Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien Bagian 11
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 419 Lorien pun tersembunyi. Ke negeri elok itu Frodo tak pernah lagi kembali.
Para pengembara itu sekarang menghadapi perjalanan mereka; matahari ada
di depan, dan mata mereka silau, karena semuanya tergenang air mata. Gimli
menangis terang-terangan.
"Aku telah melihat pemandangan terindah, untuk terakhir kali," katanya
kepada Legolas, sahabatnya. "Mulai sekarang takkan ada yang indah bagiku,
kecuali hadiahnya." ia meletakkan tangannya di dada.
"Katakan padaku, Legolas, kenapa aku ikut dalam Pencarian ini" Aku sama
sekali tidak tahu, di mana bahayanya yang utama! Elrond berkata benar, bahwa
kita takkan bisa meramalkan apa yang bakal kita temui di jalan. Siksaan dalam
gelap adalah bahaya yang kutakuti, namun itu tidak menahanku untuk ikut. Tapi
aku tidak akan ikut seandainya aku tahu bahaya kebahagiaan dan cahaya.
Sekarang aku menderita luka paling parah dalam perpisahan ini, kalaupun malam
ini juga aku langsung dihadapkan pada sang Penguasa Kegelapan. Aduh,
malangnya Gimli putra Gloin!"
"Tidak!" kata Legolas. "Malang kita semua! Dan semua yang mengembara di
dunia, di hari-hari masa sisa ini. Karena begitulah keadaannya: menemukan dan
kehilangan, seperti yang dialami mereka yang perahunya melaju di air. Tapi
menurutku kau termasuk diberkati, Gimli putra Gloin: sebab kehilanganmu
kauderita atas kemauan sendiri, padahal kau bisa saja memilih yang lain. Tapi
kau tidak meninggalkan kawan-kawanmu, dan setidaknya imbalan yang akan kauterima
adalah bahwa ingatan kepada Lothlorien akan selalu jelas tak bernoda di dalam
hatimu, tak akan mengabur atau membusuk."
"Mungkin," kata Gimli, "dan terima kasih atas kata-katamu. Kata-kata yang
tulus, tapi semua penghiburan seperti itu dingin rasanya. Kenangan bukanlah apa
yang kuinginkan. Kenangan hanya seperti cermin, meski sejernih Kheled-zaram.
Begitulah menurut kata hati Gimli si Kurcaci. Bangsa Peri mungkin punya
pandangan lain. Memang kudengar bahwa bagi mereka, ingatan lebih seperti dunia
alam sadar daripada seperti mimpi. Namun tidak demikian halnya bagi Kurcaci.
"Tapi sudahlah, jangan kita bicarakan lagi hal itu. Perhatikan perahu! Dia
terlalu rendah masuk ke air, dengan semua muatan ini, dan Sungai Besar deras
alirannya. Aku tak ingin membenamkan kesedihanku di dalam air dingin." ia
mengangkat sebuah dayung, dan mengemudi ke arah tebing barat, mengikuti
perahu Aragorn di depan, yang sudah bergerak keluar dari aliran tengah.
Demikianlah, mereka melanjutkan perjalanan panjang mengarungi sungai
Halaman | 420 The Lord of The Rings deras, terus menuju selatan. Pohon-pohon gundul menjulang di sepanjang tebing
di kedua sisi, dan mereka tak bisa melihat sama sekali daratan di belakangnya.
Angin berhenti dan Sungai terus mengalir tanpa suara. Tak ada cericip burung
memecah kesunyian. Matahari jadi berkabut ketika hari semakin sore, sampai ia
bersinar di langit pucat seperti mutiara putih tinggi. Lalu ia memudar ke Barat,
dan senja datang dengan cepat, disusul malam kelabu tak berbintang. Sampai larut
malam mereka mengapung jauh, mengemudikan perahu di bawah bayangan hutan
yang menggantung di atas. Pohon-pohon besar lewat bagai hantu-hantu,
menjorokkan akar-akar mereka yang terpelintir dan haus ke dalam air dari balik
kabut. Dingin dan suram. Frodo duduk mendengarkan pukulan dan geluguk lemah
Sungai yang resah di antara akar-akar pepohonan dan kayu apung dekat pantai,
sampai kepalanya mengangguk-angguk dan ia tertidur gelisah.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 421 Sungai Besar Frodo dibangunkan Sam. Ia menemukan dirinya terbaring, diselimuti dengan
baik, di bawah pohon-pohon tinggi berkulit kelabu di sebuah pojok tenang, di
hutan tebing barat Sungai Besar Anduin. Ia sudah tidur sepanjang malam, dan cahaya
kelabu pagi tampak redup di antara dahan-dahan gundul. Gimli sedang sibuk
dengan api kecil di dekatnya.
Mereka berangkat lagi sebelum pagi merebak. Bukan karena kebanyakan
anggota Rombongan ingin terburu-buru pergi ke selatan: mereka puas bahwa
keputusan yang harus mereka ambit, paling lambat saat mereka sampai ke Rauros
dan Pulau Tindrock, masih beberapa hari di depan; dan mereka membiarkan
Sungai itu membawa mereka dengan kecepatannya sendiri, tanpa ingin
mempercepat perjalanan menuju bahaya yang ada di depan, arah mana pun yang
mereka pilih pada akhirnya. Aragorn membiarkan mereka mengapung mengikuti
aliran sungai sekehendak mereka, menghemat tenaga menghadapi keletihan yang
akan datang. Tapi ia menuntut setidaknya mereka berangkat awal setup pagi, dan
berjalan sampai larut sore; karena dalam hati ia merasa waktu sudah mendesak,
Halaman | 422 The Lord of The Rings dan ia khawatir sang Penguasa Kegelapan tidak berdiam diri ketika mereka
berlama-lama di Lorien. Meski demikian, mereka tidak melihat tanda-tanda ada musuh pada hari itu,
atau keesokannya. Jam-jam menjemukan yang kelabu berlalu tanpa kejadian apaapa.
Ketika hari ketiga perjalanan mereka berlanjut, daratan lambat laun berubah:
pohon-pohon semakin jarang, kemudian sama sekali hilang. Di tebing timur
sebelah kiri, mereka melihat lereng-lereng panjang tak berbentuk, mendaki ke
atas, menuju langit; cokelat dan layu tampaknya, seolah bekas diterjang api, tidak
menyisakan sehelai pun kehijauan: suatu tanah kosong yang tidak ramah, tanpa
satu pun pohon patah atau bebatuan kokoh untuk mengisi kekosongannya. Mereka
telah tiba di Negeri-Negeri Cokelat yang terbentang luas dan kosong, antara
Mirkwood Selatan dari bukit-bukit Emyn Mull. Entah wabah atau perang atau
kejahatan apa dari Musuh yang telah menghancurkan wilayah itu, bahkan Aragorn
pun tidak tahu. Di sisi barat sebelah kiri, tanahnya juga tak berpohon, namun datar. Di banyak
tempat, ada kehijauan dengan padang-padang rumput luas. Di sisi Sungai ini
mereka melewati hutan-hutan alang-alang tinggi, begitu tinggi hingga menutupi
seluruh pemandangan ke barat, ketika perahu-perahu kecil itu berdesir melewati
tepi sungai yang bergetar. Bulu-bulu alang-alang yang layu membengkok dan
bergoyang dalam udara dingin, mendesis perlahan dan sedih. Di sana-sini, melalui
bukaan, Frodo bisa melihat sekilas padangpadang terhampar, jauh di belakangnya
berdiri bukit-bukit di bawah matahari terbenam, dan jauh di batas penglihatan
ada sebuah garis gelap, di mana berdiri berbaris punggung-punggung selatan
Pegunungan Berkabut. Tak ada tanda-tanda makhluk hidup yang bergerak, kecuali burung. Banyak
sekali burung: unggas-unggas kecil bersiul dan berbunyi nyaring di tengah
alangalang, tapi jarang tampak. Sekali-dua kali para pengembara itu mendengar
kepakan dan desiran sayap angsa. Ketika menengadah, mereka melihat
sekawanan besar angsa terbang di angkasa.
"Angsa!" kata Sam. "Dan sangat besar pula!"
"Ya," kata Aragorn, "dan mereka angsa hitam."
"Betapa luas dan kosong, dan menyedihkan negeri ini!" kata Frodo. "Aku
selalu membayangkan bahwa kalau kita berjalan ke selatan, suasana akan
semakin hangat dan gembira, sampai musim dingin tertinggal di belakang untuk
selamanya." Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 423 "Tapi kita belum berjalan jauh ke selatan," jawab Aragorn. "Sekarang masih
musim dingin, dan kita jauh dari laut. Di sini dunia akan dingin, sampai musim
semi merekah tiba-tiba, dan mungkin masih akan turun salju lagi. Jauh di Teluk
Belfalas, ke mana Anduin mengalir, cuacanya hangat dan gembiramungkin-atau bisa begitu
kalau tidak ada Musuh. Tapi sekarang ini kita berada lebih dari enam puluh
league, kukira, di sebelah selatan Wilayah Selatan Shire-mu, ratusan mil yang panjang di
sana. Sekarang kau memandang ke arah barat-daya, melintasi padang utara
Riddermark, Rohan, negeri para Penguasa Kuda. Tak lama lagi kita sampai ke
muara Limlight yang mengalir dari Fangorn untuk bergabung dengan Sungai Besar.
Itu batas utara Rohan; dan sejak dulu semua yang terletak antara Limlight
dan Pegunungan Putih menjadi milik bangsa Rohirrim. Negeri yang kaya dan
nyaman, dan rumputnya tak tertandingi; tapi di masa kelam ini tak ada orang yang
tinggal dekat Sungai atau sering naik kuda sampai ke pantainya. Anduin lebar
sekali, tapi para Orc bisa menembakkan panah mereka jauh menyeberangi sungai;
dan belakangan ini, katanya, mereka sudah berani menyeberangi` sungai,
merampok ternak dan kuda Rohan."
Sam memandang dari tebing ke tebing dengan perasaan tidak enak.
Sebelumnya, pepohonan kelihatan bermusuhan, seolah mereka mempunyai mata
rahasia dan menyimpan bahaya tersembunyi; sekarang ia berharap pohon-pohon
itu masih di sana. Ia merasa Rombongan mereka terlalu telanjang, mengapung
dalam perahu-perahu terbuka di tengah negeri tanpa perlindungan, di sungai yang
merupakan garis depan perang.
Pada satu-dua hari berikutnya, ketika mereka meneruskan perjalanan, terus
mengarah ke selatan, perasaan tidak aman menghinggapi seluruh Rombongan.
Sehari penuh mereka berdayung memacu perahu. Tebingtebing lewat dengan
cepat. Segera Sungai itu melebar dan jadi semakin dangkal; pantai-pantai panjang
berbatu ada di sisi timur, dan ada betingbeting batu di dalam air, sehingga
mereka harus mengemudi dengan hatihati. Negeri-Negeri Cokelat menjelma menjadi
perbukitan terbuka yang gersang, dari atasnya angin dingin dari Timur berembus.
Di sisi lain, padangpadang menjelma menjadi bukit-bukit rendah, dengan rumput
layu di tengah daratan yang penuh genangan air dan gerombolan rumput tebal.
Frodo menggigil memikirkan halaman dan air mancur, hujan lembut dan jernih di
Lothlorien. Hanya sedikit pembicaraan, dan tidak ada tawa di dalam perahuperahu
mereka. Setiap anggota Rombongan sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Hati Legolas sedang berlari di bawah sinar bintang di malam musim panas, di
suatu lembah utara di antara pepohonan beech; Gimli sedang memegang emas
Halaman | 424 The Lord of The Rings dalam pikirannya, mempertimbangkan pantaskah emas itu ditempa ke dalam
wadah yang akan dipergunakan untuk menyimpan pemberian Lady Galadriel.
Merry dan Pippin di perahu tengah merasa tidak nyaman, karena Boromir
menggerutu sendirian, kadang-kadang menggigit kuku, seolah tengah diliputi
keresahan atau keraguan, kadang-kadang mengangkat dayung dan memacu
perahu sampai dekat ke perahu Aragorn. Pippin, yang duduk di haluan menghadap
ke belakang, menangkap sinar aneh dalam mata Boromir, ketika ia menatap tajam
ke Frodo. Sam sudah lama memutuskan bahwa, meski perahu mungkin tidak
berbahaya seperti yang diyakininya selama ini, toh perahu itu jauh lebih tidak
nyaman daripada yang dibayangkannya. Ia terkekang dan sengsara, tanpa
kegiatan lain selain menatap dataran musim dingin merangkak lewat dan air kelabu
di kedua sisinya. Bahkan ketika dayung harus digunakan, mereka tidak
mempercayai Sam untuk mengayuh.
Ketika senja turun di hari keempat, Sam memandang ke belakang dari atas,
kepala Frodo dan Aragorn dan perahu-perahu yang mengikuti; ia mengantuk dan
sangat mendambakan tidur serta merasakan tanah di bawah jari kakinya.
Mendadak sesuatu menarik perhatiannya: mula-mula ia memandangnya tanpa
gairah, lain ia duduk tegak dan menyeka matanya; tapi ketika ia memandang lagi,
"sesuatu" aku sudah tak terlihat.
Malam itu mereka bermalam di sebuah pulau kecil, dekat ke tebing barat. Sam
berbaring diselubungi selimut di samping Frodo. "Aku mimpi aneh satudua jam
sebelum kita berhenti, Mr. Frodo," katanya. "Atau mungkin itu bukan mimpi. Tapi
pokoknya lucu." "Well, apa itu?" kata Frodo, tahu bahwa Sam tidak akan diam sebelum
menceritakannya, apa pun itu. "Aku tidak melihat atau memikirkan apa pun yang
bisa membuatku tersenyum sejak kita meninggalkan Lothlorien."
"Bukan lucu semacam itu, Mr. Frodo. Ganjil. Aneh sekali, kalau aku bukan
mimpi. Dan sebaiknya kau mendengarnya. Seperti ini: aku melihat batang kayu
bermata!" "Batang kayu memang benar," kata Frodo. "Banyak batang kayu di Sungai.
Tapi tanpa mata!" "Tidak bisa," kata Sam. "Justru mata aku yang membuat aku duduk tegak,
bisa dikatakan begitu. Aku melihat sesuatu yang kukira batang kayu mengambang
dalam cahaya remang-remang di belakang perahu Gimli; tapi aku tidak begitu
memperhatikan. Kemudian tampaknya batang kayu itu menyusul kita perlahanSembilan Pembawa Cincin Halaman | 425 lahan. Dan itu aneh, karena kita semua mengambang bersama di atas aliran air.
Persis saat itu aku melihat matanya: dua titik pucat, agak bersinar, pada
benjolan di ujung terdekat batang itu. Lagi pula, ternyata itu bukan batang kayu, karena dia
mempunyai kaki pengayuh, hampir seperti angsa, hanya kelihatan lebih besar, dan
keluar-masuk ke dalam air.
"Saat itulah aku duduk tegak dan menyeka mataku, dengan maksud akan
berteriak, kalau dia masih ada di sana setelah aku menghapus kantuk dari mataku.
Sebab, benda apa pun itu, sekarang dia mulai mendekat dengan cepat dan sudah
dekat sekali di belakang Gimli. Tapi apakah dua lampu itu melihat aku bergerak
dan memandang, ataukah aku yang sadar kembali, aku tidak tahu. Ketika aku
menengok lagi, dia sudah tidak di sana. Meski begitu, aku merasa melihat
sekilas, dengan ekor mataku, begitu istilahnya, sesuatu yang gelap meluncur cepat ke
bawah bayangan tebing. Tapi aku tak bisa melihat mata itu lagi.
"Aku berkata pada diriku sendiri, 'Mimpi lagi, Sam Gamgee.' Dan aku tidak
berbicara lagi saat itu. Tapi sejak itu aku berpikir terus, dan sekarang aku
tidak begitu yakin. Bagaimana menurutmu, Mr. Frodo?"
"Menurutku yang kaulihat itu tidak lebih dari sebatang kayu, juga senja dan
kantuk dalam matamu, Sam," kata Frodo, "kalau Hit pertama kalinya mata aku
terlihat. Tapi ini bukan pertama kalinya. Aku melihatnya di utara, sebelum kita
sampai di Lorien. Dan aku melihat makhluk aneh yang mempunyai mata memanjat
pohon malam itu. Haldir juga melihatnya. Dan ingatkah kau laporan para Peri yang
mengejar gerombolan Orc?"
"Ah," kata Sam, "aku ingat; dan aku ingat lebih banyak lagi. Aku tidak suka
pikiranku; tapi setelah memikirkan satu dan lain hal, termasuk ceritacerita Mr.
Bilbo dan lain-lain, rasanya aku bisa memberi nama pada makhluk itu, menebaknebaknya.
Sebuah nama yang jahat. Gollum, mungkin?"
"Ya, aku yang kukhawatirkan selama beberapa waktu belakangan ini," kata
Frodo. "Sejak malam di atas flet. Kuduga dia bersembunyi di Moria, dan
menangkap jejak kita di sana; tapi kuharap masa-masa kita di Lorien akan
membuat dia kehilangan jejak lagi. Makhluk malang aku pasti bersembunyi di hutan
dekat Silverlode, memperhatikan kita berangkat!"
"Kira-kira begitu," kata Sam. "Dan sebaiknya kita sedikit lebih waspada, atau
kita akan merasakan jari-jari menjijikkan aku di leher kita suatu hari nanti,
kalau kita bisa bangun untuk merasakan sesuatu. Dan itulah tujuan pembicaraanku. Tak
perlu mengganggu Strider atau yang lain malam ini. Aku akan berjaga. Aku bisa
Halaman | 426 The Lord of The Rings tidur besok, karena aku cuma menjadi muatan di perahu ini, bisa dibilang
begitu." "Aku bisa bilang begitu," kata Frodo, "kau adalah 'muatan bermata'.
Kau boleh berjaga, kalau kau berjanji akan membangunkan aku menjelang
pagi, kalau tidak ada yang terjadi sebelumnya."
Di pagi buta Frodo terjaga dari tidur yang dalam dan gelap, dan menyadari
bahwa Sam membangunkannya. "Sayang sekali harus membangunkanmu," bisik
Sam, "tapi kau sudah berpesan begitu. Tidak ada yang bisa diceritakan, atau
tidak banyak. Rasanya aku mendengar suara cemplungan dan mendengus-dengus,
beberapa waktu lain; tapi banyak bunyi aneh seperti itu terdengar di dekat
sungai pada malam hari." Sam berbaring, dan Frodo bangkit duduk, meringkuk dalam selimutnya,
melawan rasa kantuknya. Bermenit-menit atau berjam-jam lewat dengan lamban,
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan tidak ada yang terjadi. Frodo baru saja menyerah pada godaan untuk
berbaring lagi ketika suatu sosok gelap, hampir tidak kelihatan, mengambang
dekat ke salah satu perahu yang berlabuh. Tangan panjang keputih-putihan terlihat
samar-samar ketika sosok itu keluar dari air dan memegang bibir perahu; dua mata
seperti lampu yang bersinar dingin memandang ke dalam perahu, kemudian mata
itu naik dan memandang Frodo di atas pulau. Jaraknya tidak lebih dari dua meter
atau lebih, dan Frodo mendengar bunyi desis perlahan napas yang ditarik. Frodo
berdiri, menghunus Sting dari sarungnya, dan menghadap ke kedua mata itu.
Langsung sinar mata itu padam. Terdengar bunyi desis lagi dan cemplungan, dan
sosok kayu gelap itu meluncur cepat dalam air, menghilang di malam gelap.
Aragorn bergerak dalam tidurnya, membalikkan tubuh, dan bangkit duduk.
"Ada apa?" bisiknya, melompat berdiri dan mendekati Frodo. "Aku merasakan
sesuatu dalam tidurku. Kenapa kau menghunus pedangmu?"
"Gollum," jawab Frodo. "Atau setidaknya dia, kuduga."
"Ah!" kata Aragorn. "Kalau begitu, kau juga tahu tentang perampok kecil kita,
bukan" Dia terus berjalan di belakang kita di Moria, sampai ke Nimrodel. Sejak
kita naik perahu, dia berbaring di atas batang kayu dan mengayuh dengan tangan dan
kakinya. Aku mencoba menangkapnya sekalidua kali di malam hari, tapi dia lebih
lihai daripada rubah, dan sama licinnya seperti ikan. Aku berharap perjalanan
lewat sungai akan mengalahkannya, tapi dia makhluk air yang terlalu cerdik.
"Besok kita terpaksa mencoba meluncur lebih cepat. Sekarang kau berbaring
saja, dan aku akan berjaga sepanjang sisa malam ini. Aku berharap bisa
menangkap makhluk malang itu. Kita bisa memanfaatkan dia. Tapi kalau tidak bisa,
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 427 kita harus mencoba melepaskan diri darinya. Dia berbahaya sekali. Selain dia
sendiri bisa membunuh di malam hari, dia bisa membuat musuh yang sedang
berkeliaran jadi tahu jejak kita."
Malam itu berlalu tanpa Gollum menunjukkan bayangannya lagi. Setelah itu
Rombongan tersebut terus waspada, tapi mereka tidak melihat Gollum lagi
sepanjang perjalanan itu. Kalau ia masih mengikuti mereka, maka ia sangat
hatihati dan cerdik. Atas permintaan Aragorn, sekarang mereka mendayung cukup
lama, dan tebing-tebing lewat dengan cepat. Tapi mereka hanya sedikit melihat
daratan, karena kebanyakan mereka berjalan di malam dan senja hari, beristirahat
di pa-1 hari, dan bersembunyi sebisa mungkin, sesuai keadaan daratan. Dengan
cara ini, waktu berlalu tanpa kejadian apa pun sampai hari ketujuh.
Cuaca masih mendung dan kelabu, an-in bertiup dari Timur, tapi ketika senja
menjelma menjadi malam, langit di barat mulai jernih, dan kolam-kolam cahaya
redup, berwarna kuning dan hijau pucat, tersingkap di bawah kerumunan awan
kelabu. Di sana kulit putih Bulan baru terlihat bersinar di danau-danau nun
jauh. Sam memandangnya dan mengerutkan ails.
Keesokan harinya, daratan di kedua sisi sungai mulai berubah cepat. Tebingtebing
mulai mendaki dan jadi berbatu-batu. Tak lama kemudian, mereka melewati
daratan berbukit batu karang, di kedua pantai ada lerenglereng curam yang
terkubur di bawah semak-semak berduri dan semak buah sloe, kusut dengan
bramble dan tanaman merambat. Di belakangnya berdiri batu-batu karang rendah
yang hancur, dan cerobong-cerobong batu kelabu yang termakan cuaca dan gelap
karena dipenuhi tanaman ivy; di belakangnya lagi menjulang punggung-punggung
bukit bermahkotakan cemara yang menggeliat-geliat tertiup angin. Mereka sudah
mendekati daratan berbukit kelabu. Emyn Muil, perluasan Belantara sebelah
selatan. Banyak burung di sekitar batu karang dan cerobong batu, dan sepanjang hari
kawanan burung berputar-putar jauh tinggi di angkasa, hitam berlatar belakang
langit pucat. Ketika mereka berbaring di perkemahan hari itu, Aragorn
memperhatikan burung-burung itu dengan ragu, bertanya dalam hati, apakah
Gollum sudah berbuat kenakalan, dan kabar tentang perjalanan mereka sekarang
sedang bergerak di belantara. Ketika matahari sedang terbenam, dan Rombongan
mereka bersiap-siap berangkat lagi, ia melihat sebuah bercak, gelap di depan
cahaya yang memudar: seekor burung besar tinggi dan jauh sekali, kadang
berputar-putar, kadang terbang terus perlahan ke selatan.
"Apa itu, Legolas?" tanya Aragorn, menunjuk ke langit utara. "Apakah itu
Halaman | 428 The Lord of The Rings seekor dang, seperti yang kuduga?"
"Ya," kata Legolas. "Itu elang, elang pemburu. Pertanda apa itu kirakira" Dia
jauh dari pegunungan."
"Kita tidak akan berangkat sampai gelap sama sekali," kata Aragorn.
Malam kedelapan perjalanan mereka. Sunyi dan tidak berangin; angin timur
yang kelabu sudah berlalu. Bulan sabit tipis sudah muncul lebih awal saat
matahari terbenam, tapi langit di atas jernih, dan meski jauh di selatan ada kerumunan
awan yang masih bersinar redup, di Barat bintang-bintang bercahaya terang.
"Ayo!" kata Aragorn. "Kita akan memberanikan diri lagi melakukan perjalanan
malam hari. Kita sampai ke wilayah Sungai yang tidak begitu kukenal, sebab aku
belum pernah melakukan perjalanan melalui air di wilayah ini, antara sini dengan
air terjun Sarn Gebir. Tapi bila perkiraanku benar, air terjun itu masih bermilmil jaraknya dari sini. Tapi masih ada berbagai tempat berbahaya sebelum kita tiba
di sana: batu-batu dan pulau berbatu di sungai. Kita harus waspada dan mencoba
mendayung tidak terlalu cepat."
Sam di perahu pelopor ditugasi sebagai pengawas. Ia berbaring sambil
mengintai ke dalam kegelapan. Malam kelam, tapi bintang-bintang di atas sangat
terang, cahayanya tercermin di permukaan Sungai. Sudah dekat tengah malam,
dan mereka sudah mengambang untuk beberapa saat, hampir tidak menggunakan
dayung, ketika mendadak Sam berteriak. Hanya beberapa meter di depan, sosoksosok
gelap muncul di sungai, dan ia mendengar putaran air berpacu. Ada aliran
deras yang membelok ke kiri, ke pantai timur yang salurannya mulus. Ketika
mereka tersapu ke samping, para pengembara itu bisa melihat, dekat sekali
sekarang, buih-buih pucat Sungai memukul batu-batu tajam yang menjorok jauh ke
tengah, seperti pinggiran bergerigi. Perahu-perahu semuanya berkerumun.
"Hai, Aragorn!" teriak Boromir, ketika perahunya menabrak perahu pelopor.
"Ini gila! Kita tak bisa menentang Air Terjun di malam hari! Tapi tidak ada
perahu yang bisa bertahan di Sarn Gebir, baik siang maupun malam."
"Kembali, kembali!" teriak Aragorn. "Putar! Putar, kalau bisa!" ia mendorong
dayungnya ke dalam air, berusaha menahan perahu dan memutarnya.
"Aku salah hitung," katanya pada Frodo. "Aku tidak tahu kita sudah berjalan
sejauh ini: Anduin mengalir lebih kencang daripada perkiraanku. Sarn Gebir pasti
sudah dekat sekali."
Dengan upaya keras, mereka mengendalikan perahu dan memutarnya
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 429 perlahan; pada mulanya mereka hanya bisa melaju lambat sekali melawan arus,
dan selama itu mereka terbawa semakin dekat ke tebing timur. Kini tebing itu
menjulang gelap dan mengancam dalam kegelapan malam.
"Dayung bersama-sama, dayung!" teriak Boromir. "Dayung! Kalau tidak, kita
akan terempas ke tebing." Bahkan saat Boromir masih bicara, Frodo sudah merasa
lunas perahu menggesek bebatuan di bawah.
Tepat pada saat itu ada bunyi dentingan busur: beberapa panah berdesing
lewat di atas mereka, dan beberapa jatuh di antara mereka. Satu menghantam
Frodo di antara bahunya, dan ia bergerak maju sambil berteriak, melepaskan
dayungnya, tapi panah itu jatuh terpental, ditahan oleh rompi logamnya yang
tersembunyi. Satu yang lain menembus kerudung Aragorn: dan yang ketiga
menancap pada pinggiran lambung perahu, dekat tangan Merry. Sam merasa bisa
melihat sekilas sosok-sosok hitam berlarian ke sana kemari di atas tumpukan
papan panjang yang terletak di bawah pantai timur. Tampaknya mereka dekat
sekali. "Yrch!" kata Legolas, memakai bahasanya sendiri.
"Orc!" teriak Gimli.
"Gara-gara Gollum, aku yakin," kata Sam pada Frodo. "Dan tempat yang
manis pula untuk dipilih. Sungai ini seolah bertekad mengantar kita langsung ke
tangan mereka!" Mereka semua bersandar ke depan sambil mendayung dengan giat: bahkan
Sam ikut mengayuh. Setiap saat mereka menunggu gigitan panah berbulu hitam.
Banyak panah mendesing di atas kepala, atau menghunjam masuk ke air di dekat
mereka; tapi tidak ada lagi yang kena sasaran. Malam gelap, tapi tidak terlalu
gelap untuk mata-malam para Orc, dan di bawah cahaya bintang, mereka pasti menjadi
sasaran empuk bagi musuh yang cerdik, kecuali kalau jubah-jubah kelabu dari
Lorien dan kayu kelabu dari perahu-perahu buatan Peri bisa mengalahkan
kejahatan para pemanah dari Mordor.
Kayuhan demi kayuhan mereka terus mendayung. Dalam kegelapan, sulit
untuk yakin apakah mereka memang bergerak; tapi lambat laun putaran air
semakin berkurang, dan bayangan tebing timur memudar kembali ke dalam
kegelapan malam. Akhirnya, sejauh mereka bisa menduga, mereka sudah sampai
ke tengah aliran sungai lagi dan perahu mereka sudah diputar balik cukup jauh di
atas bebatuan yang menonjol. Lalu, sambil setengah berputar, mereka mendorong
perahu-perahu mereka sekuat tenaga menuju pantai barat. Di bawah bayangan
Halaman | 430 The Lord of The Rings semak-semak yang condong di atas permukaan air, mereka berhenti dan menarik
napas. Legolas meletakkan dayungnya dan mengambil busur yang dibawanya dari
Lorien. Lalu ia melompat ke darat dan mendaki beberapa langkah ke atas tebing.
Sambil menarik busur dan memasang panah, ia membalikkan badan, mengintai
kembali ke arah Sungai, ke dalam kegelapan. Di seberang sungai terdengar
teriakan-teriakan nyaring, tapi tidak terlihat apa-apa.
Frodo memandang Legolas yang berdiri tinggi di atasnya, menatap ke dalam
malam kelam, mencari sasaran untuk dipanah. Kepalanya gelap, bermahkotakan
bintang-bintang putih tajam yang bersinar di kolam-kolam hitam langit di
belakangnya. Tapi kini awan-awan besar naik dan meluncur dari Selatan,
mengirimkan pengawal-pengawal gelap ke padang-padang berbintang. Rasa
cemas mendadak menyerang Rombongan.
"Elbereth Gilthoniel!" keluh Legolas sambil menengadah. Ketika ia
mengangkat kepala ke langit, sebuah bentuk gelap seperti awan tapi bukan awan,
karena ia bergerak jauh lebih cepat-muncul dari kehitaman di Selatan, dan melaju
cepat mendekati Rombongan, menutupi semua cahaya ketika semakin mendekat.
Tak lama kemudian, ia tampak sebagai makhluk besar bersayap, lebih hitam
daripada sumur di malam hari. Suara-suara garang naik menyambutnya dari
seberang sungai. Rasa dingin tiba-tiba mengaliri Frodo dan mencengkeram
jantungnya; rasa dingin mematikan, seperti ingatan pada luka lama di pundaknya.
Ia berjongkok, seolah hendak bersembunyi.
Mendadak busur besar dari Lorien berdesing. Dengan nyaring sebatang anak
panah lepas dari busur Legolas. Frodo mendongakkan kepala. Hampir tepat di
atasnya, bentuk bersayap itu melayang. Ada bunyi teriakan parau ketika ia jatuh
dari udara, menghilang ke dalam kegelapan pantai timur. Langit kembali bersih.
Ada keributan banyak suara jauh sekali, menyumpah dan meraung dalam
kegelapan, kemudian sepi. Baik panah maupun teriakan tak muncul lagi dari timur
malam itu. Sesudah beberapa saat, Aragorn memimpin perahu-perahu kembali ke arah
hulu. Mereka mereka-reka jalan sepanjang pinggir sungai, sampai jarak tertentu,
hingga mereka menemukan sebuah teluk kecil yang dangkal. Beberapa pohon
rendah tumbuh dekat ke pinggir air, dan di belakangnya mendaki sebuah tebing
berbatu yang curam. Di sini Rombongan memutuskan tinggal dan menunggu fajar:
tak ada gunanya mencoba maju lebih jauh malam itu. Mereka tidak menyiapkan
tempat berkemah dan tidak menyalakan api, tapi berbaring meringkuk di dalam
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 431 perahu-perahu yang ditambatkan saling berdekatan.
"Terpujilah busur Galadriel, serta tangan dan mata Legolas!" kata Gimli sambil
mengunyah kue lembas. "Itu tembakan hebat dalam gelap, kawanku!"
"Tapi siapa yang tahu apa yang dikenainya?"
"Aku tidak tahu," kata Gimli. "Tapi aku gembira bahwa bayangan itu tidak
semakin dekat. Aku sama sekali tidak menyukainya. Terlalu mengingatkanku pada
bayangan di Moria-bayangan Balrog," ia mengakhiri perkataannya sambil berbisik.
"Itu bukan Balrog," kata Frodo, masih menggigil karena kedinginan yang
menimpanya. "Makhluk ini lebih dingin. Kukira dia adalah..." Lalu ia berhenti
dan diam. "Kaupikir dia apa?" tanya Boromir bergairah, mencondongkan tubuhnya keluar
dari perahu, seolah mencoba menangkap sekilas wajah Frodo.
"Kukira... tidak, aku tidak akan mengatakannya," jawab Frodo. "Apa pun itu,
kejatuhannya sudah membuat cemas musuh kita."
"Kelihatannya begitu," kata Aragorn. "Tapi di mana mereka, dan berapa
banyak, dan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, kita tidak tahu. Malam ini
kita semua pasti tak bisa tidur! Kegelapan menyembunyikan kita saat ini. Tapi
apa yang akan ditunjukkan pagi hari, siapa yang tahu" Senjata-senjata harus dalam
jangkauan!" Sam duduk mengetuk-ngetuk pangkal pedangnya, seolah ia sedang
menghitung dengan jarinya, dan melihat ke langit. "Ini aneh sekali," ia
bergumam. "Bulan itu sama, entah dilihat di Shire maupun di Belantara, atau seharusnya
begitu. Tapi mungkin dia sudah keluar dari jadwalnya, atau aku sama sekali salah
hitung. Kau ingat, Mr. Frodo, Bulan sedan memudar ketika kita berbaring di atas
flet di pohon: itu seminggu sebelum bulan purnama, kupikir. Dan kita sudah
seminggu dalam perjalanan tadi malam, lalu muncul Bulan Baru setipis rautan
kuku, seolah kita sama sekali tidak pernah tin-gal di negeri Peri.
"Well, aku bisa ingat tiga malam di sana dengan pasti, dan aku rasanya ingat
beberapa hal lagi, tapi aku berani bersumpah itu tidak sampai satu bulan penuh.
Seolah-olah waktu di dalam negeri itu tak bisa dihitung!"
"Dan mungkin memang begitulah keadaannya," kata Frodo. "Di negeri itu, kita
berada di suatu masa yang di tempat lain sudah lama berlalu. Menurutku, baru
sejak Silverlode membawa kita kembali ke Anduin kita kembali ke waktu yang
mengalir melalui negeri makhluk hidup, sampai ke Laut Besar. Dan aku tidak ingat
Halaman | 432 The Lord of The Rings ada bulan di Caras Galadhon, baik bulan baru maupun lama. Hanya ada
bintangbintang di malam hari, dan matahari di siang hari."
Legolas bergerak di dalam perahunya. "Tidak, waktu tak pernah berlambatlambat,"
katanya, "tapi perubahan dan pertumbuhan tidak selalu sama pada semua
benda dan tempat. Untuk para Peri, dunia bergerak, dan dia bergerak sangat cepat
sekaligus sangat lambat. Cepat, karena mereka sendiri hanya sedikit berubah,
sementara semua yang lain berpacu lewat: sangat menyedihkan bagi mereka.
Lambat, karena mereka tidak menghitung tahun-tahun yang berlalu, tidak untuk
diri mereka sendiri. Musim-musim yang berlalu hanya sekadar riak-riak yang selalu
diulang dalam aliran yang amat sangat panjang. Meski begitu, di bawah Matahari
semua hal harus menemui akhirnya suatu saat nanti."
"Tapi 'akhir' itu berjalan lamban sekali di Lorien," kata Frodo. "Kekuasaan Lady
Galadriel menahannya. Jam-jam bermuatan penuh, meski kelihatan pendek, di
Caras Galadhon, di mana Galadriel memakai Cincin Peri."
"Seharusnya hal itu tidak diungkapkan di luar Lorien, juga tidak kepadaku,"
kata Aragorn. "Jangan bicarakan lagi! Tapi 'begitulah, Sam: di negeri itu kau
kehilangan hitungan. Di sana waktu berlalu sangat cepat untuk kita, seperti
untuk bangsa Peri. Bulan tua berlalu, bulan baru membesar dan memudar di dunia luar,
sementara kita berlama-lama di sana. Dan tadi malam sebuah bulan baru datang
lagi. Muslin dingin sudah hampir sirna. Waktu mengalir ke musim semi dengan
hanya sedikit harapan."
Malam itu berlalu sepi sekali. Tidak ada lagi suara atau teriakan yang
terdengar di seberang sungai. Para pengembara itu meringkuk dalam perahu
masing-masing, merasakan perubahan cuaca. Udara menjadi panas dan hening
sekali di bawah awan-awan besar yang lembap, yang datang mengalir - dari
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selatan dan lautan yang jauh. Bunyi desiran Sungai di atas bebatuan air terjun
tampaknya semakin keras dan dekat. Ranting-ranting pohon di atas mereka mulai
menetes. Ketika pagi merekah, dunia sekitar mereka menjadi lembut dan sedih.
Perlahan-lahan fajar tumbuh menjadi cahaya pucat, membaur dan tidak
berbayang-bayang. Kabut menggantung di alas Sungai, dan kabut putih menyapu
pantai; tebing di seberang tidak tampak.
"Aku benci kabut," kata Sam, "tapi yang ini kelihatannya menguntungkan.
Mungkin sekarang kita bisa lolos tanpa goblin-goblin terkutuk itu melihat kita."
"Mungkin begitu," kata Aragorn. "Tapi akan sulit menemukan jalan, kecuali
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 433 kabut tersingkap nanti. Dan kita harus menemukan jalan, kalau mau melewati Sarn
Gebir dan mencapai Emyn Mull."
"Aku tidak mengerti, kenapa kita harus melewati Air Terjun atau mengikuti
Sungai lebih jauh lagi," kata Boromir. "Kalau Emyn Mull ada di depan kita, kita
bisa meninggalkan perahu-perahu tiram ini, dan berjalan ke arah barat dan selatan,
sampai tiba di Entwash dan masuk ke negeriku sendiri."
"Itu bisa, kalau kita menuju Minas Tirith," kata Aragorn, "tapi itu belum
disepakati. Dan perjalanan ke arah sana bisa lebih berbahaya daripada
kedengarannya. Lembah Entwash datar dan penuh tanah basah, dan kabut di sana
merupakan bahaya mematikan bagi yang berjalan kaki dan membawa muatan. Aku
tidak akan meninggalkan perahu kita sampai benar-benar perlu. Sungai Jill
setidaknya suatu jalan yang jelas."
"Tapi Musuh menguasai tebing timur," protes Boromir. "Kalaupun kau bisa
melewati Gerbang-Gerbang Argonath dan datang tanpa cedera ke Tindrock, apa
yang akan kaulakukan kemudian" Melompat dari air terjun dan mendarat di
rawarawa?" "Tidak!" jawab Aragorn. "Lebih baik kita mengangkat perahu kita melalui jalan
kuno ke kaki Rauros, dan di sana masuk ke air lagi. Tidakkah kau tahu, Boromir,
atau kau memilih untuk melupakan Tan--a Utara, dan takhta tinggi di atas Amon
Hen, yang dibangun di masa raja-raja agung" Setidaknya aku ingin berdiri di
tempat tinggi itu lagi, sebelum menentukan arahku selanjutnya. Di sana, mungkin,
kita akan melihat suatu pertanda yang bisa membimbing kita."
Boromir bertahan lama melawan pilihan itu; tapi ketika sudah jelas bahwa
Frodo akan mengikuti Aragorn ke mana pun ia pergi, Borornir menyerah. "Bukan
watak Orang Minas Tirith untuk meninggalkan kawankawannya ketika mereka
membutuhkan dia," katanya, "dan kalian akan membutuhkan kekuatanku, agar bisa
mencapai Tindrock. Ke pulau tinggi itu aku akan pergi, tapi tidak lebih jauh
lagi. Di sana aku akan pulang ke rumahku, sendirian kalau pertolonganku tidak
membuahkan imbalan didampingi kawan."
Hari semakin siang, dan kabut sudah agak tersingkap. Diputuskan bahwa
Aragorn dan Legolas segera maju menelusuri pantai, sementara yang lain tetap
tingQal di dekat perahu. Aragorn berharap akan menemukan jalan yang bisa dilalui
sambil menggotong perahu dan muatan ke bagian sungai yang lebih tenang di luar
Jeram. "Perahu-perahu Peri mungkin tidak akan tenggelam," kata Aragorn, "tapi itu
Halaman | 434 The Lord of The Rings bukan berarti kita bisa melewati Sam Gebir hidup-hidup. Belum ada yang pernah
melakukan itu. Tidak ada jalan yang dibangun Orang-Orang Gondor di wilayah ini,
karena bahkan di masa kejayaan mereka, wilayah mereka tidak sampai mencapai
Anduin di luar Emyn Mull; tapi ada jalan angkutan di suatu tempat di pantai
barat, kalau aku bisa menemukannya. Mestinya belum hancur, karena perahu-perahu
ringan dulu biasa pergi dari Belantara ke Osgiliath, dan masih begitu sampai
beberapa tahun yang lalu, ketika Orc dari Mordor mulai berkembang biak."
"Jarang sekali dalam hidupku ada perahu yang keluar dari Utara, dan para Orc
berkeliaran di pantai timur," kata Boromir. "Kalau kau maju terus, bahaya akan
tumbuh bersama setiap mil, meski kau menemukan jalan."
"Bahaya ada di depan, di setiap jalan ke selatan," kata Aragorn. "Tunggulah
kami satu hari. Kalau kami tidak kembali dalam waktu itu, kau akan tahu bahwa
kami ditimpa malapetaka. Maka kau harus menunjuk pemimpin baru dan
mengikutinya sebaik mungkin."
Dengan hati berat Frodo melihat Aragorn dan Legolas mendaki tebing terjal
dan hilang dalam kabut; tapi ketakutannya terbukti tidak berdasar. Hanya dua
atau tiga jam berlalu, dan baru tengah hari, ketika sosok-sosok kabur kedua
penjelajah itu muncul kembali. "Semua beres," kata Aragorn ketika menuruni tebing. "Ada jalan setapak, yang
menuju sebuah dermaga yang masih bisa digunakan. Jaraknya tidak jauh: puncak
Jeram hanya setengah mil di bawah kita, dan hanya satu mil lebih sedikit
panjangnya. Tidak jauh dari sana, sungai menjadi mulus dan jernih lagi, meski
deras alirannya. Pekerjaan terberat adalah membawa perahu-perahu dan barang
bawaan kita ke jalan angkutan yang lama. Kami sudah menemukannya, tapi cukup
jauh dari tepi sungai sini, dan membentang di bawah lambung dinding batu karang,
sekitar dua ratus meter atau lebih dari pantai. Kami tidak menemukan"letak
dermaga utara. Kalau masih ada, mungkin sudah kita lewati tadi malam. Kita bisa
bersusah payah melawan arus, dan mungkin tidak melihatnya karena kabut. Aku
khawatir kita harus meninggalkan Sungai sekarang, dan menuju jalan angkutan
sedapat mungkin dari sini."
"Itu tidak akan mudah, meski seandainya kita semua Manusia," kata Boromir.
"Tapi kita akan mencoba apa adanya," kata Aragorn.
"Ya, kita akan mencobanya," kata Gimli. "Langkah kaki Manusia akan
ketinggalan di jalan yang kasar, sementara Kurcaci bisa terus berjalan, meski
bebannya dua kali berat badannya sendiri, Master Boromir!"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 435 Memang pekerjaan itu ternyata sangat berat, tapi akhirnya selesai juga.
Muatan dikeluarkan dari dalam perahu dan dibawa ke puncak tebing, di mana ada
tempat datar. Lalu perahu-perahu ditarik keluar dari air dan diangkat ke atas.
Perahu-perahu itu tidak seberat yang mereka sangka. Dari pohon apa yang tumbuh
di negeri Peri mereka dibuat, bahkan Legolas pun tidak tahu; kayunya alot, tapi
ringan sekali. Merry dan Pippin bisa menggotong perahu mereka dengan mudah
berdua saja, sepanjang tanah datar. Meski begitu, butuh kekuatan dua Manusia
untuk mengangkat dan menyeretnya melewati daratan yang sekarang dilewati
Rombongan. Tanah itu menanjak menjauh dari Sungai, tanah kosong penuh
bergelimpangan batubatu kapur kelabu, dengan lubang-lubang tersembunyi yang
diselubungi rumput-rumput tinggi dan semak; ada semak bramble dan lembahlembah
kecil terjal; di sana-sini ada kolam-kolam berlumpur yang menampung air
dari teras-teras yang lebih jauh di pedalaman.
Satu demi satu Boromir dan Aragorn menggotong perahu-perahu, sementara
yang lain bekerja keras dan melangkah susah payah di belakang mereka, dengan
barang-barang bawaan masing-masing. Akhirnya semuanya selesai dipindahkan
dan diletakkan di jalan. Tanpa banyak rintangan, kecuali dari ranting-ranting
yang menggeletak dan bebatuan yang terjatuh, mereka bergerak maju bersama-sama.
Kabut masih menggantung tebal di atas dinding batu karang yang remuk. Dan di
sebelah kiri mereka kabut menyelimuti Sungai: mereka bisa mendengarnya
mendesir dan berbuih melewati ujung-ujung dan geligi tajam Sam Gebir, tapi
mereka tak bisa melihatnya. Dua kali mereka melakukan perjalanan itu, sebelum
semua terbawa dengan aman ke dermaga selatan.
Di sana jalan membelok kembali ke tepi sungai, menjulur turun dengan lembut
ke pinggir kolam kecil yang dangkal. Tampaknya seolah digali di tebing sungai,
bukan dengan tangan, melainkan oleh air yang berputar-putar turun dari Sam
Gebir, menghantam batu karang rendah yang menjorok sedikit ke tengah. Di
luarnya pantai mendaki menjadi baru karang kelabu, dan tak ada jalan lagi untuk
pejalan kaki. Siang yang pendek sudah lewat, dan senja remang-remang berawan mulai
mengepung. Mereka duduk di tepi air, mendengarkan desiran dan deruman kacau
Jeram yang tersembunyi di dalam kabut; mereka letih dan mengantuk, hati mereka
sama muramnya seperti hari yang sedang berlalu.
"Nah, di sinilah kita, dan di sini kita harus bermalam sekali lagi," kata
Boromir. "Kita perlu tidur. Walau seandainya Aragorn berniat melewati Gerbang-Gerbang
Argonath di malam hari, kita semua sudah terlalu lelah kecuali, pasti, Kurcaci
kita Halaman | 436 The Lord of The Rings yang kokoh." Gimli tidak menjawab: ia sudah mengangguk-angguk mengantuk sambil
duduk. "Mari kita istirahat sebanyak mungkin sekarang," kata Aragorn. "Besok kita
harus berjalan lagi saat hari terang. Kecuali cuaca berubah kembali lagi dan
mengkhianati kita, kita punya kesempatan bagus untuk menyelinap pergi, tanpa
terlihat oleh mata mana pun di pantai timur. Tapi malam ini dua orang sekaligus
harus berjaga, setiap kali giliran bergantian: tiga jam istirahat dan satu jam
jaga." Tidak ada yang terjadi malam itu, selain gerimis singkat saw jam sebelum
fajar. Kabut sudah mulai menipis. Mereka berjalan sedekat mungkin ke tepi barat,
dan mereka bisa melihat bentuk-bentuk kabur batu-batu karang rendah yang
menjulang semakin tinggi dinding-dinding gelap dengan kaki di dalam sungai yang
mengalir kencang. Tengah hari awan-awan semakin rendah, dan hujan mulai turun
deras.. Mereka menebarkan penutup kulit ke atas perahuperahu, agar tidak
kebanjiran dan bisa terus mengambang; hanya sedikit yang bisa terlihat di depan
atau di sekitar mereka melalui tirai kelabu yang berjatuhan.
Ternyata hujan tidak berlangsung lama. Perlahan-lahan langit di atas semakin
terang, kemudian tiba-tiba awan-awan pecah, pinggirannya yang basah mengalir
ke arah utara Sungai. Kabut sudah hilang. Di depan mereka terhampar sebuah
jurang lebar, dengan tebing berbatu besar yang ditumbuhi beberapa pohon pada
beting dan retakannya. Bentangan sungai semakin sempit-dan Sungai mengalir
semakin kencang. Sekarang mereka meluncur cepat, tanpa harapan bisa berhenti
atau memutar, apa pun yang akan mereka temui di depan. Di atas mereka, ada
jalur langit biru pucat, di sekeliling mereka Sungai yang gelap penuh bayangan,
dan di depan mereka berdiri bukit-bukit Emyn Muil yang hitam, menutupi matahari,
dan tak terlihat satu pun bukaan.
Frodo, yang mengintai ke depan, melihat di kejauhan dua batu karang besar
mendekat: seperti puncak besar atau tiang batu tampaknya. Tinggi dan curam,
serta mengancam, berdiri di kedua sisi sungai.
Ada celah sempit di antaranya, dan Sungai menyapu perahu-perahu ke arah
celah tersebut. "Lihatlah Argonath, Pilar-Pilar Raja-Raja!" teriak Aragorn. "Kita akan segera
melewatinya. Atur perahu-perahu berbaris, jaga jarak masing-masing sejauh
mungkin! Tetap di tengah sungai!"
Ketika Frodo terbawa mendekati mereka, kedua pilar besar itu menjulang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 437 menyambutnya, seperti menara. Di matanya, mereka tampak seperti raksasa.
Sosok-sosok besar kelabu yang diam, namun mengancam. Lalu ia melihat bahwa
mereka memang dibentuk dan dihias: keterampilan dan kekuatan masa lain telah
mengukir mereka, dan bentuk mereka masih seperti pada saat mereka dipahat,
bertahan terhadap sinar matahari dan hujan selama perjalanan tahun-tahun yang
terlupakan. Di atas landasan besar yang dibangun dalam air, berdiri dua raja
dari batu: masih dengan mata kabur dan alis bercelah mereka mengerutkan kening ke
arah Utara. Tangan kiri masingmasing terangkat, dengan telapak tangan
menghadap keluar, dalam isyarat memperingatkan; di masing-masing tangan
kanan ada kapak; di atas masingmasing kepala ada topi baja dan mahkota yang
runtuh. Kekuatan hebat dan keagungan masih tercermin dalam sosok mereka,
pengawas-pengawas bisu dari kerajaan yang sudah lama hilang. Rasa kagum
bercampur takut meliputi Frodo, dan ia gemetar, memejamkan mata dan tidak
berani menengadah ketika perahu semakin dekat. Bahkan Boromir pun
menundukkan kepala ketika perahu-perahu melewati patung-patung itu, tampak
lemah dan tak berarti, seperti dedaunan kecil di bawah bayangan pengawaspengawas
Numenor. Begitulah, mereka masuk ke dalam jurang gelap Gerbang.
Batu-batu karang yang mengerikan mendaki terjal sampai ketinggian yang tak
bisa diduga di kedua sisi. Jauh di sana tampak langit redup. Air sungai hitam
menderum dan bergema, dan angin berteriak berembus di atas mereka. Frodo
yang berlutut mendengar Sam bergumam dan mengerang di depan, "Tempat
macam apa ini! Tempat mengerikan! Biarkan aku keluar dari perahu ini, dan aku
tidak akan pernah membasahi kakiku dalam genangan air lagi, apalagi sungai!"
"Jangan cemas!" kata sebuah suara asing di belakangnya. Frodo menoleh
dan melihat Strider, tapi bukan Strider; karena si Penjaga Hutan yang tangguh
dimakan cuaca sudah tak ada lagi. Sebagai gantinya, di buritan duduk Aragorn
putra Arathorn, gagah dan tegak, mengemudikan perahu dengan kayuhan andal;
kerudungnya tersingkap ke belakang, rambutnya yang gelap berkibar ditiup angin,
dan matanya bersinar-sinar: sosok seorang raja yang kembali dari pengasingan
kenegerinya sendiri. "Jangan takut!" katanya. "Sudah lama aku berhasrat ingin melihat patungpatung
Isildur dan Anarion, raja-rajaku dulu. Di bawah bayangan mereka, Elessar,
putra batu-Peri dari Arathorn, dari Rumah Valandil putra Isildur, pewaris
Elendil, tidak takut pada apa pun!"
Lalu sinar matanya meredup, dan ia berbicara pada dirinya sendiri,
"Seandainya Gandalf ada di sini! Hatiku rindu pada Minas Anor dan temboktembok
Halaman | 438 The Lord of The Rings kotaku sendiri! Tapi ke mana sekarang aku akan pergi?"
Jurang itu panjang dan gelap, penuh dengan bunyi angin dan air yang
mengalir deras serta batuan yang bergema. Jurang itu agak melengkung ke barat,
sehingga pada mulanya semuanya gelap di depan; tapi, tak lama kemudian, Frodo
melihat celah tinggi bercahaya di depannya, yang semakin besar. Dengan cepat ia
mendekat, dan mendadak perahu-perahu meluncur melewatinya, keluar ke dalam
cahaya lebar jernih. Matahari, yang sudah jauh dari tengah hari, bersinar di langit yang berangin.
Air yang tertahan menyebar ke dalam telaga panjang lonjong, Nen Hithoel yang
pucat, dipagari bukit-bukit curam yang sisi-sisinya dipenuhi pepohonan, tapi
kepala mereka gundul, bersinar dingin dalam cahaya matahari. Di ujung jauh sebelah
selatan menjulang tiga puncak. Yang tengah berdiri lebih maju daripada yang
lain, memisahkan dari mereka sebuah pulau di tengahnya, dan di sekelilingnya Sungai
melontarkan lengan-lengannya yang pucat berkilauan. Jauh tapi keras, dibawa
angin, terdengar bunyi menderum seperti bunyi guruh yang terdengar dari jauh.
"Lihatlah Tol Brandir!" kata Aragorn sambil menunjuk ke selatan, ke puncak
yang tinggi. "Di sebelah kiri berdiri Amon Lhaw, dan di sebelah kanan adalah
Amon Hen, Bukit-Bukit Pendengaran dan Penglihatan. Di masa raja-raja agung, di sana
ada tempat-tempat duduk tinggi, dan di sana pengawas berjaga. Tapi konon" tak
pernah ada kaki manusia yang menginjak Tol Brandir. Sebelum kegelapan malam
tiba, kita akan sampai ke sana. Aku mendengar bunyi abadi Rauros memanggil."
Rombongan itu sekarang beristirahat sejenak, meluncur ke selatan, mengikuti
arus yang mengalir di tengah telaga. Mereka makan sedikit, lalu mengambil dayung
dan tergesa-gesa melanjutkan perjalanan. Sisi-sisi bukit di barat masuk ke dalam
bayangan, Matahari menjadi bundar dan merah. Di sana-sini bintang redup
mengintip. Ketiga puncak itu menjulang tinggi di depan mereka, gelap di senja
hari. Rauros menderum keras. Malam sudah menyelubungi air yang mengalir ketika
para pengembara itu akhirnya sampai ke bawah bayangan bukit-bukit.
Hari kesepuluh perjalanan mereka berakhir sudah. Belantara ada di belakang.
Mereka tak bisa pergi lebih jauh tanpa memilih antara jalan timur dan jalan
barat. Tahap terakhir Pencarian ada di depan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 439 Perpecahan Aragorn menuntun mereka ke cabang kanan Sungai. Di sini, di sisi baratnya,
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di bawah bayangan Tol Brandir, padang rumput hijau menghampar sampai ke tepi
sungai dari kaki Amon Hen. Di belakangnya muncul lereng-lereng pertama bukit
yang mendaki lembut, ditumbuhi pepohonan, dan pepohonan berbaris terus ke
arah barat, sepanjang pantai sungai yang melengkung. Mata air kecil mengucur ke
bawah, membasahi rumput. "Di sini kita akan istirahat malam ini," kata Aragorn. "Ini halaman Parth Galen:
tempat indah di musim panas zaman dulu. Mudah-mudahan kejahatan belum
sampai ke sini." Mereka menaikkan perahu-perahu ke tebing hijau, dan di sampingnya mereka
menyiapkan perkemahan. Mereka berjaga bergantian, tapi tidak melihat maupun
mendengar tanda-tanda kehadiran musuh. Seandainya Gollum berhasil mengikuti
mereka, ia tetap tidak tampak dan tidak terdengar. Meski begitu, ketika malam
semakin larut, Aragorn menjadi resah, banyak bergerak dalam tidurnya, dan sering
terbangun. Pagi-pagi buta ia bangun dan mendatangi Frodo yang sedang giliran
berjaga. "Kenapa kau bangun?" tanya Frodo. "Bukan giliranmu jaga."
Halaman | 440 The Lord of The Rings "Aku tidak tahu," jawab Aragorn, "tapi sebuah bayangan dan ancaman
berkembang dalam tidurku. Sebaiknya kau menghunus pedangmu."
"Mengapa?" tanya Frodo. "Apa ada musuh di dekat kita?"
"Coba kita lihat, apa yang ditunjukkan Sting," jawab Aragorn. Frodo
menghunus pedang Peri-nya dari sarungnya. Dengan cemas ia melihat tepitepinya
bersinar redup dalam gelap. "Orc!" katanya.
"Tidak begitu dekat, tapi cukup dekat, rupanya."
"Sudah kukhawatirkan," kata Aragorn. "Tapi mungkin mereka bukan di sisi
Sungai sebelah sini. Cahaya Sting redup, dan mungkin juga hanya menunjukkan
mata-mata Mordor yang berkeliaran di lereng Amon Lhaw. Aku belum pernah
mendengar tentang Orc di atas Amon Hen. Tapi siapa tahu apa yang bisa terjadi di
masa buruk seperti sekarang, setelah Minas Tirith tidak lagi mengamankan jalan
melalui Anduin. Kita harus berjalan hati-hati sekarang."
Pagi hari datang seperti api dan asap. Di Timur, kerumunan hitam awan-awan
rendah menggantung bagaikan asap kebakaran besar. Matahari yang terbit
menerangi awan-awan dari bawah dengan lidah api merah suram; tapi tak lama
kemudian matahari naik ke atas mereka, ke langit yang jernih. Puncak Tol Brandir
berlapis emas. Frodo memandang ke timur dan menatap pulau tinggi itu.
Sisisisinya muncul dengan curam dari dalam air yang mengalir. Jauh di atas batu
karang tinggi terdapat lereng-lereng yang didaki pepohonan, kepala demi kepala
tersusun ke atas; dan di atasnya lagi wajahwajah bebatuan kelabu yang tak bisa
ditundukkan, dimahkotai puncak menara dari batu. Banyak burung terbang
berputar-putar di atasnya, tapi tak ada tanda-tanda makhluk hidup lain.
Ketika mereka sudah makan, Aragorn memanggil semuanya berkumpul. "Hari
ini tiba juga akhirnya," katanya. "Hari untuk membuat pilihan yang sudah lama
kita tunda. Apa yang akan terjadi dengan Rombongan kita yang sudah berjalan
bersama sejauh ini" Apakah kita akan pergi ke barat bersama Boromir dan
menyongsong perang di Gondor, atau pergi ke timur, menuju Ketakutan dan
Bayangan; ataukah kita akan memutuskan persekutuan dan pergi sesuai pilihan
masing-masing" Apa pun yang akan kita lakukan, harus secepatnya dilakukan. Kita
tak bisa berhenti lama di sini. Musuh ada di pantai timur, kita tahu itu; tapi
aku cemas bahwa Orc sudah berada di sisi sungai sebelah sini."
Keheningan lama berlangsung, tak ada yang berbicara atau bergerak.
"Well, Frodo," kata Aragorn akhirnya. "Kurasa beban berada di pundakmu.
Kaulah Pembawa Cincin yang ditunjuk Dewan Penasihat. Hanya kau yang bisa
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 441 memilih jalanmu sendiri. Dalam hal ini, aku tak bisa memberimu saran. Aku bukan
Gandalf, dan meski aku mencoba memerankan bagiannya, aku tidak tahu rencana
atau harapan apa yang dimilikinya saat ini, seandainya ada. Tampaknya kalaupun
dia ada di sini, kemungkinan terbesar pilihan tetap tergantung padamu. Begitulah
nasibmu." Frodo tidak langsung menjawab. Kemudian ia berbicara dengan lambat, "Aku
tahu sekarang dibutuhkan kecepatan, tapi aku masih belum bisa memilih. Beban ini
berat sekali. Berilah aku satu jam lagi, dan aku akan berbicara. Biarkan aku
sendirian!" Aragorn memandangnya dengan perasaan iba. "Baiklah, Frodo putra Drogo,"
katanya. "Kau akan mendapat satu jam untuk sendirian. Kami akan tetap di sini
untuk beberapa saat. Tapi jangan pergi jauh atau di luar jarak panggil."
Frodo duduk sebentar dengan kepala tertunduk. Sam yang memperhatikan
majikannya dengan saksama, menggelengkan kepala dan menggerutu, "Sudah
jelas seperti tongkat lembing, tapi tidak baik kalau Sam Gamgee angkat bicara
sekarang ini." Tak lama kemudian, Frodo bangkit berdiri dan berjalan menjauh; Sam melihat
bahwa sementara yang lain menahan diri dan tidak memandangnya, mata Boromir
mengikuti Frodo dengan tajam, sampai ia hilang dari pandangan, di pepohonan di
kaki Amon Hen. Frodo, yang mula-mula mengembara tanpa tujuan di hutan, menyadari
kakinya mengantarnya menuju lereng bukit. Ia sampai ke sebuah jalan setapak,
reruntuhan yang semakin menyusut dari sebuah jalan di zaman dulu. Di
tempattempat terjal sudah dipahat tangga batu, tapi kini mereka sudah retak dan
usang, dan terbelah oleh akar-akar pepohonan. Untuk beberapa saat Frodo mendaki, tak
peduli ke arah mana ia berjalan, sampai ia tiba di sebuah tempat berumput.
Pohonpohon rowan tumbuh di sekitarnya, dan di tengahnya ada batu lebar dan
datar. Halaman dataran tinggi kecil itu terbuka di sisi Timur, dan sekarang terisi
matahari pagi. Frodo berhenti dan memandang ke atas Sungai, jauh di bawahnya, ke arah
Tol Brandir dan burung-burung yang terbang berputar-putar di jurang udara besar,
di antara dirinya dengan pulau yang tak pernah diinjak. Bunyi Rauros menderum
hebat, berbaur dengan dentuman berdenyut keras.
Frodo duduk di atas batu itu, bertopang dagu dengan dua tangan, sambil
menatap ke arah timur, tapi tatapannya nyaris kosong. Semua yang sudah terjadi
sejak Bilbo meninggalkan Shire melintas dalam benaknya, dan ia mengingat
Halaman | 442 The Lord of The Rings kembali serta merenungi semua yang bisa diingatnya dari perkataan Gandalf.
Waktu berlalu, dan ia masih belum bisa memilih.
Mendadak ia tersentak dari renungannya: ada perasaan aneh bahwa sesuatu
tengah mengintai di belakangnya, bahwa ada mata yang tidak ramah menatapnya.
Ia melompat berdiri dan membalikkan badan; tapi dengan heran ia melihat hanya
ada Boromir yang tersenyum ramah.
"Aku mengkhawatirkan kau, Frodo," katanya, melangkah maju. "Kalau Aragorn
benar dan Orc sudah dekat, maka tidak boleh ada di antara kita yang berjalan
sendirian, terutama kau: banyak sekali yang tergantung padamu. Di mana banyak
orang, pembicaraan menjadi debat tanpa akhir. Tapi dua bersama mungkin bisa
menemukan kebijakan."
"Kau baik hati," jawab Frodo. "Tapi kurasa tidak ada pembicaraan yang bisa
membantuku. Karena aku tahu apa yang harus kulakukan, tapi aku takut
melakukannya, Boromir. Takut."
Boromir berdiri diam. Rauros menderum tak henti-henti. Angin berbisik di
dahan-dahan pohon. Frodo menggigil.
Tiba-tiba Boromir mendekat dan duduk di sampingnya. "Apa kau yakin kau
tidak menderita sia-sia?" katanya. "Aku ingin menolongmu. Kau butuh saran dalam
pilihanmu yang sulit. Tidakkah kau mau menerima saranku?"
"Rasanya aku sudah tahu saran apa yang akan kauberikan padaku, Boromir,"
kata Frodo. "Dan saranmu akan kedengaran bijak, kalau saja hatiku tidak
memperingatkan lain."
"Peringatan" Peringatan terhadap apa?" kata Boromir tajam.
"Terhadap penundaan. Terhadap jalan yang tampak lebih mudah. Terhadap
penolakan beban yang diberikan padaku. Terhadap... well, kalau perlu
diungkapkan, terhadap kepercayaan atas kekuatan dan kebenaran Manusia."
"Meski begitu, kekuatan itu sudah lama melindungimu jauh di sana, di
negerimu yang kecil, meski kau tidak tahu."
"Aku tidak meragukan keberanian bangsamu. Tapi dunia sedang berubah.
Tembok-tembok Minas Tirith mungkin kelihatan kokoh, tapi tidak cukup kokoh.
Kalau mereka jatuh, lalu bagaimana?"
"Kita semua akan jatuh dalam pertempuran gagah berani. Tapi masih ada
harapan bahwa mereka tidak akan gagal."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 443 "Tidak ada harapan selama Cincin itu masih utuh," kata Frodo.
"Ah! Cincin!" kata Boromir, matanya berbinar. "Cincin! Bukankah suatu takdir
aneh, bahwa kita harus menderita begitu banyak ketakutan dan keraguan, hanya
demi benda kecil semacam itu" Benda sekecil itu! Dan aku hanya melihatnya
sekilas di Rumah Elrond. Apakah aku bisa melihatnya lagi?"
Frodo menengadah. Hatinya tiba-tiba menjadi dingin. Ia menangkap sinar
aneh dalam mata Boromir, meski wajahnya masih ramah dan bersahabat.
"Sebaiknya dia tetap tersembunyi," jawab Frodo.
"Terserah. Aku tidak peduli," kata Boromir. "Tapi apakah aku tidak boleh
hanya membicarakannya" Karena kau selalu hanya memikirkan kekuatannya di
tangan Musuh: tentang kegunaannya yang jahat, bukan yang baik. Dunia sedang
berubah, katamu. Minas Tirith akan jatuh, kalau Cincin itu tetap utuh. Tapi
mengapa" Memang akan begitu kalau Cincin ada di tangan Musuh. Tapi
bagaimana kalau Cincin itu ada di tangan kita?"
"Bukankah kau juga ikut Rapat Akbar?" jawab Frodo. "Kita tak bisa
menggunakan Cincin itu, dan apa yang dilakukan dengannya berubah menjadi
jahat." Boromir bangkit berdiri dan mondar-mandir tak sabar. "Begitu terus kau
bicara," serunya. "Gandalf, Elrond-semua orang ini sudah mengajarimu berkata
begitu. Mungkin untuk diri mereka sendiri mereka benar. Peri-peri dan separuh
Peri serta penyihir mungkin akan bernasib jelek. Tapi sering aku meragukan, apakah
mereka memang bijak atau sebenarnya hanya tidak berani. Tapi biarlah
masingmasing apa adanya. Manusia berhati sejati, mereka tidak akan curang. Kami
dari Minas Tirith setia selama tahun-tahun panjang pencobaan. Kami tidak
menginginkan kekuatan raja penyihir, kami hanya ingin kekuatan untuk membela
diri sendiri, kekuatan untuk perkara yang adil. Dan lihatlah! Dalam keadaan
membutuhkan, kesempatan memunculkan Cincin Kekuasaan. Itu suatu hadiah,
kataku; hadiah kepada musuh-musuh Mordor. Gila kalau tidak memanfaatkannya,
memanfaatkan kekuatan Musuh untuk melawannya. Yang berani, yang kejam,
hanya mereka yang akan memperoleh kemenangan. Apa yang tidak bisa dilakukan
pejuang di saat seperti ini, seorang pemimpin besar" Apa yang tidak bisa
dilakukan Aragorn" Atau kalau dia menolak, mengapa bukan Boromir" Cincin itu akan
memberiku kekuatan Perintah. Aku akan mengusir pasukan-pasukan Mordor, dan
semua manusia akan datang berduyun-duyun ke panji-panjiku!"
Boromir melangkah mondar-mandir, berbicara semakin keras. Seolah ia
Halaman | 444 The Lord of The Rings hampir lupa pada Frodo, sementara pembicaraannya melantur tentang tembok dan
senjata, dan pengerahan manusia; ia menjabarkan rencana-rencana untuk
persekutuan besar serta kemenangan hebat yang akan terwujud; ia akan
menjatuhkan Mordor, dan ia sendiri menjadi raja yang hebat, baik, dan bijak.
Mendadak ia berhenti dan mengibaskan tangannya.
"Dan mereka menyuruh kita membuang Cincin itu!" serunya. "Aku tidak
mengatakan menghancacrkannya. Itu mungkin baik, kalau akal sehat bisa
menunjukkan manfaatnya melakukan hal itu. Tapi tidak. Rencana satusatunya
yang disarankan pada kita adalah membiarkanmu masuk membabi buta ke dalam
Mordor, dan menawarkan Musuh semua kesempatan untuk mengambilnya
kembali. Bodoh!" "Pasti kau melihat itu, kawanku," kata Boromir, tiba-tiba berbicara pada Frodo
lagi. "Katamu kau takut. Kalau memang begitu, orang yang paling berani perlu
memaafkanmu. Tapi bukankah sebenarnya akal sehatmu yang melawan?" "Tidak,
aku takut," kata Frodo. "Hanya takut. Tapi aku senang mendengarmu berbicara
terus terang. Sekarang pikiranku sudah terang."
"Kalau begitu, kau akan datang ke Minas Tirith untuk beberapa waktu?"
Boromir mendesak. "Kotaku sekarang tidak jauh lagi; dan dari sana jaraknya
tinggal sedikit, daripada dari sini ke Mordor. Kita sudah lama berada di
belantara, dan kau perlu berita tentang Musuh sebelum bergerak. Ikutlah bersamaku, Frodo,"
kata Boromir. "Kau perlu istirahat sebelum meneruskan perjalanan, kalau kau
harus pergi." ia meletakkan tangannya ke atas pundak hobbit itu dengan sikap
bersahabat; tapi Frodo merasa tangan itu gemetar dengan gairah yang ditahan. Ia
mundur cepat, dan menatap dengan cemas Manusia tinggi itu, hampir dua kali
tingginya dan berlipat ganda tandingannya dalam kekuatan.
"Mengapa kau begitu tidak ramah?" kata Boromir. "Aku manusia sejati, bukan
maling atau pemburu. Aku membutuhkan Cincin-mu: kau tahu itu sekarang; tapi
aku bersumpah aku tidak berhasrat menyimpannya. Setidaknya bisakah kau
membiarkan aku mencoba rencanaku" Pinjamkan aku Cincin itu!"
"Tidak! Tidak!" teriak Frodo. "Dewan Penasihat menyuruhku menjadi
pembawanya." "Karena kebodohan kita sendiri Musuh akan mengalahkan kita," seru Boromir.
"Itu membuatku marah! Bodoh! Bodoh dan keras kepala! Sengaja lari
menyongsong kematian dan menghancurkan tujuan kita. Kalau ada makhluk hidup
yang berhak atas Cincin itu, maka manusia Numenor-lah yang berhak, bukan
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 445 hobbit. Cincin itu bukan milikmu, kecuali karena suatu kebetulan yang buruk.
Mestinya bisa jadi milikku. Seharusnya jadi milikku. Berikan padaku!"
Frodo tidak menjawab, tapi bergerak menjauh sampai mereka dibatasi oleh
sebuah batu datar besar. "Ayo, ayo, kawanku!" kata Boromir dengan suara lebih
lembut. "Kenapa tidak kaulepaskan saja" Kenapa tidak kaubebaskan dirimu dari
keraguan dan ketakutan" Kau bisa menyalahkan aku, kalau mau. Kau bisa bilang
aku terlalu kuat, dan bahwa aku mengambil Cincin itu dengan paksa. Karena aku
memang terlalu kuat untukmu, hobbit," teriak Boromir; mendadak ia meloncati batu
itu dan melompat ke arah Frodo. Wajahnya yang elok dan menyenangkan berubah
menyeramkan; api berkobar di matanya.
Frodo mengelak ke samping, sekali lagi membuat batu berada di antara
mereka. Hanya satu hal yang bisa dilakukannya: dengan gemetar ia mengeluarkan
Cincin pada rantainya, dan dengan cepat mengalungkannya ke jarinya, tepat ketika
Boromir melompat lagi ke arahnya. Boromir menarik napas kaget, memandang
heran beberapa saat lamanya, kemudian berlari ke sana kemari, mencari di
manamana di antara bebatuan dan pepohonan.
"Penipu jelek!" teriaknya. "Aku akan menangkapmu! Sekarang aku tahu
pikiranmu. Kau akan membawa Cincin itu ke Sauron dan menjual kita semua. Kau
hanya menunggu kesempatan untuk meninggalkan kami dalam kesulitan.
Terkutuklah kau dan semua hobbit. Biar kalian mati dalam kegelapan!" Lalu ia
tersandung sebuah batu, dan jatuh tertelungkup. Sejenak ia diam, seolah dihantam
oleh kutukannya sendiri; lalu tiba-tiba ia menangis.
Ia bangkit dan menyapukan tangan ke matanya, menyeka air mata. "Apa yang
sudah kukatakan?" serunya. "Apa yang sudah kulakukan" Frodo, Frodo!" ia
memanggil. "Kembalilah! Aku sempat lupa diri tadi, tapi itu sudah berlalu.
Kembalilah!" Tidak ada jawaban. Frodo bahkan tidak mendengar teriakan Boromir. Ia sudah
jauh sekali, melompat membabi buta, mendaki jalan sampai ke puncak bukit. Teror
dan kesedihan menggetarkan hatinya, dalam benaknya ia melihat wajah Boromir
yang garang dan gila, dan matanya yang membara.
Tak lama kemudian, ia muncul sendirian di puncak Amon Hen, dan berhenti,
terengah-engah. Seolah melalui kabut, ia melihat sebuah lingkaran datar yang
luas, dilapisi ubin-ubin besar dan dikelilingi tembok rendah yang remuk; dan di
tengah, dibangun di atas empat tiang berukir, ada takhta tinggi yang bisa dicapai
melalui tangga. Ia naik dan duduk di kursi kuno itu, merasa seperti anak tersesat yang
Halaman | 446
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
The Lord of The Rings memanjat naik ke takhta raja pegunungan.
Mulanya ia hanya bisa melihat sedikit. Ia seolah berada di dunia kabut, di
mana hanya ada bayang-bayang: Cincin itu masih dipakainya. Lalu di sana-sini
kabut tersingkap, dan ia melihat banyak pemandangan: kecil dan jelas, seolah ada
di bawah matanya, di atas sebuah meja, tap) sekaligus begitu jauh. Tak ada
suara, hanya citra-citra hidup yang sangat terang. Dunia seolah menyusut dan terdiam.
Ia duduk di Kursi Penglihatan, di Amon Hen, Bukit Mata Orang-Orang Numenor. Ke
arah timur ia memandang, ke daratan luas yang belum dipetakan, padang-padang
tak bernama, dan hutan-rimba yang belum dijelajahi. Ke Utara ia memandang, dan
Sungai Besar menjulur seperti pita di bawahnya, Pegunungan Berkabut berdiri
kecil dan keras, seperti gigi yang retak. Ke arah Barat ia menatap, dan melihat
padangpadang rumput luas di Rohan; dan Orthanc, puncak menara Isengard, seperti
paku hitam. Ke Selatan ia memandang, dan di bawah kakinya Sungai Besar melingkar
seperti ombak tumbang dan meloncat ke atas air terjun Rauros, masuk ke dalam
sumur berbuih; pelangi bercahaya bermain-main di atas uapnya. Dan ia melihat
Ethir Anduin, delta besar Sungai, ribuan burung laut terbang berputar-putar
seperti debu putih di bawah sinar matahari, dan di bawah mereka lautan hijau dan perak,
beriak-riak tak putus-putus.
Tapi ke mana pun ia memandang, ia melihat tanda-tanda perang.
Pegunungan Berkabut merangkak seperti gundukan semut: para Orc keluar dari
ribuan lubang. Di bawah cabang-cabang pohon di Mirkwood ada perselisihan maut
antara Peri dan Manusia dan hewan-hewan buruk. Negeri bangsa Beorning
terbakar; awan menyelimuti Moria; asap naik di perbatasan Lorien.
Pasukan berkuda berderap di rumput Rohan; serigala-serigala keluar dari
Isengard. Dari pelabuhan-pelabuhan Harad, kapal-kapal muncul di lautan; dan dari
Timur, Manusia bergerak tak henti-hentinya: ahli pedang, ahli tombak, pemanah di
atas kuda, kereta-kereta kepala suku, dan kereta penuh muatan. Seluruh kekuatan
sang Penguasa Kegelapan sedang bergerak. Lalu memandang ke selatan lagi ia
melihat Minas Tirith. Tampak sangat jauh dan indah: bertembok putih, banyak
menaranya, gagah dan elok di atas kedudukannya di pegunungan; tembok-tembok
bentengnya berkilauan dengan baja, dan menara-menara kecilnya tampak cerah
dengan panji-panji. Sebersit harapan merekah di hatinya. Tapi berhadapan dengan
Minas Tirith berdiri sebuah benteng lain, lebih besar dan lebih kuat. Tanpa ia
sadari matanya tertarik ke arah timur. Melewati reruntuhan jembatan-jembatan Osgiliath,
gerbang-gerbang Minas Morgul yang menyeringai, dan wilayah Pegunungan yang
dihantui, matanya tertuju pada Gorgoroth, lembah teror di Negeri Mordor.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 447 Kegelapan menghampar di sana, di bawah Matahari. Gunung Maut terbakar, dan
ban tajam naik. Akhirnya tatapannya terhenti: tembok demi tembok, atap-atap
benteng hitam, kuat sekali, gunung besi, gerbang baja, menara kokoh, ia
melihatnya: Barad-dur, Benteng Sauron. Semua harapannya sirna.
Tiba-tiba ia merasakan kehadiran sang Mata. Ada mata yang tidak tidur di
Menara Kegelapan. Frodo tahu bahwa mata itu sudah menyadari tatapannya. Ada
sorot garang dan bergairah di dalamnya. Mata itu melompat ke arahnya; hampir
seperti jari, mencarinya. Segera mata itu akan menemukannya, tahu persis di
mana dirinya. Mata itu menyentuh Amon Lhaw. Ia melirik Tol Brandir-Frodo
melemparkan dirinya dari takhta itu, membungkuk, menutupi kepala dengan
kerudungnya yang kelabu. Ia mendengar suaranya sendiri berteriak, Takkan pernah! Takkan pernah!
Atau sebenarnya, Aku 'kan datang, datang kepadamu" ia tidak tahu. Lalu seperti
kilatan dari ujung lain kekuatan, timbul pikiran lain dalam benaknya: Lepaskan!
Lepaskan! Bodoh, lepaskan! Lepaskan Cincin itu!
Kedua kekuatan itu bertempur dalam dirinya. Untuk sesaat, dalam
keseimbangan sempurna antara kedua ujung yang tajam, Frodo menggeliat
tersiksa. Mendadak ia menyadari dirinya sudah kembali sendirian. Frodo, tak ada
Suara maupun Mata: ia bebas memilih, dan waktunya sangat singkat. Ia
melepaskan Cincin dari jarinya. Ia berlutut di bawah sinar matahari terang di
depan takhta tinggi. Sebuah bayangan gelap seolah lewat bagaikan lengan, di atasnya;
gagal menyentuh Amon Hen dan menggapai ke barat, lalu menghilang. Lalu
seluruh langit bersih dan biru, dan burung-burung bernyanyi di setiap pohon.
Frodo bangkit berdiri. Ia merasa sangat lelah, tapi kehendaknya kokoh dan
hatinya lebih ringan. Ia berbicara keras-keras pada dirinya sendiri. "Sekarang
aku akan melakukan apa yang harus kulakukan," katanya. "Setidaknya satu hal ini
sudah jelas: kejahatan Cincin itu sudah bekerja, bahkan di dalam Rombongan kami
sendiri, dan Cincin ini harus meninggalkan mereka sebelum menimbulkan
kerusakan lebih banyak. Aku akan pergi sendirian. Beberapa orang tak bisa
kupercayai, dan mereka yang bisa kupercayai terlalu kusayangi: Sam yang malang,
Merry dan Pippin. Strider juga: hatinya merindukan Minas Tirith, dan dia akan
dibutuhkan di sana, setelah Boromir jatuh ke dalam kejahatan. Aku akan pergi
sendirian. Segera." Ia melangkah cepat melewati jalan, dan kembali ke halaman tempat Boromir
menemukannya. Lalu ia berhenti, mendengarkan. Ia merasa bisa mendengar
teriakan dan panggilan dari hutan dekat pantai di bawah.
Halaman | 448 The Lord of The Rings "Mereka sedang mencariku," katanya. "Aku ingin tahu, berapa lama aku sudah
pergi" Berjam-jam, kukira." ia berdiri ragu. "Apa yang bisa kulakukan?" ia
menggerutu. "Aku harus pergi sekarang, kalau tidak, aku takkan pernah pergi. Aku
tidak akan mendapat kesempatan lagi. Aku tidak suka meninggalkan mereka,
begitu saja, tanpa penjelasan. Tapi pasti mereka akan mengerti. Sam akan
mengerti. Dan apa lagi yang bisa kulakukan?"
Perlahan-lahan ia mengeluarkan Cincin itu dan memakainya sekali lagi. Ia
menghilang dan berjalan menuruni bukit, nyaris seperti desiran angin.
Yang lain tetap di tepi sungai untuk waktu sangat lama. Selama beberapa saat
mereka tidak bersuara, sambil bergerak gelisah; tapi sekarang mereka duduk
dalam lingkaran, dan berbicara. Sesekali mereka berusaha membicarakan hal lain,
tentang perjalanan mereka yang lama dan sekian banyak petualangan; mereka
bertanya pada Aragorn tentang wilayah Gondor dan sejarahnya yang kuno, serta
sisa-sisa karya besarnya yang masih terlihat di negeri aneh di perbatasan Emyn
Mull: raja-raja dari batu dan takhta Lhaw dan Hen, dan Tangga besar di samping
air terjun Rauros. Tapi selalu saja pikiran dan percakapan mereka kembali ke
Frodo dan Cincin itu. Apa yang akan dipilih Frodo" Mengapa ia ragu"
"Dia sedang mempertimbangkan jalan mana yang paling nekat, kukira," kata
Aragorn. "Dan sebaiknya begitu. Sekarang makin mustahil bagi kita untuk pergi ke
timur, karena jejak kita sudah tercium Gollum, dan kita perlu khawatir bahwa
rahasia perjalanan kita sudah tersingkap. Tapi Minas Tirith masih jauh dari Api
dan tugas menghancurkan Cincin itu.
"Kita bisa tinggal di sana untuk sementara, dan bertahan dengan berani; tapi
Lord Denethor dan semua anak buahnya tak mungkin bisa melakukan apa yang
menurut Elrond sekalipun berada di luar kekuasaannya: entah untuk merahasiakan
Cincin itu, atau untuk menahan kekuatan lengkap Musuh saat dia datang untuk
mengambilnya. Jalan mana yang akan dipilih salah satu di antara kita, kalau kita
ada di tempat Frodo" Aku tidak tahu. Sekarang memang kita sangat kehilangan
Gandalf." "Kehilangan kita sangat menyedihkan," kata Legolas. "Namun begitu, kita
harus mengambil keputusan tanpa pertolongannya. Mengapa kita tidak bisa
mengambil keputusan, dan dengan demikian membantu Frodo" Kita panggil saja
dia, lalu mengambil suara! Aku memilih Minas Tirith."
"Aku juga," kata Gimli. "Memang kita hanya diutus untuk membantu Pembawa
Cincin di sepanjang perjalanan, tak perlu pergi lebih jauh daripada yang kita
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 449 inginkan; dan tidak ada di antara kita yang berada di bawah sumpah atau perintah
untuk mencari Gunung Maut. Dengan berat hati aku berpisah dari Lothlorien. Meski
begitu, aku sudah berjalan sejauh ini, dan beginilah tekadku: sekarang, saat
kita sampai pada pilihan terakhir, sudah jelas bagiku bahwa aku tak bisa meninggalkan
Frodo. Aku ingin memilih Minas Tirith, tapi kalau dia tidak ke sana, maka aku
akan mengikutinya." "Aku juga akan mendampinginya," kata Legolas. "Kalau sekarang " berpisah,
berarti tidak setia."
"Memang akan menjadi pengkhianatan, kalau kita semua meninggalkannya,"
kata Aragorn. "Tapi kalau dia pergi ke timur, tidak semua perlu pergi
bersamanya. Menurutku itu tidak perlu. Sebab itu langkah nekat, entah yang berangkat delapan
orang, tiga orang, dua orang, atau bahkan sendirian. Kalau kalian membolehkan
aku memilih, maka aku akan menunjuk tiga pendamping: Sam, yang pasti tidak ta
;r han kalau tidak ikut; Gimli; dan aku sendiri. Boromir akan kembali ke kotanya
sendiri, di mana ayahnya dan rakyatnya membutuhkannya, dan bersama dia yang
lain harus pergi; atau setidaknya Meriadoc dan Peregrin, kalau Legolas tidak mau
meninggalkan kami." "Tidak bisa!" teriak Merry. "Kami tak bisa meninggalkan Frodo! Pippin dan aku
berniat ikut dengannya, ke mana pun dia pergi, sampai sekarang. Tapi kami tidak
menyadari apa artinya. Tampaknya be `" gitu berbeda ketika masih jauh di Shire
atau di Rivendell. Gila dan kejam sekali kalau membiarkan Frodo pergi ke Mordor.
Mengapa kita tak bisa menghentikannya?"
"Kita harus menghentikannya," kata Pippin. "Dan itu yang dia khawatirkan, aku
yakin. Dia tahu kita tidak akan setuju dia pergi ke timur. Dan dia tidak mau
meminta siapa pun untuk pergi dengannya. Kawanku yang malang. Bayangkan: pergi ke
Mordor sendirian!" Pippin menggigil. "Tapi hobbit bodoh itu harus tahu bahwa dia
tak perlu meminta. Dia harus tahu bahwa kalau kita tak bisa menghentikannya,
kita tidak akan meninggalkannya."
"Maaf," kata Sam. "Kukira kalian tidak memahami majikanku sama sekali. Dia
bukan ragu tentang jalan mana yang harus diambil. Tentu saja tidak! Apa manfaat
ke Minas Tirith" Bagi dia, maksudku, maaf, Master Boromir," tambahnya, dan
menoleh. Saat itulah mereka menyadari bahwa Boromir, yang pada mulanya duduk
diam di luar lingkaran, sudah tidak di sana lagi.
"Nah, ke mana dia?" seru Sam, tampak cemas. "Dia agak aneh belakangan
ini, menurutku. Tapi bagaimanapun dia tidak terlibat urusan ini. Dia mau pulang,
Halaman | 450 The Lord of The Rings seperti selalu dikatakannya; dan dia tak bisa disalahkan. Tapi Mr. Frodo tahu
bahwa dia harus menemukan Celah Ajal, kalau -bisa. Tapi dia takut. Kini, setelah
tiba saatnya, dia takut. Itu kesulitannya. Memang dia sudah belajar banyak, bisa
dikatakan begitu kita semua juga-sejak kita meninggalkan rumah. Kalau tidak, dia
pasti akan sangat takut, dan akan membuang begitu saja Cincin-nya ke dalam
Sungai, lalu lari terbirit-birit. Tapi dia masih terlalu ketakutan untuk
memulai. Dia juga tidak khawatir tentang kita, entah kita akan menemaninya atau tidak. Dia
tahu kita berniat begitu. Itu hal lain yang menyusahkan hatinya. Kalau dia
mengumpulkan keberanian untuk pergi, dia akan ingin pergi sendirian. Camkan
kata-kataku! Kita akan mendapat masalah kalau dia kembali. Karena dia pasti akan
mengumpulkan keberanian, sama pastinya dengan namanya, Baggins."
"Aku percaya kau berbicara lebih bijak daripada kami semua, Sam," kata
Aragorn. "Dan apa yang harus kita lakukan, kalau kau terbukti benar?"
"Hentikan dia! Jangan biarkan dia pergi!" seru Pippin.
"Aku ragu," kata Aragorn. "Dia yang ditugaskan membawa Cincin itu, dan
Beban untuk menyingkirkan benda itu ada di pundaknya. Kukira tidak sepantasnya
kita mendorong dia ke arah mana pun. Kalaupun kita mencoba, belum tentu akan
berhasil. Ada kekuatan-kekuatan lain yang sedang bekerja, dan jauh lebih kuat."
"Well, kuharap Frodo berhasil mengumpulkan keberanian, dan kembali
kemari, biar semuanya beres," kata Pippin. "Menunggu begini sangat menyiksa!
Pasti waktu satu jam itu sudah habis?"
"Ya," kata Aragorn. "Saw jam sudah lama lewat. Pagi sudah hampir berakhir.
Kita harus memanggilnya."
Saat itu Boromir muncul. Ia keluar dari pepohonan dan melangkah ke arah
mereka, tanpa berbicara. Wajahnya kelihatan muram dan sedih. Ia berhenti, seolah
menghitung mereka yang hadir, lalu ia duduk menyendiri, matanya menatap ke
bawah. "Ke mana kau tadi, Boromir?" tanya Aragorn. "Apa kau melihat Frodo?"
Boromir ragu sejenak. "Ya dan tidak," ia menjawab lambat. "Ya, aku
menemukannya di atas bukit, dan aku berbicara padanya. Aku mendesaknya agar
pergi ke Minas Tirith dan jangan pergi ke timur. Aku marah-marah dan dia
meninggalkan aku. Dia lenyap. Aku belum pernah melihat hat semacam itu, meski
aku pernah mendengarnya dalam dongeng-dongeng. Pasti dia memakai Cincinnya. Aku
tak bisa menemukannya lagi. Kupikir dia kembali pada kalian."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 451 "Hanya itu yang bisa kaukatakan?" kata Aragorn, menatap tajam dan tidak
terlalu ramah kepada Boromir.
"Ya," jawab Boromir. "Untuk sementara, itu saja yang kukatakan."
"Ini gawat sekali!" seru Sam sambil melompat berdiri. "Aku tidak tahu apa
yang sudah diperbuat Manusia ini. Mengapa Mr. Frodo memakai Cincinnya"
Sebenarnya dia tak perlu melakukan itu; dan kalau dia melakukannya, siapa tahu
apa saja yang sudah terjadi!"
"Tapi dia tidak akan terus memakainya," kata Merry. "Tidak kalau dia sudah
lolos dan tamu yang tak diundang, seperti Bilbo dulu." "Tapi ke mana dia pergi"
Di mana dia?" seru Pippin. "Dia sudah lama sekali pergi."
"Berapa lama sejak terakhir kau melihat Frodo, Boromir?" tanya Aragorn.
"Setengah jam, mungkin," jawab Boromir. "Atau mungkin juga satu jam. Aku
berkeliaran beberapa lama sesudahnya. Aku tidak tahu! Aku tidak tahu!" Boromir
memegangi kepalanya dengan dua tangan, dan duduk seolah membungkuk karena
sedih. "Satu jam sejak dia lenyap!" teriak Sam. "Kita harus berusaha mencarinya
sekarang juga. Ayo!"
"Tunggu sebentar!" teriak Aragorn. "Kita harus berpasangan dan menyusun
strategi sini, tahan dulu! Tunggu!"
Sia-sia saja. Mereka tidak memperhatikan Aragorn. Sam sudah lari lebih dulu.
Merry dan Pippin mengikutinya, dan menghilang ke barat, ke dalam pepohonan
dekat pantai, sambil berteriak: Frodo! Frodo! dengan suara hobbit mereka yang
jernih dan tinggi. Legolas dan Gimli juga berlari. Kepanikan atau kegilaan
mendadak seolah menimpa Rombongan itu.
"Kita semua akan tercerai-berai dan tersesat," erang Aragorn. "Boromir! Aku
tidak tahu peran apa yang kaumainkan dalam kekacauan ini, tapi sekarang
bantulah! Susullah kedua hobbit muda itu, dan setidaknya jaga mereka, meski kau
tak bisa menemukan Frodo. Kembalilah ke tempat ini kalau kau menemukannya,
atau jejaknya. Aku akan segera kembali."
Aragorn melompat lari dan mengejar Sam. Persis di halaman kecil di antara
pohon rowan, ia berhasil menyusul Sam yang sedang bersusah payah mendaki,
sambil terengah-engah dan memanggil, Frodo!
"Ikut aku, Sam!" kata Aragorn. "Jangan sampai satu di antara kita sendirian.
Ada kejahatan berkeliaran. Aku bisa merasakannya. Aku akan pergi ke puncak, ke
Halaman | 452 The Lord of The Rings Takhta Amon Hen, untuk melihat apa yang bisa dilihat. Ikuti aku dan buka matamu
lebar-lebar!" Aragorn memacu jalannya.
Sam berupaya keras, tapi tak bisa menyamai langkah Strider sang Penjaga
Hutan, dan segera tertinggal di belakang. Ia belum melangkah jauh, tapi Aragorn
sudah tak terlihat lagi di depan. Sam berhenti dan terengahengah. Mendadak ia
menepukkan tangan ke kepalanya.
"Hai, Sam Gamgee!" katanya keras-keras. "Kakimu terlalu pendek, jadi
gunakanlah otakmu! Coba lihat dulu! Boromir tidak berbohong, itu bukan caranya;
tapi dia tidak menceritakan seluruh ceritanya. Ada sesuatu yang membuat Mr.
Frodo sangat ketakutan. Dia mengerahkan keberaniannya untuk bertindak, dengan
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiba-tiba. Dia mengambil keputusan akhirnya - untuk pergi. Ke mana" Ke Timur.
Tanpa Sam" Ya, bahkan tanpa Sam-nya. Itu kejam, sangat kejam."
Sam mengusapkan tangan ke matanya, menyeka air mata. "Tenang,
Gamgee!" katanya. "Pikir, kalau bisa! Dia tak bisa terbang melintasi sungai, dan
dia juga tak bisa melompati air terjun. Dia tak punya peralatan. Maka dia harus
kembali ke perahu-perahu. Kembali ke perahu! Kembali ke perahu, Sam, secepat kilat!"
Sam membalikkan tubuh dan berlari kembali ke jalan setapak. Ia jatuh dan
lututnya terluka. Ia bangkit dan terus berlari. Ia sampai ke pinggir halaman
rumput Parth Galen di pantai, di mana perahu-perahu sudah dinaikkan keluar dari air.
Tak ada siapa pun di sana. Terdengar teriakanteriakan di hutan di belakang, tapi ia
tidak memedulikannya. Ia berdiri menatap sejenak, diam melongo. Sebuah perahu
sedang meluncur sendiri, turun dari tebing. Dengan berteriak Sam berlari
melintasi rumput. Perahu itu masuk ke dalam air.
"Datang, Mr. Frodo! Datang!" teriak Sam, dan ia melemparkan dirinya dari
tebing, menyambar perahu yang sedang berangkat itu. Tangkapannya meleset
sekitar satu meter. Sambil berteriak, ia tercemplung jatuh ke sungai dalam yang
deras. Ia tenggelam sambil kemasukan air, dan Sungai itu menutup di atas
kepalanya yang berambut keriting.
Teriakan sedih keluar dan perahu kosong itu. Sebuah dayung berputar dan
perahu itu membalik. Tepat pada waktunya, Frodo menjambak rambut Sam saat ia
muncul ke atas, bergelembung-gelembung dan meronta-ronta. Ketakutan
memancar dari matanya yang bulat cokelat.
"Naiklah, Sam, anakku!" kata Frodo. "Sekarang pegang tanganku!"
"Selamatkan aku, Mr. Frodo!" Sam terengah-engah. "Aku tenggelam. Aku tak
bisa melihat tanganmu."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 453 "Ini dia. Jangan mencubit-cubit, anakku! Aku tidak akan melepaskanmu.
Tendang-tendanglah air, jangan menggelepar, nanti perahunya goyang. Nah,
peganglah lambung perahu, dan biarkan aku memakal dayung."
Dengan beberapa kayuhan, Frodo membawa kembali perahunya ke tebing,
dan Sam bisa memanjat keluar, basah seperti tikus air. Frodo melepaskan Cincin
dan naik ke darat lagi. "Dari semua gangguan menjengkelkan, kaulah yang terburuk, Sam!" kata
Frodo. "Oh, Mr. Frodo, itu kejam!" kata Sam sambil menggigil, "Kejam sekali,
mencoba pergi tanpa aku. Kalau aku tidak menebak dengan benar, di mana kau
sekarang?" "Aman dalam perjalanan."
"Aman!" kata Sam. "Sendirian tanpa aku untuk menolongmu" Aku tidak akan
tahan, aku bisa mati."
"Kau akan mati kalau kau pergi denganku, Sam," kata Frodo, "dan aku tidak
tahan itu." "Tidak sepasti kalau ditinggal," kata Sam.
"Tapi aku akan pergi ke Mordor."
"Aku sudah tahu itu, Mr. Frodo. Tentu saja kau akan ke sana. Dan aku akan
pergi bersamamu." "Nah, Sam," kata Frodo, "jangan ganggu aku! Yang lain setiap saat akan
kembali. Kalau mereka mencegatku di sini, aku terpaksa berdebat dan
menjelaskan, dan aku tidak akan pernah sampai hati atau mendapat kesempatan
untuk berangkat. Tapi aku harus segera pergi. Ini jalan satusatunya."
"Tentu saja," jawab Sam. "Tapi tidak sendirian. Aku juga ikut, atau tidak ada di
antara kita yang pergi. Aku akan melubangi semua perahu dulu."
Frodo benar-benar tertawa. Perasaan hangat dan bahagia mendadak
menyentuh hatinya. "Tinggalkan satu!" katanya. "Kita akan membutuhkannya. Tapi
kau tak bisa ikut seperti ini, tanpa peralatan, makanan, atau apa pun."
"Tunggu sebentar, aku akan mengambil barang-barangku!" teriak Sam
bersemangat. "Sudah siap semua. Aku sudah berpikir kita harus berangkat hari
ini." ia berlari ke tempat perkemahan, mengambil ranselnya dari tumpukan yang
disusun Frodo ketika ia mengosongkan perahu dari bawaan teman-temannya,
Halaman | 454 The Lord of The Rings meraih selembar selimut tambahan dan beberapa bungkusan makanan, lalu berlari
kembali. "Rusaklah seluruh rencanaku!" kata Frodo. "Sia-sia mencoba melarikan diri
darimu. Tapi aku gembira, Sam. Aku tak bisa mengungkapkan betapa gembiranya
aku. Ayo! Sudah jelas kita ditakdirkan harus pergi bersama. Kita akan pergi, dan
mudah-mudahan yang lain menemukan Plan yang aman! Strider akan mengurus
mereka. Kurasa kita tidak akan melihat mereka lagi."
"Mungkin kita masih akan bertemu mereka, Mr. Frodo. Mungkin masih." kata
Sam. Maka Frodo dan Sam mengawali tahap terakhir Pencarian bersamasama.
sama. Frodo mendayung menjauhi pantai, dan Sungai itu membawa mereka
dengan cepat, melalui cabang barat melewati batu-batu karang Tol Brandir yang
cemberut. Raungan air terjun besar semakin mendekat. Bahkan meski dibantu
Sam, perlu kerja keras untuk menyeberangi arus di ujung selatan pulau, dan
mengemudikan perahu ke timur, menuju pantai seberang.
Akhirnya mereka mendarat lagi di lereng selatan Amon Lhaw. Di sana mereka
menemukan pantai sempit, dan mereka pun menarik perahu keluar, tinggi di atas
air, dan menyembunyikannya sebaik mungkin di balik sebuah batu besar. Lain
dengan membawa barang-barang mereka, keduanya berangkat, mencari jalan
yang akan membawa mereka melintasi bukit-bukit kelabu Emyn Mull, dan turun ke
Negeri Bayang-Bayang. --o0o- Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 455 Sekedear Berbagi Ilmu & Buku Attention!!! Please respect the author's
copyright and purchase a legal copy of
this book AnesUlarNaga. BlogSpot. COM Jago Kelana 4 Fear Street - Ratu Pesta Dansa The Prom Queen Pembakaran Kuil Thian Lok 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama