Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella Bagian 2
Dengan segera mereka memasangkan pelana di atas seekor kuda dan
Eleanor pun melesat dengan cepat ke Mangstone. Dalam perjalanan itu ia
hanya berpikir bagaimana ia akan mengorek berita dari Bernard. Ia akan
membuat Bernard menjelaskan semua ini padanya.
Ia tidak memperhatikan orang-orang yang keheranan melihat seorang
pelayan berkuda dengan kencang. Ia terlalu tergesa-gesa untuk
memperhatikan mereka. Ia terlalu tergesa-gesa untuk membalas
beberapa kusir kuda yang marah oleh caranya menggendarai kuda yang
mengebut itu. Para pelayan Mangstone pun terkejut melihatnya tiba-tiba
muncul dan tanpa basa-basi membuka pintu. Untunglah mereka telah
mengenalnya dengan baik, bila tidak mungkin Eleanor sudah diusir. Saat
ini ia tidak tampak sebagai putri Earl of Hielfinberg. Ia lebih tampak
sebagai seorang pelayan muda dengan gaunnya yang hitam dan celemek
putih. "Bernard!" serunya, "Bernard! Kau ada di mana?"
Eleanor terus berseru keras sambil menuju Ruang Makan. Ia yakin
mereka berada di sana. Ia tahu mereka masih menikmati makan pagi
mereka. Irina muncul membuka pintu Ruang Makan dengan cemas. "Apa yang
terjadi, Eleanor?" Dan ia terpekik melihat gaun pelayan yang dikenakan
Eleanor, Mengapa kau seperti ini" Mengapa engkau berpakaian seperti
ini!?"" "Di mana Bernard?" Eleanor mengabaikan kekagetan wanita itu.
"Papa tidak ada di sini," sebuah suara menjawab dari dalam.
Eleanor melihat Derrick sudah kembali ke Mangstone dan sedang
menikmati makan paginya bersama Irina.
"Pagi ini kau benar-benar keterlaluan," Derrick mengingatkan Eleanor
akan dosanya, "Kau benar-benar membuat aku kewalahan."
"Di mana Bernard?" Eleanor bertanya sekali lagi dengan tegas.
"Papa sudah berangkat ke Istana," jawab Irina, "Apa yang terjadi
padamu, Eleanor" Mengapa kau tergesa-gesa seperti ini?"
"Kau tidak akan mempercayai ini, Irina," Eleanor memeluk wanita itu. Ia
ingin menumpahkan semua kekesalannya pada wanita itu. Ia ingin
menjerit keras-keras untuk memuaskan diri, "Papa sudah gila. Ia
mengorbankan aku. Ia membiarkan Bernard memilihku menjadi
mempelai Quinn." Irina terpekik kaget. "Benarkah itu!?"
Satu-satunya orang yang tidak terkejut di ruangan itu adalah Derrick.
"Mereka semua tidak waras! Bagaimana mungkin mereka membiarkan
aku menjadi Ratu Viering!!?"?" Eleanor berkata dengan penuh amarah.
"Mereka sudah dibuat sinting oleh si sial Mathias!"
"Wah... wah... Sungguh tidak terduga gadis tomboy ini akan menjadi
Ratu," goda Derrick.
"Tidak lucu!" Eleanor memasang muka masamnya.
Irina tersenyum. "Kau akan membuat setiap wanita cemburu. Paduka
memilihmu." "Aku hanyalah alat untuk mendapatkan keturunannya," kata Eleanor tidak
senang, "Dan menghentikan Simona mencoret muka kerajaan ini."
"Jangan khawatir," hibur Irina, "Ia pasti akan mencintaimu. Kau adalah
gadis yang menarik."
"Benar," sambung Derrick tersenyum nakal, "Sebelum ia mengusirmu dari
Istana." Eleanor menatap tajam pria itu.
Irina tertawa geli. "Jangan khawatir," Irina meletakkan tangan di kepala Eleanor dan
mengelusnya dengan lembut seperti yang biasa setiap kali ia menghibur
Eleanor, "Kami tidak akan membiarkan ia menyakitimu."
"Katakanlah padaku bila ia menyakitimu," Derrick berkata serius, "Aku
akan membuat perhitungan dengannya tak peduli siapa pun dia."
Eleanor terharu. "Tapi itu jika ia belum babak belur," Derrick menambahkan sambil
tersenyum geli. "Derrick!" Eleanor marah. Ia berdiri dan menyerang Derrick.
"Hentikan!" Irina segera menahan Eleanor.
Kedua orang ini memang selalu seperti ini. Derrick suka menggoda
Eleanor. Tak jarang pula ia berkelahi dengan Eleanor. Untungnya, seiring
dengan pertambahan usia mereka, frekuensi perkelahian mereka
berkurang. Hubungan mereka sangat akrab tapi tidak akan pernah ada
cinta di antara mereka. Mereka saling menganggap yang lain sebagai
saudara. Mereka bertiga telah menjadi semakin dan semakin akrab dalam
beberapa tahun ini. Walaupun tidak sedarah, mereka telah menjadi
saudara akrab. "Kau tidak boleh seperti ini," Irina memarahi, "Dan kau, Derrick, kau
tidak boleh terus menggoda Eleanor. Ia akan segera menjadi seorang
Ratu." Eleanor membelalak. "Mulai saat ini kau harus merubah dirimu," Irina meneruskan dengan
serius, "Aku tidak akan membiarkanmu bertindak kasar lagi. Aku akan
melatihmu menjadi seorang gadis anggun."
"Mengapa tidak seorang pun dari kalian yang berada pada pihakku!?""
Derrick tidak berkata apa-apa. Ia sudah tahu Eleanor akan seperti ini. Ia
sudah menduganya. Mungkin itulah sebabnya Earl tidak segera
memberitahu Eleanor. Irina terdiam. "Mengapa" Mengapa kalian menyetujui ide gila ini!?"
Untuk sesaat Derrick menduga Eleanor akan menangis tetapi gadis itu
malah berseru keras dan penuh amarah, "Apa kalian sudah ikut tidak
waras?"" "Bukan begitu, Eleanor," Irina mencoba menenangkan, "Kami selalu
berada di pihakmu. Kami selalu mendukungmu." Tangan Irina terulur
meraih tangan Eleanor. Eleanor menjauhkan diri. Ia menatap kedua kakaknya itu dengan marah.
"Kami tidak dapat berbuat apa-apa," Derrick ikut turun suara, "Papa telah
memutuskan. Paduka Raja pun telah menyetujuinya. Tidak seorang pun
yang bisa merubahnya. Kali ini keadaan benar-benar mendesak. Ini
bukan main-main, Eleanor. Aku percaya engkau cukup cerdas untuk
memahami apa yang tengah terjadi."
Eleanor tahu ini akan terjadi. Ia tahu Quinn akan menikah untuk
menyelamatkan masa depan Viering tetapi mengapa dirinya" Mengapa
harus dirinya yang menjadi tumbal"
"Pilihan Papa tidak mungkin salah," Irina menatap Eleanor serius,
"Engkau tidak ingin mengatakan Papa mengambil keputusan tanpa
pertimbangan, bukan?"
Eleanor tidak dapat membantahnya. Ia menyayangi Grand Duke seperti ia
menyayangi ayahnya. Baginya mereka berdua adalah orang tuanya. Ia
percaya pada Grand Duke. Ia mengagumi Grand Duke yang masih
cekatan di usianya yang tidak muda itu. Ia selalu mengelu-elukan Grand
Duke selain ayahnya. Irina merangkum wajah gadis itu - menatapnya lekat-lekat dan berkata
lembut, "Papa pasti melihat sesuatu pada dirimu yang tidak ada pada
gadis lain." "Tapi mengapa aku?" Eleanor masih memprotes.
"Kau adalah gadis yang manis," Irina terus meyakinkan Eleanor, "Engkau
adalah gadis yang cantik."
Derrick melihat Irina akan membutuhkan waktu sepanjang hari untuk
menenangkan Eleanor dan ia memutuskan,
"Irina, kau tetaplah bersama Eleanor. Aku akan menangani masalah di
luar." Eleanor melihat kepergian Derrick dengan heran.
"Biarlah Derrick pergi mengurus orang-orang yang mencari Papa," Irina
membimbing Eleanor ke dalam Ruang Makan, "Kau bisa bergabung
denganku. Aku yakin kau belum sarapan."
Ketika Irina menghabiskan waktu sepanjang pagi itu untuk meyakinkan
Eleanor, sang Grand Duke sedang kerepotan di Istana. Selain Grand
Duke, beberapa menteri juga kerepotan menerima tugas dari Quinn.
Quinn ingin pernikahannya segera dilangsungkan. Ia ingin segera
menjalankan rencananya menghentikan langkah Mathias. Ia tidak akan
membiarkan wanita yang tak jelas asal usulnya itu bersenang-senang
terlalu lama. Ia menyuruh Pengurus Rumah Tangga Fyzool mengatur
jadwal pesta pernikahannya dan acara jamuan pesta pernikahannya. Ia
menginginkan Menteri Luar Negerinya segera mengirim undangan kepada
negara-negara tetangga. Ia menyuruh Menteri Kerakyatannya mengatur
kedatangan Uskup yang akan meresmikan pernikahannya dan mengatur
pemesanan Katedral utama Viering. Ia ingin Menteri Sosialnya mendaftar
tamu-tamu yang harus ia undang. Ia meminta Jenderal Utama Viering
memperketat penjagaan selama pesta pernikahannya. Ia telah
memikirkan semuanya semalam setelah Bernard memberitahukan
pilihannya. Ia menginginkan semuanya segera dilaksanakan dengan cepat
dan tanpa cacat setelah ia menyetujui pilihan Bernard. Setiap hal yang
terpikirkan oleh Raja Muda itu telah diserahkan kepada mereka yang
bertanggung jawab. Setiap celah yang terlewatkan olehnya telah diurus
oleh Grand Duke. Segera setelah Quinn selesai membagi tugas kepada
para pembantu pemerintahannya, mereka bubar.
"Putri Earl of Hielfinberg," gumam Kaven ketika mereka meninggalkan
Ruang Rapat. "Apakah Earl mempunyai seorang putri?" tanya Chad, sang Menteri
Dalam Negeri. "Ya, ia punya," jawab Domingo, "Aku masih ingat ia memeluk seorang
gadis kecil dalam upacara penghormatan korban Red Invitation."
"Aku ingat sekarang!" seru Chad, "Sudah lama sekali aku tidak
mendengar berita tentang Earl Hielfinberg."
"Ia mengurung dirinya semenjak kematian istrinya," kata Kaven.
"Semenjak itu ia terus melindungi putrinya dengan ketat. Ia benar-benar
takut kehilangan putrinya. Sepertinya luka yang ditinggalkan oleh istrinya
benar-benar serius."
"Bagaimanakah rupa putrinya, Bernard?" tanya Vicenzo tertarik, "Aku
yakin kau pasti sering bertemu dengannya. Kudengar kalian adalah
sahabat baik." "Ia adalah gadis manis yang ceria," Grand Duke tersenyum
membayangkan wajah manis Eleanor yang selalu tersenyum itu, "Ia
adalah anak yang baik."
"Aku sungguh tidak menyangka Earl akan memberikan putrinya begitu
saja," komentar sang Menteri Sosial.
"Ia tahu ini bukan main-main. Ini adalah masalah serius," Grand Duke
memberikan penjelasan, "Ini menyangkut masa depan Viering."
"Tindakanmu cukup cepat juga, Bernard," sang Jenderal Besar Viering,
Geert, memberikan pujiannya, "Baru kemarin Paduka memberimu
perintah dan hari ini kau sudah memberikan jawaban."
"Kurasa ia bertidak cepat untuk menghindari segelintir orang," kata
Vicenzo. Mereka tertawa. "Mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa karena kau sudah
memutuskan," Domingo tersenyum geli.
"Lowongan sudah ditutup," Geert menegaskan.
Sekali lagi mereka tertawa.
"Aku ingin tahu kapankah berita ini akan tersebar luas," gumam Kaven.
Mereka tidak perlu menanti terlalu lama untuk menunggu seluruh Viering
mengetahui kabar ini. Bukan saja karena Derrick selalu memberitahu
para tamunya, "Papa pergi ke Istana untuk merencanakan pesta
pernikahan Kerajaan bersama Paduka." Tetapi juga karena surat kabar
khusus yang muncul beberapa jam kemudian.
"Berita khusus! Berita khusus!" teriak setiap penjaja Koran, "Calon Ratu
Kerajaan telah ditentukan! Viering akan mempunyai ratu!"
Sementara berita itu menjalar dengan cepat di seluruh Viering, Irina
masih sibuk menenangkan Eleanor di Ruang Keluarga Mangstone. Ia
mendengarkan keluhan-keluhan Eleanor sekaligus menasehati gadis itu.
Di tengah pembicaraan kedua wanita itu dari hati ke hati itulah, Derrick
masuk. "Nicci datang," ia memberitahu Eleanor.
"Earl pasti menyuruh Nicci menjemputmu," Irina menggenggam tangan
Eleanor - meyakinkan gadis itu, "Ia pasti mencemaskanmu."
"Tuan Puteri," Nicci muncul, "Yang Mulia mengirim saya ke sini untuk
menemani Anda. Kata Yang Mulia, Anda harus tinggal selama beberapa
hari di Mangstone untuk belajar tata krama pada Lady Irina. Saya sudah
membawa pakaian ganti Anda dan kebutuhan-kebutuhan yang lain."
"Lihat, ia sama sekali tidak mencemaskanku," cibirnya.
Seorang pelayan masuk memberikan selembar kertas pada Derrick. "Ini
baru saja diantar, Tuan Muda," katanya memberitahu.
Derrick melihat sebaris tulisan besar di bagian atas kertas itu.
"Kurasa aku tahu mengapa Earl mengungsikanmu ke sini," ia tersenyum
lebar. "Apa itu?" tanya Eleanor tertarik. Ia langsung berdiri dan merebut kertas
itu dan tangan Derrick. CALON RATU VIERING TELAH DITENTUKAN!
Raja Quinn Akhirnya Memutuskan untuk Mematahkan Sumpahnya
Sendiri. Pesta pernikahan kerajaan sudah di ambang mata! Hanya dalam sehari
setelah Paduka Raja mentitahkan Grand Duke untuk mencari calon
istrinya, Duke Krievickie telah menjatuhkan pilihannya. Sang calon
mempelai tak lain adalah putri Earl of Hielfinberg, Lady Eleanor.
Tidak banyak yang diketahui dari Lady yang tidak pernah muncul ini. Ia
tumbuh dewasa tanpa kehadiran ibunya. Countess Virgie adalah salah
satu korban dalam peristiwa Red Invitation. Dan semenjak itu, Earl tidak
pernah meninggalkan Hielfinberg demikian pula sang putri. Kita tidak
tahu persis seperti apakah calon Ratu Viering tetapi kita yakin ia jauh
lebih baik dan lebih terhormat dari Simona, sang Duchess of Binkley yang
berada di urutan kedua posisi Ratu Viering.
Yang Mulia Paduka Raja Viering, Quinn Arcalianne akhirnya mengambil
langkah tepat untuk menyelamatkan Viering dari aib yang memalukan.
"Bagus," Eleanor geram, "Sekarang seluruh dunia sudah mengetahuinya,"
ia meremas kertas itu. Ia sudah bukan anak kecil lagi yang tidak mengerti
mengapa ayahnya menyuruhnya tinggal di Mangstone. Dulu hal ini juga
pernah terjadi. Beberapa saat setelah peristiwa Red Invitation, Earl
menitipkan Eleanor di Mangstone untuk beberapa waktu hingga
keramaian akibat peristiwa itu mereda. Dulu ia terlalu kecil untuk
mengerti ayahnya sedang menghindarkannya dari pusat perhatian tetapi
sekarang ia sudah mengerti.
"Saya melihat beberapa kereta menuju Schewicvic dalam perjalanan saya
ke tempat ini," Nicci melaporkan.
Derrick langsung tertawa geli, "Mereka pasti tertipu. Mereka pasti
mengira kau ada di Schewicvic."
"SEMPURNA SUDAH!" seru Eleanor kesal, "Sekarang aku tidak bisa
kembali ke Schewicvic. Wanita sial itu pasti puas. Ini semua gara-gara
pelacur yang tidak tahu diri itu!"
"Eleanor!" bentak Irina, "Kau tidak boleh berkata sekasar itu! Kau harus
merubah caramu bersikap dan bertutur kata. Kau akan menjadi Ratu
Viering. Kau tidak boleh bertindak sembarangan. Dan kau, Derrick," ia
melotot pada adiknya, "Jangan sekali-kali kau mempengaruhi Eleanor!"
Mereka terdiam. Kali ini Irina benar-benar marah!
"Kita harus mulai mengatur jadwal pelajaran tata krama Eleanor. Kita
harus mengajari Eleanor cara seorang bangsawan bersikap. Ia harus bisa
bersikap anggun dan halus seperti layaknya seorang lady. Tetapi mulamula kita
harus mengubah dandanan Eleanor," Irina mengamati Eleanor
dari kepala hingga ke ujung kakinya dengan mendetail sehingga
membuat Eleanor merasa Irina sedang menelanjanginya. "Kita harus
memberi beberapa gaun baru untuk Eleanor. Besok kita harus pergi ke
Snell. Eleanor akan membutuhkan banyak baju baru."
"Kita?" Derrick bertanya tidak percaya, "Aku tidak mau ikut."
"Aku tidak mau pergi kalau Derrick tidak ikut!" Eleanor memprotes.
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau harus ikut, Derrick!" Irina menegaskan, "Kami membutuhkan
seseorang untuk membawakan barang-barang belanjaan kami."
Eleanor tertawa puas. "Seorang lady tidak boleh tertawa seperti itu!" hardik Irina tegas, "Itu
sungguh tidak sopan dan tidak berpendidikan. Kau harus menutup
mulutmu ketika kau tertawa. Kau harus membuang jauh-jauh sikap
kelaki-lakianmu. Mengerti?"
Eleanor merasa hari-hari bahagianya sudah berakhir dan ia langsung
cemberut. Derrick menatap gadis itu.
"Nicci," Irina berbalik pada pelayan pribadi Eleanor, "Minta seseorang
untuk menyiapkan kamar untuk Eleanor dan pindahkan barang-barang ke
sana. Kemudian pergilah ke Snell dan katakan pada Nicoleta besok kami
akan datang setelah ia tutup. Ingat aku tidak ingin seorang pun tahu
mengenai kedatangan kami. Katakan itu pada Nicoleta."
"Baik, Tuan Puteri, saya akan segera melaksanakan perintah anda," Nicci
membungkuk. Wanita itu segera mengundurkan diri dari ruangan.
Irina tidak berhenti di situ saja. Ia terus mengeluarkan perintahperintahnya. Ia
mengatur pelajaran tata krama Eleanor selama gadis itu
berada di Mangstone. Derrick merasa ia tidak mempunyai cara lain selain menuruti perintah
Irina. Irina benar. Sekarang Eleanor bukan sembarang gadis. Ia adalah
calon Ratu Kerajaan Viering! Pikiran itu membuatnya mencemaskan
Eleanor. Ternyata bukan hanya Derrick saja yang berpikir serius mengenai masa
depan Eleanor. Malam itu ketika Eleanor sudah masuk ke kamar yang
disediakan untuknya, Irina datang ke kamarnya.
"Menurutmu," Irina bertanya serius, "Mengapa Papa mengusulkan Eleanor
pada Paduka Raja?" "Aku tidak tahu," jawab Derrick.
Irina kecewa. "Tetapi," Derrick melanjutkan, "Aku yakin Papa tahu apa yang
dilakukannya. Ia pasti mempunyai alasannya sendiri."
"Aku tidak meragukan Papa. Sedikitpun tidak," Irina menegaskan,
"Tetapi...," ia kembali ragu-ragu, "Kau tahu Eleanor."
"Eleanor memang seperti anak lelaki. Tetapi ia juga mempunyai sisi
kewanitaan juga. Jangan khawatir."
"Aku juga percaya Eleanor akan dapat menjadi seorang Ratu yang baik,"
Irina menegaskan. "Tetapi...," lagi-lagi ia menjadi ragu-ragu, "Kau tahu
Earl selalu melindungi Eleanor dalam tahun-tahun belakangan ini. Sejak
peristiwa itu, ia begitu takut orang lain menemukan Eleanor. Ia tidak
ingin keceriaan Eleanor terusik oleh berita-berita itu. Selama ini ia telah
aman dalam perlindungan Earl. Dan besok, ia akan menjadi berita utama
kerajaan ini. Mungkin selama sisa hidupnya ia akan terus menjadi bahan
gosip seisi kerajaan ini."
Irina menatap serius Derrick.
"Kau sendiri tahu bagaimana kejamnya gosip-gosip itu. Kau sendiri tahu
bagaimana liciknya para wanita angkuh itu di dalam Istana. Kau juga
tahu bagaimana menyiksanya menjadi topik gosip orang lain."
Derrick berdiam diri. "Aku kasihan pada Eleanor. Ia pasti tidak sanggup menghadapi semua ini.
Aku tidak ingin melihatnya terluka oleh gosip-gosip itu."
"Jangan khawatir," hibur Derrick, "Eleanor adalah gadis yang kuat. Ia
pasti bisa mengatasi semua ini. Aku juga tidak akan membiarkan ia
dilukai siapa pun. Aku akan menantang siapa pun yang berani
mengusiknya." "Dan membuat gosip baru?" sergah Irina tidak senang. "Semua orang
akan mengira Eleanor berselingkuh denganmu kalau kau sampai
melakukan itu." "Tidak akan," Derrick meyakinkan, "Semua orang tahu ia telah kuanggap
adik kandungku." "Siapa yang mau peduli?" tanya Irina tajam, "Begitu Eleanor memasuki
Fyzool, ia adalah sasaran empuk gosip-gosip celaka itu. Kalau kita tidak
hati-hati, kita akan celaka juga. Kau tahu sendiri bagaimana kejamnya
gosip itu." Derrick tidak berkata apa-apa lagi. Ia masih ingat bagaimana gosip
menerpa keluarganya sepuluh tahun yang lalu dan bahkan, hampir
mencabut nyawa ayahnya. "Aku berharap Eleanor dapat mengatasi semua itu," pinta Irina.
"Pasti," Derrick meyakinkan, "Eleanor adalah gadis yang tegar."
BAB 7 Nicoleta memekik keras, "Ya, Tuhan!! Apa yang terjadi pada Anda" Mengapa Anda berpakaian seperti ini"
Seorang Ratu tidak boleh berpakaian seperti gadis puritan."
Eleanor langsung memasang muka cemberut. "Aku tidak memintanya,"
gerutunya. Derrick tersenyum simpul melihat gadis itu. Tanpa berpikir pun ia tahu Eleanor
akan sangat tidak senang dengan berita ini. Eleanor bukanlah seorang gadis
yang bersumpah untuk tidak menikah tetapi ia adalah gadis yang bebas. Ia tidak
suka dikekang. Sebelum Eleanor dilamar Raja, Derrick percaya Eleanor akan
menikahi seorang petualang bukan seorang bangsawan yang membosankan
apalagi Yang Mulia Paduka Raja!
"Tolong kau percantik gadis ini, Nicoleta," Irina memberitahu, "Ia akan
membutuhkan banyak gaun baru."
Pria itu langsung mencermati gaun Eleanor yang entah berapa bulan lalu
dibelinya. "Duduklah di sini," pria itu berkata dengan genitnya lalu dengan gayanya yang
kewanitaan, ia mulai membongkar-bongkar koleksi gaun-gaunnya, "Saya masih
menyimpan beberapa gaun terbaru saya."
"Keluarkan semua yang kau punya," kata Irina, "Kau tahu gadis ini paling tidak
suka disuruh membeli baju baru. Ia lebih suka memakai baju lamanya sampai
robek-robek." "Mengapa aku harus membuang uang kalau bajuku masih bisa dipakai?" protes
Eleanor. Derrick langsung menyikut Eleanor. "Jangan berbicara lagi," bisiknya
memperingati, "Hari ini Irina bukan Irina yang biasa. Kau tahu itu."
Tetapi Eleanor bukan gadis yang kenal takut. "Terus?" ia menantang.
Eleanor kesal. Ia marah besar. Saat ini tidak ada lagi yang ditakutinya. Bahkan
kematian pun akan ditantangnya. Eleanor mengerti keadaan Viering saat ini
yang sulit. Ia paham seseorang harus berkorban untuk masa depan Viering
tetapi mengapa harus ia" Mengapa harus ia yang menjadi tumbal" Dan mengapa
harus pria yang paling menjemukan di dunia ini yang harus menjadi suaminya"
Walaupun di mata keluarganya, Eleanor adalah seorang anak laki-laki dalam
tubuh wanita, Eleanor masih mempunyai impian tentang cinta. Ia memimpikan
sebuah cerita cinta yang manis. Ia akan jatuh cinta dengan pria yang menarik,
pria yang akan membiarkannya terbang ke mana pun ia ingin, pria yang akan
membawanya ke berbagai petualangan yang menarik. Ia menginginkan sebuah
cinta yang manis dari pria yang benar-benar memahami dirinya seperti Derrick.
Ia menginginkan pernikahan yang penuh cinta! Ia sama sekali tidak
menginginkan pernikahan konyol seperti ini! Apalagi dengan makhluk paling
membosankan yang pernah ia ketahui di dunia ini.
Derrick memperhatikan Irina yang masih sibuk memilih gaun bersama Nicoleta
dan ia menjadi lega dibuatnya. Ia tidak dapat membayangkan kemarahan Irina
bila ia mendengar protes Eleanor.
"Gaun ini cantik," Irina menarik keluar sepotong gaun dari antara koleksi
gaungaun Nicoleta dan mempertunjukkannya pada mereka berdua. "Bagaimana
menurut kalian?" "Pilihan sempurna," puji Nicoleta menunjuk pada gaun hijau cerah di tangan
Irina. Bunga-bunga musim semi yang segar tersulam indah dari sisi kanan dada
gaun berleher rendah itu dan terus melintang hingga bagian pinggang kiri. Kain
sifon hijau yang membentuk lengannya yang lebar dan panjang, merumbairumbai
lembut. "Aku akan tampak seperti tumbuhan hidup," komentar Eleanor.
"Cantik sekali," Derrick cepat-cepat berkomentar sebelum Irina menyadari
komentar Eleanor itu, "Eleanor akan tampak sangat cantik dalam gaun itu. Gaun
itu benar-benar sesuai dengan sifat Eleanor."
Namun rupanya Irina telah mendengarnya karena setelahnya ia tidak pernah
menanyakan pendapat keduanya. Bersama Nicoleta ia terus menyibukkan diri
memilih gaun untuk Eleanor mulai dari gaun untuk dipakai sehari-hari, gaun
untuk ke pertemuan-pertemuan penting hingga gaun pesta.
Eleanor dibuat bosan olehnya. Pendapatnya sama sekali tidak dibutuhkan di sini.
Irina memilih dan ia pula yang memutuskan apa yang cocok untuk Eleanor.
Eleanor merasa kehadirannya sama sekali tidak diperlukan di sini. Mengapa Irina
tidak mengambil ukurannya dan kemudian pergi ke tempat ini seorang diri"
Mengapa ia harus ikut serta" Eleanor benar-benar bosan. Ia tidak bisa ke
manamana. Nicoleta, sang penjahit langganan mereka yang genit itu telah
memerintahkannya untuk duduk manis di kursi yang ia sediakan dan Irina tidak
akan suka bila ia beranjak pergi dari situ.
Bukan hanya Eleanor yang bosan. Derrick juga bosan melihat Irina yang terus
sibuk bersama Nicoleta. Ia ingin sekali meninggalkan tempat ini. Ia tidak ingin
terus berdiam diri sambil memperhatikan Irina memilih gaun tanpa kenal lelah
itu. Keduanya berharap Irina segera selesai. Namun di saat Irina sedang berada
dalam suasana hati gembira dan tertarik seperti ini, rasanya itu sulit.
Derrick tahu Eleanor juga sudah mulai menjamur seperti dirinya tetapi ia tidak
bisa berbuat apa-apa. Irina tidak akan suka ia membawa pergi Eleanor. Dalam
keadaan normal, Irina tidak akan melarangnya. Di lain pihak Derrick sendiri
tidak ingin membawa Eleanor pergi. Saat ini Eleanor adalah incaran setiap orang
yang ingin tahu. Mereka mungkin tidak mengenal Eleanor tetapi mereka pasti
mengenalinya. Ia adalah putra tunggal sang Grand Duke yang diharapkan
menjadi penerus Grand Duke.
"Gaun-gaun ini begitu cantik, Nicoleta. Aku sungguh tidak tahu harus memilih
apa," kata Irina, "Untuk hari ini aku rasa ini cukup. Bila kami membutuhkan
yang lain, aku akan memberitahumu."
Betapa leganya mereka mendengarnya.
"Ijinkan saya akan mengukur ukuran Anda, M'lady."
Eleanor langsung melompat berdiri mendengar keinginan Nicoleta itu. Ia
bertindak sangat manis dan penurut sehingga Nicoleta dapat dengan cepat
menyelesaikan pengukuran tubuh Eleanor.
"Aku ingin kau segera menyelesaikan gaun-gaun ini."
"Jangan khawatir, M'lady," kata Nicoleta, "Saya akan langsung mengerjakannya
malam ini. Saya hanya perlu menyesuaikannya dengan ukuran Tuan Puteri."
"Kirimkan bon-bonnya ke Schewicvic," kata Irina puas.
Eleanor pun kegirangan. Ia langsung memeluk tangan kanan Derrick dan
menariknya, "Ayo kita pulang."
Irina hanya menggeleng kepala melihat ketidaksabaran Eleanor. Ia sendiri sadar
ia telah menyiksa Eleanor dengan rasa bosan. Tiba-tiba mata Irina terpaku pada
sepotong baju yang tergantung di belakang koleksi gaun Nicoleta.
"Tunggu aku di luar. Aku masih mempunyai beberapa urusan," Irina
memberitahu. Eleanor tidak berkomentar apa-apa. Ia terus menarik Derrick meninggalkan toko
itu dan begitu ia berada di luar ia berkata gembira,
"Akhirnya aku dapat menghirup udara bebas."
Derrick pun tertawa geli mendengar nada gadis itu yang seperti baru keluar dari
penjara gelap. Sementara itu Irina mengambil sepotong baju yang menarik perhatiannya itu.
Nicoleta memperhatikan Irina membentangkan celana panjang putih yang ketat
itu dengan atasan merahnya dengan beberapa garis hitam dan sebuah pita di
bagian lehernya yang tinggi.
"Aku rasa Eleanor akan menyukai ini," Irina berkata. Ia ingin membelikan baju
ini untuk Eleanor sebagai kompensasi rasa bersalahnya telah membuat gadis itu
bosan. "Lady Eleanor pasti akan sangat cantik dalam pakaian berkuda itu. Ia akan
mempesona tiap orang."
"Ya," Irina sependapat, "Ia mempunyai bentuk tubuh yang sempurna." Lalu ia
melihat Nicoleta, "Apakah baju ini sesuai dengan ukuran Eleanor?"
"Ya, baju itu saya rancang untuk seseorang dengan tubuh kecil seperti Lady
Eleanor." "Aku ambil baju ini," Irina pun memberikan baju itu. Kemudian ia
menambahkan, "Aku akan membayar tunai sekarang. Kau tidak perlu
mengirimkan bonnya ke Schewicvic."
"Saya mengerti." Nicoleta tersenyum.
Pengurus Rumah Tangga Schewicvic tidak pernah heran menerima bon dalam
jumlah banyak atas nama Irina. Earl juga tidak pernah berkomentar. Mereka
tahu bon-bon itu adalah bon pembelian Eleanor. Semua ini sudah berlangsung
semenjak Countess Virgie meninggal dunia. Eleanor yang masih kecil
membutuhkan tangan seorang wanita. Dan Irina lah yang mengambil peran itu.
Ia telah mengenal Eleanor sebelum Countess Virgie meninggal. Mereka adalah
kawan akrab sebelum bencana itu memisahkan mereka dengan ibu kandung
mereka dan mereka menjadi semakin akrab setelahnya.
Irina segera menyelesaikan pembayaran. Ia tidak ingin membuat Eleanor dan
Derrick menanti terlalu lama di luar atau mereka akan mengomel sepanjang
malam ini. Di luar, Derrick tersenyum geli melihat Eleanor yang merentangkan tangannya
lebar-lebar seolah-olah ia baru bangun tidur. "Kau sama sekali bukan seorang
lady yang baik," ia memberikan komentarnya.
"Aku memang bukan seorang lady," balas Eleanor tidak suka, "Aku adalah aku!"
"Memang," Derrick geli, "Kau seperti bukan Eleanor ketika duduk manis di
dalam." "Irina benar-benar membuatku lelah. Aku tidak mengerti mengapa seorang
wanita harus seperti Irina," Eleanor mulai mengomel. "Mengapa pula aku harus
membeli gaun baru" Aku tidak membutuhkannya!"
"Saat ini kau tidak membutuhkannya," Derrick sependapat, "Tetapi kau akan
sangat membutuhkannya ketika kau memasuki Fyzool."
Diingatkan akan masa depan yang menantinya, Eleanor langsung memasang
muka cemberut. Derrick sadar ia telah melakukan kesalahan dan ia juga menutup mulutnya
rapat-rapat. Derrick tidak tahu apa yang harus dikatakannya untuk
mengembalikan keceriaan Eleanor.
Setiap hal yang mereka lakukan sepanjang hari ini dan untuk beberapa hari
mendatang selalu berhubungan dengan masa depan Eleanor sebagai Ratu
Kerajaan ini. ulai dari pagi, Irina telah memerintahkan gadis itu untuk bersikap
lemah lembut, gemah gemulai dan penuh sopan santun selayaknya seorang lady
yang baik. Bagi Eleanor yang tidak suka dikekang, hari ini adalah hari yang paling menyiksa
seumur hidupnya demikian pula hari-hari mendatangnya. Ia sama sekali tidak
menikmati hari-harinya di Mangstone seperti biasanya.
Bukan hanya Irina yang bersikap keras padanya hari ini. Derrick yang biasanya
selalu berada di pihaknya, juga bersikap keras padanya.
Tidak seorang pun dari mereka membuka mulut. Masing-masing tenggelam
dalam pikiran mereka sendiri.
"Bukankah Countess Virgie meninggal ketika ia masih lima atau enam tahun" Itu
artinya ia tumbuh dewasa tanpa kehadiran seorang wanita. Apakah ia mampu
menjadi seorang Ratu?"
"Kau benar. Earl seorang diri tidak akan mampu mendidiknya menjadi seorang
lady." "Kurasa Grand Duke memilihnya karena Earl adalah sahabat baiknya."
Eleanor langsung memelototi sepasang wanita yang berjalan semakin dekat ke
arah mereka. "Aku yakin ia tidak pernah muncul karena suatu alasan," wanita itu terus
berkata tanpa mengenali Derrick maupun Eleanor yang mereka lewati.
Derrick melihat Eleanor. Ia sendiri tidak yakin Eleanor akan sanggup
menghadapi semua ini. Ia hanya yakin Eleanor akan membuat sensasi baru.
Ia hanya bergurau ketika ayahnya bertanya tentang wanita yang cocok menjadi
istri Quinn. Ia tidak serius ketika ia mengajukan Eleanor. Jelas Eleanor tidak
akan menjadi seorang Ratu yang anggun dan lembut. Eleanor bukanlah seorang
gadis yang bisa duduk berdiam diri sepanjang hari. Namun Derrick percaya
ayahnya mempunyai pendapatnya sendiri hingga ia berani memilih Eleanor.
Eleanor tumbuh dewasa tanpa sentuhan seorang wanita. Dan di negara yang
memandang tinggi keutuhan sebuah keluarga dengan pengertian keluarga
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lengkap dengan ayah, ibu dan anak, Eleanor sudah mendapatkan nilai kurang di
mata penduduk Viering. Nilai kurang Eleanor yang lain adalah ia tumbuh dewasa
hampir tanpa sentuhan seorang wanita. Selain itu, Eleanor tidak pernah muncul
dalam pergaulan para bangsawan. Tak heran bila banyak orang yang
meragukannya. Ia bersimpati pada Eleanor.
Derrick melingkarkan tangan di pundak Eleanor.
"Mengapa kau menahanku?" protes Eleanor. Matanya yang biru cerah melotot
tajam, "Mereka merendahkan Bernard! Mereka tidak mempercayainya!"
Derrick terperanjat. "Aku akan membuat perhitungan dengan mereka."
Derrick tertawa geli. Untuk sesaat ia lupa gadis ini adalah Eleanor.
"Perhitungan apa yang akan kaubuat?" Irina muncul dengan wajah marahnya. Ia
langsung menatap tajam Eleanor dan berkata, "Ingat kedudukanmu sekarang
ini! Jangan berbuat macam-macam."
Eleanor memasang wajah cemberutnya. Ia benar-benar tidak menyukai
keadaannya saat ini. Ia membencinya dan ia lebih membenci pria yang
menyebabkan semua ini juga wanita yang menjadi biang keladinya.
"Jangan berteriak-teriak seperti ini," Derrick mengambil alih kotak-kotak besar
di tangan Irina. "Kita harus segera ke kereta sebelum seorang pun melihat kita."
Irina langsung bersiaga. Matanya melihat sekitar dengan was-was. "Ayo,
Eleanor," ia menarik tangan gadis yang masih memendam kekesalannya itu,
"Kita harus segera pulang."
Eleanor menggerutu semakin panjang ketika Irina menggeretnya ke kereta yang
telah menanti mereka tak jauh dari tempat itu.
Untuk menghindarkan perhatian orang-orang, Irina dengan sengaja memanggil
kereta sewaan untuk mengantar mereka malam ini. Ia juga meminta sang kusir
menghentikan kereta beberapa meter dari Snell.
Eleanor langsung melompat gembira ke dalam kereta. Ia sudah tidak sabar lagi.
Ia ingin segera kembali ke Mangstone.
Derrick pun tersenyum geli melihat gadis itu. Ia dapat memahami gadis itu
karena ia pun sudah ingin segera meninggalkan Snell ketika Irina mulai memilih
gaun-gaun untuk Eleanor. Sering Derrick merasa, dibandingkan Irina, ia lebih
dapat memahami Eleanor. Ia tidak heran melihat Eleanor langsung melompat
keluar ketika kereta mereka telah sampai di Mangstone. Gadis itu seperti seekor
burung yang baru saja dibebaskan dari sarangnya.
Untuk sesaat Eleanor tercengang melihat sebuah kereta di depan pintu masuk
Mangstone. Ia tersenyum lebar ketika melihat kereta itu dan langsung berlari
mendekat ketika pintu kereta terbuka.
"Bernard!" ia memanggil pria tua itu. Ia langsung menjatuhkan diri dalam
pelukan pria yang dihormatinya sebagai ayah keduanya itu. "Kau pulang lebih
cepat." Lalu Eleanor mulai merajuk, "Kau pulang cepat untuk
menyelamatkanku?" Sang Grand Duke kebingungan. "Menyelamatkanmu?"
"Ya," Eleanor berkata mantap, "Mereka berdua benar-benar keterlaluan," ia
menunjuk Irina dan Derrick yang baru keluar dari dalam kereta. "Sepanjang hari
mereka menyiksaku. Mereka ingin aku lebih cepat mati."
"Mereka melakukan semua ini untuk kebaikanmu," hibur Grand Duke.
Eleanor cemberut. Baginya hiburan Grand Duke hanyalah dukungan bagi Irina
dan Derrick. Eleanor yakin saat ini Quinn sedang berpuas diri. Ia telah berhasil
menyelamatkan wajah Viering. Ia telah menyelamatkan
pertanggungjawabannya kepada nenek moyangnya.
Eleanor tidak tahu bahwa Quinn juga sama kesalnya seperti dia. Quinn sudah
tahu sebuah pernikahan akan merepotkan tetapi ia tidak pernah menyadari
bahwa hal yang paling dihindarinya ini akan menyita seluruh waktu dan
perhatiannya. Hanya satu ikatan perjanjian! Dan seluruh tenaga dan jiwa
raganya telah terkuras. Quinn menjatuhkan diri di atas sofa empuk di dalam kamarnya. Kepalanya
berdenyut keras. Hari ini ia telah melewati hari yang sangat panjang dan melelahkan.
Ia pikir ia telah mengambil tindakan atas segala hal yang harus dipersiapkan
untuk sebuah pernikahan. Tetapi masih ada saja detail yang ia lewatkan. Ia juga
telah menyerahkan tugas persiapan pernikahan ini pada bawahannya tetapi
tetap saja ia diperlukan untuk mengatur pernikahan ini! Quinn sadar ia tidak
akan bisa melepaskan diri dari segala peraturan dan tata cara pernikahan yang
merepotkan. Pagi ini orang-orang yand ditugasinya datang untuk meminta petunjuknya.
Mereka terus menerus meminta persetujuannya sebelum memutuskan sesuatu
walau ia telah memberi kewenangan pada mereka untuk memutuskan. Bagi
mereka pernikahan ini adalah peristiwa besar dalam hidupnya dan mereka tidak
mau membuat suatu kesalahan pun!
Pagi ini pula utusan Lady Irina datang untuk menanyakan perihal gaun
pengantin Eleanor - satu-satunya hal yang terlupakan olehnya! Ia telah
memikirkan segala tentang pernikahannya kecuali sang mempelai sendiri! Sang
mempelai - baik gadis itu maupun dirinya sendiri - sama sekali tidak terpikirkan
olehnya. Dan ia tidak mempunyai ide sama sekali mengenainya. Karena itulah ia
menyerahkan masalah ini pada Lady Irina, sang pengasuh Eleanor.
Quinn tidak peduli ke manakah bon gaun-gaun Eleanor itu akan dikirimkan. Ia
sanggup membayar bon-bon gadis itu. Ia mempunyai lebih dari cukup kekayaan
untuk memuaskan gaya mewah gadis itu. Hanya satu yang diminta Quinn,
jangan menganggunya dengan gaya mewah dan manja gadis bangsawan!
Namun, sayangnya, Quinn tidak dapat menghindarinya sebelum pernikahan
mereka. Siang ini Earl datang menemuinya. Earl of Hielfinberg datang karena gosip-gosip
yang beredar dengan cepatnya setelah kabar pernikahan kerajaan ini
diumumkan. Semua orang berspekulasi dengan pernikahan dadakan ini. Semua
orang berpendapat sendiri tentang pernikahan yang tidak terduga ini. Semua
menggosipkan sang ratu pilihan Paduka Raja Viering yang tidak tertarik untuk
menikah! Earl of Hielfinberg sangat terganggu oleh pandangan-pandangan miring yang
mulai keluar tentang putri kesayangannya. Ia mulai terusik oleh
spekulasispekulasi yang berkembang liar itu.
Dari perundingan mereka, diputuskan dalam waktu dekat ini, sebelum pesta
pernikahan, akan diadakan semacam pesta pertunangan di Schewicvic. Melalui
pesta pertunangan itu diharapkan gosip-gosip itu akan berhenti atau setidaknya
berganti arah. Masih belum sirna keletihan Quinn ketika wanita terakhir yang sedang
berhubungan dengannya, datang untuk memprotesnya dan menuntut
pertanggungjawabannya. "Apa maksud semua ini!?" protes wanita cantik berambut pirang itu.
"Semuanya sudah jelas," jawab Quinn singkat, "Hubungan kita berakhir."
"Mengapa dia" Mengapa gadis puritan itu yang kau pilih?"
"Ia memenuhi syaratku," lagi-lagi Quinn memberi jawaban singkat yang
membuat wanita cantik itu kian kesal.
"Apa kekuranganku" Apa kelebihannya!?"
"Kau adalah wanita yang cantik dan menarik. Engkau adalah tipe wanita yang
diidamkan setiap pria," Quinn berkata dengan suara tenangnya, "Namun kau
bukanlah wanita yang akan menjadi pendampingku. Kau sudah tahu itu."
Ya, para wanita itu sudah tahu ketika mereka mulai berhubungan dengannya. Ia
menikmati masa-masa kebersamaan mereka. Ia menikmati setiap detik yang ia
lewatkan bersama mereka tetapi ia tidak akan pernah mengikat janji dengan
seorang pun dari mereka. Setiap gadis di Viering tahu jelas akan hal ini.
Quinn sudah bersumpah untuk tidak menikah dan tidak akan merusak
pernikahan orang lain. Ikatan dengan seorang wanita hanyalah suatu hal yang
paling dihindarinya. Dan kali ini dunia tahu mengapa ia melanggar sumpahnya
sendiri. "Aku tidak punya waktu untukmu," kata Quinn dan ia melangkah menuju pintu,
"Aku masih punya banyak pekerjaan."
Wanita itu benar-benar dibuat geram oleh Quinn. Tetapi Quinn tetap bersikap
seolah tidak terjadi apa-apa.
Itulah Quinn, sang Paduka Raja Kerajaan Viering yang tampan. Pria dambaan
setiap gadis di Viering itu dapat menjadi seorang yang romantis ketika ia
mengikat hubungan dengan seorang wanita. Tetapi ketika ia memutuskan untuk
mengakhiri hubungan itu, ia dapat menjadi seorang yang dingin. Ia akan
bertindak seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun di antara mereka. Tidak
seorang gadis pun di Viering yang tidak menginginkan cintanya. Mereka rela
berlomba-lomba untuk mendapatkan cintanya yang mahal itu. Ia adalah pria
yang mempesona. Sayangnya hingga detik ini tidak ada yang berhasil
mendapatkan cintanya yang tulus itu.
"Atau mungkin belum," gumam Derrick ketika mereka membicarakan pesta
pertunangan Eleanor yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat di
Schewicvic. "Pria semacam itu seumur hidup tidak akan pernah jatuh cinta!" tegas Eleanor.
Derrick tersenyum geli melihat adik angkatnya itu. Semenjak ia diharuskan
menikah dengan Quinn, Eleanor membenci Quinn dan kebenciannya itu kian
lama tumbuh kian dalam. "Siapa tahu dia jatuh cinta setengah mati padamu," goda Derrick.
"Jatuh cinta sampai mati pun tidak akan pernah!" omel Eleanor, "Pria semacam
itu adalah Narcissus. Aku tidak akan menjadi Echo kedua!" Eleanor merujuk
pada seorang pemuda tampan dalam legenda Yunani yang mencintai bayangan
dirinya sendiri di permukaan kolam dan menolak seorang nymph bernama Echo.
Atas kesombongannya itulah kemudian para dewa menghukumnya. Ia diubah
menjadi sebatang bunga yang kemudian dinamakan seperti namanya, bunga
Narcis. "Siapa yang mengatakan kau akan menjadi Echo?" Derrick terus menggoda
Eleanor. Eleanor merah padam. Ia benar-benar dibuat kesal oleh Derrick.
Derrick tertawa. "Aku tidak sabar melihat pertemuan kalian berdua."
Irina pun tersenyum. "Aku juga tidak sabar melihat pertunangan kalian."
"Tapi sebelumnya," Derrick berkata serius, "Kau harus menjinakkan Eleanor
atau ia akan menyerang Quinn di pesta pertunangannya."
"Derrick!" bentak Eleanor, "Apa maksudmu!?"
Derrick tidak dapat menahan tawa gelinya.
"Sudah. Sudah," Irina mengelus-elus kepala Eleanor, "Derrick hanya
menggodamu. Jangan terpancing olehnya."
Tiba-tiba saja Eleanor merasa ia tengah diperlakukan seperti seorang anak kecil
berusia empat tahun yang mudah digoda dan dibujuk.
Grand Duke Bernard tersenyum melihat ketiga pemuda-pemudi itu. Ia lega
melihat Eleanor yang masih bisa bercanda seperti biasa. Ia merindukan saat
ketiga pemuda-pemudi itu masih kecil. Ia merindukan canda tawa mereka yang
selalu menghiasi Schewicvic dan Mangstone. Ia akan selalu merindukannya.
BAB 8 Mathias membalik-balik koran di tangannya dengan tidak percaya.
"Kau masih tidak percaya?" tanya Simona kesal.
"Bagaimana mungkin?" kata Mathias, "Ia sudah bersumpah tidak akan
menikah. Aku mengenal wataknya. Ia tidak suka terikat."
"KAU MASIH TIDAK PERCAYA JUGA!!!?" seru Simona marah.
Pagi ini ia dibuat shock oleh berita tentang pernikahan Raja Kerajaan
Viering yang terkenal oleh keteguhannya untuk tidak menikah. Ia
langsung memberitahu suaminya yang juga langsung membelalak melihat
judul besar yang terpampang di halaman depan koran itu.
SANG PENDETA VIERING MEMUTUSKAN UNTUK TURUN GUNUNG
Demikian deretan huruf yang membuat mereka berdua terbelalak. Koran
itu membahas tuntas berita yang paling mengejutkan dari kerajaan yang
indah itu setelah berita pernikahan orang pertama yang berada di urutan
tahta Viering setelah Quinn.
"Aku sudah tahu ia akan melakukan ini! Aku sudah dapat menebak ini
akan begini jadinya. Ia pasti akan melakukan sesuatu untuk menghalangi
jalanmu!" "Eleanor, putri Earl of Hielfinberg," gumam Mathias melihat nama sang
calon mempelai. Ia merasa pernah melihat nama ini.
"Memang apa bagusnya putri keluarga Hielfinberg!?" Simona terus
mengomel, "Ia tidak lebih terkenal dari aku. Mengapa mereka mengeluelukannya
seakan-akan ia adalah seorang pahlawan" Memang apa
bagusnya dia" Dia tidak punya ibu, bukan" Memangnya Earl seorang diri
bisa mendidiknya menjadi seorang lady" Ia pasti tidak lebih baik dari
seekor kuda liar!" Mathias mengabaikan istrinya yang terus mengomel itu. Ia menuntaskan
berita yang sedang diberitakan dengan hangat baik di dalam maupun di
luar Viering. Pernikahan kerajaan ini akan diselenggarakan secara besar-besaran di
Cathedral Soyoz sebelum akhir musim panas ini. Diperkirakan tamu yang
hadir sekitar 1500 orang meliputi undangan dari negara sekitar Viering
dan bangsawan dari dalam dan luar Viering. Demi memastikan segalanya
berlangsung dengan lancar, berbagai persiapan sudah mulai dikerjakan
dengan penuh perhitungan semenjak Raja Quinn memutuskan calon
mempelainya. Bahkan sebelum mengikat tali pernikahan dengan Lady
Eleanor, sebuah pesta pertunangan akan diadakan di Schewicvic dalam
waktu dekat. Tidak jelas apakah Duke of Binkley juga diundang dalam pesta
pernikahan ini. Pihak Istana Fyzool menolak untuk memberi komentar.
Fyzool menolak membocorkan apakah Grand Duke yang membuat
skandal beberapa saat lalu itu telah mengetahui rencana pernikahan
sepupunya ini atau belum.
Tentunya setiap orang ingin tahu apa yang akan dilakukan sang Duke.
Apakah dia berani muncul pada pernikahan orang yang telah dibuatnya
malu" "Kita harus segera kembali," Mathias memutuskan.
Simona terkejut. "Siapkan barang-barangmu. Kita akan kembali ke Viering saat ini juga."
"Apa aku tidak salah dengar!?" pekik Simona, "Siapa yang mau kembali"
Aku tidak mau hadir dalam pernikahan mereka. Kalau kau mau pergi,
pergi saja seorang diri. Aku tetap tinggal di sini."
"Simona sayang," Mathias langsung berdiri memeluk pundak istrinya,
"Kita harus menunjukkan pada mereka bahwa pernikahan mereka tidak
mempengaruhi kita." "Kau berjanji untuk membawaku keliling Eropa!" rujuk Simona.
"Kita masih bisa datang ke sini sewaktu-waktu," bujuk Mathias.
"Aku mau sekarang!" Simona menegaskan. Simona membalik badannya melingkarkan tangan di sekeliling leher Mathias. "Kau sudah berjanji
padaku. Kau tidak akan mengingkarinya, bukan?" ia berkata dengan
manjanya. "Tentu, sayang," Mathias memeluk Simona dan mulai mencumbunya.
"Aku akan melakukan semua keinginanmu."
-----0----- "Tuan Muda Derrick," panggil Nicci.
Derrick langsung berhenti.
"Apakah Anda melihat Tuan Puteri Eleanor?"
"Tidak," jawab Derrick, "Aku tidak melihatnya sejak semalam."
Guratan cemas terlukis jelas di wajah wanita itu. "Ke manakah dia,"
gumam wanita itu panik. "Apa yang terjadi?" tanya Irina yang kebetulan berada di sekitar lorong
itu. "Tuan Puteri Eleanor tidak ada di tempat tidurnya ketika saya
membangunkannya pagi ini," jawab Nicci, "Saya tidak tahu ke mana Tuan
Puteri pergi." "Apa kau telah mencarinya?" Irina ikut panik.
"Saya telah berusaha mencarinya di sekitar Mangstone tetapi saya tidak
dapat menemukannya."
"Ke mana anak itu pergi?" Irina bertanya-tanya cemas, "Besok lusa
adalah pesta pertunangannya. Apa ia berniat kabur dari pernikahannya?"
"Ia bukan gadis yang seperti itu," Derrick menenangkan keduanya, "Aku
akan menjemputnya." "Kau tahu ia ada di mana?" tanya Irina heran.
"Ini adalah hari Kamis bukan?" Derrick berteka-teki.
Nicci langsung tersenyum mendengarnya. "Benar," katanya, "Tuan Puteri
pasti ada di sana." "Di mana?" tanya Irina bingung.
"Jangan khawatir," kata Derrick, "Aku akan menjemputnya sekarang
juga."
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanpa berbasa-basi lagi, Derrick langsung meninggalkan kedua wanita
itu. Dalam waktu sekejap ia telah berada di atas punggung kudanya dan
menuju ke Loudline. Seperti yang telah diduga Derrick, Eleanor tengah berada di tengah kota
Loudline. Namun tidak seperti biasanya, kali ini ia tengah berdebat
dengan Fauston, sang kepala rumah tangga Hielfinberg.
"Maafkan saya, Tuan Puteri," Fauston menegaskan, "Kami tidak bisa
membawa pulang Anda hari ini. Ini adalah perintah dari Yang Mulia Earl."
"Schewicvic adalah rumahku!" tegas Eleanor, "Kalian tidak bisa
melarangku pulang! Aku hanya ingin pulang sebentar untuk melihat
ayahku. Mengapa kalian melarangku!"'"
"Kami juga ingin membawa Anda pulang, tetapi ini adalah perintah dari
Yang Mulia. Kami tidak bisa melanggarnya. Ini semua demi kebaikan
Anda." Eleanor geram. Semenjak ia dipaksa menikah dengan Quinn, hidupnya
diatur orang lain dan ia dikekang seperti seekor binatang buas yang harus
dijauhkan dari keramaian. Semua ini hanya karena SIMONA!
"Ah, Eleanor," seseorang memanggil, "Engkau datang lagi."
Eleanor langsung membalik badan.
Seb tersenyum lebar. "Hari ini kau tampak cantik seperti biasanya,"
mulutnya yang manis memuji Eleanor sebelum ia meletakkan karung
besar di pundaknya ke atas kereta.
"Terima kasih," jawab Eleanor. Ia sedang tidak dalam suasana hati untuk
berbincang-bincang dengan seorang pun!
"Ke mana saja kau selama ini?" tanya Seb, "Mengapa minggu lalu kau
tidak datang" Kukira engkau sudah berhenti."
Ke mana lagi Eleanor berada selama dua minggu ini selain dikurung di
dalam Mangstone" Earl Hielfinberg tidak mengijinkannya pulang. Irina
mengekangnya dengan pelajaran tata krama yang katanya untuk
membentuk dirinya menjadi seorang lady yang anggun. Derrick juga tidak
lebih baik dari seorang penjaga pintu. Ialah yang memastikan Eleanor
tidak kabur ke Schewicvic.
Sungguh lucu. Schewicvic adalah rumahnya dan Mangstone adalah
tempat ia menginap selama beberapa hari terakhir ini. Tetapi sekarang
Mangstone sudah menjadi seperti penjaranya dan Schewicvic adalah
tempat berbahaya yang harus dia jauhi.
Hari Kamis lalu Eleanor sudah berniat pulang ke Hielfinberg tetapi ia
terlalu lelah untuh bangun pagi. Irina telah membuatnya lelah dengan
pelajaran tata-kramanya yang serba sulit dan merepotkan itu. Derrick
juga tidak mau kalah. Ia benar-benar membuat Eleanor kelelahan dengan
bentakan-bentakannya selama ia mengajarinya berdansa.
Bukan sifat Eleanor untuk berdiam diri dalam siksaan seperti ini. Bukan
watak Eleanor menuruti perintah yang tidak disukainya. Satu-satunya hal
yang membuat Eleanor masih bertahan di Mangstone adalah Earl.
Eleanor tahu ayahnya melakukan semua ini demi melindunginya.
Ayahnya mencemaskannya. Namun Earl tidak sadar bahwa Eleanor pun
mencemaskannya. Eleanor tahu benar bagaimana kesepiannya ayahnya bila ia pergi. Earl
memang tidak pernah mengatakannya dengan terus terang tetapi Eleanor
mempunyai banyak mata untuk mengetahui ayahnya terus melamun
seorang diri ketika ia tidak ada di Schewicvic. Di sisi lain Eleanor tidak
dapat pulang ke Schewicvic tanpa bantuan orang lain.
Inilah yang paling konyol dan tidak masuk akal! Schewicvic adalah tempat
ia dilahirkan dan dibesarkan. Sekarang ia membutuhkan bantuan orang
lain untuk menyelundupkannya ke dalam Schewicvic! Benar-benar
konyol. Tidak masuk akal!
Hanya karena satu berita dan satu pernikahan, ia harus menanggung
semua ini. Eleanor tidak keberatan ia dijadikan bahan tertawaan orang
lain. Ia tidak mau ambil pusing dengan kenyataan ia menjadi bahan gosip
yang paling hangat di seluruh Viering. Tetapi Earl...
Andai saja ini semua bukan untuk Earl, Eleanor pasti sudah kehilangan
kendalinya. "Apa kau sudah mendengar itu?" tanya Seb. "Paduka Raja akan
menikah!" Eleanor menyembunyikan senyum kecutnya.
"Menariknya, nama sang calon mempelai sama denganmu!" Seb berkata
penuh semangat. "Aku yakin kau akan lebih cantik dari calon Ratu."
Dalam hati Eleanor berpikir apakah pria ini benar-benar tolol. Tidak
mungkin ia tidak tahu mereka berasal dari keluarga Hielfinberg.
Setidaknya, ia pasti tahu Fauston adalah Kepala Rumah Tangga
Hielfinberg. Apakah ia tidak dapat memikirkan kemungkinan ia dan sang
calon ratu itu adalah orang yang sama"
Kemudian ketika Eleanor berpikir lebih panjang, ia mensyukuri kebodohan
pria itu. Andai Seb sadar siapa gadis yang berdiri di depannya ini, Eleanor
pasti akan berada dalam masalah besar dan tidak mungkin ayahnya tidak
marah besar karenanya. "Orang-orang membicarakannya," Seb kembali memberitahunya, "Lady
Eleanor tidak pernah muncul pasti karena suatu alasan. Ibunya telah
meninggal ketika ia masih kecil, bukan" Dan setelah itu ia diasuh Earl
seorang diri. Memangnya Earl bisa mendidiknya menjadi seorang lady
yang anggun?" Eleanor terpaku. "Semua mengatakan Grand Duke memilihnya karena hubungan dekatnya
dengan Earl Hielfinberg. Earl pasti mendengar berita ini sebelum orang
lain tahu dan ia memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Grand Duke
untuk membuat putrinya terpilih menjadi calon mempelai Paduka raja."
Mata Eleanor langsung melotot.
"Kali ini Grand Duke membuat keputusan yang dengan gegabah. Ia pasti
telah termakan bujukan Earl sehingga ia tidak berpikir panjang. Di luar
sana masih banyak wanita cantik yang lebih pantas menjadi Ratu
Kerajaan Viering. Memangnya Viering kekurangan gadis yang anggun
sehingga Grand Duke harus memilih wanita yang tidak jelas adat
istiadatnya?" Fauston terperanjat. "Cukup. Cukup," ia cepat-cepat menghentikan
pemuda itu sebelum ia berkata lebih banyak. "Kami tidak punya cukup
waktu untuk mendengar gosipmu. Kami sudah kesiangan!" Kemudian
Fauston menggiring Eleanor ke kereta.
"Kau sudah mau pergi?" tanya Seb kecewa, "Sayang sekali. Aku masih
punya banyak cerita untuk kudengarkan padamu."
"Terima kasih," Eleanor mencoba untuk tetap bersikap sopan walaupun
hatinya sudah mendidih, "Kami harus mengejar waktu."
Fauston juga tidak membuang waktu. Ia cepat-cepat duduk di sisi Eleanor
dan menjalankan kereta. "Terima kasih atas ceritamu," Eleanor melambaikan tangan pada pemuda
itu ketika kereta bergerak menjauh. Senyum yang sedetik lalu
mengembang di wajahnya menghilang. "Fauston," kata Eleanor,
"Turunkan aku di depan tikungan sana."
"Baik, Tuan Puteri," kata Fauston tanpa berani bertanya lebih banyak.
Fauston menghentikan kereta di tempat yang ditunjuk Eleanor.
Eleanor langsung melompat turun tanpa menanti Fauston membantunya
turun dari kereta. "Fauston," ia berkata tenang. Mata biru cerahnya
memandang Fauston dengan serius.
Melihat sinar mata yang jarang dilihatnya itu, Fauston tahu Eleanor tidak
dalam suasana hati untuk beramah tamah. Ocehan Seb pasti telah
membangkitkan kemarahan gadis periang itu.
"Katakan pada ayahku untuk tidak mengkhawatirkanku. Aku tidak akan
mengecewakannya." "Baik, Tuan Puteri," kata Fauston tegas.
"Cepatlah pergi sebelum seorang pun melihat kita."
"Baik, Tuan Puteri," kata Fauston lagi dan ia melajukan kereta
meninggalkan Loudline. Eleanor langsung membaurkan diri dalam keramaian. Ia sudah pernah
mendengar gosip semacam ini sebelumnya. Walaupun Irina maupun
Derrick telah menyembunyikan koran dari jangkauannya, Eleanor tahu
setiap hari mereka membicarakan dirinya ramai-ramai. Eleanor sudah
tahu sejak detik ia dipaksa menikah dengan Quinn. Ia sudah tahu ia akan
menjadi umpan paling hangat untuk seisi Viering! Daya tariknya cukup
untuk mengalahkan daya tarik Simona.
Namun, satu hal yang tidak pernah diperhitungkan Eleanor adalah
parahnya gosip itu. Ia tidak pernah menduga mereka akan mulai
mengungkit-ungkit hubungan dekat antara ayahnya dan Grand Duke. Ia
tidak sedikitpun berpikir mereka akan menuduh ayahnya membujuk
Grand Duke untuk memilihnya. Ia pernah mendengar mereka menuduh
Grand Duke memilihnya karena ia adalah putri sahabatnya. Ini sudah
benar-benar di luar batas!
"Besok lusa adalah pesta pertunangan mereka, bukan?"
"Kudengar pesta itu akan diadakan di Schewicvic."
"Sudah lama Schewicvic tidak mengadakan pesta."
"Aku benar-benar tidak sabar menanti esok lusa."
"Aku juga. Aku ingin tahu rupa Lady Eleanor."
"Kudengar akhir-akhir ini ia mendapat pelajaran khusus untuk
mempersiapkannya menjadi seorang ratu."
Seorang dari wanita itu tertawa. "Ia pasti membutuhkan waktu yang lama
untuk menjadi seorang lady. Memangnya Earl bisa mendidiknya menjadi
seorang lady" Malah kudengar setiap hari ia berkumpul dengan pria."
"Aku jadi ingin tahu apa yang membuat Grand Duke memilihnya."
"Pasti Earl. Memangnya ada kemungkinan yang lain?"
"Grand Duke pasti sudah pikun. Sudah saatnya ia digantikan."
Eleanor langsung melotot ke arah wanita yang sedang mengucapkan
kalimat itu. Ia tidak peduli orang-orang itu meragukannya. Ia tidak peduli
seisi Viering menggosipkannya. Tetapi ia tidak dapat menerima komentar
mereka tentang ayahnya dan Bernard! Ia tidak dapat memaafkan mereka
untuk itu! Seseorang menepuk pundak Eleanor. "Jangan kauhiraukan mereka,"
suara yang dikenal baik oleh Eleanor berkata.
"Derrick," kata Eleanor serius, "Akan kuperlihatkan pada mereka siapa
Eleanor. Akan kubuktikan Bernard dan Papa bukan orang seperti itu."
Derrick tersenyum dan mengangguk. Ia ingin tahu apa yang akan
dilakukan Eleanor saat ini.
"Lekas pergi dari tempat ini sebelum seorang pun melihat kita," Eleanor
menjauhi Derrick. Untuk sesaat Derrick terperangah. Ia tidak mengharapkan Eleanor akan
segera pulang. Tidak setiap saat Derrick memberikan kelonggaran kepada
Eleanor. Ini adalah kesempatan yang langka untuk melepaskan penat dari
aktivitas akhir-akhir ini yang kata Eleanor, menyiksa dirinya. Derrick tidak
menduga Eleanor akan langsung pulang ke Mangstone. Ia tidak dapat
menebak apa yang ada di dalam pikiran gadis itu.
Bukan hanya Derrick saja yang kebingungan melihat keseriusan Eleanor
hari ini. Irina juga dibuat bingung semenjak Eleanor menginjakkan kaki di
Mangstone. Begitu mendengar derap kuda mendekat, Irina tahu Derrick membawa
pulang Eleanor. Ia langsung menyambut mereka dan bersiap-siap
memarahi Eleanor. Ia baru saja akan membuka mulut ketika Eleanor
berkata, "Irina, apa saja yang harus kita lakukan hari ini" Aku tidak ingin
membuang waktu. Banyak yang harus kita siapkan untuk pesta besok
lusa." Dan Eleanor berjalan melalui Irina yang kebingungan. Ia lantas
berkata pada Nicci, pelayan pribadinya,
"Nicci, siapkan air mandi untukku. Aku ingin mandi sebelum memulai
pelajaranku hari ini."
Bukan hanya keseriusan Eleanor pagi ini yang membuat Irina keheranan.
Ia juga heran oleh lancarnya pelajaran tata krama mereka hari ini.
"Derrick, apa yang terjadi padanya?" bisik Irina ketika Eleanor berlatih
berjalan anggun. "Apa yang terjadi di kota?"
"Aku tidak tahu," jawab Derrick.
Irina pun semakin tidak mengerti melihat Eleanor untuk pertama kalinya
tidak mengomel. Untuk pertama kalinya pula Eleanor tidak berusaha
kabur. Irina maupun Derrick juga tidak perlu memanjat pohon untuk
menemukan gadis itu. Irina tidak perlu berseru memanggil Eleanor untuk
muncul di kelas yang sudah disiapkannya. Derrick tidak perlu mengawasi
setiap pintu Mangstone. Dan yang terutama adalah untuk pertama
kalinya Eleanor melakukan semua tugasnya dengan lancar tanpa sebuah
kesalahan pun! Ia tidak menjatuhkan sebuah buku pun dari atas kepalanya ketika
berjalan. Ia tidak menginjak kaki Derrick ketika berlatih berdansa. Ia
tidak mengeluarkan sebuah suara pun ketika makan. Ia bersikap santun
sepanjang hari ini. Tidak sesaat pun ia mengeluarkan sikap kelakilakiannya.
Eleanor seakan-akan terlahir kembali menjadi sebuah sosok
yang tidak mereka kenali lagi.
"Bukankah ini bagus?" tanya Derrick ketika Irina tidak henti-hentinya
mengomentari perubahan Eleanor yang mendadak ini, "Ia sudah menjadi
seorang lady yang anggun seperti keinginanmu."
Irina juga tidak dapat memberi pendapat selain mengomentari dan
berpikir. BAB 9 Perlahan-lahan halaman Schewicvic dipenuhi oleh kereta para tamu undangan.
Para wanita tampak cantik dan anggun dalam balutan gaun mereka yang
berwarna-warni. Para pria tampak gagah dalam baju resmi mereka. Senyum
tersungging di setiap wajah yang meramaikan Schewicvic.
Berbagai macam bunga yang berwarna-warni tertata rapi di setiap sudut
Schewicvic. Taman Schewicvic yang telah ditata cantik sejak seminggu lalu, siap
menampung setiap hadirin yang ingin menikmati keindahan Schewicvic.
Setiap orang berkumpul dan berbincang-bincang dengan teman-teman mereka.
Ada yang tengah membicarakan pacuan kuda yang akan berlangsung. Ada yang
membicarakan masalah politik dan ada pula yang tengah membicarakan pesta
pertunangan ini. Keheningan dan ketenangan Schewicvic selama sepuluh tahun ini tersibak oleh
keceriaan setiap orang yang memenuhi Hall utama Schewicvic.
"Sudah lama Schewicvic tidak seramai ini," komentar Derrick.
"Ya," guman Grand Duke Bernard, "Ruben tidak suka mengadakan pesta. Ia
lebih banyak mengurung diri di Ruang Perpustakaan Schewicvic semenjak
kepergian Virgie." "Hari ini Earl tampak bahagia," Derrick melihat Earl yang tidak henti-hentinya
menerima ucapan selamat dari para tamu undangan.
Grand Duke tidak menanggapi. Ia sibuk memperhatikan gerbang belakang
Schewicvic. Dari pintu belakang itulah sang Paduka Raja Quinn akan masuk. Menurut
skenario yang mereka buat, Quinn akan dibawa menemui Eleanor. Mereka akan
diberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain. Kemudian mereka berdua
akan muncul bersama-sama di Hall utama tempat pesta diselenggarakan.
Berdasarkan skenario yang telah mereka sepakati pula, Eleanor akan
diperkenalkan sebagai kekasih Quinn yang tidak pernah muncul.
Detik-detik menjelang pesta pertunangan ini, semakin banyak orang yang
meragukan Eleanor. Semakin banyak yang mempertanyakan keputusan Duke of
Krievickie. Earl tidak menyukainya. Ia tidak mau seorang pun berpikir Eleanor
terpilih karena hubungan dekatnya dengan sang Grand Duke. Earl tidak mau
putrinya menikah di bawah olok-olok orang lain.
Ketika ia mengeluhkan gencarnya gosip yang terus berkembang ini kepada
Grand Duke Bernard, Irina secara tidak sengaja mendengarnya. Dan ialah yang
kemudian memikirkan skenario ini. Quinn yang sudah tidak suka kehidupan
pribadinya menjadi sarapan setiap orang, langsung menyetujui skenario
mendadak ini. Satu-satunya orang yang tidak setuju adalah Eleanor. Ia sempat
memberontak kemarin malam hingga Irina khawatir Eleanor akan kembali ke
sifat lamanya setelah semenjak hari Kamis ia bersikap sangat anggun dan lemah
lembut. Namun sayangnya Eleanor tidak mempunyai suara. Ia sudah tidak
mempunyai suara semenjak ia ditetapkan menjadi calon pengantin Quinn, sang
Ratu terpilih Viering. Pagi ini ketika Eleanor dipulangkan ke Schewicvic, ia masih memasang wajah
cemberutnya. Satu-satunya yang membuat Irina berlega hati adalah Eleanor
masih menjaga tata kramanya. Earl juga seisi Schewicvic sempat dibuat
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terperangah oleh perubahan sikap Eleanor setelah dua minggu lebih berada di
Mangstone. "Paduka Raja sudah datang," Grand Duke Bernard memberitahu.
Derrick melihat kereta kerajaan yang bergerak mendekati gerbang belakang
Schewicvic. "Aku akan segera menyambutnya," Derrick langsung bergerak. Tugasnya hari ini
adalah mengawal Quinn ke kamar Eleanor dan ayahnya bertugas memastikan
tak seorang pun Paduka Raja Quinn telah datang dari gerbang belakang
Schewicvic. Pasukan pengawal Raja langsung membentuk barikade di pintu belakang
Schewicvic. Sementara itu seorang prajurit membuka pintu kereta.
Seorang pemuda berambut kuning kecoklatan turun. Sinar mata abu-abu yang
tegas menatap langsung Derrick.
"Selamat datang, Paduka," Derrick membungkuk memberi hormat, "Kami telah
menantikan kedatangan Anda."
"Tunjukkan jalannya padaku," suara berat Raja muda itu berkata penuh wibawa.
Dengan langkahnya yang anggun dan penuh wibawa, ia memasuki pintu
belakang Schewicvic. Derrick langsung membawa Quinn ke kamar Eleanor.
Sementara itu Irina tengah mengagumi hasil karyanya.
"Kau benar-benar cantik," gumamnya tiada henti.
Nicci menangis gembira. "Countess pasti akan gembira melihat Anda saat ini."
Eleanor berdiri dengan tenangnya di hadapan kedua wanita yang sepanjang pagi
ini terus sibuk mendadaninya. Mata biru cerahya memandang keduanya tanpa
rasa tertarik. Mentari sore yang mengintip dari balik gunung, menyinari rambut
keemasan Eleanor yang tertata rapi layaknya seorang putri negeri dongeng.
Gaun hijau cerahnya membuatnya semakin cantik dan menyegarkan di puncak
musim yang menyengat ini. Lekuk-lekuk kain sifon yang lembut menonjolkan
bentuk tubuhnya yang sempurna.
"Kau akan menjadi pusat perhatian malam ini," Irina terus mengagumi Eleanor,
"Kau akan membawa pulang hati setiap pria di Viering."
Eleanor tertawa sinis. "Terima kasih," katanya tidak senang, "Aku tidak ingin
menjadi saingan Quinn."
"Kalian akan menjadi pasangan yang serasi malam ini," Irina tersenyum
bahagia. Matanya hijaunya tidak pernah lepas dari Eleanor.
"Hanya malam ini," Eleanor menegaskan pada dirinya sendiri.
"Mengapa Paduka Raja belum tiba?" tanya Nicci cemas.
"Aku tidak tahu," Eleanor duduk di depan meja riasnya untuk menegaskan
ketidaktertarikannya atas kehadiran Quinn. Ia menatap tajam bayangan dirinya
di dalam cermin. Seumur hidup tidak pernah ia merasa kepalanya seberat ini. Ia
tidak tahu dan tidak mengerti mengapa ia harus mengenakan permata
berwarna-warni di atas kepalanya. Kata Irina itu untuk membuatnya tampil
semakin cantik tetapi bagi Eleanor itu hanya membuatnya semakin pendek.
"Kurasa tak lama lagi ia akan segera datang," Irina berkomentar.
Eleanor juga berharap pria itu akan segera datang. Ia sudah tidak sabar
memberi pelajaran pada orang-orang yang bermulut usil itu. Ia tidak sabar
menunjukkan dirinya pada orang-orang yang sedang menanti kemunculannya
itu. Seseorang mengetuk pintu.
"Itu pasti mereka," kata Irina gembira.
Nicci langsung beranjak membuka pintu.
"Kalian sudah siap?" Derrick melihat ke dalam ruangan. Matanya terpaku pada
sosok Eleanor yang duduk manis di depan meja rias. Ia terpesona. Tidak pernah
ia melihat Eleanor secantik ini. Gadis yang tengah duduk di sisi Irina itu bukan
Eleanor yang dikenalnya. Ia adalah seorang gadis yang terlahir dari sebuah
bunga musim semi di musim yang panas menyengat ini.
"Sebaiknya kita tidak menganggu mereka," Irina mendorong adiknya menjauh.
Nicci menangkap maksud Irina. Dari posisinya berdiri, ia juga dapat melihat Raja
Quinn yang terpaku melihat Tuan Puterinya yang cantik. Ia pun mengundurkan
diri dari dalam ruangan itu. Dengan perlahan ia menutup pintu kamar Eleanor.
Eleanor menatap pemuda di depannya lekat-lekat. Seperti dugaan Eleanor, ia
sama sekali tidak tampak seperti seorang Raja. Eleanor lebih mudah
mempercayai pemuda di depannya ini adalah seorang playboy kelas atas
daripada seorang Raja dari kerajaan besar seperti Viering. Dengan reputasinya
yang panjang, ia lebih tepat disebut seorang ladykiller.
Mata abu-abunya yang hijau kekuningan menatap Eleanor lekat-lekat seolaholah ia
adalah satu-satunya wanita ia yang pernah ia temui di dunia ini. Sebuah
senyum ramah tersungging di wajahnya yang tampan. Kemeja malam resminya
membalut tubuhnya yang gagah tegap. Rambut kuning kecoklatannya tertata
rapi. Quinn melangkah anggun dan penuh wibawa ke arah Eleanor. Langkahlangkahnya yang
penuh percaya diri membawa suatu pesona yang membuat
mata setiap orang terpaku padanya.
Dalam hatinya Eleanor tersenyum sinis. 'Tak heran setiap wanita di Viering
bertekuk lutut di hadapannya,' pikirnya sinis.
Quinn berlutut di depan Eleanor. Tangannya terulur meraih tangan Eleanor yang
berada di pangkuannya. "Senang berjumpa dengan Anda, M'lady," katanya sopan, "Anda sungguh cantik
seperti sekuntum bunga segar di padang pasir." Dan ia pun mencium tangan
Eleanor. Eleanor terperanjat. Dadanya berdegup kencang.
"S-senang berjumpa dengan Anda, Yang Mulia."
Quinn tersenyum melihat rona memerah di wajah cantik itu.
Eleanor mengumpat dirinya sendiri. Ia tidak dapat menerima reaksi dirinya
sendiri atas sikap Quinn yang mendadak ini. Mengapa ia harus malu!" Mengapa
ia harus tersipu-sipu!"
'Ah,' ia membela dirinya sendiri. Seumur hidupnya, ia hanya berkumpul dengan
tiga orang pria, ayahnya, Grand Duke Bernard, dan Derrick. Mereka tidak
pernah memperlakukannya seperti ini. Yang terutama, pria di hadapannya ini
adalah seorang ladykiller yang ahli dalam menaklukan wanita!
Eleanor bersumpah ia tidak akan jatuh dalam jerat pria ini! Sekali lagi ia
menegaskan, ia tidak akan menjadi Echo kedua! Ia adalah seorang Narcissus.
"Saya ingin menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan Anda tetapi para
undangan telah menanti," Quinn kembali berdiri tegak.
'Dan pria ini mempunyai mulut yang manis!' Eleanor memberitahu dirinya
sendiri. "Apakah Anda berkenan menunjukan jalan pada saya?" pria itu mengulurkan
tangan. "Tentu," Eleanor menyambut uluran tangan itu.
Quinn menyembunyikan senyum puasnya. 'Bernard memang dapat dipercaya,'
pikirnya puas. Gadis ini benar-benar seperti keinginannya. Cantik, mempesona,
lugu, penurut, dan tidak bertele-tele.
Eleanor kembali memarahi dirinya sendiri ketika ia menyadari betapa lugunya
dirinya sendiri. Ia pasti terlihat seperti seorang gadis lugu yang tengah
terpesona oleh daya tarik pria tidak berhati ini! Namun Eleanor masih dapat
menahan dirinya sendiri untuk tidak merusak rencananya sendiri. Ia masih ingin
membuktikan pada dunia siapa Eleanor dan mengapa sang Grand Duke
kepercayaan Yang Mulia Paduka Raja Quinn memilihnya!
Dengan langkah-langkahnya yang penuh keyakinan, Eleanor membawa Quinn ke
Hall Utama. Eleanor tidak ingin membuang waktu berbasa-basi dengan Quinn. Ia
sudah cukup tahu tentang Quinn. Dan ia tidak peduli apakah pria itu cukup
mengenalnya atau tidak. Ia yakin masa lalunya tidak penting untuk pria ini. Bagi
pria ini, yang terpenting adalah ia bersedia memberinya seorang keturunan!
Sikap diam Eleanor benar-benar membuat Quinn puas. Ia benar-benar senang
dengan pilihan Bernard ini. Gadis ini benar-benar memenuhi segala kriteria yang
diberikannya pada Bernard. Tidak rugi ia mengikuti skenario 'kekasih yang
disembunyikan' Irina. Pasukan pengawal Quinn langsung membentuk barikade di tangga yang menuju
Hall Utama. Setiap undangan langsung tahu Quinn telah tiba.
"Yang Mulia Paduka Raja Quinn dan Lady Eleanor of Hielfinberg tiba," Fauston sang Kepala Rumah Tangga Hielfinberg mengumumkan.
Eleanor langsung menegakkan kepala dan memasang senyum bahagia.
Quinn mengapit lengan kanan Eleanor di sikunya dan ia melangkah dengan
penuh wibawa di sisi Eleanor.
Untuk sesaat setiap undangan sore ini terperangah. Mata mereka tidak lepas
dari sepasang insan yang menuruni tangga dengan penuh percaya diri itu.
Senyum di wajah mereka melukiskan kebahagiaan mereka hari ini.
Gaun hijau Eleanor menyapu lembut lantai tangga. Lekukan-lekukan gaunnya
melambai seirama dengan gerakannya yang lemah gemulai. Mata biru cerahnya
sungguh memberikan kesegaran yang tak terlukiskan di hari yang menyengat
ini. Rambut pirangnya yang cerah sungguh tampak serasi dengan kulit kuning
kecoklatannya yang halus.
"Eleanor benar-benar cantik," gumam Derrick.
"Apakah kau menyesal tidak merebutnya dari Paduka?" goda Irina.
"Kurasa ia lebih cocok menjadi pendamping Paduka," kata Derrick lagi, "Lihatlah.
Semua orang pasti sependapat denganku."
Irina menatap wajah-wajah terpesona para tamu. Hampir setiap orang
menunjukkan raut terpesona mereka dan tidak sedikit yang iri melihat pasangan
yang serasi itu. Eleanor yang cantik memesona dan Quinn yang gagah tampan.
Irina tersenyum melihat mereka berdua.
"Eleanor benar-benar luar biasa," gumam Duke of Krievickie kepada sahabatnya.
"Ia benar-benar mirip Virgie."
Grand Duke dapat melihat air mata menggenangi sepasang mata Earl Ruben.
"Ia benar-benar cantik seperti Virgie," ia merangkul pundak Earl, "Virgie pasti
tersenyum bahagia di alam sana."
Dengan penuh percaya diri, Eleanor melangkah di antara para undangan yang
memberi jalan kepada mereka. Ia sedikit pun tidak tampak seperti seorang
gadis yang telah dipingit selama sepuluh tahun lebih.
Fauston langsung memberi tanda kepada para pemain musik untuk mulai
memainkan lagu. Raja Quinn berlutut di depan Eleanor. Tangannya terulur - mengundang
Eleanor. "Apakah Anda bersedia berdansa dengan saya, M'lady?"
'Ia benar-benar tahu bagaimana mengambil hati wanita,' Eleanor berkata sinis
pada dirinya sendiri. "Dengan senang hati," Eleanor menyambut uluran tangan Quinn.
Quinn meletakkan tangannya yang lain di pinggang Eleanor dan mulai berdansa
bersama gadis itu. "Semoga Eleanor tidak melakukan kesalahan," gumam Irina.
"Tidak akan," kata Derrick, "Hari ini Eleanor bukan Eleanor yang kita kenal."
Derrick mempunyai alasan tersendiri untuk mengatakan hal itu. Ia tidak pernah
melihat Eleanor seserius ini. Pandangan mata gadis itu tidak pernah lepas dari
keceriaan. Ia juga tidak pernah bersikap seangkuh dan seanggun ini. Sekalipun
Irina telah berusaha keras membentuk Eleanor menjadi apa yang dilihatnya saat
ini, Derrick tahu Eleanor tidak akan pernah bisa menjadi seorang lady yang
angkuh dan anggun seperti para lady pada umumnya.
Eleanor adalah seorang gadis yang ramah. Ia dapat dengan cepat menjalin
hubungan baik dengan setiap orang dari segala usia dan segala golongan. Ia
tidak pernah memilih teman. Ia tidak pernah membedakan orang yang satu dari
orang yang lain. Sungguh mustahil gadis yang memilih berbelas kasihan pada
pencuri itu dapat berubah menjadi seorang yang angkuh - yang berjalan dengan
kepala terdongak tinggi di keramaian hanya dalam dua hari.
Derrick masih ingat jelas peristiwa enam tahun lalu itu. Eleanor kecil dan ia
kabur dari Irina. Mereka berdua berkuda ke pedesaaan. Ketika mereka
beristirahat di sebuah peristirahatan di pinggir jalan, seseorang membawa pergi
kuda Eleanor. Derrick yang melihatnya langsung berteriak dan mengejar pria
itu. Teriakan Derrick menarik perhatian setiap orang. Seorang polisi yang
kebetulan melewati tempat itu langsung bergerak menghentikan pria pencuri itu.
"Apakah Anda mengejar pencuri kuda ini?" tanya polisi yang berhasil membekuk
pria itu. "Terima kasih," kata Derrick menerima tali kendali kuda Eleanor, "Ia telah
mencuri kuda adik saya. Bawa saja ia ke kantor polisi dan hukum
seberatberatnya." Eleanor yang datang kemudian langsung melotot. "Apa yang kau lakukan!?"
bentaknya saat itu. Derrick langsung membusungkan dada. Ia merasa telah berjasa bagi Eleanor,
gadis kesayangannya. "Aku memberikan kudaku padanya. Mengapa kau mengejarnya?"
Derrick pun langsung membelalak. Dan polisi itu kebingungan sementara pria itu
melongo. "Maaf," Eleanor berkata sopan kepada polisi itu, "Kakak saya telah salah paham.
Ia tidak tahu saya telah memberikan kuda saya kepada pria ini." Kemudian
kepada pria itu ia berkata, "Maafkan kakak saya. Ia pasti telah menduga Anda
telah mencuri kuda saya."
Eleanor mengambil tali kendali kudanya dari tangan Derrick kemudian
menyerahkannya pada pria itu. "Rawatlah kuda ini baik-baik," Eleanor
tersenyum ramah, "Ia adalah seekor kuda yang penurut. Tidak sulit untuk
memeliharanya." Tampak jelas pria itu kebingungan ketika menerima tali kendali kuda coklat milik
Eleanor. Ia masih terlihat linglung ketika pergi seiring lambaian tangan
Eleanor. Eleanor kembali menegaskan kepada polisi, "Maaf telah merepotkan Anda. Ini
semua hanya kesalahpahaman di antara kami."
"Untunglah kalau semua sudah jelas," kata polisi itu.
Eleanor tersenyum manis - semanis ketika ia mengantarkan kepergian pencuri
kudanya. "Maafkan saya," mau tak mau Derrick meminta maaf.
Sepeninggal polisi itu Derrick menuntut, "Pria itu jelas-jelas mencuri kudamu."
"Biar saja ia membawa pergi kudaku," kata Eleanor santai sambil berjalan
kembali ke pondok peristirahatan.
"Apa maksudmu!?" Derrick menuntut jawaban.
"Dengar, Derrick," Eleanor tiba-tiba berhenti. Ia menatap serius Derrick dan
berkata, "Pria itu pasti membutuhkan uang. Aku tidak keberatan ia mengambil
kudaku selama itu bisa membantunya. Aku masih mempunyai banyak kuda di
Schewicvic. Lagipula," mata biru Eleanor menatap Derrick penuh harapan,
"Apakah kau tidak ingin memberi tumpangan padaku?"
"Tidak setiap hari kau bisa memberi tumpangan padaku," Eleanor berlagak jual
mahal dan Derrick pun kalah olehnya.
Mereka tidak pernah menceritakan pengalaman mereka itu pada seorang pun
termasuk Irina. Dan Derrick tidak pernah melupakannya. Itu adalah untuk
pertama kalinya ia melihat sisi Eleanor yang pemurah.
Saat ini lebih mudah bagi Derrick untuk mempercayai Eleanor sedang
menjalankan sesuatu yang tidak diketahuinya.
Derrick mengulurkan tangan pada Irina, "Kau mau berpasangan denganku?"
Irina terkejut. "Ah," Derrick sadar, "Kau pasti ingin aku bersikap seperti Raja." Derrick pun
berlutut di depan Irina. "Apakah Anda bersedia berdansa bersama saya, M'lady?"
ia mengulurkan tangannya.
Irina tertawa geli dibuatnya. "Tentu, M'lord," ia pun menerima uluran tangan
Derrick. Ketika mereka telah berada di tengah lantai dansa bersama Eleanor, Derrick
bergumam, "Kapan aku akan menemukan pasangan yang lain selain kau."
"Kau sama sekali tidak manis," gerutu Irina, "Masih lebih baik kau mempunyai
aku sebagai pasanganmu daripada tidak sama sekali."
Derrick tertawa. "Mestinya kau berkata masih untung aku tidak
menyalahkanmu. Gara-gara kau sampai sekarang aku tidak mempunyai
pasangan." Irina berpikir keras. "Mungkin kau benar. Kau memang patut disalahkan."
"Hei! Hei!" Derrick memprotes, "Kau yang memintanya. Kau selalu berlari
padaku setiap kali kau diusili pria."
"Sudah sepatutnya kau melindungi aku. Setiap hari kerjamu hanya bermainmain
dengan Eleanor," Irina menatap tajam Derrick. "Ah, aku tahu. Kau sedang
cemburu pada Raja makanya kau menggodaku."
"Siapa yang cemburu?" giliran Derrick yang merasa ia sedang dipermainkan.
"Ah...," Irina mendesah panjang, "Pantas saja sampai sekarang kau masih
seorang diri. Di sisimu ada seorang gadis yang menarik tetapi kau buta."
"Hei, apa maksud semua ini. Bukankah kita ingin bersenang-senang?" Derrick
menganti topik.
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Irina menatap adiknya dan tersenyum mesra. "Sudah lama kita tidak bersenda
gurau seperti ini." "Kalau Eleanor sudah masuk Istana, kita akan semakin jarang berkumpul lagi.
Hari-hari mendatang pasti akan sepi tanpa Eleanor."
"Jangan memulai," Irina memperingati, "Kau hanya akan memberi alasan baru
pada Eleanor untuk kabur."
"Saat ini ia tidak akan kabur," gumam Derrick.
"Apa katamu?" tanya Irina.
"Tidak ada," Derrick memilih untuk berdiam diri. Mereka tidak banyak berbicara
setelahnya. Mereka membaur di lantai dansa bersama pasangan-pasangan yang
lain. Beberapa saat kemudian mereka duduk di dalam Ruang Jamuan, siap
menyantap sajian yang telah disiapkan untuk mereka.
Eleanor duduk di antara Quinn dan Derrick. Sedangkan Irina berada di
depannya. Irina telah mengatur tempat duduk ini sedemikian rupa sehingga ia bisa
mengawasi Eleanor. Irina benar-benar tidak mau kecurian. Matanya selalu
bersiap siaga untuk melirik tajam Eleanor bila gadis itu membuat suatu
kesalahan. Derrick menghela nafas panjang dibuatnya. Irina benar-benar seperti seorang
ibu yang khawatir putrinya akan melakukan sesuatu yang memalukan. Namun di
sisi lain Derrick dapat memaklumi sikap Irina ini.
Hari ini adalah pertama kalinya Eleanor muncul di kalangan bangsawan dan hari
ini akan menjawab semua pertanyaan yang telah menghantui seisi Viering
selama hari-hari terakhir ini.
Karena itulah tidak seorang pun melewatkan kesempatan untuk bertanya pada
Eleanor ketika mereka telah menyelesaikan santapan malam dan berkumpul di
Ruang Duduk. Beberapa tamu memilih pulang tetapi beberapa memilih untuk
bergabung bersama calon pasangan mempelai di Ruang Duduk.
Di antara mereka, tentu saja, ada beberapa wartawan yang memang sengaja
diundang. Eleanor duduk dengan anggunnya di sisi Quinn. Dari kejauhan Irina dan Derrick
mengamati sofa panjang tempat keduanya duduk dikerumui orang-orang yang
sudah siap dengan pertanyaan mereka.
Eleanor sama sekali tidak berniat membuka percakapan. Ia membiarkan orangorang
yang ingin tahu itu memulai percakapan.
"Saya dengar Anda mempunyai hubungan spesial dengan Derrick. Apakah itu
benar?" seorang wanita bertanya pada Eleanor.
Eleanor tersenyum penuh arti. Wanita itu pasti adalah satu dari sekian
pengagum sang dingin Derrick. Ia sudah mendengar adanya sekelompok orang
yang diam-diam mengagungkan Derrick. Namun, sayangnya, Derrick tidak
pernah tertarik pada mereka karena ia sudah memiliki dua wanita yang menarik
di sisinya. "Bagiku ia adalah kakak angkat. Kami sudah bermain bersama semenjak kanakkanak."
"Apakah itu benar?" Wanita itu terus mendesak. "Saya sering melihat kalian
berduaan. Bahkan beberapa hari lalu aku melihat kalian di Loudline."
Eleanor terkejut. Ia sudah berhati-hati tetapi rupanya masih ada yang melihat
mereka. "Saya dengar semenjak pertunangan kalian diumumkan, Anda tinggal di
Mangstone." "Apakah ini ada hubungannya dengan Lord Derrick?" seorang wanita langsung
menyahut. "Apakah Anda berusaha menghabiskan waktu bebas Anda yang tersisa bersama
Lord Derrick?" seseorang berkata tidak percaya.
Seulas senyum sinis mengembang di wajah Quinn.
Irina langsung melirik adiknya, "Sekarang pembicaraan mengarah padamu."
Derrick tidak tahan melihat kerumunan orang-orang itu mendesak Eleanor.
Tangan Irina terulur menghadang jalan Derrick. "Kalau kau maju, kau hanya
akan membuat keadaan semakin buruk," ia memperingati.
Mungkin setiap orang di ruangan ini tidak menyadari senyum sinis Quinn itu
tetapi Eleanor melihatnya. Ia tidak suka melihatnya. Pria itu seperti tengah
menuduhnya berbuat serong. Eleanor ingin sekali memberikan senyum
kepuasannya yang manis sebagai jawaban. Sang calon istri sempurna yang
dimintanya telah membuat cacat. Eleanor tidak peduli. Tidak ada seorang pun di
dunia ini yang sempurna. Eleanor juga tidak ingin memberi tanggapan pada
setiap orang yang tengah memusatkan perhatian pada dirinya itu tetapi ia
berkata, "Berarti Quinn telah merebutku dari Derrick," kata Eleanor santai, "Tetapi,
kenyataannya ia telah merebut diriku dari diriku sendiri."
Semua kebingungan mendengar jawaban Eleanor.
Mata Quinn langsung menatap tajam Eleanor.
"Semenjak bertemu dengannya, ia telah membuatku melupakan diriku sendiri.
Aku merasa seperti menjadi diriku yang lain. Aku sama sekali tidak pernah
membayangkan diriku yang sekarang ini ada. Ia telah membuat hidupku terasa
lebih berarti." Quinn menyembunyikan senyum sinisnya dalam sinar matanya.
Eleanor menyadarinya dan ia sama sekali tidak menyukainya. Sedikit pun tidak!
Ia tahu ia tidak akan pernah menyukai pria ini.
"Apakah pernikahan kalian ini direncanakan karena pernikahan Duke Mathias?"
"Tidak. Sama sekali tidak!" jawab Quinn tegas.
"Akan merupakan kebohongan besar bila kami mengatakan tidak," lagi-lagi
Eleanor membuat mata Quinn melotot. "Bila pernikahan ini tidak direncanakan
dengan baik, apa jadinya pernikahan kami?"
Jawaban cerdas Eleanor membuat semua orang tertawa.
"Aku begitu iri melihat kebahagian mereka berdua dan aku berkata pada Quinn
bahwa sudah saatnya kami mengikat perjanjian," lanjut Eleanor, "Aku bersikeras
padanya bahwa aku tidak mau menanti lebih lama lagi."
"Mengapa selama ini tidak pernah terdengar kabar tentang kalian?"
Pertanyaan itu membuat keduanya terkejut. Juga Duke of Krievickie.
"Itu karena ayahku," jawab Eleanor sebelum Quinn membuka mulut, "Papa
begitu takut aku menjadi santapan lezat kalian sehingga ia bersikeras untuk
tidak membiarkan hubungan kalian diketahui orang lain selain keluarga dekat
kami sendiri." Derrick tersenyum. "Sungguh tidak kusangka ia sepandai ini."
"Eleanor memang pandai berbicara," kata Irina, "Sekarang aku yakin mereka
tidak akan dapat melukai Eleanor."
"Ya," Derrick sependapat, "Kecuali mereka dapat menang dari Eleanor."
BAB 10 Eleanor tidak percaya ini semua!
Beberapa saat yang lalu ia masih bebas seperti burung di angkasa. Beberapa
saat yang lalu ia masih bercanda bersama ayahnya dan Grand Duke Bernard.
Sekarang ia sudah duduk di sini, di dalam kamar pengantinya - menanti
kehadiran suaminya! Eleanor benar-benar tidak mempercayai semua ini. Ia tidak mempercayai
semuanya semenjak ia mendengar ide gila itu.
Beberapa saat yang lalu ia masih duduk bersama Quinn dalam pesta
pertunangan mereka dan sekarang mereka telah resmi menjadi sepasang suami
istri! Semua ini terlalu cepat. Terlalu cepat sehingga Eleanor tidak benar-benar
memahami apa yang tengah terjadi.
Semua ini terasa seperti mimpi buruk dan ketika Eleanor membuka matanya, ia
telah menjadi istri dari Yang Mulia Paduka Raja Kerajaan Viering, Quinn
Arcalianne! Eleanor bukan lagi burung bebas di angkasa.
Eleanor adalah Yang Mulia Paduka Ratu Kerajaan Viering!
Eleanor benar-benar tidak dapat mempercayai semua ini.
Ia tidak dapat lagi mempercayai kehidupannya sendiri semenjak ia tahu Earl
menerima pinangan Raja Viering.
Ia tidak percaya sekarang ia telah menjadi alat pelahir pewaris tahta Viering!
Semua ini sulit dipercayai! Terlalu sulit untuk dipahami!
Namun, bagi semua orang hal mudah dipahami. Sebagian dari penduduk Viering
percaya dengan cerita cinta tertutup mereka dan sebagian percaya ini hanyalah
sebuah pernikahan untuk mencegah Simona menjadi Ratu Viering. Dan bagi
dunia, pernikahan ini tidaklah lebih dari sebuah kenyataan berkurangnya
seorang perjaka tampan. Pesta berlangsung dengan meriah seperti yang diinginkan Quinn. Walaupun ini
hanyalah sebuah pernikahan politik, Quinn tidak mau main-main. Eleanor
benarbenar dibuat kaget olehnya termasuk Irina.
Sehari setelah pesta pertunangan itu, Quinn mengirim beberapa orang ke
Mangstone. Malam itu, setelah para tamu pulang, Eleanor dipulangkan kembali ke
Mangstone atas permintaan Earl. Katanya, demi kemudahan persiapan
pernikahan Eleanor. Dilihat dari jarak, memang Mangstone lebih dekat ke Istana
daripada Schewicvic. Quinn, tentu saja, mengetahui hal itu. Tetapi tidak seorang pun di Mangstone
tahu ketika rombongan itu tiba di Mangstone. Di antara mereka ada penata
rambut yang khusus datang untuk mempersiapkan tatanan rambut Eleanor di
hari pernikahannya. Juga ada perancang busana yang khusus didatangkan
Quinn untuk membuat gaun pernikahan Eleanor.
Irina yang tidak merencanakan ini, tentu saja kaget. Raja telah menyerahkan
masalah ini padanya namun ia tiba-tiba mengambil alih. Hal ini lebih dari cukup
untuk menjelaskan keseriusan Quinn atas pesta pernikahannya ini dan ia pun
menjadi semakin serius mendidik Eleanor menjadi seorang lady.
Hari itu Eleanor memang telah menjadi seorang lady yang ia harapkan. Namun,
hal itu tidaklah berlangsung lama. Sesaat setelah para tamu termasuk Paduka
Raja pulang, Eleanor kembali ke sifat aslinya.
Eleanor masih belum mengganti gaunnya ketika Ruben masuk sambil tertawa.
"Dengar, dengar," ia mengumumkan, "Paduka berkata kau adalah seorang gadis
yang penurut!" Dan ia pun kembali tertawa geli.
"Ia bahkan memuji Papa. Katanya ia tidak salah memilih orang."
"Dengar itu, Eleanor. Dengarlah itu," Irina histeris.
"Countess pasti akan gembira mendengarnya," kata Nicci pula.
Sementara itu, Eleanor memasang wajah muramnya. Ia sama sekali tidak
menikmati pujian itu tetapi setidaknya ia tahu bahwa ia telah berhasil memberi
pandangan baik kepada para tamu hari ini dan terutama, mencapai targetnya!
Sekarang mereka tentu tidak akan lagi berani meragukan Grand Duke Bernard
dan menyalahkan hubungan erat antara Grand Duke dan ayahnya.
Eleanor juga tidak terlalu tertarik apakah mereka akan percaya dengan cerita
karangan mereka. Sejujurnya, ia tidak keberatan setiap penduduk Viering tahu
pernikahan ini hanyalah sebuah cara untuk menyelamatkan wajah Viering. Ia
tidak terlalu peduli karena memang itulah kenyataannya. Bahkan ia percaya
akan sulit merubah pandangan semua orang walaupun ia telah berusaha keras
untuk itu. "Aku tidak peduli," Eleanor berdiri.
"Apa yang kaukatakan?" Irina bertanya.
"Tuan Puteri, apa yang Anda lakukan?" Nicci berseru ketika Eleanor menuju
serambi. "Menikmati waktu bebasku," Eleanor memalingkan kepala - menjawab
pertanyaan pelayannya kemudian melompat.
"TUAN PUTERI!" Nicci langsung jatuh lemas.
"Eleanor, kembali!" Irina langsung mengejar Eleanor. Namun Eleanor sudah
melompat ke pohon di bawah serambi kamarnya. Dengan lincahnya seperti
seorang tupai, gadis itu melompat dari satu dahan ke dahan yang lain menjauhi serambi kamarnya.
Derrick mendudukkan Nicci di kursi kemudian menuju serambi.
"Derrick," Irina menyambut kedatangan pemuda itu, "Cepat kejar Eleanor!"
"Aku tidak mau!" Derrick menolak. "Eleanor sudah besar. Ia tidak perlu kita
menjaganya sepanjang waktu."
Irina menatap geram adiknya kemudian melompat dari serambi.
Derrick membelalak kaget. Irina yang bernyali kecil itu berani melompat dari
serambi ke pohon yang beberapa meter berada di bawah!
Nicci yang baru saja pulih, jatuh lemas lagi.
Derrick pun tidak berpikir panjang. Ia langsung mengejar kedua wanita itu. Ia
benar-benar dibuat panik oleh Irina, bukan Eleanor. Derrick tahu benar betapa
ahlinya Eleanor dalam hal satu ini tetapi Irina... Walaupun gadis itu juga bisa
memanjat pohon, karena paksaan mereka, Irina tidak cukup mahir untuk
menjadi tupai liar. Begitulah malam seusai pesta pertunangan itu mereka habiskan dengan menjadi
tupai di Schewicvic. Kemudian keesokan paginya Eleanor harus kembali ke
Mangstone, menjalani pelatihannya yang membosankan dan melelahkan.
Hari demi hari berlalu begitu lambatnya bagi Eleanor dan ketika ia sudah tiba di
hari yang paling dinanti-nantikan oleh Irina, ia merasa waktu berlalu terlalu
cepat. Ia sama sekali belum siap untuk memasuki Istana. Ia masih ingin
bermain dengan bebas di luar sana. Eleanor tidak terlalu bodoh untuk
mengetahui apa yang telah menantinya sesaat setelah ia menginjakkan kaki di
Istana. Namun ia juga tidak terlalu penurut untuk membiarkan hal itu terjadi
begitu saja. Sudah cukup ia membiarkan Quinn berpikir ia adalah istri
idamannya. Ia tidak mau melewatkan hari-hari mendatang dengan berpura-pura
ia adalah seorang gadis yang anggun dan penurut. Quinn harus tahu siapa gadis
yang ia nikahi hari ini! Eleanor sudah berniat membuka kedoknya dalam pesta pernikahan. Namun,
sayangnya, Simona tidak hadir. Eleanor juga tidak terlalu terkejut. Ia sudah
dapat menduga Mathias tidak berani muncul. Eleanor juga tidak terlalu terkejut
bila penyebabnya adalah Simona. Seorang wanita murahan seperti dia tidak
setiap hari mendapat kesempatan untuk berpesiar keluar negeri. Begitu ia
mendapatkannya, ia tidak akan dengan mudah melepaskannya.
Eleanor sudah memutuskan!
"Apakah Anda membutuhkan sesuatu, Paduka Ratu?" sepasang prajurit yang
menjaga pintu kamarnya langsung bertanya ketika ia membuka pintu.
"Apakah saya perlu memanggil pelayan untuk Anda?"
Eleanor melihat prajurit di kanan kirinya itu.
"Tidak," jawab Eleanor, "Aku tidak membutuhkan apa pun."
"Jangan khawatir, Paduka Ratu," sekarang prajurit di sisi kiri Eleanor berkata,
"Kami akan menjaga keselamatan Anda hingga Paduka Raja tiba. Kami tidak
akan membiarkan seorang pun menganggu Anda."
"Maka," kata Eleanor, "Aku bisa tenang sekarang." Eleanor tersenyum manis dan
berkata, "Selamat malam." Kemudian ia menutup pintu.
"Sial!" Eleanor menjatuhkan diri di atas tempat tidur dan berpikir.
Apa yang harus dilakukannya sekarang. Ia tidak ingin terus berdiam diri menanti
seseorang yang belum pasti akan muncul. Ia juga tidak tertarik untuk tidur
walau ia telah berganti gaun tidur. Ia juga tidak bisa keluar dari kamar ini.
Sepasang prajurit di depan pintu pasti tidak akan membiarkannya lepas begitu
saja. Mata Eleanor beralih ke pintu kaca menuju serambi.
Benar! Ia masih mempunyai jalan keluar yang lain. Baginya, pintu keluar tidak
selalu berarti pintu! Eleanor langsung beranjak bangkit.
Pintu terbuka. Eleanor terkejut. Quinn masuk dengan tenangnya.
Eleanor baru melihat Quinn membawa sebuah buku ketika ia menarik kursi ke
sisi pembaringan. Baru saja Eleanor berpikir Quinn mengira ia adalah seorang anak kecil ketika
pria itu duduk dan menekuni buku yang dibawanya.
"Kukira kau akan membacakan dongeng pengantar tidur untukku," Eleanor
membuka pembicaraan. Quinn tidak meninggalkan matanya dari buku yang sedang dibacanya. Ia juga
tidak menyahut. "Apakah kau mendengarku?" Eleanor mendekatkan tubuhnya.
Quinn sama sekali tidak terusik.
"Apakah kau tiba-tiba menjadi tuli?" tanya Eleanor lagi.
Lagi-lagi Quinn tidak menanggapi.
"Apakah mungkin kau menjadi bisu dalam beberapa jam?"
Quinn tenggelam dalam bacaannya.
Eleanor kesal. Ia benar-benar bosan.
Semenjak pesta pernikahan itu pelayan-pelayan membawanya ke kamar ini.
Mereka membantunya menanggalkan gaun pengantinnya yang merepotkan itu.
Mereka membantunya membersihkan diri. Mereka membantunya berganti baju
tidur dan mereka pulalah yang menyuruhnya menanti Quinn di kamar ini.
Sekarang Quinn sudah tiba tetapi pria itu mendiamkannya. Malah pria itu
seakan-akan sudah menjadi batu yang tuli dan bisu!
Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Eleanor tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah seorang pria dan wanita
menikah. Ia tidak penah bertanya dan tidak seorang pun pernah
memberitahunya! Irina hanya pernah memberitahu bahwa pernikahan yang bahagia selalu terjadi
pada sepasang insan yang saling mencintai. Cinta mereka yang tulus dan agung
akan membawa benih-benih kehidupan ke dunia ini.
Eleanor berpikir bagaimana mungkin semua itu terjadi padanya" Pernikahannya
bukan atas dasar cinta walau mereka selalu mengatakan itu pada setiap orang.
Yang terpenting, Eleanor tidak menyukai Quinn. Bahkan ia membencinya!
Demikian pula Quinn. Pria itu jelas-jelas tidak menyukainya.
Satu-satunya alasan Quinn tetap menikahinya adalah masa depan Viering!
Waktu Quinn tidak banyak dan tidak mudah mendapatkan seorang gadis
sepertinya yang rela menikah hanya demi memberikan keturunan.
Eleanor melihat tidak ada yang dapat mengusik Quinn.
Eleanor benar-benar bosan.
Entah berapa lama ia menanti seorang diri di dalam kamar ini. Eleanor tidak
tahu pasti tetapi ia tahu ia sudah hampir menjamur karena kebosanannya.
Mata Eleanor menjelajahi kamar barunya yang luas itu.
Kamar ini tidak jauh berbeda dari kamarnya di Schewicvic kecuali kamar ini lebih
luas dan jelas lebih mewah. Langit-langitnya yang tinggi berhiaskan lukisan dan
ukiran-ukiran hasil karya tangan ahli. Semua perabotan di dalam ruangan ini
jelas sekali merupakan hasil karya orang yang memang ahli dalam bidangnya.
Benar-benar sebuah kamar yang diharapkan dari Istana Fyzool yang megah.
Dari pintu kayu megah itu, seperangkat meja dan sofa terlentang di tengah
ruangan. Ranjang bertiangnya yang berpoleskan emas berdiri kokoh di antara
pintu masuk dan pintu kaca.
Mata Eleanor terhenti di pintu kaca yang menuju serambi.
Tanpa berpikir lebih lama, Eleanor beranjak dari tempat tidur. Ia membuka pintu
itu lebar-lebar dan melangkah ke serambi.
Eleanor memperhatikan kegelapan malam di sekitarnya.
Tak sesuatu pun nampak dengan jelas dalam kegelapan taman Istana yang luas.
Hanya sinar di beberapa sudut bangunan utamalah yang memberikan
penerangan dalam gelapnya malam.
Di kejauhan tampak sinar-sinar kecil rumah penduduk yang bersatu dengan
gelapnya suasana sekitarnya.
Eleanor melihat ke bawah dan ia tidak melihat seorang pun nampak. Lalu ia
melihat jendela-jendela yang berjajar rapi di kedua sisi serambinya juga di atas
dan di bawah tempatnya berdiri.
Rasa ingin tahu Eleanor bangkit. Ia belum menyempatkan diri untuk melihatlihat
suasana Istana semenjak kedatangannya hari ini.
Hari sudah larut. Setiap penghuni Istana telah kembali ke peraduannya dan
memasuki dunia mimpi mereka yang indah.
'Kami akan menjaga keselamatan Anda sampai Paduka Raja tiba.'
Seulas senyum puas menghiasi wajah Eleanor dan ia meninggalkan serambinya.
Takkan ada yang bisa melarangnya berkeliling Istana saat ini.
Dengan gembira ia melangkah ke pintu kamarnya.
"Kau kira kau akan ke mana?"
Eleanor terperanjat. Quinn menatapnya dengan tajam.
"Kau bisa bicara?" Eleanor heran lalu ia tersenyum, "Kukira aku telah menikahi
sebuah patung bisu."
Quinn menggunakan kesempatan itu untuk menutup pintu. "Kau tidak akan ke
mana-mana!" Quinn menegaskan.
Eleanor memasang muka masamnya. "Kau tidak bisa melarangku," tangan
Eleanor meraih pegangan pintu.
Tanpa banyak bicara, Quinn mengangkat Eleanor.
"Turunkan!" Eleanor memprotes, "Turunkan aku!"
Tangan Eleanor menghantam dada pria itu tetapi Quinn tetap berjalan ke tempat
tidur. "Kau tidak berbicara denganku dan aku juga tidak boleh keluar. Apa maumu?"
Eleanor meluapkan kekesalannya ketika Quinn membaringkannya di tempat
tidur. "Dengar," Quinn memperingati dengan nada beratnya.
Mata Eleanor menangkap buku yang sesaat lalu dibaca Quinn. "Hei!" Eleanor
meraih buku itu, "Kau juga membacanya."
Quinn terdiam. Eleanor duduk bersila di tempat tidur. "Aku juga menyukai buku ini," Eleanor
membuka buku itu, "Papa juga sangat menyukainya."
Quinn diam memperhatikan Eleanor yang membalik-balik buku itu dengan riang.
"Aku sudah membacanya berkali-kali tetapi aku tidak pernah bosan. Aku juga
suka merundingkannya bersama Papa."
Alis Quinn terangkat. "Kau mau membicarakannya denganku?" Eleanor bertanya penuh semangat.
Tanpa disadarinya, Quinn tersenyum melihat tingkah Eleanor yang seperti anak
kecil meminta permen itu.
Eleanor terperangah. "Kau juga bisa tersenyum," Eleanor keheranan.
"Apa aku tidak boleh tersenyum?" Quinn bertanya kesal.
"Tidak," Eleanor tersenyum manis, "Kau jauh lebih tampan bila tersenyum."
Quinn membuang mukanya. Eleanor tertawa geli. "Pernikahan ini mungkin tidak akan sangat membosankan,"
katanya dan ia kembali menekuni buku itu.
Quinn melihat Eleanor yang kembali sibuk dengan bukunya dan duduk di sisi
Eleanor. 'Tampaknya tidak sulit mengatur gadis ini,' pikirnya puas sambil duduk
di sisi Eleanor. BAB 11 "Akhirnya kita kembali ke Viering," Simona memandang pelabuhan dari atas dek
kapal. "Rasanya sudah lama kita meninggalkan tempat ini."
"Memang sudah lama," Mathias menggerutu. "Apa yang akan dikatakan Quinn
nanti?" "Kau masih menyalahkan aku!?" protes Simona. "Ternyata Quinn jauh lebih
penting bagimu daripada aku." Ia membuang muka dan memanjang wajah
cemberutnya. "Bukan, bukan seperti itu," Mathias cepat-cepat menghibur istrinya, "Bagiku kau
adalah segalanya. Aku rela kehilangan segalanya asal kau bisa berada di sisiku.
Kau adalah matahariku," Mathias memegang dagu istrinya, "Tiada ciptaan yang
lebih indah darimu."
Simona melingkarkan tangannya di leher Mathias dan bergelayut manja.
"Kau benar-benar mempesona," Mathias menunduk mencium istrinya, "Katakan
bagaimana mungkin aku bisa menemukan wanita sesempurna dirimu. Ini adalah
keajaiban yang luar biasa."
"Kau memang pandai menggoda," balas Simona manja.
Kapal pribadi keluarga Soyoz merapat di Tognozzi. Para awak kapal langsung
sibuk dengan ritual pendaratan mereka.
"Kita sudah merapat," Mathias memberitahu istrinya.
"Aku sudah merindukan tempat tidurku di Arsten."
Bulan Jatuh Dilereng Gunung 15 Pedang Siluman Darah 15 Sumpah Si Durjana Dendam Si Anak Haram 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama