Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Bagian 1
Mahkota-Cinta-Habiburrahman-El-Shirazy download dan baca secara online di http://cerita-silat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis Racun Ceritasilat.... thank. Mahkota Cinta
(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
Satu Mata pemuda itu memandang ke luar jendela. Lautan
terhampar di depan mata. Ombak seolah menari-nari
riang. Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Dari
karcis yang ia pegang, ia tahu bahwa feri yang ia
tumpangi bernama Lintas Samudera. Tujuan feri yang
bertolak dari pelabuhan Batam itu adalah pelabuhan Johor
Bahru. Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya.
Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia
harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa- siapa
lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati
menjadi teman dan penenteram jiwa.
la kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang
melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir.
Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani
berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah lain yang
lebih baik. Feri Lintas Samudera terus melaju ke depan.
Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin
jauh di belakang. Namun, Lintas Samudera tidak hendak
menuju Singapura, tapi menuju pelabuhan Johor Bahru,
Malaysia. "Baru pertama ke Malaysia ya Dik?" tanya perempuan
muda yang duduk di sampingnya. Perempuan itu
memakai celana jin putih dan jaket ketat biru muda.
Rambutnya diikat kucir kuda. Ia menaksir usia
perempuan itu sekitar tiga puluhan lebih.
"Iya Mbak. Mbak juga yang pertama?" jawabnya
balik bertanya. "Tidak. Saya sudah empat tahun di Malaysia."
"Berarti sejak tahun 2000 ya Mbak."
"Tidak. Sejak awal 2001."
"Kerja ya Mbak?"
"Iya Dik. Kalau adik, mau kerja" Atau mau sekolah?"
Uziek Collections Uziek Collections tangannya. Ia berpikir sejenak. Ia tidak tahu pasti. Ke Malaysia
mau bekerja atau mau sekolah. Sesungguhnya selama
ini ia merantau dari satu daerah ke daerah lain, selain
untuk bertahan hidup juga demi mencari takdir yang
lebih baik. "Kok malah bengong Dik."
"E... tidak, saya ke Malaysia mungkin untuk dua
duanya. Ya untuk cari kerja dan untuk sekolah lagi."
"Jadi Mbak kerja di kilang minyak ya Mbak?"
Perempuan muda itu malah tertawa kecil.
"Kamu memang masih asli Indonesia. Kilang itu
artinya pabrik. Di Indonesia disebut pabrik. Sedangkan
di Malaysia disebut kilang. Jadi bukan bermakna kilang minyak.
Saya kerja di kilang kertas di kawasan Subang
Jaya. Itu maknanya saya kerja di pabrik kertas."
"Obegituya." "Rencananya nanti mau ke mana" Di Malaysia sudah
ada tempat yang dituju?"
"Baguslah. Sudah ada pandangan mau kerja di
mana" Atau sudah ada agen yang mengurus semuanya."
"Belum sih Mbak. Nanti saya cari di sana saja. Mbak
kerja di mana?" "Saya kerja di sebuah kilang di kawasan Subang
Jaya. Kalau adik mau, saya bisa bantu. Saya punya
banyak teman yang bisa membantu. O ya kenalkan,
nama saya Siti Martini. Biasa dipanggil Mar atau Mari."
Perempuan muda itu mengulurkan tangan kanannya.
Pemuda itu juga mengulurkan tangannya dan
menjabat tangan perempuan muda itu.
"Terima kasih. Nama saya Ahmad Zul. Oleh temanteman
saya selama ini saya biasa dipanggil Zul Einstein."
"Wah keren sekali. Memang namanya Zul Einstein?"
"Ya tidak Mbak. Saya diberi nama tambahan
Einstein oleh teman-teman saya karena mereka melihat
saya banyak melamun. Ya saya terima saja. Kalau tidak
terima ya tetap akan dipanggil begitu. Jadi, panggil saja
saya Zul Mbak." "Ya baik. Saya panggil Dik Zul. Gitu ya," kata
perempuan muda itu sambil melepaskan jabatan
Uziek Collections "Tempat yang dituju secara pasti tidak ada. Saya
hanya membawa sebuah nama dan sebuah nomor telpon.
Saya ingin sampai ke Kuala Lumpur dulu, baru setelah
itu saya akan telpon orang itu."
"Ya syukurlah. Saya pun nanti lewat Kuala Lumpur.
Kalau mau kita bisa jalan bersama."
la diam saja. Tidak menjawab apa-apa.
Lintas Samudera terus melaju. Tidak terlalu cepat.
Dan juga tidak terlalu lambat.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam,
Lintas Samudera merapat di pelabuhan Johor Bahru.
Begitu pintu feri dibuka, para penumpang berebutan
keluar. Zul keluar dengan membawa tas cangklong hi tarn
dan tas jinjing besar biru tua. la mengiringi Mari yang
berjalan di depannya. Perempuan itu menenteng tas
cangklong putih dan koper kecil beroda warna hijau.
Mereka berjalan menuju gedung pelabuhan.
Petugas security pelabuhan sibuk memeriksa barang
bawaan para penumpang. Tas dan koper Mari
diperiksa. Setelah beberapa saat lamanya, Mari
dipersilakan langsung menuju imigrasi. Tas jinjing Zul
juga diperiksa. Isinya hanyalah pakaian, beberapa
makanan ringan, dan sebuah mushaf Al-Quran kecil
pemberian Pak Hasan kala ia berpamitan, sebelum
Uziek Collections berangkat. Petugas security itu memerintahkannya
untuk terus jalan. Zul bergegas menuju imigrasi. Mari
sedang serius mengisi formulir kedatangan untuk
imigrasi. "Kita tunggu bus di sini. Kita akan menuju ke Stesyen
Larkin. Dari Larkin kita naik bus ke Purduraya KL." Jelas
Mari. "Ya. Kecuali kolom yang khusus diisi petugas
Sepuluh menit kemudian bus datang. Mari, Zul dan
puluhan penumpang berebutan naik. Bus itu mengantar
mereka ke Stesyen Larkin. Dari Larkin Mari mengajak
Zul ke loketbus Trans Nasional.
imigrasi," jawab Mari sambil tetap menulis. Sesekali ia
"Biar saya yang bayar Dik."
mencocokkan apa yang ia tulis dengan paspornya.
"Jangan begitu Mbak, saya jadi tidak enak."
"Ini kolom alamat selama di Malaysia juga harus diisi
"Anggap saja kita bersaudara. Jadi santai saja."
Mbak." "Sebaiknya iya."
"Wah saya belum punya alamat Mbak."
"Pakai alamat saya juga tidak apa-apa."
"Di mana Mbak?"
"No. 8A, Jalan USJ 1/18, Taman Subang Permai,
"Satu orangnya berapa Mbak?"
Subang Jaya. Nanti kalau pihak imigrasi tanya untuk
apa datang ke Malaysia, bilang saja untuk melancong
dan mengunjungi saudara."
Mereka berdua naik bus Trans Nasional. Zul dan Mari
duduk di kursi yang berdekatan. Selain wajah Indonesia,
tampaklah wajah-wajah China, India dan Melayu
menjadi penumpang bus cepat itu. Sopirnya berwajah
Indonesia, dan tampaknya ia seorang Muslim, sebab
sebelum menjalankan bus ia membaca basmalah.
"Harus diisi semua ya Mbak?" tanya Zul.
"Iya Mbak." Keduanya lalu masuk konter imigrasi. Tak ada
masalah berarti. Petugas imigrasi sama sekali tidak
bertanya apapun kepada Mari. Sebab ia masih punya
visa multientry. Sedangkan Zul hanya ditanya untuk apa
datang ke Malaysia. Zul menjawab seperti yang
disarankan oleh Mari. Begitu keluar dari gedung, puluhan
sopir taksi menawarkan jasanya. Mari menjawab tegas
bahwa ia sudah ada yang menjemput. Zul agak bingung
menentukan langkah. Beberapa sopir taksi menghampirinya.
Ia masih ragu harus ke mana. Ia menatap ke
arah Mari yang melangkah dengan mantap. Mari
menoleh ke arahnya dan melambaikan tangan agar ikut
dengannya. Zul merasa tidak ada salahnya pergi ke
Kuala Lumpur bersama Mari. Apalagi ia benar-benar
asing di negeri Jiran ini.
Uziek Collections "Dua puluh empat ringgit. Kita pakai bus yang ada
toiletnya. Biar nyaman di perjalanan. Yuk kita segera
naik. Sepuluh menit lagi bus akan berangkat."
Bus berjalan keluar stesyen. Lalu melaju membelah
kota Johor Bahru dengan kecepatan sedang. Setengah
jam kemudian bus itu sudah meninggalkan Johor
Bahru, dan mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Bus itu
membelah perkebunan kelapa sawit. Zul memandang
ke kanan dan ke kiri yang tampak hanyalah
rimbunan pohon kelapa sawit yang bagai berlarian ke
belakang. "Dari logat adik bicara, sepertinya adik orang Jawa."
Mari membuka pembicaraan sambil menaikkan resleting
jaketnya sehingga benar-benar rapat sampai ke leher. Ia
tampaknya agak kedinginan.
Uziek Collections "Iya Mbak benar. Saya asli Demak Mbak. Kalau
Mbak?" "Saya juga Jawa Dik. Saya asli Sragen."
"Maaf, e... Mbak sudah berumah tangga?"
"Sudah." "Sudah punya anak dong Mbak?"
"Belum. Bagaimana mau punya anak lha wong
rumah tangga saya hanya berumur dua minggu."
"Cuma dua minggu?"
"Iya bisa dikatakan demikian."
"Suami Mbak meninggal?"
"Tidak. Saya minta cerai. Sejak itu saya trauma dan
rasanya susah sekali untuk membina rumah tangga lagi."
"Maafkan saya Mbak, jadi mengingatkan pada halhal
yang tidak Mbak sukai."
"Ah tidak apa-apa. Walau bagaimanapun kejadian
itu telah menjadi bagian dalam sejarah hidup saya.
Memang menyakitkan jika diingat." Kata Mari sambil
mengambil nafas dalam-dalam. Seperti ada yang
menyesak dalam dadanya. Zul diam saja. la merasa tidak saatnya ia bicara. la
kuatir jika salah bicara justru akan memperburuk suasana.
"Mungkin ada baiknya juga ya saya cerita. Ya untuk
sekadar melepas beban yang menyesak di dada. Dan
daripada selama perjalan diam saja/' Mari kembali
membuka percakapan. "Tidak apa-apa kan" Kau mau
mendengarkan kan Dik?" lanjutnya sambil memandangi
Zul. Zul jadi menoleh. Pandangan mereka bertemu.
Zul mengangguk pelan, lalu kembali memandang lurus
ke depan. Mari mulai bercerita,
"Saat itu saya masih kuliah di UNS Solo. Saya
berkenalan dengan orang yang kemudian jadi suami saya
itu, ya saat kuliah itu. Sebut saja namanya W. Saya tidak
mau mengingat nama lengkapnya. Saya sudah mengharamkan
diri saya untuk menyebut namanya. Saya
sangat membencinya hingga tujuh turunan.
"Baik saya lanjutkan ceritanya. Saat itu saya adalah
gadis yang masih lugu. Sekaligus gadis desa yang mudah
Uziek Collections terpikat dengan gemerlap duniawi. Agaknya W mengerti
benar karakter diri saya. Sehingga dia bisa begitu mudah
masuk dalam kehidupan saya. Ia begitu lihai memikat
dan menawan hati saya. Jika ke kampus dia selalu
memakai mobil mengkilat. Orangtua W adalah saudagar
kaya di Klewer dan Tanah Abang Jakarta. Dia sering
datang ke kost saya. Dan sering menyenangkan hati saya
dengan limpahan hadiahnya.
"Sampai akhirnya W mengatakan bahwa dia sangat
mencintai saya. Dia ingin sekali menikahi saya. Saya
seperti terbang di angkasa saat itu, karena sangat
gembira. Saya benar-benar sudah tergila-gila padanya.
Ibu saya sebenarnya tidak setuju saya kawin dengan W,
karena ibu saya ingin saya menikah dengan putra Pak
Modin yang sedang kuliah di IAIN Walisongo Semarang.
Saya sama sekali tidak mempedulikan keberatan ibu saya
itu. Itulah mungkin dosa besar saya pada ibu yang
membuat saya menderita dan menanggung nestapa.
"Ringkas cerita, kami pun menikah. Kami menikah
tahun 1998. Ia langsung memboyong saya ke Solo Baru.
Ternyata ia sudah punya rumah cukup mewah di sana.
Itu adalah hari yang sangat indah bagi saya. Seminggu
setelah menikah, W pamit untuk pergi ke Jakarta. Dia
bilang untuk urusan bisnis dengan temannya. Beberapa
hari setelah itu kiamat seolah datang. Langit seperti
runtuh menimpaku. W tertangkap polisi dalam keadaan
over dosis dengan seorang pelacur Jakarta. Ia masuk bui.
Keluarganya tidak peduli.
"Kakak perempuannya bahkan terang-terangan
mengatakan sangat membenci W. Dari kakak perempuannya
itulah saya tahu bahwa W sesungguhnya
lelaki yang sangat bejat. Bahkan lebih bejat daripada
makhluk paling bejat sedunia sekalipun. Saya nyaris
muntah ketika kakak perempuannya itu bercerita bahwa
dirinya pernah diperkosa oleh W saat W sedang sakau.
Ia tidak berdaya karena W mengancam akan membunuhnya.
W itu tega memperkosa kakak kandungnya
sendiri, apa tidak menjijikkan" Apa tidak melampaui
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batas" Seketika itu, tanpa bisa ditawar lagi saya langsung
Uziek Collections mengajukan gugatan cerai. Dan sejak itu saya benarbenar
jijik dengan kaum lelaki dan saya bersumpah tidak
akan menikah lagi!" Ada nada amarah dalam kata-kata Mari. Ada
kebencian yang luar biasa di sana. Zul merasa ngeri
mendengarnya. Ia merasa bingung harus bersikap
bagaimana. Bus terus melaju dengan kecepatan di atas
seratus kilometer per jam. Mari diam tidak melanjutkan
ceritanya. Pandangannya lurus ke depart. Jika diamati
lebih seksama kedua mata itu sesungguhnya berkacakaca.
Sesaat lamanya keduanya dijaga oleh diam.
Akhirnya Zul memberanikan untuk membuka suara,
'Apa Mbak sampai sekarang masih jijik dengan
memberikan pencerahan kepada kami, para tenaga kerja
wanita. Dan ia begitu sabar mendengarkan semua
keluhan saya. Saya pernah diajak oleh Ustadzah itu tidur
di rumahnya. Untuk melihat bagaimana keadaan rumah
tangganya. Dan saya melihat sendiri betapa besar kasih
sayang suami Ustadzah itu kepada keempat anaknya
yang semuanya perempuan. Sejak itulah saya tahu
bahwa ada juga lelaki baik di dunia ini."
"Bukankah Mbak memiliki seorang ayah?"
"Ya tentu saja punya. Namun ayah saya sudah tidak
ada sejak saya berusia dua tahun. Jadi saya tidak ingat
apa-apa tentang ayah. Dan ibu tidak menikah lagi. Kakak
tertua saya lelaki. Tapi ia tidak begitu peduli pada saya."
Bus terus melaju. Sejauh mata memandang adalah
kaum lelaki. Termasuk saya?"
Mari mengambil nafas dalam-dalam,
"Saat ini tidak lagi. Saya berusaha bersikap adil. Saya
tidak boleh menimpakan dosa seorang W pada semua
kaum lelaki. Tapi jujur saya perlu proses yang sangat
panjang untuk bisa bersikap adil dan tidak jijik pada
kaum lelaki. Dan disebabkan rasa jijik dan trauma pada
lelaki saya pernah punya keinginan untuk hidup
berumah tangga dengan kaum perempuan saja."
"Sampai seperti itu Mbak."
"Iya. Gila bukan" Tapi jangan takut. Saya katakan,
saya pernah punya keinginan. Hanya pada taraf
keinginan. Dan itu pun dulu. Sekarang sudah tidak
lagi." "Sejak kapan Mbak bisa kembali normal memandang
dunia. Maaf, untuk mudahnya saya katakan
kembali normal memandang dunia, termasuk kaum
lelakinya. Sebab menurut saya sikap jijik dan trauma
pada lelaki itu sikap tidak normal."
"Prosesnya sangat panjang. Sampai saya bertemu
dengan seorang Ustadzah. Dia lulusan pesantren. Dia ikut
suaminya yang sedang mengambil program doktor.
Ustadzah itu begitu sabar menyempatkan waktu untuk
Uziek Collections rerimbunan kebun kelapa sawit yang tampak hijau tua.
"Bagaimana ceritanya Mbak bisa sampai ke
Malaysia. Dan apa sebenarnya yang Mbak cari?"
"Kalau diceritakan semuanya panjang. Singkat saja
ya. Setelah suami dipenjara dan saya tahu siapa dia
sebenarnya, saya mengajukan gugatan cerai. Rumah di
Solo Baru disita polisi karena ternyata suami punya
piutang di beberapa bank yang cukup besar jumlahnya.
Saya tidak punya apa-apa. Ibu sudah renta. Saya anak
ragil. Saudara-saudara saya sudah berkeluarga. Mereka
juga hidup susah. Saya tidak berani meminta bantuan
mereka. "Saya nekat merantau ke Jakarta untuk mencari
kerja. Kebetulan ada teman yang mengajak. Alhamdulillah
sebelum menikah saya sudah selasai D.3
Akuntansi. Dan dengan berbekal ijazah D.3, saya
diterima bekerja di sebuah supermarket di Jakarta Selatan.
Saya sudah cukup nyaman saat itu. Saya hidup damai
kurang lebih dua tahun. Saya bahkan sempat nyambung
kuliah, dan menyelesaikan S.l di sebuah Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi di Jakarta. Tapi tiba-tiba entah bagaimana, mantan suami saya
itu bisa tahu nomor telpon saya dan menelpon saya. Dia
Uziek Collections sudah keluar dari penjara dan meminta saya agar
kembali kepadanya. Saya takut. Saya langsung pergi
meninggalkan Jakarta hari itu juga. Saya bersembunyi
ke Bandung. Di Bandung ada agen pengiriman tenaga
kerja ke Malaysia. Saya ikut agen. Akhirnya saya
mengadu nasib dan terbang ke Malaysia. Sampai
sekarang saudara-saudara saya tidak saya beritahu kalau
saya di Malaysia. Terakhir saya nelpon mereka saat saya
masih di Bandung. Saya kuatir mantan suami saya itu
akan mengejar saya."
kalah berlikunya dari apa yang Mbak ceritakan. Hanya
saja saya merasa tidak harus sekarang saya menceritakannya.
Saya janji saya akan gantian membagi
cerita saya pada Mbak. Saya yakin kita masih bisa
bertemu di negeri Jiran ini. Itu pun kalau Mbak benarbenar
masih sudi menemui saya."
"Kenapa mesti takut Mbak. Bukankah Mbak adalah
perempuan yang merdeka. Dan Mbak akan dilindungi
oleh hukum?" "Ah, kamu ini. Ya saya akan merasa jijik sama kamu
jika kelakuan kamu ternyata tidak berbeda dengan si
W, mantan suami saya itu."
'Ah kamu ini Dik. Apa selama ini kamu hanya hidup
di dalam kamar dan tidur, sehingga membuka jendela
pun tidak!" Dunia mantan suami saya adalah dunia
mafia. Dan dunia mafia tidak mengenal hukum. Lebih
baik saya di Malaysia dulu, baru kalau saya sudah
mendengar si W itu telah mampus, saya akan balik ke
Indonesia. Walau bagaimanapun saya punya saudara
dan saya sangat rindu pada mereka. Saya pun ingin hidup
berkeluarga dan tenang di hari tua. Saya tidak akan
menyerah. Saya akan terus berusaha dan bertahan
sampai Tuhan memutuskan takdir finalnya untuk saya.
Semenderita dan sesengsaranya saya, saya masih percaya
bahwa Tuhan itu ada. Tuhan itu adil dan Dia juga Maha
Penyayang. Saya masih percaya itu Dik."
"Mbak kok seolah yakin benar kalau kelakuan saya
berbeda dengan mantan suami Mbak. Kenapa Mbak
tidak waspada" Kenapa Mbak justru malah mengajak
saya jalan bersama?"
Zul hanya diam mendengarnya. Ternyata tidak hanya
dia yang menghadapi perjalanan hidup yang rumit
dan sulit. Perempuan muda yang duduk di sampingnya
bisa jadi sebenarnya menjalani hidup yang lebih rumit
yang tidak sampai untuk dikisahkan kepada siapa pun.
"Kalau adik, bagaimana" Bagaimana bisa sampai
harus ke negeri Jiran ini" Adakah cerita yang bisa dibagi
dan didengar?" Mari balik bertanya. la merasa selama
ini dia yang banyak bercerita. la ingin gantian mendengarkan
cerita dari Zul. "Perjalanan saya bisa sampai di dalam bus ini tak
Uziek Collections "Masak tidak sudi. Memang saya ini siapa?"
"Kuatir, Mbak masih menyisakan rasa jijik itu."
Mari tersenyum, lalu menjawab,
"Dengar ya Dik. Orang yang sudah pernah terluka
seperti saya ini bisa membaca bahasa tubuh orang
brengsek seperti mantan suami saya dan yang sejenisnya.
Dari cara lelaki memandang dan menatap saja saya sudah
tahu dia itu sebenarnya serigala atau tidak. Saya tahu
mana mata yang jelalatan dan yang tidak jelalatan. Saya
bisa meraba watak seseorang dari gerak dan binar
matanya. Tidak hanya mata kaum lelaki. Bahkan mata
kaum perempuan pun saya bisa membedakan mana
mata pelacur dan bukan pelacur. Mana mata perempuan
baik-baik dan perempuan tidak baik!"
"Jadi Mbak yakin saya ini orang baik?" sahutnya
sambil melihat ke luar jendela.
"Sejauh ini saya yakin. Tidak tahu satu dua jam ke
depan. Bisa jadi kepercayaan saya padamu berubah."
Jawab Mari tegas. Zul merasakan ketegasan itu. Kalimat
dan intonasi perempuan itu seolah juga memberitahukan
kepadanya agar ia jangan mencoba bersikap meremehkannya.
Dari ketegasan itu, Zul mengerti bahwa
perempuan muda di sampingnya adalah perempuan
yang memiliki karakter kuat. Dan tidak mau diremehkan.
Entah kenapa ia ingin memandang perempuan di
Uziek Collections sampingnya itu dengan lebih dalam. Keinginan itu tidak
dapat dilawannya. Ia pun memalingkan wajahnya perlahan dan
memandang ke arah wajah Mari. Mari
ternyata sedang memandang ke arahnya. Mata keduanya
bertemu sesaat. Ada getaran halus masuk ke dalam
hati Zul. Wajah Mari tampak kurus, tapi ada aura
ketulusan yang memancar darinya. Dan ada pesona yang
mampu membuat hati Zul merasakan getaran halus
yang masuk begitu saja. "Apakah ada kilatan binar serigala dalam mataku
Mbak?" Mari tersenyum, dan menjawab,
"Jujur saja Dik ya hampir di semua mata lelaki ada
binar liar serigala ketika melihat perempuan. Untuk itulah
menurut saya kenapa kaum lelaki diminta oleh Tuhan
untuk menjaga pandangan."
Mendengar jawaban Mari, Zul diam dan tidak
berkata apa-apa. Ia mengalihkan pandangannya ke luar
jendela. Ia memandang rerimbunan pohon kelapa sawit
yang seperti berlomba-lomba lari ke belakang. Dalam
hati Zul membenarkan perkataan Mari. Sebab saat ia
memandang wajah dan mata Mari dengan seksama, ia
menemukan sihir yang mampu mengubah dirinya
menjadi serigala. Tiba-tiba ia merasa menemukan
kalimat untuk menjawab perkataan Mari,
"Dan hampir semua wajah dan mata perempuan itu
memiliki sihir yang mampu mengubah lelaki jadi serigala.
Maka sebaiknya memang keduanya saling menjaga.
Agar tetap menjadi manusia yang mulia dan tidak
berubah menjadi manusia serigala."
Mari tersenyum mendengarnya.
*** Uziek Collections Dua Menjelang Maghrib bus Trans Nasional memasuki
kota Kuala Lumpur. Zul menikmati pemandangan senja
di Kuala Lumpur dengan seksama. Jalan tol yang lebar
dan melingkar. Gedung-gedung tinggi. Hutan kota yang
masih terjaga. la harus mengakui, Kuala Lumpur jauh
lebih rapi dari Jakarta. la mencari-cari gedung yang
menjadi simbol Kuala Lumpur. la melongok-longok,
mencari-cari Menara Kembar. la tidak melihatnya.
"Menara Kembarnya mana ya Mbak, kok tidak
kelihatan?" tanyanya pada Mari.
"Kamu jangan memandang ke arah situ. Pandanglah
ke arah sana. Di sela gedung menjulang itu. Itulah
Menara Kembar," jawab Mari sambil menunjuk ke arah
Menara Kembar. "Wah iya. Saya penasaran ingin lihat dari dekat."
"Jangan tergesa-gesa. Nanti kau akan punya waktu
yang cukup untuk melihatnya. Kau bahkan bisa makan
di sana. Kau juga bisa refreshing di sana. Di bawah
menara itu ada tamannya yang rapi dan indah. Namanya
taman KLCC. Taman itu terbuka untuk umum dan
gratis." Zul langsung membayangkan nyamannya berjalanjalan
di bawah Menara Kembar dan nyantai di taman
KLCC. Tiba-tiba ia teringat Najibah. Gadis satu desa
dengannya yang pernah menjadi tambatan hatinya.
Najibah pernah minta padanya untuk rekreasi ke Taman
Kiai Langgeng. Dan ia berjanji pada gadis itu akan
mengajaknya ke Taman Kiai Langgeng suatu kali.
Namun sampai saat ini ia tidak bisa memenuhi janji itu.
Dan tidak mungkin rasanya memenuhi janjinya itu.
Sebab, gadis yang punya lesung pipi indah itu, kini telah
menikah dengan orang lain. Ah, seandainya ia kaya,
tentulah ia bisa menikahi gadis itu dan mengajaknya
jalan-jalan ke Taman Kiai Langgeng. Bahkan mengajaknya
ke Kuala Lumpur dan berjalan-jalan di taman
Uziek Collections KLCC itu. "Kita sudah sampai Mbak?"
Karena kemiskinannyalah, akhirnya Najibah
memutuskan menikah dengan orang lain setelah tiga kali.
Itu pun setelah Najibah memintanya untuk segera
menikahinya dan ia merasa tidak mampu. Ia minta
ditangguhkan beberapa tahun lagi. Ia tidak bisa memberi
jawaban pasti. Dan Najibah merasa tidak bisa bergantung
pada ketidakpastian. "Iya. Ayo turun. Itu orang-orang sudah pada turun."
"Maaf, Mas Zul, bukan saya tidak cinta sama Mas.
Orang tua saya minta saya segera menikah. Tahun ini.
Jika Mas mau ya tahun ini. Jika tidak ya anggap saja
kita tidak berjodoh. Ini demi kebaikan saya dan Mas."
Itulah kata-kata Najibah yang masih ia ingat terus. Katakata
yang tidak mungkin ia lupakan, karena saat itu ia
tidak berdaya apa-apa sebagai seorang lelaki. Ia sama
sekali tidak bisa memenuhi harapan orang yang
dicintainya. Jangankan biaya untuk menikah, biaya
untuk makan sehari-hari saja ia sering tidak punya. Ia
benar-benar merasakan betapa susah jadi orang tidak
punya. Sampai untuk menikahi orang yang dicintai saja
tidak bisa. Ia benar-benar sedih dan menderita jika
mengingatnya. Sesungguhnya Najibah itu bukanlah gadis yang
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
materialistis, ia tidak minta apa-apa, selain akad nikah.
Namun akad nikah itu ada biayanya. Dan itu yang ia
tidak punya saat itu. Ia benar-benar tidak punya. Ia
merasa dirinya adalah orang paling miskin papa sedunia.
Ah, ia berusaha melupakan peristiwa itu. Namun
belum juga bisa. Bahkan sampai ia sudah di Kuala
Lumpur pun peristiwa itu masih saja teringat olehnya. Ia
yang mengalami peristiwa yang tak setragis Mari saja
masih dibayangi oleh peristiwa itu, apalagi Mari. Wajar
jika perempuan muda itu sampai mengalami trauma.
"Heh, melamun apa! Kita sudah sampai di Purduraya!
Ayo siap-siap turun!"
Mereka berdua lalu turun dari bus. Lalu naik ke lantai
dua. Tempat dimana para penumpang berkumpul
menunggu bus. Tempat dimana penumpang datang dan
pergi. Di lantai dualah puluhan waning penjual oleh-oleh
dan makanan dibuka. Juga di lantai dualah puluhan agen
bus membuka konter. "Mbak ini sudah Maghrib ya?" tanya Zul.
"Iya sudah. Gini saja. Kita shalat dulu gantian. Tempat
shalat dan tandas ada di lantai tiga. Kita naik ke sana."
"Tandas itu apa Mbak."
"Toilet. Kalau bahasa orang Demak kakus."
"Wah kok nadanya agak menghina orang Demak
thoMbak." "Kamu ini lelaki kok sentimentil begitu. Ayo kita naik!"
Mereka berdua lalu naik ke lantai tiga. Mereka ke
tandas dahulu, baru ke surau. Mereka shalat bergantian.
Selesai shalat Zul bingung. la baru sadar kalau ia tidak
memiliki tujuan yang jelas. Mari hanyalah teman
bertemu di perjalanan. "Inilah Kuala Lumpur Dik Zul. Ya selamat datang
di Kuala Lumpur. Semoga nasibmu berubah di sini.
Berubah jadi baik. Tidak sebaliknya. O ya, jadi kau mau
menginap di mana?" "Wah jujur saja Mbak. Saya tidak tahu harus
menginap di mana." "Katanya kau mengantongi sebuah nama dan nomor
telpon itu bagaimana?"
"Ya, saya coba telpon dulu Mbak."
Zul kaget dan tersadar dari lamunannya.
"Pakai hp saya saja Dik, tak usah pakai telpon umum.
Uziek Collections Uziek Collections Tuh telpon umum antrenya kayak gitu," Mari mengulurkan
hand phone-nya.. Zul menerima hand phone itu dengan tangan
kanannya. Sementara tangan kirinya merogoh saku celananya.
Ia mengeluarkan sobekan kertas. Lalu memanggil
nomor yang tertulis di kertas itu. Beberapa saat ia
menunggu tidak ada jawaban. Lalu ia ulangi lagi. Empat
kali ia memanggil dan tidak ada yang mengangkat.
Zul langsung menelpon nomor yang ia telpon
sebelumnya. Beberapa kali ia telpon tapi tidak juga
berhasil. "Tetap tidak ada yang mengangkat Mbak."
"Mmm...." gumam Mari sambil mengerutkan
keningnya. "Saya coba lagi Mbak."
Zul kembali melakukan panggilan. Tidak juga
"Bagaimana Dik?"
"Tidak ada yang mengangkat Mbak."
berhasil. "Mungkin sedang shalat. Kalau gitu ayo kita cari
makan dulu. Saya lapar. Setelah makan ditelpon lagi."
"Boleh." Mari berjalan di depan. Ia sangat hafal seluk beluk
Terminal Purduraya. Dan bisa dipastikan bahwa
pekerja Indonesia yang bekerja di sekitar Kuala
Lumpur sangat akrab dengan terminal bus paling
padat di Kuala Lumpur ini. Mari memilih makan di
Kak Long Cafe. Sebuah cafe milik seorang Muslimah
keturunan China. "Bisa jadi kita nanti akan sulit bertemu. Bahkan
mungkin akan tidak bertemu. Namun siapa tahu adik
perlu bertemu dengan saya suatu hari nanti. Atau perlu
bantuan saya. Saya akan kasih nomor telpon saya. Bisa
ditulis?" kata Mari selesai makan.
"Bisa Mbak. Terima kasih ya atas segalanya. Berapa
Mbak nomornya?" jawab Zul.
"Bagaimana, tidak berhasil juga?" tanyaMari.
"Iya." "Kau di sini asing. Kalau tidak ada teman kasihan.
Kalau kau mau kau bisa ikut saya menginap di tempat
saya." "Menginap di tempat Mbak?"
"Iya. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Di tempat
saya ada tiga kamar. Kau bisa menginap di salah satu
kamarnya. Paling tidak untuk sekadar melepas lelah.
Besok kau bisa mencari orang yang kautuju itu. Itu kalau
kau mau." Zul terdiam sesaat. Ia memang tidak kenal siapasiapa
di Kuala Lumpur ini. Nama yang ada dalam
"Wah mudah diingat Mbak."
sobekan kertasnya pun sebenarnya tidak kenal. Nama
itu adalah nama kenalan Pak Hasan. Katanya ia adik
kelas Pak Hasan sewaktu kuliah di Jogja yang sekarang
bekerja di Kuala Lumpur. Dan jujur ia memang perlu
istirahat. Perjalanan dari Batam sampai Kuala Lumpur
cukup membuatnya lelah. Apalagi dua hari sebelum
berangkat ia kerja lembur di sebuah bengkel.
"Coba orang yang kautuju itu dikontak lagi."
"Bagaimana Dik" Kalau kau mau ayo kita berangkat.
"0176767676. Bacanya mudah 01 terus tujuh enam
empatkali." Uziek Collections Uziek Collections Mumpung belum terlalu malam. Atau kau mau tidur di
bangku itu, ya tidak apa-apa. Tapi jangan kaget kalau
nanti ada operasi polisi dan kau dianggap gelandangan.
O ya bisa juga kau menginap di hotel Purduraya ini.
Tinggal kau jalan ke atas. Tapi ongkosnya ya lumayan."
Mari menjelaskan beberapa pilihan untuk Zul.
Zul masih belum mantap menentukan salah satu
pilihan. Hati kecilnya ingin menginap di hotel. Tapi uang
yang ia miliki benar-benar pas-pasan. Ia sebisa mungkin
harus menghemat. "Sudahlah Dik ayo ikut saya saja. Besok kau bisa
pergi ke mana kau suka. Ayo!" Kata Mari dengan tegas
seraya bergegas ke luar terminal. Ketegasan kata-kata
Mari membuat Zul seolah menemukan pilihan terbaik.
Ia pun mengikuti langkah Mari. Mereka keluar
menyeberangi jalan raya. Mari berjalan dengan cepat
meskipun ia harus menyeret tas kopornya. Zul berusaha
mengimbangi di sampingnya.
"Kita mampir di supermarket sebentar. Lalu kita ke
Terminal Pasar Seni cari bus Rapid KL yang ke Subang."
"Iya Mbak. O iya Mbak ini hand phone-nya nanti
lupa." "Ayo cepat.dikit."
Mereka berjalan menyusuri trotoar. Mari masuk
sebuah supermarket dan belanja makanan, sikat gigi,
odol, dan sabun mandi cair. Zul menunggu di depan
supermarket. Tak lama kemudian mereka kembali
berjalan. Sepuluh menit kemudian mereka sudah sampai
di Pasar Seni. Mari langsung naik Rapid KL jurusan
Subang. Zul ikut di belakangnya. Setelah membayar
karcis mereka duduk. Bus berjalan perlahan.
"Jangan kaget, nanti kau akan tinggal di tengahtengah
tenaga kerja wanita. Artinya penghuni rumah itu
semuanya wanita. Saya salah satu di antaranya. Rumah
saya dihuni enam orang. Ada tiga kamar. Satu kamar
berdua. Kebetulan ada dua orang yang sedang pulang
ke Indonesia. Jadi saat ini dihuni empat orang. Kau nanti
bisa tidur di kamar saya saja. Kebetulan di kamar saya
ada kamar mandinya. Jadi kau tidak akan mengganggu
Uziek Collections teman-teman saya yang lain."
Mari menjelaskan kondisi rumahnya. Zul mendengarkan
dengan seksama. la merasa sudah terlalu
banyak berhutang budi pada perempuan muda yang
baru dikenalnya itu. "Mbak baik sekali. Entah bagaimana saya harus
membalas budi Mbak. Saya malu pada Mbak."
"Jangan berpikir begitu. Kita ini sebagai manusia
sudah semestinya saling tolong menolong. Iya tho.
Manusia tidak bisa hidup sendirian. Iya tho Dik. Apalagi
kita sama-sama orang Jawa, dan sama-sama orang Indonesia
dan sama-sama orang Islam. Sudah jadi kewajibanku
membantu adik. Ya anggap saja aku ini kakakmu."
"Iya Mbak. Terima kasih Mbak."
Rapid KL membelah kota Kuala Lumpur. Karena
kelelahan Zul tertidur. Cukup pulas. Mari mengamati
dengan seksama, anak muda yang duduk di sampingnya
itu. Wajah polos khas Jawa. Wajah yang tampak begitu
muda. Ada guratan derita di sana. Namun ada juga gurat
keberanian dan kenekatan. Mari memperkirakan umur
pemuda ini lima tahun lebih muda darinya. la telah
masuk dua puluh tujuh. la perkirakan Zul tak lebih dari
dua puluh dua. Setelah satu jam berjalan akhirnya mereka sampai
di Subang. Mari membangunkan Zul. Zul bangun
dengan tergagap, "Sudah sampai tho Mbak?"
"Sudah Dik." Mari turun diikuti Zul. "Kita perlu jalan kira-kira dua ratus meter baru tiba
di rumah. Tak apa ya?"
"Tidak apa Mbak."
Mereka berjalan memasuki kawasan Taman Subang
Permai. Selama dalam perjalanan Mari bercerita tentang
teman-temannya. Uziek Collections "Rumah saya rumah teras. Rumah teras artinya ya
rumah biasa seperti rumah-rumah di Indonesia yang ada
terasnya. Bukan rumah apartemen. Saya menyewa
bersama teman-teman dari orang China. Rumah itu ada
tiga kamar. Kamar paling depan ditempati oleh Linda
dan Sumiyati. Linda asli Sukabumi, ia lahir di Amsterdam.
Linda ini belum bersuami dan cantik. Kau hati-hati jangan
sampai ada apa-apa dengan dia ya. Jangan
membuat masalah di negeri orang. Awas ya, kau harus
jaga iman kalau berhadapan dengannya! Terus teman
sekamarnya adalah Sumiyati, asli Blitar. Sumiyati juga
sudah bersuami. Kamar tengah saya yang menempati.
Saya sekamar dengan Iin. Kami memanggilnya Iin.
Nama aslinya Mutmainah. la asli Pati. Iin sudah bersuami
dan punya dua anak di Pati. Kamar yang paling belakang
saat ini kosong. Yang tinggal di situ adalah Reni dan
Watik. Keduanya sedang pulang kampung. Mereka
berasal dari satu kampung di Kendal Jawa Tengah.
Sebetulnya kau bisa tidur di kamar Reni dan Watik yang
kosong. Tapi di kamar itu tidak ada kamar mandinya.
Lebih baik nanti kau tidur di kamar saya saja. Biar saya
dan Iin yang tidur di kamar Reni."
"Iya Mbak." "O ya jangan kaget ya. Jika nanti mereka itu banyak
bicara. Mereka itu perempuan-perempuan yang paling
suka ngobrol dan banyak cerita. Jika kau tidak ingin
ngobrol kau nanti langsung saja tidur."
"Iya Mbak." Lima belas menit berjalan akhirnya mereka sampai
di sebuah rumah, yang tak jauh berbeda dengan
perumahan di Indonesia. Hanya pintunya dirangkapi
dengan pintu besi. Mari langsung membuka pintu. Dan
begitu ia masuk ia langsung disambut histeris temantemannya.
"Oi, Mbak Mar pulang!" teriak seorang perempuan
muda yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos
oblong. Uziek Collections "Hei kau bawa teman ya Mar?" tanya perempuan
berdaster panjang. "Iya. Ini, anggap saja adik saya. Namanya Zul. Dia
mungkin numpang cuma semalam saja/' jelas Mari.
"Adik apa adik?" ledek perempuan bercelana pendek.
Mari hanya tersenyum kecut.
"Kenalkan saya Zul, dari Demak."
"Saya Sumiyati, dari Blitar." Sahut perempuan bercelana
pendek. "Aku Iin. Soko Pati Mas."1 Perempuan berdaster
memperkenalkan diri denganbahasa Jawa. "Yo anggep
wae, iki ning ngomahe dewe. Anggep wae ning ngomahe
keluargane dewe."2 "Inggih matur nuwun Mbak."3 Jawab Zul.
"Si Linda mana?" tanya Mari.
"Seperti biasa Mbak ke KL. Seperempat jam yang lalu ia
dijemput sama si Chong Tong," jelas Sumiyati.
"Tak ada kapoknya anak itu!" sahut Mari dengan
nada tidak suka. "Yo mugo-mugo4 Gusti Allah membukakan jalan
baginya untuk taubat," lirih Iin.
"Amin!"tukas Mari.
"E... Mas Zul kok berdiri di situ saja. Silakan duduk
Mas. Monggo5 Mas." Sumiyati mempersilakan Zul untuk
duduk di kursi. "Ya Mbak terima kasih." Jawab Zul seraya duduk.
Sumiyati lalu bergegas ke dapur membuat minuman.
Sementara Mari dan Iin masuk ke kamar mereka. Mari
meminta Iin membantu merapikan kamar dan tempat
tidur. Dan menjelaskan sebaiknya Zul tidur di kamar
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang ada kamar mandi di dalamnya. Iin sepakat. Dengan
cepat mereka merapikan dan menyimpan pakaian dan
perkakas milik kaum perempuan yang tidak sepatutnya
dilihat kaum lelaki. Setelah mereka lihat rapi dan mereka
teliti tidak ada yang tidak patut, mereka kembali ke
ruang tamu dan mempersilakan Zul membawa tasnya
ke kamar. Uziek Collections Zul menurut. Ia membawa tasnya ke kamar. Ia masuk
dan menutup pintu. Zul mencium bau wangi di kamar
itu. Kamar yang bersih dan rapi. Jauh sekali bedanya
dengan kamarnya dan teman-temannya saat bekerja di
Batam. Zul mencopot jaketnya. Beberapa menit
kemudian kamarnya diketuk.
Ternyata Mari. Membawa nampan berisi teh hangat
dan satu piring roti donat yang tadi dibeli di supermarket.
"Istirahat saja. Ini minumnya. Di kamar mandi ada
sikat gigi yang masih baru, juga sabun cair, bisa kamu
pakai jika mau mandi. Handuknya sudah saya siapkan
di kamar mandi." Jelas Mari sambil meletakkan nampan
itu di atas meja rias. "Terima kasih Mbak."
"Jika perlu apa-apa bisa mengetuk kamar belakang.
Tiga Pukul tujuh pagi, Zul baru bangun tidur. la kaget karena
bangun terlalu siang. Sinar matahari telah menerobos
jendela dan masuk ke dalam kamarnya. la langsung
bangkit dan mengambil air wudhu dengan tergesa-gesa. la
belum shalat Subuh. Ketika hendak shalat ia bingung arah
kiblat. Terpaksa ia keluar kamar untuk menanyakan arah
kiblat. Di ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang santai,
Sumiyati dan Iin sedang asyik nonton televisi.
"Waduh arah kiblat mana ya" Waduh kok saya tidak
dibangunkan. Jadi terlambat shalat Subuh!" Kata Zul setengah
menggerutu. Tidak jelas kepada siapa kata-kata
itu ia tujukan. Pada Sumiyati atau pada Iin, atau pada
Saya ada di sana." "Iya Mbak." "Baik. Selamat istirahat." Kata Mari dengan tersenyum.
Ia keluar dari kamar dan menutup pintu kamar
dengan pelan. kedua-duanya. Zul merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk itu.
Terasa nyaman. Tapi ia merasa kulitnya seperti lengket
dengan pakaiannya. Sangat tidak nyaman. Ia lalu
beranjak ke kamar mandi dan mandi. Air yang
mengguyur sekujur tubuhnya itu serasa meremajakan
seluruh syaramya. Barulah setelah mandi iabisa istirahat
dengan nyaman. Sesaat sebelum tidur kilatan senyum
Mari yang tulus terbayang di mata. Ia tersenyum. Tibatiba
ia teringat perkataan Mari tadi siang,
Zul kembali ke kamar dan shalat. Setelah itu ia
"Jujur saja Dik ya, hampir di semua mata lelaki ada
binar liar serigala ketika melihat perempuan. Untuk itulah
menurut saya kenapa kaum lelaki diminta oleh Tuhan
untuk menjaga pandangan."
Ia kembali tersenyum. Lalu terlelap tidur.
Uziek Collections "Maaf Dik, kami segan mau membangunkan. Kiblat
ke arah jendela Dik." Jawab Iin kalem sambil memandang
ke arah Zul yang masih jelas bekasnya dari tidur.
kembali ke ruangan tamu. Ia tidak melihat Mari.
"Lha Mbak Mar ke mana" Apa masih tidur juga?"
"Ya tidak. Mbak Mar itu orang paling disiplin di
rumah ini. Ia sudah bangun sejak jam empat tadi.
Biasanya shalat Tahajjud. Terus nyuci pakaian. Tadi
setelah shalat Subuh ia langsung berangkat kerja." Jelas
Sumiyati santai sambil mengambil kacang tanah yang
ada di depannya. Lalu mengeluarkan isinya dan
memasukkan ke dalam mulutnya.
"O ya sebelum berangkat tadi Mar nitip pesan. Kalau
kamu sudah bisa menghubungi orang yang kamu tuju
dan mau pergi pagi ini atau siang ini tidak apa-apa. Kalau
masih betah dan mau menginap barang satu dua hari
lagi ya tidak apa-apa. Hanya saja Mar minta kalau siang
Uziek Collections ini orang itu tidak juga bisa kauhubungi kau sebaiknya
menginap semalam lagi. Siang ini dia akan mencoba
mencarikan informasi tentang tempat yang lebih pas,
sekaligus informasi tentang pekerjaan jika ada/' Iin
menyahut. "Sebaiknya, siang ini Mas istirahat saja dulu di sini.
Kan baru datang. Sambil menunggu informasi dari Mbak
Mar jika nanti ia kembali," sambung Sumiyati memberi
saran. "Saya mau keluar sebentar Mbak. Sekalian lihat-lihat
lingkungan. Saya mau coba telpon orang yang harus saya
hubungi itu sekali lagi," kata Zul.
"Ya, hati-hati Dik. Jangan lupa bawa paspor ya,"
tukas Iin Zul keluar mencari telpon. Lima puluh meter dari
rumah itu ia menemukan warung kelontong, namun di
situ tertulis kedai runcit. Di warung itu ada wartelnya.
Dari wartel itu ia mencoba menelpon nomor yang ia catat
dari Pak Hasan. Berulang-ulang ia menelpon, tapi tidak
juga berhasil. Ia mencoba menelpon Pak Hasan yang ada
di Batam juga tidak berhasil. Nomor Pak Hasan sedang
tidak aktif. Ia kembali ke rumah dan mendapati dua
perempuan itu telah rapi dan siap pergi.
"Dik kami harus berangkat kerja. Ini kunci rumah,
siapa tahu kamu mau keluar. Jika nanti kamu mau pergi
meninggalkan rumah, tolong rumah dikunci. Dan
kuncinya letakkan saja di bawah pot bunga itu. Oh ya
sarapannya sudah kami siapkan di dapur. Makan saja
yang banyak. Maaf seadanya." Dengan lembut Iin
menjelaskan. "O ya Mas, kalau mau lihat film-film Malaysia.
Nyalakan saja DVD player itu. DVD-nya ada di rak biru
itu," sahut Sumiyati. "Kami pergi dulu ya. Yah demi
mencari sesuap nasi Mas." Imbuhnya sambil membuka
pintu. Mereka berdua lalu bergegas meninggalkan
rumah. Ketika mereka sampai di halaman hendak
membuka pintu gerbang, sebuah mobil sedan Proton
Uziek Collections Wira berhenti tepat di hadapan mereka. Seorang
perempuan berpakaian sangat ketat keluar dari mobil itu. la
melambaikan tangan pada pengendara mobil yang
bermata sipit. "Baru pulang Lin?" sapa Iin.
"Iya Mbak. Tadi ketiduran di hotel," jawab perempuan
itu santai. Zul melihat dari pintu yang masih terbuka.
"Kamu itu mbok ya ingat akhirat meskipun sedikitsedikitlah
Lin" Ingatlah hari akhir kelak Lin!" Iin
menasihati dengan suara lembut.
"Aduh Mbak, kalau mau ceramah di masjid saja.
Saya sedang capek nih. Sory ya Mbak. Saya harus
istirahat. Lha itu kok ada cowok di rumah kita. Siapa
dial?" ketus Linda. "Itu adik saya dari Demak," jawab Iin.
"Orangnya baik kok Lin. Namanya Zul. Jangan takut
santai saja," timpal Sumiyati.
"Siapa yang takut. Saya tak pernah takut sama lelaki.
Apalagi lelaki Indonesia kurus kaya gitu. Lelaki dari
Amerika, Rusia bahkan Nigeria sekalipun saya tidak
pernah takut! Kenapa kalian masih mematung saja di
sini. Nanti kalian terlambat didamprat sama majikan baru
tahu rasa!" sengit Linda.
"Ya udah kami berangkat dulu. Jaga rumah baikbaik
ya Lin." "Ya," jawab Linda singkat sambil beranjak masuk
rumah. Ketika masuk rumah dan melewati Zul yang berdiri
di samping pintu Linda menyapa datar,
"Halo Mas, baru datang dari Indonesia ya?"
"Iya," jawab Zul singkat.
Linda langsung masuk ke dalam kamarnya.
Sementara Zul masih berdiri di samping pintu memandang
lurus ke depan, ke halaman dan jalan. la mendengar
dengan jelas percakapan tiga perempuan itu. Dan ia bisa
meraba, kira-kira apa pekerjaan perempuan muda
bernama Linda yang baru saja menyapanya itu. Dan
siang itu ia bisa jadi hanya akan berdua bersama Linda
Uziek Collections di rumah yang sepi itu. Ia berpikir apa yang akan ia
kerjakan seharian di rumah itu. Apakah ia akan hanya
tidur di kamar" Bagaimana kalau Linda mengajak
berbincang-bincang" Apakah ia akan bersikap cuek saja
terhadap Linda" Ataukah ia akan berpura-pura bersikap
baik kepadanya. Sebab ia paling tidak suka dengan
perempuan yang memiliki tanda-tanda sebagai perempuan
tidak benar. Dari cara Linda berpakaian dan dari
pembicaraan yang baru saja ia dengar, ia memiliki firasat
kuat bahwa Linda adalah jenis perempuan tidak benar.
Zul mengambil nafas panjang. Ia belum bisa memutuskan
akan bersikap bagaimana. "Saya harus cari uang dulu. Ibu saya tidak mungkin
membiayai saya kuliah. Ayah saya, saya tidak mengenalnya
sejak kecil. Ibu hanya cerita ia orang Belanda dan
sudah menikah lagi di sana. Sudah jadi orang penting di
Belanda. Ibu saya tidak meridhai jika saya minta uang
sepeser pun pada ayah saya. Kata ibu saya, saya boleh
ke Belanda, tapi tidak boleh mengemis pada ayah saya,
atau keluarga ayah saya. Ibu saya sangat dendam pada
ayah saya, dan dendamnya itu telah diwariskan pada
saya. Saya tidak akan menceritakan perihal dendam itu.
Pokoknya dendam yang sangat menyakitkan. Intinya
ayah saya pernah memperlakukan ibu saya dengan
"Mas pintunya ditutup saja. Di sini tidak lazim
membuka pintu lama-lama." Seru Linda dari kamarnya
yang hanya berjarak beberapa meter dari
tempat Zul berdiri. Secara reflek Zul menengok ke arah
suara. Pintu kamar Linda terbuka lebar dan Linda
merebahkan tubuhnya begitu saja di tempat tidurnya,
dengan sepatu hak tingginya masih terpasang di kedua
kakinya. Zul merasakan getaran dalam dadanya. Ia
langsung menutup pintu dan bergegas masuk ke
dalam kamarnya. sangat tidak manusiawi di Belanda. Dan itu saat mengandung
saya. Sementara Iin dan Sumi masih berjalan ke arah
hentian bus. Dalam hati Iin memanjatkan doa agar Linda
kembali ke jalan yang benar. Ada yang meleleh dari
kedua matanya yang berkaca-kaca. la sangat sayang
pada gadis cantik"yang sudah tidak gadis lagi"itu. la
ingat bagaimana awal perjumpaannya dengan Linda di
pagi yang cerah di KBRI Kuala Lumpur. Linda yang
berwajah Indo itu memperkenalkan diri sebagai
karyawati sebuah kantor maskapai penerbangan di
Kuala Lumpur. Pagi itu Linda ada sedikit urusan di
bagian konsuler. la tidak menanyakan detil urusan Linda
sebenarnya. la sendiri punya urusan yang membuatnya
pusing, gajinya selama lima bulan tidak dibayar oleh
majikan. la hendak melaporkan hal itu ke pihak KBRI.
Dari yang tak lebih dari dua puluh menit itu ia tahu Linda
memiliki cita-cita yang tinggi. Linda bercerita tentang
keinginannya melanjutkan kuliah sampai S.3 di negeri
tempat ia dilahirkan, yaitu Belanda.
Uziek Collections "Ya alhamdulillah, berkat peluh dan keringat ibu
saya, akhirnya saya bisa selesai kuliah di Jakarta dan
langsung mendapat pekerjaan. Sekarang saya bisa kerja
di Kuala Lumpur ini dengan gaji yang lumayan. Saya
akan menabung. Kalau bisa saya akan lanjut kuliah S.2
di sini baru nanti S.3 di Belanda. Jika saya sudah sukses,
kaya dan bermartabat, saya akan ajak ibu saya menemui
ayah saya dengan kepala tegak. Bahkan saya bercitacita
harus kaya hingga saya nanti bisa punya perusahaan
besar di Belanda. Harus lebih kaya dari Mr. Van
Braskamp. "Van Braskamp itulah nama ayah saya. Dia seorang
Belanda. Tapi saya sama sekali tidak kenal budaya
Belanda. Saya sejak umur dua tahun sudah di Sunda.
Hidup bersama kakek dan nenek saya. Ayah saya tidak
meninggalkan apa-apa kepada saya kecuali warna
kulitnya yang membuat saya lebih putih dari ibu saya.
Itu saja. Tapi saya akan membuktikan pada ayah saya
itu, suatu saat saya bisa lebih terhormat dari ayah saya
di negeri ayah saya. Itulah cita-cita saya Mbak Iin. Kalau
Mbak Iin punya cita-cita apa" Untuk apa kerja di
Malaysia ini?" Iin masih ingat saat itu ia hanya menggelengkan
kepala lalu menjawab, Uziek Collections "Saya tidak punya cita-cita yang tinggi seperti Dik
Linda. Saya hanya ingin dapat uang. Bisa membiayai
suami saya yang sedang sakit dan bisa membiayai dua
anak saya yang masih kecil-kecil yang sekarang diasuh oleh
adik saya. Itu saja. Juga punya tabungan untuk buka
warung di kampung. Itu saja Dik Linda."
Dan ia merasa alangkah beruntungnya Linda. Cantik,
pintar, masih sangat muda, dan berpenghasilan tinggi.
Tapi ia segera menyadari siapakah dirinya dan siapakah
Linda. Dirinya tak lebih hanya lulusan MTs dengan
penampilan sangat biasa, sementara Linda sudah sarjana
dan cantik pula. Pekerjaan kantor sepertinya tidak boleh
dikerjakan oleh orang desa"dengan wajah pas-pasan"
yang hanya lulusan MTs seperti dirinya.
Saat itu Linda tersenyum dan mengangkat kedua
tangannya seraya berdoa,
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Semoga cita-cita Mbak Iin dikabulkan oleh Allah.
Tapi jika melihat kehidupan Linda saat ini, ia yang
hanya orang desa dan cuma lulusan MTs seperti dirinya
merasa lebih bahagia daripada Linda. Buat apa pandai,
sarjana dan cantik jika hanya menjadi budak nafsu dan
setan. Dan hidup dalam lembah kehinaan.
Amin." Dalam hati ia ikut mengamini.
Di pertemuan yang singkat itu, ia sempat bertukar
nomor hand phone dengan Linda. Linda yang memberi
nomornya dulu. "Mbak ini nomor hope saya. Siapa tahu Mbak atau
teman Mbak ada yang ingin pulang liburan. Bisa pesan
tiketkesaya." Sejak itulah ia sering berkomunikasi dengan Linda.
Beberapa kali ia bertemu dengan Linda tanpa sengaja di
Menara Kembar Petronas KLCC. Seringkali Linda
mentraktirnya makan. Selesai makan biasanya mengajak
shalat di surau yang ada di sana. Ia melihat Linda begitu
agamis. Dan dalam balutan jilbab muka Indo itu bagai
bidadari surga yang turun ke bumi. Ia sangat takjub pada
keelokan dan kebaikan Linda. Dari rasa takjub itulah rasa
sayangnya pada Linda terbit.
Sejak kenal dengan Linda, ia sering membayangkan
alangkah enaknya bisa kerja seperti Linda. Duduk tenang
di kantor yang ber-AC dengan bayaran yang tinggi.
Kerjanya cuma mengangkat telpon. Lihat layar
komputer. Dan nulis nota. Tidak seperti dirinya yang
harus kerja di Warung Runcit6 dengan majikan yang kasar dan
pelit. Itulah yang ia pikirkan pada waktu itu.
Uziek Collections Baginya, sebagai wanita, kehormatan diri dan
kesucian diri adalah harta paling berharga setelah iman
kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Entah sudah berapa
kali ia berusaha mengingatkan Linda, baik dengan cara
yang paling halus maupun cara yang sangat terangterangan.
Baik dengan sindiran maupun ancaman siksa
neraka jahanam. Tapi ia melihat Linda sama sekali tidak
ada perubahan. Bahkan shalat pun sudah ia tinggalkan.
Ia sudah jarang melihat wajah blesteran Sunda Belanda
itu berbalut mukena putih. Ia merasa bidadari surga yang
turun ke bumi itu telah hilang.
Jika menghayati apa yang terjadi pada Linda,
hatinya sering miris dan merinding. Betapa berbedanya
Linda yang dulu dengan sekarang. Alangkah mudahnya
ketakwaan itu sirna dan iman itu hilang lenyap di akhfr
zaman seperti sekarang. Tidak sedikit orang yang dulu dikenal
karena ketakwaannya tiba-tiba dalam waktu tak
lama dikenal karena kedurhakaannya.
"Na'udzubillahi min dzalik. Ya Rabbi, jauhkanlah
hamba dari itu semua. Jangan Kaubiarkan iman ini lepas
dari hati hamba sedetik pun." Doanya dalam hati sambil
mengusap airmatanya. "Kenapa menangis Mbak Iin?" tanya Sumiyati.
"Tidak apa-apa. Aku hanya kasihan sama Linda.
Uziek Collections Jauh-jauh merantau ke sini, siang malam hanya untuk
menjual kehormatan dan bermaksiat. Kalau tidak mau
bertaubat sungguh kasihan. Rugi di dunia, rugi di
akhirat." "Iya Mbak. Aku masih ingat awal-awal Linda hidup
bersama kita, ia masih shalat dan masih mau membaca
Yasin. Tapi sekarang sepertinya dia tidak memiliki Tuhan."
"Hus. Jangan bilang begitu Sum!" bentak Iin,
"Semoga saja semaksiat-maksiatnya Linda, dia masih
mengakui Allah sebagai Tuhannya," lanjutnya.
"Semoga saja Mbak. Hidup di perantauan seperti kita
ini memang tidak mudah. Keimanan kita benar-benar
dipertaruhkan. Mbak tolong doakan saya ya. Itu, si Karan
kawan kerja saya di restoran sering menggoda saya. Saya
takut tergoda Mbak."
"Kau harus kuat Sum. Imanmu harus terus kaupupuk.
Kita harus sating menguatkan dan mengingatkan.
Kita harus sating mengingatkan bahwa
perzinahan itu termasuk dosa besar. Dan sekali orang
berzina, orang itu akan sulit lepas dari belenggu dosa
itu. Sangat memungkinkan ia akan melakukan yang kedua,
ketiga dan seterusnya. Dan itulah yang dikehendaki
setan. Jangan kita biarkan diri kita terperangkap
oleh kesempatan melakukan dosa besar itu.
Sebisa mungkin kesempatan itu jangan dibiarkan ada.
Aku sendiri Sum, aku mengakui diriku tidak cantik.
Tetapi aku juga mengalami apa yang kaualami. Banyak
yang menggoda. Tapi aku berusaha untuk kuat dan
berusaha menjaga agar jangan sampai setan menciptakan
kesempatan melakukan perbuatan dosa besar itu. Sebab,
jika kesempatan itu tercipta, aku kuatir imanku tidak kuat
untuk mencegahnya. Di antara caraku menjaga diri
adalah dengan tidak pernah meladeni segala bentuk
keisengan mereka yang menggodaku. Termasuk SMS
yang hanya iseng. Aku selalu berangkat tepat waktu dan
begitu saatnya pulang aku langsung pulang. Tidak
berlama-lama ngobrol di tempat kerja."
"Gitu Mbak ya?"
Uziek Collections "Iya." "Wah, untung Mbak kasih tahu. Si Karan itu
inginnya ngajak ngobrol terus selesai kerja. Ia bahkan
sering ngajak nonton film."
"Kalau ingin selamat, jangan kautanggapi sedikit pun."
"Iya Mbak." "Linda pernah cerita, ia menjadi seperti sekarang ini
bermula dari menanggapi SMS iseng teman kerjanya,
seorang pria muda asal Singapura."
"Cerita detilnya bagaimana Mbak?"
"Aku juga tidak tahu Sum. Linda hanya pernah
menyinggung bahwa semuanya bermula dari SMS iseng
seorang teman kerja asal Singapura. Seorang pria muda
yang menawan. Itu saja."
"Eh Mbak itu busnya datang. Ayo cepat!" teriak
Sumiyati. "Wah iya Sum, itu bus kita! Sahut Iin dengan mata
berbinar. Mereka berdua langsung mempercepat langkah. Bus
Rapid KL semakin mendekat, merapat di halte, lalu
menurunkan dan menaikkan penumpang. Kedua
perempuan itu mengejar dengan setengah berlari, takut
ketinggalan. *** Zul tidur di kamarnya, yang tak lain adalah kamar
Mari. Kedua matanya memandang langit-langit kamar
yang berwarna putih bersih. Sementara pikirannya
melayang ke mana-mana. Melayang ke perjalanan dari
Batam hingga ketemu Mari. Dan sampai di rumah yang
sama sekali tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia
masih juga berpikir apa yang harus ia lakukan siang itu.
Apakah tetap diam di rumah itu menunggu Mari pulang.
Sehingga ia bisa mendapat informasi dari Mari. Ataukah
ia nekat saja pergi dari rumah itu. Kenapa ia mesti
menunggu informasi dari Mari. Bukankah ia bisa nekat,
sebagaimana selama ini ia selalu nekat. Dan bukankah
sebenarnya ia pergi ke Malaysia juga berbekal nekat.
Uziek Collections tertulis dengan tinta biru. Liew Su Ying. Nama China.
Kalau ia nekat pergi dari rumah itu, siang itu juga,
lalu ia mau pergi ke mana" Ia tidak hafal Kuala Lumpur
dan sekitarnya. Apa asal pergi saja. Yang penting jalan.
Seperti waktu ia dulu nekat ke Jakarta. Tapi ia nyaris mati di
Jakarta karena dikeroyok berandalan jalanan. Apa ia
akan mengulangi nasib yang sama. Dan jika ia nekat,
berapa lama ia akan bisa bertahan" Uang yang ia bawa
sangat pas-pasan. Tak lebih dari seratus lima puluh
ringgit. Berapa lama ia bisa bertahan dengan seratus lima
puluh ringgit" Ia lalu berpikir realistis, apa salahnya menunggu
Mari pulang. Ia bisa dapat informasi yang lebih jelas.
Mungkin informasi ada pekerjaan yang membuatnya
bisa bertahan bahkan bisa memperbaiki nasib. Apa
salahnya menunggu sampai sore hari. Ia bisa tidur
seharian di kamar itu dengan pintu terkunci. Toh di kamar
itu ada kamar mandi dan WC-nya. Ia tidak perlu keluar.
Juga, tidak baik rasanya meninggalkan rumah itu tanpa
terlebih dulu pamitan pada Mari, yang begitu baik
padanya. Ia akhirnya mantap untuk tetap di rumah itu
siang itu, sampai Mari pulang. Jika Mari pulang dan ia
telah mendapatkan informasi dan petunjuk yang
mungkin sangat penting baginya, maka ia bisa pergi.
Zul mencoba berkonsentrasi memejamkan kedua
matanya, ia ingin tidur lagi. Namun konsentrasinya
buyar begitu telinga mendengar suara orang mandi. Ia
langsung yakin yang mandi itu adalah Linda. Sejurus
kemudian ia mendengar televisi dinyalakan. Ia lalu
mendengar lagu-lagu India dibunyikan dengan sedikit
keras. Ia benar-benar tidak bisa memejamkan kedua
matanya. Ia lalu bangkit dari kasur. Ia yakin tidak bisa tidur.
Ia lalu melihat-melihat isi kamar itu, ia mencari sesuatu
yang bisa dibacanya. Di samping meja rias ia melihat setumpuk
majalah dan koran. Juga ada beberapa buku.
Ia lihat buku-buku itu. Buku-buku ekonomi berbahasa
Inggris. Ia ambil satu. Judulnya International Monetary
and Financial Economics. Ia buka buku itu. Di halaman
paling depan ia menemukan nama pemilik buku itu
Uziek Collections Di bawah buku itu ada buku bersampul biru tua. Ia
ambil. Terbitan Oxford University Press. Judulnya Game
Theory with Applications to Economics. Ia
menggelenggelengkan kepala. Orang yang bisa memahami buku
seperti itu pastilah bahasa Inggrisnya mantap. Ia buka
halaman depan. Nama pemilik buku dan tanda
tangannya tertulis di situ. Laila Binti Abdul Majid, TTDI,
Kuala Lumpur. Ia yakin itu nama perempuan Melayu.
Ia jadi bertanya-tanya, kenapa buku ekonomi seperti
itu bisa ada di dalam kamar Mari dan Iin" Siapakah yang
selama ini membaca buku itu" Mari kah" Atau Iin kah"
Apakah mungkin mereka berdua bisa memahami buku
berbahasa Inggris" Tiba-tiba ia tersenyum, mengapa ia
bisa sebodoh itu. Bisa jadi orang China yang namanya
tertulis sebagai pemilik buku itu adalah orang yang
memiliki rumah ini. Bukankah ini rumah sewa" Dan
bukankah Mari mengatakan pemiliknya adalah orang
China" Ia menduga pemiliknya adalah orang China yang
menikah dengan perempuan Melayu.
Sangat mungkin, pemilik rumah itu tidak mengemasi
bukunya dan membiarkan buku-bukunya tergeletak
begitu saja di kamar itu. Lalu Mari dan Iin menatanya
jadi satu dengan majalah dan koran di samping meja ,
rias. Atau entahlah, yang jelas ia menafikan jika yang
punya dan yang membaca buku-buku ekonomi
berbahasa Inggris itu adalah Mari atau Iin. Melihat
tampang dan penampilan mereka sangat meragukan,
dan sangat tidak meyakinkan.
la lalu melihat-lihat beberapa majalah. Ada yang
terbitan Indonesia, Malaysia, Singapura dan bahkan
Hongkong. la mengambil yang terbitan Indonesia. la
bawa ke kasur. la baca sambil tiduran. Tak berapa lama
kemudian ia merasa mengantuk. Entah kenapa setiap
kali ia membaca rasa kantuk itu menyerang dengan
cepat. Saat ia berada di antara sadar dan tidak sadar
karena mulai masuk ridur, sayup-sayup ia mendengar
Uziek Collections pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia tidak jadi
memejamkan mata. sebenarnya bukan adiknya Mbak Iin?"
"Ah itu tidak penting. Tadi baru pulang kerja ya?"
"Iya saat ini aku kena sif malam. Jadi manusia
"Mas! Mas! Halloo! Buka dong!"
kelelawar. Malam jadwalnya kerja, siang jadwalnya
istirahat." "Jadi siang ini mau di rumah saja?"
Itu jelas suara Linda. "Iya. Sebentar!" sahutnya sambil bangkit menuju
pintu. Begitu pintu ia buka, tampaklah wajah Linda yang
sangat berbeda dengan wajah yang tadi ia lihat saat
Linda baru datang. Wajah Linda yang ada di hadapannya
tampak segar, dan menawan. Linda menyungging
senyum yang membuat dadanya berdesir. Ia sepertinya
belum pernah melihat pesona sesegar wajah Indo yang
ada di hadapannya. "Hallo Mas, maaf mengganggu. Tadi kita belum
kenalan. Kenalkan namaku Linda. Lengkapnya Linda
Van Braskamp. Aku kerja di sebuah hotel berbintang di
Kuala Lumpur." Sapa Linda sambil mengacungkan
tangan kanannya mengajak berjabat tangan. Zul langsung
menjabat tangan itu sambil memperkenalkan
dirinya, "E... nama saya Ahmad Zul. Saya berasal dari
Demak. Mbak Linda orang Belanda ya?"
"Ya. Ada darah Belanda. Tepatnya blesteran SundaBelanda. Tapi aku tetap merasa sebagai orang Indonesia.
O ya kapan Mas Zul sampai?"
"Tadi malam." "Berarti bareng Mbak Mar?"
"Ya." "Tadi Mbak Iin cerita, Mas adiknya Mbak Iin,
benar?" Zul tersenyum mendengarnya, ia lalu menjawab,
"Dikatakan adiknya Mbak Iinjuga boleh."
"Lho kok gitu. Kok ada juga bolehnya. Jadi
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Uziek Collections "Lha iya lah. Kan harus istirahat. Tapi aku lapar sekali.
Mau keluar cari makanan rasanya malas sekali. Aku
tengok di dapur ada nasi goreng. Itu pasti disedikan
untuk Mas Zul. Boleh saya minta sedikit Mas. Atau kita
makan bareng. Bagaimana" Mas Zul belum sarapan
kan?" "Belum." "Ayo kalau begitu kita makan bersama. Kita makan
di ruang tamu saja. Sambil ngobrol. Oh ya Mas Zul mau
minum apa" Aku bikinkan."
"Teh panas boleh."
"Baik. Mas Zul tunggu di ruang tamu saja ya, sambil
nonton televisi." "Baik." Linda ke dapur membuat minuman dan mengambil
makanan. Zul melangkah ke ruang tamu lalu duduk di
sofa sambil membaca majalah yang tadi ia baca. Tak
lama kemudian Linda muncul dengan membawa
nampan berisi dua piring nasi goreng dan dua gelas teh
manis. Zul mendongakkan muka dan melihat ke arah
Linda yang datang. Barulah ia memperhatikan pakaian
yang dipakai Linda, yang tadi tidak ia perhatikan. Linda
memakai gaun yang hanya pantas dipakai di kamar
tidurnya saja. Zul seperti terpaku dan terbelenggu di
tempat duduknya. Tubuhnya terasa kaku.
Linda meletakkan nampan di meja dan langsung
duduk di samping Zul. Bau wangi parfum Linda tercium
jelas oleh hidung Zul. Zul tidak bisa konsentrasi makan,
ia masih menata pikirannya yang ia rasakan mulai kacau.
Uziek Collections "Kok bengong saja Mas. Ayo dimakan. Tadi nasinya
sudah saya hangatkan. Kalau dingin tidak enak."
"E... iya Mbak."
Zul mengambil piring berisi nasi goreng dan mulai
menyantapnya pelan-pelan. Ia masih terus berjuang
menata kembali pikirannya yang mulai berpikir yang
"Rencana siang ini Mas Zul mau ke mana" Kalau tidak
ada rencana, di rumah saja menemani aku. Aku bawa film
Hollywood terbaru. Kita nonton berdua saja di rumah.
Kalau nonton film sendirian rasanya tidak seru."
"Saya belum ada rencana. Tidak tahulah. Saya
sebenarnya ingin jalan-jalan."
"Sebenarnya aku ingin sekali nemani jalan-jalan. Tapi
kurasa, aku harus istirahat dan nyantai di rumah. Kalau
Mas mau jalan-jalan sendiri tidak apa-apa. Kebetulan aku
ada kunci dobel. Sebentar ya."
Linda menghentikan makannya dan beranjak ke
kamarnya. Lalu keluar dengan membawa kunci.
"Nanti saya pikirkan."
"Sejak jumpa pertama kali tadi, kulihat Mas memang
banyak berpikir dan merenung. Jangan terlalu dibuat
serius hidup ini Mas, cepat tua nanti. Itu Mbak Mar, coba
nanti kalau ketemu kauamati dia baik-baik, karena ia
juga terlalu serius memikirkan hidup jadi kelihatan jauh
lebih tua dari umurnya. Padahal ia hanya selisih satu
tahun saja dariku." "Benarkah?" "Serius. Mbak Mar itu terlalu banyak mikir.
Semuanya dia pikir. Mau makan saja dia mikir, ini halal
tidak, haram tidak. Kalau aku sih selama enak kenapa
tidak" Sekarang aku menemukan agama baru. "
"Agama baru?" "Ya. Aku kasih nama agama enak. Pokoknya segala
yang enak-enak itu jadi ajarannya. Itulah agamaku
sekarang. Tuhannya adalah Tuhan yang maha membebaskan
manusia untuk berenak-enak."
"Astaghfirullah. Meskipun yang kelihatannya enak
itu dilarang agama."
"Ini bawa saja. Yang ini kunci gembok pintu besi dan
yang ini kunci pintu. Kalau Mas keluar dan saat pulang
aku sedang tidur tidak perlu membangunkan aku. Bawa
saja kunci ini selama Mas di sini."
"Agama yang mana" Kalau agamaku tadi ya jelas
tidak melarang. Kalau agama Islam seperti agamamu,
aku yakin kau Islam, ya aku tidak tahu."
"Terima kasih."
"Wah itu namanya agama hawa nafsu."
"O ya ngomong-ngomong Mas mau kerja di mana"
"Terserah, aku tidak peduli. Yang jelas aku merasa
enak, merasa bebas, merasa merdeka."
"Kalau di KTP apa agamamu?"
"Ya Islam." "Lho kok Islam?"
"Ya untuk formalitas saja. Biar tidak membuat sedih
Sudah ada agen yang mengatur?"
"Belum tahu. Masih mencari."
"O jadi belum dapat kerja. Begini Mas, ini kalau Mas
mau. Bagaimana kalau kerja di hotel tempat aku kerja. Tapi
kerjanya malam sih. Kalau mau, bisa aku coba hubungkan
ke pihak personalia. Aku kenal baik dengan penanggung
jawabnya. Gajinya lumayan kok. Bagaimana?"
banyak orang. Termasuk kakek dan nenek saya yang
sangat fanatik dengan agama Islamnya."
"Itu berarti kamu munafik."
Uziek Collections Uziek Collections "Kalau munafik itu enak kenapa tidak?"
Zul jadi pusing memikirkan makhluk di hadapannya.
la tidak mengira akan pernah menjumpai manusia seperti
itu dengan cara berpikir seperti itu.
"Baiklah Mas, saya akan cerita sedikit tentang
pekerjaan saya. Daripada nanti Mas mendengar cerita
yang sinis dari orang lain. Lebih baik Mas langsung
mendengar dari saya. Lebih baik saya jujur daripada saya
disebut munafik lagi. Sudah saya katakan agama saya
adalah agama enak. Pokoknya yang enak-enak itulah inti
ajarannya. Maka saya cari profesi adalah juga profesi yang
menurut saya paling enak. Dalam ajaran agama saya,
profesi saya tidaklah sebuah kejahatan. Tapi di agama lain
bisa jadi profesi saya disebut sebuah kejahatan bahkan
dosa besar. Aku tak peduli, aku punya agama sendiri.
"Profesi saya adalah menyenangkan orang-orang
penting. Orang-orang yang memerlukan hiburan.
Pekerjaan saya adalah menghiburnya. Tapi orang-orang
awam menyebut orang seperti saya ini sebagai pelacur. Ada
juga yang menyebut sebagai perempuan sundal.
Macammacamlah sebutannya. Tapi saya, berpegang pada
keyakinan saya, maka saya menyebut diri saya adalah
seniwati. Saya menjual jasa. Dan jasa saya adalah seni dan
keindahan. Itulah saya Mas. Bagaimana menurut Mas?"
"O ya?" "Terserah. Cuma aku yakin, yang tadi bicara bukan
nuranimu tapi nafsumu. Nanti suatu ketika saat engkau
menderita sakit, coba aku ingin dengar apa yang akan
kaukatakan dan kauucapkan?"
"Kau ini jahat. Masak berharap aku sakit dan
menderita." "Kau salah sangka. Sama sekali aku tidak berharap.
Tapi manusia yang normal terkadang ada saatnya sakit
juga. Saat sakit itulah manusia lebih banyak berbicara
dengan nuraninya daripada dengan nafsunya. Lha saya
ingin tahu apa yang akan kaukatakan saat kau dalam
keadaan seperti itu. Apakah berarti saat kau sakit kau
sudah tidak beragama lagi. Karena rasa enak itu sudah
tidak ada lagi. Atau bagaimana?"
"Saya akan bertahan dengan agama saya. Saya
yakin dengan temuan saya."
"Yah kalau begitu, bagimu agamamu dan bagiku
agamaku." *** "Aku hanya merasa kasihan padamu?"
"Kasihan, kenapa kasihan?"
"Entahlah, hanya merasa kasihan saja. Aku ini orang
awam juga. Tidak tahu apa-apa. Agama juga tidak tahu.
Hanya mendengar apa yang kaukatakan nuraniku
mengatakan orang seperti kamu ini sebenarnya bukan
hidup enak dan hidup senang. Tapi hidup dalam keadaan
sangat memprihatinkan. Dan perlu dikasihani."
Uziek Collections Uziek Collections Empat Selesai makan Zul memutuskan untuk jalan-jalan ke
pusat kota. la merasa imannya tidak kuat jika di rumah
itu terus, dan berduaan dengan Linda. la menyadari
dirinya hanyalah pemuda biasa yang masih lemah
imannya. Yang masih sering kalah melawan hawa
nafsunya sendiri. Tingkat ketakwaannya belumlah
sampai pada tingkatan Nabi Yusuf yang mampu
menepis godaan Zulaikha. la merasa setan yang ada
dalam dirinya lebih kuat dari dirinya. Maka ia harus
mengambil tindakan penyelamatan dan waspada. Ia
tidak ingin membuat dirinya celaka. Ia baru sampai di negeri
orang. Mau tinggal di mana saja belum jelas.
Pekerjaan juga belum jelas. Melangkahkan kaki mau ke
mana saja belum jelas. Maka ia tidak mau terjebak dalam
situasi yang mengakibatkan penyesalan. Ia teringat pesan
Mar saat menyebut nama Linda pertama kalinya,
"Linda ini belum bersuami dan cantik. Kau hati-hati
jangan sampai ada apa-apa dengan dia ya. Jangan
membuat masalah di negeri orang. Awas ya, kau harus
jaga iman kalau berhadapan dengannya!"
Tak ada jalan lain baginya kecuali pergi dan menjauh
dari sumber petaka. Api jika tidak bisa dilawan dan
dipadamkan maka jalan selamat adalah lari menjauh dari
api itu. Jika tidak maka api itu akan membakar dan
menghancurkan. "Maaf Mbak Linda, rasanya saya harus keluar jalanjalan.
Saya ingin melihat-lihat suasana. Bosan di rumah
terus. Nanti malam habis Maghrib mungkin saya datang
lagi. Tas danbarang-barang saya masih di kamar," kata
Zul pada Linda. "O ya. Hati-hati di jalan. Sudah bawa paspornya?"
sahut Linda "Sudah. Kalau mau ke pusat kota Kuala Lumpur
naik apa ya?" "Tadi malam datang pakai apa?"
"Bus " Uziek Collections "Rapid KL ya?" "Iya." "Kalau begitu naik saja dari tempat kau tadi malam
turun dan naik bus yang sama."
"Baik. Terima kasih. Salam buat Mbak Mar, Mbak
Iin, dan Mbak Sumiyati."
"Baik. Kalau ada apa-apa bisa telpon kami ya. Sudah
tahu nomor hp saya?"
"Belum." "Kalau nomor Mbak Mar sudah tahu?"
"Sudah." "Ya sudah. Itu cukup."
"Sekali lagi terima kasih. Saya pergi dulu."
"Ya, sekali lagi hati-hati di jalan. Jangan sampai tidur
di bus ya," canda Linda.
Zul menjawab dengan senyum lalu beranjak
meninggalkan Linda sendirian. Ia pergi hanya membawa
tas cangklong hitam berisi map dokumen-dokumennya,
sepotong sarung, dan kaos panjang. Itu saja. Ia merasa
mantap. Jika ia bisa menaklukkan Jakarta dan Batam,
maka ia sangat yakin ia pun bisa menaklukkan Kuala
Lumpur. Sepintas ketika ia tiba di Purduraya, ia melihat
suasana terminal bus paling padat di Kuala Lumpur itu
tidak seganas Pulogadung dan Kampung Rambutan
Jakarta. Ia pernah berkelahi dengan preman Pulogadung
dan tetap bisa hidup. Ia juga pernah ditodong preman
Kampung Rambutan dan bisa lolos. Jika ia terpaksa harus
bertemu dengan preman Kuala Lumpur ia merasa tak
perlu gentar. Orang Demak tidak boleh gentar berhadapan
dengan situasi apapun juga.
Dari Subang Jaya ia naik bus Rapid KL ke terminal
KL Sentral. Di KL Sentral ia sempat bingung mau ke
mana. Ia berinisiatif untuk mencoba menghubungi lagi nama
yang diberi oleh Pak Hasan sekali lagi. Setelah
bertanya kepada seorang lelaki India ia menemukan
telpon umum. Dari telpon umum ia menghubungi dan
masuk. Ia sangat berbahagia seperti mendapatkan rejeki
nomplok yang tiada terkira jumlahnya.
"Ini Pak Rusli ya?" tanyanya.
Uziek Collections "Iya benar. Ini siape?"
"Saya Zul Pak. Saya mendapat nama dan nomor
Bapak dari Pak Hasan Batam."
"O ya ya. Pak Hasan sehat ya?"
"Alhamdulillah Pak. Bagaimana caranya saya bisa
bertemu Bapak" Saya baru datang tadi malam dan tidak
banyak tahu tentang Kuala Lumpur. Terus terang saya
perlu sedikit bantuan Bapak."
"Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu
Saudara. Adik sekarang di mana?"
"Di KL Sentral Pak."
"Begini saja Dik. Dari KL Sentra adik naik KTM ke
Stesyen Mad Valley. Saya jemput di sana. Baru nanti kira
bicarakan segalanya dengan lebih leluasa."
"Apa tadi Pak, KTM ya?"
"Ya KTM, atau kereta listrik. Ingat ke Mad Valley! Turun
di Mad Valley. Saya memakai baju koko hijau lumut."
"Baik Pak. Terima kasih."
Tidak sulit baginya untuk naik KTM dan tidak sulit
"Itu maknanya adik diminta untuk belajar. Menuntut
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu. Saya tahu persis siapa Pak Hasan. Tapi adik tidak
akan bisa melanjutkan studi di sini, kalau tidak dengan
bekerja. Dari mana uang untuk membayar kuliah kalau
tidak dicari dengan bekerja" Iya kan?"
"Iya Pak." "Jangan kuatir. Di sini banyak kok mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja. Nanti kau akan aku temukan
dengan mereka. Insya Allah mereka akan banyak
membantu. Terutama berkenaan dengan urusan
pendaftaran di kampus. O ya kaubawa ijazah kan?"
"Bawa Pak." "Dulu kuliah di mana?"
"Di IKIP PGRI Semarang Pak."
"Jurusan apa?" "Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Pak."
"Ya ya ya. Gampang nanti bisa diatur untuk
dicarikan jurusan yang pas. Yang penting kau serius
lanjut kuliah kan?" "Iya Pak." "Bagus. Pak Hasan itu sebenarnya mendorongmu
untuk memiliki modal paling mahal untuk sukses dan jaya."
203 untuk mencapai Mad Valley. Siang itu, ia merasa
bahagia, sebab disambut dengan hangat oleh Pak Rusli,
yang tak lain adalah seorang murid Pak Hasan saat belajar
di Padang. Pak Hasan pernah mengajar di sebuah
202 pesantren di Padang sebelum berdakwah di Batam. Pak
Rusli mengajaknya makan siang di restoran Saji Selera
yang letaknya tak jauh dari Mad Valley Plaza.
"Jadi yang mendorong adik ke Kuala Lumpur ini Pak
Hasan?" "Iya Pak." Uziek Collections Uziek Collections "Apa itu Pak?" dengan keindahan dan kerapian kampus perguruan
tinggi tertua di Malaysia itu.
"Ilmu. Hanya orang-orang berilmulah yang akan
diangkat derajatnya oleh Allah. Banyak orang tidak
berilmu kaya, namun derajatnya tidak diangkat oleh
"Universiti ini masuk dalam jajaran 100 perguruan
tinggi terbaik dunia. Kau harus tahu itu. Semoga saja
kau nanti diterima lanjut S.2 di sini. Aku yakin orang
seperti kau akan meraih kecemerlangan di masa yang
akan datang." Ujar Pak Rusli menyemangati.
Allah. Tidak sedikit orang kaya yang jadi hina karena
"Doanya Pak." kekayaannya. Sebab ia tidak memiliki ilmu bagaimana
"Allah memberkati, insya Allah."
menjadikan kekayaannya sebagai jalan beribadah dan
menggapai kemuliaan. Setelah ini kau akan aku bawa
ke rumah teman-teman mahasiswa. Agar kau kembali
hidup dalam barakah lingkungan para penuntut ilmu."
"Iya Pak." Berulang kali Zul hanya menjawab: Iya Pak, iya Pak.
Agaknya Pak Rusli memperhatikan jawaban Zul.
"Kamu ini dari tadi kok cuma bilang; Iya Pak, Iya Pak.
Jawa betul kamu ini. Apa tidak ada kata-kata yang lain?"
"Mmm, aduh bagaimana Pak ya?"
"Sudah jangan dipikirkan. Ini hanya gurauan saja.
Ayo kita jalan." "Iya Pak." "Lha diulang lagi kan!" Seru Pak Rusli sambil
tersenyum lebar. Zul langsung meringis. Ia jadi heran sendiri, kenapa
terus mengulang-ulang kata-kata itu pada Pak Rusli.
Namun suasana jadi sangat cair. Sikap Pak Rusli yang
low profile membuatnya seolah sudah lama mengenal
lelaki berumur empat puluhan itu. Padahal belum ada
tiga jam ia bertemu dengannya.
Keluar dari Saji Selera, Pak Rusli membawanya
masuk kampus Universiti Malaya. Zul terkagum-kagum
Uziek Collections Setelah mengelilingi kampus Universiti Malaya, Pak
Rusli mengajak Zul shalat Ashar di masjid Akademi
Pengajian Islam. Setelah itu langsung memacu mobilnya
ke kawasan Pantai Dalam. Setelah keluar dari kawasan
kampus UM, di sepanjang perjalanan, tepatnya di
samping kiri, Zul melihat rel KTM. Sesekali ia berpapasan
dengan KTM yang melaju ke arah KL Sentral. Sepuluh
menit kemudian Pak Rusli memperlambat laju mobilnya.
Mobil itu memasuki daerah yang terkesan agak kumuh.
Setelah melewati jalan di bawah jembatan layang, mobil
itu belok kanan. Di hadapan Zul tampak apartemen putih
yang tinggi dan kusam. "Inilah Pantai Dalam, banyak mahasiswa Indonesia
di sini. Kita akan berkunjung ke rumah salah seorang di
an tar a mereka." Mereka berdua turun dari mobil dan bergegas ke arah
apartemen. Di tengah jalan mereka bertemu dengan anak
muda yang gayanya khas Indonesia.
"Assalamu'alaikum. Geng, mau ke mana?" sapa Pak
Rusli "Anu Pak mau beli minyak goreng," jawab anak
muda itu. "Geng, kenalkan ini namanya Zul. Dari Demak. la
baru datang tadi malam," kata Pak Rusli memperkenalkan.
Uziek Collections Anak muda itu langsung menyalami Zul sambil
memperkenalkan diri, "Saya Sugeng, dari Purworejo Jawa Tengah. Selamat
datang di Kuala Lumpur Mas."
"Iya Mas. Terima kasih," jawab Zul.
"Namanya Zul ya" Zul siapa lengkapnya?" tanya
Sugeng lagi. "Aslinya Ahmad Zul. Tapi teman-teman di SMA
sering memanggil Zul Einstein."
"Zul Einstein. Wah keren juga. Rencana mau masuk
UM?" "Jika Allah mengijinkan."
"Nanti saya bantu, insya Allah."
"Terima kasih Mas Sugeng."
"Pak Rusli saya jalan dulu ya. Saya cuma sebentar
kok. Langsung ke rumah saja Pak. Di rumah ada si Arif
sama si Yahya," terang Sugeng.
"Baik Geng. Jangan lupa beli yang segar-segar ya,"
tukas Pak Rusli renyah . "Beres Pak. O ya Pak jangan lupa lagi. Lantai sepuluh
Iho. Bukan lantai sembilan."
"O ya terima kasih. Namanya juga sudah tua sering
lupa. Ayo Zul kita jalan."
Pak Rusli dan Zul berjalan melewati samping
apartemen menuju apartemen berikutnya. Lalu masuk
lift yang mengantarkan mereka berdua sampai lantai
sepuluh. Keluar dari lift mereka berjalan ke arah kanan.
Di pintu flat tempat tinggal Sugeng dan teman-temannya
itu ada sriker bendera merah putih. Di bawahnya ada
tulisan: "Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!"
Menandakan bahwa mayoritas penghuninya adalah
orang Indonesia dari Jawa.
Pak Rusli mengetuk pintu dan dibukakan oleh seorang
pemuda gempal berambut tipis. la hanya memakai sarung
dan kaos putih. Pemuda itu menyambut dengan senyum.
Uziek Collections "O Pak Rusli. Silakan Pak."
Pak Rusli dan Zul masuk. Pemuda itu memperkenalkan
diri pada Zul. Namanya Yahya. Ia berasal dari Malang.
"Tesisnya bagaimana, Ya. Sudah selesai?" tanya Pak
Rusli. "Alhamdulillah sudah Pak. Minggu depan submit,
insya Allah," jawab Yahya dengan wajah cerah.
"Langsung lanjut Ph.D., Ya?"
"Insya Allah Pak, tapi saya mesti laporan ke pihak
UIN Malang dulu. Semoga saja diijinkan untuk langsung
lanjut Ph.D. Doanya."
"Allah memudahkan insya Allah."
Akhirnya Zul tahu bahwa Yahya dulu kuliah di
Pakistan jurusan sejarah dan peradaban. Sepulang dari
Pakistan ia diterima jadi dosen di UIN Malang. Lalu
melanjutkan S.2 di UM, dan sebentar lagi selesai. Setelah
itu akan langsung melanjutkan S.3.
la juga tahu flat itu terdiri atas tiga kamar. Dua
kamar mandi. Dapur. Dan ruang tamu. Yang tinggal di
situ lima orang; Sugeng, Yahya, Arif, Rizal, dan Pak
Muslim. Yahya dan Pak Muslim sudah menikah.
Sedangkan yang lainnya masih bujang. Sewa flat itu
enam ratus ringgit per bulan, atau sekitar satu juta enam
ratus ribu per bulan. Baginya itu sangat mahal. Enam
ratus ringgit ditanggung oleh penghuni rumah itu yang
berjumlah lima. Sehingga masing-masing orang kena
beban 120 ringgit per bulan. Jika berjumlah enam, maka
masing-masing orang kena beban seratus ringgit.
Yahya juga bercerita, bahwa awal-awal di Kuala
Lumpur ia sempat bekerja mencuci piring di restoran
dengan gaji yang sangat mepet. Ia juga pernah kerja di
sebuah kedai foto copy. Bahkan ia pernah bekerja sebagai
tukang bersih-bersih WC di Gedung Putra World Trading
Centre atau biasa disingkat PWTC.
"Apa saja saya lakukan untuk bisa hidup dan
Uziek Collections membayar uang kuliah. Meskipun diterima jadi dosen,
tapi saya belajar ini tanpa beasiswa. Saya dulu sempat
membawa isteri, tapi saya rasakan berat. Akhirnya
sementara ini isteri tinggal di Malang dulu. Semoga saja
nanti keadaan membaik. Dan saya bisa membawa isteri
lagi kemari untuk menemani membuat disertasi Ph.D."
jelas Yahya pada Zul. "Intinya tidak boleh malu. Tidak boleh menyerah.
Dan harus terus bergerak. Saya dulu awal-awal kuliah
di sini juga sama seperti Yahya. Hidup prihatin. Kerja
apa pun asal halal dan bisa membuat saya semakin kaya
saya lakukan. Alhamdulillah sekarang saya bisa membuka
usaha bekerjasama dengan orang Malaysia.
Cukup untuk menghidupi anak dan isteri. Begitu selesai
doktor saya langsung akan pulang ke Indonesia." Pak
Rusli menambahi. Tak lama kemudian Sugeng datang. Dan Arif yang
tadi tidur, terbangun. Pertemuan itu jadi semakin hangat.
Semua memberi semangat pada Zul. Zul merasa
menemukan orang-orang yang baik dan tulus. Yahya
bahkan menawarkan agar Zul tinggal saja di flat itu dan
bisa tinggal satu kamar dengannya.
"Tapi kamar saya agak sempit. Bagi saya tidak
masalah dihuni dua orang. Jika hati dan jiwa kita lapang
maka semua akan jadi lapang." Ucap Yahya dengan
wajah cerah. Tak ada keraguan bagi Zul untuk memutuskan
tinggal di flat itu bersama Yahya, Sugeng dan temantemannya.
Sore itu ia memutuskan untuk langsung
menginap di situ dan tidak kembali ke Subang Jaya.
Setelah mantap bahwa Zul tidak akan terlantar, Pak
Rusli mohon diri. Sebelum keluar pintu ia masih sempat
berkata pada Zul itu memungutnya. Jika ada apa-apa. Perlu bantuan apaapa,
telpon saya saja. Tak usah sungkan ya Zul."
"Iya Pak. Terima kasih atas segala kebaikannya."
*** Malam itu Zul bertemu dengan seluruh penghuni flat
itu. la tidak merasa menjadi orang asing di rumah itu.
Malam itu juga ia mendapatkan saran-saran yang sangat
membantunya dalam menentukan langkah selanjutnya
di Malaysia. Semua yang ada di rumah itu ingin
memberikan bantuan semampunya.
Sugeng menawarkan diri untuk membantunya
mengurus pendaftaran di UM. Karena Zul masuk ke
Malaysia tanpa single entry maka urusan imigrasi pasti
akan sedikit ada masalah. Rizal yang sudah punya
pengalaman dalam masalah ini bersedia mendampingi
Zul jika nanti harus berurusan dengan masalah visa.
Yahya dan Arif akan membantu mencarikan informasi
kerja. Dan Pak Muslim, yang paling tua di rumah itu,
menawarkan sepeda motornya jika akan digunakan Zul.
Pak Muslim akan mengadakan penelitian di Sabah
selama tiga minggu. Berarti sepeda motornya bisa dipakai
selama itu. "Ini masih bulan April. Awal semester bulan Juli.
Masih ada waktu sekitar tiga bulan. Sebaiknya Zul daf tar
dulu saja. Selama tiga bulan bekerja sungguh-sungguh
agar bisa membayar awal semester. Yang pasti jumlahnya
agak lumayan. Besok kita lengkapi syarat-syaratnya. Dan
lusa kita masukkan berkas ke IPS.7 Untuk uang
pendaftaran yang 30 dollar itu biar saya talangi dulu.
Jadi, dua hari kita targetkan berkas sudah masuk. Setelah
itu baru konsentrasi cari kerja. Bagaimana?" Jelas Sugeng.
"Saya ikut saja." Lirih Zul.
"Coba lihat, mana ijazahmu" Kau bawa kan?"
"Saya akan coba mencari informasi. Jika ada
lowongan nanti saya beritahukan. Yang jelas optimislah,
bahwa Allah itu Mahakaya. Allah sudah mengatur jatah
rejeki hamba-Nya. Tergantung bagaimana hamba-Nya
Uziek Collections 7 IPS : Institute Postgraduate Studies.
Zul mengangguk dan mengambil tas hitamnya. la
Uziek Collections keluarkan map berisi berkas-berkas pribadinya dari tas
itu. la berikan map itu pada Sugeng. Sugeng lalu
membuka dan meneliti dengan seksama. Ijazah SD sampai S.l
ada di situ. Sugeng lalu melihat ijazah S.l itu
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kening berkerut. "Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia ya?"
"Iya Mas." Jawab Zul pelan
"Pak Muslim, sini Pak!" Seru Sugeng pada Pak
Muslim yang sedang asyik menulis di depan layar
komputer di kamarnya. Pak Muslim langsung mendekat.
"Iya ada apa Geng?" tanya Pak Muslim sambil
membenarkan gagang kaca matanya.
"Zul ini, S.l-nya jurusan pendidikan bahasa Indonesia.
Sebaiknya kalau masuk S.2 UM di fakultas apa,
jurusan apa, Pak?" Pak Muslim berpikir sejenak. Lalu berkata, "Lha Dik
Zul sendiri ingin masuk fakultas apa?"
"Fakultas pendidikan, Pak." Jawab Zul seraya
mendongakkan kepalanya ke arah Pak Muslim yang
berdiri di samping Sugeng.
yang putus sekolah karena tidak ada biaya.
Mereka selesai SD langsung bekerja di sawah atau kerja
di pabrik-pabrik yang ada di Kawasan LIK Semarang.
Malam itu, untuk pertama kalinya ia tidur dalam
keadaan lebih nyaman dan tenteram. Dadanya terisi
cahaya optimisme dan semangat. Bertahun-tahun
sebelumnya ia selalu tidur dalam bayang kekuatiran, rasa
takut dan ketidakpastian hidup. Ia mengalami itu sejak
Pakdenya, orang yang merawatnya sejak kecil, meninggal
saat ia masih di bangku kelas 3 SMA. Sejak itu
ia seperti merasakan ketidakpastian hidup. Dengan
berusaha tetap tegar ia akhirnya berhasil juga menyelesaikan
SMA-nya bahkan bisa tetap kuliah. Dan selesai
juga kuliahnya. Namun selesai kuliah ia belum juga
mantap menapakkan kakinya. Hal itulah yang membuatnya
merantau. Dari Semarang ke Jakarta. Lalu ke
Batam. Dan akhirnya ke Malaysia.
Dan malam itu, setelah ia bertemu dengan orangorang yang berpendidikan dan tulus, ia banyak
mendapatkan pencerahan. Kisah hidup Yahya yang
begitu rendah hati mau bekerja apa saja saat menuntut
ilmu membuatnya kembali terlecut. Ia dulu, saat kuliah
di Semarang, juga pernah mengalami apa yang Yahya
alami. Saat kuliah ia pernah bekerja menjadi tukang
becak, kuli panggul di Pasar Genuk, satpam di LIK, dan
"Kalau gitu ya masuk fakultas pendidikan saja.
Jurusannya, kalau saya boleh menyarankan sosiologi
pendidikan saja." Sahut Pak Muslim.
"Bagaimana dengan saran Pak Muslim, Zul?" tanya
Sugeng. "Boleh. Saya sepakat."
Malam itu Zul merasa menemukan sctitik cahaya
yang bisa dijadikan sedikit penerang bagi jalan masa
depannya. la kembali mendapatkan gairah hidup yang
baru. la merasakan kedamaian seperti rasa damainya saat
dulu bisa melanjutkan pendidikan setelah lulus SD. la
tetap bisa lanjut ke SMP meskipun harus dengan bekerja
membantu Pakdenya di Pasar Sayung sepulang sekolah.
la merasa bahagia saat itu, sebab banyak temantemannya
Uziek Collections terakhir penjaga parkir di Pasar Johar.
Yang ia rasakan, bedanya Yahya dengan dirinya
adalah Yahya begitu mantap dan bahagia dengan apa
yang dilakukannya. Yahya menganggap hal itu bukan
beban, tapi suatu kenikmatan. Yahya memasukkannya
sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian. Tapi dia
selama ini bekerja, selalu saja menganggap sebagai
beban. Dalam hatinya selalu saja masih ada rasa kuatir
dan merasa tertekan. Dan malam itu ia mendapatkan
pencerahan yang membuatnya merasa lebih tenang.
Malam itu ia tidur dengan bibir menyungging
senyum optimis. Ia optimis telah menemukan jalan untuk
Uziek Collections memperbaiki masa depan. Ia tidur dengan sama sekali
tidak mengingat Mari, Iin, Sumiyati dan Linda di Subang
Jaya. Sementara di Subang Jaya sana, Mari berangkat
tidur dengan perasaan kehilangan. Entah kenapa ia
merasa ada yang hilang dari hatinya. Ia telah mendapatkan
informasi pekerjaan untuk Zul. Dan ia pulang
dengan perasaan bahagia, sebab ia yakin Zul masih ada
di rumahnya. Dan ia akan memberikan informasi
pekerjaan itu pada pemuda itu. Ia akan melihat pemuda
itu bahagia lalu mengucapkan terima kasih padanya.
Namun ia kecewa saat ia dapati Zul tidak ada. Ia masih
berharap, malam itu Zul akan kembali ke rumah itu.
Namun ia kembali kecewa. Sampai pukul satu malam ia
menunggu Zul tidak juga muncul. Akhirnya ia tidur
dengan perasaan masygul. *** Lima Dua hari pertama di Pantai Dalam Kuala Lumpur,
Zul sibuk mengurus berkas-berkas pendaf tarannya ke
Universiti Malaya. Dengan sabar Sugeng menemani dan
mengantar ke sana kemari. Sugeng juga yang mengusahakan
rekomendasi dari dua orang guru besar di
Universiti Malaya (UM). Dan di hari ketiga berkas itu
berhasil dimasukkan ke Institute Postgraduate Program
(IPS). Zul mengambil program kerja kursus dan tesis di
Fakultas Pendidikan Jurusan Sosiologi Pendidikan.
"Kita tinggal menunggu surat panggilan dari UM.
Jika diterima nanti pihak IPS UM akan mengirim offer letter ke
alamat kita. Dengan offer letter itulah nanti kamu
mengurus registrasi dan lain sebagainya." Jelas Sugeng
pada Zul setelah berhasil memasukkan berkas ke IPS.
"Berapa lama kita menunggu offer letter Mas?"
"Mungkin dua bulan lagi sudah kita terima. Sekarang
yang paling penting kamu mempersiapkan biaya untuk
registrasi jika diterima nanti. Jika ditotal paling tidak nanti
kamu harus keluar uang tiga ribu ringgit lebih."
"Besar sekali ya Mas."
"Ini untuk pertama kali saja. Setelah itu tiap semester
biaya SPP-nya terus turun. Kalau ditotal biaya kuliah di
sini dengan di Indonesia kurang lebih sama. Namun jika
kita bandingkan f asilitasnya, rasanya di sini lebih murah.
Hanya saja biaya hidupnya di sini cukup tinggi. Tetapi
dengan menyempatkan diri sambil bekerja, semua biaya
bisa ditutupi. Sekali lagi yang agak berat itu memang
biaya masuk awalnya."
"Saya harus menyiapkan tiga ribu ringgit lebih ya
Mas." "Iya." Zul mengerutkan keningnya. Dalam waktu sekitar
tiga bulan ia harus mencari uang sebanyak itu. Ia agak
gamang, apakah ia bisa. Uziek Collections Uziek Collections "Jangan kuatir, yang penting Zul berusaha dulu. Jika
nanti masih kurang, saya akan bantu mencarikan
pinjaman dulu. Yang penting, Zul bisa mulai kuliah untuk
sesi Juli yang akan datang."
"Iya Mas, terima kasih atas segalanya. Saya akan
berusaha keras. Tadi pagi setelah shalat Subuh Mas Rizal
mengajak saya untuk kerja lembur di restoran sebuah
hotel nanti malam." "Kalau begitu ayo kita pulang sekarang Zul. Kau
perlu istirahat untuk persiapan nanti malam. Sementara
nanti pukul dua saya ada jadwal mengajar budak-budak8
Malaysia di Damansara."
"Ayo Mas, berarti kita shalat Zuhur di surau di bawah
flat kita." "Iya." *** Sore itu menjelang Maghrib, Zul telah siap-siap untuk
mulai kerja pertama kalinya di negeri Jiran. Ia begitu
bersemangat. Sebab ia punya tujuan yang jelas untuk
apa bekerja. Rizal senang melihat Zul bersemangat. Ia
senang, sebab malam itu ada yang menemaninya.
Selama ini ia biasanya sendirian saja.
"Kita harus sampai di Hotel Grand Season sebelum
pukul setengah delapan. Pesta ulang tahun selebriti
Malaysia ini akan berlangsung dari pukul delapan sampai
pukul sebelas malam. Kita mungkin akan pulang sekitar
pukul satu malam. Sebab selain kita bertugas menjadi
pelayan yang menghidangkan makanan. Kita juga
bertugas membersihkan peralatan setelah acara itu.
Bagaimana kau siap Zul?"
Mereka berdua lalu turun dari flat. Lalu dengan
sepeda Honda tua tahun tujuh puluhan mereka meluncur
menyisiri jalan raya Kuala Lumpur.
"Kenapa tadi tidak memakai motornya Pak Muslim
saja Mas" Lebih cepat." Kata Zul saat melihat Rizal
berkali-kali melihat jam tangannya sambil mengendari
sepeda motor tuanya. "Memakai milik sendiri meskipun tua seperti ini
rasanya lebih nyaman. Insya Allah tidak terlambat kok."
Jawab Rizal. "Semoga Mas." Mereka berdua akhirnya sampai di Hotel Grand
Season yang berada di kawasan Chow Kit tepat pukul
19.15. Mereka langsung shalat Maghrib. Selesai shalat
Maghrib mereka mendapat briefing dari penanggung
jawab restoran. Dan malam itu Zul bekerja dengan penuh
hati-hati dan dedikasi. Ia begitu semangat, seolah tidak
terasa lelah. Dalam acara yang serba mewah dan glamour itu ia
bisa melihat dari dekat selebritis-selebritis papan
Malaysia. Termasuk diva pop Malaysia yang sangat
terkenal di Indonesia. Hanya saja ia tidak berani kenalan,
minta tanda tangan atau minta foto bersama. Dalam hati
kecil ada juga sebenarnya keinginan untuk sekadar
menyapa bahkan minta tanda tangan. Ia hanya
membayangkan jika bisa foto bersama artis paling
populer di Malaysia dan Indonesia itu, lalu bisa memasang
foto itu di kamarnya, atau mengirim foto itu pada
temantemannya di Batam, pastilah ia akan merasa bahagia.
Namun ia tak memiliki keberanian untuk melakukan itu semua.
la juga merasa, sebagai pelayan, sangat tidak etis
"Siap Mas." jika sampai berani melakukan hal itu.
"Ayo kita berangkat."
8 Anak-anak. Orang Malaysia menyebut anak dengan kata
budak. Uziek Collections Di akhir acara, ia sempat diajak bicara oleh seorang
wartawati sebuah stasiun televisi Malaysia. Cantik. Ia
sangat tersanjung. Wartawati itu, entah iseng entah serius
menanyakan ia berasal dari mana" Lulusan apa" Dan
Uziek Collections apa motivasinya kerja di restoran hotel itu" Ia menjawab
semuanya dengan jujur. Bahwa ia berasal dari Indonesia.
Lulus S.l dari sebuah universitas di Semarang. Dan kerja
di situ karena harus survive dan harus bisa membayar
biaya SPP-nya di UM. Wartawati itu agak terkejut.
"Jadi awak sekarang sedang buat master di UM?"
"Iya." deras turun. Rizal nekat menerobos hujan itu. Dan
malangnya, rantai sepeda motor tua itu putus. Jadilah
mereka berdua jalan kaki sepanjang empat kilometer
sambil menunrun motor. Mereka sampai di Pantai Dalam
pukul lima. Rizal minta maaf kepada Zul,
"Sorry Zul ya. Jika pakai sepeda Pak Muslim,
mungkin kita tidak perlu jalan kaki sejauh itu."
"Tak apa-apa Mas. Malah jadi kenangan indah tak
terlupakan." "Ya. Nanti bisa kita ceritakan ini pada anak cucu kita
"Dan awak ini bekerja untuk bayar studi awak?"
hahaha." "Iya." "Hahaha." "Wah boleh. Awak boleh dikata seorang wira9 sejati.
"Zul Hadi. Ada number yang bisa dikontak tidak?"
Begitulah. Sejak itu Zul larut dalam dunia kerjanya.
Ia benar-benar mati-matian bekerja. Siang dan malam.
Demi bertahan hidup dan demi bisa membayar uang
kuliahnya. Selain bekerja insidentil di hotel-hotel kalau
ada acara-acara besar, secara rutin siang hari Zul bekerja
di pom bensin selama enam jam. Rizal jugalah yang
mencarikan kerja di pom bensin itu. Dan malam hari ia
ikut Arif bekerja sebagai pelayan Jamaliah Cafe di daerah
Taman Seputeh. Biasanya ia berangkat pukul tujuh
malam dan pulang pukul tiga pagi. Nyaris ia hanya
istirahat beberapa jam saja setiap hari. Karena kesibukannya
itu, ia belum juga sempat mengambil barangbarangnya
yang ia tinggal di rumah Mari, di Subang
Jaya. Ia bahkan nyaris melupakannya.
"Wah tak ada. Tapi saya ada alamat email mau?"
Suatu hari ia hanya bisa mengirim SMS kepada Mari:
9 Kesatria, pahlawan. "Assalamu'alaikum Mbak Mari. Maaf ya, sy blm bs ke
tmpt Mbak. Juga maaf pada wkt itu tdk smpt pamitan.
Alhamdulillah sy sdh dpt kerja. Dan sdh dpt tmpt tnggl
yg nyaman. Trs trng sy sdng sngt sibuk. Nnti jk sdh agak
longgar sy k tmpt mbak untk ambil barang insya Allah.
Terima kasih atas sgl kebaikannya ya. Dari adikmu: Zul."
Saya takjub sama awak. Kalau boleh tahu ambil fakulti
apa?" "Fakulti Pendidikan, spesialisasi Sosiologi Pendidikan."
"Terima kasih. Saya sangat kagum dengan awak.
Semoga berjaya. Ini kad nama saya. Suatu masa nanti
kita lanjutkan pembualan kita ya" O ya lupa lagi, siapa
nama awak tadi?" "ZulHadi." "A...boleh,boleh."
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Zul lalu menyebutkan alamat emailnya. Wartawati
itu mencatatnya di note book-nya. Lalu wartawati itu
pergi sambil menganggukkan kepala dan melempar
senyum kepadanya. Zul balas mengangguk dan
tersenyum. Pengalaman pertamanya kerja di Kuala Lumpur
malam itu sangat mengesankan. Malam itu, ia pulang
pukul setengah dua malam. Di tengah perjalanan hujan
Uziek Collections Dalam SMS itu ia mengatakan sebagai adik Mari.
Karena ia merasa Mari memang tepat dijadikan
kakaknya. Dan saat bertemu untuk pertama kali ia
merasakan Mari begitu baik. Dan seolah Mari menganggap
Uziek Collections dirinya sebagai adiknya. Smsnya itu langsung dibalas oleh Mari,
"Wassalamu'alaikum wr wb. Alhdulillah kau ternyata
masih hidup :) Aku smpat khwtir krn kau pergi dan dua
bulan tdk ada kbrnya. Ya, smg sehat dan sukses.
Barangbarangmu masih terjaga dgn baik di sini. Oh ya skdr
informasi, jk nnti ke sini mngkn tak akan bertm Mbak Iin
lagi. Dia sdh pulang ke Indonesia tiga hari yang lalu.
Dan kemngkinan besar tidak akan kembali lagi ke sini.
Terima kasih telah menganggapku sebagai kakak.
Selamat bekerja. O ya apakah ini nomor hpmu" Salam
sayang dari kakakmu: Mari."
Ia bahagia sekali membaca SMS itu. Ia merasakan
bahwa Mari memang orang yang tulus. Menolong
dirinya tanpa pamrih apapun. Terkadang terbersit dalam
pikirannya andai saja Mari masih gadis dan umurnya lebih
muda darinya. la merasa bisa jatuh cinta padanya.
Cepat-cepat ia menepis pikiran yang tidak-tidak itu. la
lalu menjawab pertanyaan Mari,
"Mbak ini bukan nomor hp saya. Tapi nomor teman
saya. Tapi saya punya alamat email. Jika ingin
mengabarkan sesuatu kpd sy, ini alamatnya:
zoel_guanteng@okaymail.com. Terima kasih."
Ia lalu menerima jawaban singkat dari Mari,
"Ya. Baik." *** Zul terus berjuang dan bekerja. Suatu hari datanglah
surat dari Universiti Malaya. Zul benar-benar diterima
di perguruan tinggi tertua di Malaysia itu. Dan setelah
mati-matian bekerja siang dan malam selama tiga bulan,
ia bisa membayar registrasi pascasarjananya. Namun
uangnya habis untuk registrasi dan mengurus student
pass. Padahal ia harus segera aktif kuliah. Ia tidak bisa
lagi kerja full time seperti dulu. Tapi pemasukannya harus
Uziek Collections tetap seperti dulu. Ia agak bingung menyikapi hal itu.
Apalagi jika ia harus naik bus setiap hari dari Pantai Dalam ke UM. Ongkos hidupnya jadi semakin bertambah.
Apa yang ia hadapi itu ia sampaikan kepada Yahya,
orang saat ini ia anggap paling dekat dengannya. Sebab
Yahya tinggal satu kamar dengannya. Yahya menyimak
apa yang disampaikan Zul dengan penuh perhatian. Ia
menjadi pendengar yang baik. Setelah Zul menyampaikan
masalahnya secara tuntas, Yahya menanggapi,
"Bisa disiasati. Sesungguhnya setiap kali Allah menghadapkan
manusia pada satu masalah, sebenarnya Allah
juga menyiapkan jalan keluarnya. Inna ma'al 'usriyusra.
Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada kemudahan.
Begitulah Al-Quran membahasakan. Apa yang kaualami
sekarang ini pernah saya alami. Kau masih lebih
beruntung Zul, sebab bisa bayar registrasi tanpa
berhutang. Saya dulu sampai berhutang. Mari kita
petakan apa yang kauhadapi satu per satu.
"Jika kau aktif kuliah artinya waktumu untuk bekerja
di siang hari sangat sedikit. Tapi kau bisa bekerja Sabtu
dan Minggu. Sebab masa aktif kuliah cuma lima hari.
Tapi saya sering lihat juga, bahwa untuk pascasarjana
fakulti pendidikan sering masuk sore hari. Sebab
mahasiswa dari pribumi Malaysia banyak yang dari
kalangan guru. Pagi mereka mengajar, baru mereka bisa
masuk kuliah sore hari. Yang paling penting, kau harus
pastikan jadwal kuliah secepatnya. Baru bisa menata
kapan dan di mana kau bisa kerja. Dan ada lagi yang
juga sangat penting Zul, yaitu mulai sekarang kau harus
memiliki sepeda motor sendiri. Selama ini kau bisa pinjam
Rizal, Pak Muslim, atau siapa saja yang sepeda motornya
nganggur. Tapi sekarang tidak bisa Zul. Kau sudah punya
jadwal kuliah. Dan kau akan punya jadwal kerja sendiri,
yang berbeda dengan Rizal sekalipun. Kalau kemarin
kau bisa berangkat kerja bersama Rizal, sekarang belum
tentu bisa. "Menurut saya, sepeda motor sudah kebutuhan primer
bagi mahasiswa UM. Tidak sekunder lagi. Bahkan kalau
Uziek Collections disuruh memilih penting mana sepeda motor sama
komputer" Saya akan langsung jawab; penting sepeda
motor. Kita tidak akan leluasa bergerak tanpa sepeda
motor. Tapi kita masih bisa mengerjakan tugas dengan baik
meskipun tidak memiliki komputer. Sebab di kampus
fasilitas komputer sangat berlebih. Di mana-mana ada
komputer dan internet. Itu yang bisa saya sarankan Zul."
Zul memikirkan dan merenungi saran Yahya benarbenar.
Apa yang disarankan Yahya ia rasakan banyak
benarnya. Ia harus punya sepeda motor meskipun tua
dan butut. Akhirnya dengan memberanikan diri, ia
meminjam uang pada Pak Muslim untuk membeli sepeda
motor. Ia membeli sepeda motor yang murah, Suzuki
tahun tujuh puluhan akhir.
"Yang penting bisa jalan dan mengantarkan sampai
tujuan." Gumamnya dalam hati.
Setelah itu ia melihat jadwal kuliahnya. Dan menata
jadwal kerjanya. Dengan terpaksa kerja di pom bensin
ia tinggalkan. Sebab kerja di pom bensin itu banyak
bertabrakan dengan jadwal kuliahnya. Sebagai gantinya
ia kerja di warung runcit. Berangkat pukul delapan
sampai pukul dua siang. Setiap hari. Jadwal kuliahnya
banyak di sore hari. Mulai pukul tiga atau pukul empat.
Dan seringkali selesai pukul sembilan malam. Di atas
pukul sembilan masih ia gunakan untuk bekerja di kedai
Jamaliah Cafe. Hanya dua jam setengah saja. Dari pukul
setengah sepuluh sampai pukul dua belas malam. Ia
hanya punya waktu untuk belajar setelah shalat Subuh.
Dan itu ia gunakan sebaik-baiknya. Jika setelah Subuh
ia tidak belajar itu artinya ia tidak punya waktu lagi untuk
belajar. Maka baginya waktu setelah shalat Subuh sangat
mahal. Ia merasa beruntung tinggal satu kamar bersama
Yahya. Sebab Yahya punya kebiasaan belajar setelah
shalat Subuh. Kata Yahya pada Zul suatu ketika.
"Dan lagi setelah shalat Subuh itu waktu yang penuh
barakah. Baginda Nabi sudah menjelaskan bahwa
barakah untuk umatnya diturunkan pada waktu pagi.
Jika kita ingin dapat banyak barakah ya berarti kita harus
menghidupkan waktu pagi kita. Waktu Subuh dan
setelah Subuh kita." Sambung Yahya.
"Wah cocok sekali apa yang Mas Yahya sampaikan
dengan fenomena yang saya amati. Itu orang-orang
China yang kaya-kaya. Baik di Indonesia atau di
Malaysia, mereka itu selalu membuka toko dan
dagangannya pagi-pagi sekali. Saya punya teman di
Batam, dia pernah menjadi pembantunya orang China
di Jakarta. Dia cerita, tuannya itu sudah bangun pagi
sejak pukul empat pagi. Begitu bangun pagi langsung
melihat siaran televisi dunia. Melihat indeks harga saham
dunia. O jadi nyambung sama barakahnya waktu pagi."
"Iya Zul. Semestinya kita harus bangun lebih pagi
dari orang China." "Benar Mas." *** "Saya belajar setelah shalat Subuh ini sejak di SD.
Saya ini aneh, untuk buku-buku yang serius saya hanya
bisa konsentrasi jika membacanya pada pagi hari. Ya
setelah shalat Subuh itu. Biasanya kalau yang saya baca
setelah shalat Subuh itu banyak melekatnya di otak."
Uziek Collections Uziek Collections Enam Mungkin ia telah berbuat maksiat yang lebih besar
lagi madharatnya. Tak terasa Zul telah melewati satu semester. Selama
itu ia seperti tidak mengenal siang dan malam. Hariharinya
ia lewati dengan bekerja dan belajar. Bekerja dan
belajar. Ia tampak lebih kurus dari hari pertama saat ia
tiba di Malaysia. Hidup setengah tahun lebih bersama
Yahya membuatnya lebih banyak tahu tentang ajar an
agamanya. Ia yang selama ini tidak mendapat pengajaran
agama secara mendalam, banyak mendapat
masukan-masukan tentang keindahan Islam. Sedikit demi
sedikit Yahya memberikan pencerahan, tanpa terasa.
Tidak ada waktu khusus mengaji pada Yahya. Cukuplah
interaksi harian menjadi tempatnya menimba ilmu.
Malam itu Kuala Lumpur hujan deras. Zul bangun
dan shalat Tahajjud. Di keheningan malam itu ia
memuhasabahi dirinya sendiri. Ia merenungi perjalanan
hidupnya selama ini. Banyak sekali tingkah lakunya yang
jauh dari perilaku yang dibenarkan oleh agama. Ia jadi
teringat masa SMA-nya dulu. Ia pernah pacaran dengan
anak SMA tetangga desa. Ia pacaran diam-diam.
Pakdenya, yang menjadi pengasuhnya, tidak pernah tahu.
Ia pernah pergi dengan pacamya itu malam mingguan di
Simpang Lima Semarang. Dan astaghfirullah ia bergandeng
tangan dan duduk berpelukan mesra dengan
pacarnya itu sambil nonton ramainya kawasan Simpang
Lima. Ia putus dengan pacarnya, setelah lulus SMA.
Pacarnya itu dikawinkan paksa oleh orangtuanya. Dan ia
tidak memberitahukan hal itu kepadanya. Tahu-tahu ia
mendapat kabar pacarnya sudah kawin dan hidup
bersama suaminya di luar Jawa. Ia sempat sakit hati. Lalu
saat kuliah di IKIP ia sempat pacaran lagi. Hanya bertahan
dua bulan. Ia putuskan pacarnya itu setelah ia tahu
pacarnya itu temyata punya pacar selain dia. Ia sakit hati.
Setelah itu ia tidak pernah pacaran lagi. Dua kali ia dikhianati
perempuan, dan baginya itu cukup. Ia tak mau lagi.
Ia bersyukur kepada Allah yang menjaganya, hanya
dua kali saja pacaran. Dan tidak sampai melakukan yang
lebih dari sekadar bergandeng tangan dan berpelukan.
Ia tidak bisa membayangkan jika Allah tidak menjaganya.
Uziek Collections Dari Yahya ia tahu bahwa tidak halal menyentuh
tubuh perempuan yang bukan mahramnya. Tidak halal
berasyik-masyuk dengan perempuan yang bukan
isterinya. Pacaran adalah cara setan menggiring umat
manusia agar jatuh pada perbuatan nista yang dikutuk
semua agama, yaitu zina. Banyak orang melakukan
pacaran yang"karena masih disayang Allah"diselamatkan
oleh Allah dari dosa besar itu. Namun tidak
terhitung jumlahnya manusia yang melakukan pacaran
dan akhirnya jatuh ke lembah nista itu, yaitu melakukan
perzinahan berulang-ulang kali.
Zul jadi merinding mengingat hal itu. Berulang-ulang
kali ia mengucapkan istighfar. Ia membayangkan seperti
apa besar dosanya. Berapa kali ia bermesraan dan
berpelukan dengan perempuan yang tidak halal baginya.
"Astaghfirullahal adhim. Ya Allah ampuni dosadosaku.
Ampuni kebodohanku. Ampuni perbuatanperbuatan
jahiliyahku." Ia menangis bila mengingat yang terjadi pada teman
satu kelasnya di SMA. Dua sejoli si Fulan dan si Fulanah.
Mereka berpacaran dan kebablasan. Si Fulanah hamil.
Keduanya mengakui perbuatan keji itu pada pihak
sekolah. Akhirnya keduanya dinikahkan oleh keluarga
mereka. Dan tepat satu minggu sebelum ujian akhir
keduanya dikeluarkan dari sekolah. Sebelum pergi ke
Jakarta ia mendengar kabar keduanya cerai. Lebih
menyedihkan lagi si Fulanah kabarnya bekerja di Sunan
Kuning10 dan si Fulan dipenjara karena terlibat curanmor.
10 Sunan Kuning adalah nama sebuah lokalisasi di Kota
Semarang, lebih dikenal dengan singkatan SK. Jika Allah tidak mengasihinya, bisa jadi nasibnya
lebih buruk dari si Fulan dan si Fulanah. Sebab saat ia
pacaran ia nyaris pernah melakukan perbuatan yang
dilarang itu dengan pacarnya. Zul kembali menangis
Uziek Collections mengingat hal itu, "Ya Allah kalau tidak Kauselamatkan diriku. Akan
jadi apakah diriku ini" Akan jadi budak setankah" Akan
jadi makhluk yang durhaka kepada-Mu kah" Ya Allah,
terima kasih ya Allah telah menyelamatkan diriku. Ya
Allah aku ingin hidup lurus di jalan-Mu. Ampunilah dosadosaku
yang telah lalu. Limpahkanlah hidayah-Mu dan
jagalah diriku dari perbuatan maksiat dengan penjagaanMu yang tidak pernah luput sekejap pun juga."
Di akhir muhasabahnya ia teringat kebersamaannya
dengan Man dan teman-temannya. Juga perjumpaannya
dengan Linda. Ia mohon ampun kepada Allah jika ada
perbuatannya yang dosa, juga memintakan ampun
kepada Allah untuk Mari, Iin, Sumi dan Linda. Walau
bagaimanapun Mari telah memberikan pertolongan
padanya. Pagi harinya entah kenapa ia merasa ingin bersilaturrahmi
ke rumah Mari di Subang Jaya. Beberapa kali ia
menepis keinginan itu. Ia katakan pada dirinya bahwa
besok-besok masih ada waktu untuk mengambil
barangbarangnya. Namun keinginannya untuk pergi ke rumah
Mari entah kenapa terus mendesaknya.
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada akhirnya ia tetap merasa harus bersilaturrahmi
hari itu dan pagi itu juga. Ya, bersilaturrahmi sekadarnya
saja. Sambil mengambil barang-barangnya yang masih
tertinggal di sana. Ia belum mengucapkan terima kasih secara
langsung pada Mari. Selain itu ia masih memegang
kunci rumah itu. Ia benar-benar lupa kalau memegang
kunci milik Linda. Ia harus mengembalikan kunci itu
segera. Pagi itu tepat jam delapan, setelah sarapan roti canai
ia langsung ke stasiun KTM. Ia tidak membawa apa-apa.
Kecuali tas cangklong hitamnya. Ia bahkan tidak
memakai sepatu, hanya memakai sandal jepit hitam. Dari
stasiun Pantai Dalam ia ke KL Sentral. Lalu dari KL Sentral
ia naik bus ke Subang Jaya. Di tengah perjalanan ketika
bus baru keluar dari KL Sentral hujan turun dengan deras.
Uziek Collections Bus tetap melaju dengan tenang. Zul menikmati indahnya
kota Kuala Lumpur dalam siraman air hujan. Air
mengalir dengan teratur ke selokan-selokan yang diatur
rapi. Paru-paru kota yang ada di hampir setiap sudut
kota menyerap air hujan dengan segera. Tak ada banjir
tak ada air menggenang. Zul boleh salut pada tata kota
Kuala Lumpur. Bus melaju dengan kecepatan sedang dan
sampai di Subang Jaya pukul sepuluh siang.
Zul turun dari bus. Hujan masih turun rintik-rintik.
Ia menutup kepalanya dengan tas hitamnya. Iaberjalan
sambil mengingat-ingat jalan menuju rumah Mari.
Sambil berjalan ia meraba saku celananya untuk meyakinkan
bahwa kunci yang dulu dipinjamkan oleh Linda telah terbawa.
Ia meraba dan menemukannya. Ia melangkah dengan cepat. Ia
telah memasuki kawasan Taman Subang Permai. Ia ingat jalan
depan belok kanan. Rumah keempat dari ujung jalan itulah rumah Mari.
Tiba-tiba hatinya berdegup kencang. Ia teringat
Linda. Yang ada di rumah itu pada waktu siang biasanya
adalah Linda. Yang lain pergi kerja. Dan hujan-hujan
begini ia akan mengetuk rumah itu dan bertemu Linda.
Yang bisa jadi ia akan mengenakan pakaian yang tidak
menjaga susila seperti dulu lagi. Ia jadi ragu. Antara
meneruskan langkah atau pulang. Sementara rinai hujan
masih terus turun. Akhirnya ia nekat tetap maju
meneruskan langkah. Niatnya adalah mengembalikan
kunci, mengambil barang-barangnya, dan menyampaikan
rasa terima kasih. Bukan yang lain. Ia meniatkan
diri untuk tidak lama di rumah itu. Mungkin cuma dua
atau tiga menit saja. Ia bisa beralasan sibuk pada Linda.
Sejurus kemudian Zul sudah sampai di depan rumah
Mari. Ada mobil Proton Saga berwarna merah hati di
depan gerbang. Pintu besi rumah itu terbuka. Namun
pintu kayunya tertutup rapat. Artinya ada orang di dalam.
Uziek Collections Tiba-tiba ia mendengar suara barang dibanting.
Seperti piring. Hujan kembali turun semakin lebat. Ia
mempercepat langkah menuju teras. Bersama suara
guntur yang menggelegar ia mendengar suara perempuan
menjerit-jerit minta tolong dari dalam rumah. Ia
kaget. Spontan ia lari ke pintu. Ia menggedor-gedor
pintu. Pintu terkunci. Ia ingat, bahwa ia membawa kunci rumah itu. Suara
perempuan dari dalam rumah kembali menjerit-jerit
minta tolong. yang gemetar ketakutan. "Bangsat! Siapa kau berani mencampuri urusanku!"
Lelaki itu berdiri dengan amarah memuncak di ubunubunnya.
Ia memegangi hidungnya yang terasa sakit.
Zul tidak gentar. Ia pernah dikeroyok oleh preman Pulo
Gadung dan tidak mat! meskipun saat itu tidak bisa
dikatakan ia menang atau kalah. Yang jelas ia tidak mati.
Zul balik menggertak, "Justru seharusnya aku yang harus bertanya. Siapa
kau bajingan berani kurang ajar sama kakakku!"
"Toloong, tolooong! Jangan! Jangan!"
Halilintar kembali menyambar. Ia menyangka suara
itu adalah suara Linda yang mungkin hendak dianiaya
oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Walaupun ia
tidak suka dengan perbuatan dan cara berpikir Linda,
tapi ia merasa perempuan itu tetap harus ditolong. la
membuka pintu. Dan... Alangkah terkejutnya ia. Di ruang tamu itu ia melihat
Mari tengah bergelut melawan seorang lelaki gundul
bertubuh besar yang hendak merogolnya.11 Mari merontaronta
sekuat-kuatnya. Kedua kakinya menendangnendang.
Pakaiannya bagian atas tidak sempurna lagi
menutupi tubuhnya. Ia melihat Mari mati-matian
mempertahankan celana jeansnya yang hendak dilepas paksa.
"Apa" Mari itu kakakmu! Dasar penjahat. Rupanya
kau ya yang membawa lari Mari kemari. Ketahuilah aku
adalah Warkum, suami Mari yang sah. Aku ingin
membawa dia kembali ke rumahku!"
"Dasar bajingan iblis! Kau bukan suamiku lagi! Aku
tidak sudi melihatmu apalagi kembali padamu!"
"Tutup mulutmu perempuan sundal! Mau tidak mau
kau tetap isteriku! Dan kau kucing alas, jangan ikut
campur urusan rumah tangga orang lain ya! Atau...."
"Atau apa" Aku sudah tahu semuanya. Kau dan Mari
tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kau boleh bawa Mari
ke mana saja asal bisa melangkahi mayatku!"
"Kurang ajar!" Melihat kemungkaran itu emosi Zul tidak tertahankan
lagi. Darahnya mendidih. Ia langsung membentak
dengan sekeras-kerasnya, "Hai bajingan! Berhenti kau! Kurang ajar!"
Bersama dengan meluncurnya bentakan keras dari
mulutnya ia langsung melompat menendang lelaki itu,
tepat saat lelaki itu kaget dan menoleh ke arahnya.
Tendangan itu mengenai muka lelaki gundul itu. Tepat
di hidungnya. Tak ayal tubuh lelaki gundul itu
terpelanting dari atas tubuh Mari. Mari langsung bangkit
dan lari ke pojok ruangan sambil mendekap tubuhnya
Uziek Collections Lelaki botak itu mengayunkan pukulan tangannya
dengan sekuat tenaga. Jika pukulan itu mengenai dada
Zul, bisa jadi dada yang tipis itu akan rontok. Tapi Zul
yang sudah pernah belajar karate saat kuliah dan pernah
berkelahi dengan preman dengan tenang mengelit sambil
menyarangkan tendangan ke perut Warkum. Warkum
terhuyung. Emosinya semakin menghebat.
"Setan alas!" Ia langsung mengambil kursi plastik dan mengayunkan ke
kepala Zul. Zul menghindar. Warkum terus
memburu. Satu sabetan Warkum mengenai pelipis Zul.
Uziek Collections Langsung berdarah. Di pojok ruangan Mari menjerit
histeris. Zul berusaha tetap tenang. Ia mencopot
sandalnya yang ia rasa mengganggu gerakannya. Ia mencari
peluang untuk menyarangkan serangan yang
telak. Warkum terus memburunya dengan ganas.
mengganggu kalian lagi. Tolong maafkan aku!" teriak
Warkum sambil memegangi kemaluannya.
Zul melihat ke arah Mari.
"Mbak mau memaafkan dia?" tanya Zul.
Melihat darah mengalir di pelipis Zul, semangat
Warkum untuk membunuh semakin membara. Pada saat
Warkum merasa bisa menghantam Zul dengan kursi
plastiknya ia langsung mengerahkan segenap tenaganya.
Sabetan itu sangat keras. Pada saat menyabet kaki
Warkum tidak kokoh menapak di bumi. Dengan gesit
Zul mengelak dengan menjatuhkan diri ke lantai. Lalu
ia melakukan tendangan memutar sekeras-kerasnya ke
arah kemaluan Warkum. Tendangan itu sangat cepat dan
keras. Tendangan itu yang tak lain adalah jurus buaya
mengibaskan ekor yang pernah ia pelajari dari Mbah
Tarmidi yang dikenal sebagai guru silat di desanya.
Kekuatan yang digunakan menyerang dalam tendangan
itu adalah kekuatan putaran kaki dan senjata untuk
melakukan serangan adalah kerasnya tumit kaki.
Tendangan Zul sangat akurat.
Akibatnya... "Plakk!" Mari menggelengkan kepala.
Zul melangkah ke kamar Mari yang terduduk
gemetar di pojok ruangan. Ia pernah melihat ada palu di
bawah meja rias. Jika tidak dipindah palu itu pasti masih
ada di sana. Dan benar palu itu masih ada di sana. Zul
langsung memungutnya. Sementara Mari masih
mematung di pojok ruang tamu. Warkum berusaha
bangkit. Pada saat ia mau bangkit Zul telah kembali ke
ruang itu dan langsung menendang kepala Warkum
yang gundul itu sekeras-kerasnya. Warkum langsung
mengaduh, "Ampun tolong. Aku mengaku kalah! Biar aku pergi!
Ampuni aku!" Kini tangan kanan Zul memegang palu erat-erat.
"Bagaimana Mbak Mari, mau mengampuni penjahat
ini?" Mari menggelengkan kepala.
Tendangan Zul tepat mengenai sasaran. Tumitnya
menghantam kemaluan Warkum dengan sekeraskerasnya.
Warkum langsung terjengkang dan mengerang
kesakitan. Kursi plastik itu terlepas dari tangan
Warkum. Zul tidak mau membuang kesempatan. Ia
langsung menyarangkan tendangan keras ke rahang
Warkum. Warkum kembali mengaduh.' Ia berusaha
bangkit. Namun Zul langsung memukulnya dengan
kursi kayu sekeras-kerasnya. Warkum mengerang sambil
mengucapkan kata-kata kotor. Zul melihat televisi yang telah
hancur. la angkat televisi itu dan ia tumpukkan ke
muka Warkum. Muka itu langsung luka dan berdarah.
Seketika itu Warkum mengaum minta ampun.
"Sudan aku mengaku kalah! Aku tidak akan
Uziek Collections Begitu melihat Mari menggelengkan kepala, Zul
langsung memukulkan palu yang ada di tangan
kanannya itu ke jari kaki kanan Warkum sekeraskerasnya.
Zul memukulnya dengan cepat tiga kali
berturut-turut. Warkum merasakan tulang jari kakinya
remuk. Ia menjerit sekuat-kuatnya minta ampun.
"Bagaimana Mbak Mari mau memberi ampun?"
tanya Zul. Mari diam saja. Warkum memandang Zul yang saat
itu berwajah sangat dingin. Ia berusaha menyeret
tubuhnya ke belakang. "Berhenti di tempat! Atau aku pukul gundulmu
sampai pecah. Aku tahu kau bajingan dan punya anak
Uziek Collections buah banyak. Tapi kau harus tahu aku ini tahu
bagaimana cara memecah dan meremuk tulang kepala
seorang penjahat seperti kamu. Tahu!" Zul membentak.
Warkum seketika diam tak berani bergerak. Ia sudah
benar-benar tidak berdaya.
"Bagaimana Mbak Mari, mau mengampuni penjahat
ini?" Zul kembali bertanya pada Mari.
Mari kembali menggelengkan kepala. Zul langsung
mendekati Warkum. Warkum mengaduh minta ampun.
"Letakkan tangan kananmu di lantai!" Perintah Zul.
Warkum malah menggenggam tangan kanannya
dan tangan kirinya seolah-olah hendak melindunginya.
"Dengar, sekali lagi letakkan tangan kananmu di lantai
atau aku akan menghancurkan kemaluanmu dan kau
akan mampus saat ini juga!" Gertak Zul dengan muka
merah padam. Warkum yang tak punya nyali itu dengan
tubuh gemetar meletakkan tangan kanannya di lantai.
lagi dan tidak akan menampakkan wajah di hadapanmu
lagi!" Kata Warkum mengiba dengan suara terbata-bata.
"Bagaimana Mbak Mari" Ini pertanyaan saya
terakhir!" tanya Zul dengan wajah dingin.
Mari bangkit dan melangkah lalu meludahi Warkum.
"Saat ini aku belum bisa memaafkan dia Zul. Tapi
biarkan dia pergi. Biarkan dia hidup. Jika kau bunuh dia
nanti urusannya panjang!"
"Aku tahu dunia preman. Urusannya tidak akan
panjang Mbak. Kalau mau biar kubereskan dia. Sampah
seperti dia inilah yang merusak kesucian anak gadis di
mana-mana. Dia tak pantas hidup!"
"Biarkan dia pergi Zul!"
"Baik Mbak." Warkum langsung berkata, "Hmm itu ya tangan yang selama ini digunakan
untuk menjahati dan menodai kaum perempuan. Baik
nihrasakan!" "Te... terima kasih Mari!"
Zul memukulkan palunya ke jari-jari Warkum
dengan keras beberapa kali. Warkum merasakan sakit
luar biasa. Sampai ia tidak bisa lagi menjerit.
"Hei, cepat pergi. Sebelum aku berubah pikiran!
Ingat, hari ini kau berhutang nyawa pada Mbak Mari.
Sebab jika tidak karena dia menyuruh membiarkanmu
pergi, gundulmu itu pasti sudah hancur! Cepat pergi!"
Bentak Zul dengan mata dipelototkan.
"Ini pertanyaan saya terakhir, Mbak Mari mau
mengampuni penjahat ini" Jika tidak palu ini akan
mengeluarkan otak penjahat ini dari batok kepalanya.
Biar dia mampus di sini dan tidak akan mengganggu
Mbak Mari lagi!" Dengan susah payah Warkum bangkit. Zul mengambil
kain penutup meja dan melempar ke muka Warkum.
"Hei, usap lukamu dengan ini!"
Mendengar kata-kata itu Warkum kembali memohon
ampun. Warkum melihat bahwa ancaman Zul bukan
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gertak sambal saja. Ia melihat pemuda kurus yang
menghajarnya ini punya nyali yang luar biasa dan jika
nekat matanya seolah buta.
"Mari, to... tolong maafkan aku! Aku tak ingin mari.
A... aku khilaf. A... aku janji tidak akan mengganggumu
Uziek Collections Warkum berdiri. Ia mengusap darah yang mengalir
dimukanya. Juga darah yang keluar dari jari-jari tangan
kanannya yang hancur. Dengan langkah pincang tertatihtatih
ia berjalan keluar rumah. Di luar hujan tinggal
menyisakan gerimis. Zul mengikuti sampai di pintu. Ia
mengamati Warkum dengan pandangan dingin. Susah
payah Warkum masuk ke dalam mobilnya. Ia lalu
menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan
rumah itu. Begitu deru mobil itu tidak terdengar lagi Zul
Uziek Collections masuk dan langsung duduk di sofa.
Tujuh Mari langsung menghambur bersimpuh menangis
di kaki Zul. Mari menangis terisak-isak mengucapkan
rasa terima kasih dengan terbata-bata. Zul terpana sesaat
seakan hilang kesadaran. Ia mematung tak tahu harus
berbuat apa menerima luapan keharuan Mari yang
ditumpahkan sepenuhnya kepadanya. Beberapa saat
kemudian kesadarannya pulih kembali.
Zul menarik nafas dalam-dalam. Ia masih memejamkan
kedua matanya sambil menyandarkan punggungnya
ke sofa. Inilah untuk kedua kalinya ia bertarung
dengan penjahat. Dan kali ini ia menang. Ia merasa puas
karena bisa memberi ganjaran setimpal pada penjahat
berkepala gundul itu. "Mbak Mari sudahlah. Tolong Mbak bangkit ke
Eng Djiauw Ong 19 Pendekar Mata Keranjang 3 Malaikat Berdarah Biru Peristiwa Bulu Merak 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama