The Da Vinci Code Karya Dan Brown Bagian 8
melihat. Collet mengangguk letih, lalu berjalan ke anak tangga terbawah dari tangga tua
itu dan mencengkeram anak tangganya. Tangga itu melancip ke atas; semakin Collet
memanjat, semakin menyempit tangga itu. Ketika dia hampir tiba di puncak, Collet
hampir kehilangan pijakannya pada anak tangga yang tipis. Gudang di bawahnya
seperti berputar. Dia segera memusatkan perhatiannya, lalu melanjutkan
panjatannya, sampai akhirnya tiba di atas. Agen di atasnya mengulurkan
tangannya, menawarkan pergelangan tangannya untuk diraih. Collet meraihnya dan
memanjat ke loteng itu dengan kikuk.
"Di sebelah sana," agen PTS itu berkata, sambil menunjuk pada area yang sangat
bersih. "Hanya satu set sidik jari yang ada di sini. Kita akan mendapatkan
identitasnya segera."
Collet mempertajam pandangannya melewati area remang-remang ke arah dinding.
Apa-apaan ini" Pada dinding yang jauh dari tempatnya berdiri, terpasang satu set
komputer yang besar - dua CPU, video monitor berlayar datar dengan pengeras suara,
sederetan hard drive, dan audio console multi saluran yang tampaknya memiliki
catu dayanya sendiri. Mengapa adaorang mau bekerja di tempat yang sangatterpencilseperti ini" Collet
bergerak ke peralatan itu. "Kau sudah memeriksa sistemnya?" "lni pos
mendengarkan." Collet berputar. "Penyadapan?" Agen itu mengangguk. "Penyadapan
yang sangat canggih." Lalu dia menunjuk pada meja proyek panjang yang tertimbun
oleh komponenkomponen eletronik, manual, peralatan, kabel, solder listrik, dan
komponen elektronik lainnya. "Orang ini jelas tahu apa yang dikerjakannya.
Banyak dari peralatan ini sama canggihnya dengan peralatan kita juga. Mikrofon
mini, selular recharging untuk foto elektrik, chip-chip RAM yang berkapasitas
tinggi. Bahkan, dia juga punyahanddrive baru." Collet kagum. "Inilah sistem
lengkapnya," kata agen itu, sambil memberikan kepada Collet sebuah instalasi
yang tak lebih besar daripada sebuah kalkulator kantong. Kabel sepanjang sepuluh
kaki dengan sepotong kertas timah bekas pembungkus wafer yang menempel pada
ujungnya tergantung pada alat itu. "Basisnya merupakan sistem perekaman audio
hard disk berkapasitas tinggi dengan batere yang dapat diisi ulang. Sobekan
kertas timah pada ujung kabel itu merupakan kombinasi dari microfon dan foto
elektrik selular yang dapat diisi ulang."
Collet tahu tentang itu semua. Mikrofon foto selular yang seperti timah itu
telah merupakan terobosan hebat selama beberapa tahun terakhir ini. Sekarang,
sebuah perekam hard disk dapat dilekatkan di belakang sebuah lampu, misalnya,
dengan mikrofon timahnya tercetak pada permukaan dasar dan ditata agar sesuai
dengan bentuk permukaan itu. Selama mikrofon itu ditempatkan sedemikian rupa
sehingga menerima sinar matahari beberapa jam setiap hari, sel-sel foto akan
terus mengisi sistem itu. Alat penyadap seperti ini dapat mendengarkan selama
jangka waktu tak terbatas. "Metode penerimaan?" tanya Collet. Agen itu memberi
tanda pada sebuah kabel berpenyekat yang keluar dari komputer, yang menempel
pada dinding, melalui lubang di atap gudang. "Gelombang radio yang sederhana.
Antena kecil di atap."
Collet tahu, sistem perekaman seperti ini umumnya ditempatkan di kantor,
diaktifkan oleh suara untuk menghemat ruang hard disk, dan merekam percakapan
sehari penuh, serta mentransmisikan terpadatkan pada malam hari untuk
ditransmisikan, hard drive menghapus semuanya lagi keesokan harinya. menghindari
diri sendiri fail-fail audio yang pendeteksian. Setelah dan siap melakukan
Tatapan Collet bergerak ke rak tempat beberapa kaset audio diletakkan, semuanya
diberi catatan tanggal dan nomor.Orang inisangatsibukrupanya. Lalu Collet
menoleh kembali pada agen tadi. "Kautahu target penyadapannya?"
"Letnan," kata si agen sambil berjalan ke komputer itu dan menampilkan
sepotongsoftware. "ini hal paling aneh."
88 LANGDON MERASA sangat letih ketika dia dan Sophie melintasi pintu putar di
stasiun bawah tanah Gereja Kuil dan bergegas memasuki Labirin terowongan yang
jorok dan peron-peron. Perasaan bersalah merobek-robek Langdon.
AkumelibatkanLeigh,dansekarangdiadalambahayabesar. Keterlibatan R?my sangat
mengejutkan, namun masuk akal. Siapa pun yang memburu Grail telah mempekerjakan
orang dalam.R?mypergikerumah Teabinguntukalasanyangsamadengandiriku. Sepanjang
sejarah, siapa yang punya pengetahuan tentang Grail selalu menjadi incaran
pencuni dan sekaligus ilmuwan. Kenyataan bahwa Teabing memang sudah lama menjadi
sasaran membuat Langdon merasa tidak terlalu bersalah karena telah melibatkan
Teabing. KitaharusmenemukanLeigh.Segera.
Langdon mengikuti Sophie ke peron di sebelah barat. Di sana Sophie bergegas
menelepon polisi. Ia mengabaikan peringatan R?my. Langdon duduk di bangku di
dekatnya, merasa sangat menyesal.
"Cara terbaik untuk menolong Leigh," pendapatnya sambil memutar nomor, "adalah
kata Sophie mengulangi melibatkan polisi London segera. Percayalah padaku."
Pada awalnya Langdon tidak setuju pada gagasan ini, tetapi setelah mereka
mengatur rencana, pemikiran Sophie mulai tampak masuk akal. Pada saat sekarang
ini, Teabing masih aman. Walau R?my dan yang lainnya tahu di mana letak makam
kesatria itu, mereka mungkin saja membutuhkan pertolongan Teabing untuk
memecahkan petunjuk tentang bola itu. Yang dikhawatirkan Langdon adalah apa yang
mungkin terjadi setelah peta Grail ditemukan. Leighakanmenjadisangattakberdaya.
Jika Langdon ingin mempunyai kesempatan untuk menolong Leigh, atau untuk melihat
batu kunci lagi, maka sangat penting untuk menemukan makam itu
dulu.CelakanyaR?mysudahjauh lebihdulumemulai. Memperlambat R?my adalah tugas
Sophie. Menemukan makam yang benar adalah bagian Langdon. Sophie akan membuat
R?my dan Silas menjadi buronan polisi London, yang akan memaksa mereka untuk
bersembunyi. Lebih baik lagi, polisi menangkap mereka. Rencana Langdon sendiri
tampak kurang meyakinkan - naik kereta api ke dekat King's College, yang
diketahui memiliki database teologi elektronik. Perlengkapan penelitian
mutakhir, begitu Langdon pernah mendengar. Jawaban cepat pada pertanyaanpertanyaan sejarah segala agama. Langdon bertanya-tanya apa yang akan dinyatakan
oleh database itu tentang "seorang kesatria yang seorang Paus kuburkan."
Langdon berdiri dan berjalan hilir mudik, berharap hujan akan segera berhenti.
Akhirnya Sophie dapat terhubung dengan polisi London. "Divisi Snow Hill," kata
operator itu. "Bisa dibantu?" "Aku melaporkan sebuah penculikan." Sophie tahu
dia harus berbicara singkat. "Nama?" Sophie terdiam sejenak. "Agen Sophie Neveu, Polisi Judisial
Prancis." Tite1 itu langsung berdampak. "Segera, Bu. Saya akan memanggil seorang
detektif untuk berbicara dengan Anda." Saat sedang menunggu, Sophie mulai
bertanya-tanya apakah polisi akan mempercayai penjelasannya tentang penculikpenculik Teabing. Seorang lelakimengenakantuksedo. Seberapa mudah mengenali si
tersangka" Bahkan jika R?my berganti pakaian, dia ditemani oleh seorang biarawan
albino.Tidak mungkin untuk lolos. Lagi pula, mereka mempunyai sandera dan tidak
dapat menggunakan transportasi umum. Dia juga bertanya-tanya berapa banyak
limusin Jaguar panjang yang ada di London.
Sambungan kepada detektif itu terasa sangat lama. Ayo! Sophie dapat mendengar
sambungan itu bersuara klik-klik dan berdesis, seolah sedang dipindahkan. Lima
belas detik berlalu. Akhirnya seorang lelaki berkata. "Agen Neveu?" Sophie
terpaku. Dia segera mengenali suara serak itu. "Agen Neveu," Bezu Fache
bertanya. "Kau di mana?" Sophie tak dapat berkata-kata. Tampaknya Kapten Fache
telah meminta operator kepolisian London untuk memberitahunya jika Sophie
menelepon. "Dengar," kata Fache kepada Sophie, dalam bahasa Prancis. "Aku telah membuat
kesalahan besar tadi malam. Robert Langdon tidak bersalah. Segala tuntutan pada
dirinya dicabut. Walaupun begitu, kau berada dalam bahaya. Kau harus datang
padaku." Sophie ternganga. Dia tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Fache bukanlah
jenis orang yang suka meminta maaf untuk apa pun.
"Kau tidak mengatakan padaku," Fache melanjutkan, "bahwa Jacques Sauni?re adalah
kakekmu. Aku berusaha memaafkan ketidakpatuhanmu, dan kondisi yang pasti sangat
menekanmu. Pada saat ini, bagaimanapun juga, kau dan Langdon harus pergi ke
polisi London terdekat untuk perlindungan."
Dia tahu aku di London" Apa lagi yang diketahui Fache" Sophie mendengar suara
bor atau mesin lainnya pada latar belakang. Dia juga mendengar suara klik-klik
yang aneh pada saluran telepon. "Apakah kau melacak telepon ini, Kapten?"
Suara Fache terdengar tegas sekarang. "Kau dan aku harus bekerja sama, Agen
Neveu. Kita berdua banyak kehilangan dalam kasus ini. Aku membuat kesalahan
penilaian tadi malam, dan jika kesalahan itu menyebabkan kematian seorang
profesor Amerika dan seorang kriptolog DCPJ, karierku akan berakhir. Aku sudah
berusaha untuk menarikmu kembali sejak beberapa jam yang lalu.
Sebuah tiupan angin hangat berlalu melintasi stasiun ketika sebuah kereta api
mendekat dengan sedikit gemuruh. Sophie sangat ingin menumpang kereta api itu.
Langdon juga berpendapat demikian; dia sekarang mulai bersiap-siap dan mendekati
Sophie. "Orang yang harus kaucari adalah R?my Lega1udec," kata Sophie. "Dia pelayan
Teabing. Dia baru saja menculik Teabing di dalam Gereja Kuil dan..."
"Agen Neveu!" Fache berteriak ketika kereta api itu menggemuruh memasuki
stasiun. "Ini tidak dapat dibicarakan dalam telepon umum. Kau dan Langdon harus
datang sekarang. Demi keselamatanmu sendiri. Ini perintah langsung!"
Sophie menutup telepon dan bergegas bersama Langdon memasuki kereta api.
89 CABIN PESAWAT Hawker milik Teabing yang mewah itu sekarang tertutup dengan
serutan besi dan tercium bau udara yang mampat dan bau bensin. Bezu Fache telah
mengusir semua orang dan sekarang dia duduk sendirian dengan minumannya dan
kotak kayu berat yang ditemukannya dalam lemari besi Teabing.
Fache mengusap-usap ukiran Mawar dengan jemarinya, lalu mengangkat tutup kotak
berhias itu. Di dalamnya dia menemukan sebuah silinder dari batu dengan
lempengan-lempengan berhuruf. Kelima lempengan itu diatur menyusun kata Sofia.
mengangkat silinder itu Fache menatap lama pada kata itu, kemudian dari tempat
penyimpanannya yang berlapis dan memeriksanya inci per inci. Lalu, sambil
menarik kedua ujungnya perlahanlahan, Fache membuka salah satu tutupnya.
Silinder itu kosong. Fache meletakkan silinder itu kembali pada kotaknya. Dari
jendela jet dalam hanggar itu, dia menatap kosong ke luar. Dia merenungkan
percakapan singkatnya dengan Sophie, juga informasi yang didapatnya dari PTS di
Puri Villette. Suara teleponnya mengejutkannya dari lamunannya.
Itu dari operator DCPJ. Petugas itu meminta maaf. Presiden Bank Penyimpanan
Zurich telah menelponnya berulang-ulang, dan walaupun dia sudah diberi tahu
beberapa kali bahwa Kapten sedang berada di London untuk urusan pekerjaan,
presiden itu tetap menelepon. Dengan ketus, Fache mengatakan kepada si petugas
untuk menyambungkannya dengan presiden itu.
"Monsieur Vernet," kata Fache, sebelum presiden itu berbicara. "Saya minta maaf
karena tidak menelepon Anda lebih awal. Saya sangat sibuk. Seperti janji saya,
nama bank Anda tidak muncul di media. Jadi, apa tepatnya yang Anda khawatirkan?"
Suara Vernet terdengar cemas saat dia menceritakan kepada Fache bagaimana
Langdon dan Sophie Neveu telah mengeluarkan sebuah kotak kayu dari bank dan
membujuk Vernet untuk membantu mereka melarikan diri. "Lalu ketika saya
mendengar di radio bahwa mereka adalah penjahat," kata Vernet, "saya berhenti
dan meminta kotak kayu itu kembali, tetapi mereka menyerang saya dan mencuri
truk itu." "Anda mengkhawatirkan kotak kayu itu," kata Fache, sambil menatap ukiran Mawar
di atas tutupnya dan sekali lagi dengan lembut membuka tutup kotak itu untuk
mengeluarkan silinder putih di dalamnya. "Dapat Anda katakan apa isi kotak itu?"
"Isinya tidak penting," seru Vernet. "Saya hanya mengkhawatirkan reputasi bank
saya. Kami belum pernah dirampok. Itu juga akan menghancurkan kami jika saya
tidak dapat mengembalikan kotak itu atas nama klien saya."
"Anda mengatakan bahwa Agen Neveu dan Robert Langdon memiliki password dan juga
kuncinya. Apa yang membuat anda menyebut mereka mencuri kotak itu?"
"Mereka membunuh orang tadi malam. Termasuk kakek Sophie Neveu. Kunci dan kata
kunci itu pastilah telah mereka rampas dari pemiliknya."
"Pak Vernet, orang-orang saya telah memeriksa latar berlakang Anda dan minat
Anda. Anda jelas seorang yang bermartabat dan berbudi. Saya dapat bayangkan,
Anda adalah orang terhormat, seperti juga saya. Saya berjanji sebagai perugas
Polisi Judisial, bahwa kotak Anda, bersama dengan reputasi bank Anda, berada
dalam tangan teraman."
90 TINGGI DI atas loteng jerami di Puri Villette, Collet menatap komputer itu
dengan kagum, "Sistem ini menyadap semua percakapan di seluruh tempat ini?"
"Ya," kata Agen itu. "Tampaknya data-data telah dikumpulkan selama lebih dari
setahun ini." Tanpa berkata-kata, Collet membaca daftar itu lagi.
COLBERT SOSTAQUE - Kepala Penasihat Konstitusional JEAN CHAFFEE - Kurator, Museum
Jeu de Paume EDOUARD DESROCHERS - Pengarsip Senior, Perpustakaan Mitterrand
JACQUES SAUNIERE - Kurator, Museum Louvre MICHEL BRETON - Kepala DAS (Badan
Intelijen Prancis) Agen itu menunjuk pada layar monitor. "Nomor empat merupakan yang jelas harus
kita perhatikan." Collet mengangguk dengan kosong. Dia telah langsung
melihatnya. Jacques Sauniere telah disadap. Dia melihat sisa daftar itu lagi.
Bagaimana orang dapat menyadap orang-orang penting ini" "Pernah dengar soal fail
audio?" "Beberapa. Ini yang terbaru." Agen itu kemudian mengklik beberapa tombol
komputer. Pengeras suaranya gemerisik hidup. Lalu terdengar suara: "Kapten,
seorang agen dari Departemen Kriptografi tiba."
Collet tidak dapat mempercayai telinganya. "Itu aku! Itu suaraku" Collet
teringat, ketika itu dia duduk di meja kerja Sauni?re dan menghubungi Fache di
Galeri Agung untuk memperingatkan akan datangnya Sophie Neveu. Agen itu
mengangguk. "Banyak dari penyelidikan kita di Louvre malam
itu akan terdengar jika ada seseorang yang tertarik juga." "Kau sudah mengirim
orang untuk membersihkan penyadapan ini?" "Tidak perlu. Aku tahu persisnya di
mana." Agen itu pergi ke sebuah tumpukan catatan lama dan cetak biru di atas
meja kerja. Dia memilih selembar dan memberikannya kepada Collet. "Tampak pernah
melihat?" Collet kagum. Dia sedang memegang selembar fotokopi dari sehelai diagram
skematis kuno, yang digambar oleh sebuah mesin kuno. Dia tidak dapat membaca
tulisan tangan bahasa Italia, namun dia tahu apa yang sedang dilihatnya. Sebuah
model untuk sebuah patung kesatria Prancis zaman abad pertengahan yang dapat
berbicara. KesatriayangberdiridiatasmejakerjaSauni?re! Mata Collet bergerak ke
arah tepi. Di situ seseorang telah menuliskan catatan pada foto kopi dengan
tinta merah. Catatan itu dalam bahasa Prancis dan tampaknya merupakan gagasan
kasar tentang cara terbaik untuk menyisipkan alat sadap ke dalam patung kesatria
itu. 91 SILAS DUDUK di bangku penumpang didalam limusin Jaguar yang diparkir di dekat
Gereja Kuil. Tangannya terasa lembab pada batu kunci yang dipegangnya saat dia
menunggu Remy selesai mengikat dan menyumbat Teabing di bagian belakang mobil
dengan tali yang ditemukannya di bagasi.
Akhirnya, R?my keluar dari bagian belakang mobil. Ia berjalan mengitari limo itu
dan masuk ke bangku pengemudi di samping Silas. "Aman?" tanya Silas. R?my
tertawa. Dia menggoyangkan kepalanya untuk mengusir air hujan dari rambutnya dan
melihat dari bahunya, melalui partisi yang terbuka, pada Leigh Teabing yang
meringkuk di bagian belakang mobil, hampir tidak tampak di kegelapan. "Dia tidak
akan pergi ke mana-mana."
Silas dapat mendengar teriakan tersumbat Teabing dan dia kemudian sadar bahwa
Remy menggunakan pita berperekat yang digunakan untuk menyumbat mulutnya
semalam. "Ferme ta gueule!" teriak R?my melewati bahunya, menyuruh Teabing untuk diam.
Tangannya meraih sebuah panel pengendali pada dasbor yang mewah itu, lalu dia
menekan sebuah tombol. Sebuah partisi kaca tak tembus cahaya naik di belakang
mereka, menutup bagian belakang mobil. Teabing menghilang, dan suaranya juga tak
terdengar lagi. R?my mengerling pada Silas. "Aku sudah mendengar rengekan
seperti itu cukup lama."
Beberapa menit kemudian, ketika limo Jaguar yang panjang itu meluncur dengan
cepat di jalan, ponsel Silas bedering. Guru.Dia menjawabnya dengan gembira.
"Halo?" "Silas," aksen Prancis Guru yang akrab di telinganya berkata, "Aku
senang mendengar suaramu. Ini artinya kau selamat."
Silas juga sama nyamannya mendengar suara Guru. Sudah berjam-jam, dan operasi
itu telah melenceng dengan liar tentu saja. Sekarang, tampaknya operasi itu
sudah kembali ke jalurnya lagi. "Aku mendapatkan batu kunci itu." "Ini berita
besar," kata Guru kepada Silas. "R?my bersamamu?" Silas heran mendengar Guru
menggunakan nama Remy. "Ya, Remy
membebaskan aku." "Seperti yang kuperintahkan kepadanya. Aku minta maaf karena
kau harus menderita terlalu lama akibat penangkapan itu." "Ketidaknyamanan jasmani tidak
ada artinya. Yang penting batu kunci itu
milik kita sekarang." "Ya. Aku membutuhkannya untuk segera diantar. Waktu adalah
intinya." Silas sangat senang bisa bertatap muka dengan Guru akhirnya. "Ya, Pak,
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku akan merasa terhormat." "Silas, aku ingin R?my yang mengantarkannya padaku."
R?my" Silas tertunduk. Setelah segala yang dia kerjakan untuk Guru, dia percaya
bahwa dialah yang akan menyerahkan batu kunci itu. Guru lebih menyukaiR?my"
"Aku merasakan kekecewaanmu," kata Guru. "Itu berarti kau tidak mengerti
maksudku." Guru merendahkan suaranya menjadi bisikan. "Kau harus percaya bahwa
aku sesungguhnya lebih suka menerima batu kunci darimu - seorang lelaki pengikut
Tuhan, bukan seorang kriminal - tetapi R?my harus dilibatkan. Dia telah
membangkang kepadaku dan membuat kesalahan besar sehingga membahayakan misi
kita." Silas merasa tenang dan mengerling pada R?my. Menculik Teabing bukanlah bagian
dari rencana, dan memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap Teabing merupakan
masalah baru. "Kau dan aku adalah pengikut Tuhan," bisik Guru, "tujuan kita harus terlaksana."
Lalu Guru terdiam, lama. "Hanya karena alasan inilah aku meminta Remy untuk
mengantarkan batu kunci kepadaku. Kau mengerti?"
Silas merasakan kemarahan Guru dalam suaranya dan heran juga kenapa Guru tidak
mengerti.R?myterpaksamemperlihatkanwajahnya, Silas berpikir. Dia melakukan apa
yang harus dia lakukan. Dia menyelamatkan batu kunci. "Aku mengerti, " akhirnya
Silas mengatakannya. "Bagus. Demi keselamatanmu sendiri, kau harus menghindar dari jalanan, segera.
Polisi akan segera mencari limusin itu, dan aku tidak mau kau tertangkap. Opus
Dei mempunyai tempat tinggal di London, bukan?" "Tentu saja." "Kau akan diterima
dengan baik di sana?" "Seperti saudara." "Kalau begitu, pergilah ke sana dan
bersembunyi. Aku akan meneleponmu
begitu aku telah memiliki batu kunci dan telah mengatasi masalah baruku." "Guru
ada di London?" "Kerjakan apa yang kukatakan, dan segalanya akan beres." "Ya,
Pak." Guru mendesah, seolah sangat menyesali apa yang harus dia kerjakan
sekarang. "Waktunya aku berbicara dengan R?my." Silas menyerahkan ponselnya
kepada R?my, dan merasa ini adalah telepon
terakhir yang akan diterima R?my. Begitu R?my menerima telepon itu, dia tahu
bahwa biarawan malang dan sinting ini tidak tahu sama sekali nasib apa yang
menunggunya sekarang sehingga dia mau melaksanakan tugasnya.
Gurumemanfaatkanmu,Silas. Danuskupmumerupakanbidak. R?my masih mengagumi
kemampuan Guru membujuk orang lain. Uskup Aringarosa telah mempercayakan
segalanya kepadanya. Uskup telah dibutakan oleh keputusasaannya sendiri.
Aringarosa terlalu bersemangat untuk mempercayai Guru. Walau R?my tidak terlalu
menyukai Guru, dia merasa bangga karena mendapatkan kepercayaan dari Guru dan
menjadi orang penting yang dapat menolongnya.Akusekarangberhakmendapatkanupahku.
"Dengarkan baik-baik," kata Guru. "Antarkan Silas ke rumah tinggal Opus Dei.
Turunkan dia dari mobil beberapa blok dari situ. Lalu pergi ke taman St.
James's. Tepat di depan Gedung Parlemen dan Big Ben. Kau dapat memarkir limusin
itu di Horse Guards Parade. Kita akan bicara di sana." Dan komunikasi pun
terputus. 92 KING'S COLLEGE, didirikan oleh Raja George IV pada tahun 1829, menempatkan
Fakultas Teologi dan Studi Keagamaannya berhadapan dengan Parlemen di atas tanah
pemberian Raja. Departemen Agama King's College bangga bukan hanya karena
memiliki pengalaman pengajaran dan penelitian selama 150 tahun, namun juga
karena mendirikan Institut Penelitian dalam Teologi Sistematis pada tahun 1982,
yang memiliki perpustakaan elektronik yang terlengkap dan terdepan di dunia
untuk penelitian keagamaan.
Langdon masih merasa gemetar ketika dia dan Sophie datang di saat hujan dan
masuk ke perpustakaan. Seperti dijelaskan oleh Teabing, ruang penelitian utama
merupakan ruang segi delapan yang besar dan didominasi oleh meja bundar raksasa
yang dulu pernah digunakan dengan nyaman oleb Raja Arthur bersama kesatriakesatrianya. Namun sekarang meja bundar itu ditimbuni oleh dua belas monitorkomputer datar. Di ujung ruangan, seorang petugas perpustakaan baru saja
menuangkan teh dari tekonya dan bersiap menjalankan tugasnya hari ini.
"Selamat pagi," kata petugas perpustakaan itu dengan ceria, sambil meninggalkan
tehnya dan berjalan menyambut Sophie dan Langdon. "Ada yang dapat saya bantu?"
tanya perempuan itu. "Ya, terima kasih," jawab Langdon. "Nama saya - " "Robert
Langdon." Sambung petugas itu sambil tersenyum ramah. "Saya
tahu siapa Anda." Sesaat Langdon sempat khawatir jangan-jangan Fache telah
menyiarkan wajahnya di televisi Inggris juga, namun senyum petugas perpustakaan
itu menyatakan tidak. Langdon masih saja belum terbiasa dengan saat-saat dimana
dia menjadi selebriti. Dan 1agi-lagi, jika ada orang di bumi ini mengenali
wajahnya, pastilah orang itu petugas perpustakaan di bagian referensi religius.
"Pamela Gettum," kata petugas perpustakaan itu sambil mengulurkan tangannya.
Wajahnya tampak terpelajar dan ramah, suaranya berirama, enak didengar. Kacamata
tebal berbingkai tulang tergantung pada lehernya.
"Senang berkenalan dengan Anda," kata Langdon. "Ini teman saya, Sophie Neveu."
Kedua perempuan itu saling menyapa, dan Gettum segera menoleh pada Langdon.
"Saya tidak tahu Anda akan datang."
"Kami juga tidak tahu akan datang. Jika tidak terlalu merepotkan, kami minta
tolong untuk menemukan beberapainformasi."
Gettum bergeser, tampak tidak yakin. "Biasanya pelayanan kami harus didahului
oleh surat permohonan atau perjanjian, kecuali Anda tamu dari seseorang di
universitas ini. Anda tamu?"
Langdon menggelengkan kepalanya. "Saya menyesal, kami telah datang tanpa
pemberitahuan. Seorang teman saya sering memuji Universitas ini. Sir Leigh
Teabing?" Langdon merasa muram ketika menyebutkan nama temannya itu. "Sejarawan
Bangsawan Inggris. Anda mengenalnya?" Wajah Gettum menjadi ceria sekarang, lalu
tertawa. "Ya ampun, ya, saya kenal. Ilmuwan dengan karakter hebat. Seorang yang
fanatik. Setiap kali datang, dia selalu mencari informasi yang sama. Grail.
Grail. Grail. Saya sangat yakin, sampai mati dia tidak akan berhenti menanyakan
itu." Petugas itu mengedipkan matanya. "Waktu dan uang mampu membeli kemewahan
yang menyenangkan, bukan begitu" Seorang Don Quixote yang menyenangkan, beliau
itu." "Bisakah Anda membantu kami?" tanya Sophie. "Ini sangat penting." Gettum
mengamati mengedipkan matanya sekeliling perpustakaan yang sunyi itu dan kepada
mereka berdua. "Wah, saya tidak bisa mengatakan bahwa saya sedang sibuk
sekarang, bukan" Selama Anda mendaftarkan diri, kurasa tidak ada yang keberatan.
Apa yang Anda perlukan?" "Kami sedang berusaha mencari sebuah makam di London."
Gettum tampak ragu. "Kami punya kira-kira 20 ribu makam. Dapat lebih
khusus?" "Makam seorang kesatria. Kami tidak punya namanya." "Seorang kesatria.
Itu khusus. Lebih khusus lagi." "Kami tidak punya banyak informasi tentang
kesatria yang kami cari," kata Sophie, "tetapi inilah yang kami ketahui." Lalu
Sophie mengeluarkan secarik kertas yang telah ditulisinya dengan dua baris puisi
itu. Sesungguhnya mereka ragu untuk memperlihatkan keseluruhan puisi itu kepada orang
asing. Karena itu Langdon dan Sophie hanya memperlihatkan dua baris pertama,
yang menyatakan tentang kesatnia itu.Kryptografiterbagi. Begitu Sophie
menyebutnya. Ketika seorang sebuah kode yang memuat data sensitif, agen
intelijen memasukkan masing-masing kriptografer mengerjakan satu bagian rahasia
dari keseluruhan kode itu. Dengan cara ini, ketika mereka masing-masing berhasil
memecahkannya, tak satupun dari kriptografer itu memiliki secara utuh pesan yang
sudah terpecahkan itu. Dalam kasus sekarang, pencegahan dengan cara ini mungkin saja berlebihan;
walaupun petugas perpustakaan melihat seluruh puisi itu, dan mengenali makam
kesatria itu, dan tahu bola apa yang hilang, informasi itu tidak akan ada
gunanya tanpacryptex itu.
Gettum merasakan keterdesakan dari mata ilmuwan Amerika yang ternama itu, seolah
menemukan dengan segera makam itu merupakan masalah yang sangat kritis.
Perempuan bermata hijau yang menemaninya juga tampak cemas.
Dengan bingung, Gettum mengenakan kaca matanya dan memeriksa kertas yang baru
saja mereka serahkan kepadanya. InLondonliesaknightaPopeinterred.
Hislabour'sfruitaHolywrathincurred.
Gettum menatap tamu-tamunya. "Apa ini" Semacam perburuan harta karun
dari Harvard?" Tawa Langdon terdengar dipaksakan. "Ya, semacam itulah." Gettum
terdiam sejenak, merasa bahwa dia tidak menerima keseluruhan cerita. Walau
begitu, dia merasa tertantang dan memikirkan bait itu dengan saksama. "Menurut
sajak ini, seorang kesatria telah melakukan sesuatu yang membuat Tuhan marah,
namun seorang Paus telah berbaik hati dan menguburkannya di London." Langdon
mengangguk. "Ingat sesuatu?" Gettum bergerak ke arah salah satu komputer. "Tidak
di tanganku, tetapi mari kita lihat apa yang dapat kita ambil daridatabase itu."
Lebih dari dua puluh tahun, Institut Penelitian dalam Teologi Sistematis King's
College telah menggunakansoftware pengenalan karakter secara optis bersama-sama
dengan peralatan penerjemahan linguistik untuk mendigitalkan dan memasukkan ke
dalam katalog sebuah koleksi teks-teks besar - ensiklopedia keagamaan, biografi
religius, naskah-naskah suci dalam belasan bahasa, sejarah-sejarah, surat-surat
Vatikan, agenda para pendeta, apa saja yang termasuk tulisan tentang
spiritualitas manusia. Karena koleksi besar itu sekarang tersimpan dalam bentuk
bit dan byte, tidak lagi dalam bentuk lembaran-lembaran, data itu menjadi lebih
mudah dicari. Gettum sekarang duduk di depan salah satu komputer. Dia melihat secarik kertas
tadi dan mulai mengetik. "Untuk memulainya, kita akan melihat sebuah Boolean
lurus dengan beberapa kata kunci yang pasti, lalu akan kita lihat apa yang
terjadi. "Terima kasih." Gettum mengetik beberapa kata:
LONDON, KNIGHT, POPE Ketika Gettum mengklik tombol SEARCH, dia dapat merasakan dengung komputer induk
yang besar dan terletak di lantai bawah yang sedang mencari data dengan
kecepatan 500 MB/detik. "Saya sedang meminta sistem untuk memperlihatkan kepada
kita dokumen apa pun yang teks utuhnya berisi ketiga kata kunci tersebut.
Hasilnya nanti akan lebih daripada yang kita inginkan, tetapi ini tempat yang
tepat untuk memulai pencarian." Layar monitor telah rnenyajikan hasil pertama
sekarang. Lukisan Paus. Lukisan-lukisan koleksi Sir Joshua Reynolds. London
University Press. Gettum menggelengkan kepalanya. "Tentu ini bukan yang kalian cari."
Lalu dia menggulung ke hasil yang berikutnya. TulisantulisanLondondariAlexanderPope, oleh G. Wilson Knight. Gettum menggelengkan
kepalanya lagi. Ketika sistem itu terus bekerja, hasil-hasilnya keluar lebih cepat dari
biasanya. Lusinan teks muncul, sebagian besar mengacu ke penulis Inggris abad
XVIII, Alexander Pope yang puisi epik-ejekan dan kontrareligiusnya tampaknya
banyak menyebut-nyebut para kesatria dan London.
Gettum melirik cepat ke bidang untuk nomor di bagian bawah layar. Komputer ini,
dengan menghitung jumlah terbaru hasil yang muncul dan melipatgandakannya dengan
persentase dari sisa database untuk mencari, memberikan perkiraan kasar dari
jumlah informasi yang akan ditemukan. Pencarian khusus ini tampaknya akan
memunculkan banyak sekali data.
Perkiraan jumlah total data: 2.692
"Kita harus lebih mempersempit parameternya," kata Gettum, menghentikan
pencarian. "Apakah ini sudah merupakan semua informasi yang Anda miliki tentang
makam itu" Tidak ada yang lain lagi untuk dapat melanjutkan pencarian?" Langdon
menatap Sophie, tampak tidak yakin. Ini bukan perburuan harta karun, Gettum
merasakannya. Dia sudah mendengar bisik-bisik tentang pengalaman Robert Langdon
di Roma tahun lalu. Orang Amerika ini telah diberi izin masuk ke perpustakaan
yang paling aman di bumi - Arsip Rahasia Vatikan. Gettum bertanya-tanya rahasia
apa yang diperoleh Langdon di dalam perpustakaan itu dan apakah tekadnya untuk
memburu makam misterius di London sekarang ini ada hubungannya dengan informasi yang didapatnya di Vatikan
dulu. Gettum telah menjadi pustakawan cukup lama untuk mengetahui alasan yang
paling umum mengapa orang datang ke London mencari kesatria.Grail.
Gettum tersenyum dan memperbaiki letak kacamatanya. "Anda berteman dengan Leigh
Teabing, Anda di Inggris, dan Anda mencari kesatria." Lalu dia melipat
tangannya. "Saya dapat memastikan, Anda sedang mencari Grail."
Langdon dan Sophie saling bertatapan karena terkejut. Gettum tertawa. "Temantemanku, perpustakaan ini adalah basis bagi pencari Grail. Leigh Teabing di
antaranya. Andai saja aku mendapatkan satu shilling untuk setiap waktu yang
kugunakan untuk mencapai Mawar, Maria Magdalena, Sangreal, Merovingian, Biarawan
Sion, dan seterusnya. Semua orang suka berkonspirasi. Diperlukan informasi lebih
banyak." Dalam keheningan itu, Gettum merasakan keinginan para tamunya untuk menyimpan
rahasia mereka dengan cepat meluntur karena hasrat mereka untuk segera tahu
basil pencarian itu. "Ini," Sophie berkata tanpa pikir panjang lagi. "Ini segala yang kami ketahui."
Setelah meminjam pena kepada Langdon, Sophie kemudian menulis dua baris sisa
puisi tadi di atas kertas dan memberikannya kepada Gettum.
Youseektheorbthatoughtbeonhistomb.
ItspeaksofRosyfleshandseededwomb.
Gettum tersenyum simpul. Jadi,memangGrail, pikirnya ketika dia melihat tulisan
yang menyebut Rose dan rahimnya yang terbuahi. "Aku dapat membantu kalian,"
katanya lagi, sambil menatap mereka sekarang. "Boleh aku bertanya dari mana
kalian mendapatkan bait ini" Dan mengapa kalian mencari sebuah bola?"
"Kau boleh bertanya," kata Langdon, dengan senyum ramah, "tetapi ceritanya
panjang dan kita tidak punya banyak waktu."
"Terdengar seperti cara sopan untuk mengatakan 'pikir saja urusanmu sendiri'."
"Kami akan berutang selamanya padamu, Pamela," kata Langdon, "jika kau dapat
menemukan siapa ksatria itu dan dimana dia dimakamkan."
"Baiklah," kata Gettum, lalu mulai mengetik lagi. "Aku akan ikut bermain. Jika
ini berhubungan dengan Grail, kita harus melakukan perujukan silang dengan kata
kunci Grail. Aku akan menambahkan sebuah parameter perkiraan dan menghapus judul
yang memberatkan. Itu akan membatasi hasil kita hanya pada contoh-contoh dan
kata-kata kunci tekstual yang muncul dekat kata yang berhubungan dengan Grail."
Cari: Kesatria, London, Paus, Makam
Dalam100perkirankatadari:
Grail, Mawar, Sangreal, Cawan
"Akan makan waktu berapa lama ini?" tanya Sophie. "Beberapa ratus terabytes
dengan bidang perujukan silang yang berlipatlipat?" Mata Gettum berkilauan
ketika dia mengklik tombol SEARCH. "Paling lama lima belas menit."
Langdon dan Sophie tidak mengatakan apa-apa, tetapi Gettum merasa bahwa lima
belas menitnya akan terasa seperti selamanya bagi tamu-tamunya.
"Teh?" tanya Gettum, sambil berdiri dan berjalan ke arah teko berisi teh yang
tadi dibuatnya. "Leigh selalu menyukai tehku."
93 PUSAT Opus Dei London merupakan gedung batu bata sederhana di Orme Court nomor
5, menghadap North Walk di Kensington Gardens. Silas belum pernah ke sana,
tetapi dia merasakan suasana perlindungan dan suaka ketika dia mendekati gedung
itu dengan berjalan kaki. Walau hujan, R?my telah menurunkannya agak jauh supaya
limosinnya tidak masuk ke jalan utama. Silas tidak keberatan untuk berjalan
kaki. Hujan membersihkannya.
Atas usul R?my, Silas telah melepaskan senjatanya dan membuangnya melalui sebuah
lubang saluran pembuangan. Dia senang terbebas dari benda itu. Dia merasa lebih
ringan. Kakinya masih terasa sakit karena selalu terikat tadi, tetapi Silas
sudah pernah mengalami kesakitan yang lebih pedih. Dia bertanya-tanya tentang
Teabing, yang diikat Remy dan ditinggalkan di bagian belakang limusin itu. Orang
Inggris itu pastilah sedang merasa kesakitan sekarang. "Mau kauapakan dia?"
tanya Silas kepada R?my ketika mereka menuju kesini tadi. R?my menggerakkan
bahunya. "Guru yang harus memutuskannya." Ada
nada aneh pada akhir kalimatnya. Ketika Silas mendekati gedung Opus Dei, hujan
mulai bertambah deras, membasahi jubah beratnya, dan memedihkan luka yang
dideritanya sejak kemarin. Dia sudah siap meninggalkan dosa-dosanya pada 24 jam
terakhir, dan jiwanya sudah bersih. Pekerjaannya telah selesai.
Silas bergerak melintasi sebuah halaman kecil menuju pintu depan. Dia tidak
heran melihat pintunya tidak terkunci. Dia membukanya dan melangkah memasuki
ruang depan yang sederhana. Sebuah bel listrik terdengar di atas ketika Silas
melangkah di atas permadani. Bel itu perlengkapan biasa di gedung ini, karena
para penghuninya menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berdoa di kamar.
Silas dapat mendengar gerakan di atas pada lantai kayu yang berderit.
Seorang lelaki berjubah datang ke bawah. "Bisa kubantu?" Matanya ramah,
tampaknya tidak terkesan pada penampilan fisik Silas yang menakutkan. "Terima
kasih. Namaku Silas. Aku anggota Opus Dei." "Warga negara Amerika?" Silas
mengangguk. "Aku di kota ini hanya satu hari ini. Boleh beristirahat
di sini?" "Kau tidak perlu bertanya. Ada dua kamar kosong pada lantai tiga. Mau
dibawakan teh dan roti?" "Terima kasih." Silas memang sangat kelaparan. Lalu dia
pergi ke atas ke sebuah kamar yang sederhana dengan satu jendela. Silas
menanggalkan jubah basahnya, lalu berlutut untuk berdoa dengan baju dalamnya
saja. Dia mendengar tuan rumahnya naik dan meninggalkan nampan di luar pintu.
Setelah selesai berdoa, Silas mengambil makanan dan memakannya, lalu berbaring
untuk tidur. Tiga lantai di bawah, sebuah telepon berdering. Seorang anggota Opus Dei yang
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tadi menenima Silas mengangkatnya.
"Ini polisi London," kata penelpon itu. "Kami sedang mencari seorang biarawan
albino. Kami mendapat informasi bahwa dia mungkin ada di sana. Anda melihatnya?"
Anggota Opus Dei itu terkejut. "Ya, dia di sini. Ada masalah?" "Dia di
sanasekarang?" "Ya, di lantai atas lagi berdoa. Ada apa" "Biarkan dia tetap di
tempatnya," petugas itu "Jangan katakan apa pun kepada siapa pun. Aku akan
mengirim petugas ke sana."
94 TAMAN ST. James's adalah area hijau di tengah kota London, sebuah taman umum
yang membatasi istana-istana Westminster, Buckingham, dan St. James's. Pernah
ditutup oleh Raja Henry VIII dan diisi dengan rusa-rusa untuk diburu, Taman St.
James's sekarang dibuka untuk umum. Pada sore yang cerah, penduduk London
berpiknik di bawah pepohonan willow dan memberi makan pelikan yang menghuni
danau di situ. Nenek moyang pilikan-pelikan itu adalah pemberian Charles II dari
kedutaan besar Rusia. Guru tidak melihat pelikan hari ini. Cuaca yang berangin keras membawa burungburung layang-layang dari laut. Lapangan rumputnya tertutup oleh burung-burung
itu - ratusan burung putih menghadap ke arah yang sama, meniti angin lembab dengan
sabar. Walau pagi ini berkabut, taman itu tetap saja menyuguhkan pemandangan
yang indah dari Gedung Parlemen dan Big Ben. Menatap lapangan rumput landai,
melewati danau bebek dan siluet lembut dari pepohonan willow yang menangis, Guru
dapat melihat menaramenara dari gedung berisi makam kesatria itu - itulah alasan
sesungguhnya dia meminta R?my untuk datang ke sini.
Ketika Guru mendekati pintu penumpang depan dari limusin yang terparkir, R?my
mencondongkan tubuhnya ke samping untuk membuka pintu mobil itu. Guru berhenti
di luar, meneguk dari sebotol cognac yang dibawanya. Setelah mengusap mulutnya,
ia masuk ke mobil dan duduk di samping R?my, kemudian menutup pintu.
Remy memegang batu kunci seperti memegang sebuah trofi. "Ini hampir hilang."
"Kau telah berhasil," kata Guru. "Kita telah berhasil," balas R?my, sambil
meletakkan kunci itu pada tangan Guru yang penuh hasrat.
Guru mengaguminya dengan lama, lalu tersenyum. "Dan senjatanya" Kau sudah
mengelapnya?" "Ya, dan sudah kukembalikan ke kotak sarung tangan tempat aku menemukannya."
"Bagus sekali." Guru meneguk cognac lagi dan memberikan botol kecil itu kepada
R?my. "Mari minum untuk keberhasilan kita. Akhir itu sudah dekat."
R?my menerima botol itu dengan rasa terima kasih. Cognac itu terasa asin, tetapi
R?my tidak peduli. Dia dan Guru betul-betul menjadi rekanan sekarang. Dia dapat
merasakan dirinya naik ke posisi yang lebih tinggi.Aku tidak akan menjadi
pelayan lagi. Ketika R?my menatap ke bawah ke arah tanggul di danau bebek itu,
Puri Villette terasa bermil-mil jauhnya.
R?my meneguk lagi minuman itu, lalu dia dapat merasakan cognac itu menghangatkan
darahnya. Kehangatan pada tenggorokan R?my berubah dengan cepat menjadi panas
yang meresahkan. Sambil mengendurkan dasi kupu-kupunya, dia merasakan seperti
pasir yang tidak menyenangkan, lalu memberikan botol itu kepada Guru. "Mungkin
aku sudah cukup minumnya," katanya, lemah.
Sambil mengambil botol itu, Guru berkata, "R?my, seperti yang kautahu, kau satusatunya yang mengetahui wajahku. Aku sangat mempercayaimu."
"Ya," kata R?my, merasa demam ketika dia melonggarkan dasinya lebih lebar. "Dan
identitasmu akan ikut bersamaku ke kuburku."
Guru terdiam lama. 'Aku percaya padamu." Setelah mengantongi batu kunci dan
botol itu, Guru mengulurkan tangannya ke tempat penyimpanan sarung tangan lalu
mengeluarkan revolver Medusa yang kecil tadi. Sesaat, R?my merasa takut, tetapi
Guru hanya menyelipkan pistol itu ke saku celananya. Apayangdilakukannya" Tibatiba R?my merasa berkeringat. "Aku tahu, aku menjanjikan kebebasan padamu," kata
Guru, suaranya terdengar sesal. "Tetapi mengingat keadaanmu, ini adalah yang
terbaik yang dapat kulakukan padamu."
Tenggorokan R?my membengkak tiba-tiba. Dia jatuh ke depan di tempat kemudi
sambil mencengkeram lehernya dan merasakan muntahnya pada kerongkongannya yang
menyempit. Dari tenggorokannya, keluar suara jeritan yang terjepit, tidak cukup
keras untuk terdengar dari luar mobil. Pengasin dalamcognac itu sekarang
bereaksi. Akudibunuh! Dengan tak percaya, R?my menoleh melihat Guru yang duduk
di sampingnya dengan tenang, menatap lurus ke depan melewati kaca depan.
Pandangan mata R?my mengabur, dan dia megap-megap mencari udara. Aku sudah
membuat segalanya mungkin baginya! Tega sekali dia melakukan ini! Apakah Guru
memang sudah berniat membunuh R?my sejak lama atau apakah karena tindakan R?my
di Gereja Kuil yang membuat Guru kehilangan kepercayaan, R?my tidak tahu.
sekarang. R?my mencoba untuk Ketakutan menyergap dan kemarahan menjalarinya
Guru, tetapi tubuhnya yang menjadi kaku tak lagi dapat bergerak. Aku telah
mempercayakan segalanya padamu!
R?my mencoba mengangkat tinjunya yang terkepal untuk membunyikan klakson, tetapi
dia malah terpeleset, bergulung kearah tempat duduk, tergeletak di samping Guru,
memegangi lehernya. Hujan jatuh semakin deras sekarang. R?my tak dapat lagi
melihat, tetapi dia dapat merasakan otak yang kehilangan zat asam itu bergantung
pada sisa-sisa dari pandangan matanya yang terakhir. Ketika dunianya perlahanlahan menjadi hitam, R?my Legaludec masih mendengar suara debur lembut ombak
Riviera. Guru keluar dari limusin. Dia merasa senang karena tidak ada orang yang
melihat ke arahnya. Aku tidak punya pilihan, katanya pada diri sendiri. Dia
heran juga betapa sedikitnya sesal yang dirasakannya untuk apa yang baru saja
dia lakukan. R?my menentukan nasibnya sendiri. Guru memang sudah sejak lama
mengkhawatirkan bahwa dia harus melenyapkan R?my ketika misi sudah selesai,
tetapi karena R?my dengan kurang ajar telah menampakkan diri di Gereja Kuil,
maka dia sendiri telah mempercepat keharusan itu. Kunjungan Robert Langdon yang
tak terduga ke Puri Villette telah membawa durian runtuh dan sekaligus sebuah
dilema yang ruwet. Langdon telah mengantarkan batu kunci langsung ke jantung
operasi, yang merupakan kejutan menyenangkan, tetapi Langdon juga membuntutinya.
Sidik jari R?my ada telah membawa serta polisi yang di seluruh sudut di Puri
Villette, demikian juga pada pos penyadapan di gudang, tempat R?my melakukan
penyadapan. Guru merasa beruntung karena selama ini telah berjaga-jaga mencegah
keterkaitan antara kegiatan R?my dan dirinya. Tidak ada seorang pun yang dapat
menyangkutkan Guru pada kejahatan kecuali R?my membocorkannya, dan sekarang itu
bukan masalah lagi. Satulagibuhullonggaryangharusdiikat, pikir Guru sambil
berjalan ke pintu belakang limusin. Polisi tidak akan tahu apa yang terjadi ...
dan tidak ada saksihidupyangakanmenceritakankepadapolisi. Setelah mengamati
sekitar untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya, Guru menarik pintu
hingga terbuka dan naik ke ruang belakang yang kosong. Beberapa menit kemudian,
Guru menyeberangi Taman St. James's. Tinggal dua orang lagi. Langdon dan Neveu.
Mereka lebih sulit. Tetapi dapat diatasi. Bagaimanapun, pada saat itu Guru harus
menguruscryptex dulu. Dengan menatap penuh kemenangan saat melintasi taman, Guru dapat melihat
tujuannya. Di London terbaring seorang kesatria yang seorang Paus kuburkan.
Begitu Guru mendengar puisi itu, dia tahu jawabannya. Walau begitu, tidak
mengherankan jika yang lain tidak dapat mengetahuinya. Aku punya keuntungan yang
tidak adil. Setelah menyadap percakapan Sauni?re selama beberapa bulan terakhir
ini, Guru pernah mendengar bahwa mahaguru itu menyebutkan kesatria terkenal ini
pada suatu peristiwa, dengan menyatakan penghormatan yang hampir sama tingginya
dengan penghormatannya kepada Da Vinci. Rujukan puisi itu kepada kesatria sangat
mudah begitu orang melihatnya, namun bagaimana makam ini akan mengungkap batu
kunci itu masih merupakan misteri.
Kaumencaribolayangseharusnyaadadiatasmakamnya. Secara samar-samar, Guru
mengingat foto-foto makam terkenal dan, khususnya, ciri-cirinya yang paling
menonjol.Sebuahbolabesar. Sebuah bola besar yang terpasang di atas makam hampir
sama besarnya dengan ukuran makam itu sendiri. Keberadaan bola itu tampak
membuat Guru bersemangat tapi sekaligus juga terganggu. Pada satu sisi, bola itu
seperti tanda pos. Namun, menurut puisi itu, bagian yang hilang dari puzzle itu
adalah sebuah bola yang seharusnya ada di atas makam ... bukan yang sudah ada di
sana. Guru harus memeriksa dengan cermat makam itu untuk menyibak jawabannya.
Hujan semakin deras sekarang. Guru menyimpan cryptex itu jauh di dalam saku
kanannya supaya tidak basah. Revolver Medusanya ada di dalam saku kirinya,
tersembunyi. Dalam beberapa menit, Guru sudah mulai melangkahkan kakinya
memasuki sanktuari yang hening dari bangunan terbesar di London yang berusia
sembilan ratus tahun itu. Bersamaan dengan Guru melangkahkan kakinya keluar dari
guyuran hujan, Uskup Aringarosa justru menjadi basah karena hujan. Pada landasan
pacu di lapangan udara eksekutif di Biggin Hill, Uskup Aringarosa muncul dari
pesawat sewaannya yang sempit, sambil mempererat jubahnya untuk menahan dingin.
Dia berharap akan disambut oleh Kapten Fache. Namun seorang polisi Inggris yang
masih muda muncul dengan membawa sebuah payung.
"Uskup Aringarosa" Kapten Fache harus segera pergi tadi. Dia memintaku untuk
melayani Anda. Dia menyarankan untuk membawa Anda ke Scotland Yard, karena dia
pikir itu tempat yang teraman."
Teraman" Aringarosa melihat tas berat yang ditentengnya, yang berisi obligasi
dari Vatikan. Dia hampir saja lupa. "Baiklah, terima kasih."
Aringarosa memasuki mobil polisi, sambil bertanya-tanya dimana Silas mungkin
berada. Beberapa menit kemudian, pemindai di dalam mobil polisi itu bersuara
serak memberi jawaban OrmeCourtnomor5. Aringarosa segera mengenali alamat itu.
PusatOpusDeidiLondon. Dia menoleh kepada pengemudi. "Antarkan aku ke sana
segera!" 95 MATA LANGDON tidak pernah meninggalkan layar komputer sejak awal mereka mulai.
Lima menit. Hanya mendapatkan dua hasil. Keduanya tidak ada hubungannya. Langdon
mulai merasa khawatir. Pamela Gettum sedang berada di ruang sebelah yang
terhubung oleh pintu yang dibukanya, membuat minuman panas. Langdon dan Sophie
dengan lancang telah meminta kopi setelah meminum teh yang Gettum tawarkan tadi.
Dan dari suara bel mikrowave yang terdengari dari ruang sebelah, Langdon tahu
mereka akan segera disuguhi kopi cepat saji Nescaf?. Akhirnya, komputer itu
berkedip riang. "Kedengarannya kalian sudah mendapatkan yang lain lagi," seru
Gettum dari ruang sebelah. "Apa judulnya?" Langdon mengamati layar.
AlegoriGraildalamLiteratur AbadPertengahan:
SebuahRisalahtentangSir GawaindanKesatriaHijau.
"Alegori Kesatria Hijau," seru Langdon menjawab Gettum. "Tidak bagus" jawab
Gettum. "Tidak banyak raksasa hijau mitologi yang dikuburkan di London." Langdon
dan Sophie duduk sabar di depan layer monitor. Ketika komputer berkedip lagi,
ternyata hasilnya di luar dugaan.
DIE OPERN VON RICHARD WAGNER
"Opera-opera Wagner?" kata Sophie. Gettum menjulurkan kepalanya lagi dari pintu
penghubung ruangan, sambil memegang dua kantong kopi instan. "Itu seperti tidak
cocok. Apakah Wagner seorang kesatria?"
"Bukan," kata Langdon, tiba-tiba dia merasa ingin tahu lebih jauh. "Tetapi dia
seorang Freemason yang ternama." Bersama dengan Mozart, Beethoven, Shakespeare,
Greshwin, Houdini, dan Disney. Banyak buku telah ditulis tentang hubungan orangorang Mason dan Templar, Biarawan Sion, dan Holy Grail. "Aku ingin melihat yang
ini. Bagaimana caranya melihat seluruh teks inii"
"Kau tidak perlu melihat seluruh teks," seru Gettum. "Klik saja pada judul
hypertext. Komputer akan memperlihatkan kata kuncimu bersama mono prelogs
dantriplepostlogs untuk konteks."
Langdon tidak mengerti apa yang baru dikatakan Gettum tadi, tetapi dia mengklik
saja. Tampakan layar berganti lagi.
... kesatria mitologis bernama Parsifal yang ... ... Grail metaforis yang menanyakan
bahwa dapat dibantah ... ... London philharmonic pada tahun 1855 ... ... antologi
opera Paus Rebecca "Diva's ... ... makam Wagner di Bayreuth, Jerman ... "Bukan Paus
yang itu ," kata Langdon kecewa. Walau begitu, dia kagum pada sistem yang mudah
digunakan itu. Kata kunci dan konteks cukupnya mengingatkan dirinya bahwa opera
WagnerParsifal merupakan penghormatan kepada Maria Magdalena dan garis keturunan
Yesus Kristus, yang menceritakan seorang kesatria muda yang sedang mencari
kebenaran. "Sabar saja," kata Gettum. "Ini memang memerlukan kesabaran. Biarkan mesin itu
bekerja." Setelah beberapa menit, komputer mengeluarkan lagi beberapa referensi Grail,
termasuk sebuah teks tentang para troubadour - kelompok seniman (minstrel)
keliling yang terkenal di Prancis. Langdon tahu, bukanlah sebuah kebetulan jika
kata minstrel dan minister (pendeta) mempunyai akar kata etimologis yang sama.
Troubadour merupakan pelayan pengelana atau "pendeta" dari Gereja Maria
Magdalena, yang menggunakan musik untuk menyebarkan cerita tentang perempuan
suci kepada orang-orang desa. Hingga kini, kelompok kesenian itu menyanyikan
lagu-lagu pujian bagi kesalehan "Ibu kita" - seorang perempuan cantik selamanya.
Dengan bersemangat, Langdon menemukan apa-apa. Komputer itu berkedip lagi. dan
misterius yang mereka junjung
memeriksa hypertext itu, namun tidak
KESATRIA, KUTU BUSUK, PAUS, DAN PENTAKEL:
SEJARAH HOLY GRAIL LEWAT TAROT
'Tidak mengherankan," kata Langdon kepada Sophie. "Beberapa kata kunci kita
memiliki nama yang sama seperti kartu-kartu individual." Lalu Langdon meraih
mouse untuk mengklik pada sebuah hyperlink. "Aku tidak yakin kakekmu pernah
mengatakannya ketika kamu bermain kartu Tarot bersamanya, Sophie, tetapi
permainan ini merupakan sebuah flashcard catechism - kartu pengingat pada
katekismus - ke dalam cerita Lost Bride dan kekalahan perempuan itu dari Gereja
yang jahat." Sophie menatap Langdon, tampak tidak mengerti. "Aku tidak mengerti." "Itulah
masalahnya. Dengan mengajar melalui permainan metaforis, para pengikut Grail
menyembunyikan pesan mereka dari pengawasan mata gereja." Langdon sering
bertanya-tanya berapa banyak pemain kartu modern tahu bahwa rangkaian empat
mereka---daun, hati, keriting, wajik---merupakan simbol-simbol yang berhubungan
dengan Grail, dan itu langsung berasal dari empat serangkai kartu Tarot - pedang,
cawan, tongkat kekuasaan, dan bintang lima sudut.
DaunmerupakanPedang - Matapisau.Lelaki. HatimerupakanCawan - Cawansuci.Perempuan.
KeritingmerupakanTongkatKekuasaan - GarisketurunanRaja.Anggota yangberkembang.
WajikmerupakanBintangLimaSudut - Dewi.Perempuansuci.
Empat menit kemudian, ketika Langdon mulai merasa cemas ka1au-kalau mereka tidak
akan menemukan apa yang mereka cari di sini, komputer mengeluarkan hasil lagi.
GravitasiSeorangJenius: Biografi Seorang Kesatria Modern
"Gravitasi seorang jenius?" seru Langdon pada Gettum. "Biografi
seorang kesatria modern?" Gettum menjulurkan kepalanya lagi. "Seberapa
modernnya" Semoga kau tidak akan menyebutkan Sir Rudy Giuliani. Secara pribadi,
aku menganggap yang satu itu agak tidak terpuji."
Langdon sendiri merasa kecewa dengan kesatria yang baru saja diangkat, Sir Mick
Jagger, tetapi ini sama sekali bukan saat yang tepat untuk memperdebatkan
politik kekesatriaan Inggris modern. "Ayo kita lihat." Langdon mengklik katakata kuncihyper-text tersebut.
...kesatriaterhormat,SirIsaacNewton... ... di London pada tahun 1727 dan ... ... makamnya
di Biara Westminster ... ...PausAlexander,temandanrekankerja...
"Kukira 'modern' merupakan kata yang relatif," seru Sophie pada
Gettum. "ini buku kuno. Tentang Sir Isaac Newton." Gettum menggelengkan
kepalanya dari ambang pintu. "Tidak cocok. Newton dimakamkan di Biara
Westminster, makam bagi penganut Protestan. Tidak mungkin seorang paus Katolik
terlibat. Krim dan gula?" Sophie mengangguk. Gettum masih menunggu. "Kau,
Robert?" Jantung Langdon berdentam keras. Dia mengalihkan matanya dari layar
dan berdiri. "Sir Isaac Newton adalah kesatria yang kita cari." Sophie tetap
duduk. "Apa maksudmu?" "Newton dimakamkan di London," kata Langdon.
"Pekerjaannya menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang membangkitkan kemarahan
Gereja. Dan dia mahaguru dari Biarawan Sion. Apa lagi yang kita butuhkan?"
"Apa lagi?" Sophie menunjuk pada puisi itu. "Bagaimana dengan seorang kesatria
yang seorang Paus kuburkan" Kau dengar Nona Gettum tadi. Newton tidak dikuburkan
oleh seorang paus Katolik."
Langdon meraih mouse itu lagi. "Siapa bilang ini tentang seorang paus Katolik?"
Lalu dia mengklik pada hyperlink "Paus", kemudian kalimat lengkapnya muncul.
PemakamanSir IsaacNewton,yangdihadiriolehraja-rajadan
parabangsawan,diketuaiolehPausAlexander,temandan
rekannya,yangmemberikanpidatoyangmengharukan
sebelumdiamenaburkantanahpadamakamitu.
Langdon menatap Sophie. "Kita telah mendapatkan paus yang benar pada
hasil kedua. Alexander." Langdon terdiam.sejenak, lalu, "Paus A."
InLondonliesaknightA.Popeinterred.
(DiLondonterbaringseorangkesatriayangPausAkuburkan)
Sophie berdiri, tampak terpaku. Jacques Sauni?re, master dari maksud ganda,
telah membuktikan sekali lagi bahwa dia super cerdas.
96 SILAS TERBANGUN dengan terkejut.
Dia tidak tahu apa yang telah membangunkannya atau berapa lama dia sudah
tertidur. Apakah aku sedang bermimpi" Sambil duduk tegak di atas kasur
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jeraminya, dia mendengarkan napas tenang dari gang tempat tinggal para anggota
Opus Dei ini. Satu-satunya tanda yang tetap ada adalah gumam lembut dari
seseorang yang sedang berdoa keras di lantai bawahnya. Itu bunyi yang sudah
akrab dengannya dan dia pun merasa nyaman dengan itu. Namun dia tiba-tiba
merasakan kecurigaan yang tak terduga. Dengan hanya mengenakan baju dalamnya,
Silas berdiri dan berjalan menuju jendela. Apakah aku dibuntuti" Halaman di
bawahnya sepi, sama seperti ketika dia masuk tadi. Dia mendengarkan. Sunyi. Jadi
mengapa aku merasa tidak tenang" Sudah sejak lama Silas be!lajar untuk selalu
mempercayai nalurinya. Naluri telah membuatnya bertahan hidup sebagai seorang
anak yang tinggal di jalanan di Marseilles lama sebelum masuk penjara ... lama
sebelum dia dilahirkan kembali oleh tangan Uskup Aringarosa. Silas melongok ke
luar jendela. Sekarang dia melihat sebentuk mobil di halaman. Di atas mobil itu
ada sirene polisi. Sebuah papan lantai berderit di gang. Sebuah pintu dibuka.
Silas bertindak dengan nalurinya. Ia bergerak cepat melintasi kamar dan berhenti
tepat di belakang pintu, bersamaan dengan saat pintu itu dibuka. Seorang polisi
pertama bergegas masuk, mengayunkan senjatanya ke kiri lalu ke kanan ke kamar
yang tampaknya kosong itu. Sebelum dia tahu di mana Silas, Silas telah mendorong
pintu itu dengan bahunya, menabrak polisi kedua yang bergerak masuk. Ketika
polisi pertama bergerak akan menembak, Silas menekuk kakinya. Pistol meledak,
pelurunya terbang di atas kepala Silas, bersamaan dengan dia menendang tulang
kering polisi itu, sehingga polisi itu jatuh dan kepalanya menghantam lantai.
Polisi kedua berdiri terhuyung di ambang pintu, lalu Silas menendang
selangkangannya. Setelah itu Silas melangkahi tubuh-tubuh bergelimpangan itu
keluar menuju gang. Dengan tubuh pucatnya yang nyaris bugil, Silas menuruni tangga dengan cepat. Dia
tahu dia telah dikhianati. Tetapi oleh siapa" Ketika dia tiba di serambi,
polisi-polisi lainnya menyerbu melalui pintu depan. Silas berputar ke arah yang
lain dan berdiri masuk lebih dalam ke gang penginapan. Pintu masuk ke penginapan
anggota perempuan. Setiap gedung Opus Dei memiki satu. Silas terus berlari di
gang sempit, menyelinap ke dapur, melewati para pekerja yang menjadi ketakutan
dan menghindari seorang albino setengah bugil ketika Silas menabrak mangkukmangkuk dan peralatan makan, terus menyerbu gang gelap di dekat ruang masak.
Sekarang dia melihat pintu yang dicarinya. Sebuah lampu keluar, bercahaya di
ujung. Dia keluar pintu dan menerjang hujan dengan mempercepat larinya. Silas meloncat
ke dataran yang lebih rendah, tidak melihat polisi yang datang dari sisi
lainnya. Terlambat. Kedua orang itu bertabrakan. Bahu telanjang Silas yang lebar
menghantam tulang dada polisi itu dengan kekuatan yang menghancudcan. Silas lalu
mendorong polisi itu hingga ke tepi jalan, dan menindihnya. Pistol polisi itu
terbuang jauh. Silas dapat mendengar orangorang berlarian sambil berteriakteriak. Lelaki albino itu bergulung dan meraih pistol itu, tepat saat beberapa
polisi muncul. Sebuah termbakan meledak di tangga, dan Silas merasa sangat sakit
pada di bawah tulang iganya. Penuh dengan kemarahan, dia balas menembak ketiga
polisi itu. Darah mereka muncrat.
Sebuah bayangan hitam tampak dari belakangnya, datang entah dari mana. Tangan
marah yang mencengkeram bahu telanjangnya terasa oleh Silas seperti menyuntikkan
kekuatan setan dalam dirinya. Lelaki itu berteriak pada telinga Silas. SILAS,
JANGAN! Silas berputar dan menembak. Mata mereka bertemu. Silas berteriak ketakutan
ketika Uskup Aringarosa roboh.
97 LEBIH DARI tiga ribu orang dimakamkan atau disimpan dalam tempat suci di Biara
westminster. Penghuni kuburan kolosal itu di tambah lagi dengan rajaraja,
pejabat-pejabat negara, ilmuwan, pujangga, dan pemusik. Makam mereka merupakan
kumpulan ceruk-ceruk dan ruang-ruang kecil, diatur secara berurutan dari makam
yang paling megah - milik Ratu Elizabeth I, yang peti batu jenazahnya diberi
kanopi ditempatkan pada kapel setengah bundaran miliknya pribadi - hingga ke
paling sederhana, yang hanya ditempeli keramik dan inskripsinya telah semakin
pudar karena selama berabad-abad, dijadikan jalan pengunjung dan membuat orang
bertanya-tanya siapa gerangan yang terkubur di bawah keramik lantai itu.
Dirancang dengan gaya katedral-katedral Amiens, Chartres, dan Canterbury, Biara
Westminster tidak dianggap sebagai katedral ataupun gereja wilayah. Biara ini
memiliki klasifikasikhasbangsawan, diperuntukkan hanya bagi orang yang berkuasa.
Sejak digunakan sebagai tempat penobatan William Sang Penakluk pada hari Natal
tahun 1066, tempat ibadah yang memukau ini telah menjadi saksi upacara para
bangsawan dan pejabat negara yang tak habis-habisnya---Penobatan Edward Sang
Pengaku, pernikahan Pangeran Andrew dengan Sarah Ferguson, pemakaman Henry V,
Ratu Elizabeth I, dan Putri Diana.
Walau begitu, saat ini Robert Langdon tidak tertarik pada sejarah kuno biara
itu, kecuali pada pemakaman kesatria Inggris Sir Isaac Newton.
DiLondonterbaringseorangkesatriayangseorangPaus kuburkan. Ketika Langdon dan
Sophie bergegas melewati serambi megah dengan pilar-pilar di sebelah utara,
mereka disambut oleh para penjaga yang dengan sopan rnengantar mereka melalui
perangkat tambahan terbaru---sebuah pintu yang harus dilalui untuk mendeteksi
metal pada tubuh pengunjung - yang sekarang ada di setiap gedung bersejarah di
London. Mereka melaluinya tanpa membunyikan alarm, kemudian mereka melanjutkan
ke pintu masuk biara. Saat Langdon berjalan melintasi ambang pintu untuk masuk ke dalam Biara
Westminster, dia merasa kesibukan dunia luar menghilang bersama sebuah desis
tiba-tiba. Tidak ada suara gaduh lalu lintas. Tidak ada suara deras hujan. Hanya
kesunyian tuli, yang menjalar dari belakang ke depan seolah bangunan ini sedang
berbisik pada dirinya sendiri. Mata Sophie dan Langdon, seperti juga mata setiap
pengunjung biara itu, langsung terarah ke atas, memandang ceruk sedalam jurang
yang seakan meledak ke atas. Pilar-pilar dari batu kelabu menjulang seperti
pohon-pohon redwood di kegelapan. Pilar-pilar itu tegak dengan anggun menunjang
permukaan yang luas, lalu meluncur turun ke lantai batu. Di depan Langdon dan
Sophie, lorong lebar di sebelah utara terentang seperti jurang dalam, diapit
oleh kaca berwarna. Pada hari cerah, lantai biara itu merupakan sebuah karya
tambal-tambalan prismatis dari cahaya. Hari ini, hujan dan kegelapan memberi
aura hantu pada kedalaman gang besar itu ... lebih seperti suasana ruang bawah
tanah yang sebenarnya. "Ini hampir kosong," bisik Sophie. Langdon merasa kecewa.
Dia berharap akan bertemu dengan orang banyak. Sebuah tempat yang lebih umum.
Langdon tidak ingin pengalaman mereka di Gereja Kuil sebelum ini terulang. Dia
telah membayangkan bahwa dia akan merasa aman ditempat wisata yang populer ini,
tetapi kenangan Langdon akan ramainya rombongan turis di sebuah biara yang
berpenerangan baik itu terjadi pada musim wisata selama musim panas. Hari ini
adalah bulan April yang sering hujan. Yang ditemui Langdon bukanlah rombongan
turis dan kaca berwarna yang. berkilauan, tetapi berakre-akre lantai sunyi dan
ruangruang tambahan yang gelap dan kosong.
"Kita telah melewati pendeteksi metal," kata Sophie, tampaknya dia merasakan
ketegangan Langdon. "Jika ada orang lain di sini, pastilah orang itu tidak
bersenjata." Langdon mengangguk, namun masih merasa harus sangat berhati-hati. Langdon ingin
dikawal oleh polisi London, tetapi Sophie khawatir polisi itu akan menghubungi
polisi lainnya.Kitaharusmenemukankembali cryptexitu, Sophie
bertekad.Itumerupakankuncidarisegalanya. Tentu saja dia benar.
KunciuntukmembebaskanLeighkembalidenganselamat. KunciuntukmenemukanHolyGrail.
Kunciuntukmengetahuisiapadalangsemuaini. Celakanya, satu-satunya kesempatan
mereka untuk mendapatkan kembali batu kunci itu tampaknya ada di sini dan
sekarang ... pada makam Isaac Newton. Siapa pun pemegang cryptex itu harus
mendatangi makam itu untuk memecahkan petunjuk terakhir, dan jika orang itu
belum datang, Sophie dan Langdon berharap bisa mendahuluinya.
Menyusuri dinding kiri untuk menghindari tempat terbuka, Langdon dan Sophie
bergerak masuk ke sebuah gang yang gelap di belakang deretan pilarpilaran.
Langdon tidak dapat mengusir bayangan Teabing yang sedang ditawan, mungkin
temannya itu diikat di belakang limosinnya sendiri. Siapa pun yang yang telah
menyuruh membunuh para anggota tertinggi Biarawan Sion tidak akan ragu-ragu
untuk menyingkirkan siapa pun lainnya yang menghalang. Tampaknya sebuah ironi
yang kejam bahwa Teabing - seorang kesatria Inggris modern - disandera saat mencari
rekan sebangsanya, Sir Isaac Newton. "Ini jalan ke arah mana?" tanya Sophie,
sambil melihat ke sekeliingnya. Makam, Langdon tidak tahu. "Kita harus mencari
pemandu dan bertanya." Langdon tahu, memang lebih baik bertanya daripada
berkeliaran tanpa tujuan di sini. Biara Westminster merupakan sarang kelinci
yang ruwet dari pekuburan, bilik-bilik melingkar, dan ceruk masuk ke makam.
Seperti Galeri Agung di Louvre, tempat ini hanya memiliki satu pintu masuk - pintu
yang tadi mereka lewati; mudah untuk menemukan jalan masuk, tetapi sangat sulit
untuk menemukan jalan keluar.Betul-betulperangkapturis, begitu salah satu teman
Langdon menyebutnya. Dengan mempertahankan. arsitektur tradisional, biara ini
berbentuk salib raksasa yang direbahkan. Namun, tidak seperti kebanyakan gereja
yang pintu masuknya ada di belakang, pintu masuk biara ini ada di samping.
Selain itu, biara ini mempunyai rangkaian beranda yang bertebaran rak teratur.
Salah memasuki ruang beratap kubah, turis akan tersesat ke dalam sebuah labirin
pintu keluar yang dikeliingi oleh tembok-tembok tinggi.
"Para pemandu itu mengenakan jubah kemerahan," kata Langdon, ketika mereka
mendekati bagian tengah gereja. Lalu, saat menatap miring melintasi altar
berkilap yang tinggi ke arah sisi selatan yang jauh, Langdon melihat sejumlah
tamu sedang merangkak. Para peziarah yang letih seperti ini sering terlihat di
Sudut Pujangga, walaupun tindakan mereka itu tidak sesuci seperti yang terlihat.
"Aku tidak melihat seorang pemandu pun," kata Sophie. "Mungkin kita dapat
mencari sendiri makam itu?"
Tanpa kata-kata, Langdon membawa Sophie melangkah lagi ke bagian pusat biara dan
menunjuk ke kanan. Sophie terkesiap ketika dia melihat ke ruang tengah yang panjang. Sekarang
tampaklah kemegahan gedung itu. "Aah," katanya. "Ayo, kita cari seorang
pemandu." Pada saat itu, seratus yard dari bagian tengah gereja, terhalang oleh
layar tempat paduan suara, makam Isaac Newton sedang dikunjungi oleh seorang
pengunjung. Guru telah selama sepuluh menit mengamati makam itu.
Makam Newton terdiri atas peti-jenazah batu dari pualam hitam. Di atasnya
berdiri patung Sir Isaac Newton, yang mengenakan pakaian tradisional sambil
bersandar bangga pada tumpukan buku-bukunya sendiri - Divinity, Chronology,
Opticles, and Philosophiae Naturalis Principia Mathematica. Pada kakinya berdiri
dua orang anak laki-laki bersayap yang memegangi sebuah gulungan kertas. Di
belakang Newton yang berbaring, berdiri tegak sebuah piramid yang keras. Walau
piramid itu sendiri tampak aneh, namun yang paling menarik perhatian Guru adalah
sebentuk raksasa yang setengah jalan menaiki piramid itu. Sebuahbola. Guru
merenungkan kembali teka-teki Sauni?re yang memperdayakan. Kau mencari bola yang
seharusnya ada di atas makamnya. Bola besar itu muncul dari bagian muka pyramid,
diukir tipis dan menggambarkan berbagai macam bentuk benda langit--perbintangan, lambing-lambang zodiak, kometkomet, bintang-bintang, dan planetplanet. Di atasnya terdapat gambar dewo astronomi di bawah hamparan bintangbintang. Bola-bolayangtakterhitung. Tadinya Guru yakin, begitu dia menemukan
makam itu, akan mudah dia menemukan bola yang hilang. Sekarang dia tidak yakin
lagi. Dia menatap peta langit yang rumit. Apakah ada planet yang hilang" Apakah
ada bola astronomi yang hilang dari kumpulan benda-benda langit ini" Dia tidak
tahu. Walau begitu, Guru yakin bahwa jawaban teka-teki ini pastilah sesuatu yang
sangat mudah dan jelas - "seorang kesatria yang seorang paus kuburkan." Bola apa
yang kucari" Jelas, pengetahuan mendalam tentang astrofisika tidak diperlukan
untuk menemukan Holy Grail, bukan"
ItumengatakantentangragaRosydanrahimyangterbuahi. Konsentrasi Guru terpecah
karena kedatangan beberapa orang turis. Dia lalu memasukkan cryptex itu ke dalam
sakunya lagi, dan menatap waspada kepada para pengunjung di meja yang tak jauh
darinya. Para turis itu memberikan uang sumbangan ke dalam sebuah cawan dan
mendapankan alat menjiplak-kubur yang disediakan oleh biara ini. Dengan membawa
pensil arang baru dan kertas besar yang berat, turis-turis itu bergerak ke
bagian depan biara, mungkin ke Sudut Pujangga untuk memberi penghormatan kepada
Chaucer, Tennyson, dan Dickens dengan cara menggosoki makam-makam mereka dengan
bersemangat. Setelah sendiri lagi, Guru melangkah lebih dekat pada makam itu, mengamatinya
dari bawah ke atas. Dia memulainya dari kaki yang mencengkeram di bawah petijenazah baru itu, bergerak ke atas melintasi patung Newton, melalui buku-buku
ilmiahnya, melewati kedua anak lelaki bersayap dengan gulungan kertas
matematika, naik ke bagian muka piramid, lalu ke bola raksasa dengan sekumpulan
benda-benda langitnya, dan akhirnya naik ke kanopi ceruk yang penuh bintang.
Bolaapayangseharusnyaadadisini ...namuntidakada" Dia menyentuhcryptex yang
berada dalam sakunya seolah dia dapat menerka jawaban dari pualam berukir milik
Sauni?re itu. Hanyalimahuruf yangmemisahkankudariGrail.
Guru lalu berjalan ke sudut dari layar tempat paduan suara. Dia menarik napas
panjang dan menatap ke bagian tengah yang panjang itu ke altar utama di
kejauhan. Tatapannya berpindah dari altar yang berkilauan itu ke seorang pemandu
biara yang berjubah kemerahan cerah. Dua orang yang sangat dikenalinya sedang
memanggil pemandu itu dengan lambaian tangan mereka. Langdon dan Neveu. Dengan
tenang, Guru mengambil dua langkah mundur di belakang layar tempat paduan
suara.Inicepat. Dia telah menduga bahwa Langdon dan Neveu akan mampu memecahkan
arti puisi itu dan datang ke makam Newton, tetapi ini lebih cepat dari yang
dibayangkannya. Sambil menarik napas dalam-dalam, Guru memikirkan pilihan lain.
Dia terbiasa dengan hal-hal tak terduga. Akumemegang cryptex. Lalu Guru merogoh
ke dalam sakunya. Dia menyentuh benda kedua yang memberinya rasa percaya:
revolver Medusa. Seperti yang diduganya, pendeteksi metal gereja ini berbunyi
nyaring ketika dia melewatinya dengan pistol di dalam saku. Juga seperti yang
telah diduganya, para penjaga langsung mundur ketika Gutu mendelik marah dan
menunjukkan kartu identitasnya. Orang berpangkat tinggi selalu mendapatkan
penghormatan yang sepantasnya.
Walau pada awalnya Guru berharap mengungkap cryptex ini sendirian dan
menghindari kerumitan lebih lanjut, dia sekarang merasa bahwa kedatangan Langdon
dan Neveu merupakan perkembangan yang menyenangkan. Mengingat kegagalannya untuk
mengerti arti rujukan "bola", mungkin saja dia dapat memanfaatkan keahlian
mereka. Lagi pula, jika Langdon telah memecahkan teka-teki puisi itu untuk
menemukan makam ini, ada kemungkinan dia juga mengerti tentang bola itu. Dan
jika Langdon tahu kata kuncinya, itu berarti yang harus dikerjakan selanjutnya
hanyalah menekan mereka dengan benar. Tidakdisini,tentusaja.
Ditempatyanglebihpribadi. Guru ingat pada pengumuman kecil yang dilihatnya di
jalan masuk gereja ini tadi. Tiba-tiba dia tahu tempat yang tepat untuk pertemuan mereka. Satusatunya pertanyaan adalah ... bagaimana cara memancing mereka.
98 LANGDON DAN Sophie perlahan-lahan bergerak turun ke gang utara, sambil tetap
berada di bawah bayangan di belakang banyak pilar yang memisahkan gang itu dari
bagian tengah yang terbuka. Walau mereka telah menempuh lebih dari separuh
perjalanan menuju ke bagian tengah biara itu, mereka belum juga dapat melihat
makam Newton. Peti batu itu terletak di dalam sebuah ceruk, tersembunyi dari
sudut miring ini. "Paling tidak, tidak ada orang lain disana," bisik Sophie.
Langdon mengangguk, lega. Keseluruhan bagian tengah yang dekat makam Newton
tampak sunyi. "Aku akan ke sana," bisik Langdon. "Kau tetaplah bersembunyi,
kalau-kalau ada orang - "
Sophie telah terlanjur keluar dari kegelapan, dan mulai melangkah untuk
melintasi lantai ruangan terbuka itu.
" - melihat," desah Langdon, lalu segera menyusul temannya itu. Mereka melintasi
bagian tengah yang lebar itu secara diagonal. Langdon dan Sophie tetap tak
bersuara ketika makam besar itu menampakkan diri dengan hiasan-hiasan yang
mencolok ... peti batu dari pualam hitam, patung Newton yang sedang
membungkuk ... dua anak lelaki bersayap ... sebuah piramid besar ... dansebuah
bolabesar. "Kau sudah tahu itu?" kata Sophie, terdengar terkejut. Langdon
menggelengkan kepalanya, juga terkejut. "Di sana tampak ada ukiran benda-benda
langit," kata Sophie. Ketika mereka mendekati ceruk itu, Langdon merasakan ada
perasaan tenggelam pada dirinya. Makam Newton tertutup oleh bola-bola bintangbintang, komet-komet, planet-planet. Kau mencari bola yang seharusnya ada
pada makamnya" Terapi ini tampaknya akan menjadi pencarian sehelai daun rumput
di lapangangolf. "Benda-benda astronomi," kata Sophie, sambil menatap dengan perhatian. "Dan
banyak" Langdon mengerutkan dahinya. Satu-satunya rantai penghubung antara planet-planet
dan Grail yang dapat dibayangkan Langdon adalah bintang lima sudut Venus, namun
dia telah mencoba kata kunci "Venus" dalam perjalanan ke Gereja Kuil tadi
Sophie langsung bergerak ke arah peti batu itu, tetapi Langdon tetap berdiri
beberapa kaki jaraknya, mengawasi gereja di sekeliling mereka.
"Divinity" kata Sophie, sambil mengangkat kepalanya dan membaca judul-judul buku
yang tertumpuk sebagai sandarani Newton. "Chronology Opticks. Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica?" Dia lalu menoleh kepada Langdon. "Ingat
sesuatu?" Langdon melangkah mendekat, memikirkannya. " Principia Mathematica seingatku ada
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hubungannya dengan gaya tarik gravitasi pada planet-planet ... yang digambarkan
di sini sebagai bola-bola, tetapi ini tampak agak jauh dari yang dimaksud."
"Bagaimana dengan tanda-tanda zodiak?" tanya Sophie sambil menunjuk ke bendabenda langit pada bola itu. "Kau pernah mengatakan tentang Pisces dan Aquarius,
bukan?" Akhir Hari, pikir Langdon. "Akhir zaman Pisces dan bermulanya zaman Aquarius
diakui sebagai penanda sejarah yang digunakan Biarawan Sion untuk mengungkapkan
dokumen-dokumen Sangreal pada dunia." Tetapi milenium datang dan pergi tanpa
peristiwa berarti, membuat para sejarawan tidak yakinkapankebenaranitudiungkap.
"Tampaknya mungkin saja," kata Sophie, "bahwa rencana Biarawan untuk mengungkap
kebenaran itu berhubungan dengan baris terakhir puisi itu."
Itu mengatakan tentang raga Rosy dan rahim yang terbuahi. Langdon merasa
menggigil karena kemungkinan itu. Dia tidak pernah memikirkan baris itu begitu
rupa. "Kau pernah mengatakan," mengungkap kebenaran tentang kata Sophie, "bahwa waktu
Biarawan Rose dan rahim suburnya berhubungan langsung dengan letak planetplanet---bola-bola."
Langdon mengangguk, merasa untuk pertama kali ingin pingsan karena gumpalan
kemungkinan mulai terbentuk. Walau begitu, nalurinya mengatakan bahwa astronomi
bukanlah kuncinya. Solusi-solusi sebelumnya dari Mahaguru semuanya memiliki
sebuah arti simbolis yang cerdas - Mona Lisa, Madonna of the Rocks, SOFIA.
Kecerdasan demikian sama sekali tidak terdapat pada bola-bola planet ini dan
juga pada zodiak. Sejauh ini, Jacques Sauni?re telah membuktikan dirinya sebagai
penulis kode yang piawai, dan Langdon harus mempercayai bawah kata kunci
terakhirnya - lima huruf untuk membuka rahasia besar Biarawan - akan membuktikan
bahwa itu bukan hanya cocok secara simbolis namun juga sangat jelas. Jika solusi
yang ini seperti yang lainlainnya itu, maka ini juga akan sangat jelas ketika
terungkap. "Lihat!" Sophie terkesiap, dan itu membuyarkan pikiran Langdon ketika Sophie
mencengkeram lengannya. Dari sentuhan Sophie yang penuh ketakutan, Langdon
merasakan pasti ada orang yang mendekat, tetapi ketika dia menoleh pada teman
perempuannya itu, Sophie ternyata sedang menatap dengan sangat terkejut pada
bagian atas peti batu dari pualam hitam itu. "Tadi ada orang di sini," bisik
Sophie, sambil menunjuk pada bagian atas peti di dekat kaki kanan patung Newton.
Langdon tidak mengerti ketakutan Sophie. Seorang turis ceroboh telah
meninggalkan sebatang arang - sebuah pensil untuk menjiplak pahatan pada makam
dengan cara menggosokkan arang itu di atas kertas yang ditempelkan pada makam pada tutup peti di dekat kaki patung Newton. Ini bukan apaapa. Langdon
menjulurkan tangannya untuk mengambilnya. Tetapi, ketika dia mencondongkan
tubuhnya ke arah peti, ada cahaya yang berubah pada lapisan pualam hitam yang
mengkilap itu, dan Langdon pun membeku. Tibat-tiba dia tahu mengapa Sophie
takut. Pada tutup peti batu itu, di dekat kaki patung Newton tertulis dengan pensil
arang, hampir tak terlihat, sebuah pesan :
Aku menahan Teabing. Pergilah melewati Chapter House, keluar ke pintu selatan,
ke taman umum. Langdon membaca tulisan itu dua kali. Jantungnya berdebar liar. Sophie berputar
dan mengamati bagian tengah gereja. Walau selubung keraguan dirasakannya setelah
membaca tulisan itu, Langdon mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini adalah
berita baik. Leigh masih hidup. Ada kemungkinan yang lain juga di sini. "Mereka
juga tidak tahu kata kuncinya," Langdon berbisik.
Sophie mengangguk. Kalau tidak, mengapa mereka sekarang memperlihatkan diri"
"Mereka ingin menukar Leigh dengan kata kunci." "Atau ini jebakan." Langdon
menggelengkan kepalanya. "Kukira tidak. Taman umum itu terletak di luar tembok
biara. Sebuah tempat yang sangat terbuka." Langdon sudah pernah satu kali
mengunjungi Taman College, milik biara yang terkenal itu - sebuah kebun buahbuahan kecil dan taman tumbuhan - sisa peninggalan ketika para biarawan dulu
menanam apotik hidup di sini. Dengan membanggakan diri sebagai pemilik pohon
tertua di Inggris Raya, Taman College menjadi objek wisata populer bagi turis
tanpa harus memasuki gereja. "Kupikir dengan meminta kita keluar, itu
menunjukkan sebuah keimanan. Jadi, kita bisa merasa aman." Sophie tampak ragu.
"Maksudmu di luar, tanpa pendeteksi metal?" Langdon cemberut. Sophie benar.
Sambil menatap kembali pada makam yang penuh dengan bola itu, Langdon berharap
dia punya gagasan tentang kata kunci cryptex ... sesuatu yang dapat digunakan
untuk bernegosiasi. Aku telah melibatkan Leigh dalam urusan ini, dan aku akan
melakukan apa saja jika ada kesempatan untuk membebaskannya.
"Pesan itu mengatakan untuk pergi ke Chapter House ke pintu keluar selatan,"
kata Sophie. "Mungkin dari pintu keluar itu kita dapat melihat ke taman" Dengan
begitu, kita dapat melihat keadaan sebelum kita masuk ke sana dan membahayakan
diri kita sendiri. Bagaimana?"
Gagasan itu bagus. Samar-samar Langdon mengingat Chapter House sebagai sebuah
aula segi delapan yang besar sekali, tempat Parlemen Inggris yang asli bersidang
sebelum Gedung Parlemen yang baru berdiri. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu,
tetapi Langdon ingat itu ada di luar melewati beranda. Mereka lalu meninggalkan
makam Newton dan berjalan mengitari layar tempat paduan suara di sebelah
kanannya, melintasi bagian tengah gereja ke sisi seberangnya yang tadi mereka
turuni. Sebuah jalan keluar yang sempit dan tertutup ada di dekat mereka, dengan tanda
besar bertuliskan: JALANINIMENUJUKE: BERANDA KANTORDEKAN AULAPERGURUANTINGGI MUSEUM
RUANGPYX KAPFLST.FAITH CHAPTERHOUSE Langdon dan Sophie berlari kecil ketika
mereka lewat di bawah tanda itu. Karena bergerak terlalu cepat, mereka tidak
melihat ada tanda kecil yang memohon maaf karena tempat itu sedang direnovasi.
Mereka segera tiba di halaman gedung dengan dinding tinggi tanpa atap yang basah
karena hujan pagi ini. Di atas mereka, angin bertiup melintasi ruang terbuka itu
dengan desau rendah, seperti suara orang meniup mulut botol. Saat mereka
memasuki gang sempit beratap rendah yang menjadi pembatas halaman itu, kembali
Langdon merasa tidak nyaman karena berada di ruangan tertutup. Gang ini
disebutcloister (beranda), dan Langdon mencatat dengan perasaan tidak nyaman
bahwa cloister khusus ini ada hubungannya dengan bahasa Latinclaustrophobic.
Sambil memusatkan perhatiannya lurus ke depan ke ujung gang, Langdon mengikuti
tanda ke Chapter House. Hujan semakin deras, dan gang itu menjadi dingin dan
lembab dengan air hujan yang tertiup masuk melalui dinding berpilar tunggal yang
merupakan sumber cahaya satu-satunya gang itu. Pasangan turis lainnya terburuburu melewati mereka, bergegas untuk keluar karena cuaca yang semakin buruk.
Sekarang beranda ini menjadi sangat sunyi, betul-betul merupakan bagian biara
yang paling tidak menarik pada cuaca hujan dan angin seperti ini.
Empat puluh yard ke timur beranda, sebuah pintu lengkung tampak di sebelah kiri
mereka, membawa ke gang lainnya. Walau ini merupakan pintu masuk yang mereka
cari, bagian terbukanya ditutup dengan sebuah lempengan besi berlubang-lubang
dan ada tanda yang tampak resmi: TUTUPUNTUKRENOVASI RUANGPYX KAPELST.FAITH
CHAPTERHOUSE Koridor sunyi yang panjang di balik tutup besi itu dikotori oleh
banyak sobekan kain dan tangga perancah. Tepat di belakang tutup besi, Langdon
dapat melihat pintu masuk ke Ruang Pyx dan Kapel St. Faith di sebelah kanan dan
kiri. Pintu masuk ke Chapter House masih lebih jauh lagi, yaitu di ujung gang
yang panjang itu. Bahkan dari sini pun Langdon dapat melihat pintu kayunya yang
berat terbuka lebar, dan bagian dalamnya yang luas berbentuk segi delapan
disinari oleh sinar kelabu alami dari jendela besar ruangan itu yang menghadap
ke Taman College.PergilahmelewatiChapterHouse,keluar kepintuselatan,ketamanumum.
"Kita baru saja meninggalkan beranda timur," kata Langdon, "jadi pintu keluar
selatan ke taman pastilah ke sana lalu ke kanan." Sophie telah melangkahi
lempengan besi itu dan berjalan ke depan. Ketika mereka bergegas melintasi
koridor gelap itu, suara angin dan hujan dari beranda terbuka memudar di
belakang mereka. Chapter House merupakan semacam struktur satelit - sebuah ruang
tambahan yang berdiri sendiri pada ujung gang yang panjang untuk memastikan
privasi Parlemen ketika sedang bekerja di ruangan ini. "Tampak besar," bisik
Sophie ketika mereka mendekati ruangan itu. Langdon sudah lupa betapa besar
ruangan ini. Walau dari luar pintu masuk, Langdon dapat melihat melintasi lantai
yang luas itu ke jendela-jendela mengagumkan pada sisi lain yang jauh dari
ruangan oktagonal ini. Jendelajendela itu menjulang hingga ke lantai lima dan
menyentuh langit-langit tertutup. Mereka pasti dapat melihat taman dengan jelas
dari dalam sini. Ketika melewati ambang pintu, baik Langdon maupun Sophie mengedip. Setelah tadi
melewati beranda yang suram, Chapter House terasa seperti sebuah solarium.
Mereka masuk sepuluh kaki ke dalam ruangan itu, dan mencari dinding selatan.
Namun mereka tidak dapat menemukan pintu yang mereka cari. Mereka berdiri di
jalan buntu yang sangat luas. Suara derit pintu berat di belakang mereka membuat
mereka menoleh, bertepatan dengan saat pintu itu tertutup dengan suara berdebum
dan slotnya jatuh ketempat semula. Seorang lelaki yang dibelakang pintu itu
tampak tenang ketika sejak tadi berdiri sendirian dia mengacungkan revolver
kecilnya pada Langdon dan Sophie. Lelaki itu agak gemuk dan berdiri dengan
bantuan sepasang penopang dari alumunium. Untuk sesaat Langdon mengira dirinya
sedang bermimpi. Leigh Teabing berdiri menodongkan pistolnya kepadanya.
99 SIR Leigh Teabing merasa menyesal ketika dia menatap Robert Langdon dan Sophie
Neveu melalui laras pistol medusanya. "Teman-temanku," katanya, "sejak kalian
datang kerumahku, aku telah berusaha sekuat diriku untuk tidak melukai kalian.
Tetapi tekad kalian telah menempatkanku di posisi yang sulit."
Teabing dapat melihat ekspresi wajah Langdon dan Sophie yang merasa dikhianati,
namun Teabing yakin teman-temannya itu akan mengerti rantai peristiwa yang telah
membawa mereka ke persimpangan jalan yang tak terduga ini.
Ada banyak yang harus kukatakan pada kalian berdua ... begitu banyak
yangkalianberduabelummengerti.
"Percayalah," kata Teabing. "Aku tidak pernah punya niat melibatkan kalian.
Kalian datang kerumahku. Kalian datang mencari aku."
"Leigh?" akhirnya Langdon mampu berkata. "Apa yang kaulakukan" Kami pikir kau
dalam bahaya. Kami kesini untuk menolongmu!"
"Aku percaya kalian akan berbuat begitu," jawab Teabing. "Kita punya banyak hal
untuk didiskusikan."
Langdon dan Sophie tampak tidak dapat mengalihkan mata mereka dari pistol yang
membidik mereka. "Ini hanya untuk mendapatkan perhatian penuh kalian saja," kata Teabing. "Jika
aku memang berniat untuk melukai kalian, kalian sudah mati sekarang. Ketika
kalian datang ke rumahku kemarin malam, aku mempertaruhkan segalanya untuk hidup
kalian. Aku lelaki terhormat, dan aku bersumpah, dengan kesadaran yang paling
dalam, hanya akan melukai orang yang mengkhianati Sangreal." "Apa maksudmu?"
tanya Langdon. "Mengkhianati Sangreal?"
"Aku telah menemukan kebenaran yang mengerikan," kata Teabing, sambil mendesah.
"Aku menemukan mengapa dokumen-dokumen Sangreal tidak pernah dibuka pada dunia.
Aku tahu Biarawan telah memutuskan untuk tidak membuka kebenaran itu pada
akhirnya. Karena itulah milenium berlalu tanpa ada pembukaan rahasia, tanpa ada
yang terjadi ketika kita memasuki Hari akhir." Langdon menarik napas, tanpa
berkomentar. "Biarawan Sion," lanjut Teabing, "telah diberikan tugas suci untuk
berbagi kebenaran itu. Untuk membuka dokumen-dokumen Sangreal ketika Hari Akhir
tiba. Selama berabad-abad, orang seperti Da Vinci, Botticelli, dan Newton
mempertaruhkan segalanya untuk melindungi melaksanakan tugas itu. Dan sekarang,
pada dokumen-dokumen itu dan waktu yang penting untuk membuka kebenaran itu,
Jacques Sauni?re mengubah pikirannya. Lelaki yang diberkati dengan kewajiban
tertinggi di dalam sejarah Kristen itu mengelak dari kewajibannya. Dia
memutuskan bahwa waktunya tidak tepat." Teabing menoleh kepada Sophie "Dia telah
mengecewakan Grail. Dia telah mengecewakan Biarawan. Dan dia mengecewakan semua
generasi yang telah berusaha untuk memungkinkan saat itu tiba."
"Kau?" Sophie berseru, mata hijaunya menatap Teabing penuh kemarahan. "Kau yang
bertanggung jawab atas kematian kakekku?"
Teabing cemberut. "Kakekmu dan sen?chaux-nya adalah pengkhianat Grail." Sophie
merasa kemarahannya memuncak.Diaberbohong! Suara Teabing tanpa belas kasihan.
"Kakekmu bisa dibeli oleh Gereja.
Jelas mereka menekannya untuk tidak menyebarkan kebenaran itu." Sophie
menggelengkan kepalanya. "Gereja tidak punya pengaruh apa pun
pada kakekku!" Teabing tertawa dingin. "Sayangku, Gereja memiliki dua ribu tahun
pengalaman menekan orang yang mengancam akan membuka kebohongan mereka. Sejak
zaman Konstantine, Gereja telah berhasil menyembunyikan kebenaran tentang Maria
Magdalena dan Yesus. Kita tidak perlu heran jika sekarang sekali lagi, mereka
menemukan jalan untuk tetap membuat dunia ini gelap. Gereja mungkin saja tidak
lagi mempekerjakan pasukan salib untuk membantai orang-orang kafir, tetapi
meyakinkan. Tidak kurang busuknya." pengaruh mereka tidak kurang Dia terdiam
sesaat, seolah untuk mempertajam maksud berikutnya. "Nona Neveu, sudah beberapa
waktu kakekmu ingin mengatakan kebenaran tentang keluargamu." Sophie terpaku.
"Bagaimana kautahu itu?" "Metodeku tidak penting. Yang penting untuk kaudengar
sekarang adalah ini." Dia menarik napas dalam. "Kematian ibumu, ayahmu, nenekmu,
dan adik lelakimu bukan suatu kecelakaan."
Kata-kata itu membuat Sophie terguncang. Dia membuka mulutnya, namun tak dapat
mengatakan apa-apa. Langdon menggelengkan kepalanya. "Apa maksudmu?" "Robert,
ini menjelaskan segalanya. Semua potongan peristiwa cocok. Sejarah berulang
dengan sendirinya. Gereja sudah pernah membunuh ketika itu menyangkut
kerahasiaan Sangreal. Dengan mendekatnya Hari Akhir, membunuh orang-orang yang
dicintai oleh Mahaguru memberikan pesan yang jelas: diamlah, atau kau dan Sophie
menyusul." "Itu kecelakaan mobil." Sophie menghentakkan kakinya, merasakan kesedihan masa
kanak-kanaknya muncul kembali. "Sebuah kecelakaan!"
"Dongeng sebelum tidur untuk melindungi kesucianmu," kata Teabing. "Ingat, hanya
dua orang anggota keluarga yang tak tersentuh - Mahaguru Biarawan dan cucu
tunggalnya. Itu pasangan sempurna untuk memberi Gereja kekuatan untuk
mengendalikan kelompok persaudaraan itu. Aku hanya dapat membayangkan teror yang
diciptakan Gereja bagi kakekmu pada tahun-tahun terakhir ini, dengan mengancam
untuk membunuhmu jika dia membuka rahasia Sangreal, mengancam untuk merampungkan
pekerjaan yang sudah mereka mulai jika Sauni?re tidak mempengaruhi Biarawan
untuk mempertimbangkan sumpah kuno mereka."
"Leigh," bantah Langdon, sekarang tampak gusar, "jelas kau tidak punya bukti
bahwa Gereja bertanggung jawab pada kematian-kematian itu, atau bahwa Gereja
mempengaruhi Biarawan untuk tetap diam."
"Bukti?" Teabing membalas. "Kau mau bukti Biarawan terpengaruh" Milenium baru
telah tiba, namun dunia tetap tidak tahu! Apakah itu tidak cukup
membuktikannya?" Dalam gema suara Teabing, Sophie mendengar suara lainnya berbicara. Sophie, aku
harus mengatakan yang sebenarnya tentang keluargamu. Sophie gemetar. Apakahini
kebenaran yang dikatakan kakeknya" Bahwa keluarganya telah dibunuh" Apa yang dia
ketahui tentang kecelakaan itu yang merenggut nyawa keluarganya" Hanya rincian
yang samar. Bahkan cerita di koran juga tidak jelas. Sebuah kecelakaan" Dongeng
sebelum tidur" Sophie tiba-tiba ingat betapa kakeknya terlalu melindunginya,
bagaimana kakeknya tidak pernah meninggalkannya sendirian ketika dia masih
kecil. Bahkan ketika Sophie sudah remaja dan kuliah, dia dapat merasakan bahwa
kakeknya terus mengawasinya. Dia bertanya-tanya apakah anggota Biarawan
membayanginya terus sepanjang hidupnya, menjaganya.
"Kau mengira Sauni?re telah diperdaya," kata Langdon, menatap tajam dan tidak
percaya pada Teabing. "Karena itu kau membunuhnya?"
"Aku tidak menarik pelatuk pistol padanya," kata Teabing. "Sauni?re telah mati
bertahun-tahun yang lalu, ketika Gereja menghabisi keluarganya. Lalu dia mau
bekerja sama. Sekarang dia bebas dari beban itu, bebas dari rasa malu karena
ketidakmampuannya melaksanakan tugas sucinya. Pertimbangkan alternatifnya.
Sesuatu harus dilakukan. Apakah dunia akan terus tidak tahu" Apakah Gereja akan
dibiarkan untuk mengabadikan kebohongan mereka ke dalam buku-buku sejarah kita
selamanya" Apakah Gereja akan diizinkan untuk seterusnya memberi pengaruh dengan
pembunuhan dan pemerasan" Tidak. Harus ada yang dilakukan! Dan sekarang kita
harus melanjutkan warisan Sauni?re dan memperbaiki sebuah kesalahan besar." Dia
terdiam sejenak. "Kita bertiga. Bersama." Sophie merasa ragu. "Bagaimana
kauyakin kita akan membantumu?" "Karena, sayangku, kau-lah penyebab Biarawan
gagal membuka dokumen-dokumen itu. Kasih sayang kakekmu kepadamu mencegahnya
untuk menantang Gereja. Ketakutannya akan pembalasan pada keluarga satu-satunya
membuatnya lumpuh. Dia tidak pernah punya kesempatan untuk menjelaskan kebenaran
karena kau menolaknya.. Kau mengikat tangannya, membuatnya menunggu. Sekarang
kau berhutang pada dunia akan kebenaran itu. Kau berhutang itu sebagai kenangan
pada kakekmu." Robert Langdon tak tahu lagi bagaimana menentukan sikapnya. Walau
pertanyaan-pertanyaan berkecamuk dalam benaknya, dia hanya tahu satu hal yang
penting sekarang---mengeluarkan Sophie dari sini dengan selamat. Segala perasaan
bersalah karena melibatkan Teabing, sekarang beralih ke Sophie.
AkumembawanyakePuri Villette.Akubertanggungjawab. Langdon tidak dapat
membayangkan bahwa Teabing akan mampu membunuh mereka dengan dingin di Chapter
House ini, namun Teabing pasti telah terlibat dalam pembunuhan yang lain selama
pencariannya yang salah arah. Langdon merasa tidak nyaman karena suara ledakan
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senjata pada ruangan terpencil dan berdinding tebal ini tidak akan terdengar,
terutama pada hari hujan seperti
ini.DanLeighbarusajamengakuikesalahannyapadakami.
Langdon menatap Sophie, yang tampak gemetar. Gereja membunuh
keluargaSophieuntukmembungkamBiarawan" Langdon merasa yakin bahwa Gereja modern
tidak akan membunuh orang. Pasti ada penjelasan lainnya.
"Biarkan Sophie pergi," kata Langdon sambil menatap Teabing. "Kita berdua akan
membicarakan hal ini sendiri."
Teabing tertawa tidak wajar. "Aku menyesal, tawaran ini tak dapat kuterima.
Namun, aku dapat menawarimu ini." Dia menyangga tubuhnya sepenuhnya pada
tongkatnya, dengan kaku, terus mengacungkan senjata pada Sophie, dan mengambil
batu kunci dari sakunya. Dia terhuyung sedikit ketika mengulurkan batu kunci
kepada Langdon. "Sebuah tanda kepercayaan, Robert."
Robert waspada dan tidak bergerak. Leighmemberikanbatukuncikembali kepadakami"
"Ambillah," kata Teabing, sambil mengangsurkannya kepada Langdon dengan gerakan
yang aneh. Langdon hanya dapat membayangkan satu alasan Teabing mengembalikannya. "Kau
telah membukanya. Kau telah mengambil petanya."
Teabing menggelengkan kepalanya. "Robert, jika aku sudah membuka batu kunci ini,
aku sudah akan menghilang untuk mencari sendiri Grail itu tanpa melibatkan
kalian. Tidak. Aku tidak tahu jawabannya. Dan aku mengakuinya tanpa paksaan.
Seorang kesatria sejati belajar merendahkan hati di muka Grail. Di mematuhi
tanda-tanda yang ditempatkan di depannya. Ketika aku melihat kalian memasuki
biara, aku mengerti. Kalian ke sini untuk satu alasan. Menolong. Aku mengabdi
kepada tuan yang tidak mencari kejayaan pribadi disini. Aku lebih mulia daripada
kebanggaanku sendiri. Kebenaran. Manusia berhak untuk tahu kebenaran. Grail
telah menemukan kita semua, dan sekarang dia memohon untuk dibebaskan. Kita
harus bekerja sama."
Walau Teabing memohon kerja sama dan saling percaya, senjatanya tetap mengacu
kepada Sophie ketika Langdon melangkah ke depan untuk menerina sulinder pualam
yang dingin itu. Cairan cuka di dalamnya bergemericik ketika Langdon meraihnya
dan melangkah mundur. Lempengannya masih berantakan, dancryptex itu tetap
terkunci. Langdon menatap Teabing. "Bagaimana kautahu aku tidak akan membantingnya
sekarang?" Tawa Teabing seperti tawa kekeh yang menakutkan. "Aku seharusnya telah tahu,
ancamanmu untuk membantingnya ketika di Gereja Kuil hanya gertak kosong. Robert
Langdon tidak akan memecahkan batu kunci. Kau seorang sejarawan, Robert. Kau
memegang kunci sejarah dua ribu tahun - kunci menuju Sangreal yang hilang. Kau
dapat merasakan jiwa-jiwa semua kesatria yang dibakar pada tiang pancang untuk
melindungi rahasia itu. Apakah kau ingin mereka mati sia-sia" Tidak, kauingin
mempertahankan mereka. Kauingin bersama dengan orang-orang mulia yang kaukagumi Da Vinci, Botticelli, Newton - yang masing-masingnya dihormati menjadi merek
sepatumu sekarang. Isi batu kunci itu sedang memohon kepada kita. Meminta
dibebaskan. Waktunya telah tiba. Takdir telah membawa kita ke saat ini."
"Aku tidak dapat menolongmu, Leigh. Aku tidak tahu bagaimana membuka ini. Aku
hanya melihat makam Newton sebentar saja. Dan kalaupun aku tahu kata
kuncinya ..." Langdon terdiam sejenak, dia sadar telah berkata terlalu banyak.
"Kau tidak akan mengatakannya kepadaku?" desah Teabing. "Aku kecewa dan heran,
Robert, bahwa kau tidak menghargai kenyataan bahwa kau berhutang padaku.
Kewajibanku menjadi lebih sederhana jika R?my dan aku membunuh kalian berdua
begitu kalian masuk Puri Villette. Namun aku mempertaruhkan segalanya untuk
jalan yang lebih terhormat." "Ini terhormat?" tanya Langdon, sambil menatap
senjata itu. "Kesalahan Sauni?re," kata Teabing. "Dia dan s?n?chaux-nya
berbohong kepada Silas. Kalau tidak, aku sudah mendapatkan batu kunci tanpa
kesulitan. Bagaimana aku dapat membayangkan mahaguru itu akan melakukan ini
semua untuk menipuku dan mewariskan batu kunci kepada cucu perempuannya yang
telah menjauhkan diri darinya?" Teabing menatap Sophie dengan penghinaan.
"Seseorang yang begitu tidak pantasnya memegang pengetahuan ini sehingga dia
memerlukan seorang simbolog penjaga bayi." Teabing menatap lagi pada Langdon.
"Untunglah, Robert, keterlibatanmu membawa manfaat bagiku. Batu kunci itu akan
terus terkunci di bank penyimpanan selamanya jika kau tidak mengambilnya dan
membawanya ke rumahku."
Ke mana lagi aku akan berlari" Pikir Langdon. Komunitas sejarawan
Grailkecilsaja,danTeabingdanakupunyahubunganpertemanan.
Sekarang Teabing tampak puas. "Ketika aku tahu bahwa Sauni?re meninggalkan pesan
terakhir padamu, aku punya perkiraan bagus bahwa kau mempunyai informasi yang
penting tentang Biarawan. Apakah itu batu kunci itu sendiri atau inforrnasi
tentang di mana menemukannya, aku tidak yakin. Tetapi karena polisi mengejarmu,
aku punya firasat, kau akan datang ke rumahku." Langdon mendelik. "Dan jika kami
tidak ke rumahmu?" "Aku berencana untuk mengulurkan tangan menolongmu. Entah
bagaimana caranya, batu kunci harus datang ke Puri Villette. Kenyataan kau
membawanya ke tanganku yang telah menunggunya hanya membuktikan bahwa tujuanku
benar." "Apa!" Langdon sangat terkejut. "Silas seharusnya masuk ke rumahku dan
mencuri batu kunci darimu di Pun Villette - sehingga menghapusmu dari
keikutsertaanmu dalam kasus ini tanpa menyakitimu, dan membebaskan aku dari
segala kecurigaan yang merepotkan. memutuskan pencarianku. Namun, ketika aku
melihat kerumitan kode Sauni?re, aku untuk melibatkan kalian berdua lebih lama
lagi dalam Aku dapat menyuruh Silas untuk mencuri batu kunci itu kemudian,
begitu aku sudah cukup tahu untuk melanjutkannya sendiri."
"Gereja Kuil," kata Sophie, suaranya terdengar gemetar karena pengkhianatan itu.
Cahayafajarmulaimenyingsing, pikir Teabing. Gereja Kuil adalah tempat yang
sempurna untuk mencuri batu kunci dari Robert dan Sophie. Sangkut pautnya yang
nyata dengan puisi itu telah menjadikannya sebagai perangkap yang masuk akal.
Perintah kepada R?my sudah jelas, jangan ikut campur ketika Silas mengambil batu
kunci itu. Celakanya, ancaman Langdon untuk menghancurkan batu kunci pada lantai
kapel telah membuat panik R?my. Seandainya Remi tidak memperlihatkan dirinya,
pikir Teabing dengan sesal, sambil mengingat penculikan pura-pura terhadap
dirinya. R?my adalah satusatunyapenghubungku,dandiamemperlihatkanwajahnya!
Untungnya, Silas tetap tidak tahu identitas Teabing yang sesungguhnya dan dengan
mudah ditipu oleh penculikannya di gereja itu, apalagi kemudian Silas melihat
betapa R?my mengikatnya di belakang limusin. Dengan kaca pemisah yang tertutup,
Teabing dapat menelepon Silas yang duduk di bangku depan. Teabing menggunakan
aksen Prancis Guru, dan memerintahkan Silas untuk langsung pergi ke Opus Dei.
Lalu, sebuah pesan tak bernama kepada polisi menghapus Silas dari permainan ini.
Satuujungkendurtelahdiikat. Satu ujung yang kendur lagi lebih sulit. Remy.
Teabing berjuang untuk memutuskannya, tetapi pada akhirnya R?my telah
membuktikan bahwa dirinya tidak dapat dipercaya. Setiap pencarian Grail
memintapengorbanan. Solusi terbersih telah tersedia di depan wajah Teabing dari
bar minuman di limousinnya---sebuah botol, cognac, dan sekaleng kacang. Bubuk di
dasar kaleng sudah lebih dari cukup untuk memicu alergi R?my yang mematikan.
Ketika R?my memarkir limonya di Horse Guard Parade, Teabing merangkak ke luar
dari belakang mobil, berjalan ke pintu sisi penumpang dan duduk di depan, di
samping R?my. Beberapa menit kemudian Teabing keluar dari mobil, masuk ke bagian
beakang lagi, membersihkan bukti, dan akhirnya muncul lagi untuk melanjutkan
babak terakhir dari misinya.
Biara Westminster tidak jauh dari situ. Dan walaupun penopang kaki, tongkat, dan
senjata Teabing telah membunyikan pendeteksi metal, polisi sewaan di biara itu
tidak dapat berbuat apa-apa. Apakah kita harus memintanya untuk melepaskan
penopang kakinya dan menyuruhnya merangkak melalui pintu pendeteksi metal"
Apakah kita harus menggeledah tubuhnyayangcacat" Teabing menawarkan solusi yang
lebih mudah bagi para polisi yang kebingungan itu - sebuah kartu berembos sebagai
tanda bahwa dia seorang kesatria kerajaan. Para polisi itu saling menginjak kaki
temannya sambil mengantarkannya masuk.
Sekarang, sambil menatap Langdon dan Sophie yang kebingungan, Teabing menahan
keinginan untuk menceritakan bagaimana dia telah dengan sangat pandai melibatkan
mengakibatkan kehancuran Opus Dei dalam persekongkolan yang akan seluruh Gereja
ini. Cerita itu harus ditunda. Sekarang ada kerjaan yang harus dikerjak?n.
"Mesamis," kata Teabing dalam bahasa Prancis yang sempurna,"vousne trouvez pas
le Saint-Graal, c'est le Saint-Graal qui vous trouve." Dia tersenyum, "Jalan
bersama kita sudah sangat jelas. Grail telah menemukan kita." Bungkam. Teabing
lalu berbicara dengan mereka dalam bisikan. "Dengar. Kalian dapat mendengarnya"
Grail sedang berbicara kepada kita dari seberang abad. Dia memohon untuk
diselamatkan dari kebodohan Biarawan. Aku memohon dengan sangat kepada kalian
berdua untuk memanfaatkan kesempatan ini. Kapan lagi tiga orang yang mampu punya
kesempatan berkumpul untuk memecahkan kode terakhir dan membuka cryptex itu?"
Teabing terdiam sejenak, matanya bersinar. "Kita harus bersumpah bersama.
Berjanji setia satu sama lain. Sebuah kesetiaan seorang kesatria untuk membuka
kebenaran dan menyebarluaskannya."
Sophie menatap tajam mata Teabing sangarttegas. "Aku tidak akan bersumpah dan
berbicara dengan suara bersama dengan orang yang membunuh kakekku. Kecuali
sebuah sumpah yang akan membuatmu masuk penjara."
Hati Teabing menjadi muram, kemudian marah. "Aku menyesal kau merasa seperti
itu, Mademoiselle" Lalu dia menoleh kepada Langdon dan mengarahkan senjatanya
kepada Langdon. "Dan kau Robert" Kau bersamaku atau melawanku?"
100 TUBUH Uskup Manuel Aringarosa telah pernah menderita berbagai macam rasa sakit,
namun panas yang membakar dari luka karena peluru pada dadanya sekarang terasa
asing sekali baginya. Begitu dalam dan menyedihkan. Bukan luka pada
dagingnya ... tetapi lebih ke jiwanya.
Dia membuka matanya, mencoba untuk melihat, tetapi air hujan pada wajahnya
membuat pandangan matanya mengabur. Aku dimana" Dia dapat merasakan ada tangan
kuat memeluknya, mengangkat tubuh lemasnya seperti sebuah boneka kain, dengan
jubah hitamnya yang berkibar-kibar.
Aringarosa mengangkat tangannya dan mengusap wajahnya. Dia dapat melihat, lelaki
yang menggendongnya adalah Silas. Lelaki albino yang besar itu berjuang berjalan
di atas tepian jalan yang berkabut, berteriak minta dibawa ke rumah sakit.
Suaranya memilukan meneriakkan penderitaan. Mata merahnya terpusat ke depan
saja. Air mata membanjiri wajahnya yang pucat dan bersimbah darah. "Anakku,"
bisik Aringarosa, "kau terluka." Silas menatap ke bawah. Wajahnya berubah karena
kesedihan. "Aku sangat
menyesal, Bapa." Silas tampak terlalu sakit untuk berbicara. "Tidak, Silas,"
jawab Aringarosa. "Akulah yang menyesal. Ini kesalahanku." Guru berjanji padaku
tidak akan ada pembunuhan dan aku mengatakan padamu untuk benar-benar
mematuhinya. "Aku terlalu bersemangat. Terlalu takut. Kau dan aku ditipu." Guru
tidak akan pernah memberikanHolyGrailkepadakita.
Terayun-ayun di dalam gendongan lelaki yang selalu bersamanya selama bertahuntahun, Uskup Aringarosa merasa terseret ke belakang lagi. Ke Spanyol. Ke masamasa awalnya yang sederhana, ketika membangun gereja Katolik kecil di Oviedo
bersama Silas. Dan kemudian, ke New York City, kota tempat dia telah menyatakan
kebesaran Tuhan dengan membangun gedung tinggi Pusat Opus Dei di Lexington
Avenue. Lima bulan yang lalu, Aringarosa telah menerima berita yang menghancurkan.
Pekerjaan seumur hidupnya dalam bahaya. Dia mengingat, dengan sangat rinci,
pertemuan di dalam Puri Gandolfo yang telah mengubah hidupnya ... berita yang
telah mengubah ketenangannya menjadi gerak aktif.
Aringarosa memasuki Perpustakaan Astronomi Gandolfo dengan kepala tegak
terangkat tinggi, penuh harapan akan disambut hangat, ditepuk punggungnya oleh
semua orang karena pekerjaannya yang sangat berhasil menyebarkan agama Katolik
di Amerika. Tetapi hanya tiga orang yang hadir saat itu. Sekretaris Vatikan.
Gemuk sekali. Berwajah masam. Dua petinggi Kardinal Italia. Berlagak suci. Puas
diri. "Sekretaris?" kata Aringarosa, bingung. Pengawas urusan hukum yang gemuk
itu menjabat tangan Aringarosa dan
menunjuk pada kursi di seberangnya. "Silakan, yang nyaman saja." Aringarosa
duduk. Dia merasakan ada yang tidak beres di sini. "Saya tidak pandai berbasabasi, Uskup," kata sekretaris itu, "jadi izinkan
saya untuk berterus terang tentang alasan kunjungan Anda ke sini." "Silakan.
Bicaralah dengan terbuka." Aringarosa mengerling pada kedua kardinal, yang
tampak menilai dirinya dengan tatapan seolah hanya mereka yang benar.
"Seperti yang telah Anda ketahui," kata sekretaris itu, "Paus dan juga yang
lainnya di Roma akhir-akhir ini telah prihatin akan perselisihan politis akibat
praktek-praktek Opus Dei yang tambah kontroversial."
Aringarosa tiba-tiba merasa merinding. Dia sudah sering mengalami hal seperti
ini dengan paus baru yang sangat mengesalkan baginya, karena paus itu memiliki
gagasan baru yang sangat menekankan perubahan liberal dalam Gereja.
"Saya ingin meyakinkan Anda," sekretaris itu menambahkan dengan cepat, "bahwa
Paus tidak akan mengubah cara Anda menjalankan gereja Anda."
Tentusajaakutidakberharapdemikian! "Jadi, untuk apa saya di sini?" Lelaki gemuk
itu mendesah, "Uskup, saya tidak tahu bagaimana mengatakan ini dengan halus,
jadi saya akan mengatakannya langsung saja. Dua hari yang lalu, Dewan
Sekretariat telah mengambil suara bulat untuk mencabut dukungan Vatikan terhadap
Opus Dei." Aringarosa yakin dia telah salah dengar. "Maaf?" "Telah diputuskan
begitu saja, enam bulan mulai hari ini, Opus Dei tidak lagi dianggap sebagai
prelature dari Vatikan. Gerejamu akan berdiri sendiri. Keuskupan Suci akan
dengan sendirinya memutuskan hubungan denganmu. Paus setuju dan kita sudah
menulis surat resmi untuk itu." "Tetapi ... ini tidak mungkin!" "Sebaliknya, ini
sangat mungkin. Dan penting. Paus sudah menjadi tidak nyaman karena cara-cara
perekrutan kalian yang agresif dan praktek pematian jasmani." Dia terdiam
sejenak, lalu, "Juga perlakuan kalian terhadap perempuan. Terus terang, Opus Dei
telah menjadi perkumpulan yang cenderung memalukan."
Uskup Aringarosa terheran-heran. "Sebuah perkumpulan yang memalukan?"
"Seharusnya kau tidak perlu heran hal ini akan terjadi." "Opus Dei adalah satusatunya organisasi Katolik yang anggotariya
semakin banyak! Kami sekarang memiliki lebih dari seribu seratus pendeta!"
"Betul. Isu yang mengganggu kami semua." Aringarosa berdiri dengan cepat.
"Tanyakan kepada Paus, apakah Opus Dei juga memalukan pada tahun 1982 ketika
kami membantu bank Vatikan!"
"Vatikan akan selalu berterima kasih karenanya," kata sekretaris itu, nada
suaranya tenang, "namun ada yang percaya bahwa kemurahan hati kalian pada tahun
1982 merupakan satu-satunya alasan kalian diberi status prelatur pada tempat
pertama." "Itu tidak benar!" Sindiran itu sangat menyinggung perasaan
Aringarosa. "Apa pun masalahnya, kami merencanakan untuk berlaku adil. Kami
sedang menyusun surat pemutusan dan di dalamnya termasuk pembayaran kembali uang
itu. Pengembalian uang tersebut akan dibayarkan dengan mencicilnya sebanyak lima
kali." "Kau menyuapku?" tanya Aringarosa. "Membayarku untuk tutup mulut" Opus Dei
adalah satu-satunya perkumpulan yang memiliki akal sehat sekarang ini!"
Salah satu dari kardinal itu menatapnya. "Maaf, kau bilang akalsehat?"
Aringarosa mencondongkan tubuhnya ke arah meja, mempertajam nada suaranya supaya
jelas maksudnya. "Kau benar-benar bertanya-tanya mengapa pemeluk Katolik
akhirnya meninggalkan Gereja" Lihatlah di sekelilingmu, Kardinal. Orang-orang
telah kehilangan rasa hormat. Keyakinan yang kuat telah hilang. Doktrin agama
telah menjadi meja prasmanan. Pantangan, pengakuan dosa, komuni, pembaptisan,
misa - pilih yang kausuka - mereka dapat memilih kombinasi yang paling menyenangkan
Kisah Tiga Kerajaan 23 Pendekar Rajawali Sakti 63 Prahara Darah Biru Utusan Orang Orang Sesat 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama