Tentang Cinta Karya Naura Laily Bagian 1
TENTANG CINTA karya : Naura Laily 1. Friday I'm in Trouble -FannyFanny terkantuk-kantuk mendengar atasannya, Pambudi Suteja, a.k.a Pak Budi, bercuapcuap tentang rencana kerja sama dgn sjumlah perusahaan seperti PT Indigo Company, PT
Starlight Indonesia, dan PT Surya Persada Jakarta. Sbenarnya, masih ada dua perusahaan lg
yg akan diajak kerja sama, tp Fanny acuh tak acuh dgn smua pembicaraan dlm rapat. Dia
bersikap begitu karna bosnya adalah orang yg menyebalkan. Dia tdk menaruh respek
kepada pria itu. Jika berbicara kpada Fanny, suaranya sok dibuat lembut dan itu
membuatnya risi. Selama sbulan pertama kerja, dia mengamati tingkah bosnya itu, apakah
dia berbuat hal yg sama trhadap karyawan yg lain. Dan, stelah satu bulan brlalu, jawaban yg
didpt adalah tidak. Itu berarti bosnya memperlakukan Fanny secara 'spesial'. Kalau saja Pak
Budi bkn bosnya, dia sudah menjulukinya si Tambun karna tubuhnya bulat dan pendek.
Fanny malas menyimak jalannya rapat. Kertas catatannya dipenuhi dgn coretan2 tdk berarti
yg sengaja dia buat untuk mengusir rasa kantuknya. Sementara matanya sudah demikian
berair lantaran berkali2 menguap. Namun berkali2 itu pula, Fanny dgn sekuat tenaga harus
menyembunyikannya. Entah itu dgn tdk membiarkan mulutnya terbuka atau dgn berpura2
menduduk. 'Aduh, ngantuk bnget,' ucapnya dlm hati sambil menambah sejumlah coretan lg disudut
bawah kertasnya. Permen. Ya, itulah yg terpikir olehnya untuk membuat dirinya tetap
terjaga. Fanny menegakkan tubuhnya, lalu merogoh saku blazernya dgn harapan menemukan
sbungkus permen yg mungkin saja pernh dia selipkan tanpa sadar sbelumnya. Sayangnya,
dia tak menemukan satu pun.
Fanny kembali disergap rasa kantuk. Perkataan bosnya seperti alunan lagu super slow 'Save
the Best for Last' Vanessa William yg akan membuat kepalanya terkulai lemas diatas meja
dan matanya terpejam dgn sangat rapat.
Kelopak mata Fanny terasa smakin berat dan itu menyiksa dirinya. Namun ditengah siksaan
itu, muncul kenikmatan tersendiri yg melenakannya selama sesaat. Rasa itu begitu kuat
sehingga dia tdk sanggup melawannya. Tiba2, ada sbuah lengan besar yg menyodok sikunya.
Sodokan itu ternyata mampu membuat keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat.
Kelopak matanya mendadak terasa ringan.
Refleks Fanny menoleh ke kanan, kearah Bayu-salah seorang rekan kerjanya- yg telah
berhasil membawanya kembali kealam nyata. Pria itu mengucapkan sbuah kata hanya
melalui gerak bibir. Lesung pipit dipipi pria itu skilas muncul seiring dgn ucapan-tanpasuaranya. Fanny yg blm sadar spenuhnya tdk mengerti gerakan komat-kamit mulut Bayu.
Akhirnya dia hanya bisa menanggapi dgn mengejap-ngejap bingung.
" Saya optimis kerja sama kita kali ini akan membuahkan hasil yg lebih besar dgn periode yg
lalu..." Begitulah sang Manajer Divisi Marketing terus berbicara dan spertinya akn terus
melakukan hal itu sampai stidaknya lima belas menit kedepan.
" Tapi, maaf pak, saya potong sbentar." Winda yg setia mengikuti jalannya rapat angkat
bicara. " Ya, silakan, Winda."
" Bgaimana kalau perusahaan2 yg pernah kita ajak kerja sama sbelumnya seperti PT
Indotama atau PT Sukma Buana, kita ajak kerja sama kembali." Winda yg terobsesi untuk
menjadi karyawan teladan sudah paham betul kalau salah satu tugas utama marketing
communication adalah terus menjalin hubungan baik dgn klien.
Dgn kepala yg ditopang dgn tangan kiri, Fanny menoleh kearah Winda. Dari bibir tipis wanita
itu, trdapat sbuah seringai yg menandakan kebanggaan trhadap diri sendiri karna sudah
melontarkan usulan yg menurutnya hebat.
" Memang kerja sama pada periode yg lalu itu hasilnya tdk begitu besar," ucap Winda
melanjutkan. Sementara Fanny yg berada diseberang Winda tdk peduli sama sekali dan
kembali menekuri kertas catatannya untuk menorehkan grafiti2 dgn mata sendu karna rasa
kantuk datang lg dan menggelayuti kelopak matanya. " Tp, menurut saya, itu perlu
dilakukan untuk menjaga hubungan baik yg sudah terjalin sbelumnya."
Pak Budi mengangguk-angguk, menelaah perkataan Winda. Kepalanya yg botak
memantul2kan cahaya lampu ruang rapat.
" Boleh juga," ujar Pak Budi singkat. " Tp saya mau tanya pendapat audience yg lain dulu.
Hmmm.., kalau menurut Anda bgaimana, Fanny?" kalimat tanya yg diajukan dilontarkan dgn
nada sok manis yg memuakkan.
Fanny yg mendengar namanya disebut spontan menegakkan kepala. Matanya yg tinggal dua
watt kini kemabali berpijar. Kertasnya yg penuh dgn coretan tdk bermakna dia tutupi dgn
tangannya. " I-iya, pak."
" Bgaimana,?" 'Bgaimana apanya"' Dia menoleh kearah Winda yg kini bibirnya melontarkan senyuman
mengejek. Dia lalu menoleh ke Bayu, memohon bantuannya melalui kontak mata. Pria baik
hati itu mengerti dan menuliskan dua patah kata diatas kertas: " usulan Winda."
Winda usul apa" " Uhmm..." Fanny memperhatikan smua peserta rapat dan tampak semua
mata tertuju kearahnya. Dia kembali mengandalkan Bayu. Tapi tatapan teman2 yg lainnya
membuatnya gugup. Komunikasinya dgn Bayu melalui kontak mata menjadi kacau-pesannya
pun tak tersampaikan. Dia tahu dirinya sudah ditunggu.
" Mungkin," kata Fanny lambat2. Otaknya bekerja keras mencari kalimat yg harus
diucapkan. " Mungkin kita..," katanya lg dgn maksud mengulur-ulur waktu. 'Aduh mati aku!
Aku harus ngomong apa'. Dilihatnya senyum mengejek Winda semakin trkembang. Dia tdk
rela dirinya dihina seperti itu. " Mungkin, kita..." ulangnya lg. Fanny menghela napas panjang
dan nothing to lose dia akhirnya mengatakan, " Saya tdk tahu pasti." Fanny masih takut2. "
Tapi mungkin ada baiknya kita membahas kelebihan dan kekurangannya bersama2." Fanny
slesai berkata2 dan dia bingung sendiri knpa kalimat seperti itu bisa meluncur dari
mulutnya. 'Kekurangan dan kelebihan apa coba"' Dia pun pasrah menerima nasib.
Ruang rapat hening sejenak, " Ada benarnya perkataan Fanny tadi." Pak Budi berdiri dari
kursinya menuju papan tulis dan menorehkan sbuah garis mendatar dan sbuah garis
menurun yg tepat dibagian tengahnya trdapat titik perpotongan antara dua garis tersebut. "
Kita analisis SWOT bersama2."
Wajah Winda menampilkan ekspresi kecut. Dia jengkel karna si Bos menyetujui
perkataannya. Fanny yg merasa diatas angin membalas ejekan Winda tadi dgn melontarkan
senyum penuh kemenangan khas Mr. Bean karna tlah brhasil menebarkan kedukaan kpada
orang2 disekitarnya. *** Rapat berakhir ketika jam menunjukan pukul 16.05. Fanny membereskan perlengkapan
tulisnya, lalu bergegas berdiri dan berjalan meninggalkan ruang rapat. Kertas catatannya yg
diletakan diatas buku agendanya terlihat penuh dgn tulisan tangannya yg rapi. Sejak Pak
Budi memanggil namanya dan meminta pendapatnya, Fanny terus membuka matanya dan
mencatat stiap hal yg menurutnya penting. Dia tdk mau lg menjadi bahan ejekan Winda.
" Fan, Fanny!" Pak Budi memanggil.
Fanny yg sudah hampir mencapai pintu langsung berhenti dan menoleh. Dilihatnya Pak Budi
memberikan isyarat untuk mendekat. Winda yg jg mendengar nama Fanny dipanggil ikut
menoleh. Api kedengkian tersulut. Bibirnya terkatup dan giginya gemertak. Dgn perasaan
gerah, dia akhirnya meninggalkan ruang rapat.
" Ada apa, Pak?" tanya Fanny sopan.
" Saya mau lihat catatan kamu."
" Catatan saya?" Untunglah ketika berjalan mendekati Pak Budi tangannya tanpa sengaja
melipat kertas catatannya menjadi dua dan coretan isengnya trsembunyi dibgian dlm. " Tapi
kan udah ada Monique." Monique adalah sekretaris manejer dan slalu bertugas sbgai
notulis distiap rapat. Sementara Fanny sama seperti Winda-marketing communication yg
mengurusi bgian eksternal. Dia, Winda, dan dua orang lainnya bertanggung jawab dlm
menjaga hubungan baik dgn pihak luar seperti perusahaan partner, media, dan sejumlah
komunitas tertentu yg ada di masyarakat.
" Ya. Memang, tp takutnya ada yg kelewat."
Fanny menyengir kuda. Tdk mungkin dia menyerahkan kertas coretannya kpada atasannya.
" Uhm.., catatan saya berantakan," dustanya. " Gmana kalau saya ketik dulu, nanti saya
antar keruangan bpk." Fanny mencoba berkelit.
" Oh, ya. Boleh." Pak Budi mengiyakan. " Saya tunggu diruangan saya."
" Iya, pak. Permisi."
" Hmm.., Fanny." Pak Budi mencegah Fanny kembali.
Fanny refleks menghentikan langkahnya.
" Ya. Ada apa lg, Pak?"
" Pulang kantor kamu ada acara?"
Fanny menggeleng. " Nggak ada, Pak. Tapi...." perasaan Fanny gundah, jangan2 atasannya
menyuruh rapat lg dan mencegah karyawan2 lain untuk pulang. " Rencananya saya mau
langsung pulang." 'Arrrggghhh, rapat sampai malm pd hari jum'at!' " Kalau boleh tahu, knpa
ya, Pak?" tanya Fanny Khawatir sambil berharap dugaannya itu salah.
" Oh, enggak kok. Nggak papa," jawab Pak Budi sambil mengemasi berkas2nya. " Ya udah,
saya tunggu catatan kamu ya."
" Iya, Pak. Segera saya antar, permisi."
Kali ini Fanny melangkah menuju pintu tanpa dicegah untuk kali ketiganya.
Fanny bergegas kembali kemeja kerjanya karna dia ingin cepat2 mengetik catatan rapatnya,
menyerahkannya kepada Pak Budi, mengemasi barang2nya, dan mengangkat kakinya
sesegera mungkin ketika jarum jam sampai pama pukul lima sore. Ada tiga hal yg memenuhi
pikirannya saat ini: rumah, rumah, dan rumah. Ya... Walaupun ketika baru keluar kantor dia
sudah dihadang oleh kemacetan yg mengulur dan mengular, stidaknya dia tdk berada
ditempat terlarang pada waktu yg salah. Berada ditempat terlarang pada waktu yg salah
disini maksudnya adalah berada dikantor pada hari jum'at sore. Itu merupakan sesuatu dosa
besar baginya. Awalnya Fanny memang ingin segera duduk didpn komputer. Tp, tiba2 sinyal otaknya
menyuruh kedua kakinya untuk berbelok menuju toilet. Ketika sampai dilorong sempit yg
merupajan akses untuk menuju toilet, dia berpapasan dgn Bayu.
" Jawaban yg bagus." Suara Bayu yg berat memenuhi lorong sempit yg sepi itu.
Fanny menyeringai, memamerkan deretan giginya yg rapi dan putih. " Improvisasi."
Fanny segera masuk kedlm toilet dan keluar beberapa menit kemudian. Stelah selesai, dia
mencuci tangannya di wastafel. Melalui cermin lebar yg ada dihadapannya, dia melihat
bayangan dirinya, pada bayangan itu terlihat sepasang mata cokelat yg sdang memandang
balik dirinya. Indra penglihatan itu dilengkapi dgn bulu mata lentik.
Kemudian Fanny memperhatikan kulit wajahnya. Ketika sampai didagunya yg lancip, dia
memekik karna ada jerawat yg tdk jauh dari bibir bawahnya. Fanny benci jerawat. Diapun
menelaah apakahdia pernah lupa membersihkan muka atau memakan sesuatu yg tdk sehat.
Tiba2, dia teringat karna jerawat ini adalah jerawat rutin yg biasa mampir stiap bulan.
Fanny merapihkan rambutnya yg tergerai panjang sampai punggung dgn jemarinya.
Stelah dirasa cukup memandangi bayangan dirinya dicermin, Fanny keluar toilet dan
bergegas menuju ruang kerjanya.
** " Eeehh..., kirain Pak Budi!" cetus Violet sebal yg sudah siap kembali ke mejanya ketika
Fanny muncul dari mulut lorong.
Ruangan kerja yg senyap sejenak sontak gaduh kembali. Diruangan ini, terdapat sembilan
orang. Lima perempuan-termasuk Fanny dan empat pria. Mereka semua bersuara. Ada yg
bicara, ada yg tertawa. Tdk jelas apa yg mereka bicarakan karna suara mereka saling
tumpang tindih layaknya suara kawanan lebah yg berdengung2 memenuhi seisi sarang.
Namun ketika Fanny simak sbentar, akhirnya dia mengetahui apa yg menjadi topik
pembicaraan mereka. Winda, Monique, dan Violet yg brkumpul dimeja Tasya sdang
membicarakan rencana mereka untuk hang out sepulang kantor nanti.
" Pokoknya, kita nanti Tenggo! Pukul lima teng. Go!" ujar Winda.
" Tapi pasti kamu yg paling belakangan, paling repot, paling heboh." Violet menghitungi
kelemahan Winda. " Kayak yg terakhir kita jalan. Kita smua sudah siap, eh kamu yg bolakbalik ketoilet. Ya blm dandanlah, blm pake parfumlah!" cecer Violet.
Tasya yg sdang membuka2 web menimpali, " Mobilku nggak bisa nunggu lama2."
" Udah, Sha, tinggal aja kalau kelamaan." Monique menimpali tampak tdk tahan untuk
sekedar menjadi pendengar.
Violet, Moniqu, dan Winda rupanya sudah sepakat tdk membawa mobil hari ini karna
mereka akan naik mobil Tasha untuk meluncur bersama2 menuju FX dibilangan Sudirman.
Hal itu mereka lakukan atas nama efisiensi dan yg terpenting mereka dpt bergosip sesuka
hati disepanjang jalan. Fanny yg sdang mengetik catatan rapatnya, diam2 memasang telinganya untuk menyimak
obrolan mereka. Namun pada saat yg sama, tiba2 saja terbesit perasaan kecil hati karna
keberadaannya tdk dianggap sama sekali. Namun baru berselang satu detik, perasaan itu
segera ditampiknya jauh2.
'Terseralah mereka mau ngapain, aku nggak peduli dan nggak mau ambil pusing'
Sementara diujung sana, Bayu, Angga, Galang, dan Romy asyik memperbincangkan seorang
pemain bola Brazil dgn segudang prestasi yg berencana hengkang dar4 AC Milan- Ricardo
Izecson Santos Leite atau yg lebih dikenal dgn nama Kaka.
Saat mereka sdang sibuk dgn obrolan bola itu, Pak Budi datang dgn deheman yg menggema.
Seketik, para pria itu kembali kemeja masing2.
" Udah selesai?" tanya Pak Budi dgn ekspresi wajah melembut ketika tepat berada didpn
meja Fanny. " Tinggal di print, Pak," jawab Fanny yg sdang menggerkan mouse kemudian mengeklik
kotak bertuliskan 'OK'. Winda yg berada persis disamping kiri Fanny hanya memperhatikan dgn pandangan penuh
selidik. Dan, ketika Fanny hampir mencapai pintu kayu berkaca untuk membukanya dan
menyerahkan kertas yg baru saja dicetak itu-Winda melakukan kontak mata dgn Monique,
Violet, dan Tasya. Monique menggelenkan kepalanya, Violet mengangkat bahunya, dan
Tasha membiarkan matanya mengantarkan Fanny hingga kedlm ruangan Pak Budi.
" Permisi, Pak," cetus Fanny sambil menundukan kepalanya.
" Ya. Masuk," sambut Pak Budi dgn mengumbar senyuman lebarnya.
" Ini, pak, udah selesai." Fanny menyodorkan kertas itu. " Tapi, pas awal2 rapat, bnyak yg
nggak saya catat," imbuhnya yg mengakui kekurangannya.
Pak Budi yg membaca sekilas catatan Fanny mengangguk-angguk. " Ini sudah cukup."
sanggah atasannya yg menempatkan kertas itu diatas berkas2 miliknya. " Tadi, kamu bilang
kamu nggak ada acara abis jam kantor, kan?"
" I-iya, Pak," sahut Fanny agak tergagap.
" Bgaimana kalau kita makan malam?" Pak Budi akhirnya dpt mengutarakan keinginannya yg
sudah cukup lama terpendam.
" Makan malam?" Fanny balik bertanya. " Wah, dlm rangka apa, pak" Ulang tahun
pernikahan ya, pak" Yg keberapa" Yg kedua puluh lima" Ulang tahun perak dong, Pak!
Boleh,., boleh, kita makan dimana" Ibu datang kesini dulu atau langsung ketemu
direstoran?" cerocos Fanny.
" Kamu ngira hari ini ulang tahun pernikahan saya?"
" Hmm, dlm rangka yg lain" Atau... Bpak mungkin dipromosikan?"
Pak Budi membenamkan wajahnya dgn kedua telapak tangannya. Fanny telah salah
menangkap maksud ajakannya.
" Bukan karna hal itu, Fan." ucap Pak Budi dgn hati2.
" Bukan?" tanya Fanny bingung-lebih tepatnya pura2 bingung. " Lalu, Karna apa, Pak?"
" Saya nggak ajak istri saya atau karyawan yg lain." Pak Budi tdk menjawab pertanyaan
Fanny. " Jadi,cuma kita berdua. Saya dan karyawati saya yg paling oke."
Fanny tiba2 merasa dikirim ke Antartika. Tubuhnya kaku membeku dan dia sudah menjadi
patung es- patung es dgn mulut melongo tentunya.
" Soal restoran kamu aja yg pilih. Pokoknya terserah kamu." Pak Budi kelihatannya tdk dapat
menerjemahkan ekspresi wajah Fanny. " Gmana?" tanyanya lg.
Lapisan es yg menyelubungi tubuh Fanny serta-merta retak dimulai dari ujung kepala yg
terus menjalar hingga ujung kaki. Stelah retakan sudah mencapai titik jenuh, lapisan es itu
meledak dan serpihan2 kecil yg beku sekaligus keras berhamburan keseluruh penjuru arah.
Fanny memaksakan dirinya tersenyum walaupun bibirnya serasa digantungi beban sberat
sepuluh kilogram. " Saya?"
Pak Budi menanti dgn waswas. Diluauk hatinya yg terdalam, dia mengharapkan jawaban iya
dari bibir Fanny. " Oh, ya ampun!" Fanny menempelkan telapak tangannya diatas kening.
Pak Budi terpaksa harus menumda kegembiraannya. " Kenapa" Ada yg kelupaan?"
Akting Fanny pun dimulai. " Iya, pak, saat meetimg td ada pesan yg masuk." Fanny sengaja
berhenti sejenak, dia ingin melihat perubahan muka Pak Budi. " Tunangan saya ngundang
makan bareng orangtuanya-hmm, calon mertua saya pak." Fanny mendapatkan apa yg
diinginkanya. Wajah Pak Budi yg awalnya cerah berseri2 sontak berubah seratus delapan
puluh derajat menjadi gelap karna dianungi awan kekecewaan. " kalau saya makan malam
sama Bpk, trus batalin makan malam sama tunangan saya, hmmm...., gmana ya, pak?"
Fanny tampak serius. " Masalahnya, ini menyangkut masa depan saya. Jadi..." kepala Pak
Budi tertunduk lesu. " Maaf ya, Pak. Saya nggak bisa makan malam sama Bpk."
Pak Budi berusaha menegakkan kepalanya. " Kalau kamu enggak bisa, nggak papa," katanya
sambil pura2 bijaksana. Fanny merasa lega. " Kalau hari ini nggak bisa,mungkin dilain kesempatan kita lebih beruntung."
Tawa kemenangan Fanny langsung berubah menjadi tangis kekalahan. 'Lain kesempatan"'
ulangnya dlm hati. Dirinya seperti berada diarea pemakaman dgn warna hitam dan kelabu
yg menyelimuti. 'Beruntung" Ada2 saja. Malapetaka, mungkin'.
Mata Pak Budi lekat menatap Fanny seakan memintanya untuk menyetujui pernyataan yg
baru saja dilontarkan. Namun, Fanny tdk ingin bilang iya. Dia bingung bgaimana seharusnya
dia bereaksi, sementara kedua kakinya sudah tdk sabar ingin segera mengambil langkah
seribu. 2. Sunyi, Sepi, Sendiri -Fanny'Tapi, sbentar kemudian, mereka berhenti membicarakan dia, dan berganti dgn
pembicaraan tentang siapa yg akn memenangkan Piala Nasional. Karena, seperti telah
dikatakan Tuan Fergusson ketika dia di Luxor, bkn masa lalu yg penting, tetapi masa depan'.
Fanny menutup novel karya Agatha Christie itu dan meletakannya diatas meja. Tampak pada
sampul depan novel itu terdapat tulisan Death on the Nile-yg diterjemahkan dgn
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pembunahan di Sungai Nil, lengkap dgn gambar sepucuk pistol dan tentu saja patung
sphinx-yg menjadi landmark negeri para Firaun. Novel stebal 347 halaman itu akhirnya
tamat hari ini. " One hundred point two JCfm-Jakarta City FM, this is your radio. You're still her with mewith Eva of course, and we still have two hours until six o'clock." Eva si Penyiar Radio JCfm
kembali mengudara setelah jeda iklan dan lagu. " That was Beyonce with irreplacable yg
diminta sama Kayla di Kelapa Gading." sementara dibelakang suara Eva salah satu personel
Destiny's Child itu masih terus menyanyikan bait terakhir reff nya yg sudah hampir tiba
dipenghujung. " Jujur, aku suka banget sama lagu ini. JClover lainnya pasti jg suka ya sama
lagu ini." Eva berhenti sesaat karna ingin memberikan kesempatan bagi Beyonce untuk
menyelesaikan lagunya. " You're irreplaceable," ujar Beyonce menutup salah satu lagu yg
ada dialbum B'Day itu. Sorean ini, Fanny menjadikan JCfm menjadi sbgai penyemarak harinya selama dia membaca
Death on the Nile. Eva si Penyiar terus berceloteh dan Fanny mendengarkannya hanya
sambil lalu. Fanny beranjak dari meja menuju lemari buku untuk menyimpan kembali
novelnya. Lemari buku itu berkaca sehingga dia bisa melihat koleksi bukunya dari luar tanpa
takut ancaman debu. Fanny menahan sbuah barisan buku yg agak longgar dgn tangan
kirinya dan menempatkan novel yg bersampul hitam itu diantara Cards on the Table dan
They Came to Baghdad-dua karya Agatha Christie lainnya.
" kesempatan untuk request masih terbuka. Silakan JClover kirim SMS ke nomer
08118111xxx. Atau, mungkin mau kasih tahu info traffic terkini, jg silakan kirim ke nomer yg
sama," ucap Eva mengumumkan. " Ada SMS dari Andre. Katanya, 'Mau malam mingguan
didaerah Semanggi, tp kejebak macet di Jalan Raya Pasar Minggu yg menuju Pancoran.' Dia
minta lagu The Cranbarries, 'Just My Imagination' untuk nemenin selama diperjalanan." Eva
berhenti sejenak, menghirup napas baru. " Thank you, Andre atas infonya, sabar aja ya." Eva
berhenti lagi. " Buat JClover lainnya yg mungkin mau bersenang2, well-having fun aja.
Kayaknya abis siaran ini aku jg mau jalan sama teman2ku," gumam Eva sambil tergelak. "
Hahaha.... Aku nggak mau kalah gitu ya. Pokoknya I Love Saturday, you love saturday, and
absolutely we all love saturday. Wow!" jeda lg sesaat. " sbelum lagu untuk Andre, aku mau
bacain request dari Adelia di Bintaro yg katanya dirumah lg ujan. Dia minta 'Be My Lady'.
Emang enak bnget lg ujan2 dengerin lagu slow, skarang aku puterin lagunya, lalu lanjut dgn
The Cranberries. So, JClover, check it out!"
'Be my lady, come to me and take my hand and be my lady'
Fanny yg sdang mengikir kuku tangannya tiba2 berhenti. Matanya menerawang seperti
sdang memutar kembali rekaman memorinya. Dan benar saja, lagu Martin Nievera yg sdang
mengudara diradio membuatnya kembali kedua tahun yg lalu. Tepatnya, ketika rajutan
cintanya dgn Theo mulai terjalin.
*** Saat itu, Jum'at, 21 juli. Tanggal bersejarah buat Fanny karna skripsinya akan diuji. Didlm,
Jorgi sdang berusaha memperjuangkan nasibnya, beradu argumen dgn para dosen yg siap
membabat habis karya tulis monumentalnya selama dibangku kuliah.
Skarang pukul 14.15, yg artinya Jorgi sudah berduel dgn para penguji selama empat puluh
lima menit, sekaligus itu jg berarti lima belas menit lg Fanny akan masuk keruang eksekusi.
Dlm diam, Fanny terduduk lemas diatas kursi. Perasaannya tdk keruan. Ini adalah kegiatan
menunggu yg paling merana dan paling menyengsarakan dlm hdupnya. Takut bercampur
gugup, khawatir bercampur deg-degan. Rasanya kalau boleh memilih, tentu saja dia sudah
lari meninggalkan gedung fakultas, menuju rumahnya, dan bersembunyi dibawah selimut.
Tp, Fanny tdk bisa melakukannya. Tdk ada jalan kembali, dan tdk ada pilihan selain
mengahadapi takdirnya. Fanny menarik nafas dalam2 dan menghembuskannya secara perlahan2 melalui mulut.
Bukankah semuanya sudah dipersiapkan" Skripsi yg penyusunannya sudah dilakukan
berbulan-bulan yg lalu, buku2 teori ilmu komunikasi yg telah ditelaah satu per satu, matepi
presentasi yg sudah dibuat secara sistematis, bahkan tampilan fisiknya dari ujung kepala
sampai ujung kaki tampak nyaris tanpa cela.
" Aku yakin kamu bisa," hibur Rika-salah satu sahabeat Fanny-yg sudah sidang kemarin.
Wajah bulatnya dihiasi dgn seulas senyum yg bersahab. Pipinya hari ini bersemu merah
alami, sbgai tanda bahwa strees karna sidang skripsi sudah dapat dienyahkan dlm hdupnya.
Fanny balik tersenyum. 'Fiuh! Rasanya pasti bahagia bnget kalau hari ini jadi Rika', pikirnya
berandai2. Dia sangat ingin merasakan kelegaan karna sudah melewati masa kritis.
Alin-sahabat Fanny yg satu lagi-jg tersenyum, meskipun wajahnya terlihat pucat dan mata
rampingnya yg berkacamata menunjukan keletihan karna begadang semalaman.
Metabolisme tubuhnya pun jd berantakan. Akibatnya, jerawat bermunculan di wajahnya yg
sbelumnya mulus sempurna. Dia pun meyakinkan kalau Fanny akan keluar dari pintu kayu
itu pada pukul 15.30 dgn selamat tanpa kurang satu apapun.
Sementara Theo-yg menjadi dekat dgn Fanny dlm enam bulan terakhir karna tema skripsi yg
diambilnya sama- berjalan bolak balik, lalu akhirnya mengenyakkan tubuhnya yg seperti
galah dikursi yg sama dgn Fanny. Masih segar diingatannya ketika kuliag periklanan-salah
satu mata kuliah jurusan ilmu komunikasi-Theo sering diledek bahwa dia cocok sbgai model
'before' pada iklan susu-penambah-berat-badan khusus untuk pria.
" Lin, selasa dpn giliran kita nih," ujar Theo kpada Alin. Dia dan Alin akan disidang pada 25
juli nanti. " Iya. Siap nggak siap, harus siap!" sahut Alin sambil menguatkan dirinya.
" Fan, anggap aja lg ikut audish American idol." Theo yg selama satu semester ini sering
menghabiskan waktu bersama Fanny seperti pergi ke perpustakaan bareng, saling berbagi
refensi, dan jg berdiskusi, mencoba membuatnya merasa nyaman. " Pak Rendra mirip Simon
Cowell. Ketus. Tp, aku yakin Bu Judith bakalan belain kamu. Beliau kan pembimbing kamu
dan kamu punya hubungan baik sama beliau. Beliau jd Paula Abdul-nya." sontak saraf2
tegang dikepala Fanny mengendur dan beban berat yg membungkukkan pundaknya tiba2
lenyap. " Mau nyanyi lagu apa didlm?" tanya Theo yg masih menganalogikan sidang skripsi dgn udisi
pencarian bakat. " Nggak tahu," jawab Fanny singkat yg masih merasa geli dgn analogi konyol itu. Meskipun
bgitu, harus diakui ampuh untuk membuatnya jd lebih relaks. " kamu ada ide?"
" Hmmm..., nyanyi lagunya Alicia Keys, bagus."
Fanny terkesan. Theo menyebut salah satu penyanyi favoritnya, entah karna memang tahu
atau tanpa sengaja semata, " Yang mana?"
" Superwoman." Pintu ruang sidang terbuka. Muncul Jorgi dari dlm dgn ekspresi wajah yg sulit ditebak. Lega,
tp sekaligus tertekan. Fanny pun berdiri, merapikan kemeja lengan panjangnya yg
dimasukan ke dlm rok abu2ny. Sambil membawa berkas2 pentingnya, dan menyampirkan
tas laptop dibahunya, Fanny berkata lirih kepad Theo, " Ya, aku akan nyanyiin
'Superwoman'. Dia pun menyenandungkan lagu itu dlm hati, 'Cause I am superwoman. Yes I
am, yes she is', dan dlm waktu sekejap, kepercayaan dirinya timbul.
Fanny sangat berterima kasih karna Theo sudah punya andil atas nilai A minus-nya.
Walaupun bkn nilai sempurna, dia sudah sangat senang dgn pencapaiannya. Sejak saat itu,
hubungan mereka semakin dekat. Mereka saling mengunjungi satu sama lain. Keluarga
Fanny mengenal Theo, dan sebaliknya. Mereka jg sering hang out, menghabiskan waktu
bersama dari satu mal ke mal lain. Dan pada suatu hari-tepatnya pd hari minggu pagi
menjelang siang, Then menelpon,
" Fan, kamu lg ngapain?" tanya Theo dgn nada agak gugup.
Fanny yg sdang sibuk sendiri tdk menyadari kegugupan Theo. " Aku lg siap2 mau pergi."
jawab Fanny yg menjepit ponselnya dgn bahu karna dia sdang memasang jam tangan.
" Oh, mau pergi, ya?" ucap Theo kecewa.
" Iya, emang kenapa" Kamu mau mampir kerumahku" Atau mau ajak aku jalan?" tanya
Fanny sambil memandang kecermin memeriksa make up nya.
" Eeehhmmm....." Theo terdengar sdang berpikir mencari kata2 yg tepat. " Nggak sih,
skarang kamu lg dengerin radio" dia tiba2 membelokkan arah pembicaraan.
Fanny bingung, tp dia hanya menjawab, " Ya."
" JCfm?" " Pastinya." Sbgai backsound, terdengar iklan salah satu operator telpone seluler. Sejak dekat dgn
Fanny, Theo pun jg ikut menyukai stasiun radio yg sama.
" Aku request lagu buat kamu."
" Ooh, ya ampun. Aku kira apa," sahut Fanny sambil berjalan kesudut kamar untuk
mengambil sandal yg diua diatas rak.
" Emang request apa?"
" Ada deh, kamu tungguin aja ya."
" Hmmm..., nggak janji jg ya. Sbentar lg mau jalan nih," kata Fanny yg kini sudah
menggantungkan tas dipundaknya.
" Tapi dimobil, aku bakal nyetel JC kok," tambahnya cepat2 agar Theo tdk kecewa.
" Oh, ya udah." Suara Theo terdengar melemah.
" Besok gantian aku kirimin kamu lagu, ya?"
" Oke. Ya udah, aku cuma mau ngomong itu aja sih. Yuk, bye."
" Bye." 'Emang dia mau request lagu apa sih, pake rahasia sgala?" Fanny duduk diatas bangku
riasnya karna ingin memasukan ponselnya ke tas.
" Dibelakang Rizal, ada Theo dikemang yg request-nya spesial untuk Fanny." sang penyiar yg
kini laki2, membacakan SMS request satu persatu.
Fanny menegakan kepalanya tinggi2. 'Oh, itu request yg dikirim Theo'.
" Yg katanya, 'Fanny, I love you, so. Would you be my lady"'."
Fanny benar2 terperanjat. Dia hampir tdk mempercayai pendengarannya.
" Oh, that was so sweet," goda sang penyiar.
Tidak lama kemudian, terputarlah 'everlasting love song' milik Martin Nievera. Fanny
menunda keberangkatannya. Dia duduk diam terpaku menekuri kejadian yg baru saja
dialaminya. *** Fanny terbangun dari lamunannya. Getaran ponselnya membuat dia kembali kedunia nyata.
Dia merasa sudah berkelana ketempat yg jaraknya sangat jauh dan menghabiskan waktu
berbulan2 lamanya. Namun ketika mendengar my love will last forever yg merupakan
kalimat terakhir lagu 'Be My Lady', dia sadar kalau lamunannya berdurasi tdk lebih dari
empat menit. 'Theo"'. " Hallo."
" Lg ngapain?" " Mikirin kamu... Baru aja td denger lagu 'Be My Lady', trus aku keingetan yg kamu request
buat aku," tutur Fanny sambil memandangi kuku2 jari tangannya yg baru selesai stengah.
" Aku jg lagi mikirin kamu, makanya aku telepon. Kangen. Gmana kabar kamu hari ini?"
" Hari ini aku nyelesaiin baca novelnya Agatha Christie. Akhirnya stelah skian lama, slesai jg.
Kamu gmana di Surabaya?"
Sudah dua hari ini Theo berada diluar kota. Sbuah perusahaan sampo mengajak EO-nya
bekerja sama untuk mempromosikan produk2 terbarunya. Sejumlah road show disejumlah
mal dikota2 besar di pulau Jawa, seperti mengundang penyanyi atau band2 terkenal,
perawatan rambut gratis, dan pembagian sampel secara cuma2.
Fanny sbenarnya sedih jika Theo harus tugas keluar kota, apalagi kalau weekend seperti ini.
Mereka yg biasanya bertemu pada sabtu atau minggu, mau tdk mau menundanya hingga
pekan mendatang. Sementara Theo, dia sangat mencintai pekerjaan ini. Bertemu dgn
orang2 baru atau mendatangi tempat2 asing-seperti yg skarang dia lakukan, membuat
hdupnya terasa dinamis. Berpergian ke luar kota tdk menyulitkannya karna dia tipe pria
simpel antirepot, easy going, dan pecinta travelling.
" So far so good. Untuk acara hari ini baru aja selesai, nih lg beres2. Ntar malam terbang ke
Yogya," lapor Theo. " Wah, sukses ya acaranya. Tp, jangan sampai kecapean. Jangan lupa minum vitamin juga,"
pesan Fanny. " Siap, Bos!" seru Theo. " Anyway, keadaan kamu gmana?"
" Keadaanku?" Fanny tergelak.
" Lho, kok ketawa sih" Kenapa?"
Stelah Fanny menyelesaikan tawanya, diapun menjawab enteng, " Kalau The Cure nyanyiin
'Friday I'm in Love', aku nyanyiin 'Friday I'm in Trouble'."
" Hah! Kamu kenapa?" Theo panik. " Kamu sakit" Atau, kamu nabrak orang terus orang itu
nggak terima." Theo semain panik. " Jangan2,kamu sbenarnya lg dikantor polisi."
Akhirnya, Fanny punya kesempatan untuk bicara. " Enggak kok, nggak separah itu
masalahnya." Fanny tersenyum. " Aku cuma sebel sama Bosku."
" Pak Budi?" tanya Theo yg suaranya sudah terdengar agak tenang.
" He-eh." Fanny pun mulai menceritakan kejadian kemarin. Lengkap dgn patung es, pahlawan
bertopeng, dan suasana kelam dipemakaman.
" Ih, nggak tahu malu bnget sih. Udah tua juga!" Theo mulai geram. " Besok-besok, kalau aku
dah balik dari luar kota, stiap hari aku jemput kamu. Biar dia tahu, dia berhadapan sama
siapa." " Tenang..., tenang, The." Fanny menyambar cepat2. " Aku bisa atasin sendiri kok."
" Orang kayak gitu nggak kapok2. Pasti dia bakalan tetep ngejar2 kamu."
" Iya, emang. Tp aku punya trik kalau bosku mulai bertingkah. Aku bakal pura2 bodoh, pura2
nggak nyambung, dan jadi oran" kata Fanny sambil memikirkan triknya. " Aku yakin dia
bakalan ilfil sendiri."
"tp aku nggak yakin. Mending kamu cari kerjaan baru."
" Kerjaan baru?" tanya Fanny mengulang. " Ehmm.., kayaknya blm perlu deh. Aku masih bisa
ngatasin sendiri," ucapnya lambat2. " Tapi, aku janji kalau ada apa2 aku pasti ceritain
kekamu." Terdengar suara seseorang memanggik Theo. " Tunggu ya sebentar." sepertinya Theo sdang
brbicara dgn orang yg td memanggilnya.
" Honey, udahan dulu ya. Tapi, bener ya kalau ada apa2 kamu cerita ke aku."
" Pastinya. Oke, see you, jangan lupa minum vitamin."
" I love you." " I love you too."
Mereka pun mengakhiri telepon.
*** Fanny masih terngiang dgn pernyataan Theo, " Mendingan kamu cari kerjaan baru,". Fiuh...
Fanny menghela napas keras2. 'Ah, nggak usah dipikirin sekarang'. Tiba2, sbuah ide hinggap
dikepalanya. Cepat2 Fanny meraih ponselnya lg dan menggerakan ibu jarinya untuk mencari
nama Rika. Sbuah nada sambung terdengar ditelinga kanan fanny. Dia berencana untuk mengajak Rika
hang out-meskipun dia sbenernya tdk begitu yakin kalau Rika akn mengiyakan ajakannya.
Karna hari ini, hari sabtu dan bisa saja dia sudah punya acara sendiri dgn Eros-pacar Rika.
" Ya, Hallo," sapa Rika diseberang telepon sana.
" Ka, malem ini kamu ada acara nggak?"
" Yaaahh..., maaf bnget, Fan. Aku ada acara sama Eros."
" Ooo, ya udah."
" Sori ya, Fan."
" Sip, nggak papa."
" Eh, Fan," Rika mengambil jeda sesaat, " aku lg bingung nih,"
" Bingung kenapa?"
" Nggak tahu nih, kok nge-date kali ini aju rasanya gugup banget."
" Emang kamu sama Eros mau nonton, makan, atau..."
" Dia ngajak makan. Sekalian ngerayain setahun hari jadian. Katanya mau candle-light
dinner." " Wow.... Eros romantis banget!" seru Fanny kencang2. Dlm hati, dia sangat mengharapkan
Theo mengajaknya makan malam dgn diterangai temaram cahaya lilin. Selama dua tahun
menjalin hubungan, blm pernah ada acara spesial sekelas candle light dinner untuk
merayakan anniversary jadian mereka.
" Aku bingung nih pake baju apa" Udah kayak bongkar lemari." ucap Rika lemas.
Fanny membayangkan keadaan kamar Rika yg berantakan. Membongkar isi lemari memang
mudah, tp mengembalikannya ketempat semula butuh waktu yg lebih lama.
" kamu ada masukan nggak, bagusnya aku pake baju apa?"
" Hmm.... Gmana kalau kamu pake el-be-di, little black dress?" Fanny teringat sbuah tip
seputar fashion. " Little black dress?" tanya Rika mengulangi sambil menimbang2. " Tunggu,.., tunggu dah,
kamu nggak keberatan kan kalat telponnya nggak ditutup dulu."
" Oke." Fanny sudah bisa membayangkan Rika menghampiri gundukan bajunya lg dan cepat2
mencari baju yg disarankan olehnya. Akhairnya, sahabatnya itu menemukan sbuah gaun yg
pas untuk acara malam ini. Gaun simpel tanpa lengan, selutut, dgn potongan leher kotak
dgn aksen renda disekelilingnya.
" Ya udah, kamu dandan yg cantik. Sukses ya CLD (si-el-di) nya?"
" Apa?" tanya Rika spontan dgn kedua alis yg saling terpaut.
" CLD-candle light dinner," sahut Fanny enteng.
" Oh...." Fanny tergelak mereka menyudahi percakapan.
Fanny terdiam menatap ponselnya yg sudah tdk terhubung lg dgn Rika dan berpikir sejenak
kira2 hal apa yg akan dilakukannya untuk mengisi hari sabtunya.
'In places no one would find
all your feelings so deep inside ( deep inside)'
Fanny tersadar kalau lagu 'Cry' yg dibawakan oleh Mandy Moore tengah memenuhi ruang
dengarnya. Dia pun ikut menyanyikan baris selanjutnya.
'It was then that I realized
that forever was in your eyes
the moment I saw you cry'
'Kayaknya nonton DVD aja deh', pikir Fanny.
Fanny beranjak menuju rak penyimpanan kepingan cakramnya,bersiap hanyut dlm film.
3. Tak Sabar -RikaGaun mini hitam rekomendasi Fanny membuat kepercayaan diri Rika mencapai batas
maksimal. Kombinasi gaun beserta untaian kalung mutiara berhasil menonjolkan kelebihan
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
leher jenjangnya. Rika jg melakukan trik shading pada hidungnya-trik itu wajib untuk orang
yg terlahir dgn hidung mungil seperti dirinya.
Rika menghela nafasnya. Sudah lima menit dia duduk diruang tamu dan seakan sudah
menjadi seekor jerapah. Setiap menit dia menjulurkan kepalanya dan meregangkan ruas2
lehernya melewati pintu rumahnya yg terbuka lebar untuk memastikan apakah Eros sudah
datang menjemput atau blm. Berkali2, Rika bangkit dari duduknya yg tdk tenang, lalu cepat2
mencapai teras ketika ada suara deru mobil yg melintas didpn rumahnya. Namun, berkali2
itu pula harapannya tdk sesuai dgn kenyataan.
Kali ini, dia benar2 tdk sabar, mungkin disebabkan rasa gugup yg sudah dia rasakan sejak td
sore. Tp sbenarnya, Rika adalah orang yg sabar-sabar dlm hal apapun, seperti sabar dlm
menyelesaikan pekerjaan, sabar menghadapi orang yg menyebalkan, dan sabar ketika yg di
cita2kan blm tercapai. " Aduh, mana sih Eros?" kakinya bergerak2 gusar.
" Masih nungguin cowok kamu?" Edo-adiknya yg hanya terpaut satu stengah tahun, iseng2
bertanya. Adiknya itu chubby, berwajah bayi, memiliki binar mata kekanak-kanakan, dan
manja-tipikal anak bungsu. Dia jg punya acara sendiri, dgn teman2nya.
" Iya," sahut Rika dgn nada agak jutek.
" Emang dia mau jemput pukul berapa?"
" Pukul tujuh."
" Ya elah, Burik! Pukul tujuh masih sepulug menit lg. Sabarlah." Burik adalah 'panggilan
sayang' Edo kepada Rika. " Suka2 aku dong, Dudung." timpal Rika tdk kalah sengit.
Sama seperti Burik, Dudung adalah 'panggilan sayang' Rika kepada Edo yg berasal dari kata
hidung. Edo punya alergi trhadap debu dan akan slalu bersin2 ketika partikel2 lembut itu
menyerbu masuk kedlm organ penciumannya. Dia akn terus bersin meskipun wajahnya
seolah mengatakan, 'Aku udah nggak sanggup lg'. Alhasil, hidungnya semerah hidung badut
dan ada cairan bening yg mengalir turun dari dlm rongganya.
" Mending kamu beresin kamar dulu yg udah kayak kapal pecah. Itu baju2 mau diloakin
apa?" ujar Edo lg sambil memain-mainkan kunci mobil Toyota Rush-nya.
" Udah, deh. Kalau mau pergi, pergi aja deh skarang."
" Huuu! Sewot." Edo berbalik dan melenggang keruang tengah, " Mam, Edo pergi dulu ya!"
serunya berpamitan. Sang mama yg sdang bermain dgn cucu pertamanya dari putri sulungnya, Helen-mendongak
dan berbisik kpada Tiara, " Om Edo mau pergi."
Tiara kecil pun ikut mendongak dan mengalihkan perhatiannya dari susunan balok leggonya. " Om Edo mau pelgi ya?"
" Iyah," jawab Edo sembari mengangguk. " Tia mau ikut" Yuk!"
" Enggak ah, Om, Tia disini aja main leggo sama Oma."
" Ya udah, dadaaa." timpal Edo yg kemudian melambai-lambai.
" Dadaaah, Om." Gadis cilik yg masih berusia empat tahun itu kembali berkonsentrasi dgn
kontruksi bangunan yg masih stengah jadi.
" Hati2 ya, Do,"
" Iya, Mam." Edo pun melangkah menjauhi ruang tengah. " Cabut duluan ya, Burik!"
ucapnya kepada Rika. " Ya udah, sana," jawab Rika acuh tak acuh.
" Daah Burik," Kata Edo sambil tiba2 menjawil rambut Rika yg dikucir tinggi.
Rika hampir marah, tp sebenernya, aski Edo tdk memengaruhi tataan rambutnya. Namun
Rika tetap merasa perlu kembali bercermin sambil menunggu Eros.
*** Dalam heningnya penantian Rika, ponselnya berbunyi. Dia berharap itu adalah Eros, tp
ternyata itu adalah Edo. " Eh, Burik. Cowokmu sbentar lg sampe."
" Tahu darimana kamu?" tanya Rika heran.
" Barusan aku papasan sama dia."
" Oh." " Ya udah, aku cabut."
Tdk lama berselang, mobil Ford Escape dgn warna hitam berhenti didpn rumah. Si
pengumudi menggerakan tuas persenelingnya ke kanan lalu kebelakang. Perlahan2, kaki
kirinya diangkat dari pedal kopling dan disambut dgn pedal gas yg diinjak menggunakan kaki
kanan. Mobik itu pun bergerak mundur. Dgn bantuan kaca spion, pengemudi itu mengira2
jarak antara mobilnya dgn pagar rumah. Stelah jaraknya sesuai dgn yg diinginkan, dia
menetralkan posisi tuas perseneling, kemudian menggerakannya keposisi gigi satu. Dgn
cekatan, pengemudi itu memutar setir bersamaan dgn laju mobilnya.
Kini mobil sudah terparkir rapi. Mesin mobil dimatikan tepat stelah pengemudi mematikan
lampu dpnnya. Pintu kanan dpn terbuka, sbelah kaki menjejak jalanan aspal, disusul kakinya
yg satu lg, dan bersiap untuk menjumpai seseorang yg sudah menunggunya.
Sesosok pria pemilik mobil produksi Amerika itu melenggang santai sambil menekan sbuah
tombol pengaman yg ada pada kunci mobilnya. Seorang pria itu berbadan tegap dan
berdada bidang, tampak lebih dewasa daripada usianya yg baru memasuki 25 thun. Kemeja
yg dikenakannya pas badan sehingga sdikit bnyak menunjukan perutnya yg rata.
Rika yg masih berada didlm rumah, segera mengenali siapa yg baru saja datang. Dgn
senyum cerah yg berseri2, dia pun buru2 keluar rumah dan menyambut tamu istimewanya
itu. Ya, siapa lg kalau bkn sang arsitek-kekasih tercintanya. Dia senang Eros sudah datang,
dan itu berarti dia tdk lg menjadi seekor jerapah.
4. Candle-light Dinner -Rika" Aku pesan broccoli raisin salad," kata Rika dgn mata yg lekat menatap daftar menu.
Sementara pramusaji yg dilengkapi bukt catatan dan sbuah pulpen, segera menulis apa yg
baru saja dikatakan oleh Rika. " Terus minumnya, hmmm...., apa ya" Nah, ini aja,." telunjuk
Rika berhenti pada tulisan spicial green tea with jasmine. " Lemon and peppermint tea,"
lanjutnya lg kpada wanita pramusaji yg bertubuh kurus itu.
Eros memesan chicken fillet in mustard and lemon bettertdan cappuccino ice blended.
Pramusaji itu mengangguk-angguk dgn pulpen yg terus menari diatas kertas, lalu membaca
ulang pesanan mereka berdua, " Apa ada tambahan lain mungkin?" pramursaji itu
mengarahkan pandangannya kpada mereka berdua.
" Gmana, kamu suka nggak sama tempat ini?" tanya Eros stelah pramusaji dgn seragam
merah-hitam itu menjauh. Rika menyapu pandangannya, " Ya, aku suka. Apalagi kamu milihnya yg outdoor."
Dia tdk menyangka kalau suasana kencan kali ini bisa begitu menentramkan. Beberapa lilin
yg ada dihadapannya turut menerangi hatinya yg sejak sore sudah begitu semarak karena
cinta. Sementara angin sepoi2 yg sempat menggoyangkan-goyangkan lidah api kian
menyejukan perasaannya. Rija jd ingat kencan pertamanya. Kencan yg didominasi dgn perasaan canggung dan kikuk itu
tdk akan pernah hilang dari ingatannya. Ketika dia ingin menanyakan kabar pekerjaan Eros,
ternyata pria itu jg ingin melakukan hal yg sama. Mereka pun tertawa. Mereka jg saling
memberikan kesempatan bicara, tp tdk satupun yg menerimanya. Stelah sama2 berkeras
mendahulukan lawan bicara, akhirnya Rika mengalah dan menerima kesempatan itu.
Ketika kali pertama Rika bertemu Eros, dia tdk merasakan seperti apa yg dilantunkan
sejumlah lagu-cinta pada pandangan pertama-. Dia menganggap pria itu sbgaimana dia
menganggap teman2 pria lainnya, sama sekali bkn seseorang yg spesial. Sementara Eros-yg
seiring dgn perjalanan waktu-menaruh hati pada Rika. Pendekatan pun dilakukan secara
natural, tdk berlebihan dan tdk ada kata2 gombal. Rika menyukai cara itu dan tdk lama
berselang dia menerimanya sbgai kekasih.
Hari ini tepat satu thun mereka bersama. Mereka merasa cocok satu sama lain. Tdk ada
masalah yg berarti yg mampu menggoyangkan hubungan mereka. Semuanya berjalan
begitu lancar dan harmonis hingga akhirnya hubungan mereka berusia dua belas bulan.
Tiba2, ada sbuah pertanyaan yg menggaung dikepalanya. Apakah Eros adalah pria yg tepat
untuknya" Rika yg blm mendapatkan jawabannya hanya bisa diam sambil mendongak
memandangi pemandangan yg terhampar luas tak terbatas jauh diatas kepalanya.
Langit malam memang sudah pekat. Namun, jarum jam yg menunjukan pukul 19.45
menandakan kalau malam masih disini. Terlebih lg, malam ini adalah malam minggu yg kata
orang malam panjang. Langit boleh gelap, tp diantara gumpalan awan polusi dan semburan
cahaya yg mencemari langit jakarta, masih terlihat titik2 bintang yg tersebar dan sesekali
mengerlip malu2. " Tahu nggak, aku sering kebayang2 film Lion King kalau pas lihat bintang kayak gini," ujar
Eros. " Lion King?" tanya Rika heran. Ia memutar ingatannya jauh kebelakang, ke bertahun2 yg
lalu. Sama sekali tdk ada yg tertinggal dlm memorinya tentang film itu, kecuali original
soundtrack yg dilantunkan Elton John, 'Can You Feel the Love Tonight'.
" Iya. Pas dialog Timon, Pumba, sama Simba," jawab Eros. " Mereka ceritanya lg diskusi,
sbenarnya bintang itu apa sih?" lanjut Eros yg menangkap wajah bingung kekasihnya.
Rika masih blm ingat adegan yg dimaksud Eros. Tp, ketika mendengar tiga nama karakter
itu, sdikit demi sdikit kabut kebingungannya mulai tersibak. Ya-Tamon, dia ingat. Seekor
hewan kecil-tp entahlah, Rika tdk tahu pasti jenis hewan apa Timon itu, tikus tanah atau
tupai" Well, tdk terlalu penting. Lain halnya Pumba. Bayangan seekor babi hutan dgn taring
bawah yg melengkung dan mencuat keatas, melintarg dipikirannya. Dan terakhir, Simba
tentu saja si singa yg mewarisi kerajaan ayahnya.
" Timon berpendapat kalau bintang itu adalah kunang-kunang yg terjebak dilangit."
Rika diam saja menyimak Eros bicara.
" Terus, kalau Pumba, katanya bintang itu bola2 gas yg terbakar dan jauhnya miliaran tahun
cahaya dari bumi." " Pumba ilmiah bnget, ya." tukas Rika memberi tanggapan sambil tersenyum.
" Iya, tp Timon justru ngetawain abis-abisan."
" Terus kalau simon bgaimana?" Rika bertopang dagu dgn kedua tangannya, seperti anak
kecil yg ingin tahu. " Dia bilang kalau di bintang2 sana, arwah para leluhurnya bersemayam."
Rika tertawa. " Kalau kamu gmana, sayang" Menurut kamu bintang itu apa?" tanya Eros.
" Hmmm...., apa ya" Nggak tahu, kayaknya aku nggak mikir macem2 soal bintang."
" Kalau aku..." kata2 Eros terpotong karna pramusaji mengantarkan pesanan mereka.
" Ya?" pinta Rika pada Eros stelah mengucap terima kasih kpada si pramusaji.
" Iya, dulu aku nyangkain kalau bintang itu kayak stiker yg ditempel dilangit. Kalau siang dia
menyerap cahaya sbanyak2nya, trus pas malam dia ngelepasin cahayanya."
Rika mendengar sambil tersenyum dan membayangkan persis apa yg dikatakan Eros. " Lucu
juga," ujarnya sambil mendekatkan mulutnya ke sedotan dan menyeruput minumannya
sbanyak satu tegukan. Eros pun menertawakan ceritanya sendiri.
" Sayang," kata Eros stelah tawanya reda. " Sbelum kita makan,aku mau nunjukin sesuatu."
wajah Eros berubah menjadi serius.
" Apa?" tanya Rika lembut. Apakah ini saatnya" Dan, sesuatu itu adalah.... Namun, Rika tdk
berani meneruskan kata2nya, dia tdk mau trlalu bnyak berharap.
" Will you marry me?" tanya Eros sambil membuka sbuah kotak kecil yg dibungkus beledu
merah. Tepat ditengah kotak yg terbuka itu, sbuah cincin tertancap.
Pertanyaan Eros begitu menggetarkan sukma Rika. Ingin sekali rasanya dia meminta Eros
untuk mengulangi kata2nya, tp tenggorokannya seakan tercekat dan lidahnya kelu sehingga
dia hanya bisa membuka dan menutup mulutnya tanpa mengeluarkan suara sdikit pun.
Sementara matanya berganti-gantian menatap antara wajah Eros dan cincin cantik yg
disodorkannya sambil memegangi dadanya seolah memastikan apakah jantungnya masih
berada di tempatnya atau justru jatuh melorot menuju perutnya.
Eros menunggu jawaban Rika. Dia tahu kalau Rika sbenarnya sudah menunggu saat2 seperti
ini sejak lama. Rika masih terpana. Sekali lg, dia menatap wajah Eros. Sebuah tatapan menyorot balik
kpadanya dan menegaskan kalau dia sdang tdk bermimpi.
Sontak tubuhnya melayang jauh, tinggi menuju luasnya angkasa. Dia pun begitu takjub,
mengapa tubuhnya bisa seringan kapas. Dia trus melayang dan melambung hingga pada
ketinggian tertentu, dia tiba2 berhenti. Rika masih blm berhenti takjub, bahkan smakin
bertambah2 karna dia dikelilingi oleh bebatuan yg bercahaya. Stekah mengamati beberapa
saat, Rika akhirnya tahu kalau bongkahan2 yg mengambang itu adalah bintang2 yg
dipandanginya tadi ketika dia masih berada jauh dibawah sana.
I'm flaying withouu wings, bisik Rika didlm hatinya. Dia masih blm bosan mengamati apa yg
ada disekitarnya. Tiba2, sebongkah batu yg berada paling dekat dgnnya perlahan2 bersinar
smakin terang. Perhatian Rika tertuju pada batu itu. Diapun tergelitik untuk menyentuhnya.
Direntangkan tangannya dan kini dia sudah memegang batu yg ukurannya sdikit lebih besar
dari genggaman telapak tangannya.
Rika menggenggam bintang. Ya, itulah yg dilakukannya. Dan betapa terkejutnya Rika ketika
melihat permukaan bintang terukir sbuah tulisan yg sama seperti apa yg dikatakan Eros.
Rika meraba tulisan 'Will you marry me' dgn ujung jarinya. Oh my God, it's written in the
star. Tiba2, hukum gravitasi kembali berlaku. Rika terjun bebas dari ketinggian. Tdk hanya itu, dia
bahkan merasa tersedot oleh sbuah vacuum cleaner raksasa dan dlm sekejap dia sudah
kembali keatas kursinya seperti semula. Rika terkesiap. Sesaat, dia memperhatikan orang2
sekitar apakah mereka terheran2 melihatnya perlahan2 terbangmenuju langit, tp beberapa
saat kemudian dgn kecepatan yg sangat tinggi dia jatuh kembali kebumi. Mereka smua
bergeming dan tentu saja mereka begitu karna apa yg baru dialami Rika hanya di alam
pikirannya. Ditatapnya kembali Eros yg masih terdiam menunggu jawabannya. Dgn rekah senyumnya yg
termanis Rika akhirnya menjawab, " Yes, i do."
5. Berbagi Kebahagiaan -Fanny, Alin, RikaFanny berdiri diam dgn tangan bersedekap, memperhatikan lift mana yg lebih cepat
menghampirinya. Sementara dibelakang ada Bayu, Angga, Galang, dan Romy yg sdang asyik
membicarakan sepak bola. Mereka kini brdebat mengenai klub mana yg akn menjuari Liga
Italia. Fanny tdk menghiraukan pembicaraan itu. Baginya, sepak bola seperti makhluk luar
angkasa-sesuatu yg benar2 asing.
Pintu lift yg berada dipaling kanan terbuka. Fanny segera menghampirinya diikuti dgn
teman2nya. Obrolan empat pria yg tdi sempat terpotong kini dilanjutkan hingga lift
mengantar mereka kelantai dasar. Fanny masih akn terus bersama mereka sampai pintu
utama kantor. " Eh, hujan ya!" seru Romy. " waduh, nggak bawa mantel," imbuhnya sambil menepuk
keningnya. " sama aku jg nggak bawa nih," sahut Bayu.
Fanny tdk kaget kalau skarang sdang turun hujan. Dia sudah tau dari Theo. Kekasihnya itu
sudah berada dipelataran parkir kantornya sejak sepuluh menit yg lalu. Mereka bersama
akan pergi kesuatu tempat untuk melaksanakan sbuah agenda yg bernama triple date.
Bagi Fanny, hari ketika sore harinya dia bisa bertemu dgn Alin dan Rika adalah hari yg
menyenangkan. Terlebih lg mereka hari ini akan datang bersama pasangan masing2. Sore ini
akn jadi sore yg sempurna. Pikirnya.
" Aku udah didpn," kata Fanny ditelepon, memberi tahu Theo. " Oke," katanya lg, lalu
menutup telepone. " Fan," panggil Bayu, " kamu nggak pulang?"
" Aku dijemput."
Beberapa saat kemudian, Theo datang sambil membawa payung besar yg terombangambing karna embusan angin yg cukup kencang.
" Duluan ya," pamitnya kepada teman2nya yg skarang tinggal berdua. Galang sudah pulang
karna dia membawa mantel dan Angga hari ini membawa mobil.
" Ya hati-hati," respons Bayu dan Romy hampir bersamaan.
" Kamu dari kantor pukul brapa, Yang?" tanya Fanny ketika sudah berada didlm mobil Theo.
" pukul empat. Td, aku udah nggak ada kerjaan, jdnya aku boleh keluar kantor duluan."
Asyiknya, kantor Theo tdk terikat jam kerja yg saklek dan kaku seperti kantor Fanny.
*** Fanny dan Theo bergabung dgn Alin, Rika, dan Eros di sbuah meja dgn enam kursi. Masih
tersisa satu kursi dan itu sengaja dipersiapkan untuk Ditya-kekasih Alin.
Fanny mengecup pipi Alin dan Rika, sementara Theo merangkul Eros sambil menepuk2
pundaknya, tdk ketinggalan pertanyaan apa kabar saling mereka lontarkan.
" Maaf ya agak telat. Td pasti Alin yg duluan ya?" tanya Fanny yg kemudian menarik kursinya
mendekati meja. " Iya. Aku," jawab Alin sambil memain-mainkan poni yg membingkai wajah tirusnya.
Sore ini Alin mengombinasikan eyeshadow warna merah dan pink, lalu mengaplikasikannya
dgn teknik tertentu sehingga mata rampingnya terlihat sdikit lebar. Dia jg melengkapi
matanya dgn lensa kontak berwarna abu2.
Mereka melanjutkan obrolan yg td sempat terpotong mengenai kesibukan Eros. Kekasih
Rika itu menceritakan kalau dlm waktu dakat ini dia akn ditugaskan ke Medan untuk
melakukan survei lapangan tahap awal. Dia dipercaya oleh atasannya untuk mendesain
sbuah gedung perkantoran disana.
Diam2 Fanny memperhatikan Rika yg sepertinya resah, ingin menyampaikan kabar yg lebih
dulu dia kabarkan lewat telepon kepada Fanny.
" Ditya mana, Lin?" tanya Fanny. Rasanya tdk lengkap kalau Ditya blm hadir untuk
mendengar kabar gembira dari Rika dan Eros.
" Dia bilang bakal terlambat. Tp, nggak tahu berapa lama, soalnya dia lg nyetir."
" Oh, gitu." mata Fanny bertemu dgn mata Rika. " Oiya, Lin. Ada yg mau kasih kabar
gembira." " Oh ya?" Alin antusias. " kabar gembira apa" Aduh, aku pasti ketinggalan jauh bnget."
Rika menceritakan malam ketika dia dilamar. Saat Rika menyodorkan jari manisnya, smua
ikut antusias. " Waaaaa...!" jeret Alin.
" Alin ya ampun, bikin heboh aja nih!" seru Fanny cepat2.
" Ups, sori!" sahut Alin menutup mulutnya dan memutar2 bola matanya tanpa berani
menengok2 untuk melihat reaksi orang disekitarnya.
" Terus..., terus, gmana?" Alin bertanya tdk sabar mendengar jawabannya.
" Ya.., aku terima," jawab Rika malu2.
Alin kembali membuka mulutnya dan berniat mengeluarkan teriakannya.
" Eit...,eit, jangan teriak lg!" Fanny buru2 mencegahnya.
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Fanny berhasil mencegahnya dan Alin kini sudah mengurungkan niatnya. " Sumpah! So
sweet, so sweet, so sweet." karna dilarang berteriak, dia mengucapkan kata so sweet
sbanyak tiga kali berturut dgn intonasi yg ditekan sbgai kompensasi karna dia tdk boleh
teriak. Sbelum Rika menceritakan kabar gembiranya kpada Alin, dia sudah menceritakannya lebih
dulu kpada Fanny. Rika melakukan hal itu tanpa maksud, itu hanya karna Alin baru akan
pulang kejakarta minggu dpan. Reaksi Fanny pun sama seperti Alin, hanya saja waktu itu
Fanny tdk sampai membuat malu lantaran berteriak ditempat umum.
" Rencana tanggal berapa?"
" Kalau untuk tanggal blm ada keputusan. Tapi, kemungkinan tiga bln lg, doain ya."
" Pasti. Kalau kamu butuh bantuan, aku siap membantu. Kapan aja. Mau siang, mau malam,
pokoknya dua puluh empat jam."
" Nggak cuma kamu doang kali," proter Fanny, " aku juga."
" Benar nih dua puluh empat jam?"
" Kayak baru kenal kemarin sore aja," sambar Alin.
" Aduh, kalian tuh emang so sweet, so sweet, so sweet." Rika meminjam perkataan Alin
lengkap dgn intonasi yg dibuat semirip mungkin.
" Anyway, aku mau minta pendapat kalian. Mungkin lalu, aku datang ke resepsi pernikahan
teman. Pas diakhir acara, pengantin wanitanya nyerahin trofi bergilir ke salah satu
temannya yg sbentar lg mau nikah." papar Eros. " Kalau nanti diresepsi kita ada acara
begitu, menurut kalian gmana?"
" Ih, lucu. Baru dengar. Kayaknya seru." respons Fanny. " semoga kita ya, The, yg dapat trofi
itu." " Eits," sela Alin, " aku dulu. Aku sama Ditya kan pacarannya lebih lama, udah tiga tahun.
Sementara kalian, baru dua tahun."
" Nggak mau tahu, pokoknya aku duluan."
Rika memprediksi ini akan menjadi debat kusir yg tiada akhir antara Fanny dan Alin. Karna
itu, dia buru2 mengambil posisi diantara mereka, " Tapi, bentuk trofinya harus yg unik.
Jangan piala tujuh belasan."
Lalu, sibuklah bercanda tentang bentuk trofi yg aneh2.
" Kalau bisa, bener2 bertema wedding." Alin ikut angkat bicara.
" Minta tolong sama teman kamu yg jago desain," kata Eros memberi saran.
" Oh iya betul, Dion kan jg jago desain. Nanti aku bilang sama dia."
Theo tergelitik untuk bertanya, " Rencananya mau pakai jasa WO atau kepanitiaan
keluarga?" Rika dan Eros berpandangan sesaat. " Belum tahu."
" Kalau mau pake jasa WO, aku punya daftarnya. Semuanya recomended. Ya.., kali aja bisa
buat refenrensi." " Boleh deh. Kirim ke email ku ya. Anyway, skarang gantian kamu dong, Lin, yg di introgasi.
Cerita dong paris kayak apa?"
" Oh, iya tuh kan, keasyikan ngobrolnya sampai lupa nih aku mau kasih oleh2." Alin
mengeluarkan dua paperbag dan memberikannya kpada Fanny dan Rika.
" Hmmm...., bau paris emang beda," ujar Fanny ketika melongok isi paperbag itu dan seolah
dia benar2 mencium aroma Paris. Mereka terkesima dgn oleh2 yg dibawakan Alin. Parfum,
dompet, jam tangan. Lemited edittion pula.
" Tenang aja untuk para cowok, aku jg beliin untuk kalian," tutur Alin memberi
pengumuman. " Eh, mana Ditya, katanya mau datang?" tanya Fanny sambil meletakan paperbag nya
dibawah meja. " Nih dia barusan BBM, katanya sbentar lg sampe. Dia bilang td slesai jam kantor harus
ketemu klien dulu," jawab Alin sembari memasukan kembali Blackberry nya kedlm tas.
" Oh, iya Lin, td kamu blm cerita apa2." Rika kembali mengingatkan kembali topik
pembicaraan yg td sempat terlupa.
" Anyway, td kamu dari rumah?"
" He-eh." " Kamu nggak kerja sama papi kamu lg?"
" Kayaknya sih minggu dpan mau mulai lg. Ada proyek kecil2an. Ya..., aku bantu2 dikitlah,
lumayan waktu." Alin anak pengusaha kaya raya, Sigit Prasetyo- yg memiliki sejumlah perusahaan besar di
Indonesia. Smenjak lulus kuliah, dia memiliki khidupan yg berbeda dgn Fanny dan Rika.
Kalau mereka berdua merasakan melamar pekerjaan, tes psikologi, dan diwawancarai oleh
orang HRD, maka Alin tdk pernah merasakan hal2 seperti itu. Dia bisa kpn saja minta
pekerjaan kpada papinya dan dgn senang hati papinya memberikan pekerjaan padanya.
" Kamu tuh beneran ke Paris sendirian ya kemarin?" tanya Rika.
" Iya. Tp, ada sepupuku disana, Aurel."
" Oh, Aurel yg tomboi itu?" tanya Fanny.
" Iya. Eh, dia mau nikah, lho."
" Oh, ya" Kpan" Aku kira dia nggak suka cowok." Fanny tergelak. " Sama orang sana?"
" Yup. Rencananya akhir tahun."
" Nanti kamu kesana lg?" tanya Rika.
Alin mengangguk sambil menyeruput milkshake nya. " Oh, iya, hampir lupa," ucap Alin tiba2.
" Aku mau ngomongin proyek- papiku kemarin cerita soal itu. Semacam proyek launching
produk. Kalau kerja sama bareng kantor kamu, gmana Theo, bisa nggak?" Alin menatap
Theo memohon. Theo mengangguk-angguk. " Dgn senang hati."
" Kan pastinya komunikasi jd lebih gampang, kita udah sama2 kenal."
Theo mengangguk tersenyum, " Kira2 launchingnya kpan?"
" Masih blm tahu."
" Kantorku lagi hectic ngurusin road show di mal2 se Makasar. Lusa aku mau kesana. Tp
kalau emang jadi, itu bisa diatur."
" Hi guys!" sapa seorang pria yg tiba2 mendekati meja mereka. " Sori, aku telat." Dia
menggaruk-garuk kpalanya, lalu menatap Theo dan Eros secara personal.
" Eh, sayang." wajah Alin langsung cerah ceria. " tadi, aku kira kamu nggak bisa datang."
" Masa sih nggak datang. Udah nggak ketemu sebulan." ujar Ditya yg mengambil tempat
duduk disamping Alin. " Tadinya, aku sempat negative thinking, Dit, apalagi nomernya nggak bisa dihubungin.
Jangan2 kecantol bule Prancis." kata Fanny bergurau.
" Wah, kalau sampe kayak gitu ceritanya, aku samperin kesana. Aku suruh pulang saat itu
juga," ujar Ditya sambil menggulung lengan kemejanya sbatas siku.
" Tp, kenyataannya nggak kaya gitu kan?" timpal Alin tersenyum. Ditya hanya tersenyum
kpada Alin tanpa berkata apa2.
" Minggu lalu, Rika dilamar lho sama Eros," kata Alin memberi tahu Ditya.
" Oh, ya" Wah selamat kalau gitu." Ditya menepuk2 bahu Eros.
" Terus kamu kapan lamar aku?" tanya Alin dgn nada manja.
Ditya tampak tertegun dan tdk mampu berkata apa2. Sunyi sesaat diantara mereka.
" Malah bengong," canda Alin.
" Uhmmm...." Ditya salah tingkah, " tunggu aja tanggal mainnya."
" Kamu ketemu klien dmana tadi?"
" Uhmm... Itu tdi dikantornya. Di.., dimana tuh namanya." salah tingkah Ditya smakin
menjadi2. " Di Thamrin. Biasalah lobi-lobi."
Ditya adalah salah seorang yg tergabung kedlm tim kreatif sbuah stasiun televisi. Dia brsama
timnya dituntut untuk slalu punya ide2 segar dan terobosan baru dlm pembuatan progam
tayangan yg bermutu dan disukai para pemirsa. Tdk jarang dia juga harus brtemu dgn
sejumlah klien untuk kelancaran progam yg telah dibuat brsama timnya.
" Oh. Thamrin...." Alin tampak mengangguk-angguk.
Sementara, Fanny menangkap kejanggalan diwajah Ditya. Dia lalu memandang Theo,
mungkin saja pacarnya itu juga merasakan hal yg sama. Namun, ketika dia mendapati
kekasihnya menekan2 keypad ponselnya, dia tahu bahwa Theo tdk menyadarinya. Fanny
lalu beralih ke Rika. Mata mereka beradu pandang sesaat, bsa jd dia menyadari ada sesuatu
yg salah pada diri Ditya. Namun, apapun itu dia tdk mau kalau sampai merusak agenda yg
menyenangkan ini. Momen kebersamaan ini terlalu berharga untuk ditukar dgn apa pun.
6. Sebuah Awal " -RikaRika menyeruput teh hagatnya diteras belakang rumahnya. Dgn koran minggu pagi yg
terselip dijari, dia membacanya sambil ditemani gemercik air yg berasal dari kolam ikan
dihadapannya. Sebuah awal yg menyenangkan, pikir Rika kpada dirinya sendiri. Memulai minggu pagi yg
cerah dgn secangkir teh beserta beberapa potong kue kering untuk tubuhnya dan setangkap
surat kabar untuk otaknya. Sbagai pemanasan, dia membolak-balik koran itu. Dilihatnya
lembaran2 berita itu secara sekilas. Dibgian tengah koran, trdapat sbuah artikel mengenai
olahraga sepeda. Ingatannya langsung tertuju kpada Eros yg saat ini sdang tugas ke Medan.
Ya, sang kekasih tercinta sangat menyukai olah raga itu. Jika dia berada dirumah tentu dia
bersepeda berkeliling kompleks perumahannya.
Rika telah selesai membolak-balik surat kabar harian itu dari awal hingga akhir halaman.
Stelah itu, barulah dia mulai membaca sbuah berita yg paling menarik perhatiannya.
" Dibalik kesegaran Buah Impor". Rika membaca judul besar artikel itu dlm hati. Selain
sbagai pegawet, lapisan lilin juga membuat buat impor tampak lebih segar dan mengilat,
lanjut Rika yg membaca kalimat penjelas yg tepat berada dibawah judul.
Dgn tekun, Rika membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf.
Ketika dia sampai pada paragraf ketiga, dia mengangguk-angguk dan menggumamkan kata,
"Oooh." Antusias Rika meningkat. Dia pun semakin bersemangat untuk membaca paragraf
selanjutnya. Begitu seterusnya. Dia tetap menunduk, menelaah baris demi baris yg berjejer
rapi. Ketika dia mendapati kalimat yg kiranya menambah wawasannya, dia pun kembali
mengangguk-angguk dan menggumamkan kata, "Oooh."
Lima menit berlalu sudah dan dia sudah selesai membaca artikel itu. Dgn sbuah kesimpulan
yg telah didapatkannya, sekarang Rika membolak-balik halaman koran itu dan membaca
beberapa berita pendek. Rika menenggak tehnya sampai habis, lalu menyelesaikan camilannya dan melipat korak itu
menjadi empat bagian. Dia meregangkan tubuh sbentar dan bangkit dari duduknya menuju
kolam ikan yg berada didpannya. Dgn posisi tubuh sdikit membungkuk dan kedua tangan
ditempatkan di atas lutut, dia memandangi kawanan ikan yg berwarna-warni bergerak
santai mengitari seputar kolam. Beberapa diantaranya memilih berenang dipermukaan dan
sisinya lebih suka berdiam diri di dasar kolam. Selama beberapa saat Rika memandangi
ikan2 itu, hingga akhirnya dia beralih kesbuah kotak plastik yg berisi makanan ikan. Rika
menghampiri kotak itu, mengambil isinya, dan menaburkannya ke atar permukaan kolam
layaknya sdang menaburkan mesis keatas permukaan roti tawar.
Ikan2 yg berada dipermukaan air langsung melahap apa yg diberikan Rika. Sementara
mereka yg tadi berada di dasar kolam, tampak kecewa ketika tahu makanannya sudah habis.
Segera Rika kembali menjumput butiran2 kecil itu dan menaburkannya didekat ikan2 yg td
belum mendapat bagian. " Wah, kayaknya udah kenyang." ucap Rika stelah beberapa kali memberikan makanan
kpada ikan2 yg berenang didlm kolam sana. Rika berdiri tegak dan membersihkan telapak
tangannya dari serpihan2 makanan ikan. Dia melangkah kedlm sambil membawa serta
cangkir dan piringnya yg sudah kosong dgn kedua tangannya. Sementara koran yg sudah
terlipat dikempitnya. " Sarapan, Rik." kata ibunya ketika Rika masuk ke dlm dapur.
" Sarapan apa, Mam?"
" Bubur," jawab sang Mama sambil sibuk meracik bubur ayam untuk dirinya dan sang Ayah.
" Mau Mama bikinin sekalian?"
" Enggak..., enggak usah, Mam. Masih agak kenyang." jawab Rika sambil mengusap-usap
perutnya. " Kalau nanti mau bikin sendiri, buburnya ada didapur ya," ucap sang Mama.
" Oke,.. Makasih, Mam."
Mama Rika keluar dapur sambil membawa sbuah baki kayu dgn dua mangkuk diatasnya.
Sementara Rika menuju tempat cuci piring untuk mencuci cangkir dan piring yg tadi
dipakainya. Dia memulai dari cangkir terlebih dahulu. Stelah benda itu sdikit dibahasi, dia meraih spons
dgn tangan kanannya. Ketika dia ingin melumuri dgn buah sabun, tiba2 genggaman tangan
kirinya mengendur dan cangkir kaca itu meloncat dan mendarat didasar bak cuci piring. Tak
ayal, benda itu langsung terbelah dua. Rika kaget, jantungnya masih berdegup-degup
kencang sewaktu melihat cangkir yg sudah tdk utuh lagi. Dia ingin membereskan kepingan2
itu, tp karna tdk hati2, ujung jarinya menyentuh bagian yg tajam.
" Auuwww!" jerit Rika.
Darah merah segar keluar dari lukanya yg terbuka. Sambil memaki kecerebohannya, Rika
buru2 menghampiri kotak obat untuk mengobati lukanya. Stelah darah berhenti mengalir
dia kembali kedapur untuk membereskan kekacauan yg sudah dibuatnya dgn lebih hati2.
Selesai urusannya didapur, Rika beranjak keruang keluarga yg terlihat legang sambil meniupi
jarinya yg terasa perih akibat terkena air tadi. Dia duduk sambil melamun. Ada2 saja, pagi2
malah kena pecahan kaca, pikirnya. Sempat terbesit hal buruk dibenaknya. Namun, dia
segera menepisnya, berpikir kembali menikmati udara pagi.
Rika duduk sendirian diruangan itu. Awalnya, dia mengira kalau orangtuanya sarapan sambil
nonton televisi. Ternyata, mereka memilih teras dpan sambil asyik membincangkan
beragam topik. Rika tersenyum melihat ayah dan ibunya, lalu asyik dgn dirinya sendiri lg. Dia
bersandar diatas sofa empuk sambil menekan tombol power pada remote teve yg
digenggamnya. Stasius televisi yg kali pertama muncul adalah salah satu televisi nasional yg
menampilkan film kartun pada hari Minggu itu. Beberapa stasiun teve nasional lainnya
menayangkan film yg sejenis. Pilihan Rika terus berpindah dari satu channel ke channel
lainnya. Merasa bosan dgn saluran teve nasional,dia pun beralih ke saluran satelit.
HBO menjadi pilihan pertamanya. Siapa tahu dia beruntung film yg ditayangkan saluran ini
baru mulai. Rika mengikuti sejenak film itu meskipun akhirnya dia tahu kalau sbenarnya
sudah ketinggala. Furs: An Imaginary Portrait, batin Rika ketika sbaris tulisan kecil muncul
disudut kiri bawah kotak televisinya. Rika mengabaikan film yg ditontonnya, tak paham
alurnya. Ia sudah berada dibagian akhir film itu.
" Ah, nggak ngerti!" gerutunya sendiri sambil beralih ke HBO Signature.
Terlihat Chris Gardner-yg diperankan oleh Will Smith, memenuhi panggilan wawancara.
Penampilannya yg berantakan sangat kontras dgn para karyawan yg berjalan hilir mudik dgn
dasi dan stelan jas. Pursuit of Happiness adalah film yg bagus, tp Rika sudah menontonnya.
Cinemax menjadi pilihan berikutnya. Sbuah film yg diliris pada tahun 1988 tersaji didpnnya.
Arnold schwarzenegger kelihat begitu excited ketika tahu kalau dia punya saudara kembar.
Rika sudah tahu siapa yg menjadi kembaran sang Terminator. Dia tdk lain dan tdk bkn
adalah Danny DeVito. Rika juga tdk perlu menunggu sederetan tulisan yg muncul dikiri
bawah kotak televisinya untuk mengetahui film judul itu-Twins.
Cinemax jelas bkn saluran pilihannya. Rika pun kembali menjelajahi sejumlah saluran yg
tersedia. Fashion TV, Cartoon Network, National Geographic, hingga akhirnya dia menekan
saluran Chanel V. 'And I don't want the world to see me
Cause I don't think that they'd understand
When everything's made to be broken
I just want you to know who I am'.
Rika menonton vidio clip dari lagu yg dibawakan ulang oleh Ronan Keating, stelah selama
bertahun2 tdk menontonnya. Rika kembali terkesima- sama seperti ketika kali pertama
melihatnya, bkn karna dia fans berat salah satu personel Boyzone itu, melainkan karna
lokasi syuting vidio klip, Hotel Burj al-Arab (Menara Arab) yg berada di Dubai, Unit Emirat
Arab. Hotel yg memiliki ketinggian 321 meter itu memiliki bentuk yg unik. Gedung itu memang
sengaja dirancang menyerupai layar perahu tradisional Arab-dgn helipad bulat diatasnya.
Beralih dari hotel Burj al-Arab, tp masih dikota yg sama, trdapat pulau2 yg dibuat dgn
mengeruk pasir pantai dasar laut. Gugusan pulau itu disebut Palm Islands yg tampaknya
disebut2 sbgai keajaiban dunia yg kedelapan. Begitulah yg pernah Rika baca pada salah satu
koran nasional. Rika tdk berhenti berdecak kagum ketika koran yg dibacanya itu memuat foto Palm Islands
yg diambil dari atas. Negeri Para peri. Begitulah Rika menjuluki Kota Dubai dgn sgala
keajaiban dan kemewahannya. Mungkin, suatu hari nanti, dia dan Eros bisa berkunjung
ketempat itu. Dia tersenyum sendiri memikirkan khayalannya.
Bayangan tentang Negeri Para Peri tiba2 dibuyarkan oleh suara dering telepon yg berada
disebelahnya. Rika terkesiap. Rika mengarahkan tubuhnya sdikit untuk meraih alat
komunikasi yg terus berbunyi itu.
" Halo." " Bisa bicara dgn Mbak Rika?" tanya suara diseberang sana.
Rika heran, kira2 siapa perempuan yg menelponnya dgn suara sesegukan. " Ya. Ini Rika. Ini
dari siapa ya?" " Ini dari Icha, Mbak."
Rika memutar-mutar bola matanya sambil menduga-duga ini Ica Nurisa atau Ica Clarisa-dua
orang Icha yg dikenalnya. Suaranya kurang jelas. Dia merasa tdk yakin. Akhirnya dari pada
dia terus dlm ketidak pastian, Rika pun bertanya, " Ini Icha Nurisa atau Ica Clarisa?" tanya
Rika hati2. Perempuan diujung telepon sana tdk langsung menjawab, sepertinya dia mengusahakan
agar suaranya terdengar normal, tp ternyata tdk membuahkan hasil. " Ini Ica Clarisa," kata
Ica dgn suara bergetar. Clarisa atau yg lebih akrab dipanggil Ica adalah adik Eros. Pasti soal Anton, pikir Rika kpada
dirinya sendiri. Anton adalah pacar Ica, dan Ica cukup sering berkonsultasi tentang cinta
kpada Rika. Maklum saja, Ica adalah satu2nya anak perempuan di keluarga Eros. Tp,
tumben2 amat dia nelpon kerumah....
" Kenapa, Ca" Anton bikin kamu sebal lagi kah?"
" Bukan soal Anton, Mbak...." Ica smakin terisak-isak. " Ini soal Mas Eros, Mbak...."
Eros" Jantung Rika berdetak keras dgn tiba2.
" E... Eros?" Rika tergagap. Oh, God. Eros knapa"
Pagi tdi, Eros baru sja mengabarkan kalau dia akan naik pesawat, kembali ke Jakarta stelah
perjalajan dari Medan.
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Iya Mbak, Mas E-ros.... Mas E-ros..." Ica tdk dpat menahan tangisnya. " Mas Eros
meninggal, Mbak.... Pesawatnya kecelakaan...."
Kehdupan Rika mendadak seperti Film yg tiba2 di pause. Dia masih blm mempercayai
pendengarnya. Sontak, mata Rika dipenuhi air mata yg seakan sudah tdk sabar menetes.
Sementara itu, langit2 rumahnya seakan runtuh menimpa kepalanya dan pada saat itu dia
tahu kalau hari ini bknlah awal yg menyenangkan, melainkan akhir yg menyedihkan.
7. Berbagi Rasa -Fanny, Alin, Rika" Hai," sapa Fanny ketika membuka pintu kamar Rika.
Alin dan Rika yg sdang berselonjor santai diatas tempat tidur spontan mengangkat kepala,
melepaskan tatapan mereka dari monitor laptop. Sesaat, hati Fanny terasa ngilu sewaktu
memandang balik sorot mata Rika yg lesu dgn lingkaran hitam disekelilingnya. Indra
penglihatannya itu terlihat cekung dan seakam menyiratkan kelelahan yg teramat sangat.
Dia merindukan sorot mata Rika yg ramah. Di jg kehilangan wajah bulatnya yg bersahabat,
wajah yg slalu dihiasi dgn lengkungan senyum dibibirnya. Fanny bertanya2 apakah dia akn
mendapati sorot mata dan ekspresi wajah Rika seperti sedia kala.
" Hai, Fan," jawab Alin. " Gmana dijalan" Macet nggak?"
Fanny hanya tersenyum, melepaskan tas ranselnya yg terlihat sarat muatan.
Hari rabu ini Fanny dan Alin berencana untuk menginap dirumah Rika. Mereka ingin
menemani Rika semalaman. Saling bertukar cerita atau sdikit bergurau untuk mengurangi
kesedihan Rika. Tdk masalah bagi Fanny untuk berangkat kekantor bkn dari rumahnya
sendiri. Terlebih lg Alin yg statusnya masih 'pengangguran'. Dia sudah datang dari tadi siang.
" Rik," panggil Fanny, " Lg liat apa?"
Rika tersenyum tanpa ekspresi. " Lg liat2 Video di Youtube. Td sempet liat video clip jadulMichael Jackson, Whitney Houston, Take That. Nostalgia."
" Ngomong2 nostalgia, aku jd mau nunjukin sesuatu sekarang." Fanny duduk dilantai,
membuka ranselnya. Mendadak dari dlm ransel, blus putih dgn motif garis, mencuat keluar.
" Sebentar ya, baju buat besok nih." Fanny mengeluarkan baju itu dan merentangkannya
diudara, lalu mengarahkan pandangannya kearah lemari pakaian Rika.
Seolah bisa menerawang isi kepala Fanny, Rika pun berkata, " Hanger ya" Kayaknya ada deh
satu dilemari." Fanny membuka lemari Rika dan mendapati ada dua buah hanger kawat yg tdk digantungin
pakaian. Sekilas pandangannya menangkap sbuah gaun hitam yg sepertinya familier. Rasa
penasarannya mengalahkan tangannya untuk mengintip gaun itu. Potongan leher kotak dgn
apliksi renda disekelilingnya. Ya. Tdk salah lg. Ini pasti gaun yg dipakai Rika ketika mlam dia
dilamar. Tiba2, dada Fanny seperti ditancapkan pecahan kaca, lalu pecahan kaca itu ditarik kebawah
dgn sekuat tenaga sehingga tinggallah luka yg menganga lebar. Rasanya sakit luar biasa pikir
Fanny pilu. Pandangannya pun mengabur karna dipenuhi air mata, tp buru2 dia
mendongakan air mata sambil berharap dua sahabatnya tdk curiga dgn apa yg dia lakukan.
Seandainya saat ini keadaannya berbeda, pasti dia sudah meminta Rika untuk mereka ulang
kehebohan disore har? itu.
" Aku mau nunjukin ini ke kalian," cetus Fanny stelah urusan menggantung bajunya selesai.
Dari tangan kanannya, dia menyodorkan sbuah foto dgn bingkai kayu bercat cokelat tua. "
Nih." " Haaah, ya ampun." Alin memekik.
Sorot mata Rika pun mendadak berubah. Seperti ada kehdupan baru disana. Dia pun
melupakan laptop yg tadi ada dipangkuannya.
" Ini kan waktu kita wisuda?" ucap Alin yg masih lekat memandangi foto mereka bertiga dgn
baju toga. Fanny mengangguk-angguk penuh kemenangan. Misinya sukses dan dia ikut duduk
nimbrung diatas tempat tidur Rika. Untuk beberapa saat, dia mendengarkan celotahan riang
Alin dan memandangi seringai gembira Rika. Merela lalu membahas baju kebaya, make up,
dan hair style mereka. Layaknya sbuah pesta, mereka pun menyiapkan kostum sejak jauh2
hari s belumnya. Soal pipi Fanny yg masih tembem tdk luput dari pembahasan. Yaaaah,
bgaimana tdk tembem- proses penyusunan skripsi dan deadline nya yg menggila
menjadikan makanan sbgai pelariannya.
Ketika malam merambat naik, giliran Alin yg beraksi. Misinya adalah membawa beberapa
DVD film komedi. Film drama cinta sangat teramat dilarang, bahkam shrek yg termasuk film
komedi tp karna ada bumbu cinta, jd dimasukan dlm kategori film terlarang.
Misi Alin pun menuai sukses. Rika hanyut dlm gelak tawa dan sementara waktu dia
melupakan beban berat yg tengah ditanggungnya. Ketika pukul sembilan, Rika mulai
menguap, dan tepat pukul stengah sepuluh, dia sudah jatuh tertidur. Mungkin karna
kelelahan batinnya atau mungkin dia berencana untuk masuk kantor kembali stelah izin tiga
hari. Alin bangkit perlahan2, -agar tdk mengagetkan Rika- untuk mematikan DVD player.
Sementara Fanny memandangi wajh damai Rika dgn punuh sayang. Rasanya usahanya ini
blm berarti apa2. Namun, mereka akan usahakan apapun untuk Rika. Fanny jd teringat
peristiwa sbelum dan sesudah prosesi pemakaman Eros. Betapa Rika begitu lemah jiwa dan
raganya shingga dia dan Alin harus slalu memegangi lengannya. Dia jg bersusah payah
membujuk Rika untuk makan walaupun hanya sesuap.
" Yuk, kita tidur jg, Fan...," ucap Alin, tangannya sudah bertengger disaklar lampu.
" Lin." ujar Fanny dgn suara berbisik.
Alin menatap Fanny yg tampak muram, mengurungkan niatnya untuk mematikan lampu lalu
mengambil tempat didekat Fanny. " Ya?"
" Kamu masih ingat mimpi kita bertiga" Impian untuk punya rumah yg berdekatan, stelah
kita smua menikah. Eros mendesai rumah untuk kita bertiga- rumah dgn halaman belakang
biar setiap bulan kita bisa memanggang barbekyu. Bulan pertama dirumahmu, bulan kedua
dirumah Rika, bulan ketiga dirumahku, begitu seterusnya." mata Fanny menerawang. "
Ketika kita punya anak nanti, kita ajak mereka ke acara bulanan kita. Kalau stiap kita punya
dua anak, berarti keluarga kita totalnya jadi dua belas orang," imbuhnya. " Seperti biasa; kita
mengobrol, berbagi cerita, tertawa. Sementara anak2 kita berlari-larian dihalaman rumput;
main kejar-kejaran, main petak umpet......."
" Fan..., jangan terusi lg," pinta Alin yg sudah tdk kuasa menahan air matanya.
" Sekarang smuanya kayak jadi mimpi buruk, ya, Lin...," sambung Fanny jg ikut menitikan air
mata. " Soal ide Eros soal trofi bergilir." dia merasa kehilangan atas kepergian Eros. " Ide
unik itu nggak akan jd kenyataan untuk selamanya."
Selama beberapa saat, mereka membiarkan keheningan menguasai mereka. Dan, ketika
mereka dirasa sanggup untuk menghentikan linangan air mata, Alin berkata, " Kita tdur
sekarang, Fan..., takut Rika kebangun..."
Fanny mengangguk, " Iya."
Alin bangkit untuk mematikan lampu. " Goodnight, sist," ucapnya dlm gelap, lalu mengambil
tempat berbaring disebelah kanan Rika.
" Sleep well, Lin," timpal Fanny.
Mereka pun menarik selimut hingga ke dada dan mencoba memejamkan mata.
8. Sebuah Rencana -Fanny, Alin, Rika'Sementara itu, pemirsa, pihak yg berwenang akhirnya kemarin mengumumkan
ditemukannya kotak hitam yg merupakan kunci untuk menguak misteri kecelakaan yg
menimpa pesawat yg bertolak dari Medan menuju Jakarta....'
Rika meraih remot tv, kemudian menekan tombol merah, dan gambar seorang reporter
wanita yg melaporkan langsung dari lapangan seketika hilang. Dia tdk sanggup menyimak
berita itu lebih lama. Eros, calon suaminya, menjadi salah satu korban tewas dlm kecelakaan
itu tepat seminggu yg lalu.
" Apa rencana kamu habis ini?" tanya Fanny lembut yg menambatkan tangannya diatas
pangkuan Rika. " Blm tahu, Fan.." Rika menarik napas panjang dan mengeluarkannya. " Tp yg jelas, aku
butuh waktu untuk ngembaliin smua seperti semula." imbuhnya dgn nada setegar mungkin,
tp tetap saja sesekali ada guratan kesedihan yg mengurangi kecantikan wajah Rika.
Alin yg duduk disamping Rika melingkarkan lengannya, kemudian mengelus bahunya
lembut." Kita tahu kalau ini berat bnget untuk kamu." kepala Rika tumbang dipundak Alin, "
Aku pengin ngelakuin satu hal yg bisa membuat kesedihan kamu berkurang."
Rika menegakan kepalanya, " Kalian ada disini aja, aku udah berterima kasih bnget." tutur
Rika sambil menggenggam kedua tangan sahabatnya.
*** " Halo," " Fan, kamu udah mau istirahat makan siang kan?" tanya Alin dari ujung telpon.
Fanny melirik ke jam meja yg duduk manis disamping tumpukan berkas2nya. Kurang
sepuluh menit menuju pukul 12. " Hmm..., iya sbentar lg." mendadak cacing2 diperutnya
berunjuk rasa, mendesak agar tuntutannya segera dipenuhi.
" Aku mau ngomong sama kamu. Aku skarang di food court di mal dpn kantor kamu." Fanny
mendengarkan sambil menekan control S pada keyboard komputernya. " Aku mau ngomong
soal Rika." " Oh, oke. Aku kesana. Sepuluh menit lg ya."
*** " Fan, kira2 apa yg bikin Rika nggak sedih terus," kata Alin membuka topik pembicaraan
ketika Fanny baru sampai di food court yg dimaksud. " Tp, aku salut bnget sama dia, dia
masih bisa stegar itu didpn kita."
" Iya, Lin. Kalau aku sendiri yg ngalamin hal kayak gitu, aku yakin nggak bisa stegar dia," kata
Fanny. " Apalagi pas tahu Eros meninggal karna kecelakaan pesawat, aku langsung ingat
Theo. Kamu tahu sendiri, akhir2 ini dia sering bolak-balik keluar kota. But, thank God! He's
alright, he's fine.., at least, until now."
Alin yg duduk diseberang Fanny hanya tersenyum. Dia tahu betul betapa perasaan
sahabatnya begitu campur aduk.
" Well, punya ide untuk Rika?"
" Hmm..., apa ya?" Fanny menyandarkan punggungnya disandaran kursi. " Kalau aku lg
suntuk, lg bete.., biasanya aku melarikan diri dari kehdupanku yg hiruk pikuk."
" Berlibur maksud kamu?"
" Ya..., semacam itulah. Tp, kalau sengaja pergi liburan pas weekend, males macetnya. Jadi
aku izin nggak masuk sehari, aku pergi sendiri kepuncak, aku liatin deh tuh hambaran kebun
teh. Atau pergi ke Ancol. Aku liatin laut..., ya walaupun bnyak sampah sih, tp it works for
me. Apalagi aku kan perginya pas hari kerja, jadinya enak, sepi. By the way, kamu mau
ngajak Rika liburan?"
Seorang pramusaji berhenti disamping meja mereka untuk mengantar pesanan Alin. "Fan,
kamu nggak pesen makanan?" tanya Alin stelah dia mengucapkan terima kasih kpada
pramusaji itu. " Iya, aku udah laper bnget."
Fanny memesan nasi ayam goreng seperti Alin.
" Jadi, kita ajak Rika liburan," ucap Alin sambil makan.
" Oiya, kamu mau ngajak Rika liburan?"
" Kalau itu bisa ngurangin kesedihannya, knapa nggak?"
" Kemana?" " Kemana ya enaknya?" Alin berhenti mengunyah sejenak, dia sdang berpikir kemana
enaknya mereka berlibur. " Atau enggak, biar Rika sendiri aja yg nentuin. Terserah dia mau
kemana," ucap Alin sambil menyuap makanannya.
9. Bersama -Fanny, Alin, RikaTiga buah kursi berjemur diatur berjajar menghadap laut. Sama sekali bkn berjemur, karna
bulan separuh menggantung tinggi diatas langit sana, mengisyaratkan waktu sudah stengah
jam meninggalkan pukul tujuh. Walaupun keindahan pemandangan alam pantai Anyer telah
diselimuti oleh pekatnya malam; suara debur ombak dan embusan angin yg membawa
aroma garam; cukup menyadarkan Fanny, Alin, dan Rika bahwa mereka sdang berada
diujung barat pulau Jawa.
Tepat ketika matahari sdang terik2nya memancarkan sinar ultravioletnya, mereka sampai
divila yg menjadi tempat tujuan mereka. Vila yg hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari
bibir pantai ini milik keluarga Alin. Fanny terperangah dgn kedekatan jarak itu. Bayangkan,
ketika membuka pintu dan jendela, hamparan pasir dan genangan raksasa air laut
sekonyong-konyong hadir di dpn mata, layaknya pekarangan rumah.
Sekitar dua jam lalu, masih diatas kursi yg sama, mereka sama2 menyaksikan pemandangan
yg spektakuler dlm diam. Sinar semburat lembayung senja terpanjar dari sela2 awan jingga.
Sementara air laut dgn begitu eksotiknya memantulkan bayangan terbenamnya matahari
diperbatasan cakrawala. Serpihan2 cahaya yg berpencaran diangkasa ditangkap oleh cermin
horizintal super besar, kemudian dibiaskan menjadi kilauan intan, permata,dan berlian yg
bertebaran dimana2. Permukaan air laut yg kini disesaki oleh bebatuan indah cemerlang itu
seakan trlihat begitu nyata didpn mata, dan turut menyemarakkan detik2 sang surya
menuju ke peraduannya. Tenggorokan Fanny tercekat dan benaknya dipenuhi sensasi.
Napasnya terasa mau putus selama menikmati panorama luar biasa itu. Matanya begitu
rakus memandanginya seakan ini adalah hal yg terindah yg pertama kali dilihatnya.
" Sweet escape," kata Fanny akhirnya pada Rika. Dia teringat lagu Gwen Stefani yg berduet
dgn Acon. " pilihan kamu nggak salah, Rik."
" Ini karna vilanya,..., posisinya," timpal Rika, " dan ide brilian kamu."
Fanny tertawa konyol. " Itu cuma ide kecil, ide sederhana."
" Anyway, kamu cuti berapa hari, Fan?"
" Seminggu. Tahu nggak, bulan ini pas bnget aku setahun kerja," jawab Fanny. " Ternyata,
setahun itu sebentar. Bener2 nggak terasa," Rika mengangguk-angguk setuju. " The Jealous
Club pasti ngomel2 nih lantaran kerjaanku mereka yg kerjaain." The Jealous Club yg
dimaksud disini adalah teman2 seruangannya yg slalu merasa susah kalau Fanny sdang
mendapat kesenangan. Siapa lg kalau bukan Winda, Violet, Tasha, dan Monique. "Pas masuk
nanti aku harus bawa oleh2 nih, buat menyumpal mulut mereka biar mereka nggak bawel..,
at least, didpnku." Rika tertawa. "Mau disumpal pakai apa, Fan?"
Fanny pun ikut tertawa, tertawa karna Rika tertawa. Ada perasaan sukacita yg menggelegak
didlm kalbunya. Rika tertawa. Ini keajaiban, pikirnya senang. Tiba2, tawa Fanny meledak.
Dgn spontan dan tanpa didahului aba2 sama sekali, fantasi terliar mulai menguasainya. " Are
you thinking what I'm thinking?"
Sorot mata Rika berbinar menggoda. "Emangnya, kamu mikir apa?"
" Kayaknya tiga genggaman pasir cukup untuk bikin mereka bungkam."
"Tp, itu agak sdikit kejam, Fan." Rika terkikik.
"Yaaah..., sekejam perlakuan mereka padaku."
" Tapi aku salut sama kamu, Fan." gelak tawa masih mengiringi perkataan Rika. "Kamu bisa
ya betah kerja disana. Padahal, temen2 kerja kamu sering nyebelin, blm lg bos kamu yg
begitu." " Sebenarnya, betah nggak betah sih, Rik. Kalau soal temen2 kerja, sbisa mungkin aku
menghindari cewek2 itu. Tp, untungnya temen2 aku yg cowok2 nggak resek."
" Berarti kamu gaulnya sama cowok2 itu?"
" Nggak juga sih. Obrolan mereka tentang bola terus, mana aku ngerti! Bisa jd kambing
congek deh kalau ada diantara mereka. Tp, untungnya aku masih punya hubungan baik
sama temen2 diruang akuarium-ruanganku yg lama. Jadinya kalau makan siang aku suka
bareng mereka." Ruang akuarium-smua orang dikantornya menyebutnya begitu karna
ruangan persegi itu dikelilingi kaca bening. "Terus kalau soal bos, selama dia nggak kurang
ajar, aku masih bisa atasin. Tapi, emang sih ya, Rik.., namanya jg orang kerja. Pasti ada
resiko dan konsekuensinya. Kayak ditempat kerjaku yg dulu. Itu bosku, ya ampuuuuuunn...,
dimata dia kerjaan nggak ada yg beres. Malah, dia cari2 kesalahan bawahannya gitu."
" iya Fan, kamu bener bnget. Smua ada resiko dan konsekuensinya."
" Temenku yg masuknya barengan sama aku ditempat yg dulu itu, skarang udah jadi staf
ahli. Dia orangnya sabar bnget. Tp, bkn berart? he-eh-he-eh aja, kalau dia nggak sependapat
atau ada yg salah, dia ngomong." Fanny jd teringat Lusy. Sudah lama meraka tdk saling
brtukar kabar. "Emang ya, kesabaran itu membuahkan hasil bnget." ujar Fanny sambil
menghalau rambutnya yg jatuh kematanya karna embusan angin.
" Kalau kamu sesabar temen kamu itu, kamu udah jd staf ahli skarang."
" Iya, kali ya. Tapi, aku jg nggak nyesel kerja ditempat yg skarang. Dibikin enjoy aja. Nggak
usah terlalu dipusingin. Tanpa itu, beban hdupku sudah cukup berat." Fanny tergelak
sendiri. "Hey girls, aku udah ngelewatin obrolan apa aja nih?" Sela Alin yg baru saja kembali dari
toilet. " Biasalah, obrolan tentang kantorku yg nggak ada habisnya itu, Lin." sahut Fanny.
Alin tergelak, lalu menjatuhkan tubuhnya dikursi. " Kalau bulannya bulan purnama,"
sambungnya sambil mendongak, "suara ombaknya lebih kenceng.
Fanny langsung ingat dgn pelajaran SDnya dan sampai skarang dia masih blm berhenti
trheran2, pasalnya bulan yg ukurannya jauh lebih kecil dari bumi dan jauhnya ratusan ribu
kilometer, gravitasinya mampu membuat air laut pasang.
" Besok pagi kita berenang ya. Atau, mau naik banana boat?" Alin memberikan pilihan.
"Kano sama jet ski, kalau nggak salah jg ada deh."
" Kayaknya banana boat lebih seru. Bisa rame2." Fanny menyumbang suara.
" Kamu sering kesini ya, Lin?" tanya Rika yg membuka topik obrolan baru.
" Sering sih enggak. Cuma beberapa kali, dua atau tiga kali. Selalunya sih pas liburan anak
sekolah. Sengaja, biar keponakan bisa ikutan smua."
" Wow, rama bnget dong."
" Begitulah. Si Rio, keponakanku yg paling gede, si ketua Geng Pasukan Kurcaci Heboh, pagi2
buta udah rame sendiri bangunin yg lainnya, ngajakin berenang. Namanya jg anak lg
senang2nya main, trus bnyak temennya. Kalau jari blm keriput, bibir blm biru, blm mau
udahan. Pokoknya mereka berenang udah kayak minum obat deh."
" Sehari tiga kali dong!" tukas Fanny.
" Iya. Atau malah lebih kali yg. Itu si Viska, kponakanku yg putih, sipit kayak orang cina jadi
item, gosong! Sampe2 omanya yg dari papanya nggak ngenalin."
" Kalau orang bule justru itu yg dicari," Rika menimpali.
" Aduh, gue ngiri bnget deh sama kamu, Lin. Kamu punya lima kakak, delapan keponakan.
Eh, bener kan delapan?" tanya Fanny takut salah.
" Iya, delapan."
" Kalau udah kumpul seru bnget. Kamu masih mending, Rik. Punya kakak satu, adik satu,
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keponakan satu. Akuuuuu?"?" ujar Fanny merana. "Aku anak semata wayang. Nggak bakal
aku punya keponakan. Padahal pengin bnget bisa gendong2. Kalian beruntung bnget."
" Ya udah gini aja. Sbentar lg, kakak iparku mau melahirkan. Kamu urusin aja deh
keponakanku. Kalau nggak salah kamu perna bilang pengin cari tambahan," Kata Alin dgn
lagak serius. " jadi baby sitter?"
" Ya..., begitulah kira2."
" Hmph!" degus Fanny. "Itu sih lain lg urusannya."
*** " Kalian udah ngantuk ya?" tanya Rika.
" Nggak juga," jawab Alin singkat.
Fanny menguap, "Udah ngantuk dikit sih, tp aku merasa sayang kalau jam segini udah tidur."
" Aku jalan2 sebentar ya," ujar Rika bangkit dari duduknya.
Rika berjalan menjauh, menyusuri pantai tanpa alas kaki. Vila disamping kanan kiri tampak
menggelar pesta kecil2an. Pesta kembang api dan api unggun. Disebelah kanan, beberapa
anak kecil berkejaran sambil memegangi kembang api. Samar2 trdengar suara cekikikan
ketika salah seorang anak berhasil ditangkap. Sementara disebelah kiri, sejumlah mudamudi duduk disekitar api unggun. Satu orang memainkan gitar dan sisanya menyanyikan
sbuah lagu yg layaknya sudah seperti national anthem untuk acara gitar2an seperti itu.
" Rika mau kemana?" tanya Fanny penuh selidik.
" Kayaknya dia butuh waktu sendirian," jawaeb Alin menerka-nerka.
Rika berjalan diiringi suara tawa yg riuh rendah ketika melewati pesta kecil2an itu. Terkaan
Alin benar, dia sdang butuh waktu untuk menyendiri. Rika terus berjalan sambil merapatkan
kardigannya dan menikmati stiap butiran halus pasir yg menyentuh kulit kakinya. Ketika
sampai didekat pohon kelapa yg tinggi menjulang dan agak jauh dari keramaian, dia
menghentikan langkahnya, menghirup dlm2 udara laut dimalam hari, dan melemparkan
pandangannya kesekitar. Rika memutar2 cincin tunangannya yg melingkar di jari manis kanannya. Hanya inilah
satu2nya benda peninggalan Eros yg paling berharga. Dia pun teringat perkataan Eros yg
berencana mengajaknya bulan madu kepantai.
Perlahan2 cincin emas itu ditanggalkan. Jemarinya membolak-balik cincin itu dan ketika
mencapai sudut tertentu, mata cincin itu berkilau diterpa cahaya temaram dari lampu2 vila.
Stelah slesai membolak-balik, Rika mengarahkan pandangannya pada permukaan air laut yg
berbuih dan senantiasa bergerak terus sampai kapanpun.
Rika mendongak, menatap bulan keperakan yg agak tertutup oleh gumpalan2 awam.
Tampak perlahan, tp pasti awan gemawan ingin menyelimuti sang dewi malam yg cantik itu.
Cincin itu kini berada didlm genggaman Rika. Lalu ditempelkan didada kirinya-tempat
jantungnya berdetak, seakan menginginkan benda itu mendengarkan kepiluan yg
bergemuruh. " Kamu akan selalu di hatiku, Eros."
Perlahan2, air matanya menetes. Rika tdk menyekanya. Dia membiarkannya terus mengalir
ke ujung dagu dan akhirnya jatuh membasahi pasir yg diinjaknya. Dgn masih menggenggam
cincin, Rika menangis terisak, merasa ironis karna smua orang yg ada disini tertawa gembira.
Mendadak Rika jatuh berlutut, tungkainya lemah, tdk sanggup menopang tubuhnya.
Isakannya masih blm mau berhenti, begitu jg dgn air matanya. Hatinya dipenuhi deraan
derita dan sengsara yg membara. Ketika smuanya terasa begitu kalut dan menyesakkan,
tiba2 ada sentuhan lembut hinggap dibahunya.
" Kita balik ke vila sekarang yuk," bisik Alin ditelinga kanan Rika.
Lalu Fanny merangkul hangat tubuh Rika dan membantunya berdiri.
10. Trouble -Fanny, RikaSiang itu, diarea masuk sbuah gedung perkantoran mewah, Fanny mendaratkan kaki
kanannya diatas lantai marmer hitam setelah menjejekan kaki kirinya diatas keset sintesis yg
bertuliskan welcome. Dia keseni untuk menggantikan Winda. Tiba2 saja, Winda ada
keperluan mendadak dan Fanny yg saat itu sdang tdk ada deadline diminta untuk menemui
Pak Nugraha. Dia tdk keberatan menjadi orang yg ketempuhan karna dia tahu kalau ini
adalah kantor advertising tempat Rika bekerja.
Dikantor itu, Rika membidangi advertising desaign. Kreativitas menjadi modal utamanya
disamping kemampuan berkomunikasi. Bekerja didunia kreatif seperti ini memang
menyenangkan, tp adakalanya dia mengeluh bahwa indutri ini terasa begitu kejam karna
memang persaingannya yg kompetitif. Jika sudah seperti ini, pilihannya hanya dua; bertahan
atau tertinggal. Sbelum berangkat kesini, sempat terpikir oleh Fanny untuk mencari2 informasi tentang Pak
Nugraha yg menjadi kliennya atau janjian makan siang bersama. Namun, pikiran2 itu
ditepisnya karna dia khawatir akan mengganggu Rika. Seperti yg dilakukan di vila pd malam
itu, Rika memisahkan diri dan memilih untuk menyendiri sejenak.
Sepatu Fanny yg berujung lancip kini mengantarkan langkah kakinya ke dpn meja informasi.
" Maaf, permisi." suara Fanny membuat satpam yg sdang mengisi buku teka-teki silang
sontak mendongak. " Ya, Bu. Ada yg bisa saya bantu," jawab satpam sambil berdiri dan menutup buku TTS itu.
" Saya mau bertemu Pak Nugraha," tutur Fanny sambil membetulkan tali tas nya yg agak
melorot dari pundak kirinya, "Beliau ada dilantai berapa?"
" Ruangan Pak Nugraha ada dilantai enam. Nanti stelah keluar dari lift langsung belok ke
kiri." " Oke, terima kasih, Pak."
Fanny berjalan menuju pintu masuk, sampai akhirnya Fanny berpapasan dgn sekelompok
orang sambil stengah berharap salah satu diantara mereka adalah Rika. Namun, harapannya
itu hanya harapan kosong sepenuhnya karna hanya wajah2 asing yg dilihatnya.
Pintu kaca bergeser secara otomatis ketika Fanny berjalan mendekatinya. Ia mengangkat
lengan kirinya, sdikit menyibakan lengan panjang kemejanya, dan melirik arloji pemberian
Alin. Sebelas kurang lima belas, pikirnya senang karna dia sudah sampai seperempat jam lebih
awal dari waktu yg telah ditentukan.
Fany berjalan melintasi lobi utama, berniat untuk mencapai lift.
Pintu lift tiba2 terbuka. Orang2 yg sudah menunggu segera menyerbu masuk stelah
membiarkan orang2 yg berada didlm keluar lebih dulu. Fanny sdikit mempercepat
langkahnya. Namun, semua orang telah masuk kedlm lift dan seorang diantara mereka telah
menekan tombol agar pintu lift tertutup.
" Tunggu...., tunggu." Fanny memberi isyarat dgn melambai2kan tangannya.
Orang yg td menekan tombol agar pintu lift tertutup, buru2 menekan tombol lain agar pintu
lift tetap terbuka. Merasa tdk enak dgn semua penumpang lift, Fanny kini stengah berlari
dan memperlebar langkahnya.
Ketika sudah tinggal selangkah lg, sbuah kejadian yg tdk menyenangkan menimpa Fanny.
Ujung sepatunya terjegal oleh celah yg memisahkan antara lantai dan lift. Tak ayal lg, Fanny
kehilangan keseimbangan dan hampir menjatuhi seorang pria yg ada didpnny. Fanny tdk
tahu, apakah dia akan terjerembap atau tetap berdiri stelah terhuyung2 ke segala arah.
Berbeda dgn apa yg dia kira, pria itu menyiagakan kedua tangannya untuk menopang tubuh
Fanny. Tubuh mereka sangat dekat dan mereka berdua saling memandang lekat selama
beberapa detik, seakan mencoba menelaah apa yg baru saja trjadi, bahkan jarak antara
wajah mereka hanya lima centimeter. Beberapa detik yg mendebarkan berlalu sudah dan
Fanny akhirnya menyadari apa yg terjadi.
" Mba nggak apa2?" tanya pria itu sekaligus membuyarkan lamunan Fanny. Fanny menjauh
dari dekapannya. " Enggak, saya nggak apa2," jawab Fanny spontan. "Uhmm..., iya, saya nggak apa2. Maaf,
saya ceroboh. Harusnya saya lebih hati2." lanjutnya sembari memperhatikan keadaan
sekitar dan merapihkan dirinya. Dia sadar kalau kejadian barusan ditontong oleh orang2
seisi lift. " Baguslah kalau nggak apa2."
Keadaan sudah kembali seperti semula. Lift berhenti distiap lantai dan orang2 pun keluar
masuk. Pria itu bergeming. Dia berdiri disamping Fanny, tdk melakukan gerakan apapun.
Sementara kotak penghubung antar lantai itu melanjutkan perjalanannya hingga lantai
teratas. 'Ya ampun, aku knpa sih hari ini?" Kok bisa ngalamin kejadian memalukan kayak tadi', pikir
Fanny panik. Bagian dlm lift itu dilapisi cermin dan tanpa sengaja Fanny bisa melihat
ekspresi wajah pria itu. Tenang. Ya, ekspresi itulah yg ada diwajahnya. Fanny heran.
Bisa2nya dia stenang itu, tanpa reaksi apapun, seperti tdk trjadi sesuatu sbelumnya,
sementara Fanny merasa malu stengah mati. Fiuh! Dia menghela nafas. Tanpa sadar dia
berpegangan pd dinding lift dan tangan kanannya memegangi kepalanya.
" Mbak pusing?" tanya pria itu. Orang2 yg didlm lift menoleh secara serentak.
Fanny tiba2 merasa kikuk. Dia melontarkan senyum canggun.
" Enggak..., enggak apa2, kok," jawabnya spontan.
'Oh, my God! Aduh, knapa sih orang ini pakai ngajak ngomong"! Aku kan jd diliatin orang2
lg'., raungnya dlm hati. Cukup! Dia benar2 tdk tahan lg menjadi pusat perhatian oleh smua
orang yg berada didlm lift. Fanny bersumpah, kalau pria itu kembali bersuara, begitu pintu
terbuka dia akan langsung keluar, meskipun blm sampai dilantai enam.
Lift berhenti dilantai lima. Pria itu mengadahkan kepalanya lalu melangkah maju.
Bagus! Pekiknya gembira. Dia keluar duluan. Fanny lega, masalah sudah pergi. Cukup sekali
ini saja dia mengalami kejadian konyol yg memalukan.
Terdengar bunyi 'ting!' yg sekaligus kembali menempatkan pikirannya didlm tempurung
kepalanya. Lift berhenti dan layar kecil diatas pintu menunjukan angka enam.
Fanny melangkah keluar dari lift dan menuruti apa kata satpam yg da temui dilantai dasar.
Sementar itu Rika yg kebetulan berada dilantai yg sama dgn Fanny, memperhatikannya dari
belakang. " Liv, kamu duluan aja keruang rapat. Nanti aku nyusul,"kata Rika.
" Oke." Rika mempercepat langkahnya, khawatir kalau dia akan kehilangan Fanny.
" Fanny!" seru Rika memanggil ketika jarak mereka sudah dekat.
Refleks Fanny menoleh kearah sumber suara.
" Eh, Rika." " Kok, nggak kasih tahu aku kalau kamu kesini?"
" Tadinya jg mau begitu, tp aku takut ganggu kamu."
" Halah, kayak sama siapa aja." wajah Rika stengah kecewa.
Fanny terkekeh. "Gmana keadaan kamu?" tanyanya sambil memegangi tangan Rika, lalu
mengayun-ayunkannya. Rika mengangkat alisnya sambil tersenyum datar. "Lebih baik. Blm menyelesaikan masalah
sih, tp seenggaknya udah bisa menerima kenyataan."
" Ah, Rika." spontan Fanny meraih pundak Rika dan memeluknya. "Aku yakin kamu bisa
ngelewatin ini smua."
" Ya, Fan," jawab Rika stelah Fanny melepaskan peluknya. "Aku bisa..., harus bisa."
keyikanan mantap terpancar dari matanya.
" Eh," Refleks Fanny tdk nyaman. Rupanya, ada getaran dari dlm tasnya. "Tunggu ya. Ada yg
nelepon." Fanny melihat layar ponselnya. "Alin." Fanny menekan tombol dan menyapanya,
"Hallo, Lin." Fanny trdiam sesaat menyimak perkataan Alin yg berada diujung telepon sana. Sesekali,
Fanny melirik kearah Rika seakan mengikut sertakannya dlm pembicaraan.
" Lucky you! Kamu nggak usah nelepon Rika. Dia ada didpnku," ucap Fanny. Sontak sayup2
terdengar suara lolongan iri dari sberang telepon sana dan itu membuatnya terkikik. Dia lalu
menyerahkan ponselnya pada Rika, "Alin mau ngomong."
Sementara Rika dan Alin mengobrol, Fanny menyapu pandangannya ke seisi ruangan. Dia
khawatir kalau cowok td tiba2 muncul dihadapannya dan dgn penuh cemooh berkata,
"Besok2 kalau jalan, hati2 ya, Mbak. Sambil diliat, biar nggak kesandung lg."
Ya. Pria dgn alis yg tebal, hdung mancung, dan rahang persegi. Fanny tdk boleh bertemu lg
dgn pria berciri2 seperti itu. Dia brtekad dlm hati.
" Nih, Fan." Rika mengembalikan ponselnya.
Fanny tersadar. Dilihatnya layar ponsel masih trsambung dgn Alin. Kali ini, tdk bnyak yg
dibicarakannya. Dia hanya mengucapkan kata 'Oh', lalu 'Oke', dan stelah itu 'Bye'. "Kita
diundang acara ulang tahun Alin dirumahnya."
" Pukul delapan kan" Atau, pukul tujuh?" Rika ragu2.
" Pukul tujuh," jawab Fanny sambil memasukan ponselnya ke tas.
" Ngomong2, tumben kesini Fan" Mau ketemu klien?"
" Iya, aku mau ketemu sama Pak Nugraha. Ruangnya dmana" Orangnya gmama" Baik
nggak?" " Tenang aja, orangnya kooperatif kok," jelas Rika sambil mengantarkan Fanny. "Anak2 sini
manggilnya Pak Nugie,"
" Oh ya?" Fanny merasa cukup lega.
" Nih, ruangannya." Mereka brhenti diruangan yg cukup besar.
Fanny melongok kedlm. Didlmnya ada beberapa orang yg tdk melepaskan pandangannya
dari layar monitor. 'Mungkin salah satunya sekretaris pak Nugie,' tebak Fanny.
'Didlm ruangan itu masih ada satu ruangan lg, mungkin, pak Nugie didlm sana,' tebaknya lg.
" Rika!" Ada seorang pria yg memanggil.
Fanny spontan ikut menoleh meskipun yg dipanggil bkn namanya. Saat itu juga,dia
merasakan penyesalan yg trdalam karna tdk dpt menahan dirinya untuk tdk menoleh kearah
seseorang yg memanggil nama sahabatnya.
" Lho, kamu lg" Kamu temannya Rika?" tanya pria itu heran.
Ya. Pria itu adalah pria yg sama ketika Fanny berada dlm lift. Dlm sekejap perasaan heran
menjangkiti Rika, " Eh, tunggu...,tunggu. Kalian udah kenal?"
" Aku justru mau tanya ini ke kamu," sahut Fanny. "Kamu temannya cowok ini?"
" Ya, dia Rafa. Teman kerjaku."
" Enggak Rik, aku nggak kenal dia," sanggah Fanny buru2.
" Kita baru ketemu tadi, didlm lift. Dia tersandug, trus nabrak aku," sahut Rafa dgn enteng.
"Besok2 kalau jalan hati2 ya. Sambil diliat, biar nggak kesandung atau nabrak orang lg."
Fanny mendelik tajam kearah Rafa, menutupi rasa malunya. "Aku kan sudag minta maaf."
sambarnya. Rika cuma terkekeh mendengarnya. "Kenalan aja ya kalian. Fan, ini teman kerjaku,... Rafa."
lalu dia beralih ke Rafa, "Raf, ini sahabatku,... Fanny." Fanny menjabat tangan Rafa dgn
enggan. Mereka mengobrol entah tentang apa, dan sbelum brpisah Rafa memberikan amplop
cokelat yg katanya itu adalah materi mentah untuk pembuatan iklan yg slnjutnya. Ketika
mereka slesai menyebutkan nama2 yg asing bg telinga Fanny, Rafa akhirnya berkata, "Aku
keruang rapat duluan."
" Oke deh, makasih ya," balas Rika sambil melambai2 kan amplop itu. "Aku segera
menyusul." " Yuk, Fan." " Yep," jawab Fanny malas.
Fanny lalu menghadapkan tubuhnya keruangan Pak Nugie.
" Oke, makasih, Rika. Semoga meeting nya menyenangkan." Fanny sudah hampir masuk, tp
tiba2 mengurungkan niatnya. "Oh iya Rika, ntar makan siang bareng ya. Sekalian cari kado
buat Alin." " Yuk, ntar kamu kasih tahu aku aja kalau udah selesai ketemunya."
" Sip. Thanks, doain pertemuanku sama Pak Nugie lancar ya.
11. The Game of Love -Fanny'Untuk JClovers yg punya hobi belanja atau mungkin shopaholic, ada baiknya nyimak info
ini'. Fanny yg sdang berada dibelakang kemudi-seperti biasa- memilih JCfm untuk menemaninya
disepanjang perjalanan menuju rumah Alin. Sementara itu, Fanny tdk termasuk orang yg
disebut oleh si penyiar Radio karna dia bknlah seorang shopaholic. Dia berbelanja karna dia
memang sdang butuh dan mendatangi tempat2 belanja pada waktu awal bulan saja-ketika
kantongnya masih tebal. 'JClover tahu Grand Bazaar" Atau minimal pernah denger" Bazaar atau pasar yg berada di
Istanbul, Turki, ini usianya sudah tua bnget. Waduh gmana nggak tua nih, JClover, pasar itu
dibangun pada masa kerajaan Turki Utsmani, tepatnya pd tahun 1461 atas perintah Sultamj
Mehmed II'. Wow... Sudah berabad-abad, pikir Fanny takjub.
Ketika Stevy sudah berhenti membacakan informasi tentang pasar yg unik itu, Fanny jg
harus berhenti menyimak karna seseorang yg menghubungi ponselnya. Kecepatan mobil
sedikit diturunkan dan volume radio dibuat mute. Dia pun melirik layar ponselnya untuk
mengetahui siapa yg menelpon.
Dgn handsfree yg tergantung ditelinganya, Fanny menjawab telepon dari Rika.
" Halo, Cyin. Kamu udah sampai ya?"
" Iya, aku udah sampai. Kalian dmana" Aku sendirian nih, Alin pergi nemuin tamu2nya."
" Kalian?" Fanny mengulang pertanyaan Rika dgn heran. "Emangnya aku pergi sama siapa?"
" Kamu pergi sendiri" Nggak sama Theo" Oh, dia keluar kota lagi ya?" Fanny diberondong
pertanyaan. " Enggak, Theo nggak keluar kota lg, dia ada di jakarta sekarang. Aku datang sendirian karna
mau ladies night sama kamu dan Alin," ucapnya gembira.
" Ooo, gitu..." Rika tersentuh dgn kebaikan sahabatnya. "Tadi aku mikir macem2, takutnya
kamu lg ada masalah sama Theo," ucap Rika yg kini sudah merasa lega.
" Eh, Rik. Tunggu sepuluh menit lg ya."
" Ya udah aku tunggu, hati2 ya."
" Oke den, Cyin."
Fanny mengakhiri percakapan. Tombol mute ditekannya lg dan suara entakan musik
mengalun menggantikan suara stevy.
'She'll say I'm not so tough
Just because I'm in love With am uptown girl' Kini, giliran lagt Westlife yg mengisi ruang setir Fanny dan mengantarkannya ke
persimpangan jalan dgn lampu pengatur lalu lintas yg saat ini berwarna kuning. Sbgai warga
negara yg baik, dia memelankan mobilnya. Dan ketika lampu itu berwarna merah, dia pun
Tentang Cinta Karya Naura Laily di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti. Dgn terhentinya arus lalu lintas, membuat Fanny memperhatikan sekitar.
Sbuah sepeda motor tiba2 muncul disebelah kanannya. Si pengendara terus menyelinap
diantara deretan mobil hingga ke garis batas pemberhentian. Sementara itu, ketika
persimpangan jalan terlihat lenggang, tanpa ragu dan takut, pengendara itu menggeber
gasnya- lalu menerobos lampu merah tanpa memedulikan apapun.
Fanny hanya geleng2 kepala meliahat pelanggaran itu. 'ih seenaknya bnget sih'.
Dia kemudian memutar bola matanya ke kiri. Dilihatnya Xenia hitam yg tampaknya begitu
familiar. Dia merasa mengenal mobil itu dari kalung kerang yg digantung dikaca spion
dalam. 'Suvenir dari Anyer yg dibawakan Alin untuk Ditya', katanya dlm hati. Ah, tp kan
smua orang bisa punya barang itu. Nggak cuma Ditya. Fanny lalu mengarahkan matanya
untuk melihat sosok yg dibelakang pengemudi.
'Itu kayak Ditya, pikirnya sambil menajamkan pandangannya kearah si pengemudi mobil.
'Eh, bener Ditya. Sama siapa dia ya"'.
Fanny menurunkan kaca mobilnya yg disebelah kiri agar pandangannya sedikit lebih terang.
'Ih, ih. Kok mesra2an gitu sih sama tuh cewek. Tp, masa sih Ditya"'
Untuk memastikan orang itu Ditya atau bkn, Fanny memutuskan untuk meneleponnya.
Dalam hati, Fanny berharap dia hanyalah orang yg mirip Ditya, dia tdk mau kalau Alin
tersakiti. Ponsel Fanny berdengung sekali, dua kali, dan akhirnya.... "Halo," sahut cowok itu yg
menempelkan ponselnya ketelinganya.
Fanny tdk menjawab. Dia cepat2 menutup jendelanya dan menoleh ke kanan agar wajahnya
tdk terlihat. " Halo, halo. Fanny?"
'Gosh!' itu benar2 Ditya.
Suara klakson memekik dibelakang mobil Fanny menandakan pengemudinya sudah tdk
sabar untuk segera meluncur.
*** Fanny membelokan mobilnya ke kanan, menuju ke kompleks perumahan kelas atas. Kesan
pertama ketika memasuki kompleks itu adalah megah dan elegan.
Fanny mengendarai kendaraannya dgn kecepatan rendah, menyusuri sungai buatan sampai
akhirnya melewati sbuah pos keamanan. Stelah melewati pos itu, tanpa ragu dia memilih
jalan lurus, lalu berbelok kekiri, dan brhenti di Blok D Nomer 85.
Seorang petugas parkir yg berbatik2 ria membukakan pintu untuknya. Tdk lupa tas tangan
yg sengaja dia sesuaikan dgn warna blus hitamnya, ia jinjing bersama kado cantik untuk Alin.
Siang itu, ketika Fanny brtemu dgn Rika, merek berencana untuk memberikan sbuah hadiah
kecil untuk Alin. Ya, hadiah kecil. karna, kalung perak dgn liontin huruf A yg bertabur
beberapa berlian kecil diatasnya bknlah hadiah yg terlalu istimewa buat Alin.
Fanny memasuki sbuah rumah dgn ruang utama yg sangat luas. Tdk ada hiasan balon atau
pita warna-warni yg dipasang dilangit2 atau kue tar menggiurkan dgn lilin diatasnya. Tdk ada
sama sekali. Acara ini mengusung tema pertemuan keluarga, bkn pesta ulang tahun anak2,
apalagi hura2. Sejumlah kursi ditata disana sini berserta beberapa meja yg diatasnya diletakan kue2 kecil
dan minuman yg bermacam2.
" Fanny!" tampak Rika melambai2 ketika Fanny masuk dan mengedarkan pandangannya.
Dilihatnya jg Nona Rumah sdang duduk mengobrol menemani Rika.
" Happy brithday, Dear." kata Fanny ketika cipika cipiki dgn Alin.
" Thank you," balas Alin. "Wah apa ini?" tanyanya ketika Fanny mengeluarkan sesuatu dari
dlm tasnya. " Jangan dilihat dari harganya ya, Lin." timpal Rika yg sudah menghabiskan stengah gelas
minumnya. Tiba2 Alin memasang tampang kecewa. Namun, blm sempat dua sahabatnya berkomentar,
Alin keburu berujar, "Kok kecil bnget. Aku ngarepin yg lebih besar loh." mimik tdk berdaya
menguasai wajah Fanny, blm sempat dia membela diri, Alin kembali menceletuk, "Kidding,
Darling." lalu menyambar kado itu dan berniat membukanya.
"Huuu.... Drama queen deg kamu. Eh Lin, kok dibuka skarang sih?" tanya Fanny heran.
" Kalau nunggu pestanya selesai, kelamaan. Aku udah nggak sabar nih,penasaran." lalu, tiga
detik kemudian, "Wah...,cantik..." Alin berseru gembira melihat untaian kalung itu.
"Langsung aku pake ah. Pasangin yaa."
" Kamu kan udah pake anting panjang begitu," Komentar Fanny sambil menyentuh telinga
kanan Alin. "Nanti malah kayak toko perhiasan berjalan."
" Oh, kalau itu sih gampang." Alin langsung mencopot sepasang antingnya.
"Pasangin yah, shabat2ku tersayang," pintanya lalu memutar tubuhnya dan menyibakan
rambutnya. Fanny segera memasang kalung perak itu dileher Alin. Dia dan Fanny bertukar senyum,
senang melihat kebahagiaan Alin.
" So, how do I look?" tanya Alin sambil membetulkan posisi liontin tepat berada ditengah.
" Great, sweetheart," sahut Rika.
" Eh, Ditya mana, Lin?" tanyanya sambil menguasai perasaannya yg masih penasaran dgn
kejadian ditengah jalan tadi.
" Blm datang. katanya macet, tadi sih janjinya mau datang awal." mata Alin menyiratkan
kegelisahan. " Iya, td macet sih," dusta Fanny. Dia mencoba menenangkan sahabatnya.
" Yah, mudah2an aja cepat sampai. Eh, aku tinggal sbentar ya," ujar Alin saat melihat ada
tamu yg datang. "Kalian habisin makanannya aja," godanya.
" Beres!" sahut Fanny dan Rika melepas Alin.
Alin berjalan meninggalkan dua sahabatnya, dan menemui tamu2 lainnya. Semua tamu yg
hadir masih tergolong keluarga. Hanya Fanny dan Rika yg merupakan 'orang luar'.
Stelah memastikan Alin sudah cukup jauh dari mereka, Fanny mengajak Rika sdikit menepi
untuk bicara serius. " Knpa Fan?" kok serius bnget?" tanya Rika yg bingung melihat perubahan sikap Fanny.
" Duh, gawat, Rik." Fanny mengajak Rika duduk.
" Gawat apanya?"
" Ditya!" ujar Fanny geram. "Berengsek bnget tuh orang!"
Rika terheran2, "Nggak ada angin, nggak ada hujan, kamu kok tiba2 bilang gitu tentang
Ditya" Emang dia kenapa?"
" Tadi aku liat Ditya sama cewek lain."
" Tadi kapan?" Rika terbelalak.
" Tadi pas diperjalanan mau kesini."
" Ah, yg bener" Salah liat kali?" ujar Rika tdk percaya.
" Enggak. Itu bener2 Ditya. Aku yakin seratus persen."
Rika hanya bisa trdiam memandangi wajah Fanny yg menunjukan ekspresi serius. "Dia sama
siapa" Kamu ngenalin ceweknya?"
" Enggak." sdetik kemudian, air mukanya berubah menjadi ragu2.
" Muka kamu kok jadi kayak gitu sih" Apa ternyata kamu salah orang?"
" Bukan.., bukan. Kalau soal cowoknya, aku berani jamin dia bener2 Ditya. Tp, soal ceweknya
itu," Fanny berhenti sbentar, otaknya memutar kembali kejadian itu. "Nggak mungkin
adiknya kan?" tanya Fanny tajam. "Masa sih kalau sama adiknya sampai mesra2an gitu.
Nggak mungkin, ah! Iya kan?"
" Apa mungkin sepupunya?"
" Sepupu?" sekali lg otaknya memutar rekaman kejadian itu, "Masa sih sama sepupu
semesra itu?" " Oke., oke. Aku nggak bakal tanya lg soal ceweknya. Tp, aku mau tau kronologisnya,
detailnya. Kamu liat Ditya selingkuh dmana, gmana, kapan tepatnya?"
" Hey girls, kita ke meja makan yuk sekarang." kata Alin yg muncul tiba2.
Fanny dan Rika saling bertemu pandang. Semoga dia nggak denger kalimat yg terakhir itu,
harap Fanny dan Rika. " Yuk, kita makan," ucap Alin lg karna mereka berdua tdk memberikan reaksi.
" O.... Oke," ucap Rika.
" Nanti aku ceritain," bisik Fanny kpada Rika.
Mereka bangkit dan mengikuti Alin yg berjalan menuju belakang rumahnya. Sbuah meja
Dendam Sejagad 15 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Penyembah Dewi Matahari 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama