Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien Bagian 10
menunggu sebentar dan berjaga-jaga di kaki pohon, sampai mereka memutuskan
apa yang akan dilakukan."
Dari balik bayangan, sebuah tangga-diturunkan; terbuat dari tambang kelabu
keperakan dan bersinar dalam gelap, dan meski kelihatan ramping, ternyata cukup
kuat untuk menahan berat banyak orang. Legolas memanjat ringan ke atas, dan
Frodo menyusul perlahan; di belakangnya Sam ikut sambil mencoba tidak
bernapas terlalu keras. Dahan-dahan pohon mallorn itu tumbuh hampir lurus keluar
dari batangnya, lalu melenting ke atas; tapi di dekat puncak, batang utama
terbelah menjadi mahkota berdahan banyak, dan di antaranya mereka menemukan sebuah
panggung kayu, atau flet seperti mereka menyebutnya di masa itu: bangsa Peri
menyebutnya talan. Panggung itu bisa dicapai melalui lubang bundar tempat
tangga diturunkan. Ketika akhirnya Frodo naik ke flet, ia melihat Legolas duduk bersama tiga Peri
lain. Mereka berpakaian kelabu gelap, dan tidak tampak di antara batang-batang
pohon, kecuali bila mereka tiba-tiba bergerak. Mereka bangkit berdiri, salah
satunya membuka selubung sebuah lampu kecil yang mengeluarkan sinar tipis
keperakan. Ia mengangkatnya, menatap wajah Frodo, dan Sam. Lalu ia menutup
lampunya lagi, dan mengucapkan kata-kata sambutan dalam bahasa Peri. Frodo
membalasnya dengan terputus-putus.
"Selamat datang!" kata Peri itu lagi dalam Bahasa Umum, berbicara perlahan.
"Kami jarang menggunakan bahasa lain selain bahasa kami sendiri; karena
sekarang kami tinggal di jantung hutan, dan enggan melakukan hubungan dengan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 375 bangsa lain. Bahkan keluarga kami sendiri di Utara sudah terpisah dari kami.
Tapi masih ada di antara kami yang pergi ke luar untuk mencari berita dan mengawasi
musuh, dan mereka bisa berbicara bahasa negeri-negeri lain. Aku salah satunya.
Namaku Haldir. Saudarasaudaraku, Rumil dan Orophin, hanya sedikit bicara
bahasamu. "Tapi kami sudah mendengar selentingan tentang kedatanganmu, karena
utusan-utusan Elrond mampir ke Lorien dalam perjalanan pulang mereka naik
Tangga Dimrill. Kami sudah lama tidak mendengar tentang... hobbit, atau
halfling, sudah bertahun-tahun, dan tidak tahu bahwa masih ada dari mereka yang tinggal di
Dunia Tengah. Kau tidak tampak jahat! Dan karena kau datang bersama seorang
Peri dari keluarga kami, kami mau bersikap ramah kepadamu, sesuai permintaan
Elrond; meski bukan kebiasaan kami untuk memasukkan orang asing ke negeri
kami. Tapi kau hams tinggal di sini malam ini. Berapa orang jumlahrombonganmu?"
"Delapan," kata Legolas. "Aku sendiri, empat hobbit, dan dua manusia, salah
satunya Aragorn, seorang sahabat Peri dari bangsa Westernesse."
"Nama Aragorn, putra Arathorn, sudah dikenal di Lorien," kata Haldir, "dan dia
disukai Lady. Kalau begitu, semua beres. Tapi kau baru menyebutkan tujuh."
"Yang kedelapan seorang Kurcaci," kata Legolas.
"Kurcaci!" kata Haldir. "Itu tidak bagus. Kami tidak berurusan dengan Kurcaci
sejak Hari-Hari Kegelapan. Mereka tidak diizinkan masuk ke negeri kami. Aku tak
bisa membiarkannya masuk."
"Tapi dia dari Gunung Sunyi, salah satu anak buah Win yang tepercaya, dan
bersahabat dengan Elrond," kata Frodo. "Elrond sendiri memilihnya untuk menjadi
salah satu anggota rombongan, dan dia sudah bersikap berani dan setia."
Para Peri berembuk bersama dengan suara perlahan, dan menanyai Legolas
dalam bahasa mereka sendiri. "Baiklah," kata Haldir akhirnya. "Begini saja...
meski kami tak suka, kalau Aragorn dan Legolas mau menjaganya, dan bertanggung
jawab untuknya, dia boleh masuk; tapi dia harus berjalan dengan mata ditutup
melalui Lothlorien. "Sekarang kita jangan berdebat lebih lama lagi. Orang-orangmu jangan tetap
di tanah. Kami sudah mengawasi sungai-sungai, sejak kami melihat sepasukan
besar Orc berjalan ke utara, menuju Moria, sepanjang sisi pegunungan, beberapa
hari yang lalu. Serigala-serigala melolong di perbatasan hutan. Kalau kau memang
datang dari Moria, bahaya pasti tidak jauh di belakang. Besok pagi-pagi kalian
Halaman | 376 The Lord of The Rings harus melanjutkan perjalanan.
"Keempat hobbit harus naik ke sini dan tinggal bersama kami-kami tidak takut
pada mereka! Ada talan lain di pohon sebelah. Di sanalah yang lainnya harus
bermalam. Kau, Legolas, harus bertanggung jawab atas mereka pada kami.
Panggillah kami, kalau ada yang tidak beres! Dan awasi orang kerdil itu!"
Legolas segera turun dari tangga untuk membawa pesan Haldir; tak lama
kemudian, Merry dan Pippin memanjat naik ke flet tinggi itu. Mereka kehabisan
napas dan kelihatan agak takut.
"Nah!" kata Merry sambil terengah-engah. "Kami sudah membawa ke atas
selimutmu, juga selimut kami sendiri. Strider sudah menyembunyikan sisa bawaan
kami di dalam timbunan daun."
"Sebenarnya kalian tidak membutuhkan beban kalian," kata Haldir. "Memang
dingin di puncak pohon, pada musim dingin, meski angin malam ini ada di Selatan;
tapi kami punya makanan dan minuman untuk kalian, yang akan menghilangkan
dinginnya malam, dan kami punya kulit dan jubah lebih."
Para hobbit menerima makan malam kedua (yang jauh lebih enak) dengan
senang hati. Lalu mereka membungkus diri dengan hangat, bukan hanya dengan
mantel bulu kaum Peri, tapi juga dengan selimut mereka sendiri, dan mencoba
tidur. Tapi, meski mereka letih sekali, hanya Sam yang bisa tertidur dengan
mudah. Hobbit tidak menyukai ketinggian, dan tak pernah tidur di atas, meski mereka
punya rumah bertingkat. Flet itu sama sekali tidak memenuhi harapan mereka
sebagai suatu kamar tidur. Flet itu tidak berdinding, bahkan berpagar pun tidak;
hanya pada satu sisi ada tirai anyaman ringan, yang bisa digeser dan ditempatkan
di posisi berbeda, sesuai arah angin.
Pippin berbicara terus untuk beberapa lama. "Mudah-mudahan aku tidak
menggelinding ke bawah, kalau aku tertidur di atas sini," katanya.
"Sekali aku tertidur," kata Sam, "aku akan tetap tidur, meski aku terguling atau
tidak. Dan semakin sedikit berbicara, semakin cepat aku akan tertidur, kalau kau
mengerti maksudku." Frodo berbaring terjaga untuk beberapa saat, memandang bintang-bintang
yang bersinar melalui atap pucat dedaunan yang bergetar. Sam sudah
mendengkur di sampingnya, jauh sebelum ia sendiri memejamkan mata. Ia bisa
melihat samar-samar sosok kelabu dua Peri yang duduk tanpa bergerak, dengan
lengan melingkari lutut, berbicara berbisik. Yang satu lagi sedang turun untuk
giliran jaga di salah satu dahan yang lebih rendah. Akhirnya, terlena oleh angin
di Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 377 dahan-dahan atas, dan gumaman manis air terjun Nimrodel di bawah, Frodo
tertidur dengan nyanyian Legolas masih mengiang dalam benaknya.
Larut malam ia terbangun. Hobbit-hobbit yang lain masih tidur. Para Peri
sudah pergi. Bulan sabit bersinar redup di antara dedaunan. Angin tak berembus.
Agak di kejauhan, Frodo mendengar bunyi tawa parau dan langkah banyak kaki di
tanah. Ada deringan logam. Bunyi-bunyi itu lambat laun menghilang, dan
tampaknya pergi ke arah selatan, atau ke dalam hutan.
Sebuah kepala mendadak muncul di lubang lantai flet. Frodo bangkit duduk
dengan cemas, dan melihat ternyata itu salah seorang Peri yang berkerudung
kelabu. Ia memandang ke arah hobbit-hobbit.
"Ada apa?" kata Frodo.
"Yrch!" kata Peri itu dengan bisikan mendesis, dan meletakkan tangga
tambang yang sudah digulung ke atas flet.
"Orc!" kata Frodo. "Apa yang mereka lakukan?" Tapi Peri itu sudah pergi.
Tak ada bunyi lagi. dedaunan pun diam, air terjun juga seolah meredam
suaranya. Frodo duduk menggigil dalam balutan selimutnya. Ia bersyukur mereka
tidak tertangkap di tanah; tapi ia merasa pepohonan juga hanya memberikan
sedikit perlindungan, kecuali persembunyian. Konon penciuman Orc sangat tajam,
seperti anjing pemburu, dan mereka juga bisa memanjat. Frodo menghunus Sting:
pedang itu menyala berkilau seperti api biru, lalu perlahan meredup lagi dan
kelihatan pudar. Meski sinar pedangnya memudar, perasaan bahwa ada bahaya di
dekatnya tidak meninggalkan Frodo, tapi justru semakin kuat. Ia bangkit berdiri
dan merangkak ke lubang, lalu mengintip ke bawah. Ia hampir yakin bisa mendengar
gerakan diam-diam di kaki pohon, jauh di bawah.
Bukan Peri, karena gerakan mereka sama sekali tidak menimbulkan bunyi.
Lalu ia mendengar bunyi lamat-lamat, seperti mendengus, dan sesuatu tampaknya
sedang menggaruk-garuk kulit batang pohon. Frodo menatap ke bawah, ke dalam
kegelapan, sambil menahan napas.
Sesuatu itu sekarang memanjat perlahan, dan napasnya keluar seperti desis
pelan melalui gigi yang terkatup. Lalu sambil naik, dekat ke batang, Frodo
melihat dua mata pucat. Mata itu berhenti dan menatap ke atas tanpa berkedip. Mendadak
mereka membalik, dan sebuah sosok gelap menyelinap melewati batang pohon,
lalu lenyap. Tak lama kemudian, Haldir memanjat cepat menaiki dahan-dahan.
Halaman | 378 The Lord of The Rings "Ada sesuatu di pohon ini, yang belum pernah kulihat," katanya. "Bukan Orc.
Dia lari begitu aku menyentuh batang pohon. Kelihatannya dia hati-hati, dan
punya keahlian menyangkut pohon, kalau tidak mungkin aku mengira dia salah satu dari
kalian hobbit. "Aku tidak berteriak, karena tak berani membuat suara gaduh: kita tak bisa
mengambil risiko pertempuran. Pasukan kuat Orc lewat sini tadi. Mereka
menyeberangi Nimrodel - terkutuklah kaki mereka yang kotor di dalam airnya yang
jernih! - dan terus pergi lewat jalan lama di samping sungai. Tampaknya mereka
sedang mengikuti jejak, dan mereka memeriksa sebentar-tempat kalian tadi
berhenti. Kami bertiga tak bisa melawan seratus, maka kami berjalan ke sana dan
berbicara dengan suara dibuat-buat, untuk mengalihkan mereka ke dalam hutan.
"Orophin sekarang buru-buru kembali ke rumah kami untuk memperingatkan
rakyat kami. Tidak ada Orc yang bakal pernah kembali dari Lorien. Dan akan
banyak Peri bersembunyi di perbatasan utara, sebelum malam berikutnya. Tapi
kalian harus mengambil jalan selatan begitu hari terang."
Sinar pagi merekah pucat dari Timur. Cahayanya yang semakin kuat tersaring
melalui dedaunan kuning pohon mallorn. Bagi para hobbit, matahari itu seperti
matahari pagi musim panas yang sejuk. Langit biru muda mengintip dari antara
dahan-dahan yang bergerak. Memandang melalui bukaan di sisi selatan flet, Frodo
melihat seluruh lembah Silverlode terhampar bagai lautan emas yang mengalun
lembut oleh tiupan angin.
Masih pagi sekali, dan dingin, ketika Rombongan itu berangkat lagi, sekarang
dipandu oleh Haldir dan saudaranya, Rumil. "Selamat tinggal, Nimrodel cantik!"
seru Legolas. Frodo menoleh dan menangkap sekilas buih putih di antara
batangbatang pohon kelabu. "Selamat tinggal," katanya. Tampaknya ia takkan
pernah lagi mendengar air terjun yang begitu indah, senantiasa membaurkan nada-nadanya
yang tak terhitung ke dalam musik yang selalu berubah-ubah tak terhingga.
Mereka kembali ke jalan yang masih menjulur sepanjang sisi barat Silverlode,
dan hingga jarak tertentu, mereka menyusurinya ke selatan. Ada jejak kaki Orc di
tanah. Tapi tak lama kemudian Haldir keluar dari jalan dan masuk ke pepohonan,
berhenti di tebing sungai, di tempat teduh.
"Ada satu anak buahku di seberang sungai," katanya, "meski mungkin kalian
tidak melihatnya." ia memanggil dengan siulan rendah seperti burung, dan dari
gerombolan pohon muda keluarlah seorang Peri, berpakaian kelabu, tapi
kerudungnya terbuka; rambutnya mengilap seperti emas di bawah sinar matahari
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 379 pagi. Dengan terampil Haldir melemparkan segulungan tambang kelabu melintasi
sungai, Peri itu menangkapnya dan mengikatnya ke sebatang pohon di tebing.
"Di sini Celebrant sudah menjadi sungai deras, seperti kalian lihat," kata
Haldir, "dia mengalir deras dan dalam, dan sangat dingin. Kami tidak
menginjaknya begitu jauh ke utara, kecuali terpaksa. Tapi di masa waspada ini kami tidak
membuat jembatan. Begini cara kami menyeberang! Ikuti aku!" ia mengikat ujung
tambangnya dengan erat pada sebatang pohon lain, lalu berlari ringan di atasnya,
melintasi sungai dan kembali lagi, seolah menapaki jalan biasa.
"Aku bisa berjalan di atas tali itu," kata Legolas, "tapi yang lain tidak punya
keterampilan ini. Apa mereka harus berenang?"
"Tidak!" kata Haldir. "Kami masih punya dua tambang lagi. Kami akan
mengikatnya di atas yang satu, satu setinggi bahu, dan satu separuh tinggi bahu,
dan dengan memegang itu, tamu-tamu asing ini bisa menyeberang dengan hatihati."
Ketika jembatan ramping ini sudah dibuat, Rombongan itu menyeberanginya,
beberapa dengan hati-hati dan lambat, yang lain lebih mudah. Dari antara para
hobbit, ternyata Pippin yang paling bagus, karena langkahnya mantap, dan ia
berjalan cepat, hanya berpegangan dengan satu tangan; tapi ia tetap memandang
ke tebing di depan, dan tidak melihat ke bawah. Sam berjalan menyeret-nyeret
kaki, sambil berpegangan erat, dan melihat ke dalam air yang berputar-putar di
bawah, bak jurang di pegunungan.
Ia bernapas lega ketika sudah sampai dengan selamat di seberang. "Hidup
dan belajar! seperti kata ayahku selalu. Meski yang dimaksudnya adalah berkebun,
bukan bertengger seperti burung, juga bukan mencoba berjalan seperti labahlabah.
Bahkan pamanku Andy tak pernah melakukan akrobat seperti ini!"
Ketika akhirnya seluruh Rombongan berkumpul di tebing timur Silverlode, para
Peri membuka ikatan tambang mereka dan menggulung dua di antaranya. Rumil,
yang tetap di tebing sana, menarik kembali tambang terakhir, menggantungkannya
di bahunya, dan sambil melambaikan tangannya ia pergi, kembali ke Nimrodel
untuk berjaga. "Nah, teman-teman," kata Haldir, "kalian sudah masuk Naith di Lorien, atau
Gore, menurut kalian, karena daratan ini seperti kepala tombak di antara lengan
Silverlode dan Sungai Besar Anduin. Kami tidak mengizinkan orang-orang asing
memata-matai rahasia Naith. Sedikit saja yang diperbolehkan menginjakkan kaki di
sana. Halaman | 380 The Lord of The Rings "Seperti sudah disepakati, di sini aku akan menutup mata Gimli si Kurcaci.
Yang lainnya boleh berjalan bebas untuk sementara, sampai kita tiba lebih dekat
ke tempat tinggal kami, di Egladil, di Angle di antara air."
Ini sama sekali tidak disukai Gimli. "Kesepakatan itu dibuat tanpa
persetujuanku," katanya. "Aku tidak mau berjalan dengan mata ditutup, seperti
peminta-minta atau tahanan. Dan aku bukan mata-mata. Bangsaku belum pernah
berurusan dengan anak buah Musuh. Kami juga tak pernah menyakiti bangsa Peri.
Aku tidak lebih mungkin mengkhianati kalian daripada Legolas, atau siapa pun
dari kawan-kawanku." "Aku tidak meragukanmu," kata Haldir. "Tapi ini hukum kami. Aku bukan
penguasa hukum, dan tak bisa mengesampingkannya. Aku sudah berbuat banyak
dengan membiarkan kalian menyeberangi Celebrant."
Gimli keras kepala. Ia berdiri dengan kedua kaki terpentang, tangannya
memegang pangkal kapaknya. "Aku akan berjalan bebas," katanya, "atau aku akan
kembali dan mencari negeriku sendiri, di mana aku dikenal jujur, meski aku tewas
sendirian di belantara."
"Kau tidak bisa kembali," kata Haldir keras. "Kau sudah berjalan sejauh ini,
dan kau harus dibawa ke hadapan Lord dan Lady. Mereka akan menilaimu,
menahanmu, atau memberimu izin, terserah mereka. Kau tak bisa menyeberangi
sungai lagi, dan di belakangmu sekarang ada penjaga-penjaga rahasia yang tak
bisa kaulewati. Kau akan dibunuh sebelum sempat melihat mereka."
Gimli menarik kapak dari ikat pinggangnya. Haldir dan kawannya
meregangkan busur mereka. "Terkutuklah Kurcaci dan sifat kepala batu mereka!"
kata Legolas. "Sudah!" kata Aragorn. "Kalau aku masih memimpin Rombongan ini, kau
harus melakukan apa yang kuminta. Sulit bagi orang kerdil ini untuk ditutup
matanya sendirian. Kami semua akan berjalan dengan mata ditutup, juga Legolas.
Itu jalan terbaik, meski akan membuat perjalanan lambat dan menemukan."
Gimli mendadak tertawa. "Kita akan terlihat seperti rombongan orang tolol!
Apakah Haldir akan menuntun kita dengan tali, seperti beberapa orang buta
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan hanya seekor anjing" Tapi aku akan puas kalau Legolas saja yang
bersama-sama denganku ditutup matanya."
"Aku Peri dan saudara di sini," kata Legolas, yang sekarang jadi marah juga.
"Sekarang mari kita berseru, 'Terkutuklah sifat keras kepala kaum Peri!"' kata
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 381 Aragorn. "Biarlah seluruh anggota Rombongan mendapat perlakuan sama rata.
Ayo, tutup mata kami, Haldir!"
"Aku akan menuntut ganti rugi penuh kalau aku tersandung atau jari kakiku
lecet, kalau kau tidak menuntun kami dengan baik," kata Gimli ketika mereka
mengikat penutup matanya.
"Kau tidak perlu menuntut," kata Haldir. "Aku akan menuntunmu dengan baik,
dan jalanan di sini mulus dan lurus."
"Konyol sekali semua ini!" kata Legolas. "Kita semua bersatu melawan Musuh
yang sama, tapi aku dipaksa berjalan dengan mata ditutup, sementara matahari
bersinar cerah di hutan, di bawah dedaunan emas! "
"Memang bodoh," kata Haldir. "Tapi justru di sinilah tampak jelas kekuatan
sang Penguasa Kegelapan, yang mencerai-beraikan merekamereka yang masih
menentangnya. Namun sekarang ini begitu sedikit kepercayaan dan keyakinan
yang bisa kami temukan di dunia di luar Lothlorien, kecuali mungkin di
Rivendell, itu sebabnya kami tak berani menaruh kepercayaan yang sekiranya bisa
membahayakan negeri kami. Kami sekarang hidup di sebuah pulau, di tengah
banyak bahaya, dan tangan kami lebih sering memegang busur daripada harpa.
"Sungai-sungai sudah lama membela kami, tapi sekarang mereka bukan
penjaga yang aman lagi; karena Bayangan itu sudah merangkak ke utara,
mengelilingi kami. Beberapa berniat untuk pergi, tapi itu pun tampaknya sudah
terlambat. Pegunungan di sebelah barat sudah menjadi jahat; di sebelah timur,
daratannya sudah rusak dan penuh makhluk-makhluk Sauron; dan kabarnya kami
sekarang tak bisa lewat dengan aman di selatan, melalui Rohan, dan muara-muara
Sungai Besar diawasi Musuh. Meski kami bisa sampai ke pantai Lautan, kami
takkan bisa menemukan perlindungan lagi di sana. Katanya di sana masih ada
pelabuhan-pelabuhan Peri Bangsawan, tapi letaknya jauh di utara dan barat, di
luar negeri hobbit. Tapi di mana tempat itu berada, meski Lord dan Lady mungkin tahu,
aku sendiri tidak tahu."
"Kau setidaknya harus mengira-ngira, sejak melihat kami," kata Merry. "Ada
pelabuhan-pelabuhan Peri di sebelah barat negeriku, Shire, tempat para hobbit
tinggal." "Betapa bahagianya bangsa hobbit, bisa tinggal dekat pantai!" kata Haldir.
"Sudah lama sekali sejak bangsaku melihatnya, meski begitu kami masih
mengingatnya dalam lagu-lagu kami. Ceritakan tentang pelabuhanpelabuhan ini
sementara kita berjalan."
Halaman | 382 The Lord of The Rings "Aku tak bisa. Aku belum pernah melihatnya. Aku belum pernah keluar dari
negeriku. Dan seandainya aku tahu dunia luar seperti apa, kurasa aku tidak bakal
mau meninggalkan Shire."
"Tidak juga untuk melihat Lothlorien yang indah?" kata Haldir. "Dunia memang
penuh bahaya, dan di dalamnya banyak tempat gelap; tapi masih banyak hal indah,
dan meski di semua negeri sekarang cinta tercampur dengan duka, mungkin dia
justru tumbuh semakin hebat.
"Beberapa di antara kami bernyanyi bahwa Bayangan itu akan mundur, dan
kedamaian akan datang lagi. Namun begitu, aku tak percaya bahwa dunia di
sekitar kita akan kembali seperti semula, atau sinar matahari akan seperti dulu
lagi. Untuk bangsa Peri, mungkin yang terbaik adalah mengadakan gencatan senjata,
agar mereka bisa lewat tanpa rintangan ke Lautan, dan meninggalkan Dunia
Tengah untuk selamanya. Sayang sekali Lothlorien yang kucintai! Sungguh
menyedihkan, hidup di negeri yang tak ada pohon mallorn tumbuh. Tapi entah ada
pohon mallorn atau tidak di seberang Lautan, belum ada yang melaporkannya."
Sambil berbicara, Rombongan itu berbaris perlahan menelusuri jalan di hutan,
dipimpin Haldir, sementara Peri satunya berjalan di belakang. Mereka merasa
tanah di bawah kaki mereka mulus dan lembut, dan setelah beberapa saat, mereka
berjalan lebih bebas, tanpa takut sakit atau jatuh. Karena penglihatannya
dihambat, Frodo merasa pendengaran dan indra-indranya yang lain jadi lebih tajam. Ia bisa
mencium aroma pohon-pohon dan rumput yang diinjaknya. Ia bisa mendengar
banyak nada berbeda dalam desiran daun di atas kepala, sungai yang bergumam
di sebelah kanannya, dan suarasuara kecil jernih burung-burung di angkasa. Ia
merasa matahari menyinari wajah dan tangannya ketika mereka melewati padang
terbuka. Begitu ia menginjakkan kaki di tebing Silverlode, sebuah perasaan aneh,
timbul dalam dirinya, dan perasaan itu semakin kuat ketika ia berjalan masuk ke
Naith: ia serasa melangkahi jembatan waktu, masuk ke suatu sudut Zaman Peri,
dan kini memasuki dunia yang sudah tidak ada. Di Rivendell ada kenangan
tentang' hal-hal kuno; di Lorien hal-hal kuno masih hidup di dunia yang sadar.
Kejahatan sudah terlihat dan terdengar di Rivendell, dan duka sudah dikenal;
bangsa Peri takut dan tidak mempercayai dunia luar: serigala melolong di
perbatasan hutan: tapi di daratan Lorien tak ada bayangan.
Sepanjang hari itu mereka berjalan terus, sampai merasakan sore sejuk
datang, dan mendengar angin malam berbisik di antara dedaunan. Lalu mereka
beristirahat dan tidur tanpa rasa takut di tanah; karena sang pemandu tidak
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 383 mengizinkan mereka membuka tutup mata, dan mereka tak bisa memanjat. Di pagi
hari mereka berangkat lagi, berjalan tanpa terburu-buru. Tengah hari mereka
berhenti, dan Frodo menyadari mereka sudah keluar dari bawah Matahari.
Mendadak ia bisa mendengar banyak suara di sekitar mereka.
Sepasukan Peri sudah berjalan diam-diam, mendekati mereka: pasukan itu
sedang bergegas ke perbatasan utara, untuk berjaga terhadap serangan dari
Mona; dan mereka membawa berita, beberapa di antaranya dilaporkan Haldir.
Rombongan Orc perampok sudah dihadang, dan hampir semuanya dihancurkan;
sisanya lari ke barat, ke arah pegunungan, dan sedang dikejar. Suatu makhluk
aneh juga terlihat, berlari dengan punggung bungkuk dan tangan dekat ke tanah,
seperti hewan tapi tidak berbentuk hewan. Ia' lolos, dan mereka tidak
menembaknya, karena tidak tahu ia baik atau jahat. Makhluk itu menghilang lewat
Silverlode, ke arah selatan.
"Juga," kata Haldir, "mereka membawa pesan dari Lord dan Lady bangsa
Galadhrim. Kalian semua boleh berjalan bebas, termasuk Gimli si Kurcaci.
Kelihatannya Lady tahu siapa dan apa setiap anggota Rombonganmu. Mungkin
berita-berita baru sudah datang dari Rivendell."
Ia melepaskan tutup mata Gimli dulu. "Maafkan aku!" katanya sambil
membungkuk rendah. "Lihatlah kami sekarang dengan mata yang ramah! Lihatlah
dan berbahagialah, karena kau orang kerdil pertama yang menyaksikan pohonpohon
Naith di Lorien sejak masa Durin!"
Ketika tutup matanya dibuka, Frodo mengangkat wajah dan terperangah.
Mereka berdiri di sebuah tempat terbuka. Di sebelah kiri berdiri gundukan besar,
tertutup rumput sehijau Musim-Semi di Zaman Peri. Di atasnya tumbuh dua
lingkaran pepohonan, seperti mahkota ganda: lingkaran luar mempunyai kulit
batang seputih salju, tidak berdaun namun indah dalam ketelanjangan mereka;
lingkaran dalam terdiri atas pohon-pohon mallorn yang sangat tinggi, masih
dihiasi warna emas pucat. Tinggi di antara dahan-dahan sebatang pohon yang menjulang
tinggi di tengah, sebuah flet putih berkilauan. Di kaki pohon, dan di sekitar
seluruh sisi bukit hijau itu, rumputrumputnya bertatahkan bunga-bunga kecil keemasan
berbentuk bintang. Di antaranya, mengangguk-angguk pada batang-batang
ramping, ada bungabunga lain, putih dan hijau muda: berkilauan seperti kabut, di
tengah warna rumput yang hijau segar. Di atas semua itu membentang langit biru,
matahari siang menyinari bukit dan menjatuhkan bayang-bayang hijau panjang di
bawah pepohonan. "Lihatlah! Kau sudah sampai di Cerin Amroth," kata Haldir. "Karena di sinilah
Halaman | 384 The Lord of The Rings terletak jantung wilayah kuno ini, seperti di zaman dahulu kala, dan di sinilah
bukit Amroth, di mana pada masa yang lebih bahagia berdiri rumalrnya. Di sini selalu
berkembang bunga-bunga musim dingin di antara rumput yang tak pernah pudar:
elanor kuning dan niphredil pucat. Di sini kita akan tinggal sebentar, dan masuk
ke kota Galadhrim sore nanti."
Yang lainnya merebahkan din ke atas rumput wangi, tapi Frodo masih berdiri
keheranan. Ia serasa melangkah masuk melalui sebuah jendela tinggi yang
membuka ke dunia yang sudah hilang. Seberkas cahaya menyinarinya, yang
dalam bahasanya tak bisa diungkapkan. Ia melihat semuanya berwujud indah,
dengan bentuk-bentuk yang begitu jelas, seolah pertama kali dirancang dan
digambar saat matanya dibuka, namun juga sarat oleh usia, seakan sudah ada
sejak dahulu kala. Ia tidak melihat warna, kecuali yang dikenalnya - emas, putih,
biru, dan hijau - namun warna-warna itu segar dan tajam, seolah baru pertama kali
itu ia melihatnya, dan memberi mereka namanama baru dan indah. Di musim
dingin di sini, tak ada yang bisa berduka mendambakan musim semi atau musim
panas. Tak ada penyakit, noda, atau cacat pada semua yang tumbuh di bumi.
Negeri Lorien bersih tak bernoda.
Ia membalikkan badan dan melihat Sam sekarang berdiri di sampingnya,
melihat sekeliling dengan ekspresi heran, dan menggosokgosok mata seolah tak
yakin ia sedang sadar. "Sekarang ini masih siang dan matahari terang benderang,"
katanya. "Kupikir Peri hanya ada saat bulan dan bintang bersinar: tapi yang
kulihat ini lebih bersifat Peri daripada apa pun yang pernah kudengar. Aku merasa seolah
berada di dalam nyanyian, kalau kau paham maksudku."
Haldir memandang mereka, dan kelihatannya ia benar-benar memahami
pikiran maupun perkataan Sam. Ia tersenyum. "Kau merasakan kekuatan Lady
Galadhrim," katanya. "Maukah kalian naik bersamaku ke Cerin Amroth?"
Mereka mengikutinya ketika ia melangkah ringan mendaki lereng berumput.
Meski ia berjalan dan bernapas, dan di sekitarnya daun-daun dan bunga-bunga
hidup digetarkan oleh angin sejuk yang juga mengipasi wajahnya, Frodo merasa
berada di suatu negeri tanpa waktu, yang tidak memudar, berubah, atau
terlupakan. Setelah meninggalkan negeri itu dan kembali ke dunia luar pun, Frodo
si pengembara dari Shire masih tetap terkenang saat-saat ia berjalan di sana, di
rumput di antara elanor dan niphredil, di Lothlorien yang indah.
Mereka masuk ke lingkaran pohon-pohon putih. Pada saat itu Angin Selatan
berembus ke atas Cerin Amroth, dan mengeluh di antara dahandahannya. Frodo
berdiri diam, dan mendengar samudra besar memukulmukul pantai yang sudah
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 385 lama hilang tersapu, serta burung-burung laut yang berteriak, yang rasnya sudah
lama hilang dari muka bumi.
Haldir sudah maju dan sekarang memanjat ke flet yang tinggi. Saat bersiapsiap
menyusulnya, Frodo menyentuhkan tangan ke pohon di samping tangga, dan
ia tersentak. Belum pernah ia merasakan dengan begitu tajam, rasa dan
permukaan kulit pohon serta kehidupan yang tersimpan di dalamnya. Ia merasa
bahagia menyentuh kayu itu, bukan sebagai penjaga hutan maupun sebagai
tukang kayu; melainkan kebahagiaan karena pohon hidup itu sendiri.
Ketika akhirnya ia naik ke panggung tinggi itu, Haldir memegang tangannya
dan membalikkan badan Frodo ke arah Selatan. "Lihat ke sini dulu!" katanya.
Frodo memandang. Agak jauh di sana, ia melihat bukit yang entah penuh
pepohonan tinggi besar, atau kota dengan menara-menara hijau. Dari sanalah
rupanya asal kekuatan dan cahaya yang mengendalikan seluruh negeri itu. Frodo
mendadak ingin sekali terbang seperti burung untuk beristirahat di kota itu.
Lalu ia memandang ke arah timur, dan melihat seluruh negeri Lorien terhampar sampai ke
Anduin, Sungai Besar yang berkilau pucat. Ia mengangkat matanya ke seberang
sungai, dan semua cahaya padam, dan ia kembali lagi ke dunia yang dikenalnya.
Di luar sungai, daratan tampak datar dan kosong, tak berbentuk dan kabur, dan
naik lagi di kejauhan, seperti dinding gelap dan seram. Matahari yang bersinar
di atas Lothlorien tak berdaya untuk menyinari kegelapan di ketinggian yang jauh
itu. "Di sana terhampar luas Mirkwood Selatan," kata Haldir. "Tertutup hutan
cemara gelap, di mana pohon-pohon saling bersaing dan dahan-dahan mereka
membusuk dan layu. Di tengahnya, di atas dataran tinggi berbatu, berdiri Dol
Guldur, di mana Musuh tersembunyi itu dulu tinggal. Kami khawatir sekarang dia
sudah didiami lagi, dan dengan kekuatan berlipat ganda tujuh kali. Awan hitam
sering menggantung di atasnya belakangan ini. Di tempat tinggi ini kau bisa
melihat kedua kekuatan yang saling berlawanan; dan mereka tetap bersaing dalam pikiran,
tapi meski cahaya ini melihat jantung kegelapan, rahasianya sendiri belum
terungkap. Belum." Haldir membalikkan badannya dan cepat-cepat turun. Mereka
mengikutinya. Di kaki bukit, Frodo menemukan Aragorn berdiri diam dan tenang, seperti
sebatang pohon; di tangannya ada bunga elanor kecil keemasan, dan matanya
bersinar-sinar. Ia terbenam dalam ingatan indah: dan ketika Frodo memandangnya,
ia tahu Aragorn tengah membayangkan keadaan di tempat ini, lama berselang.
Halaman | 386 The Lord of The Rings Sebab perjalanan tahun yang muram kini terhapus dari wajah Aragorn; dan ia
seolah berpakaian putih, seorang pangeran muda yang jangkung dan tampan; dan
ia berbicara dengan bahasa Peri pada seseorang yang tak bisa dilihat Frodo.
Arwen vanimelda, namarie! katanya, lalu ia menghela napas. Setelah terjaga dari
lamunannya, ia menatap Frodo dan tersenyum.
"Di sinilah jantung kerajaan Peri di bumi," katanya, "dan di sinilah hatiku
berada; kecuali ada cahaya di luar jalan-jalan gelap yang masih harus kita
tapaki, kau dan aku. Ikutlah aku!" Dan sambil memegang tangan Frodo, ia meninggalkan
bukit Cerin Amroth. Ia tak pernah kembali ke sana dalam keadaan hidup.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 387 Cermin Galadriel Halaman | 388 The Lord of The Rings Matahari terbenam di balik pegunungan, dan bayangan-bayangan di hutan
semakin gelap, ketika mereka berjalan lagi. Sekarang mereka masuk ke
gerombolan pohon, di mana senja sudah mulai terasa. Malam menghampiri di
bawah pepohonan, sementara mereka berjalan, dan para Peri membuka selubung
lampu mereka. Tiba-tiba mereka sampai di sebuah tempat terbuka lagi, di bawah langit
malam pucat bertaburkan beberapa bintang yang muncul awal. Di depan mereka
ada tempat luas tanpa pohon, berbentuk lingkaran besar dan membelok ke luar di
kedua sisinya. Di luarnya ada jurang dalam yang hilang dalam kegelapan, tapi
rumput di tebingnya tampak hijau, seolah masih bersinar mengenang matahari
yang sudah pergi. Di sisi seberang berdiri menjulang sebuah dinding hijau,
mengurung bukit hijau yang dipenuhi pohon mallorn yang lebih tinggi daripada
yang telah mereka lihat di negeri itu. Tingginya tak bisa ditebak, tapi dalam
cahaya senja itu, mereka tampak seperti menara-menara yang hidup. Di dalam
dahandahannya yang bercabang-cabang, dan di tengah dedaunannya yang selalu
bergerak, menyala lampu-lampu yang tak terhitung jumlahnya - hijau, emas, dan
perak. Haldir berbicara pada mereka.
"Selamat datang ke Caras Galadhon!" katanya. "Inilah kota tempat tinggal
Lord Celeborn dan Lady Galadriel dari Lorien. Tapi kita tak bisa masuk dari
sini, karena gerbang-gerbangnya tidak menghadap ke utara. Kita harus berjalan
memutar ke selatan, dan jalan itu tidak pendek, karena kota ini besar."
Ada jalan berlapis bate putih terbentang di tebing luar jurang. Mereka
menyusuri jalan ini, ke arah barat, sementara kota itu mendaki terus seperti
awan hijau di sebelah kiri mereka; ketika malam semakin larut, lebih banyak cahaya
muncul, hingga seluruh bukit seperti menyala penuh bintang-bintang. Akhirnya
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka sampai ke sebuah jembatan putih, dan setelah menyeberanginya, mereka
tiba di gerbang-gerbang kota. Gerbang-gerbang itu menghadap ke barat daya,
terletak di antara ujung-ujung dinding yang mengelilinginya, yang di sini saling
menutupi. Pintu-pintunya tinggi dan kuat, diterangi banyak lampu gantung.
Haldir mengetuk dan berbicara, dan gerbang itu membuka tanpa suara; tapi
Frodo tak bisa melihat penjaganya. Mereka masuk ke dalam, dan gerbang itu
tertutup lagi di belakang mereka. Mereka berada di sebuah jalan di antara
ujungujung dinding; dengan cepat mereka melewatinya, dan masuk ke Kota Pohon.
Tak ada orang tampak, juga tidak terdengar bunyi langkah kaki di jalan; tapi ada
banyak suara di sekitar mereka, dan di udara di atas. Jauh di atas bukit, mereka bisa
mendengar nyanyian mengalun dari atas, seperti hujan lembut di atas dedaunan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 389 Mereka melewati banyak jalan dan mendaki banyak tangga, sampai akhirnya
tiba di tempat tinggi. Di depan mereka, di tengah halaman luas, sebuah air
mancur berkilauan. Air mancur itu diterangi lampu-lampu perak yang menggantung pada
dahan-dahan pepohonan, airnya jatuh ke dalam mangkuk perak, dan dari situ
mengalir menjadi aliran putih. Di sisi selatan halaman berdiri pohon paling
besar; batangnya yang besar dan mulus bersinar seperti sutra kelabu, dan ia menjulang
begitu tinggi, hingga dahandahannya yang pertama, jauh di atas, membuka
tangan-tangan besar mereka di bawah awan daun yang gelap. Di sebelahnya
berdiri sebuah tangga lebar putih, dan di kakinya duduk tiga Peri. Mereka
melompat berdiri ketika para pengembara itu mendekat. Frodo melihat bahwa
mereka tinggi sekali dan berpakaian logam kelabu, dari pundak mereka
menggantung jubah putih panjang.
"Di sini tinggal Celeborn dan Galadriel," kata Haldir. "Mereka mengharapkan
kalian naik dan berbicara dengan mereka."
Salah satu penjaga Peri meniupkan nada nyaring pada terompet kecilnya, dan
dijawab tiga kali dari jauh di atas. "Aku akan menghadap lebih dulu," kata
Haldir. "Biar Frodo berikutnya, dan Legolas bersamanya. Yang lain boleh menyusul
sekehendak mereka. Panjatannya panjang sekali untuk mereka yang tidak terbiasa
pada tangga semacam ini, tapi kalian boleh istirahat selama naik."
Ketika Frodo memanjat perlahan, banyak sekali flet yang dilewatinya:
beberapa di satu sisi, beberapa di sisi lain, dan beberapa mengurung batang
pohon, sehingga tangga itu melewati tengahnya. Di suatu ketinggian, jauh di atas
tanah, ia sampai ke sebuah talan yang luas, seperti geladak kapal besar. Di
atasnya berdiri sebuah rumah, begitu besar, sampai hampir bisa dipakai sebagai
aula untuk Manusia di bumi. Ia masuk di belakang Haldir, dan menyadari ia berada
di sebuah ruang berbentuk lonjong; di tengah ruangan tumbuh sebatang pohon
mallorn besar, namun batangnya semakin ke atas semakin mengecil, sampai ke
mahkotanya, tapi masih membentuk tiang dengan lingkaran sangat besar.
Ruangan itu berisi cahaya lembut; dinding-dindingnya hijau dan perak, dan
atapnya dari emas. Banyak Peri duduk di sana. Di atas dua kursi, di bawah batang
pohon dan beratap dahan hidup, duduk berdampingan Celeborn dan Galadriel.
Mereka berdiri untuk menyambut tamu mereka, sesuai adat-istiadat kaum Peri,
bahkan mereka yang termasuk raja-raja hebat. Mereka sangat jangkung, dan sang
Lady juga tak kalah jangkung daripada sang Lord; mereka tampak khidmat dan
indah. Pakaian mereka serbaputih; rambut Lady Galadriel berwarna emas pekat,
dan rambut Lord Celeborn keperakan dan panjang, serta bersinar; tapi tak ada
Halaman | 390 The Lord of The Rings tanda-tanda ketuaan pada diri mereka, kecuali dalam mata mereka; karena mata
mereka tajam bagai lembing di bawah sinar bintang, namun sangat dalam, seperti
sumur ingatan yang dalam.
Haldir membimbing Frodo ke hadapan mereka, dan Lord Celeborn
menyambutnya dengan bahasanya sendiri. Lady Galadriel tidak mengatakan apaapa,
tapi menatap wajahnya lama sekali.
"Duduklah di sampingku, Frodo dari Shire!" kata Celeborn. "Kalau semua
sudah datang, kita akan bercakap-cakap."
Setiap anggota rombongan disambut dengan sopan, nama masingmasing
disebutkan ketika mereka masuk. "Selamat datang, Aragorn putra Arathorn!"
katanya. "Sudah delapan dan tiga puluh tahun sejak kau datang ke negeri ini; dan
tahun-tahun itu membebanimu dengan berat. Tapi akhirnya sudah dekat, entah
baik ataupun buruk. Simpanlah dulu bebanmu sejenak di sini!"
"Selamat datang, putra Thranduil! Terlalu jarang keluargaku dari Utara
berkunjung kemari." "Selamat datang, Gimli putra Gloin! Memang sudah lama kami tak melihat
salah satu dari bangsa Durin di Caras Galadhon. Tapi hari ini kami membatalkan
hukum kami yang sudah lama. Mudah-mudahan menjadi pertanda bahwa meski
dunia sekarang lebih gelap; tapi masa yang lebih baik sudah mendekat, dan
persahabatan di antara bangsa kita akan diperbaharui." Gimli membungkuk dalam
sekali. Ketika semua tamu sudah duduk di depan kursinya, Lord Celeborn menatap
mereka lagi. "Di sini ada delapan," katanya. "Sembilan yang berangkat: begitulah
menurut pesan yang disampaikan. Tapi mungkin ada perubahan saran yang belum
kami dengar. Elrond jauh sekali, dan kegelapan membubung di antara kami, dan
sepanjang tahun ini bayang-bayang yang muncul semakin panjang."
"Tidak, tidak ada perubahan rencana," kata Lady Galadriel, berbicara untuk
pertama kali. Suaranya jernih dan berirama, tapi lebih dalam daripada biasanya
suara wanita. "Gandalf si Kelabu berangkat bersama Rombongan, tapi dia tidak
berhasil melewati perbatasan negeri ini. Sekarang ceritakan pada kami, di mana
dia; karena aku sangat ingin berbicara lagi dengannya. Tapi aku tak bisa
melihatnya dari jauh, kecuali dia masuk ke dalam lingkungan Lothlorien: kabut
kelabu menyelimutinya, dan langkah kaki serta pikirannya tersembunyi bagiku."
"Sayang sekali!" kata Aragorn. "Gandalf si Kelabu jatuh ke dalam gelap. Dia
tetap di Moria, dan tidak berhasil lolos."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 391 Mendengar itu, semua Peri di aula berteriak keras, penuh kesedihan dan
kekagetan. "Ini berita buruk," kata Celeborn, "berita paling buruk yang pernah
dibicarakan di sini, selama tahun-tahun panjang yang penuh kesedihan." ia
berbicara pada Haldir. "Mengapa tentang ini belum ada yang diceritakan padaku?"
tanyanya dalam bahasa Peri.
"Kami belum berbicara dengan Haldir tentang perbuatan atau tujuan kami,"
kata Legolas. "Pada mulanya kami letih, dan bahaya terlalu dekat di belakang;
setelah itu kami hampir melupakan kesedihan kami sebentar, saat kami berjalan
dengan bahagia di jalan-jalan indah Lorien."
"Namun kesedihan kami besar sekali, dan kehilangan kami tak bisa
dipulihkan," kata Frodo. "Gandalf adalah pemandu kami, dan dia menuntun kami
melalui Moria; ketika pelarian kami tampak tak ada harapan lagi, dia
menyelamatkan kami, dan jatuh."
"Ceritakan sekarang pada kami seluruh kisahnya!" kata Celeborn.
Maka Aragorn menceritakan semua yang terjadi di jalan di Caradhras, dan di
hari-hari berikutnya; ia juga berbicara tentang Balm dan bukunya, pertempuran di
Ruang Mazarbul, api, jembatan sempit, dan kedatangan makhluk pembawa Teror.
"Tampaknya makhluk jahat dari Dunia Lama, yang belum pernah kulihat," kata
Aragorn. "Bentuknya seperti bayangan, sekaligus nyala api, kuat dan mengerikan."
"Itu Balrog dari Morgoth," kata Legolas, "yang paling mematikan dari antara
semua kutukan Peri, kecuali bagi yang Satu itu, yang berada di Menara
Kegelapan." "Memang di jembatan aku melihat sesuatu yang menghantui mimpi kita yang
paling gelap. Aku melihat Kutukan Durin," kata Gimli dengan suara rendah,
kengerian terpancar dari matanya.
"Aduh!" kata Celeborn. "Sudah lama kami khawatir ada kejahatan yang tertidur
di bawah Caradhras. Tapi seandainya aku tahu bahwa kaum Kurcaci sudah
membangunkan lagi kejahatan di Moria, aku akan melarang kalian melewati
perbatasan utara, kau dan semua yang pergi bersamamu. Dan bila mungkin, akan
ada yang bilang bahwa Gandalf akhirnya jatuh dari kebijakan ke kebodohan, pergi
sia-sia masuk ke dalam jaring Moria."
"Gegabah sekali kalau ada yang berkata begitu," kata Galadriel muram.
"Karena perbuatan Gandalf sepanjang hidupnya tak pernah sia-sia. Mereka yang
mengikutinya tidak tahu pikirannya, dan tak bisa melaporkan keseluruhan
rencananya. Tapi apa pun yang dilakukan sang pemandu, pengikut-pengikutnya
Halaman | 392 The Lord of The Rings tidak bersalah. Jangan menyesal telah menyambut Kurcaci ini. Seandainya bangsa
kami dikucilkan jauh dan lama dari Lothlorien, siapa di antara bangsa Galadhrim termasuk Celeborn yang Bijak sekalipun - yang bisa menahan diri untuk lewat di
dekatnya tanpa keinginan melihat rumah mereka yang lama, meski rumah itu
sudah menjadi tempat tinggal para naga"
"Gelap sekali air Kheled-zaram, sangat dingin mata air Kibil-nala, dan sangat
indahlah aula-aula bertiang banyak di Khazad-dum pada Zaman Peri, sebelum
kejatuhan raja-raja besar di bawah bebatuan." ia menatap Gimli yang duduk
dengan cemberut dan sedih. Dan Galadriel tersenyum. Mendengar nama-nama
tersebut diucapkan dalam bahasanya sendiri yang kuno, Gimli menengadah dan
bertemu pandang dengan Galadriel; ia serasa melihat ke dalam hati musuh, namun
yang dijumpainya adalah kasih sayang dan pengertian. Wajah Gimli diliputi
keheranan, lalu ia membalas senyuman itu.
Ia bangkit berdiri dengan canggung dan membungkuk secara adat Kurcaci,
sambil berkata, "Tetapi negeri Lorien yang hidup jauh lebih indah, dan
kecantikan Lady Galadriel melebihi kecantikan semua permata yang ada di bawah tanah!"
Hening sejenak. Akhirnya Celeborn berbicara lagi. "Aku tidak tahu bahwa
keadaanmu begitu mengerikan," katanya. "Semoga Gimli melupakan katakataku
yang keras: aku mengungkapkan kesusahan hatiku. Aku akan berusaha membantu
kalian sebisaku, masing-masing sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya, tapi
terutama untuk si kecil yang membawa beban itu."
"Tugas kalian sudah kami ketahui," kata Galadriel, sambil menatap Frodo.
"Tapi kita tak akan membicarakannya di sini dengan lebih terbuka. Mungkin
kedatangan kalian ke negeri ini untuk mencari pertolongan tidaklah sia-sia.
Tampaknya ini memang direncanakan oleh Gandalf. Karena Lord Galadhrim
dianggap yang paling bijak di antara bangsa Peri di Dunia Tengah, dan pemberi
hadiah di luar kemampuan raja-raja. Dia sudah tinggal di Barat sejak masa fajar,
dan aku tinggal bersamanya sudah tak terhitung lamanya; karena sebelum
kejatuhan Nargothrond atau Gondolin aku telah melewati pegunungan, dan selama
berabad-abad kami bersama-sama melawan kekalahan yang panjang.
"Akulah yang pertama kali mengumpulkan Dewan Penasihat Putih. Kalau
rencanaku tidak gagal, dewan itu akan dipimpin oleh Gandalf si Kelabu, dan
mungkin situasinya akan berbeda. Tapi sekarang pun masih ada harapan. Aku
tidak akan memberikan nasihat, menyuruh lakukan ini, lakukan itu. Karena dengan
tidak berbuat atau merencanakan, juga dengan tidak memilih antara jalan ini atau
itu, aku bisa berguna; cukuplah dengan tahu apa yang sudah terjadi dan sedang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 393 terjadi, dan sebagian tentang apa yang bakal terjadi. Tapi kukatakan ini pada
kalian: Pencarian kalian ada di ujung pisau. Melenceng sedikit, kalian akan
jatuh, dan menyebabkan kehancuran semuanya. Namun masih ada harapan bila seluruh
Rombongan bersungguh-sungguh."
Dan dengan kata itu ia menahan mereka dengan matanya, dalam keheningan
ia memandang mereka satu per satu. Hanya Legolas dan Aragorn yang bisa
menahan tatapannya untuk waktu lama. Sam cepat memerah wajahnya dan
menundukkan kepala. Akhirnya Lady Galadriel melepaskan mereka dari pandangan matanya, dan ia
tersenyum. "Janganlah kalian bersusah hati," katanya. "Malam ini kalian akan
tidur dalam kedamaian." Lalu mereka mengeluh dan tiba-tiba merasa letih, seperti sudah
ditanyai lama dan dalam, meski tak ada kata-kata yang diucapkan secara terbuka.
"Pergilah!" kata Celeborn. "Kalian letih karena sedih dan kerja keras. Meski
Pencarian kalian tidak berhubungan erat dengan kami, kalian hams mendapat
perlindungan di Kota ini, sampai kalian sembuh dan segar. Sekarang kalian akan
beristirahat, dan kita tidak akan membicarakan perjalanan kalian selaniutnya,
untuk sementara." Malam itu Rombongan tidur di tanah, dan para hobbit sangat senang. Para
Peri membentangkan sebuah paviliun untuk mereka di antara pepohonan dekat air
mancur, dan di dalamnya diletakkan ranjang-ranjang empuk; setelah mengucapkan
kata-kata damai dengan suara-suara Peri yang indah, mereka meninggalkan
Rombongan. Untuk beberapa saat para pengembara itu membicarakan malam
sebelumnya di puncak pohon, dan tentang perjalanan mereka hari itu, juga tentang
Lord Celeborn dan Lady Galadriel; karena mereka tak sampai hati mengingat lebih
jauh ke belakang. "Kenapa wajahmu memerah, Sam?" kata Pippin. "Kau cepat sekali menunduk.
Siapa pun akan mengira kau merasa bersalah. Kuharap kau tidak punya rencana
jahat selain, barangkali, rencana untuk mencuri salah satu selimutku."
"Aku tidak pernah terpikir untuk mencuri selimutmu," jawab Sam, tidak
bergairah untuk berkelakar. "Kalau kau mau tahu, aku merasa seperti tidak
memakai busana, dan aku tak suka itu. Seolah-olah Lady itu memandang ke dalam
diriku, dan bertanya apa yang akan kulakukan kalau dia memberiku kesempatan
terbang pulang ke Shire, ke sebuah lubang nyaman dengan... kebunku sendiri."
"Aneh," kata Merry. "Hampir sama dengan apa yang kurasakan juga; hanya...
hanya... yah, kurasa aku tidak mau bilang apa-apa lagi," ia mengakhiri
kataHalaman | 394 The Lord of The Rings katanya dengan tertegun. Semuanya, rupanya, mengalami hal yang sama: masing-masing merasa
dihadapkan pada pilihan antara bayangan penuh ketakutan yang terbentang di
depan, dan sesuatu yang sangat didambakan. Sesuatu itu terpeta jelas sekali
dalam pikiran, dan untuk mendapatkannya mudah saja: mereka tinggal keluar dari
jalan, dan membiarkan orang lain yang melakukan Pencarian serta perang
melawan Sauron. "Dan kelihatannya bagiku," kata Gimli, "pilihanku akan tetap rahasia, dan
hanya aku sendiri yang tahu."
"Bagiku rasanya sangat aneh," kata Boromir. "Mungkin itu hanya ujian, dan dia
membaca pikiran kita demi tujuannya sendiri yang baik; tapi aku hampir-hampir
menganggap dia sedang menggoda kita, menawarkan sesuatu yang seolah-olah
ada dalam kekuasaannya, untuk memberikannya pada kita. Tapi aku tak mau
mendengarkannya. Manusia Minas Tirith selalu memegang teguh perkataan
mereka." Namun Boromir tidak mengatakan, apa yang ia kira ditawarkan Galadriel
kepadanya. Frodo juga tak mau bicara, meski Boromir mendesaknya dengan
pertanyaanpertanyaan. "Dia sangat lama memandangmu, Pembawa Cincin," katanya.
"Ya," kata Frodo, "tapi apa pun yang timbul dalam pikiranku akan kusimpan
dalam hati." "Terserah!" kata Boromir. "Aku tidak begitu yakin akan wanita Peri itu dan
maksud-maksudnya." "Jangan bicara buruk tentang Lady Galadriel!" kata Aragorn keras. "Kau tidak
tahu apa yang kaukatakan. Di dalam dirinya dan di negeri ini tidak ada
kejahatan, kecuali dibawa ke sini oleh manusia. Maka orang itu sendiri perlu waspada! Tapi
malam ini, untuk pertama kali sejak meninggalkan Rivendell, aku akan tidur tanpa
rasa takut. Semoga tidurku lelap, dan untuk sementara kesedihanku terlupakan!
Aku merasa letih jiwa-raga." ia membaringkan diri di ranjang, dan segera
tertidur lama sekali. Yang lain melakukan hal yang sama, dan tak ada suara atau mimpi
mengganggu tidur mereka. Ketika bangun, mereka menemukan cahaya pagi sudah
menerangi halaman di depan paviliun, air mancur memancar dan memercik
berkilauan disinari matahari.
Mereka tinggal beberapa hari di Lothlorien,
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sembilan Pembawa Cincin sejauh mereka Halaman | 395 bisa memperhatikan atau ingat. Selama mereka tinggal di sana, matahari bersinar
terang, hujan lembut kadang-kadang turun, dan berlalu dengan meninggalkan
hawa bersih dan segar. Udara sejuk dan lembut, seolah sedang awal musim semi,
walau mereka merasakan keheningan musim dingin yang dalam dan khusyuk di
sekitar mereka. Tampaknya kegiatan mereka hanyalah makan, minum, istirahat,
dan berjalan-jalan di antara pepohonan; namun rasanya itu sudah cukup.
Mereka belum bertemu Lord Celeborn dan Lady Galadriel lagi, dan mereka
jarang berbicara dengan bangsa Peri, karena hanya sedikit dari mereka yang kenal
atau mau menggunakan bahasa Westron. Haldir sudah pamit pada mereka dan
kembali ke pagar-pagar Utara, di mana kini dilakukan penjagaan ketat, sejak
berita tentang Moria yang dibawa Rombongan. Legolas sering berada di antara kaum
Galadhrim, dan setelah malam pertama ia tidak tidur bersama anggota rombongan
yang lain, meski ia kembali untuk makan dan minum bersama mereka. Sering kali
ia membawa Gimli bersamanya ketika berkeliaran di negeri itu, dan yang lain
heran dengan perubahan ini. Sekarang, saat anggota-anggota rombongan duduk atau berjalan bersama,
mereka suka membicarakan Gandalf. Segala sesuatu yang telah dikenal dan dilihat
masing-masing orang tentang Gandalf kini teringat jelas. Saat mereka mulai
sembuh dari kepenatan dan kesakitan fisik, kesedihan atas kehilangan mereka
justru semakin tajam. Sering mereka mendengar suara-suara Peri bernyanyi di
dekat mereka, dan mereka tahu para Peri itu membuat lagu-lagu yang menangisi
kejatuhan Gandalf, karena mereka menangkap namanya di antara kata-kata manis
yang mereka kenal. Mithrandir, Mithrandir para Peri bernyanyi, Oh, Pengembara Kelabu! Sebab
dengan nama itulah mereka suka memanggilnya. Namun bila Legolas sedang
bersama Rombongan, ia tak mau menerjemahkan lagu-lagu itu untuk mereka,
dengan alasan bahwa ia tidak ahli dalam hal itu, dan bahwa baginya duka itu
masih terlalu tajam, masih menimbulkan tangisan, dan belum bisa diutarakan dalam
nyanyian. Frodo yang pertama kali menuangkan sedikit rasa dukanya ke dalam katakata
terputus-putus. Ia jarang tergerak untuk membuat lagu atau sajak, bahkan di
Rivendell ia hanya mendengarkan dan tidak bernyanyi sendiri, meski ingatannya
penuh dengan karangan orang lain yang sudah dibuat sebelum itu. Tapi kini,
ketika ia duduk di samping air mancur di Lorien dan mendengar suara-suara Peri di
sekitarnya, pikirannya mewujudkan diri ke dalam lagu yang baginya terasa indah;
namun ketika ia mencoba mengulangnya di depan Sam, hanya potongan-potongan
Halaman | 396 The Lord of The Rings lagu itu yang tersisa, pudar seperti segenggam daun-daun layu.
Di senja kelabu ia muncul mendatangi langkah kakinya terdengar di Bukit
sana; sebelum fajar ia pergi lagi dalam perjalanan panjang tanpa berita.
Dari Belantara hingga pantai Barat, dari tanah kosong utara hingga ke bukit
selatan, lewat sarang naga dan pintu yang tersembunyi rapat dan hutan-hutan
gelap tempat ia berjalan.
Dengan Kurcaci dan Hobbit, Peri dan Manusia, dengan makhluk fana dan
makhluk abadi, dengan burung di dahan dan hewan di sarangnya, ia berbicara
dalam bahasa rahasia mereka sendiri.
Pedangnya mematikan, tangannya menyembuhkan, punggungnya bungkuk
menanggung beban; suara terompet, kayu yang berkeriapan, pengembara letih
yang lama berjalan. Orang bijak di kursinya yang mulia, cepat marah, cepat pula tertawa; Orang
tua dengan topi usang dan lama; bersandar pada tongkat berduri miliknya.
Berdiri sendirian di atas jembatan api dan Bayangan dua-duanya ditaklukkan;
tonngkatnya patah di atas bebatuan, di Khazad-dum tewas, akhir kebijakan
"Wah, kau akan mengalahkan Mr. Bilbo nanti!" kata Sam.
"Tidak, kurasa tidak," kata Frodo. "Tapi ini yang terbaik yang bisa kukarang."
"Well, Mr. Frodo, kalau kau mencoba lagi, kuharap kau menyebutkan sedikit
tentang kembang apinya," kata Sam. "Kira-kira seperti ini:
Roket paling indah yang pernah ada: memancar bagai bintang biru dan merah
muda, atau hujan emas setelah petir membahana berjatuhan deras bagai hujan
bunga. Meski masih jauh sekali dari kenyataan."
"Tidak, biar kau saja yang mengarangnya, Sam. Atau Bilbo. Tapi... well, aku
tak bisa membicarakannya lagi. Aku tidak tega memikirkan harus menyampaikan
berita itu kepadanya."
Suatu sore, Frodo dan Sam sedang berjalan-jalan bersama di udara sejuk.
Keduanya gelisah lagi. Mendadak Frodo merasa bayang-bayang perpisahan
membebaninya: entah bagaimana, ia tahu saatnya sudah dekat ia harus
meninggalkan Lothlorien. "Bagaimana pendapatmu sekarang tentang bangsa Peri, Sam?" tanyanya.
"Aku pernah menanyakan hal yang sama-rasanya sudah lama sekali; tapi kau
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 397 sudah lebih banyak bertemu mereka sejak itu."
"Memang!" kata Sam. "Dan kupikir ada Peri dan 'Peri'. Mereka semua cukup
bersifat Peri, tapi mereka tidak sama. Bangsa ini bukan pengembara atau tidak
berumah, dan lebih mirip dengan bangsa kita: mereka seolah menyatu dengan
tempat ini, bahkan melebihi kaum hobbit di Shire. Apakah mereka yang
membangun negeri ini, atau negeri ini yang membangun mereka, sulit dikatakan,
kalau kau paham maksudku. Di sini luar biasa tenang. Tak ada sesuatu yang
terjadi, dan tak ada yang menginginkan sesuatu terjadi. Kalau ada sihir di
dalamnya, maka sihirnya dalam sekali, sampai aku tak bisa memegangnya,
ibaratnya begitu." "Kita bisa melihat dan merasakannya di mana-mana," kata Frodo.
"Well," kata Sam, "kita tak bisa melihat ada orang yang melakukan sihir di sini.
Tidak berupa kembang api yang biasa dipertunjukkan Gandalf. Aku heran kita tidak
melihat Lord dan Lady selama beberapa hari ini. Kubayangkan sang Lady bisa
melakukan hal-hal hebat, kalau dia mau. Aku sangat ingin melihat sihir Peri, Mr.
Frodo!" "Aku tidak. Aku puas. Dan aku tidak kehilangan kembang api Gandalf, tapi aku
kehilangan alisnya yang tebal, wataknya yang pemarah, dan suaranya."
"Kau benar," kata Sam. "Dan jangan kira aku sedang mencari-cari kesalahan.
Aku sering ingin melihat sedikit sihir, seperti diceritakan dalam dongengdongeng kuno, tapi aku belum pernah mendengar tentang negeri yang lebih indah daripada
ini. Seperti berada di rumah, sekaligus sedang berlibur, kalau kau paham
maksudku. Aku tak ingin pergi. Sekaligus, aku mulai merasa bahwa kalau kita
harus meneruskan perjalanan, maka sebaiknya segera kita lakukan.
"Pekerjaan yang belum dim-ulai adalah yang butuh waktu paling lama untuk
diselesaikan, begitulah kata ayahku yang sudah tua. Dan kupikir bangsa ini tak
bisa membantu kita lebih banyak, dengan atau tanpa sihir. Kalau kita sudah
meninggalkan negeri ini, kita akan semakin merasa kehilangan Gandalf, kukira."
"Aku khawatir itu benar sekali, Sam," kata Frodo. "Namun aku sangat
berharap sebelum pergi kita masih akan melihat Lady Peri itu."
Tepat saat ia berbicara, mereka melihat, Lady Galadriel berjalan mendekat,
seolah sebagai jawaban atas ucapan mereka tadi. Jangkung dan putih, dan cantik
jelita, ia berjalan di bawah pepohonan. Ia tidak berbicara, tapi memanggil
mereka dengan isyarat tangan. Halaman | 398 The Lord of The Rings Sambil berjalan keluar, ia menuntun mereka ke lereng selatan bukit Caras
Galadhon, dan setelah melewati pagar hijau yang tinggi, mereka masuk ke sebuah
kebun tertutup. Tak ada pohon tumbuh di sana, dan kebun itu hanya beratapkan
langit. Bintang malam sudah muncul dan bersinar putih di atas hutan sebelah
barat. Menuruni tangga panjang, Lady Galadriel masuk ke sebuah lembah hijau yang
dalam, di mana sebuah sungai perak mengalir menggeluguk, bersumber dari air
mancur di atas bukit. Di dasamya, di atas sebuah alas rendah yang diukir seperti
pohon bercabang, terletak sebuah mangkuk perak, lebar dan dangkal, dan di
sampingnya terdapat botol air dari perak.
Dengan air dari sungai, Galadriel mengisi mangkuk sampai penuh, dan
bernapas ke atasnya. Ketika airnya sudah tenang lagi, ia berbicara. "Inilah
Cermin Galadriel," katanya "Aku membawa kalian kemari agar kalian bisa melihat ke
dalamnya, kalau mau."
Udara hening sekali, dan lembah itu gelap. Wanita Peri ini begitu jangkung
dan pucat. "Apa yang akan kita cari, dan apa yang akan kita lihat?" tanya Frodo,
kagum sekali. "Banyak hal yang bisa kuperintahkan pada Cermin untuk diungkapkan," jawab
Galadriel, "dan pada beberapa orang aku bisa memperlihatkan apa yang ingin
mereka lihat. Tapi Cermin ini juga akan menunjukkan hal-hal yang tidak diminta,
dan itu biasanya lebih aneh dan lebih bermanfaat daripada hal-hal yang ingin
kita lihat. Apa yang akan kalian lihat, kalau Cermin ini dibiarkan bekerja bebas, aku
tidak tahu. Karena dia menunjukkan peristiwa yang sudah terjadi, yang sedang
terjadi, dan yang akan terjadi. Tapi yang mana yang dilihatnya, bahkan kaum
bijak tidak selalu tahu. Apakah kau ingin melihat?"
Frodo tidak menjawab. "Dan kau?" kata Galadriel kepada Sam. "Karena inilah yang disebut sihir oleh
bangsamu, kukira; meski aku tak mengerti maksud mereka; sebab mereka juga
menggunakan kata yang sama untuk tipu muslihat Musuh. Tapi ini, kalau kau suka,
adalah sihir Galadriel. Bukankah kau mengatakan ingin melihat sihir bangsa
Peri?" "Memang," kata Sam, gemetar sedikit, antara ketakutan dan ingin tahu. "Aku
mau mengintip sedikit, Lady, kalau boleh."
"Dan aku juga ingin melihat sekilas keadaan di rumah," katanya pada Frodo
sambil lalu. "Rasanya sudah lama sekali aku pergi. Tapi di sana mungkin aku
hanya akan melihat bintang-bintang, atau sesuatu yang tidak kumengerti."
"Mungkin juga," kata Galadriel dengan tawa lembut. "Mari, kau akan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 399 memandang dan melihat apa yang boleh kaulihat. Jangan sentuh airnya!"
Sam naik ke atas kaki alas dan mencondongkan badannya ke mangkuk.
Airnya tampak keras dan gelap. Bintang-bintang tercermin di dalamnya.
"Hanya ada bintang-bintang, seperti sudah kuduga," kata Sam. Lalu ia
terkesiap, karena bintang-bintang itu padam. Seolah sehelai selubung gelap sudah
disingkap, Cermin itu menjadi kelabu, kemudian jernih. Ada matahari bersinar,
dahan-dahan pohon melambai dan bergerak-gerak ditiup angin. Tapi sebelum Sam
bisa memikirkan apa yang dilihatnya, cahayanya meredup; sekarang ia menyangka
melihat Frodo dengan wajah pucat tertidur lelap di bawah batu karang besar yang
gelap. Lalu ia seolah melihat dirinya sendiri, berjalan melewati selasar panjang
yang gelap, mendaki sebuah tangga yang berputar tak henti-henti. Mendadak ia
tahu bahwa ia sedang mencari-cari sesuatu, tapi entah apa. Seperti mimpi,
pemandangannya beralih dan kembali, dan ia melihat pepohonan lagi. Tapi kali ini
mereka tidak begitu rapat, dan ia bisa melihat apa yang sedang terjadi: mereka
tidak melambai-lambai kena tiupan angin, melainkan berjatuhan ke tanah.
"Hai!" teriak Sam dengan marah. "Itu Ted Sandyman, menebangi pohon,
padahal tidak seharusnya dia lakukan itu. Pohon-pohon itu tak boleh ditebang:
itu jalan di luar Mill yang memayungi jalan ke Bywater. Kalau saja aku bisa melabrak
Ted, akan kutonjok dia!"
Tapi sekarang Sam melihat bahwa Old Mill sudah lenyap, dan sebuah
bangunan bata merah besar sedang dibangun di sana. Ada cerobong asap merah
tinggi di dekatnya. Asap hitam tampak menyelubungi permukaan Cermin.
"Ada sihir jahat sedang bekerja di Shire," kata Sam. "Elrond tahu apa yang
perlu dilakukan, ketika dia ingin mengirim kembali Mr. Merry." Mendadak Sam
menjerit dan melompat mundur. "Aku tak bisa tetap di sini," katanya ribut. "Aku
harus pulang. Mereka menggali Bagshot Row, dan ayahku yang malang berjalan
turun dari Bukit dengan barang-barangnya di dalam gerobak. Aku harus pulang!"
"Kau tidak bisa pulang sendirian," kata Galadriel. "Kau tidak mau pulang tanpa
majikanmu, sebelum kau melihat ke dalam Cermin, padahal kau tahu banyak
peristiwa jahat mungkin terjadi di Shire. Ingatlah bahwa Cermin ini menunjukkan
banyak hal, tapi tidak semua akan terjadi. Beberapa tidak pernah terjadi, bila
mereka yang melihatnya tidak keluar dari jalan mereka untuk mencegah terjadinya.
Cermin ini berbahaya sebagai panduan mengambil tindakan."
Sam duduk di tanah dan memegangi kepalanya dengan dua tangan. "Kalau
saja aku tidak pernah datang ke sini, dan aku tidak mau lagi melihat sihir,"
katanya, Halaman | 400 The Lord of The Rings lalu ia terdiam. Setelah beberapa saat, ia berbicara dengan suara tercekat,
seolah melawan air mata. "Tidak, aku akan pulang melalui jalan panjang bersama Mr.
Frodo, atau tidak sama sekali," katanya. "Tapi aku berharap suatu hari nanti aku
akan pulang. Kalau apa yang kulihat memang benar, seseorang akan menerima
balasannya!" "Apakah kau sekarang ingin melihat, Frodo?" kata Lady Galadriel. "Kau tidak
ingin melihat sihir Peri, dan sudah merasa cukup puas."
"Apakah kau menyarankan aku untuk melihat?" tanya Frodo.
"Tidak," kata Galadriel. "Aku tidak memberi nasihat untuk melakukan atau
tidak melakukan. Aku bukan penasihat. Kau mungkin bisa belajar sesuatu dari
Cermin ini, dan entah yang kaulihat itu baik atau buruk, pengetahuan itu mungkin
menguntungkan, mungkin juga tidak. Melihat bisa baik, bisa juga berbahaya. Tapi,
Frodo, kurasa kau punya cukup keberanian dan kebijakan untuk mencobanya,
kalau tidak aku tidak akan membawamu kemari. Lakukan apa yang kauinginkan!"
"Aku akan melihat," kata Frodo, lalu ia naik ke atas alas dan membungkuk di
atas air yang gelap. Cermin itu langsung jernih, dan ia melihat daratan saat
senja. Pegunungan menjulang gelap di kejauhan, berlatar belakang langit pucat. Sebuah
jalan panjang kelabu menjulur ke belakang, sampai menghilang dari pandangan.
Dari jauh sebuah sosok berjalan perlahan melewati jalan itu, kabur dan kecil
mulamula, tapi semakin membesar dan jelas saat mendekat. Tiba-tiba Frodo
menyadari bahwa sosok itu mengingatkannya pada Gandalf. Ia hampir memanggil nama
penyihir itu, tapi kemudian ia sadar bahwa sosok itu bukan berpakaian kelabu,
melainkan putih-warna putih yang bersinar redup di senja hari; dan di tangannya
ada tongkat putih. Kepalanya menunduk, sehingga Frodo tak bisa melihat
wajahnya. Tak lama kemudian, sosok itu membelok di tikungan jalan dan keluar
dari pandangan Cermin. Frodo mulai ragu: apakah yang dilihatnya itu Gandalf pada
salah satu perjalanannya di masa lalu, ataukah itu Saruman"
Pemandangan sekarang berganti. Singkat dan kecil, tapi jelas sekali ia
menangkap sekilas Bilbo berjalan gelisah di kamarnya. Mejanya penuh kertas
berserakan; hujan menerpa jendela-jendela.
Lalu berhenti sebentar, dan setelah itu banyak adegan cepat yang diketahui
Frodo sebagai bagian dari sejarah besar yang melibatkan dirinya. Kabut
tersingkap, dan ia melihat pemandangan yang belum pernah dilihatnya, tapi ia
langsung tahu: Lautan. Hari menjadi gelap. Lautan itu mengamuk dalam badai
dahsyat. Lalu di depan Matahari yang terbenam merah-darah ke dalam reruntuhan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 401 awan, ia melihat siluet hitam sebuah kapal tinggi dengan layar robek, datang
dari Barat. Lalu sebuah sungai lebar mengalir melalui kota yang berpenduduk banyak.
Kemudian sebuah benteng putih dengan tujuh menara. Kemudian sebuah kapal
lagi dengan layar hitam, tapi kini sudah pagi lagi, air berombak berkilauan kena
cahaya, dan sebuah bendera berlambang pohon putih bersinar di bawah matahari.
Muncul asap, Seperti dari api dan pertempuran, dan sekali lagi matahari terbenam
dengan warna merah manyala yang mengabur ke dalam kabut kelabu; dan ke
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam kabut, sebuah kapal kecil berlayar, berkelip-kelip dengan cahaya. Lalu ia
menghilang, dan Frodo mengeluh, bersiap-siap mundur.
Mendadak Cermin itu menjadi gelap seluruhnya, seakan sebuah lubang telah
membuka di dalam dunia penglihatan, dan Frodo menatap ke dalam kekosongan.
Di dalam jurang hitam itu muncul sebuah Mata yang membesar perlahan,
memenuhi hampir seluruh Cermin. Begitu mengerikan, sampai-sampai Frodo
berdiri terpaku, tak mampu berteriak atau mengalihkan tatapan. Mata itu
berpinggiran nyala api, tapi bolanya sendiri berlapis kaca, kuning seperti mata
kucing, waspada dan tajam, dan celah hitam pupilnya membuka ke sebuah sumur,
jendela ke ketiadaan. Lalu Mata itu mulai menjelajah, mencari-cari ke sana kemari; dan Frodo tahu
pasti, dengan perasaan ngeri, bahwa di antara banyak hal yang dicari Mata itu,
dirinya adalah salah satunya. Tapi ia juga tahu Mata itu tak bisa melihatnya
belum, sampai ia memang menghendakinya. Cincin yang menggantung di rantainya,
melingkari lehernya, menjadi berat, lebih berat daripada batu besar, dan kepala
Frodo tertarik ke bawah. Cermin itu seolah menjadi panas, dan untaian nap panas
naik dari air. Frodo tergelincir ke depan.
"Jangan sentuh airnya!" kata Lady Galadriel lembut. Pemandangan itu
mengabur, dan Frodo mendapati dirinya sedang melihat bintang-bintang sejuk
berkelip di dalam mangkuk perak. Ia mundur sambil gemetaran dan memandang
Galadriel. "Aku tahu apa yang terakhir kaulihat," kata Galadriel. "Sebab pemandangan
itu juga ada dalam benakku. Jangan takut! Tapi jangan kira bahwa hanya dengan
bernyanyi di tengah-tengah pepohonan, atau dengan panah-panah ramping kaum
Peri, negeri Lothlorien dirawat dan dipertahankan terhadap Musuh. Kukatakan
padamu Frodo, bahwa sementara aku berbicara padamu, aku melihat sang
Penguasa Kegelapan dan aku tahu jalan pikirannya, atau seluruh pikirannya yang
berhubungan dengan bangsa Peri. Dia selalu mencari-cari untuk melihatku dan
pikiranku. Tapi pintu masih tetap tertutup!"
Halaman | 402 The Lord of The Rings Lady Galadriel mengangkat tangannya yang putih, dan mengulurkannya ke
arah Timur dengan gerakan menolak dan membantah.
Earendil, Bintang Malam yang paling dicintai bangsa Peri, bersinar terang di
atas. Begitu terang, sampai sosok wanita Peri itu menimbulkan bayangan
samarsamar di tanah. Cahaya bintang menyinari sebentuk cincin di jarinya; cincin
itu gemerlap seperti emas yang dipoles berlapiskan cahaya perak, dan sebutir
permata putih di dalamnya berkelip, seolah Bintang Malam sudah turun untuk
beristirahat di tangan Galadriel Frodo memandang cincin itu dengan kagum, karena
tiba-tiba ia merasa memahaminya.
"Ya," kata Galadriel, bisa menebak pikiran Frodo. "Ini tak boleh dibicarakan,
dan Elrond tak bisa mengungkapkannya. Tapi hal ini tak bisa disembunyikan
terhadap Pembawa Cincin, dan orang yang sudah melihat Mata itu. Memang di
sinilah salah satu dari Tiga Cincin itu berada, di negeri Lorien, pada jari
Galadriel. Ini Nenya, Cincin Keteguhan Hati, dan akulah penguasanya.
"Musuh curiga, tapi dia tidak tahu-belum. Tidakkah kau mengerti sekarang,
bahwa kedatanganmu kemari seperti langkah Kiamat bagi kami" Karena kalau kau
gagal, maka kita semua akan terungkap di depan Musuh. Tapi kalau kau berhasil,
kekuatan kami akan berkurang, Lothlorien akan memudar, dan gelombang pasang
Waktu akan menyapunya. Kami harus pergi ke Barat, atau menyusut menjadi
bangsa dusun di lembah dan gua, lambat laun melupakan dan dilupakan."
Frodo menundukkan kepalanya. "Dan apa yang kauharapkan?" katanya
akhirnya. "Bahwa apa yang harus terjadi, terjadilah," kata Lady Galadriel. "Kecintaan
bangsa Peri kepada negeri dan pekerjaan mereka lebih dalam daripada kedalaman
Lautan, dan penyesalan mereka tidak akan berakhir dan tak bisa sepenuhnya
diredakan. Namun mereka lebih rela membuang semuanya daripada menyerah
kepada Sauron: karena mereka sudah tahu, seperti apa dia. Kau tidak bertanggung
jawab terhadap nasib Lothlorien, hanya terhadap pelaksanaan tugasmu sendiri.
Meski begitu, aku berharap, seandainya ada manfaatnya, bahwa Cincin Utama tak
pernah dibuat, atau hilang selamanya."
"Kau bijak dan berani, Lady Galadriel," kata Frodo. "Aku akan memberikan
Cincin Utama ini padamu, kalau kau memintanya. Tugas ini terlalu besar untukku."
Galadriel tiba-tiba tertawa nyaring. "Lady Galadriel boleh bijak," katanya,
"namun kini dia bertemu tandingannya dalam hal basa-basi. Dengan lembut kau
membalas dendam karena ujian yang kuberikan pada hatimu pada pertemuan kita
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 403 yang pertama. Kau mulai memandang dengan mata tajam. Aku tidak mengingkari
bahwa hatiku sangat mendambakan untuk meminta apa yang kautawarkan.
Selama bertahun-tahun aku merenungi apa yang akan kulakukan, seandainya
Cincin Utama jatuh ke tanganku, dan lihatlah! Dia dibawa ke dalam jangkauanku.
Kejahatan yang diciptakan dahulu kala, bekerja dengan banyak cara, entah Sauron
berjaya atau jatuh. Bukankah akan menjadi perbuatan mulia untuk menghargai
Cincin itu, kalau aku mengambilnya dengan paksa atau dengan menakut-nakuti
tamuku" "Kini kesempatan itu datang juga. Kau mau memberikan Cincin itu dengan
sukarela padaku! Di tempat sang Penguasa Kegelapan, kau akan mendudukkan
seorang Ratu. Dan wujudku tidak akan gelap
tetapi cantik dan mengerikan, seperti Pagi dan Malam! Indah seperti Samudra
dan Matahari dan Salju di atas Ginning! Mengerikan seperti Badai dan Petir!
Lebih kuat daripada landasan-landasan bumi. Semua akan mencintaiku dan merasa
putus asa!" Lady Galadriel mengangkat tangannya, dan dari cincin yang dikenakannya
keluar cahaya besar yang hanya menerangi dirinya, sementara semua yang lain
menjadi gelap. Ia berdiri di depan Frodo, dan sekarang tampak tinggi tak
terhingga, cantik tak tertahankan, mengerikan dan patut dipuja. Lain ia menurunkan
tangannya, cahaya itu memudar, dan mendadak ia tertawa lag*, dan lihat! Ia sudah
menyusut: kembali menjadi seorang wanita Peri, berpakaian putih sederhana,
dengan suara lembut dan sedih.
"Aku lulus ujian," katanya. "Aku akan menyusut dan pergi ke Barat, tapi aku
tetap Galadriel." Lama sekali mereka berdiri diam. Akhirnya Galadriel berbicara lagi. "Mari kita
kembali!" katanya. "Besok pagi kau barns berangkat, karena sekarang kita sudah
memilih, dan gelombang nasib sudah mengalir."
"Aku ingin minta satu hal sebelum kami per-'," kata Frodo, "suatu hal yang
sering ingin kutanyakan pada Gandalf di Rivendell. Aku diizinkan memakai Cincin
Utama: kenapa 'aku tak bisa melihat semua yang lain dan tahu pikiran mereka
yang mengenakannya?"
"Kau belum mencoba," kata Galadriel. "Baru tiga kali kau memakai Cincin
pada jarimu, sejak kau tahu benda apa yang kauwarisi itu. Jangan coba! Itu akan
menghancurkanmu. Tidakkah Gandalf menceritakan padamu bahwa cincin-cincin
itu memberikan kekuatan sesuai ukuran setiap pemiliknya" Sebelum kau bisa
Halaman | 404 The Lord of The Rings menggunakan kekuatan itu, kau barns menjadi jauh lebih kuat, dan melatih
hasratmu untuk menguasai orang lain. Meski begitu, sebagai Pembawa Cincin dan
sebagai orang yang sudah memakainya di jarinya, dan melihat apa yang
tersembunyi, penglihatanmu sudah semakin tajam. Kau sudah melihat pikiranku
jauh lebih jelas daripada banyak orang bijak. Kau melihat Mata dia yang
memegang Tujuh Cincin dan Sembilan Cincin. Dan bukankah kau melihat dan
mengenali cincin di jariku" Apakah kau melihat cincinku?" ia bertanya pada Sam.
"Tidak, Lady," jawab Sam. "Sejujurnya, aku heran apa yang kalian bicarakan.
Aku melihat bintang melalui jarimu. Tapi maafkan aku, kupikir majikanku benar.
Kuharap kau mau mengambil Cincin ini. Kau akan membuat semuanya jadi benar.
Kau akan menghentikan mereka menggali rumah ayahku dan membuat dia
terkatung-katung. Kau akan membuat orang-orang tertentu membayar kejahatan
mereka." "Memang," kata Lady Galadriel. "Begitulah pada mulanya. Tapi tidak akan
berhenti sampai di situ, sayang sekali! Kita tidak akan membicarakannya lagi.
Ayo kita pergi!" Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 405 Selamat Tinggal Lorien Malam itu Rombongan dipanggil lagi ke istana Celeborn. Di sana Lord
Celeborn dan Lady Galadriel menyambut mereka dengan kata-kata indah. Akhirnya
Celeborn membicarakan keberangkatan mereka.
Katanya, "Sekaranglah saatnya mereka yang mau melanjutkan Pencarian
harus menguatkan hati untuk meninggalkan negeri ini. Mereka yang tak ingin
melanjutkan, boleh tetap tinggal di sini, untuk sementara. Tapi entah mereka
pergi atau tinggal, tak ada kepastian akan kedamaian. Karena sekarang kita sudah
mendekati kiamat. Mereka yang mau, boleh menunggu di sini, hingga jalan dunia
terbuka lagi, atau sampai kami mengumpulkan mereka untuk kebutuhan terakhir
Lorien. Setelah itu mereka boleh kembali ke negeri mereka sendiri, atau pergi ke
rumah peristirahatan lama untuk mereka yang jatuh dalam pertempuran."
Hening sekali. "Mereka semua bertekad terus maju," kata Galadriel yang
menatap ke dalam mata mereka.
"Bagiku," kata Boromir, "jalan pulang ke rumahku ada di depan, dan bukan
kembali." "Itu benar," kata Celeborn, "tapi apakah seluruh Rombongan ini akan pergi
bersamamu ke Minas Tirith?"
Halaman | 406 The Lord of The Rings "Kami belum menentukan arah jalan kami, kata Aragorn. "Di luar Lothlorien,
aku tidak tahu rencana Gandal? Bahkan menurutku dia belum punya tujuan jelas."
"Mungkin tidak," kata Celeborn, "tapi kalau kau meninggalkan negeri ini, kau
tidak bisa lagi melupakan Sungai Besar. Seperti beberapa di antara kalian sudah
tahu, sungai itu tak bisa diseberangi pelancong yang membawa muatan di antara
Lorien dan Gondor, kecuali dengan perahu. Dan bukankah jembatan-jembatan
Osgiliath sudah putus dan semua pelabuhan sekarang dikuasai Musuh"
"Di sisi mana kalian akan berjalan" Jalan ke Minas Tirith terletak di sisi ini,
di barat; tapi jalan lurus Pencarian terletak di sebelah timur Sungai, di pantai
yang lebih gelap. Pantai mana yang akan kalian ambil?"
"Kalau saranku diperhatikan, maka kami akan mengambil pantai barat, dan
jalan ke Minas Tirith," jawab Boromir. "Tapi aku bukan pemimpin Rombongan."
Yang lain tidak berbicara, Aragorn kelihatan ragu dan resah.
"Kulihat kau belum tahu harus melakukan apa," kata Celeborn. "Bukan
bagianku untuk memilihkan bagimu; tapi aku akan mencoba membantumu
sebisaku. Ada beberapa di antara kalian yang bisa menangani perahu: Legolas,
yang bangsanya mengenal Sungai Forest yang deras; Boromir dari Gondor; dan
Aragorn si pengembara."
"Dan satu hobbit!" teriak Merry. "Tidak semua dari kami memandang perahu
seperti kuda liar. Keluargaku tinggal di tepi Brandywine."
"Bagus sekali," kata Celeborn. "Kalau begitu, aku akan melengkapi
Rombongan-mu dengan perahu-perahu. Perahunya harus kecil dan ringan, sebab
kalau kau pergi jauh melewati air, akan ada tempat-tempat di mana kau terpaksa
menggotongnya. Kau akan sampai ke Air Terjun Sarn Gebir, dan mungkin akhirnya
sampai ke air terjun besar Rauros, di mana Sungai mengguruh terjun dari Nen
Hithoel; dan ada bahaya-bahaya lain. Perahu akan membuat perjalanan kalian
tidak terlalu melelahkan, untuk sementara waktu. Tapi perahu itu tidak akan
memberi kalian pertolongan: pada akhirnya kalian harus meninggalkannya dan
keluar dari Sungai, membelok ke baratatau timur."
Aragorn mengucapkan terima kasih banyak pada Celeborn. Pemberian
perahu sangat menghibur hatinya, karena mereka jadi tak perlu menentukan arah
untuk beberapa hari mendatang. Yang lain juga tampak lebih berpengharapan. Apa
pun bahaya yang ada di depan, rasanya lebih baik mengambang melalui sungai
lebar Anduin untuk menghadapinya, daripada berjalan susah payah dengan
punggung, membungkuk. Hanya Sam yang agak ragu: setidaknya ia masih
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 407 beranggapan perahu sama buruknya dengan kuda liar, atau lebih buruk lagi, dan
tidak semua bahaya yang sudah dilaluinya membuatnya berpandangan lebih baik
tentang perahu. "Semuanya akan disiapkan untukmu, dan menunggu kalian di pelabuhan
sebelum tengah hari besok," kata Celeborn. "Aku akan mengirim anak buahku
pada kalian untuk membantu mempersiapkan perjalanan. Sekarang kami doakan
kalian semua malam yang indah dan tidur nyenyak."
"Selamat tidur kawan-kawanku!" kata Galadriel. "Tidurlah dengan damai!
Jangan risaukan perjalanan kalian. Mungkin jalan yang masing-masing akan kalian
lewati sudah terhampar di depan kalian, meski kalian tidak melihatnya. Selamat
malam!" Rombongan itu berpamitan dan kembali ke paviliun mereka. Legolas pergi
bersama mereka, karena inilah malam terakhir mereka di Lothlorien, dan meski
sudah mendengar kata-kata Galadriel tadi, mereka tetap ingin membicarakan
perjalanan mereka bersama-sama.
Untuk waktu lama mereka berdebat tentang apa yang harus dilakukan, dan
bagaimana cara terbaik mencoba memenuhi tujuan mereka dengan Cincin: tapi
mereka tidak berhasil mencapai keputusan. Jelas sekali beberapa di antara mereka
ingin pergi ke Minas Tirith dulu, untuk mengelak dari teror Musuh untuk
sementara waktu. Mereka sebenarnya bersedia mengikuti seorang pemimpin menyeberangi
Sungai dan masuk ke kegelapan Mordor; tapi Frodo tidak berbicara, dan Aragorn
masih bercabang pikirannya.
Rencana Aragorn, ketika Gandalf masih bersama mereka, adalah pergi
dengan Boromir, dan dengan pedangnya membantu menyelamatkan Gondor.
Karena ia percaya pesan-pesan dalam mimpinya memang suatu panggilan, dan
bahwa saatnya sudah tiba bag' pewaris Elendil untuk maju bertanding dengan
Sauron, merebut kekuasaan. Tapi di Moria beban Gandalf beralih ke pundaknya;
dan ia tahu ia tak bisa meninggalkan Cincin sekarang, kalau Frodo akhirnya
menolak pergi dengan Boromir. Meski begitu, pertolongan apa yang bisa ia berikan
pada Frodo, kecuali berjalan dengan membabi buta mendampinginya masuk ke
kegelapan" "Aku akan pergi ke Minas Tirith, sendirian kalau terpaksa, karena itu tugasku,"
kata Boromir. Setelah itu ia diam sejenak, duduk menatap Frodo, seolah mencoba
membaca pikiran hobbit itu. Akhirnya ia berbicara lagi perlahan, seolah berdebat
dengan dirinya sendiri. "Kalau kau hanya ingin menghancurkan Cincin," katanya,
Halaman | 408 The Lord of The Rings "maka perang dan senjata tidak banyak gunanya; dan Orang-Orang Minas Tirith
tak bisa membantu. Tapi kalau kau ingin menghancurkan kekuatan bersenjata
Penguasa Kegelapan, maka bodoh sekali kalau kau masuk ke wilayahnya tanpa
kekerasan; dan bodoh sekali untuk membuangnya." ia berhenti mendadak, seolah
menyadari ia tengah mengucapkan pikirannya keras-keras. "Maksudku, bodoh
sekali untuk membuang kehidupan dengan sia-sia," katanya. "Ini adalah pilihan
antara mempertahankan tempat yang kuat dan berjalan terang-terangan masuk ke
tangan kematian. Setidaknya, begitulah pendapatku."
Frodo menangkap sesuatu yang baru dan aneh dalam tatapan Boromir, dan ia
memandang pria itu dengan tajam. Jelas pikiran Boromir berbeda dengan
katakatanya yang terakhir. Bodoh sekali untuk membuangnya" Membuang apa" Cincin
Kekuasaan" ia pernah mengatakan hal semacam ini di Dewan, tapi kemudian
ucapannya dikoreksi oleh Elrond. Frodo memandang Aragorn, tapi tampaknya
Aragorn sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri, dan tidak menunjukkan tanda
bahwa ia mendengar kata-kata Boromir. Dengan demikian, debat mereka berakhir.
Merry dan Pippin sudah tertidur, dan Sam mengangguk-angguk. Malam semakin
larut. Di pagi hari, saat mereka mulai mengemasi barang-barang mereka yang
sedikit, beberapa Peri yang bisa berbicara bahasa mereka datang membawakan
banyak hadiah, berupa makanan dan pakaian untuk perjalanan. Makanannya
kebanyakan berupa kue yang sangat tipis, bagian dalamnya berwarna krem. Gimli
mengambil salah satu kue dan memandangnya dengan ragu.
"Cram," katanya berbisik, lain ia mematahkan ujung yang garing dan
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengunyahnya. Ekspresi wajahnya cepat berubah, dan ia memakan seluruh sisa
kue itu dengan senang. "Cukup, cukup!" seru para Peri sambil tertawa. "Kau sudah makan cukup
untuk sehari perjalanan panjang."
"Kukira ini hanya semacam cram, seperti yang dibuat orang-orang Dale untuk
perjalanan di belantara," kata Gimli.
"Memang begitu," jawab mereka. "Tapi kami menyebutnya lembas atau
waybread, roil perjalanan, dan ini lebih menguatkan daripada makanan mana pun
yang dibuat Manusia, dan lebih lezat daripada cram."
"Memang begitu," kata Gimli. "Wah, bahkan lebih enak daripada kue madu
kaum Beorning, dan itu merupakan pujian besar, karena kaum Beorning adalah
tukang roti terbaik yang kukenal; tapi di masa kini mereka tidak bersedia
membagiSembilan Pembawa Cincin
Halaman | 409 bagikan kue mereka kepada pelancong. Kalian tuan rumah yang sangat baik hati!"
"Tapi kami sarankan kalian menghemat makanan itu," kata mereka.
Makanlah sedikit saja setiap kali, dan hanya kalau dibutuhkan. Karena kuekue
ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalian bila makanan lain tidak ada.
Kuekue ini akan tetap manis selama beberapa hari, kalau dibiarkan utuh dan tetap
dalam bungkusan mereka, seperti sekarang ini. Satu kue cukup untuk membuat
seorang pelancong bertahan selama satu hari kerja keras, meski dia salah satu
Manusia jangkung dari Minas Tirith."
Kemudian para Peri membuka dan memberikan pada setiap anggota
Rombongan pakaian yang mereka bawa. Untuk setiap orang sudah disediakan
kerudung dan jubah, sesuai ukuran masing-masing, dari bahan semacam sutra
yang ringan tapi hangat, hasil tenunan kaum Galadhrim. Sulit disebut warnanya:
kelabu bernada senja di bawah pepohonan, dan kalau digerakkan, atau diletakkan
di bawah cahaya lain, tampak hijau seperti daun yang remang-remang, atau
cokelat seperti padang kosong di malam hari, perak-senja seperti air di bawah
sinar bintang. Setiap jubah diikat di leher, den-an bros seperti daun hijau berurat
perak. "Apakah ini jubah sihir?" tanya Pippin, memandangnya dengan kagum.
"Aku tidak tahu maksudmu," jawab pemimpin kelompok Peri. "Ini pakaian
indah, dan tenunannya bagus, karena dibuat di negeri ini. Memang ini jubah kaum
Peri, kalau itu maksudmu. Daun dan dahan, air dan batu: mereka memiliki warna
dan keindahan semua itu, di bawah senja Lorien yang kami cintai; karena kami
memasukkan pikiran tentang semua yang kami cintai ke dalam segala sesuatu
yang kami buat. Tapi ini pakaian, bukan senjata, dan tidak bisa menangkis batang
tombak atau mata pisau. Tapi mereka akan sangat berguna: ringan dipakai, dan
cukup hangat atau sejuk, sesuai kebutuhan. Dan kau akan menyadari bahwa
pakaian ini akan sangat membantumu menyembunyikan diri dari pandangan mata
yang tidak ramah, baik kau berjalan di antara bebatuan atau pepohonan. Kalian
benar-benar sangat disayangi Lady! Karena dia sendiri dan gadis-gadis pelayannya
yang menenun bahan ini; dan belum pernah kami memakaikan pakaian bangsa
kami sendiri pada orang asing."
Setelah makan pagi, Rombongan itu pamit kepada halaman dekat air mancur.
Hati mereka terasa berat; karena tempat itu indah sekali, dan sudah terasa
seperti rumah sendiri, meski mereka tak bisa menghitung siang dan malam yang sudah
mereka lewatkan di sana. Saat mereka berdiri sejenak memandang air putih di
bawah sinar matahari, Haldir datang mendekati, melintasi rumput hijau lapangan
Halaman | 410 The Lord of The Rings itu. Frodo menyambutnya dengan gembira.
"Aku sudah kembali dari Pagar-Pagar Utara," kata Peri itu, "dan aku sekarang
dikirim untuk menjadi pemandu kalian lagi. Lembah Dimrill penuh nap dan awan
asap, dan pegunungannya resah. Ada bunyi berisik dari dalam bumi. Seandainya
ada di antara kalian yang berniat pulang ke utara, ke rumah kalian, kalian
takkan mungkin melewati jalan itu. Tapi marilah! Jalan kalian sekarang ke selatan."
Ketika mereka melewati Caras Galadhon, jalan-jalan yang hijau tampak
kosong; tapi di pepohonan di atas banyak suara bergumam dan bernyanyi. Mereka
sendiri berjalan diam. Akhirnya Haldir menuntun mereka menuruni lereng-lereng
selatan bukit, dan mereka kembali mendekati gerbang besar yang digantungi
lampu-lampu, dan ke jembatan putih; dan begitulah, mereka keluar dan pergi dari
kota bangsa Peri. Lalu mereka keluar dari jalan berubin dan men-ambil rute yang
masuk ke gerombolan pohon mallorn yang rapat, dan berjalan terus, melewati
wilayah hutan berbayangbayang keperakan, terus-menerus turun, ke selatan dan
ke timur, menuju tebing Sungai.
Mereka sudah berjalan sekitar sepuluh mil, dan tengah hari telah menjelang
ketika mereka tiba di sebuah tembok hijau yang tinggi. Melalui sebuah bukaan,
tiba-tiba mereka sudah keluar dari antara pepohonan. Di depan mereka terhampar
halaman panjang rumput yang bersinar-sinar, bertatahkan elanor emas yang
berkilauan di bawah cahaya matahari. Halaman itu menjulur sampai ke suatu lidah
sempit di antara pinggiran yang cerah: di sebelah kanan dan barat, Silverlode
mengalir kemilau; di sebelah kiri dan timur, Sungai Besar mengalunkan airnya
yang luas, dalam, dan gelap. Di pantai seberang, hutan masih membentang ke selatan,
sejauh mata memandang, tapi semua tebing kosong dan gersang. Tak ada mallorn
yang merentangkan dahan-dahan bermuatan emas di luar Negeri Lorien.
Di tebing Silverlode, agak jauh dari tempat pertemuan sungai, ada dermaga
dari batu dan kayu putih. Banyak perahu dan tongkang berlabuh di sana. Beberapa
dicat dengan warna cerah, dan gemerlap dengan perak, emas, dan hijau, tapi
kebanyakan hanya kelabu atau putih. Tiga perahu kelabu kecil sudah disiapkan
bagi para pelancong, dan ke dalamnya para Peri menaikkan bawaan mereka.
Mereka juga menambahkan gulungan tambang, tiga gulling untuk setiap perahu.
Tampak ramping, tapi kuat, terasa seperti sutra, berwarna kelabu seperti
jubahjubah Peri. "Apa ini?" tanya Sam, memegang satu yang tergeletak di rumput.
"Itu tambang!" jawab para Peri dari atas perahu. "Jangan pernah berjalan jauh
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 411 tanpa membawa tambang! Dan harus yang kuat dan ringan. Tambang ini kuat dan
ringan. Akan membantu dalam banyak kebutuhan."
"Kau tak perlu mengatakan itu padaku!" kata Sam. "Aku datang tanpa
membawa tambang satu pun, dan aku cemas selama iii. Tapi aku bertanyatanya,
tambang ini dibuat dari bahan apa, karena aku tahu sedikit tentang pembuatan
tambang; sudah kebiasaan dalam keluargaku, bisa dikatakan begitu."
"Tambang ini terbuat dari hithlain," kata Peri itu, "tapi sekarang tak ada waktu
untuk mengajarimu seni pembuatannya. Seandainya kami tahu keterampilan ini
kausukai, kami bisa banyak mengajarimu. Sayang sekali! Kecuali suatu saat kau
kembali ke sini, kau harus puas dengan pemberian kami ini. Mudah-mudahan
berguna bagimu!" "Ayo!" kata Haldir. "Semua sudah siap. Masuklah ke perahu! Tapi hatihatilah
pada mulanya!" "Perhatikan kata-katanya!" kata Peri-Peri yang lain. "Perahu-perahu ini ringan
dan andal, tidak seperti perahu bangsa lain. Tidak akan karam, meski bermuatan
penuh; tapi mereka akan melawan bila diperlakukan kasar. Sebaiknya kalian
membiasakan diri naik-turun dari perahu, selagi ada tempat berlabuh di sini,
sebelum kalian berangkat mengikuti aliran sungai."
Rombongan diatur sebagai berikut: Aragorn, Frodo; dan Sam dalam satu
perahu; Boromir, Merry, dan Pippin di perahu lain; perahu ketiga diisi Legolas
dan Gimli, yang sudah menjadi sahabat kental sekarang. Di perahu terakhir inilah
sebagian besar barang dan bungkusan dimasukkan. Perahu-perahu digerakkan
dan dikemudikan dengan dayung pendek berbilah lebar berbentuk daun. Ketika
semua sudah siap, Aragorn memimpin mereka sebagai percobaan melalui
Silverlode. Alirannya deras, dan mereka maju perlahan. Sam duduk di haluan,
memegang pinggiran perahu, dan memandang sedih ke arah pantai. Matahari yang
berkilauan di permukaan air menyilaukan matanya. Saat mereka melewati padang
hijau Tongue, pepohonan melengkung ke bawah, sampai menyentuh tepian
sungai. Di sana-sini daundaun keemasan berputar mengambang di atas aliran
sungai yang beriak. Udara sangat cerah dan tenang, dan hening sekali, kecuali
nyanyian bernada tinggi dari burung-burung lark di kejauhan.
Mereka mengikuti tikungan tajam di sungai, dan di sana, berlayar gagah di
depan, menuju ke arah mereka, tampak seekor angsa besar. Air beriak-riak di
kedua sisi dadanya yang putih, di bawah lehernya yang melengkung. Paruhnya
mengilat seperti emas yang dipoles, dan matanya bersinar bagai permata hitam
Halaman | 412 The Lord of The Rings yang dipasang di tengah permata kuning; sayapnya yang besar dan putih setengah
terangkat. Musik mengalun melintasi sungai ketika ia mendekat, dan mendadak
mereka menyadari bahwa itu sebuah kapal, dibangun dan diukir dengan
keterampilan Peri hingga menyerupai seekor angsa. Dua Peri berpakaian putih
mengemudikannya dengan kayuh hitam. Di tengah kapal duduk Celeborn, dan di
belakangnya berdiri Galadriel, jangkung dan putih; di rambutnya ada rangkaian
bunga emas, di tangannya ia memegang harpa, dan ia bernyanyi. Sedih dan manis
bunyi suaranya, di udara yang jernih dan sejuk:
Tentang dedaunan aku bernyanyi, daun-daun emas, daun-daun emas
yang tumbuh di sana Tentang angin aku bernyanyi, angin yang datang dan membuat
terlena. Di bawah Matahari, di bawah rembulan, berbuih-buih Lautan luas,
Dan di pantai Ilmarin tumbuh sebatang Pohon emas.
Di bawah bintang-bintang Ever-eve ia bersinar,
Di samping tembok Elven Tirion, di Eldamar
Daun-daun emasnva lama tumbuh di sana,
Namun di seberang Samudra, Peri-Peri menitikkan air mata.
Oh Lorien! Musim dingin t'lah tiba, Hari yang gersang dan tak berdaun;
Daun-daun berguguran ke dalam air, namun Sungai terus bergerak
mengalun. Oh Lorien! Terlalu lama pantaimu kutinggalkan,
Dan bunga elanor emas, mahkotanya mulai memudar perlahan, Ingin
kubernyanyi tentang kapal, tapi kapal apa 'kan datang padaku, Kapal apa mau
membawaku, menyeberangi Samudra seluas itu"
Aragorn menghentikan perahunya ketika Kapal Angsa itu sampai di
sampingnya. Lady Galadriel mengakhiri nyanyiannya dan menyalami mereka.
"Kami datang untuk mengucapkan selamat jalan," katanya, . "dan mengantar kalian
dengan berkat dari negeri ini."
"Meski kalian sudah menjadi tamu kami," kata Celeborn, "kalian belum makan
bersama kami, maka 'dari itu kami mengundang kalian ke pesta perpisahan, di
sini... di antara air mengalir yang akan membawa kalian jauh dari Lorien."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 413 Angsa itu bergerak perlahan menuju dermaga. Mereka memutar perahu dan
mengikutinya. Di sana, di ujung Egladil, di hamparan rumput hijau, pesta
perpisahan berlangsung; tapi Frodo hanya sedikit makan dan minum; ia lebih
banyak memperhatikan kecantikan Lady Galadriel dan suaranya. Galadriel tidak
lagi tampak berbahaya atau mengerikan, sosoknya pun tidak tampak menyimpan
kekuatan tersembunyi. Di mata Frodo, ia kelihatan nyata sekaligus tidak nyata,
bagaikan pemandangan yang hidup dari sesuatu yang telah ditinggalkan jauh di
belakang, oleh aliran sungai Waktu; sosok Peri yang seperti itulah yang sesekali
masih terlihat oleh manusia di belakang hari.
Setelah mereka makan dan minum, sambil duduk di rumput, Celeborn
berbicara lagi tentang perjalanan mereka, dan sambil mengangkat tangannya ia
menunjuk ke selatan, ke hutan-hutan di luar Tongue.
"Kalau kalian melalui air," katanya, "kalian tidak akan menemukan pepohonan
lagi. Kalian akan sampai ke sebuah negeri gersang. Di sana Sungai mengalir di
lembah berbatu di tengah dataran tinggi gersang, dan setelah bermil-mil dia
sampai ke pulau tinggi Tindrock, yang kami sebut Tol Brandir. Di sana dia menjulurkan
lengannya ke tebing curam pulau itu, lalu jatuh dengan berisik dan penuh asap
melewati air terjun Rauros, turun ke Nindalf, yang dalam bahasa kalian disebut
Wetwang. Itu adalah wilayah luas tanah berair, di mana aliran sungai jadi
berbelitbelit dan banyak terbagi. Di sana Entwash mengalir masuk dari banyak
muara di Hutan Fangorn di barat. Sekitar sungai itu, di sisi sebelah sini Sungai,
terletak Rohan. Di sisi yang lebih jauh terdapat bukit-bukit gersang Emyn Muil. Angin
bertiup dari Timur di sana, karena bukit-bukit itu memandang ke luar, melewati
Rawa-Rawa Mati dan negeri-negeri Noman, sampai Cirith Gorgor dan gerbanggerbang
hitam Mordor. "Boromir, dan siapa pun yang akan pergi bersamanya mencari Minas Tirith,
sebaiknya meninggalkan Sungai Besar di atas Rauros dan menyeberangi Entwash
sebelum sampai ke rawa-rawa. Tapi jangan terlalu jauh mengarungi sungai itu,
juga jangan mengambil risiko tersesat di Hutan Fangorn. Itu negeri aneh, dan
sekarang hanya sedikit dikenal. Tapi Boromir dan Aragorn pasti tidak
membutuhkan peringatan ini."
"Memang kami sudah mendengar tentang Fangorn di Minas Tirith," kata
Boromir. "Tapi dari apa yang pernah kudengar, tampaknya kebanyakan berupa
dongeng nenek-nenek, seperti yang kita ceritakan pada anak-anak kita. Semua
yang letaknya di sebelah Utara Rohan sekarang begitu jauh dari kami, sehingga
khayalan bisa bergerak bebas. Sejak dulu Fangorn berada di perbatasan dunia
Halaman | 414 The Lord of The Rings kita; tapi sudah lama sekali berlalu, sejak ada di antara kami yang
mengunjunginya, untuk membuktikan kebenaran ataupun ketidakbenaran legenda-legenda yang
sudah turun-temurun dari zaman dulu.
"Aku sendiri sesekali ke Rohan, tapi aku belum pernah melewatinya ke arah
utara. Ketika aku dikirim sebagai utusan, aku melewati Celah di kaki Pegunungan
Putih, melintasi Isen dan Greyflood, masuk ke Northerland. Perjalanan panjang
dan melelahkan. Empat ratus league jaraknya, dan makan waktu berbulan-bulan;
karena aku kehilangan kudaku di Tharbad, di tempat dangkal Greyflood. Setelah
perjalanan itu, dan jalan yang kulalui bersama Rombongan ini, aku tidak ragu
bahwa aku bisa menemukan jalan melalui Rohan, dan Fangorn juga, kalau
terpaksa." "Kalau begitu, aku tak perlu mengatakan apa-apa lagi." kata Celeborn. "Tapi
jangan meremehkan pengetahuan yang sudah turun-temurun; karena sering kali
nenek-nenek tua mengingat hal-hal yang dulu memang perlu diketahui orang-orang
bijak." Kini Galadriel bangkit dari rumput. Sambil mengambil cangkir dari salah
seorang dayang-dayangnya, ia mengisinya dengan anggur madu putih dan
memberikannya pada Celeborn.
"Kini saatnya minum anggur perpisahan," kata Galadriel. "Minumlah, Lord
Galadhrim! Dan janganlah hatimu sedih, meski malam harus mengikuti siang, dan
senja sudah menjelang."
Lalu ia membawa cangkir itu kepada masing-masing anggota Rombongan,
dan memohon mereka meminumnya, serta mengucapkan selamat jalan pada
mereka. Tapi, setelah mereka minum, ia menyuruh mereka duduk lagi di rumput.
Kursi-kursi dibawa untuk Galadriel dan Celeborn. Dayang-dayangnya berdiri diam
di sekitarnya, dan sejenak ia menatap tamu-tamunya. Akhirnya ia berbicara lagi.
"Kita sudah minum dari cangkir perpisahan," katanya, "dan kegelapan jatuh di
antara kita. Tapi, sebelum kalian pergi, aku membawa banyak hadiah di kapalku,
untuk diberikan pada kalian oleh Lord dan Lady Galadhrim, sebagai kenangkenangan
kepada Lorien." Lalu ia memanggil mereka bergantian.
"Ini hadiah dari Celeborn dan Galadriel kepada pemimpin Rombongan,"
katanya kepada Aragorn; lalu ia memberikan sebuah sarung pedang yang dibuat
sesuai ukuran pedangnya. Sarung itu berhiaskan gambar bunga-bunga dan daundaun
terbuat dari perak dan emas, di atasnya, dalam lambang Peri yang dibentuk
oleh batu-batu permata, tertulis nama Anduril dan garis keturunan pedang itu.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 415 "Pedanyang dihunus dari sarung ini tidak akan ternoda atau patah, bahkan
bila kalah," katanya. "Tapi adakah hal lain yang kauinginkan dariku pada
perpisahan ini" Karena kegelapan akan mengalir di antara kita, dan mungkin kita
tidak akan bertemu lagi, kecuali jauh di sana, di suatu jalan yang tak ada jalur
kembali."
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aragorn menjawab, "Lady, kau tahu semua hasratku, dan sudah lama kau
menyimpan harta satu-satunya yang kucari. Namun bukan hakmu untuk
memberikannya padaku, meski kau mau; hanya melalui kegelapan aku bisa
mencapainya." "Namun mungkin ini akan meringankan hatimu," kata Galadriel, "karena benda
ini diberikan padaku untuk dirawat dan disimpan untuk diberikan kepadamu,
seandainya kau melalui negeri ini." Lalu dari pangkuannya ia mengambil sebuah
batu besar berwarna hijau bening, dipasang pada sebuah bros perak yang ditempa
dalam bentuk elang dengan sayap terkembang; ketika ia mengangkatnya,
perhiasan itu bersinar seperti cahaya matahari melalui dedaunan musim semi.
"Batu ini dulu kuberikan kepada Celebrian, putriku, dan dia memberikannya kepada
putrinya; sekarang dia datang kepadamu sebagai tanda harapan. Saat ini terimalah
nama yang sudah diramalkan bagimu, Elessar, batu Peri dari rumah Elendil!"
Aragorn mengambil batu itu dan memasang bros di dadanya, dan mereka
yang melihatnya terkagum-kagum: karena sebelumnya mereka tidak
memperhatikan betapa jangkung dan gagah sosok Aragorn, seperti seorang raja.
Mereka juga melihat seolah-olah perjalanan tahun yang keras lepas dari
pundaknya. "Untuk hadiah-hadiah yang kauberikan padaku, aku mengucapkan
terima kasih," kata Aragorn. "Oh, Lady Lorien, dari siapa turun Celebrian dan
Arwen Evenstar. Bagaimana lagi bisa kunaikkan puji-pujian?"
Galadriel menundukkan kepalanya, kemudian beralih kepada Boromir, dan
kepadanya ia memberikan ikat pinggang emas; kepada Merry dan Pippin ia
memberikan ikat pinggang kecil dari perak, masing-masing dengan gesper yang
ditempa menyerupai bunga emas. Kepada Legolas ia memberikan busur sama
den-an yang digunakan bangsa Galadhrim, lebih panjang dan kokoh daripada
panah Mirkwood, dan diikat dengan seutas rambut Peri. Bersama itu diberikannya
juga setabung anak panah.
"Untukmu, tukang kebun kecil dan pecinta pohon," kata Galadriel pada Sam,
"aku hanya punya hadiah kecil." ia meletakkan ke tangan Sam sebuah kotak kecil
dari kayu kelabu polos, tidak berhias, kecuali satu lambang perak di tutupnya.
"Ini huruf G untuk Galadriel," katanya, "tapi juga bisa berarti 'kebun' dalam
bahasamu. Halaman | 416 The Lord of The Rings Di dalam kotak ini ada tanah dari kebun buahbuahanku, dan berkat yang masih
bisa dilimpahkan Galadriel ada di dalamnya. Tanah ini tidak akan membuatmu
bertahan di jalan, atau membelamu terhadap bahaya; tapi kalau kau
menyimpannya dan kelak kau kembali pulang, mungkin dia baru menunjukkan
manfaatnya. Meski lingkungan sekitarmu gersang dan kosong, kebunmu akan
menjadi satu dari sedikit kebun paling indah di Dunia Tengah, kalau kau
menaburkan tanah itu di sana. Lalu kau akan ingat pada Galadriel, dan kau akan
melihat sekilas pemandangan di Lorien dari jauh, yang hanya kausaksikan di saat
musim dingin. Sebab musim semi dan musim panas kami sudah lewat, dan takkan
terlihat lagi di dunia, kecuali dalam ingatan."
Wajah Sam memerah sampai ke telinganya, dan ia menggumamkan sesuatu
yang tidak terdengar, ketika ia memegang erat kotak itu dan membungkuk sebagus
mungkin. "Dan hadiah apa yang akan diminta seorang Kurcaci dari ban-sa Peri?" tanya
Galadriel kepada Gimli. "Tidak ada, Lady," jawab Gimli. "Sudah cukup bagiku telah melihat Lady
bangsa Galadhrim, dan mendengarkan kata-katanya yang lembut."
"Dengar itu, hat para Peri!" seru Galadriel kepada semua di sekitarnya.
"Jangan ada lagi yang mengatakan bahwa Kurcaci adalah bangsa yang rakus dan
tidak tahu berterima kasih! Tapi Gimli, putra Min, pasti ada sesuatu yang
kauinginkan, yang bisa kuberikan. Sebutkan, kumohon! Kau tidak boleh menjadi
satu-satunya tamu tanpa hadiah."
"Tidak ada, Lady Galadriel," kata Gimli, membungkuk rendah dan berbicara
terbata-bata. "Tidak ada, kecuali kalau boleh kecuali diizinkan untuk meminta...
maksudku untuk menyebut... satu helai rambutmu yang keindahannya melebihi
emas di bumi, seperti bintang melebihi permatapermata dari tambang. Aku tidak
layak meminta hadiah seperti itu. Tapi kau memerintahkan aku untuk menyebutkan
hasratku." Para Peri tersentak dan bergumam kaget, dan Celeborn menatap Kurcaci itu
dengan heran, tapi Galadriel tersenyum. "Konon keterampilan bangsa Kurcaci ada
pada tangan mereka, bukan pada lidah," katanya, "tapi itu tidak berlaku bagi
Gimli. Karena belum pernah ada yang mengajukan permintaan yang begitu berani,
namun begitu sopan. Dan bagaimana aku bisa menolak, karena aku yang
memerintahkannya berbicara" Tapi katakan padaku, apa yang akan kaulakukan
dengan hadiah seperti itu?"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 417 "Menyimpannya dengan hati-hati, Lady," jawab Gimli, "sebagai kenangan
terhadap kata-katamu pada pertemuan kita yang pertama. Dan kalau aku suatu
saat nanti kembali ke tukang pandai besi di rumah, maka rambut itu akan
diawetkan dalam kristal yang tak bisa hancur, untuk menjadi pusaka rumahku, dan
sebagai ikrar iktikad baik antara wilayah Gunung dan Hutan, sampai akhir zaman."
Lalu Galadriel membuka salah satu jalinan rambutnya yang panjang, memotong
tiga helai rambut emas, dan meletakkannya di tangan Gimli. "Kukatakan padamu,
bersama dengan pemberian ini," katanya. "Aku tidak meramal, karena semua
ramalan sekarang sia-sia: di satu pihak ada kegelapan, dan di pihak lain hanya
harapan. Tapi kalau harapan akhirnya menang, maka kukatakan padamu, Gimli
putra Gloin, bahwa tanganmu akan dialiri emas, namun emas itu tidak akan
menguasai hatimu. "Dan kau, Pembawa Cincin," kata Galadriel, berbicara pada Frodo. "Aku
mendatangimu terakhir, meski tempatmu bukan yang terakhir dalam pikiranku.
Untukmu aku sudah menyiapkan ini." ia mengangkat sebuah tabung kecil dari
kristal: berkilauan ketika ia menggerakkannya, dan sinarsinar putih keluar dari
tangannya. "Dalam tabung ini," katanya, "ada cahaya bintang Earendil, dimasukkan
ke dalam air dari air mancurku. Dia akan bersinar lebih terang pada malam hari.
Semoga ini menjadi cahaya bagimu di tempat-tempat gelap, ketika semua cahaya
lain padam. Ingatlah Galadriel dan Cermin-nya!"
Frodo menerima tabung itu, dan untuk beberapa saat, ketika tabung itu
bersinar di antara mereka, ia sekali lagi melihat Galadriel berdiri seperti
ratu, agung dan cantik, namun tak lagi mengerikan. Ia membungkuk, dan tak bisa menemukan
kata-kata untuk diucapkan.
Setelah itu Galadriel bangkit berdiri, dan Celeborn menuntunnya kembali ke
dermaga. Tengah hari yang kuning menggantung di atas daratan hijau Tongue,
dan air berkilau keperakan. Semuanya akhirnya siap. Rombongan itu menempati
tempat masing-masing, seperti tadi. Sambil meneriakkan salam perpisahan, para
Peri dari Lorien mendorong mereka keluar ke air yang mengalir, dengan tongkat
panjang kelabu, dan air yang beriak perlahan-lahan membawa mereka pergi. Para
pengembara itu duduk diam, tak bergerak ataupun berbicara. Di tebing hijau dekat
ujung Tongue, Lady Galadriel berdiri sendirian dan diam. Saat melewatinya mereka
menoleh, dan mata mereka memperhatikannya perlahan mengambang menjauh
dari mereka. Sebab seperti itulah tampaknya bagi mereka: Lorien menyelinap
mundur, seperti kapal cemerlang dengan pohon-pohon sihir sebagai tiang, berlayar
ke pantaipantai terlupakan, sementara mereka duduk tak berdaya di perbatasan
Halaman | 418 The Lord of The Rings dunia yang kelabu tanpa dedaunan. Sementara mereka memandang, Silverlode
mengalir keluar ke aliran Sungai Besar, perahu-perahu mereka membelok dan
mulai melaju ke selatan. Tak lama kemudian, sosok putih Lady Galadriel menjadi
kecil dan jauh. Ia bercahaya seperti jendela kaca di atas bukit, jauh di bawah
matahari yang sedang terbenam, atau seperti danau di kejauhan,
yang terlihat dari gunung: sebuah kristal yang jatuh ke pangkuan bumi. Frodo
merasa melihat Galadriel mengangkat tangannya sebagai perpisahan terakhir, dan
jauh tapi tajam, suaranya yang jernih terdengar, bernyanyi menunggang angin.
Tapi kini ia bernyanyi dalam bahasa Peri kuno dari seberang Laut, dan Frodo tak
mengerti kata-katanya: musiknya indah, namun tidak menghiburnya.
Tapi kata-kata Peri itu akan selalu terpatri dalam ingatan Frodo, dan jauh
setelahnya ia menerjemahkannya, sebisa mungkin: bahasanya seperti bahasa Peri
dalam lagu, dan menceritakan hal-hal yang hanya sedikit diketahui di Dunia
Tengah. Ai! laurie lantar lassi surinen, yeni unotime ve ramar aldaron! Yeni ve linte
yuldar avanier mi oromardi lisse-miruvoreva Andune pella, Vardo tellumar nu
luini yassen tintilar I eleni omaryo airetari-lirinen.
Si man I yulma enquantuva"
An si Tintalle Varda Oisolosseo ve fanyar maryat Elentari ortane ar ilye tier
undulave lumbule; ar sindanoriello caita mornie I falmalinnar imbe met, ar hisie
untupa Calaciryo miri oiale. Si vanwa na, Romello vanwa, Valimar!
Namarie! Nai hiruvalye Valimar. Nai elye hiruva. Namarie!
"Ah! Bagaikan emas, daun-daun berjatuhan dalam tiupan angin, tahuntahun
panjang seperti sayap pepohonan! Tahun-tahun panjang sudah berlalu, seperti
tegukan cepat anggur manis di aula-aula megah di luar Barat, di bawah kubahkubah
Varda di mana bintang-bintang bergetar dalam nyanyiannya, suci dan
agung. Siapa sekarang akan mengisi kembali cangkir untukku" Karena kini si
Pembuat Api, Varda, Ratu Bintang, dari Gunung Everwhite, mengangkat tangannya
seperti awan, dan semua jalan terbenam dalam kegelapan; dan di luar negeri
kelabu itu kegelapan menutupi ombak berbuih di antara kita, dan kabut
menyelubungi permata Calacirya untuk selamanya. Kini Valimar hilang, hilang dari
Timur! Selamat tinggal! Mungkin kau akan menemukan Valimar. Mungkin kau akan
menemukannya. Selamat tinggal!" Varda adalah nama Lady yang oleh bangsa Peri
di negeri terasing ini disebut Elbereth.
Mendadak aliran Sungai membelok, tebingnya naik di kedua sisi, dan cahaya
Manusia Pemusnah Raga 2 Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Kemelut Blambangan 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama