Ceritasilat Novel Online

The Chronos Sapphire Iii 5

The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri Bagian 5


"Tuh, kan" kubilang juga apa." Clarissa makin tersenyum lebar. "Coba suruh dia untuk
jujur saja. Katakan padanya apa dia sedang menghadiri rapat dan ada kakakmu juga di sana. Aku
yakin, dia pasti gelagapan."
Lumina melakukan seperti apa yang disuruh oleh Clarissa, dan dia memang menangkap
nada suara yang gugup dari Suara, dan Lumina langsung berasumsi kalau Suara benar-benar
berada di tempat yang sama dengannya.
Apa kamu sedang menginterogasiku" Tanya Suara.
"Tidak. Hanya saja" ada Clarissa. Kamu pasti mengenalnya. Jangan bilang tidak kenal.
Clarissa bilang kalau kamu ada di tempat yang sama denganku."
Lama tidak terdengar jawaban dari Suara. Dan Lumina benar-benar yakin dia mendengar
suara helaan nafas berat di dekatnya.
"Rupanya kamu sudah tahu."
Baik Lumina dan Clarissa menoleh kearah suara dan melihat Jonathan berdiri sambil
bersandar di depan pintu.
"Kakak?" "Kurasa kamu sudah membocorkan rahasiaku pada Lumina, ya, Clarissa?" kata Jonathan.
Clarissa hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Lumina menatap Jonathan dan mengerutkan kening. Entah kenapa, dia seperti pernah
melihat wajah Jonathan di suatu tempat.
Jonathan menyadari kalau Lumina menatapnya.
"Ada apa?" "Tidak, tidak ada apa-apa?" Lumina menggeleng, "Di mana Oniichan" Apa rapatnya
sudah selesai?" "Sudah dari tadi, dan aku serta yang lain sedang beristirahat di ruang lain. Aku kemari
karena akan merasa ada sesuatu yang terjadi." kata Jonathan, "Dan ternyata aku benar, Clarissa
memberitahumu kalau aku adalah Suara."
Sekali lagi Jonathan menatap Clarissa dan dibalas dengan cengiran bersalah oleh gadis itu.
"Jangan salahkan dia. Clarissa hanya kelepasan bicara saja." kata Lumina.
"Siapa bilang aku menyalahkannya" Aku memang berniat memberitahumu hari ini kalau
aku adalah suara. Tapi, Clarissa ternyata malah mendahuluiku?"
"Maaf, Kak." Kata Clarissa lagi.
"Sudahlah. Tidak apa-apa. Lumina, ayo, ikut aku."
"Apa" Ke mana?"
"Yang pasti, aku akan mengembalikanmu secara utuh pada kakakmu." Jonathan
tersenyum, "Aku tidak mau digoreng kakakmu hidup-hidup karena mengembalikanmu dengan
sedikit luka di tubuhmu."
Lumina tidak mengerti maksud perkataan Jonathan, tapi, dia berdiri dan mengikuti
Jonathan keluar. Mereka sempat berpapasan dengan Reno yang hendak menuju ruangan tempat
Lumina dan Clarissa tadi berada.
"Kamu mau membawa Lumina ke mana?" tanya Reno mengerutkan kening.
"Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padanya. Aku boleh membawanya, kan?" kata
Jonathan. Reno mengangguk pelan, "Boleh saja, asal kau tidak melakukan apapun yang bisa
membuatku membunuhmu dengan mudah." Katanya.
"Tentu saja!" Jonathan lalu menggenggam tangan Lumina dan membuat gadis itu sempat termenung
beberapa saat. Aneh. Dia merasa pernah melakukan ini bersama seseorang. Lumina mengerutkan
kening. Siapa" Dan kapan"
Mereka berdua keluar meninggalkan Dewan dan berjalan sedikit lebih jauh. Mereka
sampai di tempat parkir khusus untuk sepeda dan Lumina melongo ketika dia melihat Jonathan
mengambil sebuah sepeda berwarna biru langit dan naik ke atasnya.
"Ayo, naik!" "Kita akan ke mana" Kenapa naik sepeda?" tanya Lumina.
"Kalau kita naik mobil, sudah pasti kita akan diikuti oleh setidaknya dua mobil bodyguard
yang termasuk dalam program Poseidon yang kubuat khusus untuk The Chronos Sapphire. Dan
juga, kita seharusnya menghindari kejaran Apocalypse, kan" Karena itu, sepeda adalah pilihan
yang tepat!" "Program Poseidon?"
"Itu adalah program untuk melindungi The Chronos Sapphire. Sudahlah, tidak perlu
dipikirkan. Naik saja!"
"Tapi" apa kamu tidak?"
"Malu" Tidak, kok! Lagipula, aku memakai baju santai, jadi orang-orang tidak akan
mengira aku seorang direktur perusahaan terkenal." Kata Jonathan menyela, "Pakaianmu juga
santai, kok. Tidak akan ketahuan kalau kita adalah orang-orang yang dicari seperti buronan oleh
Apocalypse." Lumina menatap Jonathan. Memang cowok itu hanya memakai T-Shirt putih polos yang
dilapisi dengan jaket jins biru tua, juga celana jins berwarna hitam. Jonathan bahkan hanya
memakai sepatu kets berwarna putih. Kalau dilihat, Jonathan memang terlihat seperti siswa SMA
biasa yang sedang menikmati liburan sambil bersepeda.
Tapi, bukan alasan yang diutarakan Jonathan yang membuatnya ragu naik sepeda, tapi,
wajahnya sangat dikenal orang. Siapa yang tidak mengenal dirinya yang seorang anak penyanyi
terkenal dan pemilik perusahaan penghasil program keamanaan terkenal di dunia" Lumina yakin,
bersepeda atau tidak bersepeda, sudah pasti banyak yang mengenalnya.
Jonathan melihat Lumina masih diam, dan dia mengira Lumina masih ragu. Dia
menghembuskan nafas dan mengambil sebuah topi berwarna pink dari dalam keranjang sepeda.
"Ini. Kalau kamu malu, pakai topi ini saja." katanya sambil melemparkan topi itu pada
Lumina. Pink" Lumina agak bergidik melihat warna topi itu. Tapi, tanpa banyak bicara, dia
memakai topi itu dan naik di boncengan sepeda.
"Kalian mau ke mana" Mogred ikut!!!"
Mogred melayang di atas mereka, dan Lumina baru sadar kalau benda itu mengikutinya
juga. Dia tidak mungkin membiarkan Mogred terbang mengikuti mereka. Yang ada bukan
ketenangan yang mereka dapat, tapi malah kegaduhan karena Mogred lebih mirip boneka
ketimbang robot yang memiliki otak sendiri.
"Baiklah, kamu di sini saja. Jangan duduk di pangkuan Lumina karena aku tidak suka."
Kata Jonathan menunjuk keranjang sepeda.
Lumina mengerutkan kening mendengar ucapan Jonathan. Apa lagi maksudnya itu"
Tapi, kelihatannya Mogred tidak mendengar kata-kata Jonathan yang terakhir dan dengan
gembira masuk ke dalam keranjang dan menggoyang-goyangkan ekornya. Kalau seperti itu,
Mogred kelihatan seperti kucing yang dipungut dari jalan.
"Nah, ayo kita berangkat!" kata Jonathan sambil memasang topi berwarna biru di
kepalanya dan mulai mengayuh sepedanya.
CHAPTER 26 "Lumina di mana?" tanya Aria pada Reno yang sedang berbicara dengan Clarissa.
"Tadi pergi bersama Jonathan. Ibu jangan khawatir, kalau mereka pulang telat, aku akan
mencarinya." Kata Reno.
"Tidak, bukan itu yang Ibu permasalahkan?" Aria menggeleng, "Reno, kamu masih
memiliki kalung yang diberikan ayahmu, kan?"
"Iya?" Reno memperlihatkan kalung yang tersembunyi di balik T-Shirt biru tua yang
dikenakannya. Aria manggut-manggut dan kelihatannya menghela nafas lega.
"Memangnya ada apa, Nyonya?" tanya Clarissa.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya cemas saja. Kurasa aku terlalu sering cemas akhir-akhir
ini." kata Aria lagi, "Ah, sebaiknya jangan panggil aku Nyonya, panggil saja Bibi. Ya?"
Clarissa mengangguk mengerti.
Aria tersenyum, lalu meninggalkan mereka berdua. Reno menatap Clarissa yang sedang
menatap kearah lain di luar jendela.
"Kamu kenapa memanggilku tadi?" tanyanya.
"Hm" Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin melihatmu. Salah, ya?" tanya Clarissa balik.
"Tidak?" Reno menggeleng, "Tapi, akhir-akhir ini kamu sering memanggilku, dan ketika
kutanya ada apa, kamu selalu bilang tidak ada apa-apa."
"Ah" apa bertemu denganmu harus ada alasan?"
"Tidak." "Nah, kalau begitu, tidak apa-apa, kan, kalau aku bertemu denganmu walau tanpa alasan
yang jelas?" Reno menghembuskan nafas dan mengangguk sekali lagi. Dan Clarissa tersenyum lebar
seolah-olah dia memenangkan perdebatan.
"Hei, kamu tidak merasa haus?" tanya Reno tiba-tiba.
"Kenapa" Kamu haus?" tanya Clarissa balik.
"Tidak juga. Tapi berdebat denganmu selalu membuat kerongkonganku kering dan haus."
Kata Reno, "Sepertinya aku harus berpikir lagi jika harus berdebat denganmu nanti. Lidahmu itu
terlalu lihai untuk didebat."
Clarissa melebarkan matanya sesaat sebelum akhirnya tertawa. Reno menatapnya dengan
kening berkerut, tapi tidak mengatakan apa-apa.
"Kamu itu terlalu jujur, ya?" kata Clarissa. "Persis seperti yang dikatakan Paman Rifan."
"Memangnya ayahku pernah mengatakan apa padamu?"
"Hanya beberapa hal, terutama kejujuranmu yang kadang menyebalkan dan sering
membuat ayahmu sendiri kewalahan karena harus menjawab pertanyaan-pertanyaanmu yang
terlalu pintar untuk anak seusiamu."
Reno hanya bisa melongo mendengar ucapan Clarissa.
Clarissa menatap Reno sambil tersenyum.
"Reno, kamu pernah berpikir kalau kita akan menikah?"
"Hah?" "Sama seperti yang terjadi dengan ayah dan ibumu." Ujar Clarissa, "Mereka pasangan
empati, bertemu, lalu menjalin hubungan" kemudian menikah. Apa kamu tidak pernah
memikirkan itu?" "Aku tidak tahu tentang itu dan aku tidak pernah memikirkannya." kata Reno, "Apa"
kalau kita pasangan empati, kita harus menjalin hubungan?"
Kali ini Clarissa yang terdiam. Dia tidak menjawab dan malah memandang kearah lain,
sementara Reno menunggu jawabannya.
"Clarissa?" "Utami. Sudah kubilang, panggil aku dengan nama asliku saja." kata Clarissa.
"Ah" baiklah, Utami, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku" Apa pertanyaan itu
susah untuk dijawab?"
Clarissa berpaling dan menatap Reno, matanya kelihatan lebih serius dari yang Reno duga.
"Aku memang susah menjawab pertanyaan itu," kata Clarissa sambil menelan ludah,
"Karena" aku ingin kita menjalin hubungan. Yang serius."
*** Jonathan ternyata mengajak Lumina ke gazebo yang pernah ia kunjungi bersama Dylan. Ya.
Gazebo yang menjadi tempat kencan pertama kedua orangtuanya.
Berbeda dengan yang pertama kali saat gazebo itu dipenuhi tanaman rambat dan kelihatan
sangat tidak terawatt. Tempat itu sekarang berbeda 180 derajat. Tanaman rambat yang lebat itu
dipangkas dan diatur sedemikian rupa, cat gazebo yang kemarin kusam dan pudar sekarang
kelihatan baru, begitu juga dengan sampah-sampah di sekitar gazebo yang sekarang menghilang
entah ke mana. Secara keseluruhan, tidak akan ada yang menyangka bahwa gazebo itu sudah
berusia lebih dari sepuluh tahun.
"Ayo," Jonathan memarkir sepedanya dan mengajak Lumina masuk ke dalam gazebo.
Mereka berdua masuk ke dalam gazebo, dan Lumina merasakan aroma mawar yang
bercampur lavender. Wangi kesukaannya. Matanya tertuju kearah meja kecil dengan dua kursi
yang saling berhadapan yang dilapisi dengan taplak putih berhias pita berwarna biru tua. Di atas
meja terdapat beberapa piring yang masih tertutup oleh penutup dari plastic. Juga ada dua gelas
kosong beserta softdrink.
Apa ini" Lumina mengerutkan kening dan menatap Jonathan.
"Kita akan makan siang di sini." kata Jonathan sambil tersenyum.
"Tapi" apa tidak berbahaya" Makan siang di luar" apa Apocalypse tidak akan
menemukan kita?" tanya Lumina.
"Tidak. Aku jamin, tempat ini sangat rahasia. Aku bahkan tidak akan tahu tempat ini kalau
ayahmu tidak memberitahuku tadi setelah rapat."
"Ayah yang memberitahu?"
Jonathan mengangguk. "Nah, ayo. Kita makan siang. Aku yakin, kamu lapar, kan?"
Lumina mengangguk. Dia memang sudah lapar dari tadi. Dan dia tidak mungkin menolak
ajakan makan siang Jonathan.
Dia duduk di kursi di hadapan Jonathan dan tersenyum berterima kasih karena Jonathan
mengangkat Mogred ke pangkuannya. Robot itu benar-benar sangat menempel pada Lumina.
Jonathan sendiri lalu duduk di kursi di seberang meja di antara mereka, lalu membuka plastic
pembungkus yang membungkus piring-piring berisi makanan.
"Aku tidak tahu kamu suka kentang goreng dan hamburger, atau yang lain" karena itu aku
membawa semuanya kemari. Ada kentang goreng, hamburger, spaghetti, ayam goreng, dan" yah"
makanan cepat saji lainnya." Kata Jonathan, "Pilih saja yang kamu suka. Toh, ini bukan acara
makan siang yang formal, kok."
Lumina tersenyum kecil dan mengambil piring berisi kentang goreng dan hamburger.
"Aku lebih suka makan kentang goreng dan hamburger. Biasanya aku memasak ayam
goreng sendiri di rumah." Kata Lumina.
"Oh?" Jonathan manggut-manggut, "Kalau begitu, aku akan makan ayam goreng. Kita bisa
memakan semuanya bersama-sama."
Cengiran di wajah Jonathan membuat Lumina tertawa. Ternyata Jonathan penuh rasa
canda dan dia senang Jonathan mengajaknya kemari.
"Tempat ini indah," kata Lumina, "Paman Dylan bilang, di tempat ini Ayah melamar Ibu
untuk bertunangan." "Tuan Rifan juga mengatakan itu." Jonathan mengangguk setuju sambil menggigit ayam
goreng di tangannya, "Katanya ini tempat yang paling romantic" kalau di malam hari."
"Apa kamu pernah kemari saat malam hari?" tanya Lumina.
"Pernah. Yah" tanaman rambat tidak menghalangi keromantisan tempat ini." Jonathan
tersenyum lebar. "Aku akan menunjukkan tempat ini di malam hari, kalau kedua orangtuamu, dan
kakakmu yang protektif itu mengizinkanku mengajakmu lagi ke sini."
Lumina tertawa lagi mendengar ucapan Jonathan. Begitu pula cowok itu. Mereka berdua
tertawa bersama dan tidak menyadari kalau Jonathan menggenggam tangan Lumina yang ebrada di
atas meja. "Aku senang bisa membuatmu tertawa." Katanya, "Kamu cantik kalau tertawa."
Tawa Lumina terhenti dan dia mengerutkan kening. Kenapa lagi-lagi dia merasa dia
pernah mendengar ucapan sejenis itu sebelumnya"
"Ayo, makan lagi. Kita akan pergi ke tempat berikutnya." Ujar Jonathan.
"Memangnya kita mau ke mana lagi?" tanya Lumina polos.
Jonathan tersenyum lebar sebelum menjawab.
"Kita akan ke tempat di mana kamu akan jatuh cinta padaku."
*** Kita akan ke tempat di mana kamu akan jatuh cinta padaku.
Lumina yakin wajahnya memanas ketika Jonathan mengatakan hal tersebut. Dia mengelus
bulu-bulu Mogred sambil memakan habis kentang gorengnya.
Setelah makan, Jonathan mengajaknya ke tempat lain, tidak jauh dari gazebo itu, ke sebuah
saung kecil yang terhubung dengan danau buatan universitas almamater ibunya. Di dekat saung itu
terdapat perahu putih kecil yang mempunyai atap dari kayu dengan warna yang sama.
"Itu?" "Perahu, tentu saja." kata Jonathan, "Kita akan keliling danau. Kudengar danau ini sudah
diperluas dan ada banyak hal menarik di sini."
"Benarkah?" Lumina menjadi tertarik. Dia mengikuti Jonathan menaiki perahu itu dan
gugup ketika tangannya menyentuh tangan Jonathan.
"Tidak perlu malu. Aku tidak akan melukaimu, kok." Jonathan tersenyum lebar.
Lumina tersenyum kikuk. Dia tidak pernah bersama cowok lain sebelumnya. Kecuali
kakak dan ayahnya. Selain itu, dia tidak pernah bersama orang lain.
Oh, kecuali Samuel dan Snow. Dua cowok yang tengil itu kadang menghabiskan waktu
dengannya kalau Reno sedang tidak ada.
Lumina duduk di sebelah Jonathan yang menyalakan mesin perahu. Lumina sempat
mengerutkan kening mengetahui perahu ini memakai mesin juga. Rupanya Jonathan melihat
kebingungan di wajah Lumina.
"Kamu mau kita mendayung dengan dayuh?" tanya Jonathan.
"Tidak" kurasa tidak." Lumina menggeleng. "Aku hanya heran saja. Kukira perahu ini
hanya bisa didayuh dengan kayu" melihat dari penampilannya?"
Jonathan tersenyum lebar, "Jangan biarkan penampilan menipumu." Katanya.
"Kata-kata dari buku, ya?"
Senyum Jonathan semakin lebar. Mereka berdua lalu membicarakan hal lain. Lumina baru
sadar, Jonathan selalu membuatnya tertawa. Seolah cowok itu ingin menghilangkan keresahan dan
kebingungan Lumina karena hilang ingatan.
Mogred tidur mendengkur di pangkuan Lumina. Jonathan menatap iri pada Mogred dan
menggerutu panjang-pendek tanpa suara. Lumina tersenyum kecil dan menunjuk bahunya.
"Kamu bisa bersandar di bahuku." Katanya, "Mogred sudah mengambil tempat di
pangkuanku. Jadi, bahuku tidak masalah, kan?"
"Tapi, aku ingin di pangkuanmu." Kata Jonathan, mulai merajuk seperti anak kecil.
"Jangan seperti anak kecil begitu, dong" kamu, kan sudah besar." kata Lumina,
menirukan ucapan ibunya yang selalu diucapkan ketika dia atau Reno ingin bermanja-manja
"terlalu berlebihan".
"Yah?" Jonathan mengerucutkan bibirnya dan membuat Lumina tertawa lagi.
"Sudahlah" tidak perlu mengeluhkan hal kecil seperti itu." kata Lumina, "Baiklah, kalau
kamu mau di pangkuanku?"
Lumina mengangkat Mogred yang kelihatannya tidur nyenyak ke bangku di sampingnya.
Jonathan sempat tercenung melihat apa yang dilakukan Lumina. Dia tidak menyangka Lumina
akan "menyingkirkan" Mogred dari pangkuannya.
"Puas" Sekarang kamu bisa merebahkan kepalamu di pangkuanku." Kata Lumina.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Err" sebenarnya tadi aku hanya bercanda?" kata Jonathan dengan wajah agak memerah.
Lumina mengerjapkan mata dan tersenyum lebar, "Aku tahu, kok" aku, kan bisa
membaca pikiranmu." "A"oh ya" kekuatan The Chronos Sapphire. Aku lupa." Jonathan manggut-manggut,
"Seharusnya aku ingat."
"Jadi" boleh, nih?" tanyanya lagi.
"Kalau tidak mau, sebaiknya aku menempatkan Mogred ke pangkuanku lagi?"
"Eh, jangan!!" Jonathan dengan kikuk merebahkan kepalanya di pangkuan Lumina dan merasa kalau dia
akan tertawa lepas menyadari betapa kalau dia sangat kekanakan.
"Kurasa aku terlalu kekanakan?" kata Jonathan, "Maaf?"
"Kenapa harus minta maaf" Kamu tidak salah apa-apa, kan?" Lumina tertawa, "Lagipula
sifat manjamu mirip dengan Reno Oniichan."
"Kurasa aku akan menjadi salah satu orang yang akan menyusahkanmu dengan tingkah
manjaku." Jonathan tersenyum lebar.
Lumina membalas senyuman itu.
Perahu itu sudah berhenti di tengah-tengah danau. Dan walau matahari tidak bersinar
terang karena tertutup awan mendung, suasana danau itu cukup menyenangkan untuk dilihat.
Jonathan menghembuskan nafas dan menatap kearah pohon besar dengan sulur-sulur di setiap
dahannya. Pohon itu pasti sudah berusia sangat tua. Lama dia memandangi pohon itu dan tidak
sadar sudah berjam-jam waktu berlalu.
Jonathan menoleh kearah Lumina dan termenung melihat mata gadis itu terpejam. Dia lalu
duduk tegak dan menggoyangkan tangannya di depan wajah Lumina. Gadis itu bergeming,
sepertinya dia tertidur. Kepalanya bersandar di dekat Mogred yang entah sejak kapan sudah
berpindah tempat dan fungsi menjadi bantal Lumina.
Dia mungkin kelelahan karena harus berusaha mengingat memorinya yang hilang" kata
Jonathan dalam hati. Matanya menangkap setitik, kemudian dua titik air turun dari langit. Hujan turun, dan
tahu-tahu saja berubah menjadi deras. Jonathan buru-buru menekan sebuah tombol di dekat
tempat duduknya, dan sebuah kaca melengkung menutupi bagian atas perahu hingga air hujan
tidak akan mengenai mereka.
"Untung saja aku sudah mempersiapkan hal seperti ini?" katanya tersenyum kecil.
Jonathan menoleh lagi kearah Lumina yang masih tertidur. Beberapa helai rambut agak
menutupi wajah gadis itu. Dengan tangan agak gemetar, Jonathan menyingkirkan helai-helai
rambut itu dan menyandarkan kepala Lumina di bahunya. Lumina bergerak sedikit, tapi tidak
terbangun. Mungkin tidurnya benar-benar nyenyak.
Mata Jonathan tidak lepas dari Lumina. Dia mengelus rambut gadis itu pelan. Lumina
bergumam lirih, tapi Jonathan tidak bisa mendengarnya karena hujan yang semakin deras dan
suaranya yang jatuh keatas kaca yang mengelilinginya mengalihkan perhatian Jonathan.
?" pergi?" Jonathan menatap Lumina lekat-lekat. Apa tadi yang dikatakan Lumina" "Pergi?"
"Jangan" pergi?"
Kali ini sebelah tangan Lumina sedikit terangkat. Dan raut wajahnya kelihatan kesakitan.
"Jangang pergi" jangan?"
"Lumina" Lumina, kamu kenapa?"
Jonathan menggerakkan bahu Lumina dan merasakan kalau bahunya bergetar. Dengan
sangat perlahan, Jonathan melingkarkan tangannya di bahu Lumina dan mendengar gadis itu
menangis lirih. "Jangan pergi" kumohon?"
Mimpi apa yang membuatnya mengatakan itu" tanya Jonathan dalam hati.
*** Sementara itu, di balik pohon tua yang tadi dilihat Jonathan, sesosok tubuh sedang menatap
perahu dengan tudung kaca di tengah danau. Hujan yang mengguyur deras tidak menghalangi
pandangannya. Tangannya mengepal ketika dia melihat Jonathan memeluk Lumina. Dia segera
berbalik dan hendak meninggalkan tempat itu ketika seseorang menghampirinya.
"Kulihat kau tertarik dengan anak itu," ujar Jack sambil mengibaskan rambutnya yang
basah karena air hujan. "Kau tidak berusaha merebutya dari Jonathan?"
"Ini bukan urusanmu," ujar orang itu. "Untuk apa kau kemari" Apa kau akan mengganggu
mereka?" "Kalau iya, kenapa?"
"Hadapi aku dulu."
Jack menatap orang itu, yang tingginya mencapai bahunya, dan mendengus.
"Aku tidak akan buang-buang tenaga untuk menghabisi anak yang mewarisi DNA-ku."
Kata Jack, "Aku tahu kau yang mempunyai DNA-ku. Dan aku punya penawaran bagus untukmu."
"Aku tidak akan tertarik."
"Oh, kau akan tertarik," Jack tersenyum dengan sebelah bibir, "Kalau ini menyangkut soal
gadis bernama Lumina itu."
*** Ketika Lumina terbangun, hari sudah menjelang malam, walau hujan sudah berubah menjadi
rintik-rintik. Lumina menatap tudung kaca yang menutupi perahu dan mengerutkan kening. Sejak
kapan ada tudung kaca"
Dia menatap Jonathan yang tertidur di sebelahnya. Kepalanya bersandar di puncak kepala
Lumina. Wajah Jonathan kelihatan tenang, dan damai. Pemandangan menarik yang membuat
Lumina tersenyum. Lumina bergerak ke samping dengan perlahan dan akan meletakkan kepala Jonathan di
bahunya. Namun, gerakannya membuat Jonathan membuka mata dan menguceknya.
"Hei," kata Lumina, "Kukira kita berdua sama-sama tertidur sampai menjelang malam
begini." "Ah" ya?" Jonathan menguap, "Aku sudah lama tidak tidur senyenyak itu tadi."
"Benarkah" Apakah mengurus perusahaan membuatmu kelelahan?"
"Kamu tahu aku seorang direktur perusahaan" Pasti Clarissa yang memberitahu, kan?"
Aku hanya tersenyum. "Sepertinya kita akan telat pulang." kata Jonathan, "Aku masih ingin memberimu kejutan
lagi. Dan kejutan itu hanya bisa dilihat di malam hari."
"Pulang telat?" Lumina merenung, apa kakaknya akan memperbolehkan dia pulang
malam, ya" Orangtuanya saja tidak memperbolehkannya pulang larut malam.
"Tenang saja" aku sudah memberitahu kedua orangtuamu sebelum kita kemari kalau kita
akan pulang larut malam." Kata Jonathan, membaca pikiran Lumina, "Dan, tentu saja, aku sudah
minta izin pada Reno juga."
Ucapan Jonathan membuat Lumina sedikit lega.
"Lalu, kita akan ke mana sekarang?" tanya Lumina.
"Sebaiknya kita pergi ke daratan dulu. Kita akan naik sepeda lagi." kata Jonathan sambil
menekan tombol dan kemudian perahu berjalan ke tepi danau.
Tudung kaca yang menutupi perahu terbuka. Jonathan membantu Lumina turun dari
perahu, dan mereka mendekati sepeda mereka.
"Memangnya kita akan ke mana lagi?" tanya Lumina lagi.
"Itu rahasia. Percaya saja padaku." kata Jonathan, "Kamu percaya padaku, kan?"
Lumina menatap Jonathan lama, menatap kesungguhan di wajahnya, dan mengangguk
pelan. *** "Ya, aku tahu, Julia. Mm" memang sedikit mendadak. Kamu tahu sekarang keadaannya seperti
apa. Ya" kalau semuanya selesai, aku akan menghubungimu lagi." kata Aria di telepon, "Maaf,
kalau aku merepotkanmu, Julia. Ya. Sampai nanti."
Aria mematikan telepon dan meletakkan ponselnya di atas meja. Dia menghembuskan
nafas dan berjalan kearah kasur sambil menyisir rambutnya dengan tangan.
"Apa yang dikatakan Julia?" tanya Rifan, yang baru keluar dari kamar mandi dan sedang
mengeringkan rambutnya. "Dia hanya berkata semoga kita semua baik-baik saja, dan semoga semua ini cepat
berakhir." Kata Aria, "Bagaimana air panasnya" Nyaman?"
"Selalu." Rifan nyengir dan duduk di sebelah Aria. Dia mengambil Tablet PC di dekatnya
dan mulai mengakses sesuatu.
"Apa kamu sudah memberikan perlengkapan yang akan mereka butuhkan untuk
berkomunikasi dengan kita?" tanya Aria sambil bersandar di bahu Rifan. "Ponsel, Tablet PC, dan
perlengkapan elektronik lainnya yang mungkin berguna?"
"Sudah. Software yang digunakan dalam ponsel maupun Tablet PC yang diberikan
Jonathan ternyata sangat luar biasa. Bahkan mungkin mengalahkan software keamanan milikku."
Kata Rifan. "Sepertinya dia sangat memperhatikan ketika aku menjelaskan tentang cara membuat
software keamanan yang bagus ketika kami bertemu pertama kali."
"Dia juga The Chronos Sapphire. Tentu saja dia cepat belajar." Aria tersenyum. "Apa yang
sedang kamu lakukan?"
"Mengecek keberadaan Lumina. Kata Reno, dia belum pulang."
"Apa dia tidak tahu Jonathan mengajaknya jalan-jalan?" Aria mengerutkan kening, "Tadi
siang aku mengatakan padanya kalau Lumina sedang jalan-jalan dengan Jonathan."
"Tapi, kamu tidak mengatakan kalau Jonathan mungkin akan mengajak Lumina jalan-jalan
sampai larut malam, kan?"
"Ah" aku lupa." Aria menepuk keningnya. "Pantas tadi Reno meneleponku, menanyakan
apa Lumina ada di tempat kita atau tidak."
"Karena itulah" sifat cerobohmu itu perlu sedikit diubah."
"Hei" tapi, aku tidak selalu ceroboh, tahu." Aria mengerucutkan bibirnya dan mencubit
pinggang Rifan. Rifan tertawa pelan dan mencium pipi Aria.
"Sebaiknya kamu tidur. Aku tidak mau melihat wajahmu pucat besok pagi." kata Rifan.
"Umm" aku ingin kamu menemaniku tidur. Jadi, singkirkan gadget di tanganmu itu dan
tidurlah bersamaku."
"Apa itu perintah" Atau ancaman?" Rifan tersenyum lebar.
Aria tersenyum malu-malu. Dan Rifan kembali tertawa pelan.
"Sesuai perintahmu, My Lady." Kata Rifan sambil mencium bibir Aria.
*** Jonathan ternyata mengajaknya ke Taman Bermain Pelangi. Taman itu kelihatan sepi ketika
mereka sampai di sana. Hanya ada beberapa orang yang mondar-mandir di taman tersebut.
Lumina yang kehilangan sebagian ingatannya mengerutkan kening. Dia merasa pernah ke tempat
itu sebelumnya. Tanpa sadar, Lumina memegang dahinya ketika rasa sakit menderanya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jonathan.
Lumina menggeleng. "Tidak apa-apa, kok. Mungkin aku tidur terlalu lama, dan sekarang
kepalaku terasa berat, dan ingin tidur." kata Lumina, mencoba bercanda.
Jonathan tersenyum kecil. Dia kemudian menggandeng tangan Lumina dan mengajaknya
masuk ke taman bermain. "Kamu ingin naik apa?" tanya Jonathan.
"Ya?" "Di sini ada banyak wahana permainan. Pilih salah satu, dan kita akan menaikinya." Kata
Jonathan. "Aku yang pilih?" tanya Lumina mengerutkan kening.
Jonathan mengangguk. Lumina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman bermain. Dan
pandangannya tertuju pada sebuah bianglala besar di kejauhan.
"Bagaimana kalau kita naik itu?" tanya Lumina menunjuk kearah bianglala itu.
"Kurasa tidak masalah," kata Jonathan, "Ayo."
Mereka berdua berjalan kearah bianglala tersebut. Ketika bianglala itu mulai berputar dan
membawa mereka keatas, Lumina menatap ke bawah dan memandang pemandangan malam yang
gemerlap dengan cahaya-cahaya lampu yang menyala dari rumah-rumah di sekitar taman bermain.
"Dulu, aku selalu berharap bisa menatap kota seperti ini." kata Lumina, "Tapi, aku takut
ketinggian, dan Ibu selalu menyuruhku agar tidak dekat-dekat sisi balkon di rumah karena fobia-ku
ini." "Kamu takut ketinggian?"
Lumina menatap Jonathan dan mengangguk malu-malu.
"Kenapa kamu takut ketinggian?" tanya Jonathan. Ini hal yang belum diketahuinya dari
Lumina, padahal dia sudah mengawasi gadis di hadapannya ini sudah sejak lama.
"Aku takut karena" dulu aku hampir terjatuh dari lantai 2 saat masih kecil. Untung saja
saat itu Reno Oniichan menangkapku. Kalau tidak, mungkin sekarang kedua kakiku tidak bisa
digerakkan." "Tapi, kemampuan seorang The Chronos Sapphire dalam menyembuhkan diri sangat
cepat, dan tidak akan atau tidak pernah ada yang cacat." Kata Jonathan.
Lumina mengedikkan bahu, "Yang jelas, sejak saat itu, aku takut ketinggian." Katanya.
"Baiklah?" Mereka berdua menatap pemandangan kota dari atas bianglala. Lumina masih
mengerutkan kening. Kedua tangannya berpegangan di sisi bangku yang ia duduki. Tapi, bukan
karena dia takut ketinggian, namun karena sesuatu yang lain, yang ia tidak tahu apa.
"Ada apa, Lumina" Kamu kelihatan pucat."
"Hah?" "Wajahmu kelihatan pucat. Apa kamu ingin kita segera turun?" tanya Jonathan lagi.
"Tidak apa-apa. Aku hanya" sedikit mengantuk." Kata Lumina, "Kurasa aku perlu tidur.
Bagaimana kalau kita pulang sekarang?"
"Baiklah?" Jonathan mengangguk, "Tapi, sebelumnya, aku ingin bertanya sesuatu
padamu. Dan kamu harus menjawabnya dengan jujur."
"Kamu ingin bertanya apa?"
Jonathan menatap Lumina lurus-lurus. Dan Lumina merasakan wajahnya memerah di
bawah tatapan Jonathan. "Apa kamu sudah jatuh cinta padaku?"
"Eh" Jatuh" cinta?"
"Ya. Bukankah aku sudah bilang, aku mengajakmu jalan-jalan, aku ingin tahu apakah kamu
sudah jatuh cinta padaku. Murni dari hatimu."
"Err?" "Tidak perlu berbohong, Lumina. Jujur saja." Jonathan tersenyum dan menggenggam
sebelah tangan Lumina. "Aku tidak akan sakit hati karena keputusanmu. Aku jamin."
Lumina menatap Jonathan. Dia baru kenal Jonathan sehari. Tapi, entah kenapa, dia
merasa ada sesuatu yang lain, mungkin karena Jonathan sebenarnya adalah Suara yang selalu
menemaninya selama ini" Lumina tidak tahu. Dia memang merasakan debaran aneh ketika
bersama Jonathan. Dan debaran itu terus menjadi ketika Jonathan menggenggam tangannya.
"Lumina" Bagaimana?"
"Errr" bisa kamu beri aku waktu lagi?" tanya Lumina. "Kau tahu, aku hilang ingatan, dan
tidak ingat kejadian beberapa hari terakhir ini, atau malah sebulan ini. Kurasa aku perlu sedikit
waktu lagi." Lumina menatap Jonathan takut-takut dan melihat wajah cowok itu tetap datar, malah ada
senyum tipis di wajahnya.
"Baiklah. Tidak apa-apa. Kuharap saat kamu akan memberikan jawabannya padaku, itu
benar-benar sudah keputusan mantapmu."
"Bicaramu seperti orangtua saja." Lumina tertawa pelan.
"Aku memang terdengar seperti orang tua karena mengurusi perusahaanku." Jonathan
terkekeh, "Dan, aku boleh meminta sesuatu padamu?"
"Apa?" "Boleh aku menciummu?"
CHAPTER 27 Boleh aku menciummu"
Kata-kata itu seolah bergema di telinga Lumina. Dia menatap Jonathan yang menatapnya
balik, mengharapkan jawaban yang pasti dari Lumina.
"Men" ciumku?"
"Tidak boleh, ya?"
"B, bukan" tapi?" Lumina tidak tahu bagaimana mengatakan apa yang ada di benaknya.
"Jangan dipendam. Aku tahu kamu memikirkan permintaanku." Kata Jonathan, membaca
pikiran Lumina, "Kalau kamu tidak senang, aku tidak akan meminta permintaan seperti itu lagi."
Lumina menggeleng kuat. "Bukan" aku, aku hanya" tidak tahu seperti apa rasanya berciuman, dan" aduh" rasanya
aku malu?" kata Lumina, menggumamkan semuanya dengan suara lirih.
Jonathan mengangkat sebelah alisnya, "Aku juga tidak pernah berciuman. Jadi, kita sama."
Katanya, "Bagaimana" kalau kita mencobanya" Ah! Tapi, kamu berhak menolak. Aku tidak akan
memaksamu?" Jonathan menatap Lumina, melihat gadis itu termenung sejenak. Dan, Jonathan yakin,
gadis itu tetap akan menolak. Dia tidak perlu membaca pikiran Lumina untuk mengetahui hal itu.
Dia tidak perlu" "B, baiklah?" "Apa?" Jonathan menatap Lumina Lagi, dan kali ini melihat wajah gadis itu memerah.
"Kamu bilang" "baiklah?" Apa itu artinya iya?" tanya Jonathan.
Lumina mengangguk pelan, nyaris tidak terlihat. Dan Jonathan merasakan kalau dia seperti
mendapat hadiah besar. Tapi, dia masih tidak percaya. Dia tidak mau harapannya makin besar
hanya karena berhalusinasi belaka.
"Benar, kamu mau?" tanya Jonathan lagi.
"Apa aku harus mengulanginya lagi?" Lumina mengerutkan kening. "Masa, kamu tidak
mendengarkanku kalau?"
Ucapannya terhenti ketika Jonathan sudah menciumnya, tepat di bibir. Mata Lumina
membelalak ketika menyadari kalau bibirnya sudah bertemu dengan bibir Jonathan. Saat dia
hendak melepaskan diri, Jonathan menahannya dengan memeluk pinggangnya. Sebelah tangan
Lumina bersandar pada bahu kiri Jonathan sementara sebelah tangannya yang lain berada di atas
dada Jonathan. Awalnya Lumina kaget, dan diam tidak bergerak. Tapi, kemudian ketika Jonathan
menciumnya lebih dalam, Lumina mulai menerimanya. Matanya terpejam menikmati ciuman
Jonathan, dan mereka baru berhenti saat Lumina mulai merasa kehabisan nafas. Dahi Jonathan
bersandar di dahinya, nafas mereka sama-sama tidak teratur.
Kemudian terdengar suara tawa Jonathan. Dia mencium kening Lumina dan memeluknya.
"Terima kasih?" suara Jonathan serak, "Karena sudah mengizinkanku menciummu."


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lumina hany mengangguk. Dagunya bersandar di bahu Jonathan dan entah kenapa, dia
merasa aman. Sangat aman.
Jonathan melepaskan pelukannya dan tersenyum pada Lumina, membuat hati gadis itu
seakan melompat ke tenggorokannya.
"Aku akan mengantarmu pulang setelah ini." kata Jonathan, "Dan selama kita bersama,
tolong jangan panggil aku dengan nama Jonathan. Panggil saja aku dengan nama Nathan."
"Nathan?" Lumina mengangguk dengan nada merenung. "Baiklah."
Jonathan tersenyum dan memeluk Lumina lebih erat.
"Ini malam yang indah." Bisiknya di atas kepala Lumina, "Andai saja malam ini tidak
berakhir, ya?" Dan mau tidak mau, Lumina mengangguk sambil tersenyum kecil.
*** Sesuai janji Jonathan, dia mengantar pulang Lumina dan memastikan mereka tidak diikuti. Insting
Jonathan selalu tepat jika itu menyangkut keselamatan orang-orang terdekatnya. Dan itu juga
termasuk Lumina. "Terima kasih, Nathan, sudah mengajakku jalan-jalan hari ini." kata Lumina sambil
memeluk Mogred yang tertidur. "Aku senang sekali."
"Benarkah" Termasuk ciuman kita tadi?" Jonathan tersenyum menggoda, membuat wajah
Lumina memerah. "Asal kamu tahu, itu ciuman pertamaku." Kata Jonathan, "Jadi, jangan merasa kalau Cuma
kamu saja yang baru mengalami ciuman pertama."
"O, oh" oke."
Jonathan tersenyum dan menarik Lumina hingga mendekat kearahnya, kemudian
menciumnya tepat di pipi, membuat wajah Lumina makin memerah.
"A, apa yang kamu lakukan?"
"Hanya kiss-bye." Jonathan tersenyum lebar. "Sampai nanti. Aku akan sering-sering
berbicara padamu lewat telepati."
Lumina mengangguk, dan senyum manis menghiasi wajahnya.
"Baik. Aku akan menunggu." ujar Lumina.
Jonathan lalu pamit pulang dan mengayuh sepedanya pergi. Setelah Lumina tidak melihat
punggung Jonathan lagi, dia berbalik dan hendak masuk ke ruang bawah tanah, ketika dia
merasakan ada seseorang di dekatnya.
Lumina langsung waspada. Dari cerita Reno semalam, mereka semua diincar. Dirinya,
kakaknya, orangtuanya, dan juga para sepupu beserta keluarga besarnya yang lain. Mereka diincar
oleh organisasi bernama Apocalypse, dan rapat tadi siang adalah bukti bahwa mereka membahas
organisasi tersebut dan bagaimana cara menumpas mereka.
Tangan Lumina gemetar, tapi, wajahnya tidak. Entah bagaimana, dia berhasil membuat
wajahnya tetap datar dan tanpa ekspresi. Telinganya mendengar suara langkah kaki mendekat, dan
Lumina sudah siap dengan ilmu beladiri "sekenanya" yang dia bisa. Kalau orang itu ingin berbuat
jahat padanya, dia akan berusaha melawan, dan"
"Lumina?" Lumina mengerjapkan mata mendengar suara itu dan segera menoleh. Reno berdiri di
belakangnya dengan sebelah alis terangkat. Jaket kulit coklat yang dipakai Reno kelihatan basah.
Apa dia kehujanan" "Oniichan?" "Kamu kenapa masih di luar" Kenapa tidak langsung masuk?" ujar Reno sambil
menggerutu, "Di mana Jonathan" Kenapa dia tidak mengantarmu masuk ke dalam?"
"Dia sudah pulang, baru saja?" kata Lumina, "Oniichan sendiri kenapa masih di luar?"
"Aku mengobrol dengan Uta"maksudku Clarissa, di warung tenda di dekat sini." kata
Reno, "Ayo, kita masuk. Udara malam ini benar-benar dingin. Dan aku tadi kehujanan sebelum
sampai kemari." Reno berjongkok dan membuka pintu menuju ruang bawah tanah. Dan ketika Reno
masuk ke dalam, Lumina mengikuti.
Ketika mereka sudah sampai di "rumah" mereka, Lumina melihat Snow dan Samuel asyik
bermain game. Dan gadis itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap mereka pada game
tidak berubah dalam situasi seperti ini. Lumina melirik kakaknya, dan dia yakin Reno juga akan
ikut bermain bersama Snow dan Samuel.
"Kalian tidak tidur?" tanya Reno menatap Snow dan Samuel dengan alis terangkat.
"Oh, hai, Reno, Lumina." Snow tersenyum lebar, lalu menunjuk layar LCD TV di
hadapan mereka, "Kami sedang asyik bermain. Mau ikut, Reno?"
Sekali lagi, Lumina melirik kakaknya, dan mengira Reno juga akan ikut bermain.
Tapi, ternyata perkiraan Lumina salah. Reno malah menggeleng pelan dan menggenggam
tangan Lumina. "Aku mau tidur. Hari ini cukup melelahkan." Ujarnya, "Berbicara dengan cewek ternyata
lebih memakan tenaga ketimbang mengobrol sesama cowok."
"Oh ya, tadi kamu kencan dengan Clarissa, kan" Bagaimana hasilnya?" kata Snow lagi.
"Jangan mulai deh, Snow?"
Snow terkekeh bersama Samuel.
"Ya sudah, kalian berdua istirahat saja. Aku dan Samuel masih harus menyelesaikan game
ini." "Baiklah. Dan tolong, jangan tidur terlalu larut, oke?"
"Baik, Kak?" ujar Samuel, kemudian kembali tenggelam dalam permainan game bersama
Snow. Reno menggamit tangan Lumina dan mereka naik ke salah satu tangga, menuju kamar
tidur mereka. "Oniichan tadi bersama Clarissa" Berkencan" Seperti yang dibilang Snow?" tanya Lumina.
"Errr" tidak dan ya." kata Reno salah tingkah. "Kamu juga berkencan dengan Jonathan,
kan" Kamu sendiri melakukan apa saja dengannya?"
Lumina memanyunkan bibir dan mencibir, "Aku tidak seperti Oniichan yang sering gontaganti pacar, ingat?"
"Hei?" "Aku bercanda. Jangan diambil hati begitu?" Lumina mengedikkan bahu, "Tapi aku
penasaran, apa saja yang kalian lakukan. Oniichan mau mengatakannya?"
"Kurasa tidak."
"Kenapa?" "Karena kamu masih kecil."
"Halo" aku sudah berusia 17, dan akan 18 tiga bulan lagi." kata Lumina, "Apa umur 17
tahun masih dianggap anak kecil?"
"Bagiku kamu masih anak kecil." Kata Reno menyentil pelan dahi Lumina.
"Oniichan" jangan memperlakukanku seperti anak kecil." Gerutu Lumina sambil
mengusap dahinya. Reno terkekeh pelan. "Aku akan menceritakannya. Nanti. Sebelum itu, aku ingin mendengar ceritamu tentang
kencanmu dengan Jonathan."
"Itu bukan kencan! Hanya" jalan-jalan." kata Lumina.
"Jalan-jalan sampai malam" Itu tidak biasa." Reno mulai melancarkan godaan pada
Lumina. Dan entah kenapa, rasanya menyenangkan mengerjai Lumina seperti ini. Seolah semua
hal buruk yang pernah terjadi tidak terpikirkan lagi.
Lumina cemberut dan memberikan ekspresi mengambeknya, membuat Reno tidak bisa
lagi menahan tawa. *** Reno menatap adiknya yang tidur di sebelahnya. Lagi-lagi Lumina memintanya untuk menemani
tidur. Dan Reno sendiri tidak keberatan. Setidaknya, dia bisa menyenangkan adiknya dan
membuat Lumia tidak takut lagi kalau-kalau ada orang lain yang masuk ke kamarnya. Karena
selain Snow, Samuel, Claire, Sarah, dan juga dirinya, tidak ada lagi orang yang tahu di mana letak
kamar Lumina. Oh, mungkin kecuali Clarissa alias Utami. Lumina pernah bilang kalau Clarissa pernah
bertandang ke ruang bawah tanah mereka dan mengganti perban di mata kiri Lumina dengan
penutup mata berwarna hitam yang sekarang tergeletak di atas meja di sebelah tempat tidur.
"Mmmhh?" Lumina bergelung merapat pada Reno, dan Reno tersenyum kecil.
Kesempatan ini digunakan Reno untuk menelaah wajah Lumina. Selain beberapa memar
dan luka kecil, tidak ada luka yang serius. Reno memperhatikan bibir Lumina dan mengerutkan
kening ketika menyadari bibir adiknya agak lebih merah daripada biasanya.
Uh-oh" jangan bilang kalau Lumina dan Jonathan"
"Dan dia bilang tidak ada apa-apa?" gerutu Reno, ketika menyentuhkan tangannya di wajah
Lumina dan bisa melihat dengan jelas, sebuah adegan yang sebetulnya sangat memalukan untuk
dia lihat. "Dasar adik yang keras kepala."
Lumina mengigau, menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dan berguling membelakangi
Reno. Dengan agak tertatih, Reno keluar dari ranjang Lumina dan berjalan menuju pintu kamar.
Tiba-tiba dia merasa haus, dan dia perlu air untuk menenangkan sebuah pemikiran di dalam
otaknya, mengingat apa yang baru saja dilihatnya dari hanya menyentuh kulit adiknya.
Oh, ya ampun" seharusnya dia tahu ketika melihat wajah Lumina yang memerah ketika
mendengarkan pertanyaannya.
Reno menghela nafas dan beranjak ke dapur. Mengambil sebotol air dingin dari kulkas dan
meminumnya langsung dari botolnya. Cowok itu menghela nafas dan melihat jam di dinding.
Sudah pukul 11 malam. Benar-benar butuh waktu lama baginya untuk tidur, setelah melihat
adegan yang tersimpan di memori Lumina barusan.
Kuharap aku bisa menonjok Jonathan jika dia melakukan sesuatu yang membuat Lumina
sakit hati. katanya dalam hati, walau dia sendiri tidak merasa kalau Jonathan akan melakukan hal
seperti itu. Reno memasukkan kembali botol air dingin itu ke dalam kulkas, dan akan beranjak
meninggalkan dapur ketika dia merasakan sesuatu yang sangat familiar di dekatnya.
Perasaan ini" jangan-jangan"
Matanya secepat kilat menoleh kearah jam dinding. Dan benar dugaannya. Jarum jam itu
berhenti. Ada seseorang yang menghentikan waktu di sini.
Tapi, siapa" Setahu Reno, hanya dia, Lumina, ayah dan ibunya lah yang memiliki
kemampuan menghentikan waktu.
Apa ada orang lain" Tapi, siapa"
Reno tidak bisa memikirkan itu sekarang. Benaknya langsung teringat Lumina yang masih
tertidur di kamar. Dengan cepat, Reno berlari kearah kamar Lumina, dan masuk ke dalam.
Dilihatnya Lumina masih tertidur pulas. Tapi, Mogred, robot itu terbangun dan seperti
menggeram ketika melihat Reno.
"Mogred tahu siapa yang melakukan ini." ujar Mogred. "Tuan Reno, menunduk!!"
Tanpa disangka, Mogred melesat terbang kearahnya. Reno cepat-cepat menunduk ketika
sesuatu mengenai Mogred. Disusul dengan suara yang pernah didengarnya.
"Wah, wah" jadi ini robot yang mirip bola benang itu?"
Reno tahu suara itu. Dan aura kebencian yang dirasakannya, Reno tahu. Dan ketika Reno
menoleh ke belakang, Reno tahu tebakannya tepat.
"Halo, Nak. Kita bertemu lagi." kata Jack dengan seringai jahatnya.
CHAPTER 28 Jonathan melihat Nathan baru pulang. Dengan rambut yang agak basah, seolah dia kehujanan.
"Ah, hai, Kak." Kata Nathan tersenyum ketika dia menyadari keberadaan Jonathan di
ruang tamu. "Kenapa tidak tidur" Ini sudah larut malam."
"Aku sedang menunggumu." Ujar Jonathan. "Aku ingin berbicara denganmu."
"Membicarakan tentang apa?" Nathan melepas jaketnya dan melemparkannya ke sofa.
"Ah" aku mengantuk. Bisa kita bicara besok pagi saja?"
Jonathan menatap Nathan, dan menggeleng tegas.
"Kita harus bicara. Ini penting dan aku ingin membicarakannya sekarang." ujar Jonathan.
Sejenak Nathan tercenung mendengar nada suara Jonathan yang begitu tegas. Lebih tegas
daripada biasanya. Dan dia sadar, keringat dingin mengalir di tengkuknya. Jonathan yang duduk di
hadapannya kelihatan berbeda, terpancar dari auranya.
"Oke. Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Nathan.
"Ini tentang Jack Lucios." Kata Jonathan. "Apa kamu bertemu dengannya?"
"Tidak. Kenapa?" Nathan mengangkat sebelah alisnya. Keringat dingin makin terasa di
tengkuknya. Jonathan menyandarkan punggungnya di punggung sofa, menatap Nathan dengan sorot
mata yang sangat tajam bagaikan elang yang mengintai mangsa.
"Kamu tidak usah berbohong, Nathan." Kata Jonathan, "Aku tahu kamu bertemu
dengannya, dan mengadakan perjanjian dengannya. Dan itu ada hubungannya dengan Lumina."
Ucapan itu cukup membuat raut wajah Nathan berubah.
*** "Kau?" Reno menatap Jack yang berdiri di belakangnya. Mogred mencoba menyerangnya berkalikali dengan menubrukkan tubuhnya kearah pria itu. Tapi, usaha tersebuh nihil. Berkali-kali
Mogred terpental oleh suatu pelindung yang mengelilingi Jack.
"Robot itu sungguh menyusahkan." Gumam Jack. Kemudian menoleh kearah Reno, "Aku
ingin bersenang-senang sebelum menemui orangtua kalian. Jadi, kurasa di sini adalah tempat yang
tepat." Reno dengan sigap melompat ketika Jack menyerangnya dengan pisau yang sama seperti
yang pernah lihat waktu itu. Dia mendarat tepat di sisi tempat tidur dan membangunkan Lumina
yang sedang tertidur. "Oniichan" Ada apa?"
Mata Lumina menatap Jack, dan sesuatu seperti mendesak di kepalanya dan membuatnya
meringis. "Lumina, kamu tidak apa-apa?"
Reno memegang bahu Lumina dan melhat adiknya meringis kesakitan.
"Ah" lengkap. Jadi kalian semua berada di sini. Dan aku bisa menghabisi kalian." kata
Jack, "Aku tidak sabar untuk menyiksa kalian semua."
Jack lalu menjentikkan jarinya, dan seketika waktu kembali berjalan. Reno samar-samar
mendengar kalau Snow dan Samuel masih bermain game. Mereka tidak tahu Jack datang karena
pria itu pasti menggunakan kekuatannya untuk menyusup kemari.
"Aku hanya ingin menyiksa kalian berdua." Kata Jack, "Aku memang bukan pemilih untuk
hal menyiksa. Tapi, kalian, adalah pengecualian."
"Apa yang kau?"
Jack bergerak cepat dan menyerang Reno. Menghantamnya dan membuat Lumina
menjerit. "Akh!!" "Oniichan!!!" "Kukira kalian berdua cocok menjadi kesedihan si Tuan Pahlawan dan pasangan
empatinya." Jack memutar pisau kecilnya. "Apa jadinya jika kalian berdua kuhabisi pelan-pelan?"
"Jangan mimpi!"
Reno menendang Jack tepat di perut dan berhasil mengendurkan tangannya yang
mencekik leher Reno. Jack tentu saja berhasil menghindar. Dan dia hendak menyerang Reno lagi
ketika Mogred terbang kearahnya dan mulai melancarkan serangan padanya.
"Cih. Robot pengganggu!"
Reno berlari kearah Lumina dan memeluknya.
"Si, siapa dia, Oniichan?" tanya Lumina.
"Kita harus mengeluarkannya dari tempat ini." ujar kakaknya, "Kamu bisa berdiri?"
Lumina sebenarnya takut melihat pria itu. Aura yang dibawa oleh pria tersebut
membuatnya merinding dan ingin menghindar. Namun, Lumina tahu, kalau kakaknya berbicara
dengan nada mendesak dan tegas seperti tadi, berarti pria di hadapan mereka adalah musuh.
Lumina berdiri dibantu Reno.
"Pakai kemampuan menghentikan waktu." ujar Reno, "Kita akan mengeluarkannya dari
sini sekarang juga."
Lumina mengangguk, dia menjentikkan jarinya sembari di dalam hati dia memanggil
senjatanya. Artemisia Bowsword sudah berada di tangannya. Lumina memejamkan mata sejenak,
kemudian menggunakan kemampuannya menghentikan waktu.
Jack masih berurusan dengan Mogred ketika waktu terhenti, dan Reno menyerangnya,
bersama Lumina. Kedua kakak-beradik itu mencoba menyerang Jack. Walau kamar Lumina luas,
dan pertarungan mereka tidak akan membuat barang-barang hancur, tapi, Reno sudah
memikirkan rencana dalam waktu sepersekian detik. Rencana untuk mengeluarkan Jack dari
tempat persembunyian mereka.
Reno melirik kearah Lumina, mengangguk sekilas, dan membiarkan adiknya menyerang
lebih dulu. Artemisia Bowsword di tangannya bertransformasi menjadi pedang. Dengan gerakan
lincah, Lumina mencoba menyerang Jack. Berhasil tepat sasaran mengenai bagian vital Jack.
Membuat pria itu mundur beberapa langkah.
"Hoo" langkahmu hebat juga. Persis seperti Aria." kata Jack sambil tersenyum miring.
"Tapi, kalian masih belum bisa menandingiku!!"
Jack balas menyerang. Namun, kali ini Lumina lebih siap. Dia memutar pedangnya dan
menciptakan perisai yang mampu menangkis serangan Deathly Sorrow milik Jack. Lumina melirik
kearah kakaknya sekilas. Kakaknya itu sudah siap menyerang. Sambil menunduk dan menyerang
kaki Jack, Lumina berguling ke samping dan membiarkan kakaknya mengambil alih. Dan hal
tersebut tidak disadari oleh Jack.
Lumina mentransformasikan pedangnya menjadi busur. Dia menghela nafas perlahan dan
berusaha berkonsentrasi. Padahal dia baru beberapa saat bertarung melawan Jack, tapi, nafasnya
sudah tersengal-sengal. Lumina tahu apa yang terjadi pada tubuhnya, dan kenapa dia bisa tersengalsengal. Tapi, dia tidak mau menunjukkan hal itu sekarang. Yang paling penting adalah, pria
bernama Jack itu harus dikeluarkan dari sini.
Reno pernah bilang padanya, kalau kamar Lumina langsung terhubung ke taman
universitas almamater ibu mereka memalui terowongan yang panjangnya kira-kira 13 meter. Reno
sudah pernah memeriksa kamar Lumina dan tahu pintu masuk menuju taman tersebut. Dan Reno
sekarang sedang membimbing Jack kearah pintu masuk tersebut.
Sudut dinding sebelah kiri. Langsung menuju kearah terowongan tersebut.
"Hiaaa!!" Reno menyabetkan pedangnya kearah Jack, tapi gagal melukai pria tersebut. Sebaliknya,
Jack berhasil menyerang balik dan membuat cowok itu tersungkur ke belakang.
"Oniichan!!!" Lumina berlari kearah kakaknya, namun sekelebat bayangan berhasil menangkapnya dan
memiting lengannya. "Kyaa!!"

The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lumina!" Seketika itu juga, kemampuan menghentikan waktu Lumina berhenti, dan waktu kembali
berjalan. Gadis itu mencoba melepaskan diri dari pitingan Jack.
"Sayang sekali, usaha kalian sia-sia jika kalian ingin menjebakku ke tempat lain." ujar Jack,
"Pikiranmu mudah terbaca, Reno. Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan."
"Apa?" "Sebagai ganti karena berusaha menjebakku?"
Jack mendekatkan tangannnya kearah leher Lumina dan membuat gadis itu tersentak
merasakan aura membunuh yang kuat.
"Aku bisa saja membunuh adik kecilmu yang manis ini di sini."
"Itu tidak akan kami biarkan!"
Dari arah belakang tiba-tiba Sarah dan Claire muncul dan langsung menyerang Jack.
Pitingan pada Lumina terlepas dan gadis itu langsung berlari kearah Reno.
"Sarah, Claire!!"
"Kurasa kalian harus menjelaskan kenapa laki-laki ini bisa masuk kemari." Kata Sarah,
"Kenapa aku merasakan hawa membunuh yang kuat di sini?"
"Dia Jack Lucios." Kata Reno.
"Apa?" "Jack Lucios. Salah satu The Chronos Sapphire generasi kedua." ujar Reno, "Orang yang
nyaris membunuh ibuku."
"Oh, tidak?" kata Sarah sambil menggelengkan kepala, "Kita berurusan dengan psikopat
gila, berarti?" Ucapan Sarah berhenti ketika Jack kembali menyerang. Ia bersalto ke samping sementara
saudara kembarnya kearah lain.
Claire berguling dan segera menekan sebuah tombol pada jam tangan di lengan kirinya dan
bergumam pelan, nyaris tidak terdengar. Dia kemudian menginstruksikan pada Sarah tanpa suara
untuk melindungi Lumina dan Reno.
"Ada apa?" tanya Reno.
"Kalau dia psikopat gila, itu berarti salah satu dari kalian berdua akan dibunuh, kan?" ujar
Claire. "Kami akan melindungimu dan Lumina."
"Ap"tapi?"
"Ayolah, Reno, sedikit lemah juga tidak apa-apa." Sarah mengedipkan mata, "Lindungi saja
adikmu itu. Oke?" "Dan, jangan khawatirkan soal kami." Claire berdiri di dekat Sarah, "Aku sudah meminta
bantuan ke Dewan dan beberapa orang yang mungkin akan membantu kita secepatnya."
*** Charles menguap untuk ke sekian kalinya dan mematikan TV yang sudah 3 jam lalu ia tonton
tanpa benar-benar memperhatikan acara yang ditampilkan. Yang dia perlukan sekarang adalah
tidur, secepatnya. Ketika baru akan berdiri, jam tangannya berbunyi bip beberapa kali dengan pola yang
berbeda. Kode morse. Charles menekan sebuah tombol di jam tangannya dan sebuah sinar kecil keluar dari jam
tersebut, seperti proyektor, sinar itu mengenai dinding dan menampilkan sebuah tulisan, yang
setelah dibacanya, Charles langsung berjalan menuju sebuah meja di dekatnya dan menekan
tombol yang dilapisi oleh kotak kaca diatasnya.
"Semuanya, kita harus pergi sekarang. Jack menyerang anak-anak di tempat
persembunyian mereka!"
*** Ketika ada kesempatan, Reno segera menarik tangan Lumina dan mereka keluar dari kamar itu.
Jack melihat gerakannya, dan hendak menyerang ketika Sarah melemparkan nunchaku-nya kearah
pria tersebut. "Ah, ah" maaf. Tapi, kau harus menghadapi kami berdua dulu." Kata Sarah sambil
tersenyum manis. "Kalian?" Jack menggeram marah pada Sarah. "Rupanya tidak takut mati, ya?"
"Sebenarnya, kami tidak takut, tuh." Balas Claire sambil melancarkan serangan dari
belakang. Claire melakukan tendangan berputar dan mengenai punggung Jack dengan telak. Sarah
berlari kearah Jack dan menyerangnya dengan nunchaku di tangannya. Sarah mengayun-ayunkan
senjatanya seolah itu adalah mainan biasa. Dengan gerakan lincah, dia dan Claire menyerang Jack
hingga sampai di pintu masuk terowongan.
Jack tidak punya kesempatan membalas serangan mereka berdua karena kakak-beradik
kembar itu seakan tidak memberikannya kesempatan untuk membalas karena menyerang bertubitubi. Kombinasi serangan mereka berdua sangat cepat dan nyaris tidak bisa dilihat bahkan untuk
mata The Chronos Sapphire sekalipun.
"Haaa!!!" Claire melayangkan tendangan kearah ulu hati Jack dan tepat mengenai sasaran, dari arah
belakang, Sarah memutar-mutar nunchaku-nya dan menyerang pria itu dengan senjata tersebut.
"Ada apa" Tidak bisa mengalahkan kami berdua?" Sarah bertanya sambil menyarangkan
sebuah tendangan di rusuk Jack. Membuat pria itu mundur beberapa langkah dan menatap tajam
Sarah dan Claire yang berdiri bersebelahan sambil mengayunkan senjata mereka masing-masing.
"Sepertinya kamu tidak seperti yang digambarkan Dad atau Paman Rifan." kata Claire.
"Kamu terlalu lemah, Paman?"
"Berani-beraninya anak kecil sepertimu memanggilku paman?" geram Jack sambil
meludahkan darah di mulutnya ke lantai.
"Hei, usiamu pasti sama seperti Dad kami." Kata Claire mengangkat sebelah alisnya.
"Kupikir Paman pasti lebih tua daripada Ayah. Iya, kan?"
"Kau?" "Hati-hati, Claire, dia beracun." Kata Sarah. "Nah" sampai di sini, kami akan menyeretmu
keluar dari sini." "Kalau kalian bisa!"
Tanpa disangka, Jack menggunakan kemampuan menghentikan waktu miliknya. Sarah dan
Claire berdiri mematung di hadapannya, sementara Jack tersenyum miring. Dia melemaskan
ototnya. Menatap kakak-beradik kembar tersebut dengan tatapan dingin seperti seorang
pembunuh. "Kalian terlalu banyak bicara dan bergaya," kata Jack, "Dan aku rasa, membunuh kalian
berdua terlebih dulu akan sangat menarik."
Pedang Jack sudah terangkat tinggi-tinggi di atas kepalanya ketika sebuah peluru melesat
nyaris mengenai kepalanya, kalau saja dia tidak menghindar. Jack menoleh kearah asal peluru itu
ditembakkan dengan geram. Seseorang berdiri di depan pintu sambil memegang sebuah pistol
semi-otomatis. "Kau?" "Halo, Tuan Pembawa Kematian, kita bertemu lagi." kata Jonathan sambil tersenyum
miring. *** Berita dari Charles cukup mengejutkan semua orang. Terutama Aria. setengah memaksa, dia
menyuruh Rifan untuk membawanya pergi ke tempat anak-anak mereka juga. Dalam perjalanan,
Aria merasakan nyeri di dadanya, tanda bahwa kemampuan menghentikan waktu"entah siapa
yang memakainya"terpakai. Mulai mengancam nyawanya.
"Kamu baik-baik saja, Aria?" tanya Stevan yang duduk di sebelahnya.
"Aku baik-baik saja." Aria mengangguk mengiyakan. "Kita harus cepat. Jack, atau entah
siapa, memakai kemampuan menghentikan waktu. Itu berarti, pertanda buruk."
"Aku tahu?" kata Lord yang mengemudikan mobil. "Kenakan sabuk pengaman, kawankawan, perjalanan akan kupercepat."
Mereka sampai di tempat persembunyian anak-anak mereka, di bawah reruntuhan
perusahaan Rifan. Aria dan Rifan keluar lebih dulu, mereka berdua saling pandang. Rifan berdiri
di depan Aria dan menggunakan kemampuan penangkal penghentian waktu, dan waktu kembali
berjalan, tepat ketika Reno, Lumina, Snow, dan Samuel, keluar dari pintu bawah tanah, dipimpin
Mogred yang langsung melesat ke udara.
"Ibu!!" Lumina berlari kearah ibunya, dan Aria balas memeluknya.
"Kalian tidak apa-apa" Di mana Claire dan Sarah?" tanya Rifan.
"Mereka berdua masih di dalam." Kata Reno, "Aku akan segera kembali ke sana dan
membantu mereka." "Aku juga ikut." Ujar Snow, "Tanganku gatal ingin meninju pria bernama Jack Lucios itu."
"Anak-anak, sebaiknya kalian?"
Aria merasakan angin berhembus di dekatnya. Aneh. Padahal tidak ada awan saat ini. Tapi
kenapa ada angin berhembus di dekatnya" Bahkan menguarkan aura gelap yang sangat
mencekam. "Aria, Lumina!!"
Rifan berdiri di depan mereka berdua dan menggunakan pedangnya, menangkis sesuatu
yang semula mengarah kearah istri dan anaknya. Tapi, kuatnya benda tersebut membuat Rifan
terdorong beberapa meter ke belakang.
"Ayah!!" Reno berlari kearah ayahnya dan membantunya berdiri.
"Kukira semua pemain utama sudah berkumpul di sini." kata sebuah suara, dengan nada
yang khas. "Oh, tidak?" kata Duke sambil menyiagakan senjatanya, "Rupanya dia masih bisa
berjalan." Seseorang dari kegelapan berjalan mendekati mereka. Jack mengayun-ayunkan pedangnya
seolah itu adalah mainan. Wajahnya dihiasi senyum licik yang membuat siapa pun merinding
melihatnya. "Kukira aku sudah mematahkan kakimu, sobat." Kata Duke, "Aku yakin kamu memakai
kemampuan menggandakan diri yang pernah kamu lakukan waktu itu."
Aria menelan ludah. Pengalaman dengan Jack yang bisa menggandakan dirinya benarbenar membuatnya tidak nyaman. Tanpa sadar, dia memeluk Lumina lebih erat, memastikan anak
perempuannya itu tidak akan terkena serangan dari Jack.
"Kuharap aku memberikan sambutan hangat pada kedua anakmu, Dylan." Kata Jack,
menatap Dylan, "Tapi" sepertinya ada pengganggu yang berusaha mengacaukan sambutanku pada
kedua anak kembarmu itu di dalam sana."
"Apa?" "Nathan?" gumam Lumina lirih, "Aku bisa merasakannya. Dia ada di sini?"
"Nathan, katamu?" tanya Aria. "Maksudmu Jonathan?"
Lumina mengangguk pelan. "Apa kau bermaksud membalaskan dendam Apocalypse, atau dendam pribadimu
sendiri?" tanya Charles. "Asal kau tahu, kawan, bertahun-tahun hidup tanpa dirimu benar-benar
membuat semuanya menjadi lebih baik."
"Oh" Kalau begitu, maafkan aku karena telah mengacaukannya." Kata Jack sambil tertawa
sinis. "Tapi, yang kubutuhkan sekarang bukanlah balas dendam. Aku ke sini untuk mengambil
anak bernama Lumina itu."
Lumina langsung merinding ketika Jack menunjuk kearahnya. Seolah udara di sekitarnya
disedot habis. Dia bahkan tidak ingat untuk bernafas karena pandangan mata Jack mengunci
pandangan matanya. Sangat mengerikan.
"Hadapi dulu aku." kata Aria, menyiagakan Blue Rose miliknya. "Aku tidak akan
membiarkanmu membawa Lumina."
"Kalian sepertinya cari mati."
Tiba-tiba banyak bunyi langkah kaki di sekitar mereka, disusul dengan munculnya cloning
Jack yang lain. Bayangan dirinya.
"Ap?" Reno memandangi semua Jack yang mengepung mereka. Dia perkirakan, jumlah
lebih dari sepuluh. "Oh, bagus" dia memakai kemampuannya lebih sering, dan kemampuannya semakin
bertambah kuat." Gerutu Rifan sambil berdiri dan meludahkan darah di mulutnya. "Apa kau tidak
punya kerjaan selain membalas dendam kosongmu pada kami?"
"Tidak, tuh. Aku senang membuat kalian semua menderita."
"Aku suka kata "menderita"." Kata Charles. "Teman-teman, boleh aku mengambil giliran
jaga lebih dulu?" "Charles?" Stevan berujar di sebelahnya dengan nada memperingatkan.
"Maaf. Aku ingin segera menghajarnya. Tolong, deh?"
"Rifan," Dylan menoleh kearah Rifan yang dibantu Reno berdiri. "Ayo,"
"Sesuai yang pernah kita pelajari sebelumnya." Kata Rifan. "Reno, sudah, tidak apa-apa.
Sekarang tugasmu adalah bersama yang lain. Dan jaga Lumina."
"Baik, Yah," Reno mengangguk.
"Snow, Samuel, kalian segera pergi membantu Claire dan Sarah." Kata Dylan, "Kalian
harus bersama-sama kalau ingin memenangkan sebuah kompetisi seperti ini."
"Kompetisi" Kedengaran seperti game bagiku." Kata Snow. "Ayo, kita hajar penjahat!"
"Bu?" Lumina menatap ibunya.
"Tidak apa, kamu pergilah bersama kakakmu." kata Aria tersenyum, "Dan, ini,"
Aria mencium kening Lumina dan memeluknya dengan erat. Kemudian membisikkan
sesuatu dengan suara lirih pada Lumina.
"Kamu mengerti?" tanya Aria, yang disambut anggukan oleh Lumina.
"Bagus," Aria tersenyum dan melepas penutup mata kiri Lumina, "Jangan menyembunyikannya. Matamu sudah sembuh seutuhnya sekarang."
Lumina mengangguk lagi. Dia kemudian menghampiri Reno, dan bersama Samuel dan
Snow, mereka kembali ke dalam ruang bawah tanah.
Rifan berdiri di dekat Aria.
"Teman-teman" ayo kita lakukan hal yang sama seperti yang pernah kita lakukan dulu."
Kata Rifan sambil tersenyum.
"Bagus! Akhirnya!" Charles terkekeh, "Dari tadi, dong, Rifan" tanganku sudah gatal, nih."
"Charles, jaga sikapmu." Tegur Dylan.
"Baik, baik?" "Santai sekali kalian, seperti ingin menghancurkan sebuah permainan saja." kata Jack
sambil tersenyum miring. "Kuharap kalian tidak akan bisa menghancurkan permainan yang kubuat
untuk kalian." "Kami akan menghancurkannya." Ujar Aria, "Akan kami hancurkan sampai tidak ada lagi
yang tersisa. "Kali ini, kami benar-benar akan membunuhmu."
*** "Rupanya kamu masih bisa bergerak, setelah seharusnya terkubur di Pulau Red Zone." Kata
Jonathan sambil membuang pistolnya dan mengeluarkan Rapier Nox dari sarungnya.
"Kurasa aku mengecewakanmu, ya?" Jack terkekeh. "Maaf kalau aku mengecewakanmu,
nak. Di mana Nathan?"
"Dia sedang direhabilitasi." Kata Jonathan, "Gara-gara kau, otaknya menjadi kacau, dan dia
nyaris membahayakan nyawa kami semua."
"Oh" mainanku berbuat masalah, ya?"
"Saatnya kau membayar semuanya." Jonathan menatap tajam Jack, "Karena sudah
membunuh kedua orangtua angkatku dan juga hampir membuat semua The Chronos Sapphire
menderita." "Jangan salahkan aku, Jonathan." Kata Jack sambil menghunuskan pedangnya, "Albert
Lucios-lah yang merancang semua scenario ini. Aku hanya menggiring para pemain utama untuk
datang dalam pertunjukan."
"Jangan mimpi!"
Tahu-tahu saja, Jonathan sudah berdiri di hadapan Jack dan menyerang pria itu dengan
pedangnya. Karena gerakan Jonathan yang begitu cepat, Jack tidak bisa menangkisnya dan
lengannya terkena serangan Jonathan. Kemampuan menghentikan waktunya menghilang, dan
Claire dan Sarah bergerak kembali dan melongo melihat Jonathan di hadapan mereka.
"Lho" Jonathan?"
"Kenapa kamu di sini?" tanya Claire.
"Hai, kakak-kakak cantik," Jonathan nyengir dan menatap Jack, "Aku kemari untuk
membantu kalian menghabisi bayangan yang ini."
"Bayangan?" Sarah mengerutkan kening, "Apa maksudnya?"
"Jack Lucios punya kemampuan menggandakan dirinya dengan membuat bayangan yang
mirip dengannya." Ujar Jonathan, "Yang ini juga salah satunya. Jack yang asli tidak akan mudah
terluka seperti ini hanya karena diserang olehmu dan Claire."
"Jadi, kami ditipu" Sialan." Sarah menghembuskan nafas. "Lalu, apa yang akan kita
lakukan" Di mana Jack Lucios yang asli?"
"Itu?" "Nathan?" Mereka bertiga menoleh dan melihat Lumina berdiri di depan pintu. Dia bersama Reno,
Samuel, dan Snow. "Bukankah sudah kusuruh kalian untuk pergi keluar?" kata Sarah.
"Kami ingin membantu kalian. Ayah dan yang lain sedang bertarung melawan bayangan
Jack yang lebih banyak." Kata Reno. Dia menoleh kearah Jack dan merasakan keinginan
menghajar sesuatu yang amat kuat.
"Oniichan," Lumina menggenggam bajunya. "Ada satu cara, menurut Ibu, kalau kita ingin
mengalahkannya." "Benarkah?" tanya Samuel, "Apa caranya" Beritahu kami!"
Lumina menatap teman-temannya. Dia menunjuk mata kirinya yang sekarang tidak lagi
ditutupi penutup mata. "Aku bisa mengalahkannya" dengan pasangan empatiku."
"Pasangan empati?"
"Itu berarti, aku harus melakukannya dengan Nathan." Lumina melirik Jonathan di
sebelahnya, "Dan aku ingin kalian semua menyerangnya sebisa mungkin. Arahkan dia ke pintu
terowongan itu. Bimbing dia keluar."
"Lalu, apa rencanamu?" tanya Sarah, "Dia mulai bergerak lagi?"


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lumina menatap Jack yang berusaha bangkit berdiri.
"Pokoknya, kalian arahkan dia keluar, sementara aku, Nathan, dan Samuel akan langsung
pergi ke tempat yang dituju terowongan itu." kata Lumina. "Di sanalah Jack yang asli
bersembunyi." "Dari mana kamu tahu?" tanya Reno.
"Karena aku yang memberitahunya." Ujar Jonathan, "Aku pasangan empatinya, kami bisa
bertukar pikiran tanpa harus mengucapkan kata-kata dengan leluasa."
Reno menatap tajam Jonathan, kemudian Lumina. Pandangan matanya melunak, dan dia
menghela nafas. "Jonathan, kalau sampai terjadi apa-apa pada adikku, kau akan berurusan denganku."
katanya. "Cepat, kalian bertiga pergi dari sini. Biar kami berempat yang mengarahkannya keluar."
"Baik." "Samuel, tolong gunakan kemampuan teleportasimu." Kata Lumina, "Kau bisa membawa
kami, kan?" "Tenang saja. Aku sering berlatih untuk hal seperti ini." Samuel tersenyum lebar. "Kalian
berdua, pegang tanganku."
Lumina dan Jonathan memegang kedua tangan Samuel, dan dalam sekejap mata, mereka
bertiga sudah menghilang.
"Wow. Kemampuan yang luar biasa." kata Claire sambil mendecak, "Nah, kita akan
membuat bayangan pria ini menunjukkan di mana tubuh aslinya berada."
"Semua siap?" tanya Sarah sambil mengayun-ayunkan senjatanya.
Reno mentransformasikan Areshia Gunblade-nya menjadi pedang dan tersenyum.
"Selalu siap, kapan saja."
CHAPTER 29 Mereka bertiga sampai di taman universitas almamater orangtua mereka. Suasananya cukup
tenang. Danau buatan yang terletak di dekat mereka beriak pelan karena angin yang berhembus.
"Nngghh?" Lumina memegang kepalanya yang agak sakit. Tubuhnya agak limbung dan
hampir jatuh kalau saja tidak ditahan oleh Samuel dan Jonathan.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Samuel.
"Y, ya" hanya sedikit pusing." Kata Lumina sambil menarik nafas dalam-dalam dan
menghembuskannya perlahan.
"Kita ke mana sekarang" Kamu tahu di mana Jack Lucios asli bersembunyi?" tanya
Samuel lagi. "Hmmm?" Lumina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. "Aku tidak
tahu tepatnya di mana" tapi, kita harus terus waspada."
"Benar juga?" Samuel manggut-manggut. "Sebaiknya, kita berpencar, mencari bila ada
petunjuk penting di mana Jack Lucios asli berada?"
"Itu tidak perlu."
Suara di belakang membuat mereka menoleh. Clarissa dan Nathan berdiri di belakang
mereka. Penampilan Clarissa terlihat berbeda dari biasanya. Rambutnya sekarang dipotong sangat
pendek, nyaris seperti rambut laki-laki. Clarissa memakai pakaian serba hitam dan menyandang
Fleur Sakura di pinggangnya.
"Kalian?" "Kalian tidak perlu mencarinya." Kata Clarissa. "Aku sudah mencarinya dari tadi. Tapi,
tidak ada tanda-tanda Jack Lucios. Itu berarti, dia bersembunyi di tempat lain."
"Di tempat lain?" Jonathan merenung, matanya menatap Nathan yang berdiri di belakang
Clarissa, dan baru sadar, kalau Lumina juga ada di sini. "Clarissa, kenapa dia ada di sini?"
Clarissa menoleh kearah Nathan dan menghembuskan nafas, "Kak Joe ingin minta maaf
padamu, Kak. Dia menyesal karena sudah" oh ya, ada Lumina di sini."
Lumina tersentak ketika pandangan mata Clarissa kelihatan lain dari biasanya. Entah
kenapa, Clarissa di hadapannya sekarang ini begitu berbeda dari yang biasa ia temui.
"Apa kamu ingin membeberkan semuanya?" tanya Jonathan sambil berdiri di depan
Lumina. "Dia masih hilang ingatan, kita tidak boleh membebaninya."
"Tapi, Kak, ini semua harus dijelaskan padanya." Kata Clarissa, tersenyum meminta maaf
sekilas pada Lumina dan kembali menatap Jonathan dengan tatapan mendesak. "Kalau tidak,
semuanya akan terlambat."
"Apa maksudnya?" tanya Lumina, "Kenapa sepertinya kalian membicarakan tentang aku"
Dan" dan kenapa Nathan ada dua" Dia saudara kembarmu?"
"Lumina?" Jonathan menatap Lumina, "Ini" ini sesuatu yang tidak?"
"Kak. Hentikan." Ujar Clarissa, kemudian menoleh kearah Lumina, "Lumina ada hal yang
harus kusampaikan dulu sebelum kita"aku dan Kak Joe juga akan ikut"mencari Jack Lucios yang
asli. Ini tentang ingatanmu yang hilang, dan aku yakin, kamu pasti bingung kenapa Nathan ada
dua. "Mereka memang saudara kembar, tapi, bukan kembar yang lahir dalam rahim yang
sama" atau DNA yang sama. Kak Nathan dan aku memiliki DNA dari Shiroyuki Kazuto,
sementara Kak Joe memiliki DNA dari" Jack Lucios."
"Ap"berarti dia musuh?" tanya Samuel. Dia menggenggam tangan Lumina, berusaha
menjauhkannya dari Nathan alias Joe yang berdiri di belakang Clarissa.
"Tapi, dia tidak memiliki sifat seperti Jack Lucios." Kata Jonathan, "Dia bukan Jack Lucios
walau dia memiliki DNA dari orang itu."
Lumina tidak kaget. Entah kenapa, dia merasa dia sudah tahu sebelumnya, dan dia yakin,
dia tidak perlu mempermasalahkan hal itu sekarang. Tapi"
"Dan, akan kukatakan satu rahasia lagi. Rahasia yang kami simpan selama ini." ujar Joe
yang berdiri di belakang Clarissa, "Aku" aku pernah menyamar menjadi Nathan, demi
menjagamu, karena itu tugas yang dibebankan padaku?"
"Tugas?" Lumina mengerutkan kening. Tiba-tiba, sekelebat gambar muncul di otaknya.
"Aku menyuruh Joe untuk menyamar menjadi diriku." Kata Jonathan, "Aku" aku tidak
bisa muncul begitu saja di hadapanmu setelah sekian lama, karena itu?"
Lumina tidak mendengarkan apa yang diucapkan Jonathan selanjutnya. Berbagai gambar
muncul dalam otaknya, seolah menggali ingatannya yang hilang.
"Aku minta maaf, Lumina, kalau aku berbohong padamu." Kata Joe, melihat raut wajah
Lumina yang datar. Dia tidak mau membaca pikiran gadis itu karena mungkin tidak sopan.
Apalagi walau Joe bisa membaca pikiran Lumina, dia bisa melihat pikiran gadis itu tak
terbaca, tak tersentuh sama sekali.
"Lumina," Samuel menatap Lumina yang dari tadi diam. "Kamu tidak apa-apa?"
Lumina hanya diam, namun keningnya berkerut samar. Dia menatap Jonathan, Joe, lalu,
Clarissa, bolak-balik pada mereka bertiga.
"Kalian bertiga" membohongiku?" katanya, "Untuk apa" Dan kenapa?"
Clarissa dan Jonathan saling pandang mendengar nada suara Lumina yang datar. Bahkan
terlalu datar dan seolah tidak tahu-menahu apa yang terjadi.
"Waktu itu, keadaan sangat sulit." Kata Clarissa. "Kami masih berusaha membangkitkan
perusahaan yang diwariskan orangtua angkat kami menjadi sukses seperti sekarang. Dan kami
harus menyamar untuk menghindari kejaran Apocalypse yang waktu itu masih memburu kami.
Kami tidak bisa menampakkan wajah kami di depan public. Karena itu kami menggunakan teknik
menyamar khusus untuk menyembunyikan usia kami yang sebenarnya. Hanya pengacara ayah
kami yang tahu umur dan wajah asli kami?"
"Dan kenapa Kak Joe menyamar sebagai Kak Nathan, seperti yang mereka bilang, ini
adalah tugas. Tugas terakhir yang dibebankan pada kami, dan juga awal masa depan yang harusnya
menjanjikan." "Wow, wow" tunggu sebentar." sela Samuel, "Kalian berbicara seperti kalian adalah orang
tua saja. Tapi, aku penasaran, aku mendengarmu menyebutkan kalau Clarissa dan Jonathan punya
DNA dari Shiroyuki Kazuto. Nama Shiroyuki itu, kan?"
"Seperti yang kamu tebak, Samuel, "Kata Joe. "Shiroyuki Kazuto yang dimaksud adalah
ayah dari Shiroyuki Aria. Ibu dari Lumina dan Reno."
"Apa?" Lumina mengerjap kaget. Jadi" Shiroyuki Kazuto itu kakeknya"
Clarissa mengangguk, "Jadi, bisa dibilang, aku dan Kak Nathan bersaudara denganmu dan
Reno, juga Claire dan Sarah." Katanya, "Tapi, selain ikatan itu, kami tidak pernah memiliki
orangtua sungguhan. Kami lahir dari incubator, dan kami tidak pernah merasa kalau kami adalah
saudaramu. Maaf, kalau aku mengatakan hal ini, Lumina. Tapi, itu kenyataannya. Lahir di
incubator membuat kami tidak memikirkan apakah kami memiliki keluarga. Kakakmu juga sudah
tahu kalau aku dan Kak Nathan bersaudara denganmu."
"Tapi, bukankah pasangan empati itu?" Lumina melirik kearah Jonathan, "Kalau kalian
adalah saudaraku, bagaimana bisa Nathan menjadi pasangan empatiku?"
"The Chronos Sapphire adalah sebutan manusia buatan yang lahir dari gen yang
dimodifikasi sedemikian rupa." Kata Samuel tiba-tiba, "Ayah pernah bilang, kemampuan The
Chronos Sapphire tidak bisa diprediksi kecuali oleh The Chronos Sapphire itu sendiri.
Kemampuan baru yang akan kita dapatkan, maupun kemampuan yang sudah kita dapatkan itu
semua terjadi karena usia dan otak kita yang semakin terasah. Itu seperti seleksi dan kehendak
alam, seperti contoh siapa yang kuat dia yang mengatur yang lemah."
"Itu benar." kata Clarissa. "Jadi, jawaban pertanyaan kenapa Kak Nathan menjadi pasangan
empatimu, dan Reno sebagai pasangan empatiku, bisa dikatakan sebagai kehendak alam. Walau
sebenarnya" alam yang kita bicarakan di sini adalah alam yang sangat keji."
"Eh" Apa maksudnya, tuh?" tanya Samuel.
"Bukan apa-apa." Clarissa menggeleng, "Bagaimana, Lumina" Apa yang ingin kamu
lakukan setelah kamu mengetahui hal ini?"
Apa" Apa yang akan dilakukannya" Lumina tidak tahu. Informasi barusan terlalu banyak,
membingungkan, dan membuat sesuatu di dadanya berdesir aneh. Dia menatap Joe, kemudian
Jonathan. Wajah mereka memang sama persis walau gaya rambut mereka berbeda. Begitu juga
pandangan mata mereka. Namun, apa yang akan dilakukannya sekarang"
"Lumina, aku dulu pernah bertanya padamu, apa yang akan kamu lakukan seandainya
kamu tahu aku bukan Nathan yang pernah menolongmu waktu kecil." Kata Joe, "Dan jawabanmu
waktu itu, "Aku akan tetap membenci Nathan palsu dan Nathan asli seandainya hal itu adalah
benar". Dan sekarang, apa kamu benar-benar yakin kamu akan membenci kami berdua?"
Lumina mengerutkan kening. Samar-samar, dia ingat kenangan itu. Tidak. Dia memang
ingat. Dia memang pernah mengatakan hal seperti itu pada Nathan" pada Joe. Dia ingat itu.
"Aku?" Lumina menatap Clarissa, lalu Samuel di sebelahnya, "Aku tidak tahu. Semua itu
terlalu membingungkan. Aku bahkan tidak tahu apa yang dikatakan kalian bertiga itu benar."
"Aku mengatakan hal yang sebenarnya, Lumina." Ujar Clarissa. "Kalau kamu tidak
percaya, aku akan menunjukkan buktinya padamu" saat kita selamat dari sini."
"Hah" Kok, pembicaraan melenceng ke situ?" Samuel mengerutkan kening. Kemudian
dia menyadari sesuatu. "Oh, tidak?" gumamnya, "Lumina, berlindung di dekatku."
"A, ada ap"tunggu. Aura aneh apa ini?"
Lumina merasakan aura aneh berdesir bersama datangnya angin. Ketika menyadari ada
sesuatu yang aneh, Joe, Jonathan, dan Clarissa berdiri di samping Samuel dan membuat lingkaran
untuk melindungi Lumina. "Kenapa kalian?"
"Sebenarnya hal ini sering kami katakan." Kata Joe, "Tapi, Lumina, nyawamu dalam
bahaya." "Eh" Kenapa?" Lumina terdiam, dia teringat sesuatu, "Apa karena aku anak Shiroyuki
Aria dan Rifan Hawkins yang pernah membunuh Jack Lucios?"
"Kau ingat?" tanya Clarissa dengan ekspresi terkejut.
"Kurasa" kurasa begitu." jawab Lumina.
"Tapi, bukan karena itu saja nyawamu diincar, Lumina," kata Clarissa.
Jonathan dan Joe saling pandang. Tanpa berkata-kata, mereka tahu harus berbuat apa.
"Memang ada alasan lain kenapa nyawaku diincar?" tanya Lumina.
"Ada. Ini terjadi lebih dari 40 tahun yang lalu." kata Joe. "Ini menyangkut generasi pertama
The Chronos Sapphire, yaitu generasi kakekmu."
"Generasi pertama" Kakek?"
"Yang pasti, itu akan terlalu panjang untuk dijelaskan sekarang." kata Joe. "Kita akan
menghadapi beberapa tentara yang sama seperti kita, jadi, jangan ragu-ragu untuk menyerang
mereka dan membunuh mereka."
"Membunuh" mereka tentara, kan" Apa mereka bekerja sama dengan pemerintah?"
tanya Samuel, sementara aura yang ia rasakan tadi sekarang begitu kuat menguar di dekat mereka.
"Seharusnya aku membawa jaket atau sesuatu untuk meredakan bulu kudukku yang
merinding." Kata Samuel lagi. "Tetap di dekat kami, Lumina."
"Tentara yang kumaksud adalah tentara dari gen DNA Jack Lucios." Kata Joe. "Aku bisa
merasakan hawa membunuh yang kuat. Hawa ini hanya dimiliki oleh pria itu."
"Jangan-jangan bayangannya?" kata Clarissa, "Cih, kukira aku akan menyukai membunuhi
mereka semua satu-persatu."
Ucapan Clarissa agak mengerikan bagi Lumina. Tapi, dia tidak merasa Clarissa akan
melakukan itu sendirian. Dia bisa merasakannya. Aura lain yang sama kuatnya dari Clarissa,
mengalir dari Joe dan Jonathan.
Tanpa disadari keempat orang di sekelilingnya, Lumina menuliskan sebuah nama di udara
dan terpekik kecil ketika dia melihat visi baru dari nama yang ditulisnya.
"Ada apa?" tanya Jonathan.
"Tidak ada apa-apa." Lumina menggeleng cepat-cepat. "Aku akan membantu membunuhi
mereka semua, kalau-kalau itu benar-benar diperlukan. Lagipula kata Ibu, Jack Lucios hanya bisa
dibunuh oleh pasangan empati The Chronos Sapphire."
"Seolah-olah dia adalah bos dari semua monster yang ada." Kata Samuel terkekeh, "Kurasa
aku akan menyukai pertarungan ini karena mereka sudah berada di dekat kita."
Begitu Samuel mengucapkan hal tersebut, sekelompok orang yang memakai baju serba
hitam dan memakai topi yang menutupi sebagian wajah mereka muncul dari balik pepohonan.
Dan Lumina merasakannya. Tidak ada Jack Lucios yang asli diantara mereka. Tidak ada satu pun.
"Rupanya kalian cari mati. Hanya segini orang yang akan membunuhku?" ujar mereka
bersamaan, dengan suara yang sama hingga terdengar seperti gema di ruang aula besar dan
tertutup. Itu suara Jack.
"Sebenarnya, kami berlima juga sudah cukup." Kata Joe, "Aku yang akan membunuhmu
secara pribadi." "Kau tidak akan bisa, selama tubuhku yang asli tidak ada di sini." ujar Jack, "Selama tubuh
asliku masih ada, dan hidup, tidak ada yang bisa menghentikanku mendapatkan Lumina."
Mendapatkanku" kata-kata Jack membuat Lumina agak merinding. Dan kemudian dia
mengingat ketika pria itu menyentuh mata kirinya dan menekan bola matanya dalam-dalam"
Astaga. Dia tidak akan tahan memikirkannya. Itu membuat perutnya mual karena ingin
muntah. "Kau harus melangkahi kami dulu, Pak." kata Samuel, "Karena aku tidak akan
membiarkanmu menyentuh Lumina sedikitpun."
"Kalian tidak akan berani, anak-anak" kalian tidak akan berani."
"Kita lihat saja." Clarissa tersenyum pada Joe, "Kak, bersiaplah."
"Sudah pasti." "Lumina, tetap di dekatku." Ujar Jonathan, "Kita akan menyerangnya bersama-sama.
Seperti kedua orangtuamu menyerangnya."
Kata-kata itu cukup membuat Lumina tidak takut dan gemetar di tubuhnya menghilang.
Dia berdiri di belakang Jonathan dan memanggil Artemisia Bowsword-nya.
"Sekarang," kata Jonathan, "Waktunya pertunjukan."
*** "Hiaaa!!!" Aria menyabetkan pedangnya pada bayangan Jack yang terakhir. Mereka berhasil
menghabisi semua bayangan itu. Tanpa luka sedikitpun. Aria mengibaskan pedangnya dan
menyarungkannya kembali. Dia menoleh kearah Rifan yang berdiri tidak jauh darinya.
"Bagaimana sekarang?" tanyanya.
"Kita lihat keadaan anak-anak di dalam." Ujar Rifan. "Aku khawatir, Jack akan melakukan
sesuatu yang lebih berbahaya dari sekadar melukai dan membunuh."
Aria membenarkan ucapan Rifan dalam hati.
"Kalian sendiri bagaimana" Tidak lelah, kan?" tanya Aria pada teman-temannya.
"Kurasa aku butuh anggur untuk menenangkan pikiranku." Kata Stevan, "Aku sudah
kangen pada apartemenku di Korea."
"Aku harus tahu keadaan anakku di dalam. Bisa-bisa dia salah menggunakan
kemampuannya." Kata Charles, "Kau tahu kan, kalau dia itu sebelas-dua belas denganku?"
Aria hanya tersenyum kecil.
"Kalau begitu, kita pergi ke bawah sekarang," kata Dylan, "Lagipula aku harus" Claire?"
Ucapan Dylan terhenti ketika Claire, Sarah, Snow, dan Reno keluar dari pintu bawah
tanah. Baju mereka agak acak-acakan. Tapi, selain itu, mereka baik-baik saja.
"Di mana bayangan Jack yang kalian serang?" tanya Charles.
"Dia kabur. Entah dengan cara apa." kata Sarah, "Tapi, kami berhasil melukainya. Kurasa
dia akan segera tewas dalam waktu dekat. Teoriku, bayangan lebih lemah dari tubuh asli."
"Tapi, tadi dia mengatakan sesuatu yang aneh." Ujar Claire, "Sesuatu tentang tubuh aslinya
atau entah apa. Tapi, aku tidak mengerti apa maksudnya?"
"Apa yang dia katakan, Claire?" tanya Rifan.
"Entahlah" aku tidak mengerti. Dia berbicara dengan suara lirih. Aku tidak dengar jelas
apa yang dibicarakannya." Kata Claire.
"Ah, aku dengar tadi." Sarah tiba-tiba bicara, "Dia mengatakan sesuatu tentang pasangan
empati. Kalau tidak salah" "Satu pasangan empati sudah cukup untuk menghancurkan The
Chronos Sapphire. Dan aku akan memastikan bahwa hari ini akan menjadi hari terakhir yang akan
kalian semua lihat", kurasa itu yang dikatakannya tadi."
"Seperti biasa" ucapan bernada ancaman." Ujar Charles, "Lalu, menurutmu, apa arti
ucapan itu, Aria, Rifan?"
Aria dan Rifan saling pandang dan menggeleng. Mereka sendiri juga tidak mengerti apa
maksud ucapan tersebut. "Aku juga tidak tahu artinya apa?" kata Rifan. "Itu terlalu" aneh. Dan agak
menyeramkan." "Yeah" menyeramkan, dalam artian untuk manusia biasa. Tapi, kita bukan manusia
biasa." kata Dylan, "Kurasa senjata mutakhir Apocalypse adalah Jack. Dan alasan kenapa dia
hidup kembali hanya sampai kita semua tewas dibunuh. Bukankah Apocalypse ingin menguasai
dunia, dengan membunuhi The Chronos Sapphire terlebih dahulu"
"Karena The Chronos Sapphire adalah gen buatan yang bisa dianggap cloning, keberadaan
kita masih dirahasiakan. Identitas asli kita dirahasiakan. Dan jika kita dibunuh, bukankah identitas
asli kita akan ketahuan dan program The Chronos Sapphire akan kembali tercium oleh pihak
yang salah."

The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksud Dad" program itu akan dibuka lagi?" tanya Sarah. "Dan kalau yang
membuka program itu kembali adalah pihak yang salah seperti pemerintah yang ingin membentuk
tentara bayaran, maka?"
"Sama seperti waktu itu." kata Rifan, "Kami tidak pernah menceritakan kenapa kami
semua bisa bertemu, berteman, dan akhirnya menjadi seperti sekarang."
"Apa maksud Ayah?" tanya Reno, "Apa yang tidak Ayah ceritakan pada kami?"
"Itu?" "Rifan, biar aku saja." kata Aria, "Aku sudah pernah menceritakannya pada Lumina, dan
kamu sudah menceritakannya pada Reno, kan" Dan aku yang akan menceritakannya pada mereka
semua." "Sebenarnya apa yang ingin Bibi bicarakan?" tanya Sarah. "Apa ini ada hubungannya
dengan pria bernama Jack Lucios itu?"
"Ini memang ada hubungannya, Sarah." Kata Dylan, "Dan itu terjadi lebih dari 20 tahun
yang lalu?" *** "Lumina, awas!!"
Lumina bersalto ke samping ketika Jonathan berteriak kearahnya. Sebuah sabetan pedang
mengenai tempatnya berdiri tadi.
"Hampir saja?" gumamnya, kemudian dengan sigap melepaskan anak panahnya kearah
Jack bayangan di depannya.
Dia menoleh kearah Jonathan yang kelihatan seperti menari ketimbang menyerang.
Gerakannya halus dan mungkin akan disangka tarian, jika saja cowok itu tidak membawa pedang
tipis panjang yang cukup mematikan.
"Lumina, kamu tidak apa-apa?"
Clarissa berdiri di sebelahnya dan membantunya berdiri. Pedang Clarissa kelihatan
berpendar ungu. Warna yang sama seperti Artemisia Bowsword milik Lumina.
"Ya. Aku baik-baik saja." kata Lumina sambil berdiri, "Tapi, jumlah mereka banyak sekali.
Apa kita bisa mengalahkan mereka semua?"
"Satu-satunya cara agar kita bisa mengalahkan mereka adalah dengan menemukan tubuh
aslinya dan membunuhnya." Kata Clarissa, "Tapi, kita tidak tahu di mana tubuhnya berada. Satu
petunjuk pun tidak ada?"
Lumina mengangguk. Dia pernah membaca buku, entah novel atau komik, yang situasinya
sama seperti ini. sang tokoh utama harus bisa membunuh tubuh yang asli si tokoh jahat dan semua
bayangannya akan lenyap. Dalam buku itu dijelaskan bahwa si tokoh utama mencoba memancing
bicara bayangan-bayangan yang dimunculkan oleh si tokoh jahat, hingga mereka kelepasan
mengucapkan kata-kata yang akan merujuk di mana tubuh asli bayangan tersebut berada.
"Itu dia?" gumam Lumina, "Kita harus membuat salah satu, atau semua bayangan itu
bicara. Clarissa!" "Aku mendengarkan." Ujar Clarissa, "Buat mereka bicara, iya, kan?"
"Ya. Bagaimana kalau kita "membujuk" salah satu dari bayangan itu bicara dan kita pasti
bisa menemukan di mana tubuh aslinya."
"Kedengarannya bagus. Dan masalahnya" bagaimana kita membuat mereka bicara
sementara jumlah mereka terus bertambah?"
Jumlah yang terus bertambah" Bukankah itu menjadi petunjuk yang penting dan sangat
mendasar" Kenapa aku sampai lupa" Jumlah mereka terus bertambah banyak. Dan aku yakin, Jack
Lucios yang asli, berada di sekitar sini, bersembunyi entah di mana. kata Lumina dalam hati.
Lumina menelusuri penjuru taman. Dia melihat banyak Jack bayangan muncul di segala
arah. Tapi" ada yang aneh.
"Uwaaa!!" "Kak Nathan!!" Clarissa berlari kearah Jonathan yang sedang menghadapi 3 Jack bayangan sekaligus. Gadis
itu melakukan gerakan menebas dengan sangat cepat, alhasil membuat 3 bayangan itu langsung
lenyap begitu saja. Ia menoleh kearah Jonathan yang terduduk di tanah sambil memegangi kakinya
yang berdarah. "Kak, kamu tidak apa-apa?" tanya Clarissa.
"Nathan," Lumina berlari kearah mereka berdua, "Kakimu?"
"Ini hanya luka kecil." Kata Jonathan, "Ngomong-ngomong, aku sudah tahu di mana Jack
Lucios yang asli." "Apa" Benarkah?"
"Tidak. Aku hanya bercanda." Kata Jonathan, "Aku tidak tahu di mana tubuhnya yang asli.
Padahal aku sudah menyerang mereka beberapa kali. Tapi, tetap saja?"
"Oh, sial!" Samuel berdiri di sebelah Lumina. "Jumlah mereka terlalu banyak. Aku tidak
bisa terus menggunakan kemampuan teleportasi dan berganti raga milikku. Semuanya tidak bakal
mempan jika mereka terus berdatangan."
"Ini lebih berat dari dugaanku," kata Joe. "Kita perlu rencana lain."
"Teman-teman, kuharap di antara kalian ada yang punya rencana." Ujar Samuel, "Aku
tidak memiliki rencana sama sekali."
Lumina yakin, Clarissa juga tidak memiliki rencana. Hanya satu rencana yang terlintas di
pikiran Lumina, mengajak bicara salah satu bayangan hingga ia kelepasan bicara di mana tubuh
aslinya berada. Tapi, hal itu pasti sulit, mengingat mereka semua terus berdatangan dari berbagai
arah. Matamu sudah sembuh, Lumina" kamu bisa melihatnya"
"Apa?" Lumina mengerutkan kening. Rasanya tadi dia mendengar suara asing. Bukan
suara Jonathan, juga bukan suara teman-temannya. Apalagi ibunya.
Lalu, suara siapa" Matamu sudah sembuh, Lumina. Kamu bisa melihatnya. Tutup mata kananmu dan
biarkan mata kirimu menunjukkan jalannya. Suara itu terdengar lagi. Matamu adalah senjatamu
sekarang" Lumina menutup mata kanannya dengan sebelah tangan dan mulai merasakan perbedaan.
Awalnya, mata kirinya agak berkabut. Lalu, samar-samar, semua Jack bayangan yang ada di
hadapan mereka mulai memudar satu-persatu. Hingga menyisakan satu orang yang berdiri tidak
jauh dari hutan di dekat danau.
"Ini?" Kamu bisa, Lumina, bersama Jonathan" Bibi akan terus memantaumu di sini. Kalahkan
Jack, sekali lagi" "Bibi?" kening Lumina semakin berkerut dalam.
"Lumina, kamu menemukan sesuatu" Ada cara untuk mengalahkan mereka?" tanya
Samuel. "Ya. Aku tahu. Dan aku akan memerlukan kalian untuk membuat mereka tercerai berai."
Ujar Lumina, "Jonathan,"
"Ya?" "Lakukan switch." Kata Lumina, "Bergantian menyerang. Kau bisa?"
"Tentu?" Jonathan berdiri dan mengayun-ayunkan pedangnya, "Apa pun untukmu,
princess-ku." Lumina tersenyum, dia lalu menoleh kearah Joe, "Dan aku juga memerlukan bantuanmu.
Karena kamulah yang punya DNA Jack Lucios."
"Eh" Tapi, apa yang bisa?"
"Buat pengalih perhatian bersama Clarissa dan Samuel." Ujar Lumina, "Begitu aku
mengatakan "sekarang", kita bergerak. Mengerti?"
"Baiklah." Lumina mentransformasikan busurnya menjadi pedang, dia menoleh kearah Jonathan dan
mengangguk samar. Sekarang, kau duluan yang menyerang. Kata Lumina pada Jonathan lewat telepati. Jack
Lucios yang asli ada di hutan tidak jauh di dekat danau, berdiri di dekat pohon besar yang kamu
lihat. "Oke?" Jonathan melesat kearah Jack bayangan di dekatnya dan menebas 4 bayangan
sekaligus. Kecepatannya sangat hebat dan nyaris tidak bisa dilihat.
"Wow." gumam Samuel.
"Samuel, Clarissa, kalian serang sisi kanan, Joe, kamu serang sisi depan." Kata Lumina.
"Oke." Sahut Clarissa, kemudian bersama Samuel, mulai menyerang sisi kanan.
Lumina melompat ke sebelah Jonathan dan menyerang Jack bayangan yang hendak
menikamnya dari belakang. Dia menutup mata kanannya lagi. Kabut yang melingkupi pandangan
mata kirinya mulai menghilang perlahan, Lumina bisa melihat dengan jelas sosok Jack Lucios di
dekat hutan. "Switch!" Seru Lumina ketika melihat Jonathan terdesak.
Jonathan bersalto mundur dan Lumina maju menggantikannya. Dengan cepat gadis itu
menyerang Jack bayangan di hadapannya. Setelah memusnahkan sekitar 2 Jack bayangan, Lumina
mentransformasikan pedangnya menjadi busur. Ia memanah sambil menutup sebelah matanya.
Membidik tepat kearah Jack Lucios yang asli.
"Nathan, lindungi aku." kata Lumina.
Jonathan langsung mengambil posisi di samping Lumina dan menyerang Jack bayangan
yang berusaha menyerang Lumina.
Lumina menarik tali busurnya, tangannya agak gemetar ketika dia melihat mata Jack
Lucios terkunci padanya dan membuat perasaannya jadi tidak nyaman.
Kumohon" satu serangan ini harus bisa melumpuhkannya! Ucap Lumina dalam hati
sembari berdoa bidikannya tepat sasaran.
Lumina melepaskan anak panahnya, menembus Jack bayangan yang ada di depannya"
dan tepat mengenai lengan Jack Lucios asli yang berdiri di hutan.
"Berhasil?" gumamnya tidak percaya.
"Sayangnya, tidak?" suara dari Jack bayangan bergema di segala arah. "Walau kau bisa
melukaiku, kami tidak akan menghilang."
"Apa yang kamu lakukan, Lumina?" tanya Jonathan, "Menembak Jack yang asli?"
"Dia ada di dekat hutan di sana." kata Lumina menunjuk, "Tapi" sepertinya tidak
mempan." "Itu sama saja dengan cari mati." Gumam Jonathan, "Tapi, sepertinya itu ide bagus. Ayo,
kita langsung hampiri saja yang asli."
"Tapi, kalau nanti kamu?"
"Tidak apa." Jonathan tersenyum. "Bukankah kita bisa bergantian menyerang" Switch?"
Benar juga. Mereka berdua bisa bergantian menyerang.
Lumina bangkit berdiri dan mengangguk sambil tersenyum. Mereka berdua lalu melesat
kearah Jack asli yang ditunjukkan oleh Lumina. Ketika mereka sampai di dekat hutan, Jack yang
asli yang memang bersembunyi di sana bersiul kagum. Sebelah tangannya menitikkan darah, tanda
bahwa anak panah yang dilepaskan Lumina tadi mengenai sasaran.
"Ternyata kalian cukup lihai dan teliti. Terutama gadis kecil ini?" dia menatap Lumina,
"Panah yang kau tembakkan tadi cukup menyakitkan, untung saja aku tidak terluka parah."
"Kali ini, kau akan lenyap dari dunia ini." kata Lumina. "Tapi, aku harus juga berterima
kasih karena kau berusaha mencongkel mataku. Karena hal itu, mata kiriku memiliki kemampuan
yang luar biasa." "Oh, benarhkah" Kuharap aku bisa melakukannya pada matamu yang sebelah lagi."
"Itu tidak akan terjadi." Jonathan berdiri disamping Lumina, "Aku tidak akan membiarkan
hal itu terjadi. Jadi, bersiaplah kau yang akan menderita."
"Hoho" aku takut." Ejek Jack, "Apa yang bisa kau lakukan" Bahkan saudaramu sendiri
sempat terbujuk olehku untuk membantuku."
"Apa?" Lumina mengerutkan kening dan menoleh kearah Jonathan, "Apa maksudnya?"
"Oh, kuberitahu sesuatu yang mungkin akan membuatmu tak menyangka, Manis." ujar
Jack, "Saudaranya, Joe, sempat tergiur oleh tawaranku untuk menawanmu di suatu tempat, untuk
dirinya sendiri." "Ap"tidak mungkin!"
"Tawaran yang sebenarnya menggiurkan. Aku mengatakan padanya, setelah aku dan
Apocalypse mengutak-atik tubuhmu, dia bebas mau menggunakanmu sesuka hati. Dijadikan
boneka, atau pembantu, terserah dirinya?"
"Diam!!!" Jonathan berkata dengan keras dan mengagetkan Lumina yang berdiri di dekatnya. Dia
mendengar semua yang dikatakan Jack, dan dia juga mengerti apa maksud pria itu. Tapi"
"Joe tidak akan pernah melakukan itu." kata Jonathan, "Dia tidak seperti dirimu yang
dengan mudah membunuh pasangan empatimu sendiri."
"Aku tidak pernah mencoba membunuhnya, dia sendiri yang hendak mengorbankan
nyawanya untukku." Balas Jack.
"Pasangan empati?" Lumina mengerutkan kening, "Apa jangan-jangan" Maya Watson?"
"Maya seharusnya mau mengikuti apa tindakanku, dan dia tidak akan berakhir bodoh
dengan menyerahkan hidupnya untuk membantu si Tuan Pahlawan dan kawan-kawannya." Jack
mengedikkan bahu, "Kalau kalian perhatikan, itu semua bukan kesalahanku, tapi kesalahan kedua
orangtua gadis kecil ini."
"Orangtuaku tidak akan pernah membunuh orang lain!" kata Lumina. "Mereka menjadi
The Chronos Sapphire bukan karena kemauan mereka sendiri."
"Terserah. Tapi?" Jack mengeluarkan pedangnya, "Kurasa aku tidak akan keberatan kalau
aku membunuh kalian berdua sekarang dan menyerahkan mayat kalian pada Apocalypse. Pasti
mereka akan memperbolehkanku untuk menghabisi yang lainnya."
"Aku tidak akan membiarkan itu." kata Lumina, "Aku tidak akan membiarkan pria licik
sepertimu mewujudkan keinginan tersebut. Aku, Jonathan, dan yang lain, akan menghentikanmu."
"Terus saja berbicara. Waktuku tak banyak, dan aku harus segera menyelesaikan tugasku."
Dan Jack mulai menyerang.
*** "Wow." itu kata yang pertama diucapkan Sarah setelah Aria menyelesaikan ceritanya. "Apa itu
semuanya benar, Bi" Kalau begitu, Mom juga?"
"Tidak. Ibu kalian tidak termasuk dalam pasukan pembunuh bayaran The Chronos
Sapphire." Kata Aria, "Dia manusia biasa. Sama seperti paman kalian, Kazuhi."
"Lalu" kenapa kalian bisa selamat dari pulau Sleep Forest" Bagaimana bisa?" tanya Snow.
"Ayah, Ayah tidak pernah mengatakan hal ini sebelumnya."
"Memang tidak pernah. Dan kami memutuskan itu hanya masa lalu." kata Duke, "Tapi,
ternyata masa lalu tetap menghantui kami, melalui Jack Lucios. Dia yang paling terobsesi untuk
menjadi yang terkuat, dan mungkin alasan kenapa dia dihidupkan kembali, seperti yang diutarakan
sebelumnya, sebagai senjata pamungkas, sekaligus kartu AS bagi Apocalypse."
"Dan aku tidak percaya kalau Bibi Aria masih di sini, mengingat dia memulangkan 4 orang
dalam waktu yang berdekatan dalam keadaan mati namun hidup kembali," Snow menelan ludah,
"Itu terlalu" mengerikan untuk dibayangkan."
"Yah" mungkin itu yang namanya takdir." Kata Aria sambil tersenyum muram. "Nah, kita
tidak punya banyak waktu untuk berbicara. Aku merasakan auranya. Aura Jack Lucios. Dia ada di
dekat sini." "Eh" Bibi juga bisa merasakan auranya?" tanya Sarah.
"Bibimu ini punya firasat yang lebih tajam dari kami semua." Kata Dylan sambil
tersenyum, "Yah" namanya juga pasangan empati Rifan. Mereka berdua ini adalah kartu AS
sekaligus penyerang terbaik diantara kami."
"Keren!" kata Snow sambil bersiul. "Lalu, bagaimana kalau kita sekarang membantu yang
lain" Bibi tahu di mana mereka berada sekarang?"
"Sebentar?" Aria mengerutkan kening, "Aku tidak bisa menerka di mana mereka. Aneh.
Seperti ada yang menghalangi" tapi, aku tahu di mana Jack."
"Pasti kemampuan itu digunakan oleh Jack." Ujar Rifan, "Kemampuan yang pernah dia
gunakan untuk melumpuhkanmu setelah konser pertamamu waktu itu."
"Oh, tidak?" "Tunggu," Reno tiba-tiba mengangkat tangan, "Aku tahu di mana mereka sekarang."
"Apa" Benarkah" Di mana, Reno?" tanya Snow. "Tapi, tunggu. Bagaimana kamu tahu di
mana mereka berada?"
Reno menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan menghembuskan nafas.
"Lumina dan Jonathan bukan satu-satunya pasangan empati dalam generasi ketiga."
Ujarnya. *** "Lumina, awas!!"
Jonathan mendorong Lumina ke sisi lain sementara dia bersalto kearah lain. Pedang Jack
mendarat mulus di tanah di tempat mereka baru saja berdiri.
Lumina cepat menguasai diri. Dia mentransformasikan pedangnya menjadi busur dan
mulai menyerang Jack. Gunakan switch saja. kata Jonathan lewat telepati. Kita bergantian menyerang.
Mengerti. jawab Lumina. Dia berguling ke samping ketika Jack mulai menyerang
kearahnya. Gunakan mata kirimu, sayang" itu adalah senjata andalanmu" lagi-lagi suara itu. Lumina
mendengar suara asing yang bukan suara Jonathan. Suara itu bilang dia adalah bibinya. Tapi, dia
tidak tahu bibi yang mana, apakah Keiko atau"
"Lumina!!" Lumina tersadar dari lamunannya berkat suara Joe yang berdiri tidak jauh darinya
menariknya mundur dan menangkis serangan Jack, yang langsung mengenai dada kirinya.
"Joe!!" Jack mencabut pedangnya dan sebuah asap hitam menguar keluar dari tubuh Joe diiringi
erangan kesakitan dari cowok itu.
"Aargh?" "Joe!!" Lumina berlutut di sebelah Joe dan menahan tubuh cowok itu agar tidak langsung
terjatuh ke tanah. "Kurasa ada Tuan Pahlawan versi kedua di sini." kata Jack sambil mengelap pedangnya
yang berlumuran darah dengan tangannya. "Tapi, sayangnya, dia tidak sekuat rivalku itu.
"Joe, kamu tidak apa-apa?"
"Y, ya?" Joe mengangguk sambil tersengal-sengal. "Untunglah pedangnya hanya 2 senti
menusuk dari jantungku."
"Tapi?" "Sudahlah" ini hanya luka kecil." Ujar Joe sambil berusaha berdiri. "Kau menyerang saja
dengan Nathan. Dia lebih membutuhkanmu."
Lumina menatap Joe ragu. Rasanya dia pernah melihat seseorang seperti ini sebelumnya.
Dan dia baru ingat, Joe dulu pernah menyamar menjadi Nathan, dan kadang menolongnya
di saat yang tidak diduga. Seperti sekarang ini. Mungkin apa yang dilakukan oleh Joe sudah seperti
bernafas, naluriah dia lakukan tanpa sadar.


The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah" tapi, kalau lukanya benar-benar parah, sebaiknya kamu mundur dan
menghindar. Ya?" kata Lumina.
"Aku tahu?" Joe tersenyum miris, "Sudah, cepat sana, Jonathan menunggu."
Lumina mengangguk dan berdiri. Joe bersandar di sebuah batang pohon gundul di
dekatnya. Dia berusaha menuruti saran Lumina untuk mundur dulu sejenak. Dia perlu
memulihkan lukanya terlebih dulu.
Jonathan, switch. Kata Lumina lewat telepati.
Jonathan mengangguk samar dan mundur ke belakang. Lumina mengambil alih serangan.
Dia mentransformasikan busurnya menjadi pedang, dan dengan gerakan memutar, dia menyerang
Jack. Serangannya, entah kenapa kali ini begitu sempurna dan nyaris tanpa cela. Sekali lagi, Jack
harus mendapat beberapa serangan "kecil" dari Lumina.
Aku terlalu meremehkan gadis ini. kata Jack dalam hati. Kalau begitu, hanya ada satu cara.
Jack mundur ke belakang dan menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya.
"Kurasa aku terlalu meremehkan kalian berdua, ya?" kata Jack sambil tersenyum. "Tapi,
kalian belum menang. Dan aku yakin, kalian tidak akan pernah menang dariku."
"Kalau begitu, kita lihat saja." kata Lumina, "Aku dan Nathan akan mengalahkanmu."
"Kuharap kalian bisa setelah aku memasukkan kalian ke "ruang kedap udara" ciptaanku."
"Apa?" Jack menjentikkan jarinya. Semula Lumina mengira dia akan melihat sebuah bola energy
atau semacamnya keluar dari tangan Jack. Tapi" tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang terjadi.
"Kau bercanda, ya?" tanya Jonathan, "Tidak terjadi apa-apa."
"Karena kalian tidak merasakannya secara fisik" tapi secara mental." Kata Jack.
"Ap?" Jonathan tiba-tiba menyadari sesuatu, menyelinap di sekililing kakinya. Ketika
melihat ke bawah, dia melihat sulur-sulur tanaman merambati kakinya dan terus naik sampai
melumpuhkan kedua kakinya. Sulur-sulur itu juga sudah mulai merambat ke kedua tangannya.
"Nathan!" Lumina hendak menjangkau Jonathan, tapi, dia sendiri ternyata dihalangi oleh sulur-sulur
tanaman yang juga membelitnya sampai ke pinggang.
"Dari mana asalnya sulur-sulur tanaman ini?" kata Lumina mencoba melepaskan diri dari
sulur tanaman itu dengan kemampuan telekinesisnya. Tapi, tidak mempan sama sekali. Bahkan
kemampuannya seolah tidak keluar dengan baik.
"Ke, kenapa ini" Kemampuanku tidak bisa digunakan sama sekali?" gumam Lumina
sambil mengernyit ketika salah satu sulur membelit lengannya dengan keras.
"Kalian berada di "ruang kedap udara" milikku. Lebih tepatnya, ruang tanpa kemampuan
The Chronos Sapphire." Kata Jack, berjalan mendekati mereka, "Mungkin orangtua kalian lupa
memberitahu kalau aku punya kemampuan mengendalikan sulur-sulur tanaman yang sedang
membelit kalian dan bisa menciptakan ruang di mana The Chronos Sapphire tidak bisa
menggunakan kemampuannya dengan leluasa" seperti kalian sekarang."
"Cara yang licik. Cocok untuk orang sepertimu." Kata Jonathan. Ia mengerahkan
tenaganya untuk mengalahkan sulur-sulur tanaman yang membelitnya dan menggunakan
pedangnya untuk memotong mereka semua.
"Kau tidak akan bisa mengalahkan sulur-sulur tanamanku begitu saja, nak?" ujar Jack, dan
tepat setelah dia mengucapkannya, sulur-sulur lain mulai membelit Jonathan, kali ini bahkan lebih
kuat dan membuat cowok itu mengerang kesakitan.
"Nathan, jangan!!"
"Aku tidak apa-apa" tenang saja." kata Jonathan, "Cuma sepertinya ada tulangku yang
retak. Sedikit." Jack mendengus dan berjalan mendekati Lumina, "Kali ini, aku akan membawamu hiduphidup pada Albert. Dan mungkin, aku akan memberikanmu penghargaan khusus karena masih
bertahan sampai saat ini."
"Mau apa kamu?" tanya Lumina ketika sebelah tangan Jack terulur ke tengkuknya.
"Henti?" Ucapan Lumina terhenti ketika dia melihat sebuah bayangan pedang terlintas di
hadapannya. Jack mundur beberapa langkah dan menggoyang-goyangkan tangannya yang nyaris
terkena sabetan pedang itu. Beberapa saat kemudian, terdengar suara seperti kaca pecah di atas
kepala Lumina. "Kukira aku tidak bisa membiarkanmu sedetik saja untuk menghabisi anak-anakku." Kata
orang yang berdiri di hadapan Lumina, "Untung saja aku belum terlambat."
"Ayah?" Rifan berdiri di depan Lumina dan tersenyum. "Ayah belum terlambat, kan?"
Lumina menggeleng. Lalu, dia merasakan kehadiran orang lain di dekatnya dan menoleh.
Reno berdiri di sampingnya dan sedang membabat habis sulur-sulur tanaman yang membelit
tubuh Lumina. "Oniichan?" "Kuharap kami semua belum terlambat." Kata Reno tersenyum, memotong sulur terakhir.
"Kalian tidak terlambat. Justru kami yang kelihatannya terlalu bersemangat ingin
menghabisinya." Kata Jonathan yang sudah bebas dari sulur-sulur tanaman milik Jack. Clarissa
berdiri di sebelahnya. "Dan masuk ke dalam perangkap." Kata adiknya itu sambil geleng-geleng kepala. "Untung
aku memanggil Reno lebih cepat."
Clarissa melirik kearah Reno dan melihat cowok itu mengedipkan sebelah matanya.
"Kukira aku tidak akan lebih senang lagi?" geram Jack, "Kenapa selalu ada yang
mengganggu rencanaku?"
"Itu karena kami memang harus mengganggu rencanamu." Kata Aria, "Kali ini, kami akan
menghabisimu. Sekali lagi."
"Memangnya kalian bisa?"
"Bisa, tentu saja." kata Rifan, "Dengan bantuan dua pasangan empati baru yang ada di
sini." "Dua?" Aria tersenyum pada Reno dan mengangguk pelan, "Sekarang, giliran kalian yang
menyerang." Ujarnya.
"Baik?" Reno mengangguk kearah Clarissa, "Switch."
"Oke." Clarissa tersenyum dan memutar pedangnya. "Aku duluan!"
CHAPTER 30 Clarissa menyerang Jack dengan gerakan yang luwes bertenaga, seperti kelopak bunga yang gugur
ke tanah. Gadis itu mengayunkan pedangnya seolah benda itu adalah tangannya sendiir. Clarissa
menyerang Jack dengan gerakan bertubi-tubi dan nyaris tidak memberikan pria itu kesempatan
untuk membalas. "Reno, Switch!"
Clarissa mundur ke belakang dan membiarkan Reno mengambil alih penyerangan.
Dengan tangkas, Reno mentransformasikan pedangnya menjadi pistol dan menembak kearah
Jack. Hal yang memang sepintas terlihat sia-sia karena walau sudah diserang bertubi-tubi, Jack
masih bisa menghindari serangan Reno yang dilontarkan dari jarak jauh.
"Terlalu dini untuk menjebakku dengan cara lama seperti Tuan Pahlawan dan
pasangannya." Kata Jack menyombongkan diri. Dia menjentikkan jarinya dan beberapa
bayangannya muncul, mengalihkan perhatian Reno sementara.
"Wow," Reno berguling ke samping ketika salah satu bayangan Jack menyerangnya.
"Hampir saja?" Jack terkekeh melihat Reno yang cukup kesusahan menangani bayangannya.
Dan melupakan kalau masih ada orang lain yang bisa menyerangnya kapan saja.
"Kau tidak melupakan kami, kan?"
Jack berbalik dan melihat Lumina dan Jonathan yang berada di udara dan siap
menyerangnya dari atas. Pria itu cepat berguling ke samping ketika pedang Lumina dan Jonathan
nyaris mengenainya. "Dan aku yakin, kau tidak melupakan kami juga."
Rifan dan Aria menyerang Jack dari sisi kiri dan kanan, membuat pria itu tidak sempat
menghindar. Tak ayal, pedang mereka berdua mengenai dada dan lengan kirinya.
"Sial!" Jack bersalto ke belakang dan mengantisipasi tindakannya sekarang. Gerakan sekecil apa
pun membuat tubuhnya sakit. Pedang Rifan tadi nyaris mengenai urat nadi di tangan kirinya, dan
Aria hampir mengenai titik vital tubuhnya. Tapi, bukan itu yang membuat Jack merasakan nyeri
yang aneh di tempat pasangan itu menyerangnya barusan.
Aria dan Rifan berdiri bersebelahan. Pedang Aria berpendar biru. Aria mengelusnya dan
merasakan sesuatu yang ganjil di sana. Seolah" ada kekuatan lain di dalam pedangnya.
Apa ini" Seperti ada sesuatu yang mengalir"
Aku akan selalu bersama kalian" sebuah suara terdengar di dalam kepalanya. Aku pernah
mengatakan kalau aku akan selalu bersamamu, Aria. Kali ini, kalahkan Jack dengan bantuan
Lumina dan pasangan empatinya.
"Maya?" "Apa, Aria?" tanya Rifan.
"Maya" aku mendengar suara Maya." Kata Aria, "Aku barusan mendengarnya tadi?"
"Lumina, Jonathan!"
Lumina dan Jonathan berdiri di samping Aria secepat kilat. Aria sempat melihat Lumina
menutup sebelah matanya. Mata kanannya ditutup, dan mata kirinya dibiarkan terbuka.
"Apa yang sedang kamu lakukan, Lumina?" tanya Rifan.
"Ada suara di kepalaku yang bukan suaraku dan Nathan, memberitahuku kalau mata
kiriku bisa melihat menembus Jack Lucios palsu dan bisa dengan mudah menemukan titik
kelemahannya." Kata Lumina, "Seperti memiliki kacamata tembus pandang dan bisa
mengidentifikasi apa saja kelemahan dan kelebihan benda yang ada di depan mata."
"Kemampuan itu" benar juga!" Aria seperti menyadari sesuatu. "Baiklah, Rifan, kita akan
membiarkan Lumina dan Jonathan menyerang lebih dulu, kamu harus bisa menangkap detil
sekecil apa pun yang kelihatannya menyulitkan bagi Jack. Bisa, kan?"
"Ap"tapi, apa maksudnya?"
"Pokoknya lakukan saja!" kata Aria, "Lumina, Jonathan, untuk beberapa saat ke depan, dia
milik kalian. Serang dia."
"Kok?" Lumina mengangkat sebelah alisnya heran. Tapi, melihat raut wajah ibunya yang
tegas dan penuh keyakinan itu, Lumina tahu apa yang sedang dipikirkan ibunya.
"Baiklah" Nathan, ayo." Kata Lumina.
"Siap!" Lumina dan Jonathan lalu kembali menyerang Jack.
*** "Reno," Clarissa berdiri di belakang Reno, punggung mereka berdua menempel. Sementara Jack
bayangan mulai mengepung mereka.
"Jumlah mereka terlalu banyak. Tidak mungkin kita menghabisi mereka sekaligus." Kata
Reno, "Aku tidak berlatih cukup baik beberapa hari ini."
"Kalau begitu, kau telat selangkah dariku, ya?" kata Clarissa terkekeh, "Tapi, kita tidak
perlu menghabisi mereka sekaligus, kok. Masih ada orang lain yang ingin melampiaskan
kemarahan dan kekesalan mereka."
"Eh?" "Tuh" Paman Charles dan teman-temannya juga sedang bertarung, kan?" kata Clarissa.
Benar. Charles, dan yang lain juga ikut menyerang Jack bayangan yang ada. Dia memang
tidak sendirian untuk hal ini.
"Tapi, kita tidak bisa hanya mengandalkan mereka. Kita juga harus ikut menyerang." Kata
Clarissa lagi. "Aku tahu?" balas Reno, "Ada rencana?"
"Tidak. Kamu?" tanya Clarissa sambil menyerang Jack bayangan yang ada di hadapannya.
"Aku juga tidak." balas Reno sambil menyerang. "Apa kita harus melakukan switch lagi?"
"Aku tidak terlalu suka seperti itu." ujar Clarissa, "Kalau begitu, Cuma ada satu cara."
"Tadi kamu bilang kamu tidak punya rencana." Gerutu Reno.
Clarissa hanya tersenyum, kemudian pandangan matanya berubah serius. Clarissa memutar
Fleur Sakura-nya dan dalam sekejap berteleportasi ke berbagai arah. Tentu saja dia juga sambil
menyerang. Serangan cepat, sekaligus kemampuan berteleportasi yang memudahkannya untuk
menyerang dari berbagai arah. Clarissa bahkan tidak memerlukan kemampuan menggandakan diri
seperti Jack karena kemampuannya sepertinya jauh lebih hebat.
Clarissa berdiri membelakangi semua Jack bayangan dengan gaya ala samurai. Sambil
berbalik, dia tersenyum lebar pada Reno. Diiringi dengan hilangnya semua Jack bayangan yang dia
serang. "Bagaimana?" tanya Clarissa masih tetap tersenyum lebar, melihat Reno hanya melongo
melihat aksinya. "Sepertinya mulai sekarang aku harus berhati-hati denganmu karena kamu menyerang
secara membabi-buta." Kata Reno, "Tapi, yah" memang hebat. Aku kagum, dan kaget."
Tahu-tahu Clarissa berdiri di sebelah Reno dan mencium pipinya. Cowok itu kaget dan
mundur selangkah sambil menatap Clarissa.
"Ap"tolong jangan asal menciumku. Aku sensitive pada ciuman dari cewek sepertimu,
Utami." Clarissa hanya tersenyum dan kembali menyerang Jack bayangan yang mulai bergerak
kearah mereka. Dia tidak menghiraukan ucapan Reno selanjutnya.
"Oi, Reno, jangan meleng saja!" ujar Snow yang tahu-tahu sudah berdiri di sebelahnya.
"Kau juga harus ikut bertarung. Ayo!"
Reno menghembuskan nafas dan mulai menyerang lagi.
Lumina bersalto ke samping ketika pedang Jack nyaris mengenainya. Dia menutup mata
kanannya dan membiarkan mata kirinya yang bekerja. Lumina bisa melihatnya, beberapa titik
kelemahan Jack, dan dia mencoba menyerang kearah titik tersebut, dan sayangnya, selalu gagal
karena Jack seperti bisa membaca gerakannya dengan mudah seperti buku terbuka.
Kalau begini, aku tidak akan bisa mendapat kesempatan untuk menyerangnya secara fatal!
Batin Lumina sambil mundur beberapa langkah dan kembali berdiri di sisi ibunya.
"Sekarang, serahkan semuanya pada kami." Ujar Aria. "Kalian beristirahat saja."
"Eh?" Ayah dan ibunya lalu berlari cepat kearah Jack dan mulai menyerang. Mulanya, Jack tidak
memerdulikan keberadaan Aria dan Rifan karena masih berurusan dengan Jonathan. Namun,
ketika dia merasakan ada sesuatu yang mengganggu pertarungannya dengan Jonathan, barulah pria
itu sadar kalau dia sedang diserang habis-habisan oleh Aria dan Rifan, tanpa disadarinya, Jonathan
sudah tidak menyerangnya lagi dan kembali ke sisi Lumina.
"Maaf, tapi aku tidak akan membiarkanmu bersenang-senang dengan orang lain." kata
Rifan, "Kali ini, aku akan bersungguh-sungguh membunuhmu dan tidak akan membiarkanmu
bangkit kembali." "Coba saja!!" Rifan menghindari serangan Jack yang mengarah ke lehernya dan menyerang balik. Ia
merasakan sensasi yang sama seperti misi terakhir sebagai The Chronos Sapphire, dan itu
membuatnya mual. Aria menyadari hal tersebut, dan tanpa mengucapkan "switch", dia
menggantikan Rifan menyerang Jack. Dan walau Aria lebih sering di panggung dan menghadiri
konser sebagai penyanyi dan ibu rumah tangga, gerakannya masih luwes dan bertenaga. Jack
beberapa kali terdesak oleh serangan Aria dan beberapa kali juga tubuhnya terkena sabetan dan
sayatan dari pedang Blue Rose-nya.
"Aku tidak akan kalah?" gumam Jack sambil menyemburkan darah di mulutnya ke tanah.
Nafasnya sudah tersengal-sengal, dan darah mengalir di sekujur tubuhnya.
"Kali ini, aku akan membalas dendam pada kalian semua. Aku bersumpah untuk itu!"
"Kau tidak akan bisa!"
Jack menoleh ke belakang ketika sayatan pedang mengenai punggungnya. Clarissa berdiri
dengan tatapan mata sedingin es. Fleur Sakura di tangannya berlumur darah.
"Kau?" "Kukira kau tidak akan melupakan kalau yang mengepungmu sekarang adalah 3 pasangan
Tawaran The Proposal 1 Animorphs - 32 Pemisahan The Separation Pangeran Perkasa 8

Cari Blog Ini