Ceritasilat Novel Online

Blackstone Affair 3

All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller Bagian 3


daging lezat, saus gurih, dan rempah-rempah, tapi orang yang duduk
di seberang mejaku lebih baik.
Aku tadi melihat dia membuatnya sementara aku bekerja
menggunakan laptopku. Semacam itu lah. Aku datang dan duduk di
bar dapur, melihatnya dan terkadang tersenyum kearahnya. Aku
sangat menikmati suara dia bekerja di dapur. Itu adalah perasaan
yang baik diiringi dengan aroma lezat yang berasal dari sebuah
ruangan yang aku jarang menghabiskan banyak waktuku di
dalamnya. Aroma makan malam kami yang sedang dibuat oleh
Brynne dengan tangan indahnya.
Hal-hal yang cukup seksi jika kau bertanya padaku.
Itu berbeda dari apa yang Annabelle lakukan untukku - seorang
petugas yang membersihkan dan memasak sesuatu dan memberi
label masakan itu dalam freezer. Ini sesuatu yang nyata. Sebuah hal
yang lakukan seseorang karena mereka peduli, bukan karena mereka
dibayar. Memiliki seorang wanita di rumahku dan memasak untukku
bukanlah suatu pengalaman yang pernah kualami. Tapi aku cukup
yakin aku bisa membiasakannya. Yup. Brynne membuatku
ketagihan. Brilian, seksi, cantik, berprestasi, seorang koki yang
sangat baik - dan lebih baik lagi ketika berbaring di bawahku di atas
tempat tidurku. Apakah aku menyebutkan seksi dan cantik" Aku
berpikir tentang waktu tidur bagi kami, nantinya.
Aku menggigit lagi dan menikmati rasanya. Dia mengatur
rambutnya ke atas dengan satu klip capit dan atasan dengan leher-v
dalam berwarna merah tua yang menarik mataku sampai ke
putingnya yang merekah dengan indah dan berteriak mengundang
mulutku. Beberapa helai rambut panjangnya telah menyelinap keluar
dari jepit rambutnya dan jatuh di atas belahan dadanya.
Mmmmm...lezat. "Aku senang kau berpikir begitu. Ini benar-benar sederhana untuk
membuatnya," katanya.
Aku mengamati mulut dan bibirnya saat ia meneguk wine, aku
benar-benar terkejut telah bicara dengan keras dan senang dia
berpikir aku hanya bicara tentang makanan.
"Bagaimana kau belajar kemaluan (cock) begitu baik?" Aku
tergagap, "Maksudku memasak (cook)!"
Dia memutar matanya dan menggeleng.
Aku memberinya seringai dan mengedipkan sebelah mata. "Kau
melakukan keduanya dengan baik, baby, kemaluanku dan bagian
memasak." Dasar bodoh," tegurnya. "Aku menyaksikan acara memasak dan
belajar. Ayahku membiarkanku bereksperimen pada dirinya setelah
perceraian. Kau dapat bertanya padanya kapan ketika pertama kali
aku mulai memasak." Dia tertawa dan mengiris kembali kemudian
menggigit makan malam dan memasukkannya ke mulutnya. "Tapi
lebih baik tidak bertanya padanya tentang ketika aku mulai
mengokangmu!" Aku tertawa pada diriku sendiri dan menutup kepalaku. "Tidak
sebagus makanan ini yang telah kau buat malam ini?"
"Bahkan tidak mendekati. Upaya pertamaku mengerikan, dan ayah
harus membayar mahal. Meskipun dia tak pernah mengeluh."
"Ayahmu bukanlah orang bodoh, dan dia sangat mencintaimu."
"Aku senang kalian berdua membicarakan itu. Dia benar-benar
menyukaimu, Ethan. Dia sangat menghargaimu." Dia tersenyum
padaku. "Ahhh, aku juga merasakan hal yang sama tentang dirinya." Aku
ragu-ragu sebelum membicarakan tentang ibunya, tapi kupikir aku
harus. "Kupikir ibumu tidak terlalu terkesan denganku hari ini. Maaf
tentang itu. Aku merasa sebaiknya memperkenalkan diri dan
memberitahunya apa yang kulakukan dalam hidupmu - aku
mungkin bisa mengatakan itu lebih bijak."
Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Dia malah
mengatakan dia senang kau mengawasiku, dan bahwa kau terdengar
bertekad untuk memastikan tidak ada yang terjadi..."
Aku menangkap keraguan dalam suaranya dan tidak menginginkan
apapun selain untuk menenangkannya, namun menunggunya untuk
menyelesaikan. "Dia pikir kau terobsesi padaku." Brynne bermain-main dengan
makanannya. Aku mengangkat bahu. "Aku tidak menahan diri ketika mengatakan
padanya, itu benar. Aku mengatakan pada ibumu bagaimana
perasaanku padamu." Dia tersenyum padaku. "Dia juga memberitahuku. Cukup berani kau,
Ethan." "Mengatakan kebenaran bukanlah keberanian, itu keharusan." Aku
menggeleng. "Sangat penting bagiku bahwa orang tuamu tahu aku
tidak hanya menyediakan keamanan bagi putri mereka." Aku
mengulurkan tangan ke arahnya. "Sangat penting kau juga tahu itu,
Brynne, karena kau jauh lebih berarti untukku."
Dia menaruh tangannya kepadaku dan aku meraihnya, menutup
mataku serta jari-jariku di sekitar tulang halus tangannya. Tangan
indah yang sama yang telah membuat makan malamku, dan diikat
dasiku pagi ini. Tangan yang sama yang akan menyentuh tubuhku
ketika aku membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya
dalam waktu yang sangat singkat dari sekarang.
"Kau juga, Ethan."
Aku merasa bahwa sifat posesif itu datang lagi. Aku bersumpah itu
bekerja seperti tombol. Satu menit aku menoleransi situasi kami
dengan baik, atau kupikir begitu, dan kemudian sesuatu yang
diucapkan, atau disebutkan, dan dor, aku masuk kedalam - aku
butuh bercinta denganmu sekarang.
Kata-katanya adalah semua yang kubutuhkan untuk kudengar. Aku
bangkit dari kursiku dan membawanya bersamaku, mengangkatnya
dengan lenganku dan merasakan kaki panjangnya membelit
pinggangku sehingga aku bisa membopongnya keluar dari ruang
makan dan masuk ke kamar tidur.
Dia memegang sisi wajahku dan menciumku dengan liar sepanjang
jalan, saat aku menggendongnya. Aku tidak mengeluh. Aku
menyukai saat dia bergairah. Dan Brynne bisa jadi seperti itu.
Terima kasih. Sialan. Aku melucuti atasan dan bawahannya, dan tidak menunggu untuk
pemanasan, aku perlu segera melihat tubuhnya sebelum aku benarbenar tersesat.
Dia mengenakan bra ungu dan thong hitam. Aku
mengerang dari atas tubuhnya. "Apa yang kau coba lakukan,
membunuhku?" Dia tersenyum dan perlahan menggelengkan kepala. "Tak akan
pernah," bisiknya. Aku membungkuk dan menciumnya lambat dan manis sebagai
jawabannya, tapi jantungku berdebar keras dan cepat. Ya...Tuhan,
aku suka bagaimana saat dia bersamaku, begitu lembut dan memikat
- menerimaku. Aku suka banyak hal tentang dirinya.
Aku membalik tubuhnya hingga telungkup dan melepas bra cantik
dan mencampakkan thong miliknya. Aku hanya menikmati
pemandangan ini dan menghembuskan napas, menelusuri tanganku
di punggung, pinggul, pantat indahnya dan kemudian ke atas lagi.
Begitu dia telanjang, aku sedikit tenang dan melambat. Aku tetap
memakai pakaianku dan berbaring di sampingnya. Dia memalingkan
wajahnya padaku dan kami hanya saling menatap.
Aku meraih klip rambut dan melepasnya, menyebarkan rambutnya
di atas punggung dan bahu. Brynne memiliki rambut panjang dan
halus. Aku suka menyentuhnya dan menarik jariku diatasnya. Aku
suka saat rambutnya memukul dadaku saat dia berada di atasku dan
menyerang kejantananku. Aku suka menggenggam segumpal
rambutnya dan memegangannya sementara aku bercinta dengannya
menuju orgasme yang hebat dan dia meneriakkan namaku.
Tapi aku tidak melakukan apapun malam ini. Sebagai gantinya aku
melakukan padanya lebih perlahan-lahan dan hati-hati, masuk ke
semua tempat yang harus aku masuki dengan lidahku dan jari-jariku,
membuatnya orgasme dan orgasme lagi sebelum aku menanggalkan
pakaian dan membawa kejantananku memasuki dirinya.
Kami sangat cocok bersama-sama seperti ini. Seks dengannya
menghancurkanku ke dalam tingkatan yang kompleks, bahkan jika
Brynne tidak menyadari itu, kupikir. Aku bahkan tak tahu apa yang
kukatakan padanya selama gairah itu menguasaiku. Aku katakan
segala macam hal padanya karena dia suka kata-kata kotorku. Dia
bilang begitu. Ini juga hal yang sangat bagus karena aku tidak bisa
menahannya. Penyaring antara otak dan mulutku hampir tidak ada.
Aku masih tidak tahu apa yang kukatakan padanya setelah ledakan
orgasme yang membuatku begitu lelah, aku mulai terlelap dengan
masih terkubur di dalam dirinya dan berharap dia membiarkanku
tinggal di sana untuk sementara waktu.
Tapi aku itu tahu ketika dia berkata, "Aku juga mencintaimu."
Mataku terbuka dan aku memandang ke kegelapan dan
memeganginya. Aku memutar kembali suara dari kata-kata itu,
memutarnya berulang-ulang kali.
Sialan. Mereka akan melakukannya. Jantungku mulai memompa
saat rasa takut yang tak pernah kukenal berpacu pada vena berisi
adrenalin ke seluruh tubuhku. Aku sudah menunggu ini untuk
datang. Dalam hati aku tahu itu akan tetapi untuk menyelamatkan
kewarasanku, aku akan mendorongnya menjauh. penyangkalan
berhasil untuk sementara waktu tapi waktunya sudah berakhir.
"Kau siap?" tanya dia padaku. Makhluk yang mengajukan
pertanyaan adalah yang aku ingin memusnahkan, dan
meninggalkan merembes keluar perlahan-lahan. Orang yang
berbicara tentang DIA. Orang yang mengejek setiap saat untuk
melukainya. Sial. TIDAAAK! Aku menggeleng saat ia mendekat kearahku, wajahnya sangat dekat,
asap dari rokok lintingnya berputar-putar dan menggoda, membuat
mulutku berair. Lucu bagaimana aku bisa menginginkan rokok di
saat-saat seperti ini, tapi begitulah kenyataannya. Aku akan menarik
benda sialan itu keluar dari mulutnya dan memasukkannya
kemulutku jika aku bisa. Lenganku dijepit dari belakang oleh orang lain dan hidungku
disumbat. Aku mencoba untuk menahan napas tapi tubuhku
mengkhianatiku. Ketika aku menarik napasku seketika ia
menuangkan sesuatu yang keji ke tenggorokanku. Aku mencoba
untuk menahan obat itu agar tidak turun, tapi sekali lagi tubuhku
mengambil alih fungsi dasar untuk membuatku bernapas. Betapa
ironisnya. Mereka membiusku untuk mengeksekusiku...jadi aku tidak
akan melawan dalam prosesnya... sehingga mereka bisa merekam
video kematianku dan menunjukkannya ke seluruh dunia.
Tidak. Tidak! TIDAK! Aku berjuang dengan segala sesuatu yang aku miliki tapi dia hanya
tertawa pada usahaku. Aku merasa air mata menekan keluar dari
mataku tapi aku yakin aku tidak menangis. Aku tidak pernah
menangis. Ia meneriakkan perintah dan kemudian aku melihatnya. Kamera.
Terpasang pada tripod sementara aku menatap dan membiarkan air
mata menetes keluar saat opium mulai menguasaiku.
Aku menyadari, memang aku menangis.
Tapi bukan untuk alasan seperti yang mereka pikir. Aku menangis
untuk ayahku dan kakakku. Untuk gadisku. Mereka harus melihat
hal ini...dilakukan padaku. Seluruh dunia akan menonton. Dia akan
melihat. "Perkenalkan dirimu!" Dia memerintahkan.
Aku menggelengkan kepalaku dan menunjuk ke kamera. "Tidak ada
video! Tidak ada VIDEO, kau bajingan! TIDAK ADA VIDEO
SIALAN - " Pukulan di mulutku begitu brutal hingga membungkamku dengan
kekuatan pukulannya. Dia membentak memberi perintah lain pada
salah seorang dengan kamera video yang mengarahkan lensanya
pada tag milikku dan membaca dalam bahasa Inggris dengan
tergagap: "Blackstone, E. SAS. Kapten. Dua sembilan satu lima nol
satu." Dia mulai mendekatiku lagi, kali ini dia menarik khukri (pisau
Gurkha) keluar dari sarungnya. Pisau itu melengkung dan halus
terasah. Bahkan dalam kemampuanku yang lemah untuk bereaksi
terhadap apa yang akan terjadi pengaruh dari obat, aku bisa
melihat alat tersebut disiapkan dengan baik untuk pekerjaan yang
akan segera dilakukan. Aku memikirkan ibuku. Aku menginginkan dia di sepanjang hidupku
dan sekarang aku merasakan itu lebih dari sebelumnya. Aku
bukanlah pemberani. Aku takut mati. Apa yang terjadi pada
Brynne" Siapa yang akan melindungi dia dari mereka setelah aku
pergi" Ya, Tuhan... "Tidak ada video. Tidak ada video. Tidak ada video. Tidak ada
video, " itu semua yang bisa kuucapkan. Dan jika suara itu tidak
lagi mampu melalui mulutku maka itu akan menjadi hal terakhir
dalam pikiranku beserta dengan, "Maafkan aku, Ayah. Hannah.
Brynne...Aku benar-benar menyesal..."
"Ethan! Baby, bangun. Kau bermimpi." Suara termanis memenuhi
telingaku dan tangan terlembut menyentuhku.
Aku tersentak terengah-engah, kesadaran membawaku dalam
kondisi kewaspadaan tertinggi. Tangannya terjatuh saat aku
menabrak pada kepala ranjang dan menghirup oksigen. Brynne yang
malang, mata lebar, tampak ngeri saat dia duduk denganku di tempat
tidur. "Oh, sial!" Aku terengah-engah, menerima realitas di mana aku
berada. Bernapas, brengsek! Aku telah melakukan ini berkali-kali. Itu hanya dalam kepalaku.
Tidak nyata. Tapi di sinilah aku duduk, kehilangan kontrol di depan
gadisku. Itu pasti menakutkan baginya dan aku sangat menyesal.
Aku merasa seperti aku mungkin akan muntah.
Dia mengulurkan tangannya lagi, sentuhan dingin tangannya di
dadaku menyadarkanku, membawaku kembali ke sini, saat ini.
Brynne benar di sampingku di tempat tidur, tidak di dalam mimpi
kacau itu lagi. Aku terus membawa dia ke dalam mimpi burukku.
Mengapa aku selalu melakukan itu"
Dia beringsut mendekat dan aku mencengkeram tangannya di
dadaku, membutuhkan sentuhannya seperti tali penyelamat.
"Apa itu tadi, Ethan" Kau berteriak dan meronta-ronta di seluruh
ranjang. Aku tak bisa membangunkanmu - "
"Apa yang kukatakan?" Aku memotong kata-katanya.
"Ethan," katanya menenangkan, meraih wajahku, jarinya meraba
rahangku. "Apa yang kukatakan?" teriakku, meraih tangannya dan
memegangnya didepan tubuhku, merasakan dorongan untuk muntah
saat memikirkan apa yang mungkin keluar dari mulutku. Dia
tersentak kembali dan hatiku hancur karena menakut-nakuti, tapi aku
harus tahu. Aku menatapnya dalam gelap dan mencoba untuk
mengambil oksigen yang cukup untuk mengisi paru-paruku.
Bagaimanapun semua olahraga hampir sia-sia. Tidak ada cukup
udara di seluruh London untuk memuaskanku sekarang.
"Kau mengatakan tidak ada video berulang-ulang. Apa artinya,


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ethan?" Selimut telah jatuh ke pinggangnya, memamerkan payudara
telanjangnya yang indah dalam cahaya bulan yang mengintip
melalui jendela kaca. Aku melihat kecemasan di matanya saat ia
menarik tangannya dari peganganku dan aku membencinya. Aku
melepaskannya. "Maafkan aku. Aku - aku terkadang bermimpi. Maaf karena
berteriak padamu." Aku meluncur dari tempat tidur dan masuk ke
kamar mandi. Aku meletakkan kepalaku di atas wastafel dan
membiarkan aliran air di atas kepalaku, aku berkumur dan minum
dari keran. Sialan, aku perlu untuk mengumpulkan semua akal
sehatku - ini sungguh tidak benar. Aku harus kuat baginya. Semua
hal itu adalah sejarah kuno dan dibukur di neraka masa laluku. Itu
tidak bisa diterima pada keadaanku sekarang dan aku yakin sekali
tidak juga di terima di masa depanku dengan Brynne.
Lengannya melingkariku dari belakang. Aku bisa merasakan kulit
telanjangnya di punggungku dan membangunkan kejantananku. Dia
menekan bibirnya ke bekas lukaku dan menciumnya. "Bicaralah.
Katakan apa yang ada dibelakang sana." Suara lembutnya
menyiratkan kekuatan tekad membaja tapi tidak ada cara yang bisa
kulakukan untuk membawanya ke dalam peristiwa penyiksaan itu.
Tidak mungkin dia pergi ke sana denganku. Ini bukan kesalahannya.
"Tidak. Aku tak mau." Aku melihat ke dalam cermin di atas wastafel
dan melihat sendiri, air menetes dari rambutku. Lengan Brynne yang
membungkus seluruh sisi tubuhku untuk mengistirahatkan
tangannya di dadaku di mana hatiku berdebar tanpa ampun dari
mimpi yang luar biasa kacau. Namun dia memelukku, memegang
jantungku dengan tangannya yang indah. Dia mengikutiku ke sini
untuk menghiburku. "Video apa, Ethan" Kau terus berteriak tentang video."
"Aku tak mau membicarakan tentang hal itu!" Menutup mataku pada
suara miliknya, membenci nada kemarahan yang ada di dalamnya,
benci karena dia harus melihatku seperti ini.
"Apakah karena aku" Video tentangku" Dia menarik tangannya pergi
dan menjauhiku. "Kau bilang kau belum pernah melihatnya." Aku
bisa mendengar nada terluka dalam suaranya dan membayangkan
kemana pikirannya sedang menuju dengan skenario ini. Dia tidak
bisa lebih melenceng lagi.
Aku tersesat, total dan menyeluruh, sangat ketakutan bahwa dia tak
akan percaya padaku, takut dia akan pergi lagi. Aku berbalik dan
menariknya kearahku dengan keras. "Tidak, baby. Bukan itu.
Kumohon. Bukan itu. Ini aku - dari masa laluku - saat-saat yang
buruk bagiku dalam perang."
"Bagaimanapun kau tidak akan mengatakannya. Mengapa kau tak
bisa mengatakan apa yang terjadi padamu - bekas lukamu. Ethan?"
Dia mencoba melepaskan diri, membuat jarak di antara kami, tapi
persetan jika aku akan mengizinkannya.
"Tidak, Brynne, aku membutuhkanmu. Jangan menarik diri dariku."
"Aku tidak - " Aku memotong kata-katanya dengan mulutku melumat miliknya,
memiliki dia dengan lidahku begitu dalam hingga yang bisa dia
lakukan hanyalah menerimanya. Aku menggendongnya dan jatuh ke
tempat tidur bersamanya. Aku harus berada di dalam dirinya, dengan
segala cara. Aku membutuhkan pengesahan bahwa dia ada di sini,
bahwa aku masih hidup, bahwa ia aman dalam perlindunganku,
bahwa aku masih hidup...bahwa dia aman...bahwa aku masih hidup...
"Baby, kau begitu cantik dan baik bagiku. Kau adalah segalanya
bagiku, oke" Katakan bahwa kau menginginkan aku." Aku
mengoceh saat aku mendorong kakinya terbuka dengan lututku dan
memasukkan dua jariku di dalam miliknya yang panas dan
basahnya. Aku mulai membelai, mengeluarkan semua cairan yang
ada sebelumnya di sekeliling klitorisnya, seperti yang dia suka.
"Aku menginginkanmu, Ethan," jawabnya dengan mendesah,
seksnya memanas untukku, siap untuk membawaku masuk. Ya
Tuhan, aku berjuang sekuat tenaga mengendalikan diri ketika
mendapatinya submisif padaku - rangsangan yang paling panas
meskipun dia benar-benar wanita pertama yang melakukan itu.
"Katakan padaku kau akan biarkanku memilikimu seutuhnya. Setiap
bagian. Aku ingin semuanya, Brynne!"
"Aku akan membiarkanmu!" teriaknya. "Aku di sini."
Aku menyerang ke dalam mulutnya lagi, semakin dalam dan
menyeluruh dengan lidahku, jemariku bergerak di dalam celahnya,
yang semakin basah. "Mulutmu adalah milikku saat kau
membungkus bibir raspberry-mu di sekitar kejantananku dan
mengisapnya." Dia bergerak di bawahku. Aku menarik keluar dari bibirnya untuk
menuju ke putingnya. Aku sedikit menggigit cukup untuk
mendapatkan erangan keluar dari dirinya kemudian mengisap
kedalam mulutku sebelum melakukan hal yang sama dengan
payudaranya yang lain. "Payudara indahmu milikku juga. Ketika aku
menggigit dan menghisapnya dan membuatmu gila."
"Oh, Tuhan..." Aku bergerak turun dari tubuhnya, jari-jariku masih bermain dalam
dirinya, meluncur di sepanjang tonjolannya, dia semakin dekat
dengan klimaks. "Vagina manismu ini selalu milikku saat aku
memasukkan seluruh kejantananku dan menyemburkan spermaku ke
dalamnya." Aku berbisik mengatakan kata-kata kotor dan merasa
yakin itu membuat dia menjadi lebih panas lagi.
Dia menggeliat dan memutar kepalanya dan aku menyukainya
bahwa aku membuatnya liar.
Aku menjentikkan lidahku di atas klitorisnya dan kemudian
menempatkan gigiku di atasnya, menggigit dagingnya sampai aku
mendengar dia berteriak dan berpindah untuk menenangkannya,
dengan sangat perlahan dengan sentuhan lembut, membuat dia
keluar lagi dan lagi. "Aku butuh lebih! Bercintalah denganku, Ethan!"
Oh yeah, dia jadi lebih panas.
Akhirnya aku mendapatkan gadisku tepat di mana aku
menginginkannya. Aku menjadi gila dengan rasa dari semua
miliknya di lidahku, rasaku, aroma tubuhnya, kehangatannya, basah
kuyup, seks berbahan bakar oktan!
"Aku bisa memberikanmu lebih banyak, baby. Aku ingin
memberimu lebih." Aku menarik jari-jariku keluar dari liangnya,
memindahkannya ke lubang yang lain, dan mengelilingi pembukaan
dengan jari telunjukku yang basah kuyup. Napasnya tersentak dan
terhenti. Aku mengangkat kepalaku dan bergerak naik ke tubuhnya,
satu tangan menyanggaku, sisi lain bebas untuk mengeksplorasi.
Aku hanya menyelipkan ujung jariku di dalam dan bertemu
tatapannya. Dia tampak liar, matanya melebar. "Aku ingin di sini,
Brynne. Akankah kau biarkan aku bercinta dengan pantat indahmu."
Aku bicara didepan bibirnya yang bergetar dan menggigit bibir
bawahnya, ujung jariku masih menggoda pintu masuknya,
menunggu jawabannya. "Ya!" dia berbisik dengan serak tapi kesepakatan yang pasti.
Aku melepaskan diri dan membalik dirinya telungkup. Aku
mencengkeram pinggulnya di udara dan memisahkan kakinya lebar
sehingga aku bisa melakukannya dengan berlutut. Dia menakjubkan.
Benar-benar terbuka untukku, mengantisipasi dan menerima dan luar
biasa sempurna. Tanganku memegang batangku, aku meluncurkan bagian kepala
kejantananku di sekitar seksnya yang basah kuyup, bergerak di atas
klitorisnya lagi dan lagi, membuat dia lebih dekat untuk klimaks dan
milikku berpelumas dengan baik.
"Mmm hmm," aku mengerang, mengarahkan pada lubang ketatnya.
"Kau adalah seorang yang begitu sempurna..." Aku mendorong dan
menembus hanya bagian ujung kejantananku, mencoba untuk
membukanya sedikit, dan berpikir aku bisa dengan mudah
kehilangan kendali. Ejakulasi sebelum aku bisa masuk ke dalam
dirinya. Dia menegang dan melengkung atas invasiku, jadi aku segera
berhenti, meletakkan telapak tanganku di punggung bawahnya untuk
menenangkan dirinya. "Tenang...rilekslah untukku, baby." Dia
berhenti dan menarik napas berat, menungguku, tunduk pada
keinginanku, begitu sempurna untuk disetubuhi dan sangat ketat
dengan ototnya mencengkeram di sekitar kejantananku-yang-siapmeledak. Aku tak
ingin menyakitinya, tapi ya Tuhan, pemadangan
spektakuler yang menggairah sepertiku sekarang ini, akan
mengklaim akan segera mengambil bagian terakhir di mana aku bisa
berbaur bersamanya. Dia bergetar di bawahku. "Kau akan membuatku orgasme, baby. Aku
sungguh sangat ingin, tapi kau lebih dulu. Aku akan membuatmu
merasa begitu nikmat!"
"Ethan, kumohon buat aku klimaks!" Dia menggeliat dibawah ujung
kejantananku dan siap untuk masuk semuanya. Aku menyadari
bahwa dia akan membiarkanku melakukannya bahkan jika itu
menyakitkan karena dia adalah seperti seorang kekasih yang murah
hati. Santa...tolong aku! Perlu waktu segala usaha untuk tidak segera menenggelamkan diriku
ke dalam bagian tubuhnya yang membentang dan misterius, yang
belum aku miliki. Aku ingin. Aku butuh. Tapi aku ingin dan butuh
untuk lebih menghargai dirinya. Aku tahu aku akan menyakitinya
dan dia belum siap. Kami harus mengusahakannya-sesuatu untuk
dinantikan. Seperti hal baru yang kita lakukan bersama-sama. Aku
sedang lupa diri sekarang dan ini bukan saat yang tepat untuk
memaksanya melakukan anal untuk pertama kalinya denganku.
"Brynne...Aku sangat mencintaimu," bisikku di punggungnya,
mengarahkan kejantananku ke bawah untuk menemukan vaginanya.
Miliknya begitu panas seakan terbakar ketika aku menyentuhnya.
Aku mendengar teriakanku sendiri ketika aku menghujam jauh di
dalam dirinya dan mulai bercinta. Tanganku di pinggulnya
mencengkeram dengan ketat, menghentakkan dengan keras
pantatnya ke batangku, lagi dan lagi dan lagi, suara benturan tubuh
kami terdengar di tengah dengusan kenikmatan murni
menggantikannya. Kami seperti itu untuk waktu yang lama. Aku membutuhkan terror
mimpi itu keluar dari sistemku dan bercinta adalah cara bagiku
untuk membuat itu terlaksana. Jika kau dapat bercinta maka kau
masih hidup - logika brutal itu cukup sulit untuk di bantah.
Itu percintaan yang cukup kasar, bahkan bagi kami. Dan Brynne bisa
menerima kekasaran itu dariku. Dia pernah menerima itu
sebelumnya dan dia akan mendapatnya lagi karena aku tak pernah
membiarkan dia pergi. Takkan pernah. Aku tak bisa membayangkan
melakukan hal yang baru saja kulakukan padanya dengan orang lain.
Aku tahu aku tidak akan bisa.
Aku kemudian memahami dalam kegelapan, setelah aku
menyeretnya pada perjalanan seks gilaku, dan setelah ia jatuh ke
dalam tidur nyenyak di sampingku. Dia orgasme begitu sering
hingga dia pingsan karena kelelahan setelah aku akhirnya bisa
memaksa diriku untuk berhenti. Bagaimanapun dia tak pernah
memintaku untuk berhenti. Gadisku memberikan dirinya sendiri
padaku dan tidak memaksa memnta jawaban. Dan aku sangat senang
karena aku belum ingin membicarakan semua itu sekarang. Bagian
dalam jiwaku terlalu liar setelah mimpi burukku.
Aku ingin menyalakan rokok tapi membantah diriku sendiri.
Rasanya salah jika mengingat dirinya. Itu salah merokok yang tidak
menyehatkanku dan aku tidak akan melakukannya lagi di dekatnya.
Mengamati tidurnya setelah sesi itu, pernapasan sistematisnya, bulu
mata panjang yang di atas tulang pipinya, rambutnya tersebar
dengan liar di atas bantal, membuatku terpukau sepenuhnya. Aku
tahu aku telah menemukan malaikatku pada akhirnya dan aku akan
berpegangan padanya dengan semua yang kumiliki.
Tidak ada lagi menyerah pada mimpi...
Dia menyelamatkanku dari kegilaan suara penyiksaku. Dia
membuatku menginginkan hal-hal yang tak pernah aku ingin
sebelumnya. Aku akan membunuh jika aku harus, agar dia aman. Itu
akan membunuhku jika sesuatu pernah terjadi padanya.
Akhirnya aku bisa tertidur lagi dan itu hanya karena dia ada di sana
denganku. *** Bab 9 Aku terbangun di tempat tidur yang kosong, flat yang kosong, dan
dengan sebuah mimpi buruk. Setelah apa yang terjadi semalam, hal
terakhir yang kuinginkan adalah Brynne menjadi AWOL (kabur)
dariku. Firasat pertamaku bahwa terjadi sesuatu yang salah datang ketika
aku bisa berguling dan terus berguling di tempat tidur. Tak ada tubuh
yang lembut dan hangat yang beraroma bunga yang mengajakku
bercinta tadi malam dan untuk terus menekan dan membungkus
diriku. Hanya seprai dan bantal. Dia tidak ada di tempat tidurku. Aku
memanggil namanya dan hanya keheningan yang menjawabku. Aku
mulai merasa ketakutan dan itu menyiksaku.
Semalam terlalu berlebihan untuknya"
Pertama-tama aku memeriksa kamar mandi. Aku bisa melihat dia
menggunakan kamar mandi. Kosmetik dan sikat giginya menyeruak
penuh kesombongan tapi dia tak ada. Tak ada di dapur untuk
membuat kopi, tak ada diruang kerja untuk memeriksa emailemailnya, tak ada digym
untuk berolahraga, tak ada di manapun, di
dalam flat ini. Aku menyalakan video kamera keamanan pada monitor yang
merekam pintu depan dan lorong. Siapa pun yang datang atau pergi
akan terlihat. Hatiku berdebar begitu keras, dadaku terlihat naik
turun. Aku memutar ulang satu jam terakhir dan dia ada,
mengenakan baju joging dan berlari menuju lift, headphone
terpasang di telinganya. "Sial!" Aku berteriak, membanting tanganku ke bawah desktop.
Keluar untuk lari pagi" Aku mengerjapkan mata pada apa yang
kulihat dan menggosokkan tangan didaguku.
"Katakan kau berada disampingnya sekarang!" Teriakku keras
langsung ke Neil. "Apa?" Neil terdengar seperti dia masih terbaring di tempat tidur dan
aku merasa lebih tersiksa dari sebelumnya.
"Jawaban yang salah sobat. Brynne meninggalkan flat. Untuk lari!"
"Aku sedang tidur, E," katanya. "Mengapa aku harus menjaganya
sedangkan dia di flat bersamamu - "
Aku menutup telepon, dan menelpon Brynne keponselnya. Dan
langsung terhubung dengan voicemail. Aku hampir membenturkan
kepalaku kedinding tapi aku berhasil meng-SMS nya dengan:
SIALAN" dimana kau"
Secepatnya aku lari menuju lemari, melemparkan beberapa pakaian
dan sepatu, menyambar kunci mobil, dompet, ponsel, dan turun
menuju garasi. Aku ngebut, ban berdecit, dan mulai menghitung
seberapa jauh ia bisa pergi dalam waktu sejak dia terekam pada
kamera keamanan, pikiranku berjalan liar dengan skenario tentang
bagaimana mudahnya ia menjadi sasaran penembak profesional dan
membuatnya terlihat seperti kecelakaan.
Ini masih pagi, hanya jam tujuh lewat, hanya mendung pagi khas
London yang datang setiap hari. Mobil van pengantar barang dan
pedagang kaki lima berseliweran, kedai kopi buka seperti biasa,
seorang pelari berlatih di pagi hari, tapi itu bukan yang aku cari. Dia


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa berada di mana saja.
Aku terus berpikir mengapa dia pergi tanpa memberitahuku. Aku
takut setengah mati itu disebabkan karena aku. Apa yang dia lihat
tadi malam. Apa yang terjadi setelah...Ini sudah terlalu jauh,
pikiranku tentang Brynne sangat menggelikan. Tuhan tahu kami
berdua memiliki masalah, tapi mungkin rangkaian emosi tadi malam
terlalu berlebihan daripada yang dia inginkan. Aku mengusap
dadaku dan terus mengemudi.
Ponselku berdering. Itu dari Neil. Aku menerima melalui pengeras
suara di mobil. "Aku belum melihatnya. Aku di Cromwell sekarang, menuju selatan
tapi kupikir aku sudah mencari terlalu jauh dari yang bisa dia capai
sejak dia terekam pada kamera keamanan."
"Dengar, E, aku minta maaf."
"Kau dapat memberitahuku setelah aku menemukannya." Aku
marah, tapi itu bukan salah Neil. Brynne denganku semalam dan
Neil secara teknis bebas tugas. Salahku. Sungguh kacau, sialan.
"Aku akan menuju ke timur. Banyak pelari mengikuti Heath Downs
di taman." "Lakukan itu, sobat."
Aku terus mencari, terus berdoa dan ketika ponselku bordering, ada
sms: Sudah bangun. Mau kopi. Mau dibawakan rasa apa"
Bagaimana kalau membawa pantat manismu ke rumah, nona!
Rasa lega menjalari sampai membuatku berlututku untuk bersyukur,
tapi aku begitu sangat marah pada aksinya hari ini. Keluar hanya
untuk membeli kopi terkutuk! Ya Tuhan! Aku segera menepi dan
menyandarkan kepalaku sejenak disetir mobil. Aku harus mengatur
dan menjelaskan beberapa hal tentang bagaimana hidupnya harus
berubah selama beberapa bulan ke depan. Dan keluar sendirian pagi
itu, bukan merupakan bagian dari semua itu.
Brengsek! Jemariku bergetar saat aku membalas smsnya: kedai kopi yang
mana" Sebuah jeda singkat dan kemudian: Hot Java. Apa kau marah?""
Pertanyaan bodoh. Kedai kopi yang dia sebutkan jaraknya tidak lebih dari satu blok dari
apartemenku. Kami bahkan sering pergi ke sana di pagi hari ketika
dia bermalam denganku. Brynne ternyata tidak pergi begitu jauh dari
flat! Aku mengirim sms kembali: Jangan pergi!! Aku akan
menjemputmu! Butuh setidaknya sepuluh menit untuk memutar balik kembali ke
daerah tempat tinggalku. Aku marah pada diriku sendiri - karena
beberapa alasan, namun sebagian besar karena untuk tidur terlalu
nyenyak dan tidak sadar pada saat dia bangun dan akhirnya dia pergi
tanpa sepengetahuanku. Aku telah sedemikian tergesa-gesa
mencarinya, aku melewatinya pada saat dia di kedai kopi, dan itu
sangat tidak dapat diterima. Aku membuat kesalahan.
Aku memutuskan untuk mencari alasan karena tidur terlalu nyenyak
semalam. Mimpi buruk dan diikuti bercinta secara maraton, mungkin"
Oh, aku tahu itu akan di ungkit lagi dalam percakapan di beberapa
titik, mungkin segera, karena Brynne akan bertanya padaku, tapi
sekarang aku hanya terlalu sensitif untuk menghadapi apa yang
menggelegak di alam bawah sadarku. Penyangkalan tampaknya jauh
lebih menarik. Brengsek, joging! Aku berteriak.
Brengsek, dia tidak berada di kedai seperti yang perintahkan, tapi
keluar di trotoar sambil memegang dua kopi! Dan dia tidak
sendirian. Seorang pria menempel didekatnya, bercakap-cakap, siapa
laki-laki sialan itu. Seseorang yang dia kenal" Atau seseorang yang
melakukan pendekatan padanya, hanya Tuhan yang tahu apa
tujuannya! Dia harus dihukum untuk aksi ini.
Aku harus parkir di seberang jalan dan kemudian menyeberang. Dia
melihatku mendekat dan mengatakan sesuatu kepada temannya yang
melihat ke arahku. Matanya menyala sedikit dan ia beringsut lebih
dekat dengannya. Sialan tindakan yang salah, berengsek.
"Ethan," katanya, tersenyum seolah-olah ini adalah cara yang bisa
diterima untuk memulai hari.
Oh, sayangku, kita sangat perlu membicarakan beberapa hal.
"Brynne," kataku mesra, menariknya kemudian merangkul
pinggangnya dan menatap temannya dengan penuh arti. Orang itu
agak terlalu berani menurutku, berdiri di sana seperti dia berhak
untuk berbicara dengannya, seperti yang telah dilakukannya
sebelumnya dan seperti memiliki sejarah dengannya. Sial! Dia
mengenalnya. Orang ini tahu Brynne.
"Ethan, ini adalah Paul Langley, umm...seorang teman dari
departemen seni. Dia pengajar...Aku baru pergi dan kemudian Paul
masuk." Dia merasa gugup. Brynne tampak tidak nyaman dan aku pandai
membaca pikiran orang. Aku bisa mencium kegelisahan datang dari
dirinya. Sekarang pria itu lain lagi ceritanya. Dia tampak terlalu
sombong dan agak terlalu mudah ditebak, pikirku.
Brynne tampak seperti terjebak dan berkata, "Paul, ini
Ethan...Blackstone, pacarku." Dia memberiku secangkir kopi. "Aku
punya mistoa untukmu." Dia menatapku dan meneguk dari cangkir.
Yep. Dia merasa tidak nyaman.
Pria tolol itu menjulurkan tangannya dan menawarkan berkenalan
terlebih dahulu. Aku benci kau. Satu lenganku merangkul Brynne dan tanganku yang satunya sibuk
dengan kopi yang baru saja diberikan padaku. Aku harus melepaskan
rangkulanku untuk berjabat tangan. Aku membencinya dalam setelan
licinnya, profesional, dan potongan yang bersih dan dari semua yang
dipakainya yang terbuat dari kuningan. Aku melepaskan
rangkulanku dari pinggang Brynne dan menerima uluran jabat
tangannya. Aku meremas tegas dan mencoba untuk tidak berpikir
tentang bagaimana mengerikannya penampilanku yang terlihat
persis seperti baru saja keluar dari tempat tidur.
"Senang berkenalan dengan anda," kata Langley, dengan ogahogahan.
Aku membalas dengan mengangguk singkat. Itu yang terbaik yang
bisa kulakukan dan aku benar-benar tidak peduli apakah sikapku
kasar atau tidak. Dia adalah seorang pria di tempat yang salah pada
waktu yang salah yang pernah menjadi temanku. Aku membencinya.
Matanya membalas tatapanku. Aku memutuskan bahwa aku akan
menjadi orang yang mengakhiri jabat tangan ini terlebih dahulu.
Atau pissing contest ini (kompetisi antar rival untuk menentukan
superioritas). Aku menarik tanganku dan menekan bibirku ke rambut Brynne, tapi
mataku terus menatapnya saat aku bicara. "Aku terbangun dan kau
pergi." Aku merangkulnya lagi.
Dia tertawa gugup. "Aku hanya merasa seperti moka cokelat putih
pagi ini." "Kau masih perlu kopi pagi, ya, aku tahu. Beberapa hal ada yang
tidak pernah berubah, Brynne sayang?" Langley menyeringai penuh
rahasia ke arah Brynne dan saat itu, aku serta merta tahu. Dia pernah
tidur dengan Brynne. Atau berusaha sekuat mungkin untuk
melakukannya. Mereka memiliki semacam cerita masa lalu dan yang
bisa aku melihat hanyalah kain merah kecemburuan yang melambailambai di depan
mataku. Sialan, emosi penuh kekerasan langsung
membanjiriku detik itu juga. Aku ingin menonjok wajah Langley
sampai jatuh ketrotoar dengan tinjuku, tapi yang aku perlukan
sekarang adalah menjauhkannya dari Brynne sejauh mungkin.
"Saatnya untuk pergi, sayang," Ujarku, sambil menekan tanganku di
punggungnya. Brynne menegang sesaat tapi kemudian menyerah "Semoga
berjumpa lagi Paul. Berhati-hatilah."
"Kau juga, sayang. Aku punya nomor barumu dan kau punya
nomorku, jadi kau tahu di mana menemukanku." Bajingan itu
menatapku dan tidak salah lagi ada tantangan dalam tatapannya".
Pikirku dia adalah semacam idiot dan menunjukkan tantangan
padaku bahwa jika Brynne perlu diselamatkan dia hanya perlu
menelepon dan Pangeran Tampan akan datang untuknya.
Enyah. Kau. Bedebah. Menyedihkan.
Brynne mengangguk dan tersenyum padanya. "Selamat tinggal,
Paul." Ya, enyahlah...Paul. Itu sangat jelas bahwa Paul tidak ingin meninggalkannya. Sangat
terlihat ia ingin menciumnya atau memeluknya untuk salam
perpisahan, namun dia cukup pintar untuk tidak melakukannya. Aku
tidak mengatakan dia bodoh, hanya musuhku saja.
"Aku akan meneleponmu. Aku ingin mendengar semua tentang
Mallerton " Tangannya menunjuk ketelinganya. "Bye, sayang." Dia
menatapku dan aku membalasnya sekilas. Aku benar-benar berharap
dia bisa membaca pikiranku karena aku punya begitu banyak katakata yang harus
dia dengar. Laki-laki bedebah, sialan! Kau benar-benar TIDAK akan pernah
menelponnya untuk bicara tentang Mallerton. Kau tak akan melihat
dia dan kau tak akan berpikir tentang dia, OK! Camkan itu"!
Gadisku BUKAN pacarmu sekarang, tidak akan pernah, bahkan di
masa depan sekalipun. Mengingkirlah dari pandanganku sebelum
aku terpaksa melakukan sesuatu yang akan membuatku menghadapi
banyak masalah dengan pacarKU.
Kami mulai menyeberang jalan, hatiku berdebar keras, kemarahan
mengalir keluar dariku, ketika ia membuka mulutnya.
"Tadi itu apa, Ethan" Kau sangat kasar."
"Jalan terus. Kita akan membicarakan ini di rumah," aku berhasil
menahan kesabaranku sampai kita menyeberang.
Dia memelototiku seperti ada kepala lain yang tumbuh dikepalaku
dan berhenti di trotoar. "Aku bertanya padamu. Jangan bicara padaku
seperti aku seorang anak kecil yang nakal!"
"Masuk ke mobil," bentakku, aku berusaha untuk tetap
menggandengnya dan mendudukannya di kursi. Itu hampir saja
terjadi, walaupun dia tidak menyadarinya
"Maaf, tapi ini omong kosong. Aku akan pulang jalan kaki." Dia
menyentak pergi dariku. Aku ingin meledak, aku begitu kesal. Aku meraih tangannya agar dia
tidak pergi. "Tidak, kau tidak akan jalan, Brynne. Naik ke mobil
sekarang. Aku akan membawamu pulang." Aku bicara rendah dan
tepat ke wajahnya di mana aku bisa melihat mata marah berkedip ke
arahku. Dia begitu menakjubkan ketika ia gusar. Dan itu membuatku
ingin menyeretnya ke tempat tidur dan melakukan hal-hal yang
sangat nakal ke tubuhnya selama sekitar satu setengah hari.
"Aku tidak mau diperintahkan olehmu. Mengapa kau bertingkah
seperti ini?" Aku menutup mataku dan mencoba bersabar. "Aku tidak
bertingkah." Orang-orang menatap kita. Mungkin bisa mendengar
percakapan kita juga. Gila! "Tolong masuklah ke dalam mobil,
Brynne?" Aku mencoba senyum palsu.
"Kau sangat menyebalkan, Ethan. Aku masih punya kehidupan. Aku
akan jalan-jalan di pagi hari dan dapat mampir ke kedai kopi jika
aku mau." "Tidak, jika tanpa aku atau Neil. Sekarang dudukkanlah pantat
manismu kedalam mobil sialan ini!"
Dia menatapku sejenak dan menggelengkan kepalanya, matanya
menyala tajam seperti belati kearahku. Dagunya terangkat angkuh
sebelum dia menginjak ke Rover dan masuk, aku mengabaikan
perilakunya, berpikir bahwa aku hanya sedang bersikap murah hati
pada saat ini. Aku mengirim sms ke Neil agar dia tahu bahwa aku
sudah menemukannya dan membuatnya menungguku, sementara
aku melakukannya. Dia terkunci di dalam mobil dan tidak bisa pergi
ke mana pun, setidaknya untuk saat ini.
Aku menatapnya. Dia menatapku. Dia marah. Aku lebih marah
dibanding dia. "Jangan pernah melakukannya lagi," kataku dengan tegas.
"Apa, berjalan-jalan" Membeli kopi" " Dia cemberut dan
memandang ke luar jendela. Ponselnya menyala dan berdering. Dia
menatapku saat dia menerima panggilan. "Ya, aku baik-baik saja,
Paul. Aku minta maaf untuk semuanya, tapi jangan khawatir. Hanya
sedikit pertengkaran antar sesama pasangan." Dia malah
menyeringai padaku saat dia memberitahu kebajingan itu bahwa aku
sedang mengalami hari yang buruk.
Aku ingin merebut ponsel dari tangannya dan membuangnya keluar
jendela, dan itu akan terjadi jika ia tidak mematikannya dan
menyimpannya dalam saku. "Kau tahu apa yang maksudku, Brynne,
dan jangan mengejekku di depannya!"
"Kau membuatku malu tadi, Ethan! Paul pikir bahwa kau adalah - "
"Aku sama sekali tak perduli apapun yang bajingan itu pikir.
Memangnya dia siapa?"
"Dia pria yang baik dan seorang teman." Dia tidak menatapku ketika
ia mengatakan itu dan aku tahu. Oh sialan, aku tahu!
"Apakah kau membiarkan dia menidurimu, Brynne?" Apakah dia
tahu bahwa kemaluanmu diciptakan hanya untuk bercinta" Apakah
tangannya pernah membelai seluruh tubuhmu, kemaluannya di
dalam dirimu" Hmmmm" Aku benar-benar ingin tahu. Ceritakan
tentang kau dan pria baik bernama Paul itu."
"Kau benar-benar bajingan sekarang." Dia melipat tangannya di
bawah payudaranya dan memandang ke depan keluar kaca depan.
"Aku tak akan bilang apa pun padamu."
"Apakah kau tidur dengannya!?"
Dia bergeser di kursi dan memberiku pandangan yang membuat
nyeri kejantananku. "Siapa yang terakhir kali kau tiduri sebelum kau
mengalihkan pandanganmu padaku, Ethan" Siapa gadis yang
beruntung itu" Aku tahu itu tidak mungkin lebih dari seminggu yang
lalu ketika kita melakukannya untuk pertama kalinya!" Dia mulai
menggerakkan tangannya. "Kata orang, seminggu adalah waktu yang
lama untuk hidup tanpa seks!"
Oh sial! Itu bukan pemikiran yang bagus karena dia benar. Aku benci
mengakuinya, tapi aku tak bisa menceritakan nama yang terakhir
yang telah mampu membuatku bergairah. Pamela" Penelope"
Sesuatu yang dimulai dengan P ... Ivan pasti tahu, dia punya daftar
panjang teman-teman wanita dan dia perkenalkan padaku. Aku
mendengus saat menyadari bahwa aku benar-benar tidak ingat, dan
fakta bahwa siapa pun itu, tidak membuatku berkesan dan harus
terus mengingatnya namanya.
Paul mulai dengan P juga, pikirku. Aku cukup yakin aku tak akan
pernah lupa namanya, tidak sekalipun.
"Sulit mengingat namanya?" Tanya Brynne.
Ya. "Apa warna rambutnya, hmmm?"
Strawberry blonde au naturale. Aku ingat itu.
"Apakah kau akan bercinta dengannya lagi, Ethan, jika kau belum
berjumpa denganku?" Dia terus mengejek.
Aku tidak menjawab. Aku menyalakan mobil dan meluncur ke jalan
raya, aku hanya ingin pulang dan mungkin kembali ke masa
beberapa jam yang lalu. Aku benci berdebat dengannya.
"Mengapa kau menyelinap keluar?" Akhirnya aku berhasil bertanya.
"Setelah tadi malam, kau meninggalkanku pagi ini?"
"Aku tidak meninggalakanmu, Ethan. Aku bangun, menggunakan


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

treadmill-mu, mandi dan ingin kopi moka. Kita sering pergi ke toko
itu, dan aku tahu kau lelah dari ... um ... tadi malam."
Jadi dia berpikir tentang semalam juga. Aku tak tahu apakah ini
keuntungan buatku atau tidak tapi aku berharap begitu. Aku masuk
kedalam garasi apartemenku dan memarkir Rover. Aku
memandangnya, dan dia mendesis marah di kursinya.
Brynne belum selesai mengejekku rupanya. "Ini sering kulakukan
setiap pagi. Hari ini tidak hujan dan hari yang sempurna untuk
berjalan-jalan." Dia mengangkat tangannya lagi. "Aku telah
berolahraga di atas treadmill dan ingin moka cokelat putih. Apakah
itu tindak kriminal" Ini bukanlah seperti aku menerobos masuk ke
The Tower dan tertangkap sedang mencuri permata mahkota atau
yang lainnya." Aku memutar mataku. "Sayang, kau tahu seperti apa rasanya bagiku
pagi ini ketika tahu bahwa kau pergi" Tidak ada pesan, tidak ada
catatan, tidak apapun!"
Dia memutar kepalanya dari kursi dan mendongak. "Tuhan tolong
aku! Aku meninggalkan pesan! Sungguh. Aku meletakkannya di
bantal sehingga kau dapat melihatnya. Isinya: Pergi untuk membeli
kopi di Java. Segera kembali. Aku menggunakan gym-mu dan mandi
sebelum aku pergi. Apakah aku melaporkan setiap hal yang aku
lakukan" Tidak ada yang dirahasiakan, hanya rutinitas pagi yang
normal, Ethan!" Bukan pagi yang normal yang ingin aku alami lagi, terima kasih
banyak! "Aku tidak melihat pesanmu! Aku meneleponmu dan masuk ke
voice mail! Kenapa kau tidak menerimanya padahal kau hanya
berjalan untuk membeli kopi?" Aku keluar dan membukakan pintu
untuknya. Aku ingin kembali ke flat agar lebih leluasa. Pertengkaran
di tempat umum seperti ini sungguh memuakkan.
Dia menggelengkan kepalanya dan keluar dari mobil. "Aku sedang
berbicara dengan tante Marie."
Aku menekan tombol lift. "Sepagi itu?" Aku menggandengnya
masuk ke lift dan mendorongnya ke sudut, tanganku melingkarinya
sehingga aku bisa sedikit mendesaknya. Dia adalah meriam yang tak
tersulut saat ini. Suara pintu menutup yang membuat kami lebih
mempunyai privasi adalah suara sambutan selamat datang yang
paling hangat yang aku dengar saat ini.
"Tante Marie bangun pagi dan dia tahu aku bangun di pagi hari
untuk berjalan-jalan." Brynne menatap mulutku, matanya jelalatan
saat ia membacaku. Aku berharap aku tahu apa yang sedang
dipikirkannya. Apa yang ada di hatinya. Aku mendorong sangat
dekat dengan tubuhnya, namun tidak menyentuh. Aku hanya ingin
menyerap fakta bahwa aku memilikinya kembali dalam keadaan
utuh. "Jangan lakukan itu lagi, Brynne. Aku serius. Kebebasanmu untuk
pergi sendiri sudah berakhir."
Pintu lift terbuka dan dia merunduk sedikit untuk keluar. Aku
mengikutinya menyusuri lorong dan membuka pintu depan
apartemenku. Segera setelah kami berada di dalam dia membiarkan
aku. Matanya menyala. Dia sangat-sangat marah, dan benar-benar
cantik dan membuat milikku keras seperti batu. "Jadi aku bahkan
tidak diizinkan untuk pergi ke Java dan membeli kopi?" Tanyanya.
"Tidak seperti itu. Kau tidak diizinkan untuk pergi sendirian dan
terutama tanpa memberitahu siapa pun!" Aku menggeleng putus asa
pada apa yang telah dilakukannya, melemparkan kunciku dan
membelai kepalaku. "Mengapa konsep ini begitu sulit dipahami?"
Dia menatapku aneh seperti dia sedang berusaha memahamiku.
"Mengapa kau benar-benar begitu marah, Ethan" Pergi untuk
membeli kopi di pagi hari dan di sekitar orang-orang ramai tidak
mungkin sebegitu berisikonya." Dia melipat tangannya di bawah
payudaranya lagi. "Yang aku tahu, kau putus denganku lagi dan pulang ke tempatmu!"
Kebenaran kadang-kadang menyakitkan. Apakah aku baru saja
mengatakannya dengan keras"
"Ethan! Aku tidak akan melakukan itu." Dia memelototiku.
"Mengapa kau berpikir bahwa aku akan melakukannya?"
"Karena kau sudah pernah melakukan itu sebelumnya!" Teriakku.
Ada bajingan jahat yang mengatakan kebenaran lagi, berjalan
seperti cacing jahat ke tempat-tempat bersama dengan rasa tidak
amanku. "Persetan kau!" Desisnya, rambutnya tersibak saat ia berbalik dan
lari ke kamar tidur, membanting pintu sambil masuk.
Sialan, dia begitu butuh bercinta. Aku bisa memikirkan beberapa hal
yang akan membungkamnya. Kau pikir setelah tadi malam ia akan
bangun dengan lembut dan patuh seperti anak kucing mengantuk.
Tidak seberuntung itu. Aku punya kucing liar yang marah di
tanganku. Aku baru sadar telah meninggalkan kopi yang ia belikan untukku
dikursi mobilku. Persetan kopi sialan, aku butuh sebotol Van Gogh
dan sekitar selusin cerutu.
Aku juga harus mandi dan membuat beberapa hal menjadi benarbenar jelas kepada
wanita yang benar-benar membuatku frustasi. Ya
Tuhan, dia sangat susah dikendalikan ketika seperti ini, tapi aku
harus mandi dulu dan kemudian mungkin aku bisa duduk berdua dan
mencoba menjelaskan suatu penalaran logis. Aku langsung ke kamar
mandi daripada harus kekamar tidur karena aku membayangkan di
sedang berhias untuk pergi bekerja, dan kupikir sedikit privasi akan
dihargai mengingat dia baru saja mengatakan padaku untuk enyah
darinya. Aku membuka sepatu dan kemeja dan masuk ke kamar
mandi. Aku harus memegang bola mataku karena hampir saja keluar dari
kepalaku dan dan terjatuh di lantai. Brynne berdiri di sana setengah
telanjang memakai lingerie yang benar-benar seksi, sedang
berdandan, atau menata rambutnya.
Dia menoleh dan memberiku tatapan yang mengisyaratkan bahwa
dia masih sangat marah. "Aku menemukan pesanku yang aku
tinggalkan untukmu." Dia mengambil secarik kertas dari meja rias.
"Itu di bawah sprei ketika kau menggesernya," dia menyeringai,
dibiarkan kertas itu jatuh, dan kemudian berbalik kembali ke cermin
dan berkedip cantik, celana renda hitamnya membuatku merasa
bahwa beberapa saraf mataku telah ditembak.
Aku berpikir tentang pantatnya dan tentang tadi malam. Apa yang
telah selesai kita lakukan, dan apa yang tidak selesai...
Matanya menatapku di cermin sesaat sebelum dia menunduk,
dadanya memerah di atas gundukan payudaranya dalam bra renda
hitam, seketika aku cemburu.
Itu baru gadisku. Dia juga ingat. Beberapa hal di antara kita mungkin sedang kacau
sekarang, tapi di dalam urusan seks kami sangat solid.
"Kita bahkan jauh dari selesai membahas masalah bagaimana
menjaga keamanan dan keselamatanmu." Aku melangkah di
belakangnya, membawa tanganku ke rambutnya dan menggenggam
penuh rambutnya. Dia menarik napas dalam dan matanya melebar
untuk menatapku melalui cermin. "Dan kau sangat bermasalah
sekarang." Aku menarik kepalanya ke samping dan memamerkan
lehernya sehingga aku bisa mendapatkannya.
"Ahhhh," desahnya berat. "Apa yang kau lakukan?"
Aku turun di lehernya dan menyeret bibirku keleher rampingnya,
menggigit dengan gigiku. Aku hanya sedkit menggigit untuk
mendapatkan sedikit suara keluar dari dirinya. Dia begitu harum dan
membuatku mabuk ke titik dimana aku tak bisa mempertahankan
kontrol lebih lama lagi. "Bukan aku. Kaulah orangnya yang akan mengatakannya. Kau yang
akan memberitahuku apa yang harus kulakukan, sayang. Apa yang
harus kulakukan padamu terlebih dulu?" Satu tanganku tetap di
rambutnya dan tanganku yang lain meraba perutnya yang rata dan
terentang keluar, menekan keras saat aku turun di bawah renda
halus. Dia menggeliat tapi aku memeluknya erat sekali, jari tengahku
meluncur tepat antara lipatan dan klitorisnya. "Di sini?" Aku
menggerakkan jariku bolak-balik, melumasinya, membuatnya
nikmat dan basah untukku, tapi tidak memasukinya. Dia harus
berusaha mendapatkannya. "Oh, Tuhan," mendesahnya.
Aku menarik rambutnya sedikit. "Jawaban yang salah, cantik. Kau
belum memberitahuku apa yang harus kulakukan padamu. Sekarang
katakan, 'Ethan, aku ingin kau..." Aku melepaskan tanganku dari
pangkal pahanya dan membawa jari yang sudah meluncur di sekitar
kemaluannya ke mulutku. Aku mengisapnya sampai bersih dengan
cara yang dibuat-buat. "Mmmmm, seperti madu berempah." Aku
menggigit lehernya lagi. Dia frustrasi dan panas dan sangat butuh, dan aku menikmati
menghukumnya untuk apa yang telah dilakukannya. Dia bersandar
kepadaku dan menggeliat pantatnya melawan kejantananku. Aku
menarik pinggulku kembali dan tertawa rendah mendengar suara
protes keluar darinya ketika aku melakukannya.
"Ethan..." Aku berdecak padanya dan menarik-narik rambutnya lagi. "Kau
masih menantang. Aku masih menunggu, sayang. Katakan apa yang
kau inginkan dariku." Aku membawa tanganku yang bebas ke
pantatnya dan mencengkeram kasar. "Kau memulai permainan kecil
dan kau tahu itu, jadi katakan padaku apa yang harus kulakukan
padamu." Dia tersentak ketika aku menekan jariku dan mencoba
untuk mendorong kembali terhadap kejantananku lagi. "Tidak. Kau
tidak mendapatkannya sampai kau meminta dengan manis." Aku
memindahkan tanganku ke atas pantatnya dan memukul. Dia
menjerit dan kaku berdiri di atas jari-jari kakinya, melengkung
seperti dewi kecantikan. "Ethan, aku ingin kau..." dia melunak dan mencoba untuk mengubah
posisi kepalanya di dadaku.
"Mmmmm, jadi kau menyukai di pukul di pantat cantikmu, ya" Apa
aku harus memukulmu lagi?" aku berbisik tepat di telinganya. "Kau
senang dipukul, sayang. Kau tahu bahwa kau layak
mendapatkannya, dan kau masih belum selesai dengan hal nakal
seperti yang aku tanyakan. Katakan apa yang harus kulakukan untuk
membawamu kewastafel."
Dia menjerit dengan suara submisif yang indah yang membuat
jantungku berdebar dan kejantananku akan meledak.
"Katakan padaku!" Aku memukul pantatnya lagi, menahan napas
saat aku menunggu tanggapannya.
"Ahhh!" Dia melengkung dengan elegan dan membuka mulutnya
dengan terengah. Aku tahu aku akan menang, aku tahu dia akan
memberitahuku, dan getaran itu seperti pernahku kenal ketika ia
mengucapkan kata-kata. "Ethan, kau akan bercinta denganku
diwastafel!" "Membungkuk dan berpeganglah di tepinya," Aku memerintah,
mundur sedikit dan menunggu kepatuhannya. Dia gemetar sedikit
tapi menuju ke posisi seperti yang aku perintahkan, tampak begitu
seksi dan itu hampir mustahil untuk membungkus otakku dari
pikiran untuk bercinta, tapi rasanya terlalu indah untuk berhenti.
Aku mendorong jariku dibawah karet renda hitam minim dan
melucutinya, mendorong kakinya terpisah saat ia melangkah keluar.
Aku bisa mencium gairahnya, dia menginginkanku, untuk apa saja
yang bisa kuberikan padanya. Aku membuka celana joggingku dan
memegang kejantananku. Aku meluncur di atas celah basah dan
mengusap tepat di klitorisnya tapi tetap tanpa penetrasi. "Apakah ini
yang kau inginkan, cintaku?"
Brynne menggeliatkan miliknya yang sudah sangat basah dan
mencoba untuk menyentuh kejantananku. Aku menghargai usahanya
tapi aku yang memegang senjata dan aku butuh usahanya lebih dari
itu. Gadisku harus sedikit lebih bekerja keras untuk mendapatkan
hadiahnya. Aku kembali ke rambutnya dan mengambil segenggam lagi,
lehernya meregang kembali dengan elegan. "Jawab pertanyaanku
sayang," kataku pelan. Tenggorokan indahnya bergerak ketika dia
menelan pada saat kami saling memandang di cermin. Tarikan di
rambut adalah pemicu untuknya. Aku pernah menyentak cukup keras
dan itu menyakitinya, padahal hanya untuk memindahkan posisi
tubuhnya dan mendominasinya selama bercinta. Itu membuatnya liar
dan jika dia tidak bergairah aku tak akan pernah melakukannya. Aku
tahu semua cara untuk menyenangkan gadisku.
"Ya, aku ingin kejantananmu, Ethan. Aku ingin kau bercinta dengan
itu dan membuatku orgasme! Kumohon." Dia gemetar terhadap
tubuhku, benar-benar mendidih dengan panas!
Aku tertawa dan menjilat lehernya. "Gadis baik. Dan apa faktanya
sayang?" Aku meraba lagi klitorisnya yang sangat sensitif dan
menunggu, menyukai rasa kulitnya dan bau gairah yang datang dari
dirinya. "Faktanya adalah...Aku milikmu, Ethan! Sekarang kumohon!"
Pintanya, mengisi hatiku dan membuatnya meledak saat mendengar
kata-kata itu. Benar-benar sempurna. "Ya kau milikku, dan itu tujuanku, sayang.
Menyenangkanmu, menyenangkanku." Aku memposisikan ujung
kejantananku dan menusuk sejauh yang aku bisa capai. Tubuh kami
berdua menjerit ketika tubuh kami terhubung.
Aku terus memegang rambut halusnya saat aku bercinta dengannya
sehingga aku bisa melihat mata indahnya melalui cermin. Itulah
kesukaanku. Aku tak tahu mengapa, tapi dengan Brynne aku perlu
matanya ketika kita bercinta. Aku ingin melihatnya dan ingin
melihat setiap sensasi, setiap dorongan dan tarikan ketika milik
bergesekkan, saling mengasah dan saling mencengkeram,
mendorong kita maju sampai menjelang akhir, sampai kita
kehilangan diri kita dalam perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh
kami berdua bersama-sama.
Ada kebenaran ketika menatap mata kekasihmu ketika kau klimaks,
dan tenggelam di mata Brynne ketika itu terjadi adalah hal yang
begitu kuat mengikat, itu mengikatku padanya untuk sesuatu yang
berarti penting dan nyata. Intensitas yang sedang terjadi di antara
kami sebenarnya membuatku takut. Itu membuatku sangat rentan
tapi sudah terlambat sekarang. Aku terlanjur jatuh.
Otot organ dalam miliknya menarikku ketika dia berkontraksi
menuju orgasme, meneriakkan namaku dan gemetar. Aku terus
memompanya, merasakannya kepalannya saat kejantananku
didalamnya. Dia terasa begitu nikmat ketika kejang disekitar
kejantananku yang membuat mataku tersengat.
Tubuh Brynne diciptakan untuk bercinta, tapi yang penting adalah
dirinya. dirinya lah yang kucintai. Beberapa detik sebelum aku
mencapai klimaks, aku mendorong masuk sedalam-dalamnya dan
sejauh yang aku bisa dan menggigit bahunya. Dia berteriak dan aku
hapal suara itu, tapi aku tak tahu apakah itu dari rasa sakit atau atau
rasa nikmat. Aku tidak bermaksud menyakitinya dan hampir saja aku
kehilangan kendali saat itu, aku hanya ingin berpegang padanya,
tetap bersamaku, mengisi tubuhnya dengan cairanku, membuatnya
jadi milikku. Saat cairanku tertumpah keluar dariku dan masuk ke dalam dirinya
aku mengucapkannya lagi. "Aku...cinta...kau..."
Aku menatap matanya, di cermin ketika aku mengatakan itu.
Kami sama sekali tidak berhasil berangkat kerja tepat waktu. Tidak


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masalah. Ada beberapa hal yang lebih penting. Kami berdua luluh
lantak setelah bercinta dan nyaris tidak bisa berdiri setelahnya, jadi
aku menggendongnya dan membawanya ke kamar mandi. Aku
membasuh seluruh tubuhnya dan mempersilahkan dia untuk
membasuhku. Kami tidak bicara, hanya menatap dan menyentuh dan
mencium dan berpikir. Setelah mandi aku membungkusnya dengan
handuk dan membawanya kembali ke tempat tidur, baru setelah itu,
dia berbaring di sampingku dengan lembut dan puas, kami bicara
tentang banyak hal. "Ini tidak aman bagimu untuk pergi keluar sendirian. Kau tidak bisa
lagi. Kita tak tahu motifnya apa dan aku tak mau mengambil resiko
untukmu." Aku bicara lembut tapi tegas, aku tidak bergeming pada
titik ini dan hanya itu yang perlu kukatakan. "Itu saja."
"Sungguh" Apakah seburuk itu" "Dia tampak terkejut dan lalu
terlihat ekspresi ketakutan yang pernah aku lihat muncul di
wajahnya. "Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di kubu Oakley atau
lawannya. Kita harus menganggap Oakley mengawasimu, Brynne.
Sudah bertahun-tahun dia tahu di mana kau berada, di mana kau
bekerja, di mana kau tinggal, dan mungkin teman-temanmu juga.
Aku perlu bicara dengan Gabrielle dan Clarkson segera. Mereka
harus diberikan pengarahan karena mereka terhubung denganmu.
Teman-temanmu tahu segalanya, kan?"
Dia mengangguk sedih. "Aku hanya bingung mengapa orang ingin
menyakitiku. Aku tidak melakukan apa-apa dan aku pasti tidak ingin
mengingat masa lalu. Aku hanya ingin melupakan itu pernah terjadi!
Bagaimana ini bisa menjadi salahku?"
Aku mencium keningnya dan mengusap dagunya dengan ibu jariku.
"Bukan salahmu. Kita hanya akan berhati-hati menjagamu. Sangat sangat - berhati-hati," kataku, mencium bibir tiga kali berturut-turut.
"Aku tidak menginginkan apapun dari Senator Oakley," bisiknya.
"Itu karena kau tidak oportunistik. Kebanyakan orang akan memeras
dia agar mau bungkam. Kau tidak melakukan itu dan mereka akan
mengawasimu untuk melihat apa yang mungkin akan kau lakukan.
Dan aku yakin mereka juga akan mengawasi apakah musuh Oakley
mencoba untuk mendekatimu. Dan sejujurnya, musuh politiknya
malah lebih menjadi perhatianku. Oakley tahu tentang video itu, dan
itu membuatnya bersalah, Artinya, anak tertuanya dan temantemannya melakukan
kejahatan dan ia menutupinya. Lawan Oakley
jika menemukan informasi ini akan menjadi harta karun politik.
Belum lagi berita yang benar-benar kotor untuk menaikkan oplah
penjualan Koran." "Oh, Tuhan..." Dia berguling dan telentang, meletakkan lengannya di
atas matanya. "Hei." Aku menariknya kembali menghadapku. "Jangan khawatir,
oke" Aku akan memastikan mereka tak akan mengganggumu untuk
berbagai macam alasan. Ini pekerjaanku dan satu hal lagi, kau
pacarku." Aku memegang erat wajahnya. "Itu tidak berubah
untukmu, kan?" Aku tidak melepaskannya karena aku butuh
kepastian. Aku harus tahu. "Semalam itu...kacau - "
"Perasaanku tidak berubah," dia menyela, "aku masih pacarmu,
Ethan. Tadi malam tidak mengubah apa-apa. Kau memiliki sisi gelap
dan begitu juga aku. Aku mengerti."
Aku berguling ke dalam selimut dan mencium lambat dan
menyeluruh, membiarkan dia tahu betapa aku harus mendengar katakata ini darinya.
Namun, aku ingin lebih. Selalu lebih. Bagaimana
mungkin aku bisa cukup ketika dia begitu manis cantik dan indah"
"Aku minta maaf tentang pagi ini," katanya, menelusuri bibir
bawahku dengan jarinya. "Aku berjanji aku tidak akan
meninggalkanmu seperti itu lagi, dan aku sungguh-sungguh. Aku
sedih ketika kau pikir aku akan melakukannya lagi. Kau membuatku
takut ketika kau bangun dari mimpi burukmu, Ethan. Aku benci
melihat kau tersakiti seperti itu."
Aku mencium jarinya. "Bagian egois dari diriku sangat senang kau
ada di sini. Melihatmu begitu melegakan, aku bahkan tak dapat
mengekspresikan emosi yang keluar dariku ketika aku melihat
bahwa kau aman di sampingku. Tapi bagian lain dari diriku
membenci apa yang telah kau saksikan." Aku menggeleng. "Aku
membencimu melihat aku seperti itu, Brynne."
"Kau telah melihatku setelah mimpi buruk, dan itu tidak mengubah
perasaanmu," katanya.
"Tidak, tentu tidak."
"Jadi bagaimana ini bisa berbeda untukku, Ethan" Kau tidak pernah
berbagi denganku...Kau tidak mengijinkan aku masuk." Dia
terdengar terluka, lagi. "Aku - aku tak tahu...aku akan mencoba, oke" Aku tak pernah bicara
pada siapapun tentang apa yang terjadi. Aku tidak tahu apakah aku
bisa...dan aku tahu aku tak ingin membawamu ke tempat yang gelap.
Ini bukanlah tempat aku inginkan untuk kau kunjungi, Brynne."
"Oh, sayang," ia menarik jari-jarinya di atas pelipisku dan menatap
mataku. "Tapi aku akan pergi ke sana untukmu." Dia menatapku.
"Aku ingin menjadi cukup penting bagimu untuk menceritakan
rahasiamu, dan kau harus mengijinkanku juga. Aku pendengar yang
baik. Kau bermimpi apa?"
Aku mencoba untuk menjadi normal untuknya, aku hanya tak tahu
apakah aku bisa. Aku kira itu adalah sesuatu yang harus aku hadapi
jika aku ingin terus bersamanya. Brynne keras kepala dan bagian
dari diriku tahu dia tidak akan membiarkan ini berakhir karena aku
bilang aku tidak ingin membicarakannya.
"Kau penting, Brynne. Kau adalah bagian terpenting dari hidupku."
Aku menelusuri garis rambutnya dengan jariku dan menciumnya
lagi, menyapu mendalam dengan lidahku, menikmati rasa manis dan
mencintai penerimaan lembut untukku. Tapi ciuman akhirnya harus
berakhir dan masih ada monster yang harus aku hadapi.
Aku mengumpulkan keberanian dari suatu tempat dan mengambil
napas dalam-dalam, menggelinding jauh ke punggungku dan
menatap langit. Hari telah menjadi abu-abu seperti suasana hatiku
dan itu tampak seperti hujan akan turun. Selaras tepat dengan
kepalaku yang seperti berkabut, Brynne tetap disampingku,
menungguku untuk mengatakan sesuatu.
"Aku minta maaf atas tadi malam, dan bagaimana sikapku
denganmu sesudahnya. Aku sombong dan itu terlalu berlebihan."
Aku bicara dengan lembut. "Maafkan aku?"
"Tentu saja kumaafkan, Ethan. Tapi aku ingin mengerti mengapa."
Dia mengulurkan tangan dan meletakkannya di atas jantungku dan
membiarkannya di sana. "Mimpi buruk itu terjadi ketika aku berada di pasukan khusus.
Timku disergap, sebagian besar dari mereka tewas. Aku adalah
perwira senior dan senjataku macet. Aku pun ditangkap...Orangorang Afghan itu
menyanderaku dan menginterogasiku selama dua
puluh dua hari." Dia menarik napas tajam. "Apakah itu kenapa kau punya bekas luka
di punggungmu" Apakah mereka melakukan itu padamu?" Suaranya
lembut tapi aku bisa mendengar kekhawatiran dalam kata-katanya.
"Ya. Mereka mencambukku dengan tali...dan dengan benda-benda
lain." Dia mencengkeramku sedikit ketat dan Aku menelan ludah,
merasakan kecemasanku naik tapi itu terus terjadi, merasa buruk dan
merasa menyesatkannya, tapi itu tidak benar-benar menjelaskan
bahwa bekas luka terburukku bukan yang di ada dipunggungku.
"Aku memimpikan sesuatu akan terjadi...dan itu adalah saat ketika
kupikir aku akan - " Aku berhenti. Napasku begitu keras hingga aku
tak bisa mengatakannya lagi. Aku tidak bisa mengatakannya. Tidak
padanya. "Jantungmu berdebar kencang." Dia meletakkan bibirnya di atas
tempat otot memompa darahku dan menciumnya. Aku meletakkan
telapak tanganku di bagian belakang kepalanya dan menahannya,
menggosok rambutnya lagi dan lagi. "Tidak apa-apa, Ethan, kau tak
perlu mengatakan lagi sampai kau merasa bisa. Aku akan berada di
sini." Suaranya memiliki nada yang sedih lagi. "Aku tak ingin kau
lebih tersakiti karena aku."
Aku membelai pipinya dengan punggung jariku. "Apakah kau
nyata?" Bisikku. Matanya berkilauan padaku dan mengangguk.
"Ketika aku bangun pagi ini dan kau pergi, kupikir kau mungkin
telah meninggalkanku karena situasi kacau tadi malam dan aku baru
saja kehilanganmu. Brynne...Aku tidak bisa tanpamu sekarang. Kau
tahu itu, kan" Aku hanya tidak bisa melakukannya." Aku meraba
tanda merah di bahunya dimana aku menggigitnya dengan gigiku
ketika aku masih dalam pergolakan orgasme vulkanik di wastafel.
"Aku menandaimu. Maafkan aku." lidahku menelusuri diatas tanda
yang kubuat. Dia menggigil melawan mulutku. "Dengar." Dia memegang wajahku
dan memelukku. "Aku mencintaimu, dan aku ingin bersamamu. Aku
tahu aku tidak mengatakan itu sepanjang waktu, tapi itu bukan
berarti bahwa aku tidak mencintaimu. Ethan, Jika aku tidak ingin
bersamamu, atau aku tidak bisa bersamamu, tidak akan
melakukan...dan kau akan tahu itu."
Aku menghela napas lega yang begitu menenangkan hingga butuh
waktu satu menit untuk mengembalikan suaraku. "Katakan itu lagi."
"Aku mencintaimu, Ethan Blackstone."
*** Bab 10 Makan siang di Gladstone dan Ivan datang terlambat. Aku tidak tahu
mengapa aku repot-repot berusaha untuk datang tepat waktu dengan
sepupuku karena aku tahu dia pasti tidak tepat waktu. Aku melirik
jam tangan dan melihat ke sekeliling ruangan. Gambaran klub para
pria di abad yang lalu, tempat ini telah dihidupkan kembali dengan
linen putih, banyak kaca, dan kayu pinus, terlihat ditujukan untuk
lelaki eksklusif, societal enclave untuk orang-orang London seratus
tahun yang lalu. Well, Ivan pasti akan cocok disini. Sepupuku adalah bangsawan dari
kerajaan meskipun ia tidak suka diingatkan kembali dan tentu saja
dia tidak bertingkah seperti itu.Tak satupun dari kami bisa mengelak
bagaimana kami dilahirkan dan Ivan jelas tidak bisa menolak bahwa
sebelumnya ayahnya pernah menjadi Baron Rothvale sama seperti
aku yang tidak bisa mengelak kalau ayahku seorang sopir taksi di
London. Kami memiliki hubungan kekerabatan yang sangat jauh
selain uang yang bisa membawa kami menjadi akrab.
Siapa yang aku bodohi" Ivan bisa terjun bebas ke jurang jika ia suka,
tapi disini aku satu meja dengan dua wanita cantik yang tampak
bahagia dan indah duduk di seberangku - gadisku dan sahabatnya.
"Kalian tampak bersenang-senang saat berbelanja." Aku
menuangkan untuk mereka berdua wine Riesling yang aku pesan.
Brynne dan Gabrielle tersenyum dan saling memandang penuh
konspirasi, jelas aku hanya bisa menebak itu bagian dari suatu
misteri berbagi rahasia antar wanita. Mereka sudah selesai
berbelanja pakaian ketika aku mendapatkan pesan dari Brynne yang
bertanya padaku apa yang kulakukan untuk makan siang. Karena
mereka hanya beberapa blok dari Gladstone, aku mengatakan kepada
mereka untuk bergabung acara makan siangku dengan Ivan.
Lagipula, aku juga ingin memperkenalkan dia dengan Brynne,
berharap bahwa ia bisa menggunakan pengaruhnya di Galeri
Nasional untuk Brynne. Sial, aku merasa malu untuk meminta
bantuannya. Bukan berarti ia akan memberikan bantuan dengan
cepat. Pria itu adalah salah satu dewan museum seni yang paling
bergengsi di dunia dan dia tidak mungkin tidak mempedulikan
museum itu kecuali jika ia mencoba. Sebenarnya, aku yakin Ivan
akan mengundurkan diri jika ia bisa lolos dari kewajibannya itu.
"Benar, Ethan. Brynne membeli gaun vintage yang paling
menakjubkan untuk acara Mallerton Gala. Tunggu saja," kata
Gabrielle kepadaku. Aku membuat ekspresi menggoda. "Jadi kau mengatakan bahwa dia
akan menjadi lebih cantik dari biasanya." Aku melihat kearah
Brynne yang tersipu malu kemudian kembali lagi ke Gabrielle.
"Seperti yang aku butuhkan-lebih banyak penggemar yang akan
mengejarnya. Aku pikir aku bisa mengandalkan kamu, Gabrielle,
bisakah aku butuh sedikit bantuan disini?" Aku memohon padanya.
"Sebaliknya kenapa kau tidak membawanya ke tempat penjual jubah
mandi yang tidak menarik?" Kata-kataku seakan bercanda tapi di
dalam hati aku benar-benar serius. Aku benci ketika semua pria
memandang Brynne kemudian membayangkannya dia telanjang.
Gabrielle mengangkat bahu. "Bibi Marie menyuruh kami masuk ke
toko itu. Wanita itu memiliki kemampuan gila yang unik dan langka
dalam memilih pakaian. Gaun mungil Vintage yang indah itu terselip
di sudut yang sepi di pertokoan Knightsbridge. Aku tahu aku akan
kembali lagi kesana." Dia menyeringai kearahku. "Bagaimanapun
juga kau perlu kompetisi, Ethan, ada baiknya untukmu." Ia
mengambil anggur lalu menyesapnya dan mengalihkan perhatiannya
untuk memeriksa pesan di ponselnya.
"Tidak benar. Aku sudah cukup berjuang agar bisa berhubungan
dengan Brynne, terima kasih banyak!" Aku mengambil tangan
Brynne dan menciumnya. "Aku senang kau datang untuk makan
siang denganku." Dia hanya tersenyum misterius ala dirinya sendiri kearahku dan
tidak mengatakan apapun. Aku berharap kami hanya berdua saja.
Yang aku ketahui, Gabrielle adalah teman paling setianya, dan
sangat melindungi Brynne. Kami memiliki pemahaman yang sejalan
selama dia melihatku sebagai teman dan bukan musuh- sejauh ini
aku sepertinya telah lulus dari tesnya. Dia juga cantik dengan
caranya sendiri, hanya saja bukan tipeku. Rambutnya cokelat
panjang, dengan sedikit samar-samar merah gelap berkilauan,
dikombinasikan dengan mata yang sangat hijau, sangat mencolok.
Figur yang menyenangkan meskipun dia bukan tipeku, aku masih
bisa menilai penampilannya karena aku masih memliki mata di
kepalaku dan belum meninggal.
Warna matanya mengingatkan aku pada matanya Ivan. Hijau yang
sama. Aku bertanya-tanya apa yang akan Ivan pikirkan ketika ia
bertemu dengan gadis ini, Ivan si playboy. Aku yakin pria itu akan
sangat menyukainya. Aku berusaha menahan tawaku. Gabrielle
mungkin akan mengatakan padanya dengan kasar agar dia
menjauhinya dan Ivan akan menjilati bibirnya sendiri sambil
meminta Gabrielle untuk bergabung dengannya seperti tidak ada
masalah. Akan menyenangkan untuk melihatnya di caci seperti itu
disini. Teman sekamar Brynne adalah warga negara Amerika lain yang
tinggal di London, belajar seni di universitas, dan benar-benar jauh...
jauh dari rumahnya. Meskipun ayahnya seorang warga negara
Inggris. Salah satu Polisi Metropolitan di London - Robert
Hargreave, Kepala Inspektur, New Scotland Yard. Aku pernah
memeriksanya, dan dari semua catatan tampaknya ia sangat solid,
seorang detektif yang dihormati di kesatuannya. Aku seharusnya
menyiapkan sebuah pertemuan dengan dia suatu saat nanti.
Meskipun sepertinya sangat tenang di kubu Senator Oakley. Tidak
ada berita merupakan berita yang baik...Aku berharap itu benar.
"Apa warna gaunmu yang menakjubkan itu, yang akan membuatku
menjadi gila karena cemburu ketika semua pria meneteskan air
liurnya saat kau memakainya?" Tanyaku pada Brynne.
"Periwinkle (ungu)." Dia tersenyum lagi. "Bibi Marie bertemu
dengan kami disana dan kami bersenang-senang dengannya. Dia


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar pandai memilih model pakaian."
"Kau seharusnya mengajaknya sekalian untuk makan siang
bersama." "Aku akan senang sekali jika dia ikut bersama kami, tapi dia akan
pergi makan siang dengan teman wanita klub bukunya. Dia berkata
agar disampaikan kepadamu, dia begitu tidak sabar ingin bertemu
denganmu." Brynne tersipu lagi seolah-olah gagasan pertemuan itu
membuat dirinya menjadi malu.
Dia seorang pemalu itulah daya tariknya yang mempesona di depan
umum, namun hal itu tidak sampai terbawa saat dikamar tidur
denganku. Tidak. Gadisku tidak malu seperti itu denganku, dan
semua itu rasanya sangat menyenangkan. Aku berpikir tentang
berapa jam lagi sampai nanti malam ketika aku bisa mengajaknya
lagi ke kamar tidurku dan dia bisa menunjukkan kepadaku sisi tidak
malunya yang lebih banyak lagi.
Kami telah terbakar diatas seprei akhir-akhir ini...dan di dinding
kamar mandi...di meja kantorku... di karpet depan perapian...kursi
panjang di balkon, dan bahkan di tempat gym. Aku menggeser
kursiku dan mengingat olahraga tadi pagi dalam tanda kutip dengan
keintiman yang hebat. Siapa yang tahu memakai alat gym weight
bench (bangku yang bisa digerak2kan) begitu menyenangkan ketika
Brynne dengan telanjang dengan posisi duduk bergerak ke atas dan
ke bawah di - "Kau pasti akan menyukai Marie, Ethan," kata Gabrielle
membubarkan pikiranku yang kacau, sambil memeriksa pesan di
ponselnya yang menginterupsi renungan erotisku. Aku seharusnya
membetulkan kemaluanku namun sebaliknya aku terpaksa
tersenyum pada mereka berdua.
Aku belum pernah bertemu dengan Bibi Marie yang dikagumi
mereka, tapi dalam waktu dekat aku berusaha untuk bertemu
dengannya. Kami telah memutuskan sudah waktunya untuk
mengundang keluarga untuk makan malam bersama-sama di
tempatku. Dari daftar singkatnya terdiri dari ayahku, bibi Brynne,
Gabrielle, Clarkson, Neil dan Elaina. Kami telah membicarakannya
dan merasa sudah waktunya setiap orang mengetahui hubungan
kami dan kemungkinan ada ancaman terhadap Brynne. Pada
prinsipnya setiap orang perlu tahu apa yang mungkin terjadi dalam
permainan ini. Brynne sangat penting bagiku untuk mengambil
risiko di titik ini, dan lagipula semua orang yang terlibat sudah tahu
latar belakangnya. "Well, aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Dia kedengarannya
seperti sangat menyayangimu." Aku memeriksa jam tanganku lagi.
"Aku tidak percaya pada Ivan, dia tidak bisa melakukannya seperti
ini. Tidak sopan." "Kenapa kau tidak meneleponnya?" Usul Brynne.
"Itu hanya akan membuang waktuku. Dia tidak pernah menjawab
ponselnya. Bahkan aku menyangsikan ia menyalakan ponselnya,"
jawabku datar. "Oh, man!" Tatapan Gabrielle berubah kearah kami setelah melihat
pesan dari ponselnya. "Aku harus datang ke universitas. Ada
masalah dengan sebuah lukisan. Ada insiden menyangkut larutan
yang tumpah diatas lukisan langka itu, Brynne - lukisan Abigail
Wainwright." Gabrielle benar-benar terlihat ngeri, lalu dia tiba-tiba
berdiri, dan mengambiltasnya. "Gabungan yang tidak baik."
"Tidak, itu sama sekali tidak baik," kata Brynne, sambil
menggelengkan kepalanya, "larutan itu akan merembes melalui
kanvas jika mereka tidak segera dinetralisir..."
Aku mencoba untuk mengikuti pembicaraan mereka sebagai
pecandu barang-barang seni tapi itu tidak mudah bagiku. Aku tidak
berpikir aku mempunyai tulang artistik di dalam tubuhku.
Bagaimanapun juga aku bisa menghargai itu. Potret Brynne
layaknya lambang seni menurut pendapatku.
"Apa kau ingin kendaraan kesana" Neil akan mengantarmu jika kau
mau," aku menawarinya.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku akan naik taksi- akan lebih cepat. Aku
harus pergi sekarang, tapi terima kasih. Aku akan menemuimu di
tempatmu besok malam, Ethan. Nikmati makan siangmu, kalian
berdua." "Beri tahu aku kalau sudah berhasil diatasi," kata Brynne kepada
Gabrielle. "Kalau ada yang bisa memperbaiki kerusakan, itu pasti
dirimu, Gaby!" Gabrielle memeluk Brynne, lalu melambaikan tangannya dan
berjalan keluar, bentuk tubuhnya tinggi berlekuk, penampilannya
banyak menarik perhatian laki-laki dengan penuh apresiasi saat ia
berjalan keluar dari Gladstone.
Aku tersenyum pada Brynne dan mengambil kedua tangannya. "Jadi
aku bisa makan siang denganmu untuk diriku sendiri setelah semua
ini." Bisikku selebihnya. "Sayang sekali kita di depan umum."
"Aku tahu. Kita tidak pernah melakukan hal ini." Dia sedikit
meremas tanganku. "Kau begitu sibuk dengan pekerjaanmu akhirakhir ini dan aku
hanya bisa membayangkan Olimpiade itu. Ya
Tuhan, itu peristiwa yang sangat besar, Ethan. Semua orang-orang
akan berada disana." Dia menyeringai. "William dan Kate!"
Aku mengangguk. "Ya. Mereka akan berada di sana untuk acara itu.
Pangeran Harry juga. Dia sangat menyenangkan."
"Kau kenal dia?" Dia bertanya dengan tidak percaya.
Aku mengangguk lagi. "Aku akan mengusahakan untuk
memperkenalkanmu jika kau ingin... sepanjang kau tidak memiliki
perasaan suka pada pangeran dengan rambut merah itu."
"Tidak akan," katanya dengan mata menggoda. "Aku menyukai pria
yang bekerja di bidang Security dengan rambut hitam."
Siapa yang menyalakan tungku peleburan besi" Aku langsung
melihat sekeliling ruangan untuk mencari pintu keluar. Jika ada
sebuah pintu bertanda 'pribadi' aku bersumpah aku akan menariknya
ke balik pintu itu dan benar-benar menelanjanginya dalam waktu dua
detik. "Kau sangat kejam sekali, Miss Bennett."
Dia tampak sangat senang dengan dirinya sendiri yang sedang duduk
di sana, diseberangku di restoran ini. Sebenarnya tampak sangat
puas, dia membuatku mengingat ketika dengan penuh sayang aku
memukul pantatnya di atas wastafel. Ya Tuhan dia terlihat seksi,
dengan posisi membungkuk yang mendorongku menjadi gila...
"Jadi kembali ke pekerjaanmu. Kau melakukan pengamanan VIP
untuk kejuaraan Olimpiade itu, Ethan!" kegembiraannya
membawaku keluar dari lamunanku. Mungkin itu sekarang
merupakan suatu hal yang bagus.
"Well, aku tidak mengeluh, hal itu untuk bisnis meskipun aku bisa
melakukan pekerjaan ini tanpa merasa stres. Aku hanya ingin
semuanya berjalan mulus. Tidak ada skenario atau kegilaan dengan
sebuah kampak, tidak ada bom, atau sesuatu yang memalukan dan
aku bisa bernapas dengan lega. Klien senang karena tetap aman dan
aku akan merasa senang juga." Aku meraih anggurku. "Mari kita
pesan dulu, aku tidak berpikir Ivan akan segera muncul...selalu
datang sangat terlambat!" Aku menggerutu, lalu membuka menuku.
Brynne mengatakan padaku apa yang dia inginkan pada saat pelayan
muncul dan mengundurkan diri untuk ke kamar kecil. Aku
mengawasinya saat berjalan menjauh, dan penampilannya mendapat
perhatian dari orang lain juga. Aku mendesah. Sebanyak Brynne
membawa masa lalunya, dia masih memiliki suatu pesona yang
membuat orang-orang memperhatikannya. Sesuatu yang bisa aku
bereskan meskipun tak yakin, namun kepercayaan adalah bagian dari
kesepakatan dengannya. Pria akan selalu memandang dirinya. Dan
menginginkannya. Dan mencoba untuk mengajaknya pergi.
Benar-benar pekerjaan yang membuatku gila, dan membuatku sibuk,
fokus bentangan pekerjaanku menjadi lebih luas dan pengawasan
keselamatannya menjadi berkurang. Dua minggu terakhir adalah
hari-hari yang terbaik bagi Brynne dan aku, serta hubungan kami,
namun bukannya tanpa rasa khawatir. Kekhawatiran itu tidak akan
pernah hilang. Aku sudah cukup lama menjalankan bisnis
pengamanan ini hingga bisa tahu ketika ada sesuatu yang sepertinya
melibatkan banyak perintah, hal itu bukan saatnya untuk
menurunkan penjagaan. Dia masih sangat rentan dan pikiran itu
membuatku jadi gila. "Maaf, E. Aku lupa waktu dan semua janji-janji itu," Ivan
mengganggu lamunanku, tiba-tiba duduk dengan sembarangan di
depanku. "Baik sekali kau datang. Bisa aku tambahkan ini adalah janji yang
kau buat. Dan jangan duduk di sana. Aku bersama Brynne." Aku
menunjuk ke kursi sebelahnya. "Dia akan kembali sebentar lagi."
Ivan pindah ke kursi sebelahnya. "Ada sesuatu yang tiba-tiba
muncul, dan aku mendapatkan sedikit gangguan (waylaid; bisa
diartikan dengan seks yang hebat)."
"Ya," aku mendengus. "Kemaluanmu mendapatkan gangguan.
Dengan siapa kau tidur kali ini?"
"Sialan, bukan itu maksudku. Ada wartawan brengsek yang
membuntuti aku- mengatakan padaku kalau aku butuh sesuatu yang
lebih penting daripada itu." Dia memandanganggur itu dan memberi
isyarat kearah pelayan, pandangan ngeri yang menyakitkan muncul
sesaat sebelum ia menutupinya dengan tatapan mengintai.
Aku membiarkan dia. Sepupuku memiliki kesalahan, tapi semua
orang juga memilikinya. Hal ini tidak berarti dia layak mendapatkan
perlakuan seperti itu. Yeah, Ivan sama kacaunya dengan kami.
Beberapa saat kemudian Brynne kembali ke meja kami, ekspresinya
tidak terbaca, tapi jika aku bisa menebak, aku akan mengatakan dia
sedang memikirkan sesuatu. Aku bertanya-tanya apa yang sedang ia
pikirkan. Aku berdiri dan meraih tangan Brynne, saat itu juga aku menendang
kaki kursi Ivan agar ia berdiri. Ivan melompat dan membelalakkan
matanya ketika ia melihat Brynne. Aku berharap aku menendang
kakinya bukan kaki kursi itu.
"Brynne, ini sepupuku, Ivan Everley. Ivan, Brynne Bennett, gadis
cantikku, dan bisa aku tambahkan, dia milikku, pacarku."
"Enchant? (mempesona), Brynne." Dia mengambil tangan Brynne
dan memberikan kecupan yang terlihat seperti kecupan biasa, namun
apakah aku berpikir sesuatu yang berbeda dari Ivan"
Pertanyaan bodoh yg tak perlu dijawab.
Brynne tersenyum sangat cantik seperti biasa, menyapa Ivan dengan
sopan saat aku membiarkannya duduk lalu aku mengikutinya. Ivan
hanya berdiri di sana seperti orang tolol.
"Kau bisa duduk sekarang, sepupu. Dan masukkan lagi lidahmu ke
dalam mulutmu," kataku.
"Well, Brynne, aku siap untuk bertanya padamu bagaimana kau bisa
tersangkut pada Ethan tapi karena sekarang aku telah bertemu
denganmu, aku pikir pertanyaan itu lebih baik untuk dia." Ivan
mengejek dengan menatapku. "Bagaimana mungkin kau bisa
menawan makhluk yang cantik seperti ini, E" Maksudku, coba lihat
dia! Dan kau" Well, kau begitu membosankan dan bermuka masam
sepanjang waktu." Dia fokus kembali menatap Brynne. "My dear,
apa yang kau lihat dari dia?" Bentuk wajahnya dibuat seakan
bertujuan untuk mengejekku dan menyandarkan dagunya di
tangannya yang disangga oleh sikunya.
"Ya Tuhan, kau seperti orang idiot, Ivan!"
Brynne tertawa dan membuat komentar tentang bagaimana aku
memiliki tekad yang kuat untuk mendapatkan dia agar bisa
berkencan denganku. "Dia sangat gigih, Ivan. Ethan tidak pernah
menyerah terhadapku, dan aku akhirnya mau diajak kencan
olehnya." Brynne meneguk anggur dan mengedipkan matanya
padaku. "Kalian berdua begitu sangat berbeda. Apakah kalian selalu
dekat seperti ini?" Tanya Brynne.
"Ya." Jawab kami berdua secara bersamaan padanya. Mata Ivan
bertemu denganku dan kami saling menatap untuk sesaat, tapi
kemudian menghentikannya dengan cepat pada saat berikutnya.
Percakapan ini untuk lain waktu saja. Hari ini waktunya
bersosialisasi. "Hampir saja aku membunuhnya!" Aku menyeringai pada Brynne.
"Bukan seperti itu, sebenarnya, aku membiarkannya tetap hidup dan
mentolerir semua gangguannya, dan syukurlah Ivan seorang yang
penurut, benarkan, Ivan?"
"Kurasa...itu lebih baik daripada menginginkan aku mati," jawabnya.
Brynne tertawa. "Siapa yang menginginkan kau mati, Ivan?"
"Banyak orang!" Ivan dan aku mengatakannya secara bersamaan
lagi. Kami berdua tertawa melihat Brynne yang melongo kemudian
Pelayan muncul untuk mencatat pesanan Ivan, setelah itu aku
menjelaskan tentang sepupuku yang sangat eklektik.
"Hmmmm, darimana aku harus memulainya?" Aku berhenti sejenak
untuk memberi efek pada perkataanku. "Ibu kami bersaudara dan
kami sudah mengenal sejak ... sepanjang waktu. Tanpa adanya
hubungan darah aku ragu kami akan pernah bertemu. Kau tahu Ivan
seorang bangsawan. Keturunan bangsawan dan ketua the World
Archery Federation (Federasi Panahan Dunia)." Ivan merengut
padaku. "Brynne, kau betemu dengan Lord Rothvale, Baron ketiga
belas atau some rot (sudah membusuk), atau Lord Ivan saat ia
dipanggil dikalangan rekan olahraganya." Aku memberi isyarat
dengan penuh gaya. "Inilah orangnya."
Giliran Brynne yang terlihat terkejut. "Rothvale...seperti di galeri
dimana aku sedang mengkonservasi lukisan?"
"Well, benar. Itu buyut, buyut, buyut dari kakek buyutku, tapi aku
tidak memiliki koneksi ke Gallery Rothvale tersebut," kata Ivan.
"Tapi kau punya koneksi di Gallery Nasional," aku
mengingatkannya. Brynne menatapku tak percaya kemudian kembali memandang Ivan.
"Kau direktur yang menjabat di Gallery Nasional itu, Ivan?"
Dia mengembuskan napas panjang. "Well ya, my dear, tapi bukan itu
keinginanku. Aku telah mewarisi jabatan itu dan tidak bisa bisa
menyingkirkannya. Pengetahuanku disitu hanya sedikit, itu yang
membuatku takut. Tidak seperti dirimu, seorang ahli memperbaiki
lukisan, E telah memberitahuku."
"Aku menyukai apa yang kulakukan. Aku sedang mengerjakan
Mallerton yang paling indah itu sekarang." Brynne menatap
kearahku dan meraih tanganku. "Ethan membantuku memecahkan
misteri judul buku yang dipegang wanita di lukisan itu."
"Brynne benar-benar brilian, Ivan," kataku meyakinkan, ibu jariku
mengelus diatas tangannya yang membuatku tidak ingin
melepaskannya, "Aku hanya menterjemahkan sedikit bahasa
Perancis untuknya." Ivan terdengar sangat geli. "Wow...kalian berdua benar-benar mesra.
Haruskah aku meninggalkan kalian berdua agar dapat makan siang
secara pribadi sehingga kau bisa menerjemahkan bahasa Perancis
lebih banyak lagi untuknya?"
Brynne menarik tangannya menjauh. Aku melotot kearah Ivan.
Ivan menjawab dengan seringai. "Aku sebenarnya memiliki
pekerjaan dengan seseorang. Mungkin secara keseluruhan dengan
kru." Dia mengangkat bahu. "Estate-ku di Irlandia, Donadea,
memiliki kamar dan kamarnya penuh dengan lukisan abad
kesembilan belas. Banyak hal barang sepele Mallerton juga." Ivan
menengadah dengan malu. "Maafkan perkataanku, tapi aku
membutuhkan mereka untuk menelitinya dan membuat katalognya.
Aku pikir mereka tidak di sentuh selama satu abad." Ia
menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya ke atas. "Aku


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan tidak tahu apa semua itu, hanya saja ada beban berat disana
dan membutuhkan perhatian yang profesional. Itu berada dalam
daftar hal yang harus aku lakukan." Ivan memiringkan kepalanya
pada Brynne dan memberikankan pandangan terlalu menggoda
daripada seharusnya yang diarahkan ke pacarku. "Tertarik?"
Tidak, Brynne pasti tidak tertarik pergi ke estate Irlandia-mu dan
membuat katalog lukisanmu disaat kau dengan liciknya mencoba
untuk mengajaknya ke tempat tidur denganmu!
"Tentu!" Kata Brynne.
"Ugh," aku mengerang. "Hanya jika aku ikut sebagai pendamping,
dan agendaku cukup padat sampai setelah Agustus." Aku
melototinya supaya dia tahu bahwa Brynne hanya akan pergi ke
estate di Irlandia-nya sendirian, kalau tubuhku sudah mati dan
membusuk. "Apa" Kau tidak percaya padaku, E" Saudaramu juga." Dia
menggelengkan kepalanya. "Sangat menyedihkan."
"Dengan dia" Tidak akan!" Aku mengambil tangan Brynne lagi,
dorongan untuk menyentuhnya adalah fakta utama kalau aku
seorang yang sangat pencemburu dengan siapapun yang mencoba
menggodanya, bahkan sepupuku.
"Kau tahu, aku akan memperkenalkan kau kepada Gabrielle. Teman
sekamarku- dia melakukan disertasinya pada Mallerton. Dia adalah
satu-satunya yang bisa melakukan pekerjaanmu, Ivan. Gaby tadi
juga ada di sini dan dia terpaksa harus pergi. Sayang sekali kalian
berdua tidak bertemu." Brynne tersenyum dengan manis, aku jelas
merasa senang dengan sarannya. Dia menarik tangannya keluar dari
gengamanku dengan memberi tepukan kecil kemudian membuat
mimik seperti mencela kearahku.
"Ya!" Kataku, tiba-tiba tertarik. "Gabrielle sangat cocok untuk
pekerjaan itu, Ivan." Percikan api diantara dua orang itu adalah
pertunjukkan yang tak ingin aku lewatkan. Dan sialan, ide itu dari
Brynne, jadi aku benar-benar merasa lepas dari kesulitan. Apa saja
yang penting untuk mengalihkan perhatian Ivan dari Brynne akan
membuatku menjadi tenang. "Aku akan memperkenalkan dirimu
dengan Gabrielle di acara Mallerton Gala. Cobalah untuk tidak
berbicara terlalu banyak padanya dan kau akan baik-baik saja," aku
mencoba untuk memberi masukan. "Cukup tunjukkan lukisanlukisan itu padanya."
Ivan mengabaikan aku dan sebaliknya terpesona memandang kearah
pacarku. "Wah, terima kasih, Brynne. Aku akan senang untuk
bertemu dengan temanmu dan memiliki dia untuk menangani
pekerjaan itu. Kau tidak tahu rasanya. Seperti pepatah mengatakan
monyet dipunggungku itu memerlukan jalannya sendiri
(mengisyaratkan Ethan sebagai gangguan) mirip seperti beberapa
dekade yang lalu..."
Ha! Tunggu sampai kau melihat Gabrielle dan kau akan
mendapatkan monyet kecil itu akan mencakar di punggungmu!
Makan siang tiba tepat pada saat itu dan kami mulai makan. Ivan
mengoceh dengan Brynne tentang semua omong kosong, dan
kemudian mengajakku berbicara tentang masalah keamanannya;
sebelum aku menyadari bahwa saat ini sudah waktunya untuk
kembali. Aku meninggalkan Brynne dengan Ivan, ketika aku akan pergi
keluar untuk membiarkan petugas memutar mobilku ke depan. Ivan
mengedipkan matanya kearahku dan meyakinkanku bahwa dia akan
menjaga matanya ke Brynne untukku. Aku mengucapkan terima
kasih kepadanya karena dia yang membayar makan siang kami dan
memberinya tatapan peringatan untuk tidak menyisakan pertanyaan
betapa aku membutuhkan bantuan itu. Aku tahu sepupuku hanya
bermain-main denganku. Pria malang itu mungkin kaget melihat aku
seperti ini dengan seorang gadis dan aku yakin dia akan memiliki
banyak pertanyaan untukku tentang Brynne dalam perbincangan
secara pribadi. Menyenangkan.
Aku menyerahkan tiket ke petugas valet dan mengawasi di sekitar
area ini. Sudah menjadi kebiasaanku, sesuatu yang aku lakukan
ketika aku keluar. Seorang pemuda dengan jaket coklat bersandar di
gedung sepertinya sedang menunggu. Penampilannya terlihat lapar
akan sesuatu dan kamera di lehernya. Aku langsung memastikan dia
seorang paparazzi. Mereka hidup untuk mengambil gambar selebriti
yang datang dan pergi dari tempat tertentu seperti Gladstone dimana
siapapun bisa muncul setiap saat.
Petugas valet menyerahkan mobilku dan aku masuk ke dalam dan
menunggu. Aku menyalakan musik dan mengalunlah lagu Butterfly
yang dinyanyikan oleh Crazy Town. Kurasa lagu yang sempurna,
menekan ibu jariku di setir sementara Brynne dan Ivan menunggu
didalam, waktu menyenangkan yang kudapatkan diluar.
Aku ingat aku merasa tidak senang saat mengantar Brynne. Sesi
pemotretan. Jika ada satu hal yang bisa aku ubah tentang gadisku itu
akan mengenai pemotretannya itu. Aku benar-benar benci dan tidak
suka kalau ia telanjang didepan kamera dan laki-laki lain melihat
tubuhnya. Foto itu menggambarkan tentang keindahan, memang
benar, tapi aku hanya tidak ingin orang lain melihat apa yang
menjadi milikku. Pikiranku terganggu saat Ivan membukakan pintu mobil untuk
Brynne, mencium kedua pipinya dan mengatakan sampai jumpa
yang berlebihan ketika akan berpisah.
Pada saat yang sama, fotografer sialan itu mulai memotret! Mereka
akan tampak seperti selebriti meskipun mereka bukan selebriti, dan
secara teknis Ivan-lah adalah selebriti. Ya Tuhan!
Brynne tampak menakjubkan di jalan sedang berbicara dengan
sepupuku. Bagaimana aku bisa bertahan dengan semua ini, pikirku.
Aku tersentak akan keinginan untuk merokok, tapi sebaliknya aku
harus menunggu untuk sementara waktu.
"Sampai ketemu lagi, Ivan! Senang bertemu denganmu hari ini dan
aku sangat senang melihatmu lagi di acara Gala Mallerton nanti."
Brynne masuk dan duduk dikursinya dan tersenyum ke arahnya.
"Sangat menyenangkan bertemu denganmu juga, Brynne Bennett,"
Ivan menyeringai kemudian membungkuk untuk berbicara
denganku, "jaga gadis cantik ini untukku, bisakah" Tidak pantas
memarahinya, oke, E" Kau bisa melakukannya." Dia tertawa saat ia
menutup pintu. "Well, sangat lucu Ivan," kataku sinis saat aku menjalankan mobil
menjauh dari pinggir jalan.
"Aku sangat menyukai sepupumu, Ethan. Karakternya sangat
menyakinkan. Aku senang kau memperkenalkan aku padanya. Aku
tidak percaya kau tahu dia berada di jajaran dewan Galeri Nasional
dan tidak memberitahuku!" Dia memberiku pukulan kecil di bahuku,
dan aku merasa itu sangat panas.
"Well, maaf, aku tahu dia tidak memberikan omong kosong tentang
seni, dia hanya sebagai anggota dewan." Teringat sumpahku untuk
menceritakan semuanya, lalu aku melanjutkan, "aku mengatakan
kepadanya tentang dirimu beberapa waktu yang lalu. Aku ingin
melihat apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan di Galeri Nasional
untukmu. Aku ingin kau memiliki visa kerja juga." Aku menatapnya
dari kursiku, begitu cantik dan berseri-seri, dan tahu aku akan
melakukan apa saja untuk mempertahankan dia di Inggris denganku.
Bahkan apa yang disarankan Ivan sambil bercanda ditelepon"
"Oh, Ethan." Dia menyentuh kakiku. "Kau sangat manis, tapi aku
berjanji pada diriku sendiri. Ini adalah sesuatu yang sangat penting
untukku. Aku ingin mendapatkan itu atas usahaku sendiri, bukan dari
kau yang meminta bantuan dari sepupumu. Tidak peduli seberapa
baik koneksi dia ... dan godaannya itu. Ya Tuhan, Pria itu seorang
penggoda!" "Jangan mengingatkan aku. Sudah beberapa kali aku ingin
mencekiknya selama makan siang."
"Tapi semua itu hanya pura-pura, Ethan. Kau sudah mengenalnya.
Dia menghormati dirimu dan aku bisa melihat hubungan yang kalian
miliki berdua. Hampir seperti saudara kandung."
"Ya ... didasar lubuk hati Ivan sangat baik. Dia baru saja
mendapatkan beberapa pukulan keras akhir-akhir ini yang telah
membuatnya patah semangat." Kita semua pernah mengalami itu.
"Bukankah kita semua pernah mengalami itu," katanya.
Aku meraih tangannya dan menempatkan di pangkuanku yang
menandakan semacam jawabanku. Tidak tahu apa yang harus
kukatakan untuk menanggapi hal itu dan tahu kami tidak memiliki
waktu yang lama diperjalanan ini.
Meskipun aku sangat berharap perjalanan ini bisa memakan waktu
yang lebih lama. Semakin dekat kami sampai ke tempat tujuan
Brynne, suasana hatiku semakin buruk. Pada saat aku berhenti ke
studio di mana ia bekerja hari ini dan memarkir mobil sialan ini, aku
menjadi seorang pemarah yang kacau. Aku merasakan
ketidakrasionalanku menyapu seluruh tubuhku dan harus
melawannya keluar dengan keras. Batinku seakan menjadi Mr Hyde
yang sedang menikmati kebebasan dengan Dr Jekyll. Seperti ingin
menendang pantat dokter bangsawan yang baik itu ke pinggir jalan
dan memberikan pukulan yang tak terduga dengan gembira.
"Ada pemotretan apa hari ini?" Kataku seperti menuntut. Dan tolong
katakan ada beberapa pakaian yang akan kau kenakan.
"Ethan," ia memperingatkan. "Kita sudah pernah membahas masalah
ini sebelumnya. Kau tidak boleh masuk dan kau harus menghentikan
kecemasanmu. Ini hanya antara aku dan fotografer, dan hanya
beberapa saat dibelakang lensa kamera. Kami semua profesional
melakukan pekerjaan kami." Dia berhenti. "Aku akan mengenakan
lingerie..." "Siapa fotografer-nya?" Tanyaku.
"Marco Carvaletti. Kau sebelumnya pernah bertemu dengannya."
"Oh, aku ingat Mr Carvaletti si Italiano yang ramah dan suka
menciummu itu, bagus sekali, sayangku."
"Kau harus berhenti menjadi seorang yang idiot sekarang, Ethan,"
katanya padaku dengan jelas. "Ini adalah pekerjaanku seperti halnya
kau memiliki pekerjaan."
Aku menatapnya dari kursiku dan ingin mengatakan padanya, dia
tidak bisa masuk ke sana dan menanggalkan pakaiannya. Aku ingin
berdiri di belakang ruangan itu dan menonton semua yang dilakukan
Carvaletti, setiap gerakan yang dilakukan Carvaletti, setiap saran
yang dia arahkan ke Brynne. Aku ingin berada di sana untuk
mengawasinya apabila ia mencoba untuk menyentuhnya atau
melihatnya terlalu dekat. Aku ingin memutar mobil untuk balik arah
dan membawanya pulang. Aku ingin menyetubuhinya sambil
menempel di dinding pada saat kami sampai di dalam rumah lagi.
Aku ingin mendengar suaranya memanggil namaku sambil terengahengah saat ia
datang. Aku ingin dia merasakan aku didalam dirinyadan mengetahui bahwa akulah
yang berada disana dan bukan orang
lain. Keinginanku yang begitu banyak.
Dan aku tidak bisa memiliki salah satu dari keinginanku itu. Tidak
satupun. Aku harus memberinya ciuman selamat tinggal dan kembali ke
pekerjaanku. Aku menyuruhnya untuk mengirimkan pesan pada Neil
ketika selesai dan ingin dijemput karena aku ada meeting sore nanti
dan tidak bisa menjemputnya. Aku mengawasi dia pergi dan
menunggu sampai pintu tertutup dibelakangnya dan dia sudah
berada di dalam gedung. Aku harus pergi dan meninggalkan gadisku
di dalam gedung itu. Aku harus melakukan itu semua.
Dan membenci setiap detik sialan itu.
*** Suasana hatiku tidak dalam kondisi yang lebih baik pada saat aku
bisa meninggalkan kantor. Aku menelepon Brynne dan mendengar
pesan suaranya. Aku meninggalkan satu pesan untuknya dan
mengatakan padanya, aku akan membeli makan malam untuk
dibawa pulang karena aku tahu bagaimana lelahnya dia setelah
pemotretan itu. Jangan berpikir tentang pemotretan sialan itu.
Aku tidak merasa khawatir ketika dia tidak mengangkatnya karena
aku tahu dia sudah berada di rumah. Neil selalu memberitahuku
ketika ia mengantarkannya sampai di rumahnya. Aku berharap kami
bisa tinggal di tempatku malam ini tetapi Brynne tidak ingin tinggal
di tempatku. Aku sudah memintanya dan ia menolak dengan keras.
Dia mengatakan ia membutuhkan tempat tidurnya sendiri untuk
malam ini, dia menambahkan besok ia akan berada di tempatku
untuk acara makan malam keluarga yang kami rencanakan. Aku
mencoba untuk mengajak dia selamanya bersamaku setiap malam
tapi dia masih sulit dipahami tentang kemerdekaannya. Brynne
merasa jengkel denganku jika aku terlalu banyak campur tangan atau
mencoba untuk mempengaruhi pilihannya.
Pekerjaannya sebagai model telanjang. Kau berpikir tentang hal itu
lagi, brengsek. Sial, berpacaran butuh banyak usaha...setiap saat.
Jadi, aku harus menampakkan betapa briliannya diriku, aku bisa
mempertimbangkan pilihanku-ditempatku tanpa Brynne atau paket
kesepakatan dari Brynne berada di rumah mungilnya, dan kurangnya
privasi jika Gabrielle berada disana juga.
Keputusan yang sangat mudah. Brynne selalu menang.
Astaga, aku masih berfantasi tentang dinding tempat bercinta yang
lain-dan Aku bertanya-tanya apakah mungkin akan mengejutkan dia
kalau bercinta dengannya saat aku akan mengajaknya ke pantai yang
tenang itu. Dimana aku akan membeli makanan" Kami menyukai makanan
yang bervariasi. Aku akan membeli lasagna dari Bellisima tapi aku
langsung teringat Carvaletti orang Italia itu dan membuang ide itu ke
dalam neraka. Si Brengsek itu melihat Brynne telanjang hari ini.
Brynne menyukai masakan Meksiko, tapi rasanya jauh lebih enak
ketika dia membuatnya sendiri daripada beberapa restoran di kota
ini. Aku benar-benar mencintai makanan Amerika Selatan karena
terpengaruh dengan apa yang suka dia masak. Aku memutuskan
membeli makanan India dan memesan ayam mentega, gulai domba
dan salad sayuran. Saat aku meninggalkan restoran dengan
membawa makanan itu, aku mengirim pesan singkat: Hampir
sampai, sayang. Aku membawa makan malam ayam India dan
domba. Aku langsung menerima balasannya: Hi. Aku benar-benar lelah
dan hanya ingin tidur. Bisakah malam ini aku melewatkan
makan malam" Apa" Aku tidak suka bunyi dari pesannya dan langsung mencoba
mencari tahu apa yang dia maksudkan. Sekilas perasaan gelisah
berlari melalui diriku. Apakah ia mencoba mengatakan padaku agar
tidak datang kerumahnya, atau hanya karena dia tidak lapar" Aku
tidak tahu maksud dari pesan itu dan aku membaca ulang sampai
kira-kira sepuluh kali. Aku sangat lelah, ingin marah, kacau, dan ingin mendapatkan
nikotin, dan sama sekali tidak yakin kalau otakku siap untuk sebuah
pembicaraan dengan pikiran wanita yang mungkin saat ini tidak
rasional. Semua yang kuinginkan adalah makan sesuatu, mandi dan
merangkak ke tempat tidur dengannya. Bahkan aku bisa melewatkan
seks, tetapi tidur dengan dia adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar
lagi. Kami telah membuat kesepakatan semacam di mana kami akan
tinggal, di tempatnya atau di tempatku, aku menginginkan dia tidur
di sampingku. Aku telah membuat kesepakatan itu sangat jelas ke
Anak Pendekar 13 Pendekar Rajawali Sakti 102 Pembunuh Berdarah Dingin Dewi Dua Musim 2

Cari Blog Ini