Ceritasilat Novel Online

Kelembutan Dalam Baja 4

Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella Bagian 4


kita tidak pernah menang bila bertemu mereka."
Pangeran Reinald terlihat ragu-ragu juga. "Aku juga tidak yakin. Tetapi Kakyu
sangat yakin." "Mungkin Perwira Kakyu benar," kata Adna, "Ia bukan pemuda yang ceroboh. Ia
pasti telah memperhitungkan segalanya."
"Aku juga berharap seperti itu," kata Pangeran Reinald, "Sekarang kembalilah ke
barisan sebelum seorangpun curiga."
"Baik, Pangeran."
Adna segera meninggalkan Pangeran Reinald.
Dengan cemas, Pangeran Reinald mengikuti Adna tak lama kemudian. Matanya
terus tertuju pada markas Kirshcaverish yang terlihat memerah di kegelapan malam
itu. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi ketika akhirnya semua pasukan telah
siap di posisi masing-masing.
Pangeran Reinald tidak ingin hanya berdiri diam di puncak lembah sambil terus
membakar perkemahan Kirshcaverish sementara pasukan lain menyerbu
Kirshcaverish selain itu mengkhawatirkan Kakyu. Tetapi seseorang harus terus
mengacaukan perhatian Kirshcaverish sementara pasukan Kerajaan Aqnetta
mendekati markas mereka dengan perlahan-lahan.
Ketika melihat seorang prajurit yang sering dilatih memanah oleh Kakyu, Pangeran
Reinald segera memerintahkannya untuk menggantikannya kemudian ia sendiri
mengikuti pasukan yang telah berangkat lebih dulu.
Sementara pasukan yang lain menuruni lembah itu dengan berlindung di balik
semak-semak tinggi, Pangeran yang tidak punya posisi tetap, berjalan lebih cepat
ke tempat Kirshcaverish. Ia ingin mencari Kakyu di perkemahan itu dan melihat apa
yang dilakukan gadis itu sebelum kekhawatirannya berubah menjadi kecurigaan.
Satu-satunya tempat Kakyu berada yang terpikirkan oleh Pangeran Reinald hanya
pusat perkemahan Kirshcaverish. Kakyu mengatakan ia akan mengacaukan
perhatian Kirshcaverish dan kemungkinan ia besar mengacau perhatian para
pemimpin yang berada di pusat perkemahan itu.
Dugaan Pangeran Reinald tidak salah. Kakyu memang berada di pusat perkemahan
Kirshcaverish tetapi ia tidak mengacaukan perhatian pimpinan Bleriot. Dengan
tenangnya, ia bersembunyi di balik tirai gelap yang memisahkan tenda besar itu
menjadi ruang tidur dan ruang kerja.
Cahaya lilin yang menerangi tenda besar itu menguntungkan Kakyu.
Bleriot yang sibuk di meja kerjanya menjadi tidak tahu Kakyu yang bersembunyi di
balik tirai tepat di belakangnya.
Kirshcaverish yang sibuk tidak melihat kedatangan pasukan Kerajaan Aqnetta di
puncak lembah, tetapi Kakyu yang mengintip melalui pintu belakang tenda,
melihatnya. Walaupun begitu Kakyu tidak bergerak dari tempatnya, ia terus
mengawasi gerak-gerik Bleriot di dalam tendanya.
Kakyu tidak ingin tahu bagaimana penyerbuan itu terjadi dan ia tidak senang
mengetahuinya. Ia hanya tahu tugasnya untuk saat ini adalah mengawasi Bleriot
agar pria itu tidak sempat melarikan diri sebelum pasukan Kerajaan Aqnetta
menangkapnya. Seperti yang diduga Kakyu, pria tua itu segera bersiap-siap melarikan diri
ketika mendengar suara tembakan di antara keributan yang terjadi di luar.
Bleriot sudah tahu senjatanya sama sekali tidak bersisa. Tetapi ia tidak tahu
siapa yang menghancurkan senjata sisa itu. Seperti ia tidak tahu ia sudah diawasi
Kakyu sejak tadi. Malang sekali bagi Bleriot, sebelum ia kabur, pasukan Kerajaan Aqnetta dipimpin
Pangeran Reinald sendiri sudah menyerbu masuk.
"Berhenti!" seru Pangeran Reinald.
Sesaat kemudian muncul juga Jenderal Decker yang segera berseru, "Engkau tidak
dapat ke mana-mana lagi, Bleriot."
Beberapa prajurit lainnya menyusul masuk termasuk para Jenderal.
Bleriot tertawa mengejek melihatnya. "Kalian jangan harap dapat menangkapku,"
katanya mengejek, "Orang yang kalian kirimpun tidak akan dapat menangkapku."
"Orang yang kami kirim?" tanya Jenderal Decker kebingungan.
"Jangan bohong," kata Bleriot, "Kalian semua pengecut. Kalian tidak mengakui
kekalahan kalian malah menyuruh orang lain menyerbu tempat ini."
"Tetapi baik kalian maupun dia tidak akan dapat menangkapku," Bleriot tersenyum
mengejek, "Tidak ada. Tidak ada yang dapat menangkap Jenderal Besar sepertiku."
Bleriot mundur perlahan-lahan sambil terus tertawa mengejek.
Pasukan Kerajaan Aqnetta tidak mengetahui ada pintu belakang di tenda itu yang
letaknya di ruang tidur. Mereka juga tidak tahu kain gelap di belakang Bleriot
bukan batas tenda melainkan tirai pemisah. Semua mengira Bleriot mundur karena
ketakutan dan tidak seorangpun yang curiga karenanya.
Sesaat sebelum Bleriot memasuki ruang tidurnya, Kakyu membuka tirai itu dan
menampakkan dirinya. Bleriot terkejut melihat Kakyu di belakangnya. Tiba-tiba wajahnya memucat
melihat Kakyu yang berdiri memantung - tidak bergerak juga tidak berbicara - itu.
"Kau?" katanya antara terkejut dan heran, "Kenichi?"
Kakyu terkejut mendengar nama itu.
Bagaimana Bleriot mengenal Kenichi" Apakah gurunya itu berada di sini"
Sekitar lima tahun lalu, Kenichi berpamitan pada keluarga Quentynna untuk
berlatih di Hutan Naullie, tetapi sejak saat itu tidak pernah terdengar kabar berita
darinya. Kakyupun telah mencari sendiri pria tua itu di dalam Hutan Naullie. Berhari-hari
ia menelusuri hutan lebat ini tetapi ia tidak menemukannya.
Mengingat Kenichi bukan orang biasa, Kakyu hanya dapat yakin gurunya selamat
walau ia terus mencemaskannya. Kemudian timbul pikiran dalam diri Kakyu kalau
gurunya kembali ke tanah airnya, Jepang.
Tidak aneh kalau Kenichi kembali ke tanah airnya. Tahun-tahun telah berlalu,
sejak ia ditemukan pingsan di tepi pantai oleh Jenderal Reyn.
Ketika Jenderal Reyn menemukannya pingsan di tepi pantai, Kakyu masih belum
lahir. Beberapa hari setelah kedatangannya di Quentynna House, Kakyu lahir.
Kenichi yang hanya mengerti sedikit bahasa Inggris yang digunakan di Kerajaan
Aqnetta, sangat menyukai gadis kecil yang baru lahir itu. Kenichi senang melihat
rambut gadis kecil itu bersinar terang seperti api yang terus membara.
Dari ucapannya yang tidak dimengerti sama sekali oleh keluarga Quentynna,
keluarga Quentynna mendengar Kenichi terus menerus mengatakan 'Kakyu' dan
akhirnya kata itu mereka gunakan sebagai nama gadis kecil yang baru lahir itu.
Sejak kedatangan Kenichi di Quentynna House, pria tua itu telah menjadi kakek
bagi putri-putri keluarga itu tetapi tidak ada yang sedekat Kakyu.
Sejak kecil Kakyu sangat dekat dengan Kenichi. Hampir setiap saat bayi mungil
itu berada di gendongan Kenichi.
Lady Xeilan yang melihatnya sampai berkata, "Kakyu seperti cucu kandung Kenichi
saja. Setiap hari mereka selalu lekat."
Akhirnya di antara keluarga Quentynna, hanya Kakyu yang mengerti apa yang
diucapkan Kenichi. Setiap hari mereka berbicara dalam bahasa Jepang yang
terdengar aneh di telinga keluarga Quentynna lainnya.
Sejak kecil Kakyu menguasai dua bahasa. Satu bahasa Inggris yang dipakai dalam
kehidupan sehari-hari Kerajaan Aqnetta dan yang lain adalah bahasa Jepang yang
diperolehnya dari Kenichi.
Ketika Kenichi masih ada di Quentynna House, Kakyu sering menggunakannya
tetapi sejak pria itu menghilang, Kakyu tidak pernah menggunakannya lagi.
Orang tuanya juga kakak-kakaknya tidak ada yang mengerti bahasa itu. Tetapi
Kakyu tidak pernah melupakan bahasanya itu seperti ia tidak pernah melupakan
Kenichi yang dianggapnya telah kembali ke tanah airnya.
"Tidak," kata Bleriot tak percaya, "Tidak mungkin engkau masih hidup. Aku
melihat sendiri tubuhmu dibuang di lembah."
Kakyu terkejut mendengarnya tetapi ia tetap tidak bergerak. Matanya terus
mengawasi muka Bleriot yang sesaat lalu memucat.
Jenderal Reyn juga Jenderal Decker terkejut mendengarnya.
"Siapa engkau" Engkau pasti bukan Kenichi, aku yakin aku telah membunuhnya
empat tahun yang lalu."
Kakyu terus menatap Bleriot dari balik penutup wajahnya sebelum ia bertanya,
"Engkau yang membunuh Kenichi?"
Di tempat itu tidak ada yang lebih mengenali Kakyu daripada Jenderal Reyn.
Jenderal Reyn tahu suara tenang itu berbahaya, berbahaya bagi Bleriot. Jenderal
Reyn tahu seorang ninja membunuh musuhnya dengan ketenangannya yang tajam
itulah. "Benar," kata Bleriot bangga - tanpa menyadari bahaya yang mengancamnya,
"Engkau tidak menduga bukan" Aku dapat membunuh seorang ninja sepertinya.
Dan engkau bocah, engkau tidak akan dapat menangkapku."
Kakyu diam saja. Matanya terus menatap tajam wajah Bleriot yang tertawa
mengejek itu. Sementara itu dalam hatinya terus bergolak perasaan marah dan
sedih. "Kau ingin tahu bagaimana aku membunuh ninja itu?" tanyanya, "Aku maracuninya
dan akhirnya aku membuangnya ke lembah terdalam di pegunungan ini. Ia tidak
akan dapat hidup di sana."
Bleriot tertawa puas. Tujuannya adalah menakuti Kakyu tetapi ternyata tujuannya
itu justru membuat Kakyu semakin tajam menatapnya.
Gejolak dalam diri Kakyu semakin bertambah besar karenanya. Sementara di satu
sisi Kakyu ingin membalas dendam, di sisi lain Kakyu ingin mematuhi tugasnya.
Kakyu terus berdiam diri. Dalam hatinya terus terjadi pergolakan yang luar biasa
antara dendam dan tugas. Teringat Kenichi yang baik hati dan selalu disiplin, Kakyu tahu pria itu tidak
akan senang melihatnya mengabaikan tugasnya hanya karena masalah pribadi.
Dosa Bleriot lebih besar kepada Kerajaan Aqnetta dibandingkan kepada Kenichi.
Kakyu tahu Bleriot harus menerima hukumannya dari Kerajaan Aqnetta.
"Jangan khawatir," katanya, "Tak lama lagi aku akan mengirimkanmu ke tempatnya
agar kau dapat berkenalan dengannya. Juga kalian semuanya."
Sambil tertawa penuh keyakinan akan menang, Bleriot menepuk tangannya tiga kali.
Tiba-tiba Kakyu merasakan keberadaan beberapa orang di bawahnya. Bersamaan
dengan itu dari sekitar tenda itu, beberapa pintu bawah tanah yang tersamar oleh
tanah, terbuka. Sekitar lima orang yang juga mengenakan pakaian seperti Kakyu muncul dari lubang
bawah tanah itu. Jenderal Reyn terkejut melihat mereka. Ia tahu bahaya bila berhadapan dengan
mereka. "Mundur!" perintah Jenderal Reyn.
Pasukan Kerajaan Aqnetta segera melaksanakan perintah itu. Tetapi Kakyu tidak.
Jenderal Reyn khawatir melihatnya. "Kakyu, mundur!"
Seruan itu membuat prajurit-prajurit terkejut. Kegaduhan muncul di antara mereka
tetapi Kakyu tetap tidak bergerak.
"Hadapi dia dulu," perintah Bleriot pada para pengawal ninjanya.
Satu yang tidak diketahui Bleriot adalah Kakyu sudah tahu para pengawal berbaju
hitam itu bukan ninja sejak mereka muncul. Gerakan mereka sama sekali tidak
mirip seorang ninja. Kalau Bleriot berniat membuat Kakyu takut dengan pengawal ninjanya, ia tidak
akan berhasil. Tetapi kalau orang lain, ia akan berhasil.
Kakyu yang sudah lama belajar menjadi ninja dari Kenichi, tidak mungkin tidak
dapat membedakan ninja yang asli dengan meraka yang hanya berbaju selayaknya
seorang ninja. Kelima orang itu segera mengelilingi Kakyu yang tetap tidak bergerak.
Pangeran Reinald benar-benar cemas karenanya. Ia ingin membantu Kakyu tetapi
pengawalnya menghalanginya. Sedangkan Jenderal Reyn yang tak kalah
cemasnya, tidak dapat dapat berbuat apa-apa. Demikian pula Jenderal Decker yang
belum tahu benar kehebatan seorang ninja.
Tetapi tidak demikian halnya dengan prajurit lainnya. Mereka ingin membantu
Kakyu. Beramai-ramai mereka maju dan segera menyergap kelima orang itu. Kelima pria
berbaju hitam itu segera bertindak ketika banyak pasukan yang menyerang mereka.
Gerakan mereka semakin membuat Kakyu yakin mereka tidak seperti dirinya. Tetapi
Kakyu tidak akan membiarkan seorangpun di antara mereka melukai pasukan
Kerajaan Aqnetta. Karena tidak ingin ada korban yang jatuh, Kakyu segera mengeluarkan apa yang
selama ini tidak boleh dilakukannya. Tanpa memejamkan matanya walau hanya
sebentar, Kakyu terus menatap kelima pria itu dari tempatnya.
Bleriot kebingungan melihat kelima pengawalnya tiba-tiba seperti ketakutan
sehingga pasukan Kerajaan Aqnetta dapat meringkus mereka dengan mudah.
"Satu yang tidak kauketahui adalah aku sama seperti Kenichi," kata Kakyu
memberitahu dalam bahasa Jepangnya yang fasih, "Kau tidak akan dapat
mengalahkanku juga tidak ninjamu itu. Mereka cukup bagus menyamar menjadi
ninja tetapi sayang sekali mereka tidak tahu siapa yang mereka hadapi."
Bleriot tidak mengerti apa yang dikatakan Kakyu, tetapi ia tetap tidak mau
menunjukkannya. "Apa yang kaulakukan pada mereka?" tanya Bleriot geram.
"Kobadera," jawab Kakyu singkat.
Wajah Bleriot memucat mendengarnya.
Dengan bahasa Jepang yang fasih pula Kakyu berkata, "Sekarang saatnya
untukmu." Jenderal Reyn yang mengerti sedikit apa yang dikatakan Kakyu terkejut
mendengarnya. Ia khawatir Kakyu akan melakukan sesuatu pada pria itu.
"Jangan, Kakyu!" pintanya.
Jenderal Reyn tidak perlu khawatir Kakyu akan membunuh pria yang memucat itu
sebagai pembalasan dendamnya.
"Apalagi yang kautunggu?" tanya Bleriot mengejek, "Engkau tidak cukup berani
untuk membunuhku, bukan?"
Pancingan itu mempengaruhi Kakyu. Kembali rasa marah, benci, dendam dan
kesedihan menguasai perasaannya. Benar-benar perjuangan yang berat bagi Kakyu
yang biasanya selalu dapat menguasai perasannya, untuk memilih di antara
perasaannya dan tugasnya.
Dengan kemampuannya Kakyu tahu ia bisa membunuh pria itu dengan mudah tetapi
ia tidak akan melakukan itu. Kakyu tahu pria itu lebih senang mati daripada
harus menjalani hukuman tetapi Kakyu ingin pria itu menebus semua kesalahan yang telah
dilakukannnya. Dengan perjuangan yang berat, Kakyu akhirnya memilih menghilangkan
perasaannya demi tugasnya. Kenichi sering berkata kepadanya untuk selalu
menguasai perasaannya dan tidak membiarkan perasaan pribadinya mencampuri
pekerjaannya. Kenichi akan tidak senang melihat Kakyu mencampurkan perasaan pribadinya
dengan tugasnya. Tugas yang sangat penting bagi Kerajaan Aqnetta.
"Baiklah kalau itu keinginanmu," katanya berbohong.
Jenderal Reyn terkejut mendengarnya.
Tetapi Kakyu tetap tidak berpindah dari tempatnya juga tidak bergerak. Matanya
terus tertuju pada pria itu.
Jenderal Reyn semakin khawatir melihatnya.
Mata Kakyu yang terus menatap tajam, membuat Bleriot ketakutan tetapi ia tidak
mau menampakkannya. Kakyu sendiri juga tidak mau menanti lebih lama lagi. Semakin ia melihat pria
itu, semakin ingin ia membunuh pria itu.
Sebelum segalanya terlambat untuknya, Kakyu segera bertindak cepat.
Masih dengan bahasa asingnya, Kakyu berkata, "Kenichi tidak akan senang
melihatmu masih hidup, tetapi ia lebih tidak akan senang lagi bila aku
membunuhmu." Bersamaan dengan itu, Kakyu meninggalkan Bleriot yang sudah
ketakutan dan tidak dapat melawan lagi.
"Cepat tangkap dia!" seru Jenderal Reyn begitu Kakyu meninggalkan tenda secepat
angin. Tanpa perlu disuruh dua kali, pasukan segera bertindak. Menangkap Bleriot yang


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah ketakutan oleh Kakyu, lebih mudah daripada menangkap kelima pria itu.
Dengan mudah mereka mengikat Bleriot dan membawanya pergi.
Pasukan telah meninggalkan tenda tetapi para pemimpin mereka belum.
"Apa yang dia katakan tadi?" tanya Jenderal Decker.
"Jangan tanya aku," kata Jenderal Reyn, "Aku sendiri tidak mengerti apa yang dia
katakan itu." "Di mana dia mempelajari bahasa itu?" tanya Pangeran Reinald dengan wajah
pucatnya karena terkejut dan tidak percaya.
"Dari Kenichi," jawab Jenderal Reyn.
"Engkau seharusnya juga dapat mengerti apa yang ia katakan," kata Jenderal
Decker, "Bukankah Kenichi guru Kakyu?"
"Itulah masalahnya. Walaupun aku dan Kenichi tinggal serumah tetapi saja Kakyu
yang paling dekat dengannya yang mengerti bahasa Jepang. Dibandingkan
siapapun di Quentynna House, Kakyu lebih mahir menguasai bahasa itu. Sejak
lahir, ia sudah dekat dengan Kenichi."
"Kalau rambut Perwira Kakyu berwarna hitam, aku yakin ia akan seperti seorang
pemuda Jepang," Pangeran Reinald palsu menanggapi. Sedangkan Pangeran
Reinald yang asli hanya diam saja.
Gadis itu tampak semakin penuh misteri baginya. Banyak sekali pertanyaan yang
muncul dalam diri Pangeran tampan itu dengan kejadian yang baru saja terjadi.
"Akhirnya masalah ini selesai juga," kata Jenderal Erin, "Sekarang kita hanya
perlu menggeledah tempat ini dan memeriksanya kemudian kembali ke Chiatchamo."
"Tak pernah kubayangkan pertempuran terakhir ini lebih mudah dari
pertempuranpertempuran sebelumnya," tambah Jenderal yang lain.
"Seharusnya memang begitu," Jenderal Decker puas, "Apa gunanya kita
mendapatkan bantuan dari Kakyu kalau tidak seperti ini hasilnya."
Adna menatap Pangeran Reinald.
Segala keputusan ada di tangan Pangeran itu, apakah tetap membiarkan
kesalahpahaman ini atau membenarkan" Apakah mereka harus memeriksa Hutan
Naullie dengan teliti atau mereka dapat segera pulang setelah ini"
Pangeran Reinald sendiri tidak memikirkan masalah yang lain selain Kakyu.
Pangeran pernah mendengar temannya yang memang berasal dari Jepang
menggunakan bahasa itu dan ia ingin penjelasan atas semua ini langsung dari
Kakyu sendiri. Sebelumnya Pangeran harus tahu ke mana perginya gadis itu tetapi ia tidak yakin
akan dapat menemukan gadis itu. Gadis itu seperti angin yang datang dan pergi
tiba-tiba serta tidak ada yang dapat menduganya juga mengikutinya.
Ke manapun perginya gadis itu, yang pasti gadis itu akan selamat. Gadis itu
memang bukan seorang gadis biasa. Ia tidak hanya setangguh pemuda lain tetapi
juga cepat. Pangeran Reinald yang ketika berada di Inggris sering dipuji cepat baik dalam
mengambil keputusan maupun bertindak, tidak dapat mengalahkan Kakyu.
Kakyu masih terlalu cepat untuknya.
Pangeran Reinald segera meninggalkan tenda itu untuk mencari Kakyu.
Walau telah mencari di sekeliling markas Kirshcaverish, ia tetap tidak dapat
menemukan gadis itu. Ia ingin mencari Kakyu di benteng, tetapi ia tidak dapat
meninggalkan pasukan Kerajaan Aqnetta di sini.
Sampai sekarang ia memang belum menukar kembali posisinya dengan Adna
bahkan belum memberi tanda-tanda untuk melakukan itu, tetapi Pangeran tahu
Adna tidak tahu harus berbuat apa tanpa dirinya. Kalaupun tahu, belum tentu pria
itu tahu apa yang ingin dilakukannya.
Pangeran Reinald terus berkeliling markas Kirshcaverish sambil mencari Kakyu.
Sejak Bleriot dan seluruh anggotanya tertangkap semua - tanpa ada yang lolos,
pasukan mulai memeriksa markas Kirshcaverish.
Segala barang bukti mereka kumpulkan sebagai bahan pengadilan bagi Bleriot dan
kelompoknya. Mereka juga membersihkan lembah ini dari sisa-sisa tempat tinggal Kirshcaverish
untuk memastikan tidak ada lagi kelompok pemberontak yang muncul di tempat ini.
Untung tidak ada korban jiwa yang jatuh sehingga tugas prajurit Kerajaan Aqnetta
menjadi mudah. Seluruh pasukan tampak tidak sabar lagi untuk segera pulang ke keluarga mereka
masing-masing. Mereka semua telah berjasa bagi kedamaian kerajaan mereka dan sebentar lagi tiba
saatnya bagi mereka untuk menikmati apa yang telah mereka lakukan bagi Kerajaan
Aqnetta. Tidak seorangpun dari mereka yang mengharapkan penghargaan yang tinggi dari
Raja Alfonso setelah mereka tiba di Chiatchamo. Mereka lebih mengharapkan
kembali pada keluarga mereka dan melepas rindu serta kecemasan yang ada.
Perang telah usai. Kirshcaverish telah tertumpas. Pemimpinnya pun dapat tertangkap.
Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Kedamaian Kerajaan Aqnetta telah
kembali. Tetapi bersamaan dengan itu muncul tugas baru bagi Kerajaan Aqnetta.
Dengan adanya pemberontak ini, Kerajaan Aqnetta harus semakin memperkuat
pasukannya bukan hanya di daerah yang lapang tetapi juga di hutan.
Di darat maupun di laut pasukan Kerajaan Aqnetta harus kuat agar tidak ada satu
kerajaanpun yang dapat menguasai kerajaan kecil yang makmur dan kaya hasil
bumi ini. Malam semakin larut dan pagi semakin dekat tetapi Pangeran Reinald belum dapat
menemukan Kakyu. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang melihat kepergian Kakyu. Prajurit
yang berjaga-jaga di sekitar perkemahan Kirshcaverish pun tidak.
Pangeran sejak tadi ingin menerobos Hutan Naullie dan mencari Kakyu lebih dalam
tetapi sayangnya Pangeran Reinald tidak dapat pergi tanpa membuat seorangpun
terutama Adna khawatir. Pangeran tidak mengenal Hutan Naullie ini sebaik Kakyu. Andai ia mengenal hutan
ini dengan baik, tentu tak seorangpun yang akan khawatir ia tersesat.
Pangeran Reinald benar-benar jengkel menyadari ia tidak dapat berbuat banyak
selain mondar-mandir dengan cemas di sekitar perkemahan Kirshcaverish. Ia tidak
dapat meninggalkan Hutan Naullie juga tidak dapat memasuki Hutan Naullie lebih
dalam lagi. Kalau ia nekat melakukannya, ia tahu sendiri apa yang akan terjadi. Ia bukan
hanya membuat Adna khawatir, lebih celaka lagi kalau kemudian pengawalnya itu karena
sangat khwatirnya, mengatakan segalanya. Sedangkan Pangeran untuk saat ini
masih belum mau membenarkan kekeliruan ini. Pangeran masih ingin memiliki
banyak waktu untuk mendapatkan segala yang ingin ia ketahui dari Kakyu.
Sejak kemarin, Kakyu telah membuat Pangeran Reinald jengkel dan sekarang
Pangeran tidak dapat lagi menahan kejengkelannya itu. Pangeran Reinald
benarbenar marah. Hampir setiap orang yang mengganggunya mendapatkan amarahnya.
Untung saja Adna yang mengenal sikap Pangeran, menyarankan kepada setiap
orang di sana untuk tidak mengusik Pangeran.
Pangeran terus mencari Kakyu.
Sang ayah, Jenderal Reyn sendiri tidak mengkhawatirkan putranya. Jenderal Reyn
tahu Kakyu akan selamat apalagi dengan kekuatan yang dimilikinya. Walaupun
sedang dalam keadaan sedih, Jenderal Reyn yakin Kakyu masih dapat menguasai
dirinya. Kemarahan dan kesedihan yang tadi menguasai hatinya tidak membuatnya salah
bertindak. Kakyu melawan semua perasaannya demi tugasnya. Itu sudah cukup
bagi Jenderal Reyn untuk tidak mengkhawatirkan Kakyu.
Di manapun Kakyu berada saat ini, ia tidak akan melakukan hal bodoh apapun.
Dengan kesal Pangeran Reinald terus mencari di sekitar lembah.
BAB 13 Menjelang pagi, Pangeran Reinald yang berjalan di tepi sungai yang mengalir di
lembah itu, melihat seseorang dalam pakaian hitam duduk termenung di batang
pohon dekat sungai. Tanpa ragu sedikitpun, Pangeran segera menghampirinya.
"Ke mana saja engkau?" tanya Pangeran geram.
Kakyu yang sejak tadi masih sibuk merenung, terkejut. Ia tidak menyadari
kedatangan Pangeran hingga Pangeran meremas kedua lengannya dan
mengguncangkan tubuhnya dengan geram - tak kalah dengan suaranya.
Lengan kanannya yang belum sembuh, membuat gadis itu kembali kesakitan tetapi
ia tidak mau menunjukkannya. Malah dengan sikap tenangnya, ia berkata, "Tidak
dari manapun." Pangeran Reinald tidak segera melepaskan Kakyu, malahan ia menarik gadis itu
hingga berdiri dan mengguncangkan tubuhnya semakin keras. "Jangan bohong
kepadaku! Semalaman aku mencarimu tetapi aku tidak menemukanmu di sekitar
sini." Kakyu tidak merasa ia berbohong. Sejak meninggalkan tenda utama Kirshcaverish,
ia memang duduk termenung di tepi sungai ini dan membiarkan pikirannya terus
mengalir seperti aliran sungai itu.
Semalaman Kakyu memikirkan Kenichi. Kenangan-kenangannya bersama Kenichi
hingga kesedihannya tatkala mengetahui pria tua itu telah meninggalkannya, bukan
kembali ke Jepang seperti yang diduganya.
Kediaman Kakyu membuat Pangeran Reinald jengkel. "Jawab aku!" perintahnya
sambil mempererat genggamannya.
Sikap Pangeran itu membuat Kakyu tidak mampu menahan sakit lagi.
Suara kesakitan yang muncul dari bibir gadis itu membuat Pangeran Reinald
menyadari sikap kasarnya.
Pangeran Reinald segera melepaskan lengan Kakyu. "Maafkan aku," katanya, "Aku
sangat marah hingga aku lupa pada lukamu."
Kakyu hanya menggeleng dengan memegang lukanya yang kembali terasa nyeri.
Melihatnya, Pangeran Reinald menjadi cemas. "Engkau tidak apa-apa?" tanyanya
khawatir. "Tidak," jawab Kakyu singkat - tanpa menunjukkan rasa sakitnya.
Pangeran Reinald tidak percaya. "Duduklah."
Dengan kedua tangan Pangeran yang memegang kedua pundaknya, Kakyu tidak
dapat berbuat apa-apa selain menuruti perintah itu.
Kemudian Pangeran memeriksa lengan Kakyu dengan teliti.
"Untunglah," katanya lega, "Lukamu tidak terbuka kembali. Aku tidak tahu harus
berbuat apa kalau lukamu sampai terbuka kembali gara aku lagi."
Kakyu kembali memandangi aliran sungai seperti sebelum Pangeran datang.
Pangeran duduk di samping Kakyu. "Ke mana saja engkau semalam?" tanyanya
dengan nada yang jauh berbeda dengan sebelumnya.
"Di sini." "Mengapa aku tidak dapat menemukanmu?" tanya Pangeran Reinald tetap dengan
sabar, "Aku telah mencarimu di sekitar lembah ini."
"Entahlah." Pangeran Reinald menyadari gadis di sampingnya itu telah kembali menjadi seorang
gadis tenang yang sangat pendiam. Tetapi ia bukan Pangeran Reinald yang keras
hati kalau ia menyerah semudah ini.
"Mungkin karena pakaianmu yang hitam itu, aku tidak melihatmu. Pakaianmu pasti
telah menyamarkanmu di kegelapan malam."
"Mungkin," kata Kakyu singkat - hanya untuk kesopanan.
Pangeran Reinald melihat Kakyu yang terus menatap lurus pada aliran sungai.
Entah mengapa Pangeran tiba-tiba merasa Kakyu akan tampak sangat cantik kalau
ia mengenakan gaun selayaknya gadis lain. Mungkin karena semua orang di
Kerajaan Aqnetta berpendapat putri Jenderal Reyn semuanya cantik dan memiliki
keunikan tersendiri. Tetapi bagi Pangeran Reinald, hanya Kakyu yang paling unik.
"Aku turut sedih," kata Pangeran tiba-tiba, "Aku telah mengetahui dari ayahmu
kalau Kenichi itu gurumu."
Tidak ada jawaban apapun dari Kakyu.
"Aku tahu engkau sedih tetapi engkau tidak boleh terus menerus seperti ini.
Kenichi pasti tidak senang kalau ia melihatmu terus bersedih seperti ini."
"Saya tahu." "Kalau engkau tahu, mengapa engkau terus duduk di sini" Masih banyak yang harus
kaulakukan selain duduk termenung di sini."
Kakyu kembali diam seribu kata.
"Engkau juga masih harus menjelaskan ini semua kepadaku."
"Menjelaskan apa?" tanya Kakyu.
Kakyu tidak merasa ia telah menyembunyikan sesuatu dari Pangeran Reinald.
Pangeran Reinald sendiri telah tahu ia bukan seorang pria seperti anggapan orang
lain. Ia hanya seorang gadis yang menyamar sebagai pria. Pangeran sendiri juga
tahu apa yang dilakukannya sebelum pasukan Kerajaan Aqnetta datang.
"Semuanya," kata Pangeran Reinald, "Mulai dari engkau menjadi seorang pria
hingga Kenichi. Siapa Kenichi" Mengapa engkau menjadi seorang pria" Tidak
satupun yang boleh terlewat."
"Anda telah mengetahuinya."
"Aku tidak tahu, Kakyu. Karena aku tidak tahu itulah, aku bertanya. Segera jawab
sebelum aku mulai marah."
Kakyu terus menatap aliran sungai di depannya. Ia tidak takut pada kemarahan
Pangeran, tetapi ia tahu ia tidak bisa terus menerus dalam keadaan seperti ini.
Sejak dulu Kenichi telah berkata pasti akan ada saatnya bagi Kakyu untuk menjadi
dirinya sendiri bukan seorang pemuda seperti yang diinginkan ayahnya.
"Kenichi seorang Jepang."
"Aku tahu. Aku pernah mendengar temanku menggunakan bahasa yang kaupakai
tadi itu. Aku mengerti sedikit tentang Jepang juga bahasanya, tetapi aku belum
pernah mendengar tentang ninja."
"Engkau harus menjelaskan tentang itu juga," tambah Pangeran, "Tidak dengan
singkat." "Ninja seperti seni bela diri tetapi sebenarnya ia seni membunuh. Seni yang
sangat berbahaya bila digunakan untuk kejahatan tetapi bila digunakan untuk kebaikan,
akan menjadi kekuatan tersendiri. Kekuatan yang tak terkalahkan."
"Sangat menakutkan," komentar Pangeran.
Kakyu mengangguk. "Seorang ninja dapat menjadi pembunuh bayaran yang menakutkan tetapi di
Jepang, ninja ini sangat terorganisir dan tidak sembarangan mereka membunuh.
Hanya untuk keperluan tertentu saja, mereka muncul. Seperti seorang samurai,
ninja memiliki hukum. Mereka tidak boleh mengajarkan ilmu ini kepada orang lain di
luar Jepang. Seseorang yang ketahuan mengajarkan ilmu ini pada orang lain, akan
dihukum mati." "Mengapa Kenichi mengajarimu?"
Kakyu termenung. Dengan perlahan, ia berkata, "Papa menemukan Kenichi di tepi pantai dalam
keadaan pingsan. Karena kasihan padanya, Papa membawanya ke Quentynna
House dan memintanya tinggal di sana."
"Hingga saya lahir, tidak seorangpun yang dapat mengerti kata-kata Kenichi.
Kenichi sendiri hanya mengerti sedikit bahasa Inggris. Mungkin karena saya lahir
beberapa hari setelah ia berada di Quentynna House, ia sangat menyayangi saya."
Kakyu berhenti sesaat. Kesedihan kembali memenuhi hatinya, kenangan-kenangan
bersama Kenichi masih terbayang jelas dalam dirinya.
Pangeran Reinald menyadari kesedihan Kakyu. Ia tidak ingin Kakyu menjadi
semakin sedih dan ia ingin menghentikan gadis itu tetapi Kakyu telah melanjutkan
ceritanya, "Ia seperti kakek bagi saya," kata Kakyu menahan perasaan sedihnya, "Karena
setiap hari terus bersamanya, saya menjadi mengerti bahasanya. Dia bercerita
banyak kepada saya."
Kakyu teringat pada cerita-cerita Kenichi. Tentang legenda-legenda Jepang,
tentang kebudayaan Jepang hingga bagaimana ia bisa terdampar di perairan Kerajaan
Aqnetta. Kenichi mengatakan ia sedang dalam perjalanan kembali ke Jepang ketika kapalnya
diserang badai. Badai itu begitu ganasnya hingga menyebabkan kapalnya karam. Ia
tidak tahu bagaimana keadaan yang lain hingga saat itu. Ia hanya tahu ia telah
terdampar di sini. Dan ia tidak tahu apakah ia bisa kembali ke Jepang, negeri
timur yang jauh. Darinya Kenichi pula Kakyu tahu banyak tentang ninja dengan keempat simbolnya
dan senjata-senjata rahasianya.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ninja memiliki banyak senjata rahasia di antaranya shurikiken, saie, surigama.
Tetapi yang paling terkenal dan merupakan tanda seorang ninja adalah shurikiken.
Senjata berwarna hitam dan berbentuk berbentuk bintang empat. Keempat sisi
bintang yang menonjol sangat runcing seperti pedang dan akan sangat mematikan
musuh. Sedangkan Saie bentuknya seperti trisula dewa laut Yunani, Poseidon, tetapi saie
lebih kecil dan pendek. Di samping itu masih ada senjata lain yang juga dimiliki seorang samurai.
Bedanya, pedang seorang samurai tidak berbentuk kotak pada ujungnya sedangkan pedang
seorang ninja yang disebut ninja-to itu berbentuk kotak pada ujung pegangannya antara mata pedang dan pegangannya.
Dalam nin-jitsu, seni membunuh rahasia itu dikenal simbol-simbol yang menyatukan
kekuatan utama. Jen, Ritsu, Saie, dan Szeng.
Dalam seni ini juga dikenal adanya sihir yang disebut kobadera. Sihir untuk
menimbulkan halusinasi pada musuh. Juga ada 'Ing tong jiutsu' yang merupakan
kemampuan menghilang serta membuat musuh takut dan lumpuh.
"Mengapa engkau diam saja?"
"Tidak apa-apa," Kakyu cepat-cepat menyahut. "Saya sudah mengatakan semuanya
pada Anda" tambahnya.
"Belum. Belum semuanya."
Semua yang perlu dikatakan telah dikatakan oleh Kakyu dan tidak ada yang
terlewat. Kalau Pangeran Reinald ingin mengetahi lebih banyak lagi, Kakyu tidak
dapat mengatakannya. Demi ayahnya juga demi orang lain.
Kakyu dapat membayangkan seperti apa sikap orang-orang kepadanya bila mereka
tahu ia menguasai seni yang sangat berbahaya yang juga memiliki unsur sihir.
Selama ini Kakyu telah sangat berhati-hati untuk tidak menggunakannya. Tadi
Kakyu terpaksa menggunakan ilmu Kobadera-nya untuk membuat halusinasi pada
kelima ninja palsu Bleriot juga pada Bleriot sendiri.
Kakyu mempengaruhi pikiran mereka untuk membuat mereka seakan-akan melihat
sesuatu yang menakutkan. Tadi Kakyu menggunakannya dalam keadaan kacau saat pasukan yang lain sibuk
dengan sisa-sisa pemberontak itu hingga tidak seorangpun dari mereka yang
menyadarinya. Andai mereka menyadarinya, mereka pasti ikut ketakutan seperti
Bleriot. Bleriot pasti telah mengetahui tentang seni nin-jitsu itu dari Kenichi tetapi ia
tidak akan mengetahui lebih banyak dari Kakyu.
Kakyu yakin Kenichi tidak akan semudah itu menceritakan segalanya kepada
Bleriot. Kenichi tidak akan melanggar aturan untuk kedua kalinya.
Walau begitu Bleriot sepertinya cukup tahu tentang Kobadera. Mendengarnya saja,
tadi ia sudah pucat pasi. Bleriot sepertinya pernah melihat ilmu sihir itu.
Apa yang dilakukan Kakyu pada Bleriot tentu tidak sebaik Kenichi tetapi
setidaknya ia dapat membuat Bleriot ketakutan hingga tidak dapat berbuat apa-apa.
Walaupun begitu, Kakyu tetap bertanya, "Apa yang terlewatkan?"
Ketenangan gadis itu yang menunjukkan ia tidak merasa melewatkan apapun,
membuat Pangeran Reinald jengkel, "Engkau belum mengatakan mengapa engkau
menjadi seorang pria?"
Kakyu kembali terdiam. Apakah baik mengatakan kesedihan ayahnya ketika mengetahui putra bungsunya
yang diharapkannya seorang laki-laki ternyata seorang bayi perempuan. Bayi
dengan tangisannya yang keras seperti pria dan rambut merah yang bersinar
seperti api. "Wajah bayi yang baru lahir itu menampakkan kekuatan," demikian yang dikatakan
Kenichi pada keluarganya sesaat setelah Kakyu lahir dengan bahasa Inggrisnya
yang terbata-bata dan agak kacau.
"Jawablah," desak Pangeran. "Tidak seorang gadispun yang tanpa alasan mau
menjadi laki-laki apalagi sampai muncul di garis depan medan perang sebagai
Perwira." "Maafkan saya," kata Kakyu sambil menjauh.
Kakyu masih belum dapat mengatakan segalanya kepada Pangeran Reinald. Ia
masih merasa berat untuk mengatakan kesedihan ayahnya setelah harapan
terakhirnya untuk mempunyai putra, hilang.
Tindakan Kakyu itu tentu saja membuat Pangeran Reinald jengkel tetapi Pangeran
itu tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan Kakyu yang telah menghilang
di balik semak-semak itu. Setelah meninggalkan Pangeran, Kakyu segera menemui ayahnya.
Atas ijin ayahnya, ia kembali ke benteng untuk menemui Joannie. Ada suatu urusan
yang harus diselesaikannya dengan kakaknya.
Pertama-tama ia harus menghilangkan kecemasan Joannie lalu ia akan
menanyakan perasaan kakaknya pada Adna.
Tanpa kesulitan, Kakyu mencapai benteng dan segera mencari Joannie di tendanya.
"Kakyu!" seru Joannie senang, "Ke mana saja engkau" Bagaimana keadaan ayah"
Bagaimana dengan Pangeran" Kirshcaverish bagaimana?"
Kakyu sudah terbiasa mendengar pertanyaan yang seperti peluru tiada henti itu.
"Kami semua baik-baik saja dan Kirshcaverish telah tertumpas. Sekarang kami
masih membersihkan tempat itu."
"Pangeran bagaimana?"
"Pangeran juga baik-baik saja," Kakyu memberitahu, "Tidak ada korban jiwa yang
jatuh. Pasukan kita hanya terluka demikian pula Kirshcaverish. Mereka semua
dapat tertangkap." "Untunglah," kata Joannie lega, "Aku ingin ke sana. Bawalah aku ke sana."
"Tidak," Kakyu mencegah, "Papa memerintahkanmu untuk tetap di sini."
"Tetapi aku ingin menemani Papa," Joannie merajuk.
Kakyu menatap lekat-lekat Joannie. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana sikap
kakaknya kalau tahu Pangeran Reinald yang dikenalnya selama ini bukan Pangeran
asli. Apakah Joannie akan bersikap manja seperti ini atau bersikap dewasa"
"Aku ingin ke sana, Kakyu," desak Joannie.
"Mereka tak lama lagi akan datang," kata Kakyu.
Joannie semakin merajuk seperti anak kecil karena penolakan Kakyu.
"Joannie," kata Kakyu hati-hati, "Bagaimana perasaanmu pada Pangeran Reinald?"
Perhatian Joannie teralihkan karenanya, "Engkau sudah tahu, Kakyu, aku sangat
mencintai Pangeran."
"Andaikata Pangeran membohongimu, bagaimana?"
"Pangeran tidak mungkin melakukannya padaku, Kakyu. Ia pria yang jujur."
"Aku tahu," kata Kakyu.
Kakyu bukan hanya sekali atau dua kali saja menanyakan tentang pria itu pada
Pangeran Reinald yang asli. Dan tidak hanya sekali saja, Kakyu memuji pria itu
di depan sang Pangeran yang asli. Dari semua perkataan Pangeran, Kakyu tahu Adna
memang pria yang baik dan penuh pengertian.
Adna tentu sudah mengenal sifat Joannie tetapi Joannie belum tentu dapat
menerima kenyataan bahwa Adna selama ini telah menyamar sebagai Pangeran
Reinald. Walau penyamaran itu bukan karena kesalahan Adna sendiri, kalau Joannie
menerimanya dengan sikap kekanak-kanakannya, Joannie bisa menjadi sangat
marah dan akan fatal akibatnya bagi Adna yang juga mencintai Joannie.
"Andaikan, Joannie," kata Kakyu.
"Andaikan ia membohongiku, ia tentu punya alasan sendiri," kata Joannie
bijaksana, "Aku pasti akan mendengarkannya."
Walau kakaknya telah mengatakan sikapnya dengan penuh keyakinan, Kakyu tidak
yakin sikap Joannie akan seperti yang dikatakannya kalau ia tahu yang
sebenarnya. Demi hubungan kedua orang itu, Kakyu memilih untuk tidak mengatakan apapun
kepada Joannie. Adna harus menjelaskan sendiri masalah ini pada Joannie.
Kakyu bukan apa-apa di antara mereka. Ia hanya orang yang membantu Joannie
mendapatkan ijin untuk meninggalkan tendanya dan mencari informasi tentang pria
itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, Kakyu?" tanya Joannie cemas.
Kakyu menjawab singkat, "Aku hanya bertanya."
"Engkau memang aneh, Kakyu," komentar Joannie.
Kakyu tidak menanggapi. "Kapan mereka datang, Kakyu?"
"Tidak tahu." "Aku ingin ke sana."
Untuk kesekian kalinya, Joannie mendesak Kakyu. Dan untuk kesekian kalinya pula,
Kakyu menolak keinginan Joannie.
"Aku akan menanti mereka."
Kakyu segera pergi tanpa memberi kesempatan pada Joannie untuk mencegahnya.
"Jangan biarkan ia meninggalkan tempat ini," perintahnya pada prajurit yang
diperintahkan untuk menjaga Joannie.
"Baik," jawab mereka.
Kakyu segera menuju tendanya dan mengganti pakaian hitamnya dengan seragam
ketentaraannya. Dengan pakaian seragam pengawal Istananya, Kakyu kembali meninggalkan
benteng. Kali ini Kakyu tidak menuju perkemahan Kirshcaverish. Ia menuju lembah
terdalam di Hutan Naullie yang dikatakan Bleriot.
Kakyu hanya berdiri di ujung lembah itu tanpa melakukan apa-apa. Matanya terus
menatap dasar lembah yang tertutup lebatnya pepohonan di kanan kiri kaki lembah.
Di dasar yang tidak tampak itulah Bleriot membuang tubuh Kenichi yang
sebelumnya telah diracuninya.
Kakyu tidak tahu bagaimana cara Bleriot meracuni Kenichi yang sangat tangguh
itu. Tetapi Kakyu tahu Bleriot melakukannya dengan kelicikannya.
Kelicikan pria itu patut dicurigai mulai saat ini hingga mereka tiba di
Chiatchamo. Bleriot tidak boleh lepas dari pengadilan yang akan meminta pertanggung
jawabannya atas semua kesalahannya.
Kakyu berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan pria itu meloloskan
diri. Tidak ada air mata kesedihan yang tampak di wajah Kakyu.
Kakyu telah dididik baik oleh ayahnya maupun Kenichi untuk menjadi seorang
pemuda yang tegar. Sesedih apapun dirinya, sesulit apapun rintangan yang
dihadapinya, Kakyu harus tegar.
Pangeran Reinald benar tidak ada gunanya ia terus bersedih seperti ini.
Kenichi telah pergi untuk selama-lamanya dan tidak ada yang dapat
mengembalikannya. Bleriot telah merampas Kenichi dari Kakyu tetapi Kakyu telah
memiliki kenangan indah bersama Kenichi yang tidak dapat dirampas siapapun.
Kenangan itu akan terus hidup dalam diri Kakyu dan menghidupkan kembali Kenichi
dalam diri Kakyu. Kenichi akan terus hidup dalam diri Kakyu.
Kakyu diam - menikmati angin yang di puncak lembah yang membelai tubuhnya.
Berapa lama ia berada di sana, Kakyu tidak peduli. Ia hanya ingin merasakan
kehadiran Kenichi di tempat ini terutama dalam hatinya.
Sinar matahati siang yang menyinarinya, membuat Kakyu menyadari ia sudah lama
meninggalkan benteng. Sebelum ada yang mencarinya, Kakyu segera kembali ke benteng.
Ketika Kakyu tiba, pasukan juga sudah kembali bersama semua tahanan mereka.
"Perwira!" panggil Kolonel Abel.
Kakyu yang baru saja memasuki pintu masuk benteng, segera berhenti.
"Jenderal Decker mencari Anda," katanya.
"Terima kasih."
Kakyu segera menuju tenda Jenderal Decker.
"Selamat siang, Jenderal," sapa Kakyu.
"Rupanya engkau sudah datang," kata Jenderal Decker senang.
Kakyu diam menanti Jenderal Decker mengatakan keperluannya.
"Menurutmu kita membawa Kirshcaverish yang jumlahnya banyak itu dengan diikat
atau kita naikkan ke kereta?"
"Terserah Anda, Jenderal."
"Bantulah aku, Kakyu," kata Jenderal Decker, "Dua-duanya sama-sama merepotkan.
Kalau kita menaikkan mereka ke kereta, kita tidak punya banyak kereta untuk
menampung mereka. Tetapi kalau kita membiarkan mereka berjalan, kita akan
kesulitan kalau mereka tiba-tiba berontak."
"Maafkan saya, Jenderal Decker. Sebaiknya Anda merundingkannya dengan
Jenderal yang lain atau dengan Pangeran Reinald sendiri," kata Kakyu.
"Aku juga hendak melakukan itu," kata Jenderal Decker, "Tetapi sebelumnya aku
ingin tahu pendapatmu."
"Maafkan saya, Jenderal."
"Baiklah, aku mengerti," kata Jenderal Decker sambil tersenyum. "Engkau kalau
tidak diperlukan membuat masalah tetapi kalau diperlukan diam saja."
Kakyu membalas senyuman itu kemudian meninggalkan tempat itu.
Tidak baik kalau Kakyu terus menerus banyak mengambil keputusan. Masih banyak
Jenderal yang lebih kuat darinya dan masih banyak di antara mereka yang tahu apa
yang harus mereka lakukan.
Bagi Jenderal yang telah mengenal Kakyu, tidak masalah kalau Kakyu terus yang
mengambil peran. Tetapi Jenderal lain akan berkata lain. Kakyu tidak ingin
menimbulkan perselisihan di antara dirinya dengan Jenderal-Jenderal itu.
Ayahnya juga tidak akan senang bila tahu ia membuat perselisihan.
Selama ini ia telah menarik diri dari umum juga dan tidak menampakkan apapun.
Sekarang ia juga tidak akan melakukannya.
Kakyu ingin terus berada dalam dunianya yang tenang.
Tetapi saat ini ia harus meninggalkan dunianya itu demi Joannie.
Kakyu menuju tenda Adna. "Mau ke mana lagi engkau?" tanya Pangeran Reinald geram.
Kakyu diam saja melihat Pangeran Reinald masih marah kepadanya. Dengan
tenang ia berkata, "Menemui Adna."
"Ia tidak ada di sana."
Kakyu menduga Adna sedang berbicara dengan Joannie. Dan ia akan memberi
kesempatan padanya untuk menyelesaikan masalahnya dengan Joannie.
Kembali sebelum Pangeran Reinald mencegahnya, Kakyu segera pergi.
Tetapi kali ini Pangeran Reinald telah bersiap-siap untuk mengikuti Kakyu.
Dengan langkahnya yang lebar, ia mengikuti Kakyu yang terus berjalan seolah-olah tidak
ada apa-apa. Kakyu ingin kembali ke lembah.
Pangeran Reinald terkejut ketika Kakyu tiba-tiba berhenti.
"Ada apa?" Kakyu tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berbalik kembali.
Pangeran Reinald melihat Adna sedang berbicara Joannie di dekat tepi Hutan
Naullie. Ia memalingkan kepalanya pada Kakyu yang telah berjalan menjauh dan
segera mengikuti Kakyu sebelum kehilangannya.
"Engkau cemburu?" tanya Pangeran Reinald menyelidik.
"Tidak," jawab Kakyu singkat.
Pangeran Reinald tidak berhenti menyelidik. Tidak setelah Kakyu sering
menanyakan tentang Adna kepadanya. "Lalu mengapa engkau pergi seperti gadis
yang sedang cemburu?"
"Hormatilah mereka," katanya singkat.
Pangeran Reinald menghadang Kakyu. "Jawab dengan jujur," perintahnya tegas.
"Untuk apa," kata Kakyu.
Pangeran Reinald tidak menangkap maksud Kakyu dengan perkataannya, "Engkau
harus mengatakannya."
"Untuk apa saya cemburu?"
"Karena engkau juga mencintainya, bukan?"
Kakyu tidak ingin menjelaskan apapun pada Pangeran. "Sudahlah, Pangeran. Lebih
baik Anda menemui Jenderal Decker. Ia membutuhkan bantuan Anda."
"Tidak bisa," kata Pangeran Reinald keras kepala, "Selama ini engkau terus
menerus berkelit. Sekarang engkau harus menjelaskan semuanya. Tadi pagi engkau
belum menjelaskan semua yang ingin kuketahui."
Seseorang melalui mereka.
Walau tidak melihat wajah Joannie, tetapi melihat cara berjalan kakaknya, Kakyu
yakin Joannie sedang gembira. Entah apa yang membuat ia sangat gembira hingga
tidak menyadari keberadaannya dan Pangeran Reinald yang asli.
Kakyu menjadi curiga karenya. Ia yang sangat mengenali watak kakaknya tahu


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Joannie tidak mungkin sesenang itu setelah mengetahui dirinya telah dibohongi.
Kakyu melepaskan diri dari cengkeraman Pangeran Reinald dan segera menemui
Adna. "Engkau belum mengatakannya?"
Adna yang sibuk berpikir terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera
membalikkan badan. "Selamat siang, Perwira, Pangeran," sapanya.
Kakyu kembali mengulangi pertanyaannya tetapi kali ini dengan tajam.
Kakyu melihat keragu-raguan dan kebimbangan di wajah Adna.
"Saya tidak dapat melakukannya," jawabnya, "Pangeran masih belum mengijinkan
saya membenarkan kekeliruan ini."
Kakyu ganti menatap Pangeran Reinald. "Apa lagi yang ingin kauselidiki?"
"Banyak," jawab Pangeran santai.
"Semuanya telah kukatakan padamu."
"Tidak. Belum semuanya. Engkau selalu segera menghilang sebelum selesai
menjawab pertanyaanku."
Kakyu hanya dapat menghela napasnya melihatnya. Ia tidak dapat memberitahu
apa-apa lagi pada Pangeran dan ia akan tetap pada pendiriannya.
Dengan mengacuhkan Pangeran, Kakyu kembali memperhatikan Adna. "Joannie
tidak akan marah kalau engkau mengatakannya. Walau kadang ia kekanakkanakan, ia
tahu apa yang harus dilakukannya."
"Saya mengerti."
"Selesaikan masalah ini."
"Saya juga ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman ini sebelum Lady Joannie
mengetahuinya. Saya tidak ingin Lady Joannie semakin marah kalau saya terlalu
lama membohonginya tetapi Pangeran belum mengijinkan saya."
"Kalian tidak bisa selamanya seperti ini."
"Saya tahu, Perwira. Saya juga telah mengatakannya pada Pangeran, tetapi
Pangeran tidak mau membenarkan kesalahpahaman ini," kata Adna,
"Kesalahpahaman ini memang bukan masalah yang kecil tetapi keputusan tetap di
tangan Pangeran." "Terserah kalian."
Kakyu segera berlalu. Adna terlalu patuh pada Pangeran Reinald. Hingga Pangeran Reinald sendiri yang
memutuskan untuk membenarkan semua ini, Adna pasti tidak akan berani
mengatakan apapun pada Joannie.
Entah hingga kapan Adna akan membohongi Joannie. Dan Pangeran Reinald yang
menjadi penyebabnya. Pangeran Reinald heran melihat Kakyu pergi begitu saja tanpa berusaha membujuk
lagi. "Adna, apakah engkau benar-benar ingin memberitahu semuanya pada Joannie?"
tanya Pangeran. "Benar, Pangeran," jawab Adna jujur, "Saya tidak ingin terlalu lama membohongi
Lady Joannie. Ia sangat cantik dan saya khawatir akan ada pria lain yang
merebutnya dari saya. Tetapi saya tidak dapat bertindak sekehendak saya dalam
keadaan seperti ini. Citra Anda akan rusak kalau sampai saya salah berbuat
sesuatu." Semalamam Pangeran Reinald tidak dapat tidur. Ia terus merenungkan kemarahan
Kakyu setelah meninggalkannya dan Adna. Juga kata-kata Adna.
Kalau Joannie sampai marah kepada Adna, tentu ia akan merasa sangat bersalah
kepada pengawalnya itu. Tetapi kalau semua telah menyadari kesalahpahaman ini,
belum tentu ia memiliki banyak waktu untuk berbicara dengan Kakyu. Juga belum
tentu gadis itu mau berbicara banyak.
Sejak Kirshcaverish tertumpas, Kakyu telah kembali menjadi seorang gadis yang
tenang dan pendiam. Sekarang saja sudah sulit membuatnya berbicara banyak apalagi nanti. Tetapi
semudah apapun sekarang, Kakyu tetap tidak akan berbicara apa-apa. Tidak ada
bedanya. Dengan banyak pertimbangan akhirnya Pangeran Reinald memutuskan untuk
menuruti keinginan Kakyu juga Adna.
Begitu fajar menyingsing, Pangeran Reinald segera menemui Adna.
"Adna, lakukan apa yang ingin kaulakukan. Engkau boleh mengatakan segalanya
pada Joannie juga kepada yang lain."
"Benarkah, Pangeran?" tanya Adna senang.
"Kapan aku pernah berbohong?" kata Pangeran Reinald jengkel.
Adna sangat senang karenanya. Orang yang pertama kali diberitahu kebenaran itu
adalah Joannie. Dengan harap-harap cemas, ia memberitahu Joannie. Tetapi seperti yang telah
diduga Kakyu, Joannie tidak tampak marah.
Mula-mula wanita itu terkejut hingga tidak dapat berbuat apa-apa. Perlahan-lahan
ia mulai memahami masalah yang sebenarnya dan ia tidak menyalahkan Adna atas
semua ini. Setelah Joannie tahu, seluruh orang di benteng juga tahu.
Orang yang paling terakhir tahu adalah Kakyu.
Gadis itu sejak dini hari telah ke lembah tempat tubuh Kenichi dibuang.
Dengan karangan bunga di tangannya, Kakyu menatap lembah itu. Lama ia berdiri
terpaku di sana sebelum akhirnya ia mengucapkan selamat tinggal pada Kenichi.
Kakyu tidak tega membiarkan Kenichi terus berada di dasar lembah yang curam itu
tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia memang bisa turun ke dasar lembah
tetapi untuk naik, ia harus berusaha keras. Kakyu sendiri tidak yakin apakah ia
berhasil naik bila ia berada di dasar lembah itu.
Hingga pagi menjelang Kakyu hanya berdiri terpaku di sana - tak ada yang
dilakukannya selain menatap dasar lembah yang curam sambil mengenang Kenichi
kembali. Kakyu tahu hingga kapanpun ia tidak akan dapat melupakan kesedihannya atas
kepergian Kenichi. Kakyu menyesal dulu ia tidak memaksa ikut ketika Kenichi
meminta ijin pada keluarganya untuk ke Hutan Naullie.
Kalau dulu Kakyu juga bersamanya, Kakyu tentu dapat membantu Kenichi. Tetapi
waktu itu Kakyu hanya menuruti perintah Kenichi untuk tetap tinggal di Quentynna
House tanpa memaksa Kenichi sebelumnya.
Penyesalan itu sudah terlambat, sekarang Kenichi sudah pergi dan tidak akan
kembali lagi. Kakyu teringat pesan Pangeran Reinald untuk tidak selalu bersedih. Kenichi pasti
tidak akan senang melihat Kakyu terus bersedih dan terus merasa bersalah.
Lima tahun lalu ketika pergi ke Hutan Naullie, Kenichi tampak senang. Dengan
keras, ia melarang Kakyu untuk ikut.
Kenichi telah meninggalkan Quentynna House dengan perasaan senang dan Kakyu
tidak boleh membuat pria tua itu menjadi sedih karena ia terus menerus seperti
ini. Dengan menahan perasaan sedihnya, Kakyu berkata lirih, "Selamat tinggal,
Kenichi." Suara lirih itu segera terbawa angin bersamaan dengan bunga yang Kakyu
lemparkan ke dasar lembah.
Selesai mengucapkan selamat tinggal pada Kenichi, Kakyu masih belum bergerak
dari tempatnya. Ia masih merasa berat untuk meninggalkan guru, juga kakek yang
disayanginya. Angin yang terus menerpa tubuh Kakyu seakan-akan ingin mengingatkan Kakyu
pada pasukan Kerajaan Aqnetta yang ingin segera pulang.
Sejak kemarin pasukan Kerajaan Aqnetta telah bersiap-siap pulang. Hari ini
mereka akan selesai membongkar tenda dan siap meninggalkan benteng lengkap dengan
tahanan mereka. Dengan berat hati, Kakyu meninggalkan tempat itu.
BAB 14 Ketika Kakyu tiba, hari sudah siang.
Pasukan Kerajaan Aqnetta yang telah mengetahui semua kebenaran yang selama
ini terselubung, tampak gembira dan semakin gembira karena tak lama lagi mereka
dapat kembali kepada keluarga mereka masing-masing.
Suasana gembira di benteng tidak membuat Kakyu ikut merasa senang.
Gadis itu masih terlarut dalam kesedihannya atas kematian Kenichi.
"Perwira!" seru seseorang memanggil, "Perwira!"
Seruan riang itu membuat Kakyu berhenti.
"Anda sudah mengetahuinya, Perwira?" tanya Kapten Gwen, "Pangeran yang
selama ini kita kenal bukan Pangeran Reinald yang asli. Adnalah Pangeran yang
asli." Kakyu diam saja mengetahui Pangeran Reinald akhirnya memutuskan untuk
membenarkan kekeliruan besar ini. Dan ini berarti Joannie juga telah
mengetahuinya. Apapun yang dilakukan Joannie ketika mendengar kebenaran ini tampaknya tidak
terlalu buruk. Kegembiraan pasukan yang bukan hanya karena mereka akan pulang,
cukup memberikan tanda pada Kakyu.
Joannie dapat menerima kenyataan ini dengan bijaksana.
Apapun yang telah terjadi selama ia tidak ada, Kakyu tidak tertarik untuk tahu.
Ia hanya tahu sekarang semua tampak senang dan tidak ada yang tampak terganggu
oleh kebenaran yang terungkap itu.
"Kami mengucapkan selamat pada Anda, Perwira," kata Kapten senang, "Tak lama
lagi Anda akan mempunyai kakak ipar."
Kakyu diam saja. Ia sudah menduga Joannie akan segera menemui orang lain
setelah mengetahui yang sebenarnya. Karena ia tidak ada, Joannie pasti telah
menemui Jenderal Reyn. "Jenderal Reyn juga tampak senang sekali dengan berita ini," tambah Kapten Gwen.
"Di mana Jenderal Reyn?" tanya Kakyu tiba-tiba.
Kapten itu menduga Kakyu akan menanyakan lebih terperinci pada ayahnya tetapi ia
tidak tahu tujuan Kakyu yang sebenarnya.
"Sejak tadi Jenderal Reyn berbicara dengan Adna dan Lady Joannie."
Kakyu tidak tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi. Ia hanya ingin meminta
ijin ayahnya bukan untuk yang lain.
"Terima kasih," katanya singkat.
Tanpa menghiraukan prajurit yang mengucapkan selamat atas pertunangan
kakaknya dan Adna di hadapan Jenderal Reyn dan para Jenderal lainnya, Kakyu
terus berjalan ke tenda Joannie.
Melihat tenda Joannie ramai, Kakyu merasa ragu-ragu.
Kakyu tahu untuk saat ini sebaiknya ia tidak menemui Jenderal Reyn hanya untuk
mengatakan keinginannya. Tetapi Kakyu tetap memasuki tenda itu untuk
mengucapkan selamat pada Joannie.
Seperti biasa, Joannie berseru memanggil adiknya begitu melihatnya muncul.
Tanpa memberi kesempatan pada Kakyu, Joannie segera memeluk adiknya.
"Selamat, Joannie," kata Kakyu perlahan. "Ini hadiah terbesar bagi Mama."
"Ya, Mama pasti senang," Joannie setuju, "Mama pasti tidak percaya dengan semua
ini. Aku sendiri juga hampir tidak percaya dengan ini semua. Ini bagai keajaiban
bagiku." Seperti biasa, Kakyu diam saja.
"Aku tidak percaya ia juga mencintai aku, Kakyu. Padahal selama ini ia tidak
pernah memperhatikan aku." "Ia selalu memikirkanmu, Joannie."
Joannie masih belum melepaskan pelukannya, "Aku harus berterima kasih padamu,
Kakyu. Kalau bukan karena engkau, Pangeran... oh bukan Adna, tidak akan
mengatakan segalanya padaku."
Kakyu tersenyum. Joannie akhirnya melepaskan Kakyu. Dengan tersenyum bahagia, ia berkata, "Pasti
tidak ada yang menduga aku berada di sini dan akhirnya aku menemukannya."
Kakyu beralih pada ayahnya yang juga tampak sangat senang kemudian pada
Adna. "Akhirnya engkau mengatakannya," katanya singkat.
"Semua berkat Anda," Adna merendah, "Kalau Anda tidak memarahi saya dan
Pangeran waktu itu, Pangeran tidak akan mengambil keputusan ini."
"Kakyu marah?" tanya Joannie tak percaya, "Ia bisa marah?"
"Benar, ia marah tetapi tidak seperti yang kaubayangkan," kata Adna sambil
tersenyum, "Kalau ia marah, ia tidak seperti Pangeran. Ia mempunyai cara yang
lembut untuk menunjukkan kemarahannya."
Seperti biasa, tidak ada tanggapan dari Kakyu.
"Terima kasih, Kakyu," kata Joannie senang, "Kalau engkau tidak memarahi
Pangeran keras kepala itu, Adna tidak akan berani membenarkan kesalahpahaman
ini." "Pangeran tidak seperti itu, bukankah demikian Perwira?"
Kakyu hanya mengangkat bahunya.
Jenderal Reyn yang sejak tadi memperhatikan ucapan Adna berkata, "Sebaiknya
mulai sekarang engkau berhenti memanggilnya Perwira, Adna. Bukankah tak lama
lagi ia akan menjadi adikmu?"
"Sebaiknya memang begitu, Adna," timpal Joannie.
"Sudahlah, sekarang kita bukan membicarakan itu," kata Jenderal Erin, "Sekarang
kita harus memberi selamat pada kedua orang ini."
Kakyu tahu ia tidak dapat berlama-lama di tempat ini sementara pasukan Kerajaan
Aqnetta yang lain juga lengah. Dengan kelicikannya, Bleriot bisa saja
memanfaatkan kelengahan ini untuk kabur.
Kakyu mendekati Jenderal Reyn dan berbicara sepelan mungkin, "Aku ingin
mengawasi Bleriot." "Untuk apa, Kakyu?" tanya Jenderal Reyn, "Ia sudah terikat dan tidak akan dapat
meloloskan diri." Kakyu terpaksa berbohong, "Aku hanya ingin menemuinya sebentar."
Kakyu bukannya tidak senang oleh kegembiraan kakaknya, tetapi ia tahu ia tidak
dapat berada di sana. Dunia yang ramai seperti itu bukan dunia yang disukainya.
Ia lebih suka menyendiri daripada berada di keramaian.
Jenderal Reyn mengerti keinginan Kakyu. "Aku tahu engkau tidak senang dengan
keramaian," katanya, "Pergilah."
Joannie mendengar percakapan itu tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Seperti
ayahnya, ia mengetahui sifat Kakyu.
Tanpa mempedulikan orang-orang yang melihatnya pergi, Kakyu berlalu dari tenda
itu. Seperti yang dikatakannya pada ayahnya, ia ke tempat Bleriot berada. Kakyu tidak
menemui pria itu, ia hanya berada dalam jarak yang cukup jauh untuk mengawasi
pria tua itu. Sementara pasukan lain dengan bersemangat membongkar tenda-tenda, Kakyu
terus berdiri di tempatnya - memperhatikan Bleriot yang mengumpat marah.
Karena semangat para prajurit yang meluap-luap itu, pekerjaan membongkar tenda
berlangsung tidak lama. Dengan segera, tepi Hutan Naullie tampak kosong lagi.
Yang tersisa hanyalah tembok-tembok kayu yang menjadi batas benteng mereka
lengkap dengan menaranya.
Pasukan Kerajaan Aqnetta semakin tidak sabar karenanya.
Ketika akhirnya Jenderal Tertinggi Kerajaan Aqnetta memerintahkan kepada para
prajurit untuk berangkat ke Chiatchamo, semua tampak senang. Tanpa diperintah
dua kali, semua prajurit telah meninggalkan tempat mereka masing-masing dan
kembali ke Chiatchamo. Atas ijin ayahnya, Kakyu berangkat lebih cepat dari yang lain. Kakyu ingin
menemui keluarga Halberd dulu sebelum menuju Chiatchamo.
Ketika berangkat, Kakyu menyadari tidak ada orang yang mengikutinya tetapi
semakin mendekati Parcelytye, ia semakin merasakan keberadaan orang lain yang
mengikutinya. Tetapi Kakyu tidak mau berhenti untuk memeriksa siapakah yang
mengikutinya itu. Kakyu yakin tidak akan ada orang yang mau repot-repot mengikutinya selain
Pangeran Reinald yang selalu ingin mencari sesuatu pada dirinya.
Entah apa yang ingin dicari Pangeran itu pada Kakyu. Ia telah menemukan jawaban
atas kecurigaannya dan ia juga telah mengetahui sedikit tentang Kakyu.
Apakah ia ingin Kakyu bercerita lebih banyak lagi" Kalau memang itu yang
diinginkannya, Pangeran sudah tahu ia takkan mendapatkan lebih banyak dari saat
ini. Kakyu telah mengatakannya.
Apapun yang diinginkan pemuda itu, Kakyu tidak peduli. Ia juga berpura-pura
tidak tahu akan keberadaannya di belakangnya.
Pangeran Reinald cukup pandai mengikuti orang tetapi tidak untuk Kakyu.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seolah-olah tidak mengetahui apa-apa, Kakyu terus memacu kudanya dengan
santai ke Parcelytye. Kakyu tidak peduli apakah nanti ia akan terlambat atau tidak.
Jenderal Reyn telah memberinya ijin dan ia pasti mengerti kalau ia nanti datang
lebih lambat dari mereka. Raja Alfonsopun pasti mengerti kalau ia datang
terlambat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi saat ini.
Semua masalah telah selesai.
Kirshcaverish telah tertumpas. Joannie telah menemukan pria impiannya dan ia
sendiri telah mengetahui dengan pasti mengenai hilangnya Kenichi.
Yang ingin dilakukan Kakyu saat ini hanya menemui keluarga Halberd untuk
memberitahukan berita baik ini.
Kalau Pangeran Reinald curiga, itu semua terserah padanya. Kakyu tahu ia tidak
melakukan kesalahan apapun dan tidak ada yang perlu disalahkan dari
perbuatannya ini. Tanpa kesulitan, Kakyu menemukan rumah baru Halberd di Parcelytye.
Kakyu tidak mungkin salah mengenali rumah itu. Dulu ia dan Putri Eleanorlah yang
mengantar keluarga Halberd ke rumah baru mereka.
Ketika semakin mendekati rumah Halberd, beberapa anak terlihat bermain di
halaman rumah kecil itu. Kakyu turun dari kudanya dan mendekati anak-anak itu.
"Apakah Halberd ada?" tanyanya pada seorang anak yang dikenalinya sebagai putra
tertua Halberd. Tanpa menjawab pertanyaan Kakyu, anak itu berlari ke dalam rumah dan berteriak,
"Ayah, ada prajurit yang mencari Ayah."
Kakyu tersenyum mendengarnya.
Anak itu sepertinya telah lupa pada dirinya dan menyebutnya prajurit.
Entah bagaimana reaksi Halberd ketika mendengar anaknya berkata seperti itu.
Yang pasti pria itu pasti terkejut dan ketakutan.
Selama ini ia tidak pernah didatangi seorang prajuritpun juga setelah ia pindah
ke Parcelytye, kini tiba-tiba ada seorang prajurit yang datang.
Seperti dugaan Kakyu, Halberd datang dengan wajah ketakutan. Begitu juga
istrinya yang keluar menyusul. "Selamat sore," sapa Kakyu.
Halberd terkejut melihat yang datang ternyata Kakyu. "Selamat sore, Tuan."
"Di mana aku dapat menambatkan kudaku?"
"Berikan pada saya, Tuan."
Halberd mengambil tali kendali kuda itu dari Kakyu kemudian mengikatnya pada
pagar kayu yang mengelilingi kebunnya.
"Saya tidak menduga Anda akan datang, Tuan."
Kakyu hanya tersenyum. Tidak ada yang perlu dijelaskan mengenai kedatangannya
yang mendadak ini. "Masuklah, Tuan," ajak Imma.
Kakyu mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah.
"Silakan duduk," kata Halberd yang baru masuk.
"Anda mau minum apa, Tuan?"
"Terima kasih, Imma, tetapi saya tidak lama. Saya hanya ingin menyampaikan
tentang tertumpasnya Kirshcaverish."
Yang pertama kali terkejut mendengar berita itu di antara suami istri itu adalah
Halberd. "Benarkah itu?" tanyanya tak percaya.
Kakyu mengangguk. "Akhirnya kita bisa tenang," kata Imma, "Kita tidak perlu khawatir mereka akan
menyerang kerajaan ini sewaktu-waktu."
"Bagaimana dengan kami, Tuan?" tanya Halberd cemas, "Apakah kami dapat
kembali ke Farreway?"
"Aku tidak tahu," jawab Kakyu jujur. "Semua keputusan ada pada Paduka."
"Farreway sudah aman. Apakah Paduka masih tetap tidak mengijinkan kami
kembali?" tanya Halberd cemas, "Sudah beberapa generasi keluarga saya yang
menempati tanah keluarga itu."
"Kalau kita pindah ke sana, bagaimana dengan rumah ini?" tanya Imma.
Halberd menatap istrinya dengan bingung. "Aku tidak tahu."
Kakyu memutuskan untuk membantu keluarga ini. "Aku akan membicarakannya
dengan Paduka." "Ya, itu yang paling baik," sahut Imma.
"Apakah tidak apa-apa, Tuan?"
Kakyu tersenyum dan dengan penuh pengertian ia berkata, "Jangan khawatir."
"Kami benar-benar merepotkan Anda. Dulu Anda yang mengurus kepindahan kami
ke sini sekarang Anda pula yang mengurus kepindahan kami ke tanah leluhur kami."
"Kami tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada Anda, Tuan. Anda banyak
membantu kami," tambah Imma, "Kalau dulu Anda tidak menyelamatkan kami,
mungkin kami tidak ada di sini saat ini."
"Sudahlah." Jawaban singkat itu membuat mereka tersenyum. Walau lama tidak berjumpa
ternyata Kakyu tetap seorang pemuda yang pendiam - pemuda itu tidak
terpengaruh oleh kecerewetan Putri Eleanor juga saudara-saudaranya.
Kakyu berdiri. "Anda akan pergi?" tanya Imma.
Kakyu mengangguk. "Mengapa Anda tidak menginap di sini saja?" bujuk Halberd, "Sebentar lagi hari
mulai gelap." "Maafkan saya," kata Kakyu singkat.
Dengan diantar kedua suami istri itu, Kakyu meninggalkan rumah Halberd yang jauh
lebih besar dari rumahnya yang di Farreway.
Sebelum menaiki kudanya, Kakyu menyempatkan diri untuk melihat kebun Halberd.
Kebun Halberd sudah mulai menguning di awal musim gugur ini.
Dulu ketika pindah ke tempat ini, tempat ini masih merupakan lahan kosong.
Tetapi sekarang tempat ini telah terlihat penuh tanaman.
Halberd memang petani yang rajin namun sayang ia terpaksa meninggalkan lahan
pertaniannya yang subur di Farreway hanya karena Kirshcaverish. Tetapi Halberd
sudah dapat mengatasi kehidupan sulitnya di Parcelytye.
Dengan bantuan Raja Alfonso, Halberd mengolah lahan kosong itu menjadi tanah
pertanian yang subur dan menghasilkan hasil panen yang cukup untuk menghidupi
keluarganya. Kalau Halberd pindah ke Farreway, berarti lahan pertanian di Parcelytye akan tak
terurus dan berarti pula Halberd harus memulai awal dari lagi sebelum ia bisa
menikmati hasil panennya.
Sejak ditinggalkan pemiliknya, lahan pertanian Halberd di Farreway, tidak ada
yang mengolahnya. Para prajurit yang menggunakan tempat itu sebagai base mereka
sebelum Kirshcaverish mulai mengganas, juga tidak ada yang merawat tempat itu.
Ketika pergi ke Farreway, Kakyu menyempatkan diri untuk melalui rumah Halberd.
Dan Kakyu melihat lahan itu kelihatan tandus di awal musim panas ini dan tak
terurus. Apapun nanti yang terjadi pada keluarga Halberd, semuanya serba merepotkan.
Tidak kembali ke Farreway berarti meninggalkan tanah leluhur. Kembali ke
Farreway berarti harus memulai segalanya dari awal lagi.
Kakyu tidak tahu bagaimana keputusan Raja Alfonso pada masalah ini tetapi ia
tahu Raja Alfonso akan memikirkan jalan keluar yang terbaik.
Dari Parcelytye, Kakyu memacu kudanya ke arah barat ke sisi Hutan Naullie di
kaki Pegunungan Alpina Dinaria yang memanjang di barat laut perbatasan Kerajaan
Aqnetta. Apapun yang ada di pikiran Pangeran Reinald yang terus mengikutinya, Kakyu tidak
peduli. Bukan ia yang meminta Pangeran untuk mengikutinya tetapi Pangeran
sendiri yang mengikutinya.
Sebagai orang yang mengikuti, Pangeran mau tidak mau harus mengikuti orang
yang diikutinya tak peduli ke manapun perginya ia.
Tanpa mempedulikan hari yang semakin gelap, Kakyu terus menuju Hutan Naullie.
Kakyu ingin bermalam di sana sebelum besok pagi mengejar pasukan Kerajaan
Aqnetta. Kakyu yakin dengan kecepatan mereka serta tahanan yang mereka bawa, pasukan
Kerajaan Aqnetta malam ini belum mencapai sepertiga perjalanan. Kemungkinan
besar mereka akan tiba dalam dua hari bahkan bisa lebih.
Walau semangat mereka untuk segera tiba sangat besar, mereka masih harus
mengawasi Kirshcaverish yang tentu akan mempersulit perjalanan. Dengan
hambatan itu, pasukan Kerajaan Aqnetta mau tidak mau tidak dapat berjalan lebih
cepat dari yang mereka harapkan. Dan Kakyu masih mempunyai banyak waktu
untuk pergi ke tempat yang ingin ia datangi.
Ketika Kakyu meninggalkan benteng tadi pagi, pasukan masih belum bersiap-siap.
Saat itu waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan pagi dan pasukan
masih belum selesai membongkar tenda-tenda yang jumlahnya cukup banyak itu.
Mereka juga belum mempersiapkan tahanan mereka.
Ketika melewati Vjaya, Kakyu tidak melihat adanya pasukan di sana. Dan itu
memperkuat keyakinan Kakyu.
Vjaya merupakan kota yang sering dilalui orang-orang. Kota itu sangat ramai
karena letaknya yang di tengah-tengah wilayah Kerajaan Aqnetta.
Jalan terdekat dari Chiatchamo ke Farrewaypun melalui kota kecil yang ramai itu.
Demikian pula dari Parcelytye ke sisi Hutan Naullie terdekat.
Tanpa mempedulikan Pangeran Reinald yang terus mengikutinya, Kakyu
mempercepat laju kudanya. Kakyu tidak ingin kemalaman di jalan.
Ketika akhirnya ia tiba di Hutan Naullie, Kakyu terus menerobos kelebatan Hutan
Naullie dengan kudanya. Kakyu tidak hanya mengenal Hutan Naullie yang berada di dekat Farreway saja, ia
telah mengenal seluruh hutan itu. Dan ia tahu Hutan Naullie di sisi inilah yang
paling jarang semak-semaknya. Yang sering dijumpai hanya pohon tinggi dan batu-batu
besar. Di antara batu-batu itu ada sebuah gua yang cukup besar untuk tempat
berteduh. Gua itu letaknya tak jauh dari tepi hutan.
Kakyu semakin memperlambat kudanya ketika ia semakin mendekati tempat gua itu
berada. Tanpa kesulitan, Kakyu menemukan gua itu.
Ia menambatkan kudanya pada sebatang pohon sebelum ia mengumpulkan kayu
dan membuat api di dalam gua.
Dengan cahaya itu, Kakyu yakin Pangeran Reinald tidak akan tersesat dan dapat
menemukannya. Sambil menanti kedatangan Pangeran, Kakyu melepaskan tas perlengkapannya dari
pelana kudanya dan membawanya masuk.
Lama Kakyu menanti Pangeran, tetapi ia tidak muncul juga. Kakyu yakin Pangeran
tidak tersesat tetapi untuk memastikannya, ia melihat keadaan di luar gua.
Kakyu tersenyum ketika inderanya mengatakan ada orang di sekitar situ.
Rupanya Pangeran Reinald benar-benar ingin mengikuti Kakyu tanpa membuatnya
tahu. Sayangnya Pangeran tidak tahu Kakyu telah mengetahui keberadaannya.
Karena tidak ingin Pangeran sakit oleh angin malam musim panas yang dingin,
Kakyu mendekati Pangeran dengan perlahan. Walaupun tahu Pangeran tidak akan
senang bila mengetahui rencananya gagal.
Kakyu memanjat pohon kemudian mencari tempat Pangeran.
Dari tempatnya berada, Kakyu dapat melihat Pangeran duduk di atas kudanya tanpa
melepaskan mata dari gua tempat ia bermalam yang terang.
Kakyu ragu-ragu apakah ia sebaiknya tetap pura-pura tidak tahu atau ia harus
mengajak Pangeran masuk ke dalam gua.
Pangeran yang harga dirinya tinggi itu pasti akan marah bila kali ini ia gagal
mengelabuhi Kakyu. Berulang kali Kakyu telah menyinggung harga dirinya dan
membuatnya kesal. Kali ini pasti Kakyu akan membuatnya marah bila ia
menampakkan wujudnya. Kalau Pangeran Reinald dibiarkan dalam udara dingin seperti ini, ia bisa sakit.
Kakyu ragu tindakan apa yang harus dilakukannya. Meninggalkan atau mengajak
masuk Pangeran. Demi kesehatan Pangeran, Kakyu memutuskan untuk membuatnya jengkel untuk
kesekian kalinya. "Selamat malam, Pangeran."
Pangeran Reinald terkejut. Ia mengenali suara itu tetapi ia tidak tahu di mana
gadis itu berada. "Di mana engkau?" tanya Pangeran.
Sebagai jawabannya, Kakyu melompat turun dari atas pohon.
Pangeran Reinald kaget melihat Kakyu yang tiba-tiba muncul di depannya itu.
"Bagaimana engkau tahu?"
Untuk membuat Pangeran tidak marah, Kakyu terpaksa berbohong, "Saya tidak
sengaja melihat Anda."
Pangeran Reinald memincingkan matanya. "Benarkah?" tanyanya tak percaya.
"Kalau Perwira sepertimu tidak sengaja melihatku, aku tidak percaya," kata
Pangeran Reinald sambil tersenyum, "Aku lebih percaya kalau engkau mengatakan
sejak tadi engkau telah tahu bahwa aku mengikutimu."
Kakyu diam saja. "Aku benar, bukan?"
Tidak ada jawaban dari Kakyu.
"Kurasa diammu itu berarti ya," kata Pangeran Reinald, "Aku tahu engkau
menyalakan api cukup besar itu untuk tidak membuatku tersesat. Engkau juga
menanti aku muncul, bukan?"
Kakyu masih tidak menjawab.
"Karena aku telah ketahuan, kurasa tidak ada gunanya lagi aku bersembunyi," kata
Pangeran Reinald sambil turun dari kudanya.
Kakyu berjalan tanpa mengatakan apa-apa diikuti Pangeran.
Pangeran menambatkan kudanya di samping kuda Kakyu kemudian mengikuti gadis
itu ke dalam gua yang hangat.
"Ternyata di dalam sini memang sehangat dugaanku."
Kakyu duduk di salah satu sudut gua. Kakyu menyibukkan diri dengan
barangbarangnya. "Lenganmu bagaimana?"
Kakyu menengadahkan kepalanya. Wajah Pangeran yang sangat dekat itu membuat
Kakyu terkejut. Entah kapan Pangeran Reinald mendekatinya.
"Tidak apa-apa," jawab Kakyu singkat.
"Sungguh?" tanya Pangeran tak percaya, "Setelah memacu kuda secepat itu,
lenganmu tidak apa-apa?"
Kakyu mengangguk. Dalam menghadapi Kakyu, Pangeran Reinald tidak pernah mudah percaya. Entah
mengapa ia tidak tahu. Pangeran Reinald memegang lengan Kakyu.
Kakyu terkejut tetapi ia tidak dapat melepaskan lengannya dari pegangan yang
kuat itu. Seperti yang sering dilakukannya akhir-akhir ini, Pangeran Reinald memeriksa
luka Kakyu dengan teliti. Melihat tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Pangeran
melepaskan lengan gadis itu.
"Kurasa engkau memang benar."
Kakyu tidak menanggapi suara lega itu.
"Siapa mereka?"
"Siapa?" tanya Kakyu pura-pura tidak tahu.
"Orang yang kaudatangi itu."
"Halberd." Jawaban singkat itu tidak memuaskan Pangeran, tetapi sekarang Pangeran sudah
tahu percuma ia terus mendesak Kakyu. Pangeran bukan orang yang mudah putus
asa. Ia masih punya cara lain untuk mengetahui apa yang ingin diketahuinya.
"Mengapa engkau ke sana?"
Lagi-lagi Kakyu menjawab singkat. "Berbicara."
"Tentang?" "Kirshcaverish."
Pangeran terkejut tetapi ia tidak menampakkannya, "Bahwa mereka sudah berhasil
ditumpas?" Kakyu hanya mengangguk. "Apa hubungan mereka dengan Kirshcaverish?" tanya Pangeran Reinald ingin tahu.
Kakyu tahu pertanyaan itu tidak mengharapkan jawaban darinya, tetapi ia


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memutuskan untuk menjawabnya walau dengan singkat.
"Korban Kirshcaverish."
Jawaban itu membuat Pangeran Reinald teringat pada cerita Adna. Pengawalnya itu
pernah menceritakan tentang kehebatan Kakyu saat ia untuk pertama kalinya
mengetahui keberadaan Kirshcaverish.
Kedatangan Kakyu di rumah baru Halberd pasti untuk memberitahukan kabar baik
ini bagi mereka. "Sekarang lebih baik Anda berisitirahat." Kakyu memecahkan perhatian Pangeran
Reinald. "Engkau sendiri juga harus beristirahat," kata Pangeran.
Sebagai jawabannya, Kakyu menyandarkan kepalanya di dinding gua yang dingin.
Kakyu tahu Pangeran tidak akan berisitirahat kalau ia tidak tidur. Dengan purapura tidur, Kakyu berharap Pangeran lekas tidur.
Sejak mengetahui kematian Kenichi yang disayanginya, Kakyu selalu bersedih
walau ia tidak pernah menampakkannya. Setiap malam, ia selalu membayangkan
saat menyenangkan bersamanya.
Saat-saat menyebalkan ketika dulu ia dilatih dengan keras, kini menjadi
kerinduan tersendiri bagi Kakyu. Tidak ada lagi orang yang dapat memberikan latihan
sekeras Kenichi. Dulu bagi Kakyu, berlatih dengan Kenichi adalah suatu tantangan terbesar yang
kadang terasa menyebalkan dan ingin membuatnya lari tetapi kini semuanya
berubah. Saat-saat itu menjadi suatu kenangan yang paling menyenangkan.
Kakyu tidak tahu kapan ia tertidur, tetapi ketika ia membuka matanya, ia melihat
langit mulai tampak kelabu - pertanda hari semakin menjelang pagi.
Melihat Pangeran Reinald masih tertidur di mulut gua, Kakyu memutuskan untuk
keluar tanpa membuatnya terbangun.
Perlahan-lahan Kakyu meninggalkan gua menuju sungai yang mengalir tak jauh dari
tempat itu. Setelah membersihkan diri dengan air jernih yang menyejukkan itu, Kakyu duduk
termenung di sebuah batu di tepi sungai.
Melihat air yang terus mengalir itu, Kakyu teringat kata-kata Kenichi.
"Kehidupan ini bagaikan air yang mengalir. Ada susah, ada senang, ada ketenangan, ada riak.
Seperti air, suatu saat hidup ini akan mencapai batasnya tetapi ia akan berputar
kembali." Kenichi percaya adanya reinkarnasi dan ia sering yakin orang baik akan
bereinkarnasi sebagai manusia dan orang jahat bereinkarnasi sebagai binatang.
Kakyupun percaya. Bagaimanapun juga kehidupan Kenichi setelah ini, Kakyu percaya ia tetap akan
menjadi orang yang baik hati dan penuh kasih sayang.
Seperti yang telah sudah-sudah, Kakyu segera berhenti memikirkan Kenichi
sebelum ia menjadi semakin sedih. Untuk menghilangkan kesedihan hatinya, Kakyu
memikirkan sikap yang harus dilakukannya setelah semua kejadian ini.
Yang pasti sebentar lagi keluarga mereka akan mengadakan pesta perkawinan
antara Joannie dan Adna. Mengenai dirinya sendiri, Kakyu tidak tahu. Apakah ia tetap melanjutkan tugasnya
sebagai Kepala Pengawal Istana setelah Pangeran Reinald tahu ia seorang gadis
ataukah ia akan menjelaskan kepada semua orang terutama ayahnya bahwa ia tidak
dapat melanjutkan semua ini.
Tetapi Kakyu tidak dapat melakukan pilihan kedua itu. Jenderal Reyn akan menjadi
sedih karenanya. Sejak Kakyu lahir, ia telah dididik menjadi seorang pemuda dan
Jenderal Reyn sendiri sepertinya lupa Kakyu adalah seorang gadis bukan anak
lakilaki. Keputusan Pangeran setelah ini, hingga kini belum terlihat. Pangeran Reinald pun
tidak tampak memikirkannya. Ia seperti sudah melupakan masalah besar ini. Atau
mungkin ia hanya menganggap masalah ini masalah kecil"
Kakyu tidak tahu dan ia bingung pada tindakan yang harus dilakukannya setelah
ini. Kalau ia tetap meneruskan menjadi Kepala Keamanan Istana, ia akan tampak
canggung kalau bertemu Pangeran yang telah mengetahui segalanya. Tetapi kalau
ia melepaskannya, belum tentu Raja Alfonso membiarkannya. Belum lagi sikap
ayahnya. "Berpikirlah dengan tenang, maka masalahmu akan terpecahkan."
Pesan Kenichi yang tiba-tiba bergaung di telinganya itu membuat Kakyu tahu apa
yang sebaiknya dilakukan olehnya.
Selama ini ia bersikap tenang seolah-olah berada dalam dunianya sendiri yang
sepi, mengapa kali ini ia harus kebingungan hanya karena terbongkarnya rahasia yang
telah terpendam selama delapan belas tahun lebih ini"
Sebaiknya memang begitu. Tetap melakukan tugasnya dan bersikap tenang seperti
biasanya. Bukankah Pangeran Reinald telah berjanji untuk tidak mengatakannya
pada siapapun" Seorang Pangeran tidak mungkin mengingkari janjinya semuda itu. Kakyu yakin.
Tetapi kemudian Kakyu merasa ragu kembali.
"Apakah aku terus bisa setenang ini?" pikirnya. Kakyu ragu, setelah apa yang
terjadi, ia masih sering merasa malu pada Pangeran Reinald. Kadang walau ia tidak
menampakkannya, ketenangannya tiba-tiba hilang.
Kakyu merasakan ia bukan lagi ia yang dulu. Dirinya yang sekarang sangat mudah
hilang ketenangannya dan yang lebih parah ketenangan itu lebih mudah hilang
kalau Pangeran yang dihadapannya. Kakyu tahu sikap Pangeran Reinald yang lembutlah
yang menyebabkannya. Sikap itu telah membangkitkan jiwa gadis yang selama ini
tertidur. Kakyu tidak tahu pasti apakah dengan yang ia rasakan ini dapat dikatakan ia
mempunyai perasaan lebih pada Pangeran. Tetapi jiwa gadisnya yang mulai bangkit
itu, membenarkan pernyataan itu.
Kenichi pernah berkata, "Cinta dapat menghancurkan orang tetapi juga dapat
membuat orang bahagia." Saat itu Kakyu baru saja membacakan sebuah berita
yang berisi seorang pemuda nekat mencuri demi cintanya pada gadis yang sangat
menyukai kemewahan. Kakyu ingin tahu apakah benar cinta yang menyebabkan ketenangannya mudah
hilang akhir-akhir ini. Matahari mulai menyinari bumi. Dan artinya Kakyu harus segera mengejar pasukan
Kerajaan Aqnetta yang lain.
Pangeran masih tertidur ketika Kakyu memasuki gua.
Perlahan-lahan, Kakyu merapikan tempat itu dan mengikatkan tasnya ke pelana
kudanya. Kuda-kuda terus merumput tanpa menghiarukan Kakyu yang sibuk. Mereka tampak
asyik dengan sarapan pagi mereka.
"Mau ke mana engkau pagi-pagi seperti ini?"
Kakyu yang sibuk merapikan pelana kudanya, segera memalingkan kepalanya.
"Selamat pagi, Pangeran," katanya tanpa melepaskan tangannya yang terus sibuk
membenarkan tali kekang kudanya.
"Mau ke mana engkau?" Pangeran mengulangi pertanyaannya.
"Mengejar yang lain."
"Mengejar yang lain?" ulang Pangeran dengan keheranan, "Engkau ini sebenarnya
ingin berbuat apa" Engkau meninggalkan pasukan yang lain lalu sekarang ingin
mengejar mereka?" Kakyu menanggapi kebingungan Pangeran.
"Kalau engkau telah menyelesaikan masalah pribadimu, kukira tidak ada masalah
lagi yang harus kukhawatirkan," kata Pangeran sambil lalu.
Kakyu mendengar kata-kata itu, tetapi ia tidak memikirkannya.
Tanpa diberitahu Kakyu, Pangeran menuju arah datangnya suara air mengalir. Tak
lama kemudian, ia telah duduk di punggung kudanya.
Kakyu tidak berbicara apa-apa sepanjang jalan. Pikirannya hanya terpusat pada
pandangan matanya yang terus memperhatikan sekeliling kalau-kalau pasukan
Kerajaan Aqnetta terlihat.
Pangeran sendiri pagi itu tidak tertarik untuk mengajak Kakyu bicara. Baginya
Kakyu tampak masih sulit diajak bicara pagi itu. Tetapi rasa ingin tahu yang terus
mendorongnya, tidak dapat membuatnya bertahan diam lagi.
"Engkau masih sakit hati?" tanyanya tiba-tiba
"Sakit hati?" tanya Kakyu kebingungan.
"Engkau juga mencintai Adna juga bukan?"
Kakyu terkejut hingga tidak dapat berbuat apa-apa. Ia terus menatap wajah
Pangeran Reinald yang penuh rasa ingin tahu.
Kediaman Kakyu membuat Pangeran sadar ia telah berbuat salah. Ia memang tahu
bagaimana menghadapi seorang gadis tetapi tidak untuk gadis satu ini, yang
menyamar sebagai laki-laki.
Tiba-tiba Kakyu tertawa geli.
Pangeran kebingungan melihatnya.
"Jadi inikah yang ada dalam pikiran Anda sejak tadi?" kata Kakyu tanpa dapat
menahan senyum gelinya. Pangeran jengkel melihat senyum yang seperti mengejek itu, "Apakah aku salah?"
Kakyu tahu perasaan Pangeran dan ia berusaha keras menahan rasa gelinya.
Dengan tenang, ia menjelaskan, "Walaupun dalam beberapa hal kami berbeda,
tetapi saya tidak cukup bodoh untuk tahu siapa yang baik untuk siapa."
"Maksudmu engkau rela Adna bertunangan dengan Joannie?"
"Tepatnya hampir seperti itu," kata Kakyu, "Sejak awal, saya hanya tidak jatuh
cinta pada Adna. Joannie yang jatuh cinta padanya bukan saya."
Sekarang giliran Pangeran Reinald yang dibuat kebingungan, "Lalu mengapa
engkau segera keluar setelah mengetahui Adna dan kakakmu baru bertunangan?"
Kakyu ingat kejadian itu. Ia sempat melihat wajah curiga Pangeran Reinald saat
itu tetapi ia tidak pernah memikirkannya lebih jauh terutama sampai pada hal ini.
"Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menyukai keduanya," kata Kakyu tanpa
memberikan alasan yang sebenarnya.
Pangeran Reinald tidak percaya dan ia tidak berhenti mencari tahu kebenarannya.
"Lalu apa yang kaupikirkan tadi pagi di tepi sungai?"
Kakyu tidak dapat memberitahukannya tetapi ia tahu ia harus agar kesalahpahaman
ini hilang. "Kenichi."
"Bukankah telah kukatakan padamu untuk tidak memikirkannya terus menerus?"
suara menyelidik Pangeran berubah menjadi kelembutan, "Ia memang telah pergi
tetapi ia akan terus hidup dalam dirimu."
"Saya mengerti."
"Lalu apa lagi yang kaupikirkan?" Pangeran kembali menyelidik, "Aku yakin engkau
tidak hanya memikirkan Kenichi."
Kakyu tidak menjawab. "Mengapa engkau tidak mengatakan yang sebenarnya padaku?" Pangeran
membujuk Kakyu, "Engkau mencintai Adna bukan?"
Kakyu kembali memperhatikan wajah Pangeran Reinald. Untuk kedua kalinya ia
tidak dapat menahan tawa gelinya mendengar kesalahpahaman itu.
"Mengapa engkau tertawa" Apakah ada yang lucu?"
"Tidak ada," Kakyu cepat-cepat menanggapi suara jengkel itu, "Anda harus
mengerti Pangeran, setelah apa yang selama ini saya lakukan untuk mereka."
"Setahuku yang kaulakukan untuk mereka hanya satu yaitu memarahiku untuk
mengembalikan posisiku dan Adna. Selain itu engkau hanya sering bertanya untuk
dirimu sendiri." Kakyu kembali diam dan Pangeran semakin tidak sabar. Pangeran menghentikan
kudanya kemudian menarik tali kekang kuda Kakyu sehingga kuda itu juga ikut
berhenti. "Aku tidak tahu bagaimana membuatmu berbicara tetapi aku ingin engkau
mengatakannya segalanya."
"Sekarang juga!" tambahnya dengan tegas.
Kalimat yang bernada perintah itu membuat Kakyu mau tidak mau harus
menjelaskan semuanya. "Saya sering menanyakan Adna kepada Anda bukan untuk diri saya tetapi untuk
Joannie," Kakyu kembali tersenyum geli, "Kalau Anda mengira saya jatuh cinta
pada Adna, maafkan saya."
Pangeran memandang tajam wajah Kakyu. Matanya yang menyipit menyelidik ke
dalam senyum geli yang menghiasi wajah cantik Kakyu.
"Sudahlah, Pangeran," kata Kakyu, "Jangan menghukum saya seperti ini."
"Menghukum?" tanyanya keheranan.
"Jangan membuat saya sakit perut hanya karena harus menahan tawa."
Mata menyipit itu terus menatap tajam wajah Kakyu.
"Saya benar-benar tidak mempunyai perasaan apa-apa kepada Adna selain rasa
sayang kepadanya sebagai kakak," Kakyu meyakinkan Pangeran Reinald, "Apakah
mungkin seorang pemuda seperti saya mencintai pemuda yang lain?"
"Tetapi engkau seorang gadis bukan laki-laki," sahut Pangeran Reinald.
Senyum yang menghiasi wajah Kakyu hilang karenanya.
"Hingga kapan engkau akan terus seperti ini" Engkau tidak bisa menjadi laki-laki
seumur hidupmu." Kakyu sendiri tidak tahu hingga kapan ia harus terus seperti ini dan selama ini
ia tidak menyesali kehidupannya. Ia menyukai kehidupannya yang penuh tantangan
ini. BAB 15 Kakyu tidak terlihat di Ruang Besar yang menjadi tempat keluarga Quentynna
mengadakan pesta itu. Dan sepertinya tidak ada yang menyadarinya.
Semua yang hadir dalam pesta pernikahan itu, tampak sibuk dengan Joannie dan
Adna yang baru menikah pagi tadi.
Pernikahan ini memang cukup mengejutkan karena penyelenggaraannya tak lama
setelah Raja Alfonso mengumumkan segala sesuatu tentang Kirshcaverish kepada
rakyat. Tetapi tidak ada yang bisa menentang keinginan Lady Xeilan untuk segera
melihat putrinya bahagia.
Mungkin satu-satunya wanita yang tidak peduli pada tertumpasnya kelompok
pemberontak itu hanya Lady Xeilan seorang.
Sejak mengetahui segala yang terjadi, Lady Xeilan memang terkejut tetapi ia
lebih bahagia dan menjadi tidak sabar untuk menyelenggarakan pernikahan putrinya.
Karena sikapnya itu, Lady Xeilan bukan hanya membuat semua orang di Quentynna
House sibuk tetapi juga menghebohkan Raja Alfonso.
Raja Alfonso yang ingin menyelenggarkan pesta untuk menyambut kemenangan
melawan Kirshcaverish ini terpaksa mengundurkan niatnya. Raja yang bijaksana itu
mengerti dibandingkan tertumpasnya Kirshcaverish, Lady Xeilan lebih bahagia
dengan berita pertunangan Joannie. Raja tahu Lady Xeilan akan mengundangnya
ke pernikahan mereka, dan ia cukup bijaksana untuk tidak menyelenggarakan pesta
kemenangan di dekat pesta perkawinan mereka.
Di tengah kebahagiaan itu, hanya Pangeran Reinald yang tampak gelisah. Beberapa
saat yang lalu ia melihat Kakyu tetapi sekarang ia tidak tampak lagi. Di manapun
gadis itu berada, yang pasti ia berada di tempat yang tak terduga.
Kegelisahan Pangeran Reinald menarik perhatian Raja Alfonso.
"Mengapa engkau gelisah?"
"Tidak ada apa-apa."
"Aku tidak terlalu tua untuk mengetahui kegelisahanmu, Reinald."
Pangeran tidak punya pilihan lain selain mengaku. "Aku tidak melihat Kakyu."
Seperti baru menyadari, Raja bergumam, "Benar.... Aku juga baru sadar aku tidak
melihatnya sejak tadi. Kakak-kakaknya yang lain ada di sini tetapi ia sendiri
yang tidak nampak. Ke mana perginya?"
Pangeran juga tidak tahu ke mana perginya Kakyu.
"Kalian melihat Kakyu?"
Kedua pria yang sibuk mencari Kakyu di keramaian pesta, terkejut karenanya.
"Kalian melihat Kakyu atau tidak?" Putri Eleanor berkata dengan tidak sabar.
"Tidak," jawab Raja Alfonso, "Engkau ada perlu dengannya?"
"Banyak," jawab Putri Eleanor yakin, "Aku ingin ia mengantarku berkeliling
Quentynna House. Kalian tahu bukan aku belum pernah ke sini?"
"Biar saya yang mengantarkan Anda, Tuan Puteri," Lady Xeilan yang kebetulan
mendengar percakapan itu menawarkan bantuan.
"Tidak... tidak perlu," Putri Eleanor cepat-cepat menolak, "Saya tidak ingin
merepotkan Anda." "Sama sekali tidak, Tuan Puteri," kata Lady Xeilan sambil tersenyum, "Saya akan
senang sekali mengantarkan Anda mengelilingi rumah ini."


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak perlu, Lady Xeilan," kata Raja Alfonso, "Anda jangan semakin merepotkan
diri Anda dengan putri saya. Lagipula Eleanor tidak akan mau selain Kakyu sendiri
yang mengantarnya." "Kakyu," ulang Lady Xeilan, "Aku akan mencarinya."
"Tidak perlu, Lady Xeilan."
Percuma saja Raja Alfonso ingin menahan Lady Xeilan yang sudah menerobos
keramaian orang-orang itu.
"Lihatlah hasil perkerjaanmu, Eleanor," kata Pangeran Reinald, "Engkau memang
senang membuat siapa saja repot."
"Aku tidak tahu kalau Lady Xeilan juga mendengarkan tadi," kata Putri Eleanor
manja. "Semakin kuperhatikan, engkau semakin terlihat manja," kata Pangeran Reinald,
"Aku heran bagaimana Kakyu tetap tenang walaupun engkau cerewet seperti ini?"
"Ia memang hebat," Putri Eleanor mengakui dengan bangga, "Cuma ia yang
bersikap tenang kepadaku."
"Kukira, Eleanor, hanya Kakyu seorang yang dapat bertahan dengan kemanjaanmu
itu," kata Raja Alfonso.
"Aku juga tidak meragukannya," Pangeran Reinald menambahi dengan yakin.
Dalam perjalanan pulang ke Chiatchamo, seperti ayah dan adiknya, Pangeran
Reinald juga tergoda untuk meruntuhkan ketenangan Kakyu tetapi gadis itu tetap
tenang dalam dunianya. Sepertinya gadis itu akan selalu begitu walaupun ada
meriam yang meletus di depannya.
Semakin melihat Kakyu bertahan dalam dunianya, Pangeran Reinald semakin
tergoda untuk meruntuhkan ketenangannya.
Untung saja Ratu Ylmeria belum mengetahui hal ini. Kalau ia tahu, entah apa yang
akan dilakukannya. Suami dan kedua anaknya ternyata senang mempermainkan
Kakyu. "Mama di mana?"
"Sedang berbicara dengan Adna dan Joannie," jawab Pangeran.
"Aku akan ke sana."
"Ya, pergilah ke sana dan jangan menganggu kami," Pangeran Reinald pura-pura
mengusir adiknya. Seperti yang diharapkan Pangeran, Putri Eleanor jengkel mendengarnya. "Engkau
jahat," katanya manja lalu ia berlalu pergi.
"Jangan kaugoda terus dia."
"Tidak apa-apa, Papa. Aku senang melihatnya seperti ini. Tak pernah kukira ia
akan menjadi semakin manja setelah kepergianku."
"Adikmu itu semakin manja sejak engkau pergi dan aku hampir dibuat pusing
karenanya. Ylmeria sendiri juga tidak tahu bagaimana mengajari Eleanor bersikap
sebagai Lady." "Dapat kutebak Eleanor sangat jengkel ketika Kakyu bersikap tenang terhadapnya."
Raja tersenyum. "Tepat sekali. Dan kurasa bukan hanya ia saja yang jengkel
tetapi juga aku. Seumur hidupku belum pernah aku melihat pemuda setenang dia. Aku
berbicara panjang lebar, tetapi ia hanya menanggapinya dengan dua tiga patah
kata. Aku heran melihatnya."
"Dan akan semakin heran kalau tahu ia bukan permuda seperti yang Papa kira,
tetapi seorang gadis," tambah Pangeran Reinald dalam hatinya.
"Aku heran mengapa sejak tadi Kakyu belum muncul juga."
Pangeran tidak menjawabnya. Matanya terus mencari Kakyu dalam keramaian
pesta itu. Pangeran tidak mengerti mengapa Kakyu tidak hadir dalam pesta perkawinan
kakaknya. Bukankah ia sendiri yang mengatakan ia tidak jatuh cinta pada Adna"
Atau mungkin saat itu Kakyu berbohong padanya"
Tidak henti-hentinya Pangeran memikirkan hal itu. Hingga pesta yang seharusnya
dinikmatinya, membuatnya gelisah. Dan tetap gelisah ketika akhirnya ayahnya
memutuskan untuk pulang. Tak heran kalau keesokan paginya Pangeran sudah menanti kedatangan Kakyu di
depan teras. Begitu melihat Kakyu datang, Pangeran Reinald segera menghampirinya.
"Selamat pagi, Pangeran," sapa Kakyu yang baru datang.
"Pagi," sahut Pangeran Reinald singkat.
Suara yang mengandung maksud itu tidak membuat Kakyu merasa terganggu.
"Ke mana engkau kemarin malam?"
"Rumah," jawab Kakyu dengan tenangnya.
Pangeran Reinald menarik lengan Kakyu sehingga Kakyu mau tidak mau harus
berhenti dan menatap wajah Pangeran yang geram.
Kakyu tidak mengerti mengapa wajah itu seperti itu. Ia tidak merasa telah
melakukan kesalahan. "Engkau bohong," tuduh Pangeran, "Kemarin aku tidak melihatmu."
Kemarin malam Kakyu memang berada di Quentynna House bahkan ketika pesta itu
diselenggarakan tetapi ia tidak berada di Ruang Besar. Keluarganya mengerti ia
tidak menyukai keramaian dan tidak berusaha menahannya dalam pesta itu.
Kakyu telah menunjukkan kegembiraannya dengan mengikuti jalannya pernikahan
Joannie di Gereja. Dalam pesta itupun, Kakyu juga hadir walau hanya sebentar.
Setelah merasa cukup lama berada di pesta di mana ia disibukkan oleh para wanita
yang berusaha menganggunya, Kakyu menyendiri di Ruang Perpustakaan di lantai
dua. Dan Kakyu terus berada di sana sampai pesta itu selesai.
Kakyu merasa ia harus menjelaskan masalah ini. "Kemarin saya berada di Ruang
Perpustakaan." "Engkau bohong!"
"Tidak," kata Kakyu tenang.
"Engkau bohong," Pangeran bersikeras dengan tuduhannya, "Aku tahu engkau juga
jatuh cinta pada Adna. Engkau tidak perlu membohongiku karena aku tahu aku tidak
salah." Untuk kedua kalinya Pangeran mengutarakan hal itu dan seperti dulu, Kakyu
tersenyum geli karenanya.
Kakyu tidak mengerti dari mana Pangeran mendapat kesimpulan itu dan mengapa
Pangeran terganggu dengannya. Kalau ia memang mencintai Adna - seperti yang
dikatakan Pangeran Reinald - Pangeran Reinald tidak perlu merasa terganggu.
Bukankah ia tetap melakukan tugasnya dengan baik"
Bahkan ketika semua pasukan yang kembali dari Pegunungan Alpina Dinaria, sibuk
menceritakan pengalaman mereka, Kakyu tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Kakyu memang sering mendapat pertanyaan seperti "Apa yang terjadi di sana?";
"Engkau tidak apa-apa bukan?" juga berbagai macam permintaan untuk
menceritakan pengalamannya selama berada di garis depan. Tetapi Kakyu tidak
pernah menjawabnya. Satu-satunya jawaban yang diberikannya atas semua
pertanyaan itu hanyalah, "Tanyalah yang lain."
Tidak perlu diragukan lagi jawaban itu membuat semua orang yang bertanya
padanya menjadi jengkel. Dan tanpa ditebakpun setiap orang tahu Kakyu tetap
tenang. Bagi Kakyu tidak ada gunanya lagi menceritakan apa yang sudah diceritakan orang
lain. Bukankah banyak dari mereka yang sudah tahu apa yang terjadi"
Tidak sesaatpun Kakyu melalaikan tugasnya yang telah dilalaikan olehnya dengan
pergi ke Pegunungan Alpina Dinaria.
Tetapi herannya Kakyu tidak berusaha mengatakan alasannya menyendiri dalam
Ruang Perpustakaan ketika pesta itu berlangsung. Kakyu malah bertanya, "Berapa
kali saya harus mengatakannya pada Anda, Pangeran" Saya hanya menyayangi
Adna sebagai kakak, tidak lebih dari itu."
"Hentikan!" Pangeran tiba-tiba mengurung Kakyu pada dinding dengan kedua
tangannya, "Sudah kukatakan jangan membohongiku."
Kakyu tidak mengerti di mana letak kesalahannya. "Mengapa Anda marah,
Pangeran?" tanya Kakyu tenang, "Bukankah hal ini tidak ada hubungannya dengan
Anda?" Pertanyaan tenang itu tepat hingga membuat Pangeran tidak dapat menjawabnya.
Pangeran melepaskan tangannya dari dinding dan membiarkan Kakyu melaluinya.
Kakyu benar. Ia seharusnya tidak marah seperti ini. Masalah ini bukan urusannya.
Tetapi dirinya tidak berhenti memikirkan hal itu.
Pangeran Reinald merasa seperti orang gila karenanya. Ia telah mencampuri
masalah yang di luar wewenangnya. Dan celakanya masalah ini adalah masalah
Kakyu, gadis yang selalu tenang.
Apakah Adna memang benar, ia cemburu pada gadis itu atau lebih tepatnya pada
Adna" Pangeran pusing memikirkannya tetapi ia bukan orang yang mudah menyerah. Ia
akan terus memikirkan sebabnya walau ia menjadi gila karena perasaan dan
pikirannya yang kacau. Tetapi Pangeran tidak dapat melakukannya seperti harapannya. Belum lama ia
berjalan-jalan di halaman sambil berpikir keras, seorang prajurit menyampaikan
panggilan ayahnya. Pangeran Reinald tahu kedatangannya di Ruang Baca sangat diharap oleh ayahnya,
dan ia segera berangkat walau pertanyaan itu masih terus bergaung di dalam
kepalanya. Melihat Kakyu juga berada di sana, Pangeran Reinald menjadi ingin tahu masalah
penting apakah yang akan dibicarakan ayahnya dengannya.
"Ada apa, Papa?"
"Aku hanya ingin bertanya bagaimana pendapat kalian kalau aku mengadakan pesta
kemenangan." "Kurasa tidak ada masalah. Bagaimana denganmu Kakyu?"
"Tidak ada masalah."
"Bagus," kata Raja Alfonso sambil tersenyum, "Sekarang bagaimana pendapatmu
tentang masalah ini, Reinald?"
"Masalah apa, Papa?"
"Aku baru saja mendengar permintaan Eleanor dan aku telah memikirkannya
masak-masak. Kurasa tidak ada salahnya menyetujui permintaannya."
"Permintaan apa, Papa" Jangan berteka-teki."
Raja Alfonso mengacuhkannya. "Bagaimana pendapatmu tentang Eleanor, Kakyu?"
"Ia putri yang cantik," kata Kakyu jujur, "Sikapnya yang manja pasti membuat
pria manapun menyukainya."
Raja tersenyum puas. "Rupanya keputusanku ini tidak salah."
"Keputusan apa, Papa?" Pangeran Reinald tidak sabar dengan teka-teki ini.
"Aku memutuskan untuk memberikan hadiah istimewa kepada Kakyu sebagai
penghargaanku atas keberhasilannya menumpas Kirshcaverish," Raja masih
berteka-teki. Kakyu mulai dapat melihat apa yang hendak dikatakan Raja. Sebelum Raja
mengatakan maksudnya, Kakyu cepat-cepat berkata, "Maafkan saya, Paduka. Saya
tidak dapat." "Mengapa tidak, Kakyu?" tanya Raja Alfonso heran, "Bukankah engkau juga
menyukai Eleanor" Kurasa engkau dan Eleanor akan menjadi pasangan yang
cocok." "Tidak mungkin, Papa," daripada Kakyu, Pangeranlah yang lebih gencar
menolaknya. "Papa tidak mungkin melakukan hal itu."
"Ada apa, Reinald?" Raja Alfonso kebingungan, "Mengapa engkau seperti ini"
Bukankah engkau sendiri yang kemarin berkata hanya Kakyu yang dapat mengatasi
kemanjaan Eleanor." "Tetapi masalahnya lain," Pangeran Reinald bersikeras.
"Aku heran, Reinald, engkau tidak berhubungan dengan masalah ini tetapi engkau
menolaknya. Kakyu sendiri belum menanggapinya."
"Saya tidak dapat, Paduka."
Raja Alfonso heran. Mengapa keduanya tidak menyetujui keputusannya.
"Mengapa tidak, Kakyu" Bukankah engkau yang berjasa atas tertumpasnya
Kirshcaverish?" "Bukan saya, Paduka, tetapi para Jenderal."
"Mereka mengatakan engkaulah yang paling berjasa dan aku melihat tidak ada
salahnya kalau aku menyerahkan putriku kepadamu sebagai penghargaanku atas
jasamu." "Maafkan saya, Paduka."
Pangeran Reinald heran melihat Kakyu tetap tenang walau tahu ia tidak akan
mungkin bisa menikah dengan Eleanor. Akan aneh sekali kalau seorang gadis
menikah dengan gadis. Melihat ayahnya tidak akan berhenti membujuk Kakyu, Pangeran Reinald merasa ia
harus membantu Kakyu. Pangeran mengajak Raja Alfonso menjauh.
Melalui tirai merah yang memisahkan Ruang Baca dengan Ruang Perpustakaan
kecil, Pangeran Reinald mengintip Kakyu yang tetap berdiri tenang.
"Papa tidak mungkin melakukan hal gila ini."
"Hal gila apa, Reinald?" Raja Alfonso kebingungan, "Bukankah Kakyu dan Eleanor
memang cocok?" Pangeran Reinald merasa ia harus melanggar janjinya demi menyelesaikan masalah
ini. "Ia tidak bisa menikah dengan Eleanor dan tidak akan pernah bisa."
Raja Alfonso hanya dapat menatap putranya dengan kebingungan.
"Kakyu tidak seperti yang Papa kira. Ia...," Pangeran ragu-ragu tetapi akhirnya ia
mengucapkannya juga, "Ia itu seorang gadis."
"Gadis!?" Raja terkejut mendengarnya. Prajurit yang selama ini dipujinya
ternyata seorang gadis. "Benar, ia bukan seperti yang kita semua kira."
Pedang Kiri 12 Siluman Ular Putih 17 Maling Tanpa Bayangan Han Bu Kong 10

Cari Blog Ini