Ceritasilat Novel Online

Vertical Run 7

Vertical Run Karya Joseph R. Garber Bagian 7


"Lepaskan aku, Greg. Lepaskan aku sekarang juga!"
"Tidak sampai kau diam dan mendengarkan! Menurutmu siapa yang kauhadapi di sini"
Aku bosmu, Marge. Apa kau sudah lupa itu" Akulah yang mengisi formulir
penilaianmu dan memutuskan kenaikan apa yang akan kaudapatkan. Akulah yang
menyelamatkanmu dari penyempitan pegawai terakhir kemarin. Dan bila kau tak
ingin mendapatkan giliran berikutnya, lady, kau sebaiknya meluruskan sikapmu!"
"Apa! Greg..." "Lupakan apa kata Gedung Putih tentang perekonomian, babe. Di luar sana itu
adalah dunia yang dingin dan keras, dan pekerjaan bagus tak mudah didapatkan."
"Tidak, Greg. Ada..."
'Terutama bila kau punya noda hitam dalam catatanmu. Di lain pihak, Marge, bila
kau tetap bekerja di American Interdyne, masih ada pefuang. Kau bahkan mungkin
mendapatkan kenaikan pangkat bila memainkan kartumu dengan benar."
"Ada orang lain, Greg..."
"Peduli amat dengannya! Tinggalkan pacarmu itu, Sayang."
'Tidak. Maksudku di belakangmu." Greg yang sedang memilin tangan Marge ke
punggung, menengok ke belakang.
134 David Elliot tersenyum kepadanya, meskipun tidak dengan ramah
7. Dave mendorong Greg dengan ujung kakinya, memastikan bahwa laki-laki perayu itu
sudah pingsan. Ia menggoyang-goyangkan pergelangan tangan, mencoba membuang rasa sakit itu.
Buku-buku tangan kirinya memar, dan darah menetes dari lukanya yang tak
terbalut. Tanganmu kotor. Dengan semua yang lainnya kau akan mendapat gangrene.
Sesudah menengok terakhir kalinya pada Greg yang sedang tak sadarkan diri, Dave
memandang Marge. Pikiran pertamanya: tulang pipi yang indah. Pikiran keduanya:
perempuan ini akan berteriak setiap saat sekarang. Tanpa pikir ia berkata, "Hai,
aku Dave Elliot dan kau baru saja melewatkan hari yang menyebalkan."
Rahang Marge persegi, kuat, menarik mengendur. Matanya yang hijau (hijau ? ?pekat, hijau zamrud, hijau seperti danau kecil di atas gunung), tampak lebar di
balik kacamata berbingkai merah, persegi, besar. Ia membuka dan menutup mulutnya
dua kali. Tak ada suara yang keluar.
"Sebenarnya, hari yang sangat menyebalkan."
Buat dia tertawa. Bertindaklah sedikit kekanak-kanakan, sedikit kecewa.
Marge melangkah mundur. Dengan lemas ia memberikan isyarat dengan tangan
kanannya, seolah mencoba mendorong sesuatu.'
135"Kurasa aku tampak berantakan."
Marge akhirnya berhasil bergumam, "Setengahnya saja kau tak tahu."
"Hari yang amat sangat menyebalkan."
"Dan kau bau." Ia mengerutkan cuping hidungnya. Dave menyukai itu.
"Sebenarnya, ini hari paling menyebalkan dalam hidupku. Dengar, Marge Itu
?namamu, kan" Marge, kalau mundur lagi kau akan menabrak dinding. Yang akan
?kulakukan adalah bergeser ke Sini, menjauh dari pintu. Jadi kalau kau mau jalan
pelan-pelan ke pintu dan keluar, aku akan mengerti."
Marge memonyongkan bibirnya, sambil menyipitkan mata memandangnya. "Sungguh?"
"Ya, sungguh." Ia perempuan yang menarik. Dalam hal itu Greg benar. Agak pendek,
mungkin 158 senti, tapi proporsinya bagus. Rambut hitam, berkilauan seperti batu
bara, dipotong poni. Usianya pertengahan dua puluhan. Mata hijau ceria dan bibir
yang dirancang untuk tersenyum. Hidung model Yahudi yang manis dan menarik
serta... Bukankah sebaiknya kauhentikan alur pikiran itu, Sobat" Perempuan itu sudah
repot menghadapi satu laki-laki hidung belang hari ini.
Marge tetap menempelkan punggungnya ke dinding dan matanya terpaku pada Dave. Ia
beringsut di garis tepi ruangan itu hingga sampai ke pintu. Begitu memegang erat
pegangan pintu ia berbicara kembali, "Kurasa aku harus mengucapkan terima kasih
atau entah apa padamu. Maksudku mengenai si gila Greg itu. Jadi terima kasih."
"Kembali," Dave memandang kemejanya yang
136 semula putih. Ia menggosok lapisan kotorannya. Tidak ada perbaikan.
Marge memandangnya, mengangguk, dan menempelkan telapak tangan ke samping
tubuhnya. "Itu saja" Kau bilang, 'Kembali,' dan selesai begitu saja?"
"Begitulah, kurasa." Hati-hati, hati-hati.
"Kau muncul begitu saja dari lantai seperti makhluk ciptaan Stephen King, jadi
kung-fu lover boy, dan kemudian selesai begitu saja tak peduli siapa laki-laki
bertopeng itu, itukah yang kaukatakan?"
Saat untuk melontarkan senyum kekanak-kanakan. Ayolah, Sobat, buat dia
mempercayaimu. Dave menghela napas dan memandang ke bawah. "Kedengarannya seperti kau butuh
bantuan. Mengenai Greg, maksudku. Dan..." Ia mengangkat muka dan tersenyum lebar,
"...lagi pula, aku perlu melakukan sesuatu untuk... entahlah... menyenangkan hati atau
membuktikan bahwa aku orang baik atau entah apa. Jadi... mungkin alasanku
memukulnya adalah... aku mungkin melakukannya lebih untuk kepentingan diri
sendiri." "Apa?" Marge menggerutu. "Kau selalu memecahkan masalah citra dirimu dengan
memukul orang?" "Tidak. Aku tak pernah punya masalah dengan citra diri sampai hari ini."
Marge mengamatinya. Caranya memandang nyaris seperti cara dokter memeriksa, inci
demi inci, dari atas ke bawah. Dave menduga Marge sedang mencoba memutuskan
bagaimana tampangnya di balik lapisan kotoran itu. Akhirnya wanita itu bicara,
"Apakah kau... entahlah... dalam masalah atau apa?"
Dave kembali menghela napas. "Terlalu ringan untuk mengatakan aku ada masalah."
137Marge menempelkan tangan pada paha, menggembungkan pipi, dan mengangguk. Dave
merasa ekspresi itu sangat menarik. "Oke. Aku tahu akan menyesali ini, tapi
baiklah. Kurasa aku berutang budi..." Ia mengibaskan tangan dengan muak pada Greg
yang tergeletak. Sempurna. Sekarang beri dia yang terakhir.
"Marge, aku butuh pertolongan. Aku mau minta bantuanmu. Tapi aku tak ingin kau
merasa kau berutang budi padaku."
Marge mengembuskan napas. "Oke, Mr.... siapa namamu tadi?"
"Elliot. Dave Elliot."
"Baiklah, Mr. Dave Elliot. Kau punya waktu lima menit, sesuai jam dinding. Coba
kudengar apa yang hendak kaukatakan."
Marge mengetuk-ngetukkan kaki pada lantai dan menempelkan jari pada bibir
bawahnya. Akhirnya ia bicara, "Aku harus mempercayai semua ini, hah?"
Dave mengangkat pundak. "Ada telepon di dinding sana. Teleponlah Senterex. Nomor
pesawatku 4412 dan nama sekretarisku Jo Courtner. Nomor pesawatnya
4411. Bilang padanya kau asisten dokter gigiku dan kau menelepon untuk menjadwal
ulang janji pertemuanku untuk besok. Omong-omong, dokter gigi itu bernama
Schweber. Coba lihat apa yang terjadi."
"Berapa nomor utamanya?"
Dave memberikan nomor itu kepada Marge. Marge menekan nomor itu, minta
dihubungkan ke pesawat 4412, dan berbicara, "Selamat siang. Di sini Marge dari kantor Dr. Schweber. Mr.
Elliot ada janji per - 138 temuan untuk besok yang harus kami ubah." Ia berhenti, mendengarkan. "Oh. Kalau
begitu, apakah Anda tahu kapan dia akan kembali?" Diam lagi. "Beberapa minggu.
Baiklah, akan saya telepon kembali pertengahan bulan depan. Oke. Bagus. Terima
kasih dan selamat bekerja."
Ia meletakkan gagang telepon. "Kau pergi ke luar kota. Urusan keluarga mendesak.
Tak seorang pun tahu berapa lama kau pergi."
"Sekarang teleponlah adikku. Kalau benar ada urusan keluarga yang mendesak, dia
tentu juga akan kembali ke Indiana. Katakan kau menelepon dari kantor
pengacaraku namanya Harry Halliwell dan kau perlu bicara dengannya mengenai ? ?surat perwalian yang kubuat."
Marge menelepon. Alisnya melengkung ketika mendengar jawabannya. Sesudah
meletakkan gagang telepon ia berkata, "Adikmu bilang kau sedang dalam perjalanan
bisnis ke Tokyo. Katanya kau takkan kembali selama sebulan."
Dave memajang senyumnya yang paling hangat, paling ramah. "Aku sungguh butuh
pertolongan, Marge."
Marge menggeleng dan menatap ke lantai. "Dengar, aku cuma karyawati biasa.
Orang-orang dengan senjata... Mafia atau entah apa... dan di samping itu, kau sudah...
maksudku... kau sudah melukai orang."
Marge berhenti bicara, menjilat lidah, dan menatap Greg yang terbujur tak
sadarkan diri. Hati-hati, Sobat, kau akan kehilangan dia.
Dave menyisirkan jari ke rambutnya. "Hanya untuk menahan mereka agar tak
menyakitiku." Mata Marge masih menatap Greg.
139"Apakah kau tahu tentang senjata, Marge?"
Bibir wanita itu menipis. "Ketika aku delapan tahun, keluargaku pindah ke Idaho.
NRA country. Tiap orang adalah pemburu. Aku sudah melihat segala macam senapan
yang ada." "Bagus. Lihatlah ini." Dave mengulurkan tangan ke punggung dan mencabut salah
satu pistol yang tersembunyi di balik kemejanya. Ia berjongkok, meletakkannya di
lantai, dan mendorongnya berputar ke arah Marge. "Kuambil dari salah satu anak
buah Ransome." Marge membungkuk dan mengambil senjata itu. Dipegangnya pistol itu dengan sikap
hormat penembak berpengalaman. Sesudah sesaat mengamatinya, ia mengangguk.
"Pistol hightech, kan" Aku belum pernah melihat yang seperti ini."
Dave tidak mengucapkan apa-apa. Ia hanya menunggu Marge mengambil keputusan.
Akhirnya ia melakukannya. Ia memeriksa kunci pengaman pistol itu, membalik
gagangnya lebih dulu, dan berjalan menjauh dari pintu. Ia mengangsurkan pistol
itu kepada Dave. "Kupikir kau benar-benar dalam masalah, Mister."
Dave mengambil pistol itu dan menyisipkannya ke balik kemeja. "Aku butuh
bantuan. Cuma sedikit. Takkan melibatkanmu. Aku janji. Sumpah."
Pembohong! "Tidak, aku..."
'Tiga hal. Itu saja yang kuminta. Pertama: carikan aku pita isolasi atau entah
apa apa saja yang kalian pakai untuk membungkus kabel di bawah lantai. Dua: ?carikan aku tape recorder atau mesin dikte. Tiga:
140 awasi lorong sementara aku pergi ke kamar kecil untuk ganti pakaian dan cuci
muka." "Pakailah kamar kecil wanita."
"Maaf." "Hanya di bagian ini ada karyawati yang bekerja di lantai ini. Mereka semua
sedang rapat sekarang. Kamar kecil wanita lebih aman."
8. Dave sudah membersihkan diri, tidak begitu bau, serta memakai celana dan kemeja
?Greg si perayu kembali ke dalam ruang komputer.
?Marge memandangnya memberikan persetujuan. "Kau kelihatan seperti pecandu
komputer. Kacamata tebal, celana terlalu pendek, kemeja tidak dimasukkan. Yang
kaubutuhkan cuma salah satu protektor plastik itu."
"Terima kasih. Seandainya aku punya kaus kaki putih dan sepatu olahraga,
penyamaranku akan sempurna."
Meskipun Greg lima senti lebih pendek daripada Dave dan pinggangnya satu nomor
lebih besar, pakaiannya cukup nyaman dipakai. Kemeja yang longgar itu jelas satu
nilai plus. Membuat pistol mudah disembunyikan. Sayangnya sepatu Greg jadi
masalah. Sepatu itu terlalu kecil. Dave masih memakai pantofel Bally yang jelas
kelihatan mahal itu. Ia ingin membuangnya.
Marge menimang-nimang mesin dikte yang diberikan Dave. "Kau yakin ini akan
berhasil?" "Kuharap begitu. Ini pilihanku yang terbaik."
"Dan kau yakin sudah menyetel radio ini dengan benar?"
141Dave mengambil dua radio yang pertama dari Carlucci dan yang kedua dari ?laki-laki yang ditembaknya di Prime Minister's Club. Sewaktu bersembunyi di
bawah lantai ruang komputer, ia memeriksanya. Di bagian belakang kedua radio itu
ada panel kecil yang bisa dicabut. Ketika panel itu dicabut, Dave menemukan
sederet lampu LED mini berwarna merah yang tak disangsikan lagi menunjukan kode
sandi radio itu. Sederet tombol geser terletak di bawah deretan LED itu. Hanya
butuh waktu sebentar baginya untuk menyetel radio kedua dengan kode yang sama
seperti pada radio Carlucci radio yang kata -Ransome akan dipakainya untuk
?menghubungi Dave. "Ya, Marge, radio itu sudah disetel semestinya."
"Jadi yang harus kukerjakan hanyalah menekan tombol transmit dan memutar
rekamanmu?" Ia menunjuk dengan jari yang panjang, langsing. Dave suka jari
panjang. Ia benci yang gemuk pendek. Menurutnya Marge benar-benar memiliki
jemari sempurna. Hal-hal lain juga. Menurutnya wanita itu antitesis dari
istrinya montok menarik, sedangkan Helen kurus model New York; kecil mungil,
?sedangkan Helen... ah, terus terang, terlalu tinggi; lugas, sedangkan Helen dingin
canggih; dan berdaya tarik seksual, sedangkan Helen...
Hei, Bung! Ya, kau! Ia memaksa pikirannya kembali ke urusan di depan mata. "Baiklah. Begitu kau
mendengar suara suara apa saja mainkan rekaman itu. Tapi hanya bila kau berada
? ?di luar gedung ini. Kalau kau mendengar suara saat di dalam gedung, abaikan
saja. Bila 142 Ransome menghubungi sebelum kau keluar dari sini, aku harus menyusun rencana
lain." Marge menghela napas dalam dan melontarkan seulas senyum. "Bagaimana dengan
Greg9" Senyum yang menarik! "Cepat atau lambat tentu ada yang akan mendengarnya. Kalau tidak begitu, tentu
pembersih gedung akan menemukannya saat mereka berbenah. Sampai saat itu dia
takkan pergi ke mana-mana."
Marge mengamati sepatu. "Omong-omong, aku berniat tanya padamu mengapa
?kaulilitkan begitu banyak pita isolasi itu pada... ah, kau tahu... pada barangnya?"
"Bila tiba saatnya ada orang melepaskan pita isolasi itu, aku ingin dia
berteriak 'aduh'." Marge tertawa. "Kau jahat, Mr. David Elliot." Senyumnya membuat ruangan itu
cerah. Dan sorot matanya mengungkapkan suatu arti. Atau setidaknya Dave berpikir
demikian. Atau, mungkin ia berharap perempuan itu memandang dengan sorot penuh
arti. "Ya," ia menyeringai, "itulah aku, jahat seperti anjing kampung."
Marge mengangkat dagunya. Pipinya makin merona. "Tapi tidak jahat pada semua
orang?" Suara Marge melembut. Sebaliknya, suara Dave parau kasar. "Tidak, tidak terhadap
semua orang." Dave maju selangkah. Itu sepenuhnya gerak refleks. Marge mengambil
tindakan yang sama. Tak ada yang refleks mengenai hal ini. Dave memperhatikan
bahwa ruang komputer ber-AC itu jadi lebih hangat. Bukan kehangatan yang tak
menyenangkan. Lebih seperti tiupan angin musim panas yang lesu.
143Marge berdiri lebih dekat padanya. Matanya berbinar-binar. Hanya jarak tiga
puluh senti yang memisahkan mereka. Kalau Dave tidak keliru membaca tanda-tanda
itu, tentu Marge suka berada lebih dekat dengannya. Dave tertarik padanya, dan
sebaliknya. Ada suatu daya magnetis nyata, seketika, tak terhindarkan. Langka, tapi ?terjadi. Beberapa orang menyebutnya cinta pada pandangan pertama, meskipun
memang bukan. Pikiran yang tolol luar biasa berkelebat dalam benak Dave. Ia menyukai pikiran
itu, dan ia menyukai ketololannya, dan yang terutama ia menyukai Marge, maka...
Ia menahan diri sentakan kendali pikirannya yang demikan mendadak hingga terasa
?menyakitkan. Bahkan memikirkan apa yang tadi ia pikirkan sebenarnya sangat salah
dan gila, kalau bukan bunuh diri. Dan melibatkan perempuan ini, yang sudah
demikian dalam terlibat...
Sungguh menyenangkan mengetahui kau sedikitnya masih punya sisa moral, Bung.
Dave menggenggam tangan Marge, menjabatnya seperti yang dilakukannya terhadap
rekan kerja. "Terima kasih atas segala bantuanmu, Marge. Beribu-ribu terima
kasih. Tapi sebaiknya aku pergi sekarang. Teman-temanmu orang-orang lain di
?bagian ini kurasa sebentar lagi akan kembali dari rapat itu."*.
?Kilau dalam mata Marge makin cemerlang. "Oke, tapi dengar, nama lengkapku
Marigold Fields Cohen jangan pandang aku seperti itu, aku lahir tahun 1968 dan
?orangtuaku tinggal di San Francisco. Bukan salahku kalau mereka memberiku nama
konyol. Omong-omong, namaku tercantum dalam buku telepon. West
144 Ninety-fourth Street, di pinggir Amsterdam. Bila kau terbebas dari kekusutan
ini, kau akan meneleponku, oke" Atau kau malahan bisa mampir."
Dave balas tersenyum kepadanya. Marge merasa sangat senang. Dave sepenuhnya
mendapat kepercayaan. Ia tergoda untuk mengucapkan sesuatu yang gegabah. Sesuatu
yang amat sangat gegabah.
Sayang kau laki-laki yang sudah menikah dengan bahagia. Atau, kalau dipikirpikir, mungkin sudah tidak lagi.


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Atau memang ia tak pernah demikian.
"Tentu, Marigold." Ia mencoba bicara dengan suara tulus. Mungkin memang demikian
sikapnya. "Jangan sekali-kali memanggilku Marigold lagi."
"Tak pernah lagi. Aku janji. Sumpah mati. Sekarang ada satu hal terakhir."
Marge mengangguk dengan bersemangat.
"Hal terakhir adalah aku tak ingin kau terlibat dalam kesulitan ini. Aku tak
ingin siapa pun curiga kau membantuku. Tapi saat mereka menemukan Greg, akan ada
banyak pertanyaan. Jadi, yang perlu kita lakukan adalah memberimu alibi.
Gagasanku ini akan jadi alibi yang amat sempurna. Tak ada yang akan
mempertanyakannya. Kau mengerti alibimu harus tahan peluru, kan?"
"Ya. Apa itu?" "Ini." Dave mengayunkan pukulan uppercut ke rahang Marge. Ia menangkap tubuh
Marge ketika terkulai tak sadarkan diri, dan perlahan-lahan menurunkannya ke
lantai. Kemudian ia mengambil semua uang tunai dari dompetnya. Hanya 23 dolar,
gadis malang. Namun Dave meninggalkan uang receh supaya gadis itu bisa pulang
naik kereta bawah tanah. 145BAB 4 SEMUA ADA DALAM PIKIRAN 1. Karena tunduk pada takhayul yang paling konyol, organisasi yang mendirikan dan
mengelola gedung Dave telah memutuskan di situ tidak ada lantai tiga belas.
Sebagai gantinya, lantai-lantai itu diberi nomor 11, 12, 14, 15 seolah-olah ?dewa-dewa atau iblis yang membagikan nasib buruk itu demikian bodohnya sehingga
tidak bisa menghitung. American Interdyne hanya menempati dua lantai 12 dan 14. Ruang penerimaan
?tamunya ada di lantai 14.
Resepsionisnya sedang merangkak-rangkak, memicingkan mata ke karpet, dan
hidungnya seperti pilek. Dave ternganga memandangnya.
Wanita itu karikatur yuppie tahun 1980-an. Keliman rok dari serat alami,
bermotif herringbone itu terjuntai
146 hingga ke bawah lutut. Pemain tackle NFL bisa iri dengan bantalan bahu blasernya
yang serasi. Blus katun putihnya terkanji begitu banyak sehingga serasa
bergemeresik ketika ia membungkuk, dan pita warna merah anggur di lehernya
tampak seperti sejenis unggas mati dari spesies yang hampir punah. Penampilan
perempuan itu hampir meneriakkan bahwa pakaian tersebut dibeli di Alcott &
Andrews dan Alcott & Andrews sudah bangkrut beberapa tahun lalu.
?"Permisi." Dave bicara dengan nada paling sopan yang bisa dikerahkannya dalam
keadaan seperti itu. "Saya dari perusahaan telepon."
Perempuan itu mengangkat kepala, menyipitkan mata memandang kira-kira ke
arahnya. "Jangan bergerak (srot). Berdiri saja di situ dan jangan bergerak."
"Kehilangan lensa kontak?"
"Dua-duanya (srot), percaya tidak?"
"Bisa saya bantu?"
"Hanya kalau kau hati-hati (srot)"
"Saya akan hati-hati."
Sambil berjongkok, Dave mulai meneliti karpet itu. Ia melihat kilau pantulan
cahaya dekat perempuan itu merangkak. "Sedikit di sebelah kiri Anda, arah pukul
sebelas dari tangan Anda. Lihat?"
"Ya, terima kasih (srot). Satu ketemu, tinggal satu lagi."
"Yang satunya tepat di sebelah utaranya."
"Oh. Bagus. Aku lihat (srot)"
Perempuan itu melakukan ritualnya, menjilat satu jari, mengangkat kelopak mata, mengarahkan
hidung ke langit-langit, dan kemudian menempelkan lensa kontak itu ke mata. Dave
merasa tingkah pemakai 147lensa kontak hanya sedikit lebih lumayan daripada orang yang membersihkan
hidung di depan umum. Perempuan itu menarik sehelai tisu dari kotak di meja kerja dan menyeka matanya.
Kertas itu jadi ungu karena maskara.
"Ada yang masuk ke mata?" Bahkan saat bertanya Dave tahu tak seharusnya ia
melakukannya. "Tidak." Perempuan itu menelan ludah, menyedot ingus, dan menyeka air mata.
"Aku... aku..."
Dave tidak suka dijadikan sasaran berbagi beban oleh orang yang tak dikenalnya.
"...menangis." Di lain pihak, ia butuh bantuan perempuan ini. Mencoba sebisa mungkin agar
terdengar bersimpati, Dave menghela napas. "Oh. Apakah ada masalah?"
Dua menit kemudian, Dave tahu lebih banyak daripada yang diinginkannya mengenai
sejarah hidup resepsionis itu. Di akhir delapan puluhan, ia meraih gelar MBA
dari salah satu universitas ternama, terjun ke Wall Street sebagai bankir
investasi, di-PHK dalam gelombang penyempitan industri finansial terakhir ini,
dan tetap menganggur sampai, dalam keputusasaan, ia melamar dan mendapatkan
pekerjaan sebagai resepsionis di American Interdyne Worldwide. Dave bersuara
menghibur. "Maka satu-satunya tempat aku bisa mendapatkan pekerjaan adalah tong sampah
seperti ini (srot), dan aku masih harus membayar pinjaman mahasiswaku (srot),
dan aku hampir tak bisa memberi makan kucingku (srot), dan mantan suamiku juga
keluar dari pekerjaan dan tak bisa membayar tunjangan anak
148 (srot) dan induk semangku menggugat (srot), dandan..."
Dave menyentuh tangannya. "Apa" Kau boleh menceritakannya padaku."
"Pantatku diremas-remas lagi."
"Siapa, Greg?" Dave menelan ludah. Itu tadi salah. Untunglah perempuan itu tak
memperhatikannya. "Dia juga. Mereka semua! Mulai.dari dirut keparat perusahaan busuk ini kapan
saja dia ada di sini sampai manajer kantor keparat itu!"
Dave melipat tangan dan memejamkan mata.
Pertama Marge, sekarang perempuan ini. Rasanya ada budaya perusahaan yang
istimewa di American Interdyne.
"Perempuan itu juga busuk."
"Maaf?" "Manajer kantor."
Sesudah menenangkan perempuan itu, Dave meminta apa yang ia inginkan. Wanita itu
tersenyum percaya, dan memberikannya. Dave tadi begitu penuh pengertian, begitu
membantu, sehingga wanita itu sama sekali tak memikirkannya. Di samping itu,
Dave masih memakai sabuk peralatan tukang reparasi telepon di pinggangnya. Yang
diminta wanita itu hanyalah janji bahwa Dave akan mengembalikannya sesudah
selesai. Sebuah kunci. Dave berjanji, walaupun hanya janji kosong. Perempuan itu melihat jam tangannya.
"Apakah kau akan selesai sebelum pukul 17.00" Aku pulang pukul 17.00."
Dave tersenyum kepadanya untuk terakhir kali, sambil berkata, "Mungkin belum.
Tapi kunci ini akan 149saya sisipkan ke bawah kertas isap di meja Anda. Tak apa-apa, kan?"
"Oh, tentu. Atau masukkan ke laci tengah."
"Beres. Oh, satu hal lagi, apakah Anda kenal wanita bernama Marge Cohen" Dia
bekerja di bagian komputer."
Resepsionis itu mengangguk.
"Anda mungkin perlu meneleponnya. Dia baik, dan saya pikir dia tahu banyak
bagaimana menghadapi pelecehan."
"Aku akan menelepon ke rumahnya petang ini." la mengacungkan buku petunjuk
telepon American Interdyne.
Dave berbalik untuk pergi. "Anda bilang ruang telepon ada di lantai ini?"
"Tepat di ujung gang di sebelah kiri." "Terima kasih. Sampai jumpa nanti."
"Sampai jumpa nanti."
Perempuan itu memberinya kunci master untuk ruangan-ruangan telepon dan
peralatan. Bila beruntung, kunci itu bisa dipakai untuk seluruh ruang peralatan
di seluruh gedung ini. Ruang telepon. Lemari peralatan pembersih. Ceruk-ceruk
kecil dan bilik-bilik sempit tempat manajer gedung, perusahaan listrik, dan
beberapa organisasi lain menyimpan peralatan ini-itu. Kunci itulah yang ia
butuhkan. 2. Dave sedang menghitung isi ruang peralatan AIW ketika Ransome akhirnya melakukan
sesuatu yang tak termaafkan.
150 Radio di saku kemeja Dave mendesis hidup. Logat Appalachian Ransome muncul dari
speaker. "Mr. Elliot, di sini aku bersama seseorang yang ingin bicara denganmu."
Rahang Dave mengeras. Apa lagi sekarang" Tipuan murahan lain. Sedikit perang
urat saraf untuk menggoyahkan keseimbangan mangsamu. Sesuatu untuk menghancurkan
rasa percaya dirinya dan membuatnya bertanya-tanya...
"Aku tahu dari catatanmu bahwa loyalitas bukanlah salah satu nilai pribadimu.
Tidak terhadap kesatuanmu. Tidak terhadap rekan-rekanmu. Tapi aku tetap berharap
kau merasakan ikatan tertentu dengan darah dagingmu sendiri."
Apa! "Dad?" Tidak! "Dad, kau di sana?"
Mark, anaknya. Putra tunggalnya. Anaknya dari istri pertama. Anaknya dari Annie.
"Dad, ini aku, Mark."
Dia mahasiswa junior di Columbia, tinggal di asrama di West 110th Street, datang
untuk bersantap malam bersama ayahnya paling sedikit sekali seminggu. Helen yang
cemburu tak pernah bergabung dengan mereka. Ia tahu Mark orang terpenting dalam
hidup Dave. "Dad, dengarkan aku."
Anak itu ingin jadi filsuf. Di tahun pertama kuliah ia mengambil mata kuliah
pengantar. Sesuatu dalam kuliah itu menyentuh jiwanya. Ia menemukan makna pada
Plato, relevansi pada Kant, dan kegembiraan
151pada Hegel. Atas kehendak sendiri, tanpa desakan dari profesor-profesornya,
di tahun kedua ia membaca karya Martin Heidegger Being and Time dan menulis
artikel kritis yang, mirabile dictu, diterima untuk dipublikasikan.
"Ayolah, Dad. Ini penting."
Oh, Ransome, kau bajingan kotor, sungguh berani kau menyeret anakku dalam urusan
ini" Akan kulihat kau membayar ini. Kau akan membayarnya tuntas.
"Kau harus mendengarkan, Dad."
Dave, yang meragukan apakah ia sendiri pernah memakai kata "filsafat" sejak
kuliah prasarjana, dengan antusias mendorong Maik dalam bidang studinya. Bila
para ayah lain mungkin akan memandang dengan curiga pada keinginan putranya
untuk menginvestasikan tahun-tahun kuliahnya dalam bidang yang dikenal tak ada
relevansinya dengan pekerjaan komersial nah, bodohlah mereka.?"Aku ada di bawah. Mom sedang naik pesawat. Dia akan tiba di sini satu-dua jam
lagi." Aku akan membunuhmu, Ransome. Aku akan membunuhmu dan mencuci tanganku dalam
darahmu. "Dad, kau harus mendengarkan. Agen Ransome sudah menceritakan segalanya padaku.
Dia sudah memperlihatkan catatannya, Dad."
Kebohongan menyeramkan apa lagi ini"
"Itu terjadi pada yang lain, Dad. Dad bukanlah satu-satunya. Ada 20 atau 25 di
antara kalian. Mereka memberimu obat. Di Vietnam, Dad, sebelum aku lahir, mereka
memberimu obat." Aku akan mengirismu dengan pisau. Aku akan membakarmu. Oh, Ransome, Ransome, kau
setan 152 jahat, siksa yang akan kutimpakan padamu takkan berakhir.
"Itu eksperimen, Dad. Mereka tak tahu apa yang akan terjadi. Tapi obat itu, Dad,
punya pengaruh jangka panjang. Bahkan sesudah bertahun-tahun ini, orang masih
mendapat kilas balik. Mereka bisa jadi gila, Dad. Bahkan sesudah bertahun-tahun
ini mereka bisa gila. Angkatan Bersenjata berusaha meredam kehebohan. Mereka
mencoba mencari semua orang yang mendapatkan obat itu. Katanya mereka bisa
mengobatinya. Kata mereka..."
Apa" Apa kata mereka" Ini bakal jadi lebih parah. Inilah yang diharapkan Ransome
akan membuatku hilang kendali.
"Dad, kata mereka ada efek genetisnya. Katanya mereka harus mengetesku juga.
Kata mereka mungkin itulah sebabnya Mom... itulah yang membuat Mom menghadapi
berbagai masalah itu."
Angela. Bunga kampus. Pengantin di bulan Juni. Satu putra. Dua kali keguguran
spontan. Depresi berat. Pertarungan dengan alkohol. Perceraian. Lalu perawatan
psikiater, perkawinan kembali, dua putri cantik, serta kehidupan baik-baik dan
nyaman bersama laki-laki lain.
"Dad, Dad melihat bayang-bayang, tapi itu bukan salah Dad. Itu karena obat, Dad.
Obat jahat yang tinggal di dalam sistem tubuh selama bertahun-tahun ini. Mereka
memperlihatkan catatannya padaku. Mereka memperlihatkan catatan orang lain juga.
Ini terjadi pada kalian semua. Ada perubahan dalam tubuh Dad saat Dad mendekati
usia lima puluh tahun. Zat itu memicunya. Dad mulai membayang-bayangkan
153berbagai hal, melihat orang memburu Dad dengan pistol dan pisau dan segala
macam. Dad mulai percaya semua orang keluar untuk memburu' Dad. Jadi Dad mulai
melawan mereka sebelum mereka mendekati Dad. Dad mulai mencoba menyerang semua
orang. Semua itu hanya ada dalam pikiran Dad, tapi mereka bisa menyembuhkannya.
Kalau Dad mau menyerahkan diri, mereka bisa menyembuhkannya. Kalau tidak,
masalahnya akan jadi makin parah. Dan sangat cepat, Dad, sangat cepat. Dad harus
membiarkan mereka mengobati. Zat itu membuat Dad melihat hal-hal yang tak ada.
Membuat Dad ingin menyakiti orang. Dad, demi Tuhan, biarkan Agen Ransome
menolong Dad. Untuk itulah ia datang ke sini, Dad. Dia teman Dad. Dia ke sini
untuk menolong." Pistol itu terasa enak dalam genggaman tangannya. Permukaan pegangannya
menimbulkan perasaan aman. Jarinya membelai picu. Picu itu terasa halus dalam
sentuhan. Ia menggeser ibu jari pada kunci pengaman dan menekannya. Ia menggeser
tuas pemilih dari semiotomatis menjadi otomatis. Ia merasa makin nyaman dengan
lewatnya setiap detik. "Tak bisakah Dad merasakannya" Kegusaran itu" Tak bisakah Dad melihat bahwa yang
Dad rasakan adalah kegusaran tak terkendali?" 'Benar sekali.
3. Ia ingin membunuh dan membunuh dan membunuh.
"Pada akhirnya, Saudara-saudara, jauh lebih berguna menghancurkan semangat musuh
daripada menghancurkan tubuhnya."
154 Rasanya ia tak sabar lagi menunggu tembak-menembak mulai.
Profesor Robert yang minta dipanggil Rob mengucapkan kata-kata itu.
Ia ada di lantai tiga. Hal lain yang ia katakan adalah, "Kerjakan yang satu itu, dan lainnya akan jadi
tugas yang jauh lebih sederhana."
Ia pergi ke safla menerobos kabut merah tua.
/tulah yang diinginkan Ransome, Sobat.
Kabut itu menipis. Kau mengikatnya dengan pita dan mempersembahkannya padanya dalam kotak.
Tak lama kemudian segalanya terlihat, bermandikan cahaya murni kejelasan.
Ya Tuhan! Tak bisakah kau melihat apa yang ia lakukan terhadapmu"
Dave mengeluarkan magasin dari pistol, dan memeriksanya. Penuh.
Ransome membohongi istrimu, dia membohongi anakmu, dia membohongimu. Ini umpan!
Ini perangkap! Ia memasukkan kembali magasin itu ke dalam gagang, menarik kokang, dan
memasukkan sebutir peluru ke laras. Membunuh orang-orang ini tentu melegakan.
Kau berjalan langsung ke sana. Mereka tentu sedang menunggu!
Dave ingin mereka menunggu. Ia berharap demikian.
"Musuh yang pikirannya tertekan adalah musuh yang lemah luar biasa. Mereka yang
mengalami 155demoralisasi adalah yang paling mudah dikalahkan, yang gentar adalah yang
paling siap dihancurkan. Demikianlah prinsip pertama dalam perang psikologis,
dan perintah pertama dalam profesi kita yang terhormat."
Profesi terhormat" Profesi terhormat siapakah itu". Ransome" Mamba Jack" Sersan
Mullin" Aku" Tangannya mencengkeram pegangan tangga. Susuran tangga itu terbuat dari logam,
dicat kelabu warna kapal perang, dan dingin.
Dingin. Pusatkan pikiran pada dingin. Jangan pikirkan hal lain. Hanya dingin
itu. . Dave berhenti. Ia berdiri diam tak bergerak.
Bagus. Sekarang napas. Tarik napas panjang dan pelan.
Ia memaksa diri menarik napas sedalam mungkin, begitu dalam sehingga terasa
sakit. Ia menahannya hingga melihat kunang-kunang di depan matanya, lalu
mengembuskannya perlahan-lahan. Dengan ujung kemeja disekanya keringat dari
alis. Itu lebih baik, Bung. Ia mengulurkan tangan kanannya. Tangan itu gemetar.


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah maksudnya. Orang dengan tangan gemetar bukanlah jago tembak terbaik di
dunia. Sudah begitu dekat ia menghampiri perangkap. Ransome nyaris mendapatkannya.
"Ia yang mengalahkan musuh dengan strategi, layak dipuji seperti ia yang
mengalahkannya dengan kekuatan." Machiavelli mengatakan itu. Ingat" Ingat
Profesor Rob dulu suka terus-menerus menyitirnya"
Ia menggeser kunci pengaman dan menyetel kembali
156 pistol itu menjadi semiotomatis. Ia mencoba menyelipkan kembali pistol itu ke
sabuk. Ia perlu tiga kali mencoba sebelum berhasil.
Ia akan melakukannya lagi. Ia akan melakukan apa saja untuk mengacau pikiranmu.
Lutut Dave jadi lemas. Ia tersungkur di tangga, tak bergerak dan menggigil,
Sampai rasa geramnya surut.
Itu tadi tentu upaya terbaik Ransome. Tak ada tipu daya lebih keji yang bisa
dilakukan laki-laki itu selain memanggil Mark, membujuknya agar berusaha merayu
ayahnya masuk ke perangkap kematian, membohonginya...
Kau yakin itu dusta"
Tidak, ia tidak yakin. Itulah keistimewaannya. Seseorang salah satu rekannya ?sendiri mungkin pernah memberinya sejenis obat eksperimental. Bukan pertama
?kalinya kalangan intelijen melakukan cara itu. Setidaknya salah satu kontraktor
pernah secara sembunyi-sembunyi diberi LSD dan sebagai akibatnya melakukan bunuh
diri. Butuh waktu 25 tahun sebelum CIA mengakui episode itu dan dengan enggan
memberikan tunjangan kepada keluarga laki-laki itu.
Pernah ada kejadian lain juga. Pada tahun 1950-an, Angkatan Bersenjata diam-diam
menyemprot udara di atas San Francisco dengan mikroba yang menyebar lewat udara,
Serratia marcescens. Satu dasawarsa kemudian sekelompok peneliti senjata perang
rahasia mengisi tabung-tabung penuh dengan bibit penyakit yang cukup ganas,
menjatuhkannya di lintasan sistem kereta bawah tanah New York, kemudian memantau
157penyebaran pilek dan hidung mampet yang diakibatkannya. Sekitar waktu yang
sama, di luar Utah, sekawanan biri-biri mati ketika ada sesuatu yang tak jelas
lepas dari laboratorium rahasia. Di tempat lain ada desas-desus mengenai para
ahli rekayasa biologi, imunologi, dan genetika yang menaruh minat tak sehat pada
hasil-hasil eksperimen dalam penjara yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan Poros
selama Perang Dunia II. Kemudian ada juga narapidana Amerika yang diinjeksi
dengan virus menular, obat-obatan yang belum diuji, dan yang paling terkenal,
syphilis spirochetes. Tambahkan itu dengan pengujian mengerikan yang dilakukan
Angkatan Bersenjata terhadap sesama anggotanya dengan memakai zat-zat
radioaktif, dan tidaklah sulit untuk percaya bahwa ada spesialis berpikiran keji
yang merasa termotivasi untuk memberikan obat-obatan perusak pikiran kepada
beberapa rekannya. Dinas intelijen yang sejak dulu menerapkan hukum sendiri, memang memiliki
kemampuan untuk melakukan eksperimen-eksperimen membahayakan terhadap prajurit
maupun warga sipil dengan dalih demi kepentingan keamanan nasional Amerika, dan
hal iju merupakan keharusan bila kau percaya, seperti semua orang lain, Soviet
juga melakukan hal yang persis sama. Bila ada beberapa tikus laboratorium,
penjahat-penjahat penghuni penjara,*atau laki-laki berseragam menderita nah,
?apakah itu harga yang terlalu mahal untuk menjamin kelestarian demokrasi"
Bahkan, ketika pada dasawarsa 1970-an para penyelidik Senat pertama kali
mengetahui operasi itu dan menyuarakan kengerian mereka, tidak sedikit orang
yang bertanggung jawab merasa gusar. Untuk apa segala keributan
158 itu" Kalian membayar kami untuk melaksanakan tugas ini. Kalian tidak bisa
menyalahkan kami kami orang baik!
?Ransome telah menyusun kebohongan yang sangat membahayakan, lebih dari sekadar
membahayakan karena kebohongan itu dapat dipercaya. Itu menjamin semua
orang semua yang kenal dengan Dave dan mungkin mau menolongnya kini akan
? ?berbalik ke pihak Ransome. Lebih parah lagi, itu menyebabkan Dave meragukan diri
sendiri. Itu bisa jadi benar, tahu. *
Aku tahu. Semoga Tuhan menolongku.
Ia menggigil di lubang tangga yang remang-remang, tangannya memeluk lutut, putus
asa mengetahui kini ia benar-benar sendiri.. Tak ada orang untuk diajak bicara,
tak ada orang yang akan mendengarkan. Istri, anak, teman-teman semua orang yang?seharusnya percaya padanya ternyata percaya kebohongan. Setiap tangan akan
tertuding ke arahnya, dan tak ada orang yang dapat ia percaya.
Demikianlah mimpi buruk di siang bolong ini, kegilaan yang baru dimulai, pikiran
yang kini bingung tetapi tak lama lagi akan berubah menjadi kesintingan yang
membuat orang berpikiran waras mengintip ke bawah ranjang mereka di waktu malam,
curiga bahwa telepon mereka disadap, dan akhirnya menjadi yakin ada kekuatan
jahat yang memantau seluruh gerakan mereka. Mungkin pemerintah, mungkin
Trilateral Commission, mungkin makhluk dari piring terbang. Kau tidak bisa
mempercayai siapa pun dan setiap orang mungkin salah satu di antara Mereka atau
Agen Mereka. Dan tak lama kemudian kau mulai menulis
159surat-surat panjang kepada editor majalah Scientific American, atau mungkin
tidak karena editor-editor itu juga merupakan bagian dari konspirasi tersebut.
Dan kau berniat melapisi kamarmu dengan aluminium foil untuk mencegah masuknya
gelombang radio, dan malam hari kau berkeliaran di jalanan menyemprot dindingdinding dengan cat menggambarkan simbol-simbol mistik untuk mengusir kekuatankekuatan aneh, dan sementara itu kau berceloteh kepada diri sendiri dan apa yang
kauucapkan itu, bila tidak masuk akal orang lain tentulah masuk akalmu sendiri,
dan kau mencari-cari tempat gelap untuk bersembunyi siang hari, sebab Mereka ada
di luar sana, dan Mereka sedang mencari, dan Mereka menginginkanmu masuk ke
lubang bidik.... Para psikiater menyebutnya paranoia, dan bila gejala ini makin parah mereka
menyingkirkanmu. Sebab, bagaimanapun, orang yang mengira semua orang di dunia ingin membunuhnya
bisa menjadi bahaya. Salambii.it limliad-pangcu, siilm bbsc, kang jrtisi sekeluarga, otoy dengan
kameranya, syanqy arr dengan lianaoki.wordpress.com -nya grafity dan semua
dimhader. Dilarang nieng-koniersil-kanatan kesialan menimpa anda.
160 BAB 5 LELUCON HALUS 1. Dengan keberuntungan maka Marge Marigold Fields Cohen, yang mungkin dikandung
?pada musim panas ketika Dave mendaki Pegunungan Sierra dan tidur di tepi danau
yang indah, hijau, dan tak pernah terlupakan masih tak sadarkan diri. Bila
?demikian, gadis itu tidak akan mendengar suara Mark. Bila demikian, ia masih
tetap akan memakai tape recorder itu ketika tiba saat Dave meloloskan diri.
Bagaimanapun lebih baik punya rencana alternatif Baik. Dave tidak menginginkan
apa pun lebih dari menghindari Ransome dan anak buahnya. Namun bila terjadi
sesuatu yang tidak beres sebelum Marge menyalakan tape itu, ia akan memerlukan
bidang yang bisa diterobosnya dengan cepat, dan yang tidak bisa diterobos
musuhnya. Sampai sejauh ini ia berhasil
161mendului musuh-musuhnya selangkah pendek, dan kebanyakan memainkan permainan
bertahan. Sudah tiba saat untuk mengubahnya. Di samping itu, ia berutang pada
Ransome karena telah membawa putra-' nya dalam persoalan ini. Sebenarnya, ia
berutang cukup banyak kepada Ransome.
1, 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47.
Bilangan prima. Bilangan prima dibagi oleh bilangan berapa pun kecuali satu atau
bilangan itu sendiri akan menghasilkan angka pecahan. Bilangan prima merupakan
sumber kekaguman yang tak habis-habisnya bagi para ahli matematika, dan mudah
dihitung atau, lebih tepatnya, mudah dihitung bila kau hanya tertarik pada ?bilangan yang lebih kecil daripada 50.
Profesor Rob berbicara, "Saudara-saudara, bisakah kalian bayangkan betapa
memalukannya bila pelaku sabotase melakukan kesalahan hingga terperangkap
ranjaunya sendiri" Coba pikirkan. Bayangkan diri kalian sendiri, tergeletak di
tengah puing-puing membara, mungkin satu kaki putus, atau mungkin dengan
kepingan tubuh berhamburan di depan mata kalian. Pikirkan betapa kecewa perasaan
kalian bila tahu alat penghancur yang menimbulkan kerusakan itu yang kalian
pasang sendiri. Ya ampun, tapi bukankah wajah kalian akan jadi merah padam"
Menurutku itu merupakan pengalaman hidup yang lebih membingungkan. Agar kalian
bisa menghindari saat konyol dan memalukan seperti itu; sudah jadi misiku hari
ini untuk mengajar kalian sedikit aritmetika. Yang akan
162 kubahas, dan akan kalian pelajari, adalah deret matematis sederhana. Rumus
seperti itu cukup berguna untuk mengingat kembali tempat-tempat di mana kalian
sudah menyiapkan lelucon kecil untuk memberi pelajaran pada lawan kalian."
Semua ada enam belas bilangan prima yang lebih kecil dari 50. Dave memasang
perangkap pada tangga darurat di enam belas lantai. Enam belas di tangga timur,
enam belas di barat, dan enam belas di selatan.
Para instrukturnya di Kamp P selalu menekankan pentingnya kesederhanaan.
Perangkap yang baik adalah perangkap yang sederhana, dirancang untuk
menghasilkan efek maksimum dengan bahan minimal. Seperti halnya dalam hampir
semua bidang usaha, demikian pula dalam seni tipuan kotor K.I.S.S. adalah
?kebijaksanaan yang lebih besar.
Dave menghargai K.I.S.S. Perangkap-perangkap-nya para instruktur itu
?menyebutnya "lelucon" terdiri atas kabel telepon hijau yang direntangkan
?sebagai sandungan dekat anak tangga teratas; berember-em-ber sabun cair yang
licin (semacam yang dipakai dalam dispenser kamar mandi) disiapkan di sudutsudut tempat ember-ember itu bisa dengan mudah diambil oleh orang yang sedang
berlari, berbotol-botol lem karet yang lengket siap untuk dituangkan; kalengkaleng berisi cairan pembersih yang mudah terbakar ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mudah diraih; kabel yang berukuran jauh lebih besar, kali ini
dililitkan dengan hati-hati pada pipa air dan bisa dengan mudah dibongkar;
beberapa pembuka surat murahan ditempel tiga-tiga, isi stapler ditinggalkan di
berbagai posisi yang strategis di tangga itu, slang
163pemadam kebakaran yang sudah dilepas dari gulungannya dan dibentangkan lima
tingkat tangga; tiga kaleng kecil toner mesin fotokopi yang siap memuntahkan
serbuk hitam membutakan mata; dan berbagai benda lain.
Guru-gurunya tentu akan bangga dengannya. K.I.S.S.: Keep It Simple, Stupid.
(Buat tetap sederhana, tolol.)
Dave sangsi semua perangkapnya itu akan efektif. Banyak yang takkan terkait
kakinya. Dan untuk yang terpeleset, paling parah mereka hanya akan patah tangan
atau kaki dan luka tergores. Kebanyakan hanya menimbulkan ketidakenakan dan tak
satu pun terjamin sebagai alat pembunuh. Tidak perlu demikian. Yang perlu
dilakukan hanyalah memperlambat Ransome dan orang-orangnya.
Di lain pihak, Bung, kalau kau benar-benar ingin melukai...
Dalam lemari penyimpan alat pembersih ia menemukan lima karton besar amonia ?pembersih.
Amonia adalah barang lumrah. Semua orang memakainya untuk membersihkan jendela,
menyucihamakan toilet, dan membersihkan porselin. Zat itu adalah bagian dari
perlengkapan rumah tangga biasa.
Di Kamp P mereka mengajarinya tentang perabot rumah tangga biasa. Mereka
mengajarkan kepadanya bahwa, bagi orang yang tahu, sepen dapur biasa sebenarnya
merupakan gudang racun, pembakar, dan peledak. Bila dicampur dengan perbandingan
yang tepat, tidak sedikit barang rumah tangga biasa bisa menjadi senjata
mematikan. Di antaranya adalah amonia.
164 Bila dicampur dengan yodium yang biasa ditemukan di dalam kotak peralatan P3K
?biasa amonia menghasilkan endapan kristal nitrogen triiodida. Sesudah diolah
?dengan baik dan dikeringkan, nitrogen triiodida menjadi zat yang memiliki nilai
komersial. Bahkan sebenarnya DuPont menjualnya dengan merek yang terkenal dalam
industri pertambangan terkenal sebagai alat yang sempurna untuk meledakkan
?simpanan bahan tambang hingga terbuka. Satu-satunya masalah dengan benda itu
adalah sifatnya yang tidak stabil. Bila-sejumlah kristal triiodida menerima
tekanan sebesar tiga puluh kilo saja, maka...
Malaikat pelindung Dave menyeringai. Bum!
2. Tak lama sesudah pukul 18.00, David Elliot melangkah ke dalam penyergapan.
Sambil menggelar perangkapnya, ia menyimpulkan anak buah Ransome tentu
menyingkir dari tangga darurat. Dengan menjaga pintu keluar lantai dasar kiranya
sudah cukup untuk memastikan mangsa mereka tidak akan lolos. Di samping itu,
kadang-kadang ada perokok terasing dari kantor mereka, bak penderita lepra di
?akhir abad kedua puluh ini menyelinap ke tangga untuk menikmati rokok diam?diam. Sementara kehadiran tukang telepon membawa gulungan kabel^ naik-turun
tangga tidaklah menarik perhatian para pecandu nikotin itu, namun kehadiran
orang-orang bersenjata yang melakukan patroli tentu memancing kecurigaan
'mereka. Seandainya jadi Ransome, Dave tidak akan
165memerintahkan anak buahnya memeriksa tangga darurat sampai lama sesudah jam
kerja berakhir. Sayangnya, kini jam kerja itu sudah berakhir, dan beberapa anak
buah Ransome jadi usil. Dalam hati Dave bertanya-tanya apakah bos mereka tahu
apa yang mereka lakukan. Mungkin tidak. Orang seperti Ransome takkan pernah
menyetujui jebakan yang disiapkan dengan sembarangan seperti itu. Tidak
konsisten dengan standar profesional Ransome. Dave sendiri merasa tindakan itu
amatiran. Kau tak bisa mendapat bantuan bagus lagi.
Dua anak buah Ransome mengambil posisi di tangga barat. Mereka merunduk di sudut
di lantai 33 dekat pintu darurat. Salah satu di antara mereka, tak disangsikan
merasa dirinya cerdik, mencopot lampu neon di atas pintu itu. Platform beton,
dinding kelabu dingin, dan pintu itu sendiri jadi bertabir bayangan.
Bayang-bayang itulah yang jadi petunjuk. Seandainya mereka membiarkan lampu itu
menyala, Dave mungkin tidak memperhatikan mereka sampai segalanya terlambat.
Cara kuno mematikan lampu. Orang-orang ini terlalu banyak membaca novel Robert
Ludlum. Mereka tak mungkin lama di sana. Sewaktu memberikan sentuhan akhir pada ranjauranjaunya, dalam lima belas menit terakhir ini Dave sudah dua kali melewati ?lantai 33.
Kalau mereka pernah mendapat latihan, tentu ada sepasang lagi di lantai 32,
menunggu di balik pintu darurat. Taktik penyergapan baku, langsung dari buku
pedoman. Gagasannya adalah menjebaknya antara lantai 32
166 dan 33. Dua orang menembak dari atas, dan dua dari bawah. Istilah teknisnya
"flanking crossfire". Cara ini membuat sasaran jadi daging cincang.
Ini berarti keramaian takkan mulai sampai kau sudah berada di tengah tangga
berikutnya. Dave menaiki beberapa anak tangga terakhir ke lantai 32. Tumit sepatunya
bergaung pada tangga beton. Dua laki-laki dalam kegelapan itu tahu ia
mendatangi. Mereka tentu mendengarnya, mengikuti gerakannya, dan berbisik penuh
harap ke radio mereka. Sudah berapa lama mereka di sana" Sudah berapa lama mereka mendengarkan" Apakah
mereka punya waktu untuk memanggil lebih banyak orang"
Ruang kosong di antara tangga tersebut, sumur kosong yang menukik dari atap
gedung sampai ke tanah itu, cukup lebar sehingga ia bisa melihat musuhnya yang
sedang menunggu. Keduanya menempelkan badan ke dinding. Keduanya menyandang
senapan sergap yang gemuk, jelek di pundak.
AR-15" Bukan, yang lain. Magasinnya lebih besar dan pelurunya lebih banyak.
Dave berhenti dan terengah-engah dengan keras, seolah mencari napas. Ia menarik
keluar ujung kemejanya dari dalam celana dan menyekakannya ke wajah. Ia
mengembuskan napas dengan keras. "Aku benci tangga terkutuk ini," gumamnya
dengan suara # sekadar cukup keras untuk didengar. Salah satu laki-laki di
atasnya itu merapatkan radio lebih dekat ke mulut.
Idiot. Kau tak bisa berceloteh di radio sambil membidikkan senapan sekaligus.
Apakah mereka tak mengajarimu apa-apa"
167Jdve memutar pundak dan kembali mendaki. Dua laki-laki di lantai berikutnya
tidak akan menembak. Tidak sekarang. Mereka ingin memastikan bahwa mereka
mengenainya, dan satu-satunya cara untuk itu adalah memancingnya hingga terjepit
tembakan dari dua arah. Mereka tidak akan menembak sampai ia mencapai platform
di tengah antara lantai 32 dan 33. Ia pasti akan hal ini.
Kepastian itu tidak menolong. Jantungnya tetap berdebar-debar keras, dan
sekarang, dengan seketika, ia benar-benar kehabisan napas. Butir-butir keringat
menyembul di keningnya. Otot kecil di bawah mata kirinya berkedut-kedut tak
terkendali. Lututnya terasa lemas. Ia ingin sebatang rokok.
Ada saatnya kau sengaja melangkah ke dalam jebakan. Kadang-kadang kau
melakukannya sebab itulah satu-satunya cara untuk menghabisi musuh. Kadangkadang kau melakukannya sebab satu-satunya cara untuk mencapai tujuanmu adalah
dengan melompat ke dalam jebakan itu. Namun kebanyakan kau melakukannya sebagai
umpan untuk perangkapmu sendiri. Dave mendaki. Satu undak. Dua. Tiga. Empat...
Hanya saat itu saja ia tak terlihat. Orang-orang di lantai 33 tidak lagi bisa
melihatnya. Mereka tentunya menggeser bidikan mereka ke platform delapan anak
tangga di depannya, menunggunya terperosok ke dalam penglihatan mereka. Orang

Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang siap di balik pintu darurat tentu menegangkan otot mereka, bersiap
melompat. Dua regu itu mengira mereka tahu akan berada di mana sasaran mereka.
Mereka sudah siap untuk itu, berharap, dan bahkan mungkin berpikir bagaimana,
sesudah urusan ini beres, mereka saling
168 menepuk pundak, melontarkan gurauan konyol, menyalakan rokok, dan saling
meyakinkan, bila semuanya sudah diucapkan dan dikerjakan, urusan David Elliot
ternyata bukan tugas yang luar biasa sulit.
Dave menempelkan tangan pada susuran tangga dingin, kosong, bulat.?Satu tarikan napas dalam.
Ia menarik, menendang, mendorong, dan melompat.
Tiga puluh dua tingkat ke lantai dasar. Bila ia meleset, ia meleset, dan
selesailah semuanya. Ia melewati rongga di antara tangga itu, melewati susuran di seberangnya, dan
mendarat dengan tumit. Itu lompatan pendek yang gampang hanya beberapa saat
?berbahaya untuk membawanya dari tangga di atas lantai 32 ke satu tingkat di
bawahnya. "Sialan!" Suara dari atas. Peluru-peluru berperedam memukul beton di tempat ia
mendarat. Dave sudah menghilang.
Ia meraih susuran tangga, mencengkeramnya, dan melemparkan diri ke bawah. Ia
melompati dua atau tiga anak tangga sekaligus. Ia harus melewati platform
berikutnya. Bila ia masih berada di tangga di bawah lantai 32...
Pintu darurat itu terempas membuka. Sepatu berdetak pada beton.
...lalu orang di belakangnya akan melihat jelas punggungnya.
Ia mengayunkan tubuh melewati susuran dan melompat. Hujan peluru mengiris udara
di atas, di belakang, dan di sampingnya.
Pekikan kesal, "Bangsat, bangsat, bangsat!"
David Elliot lari. 169"Di sini Egret! Dia ada di lantai 31, 30, turun ke bawah! Di mana kau" Apa"
Di tangga barat, kau tolol! Kemarilah, cepat!"
Seseorang, mungkin lebih dari satu, mengosongkan satu magasin, mungkin lebih
dari satu, ke lubang tangga. Peluru-peluru itu mengenai dinding, memuncratkan
kepingan-kepingan beton sekeras batu. Dave merasa pundaknya sakit seperti
tersengat lebah. Mereka bergemuruh menuruni tangga, menembak sambil berlari. Peluru-peluru gepeng
memantul simpang siur. Prosedur operasi baku. Kalau kau tak bisa mengenai sasaranmu dengan tembakan
langsung, kenai dia dengan pantulan peluru.
Dave melompati susuran tangga lagi. Satu tembakan, satu pantulan peluru,
berdesing di bawah dagunya. Ia meringis. Jauh di bawah sana berapa tingkat ?tangga lagi" Satu pintu lain terbuka. Orang berlarian ke atas sekarang. Mereka
mencoba menangkapnya di tengah.
Lantai 26. Satu tingkat lagi.
Ia terpeleset, menahan tubuh, tegak kembali. Ia sudah berada tepat di tempat
yang &inginkarinya lantai 25.
?Ia mendongak melihat tangga. Itu dia, berkelok-kelok di atas anak tangga,
panjang dan pipih, sama seperti saat ia meninggalkannya. Ternyata membuka
gulungannya naik hingga ke lantai 29 sungguh pekerjaan yang berat. Ia tidak
mengira akan terpaksa memakainya.
Anak buah Ransome berlarian melewati ujungnya sekarang. Mereka tidak melihatnya,
atau seandainya 170 melihat, mereka tidak memikirkannya. Slang darurat untuk kebakaran.
Dave meraih roda dengan lapisan enamel merah itu dengan dua tangan, dan
memutarnya. Macet. Dave menariknya dengan entakan panik. Roda itu beku di
tempat. Oh, Tuhan, jangan lakukan ini pada kami.
Ia memasang kuda-kuda, dan menarik keras. Roda itu bergerak. Pipa air itu
berdeguk dan mendesis. Air mengalir di dalamnya. Dave menarik lebih keras. Roda
itu berputar dengan leluasa. Bunyi desis itu mengeras jadi gemuruh. Pipa air itu
tidak lagi pipih dan berkerak. Ia terisi, membulat, bergerak. Air menggelegak
lewat di dalamnya, naik satu tingkat tangga, ke tingkat kedua, tekanannya makin
meningkat setiap inci. Berapa besar tekanan airnya" Kalau ingatan ini benar, 150 kilo. Dan itu tekanan
yang besar luar biasa, Sobat.
Slang itu melonjak, berayun ke kiri dan ke kanan, dan mulai bangkit. Ia
kelihatan hidup, seperti ular cokelat raksasa yang terbangun sambil menggoyang
tubuh. Dan slang itu bergoyang di sini, lima tingkat dari ujungnya, maka nozzlenya. akan... Jeritan bergema di dalam ruang tangga itu.
...melecut kian kemari tak terkendali. Tekanan 150 kilo dalam gerakan cepat.
Nozzle kuningan pejal seberat tiga atau tiga setengah kilo. Satu pukulan saja
akan menghancurkan kaki seorang laki-laki yang kuat.
Jeritan itu mengeras. Mendatangi lebih dekat, dan dengan kecepatan yang luar
biasa. Dave menengadah - tepat untuk melihat satu tubuh lewat. Laki-laki itu
171meluncur turun di dalam ruang tangga itu, memutar lengannya seperti kincir,
mencoba memegang susuran tangga. Wajahnya pucat pasi oleh keputusasaan dan
kengerian. Sial. Sungguh sial. Ia sebenarnya tidak ingin membunuh mereka. Ia cuma ingin
memperlambat mereka. Dari atas terdengar lebih banyak jeritan, teriakan, dan tidak sedikit umpatan.
Dave tak menghiraukannya. Ada urusan lebih serius yang jadi pemikirannya. Orangorang yang naik dari lantai bawah sudah dekat. Seandainya ia menyiasati kunci
dan kabur ke lantai 25, mereka akan tepat berada di belakangnya, dan ia akan
jadi sasaran empuk. la bisa mendengar mereka seberapa dekat dua atau tiga tingkat tangga di ? ?bawahnya. Salah satu di antara mereka hampir kehabisan napas, terengah, "Apa
yang terjadi di atas sana?"
Satu suara lain, tidak begitu tersengal-sengal, menjawab, "Hanya ada satu cara
untuk mengetahuinya." Sol sepatu berderap pada beton. Mereka berlari.
Tembakan peluru, senapan otomatis, melubangi slang kebakaran itu. Air menyembur
dari slang, mengendurkan tekanan pada setiap lubang peluru, memperlambat
gerakannya yang mengombak. Sekarang, orang-orang yang berlari menuruni tangga
bisa melewatinya dengan aman.
Tadi, ketika sedang menggelar jebakan-jebakannya, Dave sudah melilitkan kabel
coaxial tebal rangkap dua pada pipa-pipa tangga. Salah satunya ada di lantai
ini. Kabel itu terikat erat dan takkan lepas. Ia mengambilnya, melingkarkannya
di antara kaki. 172 Katakan padaku kau takkan melakukan ini. Dua lilitan pada kaki kiri, dua pada
kaki kanan. Kau benar-benar sinting.
Naik ke pundak kiri, di bawah selangkangan, silang-menyilang di punggung, dan
lagi pada pundak kanan dan kiri.
Bung, biar kujelaskan setegas mungkin. Aku tak ingin mati.
Satu simpul ganda. Ia pun selesai.
Ia menarik kabel itu. Tertambat kuat. Dan temali yang membungkus dirinya,
meskipun dibuat dengan terburu-buru, toh merupakan imitasi tali parasut yang
cukup bisa diandalkan. Oh, tidak, Bung! Tidak! Sebutir peluru mendesing lewat dekat dadanya. Ia tak memikirkannya. Ia mengambil
satu langkah pendek ke depan, cepat tapi tidak terburu-buru, mengambil ancangancang, dan melompat melewati pegangan tangga. Ia terjun dengan sempurna, hasil
latihan yang lama, dan tak pernah terlupakan. Ia terjun menyelam ke dalam kolam
cokelat berlumpur di masa kecilnya, masuk ke dalam danau hijau di atas gunung.
Sebilah pisau lipat besar, terlipat di pinggang, kini berputar di udara, dengan
tenaga putaran tubuhnya menegak. Perenang dalam lompatan yang sempurna.
Dan rasanya hebat. Dave terjun menerobos ruang kosong di antara tangga-tangga itu. Saat jatuh, ia
sepintas melihat wajah, seorang laki-laki dengan mata terbelalak dan mulut
menganga. "Ya Tuhan!" bisik laki-laki itu.
Sebutir peluru mendesing entah di mana, terlalu jauh untuk dikhawatirkan.
173Ia mencengkeram kabel itu, bersiaga untuk sentakan yang akan datang. Ini
tentu takkan lebih parah daripada lompatannya yang pertama dulu, pikirnya. Tujuh
ratus lima puluh meter di atas Fort Bragg. Satu atau dua laki-laki, badut kompi
itu, melontarkan lelucon lemah. Semua yang lain dengan muram menghindari mata
rekan-rekan mereka. Sersan Kuba keparat itu pelatih terjun. Ia berdiri di
samping pintu terbuka, berteriak-teriak dalam deruan angin, meneriakkan
hitungan, dan meneriakkan umpatan. Siapa nama orang Kuba itu..."
Kabel itu tersentak tegang. Lebih tipis daripada tali kanvas pipih pada parasut,
kabel itu mengiris ke dalam kakinya. Rasa sakit tak terduga memeras udara dari
paru-parunya. Aduh! Ini sakit. Ia berayun ke kiri, melewati susuran tangga lantai 21 dan membentur ke dinding
dengan kekuatan yang meremukkan. Dengan refleks, ia menarik simpul ganda itu,
terjungkal di atas beton, dan menggelinding.
"Sialanr seru seseorang. "Kaulihat keparat itu?"
Seseorang lagi berteriak, "Turun! Turun ke sana! Jangan biarkan bangsat itu
lolos!" Dave mencabut pistol dari balik kemeja. Kakinya mati rasa dan gemetar. Ia
memaksakan diri untuk berdiri tegak. Ia menyeringai, memperlihatkan gigi, dan
menghamburkan dua puluh butir peluru ke atas.
Apakah kita mulai bersenang-senang"
Saat untuk bergerak lebih lanjut. Peluru-peluru lunak berdenting dan terpantul
pada tangga-tangga di atasnya. Dengan tenang, Dave mengkritik bidikan
pengejarnya. Ia tadi terlihat jelas. Seandainya mereka
174 penembak yang lebih jitu, mereka tentu sudah mengenainya. Ia menduga sedikit
atraksi bungee stunt buatan sendiri tadi telah mengejutkan mereka.
Bisakah kita keluar dari sini sekarang"
David Elliot berlari. Ia berlari vertikal seperti yang dilakukannya seharian
ini, dan dengan demikian tak setapak pun maju lebih dekat pada kebebasan. Tapi
bagaimanapun tidak pula selangkah lebih dekat pada penangkapan.
Di lantai 19, ia melompati kawat sandungan. Di lantai 17, ia mendengar
seseorang mungkin dua orang mendatangi jebakan. Sambil tersenyum tipis ? ?mendengar pekik mereka, ia mengosongkan dua ember sabun cair yang licin pada
anak tangga. Pengejar-pengejarnya mengumpat ketika mereka sampai ke tangga itu. Atau lebih
tepatnya, beberapa di antara mereka mengumpat. Yang lain menjerit dan
merintih mereka yang mengalami patah tulang. Dave mendengar jerit kesakitan
?mereka dan menahan tawa.
Sekarang di lantai 15 ia mendengar desis caci maki bercampur kelegaan dari
mereka yang, tinggi di atas sana, kehilangan sepatu dalam cengkeraman lem karet
yang lengket dan mengering dengan cepat. Caci makinya terungkap dari lubuk hati,
Dave tahu, dan lebih bisa dipahami karena kejujurannya.
Sebaliknya, orang yang berada dekat oven microwave pada saat yang salah tidak
mengumpat. Ia hanya merengek. Dave merasa orang itu kedengarannya terkejut.
Mungkin butuh dokter, segera. Sayang. Di samping itu, ia akan hidup. Bukan
urusan besar, hanya oven microwave kecil, model countertop yang dicuri dari
ruang istirahat karyawan. Dave memasuk-175kan sepasang botol diet cola isi dua
liter ke dalamnya, dan menancapkan mesin itu ke soket listrik darurat. Ketika
berlari melewatinya, ia menekan tombol on. Empat puluh tujuh detik kemudian
ledakan cola panas dan serpihan pintu oven menghadang pengejarnya yang lain.
Dave mendengar semua itu semua kegusaran mereka yang terluka, segala makian
?jorok, semua teriakan minta tolong mereka sementara ia berlari, dan ia tertawa.
?Lantai 13 (lantai 14 menurut logika manajer gedung itu), Dave ingat merupakan
tempat ia menaruh sebotol larutan pembersih. Dengan banyak pertimbangan, ia
menempelkan sebungkus korek api ke dalamnya.
Karena orang-orang yang mengejarnya sudah dengan hati-hati memperlambat
langkah tak ada alasan untuk itu, gumpalan-gumpalan kertas fotokopi yang
? tampaknya tidak membahayakan itu lebih daripada yang diperkirakan Dave punya ?banyak waktu untuk mengosongkan botol, menyalakan sebatang korek, dan sambil
turun ke lantai 12 menjentikkannya ke dalam genangan larutan pembersih. Ketika
meledak menyala, ia tidak dapat lagi menahan diri.
Yang terakhir didengar pengejarnya adalah tawanya, tawa dalam dari perut,
gembira, gelak senang tak terhingga, bergema di ruang tangga itu. Mereka
berhenti, saling pandang dengan tatapan bertanya, dan menggeleng.
Dua keping kuningan itu berdering merdu ketika jatuh terpantul di atas meja
Kolonel John James Kreuter. Sang kolonel memungutnya, memegangnya
176 di bawah cahaya, dan memicingkan mata. Ia memutar lidahnya di dalam mulut,
menggaruk pelipis, dan mengernyit. "Baiklah, Letnan, kau mau berdiri di sana
seharian seperti kau baru saja menelan burung kenari atau kau akan menceritakan
apa maksud semua ini."
'Tanda pangkat, Sir. Itu tanda pangkat perwira Rusia." Dave tidak dapat menahan
nada puas diri dalam suaranya. Ia bahkan tidak mencoba menyembunyikannya.
Kreuter menggosokkan tangan pada pipinya. Ia mengangkat muka memandang Dave, dan
kembali memandang dua emblem kuningan itu. "Kemungkinan besar perwira lapangan.
Mayor, mungkin." "Ya, Sir. Begitulah tepatnya." Dave meletakkan sehelai kertas terlipat di atas
meja kerja sang kolonel Kreuter memandangnya seperti melihat tikus mati. "Dan
apa ini, daftar hadiah Natal untuk Sinterklas?"
"Bukan, Sir. Ini nama kapten ARVN, salah satu sekutu kita yang setia. Mayor itu
memberikannya pada saya tak lama sebelum kematiannya." Ia menggigit lidah. Ia
harus melakukannya. Seandainya tidak, ia tentu akan tertawa.
Kreuter membuka lipatan kertas itu dan mengangguk. Ia mengetuk sebatang rokok
Camel tanpa filter dari bungkusnya, menggoreskan jempol ke batang korek api,
mengernyit sambil menyedot. "Dan bagaimana kau, Letnan Elliot, bisa
menyelesaikan tugas luar biasa ini?"
Dave memperlihatkan giginya. "Well, Sir..." Ia merasakan kegelian menggelegak dari
perutnya, "...saya pikir..." Wajahnya merah padam akibat usaha
177mengendalikan diri. "...hidup..." Ia tidak bisa menahannya lagi. "...jauh lebih
menyenangkan..." Tidak ada harapan lagi. "...daripada mati!" Tawa itu meledak.
Mamba Jack menyentakkan kepala ke belakang dan tertawa bersamanya. "Wah, wah,
wah, Letnan, kau memang hebat. Itulah yang bisa kukatakan padamu. Cuma wah, wah,
wah, mungkin kau dan aku bisa memulai persahabatan yang baik."
3. Pukul 19.03. David Elliot melangkah keluar dari lift dan menapaki lantai 45.
Sudah saatnya kau kembali ke tempat kejadian perkara. Bila benar ada jawaban, di
tempat inilah kau akan menemukannya.
Suite eksekutif Senterex terkunci. Resepsionisnya sudah lama pulang, dan semua
sekretaris tentu sudah berlalu sebelum pukul 18.00. Mungkin masih ada satu-dua
eksekutif yang kecanduan kerja tinggal di sana sampai sepetang itu. Biasanya
ada. Dave berharap bisa menghindari mereka, tetapi bila tidak, ia sudah cukup
siap menanganinya. Ia memasukkan kunci kantornya ke lubang, memutarnya, dan mendorong pintu.
Sekarang bukankah kau senang Bernie tidak memasang alat canggih dengan kartu
elektronis di lantai ini" Peralatan keparat itu secara otomatis mencatat nomor
identitas siapa saja yang masuk dan siapa saja yang keluar.
Ia berjalan cepat melintasi ruang penerimaan tamu,
178 belok kiri ke dalam koridor yang menuju ke kantor Bernie Levy. Kemudian,
terdorong impuls, ia berhenti, memutar badan, dan berlari ke timur tempat ia,
dua belas jam lalu, meringkuk ketakutan dihujani peluru Ransome dan Carlucci.
Perbaikan itu tanpa cacat. Lubang-lubang bekas peluru sudah ditambal, bagianbagian yang tercungkil sudah dilapisi wallpaper; tak ada goresan, lekukan, atau
guratan sedikit pun. Tak ada bukti. Seandainya kau mencoba menunjukkan pada orang lain bukti mengenai
apa yang terjadi pagi ini, mereka hanya akan memandangmu dan dengan sedih
menggeleng. Dave yang malang, kata mereka, semua itu ada dalam pikirannya.
Ia melihat ke karpet, tempat darah Carlucci tercecer. Tak ada setitik pun noda
yang tersisa, tak ada bukti, tak ada jejak bahwa di sini, di tempat ini, seorang
laki-laki telah mengucurkan darah hingga tewas. Karpet itu sudah diganti dengan
karpet yang berwarna sama, berserabut sama, dan bahkan seolah sudah pernah
dipakai seperti setiap inci karpet lain di koridor itu.
Kerja profesional yang bagus. Tapi apakah kau mengharapkan kurang dari John
Ransome dan kawan-kawan"
Ia berbahk kembali menuju ke kantor Bernie dan, ketika memasuki ruang penerimaan
tamu, ia hampir bertabrakan dengan tubuh Dr. Frederick L.M. Sandberg, Jr. dengan
pakaiannya yang gemilang.
Sandberg mundur selangkah, menengok ke belakang dari atas pundaknya, dan
menenangkan diri. Dengan sopan santun gaya ningrat ia berkata, "Selamat sore,
David." 179"Hai, Dok." Fred Sandberg anggota tertua Dewan Direktur Senterex. Sudah


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa tahun lalu ia pensiun dari kedudukannya sebagai dekan fakultas
kedokteran di Yale, tetapi tetap aktif dalam praktek. Kliennya terbatas pada
eksekutif-eksekutif senior, dan selain mahal ia memang pintar. Bahkan begitu
pintarnya sehingga ia bertindak sebagai dokter pribadi Bernie, Dave, dan
kebanyakan kader eksekutif Senterex.
"Dan bagaimana keadaanmu petang ini, David?" Nada suara Sandberg lembut, halus,
dengan keanggunan yang tak dapat ditiru.
"Pernah lebih baik dari sekarang."
Sandberg tersenyum lembut. "Begitulah yang kudengar."
Dave meringis. "Kau dan semua yang lain, kukira."
"Begitulah. Sore ini Bernie mengadakan rapat Dewan Direksi. Perlu kukatakan,
kaulah satu-satunya pokok bahasan dalam agenda rapat tersebut." Si dokter
membelai pipinya yang tercukur halus, seolah siap bicara lebih jauh. Dave bicara
lebih dulu. "Dok, kau kenal aku, kan" Sedikitnya sudah lima tahun kau memeriksaku. Kau kenal
aku luar-dalam sampai 12,5 senti di ujung usus besar."
Sandberg menatap dari atas kacamatanya yang berbingkai emas. "Benar."
"Jadi kau tahu aku tak sinting."
Sandberg melontarkan senyum yang luar biasa profesional. "Tentu saja aku tahu.
Dan, David, harus kutegaskan, baik aku maupun yang lain tak pernah mengira kau
sebenarnya..." ia mengernyitkan hidungnya yang aristokratis, siap mengucapkan ?istilah yang kurang pantas dari segi medis "...sinting."
?180 "Ceritanya adalah kilas balik akibat pemakaian obat. Benar, kan?"
"Itu lebih dari cerita, David. Aku sudah melihat bukti. Agen Ransome..."
"Agen" Begitukah yang dikatakannya mengenai dirinya?" Mark juga memakai kata
itu. "Bukan sekadar apa yang dikatakannya. Tapi memang begitulah dia, agen federal..."
"Dia bohong. Dia pembunuh bayaran."
Ekspresi pada wajah Sandberg menunjukkan simpati dan kasihan. Di bawah jaket
sport cokelat kekuningan, ia memakai waistcoat kuning kenari. Bukan rompi
melainkan waistcoat. Hanya laki-laki dengan gaya dan penampilan seperti dia bisa
memakai barang aneh seperti itu. Sandberg mengorek-ngorek salah satu sakunya.
"Hati-hati, Dok. Mereka tentunya memperingatkanmu bahwa aku berbahaya."
"Memang benar." Ia mengeluarkan secarik barang empat persegi panjang putih dari
waistcoat. "Ah, ini dia. Kartu nama Agen Ransome. Coba lihat."
David mencabut kartu itu dari jari Sandberg.
John R Ransome SPECIAL INVESTIGATIONS OFFICER Bureau of Veterans Affairs
Di situ tercantum nomor telepon, alamat di Washington, dan logo resmi dengan
huruf timbul. 181Dave mengerutkan bibir. "Barang cetakan yang bagus. Tapi mencetak memang
murah." "Itu bukan pemalsuan, David." Suara Sandberg rendah, dan sedikit sedih.
"Pagi tadi ketika aku menggeledah saku bajingan itu, ia membawa kartu nama lain.
Specialist Consulting Group. Katanya dia..."
"David, percayalah, aku sudah memeriksa surat mandat Agen Ransome dengan cukup
teliti. Kau tahu, tak ada orang yang mencapai umur dan posisi seperti aku tanpa
membangun kalangan sahabat sendiri. Jadi, aku melakukan penyelidikan diam-diam
di antara teman-teman lama. Mereka meyakinkanku bahwa dia seperti yang
disebutkannya." Dave menggeleng. "Orang ini profesional, Fred. Dia mengecohmu dan teman-temanmu.
Itulah yang dilakukan para profesional."
"Baiklah, David, kalau itu yang kauhilang. Tapi coba katakan padaku, kalau bukan
pegawai pemerintah, siapa dia?"
"Coba aku tahu. Yang kuketahui hanyalah sejalc sarapan tadi, dia dan
gerombolannya mencoba membunuhku."
Paras Sandberg menunjukkan pandangan tertarik yang profesional. Itu lebih-kurang
merupakan ekspresi yang mengatakan, Ya, Mr. Elliot, dan apa yang dilakukan
makhluk-makhluk angkasa luar itu sesudah menculikmu ke Planet X" Akibatnya David
tergagap-gagap. "Dok... Fred, jangan pandang aku seperti itu. Kau harus mendengar
cerita dari pihakku."
"Tentu, David. Dengan senang hati. Tapi aku khawatir aku sudah bisa membayangkan
isi ceritamu. 182 Singkatnya, ceritamu tentang orang-orang tanpa nama dari organisasi tanpa wajah
ingin membunuhmu karena alasan-alasan yang tak dapat kaupahami. Kau tak
melakukan apa-apa. Kau tak bersalah dan tak terlibat. Tapi Mereka Mereka dengan?'M' besar ingin kau mati. Apakah itu menggambarkan isi ceritamu, David" Itukah
?cerita yang ingin kausampaikan?"
Perut David serasa luruh. Ia menggosok bibir dan memandang sepatunya. Sandberg
meneruskan, "David, tolonglah aku. Pikirkan cerita yang ingin kausampaikan
padaku. Pertimbangkan kredibilitasnya. Kemudian katakan padaku bila kau merasa
itu tak mencurigakan. Katakan padaku itu bukan... ah... gejala krisis mental
tertentu." Dave mengerutkan dahi, menggeleng. "Sekarang giliranmu untuk berbaik hati
membantui. Pikirkanlah ceritaku. Pikirkanlah apa yang akan terjadi bila itu
benar. Pikirkanlah kebohongan macam apa yang akan mereka ceritakan bila mereka
ingin mempengaruhi semua orang bahwa aku sudah sinting."
Sandberg berbicara seolah sedang menegur bocah yang keras kepala. "Masalahnya
bukan cerita, David, masalahnya catatan. Mereka sudah memperlihatkan dokumendokumennya padaku. Semua dokumen. Seperti kauketahui, aku duduk sebagai anggota
Direksi dua kontraktor hankam dan aku punya hak untuk melihat dokumen-dokumen
yang cukup rahasia. Jadi, orang-orang yang sedang berusaha... hmm... menahanmu,
cukup mudah dibujuk untuk memperlihatkan berkas-berkas mereka padaku. Harus
kukatakan, potret yang mereka lukis tidak indah. Sudah tentu tak ada kesalahan
yang ditimpakan padamu. Kau hanyalah
183korban yang tak berdosa. Rasanya memang mengerikan. Aku khawatir itu bukan
saat-saat terindah dalam sejarah negara kita, dan apa yang mereka lakukan
terhadapmu kau dan rekan-rekanmu sama sekali tak bisa dibenarkan."
? ?Dave berbicara dari sela-sela gigi. "Mereka tak melakukan apa pun terhadapku.
Mereka tak melakukan apa pun terhadap kami. Apa pun yang kami lakukan, kami
lakukan untuk diri sendiri. Dengar, Dok... Fred, berkas-berkas yang mereka
perlihatkan padamu itu palsu. Itu bohong, menipu sempurna, lengkap, simetris,
?kolosal. " " "Masih mengutip Mark Twain, kan, David?"
"Aku takkan melakukannya kalau aku gila."
"Mungkin saja. David, kami sudah bicara tentang sesuatu yang relevan dengan
situasimu sebelum ini. Aku ingat reaksimu atas keprihatinanku, dan karena alasan
itulah aku ragu-ragu mengungkitnya."
"Apa?" David menahan omongannya. "Teruskan, Dok. Katakan saja."
"Apakah kau masih... sort, David, aku benar-benar tak suka mengajukan pertanyaan
ini... apakah kau masih mendengar suara-suara itu?"
"Aduh, Dok! Itu... itu bukan apa-apa. Itu cuma cara untuk... Seperti sudah kukatakan
padamu, itu bukan benar-benar suara, tagi kurang-lebih hanya aku bicara pada
diri sendiri." Sandberg mengulangi perlahan-lahan, "Bicara. Pada. Diri. Sendiri." Ia
mengangguk. Anggukan itu mengatakan segalanya.
"Sialan, aku..."
"Kau ingat ketika kau pertama kali bicara denganku
184 mengenai kita sebut saja idiosyncrasy ini, kukatakan tak ada jeleknya kalau ? ?kau menemui kolegaku, seorang spesialis."
"Dok, kukatakan waktu itu dan akan kukatakan sekarang juga, aku tak perlu
menemui psikater. Aku sewaras kau."
Sandberg menggeleng. "David, David, biar kuulangi, dan penting sekali bagimu
memahami ini tak seorang pun mengatakan kau gila. Kukatakan dengan pasti, kau
?tidak gila, bukan dalam arti biasanya. Apa yang terjadi, dan aku sudah
menyaksikan bukti tak terbantah yang menegaskannya, kau dan banyak orang lain
dalam unitmu di AD diberi zat psikotropik eksperimental. Kemudian timbul
kerumitan yang tak terduga sebelumnya. Aku diberitahu komandan kalian sendiri..."
dinding. "Oh, astaga! Itukah yang mereka katakan" Bahwa segala yang terjadi
karena kami semua terpengaruh obat" Ya Tuhan!"
"David, tenanglah." Sandberg kembali meraih ke dalam saku waistcoat. Dave
mengangkat pistolnya. Sandberg mengeluarkan permen pengharum napas. "Sudahlah,
David, kau tak perlu menodongkan barang itu padaku." Ia mengambil sebutir permen
dari bungkus, memasukkannya ke mulut, dan mengangsurkan bungkusan itu kepada
Dave. Dave menggeleng. Si dokter meneruskan, "David, aku tak menyangsikan bahwa
kau percaya orang-orang mencoba membunuhmu. Tapi kau harus menyadari bahwa semua
bukti..." "Bagaimana dengan ini?" Dave mengacungkan pistolnya.
"Mereka sudah memeperingatkanku tentang itu. Kau merampasnya dari polisi."
185"Dok, ini bukan pistol polisi. Lihatlah. Ini..." "Aku tak tahu apa-apa tentang
senjata kecuali fakta bahwa aku membencinya." Dave menggeram kesal.
Sandberg menurunkan suaranya, mengambil nada yang lebih akrab. "Ada satu hal
lagi, David. Helen meneleponku."
"Oh, persetan."
"Sewajarnyalah dia prihatin terhadap dirimu, terhadap pengaruh obat
eksperimental seperti yang diberikan padamu. Dan karena dia merasa selama jangka
waktu tertentu perkawinan kalian tidak..."
"Hentikan itu, Dok. Aku mungkin perlu bicara dengan penasihat perkawinan, tapi
sekarang itu bukan dalam prioritasku."
"Aku bisa menyanggah bahwa laki-laki yang tak mengutamakan perasaan-perasaannya
terhadap istri sendiri membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar nasihat
perkawinan." Sandberg memasukkan kembali permennya ke saku.
Dave mengembuskan desah panjang. "Brengsek, Dok, aku..." Suaranya mengeras ketika
ia melihat apa yang dilakukan si dokter. "Keluarkan tanganmu dari saku rompi
itu, Dok." "Waistcoat." "Benar. Ada apa di dalam sana" Apa lagi yang kausimpan di situ selain sebungkus
permen Ceris?" Dr. Sandberg tersenyum sedih. "Semprotan kecil Mace. Mereka memberikannya pada
kami semua. Maksudnya, David, cuma sekadar membuatmu tak berdaya. Aku janji
hanya itulah maksudnya."
"Dok, kau dan aku kita bersahabat, kan?"?186
"Aku sungguh berharap demikian."
"Bagus, sebab apa yang akan kulakukan terhadapmu didasari atas persahabatan*
Sandberg mencoba mundur. Ia tidak bisa melakukannya. Tanpa disadarinya, Dave
sudah mendesaknya hingga punggungnya menempel ke dinding.
4. Tata ruang kantor direktur mengungkapkan lebih banyak mengenai perusahaan itu
daripada laporan tahunannya. Sebagai contoh, seperti diketahui oleh semua analis
pasar saham, bijaksanalah kiranya mewaspadai perusahaan yang presiden
direkturnya menghias kantor pribadinya dengan model-model pesawat jet terutama
?pesawat Gulfstream, Learjet, dan pesawat pribadi lain berharga tinggi. Tak pelak
lagi kehadiran model miniatur semacam itu berarti bahwa perusahaan itu memiliki
armada jet yang sangat mahal, kemewahan yang dibeli atas beban pemegang saham
sebab sang bos percaya bahwa tidaklah sesuai dengan martabatnya bila bepergian
dengan menumpang United, American, atau Delta, seperti orang biasa.
Dengan pertimbangan sama, investor yang berpengalaman boleh mencurigai pimpinan
perusahaan yang memberikan kontrak dekorasi ruangan-ruangannya kepada
"perusahaan arsitek interior" yang dikelola oleh istrinya (istri kedua, yang
lebih muda, yang berambut pirang). Hasilnya biasanya antara lain berupa kainkain pelapis mewah tapi dengan perabot yang secara geometris ganjil, hiasanhiasan keramik dengan warna-warna primer oleh seniman rakyat
187pemilik Mercedes, dan litograf seperti gaya lukisan Jim Dine, Frank Stella,
Sean Scully, atau Bruce Nauman, tapi harganya lebih mahal daripada karya ash
para empu modern itu. Di ujung seberang spektrum itu lebih jarang ditemukan di New York City daripada
?di lingkungan high tech Silicon Valley California dan Route 128
Massachusetts adalah para direktur yang kantornya memamerkan sikap egaliter:
?meja kerja logam, kursi berlapis vinil, lantai tanpa karpet, tak ada hiasan apa
pun pada dinding kecuali whiteboard, dan mungkin beberapa diagram. Orang-orang
dalam tahu bahwa bijaksana juga mewaspadai direktur macam ini. Pada hakikatnya,
presiden direktur suatu perusahaan merupakan kekuasaan pengambil keputusan utama
dari perusahaan tersebut. Namun sejumlah CEO atau presdir merasa bahwa tanggung
jawab seperti itu meresahkan. Untuk menghindarinya, mereka mengelilingi diri
dengan hiasan-hiasan bergaya rakyat jelata, bersembunyi di balik kedok pimpinan
perusahaan yang demokratis. Tata ruang sederhana adalah tanda pertama dan paling
nyata dari eksekutif yang terlalu takut mengambil keputusan.
Kantor Bernie tidak memperlihatkan apa pun seperti itu. Seperti orang yang
menempatinya, kantor itu teduh dan mewakili nilai-nilai tradisional. Hanya
sedikit lebih besar daripada kantor eksekutif lain di Senterex, ruang kerja
Bernie menempati sudut timur laut lantai 45. Jendela-jendelanya terbuka
menghadap panorama yang mencakup Central Park di utara (pada siang hari yang
cerah ia bisa melihat ke seberang Hudson hingga Westchester County dan lebih
jauh 188 lagi), dan gedung PBB di timur, East River, Queens, Long Island, dan kemilau
Samudra Atlantik di kejauhan. Meja kerja Bernie terbuat dari kayu mahoni
berwarna gelap yang diukir gaya klasik dengan penuh curahan hati; kursi
bersandaran tinggi dengan jok Jculit itu dibeli dari tukang-tukang yang membuat
perabotan Mahkamah Agung Amerika Serikat; sofa-sofanya berasal dari satu sumber,
empuk dan nyaman. Hanya ada sedikit barang-barang kecil, suvenir, ini-itu: satu
set pen Mont Blanc pada tempat dari batu granit, sipoa antik hadiah dari mitra
joint venture-nya di Cina, foto istri dan anak-anaknya yang berbingkai perak,
serta penindih kertas dari kristal yang dipotong berbentuk heksahedron sebagai
kenangan atas salah satu kegiatan amalnya, dan sebutir peluru besar ukuran
14,5^milimeter untuk senapan antitank PTRD Soviet yang jelek. Peluru dengan
panjang 17,5 senti dan garis tengah 2,5 senti itu dipahat dengan nama Bernie dan
pesan, "Kompi B, Batalion Ke-3: Inchon ke Sasaran dan kembali, 1950 1952. ?Semper Fidelis."
Untuk seni Bernie menggantung beberapa lukisan karya keluarga Wyeth N.C. sampai
?Andrew dan semuanya dibayar dari saku Bernie sendiri, bukan dari kantong
?Senterex. Dave menduga kehadiran karya seni itu karena selera Bernie yang luas
serta fakta bahwa salah satu anggota Direksi Senterex, Scott Thatcher, adalah
kolektor seni dengan reputasi besar dan sangat gemar dengan Brandywine school.
Dekor kantor Bernie hanya memperlihatkan dua keeksentrikan: buku-buku dan mesin
kopinya. Buku-buku itu sudah berusia satu dekade dan merupakan
189setengah dari kumpulan aliran yang dianggap Dave sebagai "penyembuhan
kepercayaan eksekutif segala jenis mulai dari In Search of Excellence sampai
?Reengineering the Corporation. Presiden direktur Senterex tidak bisa melewatkan
satu buku yang menjanjikan akan mengungkapkan rahasia-rahasia untuk meningkatkan
efektivitas manajerial. Ia membeli semuanya, membaca semuanya, percaya pada
semuanya setidaknya sampai muncul-yang baru.
?Dengan satu jari Dave menyusuri kulit sampul buku-buku itu dan tersenyum
mengingat kenangan yang ditimbulkannya.
Kemudian ada mesin kopi Bernie. Itu pun membuat Dave tersenyum. Suatu saat,
mungkin karena pengaruh salah satu guru motivasi yang berpangkalan di
California, Bernie memutuskan bahwa sekretaris eksekutif Senterex tidak
seharusnya ditugaskan membuat kopi. Tamu-tamu ke suite eksekutif itu tidak lagi
disapa dengan sopan oleh sekretaris anggun yang menawari kopi, teh, atau
cokelat. Melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing eksekutif untuk memiliki
mesin kopi, teh celup, dan termos cokelat panas sendiri.
Tak seorang pun bisa memahami mengapa Bernie menganggap penting bahwa para
eksekutif berbayaran enam angka harus menghamburkan waktu untuk merepotkan diri
dengan poci, penyaring, dan gilingan, tetapi ia tetap bergeming. Dapur kecil di
lantai 45 diubah menjadi ruang fotokopi, dan seluruh kantor eksekutif diberi
mesin kopi Toshiba. Hasilnya adalah bencana: noda pada karpet, bubuk kopi bertaburan pada dokumendokumen penting, dan lemari-lemari arsip yang mahal kehilangan pelitur 190 nya belum lagi tamu-tamu yang jengah, tercekik minuman yang disajikan kepada
?mereka, diam-diam mengeringkan cangkir mereka ke pot tanaman.
Sesudah sebulan bencana yang makin menghebat, staf sekretaris berontak. Mereka
mulai datang lebih pagi, menyelinap ke dalam kantor bos mereka, dan membuat kopi
sendiri. Tak lama kemudian perdamaian pulih di lantai 45, dan semua orang, mulai
dari Bernie ke bawah, tampaknya mendapatkan yang mereka inginkan.
Bernie, yang pelupa dalam urusan-urusan seperti itu dan lebih tergantung pada
sekretarisnya daripada yang mau diakuinya, rupanya kembali meninggalkan mesin
pembuat kopinya menyala. Dave menekan tombol off. "Terima kasih, Bernie,"
gumamnya. Poci itu separo penuh dengan campuran pribadi Bernie, sumber kecemburuan semua
orang di lantai itu. Dave menuang secangkir, meneguk, dan tersenyum. Bernie


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikeras bahwa San Francisco satu-satunya kota besar di Amerika tempat semua
kantor membanggakan diri karena menawarkan kopi dengan rasa paling sedap kepada
para tamu. Karena itu, ia memesan campuran kopi istimewa arabika, Kona, dan ?sesuatu lainnya untuk diterbangkkan dari San Francisco ke Senterex tiap bulan.
?Tetapi ia tak mau mengungkapkan nama pemasok tempat ia membelinya, atau
menyediakan biji kopi itu untuk eksekutif Senterex yang lain. "Aku ingin,"
Bernie tersenyum dibuat-buat, "orang ingat bahwa kopi tersedap di New York
disajikan oleh Bernie Levy. Dengan demikian, mungkin mereka akan kembali untuk
minum kopi lagi dan kita 191bisa berbisnis. Kalau kaii mau berbuat sama, pergilah cari kopimu sendiri."
Bernie. Dia punya sudut pemikiran sendiri pada segala hal. Deal maker terbesar.
Dave menikmati kopi itu. Benar-benar sempurna. Dalam hati ia bertanya-tanya
apakah ia bisa menemukan nama pemasoknya dalam berkas-berkas Bernie.
Penentuan prioritasmu keliru, Sobat. Kalau mau memeriksa berkas-berkas Bernie,
kau seharusnya mencari sesuatu yang lain.
Dave meletakkan cangkir kopinya dengan hati-hati di atas alas kuningan. Ia
memutar kursi sehingga menghadap lemari arsip Bernie, dan mengungkitnya hingga
terbuka. Laci paling atas berisi berkas-berkas pribadi dan rahasia dari pimpinan
Senterex dua deret map Pen-daflex Esselte kuning kehijauan, masing-masing
?mencantumkan label yang mengidentifikasi isinya. Label kuning untuk notulen
rapat Direksi. Label hijau menandai lembaga-lembaga amal yang terdekat di hati
Bernie: Bala Keselamatan, Children's Hospital, United Jewish Appeal, Lighthouse
for the Blind, ASPCA. Label putih pada delapan map mencantumkan nama masingmasing divisi operasi Senterex. Satu label biru bertuliskan "Lockyear
Laboratories". Label oranye untuk rencana dan prakiraan bisnis. Ungu untuk
analisis penanaman modal bagi sasaran akuisisi yang potensial. Selusin map
dengan label merah mencantumkan nama masing-masing eksekutif paling senior di
Senterex. Dave mengambil map yang mencantumkan namanya.
192 Berkas itu sungguh tipis. Isinya dimulai dengan fotokopi dari surat lamaran
aslinya ke Senterex. Foto yang tertempel dengan stapler memperlihatkan laki-laki
muda penuh semangat dengan potongan rambut dua dolar. Lamaran itu diikuti dengan
sejumlah memo untuk dan dari Bagian Personalia sebelum namanya diganti dengan
"Sumber Daya Manusia". Isinya berkaitan dengan promosi, kenaikan gaji, dan
pergantian tugas. Ada beberapa formulir asuransi, satu-dua penilaian dari orangorang yang pernah membimbingnya waktu permulaan ia bekerja di Senterex, serta
kopi dari berbagai perjanjian dan komitmen yang ditandatanganinya saat ia
menaiki tangga jabatan di perusahaan itu. Hampir di akhir berkas itu ia
menemukan sejumlah korespondensi antara pengacara Senterex dan Komisi Saham dan
Surat Berharga. Segera setelah Dave diangkat menjadi eksekutif dalam perusahaan,
transaksi saham apa pun yang dilakukannya akan bersangkutan dengan lembaga itu.
Helaian kertas terakhir dalam map itu adalah sepucuk surat dengan kop FBI.
Perut Dave berjungkir balik.
"Mr. Levy yang terhormat," demikian bunyinya. "Mengenai Mr. David P. Elliot,
orang yang sudah Anda kenal dan bekerja pada perusahaan Anda, dengan surat ini
kami memberitahukan bahwa kami ditugaskan untuk melakukan penyelidikan latar
belakang terhadap orang tersebut di atas, penyelidikan tersebut dianggap perlu
dan memadai menurut peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Kontraktor dan
Pemasok Hankam tahun 1953, seperti pada amandemen, dan menyinggung pemberian
security clearance 1$bagi para eksekutif dan direktur yang terlibat dalam operasi bisnis rahasia,
terbatas, tertutup, dan/atau masalah keamanan lainnya. Pemohon pemeriksaan
tersebut memerintahkan yang bertanda tangan di bawah ini untuk mengadakan
koordinasi dengan Anda membahas perinciannya secepat mungkin. Terima kasih atas
kerja sama Anda dalam hal ini." Uh-oh.
Undang-Undang Kontraktor dan Pemasok Hankam" Tapi Senterex tidak pernah bekerja
untuk Hankam. Bahkan, sebenarnya ia sama sekali tidak pernah mengerjakan proyek
pemerintah. Atau mungkinkah"
Dave membaca surat itu dua kali. Tidak banyak isinya.
Bagaimana dengan tanggalnya"
Tiga hari yang lalu. Surat itu bertanggal tiga hari yang lalu. Nah, apa arti
semua itu" Dan mengapa mengapa, mengapa, mengapa sesudah bertahun-tahun ini ? ?ada orang mencoba memperbarui security clearance yang sudah dibatalkan pada hari
ia dibebastugaskan dari Angkatan Bersenjata"
Lebih parah lagi... Lebih parah lagi, kecuali surat itu palsu, Dave adalah sasaran pemeriksaan
pemerintah federal. Dan Ransome memberitahu semua orang bahwa ia agen pemerintah
federal. Seandainya saja Dr. Sandberg benar: Ransome benar-benar agen FBI!
Tidak masuk akal. Pemerintah tidak memberikan kontrak untuk membunuh warga sipil
yang tak berdosa. Pemerintah tidak akan mengirim kelompok pembunuh
194 bayaran yang hebat untuk menghabisi businessman berusia 47 tahun. Itu cerita
untuk film, fiksi murahan, teori konspirasi. Oliver Stone, Geraldo Rivera, Rush
Limbaugh. Sudah pernah ada dugaan tanpa bukti Lee Harvey Oswald, Jack Ruby, Bill Casey,
?Martha Mitchell... Hanya orang-orang sinting yang mengemukakan pernyataan seperti itu, bahkan
seandainya dugaan tentang teori konspirasi itu benar, orang-orang yang tewas itu
dibunuh karena suatu alasan. Mereka tahu sesuatu. Mereka terlibat dalam sesuatu.
Mereka memiliki rahasia. Apa yang telah kausaksikan, apa yang telah kaudengar, apa yang kauketahui"
Tidak ada apa-apa. Dave tidak punya rahasia tidak tahu rahasia negara. Tidak
?ada... Mahkamah Militer itu rahasia. Mereka merahasiakan catatannya. Mereka mendesakmu
menandatangani janji untuk tidak pernah mengungkapkan apa yang terjadi.
Tidak, tidak, tidak. Itu sudah terlalu lama. Di samping itu, Dave bukanlah satusatunya yang tahu. Masih ada beberapa saksi lain. Dan semua orang, semua orang,
yang terlibat dalam sidang-sidang itu tahu anggota dewan, jaksa penuntut, ?pembela, notulis. Rasanya gila sekadar memikirkan bahwa...
Gila. Sekali lagi ia melihat surat FBI itu. Apakah ini asli" Apakah palsu" Apakah ada
cara untuk mencari tahu mengapa surat ini dikirimkan"
Ia mengangkat telepon Bernie dan menekan nomor yang tercetak di bawah nama orang
yang menanda - 195tangani surat tersebut. Telepon itu dijawab pada deringan pertama. "Anda
telah menelepon Federal Bureau of Investigation. New York City. Jam kantor kami
pukul 08.30 pagi sampai 17.30. Bila Anda tahu nomor pesawat orang yang hendak
Anda hubungi, harap tekan nomor itu sekarang. Bila tidak, harap tekan tombol
bintang sekarang." Dave tidak menyukai sistem telepon robot terkutuk ini. Ia menekan tombol
bintang. "Bila Anda hendak meninggalkan pesan untuk operator, harap tekan tombol
pagar. Bila Anda hendak mengakses sistem voice mail, harap tekan tombol '0'
sekarang." Ia menekan "0".
"Harap masukkan nama terakhir orang yang voice mail box-nya hendak Anda hubungi,
pakailah tombol pada telepon Anda. Pakailah '0' sebagai ganti huruf 'Q'."
Dave melihat tanda tangan pada surat itu. Ia memasukkan nama tersebut.
'Tidak ada orang dengan nama yang baru saja Anda masukkan yang bisa dihubungi
melalui sistem voice mail ini. Bila Anda salah memasukkan nama tersebut atau
hendak mengulang lagi, harap tekan tombol bintang sekarang."
Ia menutup telepon. Mungkin orang yang mengirim surat ini tidak bekerja untuk FBI. Mungkin ada di
sana, tapi namanya tidak dimasukkan ke database sistem telepon terkutuk itu.
Mungkin, mungkin, mungkin. Dave tidak tahu. Ia tidak punya jawaban. Tak ada
jawaban di mana pun. Ataukah ada" Ia perlu berpikir. Ada sesuatu yang ia lupakan
196 atau ia singkirkan dari pikirannya. Itulah kunci dari apa yang tengah terjadi.
Tapi mula-mula... Ia mempelajari berkas-berkas dalam lemari arsip Bernie. Personalia, Amal,
Prakiraan, Rapat Direksi, Kandidat Akuisisi, Operasi Divisi. Salah satu di
antara mereka mungkin menyimpan petunjuk. Ia meraih yang pertama dalam laci itu.
Saat ia melakukannya, Bernie kembali ke dalam ruangan.
Bernie tidak masuk dari ruang sekretarisnya, tetapi dari pintu di barat. Pintu
itu menghubungkan kantornya dengan ruang rapat direksi Senterex. Sambil berjalan
mundur, ia berbicara dengan seseorang yang masih berada di ruang rapat. "...
Bukankah kau mengetahuinya?"
Dave terlonjak, menahan napas, yakin jantungnya telah berhenti.
Bernie meneruskan, "Tunggu sebentar. Itu milikmu, kan, berkas surat di sana
itu?" Ia melangkah kembali ke dalam ruang rapat.
Dave melesat dari kursi Bernie, tergopoh-gopoh ke dalam lemari. Lemari itu
seperti yang ada di kantornya sendiri, model walk in yang luas. Bernie
memakainya untuk menyimpan segala macam keperluan rapat kuda-kuda besar, ?spidol, kaset, dan setengah lusin kuda-kuda untuk dipasang pada tripod. Direktur
Senterex tidak bisa memimpin rapat kerja tanpa menulis pada papan tulis.
Dave merapat pada dinding yang jauh, menarik pintu lemari itu sampai hampir
tertutup tapi tidak benar-benar tertutup.
Bernie masuk kembali ke kantor itu. "...seperti pisau menusuk jantungku,
begitulah." 197Suara lain menjawab, "ftau tak sendirian. Aku dan Olivia juga menyukai
David." Dave kenal suara itu. Logat sengau New England yang khas itu milik Scott C.
Thatcher, salah satu anggota Dewan Direksi Senterex, direktur perusahaannya
sendiri, dan salah satu sahabat dekat Dave.
"Jadi semuanya ini akhirnya mungkin akan beres," kata Bernie. "Si Ransome ini,
dia bukan orang sembarangan."
"Emmm." Dave bisa membayangkan Thatcher. Ia tentu sedang mengelus kumisnya yang
lebat model Mark Twain atau menyisirkan jari pada rambutnya yang putih, panjang,
dan acak-acakan. "Bernard, mengenai Mr. Ransome, menurutku apakah kau tak
berharap terlalu banyak?"
Keluar. Keluar sana sekarang juga. Thatcher akan mempercayaimu. Dialah satusatunya di dunia ini yang akan mempercayaimu.
"Aku" Apa maksudmu?"
"Hari ini bukan pertama kalinya aku menemui orang itu. Aku tak melupakan wajah
orang. Aku sudah pernah melihatnya sebelum ini, dan aku sudah pernah melihatnya
di gedung ini." Sekarang. Lakukanlah sekarang. Thatcher akan berada di pihakmu.
"Uh..." "Menurutku sekitar empat atau lima minggu lalu, di ruang rapat. Ia baru hendak
berlalu ketika aku masuk. Bahkan aku ingat jelas aku menanyaimu tentang dia."
Keluarlah saja dari lemari, Sobat. "Hai, Scotty! Wah, senang sekali berjumpa denganmu!"?198
Ia tak dapat melakukannya. Itu akan menyeret Thatcher ke dalam persoalan.
Membawa hidup Thatcher ke dalam bencana seperti hidupnya sendiri sekarang.
Tolol! Thatcher CEO perusahaan komputer terbesar nomor dua di dunia. Mereka
memajang fotonya pada sampul majalah Forbes, Fortune, Business Week. Tak ada
yang akan mengusiknya. "Omong kosong. Mishegaas."
"Sama sekali tidak. Dia memandangku dengan sikap yang sombong luar biasa. Aku
berkomentar tentang hal itu padamu. Kaujawab dia eksekutif dari perusahaan yang
rencananya akan kaubeli. Menilik sikap laki-laki itu, kupikir jawabanmu itu
mustahil." Dave meletakkan tangan pada kenop pintu lemari.
Lakukan! Lakukan! "Bukan aku. Tentu orang lain yang kauingat."
"Bernard, meskipun sudah tua dan lemah dan jauh dari musim semi masa mudaku, aku
belum lagi pikun. Laki-laki itu pernah ke sini," dan kaulah tuan rumahnya."
Dave memutar pegangan pintu perlahan-lahan, mendorong pintunya dengan lembut.
"Bernie Levy tak bohong."
"Kalimat keliru. Lebih tepatnya, orang akan berkata, 'Bernard Levy jarang bohong
sebab ia tahu dirinya canggung dalam melakukannya.'"
"Scotty, sahabatku..."
Melalui celah yang makin lebar Dave melihat Bernie merentangkan tangan
mengungkapkan isyarat keterbukaan yang palsu.
"Kita sahabat, Bernard, dan sudah empat puluh
199tahun lebih kita bersahabat. Aku salah satu anggota dalam dewan direksimu,
dan kau salah satu anggota dalam dewan direksiku. Di antara kita ada
kepercayaan. Kalau benar dalam masalah David ini ada lebih banyak daripada yang
mau kauungkapkan, aku harus menghormati hal itu karena alasan-alasanmu itu
?pasti baik." Sekarang atau tak pernah lagi, Sobat.
Dave menekankan telapak tangannya pada pintu. Radio dalam sakunya berdesis
bangun. Thatcher berkata, "Kalau perlu bantuan, kau bisa meneleponku kapan
saja." Dave mendorong. Bernie berkata, "Urusan ini lebih berat dari yang
kauketahui." Suara Ransome muncul di radio, memanggil, "Mr. Elliot" Apakah kau
copyT Thatcher berkata, "Tapi ingatlah selalu bahwa David sahabatku juga."
Ransome berkata, "Aku punya wewenang untuk menawarkan pemecahan kompromi yang
bisa diterima kedua belah pihak, Mr. Elliot." Dave menarik tangannya dari pintu.
Bernie berkata, "Dia seperti anakku sendiri." Thatcher menjawab, "Kalau begitu,
kuucapkan selamat malam. Olivia menungguku di rumah." Ransome berkata, "Mr.
Elliot, aku sungguh berterima kasih bila kau menjawab." Bernie berkata, "Selamat
malam." Suara Dave berkata, "Lupakan, konyol. Sekarang kau tentu sudah memasang
alat pelacak dan triangulation di seluruh gedung, kan, Ransome" Jadi suruh
mereka mencariku. Suruh mereka menemukan di lantai berapa aku sekarang. Coba
terka, Sobat. Aku tak ada di lantai berapa pun. Aku di luar, dan aku takkan
kembali. Hei, Ransome, kau boleh lari dan lari secepat mungkin, tapi kau tak
bisa menang-200 kapku!" Suara Ransome sedatar dan sedingin es. "Mr. Elliot, ini benar-benar
perilaku kekanak-kanakan yang tak dapat diterima." Bernie berbicara dari dekat
pintu, "Kau akan hadir dalam rapat komite audit minggu depan?" Suara kedua,
suara Partridge, muncul di radio. "Benar yang dikatakannya. Dia ada di Upper
West Side." Thatcher, kini sudah di luar kantor Bernie, menjawab, "Maaf. Aku
harus berada di Singapura. Ada yang harus dibicarakan dengan pemasok terbesar
kita." Di suatu tempat di Manhattan, Marge Cohen mematikan tape recorder.
Partridge berbisik, "Dia Jiilang. Mampuslah kita."
Dave berdiri tak bergerak, memikirkan komentar terakhir itu dalam benaknya.
5. Ia melangkah keluar dari lemari, pistolnya tergenggam ringan sejajar pinggang.
"Kalau kau bergerak, Bernie, aku akan menembakmu." Ia berusaha agar terdengar
sungguh-sungguh. Bernie sedang duduk di balik meja kerjanya, membalik-balik dokumen. Ia
mengangkat muka dengan ekspresi letih. "Halo, Davy. Senang berjumpa denganmu."
Ia terdengar seperti laki-laki yang sudah berusia sejuta tahun.
"Bernie, aku ingin tanganmu tetap di atas meja. Aku tak ingiti kau mencabut
pistol lain..." "Tak ada pistol lagi." Bernie melontarkan senyum samar.
"...atau sebotol Mace."
201Bernie mengangguk. "Kau tahu tentang itu?"
"Aku tahu." Dave berjalan lebih dekat. "Aku juga tahu tentang beberapa hal lain.
Tapi aku ingin tahu lebih banyak."
Wajah Bernie adalah model kesedihan. Ia memutar tangan hingga telapaknya
menghadap ke meja. Ketika ia berbicara Dave merasakan kata-katanya lebih
ditujukan untuk diri sendiri daripada untuk orang lain. "Ya. Begitulah. Kau
menghabiskan seluruh hidupmu mencoba jadi mensch sejati, manusia utama. Bekerja
keras, bermain jujur, mengatakan kebenaran, mengerjakan hal yang benar, jadi
patriot. Ketika semua itu selesai, tahukah kau apa selanjutnya" Akan kukatakan
apa. Bagi mereka kau tetaplah bukan apa-apa selain Yahudi kecil busuk. Hai,
Yahudi, kerjakan ini. Hai, Yahudi, kerjakan itu. Terima kasih, kau warga Amerika
yang baik. Sebagai orang Yahudi, cukuplah."
Ia menggeleng perlahan, sedih, beban seluruh dunia terpikul di pundaknya.
"Mereka memberiku Bintang Perak. Aku. Bernie Levy. Kau tahu itu, Davy?"
Dave menjawab dengan segenap kelembutan yang bisa ia kerahkan, 'Tidak, Bernie,
aku tak tahu." "Scotty, dia juga mendapatkannya. Aku, juga mendapatkannya. Hal paling
menyebalkan yang pernah kaulihat. Dua prajurit gila, benar-benar sinting, Letnan
Thatcher dan Kopral Levy. Menyerang tank Korea Utara, itulah yang kami lakukan.
Dia dengan senapan .45 dan granat tangan, aku dengan senapan M-l. Sungguh
sinting. Seharusnya kami sudah mati. Tapi sebaliknya kami berdua mendapatkan
Bintang Perak. MacArthur, dialah yang menyematkannya. Oh, kau seharusnya
menyaksikannya, Dave, seharusnya me-202


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyaksikannya. Scotty tergeletak di ranjang dengan satu kaki terangkat. Bernie
Levy berdiri di sampingnya. Laki-laki tua itu masuk. Ada fotografer dari majalah
Life memotret. Itu benar-benar peristiwa besar, Davy, mungkin saat terindah yang
pernah kualami. Dan MacArthur mulai menyematkan medali, dan tahukah kau" Scotty,
dia cuma letnan rendahan, Scotty mulai mengutuki sang jenderal. Sang jenderal!
Bisakah kau mempercayainya" Luar biasa. Itu mukjizat. Tak seorang pun pernah
menyaksikan hal seperti itu. Aku aku tertegun. Apakah dia, Scotty maksudku, ?pernah menceritakan hal itu padamu?" Dave menggeleng.
"Tercengang. Bernie Levy tercengang. Ayah Scotty adalah dokter dalam staf
MacArthur. Maksudku, di Jepang tak lama sesudah perang usai. Dia dan orang Rusia
ini dan seorang OSS sedang memeriksa penjahat-penjahat perang. Lalu mereka
menemukan sesuatu dan mereka menyampaikannya pada Jenderal dan sang jenderal
memerintahkan tutup itu rapat-rapat. Tapi mereka menolak, maka sang jenderal
memecat semuanya dan mencari dokter baru untuknya. Maka kau harus membayangkan
?ini maka lima atau enam tahun kemudian, seorang letnan yang sedang terbaring di
?ranjang dengan jenderal paling penting di dunia di dunia! yang sedang
? ?menyematkan Bintang Perak pada piamanya, dan ada fotografer memotret, dan
sekonyong-konyong sang letnan memarahi sang jenderal karena memecat ayahnya. Oh,
Davy, kau seharusnya ikut menyaksikannya. Sungguh chutzpahl Bernie Levy tak
pernah menyaksikan yang seperti ini!"
Dave tersenyum lebar. "Itu cerita bagus, Bernie."
203Seulas senyum kecil terlintas pada bibir Bernie. "Aku tahu," katanya, sambil
memandang lurus ke mata Dave dan mengangguk. Tiba-tiba senyum itu lenyap. Bernie
kembali tampak letih. "Oke, oke. Jadi kau mau bicara, Dave, kita akan bicara.
Mungkin aku akan mengatakan sesuatu padamu, mungkin tidak. Seorang laki-laki
masih tetap memiliki kehormatan. Itu tak dapat mereka rampas dariku. Jadi
duduklah, yang nyaman."
"Aku akan berdiri."
"Duduk, berdiri, apa bedanya?" Dengan tangan gemuknya Bernie menggenggam
secangkir kopi, mengangkatnya ke bibir, dan menghirup seteguk. "Kau mau aku
menuangkan secangkir kopi untukmu, Davy?"
"Yang kauminum tadi kopiku, Bernie."
Paras Bernie berubah. "Kopimu?"
"Ya. Aku menuangnya ketika melihat-lihat berkas arsipmu." "Kau minum kopiku?" Bernie tiba-tiba bersandar di kursinya. Ekspresi letih pada
wajahnya digantikan dengan senyum ironis. Senyum itu melebar. Bernie tertawa.
"Sungguh luar biasa. Kau minum kopiku. Sekarang, aku minum kopimu. Bukankah itu
luar biasa" Davy, ini begitu luar biasa, kau tak tahu."
Ia tertawa lebih keras, gelaknya jadi terbahak-bahak.
Dave mengernyit. "Aku tak menangkap leluconnya."
"Leluconnya" Ini lelucon yang luar biasa, Davy! Luar biasa! Dan yang paling
bagus dari semuanya, lelucon itu tertuju pada Bernie Levy!" Masih terguncangguncang tawa, Bernie bangkit berdiri dan, dengan cangkir kopi di tangan,
berjalan melintasi kantor itu.
204 Di samping jendela utara ada meja kerja bundar dan empat kursi bersandaran
tegak. Bernie meletakkan tangannya pada sandaran salah satu kursi itu,
mencengkeramnya dengan erat, dan berpaling pada Dave. "Ini lelucon paling hebat
di dunia!" Tiba-tiba, dengan kekuatan yang mencengangkan, Bernie mengangkat kursi itu dan
melemparkannya ke jendela. Kaca pecah berantakan ke luar, berpusar-pusar dalam
udara malam, dilecut angin dan sesaat tampak seperti badai permata, badai es,
cahaya putih terpantul dan terurai dan berkeredapan di antara kepingan-kepingan
intan. Embusan angin bercampur serpihan kaca menerjang kembali ke dalam kantor.
Satu kepingan menggoreskan garis lurus merah pada pipi kiri Bernie. Dave maju
selangkah dengan ragu-ragu. Bernie mengangkat sebelah tangannya, seolah
mengatakan padanya agar jangan mendekat. Semua kesedihan dalam wajahnya sudah
lenyap, dan ia kelihatan gembira seperti anak kecil. "Bernie Levy hanya bisa
menyalahkan Bernie Levy. Berbalik adalah permainan yang adil. Ini lelucon bagus,
Davy, terbagus di antara semuanya. Coba kukatakan padamu, hanya Tuhan sendirilah
yang bisa menciptakan lelucon seperti ini."
Bernie menghirup satu tegukan terakhir dari kopi itu, dan, sambil masih
memegangi cangkirnya, ia melangkah ke udara kosong.
6. Butuh waktu enam detik bagi sebuah*' objek untuk jatuh sejauh tiga ratus meter.
Dave punya cukup banyak waktu untuk mencapai jendela dan menyaksi 205kan Bernie Levy tewas. Di Vietnam ia sudah tentu menyaksikan cukup banyak
kematian. Ia butuh waktu lebih panjang daripada kebanyakan orang untuk jadi
keras terhadap hal itu, tetapi begitu ia jadi keras, tetap keraslah ia. Namun,
menyaksikan akhir riwayat Bernie, bahkan dari ketinggian, tetaplah mengerikan.
Sangat mengerikan. Bernie malang yang tambun itu meledak.
Tangan dan kaki tanpa tubuh, kepingan-kepingan daging merah, organ tubuh kelabu
meledak ke jalan. Darah, yang tampak hitam di bawah kilauan lampu jalan,
mengalir jadi sungai-sungai kecil. Sebuah mobil yang sedang melaju pesat ke
timur di Fiftieth Street menikung naik ke trotoar, memercikkan bunga api ketika
miring menyerempet gedung, dan terguling ke samping sambil mengepulkan asap.
Seorang wanita yang tersiram darah langsung pingsan. Teman laki-lakinya berlutut
muntah-muntah di tempat perempuan itu tergeletak. Orang-orang yang lebih jauh
menjerit. Sepotong dari Bernie Levy sebesar bola sepak menggelinding ke
persimpangan Park Avenue, mengakibatkan rem mendecit dan spatbor penyok. Seekor
anjing menarik lepas tali kekang dari genggaman kendur tuannya dan berlari penuh
semangat menuju bau memikat dari kotoran segar.
Empat puluh lima tingkat dari tanah, David Elliot mencondongkan badan ke luar
melalui jendela yang pecah, memalingkan muka, merasakan angin dingin dan tajam,
dan bersyukur bahwa udaranya begitu segar. Bicara ke angkasa, ia berbisik, "Ya
Tuhan, Bernie, mengapa kaulakukan ini" Tuhan, tak mungkin masalahnya seburuk
itu. Apa pun persoalannya, aku
206 tentu akan memaafkanmu. Kita seharusnya bisa mencari penyelesaiannya. Kau tak
perlu..." Suara berisik.
Bukan hanya di jalan di bawah, tetapi juga di koridor-koridor di luar kantor
Bernie. Kaki berlarian di karpet. Bunyi logam beradu dari senapan memasukkan
sebutir peluru ke pangkal laras. Sebuah suara tenang berlogat Appalachian:
"Hati-hati di atas sana."
Astaga! Ternyata selama ini selalu berada di lantai ini!
Dave mundur dari jendela, dan bergegas menyeberangi kantor itu, melemparkan diri
ke dalam lemari, meringkuk ngeri dalam kegelapan. Pintu ke kantor Bernie
membuka. Dave mendengar bunyi berdebam dan langkah diseret. Mata pikirannya
membayangkan pjemandangan itu taktik penyergapan baku: satu orang bertiarap di ?ambang pintu, jari yang menempel pada picu menegang; satu lagi berlutut,
membidikkan senapan otomatis membentuk lengkungan lebar saat mencari sasaran;
orang ketiga merunduk di belakang dan di atasnya, melakukan tindakan sama.
"Bersih?" Ransome berbicara dari luar kantor.
"Bersih. Tapi kita ada masalah."
"Apa?" "Yahudi itu bunuh diri. Terjun."
Raungan sirene dari jalan meredam separo bagian pertama jawaban Ransome. Yang
Dave dengar hanyalah, "...seharusnya sudah tahu dia takkan bisa menanggung beban
itu." "Kita punya beberapa memt sebelum polisi setempat tiba." Ransome ada di dalam
kantor sekarang, memegang kendali, memberikan perintah-perintah dengan
207suara lembut tenang. "Wren, bawa tiga orang dan pindahkan peralatan kita ke
pangkalan. Pakai tangga."
Pangkalan" Apakah mereka sudah mendirikan pangkalan operasi di lantai lain"
"Bluejay, telepon pakailah alat pengacak katakan pada bagian patologi bahwa
? ?aku butuh sampel darah subjek. Secepatnya. Perintahkan mereka membawanya dengan
ambulans dan antarkan ke sini."
Sampel darah" Dari mana gerangan mereka mendapatkan sampel darah" Sudah
berbulan-bulan darahmu tak pernah diambil, tidak sejak Dr. Sandberg... uh-oh. Oh
ya, sampel darahmu pernah...
"Sir?" "Pelacakan sidik DNA, Bluejay. Aku akan memercikkan sedikit darah subjek pada
kaca pecah itu." "Mengerti, Sir. Bagus sekali." m
"Kerjakan." "Siap, Sir."
Satu suara lain, lebih lemah, lebih tua. "Aku tak mengerti, Komandan."
Jurus Tanpa Bentuk 14 Dewi Ular Misteri Dewi Pembalasan Gadis Pecinta Monster 2

Cari Blog Ini