The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh Bagian 2
Bajuku juga kotor dan terlihat tinta berwarna gelap terkena
pakaianku. Dan, yang membuatku benar-benar kaget adalah
kata-kata Snow yang bilang kalau ia mencium bau darah dari
pakaian kami. Dan jelas saja aku bisa langsung tahu, bahwa
noda berwarna gelap ini adalah bekas darah. Asam
lambungku langsung terasa naik, sehingga bila perutku terisi,
mungkin saja aku akan muntah.
"Apakah Nona dan Snow melupakan kejadian
semalam?" tanya Phoenix tiba-tiba. Aku langsung terdiam
mendengarnya. Aku langsung melihat rekaman itu di dalam
pikiranku. Sebuah mimpi yang benar-benar seperti nyata.
Lututku langsung terasa lemas mendengarnya.
"Jadi.... itu semua bukan mimpi?" ucapku dengan
nada tidak percaya. Aku langsung memandang Snow... dan,
dengan segera aku membuka bajunya dan melihat perutnya.
Aku sentak kaget melihatnya. Paling tidak, seharusnya ada
87 bekas luka tusukan.... tapi...... kenapa" bahkan bekasnya saja
tidak ada! Seolah... memang tidak ada luka di sana.
"Kenapa?" "Itulah yang ingin kami tanyakan kepadamu Corin,"
sela Josh. "Maaf akan kelancangan saya, tapi apakah benar"
Nona, sebelum bertemu dengan Snow, adalah seorang
manusia biasa" Bukan seorang penyihir?" tanya Phoenix.
Jantungku langsung terasa berhenti berdetak mendengarnya.
Apa" Pertanyaan konyol macam apa itu!"
@@@ Bisa kulihat Pi dan Al bermain kejar-kejaran di
padang rumput ini. Cahaya matahari yang menyengat sama
sekali tidak membuat keceriaan mereka berkurang. Angin
yang berhembus lembut saja, seolah menjaga senyuman
mereka. Tapi, mereka terlalu kecil untuk mendengar
percakapan kami. Jadi, kami hanya dapat mengawasi mereka
dari kejauhan. "Bukankah jelas kalau aku ini hanya menusia biasa?"
ucapku bingung. "Apakah ada keluargamu yang sebelumnya
penyihir?" tanya Josh dengan serius. Aku terdiam
mendengarnya. Mencoba untuk mengingat-ingat. Dan, aku
sentak kaget saat menyadarinya. Cerita lama dari Kakek!
"Oh! Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak,
tapi.... dulu, saat aku kecil, aku sering di ceritakan Kakekku...
tentang sebuah kisah. Aku tidak tahu ini kisah nyata atau
88 bukan. Karena aku mendengarnya waktu kecil, aku hanya
menganggabnya dongeng. Apalagi, Kakek meninggal saat aku
berusia 8 tahun," ucapku jujur.
"Cerita apa?" tanya Lin.
"Cerita tentang petualangan. Petualangan sihir. Aku
sudah lupa bagai mana ceritanya, tapi yang kuingat, itu kisah
yang bercerita tentang sepasang sahabat.... penyihir yang
membela keadialan. Aku tidak mengerti maksudnya, tapi
dulu aku suka sekali cerita itu," jelasku.
"Kenapa?" kali ini Snow yang bertanya.
"Karena cerita itu mengisahkan tentang Persahabatan. Dulu, aku tidak punya teman seorangpun, jadi
aku selalu saja meminta Kakek untuk menceritakannya terus.
Aku begitu iri dengan cerita persahabatan itu, yang pertama
kali mereka bertemu, sama sekali tidak menemukan
kecocokan, tapi akhirnya, mereka saling mendukung satu
sama lain. Tapi aku tidak suka akhir kisah itu. Akhirnya salah
satu sahabat mening....gal," aku sentak kaget dengan
ucapanku sendiri. "Ada apa Nona Corin?" tanya Phoenix bingung. Aku
langsung memandang semuanya dengan tatapan tidak
percaya. Betapa bodohnya aku! Kenapa aku tidak
menanyakannya!" Kenapa mereka sama sekali tidak
menceritakannya!" Kenapa mereka sangat penasaran apakah
aku seorang penyihir atau tidak!"
"Apa yang terjadi semalam" Bagai mana bisa ke-3
penyihir itu di kalahkan" Kenapa kalian tidak mau
89 menceritakannya?" tanyaku dengan tegas sambil
memandang mereka. Snow ikut memandang semuanya.
Sama menuntutnya. "Apa yang ingin kau ketahui?" tanya Lin.
"Semuanya. Kenap kalian bertanya tentang diriku"
Padahal sebelumnya, kalian sendiri sudah tahu kalau aku
manusia biasa. Kenapa kalian tidak mau menceritakan apa
yang terjadi semalam" Dan kenapa Snow masih hidup?"
tanyaku dengan serius. "Kucing memiliki 9 nyawa, dan berarti Snow tinggal
memiliki 8 nyawa untuk melindungimu. Itu sebabnya ia tidak
mati. Tapi bagaimanapun, masa pemulihannya terlalu cepat,
bahkan untuk ukuran kucing sihir, soal itu kami masih tidak
tahu jawabannya," jawab Josh. Aku mengerti mendengarnya.
Memang yang pernah kudengar, kucing memiliki 9 nyawa.
Dan soal bekas luka yang sama sekali tidak ada itu memang
sebuah pertanyaan besar. "Kejadian malam itu, bukankah seharusnya kau
sendiri mengingatnya" Walau di dalam mimpi selama kau
tidur?" tanya balik Lin. Aku kesal bukan main mendengarnya.
Kenapa dia begitu bertele-tele!"
"Mimpi" Tadi aku hanya mimpi menyeramkan saja,
dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian
semalam. Semalam tidak ada salju, sedangkan di mimpiku
ada," ucapku kesal. "ke-3 penyihir itu mati, di makan Snemen," sela
Phoenix. 90 "Apa?" ucapku dan Snow kompak.
"Ya, mereka di makan Snemen dan Snow," ucap Lin.
Aku langsung membeku mendengarnya. Di makan!" Bulu
kudukku langsung meremang membayangkannya. Aku
langsung memandang Snow yang balas memandangku
dengan bingung. "Dan kau yang memerintahkannya untuk melakukan
itu semua," "Tidak! Tidak mungkin! Bagai mana bisa aku?"
"Itulah yang terjadi semalam. Kau.... seperti di
kendalikan sesuatu. Dan, kau sendiri yang bilang, bahwa
dirimu ternyata di rasuki oleh sebuah roh, itu sebabnya Snow
juga terpengaruh," sela Lin. Aku langsung bergidik ngeri
mendengarnya. "Roh" Roh apa?" tanyaku ngeri.
"Kau yang di rasuki Roh saja tidak tahu, apa lagi kami.
Itu sebabnya, kami bertanya itu, tapi sepertinya percuma
juga bertanya, karena sepertinya, apa yang kau ceritakan
hanyalah dongeng," ucap Josh sambil menghela nafas. Apa!"
nggak sopan! "Dan, saya lupa memberi tahu Anda, kalau kereta
kita hancur gara-gara ledakan itu, dan Anda dan Snow, sudah
2 hari pingsan, sekarang hari Selasa. Jadi, waktu yang tersisa
hanya sekitar 3 hari lagi dan kita harus berjalan kaki," ucap
Phoenix tiba-tiba. Apa!"
91 8. Kabar Burung" " Bisa kurasakan keringat mengalir dari setiap poriporiku. Meskipun kami di antara pepohonan yang teduh dan
sejuk, tapi aku masih saja berkeringat. Apa lagi aku sudah
tidak mandi dari hari Minggu! Rasanya gerah dan
menyebalkan. Wajahku memerah saat sadar betapa masa
puber itu sungguh memalukan, karena dapat membuat
tubuh bau dengan tidak mandi! Ah, puber atau nggak puber,
kalau nggak mandi juga pasti bau!
Dadaku mulai terasa sesak karena terlalu capek
berlari. Dadaku seolah di tindih beban berat karena terlalu
lelah berlari. Oh, menyebalkan sekali! Kakiku mulai terasa
mati rasa, dan mataku mulai berkunang-kunang.
"Bhe"bherapha jahuh laghi?" tanyaku terengah
sambil berusaha tetap seimbang berlari. Mengikuti langkah
cepat Lin dan Josh. Tentu saja Snow dan Phoenix hanya
mengurangi kecepatan mereka dan berlari di depan kami
sambil menggendong Pi dan Al yang kegirangan karena kami
berlari. "Corin!?" ucap Lin kaget sambil memandangku. Aku
tidak kuat lagi, dan akhirnya keseimbanganku hilang sudah.
Dengan hebatnya, aku mendarat di atas rerumputan yang
empuk sehingga membuatku tidak terlalu sakit terjatuh.
Semuanya langsung mengerumuniku dengan panik.
"Corin, wajahmu pucat sekali... sebaiknya kita
beristirahat," ucap Josh dengan khawatir. Aku hanya diam
92 sambil berusaha menghisab oksigen di skelilingku. Dadaku
terasa sakit dan sesak. Jantungku memburu dengan
cepatnya, mungkin setara dengan kecepatan baling-baling.
"Sebaiknya Nona beristirahat dulu," ucap Snow
khawatir sambil menyenderkanku di bawah pohon. Aku
hanya diam sambil memejamkan kedua mataku. Kepalaku
terasa berdenyut nyeri. Apa yang terjadi sekarang memang
sangat tidak mungkin. Aku hanya dapat berlari maksimal
1600 M tanpa berhenti, dan kini aku di suruh berlari lebih
dari 2 Km tanpa berhenti!
Terlebih, aku belum mendapatkan asupan gizi sama
sekali. Aku hanya dapat minum dari air yang kami temukan di
danau. Mau makan, tapi rata-rata yang ada di hutan ini
semuanya beracun. Menyebalkan. Terlebih, baru saja aku
tersadar tadi, aku langsung di suruh berlari.... wajar saja,
karena aku sudah pingsan selama 2 hari tanpa makan dan
hanya dapat minum. Aku menghela nafas. Sekarang matahari
sudah mulai tenggelam, dengan begitu kami akan
menunggangi entah makhluk apa yang akan di panggil Josh
dan Lin. "Nona, minum dulu," ucap Snow tiba-tiba. Aku
langsung menerima sebotol air yang di berikan Snow dan
meminum habis air itu. Entah dari mana ia mendapatkannya,
tapi tidak heran kalau Snow sangat mudah menemukan air.
"Terimakasih," ucapku
tersenyum mendengarnya. tulus. Snow hanya "Sebaiknya Nona beristirahat lagi," pintanya. Aku
menurut dan memejamkan kedua mataku lagi. Aku bisa
93 merasakan udara yang menerpa lembut kulitku. Rasanya
teduh dan nyaman. Aku menggerutkan kening saat sadar ada
yang menghalangi anginku. Aku langsung membuka kedua
mataku dan mendapati Al sedang memandangku.
"Ada apa Al" Mana Pi" Kau tidak bermain
dengannya?" tanyaku ramah. Mencoba menyembunyikan
rasa lelahku yang mulai pulih. Yah, biasanya ada Al, di sana
ada Pi. Al langsung menunjuk Pi yang sedang asyik main
dengan Snow. "Tidak. Al malas main," jawabnya kemudian. Aku
terdiam memandang Al. Begitu juga Al yang sedang
memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Tingkahnya itu teramat sangat lucu! Aku langsung teringat
dengan Al dan Pi yang meninggalkan kedua orang tua
mereka. Apakah kedua orang tua mereka sama sekali tidak
cemas" Apakah mereka sama sekali tidak rindu dengan
kedua orang tua mereka"
"Al, Al tidak kangen dengan Papa dan Mama?"
tanyaku kemudian. Al diam mendengarnya. Aku sentak kaget
saat ia langsung duduk di pangkuanku dan bersandar di
badanku. Aduh.... sepertinya dia tidak mengerti dengan
pertanyaanku. Wajar saja, kan masih anak kecil umur 3
tahun. "Mama nyuluh Al di cini, dengan Kakak," ucap Al
tiba-tiba. Aku sentak kaget mendengarnya. Di suruh
Mamanya di sini!" Apa maksudnya!" Mana mungkin kan ada
orang tua yang tega menyuruh anaknya berjalan bersama
94 orang asing"eh" Jangan-jangan orang tua Al sudah
mengenal kami" "Maksudnya?" tanyaku ragu. Al menggeleng.
"Tidak tau," jawabnya. Aku bingung bukan main
mendengarnya. Lah" Kok tidak tahu" Memangnya anak kecil
suka tidak tahu apa yang di suruh tanpa"yah, sepertinya Al
memang seperti itu. Asal bicara tanpa tahu apa yang di
ucapkannya. Hah.... "Kak," ucap Al sambil menarik bajuku.
"Apa?" tanyaku bingung. Al hanya menunjuk ke
arah Utara. Dengan bingung aku memandang ke arah dia
menunjuk. Dan, tiba-tiba saja aku mendengar suara berisik
sepert derap langkah kuda. Lin dan Josh yang sedang duduk
bersantai di dekat pohonku juga jelas mendengarnya.
Mereka langsung berdiri, diikuti Phoenix di depan mereka.
Dan Snow, sambil menggendong Pi, tiba-tiba ada di depanku.
"Suara apa itu?" tanyaku bingung.
"Entahlah, arahnya dari sini," jawab Lin sambil
berjalan bersama Josh, mendekat ke arah yang di tunjuk Al
tadi. Aku ikut waspada mendengarnya.
"Bau ini.... seperti Tuan Edle," ucap Snow tiba-tiba.
Aku langsung memandang Snow.
"Phoenix, apa kau menciumnya?" tanya Lin.
"Saya tidak mencium baunya Nona, tapi sepertinya
ada sekitar 4 kuda yang datang," jawab Phoenix. Lin langsung
memandang ke arah Snow dan aku bergantian. Kalau boleh
95 jujur, aku ingin sekali berdiri, tapi Al masih saja duduk di
pangkuanku. Dan, tenagaku belum pulih seutuhnya.
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kau tahu siapa saja yang datang selain Edle?"
tanya Josh. "Saya tidak tahu... tapi sepertinya sepasang
penyihir. Ya, Tuan Edle bersama sepasang penyihir," jawab
Snow. "Berarti jelas tipe sihir-mu Udara," ucapku dan Josh
dengan kompak. Aku dan Josh sentak saling pandang, lalu
kami semua sama-sama tertawa.
"Wah, sepertinya kita semua mulai kompak,"
ucapku geli. "Ya," setuju Lin.
"Ah, Nona, hati-hati!" peringat Phoenix sambil tibatiba menggendong Lin dan mendorong Josh.
"Awas!" teriak seseorang. Aku sentak kaget saat
sadar apa maksud Phoenix melakukan itu dan teriakan
peringatan itu. Tiba-tiba saja muncul 4 ekor kuda yang
langsung terhenti tepat di tempat Lin dan Josh berdiri tadi.
Jantungku hampir berhenti berdetak karena jaraknya
teramat dekat dengan tempatku duduk.
"Edle! Eka! Roni! Apa yang kalian lakukan!?" pekik
Lin dengan nada marah. "Singkirkan kudamu!" desis Snow dengan marah
sambil memamerkan giginya. Seorang cewek berambut
pendek sebahu itu langsung memerintahkan kudanya untuk
96 mundur menjauh dariku, karena memang kuda itu jaraknya
sangat dekat denganku yang sedang terbaring ini.
"Maaf," ucapnya dengan bersalah. Lalu, ke-3
penunggang kuda itu turun dari kuda mereka masing-masing.
Dan, aku benar-benar kaget mendapati Edle, memakai baju
perempuan. Ia mengenakan jins, dengan kaos biru
bergambar bunga dan menggunakan wig berambut emas se
panjang dada. "Aha ha ha ha!" aku, Lin dan Josh yang sadar
dengan penampilan baru Edle sentak tertawa. Ya ampun!
Apa itu!" Kenapa cocok sekali Edle berpakaian seperti itu!"
Aduh perutku.... ah! "Cantik sekali kamu Edle!" ucapku geli.
"Aduh... aku punya adik perempuan," ucap Lin
sambil memegang perutnya.
"Ya ampun.... apa yang terjadi?" tanya Josh sambil
mencoba menahan tawa. "Tertawa saja kalian sepuasnya!" gerutunya kesal.
Tapi, meskipun menggerutu, ia tetap saja terlihat cantik
dengan penampilannya. Padahal cowok, tapi ia jauh lebih
cantik ketimbang aku atau Lin. Benar-benar membuat iri dan
menggelikan! @@@ Setelah akhirnya puas tertawa, akhirnya aku tahu
siapa mereka. Cewek berambut hitam sebahu itu bernama
Eka. Em.... aslinya namanya Edita Kartika. Tapi, berhubung
terlalu panjang, jadi semua orang memanggilnya Eka.
97 Wajahnya kecil, dengan kulit kuning dan matanya yang besar
dan hitam. Tepatnya, dia imut. Dan, ia datang bersama
partner sihirnya. Roni. Roni Julianto. Cowok jangkung,
dengan kulit coklat dan rambut cepak. juga agak kurus, tapi
entah bagai mana sesuai dengan tingginya yang hampir sama
dengan Phoenix. "Lalu" Kenapa kau memakai pakaian perempuan"
Mau memalukan nama keluarga Weish ya?" sindir Lin dengan
marah. Kali ini ia tidak tertawa lagi. Tawa itu kini di ganti
dengan amarah. Wajah Edle langsung terlihat aneh
mendengarnya. "Padahal tadi kau yang paling kegirangan melihatku
seperti ini," gerutunya.
"Itu masalah tadi.... sekarang aku serius," ucap Lin
dengan tegas. "Biar kami yang jelaskan," ucap Roni dengan ramah.
"Ya.... em, sebenarnya kami baru mengetahuinya
kemarin. Itu sebabnya kami membawa banyak pakaian itu,"
ucap Eka sambil memandang salah satu kuda berbulu coklat
yang ternyata di gunakan untuk mengangkut beberapa tas.
Ya ampun..... "Lalu?" desak Josh. Al dan Pi langsung
mengerumuniku dan Snow yang masih terduduk di bawah
pohon sambil mengamati mereka. Walau agak panas dan
lumayan mengganggu karena di kerumuni, tapi, yah,
sudahlah. 98 "Di kota, aku dan Eka mendengar kabar kalau
pasangan penyihir Lin dan Josh membawa "manusia biasa"
yang telah menjadi penyihir sebagai "majikan". Itu sebabnya
kami langsung mencari Edle dan ternyata berita itu memang
benar. Banyak sekali keritikan pedas dari kabar burung itu.
Sekarang kabar burung itu mungkin sudah menyebar hingga
sampai ke Istana," jelas Roni.
"Apa!?" ucap Lin dengan nada tidak percaya.
"Dari mana kabar burung itu!?" tanya Josh dengan
tidak percaya. "Apakah dari kota yang kami lewati sebelumnya?"
tanya Phoenix. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi
mereka semua terlihat sangat ngeri dan panik
mendengarnya. Sebenarnya kanapa kalau aku ketahuan
sebagai manusia biasa yang menjadi penyihir dan aku
seorang "majikan?"
"Kemungkinan Ya. Itu sebabnya aku langsung
menyusul kalian bersama Eka dan Roni. Dan berhubung
wajahku sudah di kenali banyak orang karena kita
bersaudara, aku jadi menyamar seperti itu. Tapi ternyata
dugaan kami benar. Di mana kereta kalian?" tanya Edle.
"Terbakar gara-gara diserang penyihir lain. Jadi,
karena itu kami di serang" Karena itu sekarang nyawa Corin
benar-benar terancam?" tanya Josh dengan nada tidak
percaya. Aku sentak kaget mendengarnya.
"Apa maksudnya kalau nyawa Nona terancam?"
tanya Snow bingung. Mewakili pertanyaanku. Semuanya
99 sentak memandang kami dengan pandangan tidak percaya.
Eka langsung berjalan menghampiriku.
"Em.... Corin, Snow, apa kalian sadar apa yang telah
kalian perbuat?" tanya Eka ragu.
"Tidak," jawabku tegas.
"Baiklah, akan aku jelaska. Apa kalian tahu kalau
"peliharaan" memilih majikan mereka sendiri?" tanya Eka.
Entah bagai mana, aku mulai muak dengan kata-kata
peliharaan. Aku tidak menganggab Snow binatang! Tapi
manusia! "Ya," jawabku. Tanpa sadar, nada suaraku
terdengar dingin. Tapi jelas, Eka tidak sadar dengan nada
dingin itu. "Dan, disitulah letak permasalahannya. Karena
mereka "memilih" bukan "dipilih", maka tidak semua penyihir
dapat memiliki Peliharaan. Sedangkan kau, manusia biasa,
dapat memiliki Peliharaan dengan mudahnya, sedangkan
kami memerlukan usaha yang sangat keras. Karena Hewan,
memiliki insting yang sangat tajam untuk memilih siapa
majikan mereka. "Apa kau tahu apa keuntungnya yang di hasilkan
hanya karena kau memiliki peliharaan" Bahkan kau yang
belum membuat kontrak saja sudah merasakannya"kan"
Perlindungan yang sangat kuat dan kesetiaan yang sangat
besar. Dan, siapapun yang memiliki Peliharaan, akan
menambah kekuatan sihir sang majikan," jelas Eka dengan
serius. 100 "Jadi mereka iri?" tebak Snow. Eka langsung
memandang Snow dan ikut duduk di dekat kami. Di bawah
pohon sedangkan Edle, Roni, Phoenix, Lin, dan Josh mulai
berunding. Mengatakan hal yang sama sekali tidak
kumengerti. "Tidak, tapi mereka ingin menguasai-Mu," jawab
Eka dengan serius. "Apa!?" aku sentak kaget mendengarnya.
"Sepertinya kau tidak tahu ya" bila kau belum
mempunyai keturunan, dan jantungmu tidak berdetak,
otomastis peliharaanmu akan ikut mati. Sedangkan jika kau
mempunyai keturunan dan jantungmu sudah tidak berdetak
lagi, maka "peliharaan"-mu akan jadi milik anak pertamamu.
Tetapi, jika jantungmu tidak berdetak bukan karena sihir dan
ramuan yang berbau sihir.... "peliharaanmu" akan jadi milik
Pembunuhmu, jika kau mati karena di bunuh," aku tergelak
mendengarnya. "Kan seram! Kasihan Kak Corin! Nanti Kak Corin
takut!" gerutu Pi. Eka terlihat geli mendengarnya. Ia langsung
memandang Pi dan Al yang memandang Eka dengan
pandangan kesal. "Nanti Kolin nangis," ucap Al kalem.
"Mana mungkin sayang, Kak Corin dan Snow akan
kami latih, jadi mereka akan kuat dan tidak takut dengan
apapun lagi," ucap Eka dengan gemas. Aku dan Snow
langsung saling pandang mendengarnya.
"Melatih kami?" tanyaku bingung.
101 "Ya, selama di perjalanan, kami akan melatih kalian
hingga sampai di kota yang satu lagi"oh ya, mereka siapa"
Kenapa ikut kalian?" tanya Eka bingung sambil memandang
Pi yang sibuk berceloteh dengan Al. Entah Al mengerti atau
tidak apa yang diucapkan Pi.
"Ceritanya panjang," jawabku jujur.
"Lalu" Apakah Nona Eka yakin bisa melatih Saya
dan Nona" Saya dan Nona sama sekali belum bisa
mengeluarkan kekuatan sihir yang ada di dalam tubuh kami,"
tanya Snow dengan ragu. "Bukan masalah. Apa gunanya aku dapat level
Perak kalau tidak bisa melatih kalian" Aku ini jago dalam hal
melatih! Benar"kan Lin?" ucap Eka dengan ramah. Lin
langsung memandang ke arah kami.
"Ha" Apa?" tanyanya bingung.
"Tidak, bukan apa-apa," jawab Eka malas. Lin hanya
menggerutkan kening dan mulai berdiskusi kembali dengan
yang lain. "Jadi" Bagai mana caranya kalian bisa sampai ke sini
secepat ini?" tanyaku penasaran.
"Kami naik kuda secepat mungkin. Dengan kecepan
penuh, lihat kudanya, kecapekan karena tidak istiraha dan
tidur-tidur dari kemarin malam loh!" ucap Eka sambil
menunjuk ke-4 kudanya yang tengah beristirahat di bawah
pepohonan teduh sambil makan. Ya ampun, kasihan
kudanya.... 102 "Al! Al ngerti tidak yang Pi katakan?" ucap Pi
dengan kesal. Aku sentak kaget mendengarnya. Al hanya
diam mendengarnya sambil memandang Pi. Lalu Al
tersenyum. Senyuman yang sangat manis dan menggemaskan! "Pi celewet," ucap Al dengan lembut. Aku sentak
kaget mendengar kata-kata itu.
"Al!" Dapat kata-kata itu dari mana!?" tanya Eka
bingung. "Tidak tau.... Al kangen dengan Pusy," ucapnya
dengan nada hampir menangis.
"Pusy" Kok Al kangen dengan Pusy" Bukannya
kangen dengan Mama dan Papa?" tanya Pi dengan bingung.
Sepertinya dia tidak marah dengan ejekan menyeramkan Al
yang polos. Atau bisa di bilang dia tidak mengerti dengan
ejekan Al. Dan, Al sendiri tidak mengerti dengan apa yang di
katakannya. "Mama... Papa... Pusy.... cemua.... Al kangen," ucap
Al sambil menangis. "Nona!?" aku sentak kaget saat tiba-tiba Snow
menarikku menjauh dari Al. Dan, yang membuatku benarbenar kaget saat tiba-tiba muncul udara yang sangat kuat
dari skeliling Al. Pi dan Eka segera menjauh dari Al saat
merasakan tekanan berat, yang sama seperti yang kami
rasakan. "Apa yang terjadi dengan Al!?" tanya Lin dengan
bingung. Tidak ada yang menjawab, karena tiba-tiba sebuah
103 api biru yang sangat besar mengelilingi Al. Kami langsung
berteriak panik sambil memanggil nama Al saat sadar Api itu
terasa benar-benar panas di kulit kami, yang berjarak
beberapa meter dari Al. Dan, saat api itu menghilang, kami mendapati Al di
gendong oleh seorang perempuan. Rambut perempuan itu
hitam ikal panjang sepinggang. Di biarkan terurai.... dengan
mengenakan gaun gothic berwarna gelap. Sangat kontras
dengan kulitnya yang seputih salju... dan matanya yang
berwarna hijau kekuningan. Gadis itu terlihat seperti sebaya
denganku. "Akhirnya Tuan memanggil saya," ucap gadis itu
dengan suara selembut dan seindah nyanyian. Al hanya diam
mendengarnya. Dengan lembut, gadis itu langsung
menghapus air mata Al dengan jemarinya yang kurus dan
panjang. "Pusy...." ucap Al sambil memeluk gadis itu.
"Ya Tuan, saya di sini.... dan akan selalu melindungi
Tuan," ucap gadis itu dengan lembut sambil membalas
pelukan Al. Wajah keduanya terlihat senang. Lalu, gadis itu
memandang kami. Dengan tatapan tajam. Diikuti dengan
cahaya matahari yang mulai menghilang. Dan, dalam
kegelapan, matanya yang tajam bercahaya.
104 9. Perjalanan" " Cring... Cring Terdengar dengan jelas sekali, suara lonceng yang
menggema di terpa udara. Ya, suara itu dari kalung lonceng
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang di kenakan gadis itu. Gadis yang tengah menggendong
Al, dan datang secara tiba-tiba. Hanya satu yang aku ketahui,
dan sangat pasti. Dia bukan manusia. Dia Kucing. Tapi....
apakah benar" anak sekecil Al ternyata seorang "majikan?"
ataukah Gadis itu seorang "Penyihir" yang levelnya sangat
tinggi" Mata gadis itu tajam memandang kami di
kegelapan yang mulai menyusup. Suasana tegang dan
tekanan berat bisa kami rasakan dengan sangat mudahnya.
Dan, dalam pelukan dan gendorongan gadis itu, Al terlihat
sangat senang, meskipun ia terdiam seribu bahasa. Sama
seperti biasanya. "Al! Kenapa Al panggil Pusy!?" aku sentak kaget
mendengar suara melengking milik Pi. Dengan kaki yang
sengaja di hentakkan di tanah, ia berjalan ke arah Al dan
Gadis itu. Kami mencoba menghentikan Pi, tapi terlambat.
"Hentikan itu Nona Piby! Apakah sudah jelas"
Semua masalah ini karena Anda! Kenapa Anda tetap nekat
dan membawa serta Tuan Al bersama Anda!" Apakah Anda
tidak tahu betapa cemasnya Saya!?" bentak gadis itu dengan
marah. Pi sentak kaget mendengarnya. Begitu juga dengan
kami. 105 "Jahat! Padahal Pi cuman mau ajak Al lihat kelinci
yang lucu waktu itu!" ucap Pi sambil menangis. Aku
memandang Gadis yang di panggil Pusy itu dengan tidak
percaya. Ia sama sekali tak terlihat merasa kasihan atau apa
melihat anak kecil seperti Pi menangis. Jahat sekali!
"Lalu kenapa Anda mengabaikan peringatan saya"
Saya sudah mengatakannya berulang kali bukan" Anda tidak
boleh membawa Tuan keluar dari kereta. Anda sendiri tahu
kalau tuan Al badannya lemah! Sekarang saja badannya
panas!" ucap Pusy dengan marah sambil mempererat
pelukannya ke Al. Aku sentak kaget mendengarnya.
Sakit!" Aku langsung memandang wajah pucat Al.
Pantas saja ia terlihat lebih suka mendekatiku atau sesuatu
yang agak hangat. Kenapa tidak ada yang menyadarinya"
Tapi suhu badan Al tidak panas sama sekali. Menurut indara
perasaku, suhu badannya normal.
"Pi kan tidak tahu kalau Al panas! Al juga tidak
bicara sama sekali kalau?"
"Sudah cukup Nona, sekarang kita akan pulang.
Saya sangat berterimakasih dan benar-benar memohon maaf
yang sebesar-besarnya atas semua ini," ucap Pusy sambil
memandang kami dengan teramat besalah.
"Mama mau Al di cini," ucap Al tiba-tiba. Pusy
menghela nafas mendengarnya.
"Rupanya begitu" Itu sebabnya Nyonya terlihat
biasa saja saat tahu Tuan Muda dan Nona menghilang?"
tanya Pusy dengan nada capek. Loh" Apa maksudnya itu!"
106 Aku sama sekali nggak ngerti! Kami semua, hanya bisa diam
seribu bahasa memandang dan mendengarkan percakapan
Al dan Pusy yang membingungkan.
"Ya.... Mama minta Al sepelti itu. Pusy mengelti" Al
tidak pulang kalena Mama bilang tidak boleh pulang," jelas Al
dengan cadel. Aku menggerutkan kening mendengarnya.
Kenapa muncul lagi orang-orang dan makhluk yang aneh bin
ajaib" Aduh! Apa lagi waktu kami sudah hampir terpakai
selama lebih kurang 3 hari! Bagai mana ini!"
@@@ "Tuan terlalu memaksakan diri.... maaf, kondiri fisik
Tuan Al memang agak lemah," ucap Pusy. Cewek yang
menggendong Al yang tengah tertidur itu. Aku hanya terdiam
mendengarnya. Dengan cahaya api biru yang di buat Pusy,
kami bisa melihat dalam kegelapan dan tetap melanjutkan
perjalanan. Menuju kota selanjutnya dengan menunggangi
kuda. Eka bersama pasangannya Roni. Lin jelas dengan
Josh. Dan berhubung aku tidak bisa naik kuda, aku bersama
Edle. Ternyata, meskipun terlihat mudah, menunggangi kuda
adalah hal yang sangat menakutkan. Jantungku saja
memburu terus gara-gara takut jatuh dari kuda yang tinggi
ini! "Agak lemah bagai mana" Selama ikut bersama
kami dia tidak terlihat lelah atau sakit," tanya Lin dengan
bingung. Phoenix dan Snow hanya berlari mengikuti kami.
Begitu juga dengan Pusy yang sedang menggendong Al yang
terlelap tidur. Phoenix menggendong Pi yang terlelap tidur.
107 "Tuan Al menahannya. Ia menahan diri lagi
rupanya," ucap Pusy dengan nada sedih.
"Menahan diri bagai mana" Dia"kan masih anak
kecil 3 tahun?" tanyaku bingung.
"Dulu, Tuan Al sangat jarang bermain dengan
Nyonya dan Tuan besar. Tuan... selalu menahan diri dan
selalu mengikuti kemauan kedua orang tuanya tanpa
melawan, hanya demi Tuan Besar dan Nyonya. Tuan Al
memang hanya seorang anak kecil bila di lihat secara fisik,
tapi ia sungguh lebih dewasa ketimbang orang Dewasa
sekalipun. Kepolosannya, hanya demi kedua orang tuanya,
Tuan Al sampai hampir melakukan semua ini," ucap Pusy
dengan nada sedih sambil memandang Al yang terlelap tidur
di gendongannya. Dadaku terasa pilu mendengarnya. Entah bagai
mana, rasanya sedih membayangkan anak kecil sepolos dan
semanis Al bisa menahan diri seperti itu. Hanya demi
bermain dengan Kedua Orang Tua-nya, dia sampai belajar
untuk menahan diri" Di usia di mana ia seharusnya
menikmati masa pertumbuhannya" Bagai mana bisa"
"Berapa umurmu?" tanya Eka tiba-tiba.
"Bila yang Anda maksud umur kucing-saya, umur
saya sudah 1 tahun. Kalau Anda maksud umur setelah
mengikat kontrak, 3 bulan," jawab Pusy. Aku hanya diam
mendengarnya. "3 bulan" Maksudnya sesudah kau membuat
kontrak" Jangan-jangan kau.... Al" Al majikan pertamamu?"
108 ucap Roni dengan tidak percaya. Apa" lalu apa bedanya"
Tapi.... memang sejak awal seharusnya mereka kaget"kan"
Kenapa mereka baru sadar kalau Al membuat kontrak" Ah,
aku juga lupa menanyakannya.
"Jadi bukan karena keturunan!?" kali ini Edle yang
tepat di belakangku ikut kaget. Aku langsung tahu kalau
maksudnya "peliharaan" yang majikannya meninggal dan
menurun ke penerusnya. Lalu" Apa bedanya dengan kalau
dia yang membuak kontrak"
"Memang apa bedanya dengan membuat Kontrak
dan karena keturunan?" tanyaku bingung.
"Tentu saja berbeda. Kalau keturunan, mau sekecil
apapun umur penerusnya, asal orang tuanya yang
mempunyai "peliharaan" dan sudah membuat kontrak, maka
tidak perlu lagi membuat kontrak. Tapi kalau "majikan"
pertama, ia harus membuat kontrak. Kupikir Al itu "penerus","
jelas Edle. Jelas sekali dari nadanya, kalau dia sama sekali
tidak menyangka dengan pertanyaanku.
Oh, pantas saja mereka tidak bertanya dari tadi
tentang Al yang mempunyai "peliharaan". Jadi, ini salah satu
keuntungan bisa memiliki kontrak" Sekali sebut namanya
saja, "Peliharaan" akan langsung datang"
"Ya... dan dalam waktu 2 hari, Tuan Al sudah bisa
langsung membuat Kontrak dengan Saya. Tapi... karena itu
juga, waktu 2 hari itu.... Tuan Al benar-benar menjadi lemah
sejak itu. Tuan Al jadi tidak bisa melakukan apapun yang
berhubungan dengan fisik. Tapi entah bagai mana, Tuan Al
justru merasa sangat senang. Meskipun Tuan Al menahan diri
109 agar kedua orang tua Tuan Al tidak cemas, tapi.... Tuan Al
kelewat senang karena badannya yang lemah, Tuan dan
Nyonya jadi sangat memperhatikan Tuan Al," ucap Pusy
dengan nada yang entah bagai mana, menyayat hatiku.
"Tidak mungkin.... apa Al memakai alat sihir untuk
mengendalikan kekuatan" Tapi bukankah umurnya belum
mencukupi untuk?" "Tuan Al berbeda. Tuan Al adalah penyihir terhebat.
Ia menguasai kekuatan sihirnya hanya dalam waktu 2 hari.
Tuan Al sendiri sebenarnya, sebelum mengenal saya sudah
bisa menggunakan sihir, meskipun belum dapat
mengendalikannya," ucap Pusy. Masih dengan nada yang
memilukan. "Lalu kenapa sejak awal kau tidak muncul dan
menemui Tuanmu?" tanya Phoenix.
"Karena Tuan Al meminta saya mematuhi apapun
yang di ucapkan Nyonya dan Tuan Besar. Dan, Nyonya tidak
ingin saya menyusul Tuan yang menghilang besama Nona
Piby. Jadi, selama itu saya kehilangan jejak Tuan Al. Saya baru
akan tahu di mana Tuan bila Tuan menyebutkan nama Saya,"
jelas Pusy. "Tega sekali," ucapku dan Edle bersamaan.
"Jangan menghina Nyonya dan Tuan besar! Bagai
manapun, apapun yang mereka inginkan, semua itu demi
Tuan Al! Saya tahu itu!" ucap Pusy dengan marah. Jantungku
langsung terasa berhenti berdetak mendengar bentakannya.
110 "Jaga ucapanmu!" desis Snow dengan marah sambil
mendesis ke arah Pusy. Pusy tidak balas mendesis dan hanya
diam sambil memperhatikan Al yang sentak terbangun
karena teriakannya. "Ada apa Tuan Al?" tanya Pusy dengan bingung. Al
hanya diam sambil memandang skelilingnya dengan bingung.
Lalu ia langsung memeluk Pusy. Aneh, sangat aneh. Tiba-tiba
saja Al terbangun dan terlihat sangat ketakutan.
"Meleka datang," ucap Al dengan takut. Dan, dalam
sekejab para kuda langsung berhenti berlari. Snow dan
Phoenix langsung mendesis marah dan yang membuatku
tidak percaya, tiba-tiba aku mendengar suara gong-gongan
serigala. Api yang di buat Pusy langsung mati dan dalam
seketika, cahaya bulan purnamalah yang menerangi kami.
"A"apa?" ucapku kaget.
"Gawat! Itu Manusia Serigala! Di mana!?" tanya
Roni kaget sambil mengeluarkan tongkatnya. Sadarlah aku
kalau semuanya langsung bersiaga memegang tongkat sihir
mereka masing-masing sambil turun dari kuda mereka.
"Cepat turun Corin, hati-hati," peringat Edle saat
mencoba menurunkanku dari kuda. Karena jantungku yang
sama sekali tak tenang, aku terpeleset dan untungnya, Edle
menangkapku dengan sigab.
"Hati-hati," peringatnya lagi.
"Ya aku tahu tapi.... manusia serigala?" ucapku
tidak percaya. Tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba saja Snow
langsung berada di sebelahku dan menarikku menjauh saat
111 tiba-tiba kuda-kuda kami mengamuk, dan sama sekali tak
terkendali. "Kudanya!?" ucap Edle kaget saat tiba-tiba kudakuda itu langsung melarikan diri kedalam hutan. Dan, aku
sentak kaget saat suara dan langkah mereka di gantikan
suara yang mengerikan, lalu sunyi.
"Bau darah?" gumam Snow dengan tidak percaya.
Aku menelan air liruku. Kakiku langsung terasa lemas. Asam
lambungku seolah naik. Ya ampun.... apa" apakah benarbenar manusia serigala" Bisa kurasakan seluruh tubuhku
menjadi sedingin es saat membayangkan makhluk
mengerikan itu. "Semuanya merapat," perintah Lin. Semuanya
langsung merapat ke arahku dan membentuk lingkaran.
Sedangkan Phoenix dan Snow sama sekali tidak merapat.
Pusy langsung berjalan mendekatiku.
"Tolong jaga Tuan Al dan Nona Piby," pintanya
sambil menyerahkan mereka kediriku. Al tidak memelukku. Ia
tidak menangis seperti malam kami di serang. Ia hanya
menatapku dengan tatapan ketakutan. Sedangkan Pi
langsung memeluk Al dengan bingung.
"Al, kenapa dengan semuanya" Kenapa seram?"
tanya Pi dengan bingung. Aku langsung memeluk Al dan Pi.
Bisa kurasakan tangan mereka bahkan lebih dingin dan
gemetar. "Tenanglah, kalian akan baik-baik saja selama
berada di dekatku," janjiku sambil mencoba melindungi
112 mereka. untuk kali ini, aku harus kuat! Tidak boleh, mereka
sama sekali tidak boleh terluka!
"Kak janji lindungi Al?" tanya Al dengan suara
gemetar. "Ya," ucapku ramah.
"Kakak janji jangan jauh-jauh ya," pinta Pi dengan
ngeri sambil mempererat pelukannya dengan Al. Aku
mengangguk. Bahkan, anak kecil yang sangat polos seperti
mereka saja, bisa merasakan ancaman.
"Hey, apa kalian tahu resikonya?" tanya Edle tibatiba.
"Ya, bila kita manusia di gigitnya, mungkin juga
akan berubah menjadi manusia serigala, tapi kalau Kucing....
bagai manapun mereka Anjing. Maka, kalian akan meninggal.
Meskipun persediaan nyawa kalian masih utuh, kalian tidak
akan bangkit lagi," ucap Josh. Aku tergelak mendengarnya.
Apa!" "Tidak mungkin.... lebih dari 1" Ada....4?" ucap
Phoenix dengan nada tidak percaya. Semuanya langsung
terlihat kaget mendengarnya. 4 manusia serigala yang
mematikan. Sialan! Aku sentak kaget saat tiba-tiba terdengar suara
geraman. Geraman yang menakutkan. Entah dari mana
geraman itu. Yang aku tahu, dari dalam kegelapan di antara
pepohonan sekiar kami, dapat kupastikan, makhluk itu ada di
dekat kami. Lalu aku melihat kilatan cahaya yang mirip
seperti sepasang mata. Dan, mereka muncul. Keluar dari
113 balik tembok kegelapan.... dan dengan hanya cahaya bulan
penuh itu, aku dapat melihat makhluk itu dari dekat. Mereka
muncul dari 1 arah. Mengerikan. Makhluk itu seukuran beruang yang
sedang berdiri, dengan bulu hitam dan tubuh yang kurus dan
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panjang itu. Kepalanya serigala, namun cara berjalannya
mirip dengan anjing dan bertubuh manusia. Bisa kulihat
taring-taring panjang yang runcing. Taring yang mereka
pamerkan kepada mangsa mereka. Mereka mengeluarkan air
liur... mirip anjing yang kelaparan, tapi salah satu di antara
ke-4 serigala itu moncongnya di penuhi darah. Dan, itu
sungguh membuktikan, bahwa mereka bukan manusia.
"Bersiaplah," bisik Roni. Kami semua mengangguk,
dan aku langsung mempererat pelukanku. Dan, bisa
kurasakan Pi menangis ketakutan melihat makhluk itu. Tapi ia
menangis tanpa mengeluarka
n suara. Ia hanya mempererat
pelukannya denganku. "Jangan lihat," ucapku sambil menutupi
pengelihatan mereka dengan tubuhku. Bisa kurasakan kalau
tanganku gemetar ketakutan. Seluruh tubuhku terasa lemas
karena takut, tapi aku menahannya. Dan, semuanya di mulai.
Jantungku sama sekali tidak tenang. Perutku terasa
mulas, dan bisa kurasakan tekanan udara dingin yang
menusuk kulit ini, menambah ketakutanku. Dan, manusia
serigala itu langsung menyerang dengan sangat cepat. Lalu
aku melihat kilata Api dari Phoenix dan Pusy.
Lalu semuanya terasa begitu cepat dan sangat jelas.
Edle menyentuh cincin yang ada di jemari tangan Kanannya,
114 sambil mengarahkannya ke salah satu Serigala yang di hadapi
oleh Snow sendirian. Snow, dengan kecepatan dan
kekuatannya membuat serigala itu kewalahan. Dan, yang
membuatku lebih kaget, tiba-tiba, dari tangan Edle muncul
cahaya putih terang. Serigala itu langsung refleks,
memalingkan wajahnya dari arah Edle, dan dengan
mudahnya, Snow langsung berhasil memukul perut serigala
itu hingga membuat tubuh serigala itu terjatuh ke tanah.
Terdengar suara dengkingan kesakitan dari Manusia Serigala
itu. Aku tersenyum melihatnya.
"Akh!?" aku sentak kaget saat melihat ke arah Eka
dan Roni. Tubuhku langsung terasa lemas melihat cairan
berwarna gelap itu keluar dari lengan kiri Roni. Darah itu
mengalir, merembas ke baju lengan panjangnya. Eka
langsung berdiri di depan Roni, berusaha melindunginya.
Serigala yang mereka hadapi....mengendus ke arah
Roni dengan pandangan terfokus. Mengarah ke tempat bau
darah itu cium. Aku bergidik ngeri menyadarinya. Apa" apa
yang bisa aku lakukan!" Kenapa aku sama sekali tidak
berguna!" Dan, sadarlah aku kalau aku, tidak benar-benar
tidak di butuhkan. Aku dibutuhkan. Ya, untuk melindungi Al
dan Pi. Aku akan melindungi mereka. Dan, akhirnya aku
sadar, bahwa kami, tepat di tengah medan perang. Kami
harus bersembunyi! "Al, Pi, kita harus menyingkir!" ucapku dengan
serius. Al hanya mengangguk, sedangkan Pi menangis dengan
115 kencang.... di tengah hiuk piuk suara ledakan dan suara
geraman. Suara pertarungan.
"Cepat!" ucapku panik sambil menggiring mereka
menjauh dari tempat ini. Tepat saat Al dan Pi berjalan ke
balik pohon, tiba-tiba kakiku tersandung dan langsung
membuatku terjatuh. "Aduh!?" aku sentak kaget saat merasakan
denyutan nyeri dari lututku, dan saat aku menyentuh lututku,
rasa perih itu bertambah. Aku tak bisa melihatnya dengan
jelas, tapi dari sesuatu yang basah dan bau karat ini, aku
langsung tahu kalau lututku berdarah.
"CORIII....N!" pekikan yang paling terdengar. Suara
Edle, yang bergema dan menakutkan, mengoyak dada dan
debaran jantungku. Sedangkan aku, hanya bisa terpaku
terdiam. Tanpa bisa bergerak dengan peringatan itu.
Manusia Serigala itu tepat di belakangku. Dan, tibatiba saja percikan darah tepat mengenai wajahku.
116 10. Keluarga Alix" Aku melihatnya dengan jelas. Makhluk mengerikan
itu tiba-tiba saja berada di depanku. Siap menerkamku dan
langsung mematahkan tulangku dengan kekuatannya yang
besar, siap mengoyak dagingku dengan giginya yang tajam.
Tidak ada lagi. Tidak akan ada lagi kesempatan untuk
bergerak! Makhluk itu terlalu cepat!
Dan, percikan darah tepat mengenai wajahku. Lalu,
Manusia Serigala itu langsung terjatuh tersungkur di atas
tanah, dengan luka lubang di perutnya. Snow, dengan tangan
yang di penuhi darah... tangan Kanan, yang menembus perut
Manusia Serigala itu. Tiba-tiba saja aku melihatnya dalam pikiranku.
Darah yang memercik ke wajahku.... dan, wanita itu langsung
ambruk. Jatuh di atas tumpukan salju. Membuat salju yang
seputih kertas, menjadi berwarna merah. Ternodai oleh
darah. "Ah.... tidak," aku langsung memegang kepalaku
yang berdenyut sakit. Rasanya sakit sekali. Kenapa dengan
kepalaku!" Aku ingin sekali membenturkan kepalaku ke
pohon, dan segera menghilangkan rasa sakit ini, tapi tidak
bisa. Bahkan, tubuhku tidak bisa bergerak dan hanya dapat
menggeliat kesakitan. "Akh!?" tubuhku terasa mengejang. Apa-apaan
ini!" Sakit! Sakiii....t! Dan, aku sentak kaget melihatnya. Api.
Api yang membakar kereta kuda. Dan Snow, yang mulutnya
117 berlumuran darah. Sadarlah aku, kalau itu semua ingatan.
Ingatan saat terjadi penyerangan itu. Di mana, seharusnya
Snow sudah meninggal. Tiba-tiba saja rasa sakit itu berangsung-angsur
menghilang. Dan, perasaan lega menjalari seluruh tubuhku
dengan cepat, dan rasa hangat dan nyaman, membungkus
seluruh tubuhku. Aku langsung membuka kedua mataku. Bisa
kulihat suasana yang kacau balau dan berisik itu.
"Ukh..." dengan bingung, aku langsung berdiri dan
memandang bangkai Manusia Serigala yang lama-lama
berubah menjadi wujud manusia. Aku memandang Makhluk
itu dengan jijik. Dengan enggan, aku memandang Snow yang
balas memandangku dengan pandangan kosong. Ia
mematung, sama sekali tak bergerak.
"Anak pintar," pujiku. Pandangannya seketika
terlihat terfokus. Dan Snow langsung berdiri di sebelahku.
Aku tersenyum dan mengelus kepalanya. Snow terlihat
senang, sambil menjilat tangannya yang berlumuran darah.
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
tanya Snow sambil memandang ke arah pertarungan. Di
mana Manusia Serigala melawan penyihir. Aku tersenyum
geli melihatnya. Dan, ke-3 Serigala itu langsung mendeking
dan berlari menjauh. Menghilang dari dalam hutan. Ke-5
penyihir, bersama 2 Peliharaan itu sketika langsung
memandangku. "Meskipun mereka Manusia Serigala, tetapi mereka
juga dapat merasakan insting bahaya. Siapa" Siapa
sebenarnya kau?" tanya penyihir perempuan dengan rambut
118 sebahu itu. Aku hanya diam mendengarnya. Mataku terpaku
memandang Peliharaan Betina itu. Kekuatan yang di
keluarkannya.... "Phoenix?" ucapku tidak percaya sambil
memandang ke belakangku. Tubuh mungil itu memandangku
ngeri. Gadis kecil... dengan penampilan laki-laki. Tubuhnya
gemetar, sedangkan matanya memandang mataku langsung.
Ya. Tidak salah lagi. Api merah keemasan yang ia keluarkan di
skelilingnya itu. Aku tersenyum dan langsung berlutut
memberi hormat. "Sungguh kehormatan bagi saya.... akhirnya, kita
bertemu lagi, keturunan Phoenix," ucapku dengan penuh
hormat, begitu juga dengan Snow. Lalu, Peliharaannya
langsung berdiri tepat di belakang Keturunan Phoenix dan
langsung menggendongnya. "Keturunan Phoenix....?"
"Tidak mungkin, jadi Al" Al Keluarga Bangsawan
Alix!?" "Kau.... tidak salah lagi. Aura ini.... kau pasti
"dia"kan" Si pembunuh berdarah dingin itu. Tidak salah lagi,
kau Si Gadis Vampir," ucap Peliharaannya dengan tidak
percaya. Aku tersenyum mendengar nada ngeri skaligus tidak
percaya yang ia keluarkan.
"Sungguh tersanjung, bahkan Peliharaan keturunan
Phoenix yang pertama mengenal Saya," ucapku dengan
hormat. 119 "Apa tujuanmu!?" tanya Peliharaannya itu. Aku
langsung mengangkat wajah dan memandang keturunan
Phoenix. Meskipun fisiknya sangat kecil, dapat kulihat
dengan jelas, kekuatan yang ia keluarkan. Aku tersenyum
saat sadar, bahwa kekuatan itu bergejolak seperti ombak
menghantam karang. Di dalam tubuh mungil itu.
"Hanya satu yang ingin Saya sampaikan. Bila
kekuatannya tidak terkendali lagi, maka berhati-hatilah. Saya,
akan melakukan apapun untuk keturunan Phoenix, sesuai
dengan perjanjian Pedang Suci," ucapku dengan hormat.
"Cembalikan Colin," pinta keturunan Phoenix
dengan suara bergetar. Aku tersenyum mendengarnya.
"Ya," ucapku dengan patuh lalu memejamkan
kedua mataku. Kulepas semua energi itu, dan bisa kurasakan,
di dalam kegelapan, aku merasa melayang. Rasanya
menyenangkan... dan bisa kudengar suara hiuk piuk yang
teramat berisik. @@@ Cahaya matahari yang hangat menyambutku
dengan riangnya. Begitu juga dengan hembusan udara yang
mengelitik kulitku. Menyenangkan, itulah yang aku rasakan
saat ini. Lalu aku mendengarnya. Seseorang memanggilku.
Dua orang yang dari kejauhan itu melambaikan tangan ke
arahku. Aku tersenyum melihat mereka.
Dari jauhpun aku tahu siapa mereka. Laki-laki yang
seumuranku, dengan kulit pucat dan rambut emas itu
tersenyum dengan lembut... dan menatapku dengan mata
120 coklat susunya. Sedangakn perempuan yang setahun lebih
kecil dariku itu ikut tersenyum melihatku. Perempuan itu
berkulit kekuningan, dengan rambut hitam lurus melewati
bahu, dan dapat kulihat mata hitamnya ikut memandangku.
Mereka menyambutku. "Apa?" tanyaku bingung. Mereka seperti
mengucapkan sesuatu denganku. Mereka langsung saling
pandang dan langsung menggerakkan mulut mereka. Aku
menggerutkan kening saat sadar apa yang mereka eja. Kau
Harus Bangun. "Lin?" aku menggerutkan kening dengan bingung.
Ada seseorang yang menyentuhku.
"Kolin?" panggil orang itu lagi, tapi suaranya
melengking. Mirip anak-anak.
"Kolin" Kata Mama bangun...." ucap suara kekanakkanakan itu. Aku menggerutu sambil membuka kedua
mataku. Semuanya terlihat kabur, lalu aku mengerjab dengan
bingung, saat mendapati langit-langit ruangan yang berwarna
putih terang. "Ma, Kolin bangun!" aku langsung menoleh ke
samping. Ke arah sumber suara. Al. Dia memunggungiku
sambil berlari. Menghampir seorang perempuan bergaun
putih langsungan. Aku menggerutkan kening melihat
Perempuan itu, yang sepertinya berumur 20-an. Perempuan
itu sangat cantik. Seperti seorang model. Rambutnya lurus
terurai sepinggang. Kulitnya kekuning, dengan mata bulat
coklat. 121 "Al, kau yakin itu semua?" tanya Perempuan itu
dengan bingung sambil memandang Al yang berada di
gendongannya. Al mengangguk. Lalu Perempuan itu
memandangku dengan lembut dan tersenyum.
"Selamat Pagi Corin, saatnya sarapan. Kau pasti
lapar," ucapnya dengan ramah. Aku terpaku melihatnya.
Meskipun ia terlihat masih 20-an, tapi dari sikapnya, seolah ia
sudah lebih dari 20-an. Ia sangat dewasa, tenang, dan sangat
lembut. "Kolin tidak lapal?" tanya Al sambil memeluk
Perempuan itu dan memandangku. Aku sentak kaget saat
sadar kalau aku terperangah kagum memandang perempuan
itu, lalu aku langsung bisa mendengar suara konser yang di
buat perutku. Rasanya.... teramat sangat lapar. Sudah berapa
hari aku tidak makan dan hanya minum"
"Pa" pagi," ucapku salah tingkah sambil bangkit
dari tempat tidurku. Aku sentak kaget saat semuanya
langsung terasa gelap, dan beberapa saat kemudian, aku
langsung sadar kalau seorang anak kecil berjubah hitam
langsung menjadi tumpuanku.
"Nona tidak apa-apa?" tanyanya panik. Aku
langsung tahu kalau itu adalah Snow.
"Ya, aku tidak apa-apa. Em, sepertinya aku lapar,"
ucapku jujur sambil memegang perutku. Perempuan itu
langsung tersenyum mendengarnya.
"Kalau begitu, mari kita sarapan," ucapnya dengan
ramah. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan,
122 tapi aku memilih untuk diam dan membiarkan, semua yang
menjadi tanda tanya itu, menjadi terjawab dengan
sendirinya. @@@ "Hm.... jadi, itu sebabnya kalian berencana ke pesta
itu?" ucap laki-laki itu. Umurnya terlihat masih 20-an, dengan
wajah tampan yang berkarisma. Rambutnya hitam rapi,
dengan kulit seputih salju. Matanya hitam dan tajam.
Di meja makan yang sangat panjang ini, aku, Snow,
Edle, Lin, Josh, Phoenix, Eka, Roni, Al, Pi, Perempuan cantik
yang ternyata Ibu Al, dan laki-laki yang barus saja
berkomentar yang ternyata Ayahnya Al, berkumpul.
Menikmati sarapan mewah yang sangat mirip dengan
bayanganku.
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, kami sangat berharap agar Tuan mengerti.
Kami sangat membutuhkan cincin sihir," pinta Lin dengan
sangat memohon, setelah kami menjelaskan semuanya. Lakilaki ini bernama Ricardo Alix. Kepala keluarga bangsawan
Alix. Ayahnya Al, dan istrinya yang teramat sangat cantik,
Zahara Alix. Aku sempat terperangah memandang perpaduan
DNA yang sangat ajaib ini. Wajah Al yang sangat mirip
Ibunya, dan warna mata, ramput, dan kulit Al yang sagat
mirip dengan Ayahnya. Benar-benar perpaduan yang
sempurna. Aku bahkan, iri dengan Al yang memiliki keluarga
seperti ini, tapi aku jadi teramat sangat rindu dengan
keluargaku sendiri. 123 Tetapi seperti yang sudahku kira sebelumnya juga,
bahwa Bangsawan itu memang memiliki aura yang berbeda
sekali dengan orang biasa seperti kami. Mereka memiliki sifat
yang sangat anggun dan tegas. Memandang tanpa takut dan
memiliki harga diri tinggi. Tapi, juga rendah hati. Aku tidak
menyangka kalau mereka sama sekali tidak mengungkitungkit tentang masalah kami membawa anak mereka, dan
keponakan mereka. "Benar juga, kalian sudah melindungi Al dan Piby
ya?" ucap Nyonya Alix tiba-tiba. Kami semua langsungsung
memandang wanita cantik itu dengan bingung. Melindungi"
Melindungi bagai mana"
"Kalian juga sudah baik sekali mengantarkan dan
merawat Piby dan Al. Tetapi sayang, kalian terlanjur
membuat citra di tempat ini menjadi tercemar gara-gara
"Majikan" yang menyeleweng," ucap Nyonya Alix. Aku
tergelak. Rasanya seolah pisau menancap pas di dadaku saat
mendengarnya. "Benar, sekarang, apa tindakan kalian" Kalian tahu
sendiri, bahwa teman kalian Corin di incar oleh hampir
semua Penyihir untuk mendapatkan "peliharaan"nya. Lalu"
Kalau kami memberikan cincin itu, apa yang akan kalian
lakukan setelahnya?" tanya Tuan Ricardo.
Kami semua terdiam. Benar, apa yang akan aku
lakukan setelah mendapatkan cincin itu" Bagai manapun,
setelah aku mendapatkn cincin itu, bukankah aku sudah
membuat kontrak dan tetap menjadi penyihir" Sebagai
penyihir, apa yang akan aku lakukan"
124 Tiba-tiba aku melihat wajah semua anggota
keluargaku, dan juga orang-orang yang aku temui sejak
menjadi seorang penyihir. Aku membandingkannya. Bagai
mana" Bagai mana caranya untuk memilih" Apa yang akan
aku lakukan setelah mendapatkan cincin itu dan membuat
kontrak" Aku tidak tahu.
"Membuat cincin bukanlah hal yang mudah.
Memerlukan waktu selama 1 bulan penuh untuk membuat
sebuah cincin. Kalian yang mendapatkan cincin saat berusai
13 tahun tentu saja tahu bahwa cincin itu muncul dengan
sendirinya di malam kalian berusia 13 tahun bukan" Itu
karena cincin yang kalian kenakan dulu, adalah bagian dari
kekuatan sihir kalian sendiri.
"Kalian tahu bahwa tidak semua orang dapat
memiliki cincin bukan" Tentu saja untuk membuat kalian
memilikinya, orang tua kalian harus memesannya terlebih
dahulu, saat kalian masih bayi. Jadi, apakah kami perlu
memberikannya cincin?" ucap Tuan Recardo dengan dingin
sambil meminum segelas teh hangatnya. Aku berkeringat
mendengarnya. "Apa keuntungannya untuk kami?" lanjut Nyonya
Zahara. Tidak ada yang berbiacara. Mataku terasa panas
mendengarnya. Jadi, untuk apa selama ini aku berusah payah
kalau ternyata hasilnya nihil!" Untuk apa kami semua, hampir
kehilangan nyawa kalau ternyata seperti ini!"
"Tuan dan Nyonya Alix, saya mohon.... saya mohon
agar Anda mau memberikan Nyonya cincin," mohon Snow
dengan nada putus asa. Mereka hanya diam mendengarnya.
125 Seolah menganggabnya angin lewat. Seolah ucapa Snow
tidak ada. Mataku terasa panas. Dadaku terasa panas. Aku
ingin sekali marah. "Ma, Pa, Colin itu.... pembunuh," ucap Al tiba-tiba.
"Bukan! Nona?" "Snow," ucapku dengan suara bergetar. Snow
langsung memandangku, entah apa ekspresiku, tapi akhirnya
ia hanya diam sambil memandang makanannya. Dadaku
terasa bergemuruh, aku ingin sekali marah. Mataku bahkan
sudah terasa panas dan mau menangis saking marahnya!
Kenapa mereka tega menyudutkanku!"
"Hm... jadi begitu" Baiklah, bagaia mana, bila kami
akan mengantar kalian semua ke pesta itu, dan memberikan
cincin itu saat pesta selesai, tetapi dengan syarat... Corin, kau
harus melakukan perjanjian Pedang Suci," ucap Tuan Recardo
sambil memandangku. Semuanya langsung terlihat kaget
mendengarnya. "Perjanjian itu sama saja dengan memperbudak,
bukankah perjanjian itu?" protesan Lin langsung di sela
Nyonya Alix. "Tetapi perjanjian itu sama sekali tidak di larang.
Hanya saja, perjanjian itu tidak pernah di gunakan lagi sejak
setengah abad yang lalu. Bukan begitu?" Lin terdiam
mendengarnya. Dia memandangku dengan pandangan
meminta maaf yang membingungkan. Jelas sekali, bahwa
perjanjian pedang suci adalah perjanjian yang seharusnya
tidak aku lakukan. 126 "Jadi" Bagai mana Corin" Kami akan memberikanmu cincin itu sesuai dengan keputusanmu. Kami
akan menunggu jawabanmu sampai kita semua sampai di
pesta itu," ucap Tuan Recardo sambil bangkit dari tempat
duduknya. "Tunggu, Tuan, apa maksudnya?"
"Sudah jelas bukan" Kalian semua, tetap ikut ke
pesta itu, bersama kami. Nanti malam acaranya akan di
laksanakan. Kalian semua, tetap mau ikut ke pesta itu bukan"
Ayo Al, Piby," ucap Nyonya Alix sambil bangkit dan berjalan
menuju ke arah suaminya, diikuti Al dan Pi. Pusy mengikuti
dari belakang sekali. Mereka semua naik ke atas tangga dan
tidak terlihat lagi. Aku langsung menghapus air mataku yang hampir
tumpah. Rasanya marah dan sesak. Aku ingin membentak
atau memukul sesuatu, tapi..... tetap saja. Semuanya tidak
akan selesai begitu saja. Bagai mana ini" Apa.... apa yang
akan terjadi setelah ini" Apa yang harus aku pilih"
"Nona," Snow langsung menatapku dengan tatapan
bersalah. Tersiksa dan menyesal. Melihatnya, seolah
membuat dadaku nyilu. Snow, menyalahkan diriya lagi. Aku
langsung paksakan sebuah senyuman.
"Sudahlah...," ucapku dengan suara bergetar sambil
mengelus rambut Snow yang duduk di sebelahku.
"Bukankah aku sudah memperingatkannya" Semua
bangsawan itu sama saja. Mereka semua hanya
mementingkan diri dan keuntungan mereka sendiri. Tanpa
127 perduli berapa banyak nyawa yang akan mereka korbankan,"
ucap Edle dengan nada kesal. Aku langsung memandang Edle
yang duduk di sebrangku. "Lalu untuk apa kau ke sini?" ucapku marah. Aku
sudah tidak tahan lagi dengan semua ini! Kalau dia memang
merasa paling benar, palig bisa, paling tahu segalanya, lalu
untuk apa dia datang ke tempat ini dan hanya dapat
membuatku semakin kesal!"
"Apa" Apa kau sama sekali tidak tahu" Aku, Eka,
dan Roni datang ke tempat ini, di sini, di tempat bangswan
sialan ini, semuanya untuk membantumu, kenapa kau masih
bertanya lagi?" tanya Edle dengan nada tidak percaya.
"Kau sama sekali tidak berguna," ucapku dengan
marah. "Tidak berguna!" Bukankah kau yang jauh tidak
berguna dan hanya dapat merepotkan saja!" Mengeluarkan
sihirmu saja kau tidak bisa! Kau hanya bisa kerasukan dan di
kuasai oleh roh pembunuh sialan itu saja! Itu sebabnya"kan
Al tadi memanggilmu pembunuh!" bentak Edle. Air mataku
pecah mendengarnya. "Benar... aku hanya dapat menyusahkan saja....
maaf kalau aku dan Snow membuatmu repot... maaf kalau
aku dan Snow membuat kalian semua repot. Aku tidak
akan...." kata-kataku hilang di gantikan isak tangis. Aku
memeluk tubuh mungil Snow. Tidak. Aku tidak ingin
menyalahkan siapapun. Tetapi kenapa" Kenapa aku begitu
saja menyalhkan Edle" Padahal dia berbaik hati menyusul
kami. 128 Lalu" Apa yang harus aku lakukan sekarang" Apa
yang akan terjadi nanti" Kenapa" Kenapa harus aku yang
mengalami ini semua" Kenapa harus aku"
129 11. Pergi" Aku memandang diriku di cermin. Aku mengenakan
gaun terusan berwarna coklat dan jubah berwarna merah.
Sangat serasi sekali warna ini. Seandainya saja perasaanku
sekarang sedang tidak kacau, pasti sekarang aku sedang
berlenggak-lenggok di depan cermin. Memamerkan baju
baruku dengan pantulan diriku sendiri.
"Nona, bagai mana dengan gaun ini?" tanya
pelayan wanita itu. "Ya, yang ini saja," ucapku malas sambil berbalik.
Wanita itu langsung menuntunku untuk duduk di depan meja
rias. Sementara ia mulai menata rambutku sedemikian rupa
dan mencoba mengubahku menjadi berbeda, pikiranku sama
sekali tak bisa terfokus dan melayang ke kejadian tadi saat
sarapan pagi. @@@ Setelah aku puas menangis sambil memeluk Snow
tadi saat di meja makan, akhirnya aku mulai tenang.
Untunglah Edle mau mengerti. Dia sama sekali tidak marah
dengan bentakanku tadi. Dia sama sepertiku. Marah dengan
ucapan keluarga bangswan Alix tadi.
"Malam saat kita di serang Manusia Serigala itu,
setelah kau pingsan, kita di temukan oleh pengawal keluarga
Alix dan di bawa ke tempat ini. Bagai manapun, banyak yang
terluka karena terkena serangan Manusia Serigala, jadi kami
130 sama sekali tidak melawan saat di bawa ke tempat ini," jelas
Eka. Jadi begitu" Apa lagi aku masih mengingat jelas
ingatan di mana saat aku di rasuki. Si Gadis Vampir. Aku tidak
mengerti apa hubungannya hantu penyihir itu denganku
sehingga ia sering sekali merasukiku, tapi karena dia jugalah
kami semua selalu selamat.
"Apa itu Perjanjian Pedang Suci?" tanya Snow.
"Perjanjian antar penyihir. Perjanjian yang mengikat
antara Pembantu dan Majikan. Sama saja dengan
Perbudakan. Perjanjian itu di lakukan di bawah pedang suci.
Seumur hidup, kita tidak akan bisa melanggar ataupun
mengkhianati majikan kita bila melakukan perjanjian itu,"
jelas Lin. "Apa!" Jadi Manusia di anggab seperti hewan?"
ucapku dengan tidak percaya.
"Ya, bisa di bilang seperti itu. Tetapi asal kau tahu,
Corin. Dengan perjanjian Pedang Suci, kau juga tidak akan di
incar lagi oleh penyihir lain," ucap Josh dengan serius. Aku
bingung buka main mendengarnya.
"Apa maksudnya?" tanyaku dan Edle dengan
kompak. Kami langsung saling pandang, lalu memandang
Josh lagi. Eka, Lin, Roni, dan Josh jelas terlihat kaget dengan
kekompakan kami. Sama halnya dengan kami.
"Artinya, Nona Corin sudah menjadi bagian dari
keluarga Alix. Tidak akan ada yang berani menyentuh Anda
untuk mencederai Anda. Karena Perjanjian Pedang Suci, juga
131 sama saja dengan pengikatan kepercayaan kepada
seseorang. Perjanjian Pedang Suci juga biasanya hanya di
lakukan kepada Kepala Pelayan di sebuah keluarga
Bangsawan. Jadi, secara tidak langsung, Anda bagian dari
keluarga Alix bila melakukan perjanjian itu," jelas Phoenix
dengan tenang. "Lalu apa rencanamu setelah melakukan perjanjian
itu dan mendapatkan cincin?" tanya Eka kemudian. Aku
langsung memandang Eka. Saat menangis, aku sudah
memutuskan semuanya. "Aku ingin menjadi manusia biasa dan memulai
hidupku seperti biasa," ucapku jujur.
"Apa kau tidak ingin bersekolah di sekolah sihir?"
tanya Roni dengan tidak percaya. Aku menggeleng
mendengarnya. "Tidak. Aku ingin menjadi manusia biasa, tanpa
sihir. Lagipula, aku memang tidak bisa menggunakan sihirku
dengan baik. Mungkin ada gunanya bila aku bisa
menggunakan sihir dengan baik, tapi tetap saja. Aku ingin
menjadi manusia biasa," ucapku jujur.
"Lalu bagai mana dengan saya?" tanya Snow
dengan nada sedih. "Kau tetap peliharaanku yang aku sayangi Snow,"
ucapku lembut sambil mengelus Snow. Snow tersenyum
mendengarnya. 132 "Artinya kau jadi penyihir tanpa menggunakan
sihir?" tanya Edle dengan nada tidak percaya. Aku
mengangguk mendengarnya. "Ya. Tapi.... itu tergantung. Tergantung dari apa
yang akan di suruh keluarga Alix nanti. Apakah aku akan di
pulangkan atau tidak. Aku tidak tahu, tapi untuk saat ini, aku
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingin menjadi manusia biasa," ucapku jujur. Bagai manapun,
aku akan menjadi seperti peliharaan keluarga Alix. Dan jelas
sekali, aku harus menanti perintah. Seperti robot. Ya, aku
akan melakukan perjanjian itu.
"Tidak, semuanya akan pulang dengan selamat
kok," ucap Edle tiba-tiba. Kami semua langsung memandang
Edle. "Yakin saja kalau kalian semua akan pulang dengan
selamat dengan jam waktu itu. Tapi yang jelas, aku tidak akan
banyak bicara lagi soal ini. Kalian yang ada di masa depan
menggerutu dan mengeroyokku karena aku tidak mau
datang ke sini," gerutu Edle. Aku menggerutkan kening
dengan bingung mendengarnya.
"Kita yang di masa de"maksudmu Aku, Lin, Corin,
Phoenix, dan Snow kembali ke satu jam saat kami pergi
dengan selamat?" ucap Josh dengan nada tidak percaya. Aku
sentak kaget mendengarnya dan langsung memandang Edle.
"Yah... tidak tahulah. Kalau aku kasih tahu, nanti
kalian akan mengeroyokku lagi. Aku tidak mau buka mulut
sama sekali," ucap Edle dengan nada malas sambil berdiri. Lin
terlihat kesal mendengarnya.
133 "Edle, jangan-jangan kau sudah menemukan
partnermu ya?" ucap Lin tiba-tiba. Langkah Edle langsung
terhenti. Aku langsung sadar. Lin dan Josh adalah Partner.
Eka dan Roni adalah Partner. Lalu Edle" Edle datang tidak
bersama partnernya. "Kalau aku memang tidak mempunyai partner
memangnya kenapa?" ucapnya dengan marah sambil
memandang ke arah Lin. Tatapannya tajam. Jelas sekali dia
marah di bilang seperti itu oleh Lin.
"Dan, bisa kutebak.... aku yang di masa depan
bilang kalau kau akan bertemu partnermu nanti, kalau kau
segera pergi menolong kami. Benar tidak?" tebak Lin. Wajah
Edle memerah. Merekapun mulai perang mulut.
Aku geli sendiri melihat mereka bertengkar. Lin
tidak henti-hentinya menggoda Edle yang sangat mudah di
pancing. Pertengkaran ini sangat mirip dengan
pertengkaranku dengan Alvin. Dan, melihat itu semua,
membuatku sadar. Kalau aku benar-benar merindukan
keluargaku. @@@ "Wah...." gumam Snow saat memandangku. Aku
hanya tersenyum melihat ekspresi Snow saat memandangku.
Dan, aku benar-benar terperangah memandang Edle. Ia
mengenakan Tuksedo yang membuatnya terlihat keren,
padahal biasanya ia terlihat manis. Lalu, Edle memandangku.
ia terlihat kaget. 134 "Wah! Rambutmu kenapa!?" tanyanya kaget. Apa!"
semuanya langsung memandangku dan melihatku dengan
kaget. "Loh" Rambutmu diapain" Kok jadi warna cokelat?"
tanya Lin. "Iya, rambutmu diapain!?" tanya Josh bingung.
"Benar! kupikir siapa, ternyata Corin! Rambutmu
memangnya di apin oleh para pelayan itu?" tanya Eka.
"Rambutmu?" "Cukup! Kalian ini cuman merhatiin rambutku saja
ya?" gerutuku kesal. Phoenix tersenyum.
"Tentu saja, karena rambut warna Cokelat Anda
membuat Anda terlihat jadi sangat cantik dan berbeda, tentu
saja kami semua kaget," ucap Phoenix dengan lembut. Aku
tidak bisa menahan senyumku saat mendengarnya.
"Benar, kau jadi cantik kok Corin!" setuju Edle
sambil tersenyum. Wajahnya memerah saat memujiku,
sehingga wajah kerennya tadi menghilang. Jadi Edle yang
manis lagi deh. "Yah, benar apa yang di bilang Phoenix, kamu jadi
beda, jadi lebih cantik dari biasanya," ucap Lin dengan
ramah. Aku menghela nafas sambil memandang ke luar. Di
mana cahaya matahari sudah mencapai puncaknya, dan kota
terlihat agak sepi, mungkin karena ini kota khusus penyihir.
Di mana, penyihir biasanya keluar di malam hari. Jadi, siang
ibaratnya malam. Lalu aku tersenyum.
135 "Terimakasih," ucapku akhirnya sambil menirukan
gaya bangswan yang kutonton di TV. Aku membungkuk
sambil memberikan salam dan mengangkat sedikit gaun
coklatku yang di tutupi jubah merah. Mereka semua
tersenyum. "Ayo kita berangkat Nona," ucap Snow dengan
136 ramah. "Ayo," ucap mereka kompak. Aku tersenyum
mendengarnya dan kami semua langsung naik ke dalam
kereta yang di sediakan oleh keluarga Alix. Sebuah kereta
kuda yang besar. Dengan di bawa 2 ekor kuda putih.
@@@ "Apa kereta ini bisa sampai ke istana tepat waktu?"
tanyaku khawatir. "Tentu saja bisa, ini"kan kereta Bangsawan. Ini
kereta khusus yang di buat menuju Istana. Kira-kira kita harus
melewati 2 kota lagi untuk sampai ke Istana hanya perlu
waktu beberapa jam saja untuk sampai," jelas Lin.
"Yah, aku yakin soal itu. Soalnya mereka
menggunakan kuda yang seperti ini sih," ucap Eka sambil
memandang keluar jendela. Aku menggerutakan kening
mendengarnya. Apa maksudnya"
"Maksudnya?" tanyaku bingung.
"Nona tidak sadar ya kalau kita terbang?" tanya
Snow bingung. Aku sentak kaget mendengarnya lalu langsung
memandang keluar jendela, sebelah Eka. Jantungku langsung
hampir berhenti berdetak saat melihat keluar. Bisa kulihat
pepohonan di bawah terlihat sangat kecil. Kepalaku langsung
terasa pusing melihatnya.
"Ba, bagai mana bisa?" tanyaku tidak percaya.
"Hanya kau sendiri yang tidak menyadarinya, hebat
sekali," ucap Edle dengan tidak percaya. Aku kesal
mendengarnya dari anak kecil. Setiap kali melihat Edle, entah
bagai mana rasanya melihat Alvin yang sok tahu segalanya.
"Jaga ucapanmu!" ucap Snow dengan kesal. Bagus
Snow! Edle hanya diam sambil memandang ke arah jendela
saja. Aku menghela nafas untuk menenangkan jantungku
karena masih terlalu kaget. Lalu aku memandang ke arah Lin
yang duduk di hadapanku. "Kau pernah ke istana?" tanyaku.
"Belum, baru tahun ini kami dapat undangan ke
Istana. Benar"kan Eka?" jawab Lin.
"Ya, jadi kami sendiri agak deg-degan karena baru
tahun ini kami di berikan undangan. Sedangkan adikmu enak
ya, pas sekali, mentang-mentang setiap undangan boleh
membawa sepasang penyihir dia jadi ikut?"
"Aku tahu kalau aku memang belum ketemu
Partner! Terus mau kalian apa, hah!?" tantang Edle dengan
kesal. Mereka mulai menggoda Edle lagi, sedangkan aku,
Snow, dan Phoenix hanya menonton mereka sambil
tersenyum geli. Tapi.... tetap saja ucapan polos Al masih bergema di
dadaku. Rasanya sesak bila mengingatnya. Apa lagi ia
137 mengatakannya dengan ekspresi polos seperti biasanya.
Dengan mudah mengatakan kalau aku Pembunuh.
"Apa kalian kenal dengan Si Gadis Vampir?" tanyaku
kemudian. Semuanya yang lagi ribut tiba-tiba langsung
terdiam memandangku. Snow yang diam ikut-ikut
memandangku lalu memandang mereka.
"Yah, wajar aja sih kamu mau tahu... aku juga
penasaran," ucap Eka.
"Sama, tapi kami semua sama sekali tidak tahu,"
ucap Roni sambil mengangkat bahu.
"Tapi dari namanya, seperti dia Vampir," ucap Edle.
Kepalanya langsung di jitak Lin dengan kuat. Tanpa suara,
Edle langsung memegang kepalanya dan hanya bisa
tertunduk menahan sakit. Uh.... sepertinya sakit sekali.
"Em, Phoenix, kau tahu sesuatu?" tanya Lin dengan
cuek sambil memandang Phoenix. Pehonix langsung
mengangguk dan memandangku.
"Sebenarnya ini ada di dalam pelajaran sejarah
Anda Nona, tapi sepertinya Anda sudah lupa," ucap Phoenix
dengan ramah. Wajah Lin memerah karena malu
mendengarnya. Josh langsung memandang Phoenix dengan
pandangan bertanya. "Pelajaran sejarah?" tanya Josh dengan bingung.
"Ya, tentang mulai berdirinya perdamaian, tetapi
wajar saja kalau pelajaran ini di lupakan, karena hanya di
pelajarai sekilas," ucap Phoenix.
138 "Lalu" Apa itu Si Gadis Vampir?" tanya Snow
penasaran, sama halnya dengan kami semua (Edle akhrinya
tidak memegang kepalanya lagi, dan hanya memandang
kesal Kakak Perempuannya).
"Sekitar setengah Abad yang lalu, saat pertikaian
antar penyihir sering terjadi, dan kasus pembunuhan setiap
hari terdengar, di saat itulah ia ada, Si Gadis Vampir. Itu
hanya nama julukannya. Karena dulu, ia bisa membunuh 100
orang penyihir dalam waktu singkat. Padahal, ia hanya
seorang gadis kecil penyihir. Itu sebabnya ia di sebuah Si
Gadis Vampir. Karena hampir setiap hari, ia membunuh.
"Tidak jelas asal dan belajar dari mana ia menyihir,
tapi saat akhirnya para penyihir dan pertikaian penyihir
berakhir, ia menghilang entah ke mana. Sejak itu, nama Gadis
Vampir mulai di anggab tabu. Tapi... berkat Anda Nona Corin,
saya jadi tahu, sepertinya Gadis Vampir berhubungan dengan
keluarga Alix," jelas Phoenix.
"Hubungan bagai mana?" tanyaku bingung.
"Nona tidak ingat apa yang Nona lakukan dan
katakan saat di rasuki?" tanya Phoenix.
"Em, samar-samar," ucapku jujur.
"Apa Anda tahu kalau ternyata lambang dari
keluarga Alix adalah burung Api, Phoenix?" tanya Phoenix.
Jantungku langsung terasa berhenti berdetak. Entah bagai
mana, aku terasa keget. Dengan bingung aku memegang
dadaku. "Kenapa?" tanya Lin bingung.
139 "Tidak tahu," ucapku jujur sambil memegang
dadaku. Kenapa tadi" Kok rasanya seperti kaget" Seolah ada
sesuatu.... tapi apa" di bawah. Ya, di bawah. Ada sesuatu di
bawah, yang membuat jantungku bereaksi.
"Apa kalian tidak merasa aneh?" tanyaku.
"Merasa aneh bagai mana?" tanya Edle bingung.
"Em... seperti merasa tekanan berat?" tanyaku.
Semuanya terlihat bingung, termasuk Phoenix dan Snow. Aku
menghela nafas. "Sepertinya hanya perasaanku saja," ucapku jujur.
"Ok, kita lanjutakn masalah tadi. Jadi, bagai mana
menurut kalian" Apa mungkin keluarga Phoenix ada
hubungannya dengan Gadis itu" Padahal"kan keluarga itu
sederajat dengan keluarga kerajaan," ucap Roni dengan
bingung. "Entahlah, tapi yang jelas, mereka sama seperti
bangsawan yang lain. Hanya mementingkan keuntungan,"
ucap Edle dengan malas. "Mungkin mereka menggunakan gadis itu sebagai
alat pembunuh" Bisa jadi"kan" Aku masih ingat sekali
kejadian di malam itu. Kau sendiri yang bilang"kan Corin"
Kalau kau melakukan perjanjian Pedang Suci," ucap Lin.
"Kapan aku bilang seprti itu?" tanyaku bingung.
"Nona tidak pernah berbicara seperti itu," gerutu
Snow. 140 "Ah, tentu saja Snow dan Corin tidak ingat, tapi kau
ingat"kan Phoenix," ucap Josh. Sedangkan mereka sibuk
berdiskusi tentang masalah hubungan keluarga Phoenix
dengan Gadis Vampir, aku masih memikirkan tekanan berat
dan jantungku yang tiba-tiba bereaksi.
Entah bagai mana aku merasakannya. Tapi jelas
sekali, sepertinya, selain untuk melindungi Istana, sepertinya
untuk melindungi "sesuatu" yang lain juga. Alasan kenapa
jalan menuju Istana begitu susah dan berbahaya, pasti ada
alasannya. Dan, tenaga yang di hasilkan oleh "sesuatu" itu
bergejolak. Dan penghalangnya, sepertinya akan lepas.
Terlebih, "sesuatu" itu mengeluarkan Aura yang.... mungkin,
hawa pembunuh. Tetapi, apa "sesuatu" itu" Seseorang kah" Benda
kah" Mahluk hidup kah" Aku tidak tahu apapun, tapi
sepertinya hanya aku yang merasakannya. Atau hanya
perasaanku saja" 141 12. Pesta" Kami memandang tidak percaya tempat itu. Setelah
beberapa jam naik pesawat"ah, maksudku kereta yang di
tarik oleh 2 Pegasus, akhirnya kami sampai. Aku sampai tidak
percaya kami sampai tepat waktu. Tepat saat senja. Saat
matahari terlihat berwarna kemerahan, dan hampir
tenggelam. Tempat itu. Kastil di atas tebing yang curam. Kastil
itu sangat besar, dengan di batasi tembok yang sangat
panjang dan terlihat kokoh. Lalu kereta kami mulai mendarat
di dalam kastil. Dia sebuah padang rumput, halaman kastil
yang sangat luas. Banyak kereta yang juga di berhentikan di
sana. Dan, saat kami merasakan hentakan kecil, itu tanda
kereta sudah menyentuh tanah.
"Kita benar-benar masuk ke dalam Istana," gumam
Lin dengan gugub. "Tenanglah Nona, bersifatlah yang anggun seperti
Nona Corin yang sedari tadi terlihat tenang dan anggun,"
ucap Phoenix. Aku sentak kaget mendengarnya. Semuanya
juga langsung memandangku kecuali Snow.
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa aku?" tanyaku bingung. Bagaimanapun,
aku juga lagi gugub. Memangnya tidak terlihat"
"Benar juga, Corin diam terus, apa gara-gara pake
baju mewah dan sudah di dandani, jadinya cara duduknya
lebih formal ya?" ucap Eka sambil memandangku. Hah,
gawat, kebiasaan. Sejak ikut eskul paskib, karena sering di
142 suruh duduk siap, secara tidak langsung ,kalo lagi tegang, aku
jadi duduk tanpa bersender dan menegabkan tubuhku.
"Em, bukan, aku kebiasaan eskul paskib. Kan kalau
paskib, duduknya tidak boleh bungkuk dan punggung harus
tegak. Kami juga tidak boleh menunduk," ucapku jujur.
Semuanya langsung bilang "oh...." secara bersamaan.
"Tuan dan Nona, selamat datang," kami sentak
kaget saat tiba-tiba pintu kereta kami terbuka. Dan, seorang
pelayan perempuan menyambut kami dengan senyuman
hangat. Kami jadi salah tingkah sendiri sambil keluar dari
kereta. "Tuan dan Nyonya, pesta akan segera di mulai
sebentar lagi, jadi mari saya antar ke kebun belakang, di
mana pesta di laksanakan," ucapnya dengan ramah sambil
menggiring kami menuju sisi lain kastil, yang teramat besar
dan mewah. Aku bahkan sempat tercengah memandangnya.
"Maaf, pesta tidak di laksanakan di Aula dalam
kastil?" tanya Josh dengan sopan. Pelayan itu tersenyum
mendengarnya. "Belum. Pembukaan akan di laksanakan di luar,
sedangkan acara utama baru akan di laksanakan di Aula,"
jawab pelayan itu dengan ramah. Aku hanya diam
mendengarnya. Snow langsung memandangku.
"Nona, saya merasakan sesuatu yang tidak enak,"
ucapnya dengan ngeri. Aku sentak kaget mendengarnya.
"Benar, saya juga," setuju Phoenix yang berjalan di
belakangku. Pelayan yang mengantar kami langsung menoleh
143 memandang ke arahku, lalu memandang ke Snow dan
Phoenix. "Ada apa?" tanya Eka bingung.
"Eh" Maaf atas kelancangan saya," ucap pelayan itu
sambil membungkuk meminta maaf lalu memalingkan wajah
dan mulai memandu kami lagi. Aku menghela nafas lalu
memandang Snow yang wajahnya terlihat ngeri memandang
ke arah kastil. Aku ingin sekali bertanya kenapa, tapi kami
sudah terlanjur sampai ke tempat itu.
"Selamat datang," ucap pelayan itu dengan ramah
sambil mempersilakan kami untuk lewat. Sebuah taman yang
agak ramai. Banyak sekali orang-orang yang mengenakan
jubah yang berwarna gelap. Jadi, sepertinya tidak salah kalau
kami semua mengenakan jubah berwarna gelap.
Bisa kulihat ada sebuah kolam berbentuk lingkaran
tepat di tengah tempat acara ini. Taman yang di penuhi
rerumputan dan di kelilingi pepohonan. Mungkin karena
sekarang gelap, air yang ada di dalam kolam juga terlihat
gelap dan.... menyeramkan.
"Kapan acara di mulai?" tanya Edle penasaran. Aku
tidak terlalu penasaran soal itu, tapi aku lagi memikirkan apa
yang di rasakan Snow dan Phoenix. Bukankah mereka
hewan" Pasti memiliki insting yang tajam, jadi, apa yang
mereka rasakan, jelas sekali buruk.
"Lihat!" ucap Lin tiba-tiba sambil menunjuk ke arah
kolam. Aku langsung memandang kolam, begitu juga dengan
semua tamu. Kolam itu bercahaya. Cahaya yang di
144 hasilkannya membuat silau, dan tiba-tiba muncul seorang
perempuan dengan mengenakan tutu (Pakaian balerina)
yang sangat cantik. Cahaya putih itu tepat berada di bawah balerina itu.
Aku terperangah saat balerina itu menari di atas air yang
bercahaya. Mataku bahkan tidak bisa lepas dari balerina
cantik berambut emas itu. Lagu yang mengalun lembut itu
begitu menyatu dengan tarian balerina. Dan, ia menari di
saat yang sangat tepat. Di saat gelap, dan hanya dialah cahayanya. Yang
menjadi pusat perhatian. Tariannya.... tarian balerina itu
sangat indah. Bahkan, aku yang tidak mengerti tentang
urusan menari saja tidak dapat berkata apapun untuk
mengomentari tarian balerian di atas air itu. Tidak ada yang
berbicara.... semua terfokus memandang tarian balerina itu.
Wajahnya sambil menari, wajah balerina itu terlihat
sedih. Mengekspresikan kesedihan yang di rasakannya di
dalam kegelapan.... dan menari di atas air yang bercahaya.
Keindahan yang tak terukir kata-kata. Pengekspresian yang
membuat sedih. Tarian.... yang menyentuh jiwa. Dan, karena
terlarut memandang balerina yang sedang bersedih itu, aku
begitu kecewa, saat balerina itu menyelesaikan tariannya
dengan menenggelamkan dirinya kembali di dalam cahaya
yang ada di dalam air. Lalu, tepukan para penonton mulai
riuh. Akupun ikut memberikan tepukan yang paling besar.
"Eka" Kamu nangis?" ucap Roni tiba-tiba. Kami
semua langsung memandang Eka yang menghapus air
matanya. 145 "Maaf, aku hanya.... balerina itu sungguh pintar
sekali menari," ucapnya jujur.
"Ya, indah sekali tariannya," setujuku.
"PARA HADIRIN YANG TERHORMAT, YANG TADI
ADALAH PEMBUKAAN ACARA KITA, MAKA UNTUK MEMULAI
ACARA INTI, MARI KITA SEMUA MASUK KE DALAM AULA
UTAMA, HADIRIN YANG TERHORMAT, SILAKAN MASUK DAN
MENIKMATI SUASANA YANG TELAH KAMI BERIKAN," ucap
suara laki-laki yang besar itu. Aku tidak tahu dari mana suara
itu, tapi yang jelas, gerbang kayu yang besar yang tertutub
rapat yang ada di kastil tadi, tiba-tiba saja terbuka.
"Ayo masuk," ajakku sambil menggandeng tangan
Snow. Snow langsung mencengkram tanganku. Tangannya
gemetar dan dingin. Dia takut. Aku tidak mengerti apa yang
ia takuti, tapi aku akan berusaha mengurangi rasa takutnya.
Dan, kami masuk ke dalam Aula yang sangat besar
dan luas. Terdapat beberapa meja yang berisi berbagai
makanan dan minuman ringan, dan pelayan yang
menggantarkan berbagai minuman ke para tamu. Ruangan
ini terang, dan bisa kulihat lampu kristal besar yang
tergantung tepat di tengah Aula. Berkilau bagai permata.
Aku menghela nafas lalu sentak kaget saat sadar
kalau aku dan Snow terpisah dari yang lain. Di mana Eka,
Roni, Lin, Josh, Phoenix dan Edle" Aku memandang sekitarku
dengan bingung. 146 "Snow, sepertinya kita terpisah," ucapku jujur.
Snow yang sedari tadi menunduk langsung mengangkat
wajahnya dan memandangku. Wajahnya pucat.
"Maafkan saya Nona, saya sama sekali tak bisa
menciuma bau apapun selain bau yang bisa di cium manusia
biasa. Kekuatan saya.... tidak bisa keluar," ucap Snow dengan
ngeri. Ia terlihat seperti mau menangis mengucapkannya.
Aku langsung memeluk Snow.
"Sudahlah, tidak apa-apa, kita tetap bisa mencari
mereka kok," ucapku lembut. Snow tidak bisa mengeluarkan
kekuatannya" Jangan-jangan di sini ada tabir pelindung yang
membuat tidak bisa mengeluarkan kekuatan sihir" Ah, pasti
benar. Aku langsung melepaskan pelukanku dari Snow.
"Ayo kita cari mereka," ucapku ramah sambil
menggandeng tanga Snow. Snow hanya mengangguk. Dia
tidak menangis, tapi dia terlihat sangat tersiksa. Wajahnya
pucat. Jadi, ini yang di sebut Snow dan Phoenix tadi" Ini
alasan kenapa mereka merasa tidak enak di bagian dalam
kastil ini" Sementara kami mulai berputar-putar mengelilingi
aula yang entah seberapa luasnya ini.... dengan di penuhi
banyak penyihir, aku memperhatikan semua gaun yang
mereka kenakan. Banyak sekali penyihir, dengan wajahwajah Eropa, Asia, dan sebagainya. Tapi mereka semua....
aku bisa mengerti apa yang mereka bicarakan. Aneh
memang, tapi sudahlah. Dan, yang sungguh membuatku sungkan adalah
tatapan para tamu yang menatapku dan Snow dengan
147 pandangan aneh. Pandangan tidak suka dan tidak percaya.
Aku bisa mendengar dengan jelas ucapan-ucapan mereka
yang menolak kami. Mereka menjauhi kami bila kami
mendekat, seolah kami membawa kuman yang berbahaya.
Menyebalkan memang, dan sungguh membuatku
ingin menangis. Tapi.... bukan aku kalau di ejek seperti ini
menangis. Walau harus aku akui kalau aku memang yang
paling cengeng di paskib, tapi aku bukan tipe orang yang mau
menangis di depan umum seperti ini.
"Nona," ucap Snow tiba-tiba. Aku langsung
memandangnya. Ia sedang memandang sesuatu. Semua
tamu memandang ke arah yang sama. Aku langsung
mengikuti arah pandanga mereka semua dengan bingung.
3 orang itu berdiri di puncak tangga sambil
memandang menerawang ke arah para tamu undangan
mereka. Seorang laki-laki dengan kulit pucat dan rambut
emas. Badannya jangkung, dia memiliki mata berwarna
gelap. Seperti warna hitam atau coklat lumpur. Ia berdiri
dengan senyuman hangat. Di sebelahnya, jelas sekali istrinya.
Wanita dengan rambut merah dan mata biru. Kulitnya juga
pucat. Dan, jelas sekali di antara mereka, berdiri Putri
mereka yang sangat cantik. Berkulit pucat, dengan rambut
emas dan sepasang mata berwarna biru. Ia tersenyum
senang mendapat begitu banyak perhatian yang di
dapatkannya. Jelas sekali, merekalah keluarga kerajaan.
Terlebih, aura yang mereka keluarkan sama seperti keluarga
Alix. 148 "Para tamu yang terhormat, sangat senang sekali
Anda sekalian bisa datang ke acara yang membosankan ini..."
aku tidak bisa mendengar pidato yang di keluarkan oleh
mungkin bisa di sebut Raja itu. Aku terlalu sibuk dengan
pikiranku. Aku benar-benar kaget saat menyadarinya. Sejak
masuk ke dalam kereta, kami sama sekali tidak melihat
keluarga Alix seorang pun. Kemana mereka" Bukankah
mereka mau mendengar jawabanku" Aku belum
memberikan jawaban sama sekali dengan penawaran
mereka. Tapi.... entah bagai mana, aku merasa bahwa aku di
jebak. Entah bagai mana, mereka membuat semua ini,
mengarahkannya, agar aku tidak bisa mengelak dan menolak.
Tapi.... kenapa" apakah demi mendapatkan Snow"
"Putri kerajaan ini.... yang cantik saat ini genap
berusia 3 tahun, tepat di malam ini. Olivia Dupoun. Terlebih...
keluarga yang sangat terhormat.... yang sungguh membuat
pesta ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Keluarga Alix
yang selama lebih kurang 5 tahun sudah tidak datang ke
pesta tahunan ini, ternyata hadir... dengan membawa kabar
gembira juga. Bahwa ternyata Baliau sudah memiliki seorang
Putra yang sangat tampan,"
Aku sentak kaget saat semua orang memandang ke
arahku. Bahkan keluarga kerajaan itu ikut memandang ke
arahku. Dan, saat tepukan tangan mulai bermunculan dan
bergemuruh, aku baru sadar. Bahwa, keluarga Alix tepat
berada di sebelahku. Aku mengerjab kaget memandang
mereka. 149 Sejak kapan!" Kenapa aku sama sekali tidak sadar
kalau mereka berada di sebelahku!" Aku dan Snow hanya
dapat mematung saat keluarga kerajaan itu datang
mendekati kami. Lalu berhenti tepat di depan keluarga Alix.
Dan, sadarla aku kalau Pi tidak ada di antara keluarga Alix.
Kemana Pi" "Senang sekali bertemu dengan kawan lama yang
sangat menyenangkan sepertimu Rech," ucap Raja sambil
memeluk akrab Tuan Recardo. Tuan Recardo balas memeluk
Raja. "Saya juga sangat senang bertemu denganmu
Dupoun," balas Tuan Recardo. Mereka langsung melepaskan
pelukan mereka. Dari ekspresi masing-masing, jelas sekali
terlihat kerinduan. "Hm... kenapa kau sama sekali tak mengabariku
kalau kau sudah memiliki seorang Putra yang sangat tampan
ini," ucap Raja sambil memandang Al yang sedari tadi diam
memandang bingung Ayahnya. Sedangkan Putri, terusterusan memandang Al.
"Al, perkenalkan dirimu," ucap Nyonya Alix dengan
lembut. Al langsung memandang Ibunya, lalu ia memandang
keluarga Raja yang memandangnya sedari tadi. Al langsung
tersenyum. Senyuman yang sangat menggemaskan.
"Cayah Al," ucapnya dengan cadel. Dengan suara
khas anak-anak. Dan, membuatku kaget adalah Putri yang
tiba-tiba langsung berlari dengan ceria mengitar kedua
orangtuanya dan langsung berhenti tepat di depan Al.
150 "Caya Oliv! Calam kenal Al!" ucapnya dengan ceria
sambil memeluk Al dan langsung mencium pipi kiri Al. Dan,
yang membuatku sentak kaget saat tiba-tiba Al langsung
mendorong Putri sampai terjatuh dan dengan takut langsung
bersembunyi di belakang Ibunya.
"Al!?" ucap Nyonya Alix dengan kaget. Al hanya
diam sambil bersembunyi di belakang Ibunya. Dengan
bingung, semuanya hanya memandang Al. Dan Putri lagsung
di bangunkan pelayan sehingga tidak membuat kepanikan
sama sekali. "Maaf atas kelancangan anak saya," ucap Raja
dengan hormat. "Tidak, justru anak kami yang terlalu penakut.... dia
paling tidak suka di sentuh oleh orang yang di anggabnya
masih asing," ucap Tuan Recardo dengan sopan. Entah apa
yang mereka bicarakan lagi, tapi aku dan Snow hanya
memperhatikan Al yang lama-lama, akhirnya menangis tanpa
suara di belakang Ibu-nya. Sementara Putri sibuk berusaha
mendekati Al, yang entah bagai mana, Putri malah terlihat
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senang melihat Al yang menghindarinya dengan ketakutan.
"Oliv, hentikan, jangan menakuti Al lagi!" ucap Ratu
dengan geram sambil memandang Putrinya yang tengah
mencoba mendekati Al yang bersembunyi di belakang
Nyonya Alix. "Tidak apa, namanya juga anak kecil. Biarkan
mereka saling mengenal, nanti lama-lama Al juga tidak takut.
Nah Al, jangan sembunyi terus.... bermainlah dengan Putri
Olivia," ucap Nyonya Alix. Al langsung memandang Ibunya
151 dengan mata yang berkaca-kaca. Lalu dia mengangguk dan
menghapus air matanya. "I"iya," isaknya sambil akhirnya tidak bersembunyi
di belakang Ibunya. "Main Al!" ucap Putri dengan semangat sambil
menarik tangan Al. Al langsung menangis lagi dan kali ini
berlari ke arahku. Aku sentak kaget saat Al langsung
memelukku dan memintaku menggendongnya. Denggan geli,
aku menggendong Al. "Al! Main!" ucap Putri dengan kesal. Al hanya diam
sambil mempererat pelukannya. Aduh... sebenarnya untuk
apa aku mendatangi pesta ini" untuk mengurus anak kecil"
loh" Sama saja seperti pelayan"kan"
"Ah... siapa dia?" jantungku langsung terasa
berhenti berdetak mendengar pertanyaan itu dari Raja. Raja
memandangku dengan tatapan mengintimidasi yang
menakutkan. Dan, sadarlah aku jadi pusat perhatian
sekarang. "Dia Corin Yudistira, sang "majikan" yang sedang
banyak di bicarakan itu," jawab Tuan Recardo. Raja dan Ratu
sentak kaget mendengarnya dan langsung memandangku
dan Snow secara bergantian dengan tatapan tidak suka yang
sangat menusuk hati. "Hm... lalu kenapa Ia bersama dengan Anda?" tanya
Raja dengan bingung. "Karena Ia yang mengantarkan Putra saya... dan
karena Putra saya menyukainya, itu bukanlah masalah.
152 Lagipula, semuanya tergantung dari keputusan Nona Corin,
sebagai Penyihir muda. Tergantung apakah ia mau bergabung
dengan kami atau tidak," ucap Tuan Recardo sambil
memandangku dan tersenyum licik. Aku langsung mengerti
mendengarnya. "Ya, tentu saja saya siap mengabdi bersama
peliharaan saya," ucapku dengan yakin.
"Ya, saya siap mengabdi," ucap Snow. Semuanya
terlihat kaget mendengarnya. Aku langsung menarik nafas
untuk menenangkan diriku. Bukankah sudah di putuskan agar
aku mau menerimanya"
Tapi... tetap saja rasanya gugub dan jantungku
bahkan tidak bisa tenang. Tuan Recardo tersenyum
mendengarnya. Sedangkan aku dan Snow, hanya bisa diam.
Pasrah dengan apa yang menjadi keputusan kami.... yang
kami yakini, sudah di rencanakan oleh mereka.
"Dupoun, malam ini, kita akan mengadakan
Perjanjian Pedang Suci," ucap Tuan Recardo denga ramah.
Semuanya sentak kaget mendengarnya. Aku sudah pasrah
saat mendengarnya. Jadi.... langsung di laksanakan sekarang"
Apa yang harus aku lakukaan saat "Perjanjian" itu di
laksanakan" 153 13. Pedang Suci" Aku menarik nafas saat semuanya langsung menjadi
gaduh dan ribut. Semuanya terlihat kaget mendengar ucapan
tidak terduga dari keluarga Alix. Upacara Perjanjian Pedang
Suci akan di laksanakan saat itu juga, dan semua tamu
undangan menjadi saksi. Sedangkan aku dan Snow... ah,
tidak. Hanya aku yang melakukan perjanjian pedang suci,
sedangkan Snow tidak. Tapi tetap saja. bagai manapun, aku dan Snow
saling terikat. Jadi, meskipun hanya aku yang melakukan
perjanjian itu, Snow tetap akan mematuhiku, dan secara
tidak langsung juga akan mengikuti perintah keluarga Alix.
"Nona, tolong berdiri," ucap pelayan itu sambil
memasangku sebuah pakaian. Entah bagai mana, setelah
mengatakan itu, pikiranku jadi terasa kosong. Bahkan, Snow
hanya dapat diam di sampingku. Ia tidak mengganti
pakaiannya sepertiku. Sedangkan aku mengenakan gaun
putih langsungan hingga sebatas lutut. Rambutku dikuncir
kuda. Setelah pemberi tahuan itu, aku dan Snow langsung di
suruh ke ruangan yang luas ini.
Ruangan terang, dengan di penuhi pakaian dan
jubah di tempat ini. Dan, terdapat sebuah cermin yang
berukuran dua kalilipat ukuran tubuh manusia tepat di
hadapanaku. Sekarang aku tepat memandang pantulan diriku
sendiri di cermin, yang pinggirannya di penuhi dengan ukiran
keriting. 154 Warna rambutku tetap di biarkan seperti ini. Warna
rambut dengan agak coklat. secara keseluruhan, aku seperti
terlihat memakai gaun tidur untuk para bangsawan. Karena
gaun yang kukenakan hanya berwarna putih polos dan
seperti gaun langsungan saja. Tapi entah bagai mana, aku
terlihat cocok mengenakannya.
"Bagaimana aku bisa tahu apa yang akan aku
lakukan saat upacara nanti?" tanyaku. Pelayan perempuan
yang menata wajahku langsung tersenyum.
"Anda akan mengetahuinya dengan sendirinya,"
jawabnya. @@@ "Corin, kau yakin" Kau tidak apa-apa melakukan
perjanjian?" tanya Edle dengan cemas. Aku bingung
mendengarnya. "Bukannya tujuan kita untuk mendapatkan cincin"
Jadi sekaranglah saat yang kita tunggu"kan?" tanyaku
bingung sambil memandangnya. Edle hanya menghela nafas
mendengarnya. "Corin, nanti saat upacara berlangsung, pikiranmu
akan terfokus dan tidak akan bisa memikirkan apapun, tapi
yang jelas, kalau ini keputusanmu.... kami tidak akan
melarangnya," ucap Lin dengan nada sedih.
"Ya, kami mendukung keputusanmu. Tapi apakah
kau sudah siap dengan apa yang akan terjadi setelahnya?"
tanya Josh dengan ragu. Aku menggeleng mendengarnya.
155 "Tidak. Aku sama sekali tidak siap, tapi aku akan
berusaha siap untuk semuanya. Lagipula, aku sudah banyak
merepotakan kalian. Walau aku sama sekali tidak mengerti
maksud Phoenix dengan kata-kata "kepuasan tersendiri" bagi
kalian, tapi aku dan Snow sangat berterimakasih," ucapku
tulus. "Ya, berkat Nona dan Tuan, saya dan Nona dapat
sampai di tempat ini. Saya benar-benar berterimakasih,"
setuju Snow. "Kenapa kalian berkata seperti itu" Ini bukan
perpisahan"kan?" ucap Roni dengan geli.
"Benar, ini bukan perpisahan, lagipula, kami datang
karena memang ingin, bukan karena kamu, jadi jangan
sombong," ucap Eka dengan geli. Aku ikut geli
mendengarnya. "Ya, kami semua menolongmu, karena kami "ingin"
dan bukan karena "kasihan". Kami, akan selalu
mendukungmu," ucap Lin dengan ramah. Rasanya, ada
sesuatu yang hangat di dadaku. Rasanya.... menyenangkan.
Belum pernah aku di merasa seperti ini oleh orang lain.
"Terimakasih," ucapku dengan tulus. Mereka hanya
tersenyum mendengarnya. @@@ Semua mata memandangku dengan tatapan tidak
percaya. Snow, Phoenix, dan bahkan Pusy, hanya menatapku
dengan pandangan sedih. Aku tidak mengerti kenapa, tapi
aku tidak ingin tahu. Biarlah, aku tahu nanti, saat upcara ini
156 selesai dan berjalan sesuai dengan baik, aku akan tahu apa
yang akan terjadi dengan diriku sendiri.
Geli rasanya saat sadar, bahwa keberadaanku
berada di ujung tanduk. Tapi.... bukankah untuk ini aku
berusaha keras" Bukankah untuk mendapatkan cincin itu,
semuanya jadi ikut terlibat dan hampir mempertaruhkan
nyawanya" Jadi.... kali ini, karena ini juga demi diriku, demi
mengakhiri semua perjalanan ini, aku bersedia melakukan
perjanjian ini. Lagipula, mereka telah mendukungku.
Aku berjalan secara berlahan dan anggun di atas
karpet merah dengan menggunakan hak tinggi. Padahal
biasanya, aku akan langsung terjatuh bila mengenakannya.
Kupandang tempat itu. Aku harus berjalan, dengan sangat
berlahan menaiki tangga. Di atas karpet merah yang
membentang. Entah bagai mana, aku merasakan ketakutan.
Tetapi... Kakiku sama sekali tidak mau berhenti melangkah
mendekati tempat itu. Jantungku memburu dan perutku terasa mulas, tapi
anehnya, aku sama sekali tidak berkeringat, padahal aku
biasanya berkeringat dingin atau kepanasan saat ini. Dan,
entah bagai mana, yang di katakan Pelayan perempuan itu
benar. Kita tahu apa yang akan kita lakukan.
Lalu, akhirnya aku sampai di puncak. Tuan Recardo,
bersama Isteri dan anaknya berada di sana. Bisa kulihat
sebuah pedang panjang yang berkilau dan sepertinya terbuat
dari perak di pegang Al dengan kedua tangannya. Pedang itu
terlalu besar untuk ukuran tubuhnya. Jelas sekali Al
keberatan dengan pedang itu, sehingga ia hanya dapat
157 menahan pedang itu pada satu sisi tanpa mengangkat dan
hanya bertumpu pada lantai.
Aku langsung berlutut di hadapan keluarga Alix.
Tuan Recardo dan Nyonya Zahara langsung membantu Al
untuk mengangkat pedang. Dan, pedang itu langsung tepat di
arahkan di atas kepalaku. Sama sekali tak menyentuh ubunubunku. Bahkan, sehelai rambutkupun, aku yakin tidak
tersentuh. "Corin Yudistira. Anak kedua dari tiga bersaudara.
Seorang Kakak Perempuan dari Alvin Yudistira, dan Adik
perempuan dari Pemy Yusdistira. Juga Putri ke-2 dari
pasangan Yudistira dan Anggi. Apakah, dengan segenap jiwa
raga-mu, kau mau bersumpah di bawah pedang suci, kau
akan patuh dan setia kepada keluarga Alix?" ucap Tuan
Recardo. Aku langsung menarik nafas dan memantapkan
hatiku. "Ya, saya bersedia," ucapku dengan tegas. Dan,
dalam seketika, tubuhku seolah di tarik. Aku benar-benar
kaget saat sadar, bahwa tubuhku tetap diam tak bergerak
seolah sedang tidak di tarik, padahal jelas sekali kalau aku
merasa tubuhku di tarik, sampai mataku berkunang-kunang.
"Saya, Amelia Semone mengabdi dengan segenab
jiwa raga saya, untuk kembali ke keluarga Phoenix," ucap
suara wanita itu. Aku sentak kaget dan langsung menoleh
kesebelahku. Seorang perempuan yang sangat cantik.
Berwajah Eropa, dengan rambut hitam ikal melewati bahu
dan kulit pucat. Sepertinya dia seumuran denganku, tapi jelas
158 lebih tua dariku. Entah bagai mana, aku merasakan aura
dingin yang menyengat dari dirinya. Dari mana dia datang"
"Pendahulu Pedang Suci yang terakhir... Semone Si
Gadis Vampir?" aku sentak kaget mendengarnya dan
memandang perempuan itu dengan tidak percaya. Gadis
Vampir" Jadi... diakah roh yang ada di tubuhku itu" Si
pembunuh itu" Dan.... matanya berwarna merah. Ia
memandang keluarga Alix dengan senyuman dan sepasang
mata berwarna merah darah. Ekspresinya mengerikan.
Senyuman kemenangan, keinginan dan hawa nafsu
membunuh yang tereskspresi dengan jelas dengan sorot
matanya. ".....untuk menyelesaikan tugas Anggun Aprilia. Dan
untuk menyelesaikan tugasmu sebagai pelindung keluarga
Alix Phoenix. Sumbangkan kekuatanmu untuk membantu
Corin Yudistria untuk menuntaskan semua yang telah di
lakukan pendahulunya," ucap Tuan Recardo. Aku langsung
merinding mendengar nama itu. Nama nenekku yang sudah
meninggal sebelum aku lahir. Anggun Aprilia.
"Baik, Tuan-ku," ucap Amelia Semone. Aku sentak
kaget saat tiba-tiba tubuhku terasa sangat berat. Dadaku
langsung terasa sesak. Dan, saat aku terbatuk.... aku melihat
darah kaluar dari mulutku. Bisa kucium bau karat yang
menyengat itu, dan rasa asin darah yang ada di dalam
mulutku. Aku hanya dapat terpaku, sementara dadaku
semakin terasa sesak, rasanya menderiata.
"Dengan darah ini, ikatan akan terbentuk. Kontrak
terbuat dan.... kau akan hanya hidup demi kelurag Alix, dan
159 demi perintah keluarga Alix," ucap Nyonya Zahara sambil
menyentuh pinggiran bibirku dan menempelakan darah yang
menempel di jemarinya kepedang itu.
"Akh!?" aku sentak kaget saat tiba-tiba mata kiriku
terasa panas dan sakit. Seluruh tubuhku seolah terasa di
tusuk ribuat jarum. Nafasku terengah menahan rasa sakit.
Saking sakitnya, aku bahkan tidak bisa bersuara. Suaraku
tercekat di tenggorokan. Kepalaku berdenyut sakit. Aku
hanya dapat menggeliat kesakitan di atas lantai yang di lapisi
karpet merah itu. Sakit! Panas! Seseorang! Seseorang.... siapa saja!
siapa saja tolong aku! Cepat siram aku dengan air! Cepat
sembuhkan aku! Hantikan! Sakit! Kumohon......! Bila tidak
ada yang mau menolongku! Kumohon! Bunuh! Bunuh aku
sekarang! Akhiri rasa sakit ini dan segera bunuh aku
sekarang! "Terimalah cincin sihir ini sebagai hadiah.... dan
sekarang kau telah membuat kontrak dengan kucingmu. Dan
sekarang, kau adalah bagian dari keluarga Alix Phoenix," ucap
Nyonya Zahara. Dengan nafas terengah dan keringat yang mengalir
deras, aku membuka kedua mataku dan memandang samar
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Al yang berdiri tepat di depanku. Lalu, ia langsung
melepaskan kepalan tangannya dan menjatuhkan sebuah
batu berwarna perak ke atas tubuhku. Dalam seketika, benda
itu langsung masuk ke dalam tubuhku seolah masuk ke dalam
air. 160 "Corin Yudistira," ucap Tuan Ricardo dan dalam
seketika, rasa sakit itu menghilang. Aku langsung bernafas
lega, tetapi entah bagai mana, aku merasa sangat kelelahan.
Rasanya senang karena rasa sakit itu berakhir. Dan, dapat
kurasakan sesuatu yang melingkar tepat di jari tangah tangan
kananku. @@@ Tubuhku terasa melayang. Aku berbaring di tempat
yang sangat empuk dan nyaman. Rasanya.... menyenangkan.
Kepalaku yang berdenyut sakit berlahan hilang. Lalu aku
menggerutkan kening dengan bingung dan membuka kedua
mataku dan merasakan sesuatu yang hangat tepat di
sebelahku. "Edle!?" ucapku kaget skaligus syok saat mendapati
Edle, tepat di sebelahku, sambil menggenggam tangan
kananku. Edle tengah tidur. Dengan bingung, aku
memandang skelilingku. Ruangan ini remang-remang. Yang
menjadi penerang hanya jendela-jendela kaca yang terbuka
dan memancarkan cahaya dari Bulan.
Aku sentak kaget dan langsung menarik tanganku
yang di genggam Edle saat tiba-tiba saja tanganku itu terasa
seperti tersengat listrik. Aku mengerjab bingung saat tibatiba jantungku berdebar tidak karuan gara-gara sengatan
tidak terduga itu. Lalu aku langsung memandang tangaku
saat sadar, bahwa sudah terdapat sebuah cincin perak
melingkar di jari tengah tangan kananku itu.
Aku menghela nafas dan langsung merebahkan
punggungku ke ujung kasur yang sangat besar ini sambil
161 memandang Edle yang terlihat kelelahan. Aku langsung
memalingkan wajahku yang entah bagai mana, terasa panas.
Apa yang terjadi denganku" Lalu aku memandang jendela,
yang di terangi cahaya rembulan. Dan, aku langsung teringat
dengan upacara tadi. Tubuhku tidak terasa sakit lagi. Saat upacara itu,
sebenarnya apa yang terjadi" Apa hubungannya Nenek dan
Amelia Semone itu" Dan kenapa Amelia Semone yang di
kenal sebagai Gadis Vampir mau melakukan perjanjian
Pedang Suci" Dan... sebenarnya apa yang terjadi setelah
upacara tadi" Apa hubungan mereka semua" kenapa aku,
cucu Anggun, harus berada di posisi ini"
Aku sentak kaget saat tiba-tiba udara menerpa
kulitku dengan lembut. udara itu membawa bau yang lain
dari ruangan ini. Ada orang lain selain aku dan Edle di dalam
ruangan ini. "Siapa?" tanyaku waspada.
"Ini aku, apakah kau tidak mengenaliku?" aku
sentak kaget mendengar suara perempuan itu. Dari balik
bayangan bulan, perempuan itu muncul. Sepertinya dia
sudah berada di sana sejak tadi sambil memandangku.
"Nyonya?" "Untuk saat ini, kau perlu istirahat," selanya sambil
berjalan ke arahku, dan duduk di samping kasurku. Nyonya
Alix. Ia tersenyum lembut memandangku. Aku menunduk.
Tidak sopan bila aku bertanya langsung. Tapi aku juga tidak
bisa diam saja. 162 "Weish benar-benar senang sekali saat menyadarinya, tapi juga khawatir," ucap Nyonya Alix tibatiba. Aku langsung ikut memandang Edle yang tertidur pulas
di sebelah kasurku, dengan keadaan duduk.
"Ternyata, benar dugaanku. Kaulah Partner Edle....
atau lebih tepatnya jodohnya," ucap Nyonya Alix dengan geli.
Wajahku langsung terasa panas mendengarnya.
"Nyonya!?" ucapku panik.
"Kenapa" memang itulah yang terjadi. Saat upacara
selesai, cincinmu dan cincinnya langsung bereaksi dan Edle,
dengan cemas langsung menemanimu terus. Dia baru sadar
kalau cincinnya bereksi saat tadi siang," ucap Nyonya Alix
dengan geli. Aku hanya menggerutu mendengarnya.
"Sudah berapa lama aku tidur?" tanyaku.
"Tenang, kau masih punya waktu sampai besok
malam jam 12. Kau baru tertidur sekita hampir 24 jam. Tapi
itu wajar, karena semua energimu terkuras dalam seketika.
Karena, saat pertama kali cincin itu terbuat dari dirimu,
kekuatanmu langsung terhisab untuk menyatukan dan
mengendalikan kekuatanmu bersama Amel sekaligus," jelas
Nyonya Alix. Aku terpaku mendengarnya.
"Kau ingin tahu semuanya"kan" Alasan.... kenapa
Amel memilih tubuhmu" Kenapa nenekmu mengenal Amel"
Kenapa Amel dulu, melakukan perjanjian Pedang Suci sama
sepertimu" Dan... kenapa Al, dapat mengendalikan kekuatan
dan mengeluarkan sihir di usia yang sama sekali tidak wajar?"
163 ucap Nyonya Alix dengan serius. Aku hanya menunduk
mendengarnya. "Kau pantas untuk mengetahui semuanya, karena
kau ada di dalam semua ini. Tidak perlu takut, karena semua
yang akan aku jelaskan, akan mejawab semua pertanyaanmu.
Pasti kau menyadarinya bukan" Bahwa semua ini memang
saling berkait," ucap Nyoya Alix dengan serius.
Kenapa" kenapa dia seolah tahu apa yang aku
rasakan" Apa yang aku pikirkan dan aku ingin ketahui" Dan,
kenapa dia menjelaskannya kepadaku" Lalu... apakah benar"
bahwa kesimpulanku... Nenek, dulu adalah seorang penyihir.
164 14. Cerita: Awal" Aku tidak tahu apa yang akan aku katakan. Aku
hanya bisa diam. Memandang Nyonya Alix dengan bingung.
Tapi mulutku hanya dapat terkunci rapat. Cahaya yang
remang-remang ini, sungguh sangat menyebalkan, karena
aku tidak dapat melihat eskpresi Nyonya Alix dengan jelas.
"Aku akan menceritakan semuanya. Dari awal, dan
kuharap, dengan semua yang telah aku ceritakan ini, kau
mengerti mengapa aku terpaksa berbuat seperti ini," ucap
Nyonya Alix dengan serius.
@@@ Tepat setengah abad yang lalu, saat para penyihir
sangat brutal. Di mana, sering terjadi pembunuhan antar
penyihir, Ia di besarkan. Amelia Semone. Untuk pertama
kalinya, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, saat
berusia 8 tahun, Ibu dan Ayahnya di bunuh oleh Penyihir.
Gadis kecil itu selamat dari para Penyihir pembunuh
kedua orang tuanya itu, tetapi sebagai gantinya, ia
mengalami derita yang berkepanjangan. Ia trauma karena
melihat kedua orang tuanya meninggal tepat di depan
matanya, ia juga di jual di pasar gelap, di anggab barang dan
disiksa. Sama sekali tidak manusiawi. Selama 2 tahun, ia
menderita. Dan, dengan ketakutan yang teramat besar, ia
melarikan diri. @@@ 165 Nafas gadis itu terengah. Ia tak henti-hentinya
berlari melewati semak belukar di kegelapan malam yang
mencekam. Tubuhnya penuh luka, dengan kaki telanjang
menginjak dahan-dahan yang melukai kakinya.
Tapi, Gadis kecil itu tetap berlari. Di dalam
kegelapan malam dan di dalam hutan yang menyeramkan.
Meskipun, hanya selembar baju tipis yang telah usang dan
robek yang menutupi tubuh mungilnya. Ia tetap berlari...
dengan berteduhkan awan Orange yang menutupi bintang di
malam itu. "Cepat Kejar!" teriakan itu terdengar. Jantung gadis
itu semakin berdegub kencang. Apakah ia akan mati" akan di
siksa kembali" Apa" Apa yang akan terjadi dengan dirinya
kalau dia tertangkap kembali" Pasti. Pasti kali ini, aku akan di
bunuh. Pikir gadis itu. Seketika, ia langsung mempercepat larinya. Tetapi
ia ceroboh. Kakinya yang berdenyut sakit, membuat
keseimbangannya menghilang dan membutanya terjatuh.
Dan seketika, 5 orang laki-laki berjubah itu langsung
menemukannya. "Dasar sialan! Kembali ke tempatmu! Kau akan
menerima hukuman!" ucap salah satu di antara mereka
sambil menarik lengan Amel dengan paksa. Amel meringkis
kesakitan. "Tidak! Lepaskan aku!" pekiknya sambil memberontak. Seketika tamparan tepat di wajah manisnya
mendarat. Belum sempat Amel memulihkan rasa sakitnya,
166 tubuhnya sudah di dorong sehingga punggunggnya menabrak
sebuah pohon. "Kh!?" Amel merintih kesakitan. Ia hanya dapat
menangis tanpa bersuara saking sakitnya. Rasa sakit itu
menjalar keseluruh tubuhnya. Untuk bergerak sedikit saja ia
langsung merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Tetapi...
ia masih ingin hidup! Masih ingin untuk hidup!
Ke-5 laki-laki berjubah itu menertawakan Amel.
Menatap Amel sebagai mainan yang tanpa jiwa.
Menganggabnya benda, bukan makhluk hidup. Menganggab
Amel remeh. Sedangkan Amel, hanya dapat menatap tajam
ke-5 laki-laki berjubah itu. Amel ingin bebas. Bebas dan
meninggalkan semua ini. Ia tidak ingin kembali. Amel tahu
dirinya bisa. Ya, Dia memang bisa.
"Apa yang kau lihat bocah!?" ucap Laki-laki itu
sambil menarik kambali lengan kiri Amel yang terluka. Amel
meringkis. Laki-laki yang ada di belakang Amel langsung
menepuk keras punggung Amel. Amel langsung menjerit
kesakitan, dan mereka tertawa. Laki-laki yang mencengkram
tangan Amel, dengan geram menarik paksa Amel, tanpa
perduli rasa sakit yang di rasakannya.
"Cepat!" ucap laki-laki itu dengan geram. Amel
tidak tahan lagi dengan semua ini. bila ia kembali, ia akan
mendapatkan rasa sakit yang lebih sakit dari ini. Lalu
matanya melihat tongkat itu. Tepat di kantong laki-laki yang
mencengkram tangannya. Tanpa pikir panjang lagi, Amel
langsung menarik togkat itu.
"Apa yang kau"akh!?"
167 CETAR!!! Halilintar menyambar, membuat cahaya kilat yang
seketikan menerangi itu membuat yang gelap, menjadi
terlihat dengan mudah, meskipun hanya beberapa detik
cahaya itu muncul. Guntur juga terdengar memecahkan
keheningan. Percikan darah itu sama sekali tidak menggenai
Amel. Ke-4 Penyihir itu mati. Tepat di depan Amel,
sedangkan yang seorang lagi melarikan diri. Dengan ngeri,
Amel memandang ke-4 jasad dengan penuh luka itu.
Tangannya gemetar ketakutan.
"Tidak... aku....maaf....aku.... aku tidak sengaja....
aku," ucapnya ngeri sambil tergagab mundur dari jasad yang
ada di hadapannya. Seketika kaki Amel langsung tersandung.
Membuatnya terjatuh dan terduduk. Lalu, kilat menyambar.
Semuanya kembali terlihat.
Ke-4 laki-laki itu. Seluruh tubuh mereka, tertancap
jarum-jarum tipis es, yang bahkan, menusuk bola mata
mereka yang masih terbuka. Seluruh tubuh Amel gemetar
ketakutan. Ia tidak pecaya dengan apa yang barus saja ia
lakukan. Ia membunuh. Dan.... sekarang ia Pembunuh.
Tidak. Amel tidak hanya membunuh Orang untuk
pertama kalinya, tetapi ia juga membunuh dirinya sendiri.
Membunuh jiwa polosnya. Membunuh masa kanak-kanaknya
sendiri. Di malam itu. Di balik air mata yang ia keluarkan, ia
tersenyum. Ia sadar, bahwa dengan kekuatannya, ia tidak
akan lagi merasa tersiksa. Tidak akan ada lagi yang berani
168 menyiksanya. Tidak akan ada yang dapat menghalanginya. Ia
bebas. @@@ Sudah 7 tahun sejak kejadian itu, Amel membunuh
semua orang yang menurutnya patas mati. Tanpa mengenal
ampun. Tanpa perduli, apakah itu anak-anak atau orang
dewasa. Baginya, semuanya pantas untuk mati. Di usianya
yang ke-17 tahun itu, ia di kenal dengan julukan Gadis
Vampir. Ya, julukan itulah yang melekat di dirinya sejak ia
berhasil mengalahkan lebih dari 100 penyihir seorang diri.
Membunuh satu kota dengan sihirnya sendiri. Membuat
korbannya kehabisan darah dan akhirnya mati, mirip seperti
Vampir. Tidak ada seorangpun yang tidak mengenalnya.
Hingga suatu hari, saat ia tiba di sebuah kota.
"Kenapa kau menatapku?" tanya laki-laki dengan
rambut emas dan mata coklat susu itu dengan ramah.
Kulitnya putih pucat, terlihat bercahaya dengan pantulan
cahaya matahari yang menyinarinya.
Amel hanya diam. Lalu dia melangkah kembali
memasuki kota yang ramai. Tiba-tiba terdengar teriakan dari
arah sebelahnya. Lalu Amel melihat ke bawah. Ia menginjak
sebuah Apel sampai hancur.
"Ah.... kenapa kau menginjaknya!?" ucap gadis itu
dengan marah. Kulitnya agak kuning, dengan rambut hitam
lurus melewati bahu dan mata hitam. Ia menatap Amel
dengan marah. 169 "Kau harus menggantinya!" ucapnya marah.
"Anggun! Hentikan itu! Dia"kan tidak sengaja!"
The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gerutu laki-laki yang tadi menyapa Amel. Amel hanya diam
sambil memandang mereka. "Dasar Rain bodoh! Dia jelas-jelas membuat apel
terakhir kita jadi seperti ini! Paling tidak dia harus minta
maaf!" gerutu Gadis itu. Gadis yang bernama Anggun, dan
laki-laki yang bernama Rain itu bertengkar. Saling beradu
mulut. Amel tidak perduli dengan pertengkaran konyol itu,
dia langsung berjalan melewati mereka.
"Hey kau! Minta maaf dulu!" pekik Anggun dengan
kesal. Amel masih berjalan tanpa memperdulikan mereka.
"Kau bisu ya" lepaskan aku Rain!"
"Ah! Uang?" lalu sebuah tangan menyentuh bahu
Amel yang di tutupi jubah coklat yang usang. Dan, dalam
seketika, laki-laki yang menyentuh bahunya langsung
menghantam tanah. Semua yang ada di sana terpaku
melihatnya. Sedangkan Rain meringkis kesakitan. Sepertinya
tulang punggungnya bergeser.
"Kenapa kau kasar dengan Rain!?" ucap Anggun
tidak percaya sambil membantu Rain berdiri. "Dia hanya
ingin mengembalikan uangmu yang terjatuh!" lanjutnya
dengan marah. Amel hanya diam.
"Hentikan! Kau bisa mati bila meneruskannya
kembali!" pekik salah satu orang. Semua orang langsung
menatap lelaki tua, dengan bekas luka di wajahnya itu. Amel
170 bergeming di tempatnya berdiri. Masih berdiri bagai patung,
dengan pandangan kosong. "Jangan dekati dia! Tidak salah lagi, dia Gadis
Vampir!" ucap laki-laki itu sambil berlari menjauh. Ia
tersandung, tapi tetap mati-matian berlari. Semua orang
yang mengeliling Amel seketika langsung menghindar dan
bahkan melarikan diri. Tetapi... kenapa Anggun dan Rain
sama sekali tidak kabur"
Amel langsung berbalik dan berjalan melewati dua
orang itu. Ia datang ke kota ini untuk mengambil makanan
dan obat. Bukan untuk membunuh atau berurusan dengan
salah satu orang yang pernah ia biarkan melarikan diri dari
pertarungannya. "Kau tidak menginginkan uangmu?" seketika
langkah Amel terhenti. Dia langsung memandang ke arah
belakang dan mendapati Anggun dan Rain menghampirinya.
Jelas sekali Rain mati-matian menahan rasa sakit di
punggungnya. "Apa aku perduli kau siapa" Aku sama sekali t
idak takut, tapi yang jelas, ini pasti sangat berharga," ucap Anggun
sambil menyerahkan sebuah kantung berwarna ungu yang
berisi banyak kepingan uang emas. Amel menerimanya. Lalu
dia langsung memberikan sebuah botol kecil ke Anggun.
"Minum ini nanti malam, saat bulan purnama,
tulangnya akan normal kembali," ucap Amel lalu langsung
pergi. "Hey! Gadis Vampir!" Amel tidak menoleh.
171 "Terimakasih!" pekik Rain dan Anggun dengan
kompak. Amel tidak menoleh dan hanya berjalan kembali ke
tujuannya semula. Membeli makanan dan obat. Tetapi
mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa pertemuan
mereka, sudah menjadi takdir.
@@@ Amel mempercepat laju kudanya. Ia tidak ingin
kehilangan lagi. Di malam yang tanpa awan, di tengan gurun
pasir, di hembusan angin yang menusuk kulit, Amel terus
memacu kencang kudanya. Ia tidak ingin kehilangan orang
itu. Karena Orang itulah, Amel memilih untuk hidup dan
menderita. Tidak akan di biarkannya laki-laki itu menghilang
tanpa jejak lagi. Tidak Akan!
Tiba-tiba saja Amel merasakannya. Ada orang lain
yang mengikutinya dari belakang. Ia bisa mendengar suara
lain selain suara derap kudanya sendiri. Amel menoleh.
Belum ada siapa-siapa. Tetapi sebentar lagi. Amel langsung
mempererat tangannya untuk memegang tongkat sihir,
sedangkan kelajuan kudanya di perlambat.
Dia, sudah siap untuk bertarung. Lalu, kuda itu
Kisah Pedang Bersatu Padu 2 Pendekar Slebor 13 Sepasang Bidadari Merah Pendekar Naga Mas 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama