Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham Bagian 3
mungkin bosan dengan golf, jemu dengan istrinya, mencari-cari kesibukan, dan
jelas menyimpan dendam pada sesuatu.
"Jadi, menurut Anda seharusnya rokok dilarang?" tanya Nicholas. Pertanyaan ini
adalah salah satu 150 yang sudah dilatihnya ribuan kali di depan cermin, dan ia sudah menyiapkan
segala tanggapan yang tepat untuk semua kemungkinan jawaban.
Herrera perlahan-lahan meletakkan koran di meja dan meneguk kopi kentalnya lamalama. "Tidak. Menurutku orang yang punya nalar seharusnya tidak merokok tiga
bungkus sehari. Apa yang diharapkan" Kesehatan yang sempurna?" Nada suaranya
mengejek, jelas ia sudah membuat keputusan bulat sebelum menerima tugas sebagai
juri. "Kapan Anda yakin mengenai hal ini?"
"Apa kau pikun" Itu tidak sulit ditebak."
"Mungkin demikian pendapat Anda, tapi seharusnya Anda mengungkapkan pendapat ini
dalam voir dire." "Apa itu voir direT "Proses pemilihan juri. Kita sudah ditanya berbagai macam hal mengenai hal-hal
semacam ini. Seingatku Anda tidak mengucapkan sepatah kata pun."
"Rasanya tidak ingin."
"Seharusnya Anda mengatakannya."
Pipi Herrera memerah, tapi ia ragu-ragu sesaat. Si Easter ini tahu tentang
hukum, atau setidaknya tahu lebih banyak daripada yang lain. Mungkin ia telah
melakukan kesalahan. Mungkin Easter bisa melaporkannya dan membuatnya tersingkir
dari dewan juri. Mungkin ia bisa dituduh menghina pengadilan, dijeb-loskan ke
penjara, atau didenda. Namun satu pemikiran lain terlintas dalam benaknya. Tidak seharusnya mereka
memperbincangkan kasus ini, bukan" Jadi, bagaimana mungkin Easter mela porkan
sesuatu pada Hakim" Rasanya Easter akan terlibat kesulitan bila ia mengadukan
apa pun yang 151 didengarnya dalam ruang juri. Herrera bersantai sedikit. "Coba kuterka. Kau akan
berusaha keras untuk mendapatkan vonis berat, ganti kerugian dalam jumlah besar,
dan hal seperti itu."
'Tidak, Mr. Herrera. Tidak seperti Anda, aku masih belum mengambil keputusan.
Kurasa kita baru mendengarkan tiga orang saksi, semuanya dari pihak penggugat,
jadi masih banyak yang akan datang. Aku akan menunggu sampai semua bukti
diajukan kedua belah pihak, lalu aku akan mencoba mengambil keputusan. Kurasa
begitulah janji kita."
"Yeah, well, aku juga. Aku tidak bisa dibujuk, kau tahu." Mendadak ia tertarik
pada artikel dalam editorial. Pintu terempas membuka dan Mr. Herman Grimes masuk
dengan tongkat mengetuk-ngetuk di depannya. Lou Dell dan Mrs. Herman Grimes
mengikuti. Nicholas, seperti biasa, berdiri dan menyiapkan kopi untuk ketuanya,
sesuatu yang sudah jadi ritual sekarang.
Fitch menatap teleponnya hingga pukul sembilan. Perempuan itu mengatakan mungkin
akan menelepon hari ini. Bukan saja main-main, tapi rupanya ia juga tidak segan-segan berbohong. Fitch
tidak mau menerima tatapan para juri lagi, maka ia mengunci pintu dan berjalan
ke ruang pengamat. Dua orang pakar juri sedang duduk dalam kegelapan, memandang
gambar bengkok-bengkok pada dinding, menunggu penyetelan dari ruang sidang.
Seseorang telah menendang tas McAdoo, hingga kamera itu melenceng tiga meter.
Juri nomor 1, 2, 7, dan 8 tidak terlihat dalam gambar, serta hanya setengah dari
Millie Dupree dan Rikki Coleman di belakangnya yang terlihat.
152 Dewan juri sudah duduk di tempatnya selama dua menit, dengan demikian McAdoo pun
terikat di tempat duduknya dan tidak bisa memakai telepon genggamnya. Ia tidak
tahu ada kaki besar di bawah meja telah menendang tas yang keliru. Fitch
mengumpat ke layar, kemudian kembali ke kantornya, menulis sehelai catatan.
Diberikannya catatan itu pada seorang pesuruh berpakaian rapi, yang kemudian
lari ke jalan, memasuki ruang sidang seperti satu di antara seratus associate
atau paralegal muda di sana, dan menyerahkan catatan itu ke meja pembela.
Kamera itu beringsut ke kin dan seluruh anggota juri bisa terlihat. McAdoo
mendorong sedikit terlaiu keras dan memotong setengah dari Jerry Fernandez dan
Angel Weese, anggota juri nomor 6. Fitch mengumpat lagi. Ia akan menunggu sampai
reses pagi dan bicara dengan McAdoo lewat telepon.
Dr. bronsky sudah beristirahat dan siap untuk memberikan ceramah lagi tentang
bahaya asap tembakau. Sesudah membahas berbagai karsinogen dalam asap rokok dan
nikotinnya, ia siap beralih pada senyawa-senyawa selanjutnya yang perlu disorot
dari segi medis: zat penyebab iritasi.
Rohr memberikan umpan, dan Bronsky menyambar-nya. Asap rokok mengandung berbagai
macam senyawa amonia, asam volatil, aldehida. fenol, dan keton dan zat-zat ini? ?bisa menimbulkan iritasi pada selaput lendir. Sekali lagi Bronsky meninggalkan
tempat saksi dan berjalan menghampiri diagram baru yang menggambarkan torso
bagian atas dan kepala manusia. Gambar ini memperlihatkan saluran perna-153
pasan, tenggorokan, pipa bronkiolus, dan paru-paru. Di daerah inilah asap rokok
merangsang keluarnya lendir, dan pada saat yang sama menunda pembuangan lendir
tersebut dengan menekan kegiatan lapisan silia (bulu getar) pada pipa
bronkiolus. Bronsky sangat cakap dalam memakai istilah-istilah medis pada taraf yang bisa
dipahami oleh orang awam, dan ia sedikit mengurangi kecepatan untuk menjelaskan
apa yang terjadi pada pipa bronkiolus ketika asap dihirup. Dua diagram berwarna
dalam ukuran besar dipasang di hadapan meja hakim, dan Bronsky memberikan
penjelasan dengan tongkat penunjuk. Ia menerangkan kepada dewan juri bahwa pipa
bronkiolus dilapisi dengan selaput lendir yang dilengkapi serat-serat halus
seperti rambut, bernama silia, yang bergerak bersamaan membentuk gelombang dan
mengendalikan gerakan lendir di permukaan selaput tersebut. Gerakan silia ini
berfungsi membebaskan paru-paru dari segala debu dan kuman yang tersedot.
Merokok, tentu saja, merusak proses ini. Setelah Bronsky dan Rohr yakin bahwa
juri memahami semua itu, mereka cepat-cepat maju untuk menjelaskan bagaimana
merokok menimbulkan iritasi pada proses penya-ringan dan mengakibatkan segala
macam kerusakan dalam sistem pencernaan.
Mereka terus membahas tentang mukus, selaput, dan silia.
Orang pertama yang terlihat menguap adalah Jerry Fernandez di deretan belakang.
Ia menghabiskan Senin malamnya di salah satu kasino untuk menonton pertandingan
football dan minum lebih banyak dari yang direncanakannya. Ia merokok dua
bungkus sehari, 154 dan menyadari benar bahwa kebiasaan itu tidak sehat. Tapi sekarang ia butuh
sebatang. Beberapa orang lagi menyusul menguap, dan pada pukul 11.30, Hakim Harkin
melepaskan mereka untuk istirahat makan siang selama dua jam.
Berjalan-jalan di pusat kota Biloxi adalah gagasan Nicholas, yang diuraikannya
dalam sepucuk surat untuk Hakim pada hari Senin. Rasanya absurd untuk mengurung
mereka dalam ruangan sempit sepanjang hari, tanpa harapan untuk menghirup udara
segar. Seolah-olah hidup mereka dalam bahaya, atau mereka akan diserang oleh
orang-orang tak dikenal bila dibiarkan lepas berjalan-jalan di trotoar. Suruh
saja Madam Lou Dell dan Willis si penjaga dan satu lagi deputi pemalas pergi
mengawasi, beri mereka rutenya, katakanlah enam atau delapan blok, larang para
juri itu berbicara dengan siapa pun seperti biasanya, dan biarkan mereka lepas
selama setengah jam sesudah makan siang, sehingga makanan mereka bisa tercerna.
Rasanya itu bukan gagasan berbahaya, dan bahkan sesudah merenungkannya lebih
jauh, Hakim Harkin sepenuhnya setuju dengan gagasan tersebut.
Akan tetapi, Nicholas memperlihatkan surat itu kepada Lou Dell, dan ketika makan
siang selesai, Lou Dell pun menjelaskan bahwa sudah disiapkan acara berjalanjalan, berkat Mr. Easter yang telah menulis surat kepada Hakim. Rasanya tak
pantas menerima pujian besar-besaran untuk gagasan sederhana ini.
Suhu udara berkisar sekitar 27 derajat Celsius, udara bersih dan segar,
pepohonan berusaha sebisa-bisanya untuk berganti warna. Lou Dell dan Willis
155 memimpin di depan, sementara empat perokok itu Fernandez, Poodle, Stella ?Hulic, dan Angel Weese berjalan di belakang, menikmati rokok mereka dengan
sedotan dan embusan panjang. Persetan dengan Bronsky serta lendir dan
selaputnya, dan persetan dengan Fricke beserta foto-foto menjijikkan dari paruparu hitam Mr. Wood. Mereka sekarang ada di luar. Cahaya, udara laut, dan
kondisinya sempurna untuk menikmati rokok.
Fitch mengirim Doyle dan seorang agen lokal bernama Joe Boy untuk memotret
mereka dari kejauhan. Bronsky mengendur menjelang sore. Ia kehilangan kecakapannya untuk membuat
uraian sederhana, dan para anggota juri sudah tak sanggup untuk memusatkan
perhatian. Bagan dan diagram yang bagus serta jelas mahal tersebut tumpang
tindih, seperti halnya bagian-bagian tubuh, senyawa, dan racun-racun itu. Tampak
jelas bahwa para juri merasa jemu, dan Rohr terseret ke dalam kebiasaan yang
tidak bisa dihindari oleh para pengacara mengoceh berlarut-larut.
?Yang Mulia Hakim membubarkan sidang lebih awal, pada pukul empat, dengan alasan
butuh waktu dua jam untuk membahas sejumlah mosi serta beberapa hal lain yang
tidak melibatkan juri. Ia meng-istirahatkan para juri dengan peringatan keras
yang sama; mereka sudah hafal betul dengan peringatan itu dan hampir tidak
mendengarkannya lagi. Mereka senang bisa lepas dari sana.
Lonnie Shaver merasa paling senang bisa pulang lebih pagi. Ia langsung menuju
pasar swalayan tempatnya bekerja, "sepuluh menit dari sana, parkir di
156 tempat khusus di halaman belakang, dan cepat-cepat masuk melalui ruang stok,
diam-diam berharap akan memergoki karyawan yang mencuri waktu dengan tidur siang
di samping tumpukan selada. Kantornya ada di lantai dua, di atas bagian susu dan
daging. Dari cermin dua arah, ia bisa melihat sebagian besar lantai itu.
Lonnie adalah satu-satunya manajer kulit hitam dari rangkaian tujuh belas toko
itu. Ia memperoleh 40.000 dolar setahun, asuransi kesehatan, dan program pensiun
rata-rata, serta tiga bulan lagi akan mendapatkan kenaikan gaji. Ia juga sudah
dibujuk untuk percaya bahwa ia akan dipromosikan sebagai district supervisor
bila pekerjaannya yang sekarang sebagai manajer menunjukkan prestasi memuaskan.
Perusahaan sangat ingin mempromosikan orang kulit hitam, demikian ia diberitahu,
tapi tentu saja tak satu pun dari komitmen ini tertulis hitam di atas putih.
Kantornya selalu terbuka, dan biasanya diisi oleh satu dari setengah lusin
bawahannya Seorang asisten manajer menyapanya, lalu mengangguk ke arah pintu. "Kita ada tamu," katanya
sambil mengernyit. Lonnie ragu-ragu dan memandang pintu tertutup yang menuju ruangan luas yang
dipakai untuk segala macam keperluan pesta ulang tahun, rapat staf, kunjungan ?para bos. "Siapa?" ia bertanya
"Dari kantor pusat. Mereka ingin menemuimu."
Lonnie mengetuk pintu sambil masuk. Bagaimana pun, itu kantornya. Tiga laki-laki
dengan lengan ke-meja tergulung hingga siku duduk di ujung meja, di antara
setumpuk kertas printout. Mereka berdiri dengan canggung.
157 "Lonnie, senang berjumpa denganmu," kata Troy Hadley, putra salah satu pemilik
perusahaan itu dan satu-satunya wajah yang dikenal Lonnie. Mereka saling
berjabat tangan, sementara Hadley memperkenalkan mereka dengan terburu-buru. Dua
laki-laki lainnya adalah Ken dan Ben; Lonnie tidak ingat nama keluarga mereka
saat itu. Sudah direncanakan bahwa Lonnie akan duduk di ujung meja, pada kursi
yang buru-buru dikosongkan oleh Hadley, diapit Ken dan Ben.
Troy memulai percakapan, dan kedengaran agak resah. "Bagaimana dengan tugas
sebagai juri?" "Menyebalkan."
"Benar. Dengar, Lonnie. Akan kujelaskan alasan kami berada di sini. Ben dan Ken
berasal dari perusahaan bernama SuperHouse, rangkaian toko besar di Charlotte
dan, we//, karena berbagai alasan, ayah dan pamanku memutuskan menjual saham
kepada SuperHouse. Seluruh rangkaian toko ini. Tujuh belas toko dan tiga
gudang." Lonnie memperhatikan Ken dan Ben mengaw&sinya, maka ia menerima kabar itu tanpa
menunjukkan pem-bahan ekspresi, bahkan sedikit mengangkat pundak, seolah-olah
mengatakan, "Jadi, ada apa?" Tapi rasanya kabar itu sulit ditelan. "Mengapa?" ia
bertanya. "Banyak a/asannya, tapi akan kujelaskan dua yang paling utama. Ayahku sudah 68
tahun, dan Al, seperti kauketahui, baru saja menjalani operasi. Itu nomor satu
Nomor dua, SuperHouse menawarkan harga yang amat pantas." Ia menggosokkan kedua
tangannya, seolah-olah sudah tak sabar untuk membelanjakan uang baru itu. "Sudah
saatnya menjual, Lonnie. Itu saja."
158 "Aku terkejut, aku tidak pernah..."
"Kau benar. Empat puluh tahun dalam bisnis, semenjak dari toko buah kecil sampai
menjadi perusahaan di lima negara bagian dengan omzet 60 juta dolar tahun lalu.
Sulit dipercaya mereka mau mele-maskannya." Troy sama sekali tidak meyakinkan
dalam menunjukkan perasaan menyesalnya. Lonnie tahu apa sebabnya. Ia laki-laki
bodoh, bocah kaya yang bermain golf setiap hari, sambil berusaha menunjukkan
citra sebagai eksekutif perusahaan yang ulet dan tangguh. Ayah dan pamannya
menjual perusahaan itu sekarang, sebab beberapa tahun lagi Troy akan memegang
kendali, dan hasil kerja keras serta ketekunan selama empat puluh tahun akan
habis untuk perahu balap dan rumah mewah di tepi pantai.
Mereka diam; sedangkan Ben dan Ken terus menatap Lonnie. Yang satu berusia
pertengahan empat puluhan dengan potongan rambut jelek dan saku di-padati
bolpoin murahan, mungkin inilah Ben. Yang lainnya sedikit lebih muda, berwajah
kurus, model seorang eksekutif dengan pakaian yang lebih baik dan mata keras.
Lonnie memandang mereka. Sepertinya ia diharapkan mengucapkan sesuatu.
"Apakah toko ini akan ditutup?" ia bertanya, ham-pi r-hampir putus asa.
Troy menerkam pertanyaan ini. "Dengan kata lain, apa yang akan terjadi padamu"
Nah, kujamin, Lonnie, aku sudah mengatakan segala yang baik mengenai dirimu, dan
aku sudah merekomendasikan agar kau tetap di sini, pada posisi yang sama." Baik
Ben maupun Ken mengangguk sedikit. Troy meraih mantelnya. 'Tapi itu bukan lagi
urusanku. Aku akan 159 keluar sebentar, sementara kalian membicarakannya." Secepat kilat Troy sudah
keluar dari ruangan. Entah karena apa, kepergiannya membuat Ken dan Ben tersenyum. Lonnie bertanya,
"Apakah kalian punya kartu nama?"
'Tentu," kata keduanya, dan mereka mengeluarkan kartu nama dari saku serta
mendorongnya ke ujung meja. Ben adalah yang lebih tua, Ken yang lebih muda.
Ken juga yang memimpin pertemuan ini. Ia memulai, "Sedikit penjelasan mengenai
perusahaan kami. Kami berkedudukan di Charlotte, dengan delapan puluh toko di
Carolina dan Georgia. SuperHouse adalah divisi dari Listing Foods, konglomerat
yang berbasis di Scarsdale dengan nilai penjualan tahun lalu sebesar kuranglebih dua miliar dolar. Sebuah perusahaan publik, sahamnya diperdagangkan di
NASDAQ. Anda mungkin pernah mendengamya. Saya adalah vice president operasional
untuk SuperHouse, Ben adalah VP regional. Kami sedang melakukan ekspansi ke
selatan dan barat, dan Hadley Brothers tampaknya menarik. Itu sebabnya kami ada
di sini." "Jadi, kalian akan mempertahankan toko-toko ini?"
"Ya, untuk sekarang ini." Ia melirik Ben, seolah-olah banyak hal lain di balik
jawaban itu. "Dan bagaimana dengan saya?" tanya Lonnie.
Mereka menggeliat, hampir berbarengan. dan Ben mengambil sebatang bolpoin dari
saku. Ken yang berbicara, "Nah, Anda harus mengerti, Mr. Shaver..."
"Panggil saja saya Lonnie."
"Baiklah, Lonnie, selalu terjadi banyak perubahaan pada saat akuisisi. Itu
bagian dari bisnis. Pekerjaan hilang, pekerjaan diciptakan, pekerjaan
ditransfer." 160 "Bagaimana dengan pekerjaan saya?" Lonnie mendesak. Ia sudah siap menghadapi
yang terburuk dan ingin cepat menuntaskannya.
Ken perlahan-lahan mengambil sehelai kertas dan pura-pura sedang membaca
sesuatu. "Well" katanya sambil membalik-balik kertas itu. "Anda memiliki catatan
prestasi yang bagus."
"Dan rekomendasi yang kuat," Ben menambahkan.
"Kami ingin mempertahankan Anda di tempat ini, untuk sementara waktu."
"Untuk sementara waktu" Apa maksudnya?"
Ken perlahan-lahan meletakkan kembali kertas itu ke meja, dan mencondongkan
badan ke depan, bertelekan dua belah siku. "Mari kita bicara terus terang,
Lonnie. Kami melihat masa depan yang cerah untukmu bersama perusahaan kami."
"Dan perusahaan ini jauh lebih baik daripada peru-sahaanmu yang sekarang," Ben
menambahkan, bekerja sama dalam permainan tarik-ulur yang sempurna. "Kami
menawarkan gaji lebih tinggi, tunjangan lebih besar, pembagian saham,
pekerjaannya." "Lonnie, aku dan Ben malu mengakui bahwa perusahaan kami tidak memiliki orang
Amerika-Afrika dalam posisi manajemen. Kami, bersama atasan-atasan kami, ingin
hal ini berubah, segera Kami ingin hal ini berubah bersamamu."
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lonnie mengamati wajah mereka, dan menekan seribu pertanyaan yang berkecamuk.
Dalam tenggang satu menit, ia sudah pindah dari tepi jurang pengang-guran menuju
prospek kemajuan. "Saya tidak punya gelar dari college. Ada batas untuk..."
"Tidak ada batas," kata Ken. "Kau punya waktu
161 dua tahun untuk kuliah di college junior, dan bila perlu, kau bisa menyelesaikan
kuliahmu. Perusahaan kami akan menanggung biaya kuliah."
Lonnie mau tak mau tersenyum, sebagian karena perasaan Iega dan sebagian karena
keberuntungan itu. Ia memutuskan untuk meneruskannya dengan hati-hati. Ia sedang
berurusan dengan orang-orang yang belum dikenalnya. "Saya mendengarkan,"
katanya. Ken punya segala jawabannya. "Kami sudah mempelajari personalia di Hadley
Brothers, dan, well, katakanlah sebagian be'sar orang-orang dalam posisi
manajemen menengah dan atas ^egera akan mencari pekerjaan di tempat lain. Kami
melihatmu, dan satu lagi manajer muda dari Mobile. Kami ingin kalian berdua
pindah ke Charlotte secepat mungkin dan melewatkan beberapa hari bersama kami.
Kau akan bertemu dengan orang-orang kami, belajar mengenai perusahaan kami, dan
kita akan bicara tentang masa depan. Tapi hams kuperingatkan bahwa kau tidak
bisa menghabiskan sisa hidupmu di Biloxi sini bila ingin maju. Kau harus
bersedia ditempatkan di mana saja."
"Saya bersedia."
"Sudah kami duga. Kapan kami bisa menerbangkanmu?"
Bayangan Lou Dell menutup pintu mengurung mereka terlintas di matanya, dan ia
mengernyit. Ia menarik napas dalam-dalam, dan berkata dengan nada kesal luar
biasa, "Ah, saat ini saya terikat di pengadilan. Tugas sebagai juri. Saya yakin
Troy sudah menceritakannya pada Anda "
Ken dan Ben tampak kebingungan. "Itu cuma beberapa hari, bukan?"
162 "Tidak, Sidang ini dijadwalkan akan berlangsung selama satu bulan, dan kami baru
sampai pada minggu kedua."
"Satu bulan?" tanya Ben, mendengar peluang ini. "Sidang apa ini?"
"Janda seorang perokok yang sudah mau menggugat perusahaan rokok."
Reaksi mereka hampir sama dan jelas menunjukkan perasaan pribadi mereka mengenai
gugatan seperti itu. "Saya sudah mencoba lepas dari kewajiban ini," kata Lonnie, berusaha meredam
suasana. "Gugatan product liability?" tanya Ken, benar-benar muak.
"Yeah, semacam itulah."
"Sampai tiga minggu lagi?" tanya Ben.
"Itulah yang mereka katakan. Saya sendiri tidak percaya saya terikat seperti
ini," katanya, suaranya melemah hilang.
Mereka terdiam lama, sementara Ben membuka sebungkus Bristol dan menyalakan
sebatang "Gugatan," katanya pahit. "Kami tiap minggu digugat oleh orang-orang
malang yang terantuk dan jatuh, kemudian menyalahkannya pada cuka atau anggur.
Bulan lalu sebotol air soda meledak pada pesta di Rocky Mount. Coba terka siapa
yang menjual air soda itu" Coba terka siapa yang digugat sebesar sepuluh juta
dolar minggu lalu" Kami dan perusahaan air soda itu. Product liability" Ia
mengembuskan napas, lalu menggigit-gigit kuku ibu jari. Ben mendidih gusar. "Ada
seorang perempuan umur tujuh puluh tahun di Athens yang mengatakan punggungnya
patah ketika dia meraih 163 ke atas untuk mengambil sekaleng pembersih peraboL Pengacaranya mengatakan
dia berhak mendapatkan satu-dua juta dolar."
Ken menatap Ben, seolah-olah ingin rekannya itu tutup mulut, namun Ben rupanya
mudah meledak bila topik itu dibicarakan. "Pengacara-pengacara busuk," katanya,
asap mengalir keluar dari lubing hidungnya. "Kita membayar lebih dari tiga juta
dolar tahun lalu untuk liability insurance, uang yang dibuang percuma karena
pengacara-pengacara lapar itu berputar-putar di atas." "Ken berkata, "Cukup."
"Maaf." "Bagaimana kalau akhir pekan?" Lonnie bertanya cemas. "Saya bebas mulai Jumat
siang sampai Minggu malam."
"Aku baru saja memikirkan hal itu. Begini saja. Kami akan mengirimkan salah satu
pesawat terbang kami untuk menjemputmu Sabtu pagi. Kami akan menerbangkanmu dan
istrimu ke Charlotte, memperlihatkan kantor pusat kami, dan memperkenalkanmu
dengan bos-bos kami. Lagi pula mereka kebanyakan juga bekerja hari Sabtu. Apakah
kau bebas akhir pekan ini?"
"Tentu." "BaiK. Akan kuatur pesawat terbangnya." "Kau yakin tidak ada konflik dengan
sidang itu?" tanya Ben.
"Tidak ada, sejauh yang saya perkirakan."
164 Sepuluh Sesudah berlangsung dengan ketepatan waktu yang mengagumkan, sidang itu tibatiba terha-lang pada Rabu pagi. Pihak pembela mengajukan mosi melarang kesaksian
Dr. Hilo Kilvan, konon pakar dari Montreal dalam bidang pengolahan data
statistik penyakit kanker paru-paru, dan meletuslah pertempuran kecil mengenai
mosi ini. Wendall Rohr dan kelompoknya sangat geram terhadap taktik pembela;
sejauh ini pembela selalu menghalangi kesaksian setiap pakar yang diajukan
penggugat. Bahkan pembela terbukti cukup efektif dalam menunda dan menghalangi
segalanya selama empat tahun. Rohr bersikeras mengatakan bahwa Cable dan
kliennya sekali lagi mengulur-ulur waktu, dan ia mengajukan peimo-honan kepada
Hakim Harkin agar memberikan sanksi terhadap tergugat. Perang mengenai sanksi
ini, dengan masing-masing pihak menuntut hukuman denda dari pihak lain dan sang
Hakim sejauh ini menolak, boleh dikatakan sudah berkobar semenjak gugatan ini
diajukan. Seperti halnya kebanyakan kasus perkara perdata yang besar, perdebatan
mengenai sanksi ini 165 saja kerap kali menghabiskan waktu sebanyak pembahasan pokok masalah sebenarnya.
Rohr gembar-gembor dan mencak-mencak di depan boks juri yang kosong ketika
menjelaskan bahwa mosi terakhir yang diajukan pembela merupakan mosi ke71 "Hitunglah, 71!" yang diajukan oleh perusahaan rokok untuk melarang ? ?pengajuan bukti. "Kita sudah punya mosi untuk menyisihkan bukti mengenai
penyakit lain yang ditimbulkan oleh rokok, mosi mencegah pembuktian peringatanperingatan, mosi mencegah pembuktian pengiklanan, mosi untuk menyingkirkan bukti
penelitian epidemiologis dan teori statistik, mosi menolak referensi pada paten
yang tidak dipakai oleh tergugat, mosi untuk menyisihkan bukti langkah-langkah
pengobatan yang diambil oleh perusahaan rokok, mosi menolak bukti pengujian
rokok yang kami lakukan, mosi untuk menyingkirkan sebagian dari laporan autopsi,
mosi menolak bukti ketergantungan, mosi..."
"Saya sudah melihat mosi-mosi ini, Mr. Rohr," Yang Mulia menyela ketika Rohr
sepertinya akan menyebutkan seluruhnya.
Rohr tidak kendur selangkah pun. "Dan, Yang Mulia, di samping 71 coba hitung,
?71! mosi untuk menolak bukti, mereka telah mengajukan tepat delapan belas mosi
?meminta perpanjangan waktu."
"Saya tahu benar akan hal ini, Mr. Rohr. Harap teruskan."
Rohr berjalan ke mejanya yang penuh barang dan mengambil makalah tebal dari
seorang associate. "Dan, sudah tentu, setiap pengajuan mosi dari tergugat selalu
disertai dengan satu benda terkutuk ini,"
166 katanya keras sambil menjatuhkan makalah itu ke meja. "Kami tidak punya waktu
untuk membaca ini, seperti Anda ketahui, sebab kami terlalu sibuk bersiap untuk
sidang. Di pihak, mereka punya senbu pengacara yang bayarannya dihitung per jam
dan terus bekerja bahkan pada saat kami membicarakan satu mosi konyol lainnya
yang, tak diragukan lagi, bobotnya sampai tiga kilo dan menghabiskan lebih
banyak waktu kami." "Bisakah kita langsung ke persoalannya, Mr. Rohr?" Rohr tidak mendengarkannya.
"Karena tidak punya waktu untuk membaca ini, Yang Mulia. kami hanya akan
menimbangnya, dan jawaban kami yang singkat hanyalah: Harap surat memorandum ini
diterima sebagai balasan kami atas makalah pembela seberat dua setengah kilo,
berisi dalih atas mosi sembarangan yang terakhir."
Tanpa kehadiran juri di dalam ruang sidang itu, semua orang tidak lagi
menampilkan senyum, sopan santun, dan tingkah laku menyenangkan. Ketegangan
terlihat nyata pada wajah semua pemain, bahkan para panitera dan notulis
pengadilan tampak tegang.
Watak pemarah Rohr yang legendaris itu itu kini bergolak, namun sudah sejak lama
ia belajar meman-faatkannya. Cable yang sekali-sekali jadi temannya menjaga
jarak tanpa menahan lidahnya. Penonton dijamu dengan adu mulut terkendali.
Pada pukul setengah sepuluh, Yang Mulia mengirim Lou Dell untuk memberitahu para
juri bahwa ia sedang menyelesaikan sebuah mosi, dan sidang akan dimulai beberapa
saat lagi, mudah-mudahan pukul sepuluh. Karena baru kali ini para juri diminta
167 menunggu setelah dipersiapkan untuk pergi, mereka menerimanya dengan baik.
Mereka kembali membentuk kelompok-kelompok kecil, diteruskan dengan percakapan
basa-basi seperti umumnya orang-orang yang terpaksa menunggu. Mereka berkelompok
menurut jenis kelamin, bukan ras. Yang laki-laki menjadi satu di ujung ruangan,
yang perempuan di ujung lain. Para perokok datang dan pergi. Hanya Herman Grimes
tetap berada di posisi yang sama, di kepala meja, asyik dengan komputer laptop
braille-nya. Ia ingin semua orang tahu bahwa ia dengan setia mendengarkan
deskripsi naratif dari diagram Bronsky.
Sebuuh laptop lain ditempelkan pada soket di sebuah sudut, tempat Lonnie Shaver
membuat kantor sementara dengan tiga kursi lipat. Ia menganalisis printout dari
stok toko, meneliti inventarisnya, dan memeriksa seratus detail lain. Ia senang
tidak ada yang menghiraukannya. Ia bukannya tidak ramah, cuma asyik dengan
kesibukannya. Frank Herrera duduk di dekat komputer braille itu, meneliti closing quotation d
The Wall Street Journal, dan sekali-sekali bercakap-cakap dengan Jerry Fernandez
yang duduk di seberang meja sambil memantau jalur taruhan terakhir di Vegas pada
berbagai pertandingan college hari Sabtu. Satu-satunya pria yang suka berbicara
dengan kaum wanita di situ adalah Nicholas Easter, dan hari ini diam-diam ia
membicarakan kasus tersebut dengan Loreen Duke, seorang wanita kulit hitam
berperawakan besar yang periang dan bekerja sebagai sekretaris di Keesler Air
Force Base. Sebagai anggota juri nomor I, ia duduk di samping Nicholas, dan
keduanya sudah 168 mengembangkan kebiasaan untuk saling berbisik-bisik selama sidang, hingga
mengganggu yang lain. Loreen berusia 35 tahun, tanpa suami dan punya dua anak.
Ia sama sekali tidak keberatan absen dan kantor selama beberapa waktu. Ia
mengaku kepada Nicholas bahwa ia bisa absen selama satu tahun tanpa seorang pun
peduli. Nicholas menceritakan tindakan-tindakan buruk yang dilakukan oleh
perusahaan rokok dalam sidang sidang yang lalu, dan mengaku bahwa selama dua
tahun kuliah hukum, ia telah mempelajari kasus-kasus gugatan terhadap perusahaan
rokok secara mendalam. Ia mengatakan bah wa ia putus kuiiah karena masalah
keuangan. Mereka sengaja berbisik-bisik sepelan mungkin, agar tidak terdengar
oleh Herman Grimes yang sedang mengoperasikan laptop-nya.
Waktu berlalu. Pada pukul sepuluh, Nicholas pergi ke pintu dan membuat Lou Dell
tersentak dari novel paperback-nya. Ia tidak tahu kapan Hakim akan meminta
mereka datang, dan sama sekali tak bisa berbuat apa-apa tentang hal itu.
Nicholas duduk dan mulai membahas strategi ber-sdind Herman. Tidaklah adil
mengurung mereka seperti ini selama penundaan, dan Nicholas berpendapar bahwa
mereka seharusnya diperkenankan meninggalkan gedung, dengan pengawalan, dan
pergi berjalan-jalan pagi, selingan dari jalan-jalan sore. Disepakati bahwa
Nicholas harus menuliskan permintaan ini, seperti biasa, dan mengajukannya
kepada Hakim Harkin saat reses siang.
Pada pukul setengah sebelas, mereka akhirnya
169 dipinggil ke ruang sidang yang masih pekat dengan panasnya pertempuran. Orang
pertama yang dilihat Nicholas adalah laki-laki yang menyusup masuk ke
apartemennya. Ia berada di deretan ketiga, di sisi penggugat, memakai kemeja dan
dasi dengan koran tergelar di hadapannya, serta bersandar pada sandaran bangku
di depannya. Ia sendirian, dan hampir-hampir tidak melihat para juri ketika
mereka duduk. Nicholas tidak menatapnya lama-lama; dua lirikan panjang sudah
cukup. Meski licik dan penuh tipu muslihat, Fitch kadang-kadang melakukan hal-hal
tolol. Dan mengirim orang ini ke ruang sidang adalah langkah penuh risiko yang
tidak ada gunanya. Tak ada hal istimewa yang bisa dilihat atau didengarnya di
ruang sidang ini. Meskipun terkejut melihat laki-laki itu, Nicholas sudah memikirkan apa yang
harus dilakukan. Ia punya beberapa rencana, tergantung di mana laki-laki itu
akan muncul. Keberadaannya di ruang sidang itu merupakan kejutan, tapi hanya
butuh semenit untuk membereskan persoalan. Hakim Harkin harus tahu bahwa salah
satu bajingan yang sangat ia khawatirkan kini duduk di dalam ruang sidang, purapura menjadi pengamat biasa. Harkin perlu melihat wajah itu, sebab kelak ia akan
melihatnya di video. Saksi pertama adalah Dr. Bronsky, sekarang memasuki hari ketiga, tapi pertama
kali menjawab pemeriksaan silang oleh pembela. Sir Durr mulai dengan perlahanlahan, sopan, seolah-olah sangat kagum pada pakar hebat ini. Ia mengajukan
beberapa pertanyaan yang kebanyakan anggota juri pun mampu menjawabnya. Tapi
keadaan dengan "cepat berubah Bila Cable
170 dulu bersikap hormat kepada Dr. Milton Fricke, kini ia siap berperang dengan
Bronsky. Ia mulai dengan lebih dari empat ribu senyawa yang teridentifikasi dalam asap
rokok; dengan gaya sambil lalu, ia memilih satu. dan menanyakan efek apa yang
mungkin ditimbulkan oleh benzol(a)pyrene terhadap paru-paru. Bronsky mengatakan
tidak tahu, dan mencoba menjelaskan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh satu
senyawa tunggal tidaklah mungkin diukur. Bagaimana dengan pipa bronkiolus,
selaput, dan silia itu" Pengaruh apa yang ditimbulkan oleh benzol(a)pyrene
terhadap organ-organ itu" Bronsky sekali lagi mencoba menjelaskan bahwa riset
tidak dapat menentukan pengaruh satu senyawa tunggal dalam asap rokok.
Cable meneruskan serangan. Ia memilih satu senyawa lain dan memaksa Bronsky
mengakui bahwa ia tidak dapat memberitahu juri, pengaruh apa yang ditimbulkannya
terhadap paru-paru atau pipa bronkiolus atau selaputnya. Tidak secara spesifik.
Rohr mengajukan keberatan, tetapi Yang Mulia menolak dengan dasar bahwa itu
adalah pemeriksaan silang. Pokoknya segala yang relevan atau bahkan semirelevan
bisa dilemparkan pada saksL
Doyle tetap di tempatnya, di deretan ketiga, tam pak bosan dan menunggu
kesempatan untuk berlalu. Tugas yang dibebankan kepadanya adalah mencari
perempuan itu; sudah empat hari ia melakukannya Berjam-jam ia bergelandangari di
lorong bawah. Ia sudah menghabiskan sesiang penuh dengan duduk di atas krat Dr.
Pepper dekat mesin otomat, bercakap-cakap dengan tukang pembersih gedung sambil
meng-171 awasi pintu depan. Ia sudah minum bergalon-galon kopi di kafe-kafe dan deli-deli
kecil di sekitar tempat itu. Ia, Pang, dan dua orang lainnya sudah bekerja
keras, menghamburkan waktu mereka dengan sia-sia, demi memuaskan bos mereka.
Sesudah empat hari duduk di satu tempat selama enam jam sehari, Nicholas mulai
mengerti kegiatan rutin Fitch. Anak buahnya, entah konsultan juri atau pesuruh
biasa, berkeliaran di seluruh penjuru ruang sidang. Mereka duduk dalam kelompokkelompok, atau sendirian. Mereka datang dan pergi tanpa suara selama jeda
singkat. Mereka jarang berbicara satu sama lain. Dengan ketat mereka
memperhatikan para saksi dan anggota juri, dan menit berikutnya mereka mengisi
teka-teki silang atau menatap ke luar.
Ia tahu, tak lama lagi laki-laki itu akan pergi.
Ia menulis catatan pada secarik kertas, melipatnya, dan meyakinkan Loreen Duke
untuk memegangnya tanpa membacanya. Ia kemudian meminta Loreen membungkuk ke
depan, saat jeda dalam pemeriksaan silang itu, ketika Cable menengok catatancatatannya, dan memberikan tulisan itu kepada Willis si deputi, yang sedang
bersandar ke dinding, menjaga bendera. Willis, yang tiba-tiba terbangun, diam
sedetik menenangkan diri, kemudian menyadari bahwa ia diminta menyerahkan
catatan itu pada Hakim. Doyle melihat Loreen menyerahkan catatan itu, tapi tidak tahu bahwa catatan
tersebut berasal dari Nicholas.
Hakim Harkin menerima catatan itu dengan tak acuh dan membawanya ke dekat
jubahnya, sementara Cable menembakkan pertanyaan Iain. Perlahan-lahan
172 Harkin membuka lipatannya. Catatan itu berasal dari Nicholas Easter, juri nomor
2, dan bunyinya sebagai berikut:
Pak Hakim, Laki-laki di sebelah kiri itu, tiga deret dari depan, sebelah gang, berkemeja
putih, berdasi biru-hijau, mengikuti saya kemarin. Ini kedua kalinya saya
melihat dia. Bisakah kita mencari tahu siapa dia"
Nicholas Easter Yang Mulia memandang Durr Cable sebelum beralih pada penonton. Laki-laki itu
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk seorang diri, memandang ke tempat hakim, seolah-olah tahu sedang diawasi.
Ini tantangan baru bagi Frederick Harkin. Belum pernah ada kejadian seperti ini.
Pilihannya terbatas dan semakin ia memikirkan situasinya, semakin sedikit
pilihan yang dimilikinya. Ia memang tahu bahwa kedua belah pihak punya banyak
konsultan, associate dan pengamat yang mengintai di dalam ruang sidang atau di
dekatnya. Ia mengawasi ruang sidangnya dengan ketat, ddh melihat banyak gerakan
tanpa suara oleh orang-orang yang sudah berpengalaman dalam sidang semacam itu
dan tidak ingin diperhatikan. Ia tahu laki-laki itu kemungkinan besar akan
segera menghilang. Bila Harkin tiba-tiba mengumumkan reses singkat, mungkin laki-laki itu akan
menghilang. Ini benar-benar saat yang mendebarkan bagi sang
173 hakim. Ia telah mendengar cerita, desas-desus, dan dongeng dari sidang lain, dan
sesudah memberikan segala peringatan yang serasa kosong kepada juri, mendadak di
dalam ruangan ini, saat ini, ada salah satu agen misterius itu, mata-mata yang
disewa salah satu pihak untuk memantau junnya.
Para deputi di pengadilan pada umumnya berseragam dan bersenjata, dan biasanya
tidak membahayakan. Petugas yang Iebih muda biasanya dipasang di jalan, dan
tugas untuk menjaga sidang biasanya didominasi oleh para senior yang sebentar
lagi pensiun. Hakim Harkin melihat berkeliling dan pilihannya menyusut lagi.
Di dekat bendera sana, Willis sedang bersandar ke dinding, tampaknya sudah
setengah tidur, seperti biasa; sudut kanan mulutnya sedikit terbuka dan air
liurnya meleleh. Di gang, tepat di depan Harkin, tapi terpisah sekitar tiga
puluh meter, Jip dan Rasco menjaga pintu utama. Jip sedang duduk di bangku
belakang, dekat pintu, kacamata baca bertengger pada hidungnya yang besar,
meneliti koran lokal. Dua bulan yang lalu, ia bam saja menjalani operasi
pinggul, sehingga merasa sulit untuk berdiri lama, dan sudah mendapat izin untuk
duduk selama sidang berlangsung. Rasco berusia menjelang enam puluh, yang
termuda di antara kru itu, dan tidak gesit. Seorang deputi yang Jebib muda
biasanya ditugaskan di pintu utama, tapi saat ini ia ada di atrium,
mengoperasikan detektor logam.
Selama voir dire, Harkin minta petugas berseragam ditempatkan di mana-mana, tapi
sesudah pemberian kesaksian selama seminggu, kecemasan pada awal
174 sidang sudah hilang. Sekarang sidang ini hanyalah pengadilan perdata biasa yang
membosankan, meskipun dengan taruhan luar biasa besar.
Harkin menimbang pasukan yang tersedia, dan memutuskan untuk tidak mendekati
sasaran. Ia cepat-cepat menulis catatan, memegangnya sejenak tanpa menghiraukan
laki-laki itu, kemudian menggesernya pada Gloria Lane, panitera Circuit Court,
yang duduk di depan meja kecilnya di bawah meja hakim, berseberangan dengan
tempat saksi. Catatan itu mendes-kripsikan laki-laki tersebut, memerintahkan
Gloria untuk melihatnya baik-baik tanpa mengundang perhatian, kemudian keluar
dari pintu samping dan pergi memanggil Sheriff. Ada instruksi lain untuk
Sheriff, tapi sayangnya instruksi itu ternyata tidak diperlukan.
Sesudah lebih dari satu jam menyaksikan pemeriksaan silang yang seru terhadap
Dr. Bronsky, Doyle sudah siap beranjak. Perempuan itu sama sekali tidak
terlihat, dan ia pun tidak berharap akan menemukannya. la hanya mengikuti
perintah. Plus, ia tidak suka melihat oper operan surat di sekitar meja hakim.
Ia mengumpulkan korannya diam-diam, dan menyelinap keluar dari ruang sidang
tanpa halangan. Harkin menyaksikan ini dengan perasaan tak percaya. Ia bahkan
meraih mikrofon dengan tangan kanannya, seolah-olah hendak* berteriak pada lakilaki itu agar berhenti, duduk, dan menjawab beberapa pertanyaan. Tapi ia
menenangkan diri. Besar kemungkinan laki-laki itu akan kembali.
Nicholas memandang Yang Mulia dan mereka sama-sama kesal. Cable berhenti di
antara per - 175 tanyaannya, dan sang hakim tiba-tiba mengetukkan palu. "Reses sepuluh menit.
Saya rasa para juri perlu istirahat sebentar."
Willis menyampaikan pesan itu pada Lou Dell, yang menyembulkan kepalanya dari
celah pintu dan berkata, "Mr. Easter, bisa saya bicara dengan Anda sebentar?"
Nicholas mengikuti Willis melewati labirin ganggang sempit, sampai ke pintu
samping ruang kerja Hakim Harkin. Sang hakim sedang sendirian, tanpa jubah, satu
tangan memegang cangkir kopi. Ia menyuruh Willis pergi dan mengunci pintu.
"Silakan duduk, Mr. Easter," katanya, menunjuk ke kursi di depan meja kerjanya
yang penuh barang berserakan. Ruangan itu bukanlah kantor permanennya, bahkan ia
berbagi dengan dua hakim lain yang memakai ruang sidang tersebut. "Kopi?"
'Tidak, terima kasih."
Harkin menjatuhkan diri ke kursi dan mencondongkan tubuh ke depan, bertelekan
siku. "Nah, coba ceritakan pada saya, di mana Anda melihat laki-laki ini?"
Nicholas akan menyimpan video itu untuk saat yang lebih penting. Ia sudah
merencanakan cerita selanjutnya dengan hati-hati. "Kemarin, sesudah kami bubar,
saya berjalan kembali ke apartemen dan mam-pir membeli es krim di Mike's, di
sudut jalan. Saya masuk. lalu melihat ke luar, ke trotoar, dan saya melihat
laki-laki itu mengintip ke dalam. Dia tidak melihat saya, tapi saya sadari bahwa
saya pernah melihatnya di suatu tempat. Setelah beli es krim itu,
176 saya berjalan pulang. Saya pikir laki-laki itu menguntit saya, jadi saya
berjalan putar putar, dan dia memang membuntuti saya."
"Dan Anda sudah pernah melihatnya sebelum itu?"
"Ya, Sir. Saya bekerja di toko komputer di ma//, dan suatu malam laki-laki ini,
saya yakin orang yang sama, terus mondarjnandir di pintu dan melihat ke dalam.
Sesudah itu, saya istirahat dan dia muncul di ujung lain mall itu, di tempat
saya sedang minum Coke."
Hakim bersantai sedikit dan membenahi rambutnya. "Berterusteranglah pada saya,
Mr. Easter, apakah ada rekan Anda lainnya yang menyebut-nyebut hal seperti ini?"
"Tidak, Sir." "Apakah Anda bersedia memberitahu saya bila mereka mengatakan sesuatu?" "Tentu."
'Tidak ada salahnya dengan percakapan kecil kita ini, dan bila ada sesuatu yang
terjadi di dalam sana. saya perlu mengetahuinya."
"Bagaimana saya menghubungi Anda?"
"Kirim saja catatan melalui Lou Dell. Katakan saja kita perlu bicara, tanpa
memberikan urusan spesiiiknya, sebab dia akan membacanya."
"Oke." "Janji?" "Ya." Harkin menarik napas panjang dan mulai mencari-cari di dalam tas kerjanya yang
terbuka. Ia mengambil surat kabar dan mendorongnya ke seberang meja. "Sudah
lihat ini" Wall Street Journal hari ini."
177 'Tidak. Saya tidak membacanya."
"Bagus. Ada berita besar mengenai sidang ini, dan tulisan mengenai pengaruh
kemenangan penggugat terhadap industri tembakau."
Nicholas tidak mau melewatkan peluang baik itu. "Hanya ada satu orang yang
membaca Journal." "Siapa?" "Frank Herrera. Dia membacanya tiap pagi, dari depan sampai belakang " "Pagi
ini?" "Ya. Sewaktu kita menunggu, dia membaca setiap kata dua kali."
"Apakah dia mengomentari sesuatu?"
"Setahu saya tidak."
"Aduh." "Tapi itu tidak jadi soal," kata Nicholas, sambil memandang ke dinding.
"Mengapa tidak?"
"Dia sudah mengambil keputusan."
Harkin kembali membungkuk ke depan dan memandang tajam. "Apa maksud Anda?"
"Menurut saya, dia tidak seharusnya dipilih sebagai anggota juri. Saya tidak
tahu bagaimana dia menjawab pertanyaan tertulisnya, tapi dia tidak mengatakan
yang sebenarnya. Kalau dia jujur, dia takkan berada di sini. Dan saya ingat
pertanyaan-pertanyaan selama voir dire yang seharusnya dia jawab."
"Saya mendengarkan."
"Baiklah, Yang Mulia, tapi jangan marah Kemarin pagi, saya bercakap-cakap
dengannya. Hanya ada kami berdua di dalam ruang juri, dan, sumpah, kami tidak
membicarakan kasus ini. Tapi entah bagaimana,
178 kami menyinggung-nyinggung soal rokok. Frank berhenti merokok bertahun-tahun
yang lalu, dan dia tidak bersimpati terhadap siapa saja yang tidak bisa
berhenti. Anda tahu, dia pensiunan tentara, agak kaku dan keras mengenai..."
"Saya mantan marinir."
"Maaf. Apakah saya harus bungkam?"
'Tidak. Teruskanlah."
"Baiklah, tapi saya cemas mengenai ini, dan dengan senang hati saya bersedia
berhenti setiap saat."
"Akan saya katakan kapan Anda harus berhenti."
"Baiklah. Nah, omong-omong, Frank berpendapat bahwa siapa pun yang merokok tiga
bungkus sehari selama hampir tiga puluh tahun, layak merasakan akibatnya. Tidak
ada simpati sedikit pun. Saya berdebat sedikit dengannya, terbatas pada pendapat
itu, dan dia menuduh saya ingin memberikan vonis ganti rugi yang besar kepada
penggugat." Yang Mulia mendengarkan dengan penuh perhatian, tenggelam sedikit di kursinya,
memejamkan dan kemudian menggosok matanya, sementara pundaknya melorot. "Ini
sungguh hebat," gumamnya.
"Maaf, Pak Hakim."
'Tidak, tidak, saya yang memintanya." Ia kembali duduk tegak, merapikan rambut
dengan jarinya, memaksakan diri untuk tersenyum. dan berkata, "Dengar, Mr.
Easter. Saya tidak meminta Anda untuk jadi tukang mengadu. Tapi saya khawatir
dengan juri ini, karena tekanan-tekanan dari luar. Kasus gugatan semacam ini
punya sejarah kotor. Bila Anda melihat atau mendengar apa saja yang samar-samar
sekalipun, 179 berkaitan dengan kontak tanpa lzin, harap beritahu saya. Kita akan
menanganinya." "Baiklah, Pak Hakim."
Berita di halaman depan Journal itu ditulis oleh Agner Layson, reporter senior
yang mengikuti hampir seluruh proses pemilihan juri dan kesaksian. Layson pernah
sepuluh tahun membuka praktek hukum dan sudah pernah berada di berbagai ruang
sidang. Tulisannya itu, yang pertama dari satu rangkaian, menguraikan pokokpokok perkara serta perincian para pemainnya. Tidak ada pendapat tentang
bagaimana sidang itu berlangsung, tidak ada perkiraan siapa yang menang atau
kalah, hanya ringkasan dari bukti medis yang sejauh ini cukup meyakinkan oleh
penggugat. Menanggapi berita itu, harga saham Pynex turun satu dolar pada pembukaan bursa,
tapi siangnya sudah terkoreksi dan disesuaikan lagi, dan rupanya bisa menghadapi
badai singkat itu. Tulisan itu memancing banjir telepon dari kantor-kantor pialang di New York
kepada para analis mereka di medan pertarungan di Biloxi. Bermenit-menit gosip
tanpa makna terkumpul menjadi berjam-jam spekulasi tanpa arah, ketika orangorang yang cemas di New York mengajukan dan memikirkan satu-satunya pertanyaan
yang jadi persoalan: Apa yang akan dilakukan dewan juri"
Laki-laki dan perempuan muda yang ditugaskan memantau sidang itu dan
memperkirakan apa yang akan dilakukan oleh juri ternyata tidak mendapat jejak
apa pun. 180 Sebelas Pemeriksaan silang terhadap Bronsky berakhir Kamis sore, dan Jumat pagi Marlee
menyerbu dengan gencar. Konrad menerima telepon pertama pada pukul 07.25,
menyampaikannya cepat-cepat kepada Fitch, yang sedang bicara per telepon dengan
Washington, lalu mendengarkan suara itu pada speakerphone. "Selamat pagi,
Fitch," katanya manis.
"Selamat pagi, Marlee," jawab Fitch dengan suara senang, berusaha keras
bermanis-manis. "Bagaimana kabarmu?"
"Luar biasa. Nomor 2, Easter, akan memakai ke-meja denim biru muda, jeans pudar,
kaus kaki putih, sepatu lari tua, Nike, kurasa. Dan dia akan membawa majalah
Rolling Stone terbitan bulan Oktober. Meat Loaf pada sampulnya. Mengerti?"?"Ya. Kapan kita bisa bertemu dan bicara?"
"Bila aku sudah siap. Adios." Ia memutus sambungan. Telepon itu dilacak ke lobi
sebuah motel di Hattiesburg, Mississippi, paling sedikit sembilan puluh menit
dengan mobil. Pang sedang duduk di kafe, tiga blok dan apartemen Easter, dan dalam beberapa
menit ia berkeliaran di 181 bawah sebatang pohon peneduh, lima puluh meter dari VW Beetle kuno itu. Sesuai
jadwal, Easter keluar melalui pintu depan pada pukul 07.45, dan mulai berjalan
kaki selama 25 menit ke gedung pengadilan. Ia berhenti di toko yang sama di
sudut, untuk membeli surat kabar yang sama dan kopi yang sama.
Tentu saja ia berpakaian tepat seperti yang dikatakan oleh perempuan itu.
Teleponnya yang kedua juga berasal dari Hattiesburg, meskipun dari nomor yang
berbeda. "Ada sedikit kabar baru untukmu, Fitch. Kau pasti menyukainya."
Fitch, nyaris tak bernapas, berkata, "Aku mendengarkan."
"Saat para juri keluar hari ini, bukannya duduk, coba terka apa yang akan mereka
Iakukan?" Otak Fitch membeku. Ia tak bisa menggerakkan bibirnya. Ia tahu bahwa ia tidak
diharapkan mengajukan terkaan pintar. "Aku menyerah," katanya.
"Mereka akan mengajukan Janji Kesetiaan."
Fitch melontarkan pandangan bingung pada Konrad.
"Dengar semua itu. Fitch?" perempuan itu bertanya, nyaris mengejek.
"Yeah." Sambungan terputus. "
Teleponnya yang ketiga ditujukan ke kantor Wendall Rohr. Menurut seorang
sekretaris, Rohr sedang sibuk dan tidak bisa dihubungi. Marlee mengerti, tapi
menjelaskan bahwa ia punya pesan penting untuk Mr. Rohr. Pesan itu akan tiba
sekitar lima menit lagi pada mesin faks, jadi maukah sekretaris itu menerimanya
dan membawanya langsung pada Mr. Rohr
182 sebelum ia berangkat ke pengadilan" Sekretaris itu dengan enggan menyetujuinya,
dan lima menit kemudian menemukan sehelai kertas putih tergeletak pada nampan
penerima faks. Tidak ada nomor pengirim, tidak ada indikasi dari mana atau dari
siapa faks itu datang. Di tengahnya, terketik dengan jarak satu spasi, pesan itu
berbunyi demikian: WR: Juri nomor 2, Easter, hari ini akan memakai kemeja denim biru, jeans pudar,
kaus kaki putih, dan sepatu Nike tua. Dia suka Rolling Stone, dan dia akan
memhuktikan dirinya cukup patriotik.
MM Sekretaris itu bergegas membawanya ke kantor Rohr yang sedang mengemasi tas
besar untuk pertarungan hari ini. Rohr membacanya, menanyai sekretaris itu,
kemudian menghubungi rekan pengacaranya untuk mengadakan rapat darurat.
Suasananya memang tidak bisa digolongkan gembira, terutama untuk dua belas orang
yang dikurung di luar kehendak sendiri, tapi ini hari Jumat dan percakapan di
antara mereka terdengar lebih ringan ketika mereka berkumpul dan saling menyapa.
Nicholas duduk di meja. dekat Herman Grimes dan di hadapan Frank Herrera,
menunggu saat percakapan kosong itu reda. Ia memandang Herman yang sedang
bekerja keras dengan laptop-nys. lalu berkata, '"Hei, Herman. Aku punya
gagasan." Pada saat ini Herman sudah memasukkan sebelas
183 suara ke ingatannya, dan istrinya sudah menghabiskan waktu berjam-jam untuk
memberikan deskripsi yang sesuai. Ia terutama kenal nada suara Easter. "Ya,
Nicholas?" Nicholas memperkeras suaranya untuk menarik perhatian semua orang. "W"//, ketika
masih kecil, aku dimasukkan ke sekolah swasta kecil, dan kami dilatih untuk
memulai setiap hari dengan mengucapkan Janji Kesetiaan. Setiap kali melihat
bendera di pagi hari, aku selalu ingin mengucapkan janji itu." Sebagian besar
anggota juri itu mendengarkan. Poodle baru keluar untuk merokok. "Dan di dalam
ruang sidang sana ada bendera yang bagus di belakang Hakim, tapi kita hanya
duduk memandangnya "
"Aku tidak melihatnya," kata Herman.
"Kau akan mengucapkan Janji Kesetiaan di luar sana, dalam sidang terbuka?" tanya
Herrera, Napoleon, kolonel purnawirawan.
"Yeah. Mengapa tidak melakukannya sekali seminggu?"
'Tidak ada salahnya," kata Jerry Fernandez, yang diam-diam sudah direkrut untuk
peristiwa ini. "Tapi bagaimana dengan Hakim?" tanya Mrs. Gladys Card.
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa pedulinya" Sebenarnya, mengapa ada yang peduli kalau kita berdiri sejenak
dan menghormat pada bendera kita?"
"Kau tidak main-main, bukan?" tanya sang kolonel.
Nicholas tiba-tiba tampak terluka. Ia menatap ke seberang meja dengan pandangan
pedih, dan berkata, "Ayahku tewas di Vietnam, oke" Dia mendapat peng-hargaan.
Bendera itu punya arti penting bagiku."
184 Dan dengan itu, kesepakatan diteguhkan.
Hakim Harkin menyambut dengan senyum hangat ketika mereka memasuki ruangan satu
demi satu. Ia sudah bersiap untuk meluncur ke pertanyaan bakunya mengenai kontak
tidak sah, dan melanjutkannya dengan kesaksian. Perlu satu detik untuk menyadari
bahwa mereka tidak duduk seperti biasanya. Mereka tetap berdiri, hingga dua
belas orang seluruhnya ada di tempat masing-masing, kemudian memandang ke
dinding di sebelah kiri, di belakang tempat saksi, sambil meletakkan tangan ke
dada. Easter yang pertama membuka mulut dan memimpin mereka mengucapkan Janji
Kesetiaan dengan lantang.
Reaksi pertama Harkin adalah tertegun; ia belum pernah menyaksikan upacara ini
dilakukan di ruang sidang mana pun oleh para juri. Mendengar hal semacam itu pun
belum pernah. Padahal ia mengira sudah mendengar dan menyaksikan segalanya. Ini
bukan bagian dari ritual harian, tak pernah ia setujui, dan sebenarnya tak
pernah muncul dalam buku pegangan atau petunjuk mana pun. Karena itu impuls
pertamanya, sesudah tersentak, adalah memanggil mereka, menghentikannya; mereka
akan membicarakannya nanti. Kemudian langsung disadarinya bahwa rasanya
sangatlah tidak patriotik dan mungkin berdosa untuk menyela sekelompok warga
negara yang punya niat baik untuk menghormati bendera mereka. Ia memandang Rohr
dan Cable yang ternyata juga sedang terperangah dengan mulut menganga dan rahang
kendur. Maka ia berdiri. Kira-kira di tengah-tengah pengucapan janji itu, ia maju dan
naik, jubah hitamnya 185 berkibaran; ia berbalik menghadap dinding, mendekap-kan tangan ke dada, dan ikut
mengucapkan janji itu. Dengan dewan juri dan Hakim memberi hormat kepada bendera Stars and Stripes,
tiba-tiba semua orang merasa wajib untuk berbuat sama, terutama para pengacara
itu, yang tidak mau ambil risiko mengundang rasa tak suka dan memperlihatkan
setitik saja tanda tidak loyal. Mereka berdiri, menendang tas-tas dan mendorong
mundur kursi-kursi. Gloria Lane dan para pembantunya, notulis pengadilan, dan
Lou Dell, yang duduk di deretan pertama, juga berdiri dan berbalik, lalu
mengikuti. Tapi orang-orang yang duduk sesudah deretan ketiga tidak ikut
berpartisipasi; dengan demikian, Fitch beruntung tidak perlu berdiri seperti
pramuka siaga dan menggumamkan kata-kata yang hampir tak diingatnya.
Ia ada di deretan belakang, bersama Jose di satu sisi dan Holly, associate muda
yang tampan, di sisi lainnya. Pang ada di atrium, di luar. Doyle kembali ke krat
Dr. Pepper di lantai satu dekat mesin Coca-Cola, berpakaian seperti pekerja,
bergurau dengan petugas pembersih gedung, dan mengawasi lobi depan.
Fitch menyaksikan dan mendengarkan dengan sangat tercengang. Melihat dewan juri,
atas inisiatif sendiri dan bekerja sebagai satu kelompok, mengendalikan ruang
sidang dengan cara itu, benar-benar sulit percaya rasanya. Dan fakta bahwa
Marlee tahu hal itu akan terjadi sungguh membingungkan.
Fakta bahwa ia main-main dengan hal itu sungguh mengherankan.
Tapi setidaknya Fitch punya sedikit gambaran tentang apa yang bakal terjadi,
sedangkan Wendall Rohr 186' merasa benar-benar kehabisan akal. Ia begitu tercengang melihat Easter
berpakaian tepat seperti yang dijanjikan, dan memegang majalah yang sama, yang
diletakkannya di bawah kursi, kemudian memimpjn rekan-rekannya mengucapkan Janji
Kesetiaan, sehingga ia hanya bisa membuka mulut tanpa suara, mengucapkan katakata sisanya. Ia melakukan hal Itu tanpa memandang ke bendera. Ia menatap para
juri, terutama Easter, dan bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang terjadi.
Ketika kata-kata .terakhir "...dan keadilan bagi semua" bergenia hingga ke langitlangit, para juri duduk di kursi mereka, lalu serentak melihat sekeliling
ruangan untuk menilai reaksi. Hakim Harkin membenahi jubahnya sambil membalikbalik sejumlah dokumen, dan tampaknya bertekad akan menganggap seolah-olah semua
juri memang sepantasnya melakukan hal itu. Apa yang bisa ia katakan" Semua itu
cuma makan waktu tiga puluh detik.
Kebanyakan pengacara-pengacara itu diam-diam merasa jengah oleh peragaan
patriotisme konyol itu, tapi... hei! Kalau para juri itu senang, mereka pun
senang. Cuma Wendall Rohr yang terus menatap, tak mampu berbicara. Seorang
associate menyenggolnya dan mereka pun terlibat percakapan pelan, sementara Yang
Mulia Hakim dengan cepat membacakan komentar serta pertanyaan baku untuk juri.
"Saya yakin kita sudah siap untuk saksi baru," kata sang hakim, tak sabar untuk
mempercepat proses sidang itu.
Rohr berdiri, masih tertegun, dan berkata, "Pihak penggugat memanggil Mr. Hilo
Kilvan." 187 Sewaktu saksi selanjutnya dijemput dari ruang saksi di belakang, Fitch diam-diam
menyelinap keluar dari ruang sidang, bersama Jos6 menempel di belakangnya.
Mereka keluar ke jalan dan memasuki kantor sempit.
Dua pakar juri di dalam ruang pehgamat itu bungkam. Satu orang mengamati proses
pemeriksaan awal terhadap Dr. Kilvan di layar utama. Pada layar monitor yang
lebih kecil, pakar satunya menyaksikan ulangan pengucapan Janji Kesetiaan itu.
Fitch berdiri melongok monitor itu, dan bertanya, "Kapan terakhir kali kau
melihat itu?" "Ini karena Easter," pakar terdekat berkata. "Dia yang memimpin mereka
melakukannya." "Itu sudah jelas," tukas Fitch. "Aku bisa melihat hal itu dari deretan belakang
ruang sidang." Fitch, seperti biasa, tidak bermain jujur. Tak satu pun dari para
konsultan ini yang tahu mengenai telepon dari Marlee, sebab Fitch tidak mau
membagi informasi ini dengan siapa pun selain agen-agennya Swanson, Doyle, ?Pang, Konrad, dan Holly.
"Jadi, bagaimana kejadian tadi menurut analisis komputermu?" Fitch bertanya
dengan nada menyindir. "Hancur lebur."
"Begitulah yang kuduga. Teruslah mengawasi." Ia membanting pintu dan pergi ke
ruangannya. Pemeriksaan pertama terhadap Dr. Hilo Kilvan dita-ngtni oleh pengacara baru dari
pihak penggugat, Scotty Mangrum dari Dallas. Mangrum meraih kekayaannya dengan
menggugat perusahan-perusahaan petrokimia untuk mendapatkan ganti kerugian bagi
korban kera-cunan, dan kini pada usia 42 ia memusatkan perhatian
pada produk-produk yang menyebabkan kecelakaan dan kematian. Sesudah Rohr,
dialah pengacara pertama yang menyetor satu juta untuk membiayai kasus Wood, dan
sudah diputuskan bahwa ia akan menangani data statistik kanker paru-paru. Dalam
empat tahun terakhir, ia sudah menghabiskan waktu tak terhingga untuk membaca
setiap penelitian dan laporan mengenai masalah ini, dan ia sudah bepergian ke
mana-mana untuk menemui para pakar. Dengan sangat hati-hati dan tanpa
memedulikan biayanya, ia memilih Dr. Kilvan untuk datang ke Biloxi dan
membagikan pengetahuannya kepada para juri.
Dr. Kilvan berbicara dalam bahasa Inggris yang sempurna, dengan sentuhan aksen
yang langsung meninggalkan kesan pada juri. Di dalam ruang sidang, tak ada yang
lebih persuasif selain dari seorang pakar yang menempuh jarak sangat jauh untuk
datang ke sana, dan punya nama yang eksotis serta aksen yang sesuai. Dr. Kilvan
datang dari Montreal, tempat tinggalnya selama empat puluh tahun terakhir, dan
fakta bahwa ia berasal dari negara lain justru menambah kredibilitasnya. Para
juri sudah terkesan, jauh sebelum ia memberikan kesaksiannya. Ia dan Mangrum
bertanya-jawab membahas resume yang menggentar-kan, dengan tekanan pada jumlah
buku yang pernah diterbitkan Dr. Kilvan mengenai probabilitas statistik dari
kanker paru-paru. Ketika akhirnya ditanyai, Durr Cable mengakui bahwa Dr. Kilvan memang qualified
untuk memberikan kesaksian di bidangnya. Scotty Mangrum mengucapkan terima kasih
kepadanya, kemudian memulai dengan penelitian pertama perbandingan angka?189
188 mortalitas karena kanker paru-paru pada perokok dan bukan perokok. Dr. Kilvan
telah meneliti hal ini selama dua puluh tahun terakhir di University of
Montreal, dan ia tampak santai ketika menjelaskan pokok-pokok risetnya kepada
juri. Bagi pria Amerika ia sudah meneliti berbagaj kelompok pria dan wanita
?dari seluruh penjuru dunia, tapi terutama orang Kanada dan Amerika risiko
?mengidap kanker paru-paru pada mereka yang merokok lima belas batang sehari
selama sepuluh tahun adalah sepuluh kali hpat lebih besar daripada mereka yang
sama sekali tidak merokok. Naikkan jadi dua bungkus sehari, dan risikonya adalah
dua puluh kali lebih besar. Naikkan jadi tiga bungkus sehari, seperti yang
dilakukan Jacob Wood, dan risikonya adalah 25 kali lebih besar daripada bagi
yang bukan perokok. Bagan-bagan berwarna cerah dikeluarkan dan dipasang pada tiga buah tripod; Dr.
Kilvan, dengan hau-hati dan tanpa terburu-buru. memperlihatkan temuannya kepada
juri. Penelitian berikutnya adalah perbandingan tingkat kematian karena kanker paruparu, dalam kaitannya dengan jenis tembakau di dalam rokok. Dr. Kilvan
menjelaskan perbedaan-perbedaan pokok antara merokok pipa dan cerutu serta angka
penyakit kanker pada laki-laki Amerika yang menikmati tembakau dengan cara itu.
Ia menerbitkan dua buku mengenai perbandingan ini, dan siap untuk memperlihatkan
rangkaian bagan dan grafik selanjutnya kepada juri. Angka-angka menumpuk, dan
mulai kabur. Loreen duke-Lah orang pertama yang punya keberani 190 an untuk mengambil piringnya dari meja dan membawanya ke salah satu sudut; di
situ ia menopang piringnya dengan lutut dan makan seorang diri. Karena makan
siang dipesan menurut daftar menu pada pukul sembilan setiap pagi, dan karena
Lou Dell, Willis si deputi, orang-orang dari O'Reilly's Deli, dan siapa saja
yang terhbat dalam menyajikan makanan ber-ketetapan untuk menghidangkan makan
siang tepat menjelang tengah hari, maka diperlukan urutan tertentu. Dan tempat
duduk pun diatur. Tempat duduk Loreen tepat berhadapan dengan Stella Hulic, yang
makan sambil berkecap dan membiarkan gumpalan-gumpalan roti bergelantungan pada
giginya. Stella adalah orang kaya baru dengan selera berpakaian buruk; sebagian
besar waktu resesnya dihabiskan untuk meyakinkan sebelas orang lainnya bahwa ia
dan suaminya, pensiunan eksekutif perusahaan pipa bernama Cal, lebih kaya
daripada yang lain. Cal punya hotel, Cal punya kompleks apartemen, dan Cal punya
tempat pencucian mobil. Masih ada investasi-investasi lain, sebagian besar
menyembur keluar bersama makanan, seolah-olah keduanya dilakukan secara tak
sengaja. Mereka suka bepergian, terus-menerus. Yunani merupakan tempat favorit
mereka. Cal punya sebuah pesawat terbang dan beberapa perahu.
Konon, menurut cerita yang diterima luas di daerah Coast, beberapa tahun yang
lalu, Cal memakai perahu penangkap udang untuk membawa mariyuana dari Meksiko.
Benar atau tidak, pasangan Hulic sekarang kaya raya, dan sudah menjadi tugas
Stella untuk membicarakannya dengan siapa saja yang mau mendengarkan. Ia
mengoceh dengan suara sengau yang
191 menyebalkan, aksen yang asing di daerah Coast, dan menunggu sampai semua orang
sudah mengisi mulut dan keheningan meliputi seputar meja.
Ia berkata, "Aku berharap kita selesai lebih awal hari ini. Aku dan Cal akan
pergi ke Miami untuk berakhir pekan. Ada beberapa toko baru yang hebat di sana."
Semua kepala tertunduk, sebab tak seorang pun tahan melihat makanan yang
berjejalan dalam mulut wanita itu. Setiap suku kata meluncur dengan bunyi
tambahan dari makanan yang menempel ke
g'gi - Loreen menyingkir sebelum suapan pertama. Ia diikuti oleh Rikki Coleman, yang
dengan lemah minta permisi bahwa ia harus duduk di dekat jendela. Lonnie Shaver
tiba-tiba perlu bekerja di saat makan siang. Ia beranjak dan menyibukkan diri
dengan komputernya sambil mengunyah chicken club sandwich.
"Dr. Kilvan benar-benar saksi yang mengesankan, bukan?" Nicholas bertanya pada
anggota juri yang tersisa di sekitar meja. Beberapa orang melirik pada Herman
yang sedang makan sandwich kalkun, biasanya dengan roti tawar putih, tanpa
mayones atau moster atau bumbu lain yang bisa menempel di mulut atau bibirnya.
Seiris sandwich kalkun dan sejumput kecil kentang goreng bisa ditangani dengan
mudah dan dimakan tanpa dilihat. Kunyahan Herman me-lambat sedetik, tapi ia
tidak mengucapkan apa pun.
"Statistik-statistik itu sulit diabaikan," kata Nicholas sambil tersenyum kepada
Jerry Fernandez. Ia sengaja memancing kejengkelan sang ketua.
"Cukup," kata Herman.
"Cukup apa, Herm?"
192 "Cukup berbicara mengenai sidang ini. Kau tahu peraturan Hakim."
"Yeah, tapi Pak Hakim tidak ada di sini, bukan, Herm" Dan dia tak mungkin
mengetahui apa yang kita perbincangkan, bukan" Kecuali, tentu saja, kalau kau
memberitahu dia." "Mungkin aku akan melakukannya "
"Baiklah, Herm. Apa yang ingin kaubicarakan?"
"Apa saja selain sidang ini."
"Pilihlah topiknya. Football, cuaca..."
"Aku tidak nonton football"
"Ha, ha." Suasana jadi hening menekan, kesunyian yang hanya dipecahkan oleh decak makanan
di sekitar mulut Stella Hulic. Jelaslah percakapan antara dua laki-laki itu
telah meruntuhkan saraf, dan Stella mengunyah lebih cepat.
Tapi Jerry Fernandez sudah tidak tahan. "Bisakah kau berhenti berdecap seperti
itu!" ia menukas pedas.
Stella berhenti di tengah gigitan, mulutnya terbuka. makanannya terlihat. Jerry
menatap perempuan itu dengan berapi-api, seolah-olah ingin menamparnya;
kemudian. setelah menghela napas dalam-dalam, ia berkata, "Maaf. Cuma cara
makanmu sungguh menyebalkan."
Stella tertegun sedetik, lalu jengah. Pipinya berubah merah dan ia berhasil
menelan porsi besar yang sudah ada di dalam mulutnya. Kemudian ia menyerang.
"Mungkin aku juga tidak suka caramu," katanya dengan geram, sementara kepala
yang lain tertunduk Semua orang ingin kejadian ini selesai.
"Setidaknya aku makan tanpa ribut. dan makanan 193 nya tetap di dalam mulut," kata Jerry, menyadari benar betapa kekanak-kanakan
ucapannya itu. "Aku juga," kata Stella.
"Tidak," kata Napoleon, yang tidak beruntung duduk di samping Loreen Duke dan di
hadapan Stella. "Cara makanmu lebih parah daripada bayi tiga tahun."
Herman berdeham keras, lalu berkata, "Mari semuanya menarik napas panjang, dan
mari kita selesaikan makan siang kita dengan tenang."
Tak sepatah kata pun terucap sewaktu mereka menghabiskan sisa makan siang itu
dengan tenang. Jerry dan Poodle pergi lebih dulu ke ruang rokok, diikuti oleh
Nicholas Easter, yang tidak merokok tapi ingin perubahan pemandangan. Hujan
turun rintik-rintik, dan acara jalan-jalan keliling kota terpaksa dibatalkan.
Mereka berkumpul dalam ruangan sempit berbentuk persegi, dengan kursi-kursi
lipat dan sebuah jendela terbuka. Angel Weese, anggota juri yang paling pendiam,
kemudian bergabung dengan mereka. Stella, perokok keempat, merasa terluka dan
memutuskan untuk menunggu nanti.
Poodle tidak keberatan bicara tentang sidang itu. Tidak pula Angel. Apa lagi
persamaan mereka" Mereka tampaknya setuju dengan Jerry bahwa semua orang tahu
rokok menyebabkan kanker. Jadi. bila kau merokok, silakan tanggung sendiri
risikonya. Mengapa memberikan berjuta-juta dolar kepada ahli waris orang mati yang merokok
selama 35 tahun" Orang seharusnya punya akal sehat sedikit.
194 Dua Belas Meskipun pasangan Hulic menginginkan sebuah jet mungil dengan tempat duduk
berjok kulit dan dua pilot, untuk sementara ini mereka terpaksa memakai Cessna
tua bermesin ganda, yang bisa diterbangkan Cal bila matahari sudah naik dan awan
menghilang. Ia tidak berani menerbangkannya di waktu malam. terutama ke tempat
ramai seperti Miami, jadi mereka naik pesawat commuter di Gulfport Municipal
Airport dan terbang ke Atlanta. Dari sana mereka terbang ke Miami International
Airport, kabin kelas satu, dengan Stella menghabiskan dua martini dan segelas
anggur dalam waktu kurang dari satu jam. Minggu itu terasa panjang. Sarafnya
tegang karena stres dalam melaksanakan kewajiban sebagai warga negara.
Mereka memasukkan bagasi mereka ke taksi dan menuju Miami Beach, check in di
Hotel Sheraton baru. Marlee mengikuti mereka. Di dalam pesawat commuter tadi, ia duduk di belakang
mereka, dan ia terbang kelas ekonomi dari Atlanta. Taksinya menunggu ketika ia
bergelandangan di lobi untuk memastikan
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
195 mereka check in. Kemudian ia menemukan kamar satu setengah kilometer dari sana,
di sebuah hotel resor. Ia menunggu sampai hampir pukul sebelas, malam Sabtu,
sebelum menelepon. Stella letih dan ingin minum serta santap malam di dalam kamar Menenggak
beberapa gelas minuman. Besok ia akan berbelanja, tapi untuk sementara ini ia
butuh minuman. Ketika telepon berdering, ia sudah terbujur di ranjang, nyaris
tak sadarkan diri. Cal, hanya memakai celana dalam melorot, meraih gagang
telepon. "Halo."
"Ya, Mr. Hulic," terdengar suara seorang wanita muda yang sangat tegas dan
profesional. "Anda perlu hati-hati."
"Ada apa?" "Anda dikuntit."
Cal menggosok matanya yang merah. "Siapa ini?"
"Harap dengarkan baik-baik. Ada beberapa orang sedang mengawasi istri Anda.
Mereka ada di Miami sini. Mereka tahu Anda naik pesawat 4476 dan Biloxi ke
Atlanta, pesawat Delta penerbangan nornor, 533 ke Miami, dan mereka tahu tepat
di kamar mana Anda sekarang. Mereka mengawasi setiap gerakan."
Cal memandang pesawat telepon itu dan menepuk keningnya pelan. "Tunggu sebentar.
Saya..." "Dan mungkin mereka akan menyadap telepon Anda besok," ia menambahkan. "Jadi,
harap hati-hati." "Siapa orang-orang ini?" ia bertanya keras, dan Stella bereaksi sedikit. Ia
mengayunkan kakinya yang telanjang ke lantai dan memusatkan pandangan dengan
mata berkabut pada suaminya.
"Mereka adalah agen-agen yang disewa perusahaan 196 perusahaan tembakau," datang jawabannya. "Dan mereka jahat."
Perempuan muda itu menutup sambungan. Cal sekali lagi memandang gagang
teleponnya, lalu menatap istrinya yang tampak menyedihkan. Sang istri sedang
mengulurkan tangan mengambil rokok. "Ada apa?" ia bertanya dengan lidah kaku,
dan Cal mengulangi setiap patah kata.
"Oh, Tuhan!" Stella menjerit dan berjalan ke meja di samping TV, meraih botol
anggur dan menuang segelas lagi. "Mengapa mereka memburuku?" ia bertanya sambil
menjatuhkan diri ke kursi dan menumpahkan cabernet murahan pada mantel mandi
milik hotel. "Kenapa aku?"
"Dia tidak mengatakan mereka akan membunuhmu," suaminya menerangkan dengan
sedikit nada menyesal. "Mengapa mereka menguntit aku?" Ia nyaris menangis.
"Entahlah, mana aku tahu?" Cd menggeram sambil mengambil segelas bir lagi dari
mini-bar. Beberapa menit mereka minum dalam keheningan, tak satu pun ingin
memandang yang lain, keduanya kebingungan.
Kemudian telepon berdering lagi dan Stella melepaskan pekikan. Cal mengangkat
gagang telepon, lalu berkata perlahan-lahan, "Halo."
"Hai, ini aku lagi," datang suara itu, kali ini agak |ceria. "Ada yang lupa
kusebutkan. Jangan menelepon polisi atau siapa pun. Orang-orang ini tidak
melakukan apa pun yang ilegal Langkah terbaik adalah pura-pura seperti tidak ada
apa-apa, oke?" "Siapa Anda?" tanya Cal.
"Bye" Dan ia pun lenyap.
197 *** Listing foods bukan hanya memiliki satu jet, melainkan tiga, salah satunya
dikirim untuk menjemput Mr. Lonnie Shaver pada pagi hari Sabtu dan
menerbangkannya ke Charlotte, sendirian. Istrinya tidak bisa menemukan babysitter untuk ketiga anak mereka. Pilot-pilot itu menyapanya dengan hangat,
menawarkan kopi dan buah-buahan sebelum lepas landas.
Ken menjemputnya di bandara dengan mobil van serta sopir perusahaan, dan
seperempat jam kemudian mereka tiba di kantor pusat SuperHouse di pinggir kota
Charlotte. Lonnie disambut oleh Ben, rekan satunya dari pertemuan pertama di
Biloxi, lalu Ben dan Ken bersama-sama mengajaknya melihat-lihat perusahaan pusat
mereka. Bangunan itu bam, bangunan bata satu lantai dengan banyak jendela dan
sama sekali tak dapat dibedakan dengan selusin bangunan lain yang mereka lewati
dalam perjalanan dari bandara. Lorong-lorongnya lebar dan berlapis keramik,
tanpa noda; kantor-kantornya steril dan dilengkapi teknologi canggih. Lonnie
serasa bisa mendengar bunyi uang dicetak.
Mereka minum kopi bersama George Teaker, CEO, di kantornya yang luas, dengan
pemandangan ke halaman kecil yang penuh tanaman plastik Teaker tampak santai,
penuh semangat, memakai denim (pakaian kantor untuk hari Sabtu, ia menjelaskan).
Pada hari Minggu, ia memakai pakaian joging. Ia menjelaskan bisnis perusahaan
itu pada Lonnie perusahaan itu sedang berkembang pesat, dan mereka ingin ia ?bekerja di sana. Kemudian Teaker pergi untuk rapat.
198 Di dalam sebuah ruang pertemuan putih, kecil, dan tanpa jendela, Lonnie
didudukkan di depan meja dengan kopi dan donat di hadapannya. Ben menghilang,
tapi Ken tetap di sana. Ketika lampu diredupkan, sebuah gambar muncul pada
dinding. Video sepanjang setengah jam mengenai SuperHouse sejarah singkat-nya,
?posisinya saat ini di pasar, rencana perkembang-annya yang ambisius. Dan orangorangnya, "aset se-jati"
Menurut naskah itu, SuperHouse merencanakan untuk meningkatkan nilai penjualan
kotor dan jumlah tokonya sebanyak lima belas persen setahun, selama enam tahun
mendatang. Labanya akan niencengangkan.
Lampu kembali menyala, dan seorang pemuda dengan nama yang mudah terlupakan
muncul dan mengambil posisi di seberang meja. Ia adalah spesialis uang
tunjangan, dan mempunyai segala jawaban untuk semua pertanyaan mengenai
tunjangan kesehatan, tunjangan hari tua, liburan, cuti sakit, pembagian saham
untuk pegawai. Segalanya dibahas dalam salah satu bundel di meja di hadapan
Lonnie, jadi ia bisa mempertimbangkannya nanti.
Sesudah santap siang panjang bersama Ben dan Ken di restoran megah di tepi kota,
Lonnie kembali ke ruang rapat tadi untuk beberapa pertemuan lagi. Satu mengenai
program pelatihan yang mereka rencanakan untuknya. Berikutnya, dipresentasikan
dengan video, adalah garis besar struktur perusahaan ini dalam kaitannya dengan
induk perusahaan dan pesaingnya. Kebosanan menghunjam keras. Bagi orang yang
sudah menghabiskan seminggu penuh dengan duduk mendengarkan para pengacara
tawar-menawar 199 dengan para pakar, ini bukanlah cara menyenangkan untuk melewatkan Sabtu siang.
Meskipun merasa bergairah dengan kunjungan ini dan prospeknya, ia tiba-tiba
butuh udara segar. Ken, tentu saja, tahu hal ini, dan begitu video itu habis, ia mengusulkan agar
mereka pergi main golf, olahraga yang belum pernah dicoba Lonnie. Ken, tentu
saja, tahu juga hal ini, maka ia mengatakan bahwa toh mereka butuh sinar
matahari Mobil BMW Ken berwarna biru mulus, dan ia mengemudikannya dengan hatihati ke daerah pedesaan, melewati tanah pertanian yang rapi, perumahanperumahan, dan jalanan yang dinaungi pepohonan, hingga mereka sampai ke country
club. Bagi seorang laki-laki kulit hitam dari keluarga kelas menengah bawah di
Gulfport, gagasan untuk menginjakkan kaki di country club terasa menciutkan
hati. Mulanya Lonnie tidak menyukai gagasan itu, dan bersumpah akan pergi bila
tidak melihat wajah hitam lainnya. Akan tetapi, setelah direnungkan kembali, ia
merasa tersanjung bahwa majikannya yang baru begitu menghargainya. Mereka benarbenar orang-orang yang menyenangkan, tulus, dan kelihatan bersemangat agar ia
menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan mereka. Sejauh ini belum ada
pembicaraan mengenai uang, tapi tak mungkin jumlahnya lebih kecil daripada yang
ia peroleh sekarang, bukan"
Mereka melangkah ke dalam Club Lounge, ruangan dengan kursi berjok kulit lintang
pukang, berbagai permainan pada dinding, dan awan biru asap cerutu yang
menggantung dekat langit-langit. Ruangan laki-laki yang serius. Di sebuah meja
besar dekat jendela, 200 dengan lapangan golf delapan belas hole di bawahnya, mereka menemukan George
Teaker, kini dalam pakaian golf, sedang minum bersama dua laki-laki kulit hitam
yang juga berpakaian bagus dan jelas belum lama datang. Mereka bertiga berdiri
dan dengan hangat menyambut Lonnie, yang merasa lega berjumpa dengan sesama
orang kulit hitam. Beban berat di dadanya lenyap. dan ia mendadak siap untuk
minum, padahal biasanya ia bersikap hati-hati dengan alkohol. Laki-laki kulit
hitam berperawakan tegap itu adalah Morris Peel, periang, bersuara keras, dan
terus-menerus tersenyum. Ia memperkenalkan laki-laki lainnya, Percy Kellum dari
Atlanta. Dua laki-laki itu berusia lima puluhan. Setelah memesan minuman. Peel
menjelaskan bahwa ia wakil direktur Listing Foods, induk perusahaan di New York,
dan Kellum manajer regional atau entah apa pada Listing.
Tidak dijelaskan bagaimana susunan kedudukan mereka, tidak perlu. Sudah jelas
bahwa Peel, dari induk perusahaan di New York, berkedudukan lebih tinggi
daripada Teaker, yang meskipun menyandang gelar CEO, hanya mengelola satu
divisi. Kellum berkedudukan lebih rendah di urutan itu. Ken bahkan lebih rendah
lagi. Dan Lonnie pun merasa senang berada di sana. Sambil menikmati minuman
kedua, sesudah basa-basi sopan dan rasa sungkan hilang, Peel, dengan bersemangat
dan sikap humor, mencentakan perjalanan kariemya. Enam belas tahun lalu, ia
manajer menengah kulit hitam pertama yang memasuki dunia Listing Foods, dan ia
membuat banyak kesulitan. Ia dipekerjakan hanya sebagai hiasan, bukan karena kemampuannya, dan kemajuan kariernya benar-benar
201 merayap. Dua kali ia menggugat perusahaan, dan dua kali ia memenangkannya.
Ketika bos-bos besar di atas menyadari bahwa ia bertekad untuk bergabung dengan
mereka, dan ia punya otak untuk melakukan hal itu, mereka pun menerimanya
sebagai pribadi Memang masih tidak mudah, tapi setidaknya ia mendapatkan rasa
hormat mereka. Teaker, sambil minum wiskinya yang ketiga, mencondongkan tubuh
dan berbisik, diam-diam tentunya, bahwa Peel sedang dipersiapkan untuk pekerjaan
besar itu. "Dia mungkin akan menjadi CEO untuk masa mendatang," katanya pada
Lonnie. "Salah satu CEO kulit hitam pertama dari perusahaan Fortune 500."
Karena Peel, Listing Foods sudah mengimple-mentasikan program yang agresif untuk
merekrut dan mempromosikan manajer-manajer kulit hitam. Di sinilah Lonnie
memasuki tempat yang tepat. Hadley Brothers memang perusahan yang cukup baik,
tapi agak kuno dan bersifat Selatan. Listing tidak terkejut menemukan temyata
hanya beberapa orang kulit hitam yang wewenangnya lebih besar daripada sekadar
menjadi penyapu lantai. Selama dua jam, sementara kegelapan turun me-nyelubungi lapangan golf dan
seorang pemain piano bemyanyi di lounge, mereka minum dan bercakap-cakap dan
merencanakan masa depan. Santap malam sudah disiapkan dalam ruang makan pribadi,
dengan perapian dan kepala menjangan besar di atasnya. Mereka makan steak tebal
dibumbui saus dan jamur. Malam itu Lonnie tidur dalam suite di lantai tiga
country club itu. Ketika bangun, ia melihat pemandangan indah di luar kamarnya,
namun sedikit pening. 202 Hanya ada dua pertemuan pendek lain untuk Ming-gu pagi ini. Yang pertama, sekali
lagi dihadiri oleh Ken, rapat perencanaan dengan George Teaker yang masih
berpakaian joging dan baru saja pulang dari lari sejauh delapan kilometer. "Cara
terbaik di dunia untuk menghilangkan sisa pusing," katanya. Ia ingin Lonnie
mengelola toko di Biloxi dengan kontrak baru untuk jangka waktu sembilan puluh
hari, sesudah itu mereka akan mengevaluasi prestasinya. Dengan asumsi bahwa
semuanya senang, dan mereka memang berharap demikian, ia akan ditransfer ke toko
yang lebih besar, mungkin di daerah Atlanta. Toko yang lebih besar berarti
tanggung jawab yang lebih berat, dan penghasilan yang lebih tinggi. Sesudah satu
tahun di sana, ia akan dievaluasi kembali, dan mungkin akan dipindahkan lagi.
Selama lima belas bulan ini. ia sedikitnya diharapkan melewatkan satu akhir
pekan setiap bulan di Charlotte untuk mengikuti program pelatihan menajemen,
yang diuraikan secara sangat terperinci dalam salah satu paket di meja.
Teaker akhirnya selesai, dan memesan kopi tanpa krim lagi.
Tamu terakhir adalah seorang laki-laki muda kulit hitam berperawakan kurus,
dengan kepala botak serta jas dan dasi rapi. Namanya Taunton, pengacara dari New
York, tepatnya dari Wall Street, la menjelaskan dengan serius bahwa biro
hukumnya mewakili Listing Foods, dan ia tidak menangani pekerjaan lain kecuali
bisnis Listing. Ia datang untuk mempresentasikan usul kontrak pekerjaan,
sebenarnya masalah rutin, tapi toh penting. Ia mengangsurkan dokumen kepada
Lonnie, hanya tiga atau empat halaman, tapi serasa jauh
203 lebih berat karena datangnya dari pengacara Wall Street. Lonnie merasa sangat
terkesan. "Periksalah," kata Taunton sambil mengetuk dagu dengan sepucuk pena buatan
desainer. "Dan kita akan membicarakannya minggu depan. Kontrak ini standar. Pada
paragraf mengenai pendapatan, ada beberapa bagian yang kosong. Kita akan
mengisinya kelak." Lonnie melihat sepintas halaman pertama, kemudian meletakkannya bersama kertas,
bungkusan, dan memo di tumpukan yang makin lama makin tebal. Taunton
mengeluarkan buku tulis, gayanya seperti pengacara yang akan melakukan
pemeriksaan silang hebat. "Hanya beberapa pertanyaan," katanya.
Lonnie membayangkan adegan ulang yang mengesalkan di Biloxi, ketika para
pengacara selalu mengajukan "hanya beberapa pertanyaan".
"Baiklah," kata Lonnie, melirik arlojinya. la tak dapat mengendalikan diri untuk
tidak melakukan hal itu. "Tidak ada catatan tindak kejahatan apa pun?"
"Tidak. Hanya beberapa surat tilang."
"Tidak ada gugatan hukum terhadap Anda pribadi?"
'Tidak." ' 'Terhadap istri Anda?"
'Tidak?" "Apakah Anda pernah mengajukan surat pernyataan bangkrut ke pengadilan?"
"Tidak." "Pernah ditahan?"
'Tidak." "Didakwa?" 204 Tidak."?Taunton membalik satu halaman. "Apakah Anda, " dalam kapasitas sebagai manajer
toko, pemah terlibat dalam perkara pengadilan?"
"Yeah, coba saya ingat-ingat. Sekitar empat tahun yang lalu, seorang laki-laki
tua tergelincir dan jatuh di lantai yang basah. Dia menggugat. Saya memberikan
kesaksian." "Apakah perkara ini sampai disidangkan?" Taunton bertanya dengan sangat
tertarik. Ia sudah memeriksa berkas pengadilan, punya kopinya dalam tasnya yang
besar, dan tahu setiap detail tuntutan laki-laki tua itu.
'Tidak. Perusahaan asuransi membereskan persoalannya di luar pengadilan. Saya
rasa mereka membayarnya sekitar 20.000 dolar."
Jumlahnya adalah 25.000 dolar, Taunton sudah menulis angka ini pada buku
tulisnya. Menurut skenario, Teaker harus berbicara pada titik ini. "Pengacara
pengadilan terkutuk. Mereka penyakit dalam masyarakat."
Taunton memandang Lonnie, lalu Teaker, kemudian berkata dengan sikap defensif,
"Aku bukan pengacara pengadilan."
"Oh, aku tahu itu," kata Teaker. "Kau salah satu dari pihak yang baik.
Pengacara-pengacara yang mengais keuntungan dari korban kecelakaan itulah yang
kubenci." "Tahukah Anda, berapa yang kami bayarkan untuk liability insurance?" Taunton
menanyai Lonnie, seolah-olah Lonnie bisa mengajukan dugaan pintar. Ia cuma
menggelengkan kepala. "Listing membayar 20 juta lebih."
205 "Hanya untuk mengusir hiu-hiu itu," Teaker menambahkan.
Percakapan itu terhenti dengan dramatis, atau mungkin jeda itu disengaja untuk
menimbulkan kesan dramatis sewaktu Taunton dan Teaker menggigit bibir dan
memperlihatkan rasa muak mereka, dan sepertinya memikirkan uang yang terhambur
untuk perlindungan terhadap gugatan. Kemudian Taunton melihat sesuatu pada buku
tulisnya, melirik Teaker, dan bertanya, "Kurasa Anda belum bicara tentang sidang
itu, bukan?" Teaker tampak terperanjat. "Kurasa itu tidak perlu. Lonnie sudah bergabung
dengan kita. Dia salah satu dari kita."
Taunton tampaknya mengabaikan ucapan ini. "Sidang perkara tembakau di Biloxi ini
mempunyai im-plikasi serius pada seluruh perekonomian, terutama untuk
perusahaan-perusahaan seperti kita," katanya pada Lonnie, yang mengangguk
sedikit dan mencoba memahami bagaimana sidang itu bisa mempengaruhi siapa pun
selain Pynex. Teaker berkata pada Taunton, "Perlukah kau membicarakan hal ini?"
Taunton meneruskan, 'Tidak apa. Aku tahu prosedur sidang. Anda tidak keberatan,
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan, Lonnie" Maksudku, kami bisa mempercayaimu dalam hal ini, bukan?"
'Tentu. Saya tidak akan mengucapkan sepatah kata pun."
"Apabila penggugat memenangkan perkara ini dan berhasil mendapatkan vonis besar,
pintu tanggul gugatan terhadap perusahaan rokok akan terbuka. Pengacarapengacara itu akan menggila. Mereka akan membuat perusahaan-perusahaan rokok
bangkrut." 206 "Kita mendapat banyak keuntungan dari penjualan rokok, Lonnie," kata Teaker
dengan pengaturan waktu yang sempurna.
"Kemudian mereka mungkin akan menggugat pabrik susu dengan menyatakan bahwa
kolesterol membunuh orang," Suara Taunton meninggi dan ia mencondongkan tubuh ke
depan meja. Urusan ini membuatnya gusar. Sidang-sidang seperti ini harus
diakhiri. Industri tembakau tidak pernah kalah dalam perkara-perkara tersebut,
Kurasa rekornya adalah 55 menang, tanpa kalah. Orang-orang yang duduk sebagai
juri selalu mengerti bahwa kau merokok atas risiko sendiri."
"Lonnie mengerti ini," kata Teaker, nyaris defensif.
Taunton menghela napas dalam-dalam. 'Tentu. Maaf kalau aku bicara terlalu
banyak. Cuma masalahnya, banyak yang dipertaruhkan dalam sidang di Biloxi ini."
'Tidak apa," kata Lonnie. Dan ia benar-benar tidak terusik oleh percakapan itu. Apalagi Taunton pengacara, dan sudah pasti tahu
hukum, dan mungkin tidak jadi masalah bila ia bicara mengenai sidang ini secara
luas tanpa inemperbincangkan masalah spesi-fiknya. Lonnie puas. Ia sudah
bergabung. Tak ada masalah darinya.
Taunton tiba-tiba jadi penuh senyum ketika mengemasi catatan, dan berjanji untuk
menelepon Lonnie pertengahan minggu itu. Pertemuan itu selesai dan Lonnie pun
bebas. Ken mengantarnya ke bandara. Jet Lear yang sama serta pilot-pilot dengan
senyum ramah itu sudah duduk menunggunya.
Prakiraan cuaca menjanjikan kemungkinan hujan pada
207 siang hari, dan itulah yang ingin didengar Stella. Cal bersikeras bahwa tidak
ada awan, namun istrinya tak mau melihat. Ia menutup tirai dan menonton film
hingga sore. Ia memesan grilled cheese dan dua gelas bloody mary, lalu tidur
beberapa lama dengan kunci rantai terpasang pada pintu dan kursi disandarkan ke
daunnya. Cal pergi ke pantai, tepatnya ke pantai topless yang pernah ia dengar,
tapi tak pernah ia kunjungi karena ada istrinya. Karena sekarang si istri
terkunci aman di dalam kamar mereka di lantai sepuluh, ia bebas berkeliaran di
pasir, mengagumi tubuh-tubuh muda. Ia meneguk bir di bar beratap jerami dan
melamun betapa indah perjalanan ini jadinya. Istrinya takut dilihat, jadi
amanlah kartu kreditnya selama akhir pekan ini.
Hari Minggu, mereka menumpang pesawat pagi dan kembali ke Biloxi. Stella pusing
dan letih karena akhir pekan yang menegangkan. Ia khawatir menghadapi hari Senin
dan ruang sidang. 208 Tiga Belas Sapaan halo dan apa kabar pada Senin pagi itu terdengar tidak bergairah Acara
rutin berkumpul di sekitar poci kopi serta memeriksa donat dan bolu gulung jadi
kian membosankan, bukan karena sudah biasa tapi karena misteri yang menekan,
tidak mengetahui berapa lama semua ini akan berlangsung. Mereka terbagi menjadi
kelompok-kelompok kecil, menceritakan apa yang terjadi selama waktu bebas mereka
sepanjang akhir pekan. Sebagian besar menyelesaikan tugas-tugi>s rumah tangga,
berbelanja, mengunjungi keluarga, dan pergi ke gereja: semua kegiatan menjemukan
itu jadi penting bagi orang-orang yang akan dikurung. Herman terlambat, maka
muncullah bisik-bisik mengenai sidang itu; tidak ada yang penting, cuma
konsensus bahwa saksi-saksi penggugat mulai tenggelam dalam lumpur bagan.
grafik, dan statistik. Mereka semua sudah percaya bahwa merokok menyebabkan
kanker paru-paru. Mereka ingin informasi baru.
Nicholas berhasil mengajak bicara Angel Weese pagi ini. Mereka sudah bertukar
basa-basi sepanjang sidang itu, tapi tidak pernah mempercakapkan sesuatu
209 yang penting. Hanya Angel dan Loreen Duke wanita kulit hitam dalam dewan juri
ini, dan anehnya mereka selalu saling menjauh. Angel masih lajang, ramping, dan
pendiam, serta bekerja pada distributor bir. Parasnya seperti orang yang
menyimpan penderitaan terpendam, dan ia terbukti sulit diajak berbicara.
Stella datang terlambat dan tampak menyedihkan; matanya merah dan sembap,
kulitnya pucat. Tangannya gemetar ketika menuang kopi, dan ia langsung pergi ke
ruang merokok di ujung gang, tempat Jerry Fernandez dan Poodle sedang bercakapcakap dan main mata, seperti yang cenderung mereka lakukan sekarang. .
Nicholas sangat ingin mendengar laporan akhir pekan Stella. "Mau merokok?"tanyanya pada Angel, perokok resmi keempat dalam dewan juri itu.
"Kapan kau mulai?" kata Angel dengan seulas senyumnya yang Iangka.
"Minggu lalu. Aku akan berhenti bila sidang ini berakhir." Mereka meninggalkan
ruang juri di bawah tatapan tajam Lou Dell, dan bergabung dengan yang
lain Jerry dan Poodle masih berbicara; Stella menunjukkan wajah membatu dan ?sepertinya sudah ber-dda di tepi keruntuhan mental.
Nicholas mengambil sebatang Camel dari Jerry, dan menyalakannya dengan korek.
"Well, bagaimana dengan Miami?" ia bertanya pada Stella.
Stella tersentak, memalingkan kepala ke arahnya dengan terperanjat, dan berkata,
"Di sana hujan." Ia menggigit filter rokoknya dan menyedot dengan hebat. Ia tak
ingin bicara. Percakapan terhenti ketika mereka memusatkan perhatian pada rokok
masing-masing. Saat itu pukul 08.50, saat terakhir untuk menikmati nikotin.
210 "Aku merasa diikuti akhir pekan ini," kata Nicholas sesudah diam semenit.
Acara merokok itu diteruskan tanpa interupsi, tapi otak masing-masing bekerja.
"Apa katamu?" tanya Jerry.
"Mereka menguntitku," ia mengulangi dan memandang Stella yang matanya melebar
penuh ketakutan. "Siapa?" tanya Poodle.
"Aku tidak tahu. Kejadiannya hari Sabtu, ketika aku meninggalkan apartemenku dan
pergi bekerja. Aku melihat seorang laki-laki mengintai dekat mobilku, kemudian
aku melihatnya lagi di mall. Mungkin agen yang disewa perusahaan rokok itu."
Mulut Stella ternganga dan rahangnya gemetar. Asap kelabu merembes dari
hidungnya. "Apakah kau akan memberitahu Hakim?" ia bertanya sambil menahan
napas. Itulah pertanyaan yang ia perdebatkan dengan Cal.
'Tidak." "Mengapa tidak?" tanya Poodle, hanya ingin tahu.
"Aku tidak tahu pasti, oke" Maksudku, aku yakin aku diikuti, tapi aku tidak tahu
pasti siapa orangnya. Apa yang harus kuceritakan pada Hakim?"
"Katakan padanya kau dikuntit," kata Jerry.
"Mengapa mereka menguntitmu?" tanya Angel.
"Karena alasan yang sama mengapa mereka menguntit kita semua."
"Aku tidak percaya itu," kata Poodle.
Stella sudah tentu mempercayainya, tapi bila Nichor las, si mantan mahasiswa
hukum, merencanakan untuk tidak bercerita kepada Hakim, ia pun akan berbuat yang
sama. 211 "Mengapa mereka menguntit kita?" Angel bertanya lagi dengan cemas.
"Sebab itulah tugas mereka. Perusahaan rokok menghabiskan berjuta-juta dolar
dalam memilih kita, dan sekarang mereka menghamburkan lebih banyak lagi untuk
mengawasi kita." "Apa yang mereka cari?"
"Cara untuk mendekati kita. Teman-teman yang mungkin kita ajak bicara. Tempattempat yang mungkin kita kunjungi. Mereka mungkin akan memulai gosip di berbagai
lingkungan tempat kita tinggal. desas-desus kecil mengenai almarhum, hal-hal
buruk yang dia lakukan ketika masih hidup. Mereka selalu mencari titik lemah.
Itulah sebabnya mereka tidak pernah kalah dalam sidang."
"Bagaimana kau tahu ini ulah perusahaan tembakau itu?" tanya Poodle, menyalakan
sebatang rokok lagi. "Aku tidak tahu. Tapi mereka punya uang lebih banyak daripada penggugat. Bahkan
sebenarnya mereka punya dana tak terbatas untuk memerangi kasus ini."
Jerry Fernandez, yang selalu siap membantu dengan lelucon atau gurauan, berkata,
"Kalian tahu, sesudah dipikir-pikir, aku ingat pernah melihat laki-laki kecil
yang aneh mengintipku dari sebuah sudut pada akhir pekan ini. Lebih dari sekali
aku melihatnya." Ia memandang Nicholas, menanti persetujuan. namun Nicholas
sedang mengawasi Stella. Jerry mengedipkan mata pada Poodle, tapi Poodle tidak
melihatnya. Lou Dell mengetuk pintu.
Tidak ada Janji Kesetiaan atau lagu kebangsaan pada
212 Senin pagi itu. Hakim Harkin dan para pengacara menunggu, siap melompat ke depan
untuk memperagakan patriotisme bila ada tanda-tanda para juri akan melakukannya,
tapi tidak terjadi apa-apa. Para anggota juri duduk di tempat mereka, sepertinya
sudah letih dan jemu mendengarkan kesaksian sepanjang satu minggu lagi. Harkin
melontarkan senyum hangat sebagai sambutan, kemudian meneruskan dengan monolognya mengenai kontak tidak sah. Stella memandang lantai tanpa sepatah kata
pun. Cal menyaksikan dari deretan ketiga, hadir untuk memberikan dukungan
kepadanya. Scotty Mangrum berdiri dan memberitahu sidang bahwa pihak penggugat ingin
kembali pada kesaksian Dr. Hilo Kilvan, yang dijemput dari belakang dan dibawa
ke tempat saksi. Ia mengangguk sopan kepada juri. Tak seorang pun balas
mengangguk. Bagi Wendall Rohr dan kelompok pengacara di pihak penggugat, akhir pekan itu
tidak memberikan istirahat pada kerja keras mereka. Sidang itu sendiri sudah
memberikan cukup tantangan, tetapi gangguan faks dari MM pada hari Jumat telah
menghancurkan ilusi bahwa segalanya beres-beres saja. Mereka melacak sumber faks
itu ke pangkalan truk dekat Hattiesburg, dan sesudah menerima sejumlah uang
kontan, seorang pelayan memberikan deskripsi lemah tentang seorang wanita muda,
akhir dua puluhan, mungkin awal tiga puluhan, dengan rambut gelap di bawah topi
memancing, wajahnya setengah tertutup oleh kacamata hitam besar. Ia pendek,
mungkin hanya rata-rata. Mungkin sekitar 165 atau 167 senti. Perawakannya
ramping, itu pasti, tapi saat itu belum lagi pukul
213 sembilan pagi hari Jumat, salah satu saat paling sibuk bagi mereka. la membayar
lima dolar untuk mengirim selembar faks ke sebuah nomor di Biloxi, sebuah kantor
hukum; rasanya aneh, karena itulah pelayan tersebut ingat. Kebanyakan faks
mereka mengenai izin pengangkutan muatan khusus dan bahan bakar.
Tidak ada tanda-tanda mengenai kendaraannya, tapi sekali lagi tempat itu memang
penuh. Menurut pendapat kolektif delapan pengacara penggugat itu, yang jumlah
pengalaman sidangnya sebanyak 150 tahun, ini sesuatu yang baru. Belum pernah ada
sidang di mana seseorang dari luar menghubungi pengacara yang terlibat, dengan
petunjuk tentang apa yang akan dilakukan oleh juri. Mereka semua berpendapat
bahwa ia, MM, akan kembali. Dan meski pada mulanya tak mau mengakui, sepanjang
akhir pekan mereka dengan berat hati tiba pada keyakinan bahwa perempuan itu
akan meminta uang. Menawarkan kesepakatan. Uang sebagai ganti vonis.
Akan tetapi, mereka tidak berani menyusun strategi dalam membuat kesepakatan
dengannya bila ia ingin bernegosiasi. Mungkin nanti. tapi tidak sekarang.
Di lain pihak, Fitch sangat antusias. The Fund saat ini memiliki saldo sebesar
6,5 juta dolar, 2 juta dolar dianggarkan untuk biaya sidang yang tersisa. Uang
itu bisa dicairkan dan digerakkan dengan sangat leluasa. Ia melewatkan akhir
pekan dengan memantau para juri, berunding dengan para pengacara, dan
mendengarkan ringkasan penelitian dari para konsultan juri, dan ia menyempatkan
berbicara di telepon dengan D. Martin Jankle di Pynex. Ia gembira dengan hasil
214 pekerjaan Ken dan Ben di Charlotte. George Teaker meyakinkannya bahwa Lonnie
Shaver bisa dipercaya. Ia bahkan menonton rekaman video tersembunyi dari
pertemuan terakhir, ketika Taunton dan Teaker meyakinkan Shaver untuk
menandatangani janji kesetiaan.
Fitch tidur empat jam pada hari Sabtu dan lima jam pada hari Minggu, sekitar
jatah rata-ratanya, meskipun sebenarnya ia sulit tidur. Ia bermimpi mengenai
perempuan bernama Marlee itu dan apa yang mungkin dibawanya. Ini mungkin vonis
yang paling mudah selama ini.
Ia menyaksikan upacara pembukaan pada hari Senin dari ruang pengamatnya, bersama
seorang konsultan juri. Kamera tersembunyi itu begitu efektif, sehingga mereka
memutuskan untuk mencoba yang lebih bagus lagi, kamera dengan lensa lebih besar
dan gambar lebih jelas. Kamera itu disimpan dalam tas yang sama dan diletakkan
di bawah meja yang sama, dan tak seorang pun di dalam ruang sidang yang sibuk
itu tahu. Tidak ada pengucapan Janji Kesetiaan, tidak ada yang luar biasa, tetapi Fitch
sudah memperkirakan hal ini. Sudah tentu Marlee akan menelepon bila akan ada
sesuatu yang istimewa. Ia mendengarkan sewaktu Dr. Hilo Kilvan kembali memberikan kesaksian, dan
hampir-hampir tersenyum pada diri sendiri ketika para juri itu tampak bosan.
Para konsultan dan pengacaranya sepakat bahwa saksi-saksi dari pihak penggugat
belum berhasil membuat para juri mengambil keputusan. Pakar-pakar itu memang
mengesankan dengan catatan prestasi dan dukungan visual, tetapi pihak tergugat
sudah pernah melihat semua itu.
215 Pembelaannya akan sederhana dan halus. Dokter-dokter mereka akan membantah keras
bahwa merokok tidak menyebabkan kanker paru-paru. Pakar-pakar he-bat lainnya
akan mengatakan bahwa dalam merokok, orang-orang mengambil suatu pilihan yang
sudah mereka ketahui risikonya. Pengacara-pengacara mereka akan mengajukan dalih
bahwa bila rokok dianggap demikian berbahaya, orang merokok atas risiko sendiri.
Fitch sudah berkali-kali menyaksikan yang seperti ini. Ia sudah hafal dengan
kesaksiannya. Ia sudah bosan mendengar argumentasi yang diajukan para pengacara
itu. la pernah berdebar-debar ketika juri berunding untuk mengambil keputusan.
Ia diam-diam bersorak atas vonis-vonisnya, tapi ia tak pernah punya kesempatan
untuk membeli vonis tersebut.
Setiap tahun, rokok membunuh 400.000 orang Amerika, demikian menurut Dr. Kilvan,
dan ia punya empat grafik besar untuk membuktikannya. Rokok adalah produk paling
mematikan di pasaran, tak ada lainnya yang lebih berbahaya. Kecuali senapan, dan
senapan tentu saja tidak dirancang untuk dibidikkan dan ditembakkan kepada
segala orang. Rokok dirancang untuk dinyalakan dan disedot; jadi rokok dipakai
dengan semestinya, dan mematikan bila dipakai tepat seperti yang dimaksudkan.
Alasan ini mengena pada juri, dan tidak akan dilupakan. Tetapi pukul setengah
sebelas, mereka sudah siap untuk istirahat minum kopi. Hakim Harkin memberikan
reses selama lima belas menit. Nicholas menyisipkan sehelai catatan pada Lou
Dell, yang memberikannya pada Willis, yang saat itu kebetulan sedang
216 bangun. Ia membawa catatan itu pada Hakim. Easter ingin berbicara secara pribadi
siang ini, bila memungkinkan. Urusan mendesak.
Nicholas minta diri tidak ikut makan siang, dengan penjelasan bahwa perutnya
mual dan ia kehilangan selera. la perlu pergi ke kamar kecil, katanya, dan
sebentar lagi akan kembali. Tak seorang pun peduli. Kebanyakan toh meninggalkan
meja untuk menghindar berada di dekat Stella Hulic.
Ia menyusuri lorong belakang yang sempit dan masuk ke kantor tempat Hakim sedang
menunggu, seorang diri dengan sandwich dingin. Mereka saling menyapa dengan
tegang. Nicholas membawa tas kulit cokelat kecil. "Kita perlu bicara," katanya
sambil duduk. "Apakah yang Iain tahu Anda ada di sini?" tanya Harkin.
"Tidak. Tapi saya harus cepat."
'Teruskan." Harkin makan keripik jagung dan menyisihkan piringnya.
'Tiga hal. Stella Hulic, nomor 4, deretan depan, pergi ke Miami akhir pekan ini,
den dia dikuntit orang-orang tak dikenal yang diyakini bekerja untuk perusahaan
rokok." Yang Mulia berhenti mengunyah. "Bagaimana Anda tahu?"
"Saya kebetulan mendengar percakapan tadi pagi. Dia mencoba membisikkan hal ini
pada seorang anggota juri lainnya. Jangan tanya saya, bagaimana dia tahu dia
dikuntit saya tidak mendengar semuanya. Tapi perempuan malang itu ketakutan. ?Terus terang,
217 saya pikir dia tentu minum minuman keras sebelum sidang pagi ini. Mungkin vodka.
Mungkin bloody mary."
'Teruskan." "Kedua, Frank Herrera, nomor 7. Kita sudah bicara tentang dia. Dia sudah
mengambil keputusan, dan saya khawatir dia berusaha mempengaruhi yang lain."
"Saya mendengarkan."
"Dia masuk ke sidang ini dengan pendapat yang sudah bulat. Saya rasa dia memang
ingin jadi anggota juri; dia pensiunan milker, mungkin bosan setengah mati, tapi
dia sangat pro dengan tergugat, dan... well, saya jadi khawatir. Saya tidak tahu
apa yang akan Anda lakukan dengan juri seperti itu."
"Apakah dia membicarakan perkara ini?"
"Sekali, dengan saya. Herman sangat bangga dengan gelarnya sebagai ketua, dan
dia tidak mentolerir siapa pun berbicara mengenai sidang."
"Bagus." "Tapi dia tidak bisa memantau segalanya. Dan seperti Anda ketahui, well, sudah
jadi sifat manusia untuk bergosip. Bagaimanapun, Herrera itu racun."
Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oke. Dan yang ketiga?"
Nicholas membuka tas kulitnya dan mengambil kaset video. "Apakah ini bisa
dipakai?" ia bertanya sambil mengangguk ke TV/VCR berlayar kecil di atas meja
beroda di sudut. "Saya rasa begitu. Minggu lalu bisa jalan."
"Boleh saya pakai?"
"Silakan." Nicholas menekan tombol on dan memasukkan kaset itu. "Anda ingat laki-laki yang
saya lihat di 218 ruang sidang minggu lalu" Orang yang mejiguntit
saya?" "Ya." Harkin berdiri dan berjalan mendekati layar TV hingga hanya terpisah
setengah meter. "Saya ingat."
"Nan, ini orangnya." Dalam gambar hitam-putih, sedikit kabur, tapi cukup jelas
untuk membedakan, pintu terbuka dan laki-laki itu memasuki apartemen Easter. Ia
melihat berkeliling dengan waspada, dan beberapa lama seperti memandang ke arah
kamera yang tersembunyi di ventilasi udara, di atas lemari es. Nicholas
menghentikan video saat wajah laki-laki itu sepenuhnya terlihat frontal, dan
berkata, "Itu dia."
Hakim Harkin mengulangi tanpa bernapas, "Yeah, itu dia."
Kaset itu terus berputar dengan laki-laki tersebut (Doyle) datang dan pergi,
mengambil foto, membungkuk dekat komputer, lalu pergi dalam waktu kurang dari
sepuluh menit. Layar kosong.
"Kapan...?" Harkin bertanya perlahan-lahan, masih tetap menatap.
"Sabtu sore. Saya bekerja dalam shift delapan jam. Orang ini menerobos masuk
ketika saya bekerja." Tidak sepenuhnya benar, tapi Harkin takkan pernah tahu
bedanya. Nicholas sudah memprogram kembali video itu untuk memperlihatkan jam
dan tanggal hari Sabtu di bagian kanan bawah.
"Mengapa Anda..."
"Saya pernah dirampok dan dianiaya lima tahun yang lalu, ketika say* tinggal di
Mobile; saya hampir mati. Terjadi ketika apartemen saya dibongkar. Saya berhatihati dengan keamanan, itu saja."
219 Penjelasan ini membuat segalanya bisa diterima; adanya peralatan pengamat
canggih di apartemen burnt; komputer dan kamera diri hasil upah minimum. Lakilaki ini takut dengan kekerasan. Semua orang bisa memahami hal itu. "Anda ingin
melihatnya lagi?" 'Tidak. Memang itu orangnya."
Nicholas mengambil kaset dan menyerahkannya pada Hikim. "Simpanlah. Saya punya
satu kopi lain." Acara makan Fitch terinterupsi ketika Konrad mengetuk pintu dan menggumamkan
kata-kata yang sangat ingin didengar Fitch, "Perempuan itu di telepon."
Ia menyeka mulut dan jenggotnya dengan punggung tangan, dan meraup gagang
telepon. "Halo."
"Fitch baby" katanya. "Ini aku, Marlee."
"Ya, Sayang." "Entah siapa nama orang itu, tapi dia adalah pesuruh yang kaukirim ke apartemen
Easter pada hari Kamis, tanggal 19, sebelas hari yang lalu, tepatnya pukul
16.52." Fitch tercekat dan terbatuk menyemburkan gumpalan-gumpalan sandwich. Ia
mengumpat diam-diam dan berdiri tegak. Perempuan itu meneruskan, "Kejadiannya
tepat sesudah aku mem-berimu catatan bahwa Nicholas akan memakai kemeja golf
abu-abu dan celana khaki, kau ingat?"
"Ya," kata Fitch parau.
"Nah, kemudian kau mengirim begundalmu itu ke ruang sidang, mungkin untuk
mencariku. Rabu lalu, tanggal 25. Langkah yang cukup tolol, sebab Easter
mengenalinya dan mengirim Catalan pada Hakim, yang juga jadi mengamati dengan
waspada. Apakah kau mendengarkan, Fitch?"
220 Mendengarkan, tapi tidak bernapas. "Ya!" tegasnya.
"Nah, sekarang Hakim tahu orang itu masuk ke apartemen Easter, dan dia
menandatangani surat pe-nangkapannya. Jadi, suruh dia pergi meninggalkan kota
segera, atau kau akan dipermalukan. Bahkan mungkin ditangkap."
Seratus pertanyaan berkecamuk hebat dalam otak Fitch, tapi ia tahu bahwa
pertanyaan-pertanyaan itu takkan terjawab. Bila Doyle entah bagaimana dikenali
dan ditangkap, dan bila ia bicara terlalu banyak, nah, akibatnya sungguh tak
terbayangkan. Membongkar paksa dan memasuki rumah orang merupakan tindak
kejahatan di mana pun di planet ini, dan Fitch hams bergerak cepat. "Ada yang
lainnya?" katanya. 'Tidak. Itu saja untuk sementara ini."
Doyle seharusnya sedang makan di meja dekat jendela restoran Vietnam, empat blok
dari gedung pengadilan, tapi ia sebenarnya sedang main blackjack dua dolaran di
Lucky Luck ketika beeper di ikat pinggangnya berbunyi. Dari Fitch, di kantor.
Tiga menit kemudian, Doyle sudah menuju ke timur di Highway 90, sebab batas
negara bagian Alabama lebih dekat daripada Louisiana. Dua jam kemudian ia
terbang ke Chicago. Fitch butuh satu jam untuk menggali dan memastikan tidak ada surat perintah
penahanan yang dikeluarkan untuk Doyle Dunlap, atau orang tanpa nama dengan
ciri-cirinya. Tapi ini belum melegakan hati. Faktanya tetap mengatakan bahwa
Marlee tahu mereka memasuki apartemen Easter.
Tapi bagaimana dia tahu" Itulah pertanyaan besar yang meresahkan. Fitch
berteriak pada Konrad dan
221 Pang di balik pintu yang terkunci. Baru tiga jam kemudian mereka menemukan
jawabannya. Pukul setengah empat, Senin, Hakim Harkin menghentikan kesaksian Dr. Kilvan dan
mengirimnya pu-lang. Ia mengumumkan kepada para pengacara yang terkejut itu
bahwa ada beberapa masalah serius mengenai juri yang harus ditangani dengan
segera la mengirim para anggota juri kembali ke ruangan mereka dan memerintahkan
seluruh penonton keluar dari ruang sidang. Jip dan Rasco menggiring mereka
pergi, lalu mengunci pintu.
Oliver McAdoo pelan-pelan menggeser tas di bawah meja dengan kaki kirinya yang
panjang, hingga kamera itu terarah ke meja hakim. Di sampingnya ada empat tas
dan koper lain, juga dua kotak kardus yang penuh dengan berkas kesaksian dan
Neraka Neraka 1 Pendekar Pulau Neraka 03 Lambang Kematian Titisan Budak Iblis 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama