Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon Bagian 3
"Ahff waris lain?" tanya Tyler.
"Surat wasiat ayah Anda secara khusus menyebutkan bahwa warisannya hams dibagi rata di antara semua keturunannya."
Peggy tampak bingung. "Maksudnya, dibagi rata i di antara ketiga anaknya?"
Tyler menjelaskan, "Yang berhak memperoleh warisan adalah anak-anak kandung, serta anak-anak yang diadopsi secara sah menurut hukum."
Fitzgerald mengangguk. "Benar. Keturunan yang lahir di luar nikah dianggap keturunan ibu dan ayahnya, dan hak asuh terhadap anak bersangkutan ditentukan oleh keputusan pengadilan."
"Jadi apa maksud Anda?" Woody mendesak.
"Maksud saya, mungkin ada orang lain yang juga berhak atas warisan ayah Anda."
Kendali menatapnya. "Siapa?"
Simon Fitzgerald diam sejenak. "Ehm, Anda tentu tahu bahwa beberapa tahun lalu, ayah Anda mendapat anak dari seorang pengasuh yang pernah bekerja di sini."
"Rosemary Nelson," ujar Tyler.
"Ya. Putrinya lahir di St. Joseph"s Hospital di Milwaukee, dan diberi nama Julia."
Suasana menjadi hening. "Hei!" seru Woody. "Itu terjadi 25 tahun lalu."
"Tepatnya, 26."
Kendali bertanya, "Apakah ada yang tahu di mana dia tinggal?"
Suara Harry Stanford kembali terngiang-ngiang di telinga Simon Fitzgerald. "Dia pernah mengirim surat untuk memberitaku saya bahwa dia melahirkan bayi perempuan. Tapi kalau dia pikir dia akan mendapat uang dari saya, dia keliru besar." "Tidak," Fitzgerald berkata pelan-pelan. "Tak ada yang tahu di mana dia sekarang."
"Kalau begitu, kenapa kita hams membuang-buang waktu dengan memikirkan dia?" tanya Woody.
sekadar ingin Anda menyadari bahwa jika dia muncul, dia berhak atas bagian yang sama dari warisan ayah Anda."
"Saya kira kita tidak perlu kuatir soal itu," Woody berkata dengan yakin. "Kemungkinan besar dia bahkan tidak tahu siapa ayahnya,"
Tyler berpaling kepada Fitzgerald. "Tadi Anda mengatakan bahwa Anda belum mengetahui jumlah warisan secara tepat. Boleh saya tahu kenapa?"
"Kami hanya menangani urusan pribadi ayah Anda. Semua urusan bisnisnya ditangani dua biro hukum lain. Saya telah menghubungi mereka dan meminta mereka menyiapkan pernyataan keuangan secepat mungkin."
* "Barangkali Anda bisa memberikan perkiraan seberapa lama kami harus menunggu sampai urusan ini tuntas?" tanya Kendali. Aku butuh $100,000 segera.
"Sekitar dua sampai tiga bulan." Marc melihat istrinya membelalakkan mata karena terkejut. "Apakah prosesnya bisa dipercepat?"
Steve Sloane menjawab, "Saya kira tidak. Masalah ini hams melewati probate court dulu, dan saat ini pengadilan sedang sibuk sekali." "Apa itu, probate courfT tanya Peggy. "Probate merupakan bentuk lampau dari pro-bare?membuktikan. M adalah?"
"Dia tidak minta kuliah bahasa Inggris!" Woody meledak. "Kenapa urusan ini tidak diselesaikan sekarang saja?"
Tyler berpaling kepada adiknya. "Prosedurnya diatur oleh undang-undang. Jika seseorang meninggal, pertama-tama surat wasiat orang bersangkutan hams didaftarkan ke probate court. Langkah selanjurnya adalah penaksiran nilai semua aset-r-real estate, perusahaan-perusahaan, uang tunai, perhiasan?untuk membuat inventaris, yang lalu diserahkan ke pengadilan. Setelah menyelesaikan masalah pajak, para ahli waris mengajukan petisi guna memperoleh izin membagikan sisa warisan."
Woody meringis. "Ya sudah. Aku menunggu hampir empat puluh tahun untuk menjadi jutawan. Aku bisa bersabar satu atau dua bulan lagi."
Simon Fitzgerald bangkit. "Dalam surat wasiatnya, ayah Anda juga menyebutkan sejumlah orang yang akan menerima hadiah-hadiah kecil, namun hadiah-hadiah itu tidak berpengaruh terhadap jumlah warisan secara keseluruhan." Fitzgerald memandang berkeliling. "Baiklah, kalau tak ada lagi yang perlu dibahas?"
Tyler berdiri. "Saya kira tidak ada. Terima kasih, Mr. Fitzgerald, Mr. Sloane. Kalau ada masalah, kami akan menghubungi Anda."
Fitzgerald mengangguk. "Sampai jumpa." Ia berbalik dan menuju pintu. Steve Sloane mengikutinya.
Di luar, ketika berjalan ke mobil, Simon Fitzgerald berpaling kepada Steve. "Nah, kau sudah bertemu para anggota keluarga. Bagaimana kesan"Aku tidak merasakan suasana berkabung di ramah itu. Suasananya lebih mirip perayaan. Dan ada satu hal yang membuatku bingung, Simon. Kalau ayah mereka membenci mereka seperti mereka membenci dia, kenapa dia meninggalkan seluruh uangnya untuk mereka?"
Simon Fitzgerald angkat bahu. "Soal itu kita takkan pernah tahu. Mungkin itulah sebabnya dia ingin menemuiku, untuk mewariskan uangnya kepada orang lain."
Tak satu pun dari mereka sanggup memejamkan mata malam itu. Semuanya tenggelam dalam lamunan masing-masing.
Tyler berkata dalam hati, Akhirnya terjadi juga. Akhirnya terjadi juga! Sekarang aku bisa menawarkan seluruh dunia kepada Lee!
Kendali membayangkan, Begitu uangnya kuterima, aku akan memenuhi tuntutan mereka, dan setelah itu aku takkan diganggu lagi!
Woody berangan-angan, Aku mau beli kuda-kuda polo terbaik di dunia. Mulai sekarang aku tak perlu pinjam kuda orang lain. Aku bakal jadi pemain sepuluh gol! la melirik Peggy yang berbaring di sampingnya. Sebelumnya, perempuan tolol ini akan kuceraikan dulu. Namun kemudian ia berubah pikiran, Tapi" jangan. Ia turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi. Ketika keluar j lagi, ia serasa berada di awang-awang.
Acara sarapan pada keesokan paginya berlangsung dalam suasana ceria.
"Hmm," Woody berkata dengan gembira, "kalian tentu sibuk menyusun rencana semalam."
Marc angkat bahu. "Kendali dan saya masih bingung. Kami tak pernah membayangkan memperoleh uang sebanyak itu."
Tyler menoleh. "Uang itu memang akan mengubah hidup kita."
Woody mengangguk. "Seharusnya si Tua menyerahkannya waktu dia masih hidup, supaya kita bisa menikmatinya dari dulu. Kata orang, kita tidak boleh bicara jelek tentang orang yang sudah meninggal, tapi terus terang?"
Kendali segera menegurnya. "Woody?"
"Ah, jangan munafik! Kita semua benci dia, dan memang sudah sepantasnya. Kalian masih ingat bagaimana dia?"
Clark muncul di pintu. Ia tampak kikuk. "Maaf," ujarnya. "Ada seorang wanita yang ingin menemui Anda semua. Dia mengaku bernama Julia Stanford."
SIANG Bab 13 "JULIA STANFORD?"
Semuanya berpandangan dengan bingung.
"Pasti penipu f" seru Woody.
Tyler segera berkata, "Sebaiknya kita pindah ke ruang baca saja." Ia berpaling kepada Clark. "Tolong antarkan tamu kita ke sana."
"Baik, Sir." Wanita itu berhenti di ambang pintu. Dengan gugup ia menatap orang-orang yang sedang mengamatinya. "Se" seharusnya saya tidak datang ke
sini," katanya pelan-pelan.
"Ya, itu betul!" Woody menyahut dengan ketus.
"Siapa Anda?" "Saya Julia Stanford." Ia begitu gugup sehingga
hampir tergagap-gagap. "Bukan. Saya tanya siapa Anda sebenarnya?"
Wanita tersebut hendak mengatakan sesuatu, tapi kemudian hanya menggelengkan kepala.
181 "Saya" Ibu saya Rosemary NeJson. Harry Stanford ayah saya."
Orang-orang di hadapannya kembali berpandangan.
"Apakah Anda mempunyai bukti untuk mendukung pernyataan Anda?" tanya Tyler.
Wanita muda itu menelan ludah. "Kalau yang Anda maksud bukti tertulis, saya tidak?"
Tentu saja Anda tidak punya bukti!" hardik Woody. "Berani-rjeraninya Anda datang ke?"
Kendali cepat-cepat memotong, "Anda tentu bisa membayangkan bahwa ini sangat mengejutkan bagi kami. Kalau yang Anda katakan memang benar, Anda" Anda adik tiri kami."
Julia mengangguk. "Anda Kendali." Ia berpaling kepada Tyler. "Anda Tyler." Ia berpaling kepada Woody. "Dan Anda Woodrow. Anda biasa dipanggil Woody."
"Seperti yang tertulis di majalah People" Woody berkomentar dengan sinis.
Tyler angkat bicara, "Saya yakin Anda dapat memahami posisi kami, Miss" ehm" Tanpa bukti nyata, kami tidak mungkin dapat menerima?"
"Saya mengerti." Dengan gugup wanita muda ini memandang berkeliling. "Saya sendiri tidak tahu kenapa saya datang ke sini,"
"Oh, saya tahu kenapa," ujar Woody. "Anda datang karena sesuatu yang dinamakan uang." "Saya onak tertarik pada uang," wanita itu berkata dengan gusar. "Sesungguhnya, saya" saya berharap bisa menemui keluarga saya di sini."
Kendali mengamatinya dengan saksama. "Di mana ibu Anda?"
"Dia sudah tiada. Ketika saya membaca bahwa ayah kita meninggal?"
"Anda memutuskan menemui kami," Woody menyambung dengan nada mengejek.
Tyler kembali angkat bicara, "Tadi Anda mengatakan Anda tidak mempunyai bukti sah mengenai identitas Anda."
"Bukti sah" Ehm" tidak. Itu sama sekali tak terpikir oleh saya. Tapi saya mengetahui beberapa hal yang tidak mungkin saya ketahui, kecuali kalau saya mendengarnya dari ibu saya" "Misalnya?" tanya Marc. Wanita itu merenung sejenak. "Saya ingat ibu saya sering bercerita mengenai ramah kaca di belakang. Dia suka tanaman dan bunga, dan dia sering menghabiskan berjam-jam di sana?"
Woody menyela, "Foto-foto rumah kaca itu ada di banyak majalah."
"Apa lagi yang diceritakan ibu Anda?" tanya tyler.
"Oh, masih banyak lagi! Dia sering bercerita mengenai Anda semua, dan masa-masa bahagia yang Anda lewatkan bersama-sama." Wanita muda itu berpikir sebentar. "Ibu pernah mengajak Anda bertiga naik perahu berbentuk angsa ketika Anda
masih kecil-kecil. Salah satu dari Anda nyaris tercebur, tapi saya tidak ingat siapa."
Woody dan Kendali menatap Tyler.
"Itu saya," ujar Tyler.
"Dia mengajak Anda berbelanja di Filene"s. Salah satu dari Anda hilang, dan semuanya panik."
Kendali berkata pelan-pelan, "Saya yang hilang waktu itu."
"Ya" Apa lagi?" tanya Tyler.
"Anda pernah diajak ke Union Oyster House, dan di sana Anda pertama kali makan kerang dan langsung sakit perut."
"Saya ingat itu."
Ketiga anak Harry Stanford bertukar pandang sambil membisu.
Wanita ku menatap Woody. "Anda dan Ibu pernah mengunjungi Charlestown Navy Yard untuk melihat USS Constitution, dan Anda tidak mau pulang." Ia berpaling kepada Kendali. "Dan Anda pernah memetik bunga di Public Garden dan hampir ditangkap poli"."
Kendali menelan ludah. "Benar."
Tanpa berkedip mereka mendengarkan cerita wanita itu, "Suatu hari, Ibu mengajak Anda bertiga ke museum sejarah alam, dan Anda ketakutan melihat kerangka gajah purba dan naga laut yang ada di sana."
Kendali berkata pelan-pelan, "Malam itu kami semua tidak bisa tidur," Julia berpaling kepada Woody. "Ibu pernah mengajak Anda bermain sepatu luncur pada Hati Natal. Anda jatuh, dan satu gigi Anda patah. Ketika Anda berumur tujuh tahun, Anda jatuh dari pohon dan kaki Anda terpaksa dijahit."
Dengan enggan Woody mengakui, "Bekas lukanya masih kelihatan."
Wanita itu menghadap ke yang lain. "Salah satu dari Anda pernah digigit anjing. Saya lupa siapa. Ibu saya membawa Anda ke unit gawat darurat di Massachusetts General."
Tyler mengangguk. "Saya mendapat suntikan an-tirabies."
Ucapan wanita muda tersebut meluncur semakin cepat. "Woody, ketika Anda berumur delapan tahun, Anda lari dari rumah. Anda mau ke Hollywood untuk menjadi bintang film. Ayah Anda marah sekali. Anda disuruh tidur tanpa makan malam. Ibu saya diam-diam membawakan makanan ke kamar Anda." Woody mengangguk pelan, "Saya" saya tidak tahu apa lagi yang bisa saya ceritakan. Saya?" Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Saya punya foto di tas saya." Ia membuka tasnya dan mengeluarkan foto tersebut, lalu menyerahkannya kepada Kendali.
Mereka berkerumun untuk mengamatinya. Foto itu memperlihatkan mereka bertiga ketika masih kecil bersama wanita muda berbaju seragam. "Ini pemberian ibu saya."
Tyler bertanya, "Ada lagi yang dittnggalkannyz untuk Anda?"
Wanita itu menggelengkan kepala. "Tidak. Sayang sekali. Dia tidak menginginkan apa pun di sekitarnya mengingatkannya pada Harry Stanford."
"Kecuali Anda sendiri, tentunya," Woody berkomentar.
Wanita itu langsung menoleh dengan gusar. "Saya tidak peduli Anda percaya atau tidak. Anda tidak mengerti" saya" saya berharap?" Ia terdiam.
Tyler angkat bicara, "Seperti yang dikatakan adik saya tadi, kemunculan Anda yang begitu mendadak sangat mengejutkan bagi kami. Maksud saya" seseorang tiba-tiba mendatangi kami dan mengaku anggota keluarga" Anda tentu memahami kesulitan yang kami hadapi. Saya kira kami perlu waktu untuk membicarakan ini."
Tentu, saya mengerti"
"Anda tinggal di mana?"
"Di Tremont House."
"Bagaimana kalau Anda pulang dulu" Kami akan menyiapkan mobil untuk mengantar Anda ke sana. Dan kami akan secepatnya menghubungi Anda kembali."
Wanita muda itu mengangguk. "Baiklah." Ia menatap ketiga orang di hadapannya, lalu berkata pelan-pelan, "Apa pun yang Anda pikirkan, Andalah keluarga saya."
"Biar saya antar Anda ke pintu," ujar Kendali.
Wanita jtu tersenyum. "Tidak perlu. Saya tahu jalannya. Rasanya saya kenal setiap jengkal di rumah ini."
Mereka memperhatikannya membalik dan menuju pintu.
Kendali berkata, "Hmm, rupanya kita" punya adik perempuan." "Aku tidak percaya," balas Woody. "Kelihatannya"," Marc mulai berkata. Semuanya berbicara berbarengan. Tyler mengangkat sebelah tangan. "Debat kusir tidak ada gunanya. Lebih baik masalah ini kita pelajari dengan menggunakan nalar. Anggap saja wanita itu sedang diadili dan kita jurinya. Kita yang akan menentukan apakah dia bersalah atau tidak. Keputusannya harus diambil dengan suara bulat. Kita semua harus sepakat." Woody mengangguk. "Ya, setuju." Tyler berkata, "Kalau begitu kita mulai saja. Menurutku, wanita itu penipu."
"Penipu" Mana mungkin?" tanya Kendali. "Dia tidak mungkin tahu segala detail tentang kita kalau dia penipu."
Tyler berpaling kepada adiknya "Kendali, berapa banyak pelayan yang bekerja di ramah ini waktu kita masih kecil?"
Kendali menatapnya dengan bingung. "Apa hubungannya?"
"Puluhan, bukan" Dan masing-masing dan mereka bisa menceritakan kisah yang sama seperti
nona itu. Entah berapa pelayan, sopir, juru masai dan sebagainya yang pernah bekerja untuk ayal kita: Foto yang diperlihatkan tadi bisa saja di berikan oleh salah saru dari mereka."
"Maksudmu" kau curiga dia bersekongkol dengan seseorang?"
"Satu atau malah beberapa," balas Tyler. "Jangan lupa, jumlah uang yang terlibat dalam urusan ini besar sekali."
"Dia bilang dia tidak peduli soal uang," Marc mengingatkan mereka.
Woody mengangguk. "Yeah, dia bilang begitu." Ia menatap Tyler. "Tapi bagaimana kita bisa membuktikan dia penipu" Tidak ada cara yang?" "Sebenarnya ada satu cara," ujar Tyler serius. Semuanya menoleh. "Bagaimana?" tanya Marc. "Besok aku akan mendapatkan jawabannya."
Simon Fitzgerald berkata pelan-pelan, "Jadi, setelah bertahun-tahun, Julia Stanford akhirnya muncul?"
"Kami didatangi wanita yang mengaku sebagai Julia Stanford," Tyler meralat.
"Dan Anda tidak percaya?" tanya Steve.
"Sedikit pun tidak. Yang disebutnya bukti-bukti mengenai identitasnya hanya kejadian-kejadian di masa kecil kami, yang mungkin saja diketahui paling tidak selusin bekas karyawan ayah kami, serta sebuah foto yang sebenarnya tidak membuktikan apa-apa. Wanita itu bisa saja bersekongkol dengan salah satu dari mereka. Saya ingin membuktikan dia penipu."
Steve mengerutkan kening. "Bagaimana caranya?"
"Mudah saja. Saya akan minta dia menjalani tes DNA."
Steve Sloane terkejut. "Itu berarti jenazah ayah Anda harus digali lagi."
"Ya." Tyler berpaling kepada Simon Fitzgerald. "Apakah ada masalah?"
"Dalam situasi seperti ini, saya rasa saya dapat mengusahakan surat perintah penggalian. Apakah wanita itu bersedia menjalani tes tersebut?"
"Saya belum menanyakannya. Seandainya dia menolak, itu membuktikan dia takut menghadapi hasilnya." Ia terdiam sejenak. "Terus terang, saya merasa tidak enak. Tapi saya kira ini satu-satunya cara untuk mengungkapkan kebenaran."
Fitzgerald merenung sebentar. "Baiklah." Ia berpaling kepada Steve. "Bisa kauurus ini?"
"Tentu." Steve menoleh ke arah Tyler. "Anda tentu sudah mengetahui prosedurnya. Keluarga terdekat-?dalam hal ini, salah satu anak almarhum? harus mengajukan permohonan ke kantor pemeriksa jenazah untuk memperoleh izin penggalian. Anda harus menjelaskan alasan permohonan itu. Jika diterima, kantor pemeriksa jenazah akan menghubungi perusahaan pemakaman dan memberikan izin kepada mereka untuk melakukan penggalian.Penggalian harus disaksikan oleh wakil kantor pemeriksa jenazah."
"Berapa lama proses pengurusan izin ini?" tanyi Tyler.
"Sekitar tiga sampai empat hari. Sekarang Rabu Jika semuanya berjalan lancar, Senin depan penggalian sudah dapat dilakukan."
"Bagus." Tyler kembali terdiam. "Saya juga membutuhkan ahli DNA, seseorang yang sanggup memberikan keterangan secara meyakinkan di ruang sidang, kalau-kalau urusan ini memang sampai dibawa ke pengadilan. Barangkali Anda kenal seseorang?"
Sieve berkata, "Saya tahu orang yang tepat. Namanya Perry Winger. Dia tinggal di Boston. Dia biasa tampil sebagai saksi ahli dalam sidang-sidang pengadilan di seluruh negeri. Saya akan menghubunginya."
Terima kasih. Semakin cepat urusan ini dapat kita selesaikan, semakin baik untuk kita semua."
Pukul sepuluh keesokan paginya, Tyler memasuki ruang baca di Rose Hill tempat Woody, Peggy, Kendall, dan Mare telah menunggu. Tyler disertai pria yang tak mereka kenal.
"Perkenalkan, ini Perry Winger," ujar Tyler.
"Siapa diaT tanya Woody.
"AMU DNA kita."
Kendali menatap Tyler, "Untuk apa kita perlu ahli DNA?"
Tyler menjelaskan, "Untuk membuktikan bahwa wanita itu, yang muncul begitu tiba-tiba, tak lebih dari penipu. Aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja."
"jadi, mayat si Tua mau kaugali lagi?" Woody bertanya.
"Ya. Para pengacara kita sedang mengurus izin penggalian. Jika wanita itu memang saudara tiri kita, tes DNA akan membuktikannya. Begitu pula kalau sebaliknya."
Marc angkat bicara, "Maaf, tapi saya kurang paham tentang urusan DNA ini."
Perry Winger berdeham. "Secara sederhana, deoxyribonucleic acid?atau DNA?merupakan molekul keturunan. DNA berisi kode genetik yang unik untuk setiap individu, dan dapat diperoleh dari darah, sperma, ludah, akar rambut, bahkan kulit DNA dapat bertahan selama lima puluh tahun setelah seseorang meninggal."
"Oh, begitu. Ternyata memang sederhana," Marc berkomentar.
Perry Winger mengerutkan kening. "Tapi tidak sesederhana yang Anda bayangkan. Ada dua macam tes DNA. Tes PCR, yang memberi hasil dalam tiga hari, dan tes RFLP yang lebih kompleks dan baru memberi hasil dalam enam sampai delapan minggu. Untuk keperluan ini, saya kira tes PCR sudah memadai."
Bagaimana tes itu dilakukan?" tanya Kendali. Ada beberapa langkah. Pertama, kita harus
101 mengambil sampel dan memotong DNA menjadi beberapa bagian. Bagian-bagian itu dipilah berdasarkan panjang dengan menaruh semuanya pada lapisan gel, yang kemudian diberi aliran listrik. DNA bermuatan negatif dan bergerak mendekati kutub positif, sehingga beberapa jam kemudian semua bagian telah teratur berdasarkan panjang." Perry Winger semakin bersemangat. "Setelah bagian-bagian itu dipisah-pisahkan dengan menggunakan senyawa alkali, semuanya dipindahkan ke lembaran nilon, yang lalu direndam dan?" Para pendengarnya mulai terkantuk-kantuk. "Seberapa akurat tes ini?" Woody memotong. "Ketepatannya seratus persen untuk menentukan bahwa seseorang bukan ayah dari anak tertentu. Jika hasil tesnya positif, ketepatannya 99,9 persen."
Woody berpaling kepada kakaknya. "Tyler, kau hakim. Andai kata dia memang anak Harry Stanford" ibunya dan ayah kita tak pernah menikah. Kenapa dia harus diberi bagian dari warisan ini?"
"Berdasarkan hukum," Tyler menjelaskan, "jika dia terbukti anak ayah kita, dia berhak mendapat bagian yang seperti kita."
"Kalau begitu, kita pakai saja tes DNA itu untuk membuktikan dia penipu!"
Tyler, Woody, Kendall, Marc, dan Julia duduk mengelilingi meja di mang makan merangkap restoran di Tremont House.
192 Peggy memilih tinggal di Rose Hill. "Aku jadi ngeri kalau kalian bicara tentang mayat yang harus digali lagi," katanya.
Kini mereka menghadapi wanita yang mengaku sebagai Julia Stanford.
"Saya tidak mengerti apa yang harus saya lakukan."
"Sebenarnya mudah saja," Tyler memberitahunya. "Seorang dokter akan mengambil sampel kulit Anda untuk dibandingkan dengan kulit ayah kami. Jika ada kesamaan antara molekul-molekul DNA, itu merupakan bukti nyata Anda memang putrinya. Di pihak lain, jika Anda tidak bersedia menjalani tes itu?"
"Saya" saya kurang setuju."
"Kenapa?" Woody langsung mendesak.
"Entahlah." Wanita itu merinding. "Saya tidak tega membayangkan jenazah ayah saya digali lagi untuk" untuk?"
"Untuk membuktikan identitas Anda."
Wanita itu menatap mereka. "Kalau saja Anda semua?"
"Ya?" "Kelihatannya tidak ada jalan untuk meyakinkan Anda, ya?"
"Ada," ujar Tyler. "Dengan menjalani tes itu." Cukup lama tak ada yang angkat bicara. "Baiklah. Kalau itu yang Anda inginkan."
Pengurusan izin penggalian jenazah ternyata lebih
193 sulit dari yang diperkirakan semula. Simon Fitzgerald sampai berbicara langsung dengan petugas yang berwenang,
"Tidak bisa! Demi Tuhan, Simon! Aku tidak bisa memberi izm! Kau sadar apa yang akan terjadi kalau pers sampai tahu" Yang kita bicarakan bukan mayat tak dikenal, tapi jenazah Harry Stanford"
-"Marvin, ini penting. Jutaan dolar dipertaruhkan. Kita harus memastikan bahwa urusan ini tidak tercium pers."
"Barangkali ada jalan lain"."
"Sayangnya tidak ada. Wanita itu sangat meyakinkan."
"Tapi keluarganya belum yakin."
"Begitulah." "Menurutmu, dia penipu, Simon?"
"Teras terang, aku tidak tahu. Tapi pendapatku tidak berarti apa-apa. Pendapat kita semua tidak berarti apa-apa. Pengadilan akan menuntut bukti, dan tes DNA akan memberikan bukti itu."
Petugas pemeriksa mayat itu menggelengkan kepala. "Aku sempat kenal Harry Stanford. Dia takkan suka ini. Seharusnya aku tidak?"
"Berarti kau mau membantu."
Marvin menghela napas. "Baiklah. Tapi ada satu hal yang kuminta."
"Tentu." "Aku tidak mau melihat kerumunan wartawan di "ni."
"Jangan ku at i r. Urusan ini akan dirahasiakan dengan ketat. Hanya para anggota keluarga yang akan hadir."
"Kapan jenazahnya akan digali?"
"Kalau tidak ada halangan, Senin depan."
Marvin kembali menghela napas. "Baiklah. Aku akan menghubungi perusahaan pemakaman. Pokoknya, setelah ini giliran kau yang harus membantuku."
"Aku takkan melupakannya."
Pukul sembilan pagi hari Senin, gerbang ke bagian Mount Auburn Cemetery tempat jenazah Harry Stanford dimakamkan ditutup sementara "karena pekerjaan perbaikan". Tak seorang pun diizinkan masuk. Woody, Peggy, Tyler, Kendall, Marc, Julia, Simon Fitzgerald, Steve Sloane, dan Dr. Collins, wakil dari kantor pemeriksa jenazah, berdiri di samping kuburan Harry Stanford. Mereka memperhatikan empat pekerja tempat pemakaman mengangkat peti jenazahnya. Perry Winger berdiri memisah.
Setelah peti jenazah diangkat, si mandor bertanya, "Apa yang harus kami lakukan sekarang?"
"Tolong buka petinya," ujar Fitzgerald. Ia berpaling "kepada Perry Winger. "Berapa lama yang Anda perlukan?"
"Tak lebih dari satu menit. Saya hanya akan mengambil contoh kulit."
"Baiklah," k** Fitzgerald. Ia mengangguk kepada mandor tadi. "Silakan."
Si mandor dan para asistennya mulai membuka peti jenazah tersebut.
"Aku tidak sanggup menyaksikan ini," Kendali berkata. "Apakah kita harus melihatnya?" Ta!" jawab Woody. "Harus." Mereka memandang tanpa berkedip ketika tutup peti jenazah diangkat dan didorong ke samping. "Oh, ya Tuhan!" pekik Kendali. Peti jenazah itu kosong..
Bab 14 MEREKA telah kembali ke Rose Hill. Tyler baru saja selesai menelepon. "Fitzgerald menjamin kejadian ini takkan diketahui pers. Pihak tempat pemakaman tidak menginginkan publisitas buruk, Dr. Collins diperintahkan tutup mulut oleh atasannya, dan Perry Winger bisa dipercaya."
Woody tidak memperhatikannya. "Aku yakin ini ulah perempuan keparat itu!" katanya. "Aku tidak tahu bagaimana dia melakukannya, tapi dia tak bakal lolos!" Dengan geram ia menatap yang lain. "Kalian pasti tidak percaya dia yang mengatur semuanya ini, ya?"
Tyler menyahut pelan-pelan, "Kelihatannya kau benar, Woody. Tak ada yang punya alasan berbuat begini, kecuali dia. Wanita itu cerdik dan panjang akal, dan rupa-rupanya dia bekerja sama dengan orang lain. Urusan ini jadi lebih rumit dari yang kusangka."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tany Kendali.
Tyler angkat bahu. Terus terang, aku juga tidak tahu. Aku yakin dia akan membawa surat wasiat ayah kita ke pengadilan."
"Apakah dia bisa menang?" Peggy bertanya malu-malu.
"Ada kemungkinan. Penampilannya sangat meyakinkan. Dia berhasil meyakinkan beberapa orang dari kita."
Tapi pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan!" seru Marc. "Bagaimana kalau dia kita laporkan ke polisi?"
"Menurut Fitzgerald, pihak kepolisian sudah mengusut lenyapnya jenazah Ayah, tapi menemui jalan buntu," jawab Tyler. "Kecuali itu, mereka ingin merahasiakan kejadian ini. Kalau beritanya sampai menyebar, mereka akan kewalahan menghadapi orang-orang yang datang dengan membawa mayat"
"Surah saja mereka selidiki penipu ini!" ujar Woody sengit. KlE
Tyler menggelengkan kepala, "Ini bukan urusan polisi, ini urusan pribadi?" Ia terdiam sejenak, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Sebenarnya?" "Ada apa?"
"Kita bisa saja menyewa detektif swasta untuk membongkar kedok wanita itu,"
"Ide bagus. Barangkali ada detektif yang kau-kenair
"Di Boston" Tidak. Tapi kha bisa minta Fitzgerald mencarikan seseorang. Atau?" ia kembali
terdiam. "Aku tahu detektif swasta yang sering digunakan oleh Kejaksaan Chicago. Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi reputasinya sangat baik."
Marc angkat bicara, "Bagaimana kalau kita hubungi dia saja" Siapa tahu dia bisa membantu."
Tyler memandang berkeliling. "Itu terserah yang lain."
"Kurasa tak ada salahnya," ujar Kendali. "Jasanya mungkin mahal," Tyler mengingatkan. Woody mendengus. "Mahal" Kita bicara tentang jutaan dolar." Tyler mengangguk. "Tentu. Kau benar." "Siapa namanya?"
Tyler mengerutkan kening. "Aku tidak ingat. Simpson" Simmons" Bukan, bukan itu. Tapi bunyinya mirip. Tunggu sebentar, aku akan menelepon kantor kejaksaan di Chicago."
Yang lain memperhatikan Tyler mengangkat gagang telepon dan memutar sebuah nomor. Dua menit kemudian, ia sudah berbicara dengan seorang jaksa muda. "Saya Hakim Tyler Stanford. Kalau saya tidak salah, kantor Anda sesekali menggunakan jasa seorang detektif swasta. Namanya Simmons atau?"
Lawan bicaranya memotong, "Oh, yang Anda maksud pasti Frank Tunmons."
Timmonsl Ya, itu dia." Tyler menatap yang lain dan tersenyum. "Barangkali Anda bisa memberikan nomor teleponnya, agar saya bisa mens, hubungi dia?"
Setelah mencatat sebuah nomor, Tyler meletakkan gagang telepon.
h berpaling kepada yang lain. lalu berkata, "Baiklah, kalau semuanya sudah sepakat aku akan menelepon dia."
Yang lain mengangguk. Keesokan sorenya, para anggota keluarga berkumpul di ruang tamu. Clark muncul di pintu. "Mr. Timmons telah tiba."
Tamu mereka berusia empat puluhan. Ia berbadan kekar seperti petinju, dan hidungnya bengkok karena pernah patah. Kulitnya pucat, dan sorot matanya cerah. Pandangannya beralih dari Tyler ke Marc ke Woody. "Hakim Stanford?"
Tyler mengangguk. "Saya Hakim Stanford."
"Frank Timmons," tamu mereka memperkenalkan dai.
"Silakan duduk, Mr. Timmons."
"Terima kasih." Pria itu menarik kursi. "Anda yang menelepon saya, bukan?"
"Betul." "pi:
"Terus terang, saya tidak tahu bagaimana saya bisa membantu Anda. Saya tidak mempunyai koneksi resmi di fiat,"
"Urusan ini bukan urusan resmi," Tyler meyakinkannya. "Kami sekadar minta Anda melacak latar belakang seorang wanita muda.?",
"Anda telah rnernbcritahu saya melalui telepon bahwa wanita itu mengaku sebagai adik tiri Anda, dan Anda tidak mungkin mengadakan tes DNA."
"Betul." Pria ku menatap orang-orang di hadapannya. "Dan Anda tidak percaya wanita itu adik tiri Anda?"
Mereka tidak segera menyahut.
"Tidak," Tyler akhirnya berkata. "Di pihak lain. ada kemungkinan dia mengatakan yang sebenarnya Kami berharap Anda dapat menemukan bukti yang tak terbantah mengenai identitas wanita itu. Singkatnya, kami perlu tahu apakah dia penipu atau bukan."
"Baiklah. Tarif saya seribu dolar per hari, ditambah biaya operasional."
Tyler tercengang. "Seribu" ?"
"Kami akan membayar," Woody segera berkata.
"Saya memerlukan segenap informasi yang Anda miliki tentang wanita ini."
Kendali menyahut, "Sayangnya, informasi kami pun sangat terbatas,"
Tyler angkat bicara, "Wanita itu tidak memiliki bukti dalam bentuk apa pun. Dia datang bermodalkan sejumlah kisah mengenai masa kecil kami, yang menurut pengakuannya diceritakan oleh ibunya, dan?"
Tamu mereka mengangkat sebelah tangan. "Tunggu dulu. Siapa ibunya?"
"Di* mengaku anak Rosemary Nelson, pengasuh kami ketika kami masih kecil."
"Apa yang terjadi dengannya?"
Mereka berpandangan dengan kikuk.
Woody angkat bicara, "Dia terlibat affair dengan ayah kami dan hamil. Dia kabur, lalu melahirkan anak perempuan." Ia angkat bahu. "Setelah itu, dia menghilang."
"Hmm, begitu. Dan wanita ini mengaku sebagai anaknya?"
Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, benar." Pria itu termenung-menung. Akhirnya ia berkata, "Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa, tapi saya akan berusaha dengan sekuat tenaga."
"Hanya itu yang kami minta," Tyler menanggapinya.
Langkah pertama yang ditempuhnya adalah mengunjungi Boston Public Library dan meneliti arsip microfiche mengenai skandal lama menyangkut Harry Stanford, pengasuh anak itu, dan bunuh diri Mrs. Stanford. Bahan yang ditemukannya ternyata cukup untuk menulis novel.
Setelah itu ia mendatangi Simon Fitzgerald.
"Nama saya Frank Timmons. Saya?"
"Saya tahu siapa Anda, Mr. Timmons. Hakim Stanford telah minta saya membantu Anda. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?"
"Saya ingin melacak putri tidak sah Harry Stanford. Mestinya dia sekarang berusia sekitar 26, bukan?"
"Ya. Dia lahir 9 Agustus 1969, di St. Joseph"s Hospital di Milwaukee, Wisconsin. Dia diberi nama Julia oleh ibunya." Fitzgerald angkat bahu. "Mereka menghilang. Saya kira hanya ini informasi yang saya miliki."
"Sebagai titik tolak, ini sudah cukup."
Mrs. Dougherty, kepala St. Joseph"s Hospital di Milwaukee, adalah wanita berambut kelabu berusia enam puluhan.
"Ya, tentu saja saya ingat," katanya. "Bagaimana mungkin saya lupa" Skandal itu sangat menggemparkan. Beritanya terpampang di semua koran. Para wartawan berhasil mengetahui identitasnya, dan mereka tak henti-henti mengusik gadis malang itu."
"Anda tahu dia pergi ke mana setelah dia dan bayinya meninggalkan rumah sakit?"
"Saya tidak tahu. Dia tidak memberitahukan alamatnya."
"Apakah dia melunasi biaya persalinan sebelum pergi dari sini?" "Ehm" tidak."
"Bagaimana Anda bisa mengingat itu?"
"Karena situasinya begitu memilukan. Saya ingat dia duduk di kursi yang Anda duduki sekarang, dan dia berkata dia hanya bisa membayar sebagian tagihannya. Tapi dia berjanji akan mengirim uang
untuk melunasi sisanya. Tentu saja itu bertentangan dengan peraturan rumah sakit, tapi saya kasihan padanya, dia sedang sakit waktu itu, dan saya bilang ya."
"Apakah dia mengirim sisa uang yang harus dibayarnya?"
"Ya. Kira-kira dua bulan kemudian. Ah, sekarang saya ingat lagi. Dia memperoleh pekerjaan di perusahaan jasa sekretaris,"
"Anda tentu tidak ingat lagi di mana tempat toi?"
Tidak. Ya ampun, Mr. Timmons, itu terjadi 25 tahun lalu."
"Mrs. Dougherty, apakah Anda menyimpan semua catatan pasien dalam arsip?"
"Tentu saja." Mrs. Dougherty menatap tamunya. . "Anda ingin saya mencari catatannya dalam arsip?"
Pria itu tersenyum manis, "Kalau Anda tidak keberatan."
"Apakah ini akan membantu Rosemary?"
"Ini mungkin sangat berarti baginya."
"Baiklah. Saya permisi sebentar." Mrs. Dougherty meninggalkan ruang kerjanya.
Lima belas menit kemudian ia kembali lagi dengan membawa sebuah berkas. "Ini dia. Rosemary Nefeon. Alamat yang tertulis di sini adalah The Elite Typing Service. Omaha, Nebraska"
The Elite Typing Service dikelola oleh Mr. Otto Broderick, seorang pria berusia enam puluhan.
"Kami banyak sekali mempekerjakan tenaga tidak tetap," ia memprotes. "Bagaimana mungkin saya mengingat seseorang yang pernah bekerja di sini 25 tahun lalu?"
"Kasus ini agak istimewa. Wanita yang saya cari ini berusia akhir dua puluhan saat itu. Dia belum menikah, dan sakit-sakitan. Dia baru melahirkan dan?"
"Rosemary!" "Ya, betul. Kenapa Anda mengingatnya?" "Anda tahu apa yang dimaksud dengan mnemonics, Mr. Timmons?" "Ya."
"Nah, itulah yang saya gunakan. Saya biasa menghubung-hubungkan kata. Waktu itu ada film berjudul Rosemary"s Baby. Jadi waktu Rosemary melamar dan bercerita dia punya bayi, saya langsung menghubungkannya dan?"
"Berapa lama Rosemary Nelson bekerja untuk Anda?"
"Oh, sekitar satu tahun, kalau saya tidak salah. Kemudian pers mencium siapa dia, entah bagaimana caranya, dan mereka terus mengejarnya. Dia meninggalkan Omaha di tengah malam buta agar bisa bebas dari mereka."
"Mr. Broderick, barangkali Anda tahu ke mana Rosemary Nelson pindah setelah pergi dari sini?" "Ke Florida, kalau saya tidak salah. Dia mencari
fldim yang lebih hangat. Saya sempat merekomendasikan Rosemary kepada kenalan saya di sana. Dia punya usaha serupa dengan saya."
"Boleh saya tahu namanya?"
Tentu. Gale Agency. Saya ingat karena saya menghubungkannya dengan badai-badai hebat yang setiap tahun melanda Florida."
Sepuluh hari setelah bertemu keluarga Stanford, ia kembali ke Boston. Ia sudah memberitahukan kedatangannya melalui telepon, dan seluruh keluarga telah berkumpul dan menunggunya. Mereka duduk menghadap ke pintu ketika ia memasuki mang tamu di Rose Hill.
"Anda bilang Anda punya berita untuk kami," ujar Tyler.
"Ya." Pria itu membuka tas kerjanya dan mengeluarkan sejumlah berkas. "Kasus ini sangat menarik," ia berkata. "Ketika saya mulai?"
"Sudahlah, tak perlu berbasa-basi," Woody memotong dengan ketus. "Kami hanya ingin tahu apakah dia penipu atau tidak."
Tamu mereka menoleh. "Kalau Anda tidak keberatan, Mr. Stanford, saya ingin membeberkan temuan saya dengan cara saya sendiri."
Tyler langsung menatap tajam ke arah Woody. Tentu saja. Silakan."
Mereka memperhatikan pria itu mengamati catatannya. "Pengasuh anak-anak keluarga Stanford, Rosemary Nelson, melahirkan bayi perempuan
yang merupakan anak Harry Stanford. Dia dan
anaknya pindah ke Omaha, Nebraska, tempat dia bekerja untuk The Elite Typing Service. Bekas majikannya memberitahu saya bahwa dia mengalami masalah.dengan cuaca di sana.
"Kemudian, saya melacak dia dan anak perempuannya ke Florida, tempat dia bekerja untuk Gale Agency. Mereka sering berpindah-pindah. Saya mengikuti jejak mereka sampai ke San Francisco, tempat mereka tinggal sampai sepuluh tahun lalu. Itu alamat terakhir yang berhasil saya lacak. Setelah itu mereka menghilang." Ia menoleh.
"Hanya itu, Timmons?" tanya Woody. "Anda kehilangan jejak mereka sepuluh tahun lalu?"
"Saya belum selesai." Pria itu meraih ke dalam tas kerjanya dan mengambil secarik kertas. "Putri Rosemary Nelson, Julia, mengajukan permohonan SIM ketika berusia tujuh belas tahun." j
"Apa hubungannya dengan urusan kami?" tanya Marc.
"Di negara bagian California, setiap pengemudi diambil sidik jarinya." Ia memperlihatkan kartu di tangannya. "Ini sidik jari Julia Stanford yang asli."
Tyler berkata penuh semangat, "Ya, saya mengerti! Kalau cocok?"
Woody memotong, "Berarti dia memang adik kita."
Pria itu mengangguk. "Betul. Saya membawa rlengkapan untuk mengambil sidik jari, jika
Anda ingin segera memperoleh kepastian. Apakah wanita itu ada di sini sekarang?"
Tyler menjawab, "Dia menginap di hotel. Setiap pagi saya menelepon dia. Saya teras membujuknya untuk tinggal sampai urusan ini selesai."
"Sekarang dia tidak bisa berkelit lagi!" seru Woody. "Ayo, kita ke sana saja!"
Setengah jam kemudian, rombongan itu memasuki salah satu kamar di Tremont House. Wanita yang mereka datangi sedang memasukkan baju-bajunya ke koper.
"Mau ke mana Anda?" tanya Kendali.
Wanita itu berpaling kepada mereka. "Saya mau pulang. Seharusnya saya tidak datang kemari."
Tyler berkata, "Anda tidak bisa menyalahkan kami karena?"
Dengan gusar wanita itu berpaling kepada Tyler. "Sejak kedatangan saya, "saya terus menghadapi rasa curiga. Anda pikir saya datang untuk merampas uang Anda. Itu tidak benar. Saya datang karena ingin mencari keluarga saya. Saya" Ah, sudahlah." Ia kembali berkemas.
Tyler berkata, "Ini Frank Timmons. Dia detektif swasta."
Wanita itu menoleh. "Apa lagi ini" Sekarang saya malah mau ditangkap?"
"Bukan begitu," Frank Timmons menjawab. "Julia Stanford memperoleh SIM di San Francisco
"Memang betul. Apakah ini melanggar hukum?"
"Tentu saja tidak. Maksud saya?"
"Maksudnya begini," Tyler memotong. "Sidik jari Julia Stanford tercantum pada SIM tersebut."
Wanita itu menatapnya. "Saya tidak mengerti. Apa?""
Woody angkat bicara, "Kami mau membandingkan sidik jari itu dengan sidik jari Anda."
"Tidak! Saya tidak mau!"
"Jadi Anda keberatan kami mengambil sidik jari Anda?"
"Ya, saya keberata/i."
"Kenapa?" tanya Marc.
Wanita itu tampak tegang. "Karena Anda memperlakukan saya seperti penjahat. Dan saya sudah muak dengan semuanya ini! Saya minta Anda jangan mengganggu saya lagi."
Kendali berusaha membujuknya, "Ini kesempatan Anda membuktikan siapa Anda sebenarnya. Percayalah, kami juga merasa rikuh. Tapi kami perlu menyelesaikan urusan ini sampai tuntas."
Wanita itu menatap orang-orang di hadapannya. Akhirnya ia berkata dengan letih, "Baiklah. Kita selesaikan saja."
"Bagus." "Mr. Timmons"," Tyler mempersilakan.
"Baik." Pria itu menaruh perlengkapannya di atas meja dan membuka bantalan tinta. Ia meraih tangan wanita tadi, menempelkan ujung jarinya ke bantalan tinta, lalu mencetak sidik jarinya pada
selembar kertas putih, satu per satu. "Nah, tidak sulit, bukan?" Kemudian ia meletakkan kartu arsip SIM ke samping sidik jari yang baru.
Yang lain menghampiri meja dan membanding-bandingkan keduanya.
Sidik jari pada kartu arsip persis sama dengan sidik jari yang baru diambil.
Woody yang memecahkan keheningan. "Sidik jarinya., sama."
Kendali menatap wanita itu sambil mengerutkan kening. "Kelihatannya kau memang adik kami."
Wanita itu tersenyum sambil berlinangan air mata. "Itulah yang kukatakan dari semula." Semua orang berbicara berbarengan. "Ajaib"."
"Setelah bertahun-tahun"."
"Kenapa ibumu tidak pernah kembali?""
"Maafkan sikap kami yang kurang ramah"."
Senyum wanita ku membuat suasana terasa cerah. "Tidak apa-apa. Sekarang semuanya sudah beres."
Woody meraih kartu sidik jari di meja dan mengamatinya dengan tercengang-cengang. "Demi Tuhan! Kartu ini bernilai jutaan dolar." Ia mengantonginya. "Kartu ini harus disimpan baik-baik."
Tyler berpaling kepada yang lain. "Ini harus kita rayakan. Sebaiknya kita semua kembali ke Rose HMI," Ia menatap wanita itu sambil tersenyum. "Kita akan mengadakan pesta selamat datang. Ayo, kau harus segera pindah dari sini."
Wanita itu memandang berkeliling, dan matanya berbinar-binar. "Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan. Akhirnya aku mendapatkan keluargaku!"
Setengah jam kemudian mereka sudah tiba di Rose Hill, dan wanita itu diantarkan ke kamarnya yang baru. Yang lain berada di bawah.
"Dia pasti lega sekali," ujar Tyler.
"Ya," sahut Peggy. "Aku sampai heran dia tahan dicecar seperti itu."
Kendali berkata, "Aku ingin tahu bagaimana dia akan menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang baru."
"Sama seperti kita," balas Woody. "Dengan sampanye dan kaviar."
Tyler bangkit. "Pokoknya, aku gembira urusan ini akhirnya selesai. Aku mau ke atas dulu. Barangkali dia perlu bantuan."
Ia naik tangga dan menyusuri koridor ke kamar wanita itu. Ia mengetuk pintu dan memanggil keras-keras, "Julia?"
"Pintunya tidak terkunci. Masuk saja."
Tyler berdiri di ambang pintu, dan mereka berpandangan sambil membisu. Kemudian Tyler menutup pintu pelan-pelan, merentangkan tangan, dan mengembangkan senyum.
"Kita berhasil, Margo! Kita berhasil!"
MALAM sbook by otoy untuk koleksi pribadi dilarang keras memperjual balikan ebbok ini karena dilindungi Dleh undang undang ottoys@yahoo.com
Bab 15 IA telah merencanakan semuanya dengan ketelitian seorang juara catur. Hanya saja ini merupakan permainan catur berhadiah paling tinggi dalam sejarah?taruhannya miliaran dolar?dan ia keluar sebagai pemenang! Gelora kekuasaan yang meluap-luap melandanya. Beginikah rasanya saat Ayah menutup transaksi besar" Hah, kemenanganku ini jauh lebih besar daripada kemenangan mana pun yang pernah diraih Ayah. Aku merencanakan kejahatan terbesar abad ini, dan aku berhasil melaksanakannya.
Secara tidak langsung, Lee yang menjadi pemicu semuanya. Lee yang indah dan menawan. Orang yang paling dicintainya di seluruh dunia. Mereka berkenalan di the Berlin, bar kaum homo d" West Belmond Avenue. Lee jangkung, kekar, dan pirang. Ia merupakan pria paling menawan yang pernah dilihat Tyler.
Perkenalan mereka berawal dengan, "Boleh ku"
fraktir minum?" 215 Lee menoleh dan mengangguk. "Terima kasih." Setelah minuman kedua, Tyler berkata, "Bagaimana kalau bincang-bincang kita diteruskan di tempatku saja?" Lee tersenyum. "Aku mahal." "Seberapa mahal?" "Lima ratus dolar semalam." Tyler tidak ragu sejenak pun. "Ayo, kita pulang saja"
Mereka menghabiskan malam itu di rumah Tyler
Lee hangat, sensitif, dan*penuh perhatian, dan Tyler merasakan kedekatan yang belum pernah dirasakannya dengan manusia* lain. Ia, dibanjiri emosi yang tak pernah dikenalnya. Ketika pagi aba, Tyler telah jatuh cinta.
Di masa lalu, ia sering mencari pria muda di Bar Cairo, Bijou Theater, dan beberapa tempat berkumpul kaum gay lainnya di Chicago, tapi kini ia tahu bahwa semuanya itu akan berubah. Mulai sekarang hanya Lee seorang yang diinginkannya.
Sambil menyiapkan sarapan Tyler bertanya, "Apa yang ingin kaulakukan nanti malam?"
Lee menatapnya dengan heran. "Sori. Aku sudah punga janji nanti malam." Tyler bagaikan disambar petir. "Tapi, Lee, kupikir kau dan aku?" "Tyler, Sayang, aku ini barang dagangan ber-memilih orang yang menawar paling tinggi. Aku menyukaimu, tapi rasa-rasanya kau takkan sanggup membiayaiku."
"Aku akan memberikan apa saja yang kauinginkan," Tyler berjanji.
Lee memaksakan senyum. "Oh ya" Hmm, yang kuinginkan adalah berlibur ke St.-Tropez dengan kapal pesiar indah berwarna putih. Sanggupkah kauberikan itu?" "Lee, aku lebih kaya dari semua temanmu." "Oh" Seingatku, kau bilang kau hakim." "Ehm, memang, tapi aku bakal kaya. Maksudku" sangat kaya."
Lee merangkulnya. "Sudahlah, Tyler, jangan marah. Minggu depan aku ada hari kosong. Hmm, telur buatanmu kelihatan lezat sekali."
Itulah permulaannya. Dari awal uang sudah penting bagi Tyler, tapi kini ia menjadi terobsesi. Tyler membutuhkan uang untuk Lee. Ia tidak bisa menyingkirkan Lee dari pikirannya. Ia tak sanggup membayangkan Lee bercumbu dengan pria lain. Aku harus memiliki dia.
Sejak berusia dua belas, Tyler sudah menyadari bahwa ia homoseksual. Suatu hari, ia dipergoki ayahnya sedang berciuman dan saling meraba dengan teman sekolahnya, dan Tyler didamprat habis-habisan. "Anakku ternyata banci! Tapi sekarang aku sudah tahu rahasiamu yang kotor, dan aku akan mgawasimu."
menj *** Perkawinan Tyler merupakan lelucon konyol yang didalangi dewa dengan selera humor yang ganjil.
"Ada seseorang yang ingin kuperkenalkan denganmu," Harry Stanford berkata suatu hari.
Saat itu Natal dan Tyler berada di Rose Hill untuk berlibur. Kendall dan Woody sudah pergi, Tyler pun sedang bersiap-siap ketika bom itu meledak. "Kau akan menikah." "Menikah" Tidak bisa! Aku tidak?" "Jangan membantah." Orang-orang mulai bergunjing tentangmu, dan aku tidak bisa diam saja. Gosip mereka akan berpengaruh pada reputasiku, j Mereka akan berhenti kalau kau menikah."
Tyler menolak dengan tegas. "Aku tidak peduli omongan orang. Ini hidupku."
"Dan aku menginginkan kehidupan yang makmur untukmu, Tyler. Aku semakin tua. Suatu hari?" Ia angkat bahu.
" Lagi-lagi ia menggunakan uangnya sebagai um-j pan.
Naomi Schuyler wanita berparas biasa-biasa saja. I Ia berasal dari keluarga kelas menengah, dan ia I berangan-angan memperoleh kehidupan yang "le-j bili baik". Ia begitu terkesan oleh nama Harry I Stanford, sehingga tak berpikir dua kali ketika f
1 memperoleh kesempatan menikah dengan putranya.
Harry Stanford pernah membawa Naomi ke tempat tidur. Ketika seseorang bertanya kenapa, Stanford menyahut, "Karena dia ada di sana."
Dalam waktu singkat ia sudah bosan dengan Naomi, dan ia memutuskan bahwa wanita itu cocok sekali untuk Tyler.
Dan jika Harry Stanford menginginkan sesuatu, ia akan mendapatkannya.
Pernikahan Tyler dan Naomi dilangsungkan dua bulan kemudian. Pestanya kecil saja?dengan 150 tamu?dan pasangan pengantin baru itu pergi ke Jamaica untuk berbulan madu. Perjalanan tersebut ternyata gagal total.
Pada malam pertama, Naomi berkata, "Demi Tuhan, laki-laki apa yang menikahiku" Untuk apa alatmu itu?"
Tyler berusaha menenangkannya. "Kita tidak butuh seks. Kita bisa menjalani kehidupan yang terpisah. Kita tetap tinggal bersama-sama, tapi masing-masing punya" teman sendiri."
Naomi membalas dendam dengan berbelanja sesuka hati. Segala sesuatu dibelinya di toko-toko paling mahal; ia pun sering pergi ke New York untuk berbelanja.
"Penghasilanku tidak cukup untuk menunjang gaya hidupmu," Tyler memprotes.
"Kalau begitu, minta kenaikan gaji. Aku istrimu. Aku berhak mendapat tunjangan."
Tyler menemui ayahnya dan menjelaskan situas yang dihadapinya.
Harry Stanford tersenyum lebar. "Wanita iti mahal sekali, ya" Hmm, kau harus bisa menanganinya." "Tapi, Ayah, aku butuh?" "Suatu hari kau akan memperoleh seluruh uang yang kauinginkan."
Tyler berusaha menjelaskannya kepada Naomi, tapi wanita itu tidak mau menunggu sampai "suatu hari", yang mungkin takkan pernah datang. Setelah berhasil menguras isi kantong dan dompet Tyler, Naomi minta cerai, mengambil sisa tabungan Tyler, lalu menghilang.
Ketika Harry Stanford mendengar berita tersebut, ia berkomentar singkat, "Sekali banci, tetap banci"
Harry Stanford menggunakan segala cara untuk melecehkan Tyler. Suatu hari, ketika Tyler sedang memimpin sidang pengadilan, ia dihampiri petugas ketertibannya. "Maaf, Yang Mulia"."
Tyler berpaling dengan gusar. "Ada apa?"
"Ada telepon untuk Anda."
"Apa" Saya sedang memimpin?"
"Dari ayah Anda, Yang Mulia. Katanya ada urusan sangat penting yang harus segera dibicarakan."
Tyler marah sekali. Ayahnya tidak berhak mengganggu pekerjaannya. Mula-mula ia sempat berniat
mengabaikan telepon itu. Tapi di pihak lain, kalau memang begitu penting"
Tyler bangkit. "Sidang ditunda selama lima belas menit."
Ia bergegas ke ruang kerjanya dan mengangkat gagang telepon. "Ayah?"
?"Mudah-mudahan aku tidak mengganggu, Tyler." Suaranya bernada keji. "Sebenarnya aku sedang memimpin sidang dan?" "Ah, berikan saja surat tilang, lalu lupakan." "Ayah?"
"Aku perlu bantuanmu. Aku punya masalah serius." "Masalah apa?"
"Juru masakku sering mencuri dariku."
Tyler seakan-akan meragukan pendengarannya. Ia begitu marah sehingga hampir-hampir tak dapat berbicara. "Ayah menyuruhku menunda sidang karena?"
"Kau penegak hukum, bukan" Nah, dia melanggar hukum. Aku minta kau datang ke Boston untuk memeriksa seluruh stafku. Mereka pencuri semuanya!"
Tyler nyaris tak sanggup mengendalikan emosinya. "Ayah?"
"Agen-agen penyalur tenaga kerja zaman sekarang memang tidak bisa diandalkan."
"Aku sedang memimpin persidangan. Aku tidak lungkin pergi ke Boston sekarang." Hening sejenak. "Apa katamu?"
"Aku bilang?" "Tyler, kau tidak mau mengecewakanku, bukan" Atau barangkali aku perlu bicara dengan Fitzgerald untuk mengubah surat wasiatku."
Lagi-lagi siasat yang lama. TJang sebagai umpan. Jutaan dolar yang akan menjadi milik Tyler setelah ayahnya meninggal.
Tyler berdeham. "Kalau Ayah bisa mengirim pesawat Ayah untuk menjemputku?"
"Enak saja! Kalau kau pandai-pandai melangkah, Pak Hakim, suatu hari pesawat itu bakal jadi milikmu. Pikirkan ku. Tapi untuk sementara, pakailah pesawat komersial seperti semua orang lain. Pbkoknya, kau hams datang ke sini!" Hubungan terputus.
Tyler termenung-menung sambil mendongkol. Seumur hidupku aku diperlakukan seperti sampah oleh-Ayah. Persetan dengan dia! Aku takkan per- \ gi. Aku takkan pergi. i
Malam ku, Tyler terbang ke Boston.
Harry Stanford mempekerjakan staf berjumlah 22 I orang, yang terdiri atas sekretaris, kepala pelayan, I pengurus rumah, pelayan biasa, juru masak, penge-f mudi, tukang kebun, dan pengawal pribadi. I
"Pencuri, semuanya pencuri," keluh Harry Stanford kepada Tyler.
"Kalau Ayah memang begitu risau, kenapa I. Ayah tidak menyewa detektif swasta atau melapor f ke polisi?" "
"Karena ada kau," sahut Harry Stanford. "Kau hakim, bukan" Nah, adililah mereka untukku."
Harry Stanford tidak mempunyai maksud lain kecuali merendahkan putranya.
Tyler memperhatikan rumah besar dengan perabot mewah dan lukisan mahal itu, dan ia membandingkannya dengan rumah kecil bersahaja yang didiaminya. Inilah yang seharusnya kumiliki, ia berkata dalam hati. Dan suatu hari, aku akan mendapatkannya.
Tyler berbicara dengan kepala pelayan, Clark, dan orang-orang lama lainnya dalam staf ayahnya. Ia mewawancarai para pelayan, satu per satu, dan mempelajari resume masing-masing. Sebagian besar pegawai masih baru, sebab Harry Stanford merupakan majikan yang sangat tidak menyenangkan. Orang-orang yang bekerja untuknya keluar-masuk tanpa henti. Beberapa di antara mereka bahkan bertahan hanya satu-dua hari. Beberapa pegawai baru terbukti mencuri barang-barang sepele, namun selain itu, Tyler tidak menemukan masalah apa pun. Kecuali Dmitri Kaminsky.
Dmitri Kaminsky dipekerjakan Harry Stanford sebagai pengawal pribadi merangkap tukang pijat. Sebagai hakim, Tyler terlatih menilai watak manusia dan ia langsung curiga kepada Dmitri, yang merupakan pegawai terbaru. Pengawal pribadi
Harry Stanford sebelumnya telah minta berhenti-Tyler bisa membayangkan alasannya?dan ia me rekomendasikan Kaminsky.
Pria itu berbadan raksasa, dengan dada bidani serta lengan kekar dan berotot. Ia berbahasa Ing gris dengan logat Rusia yang kental. "Anda memanggil saya?"
"Ya." Tyler menunjuk kursi. "Duduklah." Ia telah mempelajari daftar pengalaman kerja orang itu, namun tidak menemukan sesuatu yang berarti selain bahwa Dmitri belum lama pindah dari Rusia. "Anda lahir di Rusia?" "Ya." Dmitri menatap Tyler dengan curiga. "Di daerah mana?" "Smolensk."
"Kenapa Anda meninggalkan Rusia dan datang ke Amerika?"
Kaminsky angkat bahu. "Di sini lebih banyak kesempatan."
Kesempatan untuk apa" Tyler bertanya dalam hati. Jawaban-jawaban pria itu berkesan menghindar. Mereka berbicara selama dua puluh menit, dan pada akhir percakapan mereka, Tyler yakin Dmitri Kaminsky menyembunyikan se*suatu.
Tyler menelepon Fred Masterson, kenalannya di i
FBI. i "Fred, aku mau minta tolong/"
"Boleh saja. Tapi kalau aku kapan-kapan ke I
Chicago, kau harus mengurus surat-surat tilangku,
oke?" "Aku serius." "Ada apa?"
"Aku butuh informasi tentang orang Rusia yang tiba di sini enam bulan lalu." "Hei, tunggu dulu. Ini urusan CIA." "Bisa jadi, tapi aku tidak punya" kenalan di sana." "Sama seperti aku."
"Fred, aku akan sangat berterima kasih kalau kau mau membantuku." Tyler mendengarnya menghela napas. "Oke. Siapa namanya?" "Dmitri Kaminsky."
"Begini saja. Aku kenal seseorang di Kedutaan Besar Rusia di D.C. Barangkali saja dia punya informasi tentang Kaminsky. Tapi kalau tidak, aku tidak bisa berbuat apa-apa."
"Terima kasih."
Malam itu Tyler bersantap bersama ayahnya. Di bawah sadarnya, Tyler berharap ayahnya telah bertambah tua, bertambah lemah dan rapuh/ seiring berjalannya waktu. Tapi Harry Stanford malah kelihatan sehat dan gagah. Dia akan hidup untuk selama-lamanya, pikir Tyler. Dia akan hidup lebih lama dari kami semua. Percakapan yang mengiringi acara makan ma-berlangsung berat sebelah.
"Aku baru menutup transaksi untuk membel perusahaan listrik di Hawaii"."
"Minggu depan aku harus ke Amsterdam untul meluruskan beberapa masalah G ATT"."
"Menteri Luar Negeri mengajakku menemaninya ke Cina?"
Hanya sesekali Tyler dapat menyisipkan satu-dua patah kata. Setelah selesai makan, ayahnya bangkit "Sudah ada kemajuan dalam penyelidikan dengan pelayan-pelayanku?"
"Semuanya masih kuteliti, Ayah."
"Masa kau tidak bisa bekerja lebih cepat," ayahnya menggerung, lalu meninggalkan ruangan.
Keesokan paginya, Tyler menerima telepon dari Fred Masterson di FBI.
Tyler?" "Ya" "Wah, orang yang kautanyakan ternyata hebat
jaga-" "Oh."
"Dnritri Kaminsky bekas pembunuh bayaran untuk polgoprudnenskaya." "Apa* itu?"
"Sabar, sabar. Aku akan menjelaskannya. Saat ini ada delapan kelompok kriminal yang menguasai Moskow. Mereka saling bertikai, tapi dua kelompok yang paling besar pengaruhnya adalah chechens dan polgoprudnenskaya. Temanmu, Ka-J minsky ini, bekerja untuk kelompok kedua. Tiga j
bulan lalu, dia diberi tugas menyingkirkan salah satu tokoh pimpinan chechens. Tapi Kaminsky tidak melaksanakan tugasnya, dia malah menyeberang ke kubu lawan untuk memperoleh tawaran yang lebih baik. Pihak polgoprudnenskaya akhirnya tahu, dan mereka langsung mengeluarkan perintah untuk membunuh Kaminsky. Nah, geng-geng di sana punya kebiasaan aneh. Mula-mula musuh mereka dipotong jarinya, lalu dibiarkan berdarah, baru kemudian ditembak." "Ya Tuhan!"
"Kaminsky berhasil disusupkan keluar dari Rusia, tapi mereka masih mencarinya. Dan mereka tidak main-main."
"Ini betul-betul di luar dugaanku," ujar Tyler.
"Masih ada lagi. Dia juga dicari kepolisian di sana karena serangkaian pembunuhan. Kalau kau tahu di mana dia, mereka ingin sekali mendapatkan informasi itu."
Tyler berpikir sejenak. Ia tidak boleh melibatkan diri dalam urusan itu. Kemungkinan besar aku akan diminta memberi kesaksian, dan aku tidak mau membuang-buang waktu.
"Aku tidak tahu. Aku sekadar memeriksa latar belakangnya untuk temanku orang Rusia. Thanks, Fred."
Tyler menemukan Dmitri Kaminsky sedang membaca majalah porno di kamarnya. Dmitri berdiri ketika Tyler masuk.
"Bereskan barang-barangmu dan angkat kat dari sini."
Dmitri menatapnya dengan tajam. "Ada apa?"
"Kau kuberi pilihan. Kau pergi dari sini se belum sore, atau kau kulaporkan kepada polis Rusia."
Dmitri langsung pucat. "Mengerti?" "Da. Saya mengerti."
Tyler lalu menemui ayahnya. Dia pasti akan senang, ia berkata dalam hati. Kali ini aku melakukan sesuatu yang berarti untuk dia. Ayahnya berada di ruang kerja
"Seluruh staf sudah kuselidiki," ujar Tyler, "dan?"
"Hebat. Nah, kaudapat anak muda yang bisa kaubawa ke tempat tidur?"
Wajah Tyler merah padam. "Ayah?"
"Kau banci, Tyler, dan sampai kapan pun kau tetap banci. Aku tidak mengerti kenapa aku diberi keturunan seperti kau. Pulanglah ke Chicago, supaya kau bisa kumpul lagi dengan teman-temanmu yang laknat."
Tyler berusaha mengendalikan diri. "Baiklah," ia berkata dengan kaku. Ia mulai berpaling ke pintu.
"Kautemukan sesuatu mengenai stafku yang perlu kuketahui?" j
Tyler membalik lagi dan menatap ayahnya se-i
jenak. "Tidak ada," ia menjawab pelan-pelan. "Tidak ada apa-apa."
Kaminsky sedang berkemas ketika Tyler memasuki kamarnya.
"Saya akan pergi," Kaminsky berkata dengan murung.
"Jangan. Aku berubah pikiran." Dmitri menoleh dengan bingung. "Apa?" "Kau tak perlu pergi. Aku minta kau tetap bekerja sebagai pengawal ayahku."
"Tapi bagaimana dengan" dengan urusan yang satu lagi?" "Soal itu kita lupakan saja." Dmitri menatapnya dengan waswas. "Kenapa" Apa yang harus saya lakukan?"
"Kau harus jadi mata dan telingaku di sini. Aku butuh orang untuk mengawasi ayahku dan melaporkan semua perkembangan padaku." "Kenapa saya harus membantu Anda?" "Karena kalau kau menuruti permintaanku, kau takkan kuserahkan kepada teman-temanmu di Rusia. Dan karena kau bakal kujadikan orang kaya."
Dmitri Kaminsky mengamatinya sejenak. Kemudian ia mengembangkan senyum. "Saya tetap di sini."
Itulah langkah pembukaan. Bidak pertama telah digerakkan.
Peristiwa itu terjadi dua tahun lalu. Dari waktu ke
waktu Dmitri meneruskan berbagai informasi kepada Tyler. Sebagian besar menyangkut gosip sepele mengenai hubungan asmara terakhir Harry Stanford atau penggalan-penggalan percakapan bisnis yang sempat terdengar oleh Dmitri. Tyler mulai merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan, ia seharusnya menyerahkan Dmitri kepada polisi. Kemudian ia menerima telepon dari Sardinia, dan seketika ia sadar bahwa taruhannya telah membuahkan hasil.
"Saya sedang bersama ayah Anda di kapalnya. Dia baru saja menelepon pengacaranya. Senin besok mereka akan bertemu di Boston untuk mengubah surat wasiatnya."
Tyler teringat semua penghinaan yang dilontarkan ayahnya selama bertahun-tahun, dan darahnya serasa mendidih. Kalau dia sampai mengubah surat wasiatnya, penderitaanku selama ini sia-sia belaka. Aku takkan membiarkan dia merampas hakku! Hanya ada satu cara untuk menghentikannya.
"Dmitri, Sabtu besok kau harus telepon aku lagi." "Baik."
Tyler meletakkan gagang telepon, lalu duduk sambil termenung-menung. Sudah waktunya menggerakkan kuda.
Bab 16 gedung Pengadilan Cook County tak pernah sepi dari orang-orang yang didakwa melakukan pembakaran, pemerkosaan, perdagangan obat bius, pembunuhan, serta berbagai kegiatan ilegal dan tidak layak lainnya. Setiap bulan, Hakim Tyler Stanford menangani paling tidak setengah lusin kasus pembunuhan. Sebagian besar tak sampai disidangkan karena para pembela mengajukan pengakuan bersalah untuk memperoleh keringanan hukuman, dan berhubung jadwal pengadilan memang padat dan penjara-penjara sudah terlalu penuh, pihak Negara biasanya tidak keberatan. Kedua belah pihak lalu. mengupayakan kompromi, lalu menghadap Hakim Stanford untuk minta persetujuannya. Kasus Hal Baker merupakan perkecualian.
Hal Baker laki-laki dengan niat baik dan nasib buruk. Ketika berusia lima belas, ia diajak kakaknya merampok toko bahan makanan. Hal berusaha membujuk kakaknya untuk berubah pikiran, tapi
karena tidak berhasil, ia akhirnya ikut. Hal tertangkap, sementara kakaknya lolos. Dua tahun kemudian, ketika Hal Baker keluar dari sekolah anak nakal, ia bertekad takkan pernah lagi melanggar hukum. Sebulan kemudian, ia menyertai temannya ke toko perhiasan.
Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mau cari cincin untuk pacarku."
Begini berada di dalam toko, temannya mencabut pistol dan berteriak, "Ini perampokan!"
Dalam kekacauan yang menyusul, seorang pegawai toko tertembak mati. Hal Baker ditangkap dan ditahan karena perampokan bersenjata. Temannya berhasil melarikan diri.
Sewaktu Hal Baker mendekam di dalam penjara, ia dikunjungi Helen Gowan, seorang pekerja sosial yang membaca tentang kasus Hal dan merasa kasihan padanya. Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama, dan setelah Baker dibebaskan, ia dan Helen segera menikah. Dalam delapan tahun berikut, mereka dikaruniai empat anak yang manis.
Hal Baker memuja keluarganya. Akibat latar belakang kriminalnya, ia sukar, mendapatkan pekerjaan, dan untuk menghidupi keluarganya, ia terpaksa bekerja untuk kakaknya dengan melakukan pembakaran, perampokan, dan pemukulan. Malang baginya, suatu hari ia tertangkap basah saat sedang mencuri. Ia ditangkap, ditahan di rutan, dan disidangkan oleh Hakim Tyler Stanford.
Saat menjatuhkan vonis telah tiba. Baker penjahat kambuhan yang telah terlibat kegiatan kriminal sejak masa remaja, dan kasusnya begitu gamblang sehingga para jaksa muda diam-diam bertaruh berapa tahun penjara Baker akan dihukum oleh Hakim Stanford. "Dia akan dikenai hukuman maksimal!" salah satu dari mereka berkata. "Aku jamin Stanford menjatuhkan vonis dua puluh tahun. Tidak percuma dia dijuluki Hakim Penggantung."
Hal Baker, yang tetap yakin dirinya tidak bersalah, bertindak sebagai pembelanya sendiri. Ia berdiri di depan Hakim dengan mengenakan setelan jasnya yang terbaik, dan berkata, "Yang Mulia, saya tahu saya telah membuat kesalahan, tapi bukankah kita semua manusia yang bisa khilaf" Saya mempunyai istri dan empat anak yang luar biasa. Coba kalau Yang Mulia bisa bertemu dengan mereka?mereka benar-benar hebat. Segala sesuatu yang saya lakukan, saya lakukan demi mereka."
Hakim Stanford duduk dan mendengarkan pembelaan terdakwa. Roman mukanya tidak berekspresi. Ia menunggu Hal Baker selesai berceloteh, supaya bisa menjatuhkan vonis. Masa dia pikir dia bisa lolos dengan ocehan konyolnya ini"
Hal Baker sampai di akhir uraiannya, ?"jadi, Yang Mulia, meskipun saya melakukan hal yang
salah, saya melakukannya untuk alasan yang benar keluarga. Anda tentu sadar betapa pentingnya itu. Kalau saya masuk penjara, istri dan anak-anak 1 saya akan kelaparan. Saya sadar telah berbuat salah, tapi saya bersedia menebus kesalahan saya. Saya akan melakukan apa saja yang Anda inginkan. Yang Mulia".*
Dan itulah kalimat yang menarik perhatian Tyler Stanford, dan ia melihat terdakwa di hadapannya dari sudut lain. "Apa saja yang Anda inginkan." Tyler tiba-tiba memperoleh firasat yang sama seperti ketika ia menghadapi Dmitri Kaminsky. Orang ini mungkin akan berguna kelak.
Di luar dugaan pihak penuntut, Tyler berkata, "Mr. Baker, saya melihat hal-hal yang meringankan dalam kasus Anda. Karena itu, dan karena keluarga Anda, Anda dikenai hukuman percobaan selama lima tahun. Anda diharuskan melakukan kegiatan pelayanan masyarakat selama enam ratus jam. Saya akan menunggu Anda di mang kerja saya, supaya kita bisa membicarakannya."
Di ruang kerjanya yang tertutup, Tyler berkata, "Anda hams tahu, saya tetap bisa menjatuhkan hukuman yang berat kepada Anda."
Hal Baker pucat pasi. "Tapi, Yang Muliai Tadi Anda berkala?"
Tyler mencondongkan badan ke depan. "Anda tahu apa yang paling mengesankan pada diri
Hal Baker mengerutkan kening dan berusaha memikirkan apa yang dimaksud Hakim Stanford. "Tidak tahu, Yang Mulia."
"Sikap Anda terhadap keluarga," ujar Tyler sambil mengangguk-angguk. "Saya mengagumi pendirian Anda."
Wajah Hal Baker mendadak cerah. "Terima kasih, Sir. Merekalah yang paling penting bagi saya. Saya?"
"Kalau begitu, Anda tentu tidak ingin kehilangan mereka, bukan" Jika saya mengirim Anda ke penjara, anak-anak Anda akan tumbuh tanpa Anda; dan kemungkinan besar istri Anda akan menemukan laki-laki lain. Anda mengerti maksud saya?"
Hal Baker terbengong-bengong. "Ti" tidak, Yang Mulia. Saya belum mengerti."
"Saya menyelamatkan keluarga Anda, Baker. Dan saya kira sudah sepantasnya Anda berterima kasih."
Hal Baker berkata dengan sungguh-sungguh, "Oh, saya sangat berterima kasih, Yang Mulia!"
"Barangkali suatu hari kelak Anda bisa membuktikannya. Saya mungkin akan minta tolong kepada Anda untuk mengerjakan beberapa tugas kecil."
"Saya mau melakukan apa saja)"
"Bagus. Ingat, Anda dikenai hukuman percobaan, dan jika ada perbuatan Anda yang tidak berkenan di hati saya?"
"Katakan saja apa yang Anda inginkan," Baker memohon.
"Saya akan memberitahu Anda jika waktunya telah tiba. Sementara itu, urusan ini harus tetap merupakan rahasia di antara kita berdua."
Hal Baker menempelkan sebelah tangan ke dada. "Saya lebih baik mati daripada bercerita kepada orang lain."
"Bagus. Itu yang ingin saya dengar," ujar Tyler.
Tak lama setelah itu Tyler menerima telepon dari Dmitri Kaminsky. "Ayah Anda baru saja menelepon pengacaranya. Senin besok mereka akan bertemu di Boston untuk mengubah surat wasiatnya."
Tyler sadar ia harus mempelajari surat wasiat itu. Sudah waktunya ia memanggil Hal Baker.
?"nama perusahaan itu Renquist, Renquist, dan Fitzgerald. Buat salinan surat wasiat itu dan serahkan kepada saya"
"Tenang saja, Yang Mulia. Saya takkan gagal."
Dua belas jam kemudian, Tyler telah memegang salinan surat wasiat ayahnya. Setelah mempelajarinya, ia diliputi perasaan gembira yang meluap-luap. Tiga nama dicantumkan sebagai ahli waris, yaitu ia sendiri, Woody, serta Kendali. Dan Senin besok Ayah akan mengubahnya. Bajingan itu mau
merampas hak kami! pikir Tyler dengan getir.
Setelah segala penderitaan yang kami alami"
uang itu milik kami. Sudah sepantatnya kami mendapatkannya! Hanya ada satu cara untuk menggagalkan rencana ayahnya.
Ketika Dmitri menelepon untuk kedua kali, Tyler berkata, "Kau harus membunuhnya. Malam ini."
Dmitri membisu cukup lama. "Tapi kalau saya tertangkap?"
"Jangan sampai tertangkap! Kalian akan berada di tengah laut. Banyak hal yang bisa terjadi di laut."
"Baiklah. Dan setelah itu?"" "Uang dan tiket pesawat ke Australia akan menunggumu."
Dan beberapa waktu kemudian, telepon terakhir yang ditunggu-tunggu.
"Saya berhasil. Ternyata mudah saja."
"Tunggu! Tunggu! Tunggu! Aku mau mendengar setiap detailnya. Ceritakan semuanya. Jangan lewatkan apa pun"."
Dan sambil mendengarkan penuturan Dmitri, Tyler membayangkan kejadian itu.
"Kami terperangkap badai hebat dalam pelayaran ke Corsica. Saya dipanggil ke kabin ayah Anda untuk memijatnya."
Tyler menggenggam gagang telepon dengan erat. "Ya, ya, teruskan"."
Yacht itu terombang-ambing dipermainkan gelombang, dan Dmitri hams berjuang menjaga keseimbangan ketika menuju kabin Harry Stanford. Ia
1T7 __ mengetuk pintu kabin dan, sesaat kemudian, men dengar suara majikannya.
"Masuk!" Stanford berseru. Ia telah berbaring d meja pijat. "Punggung sebelah bawah." "Baik. Anda bersantai saja, Mr. Stanford." Dmitri menghampiri meja pijat dan menuangkan minyak urut ke punggung Stanford. Jari-jemarinya yang kuat mulai beraksi. Dengan terampil ia meremas otot-otot yang kaku. "Ah, nikmat," Stanford bergumam. "Terima kasih."
Dmitri memijat selama hampir satu jam, dan ketika ia selesai, Stanford sudah hampir tertidur.
"Saya akan mengisi bak mandi dengan air hangat untuk Anda," ujar Dmitri. Ia pergi ke kamar mandi, terseok-seok, mengikuti gerakan kapal. Ia memutar keran air laut hangat di bak mandi yang terbuat dari batu onyx hitam, lalu kembali ke kamar tidur. Stanford masih berbaring di atas meja. Matanya terpejam. "Mr. Stanford?" Stanford membuka mata. "Air mandi Anda sudah siap." "Aku tidak mau?"
"Ah* hangat akan membantu Anda tidur nyenyak." Dmitri membantu Stanford turun dari meja, lalu menggiringnya ke kamar mandi.
Ia memperhatikan Stanford membaringkan diri di dalam bak. Stanford menatap mata Dmitri yang menyorot
dingin, dan saat itu pula nalurinya memberitahunya apa yang akan terjadi. "Jangan!" serunya. Ia hendak berdiri.
Dmitri menaruh tangannya yang besar ke ujung kepala Harry Stanford dan mendorongnya ke bawah air. Stanford meronta-ronta dan berusaha menyembul untuk menarik napas, namun ia bukan tandingan pengawal pribadinya yang bertubuh raksasa. Dmitri membenamkannya sampai paru-paru korbannya terisi air laut, dan akhirnya semua gerakan terhenti. Sejenak ia berdiri sambil tersengal-sengal, lalu keluar ke ruangan tadi.
Terhuyung-huyung Dmitri menghampiri meja kerja Stanford. Ia meraih beberapa berkas, dan membuka pintu geser ke teras. Seketika ia diterpa angin yang menderu-deru. Sebagian kertas di tangannya dibiarkan berserakan di teras, sisanya dilemparkannya ke atas agar terbawa angin.
Setelah itu, ia kembali ke kamar mandi dan mengangkat tubuh Stanford dari bak. Ia memakaikan piama, jubah mandi, dan sandal, lalu menggotongnya ke teras. Dmitri berhenti sejenak di pagar, kemudian membuang mayat itu ke air. Ia menghitung sampai lima, lalu meraih interkom dan berseru, "Orang tercebur!"
Penuturan Dmitri memberikan rangsangan seksual kepada Tyler. Ia membayangkan bagaimana paru-paru ayahnya mulai terisi air laut, dan ia bisa
merasakan kengerian yang mengiringi saat tcrakhi ayahnya. Lahi kehampaan. J
Semurnya sudah selesai, Tyler berkata dalam hati. Tapi ia segera meralat pikirannya. Bukan. Permainan baru diamku. Sekarang saatnya menteri turun tangan.
Bab 17 MENTERI untuk permainan caturnya ditemukannya secara kebetulan.
Saat itu Tyler sedang memikirkan surat wasiat ayahnya, dan ia gusar karena Woody dan Kendali akan memperoleh bagian yang sama besar dari warisan itu. Mereka tidak berhak. Kalau bukan karena aku, kedua-duanya sudah dicoret dari daftar ahli waris. Mereka takkan memperoleh apa-apa. Ini tidak adil, tapi apa yang bisa kulakukan"
Ia masih menyimpan selembar saham yang diberikan ibunya bertahun-tahun lalu, dan ia ingat icata-kata ayahnya. Apa yang akan dilakukannya dengan selembar saham itu" Mengambil alih perusahaan"
Jika Woody dan Kendali bergabung, pikir Tyler, mereka menguasai dua pertiga saham Stanford Enterprises. Bagaimana caranya agar aku bisa memegang kendali dengan selembar saham tambahan yang kumiliki" Kemudian ia menemukan
pemecahannya, dan pemecahan itu demikian cemerlang sehingga membuatnya terkesima.
"Saya juga perlu memberitaku Anoa bahwa mungkin ada ahli waris lain". Surat wasiat ayah Anda secara khusus menyebutkan bahwa warisannya harus dibagi rata di antara semua keturunannya". Ayah Anda mendapat anak dari seorang pengasuh yang pernah bekerja di sini"."
Seandainya Julia muncul, jumlah ahli waris menjadi empat orang, pikir Tyler. Dan jika aku bisa menguasai sahamnya, aku akan memegang lima puluh persen saham Ayah, ditambah selembar saham yang sudah kumiliki. Aku bisa mengambil alih Stanford Enterprises. Aku bisa duduk di kursi Ayah. Kemudian ia melanjutkan, Rosemary sudah meninggal. Kemungkinan besar anaknya tak pernah tahu siapa ayahnya. Kenapa harus Julia Stanford yang asli"
Orang yang dapat mengatasi semua masalahnya adalah Margo Posner.
fyler pertama kali bertemu wanita itu dua bulan lalu, ketika sidang dibuka. Petugas ketertiban berpaling kepada para pengunjung di ruang sidang. "Perhatian, perhatian. Sidang Pengadilan Cook County telah dibuka, dan akan dipimpin oleh Yang Mulia Hakim Tyler Stanford. Hadirin dipersilakan berdiri."
Tylcc keluar dari ruang kerjanya dan mengambil
tempat. Ia menatap tumpukan berkas di hadapannya. Kasus pertama adalah Negara Bagian Illinois vs. Margo Posner. Tuduhan terhadap terdakwa adalah penyerangan dan usaha pembunuhan.
Jaksa penuntut umum berdiri. "Yang Mulia, terdakwa merupakan orang berbahaya yang harus disingkirkan dari jalan-jalan di Chicago. Kami akan membuktikan bahwa terdakwa memiliki catatan kriminal yang panjang. Terdakwa pernah dihukum karena berbagai kasus pencurian, dan diketahui berpraktek sebagai wanita tuna susila. Terdakwa termasuk anak buah muncikari kelas kakap bernama Rafael. Bulan Januari tahun ini, mereka terlibat pertikaian dan terdakwa secara sengaja dan dengan darah dingin menembak Rafael serta rekannya." "Apakah korban tewas?" tanya Tyler. "Tidak, Yang Mulia. Mereka dirawat di rumah sakit karena mengalami cedera serius. Pistol yang digunakan Margo Posner merupakan senjata ilegal."
Tyler menoleh ke arah terdakwa, dan ia merasa terkejut. Penampilan wanita itu tidak sesuai dengan keterangan yang baru saja didengarnya. Ia berusia akhir dua puluhan, berparas menarik, dan berpakaian rapi, dan ia memancarkan keanggunan yang sama sekali bertentangan dengan tuduhan yang dikenakan terhadapnya, itulah, pikir Tyler, jangan menilai kacang dari kulitnya.
Ia mendengarkan argumentasi kedua belah pihak, namun pandangannya selalu beralih kepada
terdakwa. Wanita itu mempunyai sesuatu yang mengingatkan Tyler pada adiknya.
Setelah masing-masing pihak menyampaikan kesimpulannya, kasus tersebut diserahkan kepada juri, dan dalam waktu kurang dari empat jam mereka telah kembali dengan keputusan bersalah dalam semua tuduhan.
Tyler menatap terdakwa dan berkata, "Saya tidak melihat hal-hal meringankan dalam kasus ini. Dengan demikian Anda dijatuhi hukuman lima tahun penjara di Dwight Correctional Center". Kasus berikut"
Baru sesudah Margo Posner dibawa pergi, Tyler menyadari apa yang mengingatkannya kepada adiknya Margo Posner memiliki mata berwarna kelabu tua seperti Kendali. Mata khas Stanford.
Tyler tak pernah lagi memikirkan Margo Posner sampai ia menerima telepon dari Dmitri.
Tahap awal permainan caturnya telah dilewati dengan baik. Setiap langkah telah direncanakan dengan matang oleh Tyler. Ia menggunakan pembukaan klasik gambit menteri. Kini sudah waktunya meningkat ke permainan tengah.
Tyler mengunjungi Margo Posner di penjara wanna.
"Masih ingat saya?" ia bertanya.
Wanita itu menatapnya dengan tajam. "Mana
mungkin aku lupa" Kau yang menjebloskanku .ke sini."
"Sudah mulai kerasan di sini?" tanya Tyler.
Margo meringis. "Yang benar saja! Mana ada yang betah di tempat seperti ini!"
"Bagaimana seandainya kau bisa keluar dari sini?"
"Keluar dari?" Kau serius?"
"Saya sangat serius. Saya bisa mengaturnya."
"Wah, aku" aku senang sekali! Thanks. Tapi apa yang harus kulakukan sebagai imbalannya?"
"Hmm, memang ada yang bisa kaulakukan untuk saya."
Margo menatapnya dengan genit. "Beres. Tenang saja."
"Bukan itu maksud saya."
Wanita itu menatapnya dengan curiga. "Jadi apa maksudmu, Pak Hakim?"
"Saya perlu bantuanmu untuk mempermainkan seseorang."
"Permainan seperti apa?"
"Kau harus menim seseorang."
"Menim seseorang" Aku tidak tahu?"
"Kau akan dibayar 25.000 dolar."
Roman muka Margo langsung berubah. "Oke," ia berkata cepat-cepat. "Aku sanggup menim siapa pun juga. Siapa yang kaumaksud?"
Tyler mencondongkan badan ke depan dan mulai menceritakan rencananya.
Tyler berhasil mengupayakan penyerahan Margo
Posner ke bawah pengawasannya. Ia menjelaskan kepada Keith Percy, atasannya,
"Aku mendapat informasi bahwa dia seniman yang sangat berbakat dan dia sendiri pun ingin sekali menjalani kehidupan yang normal dan wajar. Kukira orang seperti dia perlu diberi kesempatan menjalani rehabilitasi, bukan begitu?"
Keith terkesan. "Tentu saja, Tyler. Undakanmu yang mulia ini kudukung seratus persen."
Tyler membawa Margo ke rumahnya. Ia menghabiskan hat hari penuh untuk melatihnya menghafalkan seluk-beluk keluarga Stanford.
"Siapa nama saudara laki-laki mu?"
"Tyler dan Woodruff."
"Woodrow." "Ya.. Woodrow."
"Dan bagaimana dia biasa dipanggil?" "Woody."
"Kau punya saudara perempuan?" "Ya Kendali. Dia perancang." "Dia sudah menikah?" m
"Dia kawin dengan orang Prancis. Namanya" Marc Renoir." "Renaud." "Renaud."
"Siapa nama ibumu?"
"Rosemary Nelson, Dia pengasuh anak-anak keluarga Stanford."
"Kenapa dia pergi?" "Dia bunting karena?" "Margo!" Tyler menegurnya.
"Maksudku, dia hamil karena Harry Stanford." "Apa yang terjadi dengan Mrs. Stanford?" "Dia bunuh diri."
"Apa saja yang diceritakan ibumu tentang anak-anak keluarga Stanford?" Margo berusaha mengingat-ingat. "Ayo, cepat!"
"Suatu hari salah satu dari kalian jatuh dari perahu berbentuk angsa."
"Aku tidak jatuh!" ujar Tyler. "Aku hampir jatuh."
"Ya, sori. Woody hampir ditangkap karena memetik bunga di Public Garden." "Itu Kendali"."
Tyler melatih Margo dengan keras. Berkali-kali mereka mengulangi skenario itu dari awal sampai akhir, sampai larut malam, sampai Margo kelelahan.
"Kendali pernah digigit anjing." "Aku yang pernah digigit anjing." Margo menggosok-gosok mata. "Kepalaku sudah penat. Aku capek sekali. Aku harus tidur
dulu." "Masih banyak waktu untuk tiduri" "Sampai kapan aku hams menyiksa diri begini?" Margo bertanya dengan gusar.
"Sampai aku yakin kau siap. Ayo, kita ulangi lagi."
Dan begitu seterusnya, sampai Margo menguasai semua yang perlu diketahuinya. Tyler bam merasa puas setelah Margo sanggup menjawab setiap pertanyaannya dengan lancar.
"Kau sudah siap sekarang," Tyler berkata. Ia menyodorkan sepucuk surat pernyataan.
"Apa ini?" "Formalitas saja," Tyler menyahut dengan santai.
Surat yang ditandatangani Margo berisi pernyataan bahwa ia menyerahkan bagian saham Stanford Enterprises yang menjadi haknya kepada sebuah perusahaan yang dikuasai perusahaan kedua, yang sebaliknya merupakan milik sebuah perusahaan berkedudukan di mar negeri. Tyler Stanford-lah pemilik tunggal perusahaan terakhir itu. Tak seorang pun dapat melacak transaksi tersebut dan menghubungkannya dengan Tyler.
Tyler menyerahkan lima ribu dolar tunai kepada Margo. "Sisanya akan kauperoleh setelah tugasmu selesai," ia berpesan. "Kalau kau berhasil meyakinkan mereka bahwa kau Julia Stanford."
Sejak kemunculan Margo di Rose Hill, Tyler sengaja menunjukkan sikap curiga untuk mengelabui kedua adiknya. "Saya yakin Anda dapat memahami posisi kami,
Miss" ehm" Tanpa bukti nyata, kami tidak mungkin dapat menerima"
?"Menurutku, wanita itu penipu".
?"Berapa banyak pelayan yang bekerja di rumah ini waktu kita masih kedk.." Puluhan, bukan" Dan masing-masing dari mereka bisa menceritakan kisah yang sama seperti nona itu" Foto yang diperlihatkan tadi bisa saja diberikan oleh salah satu dari mereka". Jangan lupa, jumlah uang yang terlibat dalam urusan ini besar sekali."
Senjata pamungkas yang lalu digunakannya adalah tuntutan melakukan tes DNA. Namun diam-diam ia menghubungi Hal Baker dan memberinya perintah baru. "Gali dan buang mayat Harry Stanford."
Siasatnya diakhiri dengan langkah gemilang, yaitu menggunakan jasa detektif swasta. Di depan semua anggota keluarga, ia menelepon kejaksaan di Chicago.
"Saya Hakim Tyler Stanford. Kalau saya tidak salah, kantor Anda sesekali menggunakan jasa seorang detektif swasta. Namanya Simmons atau?"
Lawan bicaranya memotong, "Oh, yang Anda maksud pasti Frank Timmons."
"Timmons/ Ya, itu dia. Barangkali Anda bisa memberikan nomor teleponnya, agar saya bisa menghubungi dia " "
Nyatanya, ia memanggil Hal Baker dan memperkenalkannya sebagai Frank Timmons.
*** Vfula-mula Tyler menginginkan Hal Baker sekadar xrpura-pura menyelidiki latar belakang Julia Stanford, tapi kemudian ia memutuskan bahwa akan lebih meyakinkan jika Baker melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Pihak keluarga menerima laporan Baker tanpa sebersit pun keraguan.
Rencana Tyler berjalan lancar. Margo Posner memainkan perannya dengan sempurna, dan sidik jarinya merupakan sentuhan akhir yang menghapus segala kebimbangan. Semua orang percaya ia memang Julia Stanford yang asli.
"Pokoknya, aku gembira urusan ini akhirnya selesai. Aku mau ke atas dulu. Barangkali dia perlu bantuan."
Ia naik tangga dan menyusuri koridor ke kamar wanita itu. Ia mengetuk pintu dan memanggil keras-keras, "Julia?"
"Pintunya tidak terkunci. Masuk saja." Tyler berdiri di ambang pintu, dan mereka berpandangan sambil membisu. Kemudian Tyler menutup pintu pelan-pelan, merentangkan tangan, dan mengembangkan senyum. "Kita berhasil, Margo/ Kita berhasil!"
STEVE SLOANE dan Simon Fitzgerald sedang minum kopi di kantor Renquist, Renquist & Fitzgerald.
"Rasa-rasanya ada yang tidak beres," ujar Sloane.
"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya Fitzgerald.
Steve menghela napas. "Entahlah. Keluarga Stanford itu. Mereka membuatku heran."
Simon Fitzgerald mendengus. "Bukan hanya kau."
"Aku selalu kembali ke pertanyaan yang sama, Simon, tapi aku tidak bisa menemukan jawabannya." ^!&y
"Pertanyaan apa?"
"Keluarga itu begitu bersemangat ingin menggali kembali jenazah Harry Stanford untuk membandingkan DNA-nya dengan DNA wanita itu. Jadi, mau tidak mau kita hams menyimpulkan bahwa satu-satunya motif untuk menyingkirkan jenazahnya adalah supaya DNA wanita itu tidak bisa dibandingkan dengan DNA Harry Stanford. Dan satu-satunya orang yang mungkin meraih keun-tungau adalah wanita tersebut, seandainya dia pe nipu." ?Ya."
"Tapi detektif swasta itu, Frank Timmons?aku sempat menghubungi kantor kejaksaan di Chicago, dan ternyata dia punya reputasi yang sangat baik?menemukan sidik jari yang membuktikan wanita tersebut memang Julia Stanford yang asli. Pertanyaanku adalah, siapa yang menggali jenazah Harry Stanford dan kenapa?" "Ini pertanyaan bernilai miliaran dolar. Kalau?" Pesawat interkom berdengung. Suara seorang sekretaris terdengar melalui pengeras suara.
"Mr. Sloane, ada telepon antuk Anda di saluran dua."
Steve Sloane mengangkat gagang telepon di meja. "Halo?"
Suara di ujung saluran berkata, "Mr. Sloane, ini Hakim Stanford. Mungkinkah Anda mampir di Rose Hill pagi ini?" gjjg:.
Steve Sloane melirik Fitzgerald. "Tentu. Kira-kira satu jam lagi?"
"Boleh. Terima kasih."
Steve meletakkan gagang telepon. "Aku diminta datang ke ramah keluarga Stanford."
"Kira-kira apa mau mereka?"
"Sepuluh banding satu, mereka minta proses pengadilan dipercepat supaya mereka segera bisa menikmati uang itu,"
*** "Lee" Ini Tyler. Apa kabar?" "Baik, terima kasih." "Aku merindukanmu." Hening sejenak. "Aku juga, Tyler." Kata-kata itu membuat hatinya berbunga-bunga "Lee, aku punya berita gembira. Aku tidak bisa menceritakannya lewat telepon, tapi kau pasti akan senang sekali. Kalau kau dan aku?" "Tyler, aku hams pergi. Aku sudah ditunggu." "Tapi?"
Hubungan terputus. Sejenak Tyler termenung-menung. Tapi kemudian ia berkata dalam hati, Dia tidak mungkin bilang rindu kalau tidak bersungguh-sungguh.
Selain Woody dan Peggy, seluruh keluarga telah berkumpul di ruang tamu di Rose Hill. Steve memperhatikan roman muka mereka. Hakim Stanford tampak sangat santai. Steve melirik ke arah Kendali. Wanita itu sebaliknya kelihatan tegang sekali. Sehari sebelum pertemuan itu suaminya telah datang dari New York. Steve mengamatinya. Orang Prancis itu berwajah tampan, dan beberapa tahun lebih muda dari Istrinya.
V Laju ada Julia. Sebagai orang yang baru saja diterima dalam keluarga Stanford, dia bersikap te253 nang sekali. Eka tidak kelihatan seperti orang yang tiba-tiba mendapatkan warisan jutaan dolar, pikir Steve.
Dalam hati ia bertanya-tanya apakah salah satu dari mereka bertanggung jawab atas lenyapnya jenazah Harry Stanford, dan kalau ya, yang mana" Dan kenapa"
Tyler angkat bicara, "Mr. Sloane, saya mengetahui seluk-beluk undang-undang ahli waris di Illinois, tapi saya tidak tahu apakah undang-undang yang berlaku di Massachusetts persis sama. Kami ingin tahu apakah ada cara untuk mempercepat prosedur yang harus ditempuh."
Steve tersenyum dalam hati.~ Seharusnya aku memaksa Simon menerima taruhan ini. Ia berpaling kepada Tyler. "Kami sedang mengusahakannya, Hakim Stanford."
Tyfer berkata, "Nama Stanford mungkin berguna untuk memperlancar usaha Anda,"
Soal ini dia benar, pikir Steve. Ia mengangguk. "Saya akan berusaha sekuat tenaga. Jika memang ada kemungkinan?"
Mereka mendengar suara-suara dari arah tangga.
"Jangan banyak mulut! Aku tidak mau dengar apa-apa lagi. Mengerti?"
Woody dan Peggy menuruni tangga dan masuk ke ruang tamu. Wajah Peggy bengkak, dan sebelah matanya lebam. Woody tersenyum lebar, dan matanya tampak menyala-nyala. "Halo, semuanya. Kami belum telat, kan?"
Semuanya menatap Peggy. Kendall berdiri. "Kenapa kau?"
"Tidak apa-apa. Aku" aku menabrak pintu."
Woody mengambil tempat. Peggy duduk di sebelahnya. Woody menepuk-nepuk kepala istrinya dan bertanya dengan penuh perhatian, "Kau baik-baik saja, Sayang?"
Peggy mengangguk, seakan-akan tidak berani membuka mulut.
"Syukurlah." Woody berpaling kepada yang lain. "Nah, apa saja yang sudah kalian bicarakan?"
Tyler menatapnya tajam. "Aku baru saja bertanya kepada Mr. Sloane apakah ia bisa mempercepat proses pengesahan surat wasiat di pengadilan." *"V";
Woody menyeringai. "Wah, bagus itu." Ia berpaling kepada Peggy. "Kau pasti mau beli pakaian baru, ya, kan, darlingV
"Aku tidak perlu baju baru," Peggy menyahut malu-malu.
"Ya, betul. Soalnya kau tidak pernah pergi ke mana-mana." Ia kembali berpaling kepada yang lain. "Peggy sangat pemalu. Dia tidak tahu topik menarik untuk dibicarakan. Bukan begitu, Sayang?"
Peggy berdiri dan berlari keluar ruangan.
"Kasihan dia," ujar Kendali. Ia langsung bangkit dan bergegas mengejarnya.
Ya Tuhan! pikir Steve. Kalau di depan orang banyak Woody sudah bersikap seperti ini, bagaimana kalau dia berduaan saja dengan istrinya"
255 Woody berpaling kepada Steve. "Sudah berapa lama Anda bekerja di kantor Fitzgerald?" "Lima tahun."
"Saya tak habis pikir bagaimana mereka bisa betah bekerja untuk ayah saya."
Steve berkomentar dengan hati-hati, "Kabarnya, ayah Anda memang" sulit."
Woody mendengus. "Sulit" Dia monster berwujud manusia. Anda tahu julukan yang diberikannya kepada kami" Saya biasa dipanggil Charlie. Nama itu diambil dari Charlie McCarthy, boneka milik ventiloquist Edgar Bergen. Adik saya dijuluki Pony, sebab menurut ayah saya, wajahnya seperti kuda. Julukan Tyler adalah?"
Steve tampak canggung. "Rasanya kita tidak perlu?"
Woody meringis. "Tidak apa-apa. Semiliar dolar sangat mujarab untuk menyembuhkan luka-luka lama."
Steve berdiri. "Baiklah, kalau tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, saya mohon diri dulu." Ia sudah tak sabar meninggalkan rumah itu untuk menghirup udara segar.
Kendali menemukan Peggy di kamar mandi. Kakak iparnya mi sedang menempelkan lap basah ke pipinya yang bengkak.
"Peggy" Kau tidak apa-apa?"
Peggy menoleh. "Aku tidak apa-apa. Terima
2"6 kasih. Aku" aku minta maaf tentang kejadian di bawah."
"Kau minta maaf" Seharusnya kau marah. Sudah berapa lama dia suka memukulimu?"
"Dia tidak memukulku," Peggy berkeras. "Aku menabrak pintu."
Kendali menghampirinya. "Peggy, kenapa kau diam saja diperlakukan seperti ini" Jangan biarkan dia berbuat semena-mena."
Peggy menundukkan kepala. "Aku tidak bisa berbuat apa-apa."
Kendali menatapnya dengan heran. "Kenapa?"
Peggy mendongak. "Karena aku mencintainya." Dan kemudian kata-katanya meluncur deras. "Dia juga mencintaiku. Percayalah, dia tidak selalu seperti tadi. Masalahnya, dia" kadang-kadang dia lupa diri."
"Maksudmu, kalau dia sedang teler karena obat. bius." "Itu tidak benar!" "Peggy?" "Tidak!" "Peggy?"
Peggy terdiam agak lama. Kemudian ia menganggukkan kepala, pelan-pelan.
"Sejak kapan Woody kecanduan obat bius?"
"Sejak;., sejak kami menikah." Suara Peggy terdengar parau. "Semuanya berawal dari pertandingan polo. Woody jatuh dari kuda dan cedera parah. Waktu dirawat di ramah sakit, dia diberi obat bius
untuk mengurangi rasa sakit Mereka yang membuatnya kecanduan." Ia menatap Kendali seakan-akan memohon pengertian. "Jadi sebenarnya bukan salah dia, ya, kan" Setelah Woody keluar dari rumah sakit, dia tetap memakai obat bius. Setiap kali aku memintanya berhenti, dia" dia memukulku."
"Peggy, demi Tuhan! Dia butuh bantuan! Masa kau tidak mengerti" Kau tidak bisa menghadapi ini seorang diri. Dia pecandu obat bius. Apa yang dipakainya" Kokain?"
"Bukan." Hening sejenak. "Heroin."
"Ya Tuban! Kau tidak bisa membujuk dia men-can bantuan?"
"Aku sudah berusaha," bisik Peggy. "Aku sudah berusaha dengan sekuat tenaga! Dia sudah ikut program rehabilitasi di tiga ramah sakit." Ia menggelengkan kepala. "Untuk beberapa waktu dia akan baik-baik saja, tapi setelah itu" dia mulai lagi. Dia., dia tidak bisa berbuat apa-apa."
Kendali merangkul Peggy. "Aku ikut prihatin," katanya
Peggy memaksakan senyum. "Aku yakin Woody akan putih. Dia berusaha keras. Dia betul-betul berusaha/ Wajahnya menjadi cerah. "Waktu kami bara menikah dia begitu menyenangkan. Kami teras bercanda dan tertawa. Dia sering membawakan hadiah-hadiah kecil-dan?" Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku betul-betul cinta padanya."
"Kalau ada yang bisa kubanfct.,/" "Terima kasih," bisik Peggy. "Terima kasih atas pengertianmu."
Kendali meremas tangannya. "Nanti kita bicara lagi."
Kendali menuruni tangga untuk bergabung dengan yang lain. Dalam hati ia berkata, Waktu kami masih kecil, sebelum Ibu meninggal, rencana-rencana kami begitu hebat. "Kau bakal jadi perancang terkenal, Dik, dan aku bakal jadi olahragawan terhebat di seluruh dunia!" Dan yang paling menyedihkan, pikir Kendali, seharusnya Woody bisa meraih impiannya itu. Ternyata dia malah terjerumus seperti ini.
Kendali tidak tahu apakah ia lebih kasihan pada Woody atau Peggy.
Ketika Kendali sampai di kaki tangga, ia dihampiri Clark, yang membawa baki dengan sepucuk surat. "Maaf, Miss Kendall. Bam saja ada kurir yang mengantarkan surat untuk Anda." Clark menyerahkan amplop itu.
Kendali menatapnya dengan heran. "Siapa,..?" Ia mengangguk. "Terima kasih, Clark."
Kendali membuka amplop. Ketika mulai membaca surat itu, wajahnya menjadi pucat. "Ya Tuhan!" ia bergumam. Jantungnya berdebar-debar, kepalanya pening. Ia terpaksa berpegangan pada meja sambil menenangkan diri.
Sesaat kemudian ia membalik dan melangkah ke ruang tamu. Wajahnya pucat pasi. Pertemuan dengan Steve Sloane sudah berakhir.
Marc?" Kendall memaksakan diri tampil tenang. "Bisakah kita bicara sebentar?" Suaminya menatapnya dengan cemas. "Ya, tentu
saja." Tyler bertanya pada Kendali, "Kau tidak apa-apa?"
Kendali memaksakan senyum. "Aku baik-baik saja terima kasih."
Ia meraih tangan Marc dan mengajaknya ke atas. Setelah masuk ke kamar tidur mereka, Kendali menutup pintu.
Marc berkata, "Ada apa?"
Kendali menyerahkan amplop tadi. Surat itu berbunyi:
Dear Mrs. Renaud, . Selamat kepada Anda! Dengan sukacita kami terima berita tentang keberuntungan Anda. Kami tahu betapa besar perhatian Anda pada usaha mulia yang kami tekuni, dan kami terus mengharapkan dukungan Anda. Karena itu, kami akan sangat berterima kasih jika Anda bersedia mentransfer $1,000,000 ke rekening bank kami di Zurich dalam sepuluh hari mendatang. Kami mengharapkan balasan Anda dalam waktu dekat ini
Seperti dalam surat-surat sebelumnya, semua huruf E berbentuk tidak sempurna. . "Bajingan!" Marc meledak.
"Bagaimana mereka bisa tahu aku ada di sini?" tanya Kendali.
Marc berkata dengan getir, "Mereka tinggal membuka koran saja." Ia kembali membaca surat itu lalu menggelengkan kepala. "Mereka takkan pernah berhenti. Kita harus melapor kepada polisi."
"Jangan!" seru Kendali. "Tidak bisa. Sekarang sudah terlambat. Kalau kita ke polisi, semuanya akan berakhir. Semuanya!"
Marc memeluknya dan mendekapnya erat-erat "Baiklah. Kita akan cari jalan lain."
Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi Kendali tahu tak ada jalan lain.
Peristiwa itu terjadi tiga bulan sebelumnya, pada suatu hari yang semula merupakan hari yang indah di musim semi. Kendali menghadiri pesta ulang tahun temannya di Ridgefield, Connecticut Pestanya sangat menyenangkan, dan KendalLasyik berbincang-bincang dengan sejumlah teman lama sambil minum segelas sampanye. Ketika sedang asyik bercakap-cakap, ia tiba-tiba melirik arlojinya. "Aduh! Aku tidak sadar sudah selarut ini. Marc sedang menungguku."
Ia berpamitan dengan terburu-buru, lalu segera berangkat naik mobil. Dalam perjalanan ke New York, ia memutuskan untuk melewati jalan pedesaan yang berkelok-kelok ke 1-684. Ia sedang melaju dengan kecepatan hampir delapan puluh kilometer per jam ketika ia melewati tikungan tajam dan melihat sebuah mobil berhenti di sisi
3/y . Kendali langsung mengelak ke kiri. Secara bersamaan, seorang wanita yang membawa bunga-bunga yang baru dipetik mulai melintasi jalan sempit itu. Kendali berusaha menghindarinya, tapi terlambat.
Kendali tidak ingat persis apa yang terjadi. Ia sempat mendengar bunyi benturan yang mendirikan bulu roma ketika mobilnya menabrak wanita ku. Ia menginjak rem. Mobilnya meluncur diiringi bunyi ban berdecit-decit, sebelum akhirnya berhenti. Seluruh tubuh Kendali gemetaran tak terkendali. Ia berlari menghampiri wanita yang tergeletak di jalan, berlumuran darah.
Kendali berdiri seperti patung. Akhirnya ia membungkuk, membalikkan wanita itu, dan menatap matanya yang memandang kosong. "Oh, Tuhan!" bisiknya. Air empedu yang naik serasa membakar kerongkongannya. Ia kembali tegak, bingung, tak tahu hams berbuat apa. Dengan panik ia memandang berkeliling. Tak ada mobil-lain. Dia mati, pikir Kendali. Aku tidak bisa membantunya. Ini bukan salahku, tapi aku pasti akan dituduh mengemudi dalam keadaan mabuk. Darahku akan diperiksa dan mereka akan menemukan alkohol. Aku bakal masuk penjara!
Sekali lagi ia menatap wanita yang telah tak bernyawa itu. Kemudian ia bergegas kembali ke mobilnya Bagian kiri bumper depan ternyata penyok, dan Kendali menemukan bekas darah. Mobilku harus secepatnya masuk garasi, ia berkata
Dendam Sembilan Iblis Tua 4 Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama Dibawah Kaki Pak Dirman 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama