Ceritasilat Novel Online

Dylan I Love You 1

Dylan I Love You Karya Stephanie Zen Bagian 1


Dylan, I Love You! Stephanie Zen Merci, Gracias, Arigatou,
Xiexie, Danke, Tengkyuuu!
Jesus Christ, my Lord and Savior. Thank you, God, for being so gracious to me...
Oma Greetje Jeanne Koamesah, untuk semua doa dan kasihnya.
Papa en Mama, the best parents ever!
Adikku, Wiliam Ronaldo Yozen, yang udah mau buatin segitu banyak lagu dari lirik-lirik
konyol yang aku buat, terutama dari novel Anak Band. Makasih, Cen ;).
Keluarga besar Zen dan Koamesah di mana pun berada, terima kasih semuanya :)
Dessy, my sob, ya ampyuuuunnn, yang ini terbit, Sob! (so much worries behind the scene
yak, hihi...) Best friends ever: Reni, Jennie, Licu, Fanie, Meli, Jovi (maap udah nyatut nama Anda
buat novel ini :D), Santi, Ingrid & family, makasiihh!!! Juga Leni si ceriwis, rajin-rajinlah
bekerja, Nak! :D Tim GPU, yang udah begitu sabar menghadapiku yang bawel ini :">
Luna, yang udah mau dimintain tolong ngecek website malem-malem dan bantu nanyain
soal naskah melulu, huge thanx, man! :)
Para endorser-ku, makasih banyak ya udah mau meluangkan waktu untuk baca naskahku
:). For the inspiring songs: DAUGHTRY (of course! The BEST band EVER lah pokoknya!), ADA Band, and Craig David (Argh! Saya cinta sekali lagu kamu!).
Semua di milis armADA and Innoders, for all the stories and friendships among us.
Makasih banyak yaa... And last but not least, semua yang udah beli dan baca novel ini, tengkyuu! Ditunggu
komennya di chubby_stephz@yahoo.com, oke"
God bless us, Steph GARA-GARA PESTA KELULUSAN!
"JADI, lagunya apa nih" Harus yang berhubungan sama persahabatan lho!" Jerry, ketua kelasku,
mengoceh di depan whiteboard. Sebelah tangannya menggenggam spidol yang tutupnya terbuka,
mengeluarkan bau tinta yang tajam.
"Lagunya itu aja, yang judulnya Graduation, Friends Forever itu!" Sisca berteriak dari bangku
depan. Jerry mengedikkan bahunya, lalu menoleh meminta persetujuan wali kelas kami, Bu Emmy.
Beliau mengangguk, jadi Jerry menuliskan Graduation, Friends Forever besar-besar di papan tulis.
Oh ya, namaku Alice, lengkapnya Alice Henrietta Hawkins. Sebelah alismu pasti terangkat
gara-gara membaca namaku, ya" Yup, aku memang bule. Setengah bule, tepatnya, dan itu salah
satu alasan kenapa aku sebal banget nget nget sama hidupku!
Bokapku orang Australia, kalau nyokap blasteran Jawa-Cina. Sayangnya, ingredients yang
bagus itu ternyata nggak membuat aku jadi cantik kayak Nadine Chandrawinata atau Julie Estelle.
Aku pesek, pendek, dan jerawatan. Ditambah lagi, rambutku warnanya kusam kayak baju yang
sudah bulukan. Pokoknya, penampilanku bisa digambarkan dengan satu kata: menyedihkan.
Aku sekarang duduk di kelas satu di SMA Harapan, salah satu SMA di Jakarta. Aku bukan
anak populer, tapi juga bukan nerd yang doyannya mojok di perpus tiap jam istirahat. Yah...
pokoknya aku termasuk golongan netral deh, satu hal yang membuatku nggak pernah jadi
istimewa di antara ratusan murid lainnya di sekolah ini.
"Hoi, ngelamun mulu!" Grace, teman sebangkuku, menyikuku keras. "Lo kasih saran dong
mau nyanyi lagu apa?"
Ah, ya. Sekarang ini kelasku lagi mengadakan rapat kelas untuk memutuskan kami bakal
menyanyikan lagu apa di pesta kelulusan anak-anak senior. Aturannya, setiap angkatan harus
menyumbang satu penampilan, dan kelasku terpilih mewakili kelas satu untuk ngeband. Tapi,
sampai sekarang kami belum tahu mau membawakan lagu apa, padahal acara kelulusan itu tinggal
tiga minggu lagi! "Emangnya lagu apa aja sih yang udah diusulkan?" Aku mendongak menatap whiteboard.
Jerry sudah menuliskan beberapa judul lagu hasil usul anak-anak sekelas di sana.
1. Graduation, Friends Forever Vitamin C
2. Untuk Sahabat Audy feat. Nindy
3. Pengyou gak tau penyanyinya siapa
4. Sahabat Peterpan 5. "Hmm... apa ya" Gue bilang sih udah bagus tuh pilihan lagunya. Jadi nyanyi berapa lagu?"
tanyaku ke Grace. "Katanya sih mau dua aja, tapi gue nggak sreg tuh sama pilihan lagunya." Grace merengut,
bersedekap. "Emangnya lo mau ngusulin lagu apa?"
"Hehe... nggak tau." Dia nyengir, memamerkan gigi-giginya yang dipasangi behel.
Aku menopang daguku dengan tampang nggak berminat. Gila, anak-anak kelasku memang
hobi banget bikin segala sesuatu dengan persiapan minim, selalu dibuat menjelang detik terakhir.
Kayaknya nggak bakal ada satu pun alumnus kelas ini yang jadi pemilik EO suatu saat nanti.
Kalaupun ada, pasti EO itu bakal kacau-balau.
"Alice," tiba-tiba Bu Emmy memanggilku, "kamu ada ide?"
Ups. Aku menatap whiteboard dengan mata membesar, berharap satu judul lagu bakal muncul
di kepalaku. Aku ogah banget kelihatan culun di depan seisi kelasku.
"Mmm...," aku menggumam, "saya..."
Dan tiba-tiba saja, lagu itu melintas di kepalaku! Lagu yang kudengar di radio dalam
perjalanan ke sekolah tadi pagi!
"Bagaimana kalau lagunya Skillful?"
Alis Bu Emmy terangkat, dan aku maklum banget melihatnya. Mungkin beliau nggak tahu
bahwa Skillful itu nama band.
"Skillful?" Jerry menatapku bingung. "Yang judulnya apa?"
"Eh..." Otakku berusaha keras mengingat judul lagu itu. "Tetap Sahabatku?"
"Yang kayak apa sih lagunya?" Kali ini Sisca menoleh dari bangkunya dan menatapku juga.
"Oh, yang ini nih," aku mulai menyanyikan sepotong refreinnya, "kau masih tetap
sahabatku... biar kita terpisah waktu... tapi ku kan s"lalu mengenangmu... mengingat dan
menjagamu..." Senyap. Aku langsung mencelos. Gawat, kenapa tadi aku pakai nyanyi segala" Omigod, pasti
aku tadi kelihatan tolol banget!
Sekarang tatapan anak-anak sekelasku menghunjam seolah aku ini hewan yang hampir
punah. Sebentar lagi pasti bakal terjadi hal yang membuatku menyesal dilahirkan.
"Bageeeesssss...! Lo aja yang jadi vokalisnya, Lice!" seru Oscar, cowok jangkung yang sudah
terpilih sebagai gitaris band kelas kami, menirukan gaya bicara Indy Barends.
Nah lho, benar, kan, aku sudah tau kalau sesuatu yang buruk pasti bakal terjadi.
Dan kenapa juga aku lupa band kelas ini belum punya vokalis" Nggak ada satu pun yang
dengan rela mengajukan dirinya jadi vokalis, orang yang bakal jadi pusat perhatian puluhan anak
kelas tiga dan guru-guru sekolah ini di pesta kelulusan nanti.
"Wah, ternyata suara lo boleh juga, Lice," Grace mengedip-ngedipkan matanya
menggodaku. "Maksud lo, suara gue nggak jelek?" tanyaku takut-takut.
"Ya enggak lah! Suara lo tuh bagus! Unik, lagi!"
"Iya, Bu Emmy, Alice aja yang jadi vokalisnya!" dukung Oscar.
"Iya, iya, gue juga setuju," tambah Sisca.
Aku nyengir bego, dan cengiran itu semakin kelihatan tolol waktu Bu Emmy
mengumumkan, "Oke, jadi Alice yang akan jadi vokalis band kita di pesta kelulusan nanti.
Sekarang, sudah ada lima pilihan lagu, kita voting saja, ya?"
Voting dilakukan, dan lidahku semakin kelu begitu tahu lagu yang terpilih adalah lagu Pengyou
dan Tetap Sahabatku. Ya ampun, aku kan nggak bisa bahasa Mandarin!!!
*** "Hei! Ini CD-nya!" Grace mengacungkan sebuah CD, dengan ilustrasi awan berarak bertuliskan
Skillful, tinggi-tinggi. Aku bergegas menghampirinya.
Yah, apa boleh buat, nggak ada yang mau menggantikan aku jadi vokalis band kelas, jadi
mau nggak mau aku harus mulai berlatih lagu-lagu yang harus dinyanyikan itu. Langkah
pertamanya sudah jelas, aku harus beli CD Skillful, soalnya aku nggak hafal lirik Tetap Sahabatku
itu seperti apa. Aku juga nggak tau pasti lagunya, cuma ingat bagian refreinnya doang. So, di
sinilah aku sekarang, di Duta Suara PS, memaksa Grace menemaniku membeli CD Skillful itu.
"Eh, vokalisnya Skillful ini udah ganti, ya?" tanya Grace sambil menunjuk foto seorang
cowok super-duper-ganteng di back cover CD Skillful.
Dahiku berkerut. Kalau nggak salah sih band ini memang pernah bongkar-pasang personel
beberapa kali, dan vokalisnya yang dulu juga keluar lalu solo karier. Setelah itu, Skillful sempat
vakum sekitar tiga tahun, dan tiba-tiba nongol lagi dengan formasi baru. Aku nggak menyangka
vokalis barunya ternyata cakep buangeeeettt!
"Wah, malah ngelamun dia!" Grace menepuk bahuku kuat-kuat. "Udah, nggak usah
terpesona gitu deh ngeliatnya!"
Aku merengut. "Ya deh, ya deh... Ayo cepet bayar CD-nya, habis itu kita cari makan yuk!
Gue laper banget!" Aku menuding perutku yang (maunya) kelihatan berkurang lima senti dari
ukuran normal. "Yeee... emangnya yang ngajak beli CD siapa" Lo, kan" Ya udah, ayo deh!"
*** Oh Tuhan. Oh Tuhan. Oh Tuhan...
Skillful ternyata keren banget! Aku baru saja mendengarkan CD mereka sampai habis, dan
(hampir) merasa nggak menyesal karena ditunjuk jadi vokalis band kelas tadi siang!
Ternyata si vokalis ganteng itu (namanya Dylan), nggak cuma bertampang super-dupercakep, tapi juga punya suara yang merdu banget! Suer deh, baru kali ini aku tahu ada cowok
bersuara berat dan ngebas tapi merdu! Ah, gila gila gila... kayaknya aku mulai ngefans nih!
Kira-kira dia udah punya pacar belum, ya" Kalau belum...
Ah, enggak, enggak... Aku kok jadi sinting gini!
"Alice!" Suara Mama menyentakku kembali ke dunia normalku yang membosankan. Mama
sudah masuk ke kamarku, gayanya persis prajurit yang hendak melakukan agresi militer ke daerah
kekuasaan lawan. "Ada apa, Ma?" tanyaku sok cool. "Aku lagi latihan nyanyi nih..."
"Dipanggil Daddy, disuruh makan tuh!"
"Enggak ah, aku kenyang..."
"Yang bener?" tanya Mama.
"Iya, Ma, bener. Lagi pula, tiga minggu lagi aku bakal jadi vokalis band kelas di acara
kelulusan anak kelas tiga, aku kan kepingin tampil oke. Ini juga aku lagi hafalin lagunya."
"Oh, gitu. Oke, tapi jangan lupa kerjakan tugas-tugasmu yang lain lho ya," ujar Mama
mewanti-wanti. Aku mengangguk, tapi langsung mengernyit sepet begitu melihat tumpukan buku teks dan
kertas di meja belajarku, di samping komputer. Ada dua deadline tugas besok, yang satu tugas
membuat skrip talkshow untuk pelajaran bahasa Indonesia (yang sudah kukerjakan dengan senang
hati, soalnya aku memilih topik "kehidupan selebriti" untuk temanya). Satunya lagi PR biologi,
esai seribu kata tentang klasifikasi hewan, yang baru kutulis judulnya saja di MS Word
komputerku. "Oke, udah beres semua kok tugas-tugasnya," aku berbohong.
Mama tersenyum kecil, dan nyaris keluar dari kamarku waktu aku memanggilnya lagi.
"Ma... sini deh! Bentar aja!"
"Apa?" tanya Mama bingung.
Aku meraih cover CD Skillful, dan membaliknya sampai akhirnya foto para personel band itu
terpajang di bagian depan.
"Ini, cowok ini... cakep nggak?" Aku menunjuk Dylan, tentu saja.
Mama mengernyit sedikit. "Masih cakepan Daddy," kata Mama, lalu melenggang keluar dari
kamarku sambil terkikik. Ya ampun, aku bertanya pada orang yang salah!
*** Aku duduk di kursi pojok ruang musik, sementara Oscar dan Moreno, dua cowok yang jadi
gitaris band kelasku, bolak-balik memutar ulang CD Skillful yang kubeli kemarin. Mereka lagi
pusing mencari kunci-kunci yang dipakai di lagu Tetap Sahabatku. Oscar bilang, gitaris Skillful
ternyata memang benar-benar skillful, tekniknya sudah tinggi, dan dia pakai macam-macam efek
canggih yang membuatnya dan Moreno kebingungan sendiri mencari akor-akor lagu itu.
Aneh, padahal kalau didengar, lagu Tetap Sahabatku tuh minimalis banget lho, sama sekali
nggak mencerminkan efek-efek canggih yang dibilang Oscar tadi. Atau jangan-jangan... Oscar aja
yang nggak bisa menemukan akornya, makanya dia ngaco, pakai sok bilang bahwa kelas Rey,
gitaris Skillful, jauh di atas dia. Haha... pasti itu!
Tapi nggak deh... Oscar sama Moreno kan duo gitaris paling jago di sekolah ini! Kalau
mereka sampai nggak bisa menemukan akor-akornya, pasti lagu ini beneran susah. Ditambah lagi,
Mario, si pemain keyboard band kelas yang juga kembarannya Moreno, juga kelimpungan sendiri
di depan tuts-tuts keyboard-nya. Dia cuma pencat-pencet nggak jelas dari tadi, kayak orang
linglung, padahal aku tahu pasti Mario jago banget main keyboard dan piano. Dia kan satu gereja
sama aku, dan dia pianis paling top di gereja.
Hmm... apa lagu ini memang segitu SUSAHnya"
Kayaknya sih iya, kala uaku mengintip kertas coret-coretan ketiga cowok itu yang sudah
penuh segala macam huruf, mulai dari C, D, E, #"!x^=\+MN dan sebagainya.
Fiuhhh... aku mengembuskan napas kuat-kuat, meniup-niup poniku yang berwarna cokelatenggak-merah-enggak sampai terangkat dan jatuh nggak beraturan menutupi mataku. Kasihan
juga sih cowok-cowok itu, tapi mau gimana lagi... aku kan sama sekali nggak ngeh sama yang
namanya not, jadi jelas banget aku nggak bisa menolong mereka.
Aku membolak-balik cover CD Skillful di tanganku. Aku sudah hafal luar kepala lagu Tetap
Sahabatku itu, bahkan sampai ke falset-falsetnya segala. Tatapanku kembali lagi ke foto Dylan di
back covernya, dan aku langsung senyam-senyum sendiri.
Gila ya, cowok ini cakep beneeeerrrrr...
Serius nih, dia udah punya pacar belum sih"
Tiba-tiba satu pikiran melintas di otakku, dan dengan semangat aku langsung mencari bagian
"thanks to" di cover album itu. Mana, ya..."
Weits, ini dia! Reynald Sutedjo (gitar)... Dovan Prasetya (bas)... Ernest Affandi (keyboard)...
Dudy Januar (drum)... Dylan James Siregar (vokal)... Hihi... ketemu!
Aku mulai meneliti deretan nama yang ada di ucapan "thanks to" Dylan. Siapa tahu dia
menulis "my other half", "my luvly", atau apalah di ucapan terima kasihnya itu yang bisa jadi
petunjuk bahwa dia sudah punya cewek. Duh, Tuhan... semoga nggak ada!
Dylan thanks to: Allah Bapa di Surga (untuk semua anugerah dan talenta-Nya yang begitu indah pada diriku),
Papa & Mama (buat semua support dan cintanya), abangku Taura Daniel Siregar (i"m glad for
being ur bro!), Mbak Via, all ma fren: Boim, Dudut, Udik, Varin, Tike, Dora, Emon, Niken,
Karin & family, Calvin, Ellycia. Rey, Dovan, Ernest, en Dudy (for being my second family),
Skillful Management, dan fans Skillful di mana pun berada. God bless us, Dylan.
Yes! Nggak ada! Tapi... tunggu! Dia punya teman yang namanya Dora dan Emon"! Serius nih" Kenapa nggak
digabungin saja sekalian jadi Doraemon" Hihihi... lucu!
"Heh! Ketawa-ketawa sendiri! Kesambit, ya?"
Aku mendongak, dan mendapati Olivia, si cewek tomboi yang jadi drummer band kelas,
sedang mengetuk-ngetuk kepalaku dengan stik drumnya. Sial, apa kepalaku bentuknya mirip
simbal" "Maaf, ya, Mbak, tapi drum-nya di sebelah sana tuh," aku menuding ke arah drum di
seberang ruangan, "bukannya di siniiii..." lalu menuding batok kepalaku lagi.
"Ya gue tau sih, kan gue nggak buta," Oliv cengengesan. "Gue cuma heran aja, kenapa lo
ketawa-ketawa sendiri tadi."
Mukaku memerah, membayangkan tampang konyolku yang cekikikan gara-gara tahu Dylan
punya teman yang namanya Dora dan Emon.
"Hmm... gue nggak pa-pa kok! Eh... gimana, udah ketemu akornya?" Aku langsung
mengalihkan pembicaraan, bangun dari kursi yang kududuki dan tergopoh-gopoh menghampiri
bagian tengah ruangan, tempat Oscar dan Moreno duduk di antara lautan bantal dan bolak-balik
memutar CD-ku di boom-box yang ada di sebelah mereka.
"Udah ketemu sih ini..." Moreno menunjuk kertas kusut, yang tadinya kukira sampah, yang
ada di hadapannya. "Mau dicoba latihan sekarang?"
Aku menoleh menatap Oliv, Mario, dan Dion, si basis. Semuanya mengangguk.
*** Grace mencomot sepotong bakwan penyet dari piringku. Tampangnya sama sekali nggak
menunjukkan penyesalan karena sudah jadi salah satu pelaku tindak kriminal.
"Heh! Itu punya gue!" Aku memukul tangannya pelan, tapi dia sudah keburu memasukkan
bakwan itu ke mulutnya. "Bagi dikit, dong! Lo kan juga lagi diet, nggak boleh makan banyak-banyak!" Dia nggak mau
kalah. Huh, maling teriak maling!
"Ya deh, suka-suka lo..." Aku cemberut.
"Idih, anaknya marah! Udah, jangan gitu dong, nanti tambah jelek lho!"
Aku tambah merengut. Akhir-akhir ini memang mood-ku lagi nggak keruan. Pementasan
band kelasku di acara kelulusan anak-anak kelas tiga tinggal tiga hari lagi, dan aku baru merasakan
nggak enaknya perasaan orang yang punya firasat dia bakal jadi bahan tertawaan puluhan orang
dalam hitungan hari. Acara kelulusan itu sendiri bakal diadakan di aula sekolah, yang ada di lantai dua gedung
sekolah ini. Nantinya kami bakal tampil di tengah-tengah acara, sebelum acara makan-makan.
Oke juga sih, jadi nanti waktu makan-makan aku sudah lega dan nggak perlu takut lidahku
mati rasa saking deg-degannya, hehe...
Tapi, di luar segala macam rasa takutku gara-gara bakal tampil itu, aku juga khawatir akan
satu hal: baju yang bakal kupakai nanti.
Weekend kemarin aku sudah "menyeret" Grace ke Body & Soul, menemaniku mencari baju.
Akhirnya aku membatalkan niat pakai sackdress dan malah beli halter neck berbahan stretch warna
hitam dan celana kain hitam panjang bergaris-garis putih. Kayaknya sih bagus, seenggaknya aku
nggak kelihatan kayak tante-tante kalau pakai baju itu.
Jadi, kenapa aku harus khawatir sama bajuku itu"
Karena baju itu halterneck, yang berarti backless, padahal baju-baju yang jadi kostum
kebanggaanku selama ini cuma kaus dan jins. Aku takut nanti baju itu, yang rencananya mau
membuatku tampil beda, malah jadi bumerang karena dianggap nggak cocok sama anak-anak
lain. Itu kan bisa membuat rasa pedeku langsung drop total, hiks...


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa" Mikirin baju lagi" Udah deh, tenang aja, baju lo oke banget kok!" Grace
mengacungkan jempol tangannya, dan aku setengah ngeri melihat bakwan penyetku sudah ludes
tiga potong lagi. "Tapi gue takut... Gimana kalau anak-anak bilang gue nggak pantes pakai baju itu?"
"Ahh... selera orang kan beda-beda," jawab Grace santai. "Itu acara formal, dan lo jelas
nggak mungkin datang pakai kaus sama celana jins, kan?"
Benar juga. "Oh ya, gue kayaknya punya kabar bagus buat lo," tambah Grace sambil tersenyum sok
rahasia. "Apaan?" "Minggu depan, di sekolah temen gue bakal ada pensi. Bintang tamunya... Skillful!"
"Oh ya?" Aku yakin banget, mataku yang belo ini pasti membesar jadi tiga kali lipat ukuran
normal. "Serius lo?"
"Ya serius lah... Orang spanduknya udah ada di mana-mana, masa lo nggak pernah lihat satu
pun sih?" Aku menggeleng. Seminggu terakhir ini aku terlalu puyeng memikirkan acara kelulusan itu,
mana mungkin aku sempat mikirin hal-hal lain macam spanduk apa yang lagi dipasang di jalan"
Tapi kalau bintang tamunya Skillful, mau nggak mau ya...
"Lo mau nonton" Ntar gue temenin deh."
"Boleh. Hari apa pensinya?" tanyaku sambil menyorongkan piring berisi apa pun yang
tersisa dari seporsi bakwan penyetku ke arah Grace, sebagai imbalan untuk infonya tadi.
"Minggu. Tapi hari Sabtunya personel-personel Skillful bakal datang ke sekolah temen gue
itu, bikin jumpa fans atau apalah namanya. Ntar kita datang juga aja, kan kita libur kalau Sabtu."
Aku manggut-manggut kayak prajurit yang mendengar strategi perang komandannya.
Sekolahku memang libur kalau hari Sabtu, satu hal yang paling kusuka dari sekolah ini.
"Nah, siapa tau lo bisa ketemu si siapa itu... vokalisnya Skillful itu..."
"Dylan." "Ya, itu, si Dylan. Buset dah, nama kok susah bener..." Grace menggeleng-geleng, setengah
berdecak, setengah kepedasan gara-gara sambal bakwan penyet yang dimakannya.
Yah... urusan Dylan nanti dulu deh, yang penting aku nggak mempermalukan diriku sendiri
di pesta kelulusan tiga hari lagi!
*** Oscar adalah personel band kelasku yang nongol pertama kali di aula sekolah (yang sudah
didekor dengan bagus buangeeettt!) setelah aku. Ya ampun, aku sempat shock melihatnya pakai jas
dan kemeja! Dia kelihatan keren banget, beda jauh dengan Oscar yang biasanya aku lihat di
sekolah, yang selalu masuk kelas dengan badan bersimbah keringat sehabis jam istirahat gara-gara
main sepak bola di lapangan.
Jangan salah, bukannya dia biasanya bau matahari atau apa. Dia wangi kok, tapi tetap aja...
rasanya keren melihatnya pakai jas begitu. Cool!
"Wah, Alis keren banget, cing!" katanya begitu melihatku. Mulutku berkerut, setengah
senang, setengah jengkel. Senang karena dipuji, tapi bete gara-gara dia memanggilku "Alis"!
"Helllooo... my name is Alice, the pronounciation is "ellys", not "alis", you know"!" geramku kesal, tapi
Oscar malah cekikikan dan beranjak ke tangga karena melihat Moreno dan Mario datang.
Hmm... kayaknya harus sering-sering ada acara formal gini deh, jadi aku bisa sering-sering
melihat cowok-cowok kelasku berubah jadi keren karena pakai jas, hihihi...
Aku duduk di salah satu kursi berlapis kain putih yang ada di ruangan itu. Anak-anak senior
memang belum ada yang datang, kan acaranya baru dimulai jam tujuh nanti. Sementara itu band
kelasku memang harus datang dari sore buat check sound dan segala macamnya sebelum tampil
nanti. "Whoa... Alis, lo jadi kayak Krisdayanti deh kalau pakai baju gitu!" seru Dion yang tiba-tiba
duduk di sebelahku. Dia nggak pakai jas, tapi hem hitam lengan panjangnya saja sudah
superkeren. "Eh, cukup ya, manggil gue tuh "ellys", bukannya "alis"! Sebel!"
Aku melipat tanganku di dada, mengutuki namaku yang selalu "terpeleset" di lidah orang
Indonesia. Kenapa sih dulu aku nggak dikasih nama Cindy, Claudia, atau apa kek yang
pengucapannya nggak aneh-aneh gitu" Dulu Mama sama Daddy berharap apa sih, waktu
memberiku nama Alice" Apa mereka mau aku tinggal di Wonderland sama Ratu Hati"
"Wah, lagi sensi nih?" Dion bukannya diam, malah tambah mencelaku.
"Tadi lo bilang Alis mirip siapa, Yon?" tanya Oscar yang sudah mendekat lagi.
"Krisdayanti." "Menurut gue, Alis lebih mirip Dewi Sandra," celetuk Mario sambil cengengesan nggak
penting. Hah" Aku" Mirip Dewi Sandra"
"Ah, enggak ah..." Oscar geleng-geleng. "Lebih mirip sama Agnes Monica!"
Haha... lucu sekali, guys, jadi sebenarnya berapa wajah yang aku punya"
"Udah deh, kalau mau nyela nggak usah kebangetan gitu." Aku sewot sendiri.
"Nggak, Lis, lo benernya mirip Sarah Azhari kalau pakai baju tali di leher gitu," tambah
Moreno. "Eh, diam deh! Mau gue sambit pakai asbak lo"!" Aku mendengus kesal. Cowok-cowok itu
terkekeh. Aku tahu mereka semua cuma menggodaku, bukan menghina, tapi tetap saja aku
jengkel! "Nah, udah kumpul semua ternyata. Sori gue telat." Oliv datang dan langsung menghampiri
kami semua. Seperti biasa, dia tomboi banget, mau manggung tapi cuma pakai kemeja hitam
lengan panjang dan jins hitam. Tapi whatever lah, yang penting ada cewek yang bakal menemani
aku menghadapi cowok-cowok tengil yang sedari tadi meledekku mirip Sarah Azhari dan
sebagainya ini. *** Wah! Aku sukses besar nyanyi di panggung tadi. Semua bertepuk tangan waktu aku selesai
menyanyi. Aku bahkan nggak keseleo lidah waktu nyanyi lagu Pengyou! Hihihi... jadi nggak sia-sia
nih tiga minggu belakangan ini Bu Emmy, yang juga berprofesi sebagai guru bahasa Mandarin di
sekolahku ini, khusus memberiku les setiap jam istirahat supaya aku nggak salah waktu
menyanyikan lagu itu. Malah, bukannya aku kege-eran nih, aku yakin banget beberapa anak cowok kelas tiga
menatapku terus sejak aku turun dari panggung tadi. Kalau kutatap balik, mereka langsung salting
total dan senyam-senyum sendiri. Haha!
Di akhir acara, Pak Alex, kepsekku, malah menyuruh band kelasku naik panggung dan sekali
lagi membawakan lagu Tetap Sahabatku. Wah wah, kayaknya boleh juga nih aku mempertimbangkan buat ikut Indonesian Idol. Apa lagi coba alasan Pak Alex menyuruh band kami tampil lagi kalau
bukan karena dia menganggap suaraku bagus"
Yihaaa... what a nice day!
SIAPA BILANG JADI VOKALIS BAND
TERKENAL ITU ENAK" GUE benci hari ini! Tadi, setelah gue selesai nyanyi di program Bincang Malam di TOP Channel, gue
langsung ditarik-tarik sama Bang Budy, nggak boleh sedikit pun lebih lama tinggal di studio,
padahal gue masih capek habis loncat-loncat nyanyi lagu upbeat!
Yeah, gue tau dia manajer gue (atau manajer Skillful, tepatnya), tapi harusnya dia jadi
orang yang lebih sabar. Bayangin aja, tadi gue lagi diajak foto sama satu cewek yang katanya
datang jauh-jauh dari Jogja ke Jakarta cuma buat nonton gue manggung, tapi Bang Budy
malah seenaknya menyeret gue pergi! Yah... gue nggak bakal menyalahkan cewek itu kalau
seandainya dia cuap-cuap di mailing list atau forum-forum para fans Skillful nanti. She
deserves to do it. Sebentar, have I introduce myself" Oh, belum. Sori, gue memang suka agak-agak sewot
kalau lagi sebel sama Bang Budy gini.
Gue Dylan, lengkapnya Dylan James Siregar. Dan kalau dari tadi lo udah nebak-nebak,
dengan senang hati gue bilang tebakan lo bener. Gue memang Dylan yang... "itu". Yang
vokalis band Skillful itu.
Oke, cewek, jangan jejeritan histeris. Gue bukan siapa-siapa, cuma seorang cowok yang
kebetulan bisa menembus sebuah band ngetop yang pernah mati suri selama tiga tahun.
Selain itu, gue cuma mahasiswa fakultas hukum yang kuliahnya nggak kelar-kelar gara-gara
dulu kebanyakan nyanyi dari kafe satu ke kafe lainnya. Dan itu gue lakukan buat cari uang,
bukan karena gue clubbers. Jujur saja, keluarga gue bukan keluarga kaya, dan gue nggak
suka kalau harus minta ini-itu ke ortu gue kalau gue sendiri sebenarnya mampu cari uang
buat beli semua yang gue butuhkan. Tapi sekarang, setelah jadwal Skillful mulai padat, gue
harus cuti kuliah dua semester, supaya konsentrasi gue nggak terpecah. Berat juga
sebenernya, tapi dalam hidup kan kita harus memilih.
Dan, guys, nggak usah mengernyit gitu. Gue bukan cowok tipe boyband yang suka
mainin cewek begitu gue mulai ngetop. Gue malah, sampai sekarang, suka bingung sendiri
kalau ada cewek yang histeris ngeliat gue. Bukannya gue sombong atau apa, tapi sumpah
deh, kalau lo dulu bukan siapa-siapa, dan mendadak lo jadi ngetop, lo pasti bakal ngerasai hal
yang sama kayak apa yang gue rasain sekarang.
"Jalan, Pak." Gue mendongak, melihat Bang Budy yang duduk di jok depan dan memerintahkan sopir
menjalankan mobil. Rey, Dovan, Ernest, dan Dudy sudah duduk di sekitar gue di dalam
mobil. Dari mulut mereka semua ada asap menguap, sementara bibir-bibir mereka menjepit
puntung rokok dengan santai. Ini salah satu hal yang nggak gue suka dalam hidup sehari-hari
anak band: di saat personel-personel lain bebas merokok semau mereka, gue nggak boleh
melakukan hal yang sama karena harus menjaga kualitas suara gue. Damn!
Yah, jadi singkatnya, kehidupan gue nggak semenyenangkan yang orang-orang
bayangkan. Memang sih gue jadi terkenal, punya rekening pribadi yang nggak pernah tekor,
dan bisa jalan-jalan ke mana pun dengan gratis karena fasilitas dari sponsor, tapi gue jenuh.
Hidup gue yang tadinya diisi dengan kitab-kitab hukum yang tebalnya ngalah-ngalahin
kamus, sekarang jadi penuh dengan jadwal manggung dari satu kota ke kota lain. Hari-hari
gue berkutat dari panggung ke panggung, konser ke konser, showcase ke showcase... dan
biarpun banyak kejadian lucu sepanjang itu semua, gue tetap aja jenuh. Gue kangen
kehidupan gue yang lama, dan gue juga kangen sama Karin...
Stop! Gue nggak boleh mikirin Karin lagi! Kalau kayak gini caranya, lama-lama gue bisa
gila... Tapi nggak ada salahnya cerita sedikit, kan"
Karin itu cewek gue. Mantan cewek gue, tepatnya. Dia cewek paling hebat yang pernah
gue kenal selama ini. Dia bukan model, juga bukan artis. Dia cuma mahasiswi fakultas
ekonomi di kampus gue, tapi dia cantik banget, dan nggak pernah menuntut macam-macam
dari gue... Waktu dia pertama tau gue diterima jadi vokalis Skillful yang baru, dia histeris! Bener
lho, dia sampai jejeritan di telepon saking senangnya, padahal waktu itu gue sendiri juga
masih agak-agak linglung gara-gara belum sepenuhnya percaya gue berhasil meraih cita-cita
gue selama ini. Hidup dari musik, hal yang dulunya ditentang keras ortu gue.
Sayangnya, itu semua tinggal kenangan sekarang. Gue dan Karin putus karena dia nggak
bisa mengontrol rasa cemburunya. Dia nggak suka gue dekat sama cewek lain, apalagi
dipeluk dan dicium-cium sama cewek selain dia. Gimana bisa, kalau setiap kali gue ketemu
fans, mereka langsung nyosor gitu aja" Gue cuma bisa pasrah kalau tiba-tiba ada cewek nekat
yang naik ke atas panggung dan memeluk gue seakan gue ini gulingnya dan dia mau pergi
tidur. Tapi alasan utama kami putus adalah karena Karin...
"Lan, ayo turun, udah nyampe hotel," kata Dovan sambil menepuk lutut gue pelan. Gue
mendongak, dan bingung sendiri karena mobil ini memang sudah sampai di hotel. Jadi gue
udah ngelamun berapa lama"
*** Gue nonton TV, tapi pikiran gue nggak tahu lagi ada di mana. Sekarang jam tiga subuh, tapi
gue nggak bisa tidur. Ernest, yang selalu sekamar sama gue, sedang berdiri di balkon kamar
hotel, telepon istrinya yang ada di Bandung.
Nggak tau deh, ini keuntungan atau malah petaka, tapi gue satu-satunya personel Skillful
yang masih single. Ernest, Dovan, Rey, dan Dudy, semuanya udah married. Mereka semua
juga udah pada punya anak. Padahal, pacar aja gue nggak punya. Miris nggak tuh"
Dan mungkin karena status gue yang masih jomblo itulah, sembilan puluh persen fans
Skillful malah menamai diri mereka Dylanders, alias fans-nya Dylan, bukan fans Skillful
secara utuh. Gue risih, ngerasa nggak enak sama yang lain, takut dianggap sombong padahal
gue cuma "anak bawang". Untung aja ternyata anak-anak profesional banget. Mereka nggak
pernah protes atau marah sama gue. Dovan malah pernah bilang dia hepi karena bukan dia
yang punya fans paling banyak, soalnya kalau iya, istrinya pasti bakal cemburu. Ada-ada aja
dia. Tapi tetap aja, gue nggak enak. Dan kadang-kadang gue mikir untuk secepatnya married
dan punya anak juga, biar nggak merasa "anak bawang" kayak gini. Umur gue 24, udah
cukup, kan, buat married"
"Sascha sakit. Sudah dua hari ini dia demam," kata Ernest setelah dia masuk kembali ke
kamar. Dia menutup pintu kaca penghubung ke balkon yang tadinya dibuka lebar-lebar, dan
mengempaskan diri di ranjangnya.
Sascha nama anak Ernest. Anak itu umur tujuh tahun, dan tampangnya persis banget
Ernest. Kadang-kadang, kalau iseng gue lagi kumat, gue sering bilang Sascha itu versi
miniatur Ernest yang dipakaikan rok, dan biasanya, semua orang bakal ngakak mendengarnya, termasuk Bang Budy yang selalu pasang tampang nggak bersahabat itu.
"Besok an free, gue mau pulang ke Bandung dulu," kata Ernest lagi, seperti bicara pada
udara. "Salam buat Sascha ya, moga-moga dia cepet sembuh."
"Hmmm...," Ernest menggumam, dan membenamkan diri di balik selimut. Beberapa
detik kemudian suara gumamnya sudah berubah jadi dengkur halus yang teratur.
Free satu hari, lalu jumpa fans, dan besoknya manggung lagi di pensi SMA 93. Siapa
bilang jadi vokalis band terkenal itu enak"
*** Tora cengengesan waktu gue nongol di rumah. Dia abang gue, tapi banyak yang mengira dia
adik gue, gara-gara gue lebih bongsor. Dan nama ASLI-nya Taura, tapi dia ngotot minta
dipanggil Tora setelah Tora Sudiro ngetop mendadak.
Heran, harusnya dia minta dipanggil Aming aja. Bukannya Aming lebih ngetop"
"Ma... ada artis datang nih!" Ledekan khasnya setiap kali gue pulang ke rumah mulai
keluar. Sialan! Mama muncul dari dapur, senyumnya mengembang melihat gue berdiri sambil
mengendus-endus aroma makanan yang dimasaknya.
"Masak apa, Ma?" Gue menjatuhkan travel bag di lantai, dan membuka-buka tudung saji
yan gada di meja makan. Kosong.
"Sayur bening. Ikan pindang. Tempe goreng. Sambal daun bawang. Semuanya masih di
dapur." Perut gue langsung demo. Lapaaaaarrr! Padahal tadi dari hotel, gue sama anak-anak
sempat makan pecel di warung tenda, tapi sekarang gue sudah lapar lagi.
Apa" Kaget tahu ada band ngetop yang personelnya makan di warung tenda" Nggak
usah segitunyalah, itu sudah jadi kebiasaan anak-anak dan kru Skillful kok. Dalam band ini,
ada satu prinsip yang paling utama: berusahalah seirit mungkin. Bukannya pelit atau apa, tapi
kita semua jenis orang yang suka sayang kalau membuang uang cuma buat gengsi. Dan di
Indonesia ini, siapa sih yang bisa meramalkan kapan sebuah band bakal nggak diminati lagi"
Nggak ada, kan" Jadi, selama Skillful masih banyak yang suka, semua personel dan krunya
menabung sebanyak mungkin, buat jaga-jaga kalau besok album kami nggak laku lagi. Kayak
semut yang menimbun persediaan makanan selama musim panas untuk musim dingin gitu
deh. Haha... sok wise banget deh gue. But that"s the fact.
"Tadi gue ketemu Karin," kata Tora sambil menarik kursi yang ada di depan gue dan
duduk di situ. "Di mana" Dia ngapain?" Mata gue membesar mendengar nama Karin.
"Hahaha... ketipu!" Tora ngakak. Gue menciut. Orang ini menyebalkan! "Lo masih
segitu cintanya, ya, sama Karin" Dengar namanya aja sampai segitu minatnya!"
"Nggak usah rese deh." Gue menggelengkan kepala, pura-puranya telinga gue tuli
mendadak. Gara-gara abang gue yang tengil ini, gue jadi teringat lagi sama Karin. Sial!
ASLINYA JAUUUUHHHH LEBIH CAKEP! SETELAH acara kelulusan itu, aku jadi lumayan sering diomongin di sekolah. Aku, yang tadinya
cuma cewek setengah bule yang sama sekali nggak ngetop, mendadak sering disenyumin sama
guru-guru kalau kebetulan berpapasan sama mereka di koridor sekolah.
Tapi ternyata suaraku nggak segitu bagusnya sampai bisa membuat cowok-cowok berebutan
naksir aku. Masalahnya, yang ada di acara kelulusan itu cuma anak-anak kelas tiga dan perwakilan
angkatan kelas dua (yang juga tampil dengan operetnya), dan sekarang cowok-cowok senior yang
pernah mendengar suara emasku ini sudah cabut ke sejuta perguruan tinggi di seluruh penjuru
dunia. Nggak ada lagi di antara senior-senior keren itu yang masih tersisa di sekolah ini. Yah...
percuma deh jadi bintang semalam kalau toh penggemarnya juga nggak ada lagi. Sebel!
Yang tersisa cuma cowok-cowok kelasku, yang sama sekali nggak kutanggapi gara-gara
tingkahnya yang norak-norak. Yang cool macam Oscar dan Moreno udah pada punya cewek.
Sisanya cowok-cowok usil kayak Dion, Mario, Jerry, dan yang lainnya, yang jelas bukan jenis
cowok yang bakal aku taksir.
Aku pengiiiinnnn banget punya cowok! Tapi bukan cowok yang seumuran sama aku.
Kayaknya seru punya cowok anak kuliahan. Aku nggak bakal dianggap cupu atau nggak gaul lagi.
Sementara cewek-cewek di kelasku pacarannya cuma sama kakak kelas yang juga masih pakai
seragam sekolah, aku bisa pacaran sama cowok kuliahan! Cihuy!
Tapiiiiii... siapa cowok kuliahan yang mau jadi cowokku" Kayaknya nggak ada deh! Pertama,
cowok kuliahan pasti menganggap anak SMA itu cupu, dan mencarinya sama aja ikutan jadi
cupu. Kedua, aku nggak kenal satu pun cowok kuliahan yang keren.
Oh Tuhan, kenapa sih stok cowok keren di sekolah ini sedikit banget" Di mana aku bisa...
Mendadak aku melongo. Ini kan hari Jumat, besok hari Sabtu. Acara jumpa fans Skillful itu!
Dan pensinya! Woah, pasti bakal banyak cowok kinclong bertaburan di pensi besar macam pensi
SMA 93 itu. Akhirnya aku bisa cuci mata juga! Haha... benar apa kata pepatah, di mana ada
kemauan di situ ada jalan!
Belum lagi, aku jadi bisa melihat secara langsung si Dylan yang ganteng itu.
Yes! Yes! Yes! Bukannya aku naksir atau apa, tapi sebagai cewek yang sudah pernah menyanyikan lagunya
Dylan di muka umum, aku harusnya punya semacam... yah, something like chemistry gitu, kan"
Nggak semua orang bisa nyanyi lagunya Skillful di muka umum lho! Eits... jangan hitung para
pengamen, meskipun traffic light temrasuk kategori tempat "di muka umum".


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku sedang menyesap teh botolku waktu Grace muncul dengan tampang sumringah.
"Ada apa lo" Kok senyam-senyum sendiri?" tanyaku penasaran.
"Besok lo jadi kan ikut ke sekolah temen gue" Nonton jumpa fansnya Skillful?" tanyanya
tanpa menjawab pertanyaanku sebelumnya.
"Ya ikut lah, kan gue mau..." Aku hampir mengucapkan "cari cowok kinclong" waktu aku
akhirnya berhasil mengerem mulutku. Bisa-bisa Grace meledekku habis-habisan kalau tahu aku
mau nonton pensi sekaligus tebar pesona. Kayak aku punya pesona aja, haha...
"Mau ngeliat Dylan, kan?" potong Grace sok tau. "Nah, gue punya kabar yang bagus banget
buat lo!" "Apaan" Eh... tapi jumpa fans itu kan cuma buat anak-anak 93 aja, ya" Orang luar nggak
boleh masuk, kan" Terus kita gimana dong?"
"Yeee... makanya dengerin dulu omongan gue!" Grace sewot. "Si Kinar, temen gue yang
anak 93 itu, ternyata jadi panitia buat acara pensi ini. Tadi gue udah SMS dia, nanya bisa nggak
besok kita ikutan jumpa fansnya juga, terus dia bilang boleh, asal dari sekolah kita nggak banyak
yang mau ikutan. Ya gue bilang aja kalau yang mau datang cuma gue sama lo, jadi dia nggak usah
khawatir." Aku bengong. Memikirkan bakal ketemu face-to-face dengan cowok seganteng Dylan
membuatku mulas. *** From: Grace Ayo kluar, Lice. Gw udh di dpn rmh lo.
Aku membaca SMS itu, lalu memasukkan HP ke tas. Sebelum keluar dari kamar, aku
mengaca sekali lagi. Aku pakai kaus hitam bertuliskan DON"T LOOK AT ME berwarna perak,
celana hipster biru muda, dan flat shoes perak. Yak, udah siap!
Aku berpapasan dengan Mama setelah keluar dari kamar. Mama berdecak melihatku.
"Rapi amat" Mau ke mal?"
"Nggak, Ma. Aku mau ke sekolah temennya Grace. Ada pensi di sana, jadi kita mau jalanjalan ke sana."
"Oh. Ya udah. Hait-hati di jalan ya."
Aku mengangguk lalu mencium pipi Mama. Di depan pagar rumahku, Grace sudah
menunggu nggak sabaran di dalam mobilnya. Aku buru-buru masuk ke mobil, tepat ketika dia
mengomel panjang-pendek. "Buset, lo lama amat! Dandan dulu, ya?"
"Bawel. Udah cepetan jalan, ntar nggak sempat lagi ketemu sama personel Skillful-nya."
Grace menurut, meskipun mulutnya masih maj-mundur merepet soal aku yang, menurutnya,
kelamaan dandan. Halooo... aku kan keluar kurang dari tiga menit setelah dia SMS!
Jalanan agak macet siang itu. Maklum, jam dua belas lewat dan hari Sabtu, jamnya pulang
buat orang yang kerja setengah hari pada hari Sabtu. Sepanjang jalan aku penasaran, kira-kira
seperti apa tampang Dylan kalau dilihat secara langsung. Bukannya orang-orang bilang kalau
selebriti selalu lebih cantik dan ganteng aslinya daripada yang terlihat di foto ataupun di TV"
Kami sampai di SMA 93 setengah jam kemudian. Grace mengeluh perutnya lapar, tapi aku
ngotot supaya dia bilang dulu ke Kinar bahwa kami sudah sampai di depan sekolahnya. Dia
menurut, lalu menelepon Kinar.
"Nar" Halo" Gue udah nyampe nih. Apa" Di parkiran... Iya, lo turun ya, gue tunggu lo di
gerbang belakang..."
Grace mengakhiri pembicaraannya di telepon, lalu menarikku menuju gerbang belakang
SMA 93, tempat Kinar bakal menemui kami.
Rasanya baru dua detik aku berdiri di gerbang belakang, waktu aku mendengar teriakan
seseorang. "Grace!" Aku dan Grace menoleh berbarengan, dan aku melihat seorang cewek cantik dengan
seragam putih abu-abu, berlari mendekati kami.
"Haaaaiiiii...!" Grace langsung memeluk cewek itu, yang aku yakin pasti Kinar.
"Udah lama?" "Nggak, baru aja kok. Oh ya, Nar, kenalan dulu. Ini Alice, teman sebangku gue di sekolah.
Alice, ini Kinar, temen SMP gue."
Aku tersenyum sambil menjabat tangan Kinar. Suer, sebagai cewek aja, aku dengan besar
hati mengakui kalau Kinar cantik dan manis banget. Wajahnya bersih, dan pipnya bersemu pink
seperti cewek Jepang. Rambutnya panjang dan dipotong model layer yang cantik banget. Wah,
kalau Kinar sekolah di sekolahku, pasti dia udah jadi rebutan cowok-cowok!
"Skillful-nya udah datang?" tanya Grace.
"Belum." Kinar melirik jamnya. "Barusan gue telepon manajernya, katanya mereka masih di
markasnya gitu, nunggu pemain keyboard-nya yang belum datang dari Bandung."
"Oohhh... Terus, gue sama Alice bisa nunggu di mana nih?"
"Masuk aja, ikut sama gue. Tapi sori ya kalau nanti kalian mungkin cuma bisa ngeliat anakanak Skillful aja, nggak bisa foto bareng atau ngobrol-ngobrol."
"Lho" Kenapa?"
"Ya, nanti ketahuan dong kalau gue nyelundupin kalian?" Kinar cekikikan. "Lagi pula,
manajernya galak, jutek banget!"
"Oh ya?" Alis Grace terangkat.
"Iya. Tapi nggak pa-pa lah, yang penting nanti bisa ketemu anak-anak Skillful-nya, kan" By
the way, ada yang ngefans sama Skillful?"
Grace menoleh ke arahku dan melancarkan tatapan jailnya yang sudah kukenal betul.
"Ini, si Alice ngefans banget sama Dylan, gara-gara di acara kelulusan kemarin dia jadi
vokalis band kelas dan nyanyiin lagunya Skillful," celoteh Grace.
Mukaku pasti merah padam saking malunya sama Kinar, tapi cewek itu malah menatapku
kagum. "Lo jadi vokalis band kelas, Lice" Wah, pasti suara lo bagus banget!"
"Oh... Eh... Enggak kok, biasa aja..."
Kinar tersenyum, lalu dia berpikir sejenak. "Kalau lo cuma mau foto bareng atau ngobrol
sama Dylan aja sih, mungkin nanti bisa gue usahain..."
Aku tercengang. Kayaknya perutku tambah mulas, tapi aku berusaha memasang tampang
sedatar mungkin. Sudah cukup tampang begoku terpamerkan gara-gara Grace tadi! "Lho,
bukannya tadi lo bilang manajernya galak?" tanyaku cepat.
"Iya sih, emang... Tapi kalau cuma sama Dylan sih gue bisa atur." Kinar mengedipkan
sebelah matanya. Dia membawa kami berjalan menyusuri taman belakang dan akhirnya sampai
ke koridor sekolah yang panjang dan lengang.
"Kok bisa sih" Kok bisa?" repet Grace. Anak satu ini memang rasa ingin tahunya sudah
kelewatan. Kadang-kadang aku merasa di masa pertumbuhannya semasa balita dulu, Grace nggak
puas bertanya ini-itu pada ortunya, dan hal itu baru dilampiaskannya setelah jadi anak SMA
sekarang. "Yah..." Kinar terdiam. "Gue kenal sama Dylan. Dia kan mantannya Mbak Karin."
"Mbak Karin kakak lo itu, Nar?" Itu suara Grace lagi, dan pertanyaannya terjawab dengan
anggukan Kinar. Ah ya, kenapa aku nggak terpikir sampai ke sana, ya" Kalau Kinar aja secantik ini, pasti
kakaknya juga cantik. Dan bukannya nggak mungkin dengan kecantikannya itu dia jadi bisa
pacaran sama Dylan. Pantas saja.
"Dulu, waktu masih jadian sama Mbak Karin, Dylan sering main ke rumah. Hampir tiap
hari. Ya mau nggak mau akhirnya gue kenal juga dong sama dia. Orangnya baiiikkk banget. Tapi
sejak keterima jadi vokalis Skillful dan putus sama Mbak Karin, dia nggak pernah datang ke
rumah lagi." "Emangnya, Mbak Karin putus sama Dylan gara-gara apa?" Lagi-lagi Grace.
Kinar mengedikkan bahu. "Gue sendiri nggak yakin, tapi gue rasa Mbak Karin nggak tahan
sering ditinggal keluar kota sama Dylan," gumam Kinar sedih. "Belum lagi... yah, lo tahulah, anak
band... fansnya banyak. Punya pacar anak band, apalagi yang ngetop, biasanya makan hati mulu.
Dan... ah, sudahlah, jangan ngomongin itu lagi."
Kami menaiki tangga yang ternyata menuju sebuah aula yang luas. Di bagian depan aula itu
sudah tertata meja panjang lengkap dengan kursinya. Seorang cowok sedang mengutak-atik
perlengkapan sound system di sudut aula.
"Nah, kalian tunggu di sini aja, ya" Lima menit lagi murid-murid bakal ke sini semua. Nanti
gue atur deh supaya kalian bisa ketemu sama Dylan. Gue tinggal dulu, pokoknya kalian berlagak
santai aja kalau ada yang ngeliatin. Pura-pura jadi manajemennya Skillful atau apa gitu kek." Kinar
nyengir, lalu dia melambaikan tangan dan menuruni lagi tangga yang kami naiki tadi.
"Wah, impian lo bakal terwujud nih," kata Grace dengan nada usil begitu puncak kepala
Kinar sudah menghilang di balik tangga.
"Maksud lo, impian gue yang mana" Berharap untuk nggak dilahirkan sebagai cewek separo
bule?" tanyaku bete. Memang itulah impianku yang paling utama. Kalau saja aku jadi Aladdin
yang membebaskan jin lampu dan jin itu memberikan tiga permintaan untukku, hal yang pertama
kuminta pasti yang itu. "Dodol! Bukaaaannn! Ketemu Dylan!" Grace kelihatannya jengkel banget.
Aku nyengir. "Oh. Itu. Sebenernya gue nggak terlalu ngebet pengin ketemu Dylan sih. Gue
cuma pengin lihat aja, dia aslinya ganteng juga atau enggak. Terus, gue ngerasa pengin ketemu dia
karena gue udah pernah nyanyiin lagunya Skillful, jadi ini cuma..."
"Stop!" potong Grace. "Apa pun alasan lo, lo tetap nggak nolak kan kalau diajak ketemu
Dylan?" Aku bengong. She"s got the point to hit me back!
"Yah... emang sih gue pengin ketemu..." Akhirnya dia memutuskan mengibarkan bendera
damai saja. Berdebat dengan Grace bakal membuatku tambah pusing. Ditambah lagi, dia nggak
bakal membiarkan aku menang berdebat melawannya.
Mulut Grace sudah hampir berceloteh lagi waktu kai mendengar suara bising mendekat. Aku
menoleh ke arah tangga, dan dalam sekejap puluhan kepala murid muncul dari sana. Semuanya
memakai baju seragam persis seperti yang dipakai Kinar, jadi aku yakin mereka pasti anak sekolah
ini yang naik ke aula karena mau nonton jumpa fans Skillful!
Semua murid itu, yang ternyata jumlahnya ratusan, langsung mengambil tempat sendiri di
bagian depan meja. Beberapa berdiri membentuk gerombolan kecil dan sibuk berkasak-kusuk,
beberapa lagi langsung duduk manis, dan sisanya berdiri menyandar ke dinding aula. Aku bisa
lihat dengan jelas yang duduk di barisan terdepan adalah cewek-cewek yang matanya berbinar
dengna rasa penasaran. Kayaknya mereka bakal bersemangat banget memburu Skillful nanti.
"Halo semuanya, tolong tenang dulu ya...! Gue tau kalian semua pada nggak sabar pengin
ketemu sama Skillful, dan dengan senang hati gue mau bilang mereka sekarang udah ada di sini!"
Aku menoleh ke arah meja panjang itu, dan melihat Kinar berdiri di depan sana sambil
berseru di mikrofon. Kata-katanya tadi disambut tepuk tangan riuh ratusan orang yang ada di
aula. Kayaknya Kinar memang sudah pengalaman banget menangani acara-acara jumpa fans
semacam ini. "Eh," tiba-tiba Grace mencolekku, "kita pindah ke belakang lagi aja yuk, di sini kayaknya
kita aneh banget deh, berdiri sendirian, yang lainnya pada duduk tuh!" Grace menuding ratusan
orang yang duduk di depan kami.
Iya juga ya, kayaknya kami kok aneh banget berdiri menjulang begini di dekat ratusan orang
yang duduk di lantai. Grace dan aku berjalan ke bagian belakang aula, lalu duduk di kursi-kursi yang kebetulan ada
di situ. Di dekat kami ada pintu kaca yang kelihatannya menuju bagian aula yang lebih kecil. Ada
beberapa orang laki-laki di ruangan itu, tapi aku langsung pura-pura melihat ke arah lain begitu
salah satu di antara mereka melihat ke arahku.
"Nah, sekarang kita panggil anak-anak Skillful yuk!" Kinar mulai bercuap-cuap lagi di sana.
Dia memimpin ratusan orang di ruangan ini berteriak "Skillful... Skillful...!" dengan hebohnya.
Aku sampai merasa lantai yang kupijak bergetar saking hebohnya teriakan ratusan orang itu.
"Yang keras dong...!" pancing Kinar di depan sana. "Skillful... Skillful... Skillful!"
Seisi aula heboh lagi, dan dari ekor mataku, aku bisa melihat orang-orang yang ada di aula
kecil itu berjalan menuju aula besar.
Oh no. Nggak mungkin. Itu kan...
"Please welcome, Skillful...!"
Kupingku serasa tuli mendadak begitu ratusan orang itu berteriak heboh, dan kayaknya aku
juga dapat serangan jantung gara-gara di depanku mendadak lewat para personel Skillful!
Sial, ternyata memang benar mereka dan kru-krunya yang ada di aula kecil itu!
Ernest, Dudy, Dovan, dan Rey lewat satu per satu di depan mataku. Aku menoleh dan
nyaris cekikikan melihat Grace yang bengong melihat cowok-cowok itu, sewaktu seorang cowok
melintas lagi. Omigod, Dylan! Gila, ternyata aslinya jauuuuhhh lebih cakep! Aku sampai nyaris nggak berkedip melihatnya,
dan cuma bisa bengong waktu aroma parfumnya yang macho menyerbu masuk hidungku.
Ya ampun, aku menatap Dylan sambil termangu kayak orang tolol, sementara cowok itu
berjalan ke bagian depan aula dikawal tiga bodyguard bertampang seram yang berusaha
melindunginya dari serbuan cewek-cewek yang berusaha menyentuh cowok ganteng itu.
"Here they are!" seru Kinar setelah kelima cowok itu berkumpul di sebelahnya. Hujanan sinar
blitz dari puluhan digicam menerpa mereka. Dylan memamerkan senyumnya ke semua orang,
membuatku langsung lemas dari lutut ke bawah.
Oh Tuhan, terima kasih udah menciptakan makhluk seindah ini...
Kinar menyapa kelima cowok itu satu per satu, lalu memperkenalkan mereka ke ratusan
temannya (hal yang kayaknya nggak perlu, mengingat Skillful kan udah ngetop banget. Siapa sih
yang nggak tahu mereka" Tapi ya sudahlah...)
Kelima personel Skillful duduk di kursi-kursi yang sudah disediakan untuk mereka di bagian
depan aula, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang datang dari ratusan anak SMA 93.
Pertanyaan-pertanyaan itu seperti masuk telingaku, lalu keluar lagi tanpa meninggalkan bekas,
saking terpesonanya aku menatap Dylan. Yang masuk di otakku hanya tawa Dylan, suaranya yang
berat, senyumnya, dan refrein lagu Tetap Sahabatku yang dinyanyikannya tadi.
Dan aku hampir menjerit karena kaget waktu Grace mencolekku lagi.
"Apaan sih?" gerutuku jengkel.
"Tuh, dipanggil Kinar!" Grace menunjuk ke aula kecil, dan aku melihat Kinar melambai
pada kami dari sana. Rupanya posisinya sebagai MC di depan sana sudah digantikan temannya
yang lain. Duh, kayaknya aku nggak berselera deh kalau harus meninggalkan tempat ini sekarang.
Kalau aku pergi kan berarti aku nggak bisa memelototi tampang Dylan yang cakep itu lagi!
Tapi Grace nggak mau mendengar alasanku, dia malah menarik tanganku menuju aula kecil
itu. Menyebalkan! Sampai di depan Kinar saja aku masih merengut, tapi kelihatannya cewek itu
nggak menyadari tampangku yang sudah tertekuk dua.
"Kalian tunggu sebentar ya di sini. Haibs ini jumpa fansnya selesai, dan mereka bakal dibawa
masuk ke sini lagi. Mungkin istirahat sepuluh-lima belas menit gitu, habis itu mereka bakal balik
ke hotel." Rasa beteku langsung menguap mendengar omongan Kinar. Wow, aku bakal punya
kesempatan lima belas menit penuh memelototi tampang Dylan! Bukan lima belas menit
menatapnya dari jauh seperti di aula besar tadi!
Hehe... maaf ya, Kinar, tadi akyu sempat sebel sama kamyu...
Aku bersandar di tembok ruangan itu, jantungku berloncatan ke sana kemari karena nervous.
Aduh, kok rasanya kayak sejuta tahun begini sih menunggu Dylan kembali ke ruangan ini"
Suara keluhan bercampur tepuk tangan di luar sana membuat jantungku meloncat sekali lagi.
Kayaknya acara jumpa fans itu sudah selesai, dan pastinya sekarang Dylan bakal dikawal bodyguard
kembali ke ruangan ini lagi. Oh Tuhan oh Tuhan oh Tuhan...
"Dikawal yang benar! Jangan sampai ada yang sentuh!"
Aku mendengar bunyi riuh dan orang-orang yang saling berdesakan di luar sana, juga seruan
galak dengan nada perintah itu. Sedetik kemudian, Dylan masuk dengan susah payah ke dalam
ruangan, diikuti tiga bodyguard yang kepayahan, dan seorang laki-laki bertampang galak. Ah, itu
pasti manajernya, kelihatan kok dari tampang galaknya, hihi...
Tapi aku nggak membuang waktu berlama-lama memandangi si manajer. Mataku yang
berkeliaran gelisah langsung berhenti pada sosok Dylan yang sedang menenggak sebotol air
mineral dengan cepatnya. Setetes air jatuh dari dagunya ke lantai, dan aku masih memandangi
cowok itu dengan mata nggak berkedip.
Personel-personel Skillful lainnya masuk juga ke ruangan ini, lalu mengambil minum untuk
diri mereka masing-masing, dan mencari tempat yang enak untuk duduk. Kru-kru Skillful
mengobrol satu sama lain, ada juga yang merokok. Beberapa orang sempat menatapku dan Grace
dengan pandangan bingung, mungkin penasaran kami ini siapa, tapi aku cuek bebek.
Dan kayaknya jantungku benar-benar copot sewaktu Kinar mendekati Dylan, berbicara
sebentar, lalu menudingkan jarinya ke arahku...
THE GIRLS GUE minum dengan rakus. Tenggorokan gue kering banget gara-gara menjawab sejuta
pertanyaan di acara jumpa fans tadi. Pertanyaan yang paling membuat gue kepengin ngakak
selebar-lebarnya jelas pertanyaan pertama. Seorang cewek dengan baju seragam berpotongan
superketat (sebenarnya cewek ini lumayan juga, kalau aja bajunya nggak seketat itu dan
membungkusnya seperti lontong) menanyai gue, apa gue masih jomblo atau enggak.
Hahaha... terus, kalau gue jomblo, lo mau apa" Ngelamar jadi cewek gue"
Dan seperti biasanya, gue cuma tersenyum kecut dan bilang bahwa ya, gue memang
jomblo. Semua cewek dari ruangan itu langsung sumringah mendengar jawaban gue. Ya
ampun, apa mereka berharap dengan status jomblo ini, gue bakal bisa memacari mereka
semua sekaligus" Sebenernya, gue nggak merasa terganggu sama pertanyaan model begitu. Di tiap acara
yang ada sesi tanya-jawabnya, gue selalu dapat pertanyaan itu. Gue ngerti sih apa alasannya,
tapi tetap saja gue bosan kalau setiap sesi tanya-jawab harus menyiapkan jawaban "Ya, gue
jomblo", sampai-sampai pernah suatu kali gue bosan setengah mati dan memutuskan pakai
kaus bertuliskan I"M SINGLE ke acara jumpa fans. Waktu akhirnya ada yang tanya, "Dylan
udah punya pacar belum?", gue cuma menunjuk tulisan yang ada di kaus gue, dan semua
orang langsung ngakak selebar-lebarnya. Sebenarnya itu ide yang lumayan bagus untuk
menanggapi pertanyaan kayak gitu, sayangnya gue nggak mungkin pakai kaus itu setiap ada
jumpa fans atau showcase kan" Bisa-bisa dikira baju gue cuma itu!
Gue masih minum dengan rakus waktu melihat satu sosok yang sangat gue kenal
berjalan mendekat. Kinar, adiknya Karin. Tadi gue sempat shock waktu melihatnya jadi MC
acara jumpa fans, tapi gue berusaha bersikap normal-normal saja. Tapi sekarang, setelah dia
cuma berada tiga langkah dari gue, mau nggak mau gue panik.
"Hai," katanya begitu kami berhadapan. Gue jadi nervous, jengah melihat bayangbayang wajah Karin di wajah Kinar.
"Hai juga. Gue lupa lo sekolah di sini," gue basa-basi. Kinar tersenyum. "By the way,
acaranya seru tadi."
"Iya. Makasih ya, kalian semua udah pada mau manggung di pensi sekolah ini. Tadinya
gue kira, band lo nggak bakal mau jadi pengisi acara pensi sekolahan gini. Yah... secara band
lo udah ngetop banget..."


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Justru ngetop atau enggaknya sebuah band itu bisa dinilai dari sering enggaknya mereka
di-booking untuk manggung di pensi-pensi, kan?" Gue tertawa pahit, tapi Kinar masih terus
tersenyum. Lama-lama gue nggak tahan juga, pertanyaan-pertanyaan tentang Kairn sudah berada di
ujung lidah gue. Gue nggak bisa berlagak everything"s okay begini terus di depan Kinar. Gue
harus nanya tentang Karin! Gimana kabarnya sekarang" Apa dia udah punya pacar baru" Apa
dia udah ngelupain gue?"
"Eh, Kin," kata gue, persis ketika Kinar hampir mengatakan sesuatu juga. Gue nyengir
aneh. "Lo duluan deh."
"Ada temen gue yang ngefans sama Skillful, tuh orangnya..." Kinar menunjuk dua cewek
yang berdiri nggak jauh dari kami. Kelihatannya mereka berdua sebaya Kinar. Mungkin anak
sekolah ini juga. Tapi kok nggak pakai seragam ya"
"Anak sini?" "Oh, bukan. Anak SMA Harapan. Salah satunya teman SMP gue dulu, dan mereka
khusus datang ke sini karena pengin ketemu lo."
"Oh," gue menggumam.
"Yuk, gue kenalin. Mereka pengin foto bareng lo tuh."
Kinar berjalan menuju kedua temannya itu, yang salah satunya kentara banget bengong
menatap gue, dan gue mengikutinya di belakangnya.
"Hai," sapa gue sambil tersenyum.
"Dylan, kenalin, ini Grace," kata Kinar sambil menunjuk seorang cewek berkulit putih
yang berulang kali mengerjap. "Grace ini temen SMP gue dulu."
"Hai, Grace." "Yang ini Alice, temannya Grace." Kinar menunjuk cewek satunya, yang bengong
menatap gue tadi itu. Wajahnya lucu, dan... I don"t know, she looks... different. Kelihatannya
dia ini bukan orang Indonesia asli, tapi kalau indo juga kayaknya nggak mungkin. Pendek
begini. "Hai, Alice." Gue mengangguk dan tersenyum lagi. Hal yang kayaknya salah besar,
melihat Alice yang semakin bengong menatap gue.
Alice mengaduh waktu Grace menyikunya, berusaha membuat temannya itu nggak
bengong lagi. Gue hampir nggak bisa menahan tawa melihatnya. Adegan itu lucu banget,
apalagi pipi Alice langsung merah mendadak. Untungnya, gue nggak sampai tertawa. Sejak
jadi vokalis Skillful, gue udah dibiasakan menahan emosi. Dan itu termasuk nggak boleh
menertawai fans. Bisa gawat kalau akhirnya mereka salah paham dan malah sakit hati.
"Emmm... Eh... Dylan udah punya pacar?" tanya Grace tiba-tiba.
Aduh! Pertanyaan itu lagi!
"Belum. Gue jomblo kok." Mau nggak mau, gue harus menjawab juga. Kayaknya lidah
gue ini sudah hafal banget. Ibaratnya menu Messages di HP, kata-kata gue tadi itu sudah
tersimpan di bagian "templates", tinggal di-insert setiap kali dibutuhkan.
Gue bisa melihat mulut Grace membulat, mengucapkan "ooo..." panjang tanpa suara, dan
Alice yang menunduk entah karena apa. Mungkin pipinya sudah tambah merah lagi.
"Oh ya, Lan, Alice ini suaranya keren lho," Kinar angkat bicara. "Di acara kelulusan
seniornya, dia nyanyi lagunya Skillful!"
Alice mendongak karena panik, dan, benar dugaan gue, pipinya bertambah merah. Ya
ampun, gue jadi kasihan sama cewek ini! Masa gue bisa bikin cewek speechless sampai
segitunya sih" "Oh ya?" tanya gue tertarik.Gue suka banget kalau ada orang lain yang menyanyikan
lagu Skillful. "Pasti suara lo bagus, sampai diminta nyanyi di acara kelulusan gitu."
"Oh... Eh... Enggak, biasa aja kok...," jawab Alice tergagap, dia menatap gue takut-takut,
seolah gue ini majikan dan dia pembantu gue yang baru memecahkan piring.
Tapi waktu dia menatap gue itulah baru gue bisa melihat bola matanya yang berwarna
cokelat muda, juga rambutnya yang perpaduan antara warna cokelat dan merah. Gue nggak
tahu itu rambut asli atau hasil semiran di salon, tapi kalau dilihat dari aslinya yang juga
sewarna itu... Nggak mungkin, kan, kalau dia menyemir alisnya juga"
Lho, kok gue jadi ngurusin alis orang sih"
Setelah itu Grace menanyai gue segala macam, mulai dari kampus gue, apa lagu favorit
gue di album Skillful, gimana perasaan gue sebagai personel Skillful yang paling ngetop
(yang ini gue bantah seratus persen, karena gue nggak pernah menganggap diri gue kayak
gitu), dsb, dst, dll. Gue senang-senang aja menjawab semua pertanyaan itu. Rasanya senang
ada yang peduli dan pengin tahu tentang kehidupan gue. Hal yang kayaknya nggak mungkin
gue alami kalau gue nggak bergabung sama Skillful.
Kira-kira sepuluh menit setelah itu, gue mendengar suara yang sudah gue hafal betul.
Bang Budy. "Ayo, semuanya, masuk bus!" teriaknya pada seluruh kru dan personel Skillful yang ada
di ruangan ini. Semua menurut dan langsung berjalan menuju pintu keluar aula kecil, yang
terletak di sisi kiri gue.
"Gue balik dulu ya," pamit gue pada Alice dan Grace. "Kin, gue balik dulu. Mmm...
salam buat Karin..."
Kinar terdiam selama beberapa detik, tapi akhirnya dia mengangguk juga. Gue nggak
tahu apa yang ada di pikirannya, mungkin dia kaget karena ternyata gue masih ingat sama
kakaknya. Ya iyalah, Kin, mana mungkin gue bisa ngelupain kakak lo" Gue nggak pernah sekali
pun ngelupain dia, even though I"ve tried so hard...
*** Gue baru aja mau mandi waktu HP gue berdering. Nomor tak dikenal.
"Halo?" "Selamat sore, dengan Dylan Siregar?"
Siapa nih" Nada suaranya resmi begini.
"Iya, ini siapa?"
"Saya Mirna, dari bagian produksi acara Pacar Selebriti di TOP Channel," kata orang itu
lagi. Gue melotot. Pacar Selebriti"
"Ehm... Oh ya, ada yang bisa saya bantu, Mbak Mirna?"
"Ada," jawabnya sambil tertawa kecil. "Kami ingin minta kesediaan Dylan untuk jadi
bintang tamu di acara kami."
Gue mengernyit. Tunggu, kalau nggak salah, Pacar Selebriti itu acara reality show yang
memberi kesempatan ke seorang fans untuk jadi pacar idolanya selama satu hari, kan" Jadi,
maksudnya, gue harus pacaran selama satu hari dengan seorang cewek yang nggak gue
kenal" "Waduh, Mbak, saya rasa kalau untuk minta saya mengisi acara begini, sebaiknya Mbak
langsung menghubungi ke manajemen Skillful saja..."
"Ah ya, tadi saya sudah menghubungi Pak Budy, dan beliau bilang oke, tapi saya harus
konfirmasi juga ke Dylan, soalnya ini kan yang jadi bintang tamunya Dylan secara individu,
bukan seluruh personel Skillful."
Gue menelan ludah. Gue sih mau-mau aja jalan sehari sama fans cewek, apalagi kalau
cewek itu fans Skillful yang sudah bersusah payah mendaftar ke acara Pacar Selebriti ini.
Seingat gue sih nggak gampang untuk jadi peserta acara ini. Banyak saingannya.
"Saya dijadwalkan untuk episode tanggal berapa, Mbak" Soalnya kalau untuk bulan ini
kayaknya nggak bisa, jadwal Skillful padat banget." Gue melihat kertas schedule Skillful
yang tertempel di tembok kamar gue. Damn, hari yang kosong bisa dihitung jari!
Mbak Mirna terdiam sesaat. "Ehh... akhir bulan" Sekitar tanggal 26?"
Gue melirik jadwal lagi. 26 Agustus kosong. Kok bisa pas begini ya" "Kalau tanggal itu
bisa sih, kebetulan kosong."
"Waduh, syukurlah," suara Mbak Mirna terdengar riang lagi. "Kalau begitu kami bisa
mulai memilih tiga surat penggemar yang terbaik, dan nanti Dylan sendiri yang akan
menentukan pesertanya dari tiga orang yang kami pilih itu."
"Oh. Oke deh kalau gitu."
"Oke. Terima kasih, Dylan."
"Sama-sama Mbak Mirna."
Mbak Mirna menutup teleponnya, dan gue langsung menuju kamar mandi. Tora udah
ribut ngajak ke tempat biliar, dan kalau gue nggak selesai mandi dalam lima menit, kayaknya
dia bakal ngebunuh gue. Anak itu kan paling nggak bisa disuruh nunggu.
*** Ten Ball ramai banget malam ini. Baru di gerbangnya aja, gue udah nyaris tuli saking
ramainya orang-orang yang lagi main biliar di dalam sana. Waktu gue masuk, beberapa
cewek menoleh, dan terus-terusan memelototi gue seakan gue ini setan.
"Dylan, ya?" tanya seorang cewek seksi yang tiba-tiba sudah berdiri di depan gue. Gue
mengangguk. Ya ampun, ni cewek pakaiannya bener-bener kurang bahan deh. Tapi boleh lah,
karena body-nya oke punya.
"Boleh foto bareng?" tanyanya lagi. Gue sekali lagi mengangguk. Cewek itu sumringah,
dan langsung mengeluarkan HP-nya untuk foto bareng. Gila, cantik plus seksi begini, HP-nya
N91 pula! Ckckck... "Makasih ya," cewek itu tersenyum setelah selesai foto bareng gue. Waktu gue hampir
pergi lagi, dia memanggil gue, dan menyelipkan sesuatu ke tangan gue.
Ya ampun. Nomor HP-nya! "Call me," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Oke, dia memang cantik, dan seksi, tapi gue nggak suka. Kesannya gampangan banget.
Gue cuma nyengir bego, dan mengikuti Tora dan Mbak Vita (pacarnya Tora) yang sudah
jauh di depan gue. "Gila, gue dikasih ini nih," kata gue setelah kami mendapat meja yang kosong. Tora
menyandarkan stiknya ke meja biliar, dan menatap kertas yang gue pegang.
"Apa itu?" "Nomor HP. Itu, sama cewek yang di sana itu." Gue memberi isyarat dengan mata gue
ke cewek dengan pakaian kurang bahan itu.
Tora berdecak. "Cihuy banget tu cewek. Kesempatan, Lan!"
"Nggak ah." Gue menggeleng. "Males lihat tingkahnya. Jangan-jangan semua cowok dia
kasih nomor HP-nya."
"Yee... Kenapa sih lo nggak mau memanfaatkan popularitas lo sedikit aja" Kalau lo mau
nih, semua cewek di Indonesia bisa berjejer di depan lo dan lo tinggal tunjuk!"
Gue mendengus. "Gue cuma akan milih Karin."
"Okeeeee... gue tau lo masih cinta sama dia, tapi lo harus ingat dong, dia udah ninggalin
lo, man! Justru di saat lo mulai sukses!"
"Memang. Tapi justru itu yang gue hargai dari dia. Dia nggak silau sama apa yang gue
punya sekarang. Itu kan bukti dia bener-bener sayang sama gue. Beda sama cewek-cewek
lain yang justru berbaris di depan gue setelah gue jadi vokalis Skillful. Dan Karin ninggalin
gue karena salah gue sendiri... Gue mungkin bakal berbuat hal yang sama kalau gue jadi dia.
Siapa sih yang tahan di..."
"Kok lo jadi sinis gitu?" potong Tora, ia mengernyit. "Cewek di dunia bukan cuma
Karin, tau! Nanti lo pasti ketemu yang lebih baik dari dia."
"Ada apa nih ribut-ribut?" Mbak Vita muncul sambil membawa tiga kaleng soft drink.
Dia memang tadi pergi ke kasir untuk beli minuman sewaktu gue dan Tora mencari meja
yang kosong. "Ini, si Dylan," gerutu Tora, "masa ada cewek mau kenalan sama dia, tapi dia malah
nggak mau?" "Bener, Lan?" tanya Mbak Vita.
Gue mengangguk. Kadang-kadang gue merasa Tora beruntung banget, bisa punya cewek
kayak Mbak Vita. Orangnya cantik, baik, manis, sabar, sayang pula sama ortu gue. Heran,
gimana caranya Tora yang slenge"an ini bisa dapat cewek sesempurna Mbak Vita ya"
"Emangnya kenapa lo nggak mau?"
"Ceweknya payah, Mbak."
Kening Mbak Vita berkerut, dan Tora memutuskan saatnya dia angkat bicara. "Tuh
ceweknya, arah jam tujuh. Yang kayak gitu kok dibilang payah."
Mbak Vita melihat ke arah si-kurang-bahan itu, yang sekarang sedang cekikikan dengan
dua temannya sambil curi-curi pandang ke gue.
"Cantik," gumam Mbak Vita sambil mengedipkan matanya menggoda gue.
"Cantik sih cantik, Mbak, tapi aku nggak suka."
"Dylan itu sok melankolis, beranggapan cewek kayak gitu cuma demen popularitasnya
aja. C"mon, kalo lo sama dia, lo bakal sama-sama untung! Dia untung karena bisa jalan sama
vokalis band ngetop, dan lo untung karena dia nggak malu-maluin buat diajak jalan!"
"Ya kalo gitu lo aja yang jalan sama dia," kata gue kesal.
Muka Tora langsung merah padam, dan gue yakin tadi matanya sempat melirik Mbak
Vita takut, tapi Mbak Vita malah cekikikan.
"Iya, hun," bela Mbak Vita, "kalau menurut kamu cewek itu segitu qualified-nya, kenapa
nggak kamu aja yang jalan sama dia?"
Tora ketawa terpaksa. Tuh kan, gue bilang apa, dia beruntung banget dapat cewek kayak
Mbak Vita. MADAM FORTUNE & PACAR SELEBRITI
AKU mengerjap mencari Grace. Anak itu seenaknya aja menghilang begitu kami sampai di sini.
Stadion Lebak Bulus memang penuh banget sore ini. Alasannya sudah jelas, selain karena pensi
anak-anak SMA 93 yang memang selalu sukses dan gaungnya terdengar di mana-mana, bintang
tamunya juga ngeto-ngeto pbanget. Selain Skillful, yang bakal tampil malam ini adalah Nidji dan
The Upstairs. Jejeran bintang tamu yang oke itu ditambah lagi dengan booth-booth lucu yang berjajar
sepanjang jalan masuk sampai di pinggir-pinggir stadion. Aduh... booth-nya keren-keren! Nggak
cuma booth produk-produk yang jadi sponsor acara pensi ini aja, tapi juga booth keren hasil kreasi
anak-anak SMA 93 sendiri. Tadi aku sempat melihat booth Madam Fortune (yang pastinya stand
tempat ramal-meramal), booth make-over, dan booth yang berjualan aksesori-aksesori imut yang
murah meriah! Duh, aku suka banget pensi ini!
Tapi teteup dong ya... tujuan utamaku datang ke sini kan buat nonton Dylan. Mau sejuta
cowok keren melintas di depan mataku juga aku nggak bakal peduli.
Hmm... kecuali ada yang mirip Orlando Bloom, mungkin aku...
"Lice! Alice!" Aku mendengar teriakan yang kukenali sebagai suara Grace, lalu menoleh mencari si pemilik
suara cempreng itu. Ternyata dia lagi enak-enakan duduk di stan penjual burger, dan di meja di
hadapannya bertebaran plastik pembungkus burger dan tisu bekas.
Aku mendatangi Grace dengan tampang cemberut. Sial, aku bingung mencari dia, ehhhhh
dia malah enak-enakan makan di situ!
"Jahat ya lo! Gue bingung nyariin, taunya lo malah enak-enakan makan di sini!" omelku
begitu aku sudah duduk berhadapan dengan Grace.
"Sori mori deh... Tadi soalnya gue ketemu temen les gue di dekat booth peramal situ, terus
gue samperin dia. Pas gue mau balik ke tempat gue pisah sama lo, eh lo-nya udah nggak ada."
"Ya lo pergi nggak bilang-bilang! Emangnya lo kira gue patung Pancoran, bakal diam terus
di situ?" gerutuku sewot.
"Iya deh iya, gue salah. Maapin yah..." Grace setengah merengek, tapi aku sama sekali nggak
mendengar nada bersalah dalam suaranya. Dasar anak tengil!
"Iya gue maafin, asal lo nggak kayak gitu lagi!"
"He-eh!" Grace mengacungkan dua jarinya.
Aku memesan burger dan teh botol, lalu menghabiskannya dalam waktu singkat. Buset, lapar
banget! Ternyata mencari Grace di arena pensi yang luas kayak gini bisa juga dikategorikan
sebagai olahraga yang menguras energi!
Setelah puas makan, aku dan Grace berkeliling stadion. Baru para opening band yang unjuk
gigi di atas panggung, dan, seperti kataku tadi, aku sama sekali nggak tertarik, soalnya kan aku ke
sini cuma buat nonton Dylan, hehe...
Aku iseng-iseng ke Madame Fortune, dan langsung menyesal karena ternyata ramalannya
sama sekali nggak membawa fortune alias keberuntungan buatku. Si Madam Fortune, yang
ternyata seorang cewek berpakaian gipsi yang menggunakan kartu tarot sebagai medianya untuk
meramal, bilang berdasarkan kartu-kartu tarotnya, aku sedang berada di masa-masa gelap. Ihhh...
plis deh! Madam Fortune (bagusnya namanya diganti Madam Bad Luck aja deh!) itu juga bilang, aku
nggak bakal mendapatkan hal-hal yang aku inginkan dalam waktu dekat. Bakal banyak halangan,
juga celaan dari orang-orang. Dan, katanya lagi, kalaupun aku berhasil mendapatkan apa pun
yang aku mau itu, bakal lebih banyak lagi cobaan yang akan menimpaku. Alamakjan!
Untungnya (ini yang membuatku mengurungkan niat untuk menyambit si Madam Fortune
dengan sandalku), dia bilang bakal ada satu keberuntungan kecil yang menghiburku, dan"bisa
jadi"keberuntungan itu akan memuluskan jalanku meraih apa yang kuinginkan, kalau aku bisa
memanfaatkannya dengan baik.
Heloooo... memangnya apa sih keberuntungan "kecil" itu?"" Dan karena keinginan utamaku
saat ini tuh adalah nggak jadi cewek separo bule yang jelek, apa keberuntungan itu bakal datang
dalam wujud seorang dokter bedah plastik yang sanggup mengoperasiku sampai jadi cantik kayak
Cathy Sharon tanpa biaya apa pun"
Kalau iya, yah... bolehlah...
"Aduh! Kalau jalan pakai mata dong!!"
Ada sesuatu yang basah menciprati kausku. Aku mendongak dan melihat seorang cewek
yang menatapku dengan marah seakan dia gunung berapi yang hampir meledak. Kayaknya aku
tadi jalan sambil melamun deh, lalu tanpa sadar menabrak cewek itu... dan membuat milk tea yang
dipegangnya tumpah membasahi baju kami berdua. Oh, maksudku menciprati bajuku sedikit,
dan membuat tank top putihnya basah kuyup dan penuh bercak cokelat menjijikkan.
"Sori... Gue..."
Aduh, tolongin dong! Aku benar-benar nggak tau harus ngapain! Kejadian kayak gini nih
seharusnya cuma ada di sinetron! Atau di acara Playboy Kabel, waktu si korban termakan rayuan
penggoda dan si pelapor menyiramnya dengan minuman yang kebetulan ada di dekat mereka,
bukannya di dunia nyata, apalagi di duniaku!
Cewek itu nggak mengucapkan apa-apa lagi, tapi dia melengos dan pergi dengan marah.
Aduh... kok hari ini aku udah bikin susah orang sih" Ini gara-gara si Madam Bad Luck itu!
Parahnya, Grace sudah menghilang lagi! Aku nggak tahu dia ke mana, mungkin dia lihat satu
cowok ganteng dan tanpa sadar membuntuti cowok itu dan berpura-pura lupa dia datang ke
pensi ini sama aku. Yah, sudahlah, aku jalan-jalan saja. Kalau dia ada juga nanti dia bakal terusterusan mengoceh. Dan bagus juga karena dia nggak ada, jadi dia nggak melihat tampang tololku
sewaktu menumpahkan milk tea cewek tadi.
Aku berjalan dari satu booth ke booth lainnya. Booth aksesori, nail-art, photobox, dan stan-stan
games sudah aku datangi semua, tapi acara di panggung masih juga diisi para opening band. Aduh,


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama amat sih Skillful munculnya" Aku kan kepengin lihat Dylan!
Dan waktu aku sudah kecapekan berjalan dan sedang terduduk lemas di salah satu bangku di
stan Japanese food, aku melihat satu booth yang sangat mencolok. Dekorasinya didominasi warna
kuning terang dan pink. Papan namanya terbuat dari font melingkar-lingkar yang cantik,
bertuliskan Pacar Selebriti.
Ah, stan acara TV. Kalau nggak salah ini kan...
Aku bengong. Ya ampun! Aku kan bisa aja mendaftar ikut acara ini dan punya kesempatan
jadi pacar seharinya Dylan!
Ya Tuhan, betul banget! Aku berjalan dengan nggak sabaran ke arah stan program TV yang terang benderang itu,
seperti pengembara padang pasir yang baru menemukan oase. Jangan-jangan ini yang dimaksud
"keberuntungan kecil" sama si Madam Fortune itu!
Stan itu bising, dengan lampu neon yang menyilaukan, dan foto-foto selebriti bersama
peserta-peserta Pacar Selebriti yang dulu. Ada Fauzi Baadilah, Dwi Andhika, Andien, Dhini
Aminarti, Alam (hah"!), dan banyak banget foto selebriti lainnya. Nggak ada foto Dylan Siregar di
situ, yang berarti Dylan belum pernah terpilih jadi selebriti yang dijadikan pacar di acara ini!
Yihaaaa...! Aku menoleh ke sekelilingku, dan melihat seorang cowok gendut duduk di balik meja di
sudut kanan stan. Cepat-cepat aku duduk di kursi yang berhadapan dengan cowok itu, dan
memasang tampang paling friendly yang kupunya.
"Hai," sapaku riang. Cowok itu mendongak sebentar, lalu menunduk lagi. Sial, aku dicuekin!
"Mmm... di sini bisa daftar untuk jadi peserta acara Pacar Selebriti, kan?" aku mencoba lagi. Si
cowok mengangguk pelan. "Okeee... kalau gitu, aku mau daftar. Ada formulir yang harus kuisi
atau gimana?" Cowok itu mengambil selembar kertas dari laci mejanya, lalu menyerahkannya padaku.
"Isi semua ya," katanya, lalu dia menunduk lagi. Hei, aku jadi bingung, sebenarnya cowok ini
jenis orang minder yang selalu menunduk dan nggak berani menatap mata lawan bicaranya, atau
aku memang jenis orang yang pantas dicuekin sih"
"Nggak boleh pilih seleb-seleb yang udah pernah ditampilkan di acara Pacar Selebriti ini," kata
cowok itu lagi seraya menunjuk deretan foto yang terpasang di dinding. Aku mengangguk.
Tenang saja, Mas, saya nggak minta jadi pacarnya Alam kok!
Aku meraih formulir itu dengan bete. Huh, penjaga stan harusnya ramah dan
menyenangkan, kenapa penjaga stan yang ini malah menyebalkan"!
Kulirik kolom-kolom isian di formulir ber-background kuning itu.
Nama: Alice Henrietta Hawkins
Umur: 16 Alamat: Jl. Camar, Bintaro
E-mail: alice_hawkins@yahoo.com
Hobi: (Tunggu dulu... apa hobiku" Aku senang berkhayal ketemu jin Aladdin yang bisa
memberiku tiga permintaan, tapi apa itu bisa disebut hobi" Dan aku juga suka... makan. Ihhh...
hobi-hobi yang nggak bonafid! Akhirnya aku memutuskan menuis yang gampang saja:
mendengarkan musik. (Haha!)
Sekolah/Kampus: SMA Harapan
Selebriti yang ingin dijadikan pacar: (Hihi... sudah jelas dong!) Dylan Siregar (aku
menulis dengan hati-hati. Dan untuk memastikan pihak Pacar Selebriti nggak salah orang kalaukalau aku menang nanti, aku menambahkan: vokalis band Skillful di belakang nama Dylan.
Yeah, kayak di Indonesia ada banyak selebriti cowok yang namanya Dylan saja!)
Alasan: (Alasan apa" Ohh... alasan kenapa aku memilih Dylan" Ya sudah jelas lah, dia
ganteng gitu lho! Tapi aku menulis:
. Aku pernah ketemu dia sekali, dan biarpun
dia nggak kenal aku, dia orangnya baiiiikkk... banget! Low-profile dan mau ngobrol-ngobrol,
nggak kayak cowok selebriti kebanyakan yang gayanya selangit, padahal tampangnya paspasan.Satu lagi, Dylan is so... friendly! Dia murah senyum dan nggak keberatan menjawab
macam-macam pertanyaan dari fans. Dia juga wangi banget! Pokoknya, nggak ada deh
selebriti lain yang se-oke Dylan!
Aku menghela napas lega setelah mengisi semua kolom jawaban di formulir itu. Tapi mataku
langsung membelalak begitu melihat sebuah kolom tempat memasang foto ukuran postcard di
formulir itu. Ya ampun, memangnya siapa yang bawa-bawa foto ukuran postcard ke pensi kayak
gini" "Mas" Ini beneran harus dikasih foto ukuran postcard nih di sini?" tanyaku sambil menunjuk
kolom foto itu persis di depan mata si cowok gendut.
"Ya iyalah," cowok itu menjawab dengan nada bosan dan angkuh, seperti gaya para bodyguard
selebriti yang sudah biasa menghadapi fans-fans psycho yang tingkah lakunya aneh-aneh.
"Tapi aku lagi nggak bawa foto nih. Apa formulirnya boleh dibawa pulang dan dikembalikan
besok aja?" "Silakan, tapi nanti dikembalikannya langsung ke bagian produksi Pacar Selebriti di kantor
TOP Channel." Aku menepuk dahiku. Aduuhhh... kantornya TOP Channel itu jauh banget dari rumahku!
Ibaratnya tuh kalau di peta DKI Jakarta, rumahku di pojok kiri bawah, sementara kantor TOP
Channel ada di pojok kanan atas!
Tapi tiba-tiba aku ingat sesuatu. Bukannya di sini ada stan photobox" Iya! Betul banget, dan
jaraknya juga nggak terlalu jauh dari sini. Aku harus ke sana sekarang!
"Mas, titip sebentar ya formulirnya, aku mau pergi foto dulu!"
Aku meninggalkan formulir itu di si cowok gendut, dan langsung melesat menuju stan
photobox. Tapi sesampainya di sana, aku membelalak. Ya ampun, antreannya apa nggak bisa lebih
panjang dari ini ya" Kayaknya banyak banget nih yang mau menggunakan photobox!
Akhirnya mau nggak mau aku antre juga. Tenang... tenang... stan Pacar Selebriti nggak bakal
menghilang ke mana-mana kok. Setengah jam lagi aku bakal bisa balik ke sana dan...
"Inilah dia... Nidjiiii...!"
Orang-orang yang mengantre di depanku sontak menoleh ke arah panggung begitu
mendengar suara MC yang menggelegar tadi. Sebagian besar dari mereka langsung cabut
meninggalkan antrean, memutuskan batal ber-photobox, dan malah menyemut di depan panggung.
Aku jadi maju sampai urutan antrean ketiga dari mesin photobox. Thanks God! Thanks juga Nidji!
Kalian penyelamatku! Cup cup muah!
Sepuluh menit kemudian, aku masuk mesin photobox dengan napas terengah-engah. Aku
duduk dan langsung mendengar suara begitu memasukkan koin yang sudah kubayar dengan uang
dua puluh ribu perak sebelum masuk ke mesin ini tadi.
"Selamat datang di Chic n" Style Photobox! Pilihlah warna foto yang Anda inginkan..."
Ada tiga pilihan: berwarna, hitam-putih, dan klasik. Aku memilih yang berwarna.
"Pilihlah ukuran foto yang Anda inginkan..."
Hmm... 1x2 (12 foto, 4 gaya), 3x4 (6 foto, 3 gaya), 4x6 (4 foto, 2 gaya), atau postcard (1 foto, 1
gaya). Absolutely postcard.
"Anda telah memilih ukuran postcard. Anda akan difoto pada hitungan ketiga. Satu... dua... tiga..."
Kilatan blitz menyala, dan aku bengong saking kagetnya. Hah" Nggak salah nih" Kok cepat
banget sih, langsung difoto gitu" Aduuhhh... fotoku pasti jelek banget!
Tenang, tenang... pasti bisa diulang fotonya.
Dua detik kemudian, fotoku yang bengong gaya tolol itu terpampang di layar. Jerawatku juga
terlihat semua di situ! Hii... amit-amit deh fotonya! Aku bener-bener kelihatan jelek!
"Tekan NEXT untuk mencetak foto yang terlihat di layar, atau tekan BACK untuk mengulang."
Back... Back...! Aku memencet tombol berwarna kuning.
"Terima kasih, foto Anda sedang dicetak."
Hah"! Arrggghhh... aku keliru menekan tombol NEXT! Tombol BACK itu yang berwarna biru,
bukannya kuning! Arrghhh... jadi, mau nggak mau, aku harus menyertakan foto itu di formulir
peserta Pacar Selebriti-ku" Lebih baik nggak usah daftar sekalian deh kalau fotonya kayak gini!
Aku keluar dari mesin photobox itu dengan langkah gontai. Apa aku harus kembali ke stan
Pacar Selebriti dan memberikan foto terjelek-seumur-hidupku ini, atau aku nggak perlu kembali"
Tapi sayang banget, kan aku sudah membuang dua puluh ribu buat foto ini, apalagi aku kepengin
banget bisa muncul di acara itu sama Dylan...
Oke, aku bakal kembali ke stan Pacar Selebriti itu. Biar saja fotoku ditertawakan. Siapa tahu
nanti kalau melihat foto ini, Dylan malah bakal menganggapnya unik dan akhirnya memilihku
untuk jadi pacarnya hari itu.
Ya ampun, tolong deh! Unik" Ini namanya JELEK!
Tapi aku sendiri nggak tahu kenapa kakiku tetap melangkah menuju stan Pacar Selebriti.
Beberapa cewek cantik ada di stan itu, kelihatannya sedang mendaftar juga. Dan nggak tahu ini
cuma perasaanku atau memang kenyataan, tapi kayaknya si cowok gendut itu jadi bertingkah
super-ramah kalau di depan cewek-cewek cantik itu. Menyebalkan!
Aku melangkah menuju meja tempatku mengisi formulir tadi. "Tolong formulirku yang tadi,
Mas. Ini aku udah ada fotonya."
Cowok itu kelihatannya merasa terganggu banget dengan kedatanganku. Dengan enggan dia
meninggalkan kerumunan cewek cantik di dekatnya dan mengambil formulirku dari meja.
"Ini fotonya." Aku menyerahkan fotoku yang memalukan itu. Dan ekspresi si cowok
sungguh ajaib. Dia sampai mencopot kacamatanya dan mengelap lensa kacamata itu dengan
ujung bajunya sebelum memakainya lagi. Lalu dia menatapku lekat-lekat.
"Kamu beneran mau pakai foto ini?" tanyanya heran. Cewek-cewek cantik di stan itu
menoleh memandangku. Duh, tolong deh, kalau nanya bisa pelanan dikit nggak suaranya" Aku jadi tontonan nih!
"Iya, aku mau pakai foto yang itu, kenapa memangnya?"
"Kamu... Mmm... kamu tau kalau foto bakal jadi salah satu pertimbangan artis yang
bersangkutan untuk memilih pesertanya?"
Eh" "Oh... Iya, aku tau...," jawabku sok tahu.
"Jadi... kamu bakal tetap mau pakai foto ini?"
Aku mengangguk pasti. Sebodo amat lah, cuek aja, beybeh!
"Oke," ujar si cowok gendut, setengah nggak percaya, lalu menjepit fotoku dengan klip ke
formulir yang tadi kuisi, dan memasukkannya ke sebuah map yang sudah penuh formulir juga.
"Thanks," kataku, lalu berlalu pergi dari stan itu.
*** Setengah jam kemudian, aku menemukan Grace di stan nail-art. Kukunya baru saja dicat dengan
motif pink stripes dan bunga-bunga mungil, dan dia nyengir begitu melihatku.
"Grace! Lo kan udah janji nggak akan menghilang tiba-tiba lagi!" desisku di telinganya.
Biarpun lagi emosi, aku berusaha nggak membuat Grace jadi tontonan di stan ini gara-gara
suaraku. Aku kan nggak kayak cowok gendut penjaga stan Pacar Selebriti itu, yang suka
mempermalukan orang dengan sengaja. Huh!
"Sorrriiii... tadi gue lihat stan ini, terus gue pengin banget ke sini. Gue kira lo masih jalan di
belakang gue. Taunya pas gue noleh ke belakang, eh... lo udah nggak ada!"
Aku terdiam. Mungkin gara-gara insiden milk tea yang kutumpahkan di baju cewek tadi itu,
makanya aku terpisah dari Grace. Tadi itu kan aku sempat berhenti sebentar untuk meminta
maaf ke cewek itu, dan mungkin waktu itu Grace berjalan terus dan akhirnya aku ketinggalan.
Yah, sudahlah, yang penting kan sekarang aku sudah ketemu anak ini lagi.
"Masih lama tu kuteks keringnya?" tanyaku. Nidji sudah selesai tampil, dan kalau aku dan
Grace nggak cepat-cepat cari tempat yang enak di dekat panggung, bisa-bisa kami nggak bisa
nonton Skillful dari dekat!
"Ayo cepat, Skillful udah mau main tuh!" Aku menarik tangan Grace nggak sabaran, dan
cewek itu buru-buru mengeluarkan uang untuk membayar ongkos nail art-nya.
Kami berjalan melalui kerumunan orang yang sudah mulai memadat di sekitar panggung,
dan aku menemukan tempat yang enak banget di bibir panggung sebelah kiri. Dari sini aku bisa
melihat dengan jelas stand mike yang kelihatannya bakal dipakai Dylan nanti. Itu berarti aku juga
bakal bisa dengan jelas melihat Dylan. Sip dah!
Setelah waktu yang rasanya berjam-jam dan langit mulai gelap, akhirnya MC cabut dari
panggung. Asap buatan mulai membubung keluar dari sisi-sisi panggung. Omigod, semua bulu
kudukku langsung merinding mendengar intro lagu Masa Itu milik Skillful. Ini salah satu lagu
Skillful favoritku selain Tetap Sahabatku! Lirik lagu ini ciptaan Dylan, tapi melodinya digarap
Ernest, pemain keyboard Skillful. Kayaknya Dylan nggak bisa main musik deh, karena lagu-lagu di
album Skillful sebagian besar aransemennya dibuat Ernest. Tapi kalau lirik, wah... nyaris
semuanya Dylan yang bikin! Jadi, aku bisa menarik kesimpulan dia nggak bisa main musik, sama
kayak aku, hehe... Dan sepertinya aku tiba-tiba mendapat semburan adrenalin begitu melihat Dovan muncul di
panggung. Ernest, Rey, dan Dudy juga muncul satu per satu. Cewek-cewek di sekitarku menjerit
histeris dan aku bisa merasakan orang-orang yang berada di belakangku berusaha merangsek
maju ke depan dengan cara dorong-mendorong. Bagus, aku tergencet!
Tapi itu semua belum apa-apa. karena teriakan paling histeris baru terdengar begitu Dylan
muncul di panggung. "Selamat malam semuanya...!" sapa Dylan dari panggung, dan dia mendapat sambutan
teriakan histeris. Dylan kelihatan amat-sangat-super-duper-cakep dengan kaus hitam bersablon
emas dan celana jins. Rambutnya disisir model biasa, dan agak basah karena gel rambut.
Lagu Masa Itu mengalun cepat. Jenis lagu upbeat yang memang sanggup membangkitkan
semangat penonton sebagai lagu pembuka konser. Cowok-cowok di sekelilingku sibuk
berjingkrak-jingkrak, sementara aku memutuskan memotret dengan santai. Kesempatan buat
dapat foto Dylan sebanyak-banyaknya nih! Dan aku juga sudah siap tempur dengan digicam yang
kapasitasnya kira-kira cukup untuk seribu foto lagi, yang baterainya sudah ku-charge penuh tadi
malam. Ini semua untuk menebus kegoblokanku yang nggak sempat minta foto bareng Dylan
waktu kami ketemu kemarin di SMA 93. Haduh, aku memang bego banget!
Tapi, siapa yang nggak berubah jadi bego mendadak kalau berada di depan cowok seganteng
Dylan" "Terima kasih! Selamat malam!" sapa Dylan sekali lagi setelah dia menyelesaikan lagu Masa
Itu. Gemuruh tepuk tangan bercampur teriakan membalas sapanya. "Senang banget Skillful bisa
manggung di Cheerful Paradise, pensi anak-anak SMA 93! Tepuk tangan dong buat SMA 93!"
Sekali lagi terdengar tepuk tangan yang riuh.
"Terima kasih juga buat semua fans Skillful yang sudah datang di sini..."
"Dylanders...!" teriak seorang cewek tiba-tiba, dan aku bisa melihat, meskipun dari jauh dan
hanya sekilas, Dylan jadi salting mendengar teriakan cewek itu. Kayaknya Dylanders adalah
sebutan untuk fans Dylan. Hmm... aku baru tahu...
"Berikut ini, lagu dari album terbaru kami, Terlalu Indah..."
Dylan menghilang sebentar ke belakang panggung untuk minum dan mengelap keringat
yang membanjir di dahinya. Sementara itu intro lagu Terlalu Indah yang mellow mulai mengalun.
Kepalaku bergoyang mengikuti lagu itu, mulutku komat-kamit menyenandungkan lirik lagu yang
sudah kuhafal di luar kepala.
Ku pernah mengenal satu cinta
Rasa indah tak pernah terduga
Seluruh belai manja dan sayang
Berikanku sentuhan nirwana...
Masih kurasa pesona ceria
Hari berganti bagai tak terasa
Hadirmu berikan tawa Bagai cerita teruntai bianglala...
Dirimu sungguh terlalu indah...
Aku terpana... Terbuai...
Jangan pergi tinggalkan kisah
Ku tak mau semua ini usai...
Deg! Ya Tuhan! Ya Tuhan! Dylan menunjukku! Dia menunjukku waktu menyanyikan
"dirimu sungguh terlalu indah"! Aku!!!
Aduh, ternyata dia masih ingat sama aku! Waktu melihatku tadi dia kayaknya kaget, tapi
langsung tersenyum maniiissss... banget dan menunjukku! Mampus, aku rasanya mau pingsan!
Kakiku lemas, dan cewek-cewek di sekitarku, yang nggak terima melihat aku ditunjuk, langsung
menggencetku dari segala arah.
Tolooonggg!!! *** Panggung sudah kosong, dan sekelilingku sudah sepi, tapi aku masih lemas. Kakiku kayaknya
gemetar dan nggak sanggup menopang berat tubuhku. Skillful baru aja selesai tampil, yang
sekaligus menutup pensi ini, tapi aku masih berdiri terbengong-bengong di sini.
Bukan, aku lemas bukannya karena aku digencet atau apa tadi, tapi gara-gara sepanjang di
atas panggung tadi. Dylan terus-menerus menunjukku! Dia menunjukku waktu menyanyikan
"sayangku... hanya dirimu..." di lagu Sayangku, juga di waktu menyanyikan "karena hanya kau
yang ada di hati..." di lagu Akhir Penantian, dan bahkan hampir di setiap lagu yang dinyanyikannya
tadi dia menunjukku! Aduh, Tuha, sekarang aku tahu yang membuat vokalis-vokalis band di Indonesia punya
banyak fans! Hal-hal kecil seperti menunjuk seorang fans dari panggung, yang mungkin dianggap
sepele oleh orang lain, bisa jadi kenangan yang nggak mungkin dilupakan fans yang ditunjuk itu!
Aku bener-bener cinta mati sama Dylan! Dan aku harus mencari cara supaya aku bisa dekat
sama dia! Tapi gimana... "Mau sampai kapan bengongnya?" tanya Grace mengagetkanku. Suara ingar-bingar di
stadion sudah lenyap, dan tinggal sedikit banget orang yang ada di dekat kami. Booth-booth juga
sudah mulai dibongkar. Aku baru mulai berpikir lagi tentang bagaimana caranya mendekati Dylan, tapi Grace sudah
keburu menarik tanganku keluar dari stadion, menuju tempat mobilnya diparkir.
*** Aku duduk di depan komputerku, sama sekali nggak konsen mengerjakan laporan percobaan
Kimia yang seharusnya dikumpulkan besok. Duh, memangnya siapa yang peduli sih H2O itu
terdiri atas hidrogen dan oksigen"! (Eh, benar hidrogen dan oksigen kan, ya")
Gilanya lagi, waktu aku membolak-balik buku teks Kimiaku, yang terlihat di mataku
bukannya gambar molekul-molekul zat dan penjelasan penuh kata-kata yang biasanya malah
membuatku semakin nggak jelas, tapi justru wajah Dylan! Aduuhh... kalau kayak gini caranya, aku
bakal nggak naik kelas nih!
Aku berusaha berkonsentrasi lagi ke soal-soal yang harus kujawab dan penjelasan-penjelasan
di buku Kimia-ku, tapi ternyata aku sama sekali nggak bisa. Parahnya, bukannya semakin
berusaha konsen mengerjakan laporan, aku malah mengambil kertas dan mulai mencorat-coret.
Cara-cara biar aku bisa dekat sama Dylan:
" Ikutan Pacar Selebriti (tapi nggak jamin aku bakal kepilih jadi pesertanya, apalagi
dengan foto sejelek itu) " Ikut pemilihan model majalah remaja dan berharap aku menang dan akhirnya jadi


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bintang sinetron/bintang iklan, dengan begitu jalanku buat dekat sama Dylan bakal lebih
lebar, secara kami sama-sama seleb, gituuu... (yang ini lebih nggak mungkin lagi)
" Ikutan Indonesian Idol atau AFI, alasannya sama seperti kenapa aku mau ikut
pemilihan model majalah remaja, siapa tau aku bakal jadi seleb (yeah, pura-pura lupa saja
bahwa Indonesian Idol dan AFI ini kontes menyanyi untuk orang-orang yang BENARBENAR bisa menyanyi, bukannya vokalis band amatir yang cuma pernah tampil di acara
kelulusan seniornya) " Aktif di OSIS, dan berusaha merayu Pak Wondo, si pembina OSIS itu, supaya
pihak sekolah mau bikin pensi dan mengundang Skillful. Kalau aku bisa jadi ketua
panitianya, pasti aku bisa dekat juga sama Skillful sebagai bintang tamunya! (Haha...
mengingat aku yang nggak punya prestasi apa-apa, kayaknya nggak mungkin deh aku terpilih
sekalipun) " Minta Daddy mem-booking Skillful di pesta ultah Sweet 17-ku tahun depan (Oh
yaaaaa?" Bagaimana kalau saat itu tarif Skillful sekali manggung sudah mencapai dua
ratus juta?"") " Pergi ke dukun dan minta guna-guna untuk memelet Dylan atau pasang susuk di
wajahku (Iiiihhh... nggak banget deh!)
Jadi, semuanya sudah jelas, jalanku menuju Dylan buntu total. Benar apa yang dibilang si Madam
Fortune sialan itu, aku punya terlalu banyak halangan dan cobaan untuk mencapai mimpiku yang
satu ini. BEGINILAH HIDUP ANAK BAND
GUE kaget banget melihat Alice tadi! Apalagi hari ini wajahnya kelihatan jelas kayak apa,
setelah kemarin dia kerjaannya menunduk terus, dan kalaupun mendongak, wajahnya sudah
berubah warna jadi merah karena malu.
Yang bikin gue senang, kayaknya dia hafal semua lagu Skillful! Sepanjang show tadi gue
bolak-balik melihat dia, dan bibirnya nggak pernah berhenti komat-kamit ikut bernyanyi.
Oke, gue tahu ini cuma hal sepele, kan memang sudah sewajarnya penonton pensi ikut nyanyi
mengikuti bintang tamunya, tapi gue bener-bener menghargai orang-orang yang segitu
appreciate-nya sama lirik-lirik lagu Skillful, sampai bisa menghafal satu album penuh. Itu
bukti mereka punya kaset atau CD Skillful yang original, kan" Kalau lo beli bajakan sih lo
cuma dapat sepotong CD jelek dengan kualitas suara payah, karena si pembajak nggak mau
repot-repot memfotokopikan lirik lagunya buat lo.
Sudahlah, yang penting gue senang banget melihat ada yang bisa mengikuti gue nyanyi.
Dan selain Alice juga tadi gue lihat beberapa anak milis Skillful yang memang sudah
langganan menonton konser-konser kami. Ada juga si Noni, fans Skillful yang lebih
mengklaim dirinya sebagai Dylanders sejati, di antara kerumunan penonton pensi. Bayangin
aja, di tengah-tengah gue menyapa penonton dan menyebut mereka fans Skillful, dia malah
teriak "Dylanders" keras-keras! Gue salting total tadi, ngerasa nggak enak banget sama
Ernest, Rey, Dudy, dan Dovan. Tapi, seperti yang pernah gue bilang, gue sudah terlatih
mengendalikan emosi gue, jadi tadi gue cuma nyengir dan berlagak senang melihat cewek
itu. Ehm... Bukannya gue benci Noni atau apa, tapi, jujur aja nih, gue agak... takut sama dia.
Dia selalu ada di mana pun Skillful manggung, entah pensi, promo tour, atau taping acara
TV. Tapi yang bikin gue heran adalah dia juga selalu ada kalau kami manggung di acaraacara formal, kayak acara peluncuran kartu kredit Bank Kencana bulan lalu, yang seharusnya
orang-orang yang ada di sana cuma orang-orang Bank Kencana dan para undangan, karena di
situ acaranya "invitation only". Nyatanya, Noni nongol di sana, berdiri di bibir panggung dan
membuat gue nyaris jatuh kesandung kabel saking kagetnya melihat dia! Dari mana dia dapat
undangan" Dan dia juga ada waktu Skillful manggung di Bali, di Bandung, di Semarang, dan di
Medan, padahal dia bilang dia tinggal di Jakarta! Nah, gimana gue nggak merasa agak-agak
ngeri juga kalau kayak gitu caranya" Dia jelas mengekor ke mana pun Skillful pergi!
Yah, gue tahu sih seharusnya gue senang punya fans yang "setia" kayak Noni, tapi kalau
dia mulai mencampuri urusan pribadi gue, dan memaksa gue memakai semua aksesori
pemberiannya yang kadang-kadang bikin gue merasa nggak nyaman, itu sih lain lagi
ceritanya. Pernah dia ngasih satu kalung ke gue. Keren sih, tapi bandulnya dari gigi taring
binatang apaaaaa... gitu, dan itu tajam banget. Pas show di TOP Channel, kalung itu nggak
gue pakai, dan waktu Noni lihat, dia marah besar. Sepanjang ngobrol sama gue, dia
mengomel, "Kok kalungnya nggak dipake sih"! Nggak suka, ya"! Lain kali dipakai dong
kalungnya, kan itu mahal!"
Dan akhirnya, gue pakai lagi kalung itu, setelah gue patahkan sedikit ujung taringnya.
Waktu Noni tanya, gue bilang aja nggak tau kenapa tuh ujung taring tiba-tiba bisa patah
begitu. Dia merengut, tapi nggak ngomel lagi.
Bagus, gara-gara kalung taring itu, gue kelihatan kayak pemburu binatang-binatang yang
hampir punah. Tapi biarpun dia benar-benar menyebalkan, sampai sejauh ini gue selalu berhasil
bersikap manis di depan dia. Seperti yang pernah gue bilang, sejak jadi vokalis Skillful, gue
memang sudah terbiasa menyembunyikan emosi gue yang sebenarnya dari orang lain. Dan
itu termasuk nggak boleh menunjukkan tampang bete dan bersikap jutek di hadapan fans
"mengganggu" macam Noni.
"Lo nonton apa, Lan?" tanya Ernest. Gue mendongak, dan baru sadar dari tadi gue
melongo di depan TV yang menyala, tanpa tahu acara TV apa yang terpampang di depan gue.
"Lo ngelamun?" tanya Ernest lagi, terkekeh. "Mikirin apa sih?"
"Nggak, gue nggak ngelamun kok... Cuma kalau dibilang gue lagi mikir, ya emang gue
lagi mikir." "Iya... mikirin apa?"
Gue terdiam. Nggak lucu banget kalau gue bilang gue lagi mikirin si Noni bawel dan
kalung taring pemberiannya itu. Yang ada nanti Ernest bakal mikir gue naksir Noni!
"Eh... gue cuma mikir... kira-kira sampai kapan kita bakal hidup kayak gini."
"Hidup kayak gini" Maksud lo?"
"Ya manggung dari satu konser ke konser lainnya, dari kota satu ke kota lain... Gue
Setan Gembel 2 Siluman Ular Putih 14 Sengketa Tahta Leluhur Kalung Keramat Warisan Iblis 1

Cari Blog Ini