Ceritasilat Novel Online

Sang Godfather 2

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Bagian 2


Pria yang hampir meninggal tersebut menggeleng. Ia memberi isyarat pada para
pemuda dan keluarganya agar menjauhi ranjang; dengan tangannya yang lain, yang sama kurus
keringnya seperti tangan yang satu lagi, ia memegangi Don erat-erat. Ia mencoba berbicara. Don
menundukkan kepala, kemudian duduk di kursi di dekat ranjang. Genco Abbandando berceloteh mengenai
masa kanak-kanak mereka. Kemudian matanya yang sehitam arang memancarkan kelicikan. Ia berbisik.
Don menunduk lebih rendah. Orang-orang lain dalam ruangan keheranan melihat air mata
mengaliri wajah Don Corleone saat ia menggeleng. Suara bergetar itu terdengar semakin keras memenuhi
ruangan. Dengan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia biasa dan penuh rasa sakit, Abbandando
mengangkat kepala dari bantal, pandangannya hampa, dan mengarahkan telunjuk yang tinggal kerangka
pada Don. "Godfather, Godfather," panggilnya tak
66 sadar, "selamatkan aku dari maut, kumohon padamu. Dagingku terbakar dari tulang
dan aku bisa melasakan ulat memakan otakku. Godfather, sembuhkanlah aku, kau yang memiliki
kekuatan, keringkan air mata istriku yang malang. Di Corleone kita bermain j bersama
sewaktu masih kecil dan sekarang kau akan membiarkan aku mafti sementara aku takut pada neraka karena
dosa-dosaku?" Don membisu. Abbandando berkata, "Ini hari pernikahan putrimu, kau tidak bisa
menolak permintaanku." Don berbicara perlahan-lahan, dengan sedih, untuk menembus igauan yang menghujat
itu. "Sahabat karibku," katanya^ "aku tidak memiliki kekuatan seperti itu. Seandainya
kumiliki, aku akan lebih pengampun daripada Tuhan, percayalah. Tapi jangan takut pada kematian dan jangan
takut pada neraka. Aku akan menyelenggarakan misa untuk arwahmu setiap malam dan setiap
pagi. Istri dan anak-anakmu akan mendoakan dirimu. Mana bisa Tuhan menghukummu kalau ada begitu
banyak doa untuk memohon pengampunan bagimu?"
Wajah yang bagaikan tengkorak itu memancarkan kelicikan yang buruk. Abbandando
bertanya curiga, "Kalau begitu semua sudah diatur?"
Ketika Don menjawab, suaranya dingin, tanpa nada menghibur. "Kau menghujat.
Pasrahkanlah irimu."
Abbandando kembali berbaring di ranjang. Matanya kehilangan pancaran harapan.
Perawat masuk kembali ke kamar dan mulai mengusir mereka keluar dengan sangat tegas. Don
bangkit tapi Abbandando mengulurkan tangan. "Godfather," katanya, "tinggallah di sini
bersamaku dan bantu aku menyambut kematian. Mungkin kalau melihatmu di dekatku, Ia akan ketakutan dan
membiarkan aku. Atau kau bisa membicarakannya, mengatur segala sesuatunya, eh?"
Pria yang hampir mari tersebut mengerjapkan mata seakan
mengejek Don, yang sekarang tidak benar-benar serius.
"Lagi pula kita saudara sedarah." Kemudian, seolah takut
Don tersinggung, ia menggenggam erat-erat tangannya.
"Tinggallah bersamaku, biarlah aku memegang tanganmu.
Kita akan menipu bangsat itu seperti kita menipu yang
lain. Godfather, jangan tinggalkan aku."
Don memberi isyarat agar orang-orang meninggalkan kamar. Mereka pun pergi. Ia
memegangi tangan Genco Abbandando yang menyusut dengan kedua tangannya yang besar. Dengan lemah
lembut, menenangkan, ia menghibur sahabatnya, sambil mereka menanti kedatangan malaikat
maut bersamasamaseakan Don benar-benar bisa merebut kembali nyawa Genco
Abbandando dari pengkhianat yang
paling busuk dan paling jahat bagi manusia itu.
Hari pernikahan Connie Corleone berakhir dengan baik baginya. Carlo Rizzi
menunaikan tugasnya sebagai pengantin pria dengan penuh kekuatan dan keahlian, dipacu isi tas hadiah
pengantin wanita yang jumlah totalnya mencapai lebih dari dua puluh ribu dolar. Tapi ternyata
pengantin wanita menyerahkan keperawanannya jauh lebih mudah daripada menyerahkan tas hadiahnya.
Untuk mendapatkan yang kedua, pengantin pria terpaksa membuat sebelah mata pengantin
wanita bengkak. Lucy Mancini menunggu telepon dari Sonny Corleone di rumahnya, yakin Sonny akan
mengajaknya kencan. Akhirnya Lucy menelepon ke rumah Sonny dan ketika mendengar suara wanita
menjawab, ia meletakkan telepon kembali. Ia sama sekali tidak mengetahui hampir sedap orang
di pesta pernikahan menyadari menghilangnya dirinya dan Sonny selama setengah jam yang fatal itu,
dan tersebar isu bahwa Santino Corleone telah menemukan korban lagi. Bahwa Sonny telah "menggarap"
pendamping pengantin adiknya sendiri.
Amerigo Bonasera mendapat mimpi buruk yang mengerikan. Dalam mimpinya ia melihat
Don Corleone, memakai topi lancip, celana terusan, dan sarung tangan tebal,
menurunkan mayat-mayat penuh lubang peluru di ruangan kantor pemakamannya sendiri dan berseru, "Ingat,
Amerigo, jangan bicara pada siapa pun, dan makamkan mereka dengan segera." Ia mengerang begitu
keras dan lama dalam tidur hingga istrinya mengguncang tubuhnya untuk membangunkannya. "Hah,
kau pria sialan," istrinya menggerutu. "Bermimpi buruk padahal barusan menghadiri pesta
pernikahan." Kay Adams dikawal Paulie Gatto dan Clemenza ke hotelnya di New York City.
Mobilnya besar, mewah, dan dikemudikan Gatto. Clemenza duduk di kursi belakang dan Kay duduk di
kursi depan bersama pengemudi. Ia berpendapat kedua pria itu sangat eksotis. Cara bicara
mereka seperti orangorang Brooklyn dalam film dan mereka memperlakukan dirinya
dengan kesopanan yang berlebihan.
Dalam perjalanan Kay bercakap-cakap santai dengan kedua pria tersebut dan heran
mendengar mereka membicarakan Michael dengan sayang dan hormat yang mencolok. Michael membuat ia
percaya pria itu merupakan orang asing dalam dunia ayahnya. Sekarang Clemenza meyakinkan
dirinya dengan suara berat mendengus-dengus bahwa "pak tua" berpendapat Mike putra yang paling
baik, anak yang pasti akan mewarisi bisnis keluarga.
"Bisnis apa itu?" tanya Kay dengan sikap yang dibuat sangat wajar.
Paulie Gatto melirik sekilas sambil memutar kemudi. Di belakangnya, Clemenza
berkata dengan nada keheranan. Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
"Michael belum memberitahu dirimu" Mr. Corleone importir minyak zaitun Italia
terbesar di Amerika Serikat. Sekarang sesudah perang berakhir, bisnis itu pasti akan ramai
sekali. Ia akan membutuhkan anak yang cerdas seperti Mike."
Di hotel, Clemenza memaksa ikut ke resepsionis bersamanya. Ketika Kay memprotes,
ia hanya berkata, "Bos memerintahkan diriku memastikan kau pulang dengan selamat tanpa
kurang suatu apa pun. Aku harus mematuhi perintahnya."
Setelah menerima kunci kamar, Kay diantarkan Clemenza ke lift hingga masuk Kay
melambai padanya, tersenyum, dan heran melihat Clemenza membalas dengan senyum gembira
yang sungguhsungguh. Untunglah Kay tidak melihat Clemenza kembali menemui
resepsionis.hotel dan bertanya,
"Wanita tadi mendaftar dengan nama apa?"
Resepsionis hotel memandang Clemenza dengan. Jdingin. Clemenza mengulurkan uang
kertas yang digulung ke seberang meja panjang kepada si resepsionis, yang menerimanya dan
berkata, "Mr. dan Mrs. Michael Corleone."
Sekembalinya di mobil, Paulie Gatto berkata, "Gadis yang manis."
Clemenza menggerutu. "Mike mengerjainya." Kecuali, pikirnya, mereka benar-benar
sudah menikah. "Jemput aku besok pagi-pagi sekait," katanya pada Paulie. Gatto. "Kata Hagen,
ada masalah yang harus segera dibereskan."
Baru menjelang tengah malam di hari Minggu itu Tom Hagen bisa memberikan ciuman
selamat tinggal pada istrinya dan pergi dengan mobil ke bandara. Dengan prioritas nomor
satu istimewa (hadiah dari perwira umum staf Pentagon yang sangat berterima kasih) ia tidak
sulit mendapatkan pesawat ke Los Angeles. Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Hari itu sangat sibuk tapi memuaskan bagi Tom Hagen. Genco Abbandando meninggal
pada pukul tiga pagi. Dan, sekembalinya Don Corleone dari rumah sakit, ia raem-beritahu Tom
Hagen bahwa sekarang dirinya resmi menjadi consigliori keluarga. Ini berarti Hagen akan kaya
raya, juga berkuasa. Don Corleone melanggar adat istiadat yang sudah berlaku sangat lama. Consigliori
selama ini selalu harus orang Sisilia asli, dan kenyataan bahwa Hagen dibesarkan sebagai anggota
keluarga Don sama sekali tidak bisa mengubah tradisi itu. lari masalah darah. Hanya orang Sisilia
yang lahir dengan mewarisi cara-cara omerta, hukum tutup mulut, yang bisa dipercaya menduduki
jabatan kunci sebagai Consigliori. Di antara kepala keluarga, Don Corleone, yang mendiktekan kebijaksanaan, dan
orang-orang di tingkat operasional yang melaksanakan perintah Don, ada tiga lapisan, atau sekat. Dengan
cara itu tidak ada yang bisa dilacak hingga puncak. Kecuali Consigliori berbalik menjadi
pengkhianat. Pada hari Minggu
itu, Don Corleone memberikan sejumlah perintah eksplisit mengenai apa yang harus
dilakukan terhadap dua pemuda yang menganiaya putri; Amerigo Bonasera. Tapi ia memberikan
perintah itu secara pribadi pada Tom Hagen. Kemudian, masih hari itu juga, Hagen memberikan
perintah pada Clemenza, juga secara pribadi dan tanpa saksi. Pada gilirannya Clemenza
memerintahkan Paulie Gatto
melaksanakan tugas tersebut. Paulie Gatto sekarang akan mengumpulkan tenaga
kerja yang dibutuhkan dan melaksanakan perintah yang diterimanya. Paulie Gatto dan anak
buahnya tidak mengetahui kenapa tugas khusus ini dilaksanakan atau siapa yang mulanya memberi
perintah. Setiap mata rantai bisa berbalik menjadi pengkhianat bagi Don, dan sekalipun hal itu
belum pernah terjadi, kemungkinannya selalu ada. Obat untuk mengatasi kemungkinan itu juga telah
diketahui. Hanya satu mata rantai yang harus dilenyapkan.
Consigliori juga berfungsi sebagaimana namanya. Ia penasihat bagi Don, tangan
kanannya, otak daruratnya. Selain itu, ia sahabat Don yang paling dekat. Dalam perjalanan yang
penting ia selalu mengemudikan mobil Don. Di konferensi ia bertugas mengambilkan minuman dingin
atau kopi dan roti isi, atau cerutu yang masih baru. Ia mengetahui segala sesuatu yang
diketahui Don atau nyaris
semuanya, semua sel kekuasaan. Ia satu-satunya orang di dunia yang bisa
menyebabkan keruntuhan Don. Tapi tidak ada consigliori yang pernah mengkhianati seorang Don, sepanjang
ingatan keluarga Sisilia mana pun yang berkuasa dan menetap di Amerika. Tidak ada masa depan
untuk orang seperti itu. Dan setiap consigliori mengetahui kalau ia bisa menjaga kepercayaan, ia
akan kaya, berkuasa, dan dihormati. Jika nasib sial menimpa, istri dan anak-anaknya akan dilindungi dan
dijaga kesejahteraannya seakan ia masih hidup atau bebas. Kalau ia menjaga kepercayaan.
Dalam beberapa masalah consigliori harus bertindak bagi Don dengan cara yang
lebih terbuka tapi tetap tidak melibatkan atasannya. Hagen terbang ke California untuk menangani
masalah yang persis seperti itu. Ia menyadari karir-nya sebagai consigliori akan sangat ditentukan
berhasil tidaknya misi ini. Menurut standar bisnis keluarga, apakah Johnny akan mendapatkan peran yang
diinginkannya dalam film perang itu hanyalah masalah kecil. Yang jauh lebih penting adalah
pertemuan yang harus diatur Hagen dengan Virgil Sollozzo pada hari Jumat yang akan datang. Tapi Hagen
mengetahui bahwa bagi Don, kedua masalah itu sama pentingnya, dan itulah yang harus diingat
consigliori yang baik. Guncangan pesawat mengganggu perut Hagen yang sudah mulas karena gelisah dan ia
meminta martini pada pramugari untuk menenangkan diri. Don maupun Johnny memberinya
informasi mengenai sifat produser film itu, Jack Woltz. Berdasarkan semua yang dikatakan
Johnny, Hagen mengetahui ia tidak akan bisa membujuk Woltz. Tapi ia juga sama sekali tidak
meragukan Don akan memenuhi janjinya pada Johnny. Ia sendiri berperan sebagai perunding dan
penghubung. Sambil menyandar di kursi, Hagen mengingat kembali semua informasi yang diberikan
padanya hari itu. Jack Woltz salah satu dari tiga produser paling terkemuka di Hollywood, pemilik
studionya sendiri, dengan


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluhan bintang film di dalam kontraknya. Ia menjadi anggota Dewan Penasihat
Presiden Amerika Serikat untuk Informasi Perang, Divisi Sinematik, yang berarti ia turut membantu
pembuatan film propaganda. Ia pernah diundang menghadiri jamuan makan di Gedung Putih. Ia
pernah menjamu J. Edgar Hoover di rumahnya di Hollywood. Tapi tidak satu pun dari semua informasi
ini yang sama mengesankan seperti kesan yang ditimbulkannya. Semua ini hanyalah hubungan
resmi. Woltz tidak memiliki kekuasaan politik, terutama karena ia reaksioner ekstrem, dan juga
karena sifat megalomanianya yang senang menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang tanpa
memedulikan kenyataan bahwa dengan melakukannya, ia menciptakan musuh yang bermunculan bagai
jamur di musim hujan. Hagen menghela napas. Tidak ada cara apa pun untuk "mengendalikan" Jack Woltz.
Ia membuka tas dan mencoba menyelesaikan sedikit pekerjaan, tapi terlalu lelah. Ia memesan
martini lagi dan merenungkan hidupnya. Ia tidak menyesal, bahkan merasa dirinya sangat beruntung.
Apa pun alasannya, jalan hidup yang dipilihnya sepuluh tahun
yang lalu terbukti sesuai baginya. Ia berhasil, ia sebahagia yang bisa
diharapkan orang dewasa mana
pun, dan ia menganggap kehidupan ini menarik.
Tom Hagen berusia tiga puluh lima tahun, bertubuh jangkung dengan rambut
dipotong pendek, sangat ramping, dengan penampilan sangat biasa. Ia pengacara tapi tidak menangani
masalah hukum bagi bisnis keluarga Corleone, walau ia sempat membuka praktik hukum tiga tahun
setelah lulus. Pada usia sebelas tahun ia menjadi teman main Sonny Corleone yang juga berusia
sebelas tahun. Ibu Hagen buta, kemudian meninggal ketika usianya tepat sebelas tahun. Ayah Hagen
pemabuk berat. Sebagai tukang kayu yang suka bekerja keras, ayahnya tak pernah melakukan
pekerjaan yang tidak jujur seumur hidupnya. Tapi kesenangannya bermabuk-mabukan menghancurkan
keluarganya dan akhirnya membunuh dirinya. Tom Hagen menjadi yatim piatu dan menggelandang di
jalan, tidur di depan toko-toko. Adik perempuannya dimasukkan ke panti asuhan, tapi pada tahun
1920-an, dinas sosial tidak mau repot-repot menangani masalah bocah laki-laki berusia dua belas
tahun yang begitu tidak tahu berterima kasih hingga melarikan diri dari lembaga sosial yang
menampungnya. Hagen juga menderita sakit mata karena infeksi. Para tetangga berbisik-bisik ia
mewarisi penyakit itu dari
ibunya dan dengan begitu berarti penyakit tersebut bisa menular pada orang lain.
Ia diusir daki lingkungannya. Sonny Corleone, bocah sebelas tahun yang baik hati dan berkemauan
keras, membawa sahabatnya ke rumah dan meminta ia diterima di sana. Tom Hagen diberi sepiring
spaghetti panas dengan saus melimpah, ia tidak pernah melupakan rasanya. Kemudian ia diberi
ranjang lipat untuk tempat tidurnya. 74 Dengan cara yang paling alamiah, tanpa mengucapkan sepatah kata pun atau
membicarakan masalah itu, Don Corleone mengizinkan si bocah tinggal di rumahnya. Don Corleone sendiri
yang membawa anak itu ke dokter spesialis dan infeksi matanya pun sembuh. Ia mengirim Tom ke
college, kemudian sekolah hukum. Dalam hal ini Don tidak bertindak sebagai ayahnya, tapi lebih
sebagai wali. Don sama sekali tidak memperlihatkan kasih sayang padanya, tapi anehnya ia memperlakukan
Hagen lebih hormat dibandingkan anak-anaknya sendiri, dan tidak pernah memaksakan kehendak
seperti orangtua pada umumnya. Hagen sendiri yang ingin masuk ke sekolah hukum setelah lulus
college. Ia pernah mendengar Don Corleone berkata, "Pengacara dengan tasnya bisa mencuri lebih
banyak daripada seratus orang bersenjata api." Sementara itu, yang sangat menjengkelkan ayahnya,
Sonny dan Freddie berkeras ingin memasuki bisnis keluarga setelah tamat SMU. Hanya Michael yang
kuliah di college, dan ia mendaftarkan diri ke Marinir setelah pengeboman Pearl Harbour.
Setelah lulus ujian sebagai pengacara, Hagen menikah untuk membina keluarganya
sendiri. Pengantinnya gadis Italia muda lulusan college dari New Jersey, yang pada masa
itu masih langka. Sesudah pernikahan, yang tentu saja dilangsungkan di rumah Don Corleoine, Don
menawarkan mendukung Hagen dalam usaha apa saja yang akan dilakukannya, dan mengirimkan
klien hukum padanya, melengkapi perabotan kantornya, dan memulai bisnis real estate baginya.
Tom Hagen menunduk dan berkata pada Don, "Aku ingin bekerja padamu." i
Don terkejut, tapi senang. "Kau tahu siapa aku?" tanyanya.
Hagen mengangguk. Ia tidak mengetahui seberapa besar kekuasaan Don, waktu itu ia
belum mengetahuinya. Ia tidak benar-benar tahu selama sepuluh tahun berikutnya hingga diangkat menjadi
pejabat sementara Consigliori setelah Genco Abbandando jatuh sakit. Tapi ia mengangguk dan menatap
lurus mata Don. "Aku akan bekerja untukmu seperti anak-anakmu," kata Hagen, artinya dengan
loyalitas penuh, dengan penerimaan penuh Don sebagai orangtua. Don, dengan pengertian yang waktu
itu pun sudah mendasari legenda kebesarannya, memperlihatkan pada anak muda itu tanda kasih
sayang kebapakan yang pertama sejak Hagen masuk rumah tangganya. Ia memeluk Hagen sekilas dan
setelah itu memperlakukannya sebagai anak sendiri, meskipun terkadang ia mengatakan, "Tom,
jangan pernah melupakan orangtuamu sendiri," seakan untuk mengingatkan dirinya sendiri selain
Hagen. Hagen tidak mungkin melupakan orangtuanya. Ibunya nyaris hilang ingatan dan tak
sadarkan diri, penyakit anemia menggerogotinya begitu parah hingga ia tidak punya perasaan
sayang terhadap anakanaknya maupun berpura-pura begitu. Hagen membenci ayahnya.
Kebutaan yang diderita ibunya
sebelum meninggal menakutkannya dan infeksi matanya merupakan pukulan nasib sial
yang keras. Ia yakin dirinya sendiri akan menjadi buta. Sewaktu ayahnya meninggal, pikiran Tom
Hagen sebagai bocah sebelas tahun terguncang dengan cara yang aneh. Ia berkeliaran di jalanjalan seperti hewan, menunggu tibanya kematian hingga hari yang menentukan ketika Sonny menemukan
dirinya tidur di depan toko dan membawanya pulang. Apa yang terjadi setelah itu merupakan
mukjizat. Tapi selama bertahun-tahun Hagen diganggu mimpi buruk, bermimpi dirinya menjadi pria dewasa
yang buta, mengetuk-ngetuk jalanan dengan tongkat putih, anak-anaknya yang buta mengetukngetuk dengan tongkat putih kecil sementara mereka mengemis di jalan.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Beberapa kali, saat ia terjaga di pagi hari, wajah Don Corleone melintas dalam
benaknya ketika ia baru tersadar dan ia pun merasa aman.
Tapi Don berkeras ia menjalankan praktik hukum umum sebagai pengacara selama
tiga tahun, selain melakukan tugas bagi bisnis keluarga. Pengalaman ini ternyata sangat berharga di
kemudian hari, juga menyingkirkan keraguan yang masih ada dalam pikiran Hagen mengenai bekerja pada
Don Corleone. Kemudian ia melewatkan waktu dua tahun latihan di kantor pengacara pidana top
yang berada di bawah pengaruh Don. Jelas sekali bagi setiap otang bahwa ia punya bakat untuk
cabang hukum tersebut. Ia bekerja dengan baik, dan ketika ia kemudian terjun total ke dalam
bisnis keluarga, selama enam tahun berikutnya Don Corleone tidak bisa mencelanya sekali pun.
Ketika ia dijadikan pejabat consigliori, keluarga-keluarga Sisilia lain yang
berkuasa dengan sebal menyebut keluarga Corleone "geng Irlandia". Ini menggelikan bagi Hagen. Ini juga
memberitahunya ia tidak bisa berharap akan menggantikan Don sebagai kepala bisnis keluarga.
Tetapi ia sudah puas. Itu tidak pernah menjadi tujuannya. Ambisi seperti itu akan merupakan
"penghinaan" terhadap
pengasuhnya dan keluarga kandung pengasuhnya.
Hari masih gelap ketika pesawat mendarat di Los Angeles. Hagen mendaftar di
hotel, mandi dan bercukur, kemudian melihat fajar merekah di kota itu. Ia memesan sarapan dan
koran untuk dikirim ke kamar dan bersantai hingga tiba waktu untuk janji temu pukul sepuluh pagi dengan
Jack Woltz. Janji temu itu ternyata bisa didapatnya dengan mudah.
Sehari sebelumnya, Hagen menelepon orang yang paling
77 berkuasa dalam serikat buruh film, pria bernama Billy Goff. Bertindak sesuai
instruksi Don Corleone, Hagen memberi tahu GofF agar mengatur segala sesuatu pada hari berikutnya
sehingga Hagen akan bisa menghubungi Jack Woltz, memberi isyarat pada Woltz bila Hagen tidak senang
dengan hasil pembicaraan, akan ada pemogokan pekerja di studio. Saru jam kemudian Hagen
menerima telepon dari GofF. Janji temu ditetapkan pada pukul sepuluh pagi. Woltz memahami pesan
tentang kemungkinan pemogokan, tapi agaknya tidak terpengaruh kata-kata Goff. Ia
menambahkan; "Kalau pemogokan benar-benar terjadi, aku akan berbicara dengan Don sendiri."
"Kalau itu sampai terjadi, Don akan bicara denganmu," tukas Hagen. Dengan katakata ini ia menghindari memberikan janji apa pun. Ia tidak heran GofF begitu mematuhi
keinginan Don. Kerajaan keluarga itu, secara teknis, tidak melebihi kawasan New York, tapi Don
Corleone dahulu menjadi kuat dengan membantu para pemimpin buruh. Banyak di antara mereka yang
masih berutang persahabatan dengannya. Tapi janji tema pukul sepuluh pagi merupakan pertanda buruk. Itu berarti Hagen
berada pada urutan pertama daftar janji temu, bahwa ia tidak akan diundang makan siang. GofF kurang
terasa mengancam, mungkin karena namanya ada dalam daftar pembayaran suap Woltz: Dan
terkadang keberhasilan Don dalam mempertahankan dirinya tetap di luar pusat perhatian
malah merugikan bisnis keluarga, dalam artfi namanya tidak berarti apa-apa bagi kalangan luar.
Analisisnya terbukti benar. Woltz membiarkan ia menunggu setengah jam lebih dari
jadwal janji temu. Hagen tidak merasa keberatan. Ruang tamunya begitu mewah, be Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
gitu nyaman, dan di sofa krem di hadapannya duduk anak perempuan paling cantik
yang pernah dilihat Hagen. Usianya tidak lebih dari sebelas atau dua belas tahun, berpakaian sangat
mahal tapi sederhana seperti wanita dewasa. Rambutnya keemasan, matanya biru laut dan lebar, dengan
bibir merah alami. Ia dijaga wanita yang jelas ibunya, yang mencoba memandang Hagen dengan sikap
dingin meremehkan hingga Hagen ingin menamparnya. Anak bidadari dan ibu naga, pikir
Hagen, membalas tatapan si ibu dengan tidak kalah dingin.
Akhirnya wanita paro baya yang gemuk tapi berpakaian bagus datang untuk
mengantarnya melewati deretan kantor menuju ruangan si produser film. Hagen terkesan pada keindahan
kantor dan kecantikan orang-orang yang bekerja di sana. Ia tersenyum. Mereka semua cerdik,
berusaha memasuki dunia film dengan menerima pekerjaan kantor, dan sebagian besar dari mereka akan
tetap bekerja di kantor itu sepanjang sisa hidup mereka atau hingga mereka mengaku kalah dan
kembali ke kampung halaman. Jack Woltz pria jangkung dan tegap, dengan perut besar yang nyaris berhasil
disembunyikan setelan jas berpotongan sempurna. Hagen mengetahui riwayat hidupnya. Pada usia sepuluh
tahun, Woltz bekerja mendorong tong anggur kosong dan gerobak dorong di East Side. Pada usia
dua belas tahun, ia membantu ayahnya mengawasi para pekerja pabrik pakaian:/jadi. Pada usia tiga
puluh tahun, ia meninggalkan New York dan pindah ke Pantai Barat, menanamkan modal di bioskop
dan memelopori pembuatan fifan. Pada usia empat puluh delapan tahun, ia menjadi raja film yang
paling berkuasa di Hollywood, tetap kasar bicaranya, rakus terhadap wanita, serigala ganas yang
memangsa kawanan domba bintang film muda yang tidak berdaya. Pada usia lima puluh
tahun, ia mengubah dirinya. Ia mengikuti kursus bicara, belajar cara berpakaian
dari valet Inggris dan cara bertingkah laku yang baik dalam masyarakat dari butler Inggris. Setelah
istri pertamanya meninggal, ia menikahi aktris cantik yang terkenal di seluruh dunia tapi tidak
menyukai akting. Kini pada usia enam puluh tahun, ia menjadi kolektor lukisan seniman dunia, anggota
Komite Penasihat Presiden, dan mendirikan yayasan bernilai jutaan dolar atas namanya untuk
mempromosikan seni dalam film. Putrinya menikah dengan lord Inggris, dan putranya dengan putri


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangsawan Italia. Kegemarannya yang terbaru, seperti yang dilaporkan setiap kolumnis film Amerika
dengan patuh, adalah mengelola bisnis pacuan kudanya sendiri, yang menyebabkan ia mengeluarkan
uang sepuluh juta dolar tahun lalu. Ia menjadi berita besar karena membeli kuda pacuan
Inggris yang terkenal, Khartoum, seharga enam ratus ribu dolarharga yang luar biasa tinggikemudian
mengumumkan kuda pacuan yang tak terkalahkan itu akan dipensiunkan dan dijadikan pejaman khusus
di istal Woltz. Ia menerima Hagen dengan sopan. Wajahnya yang cokelat rata dan terawat
memperlihatkan seringai yang dimaksudkan sebagai senyuman. Sekalipun ia menghabiskan banyak uang,
sekalipun ia menggunakan teknisi yang paling pandai, usianya tetap kelihatan; daging wajahnya
seakan disatukan dengan jahitan. Tapi ada vitalitas besar dalam gerakannya, dan ia memiliki apa
yang dimiliki Don Corleone, wibawa orang yang berkuasa mutlak di dunianya.
Hagen langsung membicarakan pokok persoalan. Bahwa dirinya utusan teman Johnny
Fontane. Bahwa teman ini seseorang yang sangat berkuasa dan menjanjikan rasa terima kasih dan
persahabatan kekal pada Mr. Woltz kalau Mr. Woltz sudi memberikan bantuan kecil. Bantuan kecil itu
adalah memberikan peran pada Johnny Fontane dalam film perang yang rencananya
akan mulai dibuat studionya minggu depan. Ekspresi Woltz tetap pasif, sopan. "Apa yang bisa dilakukan temanmu itu
untukku?" tanyanya. Ada
nada meremehkan dalam suaranya.
Hagen tidak memedulikan sikapnya. Ia menjelaskan, "Kau menghadapi kemungkinan
masalah perburuhan. Temanku bisa menjamin sepenuhnya kesulitan itu akan lenyap. Ada
salah satu aktor topmu yang menghasilkan banyak uang bagimu, tapi ia baru saja meningkat dari
mariyuana ke heroin. Temanku akan menjamin aktor tersebut tidak akan bisa lagi mendapatkan heroin.
Dan kalau ada halhal kecil yang mengganggu di kemudian hari, kau hanya perlu
meneleponku dan masalah itu akan
teratasi." Jack Woltz mendengarkan kata-katanya seperti mendengar bualan anak kecil.
Kemudian ia berkata kasar, suaranya sengaja dibuat beraksen East Side, "Kau mencoba mengancamku?"
Hagen berkata tenang, "Sama sekali tidak. Aku datang untuk minta tolong sebagai
sahabat. Aku sudah berusaha menjelaskan kau tidak akan rugi apa-apa kalau memberikan pertolongan
yang kuminta." Seakan hampir dipaksa, Woltz mengubah wajahnya menjadi topeng kemarahan.
Bibirnya dilengkungkan, alisnya yang tebal hitam membentuk garis di atas matanya yang
berkilat-kilat. Ia mencondongkan badan di meja tulis ke arah Hagen. "Baiklah, bangsat licin, akan
kujelaskan padamu dan bosmu, siapa pun dia. Johnny Fontane tidak akan mendapatkan peran dalam film
itu. Aku tidak peduli berapa banyak bajingan Mafia yang akan keluar dari hutan." Ia menyandar
kembali ke kursi. "Sepotong nasihat untukmu,
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Kawan. J. Edgar Hoover, kurasa kau pernah mendengar namanya"Woltz tersenyum
sinis sekali"adalah sahabat karibku. Kalau aku memberitahu dia bahwa aku ditekan, kalian tidak akan
mengetahui apa yang menimpa diri kalian."
Hagen mendengarkan dengan sabar. Ia mengharapkan sikap yang lebih baik dari
orang sepenting Woltz. Mungkinkah orang yang bertindak sebodoh ini bisa menjadi pemimpin
perusahaan bernilai jutaan dolar" Ia perlu memikir-: kannya karena Don tengah mencari tempat baru
untuk menanamkan uang, dan kalau otak tertinggi dalam industri ini begitu tolol, mungkin film
merupakan sasaran yang tepat. Kemarahan Woltz sendiri sama sekali tidak meresah kannya. Hagen
mempelajari seni bernegosiasi dari Don sendiri. "Jangan marah," kata Don saat mengajarinya.
"Jangan mengancam. Bicaralah baik-baik dengan orang lain." Bicara baik-baik kedengaran jauh lebih
enak dalam bahasa Italia, rajunah, yang berarti bergabung. Seni dalam melakukan ini adalah
mengabaikan semua penghinaan, semua ancaman, memberikan pipi kiri kalau pipi kanan kita ditampar.
Hagen pernah melihat Don duduk di meja perundingan selama delapan jam, menelan penghinaan,
berusaha membujuk orang berkuasa yang terkenal jahat dan gila hormat agar memperbaiki
tingkah lakunya. Pada akhir periode delapan jam, Don Corleone membentangkan lengan sebagai
isyarat tidak berdaya dan berkata pada pria yang duduk di seberang meja, "Tapi tidak ada yang bisa
berbicara baik-baik dengan orang ini, dan keluar dari ruang pertemuan. Si orang kuat berubah pucat
ketakutan. Utusan dikirim untuk meminta Don kembali masuk ruangan. Persetujuan dicapai, tapi dua
bulan kemudian orang kuat itu ditembak mati di tukang cukur langganannya, Jadi Hagen mulai
berbicara lagi, dengan suara yang ter dengar sangat biasa. "Lihat kartu namaku," katanya. "Aku pengacara. Apakah aku
mau mempertaruhkan batang leherku" Apakah ada ancaman yang kulontarkan" Biar
kukatakan bahwa aku siap memenuhi syarat apa pun yang kauminta, asalkan Johnny Fontane bisa
mendapatkan peran itu. Kurasa aku sudah mengajukan banyak tawaran untuk satu pertolongan kecil. Bantuan
yang aku tahu sangat menarik bagimu. Johnny mengatakan kau pernah mengakui peran itu cocok
sekali baginya. Dan, baiklah, kukatakan aku tidak akan meminta bantuan ini seandainya tidak
begitu kenyataannya. Bahkan, kalau kau mengkhawatirkan investasimu, klienku bersedia membiayai film
ini. Tapi izinkan aku menerangkan sejelas-jelasnya. Kami mengetahui kalau kau menjawab tidak,
jawabannya akan tetap tidak. Tidak seorang pun bisa memaksamu atau betusaha memaksamu. Kami
mengetahui persahabatanmu dengan Mr. Hoover, kalau boleh kutambahkan, dan bosku sangat
menghormati dirimu karenanya. Ia sangat menghormati hubungan itu."
Sejak tadi Woltz mencoret-coret dengan pena bulu merah yang besar. rDemi
mendengar kata uang, ketertarikannya tergelitik dan ia berhenti mencoret-coret. Ia berkata dengan
nada sok, "Anggaran film
ini mencapai lima juta."
Hagen bersiul pelan untuk menunjukkan kekaguman. Lalu ia berkata sangat santai,
"Bosku memiliki banyak teman yang akan mendukung keputusannya."
Untuk pertama kalinya Woltz tampak menganggap serius masalah ini. Ia
memerhatikan kartu nama Hagen. "Aku tidak pernah mendengar tentang dirimu," katanya. "Aku kenal hampir
semua pengacara besar di New York, tapi kau siapa?"
"Aku salah seorang pengacara perusahaan besar yang bagus," kata Hagen singkat.
"Aku hanya menangani perusahaan Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
ini." Ia bangkit. "Aku tidak akan membuang waktumu lebih lama lagi." Ia
mengulurkan tangan dan Woltz menjabatnya. Hagen berjalan beberapa langkah ke pintu, lalu berbalik
memandang Woltz lagi. "Aku tahu kau sering berhadapan dengan orang yang berusaha tampak lebih penting
daripada yang sebenarnya. Dalam hal diriku, yang terjadi adalah kebalikannya. Bagaimana kalau
kau mengeceknya melalui teman yang sama-sama kita kenal" Kalau kau mau mempertimbangkan usulku,
hubungi aku di hotel." Hagen berhenti sejenak. Lalu ia berkata, "Mungkin ini menyinggung
perasaanmu, tapi klienku bisa melakukan hal-hal yang bahkan Mr. Hoover sendiri tidak mampu." Ia melihat
mata produser film itu menyipit. Woltz akhirnya memahami pesannya. "Omong-omong, aku sangat
mengagumi filmmu," kata Hagen dengan nada seramah mungkin. "Kuharap kau bisa mempertahankan mutu
karyamu. Negara kita membutuhkannya."
Menjelang senja hari itu, Hagen menerima telepon dari sekretaris si produser
yang memberitahu akan ada mobil yang menjemputnya satu jam lagi untuk mengantarnya ke rumah Woltz di
pedalaman untuk makan malam. Si sekretaris berkata padanya perjalanan akan memakan waktu tiga
jam, tapi mobil dilengkapi bar dan makanan kecil. Hagen mengetahui Woltz menempuh perjalanan itu
dengan pesawat terbang pribadi, dan bertanya-tanya dalam hati kenapa ia tidak diajak naik
pesawat ke sana. Sekretaris
itu menambahkan dengan sangat sopan, "Mr. Woltz menyarankan Anda membawa tas
berisi pakaian ganti dan akan mengantar Anda ke bandara besok pagi."
"Baik," kata Hagen. Itu juga menyebabkan ia keheranan. Bagaimana Woltz tahu ia
akan menggunakan penerbangan pagi untuk kembali ke New York" Ia memikirkannya sejenak. Penjelasan
yang paling masuk akal adalah Woltz mengguna Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
kan detektif swasta untuk menguntit dirinya dan mendapatkan semua informasi.
Maka Woltz pasti mengetahui ia mewakili Don, yang berarti ia tahu tentang Don, dan pada
gilirannya berarti sekarang ia
siap menanggapi masalah ini dengan serius. Akhirnya mungkin ada yang jadi beres
juga, pikir Hagen. Dan mungkin Woltz lebih cerdik daripada yang terlihat tadi pagi.
Rumah Woltz tampak seperti setting film mewah. Rumah besarnya bertipe
perkebunan, tanahnya luas
dengan jalan setapak dari tanah hitam yang subur, kandang dan padang rumput
untuk kawanan kuda. Pagar hidup, taman bunga, dan rumput dirawat secermat kuku bintang film.
Woltz menyambut Hagen di serambi berdinding kaca yang ber-AC. Si produser
berpakaian tidak tesmi dengan kemeja sutra biru yang terbuka di bagian leher, celana panjang Jingga,
dan sandal kulit lembut. Dengan segala warna dan bahan pakaian yang mewah itu, wajahnya yang keras tampak
mengejutkan. Ia mengulurkan segelas besar martini pada Hagen dan mengambil gelas untuk
dirinya sendiri dari baki
yang tersedia. Ia tampak lebih ramah daripada tadi pagi. Dipegangnya bahu Hagen
dan berkata, "Ada sedikit waktu sebelum makan malam, ayo kita lihat kuda-kudaku." Dalam perjalanan
ke kandang Woltz berkata, "Aku sudah memeriksa dirimu, Tom. Seharusnya kau memberitahu aku
bahwa bosmu Corleone. Kukira kau hanya penipu kelas tiga yang dikirim Johnny untuk
menggertak diriku. Dan aku
tidak bisa digertak. Bukan karena aku ingin mencari musuh, tapi karena aku tidak
pernah suka digertak. Tapi marilah kita bersenang-senang sekarang. Kita bisa membicarakan
bisnis sesudah makan malam." Sungguh mengherankan, ternyata Woltz tuan rumah yang
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
sangat memerhatikan tamunya. Ia menjelaskan metode-metode barunya, inovasi yang
diharapkannya bisa menjadikah penangkaran kudanya paling sukses di Amerika. Semua kandangnya
tahan api, dengan sanitasi tingkat tinggi, dan dijaga pasukan pengamanan khusus yang
terdiri atas para detektif
swasta. Akhirnya Woltz mengajak Hagen ke kandang dengan papan perunggu besar di
dinding luarnya. Pada papan itu tercetak nama "Khartoum".
Kuda di dalam kandang itu, bahkan bagi mata Hagen yang awam, adalah hewan yang
cantik; Bulu Khartoum hitam legam, hanya ada bercak putih berbentuk intan di kepalanya yang
besar. Mata cokelatnya yang besar berkilau-kilau seperti apel emas, bulu hitam di luar
tubuhnya yang kekar bagaikan terbuat dari sutra. Woltz berkata dengan kebanggaan kekanak-kanakan,
"Kuda pacuan yang paling hebat di dunia. Aku membelinya di Inggris tahun lalu dengan harga enam
ratus ribu. Aku berani bertaruh bahkan Tsar Rusia tidak berani membayar sebanyak itu untuk seekor kuda.
Tapi aku tidak akan mengikutkan hewan ini dalam pacuan, aku akan menjadikannya pejantan. Aku
akan mendirikan penangkaran kuda pacuan yang paling besar di negara ini." Ia membelai surai kuda
itu dan memanggil perlahan, "Khartoum, Khartoum." Ada kasih sayang yang sesungguhnya dalam
suaranya dan binatang itu menanggapi. Woltz berkata pada Hagen, "Kau tahu, aku penunggang kuda yang
baik, dan pertama kali menunggang kuda ketika berumur lima puluh tahun." Ia tertawa. "Mungkin
salah seorang nenekku di Rusia diperkosa orang Cossack dan aku mewarisi darahnya." Ia
menggelitik perut Khartoum dan berkata dengan kekaguman yang tulus, "Lihat kemaluannya. Mestinya
aku memiliki kemaluan seperti itu." Mereka kembali ke rumah untuk makan malam. Hidangan
disajikan tiga pelayan di bawah komando seorang kepala pelayan. Taplak meja dan
perabotan dihiasi benang emas dan perak, tetapi Hagen berpendapat hidangannya biasa saja. Woltz
jelas sekali hidup seorang diri, sama jelasnya bahwa ia bukan orang yang memerhatikan makanan.


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hagen menunggu sampai mereka berdua menyalakan cerutu Havana besar, kemudian bertanya pada
Woltz, "Johnny akan mendapatkannya atau tidak?"
"Aku tidak bisa," jawab Woltz. "Aku tidak bisa mengikutsertakan Johnny dalam
film sekalipun aku menginginkannya. Semua kontrak sudah ditandatangani dan pembuatan film akan
dimulai minggu depan. Tidak mungkin aku mengubahnya."
Hagen berkata tidak sabar, "Mr. Woltz, keuntungan besar berurusan dengan orang
di puncak adalah dalih seperti itu tidak kuat. Kau bisa melakukan apa saja yang ingin
kaulakukan." Ia mengembuskan
asap cerutu. "Kau tidak percaya klienku bisa menepati janji?"
Woltz berkata datar, "Aku percaya aku akan menghadapi masalah perburuhan. Goff
si keparat meneleponku untuk memberitahukan hal itu. Caranya berbkara padaku seakan aku
tidak pernah diamdiam membayarnya seratus ribu setahun. Dan aku yakin kau bisa
membuat tentang filmku tidak
mendapatkan heroin. Tapi aku tidak memedulikan hal itu dan aku bisa membiayai
filmku sendiri. Sebab aku benci si bangsat Fontane itu. Katakan pada bosmu, satu pertolongan ini
tidak bisa kuberikan, tapi ia bisa mencobaku lagi dengan masalah Isis. Masalah apa saja."
Hagen berpikir, bangsat licik, lalu kenapa kau membawaku jauh-jauh ke sini" Si
produser pasti punya rencana tertentu. Hagen berkata dingin, "Kurasa kau-tidak memahami situasinya.
Mr. Corleone ayah baptis Johnny Fontane. Itu hubungan keagamaan yang sangat dekat, sakral sekali."
Woltz menundukkan kepala tanda hormat ketika mendengar urusan ini menyangkut masalah
keagamaan. Hagen meneruskan, "Orang Italia punya lelucon kecil, bahwa dunia ini begitu
kejam hingga seorang pria harus memiliki dua ayah untuk menjaganya, dan itu sebabnya mereka memiliki
ayah baptis. Sejak ayah Johnny meninggal, Mr. Corleone merasa kewajibannya jadi lebih besar lagi.
Sedangkan mengenai mencoba dirimu lagi, Mr. Corleone jauh lebih peka. Ia tidak pernah
meminta bantuan untuk kedua kalinya kalau permintaan pertama ditolak."
Woltz mengangkat bahu. "Maaf. Jawabannya tetap tidak. Tapi karena kau sudah
datang kemari, berapa uang yang harus kukeluarkan agar masalah perburuhan itu bisa dicegah" Tunai.
Sekarang juga." Kata-kata itu memecahkan teka-teki Hagen. Kenapa Woltz menyediakan waktu begitu
banyak bagi dirinya padahal ia sudah memutuskan tidak akan memberikan peran itu pada Johnny.
Dan itu tidak bisa diubah dalam pertemuan sekarang. Woltz merasa aman; ia tidak takut pada
kekuasaan Don Corleone. Dan tentu saja Woltz dengan koneksi politik nasionalnya, hubungannya
dengan direktur FBI, kekayaan pribadinya yang besar, dan kekuasaannya yang mutlak dalam industri
perfilman, tidak merasa terancam oleh Don Corleone. Menurut setiap orang yang cerdas, bahkan
menurut Hagen, tampaknya Woltz telah memperkirakan posisinya dengan tepat. Bentengnya tidak
bisa ditembus Don jika ia bersedia menderita kerugian akibat masalah perburuhan. Hanya ada satu
kesalahan dalam perhitungannya. Don Corleone telah berjanji pada anak baptisnya bahwa ia akan
mendapatkan peran itu dan Don Corleone tidak pernah, sepanjang pengetahuan Hagen, mengingkari'
janji dalam masalah seperti itu. Hagen berkata pelan, "Kau sengaja salah memahami kata-kataku. Kau berusaha
melibatkan diriku dalam pemerasan. Mr. Corleone berjanji akan berbicara memihakmu dalam masalah
perburuhan ini hanya sebagai tanda persahabatan untuk balas budi atas bantuanmu pada klienku.
Pertukaran pengaruh yang bersahabat, tidak lebih. Tapi aku tahu kau tidak menganggap serius diriku.
Secara pribadi, menurutku itu kesalahan."
Woltz, seakan sudah menunggu datangnya kesempatan seperti itu, membiarkan
dirinya marah. "Aku paham sepenuhnya," ia berkata. "Itu gaya Mafia, bukan" Pembicaraan yang lancar
dan manis sementara yang sebenarnya kaulakukan adalah mengancam. Kutegaskan sekali lagi.
Johnny Fontane tidak akan mendapatkan peran tersebut sekalipun ia sempurna untuk itu. Peran
tersebut akan menjadikan dirinya bintang besar. Tapi ia tidak akan mendapatkannya karena aku
benci si brengsek itu dan aku akan menyingkirkannya dari dunia film. Ia merusak salah satu anak asuhku
yang paling berharga. Selama lima tahun aku melatih gadis itu, mendidiknya menyanyi, menari,
dan akting. Kuhabiskan hingga ratusan ribu dolar. Aku akan menjadikan dirinya bintang. Aku
bahkan bersedia lebih berterus terang, untuk menunjukkan padamu aku bukan orang yang tak
berperasaan, bahwa gadis itu bukan murahan. Gadis tersebut cantik dan memiliki tubuh paling bagus yang
pernah kunikmati, padahal aku sudah berkelana ke seluruh dunia. Kemampuannya juga luar biasa.
Kemudian Johnny datang dengan suaranya yang merdu dan pesonanya yang hebat dan gadis itu pun
lari dari tanganku. Ia membuang semuanya hanya agar aku tampak menggelikan. Orang dengan kedudukan
seperti diriku, Mr. Hagen, tidak boleh dianggap menggelikan. Aku harus memaksa Johnny menanggung
akibatnya." Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Untuk pertama kalinya, Woltz berhasil menyebabkan Hagen heran. Ia tidak habis
pikir bagaimana orang dewasa yang memiliki kedudukan setinggi itu bisa membiarkan masalah
sesepele itu memengaruhi penilaiannya dalam masalah bisnis, masalah yang begitu penang pula.
Di dunia Hagen, di dunia Don Corleone, keindahan fisik, kekuatan seksual wanita, sama sekali
tidak memiliki bobot dalam masalah-masalah duniawi. Itu merupakan masalah pribadi, kecuali, tentu
saja, yang mempermalukan pernikahan dan keluarga. Hagen memutuskan untuk mencoba yang
terakhir kalinya. "Kau benar sekali, Mr. Woltz," kata Hagen. "Tapi apakah dendammu sebesar itu"
Kurasa kau tidak mengerti betapa penting arti bantuan kecil ini bagi klienku. Mr. Corleone
menggendong si bayi Johnny sewaktu ia dibaptis. Sesudah ayah Johnny meninggal, Mr. Corleone
mengambil tanggung jawab sebagai orangtua. Memang, banyak orang yang memanggilnya 'Godfather',
banyak yang ingin menunjukkan penghormatan dan rasa terima kasih atas bantuan yang diberikannya
pada mereka. Mr. Corleone tidak pernah mengecewakan teman-temannya."
Woltz berdiri tiba-tiba. "Sudah cukup aku mendengar kata-katamu. Penjahat tidak
memerintah diriku, aku yang memerintah mereka. Kalau kuangkat telepon ini, nanti malam kau akan
menginap di penjara. Dan kalau Mafia sialan itu mencoba berbuat kasar padaku, ia akan mengetahui aku
bukan pemimpin band. Yeah, aku sudah mendengar cerita ku. Dengar, Mr. Corleone-mu tidak akan
mengetahui apa yang menimpa dirinya. Bahkan bila aku harus menggunakan pengaruhku di Gedung
Putih." Si bangsat yang tolol, sangat tolol. Bagaimana ia bisa menjadi pezzonovante,
Hagen bertanya dalam hati. Penasihat Presiden, kepala studio film paling besar di dunia. Don betul-betul harus
memasuki bisnis perfilman.
Dan orang ini menerima kata-katanya dengan menggunakan perasaan saja. Ia tidak
menangkap inti pesannya. "Terima kasih untuk makan malam dan sore yang menyenangkan ini," kata Hagen.
"Bisa kau mengantarku ke bandara" Kurasa aku tidak akan bermalam di sini." Ia tersenyum
dingin pada Woltz. "Mr. Corleone orang yang berkeras ingin mendengar kabar buruk secepatnya."
Sementara menunggu di ruang tamu rumah besar yang terang benderang hingga
mobilnya tiba, Hagen melihat dua wanita akan memasuki limusin panjang yang diparkir di jalan taman.
Mereka adalah gadis pirang berusia dua belas tahun yang cantik bersama ibunya, yang ditemui Hagen di
kantor Woltz tadi pagi. Tapi sekarang bibir indah si gadis tampak berubah menjadi gumpalan daging
tebal mentah jambu. Matanya yang biru tampak berkaca-kaca ketika menuruni tangga menuju mobil
yang pintunya terbuka, kakinya yang panjang gemetar seperti kaki anak kuda yang timpang.
Ibunya menggandeng si anak, membantunya masuk ke mobil, mendesiskan perintah ke telinganya. Si ibu
berpaling sekilas memandang Hagen dan Hagen melihat matanya menyala-nyala penuh kemenangan seperti
mata elang. Kemudian wanita tua itu pun menghilang ke dalam mobil.
Jadi itu sebabnya ia tidak diajak naik pesawat terbang dani Los Angeles, pikir
Hagen. Gadis itu dan ibunya ikut dengan si produser film. Dengan begitu Woltz memiliki cukup banyak
waktu senggang sebelum makan malam dan menggarap si gadis cilik. Dan Johnny ingin hidup di
dunia seperti itu" Semoga ia beruntung, dan semoga Woltz beruntung.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Paulie Gatto membenci pekerjaan kecil, terutama kalau melibatkan kekerasan. Ia
senang merencanakan segala sesuatu sebelumnya. Dan seperti malam ini, meskipun tampak
sepele, pekerjaannya bisa berubah menjadi masalah gawat kalau ada yang melakukan kesalahan. Sekarang,
sambil minum bir, ia memandang sekelilingnya, melihat bagaimana kedua bajingan
muda itu menyibukkan diri dengan dua pelacur kecil di bar.
Paulie Gatto sudah mengetahui segala sesuatu yang harus diketahuinya mengenai
kedua pemuda brengsek tersebut. Mereka bernama Jerry Wagner dan Kevin Moonan. Keduanya
berusia dua puluh tahun, tampan, berambut cokelat, jangkung, bertubuh tegap. Keduanya harus
kembali ke akademi di luar kota dua minggu lagi, keduanya memiliki ayah yang berpengaruh di bidang
politik, dan itu, ditambah klasifikasi sebagai mahasiswa, sejauh ini berhasil menyebabkan mereka
bebas dari wajib militer. Mereka berdua juga berada di bawah hukuman yang ditangguhkan karena
menganiaya putri Amerigo Bonasera. Dasar keparat busuk, pikir Paulie Gatto. Menghindari wajib
militer, melanggar hukuman percobaan dengan minum-minum di bar lewat tengah malam, dan mengejar
pelacur. Bajingan muda. Paulie Gatto sendiri juga dibebaskan dari wajib militer karena
dokternya memberi panitia pendaftaran dokumen yang menunjukkan pasien ini, pria, kulit putih,
berumur dua puluh enam tahun, tidak menikah, pernah diobati dengan setrum listrik karena gangguan
mental. Tentu saja semua itu palsu, tetapi Paulie Gatto merasa ia layak dikecualikan dari wajib militer.
Semuanya diatur Clemenza setelah Gatto membuktikan diri dalam bisnis keluarga.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Clemenza jugalah yang mengatakan padanya bahwa pekerjaan ini harus diselesaikan
secepatnya, sebelum bocah-bocah itu kembali ke akademi. Sialan, kenapa harus dilakukan di
New York" Gatto bertanya-tanya sendiri. Clemenza selalu memberikan perintah tambahan, bukan
sekadar memberi tugas. Sekarang kalau kedua pelacur kecil itu keluar bersama kedua pemuda itu,
berarti satu malam lagi terbuang sia-sia. Ia bisa mendengar salah seorang gadis tertawa dan berkata, "Kau sudah sinting
ya, Jerry" Aku tidak
mau bermobil denganmu. Aku tidak ingin dirawat di rumah sakit seperti gadis
malang itu." Suaranya
penuh kepuasan. Cukup sudah bagi Gatto. Ia menghabiskan bir dan melangkah ke
jalan yang gelap. Sempurna. Waktu telah lewat tengah malam. Hanya ada satu bar lain yang lampunya
masih menyala. Toko-toko sudah tutup. Mobil patroli polisi telah dibereskan Clemenza. Mereka
tidak akan melintas sebelum mendengar panggilan radio, kedatangan mereka pun akan lambat.
Ia menyandar ke mobil sedan Chevy empat pintu. Di kursi belakang duduk dua pria,
nyaris tidak terlihat walaupun bertubuh besar. Paulie berkata, "Sikat mereka begitu keluar."
Ia masih beranggapan semuanya direncanakan terlalu cepat. Clemenza memberikan
duplikat foto polisi yang menampakkan kedua pemuda itu dari depan dan samping, bar tempat
kedua pemuda tersebut minum setiap malam dan mengambil pelacur. Paulie merekrut dua tukang
pukul dari kalangan keluarga dan menunjukkan kedua pemuda tersebut pada mereka. Ia juga
memberikan instruksi pada mereka. Tidak boleh memukul bagian atas atau belakang kepala,
tidak boleh membuat luka yang fatal. Setelah melakukan tugasnya mereka boleh pergi secepat mungkin.
Ia hanya memberi mereka satu peringatan, "Kalau kedua pemuda itu bisa
meninggalkan rumah sakit dalam waktu kurang dari satu bulan, kalian kembali
menjadi sopir truk."
Kedua pria bertubuh besar itu keluar dari mobil. Keduanya mantan petinju yang
tidak berhasil meningkat dari klub-klub kecil dan oleh Sonny Corleone diberi tugas menangani


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usaha lintah darat agar bisa hidup layak. Tentu saja mereka ingin memperlihatkan rasa terima kasih.
n Setelah Jerry Wagner dan Kevin Moonan keluar dari bar, rencana mereka sempurna.
Ejekan gadisgadis bar tadi menyinggung harga diri keduanya. Paulie Gatto, yang
menyandar pada spatbor mobil,
berseru kepada mereka sambil tertawa mengejek, "Hai, hidung belang, pelacurpelacur itu menolak kalian mentah-mentah."
Kedua pemuda tersebut berpaling, memandangnya dengan senang. Paulie Gatto tampak
seperti sasaran yang sempurna untuk pelampiasan penghinaan yang mereka terima. Berwajah musang,
pendek, bertubuh kecil, dan sikapnya sok tahu. Mereka menerkamnya dan seketika merasakan
lengan mereka diringkus dua pria dari belakang. Pada saat yang sama Paulie Gatto memasang di
tangannya alat khusus dari kuningan yang dilengkapi paku-paku besi 1/16 inci. Pemilihan
waktunya tepat, ia berlatih
di gimnasium tiga kali seminggu. Paulie Gatto menghajar pemuda bernama Wagner
tepat di hidung. Pria yang memegangi Wagner mengangkatnya dari tanah dan Paulie mengayunkan
tinju, menghantam pangkal paha yang telah ditepatkan posisinya. Wagner langsung terkulai dan pria
besar yang memeganginya melepaskannya. Kejadiannya berlangsung tidak lebih dari enam detik.
Sekarang mereka berdua mengalihkan perhatian pada Kevin Moonan, yang mencoba
berteriak. Pria yang mencengkeramnya dari belakang meringkusnya dengan mudah hanya menggunakan
satu tangan yang kekar berotot. Tangan yang
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
lain mencengkeram tenggorokan Moonan untuk menghalangi
teriakannya. Paulie Gatto melompat ke mobil dan menghidupkan mesin. Kedua pria besar itu
menghajar Moonan hingga babak-belur. Mereka melakukannya dengan ketenangan yang mengerikan,
seakan memiliki banyak waktu. Mereka tidak tergesa-gesa mengayunkan tinju, melainkan dengan
gerakan teratur dan perlahan, yang memanfaatkan berat badan mereka sepenuhnya. Setiap pukulan
mendarat diiringi suara kulit robek. Gatto melihat sekilas wajah Moonan. Wajah pemuda itu tidak bisa
dikenali lagi. Kedua pria tersebut meninggalkan Moonan tergeletak di trotoar dan mengalihkan
perhatian pada Wagner. Wagner berusaha bangkit, dan mulai menjerit minta tolong. Seseorang keluar dari
bar dan kedua pria itu sekarang harus bekerja lebih cepat. Mereka menghajar Wagner hingga jatuh
berlutut Salah seorang dari kedua pria itu mencengkeram lengannya dan memuntirnya, kemudian menendang
tulang punggungnya. Terdengar derakan dan jerit kesakitan Wagner yang menyebabkan
jendela-jendela di sepanjang jalan dibuka. Kedua orang itu bekerja sangat cepat. Salah satu dari
mereka mengangkat Wagner dengan mencengkeram kepalanya menggunakan dua tangan. Rekannya
menghantamkan tinju yang besar ke sasaran yang telah disiapkan itu.
Semakin banyak orang-orang yang keluar dari bar, tapi tidak satu pun mencoba
ikut campur. Paulie Gatto berseru, "Ayo, sudah cukup!" Kedua pria itu melompat masuk ke mobil dan
Paulie menjalankan mobil dengan cepat. Akan ada yang mendeskripsikan: mobil itu dan memberitahukan
nomor pelatnya, tapi tidak menjadi masalah. Nomor pelatnya dicuri dari California dan ada
seratus ribu sedan Chevy hitam-yang berkeliaran di New York City.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Tom Hagen pergi ke kantor pengacaranya di kota pada hari Kamis pagi. Ia
merencanakan membereskan administrasi yang telantar dan mempersiapkan pertemuan dengan Virgil
Sollozzo pada hari Jumat. Pertemuan itu begitu penting hingga ia meminta waktu sepanjang sore
untuk berbicara dengan Don guna mempersiapkan diri menghadapi usul yang mereka tahu pasti akan
diajukan Sollozzo terhadap bisnis Keluarga. Hagen ingin semua rincian yang sekecilkecilnya dibereskan hingga ia bisa pergi ke pertemuan awal dengan pikiran tenang.
Don rupanya tidak tampak heran ketika Hagen kembali dari California Selasa malam
dan menceritakan padanya hasil perundingan dengan Woltz. Ia menyuruh Hagen
menceritakan semua detailnya dan meringis jijik ketika Hagen menceritakan gadis cilik yang cantik
bersama ibunya. Ia menggumamkan kata "infamita", yang menunjukkan celaan paling hina. Ia mengajukan
pertanyaan terakhir pada Hagen. "Apakah orang ini punya nyali?"
Hagen memikirkan apa yang sesungguhnya dimaksud Don dengan pertanyaan itu.
Selama bertahuntahun ia tahu
nilai-nilai Don begitu berbeda dengan kebanyakan orang sehingga kata-katanya
juga mempunyai arti yang berbeda. Apakah Woltz punya watak" Apakah ia punya kemauan yang keras"
Mungkin sekali punya, tapi bukan itu yang ditanyakan Don. Apakah produser film itu punya
keberanian sehingga tak mempan digertak" Apakah ia bersedia menderita kerugian finansial besar yang
ditimbulkan filmfilmnya, skandal akibat bintang besarnya dipaparkan sebagai
pencandu heroin" Sekali lagi jawabannya
ya. Tetapi sekali lagi bukan itu yang dimaksud Don. Akhirnya Hagen menafsirkan
pertanyaan Don dengan tepat di dalam pikirannya. Apakah Jack Woltz punya keberanian
mempertaruhkan semuanya, menghadapi kemungkinan kehilangan semua karena persoalan prinsip, karena
persoalan kehormatan; membalas dendam" Hagen tersenyum. Ia jarang tersenyum tetapi sekarang ia tidak bisa melawan
godaan untuk bergurau dengan Don. "Kau menanyakan apakah ia orang Sisilia." Don mengangguk senang,
mengakui kecerdikan dan kebenaran yang dikandungnya. "Tidak," kata Hagen.
Bereslah sudah. Don merenungkan pertanyaannya sampai hari berikutnya. Pada Rabu
petang ia menelepon Hagen di rumah dan memberikan perintah padanya. Perintah itu menyita
sisa hari kerja Hagen dan menyebabkan ia takjub. Tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa Don
telah memecahkan masalah, bahwa Woltz akan meneleponnya pagi itu untuk mengabarkan
Johnny Fontane akan mendapatkan peran dalam film perangnya yang baru.
Pada saat itu telepon berdering, tetapi dari Amerigo Bonasera. Suara si pengurus
mayat bergetar penuh rasa terima kasih. Ia ingin Hagen menyampaikan pada Don persahabatannya yang
kekal. Don hanya perlu meneleponnya. Ia, Amerigo Bonasera, akan mengorbankan nyawa demi
Godfather yang diberkati Tuhan. Hagen meyakinkannya bahwa Don akan diberitahu.
Surat kabar Daily News memuat di halaman tengah berita Jerry Wagner dan Kevin
Moonan yang terkapar di jalan. Dengan ahli, foto-fotonya dibuat mengerikanmereka tampak
begitu babak-belur sehingga tidak bisa dikenali lagi. Ajaibnya, kata Daily News, mereka berdua
masih hidup walaupun harus dirawat di rumah sakit berbulan-bulan dan memerlukan operasi plastik.
Hagen mencatat bahwa ia harus memberitahu Clemenza tentang kehebatan Paulie Gatto. Orang itu "bisa
bekerja". Hagen bekerja dengan cepat dan efisien selama tiga jam berikutnya, mengumpulkan
laporan pemasukan dari perusahaan real estate Don, demikian pula bisnis impor minyak
zaitun dan perusahaan konstruksi miliknya. Tidak satu pun cukup baik, tetapi dengan berakhirnya perang
mereka semua akan menjadi pengusaha kaya. Ia hampir melupakan masalah Johnny Fontane ketika
sekretaris mengatakan padanya ada telepon dari California. Ia merasakan getaran ketegangan ketika
mengangkat telepon dan berkata, "Hagen di sini."
Suara yang terdengar melalui telepon tidak dikenalinya karena mengandung
kebencian dan kemarahan. "Dasar bangsat keparat!" jerit Woltz. "Akan kujebloskan kalian semua
ke penjara selama seratus tahun. Aku akan menghabiskan setiap sen uangku untuk menghancurkanmu.
Akan kepotong burung si Johnny Fontane, kau dengar aku, kunyuk Italia?"
Hagen berkata lembut, "Aku Jerman-Irlandia." Lama sekali Woltz tidak mengatakan
apa-apa, kemudian terdengar telepon diletakkan. Hagen tersenyum. Tidak sekali pun Woltz
mengucapkan ancaman terhadap Don Corleone sendiri. Kejeniusan mendapatkan imbalannya.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Jack Woltz selalu tidur sendirian. Ia punya ranjang yang cukup besar untuk
sepuluh orang dan kamar tidurnya cukup luas untuk adegan dansa dalam film, tetapi ia tidur sendirian
sejak istri pertamanya meninggal sepuluh tahun lalu. Bukan berarti ia tidak memakai perempuan lagi.
Secara fisik ia lakilaki yang kuat walaupun usianya sudah lanjut; tetapi
sekarang ia hanya bisa teiangsang karena gadisgadis yang masih muda belia, dan
mengetahui hanya beberapa jam di malam harilah yang bisa
ditanggung tubuh dan kesabarannya.
Pada Kamis pagi itu, entah mengapa, ia bangun pagi-pagi sekali. Cahaya fajar
membuat kamar tidurnya yang besar remang-remang seperti padang rumput diselimuti kabut. Jauh
di kaki tempat tidurnya ada bentuk yang tidak asing lagi baginya dan Woltz bertelekan pada siku
untuk bisa melihat lebih jelas. Itu kepala kuda. Masih pusing, Woltz mengulurkan tangan dan
menyalakan lampu di sisi tempat tidur. Kejutan akibat apa yang dilihatnya membuat Woltz sakit secara fisik. Seakan palu
godam besar menghantam dadanya, jantungnya tersendat-sendat, dan ia menjadi mual. Ia muntah
ke permadani tebal. Kepala hitam Khartoum yang halus seperti sutra dipotong dari tubuhnya dan
menempel di lapisan tebal darah. Tampak urat-urat berwarna putih. Busa memenuhi moncongnya dan
matanya yang sebesar apel, yang berkilat-kilat seperti emas, sekarang berwarna apel busuk karena
dialiri darah mati. Woltz
dilanda kengerian hewani murni dan karena itu ia menjerit memanggil para
pelayan. Dan akibat kengerian itu juga ia menelepon Hagen untuk menyampaikan ancamannya
yang tak terkendali. Kemarahannya yang seperti orang gila membuat kepala pelayan
ketakutan; ia menelepon dokter pribadi Woltz dan orang tangan kanannya di studio. Tetapi Woltz
sudah kembali waras sebelum mereka datang.
Ia benar-benar sangat terguncang. Orang macam apa yang tega membunuh hewan
seharga enam ratus ribu dolar" Tanpa peringatan. Tanpa perundingan apa pun untuk membatalkan
tindakan itu, perintah itu. Kekejaman dan ketidakpedulian total terhadap norma apa pun seperti itu
menimbulkan kesan bahwa pelakunya orang yang menganggap dirinya hukum, bahkan Tuhan. Dan orang
yang mendukung kecenderungan itu dengan kekuatan dan kelicikan yang membuat pengamanan
kandangnya tak berarti. Karena kini Woltz mengetahui kudanya diberi obat bius yang kuat sebelum
seseorang dengan santai memenggal kepalanya yang besar dan berbentuk segitiga dengan kapak. Orang-orang
yang jaga malam mengatakan tidak mendengar apa-apa. Bagi Woltz ini terasa mustahil. Mereka harus
dipaksa bicara. Mereka telah dibeli dan mereka harus mengatakan siapa yang membeli mereka.
Woltz tidak tolol, ia hanya orang yang sangat mementingkan diri sendiri. Ia
keliru menilai kekuasaan yang digenggamnya di dunianya sendiri lebih besar daripada kekuasaan Don
Corleone. Ia hanya memerlukan bukti bahwa dugaan itu keliru. Ia memahami pesannya. Bahwa sekalipun
ia memiliki begitu banyak kekayaan, sekalipun memiliki koneksi dengan Presiden Amerika
Serikat, sekalipun mengaku bersahabat dengan direktur FBI, importir minyak zaitun Italia yang tidak
berarti bisa saja membunuhnya. Ya, ia benar-benar bisa dibunuh! Karena ia tidak mau memberikan
peran yang diinginkan Johnny Fontane dalam sebuah film. Ini sulit dipercaya. Orang tidak
berhak berbuat seperti itu.Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Tidak ada dunia di mana orang boleh bertindak begitu. Ini sinting. Ini berarti
orang tidak bisa melakukan apa yang diinginkannya dengan uangnya, dengan perusahaan yang
dimilikinya, kekuasaan yang kaumiliki untuk memerintah. Ini sepuluh kali lebih buruk daripada
komunisme. Ini harus dihancurkan. Tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Woltz menurut sewaktu dokter memberinya obat penenang ringan. Obat itu
membantunya tenang kembali dan berpikir dengan akal sehat. Yang benar-benar mengguncang jiwanya
adalah begitu mudahnya orang bernama Corleone itu memerintahkan membunuh kuda yang terkenal di
seluruh dunia dan bernilai enam ratus ribu dolar. Enam ratus ribu dolar! Dan itu baru
awalnya. Woltz bergidik. Ia memikirkan kehidupan yang telah dibangunnya. Ia kaya raya. Ia bisa
mendapatkan wanita yang paling cantik di dunia dengan menjentikkan jari dan menjanjikan kontrak. Ia
pernah diterima para raja
dan ratu. Ia menjalani kehidupan sesempurna yang bisa diraih uang dan kekuasaan.


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gila saja, kalau ia mau mempertaruhkan semua ini karena dorongan hati. Mungkin ia bisa menghajar
Corleone. Apa ganjaran hukum bagi orang yang membunuh kuda pacuan" Ia tertawa seperti orang
gila sehingga dokter dan para pelayannya memandanginya dengan gelisah. Pikiran lain melintas
dalam benaknya. Ia akan ditertawakan orang-orang California hanya karena seseorang berani menantang
kekuasaannya dengan cara yang demikian pongah. Ini menyebabkan ia mengambil keputusan. Selain
itu ia juga berpikir bahwa mungkin, mungkin, mereka tidak akan membunuhnya. Bahwa mereka
memiliki sesuatu yang jauh lebih cerdik dan menyakitkan.
Woltz memberikan perintah-perintah yang diperlukan. Staf kepercayaan pribadinya
langsung bertindak. Para pelayan dan dokternya disumpah tutup mulut dengan ancaman
disakiti dan dijadikan musuh Woltz untuk selamanya. Berita dikirim kepada pers
bahwa kuda pacuan Khartoum mati karena penyakit yang menjangkitinya di kapal dalam perjalanan dari
Inggris. Perintah dikeluarkan untuk mengubur bangkainya di tempat rahasia miliknya.
Enam jam kemudian Johnny Fontane menerima telepon dari produser eksekutif film,
menyuruhnya melapor dan mulai bekerja hari Senin berikutnya.
Sore hari itu, Hagen ke rumah Don untuk mempersiapkannya menghadapi pertemuan
penting besok dengan Virgil Sollozzo. Don memanggil anaknya yang tertua agar hadir, dan Sonny
Corleone, muka lebarnya yang berbentuk Cupido pucat karena kelelahan, minum segelas air. Ia
mungkin masih meniduri pendamping pengantin itu, pikir Hagen. Masalah lagi.
Don Corleone duduk di kursi berlengan sambil mengisap cerutu Di NobilL Hagen
menyimpan sekotak cerutu ini di kamarnya. Ia berusaha membujuk Don untuk ganti mengisap cerutu
Havana, tetapi Don bilang cerutu itu membuat tenggorokannya sakit.
"Kita sudah mengetahui semua yang perlu diketahui?" tanya Don.
Hagen membuka map berisi catatan. Catatan itu tak berarti apa-apa, hanya
coretan-coretan tak jelas
untuk mengingatkannya pada berbagai rincian penting yang harus disinggungnya.
"Sollozzo datang menemui kita untuk minta bantuan," kata Hagen. "Ia akan minta keluarga kita
menyediakan paling sedikit satu juta dolar dan semacam kekebalan hukum. Untuk itu kita akan
mendapatkan bagian dari kegiatan, tidak ada yang tahu berapa banyak. Kegiatan itu adalah narkotika.
Sollozzo punya kontak di Turki, tempat mereka menanam candu. Dari sana ia mengapalkannya ke Sisilia. Tidak ada kesulitan. Di
Sisilia ia punya pabrik untuk mengolahnya menjadi heroin. Ia punya operasi katup pengaman untuk
menurunkannya menjadi morfin dan menaikkannya menjadi heroin kalau perlu. Tetapi pabrik
pengolah di Sisilia sudah
dilindungi dengan segala cara. Yang agak merepotkan hanyalah membawanya ke
negara ini, kemudian mengedarkannya. Juga modal awal. Satu juta dolar tunai tidak bisa dipetik dari
pohon." Hagen melihat
Don mengernyit. Orang tua itu tidak menyukai kata-kata berbunga yang tidak perlu
dalam masalah bisnis. Ia cepat-cepat meneruskan.
"Mereka menyebutnya Sollozzo si Turki. Ada dua alasan. Ia melewatkan banyak
waktu di Turki dan dikabarkan memiliki istri dan anak-anak Turki. Kedua. Ia diduga sangat cekatan
menggunakan pisau, atau begitulah ketika masih muda. Tapi hanya dalam masalah bisnis, dan dengan
keluhan yang cukup masuk akal. Orang yang sangat cakap dan merupakan majikan bagi dirinya sendiri.
Ia memiliki catatan kepolisian, dan pernah dua kali dipenjara, sekali di Italia dan sekali
di Amerika Serikat. Ia dikenal pihak berwajib sebagai aktivis narkotika. Ini bisa menguntungkan kita.
Ini berarti ia tidak bisa
mendapatkan kekebalan untuk menjadi saksi karena dianggap lapisan atas, dan
tentu saja, karena catatannya. Ia juga memiliki istri Amerika dan tiga anak, dan merupakan kepala
keluarga yang baik. Ia mau menerima hukuman apa saja asalkan tahu keluarganya ditangani dengan baik
sehingga punya uang untuk biaya hidup."
Don mengembuskan asap cerutu dan berkata, "Santino, bagaimana pendapatmu?"
Hagen mengetahui apa yang akan dikatakan Sonny. Sonny tidak senang berada di
bawah bayangbayang Don. Ia ingin
melakukan operasi besarnya sendiri. Operasi seperti ini akan tampak sempurna
baginya. Sonny berlambat-lambat meneguk scotch. "Banyak uang yang terlibat dalam bubuk
putih itu," katanya. "Tapi itu bisa berbahaya. Ada orang yang akhirnya dipenjara selama dua
puluh tahun. Menurutku, kalau kita menjauhi akhir operasi, membatasi diri pada perlindungan
dan pembiayaan saja, mungkin itu gagasan yang baik."
Hagen memandang Sonny dengan ekspresi sependapat. Sonny memainkan kartunya
dengan baik. Ia berpegang pada hal-hal yang sudah jelas, cara yang paling baik baginya.
Don mengisap cerutu. "Dan kau, Tom, bagaimana pendapatmu?"
Hagen memilih bersikap sejujurnya. Ia menarik kesimpulan Don akan menolak usul
Sollozzo. Tapi yang lebih buruk lagi, Hagen yakin ini satu dari hanya beberapa kali sepanjang
pengalamannya bahwa Don tidak memikirkan masalah ini masak-masak. Ia tidak memandang cukup jauh ke
depan. "Teruskan, Tom," Don memberi dorongan. "Bahkan Consigliori Sisilia pun tidak
selalu sependapat dengan bosnya" Mereka semua tertawa.
"Menurutku, sebaiknya kau bilang ya," kata Hagen. "Kau tahu semua alasan yang
jelas. Tapi inilah yang paling penting. Uang dalam narkotika lebih banyak daripada dalam bisnis apa
pun. Kalau kita tidak masuk ke sana, orang lain yang akan mengambilnya, mungkin keluarga
Tattaglia. Dengan pemasukan yang mereka peroleh, mereka bisa mengumpulkan lebih banyak polisi dan
kekuasaan politik. Keluarga mereka akan lebih kuat daripada keluarga kita. Akhirnya mereka
akan mengejar kita untuk merampas apa yang kita miliki. Ini sama dengan negara-negara. Kalau mereka
mempersenjatai diri, kita juga mempersenjatai diri. Kalau secara
ekonomi mereka menjadi lebih kuat, mereka menjadi ancaman bagi kita. Sekarang
kita punya perjudian serta serikat buruh, dan saat ini keduanya bisnis paling baik untuk
dimiliki. Tapi kurasa narkotika akan penting di masa depan. Kurasa kita harus ambil bagian dalam
kegiatan itu, kalau tidak,
kita mempertaruhkan segala yang kita miliki. Tidak sekarang, tapi mungkin
sepuluh tahun lagi."
Don tampak sangat terkesan. Ia mengembuskan asap cerutu dan menggumam, "Tentu
saja itu yang paling penting." Ia menghela napas dan bangkit. "Pukul berapa aku harus menemui
si murtad ini besok?" Hagen menjawab penuh harap. "Ia akan tiba di sini pukul sepuluh pagi." Mungkin
Don akan menerimanya. "Aku ingin kalian berdua mendampingiku," kata Don. Ia berdiri, menggeliat, dan
menggandeng putranya. "Santino, kau perlu tidur malam ini, wajahmu mirip setan. Jaga dirimu,
kau tidak akan muda selamanya." Sonny, keberaniannya bangkit karena tanda-tanda perhatian kebapakan ini,
mengajukan pertanyaan yang tidak berani diajukan Hagen. "Pop, apa jawabanmu?"
Don Corleone tersenyum. "Bagaimana aku tahu sebelum mendengar persentase dan
rincian lainnya" Di samping itu, aku harus punya waktu untuk memikirkan saran-saran yang
diberikan padaku malam ini. Bagaimanapun juga, aku bukan orang yang biasa melakukan segalanya tergesagesa." Sementara berjalan keluar ia berkata sambil lalu pada Hagen, "Apakah kau punya informasi
di buku catatanmu bahwa si Turki mencari nafkah dari pelacuran sebelum perang" Seperti yang
dilakukan keluarga Tattaglia sekarang. Tulis itu sebelum kau lupa." Ada nada kesal dalam suara Don
yang menyebabkan wajah Hagen memerah. Ia sengaja tidak menyebutkan hal itu, yang sebetulnya bukan
masalah karena tidak ada kaitannya, tapi ia takut hal itu berpengaruh buruk pada keputusan Don.
Dalam masalah seksual, Don benar-benar "lurus".
Virgil "si Turki" Sollozzo pria berperawakan sedang tapi kekar, dengan wajah
hitam dan bisa keliru dianggap orang Turki yang sebenarnya. Hidungnya seperti golok melengkung dan
mata hitamnya memancarkan kekejaman. Ia juga memiliki keangkuhan yang mengesankan.
Sonny Corleone menyambutnya di pintu dan mengantarnya ke ruangan tempat Hagen
dan Don menanti. Hagen berpikir ia belum pernah melihat orang yang tampangnya lebih
berbahaya, kecuali Luca Brasi. Mereka semua berjabat tangan dengan sopan. Kalau Don bertanya padaku apakah
orang ini bernyali, aku harus menjawab ya, pikir Hagen. Ia belum pernah melihat kekuatan yang begitu
besar pada diri satu orang, bahkan pada diri Don. Pada kenyataannya, Don tampak sangat buruk. Ia
terlalu sederhana, agak seperti orang desa ketika menyambutnya.
Sollozzo segera ke pokok permasalahan. Bisnisnya narkotika. Semua sudah
disiapkan. Ladang-ladang candu tertentu di Turki menjanjikan jumlah yang pasti setiap tahun. Ia memiliki
pabrik yang terlindung di Prancis, untuk mengubah candu menjadi morfin. Ia memiliki pabrik
yang aman sepenuhnya di Sisilia untuk mengolahnya menjadi heroin. Menyelundupkan barang
itu ke kedua negara positif aman. Memasukkannya ke Amerika Serikat akan menimbulkan kerugian
lima persen karena FBI tidak bisa dikorup, seperti yang mereka berdua ketahui. Tapi
keuntungannya besar sekali,
sedangkan risikonya tidak ada.
"Kalau begitu kenapa kau menemuiku?" tanya Don sopan. "Kenapa aku pantas
menerima kebaikanmu?"Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Wajah hitam Sollozzo tetap pasif. "Aku membutuhkan uang tunai dua juta dolar,"
katanya. "Sama pentingnya, aku juga membutuhkan orang yang memiliki banyak teman berkuasa di
posisi penting. Kurir-kurirku akan ada yang tertangkap di tahun-tahun mendatang. Itu tidak
terelakkan. Mereka semua memiliki catatan yang bersih, itu bisa kujamin. Dengan begitu, logis bagi
hakim untuk menjanjikan hukuman yang ringan. Aku membutuhkan teman yang bisa menjamin bahwa
saat orangorangku mendapat kesulitan, mereka tidak akan dipenjara lebih dari
satu atau dua tahun. Maka mereka
tidak akan buka mulut. Tapi kalau mereka mendapat hukuman sepuluh atau dua puluh
tahun, siapa tahu" Di dunia ini banyak orang yang lemah. Mereka bisa membuka mulut, mereka
bisa membahayakan orang yang lebih penting. Perlindungan hukum merupakan keharusan.
Don Corleone, kudengar kau menguasai hakim sama banyaknya seperti hiasan paku perak di sepatu
bot hitam." Don Corleone tidak memedulikan pujian itu. "Berapa persen untuk keluargaku?"
tanyanya. Mata Sollozzo berkilat-kilat. "Lima puluh persen." Ia diam sejenak, lalu berkata
dengan suara membelai, "Pada tahun pertama bagianmu tiga atau empat juta dolar. Sesudah itu
akan meningkat." Don Corleone bertanya, "Berapa persen untuk Keluarga Tattaglia?"
Untuk pertama kalinya Sollozzo tampak gelisah. "Mereka akan menerima sedikit
dari bagianku. Aku membutuhkan sedikit bantuan dalam operasi."
"Jadi," kata Don, "aku menerima lima puluh persen hanya untuk pembiayaan dan
perlindungan hukum. Aku tidak perlu memusingkan operasionalnya, itu maksudmu?"
Sollozzo mengangguk. "Kalau menurutmu dua juta dolar
hanya pembiayaan', kuucapkan selamat padamu, Don Corleone."
Don berkata dengan suara pelan, "Aku bersedia menemui dirimu karena
penghormatanku pada Keluarga Tattaglia dan karena kudengar kau orang yang serius hingga mesti
diperlakukan dengan hormat juga. Aku harus mengatakan tidak kepadamu, tapi aku harus memberi alasan.
Keuntungan bisnismu besar sekali, tapi begitu juga risikonya. Operasimu, seandainya aku
ikut ambil bagian, bisa merusak kepentinganku yang lain. Memang benar aku memiliki banyak teman dalam
politik, tapi mereka tidak akan seramah biasanya kalau aku berbisnis narkotika, bukan
perjudian. Mereka berpikir
judi hanyalah sesuatu yang mirip minuman keras, pelanggaran yang tidak
membahayakan, dan menurut mereka narkotika bisnis yang kotor. Tidak, jangan memprotes. Aku
menyampaikan pendapat mereka padamu, bukan pendapatku sendiri. Bagaimana cara orang mencari nafkah
bukanlah urusanku. Dan yang kukatakan padamu adalah bisnismu ini terlalu besar risikonya. Semua
anggota keluargaku hidup layak selama sepuluh tahun terakhir, tanpa bahaya, tanpa gangguan. Aku
tidak bisa membahayakan jiwa atau nafkah mereka karena keserakahan."


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satu-satunya pertanda kekecewaan Sollozzo hanyalah matanya yang dengan cepat
memandang ke sekeliling ruangan, seakan berharap Hagen atau Sonny akan berbicara
mendukungnya. Kemudian ia
berkata, "Kau mengkhawatirkan keamanan uang dua jutamu?" Don tersenyum dingin.
"Tidak," jawabnya. Sollozzo mencoba lagi. "Keluarga Tattaglia juga akan menjamin
investasimu." Saat itulah Sonny Corleone melakukan kesalahan menyangkut penilaian dan prosedur
yang tidak bisa dimaafkan. Ia berkata penuh semangat, "Keluarga Tattaglia menjamin kembalinya investasi kami
tanpa persentase apa pun dari kami?" Hagen ngeri mendengarnya. Ia melihat Don mengarahkan pandangan yang dingin dan
galak pada putra tertuanya, yang terpaku karena heran dan tidak mengerti. Mata Sollozzo yang liar
kembali berkeliling, tapi kali ini dengan ekspresi kepuasan. Ia telah menemukan kelemahan dalam
benteng Don Corleone. Saat Don berbicara lagi, suaranya mengandung nada pengusiran. "Orang-orang muda
memang serakah," katanya. "Dan zaman sekarang mereka tidak memiliki sopan santun. Tapi
aku memiliki kelemahan sentimental terhadap anak-anakku dan aku memanjakan mereka.
Sebagaimana yang bisa kaulihat sendiri. Signor Sollozzo, jawaban tidak yang kukatakan tadi merupakan
keputusan final. Biar kukatakan bahwa secara pribadi aku berharap semoga kau beruntung dalam bisnismu.
Bisnismu tidak bertentangan dengan bisnisku sendiri. Aku minta maaf terpaksa mengecewakan
dirimu." Sollozzo membungkuk, menjabat tangan Don, kemudian membiarkan Hagen mengantar
dirinya ke mobil di luar. Tidak ada ekspresi apa pun di wajahnya saat ia mengucapkan
selamat berpisah pada Hagen. Setelah ia kembali ke kantor, Don Corleone bertanya pada Hagen, "Bagaimana
pendapatmu mengenai orang itu?" "Ia orang Sisilia," jawab Hagen singkat.
Don mengangguk sambil berpikir. Lalu ia berpaling pada putranya dan berkata
lemah lembut, "Santino, jangan sekali-kali membiarkan orang di luar keluarga kita mengetahui
apa yang kaupikirkan. Jangan biarkan mereka mengetahui apa yang ada di bawah kukumu.
Kurasa otakmu menjadi beku akibat komedi yang kaumainkan dengan gadis muda itu. Hentikan
komedimu dan pusatkan perhatianmu pada bisnis. Sekarang pergilah dari sini."
Hagen melihat keheranan terpancar di wajah Sonny, lalu kemarahan akibat teguran
ayahnya. Apakah ia benar-benar mengira Don tidak mengetahui petualangannya" Hagen bertanya dalam
hati. Dan apakah ia benar-benar tidak mengetahui betapa berbahaya kesalahan yang
dilakukannya pagi ini"
Kalau semua itu benar, Hagen sama sekali tidak ingin menjadi consigliori bagi
Don Santino Corleone. Don Corleone menunggu hingga Sonny meninggalkan kantornya. Kemudian ia menyandar
di kursi kulit berlengan yang empuk dan memberi isyarat dengan cepat untuk meminta
minuman. Hagen menuangkan segelas anisette. Don mendongak memandangnya. "Panggil Luca Brasi
kemari," katanya.Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Tiga bulan kemudian, Hagen tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaan administrasi di
kantornya di kota, berharap bisa pulang cukup cepat untuk berbelanja Natal bagi istri dan anakanaknya. Pekerjaannya disela telepon dari Johnny Fontane yang berceloteh penuh semangat. Filmnya telah
mulai dibuat. Rush-nya, apa pun itu, pikir Hagen, bagus. Johnny mengatakan akan mengirim
hadiah Natal yang sangat mengejutkan Don. Seharusnya ia sendiri yang mengantarnya, tapi ada halhal kecil yang harus diselesaikan dalam pembuatan film itu. Ia akan tinggal jauh dari Pantai. Hagen
berusaha menyembunyikan ketidaksabarannya Pesona Johnny Fontane sejak dulu tidak berarti
baginya. Tapi minatnya bangkit. "Apa hadiahnya?" tanyanya. Johnny Fontane terkekeh dan
berkata, "Aku tidak bisa
mengatakannya, itulah serunya hadiah Natal." Hagen segera kehilangan minat sama
sekali dan akhirnya berhasil, dengan sopan, menutup telepon.
Sepuluh menit kemudian sekretarisnya memberitahu
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Connie Corleone menelepon dan ingin berbicara dengannya. Hagen menghela napas.
Sebagai gadis cilik Connie begitu manis, tapi sebagai wanita yang telah menikah, ia
merepotkan. Connie mengeluh
tentang suaminya. Suaminya selalu pulang menengok ibunya selama dua atau tiga
hari. Dan Carlo Rizzi ternyata orang yang selalu gagal. Ia diberi bisnis kecil yang bagus tapi
ia membangkrutkannya. Ia juga suka minum, berselingkuh di mana-mana, berjudi, dan terkadang memukuli
istrinya. Connie tidak menceritakan hal itu pada keluarganya tapi memberitahu Hagen. Hagen
bertanya-tanya sendiri kisah sedih apa yang akan diceritakan Connie padanya sekarang.
Tapi semangat hari Natal agaknya menggembirakan Connie. Ia hanya ingin
menanyakan pada Hagen apa yang benar-benar disukai ayahnya sebagai hadiah Natal. Dan Sonny, Fred, dan
Mike. Ia sudah mengetahui apa yang harus dicarinya sebagai hadiah untuk ibunya. Hagen
menyampaikan beberapa saran, semuanya dianggap Connie konyol. Akhirnya Connie memutuskan telepon.
Sewaktu telepon berdering lagi, Hagen mengembalikan kertas-kertas ke dalam
keranjang. Persetan semuanya. Ia akan pulang. Sekalipun begitu, tidak pernah terlintas dalam
benaknya untuk menolak menerima telepon. Ketika sekretarisnya memberitahu bahwa telepon itu dari
Michael Corleone, ia menerimanya dengan senang hati. Ia selalu menyukai Mike.
"Tom," kata Michael Corleone. "Aku akan pergi ke kota besok pagi dengan Kay,
bermobil. Ada urusan penting yang ingin kuberitahukan pada si tua sebelum Natal. Apa ia ada di
rumah besok malam?" "Tentu saja," kata Hagen. "Ia tidak akan pergi ke luar kota sampai sesudah
Natal. Ada yang bisa kubantu?" Michael tidak mudah membuka mulut, seperti ayahnya. "Tidak," katanya. "Kurasa
akan kutemui kau pada hari Natal nanti, semua orang akan pergi ke Long Beach, kan?"
"Benar," jawab Hagen. Ia merasa geli setelah Mike menutup telepon tanpa berbasabasi. Ia memerintahkan sekretaris menelepon istrinya dan memberitahukan ia akan pulang
agak terlambat tapi minta disiapkan makan malam. Di luar gedung ia melangkah tergesa-gesa
menuju toko Macy's di pusat kota. Ada yang menghalangi jalannya. Ia terkejut ketika melihat orang itu
Sollozzo. Sollozzo memegang lengannya dan berkata dengan suara pelan, "Jangan takut. Aku
hanya ingin berbicara denganmu." Mobil yang diparkir di tepi jalan tiba-tiba terbuka
pintunya. Sollozzo berkata
dengan nada mendesak, "Masuklah, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Hagen menyentakkan lengannya untuk membebaskan diri. Ia belum merasa takut,
hanya jengkel. "Aku tidak ada waktu," katanya. Pada saat itu dua pria menghampirinya dari belakang.
Hagen merasakan kakinya tiba-tiba lemas. Sollozzo berkata pelan, "Masuklah ke mobil. Kalau aku
ingin membunuhmu, kau sudah mati sekarang. Percayalah." Tanpa percaya sedikit pun Hagen masuk ke
mobil. Michael Corleone membohongi Hagen. Ia sudah berada di New York, dan menelepon
dari kamar di Hotel Pennsylvania yang jaraknya tidak sampai sepuluh blok dari kantor Hagen.
Setelah ia meletakkan telepon, Kay Adams mematikan rokok dan berkata, "Mike, kau pandai berbohong."
Michael duduk di sampingnya di tempat tidur. "Semua demi dirimu, Sayang. Kalau
aku memberitahu keluargaku bahwa kita sudah berada di kota ini, kita harus langsung ke sana. Dan
kita tidak bisa keluar makan malam, tidak bisa ke teater, dan kita tidak bisa tidur bersama malam ini. Di rumah ayahku tidak
bisa, kalau kita belum menikah." Michael memeluk Kay dan mencium bibirnya dengan lemah lembut. Bibir
Kay terasa manis dan Michael perlahan-lahan menariknya turun ke ranjang. Kay memejamkan
mata, menunggu Michael bercinta dengannya dan Michael merasakan kebahagiaan yang sangat besar.
Michael bertahun-tahun berperang di Samudra Pasifik, dan di pulau-pulau yang berlumuran
darah di sana ia memimpikan gadis seperti Kay Adams. Memimpikan kecantikan seperti yang dimiliki
Kay. Tubuh yang indah dan ramping, kulit yang halus dan mengandung gairah yang bagaikan
arus listrik. Kay membuka mata, kemudian menarik kepala Michael turun untuk menciumnya. Mereka
bercinta hingga tiba waktunya untuk makan malam dan pergi ke teater.
Setelah makan malam mereka berjalan melewati toserba yang terang benderang dan
penuh orang yang berbelanja Natal. Michael berkata pada Kay, "Apa yang perlu kuberikan sebagai
hadiah Natal bagimu?" Kay merapatkan tubuh ke Michael. "Hanya dirimu," katanya. "Menurutmu ayahmu akan
bersedia menerimaku?" Michael berkata lembut, "Sebenarnya bukan itu yang menjadi masalah. Apakah
orangtuamu mau menerima diriku?" Kay mengangkat bahu. "Aku tidak peduli," katanya.
Michael berkata, "Aku bahkan berpikir untuk mengganti nama, secara sah, tapi
kalau terjadi apa-apa, tindakan itu tidak benar-benar membantu. Kau yakin ingin menjadi Corleone?" Ia
mengatakannya dengan nada setengah bergurau.Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
"Ya," kata Kay tanpa tersenyum. Mereka saling merapat. Mereka telah memutuskan
untuk menikah pada minggu Natal, dengan upacara sipil tanpa keramaian di Balai Kota,
dengan hanya dua teman sebagai saksi. Tapi Michael berkeras memberitahu ayahnya
terlebih dulu. Ia menjelaskan ayahnya sama sekali tidak akan keberatan selama pernikahannya tidak
dilakukan diamdiam. Kay ragu. Ia mengatakan tidak bisa bercerita pada
orangtuanya sendiri sebelum mereka benarbenar menikah. 'Tentu saja mereka akan
menduga aku sudah hamil," katanya. Michael nyengir.
"Begitu juga orangtuaku," katanya.
Apa yang tidak mereka katakan adalah bahwa Michael harus memutuskan hubungannya
yang erat dengan keluarganya. Mereka berdua menyadari Michael sudah melakukan hal itu
hingga batas tertentu, tapi mereka tetap merasa bersalah mengenai kenyataan tersebut. Mereka
merencanakan menyelesaikan kuliah, bertemu setiap akhir pekan, dan hidup bersama selama
liburan musim panas. Rasanya kehidupan seperti itu merupakan kehidupan yang bahagia.
Yang mereka saksikan adalah pertunjukan musik berjudul Carousel dan kisahnya
yang sentimental tentang pencuri sombong menyebabkan mereka saling tersenyum geli. Setelah mereka
keluar dari teater cuaca sudah berubah dingin. Kay merapatkan tubuh ke Michael dan berkata,
"Sesudah kita menikah, apakah kau akan memukulku dan mencuri bintang sebagai hadiah?"
Michael tertawa. "Aku akan menjadi profesor matematika," katanya. Lalu ia
bertanya, "Kau mau makan sebelum kita kembali ke hotel?"
Kay menggeleng. Ia menengadah menatap Michael dengan pandangan penuh arti.
Seperti biasa Michael selalu tersentuh oleh gairah Kay untuk bercinta, Michael tersenyum
padanya, dan mereka berciuman di jalan yang dingin. Michael merasa lapar, dan memutuskan memesan
roti isi untuk dikirim ke kamar. Di lobi hotel, Michael mendorong Kay ke arah kios penjual koran dan berkata,
"Beli koran sementara
kuambil kunci kamar." Ia harus menunggu dalam antrean pendek; hotel masih
kekurangan tenaga sekalipun perang sudah berakhir. Michael mendapatkan kunci kamarnya dan
memandang sekeliling dengan tidak sabar, mencari-cari Kay. Kay berdiri di depan kios koran, menunduk
memandang koran yang dipegangnya. Michael melangkah ke arahnya. Kay menengadah. Matanya dipenuhi
air mata. "Oh, Mike," katanya, "oh, Mike." Michael mengambil koran dari tangan Kay. Yang
pertama dilihatnya adalah foto ayahnya yang terkapar di jalan, kepalanya di tengah
genangan darah. Seorang pria berdiri di tepi jalan sambil menangis seperti anak kecil. Pria itu
kakaknya, Freddie. Michael
Corleone merasakan tubuhnya bagai berubah menjadi es. Tidak ada kesedihan, tidak
ada ketakutan, hanya kemarahan yang dingin. Ia berkata pada Kay, "Pergilah ke kamar." Tapi
Michael harus memegangi lengan Kay dan membimbingnya ke lift. Mereka naik bersama-sama sambil
berdiam diri. Di kamar, Michael duduk di ranjang dan membuka koran tadi. Berita utamanya
berjudul, VITO CORLEONE TERTEMBAK ORANG YANG DIDUGA SEBAGAI KEPALA PENJAHAT INI LUKA


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PARAH. DIOPERASI DI BAWAH PENJAGAAN KETAT KEPOLISIAN. DIKHAWATIRKAN AKAN
TERJADI PERANG ANTARKELOMPOK BERDARAH.
Michael merasakan kakinya lemas. Ia berkata pada Kay, "Ayahku tidak mati,
keparat-keparat itu tak berhasil membunuhnya." Ia membaca beritanya lagi. Ayahnya ditembak pada pukul
lima sore. Itu berarti terjadi sewaktu ia bercinta dengan Kay, makan malam, menikmati
pertunjukan teater dan ayahnya nyaris tewas. Michael mual karena perasaan bersalah.
Kay bertanya, "Kita ke rumah sakit sekarang?" Michael menggeleng. "Biar aku
menelepon ke rumah dulu. Orang yang melakukan ini sudah gila dan sekarang karena ayahku masih
hidup, mereka pasti panik. Siapa yang tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya."
Kedua telepon di rumah Long Beach sibuk dan hampir dua puluh menit kemudian
barulah Michael bisa menghubungi keluarganya. Ia mendengar suara Sonny berkata, "Yeah."
"Sonny, ini aku," kata Michael.
Ia bisa mendengar kelegaan dalam suara Sonny. "Ya Tuhan, Mike, kau menyebabkan
kami semua khawatir. Di mana saja kau" Aku sudah mengirim orang-orang ke kotamu untuk
memeriksa keadaan." "Bagaimana keadaannya?" tanya Michael. "Separah apa lukanya?"
"Sangat parah," kata Sonny. "Mereka menembaknya lima kali. Tapi ia tangguh."
Suara Sonny terdengar penuh kebanggaan. "Dokter mengatakan ia akan selamat. Dengar, Mike,
aku sibuk, tidak bisa bercakap-cakap, kau di mana?"
"Di New York," kata Michael. "Tom tidak memberitahu aku akan datang?"
Suara Sonny terdengar lebih pelan. "Mereka menculik Tom. Itu sebabnya aku
mengkhawatirkan dirimu. Istri Tom ada di sini. Ia tidak tahu dan polisi juga tidak. Aku tidak
ingin mereka mengetahuinya. Keparat-keparat yang melakukan ini pasti sinting. Aku ingin kau
segera kemari dan tutup mulutmu. Oke?"
"Oke," kata Michael. "Kau tahu siapa yang melakukan ini?"
"Tentu," kata Sonny. "Dan begitu Luca Brasi mulai bertindak, mereka tamat. Kita
masih memiliki semua kuda." "Aku akan berangkat satu jam lagi," kata Mike. "Naik taksi." Ia meletakkan
telepon. Koran telah beredar lebih dari tiga jam. Pasti ada berita di radio. Hampir mustahil Luca
Brasi tidak mendengar beritanya. Michael merenungkan masalah ini dalam-dalam. Di mana Luca Brasi"
Pertanyaan itu pulalah yang diajukan Tom Hagen pada dirinya sendiri saat itu. Dan masalah yang
sama meresahkan Sonny Corleone di Long Beach.
Pada pukul lima kurang seperempat sore itu, Don Corleone baru saja selesai
memeriksa surat-surat yang disiapkan manajer kantor perusahaan minyak zaitun miliknya. Ia mengenakan
jas dan mengetukkan buku jarinya ke kepala Freddie untuk memerintahkan pemuda itu
berhenti membaca koran sore. "Suruh Gatto mengeluarkan mobil dari tempat parkir," katanya. "Aku
akan pulang beberapa menit lagi."
Freddie menggerutu. "Aku harus mengambilnya sendiri. Paulie menelepon,
memberitahukan ia sakit, tadi pagi. Pilek lagi."
Don Corleone tampak berpikir sejenak "Ini yang ketiga kalinya bulan ini. Kurasa
sebaiknya kau mencari orang yang lebih sehat untuk pekerjaan ini. Katakan pada Tom."
Fred memprotes. "Paulie anak yang baik. Kalau ia mengatakan dirinya sakit, ia
sakit. Aku tidak keberatan mengambil mobil." Ia meninggalkan kantor. Don Corleone mengawasi dari
jendela sementara anaknya menyeberangi Ninth Avenue ke area parkir. Ia berhenti
mengawasi untuk menelepon kantor Tom Hagen, tapi tidak ada jawaban. Ia menelepon ke rumah di
Long Beach, tapi sekali lagi tidak ada yang menerima. Dengan jengkel ia memandang ke luar
jendela. Mobilnya telah diparkir tepat di depan gedung kantor miliknya. Freddie menyandar ke spatbor,
tangan dilipat, memandang orang-orang yang berbelanja untuk Hari Natal. Don Corleone mengenakan
jasnya. Manajer kantor membantunya mengenakan mantel luar. Don Corleone menggeramkan
ucapan terima kasih dan keluar melalui pintu, lalu menuruni tangga.
Di jalan, cahaya siang awal musim dingin mulai pudar. Freddie bersandar santai
ke spatbor mobil Buick yang besar. Sewaktu melihat ayahnya keluar dari gedung, Freddie masuk ke
mobil. Don Corleone mendekati mobil, tapi lalu ragu-ragu dan berbalik ke kios panjang buahbuahan yang terbuka di dekat sudut jalan. Itu kebiasaannya akhir-akhir ini; ia menyukai buah-buah
yang sedang tidak musim itu, persik laming dan jeruk, yang bagai bersinar dalam kotaknya yang
berwarna hijau. Penjual buah seketika bangkit untuk melayaninya. Don Corleone tidak memegang buah. Ia
menunjuk. Si penjual buah menentang keputusannya hanya sekali, untuk menunjukkan salah satu
pilihannya busuk di bagian bawah. Don Corleone menerima kantong kertas dengan tangan kiri dan
membayar orang itu dengan uang lima dolar. Ia menerima kembaliannya, dan sewaktu berbalik ke mobil
yang menunggu, dua pria melangkah keluar dari balik tikungan jalan. Don Corleone seketika
mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua pria tersebut mengenakan mantel luar dan topi hitam yang ditarik serendahrendahnya untuk menyembunyikan wajah mereka dari saksi mata. Mereka tidak menduga reaksi Don
Corleone yang waspada. Don Corleone menjatuhkan kantong buah dan berlari ke mobil yang
diparkir dengan kecepatan yang mengejutkan untuk orang segemuk dirinya. Pada saat yang sama ia
berseru, "Fredo, Fredo!" Baru setelah itulah kedua pria tadi mencabut senjata dan menembak.
Peluru pertama mengenai punggung Don Corleone. Ia merasakan hantaman seperti
pukulan palu, tapi memaksa diri terus mendekati mobil. Dua peluru berikutnya mengenai bokong dan
menyebabkan ia tersungkur ke tengah jalan. Sementara itu kedua penembak, yang berhati-hati agar
tidak terpeleset buah yang bertebaran, mengikutinya agar bisa menghabisi nyawanya. Tepat pada
saat itu, mungkin tidak lebih dari lima detik setelah Don Corleone memanggil putranya, Frederico
Corleone keluar dari mobil, menjulang tinggi. Kedua penyerang menembak dua kali lagi dengan tergesagesa ke arah Don yang terkapar di selokan. Sebutir peluru mengenai bagian lengannya yang
berdaging dan peluru kedua
mengenai betis kanannya. Walaupun luka-luka ini yang paling ringan, tapi justru
mengeluarkan banyak darah, membentuk genangan-genangan kecil di sisi tubuhnya. Tapi Don telah
pingsan. Freddie mendengar teriakan ayahnya, memanggilnya dengan panggilan masa kanakkanaknya, kemudian mendengar dua dentuman pertama yang keras. Pada saat keluar dari mobil,
ia sangat terguncang hingga tidak ingat untuk mencabut pistolnya sendiri. Kedua pembunuh
itu bisa menembaknya hingga tewas dengan mudah. Tapi mereka juga panik. Mereka pasti
mengetahui putra Don membawa senjata, di samping itu telah terlalu banyak waktu yang terbuang.
Mereka lenyap di sudut, meninggalkan Freddie sendirian dengan tubuh ayahnya yang terus
mengeluarkan darah. Orang
yang berduyun-duyun di jalan menghambur ke pintu-pintu atau tiarap di tanah,
yang lain berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil.
Freddie masih belum mencabut senjata. Ia tampak tertegun. Ia melayangkan
pandangan ke bawah, melihat tubuh ayahnya yang menelungkup dalam apa yang tampak seperti
telaga darah kehitaman. Freddie benar-benar terguncang. Orang-orang mulai bubar
dan seseorang, melihat Freddie akan roboh, membimbingnya ke tepi jalan dan mendudukkannya.
Orang banyak mengerumuni tubuh Don Corleone, lingkaran yang bubar begitu mobil polisi pertama
menerobos mereka dengan sirene meraung-raung. Tepat di belakang mobil itu muncul mobil
radio Daily News, dan bahkan sebelum mobil itu berhenti, fotografer melompat keluar dan memotret
tubuh Don Corleone yang berlumuran darah. Beberapa saat kemudian ambulans datang. Si
fotografer mengalihkan perhatiannya pada Freddie Corleone, yang sekarang menangis terangterangan. Pemandangan ini sangat menggelikan, sebab wajahnya mirip Cupido dan tampak
tangguh, hidungnya yang besar dan bibirnya yang tebal berlumur ingus. Beberapa detektif menyebar di
tengah orang banyak sementara mobil-mobil polisi yang lain berdatangan. Seorang detektif
berlutut di samping Freddie, menanyainya. Tapi Freddie begitu terguncang hingga tidak bisa menjawab.
Si detektif memasukkan tangan ke saku Freddie dan mengambil dompetnya. Ia melihat kartu
identitas di dalam dompet dan bersiul memanggil rekannya. Dalam waktu beberapa derik Freddie telah
dipisahkan dari orang-orang lain oleh sekelompok polisi berpakaian preman. Detektif pertama
menemukan pistol Freddie di sarung bahu dan mengambilnya. Kemudian mereka menarik Freddie hingga
berdiri dan mendorongnya memasuki mobil yang tidak bertanda. Setelah mobil itu berjalan,
mobil radio Daily News mengikutinya. Fotografer masih mengambil foto setiap orang dan segalanya.
Setengah jam setelah peristiwa penembakan ayahnya, Sonny Corleone menerima lima
telepon yang berturut-turut dengan cepat. Yang pertama dari Detektif John Phillips, yang
berada dalam daftar suap keluarga dan duduk di mobil polisi berpakaian preman yang terdepan di tempat peristiwa penembakan.
Yang pertama dikatakannya pada Sonny melalui telepon adalah, "Kau mengenali suaraku?"
"Yeah," jawab Sonny. Ia baru bangun tidur siang, dipanggil ke telepon oleh
istrinya. Phillips mengatakan dengan cepat tanpa pembukaan, "Ada orang menembak ayahmu di
luar kantornya. Lima belas menit yang lalu. Ia hidup, tapi luka parah. Mereka
membawanya ke Rumah Sakit Prancis. Adikmu Freddie mereka bawa ke kantor polisi Chelsea. Sebaiknya
kau memanggil dokter setelah mereka membebaskannya. Sekarang aku akan pergi ke rumah sakit
untuk ikut menanyai ayahmu, kalau ia bisa bicara. Kau akan selalu kukabari."
Di seberang meja, istri Sonny, Sandra, memerhatikan wajah suaminya memerah
karena darahnya naik. Matanya berkilat-kilat. Ia berbisik, "Ada apa?" Sonny melambai tidak sabar,
menyuruhnya menutup mulut, dan memutar tubuh memunggungi istrinya. Ia bertanya ke telepon, "Kau
yakin ia masih hidup?" "Yeah, aku yakin," jawab detektif itu. "Banyak mengeluarkan darah, tapi kurasa
keadaannya tidak separah kelihatannya."
"Terima kasih," kata Sonny. "Datanglah ke rumah besok tepat pukul delapan. Kau
akan menerima seribu." Sonny masih memegangi telepon. Ia memaksa dirinya duduk diam. Ia menyadari
kelemahannya yang terbesar adalah kemarahannya dan inilah saat ketika kemarahan akan berakibat
fatal. Yang pertama harus dilakukan adalah menghubungi Tom Hagen. Tetapi sebelum ia mengangkat
telepon, telepon itu berdering. Yang meneleponnya penjual kupon lotre yang diizinkan Keluarga
beroperasi di distrik kantor ayahnya. Ia menelepon untuk mengatakan padanya bahwa Don dibunuh,
ditembak mati di jalan. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan untuk memastikan informan si penjual lotre tidak dekat
dengan tubuh ayahnya, Sonny menganggap informasi itu tidak benar. Berita dari Phillips pasti lebih
akurat. Telepon berdering
hampir seketika untuk ketiga kalinya. Ia reporter Daily News. Begitu ia
memberitahukan identitasnya,
Sonny Corleone meletakkan telepon.
Ia memutar nomor telepon rumah Tom Hagen dan bertanya pada istri Hagen, "Tom
sudah pulang?" Istri Hagen menjawab, "Belum," bahwa Hagen baru pulang kira-kira dua puluh menit
lagi, tetapi ia mengharapkan Hagen pulang untuk makan malam. "Suruh ia menelepon aku," kata
Sonny. Sonny mencoba memikirkan semuanya. Ia berusaha membayangkan bagaimana ayahnya
akan bereaksi dalam keadaan seperti ini. Ia seketika tahu itu serangan dari Sollozzo. Tetapi
Sollozzo tidak akan berani menyingkirkan pemimpin yang begitu tinggi peringkatnya seperti Don kalau
tidak didukung orang berkuasa lain. Telepon yang berdering untuk keempat kalinya mengganggu
pikirannya. Suara di ujung sana sangat lunak, lemah lembut. "Santino Corleone?" suara itu bertanya.
"Yeah," kata Sonny.
"Kami menahan Tom Hagen," kata suara itu. "Kira-kira tiga jam lagi ia akan
dibebaskan dengan membawa usul kami. Jangan lakukan apa pun dengan tergesa-gesa sebelum kau
mendengarkan apa

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang akan dikatakannya. Kau hanya akan menimbulkan banyak kesulitan. Apa yang
sudah terjadi, biarkanlah. Semua orang harus bersikap bijaksana sekarang. Jangan kehilangan
kesabaran, itu kelemahan sifatmu yang sudah terkenal." Suara tersebut agak bernada mengejek.
Sonny tidak yakin sekali, tapi kedengarannya itu suara Sollozzo. Ia membuat suaranya teredam,
tertekan. "Aku akan menunggu," katanya. Ia mendengar gagang telepon di ujung sana diletakkan.
Ia melihat ke jam tangannya yang berantai emas dan mengingat waktu terjadinya telepon tadi, lalu
menuliskannya di taplak meja. Ia duduk menghadapi meja dapur, mengerutkan kening. Istrinya bertanya, "Sonny,
ada apa?" Ia memberitahu istrinya dengan tenang, "Mereka menembak ayahku." Ketika melihat
ekspresi terkejut pada wajah istrinya, ia berkata kasar, "Jangan khawatir, ia tidak mati. Dan
tidak ada lagi yang akan terjadi." Ia tidak bercerita pada istrinya tentang Tom Hagen. Kemudian telepon
berdering untuk kelima kalinya. Dari Clemenza. Suara laki-laki gendut itu di telepon terdengar
mendesis tersengalsengal. "Kau sudah dengar tentang ayahmu?" ia bertanya.
"Yeah," jawab Sonny. "Tapi ia tidak mati." Lama sekali tidak ada yang berbicara
di telepon, lalu terdengar suara Clemenza penuh perasaan, "Syukurlah ya Tuhan, syukurlah ya
Tuhan." Kemudian dengan gelisah, "Kau yakin" Aku mendengar kabar ia mati di jalan."
"Ia hidup," kata Sonny. Ia mendengarkan dengan cermat setiap intonasi dalam
suara Clemenza. Emosinya terasa tulus, tapi itu bagian dari profesi si laki-laki gendut sebagai
aktor yang pintar. "Kau yang harus membawa bola, Sonny," kata Clemenza. "Apa yang kaukehendaki
untuk kulakukan?" "Datanglah ke rumah ayahku," kata Sonny. "Ajak Paulie Gatto."
"Hanya itu?" tanya Clemenza. "Kau tidak ingin aku mengirim beberapa orang ke
rumah sakit dan ke tempatmu?" "Tidak, aku hanya ingin kau datang bersama Paulie Gatto," kata Sonny. Keduanya
lalu membisu cukup lama. Clemenza bisa menangkap pesan yang diberikan padanya.
Agar sedikit lebih wajar, Sonny bertanya, "Di mana Paulie" Sialan, apa yang
dilakukannya?" Tidak terdengar lagi desisan di ujung seberang. Suara Clemenza terdengar
terkendali. "Paulie sakit, ia
pilek, jadi tinggal di rumah. Ia memang agak sakit sepanjang musim dingin."
Sonny seketika waspada. "Berapa kali ia tinggal di rumah selama dua bulan
terakhir?" "Mungkin tiga atau empat kali," kata Clemenza. "Sudah kutanyakan pada Freddie
apakah ia ingin menggantinya dengan orang lain, tapi ditolak. Tidak ada alasan, sepuluh tahun
terakhir semua berjalan lancar, bukan?" "Yeah," kata Sonny. "Akan kutemui kau di rumah ayahku. Jangan lupa mengajak
Paulie. Jemput ia dalam perjalanan kemari. Aku tidak peduli sesakit apa dirinya. Kau mengerti?" Ia
membanting telepon tanpa menunggu jawaban.
Istrinya menangis pelan. Sejenak Sonny menatapnya, lalu berkata kasar, "Kalau
ada orang kita yang menelepon, suruh mereka menghubungi aku di rumah ayahku melalui telepon khusus.
Kalau ada orang lain yang menelepon, katakan kau tidak mengetahui apa-apa. Kalau istri Tom
menelepon, katakan Tom sementara tidak bisa pulang, ia ada urusan bisnis,"
Ia berpikir sejenak. "Dua orang kita akan datang untuk tinggal di sini." Ia
melihat istrinya tampak ketakutan dan berkata tidak sabar, "Kau tidak perlu takut, aku hanya ingin
mereka berada di sini. Patuhi perintah mereka. Kalau kau ingin berbicara denganku, hubungi aku melalui
telepon khusus Pop, tapi jangan menelepon kecuali sangat penting. Dan jangan khawatir." Ia keluar
dari rumah. Kegelapan telah turun dan angin bulan Desember bertiup kencang. Sonny tidak
takut berjalan di luar pada malam hari. Kedelapan rumah di sekelilingnya milik Don Corleone. Di mulut kompleks ada
dua rumah yang keduanya disewa sahabat keluarga bersama keluarga masing-masing dan para
bujangan yang tinggal di lantai dasar. Dari enam rumah lain yang membentuk setengah lingkaran, satu
dihuni Tom Hagen dan keluarganya, rumahnya sendiri, dan yang paling kecil dan paling tidak
menonjol dihuni Don. Tiga
rumah lain dihuni secara gratis oleh teman-teman Don yang sudah pensiun, dengan
Bahala Jubah Kencono Geni 2 Pendekar Naga Putih 11 Memburu Harta Karun Hong Lui Bun 22

Cari Blog Ini