Ceritasilat Novel Online

Fallen Too Far 2

Fallen Too Far Karya Abbi Glines Bagian 2


menjadi perpisahan di dalam mimpiku. Yang mana aku cukup
diinginkan bagi beberapa pria.
*** Bab 8 Rumah itu sekali lagi berantakan ketika aku bangun keesokan
harinya. Kali ini aku meninggalkan kekacauan itu dan bergegas pergi
bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku membutuhkan pekerjaan ini
sekarang lebih dari apa pun. Ayahku belum menelepon untuk
memeriksaku dan aku cukup yakin Rush tidak berbicara dengan
ibunya atau ayahku karena ia tidak mengatakan nya. Aku tidak ingin
bertanya padanya karena aku tidak ingin kemarahannya pada ayahku
yang akan diarahkan padaku.
Di suatu saat Rush akan memintaku pergi saat aku kembali ke
rumahnya hari ini. Dia tampaknya benar-benar tidak senang pada ku
ketika ia bergegas keluar dari kamarku tadi malam. Dan aku
membalas ciumannya dan mengisap bibirnya. Oh Tuhan apa yang
aku pikirkan" Aku tidak bisa berpikir. Itulah masalahnya. Bau Rush
sangat menyenangkan dan terasa sangat enak. Aku tak mampu untuk
mengendalikan diri. Sekarang,bisa saja aku akan menemukan tasku
di teras ketika aku pulang. Setidaknya, aku punya uang untuk tinggal
di sebuah motel. Mengenakan celana pendek dan kaus polo aku berjalan ke depan
dari kantor menuju pintu depan. Aku perlu absen dan mendapatkan
kunci cart minuman. Darla sudah berada di dalam. Aku mulai berpikir jika dia tinggal di
sini. Dia ada di sini ketika aku pulang dan ketika aku datang setiap
hari. Sekalipun kepribadian angin puyuh kecil nya agak menakutkan.
Kamu hampir ingin memberi hormat ketika dia berteriak memberi
perintah padamu. Dia mengerutkan kening pada seorang gadis yang
belum pernah kulihat sebelumnya. Dia mengacungkan jarinya dan
hampir berteriak. "Kamu tidak bisa bergaul dengan para anggota. Itulah aturan
pertama. Kamu menandatangani surat perjanjian Bethann, kamu tahu
aturannya. Tuan Woods datang ke sini pagi ini memberi tahu aku
bahwa ayahnya tidak senang dengan kejadian ini. Aku hanya
memiliki tiga cart girl. Jika aku tidak bisa mempercayai kamu
berhenti tidur dengan para anggota maka aku harus membiarkan
kamu pergi. Ini adalah peringatan terakhirmu. Apakah kamu
mengerti?" Gadis itu mengangguk. "Ya, Bibi Darla. Maafkan aku," gumamnya.
Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda ke belakang dan kaus
polo biru mudanya memamerkan dada yang sangat besar. Lalu ada
kaki kecokelatan panjang dan pantat bulat. Dan dia adalah
keponakan Darla. Menarik.
Tatapan marah Darla bergeser kepadaku dan dia mendesah lega.
"Oh, bagus, Blaire kau di sini. Mungkin kamu dapat melakukan
sesuatu dengan keponakanku ini. Dia dalam masa percobaan karena
dia tidak bisa berhenti bermain mata dengan para anggota saat dia
bekerja. Kita bukan tempat pelacuran. Kita adalah country club. Aku
akan memasangkan dia dengan kamu untuk minggu depan dan kamu
bisa mengawasinya dengan cermat. Dia akan belajar dari kamu.
Tuan Woods memuji mu. Dia sangat senang dengan pekerjaan yang
kamu lakukan dan memintaku untuk mengijinkanmu bekerja di
ruang makan setidaknya dua kali seminggu. Aku sekarang mencari
cart girl yang lain, jadi aku tidak bisa untuk memecat Bethann." Dia
mengatakan nama keponakannya dengan geraman dan melotot ke
arahnya. Gadis itu menundukkan kepala karena malu. Aku merasa kasihan
padanya. Aku takut mengganggu kemarahan Darla. Aku tidak bisa
membayangkan sedang diteriaki seperti itu.
"Ya, Bu," jawabku saat dia mengulurkan kunci cart kepadaku. Aku
mengambil kunci-kunci itu dan menunggu Bethann mendekat
kearahku. "Pergilah dengan dia sekarang, nona. Jangan berdiri di sini dan
cemberut. Aku seharus menelepon ayahmu dan mengatakan padanya
apa yang kamu lakukan tapi aku tidak melakukannya karena akan
membuat kakakku sakit hati. Jadi pergi lah dan pelajarilah beberapa
pelajaran moral." Darla menunjuk ke pintu dan aku tidak menunggu
lebih lama lagi. Aku bergegas keluar pintu dan menuruni tangga.
Aku akan pergi menyiapkan drink cart (semacam mobil khusus
lapangan golf untuk membawa aneka jenis minuman) dan menunggu
Bethann di sana. "Hei, tunggu," gadis itu memanggil dari belakangku. Aku berhenti
dan menengok padanya saat ia berlari untuk mengejar ketinggalan.
"Maaf, suasana nya begitu brutal disana. Aku berharap kamu tidak
pernah menyaksikan atau mendengarnya."
Dia...menyenangkan. "Tidak apa-apa," jawabku.
"Ngomong-ngomong aku Bethy. Bukan Bethann. Ayahku
memanggil seperti begitu juga Bibi Darla. Dan kau yang terkenal
tidak baik Blaire Wynn aku sudah mendengar begitu banyak
tentangmu." Senyuman saat dia berkata memberitahu aku bahwa dia
tidak bermaksud demikian.
"Aku minta maaf kalau bibimu telah membandingkan diri ku
denganmu." Aku mengakhiri pandanganku ke arahnya dan bibir
merah penuh nya melengkungkan senyuman.
"Oh, aku tidak berbicara tentang bibiku. Aku sedang berbicara
tentang para pria. Terutama Woods yang sangat menyukai mu. Aku
mendengar bahwa kamu menyebabkan sedikit kegemparan tadi
malam di pesta ulang tahun si jalang Nan. Aku berharap bisa melihat
kejadian itu, tapi orang yang dipekerjakan untuk membantu tidak
mendapatkan undangan ke acara itu."
Aku mengisi cart sementara Bethy berdiri di sana menonton aku. Dia
memutar-mutar seikat rambut panjang cokelat di sekitar jarinya dan
tersenyum padaku. "Jadi, kau satu-satunya yang dimaksud.
Ceritakan padaku semua tentang hal itu."
Tidak banyak yang bisa diceritakan. Aku mengangkat bahu dan
berjalan masuk ke sisi pengemudi setelah cart-ku terisi. "Aku pergi
ke pesta karena aku tidur di bawah tangga di rumah Rush sampai
aku punya cukup uang untuk pindah yang mana akan segera
terwujud. Ini adalah sebuah kesalahan. Dia tidak suka kehadiranku.
Itu saja." Bethy menjatuhkan diri di kursi di sampingku dan menyilangkan
kakinya. "Itu sama sekali tidak seperti apa yang aku dengar. Jace
mengatakan bahwa Rush melihat Woods menyentuhmu dan hilang
kendali." "Jace salah paham. Percayalah. Rush tidak peduli pada siapa yang
menyentuh aku." Bethy mendesah, "Menyebalkan menjadi orang-orang miskin,
bukan" Para pria tampan tidak pernah serius pada kita. Kita hanya
pasangan dalam berhubungan seks."
Apakah itu arti seks baginya" Apakah dia baru saja terlibat dengan
mereka dan menjadi gadis yang mereka campakkan" Dia terlalu
cantik untuk itu. Cowok belakang rumah (tetangga) akan tunduk di
kakinya. Mereka mungkin tidak memiliki uang jutaan di bank tetapi
mereka adalah orang-orang baik dari keluarga baik-baik.
"Apakah tidak ada orang yang menarik yang tidak kaya raya di
sekitar sini" Orang-orang yang datang ke sini tidak ada yang dapat
dipilih. Tentunya kamu dapat menemukan seorang pria yang tidak
menyingkirkanmu keesokan harinya."
Bethy mengerutkan kening dan mengangkat bahu. "Aku tidak tahu.
Aku selalu ingin menggaet jutawan, kamu tahu" Menjalani
kehidupan yang baik. Tapi aku mulai melihat bahwa tidak
kesempatan untukku."
Aku menuju hole pertama. "Bethy, kau cantik. Kamu layak
mendapatkan lebih dari apa yang kamu dapatkan sekarang. Mulailah
berburu seorang pria di tempat lain. Temukan satu yang tidak
menginginkan kamu hanya untuk seks. Temukan satu yang
menginginkan kamu. Hanya kamu."
"Sialan, aku mungkin baru saja jatuh cinta pada mu juga sekarang,"
jawabnya menggoda dan tertawa. Dia menopangkan kakinya di
dasbor saat aku bergerak menuju pegolf pertama pagi hari.
Aku tidak melihat seorang pria muda di mana pun. Mereka bukan
lah tipikal orang yang suka bangun pagi. Untuk beberapa saat, aku
tidak perlu khawatir tentang menjaga Bethy dari tindakan
menjijikkan di semak-semak atau di mana pun itu dia melakukan
saat bekerja. *** Empat jam kemudian, ketika kami berhenti ke hole ketiga untuk ke
tiga kalinya aku mengenali Woods dan teman teman nya. Bethy
duduk tegak di kursinya dan ekspresi bersemangat di wajahnya
menempatkan aku dalam siaga tinggi. Dia seperti anak anjing kecil
menunggu seseorang untuk melemparkannya tulang. Jika aku tidak
menyukainya aku bahkan tidak akan repot-repot membantu dia
mempertahankan pekerjaan ini. Menjadi pengasuh nya tidak ada
dalam deskripsi pekerjaanku.
Woods mengerutkan kening ketika kami berhenti di samping
mereka. "Kenapa kau mengiringi Bethy berkeliling?" Tanyanya saat
kami benar-benar berhenti.
"Karena dia membantu menjagaku dari teman sialanmu dan
membuat mu arah. Kenapa kau pergi dan memberitahu Bibi Darla?"
Dia cemberut, menyilangkan lengannya di depan dada berisi
miliknya. Aku tak ragu setiap orang yang berdiri di sekitar kita
memusatkan perhatian pada dada besar miliknya.
"Aku tidak meminta dia untuk melakukan itu. Aku memintanya
mempromosikan Blaire bukan berpasangan dengan kamu,"
bentaknya, dan mengeluarkan ponsel dari sakunya. Apa yang dia
lakukan" "Siapa yang kau telepon?" Tanya Bethy dengan nada panik dalam
posisi duduk tegak. "Darla," hardiknya.
"Tidak tunggu," kata Bethy dan aku pada waktu yang sama.
"Jangan hubungi dia. Aku baik-baik. Aku suka Bethy. Dia pasangan
yang baik." aku meyakinkannya.
Ia terdiam sesaat tapi tidak menutup telepon.
"Darla, ini Woods. Aku sudah berubah pikiran. Aku ingin Blaire di
dalam empat hari dalam seminggu. Kamu dapat menggunakan nya
di lapangan pada hari Jumat dan Sabtu karena begitu sibuk dan dia
adalah yang terbaik yang kamu miliki, tetapi untuk sisa waktunya
aku ingin dia di dalam." Dia tidak menunggu jawaban sebelum
mengakhiri panggilan tersebut dan menjatuhkannya ponsel nya
kembali ke saku celana pendek kotak-kotak kaku nya. Pada orang
lain hal tersebut tampak konyol tapi orang seperti Woods bisa
menghilangkan kesan konyol itu. Kemeja polo putih yang ia
kenakan pas di badan nya. Aku tidak akan terkejut jika itu adalah
merek baru. "Bibi Darla akan menjadi gila. Dia telah meminta Blaire menjaga
aku selama beberapa minggu. Siapa yang akan menjaga aku
sekarang?" tanyanya melayangkan tatapan sensual ke arah Jace.
"Kawan tolonglah, jika kamu sedikit saja menyukai aku, alihkan
pandanganmu dan biarkan aku membawanya kembali ke rumah klub
hanya untuk beberapa menit. Tolong," Jace memohon sambil minum
di hadapan Bethy yang duduk di sana dengan kakinya di dasbor
sedikit terbuka sehingga selangkangannya terlihat jelas. Celana
pendek yang kami kenakan terlalu pendek dan ketat hingga
meninggalkan banyak hal untuk diimajinasikan dalam posisi seperti
itu. "Aku tidak peduli apa yang kamu lakukan.Tiduri dia jika kau mau
Tapi kalau ayah mendengar kabar itu lagi aku harus memecatnya.
Dia malu mengenai keluhan itu."
Aku tahu Jace tidak akan membelanya jika dia dipecat. Dia akan
membiarkannya pergi dan melanjutkan hidupnya. Tak ada cinta
dalam tatapannya hanya nafsu.
"Bethy, jangan," aku memohon pelan di sampingnya. "Pada malam
aku saat aku libur, kau dan aku akan pergi keluar dan kita akan
menemukan beberapa tempat di mana para pria menghargai mu.
Jangan sampai kamu kehilangan pekerjaan gara-gara dia," aku
berbicara begitu pelan hanya Bethy yang bisa mendengar aku. Yang
lain tahu aku mengatakan sesuatu kepadanya tetapi mereka tidak
tahu apa. Bethy memalingkan tatapannya padaku dan menarik lututnya
bersama-sama. "Benarkah" Kamu akan pergi keluar denganku dan
mencari pria" Serius?"
Aku mengangguk dan senyum merekah di wajahnya. "Deal. Kita
akan pergi honky-Tonking. Aku harap kamu memiliki beberapa
sepatu boot." "Aku dari Alabama. Aku memiliki sepatu bootku sendiri, celana
jeans ketat dan pistol," jawabku sambil mengedipkan mata.
Dia terkekeh dengan keras dan menurunkan kakinya. "Oke guys apa
yang kalian ingin minum" Kami punya hole (lubang golf) lainnya
untuk di kunjungi," katanya melangkah keluar dari cart dan berjalan
ke belakang. Aku mengikutinya dan kami membagikan minuman
dan menerima uang pembayarannya.
Jace mencoba untuk meraih pantatnya beberapa kali dan berbisik di
telinganya. Dia akhirnya berbalik dan tersenyum padanya. "Aku
sudah selesai menjadi teman bercintamu. Aku akan keluar dengan
sahabatku disini akhir pekan ini dan kami akan menemukan
beberapa pria sejati. Tipe pria yang tidak memiliki dana perwalian,
tetapi memiliki kapalan di tangan mereka akibat dari kerja keras.
Kupikir mereka tahu bagaimana membuat seorang gadis merasa
benar-benar istimewa."
Aku harus menahan tawa yang meluap di dalam dadaku melihat
ekspresi kaget Jace. Aku menyalakan mobil cart saat Bethy
melompat kembali di sampingku.
"Sialan, rasanya menyenangkan. Ke mana saja kamu selama ini?"
Tanyanya menepukkan tangannya saat aku melaju memberi
senyuman dan melambaikan tangan pada Woods saat kami menuju
ke lubang berikutnya. Kami sudah melewati hampir semua lapangan kemudian berhenti
untuk mengisi kembali. Tak ada masalah lagi. Aku tahu kita
mungkin bisa melihat Woods dan teman-temannya lagi tapi aku
percaya Bethy bisa mempertahankan pendiriannya. Bethy telah
mengobrol dengan riang gembira tentang segala sesuatu dari warna
rambutnya hingga kehamilan terakhir yang mereka takuti dengan
seorang pekerja dan anggota.
Aku tidak memperhatikan anggota pada hole pertama. Aku
berkendara dan mencoba berkonsentrasi pada obrolan tak berujung
Bethy. Kata Bethy "omong kosong" menarik perhatianku.
Aku melirik ke arahnya dan kemudian mengikuti tatapannya ke
pasangan pada hole pertama. Rush bisa langsung dikenali. Celana
pendek cokelat yang dikenakannya dan kaos polo biru pucat yang
nyaman tampak begitu cocok dengan nya. Baju itu tidak cocok
dengan tato yang aku tahu menutupi punggungnya. Dia adalah anak
seorang rocker dan darah itu mengalir dalam dirinya bahkan dengan
pakaian pegolf yang di tubuhnya. Dia memutar kepalanya dan
matanya bertemu dengan ku. Dia tidak tersenyum. Dia melihat
kearah lain seolah dia tidak melihatku. Tidak ada pengakuan. Tidak
ada. "Dasar jalang," bisik Bethy. Aku mengalihkan pandanganku dari dia
kepada gadis yang bersamanya. Nanette, atau Nan sebagaimana dia


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memanggil nya. Adiknya. Sesuatu yang tidak suka dia bicarakan.
Dia mengenakan rok putih kecil yang tampak seperti ia bersiap-siap
untuk pergi bermain tenis. Dia mengenakan polo biru yang sesuai
dan topi putih yang bertengger di atas rambut berombak pirang
strawberry-nya. "Kamu bukan penggemar Nannette?" Aku sudah tahu jawaban
jawabannya dari komentarnya.
Bethy tertawa pendek. "Eh, tidak. Dan kau juga tidak. Kau musuh
nomor satu untuknya. "
Apa maksudnya" Aku tidak bisa menanyai dia karena kami telah
berhenti hanya enam meter dari tee (paku untuk bola golf) dan duo
kakak beradik itu. Aku tidak mencoba untuk melakukan kontak mata dengan Rush lagi.
Dia tampaknya tidak ingin berbasa-basi.
"Kau bercanda. Woods mempekerjakannya" "Nan mendesis.
"Jangan," jawab Rush dengan nada peringatan. Aku tidak yakin
apakah ia melindungi adiknya atau aku atau hanya mencoba untuk
menghentikan sebuah adegan drama. Apa pun alasan nya itu
mengganggu ku. "Bisakah aku mengambilkan minuman untuk kalian?" Tanyaku
dengan senyum yang sama yang aku berikan pada setiap anggota
lainnya ketika aku mengajukan pertanyaan ini.
"Setidaknya dia tahu tempatnya," kata Nan dengan nada sinis sedikit
geli. "Aku minta Corona (beer). Dengan lemon, tolong," kata Rush.
Aku memandangnya dan matanya bertemu milikku sekilas sebelum
ia berpaling ke Nan. "Pesanlah minuman. Cuacanya panas," katanya.
Dia menyeringai padaku dan menaruh tangannya yang terawat baik
di pinggulnya. "Sparkling water (soda). Seka botolnya karena aku
benci air yang keluar hingga membuatnya basah."
Bethy meraih ke dalam pendingin dan mengeluarkan soda. Aku kira
dia khawatir aku akan melemparkannya ke kepala Nan. "Aku belum
pernah melihatmu di sini akhir-akhir ini, Nan," kata Bethy sambil
menyeka botol dengan handuk yang telah kami sediakan untuk
alasan ini. "Mungkin karena kamu terlalu sibuk di semak-semak dengan hanya
Tuhan yang tahu dengan siapa kau membuka kakimu, bukannya
bekerja," jawab Nan.
Aku menggertakkan gigi dan membuka penutup Corona Rush. Aku
ingin melempar minuman ke wajah sinis Nan.
"Cukup, Nan," Rush memarahinya pelan. Apa dia anak Rush" Rush
bertindak seperti Nan berusia lima tahun. Dia sudah dewasa untuk
menangis dengan suara nyaring.
Aku menyerahkan Corona kepada Rush hati-hati untuk tidak melihat
Nan. Aku takut aku mungkin akan mengalami kelemahan ku.
Sebaliknya, mataku bertemu miliknya saat ia mengambil botol.
"Terima kasih," katanya dan menyelipkan tagihan ke dalam saku
milikku. Aku tidak punya waktu untuk bereaksi sebelum ia
melangkah pergi menggandeng Nan. "Ayolah dan tunjukkan
bagaimana kamu masih tidak bisa mengalahkan aku di sini," katanya
dengan nada menggoda. Nan menyenggol lengan Rush dengan bahunya. "Kau akan kalah."
Rasa suka yang tulus dalam suara Nan saat ia berbicara dengan Rush
mengejutkan aku. Aku tidak bisa membayangkan seseorang yang
kelihatannya seperti dia, bersikap baik kepada siapa pun.
"Mari kita pergi," desis Bethy, meraih lenganku. Aku sadar aku telah
berdiri di sana menonton mereka.
Aku mengangguk dan mulai berbelok ketika Rush melirik ke
belakang ke arahku. Senyum kecil menyentuh bibirnya dan
kemudian dia melihat Nan lagi menceritakan klub mana yang akan
digunakan. Saat-saat kami sudah berakhir. Bahkan jika itu disebut
sebuah peristiwa. Setelah kami berada di luar jangkauan pendengaran aku melihat
Bethy. "Mengapa kamu mengatakan itu tentang aku menjadi musuh
nomor satu?" Bethy menggeliat di kursinya. "Sejujurnya, aku tidak tahu persis.
Tapi Nan posesif kepada Rush. Semua orang tahu bahwa..."dia
terhenti dan dia tidak mau menatap aku. Dia tahu sesuatu tapi apa
yang dia tahu" Apa telah yang aku lewatkan"
*** Bab 9 Beberapa mobil diparkir di luar ketika aku pulang ke rumah Rush
setelah bekerja. Paling tidak aku tidak akan memergokinya
berhubungan seks Sekarang aku tahu seberapa hebat ciumannya itu
dan betapa menyenangkan rasanya saat tangannya berada di
tubuhku, saya tidak yakin aku bisa menahan diri jika melihat dia
melakukan hal itu dengan orang lain. Konyol. Tapi itu benar.
Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Musik seksi terdengar
sangat keras dari 'sound system' yang ada di setiap ruangan. Ya,
setiap kamar kecuali kamar milikku. Aku mulai melangkah ke dapur
ketika aku mendengar seorang perempuan mengerang. Perutku
melilit. Aku mencoba untuk mengabaikannya, tapi kakiku rasanya
tertanam kuat di lantai marmer. Aku tidak bisa bergerak.
"Yes, Rush, baby, seperti itu. Lebih keras. Hisap lebih keras." dia
berteriak. Aku benar-benar cemburu dibuatnya dan itu membuatku
marah. Aku seharusnya tidak peduli. Dia menciumku sekali dan
membuatnya mengumpat dan pergi.
Aku bergerak ke arah suara itu meskipun aku tahu 'itu' adalah
sesuatu yang tidak ingin kulihat. Rasanya seperti ditabrak kereta api.
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melihatnya bahkan jika aku
tidak ingin itu membuat otakku mendidih.
"Mmmmm yes, tolong sentuh aku." pintanya. Aku menarik diri tapi
aku tetap menuju kesana. Melangkah ke ruang tamu, aku
menemukan mereka di sofa. Baju atasan perempuan itu benar-benar
telah terlepas dengan salah satu putingnya berada di mulutnya
sementara tangan Rush bermain di antara kedua kaki perempuan itu.
Aku tidak bisa melihat ini. Aku harus keluar dari sini. Sekarang.
Aku berputar, bergegas ke pintu depan, tidak peduli apakah aku
melakukannya dengan diam-diam atau tidak. Aku sudah berada di
truk ku dan keluar dari jalan masuk sebelum salah satu dari mereka
menyadari bahwa mereka telah terlihat. Dia malakukan itu di sana,
di sofa siapa saja bisa masuk dan melihat apa yang mereka lakukan.
Dia tahu aku bisa pulang setiap saat. Faktanya adalah, dia ingin aku
melihatnya. Dia mengingatkan ku bahwa ia adalah sesuatu yang
tidak bisa ku miliki. Sekarang, aku tidak menginginkannya.
Aku menyetir ke arah kota dengan marah pada diriku sendiri karena
membuang bensin. Harusnya aku berhemat. Aku mencari telepon
umum tapi tidak dapat menemukannya di mana pun. Era telpon
umum sudah lama berlalu. Jika kamu tidak memiliki ponsel maka
kau akan celaka. Aku tidak yakin siapa yang akan ku telpon. Aku
bisa menelepon Cain. Aku tidak berbicara dengannya sejak aku pergi
minggu lalu. Biasanya kami berbicara setidaknya sekali seminggu.
Tapi tanpa telepon kami tidak bisa melakukan itu.
Aku punya nomor Grant yang tersimpan di tasku. Tapi untuk apa aku
menelponnya" Itu sangat aneh. Aku tidak tahu apa yang akan ku
katakan pada nya. Aku menepi ke tempat parkir dari satu-satunya
kedai kopi di kota dan memarkir truk. Aku bisa pergi minum kopi
dan melihat majalah selama beberapa jam. Mungkin saat itu Rush
sudah selesai dengan kegiatan bercintanya di bawah tangga.
Jika dia sedang mencoba untuk memperingatkanku, aku telah
menerimanya dengan tegas dan jelas. Bukan berarti aku tidak
membutuhkannya. Aku sudah menerima kenyataan bahwa pria kaya
bukan untukku. Aku lebih menyukai gagasan menemukan pria baik
dengan pekerjaan biasa. Pria yang akan menghargai gaun merah dan
sepatu perakku. Aku melompat turun dari truk dan mulai menuju kedai kopi ketika
aku melihat Bethy dengan Jace didalam. Mereka sedang berdiskusi
panas di meja paling pojok belakang tapi aku bisa melihat mereka
melalui jendela. Setidaknya dia telah mengajaknya keluar. Aku
berharap yang terbaik untuknya dan membiarkannya sendiri. Aku
bukan ibu gadis itu. Dia mungkin lebih tua dariku. Setidaknya dia
tampak lebih tua. Dia bisa mengambil keputusan sendiri dengan
siapa dia ingin menghabiskan waktu nya. Udara asin laut
menggelitik hidungku. Aku berjalan menyeberangi jalan menuju ke
pantai. Setidaknya, Aku bisa sendirian disana.
Suara ombak menabrak karang begitu menenangkan. Aku berjalan.
Aku teringat ibuku. Aku bahkan membiarkan diriku untuk
mengingat kakakku, itu adalah sesuatu yang sangat jarang lakukan
karena rasanya terlalu menyakitkan setiap saat. Malam ini, aku ingin
merasakannya. Aku butuh mengingat bahwa aku pernah mengalami
hal yang jauh lebih buruk daripada tingkah bodoh seorang pria yang
benar-benar sama sekali bukan tipeku. Aku biarkan kenangan yang
lebih baik membanjiri pikiranku...dan aku berjalan.
Sudah hampir tengah malam ketika aku naik ke truk ku dan kembali
ke jalan menuju rumah Rush dan tidak ada mobil di luar rumah.
Siapa pun yang ada di sini sekarang telah pergi. Aku menutup pintu
ke truk dan berjalan menuju tangga. Lampu depan membuat rumah
terlihat temaram dan menakutkan di malam hari. Sama seperti Rush.
Pintu terbuka sebelum aku sampai di sana dan Rush berdiri di sana
memenuhi pintu masuk. Dia di sini untuk memberitahuku untuk
pergi. Lagipula aku juga mengharapkan hal itu. Aku bahkan tidak
bergeming. Sebaliknya, aku melihat sekeliling mencari koper ku.
"Ke mana saja kau?" Tanyanya dengan suara serak yang dalam.
Aku mengarahkan tatapanku padanya. "Apakah itu penting?"
Dia melangkah ke luar pintu dari menutup dan mempersempit ruang
antara kami. "Karena aku khawatir."
Dia khawatir" Aku menghela napas dan menyelipkan rambut yang
terus saja terbang menutup wajahku ke belakang telingaku. "Aku
mengerti bahwa kenyataan sulit dipercaya. Kau terlalu sibuk dengan
perusahaanmu malam ini untuk memperhatikan hal lain." Aku tidak
bisa menjaga kepahitan yang keluar dari mulutku.
"Kau datang lebih awal dari yang ku harapkan. Aku tidak bermaksud
untuk membuatmu untuk melihat hal itu."
Sepertinya perkataannya membuatnya lebih baik. Aku mengangguk
dan menggeser kakiku. "Aku pulang ke rumah pada waktu yang
sama tiap malam. Aku pikir kau ingin aku melihatnya. Kenapa, aku
tidak yakin. Aku tidak punya perasaan padamu, Rush. Aku hanya
perlu tempat untuk tinggal selama beberapa hari lagi. Aku akan
pindah dari rumahmu dan hidup sendiri."
Dia mengumpat kemudian menatap langit sesaat sebelum melihat ke
arahku. "Ada hal tentangku yang kau tidak tahu. Aku bukan salah
satu dari pria yang bisa kau kuasai. Aku memiliki ruang. Sangat luas.
Terlalu luas untuk orang sepertimu. Aku mengharapkan seseorang
yang begitu berbeda mengingat aku sudah bertemu ayahmu. Kau
tidak seperti dia. Kau adalah segalanya orang inginkan tapi aku
harus menjauhinya. Karena aku tidak baik untukmu."
Aku tertawa keras. Itu adalah permintaan maaf terburuk untuk
perilakunya yang pernah kudengar. "Benarkah" Itu kah hal yang
terbaik yang kau punya" Aku tidak pernah memintamu sesuatu yang
lebih dari sebuah kamar. Aku tidak mengharapkanmu
menginginkanku. Aku tidak pernah melakukannya. Aku sadar bahwa
aku dan kamu berada di dua dunia yang berbeda.
kau berada di dunia yang tak pernah kubayangkan akan kugapai.
Aku bukan orang yang tepat. Aku mengenakan gaun merah murah
dan aku suka dengan sepasang sepatu perak karena ibuku
memakainya di hari pernikahannya. Aku tidak memerlukan barangbarang desainer.
Dan KAU adalah seorang perancang, Rush."
Rush meraih tanganku dan menarikku ke dalam. Tanpa sepatah kata
pun, dia mendorongku ke dinding dan mengurungku dengan kedua
tangannya yang menekan dinding di samping kepalaku. "Aku bukan
desainer. Tanamkan itu di kepalamu. Aku tidak bisa menyentuhmu.
Aku begitu ingin menyentuh mu hingga terasa menyakitkan seperti
sebuah siksaan tapi aku tidak bisa. Aku tidak ingin menyakitimu.
Kau...kau terlalu sempurna dan tak tersentuh. Dan pada akhirnya kau
tidak akan pernah memaafkanku. "
Hatiku berdebar menyakitkan. Kesedihan di matanya bukan sesuatu
yang mampu Ku lihat di luar. Aku bisa melihat emosi di kedalaman
mata perak itu. Dahinya berkerut seolah-olah ada sesuatu yang
menyakitinya. "Bagaimana jika aku ingin kau menyentuhku" Mungkin aku bukan
tak tersentuh. Mungkin aku sudah tercemar. " Tubuhku tak tersentuh
tetapi menatap ke mata Rush aku ingin mengurangi sakit nya. Aku
tidak ingin dia menjaga jarak dariku. Aku ingin membuatnya
tersenyum. Wajah tampannya tidak seharusnya terlihat begitu
menakutkan. Dia menjalankan jarinya menelusuri sisi wajahku dan menelusuri
lekuk telingaku kemudian dia menggosokkan jempolnya diatas
daguku. "Aku sudang melakukannya dengan banyak gadis, Blaire.
dan percayalah, aku belum pernah bertemu dengan orang yang
sangat sempurna sepertimu. Tatapan polosmu berteriak padaku. Aku
ingin membuka setiap inci pakaianmu dan mengubur diriku di dalam
dirimu, tapi aku tidak bisa. Kau melihatku malam ini. Aku adalah
bajingan. Aku tidak bisa menyentuhmu."
Aku telah melihatnya malam ini. Dan Aku melihatnya di malam
yang lain juga. Dia melakukannya dengan banyak gadis, tapi dia
tidak ingin menyentuhku. Dia pikir aku terlalu sempurna. Aku
berada di atas awan dan ia ingin menjaga ku di sana.Mungkin dia
harus seperti itu. Aku tidak bisa tidur dengannya dan tidak
memberinya sepotong hatiku. Dia sudah bersusah payah menjaga
diri nya. jika aku membiarkan dia memiliki tubuhku, dia bisa saja
menyakitiku dengan cara yang tidak pernah terbayangkan.
Pertahanan diriku akan runtuh.
"Oke," kataku. Aku tidak akan berdebat. Ini benar. "Bisakah kita
setidaknya berteman" Aku tidak ingin kau membenciku. aku ingin
berteman." Aku terdengar menyedihkan. Aku merasa sangat
kesepian, aku membungkuk untuk memohon agar memiliki teman.
Dia menutup matanya dan mengambil napas dalam-dalam. "Aku
akan menjadi temanmu. Aku akan mencoba sekuat tenaga Untuk
menjadi temanmu, tapi aku harus berhati-hati. aku tidak bisa terlalu
dekat. Kau membuatku menginginkan hal-hal yang tak bisa ku
memiliki. Tubuhmu yang kecil dan manis terasa terlalu luar biasa
jika berada di bawahku" ia merendahkan suaranya dan mendekatkan
bibirnya ke telingaku, "dan rasa tubuhmu itu memabukkan. Aku
memimpikan tentang hal itu. Aku berfantasi tentang hal itu. Aku
tahu kau akan terasa sangat lezat di dalam...bagian...Yang lainnya."
Aku bersandar padanya dan menutup mata saat napasnya terasa berat
di telingaku. "Kita tidak bisa. Sialan. Kita tidak bisa. Teman, Blaire
sayang. Hanya teman," bisiknya kemudian menjauh dariku dan
berjalan menuju tangga. Aku bersandar ke dinding dan
memperhatikannya pergi. Aku tidak bisa bergerak. Tubuhku
mendesis akibat kata-kata dan kedekatannya.
"Aku tidak ingin kau berada bawah tangga sialan. Aku benci itu.
Tapi aku tidak bisa membawamu kesini. Aku tidak akan pernah bisa
menjauh darimu. Aku ingin kau aman, "katanya tanpa melihat ke
arahku. Tangannya mencengkeram pagar di tangga sampai bukubuku jarinya memutih.
Dia berdiri di sana satu menit lagi sebelum
memaksa dirinya untuk melangkah pergi dan menaiki tangga. Ketika
kudengar pintu tertutup aku merosot ke lantai.
"Oh, Rush. Bagaimana kita bisa seperti ini" Aku butuh jarak,"
bisikku ke ruangan kosong. Aku harus menemukan orang lain


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai fokus baruku. Seseorang yang bukan Rush. Seseorang yang
bersedia. Itu satu-satunya caraku agar tidak jatuh terlalu jauh. Rush
sangat berbahaya untuk hatiku. Jika kami akan menjadi teman maka
aku harus menemukan orang lain untuk memusatkan perhatianku.
Secepatnya. Bab 10 Darla tidak senang aku pindah ke ruang makan. Dia ingin aku di
lapangan. Dia juga ingin aku mengawasi Bethy. Menurut Bethy, dia
tidak bersama Jace lagi. Dia bertemu dengan Jace untuk minum kopi
karena Jace menelponnya dua puluh kali sore itu. Dia
bilang padanya jika dia hanya menjadi rahasia kecil maka itu sudah
berakhir. Jace meminta dan memohon, tapi menolak untuk mengakui
Bethy ke lingkaran pertemanannya maka Bethy mencampakkannya.
Aku begitu bangga. Besok adalah hari liburku dan Bethy sudah datang mencariku untuk
memastikan kami jadi ke honky-tonk (bar murahan yang berisik).
Tentu saja kami jadi. Aku butuh seorang pria, pria mana saja untuk
mengeluarkan Rush dari pikiranku.
Aku mengikuti Jimmy sepanjang hari. Dia melatihku. Dia menarik,
tinggi, karismatik dan sangat gay. Para anggota klub tidak tahu ini
sama sekali. Dia main mata dengan wanita tanpa malu-malu. Mereka
benar-benar menikmatinya. Dia akan melihat kembali padaku dan
mengedipkan mata ketika seseorang akan berbisik hal-hal nakal di
telinganya. Pria itu seorang playboy dan ahli dalam hal itu.
Setelah jam tugasnya selesai kami kembali ke ruang istirahat staf
dan menggantung celemek hitam panjang yang harus di pakai di atas
seragam kami. "Kau akan jadi brilian, Blaire. Para pria menyukaimu
dan para wanita terkesan olehmu. Tidak bermaksud menyinggungmu
manis, tapi gadis dengan rambut pirang platinum seperti milikmu
biasanya tidak bisa berjalan lurus tanpa cekikikan."
Aku tersenyum padanya. "Begitukah" Aku tersinggung dengan
komentar itu." Jimmy memutar matanya dan mengulurkan tangan untuk menjitak
kepalaku. "Tidak, kau tidak tersinggung. Kau tahu kau adalah gadis
pirang nakal yang mengejutkan."
"Mulai mendekati pelayan baru, Jim?" Suara Woods yang familiar
bertanya. Jimmy memberinya senyum sombong.
"Kau tahu lebih baik dari itu. Aku punya rasa tertentu," ia
membiarkan suaranya memelan menjadi bisikan seksi saat matanya
menelusuri ke tubuh bawah Woods.
Aku melirik Woods yang cemberut dengan tidak nyaman dan aku
tidak bisa menahan tawa. Jimmy bergabung denganku. "Senang
membuat pria normal menggeliat," ia berbisik di telingaku, lalu
memukul pantatku dan berjalan keluar pintu.
Woods memutar matanya dan berjalan masuk ke dalam ruangan
setelah Jimmy pergi. Rupanya, ia menyadari pilihan seksual Jimmy.
"Apakah kau menikmati harimu?" Tanyanya sopan.
Aku menikmati hariku. Sangat. Itu pekerjaan yang jauh lebih mudah
daripada berpanas-panasan di luar berurusan dengan para pria tua
yang suka mengintai sepanjang hari. "Ya. Menyenangkan. Terima
kasih untuk memungkinkanku bekerja di sini."
Woods mengangguk. "Terima kasih kembali. Sekarang, bagaimana
kalau kita pergi merayakan promosimu dengan makanan Meksiko
terbaik di pantai?" Dia mengajakku keluar lagi. Aku harus pergi. Dia akan menjadi
pengalih perhatian. Dia bukan tipe kelas pekerja yang aku cari tapi
siapa bilang aku akan menikah dengannya dan melahirkan bayinya"
Sebuah gambaran dari Rush berkelebat dalam pikiranku dan ekspresi
tersiksanya tadi malam. Aku tidak bisa membiarkan diriku untuk
berkencan dengan seseorang yang ia kenal. Jika dia benar-benar
sungguh-sungguh pada apa yang dia katakan kemudian aku harus
menjaga jarak aman dengannya. Aku tidak termasuk di dalam dunia
itu. "Mungkin lain kali saja" Aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam
dan aku lelah." Wajah Woods agak kecewa tapi aku tahu dia tidak akan punya
masalah menemukan seseorang untuk menggantikan tempatku.
"Ada pesta malam ini di rumah Rush, tapi aku rasa kau tahu itu,"
kata Woods, menyaksikan dengan cermat pada reaksiku. Aku tidak
tahu tentang pesta tapi kemudian Rush tidak pernah
memperingatkanku tentang itu.
"Aku bisa tidur melaluinya. Aku sudah terbiasa dengan itu." Itu
bohong. Aku tidak akan tidur sampai orang terakhir berderap
menaiki tangga. "Bagaimana jika aku datang" Bisakah kau menghabiskan sedikit
waktu denganku sebelum kau tidur" "
Woods bersikeras. Aku akan mengizinkannya. Aku mulai berkata
tidak ketika aku sadar bahwa Rush akan meniduri beberapa gadis
malam ini. Dia akan membawanya ke tempat tidur dan membuat
mereka merasakan hal-hal yang tidak akan mungkin untuk aku
rasakan. Aku memang butuh pengalih perhatian. Dia mungkin akan
sudah memiliki wanita itu di pangkuannya begitu aku tiba di rumah.
"Kau dan Rush tampaknya tidak begitu dekat. Mungkin kita bisa
jalan-jalan sedikit di luar ke tepi pantai" Aku tidak tahu apakah itu
ide yang baik bagimu untuk berada di rumah di mana ia bisa
melihatmu." Woods mengangguk. "Oke. Aku tidak masalah dengan itu. Tapi aku
punya satu pertanyaan, Blaire, " katanya mengamatiku lekat-lekat.
Aku menunggu. "Mengapa begitu" Sampai malam itu di rumahnya, Rush dan aku
berteman. Kami tumbuh bersama-sama. Dalam lingkungan yang
sama. Tidak pernah punya masalah sedikitpun. Apa yang
memicunya" Apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kalian
berdua?" Bagaimana aku menjawab itu" Tidak, karena ia tidak akan
membiarkan hal itu dan lebih aman untuk hatiku jika kita tetap
hanya berteman" "Kami berteman. Dia protektif."
Woods mengangguk pelan tapi aku tahu dia tidak percaya padaku.
"Aku tidak keberatan bersaing. Aku hanya ingin tahu apa yang aku
hadapi." Dia tidak menghadapi apa-apa karena dia dan aku hanya akan
berteman. Aku tidak mencari seorang pria dalam kelompok itu. "Aku
tidak dan tidak akan pernah menjadi bagian dari kelompokmu. Aku
tidak berniat untuk berkencan serius dengan siapa pun yang
merupakan bagian dari lingkaran elitmu."
Aku tidak menunggunya untuk mendebat. Sebaliknya, aku berjalan
memutarinya dan keluar pintu. Aku harus pulang sebelum pesta jadi
terlalu liar. Aku tidak ingin melihat Rush diselimuti oleh beberapa
gadis. Itu bukan kekacauan yang liar. Itu hanya sekitar dua puluh orang.
Aku berjalan melewati beberapa dari mereka dalam perjalanan ke
dapur. Beberapa dari mereka sedang menyiapkan minuman dan aku
tersenyum pada mereka sebelum melangkah ke dapur dan kemudian
ke kamar belakangku. Jika teman-temannya tidak tahu aku tidur di bawah tangga, mereka
tahu sekarang. Aku mengganti seragamku dan mengeluarkan sebuah
gaun biru es untuk di pakai. Kakiku sakit karena berjalan sepanjang
hari jadi aku akan bertelanjang kaki. Aku mendorong koperku
kembali ke bawah tangga dan melangkah ke dapur untuk bertatap
muka dengan Rush. Dia bersandar pada pintu yang menuju ke dapur
dengan lengan disilangkan di atas dada dan kerutan di wajahnya.
"Rush" Ada apa?" Aku bertanya ketika dia tidak mengatakan apaapa.
"Woods di sini," jawabnya.
"Terakhir kali aku periksa dia adalah temanmu."
Rush menggelengkan kepala dan matanya mengamati tubuhku
dengan cepat. "Tidak. Dia tidak kesini untukku. Dia datang untuk
orang lain." Aku menyilangkan tanganku di bawah payudaraku dan mengambil
pose defensif yang sama. "Mungkin. Apakah kau memiliki masalah
dengan teman-temanmu yang tertarik padaku?"
"Dia tidak cukup baik. Dia brengsek. Dia seharusnya tidak bisa
menyentuhmu," kata Rush dengan nada marah yang keras.
Mungkin dia seperti itu. Aku meragukannya tapi itu mungkin. Itu
tidak penting. Aku tidak akan membiarkan Woods menyentuhku.
Kedekatannya tidak membuat perutku bergejolak dan rasa sakit di
antara kakiku mulai terasa.
"Aku tidak tertarik pada Woods seperti itu. Dia adalah bosku dan
mungkin teman. Itu saja."
Rush melarikan tangannya di atas kepalanya dan cincin perak polos
di jempolnya tertangkap mataku. Aku belum pernah melihat dia
memakainya sebelumnya. Siapa yang telah memberikan itu
kepadanya" "Aku tidak bisa tidur sementara orang-orang akan naik dan turun
tangga. Itu membuatku terjaga. Daripada duduk di kamar sendirian
bertanya-tanya siapa yang kau tiduri di atas sana malam ini, kupikir
aku akan mengobrol dengan Woods di pantai. Memiliki percakapan
dengan seseorang. Aku butuh teman."
Rush tersentak seolah aku memukulnya. "Aku tidak ingin kau
mengobrol di luar dengan Woods."
Ini konyol. "Well, mungkin aku tidak ingin kau meniduri seorang
gadis tapi kau akan melakukannya."
Rush menarik diri dari pintu dan menuju ke arahku mendorongku ke
kamar kecilku sampai kami berdua di dalam. Satu inci lagi dan aku
akan jatuh ke belakang ke tempat tidur. "Aku tidak ingin meniduri
siapa pun malam ini," ia berhenti kemudian menyeringai, "Itu tidak
sepenuhnya benar. Biar aku perjelas, aku tidak ingin meniduri siapa
pun di luar ruangan ini. Tinggallah di sini dan bicaralah denganku.
Aku akan bicara. Aku bilang kita bisa menjadi teman. Kau tidak
perlu Woods sebagai teman."
Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya untuk mendorong dia
ke belakang tapi aku tidak bisa membuat diriku melakukannya
setelah aku menaruh tanganku pada dirinya. "Kau tidak pernah
berbicara denganku. Aku mengajukan pertanyaan yang salah dan kau
menjauh." Rush menggeleng. "Tidak sekarang. Kita berteman. Aku akan bicara
dan aku tidak akan pergi. Hanya tolong, tinggal di sini bersamaku."
Aku melihat ke sekeliling persegi panjang mungil yang nyaris tidak
punya ruang untuk tempat tidurku. "Tidak ada banyak ruang di sini,"
kataku sambil melirik ke arahnya dan memaksa tanganku untuk tetap
menapak di dadanya dan tidak meraup kemeja nyamannya yang pas
ke dalam tanganku dan menariknya lebih dekat.
"Kita bisa duduk di tempat tidur. Kita tidak bersentuhan. Hanya
bicara. Seperti teman," dia meyakinkanku.
Aku menghela napas dan mengangguk. Aku tidak akan bisa
menolaknya. Selain itu, ada begitu banyak yang ingin aku tahu
tentang dia. Aku duduk di tempat tidur pada kepala tempat tidur dan bersandar.
Aku menyilangkan kaki di bawahku.
"Kalau begitu kita akan bicara." Kataku sambil tersenyum.
Rush duduk ke tempat tidur dan bersandar ke dinding. Sebuah tawa
yang dalam datang dari dadanya dan aku menyaksikan senyum yang
nyata muncul di wajahnya. "Aku tidak percaya aku baru saja
memohon pada seorang wanita untuk duduk dan berbicara
denganku." Sejujurnya, aku juga tidak percaya.
"Apa yang akan kita bicarakan?" Aku bertanya, ingin dia yang
memulainya. Aku tidak ingin dia merasa seolah-olah ini adalah
interogasi. Aku punya begitu banyak pertanyaan berputar di
kepalaku yang kutahu aku bisa menghujaninya dengan rasa ingin
tahuku. "Bagaimana kalau tentang bagaimana kau masih perawan pada usia
sembilan belas?" Katanya, membalik cincin peraknya ke arahku.
Aku tidak pernah mengatakan kepadanya bahwa aku masih perawan.
Dia menyebutku polos malam itu. Apakah sejelas itu" "Siapa bilang
aku masih perawan?" Tanyaku dengan nada yang paling kesal yang
bisa aku kerahkan. Rush menyeringai, "Aku tahu gadis perawan ketika aku
menciumnya." Aku bahkan tidak ingin berdebat tentang hal ini. Ini hanya akan
membuat kenyataan bahwa aku masih perawan lebih jelas lagi.
"Aku pernah jatuh cinta. Namanya Cain. Dia adalah pacar
pertamaku, ciuman pertamaku, sesi bercumbu pertamaku, betapa
lemahnya itu mungkin terjadi. Dia bilang dia mencintaiku dan
mengklaim aku adalah satu-satunya untuk dia. Kemudian ibuku
jatuh sakit. Aku tidak lagi punya waktu untuk kencan dan
menghabiskan waktu dengan Cain pada akhir pekan. Dia butuh
keluar. Dia membutuhkan kebebasan untuk mendapatkan semacam
hubungan dari orang lain. Jadi, aku membiarkan dia pergi. Setelah
Cain aku tidak punya waktu untuk kencan dengan orang lain."
Rush mengerutkan kening. "Dia tidak menemanimu ketika ibumu
sakit?" Aku tidak suka pembicaraan ini. Jika orang lain menunjukkan apa
yang sudah kuketahui itu akan sulit untuk tidak memiliki perasaan
marah pada Cain. Aku sudah lama memaafkannya. Aku
menerimanya. Aku tidak butuh kepahitan terhadapnya menyelinap
masuk sekarang. Apa gunanya"
"Kami masih muda dulu. Dia tidak mencintaiku. Dia hanya berpikir
dia mencintaiku. Sesederhana itu."
Rush mendesah, "Kau memang masih muda."
Aku tidak yakin aku menyukai nada dalam suaranya ketika dia
mengatakan itu. "Aku sembilan belas, Rush. Aku sudah mengurus
ibuku selama tiga tahun dan menguburkannya tanpa bantuan dari
ayahku. Percayalah, aku merasa berumur empat puluh hampir setiap
hari." Rush mengulurkan tangannya di atas tempat tidur dan menutupi
tanganku dengan tangannya. "Kau seharusnya tidak melakukan itu
sendiri." Tidak, aku seharusnya tidak melakukannya tapi aku tidak punya
pilihan lain. Aku mencintai ibuku. Dia layak mendapatkan jauh lebih
banyak daripada yang dia dapatkan. Satu-satunya hal yang
meringankan rasa sakit itu adalah mengingatkan diri sendiri bahwa
Ibu dan Valerie bersama-sama sekarang. Mereka saling memiliki.
Aku tidak ingin berbicara tentang kisahku lagi. Aku ingin tahu
sesuatu tentang Rush. "Apa kau memiliki pekerjaan?" Tanyaku.
Rush tertawa dan meremas tanganku tapi tidak membiarkannya
lepas. "Apa kau percaya setiap orang harus memiliki pekerjaan
setelah lulus kuliah?"
Aku mengangkat bahu. Aku selalu berpikir orang punya pekerjaan
pada sesuatu. Dia harus memiliki beberapa tujuan. Bahkan jika dia
tidak membutuhkan uang. "Ketika aku lulus kuliah aku punya cukup uang di bank untuk
menjalani sisa hidupku tanpa pekerjaan, berkat ayahku." Dia melihat
ke arahku dengan mata sendu seksi berbulu mata hitam tebal.
"Setelah beberapa minggu tidak melakukan apa-apa kecuali berpesta
aku sadar aku butuh kehidupan. Jadi aku mulai bermain-main
dengan pasar saham. Ternyata, aku cukup bagus dalam hal itu.
Angka-angka selalu menjadi keahlianku. Aku juga menyumbangkan
dukungan keuangan untuk Habitat for Humanity*. Beberapa bulan


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari tahun ini aku jadi lebih lihai dan bekerja di rumah. Pada musim
panas aku libur dari segala sesuatu sebisaku, datang ke sini dan
bersantai. Aku tidak menyangka. "Shock di wajahmu sedikit menghina," kata Rush dengan irama
menggoda dalam suaranya. "Aku hanya tidak menyangka dengan jawaban itu," jawabku jujur.
Rush mengangkat bahu dan memindahkan tangannya kembali ke sisi
tempat tidurnya. Aku ingin menggapai dan meraihnya dan
menggenggamnya tapi aku tidak melakukannya. Dia sudah selesai
menyentuhku. "Berapa umurmu?" Tanyaku.
Rush menyeringai, "Terlalu tua untuk berada di ruangan ini
denganmu dan terlalu sangat tua untuk memiliki pikiran tentangmu."
Dia berada di awal dua puluhan. Pasti. Dia tidak tampak lebih tua.
"Aku akan mengingatkanmu bahwa aku sembilan belas. Aku akan
dua puluh dalam enam bulan. Aku bukan bayi. "
"Tidak Blaire manis, kau sudah pasti bukan bayi. Aku dua puluh
empat dan letih. Hidupku tidak normal dan karena itu aku memiliki
beberapa kekacauan serius. Aku sudah bilang ada hal-hal yang kau
tidak tahu. Membiarkan diri untuk menyentuhmu akan salah. "
Dia hanya lima tahun lebih tua dariku. Itu tidak terlalu buruk. Dia
memberikan uang kepada Habitat for Humanity dan bahkan
melakukan pekerjaan dirumah" Dia akan jadi seburuk apa" Dia
memiliki hati. Dia membiarkanku tinggal di sini ketika
menginginkan tidak lebih dari membuatku berkemas.
"Kupikir kau meremehkan dirimu sendiri. Apa yang kulihat di dalam
dirimu adalah istimewa."
Rush merapatkan bibirnya lalu menggeleng. "Kau tidak melihat
diriku yang sebenarnya. Kau tidak tahu semua yang telah aku
lakukan. " "Mungkin," jawabku, mencondongkan tubuhku ke depan. "Tapi apa
yang sudah kulihat sedikit adalah tidak semuanya buruk. Aku mulai
berpikir mungkin saja ada lapisan lain bagimu."
Rush mengangkat matanya untuk bertemu mataku. Aku ingin
meringkuk di pangkuannya dan hanya menatap mata itu selama
berjam-jam. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu
kemudian menutupnya...tapi tidak sebelum aku melihat sesuatu yang
perak di mulutnya. Aku menarik lututku di bawahku dan bergerak mendekatinya. "Apa
yang ada dalam mulutmu?" Aku bertanya, mempelajari bibirnya dan
menunggu dia untuk membuka lagi.
Rush membuka mulutnya dan perlahan-lahan menjulurkan lidahnya.
Itu ditindik dengan barbel perak.
"Apa itu sakit?" Tanyaku, mempelajari lidahnya dari dekat. Aku
belum pernah melihat orang dengan lidah ditindik sebelumnya.
Dia menarik lidahnya kembali ke dalam mulut dan menyeringai.
"Tidak." Aku ingat tato di punggungnya di malam ia sedang berhubungan
seks dengan gadis itu. "Tato apa yang di punggung?"
"Seekor elang di punggung bawah dengan sayapnya yang melebar
dan lambang Slacker Demon. Ketika aku berumur tujuh belas tahun
ayahku membawaku ke konser di LA dan setelah itu ia membawaku
untuk mendapatkan tato pertamaku. Dia ingin band-nya dicap di
tubuhku. Setiap anggota Slacker Demon punya satu di tempat yang
sama persis. Tepat di belakang bahu kiri mereka. Ayah sedang di
bawah pengaruh obat-obatan malam itu tapi masih jadi memori yang
benar-benar menyenangkan. Aku tidak mendapatkan kesempatan
untuk menghabiskan banyak waktu tumbuh dewasa dengannya. Tapi
setiap kali aku bertemu dengannya, dia akan menambah tato atau
tindikan lagi di tubuhku."
Dia punya tindikan lain" Aku mengamati wajahnya dan kemudian
membiarkan mataku jatuh ke dadanya. Sebuah tawa rendah
mengejutkanku dan aku sadar aku telah tertangkap basah mencari.
"Tidak ada tindikan di sana, Blaire manis. Yang lain ada di telingaku.
Aku menahan laju tindikan dan tato ketika aku berumur sembilan
belas." Ayahnya ditutupi tato dan tindikan seperti sisa personil Slacker
Demon yang lain. Apakah itu sesuatu yang Rush tidak ingin
lakukan" Apa ayahnya memaksanya"
"Apa yang aku katakan hingga membuatmu mengerutkan kening?"
Tanyanya, meluncurkan satu jarinya di bawah daguku dan
memiringkan kepalaku sehingga aku menatapnya.
Aku tidak ingin menjawab ini dengan jujur. Aku sedang menikmati
waktu kami bersama-sama. Aku tahu kalau aku terlalu cepat
menggali terlalu dalam dia akan lari. "Ketika kau menciumku tadi
malam aku tidak merasakan barbel perak ini."
Kelopak mata Rush diturunkan dan ia mencondongkan tubuh ke
depan. "Karena aku tidak memakainya."
Dia memakainya sekarang. "Ketika kau, eh, mencium seseorang dengan itu dapatkah mereka
merasakannya?" Rush menarik napas tajam dan mulutnya bergerak lebih dekat
denganku. "Blaire, suruh aku pergi. Please. "
Jika dia hendak menciumku kemudian aku tidak akan menceritakan
apa pun kesenangannya. Aku ingin dia di sini. Aku juga ingin
menciumnya dengan benda itu di mulutnya.
"Kau akan merasakannya. Di manapun aku ingin menciummu, kau
akan merasakannya. Dan kau akan menikmatinya," ia berbisik di
telingaku sebelum menekan ciuman ke bahuku dan mengambil
napas dalam-dalam. Apakah dia menciumku"
"Apakah kau...kau akan menciumku lagi?" Tanyaku terengah-engah
saat dia menempelkan hidungnya ke leherku dan menghirup.
"Aku ingin. Aku ingin begitu sangat menginginkannya tapi aku
mencoba untuk menjadi baik," gumamnya di kulitku.
"Bisakah kau tidak baik hanya untuk satu ciuman" Please?"
Tanyaku, bergeser lebih dekat kepadanya. Aku akan berada di
pangkuannya segera. "Blaire manis, begitu sangat manis, " katanya saat bibirnya
menyentuh lekukan leher dan bahuku. Jika dia terus begini aku akan
mulai mengemis. Lidahnya keluar dan membelai cepat pada kulit lembut di leherku
saat ia menjejaki ciuman di sepanjang rahangku sampai mulutnya
melayang di atas mulutku. Aku mulai memohon lagi tapi ia menekan
satu ciuman lembut ke bibirku dan itu menghentikanku. Lalu ia
menariknya kembali tetapi hanya satu inci. Napasnya yang hangat
masih terasa dibibirku. "Blaire, aku bukan pria romantis. Aku tidak mencium dan
berpelukan. Ini semua tentang seks bagiku. Kau pantas mendapatkan
seseorang yang mencium dan memeluk. Bukan aku. Aku hanya
melakukan seks, baby. Kau tidak ditakdirkan untuk orang sepertiku.
Aku tidak pernah menyangkal diriku untuk sesuatu yang kuinginkan.
Tapi kau terlalu manis. Kali ini aku harus mengatakan tidak pada diri
sendiri. " Saat kata-katanya masuk ketelingaku aku merintih akan suara erotis
dari kata-kata nakalnya yang terlontar dari lidahnya. Itu tidak sampai
ia berdiri dan meraih gagang pintu aku menyadari bahwa ia akan
pergi dariku. Lagi. Meninggalkanku seperti ini.
"Aku tak bisa bicara lagi. Tidak malam ini. Tidak sendirian di sini
bersamamu." Kesedihan dalam suaranya membuat hatiku terluka
sedikit. Lalu ia pergi dan menutup pintu di belakangnya.
Aku bersandar di kepala ranjang dan mengerang frustrasi. Mengapa
aku membiarkan dia di sini" Permainan konflik emosi yang ia
mainkan ini bukan levelku. Aku bertanya-tanya ke mana ia akan
pergi sekarang. Ada banyak wanita di luar sana yang akan dia cium.
Satu gadis yang tidak masalah ia cium jika mereka memohon.
Hentakan orang-orang yang naik tangga berderak di atas kepalaku.
Aku tidak bisa tidur untuk sementara waktu. Aku tidak ingin tinggal
di sini dan Woods menungguku. Tidak ada alasan untuk
membatalkan pertemuan dengannya. Aku sedang tidak mood untuk
berbicara dengannya tapi aku setidaknya bisa mengatakan padanya
bahwa aku tidak bisa mengobrol di pantai.
Aku berjalan ke dapur. Punggung Grant menghadapku dan dia
menekan seorang gadis di meja dapur. Tangannya terbelit di rambut
ikal liar coklat Grant. Mereka tampak sangat sibuk. Aku diam-diam
keluar pintu belakang berharap aku tidak berjalan melewati setiap
sesi bercumbu lainnya. "Aku tidak berpikir kau akan muncul," suara Woods muncul dari
kegelapan. Aku berbalik untuk melihat dia bersandar di pagar mengawasiku.
Aku merasa bersalah karena tidak datang ke sini dulu dan
membiarkan dia tahu aku tidak akan bertemu dengannya. Aku tidak
bisa mengatur untuk membuat keputusan yang bijaksana di mana
Rush terlibat. "Maafkan aku. Aku teralihkan." Aku tidak ingin menjelaskan.
"Aku melihat Rush keluar dari pojokan kecil yang ia punya untukmu
di belakang sana," jawabnya.
Aku menggigit bibir dan mengangguk. Aku ketahuan. Mungkin juga
mengakui kesalahan. "Dia tidak tinggal lama. Apakah itu kunjungan ramah tamah atau dia
mengusirmu?" Itu...itu adalah kunjungan yang menyenangkan. Kami melakukan
pembicaraan. Sampai aku memintanya untuk menciumku itu sudah
menyenangkan. Aku menikmati saat bersamanya. "Hanya
mengobrol," aku menjelaskan.
Woods tertawa keras dan menggeleng. "Mengapa aku tidak percaya
itu?" Karena dia pintar. Aku mengangkat bahu.
"Kita masih jadi jalan-jalan ke pantai?"
Aku menggeleng. "Tidak. Aku lelah. Aku datang ke sini untuk
menghirup udara segar dan berharap menemukanmu untuk
menjelaskan. " Woods memberiku senyum kecewa dan menjauh dari pagar. "Well,
baiklah. Aku tidak akan mengemis."
"Aku tidak akan mengharapkanmu begitu, " jawabku.
Ia berjalan kembali menuju pintu dan aku menunggu sampai dia
kembali ke dalam sebelum bernapas lega. Itu tidak begitu buruk.
Mungkin sekarang dia akan agak mundur. Sampai aku tahu apa yang
harus dilakukan dengan ketertarikan yang aku miliki ini untuk Rush,
aku tidak butuh orang lain yang membuatku lebih bingung.
Aku memberikannya beberapa menit lalu berbalik dan mengikutinya
ke dalam. Grant tidak lagi di bar dengan gadis itu. Mereka pergi ke
tempat yang lebih terpencil rupanya. Aku mulai menuju ke pintu
dapur ketika Rush masuk ke dapur diikuti oleh gadis berambut
coklat yang cekikikan. Dia menggantung di lengan Rush dan
bertindak seperti dia tidak bisa terus berjalan. Entah itu dari alkohol
atau hak sepatu enam inci yang ia pakai.
"Tapi kau bilang," dia meracau dan mencium lengan dimana ia
menempel. Yep ia mabuk. Mata Rush bertemu mataku. Dia akan menciumnya malam ini. Dia
bahkan tidak harus mengemis. Dia juga akan terasa seperti bir.
Apakah itu sebuah rangsangan untuknya"
"Aku akan melepas celanaku di sini jika kau mau," katanya, bahkan
tidak memperhatikan bahwa mereka tidak sendirian.
"Babs, aku sudah bilang tidak. Aku tidak tertarik, " jawab Rush
tanpa berpaling dariku. Rush menolaknya. Dan dia ingin aku tahu.
"Itu akan nakal," katanya keras kemudian tiba-tiba meledak tawa
yang lain. "Tidak, itu menyebalkan. Kau mabuk dan cekikikanmu membuatku
sakit kepala, " jawabnya. Matanya masih belum meninggalkanku.
Aku menjatuhkan mataku dan mulai ke pintu dapur ketika Babs
akhirnya melihatku. "Hei, gadis itu akan mencuri makananmu,"
bisiknya keras. Wajahku memerah. Sial. Mengapa hal itu mempermalukanku" Aku
jadi konyol. Dia mabuk berat. Siapa yang peduli apa yang
dipikirkannya" "Dia tinggal di sini; dia bisa memiliki apa pun yang dia inginkan,"
jawab Rush. Kepalaku tersentak dan matanya tidak meninggalkanku.
"Dia tinggal di sini?" Tanya gadis itu.
Rush tidak mengatakan apa-apa lagi. Aku mengerutkan kening
padanya dan memutuskan satu saksi kami tidak akan mengingat ini
di pagi hari. "Jangan biarkan dia berbohong padamu. Aku tamu tak
diharapkan yang tinggal di bawah tangganya. Aku menginginkan
beberapa hal dan dia terus mengatakan tidak padaku."
Aku tidak menunggu jawabannya. Aku membuka pintu dan
melangkah masuk. 1-0 untukku.
*** Habitat For Humanity adalah suatu lembaga internasional nonpemerintah dan nonprofit yang didirikan tahun 1976, yang
dikhususkan untuk membangun perumahan yang 'sederhana, layak
dan terjangkau', menggambarkan pelayanan Gereja dan telah
menangani masalah perumahan miskin di seluruh dunia. Organisasi
ini bermarkas di Americus, Georgia dengan markas administratifnya
berada di Atlanta. Bab 11 Aku menghabiskan sandwich selai kacang terakhirku dan
membersihkan remah-remahnya dari pangkuanku. Sepertinya aku
harus segera pergi ke toko makanan dan membeli makanan baru.
Sandwich selai kacang ini sudah hampir kadaluarsa.
Aku libur hari ini dan bingung mau mengerjakan apa. Aku berbaring
di tempat tidur memikirkan Rush dan betapa bodohnya aku malam
itu. Apa yang dilakukannya untuk meyakinkanku kalau ia hanya
ingin berteman denganku" Dia mengucapkan itu padaku lebih dari
sekali. Aku harus berhenti berupaya agar ia melihatku lebih dari
sekedar teman. Aku melakukan itu tadi malam. Seharusnya itu tidak
kulakukan. Ia tidak ingin menciumku. Aku bahkan tidak percaya aku
memohon padanya untuk menciumku.
Aku buka pintu pantry dan melangkah ke dalam dapur. Wangi dari
bacon menyeruak di hidungku dan jika saja bukan Rush yang sedang
berdiri di depan kompor hanya dengan celana piyamanya saja, aku
pasti sudah menikmati aroma kelezatan ini. Pemandangan indah dari
punggung telanjang Rush sudah mengusir aroma bacon.
Dia menoleh dari bahunya dan tersenyum "Selamat pagi. Hari ini
pasti hari liburmu."
Aku mengangguk dan berdiri disana memikirkan apa yang seorang
teman seharusnya katakan. Aku tidak mau mematahkan aturannya
lagi. Aku akan mengikuti aturannya. Lagi pula aku akan segera pergi
dari sini. "Baunya harum," balasku.
"Keluarkan dua piring. Aku membuat bacon yang paling enak."
Sekarang aku berharap aku tidak memakan sandwich selai kacang
tadi. "Aku sudah makan, tapi terimakasih sebelumnya."
Rush menurunkan garpunya dan berpaling menghadapku.
"Bagaimana bisa kau sudah makan" Kau baru saja bangun."
"Aku menyimpan selai kacang dan roti di kamarku. Aku baru saja
makan itu sebelum aku kesini."
Dahi Rush berkerut mencerna kata-kataku. "Kenapa kau menyimpan
selai kacang dan roti di kamarmu?"
Karena aku tidak ingin teman-temannya yang banyak itu


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghabiskan makananku. Tapi, tentu saja, tidak mungkin aku
mengatakan itu. "Ini bukan dapurku. Aku menyimpan semua barang
-barangku di kamarku."
Tubuh Rush menegang dan aku berpikir apa yang salah dengan katakataku yang
membuatnya marah. "Apa kau memberitahuku bahwa
kau hanya makan roti dan selai kacang saat kau berada disini"
Begitu" Kau membelinya dan menyimpannya di kamarmu dan
hanya itu yang kau makan?"
Aku mengangguk, tidak yakin kenapa hal ini dipermasalahkan.
Rush memukul tangannya ke atas meja dapur dan membalikkan
wajahnya ke arah bacon sambil memaki pelan.
"Kemasi semua barang-barangmu dan pindah keatas. Ambil kamar
mana saja di hall sebelah kiri. Buang selai kacang sialan itu dan
makan apapun yang kau ingin makan di dapur ini."
Aku tidak bergerak. Aku tidak yakin dari mana datangnya reaksi ini.
"Blaire, jika kau ingin tinggal di sini, cepat pindahkan pantatmu ke
atas sekarang (pindahkan barang-barangmu). Lalu turun ke bawah
sini dan makan sesuatu dari lemari es ku sambil aku lihat."
Dia marah. Padaku" "Kenapa kau ingin aku pindah ke atas?" tanyaku penasaran.
Rush menjatuhkan potongan terakhir baconnya ke atas kertas tissue
dan mematikan kompor gas sebelum menoleh ke arahku.
"Karena aku ingin kau pindah. Aku benci tidur di atas tempat tidurku
di malam hari dan memikirkan mu yang tidur di bawah tangga.
Sekarang aku punya bayangan kalau kau memakan sandwich selai
kacang sialan itu sendirian di sana dan aku tidak tahan lagi."
Okay. Jadi, dia memang peduli padaku, dalam kapasitas tertentu.
Aku tidak membantahnya. Aku kembali ke kamarku di bawah
tangga dan menarik kopor ku dari bawah tempat tidurku. Selai
kacangku ada di dalamnya. Aku membuka tasku dan mengeluarkan
botol selai yang hampir kosong dan tas roti berisi empat helai roti
yang tersisa. Aku akan meninggalkan ini di dapur dan kemudian
mencari kamar. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Kamar
ini telah menjadi tempat aman bagiku. Pindah ke atas membuatku
keluar dari tempat persembunyianku. Aku tidak akan sendiri lagi di
atas sana. Sembari melangkah keluar dari pantry aku meletakkan selai kacang
dan roti di atas meja dapur. Aku menuju ke hall tanpa melakukan
kontak mata dengan Rush. Dia sedang berdiri di bar sambil
memegang ujung meja dengan kencang seakan-akan dia sedang
berusaha untuk tidak memukul apapun. Apa dia berpikir untuk
melemparku kembali ke dalam pantry" Aku tidak keberatan tinggal
di dalam sana. "Aku tidak harus pindah ke atas. Aku menyukai kamar itu," aku
menjelaskan dan melihatnya semakin mengencangkan pegangannya
di meja bar. "Kau berhak tinggal di salah satu kamar di atas. Kau tidak berhak
tinggal di bawah tangga. Tidak pernah."
Dia ingin aku pindah ke atas. Aku hanya tidak mengerti perubahan
hatinya yang tiba-tiba. "Setidaknya bisakah kau memberitahuku kamar mana yang harus
kuambil" Aku merasa tidak berhak untuk memilih salah satunya. Ini
bukan rumahku." Rush akhirnya melepaskan pegangan mautnya di meja dan berpaling
menatapku. "Kamar-kamar di sebelah kiri semuanya kamar tamu.
Ada 3. Aku rasa kau akan menyukai pemandangan dari kamar yang
terakhir. Kamar itu langsung menghadap ke arah laut. Kamar yang di
tengah bernuansa putih dengan aksen pink pucat. Kamar itu
mengingatkan aku akan dirimu. Jadi, terserah padamu. Yang mana
yang akan kau pilih. Pilih dan turun kembali ke sini dan makan."
Dia kembali ingin aku makan.
"Tapi aku tidak lapar. Aku baru saja makan..."
"Jika kau berkata kau makan selai kacang sialan itu lagi aku akan
melemparkannya ke tembok." Dia berhenti dan mengambil napas
panjang. "Tolong, Blaire. Makanlah sesuatu untuk ku."
Seperti setiap perempuan di planet ini yang dapat menolak
permintaan Rush. Aku mengangguk dan menuju ke atas. Aku akan
memilih kamarku. Kamar pertama tidak terlalu menyenangkan. Kamar itu berwarna
gelap dengan pemandangan langsung ke halaman depan. Belum lagi
itu adalah kamar terdekat dari tangga dan pasti suara bising dari
pesta masih akan terdengar. Aku melangkah ke kamar berikutnya
dan terlihat ranjang ukuran king ditutup sprei renda putih dan bantalbantal
cantik berwarna pink. Lampu gantung berwarna pink
tergantung indah dari plafon. Benar-benar cantik. Tidak seperti yang
aku harapkan akan kutemui di rumah Rush. Tapi, ibunya tinggal sini
untuk waktu yang lama. Aku buka pintu terakhir di hall sebelah kiri. Ada sebuah jendela
yang sangat besar memanjang dari lantai sampai ke plafon, dan
memperlihatkan pemandangan yang sangat indah dari lautan. Benarbenar
menakjubkan. Warna biru pucat dan hijau yang mendominasi
kamar dipercantik dengan ranjang ukuran king yang terbuat dari
kayu apung. Setidaknya headboard dan footboardnya terlihat seperti
itu. Aku menyukainya. Tidak. Lupakan itu. Aku jatuh cinta pada
kamar ini. Aku meletakkan tasku dan berjalan ke arah pintu yang
sepertinya kamar mandi pribadi. Kamar mandinya sangat besar
dengan handuk putih dan sabun-sabun mandi yang mahal yang
menghiasi meja marmer putih. Ada sedikit warna biru dan hijau
tetapi warna utamanya adalah putih.
Bak mandinya berbentuk bulat dengan spray jet di dalamnya.
Walaupun aku tidak pernah melihat sebelumnya tapi aku tahu kalau
ini adalah Jacuzzi. Mungkin aku salah masuk kamar. Tidak mungkin
ini adalah kamar tamu. Aku pasti menginginkan kamar ini apabila
aku tinggal di rumah ini.
Akan tetapi, ini adalah kamar terakhir di sebelah kiri hall. Ini pasti
kamar yang dimaksud oleh Rush. Aku melangkah keluar dari kamar
mandi. Aku akan menemui Rush dan mengatakan kalau aku memilih
kamar ini dan apabila bukan ini maksudnya, ia pasti akan
memberitahuku. Aku meletakkan tasku di dinding di belakang pintu
dan kembali turun ke bawah.
Rush sedang duduk dimeja pantry dengan sepiring bacon dan telur
orak arik saat aku masuk ke dalam dapur. Matanya langsung
menatapku. "Apa kau sudah memilih kamar?" dia bertanya.
Aku mengangguk dan berjalan memutar untuk berdiri di ujung
sebelah meja. "Iya. Aku pikir begitu. Kamar yang kau bilang
mempunyai pemandangan indah itu...berwarna hijau dan biru?"
Rush tersenyum. "Iya. Benar sekali."
"Dan kau setuju kalau aku tinggal di kamar itu" Kamar itu indah
sekali. Aku pasti menginginkan kamar itu kalau ini adalah
rumahku." Senyum Rush melebar. "Kau belum melihat kamarku."
Kamarnya pasti lebih bagus lagi. "Apakah kamarmu ada di lantai
yang sama?" Rush mengambil sepotong bacon. "Tidak, kamarku ada di lantai
paling atas." "Maksudmu kamar dengan semua jendela-jendela itu" Satu satu nya
kamar paling besar?" Lantai paling atas seperti terbuat dari kaca
kalau dilihat dari luar. Aku selalu berpikir kalau itu hanya sebuah
ilusi atau itu adalah beberapa kamar.
Rush menganguk, "Yep."
Aku ingin sekali melihat kamarnya. Tapi dia tidak menawarkan
sehingga aku tidak berani bertanya.
"Apa kau sudah menata barangmu?" dia bertanya, lalu menggigit
potongan baconnya. "Belum, aku ingin bertanya dulu padamu sebelum aku menata nya.
Mungkin lebih baik aku tetap menyimpannya di dalam tasku. Akhir
minggu depan aku harus siap-siap untuk pindah. Tip yang kudapat
dari klub cukup besar dan aku sudah menyimpannya."
Rush berhenti mengunyah dan matanya menatap tajam ke arah luar.
Aku mengikuti pandangannya, tapi tidak menemukan apa-apa
kecuali pantai yang kosong.
"Kau boleh tinggal selama yang kau mau, Blaire."
Sejak kapan" Dia pernah berkata aku hanya mempunyai waktu
sebulan. Aku tidak menjawab.
"Duduk di sampingku dan makan bacon ini." Rush menarik kursi di
sampingnya dan menyuruhku duduk tanpa membantah. Baconnya
tercium sangat lezat dan perutku siap untuk diisi makanan selain
selai kacang. Rush meletakkan piring nya di depanku. "Makan."
Aku mengambil sepotong bacon dan menggigitnya. Renyah dan
sedikit berminyak seperti yang aku suka. Aku menghabiskannya dan
Rush menunjuk ke arah piring lagi. "Makan sepotong lagi."
Aku melawan rasa geliku melihat caranya memerintahku untuk
makan. Apa yang terjadi dengannya" Aku mengambil sepotong
bacon lagi dan menikmati rasanya.
"Apa rencanamu hari ini?" Rush bertanya setelah aku menelan
makananku. Aku mengangkat bahu. "Aku belum tahu. Aku pikir aku akan
mencari apartemen." Otot leher Rush mengencang dan tubuhnya kembali tegang.
"Berhenti bicara tentang pindah dari sini, okay" Aku tidak ingin kau
pergi dari sini sebelum orang tua kita datang. Kau perlu bicara
dengan ayahmu sebelum kau pergi dan memulai hidupmu sendiri. Itu
tidak aman. Kau masih terlalu muda."
Saat ini aku benar-benar tertawa. Dia bersikap tidak masuk akal.
"Aku tidak terlalu muda. Ada apa denganmu dan usiaku" Usiaku 19
tahun. Aku gadis dewasa. Aku bisa hidup aman sendirian. Lagi pula,
aku bisa membidik objek yang bergerak lebih baik dari polisi
kebanyakan. Aku sangat hebat dengan pistol. Jadi, hentikan
pembicaraan tentang tidak aman dan umurku yang terlalu muda."
Rush menautkan alisnya. "Jadi kau benar-benar mempunyai pistol?"
Aku mengangguk. "Aku pikir Grant hanya bersikap lucu. Kadang-kadang humornya
suka melewati batas."
"Tidak. Aku menodongkan pistolku ke arahnya saat dia
mengagetkan aku di malam pertama aku tiba di sini."
Rush tertawa kecil dan bersandar di kursi nya sambil menyilangkan
lengan di dada bidangnya. Aku memaksakan diri untuk tetap melihat
ke arahnya dan tidak melihat ke bawah.
"Aku akan suka sekali menyaksikan itu."
Aku tidak mengatakan apa-apa. Itu adalah malam yang buruk
buatku. Mengingat itu kembali bukanlah sesuatu yang kurencanakan
untuk hari ini. "Aku tidak ingin kau tinggal di sini hanya karena kau masih muda.
Aku percaya kalau kau dapat menjaga dirimu sendiri, atau paling
tidak itu seperti yang kau pikirkan. Aku ingin kau di sini karena.. aku
suka kau di sini. Jangan pergi. Tunggulah sampai ayahmu datang.
Sepertinya kalian berdua sudah lama tidak bertemu. Setelah itu kau
bisa memutuskan apa pun yang akan kau lakukan. Untuk saat ini,
bagaimana kalau kau naik ke atas dan menyusun barang-barangmu"
Pikirkan berapa banyak uang yang dapat kau simpan selama kau di
sini. Apabila kau keluar dari sini, kau akan memiliki tabungan yang
cukup banyak." Dia menginginkan aku untuk tinggal. Senyum konyol tersungging di
bibirku tidak bisa ku tahan. Aku akan tinggal dan dia benar soal aku
bisa menghemat uangku. Saat ayah datang aku akan bicara
dengannya dan setelah itu aku akan pergi dari sini. Tidak ada alasan
untuk pergi kalau Rush ingin aku tinggal disini.
"Okay. Jika kau bersungguh-sungguh soal itu, terima kasih
sebelumnya." Rush mengangguk dan memajukan tubuhnya ke depan dengan
sikunya bertumpu di meja. Pandangan abu-abunya tepat mengarah
kepadaku. "Aku bersungguh-sungguh. Tapi hal itu juga berarti
pertemanan di antara kita harus tetap berlanjut."
Dia benar,tentu saja. Kami tinggal bersama dan berhubungan yang
lebih dari teman tentu akan menyulitkan. Lagi pula, begitu musim
panas ini selesai dia akan pindah ke rumahnya yang lain. Aku tidak
ingin patah hati karena itu.
"Setuju," Aku menjawabnya. Bahunya tetap tegang dan tubuhnya
tidak juga mengendur. "Selain itu, kau juga harus mulai makan makanan di rumah ini saat
kau berada di sini."
Aku menggelengkan kepalaku. Tidak akan. Aku bukan penjilat.
"Blaire, ini bukan sesuatu yang bisa dibantah. Aku serius soal ini.
Makan makananku di sini."
Aku mendorong kursiku ke belakang dan berdiri. "Tidak. Aku akan
membeli makananku sendiri dan memakannya. Aku bukan...Aku
tidak seperti ayahku."
Rush menggerutu dan dia mendorong kursi nya ke belakang dan
berdiri. "Apa kau pikir aku tidak tahu itu" Kau tidur di kamar sempit
di bawah tangga tanpa mengeluh. Kau merapikan rumahku. Bahkan
kau makan dengan tidak layak. Aku benar-benar sadar kalau kau
tidak sama dengan ayahmu. Kau adalah tamu di rumahku dan aku
ingin kau makan makanan dari dapurku dan bersikap apa adanya."
Ini akan menjadi persoalan besar. "Aku akan meletakkan makananku
di dapur ini dan memakannya di sini. Apa kau setuju?"
"Jika yang kau beli adalah roti dan selai kacang, tidak akan! Aku
ingin kau makan dengan layak."
Aku mulai menggelengkan kepalaku saat Rush meraih tanganku dan
menggenggamnya. "Blaire, aku akan sangat senang kalau kau
makan. Henrietta berbelanja seminggu sekali dan menyediakan stok
makanan di sini beranggapan kalau aku akan menerima banyak
tamu. Makanan di sini lebih dari cukup. Tolong. Makan.
Makananku." Aku menggigit bibir bawahku, menahan diri untuk tidak tertawa
melihat ekspresi wajahnya yang penuh harap itu.
"Apa kau menertawakanku?" Ia bertanya dengan senyuman kecil di
bibirnya. "Yeah. Sedikit," Aku mengakui.
"Apa itu berarti kau akan makan makananku?"
Aku menghela napas, "hanya jika kau biarkan aku membayarmu per
minggu." Rush mulai menggelengkan kepalanya tanda tak setuju dan aku
menarik tanganku dari genggamannya dan berjalan menjauh.
"Kau mau ke mana?" Rush bertanya dari belakangku.
"Aku sudah selesai berbicara denganmu. Aku akan memakan
makananmu jika aku membayarmu sesuai dengan harga makanan
itu. Itu kesepakatan yang akan aku setujui. Jadi, terserah kau, setuju
atau tidak." Rush menggeram, "Okay, baiklah. Kau boleh bayar."
Aku menoleh ke arahnya. "Aku akan merapikan barang-barangku.
Lalu aku akan mandi di bath tub yang sangat besar itu, lalu.. aku
tidak tahu lagi. Aku tidak punya rencana apa-apa sampai nanti
malam." Rush terdiam. Lalu dia bertanya, "dengan siapa?"
"Bethy," jawabku singkat.
"Bethy" Cartgirl yang berkencan dengan Jace?"
"Salah. Cartgirl yang dulu pernah berkencan dengan Jace. Dia telah
berubah lebih dewasa dan dia bisa melewatinya. Malam ini kami


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan pergi honky tonky. Dan kami akan memillih pria keren
berkemeja." Aku tidak menunggu jawabannya. Aku bergegas naik ke atas sambil
berlari menaiki anak-anak tangga. Setelah samapi di kamar, aku
menutup pintu, kututup mataku dan menghirup napas lega.
*** Bab 12 Aku mungkin tidak punya baju untuk ke pesta-pesta Rush tapi aku
memiliki segalanya untuk pergi ke *honky-tonk. Sudah lama sekali
semenjak terakhir kali aku memakai rok jeans biruku. Roknya lebih
pendek dari yang kuingat tapi itu masih sesuai. Terutama dengan
sepatu bootsku. Rush sudah pergi pagi tadi ketika aku sedang mandi dan dia belum
kembali hingga saat ini. Aku bertanya-tanya apakah kamarku
terlarang untuk temannya jika dia mengadakan pesta disini. Aku
tidak suka pemikiran tentang orang asing yang berhubungan seks di
ranjangku. Aku tidak suka pemikiran tentang orang selain aku
berhubungan seks di ranjang tempat dimana aku tidur. Aku ingin
bertanya tapi aku tidak yakin bagaimana menanyakan hal seperti ini.
Pergi sebelum Rush kembali artinya aku tidak akan tahu apa yang
akan terjadi. Haruskah aku berencana mencuci spreiku saat aku
pulang" Ide itu membuatku ngeri. Ketika kakiku menyentuh anak
tangga terbawah, pintu depan mengayun terbuka dan Rush berjalan
masuk ke dalam. Ketika tatapannya menemukanku dia membeku
dan perlahan menelusuri penampilanku. Aku tidak berpakaian untuk
membuat teman-temannya terkesan tetapi ada sebuah kelompok lain
di luar sana yang dimana mungkin aku bisa mendapatkan perhatian.
"Wow," dia bergumam dan menutup pintu di belakangnya.
Aku tidak bergerak. Aku mencoba untuk mencari tahu bagaimana
cara menanyakan apakah ada orang asing berhubungan seks di
ranjangku. "Kau, uh, mengenakan baju itu untuk clubbing?" Tanyanya.
"Ini disebut honky-tonking. Aku sangat yakin itu adalah hal yang
sangat berbeda," aku mengkoreksinya.
Rush menjalarkan tangannya ke rambut pendeknya dan
mengeluarkan desahan yang terdengar seperti diantara agak frustasi
dan agak geli. Jika dia hendak mencemooh penampilanku aku
mungkin akan melempar sepatu bootku padanya.
"Bisakah aku ikut dengan kalian malam ini" Aku tidak pernah ke
honky-tonking sebelumnya."
Apa" Apa aku baru saja mendengarnya dengan benar"
"Kau ingin pergi bersama kami?" aku bertanya dalam kebingungan.
Rush mengangguk dan matanya mengamati tubuhku sekali lagi.
"Yeah, aku ingin ikut."
Kupikir dia bisa ikut juga. Jika kami berteman maka kami
seharusnya bisa bergaul bersama.
"Oke. Jika kau ingin ikut. Kita harus berangkat dalam sepuluh menit.
Bethy ingin aku menjemputnya."
"Aku akan siap dalam lima menit," katanya dan melompati dua anak
tangga secara bersamaan. Ini bukan sesuatu yang aku sangka. Terasa aneh.
*** Tujuh menit kemudian, Rush turun dari tangga dan memakai jeans
yang nyaman dan kaus hitam ketat dengan tulisan Slacker Demon
pada bagian depan yang dicetak dengan tulisan gotik berwarna putih.
Emblem yang terdapat di pundaknya juga menghiasi kausnya.
Cincin perak di ibu jarinya juga dikenakan di tangannya lagi dan
untuk pertama kali nya sejak aku bertemu dengannya dia punya
beberapa jenis anting bulat kecil di telinganya. Dia makin terlihat
lebih seperti anak penyanyi rock kelas dunia dari sebelumnya. Bulu
mata hitamnya membuat seolah dia memakai eyeliner secara
permanen dan itu hanya semakin menambahkan efek yang ada.
Ketika mataku kembali ke wajahnya dia menjulurkan lidahnya untuk
memperlihatkan sekilas barbel peraknya padaku dan kemudian
berkedip. "Kupikir jika aku akan datang ke honky-tonk dengan pria
yang memakai boots dan topi cowboy aku perlu tetap berada pada
akarku. Rock and Roll ada di dalam darahku. Aku tidak bisa berpura
pura menjadi orang lain."
Aku tertawa saat dia menyeringai padaku. "Kau akan terlihat tidak
pada tempatnya malam ini sama seperti saat aku berada di pestapestamu. Ini akan
menyenangkan. Ayo, rockstar spawn (anak
rockstar)," aku menggoda dan menuju ke pintu.
Rush membukakan pintu dan mundur sehingga aku bisa keluar. Pria
ini bisa menjadi aneh ketika dia menginginkannya. "Karena
temanmu ingin berangkat bersama kita, kenapa kita tidak memakai
salah satu mobilku saja" Kita semua akan lebih nyaman disana dari
pada dengan trukmu."
Aku berhenti dan menatapnya."Tapi kita semua akan muat jika
memakai trukku." Rush menarik remote kecil dan salah satu pintu dari garasi untuk
empat mobilnya terbuka. Sebuah Range Rover hitam dengan pelek
metalik dan cat sempurna yang mengkilap ada di tempatnya. Aku
tidak bisa tidak setuju dengannya. Kami akan lebih nyaman dengan
mobil ini. "Ini luar biasa," ujarku.
"Apakah itu berarti kita bisa memakai mobilku" Aku agak keberatan
berbagi tempat duduk dengan Bethy. Gadis itu suka menyentuh
sesuatu tanpa ijin." kata Rush.
Aku tersenyum, "Ya, dia memang seperti itu. Dia agak sedikit
penggoda bukan?" Rush mengangkat salah satu alisnya. "Menggoda adalah ciri
khasnya." "Oke. Baiklah .Kita akan memakai mobil keren Rush Finlay yang
garang jika dia memaksa."
Dia memberiku sebuah seringai congkak dan berjalan menuju garasi.
Aku mengikutinya dari belakang.
Dia membukakan pintu untukku,vperlakuan yang manis sehingga
hal ini terasa seperti kencan. Aku tidak ingin dia mengacaukan
pikiranku. Aku telah ditekankan olehnya bahwa kami hanya sebatas
teman. Dia harus memainkan permainannya dengan benar. "Apakah
kau selalu membukakan pintu mobil untuk semua temanmu?"
tanyaku, berdiri disana menatapnya. Aku ingin dia melihat
kekeliruan dari sikap sangat sopannya.
Senyum santainya hilang dan ekspresi serius mengambil alih
wajahnya, "Tidak," jawabnya, melangkah kembali menuju pintu
pengemudi. Aku merasa benar-benar seperti seorang yang brengsek.
Seharusnya aku cukup mengatakan terima kasih saja dan
mengabaikannya. Kenapa harus aku yang mengingatkannya pada
aturannya sendiri" Ketika kami berada di dalam Range Rover, Rush menyalakan mesin
dan mengemudi tanpa berkata apapun. Aku benci kesunyiannya.
"Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud bersikap kasar"
Rush menghembuskan nafas dan bahunya turun. Kemudian
menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau benar. Aku hanya tidak
punya teman wanita jadi aku tidak begitu pandai memilah apa yang
harus aku lakukan dan apa yang tidak harus kulakukan."
"Jadi, kau membukakan pintu hanya untuk teman kencanmu" Itu hal
yang sangat sopan yang kau lakukan. Ibumu telah membesarkanmu
dengan baik." Aku merasakan sengatan cemburu. Ada beberapa gadis di luar sana
yang pernah mendapatkan perlakuan seperti ini dari Rush. Gadis
yang diinginkannya untuk diajak berkencan dan menjadi lebih dari
sekedar teman. "Sebenarnya, tidak aku tidak pernah melakukannya. Aku... kau...
kau terlihat seperti gadis yang layak untuk dibukakan pintunya. Itu
yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi aku mengerti apa
maksudmu. Jika kita akan berteman aku harus membuat garis
pembatas dan tetap berada di belakangnya."
Hatiku meluluh lagi. "Terima kasih sudah membukakan pintunya untukku. Itu manis
sekali." Rush mengendikkan bahunya dan tidak berkata apa apa lagi.
"Kita harus menjemput Bethy di klub. Dia akan berada di kantor
belakang club house di tempat kursus golf. Dia harus bekerja hari
ini. Dia akan mandi dan berpakaian disana."
Rush berbelok menuju ke country club. "Bagaimana kau dan Bethy
bisa berteman?" "Kami bekerja bersama suatu hari. Kupikir kami berdua sedang
butuh teman. Dia ceria dan berjiwa bebas. Segala sesuatu yang tidak
aku miliki." Rush tertawa. "Kau mengatakannya seolah itu adalah hal yang
buruk.Kau tidak mau menjadi seperti Bethy. Percayalah padaku."
Dia benar. Aku tidak ingin menjadi seperti Bethy tapi dia begitu
menyenangkan untuk diajak bergaul.
Aku duduk diam sementara Rush menyibukkan diri dengan sounds
system yang terlihat mahal dan rumit. Kami melalui perjalanan
singkat dari rumahnya ke country club. "Lips of an Angel" sebuah
lagu milik Hinder mulai mengalun dan itu membuatku tersenyum.
Aku hampir menduga akan mendengar lagu-lagu Slacker Demon.
Ketika Range Rover berhenti di samping kantor aku membuka pintu
dan melangkah keluar. Bethy tidak akan mencari mobil ini. Dia
mencari trukku. Pintu kantor terbuka dan Bethy berjalan keluar mengenakan celana
pendek kulit berwarna merah, tank top cut off warna putih, dan boots
kulit selutut berwarna putih.
"Apa yang kau lakukan dengan salah satu mobil Rush?" Tanyanya,
tersenyum lebar. "Dia akan pergi bersama kita. Rush ingin pergi ke honky tonky juga.
Jadi..."Aku berhenti dan melihat ke Range Rover.
"Hal ini benar benar akan menghambat dirimu untuk mendapatkan
seorang pria. Aku cuma mengingatkan," pungkas Bethy saat dia
menuruni tangga dan melihat cepat pada penampilanku. "Atau tidak.
Kau terlihat seksi. Maksudku, aku tahu kau mengagumkan tapi kau
terlihat sangat seksi dengan pakaian ini. Aku ingin punya boots asli
seorang cowgirl. Dimana kau membeli nya?"
Pujian nya manis. Aku sudah begitu lama tidak punya teman wanita.
Ketika Valerie meninggal teman teman perempuan berangsur-angsur
hilang dari hidupku. Seolah mereka tidak bisa berada didekatku
tanpa mengenangnya. Cain menjadi satu-satunya temanku.
"Terimakasih, dan boots ini, aku mendapatkannya saat Natal dua
tahun lalu dari ibuku. Boots ini miliknya. Aku menyukainya sejak
dia membelinya dan setelah dia jatuh, setelah...dia jatuh sakit...dia
memberikannya padaku."
Bethy mengerutkan dahi, "Ibumu sakit?"
Aku sedang tidak ingin menyulut kesedihan malam ini. Aku
mengangguk dan memaksakan tersenyum cerah. "Yeah. Tapi itu
kisah yang lain. Mari kita temukan para koboy kita."
Bethy balas tersenyum dan membuka pintu belakang Range Rover
disisiku. "Aku akan membiarkanmu berada di depan karena aku
punya firasat kalau pengemudinya menginginkan seperti itu."
Aku tidak punya waktu untuk menimpalinya sebelum Bethy
melompat naik ke Range Rover dan kemudian langsung menutup
pintu. Aku naik ke dalam mobil dan tersenyum pada Rush yang
sedang menatapku. "Waktunya pergi untuk mendapatkan musik
country." kataku padanya.
*** *Hongky-Tonk: atau disebut honkatonk, honkey-tonk, atau tonk
adalah sejenis bar yang menyediakan hiburan musik (biasanya musik
country) untuk para pengunjungnya. Bar-bar semacam ini mudah
ditemukan di derah selatan dan barat daya Amerika Serikat
Bab 13 Bethy menunjukkan Rush arah untuk menuju ke Honky-Tonk (Jenis
bar yang menyediakan musik untuk para pelanggannya. Biasanya
banyak ditemukan dibagian selatan dan barat daya Amerika Serikat)
favoritnya. Untuk pergi kesana perlu menghabiskan waktu empat
puluh menit dari Rosemary. Tidak terlalu mengejutkan. Satu-satunya
pub di Rosemary yang merupakan country club, dan itu bukanlah
suatu tempat yang menghabiskan waktu yang sebentar untuk menuju
kesana. Bar itu sangat luas dan keseluruhannya terbuat dari papan kayu.
Rupanya, tempat ini sangat terkenal. Mungkin karena didaerah ini
tidak terlalu banyak ditemukan tempat semacam ini. Bir-bir terang
yang berpijar menandakan hiasan dinding didalam dan diluar
ruangan. Lagu "Gun Powder and Lead" milik Miranda Lambert berdentum
keras melalui stereo saat kami melangkah masuk kedalam.
"Mereka akan memulai live musik sekitar tiga puluh menit lagi. Itu
adalah waktu terbaik untuk berdansa. Kami memiliki banyak waktu
untuk menemukan tempat yang bagus dan minum segelas tequila
dengan sekali tegukan," teriak Bethy ditengah hingar bingar bar.
Aku tidak pernah meneguk tequila. Bahkan bir sekalipun, aku tidak
pernah. Tapi malam ini aku akan mencobanya. Aku ingin menjadi
bebas. Menikmati malam ini. Rush bergerak dibelakangku dan
tangannya berada dipunggungku. Ini bukanlah posisi seorang
teman... bukan" Aku memutuskan untuk tidak menegurnya disini karena kalau begitu
aku harus berteriak melawan suara musik yang berdentum keras.
Rush mengajak kami ke meja kosong yang berada jauh dari lantai
dansa. Dia berdiri dan mempersilahkan aku duduk. Bethy masuk dan
duduk diseberangku sedangkan Rush duduk disebelahku.
Bethy memberengut kepadanya.
"Kau ingin minum apa?" Tanya Rush, menunduk kearah telingaku
jadi dia tidak perlu berteriak.
"Aku tidak tahu," jawabku, melirik kearah Bethy untuk meminta
bantuan. "Apa yang harus aku minum?"
Mata Bethy melebar lalu dia tertawa. "Kau tidak pernah minum
sebelumnya, ya?" Aku menggelengkan kepalaku. "Aku belum dewasa untuk bisa
membeli alkohol untuk diriku sendiri. Kau?"
Dia menepuk tangannya. "Ini akan menjadi sangat menyenangkan.
Aku dua puluh satu tahun, setidaknya ID-ku menyatakan seperti itu."
Dia melempar pandangan kearah Rush. "Kau harus membiarkannya
pergi keluar. Aku akan mengajaknya ke bar."
Rush tidak bergeming. Dia kembali menatapku, "Kau tidak pernah
sekalipun meminum alkohol?"
"Tidak. Tapi aku akan mencobanya malam ini," Aku
meyakinkannya. "Kau harus perlahan-lahan. Kau tidak memiliki toleransi yang cukup
tinggi untuk itu. "Dia meraih lengan pelayan. "Kami ingin menu."
Bethy meletakkan tangannya dipinggang. "Kenapa kau memesan
makanan" Kita disini untuk minum dan berdansa dengan para koboi.
Bukannya makan." Rush memutar kepala kearahnya jadi aku tidak bisa melihat dengan
pasti wajahnya tapi yang aku tahu bahunya menegang. "Dia tidak
pernah mabuk sebelumnya. Dia butuh makan terlebih dahulu atau
dia akan membungkuk untuk memuntahkannya dan aku akan
memarahimu selama dua jam."
Oh. Aku tidak ingin muntah. Tidak untuk itu.
Bethy memutar matanya dan melambaikan tangannya didepan wajah
Rush seakan Rush adalah seorang idiot. "Terserah, Daddy Rush.


Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang pasti aku akan mendapatkan sesuatu yang bisa diminum dan
memberikannya juga. Jadi suruh dia makan dengan cepat."
Pelayan itu kembali dengan membawa menu sebelum Bethy
menyelesaikan pembicaraannya. Rush mengambilnya dan berbalik
kearahku sambil membuka menu. "Pilih sesuatu untuk dimakan.
Tidak usah memperdulikan kata-kata diva pemabuk itu, kau harus
makan terlebih dahulu."
Aku mengangguk. Aku tidak ingin sakit.
"Kentang goring keju kelihatannya enak."
Rush mengangkat menunya dan pelayan kembali berlari kearah
kami. "Kentang goreng keju. Dua porsi dan segelas penuh air."
Pelayan itu mengangguk dan berjalan meninggalkan kami, Rush
menyenderkan punggungnya dan memiringkan kepalanya untuk
melihatku. "Jadi saat ini kau berada di honky-tonk. Apakah itu yang
benar-benar kau harapkan" Karena jujur saja, bagiku musik ini
sangat menyakitkan."
Sambil tersenyum, aku mengangkat bahu dan melihat sekelilingku.
Ada beberapa orang pria yang memakai topi koboi lalu beberapa
lainnya hanya memakai pakaian biasa. Beberapa memakai gesper
besar tapi keseluruhan terlihat seperti orang-orang dari kampung
halamanku. "Aku baru disini dan aku belum mabuk ataupun menari, jadi aku
akan memberitahumu setelah itu terjadi."
Rush menyeringai, "Kau ingin menari?"
Aku ingin menari tapi tidak dengan Rush. Aku tahu bagaimana
gampangnya untuk melupakan bahwa ia adalah seorang teman. "Ya,
aku ingin. Tapi pertama aku butuh dorongan keberanian dan aku
juga butuh seseorang untuk memintaku menari."
"Aku pikir aku hanya bertanya," jawabnya.
Aku meletakkan siku diatas meja dan mengistirahatkan dagu
ditanganku. "Apa kau pikir itu sebuah ide yang bagus?" Aku ingin ia
mengakui bahwa itu bukanlah sebuah ide yang bagus.
Rush mendesah, "Mungkin tidak."
Aku mengangguk. Dua piring kentang goreng keju diletakkan didepan kami dan sebuah
gelas yang berisi air dingin diletakkan didepan Rush. Makanan itu
terlihat sangat baik. Aku tidak menyadari bahwa sebenarnya aku
sangat lapar. Aku harus menjaga berapa banyak makanan yang aku
habiskan. Ini seharga tujuh dollar. Dan aku tidak ingin
menghabiskan lebih dari dua puluh dollar. Sebenarnya aku hanya
ingin segelas minuman tapi Rush bilang bahwa aku membutuhkan
makanan untuk dimakan. Aku mengambil kentang goreng lembut yang disiram keju lalu
menggigitnya. "Rasanya lebih baik daripada sandwich rasa selai kacang, bukan?"
Rush bertanya sambil tersenyum menggoda. Aku mengangguk dan
mengambil makanan yang lain.
Bethy meluncur dari sisi Rush masuk ke dalam ruangan sambil
membawa dua minuman yang dituang dalam gelas kecil. Minuman
itu terlihat berwarna kuning. "Aku pikir aku harus memulainya
dengan minuman yang paling ringan. Tequila adalah minuman untuk
wanita dewasa. Kamu belum siap untuk itu. Jadi, ini adalah lemon
drop (tequila lemon). Rasanya manis dan enak."
"Makanlah dulu," Rush menginterupsinya.
Aku mengambil makanan lagi dan makan dengan cepat, sampai
habis. Lalu aku meraih gelas minuman lemon. "Okay, aku siap," Aku
memberitahu Bethy dan dia mengambil miliknya lalu menyeringai.
Aku menontonnya saat dia meletakan itu dibibirnya dan
memiringkan kepalanya ke belakang. Aku pun melakukan hal yang
sama. Rasanya sangat enak. Hanya ada sedikit rasa terbakar
ditenggorokanku. Aku suka lemon. rasa. Rasanya enak.Aku
meletakkan gelas kosong ke meja dan tersenyum pada Rush yang
sedang menatap ku. "Makan," balasnya.
Aku mencoba untuk tidak tertawa padanya tapi aku tidak bisa
menahannya. Aku tertawa. Rush terlihat sangat konyol.
Aku mengambil kentang goreng lagi dan menggigitnya, lalu Bethy
mengulurkan tangannya dan mengambil beberapa kentang goreng
juga. "Aku bertemu beberapa pria di bar. Aku menunjukmu dan mereka
sudah mengawasi kita sejak kita duduk disini. Kau siap untuk mulai
berkenalan dan menambah teman baru?"
Rush bergerak lebih dekat ke sisiku dan kehangatan yang berasal
dari dirinya serta yang berasal dari perutku membuat aku ingin tetap
disini dengan... Rush. Tapi yang aku butuhkan adalah aku harus
bangun dari tempat ini. Aku mengangguk.
"Biarkan dia keluar, Rush. Kamu bisa menjaga kehangatan di
ruangan ini sampai saat kami kembali nanti," kata Bethy.
Rush tidak segera beranjak dan aku mulai berpikir bahwa ia
mengabaikannya atau dia akan menyuruhku untuk makan. Akhirnya
dia bergerak dan berdiri.
Aku ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Apapun yang bisa
membuatnya tersenyum dan berhenti cemberut tapi aku tidak tahu
apa yang harus aku katakan.
"Hati-hati. Aku ada disini jika kau membutuhkanku,"bisik nya pelan
saat dia melangkah lebih dekat kearahku. Aku hanya mengangguk.
Hatiku terasa sesak dan aku ingin kembali ke ruangan itu
bersamanya. "Ayolah Blaire. Waktu nya kau untuk mendapatkan minuman gratis
dan pria. Kau adalah teman terpanas yang pernah aku miliki. Ini
seharusnya bisa menyenangkan.Jangan bilang mereka kau masih
berusia sembilan belas tahun. Beritahu mereka kalau usiamu dua
puluh satu tahun." "Okay." Bethy menarikku kearah dua pria yang jelas-jelas mengawasi kami.
Satu jangkung dengan rambut pirang panjang yang diselipkan
dibelakang telinganya. Dia terlihat belum bercukur selama beberapa
hari, tapi kemeja flanel yang melekat ditubuhnya kelihatan
keren.Matanya melirik kearahku, lalu kearah Bethy, dan kembali lagi
kearahku. Dia belum mengambil keputusan, ingin bersamaku atau
Bethy. Pria lain berambut ikal pendek hitam kecoklatan dan sepasang mata
biru yang cantik. Warna biru yang membuatmu ingin menatapnya.
Kaus berkerah putihnya tidak banyak meninggalkan banyak hal
untuk diimajinasikan dan dadanya yang bidang itu terasa sangat
indah untuk dilihat. Dia sudah terlihat memakai kerah terbuka yang
berwarna biru sama seperti saat mereka datang. Aku tahu sepasang
Wranglers mana saja dan dia memakainya dengan baik. Matanya
melirikku. Tidak bergerak ataupun bergeser. Sebuah senyuman kecil
terlihat dibibirnya dan aku memutuskan ini bukanlah hal yang buruk
untuk aku lanjutkan. "Boys, kenalkan ini adalah Blaire. Aku menjauhkannya dari
kakaknya dan sekarang dia butuh minum."
Pria berambut hitam gelap berdiri dan mengulurkan tangannya,
"Dalton. Senang berkenalan denganmu Blaire."
Aku menyelipkan tanganku ditangannya dan menjabatnya. "Senang
berkenalan denganmu juga Dalton."
"Apa yang bisa aku dapatkan untuk kau minum?" Tanyanya, sebuah
senyum membentang diwajahnya sebagai tanda perkenalan.
"Dia ingin lemon drop. Hanya itu yang dia inginkan untuk saat ini,"
Kata Bethy disampingku. "Hey, Blaire, Aku Nash." Kata si pirang, mengulurkan tangannya
dan aku menjabatnya. "Hello, Nash."
"Okay boys, jangan bertengkar. Disini ada kita berdua. Tenanglah,
Nash. Kepolosannya membuatmu panas," Kata Bethy dengan nada
kesal. "Ayo menari bersamaku dan aku akan menunjukkan
bagaimana wanita nakal bisa menyembuhkan penyakit gatal kalian."
Bethy memiliki perhatian penuh Nash sekarang. Aku menutup
mulutku agar tidak tertawa. Dia sangat baik. Bethy berkedip
kearahku dan membiarkan Nash membawanya ke lantai dansa.
"Temanmu yang ada disana. Dia ingin kita untuk berkenalan. Aku
bilang bahwa aku tidak tertarik dan dia menunjuk kau. Yang bisa
kulihat adalah rambut pirang ikalmu dan aku tertarik." Kata Dalton
sambil menyodorkan segelas lemon drop.
"Terima kasih. Dan ya, Bethy sangat menyenangkan. Dia
membawaku malam ini. Ini adalah pertama kalinya aku pergi
ketempat seperti ini."
Dalton menganggukkan kepalanya ke arah Rush. Seorang berkaki
panjang dengan rambut pirang bersandar ditepi meja kami. Aku
melihat jari-jarinya digerakkan disepanjang pahanya. Jelas itu tidak
akan membuatnya bertahan.
"Itu alasan mengapa kakakmu ikut denganmu malam ini?"
Pertanyaan Dalton mengingatkanku mengapa aku berada disini dan
aku membuang tatapanku dari Rush dan kaki gadis itu. "Um, uh...
seperti itu lah." Aku meletakkan gelas pada bibirku dan meminumnya dengan cepat.
"Bisakah kita... Maksudku, maukah kau menari bersamaku?"
Tanyaku saat aku meletakkan kembali gelas diatas meja bar.
Dalton berdiri dan mengarahkanku ke lantai dansa. Bethy sudah
menekankan tubuhnya kepada Nash dengan cara yang illegal untuk
di depan umum. Aku tidak akan menari dengan cara seperti itu. Dan
juga ku harap kalau Dalton tidak menginginkannya.
Dalton mengambil tanganku dan meletakkan disekitar lehernya
sebelum dia meletakkan tangannya sendiri disekitar pinggangku dan
menarikku untuk lebih dekat dengannya. Itu sangat bagus. Semacam
itu lah.Musiknya mengalun pelan dan sexy. Bukan seperti yang aku
inginkan, untuk menari dengan orang yang baru saja aku kenal.
"Apakah kau tinggal disekitar sini" Aku tidak pernah melihatmu
disini sebelumnya," Kata Dalton, menundukkan kepalanya agar
sejajar dengan telingaku sehingga aku bisa mendengarnya.
Aku menggelengkan kepalaku. " Tempat tinggalku sekitar empat
puluh menit dari sini dan aku baru saja pindah. Aku dari Alabama."
Dia menyeringai. "Pantas saja, terdengar dari logat selatan mu. Aku
tahu itu lebih tebal dari pada penduduk lokal disini."
Tangan Dalton menyelinap semakin bawah hingga jari-jarinya
menyentuh lekukan dibawah pinggangku. Ini sedikit mengganggu
ku. "Apakah kau kuliah?" Tanyanya, tangannya meluncur satu inci lebih
bawah. Aku menggelengkan kepalaku, "Tidak. Aku... uh... bekerja."
Aku mencari Bethy ditengah keramaian tapi aku tidak bisa
melihatnya dimana-mana. Kemana dia pergi" Sebenci-bencinya aku
untuk melihat ke arah Rush, aku tetap melihat k earah ruangan untuk
melihat apakah Rush masih ada disana. Si rambut pirang sudah
bersama Rush didalam ruangan sekarang. Matanya terlihat seperti
bibir Rush sedang berada didalam bibir si pirang.
Tangan Dalton meluncur ke pantatku sepenuhnya sekarang. "Sialan,
tubuhmu sangat luar biasa." Bisiknya ditelingaku. Gawat. Aku
butuhkan bantuan. Tunggu. Sejak kapan aku membutuhkan bantuan" Aku tidak pernah
bisa mengandalkan siapapun dalam setahun ini. Aku tidak ingin
bertingkah seperti orang yang tidak berdaya sekarang. Aku
meletakkan tanganku di dada Dalton untuk mendorongnya. "Aku
butuh udara segar dan aku tidak suka orang yang baru saja aku kenal
meraba pantatku." Aku memberitahunya dan sesegera mungkin
berputar menuju kearah pintu keluar. Aku tidak ingin kembali ke
dalam ruangan dan melihat Rush bersama dengan beberapa wanita
dan aku yakin saat ini aku tidak akan memikirkan untuk mencari
teman berdansa dulu. Yang aku butuhkan hanya udara segar.
Berjalan keluar, menerobos ke dalam gelapnya malam aku menarik
nafas dalam-dalam dan menyandarkan tubuhku pada sisi gedung.
Mungkin aku tidak cocok untuk hal seperti ini" Atau mungkin ini
sudah berlebihan dan terlalu cepat untuk pemula sepertiku. Di sisi
lain aku butuh bernafas dan seorang teman berdansa yang baru.
Dalton bukanlah pasangan yang baik.
*** Bab 14 "Blaire?" Nada perhatian yang berasal dari suara Rush
mengejutkanku, aku membuka mataku dan menegang di kegelapan
ketika aku melihatnya berjalan kearahku.
"Ya," jawabku. "Aku tidak bisa menemukan mu. Kenapa kau berada diluar" Disini
tidak aman." Aku sudah biasa dengan peran kakak nya. Aku bisa menangani nya
dengan caraku sendiri. Dia harus kembali kedalam. "Aku baik-baik
saja. Masuklah ke dalam dan lanjutkan kegiatan mu di ruangan
kita tadi." Kepahitan terdengar jelas dalam suaraku. Itu karena aku
tidak bisa menahannya. "Kenapa kau bisa berada di luar?" Dia mengulangi pertanyaannya,
dengan perlahan dia melangkah semakin dekat kearahku.
"Karena aku ingin ada disini," jawabku pelan, menatapnya.
"Pestanya ada didalam. Bukankah itu yang kau inginkan" Sebuah
honky-tonk dengan pria dan minuman" Dan kau tidak akan bisa
menemukannya disini - diluar."
"Kembalilah, Rush."
Rush melangkah lebih dekat lagi dan hanya menyisakan jarak
beberapa inci. "Tidak, aku ingin tahu apa yang sedang terjadi."
Sesuatu dalam diri ku terasa memberontak keluar, aku pun
meletakkan tangan ku di dada nya dan saat itu juga aku
mendorongnya sekeras yang aku bisa. Dia sedikit terhuyung ke
belakang. Bandit Penyulam 4 Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Panji Tengkorak Darah 11

Cari Blog Ini