Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Sang Raja 5

Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien Bagian 5


tapi waspada, dengan pengintai-pengintai berkuda di depan, dan pengintai yang
berjalan kaki di kedua sisi, terutama di sisi timur; sebab pada sisi itu banyak
semak belukar gelap, tanah hancur yang dipenuhi ngarai dan tebing-tebing berbatu
terjal, dan di belakangnya lereng-lereng panjang suram Ephel Duath mendaki ke atas.
Cuaca masih bagus, dan angin tetap bertahan di barat, tapi tak ada yang bisa
Kembalinya Sang Raja Halaman | 171 menyingkirkan kemuraman dan kabut sedih yang bertahan di sekitar Pegunungan
Bayang-Bayang; di belakang mereka sesekali asap membubung tinggi dan
melayang-layang diembus angin di angkasa. Sekali-sekali Gandalf menyuruh
terompet-terompet dibunyikan, dan para bentara lalu berseru,
"Para Penguasa Gondor sudah datang! Tinggalkan negeri ini atau serahkan!"
Tapi Imrahil berkata, "Jangan katakan Para Penguasa Gondor. Katakan Raja
Elessar. Itulah yang benar, meski dia belum duduk di takhtanya; dan Musuh akan
lebih memperhatikan bila para bentara menggunakan nama itu."
Setelah itu tiga kali dalam sehari para bentara menggembar-gemborkan
kedatangan Raja Elessar. Tapi tak ada yang menjawab tantangan itu. Namun,
walau berjalan dalam suasana yang tampak damai, seluruh anggota pasukan, dari
yang terendah sampai yang tertinggi, merasa muram; sambil berjalan maju,
semakin lama semakin mereka merasakan firasat buruk. Menjelang akhir hari
kedua perjalanan sejak dari Persimpangan Jalan untuk pertama kalinya mereka
menjumpai tantangan Pertempuran. Sepasukan kuat Orc dan Easterling berupaya
menjebak Pasukan Gondor ke dalam serangan mendadak; dan itu terjadi persis di
tempat Faramir sudah mencegat orang-orang dari Harad, jalan besar yang
melewati sebuah ceruk dalam, melalui suatu tonjolan bukit-bukit timur. Tapi para
Kapten dari Barat sudah diperingatkan oleh pengintai-pengintai mereka,
orangorang mahir dari Henneth Annun yang dipimpin Mablung; musuh yang melakukan
serangan mendadak malah jadi terjebak. Sebab pasukan berkuda berjalan
melingkar ke barat dan muncul di sisi musuh serta di belakang mereka; maka
musuh-pun dihancurkan atau terdesak mundur ke perbukitan. Tapi kemenangan itu
tidak cukup membangkitkan semangat para kapten.
"Itu hanya pukulan pura-pura," kata Aragorn, "dan kuduga tujuan utamanya
adalah menipu kita agar kita keliru tentang kelemahan Musuh, bukan untuk melukai
kita, belum." Sejak malam itu dan seterusnya, para Nazgul datang dan mengikuti setiap
gerakan pasukan dari Barat. Mereka masih terbang tinggi dan di luar batas
pandang semuanya, kecuali Legolas; namun kehadiran mereka bisa dirasakan,
bagai kegelapan yang semakin pekat serta matahari yang kian terselubung; meski
para Hantu Cincin tidak menukik rendah di atas mereka, dan hanya diam saja,
tidak mengeluarkan mereka tak bisa melepaskan diri dari rasa ngeri yang
mencekam. Halaman | 172 The Lord of The Rings Demikianlah waktu dan perjalanan yang serasa tanpa harapan itu berlanjut
bagai tak berujung. Pada hari keempat dari Persimpangan Jalan dan hari keenam
sejak keberangkatan dari Minas Tirith, akhirnya mereka sampai ke batas akhir
negeri hidup, dan mereka mulai masuk ke tanah tandus yang terletak di depan
gerbang Celah Cirith Gorgor; mereka bisa melihat rawarawa dan gurun yang
membentang ke utara dan barat, sampai ke Emyn Mull.
Tempat itu begitu gersang dan mencekam, penuh getaran mengerikan, hingga
beberapa anggota pasukan terpaku ketakutan, tak mampu berjalan maupun naik
kuda lebih jauh ke utara. Aragorn memandang mereka, di matanya terpancar rasa
iba, bukan kemarahan; karena mereka adalah pemuda-pemuda dari Rohan dan
Westfold, atau lebih jauh lagi, atau petani-petani dari Lossarnach, yang sejak
masa kanak-kanak menganggap Mordor sebagai nama kejahatan, tapi hanya dalam
legenda, jauh dari kenyataan dalam kehidupan mereka yang bersahaja; kini
mereka berjalan seperti orang dalam mimpi menyeramkan yang menjadi
kenyataan, sama sekali tidak memahami perang ini atau mengapa nasib membawa
mereka pada keadaan seperti ini.
"Pergilah!" kata Aragorn. "Tapi pertahankan kehormatanmu sebisa mungkin,
dan jangan lari! Ada tugas yang bisa kalian lakukan, sehingga kalian tidak
terlalu malu. Ambillah jalan ke arah barat daya sampai tiba di Cair Andros. Kalau tempat
itu masih diduduki musuh, seperti yang kuduga, maka rebutlah kembali, kalau
kalian bisa; dan pertahankan tempat itu demi membela Gondor dan Rohan!"
Beberapa di antara mereka merasa malu terhadap kemurahan hati Aragorn,
hingga akhirnya mampu mengatasi rasa takut mereka; yang lainnya merasa
melihat harapan baru ketika mendengar tentang perbuatan gagah yang masih
mampu mereka lakukan, dan mereka pun berangkat. Dengan demikian, karena
banyak orang sudah ditinggal di persimpangan Jalan, para Kapten dari Barat
akhirnya datang bersama kurang dari enam ribu orang untuk menantang Gerbang
Hitam dan kedahsyatan Mordor.
Sekarang mereka maju perlahan, setiap saat bersiap-siap mendapat jawaban
atas tantangan mereka, dan mereka berkumpul bersama, sebab tak ada gunanya
mengirim pengintai atau sekelompok kecil orang keluar dari pasukan utama. Saat
malam tiba di hari kelima perjalanan dari lembah Morgul, mereka berkemah untuk
terakhir kali. Di sekeliling perkemahan mereka membakar kayu-kayu mati dan
semak-semak yang bisa ditemukan. Mereka melewatkan malam panjang itu sambil
tetap berjaga, dan mereka melihat banyak hal yang setengah kasat mata, berjalan
berkeliling di sekitar, juga mendengar lolongan serigala. Angin sudah berhenti
dan Kembalinya Sang Raja Halaman | 173 udara terasa diam. Mereka hampir tak bisa melihat apa-apa, sebab meski langit
tak berawan dan bulan yang membesar sudah berusia empat malam, banyak sekali
asap dan uap muncul keluar dari tanah, dan bulan sabit putih terselubungi kabut
Mordor. Malam semakin dingin. Ketika pagi sudah datang, angin mulai bergerak
lagi, tapi sekarang datangnya dari Utara, dan tak lama kemudian tiupannya
semakin kuat, menjadi semilir angin sepoi-sepoi yang makin lama makin kencang.
Semua makhluk malam sudah pergi, dan daratan kelihatan lengang.
Di Utara, di tengah sumur-sumur yang mengganggu perjalanan, terdapat
gundukan-gundukan besar pertama serta bukit-bukit bahan buangan dan batu-batu
pecah, serta tanah jahanam, muntahan makhluk belatung Mordor; tapi di sebelah
selatan, yang sekarang sudah dekat, muncul benteng raksasa Cirith Gorgor,
dengan Gerbang Hitam di tengahnya, dan kedua Menara Gigi, tinggi dan gelap di
kedua sisinya. Sebab dalam perjalanan mereka yang terakhir, para Kapten
menyimpang dari jalan lama saat jalan itu membelok ke timur, dan mereka
menghindari bahaya dari perbukitan yang tersembunyi.
Sekarang mereka mendekati Morannon dari arah barat laut, sama persis
dengan yang dilakukan Frodo sebelumnya. Kedua pintu besi Gerbang Hitam di
bawah palang lengkung yang tampak sangar tertutup rapat. Tak ada yang terlihat
di atas tembok benteng. Keadaan sepi, tapi terasa waspada. Akhirnya mereka
sampai ke penghujung kebodohan mereka, berdiri sedih dan kedinginan dalam
cahaya kelabu pagi buta, di depan menara-menara dan tembok-tembok yang tak
mungkin diserang pasukan mereka, meski seandainya mereka membawa mesinmesin
penggempur berkekuatan besar ke sana, dan musuh tak punya kekuatan
kecuali untuk mempertahankan gerbang dan tembok. Walau begitu, mereka tahu
bahwa semua bukit dan batu karang di sekitar Morannon dipenuhi musuh-musuh
tak terlihat, dan bangunan gelap di seberang sudah dilubangi dan dibuat
terowongan oleh kerumunan padat makhluk-makhluk jahat.
Sambil berdiri di sana, mereka melihat semua Nazgul berkumpul bersama,
melayang di atas Menara Gigi bagai burung pemakan bangkai; dan mereka tahu
mereka sedang diawasi. Tapi Musuh masih belum memberikan isyarat. Tak ada
pilihan bagi mereka, selain memainkan peran sampai selesai. Maka Aragorn
mengatur pasukan sebaik mungkin; mereka ditempatkan di atas dua bukit besar
bebatuan hancur dan tanah yang sudah ditumpuk selama bertahun-tahun kerja
keras oleh para Orc. Di depan mereka rawa besar berlumpur dan genangangenangan
yang berbau sangat busuk membentang ke arah Mordor, bagai parit.
Setelah semuanya selesai diatur, para Kapten melaju ke Gerbang Hitam dengan
Halaman | 174 The Lord of The Rings serombongan besar pengawal berkuda dan panji, serta bentarabentara dan peniup
terompet. Ada Gandalf sebagai pernimpin bentara, Aragorn bersama putra-putra Elrond,
Eomer dari Rohan, dan Imrahil; Legolas dan Gimli serta Peregrin juga diminta
ikut, agar semua musuh Mordor diwakili seorang saksi. Mereka maju sampai ke dalam
jangkauan pendengaran dari Morannon, lalu membuka gulungan panji, dan meniup
terompet-terompet; para tentara berdiri di luar barisan, berteriak nyaring agar
suara mereka terdengar sampai melewati tembok benteng Mordor.
"Keluar!" teriak mereka. "Penguasa Negeri Hitam agar keluar! Keadilan akan
diberlakukan terhadapnya. Karena dia sudah bersalah dengan berperang melawan
Gondor dan merebut wilayah-wilayahnya. Raja Gondor menuntut agar Penguasa
Negeri Hitam menebus kejahatannya, lalu pergi selamanya. Keluar!"
Kesunyian panjang menyusul, dari atas tembok dan gerbang tidak terdengar
teriakan atau bunyi sebagai jawaban. Tapi Sauron sudah mengatur rencana, dan
ingin mempermainkan tikus-tikus ini dengan kejam sebelum melancarkan pukulan
mematikan untuk mereka. Maka ketika para Kapten sudah hendak berbalik
kembali, kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan. Gemuruh dentum genderanggenderang
besar berkumandang bagai guruh di pegunungan, lalu terdengar
ringkikan terompet-terompet yang menggetarkan bebatuan dan mengejutkan
telinga manusia. Setelah itu pintu Gerbang Hitam dibuka dengan bunyi dentang
keras, dan keluarlah rombongan utusan Menara Kegelapan.
Di depannya melaju sebuah sosok tinggi dan jahat, menunggang kuda hitam,
kalau itu memang kuda; sebab bentuknya besar menjijikkan, dan wajahnya seperti
topeng menyeramkan, lebih menyerupai tengkorak daripada kepala hidup, di
rongga mata dan lubang hidungnya berkobar nyala api. Penunggang itu berjubah
serba hitam, topi bajanya yang tinggi juga hitam; tapi ini, bukan Hantu Cincin,
melainkan manusia hidup. Dialah Letnan Menara Barad-dur, tak ada yang ingat namanya dalam kisah
mana pun; sebab ia sendiri sudah melupakannya, dan Ia berkata, "Aku adalah
Mulut Sauron." Tapi konon ia seorang pembelot, berasal dari bangsa yang
dinamakan Numenorean Hitam; karena mereka menetap di Dunia Tengah di masa
kekuasaan Sauron, dan mereka memujanya, karena sudah terpikat ilmu jahat. la
mempersembahkan jasa layanannya pada Menara Kegelapan ketika Sauron sudah
bangkit kembali, dan karena kecerdikannya Ia semakin disenangi Penguasa
Kegelapan; Ia belajar sihir tinggi, dan tahu banyak tentang pikiran Sauron; dan
Ia Kembalinya Sang Raja Halaman | 175 jauh lebih kejam daripada para Orc. Dialah yang kini melaju keluar, bersamanya
datang serombongan kecil tentara berpakaian besi hitam, dan sebuah panji
tunggal, hitam berlambangkan Mata Jahat berwarna merah. Sekarang ia berhenti
beberapa langkah di depan para Kapten dari Barat dan memandang mereka dari
atas ke bawah, lalu tertawa.
"Adakah seseorang di tengah rombongan kacau balau ini yang punya
wewenang untuk berunding denganku?" tanyanya. "Atau bahkan yang cukup
cerdas untuk memahami aku" Setidaknya bukan kau!" ia mengejek, berbicara pada
Aragorn sambil mencemooh.
"Untuk menjadi raja, tak bisa sekadar memiliki sekeping kaca Peri, atau
pengacau-pengacau semacam ini. Perampok dari bukit juga bisa mengajak
pengikut-pengikut seperti ini!"
Aragorn tidak mengatakan apa pun untuk menjawab, tapi ia menatap mata
sang letnan dan menahannya, dan untuk beberapa saat mereka beradu mata; tapi
tak lama kemudian, meski Aragorn tak bergerak atau mengambil senjata, lawannya
gemetar dan bergerak kaget, seolah diancam dengan pukulan. "Aku seorang
tentara dan duta, tidak boleh diserang!" teriaknya.
"Di mana hukum seperti itu berlaku," kata Gandalf, "sudah menjadi kebiasaan
bahwa para duta juga tidak bersikap kurang ajar. Tapi tak ada yang
mengancammu. Kau tak perlu khawatir terhadap kami, sampai kau menyelesaikan
tugasmu. Kecuali majikanmu sudah lebih bijak, maka kau bersama semua
pelayannya berada dalam bahaya besar."
"Nah!" kata si Utusan. "Kalau begitu kaulah juru bicara, si tua berjenggot
kelabu" Bukankah kami sudah sering mendengar tentang dirimu, dan
pengembaraanmu, selalu merencanakan persekongkolan dan mengacau dari jarak
yang aman" Tapi kali ini kau menjulurkan hidungmu terlalu jauh, Master Gandalf;
akan kau lihat apa yang terjadi pada dia yang memasang jaring-jaring bodoh di
depan kaki Sauron yang Agung. Aku membawa tanda-tanda yang harus
kuperlihatkan padamu terutama padamu, kalau kau berani datang."
Ia memberi isyarat pada salah seorang pengawal, dan pengawal itu maju ke
depan sambil membawa sebuah buntalan dibungkus kain hitam. Si Utusan
menyingkap kain itu; dengan kaget dan sedih semua Kapten menyaksikan Ia mulamula
mengangkat pedang pendek yang selalu dibawa Sam, berikutnya sebuah
jubah kelabu dengan bros Peri, dan terakhir rompi dari logam mithril yang
dipakai Frodo di bawah pakaiannya yang lusuh. Pandangan mereka tertutup kegelapan,
Halaman | 176 The Lord of The Rings dan dunia seolah-olah berhenti bergerak dalam kesunyian sekejap; semangat
mereka padam dan harapan terakhir mereka sirna. Pippin yang berdiri di belakang
Pangeran Imrahil melompat ke depan dengan teriakan sedih.
"Diam!" kata Gandalf tegas, mendorong Pippin mundur; tapi Utusan itu tertawa
keras. "Jadi, kau membawa salah satu anak nakal bersamamu!" serunya. "Manfaat
apa yang kau lihat dalam diri mereka tidak terpikir olehku; tapi mengirim mereka
sebagai mata-mata ke Mordor sudah melebihi kebodohan yang biasanya
kautunjukkan. Bagaimanapun, aku berterima kasih padanya, sebab sudah jelas
bahwa anak nakal ini setidaknya pernah melihat benda-benda ini, dan sekarang
sia-sia kalau kau membantah hal itu."
"Aku tidak bermaksud membantah kebenaran itu," kata Gandalf "Memang, aku
kenal semua benda itu dan riwayatnya, dan meski kau mencemoohku, Mulut
Sauron yang busuk, kau tidak tahu sebanyak itu. Tapi mengapa kau membawanya
kemari?" "Jubah kurcaci, jubah Peri, pedang dari negeri Barat yang sudah runtuh, dan
mata-mata dari negeri tikus kecil di Shire jangan, jangan kaget! Kami sudah tahu
inilah tanda-tanda persekongkolan. Nah, mungkin dia yang memakai benda-benda
ini adalah makhluk yang tidak kau sesali kalau kau kehilangan, tapi mungkin juga
malah sebaliknya: makhluk yang justru sangat kau sayangi" Kalau begitu,
berembuklah cepat dengan memakai sedikit kecerdasan yang masih kau miliki.
Karena Sauron tidak menyukai mata-mata, dan nasibnya sekarang tergantung
pilihanmu." Tak ada yang menjawab; tapi Ia melihat wajah mereka kelabu ketakutan,
kengerian pun memancar dari mata mereka, dan ia tertawa lagi, sebab baginya
permainannya berlangsung baik. "Bagus, bagus!" katanya. "Kau sangat
menyayanginya, bisa kulihat itu. Atau mungkin tugasnya tak boleh gagal" Tapi
sekarang sudah gagal. Dan dia akan mengalami siksaan perlahan-lahan selama bertahun-tahun,
selama dan selambat yang bisa dilakukan ilmu kami di Menara Besar. Dan dia
takkan pernah dibebaskan, kecuali mungkin kalau dia sudah berubah dan patah
semangat, agar dia bisa datang kepadamu, dan kau bisa melihat akibat
perbuatanmu. Ini pasti terjadi, kecuali kau menerima syarat-syarat Penguasa-ku."
"Sebutkari syarat-syaratnya," kata Gandalf dengan sikap teguh, tapi mereka
yang berdiri di dekatnya menyaksikan kepedihan di wajahnya, dan kini Ia tampak
seperti orang tua keriput yang telah hancur dan kalah. Mereka yakin.ia akan
Kembalinya Sang Raja Halaman | 177 menerima syarat-syarat itu. "Ini syarat-syaratnya," kata si Utusan, dan ia
tersenyum sambil menatap mereka satu demi satu.
"Para pengacau dari Gondor dan sekutunya yang teperdaya harus mundur
segera ke seberang Anduin, setelah bersumpah tidak akan lagi menyerang Sauron
yang Agung dengan bersenjata, baik secara terbuka maupun rahasia. Semua
daratan sebelah timur Anduin akan menjadi milik Sauron, selamanya. Sebelah
barat Anduin sejauh Pegunungan Berkabut dan Celah Rohan akan menjadi jajahan
Mordor, dan penduduk di sana tidak boleh memiliki senjata, tapi akan mendapat


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

izin untuk mengatur urusan mereka sendiri. Tapi mereka akan membantu
membangun kembali Isengard yang sudah mereka hancurkan dengan
sembarangan, dan Isengard akan menjadi milik Sauron; di sana letnannya akan
tinggal: bukan Saruman, tapi seseorang yang lebih patut dipercayai."
Mereka bisa membaca pikiran si Utusan ketika menatap matanya. Tentu
dialah sang letnan itu, dan Ia akan mengumpulkan semua yang tersisa dari Barat
di bawah kekuasaannya; ia akan menjadi tiran mereka dan mereka akan menjadi
budaknya. Tapi Gandalf berkata, "Terlalu banyak tuntutan hanya untuk menyerahkan
seorang pelayan: dalam pertukaran ini terlalu banyak yang akan diterima
majikanmu. Seharusnya dia baru bisa memperoleh semua itu dengan melakukan
banyak pertempuran! Atau mungkin medan tempur Gondor sudah memusnahkan
harapannya kepada perang, sehingga dia merendahkan diri untuk berunding"
Kalau memang tawananmu itu begitu berharga bagi kami, kepastian apa yang kami
punyai bahwa Sauron, si Ahli Tipu, akan memegang janjinya" Di mana tawanan
ini" Bawalah dia kemari dan serahkan pada kami, maka akan kami pertimbangkan
tuntutan itu." Gandalf yang memperhatikan lawannya dengan saksama, seakan-akan
terlibat pertarungan anggar dengan musuhnya, merasa melihat si Utusan bingung
selama satu tarikan napas; tapi dengan cepat ia tertawa lagi. "Jangan bersikap
kurang ajar pada Mulut Sauron dan jangan bermain kata-kata!" teriak si Utusan.
"Kau menghendaki kepastian! Sauron tidak akan memberikan. Kalau kau menuntut
pengampunannya, kau harus menaati tuntutannya. Begitulah syarat-syaratnya.
Ambil atau tinggalkan!"
"Ini yang akan kami ambil!" kata Gandalf tiba-tiba. la menyingkap jubahnya,
dan cahaya putih bersinar bagai pedang di tempat gelap. Si Utusan mundur melihat
tangan Gandalf yang diacungkan. Gandalf mendekatinya, merebut dan mengambil
Halaman | 178 The Lord of The Rings benda-benda itu: jubah, rompi, dan pedang. "Ini akan kami ambil sebagai kenangan
kepada kawan kami," teriaknya. "Mengenai syarat-syaratmu, kami menolak
semuanya. Pergilah, karena tugasmu sebagai duta sudah berakhir, dan kematian
sudah menjemputmu. Kami datang ke sini bukan untuk membuang kata-kata dalam
perundingan dengan Sauron yang terkutuk dan tak bisa dipercaya; apalagi dengan
salah satu budaknya. Pergi!"
Utusan Mordor itu tidak tertawa lagi. Wajahnya berkerut penuh keheranan dan
kemarahan, mirip binatang liar yang merunduk siap menerkam mangsa, namun
dipukul moncongnya dengan cambuk menyengat. Kemarahan memenuhi hatinya,
mulutnya meneteskan lendir liur, dan bunyi-bunyi marah yang tidak jelas keluar
dari tenggorokannya. Tapi saat menatap wajah-wajah garang para Kapten dan mata
mereka yang memancarkan tatapan mematikan, rasa takut pun mengalahkan
kemarahannya. la berteriak keras dan berbalik, melompat ke atas kuda jantannya,
dan bersama rombongannya menderap liar kembali ke Cirith Gorgor. Sementara
mereka pergi, serdaduserdadunya meniup terompet dengan isyarat yang telah
disepakati; dan sebelum mereka sampai ke gerbang, Sauron sudah membuka
perangkapnya. Genderang berdentam dan api berkobar. Pintu-pintu besar Gerbang Hitam
terbuka lebar. Pasukan besar keluar cepat bagai air bah yang meluncur deras dan
bergulung-gulung saat pintu air dibuka. Para Kapten naik kembali ke kuda
masingmasing dan mundur menghindar; pasukan Mordor mengeluarkan teriakan
mencemooh. Debu beterbangan menyesakkan udara, ketika dari dekat datang
pasukan kaum Easterling yang sudah menunggu isyarat dalam bayang-bayang
Ered Lithui di seberang Menara yang lebih jauh.
Dari bukit-bukit di kedua sisi Morannon mengalir para Orc yang tak terhingga
jumlahnya. Manusia-manusia dari Barat sudah terperangkap, dan tak lama
kemudian, di sekeliling bukit-bukit kelabu tempat mereka berdiri, bala tentara
berkekuatan sepuluh kali dan lebih dari sepuluh kali lipat kekuatan Barat
mengepung mereka dalam lautan musuh. Sauron sudah menggigit umpan dengan
rahang baja. Aragorn hanya punya sedikit sekali waktu untuk mengatur pasukan
tempurnya. Di atas bukit yang satu Ia berdiri bersama Gandalf, dan di sana
berkibar panji Pohon dan Bintang, indah dan nekat.
Di atas bukit lain di dekatnya berdiri panji-panji Rohan dan Dol Amroth, Kuda
Putih dan Angsa Perak. DI sekeliling setiap bukit dibentuk lingkaran menghadap
ke semua arah, siap tempur dengan tombak dan pedang. Sementara di depan,
menghadap ke Mordor, di mana serangan pahit pertama akan terjadi, berdiri
putraKembalinya Sang Raja
Halaman | 179 putra Elrond di sisi kiri, dengan kaum Dunedain di sekeliling mereka; di sisi
kanan berdiri Pangeran Imrahil bersama orang-orang Dol Amroth yang jangkung dan
gagah, serta orang-orang pilihan dari Menara Pengawal. Angin berembus,
terompet-terompet bernyanyi, dan panah-panah berdesing; matahari yang sedang
naik ke arah Selatan terselubung oleh rawa-rawa Mordor, bersinar melalui kabut
yang mengancam, jauh, merah pudar, seakanakan sudah mendekati akhir hari itu,
atau bahkan kiamat dari seluruh dunia cahaya. Lalu para Nazgul datang dengan
suara dingin mereka, meneriakkan kata-kata kematian; maka semua harapan
padam. Pippin menunduk, hancur luluh dalam kengerian saat mendengar Gandalf
menolak syarat-syarat Sauron, dan dengan demikian menghukum Frodo dengan
siksaan Menara; tapi kini Ia sudah bisa menguasai diri lagi, dan ia berdiri di
samping Beregond, di barisan depan pasukan Gondor bersama anak buah Imrahil.
Pippin merasa lebih baik segera mati dan meninggalkan kisah pahit hidupnya,
sebab rasanya semua sudah hancur berantakan.
"Seandainya Merry ada di sini," ia mendengar dirinya sendiri berkata,
berbagai pikiran berpacu dalam benaknya, sementara Ia memperhatikan musuh
maju menyerang. "Nah, nah, sekarang setidaknya aku bisa lebih memahami Denethor yang
malang. Mungkin saja kami mati bersama, Merry dan aku, dan berhubung kami
akan mati, mengapa tidak" Well, karena dia tidak ada di sini, kuharap dia
menjumpai akhir yang Iebih mudah. Tapi kini aku harus berupaya sebaik mungkin."
la menghunus pedang dan menatapnya, jalinan ukiran merah dan emas, serta
lambang-lambang Numenor yang berkilauan seperti api di atas mata pedangnya.
"Untuk saat seperti inilah pedang ini dibuat," pikirnya. "Seandainya aku bisa
memukul Utusan jahat itu dengan pedangku, maka aku hampir menyamai jasa
Merry. Well, aku akan memukul beberapa makhluk busuk ini sebelum akhir tiba.
Semoga aku bisa melihat sinar matahari sejuk dan rumput hijau lagi!"
Sementara Pippin memikirkan hal-hal itu, serbuan pertama menghantam
mereka. Para Orc yang terhalang oleh rawa-rawa yang membentang di depan
perbukitan, berhenti dan menembakkan panah-panah mereka ke barisan depan.
Dengan mengaum bagai hewan liar, sepasukan besar troll perbukitan yang berasal
dari Gorgoroth datang menerobos pasukan Orc. Mereka lebih tinggi dan lebar
daripada Manusia, dan mereka hanya berpakaian jala sisik tanduk yang ketat, atau
mungkin juga itu kulit asli mereka yang menjijikkan; mereka membawa perisai
Halaman | 180 The Lord of The Rings bundar besar dan hitam, serta memegang palu berat dengan tangan mereka yang
benjol-benjol. Dengan nekat mereka meloncat ke dalam rawa-rawa dan berjalan
melintasinya, sambil berteriak. Seperti badai mereka menghantam barisan
orangorang Gondor; memukul topi baja dan kepala, lengan dan perisai lawan
mereka, seperti tukang besi menempa besi panas. Di sebelah Pippin, Beregond pingsan
kewalahan, dan jatuh; pemimpin troll besar yang sudah memukulnya sampai jatuh,
membungkuk di atasnya dan menjulurkan cakar untuk mencengkeram; sebab
makhluk-makhluk keji ini menggigit leher musuh yang mereka jatuhkan. Lalu Pippin
menusuk ke atas, mata pedangnya yang penuh lambang-lambang Westernesse
menusuk menembus kulit hingga jauh ke dalam alat vital si troll, dan darahnya
yang hitam menyembur keluar.
Troll itu terhuyung ke depan dan jatuh bagai batu karang runtuh, menimpa
mereka yang ada di bawahnya. Kegelapan, bau busuk, serta kesakitan yang luar
biasa menimpa Pippin, dan pikirannya serasa runtuh ke dalam kegelapan besar.
"Sudah berakhir, seperti telah kuduga," sempat terlintas dalam benaknya,
sesaat sebelum kesadarannya hilang; Ia tertawa sedikit dalam benaknya, nyaris
gembira karena akhirnya bisa membuang semua keraguan, keprihatinan, dan
ketakutan. Ketika pikirannya melayang pergi ke dalam kealpaan, Ia mendengar
suara-suara seolah berteriak di suatu dunia yang jauh di atas, "Para Rajawali
datang! Para Rajawali datang!" Untuk sejenak pikiran Pippin melayang diam.
"Bilbo!" katanya. "Tidak! Itu kan ada dalam ceritanya, dulu, sudah lama berlalu.
Ini ceritaku, dan sekarang sudah berakhir. Selamat tinggal!" Kemudian pikirannya
terbang jauh dan matanya tidak melihat apa-apa lagi.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 181 BUKU ENAM Menara Cirith Ungol Sam bangkit dari lantai dengan susah payah, sambil menahan rasa sakit.
Untuk beberapa saat Ia bingung di mana Ia berada, lalu Ia teringat kembali semua
kesengsaraan dan keputusasaan yang dialami-nya. la berada dalam gelap pekat,
di luar gerbang bawah benteng Orc; pintunya yang terbuat dari kuningan tertutup
rapat. Rupanya ia jatuh pingsan ketika membantingkan diri ke pintu itu; tapi
berapa lama Ia sudah berbaring di situ, Ia tidak tahu. Saat itu hatinya panas, nekat,
dan marah; sekarang Ia menggigil kedinginan. la merangkak ke arah pintu dan
menempelkan telinganya ke situ. Jauh di dalam Ia mendengar sayup-sayup suara
berisik para Orc, tapi tak lama kemudian mereka diam atau keluar dari jangkauan
pendengarannya. Kepala Sam sakit dan matanya berkunang-kunang dalam gelap,
tapi ia berjuang untuk tenang dan berpikir. Sudah jelas tak ada harapan baginya
untuk masuk ke benteng Orc melalui gerbang itu; bisa jadi ia harus menunggu di
sini berhari-hari sebelum pintu itu dibuka lagi, dan Ia tak bisa menunggu: waktu
sangat berharga. la tidak ragu lagi tentang tugasnya: Ia harus menyelamatkan
majikannya atau tewas dalam upaya itu.
"Jauh lebih besar kemungkinan aku tewas, dan itu malah lebih gampang," ia
berkata dengan muram pada diri sendiri, sambil menyarungkan Sting dan menjauhi
pintu-pintu kuningan. Perlahan-lahan Ia meraba-raba jalan kembali dalam gelap
sepanjang terowongan, karena Ia tidak berani menggunakan cahaya Peri; sambil
berjalan ia mencoba merangkai kembali semua kejadian sejak ia dan Frodo
meninggalkan Persimpangan Jalan. Ia bertanya-tanya sudah jam berapa sekarang.
Mungkin antara hari kemarin dan hari berikutnya, pikirnya; tapi Ia juga sudah
tak ingat lagi hitungan hari-hari saat itu. la berada dalam suatu dunia gelap di
mana hari-hari dunia seolah terlupakan, juga semua yang masuk ke dalamnya dilupakan
orang. "Aku bertanya-tanya apakah mereka masih memikirkan kami," katanya, "dan
apa yang terjadi pada mereka semua, jauh di sana." Ia melambaikan tangan
dengan ragu di depannya; tapi sebenarnya ia sekarang sedang menghadap ke
selatan, kembali ke terowongan Shelob, bukan ke Barat.
Di dunia luar sebelah Barat, waktu sudah menjelang tengah hari pada hari
keempat belas bulan Maret menurut hitungan Shire; saat itu Aragorn sedang
Halaman | 182 The Lord of The Rings memimpin armada hitam dari Pelargir, dan Merry sedang berkuda bersama kaum
Rohirrim melalui Lembah Stonewain, sementara di Minas Tirith api berkobar dan
Pippin memperhatikan kegilaan yang semakin berkembang di mata Denethor.
Meski begitu, di tengah semua keprihatinan dan kecemasan, pikiran kawan-kawan
mereka selalu kembali pada Frodo dan Sam. Mereka tidak dilupakan. Tapi mereka
jauh di luar jangkauan pertolongan, dan belum ada yang bisa memberikan bantuan
pada Samwise putra Hamfast; Ia benarbenar sendirian.
Akhirnya Sam sampai ke pintu batu lorong Orc, dan karena belum bisa
menemukan kunci atau gerendel yang menguncinya, Ia memanjat pintu itu seperti
sudah Ia lakukan tadi, lalu melompat perlahan ke lantai. Diam-diam Ia berjalan
keluar dari terowongan Shelob, di mana potongan-potongan jaringnya yang besar
masih berayun dan bergoyang di udara dingin.
Bagi Sam udara terasa dingin setelah Ia keluar dari kegelapan yang menekan,
tapi embusannya menyegarkan. Dengan hati-hati Ia merangkak keluar. Semuanya
sepi, kesepian yang mengancam. Cuaca remang-remang seperti senja di
penghujung hari yang gelap. Uap yang naik di Mordor dan mengalir ke arah barat
melintas rendah di atas kepalanya, seperti tumpukan besar awan campur asap
yang kini disinari cahaya merah redup dari bawah. Sam menengadah dan
memandang ke menara Orc, dan tiba-tiba dari jendela jendelanya yang sempit
memancar cahaya seperti mata kecil merah. la bertanya dalam hati, mungkinkah
itu semacam isyarat. Sekarang ketakutannya kepada para Orc, yang sempat
terlupakan karena tadi Ia begitu marah dan hatinya remuk redam, kembali
menyerangnya. Rasanya hanya satu jalan yang mungkin diambilnya: ia harus mencari jalan
masuk utama ke menara menyeramkan itu; tapi lututnya terasa lemas dan
tubuhnya gemetaran. Sambil melepaskan pandang dari menara dan tanduk Celah
di depannya, ia memaksa kakinya yang enggan menaatinya, lalu perlahanlahan,
sambil menajamkan pendengaran dan mengintai ke dalam bayangan pekat batubatu
karang di sisi jalan, Ia menapak tilas langkahnya, melewati tempat Frodo
jatuh, di mana bau busuk Shelob masih tertinggal, lalu terus dan naik, sampai
akhirnya Ia berdiri lagi di celah yang sama, tempat Ia tadi memakai Cincin dan
melihat rombongan Shagrat melewatinya. Di sana ia berhenti dan duduk. Untuk
sementara Ia tak bisa memaksakan diri terus berjalan. la merasa bahwa begitu
melangkah melewati mahkota celah dan benar-benar masuk ke negeri Mordor,
maka ia tak mungkin mundur lagi. la takkan pernah kembali. Tanpa tujuan jelas Ia
mengeluarkan Cincin dan memakainya.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 183 Segera ia merasakan bobot benda itu membebaninya; sekali lagi Ia
merasakan kekejian Mata Mordor, lebih kuat dan mendesak, mencaricari, mencoba
menembus bayangan yang sudah diciptakannya demi pertahanan diri sendiri, dan
kini menghalanginya dalam kericuhan dan keraguannya. Seperti sebelumnya, Sam
mendapati pendengarannya jadi lebih tajam, tapi dalam penglihatannya semua
benda di dunia ini kelihatan tipis dan samarsamar. Dinding-dinding batu karang
di sisi jalan itu tampak pucat, seolah terlihat melalui kabut, tapi dari jauh Ia
mendengar bunyi Shelob tersiksa; Ia juga mendengar teriakan-teriakan dan
benturan logam, keras dan jelas, seolah-olah sangat dekat. la melompat berdiri
dan menekan tubuhnya ke dinding samping jalan. la bersyukur ada Cincin, karena
ternyata ada satu lagi pasukan Orc berjalan. Atau begitulah pikirnya mula-mula.
Tiba-tiba ia menyadari bahwa itu tidak benar, bahwa pendengarannya menipunya:
teriakan-teriakan Orc datang dari menara, dan tanduk menara paling atas sekarang
berada tepat di atas Sam, di sisi kiri Celah.
Sam gemetar dan berusaha memaksa diri untuk bergerak. Jelas sekali ada
semacam kekejaman sedang berlangsung. Meski sudah ada perintah, Orc-Orc
mungkin sudah kesetanan dan mereka sedang menyiksa Frodo, atau bahkan
mencincangnya dengan buas. Sam mendengarkan; sementara itu secercah
harapan timbul di hatinya. Tak perlu diragukan lagi: ada pertikaian di menara.
Pasti para Orc saling berperang di antara mereka sendiri. Shagrat dan Gorbag sedang
berkelahi. Meski dugaan itu hanya membawa harapan kabur, tapi sudah cukup
untuk membangkitkan semangatnya. Mungkin saja ada kesempatan. Rasa
sayangnya pada Frodo timbul, mengalahkan pikiranpikirannya yang lain, dan untuk
sementara Ia lupa semua bahaya yang mengancamiiya; ia berteriak keras-keras,
"Aku datang, Mr. Frodo!"
la berlari menuju jalan yang mendaki, dan melewatinya. Segera jalan itu
membelok ke kiri dan terjun ke bawah dengan curam. Sam sudah masuk ke
Mordor. la melepaskan Cincin, mungkin karena terdorong firasat ada bahaya meski
sebenarnya Ia hanya ingin bisa melihat lebih jelas.
"Sebaiknya melihat yang terburuk," gerutunya. "Tidak baik berjalan
terhuyunghuyung dalam kabut!" Pemandangan negeri yang dilihatnya ternyata keras,
kejam, dan getir. Di depan kakinya, punggung gunung tertinggi Ephel Duath terjun dengan
lerenglereng besar curam ke palling gelap, di sisi terjauhnya menjulang sebuah


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Halaman | 184 The Lord of The Rings punggung lain, jauh lebih rendah, pinggirannya penuh takikan dan bergerigi
dengan tebing-tebing batu, seperti gigi taring yang menonjol hitam, dilatarbelakangi
cahaya merah di belakangnya: itulah Morgai yang suram, lingkaran paling dalam pagar
negeri itu. Jauh di seberangnya, hampir lurus di depan, di seberang sebuah
telaga kegelapan luas yang dipenuhi bercakbercak api kecil, ada cahaya besar menyala;
dari sana naik asap berputarputar menyerupai tiang-tiang besar, merah kelabu
pada akar-akarnya, dan hitam di atas, di mana asap itu berbaur dengan
langitlangit bergelombang yang menutupi seluruh negeri terkutuk itu. Sam menatap
Orodruin, Gunung Api. Sesekali tungku-tungku jauh di bawah kerucutnya yang
pucat akan memanas, dan dengan gelombang menggelora dan denyutan keras
memuntahkan sungai lelehan batu-batuan dari retakanretakan di sisinya. Beberapa
mengalir membara menuju Barad-dur melalui saluran-saluran besar; beberapa
mengalir berkelok-kelok ke padang berbatu, sampai kemudian mendingin dan
tergolek seperti sosok-sosok naga terpelintir yang dimuntahkan dari bumi yang
tersiksa. Tepat saat Glinting Maut bekerja keras seperti itu Sam menyaksikannya, juga
cahayanya yang terpotong oleh tabir tinggi Ephel Math dari pandangan mereka
yang mendaki lewat jalan dari Barat, dan sekarang menyala silau ke arah wajah
batu yang dingin, hingga seolah-olah wajah-wajah itu berlumuran darah. Dalam
cahaya menakutkan itu Sam berdiri terperanjat, sebab sekarang dengan menoleh
ke sisi kirinya, ia bisa melihat Menara Cirith Ungol dalam keseluruhannya yang
menakjubkan. Tanduk yang dilihatnya dari sisi seberang ternyata baru menara
paling atas. Sedangkan sisi sebelah timur terdiri atas tiga tingkat, menjulang
ke atas dari sebuah ambal di sisi pegunungan jauh di bawah; sisi belakangnya
menghadap sebuah batu karang besar, dan dari sana ia menonjol keluar dengan
benteng-benteng kemelut saling bertumpuk, makin ke atas makin mengecil,
dengan tembok-tembok curam dari batu yang disusun dengan keterampilan tinggi,
menghadap ke timur laut dan tenggara. Di sekitar tingkat paling bawah, 60 meter
di bawah tempat Sam sekarang berdiri, ada sebuah dinding benteng yang
mengelilingi pelataran sempit. Gerbangnya yang terletak di sisi tenggara yang
dekat ke situ, membuka ke suatu jalan lebar, sedangkan pembatas sisi jalan itu
menjulur sepanjang tebing sebuah jurang, sampai membelok ke selatan dan
berkelok-kelok masuk ke kegelapan, untuk bergabung dengan jalan yang melintasi
Celah Morgul. Lalu jalan itu menjulur terus melalui sebuah celah bergerigi di Morgai, keluar
ke lembah Gorgoroth dan terus ke Barad-dur. Jalan sempit di atas, tempat Sam
Kembalinya Sang Raja Halaman | 185 berdiri, melompat turun dengan cepat, berupa anak tangga dan jalan curam, untuk
bertemu dengan jalan utama di bawah tembok-tembok dekat gerbang Menara.
Sementara memandangi, tiba-tiba Sam menyadari dengan terkejut bahwa benteng
ini sebenarnya dibangun bukan untuk menghindari musuh masuk ke Mordor, tapi
justru untuk menahan mereka di dalam.
Memang menara itu salah satu hasil karya Gondor lama berselang, sebuah
pos penjagaan di timur untuk pertahanan Ithilien, yang dibuat setelah
Persekutuan Terakhir, ketika orang-orang Westernesse mewaspadai negeri Sauron yang jahat,
di mana makhluk-makhluknya masih bersembunyi. Tapi sama seperti di Narchost
dan Carchost, Menara-Menara Gigi, di sini penjagaan juga gagal. Oleh
pengkhianatan, Menara sudah direbut oleh Penguasa Hantu Cincin, dan sudah
bertahun-tahun dicengkeram kejahatan. Sejak kembali ke Mordor, Sauron
menganggapnya cukup bermanfaat; sebab ia hanya mempunyai sedikit pelayan,
tapi banyak sekali budak dari ketakutan, dan tujuan utamanya sejak zaman dulu
adalah mencegah pelarian dari Mordor. Meski seandainya ada musuh yang begitu
nekat mencoba masuk diam-diam ke negeri itu, menara itu juga berfungsi sebagai
Penjaga yang tak pernah tidur, mengawasi siapa pun yang mungkin melewati
penjagaan Morgul dan Shelob.
Sam melihat jelas bahwa tak ada harapan baginya kalau ia merangkak
melewati tembok-tembok bermata banyak itu dan masuk ke gerbang yang dijaga
ketat. Kalaupun Ia berhasil, Ia takkan bisa berjalan jauh di jalan yang dijaga
di seberang itu: bayangan-bayangan hitam tebal yang tak bisa ditembus cahaya
merah juga tidak akan melindunginya terhadap penglihatan tajam para Orc. Tapi
meski jalan itu kelihatan tanpa harapan, tugasnya kini jauh lebih berat dan
buruk: bukan menghindari gerbang dan meloloskan diri, tapi memasukinya sendirian.
Pikirannya beralih pada Cincin, tapi itu tidak membuatnya terhibur, malah
membuatnya merasakan kengerian dan bahaya. Begitu berada dalam jarak
pandang Gunung Maut yang membara jauh di sana, ia menyadari perubahan pada
beban yang dibawanya. Semakin dekat ke tungku api besar tempat Ia ditempa dan
dibentuk di zaman lampau, Cincin itu jadi semakin jahat, tak bisa dikendalikan
kecuali oleh kehendak yang sangat kuat. Ketika Sam berdiri di sana, meski Cincin
itu tidak dipakainya dan hanya menggantung pada rantai di lehernya, ia merasa
dirinya seakan-akan membesar, seolah terselubung bayangan besar dirinya dalam
bentuk menyimpang, bagai ancaman besar dan berbahaya yang tertangkap
tembok-tembok Mordor. Ia merasa bahwa sekarang Ia punya dua pilihan: menahan
diri dan bersabar terhadap Cincin, meski akan tersiksa olehnya; atau menuntut
hak Halaman | 186 The Lord of The Rings atasnya, dan menantang kekuatan yang duduk di bentengnya yang gelap di
seberang lembah bayangan.
Cincin itu mulai menggodanya, menggerogoti kehendak dan pikirannya.
Khayalan-khayalan liar bangkit dalam pikirannya; Ia seakan-akan melihat Samwise
yang Kuat, Pahlawan Zaman, melangkah dengan pedang menyala melintasi negeri
gelap, bala tentara berdatangan memenuhi panggilannya saat Ia maju untuk
membinasakan Barad-dur. Lalu semua awan lenyap dan matahari putih bersinar;
atas perintahnya seluruh lembah Gorgoroth menjadi kebun bunga dan pepohonan,
dan menghasilkan buahbuahan. la cukup memakai Cincin dan mengakuinya
sebagai miliknya, dan semuanya akan terwujud. Saat cobaan itu datang, hanya
rasa sayang pada majikannya yang menolongnya untuk tetap teguh; lagi pula jauh
di dalam hati, akal sehatnya sebagai hobbit masih belum terkalahkan, pada
dasarnya Ia tahu bahwa dirinya tak cukup hebat untuk menanggung beban seberat
itu, meski pemandangan seperti dalam khayalannya bukan sekadar tipuan untuk
mengkhianatinya. Sebuah kebun kecil dan menjadi tukang kebun yang bebas, itu saja yang Ia
butuhkan, bukan kebun yang membengkak menjadi satu wilayah luas; Ia hanya
ingin tangannya sendiri untuk merawat kebunnya, bukan tangan orang lain untuk
diperintah. "Bagaimanapun, semua gagasan itu hanya tipu muslihat," katanya pada diri
sendiri. "Penguasa Kegelapan akan langsung melihatku dan mengancamku,
sebelum aku sempat berteriak. Dia akan segera melihatku kalau aku memakai
Cincin sekarang, di Mordor. Nah, aku hanya bisa mengatakan: kelihatannya
keadaanku benar-benar tanpa harapan, seperti embun beku di musim semi.
Justru saat keadaan tidak kasat mata akan sangat bermanfaat, aku tak
mungkin memakai Cincin! Dan kalau aku bisa pergi lebih jauh, Cincin hanya akan
menjadi penahan dan beban pada setiap langkahku. Jadi, apa yang harus
kulakukan?" Sebenarnya Ia tidak ragu lagi. la tahu bahwa Ia harus segera pergi
ke gerbang dan tidak menundanya lebih lama lagi. Dengan mengangkat bahu, seolaholah
untuk menghilangkan bayangan dan membuang hantu-hantu, perlahan-lahan
ia mulai berjalan turun. Langkah demi langkah seakan-akan membuatnya semakin
kecil. Belum berjalan jauh, Ia sudah menyusut kembali menjadi hobbit yang sangat
kecil dan ketakutan. Sekarang Ia melewati tembok Menara, teriakan-teriakan dan
suara pertengkaran terdengar jelas olehnya tanpa bantuan Cincin. Kedengarannya
bunyi-bunyi itu datang dari pelataran di belakang dinding paling luar.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 187 Sam sudah menapaki separuh jalan itu ketika dua Orc berlari keluar dari
gerbang gelap ke dalam cahaya merah. Mereka tidak berlari ke arahnya. Mereka
berlari ke arah jalan utama; tapi kemudian mereka tersandung dan jatuh, lalu
berbaring diam. Sam tidak melihat panah, tapi ia menduga Orc-Orc itu sudah
ditembak oleh yang lain di atas tembok benteng atau yang bersembunyi di
bayangan gerbang. la maju terus, sambil memeluk tembok di sisi kirinya. Sekali
menengadah ke atas, sudah jelas baginya bahwa mustahil memanjat ke sana.
Pasangan batu itu menjulang setinggi sembilan meter, tanpa celah retakan atau
ambal penumpu, sampai mencapai jalan yang menggantung di atas, seperti anak
tangga yang tertelungkup. Hanya gerbanglah satu-satunya jalan masuk.
la merangkak maju terus; sambil berjalan Ia bertanya dalam hati, berapa
banyak Orc yang tinggal di dalam Menara bersama Shagrat, dan berapa anak buah
Gorbag, lalu apa yang sedang mereka pertengkarkan, kalau memang itu yang
sedang terjadi. Rombongan Shagrat kelihatannya berjumlah sekitar empat puluh,
dan anggota rombongan Gorbag dua kali lipat itu; tapi tentu rombongan patroli
Shagrat baru sebagian saja dari seluruh pasukannya. Sudah hampir pasti mereka
sedang bertengkar tentang Frodo, dan barang rampasan. Selama sedetik Sam
berhenti, karena tiba-tiba semuanya menjadi jelas baginya, seolaholah ia sudah
melihatnya sendiri. Rompi mithril! Tentu saja, Frodo sedang memakainya, dan
mereka pasti menemukannya. Dan dari apa yang didengar Sam, pasti Gorbag
akan berhasrat memilikinya. Tapi Perintah dari Menara Kegelapan menjadi
satusatunya perlindungan bagi Frodo sekarang, dan kalau perintah itu diabaikan,
ada kemungkinan Frodo akan terbunuh setiap saat. "Ayo, kau pemalas malang!" teriak
Sam pada dirinya sendiri.
"Maju sekarang!" Ia menghunus Sting dan berlari ke gerbang yang terbuka.
Tapi tepat ketika akan masuk di bawah balok lengkungnya yang besar, Ia
merasakan suatu kejutan: seakan-akan Ia sudah menabrak jaring seperti jaring
Shelob, tapi tidak kasat mata. la tak bisa melihatnya sama sekali, tapi sesuatu
yang terlalu kuat untuk dilawan oleh kehendaknya menghalangi jalan. la memandang
sekeliling, lalu dalam bayangan gerbang Ia melihat Dua Penjaga. Mereka seperti
dua sosok besar yang duduk di atas takhta. Masing-masing mempunyai tiga tubuh
yang digabungkan, dan tiga kepala yang menghadap ke arah luar, ke dalam, dan
ke seberang jalan masuk. Kepala-kepala itu berwajah seperti burung pemakan
bangkai, dan di atas lutut mereka yang besar terletak tangan-tangan seperti
cakar. Tampaknya mereka dipahat dari bongkahan batu besar, tak bisa digerakkan,
tapi mempunyai kesadaran: suatu ruh menyeramkan penuh kewaspadaan yang
Halaman | 188 The Lord of The Rings kejam berdiam dalam diri mereka. Mereka mengenali musuh, baik kasat mata atau
tidak, tak ada yang bisa lewat tanpa ketahuan. Mereka akan melarangnya masuk,
atau menghalangi pelariannya. Sambil mengeraskan hati, Sam maju sekali lagi,
dan tersentak berhenti, terhuyung-huyung seolah kena pukulan di dada dan
kepalanya. Lalu dengan sangat berani, karena tidak tahu lagi apa yang bisa
dilakukan, dan sebagai jawaban atas suatu pikiran yang tiba-tiba terlintas,
dengan perlahan Ia mengeluarkan tabung Galadriel dan mengacungkannya.
Cahayanya yang putih dengan cepat membesar, dan bayang-bayang gelap di
bawah balok lengkung itu menyingkir. Para Penjaga yang menyeramkan itu duduk
dingin dan diam, sosok mereka yang menjijikkan tersingkap seluruhnya. Sejenak
Sam menangkap kilatan sinar dalam batu hitam yang menjadi mata mereka, dan
kekejian yang terpancar membuatnya gemetar ketakutan; tapi perlahanlahan Ia
merasa kekuatan kehendak mereka goyah, dan akhirnya runtuh menjadi ketakutan.
la melompat melewati mereka; tapi saat melompat sambil memasukkan kembali
tabung Galadriel ke balik bajunya, ia menyadari dengan sangat jelas, sejelas
suara palang besi ditutup dengan keras di belakangnya, bahwa kewaspadaan mereka
sudah bangkit kembali. Dan dari kepala-kepala keji itu datang teriakan nyaring
melengking yang bergema di tembok-tembok yang menjulang tinggi di depannya.
Jauh tinggi di atas, sebuah lonceng berbunyi kasar dengan satu kali dentangan,
seperti isyarat balasan. "Celaka!" kata Sam. "Aku sudah membunyikan bel pintu depan! Nah,
kemarilah, siapa saja!" teriaknya.
"Katakan pada Shagrat bahwa pejuang Peri hebat sudah datang, bersama
pedang Peri-nya!" Tak ada jawaban. Sam melangkah maju. Sting bersinar biru di tangannya.
Pelataran tertutup bayangan gelap, tapi Ia bisa melihat bahwa lantai yang
berubin dipenuhi tubuh-tubuh berserakan. Di dekat kakinya tergeletak dua Orc pemanah
dengan pisau menancap di punggung mereka. Di luar itu masih banyak sosok
bergelimpangan; beberapa sendiri-sendiri, dalam posisi saat mereka dipukul jatuh
atau ditembak; ada juga yang berpasangan, masih saling berpegangan erat, mati
selagi sibuk menusuk, mencekik, dan menggigit. Ubin-ubin lantainya licin karena
basah oleh darah. Sam melihat dua macam pakaian seragam, satu berlambang
Mata Merah, satunya lagi bergambar Bulan yang bentuknya dirusak oleh wajah
kematian yang menyeramkan; tapi Ia tidak berhenti untuk memperhatikan lebih
cermat. Di seberang pelataran, sebuah pintu besar di kaki Menara setengah
terbuka, cahaya merah memancar keluar; satu Orc besar tergeletak mati di
Kembalinya Sang Raja Halaman | 189 ambangnya. Sam melompati tubuh itu dan masuk; lalu ia melihat sekeliling dengan
bingung. Sebuah lorong lebar dan bergema membentang dari pintu menuju sisi
pegunungan. Cahaya redup obor-obor yang menyala dalam penyangga pada
dinding menerangi selasar itu, tapi ujungnya yang jauh di sana, hilang dalam
gelap. Banyak pintu dan bukaan terlihat di sana-sini; tapi lorong itu kosong, kecuali
dua atau tiga tubuh yang tergeletak di lantai. Berdasarkan yang didengarnya dari
pembicaraan para kapten, Sam tahu bahwa hidup atau mati, Frodo sangat mungkin
berada di suatu ruangan jauh tinggi di menara; tapi bisa jadi Ia harus mencari
seharian sebelum bisa menemukan jalan ke sana.
"Mungkin ada dekat bagian belakang," gerutu Sam. "Seluruh Menara
menjulang ke atas, agak condong ke belakang. Sebaiknya aku mengikuti lampulampu
ini." la maju sepanjang lorong itu, perlahan-lahan, setiap langkah semakin enggan.
Rasa takut sudah mulai merasukinya lagi. Tak ada bunyi lain kecuali derap
kakinya, yang terasa semakin keras seperti bunyi berisik bergema, seperti bunyi
tangan besar memukul bebatuan. Tubuh-tubuh yang mati, kelengangan, temboktembok
gelap lembap yang dalam cahaya obor tampak meneteskan darah,
ketakutan bahwa maut sedang bersembunyi di ambang pintu atau dalam bayangbayang;
dan di latar belakang pikirannya selalu muncul ingatan pada kejahatan
yang waspada dan menunggu di gerbang: terlalu banyak yang Ia paksakan untuk
dihadapi. Dengan senang hati Ia akan menyambut pertempuran asalkan tidak
terlalu banyak musuh pada saat bersamaan daripada ketidakpastian dalam diam
menunggu ini. la memaksakan diri memikirkan Frodo yang berbaring terikat, atau
dalam kesakitan, atau mati di suatu tempat dalam bangunan mengerikan ini. Sam
berjalan terus. la masuk melewati obor terakhir, dan hampir sampai ke sebuah
pintu lengkung di ujung lorong, bagian dalam gerbang bawah.
Dugaannya benar, ketika dari jauh di atas terdengar jeritan tercekik
mengerikan. la berhenti mendadak. Lalu terdengar bunyi langkah mendekat.
Seseorang sedang berlari terburu-buru dari atas, menuruni tangga yang bergema.
Tekad Sam terlalu lemah dan lamban untuk menahan tangannya. Tangannya
menarik-narik rantai dan menggenggam Cincin. Tapi Sam tidak memakainya;
sebab saat Ia mendekap Cincin ke dadanya, satu Orc datang dengan bunyi berisik.
Melompat keluar dari suatu lubang gelap di sisi kanan, datang berlari ke
arahnya. Orc itu jaraknya tak lebih enam langkah dari Sam, ketika Ia mendongakkan kepala
dan melihat Sam; Sam bisa mendengar napas kagetnya dan sorot matanya yang
Halaman | 190 The Lord of The Rings merah. Orc itu mendadak berhenti dengan terkejut. Sebab yang dilihatnya bukan
seorang hobbit kecil yang ketakutan, yang mencoba memegang pedang dengan


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kokoh: Ia melihat sosok besar diam, terselubung bayangan kelabu, muncul di depan
cahaya yang bergoyang di belakangnya; di satu tangan ia memegang pedang yang
cahayanya terasa sangat menyakitkan, sedangkan tangan satunya mengepal di
dada, menyembunyikan kekuatan dan bencana mengancam yang tidak diketahui
wujudnya. Untuk beberapa saat Orc itu merunduk, lalu dengan jerit ketakutan
mengerikan ia berputar dan lari kembali. Sam, yang tak menduga hal ini, merasa
seperti anjing yang bangkit semangatnya ketika musuhnya berlari menjauh.
Dengan berteriak Ia mengejar Orc itu.
"Ya! Pejuang Peri sudah lepas!" teriaknya. "Aku datang. Tunjukkan saja jalan
ke atas, kalau tidak, aku akan mengulitimu!" Tapi Orc itu berada di tempat yang
sudah dikenalnya, lagi pula Ia lincah dan sudah cukup makan. Sedangkan Sam
asing di sana, lapar dan letih. Tangganya tinggi, curam, dan berputar-putar. Sam
mulai terengah-engah. Orc itu segera hilang dari pandangan, hanya sayup-sayup
terdengar bunyi entakan kakinya saat Ia berlari naik. Sesekali Orc itu
berteriak, dan gemanya mengalir sepanjang tembok. Tapi perlahan-lahan semua suaranya
lenyap. Sam berjalan terus dengan susah payah. la merasa sudah berada di jalan
yang benar, dan semangatnya sudah cukup melambung. la menyingkirkan Cincin
dan memperketat sabuknya.
"Well, well!" katanya. "Kalau mereka semua ternyata tidak menyukai aku dan
Sting, mungkin keadaan akan lebih baik daripada yang kuduga. Bagaimanapun,
tampaknya Shagrat, Gorbag, dan anak buah mereka sudah melakukan sebagian
besar tugasku. Kecuali tikus kecil yang ketakutan itu, kurasa tak ada lagi di
tempat ini yang masih hidup!"
Saat berpikir begitu, Ia berhenti dengan terkejut, seolah-olah kepalanya
terbentur tembok batu. la baru menyadari sepenuhnya makna ucapannya itu. Tidak
ada yang masih hidup! Jadi, teriakan siapa yang tadi terdengar, teriakan
mengerikan seperti jeritan orang dihadang kematian"
"Frodo, Frodo! Master!" teriak Sam, setengah terisak. "Kalau mereka sudah
membunuhmu,apa yang harus kulakukan" Well, aku datang akhirnya, langsung ke
puncak menara, untuk melihat apa yang harus kulakukan."
Ia pun naik, naik terus. Gelap sekali, hanya sesekali ada obor menyala di
tikungan, atau di samping bukaan yang menuju tingkat-tingkat lebih tinggi di
Kembalinya Sang Raja Halaman | 191 Menara. Sam mencoba menghitung anak-anak tangga, tapi setelah dua ratus
hitungannya mulai kacau: Ia bergerak diam-diam sekarang, karena mengira
mendengar suara-suara berbicara, agak di atas. Rupanya masih lebih dari satu
"tikus" yang hidup. Tiba-tiba, saat napasnya sudah hampir putus dan Ia tak
sanggup lagi memaksa lututnya menekuk, tangga itu berakhir. la berdiri diam.
Suara-suara itu sekarang keras dan jelas. Sam melihat sekitarnya: Ia sudah
mendaki langsung sampai ke atap datar di tingkat ketiga, tingkat paling tinggi
di Menara: sebuah tempat terbuka, sekitar dua puluh meter lebarnya, dengan tembok
pembatas rendah. Di sana tangga tertutup sebuah ruang kecil berkubah di tengah
pelataran aTapi dengan pintu-pintu rendah menghadap ke timur dan barat. Di timur
Sam bisa melihat padang Mordor yang luas dan gelap di bawah, dan gunung yang
membara jauh di sana. Gejolak baru sedang berkecamuk Jauh di dalam sumur-sumurnya, dan
sungai-sungai api menyala sangat cerah, sehingga pada jarak sejauh itu
cahayanya menerangi menara dengan sinar merah. Ke arah barat, pemandangan
terhalang oleh kaki Puncak menara yang berdiri di bagian belakang pelataran atap
itu, tanduknya menjulang tinggi di atas puncak perbukitan yang mengelilinginya.
Cahaya bersinar di celah jendelanya. Pintunya kurang sepuluh meter dari tempat
Sam berdiri. Pintu itu terbuka tapi gelap, dari dalam keremangannya suara-suara
itu terdengar. Mula-mula Sam tidak mendengarkan; ia keluar satu langkah dari
pintu timur dan melihat sekelilingnya. Rupanya di atap inilah pertengkaran
paling dahsyat terjadi. Seluruh pelataran dipenuhi Orc mati bergelimpangan; kepala,
tungkai, atau lengan mereka yang sudah terpancung berserakan di mana-mana.
Tempat itu berbau kematian. Suara geraman yang disusul pukulan dan teriakan
membuat Sam berlari kembali untuk bersembunyi. Suara Orc meninggi sambil
marah, dan Sam segera mengenalinya, parau, kasar, dan dingin. Shagrat, Kapten
Menara, yang berbicara. "Kau tidak mau pergi lagi, katamu" Terkutuklah kau, Snaga, belatung kecil!
Kau keliru kalau mengira aku sudah terluka begitu parah, sehingga kau bisa
seenaknya mencemoohku. Kemari kau, akan kupencet matamu keluar, persis
seperti telah kulakukan pada Radbug. Dan kalau anak buah yang baru sudah
datang, aku akan menghukummu: akan kukirim kau ke Shelob."
"Mereka tidak akan datang, tidak sebelum kau mati," jawab Snaga dengan
merengut. "Sudah dua kali kuceritakan bahwa bajingan-bajingan Gorbag sampai ke
gerbang lebih dulu, dan anak buah kita sama sekali tak ada yang sempat keluar.
Halaman | 192 The Lord of The Rings Lagduf dan Muzgash lari keluar, tapi mereka ditembak. Aku melihatnya dari
jendela, sudah kuceritakan tadi. Dan mereka yang terakhir."
"Kalau begitu, kau harus pergi. Bagaimanapun, aku harus tetap di sini. Tapi
aku cedera. Semoga Gorbag si pemberontak busuk terjeblos ke dalam SumurSumur
Hitam!" Suara Shagrat melantur mengeluarkan serentetan sumpah serapah
dan makian. "Aku memperlakukan dia lebih baik daripada yang patut diperolehnya,
tapi keparat kotor itu menusukku dengan pisau, sebelum aku sempat mencekiknya.
Kau harus pergi, kalau tidak, aku akan memakanmu. Berita ini harus sampai ke
Lugburz, kalau tidak kita berdua akan dibuang ke Sumur Hitam. Ya, kau juga. Kau
tidak akan bisa lolos dengan tetap bersembunyi di sini."
"Aku tidak akan turun lewat tangga itu lagi," geram Snaga, "meski kau kapten
atau bukan. Tidak! Lepaskan tanganmu dari pisaumu, kalau tidak aku akan
menembusmu dengan pariah. Kau tidak akan lama lagi menjadi kapten kalau
mereka mendengar tentang semua kejadian ini. Aku sudah berkelahi demi
membela Menara terhadap bajingan-bajingan busuk dan Morgul itu, tapi kalian
kapten yang hebat malah mengacaukan semuanya, mempertengkarkan barang
rampasan." "Bicaramu sudah cukup," gertak Shagrat. "Aku melakukan apa yang
diperintahkan padaku. Gorbag yang memulainya, mencoba mencuri rompi bagus
itu." "Nah, kau yang membuatnya jengkel, dengan sikapmu yang begini angkuh
dan sombong. Bagaimanapun, dia lebih cerdas daripadamu. Sudah lebih dari satu
kali dia bilang padamu bahwa yang paling berbahaya dan mata-mata itu masih
bebas berkeliaran, dan kau tidak mau mendengarkan. Kini pun kau tidak mau
mendengarkan. Gorbag benar, aku yakin itu. Ada seorang petarung hebat di sekitar
sini, salah satu Peri bertangan kejam, atau salah satu dari tark menjijikkan
itu. (lihat Apendiks F) Dia akan datang ke sini, percayalah padaku. Kau juga sudah dengar
bel, kan" Dia sudah berhasil melewati para Penjaga, dan itu pasti ulah tark. Dia
sudah berada di tangga. Dan selama dia belum pergi dan situ, aku tidak mau
turun. Biarpun kau jadi Nazgul, aku tidak akan mau."
"Oh, jadi begitu rupanya, ya?" teriak Shagrat. "Kau memilih-milih mau
melakukan apa" Kalau tark itu datang, kau akan lari meninggalkan aku" Tidak,
tidak akan! Akan kubuat perutmu penuh lubang belatung dulu." Orc yang lebih
kecil itu lari keluar dari pintu puncak menara.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 193 Di belakangnya muncul Shagrat, Orc besar dengan lengan panjang mencapai
lantai saat Ia berlari sambil merunduk. Tapi satu lengan tergantung lemas dan
tampaknya mengucurkan darah; satunya lagi memegang bungkusan besar hitam.
Sam, yang meringkuk di belakang pintu tangga, menangkap sekilas wajah
kejamnya yang terkena cahaya merah ketika ia melewatinya: wajahnya penuh
goresan, seperti dicabik-cabik oleh cakar dan berlumuran darah; air liur menetes
dari taringnya yang mencuat; mulutnya menggeram seperti hewan. Sejauh yang
Sam lihat, Shagrat memburu Snaga sekeliling aTapi hingga Orc yang lebih kecil
itu dengan merunduk dan mengelak akhirnya lari sambil menjerit, kembali ke ruang
puncak menara, lalu menghilang.
Kemudian Shagrat berhenti. Dan' balik pintu timur Sam bisa melihatnya berdiri
dekat tembok pembatas yang rendah, sambil megap-megap, cakar kirinya
mengepal dan membuka dengan lemah. la meletakkan bungkusan itu di lantai, dan
dengan cakar kanannya menghunus sebilah pisau panjang merah dan
meludahinya. Lalu Ia mendekati tembok pembatas dan membungkuk di atasnya,
memandang ke pelataran jauh di bawahnya. Dua kali Ia memanggil, tapi tak ada
jawaban. Tiba-tiba, ketika Shagrat masih membungkuk di atas tembok pembatas,
sambil membelakangi pelatarannya Tapi dengan tercengang Sam melihat bahwa
salah satu tubuh yang menggeletak itu bergerak. Sosok itu merangkak. la
menjulurkan satu cakar dan mencengkeram bungkusan itu. la bangkit berdiri sambil
terhuyung-huyung. Di tangan satunya ia memegang tombak berujung lebar dengan pegangan
pendek yang sudah patah. la bersiap menyerang dengan menusuk. Tapi tepat
pada saat itu keluar bunyi desis dari antara giginya, entah embusan napas
kesakitan atau kedengkian. Cepat bagai ular Shagrat menggeser tubuhnya,
berputar, dan menusukkan pisaunya ke leher musuhnya.
"Kena kau, Gorbag!" teriaknya. "Belum mati betul, hah" Nah, akan
kuselesaikan tugasku sekarang." Ia meloncat ke atas tubuh yang terjatuh itu, dan
sambil mengamuk, menginjak-injak dan menindasnya dan sesekali membungkuk
untuk menusuk dan menyayatnya dengan pisaunya. Setelah puas, ia
mendongakkan kepala dan mengeluarkan teriakan kemenangan sambil berdeguk.
Lalu ia menjilat pisaunya dan menjepitnya dengan giginya. Sambil memungut
bungkusannya ia berlari menuju pintu tangga terdekat. Sam sudah tak punya waktu
untuk berpikir. la bisa saja menyelinap keluar dan pintu lainnya, tapi hampir
tak mungkin tanpa terlihat; dan ia tak bisa main petak umpet dengan Orc menjijikkan
Halaman | 194 The Lord of The Rings ini untuk waktu lama. Maka ia melakukan yang terbaik untuk situasinya saat itu.
la melompat maju untuk menyambut Shagrat sambil berteriak.
la tidak memegang Cincin lagi, tapi Cincin itu masih ada padanya, suatu
kekuatan tersembunyi, ancaman menakutkan bagi budak-budak Mordor;
tangannya memegang Sting, dan cahayanya memukul mata Orc itu seperti kilauan
bintang-bintang kejam di negeri-negeri Peri yang mengerikan, yang merupakan
mimpi buruk bagi bangsa Orc. Shagrat tak mungkin berkelahi sambil tetap
memegang hartanya. la berhenti, menggeram, dan menyeringai. Lalu sekali lagi,
dengan gaya Orc, ia melompat ke pinggir. Ketika Sam melompat ke arahnya,
Shagrat menggunakan bungkusan berat itu sebagai perisai sekaligus senjata, dan
mendorongnya dengan keras ke wajah musuhnya. Sam terhuyung-huyung, dan
sebelum ia bisa pulih, Shagrat berlari melewatinya dan menuruni tangga. Sam
berlari mengejarnya sambil memaki-maki, tapi tidak mengejar sampai jauh.
Tak lama kemudian pikirannya kembali pada Frodo, dan ia ingat bahwa Orc
satunya sudah masuk kembali ke ruang puncak menara. Lagi-lagi ia dihadapkan
pada pilihan sulit, dan ia tak punya waktu untuk merenunginya. Kalau Shagrat
berhasil lolos, ia pasti segera kembali dengan membawa bala bantuan. Tapi kalau
Sam mengejarnya, mungkin Orc satunya akan melakukan sesuatu yang
mengerikan di atas sana. Bagaimanapun, mungkin saja serangan Sam terhadap
Shagrat meleset, atau Shagrat berhasil membunuhnya. Sam cepat membalikkan
badan dan kembali menaiki tangga sambil berlari.
"Salah lagi, rasanya," keluhnya. "Tapi sudah tugasku untuk naik ke puncak
dulu, apa pun yang terjadi setelah itu." Jauh di bawah.
Shaurat melompati anak-anak tangga dan keluar melintasi pelataran, melewati
gerbang sambil membawa bebannya yang berharga. Andai Sam melihatnya dan
tahu kesedihan yang akan diakibatkan oleh pelariannya, mungkin ia akan takut.
Tapi kini perhatiannya tertuju pada tahap terakhir pencariannya. Dengan hatihati ia mendekati pintu puncak menara dan melangkah masuk. Di dalam ternyata gelap.
Tapi segera matanya melihat cahaya redup di sisi kanannya. Cahaya itu keluar
dari bukaan yang menuju tangga lain, gelap dan sempit: rupanya tangga itu melingkar
naik di puncak menara itu, menyusuri bagian dalam tembok luarnya yang bundar.
Sebuah obor bersinar dan suatu tempat di atas. Pelan-pelan Sam mulai naik. la
sampai ke obor yang berkelip-kelip, di atas sebuah pintu di sisi kirinya; pintu
itu menghadap sebuah celah jendela yang memandang ke arah barat: salah satu
mata merah yang dilihatnya bersama Frodo dan bawah, di mulut terowongan.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 195 Dengan cepat Sam melewati pintu itu dan bergegas naik ke tingkat dua,
dengan perasaan cemas kalau-kalau ia diserang dan ada jari-jari mencekik
lehernya dari belakang. Setelah itu ia sampai ke sebuah jendela yang menghadap
ke timur, dan sebuah obor lain di atas pintu ke selasar yang melintas bagian
tengah menara. Pintunya terbuka, selasarnya gelap, hanya diterangi nyala obor dan
cahaya merah dari guar yang merembes melalui celah jendela. Tapi di sini tangga
berakhir, tidak berlanjut ke atas lagi. Sam maju perlahan-lahan ke dalam
selasar. Di kedua sisi ada pintu rendah; keduanya tertutup dan terkunci. Tak ada bunyi
lama sekali. "Buntu," gerutu Sam, "setelah aku bersusah payah naik! Ini tak mungkin
puncak menara. Tetapi apa yang bisa kulakukan sekarang?" la berlari kembali ke
tingkat yang lebih rendah dan mencoba membuka pintunya. Tidak bergerak lama
sekali. la lari ke atas lagi, keringat mulai mengucur di wajahnya. la merasa
menitmenit pun sangat berharga, tapi satu demi satu menu-menu itu berlalu; dan
ia tak bisa melakukan apa-apa. la sudah tak peduli pada Shagrat atau Snaga atau Orc
mana pun yang pernah dikembangbiakkan. la hanya rindu pada majikannya,
mendambakan melihat wajahnya sekali lagi, atau merasakan sentuhan tangannya
walau hanya sekali. Akhirnya, dengan lelah dan perasaan kalah, ia duduk di anak
tangga di bawah tingkat berselasar, dan menundukkan kepalanya ke dalam
tangan. Sunyi sekali, kesunyian yang mencekam.
Obor yang sejak tadi menyala kecil kini berkedap-kedip, lalu padam;
kegelapan menyelubunginya bagai gelombang pasang. Mendadak, di penghujung
perjalanan panjang dan kesedihannya yang sia-sia ini, tergerak entah oleh
pikiran apa, Sam mulai menyanyi perlahan. Suaranya kedengaran kecil dan gemetar di
menara yang dingin dan gelap: suara hobbit yang kesepian dan letih. Tak mungkin
Orc yang mendengarnya bisa terkecoh mengira itu nyanyian jernih seorang
pangeran Peri. Sam menggumamkan lagu-lagu kanak-kanak lama dari Shire, dan
potonganpotongan sajak Mr. Bilbo yang terlintas dalam pikirannya, seperti
kilasan tentang kampung halamannya. Tiba-tiba semangat baru bangkit dalam dirinya, dan
suaranya berbunyi nyaring, sementara kata-katanya sendiri muncul tanpa
dicaricari untuk dicocok dengan nadanya.
Di negeri-negeri barat di bawah Matahari bunga-bunga tumbuh di Musim
Semi, air mengalir, pohon pohon bersemi, kutilang ceria bernyanyi. Mungkinkah di
sana malam tak bermega dan menggantung di pohon beech bergoyang bintangbintang
Peri putih bak permata di antara rambutnya yang bercabang-cabang.
Halaman | 196 The Lord of The Rings Meski kuberbaring di akhir perjalanan di sini, jauh dalam kegelapan terbenam,
di luar semua menara kuat dan tinggi, di seberang semua gunung curam, di atas
keremangan beranjak Matahari Dan Bintang-Bintang berdiam selamanya: takkan
kubilang sudah usai Mari ini, serta Bintang-Bintang, takkan kupamit padanya.
"Di luar semua menara kuat dan tinggi," Ia mulai lagi, lalu mendadak berhenti.
la merasa mendengar suara lemah menjawabnya. Tapi sekarang Ia tak bisa
mendengar apa pun. Ya, ada yang terdengar, tapi bukan suara. Langkah kaki
sedang mendekat. Lalu sebuah pintu dibuka dengan tenang di selasar di atas;
engsel-engselnya berkeriut. Sam meringkuk sambil mendengarkan. Pintu tertutup
dengan bunyi gedebuk teredam; lalu suara Orc yang menggertak terdengar keras.
"Ho la! Kau yang di atas, kau tikus busuk! Hentikan decitanmu, kalau tidak,
aku akan datang dan menghajarmu. Kaudengar?" Tak ada jawaban. "Ya sudah,"


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

geram Snaga. "Tapi aku tetap akan datang melihatmu, supaya aku tahu apa yang
kaurencanakan." Engsel-engsel berkeriut lagi, dan Sam, yang sekarang mengintip
dari atas sudut ambang pintu, melihat kilasan cahaya di sebuah ambang pintu
terbuka, dan sosok kabur satu Orc keluar.
Rupanya ia sedang menggotong tangga. Tiba-tiba jawabannya terlintas dalam
pikiran Sam: ruang paling atas dicapai melalui pintu kolong di atap selasar.
Snaga mendorong tangga ke atas, mengukuhkannya, lalu memanjat dan hilang dari
pandangan. Sam mendengar sebuah kunci dibuka. Lalu ia mendengar suara
menjijikkan itu berbicara lagi. "Berbaring diam, kalau tidak, kau kuhajar! Tidak
banyak waktu lagi bagimu untuk hidup tenang; tapi kalau kau tak ingin pestanya
dimulai sekarang, tutup mulutmu! Ini peringatan!" Terdengar bunyi lecutan
cambuk. Mendengar bunyi itu, amarah Sam bangkit. la melompat, berlari, dan memanjat
tangga bagai kucing. Kepalanya muncul di tengah lantai ruangan bundar yang luas.
Lampu merah tergantung dari langit-langitnya; celah jendela di sisi barat
menjulang tinggi dan gelap. Sesuatu terbaring di lantai, dekat tembok di bawah jendela,
tapi di atasnya sesosok Orc mengangkanginya. Orc itu mengacungkan cambuknya untuk
kedua kali, tapi lecutannya tak pernah sampai ke tujuannya. Dengan berteriak Sam
melompat maju, Sting terhunus di tangannya. Orc itu berputar, tapi sebelum Ia
bisa bergerak Sam menebas tangan yang memegang cambuk hingga lepas dari
lengannya. Sambil menjerit kesakitan dan ketakutan, tapi nekat, Orc itu menyerangnya
dengan kepala merunduk. Pukulan Sam berikutnya melenceng jauh, dan karena
kehilangan keseimbangan ia terjatuh ke belakang, sambil mencengkeram Orc yang
tersandung jatuh di atasnya. Sebelum bisa bangkit berdiri, Sam mendengar
Kembalinya Sang Raja Halaman | 197 teriakan dan bunyi gedebuk. Saking terburu-buru, Orc itu tersandung ujung tangga
dan jatuh melalui pintu kolong yang terbuka. Sam tidak memperhatikannya lagi. la
berlari mendekati sosok yang meringkuk di lantai. Ternyata Frodo.
Frodo telanjang, berbaring seolah pingsan, di tumpukan potongan kain kotor:
lengannya terangkat, melindungi kepalanya, sisi tubuhnya tergurat noda merah
bekas lecutan cambuk. "Frodo! Mr. Frodo, ya ampun!" teriak Sam, sementara air
mata mengaburkan pandangannya. "Aku Sam, aku sudah datang!" Ia setengah
mengangkat majikannya dan mendekapnya ke dadanya. Frodo membuka mata.
"Apakah aku masih bermimpi?" gumamnya. "Tapi mimpi-mimpi yang lain sangat
mengerikan." "Kau sama sekali bukan bermimpi, Master," kata Sam. "Ini kenyataan. Ini aku.
Aku sudah datang." "Aku hampir tak percaya," kata Frodo, memegang Sam erat-erat. "Ada Orc
dengan cambuk, lalu dia berubah menjadi Sam! Kalau begitu aku tidak bermimpi
sama sekali saat mendengar nyanyian di bawah tadi, dan aku mencoba
menjawabnya" Kaukah itu?" "Memang, Mr. Frodo. Aku sudah putus asa, hampir.
Aku tak bisa menemukanmu."
"Nah, sekarang kau sudah menemukan aku, Sam, Sam sayang," kata Frodo,
dan Ia berbaring dalam pelukan Sam yang lembut, memejamkan matanya, seperti
seorang anak yang merasa tenang saat kecemasan malam hari sudah diusir oleh
suara atau tangan orang yang dikasihinya. Sam merasa bisa duduk seperti itu
dalam kebahagiaan selamanya; tapi itu tak mungkin. Belum cukup bahwa Ia sudah
menemukan majikannya; Ia masih harus mencoba menyelamatkan Frodo.
Dikecupnya dahi Frodo. "Ayo! Bangun, Mr. Frodo!" katanya, berusaha
kedengaran ceria seperti ketika Ia membuka tirai di Bag End pada pagi hari musim
panas. Frodo mengeluh dan bangkit duduk. "Di mana kita" Bagaimana aku sampai ke
sini?" "Tak ada waktu untuk cerita-cerita sampai kita berhasil sampai di tempat lain,
Mr. Frodo," kata Sam. "Tapi sekarang kau berada di puncak menara yang kita lihat
dari bawah, di dekat terowongan, sebelum para Orc menangkapmu. Sudah lebih
dari satu hari, kurasa."
"Baru selama itu?" kata Frodo. "Rasanya seperti sudah berminggu-minggu.
Kau harus menceritakan semuanya padaku, kalau sudah ada kesempatan. Ada
Halaman | 198 The Lord of The Rings yang memukulku, bukan" Lalu aku jatuh ke dalam kegelapan dan mimpimimpi
buruk, lalu bangun dan ternyata keadaannya malah lebih buruk lagi. Di sekitarku
Orc semua. Kuduga mereka baru saja menuangkan minuman panas menjijikkan ke
dalam tenggorokanku. Pikiranku jadi lebih jernih, tapi aku kesakitan dan letih.
Mereka melucutiku; lalu dua Orc besar dan kasar datang menanyaiku, bertanya
terus hingga aku merasa bakal jadi gila, sementara mereka berdiri di atasku,
bergembira melihatku tersiksa, sambil meraba-raba pisau mereka.
Aku takkan pernah melupakan cakar dan mata mereka. "Kau tidak akan lupa
kalau kau terus membicarakannya, Mr. Frodo," kata Sam. "Dan kalau kita tak ingin
melihat mereka lagi, sebaiknya kita secepat mungkin pergi dari sini. Kau bisa
jalan?" "Ya, aku bisa jalan," kata Frodo, sambil perlahan-lahan bangkit berdiri. "Aku
tidak cedera Sam. Hanya saja aku merasa sangat letih, dan di sini terasa sakit."
Ia meletakkan tangannya di belakang leher, di atas bahu kirinya. la berdiri, dan
Sam merasa seolah tubuh Frodo terbungkus nyala api, kulitnya yang telanjang terlihat
merah padam di bawah cahaya lampu di atas. la melangkah melintasi ruangan dua
kali. "Itu lebih baik!" kata Frodo, sementara semangatnya agak bangkit. "Aku tidak
berani bergerak ketika ditinggal sendirian, atau bila salah satu penjaga datang.
Sampai teriakan dan perkelahian itu dimulai. Kedua Orc besar dan kasar itu
rupanya bertengkar. Tentang aku dan barang-barangku. Aku berbaring di sini
sambil ketakutan. Lalu semuanya jadi sepi, dan itu bahkan lebih buruk."
"Ya, rupanya mereka bertengkar," kata Sam. "Sebenarnya ada sekitar
beberapa ratus makhluk menjijikkan itu di tempat ini. Agak membuat
kewalahan Sam Gamgee, bisa dikatakan begitu. Tapi mereka sendiri sudah
saling bunuh. Beruntung sekali, tapi terlalu lama kalau membuat lagu tentang
itu, sampai kita keluar dari sini. Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang" Kau
tak bisa mengembara di Negeri Hitam dengan bertelanjang, Mr. Frodo."
"Mereka sudah mengambil semuanya, Sam," kata Frodo. "Semua yang
kumiliki. Kau mengerti" Semuanya!" Ia meringkuk lagi di lantai dengan kepala
tertunduk, saat ucapannya sendiri membuat Ia menyadari sepenuhnya makna
bencana itu, dan rasa putus asa menimpanya. "Misi kita sudah gagal, Sam. Meski
bisa keluar dan sini, kita takkan bisa lolos. Hanya Peri yang bisa melarikan
diri. Pergi, pergi dari Dunia Tengah, pergi jauh mengarungi Samudra. Itu pun kalau
Samudra cukup luas untuk menghindari Bayang-Bayang itu masuk."
Kembalinya Sang Raja Halaman | 199 "Tidak, tidak semuanya, Mr. Frodo. Dan misi kita belum gagal. Aku
mengambilnya, Mr. Frodo, maaf. Dan sudah kusimpan dengan aman. Sekarang
ada di leherku, rasanya berat sekali." Sam meraba-raba mencari Cincin dan
rantainya. "Tapi kurasa kau harus mengambilnya kembali." Sekarang, ketika
saatnya tiba, Sam merasa enggan menyerahkan Cincin itu dan membebani lagi
majikannya. "Kau menyimpannya?" Frodo menarik napas kaget. "Ada di sini" Sam,
kau benar-benar hebat!" Lalu dengan cepat dan ajaib suara Frodo berubah.
"Berikan padaku!" teriaknya sambil berdiri, mengulur tangannya yang
gemetaran. "Segera berikan padaku! Kau tidak boleh memegangnya!"
"Baik, Mr. Frodo," kata Sam, agak terkejut. "Ini dia!" Perlahan-lahan Ia
mengeluarkan Cincin itu dan menarik rantainya ke atas kepala. "Tapi kau sekarang
berada di negeri Mordor, Sir; di luar nanti, kau akan melihat Gunung Api dan
semuanya. Kau akan menyadari Cincin itu sudah sangat berbahaya sekarang, dan
merupakan beban yang sangat berat untuk dipikul. Kalau tugas ini terlalu berat,
mungkin aku bisa berbagi denganmu?"
"Tidak, tidak!" teriak Frodo sambil merebut Cincin dan rantai itu dari tangan
Sam. "Tidak, tidak akan, kau maling!" Frodo terengah-engah, menatap Sam
dengan mata melotot, penuh ketakutan dan kebencian. Lalu tiba-tiba, sambil
menggenggam Cincin itu dalam kepalan tangannya, Ia berdiri terperanjat.
Penglihatannya yang tadi tertutup kabut seolah kembali terang, dan Ia menyapukan
tangan ke dahinya. Pemandangan mengerikan itu terasa begitu nyata, sementara
ia masih setengah linglung karena luka-luka dan ketakutannya. Tadi, di depan
matanya, Sam berubah menjadi Orc lagi, melirik dan mencakar hartanya, sesosok
makhluk kecil busuk dengan mata serakah dan mulut meneteskan air liur. Tapi kini
pemandangan itu sudah berlalu. Itu dia Sam, berlutut di depannya, wajahnya
menggeliat kesakitan, seolah-olah jantungnya sudah ditusuk; air mata
menggenangi matanya. "Oh, Sam!" teriak Frodo. "Apa yang sudah kukatakan" Apa yang sudah
kulakukan" Maafkan aku! Setelah semua yang sudah kaulakukan. Inilah kekuatan
mengerikan Cincin itu. Kalau saja Cincin ini tak pernah ditemukan. Tapi jangan
hiraukan aku, Sam. Aku harus memikul beban ini sampai akhir. Itu tak bisa
diubah. Kau tak mungkin mengelakkan aku dari bencana ini."
"Tidak apa-apa, Mr. Frodo," kata Sam sambil menyeka matanya dengan
lengan baju. "Aku mengerti. Tapi aku masih bisa membantu, bukan" Aku harus
mengeluarkanmu dari sini. Segera! Tapi pertama-tama kau butuh beberapa
Halaman | 200 The Lord of The Rings pakaian dan perlengkapan, lalu sedikit makanan. Pakaian adalah yang termudah.
Berhubung kita berada di Mordor, sebaiknya kita berpakaian dengan gaya Mordor;
lagi pula, tak ada pilihan lain. Aku khawatir kau terpaksa memakai pakaian Orc,
Mr. Frodo. Aku juga. Kalau kita pergi bersama-sama, sebaiknya kita berpakaian
serasi. Sekarang pakailah ini!" Sam membuka jubah kelabunya dan memasangkannya ke
bahu Frodo. Lalu ia melepaskan ranselnya dan meletakkannya di lantai. la menghunus
Sting dan sarungnya. Sekarang pedang itu tidak bersinar.
"Aku lupa ini, Mr. Frodo," katanya. "Tidak, mereka tidak mengambil
semuanya! Kau meminjamkan Sting padaku, kalau kau ingat, dan tabung kaca
Galadriel. Semua ada padaku. Tapi pinjamkan lebih lama lagi padaku, Mr. Frodo.
Aku harus pergi dan berusaha menemukan barang-barang keperluan kita. Kau di
sini saja. Jalan-jalanlah sedikit untuk melemaskan kakimu. Aku tidak akan lama.
Aku tidak perlu pergi jauh."
"Hati-hati, Sam!" kata Frodo. "Dan cepatlah! Mungkin saja ada Orc yang masih
hidup, sedang bersembunyi dan menunggu."
"Aku terpaksa mengambil risiko itu," kata Sam. Ia mendekati pintu kolong dan
menuruni tangga. Semenit kemudian kepalanya rnuncul lagi. la melemparkan
sebilah pisau ke lantai. "Ini bisa bermanfaat," katanya. "Dia mati Orc yang
mencambukmu. Kelihatannya lehernya patah saat dia lari terburu-buru. Sekarang tariklah
tangga ini ke atas, kalau bisa, Mr. Fr.odo; dan jangan turunkan sampai kau
mendengar aku menyebutkan kata sandi. Aku akan berteriak Elbereth. Seperti
yang diucapkan kaum Peri. Tak mungkin ada Orc mengucapkan kata itu."
Untuk beberapa saat Frodo duduk menggigil, sementara pikiran-pikiran
mengerikan berkejaran dalam benaknya. Lalu Ia bangkit berdiri, merapatkan jubah
Peri itu ke tubuhnya, dan agar pikirannya tetap sibuk, ia mulai berjalan
mondarmandir, membongkar-bongkar dan mengamati semua sudut penjaranya. Tak
berapa lama kemudian, rasanya sekitar satu jam karena ia menunggu sambil
ketakutan, Ia mendengar suara Sam berteriak perlahan dari bawah: Elbereth,
Elbereth. Frodo menurunkan tangga yang ringan itu. Sam memanjat naik, sambil
membawa bungkusan besar di atas kepalanya. la menjatuhkannya dengan bunyi
gedebuk. "Sekarang cepat-cepatlah, Mr. Frodo!" katanya. "Aku sudah susah payah
mencari sesuatu yang cukup kecil bagi hobbit macam kita. Kita terpaksa memakai
Kembalinya Sang Raja Halaman | 201 baju seadanya. Tapi kita harus bertindak cepat. Aku tidak bertemu makhluk hidup,
juga tidak melihat apa pun, tapi hatiku tidak enak. Kupikir tempat ini diawasi.
Aku tak bisa menjelaskannya, tapi kira-kira seperti ini; rasanya salah satu
Penunggang jahat itu ada di sekitar sini, di atas, dalam kegelapan, sehingga dia tidak
terlihat." Sam membuka bungkusan itu.
Frodo memandang isinya dengan jijik, tapi tak ada pilihan lain: ia harus
mengenakan barang-barang itu atau tetap telanjang. Ada celana panjang berbulu
dari kulit hewan yang menjijikkan, dan jubah dari kulit kotor. la memakainya. Di
atas jubah ia memakai rompi cincin besi yang kokoh, terlalu pendek bagi Orc yang
besar, tapi bagi Frodo terlalu panjang dan berat. la mengikatnya dengan sabuk,
dan pada sabuk itu menggantung sebuah sarung pendek berisi pedang tusuk
bermata lebar. Sam sudah membawa beberapa helm Orc. Salah satunya pas untuk
Frodo, topi hitam dengan pinggiran besi, dan lingkaran-lingkaran besi dilapisi
kulit bergambar Mata Jahat berwarna merah, di atas tudung berbentuk seperti
moncong. "Sebenarnya barang-barang Morgul, perlengkapan si Gorbag, lebih cocok dan
buatannya lebih bagus," kata Sam, "tapi kupikir sebaiknya tidak membawa-bawa
lambangnya masuk ke Mordor, terutama setelah kejadian di sini. Nah, beres sudah,
Mr. Frodo. Orc kecil yang sempurna, kalau boleh kukatakan begitu setidaknya kau
bisa seperti Orc, kalau kita menutupi wajahmu dengan topeng, memberimu lengan
lebih panjang, dan membuat kakimu bengkok. Itu akan menyembunyikan beberapa
tanda yang membuat kita ketahuan." Ia menyampirkan sehelai jubah besar hitam
ke bahu Frodo. "Sekarang kau sudah siap! Kau bisa memungut sebuah perisai
sambil kita berjalan."
"Bagaimana denganmu, Sam" Bukankah kita akan mencocokkan pakaian kita
agar serasi?" "Nah, Mr. Frodo, aku sudah berpikir-pikir," kata Sam.
"Sebaiknya aku tidak meninggalkan barang-barangku di sini, dan kita tak bisa
memusnahkannya. Aku tak bisa mengenakan baju besi Orc di atas semua
pakaianku, bukan" Aku hanya perlu menutupinya."
Sam berlutut dan dengan cermat melipat jubah Peri-nya. Mengherankan
sekali, jubah itu bisa dilipat menjadi gulungan kecil. la memasukkannya ke dalam
ransel yang tergeletak di lantai. Sambil berdiri, Ia mengayunkan ransel itu ke
belakang punggung, memakai helm Orc di kepalanya, dan menyampirkan jubah
hitam lain ke bahunya. "Nah!" katanya, "kita sudah serasi, lumayan. Sekarang
kita harus pergi!" Halaman | 202 The Lord of The Rings "Aku tidak bisa berlari sepanjang jalan, Sam," kata Frodo dengan senyum
sedih. "Kuharap kau sudah bertanya-tanya apakah ada penginapan di sepanjang
jalan" Atau kau sudah lupa tentang makanan dan minuman?"
"Ya ampun, memang aku lupa!" kata Sam. Ia bersiul kaget. "Maaf, Mr. Frodo,
kau berhasil membuatku lapar dan haus! Aku tidak tahu, kapan terakhir kali
tetesan air atau remah-remah masuk ke mulutku. Aku sudah lupa, karena sibuk
mencaricarimu. Tapi coba kupikir dull! Kali terakhir aku mengamati, aku masih
punya cukup roti perjalanan, dan sisa dari yang diberikan Kapten Faramir pada kita, untuk
memenuhi kebutuhanku selama beberapa minggu, bila berhemat. Tapi tak setetes
pun air tersisa dalam botolku, sama sekali tidak. Bagaimanapun, itu tidak akan
cukup bagi kita berdua. Apakah Orc tidak makan dan minum" Atau mereka hanya
hidup dari udara busuk dan racun?"
"Tidak, Sam, mereka makan dan minum. Bayangan yang membiakkan mereka
hanya bisa meniru, tidak bisa menciptakan benda-benda yang benarbenar baru.
Kurasa bukan dia tidak memberi kehidupan kepada para Orc; dia hanya merusak
dan mengubah bentuk mereka; supaya bisa hidup, mereka harus hidup seperti
makhluk-makhluk hidup lain. Air busuk dan daging busuk mungkin akan mereka
makan, kalau tidak ada yang lebih baik, tapi racun tidak. Mereka memberiku
makan, jadi keadaanku malah lebih baik daripadamu. Pasti ada makanan dan


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minuman di suatu tempat di sini."
"Tapi tak ada waktu untuk mencarinya," kata Sam.
"Well, sebenarnya keadaan kita lebih baik daripada yang kaukira," kata Frodo.
"Aku agak beruntung ketika kau pergi. Memang mereka tidak mengambil
semuanya. Aku sudah menemukan tas, makananku di lantai, di antara beberapa
kain gombal. Tentu saja mereka sudah menggeledahnya. Tapi mungkin mereka
tidak suka melihat dan mencium bau lembas, lebih tidak suka daripada Gollum.
Agak berserakan, beberapa terinjak dan patah, tapi sudah kukumpulkan lagi. Tidak
jauh berbeda dengan apa yang kau miliki. Tapi mereka mengambil makanan dari
Faramir dan menyayat botol airku."
"Nah, kalau begitu tidak perlu kita bahas lagi," kata Sam. "Kita punya cukup
bekal untuk memulai perjalanan. Tapi air akan menjadi masalah berat. Tapi
ayolah, Mr. Frodo! Kita pergi, kalau tidak, biar ada satu telaga penuh air, tidak akan
ada gunanya sama sekali!"
"Kita tidak akan berangkat sampai kau sudah makan sedikit, Sam," kata
Frodo. "Aku tidak mau mengalah. Ini, ambillah kue Peri ini, dan minumlah tetes
Kembalinya Sang Raja Halaman | 203 terakhir dalam botolmu! Semuanya memang tanpa harapan, jadi tidak baik kalau
cemas tentang hari esok. Mungkin saja hari esok tidak pernah datang."
Akhirnya mereka berangkat. Mereka menuruni tangga, lalu Sam mengambil
dan meletakkannya di selasar, dekat tubuh Orc mati yang meringkuk. Tangganya
gelap, tapi di pelataran aTapi cahaya menyilaukan dari Ginning masih terlihat,
meski sudah mulai memudar menjadi merah pucat. Mereka memungut dua perisai
untuk melengkapi penyamaran mereka, lalu pergi. Mereka menuruni tangga
langkah demi langkah. Ruangan tinggi di puncak menara, tempat mereka tadi
bertemu, hampir terasa seperti di rumah, sekarang mereka berada di alam luar
lagi, dan kengerian merambati temboktembok.
Memang semuanya sudah mati di Menara Cirith Ungol, tapi bangunan itu
masih diliputi ketakutan dan kejahatan. Akhirnya mereka sampai ke pintu di
pelataran paling luar, dan berhenti. Dan tempat mereka berdiri mereka bisa
merasakan kekejian para Penjaga menerpa mereka, sosok-sosok hitam yang diam,
di kedua sisi gerbang, melalui mana cahaya Mordor terlihat sarnarsamar. Ketika
mereka mencari jalan di antara tubuh-tubuh Orc yang menjijikkan, setiap langkah
terasa semakin sulit. Sebelum sampai ke balok lengkung gerbang, mereka terhenti.
Bergerak maju satu inci saja terasa menyakitkan dan sangat melelahkan bagi
tungkai mereka. Frodo tak punya kekuatan untuk perjuangan semacam itu. la
rebah ke lantai. "Aku tak bisa berjalan terus, Sam," gumamnya. "Aku akan pingsan. Aku tidak
tahu apa yang menimpaku."
"Aku tahu, Mr. Frodo! Tabahlah! Gerbang itu penyebabnya. Ada sihir jahat di
situ. Tapi aku berhasil lewat, dan aku akan keluar. Tak mungkin lebih berbahaya
daripada sebelumnya. Ayo!" Sam mengeluarkan lagi tabung kaca Galadriel.
Seakan untuk menghormati ketabahannya, dan menyemarakkan dengan
gemilang tangan Sam yang cokelat dan setia, yang sudah melakukan
perbuatanperbuatan baik, tabung itu menyala terang sekali dengan tiba-tiba,
sehingga seluruh pelataran gelap itu diterangi oleh kecemerlangan menyilaukan seperti
halilintar; cahayanya tetap bersinar dan tidak padam.
"Gilthoniel, A Elbereth!" teriak Sam. Entah mengapa, tiba-tiba ia ingat kembali
para Peri di Shire, dan nyanyian yang mengusir Penunggang Hitam di hutan. "Aiya
elenion ancalima!" teriak Frodo sekali lagi di belakangnya.
Kekuatan para Penjaga mendadak terpecah seperti tali yang putus, dan Frodo
serta Sam terhuyung-huyung ke depan. Lalu mereka lari. Melalui gerbang dan
Halaman | 204 The Lord of The Rings melewati sosok-sosok besar yang duduk dengan mata berkilauan. Ada bunyi
derakan. Batu pengunci lengkung gerbang jatuh nyaris di atas kaki mereka, dan
tembok di atasnya runtuh, jatuh berpuing-puing. Mereka nyaris tidak luput.
Sebuah lonceng berbunyi; para Penjaga keluar dengan sebuah teriakan tinggi melengking
yang menyeramkan. Dan dalam kegelapan jauh tinggi di atas datang jawabannya.
Dan langit turun bagai petir sebuah sosok bersayap, merobek awan-awan dengan
jeritan mengerikan. Kembalinya Sang Raja Halaman | 205 Negeri bayang-Bayang Sam belum kehilangan akal. la cepat-cepat memasukkan kembali tabung kaca
itu ke balik bajunya. "Lari, Mr. Frodo!" teriaknya. "Tidak, jangan ke sana! Ada jurang curam di luar
tembok. Kemari, ikuti aku!"
Dan gerbang mereka lari di jalan yang membentang. Dalam lima puluh
langkah, dengan satu kelokan yang menikung tajam menyusuri sebuah tonjolan
kubu batu karang, jalan itu membawa mereka keluar dari jarak pandang Menara.
Untuk sementara mereka lolos. Sambil gemetaran mereka bersandar ke batu
karang, menarik napas dalam, lalu masing-masing mencengkeram dada. Kini
Nazgul yang bertengger di atas tembok samping gerbang yang runtuh meneriakkan
jeritan-jeritan mautnya. Semua batu karang pun bergema. Penuh ketakutan mereka
terus berjalan terseok-seok.
Tak lama kemudian, jalan itu kembali membelok tajam ke timur, dan sejenak
membuat mereka bisa terlihat dari arah Menara. Saat melintas cepat, mereka
menoleh dan melihat sosok besar hitam di atas tembok; lalu mereka pun terjun
turun ke antara dinding-dinding batu karang tinggi di celah yang curam dan
bersambung dengan jalan dari Morgul. Mereka kini sampai ke pertemuan jalan.
Belum ada tanda-tanda para Orc, juga belum ada jawaban atas teriakan Nazgul;
tapi mereka tahu kesunyian itu takkan bertahan lama. Setiap saat pengejaran akan
dimulai. "Langkah kita tidak tepat, Sam," kata Frodo. "Kalau kita memang Orc,
mestinya kita berlari kembali ke Menara, bukan melarikan diri. Musuh pertama
yang bertemu dengan kita pasti akan mengenali. Bagaimanapun, kita harus keluar dari
jalan ini:" "Tapi kita tidak bisa," kata Sam. "Tidak bisa bila tanpa sayap."
Permukaan timur Ephel Duath curam sekali, terjun ke dalam celah batu
karang dan ngarai, sampai ke palling hitam yang terletak di antara mereka dan
punggung gunung sebelah dalam. Tak jauh dan pertemuan jalan, setelah lereng
curam, sebuah jembatan batu melayang di atas jurang dan mengantar jalan
melintas masuk ke lereng-lereng dan lembah-lembah Morgai yang bersusun.
Dengan berlari cepat Frodo dan Sam melintasi jembatan; tapi sebelum sampai ke
ujungnya mereka mulai mendengar sorak-sorai dan gempita teriakan. Jauh di
Halaman | 206 The Lord of The Rings belakang mereka, tinggi di sisi gunung, menjulang Menara Cirith Ungol,
bebatuannya bersinar redup.
Mendadak loncengnya yang kasar berbunyi lagi, lalu semakin nyaring menjadi
dentang memekakkan. Terompet-terompet berbunyi. Kemudian dari seberang
jembatan datang teriakan balasan. Di bawah, di dalam palling yang gelap,
terpotong dari sinar Orodruin yang mulai padam, Frodo dan Sam tak bisa melihat
ke depan, namun mereka sudah mendengar bunyi langkah kaki bersepatu besi,
dan derap cepat kaki kuda di jalan. "Cepat, Sam! Kita melompat saja!" teriak
Frodo. Mereka memanjat tembok pembatas jembatan yang rendah. Untung di tempat itu
jarak ke dasar ngarai sudah tidak begitu dalam, sebab lereng-lereng Morgai sudah
naik sampai hampir sejajar dengan jalan; tapi cuaca terlalu gelap bagi mereka
untuk bisa menduga seberapa dalam mereka jatuh.
"Nah, ayo, Mr. Frodo," kata Sam. "Selamat berpisah!" la menjatuhkan diri.
Frodo menyusulnya. Tepat saat jatuh mereka mendengar pengendara kuda
melintas cepat di atas jembatan, dan bunyi derak kaki Orc mengikuti di belakang.
Sam sebenarnya ingin tertawa, seandainya berani. Sambil setengah cemas akan
terjatuh dan cedera di atas batu karang yang tidak tampak, kedua hobbit yang
terjun tak lebih dari jarak setinggi selusin kaki itu mendarat dengan bunyi
gedebuk dan derakan ke dalam semak berduri yang kusut. Di sana Sam berbaring diam,
dengan lembut mencecap tangannya yang luka tergores. Ketika bunyi derap kaki
kuda dan kaki Orc sudah berlalu, ia memberanikan diri berbisik.
"Ya ampun, Mr. Frodo, aku tidak tahu bahwa masih ada yang tumbuh di
Mordor! Seandainya aku tahu, justru hal semacam ini yang kucari. Duri-duri ini
kirakira tiga puluh senti panjangnya, sejauh aku bisa merabanya; mereka menembus
semua yang kupakai. Coba aku memakai rompi besi itu!" "Baju besi Orc tidak akan
kuat menahan duri-duri ini," kata Frodo. "Bahkan rompi kulit juga tidak kuat."
Dengan susah payah mereka berhasil keluar dari semak-semak itu. Duri-duri
dan onak itu alot seperti kawat dan mencengkeram bagai cakar. Jubah mereka
compang-camping terkoyak-koyak sebelum akhirnya mereka terbebas.
"Sekarang kita turun, Sam," Frodo berbisik. "Turun cepat ke dalam lembah,
lalu membelok ke arah utara, secepat mungkin."
Pagi hari sudah merebak lagi di dunia luar, dan jauh di seberang kemuraman
Mordor, Matahari memanjat ke atas pinggiran timur Dunia Tengah; tapi di sini
semuanya masih gelap seperti malam hari. Api Gunung berangsur padam menjadi
bara. Cahayanya memudar dari batu-batu karang. Angin timur yang berembus
Kembalinya Sang Raja Halaman | 207 sejak mereka meninggalkan Ithilien, sekarang berhenti. Perlahanlahan dan dengan
susah payah mereka turun, sambil meraba-raba, tersandung, dan merangkak di
antara batu karang, duri, dan kayu mati dalam bayang-bayang gelap membuta,
turun dan turun sampai tak bisa maju lebih jauh lagi. Akhirnya mereka pun
berhenti, dan duduk berdampingan, bersandar ke sebuah batu besar. Keduanya basah
berkeringat. "Seandainya Shagrat tangannya," kata Sam.
sendiri menawariku segelas air, akan kujabat "Jangan bicara begitu!" kata Frodo. "Hanya membuat keadaan lebih buruk."
Lalu Ia berbaring, sambil merasa pusing dan letih, dan untuk beberapa lama Ia
tidak berbicara lagi. Akhirnya dengan upaya keras ia bangkit berdiri. la
tercengang melihat Sam sudah tertidur.
"Bangun, Sam!" katanya. "Ayo! Sudah waktunya kita melakukan upaya lain
lagi." Sam buru-buru bangkit berdiri.
"Ya ampun!" katanya. "Aku tertidur tanpa sengaja. Sudah lama sekali, Mr.
Frodo, aku tidak bisa tidur dengan baik, dan tadi mataku tertutup begitu saja."
Sekarang Frodo yang memimpin jalan, sedapat mungkin ke arah utara sesuai
perkiraannya, di antara bebatuan yang bertebaran memenuhi dasar jurang. Tapi
tak lama kemudian Ia berhenti lagi.
"Ini tidak benar, Sam," katanya. "Aku tidak tahan. Maksudku, rompi mau ini.
Dalam keadaanku sekarang ini aku tidak kuat. Bahkan rompi mithril-ku terasa
sangat berat bila aku sedang lelah. Yang ini jauh lebih berat. Dan apa gunanya"
Kita tidak akan bisa menerobos dengan cara berkelahi."
"Tapi mungkin saja nanti kita perlu berkelahi," kata Sam. "Juga ada pisaupisau
dan panah-panah nyasar. Gollum juga belum mati. Aku tidak suka memikirkan kau
hanya dilindungi secarik kulit terhadap tusukan dalam gelap." "Begini, Sam, anak
manis," kata Frodo. "Aku letih, lelah, aku sudah tanpa harapan. Tapi aku tetap mesti mencoba
mencapai Gunung itu, selama aku masih bisa bergerak. Cincin ini sudah cukup
berat. Beban tambahan ini menyiksaku. Beban ini harus dibuang. Tapi jangan
menganggap aku tidak berterima kasih. Aku tidak tega membayangkan kau
terpaksa melakukan pekerjaan kotor di antara tubuh-tubuh Orc untuk mencarikan
pakaian ini bagiku."
Halaman | 208 The Lord of The Rings "Jangan dibahas, Mr. Frodo. Aku siap menggendongmu; seandainya bisa.
Sudahlah, buang saja!" Frodo menyingkap jubahnya, melepaskan baju besi Orc itu,
dan membuangnya. la agak menggigil.
"Yang sebenarnya kubutuhkan adalah sesuatu yang hangat," katanya.
"Sekarang hawanya dingin, atau mungkin aku yang agak demam."
"Kau bisa memakai jubahku, Mr. Frodo," kata Sam. Ia melepaskan ranselnya
dan mengeluarkan jubah Peri. "Bagaimana kalau ini, Mr. Frodo?" katanya.
"Tutuplah jubah Orc itu lebih rapat, dan pasanglah sabuk di luamya. Lalu jubah
ini bisa menutupi semuanya. Memang tidak kelihatan seperti gaya Orc, tapi ini akan
membuatmu lebih hangat; dan aku yakin kau akan lebih terlindung memakai ini
daripada memakai perlengkapan lain. Jubah ini dibuat oleh Lady Galadriel."
Frodo mengambil jubah itu dan mengunci brosnya. "Ini lebih baik!" katanya.
"Aku merasa lebih ringan sekarang. Aku bisa melanjutkan perjalanan. Tapi
kegelapan pekat ini rasanya mulai merasuki hatiku. Ketika terbaring di penjara,
Sam, aku mencoba mengingat Brandywine, dan Woody End, dan Sungai yang
mengalir melewati Hobbiton. Tapi kini aku tak bisa melihat semua itu."
"Nah, nah, Mr. Frodo, sekarang kaulah yang membicarakan air!" kata Sam.
"Seandainya Lady bisa melihat atau mendengar kita, akan kukatakan padanya,
'Lady yang mulia, yang kami inginkan hanya cahaya dan air: air bersih dan cahaya
pagi, hari yang lebih indah daripada permata mana pun, maaf." Tapi dari sini
jauh sekali ke Lorien." Sam mengeluh dan melambaikan tangannya ke arah Ephel
Duath yang menjulang tinggi, yang kini hanya bisa diduga-duga keberadaannya
sebagai bayangan lebih gelap di depan langit hitam. Mereka mulai berjalan lagi.
Belum jauh berjalan, Frodo berhenti lagi.
"Ada Penunggang Hitam di atas kita," katanya. "Bisa kurasakan. Sebaiknya
kita diam dulu sejenak." Mereka duduk meringkuk di bawah sebuah batu besar,
menghadap ke barat dan tidak berbicara untuk beberapa saat. Lalu Frodo menarik
napas lega. "Sudah lewat," katanya. Mereka bangkit berdiri dan memandang penuh
keheranan. Jauh di sisi kiri mereka, ke arah selatan, di depan langit yang
sedang berubah kelabu, puncak-puncak dan punggung-punggung tinggi jajaran
pegunungan yang luas mulai tampak gelap dan hitam, sosok mereka mulai terlihat
jelas. Cahaya sedang muncul dan membesar di. belakangnya. Perlahan-lahan
cahaya meraya ke Utara. Ada pertarungan jauh tinggi di angkasa. Awan-awan dari
Mordor yang menggelembung terdorong mundur, tepi-tepinya terkoyak-koyak
Kembalinya Sang Raja Halaman | 209 ketika angin dari dunia yang hidup datang menyapu asap dan uap ke negeri
asalnya yang gelap. Di bawah pinggiran atap muram yang terangkat, cahaya redup
merembes masuk ke Mordor, seperti pagi yang pucat masuk melalui jendela kusam
sebuah penjara. "Lihat, Mr. Frodo!" kata Sam. "Lihat! Angin berubah arah. Sesuatu sedang
terjadi. Penguasa Kegelapan tidak lagi berkuasa sepenuhnya. Kegelapannya
sedang terkoyak di dunia luar sana. Seandainya aku bisa melihat apa yang sedang
terjadi!" Hari itu pagi kelima belas bulan Maret. Di atas Lembah Anduin,
Matahari terbit di atas bayangan dari timur, dan angin barat daya berembus. Theoden
sedang menjelang ajal di medan perang Padang Pelennor. Ketika Frodo dan Sam
berdiri memandang, lingkaran cahaya itu menyebar ke sepanjang garis jajaran
Ephel Duath, lalu mereka melihat sosok besar bergerak dengan kecepatan tinggi
dari Barat, mula-mula hanya sebuah bintik hitam berlatar belakang garis kemilau
di atas puncak-puncak gunung, lalu semakin besar, dan akhirnya seperti petir
menyambar masuk ke langit-langit gelap, lewat jauh tinggi di atas mereka. Ketika
lewat, Ia mengeluarkan teriakan panjang melengking, suara Nazgul; tapi teriakan
ini tidak lagi membuat mereka ketakutan: teriakan itu penuh kesengsaraan dan
kepedihan, berita buruk untuk Menara Kegelapan. Penguasa Hantu Cincin sudah
bertemu ajalnya. "Apa kubilang" Sesuatu sedang terjadi!" teriak Sam. "'Perang berlangsung
bagus, kata Shagrat; tapi Gorbag tidak begitu yakin. Dan ternyata dia benar.


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keadaan mulai membaik, Mr. Frodo, Tidakkah harapanmu bangkit lagi sekarang?"
"Well, tidak, tidak terlalu, Sam," keluh Frodo. "Perang itu kan di sana, di
seberang pegunungan. Kita sedang berjalan ke timur, bukan ke barat. Aku sudah
sangat lelah. Dan Cincin ini begitu berat. Aku mulai melihatnya dalam benakku
sepanjang waktu, seperti lingkaran api besar."
Semangat Sam langsung merosot lagi. la memandang majikannya dengan
cemas, dan memegang tangannya.
"Ayo, Mr. Frodo!" katanya. "Ada satu hal yang kuinginkan: sedikit cahaya.
Cukup untuk membantu kita, meski agak berbahaya juga. Cobalah melangkah
lebih jauh, lalu kita berbaring istirahat. Sekarang ambillah ini untuk dimakan,
sedikit makanan Peri; mungkin akan membangkitkan semangatmu."
Sambil berbagi satu wafer lembas, dan mengunyah sebisanya dengan mulut
yang terasa kering, Frodo dan Sam terus berjalan. Meski yang ada kini hanya
cahaya senja kelabu, itu sudah cukup bag, mereka untuk melihat bahwa mereka
Halaman | 210 The Lord of The Rings berada jauh di dalam lembah, di antara pegunungan. Lembah itu mendaki dengan
lembut, di dasarnya membentang dasar sungai yang sekarang sudah layu dan
mengering. Di luar alurnya yang penuh bebatuan mereka melihat sebuah jalan
yang tampak sudah sering ditapaki, menuju ke bawah kaki batu karang di sisi
barat. Seandainya mereka tahu, sebenarnya mereka bisa mencapainya lebih
cepat, sebab jalur itu meninggalkan jalan utama Morgul di ujung barat jembatan,
dan turun seperti tangga yang dipahat ke dalam batu karang, sampai ke dasar
lembah. Jalan itu digunakan oleh patroli-patroli atau utusan-utusan yang pergi
dengan cepat ke pos-pos yang lebih kecil dan benteng-benteng di arah utara, di
antara Cirith Ungol dan bagian sempit Sungai Isenmouthe, rahang-rahang besi
Carach Angren. Sangat berbahaya bagi kedua hobbit untuk menggunakan jalan
semacam itu, tapi mereka membutuhkan kecepatan, dan Frodo merasa tidak tahan
merangkak di antara batu-batu besar atau di lembah tanpa jejak di Morgai. Ia
menilai bahwa pemburu-pemburu mungkin menduga mereka akan mengambil jalan
ke arah utara. Jalan ke timur, ke padang, atau celah di belakang di barat, jalan-jalan itu yang
pertamatama akan mereka sisir dengan cermat. Baru setelah berada jauh di utara
Menara, Ia bermaksud membelok dan mencari jalan ke timur, ke timur pada tahap
paling nekat perjalanannya. Maka sekarang mereka melintasi dasar berbatu dan
mengambil jalan Orc, dan untuk beberapa lama mereka menyusurinya. Batu-batu
karang di sisi kiri mereka membentuk aTapi dan mereka tak bisa terlihat dari
atas; tapi jalan itu banyak berkelok, di setiap tikungan mereka memegang pangkal
pedang dan maju dengan hati-hati.
Cahaya tidak bertambah kuat, sebab Orodruin masih memuntahkan asap
besar yang memuncak semakin tinggi dan semakin tinggi karena terembus udara
yang berlawanan arah, sampai mencapai wilayah di atas angin dan menyebar
menjadi atap tak terhingga luasnya, yang tiang pusatnya muncul dari dalam
bayang-bayang di luar jarak pandang mereka. Mereka sudah berjalan susah payah
selama lebih dari satu jam ketika terdengar bunyi yang membuat langkah mereka
terhenti. Tak bisa dipercaya, tapi tak mungkin keliru. Air menetes. Dan sebuah selokan
di sebelah kin, tajam dan sempit hingga seolah-olah batu karang hitam itu
dibelah sebuah kapak besar, air menetes turun; mungkin sisa-sisa terakhir hujan manis
yang terkumpul dari lautan yang bermandikan cahaya matahari, tapi bernasib buruk
sehingga akhirnya jatuh ke dinding-dinding Negeri Hitam, sia-sia mengembara
turun ke dalam debu. Di sini Ia keluar dari batu karang, bercucuran jatuh
menjadi Kembalinya Sang Raja Halaman | 211 sungai kecil, lalu mengalir melintasi jalan, dan sambil membelok ke selatan,
mengalir deras lalu menjauh sampai hilang di antara bebatuan yang mati. Sam
melompat mendekatinya. "Kalau aku bertemu Lady lagi suatu saat nanti, akan kuceritakan ini padanya!"
teriaknya. "Tadi cahaya, dan sekarang air!" Lalu Ia berhenti. "Biar aku dulu
yang minum, Mr. Frodo," katanya. "Baiklah, tapi sebetulnya tempatnya cukup luas untuk
berdua." "Bukan itu maksudku," kata Sam. "Maksudku, kalau ternyata beracun, atau
ada apa-apa, lebih baik aku yang kena daripada kau, Master, kalau kau paham
maksudku." "Aku mengerti. Tapi kupikir kita akan bersama-sama mempercayai
keberuntungan kita, Sam; atau berkat kita. Tapi hati-hatilah, kalau-kalau airnya
dingin sekali!" Airnya memang dingin, tapi tidak sedingin es, dan rasanya tidak enak,
berminyak dan getir, atau begitulah kira-kira ungkapan di kampung halaman
mereka. Di sini tampaknya air itu melampaui segala pujian, ketakutan, atau
kewaspadaan. Mereka minum sepuas-puasnya, dan Sam mengisi kembali botol
airnya. Setelah itu Frodo merasa lebih baik, dan mereka berjalan terus sepanjang
beberapa mil, sampai pelebaran jalan dan awal suatu tembok kasar di tepinya
memperingatkan mereka bahwa mereka sudah mendekati benteng Orc lain.
"Kita harus menyimpang dari jalan ini, Sam," kata Frodo.. "Dan kita harus
membelok ke timur." Ia mengeluh sambil menatap punggung-punggung gunung
yang muram di seberang lembah.
"Sisa kekuatanku hanya cukup untuk mencari lubang di atas sana. Lalu aku
harus istirahat sebentar."
Sekarang dasar sungai berada agak di bawah jalan. Mereka merangkak turun
ke sana dan mulai melintasinya. Mereka tercengang sekali ketika menemukan
kolam-kolam gelap yang menerima kucuran air dari suatu sumber yang letaknya
lebih tinggi di lembah. Di daerah perbatasan paling luar di bawah sisi barat
pegunungan, Mordor memang negeri yang sedang sekarat, tapi belum mati. Dan di
sini masih ada yang tumbuh, kasar, terpelintir, getir, berjuang untuk bisa
hidup. Di celah-celah gunung di Morgai di sisi seberang lembah itu pepohonan rendah kerdil
bersembunyi dan melekat erat, sementara berkas-berkas rumput kasar kelabu
bertarung dengan bebatuan, dan lumut kering merayap di atasnya; semak-semak
besar, kusut penuh duri dan tumbuh menggeliat, malang melintang di mana-mana.
Halaman | 212 The Lord of The Rings Beberapa mempunyai duri panjang menusuk, beberapa mempunyai duri seperti
kait setajam pisau yang mengoyak-ngoyak.
Dedaunan kering dari tahun lalu masih menggantung di sana, berciut dan
berkertak-kertuk di udara muram itu, sementara kuncup-kuncup berbelatung baru
mulai mekar. Lalatlalat, cokelat keabuan atau kelabu, atau hitam, ditandai
seperti Orc dengan bercak merah berbentuk mata, mendengung dan menyengat; di atas
rumpunrumpun semak berduri kawanan serangga menari-nari dan terhuyunghuyung.
"Pakaian Orc tidak nyaman," kata Sam sambil mengibaskan tangannya.
"Seandainya aku punya kulit Orc!"
Akhirnya Frodo tidak bisa pergi lebih jauh lagi. Mereka sudah mendaki keluar
dari sebuah ngarai sempit berbeting-beting, tapi masih harus berjalan jauh
sebelum bisa sampai ke dalam jarak pandang punggung bukit terjal terakhir. "Sekarang aku
perlu istirahat, Sam, dan tidur kalau bisa," kata Frodo.
Ia melihat sekeliling, tapi rupanya tak ada satu tempat pun di daratan suram ini
yang bisa dimasuki untuk berlindung, tidak juga untuk seekor binatang. Akhirnya,
karena kelelahan, mereka menyelinap ke bawah tirai semak berduri yang
menggantung seperti tikar di atas permukaan tanah rendah berbatu. Mereka duduk
di sana dan makan seadanya. Lembas yang berharga disimpan untuk saat-saat
genting yang akan datang, dan mereka makan separuh dari sisa perbekalan di
ransel Sam, yang diberikan Faramir: beberapa buah kering, dan sepotong kecil
daging diawetkan; mereka juga menyesap sedikit air. Mereka sudah minum lagi
dari kolam-kolam di lembah, tapi masih sangat haus. Ada rasa getir dalam air
Mordor yang mengeringkan mulut. Bahkan ketika memikirkan air, Sam yang
biasanya penuh harapan dan bersemangat, merasa kecil hati. Di seberang Morgai
terbentang padang Gorgoroth yang mengerikan, yang harus mereka lintasi.
"Kau dulu yang tidur, Mr. Frodo," katanya. "Sudah mulai gelap lagi.
Tampaknya hari ini hampir berlalu."
Frodo mengeluh dan hampir tertidur seketika. Sam berjuang dengan rasa
letihnya sendiri, dan ia memegang tangan Frodo; di situlah ia diam-diam sampai
larut malam. Akhirnya, agar bisa tetap terjaga, ia merangkak keluar dari tempat
persmbunyian dan melihat sekeliling. Daratan itu penuh dengan bunyi-bunyi keriut
dan derak dan bunyi diam-diam, tapi tidak terdengar suara atau langkah kaki.
Jauh di atas Ephel Duath di Barat, langit malam masih redup dan pucat. Di sana,
mengintip dari antara reruntuhan awan, di atas bukit berbatu yang dnggi di
Kembalinya Sang Raja Halaman | 213 pegunungan, Sam melihat sebuah bintang putih berkelip untuk beberapa saat.
Keindahannya sangat menyentuh hati ketika ia rnenengadah melihat negeri yang
lengang itu, dan hatinya dipenuhi harapan lagi. Bagai suatu sorotan jernih dan
dingin, sebuah pikiran menembus hatinya bahwa pada akhirnya Bayang-Bayang itu
hanyalah hal kecil dan akan berlalu: masih ada cahaya dan keindahan yang
selamanya berada di luar jangkauannya.
Nyanyian Sam di Menara lebih merupakan penentangan daripada harapan;
sebab saat itu ia memikirkan dirinya sendiri. Kini, untuk sejenak, Ia tidak lagi
mencemaskan nasibnya sendiri maupun nasib majikannya. la merangkak kembali
ke dalam semak-semak dan berbaring di sisi Frodo. Dengan membuang semua
ketakutannya, Ia membiarkan dirinya tertidur lelap tanpa gangguan.
Mereka bangun bersamaan, saling berpegangan tangan. Sam merasa cukup
segar, siap untuk hari yang baru; tapi Frodo mengeluh. Tidurnya tidak nyaman,
penuh mimpi-mimpi tentang api, dan setelah bangun pun hatinya tidak lebih
ringan. Tapi bagaimanapun tidur itu telah membawa perbaikan: Ia sudah lebih kuat,
mampu memikul bebannya satu tahap lebih jauh. Mereka tidak tahu waktu, juga
tidak tahu berapa lama mereka sudah tidur; tapi setelah makan sedikit dan minum
seteguk air, mereka melanjutkan berjalan mendaki jurang, sampai jurang itu
berakhir pada suatu tebing terjal penuh batu karang pecah dan batu-batu gundul.
Di sana perjuangan tumbuhtumbuhan Untuk hidup, berakhir sudah; puncakpuncak
Morgai tidak berumput, gundul, bergerigi, dan gersang seperti batu tulis.
Perantauan Ke Tanah India 3 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Pasukan Alis Kuning 1

Cari Blog Ini