Ceritasilat Novel Online

Simbol Yang Hilang 11

Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown Bagian 11


ahli Mesir yang terkenal, Howard Carter. Posting berikutnya mengacu kepadanya
dengan menyebut namanya. Aku baru saja membaca sepintas seluruh catatan lapangan Carter online, dan
kedengarannya seakan dia menemukan loh batu yang memperingatkan bahwa PIRAMIDA
itu menyimpan konsekuensi-konsekuensi berbahaya bagi siapa pun yang mengganggu
kedamaian pharaoh. Kutukan! Haruskah kita khawatir"
Nola memberengut. "Rick, demi Tuhan, pengacuan piramida oleh idiot ini bahkan
tidak benar. Tutankhamen tidak dikuburkan di dalam sebuah piramida. Dia
dikuburkan di dalam Lembah Raja-Raja. Tidakkah kriptolog menyaksikan Discovery
Channel?" Parrish mengangkat bahu. "Orang-orang teknik." Kini Nola melihat frasa
kunci terakhir. Rekan-rekan, kau tahu aku bukan penganut teori konspirasi, tapi Jim dan Dave
sebaiknya mengartikan SYMBOLON TERUKIR ini untuk menguncikapkan rahasia
terakhirnya, sebelum dunia berakhir pada 2012 ... Ciao.
"Bagaimanapun," ujar Parrish, "kurasa, kau ingin tahu soal Kryptos, sebelum
menuduh direktur CIA menampung dokumen rahasia mengenal legenda Mason kuno.
Entah bagaimana, aku ragu apakah seseorang yang begitu berkuasa seperti direktur
CIA punya waktu untuk hal semacam itu."
Nola membayangkan video Mason dan gambar-gambar semua lelaki yang berpengaruh
berpartisipasi dalam sebuah ritual kuno. Seandainya saja Rick tahu ....
Pada akhirnya, dia tahu, apa pun yang nantinya diungkapkan oleh Kryptos, pesan
itu pasti memiliki arti mistis tersamar. Dia mendongak memandang karya seni
berkilau itu - kode tiga - dimensi yang berdiri membisu di jantung salah satu
badan intelijen utama bangsa - dan dia bertanya-tanya apakah patung itu bersedia
menyerahkan rahasia terakhirnya. Ketika Nola berjalan kembali ke dalam bersama
Rick, mau tak mau dia tersenyum.
Terkubur di suatu tempat di luar sana.
BAB 128 Ini gila. Dengan mata ditutup, Robert Langdon tidak bisa melihat apa-apa ketika Escalade
itu mengebut ke arah selatan di sepanjang jalan-jalan sepi. Di kursi di
sampingnya, Peter Solomon tetap diam, Ke mana dia membawaku"
Rasa penasaran Langdon merupakan campuran antara keterpesonaan dan kekhawatiran,
imajinasinya berkeliaran ketika berupaya mati-matian menyatukan teka-teki itu.
Peter belum tergoyahkan dari pernyataannya. Kata yang Hilang" Terkubur di dasar
tangga yang ditutupi oleh batu berukir besar" Semuanya tampak mustahil.
Ukiran yang dikatakan ada pada batu masih terpatri dalam ingatan Langdon...
tetapi ketujuh simbol itu, sejauh sepengetahuannya, sama sekali tidak masuk
akal. Mistar Siku Tukang Batu: simbol kejujuran dan sikap "setia". Au: singkatan
ilmiah untuk elemen emas.
Sigma: Huruf Yunani S, simbol matematis untuk penjumlahan semua bagian.
Piramida: simbol Mesir manusia yang menjangkau ke arah surga.
Delta: huruf Yunani D, simbol matematis untuk perubahan. Merkuri: seperti yang
digambarkan oleh simbol alkimia terkunonya.
Ouroboros: simbol keutuhan dan penyatuan.
Solomon masih bersikeras ketujuh simbol ini adalah sebuah "pesan". Tapi, jika
ini benar, maka itu pesan yang cara membacanya sama sekali tidak diketahui
Langdon. Escalade mendadak melambat dan berbelok tajam ke kanan, ke permukaan yang
berbeda, seakan memasuki jalanan untuk mobil atau jalan akses. Langdon
menegakkan tubuh, mendengarkan dengan saksama untuk mencari petunjuk di mana
mereka berada. Mereka telah berkendara selama kurang dari sepuluh menit dan
walaupun Langdon sudah berupaya mengikuti di dalam benaknya, dengan cepat dia
kehilangan jejak. Dia hanya bisa menebak bahwa mereka kini kembali lagi ke dalam
House of the Temple. Escalade berhenti, dan Langdon mendengar kaca jendela
diturunkan. "Agen Simkins, CIA," ujar sopir mereka. "Aku yakin kau mengharapkan kedatangan
kami." "Ya, Pak," jawab sebuah suara tegas tentara. "Direktur Sato sudah menelepon.
Tunggu sebentar, saya singkirkan barikade pengamannya."
Langdon mendengarkan dengan semakin kebingungan, kini merasa bahwa mereka sedang
memasuki sebuah pangkalan militer. Ketika mobil mulai bergerak kembali, di
sepanjang bentangan jalan aspal yang halusnya tidak biasa, Langdon menolehkan
kepalanya yang berpenutup mata ke arah Solomon. "Di mana kita, Peter?" desaknya.
"Jangan lepaskan penutup matamu." Suara Peter terdengar tegas.
Kendaraan itu berjalan sebentar lagi, dan sekali lagi melambat, lalu berhenti.
Simkins mematikan mesin mobil. Terdengar lebih banyak suara. Militer. Seseorang
meminta tanda pengenal Simkins. Agen itu keluar dan bicara kepada para lelaki
ita dengan nada berbisik.
Pintu Langdon mendadak dibuka, dan tangan-tangan kuat membimbingnya keluar dari
mobil. Udara terasa dingin. Berangin.
Solomon berada di sampingnya. "Robert, biarkan saja Agen Simkins menuntunmu ke
dalam." Langdon mendengar kunci-kunci logam diputar ... lalu daun pintu besi tebal yang
terbuka. Kedengarannya seperti pintu menuju ruang bawah tanah. Ke mana mereka
membawaku" Sepasang tangan Simkins menuntun Langdon menuju pintu logam. Mereka
melangkah melewati ambang pintu. "Lurus, Profesor."
Mendadak hening. Total. Sepi. Udara di dalam beraroma steril dan tidak alami.
Simkins dan Solomon kini mengapit Langdon, menuntunnya menyusuri koridor yang
menggema. Lantainya terasa seperti batu di bawah sepatu kulit santai Langdon.
Di belakang mereka, pintu logam menutup keras dan Langdon terlompat. Kunci-kunci
diputar. Kini Langdon berkeringat di balik penutup matanya. Dia hanya ingin
melepas benda itu. Kini mereka berhenti berjalan.
Simkins melepas lengan Langdon, dan terdengar serangkai bunyi bip elektronik
diikuti suara gemuruh tak terduga di hadapan mereka. Langdon membayangkan pintu
pengaman yang bergeser terbuka secara otomatis.
"Mr. Solomon, silakan meneruskan bersama Mr. Langdon. Saya akan menunggu kalian
di sini," ujar Simkins. "Bawalah senter saya."
"Terima kasih," jawab Solomon. "Kami tidak akan lama." l Senter"! Jantung
Langdon kini berdentam-dentam panik. Peter menggamit lengan Langdon dan
beringsut maju. "Berjalanlah bersamaku, Robert."
Mereka bergerak perlahan-lahan, bersama-sama melintasi ambang pintu lain, dan
pintu pengaman bergemuruh menutup di belakang mereka.
Peter berhenti berjalan. "Ada apa?"
Mendadak Langdon merasa mual dan kehilangan keseimbangan. "Kurasa, aku harus
melepas penutup mata ini."
"Jangan dulu, kita hampir sampai."
"Hampir sampai ke mana?" Langdon merasakan perutnya semakin mual.
"Sudah kubilang aku membawamu untuk melihat tangga yang turun menuju Kata yang
Hilang." "Peter, ini tidak lucu!"
"Memang tidak dimaksudkan untuk lucu. Dimaksudkan untuk membuka benakmu, Robert.
Dimaksudkan untuk mengingatkanmu bahwa di dunia ini terdapat misteri-misteri
yang masih harus dilihat, bahkan oleh-mu sekalipun. Dan, sebelum mengambil satu
langkah lagi bersamamu, aku ingin kau berbuat sesuatu untukku. Aku ingin kau
percaya... hanya untuk sekejap... percaya kepada legenda. Percaya bahwa kau
hendak mengintip tangga berkelok-kelok yang turun ratusan meter ke salah satu
rahasia terbesar umat manusia yang hilang."
Langdon merasa pening. Walaupun ingin sekali memercayai sahabatnya, dia tidak
bisa. " Masih jauhkah?" Penutup mata beledunya bermandikan keringat.
"Tidak. Sesungguhnya hanya beberapa langkah lagi. Melewati satu pintu terakhir.
Kini aku akan membuka pintu itu."
Solomon melepas Langdon sejenak, dan ketika dia melakukannya, Langdon terhuyunghuyung, merasa pening. Dengan goyah, dia mencari pegangan, dan Peter cepat-cepat
kembali ke sisinya. Suara pintu tebal otomatis bergemuruh di hadapan mereka.
Peter meraih lengan Langdon dan mereka kembali bergerak maju.
"Ke sini." Mereka beringsut melewati ambang pintu lain, dan pintunya bergeser menutup di
belakang mereka. Hening. Dingin. Langdon langsung merasa bahwa tempat ini, apa pun itu, sama sekali tidak
berhubungan dengan dunia di balik pintu- pintu pengaman. Udaranya lembap dan
dingin, seperti kuburan. Akustiknya terasa tumpul dan sesak. Dia merasakan
serangan klaustrofobia yang tidak masuk akal.
"Beberapa langkah lagi." Solomon menuntunnya berbelok dan menempatkannya secara
tepat. Akhirnya, dia berkata, "Lepaskan penutup matamu."
Langdon meraih penutup mata beledu itu dan menariknya dari wajah. Dia memandang
ke sekeliling untuk mengetahui di mana dia berada, tapi dia masih buta. Dia
menggosok-gosok mata Tidak terjadi apa-apa. "Peter, ini gelap gulita!"
"Ya, aku tahu. Julurkan lenganmu ke depan. Ada pagar, Raihlah."
Langdon meraba-raba dalam kegelapan dan menemukan pagar besi.
"Kini lihatlah." Dia bisa mendengar Peter berkutat dengan sesuatu, lalu mendadak
cahaya cemerlang senter menembus kegelapan. Cahayanya menyoroti lantai, dan
sebelum Langdon bisa memahami keadaan di sekelilingnya, Solomon mengarahkan
senter melewati pagar dan mengarahkan cahayanya lurus ke bawah.
Mendadak Langdon menatap ke dalam terowongan tak berdasar... tangga berkelokkelok tanpa akhir yang turun jauh ke dalam bumi. Ya Tuhanku! Lututnya nyaris
goyah, dan dia mencengkeram pagar sebagai penyokong. Tangga itu berbentuk spiral
persegi-empat tradisional, dan dia bisa melihat setidaknya tiga puluh anak
tangga yang turun ke dalam bumi, sebelum cahaya senter memudar ke dalam
kegelapan. Aku bahkan tidak bisa melihat dasarnya!
"Peter..." dia tergagap. "Tempat apa ini?"
"Sebentar lagi aku akan membawamu ke dasar tangga. Tapi, sebelum melakukannya,
aku ingin kau melihat sesuatu yang lain."
Langdon, yang terlalu bingung untuk memprotes, membiarkan Peter menuntunnya
menjauhi ruang tangga dan melintasi bilik kecil aneh itu. Peter terus
mengarahkan senter ke lantai batu usang di bawah kaki mereka, dan Langdon tidak
bisa mengamati ruangan di sekeliling mereka... kecuali bahwa ruangan itu kecil.
Sebuah bilik batu mungil.
Mereka tiba dengan cepat di dinding seberang ruangan. Sebuah kaca persegipanjang ditanamkan di sana. Langdon mengira itu jendela yang tembus ke ruangan
di baliknya. Akan tetapi, dari tempatnya berdiri, dia hanya melihat kegelapan di
sisi sebaliknya. "Ayo," ujar Peter. "Lihatlah."
"Ada apa di dalam sana?" Sekilas Langdon mengingat Bilik Perenungan di bawah
Gedung Capitol, dan betapa untuk sekejap, dia percaya bilik itu mungkin
berisikan portal menuju semacam gua bawah-tanah raksasa.
"Lihat sajalah, Robert." Solomon menuntunnya maju. "Dan kuatkan dirimu, karena
pemandangannya akan mengejutkanmu."
Tanpa mengetahui apa yang diharapkannya, Langdon bergerak menuju kaca. Ketika
dia mendekati portal itu, Peter mematikan senter, menjadikan bilik mungil itu
gelap gulita. Ketika matanya sudah menyesuaikan diri, Langdon meraba raba di depannya,
sepasang tangannya menemukan dinding, wajahnya bergerak lebih mendekati portal
transparan itu. Hanya kegelapan yang ada di baliknya.
Dia mencondongkan tubuh lebih dekat ... menekankan wajah ke kaca.
Lalu, dia melihatnya. Gelombang keterkejutan dan kehilangan-orientasi yang melanda tubuh Langdon
menjangkau ke dalam dan membalikkan kompas di dalam tubuhnya. Dia nyaris jatuh
ke belakang ketika benaknya berupaya menerima pemandangan yang benar-benar tak
terduga di hadapannya. Dalam mimpimimpi terliarnya, Robert Langdon tidak akan pernah bisa menebak apa yang ada di
balik kaca ini. Penglihatannya berupa pemandangan yang menakjubkan.
Di dalam kegelapan, cahaya putih cemerlang bersinar seperti perhiasan berkilau.
Kini Langdon memahami semuanya - barikade di jalan akses... penjaga-penjaga di
pintu masuk utama... pintu logam tebal di luar... pintu-pintu otomatis yang
bergemuruh membuka dan menutup... rasa mual di perut... kepeningan kepala... dan
kini bilik batu mungil ini.
"Robert," bisik Peter di belakangnya, "terkadang hanya perubahan perspektif yang
diperlukan untuk melihat terang."
Tanpa bisa berkata-kata, Langdon menatap keluar melalui jendela itu.
Pandangannya berkelana ke dalam kegelapan malam, melintasi lebih dari satu
kilometer ruang kosong, jatuh ke bawah... ke bawah... menembus kegelapan...
sampai tiba di puncak kubah putih bersih terang benderang Gedung Capitol.
Langdon belum pernah melihat Capitol dari perspektif ini - melayang 555 kaki
(170 meter) di atas obelisk Mesir besar Amerika. Malam ini, untuk pertama
kalinya dalam hidup, dia telah. mengendarai lift ke atas, menuju bilik mungil
untuk melihat pemandangan... di puncak Monumen Washington.
BAB 129 Robert Langdon berdiri terpaku di portal kaca, menyerap kekuatan pemandangan di
bawahnya. Setelah naik ratusan meter ke udara tanpa sepengetahuannya, kini dia
mengagumi salah satu pemandangan paling spektakuler yang pernah dilihatnya.
Kubah berkilau Gedung Capitol AS menjulang seperti gunung di ujung timur
National Mall. Mengapit gedung itu, dua garis paralel cahaya memanjang ke arah
Langdon... itu bagian depan museum-museum Smithsonian yang terang... mercusuar
seni, sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan.
Kini Langdon menyadari, dengan takjub, bahwa hampir semua yang dinyatakan benar
oleh Peter... sesungguhnya memang benar. Memang ada tangga berkelok-kelok...
yang turun ratusan meter di balik batu besar. Batu-puncak besar obelisk ini
berdiri tegak persis di atas kepala Langdon. Dan kini Langdon mengingat sepotong
fakta terlupakan yang tampaknya punya kaitan aneh: batu-puncak Monumen
Washington beratnya tepat 3.300 pon (1.500 kilogram).
Sekali lagi, angka 33. Akan tetapi, yang lebih mengejutkan adalah puncak tertinggi batu-puncak ini,
zenit obelisk ini, dimahkotai dengan ujung aluminium mungil mengilap-logam yang
sama berharganya dengan emas pada zaman itu. Tinggi puncak berkilau Monumen
Washington itu hanya sekitar tiga puluh sentimeter, sama ukurannya dengan
Piramida Mason. Yang luar biasa, piramida logam kecil itu memiliki ukiran
terkenal - Laus Deo -dan Langdon mendadak mengerti. Inilah pesan sejati di dasar
piramida batu. Tujuh simbol itu adalah alih-aksara!
Cipher paling sederhana. Semua simbol itu berupa huruf. Mistar siku tukang batu - L Emas elemen - AU
Sigma Yunani - S Delta Yunani - D Merkuri alkimia - E Ouroboros - 0
"Laus Deo,"' bisik Langdon. Frasa Latin terkenal yang berarti "Terpujilah
Tuhan"- terukir di ujung Monumen Washington dengan huruf-huruf sambung yang
tingginya hanya satu inci. Tampak seluruhnya... akan tetapi tidak tampak bagi
semuanya. Laus Deo "Terpujilah Tuhan," ujar Peter di belakangnya, seraya menyalakan penerangan
lembut bilik. "Kode terakhir Piramida Mason."
Langdon berbalik. Temannya sedang menyeringai lebar, dan Langdon ingat bahwa
Peter sesungguhnya telah mengucapkan kata-kata "terpujilah Tuhan" di dalam
perpustakaan Mason tadi, Dan aku masih melewatkannya.
Langdon merinding ketika menyadari betapa tepatnya Piramida Mason legendaris itu
menuntunnya ke sini... ke obelisk besar. Amerika-simbol kebijakan mistis kuno yang menjulang menuju surga di jantung bangsa.
Dalam ketakjuban, Langdon mulai bergerak berlawanan dengan jarum jam mengitari
perbatasan ruang persegi empat mungil itu, dan kini tiba di jendela lain untuk
melihat. Utara. Melalui jendela yang monghadep ko ultorm Ini, Longdon menunduk memandangi siluet
Gedung Putih yang tidak asing lagi, tepat di hadapannya. Dia mengangkat
pandangan ke cakrawala, dan di sana garis lurus Sixteenth Street memanjang ke
utara menuju House of the Temple.
Aku berada di selatan Heredom.
Dia melanjutkan perjalanan mengitari perbatasan sampai ke jendela berikutnya.
Ketika memandang ke barat, mata Langdon menelusuri persegi-panjang kolam yang
memantulkan Lincoln Memorial, yang arsitektur Yunani klasiknya diilhami oleh
Parthenon di Athena, Kuil untuk Athena - dewi upaya kepahlawanan.
Annuit coeptis, pikir Langdon. Tuhan menyukai upaya kita. Ketika melanjutkan ke
jendela terakhir, Langdon memandang ke selatan melintasi perairan gelap Tidal
Basin, tempat Jefferson Memorial berkilau terang di dalam malam. Langdon tahu,
kubahnya yang melandai meniru Pantheon, rumah dewa-dewa besar dalam mitologi


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Romawi. Setelah memandang ke empat penjuru, Langdon kini mengingat foto-foto National
Mall dari angkasa yang pernah dilihatnya - keempat lengan National Mall terjulur
dari Monumen Washington ke arah titik-titik utama kompas. Aku sedang berdiri di
persimpangan Amerika. Langdon berjalan kembali ke tempat Peter berdiri. Wajah mentornya itu berseriseri. "Nah, Robert, inilah dia. Kata yang Hilang. Di sinilah tempatnya terkubur.
Piramida Mason menuntun kita kemari."
Langdon terpana. Dia sudah melupakan Kata yang Hilang itu.
"Robert, aku tahu tak seorang pun bisa dipercaya melebihi dirimu. Dan, setelah
malam seperti malam ini, aku yakin kau patut mengetahui arti semua ini. Seperti
yang dijanjikan dalam legenda, Kata yang Hilang memang terkubur di dasar tangga
berkelok-kelok." Dia menunjuk mulut ruang tangga panjang monumen itu.
Langdon akhirnya mulai paham, tapi kini dia kebingungan. Cepat-cepat Peter
merogoh saku dan mengeluarkan sebuah benda kecil. "Kau ingat ini?"
Langdon meraih kotak berbentuk-kubus yang dipercaya Peter kepadanya dulu sekali
itu. "Ya... tapi aku khawatir aku tidak melakukan pekerjaanku dengan baik untuk
melindunginya. Solomon tergelak. "Mungkin sudah tiba saatnya bagi kotak ini untuk ditemukan."
Langdon meneliti kubus batu itu, bertanya-tanya mengapa Peter menyerahkannya
kepadanya. "Seperti apa kelihatannya kotak ini bagimu?" tanya Peter. Langdon meneliti
tulisan 1 5 1 4 AD dan mengingat kesan pertamanya ketika Katherine membuka
bungkusan itu. "Batu pertama."
"Tepat sekali," jawab Peter. "Nah, ada beberapa hal yang mungkin tidak kau
ketahui mengenai batu pertama. Yang pertama, konsep peletakan batu pertama
berasal dari Kitab Perjanjian Lama."
Langdon mengangguk. "Kitab Mazmur."
"Benar. Dan batu pertama yang sejati selalu dikuburkan di bawah tanah menyimbolkan langkah awal gedung yang menyeruak dari dunia menuju cahaya
surgawi." Langdon melirik Capitol di luar sana, mengingat bahwa batu pertamanya dikuburkan
begitu dalam pada fondasinya, sehingga sampai saat ini, penggalian-penggalian
belum bisa menemukannya. "Dan akhirnya," ujar Solomon, "seperti kotak batu di tanganmu, banyak batu
pertama yang berupa gua kecil... punya lubang berongga sehingga bisa menguburkan
harta karun... juga jimat-simbol harapan untuk masa depan gedung yang hendak
dibangun." Langdon juga sangat mengenal tradisi ini. Bahkan saat ini, kaum Mason meletakkan
batu pertama yang mereka isi dengan benda-benda berarti-kapsul waktu, foto,
pernyataan, bahkan abu orang penting.
"Tujuanku menceritakan ini," ujar Solomon, seraya melirik ruang tangga,
"seharusnya sudah jelas."
"Kau mengira Kata yang Hilang terkubur di dalam batu pertama Monumen
Washington?" "Aku tidak mengira, Robert, aku tahu, Kata yang hilang terkubur dalam batu
pertama monumen ini pada 4 Juli 1848 dalam ritual lengkap Mason."
Langdon menatapnya. "Bapak-bapak bangsa penganut Mason kita menguburkan sebuah
kata"!" Peter mengangguk. "Mereka memang melakukannya. Mereka memahami kekuatan sejati
dari apa yang mereka kuburkan."
Sepanjang malam, Langdon mencoba membungkus benaknya dengan konsep-konsep
surgawi yang bertebaran...
Misteri Kuno, Kata yang Hilang, Rahasia-Rahasia Berabad- abad. Dia menginginkan
bukti yang solid. Dan, walaupun Peter menyatakan bahwa kunci menuju semua itu
terkubur di dalam batu pertama yang berada 555 kaki di bawahnya, Langdon
mengalami kesulitan untuk menerimanya. Orang-orang mempelajari misteri-misteri
itu sepanjang hidup mereka, dan masih tidak mampu mengakses kekuatan yang konon
tersembunyi di sana. Sekilas Langdon mengingat Melencolia I- nya Durer - gambar
seorang Ahli yang kecewa, dikelilingi alat- alat dari upaya gagalnya
mengungkapkan rahasia-rahasia mistis alkimia. Jika benar-benar bisa diungkapkan,
rahasia- rahasia itu tidak akan ditemukan di sebuah tempat!
Langdon selalu percaya bahwa apa pun jawabannya, jawaban itu pasti tersebar di
seluruh dunia di dalam ribuan buku... disandikan ke dalam tulisan-tulisan karya
Pythagoras, Hermes, Heraclitus, Paracelsus, dan ratusan orang lainnya.
Jawabannya ditemukan dalam buku-buku tebal berdebu yang terlupakan mengenai
alkimia, mistisisme, sihir, dan filsafat. Jawabannya tersembunyi di dalam
perpustakaan kuno Alexandria, pada loh-loh batu Sumer, dan di dalam hieroglif
Mesir. "Peter, maaf," ujar Langdon pelan, seraya menggelengkan kepala. "Memahami
Misteri Kuno adalah proses seumur hidup. Aku tidak bisa membayangkan bahwa
kuncinya mungkin terletak di dalam sebuah kata tunggal."
Peter meletakkan sebelah tangan di bahu Langdon. "Robert, Kata yang Hilang
bukanlah sebuah 'kata'." Dia tersenyum bijak.
"Kami menyebutnya sebagai 'Kata' karena begitulah orang- orang kuno
menyebutnya... pada saat permulaan."
BAB 130 Pada mulanya adalah Kata.
Dean Galloway berlutut di Persimpangan Besar Katedral Nasional dan berdoa untuk
Amerika. Dia berdoa agar negara tercintanyabisasegeramemahamikekuatansejafiKatakumpulan kebijakan tertulis dari semua master kuno-kebenaran- kebenaran
spiritual yang diajarkan oleh orang-orang bijak besar.
Sejarah telah memberkahi umat manusia dengan guru-guru terbijak, jiwa-jiwa
sangat tercerahkan yang memahami misteri-misteri spiritual dan mental melebihi
segala pemahaman. Kata-kata berharga para Ahli ini - Buddha, Yesus, Muhammad,
Zoroaster, dan lainnya yang tak terhitung banyaknya - telah diteruskan di
sepanjang sejarah di dalam wadah-wadah tertua dan paling berharga.
Buku. Setiap kebudayaan di bumi memiliki buku sucinya sendiri. Kata-nya sendiri - yang
kesemuanya berbeda, tetapi masing- masingnya sama. Bagi orang Kristen, Kata itu
adalah Alkitab, bagi orang Muslim AI-Quran, bagi orang Yahudi Kitab Taurat, bagi
orang Hindu Kitab Weda, dan seterusnya dan seterusnya.
Kata itu akan menerangi jalan.
Bagi bapak-bapak bangsa penganut Mason Amerika, kata itu adalah Alkitab. Akan
tetapi, hanya sedikit orang dalam sejarah yang memahami pesan sejatinya.
Malam ini, ketika Galloway berlutut sendirian di dalam katedral besar itu, dia
meletakkan kedua tangannya di atas Kata buku usang Alkitab Masonnya sendiri.
Buku berharga ini, seperti semua Alkitab Mason, berisikan Kitab Perjanjian Lama,
Kitab Perjanjian Baru, dan harta karun tulisan filosofis Mason. Walaupun mata
Galloway tidak lagi bisa membaca teks dia hafal dengan kata pengantarnya. Pesan
agung itu telah dibaca oleh jutaan saudara Mason dalam bahasa yang tak terhitung
banyaknya di seluruh dunia. Teksnya berbunyi:
WAKTU ADALAH SUNGAI... DAN BUKU ADALAH PERAHU. BANYAK DILUNCURKAN DISUNGAIITU,
HANYA UNTUK HANCUR DAN HILANG MELAPAUIINGATAN DIDALAM PASIR- PASIRNYA.HANYA
SEDIKIT, SEDIKIT SEKALI, YANG TAHAN TERHADAP UJIANUJIAN WAKTU DAN TETAP HIDUP UNTUK MEMBERKAN ABAD- ABAD BERIKUTNYA.
Ada alasan mengapa buku-buku ini bertahan, sementara yang lain lenyap. Sebagai
orang yang mempelajari keyakinan, Dean Galloway merasa takjub karena teks-teks
spiritual kuno - buku-buku yang paling banyak dipelajari di bumi - sesungguhnya
adalah yang paling sedikit dipahami.
Sebuah rahasia menakjubkan tersembunyi di dalam halaman-halaman itu.
Suatu hari kelak, cahaya akan merekah, dan umat manusia pada akhirnya akan mulai
memahami kebenaran sederhana dan transformatif ajaran-ajaran kuno... dan
melakukan lompatan kuantum ke depan dalam memahami hakikat diri mereka sendiri
yang luar biasa. BAB 131 Tangga berkelok-kelok yang menuruni tulang punggung Monumen Washington terdiri
atas 896 anak tangga yang berputar-putar mengelilingi sebuah terowongan lift
terbuka. Langdon dan Solomon sedang menuruninya, dan Langdon masih bergumul
dengan kenyataan mengejutkan yang diungkapkan Peter kepadanya beberapa saat
lalu: Robert, di dalam batu-pertama berongga monumen ini, bapak-bapak bangsa
kita menguburkan sebuah buku Kata-Alkitab-yang menunggu di dalam kegelapan di
kaki tangga ini. Ketika mereka turun, mendadak Peter berhenti di sebuah anak tangga dan
mengayunkan cahaya senternya untuk menyinari sebuah medali batu besar yang
tertanam di dinding. Apa gerangan"! Langdon terlompat ketika melihat ukiran itu.
Medali itu menggambarkan sosok berjubah yang menakutkan sedang memegang sabit
dan berlutut di samping sebuah jam pasir. Lengan sosok itu terangkat dan jari
telunjuknya terjulur, menunjuk langsung ke sebuah Alkitab besar yang terbuka,
seakan mengatakan: "Jawabannya ada di sana!"
Langdon menatap ukiran itu, lalu berpaling kepada Peter. Mata mentornya berkilau
misterius. "Aku ingin kau merenungkan sesuatu, Robert." Suaranya menggema ke
bawah di ruang tangga kosong itu. "Mengapa menurutmu Alkitab bertahan ribuan
tahun di dalam pergolakan sejarah" Mengapa Alkitab masih ada di sini" Apakah
karena kisah- kisahnya begitu memikat untuk dibaca" Tentu saja tidak ...
tapi ada alasannya. Ada alasan mengapa para pendeta Kristen menghabiskan waktu
seumur hidup dengan berupaya memahami Alkitab. Ada alasan mengapa para ahli
mistik Yahudi dan penganut Kabbalah mempelajari Kitab Perjanjian Lama. Dan
alasan itu, Robert, adalah karena rahasia-rahasia luar biasa tersembunyi di
dalam halaman-halaman buku kuno... sebuah koleksi besar kebijakan yang menunggu
untuk di ungkapkan."
Langdon tidak asing dengan teori bahwa Alkitab menganduns lapisan arti
tersembunyi, pesan tersamar yang diselubungi alegori simbolisme, dan
perumpamaan. "Para nabi memperingatkan kita," lanjut Peter, "bahwa bahasa yang digunakan
untuk menceritakan misteri-misteri rahasia mereka adalah bahasa tersandi. Injil
Markus mengatakan, 'Kepadamu telah diberikan rahasia... tetapi kepada orangorang luar, segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan.' Kitab Amsal
memperingatkan bahwa perkataan orang bijak adalah 'teka-teki', sedangkan Surat
Paulus yang Pertama kepada jemaat di Korintus membicarakan 'hikmat tersembunyi'.
Injil Yohanes memperingatkan sebelumnya: 'Semuanya ini kukatakan kepadamu dengan
kiasan... berkata-kata kepadamu dengan kiasan (dark sayings).'" , Dark sayings,
pikir Langdon, yang tahu bahwa frasa aneh ini acap kali muncul secara ganjil
dalam Kitab Amsal, juga dalam Mazmur 78. Aku mau membuka mulut mengatakan amsal,
aku mau mengucapkan teka-teki (dark sayings) dari zaman purbakala. Langdon tahu,
konsep "perkataan-perkataan gelap" bukan berarti bahwa perkataan itu "jahat",
melainkan arti sejatinya disembunyikan atau dikaburkan dari terang.
"Dan jika kau merasa ragu," imbuh Peter, " Surat Paulus yang Pertama kepada
Jemaat di Korintus mengatakan kepada kita bahwa perumpamaan punya dua lapisan
arti: 'susu untuk bayi dan daging untuk manusia dewasa' - susu adalah bacaan
yang diencerkan untak benak kekanak-kanakan, dan daging adalah pesan sejati yang
hanya bisa diakses oleh benak matang."
Peter mengangkat senter, sekali lagi menerangi ukiran sosok berjubah yang
menunjuk Alkitab dengan sungguh- sungguh. "Aku tahu kau orang yang skeptis,
Robert, tapi renungkanlah ini: Seandainya Alkitab tidak mengandung pesan
tersembunyi, mengapa banyak orang terpandai dalam sejarah- termasuk ilmuwanilmuwan hebat di Royal Society - menjadi begitu terobsesi mempelajarinya" Sir
Issac Newton menulis lebih dari sejuta kata, berupaya memahami arti sesungguhnya
Alkitab, termasuk manuskrip tahun 1704 yang menyatakan bahwa dia telah mengambil
informasi ilmiah tersembunyi dari Alkitab!"
Langdon tahu, ini benar. "Dan Sir Francis Bacon," lanjut Peter, "orang terkenal ini disewa oleh Raja
James untuk secara harfiah menyusun Alkitab resmi versi Raja James, menjadi
begitu yakin bahwa Alkitab mengandung pesan tersandi yang ditulisnya dalam kodekodenya sendiri, yang masih dipelajari hingga saat ini! Tentu saja, seperti yang
kau ketahui, Bacon adalah pengikut Rosicrucian dan menulis The Wisdom of the
Ancients." Peter tersenyum. "Bahkan, penyair ikonoklastis William Blake
menyatakan bahwa kita harus membaca arti yang tersirat."
Langdon mengenal baitnya:
SAMA-SAMA MEMBACA ALKITAB SIANG DAN MALAM, TAPIKAU MEMBACA HITAM, SEDANG AKU
MEMBACA PUTIH. Dan bukan hanya orang-orang terkenal Eropa," lanjut Peter, yang kini menuruni
tangga lebih cepat. "Di sini, Robert, di poros bangsa Amerika muda ini, para
bapak bangsa terpandai kita - John Adams, Ben Franklin, Thomas Paine - semuanya
memperingatkan bahaya besar jika menginterpretasikan Alkitab secara harfiah.
Sesungguhnya, Thomas Jefferson sangat meyakini tersembunyi-nya pesan sejati
Alkitab, sehingga secara harfiah dia memotong-motong halaman- halamannya dan
menyunting-ulang buku itu, berupaya, sebagaimana kata-katanya sendiri, 'untuk
menyingkirkan serangkaian penopang palsu dan mengembalikan doktrin- doktrin
aslinya'." Langdon sangat menyadari adanya fakta aneh ini. Saat ini, Alkitab versi
Jefferson masih dicetak dan menyertakan banyak revisi kontroversialnya, di
antaranya penghilangan kisah kelahiran dari perawan dan kebangkitan. Yang
menakjubkan, Alkitab versi Jefferson diberikan kepada semua anggota baru Kongres
selama pertengahan pertama abad ke-19.
"Peter, kau tahu aku menganggap topik ini mencengangkan dan aku bisa mengerti
kalau orang-orang pintar mungkin tergoda, untuk membayangkan bahwa Alkitab
mengandung arti tersembunyi, tapi bagiku, itu tidak masuk akal. Profesor ahli
mana pun akan mengatakan kepadamu bahwa pengajaran tidak pernah dilakukan dalam
kode." "Maaf?" "Guru mengajar, Peter. Kami bicara secara terbuka. Mengapa para nabi-guru-guru
terbesar dalam sejarah menyamarkan bahasa mereka" Jika berharap bisa mengubah
dunia, mengapa mereka bicara dalam kode" Mengapa tidak bicara dengan jelas
sehingga dunia bisa mengerti?"
Peter menoleh ke belakang ketika menuruni tangga, tampak terkejut mendengar
pertanyaan itu. "Robert, Alkitab tidak bicara secara terbuka karena alasan yang
sama mengapa Aliran Misteri Kuno tetap tersembunyi... karena alasan yang sama
mengapa para kandidat harus diinisiasi sebelum mempelajari ajaran-ajaran rahasia
berabad-abad ... karena alasan yang sama mengapa para ilmuwan dalam Invisible
College menolak membagikan pengetahuan mereka kepada yang lain. Informasi ini
dahsyat, Robert. Misteri Kuno tidak bisa diteriakkan dari puncak-puncak atap.
Misteri itu merupakan obor menyala yang, di tangan seorang master, bisa
menerangi jalan, tapi di tangan seorang gila, bisa membakar dunia."
Langdon langsung berhenti. Apa yang dikatakannya"
"Peter, aku membicarakan Alkitab. Mengapa kau membicarakan Misteri Kuno?"
Peter berbalik. "Robert, tidakkah kau mengerti" Misteri Kuno dan Alkitab adalah
hal yang sama." Langdon menatap dengan kebingungan.
Peter terdiam selarna beberapa detik, menunggu konsep itu dicerna. "Alkitab
adalah salah satu buku untuk meneruskan misteri itu di sepanjang sejarah.
Halaman-halamannya berupaya mati-matian untuk menceritakan rahasia itu kepada
kita. Tidakkah kau mengerti" '"Dark saying' dalam Alkitab bisikan-bisikan orang
kuno, yang diann-diam membagikan kebijakan rahamin mereka kepada kita."
Langdon diam saja. Misteri Kuno, seperti yang dipahaminya, adalah sejenis manual
instruksi untuk memanen kekuatan laten benak manusia... resep untuk apotheosis
pribadi. Dia tidak pernah bisa menerima kekuatan misteri itu dan menganggap
mustahil gagasan bahwa Alkitab, entah bagaimana, menyembunyikan kunci bagi
misteri itu. "Peter, Alkitab dan Misteri Kuno benar-benar berlawanan. Misteri itu menyangkut
tuhan di dalam dirimu... manusia sebagai tuhan. Alkitab menyangkut Tuhan di
atas-mu... dan manusia sebagai pendosa yang tak berdaya."
"Ya! Tepat sekali! Kau telah menunjukkan masalahnya dengan tepat! Pada saat umat
manusia memisahkan diri dari Tuhan, arti sejati Kata itu hilang. Suara para
master kuno kini tenggelam, hilang dalam hiruk-pikuk kekacauan para praktisi
yang meneriakkan bahwa hanya mereka yang memahami Kata itu... bahwa Kata itu
ditulis dalam bahasa mereka, dan bukan yang lain."
Peter terus menuruni tangga.
"Robert, kau dan aku sama-sama tahu bahwa orang-orang kuno akan ketakutan jika
mengetahui betapa pengajaran- pengajaran mereka telah disesatkan... betapa agama
telah memosisikan diri sebagai pintu tol menuju surga... betapa para pejuang
berbaris memasuki pertempuran dengan keyakinan bahwa Tuhan merestui tujuan
mereka. Kita telah kehilangan Kata itu, tetapi arti sejatinya masih berada di
dalam jangkauan, tepat di hadapan mata kita. Arti itu terdapat di dalam semua
teks yang terus bertahan, mulai dari Alkitab sampai Bhagawad Gita, AI-Quran, dan
lain-lain. Kesemua teks ini dihormati di atas altar-altar Persaudaraan Mason
Bebas, karena kaum Mason memahami apa yang tampaknya telah dilupakan oleh
dunia.... bahwa masing-masing teks itu, dengan caranya sendiri, diam-diam
membisikkan pesan yang persis sama." Suara Peter dipenuhi emosi. "'Tidak tahukah
kalian bahwa kalian adalah tuhan"'"
Langdon heran, betapa perkataan kuno terkenal ini terus- menerus muncul malam


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini. Dia sudah merenungkannya ketika bicara dengan Galloway, dan juga di Gedung
Capitol, ketika mencoba menjelaskan The Apotheosis of Washington.
Peter merendahkan suaranya hingga berbisik. "Buddha mengatakan, 'Kau sendiri
adalah Tuhan.' Yesus mengajarkan bahwa, 'Kerajaan Allah ada di antara kamu' dan
bahkan berjanji kepada kita, 'ia akan melakukan juga pekerjaan- pekerjaan yang
Aku lakukan... dan lebih besar daripada itu.' Bahkan, anti-Paus pertama Hippolytus dari Roma - mengutip pesan yang sama, yang pertama kali diucapkan
oleh guru gnostik Monoimus: 'Tinggalkan pencarian akan Tuhan... dan jadikan
dirimu sebagai tempat awalnya.'"
Sekilas Langdon teringat akan House of the Temple. Di sana terdapat kursi Tyler
Mason bertuliskan dua kata penuntun yang diukirkan melintasi punggungnya:
KENALIDIRIMU. "Seorang bijak pernah berkata kepadaku," ujar Peter, kini dengan suara pelan,
"satu-satunya perbedaan antara dirimu dan Tuhan adalah, kau telah lupa bahwa kau
suci." "Peter, aku mendengar semua perkataanmu. Sungguh. Dan aku ingin percaya bahwa
kita adalah tuhan, tapi aku tidak melihat tuhan berjalan di dunia kita. Aku
tidak melihat manusia-super. Kau bisa menunjukkan keajaiban-keajaiban Alkitab,
atau teks keagamaan apa pun lainnya, tapi semua itu hanyalah kisah-kisah lama
karangan manusia, yang kemudian dilebih-lebihkan setelah beberapa waktu."
"Mungkin," ujar Peter. "Atau mungkin kita hanya memerlukan ilmu pengetahuan
untuk mengejar kebijakan orang-orang kuno itu." Dia terdiam. "Lucunya... aku
percaya riset Katherine mungkin siap melakukan hal seperti itu."
Mendadak Langdon ingat bahwa Katherine tadi bergegas meninggalkan House of the
Temple. "Hei, omong-omong, ke mana dia pergi?"
"Dia akan berada di sini sebentar lagi." ujar Peter, seraya menyeringai. "Dia
pergi untuk memastikan sedikit keberuntungan yang menakjubkan."
Di luar, dl dasar monumen, Peter Solomon merasa segar ketika menghirup udara
malam yang dingin. Dia menyaksikan dengan geli ketika Langdon menatap tanah
dengan serius, menggaruk-garuk kepala, dan menengok ke sekeliling di kaki
obelisk. "Profesor," gurau Peter, "batu pertama yang berisikan Alkitab berada di bawah
tanah. Kau tidak benar-benar bisa mengakses buku itu, tapi kujamin buku itu ada
di sana." "Aku percaya." ujar Langdon, yang tampak hanyut dalam pikiran. "Hanya... aku
memperhatikan sesuatu."
Kini Langdon melangkah mundur dan meneliti plaza raksasa tempat Monumen
Washington berdiri. Jalanan lebar melingkamya seluruhnya terbuat dari batu
putih... kecuali dua jalur dekoratif batu hitam, yang membentuk dua lingkaran
konsentris mengelilingi monumen.
"Lingkaran di dalam lingkaran," kata Langdon. "Tak pernah kusadari bahwa Monumen
Washington berdiri di tengah lingkaran di dalam lingkaran."
Mau tak mau Peter tertawa. Dia tidak melewatkan sesuatu pun.
"Ya, circumpunct raksasa... simbol universal untuk Tuhan... di persimpangan
Amerika." Dia mengangkat bahu, seolah tidak tahu. "Aku yakin, itu hanya
kebetulan." Langdon tampak melamun, kini memandang ke langit, matanya naik merayapi menara
benderang itu, yang bersinar putih cemerlang dilatari langit hitam musim dingin.
Peter merasa bahwa Langdon mulai melihat tujuan sesungguhnya ciptaan ini...
pengingat bisu akan kebijakan kuno... ikon manusia tercerahkan di jantung sebuah
bangsa besar. Walaupun tidak bisa melihat ujung aluminium mungil di puncaknya,
Peter mengetahui keberadaan benda itu di sana, benak tercerahkan manusia yang
menggapai ke arah surga. Laus Deo. "Peter?" Langdon mendekat, tampak seperti seorang lelaki yang baru saja
mengalami semacam inisiasi mistis. "Aku hampir lupa," katanya, seraya merogoh
saku dan mengeluarkan cincin Mason emas Peter. "Sepanjang malam, aku ingin
mengembalikan benda ini kepadamu."
"Terima kasih, Robert." Peter menjulurkan tangan kirinya dan meraih cincin itu,
mengaguminya. "'Kau tahu, semua kerahasiaan dan misteri yang menyelubungi cincin
ini dan Piramida Mason... telah mendatangkan efek yang besar dalam hidupku.
Ketika aku masih muda, piramida itu diserahkan kepadaku dengan janji bahwa benda
itu menyembunyikan rahasia-rahasia mistis. Keberadaannya saja membuatku percaya
adanya misteri-misteri besar di dunia. Benda itu membangkitkan rasa penasaranku,
menyulut kekagumanku, dan menginspirasiku untuk membuka benakku bagi Misteri
Kuno." Dia tersenyum tenang dan menyelipkan cincin itu ke dalam saku. "Kini
kusadari bahwa tujuan sesungguhnya Piramida Mason bukanlah mengungkapkan
jawaban-jawaban, tapi menginspirasi kekaguman terhadap jawaban-jawaban itu."
Kedua lelaki itu berdiri dalam keheningan untuk waktu yang lama di kaki monumen.
Ketika akhirnya Langdon bicara, nadanya serius. "Aku harus meminta tolong
kepadamu, Peter ... sebagai teman."
"Tentu saja. Apa pun itu."
Langdon mengucapkan permintaannya... dengan tegas. Solomon mengangguk, tahu
bahwa Langdon benar. "Aku bersedia."
"Sekarang juga," imbuh Langdon, seraya menunjuk Escalade yang menunggu.
"Oke ... tapi dengan satu syarat."
Langdon memutar bola mata, tergelak. "Entah bagaimana, kaulah yang selalu
mengucapkan kata terakhir."
"Ya, ada satu hal terakhir yang kuinginkan untuk kau lihat bersama Katherine."
"Selarut ini?" Langdon menengok arloji.
Solomon tersenyum hangat kepada teman lamanya. "Itu harta karun Washington yang
paling spektakuler... dan hanya sedikit, sedikit sekali orang yang pernah
melihatnya." BAB 132 Hati Katherine Solomon terasa ringan ketika dia bergegas mendaki bukit menuju
dasar Monumen Washington. Dia telah mengalami guncangan dan tragedi besar malam
ini, tetapi kini segenap pikirannya terfokus kembali, walaupun hanya sementara,
pada berita menakjubkan yang disampaikan oleh Peter kepadanya tadi... berita
yang baru saja dikonfirmasinya dengan mata kepala sendiri.
Risetku aman. Semuanya. Drive-drive data holografis labnya telah hancur malam ini, tapi tadi di House of
the Temple, Peter menginformasikan bahwa diam-diam dia menyimpan salinan semua
riset Noetic Katherine di kantor-kantor eksekutif SMSC. Kau tahu, aku benarbenar terpesona dengan hasil kerjamu, jelas Peter, dan aku ingin mengikuti
kemajuannya tanpa mengganggumu.
"Katherine?" sebuah suara rendah memanggil. Dia mendongak.
Seseorang berdiri sendirian di dalam bayang-bayang di dasar monumen terang.
"Robert!" Katherine bergegas menghampiri dan memeluknya.
"Aku mendengar berita baik itu," bisik Langdon. "Kau pasti lega."
Suara Katherine parau oleh emosi. "Teramat sangat." Riset yang diamankan Peter
merupakan pencapaian ilmiah besar - koleksi banyak eksperimen yang membuktikan
bahwa pikiran manusia merupakan kekuatan yang nyata dan bisa diukur di dunia.
Eksperimen-eksperimen Katherine memperlihatkan efek pikiran manusia terhadap
segalanya, mulai dari kristal-kristal es sampai random-event generator dan
gerakan partikel- partikel subatomis. Semua hasilnya konklusif dan tak
terbantahkan, dengan potensi mengubah orang-orang skeptis menjadi orang-orang
yang percaya dan memengaruhi kesadaran global pada skala besar. "Segalanya akan
berubah, Robert. Segalanya."
"Peter jelas beranggapan begitu."
Katherine memandang ke sekeliling, mencari kakaknya.
"Rumah sakit," ujar Langdon. "Aku bersikeras memintanya pergi ke sana."
Katherine mengembuskan napas dengan lega. "Terima kasih."
"Dia bilang, aku harus menunggumu di sini."
Katherine mengangguk, pandangannya naik merayapi obelisk putih berkilau itu.
"Peter bilang, dia akan membawamu ke sini. Sesuatu mengenai Laus Deo" Dia tidak
menjelaskan." Langdon tergelak lesu. "Aku juga tidak yakin memahami seluruhnya."
Dia mendongak memandang puncak monumen.
"Malam ini kakakmu menjelaskan beberapa hal yang tidak mampu kupikirkan."
"Biar kutebak," ujar Katherine. "Misteri Kuno, ilmu pengetahuan, dan Kitab
Suci?" "Betul sekali."
"Selamat datang ke dunia-ku." Katherine mengedipkan sebelah mata. "Sudah lama
sekali Peter menginisiasiku untuk ini. Itu menyulut banyak risetku."
"Secara intuitif, sebagian perkataannya masuk akal." Langdon menggelenggelengkan kepala. "Tapi secara intelektual..."
Katherine tersenyum dan merangkulkan lengannya pada Langdon. "Kau tahu, Robert,
aku mungkin bisa menolongmu dalam hal itu."
Jauh di dalam Gedung Capitol, Arsitek Warren Bellamy berjalan menyusuri lorong
sepi. Hanya satu hal lagi yang harus dilakukan malam ini, pikirnya.
Ketika tiba di kantornya, dia mengeluarkan sebuah kunci yang sangat tua dari
laci meja. Kunci itu terbuat dari besi hitam, panjang dan ramping, dengan tandatanda yang memudar. Dia menyelipkannya ke dalam saku, lalu menyiapkan diri untuk
menyambut tamu-tamunya. Robert Langdon dan Katherine Solomon sedang dalam perjalanan menuju Capitol.
Berdasarkan permintaan Peter, Bellamy harus memberi mereka kesempatan yang
sangat langka - peluang untuk memandang rahasia paling menakjubkan gedung ini...
sesuatu yang hanya bisa diungkapkan oleh Sang Arsitek.
BAB 133 Tinggi di atas lantai Rotunda Capitol, Robert Langdon beringsut dengan gugup di
sekitar panggung melingkar yang menonjol persis di bawah langit-langit kubah.
Dia mengintip dengan ragu dari pagar, dipusingkan oleh ketinggian, masih belum
bisa percaya bahwa belum ada sepuluh jam semenjak tangan Peter muncul di tengah
lantai di bawah sana. Di lantai yang sama itu, kini Arsitek Capitol hanya berupa bintik mungil sejauh
lima puluh lima meter di bawah sana, bergerak mantap melintasi Rotunda, lalu
menghilang. Bellamy telah mendampingi Langdon dan Katherine ke atas balkon ini,
lalu meninggalkan mereka di sana dengan instruksi yang sangat spesifik.
Instruksi-instruksi Peter.
Langdon mengamati kunci besi tua yang diserahkan Bellamy kepadanya. Lalu dia
melirik ruang tangga sempit yang naik dari tingkat ini... mendaki semakin
tinggi. Tuhan, tolonglah. Tangga sempit ini, menurut Arsitek, menuju pintu logam
kecil yang bisa dibuka dengan kunci besi di tangan Langdon.
Di balik pintu itu, terdapat sesuatu yang menurut Peter harus dilihat oleh
Langdon dan Katherine. Peter tidak menjelaskan, tapi meninggalkan instruksiinstruksi tegas mengenai jam yang tepat untuk membuka pintu itu. Kita harus
menunggu untuk membuka pintu" Mengapa"
Langdon menengok arloji sekali lagi dan mengerang.
Dia memasukkan kunci ke dalam saku, memandang melintasi kekosongan di hadapannya
ke sisi jauh balkon. Katherine sudah berjalan dengan berani di depan, tampaknya
tidak mengkhawatirkan ketinggian. Dia kini sudah menempuh setengah lingkaran,
mengagumi setiap inci The Apotheosis of Washington-nya Brumidi yang menjulang
persis di atas kepala mereka. Dari sudut pandang langka ini, sosok-sosok
setinggi empat setengah meter yang menghiasi hampir lima ratus meter persegi
Kubah Capitol terlihat sangat mendetail.
Langdon memunggungi Katherine, menghadap dinding luar, dan berbisik sangat
pelan, "Katherine, aku sekadar ingin mengingatkan. Mengapa kau meninggalkan
Robert?" Katherine tampaknya mengenal sifat-sifat akustik mengejutkan kubah itu... karena
dindingnya berbisik menjawab. "Karena Robert penakut. Seharusnya, dia datang ke
sini bersamaku. Kita punya banyak waktu sebelum diperbolehkan membuka pintu
itu." Langdon tahu, Katherine benar. Dengan enggan, dia berjalan mengelilingi balkon
seraya memeluk dinding. "Langit-langit ini benar-benar menakjubkan," ujar Katherine kagum. Dia
memanjangkan leher untuk menikmati keindahan luar biasa Apotheosis di atas
kepala. "Dewa-dewa khayalan bercampur semuanya dengan para penemu ilmiah dan
ciptaan mereka" Dan inilah gambar yang berada di tengah Capitol kita."
Langdon mengarahkan mata ke atas, memandang bentuk bentuk Franklin, Fulton, dan
Morse yang tersebar bersama temuan-temuan teknologi mereka. Sebuah pelangi
berkilau melengkung menjauhi sosok-sosok ini, menuntun mata Langdon menuju
George Washington yang naik ke surga di atas awan. Janji besar manusia menjadi
Tuhan. "Seakan seluruh esensi Misteri Kuno melayang di atas Rotunda," ujar Katherine.
Langdon harus mengakui, tidak banyak lukisan dinding di dunia yang menggabungkan
temuan-temuan ilmiah dengan dewa-dewa khayalan dan apotheosis manusia. Koleksi
spektakuler gambar di langit-langit ini benar-benar merupakan pesan dari Misteri
Kuno, dan berada di sini untuk alasan tertentu. Para bapak bangsa membayangkan
Amerika sebagai kanvas hitam, ladang subur untuk menaburkan benih misterimisteri itu. Saat ini, ikon yang menjulang ini - bapak bangsa yang naik ke surga
- melayang bisu di atas para pembuat undang-undang, pemimpin, dan presiden
sebagai peringatan tegas, peta menuju masa depan, janji akan suatu masa ketika
manusia berevolusi untuk melengkapi kematangan spiritual.
"Robert," bisik Katherine. Pandangannya masih terpaku pada sosok-sosok penemu
besar Amerika yang ditemani oleh Minerva, "Ramalannya tepat. Sungguh. Saat ini,
temuan- temuan manusia yang paling maju digunakan untuk mempelajari gagasangagasan manusia yang paling kuno. Ilmu Noetic mungkin baru, tapi itu
sesungguhnya ilmu pengetahuan tertua di dunia - studi mengenai pikiran manusia."
Kini dia berpaling kepada Langdon, matanya dipenuhi ketakjuban. "Dan kita
belajar bahwa orang-orang kuno sesungguhnya memahami pikiran secara lebih
mendalam daripada kita saat ini."
"Masuk akal," jawab Langdon. "Pikiran manusia adalah satu-satunya teknologi yang
dimiliki oleh orang-orang kuno. Filosof-filosof kuno mempelajarinya tanpa kenal
lelah." "Ya! Teks-teks kuno terobsesi dengan kekuatan benak manusia. Kitab Weda
menjelaskan aliran energi pikiran. Pistis Sophia menjelaskan kesadaran
universal. Zohar mengeksplorasi sifat alami roh pikiran. Teks-teks Shaman
meramalkan 'pengaruh jauh' Einstein sehubungan dengan penyembuhan jarak-jauh.
Semuanya ada di sana! Dan jangan membuatku mulai membahas Alkitab."
"Kau juga?" ujar Langdon, seraya tergelak. "Kakakmu berusaha meyakinkanku bahwa
Alkitab mengandung informasi ilmiah tersandi."
"Pasti," kata Katherine. "Dan jika kau tidak memercayai Peter, bacalah beberapa
teks esoteris Newton mengenai Alkitab. Ketika kau mulai memahami perumpamaanperumpamaan tersamar dalam Alkitab, Robert, kau akan menyadari bahwa itu adalah
studi mengenai pikiran manusia." Langdon mengangkat bahu. "Kurasa, sebaiknya aku
kembali dan membacanya lagi."
"Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu," ujar Katherine, yang jelas tidak
menghargai skeptisisme Langdon. "Ketika Alkitab memerintahkan kita untuk pergi
membangun temple (kuil), kuil yang harus kita bangun tanpa peralatan dan tanpa
suara, kuil apa yang menurutmu dibicarakannya?"
"Wah, teksnya memang mengatakan bahwa tubuhmu adalah kuil."
"Ya, 1 Korintus 3: 16. Kamu adalah bait Allah." Dia tersenyum kepada Langdon.
"Dan Injil Yohanes mengatakan hal yang persis sama. Robert, Alkitab sangat
menyadari kekuatan laten di dalam diri kita, dan mendesak kita untuk menggunakan
kekuatan itu... mendesak kita untuk membangun kuil pikiran kita."
"Sayangnya, kurasa, sebagian besar dunia keagamaan menunggu pembangunan-kembali
kuil yang sebenarnya. Itu bagian dari Ramalan Mesias."
"Ya, tapi ada satu bagian penting yang terlewatkan. Kedatangan Kedua adalah
kedatangan manusia. Itu saat ketika umat manusia akhirnya membangun kuil pikiran
mereka." "Aku tidak tahu," ujar Langdon, seraya menggosok-gosok dagu. "Aku tidak
mempelajari Alkitab, tapi aku yakin sekali Kitab Suci itu menjelaskan secara
terperinci kuil fisik yang harus dibangun. Strukturnya dijelaskan terdiri atas
dua bagian-kuil luar yang disebut Tempat Kudus dan tempat suci di bagian dalam
yang disebut Tempat Mahakudus. Kedua bagian itu dipisahkan satu sama lain oleh
sehelai tabir tipis." Katherine menyeringai. "Ingatan yang cukup bagus untuk
seseorang yang skeptis terhadap Alkitab. Omong-omong, pernahkah kau melihat otak
manusia yang sesungguhnya" Otak terdiri atas dua bagian - bagian luar yang
disebut dura mater dan bagian dalam yang disebut pia mater. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh araknoid - tabir dari jaringan yang menyerupai sarang labalaba." Langdon memiringkan kepala dengan terkejut.
Perlahan-lahan, Katherine menjulurkan tangan dan menyentuh pelipis Langdon. "Ada
alasan mengapa mereka menyebut ini sebagai temple (pelipis), Robert."
Ketika Langdon mencoba mencerna apa yang dikatakan Katherine, secara tak terduga
dia mengingat Injil Maria gnostik: Di mana ada pikiran, di situ ada harta karun.
"Mungkin kau sudah mendengar," ujar Katherine, kini dengan suara lembut,
"mengenai pemindaian otak para yogi yang sedang bermeditasi" Otak manusia, dalam
keadaan amat terfokus, akan secara fisik menciptakan substansi menyerupai- lilin
dari kelenjar pineal. Sekresi otak ini tidak menyerupai apa pun lainnya di dalam


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh manusia. Substansi ini mempunyai efek menyembuhkan yang luar biasa, bisa
secara harfiah meregenerasi sel-sel, dan mungkin menjadi salah satu alasan
mengapa para yogi begitu panjang umur. Ini ilmu pengetahuan nyata, Robert.
Substansi ini memiliki sifat-sifat yang mustahil untuk dibayangkan, dan hanya
bisa diciptakan oleh benak yang sangat terpusat pada keadaan terfokus mendalam."
"Aku ingat membaca mengenai hal itu beberapa tahun lalu."
"Ya, dan menyangkut topik itu, apakah kau mengenal cerita Alkitab mengenai
'manna dari surga'?"
Langdon tidak melihat adanya hubungan. "Maksudmu, substansi ajaib yang turun
dari surga untuk memberi makan orang-orang kelaparan?"
"Tepat sekali. Substansi itu dikatakan menyembuhkan yang sakit, memberikan
kehidupan abadi, dan, anehnya, tidak menghasilkan kotoran bagi mereka yang
menyantapnya." Katherine terdiam, seakan menunggu Langdon untuk mengerti.
"Robert?" desaknya. "Semacam makanan bergizi yang turun dari surga?" Dia
mengetuk pelipisnya. "Menyembuhkan tubuh secara ajaib" Tidak menghasilkan kotoran" Tidakkah kau
mengerti" Semuanya ini kata-kata kode, Robert! Kuil adalah kode untuk 'tubuh'.
Surga adalah kode untuk 'pikiran'. Tangga Yakub adalah tulang punggungmu. Dan
manna adalah sekresi otak yang langka ini. Ketika kau melihat kata-kata kode ini
dalam Kitab Suci, perhatikanlah. Mereka sering merupakan penanda untuk arti
lebih mendalam yang tersembunyi di bawah permukaan."
Kata-kate Katherine kini bermunculan semakin cepat, menjelaskan betapa substansi
ajaib yang sama ini muncul di seluruh Misteri-Misteri Kuno: Madu Dewa-Dewa,
Eliksir Kehidupan, Mata Air Kemudaan, Batu Bertuah, ambrosia, embun, ojas, soma.
Lalu dia menjelaskan bahwa kelenjar pineal otak merepresentasikan mata serbamelihat Tuhan. "Menurut Matius 6: 22," katanya dengan bersemangat, "'jika matamu baik,
teranglah seluruh tubuhmu'. Konsep ini juga direpresentasikan oleh Ajna chakra
dan titik di kening Hindu, yang-"
Mendadak Katherine terdiam, tampak malu. "Maaf... aku tahu aku melantur. Aku
hanya mendapati semua ini begitu memikat. Selama bertahun-tahun, aku mempelajari
pemyataan orang-orang kuno mengenai kekuatan mental manusia yang menakjubkan,
dan kini ilmu pengetahuan menunjukkan kepada kita bahwa mengakses kekuatan itu
merupakan sebuah proses fisik yang sesungguhnya. Otak kita, jika digunakan
dengan benar, bisa menghimpun kekuatan yang secara harfiah bisa disebut manusiasuper. Alkitab, seperti banyak teks kuno lainnya, merupakan paparan mendetail
mengenai mesin tercanggih yang pernah diciptakan... benak manusia." Dia
mendesah. "Yang menakjubkan, sains modern baru mampu menguak lapisan terluar
potensi penuh pikiran manusia."
"Kedengarannya seakan pekerjaanmu dalam Noetic akan menjadi lompatan kuantum ke
depan." "Atau ke belakang," ujar Katherine. "Orang-orang kuno sudah mengetahui banyak
kebenaran ilmiah yang kini kita temukan kembali. Dalam hitungan tahun, manusia
modern akan terpaksa menerima sesuatu yang kini tidak terpikirkan: pikiran kita
bisa menghasilkan energi yang mampu mengubah materi fisik." Dia terdiam.
"Partikel-partikel bereaksi terhadap pikiran kita... yang berarti pikiran kita
punya kekuatan untuk mengubah dunia."
Langdon tersenyum lembut.
"Riset telah membuatku memercayai ini," ujar Katherine.
"Tuhan sangat nyata - sebuah energi mental yang menyebarkan segalanya. Dan kita,
sebagai manusia, telah diciptakan menurut gambaran itu-"
"Maaf?" sela Langdon. "Diciptakan menurut gambaran... energi mental?"
"Tepat sekali. Tubuh fisik kita telah berevolusi selama berabad-abad, tapi benak
kitalah yang diciptakan menurut gambaran Tuhan. Kita terlalu harfiah dalam
membaca Alkitab. Kita tahu bahwa Tuhan menciptakan kita menurut gambarannya,
tapi bukan tubuh fisik kita yang menyerupai Tuhan, melainkan pikiran kita."
Langdon kini terdiam, benar-benar terpesona.
"Ini anugerah besar, Robert, dan Tuhan menunggu kita untuk memahaminya. Di
seluruh dunia, kita memandang ke arah langit, menunggu Tuhan... tidak pernah
menyadari bahwa Tuhan sedang menunggu kita." Katherine terdiam, membiarkan katakatanya diresapi. "Kita adalah pencipta, tetapi dengan naif kita memainkan
peranan sebagai 'ciptaan'. Kita memandang diri kita sendiri sebagai domba tak
berdaya yang selalu dilindungi oleh Tuhan yang menciptakan kita. Kita berlutut
seperti anak-anak yang ketakutan, memohon pertolongan, pengampunan,
keberuntungan. Tapi, setelah kita menyadari bahwa kita benar-benar diciptakan
menurut gambaran Sang Pencipta, kita akan mulai memahami bahwa kita juga harus
menjadi Pencipta. Ketika kita memahami fakta ini, pintu-pintu akan terbuka bagi
potensi manusia." Langdon mengingat kutipan yang selalu melekat di dalam benaknya, dari karya
filosof Manly P. Hall: Jika tuhan tidak menghendaki manusia untuk menjadi
bijaksana, dia tidak akan menganugerahkan kemampuan untuk tahu. Langdon kembali
mendongak memandangi gambar The Apotheosis of Washington - kenaikan simbolis
manusia menjadi dewa. Ciptaan... menjadi Pencipta.
"Bagian yang paling menakjubkan adalah," ujar Katherine, "segera setelah kita,
manusia, mulai menggunakan kekuatan sejati kita, kita akan memiliki pengendalian
yang luar biasa terhadap dunia. Kita akan bisa merancang kenyataan, dan bukan
hanya bereaksi terhadap kenyataan."
Langdon menurunkan pandangan-nya. "Itu kedengarannya... berbahaya."
Katherine tampak terkejut dan terkesan. "Ya, tepat sekali! Jika pikiran
mempengaruhi dunia, kita harus sangat berhati-hati dalam cara berpikir kita.
Pikiran-pikiran yang menghancurkan juga berpengaruh. Dan, kita semua tahu, jauh
lebih mudah untuk menghancurkan daripada menciptakan." Langdon merenungkan semua
hikayat mengenai perlunya melindungi kebijakan kuno dari mereka yang tidak layak
dan hanya membagikannya kepada mereka yang tercerahkan. Dia merenungkan
Invisible College, dan permintaan ilmuwan besar Isaac Newton kepada Robert Boyle
untuk tetap "membisu" mengenai riset rahasia mereka. Pengetahuan itu tidak bisa
disampaikan, tulis Newton Pada 1676, tanpa menimbulkan kerusakan dahsyat pada
dunia. "Ada hal menarik di sini," ujar Katherine. "Ironi besarnya adalah, selama
berabad-abad, semua agama di dunia mendesak para pengikut mereka untuk memeluk
konsep keyakinan dan kepercayaan. Kini ilmu pengetahuan, yang selama berabadabad mengejek agama sebagai takhayul, harus mengakui bahwa tantangan besar
mereka berikutnya, secara harfiah, adalah ilmu pengetahuan keyakinan dan
kepercayaan... kekuatan keyakinan dan kehendak yang terfokus. Ilmu pengetahuan
yang sama, yang telah menggerogoti keyakinan kita akan keajaiban, kini membangun
jembatan untuk kembali melintasi jurang yang diciptakannya." Langdon merenungkan
kata-kata Katherine untuk waktu yang lama. Perlahan-lahan dia kembali mengangkat
mata memandang Apotheosis. "Aku punya pertanyaan," ujarnya, seraya kembali
memandang Katherine. "Seandainya pun aku bisa menerima, hanya sejenak saja,
bahwa aku punya kekuatan untuk mengubah materi fisik dengan benakku, dan secara
harfiah mewujudkan segala yang kuinginkan... kurasa aku tidak melihat apa pun di
dalam hidupku yang bisa membuatku percaya bahwa aku punya kekuatan semacam itu."
Katherine mengangkat bahu. "Kalau begitu, kau belum cukup gigih mencari."
"Ayolah, aku ingin jawaban nyata. Itu jawaban seorang pendeta. Aku ingin jawaban
seorang ilmuwan." "Kau ingin jawaban nyata" Baiklah. Jika aku menyerahkan sebuah biola kepadamu
dan mengatakan bahwa kau punya kemampuan untuk menggunakannya untuk menciptakan
musik yang luar biasa, aku tidak berbohong. Kau memang punya kemampuan itu, tapi
kau perlu banyak sekali latihan untuk mewujudkannya. Ini tidak berbeda dengan
belajar menggunakan benakmu, Robert. Pikiran yang terarah-baik adalah keahlian
yang dipelajari. Untuk mewujudkan suatu kehendak, diperlukan fokus sepertilaser, visualisasi pengindraan penuh, dan keyakinan yang sangat besar. Kami
telah membuktikannya di lab. Dan, persis seperti bermain biola, ada orang-orang
yang memperlihatkan kemampuan alami yang lebih besar daripada yang lain.
Tengoklah sejarah. Tengoklah cerita mengenai orang-orang tercerahkan yang
melakukan perbuatan-perbuatan ajaib."
"Katherine, harap jangan katakan bahwa kau benar-benar memercayai keajaiban.
Maksudku, yang benar saja... mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang
sakit dengan sentuhan tangan?"
Katherine menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan-lahan. "Aku telah
menyaksikan orang mengubah sel- sel kanker menjadi sel-sel sehat dengan hanya
memikirkan- nya. Aku telah menyaksikan pikiran manusia memengaruhi dunia fisik
dengan banyak sekali cara. Dan, setelah kau melihatnya terjadi, Robert, setelah
hal ini menjadi bagian dari kenyataanmu, beberapa keajaiban yang kau baca hanya
akan menjadi persoalan derajat saja."
Langdon merenungkannya. "Itu cara yang menginspirasi dalam memandang dunia,
Katherine. Tapi, bagiku, rasanya hanya seperti lompatan keyakinan yang mustahil.
Dan, seperti yang kau ketahui, keyakinan tidak pernah datang dengan mudah
bagiku." "Kalau begitu, jangan menganggapnya sebagai keyakinan. Anggap sajalah sebagai
perubahan perspektif, menerima bahwa dunia tidaklah persis seperti yang kau
bayangkan. Secara historis, setiap terobosan yang besar dimulai dengan gagasan
sederhana yang mengancam hendak menggulingkan semua keyakinan kita. Pernyataan
sederhana 'dunia itu bulat' diejek sebagai sesuatu yang benar-benar mustahil,
karena sebagian besar orang percaya lautan akan mengalir keluar dari planet.
Pendapat bahwa matahari adalah pusat peredaran benda-benda angkasa disebut
sebagai ajaran sesat. Orang- orang yang berpikiran picik selalu mengecam sesuatu
yang tidak mereka pahami. Ada yang menciptakan... dan ada yang menghancurkan.
Dinamika itu telah ada sepanjang waktu. Tapi, pada akhirnya, para pencipta
menemukan orang-orang yang percaya, dan jumlah mereka yang percaya menjadi
sangat besar, dan mendadak dunia berubah bulat, atau tata surya menjadi berpusat
pada matahari. Persepsi diubah, dan kenyataan baru dilahirkan.".
Langdon mengangguk. Kini pikirannya berkelana.
"Wajahmu tampak lucu," ujar Katherine.
"Oh, aku tidak tahu. Untuk alasan tertentu, aku baru saja ingat betapa aku dulu
suka mengayuh kano ke tengah danau di larut malam, berbaring di bawah bintangbintang, dan merenungkan hal-hal seperti ini."
Katherine mengangguk paham. "Kurasa, kita semua punya ingatan yang serupa,
berbaring telentang menatap langit... membuka pikiran." Dia mendongak memandang
langit-langit, lalu berkata, "Berikan jaketmu kepadaku."
"Apa?" Langdon melepas jaket dan memberikannya kepada Katherine.
Perempuan itu melipatnya dua kali, lalu meletakkannya di panggung seperti bantal
panjang. "Berbaringlah."
Langdon berbaring telentang. Katherine menempatkan kepala Langdon di atas
setengah bagian jaket terlipat itu. Lalu dia berbaring di sisi-nya - dua anakanak, berdampingan di atas panggung sempit, menatap lukisan dinding besar
Brumidi. "Oke," bisik Katherine. "Letakkan dirimu dalam mind-set yang sama itu... seorang
anak berbaring di dalam kano... menatap bintang-bintang... benaknya terbuka dan
penuh ketakjuban." Langdon mencoba patuh, walaupun saat itu, ketika berbaring dengan nyaman,
mendadak dirinya dilanda kelelahan. Ketika penglihatannya mengabur, dia melihat
bentuk tersamar di atas kepala yang langsung membangunkannya. Mungkinkah itu"
Dia tidak percaya kalau dirinya tidak memperhatikan sebelumnya. Tapi, sosoksosok dalam The Apotheosis of Washington jelas diatur dalam dua cincin
konsentris - lingkaran di dalam sebuah lingkaran. Apotheosis itu juga berupa
circumpunct" Langdon bertanya- tanya, apa lagi yang dilewatkannya malam itu.
"Ada hal penting yang ingin kusampaikan kepadamu, Robert. Ada bagian lain dari
semua ini... bagian yang kurasa merupakan satu-satunya aspek paling mengejutkan
dari risetku." Masih ada lagi" Katherine bertumpu pada sikunya. "Dan aku berjanji... jika kita sebagai manusia
bisa secara jujur memahami satu kebenaran sederhana ini... dunia akan berubah
dalam semalam." Kini dia mendapat perhatian Langdon sepenuhnya.
"Ini harus kumulai," katanya, "dengan mengingatkanmu pada mantra-mantra Mason
'mengumpulkan apa yang tersebar'... mendatangkan 'keteraturan dari kekacauan...
untuk menemukan 'penyatuan'."
"Lanjutkan." Langdon penasaran.
Katherine tersenyum. "Kami telah membuktikan secara ilmiah bahwa kekuatan
pikiran manusia berkembang secara eksponensial dengan jumlah benak yang
memikirkan pikiran itu."
Langdon tetap diam, bertanya-tanya ke mana Katherine akan membawa gagasan ini.
"Yang kukatakan adalah... dua kepala lebih baik daripada satu kepala... tetapi
dua kepala tidaklah dua kali lebih baik, melainkan jauh, jauh lebih baik. Benak
ganda yang bekerja secara serempak akan memperbesar efek pikiran... secara
eksponensial. Inilah kekuatan yang terdapat di dalam kelompok-kelompok doa,
lingkaran-lingkaran penyembuhan, menyanyi bersama-sama, dan beribadah bersamasama. Gagasan kesadaran universal bukanlah konsep New Age di awang-awang. Itu
kenyataan ilmiah mendasar yang sesungguhnya... dan penggunaannya berpotensi
mengubah dunia kita. Inilah temuan yang mendasari Ilmu Noetic, Apalagi, ini
memang sedang terjadi saat ini. Kau bisa merasakannya di sekelilingmu. Teknologi
menghubungkan kita dengan cara-cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya:
Twitter, Google, Wikipedia, dan lain-lain- semuanya bergabung untuk menciptakan
jaringan pikiran yang saling-berhubungan." Dia tertawa. "Dan kujamin, segera
setelah aku menerbitkan karyaku, para Twitterati akan mengirim tweet yang
berbunyi, 'belajar tentang Noetics', dan minat dalam ilmu pengetahuan ini akan
meledak secara eksponensial."
Kelopak mata Langdon terasa mustahil beratnya. "Kau tahu, aku masih belum
mempelajari cara mengirim twitter."
"Tweet," ujar Katherine membetulkan, seraya tertawa.
"Maaf?" "Tidak apa-apa. Pejamkan matamu. Aku akan membangunkan mu jika sudah saatnya."
Langdon menyadari bahwa dirinya telah sama sekah melupakan kunci tua yang
diberikan Arsitek kepada mereka... dan mengapa mereka naik ke atas sini - Ketika
gelombang kelelahan baru menguasainya, dia memejamkan mata. Dalam kegelapan
benaknya, Langdon mendapati dirinya merenungkan kesadaran universal... tulisantulisan Plato mengenai "pikiran dunia" dan "mengumpulkan Tuhan"...
"ketidaksadaran kolektif" Jung. Gagasan itu begitu sederhana sehingga
mengejutkan. Tuhan ditemukan di dalam kumpulan Banyak ... dan bukannya di dalam Satu.
"Elohim," ujar Langdon tiba-tiba. Matanya kembali terbuka ketika dia membuat
sebuah hubungan yang tak terduga.
"Maaf?" Katherine masib. memandangnya.
"Elohim," ulang Langdon. "Kata lbrani untuk Allah dalam Kitab Perjanjian Lama!
Aku selalu bertanya-tanya soal itu." Katherine tersenyum paham. "Ya. Kata itu
berbentuk jamak." Tepat sekali! Langdon tidak pernah memahami mengapa kutipan-kutipan pertama
Alkitab menyebut Tuhan dalam bentuk jamak. Elohim. Tuhan Yang Mahakuasa dalam
Kitab Kejadian tidak dijelaskan sebagai Satu... tetapi sebagai Banyak.
"Tuhan itu jamak," bisik Katherine, "karena benak manusia jamak."
Segenap pikiran Langdon kini berpusar... mimpi-mimpi, ingatan-ingatan, harapanharapan, ketakutan-ketakutan, pengungkapan-pengungkapan... semuanya berputarputar di atasnya di dalam kubah Rotunda. Ketika matanya mulai kembali terpejam,
dia mendapati dirinya menatap tiga kata dalam bahasa Latin yang dilukis di dalam
Apotheosis. E PLURIBUS UNUM. "Satu yang muncul dari banyak," pikirnya, seiring dia menyefinap ke dalam alam
tidur. EPILOG Robert Langdon terbangun perlahan-lahan.
Wajah-wajah menatapnya dari atas. Di mana aku"
Sejenak kemudian, dia ingat di mana dia berada. Dia duduk perlahan-lahan di
bawah Apotheosis. Punggungnya terasa kaku akibat berbaring di panggung keras.
Mana Katherine" Langdon menengok arloji Mickey Mouse-nya. Saatnya hampir tiba. Dia bangkit
berdiri, mengintip dengan hati-hati melalui pegangan tangga ke dalam ruang yang
menganga di bawah sana. "Katherine?" panggilnya.
Kata itu menggema kembali dalam keheningan Rotunda yang sepi.
Langdon mengambil jaket wolnya dari lantai, membersihkannya, lalu mengenakannya
kembali. Dia memeriksa saku-saku. Kunci besi yang diberikan oleh Arsitek
kepadanya tidak ada. Langdon berjalan kembali mengelilingi panggung, menuju lubang yang ditunjukkan
Arsitek kepada mereka... tangga logam curam yang naik ke dalam kegelapan sempit.
Dia mulai naik. Semakin tinggi dan semakin tinggi dia mendaki. Perlahan-lahan
tangga itu menjadi semakin sempit dan semakin curam. Tapi, Langdon maju terus.
Sedikit lebih jauh lagi. Anak-anak tangga itu kini menjadi semakin curam, lorongnya menjadi semakin
sempit menakutkan. Akhirnya, tangga berakhir, dan Langdon melangkah ke puncak


Simbol Yang Hilang The Lost Symbol Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangga kecil. Di hadapannya terdapat sebuah pintu logam tebal. Kunci besi itu
berada di dalam lubang kunci, dan pintunya sedikit terbuka. Dia mendorongnya,
dan pintu berderit terbuka. Udara di baliknya terasa dingin. Ketika Langdon
melangkah melintasi ambang pintu ke dalam kegelapan pekat, dia menyadari bahwa
dirinya kini berada di luar.
"Aku baru saja hendak menjemputmu," ujar Katherine, seraya tersenyum kepadanya.
"Saatnya hampir tiba."
Ketika Langdon mengenali keadaan di sekelilingnya, dia menghela napas dengan
terkejut. Dia sedang berdiri di sebuah jalan setapak mungil yang mengelilingi
puncak Kubah Capitol. Persis df atasnya, Statue of Freedom perunggu memandang ke
arah ibu kota yang sedang tidur. Patung itu menghadap ke timur, dan di sana
cipratan-cipratan merah tua pertama fajar sudah mulai melukisi cakrawala.
Katherine menuntun Langdon mengelilingi balkon sampai menghadap ke barat, persis
segaris dengan National Mall. Di kejauhan, siluet Monumen Washington tegak di
dalam cahaya awal pagi. Dan sudut pandang menguntungkan ini, obelisk yang
menjulang itu bahkan tampak semakin mengesankan daripada sebelumnya.
"Ketika dibangun," bisik Katherine, "monumen itu merupakan bangunan tertinggi di
seluruh planet." Langdon membayangkan foto-foto hitam-putih kuno para tukang batu di atas
serangkaian penopang, melayang lebih dari seratus lima puluh meter di udara,
meletakkan setiap balok dengan tangan, satu per satu.
Kita adalah pembangun, pikirnya. Kita adalah pencipta.
Semenjak permulaan waktu, manusia merasakan adanya sesuatu yang istimewa
mengenai diri mereka sendiri... sesuatu yang lebih. Mereka merindukan kekuatan
yang tidak mereka miliki. Mereka bermimpi terbang, menyembuhkan, dan mengubah
dunia dengan setiap cara yang bisa dibayangkan.
Dan mereka telah berbuat persis seperti itu.
Saat ini, tempat-tempat pemujaan bagi pencapaian manusia menghiasi National
Mall. Museum-museum Smithsonian semakin dipenuhi temuan-temuan kita, karya-karya
seni kita, ilmu pengetahuan kita, dan gagasan-gagasan para pemikir besar kita.
Museum-museum itu mengisahkan sejarah manusia sebagai pencipta-mulai dari
peralatan batu di dalam Native American History Museum (Museum Sejarah Pribumi
Amerika) sampai jet-jet dan roket-roket di dalam National Air and Space Museum
(Museum Udara dan Angkasa .....).
Seandainya para leluhur bisa melihat kita hari ini, pasti mereka menganggap kita
dewa. Ketika Langdon mengintip, menembus kabut menjelang fajar, memandang geometri
museum-museum dan monumen- monumen yang tersebar di hadapannya, matanya kembali
ke Monumen Washington. Dia membayangkan sebuah Alkitab di dalam batu pertama
yang terkubur, dan merenungkan betapa Kata Tuhan sesungguhnya adalah kata
manusia. Dia merenungkan circumpunct besar, dan betapa simbol itu telah ditanamkan di
dalam plaza melingkar di bawah monumen, di persimpangan Amerika. Mendadak
Langdon mengingat kotak batu kecil yang dipercayakan Peter kepadanya. Kini dia
menyadari bahwa kubus itu melepaskan engsel dan membuka untuk menciptakan bentuk
geometris yang persis sama - salib dengan circumpunct di tengahnya. Mau tak mau
Langdon tertawa. Bahkan, kotak kecil itu pun mengungkapkan persimpangan ini.
"Robert, lihat!" Katherine menunjuk puncak monumen. Langdon mengangkat
pandangannya, tapi tidak melihat apa-apa.
Lalu, ketika menatap dengan lebih saksama, dia melihatnya. Di seberang Mall,
bintik mungil cahaya matahari keemasan menyinari ujung tertinggi obelisk
menjulang itu. Dengan cepat sasaran berkilau itu menjadi semakin terang,
menyinari puncak aluminium batu-puncaknya. Langdon menyaksikan dengan takjub
ketika cahaya itu berubah menjadi mersusuar yang melayang di atas kota yang
dinaungi bayang-bayang. Dia membayangkan ukiran mungil di sisi ujung aluminium
yang menghadap ke timur, dan menyadari dengan takjub bahwa cahaya matahari
pertama yang menimpa ibu kota bangsa itu, setiap hari, menerangi dua kata:
Laus Deo. "Robert," bisik Katherine. "Tak seorang pun pernah naik ke sini saat matahari
terbit. Inilah yang diinginkan Peter untuk kita saksikan."
Langdon bisa merasakan denyut nadinya semakin cepat ketika kilau di atas monumen
semakin cemerlang. "Menurut Peter, dia percaya inilah sebabnya para bapak bangsa mendirikan monumen
yang begitu tinggi. Aku tidak tahu apakah itu benar, tapi aku tahu ini - ada
undang-undang kuno sekali yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu pun yang lebih
tinggi yang boleh dibangun di ibu kota kita. Untuk selamanya."
Cahaya beringsut lebih jauh ke bawah batu-puncak ketika matahari merayap naik
dari cakrawala di belakang mereka. Ketika menyaksikan, Langdon nyaris bisa
merasakan, di sekelilingnya, bulatan-bulatan benda angkasa menelusuri orbit
abadi mereka melintasi kekosongan ruang. Dia merenungkan Arsitek Besar Alam
Semesta dan betapa Peter menyebut secara spesifik bahwa harta karun yang ingin
ditunjukkannya kepada Langdon hanya bisa diungkapkan oleh Arsitek. Tadinya
Langdon mengasumsikan bahwa ini berarti Warren Bellamy. Arsitek yang keliru.
Ketika cahaya matahari semakin kuat, kilau keemasan menelan seluruh batu-puncak
seberat 3.300 pon (1.500 kilogram) itu. Pikiran manusia... menerima pencerahan.
Kemudian, cahayanya mulai beringsut ke bawah monumen, melakukan penurunan yang
sama yang dilakukannya setiap pagi. Surga bergerak menuju dunia... Tuhan
berhubungan dengan manusia. Langdon menyadari bahwa proses ini akan berbalik
ketika malam tiba. Matahari akan tenggelam di barat, dan cahaya akan kembali
naik dari dunia ke langit ... bersiap- siap untuk hari yang baru.
Di sampingnya, Katherine menggigil dan beringsut lebih dekat. Langdon
merangkulkan lengan pada bahunya. Ketika keduanya duduk berdampingan dalam
keheningan, Langdon merenungkan semua yang dipelajarinya malam ini. Dia
merenungkan kepercayaan Katherine bahwa segalanya akan berubah. Dia merenungkan
keyakinan Peter bahwa era pencerahan akan datang. Dan dia merenungkan kata-kata
nabi besar yang dengan berani menyatakan, Sebab, tidak ada sesuatupun yang
tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatupun yang rahasia
yang tidak akan diketahui dan diumumkan.
Ketika matahari naik di atas Washington, Langdon mendongak memandang surga. Di
sana, bintang-bintang malam hari terakhir memudar. Dia merenungkan ilmu
pengetahuan, keyakinan, manusia. Dia merenungkan betapa setiap kebudayaan, di
setiap negara, di setiap saat, selalu memiliki satu hal. yang sama. Kita semua
memiliki Pencipta. Kita menggunakan nama yang berbeda, wajah yang berbeda, dan
doa yang berbeda, tapi Tuhan adalah konstanta universal bagi manusia. Tuhan
adalah simbol yang dimiliki oleh kita semua... simbol dari semua misteri
kehidupan yang tidak bisa kita pahami. Orang-orang kuno memuji Tuhan sebagai
simbol potensi manusia kita yang tidak terbatas, tapi simbol kuno itu telah
hilang setelah beberapa waktu. Sampai sekarang.
Saat itulah, berdiri di atas Capitol, dengan kehangatan mata hari menyinari
semua di sekelilingnya, Robert Langdon merasakan perasaan meluap-luap jauh di
dalam tubuhnya. Itu emosi yang tak pernah dirasakannya sekuat ini di sepanjang
hidupnya. Harapan. -TAMAT- Manusia Harimau Marah 3 Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur Keturunan Pendekar 5

Cari Blog Ini