksimal bukan tempat yang tepat untuknya."
"Itulah yang telah coba kukatakan pada semua orang sejak dulu!"
Sheffer mengangguk.Tersenyum. "Jadi, oke, kau sudah mendahului kami. Sudah di
depan kelas. Ngomong-ngomong, aku akan membantumu mengusahakan agar dia keluar
dari sini." Sheffer mengeluarkan notes dan kami mulai menyusun pembelaan kami untuk Dewan
Kajian: hal-hal yang akan dikatakan Sheffer, hal-hal yang akan /cu-katakan.
Sangat penting bagiku untuk berada di sana mewakili Thomas, katanya. Itu akan
menunjukkan pada dewan kalau Thomas punya keluarga yang mendukungnya jaring
?pengaman yang bisa menampungnya. Sheffer ingin tahu
apakah Ray juga akan datang. Kubilang padanya, mengingat sejarah masa lalu
Thomas dan Ray, aku tak yakin itu gagasan yang bagus atau tidak. Tapi Sheffer
menyarankan agar Ray hadir duduk saja jangan mengatakan apa pun. "Kau yang
? ?jadi juru bicaranya; dia jadi pasukan 'tambahan1. Oke?"
"Oke saja buatku," kataku. "Tapi aku tak yakin Ray mau."
"Kau mau mengatakannya" Atau aku saja?"
Aku melengos. "Kau," kataku.
Bersama-sama, Sheffer dan aku menuliskan daftar pendukung upaya mengeluarkan
Thomas dari Hatch: dokter-dokternya dulu, staf di Settle, orang-orang dari
publik yang mungkin mau menulis surat dukungan untuknya. Kami membagi daftar
itu; masing-masing kami berjanji untuk mendekati setengah dari orang-orang dalam
daftar itu. "Sekarang," kata Sheffer. "Kita harus bicara tentang unit tim
rekomendasi." Terdengar ketukan di pintu. "Staf pemeliharaan," kata Sheffer. "Masuk."
Tapi yang muncul di pintu adalah kepala mungil Dr. Patel yang seperti buah
anggur. Aku lebih memilih yang muncul adalah penjaga gedung.
"Halo, Lisa," katanya. "Halo, Dominick." Dr. Patel menjelaskan padaku bahwa
Sheffer mengatakan kalau aku akan datang: dia ingin menemuiku sebentar saja.
Apakah ini waktu yang tepat" "Yeah, tentu saja, Rubina," kata Sheffer. "Lagi
pula aku harus mengecek sesuatu. Aku akan kembali sebentar lagi." Sheffer
menutup pintu di belakangnya. Ini jebakan.
Dr. Patel langsung ke pokok masalah. "Kau tak datang memenuhi perjanjian kita
kemarin," katanya. Aku mengingatkan padanya kalau aku sudah menelepon dan meninggalkan pesan di
mesin penjawabnya. "Yang sudah aku terima," katanya. "Terima kasih. Tapi bukan itu masalahnya.
Maksudku adalah: kenapa kau membatalkan, Dominick?"
"Kenapa?" Dia tak suka kalau aku melakukan itu: menjawab dengan mengulangi
pertanyaannya. "Kau mengalami saat sulit pada sesi sebelumnya, lalu kau tak datang kemarin.
Tentu saja aku bertanya-tanya apakah"
"Karena cuaca," kataku.
"Ya" Cuaca" Tolong jelaskan."
"Mereka ... mereka meramalkan akan turun hujan Rabu dan Kamis."
Dr. Patel mengangkat bahu. "Kantorku ada dalam ruangan, Dominick."
"Tapi ini adalah akhir musim di luar ruangan. Musim mengecat Aku punya rumah
yang harus kuselesaikan pekerjaan besar dan dengan semua yang sudah terjadi ? ?aku belum .... Salju sudah turun dua malam berturut-turut."
Dr. Patel mengangkat bahu lagi.
"Pekerjaanmu tak bergantung musim," kataku. "Kami orang-orang tak waras
membuatmu sibuk dua belas bulan setahun. Tapi aku tak bisa"
Dr. Patel mengangkat tangannya untuk menghentikanku. "Kau berputar-putar
denganku," katanya. "Itu cuma alasan. Aku lebih memilih jawaban langsung."
"Dengar," kataku. "Bukan berarti aku tidak menghargai bantuanmu. Aku
menghargainya. Tapi aku tak punya kemewahan untuk itu sekarang ini kalau cuaca
?baik aku tak bisa meninggalkan tempat kerja dan pergi ke kantormu sehingga aku
?bisa mengadu tentang kakakku. Apalagi November akan segera tiba. Tidak dengan
klien bernama Henry Rood yang terus-menerus menelepon rumahku."
"Ini menarik sekali," katanya.
"Apanya?" "Bahwa kau menyebut proyek kita berdua sebagai 'kemewahan1. Bagiku kemewahan
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah mandi air panas pada sore akhir pekan, atau perjalanan ke museum, atau
punya waktu membaca novel yang bagus. Bukan sesuatu yang menguras emosi seperti
yang telah kau mulai. Kau melakukan pekerjaan yang sangat sulit, Dominick.
Jangan menganggapnya sepele dan juga jangan meremehkan dirimu seperti itu."
Aku berdiri dan berjalan empat atau lima langkah ke jendela kantor Sheffer yang
berteralis. Melihat ke luar ke halaman rekreasi yang menyedihkan itu. "Aku tak
bermaksud mengatakannya sebagai kemewahan," kataku. "Ya Tuhan apakah kau harus
selalu menganggap serius semua kata yang kuucapkan dan"
"Dominick?" kata Dr. Patel. "Maukah kau memandangku, tolong?"
Aku memandangnya. Senyumnya simpatik. "Aku tahu, kau mengalami kesakitan yang sangat dalam sesi
terakhir kita," katanya. "Kau mengingat kembali pertama kalinya Thomas
sakit halusinasinya, bagaimana dia mengiris-iris bagian dalam mulutnya semua ? ?ini adalah kenangan yang sangat menyedihkan dan menakutkan untuk kau ingat. Dan
ya ampun, kenanganmu terasa sangat hidup. Detail-detail yang kau ingat tentang
peristiwa menyedihkan itu membuatku berpikir bahwa selama ini kau menanggung
beban yang sangat berat dalam waktu yang sangat lama. Jadi menurut pendapatku,
Dominick, pekerjaan yang kita lakukan membuka kembali kenangan ini, mengatasi
?daya racunnya penting untuk kesehatan emosimu, mungkin dengan cara yang belum
?bisa kau pahami." "Daya racunnya, ya?"
Dr. Patel mengangguk. "Anggap saja masa lalumu sudah terkubur," katanya.
Ya ampun, kita mulai lagi, pikirku: Dr. Patel, ratu metafora.
"Sumur adalah hai yang bagus, bukan?" katanya. "Mereka menyediakan air
penyambung hidup, dan mereka mengisi hidup kembali. Mereka mendukung. Tapi kalau
mata air tanah yang mengisi sumur dan dengan itu yang kumaksud adalah masa
?lalumu, Dominick kalau mata airnya diracuni, mengandung racun karena alasan
?tertentu maka air itu tak bisa memberikan kehidupan. Kau mengerti metafora yang
?kuungkapkan ini?" "Yap." "Dan apa pendapatmu?"
Aku membuatnya menunggu. "Pendapatku mengecat rumah adalah caraku membuat dapur
ngebul," kataku akhirnya.
Dr. Patel mengangguk. "Dan terapi akan mendukungmu juga, temanku. Kekhawatiranku
kemarin saat kau gagal memenuhi janjimu adalah mungkin proses yang kita jalani
telah membuatmu takut. Membuatmu kewalahan."
"Aku mengecat," kataku. "Aku harus mengecat."
Dr. Patel mengulurkan tangan dan menepuk lenganku. "Baiklah, kalau begitu.
Apakah kau mau menjadwalkan kembali perjanjianmu yang batal atau menunggu sampai
minggu depan?" "Sebenarnya," kataku. "Karena kau membicarakannya sekarang."
Aku bilang padanya kalau aku ingin menunda semua proses ini untuk sementara.
Bukan berarti aku berhenti, kataku. Hanya menunda hingga semuanya mengendap
kembali. "Ya" Kalau begitu kita harus membicarakan itu dalam pertemuan kita yang akan
datang. Apakah sebaiknya kita menjadwalkan kembali janji pertemuanmu yang
batal?" "Sebaiknya ... sebaiknya ditunda hingga Selasa depan," kataku. "Pertemuan
regulerku." "Yang akan kau tepati?" katanya. "Tak peduli hujan ataupun cerah?"
Aku mengangguk. Dr. Patel membalik-balik fiie di tangannya. Berbalik menuju
pintu. "Tunggu," kataku. "Aku juga ingin bertanya sesuatu pada-mu. Bagaimana ... kau mau
memilih pihak yang mana?"
Dr. Patel berbalik menghadapku. "Memilih?"
"Tentang kakakku. Pembahasan tim unit dilakukan tiga atau empat hari lagi,
bukan" Rekomendasinya" Apakah kau akan
merekomendasikannya tinggal di sini atau dikembalikan ke Settle, atau apa?"
Dr. Patel memandang wajahku selama beberapa menit. "Aku lebih memilih untuk
tidak mendiskusikan itu," katanya.
"Kenapa tidak?"
"Karena ini terlalu dini. Rekomendasi kami belum akan keluar dalam beberapa
hari, dan aku masih dalam proses mengamati kakakmu efek harian waktu dan ?pengobatannya. Dan tolong ingat bahwa rekomendasi unit kami hanyalah itu. Sebuah
rekomendasi. Dewan Kajian yang akan mengambil keputusan terakhir."
"Tapi kau cenderung ke pihak yang mana?"
"Aku tidak cenderung ke mana pun," katanya. "Seperti yang baru kukatakan, aku
menyimpan penilaianku." Dia memandang langsung ke mataku. "Kalau begitu, kita
akan bicara Selasa depan. Kita akan punya banyak hal untuk dibicarakan."
Ketika Dr. Patel membuka pintu, Ralph Drinkwater berdiri di luar.
"Pemeliharaan," katanya.
"Ya, ya. Silakan masuk."
Aku melihat sekilas ekspresi terkejut di wajah
Ralph ketika dia melihatku, yang langsung digantikan oleh ekspresi tak peduli
yang sama sejak dulu di SD. Ekspresi yang seakan mengatakan kau tak bisa
menyentuh-Zcu. Ralph masuk, menggotong tangga lipat di bahunya, dan lampu neon
di tangan satunya. Aku melihat bahwa Dr. Patel tak tahu bahwa itu Ralph tak sadar bahwa ini adalah
?orang yang sama yang kubicarakan dua sesi lalu: orang yang kuumpankan ke polisi
bersama Leo Blood agar kami bebas. Itu adalah salah satu momen Twilight Zone:
aku, psikiaterku, dan Ralph semua berkumpul di kantor kecil Sheffer.
Dr. Patel keluar dan menutup pintu. Ralph dan aku berduaan.
"Hei, Ralph," kataku. "Bagaimana kabarmu?"
Tak ada jawaban. "Kantor ... kantor ini hari ini seperti stasiun Grand Central. Lama tak bertemu."
Ralph membuka tangga lipat tanpa melihat padaku. Dia selalu pintar bersikap
seperti itu: membuatku seolah tak ada.
"Aku ... uh ... aku melihatmu dua minggu lalu," kataku. "Malam ketika mereka membawa
kakakku masuk" Aku mau bilang sesuatu padamu saat itu, tapi aku terlalu banyak
pikiran. Tentang Thomas yang masuk ke sini .... Karena itulah aku tak mengatakan
apa pun. Tapi aku langsung mengenalimu. Kau terlihat sehat .... Jadi, uh,
bagaimana kabarmu?" "Kabar baik," katanya. Ralph menaiki dua atau
tiga anak tangga. Memicingkan mata memandang neon yang mati itu. Kalau
dipikir bagaimana Leo dan aku menjebak Ralph untuk menyelamatkan diri ?sendiri adalah salah satu hal terburuk yang kulakukan selama hidup, tapi dua
?puluh tahun sudah berlalu.
"Jadi, aku membaca di koran suku Wequonnoc menang di pengadilan, ya" Mendapatkan
pengakuan dari pemerintah federal juga akhirnya. Selamat ya."
Ralph melepas lampu yang mati. Tidak menjawabku.
"Kau terlibat, nggak" Politik suku" Semua rencana untuk mendirikan kasino besar
di sana" Resort?"
Tak ada jawaban. "Aku melihat ... melihat rancangan arsitek untuk resort itu di Record minggu lalu.
Sangat mengesankan. Ya ampun, kalau itu benar-benar berhasil, maka akan jadi
besar sekali." "Akan berhasil," katanya.
Aku mengulurkan tangan untuk menerima lampu yang mati darinya, tapi Ralph
mengabaikan tanganku yang terulur. Turun tangga dan menyandarkan neon itu ke
dinding. "Kudengar kalian berhasil menarik perhatian investor asing, ya" Orang Malaysia,
bukan?" "Ya." Ralph kembali naik tangga, membawa neon baru di tangan. Sejak dulu dia
memang tak banyak bicara, tapi ini menggelikan. Menjengkelkan.
Ralph memasang neon yang baru, lalu turun tangga dan menekan saklar. Ruangan
menjadi terang, terlalu terang malah.
Dia melipat tangga. Menuliskan sesuatu di formulir. "Hei, Ralph?" kataku. "Kau
sering ketemu kakakku?"
Ralph memandangku, tanpa ekspresi, mata abu-abunya kosong dan datar seperti
bulan. "Yeah, aku ketemu dia."
"Apakah dia ... apa mereka memperlakukannya dengan baik" Menurut pendapatmu. Aku
belum bertemu lagi dengannya sejak malam itu. Mereka tak memperbolehkan aku
menemuinya hingga aku mendapatkan izin berkunjung."
"Yah, itu pasti tak masalah," katanya. "Benar, kan?"
"Apa maksudmu?"
"Catatan kriminalmu pasti bersih seputih kulitmu." Kami berdua berdiri diam, tak
bicara. Aku akhirnya melengos.
"Dia baik-baik saja," kata Ralph akhirnya. "Benarkah?"Aku menelan ludah. "Mereka
sering mengganggunya" Mengejeknya?" "Kadang," katanya.
"Aku berpikir ... aku berpikir apakah kau mau menolongku" Hanya sampai izin
berkunjungku keluar?"
Mata Ralph menyempit. Salah satu sudut mulutnya naik dalam ekspresi sinis.
"Hanya ... kalau boleh aku ingin memberikan nomor telepon rumahku padamu dan ...
misalnya kau melihat sesuatu yang kau pikir harus kuketahui. Apa pun. Misalnya
dia diperlakukan kasar atau ....
Ini, uh ... petugas sosial yang menangani dia memang bagus. Aku tidak bilang dia
jelek. Ia benar-benar baik. Tapi kalau, kau tahu, kalau kau melihat sesuatu yang
tidak ditangkap oleh staf medis kalau ada orang yang mengganggunya atau .... Ya ?Tuhan, ini sulit sekali."
Ralph berdiri diam, tanpa ekspresi.
"Aku tahu ... aku tahu kau tak berutang apa pun padaku, Ralph. Oke" Aku tahu itu.
Apa yang kami lakukan padamu pada akhir musim panas itu memang busuk. Aku tahu
itu. Sejak itu, aku selalu merasa bersalah atas apa pun yang telah kau alami."
"Tak ada apa pun, sebab," kata Ralph. "Semua itu tak ada gunanya."
"Oke," kataku. "Terlalu sedikit, terlambat. Aku tahu ... tapi kalau kau bisa ....
Kalau aku boleh memberikan nomor teleponku."
Aku mengambil selembar kertas kosong dari notes Sheffer dan menuliskan nomor
teleponku. Tulisanku gemetar. Ralph memandang ke tanganku yang terulur.
"Mereka tak memperbolehkanku melihatnya, Man. Dia kakakku dan mereka semua
bilang .... Kalau kau bisa mengawasinya. Aku tahu kau sibuk, Man, tapi kalau kau
melihat sesuatu. Kalau kau mau menerima nomor teleponku dan
Tapi Ralph tak mau menerimanya. Aku melempar kertas itu ke meja lagi. "Yeah,
terima kasih, pokoknya," kataku. "Terima kasih banyak, Ralph. Terima kasih
karena tak melakukan apa-apa."
Dagu Ralph menunjuk ke jendela. "Di luar sana,"
katanya. "Apa?"
"Kau bilang kau mau melihatnya" Dia di luar sana sekarang. Unitnya baru saja
istirahat." Butuh beberapa saat untuk memahami itu. Pelan, ragu, aku berjalan ke jendela
berteralis itu. Di luar terlihat Thomas.
Dia duduk sendiri di ujung bangku meja piknik. Dia terlihat pucat, bengkak.
Tangannya yang terpotong dimasukkan ke dalam lengan jaketnya. Dia merokok
? ?dengan cepat, mengisap sekitar dua detik sekali.
Ada sekitar sembilan atau sepuluh pasien di luar sana, kebanyakan hanya berdiri
dan merokok, sama seperti Thomas. Dua anak muda satu kulit hitam dan satu
?keturunan Spanyol menendang-nendang bola plastik kosong. Mereka semua tak
?terlihat gila bahkan tak terlihat berbahaya. Petugas psikiater yang sedang
?bertugas adalah orang yang sama dengan si topi koboi yang pernah kulihat
sebelumnya. Dia dan beberapa orang pasien sedang tertawa-tawa dan berbincang,
bersandar di dinding bangunan.
Tak seorang pun mengganggu Thomas. Tapi juga tak ada yang memerhatikannya.
Bahkan di Hatch sini pun, Thomas tetap menjadi orang yang terasing.
Aku berpaling dari jendela. Memergoki Ralph sedang melihatku memandang kakakku.
"Ya Tuhan, dia terlihat payah sekali."
Ralph diam saja. "Kau membaca beritanya di koran?"
"Yap." Saat aku melihat ke luar lagi, Thomas sedang mematikan rokoknya. Dia meraih
kantong jaketnya untuk mengambil rokok lagi. Berdiri dan berjalan mendekati
petugas koboi untuk memintanya menyalakan rokok. Tapi si koboi Tex itu terlalu
sibuk bicara dan tidak memerhatikan keberadaan Thomas. Sementara Thomas terlalu
takut untuk bicara. Dia berdiri saja di sana, menunggu, tangannya yang terpotong
dijepitnya di ketiak. Pasien lain mendekati Tex, dan rokoknya dinyalakan. Aku
tahu, si berengsek itu melihat Thomas berdiri di sana dia tak mungkin tak ?melihat. Tapi dia membuat Thomas menunggu. Membuatnya berdiri di sana, diam dan
memohon. Berengsek sialan, pikirku. Jangan bermain-main dengan dia. Nyalakan saja
rokoknya, sialan. "Apa sih, masalah petugas di sana itu?" kataku. "Orang yang mengira dirinya
adalah John Wayne?" Tapi saat aku berpaling, Ralph ternyata sudah keluar.
Tapi melegakan juga, akhirnya bisa melihat Thomas. Bahkan dalam kondisi seperti
ini. Bahkan dengan jendela berteralis dan izin berkunjung yang memisahkan kami
berdua. Kalau kau sudah terbiasa menjaga seseorang sepanjang hidupmu, kau tak
bisa tidak menjaganya. Dia terlihat lebih gemuk di perut dan pinggang, mungkin berat badannya naik
sekitar tujuh atau delapan pon dari sebelumnya. Sebelum di sini dia sering
berjalan-jalan, saat dia tinggal di Settle dan
asrama Horizon House di kota. Tapi di sini, di Hatch, "rekreasi" artinya
merokok. Atau berdiri di sana dengan rokokmu yang belum dinyalakan, menunggu
untuk bisa merokok. Ada kantong mata di bawah matanya. Kepalanya sedikit
bergerak-gerak tak terkontrol. Mungkin karena obat. Saat dia berdiri dan
berjalan mendekati si koboi Tex, aku melihat langkahnya kembali tersaruk-saruk
akibat pengaruh obat. Thomas benci ketika mereka terlalu banyak memberinya obat.
Aku mencatat dalam hati untuk mengatakan itu pada Dr. Chase. Menjadi orang
cerewet demi Thomas lagi. Aku sudah tahu caranya.
Thomas mengenakan setelan abu-abu penjara, kaus kaki putih dan sepatu pantofel
cokelatnya. Tak memakai tali. Semua sepatu mereka seperti itu. Sheffer
mengatakan padaku kalau petugas mengambil tali sepatu sehingga tak akan
digunakan sebagai senjata oleh pasien. Untuk mencekik. Tempat yang bagus. Benarbenar lingkungan yang ramah.
Bola plastik itu terbang di depan wajah Thomas. Dia terkejut. Menjatuhkan
rokoknya. Anak spanyol itu mengambilnya dan memberikannya lagi ke Thomas.
Mengatakan sesuatu. Thomas sepertinya tidak menjawabnya. Lalu anak muda itu
berjalan ke belakang Thomas dan melempar bola plastik itu ke punggungnya. Bola
itu mental. Aku berjengit, sama seperti Thomas. Si koboi Tex melirik untuk
sesaat. Lalu kembali mengobrol lagi dengan para peliharaannya.
Itu menjadi semacam permainan: melemparkan
bola plastik ke Thomas. Melihat reaksinya. Anak kulit hitam itu mengendapendap
di belakangnya, berjalan terpincang-pincang, memasukkan tangannya ke lengan
bajunya. Seseorang lain berdiri di depan Thomas, menirukan gaya Thomas memegang
rokoknya. Si koboi Tex tetap mengabaikan gangguan yang jelas terlihat itu. Lalu
bola plastik itu mengenai belakang kepala Thomas. "Bangsat!" kataku. "Hei!"
Aku mendengar bel berbunyi di luar. Si koboi Tex bicara lewat waikie talkie.
Para pasien dibariskan untuk masuk kembali. Seorang penjaga menggerakkan metal
detector portabel ke setiap orang sebelum mengizinkannya masuk. Thomas berbaris
paling akhir. "Aku akan mengeluarkanmu dari sini, Thomas," bisikku padanya
melewati teralis jendela. "Bertahanlah, Sobat. Aku akan mengeluarkanmu."
Aku mondar-mandir di kantor kecil Sheffer. Duduk. Berdiri lagi. Aku melihat ke
mejanya. Saat itulah aku sadar: kertas bertuliskan nomor teleponku sudah tak
ada. Drinkwater mengambilnya.
Sheffer terburu-buru masuk, meminta maaf. "Aku berjalan di lorong di sekitar
sini dan situasi krisis muncul begitu saja. Aku ini seperti magnet untuk krisis,
Domenico. Hei, yippee1. Mereka telah mengganti lampuku."
Aku duduk. Apakah sebaiknya aku bilang padanya kalau aku telah melihatnya"
Ataukah aku sebaiknya diam saja"
"Oke," kata Sheffer. "Ayo kembali ke bisnis." Dia
mulai lagi mengatakan bahwa mengeluarkan Thomas dari sini kesempatannya
kecil bahwa dia tak ingin menyepelekan itu.?Aku tak memerhatikannya. Aku melihat Thomas seperti beberapa menit lalu: berdiri
di sana dengan rokoknya yang belum menyala. Aku sadar ketika suara Sheffer
berhenti. "Uh ... apa?" kataku.
Kasus Thomas dibahas lagi dalam pertemuan unit mereka pagi itu, ulang Sheffer.
Suara mereka terbagi dua tentang rekomendasi apa yang akan diberikan. "Namun itu
baru hari ini," katanya. "Kita masih punya enam hari lagi sebelum laporan harus
diserahkan." "Bukankah kalian berlima?" katanya. "Bagaimana bisa suaranya terbagi dua?"
"Satu anggota tim belum memberikan opininya." "Dr. Patel," kataku.
Sheffer bilang dia tak bisa mendiskusikan informasi itu. Lagi pula, dalam
seminggu, voting-nya mungkin akan berubah, katanya. "Begini, Domenico. Ini bukan
hanya masalah mengeluarkan dia dari Hatch. Tapi juga masalah ke mana dia akan
pergi kalau dia keluar. Penempatannya lumayan sulit. Dengan semua penghematan
yang dilakukan pemerintah di bidang kesehatan mental, tak banyak lagi pilihan
seperti dulu." "Kan ada Settle," kataku. "Di situlah dia seharusnya berada sejak pertama kali.
Kembali ke Settle." Sheffer membuka mulut. Lalu menutupnya lagi. "Apa?" kataku.
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nggak." "Katakan saja."
Dia bilang kalau kabar burung mengatakan pemerintah akan menutup Settle pada
?awal Maret begitulah yang dia dengar.
?"Oke, masukkan dia ke sana hingga Maret kalau begitu. Berarti dia punya berapa"
Lima bulan" Dalam lima bulan kondisinya akan pulih lagi."
"Yeah, tapi kalau mereka berencana mengurangi populasi di sana, mengapa mereka
mau menerima pasien baru" Meskipun jangka pendek" Itu bukan yang seharusnya
mereka lakukan." "Bagaimana dengan ... bagaimana dengan asrama kalau begitu" Apakah dia tak bisa
tinggal di asrama dengan pengawasan" Itu dulu berhasil."
"Benarkah?" Sheffer mengingatkanku bahwa saat Thomas tinggal di asrama Horizon
dia berhenti minum obat dan pergi ke perpustakaan lalu memotong tangannya. Dan
asrama juga mengalami pengurangan, katanya. Staf di sana sangat kurang
dibandingkan dengan pengawasan asrama-asrama lima atau enam tahun lalu. Itu
artinya pasien yang tinggal di sana harus bisa mengurus kebutuhan dasarnya
sendiri kategori yang tidak cocok untuk kakakku dalam kondisinya saat ini. "Itu
?artinya, pilihannya hanya tempat seperti Settle yang juga belum tentu bisa
menerima. Atau tempat seperti Hatch yang tidak. Atau ... "Sheffer berhenti".
"Atau apa?" kataku.
"Atau melepaskan dia untuk diurus keluarganya." Aku terdiam sedetik dua detik.
Mengendapkan apa yang baru saja dia katakan. "Kalau ... kalau itu yang harus kita lakukan, maka
kita akan melakukannya. Karena bagaimanapun caranya dia harus keluar dari sini."
Sheffer menggelengkan kepala dan tersenyum. "Hanya seperti itu, eh, paisano" Kau
akan mengawasi pengobatannya, mengawasi
kebersihannya, mengantarnya pulang pergi dua kali sehari untuk menjalani terapi.
Oh, dan jangan lupa mengamankan seluruh rumahmu. Singkirkan semua pisau, dan
lainnya, dan lainnya."
"Itu tidak lucu," kataku.
"Memang tidak," katanya. "Itu tidak lucu. Bagaimana kau akan bekerja mengecat
rumah" Memarkirnya di pinggir jalan" Memakaikan baju kerja padanya dan
mengangkatnya jadi mandormu?"
Aku bilang padanya tolong jangan bersikap sarkastik.
"Tapi, ayolah, Dominick," katanya. "Ayo kita bicara tentang kenyataan. Kau punya
kehidupan sendiri. Bagaimana istrimu akan"
"Aku tak punya istri," kataku. "Pacar."
Sheffer mengangkat bahu. "Istri, pacar. Kalian tinggal bersama?"
Aku mengangguk. "Kalau begitu bagaimana itu akan berpengaruh padanya" Dan kalian berdua sebagai
pasangan?" "Kami akan mengatasainya," kataku.
"Yeah" Benarkah" Apa pacarmu ini martir atau bagaimana?"
Tapi tiba-tiba aku membayangkannya: Thomas
masuk, Joy keluar sama seperti Dessa. Dan lalu apa" Ranjang besar kosong untuk ?bergulingan sendirian. Kakakku yang gila duduk di depanku saat sarapan. Bahkan
meskipun kami bukan pasangan sempurna Joy dan aku ia adalah kehangatan yang
? ?dapat kunikmati setiap malam. Sebuah penyelamat hidup untuk bergantung saat aku
tenggelam. Apa yang akan kupunyai kalau dia pergi" Thomas, itu saja. Jangkarku.
Bayanganku. Thomas dan Dominick: si kembar Birdsey, seperti sejak awal, sekarang
dan untuk seterusnya, dunia tanpa akhir, amin.
"Karena itulah Rubina Dr. Patel menahan diri, kukira," kata Sheffer. "Dia
? ?ragu-ragu untuk meletakkan beban kakakmu kembali ke pundakmu. Dia menyebutkan
tentang itu dalam diskusi tentang bagaimana kepenting-an keluarga juga harus
?diperhitungkan. Bagaimana dia bilangnya, ya" Bahwa kebaikan pasien dan
keluarganya saling terkait."
Aku sangat marah. Patel tak punya hak mengambil apa yang telah kukatakan sebagai
rahasia di kantornya dan menggunakannya untuk merugikan kakakku. Rupanya menemui
dia merupakan sebuah kesalahan pergi ke kantornya dan mengeluarkan semua unek?unekku tentang masa lalu. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Thomaslah yang
seharusnya jadi pasiennya, bukan aku. Kebutuhan Thomas-\aY\ yang penting. Dia
akan mendengar tentang ini dari aku. Dia akan mendengarnya dengan keras dan
jelas. "Aku akan bicara padanya," kataku. "Aku akan membujuknya agar memihak kita."
Mata Sheffer membelalak. "Jangan berani-berani bilang padanya kalau aku sudah
mengatakan informasi ini padamu!" katanya. "Serius, Domenico. Kau akan membuatku
berada dalam masalah besar. Pertemuan unit adalah rahasia. Dan lagi pula, Dr.
Patel adalah wanita yang kuat. Dia mempunyai pendapat sendiri, dan kau tak akan
bisa 'membujuk' dia tentang apa pun. Tapi apa pun keputusannya dalam rekomendasi
nanti bahkan kalaupun kami bertentangan aku memercayai penilaiannya. Aku ? ?menghormatinya. Dia adil, Dominick."
"Yeah, kalau begitu jangan terlalu menghormatinya," kataku.
Sheffer memiringkan kepalanya. Wajahnya bertanya-tanya.
"Kau tahu kan, kalau aku menemuinya?"
"Secara profesional?"
Aku mengangguk. Berpaling untuk beberapa detik. Kembali memandangnya. Aku bahkan
tak bilang pada Joy bahwa aku menemui psikiater. Lalu, mengapa aku mengaku pada
Sheffer" "Dr. Patel tak akan pernah membocorkan informasi seperti itu," katanya. "Tapi
aku senang, Domenico. Kurasa hal bagus kau menemuinya. Kurasa itu hebat."
"Tidak, kalau menimbulkan konflik kepentingan. Tidak kalau hal itu membuat
kakakku harus terkurung di sini karena dia membela aku."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku adalah yang telah aku lakukan, pada dasarnya adalah, pergi ke
kantornya di Division Street, mengeluh dan mengadu tentang bagaimana kakakku
telah membuat hidupku berantakan. Menggali sejarah yang sudah kuno semua omong
?kosong dari masa kecil dan pada tahun saat dia pertama kali sakit. Membuka
kembali semua hal yang seharusnya tetap terkubur."
"Yah," katanya. "Bukankah terapi memang begitu; benar, kan?"
"Tapi kalau dia merekomendasikan Thomas sebaiknya di sini dalam jangka panjang
karena hal itu lebih baik baq-ku karena aku sudah mengalami cobaan berat"
?"Dia tak akan melakukan itu, Dominick. Apa pun keputusan yang
diambilnya maksudku, tentu, dia akan melihat gambaran besarnya, ya tapi dia
? ?tak akan secara sengaja memilih sesuatu yang merugikan Thomas. Dialah pasiennya.
Dia tak akan memilih salah seorang dari kalian berdua."
Tidak" Mengapa tidak" Semua orang sudah melakukannya selama hidup kami. Tak
?seorang pun pernah memilih Thomas. Tidak Ray, tidak juga anak-anak di sekolah.
Tak seorang pun kecuali Ma.
"Dominick, kau harus sedikit tenang. Jangan terlalu emosi tentang ini. Karena
aku akan mengatakan sesuatu padamu. Kalau kau lepas kontrol seperti ini di
sidang nanti, kau tak akan bisa membantu siapa pun. Oke?"
Dia menunggu. Aku kembali memandang Sheffer. Mengangguk.
"Dan hal lain lagi. Apa kau mendengarkan aku" Karena aku butuh kau benar-benar
mendengarkan ini. Tempat ini tidak seburuk seperti yang selalu kau katakan. Kami
sudah mengadakan cuci gudang beberapa waktu lalu. Menjual semua kamar siksaan,
rantai kaki, dan tusukan panas. Oke" Setiap kali kau mengatakan bahwa tempat ini
seperti neraka dan sumur ular, kau menyepelekan semua hal yang kami lakukan di
sini sepanjang hari, dari hari ke hari. Yang aku coba lakukan. Oke" ... aku
memilih profesi sebagai penyembuh, oke" ... dan aku tidak akan tinggal di sini
kalau aku tidak memercayai kerja yang dilakukan di fasilitas ini. Aku ingin
berpikir bahwa aku bukan masochis seperti sangkaanmu. Jadi, jangan menolak
tempat ini saat kamu bahkan belum pernah melihat bangsal perawatannya. Oke,
Domenico?" Aku mengangguk. "Tapi aku bisa menerimanya kalau aku harus," kataku. "Aku tahu
itu tak akan mudah, tapi aku bisa melakukannya. Bisa dibilang aku sudah
menjaganya selama hidup."
Sheffer terus memandangku. Mengamatiku. "Bagaimana kunjunganmu?" katanya
akhirnya. Aku melihat ke jendela. Memandang Sheffer lagi. Aku berusaha memahami apa
maksudnya. "Kau ... kau mengaturnya" Supaya aku bisa melihatnya di luar sana?"
"Itu adalah hal terbaik yang bisa kulakukan agar kau bisa menjenguknya. Dan
kupikir kau pasti ingin sendirian. Bagaimana dia menurutmu?"
Kukatakan dia terlihat menyedihkan. Mengatakan
padanya tentang pelecehan yang kulihat tentang si koboi Tex yang mengabaikan ?kakakku.
"Itu Duane," katanya. "Juga bukan salah satu favoritku. Aku akan mengurusnya.
Tapi dia aman di sini, Dominick. Aku berjanji padamu. Dia baik-baik saja."^
Dua Puluh Enam Beepi "Ini kantor Dr. Batteson menelepon untuk Joy Hanks. Tolong telepon kantor kami
secepat mungkin. Terima kasih." Beepl
"Dominick" Ini Leo. Hei, coba tebak" Kau tahu peran di mana aku ikut audisi
waktu itu" Film tentang pembunuh berantai" Aku mendapatkannya! Mereka akan mulai
syuting pertengahan bulan depan di Jersey. Itu film, Birdseed. Aku akan main
film!" Saat Leo terus mengoceh, aku membuat daftar di kepalaku: pergi ke pembuangan
sampah; membeli tinner; membeli permen Halloween; pertemuan pukul 11.DD dengan
Sheffer. Sudah berhari-hari Joy berjanji akan beli permen untuk trick or treat.
Dia juga melakukan hal yang sama Halloween tahun lalu. Dan ketika bel pintu
mulai berbunyi, aku harus buru-buru pergi membayar permen dengan harga dua kali
?lipat di toko kelontong.
Di meja dapur, suara Leo terdengar mengajak main racquetbaii. "Kamis atau Jumat.
Kau akan sidang tentang kakakmu besok, bukan" Telepon aku."
Beepl "Halo" Halo" .... Ya, ini Ruth Rood menelepon untuk .... Halo" Mr. Birdsey" ... Oh,
kukira tadi kau mengangkat telepon." Ruth Rood berbicara dengan pelan sekali,
kata-katanya tak jelas. Va Tuhan, aku tak mau melihat kondisi hatinya dengan
semua alkohol yang ditenggaknya. "Henry dan aku bertanya-tanya kenapa kau tak
datang hari ini. Kau bilang kau akan datang jadi kami menantikanmu." Suaranya
jadi berbisik. "Henry sangat berkecil hati. Dia bilang perancah di jendela kamar
kerjanya mulai membuatnya merasa seperti narapidana di rumahnya sendiri. Dia
bahkan tak bisa kerja, dia sangat sedih. Tolong telepon. Tolong."
Aku mengangkat gagang telepon, mencari-cari di Rolodex. Sayang sekali, Morticia,
aku lagi banyak pikiran seperti berusaha mengeluarkan kakakku dari penjara yang
?sebenarnya, bukan penjara perancah. Henry harusnya masuk ke Hatch kalau dia
memang ingin merasa "sedih".
Ruth Rood mengangkat telepon pada deringan pertama, suaranya tetap terdengar
mabuk seperti saat dia menelepon pukul 7.00 pagi tadi. "Oh," katanya. "Ya, aku
menunggu telepon dari dokternya Henry."
Aku melewatkan permintaan maaf karena tidak datang kemarin dan berkata aku akan
mencoba datang ke tempat mereka siang ini. "Mereka bilang sore ini akan hujan.
Vang akan aku lakukan adalah, aku akan menurunkan penutup jendela dan
mengembalikannya setelah semuanya dibersihkan
dan dicat, dengan begitu aku tetap bisa bekerja tak peduli bagaimana cuacanya.
Membayar sedikit waktu yang terbuang. Katakan pada Henry aku akan siap mengecat
semuanya pada akhir minggu. Paling lambat Senin. Dia baik-baik saja?"
Diam. "Mengapa kau bertanya?"
"Kau, uh, kau baru saja bilang kau sedang menunggu telepon dari dokter." Ruth
Rood kembali mengulangi tentang betapa Henry merasa sedih. Terlalu banyak
alkohol dan terlalu banyak waktu luang, itulah masalahnya, pikirku. "Aku akan
mencoba bekerja setengah hari besok. Aku mungkin akan bekerja seharian di
tempatmu hari Sabtu. Baiklah, begitu saja, aku pamit dulu siapa tahu dokternya
sedang berusaha menelepon."
Sial. Kalau aku bisa menyelesaikan pekerjaan itu bisa mengucapkan selamat ?tinggal pada musim mengecat o maka mungkin Tuhan memang ada.
?Apa tadi telepon untuk Joy" Aku sudah lupa. Aku memencet tombol save. Menekan
tombol messages. Menulis, "JOY: Telepon Dr. Batteson." Siapa Dr. Batteson"
Kuharap bukan salah satu dokter holistik lagi. Dokter holistik terakhir yang dia
datangi bersama sobatnya Thad menghabiskan uang tiga ratus dolar hanya untuk
berendam dalam obat-obatan herbal itu ... Thad. The Duchess. Dia juga punya
terlalu banyak waktu luang. Kenapa Joy tak punya teman wanita saja seperti
kebanyakan orang" Aku memutar nomor Leo. Belum tahu apakah aku punya waktu untuk main racquetbaii
atau tidak, tapi gagasan menghantamkan sesuatu ke dinding mulai terdengar menarik bagiku.
Aku mengetuk-ngetukkan jariku di meja dapur dan menunggu hingga nyanyian anakanak di mesin penjawab berhenti. Ya Tuhan, aku benci itu: bagaimana mesin
penjawab bisa membuatmu menunggu lama.
"Leo: racquetbaii'. ya," kataku ke mesin penjawab telepon. "Sidangnya besok
pukul 16.00. Bagaimana kalau Jumat pagi" Aku bisa meminta Joy memesankan
lapangan untuk kita." Aku akan meletakkan gagang telepon lalu berhenti. "Hei,
berita bagus tentang filmmu. Aku tahu, kau pasti ke sana, ke Hollywood. Sampai
jumpa." Aku mengambil kunci mobil. Pembuangan sampah, tinner cat, permen Halloween ... apa
lagi" Apa lagi" Oh yeah. Mengambil setelan di binatu. Aku harus terlihat yang
terbaik untuk orang-orang bodoh di Dewan Kajian Keamanan besok harus terlihat
?waras dan sekonservatif mungkin. Ya Tuhan, aku akan lega sekali kalau hai ini
selesai. Dan itu membuatku ingat: aku harus membawa catatan pertemuanku dengan
Sheffer. Dia ingin kami mengkaji argumen sekali lagi. Yesus Kristus, man. Semua
ini mulai terasa seperti L.A. Law. Tapi aku akan membuat para sok jago di Dewan
Kajian itu mendengarkanku. Aku akan mengeluarkan Thomas dari sana ....
Yeah, lalu apa" Kalau mereka mengeluarkannya dari Hatch dan tak mau
memasukkannya ke Settle, apa yang akan kami lakukan"
Aku mengunci pintu. Tadi malam turun hujan es
lagi, sialan. Malam-malam yang dingin ini tak baik bagi pengecatan di luar.
Trukku menyala pada percobaan ketiga. Lebih baik aku memanaskannya sebentar.
Perusahaan Painting Plus sudah menyelesaikan musim mengecat di luar dua minggu
lalu. Tapi tentu saja, Danny Labanara tidak punya kakak gila yang membuat
hidupnya jadi rumit setiap dua detik. Saudara laki-laki Labanara bahkan
membantunya selama bulan Juli hingga Agustus.
Mataku memandang ke halaman. Hujan es telah membuat rumput menjadi cokelat mati,
mematikan tanaman-tanaman menyedihkan yang dianggap taman di Condo Heaven sini.
Kami bahkan harus memaksa pengembang untuk menyediakan layanan perawatan taman.
Kalau aku punya waktu ataupun energi lebih, aku pasti akan mengejar mereka.
Tentu saja, kalau Dessa dan aku masih bersama, aku pasti masih tinggal di rumah
lama kami, merawat halamanku sendiri. Melakukannya dengan benar.
Joy membiarkan tong sampah penuh lagi. Mengapa dia tidak mengirim saja undangan
pada kucing liar" Datang dan berpestalah! Itulah masalahnya dengan Joy: kau
bilang padanya untuk melakukan sesuatu dan dia bilang oke, yeah, dia akan
melakukannya, tapi tak dilakukannya. Dia sama sekali tak paham tentang tindak
lanjut ... aku belum mengatakan apa pun pada Joy tentang apa yang kubicarakan
dengan Sheffer: kemungkinan bahwa Thomas akan tinggal bersama kami. Kupikir
aku akan mengatakannya nanti ... ah, persetan. Lagi pula aku mau ke pembuangan
sampah. Sebaiknya sekalian saja membawa kantong-kantong sampah itu. Lebih baik
daripada bangun pukul 2.00 pagi dan mendengarkan kucing liar itu mengais-ngais
di tong sampah. Aku melemparkan kantong sampah pertama dan kedua di bak truk. Kantong ketiga
robek tepat di pinggirnya saat aku melemparkan ke bak. Kantong murahan sialan!
Apa aku butuh ini" Saat mengambili sampah-sampah kertas dan salad, mataku
menangkap sesuatu: pamflet biru.
Petunjuk penggunaan untuk tes kehamilan" Di sampah kami"
Aku mengais-ngais sedikit lagi. Menemukan nampan plastik, dan robekan kardus.
Tes kehamilan" Aku masuk truk. Mengarahkannya ke toko material. Apakah aku sudah membawa
catatan yang kubutuhkan untuk pertemuan dengan Sheffer" Apakah aku ingat membawa
nota binatuku" .... Bagaimana mungkin dia berpikir dia hamil" Mungkin salah
duga terlambat datang bulan atau semacamnya" Vasektomi yang sembuh secara ?ajaib" Aku sudah menjalani vasektomi saat aku masih bersama Dessa tak
?menyemburkan sperma saat aku bersama Joy. Bukan berarti Joy tahu. Aku tak pernah
mengatakan padanya. Itu karena sebagian dari diriku tak mau menceritakan lagi
semuanya: kematian bayi kami, perceraian. Dan kurasa sebagian lagi karena ego
pria. Ketika kami mulai berkencan, Joy dua puluh tiga tahun dan aku
tiga puluh delapan. Apa yang harusnya kukatakan padanya" Aku lima belas tahun
lebih tua darimu, dan oh yeah, aku juga steril ....
Ketika aku sadar dari lamunanku memandang sekeliling untuk melihat di mana
?aku ternyata aku sudah melewati toko material sekitar setengah mil. Aku bahkan
?sudah melewati bioskop dan Bedding Barn. Hei, bangun, sobat. Halo ... Bumi
memanggil Birdsey. * Aku duduk di kantor Sheffer, memainkan jariku dan menunggu seperti biasanya.
Lisa Sheffer: petugas sosial dan ratu kondisi darurat tak terduga. Aku suka
Sheffer aku berterima kasih padanya tapi rutinitas ini mulai menyebalkan.
? ?Lapor di gerbang, mendapatkan kartu parkir, lapor di keamanan, melewati metai
detector, dan diantarkan ke kantornya oleh penjaga berwajah kaku, lalu hanya
duduk dan menunggunya. Aku akan mengatakan sesuatu kali ini begitu dia mulai
?minta maaf dan mengatakan berbagai alasannya.
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mendengar suara-suara di halaman rekreasi. Pergi ke jendela. Pagi ini yang
keluar adalah pasien dengan baju tentara veteran Vietnam. Unit Enam. Ya Tuhan,
?aku bahkan mulai mengenali unit-unit di sini ... Vietnam sialan, Man. Beberapa
dari mereka terlihat seperti pria tua. Aku tak kenal petugasnya. Dari mana
mereka mendapatkan yang \n-Big Time Wrestling"
Tetap tenang, kataku pada diri sendiri. Menstruasinya mungkin telat atau
bagaimana. Itu dulu juga biasa terjadi pada Dessa, saat kami dulu berusaha punya
anak: kami sudah berharap lalu, bam, dia menstruasi. Dia hanya sedikit terlambat
... Yesus, aku harus konsentrasi. Harus memikirkan sidang. Di tempat pembuangan
sampah tadi, aku sudah salah melemparkan kaleng cat kosongku di tong daur ulang
yang salah. "Kau butuh sesuatu untuk suplai hari ini, Dominick?" kata Johnny di
toko material Willard saat aku ke sana tadi. "Atau kau cuma datang ke toko untuk
bertopang dagu di depanku dan bermeditasi?"
Apakah Joy mengkhianatiku apakah itu" Aku memang orang yang tak mudah dihadapi,?kataku dalam hati mengingatkan diri sendiri, terutama akhir-akhir ini. Tapi aku
tak pernah mengkhianatinya. Aku juga tak pernah berkhianat pada Dessa. Tak
pernah. Itu cuma salah duga, kataku meyakinkan diri sendiri. "Ada apa, Birdsey"
Kau kekurangan hal untuk dikhawatirkan?"
Aku mengulurkan tangan dan mengambil buku telepon di meja Sheffer. Batteson,
Batteson. Russeii A. Batteson, Ahii Kandungan ....
Di luar, pasien berbaju tentara mulai berbaris untuk masuk lagi. Sepanjang hari
di tempat menyedihkan ini: giring mereka keluar, giring mereka masuk lagi.
Beberapa korban Perang Vietnam ini akan bernasib lebih baik kalau saja mereka
menginjak ranjau atau semacamnya .... Kalau tes kehamilan itu negatif, mengapa
kantor dokter kandungan meneleponnya" Apa yang coba dia sembunyikan dariku"
Yeah, kau selama ini juga bukan Tuan Terbuka, kataku dalam hati. Kau beberapa
kali bahkan mengabaikannya. Joy sudah minum pil antihamil ke-tika kami mulai
bercinta dia mengatakan itu padaku pada malam pertama kami bersama jadi aku
? ?menutup mulutku tentang vasektomi yang kujalani. Membiarkannya menjadi status
quo daripada membahas masa lalu. Joy bahkan tak tahu aku pernah menjadi guru
hingga setahun setelah dia tinggal bersamaku. Seseorang di tempat kerja
memberitahunya Amy siapa begitu. Dia pernah menjadi siswaku.
?Apa yang dikatakan Dr. Patel waktu itu" Bahwa ketergesa-gesaanku menjalin
hubungan dengan orang lain setelah Dessa seperti mengoleskan cat baru di atas
cat yang mengelupas. Metafora pengecatan rumah dikarang langsung untuk
?pasiennya yang sedang duduk di kursi panas .... Hei, Joy tak pernah bertanya
tentang pernikahanku. Dia bisa saja bertanya. Kami hanya sekali mendiskusikan
kemungkinan punya anak. Kami berdua setuju bahwa kami sama-sama tak tertarik.
Titik. Akhir pembicaraan. "Tanpa anak" adalah salah satu asetnya. Salah satu
alasan utama mengapa aku memintanya untuk tinggal bersamaku.
Masuknya Sheffer ke ruangan membuatku terlompat kaget. Dia sangat
bersemangat sangat gugup. Mana yang aku inginkan lebih dulu, katanya kabar
? ?baik atau buruk" Yang baik, kataku
padanya. "Izin berkunjungmu sudah keluar. Kau bisa menemuinya." "Bisa" Kapan?"
"Hari ini. Setelah kita selesai diskusi. Aku akan menelepon penjaga dan kita
akan menemuinya di ruang berkunjung. Oke?"
Aku mengangguk. Bilang terima kasih padanya.Tersenyum sedikit tegang. "Apa kabar
buruknya?" "Tim unit voting pagi ini. Sebenarnya bukan kabar 'buruk1. Tidak baik atau
buruk. Netral." Aku memiringkan kepala. Menunggu.
Sheffer bilang bahwa sebagian besar berjalan sesuai dugaannya. Dr. Chase dan Dr.
Diedrich memilih untuk merekomendasikan Thomas tinggal di Hatch. Sheffer dan
Janet Coffey perawat kepala memilih untuk me-min-dahkan Thomas ke fasilitas ? ?nonforensik. "Tapi ini bagian yang tak ku-duga," katanya. "Dr. Patel abstain."
"Abstain" Mengapa?"
"Aku tak tahu kenapa. Aku juga tak begitu mengerti. Dia bilang secara
profesional dia berkewajiban untuk tidak memilih."
"Tapi itu bodoh. Itu sama saja dengan membuang suaranya," aku berdiri. Duduk
lagi. "Jadi, kalau begitu tak ada keputusan" Ya ampun, ini menyebalkan!"
Sheffer mengingatkanku bahwa tim mereka hanya memberikan saran. "Hanya kalangan
profesional rendahan yang berhubungan langsung
dengan pasien." Dewan Kajianlah juri sebenarnya, katanya. Dia bilang, tim
memutuskan untuk menulis voting seperti apa adanya menjelaskan kalau suara
?mereka terbagi rata dengan satu suara abstain. Jadi, tidak ada rekomendasi yang
jelas. "Lalu mereka akan melakukan sesuai dengan keinginan dua psikiater itu. Bukan"
Bukankah pendapat kedua dokter itu akan mengalahkan pendapatmu dan perawat?"
Jari Sheffer mengetukngetuk bibirnya. Dia bilang bahwa dunia ini tidak
sexist bahwa para dokter laki-laki tidak duduk di puncak Olympus maka dia akan
? ?bilang itu tak benar. Tapi sayangnya, aku mungkin benar.
"Aku akan bicara pada Dr. Patel," kataku. "Aku akan mengubah voting-nya."
Sheffer menggeleng. "Sudah terlambat, paisano. Aku tahu kau kecewa, tapi
pikirkan ini: bisa saja menjadi lebih buruk. Bisa saja voting-nya 3 dibanding 2
untuk merekomendasikan Thomas tetap di sini. Dengan tekanan politik dari negara
dan voting seperti itu, Hatch pasti menjadi kesimpulan jelas. Setidaknya kita
masih punya kesempatan terakhir melobi untuk Thomas besok. Ayo kita lakukan."
Aku mendengus sedikit sinis. Yeah, hore, hore. Sheffer jadi ketua pemandu sorak.
Sheffer bertanya apakah aku sudah menerima suratnya. "Dua-duanya," kataku. Kami
berdua sudah mendekati dua belas orang dan meminta mereka menulis surat kepada
Dewan Kajian menyarankan pengeluaran kakakku dari Hatch. Kami
mendapat dukungan dari semuanya kecuali dua orang. "Aku suka yang ini," kata
Sheffer, memegang surat dari Dessa.
"Aku tak percaya Dr. Ehlers berbalik melawan kita," kataku. "Awalnya dia bilang
akan menulis surat mendukung Thomas. Lalu ketika aku pergi ke kantornya untuk
mengambilnya, resepsionisnya bilang kalau Dr. Ehlers berubah pikiran. Kau tahu
apa perkiraanku" Kurasa seseorang dari pemerintahan mendekatinya melarangnya
?menulis surat itu."
Sheffer tersenyum. Bilang aku mulai terdengar sedikit paranoid seperti seseorang
yang dia kenal. Aku memandangnya kaku, tak tertawa. "Oke, ayo kita konsentrasi
pada apa yang kita dapat daripada apa yang tidak kita dapat," katanya. "Dan kita
masih harus menambahkan sentuhan akhir pada argumen-mu. Karena kupikir kalau ada
seseorang yang bisa mengubah pikiran Dewan, Domenico, maka kaulah yang punya
kesempatan paling besar."
"Yeah?" "Yeah. Asalkan emosi Sisiliamu tidak meledak."
Aku berdiri. Berjalan ke jendela. "Jadi, apa firasatmu tentang hal ini?" kataku.
"Kau pikir Thomas akan keluar dari sini?"
Sheffer bilang kalau kami telah melakukan semampu kami bahwa sebagian besar hal?ini bergantung pada apakah Dewan mau meninggalkan pesan-pesan politiknya di luar
sidang dan mendengarkan tanpa prasangka. "Kita akan masuk ke sana dan menyatakan
kasus kita poin demi poin semua yang telah kita bahas. Tunggu dan lihat saja."
?"Aku khawatir kalau Thomas mengacaukannya," kataku. "Bukankah dia harus berada
di sana juga?" Sheffer mengangguk. "Kita sudah membahas ini. Ya, dia harus ada di sana dan ya,
dia harus menjawab pertanyaan mereka." Dia akan mulai mengatakan sesuatu, tapi
berhenti. "Apa?" kataku. "Apa yang akan kau katakan tadi?"
Dia tak ingin membuatku khawatir, kata Sheffer, tapi Thomas agak kambuh pagi
ini sedikit gelisah. Mungkin bukan apa-apa, cuma pagi yang buruk.
?Aku duduk lagi dan menghadap Sheffer. "Kau tak menjawab pertanyaanku
sebelumnya," kataku.
"Apa pertanyaanmu?"
"Kau pikir mereka akan melepaskannya besok?"
Sheffer mengangkat bahu. Bilang padaku jangan terlalu berharap. "Tapi, dengar,
Dominick. Skenario terburuknya adalah dia tinggal di sini selama setahun,
pengobatannya membuatnya stabil, dia mendapatkan perawatan yang baik. Dalam
kajian tahunan berikutnya, dia tak hanya lebih baik, tapi media juga sudah tidak
mengejarnya lagi mencari kasus-kasus yang lebih 'seksi' kata mereka."
?Aku bertanya apakah dia ingin tahu skenario terburuk bagiku. "Yang terburuk
bagiku, adalah kalau salah seorang pasien menyenangkan yang tinggal di sini
menusuk dadanya dengan pisau rakitan atau mencekiknya di shower dengan tali
sepatu seseorang yang hilang." Kukatakan padanya
kalau aku tak bisa tidur membayangkan hal-hal buruk seperti itu.
Sheffer bilang aku terlalu sering melihat film Alfred Hitchcock.
"Yeah" Benarkah, Sheffer" Kalau begitu katakan padaku. Kalau tempat ini sangat
aman dan terapeutik atau apalah kalau semua orang benar-benar terkendali di
?sini maka aku bertanya padamu." Aku mengulurkan tangan dan mengambil foto anak
?perempuannya dari meja, melambaikannya di depan wajahnya. "Apakah kau mau
membawa dia ke sini" Membiarkan gadis kecilmu bermain di Hatch selama sehari"
Atau seminggu" Atau setahun penuh, hingga mereka mengejar kasus-kasus lain yang
lebih 'seksi'?" Sheffer mengulurkan tangan untuk mengambil foto itu dariku.
"Tidak, serius," kataku, menjauhkan foto itu darinya. "Ayolah, Sheffer. Jawab
pertanyaanku." "Jangan bersikap menyebalkan," katanya. Dia kesal.
"Kenapa" Insting maternalmu muncul ya" Yah, kalau begitu biar kukatakan padamu
sesuatu." Aku hampir menangis. Aku memang bersikap menyebalkan aku tahu itu.
?"Ngomong-ngomong tentang ibu, aku sudah berjanji pada ibuku ibunya dan
?ibuku kukatakan pada hari kematiannya kalau aku akan menjaga kakakku. Oke"
?Kalau aku akan menjamin bahwa tak ada sesuatu yang akan terjadi padanya. Dan itu
agak sulit dilakukan kalau dia ada di tempat ini .... Dia hanyalah anak kecil,
bukan" Anak perempuanmu" Kalau begitu dengar, Sheffer. Meski aneh meski aku tak bisa ?menjelaskannya padamu Thomas juga masih anak-anak. Setidaknya bagiku. Sejak
?dulu selalu begitu. Aku sering memukuli anak-anak saat istirahat sekolah karena
mengganggunya sering membalaskan dendamnya ketika mereka mengolok-oloknya
?sehingga anak-anak itu kapok. Kami... kami kembar identik, oke" Dia bagian dari
diriku, Sheffer. Jadi ini menyakitkan, oke" Melihat dia ada di sini selama
setahun lagi dan aku tidak bisa membuat tempat ini aman baginya tak bisa
?memukuli orang-orang yang mengganggunya ini ... ini seakan membunuhku pelan?pelan." Aku mengembalikan foto anaknya. Sheffer meletakkannya di laci meja dan
menutupnya. Kami duduk diam, saling memandang.
Sheffer lalu mengangkat telepon dan memencet nomor. Mengatakan pada penjaga
kalau dia dan aku siap untuk menemui Thomas Birdsey.
Ketika penjaga membawanya masuk, Thomas berdiri ragu di depan pintu, melihatku
dengan malu-malu. Ada lingkaran hitam di bawah matanya. Gemetar di
kepalanya yang kulihat ketika aku mengamatinya saat dia di area rekreasi lebih
? ?terlihat jelas dari dekat. "Hei, Sobat," kataku. Berdiri. "Bagaimana kabarmu?"
Bibir bawahnya bergetar. Dia melengos. "Jelek," katanya.
Sebenarnya menggelikan juga ruang berkunjung di Hatch dirancang seperti ruang
?rapat: dengan kursi-kursi kayu besar, meja panjang sekitar sepuluh kaki dengan
lebar lima kaki. Seakan-akan kami adalah bankir yang sedang rapat atau
semacamnya. Sheffer meminta Thomas masuk dan duduk. Ketika dia bertanya apakah
sang penjaga bisa menunggu di depan sehingga kami bertiga bisa mendapatkan
?sedikit privasi penjaga itu menggeleng. "Kau seharusnya tahu," katanya. Dia
?lalu menjelaskan aturan kunjungan: Thomas harus duduk di seberang meja,
sementara aku dan Sheffer duduk di sisi lain. Tak boleh berjabat tangan,
berpelukan atau kontak fisik dalam bentuk apa pun. Aku mengenali penjaga itu:
dia salah satu penjaga yang bertugas di malam pertama Thomas masuk bukan
?Robocop. Yang lainnya. Penjaga itu menarik sebuah kursi untuk Thomas dan
menyuruhnya duduk. Thomas berjalan dengan ribut ke arah meja dengan sepatunya yang tak bertali. Aku
mengingat bagaimana sepatu sialan itu harus melewati metal detector saat Thomas
masuk ke sini. Mereka mengambil Alkitabnya, tetapi membiarkan dia menyimpan
sepatunya. Thomas duduk di seberang kami, sikunya bersandar ke meja, tangan dan satu
tangannya yang kutung menghadap padaku. Aku berusaha memandang tangannya, tapi
mataku tak mau menurut. "Jadi, kau merasa buruk?" kataku. "Mengapa kau merasa
buruk, Thomas?" Setengah menit sunyi. "Ralph Drinkwater menjadi pembersih gedung di sini,"
katanya. Aku bilang, yeah, aku sudah bertemu dengan Ralph pada malam pertama dan minggu
?lalu ketika dia mengganti lampu di kantor Sheffer. "Dia tak terlihat lain, kan?"
kataku. "Tak banyak berubah setelah bertahun-tahun .... Kau juga terlihat baik,
Thomas." Thomas sedikit terkekeh sinis.
"Benar, kau terlihat baik. Mengingat ...."
"Mengingat apa?" "Yah, kau tahu. Tanganmu. Tempat ini .... Mereka memperlakukanmu
dengan baik di sini?"
Embusan napas panjang Thomas terdengar sebagai pengakuan kekalahan. "Aku
bermaksud untuk mendeklarasikan diriku sebagai sebuah badan hukum," katanya.
"Sebuah apa?" "Badan hukum. Ini untuk melindungi diriku sendiri. Aku pernah membaca tentang
hal ini. Kalau aku menjadikan diriku sebuah gabungan badan hukum, aku akan
terlindungi. Kalau-kalau ada orang yang ingin menuntutku."
"Mengapa ada orang yang ingin menuntutmu?"
Thomas berpaling ke Sheffer. "Bolehkah aku merokok?" tanyanya. Ketika Sheffer
menggeleng, Thomas jadi jengkel. "Kenapa tidak" Mereka menyediakan asbak di
sini, bukan" Kenapa aku tak boleh merokok padahal mereka menyediakan asbak?"
"Untuk satu hal," kata Sheffer. "Aku berhenti merokok dan aku tak ingin tergoda.
Dan hal lainnya-" "Mereka tak memperbolehkanmu jalan-jalan di sini," kata Thomas, memotong
perkataan Sheffer. Berpaling padaku lagi. "Makanannya menjijikkan."
"Benarkah?" kataku. "Menyebalkan sekali, ya?"
Tangan Thomas bergerak di depan mulutnya, menangkupkan tangan di depan mulut
seperti Ma biasa menangkupkan tangannya di depan mulutnya yang sumbing. "Mereka
menyediakan nasi dan buncis untuk makan siang kemarin," katanya. "Dan roti putih
dan nanas kalengan. Ada serangga mati di atas nasi dan buncisku."
Sheffer bertanya pada Thomas apakah dia sudah mengatakan tentang serangga mati
itu kepada staf sehingga mereka tahu dan memberinya porsi yang baru. Thomas ?menggeleng. "Yah, kalau hal seperti itu terjadi lagi, bagaimana kau bisa
mengatasi masalahnya?" tanya Sheffer pada Thomas. "Apa yang bisa kau lakukan
untuk membuat situasinya lebih baik?"
Thomas mengabaikannya dan berkata padaku. "Ingat ketika kita dulu berjalan-jalan
di halaman rumah sakit setiap Minggu sore" Kau, Dessa, dan aku?"
Aku mengangguk. "Aku teringat hal itu hari ini. Kalian berdua biasanya berhenti dan membaca
tulisan di nisan pemakaman Indian."
"Dan kau biasanya melepas sepatu dan kaus kakimu lalu masuk ke air," kataku.
Thomas sepertinya terbawa kenangan saat aku mengatakan itu. "Hei, ngomongngomong tentang Indian,"
kataku. "Kau dengar berita tentang suku Wequonnoc" Mereka memenangi kasus di
pengadilan. Jadi, kurasa mereka akan membangun kasino besar itu sekarang. Di
reservasi." Aku sudah menunggu selama dua minggu untuk bertemu
dengannya berbicara dengannya dan sekarang yang bisa kulakukan hanyalah bicara
? ?basa-basi. "Itu akan jadi besar, kurasa, dari apa yang kubaca di berita. Las
Vegas kedua." Thomas memejamkan matanya. Bibirnya bergerak-gerak. "Dan ia menunjukkan padaku
sungai kehidupan," katanya. "Sejernih kristal, mengalir dari singgasana Allah
dan Gembalanya." Dia berhenti. Menggaruk lehernya dengan pergelangan tangannya
yang kutung. Aku berpaling.
"Bagaimana ...." kataku lalu berhenti, tak tahu bagaimana menyebutnya. Lukanya"
Pengorbanannya" "Kau bisa menyesuaikan diri dengan baik" Sudah mulai terbiasa
menggunakan satu tanganmu yang lain?"
Thomas bertanya apakah aku bisa menolongnya.
"Apa?" Apakah aku bisa pergi ke sungai tempat dia, aku, dan Dessa dulu jalan-jalan" ?Bisakah aku mengisi sebuah guci dengan air sungai itu dan membawakannya
untuknya" Di belakang Thomas, si penjaga menggelengkan kepala, tidak.
"Kenapa?" kataku. "Untuk apa kau mau air sungai itu?"
"Aku ingin mencuci diriku dengannya," katanya. "Kurasa kalau aku mencuci diriku
dengan air dari sungai, mungkin akan membantu menyembuhkan infeksiku. Menyucikan aku, aku
kotor." "Kotor?" kataku. "Apa maksudmu?" Dalam kesunyian yang mengikuti setelah
pertanyaanku itu, aku memaksa diriku memandang pergelangan tangannya yang
kutung. Jaringan bekas lukanya berwarna pink dan berkilat, lunak seperti kulit
bayi yang baru lahir. Selembut kulit Angela dulu. Aku berkedip
terharu merasakan paha dan perutku mengejang. "Terlihat baik sekarang," kataku.
?"Apa?"
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu ... pergelanganmu."
"Maksudku otakku," kata Thomas. "Kurasa air sungai akan menyembuhkan otakku."
Aku duduk terdiam, tak mengatakan apa pun. Mengusap air mata yang menggenang di
mataku. Selama ini, saat-saat di mana Thomas mengakui penyakitnya seperti tadi,
mungkin tak akan habis dihitung dengan jari-jari di satu tanganku seringnya dia
?menganggap bahwa dialah yang waras dan kami semualah yang gila. Saat-saat ketika
tiba-tiba dia menyadari bahwa dia sakit selalu membuatku terkejut, tak bisa
menduganya. Bahwa penyebab semua ini bukanlah Komunis atau Irak atau CIA, tapi
otaknya sendiri. Kemunculan kesadaran kecil itu rasanya hampir seburuk saat dia
tak menyadari bahwa dia sakit. Karena saat itu, selama sedetik dua detik, kau
seakan-akan bisa melihat siapa dia. Siapa Thomas sebenarnya.
Aku memandang ke penjaga. "Apa masalahnya?"
tanyaku. "Kenapa aku tak boleh membawakannya seguci air?" Tapi penjaga itu
berdiri diam, kaku, kedua tangannya dilipat di belakang punggung.
Sheffer bilang dia bisa memasukkan permintaan itu, tapi sekarang kita harus
bicara tentang sidang. "Apa perang sudah dimulai?" tanya Thomas padaku. "Aku berusaha untuk tahu, tapi
tak ada yang mau bilang padaku. Mereka memerintahkan untuk mematikan berita
dalam radius lima puluh meter dariku."
Sheffer mengingatkan Thomas kalau mereka baru saja mendiskusikan Desert Shield
pagi tadi bahwa dia sudah memberikan berita terbaru tentang operasi itu setiap
?kali Thomas bertanya. "Lagi pula, aku ragu bahwa perang akan benar-benar terjadi," kataku. "Bush dan
Saddam itu seperti dua anak-anak di halaman sekolah. Masing-masing saling
menantang dan menunggu yang satunya mundur lebih dulu. Semua itu cuma gertakan."
Thomas mencemooh. "Jangan terlalu naif," katanya.
Sheffer mengingatkan kami lagi kalau kami bertiga harus bicara tentang sidang.
"Kau lihat, kan?" kata Thomas. "Mereka mendapat perintah untuk mengganti topik
setiap kali aku menyebutkan Teluk Persia. Aku dihambat untuk mendapat berita apa
pun karena misiku." "Thomas?" kata Sheffer. "Kau ingat kan, kalau besok ada sidang" Bahwa Dewan
Kajian akan bertemu untuk memutuskan-"
Keluhan putus asa Thomas menghentikan Sheffer. "Untuk memutuskan apakah aku bisa
keluar dari sini!" teriak Thomas.
"Benar sekali," kata Sheffer. "Sekarang, aku akan ada di sidang itu. Dan
Dominick, juga Dr. Patel. Mungkin Dr. Chase. Kau juga akan ada di sana, Thomas."
"Aku tahu itu. Kau sudah bilang padaku."
"Oke. Jadi yang perlu kita lakukan adalah mendiskusikan beberapa hal lagi
denganmu sehingga kau bisa membuat kesan yang bagus pada Dewan Kajian. Oke?"
Thomas menggumamkan sesuatu tentang In-kuisisi Spanyol.
"Apa salah satu hal yang mungkin akan mereka tanyakan padamu tentang besok?"
tanya Sheffer. "Kau ingat" Hal-hal yang kita bicarakan kemarin dan pagi ini?"
"Tanganku." "Benar. Dan apa yang akan kau katakan kalau mereka menanyakan padamu tentang
itu?" Thomas berpaling padaku. "Bagaimana kabar Ray?"
"Thomas?" kata Sheffer. "Konsentrasi. Tolong jawab pertanyaanku. Apa yang akan
kau katakan pada Dewan tentang mengapa kau memotong tanganmu?"
Kami menunggu. Thomas meletakkan tangan di depan mulutnya dan pura-pura merokok.
"Jawab pertanyaannya," kataku.
No comment. "Thomas" Dengar, Sobat, kau ingin keluar dari sini, bukan" Mungkin kembali ke
Settle untuk beberapa waktu" Kembali ke kereta kopimu?"
"Di tengah-tengah jalanan kota, di kedua sisi sungai, berdiri sebatang pohon
kehidupan," kata Thomas. Memejamkan matanya. "Pohon itu mempunyai dua belas
buah, yang matang satu setiap bulan, dan memberikan daunnya untuk kesembuhan
bangsa-bangsa." "Jawab pertanyaannya," kataku. Mata Thomas membuka. "Aku sedang menjawabnya!"
tukasnya. "Aku mengikuti perintah Alkitab! Aku memotong tanganku untuk
menyembuhkan bangsa."
Aku mulai merasa kehilangan kendali mulai merasakan emosi Sisilia yang telah ?diperingatkan Sheffer tadi. "Oke, dengar," kataku. Aku menunjuk ke Sheffer. "Dia
dan aku sudah bekerja keras berusaha mengeluarkanmu dari sini, oke" Karena kami
tahu betapa kau sengsara di sini .... Tapi kalau kau mulai mengeluarkan kata-kata
Alkitab di sidang besok dan bukannya menjawab langsung pertanyaan mereka, kau
tak akan ke mana-mana. Kau akan tinggal di sini, di Hatch. Oke" Kau mengerti"
Kau akan tinggal di sini dan berjalan-jalan tanpa tali sepatu dan makan serangga
di makananmu atau apa pun itu."
"Uh, Dominick?" kata Sheffer.
"Tidak, tunggu. Ayo kita katakan secara langsung padanya. Kau dengar aku,
Thomas" Kau harus meninggalkan omong kosong Alkitab itu dan bermain
dengan pintar di hadapan orang-orang besar dari Dewan Kajian ini. Kau mengerti"
Kalau mereka bertanya apakah kau menyesali apa yang kau lakukan di perpustakaan,
bilang, ya, kau menyesalinya dan kalau mereka bilang"
"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi pada Dessa?" kata Thomas.
"Apa" .... Kau tahu apa yang terjadi. Kami bercerai. Nah, sekarang, kalau mereka
mengatakan sesuatu" "Karena bayimu mati," katanya. Thomas berpaling ke Sheffer. "Mereka pernah punya
bayi perempuan dan dia mati. Keponakanku. Aku pernah menggendongnya sekali.
Dominick tak memperbolehkan aku menggendongnya, tapi Dessa bilang aku boleh."
Itu omong kosong. Thomas tak pernah menggendong anakku dia bahkan tak pernah ?melihatnya. Aku memandang Sheffer. Memandang plafon, lalu ke penjaga sialan itu.
"Itu tak masalah lagi sekarang," kataku. "Kita harus bicara tentang sidangnya.
Hentikan itu." Aku merasakan Sheffer memandangku mengasihani ayah bayi yang
?mati. "Dengar ... dengarkan Ms. Sheffer oke" Dia akan mengatakan padamu apa yang
harus kau katakan dan yang tak boleh kau katakan. Jadi kami bisa mengeluarkanmu
dari sini." "Dessa menjengukku ketika aku di rumah sakit," kata Thomas pada Sheffer.
"Dengar!" "Dessa menyayangiku. Aku masih temannya, tak
peduli apakah dia dan Dominick masih menikah atau tidak."
Aku berdiri. Duduk lagi dan menyilangkan tanganku di dada. Ini tak ada gunanya.
"Tentu saja, dia menyayangimu," kata Sheffer. "Dia sayang padamu. Dia menulis
surat yang baik sekali pada Dewan Kajian tentang bagaimana kau seharusnya keluar
dari sini." "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," kata Thomas. "Bahwa aku harus melakukan
pengorbanan suci untuk mencegah Armagedon." Wajahnya tiba-tiba terlihat congkak,
tegang. Pipinya memerah. "Itu pasti berhasil kalau saja mereka tidak
mengasingkan aku seperti ini. Membungkamku. Mereka mungkin sekarang sudah
mendiskusikan perdamaian kalau saja perang tidak mendatangkan keuntungan bagi
mereka. Ketika Yesus masuk ke kuil... ketika Yesus masuk ke kuil dan ..." wajah
Thomas berubah. Dia mulai tersedu. "Mereka menyiksaku di sini!" teriaknya.
Penjaga mendekat, tapi Sheffer mengangkat tangan, menyuruhnya berhenti.
"Siapa?" kataku. "Siapa yang menyiksamu" Suara-suara itu?"
"Kau pikir memasukkan serangga ke makananku adalah yang terburuk" Tidak! Mereka
menyembunyikan ular di ranjangku. Silet di kopiku. Siku mereka menekan
tenggorokanku." Siapa?" "Aku kotor, Dominick! Mereka punya kunci! Mereka memerkosaku!"
"Oke," kataku. "Baiklah. Tenanglah."
"Mengendapendap ke selku pada malam hari dan memerkosaku!" Thomas menunjuk ke
Sheffer. "Dia baik dia dan Dr. Gandhi tapi mereka tak tahu apa yang terjadi di
? ?belakang mereka. Pada malam hari. Tak seorang pun tahu. Aku musuh publik nomor
satu karena aku punya kekuatan untuk menghentikan perang ini. Tapi mereka tak
ingin dihentikan! Mereka ingin aku dibungkam!"
"Siapa?" "Coba gunakan otakmu sekali saja! Baca Apocalypse!"
Aku berdiri dan mulai memutari meja besar itu mendekati Thomas.
"Whoa, whoa, tunggu dulu," kata penjaga. "Rumah sakit memintamu untuk menjaga
jarak sekitar lima kaki dari pasien ketika"
Thomas berdiri; aku memeluknya. Dia menjatuhkan tubuhnya ke pelukanku, kaku
seperti batang pohon. "Tuan" Aku meminta Anda"
Sheffer berdiri. Melangkah di antara penjaga dan kami berdua.
"Mungkin kalau aku bergabung," sedu Thomas. Dan aku memeluknya, merangkulnya
hingga dia tenang. "Kukira aku akan bergabung ...."
Aku tak datang ke rumah Rood siang itu. Aku berkeliling dan akhirnya berhenti di
The Falls, memandang air terjun, kakiku berayun-ayun di tepi
tebing. Berbicara pada air terjun itu seakan-akan air itu adalah Dewan Kajian
Keamanan Psikiatrik, sambil minum bir Rolling Rock satu kardus. Apa yang pernah
dikatakan Dr. Patel, ya" Sesuatu tentang sungai memori, sungai pemahaman ....
Bagaimana kalau kami berhasil" Mengeluarkan Thomas dari Hatch di sidang itu"
Lalu apa" .... Apakah Joy akan meninggalkanku" Begitukah" Mengepak tasnya dan lari
dengan siapa pun yang telah menghamilinya" Memang Joy dan aku bukan pasangan
sempurna tak pernah sempurna. Tapi kalau dia meninggalkanku ....?Aku menghabiskan sekaleng bir lagi dan melemparkan kalengnya ke air yang
menggelora. Melihat mayat Penny Ann jatuh ke bawah. Melihat Ma di peti matinya
di Rumah Pemakaman Fitzgerald. Melihat Ray naik tangga, ke lorong dan ke kamar
tamu, sabuk di tangan, mengejar Thomas ....
* Ketika aku kembali ke kondominiumku, jam sudah lewat delapan malam. Lampu sudah
menyala. Mobil The Duchess parkir di depan. Mengapa banci itu tidak mengepak
barangnya dan tinggai saja bersama kami" Biar sekalian aku bisa menarik uang
sewa darinya" Aku menurunkan antifreeze, tinner cat. Mengambil catatan untuk sidang besok, dan
setelanku yang kuambil dari binatu. Apa itu di teras depan"
Labu jack-o-iantern, tersenyum kosong.
Aku ingin menendang labu sialan itu ke halaman, tapi aku melewatinya dan masuk
rumah. "Hai, Dominick," kata Joy.
Aku menjatuhkan barang-barang yang kubawa ke meja dapur. "Yap."
"Hai, Dominick," The Duchess ikut-ikutan. "Mau biji labu panggang?" Dia
mengambil loyang dari oven. Aku melewatinya tanpa kata. Aku pasti akan
menendangnya kalau dia tak menyingkir dariku.
Di kamar tidur, aku menjatuhkan diri tengkurap di ranjang. Berguling. Mulai
membaca catatanku untuk sidang besok. Joy masuk dan menutup pintu.
"Oke, Dominick," katanya. "Aku tahu, kau punya banyak pikiran karena besok
sidang. Tapi, itu tak berarti kau berhak masuk dan bersikap kasar pada temanku."
"Suruh dia pergi," kataku.
"Mengapa" Ini rumah-/cu juga, tahu" Kalau aku ingin bersantai setelah kerja dan
mengundang temanku" Aku melempar catatan-catatanku, kertas beterbangan ke lantai. Berdiri. Apakah
sebaiknya aku bilang kalau aku sudah melihat tes kehamilan-nya" Langsung
mengajaknya bertengkar saat ini juga" Aku ingin masih setengah mabuk dari semua
? bir yang kuminum tadi di The Falls. Tapi aku harus menyimpan energi untuk
sidang. Aku akan mengurus ini nanti. Aku berjalan melewatinya. Masuk kamar
mandi, kencing. Saat aku masuk kamar lagi, Joy belum pergi.
"Aku muak," katanya. "Aku muak melihatmu
memainkan peran seorang martir besar sepanjang waktu."
"Dengar," kataku. "Aku tahu, kau tak peduli apakah kakakku akan terus tinggal di
sana dan membusuk. Aku tahu itu. Aku terima itu. Tapi aku punya kewajiban, oke"
Sekarang, aku harus membaca kertas-kertas ini siap-siap untuk besok. Lalu aku ?mau makan. Makanan sebenarnya, maksudku, bukan biji iabu panggang. Lalu aku
butuh tidur. Jadi, keluarkan teman lelakimu atau teman perempuanmu, atau apa pun
dia itu dari sini." Joy berdiri di sana, bertolak pinggang, dagunya menantang. "Kalau kau harus
siap-siap, mengapa kau minum?" katanya. "Kau bau alkohol. Apakah minum bir juga
bagian dari 'persiapanmu'?"
"Keluarkan dia dari sini," aku mengulang.
"Bagaimana dengan kebutuhan-Zcu" Apa kau pernah memikirkan apa yang aku
butuhkan, Dominick?"
"Aku serius, Joy. Keluarkan dia sebelum aku sendiri yang ke sana dan melemparnya
ke luar." Joy berdiri, melotot padaku. Berjalan ke pintu dan membantingnya. Di dapur,
terdengar suara mereka bicara. Lalu TV dimatikan. Lalu secara berurutan aku
dengar: pintu belakang tertutup, suara pintu mobil, mobil menyala dan pergi.
"Joy?" aku turun dari ranjang, membuka pintu. "Joy?"
Mesin penjawab telepon berkedip-kedip. Satu, dua
Aku memencet tombol. "Mr. Birdsey" Ini Ruth Rood lagi. Aku" Aku mengulurkan tangan dan mempercepat
tape-nya. Melepaskan jariku dari tombol di tengah-tengah suara Sheffer.
"Oke, kalau begitu. Khotbahku sampai di sini saja. Sampai ketemu besok.
Tidurlah." Aku kembali ke ranjang, menjatuhkan diri, telentang.
"Mereka memerkosaku, Dominick. Mereka datang pada malam hari dan memperkosaku!"
"Ini kantor Dr. Batteson menelepon untuk Joy Hanks."
Aku membiarkan air mata mengalir turun di pipiku. Membiarkan sedu sedanku
menggetarkan ranjang. Sekitar tengah malam, aku bermimpi Dessa bercinta denganku. Dia belum
meninggalkanku kalau begitu" Apakah kami masih bersama" Lalu, aku mencapai
pelepasan yang begitu manis. Aku terbangun.
Melihat kepala Joy menjauh. Melihat Joy menyisihkan rambutnya ke belakang
telinga. Aku berbaring diam, mengatur napasku, menunggu napasku normal kembali.
Joy mengambil tisu dari kotak di mejanya. Mulai membersihkan kami berdua.
"Hei," kataku. "Hei," bisiknya lagi. "Apakah tadi enak" Aku ingin kau merasa enak."
Aku mengulurkan tangan padanya, tapi dia memegang tanganku dan menjauhkannya.
Menempatkan tanganku kembali ke ranjang. Kadang, dengan Joy, seks bukanlah
sesuatu yang kami bagi bersama, tapi sebuah pelayanan yang dia lakukan. Joy
menyalakan lampu meja. Mengelus alisku dengan jarinya.
"Aku melihatnya siang tadi," kataku.
"Melihat siapa?"
"Kakakku." "Benarkah" Jadi, izin keamanannya sudah turun" .... Bagaimana dia?"
Sama seperti biasanya, kataku. Sakit. Gila.
"Dominick?" kata Joy."Aku punya sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Sesuatu
yang besar. Aku tak ingin mengatakannya hingga aku yakin dan sekarang aku sudah
yakin .... Ya Tuhan aku tak ingin malam ini kita bertengkar."
Aku diam setengah menit atau lebih. Joy akan meninggalkanku, kan" Dia ?meninggalkanku untuk ayah bayi itu. Buat apa dia mencumbuku tadi" Hadiah
perpisahan" Sesuatu untuk mengenangnya"
"Apa?" kataku. "Aku hamil." Joy memegang tanganku. "Kita membuat bayi, Dominick. Kau dan aku."
Dia lalu mengatakan tentang gejala yang dialaminya, tes kehamilan di rumah, apa
yang dikatakan dokter padanya. Joy terus bicara. Awalnya, dia tak menginginkan
ini, katanya, tapi sekarang dia berubah pikiran. Dia bilang kami berdua bisa
menjadi orangtua yang baik. Mungkin kita bisa
mulai melihat-lihat rumah ....
Aku mengulurkan tangan dan mematikan lampu. Dalam beberapa detik di kegelapan
total itu sebelum mataku terbiasa dengan kegelapan aku merasa seakan-akan
? ?kami di tempat yang lebih luas dan terbuka daripada kamar kami. Seakan-akan kami
jatuh di lubang hitam. "Nah?" kata Joy. "Bagaimana menurutmu" Katakan sesuatu."
Dua Puluh Tujuh Suara lemparan di luar membuatku terjaga. Kucing, pikirku. Berguling. Kalau saja
Joy mengikat kantong sampah erat-erat.
Kita membuat bayi, Dominick. Kau dan aku ....
Mereka memerkosaku! Jangan memikirkan hal itu sekarang, kataku pada diri sendiri. Jangan berpikir.
Tarik napas panjang. Tiduri
Pukul DI.07 pagi, menurut jam radio di sampingku. Yah, akhirnya datang juga,
hari H. Hari sidang Thomas.
Joy berguling di sebelahku. Dia mengkhianatiku dan sekarang dia berdusta seenak
perutnya. Hei, bukannya aku belum mendapat peringatan dan pertanda. Lagi pula,
dia adalah Nona Pengutil. Nona yang Meniduri Pamannya sendiri. Jalani dulu
sidang hari ini, baru urusi masalah dengan Joy, kataku pada diri sendiri.
Waspadai dia. Beri dia cukup kesempatan untuk menghancurkan dirinya sendiri.
Benar-benar pikiran yang bagus tentang perempuan yang tidur di sebelahmu .... Ayo,
Dominick. Tidur. Aku ingat The Duchess di dapur kami semalam dia dan biji labu panggangnya. Aku?yakin si banci kecil itu tahu siapa yang tidur dengan Joy di
belakangku. Siapa ayah bayi itu. Joy mengatakan semuanya pada The Duchess.
Di luar terdengar suara lemparan lagi. Langkah kaki .... Langkah kaki"
Aku turun dari ranjang dan berjalan menyeberangi kamar. Catatan untuk sidang
Thomas yang aku lempar tadi berkerisik di bawah kakiku. Di luar terdengar suara.
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika sampai tangga, aku langsung lari turun.
Membuka pintu depan. "Hei!"
Salah seorang dari mereka tertawa saat lari. Anak-anak. Aku bertelanjang kaki
mengejar mereka dan hanya berpakaian dalam mengejar topi bisbol yang bergerak?gerak hingga dua atau tiga rumah.
Lalu berhenti dan berbalik.
Lima tahun lalu, aku pasti bisa menangkap salah satu atau keduanya dan
menjatuhkannya ke tanah berhasil menangkap mereka dan membuat mereka menyesal
?karena bermain-main dengan rumah-/cu. Aku berdiri, jan tungku berdegup kencang.
?Empat puluh tahun, man. Sialan.
Anak-anak itu mengucapkan selamat Halloween pada tetangga dengan melempar telur
ke kaca mobil, mematahkan antena radio. Jack-o-lantern yang dipasang The Duchess
dan Joy pecah berkeping-keping di teras depan kami, mulutnya yang pecah
tersenyum pada bulan. Sekarang, aku benar-benar bangun. Sekarang aku akan sulit tidur lagi.
Masuk rumah, aku menjatuhkan diri ke sofa, mengacungkan remote ke TV. Lebih baik
nonton TV daripada berpikir. Letterman menjatuhkan lembaran-lembaran dolar ke luar
jendela. The Monkees sudah setengah baya sekarang menyanyikan lagu-lagu
? ?oldies. Aku memencet CNN, ganti ke channel Katolik, dua orang pelacur di saluran
1-9DD yang ingin berbagi "fantasi rahasia" mereka Dia memanipulasiku dengan
?seks menggunakan seks setiap kali ia menginginkan sesuatu. Dia melakukan itu
?sejak awal .... The Bussines Beat, Rhoda Morgenstern, VH-1. Berengsek. Aku harus
tidur. "Dominick?" Joy berdiri di anak tangga teratas. "Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa."
"Apa kau menangis?"
"Tidak. Tidurlah lagi."
Beberapa saat kemudian, aku naik ke kamar, memakai celana dan meraba-raba dalam
gelap mencari dompet dan kunci. "Kau mau ke mana?" kata Joy. Kukira dia sudah
tidur lagi. "Nggak ke mana-mana. Keluar."
"Mengapa kau menangis di bawah tadi" Apakah karena kakakmu?" Aku selesai
menalikan sepatu botku dan berjalan ke luar kamar. "Dominick" Apakah kau kesal
karena bayi ini?" Ketika aku memundurkan truk dari halaman, lampu beranda menyala. Pintu depan
membuka. Joy berdiri di depan pintu, tangannya bersedekap, kakinya yang berotot
terlihat di balik gaun tidurnya. Jangan bicara padaku, pikirku. Jangan panggil
namaku.Anak-anak berandalan itu telah melemparkan telur ke kaca depanku. Aku
seharusnya keluar dan membersihkannya dulu. Atau mematikan mesin mobil ini dan
kembali tidur dengan Joy bergantung kuat-kuat padanya, tak peduli apa yang ?telah dia lakukan tak peduli apa yang sedang dia rencanakan. Tapi, aku malah
?menyalakan wiper yang menyebabkan noda cangkang dan telur berlendir itu
mengotori kaca dan mengganggu penglihatanku, dan aku terlambat ingat bahwa air
di dalam tabung penyemprot su-dah habis. Persetan, pikirku dan tetap memundurkan truk. Lagi pula, siapa yang akan ada di jalan pada jam
selarut ini" Aku menyetir melewati pusat kota, ke River Avenue, Cider Mill, dan Rute 162.
Mataku panas, perutku sakit karena kurang tidur. Ke mana pun aku pergi, labulabu pecah berserakan di jalan. Aku bahkan tak sadar kalau aku menuju ke sana,
melewati rumah pertanian mereka. Kalau saja Dessa bertahan denganku, aku pasti
akan sadar. Bisa melupakan kematian bayi kami. Aku tahu aku bisa
Aku berhenti. Mematikan lampu, tapi membiarkan mesin menyala. Melewati kotak pos
mereka yang murahan, jalan setapak berkerikil menuju rumah. Aku belum pernah
sampai sejauh ini sebelumnya.
Rumahnya gelap, van mereka terparkir di depan gudang. Good Earth Potters. Aku
bersandar di sisi van dan memandang ke dalam rumah. Kau telah kehilangan dia
selamanya, pikirku. Kau membuat masalah dan dia memutuskanmu, sama seperti
kakakmu yang memotong tangannya. Dia mengamputasimu. Kau tak ada gunanya,
Birdsey. Pulanglah ke wanita yang tak kau cintai.
Tapi aku tak pulang. Aku masuk lagi ke dalam truk dan berbalik di belok-an
pertama. Belok kiri ke parkway. Sungguh melegakan melewati gerbang rumah sakit
jiwa dan tidak memasukinya walau sekali saja. Jalanan licin berembun dan kabut
tipis mengambang di udara diterangi lampu jalan. Aku menyalakan
wiper menyisihkan bekas-bekas telur.?Melewati New London, aku belok kiri ke Montauk dan menuju pantai. Memarkir
mobil, berjalan di dermaga, dan turun ke pasir pantai. Di pinggir pantai, ombakombak kecil menjilati pasir dan sinar fosfor berlompatan dan berkilauan di ujung
botku. Fosfor, man. Debu peri. Ada apa sih, dengan air"
Saat kembali ke tempat parkir pantai, aku melihat mobil polisi diparkir di
sebelah trukku. Mesin dan lampunya mati. Menunggu. Hanya polisi itu dan aku di
lapangan parkir yang luas dan kosong.
Jendela mobil polisi itu membuka ketika aku mendekat. "Malam," kata polisi. Di
kegelapan, dia hanyalah sebuah suara tanpa wajah.
"Malam." "Keluar jalan-jalan?"
"Yup." Seakan-akan aku bicara pada kekosongan. Seperti bicara pada kabut. Polisi
itu menyalakan mesin mobilnya ketika aku menyalakan mobilku. Membuntutiku ke
kota hingga aku berbelok ke jalur 1-95.
Berkendara melewati jembatan Gold Star, aku
memandang ke seberang sungai ke terang sinar lampu: Electric Boat, shift ketiga.
Di EB, mereka masih membangun kapal selam selama dua puluh empat jam bahkan
?sekarang saat Perang Dingin sudah akan berakhir. Nautilus, Polaris, Trident,
Seawoif: perang dan Connecticut selalu punya romansa tersendiri, berdansa dengan
vampir. "Tapi itu juga membuat meja ada makanannya bukan, anak sok pintar?" Aku
mendengar Ray berkata. "Kau makan tiap malam saat kau tumbuh, bukan?"
Apakah itu yang diinginkan Joy dariku" Menjadi seperti Ray: menjadi ayah dari
anak orang lain dan membenci anak itu" Menghitung pamrih yang dia berikan pada
anak haram itu sepanjang hidup" Selama beberapa saat aku bisa merasakan
kekesalan yang dialami Ray selama bertahun-tahun ini: mendapatkan sekilas
gambaran hidup dari sudut pandang Ray.
Aku keluar di Easterly dan masuk ke rute 22, keluar ke arah reservasi Wequonnoc.
Menurut perkiraanku, saat itulah aku mulai tertidur ....
Daiam mimpi, aku masih muda, terpeleset dan tergelincir di sungai yang membeku.
Sebatang pohon tumbuh keluar dari air-kurasa itu pohon cedar. Di bawah kakiku,
bayi-bayi mengapung di air. Lusinan. Mereka hidup terperangkap di bawah es yang
membeku. Mereka adalah bayi-bayi yang diceritakan biarawati di Sekolah Minggubayi-bayi yang meninggal sebelum mereka dibaptis dan harus terjebak karena
kesalahan teknis hingga akhir dunia. Aku mengkhawatirkan bayi-bayi
itu-bertanya-tanya tentang nasib mereka, tentang Tuhan. Kalau Dia menciptakan
alam semesta ini, mengapa Dia tak mau melonggarkan aturannya sendiri" Menerima
bayi-bayi yang tak berdosa itu ke surga"
Lalu Ma muncul dalam mimpi. Hidup lagi, di atas pohon cedar, memeluk seorang
bayi .... Sebuah gerakan di bawah es mengalihkan perhatianku dan saat aku melihat ke
bawah, aku melihat nenekku, hidup, di bawah lapisan es. Ignazia ... aku
mengenalinya dari foto kekuningan di album ibuku. Foto pernikahannya-satusatunya foto nenek yang pernah kulihat. Mata kami bertemu, dia dan aku. Matanya
memohon sesuatu padaku yang tak bisa aku mengerti. Aku berlari mengikutinya,
terpeleset dan tergelincir di atas es. "Apa yang kau inginkan?" teriakku. "Apa
yang kau inginkan?" Ketika aku melihat ke atas lagi, pohon cedar itu terbakar ....
Aku terbangun oleh suara klakson mobil yang menghentak. Yesus! Yesus!
Aku hampir menabrak tebing, lampu-lampu mobil berseliweran di depanku. Aku
membanting setir ke kanan dan menabrak pembatas jalan, tak yakin seberapa dalam
aku akan jatuh. Aku ingat mendengar gesekan metal dan bebatuan keras di bawah kakiku teriakanku?sendiri, Oh tidak,' Oh tidak! Kepalaku terantuk atap mobil. Ketika truk akan
menabrak pohon, aku mengangkat kedua tanganku untuk menghentikannya ....
Aku pingsan selama beberapa saat. Begitulah yang kukira. Aku ingat menarik
tanganku yang terjulur melewati kaca depan yang pecah. Aku merasakan sakitnya,
darah yang menyembur. Pohon cedar itu tumbuh di padang rumput, bukan sungai. Sekitar setengah lusin
sapi Holsteins berdiri memandangiku, kembali mendekat setelah mereka berlarian
menghindari trukku yang jatuh dari pembatas jalan. Mengganggu kedamaian mereka.
Aku mengambil sehelai lap, mengikat tanganku yang terluka erat-erat dengan
gigiku dan tanganku yang satunya. Aku keluar dari truk dan duduk di lapangan
rumput yang membeku. Kabut sudah terangkat di langit terlihat bulan sabit bersinar terang. Pecahan
?kaca berkilauan di bulu-bulu lenganku. Di bawah cahaya bulan, darahku terlihat
hitam. Di atas, di jalan raya rute 22, aku melihat sebuah pertanda: barisan para
penjudi di mobil, semua menuju kasino Wequonnoc. "Apa yang kau inginkan?"
Teriakku pada nenekku yang terperangkap di sungai yang membeku. "Apa yang kau
inginkan?"-m^ GOD BLESS AMERICA! tulisan setinggi lima kaki itu terpasang di sepanjang jendela
showroom Constantine's Motors. Terjemahannya: buktikan patriotismemu dengan uang
mukamu. Beli mobil dan hantamkan ke mu-ka Saddam.
Aku duduk di kursi depan meja Leo, menunggu orang asuransi datang. Begitu keluar
dari rumah sakit aku langsung ke telepon terus-menerus me mencet tombol Redial
? ?hingga akhirnya seseorang dari perusahaan asu-ran-si Mutual of America
mengangkat telepon. Mereka mencoba menunda mencoba membuatkan perjanjian
?untukku dengan penerima klaim minggu depan. Tapi aku bilang, "Dengar, Nyonya,
aku mencari uang dengan truk itu. Bagaimanapun caranya harus ada orang yang
melihat mobil itu hari ini!" Jadi begitulah ceritanya, aku duduk menunggu di
Constantine Chrysler Dodge Isuzu dan bukannya melepas penutup jendela di rumah
Rood seperti yang aku janjikan. Aku seharusnya mempelajari argumenku dengan
Dewan Kajian beberapa kali lagi dan bukannya duduk di sini. Dengan enam belas
jahitan dan kebanyakan dosis obat penahan rasa sakit Tylox.
Omar si mantan atlet duduk di meja sales di seberang ruangan, berbicara di
telepon. "Uh-huh. Uh-huh. Aku mengerti itu, Cari. Tapi kau mem-bi-ca-ra-kan
mobil dalam bentuk abstrak dan aku bicara tentang Dakota biru kobalt yang sedang
kulihat di showroom saat ini." Dia mengenakan kemeja, dasi, dan topi bisbol
warna merah biru. "Lagi pula, kalau kau memutuskan se-ka-rang, kau akan
mendapatkan keuntungan tambahan dari promosi God Bless America kami. * God Bless
America1. Aku memotongnya untuk menyembuhkan bangsa ini! ...
Tanganku yang dijahit mulai terasa sakit lagi. Sekarang leherku juga sakit.
Dokter di ruang gawat darurat mencoba memasangkan penahan leher padaku, tapi aku
menolak. Tapi aku menerima resep pil penahan rasa sakitnya tiga pil di kantong ?kertas cokelat kecil dan resep untuk selusin lagi. Aku ingin minum satu
sekarang, tapi aku menahan diri. Kalau penerima klaim dari perusahaan asuransi
itu mencoba mencurangiku, aku tak mau kelebihan dosis penahan rasa sakit dan tak
bisa apa-apa. Trukku. Mata pencaharianku .... Aku memandang Omar dan memergoki dia
baru saja memandangiku. Memar, diperban, duduk merosot di kursi: aku pasti
terlihat sama menyedih-kannya dengan trukku. "Ke mana kau ingin menderek mobil
ini?" tanya polisi sesaat setelah kecelakaan yang kualami. "Ke Constantine
Motors," ka-taku menjawab otomatis.
?Perutku mual. Tanganku, kakiku mulai gemetar. Aku tak mau ke-hi-langan kendali
diri di depan Omar, maka aku berdeham dan berdiri. "Bilang ... uh ... bilang ke Leo
aku pergi ke toilet," kataku.
Omar memandangku seakan-akan tadi dia tak sadar aku di sana. "Huh" Yeah, tentu."
Aku berdiri dan pergi ke kamar kecil.
Aku mengunci pintunya dan memandang wajahku di cermin. Aku terlihat seperti
gambaran tokoh film Night of The Living Dead. Perutku mual lagi; keringat
dingin. Kusandarkan kepalaku ke dinding dan mengingat hal-hal yang harus
kulakukan: trukku, pemindahan kakakku, rumah Rood. Kita akan punya bayi,
Dominick. Kau dan aku .... Aku teringat penampilan Joy ketika dia datang ke ruang
gawat darurat pagi ini: tanpa make-up, rambut berantakan. "Peluk aku," katanya.
Menangis di depan semua orang. Menangis di pelukanku. Selama hampir dua tahun
bersama, mungkin itu adalah kali kedua atau ketiga aku melihat Joy menangis. Air
mata itu menunjukkan bahwa pasti ada sesuatu di antara kami, bukan" Bahwa dia
merasakan sesuatu padaku, walaupun dia selingkuh de-ngan orang lain. Benar
bukan" Ketika tubuhku berhenti gemetaran, aku berdiri dan membasuh muka dengan air
dingin, dan menghindari cermin. Aku keluar lagi ke showroom yang bersih dan
terang. Saat itulah aku melihat balon-balon patriotik di meja manajer lantai, banyak
sekali. Membuat meja itu terlihat seperti altar. Atas nama bapa, anak,
dan dolar. Leo berjalan ke arahku dari arah berlawanan dengan dua cangkir kopi.
Dia mengenakan setelan Armaninya dan topi God Bless Ame-ricaf seperti Omar.
Setiap karyawan di sini mengenakan topi itu, bahkan ju-ga Paman Costas dan para
sekretaris. Mereka mempunyai tema utama, langsung dari Kuwait.
"Nih, Birdsey," kata Leo mengulurkan secangkir kopi padaku. "Pukul berapa orang
itu bilang dia akan datang?"
"Setengah sebelas," aku melihat ke jam dinding untuk kesekian kalinya, pukul
sepuluh lima puluh lima menit.
Leo duduk, mengangkat kakinya ke meja, tangannya bersilang di belakang kepala.
"Dan sidang kakakmu, kapan?" "Pukul empat sore nanti."
"Bagaimana menurutmu" Kau akan bisa mengeluarkan dia?"
Aku mengangkat bahu. Ingin mengganti topik pembicaraan. "Buat apa topi bodoh
itu?" Leo melepas topinya, melemparkannya ke filing cabinet di sebelah mejanya. "Ini
ide Pak Tua. Dia memberikan banyak hadiah langsung. Sabtu ini, kami akan
mengadakan reli Desert Shield. Tenda, hot dog panggang, uang muka nol persen."
Aku memutar mataku. "Topi itu membekas di kepalamu," kataku. "Apa?"
"Bekas topi," aku menunjuk garis bekas topi murahan itu di potongan rambutnya
yang seharga empat puluh dolar. Itulah setidaknya yang dia bilang padaku tentang potongan
rambutnya: empat puluh dolar.
Leo mengambil cermin kecil dari laci mejanya dan mencoba menata rambutnya.
Itulah masalah terbesar Leo: garis bekas topi di rambutnya. "Hei, Big Gene akan
menggali kuburan Patton dan memasang tengkoraknya di jendela kalau dia merasa
itu akan membuat mobil terjual." Leo mencondong-kan tubuh ke depan. "Dengan
ekonomi selesu ini dan Electric Boat merencanakan perampingan lagi, tak ada yang
beli apa pun. September adalah bulan terburuk kami, sejak krisis BBM."
Aku akan memikirkannya nanti, pikirku dan melihat jam lagi. Pukul sebelas lewat
tiga menit. Ke mana si orang asuransi itu"
Aku memandang mata Leo mengamati rekan kerjanya Lorna yang berjalan menyeberangi
ruang penjualan. "Hei, kau tahu apa yang kutemukan kemarin?" bisiknya. "Tentang
cewek binal itu?" Leo mengambil pulpen dari mejanya dan mengeluarkan terus
memasukkannya, keluar masuk, keluar masuk ke tempat pulpen. "Dia dan Omar. Salah
satu mekanik memergoki mereka lembur di kursi belakang Caravan. Pak Tua akan
ngamuk kalau tahu. Kau tahu bagaimana dia benci percampuran hitam dan putih."
Sudahlah Leo, kataku dalam hati. Aku mencoba menengokkan leherku dari sisi ke
sisi: rasanya lebih sakit ketika aku berpaling ke kanan daripada ke kiri.
Betapa bodohnya aku menolak penopang leher itu.
"Jadi, Birds," kata Leo. "Kau tahu berapa lama sidangmu sore ini akan
berlangsung" Aku punya janji pukul lima tiga puluh. Kalau sidang mulainya pukul
empat, aku bisa kembali ke sini pukul lima tiga puluh, kan?"
Kakiku bergerak-gerak. Jari-jariku mengetukngetuk meja. Aku bilang padanya kalau
Ray bisa mengantarku. "Aku akan mengantarmu," katanya. "Aku tak keberatan
mengantarmu. Aku Cuma-"
"Aku tak tahu berapa lama sidangnya," tukasku. "Aku belum pernah melakukan hal
semacam itu sebelumnya. Oke" Akan lebih mudah kalau Ray mengantarku."
"Hei, jangan marah.Bukan aku yang ketiduran saat menyetir."
Selanjutnya, Leo mulai mengoceh tentang film bodohnya mengatakan bahwa dia ?sedang menunggu kiriman naskah dan selanjutnya adalah bla, bla, bla.
Aku melihat jam lagi. Berhitung dalam hati. Kalau si bodoh dari asuransi itu
tidak muncul dalam lima belas atau dua puluh menit lagi, aku mungkin masih bisa
menyisihkan waktu satu jam di rumah Rood. Setidaknya melepaskan beberapa penutup
jendela, sehingga aku bisa membawanya pulang dan memperbaikinya. Memang sulit
dengan tangan diperban seperti ini tapi aku bisa melakukannya .... Hanya saja,
bagaimana aku bisa ke rumah sialan itu tanpa trukku" Berengsek.
"Tapi jangan khawatir, Dominick," kata Leo. "Pak Tua dan aku akan mengurusmu.
Agar kau bisa mendapat kredit sebuah mobil Dodge atau Isuzu five-speed, nggak
masalah. Truk kecil Isuzu yang di sana itu. Kau mau melihat-lihat sembari
menunggu?" Aku bilang, aku ragu kalau orang asuransi akan datang dan melihat trukku. Kami
berdua memandang truk yang rusak itu dan Leo menggelengkan kepalanya. "Truk itu
sudah tamat, Sobat," katanya. "Mobil itu sudah SEKARAT."
Pukul 11.12. Tanganku mulai terasa sakit seperti yang kuperkirakan. Kalau aku
menggerakkan kepala ke kanan, rasa sakit menjalar di leherku. Oke, ini yang akan
kulakukan, pikirku; aku akan minum satu pil penahan rasa sakit itu setelah aku
selesai berurusan dengan orang asuransi, pergi ke Rood dan melepas penutup
jendela dan cari tahu apakah Ray bisa meminjam truk Eddie Banas. Lalu aku akan ?pulang dan tidur dua jam. Memasang alarm satu jam untuk bersiap-siap dan
Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?membaca catatanku lagi. Kalau tanganku sesakit ini sore nanti, aku harus
mengabaikannya hingga sidang selesai. Ka-lau tidak; akan bagus sekali kesannya
kalau aku berdiri di depan Dewan Kajian dan tak sadar karena morfin.
Aku bertanya pada Leo apakah aku bisa menggunakan teleponnya lagi. "Tekan
sembilan dulu," katanya.
"Mutual America. Anda mau menghubungi siapa?"
Itu adalah wanita yang sama yang kutemui selama tiga kali aku mene-le-pon
perusahaan asuransi itu. Dia menjadi semakin tak sopan dalam setiap telepon.
"Dengar, Nyonya," kataku. "Aku menghabiskan setengah malam di rumah sakit, aku
punya seribu hal lain yang harus kukerjakan hari ini, aku tak mau menghabiskan
sepanjang hari menunggu wakil perusahaanmu muncul." Wanita itu bilang padaku,
tak ada yang bisa dia lakukan, tapi dia bersimpati padaku. "Veah, simpatimu tak
ada gunanya bagiku," tukasku. Membanting telepon lebih keras sehingga membuat
diriku agak terkejut. Setiap topi God Bless America! di showroom memandang ke
arahku. "Hei, Birdsey, tenanglah sedikit," kata Leo. "Kau membuatku stres, Sobat."
Aku berdiri, berjalan ke ujung lain showroom dan balik lagi. Duduk. "Pukul
berapa Pak Tua biasanya datang ke sini?" tanyaku.
"Gene" Hari apa ini Rabu" Tak lama lagi."
?"Bagus," kataku. "Tepat seperti yang aku butuhkah: bertemu dengan Ayah
Tersayang." "Yeah, orang itu benar-benar kelewatan berani muncul di tempat bisnisnya
sendiri, ya?" Leo mengangkat kedua tangannya. "Aku cuma bergurau, Birdsey. Aku
bergurau." Sebuah Firebird putih mengilat masuk ke tempat parkir dan masuk ke body shop.
Seorang pria muda dengan kacamata hitam keluar, berjalan mengelilingi trukku dan
berjongkok di depannya. Begitu datang, orang asuransi itu langsung ke bisnis tanpa basa-basi.
"Aku akan keluar sebentar lagi," kata Leo. "Aku mau menelepon produserku lagi.
Aku mau tanya apa dia tahu kapan mereka akan mengirim naskahnya."
Penyelidik asuransi itu mengarahkan kameranya ke trukku. Dia men-je-pret, dan
lembar polaroid keluar dari kamera. "Kau orang dari klaim asuransi?" kataku.
"Benar." Ketika dia berbalik, aku mengenalinya: salah satu dari mereka yang
sering berlatih angkat berat di klub kesehatan. Dia bisa dibilang tinggal di
sana. "Shawn Tudesco. Mutual of America." Dia mengulurkan tangan yang bersih
bermanikur padaku untuk berjabat tangan dan menariknya kembali ketika dia ?melihat tangan-/cu yang diperban. Di klub Harbodies si brengsek ini mondarmandir seperti ayam jago yang sok. "Kau telat," kataku.
"Benar lagi," balasnya. Itu saja yang kudapatkan darinya tanpa ada permintaan
maaf. Dia meletakkan kamera Polaroidnya di lipatan bumperku yang penyok, membidik dan
mengambil foto lagi. Ketiga. Keempat. Rambutnya disisir ke belakang dan
diminyaki gaya Pat Riley, anting merah kecil di salah satu telinga. Beberapa
kali aku pernah melihatnya berdiri di depan counter resepsionis, mengobrol
dengan Joy. Pria Spandex anugerah Tuhan bagi para wanita. Kukira dia minum
?steroid. "Apa ini?" tanyanya padaku. Aku mengikuti jarinya yang menunjuk ke noda lengket
di kaca depan. "Itu" ... telur." Dia memiringkan kepalanya. "Telur?" "Anak-anak
tadi malam. Merayakan Halloween sehari lebih awal."
"Yeah?" Dia berdiri saja memandangku. Aku melengos.
Pria itu memakai sepasang sarung tangan plastik dan mengambil beberapa serpihan
dari kaca depan. Ada noda cokelat di tempat di mana tanganku menghantam dan
menembus kaca, darah kering di kap yang dia lihat dengan saksama. Apa yang dia
lakukan" Bekerja sambilan sebagai agen FBI atau apa"
Leo keluar dari showroom dan menyeberangi tempat parkir ke arah kami sembari
bersiul. Dia tidak memakai topi patriotnya, tetapi memegangi topi itu di
tangannya. "Ngomong-ngomong, kecelakaannya terjadi di mana?" tanya si orang asuransi.
"Rute 22. Di dekat tempat orang-orang Indian membangun kasino."
Leo mendekat, meletakkan tangannya di punggungku. "Si Gila ini pergi ke sana
untuk bermain Black Jack dengan Tonto dan anak-anak. Dia tak sadar kalau mereka
belum jinak." Dia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan penyelidik
asuransi itu. "Leo Blood." "Shawn Tudesco. Mutual of America." Leo mengangguk.
"Kau berolahraga di Hardbodies,
bukan?" tanyanya. "Angkat berat?"
"Yeah, benar," katanya. "Kau pergi ke sana?" "Aku dan dia. Kami main
racquetbaii," kata Leo. "Pacarnya kerja di sana."
"Benarkah?" kata orang asuransi itu. "Siapa" Patti?"
Patti: perut buncitnya menonjol keluar dari celana ketatnya, rambut gaya
Geraldine Ferraro. Joy pernah bilang padaku kalau dia berharap Patti bisa
menjalani menopause tanpa membuat orang lain gila. "Joy," kataku.
"Joy" Benarkah"'1 Dia memandang padaku untuk pertama kalinya memandangku dari
?atas ke bawah seakan-akan akulah mobil yang penyok. "Aku kenal Joy," katanya.
"Setiap orang kenal Joy," celetuk Leo. "Dia terkenal."
Penyelidik itu mengangguk ke arah Leo, lalu memandangku lagi. Tersenyum. Aku
melihat senyum mereka berubah menjadi seringai, sambil menahan sakit karena
tangan kananku yang menggenggam. Apa maksudnya "Joy terkenal?" Bagaimana aku
harus mengartikan celetukan itu"
Pria Mutual of America itu berjongkok dan mengusapkan jarinya di sa-lah satu
Dewi Dua Musim 1 Pendekar Bayangan Sukma Iblis Berbaju Hijau Dewi Maut 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama