Ceritasilat Novel Online

Love Latte 2

Love Latte Karya Phoebe Bagian 2


Kent hanya tersenyum dan mengangguk.
"Dia menghubungimu dan mengatakan kalau sedang tidak
enak badan?" "Dia tidak akan megatakanya kalau aku tidak bertanya.
Semalaman dia tidak tidur dengan baik, sewaktu sarapan juga
kelihatan pucat sekali." Kent mencoba menjelaskan. Ia merasakan
kalau tangan Haruka mencubit pinggangnya. Dia pasti takut Tuan
Vincent salah faham. Haruka harus menyesali perbuatanya karena
Kent meraih tanganya dan menggenggamnya erat. "Dan aku ingin
memberi tahu sebuah berita gembira. Semalan dia setuju untuk
tinggal bersamaku!" Tawa Tuan Vincent menggema dan kelihatanya laki-laki itu
turut berbahagia. "Akhirnya kau mendapatkanya juga!"
"Tidak, Bukan begitu!" Haruka meralat pernyataan Kent tadi.
Ia terus berusaha melepaskan tanganya dari genggaman Kent, tapi
setiap kali terlepas Kent berhasil mendapatkanya lagi. "Ini semua
tidak seperti yang kau fikirkan!"
"Untuk apa kau membela diri" Tuan Vincent sudah tau
semuanya!" "Apa?" Haruka mematung. "Kau mengatakan apa?"
"Apa lagi" Kau meninggalkanku dulu tanpa sepatah katapun,
dan sekarang saat kita bertemu lagi, aku berusaha supaya kau
kembali kepadaku. Walau bagaimanapun kita pernah berencana
untuk pergi ke Jepang bersama-sama kan" Kau lupa?"
"Kenapa kau berkata seperti itu?" Suara Haruka mendesah, Ia
bersandar ke sofa dan menarik tanganya dari genggaman Kent
sekuat tenaga. "Lepaskan Aku!"
Tuan Vincent yang sejak tadi menonton tersenyum saat
melihat ekspresi Haruka dan kenakalan Kent. Ia lalu berdehem
sebelum mulai bicara. "Apa kalian butuh privasi" Kalau begitu
kalian berdua ku tinggalkan disini hingga waktu makan malam
tiba. Jadi bicaralah secara baik-baik!" Tuan Vincent kemudian
berdiri dan masuk kerumahnya meninggalkan Haruka dan Kent di
ruang Tamu. "Kau sudah membuatku merasa tidak enak kepadanya!"
Haruka melanjutkan gerutuanya dalam bahasa ibunya sambil terus
berusaha menarik tanganya. "Kau tidak bisa melepaskan aku?"
"Memangnya kenapa" Tuan Vincent adalah orang yang paling
faham dengan situasi kita saat ini!"
"Kau hanya membuatnya semakin salah faham."
"Tapi semua yang ku katakana benar!"
"Termasuk kau menikah denganku?"
"Kau ingin aku mengatakan itu?" Pandangan Kent semakin
dalam, Ia bisa melihat kalau Haruka sedang gugup dan tanganya
agak gemetaran. Berontakanya melemah tapi ia terus berusaha
melepaskan diri dari Kent. "Kau gemetaran, ada apa" Gugup saat
ku sentuh bisa berarti kau masih menyukaiku. Sedang tidak
merasakan hal seperti itu kan" Bukankah kau sudah tidak
mencintaiku lagi" Kau mencintai orang lain, Laki-laki yang tinggal
bersamamu itu..." "Lepaskan Aku! Jangan sampai aku memilih kabur dari
rumahmu!" Kent melepaskan genggamanya. "Kau tidak akan
melakukanya. Kau tidak punya pilihan lain selain tetap
bersamaku!" Delapan Belas... Ini adalah hari pertama Haruka kembali bekerja setelah
kejadian penangkapan itu. Masih sangat pagi dan butuh
penyesuaian yang khusus untuknya agar bisa menentang
kebiasaanya yang sangat sulit untuk bangun pada jam-jam seperti
ini. Meskipun sudah mandi dan berpakaian rapi, Haruka masih
menggeliat dan menguap beberapa kali sebelum akhirnya ia
memutuskan untuk keluar kamar dan segera berangkat kerja. Lagilagi ia harus
termenung di depan cermin karena Kent. Laki-laki itu
menyentuhnya lagi dan Kali ini sama seperti sebelumnya,
membekas dan tidak mau hilang. Mengapa ia harus merasakan hal
seperti ini sekarang" Haruka menyerah dan tidak ingin berfikir lagi.
Ia segera keluar dari kamar mandi dan bersiap-siap pergi kerja.
Mengenakan seragam dan sedikit Make Up sudah cukup membuat
Haruka kelihatan segar dan normal untuk segera membuka pintu
dan keluar kamar. Ia mengerjapkan mata beberapa kali saat
melihat Kent yang berdiri di hadapanya begitu pintu terbuka. Lakilaki itu juga
sudah sangat rapi. Pada hari senin seperti ini dia tentu
sangat sibuk. "Kau sudah bangun" Aku kira masih sakit!" Kata Kent datar
seolah-olah tidak terjadi apa-apa kemarin sore. Ia lalu memandang
Haruka dari ujung rambut sampai mata kaki. "Sudah mau bekerja?"
"Bukanya kau tau semua tentang aku" Hari ini hari terakhirku
masuk pagi!" "Ya, tentu saja. Tapi bukanya sudah ku bilang, pakailah jaket
kalau menggunakan seragam tanpa Apron jika tidak ingin dadamu
yang besar itu di perhatikan orang!" Kent terdengar agak garang.
Ia berusaha menahan tawa saat melihat Haruka menyilangkan
kedua lengan di depan dadanya dan memiringkan tubuhnya
menghadap kearah lain. Dia sedang malu-malu
"Bagaimana ini" Apa harus minta seragam baru?" Bisiknya.
"Pakaianku masih di rumah Cassey. Aku tidak punya jaket atau
semacamnya!" Kent baru teringat dengan hal seperti itu. Haruka baru
menginap dua malam di rumahnya dan tidak memiliki pakaian
apapun selain seragam, gaun pesta dan sweater yang kemarin di
kenakanya selama seharian. Kent segera berbalik dan berjalan
menuju kamarnya sambil berujar, "Kalau begitu sarapan dulu. Ada
roti panggang di atas meja. Aku mau siap-siap pergi kerja!"
Haruka menunggu Kent sampai menghilang dan menutup
pintu kamarnya, barulah ia beranjak kedapur dan duduk
menghadap meja makan. Roti panggang dan segelas susu buatan
Kent di lahap pelan-pelan dengan perasaan haru. Sudah lama
Haruka kehilangan kebiasaan sarapan dan ini pertama kali
semenjak ia memutuskan untuk tinggal terpisah dengan Ayahnya.
Kent membuka pintu kamarnya dengan bunyi yang keras.
Tanganya membawa sebuah Jaket kulit berwarna Coklat tua dan
menyodorkanya kepada Haruka setelah ia berada dalam jarak
yang dekat dengan meja makan. "Pakailah,"
Haruka terperangah dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Kau tidak perlu terharu seperti itu!" Kata Kent lagi. "Tidak
ada seoranag suamipun yang suka bila tubuh istrinyanya jadi
tontonan orang!" Haruka menghela nafas berat, lalu mengambil jaket itu dan
segera memakainya. Setelah itu ia kembali menggigit roti
panggangnya dan mengunyahnya dengan hati hati. Kent masih
mengira kalau dirinya seorang suami dari gadis berusia nyaris
sepuluh tahun di bawahnya"
"Kau selalu makan dengan lambat seperti ini?" Kent kemudian
duduk di hadapanya. "Makanya kau merasa kenyang meskipun
hanya makan sedikit! Diet memang penting bagi perempuan, tapi
sekali-kali manjakan diri dengan makanan enak tanpa harus
menghitung berapa kali kau mengunyah makanan!"
"Aku selalu makan enak setiap tahun, kalau aku pulang
kerumah Ayahku!" Haruka membantah dengan nada pelan.
Kent kembali diam dan memperhatikan Haruka makan sampai
akhirnya gadis itu selesai dan meminum segelas susu dengan
lahap. "Sudah selesai" Kalau begitu ayo, kuantar ke Soho!"
Sembilan Belas... Haruka mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Kent
datang lagi dan semua teman kerjanya membicarakan orang itu.
Semua temanya curiga kalau Haruka dan Kent memiliki hubungan
Khusus karena laki-laki yang selalu menungguinya selama
beberapa hari belakangan ini untuk menjemputnya pulang kerja.
"Sis, dia memanggilmu!" Riddy berdiri di hadapanya sambil
menyodorkan nampan kosong. Wajahnya memandang Kent yang
baru saja masuk ke dalam Caffee Shop. "Kau selalu datang
bersamanya, dia juga selalu menungguimu seperti ini setiap hari.
Ada apa dengan kalian?"
Haruka meraih nampan kosong yang ada di hadapanya dan
bertindak seolah-olah akan memukul Riddy dengan benda itu.
"Kau tidak lihat kalau aku tidak menyukai ini?"
"Kau tidak menyukainya" Tapi kenapa kalian selalu naik
mobil yang sama" Kenapa kau tidak pernah bisa memberikan
perlawanan keras kepadanya seperti yang selalu kau lakukan
kepada laki-laki iseng lain sebelumnya?"
"kau fikir aku tidak melakukanya" Aku sudah mencoba tapi
tidak berhasil!" "Dia sepertinya punya sesuatu yang mengikatmu!" Riddy
terkekeh. Bunyi sebuah gelas keramik menghantam lantai mengejutkan
keduanya dan membuat mereka menoleh kearah suara. Kent
membuat gara-gara lagi. Dia menjatuhkan kopi seorang laki-laki
yang duduk di dekat pintu, laki-laki yang selalu datang hanya
untuk sekedara mencicipi kopi racikan Haruka setiap harinya. Kent
membungkuk beberapa kali, ia meminta maaf dengan gaya
khasnya yang menunjukkan rasa hormat setinggi-tingginya. Riddy
segera mendekat dan ikut meminta maaf kepada laki-laki itu atas
kejadian yang tidak menyenangkan ini, tapi laki-laki itu
mengangkat tanganya sebagai tanda kalau dirinya baik-baik saja
dan tidak ada yang perlu di khawatirkan.
"Aku akan mengganti semuanya!" Kent berkata dengan sopan
dan resmi. "Termasuk kopinya juga. Ini Kopi buatan Nina kan"
Tolong minta dia membuatnya lagi untuk laki-laki ini, Aku yang
bayar!" "Baiklah, segera datang!" Jawab Riddy ceria.
"Buatkan kopi yang sama untukku juga, dan aku harap dia
mengantarkan sendiri pesanan kali ini!"
Kent kembali membungkuk sekali lagi. Bangku paling pojok
selalu menjadi pilihan terbaiknya karena dari tempat itu dia bisa
melihat keseluruh ruangan dengan bebas. Kerja Haruka cukup
cepat, beberapa saat setelah Riddyy dan staff lain membantunya
membersihkan pecahan cangkir keramik, ia segera keluar dengan
membawa pesanan. Coffee shop hari ini agak sepi, mungkin
karena senin adalah hari tersibuk daripada enam hari lainya.
"Selamat menikmati!" Suara Haruka terdengar dari tempat
Kent duduk memperhatikanya. Ia menundukkan wajah dengan
hormat kepaa laki-laki itu lalu segera berpaling menuju Kent dan
meletakkan secangkir kopi Kental tanpa berkata apa-apa.
"Kau pilih kasih!" Ujar Kent. Ucapanya kali ini membuat
beberpa orang tamu memandangnya. "Kau mengatakan selamat
menikmati kepada semua orang, tapi mengapa untukku tidak?"
Haruka tersenyum sambil menahan geram. "Maaf, saya
sedang bad mood. Kalau begitu selamat menikmati pesanan anda!"
"Bad mood karena apa?" Kent lagi-lagi mencengkram
pergelangan tangan Haruka sehingga gadis itu tidak bisa bergerak.
"Karena aku?" "Lepaskan, Kau bisa kutuntut dengan tuduhan pelecehan!"
Suara Haruka agak memelan. Ia memandang Kent dengan
kekesalan yang berlipat-lipat.
"Kalau begitu aku akan benar-benar melakukanya!"
"Tuan, Anda sudah mengganggu kerja saya!"
"Duduklah disini bersamaku! Tidak ada lagi tamu yang datang
kan" Dalam waktu kurang dari semenit lagi jam kerjamu sudah
habis. Maaf aku terlambat hari ini lain kali tidak akan lagi."
Haruka menelan ludahnya, Ia menatap jam dinding yang
menunjukkan pukul lima sore. Pandanganya lalu kembali kepada
Kent yang masih berharap padanya untuk duduk bersama. "Aku
tidak bisa melakukan itu! Sekarang lepaskan aku, dan biarkan aku
bersiap-siap. Aku ingin cepat pulang!"
Kent tersenyum penuh kesan. Ia melepaskan cengkramanya
dan membiarkan Haruka pergi untuk kembali lagi kepadanya
beberapa waktu kemudian. Bersama-sama mereka melangkah
cepat menuju mobil. Kent merasa senang hari ini, situasi manis
seperti ini selalu membuatnya merasa sangat bahagia. Ia memasuki
mobil dengan senyum mengembang dan sangat terkejut saat
Haruka melempar tas kesayanganya kepada Kent dengan brutal.
"Berhentilah bersikap seperti ini!" Haruka mengerang. Kali ini
suaranya terdengar lebih keras dari biasanya. Selama ini, semarah
apapun Haruka, gadis itu tidak pernah bersuara lantang. Haruka
hanya menegaskan ucapannya bila ia marah-marah. Tapi kali ini
sepertinya berbeda dari biasanya.
Senyum Kent tiba-tiba memudar berganti dengan wajah galak
yang selalu di keluarkanya setiap kali berdebat dengan Haruka
"Memangnya kenapa" Aku hanya mengkhawatirkan istriku.
apakah salah?" "Itu yang jadi masalah, Tuan! Kau selalu membuat orang salah
faham dengan hubungan kita."
"Memangnya kenapa" Bukankah aku adalah suamimu" Tidak
pernah da kata cerai dalam pernikahan kita." Kent melajukan
mobilnya secara perlahan.
"Sayangnya aku tidak mengira seperti itu." Haruka
mendengus. Teman-temanya malah mengira kalau Kent adalah
kekasihnya dan itu membuatnya risih. Semua teman-temanya
selalu menyindir Haruka setiap kali Kent datang menjemput,
beberapa pelanggan bahkan ada yang berani bertanya langsung
kepada Haruka dan Haruka tidak berani menjawab apa-apa.
Mustahil bila ia mengatakan kalau Kent adalah suaminya
sedangkan semua orang tau kalau Dirinya masih lajang. "Hentikan
mobilnya!" "Kenapa" Bukanya tadi aku bilang ingin segera pulang?"
"Pokoknya hentikan!"
Kent menepikan mobilnya di depan deretan pertokoan yang
belum begitu jauh dari Coffee shop, masih di Soho. Ia kemudian
memandang Haruka yang sibuk merogoh tasnya, mengambil
dompet dan memberikan secarik kertas tebal kepadanya. Sebuah
foto bergambar pola-pola aneh dengaan warna hitam putih.
"Apa ini?" Tanya Kent heran.
"Foto hasil USG dulu, aku terus menyimpannya dan ini akan
terus membuatku mengingatmu sebagai orang yang merusak
hidupku. Jadi bagaimana sekarang" Kau masih berfikir kalau
dirimu adalah suamiku" Apapun yang mengikat kita sudah tidak
berarti lagi setelah anak ini mati."
Kent membeliakkan matanya. Jadi itu foto calon bayi mereka"
Ken mengambil foto itu dan terkagum-kagum, tapi tidak lama.
Dengan sedikit kamuflase halus ia berhasil menyelipkan foto itu ke
saku jasnya dan memandang Haruka sengit. "lalu kenapa?"
"Kenapa" Aku tidak akan pernah bisa menerimamu kembali
sampai kapanpun. Beberapa hari ini aku berusaha bersikap baik
kepadamu dengan harapan bisa melupakan semuanya. Tapi semua
perilakumu ini malah semakin memperdalam sakit hatiku!"
Kent cukup terkejut. Tapi dirinya masih bisa menyembunyikan
perasaanya dengan sempurna dan menatap Haruka dengan
pandangan biasa. Dengan kata lain, saat ini Haruka tengah


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meminta Kent untuk menjauhinya secara halus. Kent tidak akan
melakukan itu, Jangan pernah berharap kalau dirinya akan
melepaskan Haruka saat ini. "Memangnya kenapa?" Ia
mengulangi pertanyaan bodohnya. "Kau tidak akan memungkiri
kalau status kita masih suami istri, kan" Meskipun tidak ada
catatan secara hukum, meskipun hanya kita dan beberapa orang
yang tau, Kita belum bercerai, nyonya muda. Jadi bersiaplah untuk
terus mengingat semua kenanganmu bersamaku." Kent kembali
melajukan mobilnya dengan lebih cepat. Ia berharap segera sampai
di rumah dan tidak perlu mendengarkan ucapan Haruka kali ini.
"Kau sudah melakukanya. Sekarang tidak perlu lagi!"
"Sudahlah, Jangan bicara lagi. Kau masih dalam pengawasan
polisi dan belum bisa menjauh dariku setidaknya sampai akhir
minggu ini. Jadi biarkan aku bertindak sebagai penanggung
jawabmu kalau kau tidak mau Tuan Asada menjemputmu di
kantor polisi." Haruka akhirnya mengunci mulutnya. Senjata Kent yang satu
itu memang cukup jitu untuk membungkam Haruka sementara
waktu. Tapi benarkah yang Haruka katakan tadi" Lalu mengapa
dirinya tidak pernah tau tentang hal ini" Pokoknya, Kent tidak
akan membiarkan Haruka membicarakan topic ini lagi karena
keberadaan Haruka beberapa hari ini sudah meramaikan hidupnya.
Meskipun Haruka jarang bicara dan kerap kali kelihatan bersedih.
Meskipun ia harus melihat wajah tidak suka Haruka terhadapnya
berkali-kali, semuanya bukan masalah. Asalkan Haruka ada
disisinya dan Kent selalu tau dimana keberadaanya saat ia ingin
melihatnya. "Antarkan kembali ke coffee shop!"
"Kenapa?" "pokoknya antarkan dulu!"
Mobil berputar dengan cepat. Dalam waktu lebih singkat,
Mobil Kent sudah berhenti dengan sukses di depan Coffee shop
tempat Haruka bekerja. Tempat itu sudah ramai kembali. Haruka
masih mematung dan tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu tampak
belum ingin turun dan masih duduk di samping Kent sambil
menghela Nafas beberapa kali.
"Kau tidak sedang bekerja" Lalu kenapa kembali kesini?"
"Setelah ini jangan pernah mengantar atau menjemputku ku
sampai di depan caf?, Turunkan di tempat yang agak jauh saja!"
"Apa?" Suara Kent meninggi. "Sebagai Suami yang baik sudah
seharusnya Aku memastikan istriku sampai di tempat kerjanya
dan pulang dengan aman!"
Wajah Haruka kemudian menatapnya secara tiba-tiba. "Kalau
begitu biarkan aku pergi sendiri setelah ini." Katanya sambil
menadahkan tangan kepada Kent. "Berikan aku uang!"
"Apa?" "Berikan aku uang! Bukankah kau mengaku sebagai suamiku,
seharusnya kau tidak keberatan untuk memberi aku uang belanja
setiap hari! Mulai hari ini aku akan minta uang, dan besok berikan
aku lebih banyak supaya bisa naik taksi!"
Kent mendengus, Ia mengeluarkan dompetnya dan
memberikan beberapa lembar uang kepada Haruka. "Baiklah. Tapi
Kalau kau pulang kerja pada malam hari, aku akan tetap
menjemputmu, mengerti?"
Haruka tidak langsung menjawab. Ia keluar dari mobil dan
menutup pintunya dengan bantingan keras lalu berjalan cepat
menuju caffee Shop, tapi beberapa saat kemudian Haruka kembali
dan mengetuk jendela mobil sampai Kent membukanya.
"Baiklah, Kau hanya boleh menjemputku kalau aku kerja
sampai malam. Jangan menelpon sebelum aku telpon!" Katanya,
lalu kembali ke caffe shop dengan gerakan yang lebih tenang.
Dua Puluh... "Kau semalam pulang jam berapa" Kenapa wajahmu pucat
seperti ini?" Haruka berujar sambil memandangi wajah Kent yang
terlihat tanpa darah. Kemarin sore ia pulang lebih dulu dan
menanti kepulangan Kent, tapi laki-laki itu bahkan tidak kembali
hingga tengah malam dan Haruka memutuskan untuk tidur lebih
dulu. Pagi ini ia menemukan Kent tertidur di sofa dengan pakaian
kerjanya yang masih sangat lengkap, ia bahkan belum melepaskan
sepatu dan jam tanganya. Suhu tubuhnya sangat panas dan itu
membuat Haruka Khawatir. Kent membuka matanya dengan berat sambil memegangi
kepalanya. Semalaman dirinya benar-benar tidak bisa pulang dan
tidak ingin pulang. Ia takut kalau Haruka mengulangi topik
pembicaraan yang sama seperti kemarin, bagaimana bila Haruka
ingin menjauh" Ia tidak mengerti kenapa hal kecil bisa
membuatnya setakut ini. "Kau pulang pagi?" Haruka mengulangi satu pertanyaan lagi.
"Aku tidak ingat!" Kent menjawab dengan nada gusar.
Saat ini dirinya sedang tidak ingin mendengar suara gadis itu
sama sekali. Kent berharap Haruka menjauh dan tidak bertemu
denganya hingga perasaanya lebih baik. Ia hanya marah karena
alasan yang tidak masuk akal, tapi semuanya sangat menggangggu
Kent secara mental. Haruka benar-benar sukses mengaduk-aduk
perasaanya. "Kau pergi saja!" kata Kent lagi masih dengan nada suara yang
sama saat menyadari Haruka hendak memapahnya berdiri dari
sofa. "Aku bisa sendiri!"
"Aku bantu dulu, mana mungkin dirimu melakukanya sendiri
dalam keadaan seperti ini!"
"Tidak usah!" Kent menguatkan diri untuk berdiri dan
berjalan ke kamarnya sendiri tanpa bantuan. Meskipun masih
sempoyongan tapi ia melakukanya dengan baik. Ia duduk di atas
ranjangnya dan masih sempat di kejutkan oleh Haruka yang
mengikutinya. "Kau kenapa mengikutiku" Aku sedang tidak ingin
bertemu denganmu!" Tiba-tiba saja suasana jadi membeku. Kent merasa badanya
semakin melemah dan ia terbatuk-batuk beberapa kali. Haruka
masih mencoba membantunya berbaring, hal yang sangat
mengganggu. Kent mendorong tubuhnya dan ia terkejut dengan
tenaganya yang entah datang darimana. "Aku sedang tidak ingin
bertemu denganmu!" Haruka menatapnya lama, matanya berkaca-kaca dan sebulir
air mata mengalir di wajahnya. Gadis itu tersinggung" Kent
melunak dan tidak bisa bicara apa-apa lagi saat Haruka membuka
sepatunya dengan hati-hati, ia tidak punya tenaga lagi untuk
menolak. Buliran dingin itu menyentuh telapak tangan Kent
diiringi sentuhan hangat Haruka di pergelangan tanganya. Bunyi
dentingan logam jam tanganya beradu saat benda itu lepas dari
tanganya dan diletakkan dengan hati-hati di atas meja. Berlanjut
dengan ikat pinggang yang pada akhirnya diletakkan di tempat
yang sama dengan Benda sebelumnya. Kent merasa bersalah
karena Haruka masih ngotot mengurusinya meskipun ia sudah
bersikap kasar. Air mata yang selalu mengalir itu masih saja
berusaha di sekanya, di saat-saat seperti ini Haruka terlihat
berbeda dari biasanya. Gadis itu berjalan kelemari pakaian dan
kemudian kembali mendekati Kent dengan membawa sebuah tshirt putih polos dan
meletakkanya di pangkuanya sendiri. Haruka
menyeka air matanya sekali lagi lalu membuka kemeja Kent yang
nyaris basah karena keringat. Dengan susah payah ia membantu
Kent untuk duduk dan mengenakan t-shirt pilihanya.
Kent semakin merasa bersalah. Saat beberapa kali wajah
Haruka terlihat olehnya, mata gadis itu sudah membengkak.
Nafasnya tiba-tiba terasa sesak, Kent memegangi tangan-tangan
Haruka begitu Haruka hendak mendorong tubuhnya untuk
kembali berbaring. Tapi Haruka menarik tanganya dengan cepat
dan memindahkanya kepangkuanya. Ia mematung beberapa saat
dengan kedua tangan terkepal dan gemetaran. Tapi sesegera
mungkin Haruka mengakhiri ekspresi anehnya, lalu melanjutkan
pekerjaanya. Menyusun bantal-bantal dengan telaten dan kembali
mendorong tubuh Kent untuk berbaring dengan lembut. Dalam
waktu singkat ia terlihat menyeka air matanya lagi dan pergi
meninggalkan Kent tanpa sepatah katapun. Kent menghirup udara
sebanyak yang dia bisa. Tubuhnya merasa lebih nyaman tapi
hatinya tidak. *** Haruka bersandar di meja makan, sebelah tanganya
memegangi meja erat-erat untuk mempertahankan tubuhnya yang
nyaris jatuh, tanganya yang sebelah lagi ia gunakan untuk
mendekap dadanya erat-erat. Ini pertama kalinya ia memerangi
ketakutanya hanya karena tidak tega melihat Kent dalam keadaan
kacau seperti tadi. Reaksi Kent yang tidak biasa bukanlah hal aneh
baginya. Tapi air matanya tumpah tanpa di inginkan karena
ketakutan yang berusaha di buang jauh-jauh tidak juga mau pergi.
Ia menggenggam pergelangan tanganya erat dan merasakan panas
dari tubuh Kent berpindah kepadanya meskipun sentuhan tadi
sangat cepat. Dia tidak ingin begini,
Haruka mendekat ke westafel dan membuka keran air yang
pada akhirnya di gunakan untuk membasuh wajahnya beberapa
kali. Sebuah mangkok plastik menjadi sasaranya setelah itu, juga
sebuah handuk kecil yang berada dalam keranjang plastik di atas
kulkas. Kent harus segera di kompres sebelum sakitnya bertambah
parah. Haruka tidak suka melihat kesakitan, ia benci melihat
penderitaan dalam bentuk apapun.
Dua Puluh Satu... Seberkas cahaya lemah dari luar jendela adalah hal yang
pertama kali dapat di tangkap oleh Kent ketika ia membuka mata.
Ia mengingat-ingat apa yang terjadi seharian ini, Dimulai dari pagi,
hingga akhirnya ia tertidur nyenyak. Lampu tidur di sisi
ranjangnya menyala memberikan warna tourquise yang lembut,
Kent memandang keseliling kamarnya, hari ini ternyata sudah
berlalu dengan begitu cepat dan sekarang di luar jendela sudah
gelap gulita. Tirai jendela masih rapi dengan jendela yang terbuka.
Kent ingat kalau tadi pagi Haruka membukakan jendela kamarnya
dan mematikan AC agar Kent menghirup udara yang alami
dengan lebih bebas. Perlahan Kent turun dari ranjangnya dan menutup Jendela
serta merapatkan tirainya sehingga tidak akan ada satu halpun
gangguan dari luar yang masuk. Ia berjalan menuju sofa di
kamarnya untuk mengambil remote dan menyalakan AC dengan
suhu yang cukup, memasukkan remote kesaku celananya dan
menyalakan Lampu. Haruka menggeliat dan membuat Kent sadar
dengan keberadaanya yang dari tadi sama sekali tidak kelihatan
karena ruangan yang gelap. Gadis itu terlelap di lantai
berbantalkan lenganya. "Kau masih disini?" Bisik Kent.
Ia memperhatikan wajah Haruka dalam-dalam, ada gurat
kelelahan di wajahnya dan sebuah kantung mata membuatnya
semakin terlihat kacau. Gadis itu bahkan masih mengenakan
Seragam kerjanya yang kelihatanya agak kusut. Pelan-pelan Kent
mengangkat Haruka dan membaringkanya di atas ranjangnya.
Haruka bergerak sekali lagi, mungkin tubuhnya mencari posisi
nyaman tanpa di sadarinya, Naluri.
Beberapa bulir keringat mengalir dari sela-sela rambutnya
dengan mulus. Kent menyeka dengan punggung tangan lalu
mengambil handuk bekas kompres yang sudah mulai mengering
dari dalam genggaman Haruka. Telapak tanganya kelihatan
mengecut dan dingin. Kent menggenggamnya erat. "Kautidak
merasa dingin" Sepetinya kepanasan, Keringatmu banyak sekali!"
Katanya lagi. Kent kembali meraih remote Ac dan kembali
mengatur suhu yang sesuai untuk Haruka. Gadis itu membalas
genggaman tanganya. Untuk sementara Kent tidak bereaksi apa-apa hingga Haruka
melepaskan tanganya. Ia menarik selimut dan membungkus
Haruka hingga ke leher tapi kelihatanya Haruka merasa gusar dan
tanganya menurunkan selimut sebatas pinggang. Anak itu
kelihatanya masih tidak suka memakai selimut. Kent
memperhatikan meja yang kacau, ia kemudian berdiri dan
merapikan semuanya. Mangkok plastik berisi air dingin yang tadi
di gunakan Haruka untuk mengompres kepalanya dan sebuah
mangkok keramik berwarna oranye di tumpuk menjadi satu
kemudian di bawanya kedapur. Di sana juga sama berantakanya,
mungkin Haruka sangat panik tadi, ia bahkan tidak jadi berangkat
kerja dan sibuk memaksa Kent makan bubur buatanya tadi siang.
Tidak ada bekas makanan apapun, di panci yang masih berada di
atas kompor masih ada bubur buatan Haruka dalam jumlah yang
lumayan. Dari bekas yang tertinggal, Haruka hanya mengambil
seperempatnya untuk makan Kent hari ini. Dengan hati Kent
membereskan semuanya dan berusaha agar tidak ada bunyi yang
bisa membangunkan Haruka. Setelah semuanya beres, ia kembali
kedalam kamarnya dan kembali duduk di sisi Haruka.
"Seharian ini kau sama sekali tidak makan?" Bisik Kent lagi.
Telapak tanganya menyentuh perut Haruka yang di bungkus
selimut. Ada getaran keras disana. "Kau pasti sangat lapar!"
Kent merapatkan kedua tangan Haruka dan menyelimutinya
sekali lagi. Kali ini Haruka kelihatanya tidak berontak. "terima
kasih untuk hari ini!" Ujar Kent sambil memandang wajah Haruka
yang kelihatanya sedang tidak nyaman. Keningnya berkerut
menandakan kalau ia sedang bermimpi buruk. Lalu dari mulutnya
keluar nama yang tidak begitu jelas di dengar oleh Kent.
Siapa" Sbastian" Atau bukan ya" Fikir Kent. Ia menggelengkan
kepalanya dan memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan
igauan Haruka. "Kau sudah berbuat baik hari ini, Jadi seharusnya
kau memiliki mimpi yang indah!" ia membelai kepala Haruka
lembut lalu mencium keningnya. Pelan-pelan wajah Haruka
terlihat lebih rileks dan bibirnya tersenyum tipis. Kent
memperhatikanya dan tersenyum sekali lagi. Anak manis, Aku sudah
kehilangan calon bayi kita. Bagaimana bisa aku kehilanganmu sekarang"
Dua Puluh Dua... Putih" Haruka menatap langit-langit sebuah kamar dan
menyadari kalau dirinya sedang tidak berada di kamanya. Langitlangit kamarnya
tidak berwarna putih seperti ruangan ini. Ia
duduk dan memandang berkeliling, Ini kamar Kent dan sekarang
ia berada di atas ranjangnya. Sejak kapan" Haruka mendekap
dadanya. Pelan-pelan ia keluar dari pintu kamar yang terbuka lebar dan
menemukan Kent tengah menonton televisi seperti kebiasaanya
selama ini. Laki-laki itu sudah rapi dan siap untuk berangkat kerja
kapan saja yang dia kehendaki. Sekilas Kent memandangnya
kemudian kembali melihat televisi dengan seksama.
"Kau sudah bangun?" Tanyanya. "Coba kau lihat ini. Ada
berita pembunuhan. Seorang laki-laki bernama Sbastian, ia
terbunuh tadi malam."
Sbastian" Haruka mendekat dan duduk di sebelah Kent. Lakilaki bernama Sbastian
itu di temukan tewas pagi ini, dan menurut
dugaan polisi pembunuhanya baru terjadi beberapa jam yang lalu .
Haruka memandang jam dinding, sekarang masih jam enam pagi.
"Semalam kau mengigau menyebut nama yang sama! Kau
mengenalnya?" Haruka menggeleng. "Kurasa tidak!" ia menjawab parau.


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suaranya baru keluar pagi ini setelah seharian menangis kemarin.
Tenggorokanya belum begitu pulih untuk mengeluarkan suara
yang prima. Ia berusaha memalingkan wajahnya dari TV dan
berdehem beberapa kali. Laki-laki bernama Sbastian itu mati
terbunuh dan Haruka mengigau menyebut namanya" Memangnya
mereka punya hubungan apa" Sbastian yang Haruka kenal
hanyalah Sbastian yang sangat Haruka benci, bagaimana bisa ia
memiliki firasat terhadap orang yang paling di bencinya di dunia
ini" "Di atas meja makan ada Sandwich! Jangan lupa sarapan!"
Kent kemudian berdiri dan masuk kekamarnya.
Mata Haruka masih tidak bisa lepas dari televisi, siapa
pembunuh Sbastian" Mengapa orang itu membunuhnya. Tapi tibatiba ia teringat
sesuatu. Bagaimana bisa ia berada di atas ranjang
Kent semalam" Apakah ia melakukanya sendiri" Hal ini lebih
membuatnya merasa antusias di bandingkan berita di TV.
Kent keluar kamar dan membelai kepalanya. "Terimakasih
sudah menjadi anak baik kemarin!" desisnya.
Haruka hanya memandang Kent heran. Ia kali ini tidak
menolak" Ada apa denganya. "Bagaimana bisa aku tertidur di atas
ranjangmu?" Kent melepaskan tanganya dari kepala Haruka lalu
memandang gadis itu lurus-lurus. "Kau tertidur di lantai semalam.
Aku ingin mengangkatmu ke kamarmu, tapi ternyata kau cukup
berat jadi ku letakkan di ranjang terdekat saja. Lalu aku tidur di
kamarmu semalam." Jawab Kent datar. "Kau pergi kerja hari ini"
Seragammu itu sudah kau kenakan sehari semalam. Sebaiknya
tidak usah kerja saja hari ini!"
Haruka menggeleng. "Aku harus ke coffee shop hari ini.
Setidaknya mencium aroma kopi disana bisa membuatku lebih
tenang!" "Lihatlah, kau sudah kecanduan cafein. Kapan kau akan
berhenti?" "Kalau aku sudah menemukan hal lain yang bisa
menenangkan selain kopi. Sejauh ini belum ada!"
"Kalau begitu ganti saja dengan coklat, nanti pulang kerja aku
belikan untukmu! Sekarang aku mau berangkat." Kent
melambaikan tanganya kemudian berjalan santai menuju pintu.
Haruka merasa seperti telah melupakan sesuatu, ia berusaha
berfikir cepat lalu mengejar Kent sebelum ia menutup pintu
kembali. "Tunggu, kau mana bisa pergi begitu saja!" katanya
dengan berteriak. Kent mengganjal pintu dengan kakinya. "Apa lagi?"
"Uang belanjaku hari ini!"
Kent membulatkan matanya setelah melihat tangan Haruka
menadah di depan wajahnya. "Kau serius untuk minta uang
belanja setiap hari?"
"Tentu saja. Kemarin kau tidak memberikan aku uang jajan,
sekarang aku minta jatah yang kemarin juga!"
Kent mengeluarkan dompetnya dengan malas lalu
memberikan beberapa lembar uang kertas kepada Haruka, dua kali
lipat di bandingkan dengan yang di berikanya dua hari yang lalu.
Haruka terlihat senang, gadis itu lalu melambaikan tanganya
dengan penuh semangat. "Hati-hati di jalan, Jangan lupa
coklatnya!" Haruka lalu menutup pintu dan Kent hanya bisa tertawa
setelah melihat kelakuan Haruka yang membuatnya sempat
tertegun. Anak itu ternyata bisa bersikap riang juga. Kelakuanya
hari ini benar-benar berbanding terbalik dengan kemarin.
Perilakunya hari ini membuat Kent jadi malas untuk
melangkahkan kakinya menjauhi rumah, tapi ia harus bertugas
dan tidak boleh tertunda dengan alasan apapun.
Dua Puluh Tiga... "Besok mau mengantarku ke kampus?" Haruka bertanya
dengan nada yang malu-malu kepada Kent sambil terus
menggambar krim pada kopi buatanya dengan serbuk granule.
Hanya gambar sederhana berbentuk dua lembar daun seledri. Ia
sengaja membuatkanya untuk Kent yang baru saja keluar dari
kamarnya dan duduk di meja makan setelah ia berganti pakaian.
Meskipun kopi buatanya sudah selesai, Haruka belum mau
bergerak tanpa mendengar jawaban dari mulut Kent. Laki-laki itu
memandangnya. "Baiklah! Tapi jangan lama-lama ya" Aku harus kekantor!"
Haruka mengangguk kemudian menghidangkan kopi
buatanya di hadapan Kent. Kent memperhatikan dua lembar daun
itu lalu memandang Haruka yang berada di hadapanya.
"Kenapa?" Tanya Haruka heran.
"Ini pertama kalinya kau membuatkanku sesuatu di rumah
tanpa aku pinta. Tidak, dua kali termasuk bubur waktu itu. Tapi
kopi adalah kesukaanmu kan" Rasanya sama seperti kau sedang
memberikan sesuatu yang paling kau sukai untukku, aku jadi tidak
tega meminumnya!" Haruka berusaha menyembunyikan senyumnya. "Minum saja,
Aku selalu memberikan sesuatu yang paling ku sukai itu pada
setiap tamu yang datang ke coffee shop, jadi ini bukan yang
pertama. Aku tidak akan sedih!"
Kali ini Kent yang tersenyum. Ia meminum kopi yang di
buatkan untuknya dengan perlahan dan akhirnya terus
mengulanginya beberapa kali lagi. "Ada apa di kampus besok?"
"Ada sesuatu yang mau di urus. Pokoknya aku janji cuma
sebentar setelah itu kau antar aku ke kantor polisi, besok sudah
saatnya aku melapor. Di sana biar aku yang urus semuanya sendiri,
kau bisa langsung pergi kerja dan aku akan pulang dengan taksi.
Jangan lupa uangku ya!"
"Uang besok, ya besok baru ku berikan!"
Haruka diam lalu memainkan vas bunga yang ada di tengah
meja. Ia tidak tau harus berkata apa. Masa percobaanya sudah
habis besok dan Haruka akan jadi orang yang bebas kembali.
Seharusnya ia keluar dari Apartemen Kent seperti rencananya
beberapa waktu lalu. Tapi tidak akan bisa, ia sedang praktek di
rumah ini dan seharusnya ia mengurusi seorang bocah. Tapi di
rumah ini benar-benar tidak ada siapa-siapa kecuali mereka berdua.
"Lalu, besok kau akan meninggalkan aku sendirian lagi?"
Suara Kent membangunkan Haruka dari lamunanya.
Haruka mengangkat kepalanya dan memandangi pria yang
ada di hadapanya. Setelah sekian lama, Kent adalah orang kedua
yang berhasil membuatnya merasa nyaman selain Toby. "Kalau
kau menginginkan aku untuk pergi besok, aku terpaksa akan
pergi!" Kent mengerutkan keningnya. "Maksudnya kau tidak ingin
pergi?" Haruka mengangguk. "Setidaknya sampai aku mendapatkan
tempat tinggal baru"
"Apa" Jangan pernah mengatakan hal itu! Jangan coba-coba
mencari tempat tinggal lain karena aku akan menyeretmu kembali
kesini jika itu terjadi1"
"Baiklah. Aku tidak akan melakukanya selama kau memberiku
uang belanja setiap hari!"
"Tentu saja aku akan memberikanya, dua kali lipat kalau
perlu!" "Benarkah?" Haruka kelihatan lebih bersemangat.
"Tidak, aku salah bicara!" Kent menampilkan ekspresi yang
agak mengejek. Ia lalu menyeruput kopinya sekali lagi. "lalu
bagaimana dengan ayahmu" Sudah kau beri tau kau pindah
kemana?" Haruka termenung. Ia baru teringat dengan hal itu, "Nanti
akan ku telpon, sejauh ini Ayah belum tau karena Hiro masih bisa
di ajak bekerja sama. Mungkin nanti aku akan bilang kalau aku
tinggal di rumah teman sampai urusan di kampus selesai karena
sewa tahunanku di tempat lama sudah habis." Jawabnya.
Dua Puluh Empat... "Ya. Hanya sampai semua urusanku selesai, tinggal selangkah
lagi dan setelah itu aku akan pulang!" Haruka terus bicara dengan
ayahnya dan di telpon sambil becermin dan memastikan dirinya
sudah rapi. Kent membuka pintu kamarnya sehingga Haruka memutar
tubuhnya setelah melihat bayangan Kent di cermin. Ia
menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya agar Kent tidak
bersuara. "Baiklah! Oke...akan ku usahakan!" katanya lagi. "Bye. Dad!"
Haruka menutup telponya dan memasukkanya kedalam tas tangan
yang ada di atas meja. "Kau sudah siap?" Tanya Kent. "Ayahmu bilang apa?"
Haruka membawa tasnya dan keluar dari kamar begitu juga
dengan Kent, keduanya masih mengobrol sambil berjalan menuju
mobil yang sudah siap mengantar mereka. Keduanya lalu duduk
berdampingan dan Kent masih mendengarkan semua cerita
Haruka tentang pembicaraannya dengan ayahnya sambil menyetir.
"Dan akhirnya dia bilang kalau saat aku pulang setelah
semuanya selesai, aku mengajak teman serumahku!" Haruka
mengakhiri ceritanya. "Aku cuma bilang, akan ku usahakan!"
"Bagaimana kalau ayahmu tau kalau kau tinggal di rumahku?"
"Aku juga pernah tinggal dengan laki-laki sebelumnya, jadi
jangan khawatir selagi dia tidak tau kalau yang tinggal bersamaku
adalah orang yang menghamili putrinya dulu. Ayahku juga tidak
tau sampai saat ini, median ibu tiriku akan membawa rahasia itu
sampai mati, untungnya aku keguguran!"
"Kata-katamu tentangku barusan terdenga agak sinis."
Haruka menggigit bibirnya, Ia tidak menyadari nada suaranya
sama sekali. Ia hanya bermaksud bercanda dan ternyata Kent
tersinggung dengan itu" "Sorry!"
"Sudahlah lupakan saja! Semuanya baru saja membaik, jadi
jangan rusak suasana hari ini. Oke!"
Haruka tidak menjawab. Entah mengapa suasana mendadak
terasa kaku karena percakapan tentang keguguran tadi. Sepertinya
Kent memang sangat tidak suka membicarakan hal itu dan kalimat
terakhir Kent membuat Haruka tidak berani berbicara lagi. Ia takut
mengeluarkan kata-kata yang salah yang pada akhirnya akan
menyebabkan pertengkaran.
Kent benar, semuanya baru saja membaik. Tapi Haruka merasa
kalau ketegangan di antara dirinya dan Kent juga meningkat. Kent
beberapa kali memandang keluar jendela dan tidak memulai
percakapan apapun juga. Sepertinya perasaan Kent memang sudah
berubah menjadi buruk karena percakapan tadi.
"Sudah sampai!" Gumam Kent begitu mobilnya terparkir
dengan mulus. "Kau tidak perlu menungguku kalau sedang merasa tidak
nyaman, biar aku pergi sendiri!"
Kent mendengus. "Kenapa kau berkata seperti itu" Perasaanku
baik-baik saja! Sekarang ayo keluar!"
Haruka memandangi Kent lama, Ia mematung dan tidak ingin
beranjak. Ada apa denganmu" Apa aku salah" Fikir Kent. Ia menutup pintu
mobilnya kembali dan membalas pandangan Haruka beberapa
lama. "Mau sampai kapan begini?"
"Aku minta maaf kalau sudah salah bicara."
"Astaga!" Kent mulai meras geram. Mengapa semuanya jadi
seperti ini" Baik dirinya ataupun Haruka saling merasa bersalah
pada sesuatu yang sebenarnya sudah tidak menjadi masalah.
Haruka yang sekarang sangat sensitif, gampang menangis,
gampang tersinggung. Kent mendengus. "Apa karena aku marahmarah waktu itu"
Ayolah, sebenarnya tidak ada yang salah.
Kenapa jadi begini?"
Haruka menunduk. "Aku cuma merasa kalau ucapanku selalu
membuatmu merasa tidak enak!"
"Kalau begitu mulai sekarang aku akan mengatakan
kepadamu kalau aku tidak menyukai sesuatu. Jadi jangan seperti
ini lagi, berjanjilah!" Kent memandang Haruka semakin dalam.
Butuh waktu yang cukup banyak untuk melihat Haruka
mengangguk setuju. "Sekarang ayo kita selesaikan semua
urusanmu!" Kenta membuka pintu mobilnya kembali dan Haruka juga
melakukan hal yang sama meskipun dengan malas-malasan.
Melihat itu Kent menjadi semakin serba salah, ia berusaha
mencairkan suasana dengan berbagai cara. Seandainya bukan
Haruka, Kent pasti sudah meninggalkanya karena perbuatan
seperti ini sudah membuang-buang banyak waktu dan dirinya
bukanlah orang yang suka membuang-buang waktu.
"Hari ini kau pulang malam?" Tanya Kent.
Haruka hanya mengangguk. "Kalau begitu ku jemput."
"Ya, tapi jangan menelponku terus menerus. Aku tidak bisa
menerima telpon pada waktu bekerja!"
"Oke, tidak akan ada telpon, kecuali kau yang menelpon!"
suara Kent terdengar lebih senang. Haruka sudah semakin
bersemangat meskipun kelihatanya ia masih memikirkan kejadian
aneh tadi. "Apa kau akan mengikutiku terus?"
"memangnya kenapa?"
"Teman-temanku bisa salah sangka!"
Kent menghela nafas lalu menghentikan langkahnya. "Baiklah!
Aku akan tunggu disini saja. Jangan lama-lama!"
Haruka mempercepat langkahnya tanpa menoleh kepada Kent
lagi. Ada yang lain dengan Haruka, biasanya gadis itu dengan
berani melotot dan menjawab kata-katanya. Tapi belakangan ini
Haruka lebih banyak diam dan mengalah. Meskipun ia tau itu
semua karena Haruka mulai melihat keberadaanya sebagai
seorang teman, tetap saja Kent merasa tidak nyaman. Ia tidak bisa
membayangkan kalau Haruka akan terus seperti itu setiap hari.
"Ni-chan!" Panggilan itu, dan suara yang mengucapkan kata-kata tersebut
seperti pernah di dengarnya. Kent menoleh kearah suara dan
melihat Charlene yang sedang berlari kerarahnya sambil
menggendong buku-buku tebal. Gadis itu kemudian terengahengah setelah tiba
dihadapanya dalam waktu sekejap.
"Charlene, kau kuliah pagi?"
Charlene menggeleng. "Aku hanya ingin ke perpustakaan.
Kau sedang apa disini?"
"Aku?" Kent menunjuk wajahnya. "Aku mengantar Haruka.
Dia ada urusan dan minta bantuanku untuk mengantarnya ke sini
semalam." "Kau dan dia..."
"Kami tinggal serumah sekarang, atau lebih tepatnya ia tinggal
di rumahku untuk sementara waktu!"
Charlene menutup mulutnya yang nyaris saja mengeluarkan
teriakan. Kent belum menceritakanya kepada Charlene dan ia
berjanji akan melakukanya begitu ada waktu luang. Yang bisa Kent
lakukan saat ini hanya meminta nomor ponsel Charlene dan
berjanji akan menghubunginya bila ada waktu atau butuh sesuatu.
Sekarang, ia hanya akan melambaikan tangan kepada Charlene


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang meninggalkanya lalu termenung beberapa lama menunggu
Haruka selesai dengan urusan yang di rahasiakanya.
Dua Puluh Lima... Haruka melangkah turun dari sebuah taksi yang
mengantarnya sampai di pinggir jalan depan apartement. Hari ini
kegiatan yang dilakukanya sangat padat. Bahkan ia juga bertemu
dengan Cassey dan meminta maaf karena sudah membiarkan
Cassey menanggung masalahnya sendiri. Semula Cassey agak
sedikit marah, tapi pada akhirnya wanita itu mengakui kalau
semua itu adalah salahnya dan memintaa maaf karena sudah
membuat Haruka terlibat. Satu hal lagi yang membuat Haruka
merasa semakin lega. Ia sangat ingin bercerita kepada Kent tapi
sayang Kent tidak bisa menjemputnya hari ini.
"Aku masih ada pekerjaan, Kau pulang sendiri ya" Naik taksi dan
minta di antar sampai rumah. Jangan lupa sebelum masuk kedalam taksi
perhatikan dulu nomor polisinya dan minta supir menunjukkan kartu
identitasnya. Jadi kalau terjadi sesuatu, kita bisa tau harus menuntut
siapa!" Kata-kata Kent membuat Haruka tersenyum sepanjang jalan
tadi dan ia melakukanya lagi kali ini. Kali ini Kent lebih terdengar
seperti seorang Ayah, dan Haruka sudah terlanjur menikmati
semua perhatian Kent yang selama ini berusaha dia tolak. Tidak
pernah ada seorangpun yang bersikap seprotektif ini kepadanya,
bahkan ayahnya sekalipun. Kent adalah orang yang pertama.
"Haruka Asada!"
Seseorang memanggil namanya. Haruka menoleh dan
mendapati seorang laki-laki dengan pakaian berwarna gelapnya
berdiri di bawah lampu jalan. Tangan kananya menenteng
serangkaian minuman kaleng dalam jumlah yang cukup banyak.
Laki-laki itu adalah Toby Liguria, orang yang pernah menduduki
peran penting dalam hidupnya. Toby membuka topi yang selalu di
kenakanya lalu menyodorkan kaleng-kaleng minuman itu kepada
Haruka. "Kau mau menemaniku minum" Kau tidak sedang kelelahan
karena baru pulang kerja, kan?"
Haruka mengusahakan sebuah senyum. Ia menggeleng lalu
mendekati Toby dan keduanya duduk di trotoar yang di terangi
lampu jalan. Haruka membuka kaleng pertamanya dan minum
beberapa tegukan. Toby juga melakukan hal yang sama, tapi
frekwensi minumnya nyaris tanpa jeda sehingga dalam waktu
yang singkat ia sudah menghabiskan dua kaleng tanpa bicara apaapa. Sekarang Toby
sedang menggenggam kaleng ketiganya.
"Aku mengikutimu beberapa hari yang lalu. Ternyata kau
tinggal disini!" Toby akhirnya memulai pembicaraan. "Kau tinggal
bersama laki-laki yang menyebut dirinya Papa itu. Apa
hubunganmu denganya?"
"Dia," Haruka tampak memikirkan jawabanya sekejap lalu
memandang lurus kedepan jalaanan yang nyaris sepi. "orang yang
pernah ku ceritakan waktu itu, ayah dari calon bayiku. Sayangnya
anak itu tidak sempat lahir ke dunia!"
Sebuah senyum tipis tersungging di sudut bibir Toby.
"Sekarang aku mengerti mengapa dia menyebut dirinya Papa. Dia
masih terlalu muda untuk menjadi ayahmu, Kan?"
"Muda apanya" Kau tidak lihat kerutan di wajahnya" Dia juga
selalu bersikap seperti seorang ayah."
Perkataan Haruka membuat Toby tersenyum sekali lagi. Ia lalu
menenggak habis kaleng minumanya dan segera menggantinya
dengan yang baru. Sesekali ia melirik ke kaleng yang di genggam
Haruka, masih kaleng yang sama dengan yang di bukanya pertama
kali. "Belakangan ini kau tidak datang ke coffee shop lagi. Kau
kemana saja?" "Untuk apa aku kesana lagi!" Suara Toby terdengar dingin.
"Kopi buatanmu sudah sempurna!"
"Ya?" Haruka tampak kaget. Selama ini Toby tidak pernah
memuji kopi racikanya sama sekali.
"Perasaanmu pasti sudah lebih baik. Kopi yang enak hanya
bisa di hasilkan oleh perasaan yang bagus. Selama dua tahun aku
menanti saat-saat dimana kau menyajikan kopi yang sempurna
untukku, kau tidak pernah melakukanya sejak pertama kali."
Haruka mengangguk-angguk mengerti. Belakangan ini
perasaanya memang sudah lebih baik. Selama ini, meskipun semua
orang mengatakan kalau kopi racikanya sangat enak, bagi Toby itu
sama sekali belum sempurna. Jadi, karena itu Toby terus datang ke
coffee shop" Untuk menantikan Haruka menyajikan kesempurnaan
itu padanya. "Kapan aku mulai menyajikannya dengan rasa yang
sempurna?" Tanya Haruka.
"Sejak kopi pertamaku di tumpahkan oleh laki-laki yang
memaksamu memanggilnya Papa. Kopi pertama itu masih sama
seperti sebelumnya, lalu dia menggantinya dengan kopi baru
racikanmu sebagai permintaan maaf. Kopi kedua itu, yang terbaik!"
Suasana menjadi hening kembali. Haruka memandangi Toby
dengan perasaan yang aneh. Ada sesuatu yang di sembunyikanya.
"T-Man!" Toby spontan memandang Haruka yang juga memandangnya.
Ia terkejut karena pertama kalinya setelah dua tahun Haruka
memanggilnya dengan sebutan itu lagi.
Ada yang ingin kau katakana padaku" Batin Haruka. Ia hampir
mengatakanya tapi segera mengurungkan niatnya dan
menggantinya dengan kata-kata lain. "Aku sudah melihat berita
tentang kematian kakakmu di televisi. Aku turut berduka atas
kepergian Sbastian, kau pasti sangat kehilangan karena aku tau,
kau selalu menyayanginya!"
"Seharusnya kau senang dengan kematianya. Dia yang sudah
membuat hidupku kacau, hidupmu juga. Selama ini kita selalu
berusaha membenahinya bersama-sama, tapi melihatmu..." Toby
terdiam dan menunduk beberapa lama. Ia lalu menengadah ketika
merasa kalau ada seseorang yang berdiri di hadapanya. Kent
bertolak pinggang memandanginya dan Haruka secara bergantian
dengan mata yang membesar.
"Kau siapa!" Tanyanya. "Ini sudah jam berapa" Kenapa kau
mengajak seorang perempuan muda minum-minum di pinggir
jalan pada jam begini?"
Baik Toby maupun Haruka bediri seketika untuk
menyeimbangkan diri dengan Kent yang kelihatanya berang.
"Aku hanya ingin mengajaknya bicara!" Jawab Toby
"Kalau ingin bicara lihat waktu! Kau tidak perlu mengajaknya
minum-minum seperti ini." Kent lalu memandang Haruka. "Kau
tau kalau minuman keras tidak baik bagi perempuan?"
"Aku bahkan belum menghabiskan satu kaleng!" Jawab
Haruka pelan. "Tetap saja minum-minuman seperti itu berbahaya. Jangan
pernah kau melakukan ini lagi. Aku tidak mau melihatmu minumminuman seperti ini
lagi. Berjanjilah!" Haruka menunduk. "Baiklah, aku akan jadi anak baik dan
tidak akan minum-minuman seperti itu lagi!"
Toby memandangi ekspresi langka Haruka kali ini, sejak
kapan Haruka kalah terhadap seseorang" Haruka bahkan tidak
pernah seperti ini denganya. "Dia tidak bersalah, aku yang
mengajaknya!" Toby berusaha membela.
Tatapan mata Kent kemudian berpindah kepadanya. "Hei
anak muda, siapapun kau, apapun hubunganmu dengan Haruka,
bersikap baiklah! Kalau ingin bicara denganya datanglah untuk
menjemputnya secara baik-baik ke rumah. Kau lihat gedung ini"
Kami tinggal di lantai tiga." Kent lalu mengeluarkan ponselnya
dan memotret wajah Toby dengan blitz yang menyilaukan, Toby
terlihat sangat terkejut. "Kau jangan tersinggung! Aku gampang
melupakan orang jadi aku mengambil fotomu untuk mengingatingat kalau-kalau kau
datang ke rumah dan menjemput anak ini!
Sekarang sudah saatnya kalian berpisah!"
Toby mengangguk. Ia tidak bisa berbuat apa-apa saat Kent
memerintahkan Haruka untuk masuk bersamanya dan Haruka
benar-benar mengikutinya tanpa paksaan. Ini adalah Eropa, tapi
seharusnya Toby bisa maklum jika Kent membawa cara keTimuranya untuk membina
Haruka. Laki-laki itu tidak tampak
seperti laki-laki Eropa pada umumnya dengan kulit putih, rambut
hitam legam dan mata sipitnya. Toby lagi-lagi menyunggingkan
sebuah senyum sekali lagi dan kembali duduk untuk
menghabiskan minuman yang di bawanya.
Dua Puluh Enam... Kent duduk di depan televisi seperti biasa. Weekend seperti ini
selalu di habiskanya dengan cara yang sama karena Ia tidak tau
harus kemana dan melakukan hal apa.
"Aku pergi kerja dulu. Minta uang!" Haruka berdiri di
hadapan Kent yang kelihatanya sedang melamun meskipun kedua
matanya terarah ke televisi. Ia sengaja mengadahan tanganya di
depan wajah laki-laki itu agar Kent segera terbangun dari
lamunanya dan menyadari kalau Haruka sudah berdiri di
hadapanya sejak tadi. Kesadaran Kent kelihatanya kembali pulih. Laki-laki itu
mendongakkan kepalanya untuk memandang wajah Haruka
dengan lebih jelas. "Kau mau berangkat kerja" Ini sabtu. Kau tidak
bekerja pada hari ini. Mau main-main ya" Atau cuma cari-cari
alasan supaya bisa pergi dengan laki-laki yang tadi malam?"
"Aku harus ke caf? untuk menggantikan temanku. Kemarin
sewaktu kau sakit dia sudah menggantikanku untuk masuk kerja.
Sekarang giliranku membayar hutang!"
Kent berdecak. Kelihatanya ia masih belum sepenuhnya
percaya, tapi ia tetap mengambil uang di saku celana katunnya dan
memberikanya kepada Haruka dengan jumlah yang sama seperti
biasa. "Sarapan dulu. Di atas meja ada sandwich!"
Haruka memasukkan uang jajanya kedalam tas dan berjalan
mendekati meja makan beberapa potong sandwich ada di sana
dengan aroma yang lumayan menggoda. Ia duduk dan menikmati
sandwichnya pelan-pelan. Selama bersama Kent Haruka sama
sekali tidak pernah kelaparan.
"Laki-laki semalam itu siapa?"
Haruka memandang Kent yang bertanya tanpa memalingkan
wajahnya dari televise. Semuanya bisa panjang kalau di ceritakan
dan ia tidak akan menjamin kalau Kent tidak akan ikut campur.
Laki-laki itu selalu suka mengurusi urusan Haruka dan untuk kali
ini Haruka berusaha menghindar sebisa mungkin. Ia membawa
potongan sandwich sebagai bekal sarapanya di jalan. "Teman!"
Kent diam sebentar. Haruka kemudian meminum segelas susu yang di ambilnya
sendiri dalam kulkas lalu berjalan kedekat pintu untuk mengambil
sepatunya. Ia membawa high heels nya kedekat Kent dan memakai
high heelsnya. "Aku pergi dulu ya?"
"Pulang lebih cepat ya" Aku sendirian di rumah!"
"Aku tidak bisa janji."
Kent mendengus. "Kalau begitu jangan pulang sekalian
sebelum malam. Aku akan cari orang lain untuk menemaniku!"
Kent kemudian mengambil ponselnya di atas meja dan
menghubungi seseorang. Sayup-sayup terdengar suara perempuan yang menyapa Kent
dengan gembira. "Kau ada waktu" Nanti ku jemput ya" Kita seharian ini
mengobrol di rumahku saja...tidak, rumahku kosong...oh, jangan
Khawatir. Tidak akan ada yang berani mengganggu kita!"
Haruka menggigit bibirnya. Manis sekali nada bicara Kent
kepada lawan bicaranya di telpon. Haruka sangat yakin kalau
dirinya mendengarkan suara seorang wanita. Kau menghubungi
siapa" Fikir Haruka geram.
Dua Puluh Tujuh... "Siang sekali kau datang! Aku sudah lapar dan menanti ada
seseorang yang memasak untukku!" Kent mengeluh saat melihat
Charlene yang datang terlambat ke taman dimana mereka bertemu
untuk pertama kalinya di London.
Charlene tersenyum lembut. "Aku, kan sudah menelpon kalau
aku punya urusan mendadak. Aku juga tidak bisa ikut kau
kerumahmu, Nichan! Tapi aku membawakan ini!"
Senyum Kent mengembang. Charlene membawa sebuah kotak
makanan besar berwarna merah tua dan meletakkanya
kepangkuan Kent. Dengan semangat Kent membukanya dan
melihat sushi yang menggiurkan ada di dalamnya. "Wah, sudah
lama aku tidak makan Sushi. Kau yang membuatnya?"
"Tidak. Aku membelinya agar kita bisa makan siang bersama
disini. Aku tidak bisa masak!" Jawab Charlene jujur. Ia lalu
mengorek-ngorek tasnya dan mengeluarkan dua pasang sumpit
kayu yang juga di dapatnya dari restoran Jepang dimana ia
membeli sushi. Sepasang sumpit di berikanya kepada Kent dan
yang sepasang lagi untuknya. "Ayo makan. Aku sudah lapar!"
Kent dengan senang hati menerimanya. Ia memakan Sushi
beberapa potong dengan lahap. "memangnya kau mau kemana
setelah ini?" "Nichan, kau juga pernah muda kan" Untuk apa bertanya?"
Kent mendesis. "Masa mudaku tidak seperti kalian. Kau mau
pergi pacaran kan" Aku tidak pernah mencintai orang dengan
serius pada masa mudaku karena seumur hidupku hanya
memikirkan Haruka yang meninggalkanku. Aku lebih suka
mencari teman dan sampai sekarang aku sudah mengumpulkan
teman dalam jumlah yang banyak!"
"Wah, kalau begitu katakan padaku, apakah Haruka adalah
cinta pertamamu?" Kent mengunyah makananya lebih pelan. "Ah, sudah! Untuk
apa aku memberi tau" Aku ingin bertemu denganmu karena mau
menanyakan sesuatu!"
"Sesuatu tentang Haruka" Kau bahkan belum bercerita
kepadaku bagaimana kalian bisa tinggal bersama. "
"Karena aku fikir setidaknya kau tau sesuatu!" Kent kemudian
mengeluarkan ponselnya dari saku Jas dan memperlihatkan
sebuah foto kepada Charlene. "Laki-laki ini. Siapa" Kau tau
sesuatu?" Melihat foto itu, wajah Charlene langsung berubah. "Dia?"
"Dia bersama dengan Haruka semalam, mereka minumminum di pinggir jalan. Aku
sangat penasaran dengan orang ini,
beberapa kali aku melihatnya di coffe shop tempat Haruka bekerja.
Sebenarnya dia siapa?"
"Nichan, Kau benar-benar ingin tau?" Tanya Charlene masih
dengan suara pelan. "Tentu saja!" "Baiklah, Namanya Toby Liguira. Barista senior berdarah Italia.
Laki-laki ini juga Senior di kampus kami, satu jurusan dengan
Haruka. Dia dan Haruka sempat menjalin hubungan beberapa
bulan. Pada awalnya mereka memang tinggal bersama, tapi hanya
beberapa bulan. Lalu Toby kembali tinggal bersama kakaknya
Sbastian dan Haruka tinggal bersamaku, sampai akhirnya mereka
berpisah dan Haruka meninggalkan flat yang kami sewa bersama
untuk tinggal seorang diri."


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kent mendengarkan dengan Konsentrasi. Sbastian" Kent
seperti pernah mendengar nama itu, tapi ia sama sekali tidak bisa
ingat dimana. "Kejadian apa" Bagaimana bisa Haruka dekat
dengan laki-laki itu"
"Kau masih tidak ingat Nichan" Semuanya karenamu. Kau
yang menyebabkan Toby dan Haruka berkenalan, Kau yang
menyebabkan Toby berusaha melindungi Haruka sebisanya,
menghiburnya dengan Capresso C3000 yang menginspirasinya
untuk jadi barista seperti sekarang!"
Kening Kent berkerut berlipat-lipat, karena dirinya" "Ada apa
ini" Ceritakan semuanya padaku!"
Unforgotable Past Here is The Beginning Actually
Dua Puluh Delapan... Kelelahan membuat Haruka membuka sepatunya dengan
gusar dan membiarkan telapak kakinya menyentuh aspal yang
dingin. Setidaknya itu bisa membuatnya merasa lebih rileks. Udara
malam juga dengan sukses menjernihkan fikiranya, mungkin
malam ini dia akan dimarahi Ayahnya karena pulang telat, ini
semua karena Kent yang memaksa untuk menemaninya selama
seharian dan dirinya harus berbohong dan mengaku mengerjakan
pekerjaan rumah bersama Charlene. Untungnya untuk yang satu
ini Charlene masih mau membantu.
Satu tahun bukan sebentar, Haruka masih belum bisa percaya
kalau dirinya mendapatakan Prince charming yang dewasa dan
menyenangkan seperti Kent. Sosok yang sangat sempurna untuk
anak usia lima belas tahun sepertinya. Haruka masih tidak
mengerti apa yang membuat Kent tertarik kepadanya karena
dirinya sama sekali berbeda dari kebanyakan teman perempuan
Kant di kampus. Charlene pernah mengajaknya ke kampus itu dan
melihat kalau Kent juga banyak berinteraksi dengan teman-teman
wanitanya yang cantik dan memiliki tubuh yang indah, sedangkan
dirinya masih belum memiliki apa-apa. Masih sangat kekanakkanakan baik jiwa
maupun tubuhnya. Pinggul dan payudaranya
juga baru tumbuh dan ia merasakan sakit setiap kali Kent
menyentuhnya. Haruka membuka pintu rumahnya perlahan dan melihat Jam
dinding yang ada di ruang tamu. Hampir jam makan malam dan
untungnya ia pulang cepat. Perlahan-lahan ia menyentuh perutnya
yang kelaparan. Haruka berusaha ke ruang makan secepat
mungkin dan melihat hanya ada ibunya disana. Wanita yang baru
setahun menjadi ibunya itu sedang menyiapkan makan malam
dalam jumlah yang lebih sedikit dari biasanya dan memandangi
Haruka dengan sebuah senyuman.
"Duduklah!" lagi-lagi ibunya tersenyum.
Haruka duduk di kursinya yang biasa dan menatap ibu tirinya
yang duduk di hadapannya. Wanita itu hanya menyiapkan
makanan untuk dua orang. "Kita hanya makan malam berdua hari
ini?" "Kau lupa" Ayahmu dan Hiro sudah berangkat ke West
London hari ini. Sekarang makanlah, aku hampir saja makan lebih
dulu karena mengira kau akan menginap di rumah Charlene
malam ini!" Haruka mengangguk lalu menyuap makanannya beberapa kali.
Semenjak ayah menikah lagi, hidupnya spontan berubah total.
Tiba-tiba ia punya seorang adik laki-laki dan punya ibu muda
menggantikan ibu kandungnya yang melarikan diri meninggalkan
ayah saat ia masih bayi. Ayah yang dulu membawanya dan
berusaha membersarkannya seorang diri di Manhattan sekarang
sudah semakin jauh dengannya. Hubungannya dengan ayah
sangat renggang karena Haruka sama sekali tidak bisa menyatu
dengan keluarga baru ayah, itu yang membuatnya selalu keluar
rumah dan lebih sering tidur di rumah Charlene di bandingkan
dengan rumahnya sendiri. Semenjak dekat dengan Kent
intensitasnya keluar rumah juga semakin bertambah. Beberapa
mingu yang lalu, Ayah memang mendapatkan promosi pada
pekerjaannya sehingga membuat keluarganya harus pindah ke
London. Tapi saat ayahnya mengatakan itu Haruka menolak keras.
Ia masih ingat dengan jelas kalau saat itu adalah pertama kalinya
Haruka bertengkar hebat dengan ayahnya sampai akhirnya ayah
mengalah dan membiarkannya untuk tinggal disini sampai Haruka
setuju untuk menyusul ayahnya. Wanita yang sedang berhadapan
dengannya saat ini, akan menemaninya dan datang setiap minggu
ke rumah ayahnya yang baru. Mungkin waktunya akan di bagi
dua, tapi Haruka lebih suka bila ibu tirinya ini meninggalkannya
sendirian disini. "Kalau begitu kita tinggal bersama saja!"
"Aku memang mengatakan tidak nyaman tinggal di rumah, tapi
bukan berarti harus pindah. Apalagi bersama laki-laki. Ayah bisa marah
dan mana mungkin dia menyetujuinya karena aku masih Sekolah."
"Ya, dan jika ayahmu tau kau punya hubungan dengan orang
dewasa sepertiku dia bisa lebih marah."
Haruka tersenyum mengingat obrolannya dengan Kent saat
menceritakan pertengkarannya dengan Ayahnya dan masih
berusaha menyembunyikannya dengan meminum segelas air putih.
Tapi tiba-tiba perutnya terasa sangat sakit, sakit sekali dan
semuanya terasa berputar-putar. Haruka tau kalau ia terjatuh dari
tempat duduknya dan terhempas kelantai, tapi dia tidak
merasakan apa-apa. Ia bisa mendengar kalau ibu tirinya bertanya
apakah radang lambungnya kumat lagi, Haruka ingin berkata
kalau dirinya sama sekali tidak tau, namun tidak ada sepatah
katapun yang berhasil keluar dari mulutnya, ia benar-benar mati
rasa. Dua Puluh Sembilan... Hamil" Haruka masih tidak percaya. Radang lambungnya
memang kambuh karena ia mulai makan tidak teratur belakangan
ini. Ia pikir hanya itu saja dan ternyata ibunya mengatakan kalau
ada temuan lain. Ia sedang mengandung janin berusia empat
minggu. Sekarang Haruka harus merasakan dilema karena wanita
itu memaksanya menggugurkan kandungannya tanpa bertanya
siapa ayah dari anak yang di kandungnya. Apakah laki-laki itu
mau bertanggung jawab atau tidak. Haruka kecewa, bukan hanya
dengan itu tapi juga dengan apa yang di lihatnya saat ini. Setelah
dua hari dia dirawat, Kent datang dan berlutut di depan ibu tiri
Haruka memohon untuk di beri kesempatan bertanggung jawab.
Haruka hanya terpaku dan mengintip dengan rasa hampa di
balik pintu ruang rawatnya. Banyak orang yang lewat dan melirik
kearah Kent sesekali. Laki-laki yang bergengsi tinggi itu rela
merendahkan dirinya dengan bersujud di koridor rumah sakit dan
di perhatikan banyak orang.
"Aku akan melakukan apa saja!" Suara Kent terdengar sangat
yakin. "Aku akan cuti kuliah dan bekerja untuk membiayai
kelahiran anak kami. Izinkan Haruka melahirkannya."
"Aku sangat percaya kepadamu!" Jawab wanita itu. "Tapi
bagaimana dengan ayahnya" Bagaimana bila suamiku tau" Aku
tidak ingin dia mati karena hal ini, dia punya penyakit jantung."
"Aku berjanji akan mengusahakan yang terbaik. Ini tahun
terakhirku kuliah. Aku akan segera menyelesaikannya dan
memberikan kehidupan yang layak untuk Haruka."
"Aku sudah bilang aku percaya. Kau sudah siap untuk semua
ini tentunya, karena usiamu sudah cukup untuk itu. Tapi Haruka
masih sangat muda dan masih banyak yang menantinya di masa
depan. Dia akan kehilangan semuanya jika menikah dan punya
anak pada usianya yang sekarang. Dia masih harus sekolah..."
"Tolonglah, bagaimana lagi aku harus meminta."
"Nyonya Asada! Dokter jaga memanggilmu!" Seorang perawat
memanggilnya dari jauh dengan suara yang keras.
Nyonya Asada memandangi Kent sekali lagi sebelum pergi.
"Sekarang pergilah. Aku tidak akan mengubah fikiranku. Aku juga
tidak tau bagaimana cara menjelaskannya kepada Ayah Haruka,
apalagi dengan penampilanmu yang seperti ini."
Kent menyetuh kepalanya, rambutnya berwarna merah dan
anting yang berderet di telinganya juga menambah nilai negatif di
dirinya. Penampilannya menunjukkan kalau Kent belum siap
menjadi Ayah. Tapi demi Tuhan, batinnya sangat mengharapkan
janin itu untuk terlahir dengan baik. "Nyonya, Jika aku mengubah
penampilanku apakah kau akan menerimaku?"
Nyonya Asada memandangnya dengan perasaan iba. Ia tidak
menjawab dan pergi meninggalkan Kent seorang diri di koridor.
Untuk beberapa saat Kent benar-benar hanya terpaku disana, tapi
kemudian wajahnya menoleh ke arah Haruka yang
memperhatikannya dari sela-sela pintu yang terbuka sedikit.
Haruka merasakan sesuatu saat mata mereka bertemu pandang.
Gadis itu lalu segera menutup pintu dan berjalan mundur dengan
sangat perlahan. Wajahnya menunduk dalam merenungkan apa
yang sedang terjadi padanya saat ini, semua salahnya dan wanita
yang semula ia anggap jahat itu hanya tidak ingin ayahnya kecewa.
Haruka tidak bisa menyalahkan ibu tirinya sama sekali karena
wanita itu juga memperlihatkan wajah yang sangat berat hati saat
menolak Kent tadi. Meskipun wanita itu berusaha menyembunyikannya, Haruka masih bisa melihat dengan jelas.
Derit pintu ruang rawat terbuka. Haruka mengangkat
wajahnya dan melihat Kent yang terburu-buru memeluknya
setelah menutup pintu. Dalam pelukan Kent Haruka bisa
merasakan betapa kecil tubuhnya. Ia masih lima belas tahun dan
tidak siap memiliki anak. Tapi ia sangat menyayangi Kent dan tau
kalau Kent juga merasakan hal yang sama. Tiba-tiba tangisnya
meledak dan Haruka merasa betapa kekanak-kanakannya dia.
Bahkan tangisan yang keluar dari bibirnya adalah tangisan anak
kecil. Kent melepaskan pelukannya dan mengangkat tubuh
Haruka keatas tempat tidur rumah sakit. Satu tempat tidur kecil
dan mereka berbagi bersama. Kent kembali memeluknya dan
menciumnya beberapa lama. Sayangnya itu tidak cukup untuk
menenangkan hati Haruka. Gadis itu masih menangis.
"Kenapa masih menangis?" Desis Kent.
Haruka menggeleng, ia sama sekali tidak tau mengapa dirinya
bisa menangis, tidak tau sedih ataukah bahagia. Yang pasti dirinya
tidak siap dan itu adalah perasaan terbesar yang sedang
menggelayutinya sekarang. "Nichan, Aku sangat takut"
"Tidak perlu takut. Aku akan menemanimu!" Kent mencium
Haruka sekali lagi tapi Haruka masih belum bisa berhenti
menangis. Haruka masih anak-anak dan wajar kalau dia merasa
sangat takut. Wanita dewasa saja akan merasa takut menghadapi
situasi seperti ini. Air mata Haruka terasa asin di mulut Kent, Kent
kembali melepaskan bibirnya dan memandangi Haruka yang
terisak "Open your mouth!"
Haruka balas memandangnya. Perlahan ia berusaha membuka
mulutnya dan dengan tangkas Kent menjejalkan lidahnya di dalam
mulut Haruka. Kali ini berhasil, Haruka bisa lebih tenang dan
ciuman itu baru berhenti setelah gadis itu berhenti menangis.
Ken menyentuh perut Haruka dan membelainya pelan. "Kau
setuju degan ibumu" Mau mengugurkannya?"
Haruka menggeleng. "Aku tidak tau!"
"Kalau kau melakukannya kau akan sulit punya anak. Usiamu
masih sangat muda untuk oprasi seperti itu. Pertahankanlah,
Haruka! Berjanjilah untuk melahirkan anak kita! Aku akan
berusaha mencari jalan keluar untuk bisa membawamu bersamaku,
pertahankanlah dia dari ibumu!"
"Tapi bagaimana dengan Ayah..."
"Aku sudah bilang, kan" Aku akan memikirkan jalan
keluarnya." Potong Kent.
"Lalu apa yang harus ku lakukan?"
"Katakan kemungkinan buruk kalau kau bisa saja kesulitan
untuk punya anak jika melakukan oprasi penguguran janin pada
usiamu yang sekarang, dokter pasti sudah mengatakan itu
kepadanya. Katakan kau akan melahirkannya. Cukup katakan
seperti itu dan dia pasti mengerti. Dia wanita yang baik, aku bisa
melihat itu di matanya!"
Tiga Puluh... "Aku ingin melahirkannya Bu! Biarkan aku melahirkannya!"
Haruka sudah lelah mengemis dan memelas. Ia hampir menyerah
untuk membujuk wanita itu, tapi ibu tirinya masih tidah perduli
dan terus membersihkan rumah sambil sesekali membalas
permintaan Haruka dengan ucapan tidak bisa. "Bu..."
"Haruka, hentikan. Tolong hentikan! Aku sudah katakan tidak
bisa." "Bagaimana kalau setelah ini aku tidak bisa punya anak lagi"
Dokter pasti sudah bilang padamu tentang itu kan?"
Wanita itu berhenti bergerak, ia melangkah mendekati Haruka
yang bersandar di meja makan sejak tadi. Menggenggam tangan
Haruka erat-erat, lalu membawa Haruka kekamarnya. Wanita itu
menelanjangi Haruka dan membuat anak itu menatapi seluruh
tubuhnya di cermin. Dia tidak perduli meskipun Haruka berontak
dan mulai menangis. Ini mungkin pertama kalinya Haruka
membiarkan orang lain selain Kent menelanjanginya. Seumur
hidupnya Haruka tidak pernah merasa seterhina ini dan tidak bisa
melawan. Terlebih setelah melihat ibunya mengeluarkan airmata.
"Perhatikan dirimu! Bagaimana kau bisa hamil dengan tubuh
kecil seperti ini" Bagaimana kalu bisa melahirkan anak sedangkan
pinggulmu baru saja berkembang" Bagaimana kalau kau
kehilangan nyawa karena itu?" Wanita itu menyeka airmatanya.
"Aku tau kau tidak menyukaiku Haruka. Karena kehadiranku dan
Hiro di rumah ini kau jadi begini, bergaul bebas di luar sana dan
kembali kerumah hanya untuk tidur. Tapi aku tidak perduli
dengan kebencianmu itu, aku tidak pernah berfikir untuk
membalas semua kebencianmu padaku! Melihat dirimu yang
seperti ini aku merasa sangat bersalah dan percaya atau tidak aku
sangat menyayangimu. Aku tidak ingin kehilanganmu karena anak
itu. Maka singkirkanlah sebelum dia lahir,"
"Tapi Bu, aku juga menyayanginya!"
"Kau menyayanginya" Bagaimana dengan Ayahmu" Kau
tidak menyayangi Ayahmu" Kau bisa saja membunuhku tapi aku
tidak akan membiarkanmu membunuh Ayahmu. Aku menahan
diri untuk menikah dengannya, Haruka. Sampai adikmu Hiro lahir
aku belum juga bisa melakukannya sebelum kau memberikan izin.
Dan kau tau betapa gembiranya aku saat kau memberikan izin
pada ayahmu untuk menikahiku" Kau sangat mencintai laki-laki
itu" Apa dia bisa di bandingkan dengan Ayahmu" Ayahmu
mengurusimu seorang diri dan itu sangat sulit untuk seorang lakilaki. Sekarang
kau ingin menyakiti Ayahmu hanya karena laki-laki
itu" Setelah anak itu lahir apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan mencari jalan keluarnya, biarkan aku
mempertahankannya" Suara Haruka sudah semakin parau. Semua


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata-kata ibunya sama sekali tidak salah, benar jika Kent tidak bisa
di bandingkan dengan ayahnya.
"Baiklah, aku punya dua pilihan untukmu dan ini sudah ku
fikirkan masak-masak. Gugurkan. Jika itu kau lakukan, jika kau
kembali kepada Ayahmu, aku berjanji akan membawa Hiro
meninggalkan kalian dan kau akan mendapat kehidupanmu
kembali. Atau kau bisa melahirkannya, dan kita masih akan terus
menyembunyikannya dari ayahmu. Kau akan tinggal di Hokaido
sampai anakmu lahir bersama kakakku dan suaminya. Setelah itu
dengan senang hati mereka akan menjaga anakmu, jadi anak itu
tidak akan jauh darimu dan tidak perlu kekurangan kasih sayang
orang tua karena terlahir tanpa Ayah. Meskipun kau harus
menerima kenyataan kalau anakmu kelak tidak bisa memanggilmu
ibu. Mengertilah Haruka, Aku tidak bisa melihat Ayahmu tersakiti,
aku juga tidak ingin menyakitimu seperti ini."
Bel berbunyi berkali-kali, Haruka terpaku dan ibunya juga.
Wanita itu segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia
memandangi Haruka sekali lagi lalu mengambil selimut untuk
menyelimutinya. "Istirahatlah. Sepertinya ada tamu!" Wanita itu menghapus
airmatanya dengan kikuk lalu meninggalkan Haruka sendirian.
Sekarang apa yang bisa Haruka lakukan" Ia kembali
memandangi cermin dan berusaha untuk tidak menangis.
Gugurkan dan wanita itu akan memberikan kembali
kehidupannya yang hilang. Atau melahirkan anak itu di tempat
yang jauh. Tidak ada satupun dari pilihan-pilihan itu yang
melibatkan Kent di dalamnya. Apapun pilihannya Haruka tetap
harus menjauh dari Kent. Haruka menajamkan pendengarannya. Ibunya sedang
berdebat dengan seseorang dan sepertinya Haruka mendengar
suara yang di kenalnya. Ia merapatkan selimut yang membungkus
tubuhnya dan keluar kamar pelan-pelan. Kent ada disana,
penampilannya benar-benar berubah, ia mengecat rambutnya
menjadi gelap dan Kent benar-benar tampak dewasa. Ia melakukan
itu lagi, bersujud di depan ibunya dan memohon agar di beri
kesempatan untuk bertanggung jawab.
"Biarkan dia melahirkanya, aku mohon. Aku berjanji akan..."
"Berhentilah. Kau tidak kasihan kepadaku" Tidak kasihan
kepada ayahnya?" "Aku berjanji akan merawat anak itu. Aku akan melepaskan
Haruka, menunggunya setelah dia benar-benar dewasa, dan
selama itu, aku akan merawat anak itu sendiri. Biarkan dia
melahirkan anak kami, aku akan sangat berterima kasih."
"Pulanglah, Kent! Fikiranku masih belum berubah!"
Kent terdiam sejenak lalu berdiri dari sujudnya. Ia
membungkuk dalam dan pergi setelah mengatakan kalau dirinya
akan datang dan terus datang setiap malam sampai wanita itu
mengizinkannya. Haruka menyentuh perutnya. Ia menangis lagi, dan berusaha
kembali kekamarnya secepat mungkin lalu membuka Jendela
kamarnya yang berada di lantai dua. Kent di bawah sana melintas
di lorong gang dan berhenti untuk melihat jendela kamar Haruka.
Ia pasti tidak menyangka Haruka ada disana memandanginya.
"Kau belum tidur?" Tanya Kent
Haruka menggeleng sambil merapatkan selimutnya. "Aku
baru terbangun dan ingin melihat langit. Ternyata aku
menemukanmu. Kau darimana?"
"Aku habis jalan-jalan di sekitar sini."
Dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya" Dia tidak ingin aku
stress memikirkannya. Anakku, kau beruntung karena ayahmu adalah
Kent. Bisik Haruka sambil membelai perutnya. Untungnya satusatunya cahaya hanya
berasal dari kamarnya sehingga Kent tidak
bisa melihat wajah Haruka dengan jelas karena gadis itu
membelakangi lampu. Tapi Haruka bisa melihat wajah Kent
dengan jelas dan laki-laki itu terus berusaha untuk tersenyum.
"Kenapa dengan rambutmu?"
"Aku ingin berubah penampilan. Ingin lebih terlihat sebagai
seorang Ayah" Pantas atau tidak?"
Haruka mengangguk tegas. "Kau sangat pantas sekali."
"Kalau begitu sekarang tidurlah, sudah larut malam. Jika tidak
kita bisa kehilangan bayi kita karena kurang istirahat!" lagi-lagi
Kent tersenyum. Haruka meneteskan air mata sekali lagi. Ia merasakan
kebahagiaan dalam keadaan seperti ini. Sebelum menutup jendela
kamarnya Haruka melambaikan tangan dan Kent membalasnya.
Walau bagaimanapun dirinya tidak mungkin membiarkan seorang
Haruka menjalani hidup tanpa Kent Tokeino. Dia akan mati, bila
tidak ada Kent disisinya. Dia akan mati.
Tiga Puluh Satu... Haruka merasa hampir pingsan, ia terus muntah-muntah dan
hanya mengeluarkan lendir dari rongga mulutnya. Beberapa kali ia
menghirup udara sebanyak-banyaknya agar di beri kekuatan lebih.
Muntah-muntah seperti ini menandakan kalau bayinya juga
berjuang, lalu bagaimana bisa ia membunuh janin yang terus
berjuang untuk hidup" Haruka kembali muntah beberapa kali lagi,
ia sudah terbiasa dan sudah sangat siap dengan ini setiap hari.
Terakhir Haruka membasuh wajahnya karena mualnya sedikit
mereda. Haruka sudah tidak sekolah selama seminggu, surat
peringatan juga sudah sampai ke rumah melalui Charlene karena
Haruka sangat sering libur. Ibunya bilang, Haruka mungkin akan
mengulang tahun pertamanya di sekolah pada ajaran baru
berikutnya. Meskipun sedih semuanya bukan masalah, Haruka
masih bisa menjalaninya karena ini adalah pilihannya. Ia akan
melahirkan bayinya meskipun dalam beberapa bulan lagi dirinya
harus segera pindah ke Hokaido. Semuanya sudah di urus. Tapi
sebelum itu terjadi haruka memastikan kalau setiap hari ia harus
bersama Kent, harus meninggalkan banyak kenangan indah
setidaknya untuk dirinya sendiri.
"Haruka, Kent sudah menunggumu!" ibunya berteriak. Wanita
itu sudah lebih melunak dan membiarkan Haruka terus bersama
Kent karena Haruka selalu mengatakan kalau dirinya akan mati
bila berpisah begitu saja. Kent adalah nafasnya, maka kehilangan
Kent ia akan menjadi tidak bernyawa.
Haruka memandangi penampilannya sekali lagi di cermin,
wajahnya agak pucat tapi bukan masalah yang besar. Selebihnya
baik-baik saja, ia sudah bersiap-siap sejak tadi karena pagi ini Kent
akan mengantarnya kerumah sakit untuk memeriksakan
kehamilan bulan keduanya. Setelah keluar dari kamar mandi,
Haruka ke dapur untuk minum susu yang disiapkan ibunya, ia
tidak akan sarapan karena bayinya selalu menolak makanan apa
saja yang masuk. Haruka tidak akan merusak acaranya dengan
Kent hari ini karena muntah-muntah di sepanjang jalan. Dengan
cepat Haruka berpamitan dan langsung menemui Kent yang sudah
menantinya di luar pagar, ia menyambut Haruka dengan
senyumnya. "Rumah sakit mana?" tanya Kent.
"Rumah sakit tempat aku di rawat kemarin, bulan lalu aku
pergi dengan ibu, ini pertama kalinya aku pergi dengan Ayah
anakku!" Kent duduk di hadapan Haruka dan menarik tangannya agar
bisa ia gendong. Kent tidak ingin Haruka merasa lelah dan
harapannya, di gendong menjelang ke stasiun bisa membuatnya
merasa lebih aman karena Haruka ada di sisinya. Haruka tidak
menolak, ia membiarkan Kent menggendong tubuhnya yang kecil
dan ringan. Yang Haruka lakukan selanjutnya adalah memeluk
Kent erat-erat. Sangat banyak yang mereka bicarakan saat perjalanan di
rumah sakit juga tentang rencana Kent yang ingin merawat
anaknya setelah lahir nanti, ia sedang semangat untuk segera
menyelesaikan magisternya agar bisa segera mencari uang yang
banyak. Dan setiap kali mendengar itu, Haruka menyimpan luka
karena Kent hanya akan terus bermimpi. Jauh di dalam lubuk
hatinya Haruka berjanji akan menemui Kent kelak, jika di suatu
saat nanti dia siap, dia juga akan membawa anaknya serta dan
haruka Berharap Kent bisa menunggu.
"Lingkari pertanyaan di bawah ini, pasien datang untuk; 1.
Melahirkan bayi 2. Menggugurkan kandungan!" Haruka membaca
pelan saat perawat memintanya mengisi sebuah formulir sebelum
masuk keruang dokter. Sangat banyak yang antri hari ini, mungkin
karena awal bulan. "Yang satu, dong!" Kent mengambil alih pena yang Haruka
genggam dan melingkari jawaban di angka satu. "Jika jawaban
nomor satu, Bagaimana anda akan melahirkan bayi anda" 1.
Normal, 2. Operasi." Ken menyentuh dagunya. Jika ia menjawab
nomor dua tentu pertanyaan berhenti sampai disini, semua
pertanyaan di buat berdasarkan jawaban nomor satu.
"Normal, banyak yang ingin melahirkan normal, Kan?" Bisik
Haruka. "Apa bisa kau melahirkan normal" Operasi juga tidak masalah.
Aku tidak mau ambil resiko untuk kehilanganmu karena
melahirkan secara normal di usia muda seperti sekarang."
"Nyonya Tokeino Giliran anda!" Perawat memanggil Haruka
dari depan pintu ruang dokter lalu kembali masuk setelah Haruka
menjawab ya. "Kau mendaftarkanku sebagai nyonya Tokeino" Kita belum
menikah!" Desis Haruka sambil merapikan barang-barangnya dan
berdiri. "Kau akan melahirkan anakku. Tentu saja akau sudah jadi
nyonya Tokeino!" Haruka memutar bola matanya. "Aku akan masuk. Mungkin
akan lama, tunggu di luar saja!" ia tersenyum sebelum masuk ke
ruang dokter. Masih dokter yang sama, Namanya Mark. Haruka sudah
mengenalnya karena ia yang mengambil alih penanganan Haruka
setelah Haruka di ketahui hamil. Ia tersenyum saat melihat
formulir yang Haruka sodorkan. "Operasi?"
"Itu, Ayah bayi di kandunganku yang melingkarinya!"
"Dia kelihatannya sangat penuh perhitungan." Mark
tersenyum. "kau ingin melihat janinmu Haruka" Ini mungkin
terakhir kalinya kita bertemu karena aku akan pindah ke London.
Aku mendapat tugas disana!"
"Bisa?" "Tentu saja bisa." Mark memandangi Perawat yang sudah
sibuk menyiapkan semua alat-alatnya.
Setelah Perawat memberi tau kalau semuanya siap, Haruka
bisa merasakan semua prosesnya dengan seksama, saat ia
berbaring dan perutnya di olesi krim bening yang dingin dan saat
alat berwarna putih itu menyentuh perutnya. Haruka hanya bisa
memejamkan mata. Tapi begitu Mark memintanya membuka mata
dan meliihat ke monitor, Haruka hampir meledak. Ia melihat
bayinya. "kau lihat, Tonjolan hitam itu adalah bayimu. Lihat dia
berdetak dan sangat sehat. Kau harus berbangga hati dengan anak
ini." Mark mengatakan itu sambil tersenyum.
Haruka masih terperangah untuk beberapa waktu, semua
penjelasan Mark di dengarkannya dengan seksama meskipun
matanya sama sekali tidak berpaling dari bayinya. Ia masih ingin
memandanginya berlama-lama, tapi tidak mungkin. Kent
menunggunya di luar. Sebelum ia pergi Mark menyodorkan
sesuatu untuknya dan Haruka hampir menangis melihat itu.
Sebuah foto yang sama persis dengan apa yang di lihatnya dari
dalam monitor. "Itu hadiah perpisahan dariku. Foto janinmu di bulan kedua.
Sampai jumpa lagi di lai kesempatan."
Tiga Puluh Dua... Haruka sangat riang. Bisa melihat bayinya hari ini benar-benar
akan membuatnya tidak tidur semalaman. Amplop coklat yang
berisi foto itu di simpannya dengan apik di dalam tasnya. Ini
untuknya, Kent hanya akan di kiriminya foto bayinya saja setelah
anak itu lahir nanti. "Nichan!" Haruka melambai-lambaikan tangannya. Ia berlarian
menyongsong Kent yang menyambutnya dengan wajah terkejut.
Dalam beberapa saat ia sudah berada dalam pelukan Kent dan
sangat bahagia. "Kenapa kau berlarian begini" Apa kau lupa kalau dirimu
sedang mengandung?" Haruka melepaskan pelukannya dan memandang Kent
dengan senyum yang berbinar-binar. "Aku tadi di USG, aku
melihat anak kita!" "Benarkah" Aku jadi ingin ikut melihatnya. Dia laki-laki atau
perempuan?" "Belum tau, tangan dan kakinya juga belum ada. Hanya
berupa gumpalan. Karena monitornya hitam putih jadi yang
terlihat cuma hitam putih!"
Kent membelai kepala Haruka lalu membungkuk
memandangi bagian perut Haruka. Ia membelainya beberapa kali
dan berkata riang. "Hai anakku, ini papa. Terus berjuang ya" Papa
ingin segera melihatmu!" ia menengadah memandang Haruka
yang juga memandangnya. "Mamamu pasti juga begitu!"
Haruka hampir meledak. Siapa yang mendapatkan
kebahagiaan seperti ini" Hanya dirinya, hanya orang orang seperti
dirinya yang bisa menghargai bayi itu melebihi apapun. Bahkan
orang yang sudah aman sentosa dan mendapatkan janin dari
pasangan sahnya saja, belum tentu mendapatkan kebahagiaan
seperti yang Haruka rasakan. Haruka menyentuh perutnya sekali
lagi lalu berkata dalam hati. Anakku, Kau sangat beruntung karena
ayahmu adalah Kent Tokeino.
Kent meraih tangannya dan menggandeng Haruka ia
memandangi Haruka sekilas. Gadis itu mungkin heran kemana
Kent akan membawanya. "Kita makan siang dulu ya, Ma" Papa
sudah sangat lapar!"
Haruka terkekeh, mereka berjalan ke hypermart terdekat dan
memesan makanan di restoran Jepang. Kent menolak untuk makan
makanan cepat saji dan memilih makanan yang bergizi tinggi
seperti makanan Jepang. Meskipun Haruka tidak begitu suka, ia
menyetujuinya juga. Mereka makan sebentar dan sesaat kemudian
Kent memesan makanan yang baru lagi lalu memaksa Haruka
memakannya. "Aku tidak akan bisa menghabiskan semuanya. Bagaimana
jika aku muntah-muntah."
"Tapi sejak tadi tidak begitu, Kan" Yang kau beri makan bukan
dirimu sendiri jadi makanlah yang banyak." Kent berdiri dari
duduknya. "Kau tunggu disini, aku mau ke Toilet."
"Kau tidak akan membiarkanku membayar semuanya sendiri,
kan" Aku tidak punya uang sama sekali!"
Kent tertawa mendengar kalimat yang terakhir. Ia bahkan
masih curiga kalau Kent akan menipunya" Kent mengambil
dompetnya dan mengeluarkan salah satu kartu kredit miliknya
lalu memberikannya kepada Haruka. "Tunggu disini,ya?"


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Haruka mengambil benda itu dan menggenggamnya erat. Ia
membiarkan Kent pergi lalu memakan semua makanan yang di
pesan Kent dengan perlahan. Makanan-makanan yang banyak itu
sempat membuatnya mual dan hampir saja di muntahkannya
kembali jika ia tidak menahannya. Akhirnya Haruka lebih banyak
menghabiskan waktu untuk mengistirahatkan perutnya karena
semua makanan itu sama sekali tidak bisa masuk ke dalam
perutnya. Haruka sudah berkali-kali memandangi Jam tangannya,
Tapi Kent belum juga kembali, padahal ia sudah hampir satu jam
pergi. Sangat banyak orang yang antri dan berharap bisa
mendapatkan tempat duduk. Haruka menyerah menunggu di
dalam, ia memanggil pelayan dan membayar semua pesanannya
lal menunggu Kent di luar. Sesekali Haruka duduk di lantai untuk
memijati kakinya yang lelah, ia tidak bisa berdiri selama yang biasa
di lakukannya dulu. "Maaf terlambat!" Kent tiba-tiba saja sudah berada di
hadapannya. "Kau ke toilet atau bertemu perempuan lain?"
"Tidak-tidak." Kent kemudian mencondongkan wajahnya dan
berbisik kepada Haruka. "Aku tadi sedikit mencret. Jadi maaf ya"
Sekarang kita pulang?"
Haruka menyembunyikan rasa kesalnya dalam-dalam lalu
berusaha untuk tersenyum. Ia membiarkan Kent menggandeng
tangannya kemanapun mereka melangkah, berkeliling hypermart
dan pada akhirnya berada di dalam kereta. Kereta sangat penuh
dan sesak, padahal masih sore. Mungkin karena saat ini adalah jam
pulang kerja. Entah mengapa Kent merasa Haruka terlepas dari
genggamannya, saat ia berusaha mencari-cari ia tidak
mendapatkan apa-apa. Tubuh Haruka yang kecil membuatnya bisa
saja terselip di antara banyak orang. Tiba-tiba Kent melihat sesuatu,
ia melihat tangan Haruka di antara kerumunan orang yang akan
keluar. Semua orang berdesakan dan pergi dengan terburu-buru
dan saat ia menemukan Haruka, Haruka sudah terjatuh kesakitan
di bibir pintu kereta. Kent sangat khawatir lalu berusaha
menyongsong Haruka secepat mungkin dan berhasil. Haruka
sekarang sudah bersamanya, duduk di tangga yang menuju ke
jalan keluar sambil menepuk-nepuki pakaiannya yang
terkontaminasi debu. "Kau tidak apa-apa, Kan?" Kent membuka kaki-kaki Haruka
yang rapat mencari-cari noda darah, ia menekan celana Jeans yang
Haruka pakai dan tidak ada noda darah.
"Kau sedang apa?" Haruka menepis tangannya.
"Tidak ada pendarahan, kan?"
Haruka menggeleng. "Tadi memang agak sakit. Tapi selagi
tidak ada pendarahan tidak apa-apa, Kan?"
"Kenapa kau melepaskan gandenganku" Bagaimana bila
terjadi apa-apa"bagaimana bila kau keguguran dan..."
"Ada orang yang menarik tas, ku!" Potong Haruka.
"Biarkan saja. Aku bisa membelikan seratus tas seperti itu!"
Mana bisa seperti itu, Kent tidak tau kalau Haruka
mempertahankan foto yang di berikan Mark untuknya dan itu
tidak bisa di ganti dengan apapun. "Ini pemberian ayahku!"
Kent berdesis, kelihatannya sangat kesal. Tapi ia berusaha
membuang jauh-jauh kekesalannya lalu mengeluarkan sesuatu dari
saku jaketnya di bagian dalam. Kent meletakkan sebuah Topi rajut
berwarna hijau muda di tangan Haruka dan kembali memberikan
sebuah senyum. Ia dapat merasakan Pandangan heran Haruka
untuknya. "Ini ku beli tadi, topi ini untuk menghangakan bayi kita
karena seharusnya dia lahir di musim dingin tahun ini. Aku tidak
tau dia laki-laki atau perempuan, jadi ku belikan yang berwarna
hijau." Jadi ini alasan Kent meninggalkannya tadi" Kini Haruka
semakin sesak, Kent sangat bersemangat menanti kelahiran
bayinya dan dia menunjukkannya dengan berbagai cara. Haruka
sama sekali tidak bisa membendung air matanya untuk keluar dan
semuanya sudah menjadi anugrah yang sangat luar bisa di usia
mudanya. "Kenapa kau menangis lagi?" tanya Kent
"Aku sedang bahagia!"
"Baiklah, silahkan merasakan itu selama satu meninggu ini,
karena kita tidak akan bertemu selama seminggu. Tapi minggu
depan aku akan menjemputmu dan kau harus melakukan sesuatu
untukku." Kening Haruka berkerut. "Melakukan sesuatu" Apa?"
"Kita kabur dari rumah, untuk sehari saja, kita pergi berdua.
Buatlah surat untuk ibumu. Hanya sehari Haruka. Aku juga tidak
akan merampasmu dari keluargamu begitu saja. Dan minggu ini
aku harus menemui orang tuaku, aku akan meminta izin untuk
menikah denganmu. Tidak, itu tidak sekarang, yang pasti aku akan
minta izin untuk membesarkan anakku!"
Tiga Puluh Tiga... Ibu, izinkan aku pergi hari ini saja. Aku ingin bersama Kent lebih
lama sebelum waktuku untuk pergi ke Hokaido tiba. Aku berjanji akan
pulang besok pagi. Terimakasih.
Haruka menulis itu dan ia meletakkannya di atas meja makan
sebelum pergi pagi-pagi sekali. Dan sekarang, dirinya sudah
menunggu Kent untuk datang menjemputnya di taman dekat
rumah. Kent terlambat lagi padahal Haruka sudah sangat
merindukannya, seminggu bukan waktu yang sebentar untuk
berpisah. Untungnya topi rajut itu masih bisa di jadikan barang
pengganti untuk melepaskan rindu sehingga Haruka tidak harus
menangis karena tidak bisa bertemu.
"Kau sedang apa?"
Mata Haruka mengerjap beberapa kali. Ada Charlene disini"
Apakah dia sedang jogging" Tapi Charlene tidak sedang
menggunakan pakaian olah raga, ia mengenakan pakaian yang
bisa di bilang lebih pantas untuk di pakai ke pesta.
"Aku sedang menunggu Kent. Dia bilang akan menjemputku
disini, Kau sendiri" Tidak sedang olah raga, Kan?"
"Ya, aku menunggu Kakakku, Roth bilang aku sebaiknya
menunggu disini karena ia sedang membantu mempersiapkan
pesta pernikahan temannya. Ini weekend kan" Sangat banyak
pernikahan pada saat Weekend."
Haruka tersenyum. "Apa Kent ikut?"
"Bisa saja. Teman Roth pasti juga dekat dengan Kent, mungkin
dia terlambat karena itu. Bagaimana kandunganmu?"
Haruka memandangi perutnya. Charlene pasti tau dari ibunya,
atau mungkin dari Roth dan laki-laki itu tau dari Kent. Tidak ada
satupun yang bisa Haruka rahasiakan dari kakak beradik Dimitry
ini bila hal itu menyangkut Kent. "Aku baru memeriksakannya
seminggu yang lalu dan baik-baik saja. Hanya saja belakangan ini
sudah tidak mual lagi meskipun selera makanku sama sekali
belum pulih." "Kau serius akan melahirkannya?"
"Apa boleh buat. Aku sudah banyak mendapatkan
kebahagiaan karena anak ini. Entah mengapa aku merasa bocah ini
nantinya akan banyak mengubah hidupku!"
Charlene tertawa. "Semua calon ibu mengatakan itu!"
"Benarkah" Kalau begitu aku sudah kedengaran seperti ibuibu?"
Charlene mengangguk lalu mereka tertawa bersama. Tak lama
kemudian Roth datang sambil bertolak pinggang. Tangan sebelah
kanannya menjinjing sebuah tas yang terbuat dari kulit. "Kalian
tidak sedang menertawakanku kan?"
Haruka dan Charlene menggeleng. Haruka memandang jauh
di belakan Roth berharap Kent segera datang. Tapi sayangnya Kent
tidak ada dan Roth sepertinya datang sendiri.
"Kau tidak bertemu Kent di pesta itu?" Tanya Haruka penuh
harap. Roth mengangguk tegas. "Tentu saja aku bertemu dengannya.
Mana mungkin dia tidak datang ke pesta penting, tapi pestanya
belum dimulai. Makanya aku kemari." Roth menoleh ke Charlene.
"Kau sudah siap?"
"Ya. Siap!" "Kalau begitu Move On!"
Haruka memandangi Charlene yang berusaha menariknya
menuju sebuah Van yang tadi Roth bawa. Ia berusaha menolak
karena dirinya harus menunggu Kent. Kent memintanya untuk
menunggu disini jadi dia harus menunggu sampai jam berapapun
laki-laki itu menjemput. Haruka tidak ingin Kent kecewa Karena
Kent tidak menelponya untuk ikut kepesta itu dan mustahil
Haruka datang tiba-tiba saja tanpa di undang, ia juga tidak sedang
menggunakan gaun pesta. "Ayolah, Haruka!"
"Aku tidak bisa ikut. Kent bisa malu kalau aku hadir disana.
Dia akan bilang apa pada teman-temannya tentang aku" Lebih baik
kalian saja, pestanya mungkin sudah di mulai!"
"Bagaimana mungkin bisa di mulai jika mempelai wanitanya
ada disini?" Haruka terdiam lalu menoleh kepada Roth yang berada di
sampingnya. "Maksudmu?"
"Ayolah Haruka. Ini adalah hari pernikahanmu." Roth
menyodorkan tas yang tadi di jinjingnya kepada Haruka dan
Haruka mengambilnya. "Ikutlah Charlene ke Van, di Van sudah
ada perias pengantin. Dan itu adalah baju pengantin kalian!"
Haruka menyerah. Ia membiarkan Charlene menyeretnya
menuju Van dan kemudian seorang wanita mulai memerintahkan
yang macam-macam. Ia juga mengganti pakaian Haruka dengan
sebuah gaun berwarna merah darah yang berada di dalam tas kulit.
Baju pernikahan berwarna merah" Haruka merasa kalau ada yang
salah. Tapi kebingungannya di sela oleh sebuah amplop yang di
berikan Charlene kepadanya.
"Baca, atau aku yang bacakan" Aku dengan senang hati
menjadi orang pertama yang membacanya!"
"Biar aku sendiri!" Seru Haruka. Ia mengambil surat itu saat
tukang rias menata rambutnya. Surat dari Kent.
Dear Gadis kecilku. Aku sudah mendapat persetujuan dari ibuku. Satu saja
sudah cukup untuk mengadakan sebuah pesta. Bukan pesta besar karena
hanya akan ada aku, dirimu, Charlene dan Roth. Aku hanya bisa
membelikan sebuah gaun pesta, bukan gaun pengantin yang bersih dan
putih. Lagi pula untuk apa gaun berwarna putih" Yang penting kau
datang ke Altar karena sekarang aku sudah menunggumu disini. Kau
tidak perlu bertanya siapa yang akan membawamu ke Altar, untuk itulah
Roth ada, Kan" Segera selesaikan semuanya dan aku akan terus
menunggu sampai kau datang.
Kent Haruka menghela nafas lega. Ternyata semua ini bukan mainmain dan dia akan
segera menikah" Haruka mendengar tawa
Charlene saat sahabatnya itu merampas surat yang ada di
tangannya dan membacanya.
"Dia serius. Meskipun bukan gaun berwarna putih dia sudah
menyiapkan segalanya. Kau jangan terkejut Haruka, di sana
mungkin tidak ada musik, tidak ada pesta, hanya ada pendeta.
Aku mendengar obrolan Roth dengannya beberapa hari yang lalu,
meskipun pernikahan ini tidak terdaftar di Negara, tapi
seharusnya sudah cukup bisa mengikatmu untuk tidak mencari
pria lain!" "Harusnya dia yang tidak berselingkuh! Teman wanitanya
sangat banyak!" "Tapi hanya kau yang di perlakukan seperti ini. Hanya dirimu
yang di belikan sebuah gaun meskipun berwarna merah."
"Aku juga tau kalau aku tidak pantas menggunakan gaun
berwarna putih. Gaun putih adalah symbol kesucian dan aku sama
sekali tidak..." "Sudah! Untuk apa bersedih!" Charlene segera memotong
ucapan Haruka yang mulai merusak suasana. "Ini hari
pernikahanmu. Setelah ini semalaman kita akan berpesta di
Playboy Dari Nanking 4 Goosebumps - Terjebak Di Hutan Serigala Pisau Kekasih 5

Cari Blog Ini