Ceritasilat Novel Online

The Chronos Sapphire Iii 4

The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri Bagian 4


hanya menitip salam pada Charles dan ucapan selamat."
"Oh?" "Oh ya, kalian berdua sudah bertemu dengan Jonathan?" tanya Stevan. "Dia ada di sini."
"Jo" Nathan?" Aria mengerutkan kening, "Apa dia Jonathan yang?"
"Jonathan Jackson. Dia adalah salah satu pemegang saham terbesar di dunia." Kata Rifan,
"Dia juga adalah mitra perusahaanku. Aku sudah menceritakan itu padamu, kan?"
Walau Aria tidak merasa (atau merasa") Rifan pernah menceritakannya, dia hanya
mengangguk mengerti. "Sekarang, di mana anak itu?" tanya Rifan.
"Di sini." Mereka semua serentak menoleh kearah suara di dekat mereka. Jonathan berdiri di dekat
mereka sambil memegang segelas fruit punch.
"Jonathan?" ucapan Rifan terhenti ketika dia melihat orang yang berdiri di belakang
Jonathan. Dengan wajah dan tatapan mata yang sama.
"Lho" Kamu, kan?" Aria merasa dia merasakan aura Jack sekali lagi. Tapi, bukan berasal
dari Jonathan yang sedang memegang fruit punch, melainkan dari orang yang berdiri di belakang
Jonathan. Semua juga terkejut melihat orang yang berdiri di belakang Jonathan. Apalagi Charles.
Mulutnya terbuka-menutup melihat Jonathan dan orang yang mirip dengan anak itu berdiri di
belakang. "Ah," Jonathan menengok kearah orang yang berdiri di belakangnya, "Maaf, aku lupa
memperkenalkannya pada kalian semua. Dia Nathan, saudara kembarku."
"Kembar"apa"!"
"Saudara" kembar?" Rifan mengerutkan kening.
Nathan maju selangkah dan berdiri di samping Jonathan, "Namaku Jonathan Jackson.
Senang berkenalan dengan kalian semua."
"Kamu" yang selama ini bersama Lumina, kan?" kata Aria pada Nathan.
Nathan tersenyum tipis, nyaris kelihatan seperti senyum bersalah, dan mengangguk.
"Nathan adalah orang yang kusuruh untuk melindungi keluarga Anda." Kata Jonathan,
"Mungkin" Nyonya Aria merasa kalau dia memiliki aura yang sama seperti seseorang, kan?"
Aria mengerjapkan mata mendengar ucapan Jonathan dan mengangguk pelan.
"Jack" Lucios?" kata Aria pelan, "Auranya mirip"tidak, tapi, sama dengan Jack."
Jonathan mengangguk, "Kami berdua" Tuan Rifan dan Tuan Charles mungkin sudah
tahu kalau aku adalah salah satu percobaan yang kabur dari Apocalypse. Nathan dan juga satu
orang lagi, juga adalah orang yang berhasil kabur selain aku. Kami diberi DNA dari The Chronos
Sapphire yang sudah dimodifikasi. Salah satu DNA itu adalah DNA Jack Lucios."
"Tunggu. Salah satu?" tanya Keiko mengerutkan kening, "Memangnya DNA yang dipunya
oleh organisasi itu" ada banyak" Delapan?"
"Tidak. Hanya ada dua." Kata Nathan menggeleng, "Yang satu memang DNA Jack Lucios,
tapi, yang satu lagi" bukan dari dia."
"DNA satu lagi siapa?" tanya Rifan.
Nathan melirik kearah Jonathan sekilas sebelum menghembuskan nafas dan menjawab.
"Shiroyuki" Kazuto." Katanya pelan.
"Shiroyuki Kazuto" Ayah"!"
"Tapi, dari mana"Kak Keiko?"
Keiko yang dipandangi Aria juga menggeleng tidak mengerti.
"Tapi" tapi, Ayah meninggal karena kecelakaan 37 tahun yang lalu." kata Keiko, "Apa
Ayah memberikan DNA-nya secara sukarela?"
"Itu tidak mungkin terjadi, Kak." Sela Aria, "Ayah tidak akan mungkin melakukan hal itu."
"Lalu, dari mana?"
"Tentu saja saat kecelakaan itu terjadi, Apocalypse mengambil sampel DNA beliau." kata
Jonathan. "Saat Shiroyuki Kazuto berada di rumah sakit, lebih tepatnya. Apocalypse mengambil
sampel DNA beliau dan membuatku" dan seorang lagi. Sementara DNA milik Jack Lucios ada
pada Nathan." "Tapi, tenang saja, aku tidak seperti Jack Lucios." Kata Nathan. "Walau mungkin" ada
beberapa kemampuan yang kumiliki sama seperti miliknya, tapi, sifatku tidak. Kalian semua tidak
perlu khawatir." Aria mengangguk paham. Tapi, dia masih kepikiran, kalau Apocalypse mendapat sampel
DNA ayahnya, dan juga teori yang pernah ia kemukakan pada yang lain beberapa waktu lalu benar
kalau kelahiran mereka sudah direncanakan, lalu"
"Kalau Apocalypse mengambil sampel DNA Ayah, dan Jack, lalu" rencana apa yang
sedang mereka jalankan?" tanya Aria, "Aku" aku kepikiran tentang teori yang pernah kita bahas.
Tentang siapa diantara anak-anak kita yang terkuat."
"Ah, itu!" Charles menepuk tangannya, "Aku juga baru ingat hal itu."
"Jonathan, apa kamu tahu tentang rencana mereka?" tanya Dylan.
Jonathan mengangguk, "Kami sudah tahu ini sejak kami lahir dan besar di Apocalypse,"
katanya, "Apocalypse ingin menghancurkan semua The Chronos Sapphire. Sebenarnya hal itu
sudah dilakukan, dengan mengeluarkan Jack Lucios dari tempatnya di karantina. Tapi, semua itu
gagal karena Maya Watson.
"Saat Pulau Red Zone tenggelam, Jack Lucios masih hidup."
"Apa!?" "Tapi, dia meninggal setelah dia memberikan DNA-nya pada Apocalypse." Kata Nathan
menahan kepanikan Aria yang jelas terlihat. "Dan setelah itu, Apocalypse mulai membuat tentara
The Chronos Sapphire mereka sendiri. Aku, Jonathan, dan seorang lagi, adalah generasi pertama
dari tentara buatan yang diciptakan Apocalypse."
"Tapi, kalian memberontak dan akhirnya kabur. Iya, kan?" kata Rifan, yang disambut
anggukan oleh Jonathan. "Orangtua angkat kami adalah orangtua yang baik. Dan mereka juga mengelola perusahaan
yang saat ini kulanjutkan." Kata Jonathan, "Dan, ketika kami tahu ada The Chronos Sapphire lain
selain kami, aku dan Nathan sepakat untuk melindungi kalian semua. Mengingat kami mengetahui
seluk-beluk Apocalypse, kalian bisa mempercayakan itu semua pada kami."
Rifan mengangguk mengerti. Dia menatap Aria yang masih diam dan mengerutkan kening.
"Lalu" apa kamu sudah menceritakan ini semua pada Lumina, dan yang lainnya?" tanya
Dylan, seperti mengambil alih pertanyaan Rifan ketika Rifan menatapnya dengan kening berkerut
dan kemudian menghela nafas.
Jonathan menggeleng. "Aku dan Nathan belum memberitahu Lumina." Katanya, "Tapi,
Reno dan yang lain sudah tahu tentang kami. Mereka baru saja tahu tadi siang."
"Tadi siang" Ah" apa karena itu Reno menyuruhmu menjauhimu?" kata Rifan.
"Apa?" Aria mengerutkan kening. "Reno menyuruh Lumina untuk menjauh dari Nathan"
Kenapa?" Rifan menatap Jonathan, lalu pada Nathan, "Mungkin karena mereka berbohong, dan
Reno yang tahu lebih dulu." Katanya, "Anak itu memang tidak suka ada yang berbohong padanya
ataupun pada Lumina. Dia pasti tidak akan mudah memaafkan orang yang sudah berbohong
padanya." "Aku benar, kan, Jonathan, Nathan?"
Nathan mengangguk lemah, sementara Jonathan menghela nafas perlahan.
CHAPTER 20 Lumina mengehembuskan nafas dan memperbaiki dandanannya. Sebenarnya disebut
"memperbaiki" juga tidak tepat. Lumina hanya memoleskan sedikit bedak dan mascara, kemudian
memakai lipgloss secukupnya.
Lumina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia tersenyum kecil dan kemudian
memasukkan barang-barangnya ke dalam tas kecil yang dia bawa. Dia sempat memerhatikan para
tamu yang sedang menggunakan wastafel di sebelahnya sedang tertawa-tawa membicarakan sesuatu
sebelum akhirnya pergi keluar dari toilet.
Seharusnya aku tadi juga mengajak Clarissa saja. katanya dalam hati. Mungkin kami bisa
menggosipkan sesuatu atau semacamnya" aku seperti tidak punya teman saja.
Ia menggeleng dan mengeringkan tangannya dengan tisu yang ia bawa. Ketika dia akan
berbalik, dia melihat gerakan lain di belakangnya. Tanpa disadari, tubuhnya bergerak sendiri.
Tangannya segera memiting lengan orang yang berdiri di belakangnya.
"Hah" Orang ini?"
Lumina tidak melepaskan pitingannya dan menatap pria"yang seharusnya tidak mungkin
masuk ke dalam toilet wanita, tapi, nyatanya orang ini bisa.
"Siapa kamu?" tanya Lumina.
Pria itu tidak menjawab. Lumina tidak bisa melihat wajahnya karena terbatasnya
penerangan dan juga, pria itu menggunakan topeng.
Dia tidak akan menjawab. katanya dalam hati, Kalau begitu"
Lumina melepas pitingannya dan menyerang pria itu. Hanya dalam satu serangan, pria itu
langsung roboh. "Terlalu lemah." Kata Lumina, "Orang ini" apa dia?"
Tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang. Lumina merasakan benda dingin
di lehernya. Sebuah pisau sedang didekatkan ke lehernya.
"Jangan bergerak, atau pisau ini akan melukai lehermu itu di sini."
Lumina memutar bola matanya dan menyikut dada orang yang membekap mulutnya.
Dengan gerakan cepat, Lumina membanting orang yang menyerangnya dan membuatnya pingsan.
Hal yang sebenarnya sulit dilakukan oleh remaja seperti dirinya. Tapi, berkat kemampuan The
Chronos Sapphire-nya, yaitu telekinesis, hal itu menjadi sepuluh kali lipat lebih mudah, seperti
membanting mainan mobil-mobilan dari kardus.
Dua orang berhasil ia jatuhkan. Semuanya pria. Ini yang membuat Lumina heran,
bagaimana dua pria ini masuk ke toilet wanita" Itu masih menjadi pikirannya.
"Aku harus segera memberitahu yang lain. Mungkin dua pria ini" anggota organisasi yang
bernama Apocalypse itu,"
Lumina mengambil tasnya yang berada di atas wastafel dan segera pergi keluar dari toilet.
*** "Ah, itu Lumina."
Sarah dan Claire menoleh kearah Lumina yang baru saja keluar dari toilet. Mereka berdua
langsung menghampirinya. "Hei," "Ya Tuhan!" "Ada apa" Kamu kelihatan sangat kaget." Kata Sarah. "Apa ada sesuatu di toilet?"
"Err" tidak ada apa-apa?" kata Lumina, "Aku"tunggu, Oniichan di mana?"
"Tuh, dia di sana. Sedang melakukan pendekatan dengan seseorang."
Lumina menatap kearah yang ditunjuk Sarah dan melihat Reno dan Clarissa sedang
berbicara. Sepertinya pembicaraan serius, kelihatan sekali dari cara Clarissa menatap Reno. Dia
sering memperhatikan wajah Clarissa ketika temannya itu sedang dalam "mode" serius.
"Lumina, kenapa tadi kamu kelihatan sangat kaget?" tanya Claire.
"Ah" itu?" Lumina menatap kakaknya di kejauhan, kemudian menghela nafas. "Tadi aku
nyaris" diculik."
"Diculik!?" "Tapi, aku tidak apa-apa! Aku berhasil mencegah orang yang akan menculikku." Kata
Lumina lagi. Lumina melihat Sarah dan Claire saling pandang dan kemudian Claire menyentuh bahu
Lumina. "Apa, Oneesan?"
Claire hanya diam, kemudian menggeleng pelan.
"Ini tidak bagus."
"Eh?" "Lumina, panggil kakakmu sekarang juga. Kami akan memanggil Snow dan Samuel." Kata
Claire, "Ini benar-benar tidak bagus."
"Apanya yang tidak bagus?"
"Apocalypse sudah datang," kata Sarah, "Dan aku yakin, orangtua kita juga sudah tahu."
*** Clarissa memeluk dirinya sendiri ketika dia masih berbicara dengan Reno. Clarissa merasakan
sesuatu yang buruk, sedang mendekat. Dan dia pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
"Kamu kenapa?" tanya Reno.
"Mereka di sini?"
"Mereka?" "Apocalypse." "Apa katamu?" Reno langsung berdiri tegak dan melihat ke sekitarnya. Tidak ada yang mencurigakan.
Dan, oh, dia melihat Lumina bersama Sarah dan Claire di seberang ballroom.
"Mereka tidak terlihat, kalau kamu sedang mencari mereka." kata Clarissa. "Mereka
menyamar. Jumlah mereka banyak, lebih dari 20 orang. Mereka datang dalam jumlah besar."
"Hanya untuk membunuh semua The Chronos Sapphire?" Reno berspekulasi. "Di sini?"
"Kurasa" tidak." Clarissa menggeleng, "Kurasa mereka hanya mengincar satu orang."
"Satu orang?" Clarissa berdiri dan memegang anting di telinga kanannya.
"Kak, mereka di sini. 20 orang lebih, konfirmasi rencana A."
"Kamu berbicara dengan siapa?" Reno mengerutkan kening.
Clarissa melirik Reno sekilas, "Aku sedang berbicara dengan kakakku." Ujarnya, "Kamu
sebaiknya segera pergi"oh, itu Lumina."
Reno menoleh dan melihat Lumina sudah berdiri tidak jauh dari mereka.
"Oniichan," "Lumina, ada apa?"
"Sarah Oneesan bilang kita harus berkumpul." Katanya. "Ayo, Oniichan."
Reno menoleh kearah Clarissa yang ternyata sudah berjalan kearah lain. Lumina menatap
kakaknya, kemudian Clarissa.
"Oniichan?" "Ah, tidak apa-apa." Reno menggeleng. "Ayo, kita ke tempat Sarah dan Claire."
*** "Baik. Aku mengerti." ujar Jonathan pada jam tangan yang melingkari pergelangan tangan
kanannya. "Ada apa?" tanya Rifan sambil memperhatikan gadget Jonathan yang cukup canggih itu.
"Apocalypse di sini." kata Jonathan.
"Hah" Mereka ingin mengacaukan pestaku?" tanya Charles, "Menyerang di saat yang tidak
tepat. Aku tidak terima itu?"
Jonathan mengamati keadaan sekitarnya. Tidak ada siapa-siapa. Tapi, dia yakin,
Apocalypse sudah datang. Dia bisa merasakannya.
Tiba-tiba mereka mendengar suara teriakan dari Aria. Rifan menoleh kearah istrinya itu
dan melihatnya terduduk di lantai dengan kedua tangan menutupi wajahnya.
"Aria!" Rifan menghampiri Aria dan melihatnya gemetar.
"Aria, kamu kenapa?" Keiko yang berdiri di sebelahnya memegang bahu Aria.
"A, aku tidak" tahu?" Aria menggeleng. "Aku seperti mendengar sesuatu yang"
mengerikan." "Apa?" Sebuah suara ledakan terdengar dari arah jendela. Dan seketika itu juga lampu ballroom
mati. Suasana langsung panic, dan menyebabkan kekacauan yang lain pula.
"Waspada." Kata Dylan di tengah kepanikan yang melanda ballroom tersebut, "Aku
merasakan seseorang" lebih dari seorang, sebenarnya, sedang mendekat kearah kita."
Semua langsung mengerti dan Rifan berdiri di depan Aria yang agak gemetar.
Jonathan menoleh kearah Nathan dan mengangguk singkat padanya. Nathan segera pergi
mencari Lumina dan Reno. "Jonathan, kamu punya senjata?" tanya Charles "Kalau tidak, aku bisa?"
"Tidak perlu. Aku sudah punya senjata sendiri." tolak Jonathan halus. Dia menunjuk jam
tangan yang melingkari pergelangan tangannya, "Jam tangan ini juga salah satu senjataku."
"O, oh" baiklah."
Jonathan menatap kearah perginya Nathan dan berharap saudaranya itu bisa menemukan
Lumina dan Reno dengan selamat.
*** "Kyaa!!" Lumina langsung memeluk tangan kakaknya ketika listrik padam dan menyebabkan lampu
ballroom mati total. "Mati listrik?" Reno mengerutkan kening, "Lumina, kamu tidak apa-apa?"
"Tidak" tapi, aku takut gelap?" kata Lumina, "Oniichan, jangan tinggalkan aku
sendirian?" "Aku tidak akan meninggalkanmu." Ujar Reno. Di dalam kegelapan, dia mencoba mencari
keberadaan Sarah dan Claire, juga Samuel dan Snow.
"Reno!!" Reno menoleh dan melihat Sarah dan Claire menghampiri mereka. Samuel dan Snow
bersama mereka berdua. "Sarah! Claire!"
"Listrik padam, ini tidak biasa." kata Samuel. "Padahal Ayah sudah memeriksa tenaga
listrik ballroom. Bahkan jika terjadi mati listrik, ada generator yang akan mengganti tenaga listrik
sementara?" "Ini benar. Keadaan ini tidak biasa." ujar Sarah, "Semuanya, jangan sampai terpisah. Aku
yakin, mereka sudah datang. Dengar suara ledakan barusan, kan" Itu pasti mereka."
Reno mengangguk dan menggenggam tangan Lumina yang memeluk tangannya.
"Semuanya, tetap bersama, jangan sampai berpisah!" perintah Sarah, "Claire, kamu punya
kemampuan baru, kan" Gunakan kemampuan itu sekarang."
Claire mengangguk dan memejamkan matanya. Dia mengangkat sebelah tangannya ke
udara, dan mengedarkannya ke penjuru ballroom.
"Mereka datang." kata Claire. Dia merasakan desiran angin di sekitar mereka, "Semuanya,
bersiap dengan senjata kalian."
Mereka semua memanggil senjata mereka dan menunggu instruksi Claire. Reno dan
Lumina juga. Lumina masih tetap memegang tangan Reno sambil memanggil senjatanya.
"Di mana mereka?" bisik Sarah yang berdiri di dekatnya.
Claire diam sebentar, dan kemudian membuka matanya. Sebuah serangan tiba-tiba terarah
kearahnya. Gadis itu memutar-mutar tombaknya, menciptakan perisai. Sedetik kemudian, mereka
mendengar suara jeritan dari arah lain.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka datang?"
Listrik kembali menyala, dan mereka kini melihat jelas sekelompok orang-orang
berpakaian serba hitam dan mengenakan topeng berada di antara mereka. Para tamu tidak bisa
bernafas lega ketika orang-orang berpakaian hitam itu mulai menembak kearah mereka.
"Itu mereka." kata Claiire, "Semuanya, jangan sampai mereka menembak orang-orang
lebih banyak lagi." "Dengan kata lain, kita harus melindungi mereka semua." Sambung Sarah.
"Reno, kamu bersama Lumina. Snow, kamu berpasangan dengan Samuel. Kita
berpencar!" Reno dan Lumina mengangguk dan segera berlari kearah orang-orang itu. Reno menangkis
peluru yang akan mengenai salah seorang remaja seusianya dan melumpuhkan orang yang
menyerangnya. "Pergi dari sini. Cepat!" ujar Reno pada anak itu.
Lumina menyerang salah seorang dari "penyusup" itu dan menoleh kearah Reno. Tanpa
sengaja, dia mengukir nama Reno di udara, dan nafasnya seakan terhenti ketika dia melihat sebuah
visi. Tidak" jangan biarkan konsentrasimu hilang" kata Lumina dalam hati. Aku tidak boleh"
"Lumina, awas!!"
Seseorang menariknya dan dia mendengar suara tebasan pedang. Lumina tersadar dari
lamunannya dan melihat Clarissa dan Nathan berdiri di depannya.
"Nathan" Clarissa?"
Clarissa mengayun-ayunkan Fleur Sakura, senjata rapier miliknya dan menoleh kearah
Lumina. "Lumina, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Clarissa.
"Tidak" apa-apa. Tapi" senjata di tanganmu itu?"
Clarissa menatap senjata di tangannya dan tersenyum tipis, "Panjang ceritanya. Sekarang,
kamu jangan melamun lagi. Atau mereka akan menyerangmu dengan mudah." Ujarnya.
Lumina hanya mengangguk tanpa tahu apa-apa. Dia menyerang lagi seorang yang akan
menyerangnya dan melihat Clarissa dan Nathan juga ikut bertarung.
Kenapa" kenapa mereka juga mempunyai senjata yang nyaris sama seperti The Chronos
Sapphire" *** "Blue Rose!" Aria yang sudah sadar dari gemetarnya segera memanggil senjatanya ketika ia melihat
orang-orang berpakaian serba hitam dan mengenakan topeng mendekat kearah mereka.
"Siapa mereka?" tanya Rinoa sambil berlindung di belakang suaminya.
"Apocalypse, kutebak." Kata Lord.
"Wah, wah" sudah lama aku tidak menggerakkan badanku." Kata Duke sambil
mengedikkan bahunya. "Kita bisa sedikit melemaskan otot, setelah lama tidak mendapatkan misi."
Aria hanya tersenyum getir dan berdiri di samping Rifan.
"Seperti biasa?" tanyanya.
"Seperti biasa. Tanpa membuat mereka mati." Jawab Rifan. "Tidak perlu menjadi
pembunuh untuk kedua kalinya, kan?"
"Duke, Lord, Stevan, Charles, Dylan."
"Seperti biasa?" Dylan mengedikkan bahu. "Aku akan berkelompok bersama Stevan dan
Charles." Rifan mengangguk, "Rinoa dan Kak Keiko sebaiknya bersembunyi. Bimbing para tamu
untuk keluar dari sini."
"Baiklah." Rinoa dan Keiko segera membimbing para tamu yang panic keluar dari ballroom. Aria
berdiri sambil memutar pedangnya.
"Kamu duluan?" tanya Aria.
"Ladies first." Jawab Rifan.
Aria tersenyum kecil, dan kemudian berlari cepat kearah salah seorang penyusup. Tidak
sulit untuk bergerak dengan gaun yang ia kenakan sekarang. Rifan dan dirinya sudah menduga hal
ini akan terjadi, terkait dengan perasaan tidak enak yang dirasakan oleh Aria. Mereka memutuskan
untuk memakai pakaian yang tidak akan menyulitkan jika bertarung.
"Switch!" Rifan bergantian menyerang dengan Aria. Hal yang sering mereka lakukan ketika mereka
masih menjadi "pembunuh". Aria bersalto ke belakang dan memperhatikan kalau penyusup yang
datang k ballroom tidak hanya 20 orang, melainkan"
"Astaga" 100 orang"! Sebegitu putus asanya, kah, mereka ingin menangkap kami?"
gumamnya. "Aria, awas!!" Charles mendorong Aria menjauh ke sisi lain, sementara ia sendiri bersalto kearah lain,
tepat ketika sebuah peluru mengenai dinding.
"Aria, kamu tidak apa-apa?" Rifan kembali ke sisi Aria dan membantunya berdiri.
"Tidak apa-apa." Aria menggeleng, "Tapi" jumlah mereka semua?"
"Aku tahu. Lebih dari 100 orang." Ujar Rifan. "Ini tidak bagus. Semuanya terlalu
direncanakan. Kita tidak mungkin mengalahkan mereka semua di sini. Kita harus memancing
mereka ke tempat lain agar tidak membuat orang lain yang tidak hubungannya terluka."
Aria mengangguk. "Aku akan menyuruh anak-anak untuk bersembunyi jika keadaan sudah
menjadi lebih" buruk." Ujarnya sambil melihat kalau anak-anak mereka, bersama Sarah, Claire,
Samuel, dan Snow, juga sedang bertarung.
Rifan juga menatap kearah anak-anak mereka dan mengangguk.
"Baiklah. Beritahu mereka apa yang harus mereka lakukan. Kami akan berusaha menahan
mereka di sini." kata Rifan. "Dan ini, berikan ini pada Reno."
Rifan menyerahkan sebuah kotak beludru hitam pada Aria.
"Apa ini?" "Peralatan yang akan mereka gunakan untuk bisa mencapai ruang bawah tanah di gedung
perusahaanku." Ujar Rifan. "Di sana mereka akan aman."
Aria menatap kotak beludru itu dan segera berlari kearah anak-anak mereka, sambil tetap
menyerang siapapun yang menghalanginya.
*** "Lumina, awas!!!"
Clarissa mendorong Lumina kearah lain dan dia sendiri bersalto ke belakang ketika sebuah
anak panah meluncur di antara mereka. Jika saja Clarissa tidak melihatnya, mungkin lengan
Lumina akan terkena serangan itu.
"Terima kasih." Kata Lumina.
"Tidak masalah." Clarissa tersenyum dan membantu Lumina berdiri. "Hei, bagaimana
kalau kita menyerang mereka bersamaan?"
"Eh?" "Aku tahu kelemahan mereka." ujar Clarissa. "Perhatikan aku baik-baik, dan kamu ikuti
setelah itu." Lumina tidak tahu bagaimana Clarissa tahu kelemahan mereka. Tapi, dia tidak sempat
bertanya karena Clarissa sudah berlari menerjang mereka.
Dan Lumina terperangah ketika melihat Clarissa menyerang dengan begitu cepat dan
nyaris tanpa cela. Hanya dalam waktu singkat, dia bisa melumpuhkan 10 orang lebih.
"Lakukan seperti itu." Clarissa menoleh kearahnya sambil tersenyum. "Bisa?"
"A, aku tidak tahu" gerakanmu sangat cepat." ujar Lumina, "Darimana kamu belajar
gerakan seperti itu?" "A"itu" ceritanya panjang. Akan kuceritakana kalau kita sudah mengalahkan mereka
semua." "Baiklah?" "Oke. Kalau begitu, kita serang mereka dari arah berlawanan. Serang mereka saat ada
celah terbuka, kelemahan mereka adalah akurasi serangan yang tidak tepat." kata Clarissa.
"Kenapa kamu bisa tahu?"
"Sudah kubilang, ceritanya cukup panjang. Tapi, yang jelas, mereka sama seperti kita.
Mereka juga The Chronos Sapphire."
"Kamu juga?" "Tidak ada waktu untuk berbicara!"
Clarissa tiba-tiba sudah berlari menyerang, dan Lumina terpaksa harus mengikuti. Tapi,
dirasakannya kalau apa yang dikatakan Clarissa benar. Orang-orang ini tidak bisa menembak atau
menyerang dengan akurasi yang tepat. Setiap kali Lumina menyerang, mereka tidak bisa
membalas. Kalau begitu, aku cukup melumpuhkan mereka secukupnya. Katanya dalam hati, sambil
melepaskan anak panah kearah salah seorang yang hendak menyerang Clarissa dari belakang.
"Terima kasih." Ujar Clarissa, yang dibalas Lumina dengan senyum tipis.
Lumina menoleh ketika dia merasakan ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Dengan
cepat dia menghindari sebuah serangan yang terarah padanya dan membalas serangan tersebut.
Sekali lagi, dia berhasil mengalahkan satu orang.
Tepat ketika ada ledakan lain di dekatnya, disusul pandangannya yang tiba-tiba menggelap.
CHAPTER 21 "Reno!!" Reno menoleh kearah ibunya ketika dia selesai melumpuhkan satu orang lagi. Dengan ini,
dia sudah melumpuhkan lebih dari 20 orang.
"Bu?" "Reno, Ibu hanya mengatakan ini satu kali, dan kamu harus mendengarkannya baik-baik,
dan sampaikan ini pada Sarah, Claire, Snow, Samuel, dan adikmu." Ujar Aria, sambil menyerang
seseorang yang hendak menyerangnya dari belakang tanpa menoleh.
"Wow?" "Reno, jika keadaan memburuk, kalian harus pergi ke perusahaan Ayah. Di sana ada ruang
bawah tanah, kalian bisa bersembunyi di sana sampai keadaan aman."
"Sampai keadaan aman" Maksud Ibu?"
Aria menghembuskan nafas dan menatap Reno.
"Apocalypse berniat membunuh kita semua di sini sekarang. Ayahmu dan Paman Dylan
sudah mengantisipasi hal ini bersama Jonathan." Kata Aria, "Kami sudah menyediakan
perlengkapan yang akan kalian butuhkan di perusahaan Ayahmu. Apocalypse mungkin akan
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kalian. Karena itu"
?" kalian harus kabur dari sini. Secepatnya. Biar kami yang menangani ini semua. Bibi
Keiko akan mengantar kalian pergi ke perusahaan."
"Ap"tapi, Bu,"
"Reno, tolong." Aria meletakkan kedua tangannya di bahu Reno. "Ini adalah keputusan
kami. Keadaan sekarang sedang kacau. Kalian harus pergi, menyelamatkan diri. Dengan
kemampuan kalian yang sekarang, kalian belum bisa mengalahkan mereka."
"Tapi, Bu, bagaimana?"
"Reno, kamu seorang kakak, kan" Kamu adalah kakak bagi Sarah, Claire, Snow, Samuel,
dan juga Lumina. Kamu harus bisa menjaga mereka semua. Jadilah contoh untuk mereka. Ya?"
Reno menatap ibunya, kemudian mengangguk pelan.
Aria tersenyum dan menyerahkan sebuah kotak beludru hitam kecil pada Reno.
"Ini adalah perlengkapan yang akan kalian gunakan untuk sampai ke ruang bawah tanah."
ujar Aria. "Sekarang, beritahu yang lain. Ibu akan memberitahu Bibimu untuk menyiapkan mobil
untuk kalian semua. Kamu bisa menyetir, kan?"
"Tanpa belajar, aku sudah bisa melakukannya." Jawab Reno.
Aria tersenyum dan memeluk Reno. Dia menghela nafas dan mencium kening anak
sulungnya itu. "Kalian harus selamat. Oke?"
Reno mengangguk. Dia menyimpan kotak kecil yang diberikan ibunya ke saku celananya
dan segera memberitahu yang lain.
Aria menatap anaknya dan menghembuskan nafas sekali lagi.
Rifan, aku sudah menyuruh Reno untuk pergi bersama yang lain. Rencana selanjutnya"
Tanyanya pada Rifan lewat telepati.
Rencana selanjutnya" Menggiring orang-orang yang tidak tahu "sopan santun" ini keluar dan
membiarkan anak-anak pergi tanpa diketahui. Aku akan memberitahu yang lain agar membuat
jalan untuk anak-anak pergi dari sini.
"Mengerti." jawab Aria. Dia lalu menatap orang-orang yang menatap kearahnya, dengan
senjata yang siap ditujukan padanya.
"Mungkin sekarang saatnya aku menunjukkan, seperti apa kekuatan The Chronos
Sapphire yang sebeanrnya." Gumamnya, menggenggam erat Blue Rose di tangannya.
*** Di mana Lumina" Nathan mencari-cari sosok Lumina diantara orang-orang yang panic di ballroom. Tapi, dia
tidak menemukan di mana gadis itu berada.
"Nathan!" Nathan menoleh kearah Jonathan yang berlari kearahnya.
"Kakak?" "Perubahan rencana." Ujar Jonathan, "Kamu dan Clarissa, bimbing Tuan Rifan dan The
Chronos Sapphire yang lain ke Dewan. Lumina dan yang lain akan berada di tempat berbeda
dengan orangtua mereka."
"Kenapa?" "Apa kamu pikir Apocalypse tidak akan menyerang ke Dewan dalam jumlah besar" Yang
diinginkan oleh pemimpin mereka hanyalah anak-anak mereka. Salah satu diantara mereka adalah
yang terkuat, dan yang terkuat itulah yang akan dilenyapkan oleh Apocalypse."
"Oh bagus?" keluh Nathan. "Baiklah, aku akan membimbing mereka. Kamu sendiri?"
"Aku akan menyiapkan mobil untuk kita semua bisa kabur dari sini. Cepat pergi ke tempat
tuan Rifan. Aku akan segera menyusul ketika semua selesai."
"Baik." Nathan mengangguk, "Tapi, aku tidak bisa menemukan Lumina dimanapun.
Bagaimana?" "Aku yang akan mencarinya. Cepat kamu pergi!"
Nathan segera pergi, memberitahu Clarissa, dan mereka berdua menuju kearah Rifan.
Jonathan sendiri segera mencari tahu di mana Lumina.
*** "Sarah, Claire!"
"Reno?" Reno berhenti di samping Claire yang sedang mengayun-ayunkan Nunchaku-nya.
"Kita harus segera pergi dari sini. Ibu menyuruh kita untuk pergi ke perusahaan Ayah. Di
sana ada ruang bawah tanah, dan beliau menyuruh kita semua untuk bersembunyi di sana."
"Begitukah?" Claire menghentikan ayunan Nunchaku-nya. "Kalau begitu kita harus cepat.
Aku merasakan jumlah mereka semakin bertambah banyak."
"Ya. Lebih cepat, lebih baik." kata Reno, "Di mana Lumina?"
"Bukankah dia bersamamu?" tanya Claire balik.
"Kami terpisah?" kata Reno ragu, "Astaga, di mana dia?"
"Kamu pergi saja mencarinya, dan aku"tunggu. Itu Lumina, kan?"
Reno menoleh kearah yang ditunjuk oleh Claire. Dan melihat sesosok tubuh yang
tergeletak di dekat jendela yang pecah. Seseorang segera menghampiri tubuh yang tergeletak itu
dan mengangkatnya. Saat itulah Reno melihat kilauan anting-anting berwarna biru.
"Lumina?" "Eh?" "Itu Lumina!! Apocalypse akan membawanya!"
*** "Dia tidak sadarkan diri. Sesuai yang direncanakan."
"Cepat bawa dia pada Pemimpin."
Siapa" Siapa yang berbicara" Tubuhku sakit" aku tidak bisa bergerak"
Lumina merasa kalau ada seseorang yang mengangkat tubuhnya. Dia tidak bisa membuka
matanya, menggerakkan tubuhnya, bahkan menggerakkan jari-jarinya saja dia tidak bisa. Mulutnya
juga tidak bisa digerakkan untuk berbicara.
Mereka akan membawaku kemana"
Lumina merasakan embusan angin, dan dia tahu dia berada di luar ballroom. Tapi, di
mana tepatnya ia berada sekarang, dia tidak tahu. Samar-samar, dia mendengar suara bising yang
bergesekan dengan pohon-pohon. Seperti suara"
Helicopter" Apa"
Lumina mencoba membuka matanya, dan berhasil. Ia melihat langit malam dan sebuah
helicopter berwarna hitam yang perlahan-lahan turun ke atas rerumputan.
"A?" Orang yang menggendongnya menatapnya. Lumina tidak bisa melhat wajah orang itu
karena ditutupi oleh topeng hitam.
"Dia sadar." ujar orang itu pada temannya yang berdiri tidak jauh darinya, "Kita mulai
sekarang?" "Ya." sahut suara lain, suara yang lebih berat, dan terdengar lebih tua. "Lakukan sekarang."
Orang yang menggendong Lumina menurunkan gadis itu dan menyandarkannya pada
sebatang pohon. Mata Lumina setengah terbuka, tapi, pikirannya benar-benar sadar. Lumina
melihat pria berusia 50 tahun lebih berdiri diantara orang-orang yang sedang melakukan sesuatu
padanya. Wajah pria itu terasa tidak asing bagi Lumina, tapi"
"Kyaaa!!" Lumina mendengar suara seseorang menjerit, dan menyadari kalau itu adalah jeritannya
sendiri. Orang-orang itu menekan kepala Lumina ke batang pohon dan memaksa matanya terbuka.
Lumina mencoba memberontak dan menggerakkan kedua tangannya. Menggunakan kekuatan
telekinesisnya, dengan mudah dia melempar orang-orang yang memegang kepalanya ke belakang.
Lumina merasa ada sebuah kekuatan yang mendorongnya untuk berdiri dan segera kabur.
Dia memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur secepat mungkin.
"Kejar gadis itu!!"
Lumina menoleh ke belakang dan melihat mereka mengejarnya.
"Artemisia Bowsword!"
Lumina memanggil senjatanya dan menghadapi orang-orang itu. Dia tidak mungkin kabur
jika helicopter yang mereka punya akan melacaknya. Baginya itu akan membuang tenaga saja.
Lumina menarik tali busur senjatanya dan melepaskan beberapa anak panah. Tepat
sasaran, dan Lumina bersyukur, walau tidak latihan secara rutin dan cukup, dia mampu menguasai
olahraga memanah yang pernah dia ikuti bersama Rebecca beberapa bulan yang lalu.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia melepaskan anak panah lagi. Kali ini kearah helicopter hitam itu. Lumina mengerahkan
semua kemampuannya untuk bisa menembak tepat kearah helicopter tersebut. Jarak tempatnya
berdiri sekarang dengan helicopter itu memang cukup jauh. Tapi, dia yakin, dia bisa.
Kuharap aku bisa melakukannya.
Lumina melepaskan anak panahnya. Dia harus menghindari serangan orang-orang itu,
yang masih berusaha mengejar dan menangkapnya. Lumina menatap anak panah yang ia lepaskan
dan tersenyum ketika dia melihat anak panahnya mengenai helicopter itu.
Tapi, sedetik kemudian senyumnya lenyap mengetahui helicopter itu masih baik-baik saja.
Serangannya gagal. "Aduh!" Lumina terjerembab batu dan terjatuh. Lututnya berdarah, dan sepertinya kakinya terkilir.
Dia tidak mungkin berlari lebih cepat jika keadaan kakinya seperti ini.
Tiba-tiba dia merasakan desiran angin halus di sekitarnya, dan dia juga merasakan ada
seseorang yang mendekat kearahnya.
Apa itu mereka" tanyanya dalam hati.
Lumina berusaha berdiri dan berjalan tertatih-tatih kearah sebatang pohon besar yang ada
di dekatnya. Ia bersembunyi di belakang pohon itu dan mengatur nafasnya. Dia harus beristirahat
sejenak untuk menyembuhkan lukanya.
"Ketemu?" Gadis itu tersentak mendengar sebuah suara tepat di hadapannya. Ia mendongak dan
melihat seorang pria tinggi berdiri di depannya sambil membawa sebuah pisau lipat yang berkilau
diterpa sinar yang berasal dari ballroom. Pria itu tidak seperti orang-orang yang sedang
mengejarnya. Pria yang berdiri di hadapannya kelihatan masih muda, sekitar 20 tahunan. Tapi,
tatapan matanya sangat dingin dan tidak bersahabat.
Sebelum Lumina sempat bergerak, pria itu menyentak tubuhnya ke batang pohon dan
membuatnya menjerit tertahan. Kakinya terimpit oleh sepatu pria itu dan membuat jeritannya
makin keras. "Rupanya kamu anak orang itu, ya?" ujar pria itu sambil tersenyum miring. "Cantik.
Seperti ibunya. Dan matamu" ah, ya" mata si pahlawan kesiangan."
Lumina tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pria itu. Ia mencoba menggunakan
telekinesisnya untuk membuat pria itu terlempar sejauh mungkin. Tapi, entah kenapa dia tidak
bisa mengeluarkan kekuatannya. Seolah ada sesuatu yang menghalangi kemampuannya keluar.
"Ap?" "Sayang sekali. Di dekatku, kamu tidak bisa menggunakan kemampuanmu." Ujar pria itu,
memainkan pisau lipat yang ada di tangannya di depan wajah Lumina.
"Kamu tahu, wajahmu lebih cantik jika saja kamu berteriak lebih keras. Mungkin kedua
orangtuamu akan mendengar suaramu dan akan bertarung lagi mempertaruhkan nyawa mereka"
seperti ketika mereka nyaris membunuhku."
Pria itu mencengkeram bahu Lumina dan membuatnya meringis. Kekuatan pria di
hadapannya ini sepertinya sama seperti seorang berbadan besar dan berotot. Padahal tubuh pria di
hadapannya kelihatan kurus dan tidak bertenaga. Bahkan wajahnya agak tirus.
"Baiklah, kita lihat apa aku bisa membuatmu lebih menjerit lagi?"
Lumina memalingkan wajahnya ketika pisau lipat itu diarahkan ke matanya. Dia teringat
visi yang pernah ia lihat. Dan hal itu membuatnye gemetar, ketakutan.
Tidak" visi itu tidak akan mungkin terjadi! Tidak!
"Oh, sepertinya kamu pernah melihat visi kalau kamu akan mengalami hal ini, ya?"
Ucapan itu membuat Lumina terkejut dan menatap wajah pria itu. Bola matanya yang
berwarna biru pekat itu terlihat begitu dingin.
"D, dari mana kamu tahu" kyaa!!"
"Tentu saja aku tahu." kata pria itu, mencengkeram bahu Lumina lebih keras. "Karena aku
adalah orang yang harus kalian takutkan, dan juga orang yang harus kalian hadapi."
*** "Lumina!!" Reno berlari kearah halaman belakang ballroom dan mencari di mana Lumina. Dia yakin,
tubuh yang dibawa oleh orang-orang itu adalah Lumina. Kilauan anting-anting yang dia lihat
barusan seperti milik Lumina. Reno tahu bagaimana anting-anting yang ia berikan bersinar ketika
ditera cahaya terang. Di mana Lumina" Ya Tuhan" semoga tidak terjadi apa-apa padanya.
"Reno!!" Reno menoleh dan melihat Nathan berlari kearahnya.
"Nathan?" "Aku bukan Nathan." Ujarnya. "Aku Jonathan. Kamu mencari Lumina, kan?"
Reno mengangguk. "Kamu bilang, kamu bukan Nathan" Apa maksudnya?"
"Ceritanya" panjang." Ujar Jonathan. "Tapi, aku bisa membantumu menemukan di mana
Lumina." "Bagaimana caranya?"
"Aku adalah pasangan empati Lumina." Kata Jonathan, "Pasangan empati dalam The
Chronos Sapphire bisa merasakan di mana pasangannya berada."
"K, kamu juga?" ucapan Reno tiba-tiba terhenti. Dia menyentuh kulit Jonathan sekilas.
"Ah, ya" rupanya kamu yang menyuruh Nathan yang itu untuk menggantikanmu." Kata
Reno. Dia menggunakan kemampuannya merasakan kemampuan orang lain.
Reno membiarkan Jonathan melalukan yang dia inginkan. Jonathan memejamkan matanya
dan mencoba bertelepati dengan Lumina, tapi, tidak berhasil.
Justru suara Lumina yang menjerit yang terdengar dari arah hutan kecil di samping mereka.
"Lumina!" Reno dengan cepat berlari kearah hutan. Kecepatan larinya sungguh luar biasa, nyaris tidak
bisa dilihat oleh mata orang biasa. Reno melancarkan serangan kearah orang-orang Apocalypse
yang menghadangnya tanpa memperlambat larinya. Yang ada di pikirannya sekarang, dia harus
menemukan Lumina. Sekarang juga.
Samar-samar, ia melihat sosok Lumina duduk bersandar pada sebuah pohon besar.
Seseorang berada di dekat Lumina, memainkan sesuatu yang berlumuran darah di tangannya.
Reno berhenti tidak jauh dari mereka, dan menahan nafas melihat wajah Lumina berlumuran
darah. Orang yang berdiri di dekat Lumina menyadari keberadaan Reno. Ia menoleh dan
mengejrapkan mata, sedikit kaget melihat wajah Reno.
"Ah" rupanya kamu datang." ujar orang itu pada Reno dengan senyuman yang membuat
orang lain yang melihatnya merinding ketakutan.
"Apa yang kamu lakukan pada Lumina?"
"Oh, namanya Lumina?" orang itu pura-pura tertarik, "Nama yang sangat mirip dengan
nama ibunya" Aria?"
Reno kaget orang itu tahu nama ibunya. Tiba-tiba kewaspadaannya meningkat. Ia menatap
tajam orang itu, yang lebih tua darinya.
"Apa yang kamu lakukan pada adikku" Siapa kau!?"
"Dia adikmu, ya" Pantas saja" kalian memiliki mata yang mirip dengan si tuan pahlawan
kesiangan." Kata orang itu sambil berjongkok di sebelah Lumina. Kemudian menatap Reno
sambil tersenyum miring. "Namaku Jack Lucios. The Chronos Sapphire nomor 2 dan musuh bebuyutan kedua
orangtuamu." CHAPTER 22 "Jack" Lucios?"
"Hmm" Kurasa orangtuamu pernah memberitahukan namaku padamu, kan" Dia
orangtua yang baik."
Reno tahu nama itu. Jack Lucios. Dia pernah mendengar ayah dan ibunya berbicara
mengenai seseorang bernama Jack Lucios di kamar mereka. Bahkan Reno sudah mendengarnya
dari ayahnya ketika ia meminta beliau membicarakan tentang Apocalypse.
Nama Jack Lucios adalah nama yang berbahaya, ujar ayahnya. Nama itu adalah nama yang
pernah membuat ibumu nyaris terbunuh.
Dan sekarang, Reno berhadapan dengan pemilik nama Jack Lucios itu. Orang itu ada di
hadapannya sekarang. Tersenyum mengejek padanya, dan Lumina, yang sepertinya dalam
keadaan tidak sadar, berada di sebelahnya, dengan wajah berlumuran darah dan mata tertutup.
"Kukira mereka hanya punya satu anak?" ujar Jack mengelus wajah Lumina, "Rupanya
masih ada satu lagi."
Reno merasakan hawa membunuh yang kuat. Dia menyiagakan senjatanya dan menatap
Jack dengan tatapan waspada.
"Tidak perlu cemas. Aku sudah cukup bersenang-senang hari ini." kata Jack, "Adikmu
cukup membuatku senang?"
"Kau apakan adikku?"
"Aku tidak melakukan apapun padanya." Jawab Jack dengan nada suara main-main, "Aku
hanya "mempercantik" dirinya, sedikit."
Pandangan Reno tertuju pada pisau yang berlumuran darah di tangan Jack. Uh-oh"
katanya dalam hati. Apa visi yang pernah Lumina lihat, terjadi sekarang"
"Kalau kau ingin menyerangku, silakan saja, nak." Kata Jack, "Tapi, jangan harap kau bisa
mengalahkanku." "Aku tidak perlu mengalahkanmu. Kembalikan Lumina padaku."
Jack menatap Lumina yang tidak sadarkan diri di sebelahnya.
"Sayang sekali. Orang itu menginginkan anak ini, hidup atau mati." Kata Jack.
"Kalau begitu, aku harus mengalahkanmu."
Reno berlari cepat menyerang Jack. Dia berpikir, Jack hanya mempunyai sebuah pisau
lipat, dan itupun sangat kecil. Akan sangat mudah mengalahkannya dalam beberapa serangan saja.
Tapi, ternyata dia salah. Ketika serangannya mulai mendekati titik sasaran, Jack bisa
menangkisnya dengan mudah walau hanya dengan sebuah pisau lipat.
"Apa?" "Sepertinya kau terlalu meremehkan kemampuanku." Kata Jack, "Pisau ini bukanlah pisau
biasa?" Sekonyong-konyong, pisau lipat itu berubah menjadi sebuah pedang berwarna hitam dan
mengeluarkan aura yang sangat aneh. Jack menendang Reno dan balas menyerang menggunakan
pedangnya, membuat Reno terpaksa mundur ke belakang dan mencoba mengatur nafasnya.
"Pedang itu?" "Ah, ini" Ini pedang kesayanganku." Kata Jack, mengayun-ayunkan pedangnya. "Pedang
ini yang pernah hampir merenggut nyawa kedua orangtuamu."
"Aku ingin tahu, apa kedua orangtuamu akan sedih jika aku membunuhmu dulu, setelah
itu adikmu?" Jack menjentikkan jarinya dan Reno merasakan sesuatu.
Rupanya dia punya kemampuan menghentikan waktu juga. Sama seperti Ibu! Katanya
dalam hati, mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang.
"Nah, sekarang tidak ada yang bisa menggangguku untuk bersenang-senang kali ini." Jack
menghunuskan pedangnya. "Bersiaplah untuk mati!"
*** Jonathan yang berlari mengejar Reno tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika dia merasakan ada
sesuatu yang aneh di sekitarnya. Dia tidak mendengar lagi suara panic orang-orang dari ballroom,
juga suara tembakan yang dilepaskan oleh Apocalypse.
Apa yang terjadi" tanyanya dalam hati. Apa jangan-jangan"
"Oh, ya" rupanya kau di sini."
Jonathan menoleh ke asal suara di belakangnya. Dan terkejut melihat siapa pemilik suara
tersebut. "Kau?" "Kita bertemu lagi, Nak?"
*** "Ugh?" Aria terduduk ketika ada sesuatu yang menyakiti dadanya. Tepat ketika orang-orang yang
menyerang mereka berhenti bergerak, kecuali teman-temannya.
"A, apa yang terjadi?" tanya Charles mengerutkan kening.
"A, apa" argh!!"
"Aria," Rifan berjongkok di samping Aria, "Kamu tidak apa-apa?"
Aria menggeleng pelan, meski terlihat jelas di wajahnya kalau ia kesakitan.
"Apa" kamu yang memakainya" Kemampuan menghentikan waktu?"
Aria menggeleng. "Aku tidak menggunakannya. Aku juga tidak berpikir Reno atau Lumina
yang melakukannya." Ujarnya, "Kekuatan mereka masih lemah" tapi?"
Aria meringis kesakitan lagi. Dan Rifan tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Aku akan memeriksa keadaan anak-anak." Katanya, "Charles, tolong jaga Aria sebentar."
"Baiklah." "Aku ikut." Kata Aria. "Aku?"
"Tidak. Sebaiknya kamu di sini saja bersama yang lain." kata Rifan, "Aku saja yang pergi.
Kamu tunggu di sini. Oke?"
Aria ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi, tidak jadi dan hanya mengangguk pad Rifan.
Rifan tersenyum dan menyentuh bahu Aria, "Aku akan menuntun mereka sampai ke
tempat aman untuk mereka." ujarnya.
"Mmm. Baiklah?"
"Rifan, aku akan ikut denganmu." ujar Stevan, "Aku punya kemampuan lima indera super,
kurasa aku bisa membantumu kemana kita harus pergi."
Rifan mengangguk. Ia dan Stevan lalu pergi lewat jendela yang pecah.
"Semua sudah siap, dan?" Clarissa yang datang bersama Nathan mengerutkan kening
melihat Rifan dan Stevan pergi, "Mereka mau ke mana?"
"Menyelamatkan anak-anak." Kata Charles. "Hei, kalian tidak punya kemampuan
mengendalikan waktu, kan?"
"Hah?" "Kalian juga The Chronos Sapphire, kan" Apa diantara kalian ada yang memiliki
kemampuan menghentikan waktu?" tanya Aria, "Apa kalian tidak sadar kalau waktu sekarang
berhenti" Kalian tidak melihat orang-orang yang tidak bergerak di sekitar kalian?"
Clarissa melihat ke sekitarnya, dan baru menyadari kalau orang-orang tidak ada yang
bergerak, kecuali The Chronos Sapphire.
"Astaga?" Nathan yang menggumamkan lebih dulu apa yang ada di pikiran Clarissa.
"Ini tidak bagus." Ujarnya. "Clarissa, sebaiknya kamu saja yang membawa mereka semua
pergi dari sini. Jika dugaanku benar, orang itu pasti ada di sini."
"Orang" itu" Maksudmu?"
Nathan mengangguk. "Sebaiknya kamu membawa mereka pergi. Cepat!"
*** Jonathan bersalto ke belakang dan mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Ia menatap orang yang
ada di hadapannya. Albert Lucios, pemimpin Apocalypse.
"Ah, kenapa, nak" Tidak senang dengan kedatanganku rupanya." Ujar Albert sambil
memainkan pisau yang ada di tangannya.
"Seharusnya Anda dan organisasi Anda tidak mengacaukan acara ini." kata Jonathan,
"Anda memang licik."
"Aku tidak bisa dipisahkan dari kata licik, kejam, dan sadis, rupanya." Albert mengedikkan
bahu, "Yah" masalahku bukan padamu sekarang. Aku harus pergi ke tempat anak itu sebelum dia
melakukan hal-hal yang di luar dugaan."
"Anak itu?" Jonathan mengerutkan kening, "Maksud Anda" Nathan?"
"Oh, jelas bukan dia." Albert tersenyum dengan sebelah bibir, mengejek Jonathan, "Tapi,
anak kandungku, Jack. Dia berhasil kubangkitkan kembali."
"Apa!?" "Kau tidak perlu sampai terkejut begitu, kan?" ujar Albert, "Asal kau tahu, aku
membangkitkannya kembali atas apa yang ingin kubalaskan pada Kazuto dan Haruka Shiroyuki.
Mereka adalah awal dari kesengsaraanku. Karena itu, aku menggunakan Jack. Dia adalah alat balas
dendam yang sempurna."
"Anda benar-benar tidak punya perasaan." Kata Jonathan, "Sebenarnya bukan itu saja
rencana yang ingin Anda laksanakan, bukan?"
"Aku tidak berminat menceritakan seluruh rencanaku pada pengkhianat." Balas Albert,
"Sekarang, minggir. Aku ingin pergi ke tempat Jack, dan menghentikannya sebelum semua
terlambat." "Aku tidak akan membiarkan Anda membawa Lumina, atau The Chronos Sapphire lain.
Aku akan menghentikan Anda."
Jonathan menghunuskan senjatanya. Dia kelihatan tidak takut menghadapi Albert.
"Oh, kau berani?"
"Aku selalu punya keberanian untuk melawan kejahatan." Ujar Jonathan. Sebelum
akhirnya kembali menyerang Albert.
*** Reno mundur ke belakang ketika serangan Jack semakin gencar. Dia mencoba menarik nafas dan
menghembuskannya dengan cepat di sela-sela serangan Jack.
"Kukira kau lebih kuat dari si tuan pahlawan." Ujar Jack, kemudian melancarkan serangan
ke dada Reno, "Sayang sekali, kamu bukan yang terkuat!"
Reno tidak ingin bertarung dengan Jack lebih lama. Dia tahu, dia tidak akan bisa menang
melawannya. Kemampuannya tidak cukup kuat untuk melawan Jack lebih lama lagi.
Aku harus kabur, sekarang.
Reno mengubah pedangnya menjadi pistol dan menembak kearah Jack. Hal yang sudah ia
duga, akan sia-sia, karena Jack bisa menghindari semua peluru yang ia tembakkan.
Tapi, itu hanya sebagai pengecoh.
Sekarang saatnya! Reno berlari cepat kearah Lumina dan segera menggendong tubuh adiknya yang tidak
bergerak itu, sebelum akhirnya berlari kabur dari Jack.
"Hei, tunggu!!!"
Reno berusaha berlari lebih cepat, dia menoleh ke belakang dan melihat Jack bisa
mengimbanginya. Dia melompati semak-semak pendek di depannya. Ketika melihat ke depan, dia
melihat seseorang berlari kearahnya dari arah berlawanan.
Siapa itu" tanyanya dalam hati. Sementara orang itu terus berlari kearahnya.
"Reno, awas!!" Detik kemudian, dia melihat ayahnya di depannya.
***

The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rifan melihat Reno berlari sambil menggendong Lumina. Dia bisa melihatnya dengan
menggunakan kemampuannya dalam melihat jarak jauh, yang sudah ia dapatkan lama sebelum
menjadi The Chronos Sapphire.
"Reno, awas!!" Rifan memanggil senjatanya dan berlari ke belakang Reno, menghadang Jack yang berlari
mengejar anaknya. "Kita bertemu lagi?"
"Jack!?" Jack tersenyum miring dan membalas serangan Rifan. Rifan sendiri segera menghindari
serangan yang dilancarkan Jack dan bersalto mundur.
"Ayah!" "Reno, cepat pergi dari sini!" kata Rifan, "Cepat!!"
"Tapi, Ayah?" "Tidak apa-apa." Rifan tersenyum, "Ayah akan baik-baik saja. Kamu tidak perlu
mengkhawatirkan Ayah. Cepat pergi!"
Reno menatap ayahnya, kemudian Jack, kemudian pada ayahnya lagi, sebelum
mengangguk dan berlari menjauh.
Rifan memandang Reno yang sudah pergi menjauh dan berbalik pada Jack. Dia masih
tidak percaya yang ada di hadapannya sekarang adalah Jack. Jack Lucios yang itu. Jack yang nyaris
membunuh Aria dan membunuh pasangan empatinya sendiri.
Tapi, bagaimana dia bisa hidup kembali padahal Jonathan mengatakan kalau Jack sudah
mati ketika mereka dilahirkan"
Stevan datang dan kelihatannya juga kaget melihat Jack.
"A, astaga" kau,"
"Kenapa" Kaget melihatku berdiri di hadapanmu?" tanya Jack, "Asal kamu tahu, aku
bangkit dari kematian hanya untuk membalaskan dendam untuk kalian semua!"
"Kamu masih mengungkit hal yang seharusnya tidak perlu kamu ungkit" Kamu yang
membuat hidupmu seperti sekarang, Jack." Kata Rifan, "Bagaimana kamu bisa hidup kembali?"
"Katakanlah, dewi keberuntungan sedang berada di pihakku." Jack mendengus, "Dewi
keberuntungan itu dengan senang hati membiarkan aku hidup kembali, membalaskan dendam
pada kalian, dan aku dengan senang hati, akan menyakiti keluargamu."
"Kau seperti orang sakit." ujar Rifan, kemudian menghunuskan pedangnya, "Kalau kamu
menyakiti keluargaku, atau teman-temanku, aku tidak akan pernah memaafkanmu, Jack."
"Kami akan berusaha mengalahkanmu, sekali lagi." kata Stevan, menyambung kalimat
Rifan. "Coba saja kau kalahkan aku." Jack menantang, "Aku yakin, kemampuanmu lebih
menurun daripada yang dulu."
Rifan tersenyum kecil, dan wajahnya berubah serius, "Kita lihat saja."
*** "Reno, di sini!"
Reno berhenti dan melihat Clarissa berdiri bersama Sarah dan Claire. Ia segera berlari
kearah mereka dan meletakkan Lumina di belakang mobil yang ditunjuk Clarissa.
"Apa yang terjadi pada Lumina?" tanya Sarah melihat darah di wajah dan mata kiri
Lumina. "Aku juga tidak tahu. Kita harus pergi dari sini. Ayo!"
Sarah mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Clarissa berjalan ke bagian depan mobil
dan memberitahu pada Samuel untuk mengemudikan mobilnya, kemudian kembali ke belakang
dan ikut duduk di sebelah Reno yang sedang merawat Lumina.
"Siapa yang mengemudikan mobil?" tanya Sarah.
"Samuel." Jawab Clarissa, "Orangtua kalian semua sudah berada di tempat yang aman.
Aku dan Kak Nathan sudah memastikan mereka sampai ke Dewan."
"Dewan" Dewan yang menangani Laboratorium Terlarang?"
"Ya." Clarissa mengangguk. Dia kemudian mengambil alih perban yang sedang dipegang
oleh Reno. "Biar aku saja. Kamu temani Samuel di kursi depan. Aku, Sarah, dan Claire yang akan
merawatnya." Reno diam. Tapi, kemudian dia segera berpindah ke kursi depan dan duduk di sebelah
Snow. Clarissa mengambil obat antiseptic dan beberapa obat lainnya. Ia menuangkan beberapa
tetes antiseptic ke atas kapas dan menekannya pada luka di wajah Lumina.
"Ah?" Mata Lumina terbuka, dan mata Clarissa sempat melebar ketika ia melihat mata kiri
Lumina tertekan ke dalam, seolah"
"Astaga?" "Lukanya parah sekali. Aku perlu beberapa alat medis." Kata Clarissa, "Apa di van ini ada
peralatan seperti itu?"
"Sepertinya ada." Claire beralih ke lemari kecil di sebelahnya. "Ini dia."
"Berikan padaku. Aku akan mencoba mengobati Lumina."
"Apa kamu tahu caranya?"
"Aku tahu. Aku sudah mempelajari ini sejak aku kecil." Ujar Clarissa, "Kalian berdua bisa
membantuku. Aku perlu sarung tangan sekarang."
*** "Rifan di mana?" tanya Aria ketika mereka masuk ke dalam mobil.
"Dia pasti masih memeriksa keadaan anak-anak." Kata Dylan, "Aku akan mencarinya
dan?" "Itu tidak perlu."
Suara itu membuat mereka semua menoleh ke belakang. Kedua mata Aria melebar ketika
melihat pemilik suara tersebut.
"K, kamu?" Jack berdiri di depan mereka sambil melipat kedua tangannya. Tersenyum dengan sebelah
bibir. "Jack" Lucios?"
Dylan, Charles, Lord, dan Duke segera berdiri di hadapan Aria dan membentuk
perlindungan untuknya. "Bu, bukankah dia sudah mati" Kenapa?"
"Ah" aku bangkit dari kematian untuk membalaskan dendamku pada kalian semua." Kata
Jack datar. "Bangkit dari?"
?" kematian?" "Semuanya, minggir!!!"
Rifan datang dari belakang dan menyerang Jack, yang menangkisnya dengan pedangnya.
"Rifan!!" Rifan bersalto ke depan dan berdiri di hadapan teman-temannya. Stevan berdiri di sebelah
Rifan. Dari pelipis mereka berdua mengalir darah yang membasahi pipi mereka. Kelihatannya
mereka benar-benar melawan Jack dengan seluruh tenaga sampai-sampai terluka seperti itu.
Sayangnya, Jack sama sekali tidak terluka sedikitpun.
"Rifan, apa yang?"
"Ini bukan saatnya untuk berbicara. Kita harus pergi dari sini sekarang!"
Dylan mengerjapkan mata, kemudian mengangguk pelan, "Tapi, dia?"
"Aku akan menghalaunya, aku akan segera menyusul."
"Tidak!!" Aria berjalan kearah Rifan dan menggeleng kuat, "Aku tidak mau kamu menghalaunya
sendirian. Aku juga akan ikut membantumu."
"Aria?" "Aku tidak akan menerima penolakan." Sela Aria, "Aku tidak akan membiarkanmu
bertarung sendirian."
Rifan menatap Aria, dan kemudiang menghembuskan nafas.
"Seperti biasa, selalu tidak bisa ditolak."
Aria tersenyum dan mengeluarkan pedangnya dari sarungnya.
"Asalkan bersama-sama, kita bisa mengalahkannya." Kata Aria, "Iya, kan?"
"Ya?" "Dylan, kamu dan yang lain, pergilah duluan. Aku dan Rifan akan menyusul." Kata Aria,
"Tenang saja. Kami tidak akan mungkin bisa dikalahkan."
"Aria" tapi,"
"Kalian harus pergi secepatnya. Biar Jack, kami yang mengurus." Rifan menyambung,
"Kalian tidak akan meragukan kemampuan kami, kan?"
Dylan menggeleng. "Baiklah, terserah kalian." ujarnya, "Tapi, berjanjilah, kalian akan selamat."
"Itu sudah pasti, kan?" kata Aria, "Lagipula kami ini" kyaa!!!"
"Sudah cukup kalian berbicara. Waktunya bersenang-senang!"
Jack tiba-tiba sudah berdiri diantara mereka dan akan menyerang Aria. Sebelum itu terjadi,
Aria menggunakan kemampuan telekinesisnya dan bersalto ke belakang.
"Hooo" kemampuanmu sepertinya tidak terlalu meningkat, ya?" ujar Jack, "Aku jadi ingin
bersiap-siap menghabisimu."
"Itu tidak akan kubiarkan!"
Aria balas menyerang dan berhasil memukul mundur Jack. Ia menoleh kearah Dylan dan
mengisyaratkan mereka untuk segera pergi.
Dylan menangkap isyarat yang dimaksud Aria dan menyuruh teman-temannya untuk
segera naik ke mobil. Rifan berdiri di sebelah Aria dan menyiagakan pedangnya.
"Jangan menghabisinya sendirian." Ujar Rifan. "Aku tidak mau kamu kelelahan dan
membahayakan nyawamu."
"Aku tahu?" Aria mengibaskan pedangnya. Dia melihat mobil yang membawa temantemannya sudah pergi.
"Baiklah" waktunya serius." Kata Aria, "Ayo, kita mulai!!"
CHAPTER 23 "Aku tidak bisa berbuat apa-apa..."
Reno berdiri di sebelah Lumina yang masih tidak sadarkan diri pasca "nyaris" diculik oleh
Apocalypse. Mata kiri adiknya diperban, dan tubuhnya penuh memar. Reno tidak tahan melihat
adiknya seperti ini. Sekarang, dia dan yang lain sedang berada di ruang bawah tanah. Tepatnya di bawah gedung
perusahaan keamanan yang didirikan Rifan, yang diluluh-lantakkan oleh Apocalpse tiga hari yang
lalu ketika mereka semua datang kemari dan melihat gedung kembar setinggi 70 lantai itu terbakar
dan runtuh tanpa alasan yang jelas. Reno dan yang lain memang sudah diberikan instruksi oleh
Aria agar bersembunyi di tempat tersebut jika keadaan memburuk. Dan mereka menunggu
sampai api padam sebelum kemudian mencari pintu masuk ke ruang bawah tanah.
Selama tiga hari, mereka bersembunyi di dalam ruang bawah tanah tersebut dan
memutuskan untuk tidak keluar untuk sementara waktu sampai keadaan di permukaan mereda.
Walau begitu, mereka tidak mempermasalahkan kebutuhan hidup mereka. Di dalam ruang itu
terdapat semua keperluan yang mereka perlukan untuk 4 bulan ke depan, sebelum pergi keluar
dan siap menghadapi Apocalypse.
Dan tentunya, pergi menemui orangtua mereka yang sedang berada dalam perlindungan
Dewan. "Reno, jangan berkata begitu." Ujar Sarah menyemangati cowok itu, "Semua akan kembali
seperti semula. Orangtua kita pasti akan kembali. Mereka pasti baik-baik saja."
"Tapi, aku tidak tahan dengan ini semua." Kata Reno, sedikit membentak. "Aku sudah gagal
sebagai kakak. Aku tidak bisa melindugi Lumina. Aku tidak..."
Sarah menghela nafas. Dia tahu Reno dalam kondisi mental yang sedang jatuh. Semua orang
sedang mengalami masa yang berat. Dan Apocalypse adalah penyebab ini semua terjadi.
"Sarah," Claire masuk bersama Snow. Mengisyaratkan agar ikut bersama mereka. Sarah mengangguk
mengerti. "Aku harus keluar sebentar. Jaga Lumina. Kalau dia bangun, jangan tampakkan wajah
sedihmu itu. Ya?" Reno tidak menyahut. Hanya diam dan mengelus rambut Lumina.
Sarah pergi keluar mengikuti Claire dan Snow. Ketika mereka sudah cukup jauh dari
ruangan itu, Claire memberikan sesuatu pada Sarah. Sebuah amplop.
"Apa ini?" tanyanya mengerutkan kening.
"Ini dari orang itu." Kata Claire, "Orang yang mengenal Lumina."
"Nathan?" Claire menggeleng, "Tidak. Ini orang lain." Katanya, "Dia meminta kita untuk berlindung di
tempatnya." Sarah membuka amplop itu dan membaca surat yang ada di dalamnya. Semakin dia
membaca surat itu, keningnya semakin berkerut. Dia menatap Claire dengan pandangan bertanya,
yang juga dijawab sama dengan tatapan oleh saudara kembarnya itu.
"Orang ini..." "Seperti dugaanmu." Ujar Claire sambil mengangguk, "Kalau dia benar-benar teman kita,
kenapa kita tidak mencobanya?"
*** Reno menghembuskan nafas lagi. Pikirannya tertuju pada apa yang pernah disampaikan ayahnya
sebelum DoomsDay" sebutannya untuk hari di mana Apocalypse menyerang. Sebuah percakapan
singkat. Saat itu, Rifan hanya mengatakan kalau Reno harus mempercayai apa yang disampaikan
Lumina. Terjadi atau tidak terjadinya visi yang dilihat oleh adiknya itu, Reno harus tetap
memercayainya. "Dan jaga dia dari bahaya apapun." Kata Rifan, "Lumina adalah kunci kalian untuk bisa
menghadapi mereka." "Kenapa?" Rifan tersenyum dan menepuk bahu Reno, "Karena dia adalah adikmu. Dan kalian berdua
adalah anak-anak kami berdua." Ujarnya, "Kalian berdua adalah anak-anak kami yang terhebat.
Kalian tidak akan mudah kalah oleh apapun. Begitu juga dengan Claire, Sarah, Samuel, dan Snow.
Kalian semua adalah generasi ketiga yang tidak akan mudah dipisahkan dan tidak akan mudah
dikalahkan. Kamu harus ingat itu."
Aku tidak mungkin bisa memperayai itu sekarang, setelah keadaannya menjadi seperti ini.
Kata Reno dalam hati. "Aku gagal..." gumamnya lirih, "Aku gagal sebagai kakak. Aku tidak bisa melindungi
Lumina. Aku tidak..."
Reno tidak menyadari air mata mengalir di pipinya. Dia tidak bisa menahan kesedihannya
lagi. "Apa... apa yang harus kulakukan agar aku bisa melindungi semua yang aku cintai?"
Reno menangis tertahan di sebelah Lumina. Sementara ia tidak sadar, jemari Lumina
bergerak, seiring dengan kelopak matanya yang terbuka dan menampilkan bola mata coklat terang
yang sayu. Lumina menoleh kearah Reno.
"Onii... chan?"
Reno mendongak dan melihat mata Lumina terbuka dan tertutup pelan. Jari-jari Lumina
juga bergerak perlahan. "Lu, Lumina" Lumina, kamu sudah sadar?"
"Sakit?" jemarinya menyentuh mata kirinya yang diperban. "Mataku" kenapa?"
Reno mencegah jari-jari Lumina untuk menyentuh matanya yang diperban, "Matamu
berdarah. Terluka, lebih tepatnya. Tapi, tidak apa-apa. Clarissa yang menyembuhkan matamu."
"Clarissa?" Lumina mengerutkan kening.
"Ya. Clarissa, teman les vokalmu." Kata Reno.
Kening Lumina semakin berkerut dalam. "Clarissa itu" siapa?"
"Kamu ini bicara apa, sih" Bukankah Clarissa itu temanmu. Selain Rebecca" Nathan?"
Lumina mengerutkan kening. "Aku tidak tahu siapa Clarissa." Katanya, "Clarissa itu
siapa?" Reno menatap Lumina dalam-dalam, dan kemudian menyadari, adiknya tidak hanya
sekadar "terluka".
*** "Dia tidak apa-apa. Hanya sebagian ingatannya hilang." Ujar Claire setelah memeriksa kembali
kondisi Lumina. "Apa" itu amnesia?" tanya Reno.
"Tidak. Sepertinya bukan. Dia masih ingat kalau dia adalah The Chronos Sapphire, dan
tahu semua kemampuan yang dimilikinya." Kata Claire, "Hanya saja" dia kehilangan ingatan
tentang Clarissa, ataupun Nathan. Ketika kutanya apa dia mengenal tempat les vocalnya, dia hanya
ingat kalau di tempat lesnya itu tidak ada anak bernama Clarissa. Itu berarti, dia hanya kehilangan
ingatan tentang 2 orang tertentu. Nathan dan Clarissa. Dia juga bilang kalau dia tidak ingat siapa
Nathan." "T, tapi" dia ingat pada kita semua, kan?"
"Sudah kubilang, dia hanya hilang ingatan untuk sementara. Ini seperti keping cakram
DVD yang macet jika dijalankan dengan DVD Player. Ada hal-hal yang tidak terbaca oleh DVD
Player-nya. Dan itulah yang sedang terjadi pada Lumina sekarang."
Reno manggut-manggut. Dan menghembuskan nafas lega. Setidaknya yang menjadi
pikirannya tidak semuanya terjadi.
"Aku akan membuatkan makan malam. Reno, kamu jaga Lumina dan pastikan dia tidak
sering menyentuh mata kirinya. Lukanya masih basah dan belum kering sepenuhnya." Ujar Claire,
"Aku akan mengantarkan makanan untuk kalian berdua nanti."
"Baik. Terima kasih, Claire."
Claire tersenyum manis dan berjalan bersama Sarah kearah dapur.
Setelah kedua kakak-beradik itu tidak kelihatan lagi, Reno masuk ke dalam kamar tempat
Lumina berada dan melihat adiknya itu sedang memandang ke depan, dan tatapan matanya agak
kosong. Seperti melamun. "Lumina," Lumina menoleh kearah Reno dan tersenyum. Reno merasa kalau ada sesuatu yang
menyayat hatinya ketika melihat Lumina tersenyum dalam keadaan terluka dan diperban seperti
itu. Reno mencoba untuk tersenyum dan bersikap biasa. Dia lalu mengambil kursi dan duduk
di sebelah tempat tidur Lumina.
"Sudah agak mendingan" Matamu masih sakit?" tanya Reno.
"Tidak juga. Kata Claire Oneesan, aku tidak boleh sering-sering menyentuh mataku
sampai benar-benar pulih." Kata Lumina.
Reno tersenyum dan menepuk kepala Lumina.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu, kamu harus menuruti kata Bu Dokter, kan?"
Lumina mengangguk. "Oniichan, ini di mana" Kenapa hanya ada dinding di sini?" tanya Lumina.
"Kita berada di ruang bawah tanah." kata Reno, "Kamu tidak ingat apa yang terjadi 3 hari
lalu?" Lumina menggeleng, "Memangnya apa yang terjadi" Oh ya, Ayah dan Ibu di mana?"
Reno menatap adiknya dalam-dalam sekali lagi, kemudian menghembuskan nafas.
"Oniichan akan menceritakannya. Menurut Claire, kamu kehilangan sebagian ingatanmu,
walau tidak bisa dibilang kamu amnesia."
"Memangnya Oniichan ingin menceritakan apa?" tanya Lumina.
*** Lumina menatap kakaknya dengan kening berkerut. Memangnya apa yang terjadi 3 hari yang lalu"
Apa berhubungan dengan mata kirinya yang terluka"
Reno kelihatan gelisah sebelum akhirnya menceritakan semuanya. Dari cerita Reno,
Apocalypse, organisasi yang mengincar para The Chronos Sapphire, menyerang pesta Charles
yang diadakan di ballroom milik perusahaan pembuat senjata milik beliau. Reno juga bilang, kalau
luka yang terdapat di mata kirinya adalah karena dia nyaris diculik oleh Apocalypse.
Secara garis besar, Lumina bisa mengerti apa yang diceritakan Reno. Dan dia tidak
bertanya lebih lanjut ketika melihat kakaknya itu seperti tidak mau membicarakannya lagi.
"Lalu" Clarissa itu siapa?" tanya Lumina, "Oniichan bilang kalau dia adalah teman les
vokalku di Vocalizer."
"Ya. Dia temanmu. Bukankah dia juga salah satu cosplayer di komunitas cosplayer yang
kamu ikuti" Nama aliasnya Clavis." Kata Reno.
"Hmm" sepertinya memang ada. Tapi, aku tidak tahu." Lumina menggeleng. "Oh ya, ini
kalung apa" Sewaktu aku bangun, kalung ini sudah berada di leherku."
Reno memperhatikan kalung Bulan Sabit Biru milik ibunya dan juga kalung lain yang ia
yakin adalah perlengkapan untuk memanggil senjata The Chronos Sapphire miliki Lumina.
"Itu kalung milik Ibu. Beliau memberikannya padamu." Jawab Reno, "Kalau kalung yang
satu lagi, itu adalah perlengkapan untuk memanggil senjatamu, Artemisia Bowsword."
"Aku punya senjata?"
"Ya." Reno mengangguk, "Coba kamu panggil nama senjatamu. Dia akan muncul di udara
di hadapanmu." "Benar?" Lumina mencobanya, dan sebentuk senjata terbentuk di udara sebelum mendarat di
pangkuannya. "Wah" busurnya cantik." katanya mengelus busur tersebut, "Apakah senjata ini milikku?"
"Ya. Senjata itu punya fungsi ganda, bisa berubah menjadi pedang. Kamu coba,"
Lumina mencoba menarik tali busur itu dan di ujungnya terkumpul sinar putih yang
kelihatannya siap ditembakkan.
"Jangan ditembakkan di sini." cegah Reno, "Sekarang, coba kamu transformasikan busur
itu menjadi pedang."
"Bagaimana caranya?" tanya Lumina.
"Kamu tahu caranya, kok."
Lumina memegang busur itu lagi dan tahu-tahu saja senjata tersebut berubah menjadi
pedang. "Seperti video game 3D saja." kata Lumina, "Lalu, kalau kita ingin" istilahnya,
"menyimpan" senjata ini, bagaimana caranya?"
"Kamu juga tahu caranya, kok."
Lumina memanyunkan bibirnya, dan Reno tertawa.
"Kamu memang tahu caranya. Hanya saja kamu lupa." Ujar Reno, menghentikan tawanya.
"Coba saja seperti apa yang kamu pikirkan."
Lumina memiringkan kepalanya. Kemudian melemparkan senjatanya itu ke udara. Hanya
dalam sekejap mata, senjata itu sudah kembali menghilang, seperti saat ia muncul tadi.
"Oh, begitu caranya, ya?"
"Begitulah?" Reno tersenyum, "Bagaimana" Sudah mengerti, kan?"
"Ya" aku mengerti. Aduh?"
Lumina meringis pelan sambil memegangi kepalanya.
"Kamu baik-baik saja?"
"Y, ya" hanya sakit kepala sedikit." Lumina tersenyum, "Tapi, tidak apa-apa. Lama-lama
aku juga akan terbiasa dengan rasa sakitnya."
"Begitu?" "Aku akan beristirahat dulu. Oniichan bisa pergi keluar, dan membantu yang lain
melakukan hal lain."
Reno mengangguk, kemudian mengelus rambut Lumina.
"Setelah istirahat, kamu harus makan dan minum obat. Setelah itu, bersihkan dirimu.
Oke?" "Memangnya di sini ada kamar mandi?"
"Tentu saja ada. Claire dan Sarah yang akan menemanimu mandi." Kata Reno, "Atau
kamu ingin kita mandi bareng?"
Lumina memukul lengan kakaknya pelan, dan Reno kembali tertawa.
"Oniichan, jangan main-main!"
"Bercanda, kok. Sampai nanti, ya?"
Reno lalu berdiri dan keluar dari kamarnya. Setelah Reno pergi, Lumina menyentuh mata
kirinya dan memejamkan mata.
"Kenapa aku bisa kehilangan sebagian ingatanku seperti ini?" gumamnya sambil menghela
nafas. *** "Apa mereka aman?" tanya Jonathan ketika mereka sampai di rumah dan melemparkan jaket kulit
yang dikenakannya ke atas sofa.
"Tuan Rifan dan Nyonya Aria, serta The Chronos Sapphire generasi kedua sudah aman di
Dewan. Program perlindungan untuk mereka semua sudah dijalankan." Kata Clarissa. "Sedangkan
generasi ketiga, mereka berada di ruang bawah tanah di perusahaan Tuan Rifan yang luluh-lantak
akibat serangan Apocalypse. Tapi, mereka semua selamat."
"Begitu. Syukurlah?"
Jonathan duduk di kursi dan mengambil sebotol air yang ada di hadapannya.
"Kak Jonathan, apa tidak apa-apa menyuruh mereka bersembunyi" Kakak tahu sendiri
tabiat Reno, kakak Lumina itu, seperti apa." kata Clarissa. "Bahkan, dia juga sudah mulai tidak
percaya dengan Kakak dan Kak Nathan, kan?"
Jonathan hanya tersenyum dan menggeleng.
"Tidak apa-apa. Kalau masalah itu, aku pantas untuk tidak dipercaya." Ujar Jonathan.
"Tapi, Kak?" "Utami"bukan, Clarissa, tidak apa-apa. Yang terpenting sekarang" kamu bisa bertelepati
dengan Reno, kan?" "Kakak tahu dari mana?" tanya Clarissa kaget. Dia duduk dan nyaris melompat lagi ketika
Jonathan mengatakan hal tersebut.
"Aku tentu saja tahu." Jonathan tersenyum lebar, "Sama seperti ketika aku tahu Nathan
membocorkan identitasnya sendiri tanpa sengaja pada Reno dan yang lain. Aku bisa
mengetahuinya dengan mudah."
"Ngomong-ngomong, di mana Nathan?"
"Sedang mengirimkan surat yang Kakak minta untuk dikirimkan ke The Chronos
Sapphire generasi ketiga." Kata Clarissa.
"Begitu?" "Baiklah, aku akan istirahat dulu. Setelah ini, kita pikirkan strategi untuk melawan
Apocalypse. Kita juga akan pergi ke Dewan, untuk membahas strategi itu dengan Tuan Rifan dan
yang lain." "Aku mengerti."
Jonathan lalu berdiri dan berjalan ke kamarnya, sementara Clarissa tetap duduk di
tempatnya. Gadis itu menghela nafas dan memejamkan matanya.
"Reno, kamu bisa mendengarku, kan" Kita perlu bicara." Ujarnya pelan, mencoba
bertelepati dengan Reno. *** Reno, kamu bisa mendengarku, kan" Kita perlu bicara.
Reno mendengarnya. Suara Clavis, alias Clarissa, alias Utami, ketika dia baru saja keluar
dari kamar Lumina. "Clavis?" katanya.
Kamu tidak perlu memanggilku Clavis lagi. Bukankah kamu sudah tahu nama asliku" Kata
Clarissa. "Ah, ya?" Reno berjalan ke sisi lain koridor dan duduk di kursi yang tidak jauh di
dekatnya. "Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Aku tidak mungkin berbicara lewat telepati terus-menerus. Aku punya" sedikit masalah
tentang itu. kata Clarissa, 5 jam lagi, aku akan pergi ke sana. Tunggu saja aku. Bisa"
"Terserah kamu saja." Reno mengedikkan bahu, walau dia tahu Clarissa tidak akan bisa
melihatnya, "Apa aku harus memanggilmu Clarissa, atau Utami?"
Terserah kamu mau memanggilku dengan nama apa. Clarissa maupun Utami, dua-duanya
adalah namaku, kok. Asalkan bukan Clavis. Itu hanya" alias.
"Baiklah." Kemudian, seperti sambungan telepon yang terputus, percakapan mereka berhenti begitu
saja. Reno menghembuskan nafas, dan kemudian berdiri. Tiba-tiba dia merasa lapar dan ingin
makan sesuatu yang bisa membuat perutnya bertahan sampai makan malam tiba.
*** Clarissa menghembuskan nafas dan menatap langit yang mendung dari balik pintu kaca yang
mengarah ke halaman belakang. Sepertinya akan hujan. Dia yakin itu.
"Kalau aku mau pergi ke sana, aku harus minta izin dulu dengan Kak Jonathan."
Gumamnya. "Aku pulang?" Clarissa mendongak dan melihat Nathan datang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
dan membuat air bercipratan ke mana-mana.
"Apa di luar hujan?" tanya Clarissa sambil melemparkan handuk kering yang tidak jauh
darinya. Nathan menangkapnya dan mengeringkan rambutnya.
"Tidak juga. Aku hanya diguyur oleh Snow dan Samuel ketika mengantarkan surat yang
Kak Joe maksudkan untuk dikirimkan pada mereka." kata Nathan, "Yah" mereka memang tidak
sengaja, dan mereka sudah minta maaf. Tapi, tetap saja, aku jadi basah kuyup."
Clarissa menertawakan cerita Nathan dan menutup pintu depan dengan telekinesisnya.
"Kak, nanti aku akan pergi ke sana juga. Aku ingin menemui Reno." kata Clarissa.
"Apakah kamu sedang merencanakan pendekatan padanya?" tanya Nathan.
"Dia, kan, pasangan empatiku," kata Clarissa, "Kakak tidak tahu, ya?"
"Tidak" benarkah!?"
"Kak Jonathan saja tahu. Kenapa Kak Nathan tidak?" Clarissa mendecak. "Ya sudah,
mandi sana, lalu kita makan. Saat makan nanti, aku akan mengatakan niatku pada Kak Jonathan."
Nathan mengedikkan bahu dan berjalan ke kamar mandi, sementara Clarissa berjalan
kearah dapur. bersiap-siap menyiapkan makan malam.
*** Jonathan menatap langit gelap akibat awan hitam dari jendela kamarnya. Dia tersenyum muram.
Terkadang, suasana hatinya dan cuaca langit seperti satu-kesatuan. Kalau biasanya orang-orang
mengeluhkan suasana hati mereka berbeda dengan cuaca langit yang berbeda, Jonathan merasa
kalau langit mengerti tentang perasaannya, dan menyamakannya dengan suasana hatinya sekarang
ini. Ia menghela nafas dan beralih ke mejanya. Tempat sebuah boneka mungil putih tergeletak
di sana. jonathan menghampirinya dan menekan sesuatu di bagian belakang boneka itu.
Itu bukanlah boneka biasa. Melainkan sebuah robot yang bisa bergerak dan bertindak
sendiri dengan hanya memberikan perintah awal saja. Berbekal dengan pengetahuannya membuat
robot yang mirip seperti manusia asli dan juga pengetahuannya yang luas sebagai The Chronos
Sapphire, Jonathan membuat boneka yang terinspirasi dari salah satu video game lama, dan
merealisasikannya ke dunia nyata. Cukup sulit, memang. Ia bahkan membutuhkan waktu 4 tahun
untuk menyempurnakan boneka tersebut.
Dan, tentu saja, itu semua adalah untuk orang yang dia sayangi.
"Mogred siap bertugas!" boneka mungil itu bergerak dan terbang di udara di hadapan
Jonathan. Jonathan mengangkat sebelah tangannya dan boneka itu terbang di atasnya.
"Mogred, aku punya tugas untukmu." Katanya sambil tersenyum, "Kamu akan menemui
tuan baru, namanya Lumina Hawkins. Dia adalah orang yang harus kamu lindungi, apapun yang
terjadi." "Mogred mengerti. Mogred akan melaksanakan perintah Tuan Jonathan." Boneka itu
terbang melingkar di hadapannya.
Jonathan tertawa kecil dan memberikan sesuatu pada Mogred.
"Ini. Ketika kamu bertemu dengan tuan barumu, berikan ini padanya. Dan ini adalah
sesuatu yang akan kamu perlukan untuk melindunginya."
Jonathan memberikan sebuah tongkat kecil pada Mogred, dan boneka itu langsung terbang
dengan girang. "Aku akan melaksanakan perintah Tuan Jonathan! Aku akan melaksanakannya dengan
baik dan sungguh-sungguh."
Jonathan mengangguk. Dia kemudian menatap lagi ke luar jendela.
Hadiah. Untuk Lumina. Katanya dalam hati sambil kembali menoleh kearah Mogred.
CHAPTER 24 Lumina merasa lebih baik setelah mandi. Dia lalu mengganti pakaiannya dengan daster lengan
panjang berwarna biru muda dan memakai celana pendek di baliknya. Pakaian itu adalah salah
satu dari sekian banyak pakaian yang terdapat di ruang ganti. Pakaian pestanya sendiri sedang
dicuci ole Sarah, yang mengambil tugas sebagai laundry girl dan juga pemeriksa bahan makanan
yang tersedia. "Oneesan, aku bantu, ya?" kata Lumina sambil mengambil alih pisau yang ada di tangan
Claire ketika ia masuk ke dapur.
"Tidak perlu, Lumina. Aku bisa sendiri, kok." Kata Claire, "Lagipula, lukamu belum
sembuh benar. Kamu harus banyak istirahat."
"Tidak apa-apa. Justru harus dibawa bergerak kalau aku ingin sembuh." Lumina
tersenyum, "Masak apa?"
"Hanya Caesar Salad dan pudding caramel." Kata Claire, "Malam ini, kita tidak perlu
makan makanan yang terlalu berat. Lagipula, tadi kakakmu itu sudah menghabiskan sekitar 10
bungkus keripik kentang ukuran besar."
"Aduh, Oniichan" dia itu rakus sekali." Gerutu Lumina sambil geleng-geleng kepala.
"Tidak masalah kalau dia rakus. Asalkan tidak kelewat batas. Persediaan makanan yang
ada di sini hanya cukup untuk 4 bulan." Kata Claire tertawa kecil.
Lumina manggut-manggut, "Tapi, Oneesan, kalau kita bersembunyi di sini" lalu sekolah
kita bagaimana?" "Itu?" "Ada seseorang yang mengatur kalau kita semua sedang bersembunyi di luar negeri."
Sarah tiba-tiba muncul sambil membawa baskom berisi selada yang baru dia cuci. Dia
menyodorkan baskom itu pada Claire, yang segera memotong-motong sayuran itu menjadi kecil.
"Mengatur?" tanya Lumina lagi.
"Iya. Namanya Jonathan Jackson" tapi, mungkin, kamu merasa familiar dengan nama
itu?" "Aku" tidak tahu. Tapi, sepertinya aku pernah mendengar nama itu." kata Lumina,
"Memangnya dia siapa?"
"Menurut Dad, Jonathan adalah mitra perusahaan Paman Rifan." kata Sarah, "Hanya itu
yang kutahu. Aku tidak tahu apakah kamu mengenalnya atau tidak."
"Oh?" Lumina kembali menatap pisaunya dan melanjutkan pekerjaannya.
"Kalian masak apa?"
Reno tiba-tiba muncul dan berdiri di belakang Lumina. Jarinya nyaris saja teriris pisau
kalau tidak buru-buru dicegah Reno yang melihatnya.
"Bahaya sekali tadi." katanya. "Kamu kenapa, Lumina?"
"Oniichan mengagetkanku saja!" gerutu Lumina.
"Oh, kamu kaget?"
"Jangan memasang wajah polos begitu, Reno! Adikmu itu masih dalam masa
penyembuhan." Tegur Sarah sambil memukul kepala Reno dengan pukulan pelan.
"Hei, aku, kan, tidak sengaja." Ujar Reno.
"Sengaja atau tidak, kamu hampir membuat jari Lumina teriris." Kata Claire, mendukung
Sarah. Reno mengedikkan bahu sambil mengelus kepalanya yang dipukul oleh Sarah.
"Makan malam sebentar lagi siap. Kamu bisa menaruh piring-piring ini ke meja makan,
kan?" kata Sarah menunjuk piring-piring di dekatnya.
"Tentu saja." ujar Reno, "Anu, Sarah, Claire."
"Ya?" "Clarissa akan datang kemari. Sekitar 2 jam lagi." kata Reno, "Aku harap kalian tidak
marah, tapi, aku ingin berbicara dengannya secara pribadi. Kalian tidak keberatan jika nanti aku
"mengusir" kalian semua ke kamar, kan?"
Claire menatap Sarah, dan kemudian menatap Reno lagi.
"Apa kalian tidak sadar bagaimana situasi kita sekarang?" tanya Claire. Tiba-tiba dia
teringat surat yang belum sempat ia beritahukan pada Reno. "Kita sedang diburu Apocalypse,
dan?" "Aku tahu. Tapi, bukan aku yang meminta berbicara dengannya. Dia sendiri yang
memintaku untuk berbicara secara pribadi."
"Bagaimana, Sarah?" tanya Claire.
"Kalau itu menyangkut masalah keamanan orangtua kita, sih, aku oke-oke saja." Sarah
mengedikkan bahu. "Oh, apa kakaknya juga akan ke sini" Jonathan, kan, namanya?"
"Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya dia akan datang kemari sendirian." Ujar Reno, "Itu lebih
baik. Aku khawatir kalau Apocalypse mengikutinya."
"Oh, begitu?" Reno mencomot satu gelas pudding dan keluar dari dapur dengan gerutuan Sarah dan


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Claire mengikutinya. *** Clarissa membuka pintu mobil yang mengantarkannya ke blok yang agak jauh dari perusahaan
Rifan yang runtuh. "Kau yakin ingin pergi sendirian ke sana?" tanya Nathan, yang mengantarnya.
"Ya. Aku yakin." Kata Clarissa, "Lagipula, aku hanya ingin berbicara dengan Reno dan
memberikan Mogred pada Lumina."
Mogred terbang di atas kepala Clarissa dan mendarat di bahu gadis itu. Boneka robot itu
memukul-mukul bahu Clarissa.
"Mogred ingin cepat-cepat bertemu tuan baru Mogred!"
"Iya, Mogred?" Clarissa mengelus bulu-bulu Mogred yang lebat seperti kucing.
Nathan menatap boneka itu dan menghela nafas.
"Kalau begitu, aku akan berjaga di sini. Jika ada sesuatu, segera hubungi aku." ujarnya.
"Aku tahu, kok."
Clarissa mengambil topinya dan segera berjalan kearah gedung yang sudah runtuh
setengahnya itu. Dia terus berjalan sampai menemukan pintu besi besar di lantai yang agak
tertutup oleh debu reruntuhan. Sebuah pita kecil lusuh berwarna hijau terikat pada kait pintu yang
seperti pintu menuju saluran air bawah tanah tersebut. Itu adalah tanda yang dibuat oleh Snow agar
bisa mengenali di mana ruang bawah tanah tempat mereka bersembunyi.
Clarissa membuat sebuah tanda yang diajarkan oleh Snow dan mendengar suara derak
halus dari pintu tersebut, sebelum akhirnya terbuka lebar.
"Snow," Clarissa tersenyum.
"Reno bilang kamu akan datang. Ayo, masuk." Ujar Snow sambil agak menepi.
Clarissa melompat ke dalam lubang bawah tanah tersebut diikuti Mogred. Snow sempat
mengerutkan kening melihat Mogred melayang dan kemudian mendarat di bahu Clarissa. Cowok
itu lalu menutup pintu dan menguncinya dengan berbagai macam kunci yang ada di situ.
"Ayo," Snow memimpin Clarissa masuk ke lorong yang mengharuskan mereka untuk sedikit
berjongkok karena langit-langitnya yang rendah.
"Ini di mana?" tanya Mogred.
"Di bawah tanah, Mogred. Jangan bicara dulu kalau tidak mau mulutmu kemasukan
debu." Tegur Clarissa.
"Itu benda apa?" tanya Snow sambil melirik sekilas kearah Clarissa dan Mogred.
"Boneka robot ciptaan kakakku. Dia menyuruhku untuk memberikannya pada Lumina."
Jawab Clarissa, "Namanya Mogred. Lucu, kan?"
Snow hanya nyengir dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka.
Setelah sekitar 15 menit berjalan dengan berjongkok (dan membuat punggung Clarissa
pegal), mereka sampai di sebuah pintu baja lain dan Snow mengutak-atik kotak panel yang ada di
dekat pintu dan menempelkan telapak tangannya.
"Sidik jari?" tanya Clarissa.
"Kamu pikir sekarang kita berada di tahun berapa?" tanya Snow balik. "Ini bukan sidik
jari, tapi, sidik DNA. Khusus untuk The Chronos Sapphire. Hanya untuk The Chronos Sapphire
yang sudah terdaftar dalam database panel ini."
"Oh?" Snow membuka pintu baja itu, dan mereka masuk ke dalam ruangan yang langit-langitnya
kelihatan lebih tinggi dari gedung manapun, dengan anak tangga di setiap dindingnya yang
mengarah ke berbagai ruangan. Ruangan ini sendiri lebih luas dan lapang, seperti ruang tamu,
dengan sofa kulit merah dan hitam yang berada di atas karpet bulu berwarna abu-abu, lengkap
dengan meja dari kaca berbentuk oval, dan juga sebuah TV LCD berukuran raksasa, yang
menurut Snow, langsung terhubung ke Dewan, dan mereka bisa berkomunikasi dengan jaringan
aman Dewan. Clarissa melihat Reno dan Lumina sedang asyik berbicara. Dan sebuah perasaan aneh
membuncah di dadanya ketika melihat Reno menyadari keberadaannya.
"Nah, itu mereka." kata Snow, "Aku akan pergi ke dapur sebentar untuk memberitahu
Claire kalau kamu sudah datang."
"Ya. Terima kasih, Snow." Clarissa tersenyum.
"Ah, aku lupa memberitahu sesuatu. Kamu bisa memperkenalkan dirimu lagi pada
Lumina, kan?" "Lho" Kenapa" Bukankah dia mengenalku sudah lama?" tanya Clarissa mengerutkan
kening. Snow menatap Lumina dan Reno, kemudian menatap Clarissa lagi.
"Lumina hilang ingatan. Dia tidak ingat siapa kamu dan Nathan." Ujar Snow lirih.
"Apa?" "Kalau kamu ingin bukti dan penjelasan, tanyakan saja pada orangnya secara langsung, atau
tanyakan pada Reno." kata Snow lagi, "Aku akan pergi ke dapur."
Snow lalu meninggalkannya menuju anak tangga.
Clarissa menoleh kearah Reno dan Lumina, lalu berjalan kearah mereka. Dia
mengerutkan kening ketika melihat Lumina kelihatan baik-baik saja, dan" tidak kelihatan sedang
mengalami hilang ingatan.
Oh, kecuali mata kirinya yang masih dibalut perban. Clarissa masih ingat rasa sakit yang
dijeritkan oleh Lumina malam itu ketika dia mengobati mata kiri temannya itu.
"Clarissa," "Hai, Reno, Lumina." Clarissa tersenyum.
"Kamu" Clarissa, ya?" kata Lumina, "Anu, aku" aku tidak ingat siapa dirimu. Aku?"
Ternyata benar. kata Clarissa dalam hati. Lumina memang hilang ingatan. Dia bisa melihat
itu dari tatapan mata dan raut wajah Lumina yang kelihatan tidak mengenalnya. Clarissa bisa
melihat itu. Dia bisa melihatnya.
"Namaku Clarissa Jackson." Kata Clarissa, "Kamu biasa memanggilku Clarissa, Lumina."
"O, oh?" Lumina mengangguk. "Maaf, kalau aku malah tidak mengingatmu dan kamu
harus mengulangi perkenalan padaku."
"Tidak apa-apa." Clarissa menggeleng, "Justru harusnya aku yang minta maaf padamu."
"Eh?" "Tidak apa-apa." kata Clarissa, "Ah, perkenalkan, ini Mogred."
Mogred yang bersandar di bahu Clarissa, terbang kearah Lumina dan membuat gadis itu
kaget. Mogred menatap Lumina dengan mata besarnya yang seperti mata kucing dan menoleh
kearah Clarissa. "Ini tuan baru Mogred?" tanyanya, yang dijawab Clarissa dengan senyuman kecil.
Wajah Mogred kelihatan senang, dan dia langsung terbang di atas kepala Lumina.
"A, apa itu?" tanya Lumina memperhatikan Mogred yang masih terbang dengan gembira
di atas kepalanya. "Itu boneka" robot, sebenarnya. Ciptaan Kak Jonathan, khusus untukmu." Kata Clarissa.
"Dia mirip seperti mascot salah satu game 3D favorit Lumina." Kata Reno yang ikut
memperhatikan Mogred. "Dan" apa namanya tadi" Mogred" Namanya juga nyaris mirip."
Clarissa mengedikkan bahu.
"Nah, Mogred, sekarang, kamu jangan bertingkah macam-macam dengan tuan barumu,
oke" Aku akan berbicara sebentar dengan Reno." kata Clarissa.
Mogred berhenti berputar dan mengangguk patuh. Dia kemudian mendarat di bahu
Lumina dan mengelus-eluskan kepalanya di wajah gadis itu.
"Dia lucu, ya?" kata Lumina. "Kalian akan berbicara secara pribadi, ya" Kalau begitu, aku
akan pergi ke kamar."
"Ya. Kamu langsung istirahat saja. Nanti Oniichan akan menemanimu tidur."
Lumina mengangguk dan berjalan sambil berbicara dengan Mogred.
Setelah Lumina pergi, Reno mengajak Clarissa duduk di sofa. Clarissa mengangguk. Snow
lalu datang sambil membawa nampan berisi 2 gelas limun dan juga sepiring kue coklat.
"Khusus untuk kamu dan Clarissa. Claire berharap rasanya enak." ujar Snow ketika
melihat Reno menatapnya dan piring kue itu bergantian.
"Oh" sampaikan terima kasihku padanya."
Snow mengacungkan jempolnya dan kemudian segera pergi, meninggalkan mereka
sendirian lagi. "Jadi?" Reno mencomot satu kue coklat dan memakannya, "Apa yang ingin kamu
bicarakan denganku?"
"Aku hanya ingin bertemu denganmu." kata Clarissa sambil meminum minumannya. Dia
melihat Reno sempat tertegun mendengar ucapannya. "Untuk memastikan kalian baik-baik saja."
"O, oh?" Reno menelan kue coklat di dalam mulutnya dan manggut-manggut.
"Memangnya kamu memikirkan apa?" tanya Clarissa.
"Entahlah. Kamu bisa membaca pikiran orang lain, kan" Sama seperti kami."
"Aku tidak suka membuang-buang tenaga untuk membaca pikiran orang lain." Clarissa
mengedikkan bahu, "Ngomong-ngomong, bagaimana Lumina bisa sampai hilang ingatan"
Bukankah 3 hari yang lalu dia masih baik-baik saja?"
"Itu juga yang membuatku bingung. Dia memang ingat siapa kami, tapi, dia tidak ingat
kamu ataupun Nathan. Claire menduga itu karena syok yang cukup parah dan mengakibatkan
Lumina trauma dan akhirnya kehilangan sebagian ingatannya."
"Apa itu amnesia?" tanya Clarissa. Pertanyaan yang sama yang pernah dilontarkan Reno
pada Claire setelah dia memeriksa keadaan Lumina.
"Tidak. Kalau amnesia, berarti Lumina kehilangan semua ingatannya dan tidak akan
mengenal siapa kami semua, bahkan dirinya sendiri." jawab Reno.
"Oh?" Clarissa mengangguk mengerti, "Yah, asalkan dia baik-baik saja, tidak masalah."
Reno mengangguk, "Lalu, apa kedatanganmu ke sini hanya untuk mengatakan itu?"
"Tidak" juga." Clarissa menggeleng, "Aku ingin bilang, kalau Kak Jonathan akan
mengadakan rapat untuk mengatur strategi melawan Apocalypse bersama orangtua kalian. Kupikir
aku harus menanyakan sesuatu padamu,"
"Menanyakan apa?"
"Apa" saat kamu berada di hutan waktu itu" kamu bertemu seseorang yang memiliki aura
pembunuh yang kuat?"
Reno terdiam. Dia teringat dengan Jack Lucios, musuh kedua orangtuanya, yang juga
melukai mata kiri Lumina. Reno tidak akan pernah lupa wajah orang itu. Walau dia hanya melihat
samar-samar karena di hutan saat itu gelap, Reno bisa merasakan aura membunuh yang terlampau
kuat. Bahkan sangat kuat"
"Kurasa iya." jawabnya, "Memangnya kenapa?"
"Siapa orang itu" Namanya?"
"Kenapa kamu ingin tahu?"
"Kenapa aku tidak boleh tahu?" tanya Clarissa balik, "Aku hanya ingin tahu, apa orang
yang menjadi penyalur DNA untuk Nathan saat itu masih hidup atau tidak?"
"Namanya Jack Lucios." Kata Reno. "Dia musuh Ayah dan Ibuku."
"A"Jack" Jack" Lucios, katamu?"
Reno menatap wajah Clarissa dan mendapati wajah cewek itu agak memucat. Gelas limun
di tangannya hampir jatuh ke karpet kalo aja dia nggak keburu sadar dari keterkejutannya.
"Kamu tahu orang itu?" tanya Reno.
Clarissa mengangguk pelan.
"Dia adalah orang yang menjadi sumber utama DNA Nathan sebagai The Chronos
Sapphire." Katanya. "Nathan" maksud kamu Nathan yang?"
"Yang katamu berbohong padamu dan Lumina soal identitasnya. Ya. Nathan yang itu."
"Oh?" "Tapi, dia tidak memiliki sifat seperti Jack Lucios. Nathan memiliki" kebaikan seperti
Shiroyuki Kazuto." "Kakek?" Reno mengerutkan kening. "Kamu juga kenal Kakekku?"
"Tidak. Tapi?" Clarissa menyentuh dadanya dan menghembuskan nafas, "Di dalam
tubuhku dan Kak Jonathan, kami memiliki DNA milik beliau.
"Ap"tapi, kita bisa bertelepati, dan" dan itu berarti, kita pasangan empati." Kata Reno.
"Tapi, kalau kamu memiliki DNA Kakek, itu berarti" kita saudara satu Kakek?"
"Kupikir begitu. Dan itulah yang pernah kucoba bicarakan dengan Kak Jonathan." Ujar
Clarissa, "Apakah hubungan kita sebagai pasangan empati itu terlarang jika dilanjutkan."
"Dan apa jawabannya?"
"Dia bilang kalau itu tidak perlu dipermasalahkan. Lagipula dia sendiri juga pasangan
empati Lumina, kok."
"Jonathan adalah pasangan empati Lumina!?"
"Kaget?" "Sangat." Aku Reno. "Ternyata kalian" yah" aku tidak tahu harus mengatakan apa."
Clarissa menatap Reno dan tersenyum kecil. "Kamu ternyata lucu juga, ya?"
Reno menggaruk-garuk kepalanya.
"Ah, tapi, aku ke sini juga tidak hanya ingin menyampaikan hal-hal tadi?" Clarissa
bersandar di punggung sofa, "Aku masih punya beberapa hal yang ingin kukatakan padamu."
"Apa itu?" Clarissa meminum minumannya dan meletakkan gelas limun yang sudah habis setengah
isinya itu keatas meja. "Kita harus melatih kemampuan kita lebih keras lagi. Apocalypse berencana memakai Jack
Lucios sebagai senjata pamungkas mereka."
*** Aria menatap langit malam yang gelap di atas atap Dewan sambil menghembuskan nafas. Dia lalu
menggunakan kemampuan telekinesisnya untuk melayang di udara setinggi 3 meter, tepat ketika
Rifan membuka pintu menuju atap.
"Rupanya kamu di sini."
Aria menoleh dan melihat Rifan. Dia turun dan kemudian berdiri tegak sambil menatap
langit sekali lagi. "Ada yang mengganggu pikiranmu" Apa ini tentang anak-anak kita?" tanya Rifan sambil
mendekati istrinya. Rifan berdiri di sebelah Aria dan ikut memandangi langit malam. Dia tahu, jika istrinya
melihat langit malam, sendirian, dan dengan raut wajah yang serius seperti itu, pasti ada sesuatu
yang dipikirkannya. Lebih dari 20 tahun ia bersama Aria, Rifan jadi sangat mengetahui kebiasaan
istrinya tersebut. "Lumina hilang ingatan." Kata Aria.
"Apa?" Rifan menoleh kearah Aria dan melihat wajahnya lebih murung sekarang,
"Hilang" ingatan" Apa karena kalung Bulan Sabit Biru-nya hancur" Atau?"
Aria menggeleng, menyela ucapan Rifan.
"Ketiga berliannya tidak pecah, atau hancur. Tapi" retak."
"Retak?" "Berlian yang memuat semua kenangan. Sama seperti kejadian waktu itu." kata Aria,
"Berlian itu retak. Aku bisa merasakannya. Walau hanya retak sedikit, cukup membuat Lumina
kehilangan ingatan tentang beberapa orang yang dikenalnya."
"Apa itu" akan berlangsung selamanya?" tanya Rifan, "Yah" kalau melihat ke saat
peristiwa yang menimpamu dulu itu" kita membutuhkan waktu satu minggu untuk memulihkan
ingatanmu dengan berlian yang baru sebelum kamu kehilangan ingatan untuk selamanya.
"Apa Lumina juga menjadi kasus yang sama?"
"Tidak. Dia akan pulih kembali. Aku ingat apa yang pernah dikatakan Ibu kalau kalungku
itu bisa beregenerasi sendiri. Dia seperti memiliki jiwa. Kalung itu akan pulih dengan sendirinya
jika hanya retak saja, namun membutuhkan waktu yang agak lama. Mungkin sekitar 4-8 minggu."
"2 bulan?" Aria mengangguk lagi. Rifan menghembuskan nafas dan melingkarkan tangannya di bahu Aria, "Apa kamu
menemui mereka sekarang" Untuk memastikan mereka baik-baik saja?"
"Bukannya keadaan kita sedang tidak aman untuk pergi keluar?" tanya Aria balik.
"Tidak, jika kita bisa pergi ke sana tanpa terlihat." Kata Rifan sambil tersenyum penuh arti.
CHAPTER 25 Reno masuk ke dalam kamar Lumina dan melihat adiknya itu sudah tidur sambil memeluk
Mogred. Wajah Lumina kelihatan sangat polos dan mungil di mata Reno kalau dia sedang tidur.
Ia tersenyum kecil dan menghampiri kasur Lumina. Dia melihat airmata menetes di sudut
kelopak mata adiknya yang terpejam. Kenapa Lumina menangis"
"Jangan?" Reno mendengar Lumina mengigau. Sebelah tangan Lumina terangkat sedikit.
"Jangan" pergi?"
"Lumina?" Lumina membuka matanya dan terkejut melihat Reno duduk di sebelah tempat tidurnya.
Dia langsung terduduk tegak.
"O, Oniichan?" "Kamu kelihatannya tidur nyenyak sekali." Kata Reno, "Sampai-sampai kamu bermimpi
buruk. Kamu bermimpi apa?"
"Tidak" bermimpi apa-apa." kata Lumina menggeleng.
"Kamu bohong." Kata Reno, "Tapi, aku tidak akan memaksamu untuk mengatakannya."
Lumina hanya diam. Reno menyibak selimut dan berbaring di sebelah Lumina.
"Sesuai janjiku, aku akan tidur bersamamu." Ujar Reno, "Dan" apakah Mogred harus
tidur di antara kita?"
Lumina menatap Mogred yang tidur menggulung seperti kucing dan tersenyum geli. Dia
mengangkat Mogred dan meletakkannya di atas bantalnya, sementara dia tidur di atas lengan
Reno. "Ah" lengan Oniichan memang cocok jadi bantal." Kata Lumina, "Kurasa akan tidur lebih
nyenyak kalau begini."
Reno hanya tersenyum dan mengelus kepala Lumina.
"Sekarang, kamu tidur saja lagi."
Tidak perlu disuruh pun, Lumina tertidur juga hanya dalam beberapa detik. Mungkin
karena pengaruh obat yang diminumkan Claire agar Lumina bisa beristirahat.
"Nona Lumina sudah tidur lagi, ya?"
Reno menoleh kearah Mogred yang membuka matanya dan mendekat ke kepala Lumina.
"L"kamu masih bangun?" tanya Reno. "Ah, ya, aku lupa. Kamu, kan, robot."
"Mogred bukan hanya robot biasa. Mogred dibuat khusus untuk melindungi Nona Lumina
dari bahaya apa pun yang menimpanya." Kata Mogred sambil menggoyang-goyangkan buntutnya,
"Mogred diberi tugas oleh Tuan Jonathan untuk menjaga Nona Lumina apa pun yang terjadi."


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh?" Reno manggut-manggut, "Yak, kalau begitu, kamu harus memulainya dari
sekarang. Apa saja yang dikatakan Jonathan padamu?"
"Mengatakan hal apa pada Mogred" Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengatakan
kalau Mogred harus melindungi Nona Lumina. Itu saja. Dia juga memberikan Mogred sesuatu
yang harus diserahkan pada Tuan Reno."
"Aku?" Mogred mengepakkan sayap mungilnya yang berbentuk seperti sayap kelelawar berwarna
ungu tua dan menghampiri meja kecil di sebelah tempat tidur. Dia mengambil sepucuk surat dan
menyerahkannya pada Reno.
"Itu dari Tuan Jonathan. Untuk Tuan Reno."
Reno menerima surat itu dan membacanya. Semakin dia membacanya, raut wajahnya
entah kenapa semakin mendung.
"Kau yakin ini ditujukan padaku?" tanya Reno pada Mogred.
Mogred menganggukkan kepalanya yang lebih besar dari badannya, kemudian berbaring di
atas kepala Lumina. "Mogred tidak pernah berbohong." Katanya, sebelum akhirnya mendengkur seperti
kucing. Reno menatap surat di tangannya dan menghela nafas. Dia menyimpan
surat itu ke dalam saku bajunya, lalu menghembuskan nafas sekali lagi.
Isi surat itu sama seperti yang disampaikan Clarissa tadi saat berbicara dengannya.
*** Aria menatap Rifan yang tertidur di sebelahnya. Dia sendiri sedang tidak bisa tidur. Matanya
memang lelah dan terasa berat. Tapi, otaknya tidak mengantuk dan segar, tidak bisa diajak
berkompromi dengan matanya yang sudah sangat lelah karena seharian ini membantu Rifan untuk
menyiapkan rapat yang akan mereka lakukan besok bersama yang lain, anak-anak mereka, dan
juga Jonathan Jackson. Aria bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Langit masih sama seperti yang
pernah dilihatnya. Hitam, tak berbintang, tidak ada bulan, tapi juga tidak ada awan.
Aria menghembuskan nafas dan menatap langit.
Walau tidak ada bintang, aku akan berdoa" katanya dalam hati, Aku berharap" aku
berdoa" semoga anak-anakku baik-baik saja"
Aria mengeratkan selendang tipis yang membungkus tubuhnya dan menarik nafas,
sebelum sebuah lagu mengalun lirih dari bibirnya.
Malam akan segera berakhir, kuharap kamu tidur nyenyak"
Aku akan menjagamu, dalam tidurmu,
Aku akan menyanyikan lagu Nina Bobo,
Menyertaimu" Menjagamu" Sampai kamu tertidur lelap"
*** Lumina bangun dari tidurnya pada saat tengah malam dan melihat Reno tidur di sebelahnya. Dia
tersenyum dan kemudian bangkit dari tempat tidur. Tiba-tiba dia merasa haus, karena itu dia pergi
ke dapur dan mengambil minuman.
Ketika Lumina mengambil minuman dari kulkas, kepalanya tiba-tiba terasa sakit. Rasa
sakitnya benar-benar kuat sampai dia harus berpegangan pada meja di sebelahnya. Ia melihat
sekelebat gambar di kelopak matanya. Gambar-gambar buram, dan kelihatannya gambar suatu
kejadian yang pernah dia alami"
"Lumina?" Lumina mendongak dan melihat Clarissa berdiri di depan pintu dapur.
"Cla" rissa?"
Clarissa menahan tubuh Lumina yang akan jatuh ke lantai. Dia mendudukkan Lumina di
kursi dan memeriksa keadaan gadis itu. Clarissa menghembuskan nafas. Ia mengambil segelas air
dan menambahkan sesuatu dari botol kaca biru yang dia bawa, sebelum akhirnya menyerahkannya
pada Lumina. "Bagaimana kamu bisa" ada di sini?" tanya Lumina lemah sambil memegang dahinya.
"Minum ini. Akan mengurangi rasa pusing yang kamu rasakan." Kata Clarissa. "Jangan
khawatir, ini bukan racun, dan aku tidak punya niat untuk meracunimu."
Lumina mengambil gelas itu dan meminumnya beberapa teguk. Memang setelah dia
meminum minuman yang rasanya seperti jeruk lemon itu, dia merasa baikan, dan penglihatannya
berangsur pulih. Clarissa kembali duduk di sampingnya.
"Kemarikan wajahmu. Aku ingin melihat apakah mata kirimu sudah cukup membaik
untuk tidak lagi diperban."
Lumina menurut. Dia menghadap Clarissa dan gadis itu mulai membuka perban yang
menutupi mata kirinya. Clarissa melakukannya dengan begitu telaten.
"Kenapa kamu ada di sini" Bukannya" kamu sudah pulang tadi?" tanya Lumina.
"Aku menyusup kembali ke sini, untuk melihat keadaanmu." Kata Clarissa, "Kak Jonathan
merasakan kalau kamu akan bangun pada tengah malam, dan aku disuruhnya untuk melihat
keadaanmu." "Jonathan?" "Pasangan empatimu," ujar Clarissa sambil menatap Lumina, "Mungkin kamu tidak
mengingatnya, tapi, dia pernah menolongmu ketika kamu masih kecil."
"Aku tidak ingat lagi?"
"Tidak perlu dipaksakan." Clarissa tersenyum, "Buka mata kirimu, perlahan-lahan."
Lumina membuka mata kirinya perlahan dan merasa kalau setengah pandangannya agak
mengabur. "Jangan sentuh matamu dulu," cegah Clarissa ketika Lumina hendak menyentuh mata
kirinya. "Aku akan menutup mata kananmu, dan kamu harus mengatakan padaku apakah
pandanganmu terasa kabur. Mengerti?"
Lumina menatap Clarissa dan seulas senyum tersungging di bibirnya yang masih agak
pucat. "Kamu terdengar seperti dokter." Ujarnya.
Clarissa hanya tersenyum lebar kemudian menutup mata kanan Lumina.
"Pandanganku agak kabur." kata Lumina, "Benda-benda yang kulihat seperti berbayang."
Clarissa manggut-manggut. Dia lalu mengambil sesuatu dari saku jaket kulit yang
dikenakannya. Sebuah penutup mata berwarna hitam.
"Penutup mata?" Lumina mengerutkan kening.
"Pakailah. Ini lebih baik dari perban-perban itu. Kalau kamu mengenakan ini, kamu tidak
akan terlihat seperti orang sakit-sakitan. Dan?"
Clarissa menyematkan sejumput rambut ke belakang telinga Lumina dan tersenyum.
?" kamu lebih cantik kalau wajahmu terlihat jelas. Tidak apa kalau kamu memakai
penutup mata ini. Lagipula ini hadiah dariku, karena" aku belum memberikanmu hadiah ulang
tahun dulu." "Oh?" Lumina menerima penutup mata itu dan memakainya. Kemudian tertawa kecil.
"Aku merasa seperti bajak laut." Katanya.
"Bajak laut yang cantik dan keren." Clarissa ikut tertawa. "Nah, aku akan merawat lukamu
yang lain. Matamu sendiri sebentar lagi akan pulih, tapi, tidak dengan fungsinya. Sepertinya" ada
sedikit gangguan pada matamu."
"Mmm" aku sudah menduga itu akan terjadi."
Ucapan Lumina membuat Clarissa mengerutkan kening. Dia menatap Lumina.
"Kamu ingat sesuatu" Tentang apa yang terjadi dengan matamu?" tanyanya.
Lumina mengerutkan kening, kemudian menggeleng pelan.
"Tapi, tadi, aku melihat sekelebat gambar di pelupuk mataku. Aku melihat pria aneh yang
berdiri di hadapanku. Mengatakan sesuatu tentang Ibu dan?"
"Itu Jack Lucios."
"Ya?" "Jack Lucios." Kata Clarissa, "Orang yang pernah menculik Ibumu dan nyaris
membunuhnya. Dia juga membunuh pasangan empatinya sendiri."
"Dia membunuh pasangan empatinya sendiri!?"
"Tidak" secara langsung. Cerita tentang dia cukup panjang jika dijelaskan sekarang."
Clarissa mengedikkan bahu. "Tapi, tidak apa. Dia tidak akan mengganggumu lagi. Lagipula
kakakmu itu sangat protektif, dan aku yakin, dia akan selalu menjagamu sampai kamu sendiri
merasa jenuh." Lumina tertawa mendengar ucapan Clarissa.
"Oke. Sekarang, biarkan aku menyelesaikan tugasku, dan setelah itu, kamu harus istirahat.
Besok kita akan bertemu lagi."
"Bertemu lagi" Kamu akan kemari lagi?"
Clarissa tersenyum, "Kita semua akan ke Dewan. Bertemu orangtua kalian dan
mendiskusikan bagaimana kita akan menghancurkan Apocalypse."
*** Jack menatap langit-langit ruangan tempatnya berada sekarang. Senyum jahat tidak pernah
menghilang dari wajahnya. Dia masih ingat bagaimana rasanya melukai gadis bernama Lumina itu.
Dia benar-benar mangsa empuk. Pikir Jack.
Pintu ruangan itu terbuka dan Albert masuk ke dalam.
"Aku tidak tahu apa yang sedang kamu rencanakan, Nak," kata Albert melihat raut wajah
Jack yang terlihat seperti anak kecil yang akan mendapatkan hadiah ulang tahun. "Tapi, simpan
rencanamu itu. Kita akan menghadapi orang-orang yang sudah membuatku seperti ini."
"Aku tidak berniat menuruti perintahmu, Ayah." Kata Jack sambil duduk tegak. "Aku
hanya ingin melakukan apa yang ingin kulakukan agar bisa membalaskan dendamku sendiri."
"Kau tak akan berani melakukan itu. Tanpa aku, mungkin sekarang kau masih berada di
dalam tangki incubator dan tidak akan pernah bangun untuk selamanya."
"Oh" Dewi Fortuna-ku ternyata bisa juga mengancam." Kata Jack tersenyum miring,
"Jangan khawatir, aku tahu batas, dan aku tidak akan mengecewakanmu sekalipun aku bertindak
sesukaku." "Kau?" "Sekarang, silakan pergi, dan biarkan aku bermain-main dengan fantasiku." Sela Jack
mengibaskan tangannya, "Aku tidak ingin diganggu ketika aku sedang berimajinasi bagaimana-akuakan-membunuh-keluarga-tuan-pahlawan-perlahan-lahan."
Albert mendecak. Dia menatap Jack sebentar, sebelum akhirnya pergi.
Jack, begitu Albert keluar, kembali merebahkan dirinya di kasur yang ia tempati. Dia
menatap langit-langit, kemudian menghembuskan nafas.
"Sudah saatnya?" gumamnya, mengepalkan tangan dan menggunakan telekinesisnya untuk
menggerakkan bohlam lampu yang menerangi ruangan tersebut.
?" aku bisa membalas sakit hatiku yang sudah mencapai batasnya."
*** Pagi hari, Lumina mendapati luka-lukanya sudah pulih seutuhnya. Mata kirinya juga tidak terlalu
sakit lagi. Obat yang diberikan Clarissa ternyata sangat manjur mneyembuhkan lukanya.
"Nona Lumina"!!!"
Mogred terbang di atas kepalanya dan langsung menyerudukkan badannya yang berbulu
kearah Lumina. "Mogred?" "Nona Lumina sudah bangun! Nona Lumina sudah bangun!"
Lumina tertawa kecil melihat tingkah Mogred yang kelihatan seperti anak kecil berusia 5
tahun. Yah" walau secara teknis, Mogred adalah robot dan dia berbentuk seperti bola bulu
berwarna putih agak pink yang sangat lucu. Tetap saja, tingkahnya benar-benar seperti seorang adik
bagi Lumina. "Kamu sudah bangun?"
Lumina mendongak dan melihat Claire dan Reno masuk ke kamarnya. Reno meletakkan
nampan yang dibawanya, sementara Claire mulai memeriksa keadaan Lumina.
"Luka-lukamu sembuh lebih cepat dari dugaanku." Kata Claire, "Apa" Clarissa kemari
tadi malam ketika kita semua tertidur?"
Lumina hendak bertanya bagaimana Claire bisa tahu Clarissa datang kemarin malam. Tapi,
lalu dia ingat, Claire juga The Chronos Sapphire. Dia juga tidak mungkin berbohong karena Claire
pasti juga bisa membaca pikirannya. Karena itu Lumina hanya mengangguk pelan menjawab
pertanyaan Claire. Claire manggut-manggut. "Aku sudah menduga dia akan datang." kata Claire, "Tidak perlu disembunyikan" aku
sudah tahu, kok." Claire lalu memeriksa luka-luka Lumina yang lain dan mengatakan Lumina sudah sembuh
total. Yah" kecuali bagian kalau dia hilang ingatan, Lumina masih mengaku dia belum bisa
mengingat apa pun yang terjadi satu bulan terakhir ini.
"Tidak perlu dipaksakan. Pelan-pelan saja, nanti kamu pasti akan ingat." Kata Claire.
"Sekarang kamu makan, dan setelah itu, kita akan pergi ke Dewan, bertemu orangtua kita dan
mendiskusikan tentang sesuatu yang akan melibatkan kita juga."
*** Minibus yang mereka gunakan untuk pergi ke Dewan harus berjalan cukup pelan karena mobilmobil pengawas dari Dewan mengikuti mereka. Memang minibus itu tidak langsung menjemput
mereka di ruang bawah tanah karena dikhawatirkan pihak Apocalypse mengikuti mereka, tapi,
tetap saja, karena lambannya minibus berjalan, Reno dan yang lain baru sampai di Dewan 2 jam
kemudian. Reno membantu Lumina turun dari minibus dan melihat wajah adiknya agak pucat. Aneh.
Padahal sebelum mereka berangkat tadi, Lumina kelihatan baik-baik saja.
"Wajahmu pucat, Lumina." Kata Reno. "Kamu sakit" Bukannya tadi kamu baik-baik
saja?" "Aku juga tidak tahu?" Lumina menggeleng, "Tapi, tidak apa-apa. Kurasa ini hanya efek
samping dari obat-obatan yang kuminum."
"Oh?" Reno menggandeng tangan Lumina dan menggenggamnya erat.
"Kalau ada apa-apa, kamu bisa mengandalkan Oniichan. Oke?"
Lumina mengangguk. Mereka semua masuk ke dalam. Begitu sampai di lobi, mereka melihat Clarissa sedang
berbicara dengan Nathan. Wajah mereka kelihatan serius.
"Ah, itu Clarissa," kata Lumina sambil berlari kearah Clarissa, diikuti Mogred.
"Clarissa!" Clarissa menoleh dan tersenyum melihat Lumina. Dia juga tersenyum pada Reno dan yang
lain. "Hai, bagaimana kabarmu?" tanya Clarissa.
"Lebih baik dari kemarin." Kata Lumina. "Terima kasih atas pengobatanmu kemarin."
"Sama-sama." Reno mendekat kearah mereka dan Clarissa bertatapan sebentar dengannya. Clarissa
memalingkan wajah dan mengatakan pada Nathan untuk pergi duluan ke dalam.
Kau juga harus "mengusir" mereka. Aku ingin berbicara sebentar denganmu. suara Clarissa
terdengar di dalam kepala Reno.
Apa" Suruh mereka menyingkir sebentar. Aku ingin berbicara, pribadi denganmu. Ayolah"
"Oh, eh" Claire, Sarah, bisa kalian pergi sebentar" Kamu juga, Snow, Samuel." Kata
Reno. "Eh?" Kenapa" Aku masih ingin di sini sebent"aduh!!"
Sarah merasakan cubitan Lumina di pinggangnya. Dia mendelik kearah sepupunya itu dan
melihatnya tersenyum lebar.
"Ah" Sarah Oneesan, aku ingin minum. Kita pergi bareng mencari minuman, yuk"
Ayo?" "Eh, tapi"tunggu, Lumina!"
Lumina menyeret Sarah pergi dari sana. Dia sempat mengedip pada Reno dan membuat
kakaknya itu harus berterima kasih karena Lumina yang mengambil alih keadaan. Dia tidak yakin
apa dia sanggup menghadapi berondongan pertanyaan dari Sarah yang selalu ingin tahu.
Setelah mereka semua pergi, barulah Reno menoleh kearah Clarissa yang sedang menatap
keluar jendela besar di dekat mereka.
"Apa yang mau kamu bicarakan, Clarissa?" tanyanya.
"Sudah kubilang, panggil saja aku Utami." Kata Clarissa sambil menoleh dan menatap
Reno. "Aku sudah pernah bilang itu padamu, kan?"
Reno diam dan mengedikkan bahu.
"Jadi" apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Tidak ada." "Hah?" Clarissa tersenyum lebar dan menggeleng, "Tidak ada pembicaraan yang serius.
Memangnya kamu mengharapkan apa?"
"Err" pembicaraan mengenai Apocalypse?" kata Reno.
"Kamu kaku sekali." Clarissa tertawa, "Apa aku harus punya alasan penting untuk bicara
denganku?" "Err" tidak juga?"
Clarissa tersenyum dan mendekati Reno.
"Aku hanya ingin bertanya?" kata Clarissa, "Apa kamu memiliki perasaan khusus
denganku?" "Apa?" "Menurut Nyonya Aria, saat dia mengetahui Tuan Rifan adalah pasangan empatinya, dia
sudah punya perasaan khusus lebih dulu pada Tuan Rifan walau mereka hanya bertelepati." Kata
Clarissa lagi, "Apa kamu juga memiliki perasaan khusus padaku?"
Reno tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya, dia sendiri juga tidak tahu apa dia punya
perasaan khusus pada Clarissa.
"Aku tidak tahu. Kita baru kenal beberapa hari, dan aku baru tahu kamu pasangan
empatiku juga belum lama?" kata Reno, "Aku tidak tahu apa aku punya perasaan apapun
padamu." "Oh?" Clarissa manggut-manggut.
"Kamu marah?" "Tidak. Kenapa harus marah?" tanya Clarissa.
"Kukira kamu marah. Cewek lebih sensitive daripada cowok, dan aku takutnya kamu
malah marah." "Aku tidak marah, kok. Untuk apa aku harus marah?"
Reno menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayo, kita langsung ke dalam. Aku yakin, semua orang sudah hadir di ruang rapat." Kata
Clarissa sambil menggandeng tangan Reno.
*** Rapat itu berlangsung tegang. Lumina bisa merasakannya. Bahkan walau dia tidak ikut rapat itu
karena dia masih harus istirahat. Clarissa dan Mogred yang menemaninya di ruang dekat lobi yang
dikhususkan untuk mereka beristirahat. Sambil bermain-main dengan Mogred, Lumina mencoba
mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Cukup sulit, dan menyakitkan, karena setiap kali dia
mencoba mengingat, kepalanya selalu terasa sakit.
Sementara Clarissa, dia sepertinya sedang melamun. Dan Lumina baru sadar, wajah
Clarissa tidak seperti orang Barat pada umumnya, juga tidak seperti Jonathan, yang tadi ditemuinya
sebelum mereka masuk ke dalam ruang rapat. Wajah Clarissa lebih oriental dan matanya agak
sipit, seperti orang Jepang pada umumnya. Tinggi tubuhnya memang nyaris sama seperti Reno,
tapi tinggi badan Clarissa serasi dengan tubuhnya yang langsing.
"Ada apa, Lumina?" tanya Clarissa yang merasa diperhatikan.
"Tidak" tidak apa-apa?" Lumina menggeleng dan mengelus bulu-bulu Mogred yang halus
dan lembut. "Apa rapat itu masih lama?"
"Kurasa iya. 2 jam berada di ruang rapat, itu artinya belum ada kesepakatan atau hasil yang
berarti." Kata Clarissa, "Itu prinsipku."
"Kamu sering ikut rapat seperti itu?" tanya Lumina.
"Sering. Sangat, malah." Clarissa tersenyum, "Kak Jonathan selalu ingin aku
mendampinginya setiap kali ada rapat."
"Oh?" Lumina manggut-manggut.
"Apa" Jonathan yang membuat Mogred?" tanyanya lagi.
"Ya. Kenapa?" Lumina menggeleng. Dia memalingkan wajahnya kearah lain dan memikirkan sesuatu.
"Kamu sedang berpikir apakah kamu mengenal suara Kak Jonathan, ya?"
"Eh?" Lumina menoleh lagi kearah Clarissa dan melihat gadis itu tersenyum lebar.
"Aku benar. Kamu sedang memikirkan hal itu." kata Clarissa lagi, "Itu wajar. Dia, kan,
pasangan empati-mu."
"Pasangan empati" Apa itu?"
"Ah, ya, aku lupa" kamu hilang ingatan." Clarissa menepuk keningnya, "Begini, pasangan
empati dalam The Chronos Sapphire itu, artinya dua orang yang bisa bertelepati dan bertukar
pikiran tanpa harus mengungkapkannya dengan kata-kata. Pasangan empati juga memiliki
kemampuan yang nyaris sama satu sama lain. Misalnya, si cowok punya kemampuan menembus
benda, si cewek juga akan mempunyai kemampuan yang sama, begitu pula sebaliknya."
"Oh?" Lumina mengangguk-angguk mengerti, "Memang" suaranya mirip dengan Suara,
yang sering berbicara denganku di dalam kepalaku. Tapi" aku tidak tahu kalau dia adalah
pasangan empatiku." "Ayah dan ibumu juga pasangan empati, lho." Kata Clarissa lagi. "Jadi, bisa dibilang,
kemampuan bertelepati dengan seseorang secara khusus seperti itu hanya dimiliki oleh orangorang tertentu saja."
"Benarkah?" "Kalung yang melingkari lehermu adalah buktinya." Clarissa menunjuk kalung Bulan Sabit
Biru di leher Lumina, "Itu adalah kalung yang" aku tidak tahu istilah yang tepat, tapi, menurutku,
kalung itu adalah tanda bahwa kamu memiliki kemampuan istimewa, dan memiliki pasangan
empati. Aku tahu itu karena Kak Jonathan yang memberitahuku."
"Jadi aku akan mempunyai pasangan empati?" tanya Lumina.
"Bukan akan, tapi sudah. Kak Jonathan adalah pasangan empatimu, kok."
"Benar" kah?"
"Coba kamu bertelepati dengannya. Mungkin dia akan menjawab,"
Lumina manggut-manggut, kemudian mencoba bertelepati dengan Jonathan. Lumina
masih ingat suara yang sering diajaknya bicara di dalam kepalanya waktu kecil, dan suara itu juga
sesekali berbicara dengannya sampai sekarang.
Suara" Kamu bisa mendengarku"
Lama tidak ada jawaban setelah Lumina berbicara dalam hatinya, akhirnya ada sebuah
suara yang menjawab di dalam kepalanya. Dan suara itu bukan suaranya sendiri. Lumina juga
sadar, kalau suara yang menjawab itu adalah suara yang baru saja didengarnya tadi sebelum semua
orang ke ruang rapat. Ya" Ada apa, Lumina"
"Dia menjawabku!" desis Lumina pada Clarissa.
"Apa aku bilang" Benar, kan?" kata Clarissa, "Coba tanyakan dia sekarang dia ada di
mana. Tapi, aku yakin, dia akan berbohong padamu. Soalnya dia selalu menutup-nutupi
keberadaannya darimu."
"Oh, ya, ya?" Lumina, ada apa" "Tidak" ada apa-apa." kata Lumina pelan, "Kamu di mana" Sedang apa?"
Hanya berada di rumah. Beristirahat. Kenapa"
"Dia bilang dia ada di rumah dan sedang istirahat." Kata Lumina polos pada Clarissa.
Pedang Tanpa Perasaan 4 Joko Sableng Sekutu Iblis Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak 2

Cari Blog Ini