Ceritasilat Novel Online

Hujan Punya Cerita 2

Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika Bagian 2


panjang. Dia melirik Kie sekilas. Kie terlihat nyaman dgn pakaiannya. Krisan merasa bahwa
pilihannya salah. Baju Krisan tipis. Super loose shirt berbentuk balon warna abu2, dipadukan
dgn skinny legging warna soft violet, serta sepasang ankle boots warna merah.
" Ada yg mau ikut dgnku?" Rangga mengerling jail. Naluri petualangnya muncul stelah meliahat
tangga yg ada diujung jalan. " Aku mau kesana." Rangga enjoy dgn T-shirt skinny nya yg
berwarna orange. Berlapis hoodie hitam lengan panjang. Boyfriend jeas berwarna biru dongker
yg dipakainya tebal. Kakinya tertutup boots undercover warna biru gelap. Sering berada di
gunung membuatnya sudah terbiasa dgn udara apapun.
Krisan menggeleng malas. Dia sudah nyaman dgn posisinya diambang waduk. " Aku disini saja
deh." " Azar?" Azar jg malas. " Tdk ada yg menarik disana." elaknya. Azar memakai baju berlapis2. T-shirt
longgar warna putih yg dipakainya msih berlapis sweter gelap tebal. Dia memilih wide leg jeans
warna biru langit, serta sneakers putih bercorak hitam.
" Kie, ikut yuk," Paksa Rangga bgitu saja.
" Hmm" Ya udah, yuk."
Rangga terbeliak senang. Sbelum memaksa, Kie sudah berseadia menemaninya jalan2.
Azar trdiam untuk beberapa saat. Dia salah perhitungan, seharusnya dia tdk membiarkan Kie dan
Rangga pergi berdua saja...
** Rangga memimpin langkah. Memastikan kie selalu baik2 saja saat berada dibelakangnya.
Mendaki undakan menanjak yg ada disekitar waduk.
Kie mengatur nafasnya yg mulai tersenggal2. Ini baru jarak pendek, blm jarak panjang. Asyik,
namun membutuhkan kekuatan ekstra bagadi yg tdk suka olahraga sepertinya. Kie berhenti,
mengelap peluh yg menetes dikeningnya. Padahal, udara ditempat itu sangat dingin, tp masih
saja berkeringat. Rangga menghentikan langkah saat sadar tdk ada suara dibelakangnya. Kie ngos-ngosan, dia
menelan ludah berkali2 untuk mengatur nafas.
" Ini." Rangga menyodorkan sebotol air mineral pd Kie.
Kie melongo sesaat. " oh, kamu bawa minum ya?"
" Kebiasaan bawa kayaknya kie," Rangga tertawa.
Kie menerima air mineral yg disodorkan Rangga. Menenggaknya dlm beberapa teguk.
Tenggorokannya yg sempat kering kembali normal. Stidaknya, beberapa teguk air mineral itu
bisa membuat pita suarnya kembali lembab.
Kie mengembalikan botol aiq mineral kpada Rangga. " Thanks, Ngga."
Rangga menjulurkan tangan. Ide iseng tiba2 muncul dikepalanya. Rangga menirima uluran
tangan Kie, menariknya sekuat tenaga lalu pura2 mendorongnya.
Kie sontak, dia tdk menyangka Rangga akn mendorong seperti itu. Panik, kie menolak tubuhnya
kedpn. Rangga tdk menyangka Kie akn membuang tubuhnya kedpn.
" Kie, aku bercanda..." terlambat. Rangga blm sempat menyelesaikan kata2nya, Kie sudah
menubruknya. Rangga bisa merasakan rasa panik yg mendera Kie. Dan,dia menyesal. Sharusnya
dia tdk melakukan lelucon sebodoh itu trhadap Kie.
" Kie, aku tdk bermaksud mencelakaimu. Sungguh," sesal rangga.
Kie panik. Dia benar2 menyangka bahwa Rangga akn mendorongnya sampai jatuh kebelakang.
Rasa takut itu menggelitik perutnya. Membuatnya panik stengah mati.
" Aku bercanda, Kie...." ulang Rangga pelan.
Mereka tdk mengubah posisi. Kie yg tetap memeluk Rangga, dan Rangga yg merasa bersalah.
" Aku takut," kata Kie pelan dlm pelukan Rangga.
Rangga mengernyit. Dia mengerutkan kening sambil menatap Kie.
" Aku takut jatuh, Ngga..." suara Kie bergetar.
Rangga tdk tahu, apa yg membuat Kie jd sepanik itu. Niatnya hanya bercanda, tp reaksi Kie
bgitu mengerikan. Tangan Rangga terangkat, mengelus kepala Kie pelan. Menjanjikan
ketenangan dan sebuah permintaan maaf.
Dlm jarak sdekat itu, dia bisa merasaka datak jantung Kie yg terpacu cepat. Tubuh Kie yg
hangat, rambut lembutnya, jg sisi takut yg ada pada gadis itu. Kie yg akhir2 ini slalu memenuhi
benaknya. Rangga mempererat pelukannya. Debaran hati saat melihat kie smakin nyanta. Dulu, mungkin
hanya rasa kagum dan keinginan untuk kenal Kie lebih dekat. Namun sekarang rasa itu berubah,
dia ingin memiliki Kie sepenuhnya, seperti saat ini. Saat hanya ada mereka berdua yg saling
membisikan suara lewat perasaan. Aroma sampo Kie yg begitu khas menyeruak hdung Rangga.
" Kie, rasa takut ada bkn untuk diresapi, tp untuk dihadapi."
Kie mengangguk dlm diam. Hatinya berdebar tiap kali menerima rasa hangat dri tubuh Rangga.
Kie tdk bisa berkelit lg skarang. Perasaannya untuk Rangga memang nyata. Laki2 ini slalu
membuatnya tenang dlm keadaan apapun.
BAB 9 Minggu keempat KKN. Proker yg direncanakan sudah 95%. KKN tinggal beberapa hari lg, pada
hari terakhir ada upacara penutupan dan presentasi hasil progam dikecamatan. Proker yg tersisa
tinggal lomba gambar untuk TK diwilayah tersebut.
" Capek juga ya." Krisan membantu Kie memotongi nomer peserta.
Kie tersenyum tipis. Pekerjaan untuk prokeq kali ini memang melelahkan. Terlebih, kegiatan
lomba menggambar adalh proker dari divisi pendidikan.
" Apalagi buat kamu yg PJ lomba ini," tambah Krisan.
Bahu Kie smakin melorot. Tidak ada yg lebih melelahkan daripada mengukir angka2 ke atas
kertas karton tebal. Memotongnya kecil2. Kemudian, melubanginya. Selanjutnya memberikan
stempel tanda KKN. Lalu, memastikan tdk ada nomer selip, berhubung lomba ini digelar untuk 4
TK yg ada didesa itu. " Semangat! Semangat!" Rangga antusias seperti biasa.
Kie manyun. Dia menuding Rangga sbagai sumber permasalahan. Menunjuknya begitu saja
untuk menjadi PJ lomba menggambar.
Bagi Rangga, menunjuk Kie menjadi PJ lomba bknnya tdk beralasan. Yuli, seperti biasa slalu
mengelak menjadi PJ apapun karna dia sekretaris umum dikelompok itu. Azar menolak, dia
sudah pernah jadi PJ sbelumnya dicerdas cermat antar SD. Krisan lebih tdk mungkin lg, dia PJ
membuat soal untuk anak SD.
" Berhubungan dgn anak2 menyenangkan ya?" Rangga akhirnya membantu melubangi kertas.
Tugasnya untuk membungkus hadiah sudah selesai.
" Mereka berisik deh," timpal Krisan jujur.
" Berisik anak kecil itu menyenangkan," ucap Rangga sekilas. " Senyum anak kecil polos,
tawanya ceria tanpa beban. Eh, aku sering dpt ide foto dari anak2,loh."
Krisan memainkan bibirnya. Telinganya gatal mendengar perdebatan itu. Selalu begitu jika
anggota divisi pendidikan berkumpul, berdebat panjang hingga nyaris lupa tugas.
" Selesaikan dulu tugas ini, baru berdebat," ucap Kie jengkel.
Krisan dan Rangga terdiam. Kata2 kie yg bersungut2 mengingatkan mereka pada kewajiban
untuk melubangi kertas dan menorehkan kertas diatasnya.
" Ngomong2, stelah KKN kita masih bisa bertemu nggak ya?" tiba2 Azar masuk kepercakapan.
Kie, Krisan, Yuli dan Rangga saling diam. Menghentikan aktivitas untuk sementara, lalu
menatap Azar dlm hening. Perpisahan itu tdk pernah terbayang sbelumnya. Mereka tdk pernah
membayangkan bgaimana kehdupan yg terbentuk diluar sana stelah KKN selesai. Yg jelas,
masing2 akan melanjutkan hdupnya. Melanjutkan kuliah. Menyusun proposal untuk skripsi.
Skripsi. Sidang skripsi. Wisuda. Lulus.... Bla-bla-bla...
Kie tdk pernah membayangkan khidupan seperti apa yg akan terjadi setelah ini. Dia tdk pernah
membayangkan khidupannya kelak. Memang, berangkat KKN sempat membuatnya menggerutu
kesal. Sinyal susah, listrik kadang mati kadang hdup, mandi harus mengantre panjang, mobilisasi
lambat karna ini bkn kota besar seperti Surabaya.
Namun, stelah berminggu2 menyatu bersama teman2nya yg lain, rasa kesal itu seolah melebur
menjadi satu. Berubah menjadi rasa senang, rasa kekeluargaan. Yg satu susah, yg lain ikut susah.
Susah bareng, senang bareng, sama2 merasakan lapar dan lelah. Semuanya..., dan itu sudah
menjadi seperti keluarga baru. Bukan Kie saja yg merasa seperti itu, tp smua jg merasakan hal yg
sama. " Ya, kayaknya bakal kuliah kayak biasa," sahut Rangga ringan.
'Kuliah kayak biasa"' mungkin itu kata2 yg saat ini bisa keluar dari mulutnya. Padahal, ada hal
lain yg lebih diinginkannya; bisa memandangi Kie lebih lama, menyelami pikirannya, berada
didekatnya, dan melihat garis senyumnya yg tipis itu.
" Aku masih bisa ketemu Kie. Kita sekampus, kadang sekelas." Krisan santai.
Rangga mengerling jail. " Berarti aku jg dong. Fakultas kita dekat kan, ya?"
" Masih dekatan sama aku lah." Azar tdk mau kalah.
Yuli menyimak dlm diam. Walaupun dlm kelompok itu dia yg paling judes, terselip rasa rindu
dibenaknya. Ocehan khas teman2nya, candaan tak berujung, menjalankan proker dgn gotong
royong. Semuanya... " sudah malam nih. Lanjutin kerja yuk," ajak Kie.
Masing2 anggota kembali ke kesibukannya.
Sambil sibuk kembali, Kie merenungi perkataan teman2nya. Apakah secepat itu akam berakhir"
Debaran yg ada dihatinya untuk Rangga...., juga hubungannya dgn laki2 yg selalu berhasil
membuatnya merasa nyaman itu"
** Kie sukses menghandle lomba menggambar tingkat TK hari itu. Semua berjalan lancar walaupun
sempat terjadi kerancuan saat registrasi ulang peserta. Teman2 dari divisi lain jg semangat
membantu. Lomba digelar dipendopo desa yg terletak beberapa meter dari posko KKN.
Hari ini, Rangga menawarkan diri jadi seksi dokumentasi. Adin pun tentunya ikut senang karna
teknik photo Rangga jg bagus. Tdk ada yg perlu diragukan dari cara Rangga membidik objek.
Tinggal satu progam ini dan smua proker telah selesai dijalanin. Materi presentasi
pertanggungjawaban jg mulai disusun. Menunggu touching untuk finishing, lalu dipresentasikan
dihadapan DPL dan perangkat desa.
Setelah lomba selesai, seluruh anggota KKN berkumpul dipendopo. Mereka saling berfoto
bersama dgn camdig yg dibawa masing2.
" Kie, nggak ikut foto?" Rangga menghampiri Kie. Kie duduk melamun diatas ayunan dua sisi
yg ada disamping pendopo. Almamater biru masih melekat ditubuhnya. Rangga mendengar Kie
bernyanyi dlm suara yg sangat lirih.
Kie menggeleng ringan. Dia melepas almamaternya, memangkunya diatas paha. Diatas
almamater itu ada berlembar2 kertas warna warni. Kedua tangan Kie menggenggam selembar
dari kertas itu. Hasil gambar siswa2 TK.
Rangga menempati tempat kosong yg ada didpn Kie. Kakinya terlalu menekuk karna ayunan itu
sebenarnya untuk anak2. Ayunan tua itu berderit pelan. Duduk seperti apapun, postur Rangga
terlalu tinggi untuk ayunan sekecil itu.
" Loh, nggak ikut foto, Ngga?"
Rangga menggeleng. Sepasang matanya mengamati Kie dlm senyum. Tatapan tenang yg susah
dijabarkan. " Kie...." ucap Rangga. Kie mendongak menatap laki2 itu, " stelah KKN nanti hubungan kita
gmana ya?" Kie melepaskan lembaran dari tangannya untuk menyimak Rangga.
" Aku nggak ingin hubungan kita berubah. Kalaupun KKN selesai, aku mampir2 kekampusmu
ya nanti," ucap Rangga jujur. " Kita masih bisa bertemu kan ya" Pergi keperpustakaan bareng.
Hang out bareng..., apapunlah.."
Kie merasa nafasnya susah dihembuskan. Kalimat2 Rangga terasa bertubi2 menghujam keujung
jantungnya. Bernada dan terdengar tenang. Kie slalu suka cara Rangga berbicara dgn dirinya.
Dari mata ke mata yg akhirnya tersmpaikan lewat perasaan.
" Aku suka kamu, Kie..." ucap Rangga akhirnya. " Aku nggak ingin hubungan kita berakhir
setelah KKN..." Kie terdiam, pikirannya menyelami pikiran Rangga. Tdk ada lg yg perlu diragukan dari
Rangga... Cinta itu tak bersyarat. Tdk bisa diungkapkan dgn kata2, tdk bisa didefinisikan, dan hanya bisa
dirasakan dgn hati. *** Rumah kontrakan dikosongkan. Presentasi dihadapan DPL dan perangkat desa telah selesai.
Proker KKN berjalan sukses. Upacara pelepasan jg sudah dilakukan beberapa jam lalu. Smua
bersalaman. KKN dlm waktu empat minggu tanpa terasa telah berlangsung.
Semua menbentuk kenangan.
Satu hal yg hanya bisa di ingat dan tdk bisa diputar balik.
BAB 10 Perjalan dari Surabaya menuju Yogya memakan waktu sampai enam jam, bahkan bisa lebih lama
walaupun menggunakan kereta eksekutif sekalipun. Ini kali pertama Rangga pulang kampung
sejak dari KKN. Sebagian besar waktu liburannya disemester ganjil telah terambil untuk KKN.
Rumahnya terletak diselatan Yogya, disalah satu kompleks perumahan asri yg tatanan rumahnya
sangat teratur. Rumahnya terbilang luas, berpagar besi cokelat dgn ujung2 seperti tombak.
Sebuah tulisan warna emas 'Hadiwijaya' terpasang didpn pintu pagar, lengkap dgn nomer rumah
disampingnya. Sudah lama tdk pulang, rumahnya sama sekali tdk berubah. Rumah luas yg dimodifikasi dgn
nuansana klasik tradisional. Sbuah kolam kecil dibagian dpn, lengkap dgn air mancur dari batu
yg dipahat abstrak. Ayah Rangga suka barang2 klasik. Terlebih dgn seni unik yg beraliran surealis. Ditiap pojok
rumah pasti terdapat barang seni. Entah itu vas yg berhiasan kukit telur, lukisan dgn bentuk
kubistik, rangkaian bunga yg terbuat dari rautan pensil, serta hal2 lain yg tdk masuk akal, tp
bernilai seni tinggi. " Ehem...." Rangga berdehem.
Seorang laki2 yg badannya tak kalah tegap dgn Rangga menoleh. Laki2 itu menggamit lap kain.
Wajahnya tirus, terdapat kerut2 usia disekitar dahinya. Walaupun begitu, wibawa dan
ketegasannya masih tampak jelas diusiannya yg menginjak awal 40 an itu.
" Surprise!" seloroh Rangga. Dia meletakan tas rensel hitamnya begitu saja. Mengenakan T-shirt
longgar warna cokelat muda, serta celana 3/4 warna cokela tua. " Papa nggak kesepian kan?"
Laki2 itu tersenyum, " kamu pulang nggak kasih kabar?"
" Ini tanpa rencana, pa. Baru pulang KKN kemarin," lanjut Rangga sambil menguap. Sisa lelah
perjalanan kemarin masih terasa. Ditambah sisa lelah perjalanan Surabaya-Yogya yg jg ikut
menyergapnya. " Lukisan baru ya, pa?" Rangga mengamati lukisan pemandangan yg ada diruang tamu. Terakhir
pulang beberapa bulan lalu blm ada lukisan itu disana.
Laki2 itu mengangguk. Ayah Rangga memiliki kecenderungan memasang lukisan baru tiap
hatinya sdang senang. Sama seperti hari ini, ada sesuatu yg membuat suasana hatinya menjadi
cerah. Sudah lama beliau ingin membicarakan ini pada Rangga. Namun, sepertinya blm ada
waktu yg pas. Tentang seseorang yg bisa membuatnya bangkit lg, walaupun tdk sepenuhnya bisa
menghapus smua kenangan tentang mendiang istrinya.
Sayangnya, tiap mau membahas hal itu dgn Rangga, putra semata wayangnya itu slalu disibukan
dgn kegiatan kampus. Rangga sibuk backpacking, sibuk dgn kegiatan BEM, sibuk dgn kegiatan
kampus, dan terakhir sibuk dgn KKN yg membuat Rangga sulit dihubungi selama beberapa
minggu karna harus melancong di Bojonegoro.
Ayah Rangga merasa, inilah waktu yg tepap untuk membicarakan hal itu. Apakah Rangga akan
siap menerima seorang ibu baru. Cepat atau lambat, wanita yg akhir2 ini mengisi relung hatinya
itu pasti akn menjadi pendamping hdupnya.
" Rangga, ada sesuatu yg ingin papa bicarakan." laki2 itu tersenyum.
Rangga menyimak. Sudah lama dia tdk bercerita ini itu dgn ayahnya.
Blm sempat sang ayah bercerita, pintu dpn berderit terbuka. Seseorang yg tak diundang masuk
begitu saja tanpa permisi.
"Hallo, om. Baru beberapa lama nggak kesini, rasanya udah bertahun2." Krisan tersenyum lebar.
Giginya berderet rapih disela bibirnya yg berwarna peach.
Krisan mengenakan V neck knit dress siang itu. Warna dress yg dipakainya senada dgn warna
bibir dan cat kukunya. Dia selalu memperhatikan penampilan, perfeksionis yg slalu menjaga
reputasi. " Wah, halo, Krisanti." sapa Ayah Rangga. " Ternyata kamu jg pulang?"
Krisan mengangguk. Rangga tampak terkejut. " kamu pulang pukul berapa Krisan" Tau gitu, kita kan bareng tadi. Aku
jg baru saja sampai tadi naik kereta."
Percakapan berlangsung seru diruang tamu rumah itu. Bgaimana Rangga dan Krisan saling
bercerita tentang pengalaman KKN mereka, dgn dua sudut pandang berbeda.
Ayah Rangga memang pendengar yg baik. Sejak istrinya meninggal dunia beberapa tahun lalu,
dia slalu berusaha untuk menjadi ayah yg baik. Menggantikan posisi istrinya sbagai ayag
sekaligus ibu untuk Rangga. Dobel peran sbagai sahabat saat Rangga membutuhkan bimbingan.
" Hasil jepretan Rangga bagus2, Om." krisan menambahkan.
Rangga mengibaskan jemarinya. Mengelak dan ingin bilang bahwa Krisan hanya melebih2 kan
cerita. Beberapa menit kemudian, kamera DSLR Rangga sudah berpindah ketangan Krisan. Krisan
menunjukan hasil jepretan Rangga pada ayahnya. Foto2 selama kegiatan KKN. Candid Rangga
saat anggota lain sdang sibuk. Pemandangan di waduk pacal dan juga kayangan api. Juga foto
seluruh anggota kelompok saat menjalankan progam.
Difoto2 selanjutnya, Krisan tercekat. Bibirnya terkatub untuk beberapa saat demi melihat
lembaran foto selanjutmya. Semua tentang Kie. Bgaimana Rangga slalu mencuri gambar Kie
lewat angle2 yg bervariasi. Garis senyum dibibir Kie, sinar hdup disepasang mata Kie, yg
bahkan tdk disadari Krisan. Getaran rambut hitam Kie yg panjang saat bergerak. Kegiatan2 yg
dilakukan Kie selama KKN. Jg ekspresi datar Kie saat manyun dan melamun.
Semua tentang Kie ada dikamera itu. Perasaan Rangga untuk Kie tertumpah difoto2 itu. Tanpa
diucapkan dgn kata2, Krisan sudah tahu bahwa Rangga benar2 menyukai Kie.
Seharusnya, Krisan tahu ini sejak awal. Bahwa ada something real antara Kie dan Rangga.
Seharusnya, Krisan tdk memungkiri hal ini sejak awal, bahwa tatapan Kie dan Rangga slalu
terlihat bersinar jika berhadapan satu sama lain. Seharusnya, Krisan tahu sejak awal, bahwa
Rangga sama sekalh tdk memiliki rasa untuk dirinya.
Semua tentang Kinanthi. Gadis dgn garis senyum tipis yg begitu lembut.
BAB 11 " Rangga! Cepetan! Kamu lama banget"!" Krisan dongkol stengah mati.
Dia meminta tolong Rangga untuk mengantre bakwan goreng dikantin sekolah. Waktu itu
mereka masih kelas 1 SMA, dan semua kenangan Krisanti tentang Rangga berawal dari sini.
Rangga memicingkan alisnya. Sejak berangkat ke sekolag hingga istirahat siang itu, Krisan slalu
uring2an tdk jelas. Sejak SMP, mereka memang slalu berdua. Rumah mereka berdekatan, hanya


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibatasi pagar tembok, itupun masih diterobos dgn menggunakan tangga. Kebetulan SMP
mereka sama, selalu sekelas, dan SMA jg diterima disekolah negeri yg sama didekat kompleks
perumahannya. " Rangga!" Krisan mendesis mengerikan.
"Ini masih antre, Krisan!" tegas Rangga ketularan jengkel. 'Ugh, ada apa sih dgn cewek ini"'
Stelah mendapatkan bakwan goreng, Rangga segera menghampiri Krisan dimejanya. Krisan
cemberut, dia menegak teh botolnya berkali2.
" Lagi PMS ya?" tebak Rangga blak2an.
Wajah Krisan merona ditanya langsung seperti itu oleh laki2. Memang sih, sampai sejauh ini
Rangga slalu bisa membaca mood Krisan. Bgaimana mood Krisan yg menjadi sangat labil saat
PMS. Mook Krisan menjadi seperti setan pada hari pertama menstruasi. Hal sekecil apapun bisa
membuatnya nyolot dan uring2an.
Perut Krisan slalu nyeri dihari pertama datang bulan. Dampaknya, smua yg ada disekitarnya
selalu membuat emosinya cepat meledak. Bahkan, hal2 sepele sekalipun; piket kelas td pagi,
Rangga yg terlambat lima menit saat menghampirinya, serta antrean bakwan goreng yg membuat
Krisan smakin ingin menelan botol didpannya.
Rangga berdeham sambil menelan ludahnya pelan. Dia merasa bersalah dan tdk seharurnya
berkata seperti itu. Namun kemudian, Krisan sgera mencomot bakwan goreng dgn gerakan
anggun. Melahapnya pelan, sesekali menyeruput teh botol kedua yg dipesannya.
Rangga tersadar. Mereka bkn anak kecil lg yg boleh ngomong terang2an didpn umum. Mereka
bkn anak kecil lg yg bisa berceloteh dgn bebas didpn smua orang. Anak kecil bisa ngomong
jujur, tdk peduli kata2nya menabrak kode etis sekalipun. Mereka sudah SMA, seragam saja
sudah berubah menjadi putih abu2. Usia canggung antara anak2 dan dewasa.
Baik Rangga maupun Krisan jg berubah, secara fisik dan pikiran. Rangga bertumbuh, bertambah
tinggi dan terlihat lebih matang. Kalau dulu mereka berdua tingginya sama, skarang Krisan kalah
tinggi dgn Rangga. Pikiran Rangga jg berubah, lebih terbuka dan kritis. Fitur2 yg tergambar
diwajah Rangga semakin berkarakter. Rahang Rangga smakin kukuh, alis tebalnya smakin
terbentuk dgn khas. Dagu, telinga, bibir tipis, jg tulang pipinya smakin memberi peran jelas pada
sisi tampan Rangga. Bagi Rangga, Krisanlah yg bnyak berubah. Dulu, saat kali pertama mengenal Krisan, dia hanya
gadis kecil ingusan yg sering menangis. Krisan pindah bersama ibunya yg seorang indonesia.
Belakangan, Rangga baru tahu kalau Krisan berdarah campuran. Ayahnya seorang Turki dan
merupakan salah satu pengusaha kaya dari Turki. Tragisnya, ibu Krisan ternyata hanyalah wanita
simpanan laki2 Turki itu. Single parent yg membesarkan Krisan seorang diri. Anak tunggal tanpa
saudara. Saat kali bertemu Rangga, Krisan slalu mengekor dibelakangnya. Bgaimana gadis itu
menunjukan sisi lemahnya. Berpura2 baik2 saja walaupun keluarganya menjadi gunjingan
empuk dikompleks perumahan itu. Bagi Rangga, background keluarga Krisan bkn sesuatu yg
perlu dipermasalahkan. Stiap orang dilahirkan tanpa dosa. Hanya orang2 saja yg memberikan
lebel 'berdosa' pada gadis polos itu.
Saat bertumbuh, Krisan menjadi gadis luar biasa. Kecantikannya menojol karna masih ada darah
Turki yg mengalir ditubuhnya. Hidungnya yg mancung, bulu matanya yg lentik. Darah timur
tengah tergambar jelas diwajahnya. Krisan mulai pandai memakai make up, smakin menonjolkan
kecantikannya. Rangga bahkan tdk pernah menyangka Krisan akan bertumbuh seperti itu. Gadis yg dulu
mengekor dibelakangnya sambil membawa boneka teddy, skarang menunjukkan jalan hdupnya
sendiri. Otaknya cemerlang, dia menjadi saingan Rangga untuk menjadi juara umum disekolah
itu. Krisan terpilih menjadi tim paskib, tim paling elite disekolah karna hanya orang2 pilihan yg
bisa masuk kesitu. Karirnya smakin menanjak saat Krisan memutuskan terjung kedunia
modeling. Dia populer, bnyak teman laki2 yg menanyai Rangga apakah krisan masih 'available'.
Bel masuk berbunyi. Rangga menghabiskan sisa tegukan terakhair diteh botolnya. Krisan sudah beranjak berdiri.
Beberapa murid lainnya mulai berhamburan meninggalkan kantin.
" Ayo,"ajak Krisan tak sabar.
Rangga masih berkutat dgn beberapa bakwan goreng yg tersisa. Napsu makannya selalu luar
biasa saat jam istirahat.
" kalau terlambat masuk kelas, bisa2 kena hukuman pak Supeno!" Krisan cemas.
Rangga tersadar. Pelajaran stelah ini adalah sosiologi. Pak Supeno tdk bisa ditoleransi. Bkn
hanya pelajarnnya yg membosankan, cara penyampaian materi jg tdk memuaskan. Bagi Rangga,
lebih baik membaca sendiri buku teks sosiologi itu daripada harus mendengarkan cermah pak
Supeno yg super membosankan.
" Aku nyaris lupa." Rangga mengernyit ngeri. " dan aku lupa kalau ada PR sosiologi, kamu
udah?" tanya Rangga ke Krisan.
Krisan menoleh kpada Rangga. Tatapannya tajam dan terlihat kesal. Rangga tdk pernah
mengerjakan PR dari pak Supeno. Kalaupun ingat ada PR, pasti hari sbelumnya dia sudah pergi
kerumah Krisan untuk menyalin pekerjaan Krisan.
" Lagi?" sembur Krisan jengkel.
" Nanti gampanglah," ucap Rangga. " Eh, Krisan. Ngomong2, jd benar kamu dapet hari ini?"
Krisan mengerutkan kening. " Dapet apa?"
Rangga mendekati Krisan, berdiri beberapa centimeter dibelakang Krisan. Matanya melirik ke
rok Krisan, sbuah kode agar krisan menengok bagian belakang roknya.
Sbentuk lingkaran warna merah tergambar jelas dirok abu2 Krisan. Krisan pucat pasi seketika.
Ini sungguh diluar perhitungannya. Hari pertama mentruasi, tembus, lalu ketahuan Rangga.
" Ke UKS gih," kata Rangga.
" Rangga," ucap Krisan panik dan malu.
" Aku kerumahmu ambilin rok seragam yg masih bersih."
" Tapi..., sosiologimu?"
" Anggap aja kamu utang budi sama aku," celotei Rangga santai. " Lagian, aku lg nggak pengin
ikut pelajaran pak Supeno hari ini."
Krisan ke UKS, sementara Rangga segera mengurus surat izin untuk keluar sekolah.
Krisan mengamati kepergian Rangga tanpa bisa berkata apa2. Laki2 itu menunjukan sisi manly
padanya, saat posisinya sdang terjepit sepert? itu.
** Menjelang peringatan hari sekolah, pengurus klub disibukan dgn bnyak kegiatan. Mendekoq,
tenikal meeting hingga persiapan untuk pameran saat hari H. Rangga tergabung dlm klub mading
dan seni rupa, sdangkan Krisan tergabung dlm klub musik.
Ruang klub mading dan klub musik berdekatan. Masing2 klub memiliki rencana berbeda untuk
ultah sekolah besok. Rencana matang yg sudah dipikirkan jauh hari sebelumnya melalui rapat.
Mading ingin memperkenalkan sejarah kesusastraan di indonesia. Jika biasanya dibuku teks
hanya disajikan secuplik karya2 sastra, anak2 mading ingin memperkenalkan para pengarang yg
berpengaruh besar dlm kesusastraan indonesia. Mulai dari Hamzah Fansuri, Tulis Sutan Sati,
Hamka, Chairil Anwar, Prmoedya Ananta Toer, Taufik Ismail, Hilman Hariwijaya, hingg Ayu
Utami. Mereka memberi judul [Penulis dari Masa ke Masa]
Klub musik berencana akan menampilkan ansambel campuran. Klub musik hanya butuh sdikit
bantuan dari guru seni untuk bisa membentuk kelompok harmoni, kelompok melodi, dan
kelompok ritmis. Mereka sudah latihan sejak beberapa minggu yg lalu. Hanya tinggal sekali
pematangan, dan siap ditunjukan untuk ultah sekolah besok. Melodi, harmoni, dan ritme yg
terbentuk sudah menyatu. Tdk ada lg nada2 yg meloncat sumbang. Semuanya bekerja sekeras
mungkin. " Krisan..." Rangga melongok dari pintu Klub musik. Beberapa anggota klub musik istirahat
sbentar sore itu. Mereka baru saja melewati dua kali latihan penuh.
Krisan menoleh. Dia tersenyum melihat Rangga berdiri diambang pintu. Perlakuan Rangga
beberapa hari yg lalu, membuat Krisan smakin menghargai laki2 ceria satu itu. Walaupun
Rangga berkelit bahwa itu hanya caranya untuk menghindari sosiologi, bagi Krisan itu adalah
perbuatan luar biasa. " sepertinya aku sampai malam," kata Rangga. " Kamu pulang duluan aja. Munkin aku pulang
pukul 12an. Masih ada bgian mading yg perlu dirapihkan. Artikelnya jg masih perlu
dikembangin penjelasannya."
Krisan mengangguk mengerti. Dia slalu hafal jadwal klub mading yg sering diluar batas itu.
Lembur sampai malam demi menghias dan mengisi artikel. Ditambah lg, Rangga jg harus
menyelesaikan sesuatu diklub seni rupa.
" Oke," jawab Krisan mengerti.
" Jangan pulang terlalu malam," pesan Rangga perhatian. " Kalau bisa sbelum pukul 7 segera
pulang. Kamu pulang sendirian soalnya."
Krisan mengangguk lg. Rangga segera berlalu dari klub musik. Masih ada beberapa kertas warna yg harus dipotong
untuk menghias mading yg akn ditampilkan besok.
** Beberapa kelas sudah ditutup. Hanya ada dua penjaga malam dan satpam digerbang sekolah yg
masih terjaga. Selain dari klub mading, masih tersisa beberapa anggota klua teater sekolah.
Sisanya adalah panitia ultah sekolah yg bekerja ekstra keras untuk kegiatan besok. Biasanya,
beberapa panita laki2 memilh tdur disekolah agar bisa menyiapkan segalanya dgn maksimal.
Rangga menengok arloji dipergelangan tangannya. Pukul 22.30, pekerjaan mading ternyata
menguras waktu. Terbukti mundur stengah jam dari target awal. Untung karyanya diklub seni
rupa sudah beres. Sbelum pulang, Rangga menengok klub musik, ruangan sepi, lampu ruang
klub musik jg sudah dipadamkan, peralatan musik sudah ditata seperti semula.
'Krisan sudah pulang' batin Rangga.
Terdengar guruh menggelegak dilangit. Kilatan cahaya putih dan biru berkilat bergantian tiap
menit, seolah2 membelah langit menjadi beberapa bgian. Sepertinya sbentar lg akn turun hujan.
Langit telihat sangat gelap. Awan cumulumimbus tampak menggumpal, membentuk gerombolan
gelap yg siap menjatuhkan air kapanpun.
Rangga mendekati pintu gerbang. Dia dan beberapa anggota klub mading adalah siswa terakhir
yg pulang malam itu. Tiba2 ponsel disaku Rangga berdering nyaring.
" Rangga," sambar suara dari seberamg tergesa2.
" ada apa, tante?" Rangga mengernyit. 'mama Krisan"'
tumben wanita itu telpon keponselnya malam2 bgini,
" Krisan sama kamu?"
Rangga mengerutkan kening. Ruang klub musik sudah kosong. Anggota klub musik jg sudah
bubar lebih dulu, jauh sbelum anggota klub mading membubarkan diri.
" Kita memang lembur, tante. Besok ultah sekolah." Rangga menjelaskan dgn nada setenang
mungkin. " Tapi, setahu saya, Krisan sudah pulang beberapa jam yg lalu."
terdengar suara napas tertahan dari seberan. Napas ibu Krisan terdengar tercekat.
" Soalnya anggota klub musik sudah pulang duluan. Anggota klub mading baru pulang skarang,"
tambah Rangga. " Ada apa tante?" perasaan tidak enak menyelinap ke benaknya.
" Tante kira krisan ada bersama Rangga." ibu Krisan mulai sesugukan. " Sampai jam segini
Krisan blm ada dirumah." suaranya terdengar bgitu khawatir.
Apa yg di khawatirkan rangga barusan benar2 terjadi. Rasa takutnya terjawab sudah. Krisan blm
ada dirumah sampai selarut ini, padahal klub musik membubarkan diri terlebih dulu. Pikiran2
negatif terlintas dibenak Rangga. Khawatir terjadi apa2 dgn Krisan.
" Tante bingung..., ponselnya tdk aktif."
" Tante..., tante tenang dulu," potong Rangga. Walaupun panik dan kalut, Rangga berusaha untuk
tetap tenang. " Aku segera cari Krisan." Rangga mempercepat langkah. " Tenang tante, akan
Rangga cari dari arah sekolah." sahutnya.
Ibu Krisan menimpali dgn suara lemah, setuju akn usulan Rangga.
** Krisan mengintip jendela ruamg klub mading. Satu2nya klub yg blm membubarkan diri malam
itu adalah klub mading. Masing2 anggota sibuk dgn kegiatannya. Ada yg mengecat papan,
memotong kertas, menulis artikel, dan memotong gabus menjadi pola2 tertentu.
Rangga sndiri sdang sibuk membuat pola ke atas gabus. Tangannya memegang pensil.
Kacamatanya bahkan sampai melorot. Peluh bertetesan didahinya. Dia serius menggarap
pekerjaan itu, tp masih ada tatap ceria dimatanya.
" Ngga, ini ditaruh dmana?" tanya salah seorang teman.
Rangga menjawab tanpa mengacuhkan pekerjaannya, " Ditengah, dekat puisi Chairil."
Tertegun menatap keseriusan diwajah Rangga, Krisan urumg menapak masuk keruang mading.
Mereka ngebut untuk hari H, dan smua klub memang sdang puncak2nya sibuk.
Krisan menengok jam dinding diruangan klub mading. Jarum pendek nyaris menunjuk ke
pertengahan angka sepuluh dan sebelas, sementara jarum panjang menunjuk angka tiga. Sudah
larut. Anggota klub musik sepertinya jg tdk tahu waktu. Kegiatan latihan ansambel mereka baru
selesai beberapa menit lalu. Baru kali ini klub musik berlatih smpai larut. Semua klub punya satu
tujuan: menyukseskan ultah sekolah.
Urung mengganggu Rangga yg tampak masih sibuk, Krisn memutuskan pulang sendiri. Rangga
sudah mewanti2 sbelumnya bahwa kegiatan klub mading bisa saja sampai larut.
Sebenarnya, Krisan jg ragu pulang larut sendirian. Terlebih dgn berjalan kaki. Dari sekolah
kerumahnya, ada jalan pintas, yg hanya terpaut beberapa menit dgn jalan kaki. Stelah
menimbang2, akhirnya Krisan memutuskan melewati jalan pintas.
Krisan mempercepat langkah. Kompleks sekolah mulai hilang dibelakangnya, tergantikan dgn
bayangan pekat langit malam. Awan hitam menggantung. Memberi kesan seolah bumi dan langit
sdang menyatu malam itu. Mungkin sbentar lg hujan akan turun. Akhir2 ini cuaca tdk menentu.
Hujan bisa turun tiba2 dan susah diprediksi. Terkadang mendung, tp seharian hanya panas tanpa
ada hujan. Terkadang terang, tiba2 beberapa menit kemudian turun hujan deras yg susah
ditoleransi. Krisan nyaris mencapai perempatan lampu merah. Beberapa langkah sbelum lampu merah ada
sbuah gardu kecil. Hatinya was2 tdk karuan. Dia baru ingat, dari omongan tetangganya, digardu
itu. Ada orang2 tak jelas yg sering nongkrong dam mereka sering kali mabuk.
Bangunan bercat cokelat tua itu mulai tampak dipelupuk mata Krisan. Jantung Krisan smakin
bertalu2. Berharap bahwa omongan tetangganya itu hanya gosip belaka, berharap digardu itu tdk
ada siapapun sehingga dia bisa pulang tanpa rasa was2 yg terus menghantuinya. Manusia jika
sudah gelap mata bisa lebih mengerikan daripada hantu.
Krisan trus melangkah, mempercepat langkah, dia melirik gardu dari sudut matanya, sepi. Tdk
ada siapa2 digardu itu, membuat Krisan bernafas lega.
Lampu lalu lintas tak jauh dari gardu berkedip2 berganti warna. Derung mesin motor mulai
berkurang. Langit gelap membuat orang2 urung keluar rumah.
" Cantik.... mau kmana?"
Deg. Jantung Krisan berdesir hebat, suara asing menyapa gendang telinganya. Mengejutkan saraf
sadar Krisan, hingga membuatnya mengerem langkah mendadak.
Krisan menggigit bibis bawahnya, panik bkn main. Didpannya, berdiri seorang pria botak
berbadan kekar. Mengenakan pakaian lusuh berwarna hitam, dgn tindik tak teratur dihidung dan
daun telinga. Dia tertawa puas, menunjukan sepasang matanya yg memerah.
Tubuh Krisan bergetar hebat. Terlebih, bau minuman keras yg menyengat menyapa lubang
hidungnya. " Hei, man, ada gadis cantik." lanjut laki2 itu. Suaranya berantakan. Terdengar terputus2 dgn
nada tdk karuan. Laki2 itu melenggang mendekat, gerakannya sempoyongan. Tangannya menggapai kemana2,
beberapa menit kmudian, teman laki2 botak itu mendekat. Dia muncul begitu saja dari belakang
gardu. Laki2 satunya tdk kalah mengerikan dgn laki2 botak itu, mereka sama2 kacaunya dgn
laki2 botak tadi. Krisan mengumpulkan segenap keberaniannya. Akal sehatnya menguap bgitu saja, tertelan rasa
takut yg teramat sangat. Dia berusaha mengabaikan dua laki2 mabuk itu. Mempercepat langkah,
mencoba berlari, dan segera meninggalkan tempat itu.
" Man, dia lari!" seru salah satu dari mereka, seolah menikmati permainan hide and seek dgn
seorang anak kecil. Peluh bercucuran didahi krisan, dia merasa jarak kerumahnya memanjang tiba2. Menapak
secepat apapun tdk membuatnya lekas sampai dirumah.
" Lari kemana manis?" si botak berhasil meraih lengan Krisan. Bibirnya nyengir penuh
kemenangan saat merasakan kulit Krisan yg begitu halus.
Krisan memekik, meronta. Namun percuma, sekeras apapun dia memekik dan meronta, tak ada
seorangpun yg mendengar teriakannya. Jalan itu bgitu sepi, tak ada seorangpun yg lewat malam
itu. " Lepaskan....! Lepaskan...!" suara Krisan terdengar merana. Sisa dipita suaranya habis. Antara
keberanian melepaskan diri dan rasa takut bercampur jadi satu.
" Kita akn bersenang2 manis," timpal seorang lg.
Mereka berdua menyeret Krisan kebelakan gardu. Tdk peduli seberapa kuat Krisan meronta
untuk membebaskan diri dari mereka. Tdk peduli pada jeritan krisan yg pilu dan menyakitkan.
Hanya dlm beberapa menit, Krisan merasa dirinya hancur. Mimpi buruk yg menjadi kenyataan,
membuat Krisan seolah2 terhempas dgn sangat keras diatas landasan berbatu tajam. Terbangun
dlm keadaan kacau, dgn menahan rasa perih yg menusuk perasaan dadanya.
Krisan menangis sesugukan tanpa bisa berbuat apapun. Suara tangisnya memecah keheningan
dijalan sepi itu. Bersautan dgn suara jangkrik yg berbunyi disela2 tanah. Krisan kehilangan
kehormatannya malam itu. Dan, hanya satu yg Kriran rasakan saat ini, dunianya benar2 sudah hancur.
** Rangga berlari gontal tanpa tahu arah, mengingat ingat tempat mana saja yg biasa didatangi
Krisan. Intensitas hujan yg tercurah kebumi smakin besar, airnya yg bening menggenang dijalanan.
Langkah kaki Rangga smakin lebar, menimbulkan bunyi kecepak keras saat sepatunya
menghantam genangan air. Dia tdk peduli lg dgn seragamnya yg basah, maupun sepatu ketsny yg
mulai kemasukan air. Sampai dibelokan jalan, langkah Rangga terhenti. Perempatam lampu merah pertama dgn
peman. Suasana disekitar tdk begitu baik, lampu lalu lintas mati, tdk ada penerangan jalan yg
menyala, kecuali lampu kendaraan bermotor yg kebetulan lewat. Kendaraan2 yg lewat
menerjang jalanan begitu saja, didukung hujan lebat yg membuat para pengemudi ingin cepat2
sampai rumah. Rangga menghela napas, begitu dlm dan pelan. Diatas tanah becek berair yg tak jauh dari marka
jalan, Rangga melihat sosok rambu panjan. Duduk bersimpuh memunggungi jalan raya. Seorang
putih berseragam putih abu2 yg perawakannya sangat familier dimata Rangga. Krisan Larasati.
" Krisan..." Rangga mdndekat. Menyentuh bahu gadis itu pelan.
Hening tdk ada sagutan, hanya terdengar suara guruh yg besahutan, serta tetesan air hujan yg
jatuh menimpa tanag. Bahu gadis itu bergoncang, naik turun, dia sesugukan.
Rangga sdikit membungkukan badan, dia memutar langkah untuk bisa melihat Krisan dari dpn.


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kris...." kata2 yg ingin diucapkan Rangga tertelan lg. Menggantung dimulutnya.
Krisan terlihat berantakan, sangat berantakan. Wajahnya pias dgn tatapan kosong. Rambut
panjangnya yg selalu rapi jd tdk keruan. Walaupun dia sesenggukan dgn isak keras, tdk ada
emosi yg tergambar diwajahnya. Baju Krisan kotor dan tdk berwujud. Bagian kerah hingga dada
sobek tdk teratur, rok abu2 Krisan terlihat kumal dan tertekuk tdk rapi. Krisan hanya mampu
menangkubkann tangannya sambil memegangi ujung kemejanya, menggunakan sisa2 tenaganya
untuk memeluk dirinya sendiri.
" Krisan..." suara Rangga terdengar melirih.
Penampilan Krisan begitu kacau sudah cukup menjelaskan semuanya tentang keadaan Krisan
saat itu, jg hal yg baru saja dialami Krisan ditempat itu.
" Ayo pulang,Krisan." hanya satu kalimat itu yg mampu diucapkan Rangga.
Krisan tertegun menatap Rangga. Bahunya masih naik turun diantara hujan. Ekspresi yg
tergambar diwajah Krisan... dan smuanya membuat Rangga bungkam. Tdk ada yg bisa dilakukan
selain merengkuh tubuh lemah Krisan kedlm pelukannya. Meletakan kepala Krisan kedada
bidangnya, mengusap kepalanya lembut. Mengembalikan anak2 rambutnya agar rapi seperti
semula, dan memberikan dukungan diam lewat pekukan hangatnya.
" Rangga..." krisan sesenggukan, emosinya tumpah.
Rangga mengangguk mengerti. Dia mempererat pelukannya pd Krisan.
Gadis ini berada dititik paling rendah. Dia yg selalu tersenyum walaupun meredam perkataan
orang2 tentang keluarganya. Dia yg berusaha bangkit ditengah susahnya mendapatkan
kepercayan. Lalu, kali ini..., dia dicoba lg, seberapa kuat dia masih bisa berdiri tegak.
Rangga melepaskan kemejanya, dia tdk peduli dgn air hujan yg begitu dingin. Dia jg tdk peduli
dgn udara dingin yg perlahan mulai menggigitnya malam itu. Yg ada dipikirannya hanya satu,
menjaga kehormatan krisan yg masih tersisa, walaupun sudah terlambat.
Sekali tangkup, Rangga menaungi tubuh Krisan dgn kemeja putihnya.
" Ayn pulang..." Ajak Rangga sekali lg.
Krisan bergeming. Rangga mengerti apa yg sdang berkecamuk dlm pikiran krisan.
" Dengar krisan," Rangga merengkuh bahu Krisan, " Kadang kita sering merasa bahwa hdup
kadang nggak adil. Namun dari situ, stidaknya ada sesuatu yg bisa dipelajari dan tdk hanya
diratapi. Kamu pernah bilangkan, esensi dari hdup adalah dgn memberikan keputusan terbaik
saat menjalaninya." Rangga terdiam. " memang mudah bagiku untuk mengucapkan hal2
semacam ini, karna aku tdk merasakan apa yg kamu rasakan skarang." Rangga menghela nafas. "
Aku tdk ingin hdupmu berheti sampai disini. Kamu harus janji padaku, Krisanti!"
BAB 12 Empat minggu ditinggal KKN, suasana kamar Kie tdk berubah, meja belajarnya tdk tersentuh,
leptop tertata rapi, koleksi buku2 ekonominya berjajar dirak, begitu pula kaset lagu2 prancis
kesayangan Kie. Semua tdk bergeser dari tempat semula.
Kebiasaan mamahnya menular, bahkan Kie
lagu2 berbahasa prancis. Memang secara
mamahnya yg sangat fasih bercas-cis-cus
melodisasi lagu, tdk lebih. Biasanyanya, dia
bhasa inggris. lupa bgaimana awalnya dia bisa kerajingan pada
bahasa dia sama sekali tdk tahu, berbeda dgn
dlm bhasa prancis. Kie hanya tertarik sebatas
mencari tahu arti lagu berbahasa perancis itu dlm
" Kinanthi!" terdengar sesosok suara lembut bergema dikamar Kie.
Kie menoleh, mamahnya berdiri diambang pintu dgn senyum lebar dibibirnya.
" Kapan mama pulang?" Kie melotot
" Kpan Kinanthi pulang?"
Kie melongos tersenyum. Saking rindunya dgn suasana rumah, dia sampai memberi tahu mama
bahwa KKN sudah selesai. Mungkin semacam kerinduan pada khdupan dikota yg mobilitasnya
begitu tinggi. Akses informasi dan teknologi mudah, sinyal ponsel penuh tdk perlu keluar
ruangan kalau ingin telepon. Itu smua tdk didpatkan Kie saat KKN.
" Bgaimana KKN" Asyik kan?" mama Kie duduk ditempat tidur Kie.
Kie memutar kursinya. Sekarang, mereka duduk berhadapan, bercengkrama.
" Bagi mama, pengalaman tak terlupakan waktu kuliah ya saat KKN itu. Waduh, disitu baru
kerasa susahnya nyari makan, susahnya nyari duit buat ngumpulin dana. Ngerasin bgaima hdup
bersama keluarga baru ditengah masyarakat yg blm dikenal..." sepasang mata mama
menerawang, mengingat2 memori yg pernah dienyam saat KKN.
Kie manggut2 mendengarkan. " mamah nggak ngerasain gmana susahnya low signal" Lampu
tiba2 nggak kuat gara2 bnyaknya muatan listrik?"
Mama Kie berjengit, dia menatap Kie dgn tatapan tdk percaya. " Zaman mamah kuliah dulu,
ponsel blm menjamur Kinanthi. Kami benar2 menikmati KKN."
Bibir Kinanthi membulat membentuk huruf 'o'.
" Waktu mama KKN dulu, ada sesuatu yg berkesan disana." mama Kie tersenyum. Lamunan Kie
buyar seketika. " pacar pertama mama ketemu saat KKN loh."
Mata Kie mendelik lebar. Pacar mana lg yg blm diceritakan mama padanya" Memang sejauh ini,
Kie tahu bahwa mamanya dulu punya bnyak pacar. Mama sering menceritakan masa mudanya
pada Kie. Katanya,mama bkn tipe lurus, yg hanya pusing mengurus satu pacar. Dia tdk segan2
memiliki dua gandengan dlm sekali jalan. Mama jg tdk pernah menangis saat putus maupun
diputus oleh pacarnya. Nenek Kie jg senang menceritakan masa muda mamanya itu. Bgaimana mamanya bgitu energik
dan tdk terlalu ambil pusing masalah cinta. Kata nenek, " Aku baru tahu mamamu menangis saat
papamu meninggal." so touching.
" Ini cerita yg mana lg ma?"
Mama Kie mengerling penuh arti. " Kamu tdk mengalami something sweet, Kinanthi?"
Kie memajukan bibir bawahnya. 'Something sweet"'
Nama Ranggadipta Hadiwijaya tiba2 menyeruak kebenaknya. Bgaimana laki2 jangkung berkulit
eksotis itu slalu memperlakukannya dgn sangat istimewa. Bgaimana laki2 bersenyum manis dan
bergigi gisul itu slalu menjaganya dgn gesture protektif. Lalu, kenangan2 yg terbentuk selama
KKN. Cerita hujan. Aromanya yg khas dan menenangkan. Gayanya yg terlihat manly saat
membidik objek dgn kameranya. Kilat energik dibalik kacamata tipisnya. Sgala tentang Rangga
tersimpan kuat dimemori Kie.
Jantung Kie berdetak lebih cepat. Hanya dgn mengingat nama laki2 itu saja hatinya kebit2 tdk
keruan. " Something sweet..." Kie menggumam. Suaranya bgitu lirih, seolah2 itu diucapkan memang
untuk didengarnya sendiri.
" Kinanthi, besok ikut ke resot mama ya." sebuah sapaan halus membuyarkan ingatan dibenak
Kie. Mama Kie punya usaha resort diBali, tepatnya diwilayah kuta. Resort mama tdk pernah sepi
pengunjung. Kadang mama sdikit kewalahan menangani berbagai bisnis yg dikembangkannya.
Pabrik tekstil diwilayah Surabaya, butik di Mal Tanjungan Plaza, dan jg sbuah resort dgn konsep
alam diKuta Bali. Untuk resort diBali, mama mempercayakan pengolahan pada saudaranya. Dlm
kurung waktu tertentu, mama berkunjung ke Kuta untuk melihat perkembangan resort tersebut.
Kie mengangguk setuju, " Sip, ma!"
Tampaknya menarik untuk mengunjungi resort mama di Kuta Bali. Terlebih untuk
menghabiskan sisa liburan stelah empat minggu KKN. Menghilangkan penat stelah berkutat dgn
berbagai proker slama KKN.
Mama beranjak keluar stelah mengelus lembut rambut Kie. Sebenarnya ada hal penting yg ingin
dibicarakan dgn putri semata wayangnya itu, tp niatnya itu dia urungkan. Melihat putrinya
menikmati masa istirahan pasca KKN, beliau memilih menunda membicarakan perihal kehdupan
pribadinya kepada Kie. Ada waktu lain yg lebih tepat.
Kie menatap punggun mamanya sambil tersenyum. Bayangan2 tentang ketenangan dipulau
Dewata sudah tergambar diotaknya.
Tak berapa lama kemudia, ponsel Kie bergetar, sbuah SMS masuk ke ponselnya.
" Aku d Yogya. d sini hujan
Lain kali km main k sni Ada Krisan jg..." 'Ada Krisan juga.."'
Kalimat terakhir di SMS Rangga membuat Kie tertegun. Krisan pernah bercerita padanya bahwa
hubungannya dgn Rangga memang dekat. Sejak kecil, mereka dekat. Hubungan mereka
merenggang saat kuliah karna jarang ketemu.
Mungkin ini takdir atau entah apa" Krisan dan Rangga dipertemukan lg saat KKN. Krisan jg lah
yg mengenalkan Rangga pada Kie. Walaupun menolak untuk tdk khawatir, tp hati Kie tdk bisa
berpaling bahwa ada sekelumit gundah disana. Bukankah dinovel dan difilm, hubungan
pertemanan sejak kecil akhirnya akan membina hubungan yg lebih daripada sekedar
pertemanan" Cinta....
Apakah seperti ini yg dinamakan cemburu" Tidak rela akan kehadiran orang lain disamping
orang yg disukai. " I wish i were there..., beside you,"
Tanpa sadar, Kie menekan tombol reply. Dia baru sadar apa yg barusan ditulisnya saat Rangga
mereply balik SMSnya. " it is. Hmm, sptnya aku bnar2 jatuh cinta... "
Kie tersenyum sambil menatap layar ponselnya.
BAB 13 'Jebakan!' Kie ngedumel kesal.
Keramaian ini adalah pemandangan asing baginya. Kie tdk suka keramaian. Bnyak sekali orang
asing disekitarnya, orang asing yg blm dikenalnya, orang asing yg menurut Kie terlalu sok akrab.
Orang2 yg tersenyum tiap kali Kie lewat didpn mereka. Mama mengenalkan Kie kpada mereka.
Lebih tepatnya 'memamerkan' sbagai putri semata wayang.
Ini Bali. Didpn Kid menghambar peraian laut Kuta yg menenangkan. Keramaian kuta yg begitu
dikenalnya. Surfer2 berkulit cokelat yg slalu membuatnya berdecak kagum. Lalu langan turis
asing berambut blonde. Penjaja tatto, penjaja tikar, dan penjaja kain panti yg begitu khas, juga
pohon kelapa dipinggir pantai yg begitu sejuk.
Namun sekalipun ini Kuta yg slalu membuatnya nyaman, Kie benar2 tdk nyaman malam ini.
Kata mama, kunjungan kebali hanya untuk melihat resort sambil mengunjungi saudara mama.
Pure untuk menghabiskan sisa liburan Kie. Ternyata, mama mengadakan acara disini. Sbuah
reoni dgn sahabat2 mama saat kuliah dulu.
Mama tahu betul bahwa Kie terlalu menutup diri, beliau bisa membaca tabiat Kie yg slalu
memberengut sebal stiap dikenalkan dgn teman2nya. Beliau jg tahu bahwa mempertemukan Kie
dgn teman2nya adalah hal yg mustahil. Ini adalah satu-satunya jalan, mengundang teman2nya
datang keBali. Mengajak Kie, dan voila, beliau bisa membanggakan Kie didpn teman2nya.
" Aku bosan disini. Bukan komunitasku. Mana mungkin aku bisa nyambung dgn omongan ibu2
itu?" Kie ngedumel tdk jelas lewat ponselnya.
Terdengar tawa nyaring dari seberang telpon. Rangga.
" Kamu di Bali Kie?" tanya Rangga antusias. Suara diseberang terdengar sdikit berangin. "
Disana hujan" Disini hujan loh."
Kie menghela nafas panjang. Dia hafal tabiat Rangga. Rangga adalah laki2 pertama yg tdk
pernah absen memberikan laporan cuaca. Bgaimana tdk, tiap kali hujan turun, Rangga pasti akn
mengirimkan pesan bahkan menelpon kie hnya untuk memberitahu bahwa ditempatnya sdang
hujan. " Dising nggak hujan sih, tp langitnya gelap." kie beringsut keluar dari keramaian pesta pantai.
Selangkah..., dua langkah..., tiga langkah....
Akhirnya, dia bisa menjauh dari keramaian pesta reuni mamanya. Duduk terpekur dibawah salah
satu pohon kelapa dgn ponsel masih menempel ditelinga.
Seperti ini yg diaharapkan Kie. Keadaan tenang dgn suasana hening. Hanya terdangar debur
ombak pantai Kuta dan gesekan daun kelapa yg mengembuskan angin malam. Sayup2 terdangar
ingar bingar musik dari arah reuni yg digelar mamanya.
** Kie tersenyum saat ponsel disakunya berdaring lg.
Dari Rangga. Sepertinya Rangga memang bisa membaca suasana dihati Kie, walaupun jarak
mereka terlampau jauh. Yogja-Bali.
Sambungan mereka sempat terputus beberapa menit lalu karna kie harus menjauh dari
kegaduhan musik dipesta pantai mamanya.
Kie meluapkan apapun yg mengganjal moodnya pada Rangga diseberang sana, tanpa tanggung2.
" Sudalah nikmati saja semuanya." Rangga membesarkan hati Kie. " pilih mana, di Yogya, tp
hujau, atau di Bali, tp bau laut?"
Kie berpikir sejenak. Menimbang kalimat pilihan dari Rangga. Sejak dulu, dia tdk pernah suka
hujan. Hujan bagi Kie sangat mengerikan. Tdk ada yg menarik dari awan gelap yg bergumpal2
dilangit. Terlebih suara petir menggelegar dan cahaya kilat yg seolah membelah langit itu.
Namun jujur, berada bersama Rangga, ternyata bisa membuatnya tenang. Rangga jugalah
satu2nya orang yg bisa membuat Kie merasa nyaman walaupun suara petir terdengar bertubi2.
" Aku ingin ke Yogya. Disana tenang tidak,?" aku Kie.
Hening. Rangga tdk menyahut. Mungkin dia tersenyum disana. " Aku akn mengajakmu kesini.
Aku ada rencana buat reoni teman2 KKN di Yogya. Setuju nggak?"
" Ide yg bagus."
" Kie, aku ingin melihat senja di Malioboro bersamamu. Ingin membuai rintik hujan di Pantai
Parangtritis bersamamu juga." suara Rangga melembut. " Aku akn mewujudkannya, tunggu ya."
Kie meresapi stiap kalimat yg dilontarkan Rangga.
" Nikmati harimu di Bali, ya. Ada kalanya, kamu perlu membuka dirh pada teman2 mamamu."
Kie mengangguk pelan, " Ya. Akan kucoba."
" Sampai ketemu saat kuliah nanti ya. Ketemu dikantin ya."
Sambungan selesai sbelum Kie sempat bertanya sesuatu kepada Rangga.
Rangga benar, sekali2 dia memang perlu membuka diri untuk berbincang dgn teman2 mamanya.
Menghargai mama yg sudah membanggakannya didpn teman2nya. Hanya 'say hi' kpada teman2
mama bukan masalah besar. 'semuanya akn baik2 saja'.
Kie beranjak dari tempat duduknya. Langkahnya terhenti saat air tiba2 tumpah dari langit. Kie
mendongak cemas. Tak ada satupun bintang diangkasa. Yg ada hanya warna kehitaman yg
bertambah pekat. Berkunjung ke pantai saat musim hujan sepertinya bkn ide bagus. Terlebih
berada sendirian dibawah pohon kelapa seperti skarang ini. Ombak yg bergulung2 terlihat seperti
bayangan hitam. Hujan dilaut membiaskan udara yg membatasi langit dan bumi. Memberi kesan
seolah2 bumi dan langit disatukan oleh air yg bergulung2.
" tiba2 hujan... aku takut."
Kie mengetik SMS cepat kpada Rangga. Kecemasannya smakin bertambah saat terlihat kilat
cahaya putih dari garis horizon. Walaupun singkat, kilat itu merefleksikan warna hitam pekat
lautan yg seolah menyatu dgn awan2 comulonimbus.
Stelah itu, kie menutup telinganya rapat2. Terdengar hantaman guntur ringan dari arah lautan.
Kie panik. Bahkan dia tdk peduli dgn incoming call yg masuk keponselnya. Semuanya menjadi
buram. Laut dan ombak yg bergulung2 itu, pohon kelapa tempatnya bertedu, hiruk pikuk orang2
yg mencari tempat berteduh, juga awan gelap yg seolah tumpah ke tengah lautan. Semua
membuatnya ketakutan. ** Rangga mengernyit. Keningnya mengerut, membuat alis tebalnya nyaris tertaut. Dia
memandangi layar ponsel dgn tanda tanya besar dikepalanya. Sambungan yg ditunjukan untuk
Kie gagal. Berulang kali layar ponselnya menunjukn tulisan redialling dgn icon loading
berwarna merah. Pantang menyerah, Rangga menekan lg tombol hijau.
Nihil. Tdk ada sahutan dari seberang. Panggilannya ke nomer Kie hnya berakhir 'tut-tut-tut'
" Siapa, Ngga?" Krisan penasaran. Sejak beberapa menit lalu, Rangga terlihat cemas. Padahal
sbelum ini Rangga sempat menelpon Kie. Bicara panjang lebar sambil tertawa2 dgn gadis itu.
Malam itu, Rangga dan krisan mengadakan pesta jagung bakar kecil2an diteras belakang rumah
Rangga. Hasil panen dari kebun ayah Rangga.
Membakar dan merebus jagung saat hujan adalah satu hal yg disukai Rangga. Asap jagung bakar
menyatu dgn aroma hujan. Itu adalah bau khas favoritnya.
" Ngga, are you okay?" ulang Krisan.
Krisan menghentikan aktivitasnya sejenak demi melihat gelagat Rangga yg tiba2 aneh.
" Di Bali hujan." timpal Rangga out of topic.
Krisan memicingkan mata. Bali hujan, di Yogya jg hujan. Dan itu bkn hal aneh karna pada
januari nyaris seluruh wilayah indonesia terguyur hujan secara berkala.
" Maksudku, Kie sendirian diluar ruangan. Dia takut hujan...." Rangga tergagap.
Bahkan Rangga tdk peduli lg dgn jagung bakar yg ada didpnnya. Apinya mulai menciut karna
Rangga menghentikan gerakan kipasnya.
" Kie takut petir. Aku nggak mau terjadi apa2 sama dia." Rangga meletakan kipasnya. Ekspresi
cemas diwajahnya tergambar semakin jelas. Dia berkonsentrasi penuh pada ponselnya, berharap
panggilannya bisa cepat tersambung ke ponsel Kie.
Krisan mengahela nafas panjang. Dia meletakan jagung bakarnya begitu saja. Tiba2 nafsu
makannya hilang. Jagung bakar manis yg masiah muda itu terasa hambar ditenggorokannya.
Terlebih saat Rangga menyebut nyebut nama Kinanthi. Rangga menumpahkan smua
perhatiannya demi bisa menghubungi Kie.
Skarang Krisan yakin, ada cinta didlm hati Rangga untuk Kinanthi. Itu membuatnya muak dan
merasa tersingkir. ** Azar berdiri mematung didpn pintu hotel tempatnya menginap. Bingung harus melakukan apa,
menyendiri dikamar hotel membuatnya bosan. Walaupun kamarnya menarik, bisa melihat view
tertentu dari sudut pantai kuta, tetap saja membosankan kalau menyendiri dikamar seharian.
Mamanya sudah pergi sejak stengah jam yg lalu. Mama jugalah yg mengajaknya ke Bali. Ada
acara reuni bersama teman yg harus dihadiri disini. Semacam pesta pantai, dan tdk mungkin
Azar ikut menghadiri pesta mamanya. Hanya para wanita yg ada disana.
Akhirnya, Azar hanya menelusuri keramaian Kuta pd malam minggu dgn sepasang matanya.
Berharap ada sesuatu yg menarik. Dia ingin berjalan menyusuri kompleks pantai, tp berjalan
sendirian jg membuatnya malas. Hiruk pikuk turis memenuhi jalanan sempit disekitar pintu
masuk Kuta, baik turis lokal maupun turis asing. Ada pikiran usil yg menyelinap dibenak Azar,
keinginan untuk menyelinap digerombolan para turis, lalu berkenalan dgn mereka agar ada orang
yg bisa diajak ngobrol. Nada dering SMS diponsel Azar berbunyi. Mengagetkan lamunan Azar.
" za, lagi pesta bkar jagun nih d rumahku."
dari Rangga.

Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aza melenguh bosan. Rangga teganya mengiriminya SMS seperti itu disaat dirinya bingung
lontang lantung tdk jelas didpn hotel.
" pulang k Yogya?"
Dia membalasnya basa basi.
Azar menunggu balasan dari Rangga, namun percuma, Rangga tdk membalas SMS nya.
Akhirnya, Azar memutuskan berjalan menyusuri jalan sempit yg dipenuhi para turis itu. Dari
kejauhan, tampak gerombolan mamanya yg sdang menggelar pesta pantai. Para wanita itu
terlihat sdang menikmati suasana pantai malam ini. Mereka mengobrol, saling bercanda, melepas
rindu, serta menikmati hidangan yg tersaji secara khusus.
Beberapa langkah dari pesta itu, Azar melihat sesosok gadis yg berjalan menjauh dari tempat
pesta. Berjalad dlm diam dgn seraut ekspresi yg seolah tenang.
Azar menahan nafasnya. Me
rasakan sendiri bgaimana jantungnya tiba2 berdetak seperti drum
saat melihat sosok yg berjalan dipasir pantai itu. Azar kenal dgn sosok itu. Gadis berambut
panjang lurus, dgn poni didahinya. Dia mengenakan flar skirt selutut berwarna krem,dgn blus
knit chaiffon abu2 yg pas melekat dibadannya. Lengkap dgn sepasng flat shoes warna cokelat.
Bayangan gadis itu sesekali tersorot lampu2 yg terpasang disepanjang jalan di Kuta.
'Kie"' batin Azar. Jantung Azar berdetak smakin cepat. Mungkin dia salah lihat, namun pembawaan gadis itu
memag mirim Kie. Mungkin, ini semacam pengharapan, tp betapa menariknya jika dia bisa
melalui malam membosankan ini bersama Kie.
Azar mempercepat langkah. Berniat untuk mengikuti langkah pelan gadis itu. Ada rasa geli yg
tiba2 menyelinap dihatinya. Azar merasa tiba2 saja menjadi penguntit malam itu.
Awan hitam menggantung diatas pantai, membuat langit menjadi begitu pekat. Semerbak bau
hujan mulai tercium samar2. Mungkin, sebentar lg hujan akn turun karna kilat2 putih mulai
membelah langit diatas laut kuta.
Dugaan Azar tdk meleset, titik2 kecil hujan mulai terasa menyentuh puncak kepalanya. Namun,
Azar tdk peduli. Rasa penasarannya leb?h besar daripada keinginan untuk berteduh.
'Kinanthi'. Azar bisa merasakan suara jeritan dihatinya saat melihat bahwa gadis itu benar2
Kinanthi. Kie menepi kebawah pohon kelapa. Sepasang tangannya mengadah kelangit, memastikan apakah
hujan benar2 turun atau tidak.
Blm sempat Azar mendekati Kie, intensitas hujan yg tertumpah dari langit smakin bnyak. Kie
tiba2 merunduk, terpekur memeluk lutut sambil menekan keypad ponselnya dgn gerakan cepat.
Azar tdk tahu apa yg terjadi pada Kie. Namun stelah itu, Kie menutup sepasang telinganya dgn
wajah ketakutan saat terdengap hantaman guntur keras. Wajah Kie mendadak pucat. Sepasang
matanya membesar, dia menggigit bibir bawahnya dgn ekpresi cemas yg sulit dijabarkan.
Azar memaku ditempat. Dia pernah mendengar sesuatu dari seseorang tentang ini. Ada beberapa
orang yg memiliki ketakutan teramat sangat pd petir. Mungkin kie salah satunya.
Bunyi guntur selanjutnya, Kie smakin ketakutan. Sebulir air bening menetes dari sudut matanya.
Tdk perlu dijelaskan dgn sesuatu yg lebih gamblang bagi Azar untuk menerjemahkan apa yg
dilihatnya. Azar tahu Kie sdang ketakutan saat ini.
Setengah berlari, Azar menjangkau Kie. Ini naluri yg dirasakan Azar, bahwa Kie membutuhkan
perlindungan saat ini juga. Tanpa ragu, Azar mendekap Kie. Menciptakan rasa nyaman untuk
Kie. Mengelus kepalanya lembut, dan membiarkan Kie terisak didadanya dgn pelan.
** Kie memdongak. Sesosok tubuh tegap memberikan perlindungan padany. Merengkuh,
melindunginya dari hujan. Sosok itu memberi rasa nyaman dari amukan suara guntur. Kie
terlindungi dari tetes2 air hujan. Walaupun tanpa payung atau apapun yg bisa melindungi dari
hujan. Kie merasa sudah terlindungi luar dalam.
Hanya itu yg dibutuhkan Kie saat ini. Perlindungan untuk bisa mengatasi rasa takutnya terhadap
hujan dan petir. " Azar..." gumam Kie pelan. Kie tersadar dari rasa takut yg tiba2 menyergapnya. Tanpa sadar,
matanya telah basah oleh bulir2 bening.
Selalu seperti itu. Kie tdk bisa mengontrol emosinya. Airmatanya keluar begitu saja tiap kali rasa
takut mendara pikiran jernihnya.
" I found you," tegas Azar sambil tersemyum. Rasa lega tergambar jelas lewat garis dibibirnya.
Dia senang melihat kie baik2 saja.
Azar tahu kalau Kie tdk suka hujan. Kie sangat benci petir. Kie rapuh stiap takut terhadap
sesuatu. " Bgaimana kmu bisa berada disini?" suara Kie serak.
Azar menepuk kepala Kie berkali2, menenangkannya. Selama masih ada hujan dan suara guntur,
gejolak dihati Kie blm bisa reda. Selama itu pula jiwa Kie akan sangat rapuh.
" Itu tdk penting Kie," sahut Azar singkat.
Malam itu, dibawah hujan pantai Kuta, Azar memberikan pelukan terhangatnya untuk Kie.
Pelukan dlm diam diantara ketenangan laut malam yg terguyur hujan.
** Kie dan Azar sama2 basah. Hujan diluar semakin deras.
Azar mengantar Kie pulang kerumah saudara mama, tempat Kie dan mamanya menginap selama
diBali. Letaknya tdk begitu jauh dari pantai.
Mama Kie sdang mengobrol dgn seseorang saat Kie diantar Azar pulang. Bercakap2 dgn wanita
berwajah oval. Rambut wanita itu panjang bergelung. Wanita itu eksotis, dgn sepasang mata sipit
dan kulit bersih. Saat wanita berambut panjang menoleh, Azar terbeliak heran. " Mama." ucapnya heran.
Mama Kie jg ikut heran. Sepasang matanya menatap Kie dan temannya secara bergantian.
" Dia putraku," ungkap mama Azar pada mama Kie, " Yg ingin kukenalkan padamu."
" Yg sering kamu ceritakan itu?" mama Kie mengerjap. Kebiasaan yg slalu ditunjukan jika
suasana hatinya sdang baik.
Putra sahabatnya ternyata teman dekat putrinya, kalau bisa dikatakan begitu. Stidaknya, mereka
berdua sudah saling kenal.
Tanpa bnyak berkomentar, mama Kie segera menyodorkan handuk untuk Azar dan Kie. Kie
terlihat kacau malam itu. Bibirnya pucat, bergetar menahan dingin.
" Aku bahkan tdk menyangka mereka sudah saling kenal," imbuh mama Kie.
" Azar teman KKN kie, ma," jelas Kie dgn bibir bergetar menahan dingin.
Ekspresi diwajah mama Kie smakin tak tertebak. " Ini sungguh diluar dugaan."
Kie dan Azar saling pandang satu sama lain. Orang tua mereka sudah saling kenal, dan mungkin
itu jg alasan mereka berdua mengajar Kie dan Azar kebali.
" Oh, ini Kinanthi, putrimu yg sering kamu ceritakan itu?" mama Azar bertanya balik, yg disertai
anggukan mama Kie. " wanita cantik ini mamanya Azar loh," bishk mama Kie pelan. Namun, suaranya masih bisa
terdengar oleh Azar. Laki2 bermata sipit itu tersenyum salah tingkah.
Kie salah tingkah, dia memandang Azar dan wanita bergelung itu bergantian. Fitur diwajah
mereka nyaris sama. Kecantikan wanita itu menurun pada Azar, memberikan aksen tampan bagi
Azar. Mama Azar bersahabat dgn mama Kie saat kecil, karna mama Kie pernah tinggal di Bali selama
beberapa tahun. Hanya saja, komunikasi mereka smakin jarang sejak masing2 memilih jalur
karier yg berbeda. Malam itu, disela rintik hujan dan reuni, mama Azar mengunjungi mama Kie.
Momen tak terduga saat Azar datang mengantarkan kie dan mereka berdua sama2 basah kuyup.
" kamu orang bali?" tanya Kie polos. Selama hdup bersama di KKN, Kie blm pernah
menanyakan asal usul Azar. Dipikirny Azar penduduk lokal Surabaya.
Azar tergelak. " Ini kampung halaman mama. Tiap liburan, kami pasti kesini. Tp Papa asli
surabaya, kok." Kie mengangguk. " Dunia ternyata cuma selebar daun kelor."
Azar mendengus sambil tertawa.
** Pesta jagung bakar dirumah Rangaga bubar begitu saja. Rangga tdk punya mood untuk
meneruskan membakar jagung. Pikirannya masih melayang jauh ke Bali, ketempat Kie
menyimpan rasa takutnya yg slalu bergejolak tiap mendengar petir.
Jam dikamarnya menunjukan pukul 12 malam. Matanya blm bisa terpejam. Selama beberapa
jam,matanya hanya berputar ke poster The Beatles diujung kiri kamar. Merambat ke miniatur
mobil F1 diujung kanan, lalu bertumpu ke tumpukan buku2 sastra koleksinya. Selama blm
mendengar suara Kie yg sdang baik2 saja, pikirannya tdk mungkin bisa tenang.
Rangga mengangkat ponsel yg sejak tadi tergeletak disebelah bantalnya. Dia duduk diujung
tempat tdur sambil menyulut batang rokok. Kebiasaannya tiap kali pikirannya sdang terganggu
sesuatu. 'tersambung!' Rangga kebat kebit tdk keruan.
" Kamu nggak papa Kie?" sambarnya tanpa kalimat pembuka.
Hening. " Kie?" Terdengar suara serak dari seberang. " Rangga, ini pukul berapa?"
Rangga menengok dinding. Dia menepuk jidatnya. Baru sadar kalau pembagian waktu di Bali
dan di Surabaya berbeda. Rangga merasa bersalah, hanya untuk memastikan apakah Kie baik2
saja, dia sampai lupa waktu. Menelpon tengah malam saat Kie sudah terlelap.
" Kamu baik2 saja kan?" Rangga menguasi diri. Dia lega mendengar nada sura Kie.
Hening. Namun Rangga tahu Kie mengangguk dgn sbuah senyum simpul disana.
" Aku benar2 mencemaskanmu, Kie. Andai aku ada disana..."
" Aku baik2 saja," potong Kie cepat. " Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Rangga."
Rangga mengangguk. Hatinya benar2 lega sekarang. Seperti ada beban berat yg terlepas dari
pundaknya. 'Aku ingin cepat2 bertemu dgnmu Kie'.
** Rangga mengkhawatirkannya. Hanya memikirkan itu saja Kie sudah senang. Suara Rangga
barusan, walaupun mengusik jam tdurnya, tetap terdengar menyejukam telinga.
Tentang Azar, Kie tdk ingin menceritakannya kpada Rangga. Ada sesuatu yg salah jika Kie
menceritakan kehadiran Azar pada Rangga. Entah itu apa...
BAB 14 Kinanthi mengaduk-aduk bakso yg baru dipesannya. Nafsu makannya hilang begitu saja.
Namun, sempat lapar, stelah mendapatkan tugas pada minggu awal masuk kuliah nafsu
makannya hilang. Krisan hanya memesan teh tawar seperti biasa. Menu makan siangnya slalu rendah kalori, dia
benar2 memperhatikan asupan makanan yg masuk kemulutnya. Tepatnya, Krisan
memperhatikan berat badannya sbagai seorang model. Dia slalu menolak saat Kie menawari ice
cream yg tersedia dikantin.
" Kenapa nggak dihabisin Kie?" Krisan menyesap teh tawarnya.
Kie mengaduk kuah bakso sekali lg, masih ada mie dan beberapa butir bakso.
" Tiba2 perutku kenyang."
" Kenyang tugas?" tebak Krisan tepat sasaran.
Kie menghembuskan nafas panjang.
" Mahasiswa memang seperti itu, Kie. Bkn mahasiswa kalau blm kenyang tugas."
Kie mencebik. " Dari mana kamu dapat kalimat itu?"
Krisan tertawa pelan. " Surprise!" Rangga tiba2 muncul dihadapan Kie.
Kie mengerjap cepat. Rangga berdiri didepannya dgn punggung sdikit membungkuk.
Menyamakan tinggi, membuat jarak mereka berdua begitu dekat. Hanya selisih beberapa
centimeter untuk bisa saling menyelami pikiran masing2.
Jantung Kie berdetak cepat. Nafasnya tertahan hanya demi melihat kehadiran Rangga didpn
matanya, dlm jarak sedekat itu.
" Bgaimana....."
" Kamu kangen aku nggak?" potong Rangga cepat. Senyumnya merekah. Senyum khas yg slalu
tampak cemerlang dimata Kie.
Krisan tercenung ditempat. Tatapan kedua insan itu memang tatapan penuh cinta.
'Tidak adakah celah bagaiku dihatimu, Rangga"' Krisan menyesap teh tawarnya dlm diam.
** " Kamu mau keperpus, kan?" Rangga tiba2 hadir didekat Kie.
Kie nyaris sontak. Lembaran hand out yg digamitnya nyaris berjatuhan. Kie terlihat cerah siang
itu. Mengenakan V-Neck dress merah bergaris hitam, lengkap dgn skiny legging warna hitam,
dan sepasang flat shoes berwarna merah gelap. Rambut legam Kie yg panjang terurai rapi seperti
biasa. Poninya tertata miring, dgn sejumput rambut dibagian tepi diikat sdikit kebelakang.
" Bgaimana....."
" Kuliahku sudah selesai," potong Rangga cepat. Akhir2 ini, dia selalu bisa membaca apa yg ada
dipikiran Kie. Siang itu, Rangga berpakaian rapi. Kemeja kotak2 panjang berwarna biru gelap, dipadukan dgn
celana skiny warna hitam, serta sepatu sneakers Reebok bercorak putih. Jauh berbeda dgn kesan
santai yg selama ini slalu ditunjukannya. Biasanya, Rangga hanya berpenampilan kasual dgn Tshirt berkerah.
Rambut Rangga lebih pendek dan teratur. Dia memangkas ujung2 rambut bagian belakang, dan
merapihkannya. Dia terlihat lebih mature hanya dlm beberapa hari.
Menyukai seseorang memang bisa dijadikan indikasi untuk melakukan perubahan.
Akhirnya, Kie mengangguk. Membiarkan Rangga berjalan disisinya sampai keperpustakaan.
"Hari minggu nanti ada reuni kelompok KKN, kan?" tanya Rangga disela perjalanan ke perpus.
Kie mengangguk, " Datang, kan" Di food court Tanjungan Plaza."
Rangga menghentikan langkah, memandangi Kie dgn seksama. Kali ini, dia mengubah posisinya
menghadap Kie. Rangga sdikit menundukan kepala, menyamakan pandangan matanya agar bisa
sejajar dgn mata Kie. " Ya. Kamu mau berangkat bersamaku?"
Tanpa diminta dgn gesture serius seperti itu pun, Kie pasti akan menerima ajakan Rangga.
Sungguh, hal itulah yg slalu disukai Kie dari Rangga. Tatapan mata Rangga tajam namun teduh.
Senyumnya selalu menenangkan. Cara bicaranya pada Kie berbinar penuh cinta. Kie bisa melihat
bias cinta hanya dgn melihat tatapan mata Rangga.
" Ya. Tentu saja." Kie mengangguk.
Rangga tersenyum lebar. Dia meraih jemari Kie, menggenggamnya dgn sejumput harapan cerah.
BAB 15 Rangga hanya mengenakan kaos oblong warna hitam dan celana pendek cokelat tua saat
seseorang mengetuk pintu kamarnya. Laptop didpannya menyala, kursor berkedip2. Buku2 teori
sastra bertebaran disebelahnya. Ada tugas paper yg harus dikumpulkan tiga hari lg.
Rangga dan beberapa teman laki2 sebayanya memilih untuk menyewa rumah kontrakan
ketimbang harus ngekos. Rumah kontrakan mereka tdk terlalu jauh dari kampus. Lima belas
menit dgn sepeda motor. " Dicariin." Adit, kepalanya menyembul sbagian ke pintu kamar Rangga.
Rangga mengerutkan kening. Beranjak dari posisi tengkurapnya. " Siapa?"
Adit mengendikkan bahu, " Cewek. Cakep."
'Cewek. Cakep'. Terbayang sosok kalem Kie dibenak Rangga. Namun, kecil kemungkinan bagi
Kie untuk berkunjung kekontrakan Rangga. Terlebih isi rumah kontrakan laki2 semua. Kie tdk
suka bergaul dgn orang asing yg blm dikenalnya.
Tanpa bnyak bertanya, Rangga menghambur keruang tamu.
Krisan duduk disana. Dgn gayanya yg bgitu anggun. Bibirnya slalu terpoles lip gloss. Ditunjang
leher jenjang dan tubuh menjulang tinggi. Pantas saja Adit berkata, 'Cewek. Cakep'. Mata Adit
memang normal, laki2 mana yg nggak bilang 'Cakep' saat bertemu Krisan.
Krisan mengenakan one piece wrinkle pocket warna soft pink. Didlmnya, dilapisi kaus tipis
lengan panjang warna violet. Dgn rambut bergelombangnya yg terurai, dia terlihat luar biasa
malam itu. " Mimpi apa?" sindir Rangga sambil memeletkan lidah.
Walaupun mereka berteman sejak kecil, komunikasi diantara mereka merenggang sejak kuliah.
Ini adalah kunjungan pertama Krisan kerumah kontrakan Rangga. KKN suskes menyambungkan
komunikasi antara Krisan dan Rangga.
" Gitu ya cara menyambut tamu?" Krisan tdk mau kalah, keduanya lalu tertawa.
" Tumben kesini." Rangga mengambil tempat duduk didpn Krisan. Sdikit menahan rasa sungkan.
Ruang tamu dirumah kontrakannya sangat2 berantakan. Koran dan majalah bertebaran dimeja.
Gelas bekas kopi yg blm dicuci dan lembaran hand out menumpuk dikursi. Mata Rangga
memandang bergantian sejenak antara Krisan dan ruang tamu yg berantakan. Tergambar rasa
ngeri karna malu. " Jangan khawatir." Krisan maklum. Dia sudah biasa melihat rumah kontrakan yg semrawut.
Sama seperti kebanyakan teman lelakinya.
" Ada yg bisa kubantu?"
" Hari minggu, datang ke reuni teman KKN kan?"
Rangga terdiam. Ada perasaan tak enak yg tiba2 menyusup kehatinya. Bkn apa2, hanya saja dia
sudah berjanji akn berangkat bersama Kie. Berjanji menjemput Kie dirumahnya.
" Ah, iya. Aku datang. Kenapa, Kris?"
"Berangkat bareng aku, yuk..."
Hening. Rangga menyelami pikirannya. Apa yg ditakutkannya terjadi. Krisan memintanya untuk
berangkat bareng, padahal dia sudah janji untuk menjemput Kie.
" Kamu blm ada janji kan?" tembak krisan.
Rangga tertegun. Dia sudah ada janji dgn Kie sbelum Krisan memintanya untuk pergi bareng.
" Tapi, Krisan, aku sudah janji akan menjemput Kie."
Ekspresi diwajah Krisan berubah seketika saat mendengar jawaban Rangga. Datar. Tergambar
rasa tdk suka diwajahnya.
" Rangga," rajuk Krisan. " Sebenarnya, aku takut pergi sendirian..., apalagi acaranya malam."
Skak mat. Mana mungkin Rangga lupa kejadian suatu malam beberapa tahun yg lalu itu, saat Krisan
ditemukan ditepi jalan dlm keadaan kacau dan kehilangan sesuatu yg berharga: kehormatannya.
Rangga masih ingat efek yg harus ditanggung Krisan ke belakangnya. Fakta2 tentang Krisan yg
melakukan aborsi karna Krisan tdk menginginkan janin di dlm perutnya itu.
Sbagai sahabatnya sejak kecil, Rangga merasa bersalah atas kejadian itu. Dia seharusnya
menjaga Krisan. Kalau malam itu mereka pulang bareng, mungkin hal buruk itu tdk akan
menimpa Krisan. " Oke. Aku jemput ke kostmu." sbuah kalimat penghujung yg membuat Rangga merasa bersalah
pada Kie. Sungguh,dia tdk ingin membatalkan janjinya dgn kie bgitu saja. Namun kenangan
tentang masa lalu itu selalu membuatnya merasa bersalah. Dia berada dipilihan yg sulit.
" Thanks, Ngga." Krisan tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yg putih dan rapi.
Rangga mengangguk, rasa sesal menyergap hatinya. Tangannya terkepal, dia menelan sendiri
kebodohan atas keputusan yg diambilnya malam itu.
**

Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kie menggamit kantong plastik hitam ditangan kirinya. Demi mendapatkan tiga buah cakwe dan
jus stroberi dia harus rela antre lebih dari stengah jam. Benar2 membuang waktu belajarnya.
Estimasi waktu mengantre jika dibandingkan dgn waktu yg dibutuhkan untuk menyelesaikan
laporan keuangan sangat berbanding terbalik.
" Antrean panjang ya?" suara lembut menghampiri telinga Kie saat dia membuka pagar dpn
rumahnya. Seseorang menunggunya diteras rumah. Duduk dikursi rotan yg ada diteras, menghadap
secangkir teh yg sudah tersaji dimeja. Dia tersenyum lebar saat Kie menatapnya dgn tatapan 'kok
ada kamu disini"' " Ini yg bikin lama." Kie mengangkat kantong hitam yg dipegangnya." Tumben, malam2 mampir
Zar?" Kie ikut bergabung disoea. Sdikit merasa bersalah karna dia hanya membeli tiga buah
cakwe, kalau saja kie tahu bahwa Azar akan mampir, mungkin dia bisa membeli cakwe lebih
bnyak. " Kie, hari minggu datang ke reuni?" tanya Azar akhirnya.
Kie mengangguk. Tangannya asyik membuka simpul kantong hitam yg sejak tadi digamitnya.
Stelah simpul berhasil dibuka, dha menyuguhkan cakwe keatas meja walaupun jumlah cakwe
didlmnya hanya ada tiga biji.
" Ini..., masih hangat." Kie mencomot satu.
" pergi bareng aku, ya." tawar Azar.
Kie nyaris tersedak. Dia memelankan kecepatan mengunyah, lalu menelan cakwe perlahan.
Rangga sudah mengajaknya pergi bareng sbelum ini. Lebih dulu daripada tawaran Azar.
Sebenarnya, dia bisa menolak tawaran Azar, tp sungkang. Azar putra sahabat mamanya.
" Aku sudah tanya Rangga, katanya dia pergi bareng Krisan. Makanya aku nawarin kamu buat
pergi bareng aku." Kali ini, Kie benar2 tersedak. Sampai2 Azar nyaris terpekik, " pelan2 kalau makan."
" Rangga bilang begitu?" Kie menguasai diri.
Azar mengangguk. " Mau nggak berangkat bareng?"
Kie mengiyakan ajakan Azar.
" Ngomong2 knapa kamu tanya Rangga" Maksudku, aku dan Rangga nggak ada hubungan
apa2." " Eh?" " Maksudku, dia bkn pacarku atau semacamnya..." cara bicara Kie mulai salah tingkah. Nada
suaranya terdengar emosi.
" Soalnya..." Azar mencari alasan yg tepat, " Aku lihat kalian dekat akhir2 ini. Jadi, kukira...."
Azar tdk melanjutkan kata2nya. Namun Azar tahu bahwa Kie sudah mengerti kalimat
selanjutnya. Iya. Benar. Itu yg salah dari hubungan Kie dan Rangga, mereka hanya dekat. Merasa nyaman
satu sama lain saat saling bertemu. Kie yg seolah2 bergantun pada sikap Rangga yg protektif.
Kie yg slalu memuja tatapan Rangga, Kie yg tergila2 dgn cara Rangga tersenyum. Namun
dibalik itu smua, tdk ada ikatan pasti diantara Kie dan Rangga. Hubungan mereka mengambang.
Kalau saja Rangga menegaskan hubungan mereka, mungkin tdk akan menjadi seperti ini jadinya.
Lalu, apa maksud Rangga membatalkan janjinya dgn Kie" Tanpa mengonfrimasi Kie terlebih
dulu. Parahnya, Kie tahu bahwa Rangga membatalkan janjinya dari Azar.
Kie geram. Baru kali ini dia merasa kesal pada laki2 berkacamata itu. Rangga mengubah
janjinya. Dia pasti pergi dgn Krisan.
Krisanti yg kadang membuat Kie merasa iri. Seseorang yg bgitu dekat dgn Rangga. Dari
kampung halaman yg sama, yg pernah menghabiskan malam dingin bersama saat hujan dgn
membakar jagung. Jujur, ada rasa cemburu yg menyisip ke hati Kie. Cemburu itu menyesakkan. Hanya akan
membuat pikiran seseorang menjadi tdk jernih dan hanya bergulat dgn emosi.
Diluar tiba2 hujan. Memaksa Azar untuk berada dirumah Kie lebih lama. Mereka membicarakan
apapun. Kuliah, kegiatan kampus,dan juga hobi masing2. Tapi, pikiran Kie tdk pada tempatnya.
Melayang jauh keseorang laki2 yg membatalkan janji tanpa pemberitahuan lebih dulu.
" Hari minggu aku jemput." Azar membuyarkan lamunan Kie.
'Tidak ada hubungan apa-apa'. Kie masih terngiang omongannya sendiri. Tdk ada hubungan apa2
antara dirinya dan Rangga. Namun jujur, Kie mengharap lebih.
"Surabaya hujan. Km bis mlihatnya, kan?"
Sbuah SMS masuk ke ponsel Kie.
Dari Rangga. SMS biasa, seolah2 sdang tdk terjadi apa2. Rangga jg tdk menjelaskan perihal
pembatalan janji itu pada Kie.
Kie ingin membuat perhitungan dgn laki2 ini hari minggu nanti. Harus!
BAB 16 Kelompok KKN janjian di food court Tanjungan Plaza lantai 5. Normalnya ketemuan pukul 7
malam. Namun, beberapa orang sudah ada yg menunggu disana sebelum pukul 7 malam. Salah
satunya mantan ketua kelompok, mantan ketua berbagai divisi, lalu menyusul mantan sekretaris
yg tegas. Azar dan Kie datang setelah Yuli.
Sejak awal datang, mood Kie sudah rusak. Yg ada dibenaknya hanyalah membuat perhitungan
dgn Rangga. Kie bahkan nyaris tdk menyahut saat Adin bertanya menu apa yg ingin mereka
makan mlam itu. Krisan dan Rangga datang 20 menit kemudian. Terlambat 10 menit dari waktu yg dijanjikan.
Krisan duduk disamping Kie dgn wajah cerah. Rangga mengambil tempat duduk disamping
Adin. Dia masih seperti biasa, tersenyum lebar dgn tatapan mata tegas yg teduh. Senyum lebar
Rangga tampak menyebalkan bagi Kie. Senyum itu hanya membuat Rangga terlihat innocence.
" Udah pada menunggu lama?" sapa Rangga terdengar ramah seperti biasa.
Yuli menggeleng ketus. Diikuti sebuah sahutan dari Adin, " Eh, kalian jadian ya?"
Ekspresi wajah Rangga tiba2 berubah. Dia melirik Kie sekilas. Terlihat perubahan dratis
dimimik wajah Kie saat Adin nyeletuk seperti itu. Krisan tersipu mendengar celetukan Adin.
" Nggak kok. Ngasal kamu, Din." Rangga ketus. Terdengar seperti kalimat penegasan karna
suaranya naik beberapa oktaf.
Mereka sharing kisah keseharian masing2. Ada yg menarik, ada yg membosankan, ada yg datar,
ada jg yg luar biasa. Seperti Azar dan Krisan contohnya.
" Semua sudah tahu kalau kamu berprestasi sampai taraf internasional Zar dgn karya ilmiahmu
itu." Adin antusias, disertai anggukan beberapa teman lain. " Lalu, Krisan jadi kandidat Miss
Indonesia kan, ya?" Krisan lg2 tersipu. Reuni hari itu dihabiskan dgn makan malam bersama, lalu diakhiri dgn nonton dibioskop.
Masing2 berargumen tentang film yg ingin ditontonnya. Karna yg datang mayoritas laki2,
akhirnya pilihan jatuh difilm action. Para perempuan mengeluh, tp tdk bisa apa2 karna
kesepakatan diambil dari hasil voting.
" jadi ingat masa2 KKN, kalau ada keputusan susah pasti diambil dgn voting." Adin berkelakar
sambil mengantre tiket diloket.
Film action, Kie tdk pernah suka dgn fikm bergenre seperti itu. Dia sudah berencana akn keluar
20 menit stelah film diputar.
** 20 menit kemudian, Kie benar2 meninggalkan gedung bioskop. Sbelum tertidur karna bosan dgn
plot film, kie memutuskan meninggalkan tempat duduk empuk diruang gelap ber AC itu.
" Toilet," pamitnya berbohong kpada teman yg duduk didekatnya.
'toilet untuk beberapa jam kedpn,' batin Kie kesal.
Rangga dan juga pilihan film yg ditonton smakin merusak moodnya malam itu.
Kie turun satu lantai, berniat menghabiskan waktunya ditoko buku sampai film itu selesai.
Stidaknya, membaca buku2 disana lebih menarik ketimbang harus duduk untuk menonton film
yg genrenya tdk disukai. Kie menujuk rak ekonomi dan hukum. Dia selalu tertarik dgn buku2 seperti itu. Di ujung
tertinggi, ada buku tebal bercover hijau yg membuatnya terpana untuk sesaat. Kie mengdongak,
dia berjinjit agar tangannya bisa meraih buku itu.
Gagal. Tangannya tdk bisa menjangkau. Pantang menyerah, Kie berjinjit sekali lg. Mengerahkan
seluru tenaganya. Memaksa agar tubuhnya bertumpu pd ujung2 jari kaki. Teraih. Namun karna
tenaga yg dikeluarkan diujung jari tangannya hanya sdikit, buku itu nyaris jatuh menimpanya.
'Nggak lucu!' pekik Kie dlm hati. Dia memejamkan mata, menunggu detik2 buku tebal itu jatuh
menimpa kepalanya. Sepuluh detik kemudian, kie tdk merasa sakit, tdj da bunyi gedebum keras yg menandakan
bahwa buku tersebut jatuh kelantai. Kie membuka mata, dia terbeliak tdk percaya.
Rangga memegang buku itu. Sekarang, Rangga sudah berdiri disamping Kie sambil nyengir.
" Ketangkap." Rangga menyodorkan buku tebal itu kpada Kie. " Sudah ke toilet?" sindirnya.
Kie memasang ekspresi datar. Menatap sepasang mata Rangga dgn tatapan tdk ramah. " Laki2
menyebalkan," " Apa?" Kie menggeleng. Yg ada dipikirannya hanya satu, mengenyahkan diri dari Rangga secepatnya.
" Mau kemana?" Rangga mencekal lengan Kie.
" Ke toilet perempuan," desis Kie sadis. " Mau ikut?"
Rangga pasrah. Ini senjata para gadis jika ingin berlari dari kejaran laki2, ke toilet perempuan.
Tdk hilang akal, Rangga mengekor dibelakang Kie.
" Kutunggu didpn toilet." Ranga tdk mau kalah. Matanya berkilat jail. Sampai saat ini, tdk ada yg
bisa mencegah kemaun Rangga.
Kie smakin dongkol, 'oh...., oke kalau itu maumu'.
** Rangga menengok arloji yg melingkar dipergelangan tangannya. Dia sudah berdiri didpn toilet
sejak 30 menit yg lalu. Orang2 yg berlalu lalang didpnnya sudah berganti berkali2. Bahkan,
penjaga toilet sampai memantau Rangga karna penasaran. Penjaga itu sudah dua kali mengepel
lantai toilet dlm selang waktu berbeda, tp Rangga masih tetap berada disana.
Rangga berganti posisi. Bergeser beberapa langkah kesamping sambil bersedekap. Kakinya
mulai kesemutan. Sementara Kie masih keukeuh didlm toilet perempuan, meluapkan amarahnya.
" Kie. Aku give up nih. Keluar, please...."
Rangga mengirimkan SMS. Berulang kali, dia menelpon nomer Kie, tp tetap mendapatkan
respons sama: rejected. Sejauh ini, blm ada yg bisa mencegah kemauan Rangga. Blm ada yg bisa
membuat Rangga mengucapkan kata 'menyerah'. Hari ini, Kie sukses membuat Rangga berkata
'give up'. Nasib SMS Rangga sama seperti telepon sbelumnya, tak diacuhkan. Rangga mendesah pasrah.
Skarang kata teman2nya terbukti sudah: wanita marah memang mengerikan. Tidak hilang akal,
Rangga mengirimkan SMS selanjutnya.
" Aku sdh ngirim SMS k Azar: Kie balik sm aku.
Tlg antar Krisan pulang."
Sent. Timing tepat. SMS dikirim selang beberapa menit setelah film selesai. Orang2 dibioskop mulai
membubarkan diri, termasuk kelompok KKN itu. Ternyata, jurus terakhir Rangga manjur. Kie
keluar dari toilet dgn wajah cemas.
" filmnya sudah selesai?" Kie kelabakan.
Rangga pura2 mengekok arlojinya. " Kira2, 15 menit lalu deh. Estimasi pergi ketoko buku
ditambah ngambek ditoilet lama, loh."
Tembakan to the point Rangga. Tepat sasaran. Kie salah tingkah.
" Kamu mau disini atau pulang?" Rangga blm bergeser dari tempatnya berdiri. " Azar sudah
pulang bareng Krisan. Alternatif satu2nya, kamu pulang bareng aku atau pulang sendiri?"
Pilihan susah. Kalau begini caranya, tdk ada pilihan lain selain pulang bareng Rangga.
Rangga ngeloyor pergi begitu saja. Menuju ekskalator untuk menuju keparkiran motor. Rangga
tahu bahwa Kie pasti akan mengikutinya karna tdk ada pilihan lain selain pulang bersamanya.
" Ngomong2, aku bawa motor. Bukan bawa mobil seperti punya Azar." sudut bibir Rangga
terangkat. Dia tersenyum samar. Ada rasa lega yg menghampirinya. Kie cemburu pada Krisan,
begitulah yg ditangkap Rangga. Rasa cemburu itulah yg membuat Kie uring2an sejak tadi.
Tempat parkir motor mulai sepi. Hanya tinggal beberapa motor yg tersisa. Motor2 itu
memberikan kesan bahwa tempat parkirnya meluas.
" Ini." Rangga menyodorkan helm berwarna violet metallic kpada Kie.
Rangga berdiri tegak sejenak, mengamati kie dari atas ke bawah. Kie memakai halter neck warna
turqoise tak berlengam dari bahan chiffon. Bawahan black denim shorts serta vintage walker hill
warna cokelat gelap dikakinya.
Rangga berdecak, " lain kali kalo keluar malam pakai baju berlengan." itu lebih menyerupai
sbuah protes dari Rangga. " Celana panjang," sambungnya. " Kamu bawa jaket?"
Sepertinya memang salah. Ini benar2 diluar dugaan kie, pulang naik motor dan berangin.
Pasalnya, dia berangkat bersama Azar yg notebene membawa mobil. Jadi, walaupun memakai
beju tak berlengan bukan masalah.
Kie menggeleng pelan. Rangga melepas jaket yg baru beberapa menit dipakainya. " Pakai." dia mulai menstarter motor.
Kie menerima jaket Rangga dgn gerak pelan. " Kamu pakai apa Rangga" Udaranya dingin." Kie
cemas. Tanpa jaket, Rangga hanya mengenakan skinny T-shirt warna hitam dan jeans skater
longgar warna biru dongker. Kie yakin, ketebalan T-shirt itu tdk bisa menghalau angin mlam yg
smakim menggigit tulang. " Aku nggak serapuh yg kau pikirkan kie. Ayo naik," hibur Rangga.
Kie berdiri sejenak, tdk lega.
" Ayo. Keburu hujan. Langitnya gelap tuh. Aku mencium bau hujan soalnya...."
Hujan. Satu kata itu membuat Kie duduk dibelakang Rangga cepat2.
Motor Rangga membelah jalanan malam disekitar Tanjungan Plaza. Lampu kota terlihat
berkedap kedip. Bau hujan yg sudah dihafal Rangga smakin menusuk hidung. Bisa dipastikan
sepuluh menit lg hujan akan turun rata. Awan pekat cumulonimbus menggantung diatasnya.
" Kalau tiba2 hujan gmana?" Rangga mengeraskan suara disela deru mesin.
" Hujan?" Kie mempererat pegangannya dipinggang Rangga.
Baru beberapa menit Kie terdiam, gerimis kecil2 tumpah dari langit. Indikasi tetes2 air itu akn
menjadi lebat beberapa menit kedpn.
" Ngebut atau berhenti?" suara Rangga bersautan dgn bunyi petir.
Kie ketakutan setengah mati. Menempelkan kepala dipunggung Rangga. Ipod Kie ketinggalan
dirumah. Tdk ada earphone atau apapun yg bisa menghalau suara petir itu dari telinganya. Tdk
mungkin Rangga yg sdang menyetir itu akn mengalihkan tangan kebelakang untuk menyumbat
telinga Kie. Intensitas hujan yg turun dari langit semakin besar. Bersamaan dgn suara petir yg semakin
bertubi2. Hujan disertai angin membuat jalanan kota Surabaya tergenang air.
Kie smakin merapatkan kepalanya. Helm yg dipakai tdk bisa meredam suara petir.
Tidak mau menanggung resiko, Rangga menghentikan motornya dikompleks pertokoan tua.
Mereka berteduh di emperan toko yg terlindung dari guyuran hujan.
Komplek pertokoan sepi karna beberapa toko sudah tutup. Hanya menyisakan lampu dpn warna
kuning redup yg masih menyala.
" Aku takut hujannya bakal lama." Rangga melongok langit. Tangannya menengadah,
menangkap rinai hujan yg berjatuhan.
Baginya, bkn masalah hujan turun semalaman atau apa. Dia tdk pernah mempermasalahkan air
yg mengenang, petir, maupun curahan deras dari langit itu, yg dikhawatirkannya hanya satu.
Kinanthi. " Maaf." Rangga merasa bersalah. Dia mengusap pelan kepala kie. Kalau saja Kie pulang
bersama Azar, mungkin tdk seperti ini jadinya. Kie harus kehujanan, berteduh di pertokoan sepi.
Juga menunggu hujan reda, entah sampai kapan.
Kie merapat, bersembunyi dibalik punggung lebar Rangga. Kilatan cahaya putih sudah cukup
membuatnya takut. Terlebih jika disertai guntur menggelegar.
" Kenapa...," gumam Kie pelan. " kenapa kamu membatalkan janji, Ngga" Lalu, memilih
berangkat bersama Krisan?"
Rangga serba salah. Dia tdk mengubah posisiny. Berdiri kaku dan membiarkan Kie merapat
ketakutan dibelakangnya. " Ada alasan yg tdk bisa kujelaskan, Kie. Yg buat posisiku serbasalah."
" apa?" Rangga menggeleng. Ini bkn waktu yg tepat untuk menceritakan masalah itu. Sangat tdk etis
menceritakan aib sahabat sendiri kepada orang lain.
" Aku tdk bisa cerita sama kamu," tolak Rangga lirih.
Terbesit rasa kecewa dibenak Kie. Ada sesuatu diantara Rangga dan Krisan yg sampai skarang
disembunyikan darinya. Entah apa itu.
" Kie. Jujur, kalau ada pilihan, aku lebih memilih untuk berangkat bersamamu. Tapi sungguh,
posisiku serba sulit Kie. Percayalah, ini bkn apa2. Aku dan Krisan hanya sebatas teman. Itu
saja." Guntur menggelegar. Kie terlonjak kaget, refleks menutupi telinganya. Tangannya gemetar,
menggigil. Dingin dan rasa takut bercampur menjadi satu. Sebulir air mata menitik disudut
matanya. Selalu begitu stiap kali rasa takut menyergapnya tiba2.
Rangga membalikan badannya. Mendekap Kie dgn perasaan cemas. Kedua tangannya membantu
menutupi telinga Kie. Tanpa ragu, dibenamkannya kepala gadis itu ke dlm dadanya. Dia bisa
merasakan detak jantung Kie yg begitu cepat. Hangat tubuh Kie yg dilanda ketakutan. Juga
napas Kie yg terdengar memburu.
" Semua akan baik2 saja, Kie. Kamu harus bisa mengatasi rasa takutmu itu."
Hening. Kie merapat smakin dlm. Bahunya naik turun tdk karuan, sesenggukan. Dlm keadaan
sangat rapuh seperti itu, Rangga ingin memberikan segalanya untuk melindungi Kie. Dia rela
melakukan apapun demi membuat Kie merasa lebih baik, demi melihat rasa takut yg menyergap
Kie menghilang. Kepala Rangga tertunduk dlm. Jemarinya mengusap bulir2 bening disudut mata Kie dgn pelan. "
Semua baik2 saja." ucapnya lembut.
Kie mengangguk. Kepalan tangannya ditelinga mengendur saat bunyi guruh tiba2 lenyap,
walaupun hujan blm berhenti. Napasnya mulai teratur. Irama di detak jantungnya kembali
normal. " Kie..., mungkin ini bkn waktu yg tepat. Tp, sudah lama aku ingin bilang...." Rangga menelan
ludah. " Aku sayang kamu Kie. Ada sesuatu didadaku saat aku dekat kamu, melihatmu, bahkan
hanya dgn mengingat namamu aku sudah senang."
Terharu. Ini kepastian yg slalu diharapkan Kie dari Rangga. Kepastian yg slalu diharapkan dari
sorot mata Rangga yg memandangnya dgn penuh cinta.
" Kamu mau....."
Kie tersenyum, lalu mengangguk mantap, tanpa keraguan sdikit pun. Seutas senyum simpul
tersungging dibibirnya. Senyum sederhana yg slalu disukai Rangga.
" Aku Sayang kamu, Kie." ungkap Rangga tanpa memindahkan posisinya. Dia menundukkan
kepalanya smakin dlm. Mengelus lembut kedua pipi Kie, lalu mengecup bibir tipis Kie dlm


Hujan Punya Cerita Tentang Kita Karya Yoana Dianika di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketenangan. Ciuman panjang dibawah senandung hujan.
Jantung Kie berdetak kencang. Namun bkn karna rasa takut yg menguasai pikirannya, melainkan
karna rasa hangat yg diberikan Rangga melalui kecupan panjangnya.
BAB 17 Rangga dan Kie jadian!. Itu berita yg sdang booming diantara kelompok KKN mereka. KKN
selalu seperti itu, ada cinlok yg akhirnya terus berlanjut walaupun masa KKN sudah berlalu.
" Nggak nyangka aja." Yuli sang sekretaris KKN antusias saat ketemu Rangga dijalan. " Bknnya
waktu reuni kemarin kamu sama Krisan, dan Kie sama Azar?"
Rangga hanya tersenyum. Adin mengangguk-angguk, yakin ada sesuatu tak terlihat diantara mereka berempat. Hubungan
rumit antara Kie, Rangga, Krisan dan Azar. Entah hubungan seperti apa. Sejak di KKN,
tergambar sesuatu yg rumit diantara mereka, dan itu tentang cinta...
" Weekend ke Yogya yuk. Kalian tinggal nyiapin biaya transport aja. Tempat menginap dan
makan biar aku yg nanggung." usul Rangga. " Rumah lg sepi nih, ayahku ada urusan bisnis."
Yuli membeliakkan mata dgn girang. Tawaran dari Rangga sangat menggiurkan. Selama
beberapa menit, gadis itu menimang2 tawaran Rangga. Memastikan bahwa minggu dpn tdk ada
jadwal apapun, kuliah tambahan, kegiatan BEM, maupun acara baksos kampus yg nantinya
merusak rencana untuk ke Yogya. Yakin minggu dpn free, Yuli mengangguk antusias.
" Oke. Bisa diatur. Aku hubungi teman2 yg mau ikut. Sekalian refreshing."
Rangga tersenyum lebar sambil mengacungkan ibu jarinya, " Sip."
Dia ingin memenuhi janjinya pada Kie. Menunjukan senja di Malioboro yg slalu indah.
" Ke Yogya yuk brg anak2 KKN. Weekend d sna."
sbuah teks singkat dikirimnya untuk Kie.
** Perjalanan panjang yg melelahkan. Enam jam lebih berada diatas kereta ekonomi dari Surabaya
ke Yogya. Kereta dari arah jember bercat kuning itu sdikit gaduh. Baru beberapa menit melaju,
pengamen dan pedagang asongan datang silih berganti. Sepertinya, lebih pantas disebut pasar
berjalan ketimbang kereta.
" Siapa yg usul naik kreta ekonomi?" Krisan menggerutu. Sejak distasiun Gubeng sampai stasiun
nganjuk dia tdk berhenti mengibaskan kipas didpn wajahnya. Wajahnya berpeluh, Krisan merasa
make up nya sudah luntur sejak awal masuk gerbong.
Walaupun tiap penumpang mendapatkan tempat duduk, kereta penuh sesak. Berjubel pedagang
asongan dan pengamen yg saling antre. Mendekati stasiun tujuan terakhir, penumpang mulai
berkurang. Suara bising para pedagang dan pengamen jg berkurang.
Akhirnya, mereka bisa bernafas lega distasiun terakhir.
" Naik kreta ekonomi asyik. Seru, apalagi bareng2 bergerombol gini." diantara mereka, Adinlah
satu2nya orang slalu berpikir positif. " Bnyak penjual makanan. Kalau lapar tinggal panggil, ada
hiburan jg kan ," lanjutnya dgn senyum lebar.
Adin meregangkan kedua tangannya stelah turun dari kereta api. Menghirup udara Yogya yg tdk
sepekat udara Surabaya. Udara Yogya segar, terlebih saat itu mendung. Tdk begitu panas dan
terkesan sejuk. Hari itu, hanya tujuh orang yg berangkat ke Yogya. Rangga, Kinanthi, Azar, Krisanti, Adin, Yuli
dan Tiara mantan ketua dari divisi kesehatan. Teman lain sdang sibuk dgn urusan mereka.
Krisan mengernyit, " hiburan musik" Pengamen?"
" Ya. Itukan hiburan, Krisanti. Asyik kan?" Adin tdk mau kalah.
Krisan merengut. " Apanya yg asyik coba?" Krisan memgendus bahunya, bergantian dari bahu
kanan kebahu kiri. Memastikan bahwa tubuhnya masih wangi karna dia bertabrakan dgn
berbagai orang dikereta tadi. Bau dibajunya campur aduk, mulai bau keringat, rokok, hingga
berbagai macam parfum. Krisan mengernyit ngeri. " sungguh ini nggak menyenangkan." dia
melotot kepada Adin. Adin tertawa. Laki2 satu itu slalu menanggapi apapun dgn tawa konyol. " Hidup itu
menyenangkan, bagi mereka yg menjalani dgn ceria."
Eng Djiauw Ong 28 Pendekar Rajawali Sakti 205 Asmara Gila Di Lokananta Biang Biang Iblis 1

Cari Blog Ini