Ceritasilat Novel Online

Ratu Pilihan 3

Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella Bagian 3


"Kau memang seorang babi," Mathias menjentik hidung Simona, "Babi yang
cantik." Simona tersenyum manja. Beberapa awak kapal sibuk merapikan kembali layar kapal dan beberapa sibuk
menjatuhkan jangkar ke dalam laut. Beberapa sibuk memperhatikan jarak
antara dermaga dan lambung kapal. Beberapa sibuk mempersiapkan jalan
antara kapal dan dermaga.
Mathias menuntun istrinya ke kereta keluarga Soyoz yang telah menanti
mereka. "Selamat datang kembali, Yang Mulia," sang kurir Binkley menyambut.
"Apakah Quinn mencariku selama aku tidak ada?"
"Tidak, Yang Mulia," jawab pria itu, "Paduka tidak pernah mengirim utusan
untuk mencari Anda."
Mathias terpekur. Ini bukan cara Quinn. Biasanya Quinn pasti akan langsung
menyerbu Arsten setiap kali ia merasa sesuatu yang salah telah dilakukannya.
Quinn tidak akan melepaskannya begitu saja sampai ia berhasil menemukannya
dan memarahinya sampai puas.
Namun, semenjak ia meninggalkan Viering hari itu, ia sama sekali tidak pernah
melihat pasukan utusan Quinn. Ia juga tidak pernah melihat sebuah pengejaran
tengah dilakukan. Sebaliknya, ia melihat perkembangan keadaan di Viering yang
akhirnya berbuah pada pernikahan Quinn.
Walau ia berada di luar negeri, ia tidak pernah ketinggalan berita dalam
Viering. Cerita tentang Quinn adalah sebuah subyek yang tidak akan pernah dilepaskan
oleh mata para kuli tinta itu. Ia cukup terkenal di dunia sebagai seorang Raja
Muda yang tangkas dan tampan.
Effect peristiwa Red Invitation cukup besar di Viering. Bagi negara lain di luar
Viering, ini adalah peristiwa yang mempengaruhi pemerintahan Viering dari
seorang Raja yang bijaksana ke seorang Raja remaja yang patut diragukan.
Sebuah perubahaan yang sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan kedua
negara. Sebelum Quinn naik tahta, ia telah bersinar di Viering. Almarhum Paduka Raja
Alvaro dan Ratu Esther begitu menyayangi dan memanjakan putra tunggalnya.
Seisi Viering juga memanjakannya. Bukan hanya karena ia adalah satu-satunya
putra raja yang mereka sanjung tetapi juga karena tingkah lakunya yang manis
dan rupanya yang menawan. Quinn adalah seorang anak yang manja sebelum
Red Invitation. Ia sama sekali tidak pernah terlibat dalam urusan pemerintahan
Viering sebelum ayahnya mangkat.
Orang yang patut dihargai atas perubahan seorang pemuda yang manja ke
seorang pria yang mandiri adalah Bernard. Dunia mengakui pengaruhnya atas
segala kebijaksanaan Quinn saat ini.
Setelah ia secara resmi naik tahta, Quinn semakin bersinar. Kali ini bukan hanya
karena posisinya tetapi juga karena ketampanannya yang semakin menonjol.
Para gadis mulai tertarik oleh daya pikat Quinn yang tidak perlu diragukan.
Namun sayangnya, Quinn tidak pernah tertarik untuk benar-benar mengikat
hubungan dengan seorang pun dari mereka. Ini merupakan salah satu daya
pikat Quinn yang lain. Mathias tahu keteguhan Quinn tidak akan dengan mudah dijatuhkan sekalipun
oleh gadis tercantik di semesta.
Quinn pernah menegaskannya dihadapannya dan Bernard. Saat itu Quinn
sedang marah besar hanya karena ia kedapatan mabuk-mabukan di bar.
Apa salahnya ia menikmati masa mudanya" Ia memang orang yang berada
dalam urutan pertama tahta Viering tetapi bukan artinya ia tidak bisa menikmati
masa mudanya. Quinn memang suka mengomentari kehidupannya sampai ke
hal yang paling sepele. Hanya karena ia adalah penerusnya, Quinn tidak bisa
memaksanya bersikap seperti keinginannya! Lagipula saat ini ia bukanlah apaapa
selain bayang-bayang Quinn. Apa yang bisa dilakukannya ketika semuanya
berada dalam kuasa Quinn" Ia hanyalah seorang Putra Mahkota yang akan
meneruskan tahta Viering bila Quinn memutuskan untuk turun tahta atau
sesuatu terjadi padanya. Quinn sama sekali tidak pernah mempercayainya. Ia
lebih suka menyuruh Bernard mewakilinya bila ia mempunyai halangan daripada
ia yang tidak lain adalah Putra Mahkota Viering!
Mungkin Simona benar. Mengapa ia harus takut pada Quinn" Quinn tidak bisa
melakukan apa-apa terhadapnya selain memarahinya. Quinn sendiri tahu Viering
akan tamat bila ia tidak ada dan ia sendiri tidak pernah ingin melepaskan masa
lajangnya. Itulah yang ia tegaskan ketika Bernard mengusulkan Quinn untuk
segera menyudahi petualangan cintanya.
"Aku tahu apa yang kulakukan! Kau tidak perlu mengomentari keputusanku. Ini
adalah kebebasanku untuk memutuskan apakah aku akan menikah atau tidak!"
Pernyataan yang dilontarkan dengan kemarahan terselubung itu cukup untuk
menutup mulut Bernard. Karena itulah Mathias tidak begitu mempercayai berita yang beredar beberapa
hari setelah pesta pertunangan Quinn.
Quinn tidak pernah bertemu Eleanor. Ia juga hampir tidak pernah mendengar
nama gadis itu bila bukan karena hubungannya dengan Irina.
Beberapa saat yang lalu ia pernah tertarik pada Irina. Ia begitu mencintai
wanita itu tetapi Derrick selalu menghalanginya. Irina sendiri juga selalu bersikap
angkuh dengan selalu menolaknya. Dan yang paling tidak disukainya dari
mereka adalah keberadaan Eleanor! Irina sering menggunakan Eleanor sebagai
alasan untuk menghindarinya.
"Aku harus menemani Eleanor ke dokter hari ini," katanya suatu saat ketika ia
mengajak Irina keluar. "Eleanor perlu membeli baju baru," katanya di lain waktu.
"Hari ini aku harus memperhatikan pelajaran Eleanor. Kemarin ia kabur dari
kelasnya." Eleanor, Eleanor dan selalu Eleanor. Memangnya Irina adalah ibu gadis itu"
Irina hanya memanfaatkan gadis itu untuk menghindarinya.
Memangnya siapa gadis kecil itu" Earl Hielfinberg sudah melindungi gadis itu
lebih dari cukup hingga membutuhkan campur tangan Irina yang tak lain adalah
putri sahabat dekatnya. Semua orang tahu Earl lebih banyak mengurung diri di
Schewicvic semenjak kepergian istrinya. Semua tahu ia begitu takut putri
tunggalnya, satu-satunya warisan istri tercintanya, akan pergi meninggalkannya
selama-lamanya hingga ia mengurung gadis itu dan memperhatikan setiap
langkahnya. Apa lagi yang dibutuhkan dari Irina!"
Gadis yang tidak pernah keluar rumah itu tidak mungkin pernah bertemu Quinn
apalagi menjalani hubungan terselubung dengan Quinn. Gadis tercantik di
semesta tidak sanggup mematahkan keteguhan Quinn apalagi seorang gadis
ingusan sepertinya. Mathias percaya pernikahan Quinn hanyalah sebuah jalan yang diambilnya untuk
menghalangi jalannya ke tahta. Tetapi ia tidak peduli akan hal itu. Ia telah
mendapatkan hal yang paling berarti untuknya di dunia ini, Simona. Selain itu,
sekarang ia bisa menikmati masa-masa mudanya, kehidupannya tanpa perlu
cemas akan kemurkaan Quinn.
Malam itu Mathias baru saja menghabiskan makan malamnya dan ia tengah
menikmati anggur merah kesayangannya di Ruang Duduk ketika seorang
pelayan masuk, "Utusan Paduka Raja datang untuk menjemput Anda, Yang Mulia."
Akhirnya Quinn memanggilnya.
Mathias tidak berharap Quinn akan melepaskannya tetapi ia juga ingin bertemu
Quinn. Apa keperluan Quinn menemuinya" Mereka sudah memilih jalan mereka
sendiri-sendiri. Ia sudah menemukan pasangan hidupnya dan Quinn juga tidak
perlu mengurusnya lagi. Ia sudah mempunyai seseorang yang akan memberinya
keturunan. "Apakah saya harus mengatakan Anda sedang beristirahat pada utusan itu?"
tanya pelayan itu melihat keragu-raguan di wajah Mathias.
Mathias termenung. "Katakan padanya aku akan segera berangkat ke Fyzool."
Ya, ini adalah keputusan yang tepat. Cepat atau lambat mereka harus bertemu
membahas masalah ini. Dan akan jauh lebih baik baginya bila ia segera bertemu
Quinn. Ia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran akan kemurkaan
Quinn. Quinn tidak akan melakukan apa pun terhadapnya. Bagaimana pun juga mereka
adalah saudara sepupu. Sewaktu mereka masih kecil, Quinn begitu menyanjungnya sebagai seorang
kakak. Mereka sering bermain bersama dan menghabiskan waktu bersama.
Semua orang sependapat mereka terlihat akrab seperti kakak adik kandung.
Quinn selalu membelanya ketika ia diganggu dan demikian pula ia selalu
melindungi Mathias. Mereka adalah saudara yang tidak bisa dipisahkan. Mereka
saling mengerti satu sama lain. Bahkan kedua orang tua mereka sering
mengomentari kedekatan hubungan mereka.
Itulah yang Mathias pikir sesaat sebelum berhadapan muka dengan Quinn.
"Bagaimana bulan madu kalian?" Quinn bertanya dengan ramah.
Keramahan yang seperti merestui pernikahannya ini membuat kepercayaan diri
Mathias bergetar. Mengapa ia perlu takut pada adik yang menyanjungnya"
"Menarik." "Aku mendengar kalian sudah meninggalkan Viering ketika aku membaca kabar
tentang pernikahan kalian."
Mathias menghindari tatapan mata Quinn.
Inilah kenyataannya. Mereka sama-sama kehilangan orang tua mereka dalam
Red Invitation. Mereka sama-sama dididik oleh Bernard untuk menjadi raja
Viering di masa mendatang. Mereka berbagi suka dan duka sejak mereka masih
kanak-kanak. Namun Quinn berkembang lebih cepat dari Mathias. Ketika
Mathias menyadarinya, ia sudah ketinggalan jauh. Ia tidak dapat melampaui
pemuda itu. "Mengapa kau tidak memberitahuku?" akhirnya Quinn masuk ke dalam topik
utama. Mathias tidak berani menjawab.
Quinn sendiri pasti tahu. Mathias tidak berani mengumumkan pernikahannya
karena Quinn pasti akan melakukan segala cara untuk menghentikan
pernikahannya ini. Mathias mencintai Simona. Ia tidak bisa hidup tanpa Simona. Ia adalah
segalanya baginya namun si pria dingin ini pasti tidak akan mendengar
penjelasannya. Namun setidaknya Quinn harus tahu!
"Aku mencintai Simona."
"AKU TIDAK BERTANYA ITU!!!" Quinn benar-benar murka.
"Kau tidak bisa mengatur dengan siapa aku harus menikah," Mathias membela
diri. "Aku memang tidak bisa tetapi aku BERHAK!"
Mathias meringkuk di kursinya. Ia tidak berani membantah maupun menatap
Quinn. "Apa kau tahu apa yang sedang kaulakukan!" Apa kau sadar apa yang sudah
kaulakukan!?"" "Aku...," Mathias tidak tahu harus mengungkapkannya atau tidak.
'Untuk apa kau takut padanya!"' suara Simona menggema, 'Toh dia tidak akan
membunuhmu!' Dengan suaranya yang lirih Mathias berkata, "M-mengapa kau menyalahkanku
atas pernikahanmu" Aku sudah memilih jalanku dan kau juga telah memilih
jalanmu." Quinn geram. "Bagus. Sekarang kau berani membantahku."
"A... aku t-tidak pernah memaksamu menikah. K-kkau sendiri yang
memutuskannya," Mathias berbicara dengan terpatah-patah. "Apa kau ingin
mengatakan kau menikah hanya karena aku?"
"KAU!?" Quinn tidak bisa berkata. Ia tidak bisa membiarkan orang lain
mengetahui motif asli di balik pernikahannya. Ini adalah salah satu
perjanjiannya dengan Earl Hielfinberg. Namun ia juga bukan seorang pengarang
cerita yang baik. "Quinn." Keduanya langsung menoleh ke pintu.
"Sudahlah," Eleanor berdiri di depan Quinn. Tangannya melekat di dada Quinn
seolah ingin menahan pria itu menghajar Mathias. "Jangan kau marahi Mathias
lagi. Kalian sudah lama tidak bertemu. Apa kau tidak bisa menyambutnya
dengan cara lain selain memarahinya?"
Mata Quinn bersinar tidak senang dengan gangguan yang tidak terduga ini.
Eleanor menoleh pada Mathias yang masih kebingungan. "Senang berjumpa
dengan Anda, Duke of Binkley," Eleanor memberikan senyumnya yang
mempesona, "Saya adalah Eleanor."
Mathias terhenyak. Ia sama sekali tidak menduga Eleanor adalah gadis muda
yang menarik. Memang tidak salah gadis pilihan Quinn. Gadis manis itu bersinr
mulai dari kepala sampai ujung kakinya. Benar-benar gadis yang sempurna!
"Saya sungguh terharu Anda bersedia datang selarut ini walau Anda baru tiba
siang ini hanya untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kami. Di mana
Simona" Mengapa ia tidak datang bersama Anda" Apakah ia merasa rendah diri
untuk masuk istana?"
Mathias membelalak. Quinn tersenyum sinis sambil melirik Eleanor.
"Saya sungguh menyayangkan ketidakhadiran Anda di pesta pernikahan kami.
Saya sudah mempersiapkan banyak bahan pembicaraan untuk dapat mengenal
istri Anda yang hebat itu. Namun, rupanya kalian masih ingin berbulan madu
daripada menghadiri pesta pernikahan saya yang membosankan."
"B-bukan begitu, Yang Mulia Paduka Ratu," Mathias gugup.
"Tetapi tidak mengapa," Eleanor tersenyum manis, "Kalau kalian datang, kalian
pasti lebih dapat menarik perhatian para tamu daripada kami. Benarkan,
Quinn?" Eleanor mendongak.
"Ya, sayang," Quinn melingkarkan tangan di pundak Eleanor. Quinn perlu
mencari topik lain untuk menyingkirkan tawa geli yang memenuhi dadanya.
"Katakan, mengapa kau ada di sini?"
"Aku menantimu di kamar tetapi kau tidak segera muncul. Kemudian aku
mendengar Mathias datang. Aku ingin menyambutnya. Apakah tidak boleh?"
"Tentu saja boleh. Aku senang kau juga menyambut Mathias."
Mathias menelan ludah melihat aksi sepasang suami istri baru itu.
"Mathias, kau bisa pulang. Aku masih mempunyai urusan di sini," Quinn berkata.
Tanpa membantah Mathias pun meninggalkan tempat itu.
Dan tawa Quinn pun langsung lepas.
"Apa kau sudah puas!?" Eleanor tidak suka mendengar tawa yang dengan jelas
tengah menyindirnya itu. Ia tidak peduli apa reaksi Quinn ketika ia memutuskan
untuk muncul. Begitu ia mendengar Mathias datang, hanya satu yang ada di
dalam kepalanya: menemui pria yang menjadi akar nasib sialnya! Quinn tidak
melarangnya datang dan sekalipun pria itu melarangya, ia tetap akan muncul! Ia
tidak peduli pada Quinn. Ia tidak takut pada Quinn seperti Mathias yang harus
mengumpulkan segala keberaniannya hanya untuk mengucapkan sepatah kata
lirih. "Katakan mengapa kau di sini?" Quinn bertanya dengan suaranya yang
mengancam. "Aku sudah menjawab pertanyaan itu," Eleanor menjawab seadanya sambil
membalik badannya menuju pintu.
"Benarkah itu?" Quinn menangkap tangan Eleanor dan menariknya mendekat.
Matanya bersinar berbahaya. "Katakan apa kau begitu merindukanku?"
"Lepaskan aku!" Eleanor menyentakkan tangannya.
"Kau takut?" ejek Quinn, "Apa sekarang kau baru mengenal takut?"
Eleanor membalas ejekan itu dengan tatapan matanya yang menantang. Apa
yang perlu ditakutinya dari pria ini" Ia tidak lebih dari seorang playboy!
"Sepertinya kau memang memerlukan sebuah hukuman," Quinn mempererat
genggamannya, "Katakan, sayang, hukuman apa yang pantas untukmu," Quinn
melingkarkan tangan di pinggang Eleanor.
Eleanor terkejut. "Apa yang kau lakukan!?" Ia semakin panik ketika wajah Quinn
mendekat. Sebelum ia menyadarinya, tangannya telah melayang.
Quinn membelalak. "Apakah begitu caramu menunjukkan kerinduanmu!?" desis
Quinn sambil menyentuh pipinya yang masih panas oleh tamparan Eleanor.
"Siapa yang menyuruhmu memperlakukan aku seperti itu!?" Eleanor kesal terus
diperlakukan seperti seorang penjahat.
"Seperti apa!?" bentak Quinn. "Kuberitahu kau. Aku paling tidak suka orang
menginterupsiku!" "Siapa yang ingin kau bermain sendirian dengan Mathias!?" Eleanor
memberitahu dengan kesal.
Quinn tidak menanggapi. "Aku juga ingin tahu siapa pria yang menjadi dalang semua ini!"
"Hari ini cukup sekian. Kembali ke kamarmu sekarang juga!"
"Tidak kau perintah pun, aku akan pergi," gerutu Eleanor, "Siapa yang mau


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terus-terusan berada di dekatmu."
Quinn memperhatikan gadis itu pergi. Mungkin gadis ini tidak sepenuhnya
memenuhi kriterianya namun setidaknya ia mempunyai mulut yang tajam. Ia
menyukai cara gadis ini menyindir Mathias.
BAB 12 Eleanor mendesah panjang. Ia benar-benar bosan. Sepanjang hari tidak
ada yang dapat dilakukannya selain duduk melamun. Walaupun ia
sekarang adalah wanita nomor satu di Viering tidak berarti ia sesibuk
sang pria nomor satu. Sebaliknya, ia adalah pengangguran nomor satu di
Viering! Sepanjang matanya melihat, setiap orang di Istana mempunyai sesuatu
untuk dilakukan. Para pelayan sibuk dengan pekerjaan rutin mereka. Para
prajurit sibuk dengan tugas mereka. Setiap orang yang keluar masuk
Fyzool mempunyai urusan yang bisa mereka lakukan. Hanya dia yang
tidak mempunyai pekerjaan!
Eleanor benar-benar kesal. Selama dua minggu lebih ia memasuki Istana,
tidak sesuatu pun yang dapat dilakukannya. Quinn tidak pernah sekali
pun memberinya sesuatu untuk dikerjakan. Kalaupun pemuda itu harus
mengunjungi suatu tempat, ia lebih suka mengunjunginya sendirian
seperti hari ini. Pagi ini Quinn, tanpa mengatakan apa-apa, langsung pergi setelah makan
pagi. Quinn memang tidak pernah mengatakan apa-apa padanya tentang
pekerjaannya. Ia juga tidak pernah memberitahunya apa yang harus
dikerjakannya. Eleanor mendesah lagi. Sejak awal ia sudah tahu pekerjaannya adalah
melahirkan keturunan Quinn. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu! Apa
yang ia harapkan dari pekerjaan mulianya ini"
"Hei, kau!" Eleanor terkejut. Seorang wanita berdiri tak jauh dari sisinya. Dari penampilannya yang
glamour, Eleanor yakin wanita ini adalah satu dari sekian ribu gadis yang
pernah didampakkan Quinn. Benar-benar wanita selera Quinn. Cantik,
anggun, berpendidikan, dan angkuh.
Eleanor tidak berniat menanggapi wanita itu. Ia menjauhi serambi.
"Kau tidak tahu malu! Demi tahta kau mau menikahi Raja."
Langkah Eleanor terhenti oleh perasaan kesalnya. 'Siapa yang mau"'
pikirnya, 'Ini semua kemauan Papa.'
"Aku tidak percaya dengan cerita karangan kalian! Quinn tidak mungkin
jatuh cinta pada gadis ingusan sepertimu."
Eleanor menghitung-hitung berapa kalikah ia mendengar kalimat senada
semenjak kakinya menginjak halaman Fyzool. Puluhan bahkan mungkin
ribuan. Rasanya tidak seorang wanitapun yang tidak melepaskannya.
Sebanyak apa bekas kekasih Quinn, sebanyak itu pula yang mengadu
padanya. Eleanor lelah oleh semua ini. Ia tidak meminta untuk dinikahkan dengan
Quinn. Bahkan ia meminta untuk dilepaskan dari cengkeraman Quinn.
"Bagaimanapun akulah yang dia pilih. Bukan kau!" katanya dingin.
Wanita itu terpukul. Bibirnya bergetar tapi ia tidak mengucapkan apaapa.
Eleanor pergi meninggalkan wanita itu dengan kesal.
Belum jauh ia melangkah, seorang wanita lain telah menantinya.
Sepertinya ia melihat peristiwa barusan karena ia tengah tertawa.
"Kau memang bermulut tajam seperti yang kudengar."
Eleanor melihat wanita cantik berambut pirang itu dengan tidak tertarik.
Wanita itu pasti adalah satu dari antara sekian mantan Quinn, sang suami
tercinta. Sampai kapankah Quinn akan berhenti memberinya pekerjaan tambahan
yang melelahkan ini" Di awal sudah dijelaskan tugasnya hanyalah
melahirkan keturunan Arcalianne. Namun, mengapa sekarang ia
mendapat pekerjaan tambahan: menghadapi para mantan Quinn!"
Eleanor ingin sekali membuat perhitungan dengan Quinn. Namun sampai
matipun ia tidak akan melakukannya. Ia tidak akan membiarkan pemuda
itu bersenang-senang dengan apa yang sudah dibuatnya. Eleanor akan
menunjukkan pada pemuda itu bahwa ia tidak mudah dikalahkan begitu
saja. Quinn harus tahu siapa yang dinikahinya ini!
Eleanor menatap wanita itu lekat-lekat. "Anda adalah Lady Nicole,
bukan?" tanyanya. "Apakah hari ini Anda datang lagi untuk mengeluh"
Saya sudah siap mendengarkan keluhan Anda. Namun di awal saya harus
menegaskan saya tidak tertarik mendengar masa lalu suami saya. Saya
sudah memaafkannya ketika kami memutuskan untuk menikah. Quinn
pun telah berjanji untuk selalu setia pada saya."
Mengapa pula ia harus terus berpegang teguh pada cerita karangan Irina"
Walaupun begitu, Eleanor menikmati reaksi wanita itu.
Hampir tiap hari wanita ini menemuinya dan mengadu. Setiap ada
kesempatan wanita ini pasti mengadu padanya. Eleanor sudah
mendengar cerita tentangnya sebelum ia menikah. Ia adalah wanita
terakhir dan terlama yang menjadi kekasih Quinn. Andai kata tidak ada
halangan yang menyebalkan itu, mungkin ia akan menjadi kekasih abadi
Quinn. "Anda tidak mengharapkan sebuah affair baru di Viering, bukan?" tanya
Eleanor. Lagi-lagi Eleanor membuat wanita yang iri padanya jatuh.
Gadis itu berjalan menjauh dengan angkuh. Ia sudah benar-benar bosan.
Ia tidak suka tugas tambahannya ini. Ia tidak suka dikurung. Bagaimana
pun juga ia adalah Eleanor. Dan Eleanor adalah burung bebas! Ia bebas
pergi ke mana pun ia mau!!
Eleanor tahu! Ia tahu ke mana ia bisa pergi. Quinn tidak pernah
melarangnya pergi meninggalkan Fyzool.
Dengan riang Eleanor kembali ke kamarnya. Begitu ia memasuki
kamarnya, langkah pertama yang diambilnya adalah membuka lemari
bajunya. Senyum riangnya langsung menghilang melihat gaun-gaunnya yang indah
itu. Irina benar-benar tidak mau ia tampak seperti gadis biasa. 'Kau adalah
seorang Ratu!' Irina menegaskan ketika ia memaksa Eleanor mengambil
semua gaun-gaun yang telah dipesankannya khusus untuk sang Ratu
Kerajaan Viering. Namun hal itu tidak dapat menghentikan Eleanor.
Eleanor langsung menuju ruang tempat para pelayan Istana berkumpul di
saat mereka tidak mempunyai tugas.
"Nicci! Nicci!" panggil Eleanor.
Semua pelayan di ruangan itu kaget.
"Paduka Ratu!" "Paduka Ratu!" Satu per satu dari mereka membungkuk untuk menyambut
kedatangannya yang tidak terduga itu.
Nicci muncul dari salah satu pojok ruangan dengan tergopoh-gopoh.
"Saya datang. Saya datang, Paduka Ratu."
"Nicci," Eleanor meraih tangan wanita itu, "Aku butuh bantuanmu."
Semua pelayan melongo melihat Eleanor menarik pelayan pribadinya
dengan riang. Kemudian mereka saling berbisik.
"P-Paduka Ratu, Anda tidak boleh melakukan ini?" Nicci memberitahu.
"Melakukan apa?" tanya Eleanor.
"Ini," Nicci menunjuk tangan Eleanor yang menggandeng tangannya.
"Apa salahnya?" Eleanor bertanya heran.
"Seorang Ratu tidak boleh sembarangan menggandeng tangan pelayan."
"Apa ada peraturan tentang itu?"
Nicci mati kutu. "Tidak ada tetapi..."
"Tidak ada peraturan bukan berarti tidak boleh. Aku tidak peduli dengan
tata krama yang tidak masuk akal itu!" Eleanor terus menarik Nicci.
Nicci mendesah. Inilah Eleanor, sang junjungannya. Eleanor, sang gadis
kaya yang tidak pernah memandang tinggi rendah setiap orang. Di mata
Eleanor setiap orang adalah pribadi yang berbeda-beda. Tidak ada tingkat
kedudukan! Itulah yang membuatnya dicintai setiap orang di Schewicvic.
Namun bagi setiap pelayan di Fyzool, Eleanor adalah makhluk aneh. Di
manakah kau pernah melihat seorang Ratu menarik tangan pelayannya
seperti menarik tangan seorang sahabat dekatnya" Di manakah kau
pernah melihat seorang Ratu bersikap ramah kepada pelayan seperti
berbicara dengan kawan dekatnya" Apakah ada seorang Ratu yang lebih
suka mencari sendiri pelayannya daripada memanggilnya"
Mereka tidak mengenal Eleanor.
Saat ini mereka suka membicarakan kejanggalan-kejanggalan Eleanor
dibandingkan para bangsawan pada umumnya. Namun Nicci yakin suatu
saat nanti mereka semua akan mencintai Eleanor seperti setiap penghuni
Schewicvic. "Apakah yang bisa saya lakukan untuk Anda?" Nicci bertanya.
"Pinjamkan bajumu."
Nicci terperanjat. "Apa yang akan Anda lakukan" A-An...Anda tidak berniat
melakukannya, bukan?"
"Kau hanya punya dua pilihan. Membiarkanku mati bosan atau
menurutiku." Nicci sudah pasti tidak akan memilih pilihan pertama.
Senyum Eleanor melebar. "Aku tahu kau adalah satu-satunya orang yang
bisa memahamiku." Sejujurnya Nicci sendiri sering tidak dapat memahami sikap junjungannya
ini. Ia hanya selalu tidak dapat melawan gadis manis ini.
"Kalau Anda ingin pergi, saya bisa meminta seseorang menyiapkan kereta
untuk Anda. Terlalu berbahaya bagi Anda untuk keluar sendirian."
"Tidak akan," Eleanor meyakinkan, "Aku sudah berminggu-minggu
terkurung di sini. Kau tidak ingin aku semakin menjamur, bukan?"
Nicci menelan ludah. Tampaknya kali ini ia akan kalah lagi. Semenjak
memasuki Fyzool, Eleanor tidak pernah keluar. Ia juga tidak pernah
melakukan sesuatu yang membuatnya cemas. Setiap saat ia melihat
gadis itu tengah melawan bosan. Selama ia berada di Schewicvic, selalu
ada saja yang dilakukan Eleanor untuk mengisi waktunya. Gadis itu pasti
sudah tidak dapat menahan lagi kebosanannya. Ia membutuhkan udara
segar. "Bila Anda memaksa, setidaknya ijinkan saya menemani Anda." Nicci
mengusulkan. "Jangan khawatir," Eleanor meyakinkan wanita itu, "Tidak akan ada yang
mengenaliku." Sebagai penghuni baru di Fyzool, rupa Eleanor masih asing. Nicci tidak
heran bila dengan dandanan seorang pelayan, Eleanor berhasil
mengelabui setiap orang. Namun Nicci masih tidak dapat membiarkan
Eleanor pergi seorang diri. Bagaimana pertanggungjawabannya bila
terjadi sesuatu pada sang Ratu Viering"
"Saya bisa mengelabuhi prajurit penjaga gerbang. Mereka akan percaya
bila saya mengatakan kita ingin berbelanja di kota."
Eleanor tersenyum gembira. "Kau memang benar-benar seorang sahabat
yang baik," Eleanor merangkul pundak Nicci.
Nicci mendesah. Tidak akan ada yang dapat merubah sikap Eleanor yang
satu ini. Namun karenanyalah ia mudah dekat dengan rakyat biasa. Kalau
Grand Duke melihatnya sebagai seorang gadis yang pantas untuk Quinn.
Nicci melihat Tuan Puterinya adalah gadis yang pantas menjadi Ratu
Viering. Dengan sikap bersahabatnya ini ia akan menjadi Ratu besar yang
merakyat. Nicci yakin semua orang akan mencintai dan menyanjung Tuan
Puteri Schewicvic. -----0----- "Eleanor PERGI!!?"
"Saya telah berusaha menahannya," Grand Duke cepat-cepat
memberitahu sebelum Quinn meledak.
Beberapa saat lalu ketika ia tengah bersiap menanti kedatangan Raja, ia
melihat Eleanor meninggalkan bangunan utama Fyzool bersama Nicci.
Melihat Eleanor yang mengenakan pakaian pelayan, Bernard langsung
merasa curiga. Ia pun mendekati mereka.
"Mengapa Anda berpakaian seperti ini?" tanyanya heran.
Eleanor terperanjat. Sebelum seorang pun menyadarinya, ia
membungkuk, "Ada keperluan apa Anda mencari saya, Yang Mulia Grand Duke?"
Nicci pun turut membungkuk.
Sang Grand Duke dibuat bingung olehnya.
Melalui matanya Eleanor memberitahu Bernard untuk diam.
Grand Duke tidak memahami permainan apa yang sedang dilakukan
Eleanor namun ia tetap mengikuti permainan mereka. "Ke mana kalian
akan pergi?" tanyanya.
"Kami akan ke Loudline membeli beberapa barang," jawab Eleanor.
"Kalian bisa menyuruh seseorang mengantar kalian."
"Tidak mengapa," Eleanor tidak mau Bernard memanggil pengawal untuk
menemaninya. "Loudline tidak jauh. Kami bisa berjalan ke sana sambil
menikmati udara segar."
Bernard tidak setuju Eleanor pergi tanpa pengawal. Sekarang Eleanor
bukan hanya seorang Eleanor namun ia adalah Ratu Kerajaan Viering.
Bagaimana pertanggungjawabannya bila terjadi sesuatu pada Eleanor"
"Saya sudah melakukan segala cara untuk menghentikan Paduka Ratu,"
Grand Duke menerangkan. "Namun akhirnya kau kalah," ujar Quinn.
Grand Duke terperanjat. "Benar," ia mengakui. Ia pun sudah siap menerima akibatnya. "Akhirnya
ia berhasil membuat saya untuk membantunya melewati pagar Istana."
Raja terbahak-bahak. Grand Duke heran. Setelah kejadian semalam apa ia masih mengharapkan Eleanor akan
duduk diam di kamarnya"
"Sudah kuduga."
"Anda...," Grand Duke Bernard berusaha mencari kata-kata yang tepat,
"Tidak tersinggung?"
"Aku sudah tahu ini akan terjadi. Kau tidak akan bisa mengikat Eleanor
sekalipun dengan rantai. Ia pasti mencari cara untuk lepas."
Grand Duke terdiam. Sepertinya Raja sudah mulai mengetahui watak
Eleanor yang sebenarnya. Namun, ia tidak pernah mengungkapkannya
secara terus terang padanya. Hal ini membuat Grand Duke bertanyatanya. Apakah
sang Raja sudah mengetahui watak istrinya yang
sesungguhnya" "Katakan padanya aku menunggunya," kata sang Raja Muda sambil
berlalu. Sepanjang hari itu Quinn terus menanti Eleanor namun gadis itu tidak
muncul. Ia sudah siap menyambut gadis itu dengan ceramahnya. Quinn
ingin mengingatkan gadis itu posisinya saat ini. Ia perlu menegaskan
pada gadis itu untuk tidak pergi seorang diri tanpa seorang pengawal
pun. Niatnya itu berubah ketika ia mendengar Eleanor tidak muncul pada
waktu makan malam. Dan ketika akhirnya ia mendengar Eleanor sudah
kembali, niat itu telah menjelma menjadi emosi.
"Ke mana saja kau seharian ini!!?" seru Quinn.
Eleanor tidak ingin mendengarkan ceramah apa pun. Ia merasa sangat
lelah. Seharian ini ia telah berkeliling Loudline bersama Nicci. Tidak ada
yang dilakukannya selain mengunjungi tempat-tempat yang biasa ia
kunjungi bersama Fauston. Setiap orang yang mengenalinya menanyakan
ke mana saja ia selama beberapa minggu terakhir ini. Mereka juga
bertemu dengan Seb. Seperti biasa pria itu senang melihatnya dan tanpa
komando menceritakan gosip-gosip terbaru yang diketahuinya.
Nicci tidak suka dengan cara pemuda itu memperlakukan Eleanor tetapi ia
tidak dapat berbuat apa-apa. Saat ini jauh lebih berbahaya membuka
kedok Eleanor daripada membiarkan pemuda itu memperlakukan Eleanor
seperti seorang sahabat dekatnya.
Eleanor sungguh senang akhirnya ia bisa meninggalkan Istana. Ia sadar
hari semakin larut tetapi ia tidak peduli. Ia senang dapat bertemu kembali
dengan kawan-kawan lamanya. Ia menyukai keramaian Loudline di siang
hari hingga menjelang malam yang tidak pernah dilihatnya.
Hanya rasa lelahlah yang membuat Eleanor pulang ke Fyzool.
Eleanor sudah membersihkan diri. Ia juga sudah berganti baju. Ia sudah


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersiap-siap tidur ketika Quinn tiba-tiba masuk dengan wajah murkanya.
"Ke Loudline," jawab Eleanor.
"Aku bertanya ke mana saja kau seharian ini!?"
Eleanor kesal. Apa pria ini tidak mengerti kalimatnya" Ia sedang tidak
ingin bersilat lidah dengan siapa pun.
"Jawab aku!" bentak Quinn.
Eleanor benar-benar dibuat kesal olehnya. "Aku sudah memberitahumu
aku ke Loudline!" gerutunya.
"Apa kau sadar kedudukanmu saat ini!?" Quinn mencengkeram pundak
Eleanor. "Apa kau sadar apa yang sudah kaulakukan!" Kau bisa
membahayakan banyak orang!! Apa kau sadar itu!" JAWAB AKU!!!"
"AKU BUKAN ANAK KECIL!!" Eleanor membalas sama nyaringnya.
Sepertinya pria ini benar-benar sedang mencari masalah dengannya. Apa
ia tidak dapat melihat ia lelah dan ingin beristirahat!"
Quinn membelalak kaget. "Lagipula mengapa setiap malam kau harus muncul di kamarku!?" balas
Eleanor sengit, "Apa kau ingin memastikan aku mengandung
keturunanmu!" Jangan khawatir, kalau waktunya sudah tiba, aku juga
akan mengandung keturunanmu!"
Quinn terdiam. "Kau tidak perlu datang setiap malam!" Eleanor menegaskan, "Aku paling
tidak suka seseorang menunggui aku tidur. Kau juga punya kamar
sendiri. Untuk apa tiap malam kau muncul di kamarku!" Aku tidak butuh
pengasuh!" Tawa Quinn langsung meledak.
Eleanor tidak suka mendengarnya. "Tidak ada yang lucu!"
Tawa Quinn langsung menghilang. "Oh ya?" katanya mengejek.
"Sebaliknya kau seperti seorang bayi."
"Aku bukan anak kecil!" Eleanor menegaskan dengan wajah cemberutnya.
"Malam ini cukup sampai di sini. Anak kecil harus tidur awal." Quinn
merangkum wajah Eleanor dan mencium keningnya, "Selamat malam."
Eleanor terperanjat. Quinn tidak pernah menciumnya! Tidak dalam
upacara pernikahan mereka. Tidak juga dalam hari-hari yang lalu!
Quinn meninggalkan Eleanor yang masih terpaku dan tertawa.
Tiba-tiba Eleanor sadar Quinn sedang mempermainkannya. Ia benarbenar dibuat
kesal oleh pria itu. "Aku bukan anak kecil!!" tangannya melempar bantal ke arah Quinn.
Pintu kamar tertutup kembali tepat sebelum bantal itu mengenai Quinn.
Eleanor geram mendengar tawa nyaring di luar kamar itu. Ia membenci
Quinn! Sampai mati pun ia membenci pria itu!
BAB 13 "APA!!!?" Semua orang terperanjat kaget.
Eleanor membalas tatapan tajam Quinn.
Ia benar-benar tidak menyukai pemuda ini. Semenjak kepergiannya ke
Loudline secara diam-diam, Quinn memerintahkan dua orang prajurit
bergantian mengawalnya ke mana pun ia berada. Selangkah pun ia tidak
boleh meninggalkan Fyzool tanpa ijinnya. Quinn memang dengan
mudahnya mengatakan Eleanor tidak boleh pergi keluar tanpa ijinnya
tetapi mendapatkan ijin itu adalah mustahil. Selalu saja ada yang
dikatakan Quinn untuk melarangnya pergi. Selalu dan selalu ia berhasil
mengikatnya namun hari ini Eleanor sudah berada di ambang batasnya.
Siang ini tanpa mempedulikan larangan prajurit, ia menerobos Ruang
Kerja Quinn. Ia tidak peduli apakah pemuda itu sedang membicarakan
masalah penting dengan para menterinya atau tidak. Ia tidak peduli siapa
yang ada bersama pemuda itu. Ia hanya mau pemuda itu membiarkannya
pergi. Namun, seperti biasanya, pemuda itu melarangnya pergi.
"Kau memang memilikiku tetapi kau tidak pernah memiliki jiwaku! Jiwaku
adalah milikku seorang," Eleanor membalas tak kalah lantangnya dan ia
menegaskan, "Tak seorang pun bisa memilikinya."
"Kau...," geram Quinn.
"Aku tidak butuh ijinmu untuk pergi ke mana pun aku mau!" Eleanor
memotong dengan sengit, "Aku tidak membutuhkan ijinmu untuk
menggerakkan tubuhku!"
Quinn tidak dapat membalas.
"Aku adalah burung yang bebas!" Eleanor meninggalkan tempat itu dan
menutup pintunya dengan keras.
"Kalau kau berani meninggalkan Istana lagi, kau tidak perlu kembali lagi!"
seru Quinn murka. Pintu kembali terbuka dan Eleanor menampakkan kepalanya. "Siapa yang
takut?" balasnya tak kalah sengit, "Aku masih bisa punya Schewicvic,"
katanya penuh kemenangan. Ia menjulurkan lidahnya - mengejek Quinn
dan menghilang di balik pintu.
Tak seorang pun berani berbicara sepeninggal Eleanor.
Semua saling melihat dengan waspada.
Tidak seorang pun yang berani melihat Quinn yang masih murka.
Tidak seorang pun pernah berkata selantang itu pada Quinn.
Tidak seorang pun pernah membantah Quinn!
"Dia memang benar-benar liar," geram Quinn.
-----0----- Eleanor geram. Memangnya siapakah Quinn itu" Siapakah pemuda itu
hingga ia berhak mengatur apa yang boleh dilakukannya dan apa yang
harus tidak dilakukannya" Eleanor benci. Ia membenci pria itu hingga ke
dasar tulang sumsumnya. Ia membencinya melebihi segala yang
dibencinya di dunia ini. Memangnya siapa dia hingga ia berhak mengatur
segala kegiatannya" Ia hanyalah seorang pemuda yang membutuhkan wanita untuk
melahirkan keturunannya dan menghentikan langkah Mathias ke tahta.
Siapakah yang tidak mengetahui itu" Siapa yang tidak tahu tujuan di
balik pernikahan mendadak Yang Mulia Paduka Raja Kerajaan Viering itu"
Ia pikir dia tidak tahu posisinya" Eleanor tahu dan ia mengerti dengan
jelas bahwa ia adalah wanita terpilih itu, sang ratu pilihan. Tetapi tetap
saja itu tidak berarti Quinn berhak mengatur kehidupannya! Tugasnya
hanya melahirkan keturunannya! Hanya itu!!
Eleanor kesal. Ia benar-benar membenci pemuda itu. Tidak pernah ia
merasa semarah ini dalam hidupnya hingga rasanya ia ingin meledak dan
langsung membuat perhitungan dengan pemuda sinis itu. Begitu kesalnya
ia hingga ia ingin mencincang pemuda itu dan membuangnya ke tempat
yang amat jauh hingga ia tidak akan pernah lagi melihatnya selama sisa
hidupnya. Eleanor melangkahkan kakinya dengan kesal.
Pemuda kejam itu tampaknya lebih suka melihatnya mati menjamur di
dalam Istananya yang megah ini daripada membiarkannya menikmati
hari-harinya. Ia bahkan memberinya gelar baru, tahanan berbahaya!
Pemuda itu menghadiahinya seorang pengawal juga mengancam Nicci
untuk tidak membantunya kabur dari istana.
Ia tidak pernah mengijinkan Eleanor meninggalkan Istana walau hanya
sekali. Sebaliknya, ia selalu mempunyai cara untuk menahan Eleanor.
Semenjak hari itu, setiap hari Eleanor mendapat tamu. Setiap hari selalu
ada wanita yang mencarinya hanya untuk menghabiskan waktu dengan
omong kosong mereka yang membosankan.
Hari pertama, hari kedua Eleanor tidak curiga. Hari-hari berikutnya
Eleanor mulai menyadari kejanggalan kunjungan mereka. Hingga pada
akhirnya ia mendengar sendiri kabar itu. Quinn dengan sengaja
merancang kunjungan tiap wanita bangsawan itu!
Ia benar-benar marah pada pemuda itu dan ketika ia mengadu, dengan
ringannya Quinn berkata, "Seharusnya kau berterima kasih aku sudah
memikirkan cara untuk membuatmu tidak bosan."
Tidak satu sisi pun dari Quinn yang disukai Eleanor!
Eleanor heran mengapa banyak wanita yang tergila-gila padanya. Betapa
bodohnya para wanita yang rela mengantri cinta Quinn yang tidak ada
artinya itu. Eleanor tidak dapat memahami jalan pikiran mereka.
Quinn juga beberapa kali memanggil Irina. Tentu saja Eleanor senang
dapat berjumpa kembali dengan Eleanor. Namun ia tidak menyukai
ceramah panjang Irina tentang segala tingkah lakunya yang didengarnya
baik dari Nicci maupun dari orang lain. Di antara para tamu-tamu
Eleanor, Irinalah yang paling sering dipanggil Eleanor. Namun tidak sekali
pun ia pernah bertemu Derrick. Semenjak ia memasuki Istana, ia hanya
bertemu dengan Derrick sekali atau dua kali. Itu pun hanya singkat.
Hanya ketika Derrick kebetulan ada perlu di Fyzool.
Eleanor pernah menanyakan Derrick kepada Irina. Ia juga meminta Irina
menyampaikan pada Derrick bahwa ia merindukannya dan ingin
berjumpa dengannya. Namun Irina tidak senang mendengarnya. Ia malah
memberi ceramah panjang pada Eleanor untuk menjaga nama baiknya.
Setelah gosip singkat yang beredar seputar pertunangannya, Eleanor
dapat memahami mengapa ia harus menjaga jarak dengan Derrick. Baik
Irina maupun Derrick tentu tidak suka bila Eleanor menjadi sasaran gosip
lagi. Satu-satunya yang menarik Eleanor adalah mengapa Quinn tidak pernah
memanggil Simona. Dari sekian banyak wanita yang menemuinya,
Eleanor hanya ingin menemui Simona. Semenjak malam ia menginterupsi
Quinn dan Mathias, ia tidak pernah mendengar lagi kabar tentang mereka
apalagi melihat mereka. Ia sudah bertemu Mathias, pria yang pernah
berjuang untuk cinta Irina. Sekarang ia ingin sekali bertemu Simona.
Suatu saat Eleanor pernah menyindir Quinn, "Sudah hampir tidak ada
wanita bangsawan Viering yang bisa kauajukan padaku. Mengapa kau
tidak memanggil Duchess of Binkley?"
Mata Quinn langsung membelalak lebar. "Kau panggil apa wanita itu!?"
"Apa aku salah?" tanya Eleanor polos, "Memangnya apa sebutan istri
seorang Grand Duke bila bukan Duchess" Apakah Grand Duchess?"
Quinn geram. Ia sadar Eleanor sengaja. "Aku tidak akan membiarkan
wanita jahanam itu menginjakkan kaki di Viering."
Eleanor juga tahu Quinn tidak akan. Quinn lebih suka menutup pintu
gerbang Viering rapat-rapat daripada membiarkan Simona masuk. Namun
ia tidak akan membiarkan Quinn lepas semudah itu.
"Sayang sekali," Eleanor mengeluh, "Aku ingin sekali bertemu dengannya.
Kau tahu, aku tidak akan bosan bertemu dengannya. Ia jauh lebih
menarik daripada mantan-mantanmu yang membosankan itu."
Mata Quinn langsung bersinar berbahaya.
"Oh, maaf," Eleanor pura-pura merasa bersalah, "Seharusnya aku
mengatakan tamu-tamuku yang pada umumnya adalah mantanmu." Dan
sebelum Quinn menanggapi, ia menambahkan, "Bagaimana kalau kau
memanggil Lady Nicole" Kurasa ia yang paling mempunyai komentar
tentangku. Bukannya ia masih sering menemuimu" Ia pasti menjadi
tamuku yang paling punya komentar menarik."
Nicole adalah satu-satunya yang paling ingin dijauhkan Quinn dari
Eleanor. Wanita itu adalah wanita yang paling keras memprotes
pernikahannya. Hingga detik ini Nicole tidak dapat menerima putusnya
hubungan mereka karena pernikahannya dengan Eleanor. Setiap hari
Nicole melaporkan diri ke Fyzool. Setiap saat ia berusaha menemui Quinn.
"Rupanya sekarang kau sudah menjadi sumber gosip," sindir Quinn.
"Apa boleh buat," Eleanor sedikit pun tidak merasa bersalah, "Tamu-tamu
pilihanmu yang memberitahuku."
Quinn terdiam. Tiba-tiba saja ia menyadarinya. Ia tidak pernah
mendengar sebuah gosip pun terlepas dari mulut Eleanor. Ia tidak pernah
mendengar sebuah gosip pun lepas dari Fyzool. Sekali pun tidak pernah
ada gosip yang menyinggung Eleanor ataupun Istana. Quinn mengawasi
Eleanor dengan cermat. Sejauh daya ingatnya, tidak sekali pun Eleanor
membicarakan gosip. Umumnya, para wanita yang pernah berhubungan
dengannya, pernah membagi gosip yang mereka ketahui dengannya.
Mereka juga suka membicarakan gosip itu dengannya. Quinn tersenyum
sinis. Tampaknya gadis ini mempunyai kelebihan.
"Kau bisa membuka koran gosip baru."
"Kau benar," sahut Eleanor gembira, "Aku memang sedang
mempertimbangkannya. Bagaimana menurutmu" Bukankah ini bagus"
Aku akan mempunyai kesibukan baru dan kau tidak perlu repot-repot
mengatur daftar tamu-tamuku. Menurutmu apa nama koranku yang
bagus" Kumpulan gosip-gosip terbaru di Viering, gosip seputar Viering
atau gosip terkini?"
Quinn geram. Gadis ini tolol atau sengaja"
Eleanor tersenyum puas. Ia tahu Quinn sedang menyindirnya tetapi ia
tidak akan membiarkan pemuda itu menang dengan mudah. Sampai
kapan pun ia tidak akan membiarkan hal itu! Ia tidak akan mengijinkan
pemuda itu bersuka cita atas kesengsaraannya. Eleanor akan
menunjukkan pada pemuda itu bahwa ia tidak mudah dikalahkan!
Mata Eleanor menangkap sebuah pintu besar. Ia berhenti menatap pintu
yang tampak berdebu itu. Eleanor tertegun. Pintu ini berbeda dari pintu-pintu lain di Fyzool. Ia tampak begitu kotor
dan terlantar seolah memang dibiarkan begitu saja. Ia tampak begitu tak
terawat. Eleanor ingin tahu apakah yang tersembunyi di baliknya sehingga ia
ditelantarkan begitu saja.
Eleanor meraih pegangannya yang berdebu dan tertegun melihat setiap
perabotannya yang tertutup kain putih dan tirai-tirai jendela tebal yang
menghalangi sinar matahari. Eleanor baru tahu ada ruangan yang
terlantar seperti ini di Fyzool.
Tanpa pikir panjang, Eleanor langsung melangkah membuka tirai-tirai
tebal yang menutupi jendela-jendela besar. Ia membiarkan sinar mentari
menyinari ruangan gelap itu. Ia membuka jendela lebar-lebar untuk
membiarkan udara musim gugur yang segar menggantikan udara pengap
ruangan yang tertutup entah untuk berapa puluh tahun itu.
Eleanor heran. Ia yakin Fyzool tidak kekurangan biaya untuk merawat
ruangan ini. Fyzool yang megah dan berkilauan ini tentu tidak akan
membiarkan sebuah ruangannya tak terawat seperti ini.
Pasti ada alasan yang membuat ruangan ini diterlantarkan begitu saja.
Eleanor melihat sebuah benda besar yang tertutup kain putih di sisi
jendela. Eleanor mengenali bentuknya yang tidak asing itu. Ia mengenali
bentuknya yang unik dengan kursi kecil di depannya itu.
Nafas Eleanor tersekat ketika ia menarik kain putih yang menutupi benda
itu. Ia sudah begitu lama tidak menyentuh piano. Ia sudah begitu lama tidak
melihat benda itu di Schewicvic. Ia sudah lama tidak mendengar
dentingannya yang merdu. Ibunya selalu memainkan lagu-lagu yang merdu untuknya setiap hari.
Eleanor juga sangat menyukai permainan Countess yang indah. Tidak
seorang pun dapat menandingi permainan Countess yang merdu itu. Dan
tidak seorang pun dapat menggantikannya.
Semenjak kepergiannya yang tiba-tiba itu. Senandung-senandung riang
menghilang dari Schewicvic. Suara piano yang merdu itu hilang bersama
kepergiannya. Tidak ada lagi lagu-lagu merdu yang menghiasi
Schewicvic. Eleanor juga tidak pernah lagi bermain piano. Ia tidak mau
membangkitkan kenangan yang hanya akan membuat ayahnya sedih.
Tangan Eleanor mengelus piano putih itu dengan penuh keharuan.
Keinginannya untuk bermain piano bangkit begitu saja. Ia telah lama
tidak bermain piano. Bertahun-tahun lamanya ia tidak melihat piano
maupun mendengar nada-nada merdunya.
Eleanor menarik penutup kursi di depan piano dan duduk.
Tangannya yang telah lama meninggalkan piano bermain dengan
lancarnya seolah ia terus memainkannya selama sepuluh tahun ini.
Eleanor memainkan lagu-lagu yang diingatnya dan ia membiarkan dirinya
bernostalgia bersama kenangan akan ibu tercintanya.
-----0----- "Pertemuan kita kali ini cukup sampai di sini," Quinn mengakhiri rapatnya
dengan para menterinya jauh lebih cepat dari biasanya.
Setiap orang langsung merapikan berkas-berkas mereka dan bersiap
meninggalkan ruangan. Tidak pernah Quinn merasa selelah ini. Ia tidak lelah oleh rapat panjang
yang baru saja diselesaikannya. Ia lelah memikirkan kemungkinan
Eleanor keluar tanpa mendengar larangannya. Pikiran Eleanor akan


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membangkang membuat ia tidak bisa mengerahkan seluruh
konsentrasinya ke rapat bulanannya.
Quinn merasa ia harus segera meninggalkan tempat ini dan mencari
Eleanor. Ia akan membuat perhitungan dengan gadis itu bila ia berani
melanggar perintahnya. Eleanor harus tahu siapa yang berkuasa di
tempat ini. Gadis itu harus sadar sekarang ia adalah seorang Ratu
Kerajaan Viering yang tidak boleh berbuat sembarangan. Ia bukan lagi
Eleanor yang dulu. Ia kini adalah Eleanor, sang Ratu Kerajaan Viering,
sang ratu terpilih! Quinn merapikan berkas-berkasnya dan meninggalkan ruangan itu
sebelum orang lain. Begitu ia membuka pintu, Quinn tertegun.
Nada-nada yang selama sepuluh tahun terakhir ini tidak pernah terdengar
sekarang mengalun lembut dari kejauhan.
Quinn tidak perlu berpikir dua kali untuk mengetahui dari mana suara itu
berasal dan ia menjadi marah karenanya.
Siapa yang berani memasuki Ruang Musik tanpa ijinnya!" Siapa yang
berani melanggar perintahnya" Bukankah ia telah memerintahkan setiap
orang di dalam Fyzool untuk menjauhi tempat itu dan tidak
menyentuhnya!?" Quinn dibuat marah oleh nada-nada yang mengalun lembut itu. Langkah
kakinya yang lebar melangkah cepat ke Ruang Musik.
Lagi-lagi Quinn tertegun.
Sinar mentari menerobos kegelapan yang selama ini menyelimuti Ruang
Musik. Udara pergantian musim panas ke musim gugur yang hangat
menghangatkan suasana di dalam ruang besar itu. Kain-kain putih yang
menutupi perabotan memantulkan sinar matahari. Ruangan itu tampak
seperti baru bangkit dari kegelapan.
Eleanor duduk manis memainkan musik yang lembut dengan piano putih
yang membisu selama sepuluh tahun itu. Rambut kuning keemasannya
bersinar di bawah sinar mentari. Kulitnya yang putih, bersinar di bawah
kehangatan mentari sore. Gadis itu tampak menjadi bagian dari piano itu.
Ia tampak seperti seorang bidadari yang terukir bersama piano putih itu
dalam lukisan ajaib yang menandungkan lagu-lagu lembut.
Kemarahan yang sesaat lalu masih memenuhi dada Quinn hilang
seketika. Sebuah senyuman terukir di wajah tampannya dan ia
mendekat. "Wah... wah...," Quinn tersenyum mengejek, "Tak kukira gadis liar ini bisa
bermain piano seindah ini."
Seketika tangan Eleanor berhenti menandungkan lagu. Tanpa menoleh
pada Quinn maupun membalas ejekan itu, ia beranjak meninggalkan
piano putih besar itu. "Jangan pergi," Quinn menahan tangan Eleanor.
Eleanor membalikkan badan siap menyerang.
"Mainkan untukku," Quinn berkata lembut.
Eleanor terperangah. Andai saja Quinn berkata dengan nada
mengejeknya, akan sangat mudah baginya untuk menolak. Tetapi dengan
kelembutannya yang tidak pernah dilihatnya ini...
"Mainkan untukku, Eleanor."
Eleanor tertegun. Quinn tidak pernah memanggilnya dengan namanya.
Quinn lebih suka menyebutnya 'istriku', 'sayang' atau 'manis' yang
diucapkannya dengan nada mengejek. Ia tidak pernah menyebut
namanya. Tidak satu kali pun! Apalagi dengan nama lembut seperti ini.
Eleanor duduk dan kembali melanjutkan lagu yang belum diselesaikannya
itu. Quinn berdiri di sisi piano dan memandang Eleanor tanpa suara.
Eleanor yang telah larut dalam permainannya tidak menghiraukan Quinn.
Ketika suara piano yang telah lama membisu itu kembali berdentang
merdu, para penghuni Istana terdiam sejenak.
"Siapa?" "Siapa yang memainkan piano itu?"
"Siapa yang berani memasuki ruangan yang telah ditutup Paduka itu?"
Mereka bertanya-tanya tanpa bisa menjawabnya. Ruang Musik yang
hampir tiap hari didatangi almarhum Paduka Ratu Esther itu telah ditutup
oleh Raja Quinn semenjak kematian kedua orang tuanya. Segala
kenangan yang berhubungan dengan kedua orang tuanya ditutupnya
rapat-rapat. Ia tidak mau terus hidup dalam kesedihan. Ia memiliki masa
depan yang panjang. Ia tidak mau terus tenggelam dalam kenangan akan
kedua orang tuanya. "Siapa pun itu," kata yang lain, "Permainannya indah."
"Rasanya seperti Paduka Ratu Esther masih hidup," kata pelayan lain
yang telah tua. Ketika mereka berspekulasi dengan dugaan-dugaan mereka, beberapa
orang memilih untuk langsung memeriksanya. Mereka yang
berkeberanian besar mengintip dari celah pintu Ruang Musik dengan
perlahan dan terperangah.
Raja dan Ratu yang beberapa saat lalu masih mereka gosipkan sedang
bertengkar hebat berada di sana dalam suasana yang romantis. Sang
Ratu Muda Viering duduk melantunkan lagu-lagu merdu dengan tangantangannya yang
lincah. Sang Raja Muda Viering berdiri di hadapannya
dan memperhatikan istrinya dengan sorot mata lembutnya yang tidak
pernah terlihat sebelumnya.
"Sebaiknya kita tidak menganggu mereka," kata seseorang.
Mereka menutup rapat pintu Ruang Musik dan beranjak meninggalkan
tempat itu tanpa suara seperti kedatangannya. Tidak sepatah kata pun
yang mereka ucapkan tetapi di dalam pikirannya, mereka terus
memikirkan pemandangan yang baru mereka saksikan itu.
BAB 14 Seorang prajurit berlari tergopoh-gopoh. Wajahnya pucat pasi. Dengan
langkah-langkahnya yang lebar, ia bergegas menemui Quinn.
"Maafkan saya, Paduka," prajurit itu melapor dengan gugup, "Saya tidak
dapat melaksanakan tugas saya dengan baik."
"Ada apa?" "Paduka Ratu menghilang."
"Eleanor menghilang!?" Grand Duke Bernard terperanjat.
Sebaliknya, Quinn tampak begitu tenang. "Katakan apa yang terjadi."
"Siang ini Paduka Ratu mengatakan ia ingin beristirahat siang. Seperti
yang ada perintahkan, kami menjaga kamar Paduka Ratu selama ia
beristirahat. Nicci juga langsung meninggalkan kamar Ratu setelah beliau
berbaring di tempat tidur. Kemudian beberapa saat lalu ketika Nicci akan
membangunkan Ratu, Ratu sudah menghilang. Kami sudah mencarinya
ke mana-mana namun kami tidak dapat menemukannya di mana pun.
Kami tidak tahu bagimana Ratu meninggalkan kamarnya. Selangkah pun
kami tidak meninggalkan pos kami."
Quinn tidak menanggapi. Prajurit itu menanti titah.
"Aku mengerti," Quinn akhirnya berkata, "Kembalilah pada rutinitasmu."
Prajurit itu terkejut namun ia tetap berkata, "Saya mengerti, Paduka,"
dan mengundurkan diri dari Ruang Kerja Quinn.
Sementara itu Grand Duke Bernard melihat rajanya dengan cemas. Ia
tahu cepat lambat ini akan terjadi. Ia dapat menduga Eleanor kabur
dengan memanjat pohon di dekat serambi kamarnya. Hal ini sering
terjadi di masa kecil gadis itu. Namun Grand Duke ingin tahu ingin tahu
mengapa Quinn tetap bisa setenang ini walau ia tahu istrinya menghilang.
"Bernard." Grand Duke Bernard terperanjat mendengar suara serius Quinn.
"Aku memintamu memilih seorang gadis yang penurut tetapi kau
memberiku seorang pembangkang. Aku meminta seorang gadis yang
pendiam dan kau memberiku seorang gadis liar. Ia benar-benar seorang
gadis yang tidak bisa diatur. Tidak satupun tindakannya yang
menunjukkan ia adalah seorang lady yang baik. Sepanjang hari ia hanya
bisa membuatku kerepotan dan kelelahan. Kau telah memilih seorang
gadis yang benar-benar berlawanan dengan syaratku."
Grand Duke menelan ludahnya. Ia sudah tahu saat ini akan tiba ketika
Quinn memuji pilihannya di pesta pertunangan mereka. Entah mengapa,
Grand Duke lega. Mungkin memang sebaiknya Raja mengetahui sifat
Eleanor yang sebenarnya. Sejak Eleanor memasuki Istana, ia telah menanti kalimat ini. Karena
Quinn tidak pernah mengutarakannya, Grand Duke hanya bisa cemas.
Dan hari ke hari kecemasannya kian bertambah apalagi ditambah gosip
yang mulai beredar seputar Eleanor.
Perlahan-lahan isi Fyzool mulai mengetahui watak Eleanor yang
sebenarnya. Namun akan membutuhkan waktu panjang bagi mereka
untuk menerima tingkah laku Eleanor yang berbeda dari para bangsawan
pada umumnya. Eleanor tidak pernah memperlakukan pelayan istana sebagai seorang
pesuruh. Sebaliknya, ia memperlakukan mereka sebagai sahabatnya. Ia
tidak pernah ragu-ragu membantu para pelayan itu. Ketika ia melihat
para perawat kebun sibuk, dengan riang hati Eleanor bergabung bersama
mereka. Tanpa mendengar larangan orang-orang di sekitarnya, Eleanor
tidak pernah ragu-ragu membuat kotor gaunnya yang mewah.
Quinn sudah membuat jadwal tamu gadis itu. Ia juga memanggil guru
piano untuk gadis itu tetapi itu tidak cukup untuk membuatnya diam.
Ketika Eleanor merasa lelah dengan tamunya, tanpa ragu-ragu ia akan
mengusir tamunya dengan cara halus. Ketika ia bosan bermain piano, ia
akan mencari pekerjaan lain tanpa bisa diganggu gugat!
Namun yang paling sering menjadi bahan pembicaraan adalah
pertengkaran Quinn dan Eleanor. Semula setiap orang kaget mendengar
Eleanor yang berani membantah Quinn. Bahkan Eleanor kini sudah
menjadi tameng setiap orang yang takut akan kemarahan Quinn.
Tentu saja yang paling tidak suka dengan fakta itu adalah Quinn. Ia tidak
pernah menyukai interupsi Eleanor ketika ia sedang memarahi seseorang.
Ia tidak suka Eleanor yang suka membela orang yang sedang
dimarahinya. Ia sama sekali tidak menyukai permainan pahlawan
Eleanor. Orang-orang pun mulai berspekulasi dengan perkembangan yang terjadi
di Fyzool. Banyak yang tidak mempercayai cerita cinta di antara mereka.
Eleanor kian lama kian menunjukkan sifatnya yang jauh berbeda dengan
gadis-gadis tipe Quinn. Eleanor bukanlah tipe Quinn. Ia benar-benar
bertolak belakang dengan gadis-gadis yang pernah berkencan dengan
Quinn. Grand Duke dibuat semakin cemas setiap harinya. Setiap kali bertemu
Quinn, hal yang pertama kali dipikirkannya adalah Quinn akan
melabraknya. Dan setiap detik ia selalu memperingati dirinya untuk
bersiap sedia mendengar amarah Quinn.
Quinn memang masih belum menunjukkan amarahnya namun sekarang
ia merasa sangat lega. Beban berat di pundaknya telah diangkat.
"Bernard, kau tidak memilih Eleanor karena kedekatan hubunganmu
dengan Ruben, bukan?" Quinn merapikan meja kerjanya.
Pertanyaan itu membuat Grand Duke tercekat.
"Bernard, apakah kalian masih mempunyai tempat kosong untukku?"
Grand Duke melongo. Ia tidak dapat memahami Quinn.
-----0----- Sementara itu beberapa mil dari Fyzool, Irina sedang kewalahan.
Semenjak siang yang mengejutkan ini ia sudah kewalahan.
"Demi Tuhan, Eleanor!" pekik Irina, "Apa lagi yang kaulakukan!?""
Eleanor mengacuhkan komentar kakak angkatnya itu.
Derrick tertawa geli. Mereka berdua benar-benar dibuat kaget oleh kedatangan Eleanor yang
mendadak ini. Eleanor berdandan seperti seorang pekerja kasar. Baju coklatnya tampak
kotor dan lusuh. Rambut emasnya disembunyikannya dalam topi
coklatnya. Kulitnya yang putih juga tidak kalah kotornya.
Entah bagaimana Eleanor mendapatkan baju itu. Entah bagaimana ia
mendandani dirinya sendiri seperti seorang pemulung. Yang pasti
sekarang ia telah berada di Mangstone, beberapa mil dari Fyzool.
"Kau pasti membuat kehebohan lagi," Irina menyalahkan.
"Kehebohan sendiri yang tidak mau meninggalkanku," gerutu Eleanor
tidak senang. "ELEANOR!" Eleanor memasang wajah cemberutnya. "Aku hanya ingin pergi dari
penjara sial itu." "Eleanor!!" Irina berseru lebih keras. Matanya melotot besar.
"Derrick," Eleanor mengabaikan Irina, "Aku merindukanmu!" ia memeluk
pria itu erat-erat. Kemudian menatapnya dengan manja, "Mengapa
engkau tidak pernah mengunjungi aku?"
Irina geram. "Maafkan aku," jawab Derrick, "Aku tidak mempunyai waktu."
"Apakah sekarang kau mempunyai acara?"
"Hamba akan selalu mempunyai waktu untuk Anda, Paduka. Kapan pun
Anda ingin, saya akan selalu siap menemani Anda," Derrick membungkuk
hormat kemudian ia melihat Eleanor dan tersenyum, "Siapakah yang
berani mengabaikan keinginan Paduka Ratu?"
"Temani aku," Eleanor menggandeng tangan Derrick, "Irina," ia menoleh
pada wanita itu, "Kau tidak keberatan meminjamkan gaunmu padaku
selama beberapa hari, bukan" Aku tidak membawa apa-apa."
Irina terperanjat. "Kau kabur dari Istana!?"
"Tidak," Eleanor membenarkan, "Aku hanya memutuskan untuk
meninggalkan Istana."
Derrick tertawa. "Irina," katanya, "Kau seperti baru mengenal Eleanor
saja." "Irina," panggil Eleanor, "Kau tidak keberatan meminjami baju padaku,
bukan" Aku ingin segera mandi dan berganti baju."
"Aku akan segera menyuruh pelayan mempersiapkan air mandimu," kata
Irina lalu ia berpaling pada Derrick. "Dan, Derrick."
"Jangan memberitahu Quinn!" Eleanor memotong. "Aku tidak mau pulang
ke Fyzool. Walaupun pria kejam itu memaksaku, aku tidak akan pulang!"
Irina terkejut. "Kau tidak ingin aku mati jamuran, bukan?" Eleanor merengek manja
pada Irina lalu ia berpaling pada Derrick, "Derrick, kau paling mengerti
aku. Kau pasti tidak rela aku terkurung."
"Aku tidak mengatakan akan memulangkanmu," Derrick menepuk kepala
gadis itu. Eleanor berseru senang. "Aku akan meminta seseorang mempersiapkan
air mandiku," dengan langkah-langkah riangnya ia berlari ke dalam.
"Apa kau serius?" Irina bertanya cemas.
"Apa kau bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Quinn bila ia tahu
Eleanor kabur ke sini?"
"Akan lebih berbahaya kalau ia tahu kita membiarkan Eleanor tinggal di
sini tanpa sepengetahuannya."
"Irina, apa kau tidak kasihan pada Eleanor?" Derrick bertanya serius,
"Semenjak memasuki Istana, ia tidak pernah keluar. Eleanor bukan gadis
yang bisa duduk diam. Ia pasti menderita selama berada di Istana. Selain
itu Earl juga keterlaluan. Ia tidak mau menemui Eleanor dan tidak
membiarkan Eleanor pulang ke Schewicvic."
"Earl juga terpaksa melakukannya," Irina memberitahu, "Sebenarnya Earl
ingin sekali berjumpa dengan Eleanor namun ia tidak berani menemui
Eleanor. Ia takut ia tidak rela ditinggalkan Eleanor lagi kalau ia bertemu
Eleanor." "Ternyata Earl juga pengecut," gumam Derrick.
"Apa katamu!?" Irina mendengar gumaman itu.
"Tidak ada," Derrick cepat-cepat mengelak, "Bukankah ini bagus, Irina?"
Derrick melihat tempat Eleanor menghilang beberapa saat lalu, "Tidakkah
kau menyadari Eleanor menjadi lebih feminim?"
Irina terperanjat. Derrick benar. Eleanor yang biasa tidak akan mempedulikan pakaiannya.
Walau pakaiannya sudah kotor, ia tidak akan terganggu oleh perlunya
berganti baju apalagi mandi.
"Bukankah Eleanor patut mendapat hadiah?" Derrick tersenyum.
"Apakah kau yakin?" Irina bertanya serius. "Quinn akan murka kalau ia


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu." "Eleanor pasti akan kabur ke tempat lain kalau kita tidak membiarkannya
tinggal. Ini akan menjadi masalah yang lebih besar daripada
membiarkannya." Irina pun percaya gadis itu akan melakukannya. "Kurasa kita tidak punya
pilihan lain," ia menyerah, "Aku akan mencari baju ganti untuk Eleanor."
Dan ia pun meninggalkan Derrick.
Sepeninggal kedua gadis itu, Derrick berpikir, 'Kita akan punya masalah
besar untuk membujuk Eleanor pulang.'
Dan tebakannya itu tidak meleset. Sepanjang siang itu mereka
menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengulangi masa kanak-kanak
mereka daripada membujuk Eleanor. Setiap kali merasa pembicaraan
sudah mengarah ke Fyzool, Eleanor segera mengalihkan pembicaraan
atau melakukan sesuatu yang membuat perhatian mereka teralih.
Derrick bahkan ragu akan ada kesempatan bagi mereka untuk membujuk
Eleanor pulang. Hanya satu yang tidak perlu diragukan. Eleanor akan
melakukan sesuatu yang lebih berbahaya bila mereka memaksa gadis itu.
Di saat Eleanor bersikeras akan sesuatu, gadis itu tidak akan dapat
dihentikan. Semakin ia dihentikan, semakin keras keputusannya bahkan
tidak mungkin ia tidak mengambil tindakan yang berbahaya. Eleanor
memang dapat menjadi seorang yang egois. Ia sering bertindak sesuai
keinginannya sendiri tanpa mau mendengarkan orang lain. Eleanor juga
tidak suka dikekang oleh peraturan. Untungnya, Eleanor adalah gadis
yang baik. Ia tidak akan pernah dengan sengaja melakukan sesuatu yang
membahayakan orang lain. Ia hanya suka membuat orang lain kerepotan.
Sorenya ketika mendengar suara kereta mendekat, Derrick langsung
melihat keluar jendela. Ia ingin tahu apakah itu kereta utusan istana yang
dikirim Quinn untuk menjemput Eleanor.
"Papa sudah pulang," Derrick memberitahu ketika melihat kereta
keluarganya berhenti di depan pintu.
"Papa sudah pulang?" tanya Irina tidak percaya. "Mengapa ia pulang
secepat ini" Apakah ia tidak pergi ke Schewicvic?"
Irina juga berlari ke jendela. Ia terperanjat melihat ayahnya turun dari
kereta diikuti seseorang.
"Tebaklah, Eleanor," pancing Derrick, "Siapakah yang dibawa Papa
besertanya." "Siapa?" tanya Eleanor gusar.
"Menurutmu siapa?" Derrick berteka-teki.
'Quinn Arcalianne!' Eleanor langsung berdiri. Ia tidak akan membiarkan
pemuda itu memaksanya pulang. Ia akan menegaskan pada pria itu
bahwa ia bukan bawahannya. Quinn tidak bisa seenaknya mengatur
dirinya. Irina terperanjat melihat Eleanor yang langsung menerjang keluar.
Derrick tersenyum geli. Ia akan menikmati pemandangan hari ini.
"Apakah Paduka Raja datang untuk menjemput Eleanor?" Irina bertanyatanya.
"Kurasa," Derrick tidak dapat memberi jawaban pasti.
"Aku yakin," Irina dapat menyakinkan.
Derrick tersenyum geli. "Kurasa kita akan punya tontonan menarik."
"Derrick!" hardik Irina, "Tampaknya kau benar-benar menikmati
pertengkaran keduanya."
Derrick tertawa. "Aku ingin melihat pertunjukan menarik," ia bergegas
mengikuti Eleanor. "Derrick!" Irina pun mengekor di belakang.
Eleanor melihat Quinn melintasi Hall bersama Bernard.
Eleanor berdiri di ujung tangga dan berseru lantang - menyambut
kemunculan Quinn, "Aku tidak akan pulang denganmu! Aku tidak mau
kembali ke sana!" Quinn melihat Eleanor di ujung tangga menuju lantai dua. Ia tersenyum
sinis melihat raut keras kepala gadis itu.
Grand Duke terperanjat. Ia bertanya-tanya mengapa Eleanor bisa berada
di rumahnya. "Aku tidak datang untukmu," Quinn berkata santai.
"Bohong!" sergah Eleanor, "Aku tahu kau datang untuk memaksaku
pulang ke Istana!" "Aku tidak datang untuk menjemputmu," Quinn menegaskan, "Aku
datang untuk memenuhi undangan makan malam Bernard."
Eleanor langsung menoleh pada Bernard, "Benarkah itu, Bernard?"
Duke of Krievickie merasakan posisinya benar-benar sulit sekarang.
"Benar," katanya ikut berbohong, "Aku mengundang Paduka untuk makan
malam di sini." Eleanor melotot tidak senang.
Quinn tertawa dibuatnya. "Selamat datang, Paduka," Irina memberikan sambutannya, "Makan
malam masih belum siap. Saya harap anda tidak keberatan untuk
menanti beberapa saat."
"Tidak. Tentu saja tidak," kata Quinn. "Aku sudah sangat berterima kasih
kalian mau mengundangku bergabung dengan acara makan malam
kalian." "Jadi, Bernard," ia merangkul pundak Grand Duke, "Kita bisa melanjutkan
pembicaraan kita yang belum selesai sambil menanti makan malam siap."
Ia membawa Grand Duke menuju Ruang Kerja.
"Paduka," gumam Bernard, "Saya mempunyai pertanyaan."
"Mengapa aku tahu ia ada di sini bukan?" Quinn menebak, "Tanpa perlu
berpikir pun aku tahu ia akan ada di sini. Eleanor dekat dengan kedua
putra-putrimu, bukan" Ke mana lagi ia akan pergi selain Schewicvic dan
Mangstone" Eleanor tidak akan pulang ke Schewicvic karena Ruben sudah
menegaskan pada Eleanor untuk tidak pulang. Eleanor adalah putri yang
penurut. Ia tidak akan melanggar perintah ayahnya. Ke mana lagi tujuan
Eleanor bila bukan Mangstone?"
Grand Duke terperangah mendengar penjelasan itu.
"Untuk beberapa hal Eleanor mudah ditebak," ujar Quinn dan ia tertawa
puas. Tawa itu membuat Eleanor kian kesal. Ia geram. Ia marah!
"Sudahlah, Eleanor," Derrick merangkulkan tangannya di pundak gadis
itu. "Untuk apa kau marah" Bukannya ia datang bukan untuk
menjemputmu?" Eleanor langsung menatap tajam Derrick. "Kau memberitahu Quinn?" ia
menuntut jawaban. "Ataukah kau, Irina?"
Keduanya terkejut. "Tidak," jawab Irina, "Kami tidak memberitahu Paduka."
"Apakah mungkin kami memberitahu Quinn ketika kami terus berada di
sisimu?" tanya Derrick.
"Bagaimana mungkin ia tahu aku ada di sini kalau tidak seorang pun dari
kalian memberitahu pria sial itu!?"
"Sikapmu sudah keterlaluan, Eleanor," Irina tidak senang oleh cara
Eleanor menyebut Raja, "Apakah kau sadar apa yang selama ini kau
lakukan" Kau sudah membuat banyak masalah. Kau masih beruntung
Raja tidak pernah menghukummu."
"Kata siapa?" tuntut Eleanor, "Sepanjang hari ia menghukumku. Setiap
saat ia memperlakukanku seperti seorang tahanan berbahaya! Ke manamana selalu
ada prajurit yang mengawalku. Nicci seorang saja sudah
membuatku terkekang apalagi pasukan pengawal. Katakan apa aku tidak
seperti tahanan berbahaya?"
Derrick tersenyum geli mendengar Eleanor memperupamakan dirinya
sendiri. "Itu juga karena kau sendiri," Irina menyalahkan Eleanor, "Kau tidak
pernah menyadari posisimu saat ini. Kau terus bersikap seperti kau di
Schewicvic. Fyzool bukan Schewicvic, Eleanor. Dan sekarang kau adalah
Ratu Kerajaan Viering. Ingatlah itu."
"Memangnya seorang ratu hanya bisa duduk diam di dalam Istana seperti
pajangan!?" Irina tidak bisa membantah Eleanor.
"Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas. Aku tahu apa
yang dapat kulakukan, apa yang tidak dapat kulakukan!"
"Ya, ya," Derrick segera menghentikan keduanya sebelum bara api ini
semakin membara, "Apakah kau mau terus berada di sini, Eleanor"
Kurasa kau lebih tertarik untuk pergi ke Ruang Makan dan melihat apa
yang bisa kaulakukan sebelum hidangan disiapkan."
"Tentu saja," Eleanor menyambut gembira, "Mungkin aku bisa
menyiapkan sesuatu untuk meracuni Quinn."
Derrick tersenyum geli. "Kau harus bergegas sebelum seorang pun
melihatmu." Tanpa perlu diperintahkan, Eleanor segera menghilang di lorong.
Irina tidak suka cara Derrick mengalihkan perhatian Eleanor.
"Kau tidak bisa terus menerus meminta Eleanor bersikap seperti
selayaknya seorang lady," Derrick berkata pada kakaknya dengan serius.
"Kau tahu Eleanor bukan gadis-gadis itu. Kau juga sering mengatakan
Eleanor adalah seorang lady yang unik. Selama ini kau bisa menerima
sikap Eleanor. Mengapa akhir-akhir ini kau terus menuntut Eleanor
bersikap seperti mereka?"
"Aku tidak ingin mereka terus membicarakan Eleanor."
"Jangan mengkhawatirkan Eleanor. Waktu akan membuat mereka
menerima Eleanor," Derrick merangkulkan tangan di pundak Irina.
"Sekarang tidakkah kau mengkhawatirkan Eleanor" Apa kau tidak
khawatir terjadi kriminal di tempat ini."
Irina terbelalak. "Derrick, kau tidak serius, bukan?"
Derrick tertawa. "Siapa tahu apa yang dipikirkan Eleanor?"
Memang tidak seorang pun dari mereka yang tahu apa yang sedang
dipikirkan Eleanor namun mereka semua tahu Eleanor tidak menyukai
keberadaan Quinn di Mangstone. Ia tidak berbicara apa-apa sepanjang
makan malam mereka. Mata birunya yang cantik terus memandang tajam
Quinn. Sebaliknya Quinn terus bersikap santai tanpa mempedulikan
Eleanor. Kedua orang itu benar-benar merusak suasana makan malam itu. Perang
dingin di antara mereka membuat Grand Duke sekeluarga berada dalam
posisi sulit yang tidak menyenangkan.
Menjelang kepulangannya ke Fyzool, Quinn tidak mengucapkan apa pun
tentang kepulangan Eleanor ke Fyzool. Hingga kereta keluarga Krievickie
sudah siap mengantar Quinn kembali ke Istana, Quinn tidak menyebut
apa-apa tentang keberadaan Eleanor di Mangstone.
Quinn terus berjalan ke kereta tanpa sedikit pun menoleh atau pun
berkata apa-apa. Tindakannya ini membuat Eleanor sakit hati. Ia semakin sakit hati ketika
Quinn membuka pintu kereta.
Eleanor sudah membalik badan dan siap memasuki Mangstone ketika
Quinn berkata, "Kau pulang tidak?"
Eleanor tertegun melihat tangan Quinn yang terulur itu. Bunga
kebahagiaan bersemi di dalam hatinya.
"Aku pulang bukan karena kau," Eleanor berkata keras kepala ketika ia
menyambut uluran tangan itu.
Quinn hanya tersenyum geli sambil memberikan tangannya untuk
tumpuan Eleanor ketika gadis itu memasuki kereta.
"Maaf telah menganggu kalian," Quinn berpamitan.
"Besok aku akan datang lagi," Eleanor melongok keluar jendela.
Para anggota keluarga Krievickie itu melambaikan tangan sambil
tersenyum. Derrick mendesah penuh kelegaan ketika kereta kerajaan sudah jauh.
"Kukira Eleanor akan tinggal di sini selamanya."
Irina termenung dengan pikirannya sendiri. "Tidak kusangka Paduka
dapat menundukkan Eleanor begitu mudahnya. Aku menghabiskan waktu
sepanjang hari untuk mencari cara menyuruh Eleanor pulang dan Paduka
dengan satu kalimat sudah bisa membawa pulang Eleanor."
Derrick meringis. "Eleanor sudah mendapat tandingannya."
"Paduka adalah orang yang cerdas. Ia tahu bagaimana menangani sifat
Eleanor." "Paduka jauh lebih pandai dari Derrick," giliran Irina yang tertawa geli.
Grand Duke memperhatikan langit sore yang sudah menggelap. "Ini
sudah hampir akhir musim panas, bukan?"
Irina terperanjat. "Papa, apakah ini artinya..." Irina tidak dapat
melanjutkan kecemasannya.
"Apakah Eleanor harus pergi?" Derrick bertanya cemas.
Grand Duke mendesah panjang. "Eleanor tidak punya pilihan lain. Ia
harus pergi." Irina pucat pasi. Derrick tidak dapat memberi tanggapan apa pun.
BAB 15 Duchess of Binkley memandang langit-langit kamarnya.
Semua ini berawal dari kejadian di Ruang Makan pagi ini.
Simona sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Setiap pagi semenjak
kepulangan mereka ke Viering, Mathias mulai melakukan ini. Bahkan kian
hari ia kian parah. Semua koran yang ada di Viering dibelinya dan setiap
pagi ia selalu menjelajahi satu koran ke koran yang lain.
"Hentikan, Mathias!"
Mathias terus membolak-balik koran dengan gelisah.
"Untuk apa kau terus mengkhawatirkan hal itu?" tanya Simona, "Quinn
sudah tidak mengusikmu lagi. Bukankah itu bagus" Seharusnya kau lega
Quinn tidak pernah memanggilmu lagi."
Mathias menggeleng. "Tidak. Kau tidak memahami Quinn."
Ini bukan cara Quinn. Quinn tidak pernah melepaskannya semudah ini.
Quinn selalu mencari dan mencarinya hingga ia bersumpah ia tidak akan
melakukan kesalahannya lagi.
Namun Simona benar, sejak awal Quinn sudah tidak mengambil sikap
seperti biasanya. Quinn tidak mengirim pasukan ketika mereka
meninggalkan Viering. Quinn tidak memaksanya untuk membatalkan
pernikahannya. Quinn tidak melakukan apa pun untuk menceraikan
mereka. Quinn juga tidak pernah memanggilnya lagi semenjak malam itu.
Justru karena tindakan Quinn yang tidak biasa inilah, Mathias menjadi
semakin gelisah. Ia tidak tahu apa yang tengah direncanakan Quinn. Ia
sama sekali tidak bisa memprediksinya.
Simona sudah lelah melihat kegelisahan suaminya yang tidak berarti ini.
"Kulihat ia sudah cukup dibuat lelah oleh istrinya yang liar itu," komentar
Simona. "Tidak. Itu tidak mungkin," Mathias gusar, "Aku melihat sendiri mereka."
"Apa yang kaulihat?" tanya Simona. "Mereka berdua berkasih-kasihan?"
"Ya," jawab Mathias, "Aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku."
"Mathias, Mathiasku yang malang," desah Simona, "Mengapa engkau
begitu mudah dipengaruhi Quinn" Tak heran kau begitu takut pada
Quinn." "Kau tidak mengenal Quinn," sergah Mathias, "Kau sama sekali tidak
memahami Quinn!" "Ya, aku tidak mengenal Quinn," Simona sependapat, "Namun aku tahu ia
menikahi Eleanor hanya untuk mengganjalmu." Kemudian ia
menegaskan, "Tidak pernah ada cinta di antara mereka dan tidak
mungkin ada." "Aku melihat mereka sendiri," sergah Mathias.
"Kalau Quinn memang mencintai Eleanor, mengapa sampai sekarang ia
belum mengajak Eleanor pergi berbulan madu" Mengapa ia malah
mengurung Eleanor?" "Quinn sibuk," kata Mathias membela, "Ia pasti akan mencari waktu yang
tepat untuk berbulan madu."
"Apakah kau akan mengurung istri yang kaucintai?" potong Simona,
"Semua membicarakannya, Mathias, untuk apa kau masih berkeras
kepala" Seisi Viering mengetahuinya. Quinn tidak pernah mengijinkan
Eleanor meninggalkan Fyzool. Bagaimana mungkin Quinn mengurung
Eleanor di Istana kalau ia memang mencintai Eleanor" Bahkan hampir
setiap saat mereka bertengkar. Semua pernah mendengar pertengkaran
mereka. Apa mungkin mereka saling mencintai kalau mereka sering
bertengkar sehebat itu" Mereka sama sekali bukan pasangan yang serasi
juga bukan pasangan yang saling memahami. Mereka justru terlihat


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti sepasang musuh bebuyutan."
"Aku juga mendengar Earl of Hielfinberg melarang putrinya pulang ke
Schewicvic. Ia juga tidak pernah mengunjungi Eleanor. Menurutmu
apakah yang ada di balik semua ini" Kalau memang ia merestui
pernikahan mereka, ia pasti tidak akan memperlakukan Eleanor seperti
putri durhaka. Eleanor pasti telah memanfaatkan persahabatan ayahnya
dengan Grand Duke untuk mendapatkan posisinya saat ini. Eleanor tidak
selugu yang kaulihat. Percayalah aku mengenal banyak gadis seperti itu."
"Tetap saja itu tidak berarti Quinn tidak sedang merencanakan sesuatu!"
"Ia sudah bukan lagi merencanakan sesuatu!" Simona kesal, "Ia sudah
menjalankannya. Apa kau tidak bisa melihatnya!?"
Mathias mengacuhkan istrinya dan meraih koran yang lain.
Simona mendesah panjang melihat suaminya membolak-balik koran
dengan panik seperti menanti kabar kematiannya sendiri itu.
"Mathias," ia berdiri di belakang Mathias dan merangkulkan tangannya di
dada pria itu. "Temani aku." Dengan suara manjanya, Simona merayu,
"Aku ingin pergi ke Loudline. Temani aku berbelanja."
"Kau ingin membeli apa?" Mathias menarik Simona ke pangkuannya.
"Katakan sayangku, apa yang bisa kubelikan untukmu untuk
mempercantikmu?" "Aku hanya akan mempercantik diriku untukmu seorang," Simona
mencium Mathias. "Aku ingin kau terlihat cantik setiap saat. Kau adalah wanita tercantik dan
terhebat yang pernah ada di dunia ini," Mathias memeluk istrinya.
"Segeralah bersiap-siap."
Begitulah akhirnya mereka berada di pusat perbelanjaan Loudline
beberapa saat setelahnya.
Berada di pusat Loudline dapat membuat Mathias melupakan
kegelisahannya. Simona pun juga menikmati waktunya. Dengan
kekayaan Duke of Binkley, tidak ada yang tidak bisa dibelinya. Ditambah
kekuasaan Mathias yang masih bergelar Putra Mahkota Viering, tidak ada
yang tidak bisa didapatkannya.
Simona menyukai kehidupan barunya ini.
Matanya memang tidak salah. Ketika ia bertemu Mathias untuk pertama
kalinya di Dristol, ia tahu masa depannya akan berubah bila ia berhasil
menggaet pria ini. Ia berhasil! Sekarang ia adalah wanita nomor dua di
Viering, Duchess of Binkley! Dengan kekuasaannya sebagai satu-satunya
calon ratu setelah Eleanor, siapa yang berani mengusiknya"
Ketika berada di Loudline itulah, Simona mendengar kabar ini. Eleanor
menghilang dari Fyzool! Pihak Istana tidak tahu bagaimana ia bisa
menghilang dari penjagaan mereka yang ketat. Tidak seorang pun punya
ide bagaimana Eleanor pergi tanpa diketahui seorang pun.
Simona tahu. Ia tahu gadis itu pergi ke mana. Bukankah wanita
bangsawan selalu seperti ini" Melompat ke pelukan pria lain walaupun ia
sudah bersuami. Yang paling menarik adalah sikap Quinn. Pria itu sama sekali tidak peduli
oleh kepergian Eleanor. Ia malah pergi ke rumah Grand Duke untuk
merayakannya. Tampak jelas bagi Simona, Quinn tidak menikahi Eleanor karena cinta.
Cerita di balik pernikahan mereka adalah murni omong kosong!
Simona menoleh pada Mathias yang tidur nyenyak di sisinya.
Ia akan membuktikan pada Mathias. Ia akan membuat Mathias sadar
Quinn sedang berusaha mematahkan jalannya menuju tahta.
Simona membunyikan bel. Berdiri telanjang di depan cermin, Simona mengagumi kulit halusnya. Ia
mencintai tubuh moleknya yang telah menaklukan banyak pria. Ia
mengagungkan wajah cantiknya yang telah merebut hati banyak pria.
"Aku adalah orang yang pantas menjadi Ratu Viering," ia berkata pada
dirinya sendiri. Simona baru saja mengenakan baju tidurnya ketika pelayan datang.
"Adalah yang bisa saya lakukan?"
"Siapkan kereta dan panggil orang untuk membantuku."
Pelayan itu mendengus tidak senang dan pergi tanpa mengatakan apaapa.
Simona mengacuhkan pelayan tidak tahu diri itu. Semua orang sama
saja! Mereka tidak menghormatinya.
Simona sering mendengar orang-orang membicarakan dirinya.
Ketika Mathias tidak berada di sisinya, mereka menghina, mengacuhkan
bahkan tidak memandangnya sama sekali.
Simona tidak mau ambil pusing. Dengan kedudukannya sebagai Duchess
of Binkley, siapa yang berani melawannya" Selama ia masih seorang
Duchess of Binkley, setiap orang harus tunduk padanya!
-----0----- Quinn memandang ke luar jendela.
Eleanor sudah membuat keributan lagi di halaman belakang Fyzool.
Hari ini adalah waktu rutin merawat halaman Fyzool.
Sejak pagi Eleanor sudah melepas gaun mahalnya beserta perhiasanperhiasannya
yang indah. Tanpa mempedulikan pelayan-pelayan yang
berusaha menghentikannya, Eleanor bergabung dengan para pekerja
yang sudah mulai terbiasa oleh gangguan Eleanor.
Eleanor tampak akrab dengan mereka bahkan tanpa ragu-ragu menyuruh
prajurit pengawalnya turun tangan.
Quinn tersenyum. Dengan caranya sendiri, gadis itu merebut hati setiap
penghuni Fyzool. Hari ini Quinn bisa lega. Eleanor akan sibuk sepanjang hari hingga tidak
punya waktu untuk kabur. "Paduka." Quinn membalikkan badan. "Duchess of Binkley minta bertemu Anda," pelayan pria itu memberitahu
dengan hati-hati. Quinn membelalak. Apa wanita itu hanya datang untuk merusak harinya!"
Pelayan itu memperhatikan perubahan wajah Quinn. Seisi Viering tahu
Simona adalah hal yang sensitive bagi Quinn.
"Apakah saya harus mengatakan Anda sibuk?"
Quinn tidak menanggapi. Mengusir Simona tampaknya adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya.
Simona harus tahu walau ia sudah menjadi Duchess of Binkley, di
matanya ia tidak lebih dari seorang pelacur!
Quinn memandang kebun. Eleanor tampak menikmati kesibukannya merapikan semak-semak.
'Apa yang akan dilakukan Eleanor"' ia bertanya-tanya.
Gadis itu mungkin akan langsung menerjang Simona dan memakinya.
Tidak, itu pasti! Gadis itu pasti akan melakukannya.
Quinn tersenyum geli membayangkannya.
Pelayan itu kebingungan. "Suruh dia menemuiku di Ruang Duduk."
"Baik, Paduka," pelayan itu langsung pergi.
Quinn pun meninggalkan koridor menuju Ruang Duduk.
-----0----- Nicci membawa keranjang besar di tangannya.
"Cepat! Cepat, Nicci. Cepat!" Eleanor memanggil tidak sabar.
Semua orang tersenyum. "Tampaknya Anda sudah tidak sabar, Paduka Ratu," ujar seseorang.
"Tentu saja!" sahut Eleanor, "Aku harus segera mengumpulkan bungabunga ini
sebelum ia rontok." Nicci menyerahkan keranjang itu pada Eleanor.
"Aku sungguh tidak menyangka aku bisa menemukan bunga kesukaan
Mama di sini," tangan Eleanor sibuk memasukkan bunga-bunga yang
telah dipetiknya ke dalam keranjang, "Aku harus segera merangkai dan
mengirimnya ke Schewicvic. Mama pasti akan gembira."
"Paduka Ratu memang gadis yang baik," puji yang lain.
"Paduka Ratu," kata Nicci, "Saya mempunyai berita yang pasti tidak akan
Anda percayai." "Apa itu, Nicci?" seorang wanita berkata tidak sabar.
"Cepat katakan!" kata pelayan yang lain.
"Duchess of Binkley datang!"
"Ia datang!?" mereka terpekik tidak percaya.
"Sekarang Paduka Raja pergi menemuinya," Nicci memberitahu.
"Akhirnya ia datang juga," gumam Eleanor puas. "Di mana dia?"
Eleanor tidak sabar ingin bertemu wanita yang menyebabkan nasib
sialnya ini. Ia sudah tidak sabar ingin mencaci maki wanita yang tidak
tahu diri itu. Kekesalannya sudah hampir meluap dan perlu segera
disalurkan. "Mereka berada di Ruang Duduk."
Eleanor langsung bergegas.
"Tunggu dulu!" Nicci menahan Eleanor, "Anda tidak bisa ke sana seperti
ini." "Aku tidak punya banyak waktu," Eleanor menegaskan.
"Anda tidak ingin terlihat kacau seperti ini, bukan?" tanya Nicci, "Anda
harus tampil selayaknya seorang Ratu Viering."
"Benar, Paduka Ratu," yang lain mendesak, "Anda tidak boleh tampil
seperti ini di hadapan Duchess."
"Ia harus tahu Anda lebih pantas menjadi Ratu Viering," timpal yang lain.
"Ia benar-benar buruk. Tidak seorang pun di Arsten yang menyukainya."
Eleanor melihat pelayan itu.
"Benar, Paduka Ratu," seorang pekerja kebun membenarkan, "Saudara
saya bekerja di Arsten. Ia mengatakan Duchess benar-benar tidak tahu
diri. Sikapnya itu benar-benar membuat muak. Ia seenaknya saja
memerintah orang lain. Ia belum menjadi Ratu namun sikapnya sudah
seperti seorang Ratu. Ia sudah lupa dulunya ia juga wanita biasa. Ia tidak
berdarah biru dan tidak akan pernah berdarah biru!"
Eleanor melihat pria itu.
"Anda tidak boleh kalah dari wanita rendah itu," yang lain menegaskan.
Mereka benar. Ia tidak bisa tampil seperti ini terutama di hadapan
Simona. Ia tidak akan dan tidak boleh membiarkan wanita itu
menertawakannya. "Cepatlah," Eleanor menarik tangan Nicci, "Segera siapkan air mandi dan
gaun gantiku. Aku tidak punya banyak waktu."
"Baik, Yang Mulia," para pelayan wanita yang berada di tempat itu
langsung bergerak. "Kami akan mengumpulkan bunga-bunga itu untuk Anda, Paduka Ratu,"
kata para pekerja kebun. "Terima kasih," Eleanor tersenyum gembira dan menarik Nicci ke dalam.
Kedua pengawal Eleanor juga bergegas mengekor.
Para pekerja kebun itu saling tersenyum.
"Paduka Ratu memang masih anak-anak," kata seorang di antara
mereka. "Namun ia jauh lebih baik dari Simona. Aku lebih suka Paduka Ratu
daripada wanita rendahan itu," tegas yang lain.
-----0----- Quinn melihat Simona duduk di sofa di tengah ruangan. Ia merasa jijik
melihat wanita itu dengan dandanannya yang mencolok. Bibirnya dipoles
merah terang. Pipinya pun tidak kalah merahnya. Tampaknya ia ingin
semakin menonjolkan rambut merahnya. Gaun yang yang dikenakannya
pun tidak kalah menonjolnya. Potongannya yang rendah memamerkan
dadanya yang penuh. 'Benar-benar wanita rendahan,' Quinn berkata pada dirinya sendiri.
Simona langsung berdiri begitu melihat Quinn tiba.
"Ada apa kau mencariku?" tanya Quinn langsung pada tujuan.
"Saya mempunyai satu pertanyaan. Apakah itu benar?" tanya Simona
tanpa basa-basi, "Pernikahan Anda dengan Paduka Ratu tidak akur.
Kalian sering bertengkar bahkan kemarin saya mendengar Paduka Ratu
kabur." "Ia tidak kabur," Quinn meralat, "Ia hanya pergi ke Mangstone. Ia sudah
kembali." Simona hanya menatap Quinn dengan penuh kecurigaan.
Quinn dapat memaklumi bila Simona masih belum mendengar Eleanor
sudah kembali ke Istana. Hari sudah larut ketika mereka tiba di Fyzool.
Quinn tidak ingin membuat perhitungan dengan Eleanor dan ia
membiarkan gadis itu langsung kembali ke kamarnya. Ia sendiri juga
langsung menuju kamarnya untuk beristirahat.
"Eleanor masih berdandan di kamar. Tak lama lagi ia pasti akan muncul,"
Quinn berkata sambil berharap.
"Benarkah itu?"
"Apakah kaukira aku sedang berbohong?" Quinn tidak suka cara wanita
itu menatapnya. Wanita itu benar-benar merendahkannya dan itu
membuatnya semakin muak. "Kami mendengar kabar kedatanganmu
bersamaan." "Saya mendengar kalian pisah kamar," Simona terus mengutarakan
keyakinannya. "Kau terlalu mempercayai gosip," Quinn berkelit.
Quinn berharap Eleanor akan segera muncul. Belum lima menit ia
menghadapi wanita ini tapi ia sudah lelah. Ia membutuhkan bantuan. Ia
tidak dapat menyuruh seseorang untuk memanggil Eleanor. Satu-satunya
yang menjadi harapannya adalah Eleanor mendengar dari seseorang
bahwa Simona datang. Quinn yakin Eleanor akan muncul begitu ia mendengar Simona datang. Ia
percaya! Baru saja Quinn berkata seperti itu ketika pintu terbuka.
"Saya tidak menduga akhirnya saya bisa berjumpa dengan Anda," kata
Eleanor begitu ia muncul, "Saya sudah menantikan perjumpaan ini sejak
lama." Kedatangan Eleanor benar-benar membuat Quinn lega. Tekanan yang
ditanggungnya ketika menghadapi Simona tiba-tiba saja hilang tanpa
bekas. Ia merasa Eleanor telah membawa pergi tekanan yang
ditanggungnya selama ia menahan diri untuk bersikap sopan pada wanita
yang jelas-jelas tidak disukainya ini.
"Aku banyak mendengar sepak terjangmu. Kau benar-benar terkenal
sejak kabar pernikahanmu yang menghebohkan itu. Seluruh dunia
membicarakannya. Pernikahanmu benar-benar membuka lembaran baru
sepanjang sejarah Viering," Eleanor melanjutkan tanpa memberi
kesempatan pada Simona untuk membuka mulut. "Sayang sekali kalian
sudah berada di luar negeri ketika kami mengetahuinya. Andai saja kalian
masih ada di sini, kami pasti akan mengadakan pesta besar-besaran
untuk merayakan pernikahan kalian. Aku yakin kau pasti menginginkan
pesta yang meriah dan mewah seperti pesta pernikahanku, Simona."
Eleanor berhenti sejenak seolah-olah menyadari sesuatu, "Kau tidak
keberatan aku memanggilmu Simona, bukan?"
Simona geram. Gadis itu sengaja mengungkit-ungkit pernikahannya! Ia
sengaja menyindir pernikahannya yang diadakan secara rahasia itu! Ia
berkata seolah-olah pernikahannya adalah skandal yang memalukan
Viering. Bagaimana mungkin gadis ingusan ini berkata sekurang ajar itu
padanya" Gadis itu hanya putri seorang Earl sebelum ia menikah dengan
Raja Quinn. Tidak lebih dari itu!
"Tidak, tentu tidak, Paduka Ratu."
Eleanor tersenyum manis - membuat Simona kian geram.
Quinn menahan tawa gelinya melihat wajah merah Simona yang
menahan kesal. Memang sudah seharusnya Eleanor yang dimajukan
untuk menghadapi Simona. Gadis itu jauh lebih tahu bagaimana
menghadapi wanita seperti Simona.
Simona merasa ia sudah tidak perlu berbasa-basi. "Saya dengar
pernikahan kalian ini direncanakan mendadak. Saya rasa kalian menikah
untuk mencegah Mathias naik tahta," kata Simona langsung pada tujuan.
"Aku?" Quinn bertanya heran, "Apakah kau kira kami menikah gara-gara
kalian?" Quinn merangkul pundak Eleanor.
Eleanor terkejut. "Apakah kau kira aku adalah orang seperti itu?" Quinn bertanya tidak
senang. Eleanor langsung menyadari suasana.
"Siapakah yang mau menikah tanpa cinta" Memangnya kau siapa
sehingga kami harus menikah karena kalian?" Eleanor bertanya sambil


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merapatkan dirinya pada Quinn. "Aku mencintai Quinn. Ia adalah
segalanya bagiku." Eleanor menatap Quinn penuh kasih dan ia melingkarkan lengannya di
leher Quinn. Quinn membalas pelukan Eleanor dengan menurunkan tangannya di
pinggang Eleanor. Simona melihat sepasang pengantin baru itu memulai adegan mesra
mereka dan ia merasa muak. Tanpa berkata apa-apa lagi ia
meninggalkan tempat itu. Eleanor mendengar pintu terbuka dan sesaat kemudian tertutup. Ia
segera menjauhkan diri dari Quinn dengan kesal.
"Aku tidak percaya!" dengusnya, "Aku tidak percaya aku mengatakan
kalimat menjijikkan itu!"
Quinn tersenyum sinis melihat gadis itu mengomel sendiri. "Kau cukup
meyakinkan sebagai seorang pemula."
Eleanor langsung menatap tajam pria itu. "Aku sungguh tidak percaya
semua ini!" serunya, "Ini benar-benar gila! Kau membuat aku bertingkah
seperti... seperti..." Eleanor tidak dapat mengutarakannya.
"Seperti pelacur?" sambung Quinn mengejek.
"Dan kau bersuka cita atasnya!" Eleanor murka melihat kesenangan
dalam mata pria itu. Quinn tertawa geli. "Gila! Ini benar-benar tidak masuk akal," komentar Eleanor, "Pernikahan
ini benar-benar konyol!"
Tawa Quinn langsung menghilang. Ia mencengkeram tangan Eleanor dan
menatapnya dengan tajam. "Kuperingatkan kau," katanya berbahaya,
"Jangan bertindak macam-macam."
"Dan mempermalukan diriku sendiri lebih dalam?" sambung Eleanor tidak
senang, "Membiarkan diriku dalam bulan-bulanan koran" Menyeret diriku
sendiri dalam gosip terbesar abad ini?"
Quinn terdiam mendengar nada tidak senang dan terluka Eleanor.
"Tidak. Terima kasih," sambung Eleanor, "Aku tidak akan membiarkan
diriku menjadi korban lebih dalam lagi."
Quinn melepaskan Eleanor.
"Terima kasih," Eleanor balas mengejek Quinn, "Suamiku yang tercinta."
Quinn tidak memberi tanggapan apa-apa.
Eleanor pergi meninggalkan ruangan itu dengan marah.
BAB 16 "Aku benci gadis ingusan itu! Aku benci!" teriak Simona.
"Iya... Iya..."
"Beraninya ia menyindirku!" Beraninya ia menyindir pernikahanku!"
Memangnya siapa dia!" Mentang-mentang pernikahannya lebih mewah
dariku, ia bisa mengatakan aku seperti itu!" Gadis ingusan itu tidak
pantas menjadi seorang Ratu! Viering! 'Aku sudah lama ingin bertemu
denganmu'. Apanya yang sudah lama!" Jelas-jelas ia tidak ingin bertemu
denganku. 'Bolehkan aku memanggilmu Simona"'. Memangnya siapa
dia!" Bisa-bisanya dia berlagak akrab. Ia kira aku tidak tahu ia
memandang rendah padaku" 'Aku yakin kau juga menginginkan sebuah
pesta pernikahan yang meriah'. Kalau iya memangnya mengapa!?"
Todd mengangguk-angguk. "Dia sama sekali tidak pantas menjadi seorang Ratu. Akulah yang paling
pantas menjadi Ratu Viering!"
"Lalu," Todd menekuk sikunya di atas bantal dan mengawasi wajah cantik
Simona yang dinodai kemarahan itu, "Apa yang akan kaulakukan?" Todd
memegang dagu Simona. "Wajahmu yang cantik ini tidak pantas dinodai
oleh kemarahan." "Hentikan, Todd!" Simona menepis tangan Todd. "Sekarang aku bukan
Simona yang dulu!" "Wah... wah...," komentar Todd, "Setelah menjadi seorang Duchess,
sekarang kau menjadi sombong."
"Justru karena aku adalah seorang Duchess, aku harus menjaga sikapku!"
Simona menegaskan. "Oh ya?" "Jangan meremehkan aku!" Simona marah.
"Lalu, mengapa kau ada di sini?"
"Apa kau tidak suka aku mengunjungimu?" Simona berkata dengan
genitnya. Ia memiringkan badannya menghadap Todd.
"Bagaimana dengan sang Duke of Binkley?" tanya Todd tertarik.
"Ia tidak lebih dari sebuah alat bagiku. Ia hanya kumanfaatkan untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dan kau, kau adalah
petualangan liar. Duke bodoh itu tidak bisa memberikan apa yang bisa
kauberikan padaku." "Dan ia bisa memberimu apa yang tidak bisa kuberikan padamu."
Simona menindih tubuh telanjang Todd.
"Ia mempunyai uang dan kekuasaan tapi ia adalah seorang pria bodoh
yang penakut. Kau adalah seorang pria cerdas yang pemberani. Hanya
kau yang bisa memberikan kepuasan padaku. Tapi kau tidak bisa
mendapatkan hatiku."
"Kau kira aku tidak tahu?" tanya Todd, "Tidak akan ada yang pernah
mendapatkan hatimu. Kau cantik tetapi kau juga berbahaya."
Simona mendaratkan ciuman ganasnya di leher Todd.
"Inilah yang kusuka darimu," Todd membalas ciuman wanita itu, "Hatimu
hanya milik ambisimu."
Keduanya pun kembali bergulat pada petualangan liar mereka yang
terlarang. Sementara itu di kediamannya, Mathias terkejut mendapati Simona tidak
ada di sisinya ketika ia terbangun. Ia semakin panik ketika mengetahui
dari pelayan Simona pergi ke Istana Fyzool untuk menemui Quinn.
Ia sudah memperingati wanita itu untuk tidak mendekati Fyzool. Ia sudah
memberitahunya untuk tidak menemui Quinn.
Dari pertemuannya dengan Quinn yang terakhir, Mathias tahu Quinn pasti
akan membunuh Simona bila ia mempunyai kesempatan. Sekarang
Simona malah pergi menemui pemua itu. Ini sama saja dengan pergi
mengirim nyawa ke dunia lain!
Mathias benar-benar cemas. Ia tidak berani ke Fyzool. Ia tidak berani
menganggu Quinn. Tidak ketika Quinn sedang marah besar.
Ia pernah menjadi seorang sosok kakak yang dikagumi Quinn. Namun
sekarang ia hanyalah seorang makhluk yang tidak berarti di mata
pemuda itu. Quinn telah melampauinya.
Quinn adalah seorang Raja dan ia hanyalah seorang Duke. Mereka bukan
lagi sepasang saudara yang bermain bersama dengan riangnya.
-----0----- Eleanor bersin. "Anda sakit, Paduka Ratu?" seorang pelayan melihat Eleanor.
Eleanor terus bersin tanpa henti.
"Gawat," Nicci cepat-cepat memegang dahi Eleanor, "Apakah Anda
demam" Apakah Anda sakit?"
Seorang pria tua menghentikan gerakan gunting rumputnya. "Sudah
hampir musim gugur 'kan?"
Semua orang langsung melihat Eleanor lalu ke Nicci.
Nicci melihat gaun Eleanor yang memamerkan pundaknya yang putih.
"Setelah menemui Duchess, Paduka Ratu memaksa langsung ke sini. Ia
tidak mau berganti baju," katanya bersalah.
"Siapa yang mau berganti baju!?" Eleanor diingatkan paksaan Nicci di
saat suasana hatinya sedang buruk. Mau tak mau kemarahannya bangkit
lagi. "Pria sial itu sudah merusak suasana hatiku. Di saat begini apa aku
masih punya waktu memikirkan ganti baju!?"
Mereka semua tertawa geli.
"Anda bertengkar lagi dengan Paduka," kata seorang pelayan.
"Sepertinya kalian tidak bisa tidak bertengkar," timpal yang lain.
"Katakan itu pada Quinn!" Eleanor geram, "Ia selalu mencari perkara.
Setiap saat ia hanya bisa memarahi orang."
"Paduka Raja bukan orang seperti itu," seorang pelayan tersenyum penuh
arti. "Ia adalah orang yang sabar," kata yang lain.
"SABAR!?" Eleanor naik darah, "Setiap saat ia mencari kesalahanku.
Setiap kali ia mencari kesempatan untuk memarahiku. Kalian
mengatakan ia sabar."
"Hanya kepada Anda," pria tua itu kembali melanjutkan pekerjaannya
memotong rumput. Eleanor tertegun. "Dulu Paduka adalah orang yang periang. Kami semua menyukainya.
Namun semenjak kepergian orang tuanya, ia berubah," kata pria itu.
"Hubungannya dengan Duke Mathias pun berubah."
Eleanor langsung menoleh pada pelayan yang mengatakan hal itu.
"Duke Mathias dan Paduka adalah teman dekat. Ke mana pun mereka
berada, mereka selalu berdua. Paduka selalu mengagumi Duke Mathias.
Ia memujanya sebagai idolanya. Mereka berdua benar-benar akrab,"
wanita itu melanjutkan. "Perlahan-lahan Paduka Raja berubah," timpal yang lain, "Ia menjadi
seorang yang serius dan dingin. Kami menjadi jarang melihat senyumnya.
Ia juga tidak pernah sembarangan menunjukkan kemarahannya. Ia tahu
benar bagaimana mengendalikan perasaannya."
"Sekarang Paduka sudah mulai kembali ke masa kecil Paduka," pria tua
itu tersenyum penuh arti, "Hanya kepada Anda, Paduka bisa
menunjukkan perasaannya yang sebenarnya."
"Hanya kepadaku," dengus Eleanor tidak percaya.
"Tampaknya Paduka benar-benar mencintai Anda," timpal yang lain.
"Cinta padaku!?" Eleanor memekik jijik, "Benar-benar membuat orang
semakin kesal." Mereka semua tersenyum. Nicci terperanjat. Ia harus segera bertindak sebelum Eleanor membuka
sendiri kebohongan di balik cerita cinta mereka.
"Sudah cukup, Paduka Ratu," Nicci memegang tangan Eleanor, "Sekarang
Anda harus kembali. Saya tidak mau disalahkan kalau Anda sakit."
Eleanor terperanjat. "Lepaskan aku, Nicci. Aku masih belum selesai."
"Nicci benar, Yang Mulia," kata orang-orang itu, "Kami tidak mau Anda
jatuh sakit." "Masalah bunga-bunga ini," seorang wanita mengangkat keranjang bunga
Eleanor dari tanah, "Serahkan pada kami."
"Kami akan mengumpulkan bunga-bunga yang terbaik untuk Anda."
Eleanor tersenyum. "Terima kasih," katanya kemudian membiarkan Nicci
membawanya ke dalam Istana.
Orang-orang itu tersenyum melihat kepergian Eleanor yang setengah
ditarik Nicci diikuti para pengawalnya.
"Grand Duke telah memilih istri yang tepat untuk Paduka Raja," komentar
pria tua itu tanpa menghentikan gerakan tangannya yang terampil
membentuk semak-semak halaman Fyzool.
Eleanor tertarik kerumunan di halaman belakang Fyzool. Ia ingin tahu apa
yang sedang ditonton oleh kerumunan yang kebanyakan adalah para
gadis itu. Tanpa berpikir panjang, Eleanor melangkahkan kakinya ke
kerumunan itu. "Paduka Ratu!" Nicci lekas mengejar.
Kedua prajurit yang selalu mengawal Eleanor pun langsung mengekor.
Eleanor menerobos kerumunan itu untuk berada di depan.
Quinn sedang bermain pedang dengan seorang prajurit. Dengan gerakangerakannya
yang anggun, ia memukau para penontonnya. Para gadis itu
berteriak histeris ketika Quinn berada dalam posisi terjepit dan mereka
berseru senang ketika Quinn mengambil alih keadaan.
Eleanor membuang mukanya. Apa bagusnya menonton pria ini" Dan
mengapa pula para gadis ini harus berteriak histeris seperti ini"
"Paduka Ratu," Nicci akhirnya berhasil kembali ke sisi Eleanor dan ia
mengeluh, "Jangan tiba-tiba lari seperti ini."
"Mari kita pergi," Eleanor menarik tangan Nicci, "Tidak ada yang menarik
di sini." Nicci melihat Quinn yang sedang bermain pedang. "Paduka Raja tampak
sangat mahir," pujinya.
"Ia tidak jauh lebih baik dariku."
Quinn mendengar komentar itu.
"Mari kita buktikan!" Quinn melempar sebuah pedang pada Eleanor.
Semua orang kaget. Nicci langsung berlindung di belakang Eleanor.
Eleanor menangkapnya. "Ide bagus," ia menerima tantangan Quinn.
"Paduka Ratu," pelayan Eleanor itu cemas.
"Menyingkirlah, Nicci," perintah Eleanor.
Senyum di wajah Quinn mengejek Eleanor.
"Apa kau kira aku takut padamu?" Eleanor tidak suka cara pria itu
mengejeknya. Dalam waktu singkat mereka terlibat duel yang seru. Suara pedang
mereka yang saling bertautan memanggil setiap orang yang
mendengarnya untuk mendekat.
"Permainan pedangmu cukup bagus," puji Quinn tanpa meninggalkan
nada-nada mengejeknya. "Kau juga tidak jelek," Eleanor membalas pujian yang mengejek itu.
"Sayangnya kau tidak bertenaga."
Pendekar Sakti Suling Pualam 15 Roro Centil 06 Lima Wajah Seribu Dendam Dedel Duel 2

Cari Blog Ini