Ceritasilat Novel Online

Samurai Terakhir 1

Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man Bagian 1


SAMURAI THE LAST THE LAST SAMURAI EPOS MENGESANKAN TENTANG SAMURAI TERAKHIR
SANG PAHLAWAN PEMBERONTAK
JOHN MAN Diterjemahkan dari Samurai: The Last Warrior
Hak cipta?John Man, 2011 Hak terjemahan Indonesia pada penerbit
All rights reserved Penerjemah: Ratih Ramelan
Editor: Indi Aunullah Penyelia: Chaerul Arif Desain sampul: Ujang Prayana
Tata letak isi: Priyanto Cetakan 1, April 2012 Diterbitkan oleh Pustaka Alvabet
Anggota IKAPI Jl. SMA 14 No. 10, Cawang
Kramat Jati, Jakarta Timur 13610
Telp. (021) 8006458, Faks. (021) 8006458
e-mail: redaksi@alvabet.co.id
www.alvabet. co.id Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
Man, John The Last Samurai/John Man
Penerjemah: Ratih Ramelan; Editor: Indi Aunullah
Cet. 1 " Jakarta: Pustaka Alvabet, April 2012
404 hlm. 13 x 20 cm ISBN 978-602-9193-15-2 1. Sejarah I. Judul DAFTAR ISI Kredit Foto vii Daftar Peta Pengantar xiii Ucapan Terima Kasih Catatan tentang Transliterasi dan Penanggalan
Prolog: Keluar dari Gunung Api
xvii Jalan Sang Prajurit: Permulaan
Kehidupan Muda yang Berubah
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
Kedatangan Bangsa Amerika
Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
Dunia Baru, Kehidupan Baru
107 Jalan Sang Prajurit: Bushido
129 Kematian di Teluk Kinko 143 Pengasingan dan Kehidupan Baru
153 10. Sekejap Mengecap Kekuasaan
167 11. Sang Tawanan 175 12. Masuk ke Pusaran 202 13. Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
231 14. Sang Pemberontak yang Tak Disengaja
253 15. Kegagalan di Kumamoto
271 16. Mundur 303 17. Jalan Panjang Menuju Kematian
320 18. Pertahanan Terakhir Saigo
330 19. Penjelmaan 347 Daftar Pustaka 365 KREDIT FOTO Foto yang tidak terdaftar di sini adalah hasil jepretan
sendiri oleh penulis. Dalam Teks 10 Lukisan potret Saigo Takamori oleh Edoardo
Chiossone, sekitar 1883. 59 Atas: foto daguerreotype Shimazu Nariakira dalam
busana formal oleh Ichiko Shiro, 17 September
1857: Shoko Shuseikan, Kagoshima; bawah:
Shuseikan, Kagoshima, 1872: National Science
Museum, Tokyo. 85 Atas: Potret seorang Amerika Utara, Laksamana
Matthew Perry dalam cetakan blok-kayu Jepang,
sekitar 1854; bawah: Laksamana Matthew Perry,
foto oleh Matthew Brady, 1854-1858: keduanya
di Library of Congress Prints and Photographs
Division, Washington, D.C.
108 Atas: lukisan pemandangan Edo, 1863-1864, dari
Zhivopisnaia Iaponiia, 1870, terjemahan bahasa
Rusia untuk Le Japon illustr?, 1870, Aim? Humbert;
bawah: "Pemandangan Yedo", litograf oleh Hanhart,
dari Japan, the Amoor, and the Pacific oleh H.A.
Tilley, 1861: keduanya SSPL via Getty Images.
vii 136 Takasugi Shinsaku, seorang samurai dari Choshu,
foto dari Vues et moeurs d"Indon?sie et Japon,
sekitar 1860: Biblioth?que nationale de France, Of
34Pet.Fol.G139256. 194 Atas: detail "Pemboman Kagoshima", lukisan dari
The Illustrated London News, 7 November 1863;
bawah: peta pemboman Kagoshima, 1863: Print
Collector/HIP/TopFoto. 204 Kaishu Katsu, foto: JTB/Photoshot.
215 Ernest Satow pada 1869, foto dari A Diplomat in
Japan oleh Ernest Satow, 1921.
260 Atas: Toshimi Okubu, kartu pos: Alamy; bawah:
Saigo Tsugumichi pada 1872, foto oleh Frederick
F. Gutekunst. 276 Atas: Kastil Kumamoto pada 1872, foto: Nagasaki
University Library; bawah: para opsir dari garnisun
yang memerangi pasukan Saigo pada 1877, foto
dari Ancient photographs of the Bakumatsu and
Meiji periods. 306 Uang kertas cetakan Saigo, 1877: Japan Currency
Museum, Tokyo. Sisipan Gambar terdaftar searah jarum jam dari kiri atas:
Satu Helm samurai dan topeng wajah, Green Room,
Snowshill Manor: Andreas von Einsiedel ? The
National Trust Photolibrary/Alamy.
2-3 Samurai dalam baju zirah tradisional, foto diwarnai
dengan tangan oleh Felice Beato, 1860-an:
Biblioth?que nationale de France, Dep Eo 97(1)
fol.a; pedang samurai, sekitar 1600: Mary
viii Evans/Interfoto; pedang samurai pendek: ? Oleksiy
Maksymenko/Alamy; dua orang lelaki dalam kostum
samurai tradisional, 1880-an: ? RMN (mus?e
Guimet, Paris)/droits r?serv?s pakaian baja digunakan
oleh Shimazu Nariakira, periode akhir Edo, Tokyo
Fuji Art Museum, Tokyo: Getty Images/The
Bridgeman Art Library. 4-5 Gunung api Kagoshima, Kagoshima: Gyro
Photography/amanaimagesRF/Photolibrary; kuil
Kiyomizu-dera, Kyoto, foto sekitar 1900: Getty
Images. 6-7 Pemandangan Tokaido, 1867"1868, foto oleh Felice
Beato: Getty Images; daimyo dan para pelayannya
bersiap untuk berangkat ke Edo, sekitar 1867, foto
diwarnai dengan tangan oleh Felice Beato: ? RMN
(mus?e Guimet, Paris)/droits r?serv?s; utusan
Satsuma, 1863"1866, foto diwarnai dengan tangan
oleh Felice Beato: Royal Photographic Society/Science
and Society; pertemuan dengan para diplomat
Barat, 1863"1864, dari kiri ke kanan: Kapten
Benjamin Jaur?s, Kapten Dew, Robert Pruyn,
Menteri Amerika Serikat untuk Jepang, Deputi
Laksamada Augustus Leopold Kuper, Kol. Edward
St John Neale, Gustave Duchesne, Prince de
Bellecourt, Diplomat Prancis, foto oleh Felice Beato
dari sebuah album di British Museum, Asia
Department, 2006, 0218,0.34: ? The Trustees of
British Museum; jasad Charles Richardson, 1862,
foto dihubungkan dengan W. Saunders: Pacific
Press Service; Tokugawa Yoshinobu, 1863"1868,
foto diwarnai dengan tangan oleh Felice Beato: ?
Alinari Archives/Corbis; potret Shimazu Hisamitsu
oleh Harada Naojiro: Shoko Shukeisan, Kagoshima.
Pesta pendaratan angkatan laut Inggris di
Shimonoseki, 6 September 1864, foto oleh Felice
Beato: Nagasaki University Library; Kaisar
Mutsuhitsu, 8 Oktober 1873: ? RMN (mus?e
Guimet, Paris)/droits reserv?s; prajurit ke-shogunan sebelum 1868, dari Bakufu panorama kan, oleh
Yoshino; prajurit ke-shogun-an, Osaka, 29 April
1867, dari Hakodate Bakumatsu and Restoration
oleh Jules Brunet, sekitar 1867.
Dua 2-3 Bertempur dengan samurai Kagoshima di Kastil
Kumamoto, 22 Februari 1877, cetak blok-kayu
oleh Yoshu Chikanobu, Maret 1877, British Museum,
Asia Department, 1983.0701.0.3.1-3: ? The Trustees
of British Museum. 6-7 Saigo di surga, cetak blok-kayu kontemporer:
Kagoshima City Museum of Art.
Toshiro Mifune dalam Seven Samurai disutradarai
oleh Akira Kurasawa, 1954: ? AF Archive/Alamy;
David Prowse dalam Return of the Jedi, 1983,
disutradai oleh Richard Marquand, 1983: ?
Photos/Alamy; Uma Thurman dalam Kill Bill, vol.
1, 2003, disutradarai oleh Quentin Tarantino: ?
Pictorial Press Ltd/Alamy.
DAFTAR PETA Jepang era Saigo, memperlihatkan
Kyushu dan jalan menuju Edo
Pemberontakan Satsuma, 1877
298 PENGANTAR Ini adalah tiga kisah yang saling terkait.
Satu kisah bercerita tentang sejumlah peristiwa yang
mengalir cepat dan dramatis, yang membuat Jepang"
selama 250 tahun merupakan tatanan feodal yang nyaris
sepenuhnya tertutup dari dunia lain"menjadi sebuah
bangsa yang bersatu, terbuka, dan berkembang pesat.
Pada 1850, kondisi negeri ini hampir sama dengan
keadaannya pada 1600: sebuah dunia tertutup dengan
30 juta budak (serf) yang dikuasai oleh 300 tuan (lord)
yang mendapat otoritas dari diktator militer negara,
shogun, namun di tingkat lokal merupakan para penguasa
mutlak. Di puncak piramida ini, bertahtalah sang kaisar,
manusia setengah dewa, yang dimanja bagaikan hewan
piaraan dan jauh dari urusan sehari-hari.
Kisah kedua bertutur mengenai samurai, elit militer
yang berjumlah sekitar 2 juta orang, yang menopang
keseluruhan sistem ini dengan sikap, perilaku, dan
perlengkapan yang semuanya berakar ke masa lalu sejauh
sejarah para tuan setempat mereka dan shogun yang
mereka layani. Pada 1880, para tuan dan samurai tak ada lagi, dan
bersama mereka lenyap pula seluruh struktur feodalisme.
Jepang telah melompat dari zaman pertengahan ke dunia
xiii modern. Ini bukanlah revolusi rakyat karena kaum petani
tidak turut serta di dalamnya, namun perubahan ini
menghasilkan sebuah masyarakat yang sangat dikenal
oleh bangsa Eropa: seorang raja di puncak, sekelompok
elit yang berkuasa, kelas menengah yang mulai muncul,
dan massa petani yang gelisah namun lemah.
Kisah ketiga tentang seorang laki-laki yang membantu
menggerakkan revolusi ini dan di saat yang sama menjadi
korbannya. xiv UCAPAN TERIMA KASIH Riset saya tidak akan mungkin terlaksana tanpa bantuan
yang penuh dedikasi dan keahlian dari Yamasaki Michiko
(IS Interpreters Systems) di Kagoshima; terima kasih
juga kepada Taka Oshikiri, SOAS, atas bantuannya
menerjemahkan; Colin Young, pemain pedang; Alan
Cummings dan Angus Lockyer, SOAS.
Saya ucapkan pula banyak terima kasih untuk orangorang berikut ini atas bantuan mereka:
Di Kyoto: Noriko Ansell. Di Kagoshima: Fukuda Kenji, Museum of Meiji
Restoration; Matsuo Chitoshi, Shokoshuseikan Museum
(Shimazu History Museum); Kukita Masayuki, Kagoshima
Prefectural Museum of Culture Reimeikan; Narasako
Hidemitsu, Direktur Jenderal, Kagoshima Prefectural
Visitors Bureau dan stafnya yang luar biasa, termasuk
Matsunaga Yukichi, Higashi Kiyotaka, dan Morita Mikiko;
Takayanagi Tsuyoshi, Saigo Nanshu Memorial Museum;
Yamaguchi Morio, pemandu; dan Saigo Takafumi,


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seniman, pembuat tembikar, dan presiden Saigo Takamori
Dedication Organisation. Di Amami Oshima: Yasuda Soichiro, Hisaoka Manabu,
Sakita Mitsunobu dan Ryu Shoichiro, seluruh anggota
Saigo Nanshu Memorial Association.
Di Okinoerabu: Oyama Yasuhiro, Saoda Tomio,
Minami Sanekatsu, Take Yoshiharu, dan Nagao Futoshi,
semuanya anggota Saigo Nanshu Memorial Association.
Di Kumamoto: Kuskabe Kazuhide, pemandu.
Di Miyazaki: Kodama Gosei, Saigo Takamori Lodging
Place Museum. Seperti biasanya, Felicity Bryan dan semua orang di
agensinya, Gillian Somerscales untuk kerja suntingannya
yang sempurna, dan semua orang di Transworld: Doug
Young, Simon Thorogood, Sheila Lee, dan Philip Lord.
xvi CATATAN TENTANG TRANSLITERASI DAN PENANGGALAN Kecuali untuk nama-nama dan kosakata Jepang yang
lazim dalam bahasa Inggris (misalnya Tokyo), bahasa
Jepang dilatinkan menurut sistem "Hepburn yang direvisi",
dengan garis makron untuk menandai vokal panjang,
terutama o. Saya menghapus garis makron dari nama
Saigo untuk mencerminkan kemasyhurannya yang mulai
berkembang. Secara tradisional, Jepang menggunakan kalender
bulan, yang membagi tahun menjadi dua belas bulan,
masing-masing 29 atau 30 hari. Sistem ini menghasilkan
354 hari setiap tahun, sehingga bulan ketiga belas harus
ditambahkan setiap tiga tahun sekali (mendekati saja,
karena satu tahun terdiri dari sekitar 365,25 hari, bukan
angka yang pas bagi satu hari utuh). Pada 1 Januari
1873, pemerintah Jepang mengadopsi kalender Gregorian.
Sebagian sumber menggunakan kedua sistem tadi, tetapi
untuk menghindari kebingungan saya hanya menggunakan
kalender Gregorian. xvii PROLOG: KELUAR DARI GUNUNG API DAHULU KALA DI SEBUAH GALAKSI YANG AMAT SANGAT JAUH,
dan juga tak terlalu lama berselang di Bumi ini, dua
prajurit bersiaga untuk sebuah aksi. Meskipun menghuni
dunia yang berbeda, Digital dan Nyata, keduanya punya
banyak kesamaan. Mereka piawai memainkan pedang,
walaupun mereka bisa menggunakan senjata jarak jauh
yang paling menakutkan dan merusak. Prajurit dunia
nyata membawa pedang baja yang sangat kuat tapi lentur
yang dikenal dengan sebutan katana, dengan mata pedang
yang menjadikan daging dan tulang seolah selembut
roti; sang prajurit digital menggunakan "pedang cahaya",
sebilah pedang energi yang memancarkan dengung agak
mengganggu ketika dinyalakan dan mampu menangkis
pedang cahaya lain dan hampir semua benda dengan
disertai suara gemeretak yang tajam. Keduanya menyatakan
siap bertarung sampai mati, meskipun hanya satu yang
mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Keduanya
dapat mengenakan baju besi yang membuat mereka terlihat seperti serangga yang aneh, tapi mereka lebih suka
tunik yang longgar. John Man Ya, sang samurai, walaupun sudah lama hilang, masih
tetap bersama kita dalam wujud para ksatria Jedi dari
Star Wars, diwakili oleh sosok pahlawan muda, Luke
Skywalker. Luke bukan saja putra Darth Vader; ia juga
ahli waris spiritual pahlawan dunia nyata kita, Saigo
Takamori, "sang samurai terakhir". Keduanya dihubungkan
oleh lebih dari sekadar peralatan mereka. Keduanya
menghadapi sebuah tugas kepahlawanan: menghidupkan
kembali dunia penuh kebajikan yang telah musnah.
Keduanya menganut aturan kekesatriaan yang keras
yang dianggap didasarkan pada prinsip-prinsip kuno.
Keduanya memiliki guru-guru spiritual, yang suaranya
menggema selama berabad-abad. Yamamoto Tsunemoto,
dalam buku klasiknya pada awal abad ke-18 Hagakure
[Hidden Leaves]: The Book of the Samurai, menebarkan
kearifan "yang telah diwariskan oleh para tetua," seperti
"Menera dengan cepat dan melewati dinding besi,"
karena nasihat paling bijak seringkali samar-samar. Yoda
menyampaikan ajaran dengan gaya Hollywood:
"Ketakutanmu ketahuilah, sebelum bisa kau membuangnya," ia berkata pada Luke. Bijaksanalah dia,
karena itu terbaliklah cara bicaranya.
Inspirasi bagi Star Wars: itu hanya satu contoh di
antara begitu banyak cara kelas prajurit Jepang itu hidup
di masa kini. Novel, kartun, DVD, permainan, banyak
sekali serial TV, dan para pengikut bela diri di seluruh
dunia menunjukkan terus bertahannya popularitas tema
ini. Di Jepang, film samurai sangat populer"26 film
telah dibuat tentang satu karakter saja, pemain pedang
buta, Zatoichi, yang bertarung mengandalkan pendengarannya"sehingga pengaruhnya pada Barat hampir
tak terhindarkan. Film-film itu sampai pada kita secara
tidak langsung melalui sejumlah film karya Kurosawa
Prolog: Keluar dari Gunung Api
Akira (Akira adalah nama dirinya, yang terletak pada
urutan kedua dalam bahasa Jepang). Tanpa The Seven
Samurai"tujuh ronin (samurai tak bertuan) yang disewa
oleh penduduk desa untuk melindungi mereka dari
gerombolan bandit"tak akan ada Magnificent Seven
(1960), pembuatan-ulang versi Wild West-nya; tanpa
Yojimbo, tidak akan ada Fistful of Dollars (1964) atau
Last Man Standing (1996).
Dari sebagian besar gambaran mengenai samurai,
Anda akan mengira mereka sepenuhnya merupakan
sebuah gejala zaman pertengahan. Mestinya demikian.
Zaman pertengahan adalah masa kejayaan mereka.
Namun mereka bertahan hidup tidak saja sebagai
anakronisme tetapi sebagai sebuah bagian vital dari
masyarakat Jepang sampai mereka binasa dalam pemberontakan 1877, seperti diketahui oleh siapa pun yang
menyaksikan Tom Cruise dalam The Last Samurai. Itulah
satu-satunya fakta sejarah yang harus Anda petik dari
film tersebut, yang nyaris tidak lebih berkaitan dengan
samurai dibanding Star Wars. Film itu adalah "istana
cermin" yang dibuat dengan indah dan diperankan
dengan baik, memadukan potongan-potongan fakta dan
fiksi untuk membuat sebuah cerita yang memikat bagi
selera Barat. Terdapat beberapa tokoh Barat"sosok
seperti Cruise"yang berperang dalam ketentaraan Jepang
selama bertahun-tahun, dan beberapa yang bertarung
sebagai samurai, tetapi tak satu pun berada pada salah
satu pihak dalam perang ini. Samurai dalam film ini
digambarkan sebagai sebuah suku yang terpisah, hidup
layaknya kelompok Amish Amerika dalam keterpencilan
nan luhur; dalam kenyataannya, mereka berbaur dengan
masyarakat, banyak yang memainkan peranan penting
sebagai administrator. Dalam film, pemimpin mereka
John Man Katsumoto (Ken Watanabe) adalah seorang tradisionalis"
seseorang yang, menarik untuk disampaikan, berbicara
bahasa Inggris"yang mendalami Jalan Sang Prajurit;
sejatinya, pemimpin samurai dalam kehidupan nyata,
Saigo Takamori, adalah campuran yang rumit dan penuh
kontradiksi dari masa lalu dan masa depan, revolusioner
dan reaksioner, menteri pemerintah tingkat tinggi dan
pemberontak; seseorang yang memandang rendah orang
asing namun dengan berat hati menerima kebutuhan
untuk berubah, seorang prajurit yang tidak pernah benarbenar bertarung, seorang lelaki penuh aksi yang suka
menggubah syair China, seseorang yang memiliki gairah
untuk hidup namun menghabiskan sebagian besar
hidupnya dalam tekad untuk mati dengan baik, seorang
pemimpin yang tidak memilih untuk memimpin pemberontakan yang berujung dengan kematiannya.
Ini adalah kisah Saigo. Ini juga kisah tentang pembentukan Jepang modern. Untuk memahami sosok Saigo
dan peran pentingnya, Anda harus mulai dengan wilayah
tempat ia muncul. Ujung selatan pulau paling selatan di Jepang mempunyai
satu ciri khas yang sangat terkenal. Saya tahu ciri khas
itu ada di sana, tentu saja, tetapi tidak melihatnya selama
berjam-jam. Dari jalur cepat bandara, tempat itu tertutup
perbukitan hijau yang curam. Jika Anda datang dengan
kereta api peluru, Anda juga tidak akan melihatnya,
karena Anda akan meluncur ke jantung Kagoshima
melalui terowongan dan lorong. Jauh dari pantai,
pemandangan terhalang oleh deretan gedung baru. Ada
sejumlah tanda: debu kasar berwarna kelabu yang menumpuk di jalur setapak, jalan, mobil yang diparkir, dan
Prolog: Keluar dari Gunung Api
kerah baju; mungkin gumpalan asap yang menggelapkan
langit biru. Namun, tak lama kemudian Anda akan
melihat sebuah jalan raya yang mengarah ke laut, dan
tertegun menatap sesuatu yang menggambarkan kota
ini, dan seluruh kawasan ini: gunung api besar berwarna
kelabu yang menyemburkan asap.
Setelah penyingkapan pertama itu, Sakurajima tidak
pernah hilang dari benak, dan hampir tak pernah lepas
dari pandangan. Dari 80 kilometer pantai yang melengkung; dari perbukitan hijau yang besar di jantung
kota; dari kamar hotel dan balkon dan trem"Anda
selalu melihatnya, setengah tertutup asapnya sendiri
atau memucat dalam kabut yang perlahan menghilang
atau sejernih kristal di bawah langit biru. Tak heran
mereka menjual Kagoshima ke Eropa sebagai Napolinya Timur. Sakurajima menjulang sebesar Vesuvius di
seberang teluk yang sama indahnya dengan Teluk Napoli,
dan juga lebih aman untuk pelayaran: teluk Kinko,
terlindung oleh ceruk sepanjang 50 kilometer, merupakan
danau daratan, hampir seluruhnya tertutup. Gunung
apinya sama tak teramalkannya seperti Vesusius, walau
tak begitu merusak, karena Sakura adalah jima, sebuah
pulau, dengan bentangan air selebar tiga kilometer antara
gunung api dan kota. Sebenarnya, ia tidak lagi merupakan
sebuah pulau, karena erupsi pada 1914 telah memompa
keluar cukup banyak lava untuk membangun jalan ke
daratan utama, namun itu ada di sisi jauh teluk, dan
tidak seorang pun pernah menyarankan untuk mengganti
namanya. Sakurajima membentuk tempat ini: sejarahnya, kotanya,
dan karakter masyarakatnya. Semburan letusannya ribuan
tahun lalu memenggal bagian Kyushu ini, yang sebelumnya
dikenal sebagai Satsuma, dari daratan Jepang yang lain
John Man (dengan memompa keluar semburan yang menghasilkan
tanah subur untuk jeruk yang diberi nama sesuai dengan
provinsi itu"dan ceri: Sakurajima berarti "Pulau Ceri").
Secara historis, Satsuma sulit dicapai dari utara, dan
sulit untuk ditinggalkan. Namun ke arah selatan terbentanglah laut terbuka, dan dunia luar. Saling pengaruh
antara aksesibilitas dan isolasi inilah yang membuat
Satsuma seperti dahulu"dan Kyushu seperti sekarang:
sebuah provinsi yang pada hakikatnya merupakan miniatur
negara-bangsanya sendiri, bagian dari Jepang, namun
terpisah darinya. Kota Kagoshima juga mendapatkan
karakternya dari gunung api itu, karena perbukitannya
telah menghentikan penyebarannya ke arah luar;
kebanyakan ibu kota provinsi berbentuk lingkaran yang
terpusat pada kastil-kastilnya, namun Kagoshima berbentuk
panjang dan tipis, terjepit antara perbukitan dan laut.
Saigo Takamori, sang samurai terakhir, memperoleh
karakternya dari wilayah yang angkuh ini, dan keduanya
merupakan produk dari Sakurajima.
Dahulu kala dalam rentang masa geologis, Kyushu
selatan sangatlah berbeda. Di sana tidak ada perbukitan"
bukan bukit yang ada sekarang"juga tidak ada teluk.
Namun ada gunung berapi, satu dari sebelas yang berada
di Kyushu, seluruhnya merupakan bagian dari jaringan
gunung berapi yang mengelilingi Samudra Pasifik. Gunung
api ini sudah aktif secara tidak menentu selama sejuta
tahun ketika, sekitar 22.000 tahun lalu, ia meletus
dengan salah satu ledakan terhebat dalam sejarah dunia.
Setara dengan seratus St Helens, atau sepuluh Krakatau,
ia melontarkan lebih dari 100 kilometer kubik tanah ke
angkasa, menyisakan kawah selebar hampir 20 kilometer
yang digenangi air dan menutupi seluruh Kyushu selatan
dengan dataran tinggi berbatu karang dan debu setebal
Prolog: Keluar dari Gunung Api
100 meter. Selama 10.000 tahun berikutnya, hujan
mengikis bebatuan lunak itu menjadi bukit-bukit terjal,
meninggalkan dinding berhutan yang memisahkan daratan
utama Jepang ke utara. Salah satu dari perbukitan ini
merupakan bongkahan yang tertutup pepohonan di
tengah-tengah Kagoshima tempat Saigo mengawali
pemberontakannya yang sial dan menemui ajalnya.
Kemudian, dalam pergolakan lain 13.000 tahun lalu,
lubang gunung api di bawah teluk yang baru meletus
lagi, menyemburkan cukup banyak lava untuk membangun
pulau Sakurajima. Bobot batu raksasa, dengan lebar 10
kilometer dan tinggi lebih dari 1.100 meter, menyumbat
tungku bawah tanah itu, namun tidak sepenuhnya. Ini
adalah salah satu gunung api paling aktif di dunia. Setiap
hari, tak jarang beberapa kali dalam sehari, ia menyemburkan awan: kadang hanya sehalus benang, kadang gumpalan
awan berdebu dan kilat. Ketika pada September 2009
saya pergi ke stasiun riset yang terus mengawasi degup
jantung gunung api itu, sebuah tanda yang ditulis tangan
dan diganti setiap hari, menyatakan bahwa Sakurajima
sudah meletus sebanyak 365 kali tahun itu. Dan kadangkadang "batuk" harian itu berubah menjadi buruk.
Dalam krisis-krisis yang tercatat dengan baik"25 dalam
500 tahun terakhir"lubang sisi terbuka, kawah baru
terbentuk, desa-desa lenyap ditelan lava. Ya, orang-orang
tinggal di sini, karena debu dan lava berubah menjadi
tanah yang subur, yang akan menumbuhkan bukan saja
jeruk tetapi juga lobak sebesar semangka, terbesar di
dunia. Tidak ada yang lebih dari asap harian yang menandai kehidupan Saigo, tetapi suatu saat nanti"esok,
tahun depan, atau seabad lagi"desa-desa, orang, jeruk,
dan lobak akan lenyap tertimbun lapisan abu dan lava
yang baru. John Man Berkat gunung api ini, Saigo punya tempat untuk


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersembunyi dalam pertempuran terakhirnya yang siasaia. Saat itu adalah 23 September 1877. Pemberontakannya, yang sejak awal tidak direncanakan dengan baik,
mendekati titik akhirnya. Kelompoknya yang terdiri dari
300 prajurit bersenjatakan pedang, dan di bawah sana
terdapat 35.000 bala tentara dengan meriam. Tempat
persembunyiannya adalah sebuah gua yang digali ke
dalam sebuah tebing separuh jalan mendaki ke pusat
bukit abu-dan-batu apung di Kagoshima, Shiroyama.
Tak ada jalan untuk melarikan diri. Jika tertangkap, dia
pasti dieksekusi. Bahkan jika berhasil melarikan diri,
Nasibnya sudah habis. Berusia 50, dia kelelahan dan
sakit, dengan jantung yang terlalu lemah untuk tubuhnya
yang besar. Hanya ada satu cara untuk mengakhirinya.
Sebagai seorang samurai, ia merencanakan sebuah kematian yang agung dalam pertempuran. Ia akan bertarung;
dan kemudian, ketika semua telah kalah, ia akan memilih
ritual terakhir samurai, mengeluarkan isi perutnya dengan
pisaunya sendiri sebelum seorang ajudannya memenggal
kepalanya dengan satu ayunan pedang.
Mendaki menembus hutan di lereng-lereng terjal
Shiroyama, sembari menatap gua yang dangkal itu, yang
nyaris tak cukup lebar bagi sosok sebesar Saigo untuk
berbaring di dalamnya, saya bertanya-tanya tentang
watak heroismenya. Barat suka para pahlawannya mempertaruhkan segalanya dan tetap hidup, atau kalaupun
mati mereka menyerahkan hidupnya untuk sebuah tujuan
yang mulia. Ingat saja Luke dalam Star Wars; atau
Horatius, yang (dalam syair Macaulay) siap untuk mati,
menghadapi pelbagai rintangan menakutkan, demi abu
leluhurnya dan kuil dewa-dewanya, dan berhasil selamat
dengan gemilang; atau Scott dari Antartika, yang tidak
Prolog: Keluar dari Gunung Api
berhasil selamat. Saigo menjadi pahlawan bagi masyarakat
Jepang tepat karena alasan sebaliknya: bukan saja ia
mati, ia mati demi sebuah tujuan yang sepenuhnya siasia, bahkan bodoh, tanpa meraih apa pun. Persis karena
itulah mengapa bangsa Jepang memujanya, dan beberapa
tokoh lain seperti dia dalam sejarah mereka. Tipe
pahlawan semacam ini dikagumi dan dicintai karena "ia
adalah orang yang ketulusannya nan teguh tak akan
mengizinkannya membuat pelbagai manuver dan
kompromi yang seringkali diperlukan bagi keberhasilan
duniawi."* Saigo adalah seorang lelaki yang terjebak dalam
kematian sia-sia oleh paradoks: bala tentara di bawah
adalah pasukan kaisar, ia mencintai kaisar, namun ia
telah memberontak padanya. Bagaimana ia, seorang
penyair, pemimpin karismatik, mantan menteri, bisa
terperangkap dalam kesulitan macam itu" Bagaimana
bisa seorang lelaki yang begitu berakar di masa lalu
sangat dikagumi saat ini"
Morris, The Nobility of Failure.
Saigo, dalam gambar arang, oleh seorang Italia Edoardo Chiossone,
yang bekerja di Jepang dari 1875 sampai kematiannya pada 1898.
Potret ini selesai dikerjakan pada 1883, enam tahun setelah kematian
Saigo. Chiossone menggabungkan ciri-ciri adik lelaki Saigo (separuh
ke atas) dan seorang sepupunya (separuh ke bawah). Potret ini, yang
merupakan potret standar, sudah sering dikopi. Aslinya telah hilang.
JALAN SANG PRAJURIT: PERMULAAN PALING TIDAK GUNUNG API ITU TIDAK MELETUS AKHIR-AKHIR
ini. Hanya ada saputan debu berwarna kelabu pada
batu-batu jalan, tidak cukup untuk menutupi kaca mobil.
Mr Fukuda, kepala Museum Restorasi Meiji, mengajak
saya keluar dari museum ke udara panas September,
turun dari pematang dengan sungai Kagoshima tampak
di bawah sana. Ia membawa saya ke tempat kelahiran
Saigo Takamori. Tidak banyak yang dapat dilihat di sana, hanya sebuah
lapangan kecil dikelilingi sejumlah gedung kaca-danbeton yang tampak baru, rimbunan pepohonan, tumpukan
batu, dan sebuah plakat. Rumah itu sendiri, rumah kayu
sederhana tempat Saigo dilahirkan, telah lama hilang.
"Pemerintah menempatkan ini di sini pada 1880,"
kata Mr Fukuda. "Tahun konstitusi baru."
Pemerintah" Bukankah Saigo mati sebagai pemberontak,
melawan pasukan kekaisaran"
"Itu tiga tahun sebelumnya. Mereka tidak bisa terus
John Man menyangkal bahwa di hati mereka Saigo adalah seorang
patriot, dan seorang pahlawan, sehingga ia diampuni."
Saigo pun segera menjadi panutan, seperti dinyatakan
plakat itu: "Kami ingin para pemuda Kagoshima mengikuti
jejak lelaki seperti Saigo."
Ia seorang pahlawan dengan asal-usul sederhana,
seperti yang sangat ingin ditunjukkan Mr Fukuda yang
membawa saya ke rekonstruksi rumah Saigo yang tak
jauh dari situ: beratap jerami dan hanya memiliki empat
kamar, lima jika Anda memasukkan tempat penyimpanan
kasur (futon) di siang hari. Mr Fukuda melepaskan
sepatunya dan melangkah menuju dapur yang temaram,
di mana sebuah pot digantung di atas perapian.
"Ia tinggal bersama kakek-nenek dan kedua orangtuanya, enam adik laki-laki dan perempuannya, serta seorang
pembantu"dua belas orang di dalam rumah sekecil
ini." Disainnya indah dalam kesederhanaannya, dengan
langit-langit tinggi untuk menyerap kehangatan musim
panas dan asap api, dan tikar tatami untuk duduk, serta
sekat geser yang rapi terbuat dari kayu dan kertas semitransparan. Tapi pastinya ramai, dengan sedikit privasi.
Apakah seperti ini cara semua samurai biasa hidup"
"Tidak semua. Ayahnya berpangkat rendah. Tetapi
samurai adalah samurai! Bahkan samurai berpangkat
rendah tetap lebih baik daripada seorang petani."
Tidak jauh lebih baik, tentu. Di satu sisi, anggota
keluarga lain terkadang datang untuk menginap,
membengkakkan penghuni rumah menjadi enam belas.
Di sisi lain, bayaran kerja ayahnya di kantor pajak
setempat tidaklah cukup, sekalipun sudah ditambah
dengan sedikit upah beras yang diterima oleh samurai.
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
Mereka mungkin memiliki cukup beras, namun tetap
saja butuh kecap, garam, pasta kacang, ikan, sayuran,
sake, minyak untuk lampu, arang, kain katun. Rumah
itu pun selalu butuh perbaikan, dan anak-anak selalu
butuh makanan dan pakaian. Saigo dan saudara-saudaranya
adalah anak-anak lelaki yang sudah besar, dan mereka
berdesakan di atas sebuah kasur dengan anak-anak
perempuan. Untuk bertahan, ayahnya meminjam uang
dan bertani paruh waktu. Sebagai seorang anak, kala itu, Saigo hidup dengan
kontradiksi: status samurai dan kemiskinan. Masa
mudanya ia jalani dengan penuh kerja keras demi
keluarga. Pergulatan itu bisa saja membuatnya sakit hati;
tapi nyatanya, ia justru bangga dengan kedua akarnya,
menjadikannya tabah dalam kesengsaraan, yang
mengeraskan tekadnya untuk membantu mereka yang
membutuhkan. Kekuatannya datang dari kesadaran akan
identitasnya"sebagai seorang samurai, sebagai seorang
warga dari sebuah provinsi independen yang penuh
kebanggaan, dan sebagai produk sebuah kebudayaan
kuno. Terlahir sebagai seorang samurai, bahkan pada 1827,
berarti mendapatkan hadiah utama dalam undian
kehidupan. Semestinya tidak begitu. Samurai yang keras,
penuh kebanggaan, mudah tersinggung, dan benar-benar
berciri zaman pertengahan seharusnya sudah tersapu ke
dalam keranjang sampah sejarah setelah Jepang bersatu
pada 1600. Tetapi tidak demikian, dan justru sebaliknya.
Mereka bertahan, hidup dari upah beras yang diperas
sebagai pajak dari petani, pedagang, dan perajin, serta
akan tetap menjadi kekuatan penting selama 300 tahun
John Man berikutnya yang relatif damai. Bagi orang luar, sikap
dan praktik mereka yang aneh tampak sama eksotisnya
dengan ekor burung merak; bagi mereka sendiri, dan
bagi sebagian besar saudara sebangsa mereka di masa itu
dan masa-masa seterusnya, merekalah inti sari masyarakat
Jepang. Kunci kelangsungan hidup mereka adalah cara mereka
memperbarui kesadaran akan identitas diri mereka,
bukan dengan mengabaikan masa lalu tetapi dengan
memilih aspek-aspek tertentu darinya agar sesuai dengan
keadaan baru. Untungnya, mereka telah memiliki berabadabad sejarah yang kaya dan banyak cerita rakyat untuk
mereka pilih. Muncul dari seribu tahun yang kaya legenda dan
miskin catatan sejarah, Jepang pertama kali bersatu di
bawah seorang kaisar pada abad ke-7. Semua kaisar
sesudahnya memiliki hubungan keluarga, menjadikan
Jepang keluarga penguasa turun-temurun tertua di dunia.
Kesatuan kekaisaran bertahan selama sekitar 500 tahun,
menjadi tempat persemaian tradisi samurai paling awal.
Ketika mendengar kata "samurai" Anda mungkin
akan berpikir tentang "pedang". Tetapi pedang samurai"
yang melengkung, bukan jenis besi lurus dan berat yang
diimpor dari China"datang belakangan, karena
dibutuhkan waktu beberapa saat untuk menciptakan
tradisi pembuatan pedang. Masa kejayaan pertama
samurai adalah zaman busur: jadi samurai pertama
adalah para pemanah berkuda, bukan para pemain
pedang. Busur mereka sangat berbeda dari bentuk
setengah lingkaran pendek dari kayu dan tulang yang
digunakan di seluruh daratan Eurasia. Jika dibandingkan,
busur Jepang (yumi), yang terbuat dari bambu berlapis14
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
lapis, terlihat panjang dan berat, sebuah senjata yang
tidak pas untuk seorang pemanah berkuda.
Ada beberapa jenis busur yang serupa di daratan
utama. Busur itu digunakan oleh bangsa Xiongnu, yang
memerintah sebuah kerajaan yang berpusat di Mongolia
dan yang kini merupakan bagian utara China dari abad
ke-3 SM sampai sekitar 200 M. Suku Hun (mungkin
keturunan Xiongnu) telah memiliki busur yang mirip
ketika mereka menyerbu Eropa pada abad ke-4 dan
abad ke-5. Busur-busur ini"Xiongnu, Hun, dan Jepang
awal"memiliki satu kesamaan: semuanya "asimetris",
pegangannya berada di sekitar sepertiga panjang batang
busur, bagian yang lebih pendek terletak di bawah.
Kenapa" Ini sebuah misteri. Beberapa orang menyatakan
hal itu akan memungkinkan seorang penunggang kuda
untuk mengangkat busur melewati leher kuda (pastinya
tidak: saat memanah dari punggung kuda, Anda akan
melakukannya pada satu sisi saja, ke sisi kiri jika Anda
menggunakan tangan kanan; Anda tidak akan bisa
memanah ke sisi kanan jika Anda memegang busur
dengan tangan kiri). Atau barangkali para pemburu
menyukai busur dengan bagian bawah yang pendek
sehingga mereka bisa membidik sambil berlutut. Teori
ketiga menyatakan bahwa asimetri itu semula berasal
dari sifat bambu: meruncing, yang berarti agar busur
dapat menarik dengan imbang, ia harus asimetris, lebih
tebal dan lebih pendek di bagian bawah; lebih tipis dan
lebih panjang di bagian atas (tapi setiap pemanah yang
baik bisa mengatasi hal itu). Seorang anggota terkemuka
komunitas kyudo"orang yang berlatih panahan Jepang"
di Inggris menggelengkan kepalanya ketika saya
menanyakan hal ini: "Secara pribadi, saya kira mereka
menyukai busur dengan bagian atas yang panjang karena
John Man hal itu akan membuat mereka terlihat tinggi. Tentunya
bagus memiliki sesuatu yang tinggi untuk mengancam
lawan." Seperti yang telah saya katakan, ini sebuah
misteri. Tak ada seorang pun yang punya petunjuk
tentangnya. Kalaupun ada alasan untuk asimetri itu, ia
pasti sudah lenyap dari kesadaran sebelum busur bambu
panjang itu menjadi tradisi. Di Jepang, begitulah cara
Anda membuat busur. Habis cerita.
Tidak ada sesuatu pun yang berbau samurai dalam
panahan Jepang saat ini. Para pelaku kyudo persis
merupakan kebalikan samurai, karena mendedikasikan
diri pada panahan lebih sebagai seni ritual ketimbang
keterampilan perang. Karena semua hal yang berbau
bela diri dilarang oleh orang-orang Amerika setelah
Perang Dunia Kedua, kyudo merupakan ciptaan pasca1945, dengan busana dan tindakan yang menegaskan
arti pentingnya yang murni kultural. Anda mengenakan
semacam atasan kimono putih, dengan rok hitam yang
menyapu lantai dan sandal-kaos berwarna putih. Anda
mendapat giliran, mendekati sasaran dengan takzim,
berdiri miring, kaki bersiaga, bahu melebar; Anda menarik
anak panah dengan gerakan yang tepat, anak panah
menempel pada sisi kanan busur di atas ibu jari dan
telunjuk (yang bagi saya terlihat tidak tepat, karena
dengan busur Inggris yang panjang, anak panah berada
di sisi kiri, bersandar pada buku jari); Anda memegang
busur dengan lembut, mengangkatnya sampai di atas
kepala, dengan khidmat Anda menurunkannya dan pada
saat bersamaan menarik tali ke belakang telinga, Anda
menahannya, layaknya Zen berusaha keras untuk tidak
berusaha mencapai tingkat ketenangan yang tepat; Anda
merasakan keseimbangan antara pelbagai kekuatan"
busur yang ditarik, otot yang bergetar, perhatian Anda
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
pada lingkaran kecil hitam dan putih yang berjarak 50
langkah"dan Anda melepaskan anak panah, membiarkan
lengan Anda berayun ke belakang sehingga kedua lengan
Anda membuat keseimbangan estetis yang pas. Ini terlihat
seperti perpaduan teater Noh dan balet, dan hampir
sama sulitnya. Keindahan dan kedamaian batin: itulah
tujuannya. Mengenai sasaran tidaklah terlalu penting.
Sama sekali bukan jenis aktivitas bagi prajurit dalam
pertarungan tunggal. Meski demikian, para pemanah kyudo modern
terhubung dengan samurai leluhur mereka dalam dua
cara. Busurnya merupakan disain tradisional, asimetris,
dengan banyak lapisan bambu. Juga, busur itu dibuat
sedikit tidak seimbang, sehingga kedua cabangnya sedikit


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

condong ke kanan untuk menempatkan tali tidak tepat
di tengah. Kenapa" Pada busur Inggris yang panjang"
sebenarnya, pada kebanyakan tipe busur"anak panah
ditempelkan di tengah tetapi sedikit disimpangkan oleh
lebar busur. Pada busur Jepang, anak panah melesat
lurus dan tepat. Dan yang kedua, di Jepang sendiri,
pernah ada lebih banyak pemanah berkuda, menunggang
dan memanah dengan keterampilan yang dikembangkan
oleh nenek moyang mereka lebih dari 1.000 tahun lalu.
Panahan berkuda gaya Hun merupakan olahraga yang
sedang berkembang secara internasional, tapi tak seorang
pun di luar Jepang melakukan panahan dengan gaya
Jepang. Belum. Pada awal abad ke-12, panahan berkuda telah
mengembangkan sekumpulan ritual pertempuran yang
rumit. Pihak-pihak yang berhadapan akan berbaris lurus
dan melepaskan anak panah yang berbunyi untuk
memanggil para dewa sebagai saksi. Kemudian para
prajurit terhebat, dilindungi dengan pakaian perang dari
John Man kulit dan besi, akan mengajukan tantangan untuk bertarung
satu lawan satu, masing-masing menyombongkan prestasi,
kebajikan, dan silsilahnya. Kemudian mereka akan
melepaskan anak panah, baik dari jarak jauh maupun
sambil memacu kuda saling melewati. Selanjutnya, jika
tidak ada pemenang, tibalah saat pergulatan yang agak
tidak patut, seperti gulat sumo di punggung kuda (atau
dalam benak saya lebih mirip sebuah pergumulan antara
dua robot fiksi ilmiah yang agak ketinggalan zaman),
dengan masing-masing berusaha menjatuhkan yang lain.
Dan kemudian tibalah saat pertarungan terakhir dengan
belati. Karena kedua prajurit sepenuhnya tertutup baju
zirah, babak-babak dalam panahan berkuda ini biasanya
lebih merupakan pertunjukan ketimbang pertarungan
benar-benar, yang dirancang untuk memberikan
kesempatan pada seorang samurai untuk menampilkan
diri dan keterampilannya. Dalam sebuah pertempuran
laut (Yashima, 1184) antara dua keluarga hebat yang
bermusuhan pada masa itu, keluarga Taira dan Minamoto,
pihak Taira menggantungkan kipas pada salah satu tiang
di perahu mereka dan, untuk memancing agar lawan
menghambur-hamburkan anak panah, menantang mereka
untuk memanahnya jatuh. Seorang pemanah bernama
Nasu nu Yoichi, sembari menunggang kuda di air yang
dangkal, mengenai kipas itu pada tembakan pertama,
membuatnya dikenang sepanjang masa karena melakukan
apa yang paling dikagumi samurai: memenangkan
kemuliaan bagi diri sendiri dalam pertempuran.
Saat itu, di akhir abad ke-12, keluarga Taira dan
Minamoto berebut dominasi, masing-masing berusaha
untuk menyingkirkan kaisar yang hidup menyendiri.
Perang mereka berakhir pada 1185, ketika keluarga
Minamoto, di bawah jenderal besar mereka, Yoshitsune,
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
menghancurkan musuh mereka dalam sebuah pertempuran
laut yang monumental. Yoshitsune"seorang pemimpin
militer yang cemerlang, tapi keras kepala"kemudian
dikejar-kejar sampai mati oleh kakaknya yang sama
cerdasnya dan jauh lebih licik, Yoritomo. Adalah Yoritomo
yang mengambil langkah yang akan menentukan bentuk
pemerintahan Jepang untuk 700 tahun berikutnya.
Dengan persetujuan dari kaisar (yang tidak dalam posisi
bisa menolak), ia menunjuk para pejabatnya sendiri di
setiap provinsi dan wilayah sehingga ia bisa berkuasa
penuh di seluruh negeri. Kalau saja ini China, ia pasti
telah merebut kekuasaan mutlak, menjadikan dirinya
kaisar dan membangun sebuah dinasti baru. Tapi itu
bukan cara bangsa Jepang. Selama berabad-abad kaisar
adalah sesuatu yang suci. Sebagai gantinya, Yoritomo
menganugerahi dirinya pangkat militer tertinggi, sei i
tai shogun, "jenderal besar penumpas bangsa barbar".
Gelar kuno ini pernah disematkan pada jenderal yang
berwenang untuk memerangi suku pribumi liar di utara
Honshu, suku Ainu. Kini pemegang gelar itu, dikenal
sebagai shogun saja, menguasai seluruh negeri sebagai
samurai tertinggi"sebenarnya, diktator militer"atas
nama kaisar yang dimuliakan tapi tanpa daya, dengan
memusatkan pemerintahan militernya, bakufu, di markas
besarnya di Kamakura. Di bawah kekuasaan kaisar yang jauh dan tidak efektif
dan pelayan semunya, sang shogun, Jepang menjadi
sebuah kain perca dengan 60 provinsi dan 600 wilayah,
yang semuanya saling bertikai. Panglima perang bertarung
dengan panglima perang lain, kuil-kuil membangun
milisi mereka sendiri, kelompok-kelompok bersenjata
mewabah di daerah pedalaman.
Peperangan adalah sebuah bisnis yang mahal, bahkan
John Man waktu itu. Tak ada tuan atau komandan yang bisa selamat
tanpa berinvestasi dalam bentuk baju zirah, kuda, busur,
pedang, belati, dan pasukan. Lalu muncullah sekelompok
elit prajurit pemilik tanah"bushi"yang berperang demi
tuang-tuan mereka; mereka terikat oleh kebutuhan timbal
balik, sang tuan memberikan tanah, rampasan perang,
dan perlindungan sebagai imbalan bagi keterampilan
para prajurit khusus itu, samurai (semula saburai, yang
berarti "seseorang yang melayani", terutama seseorang
yang memberikan layanan militer untuk kaum bangsawan). Itulah kesepakatannya, versi Jepang untuk sistem
yang disebut para sarjana sebagai feodalisme.
Tapi ada suatu ketidakstabilan yang terkandung dalam
hubungan ini. Jika seorang samurai hidup makmur, ia
akan memperoleh status, kekuasaan, dan kekayaan yang
cukup baginya untuk mengklaim kebebasannya. Sebagai
seorang prajurit yang angkuh dan mandiri, kenapa ia
akan terus mengabdikan diri pada seorang tuan" Bagaimana seorang tuan dapat memastikan kesetiaannya"
Singkatnya, bagaimana sistem feodal ini dapat dibuat
stabil" Jawabannya adalah membubuhi kesetiaan"terhadap
sang tuan, bukan terhadap kaisar yang jauh"dengan
nilai dan aura mistis yang bahkan jauh lebih agung,
mengubahnya menjadi sebuah cita-cita yang lebih dicintai
ketimbang hidup itu sendiri, yang memastikan status
dan kemuliaan baik dalam kehidupan maupun kematian.
Sejarah abad ke-11 bercerita tentang keluarga Minamoto,
penguasa militer masa depan, dan terutama seorang
prajurit bernama Minamoto no Yoriyoshi dan pengikut
setianya, Tsunenori. Dalam suatu pertempuran,
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
meskipun Tsunenori telah berhasil menerobos pasukan musuh
yang mengepungnya, ia nyaris saja tidak berhasil lolos, dan ia
sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Yoriyoshi.
Ia bertanya pada seorang prajurit, yang berkata, "Jenderal
dikepung oleh para pemberontak. Hanya lima atau enam
orang prajurit yang bersamanya; sulit membayangkan ia dapat
meloloskan diri." "Saat ini sudah tiga puluh tahun aku melayani Yoriyoshi,"
kata Tsunenori. "Aku berusia enam puluh tahun dan dia
hampir tujuh puluh. Jika dia harus mati, aku ingin berbagi
nasib dengannya dan pergi bersamanya ke alam baka."
Dia berbalik dan memasuki kepungan musuh.
Dua atau tiga orang pengikut Tsunenori yang hadir.
"Sekarang, karena pemimpin kita akan meninggal secara
terhormat dengan berbagi nasib bersama Yoriyoshi,"
kata mereka, "bagaimana mungkin kita tetap hidup"
Walaupun hanya pengikut bawahan, kita juga adalah
orang-orang terhormat." Mereka menembus barisan
musuh bersama-sama dan bertarung dengan buas. Mereka
membunuh selusin pemberontak"dan mereka semua
tersungkur di depan musuh.
Dengan memisahkan diri mereka dari kaum bangsawan,
intelektual, petani, dan penyamun, samurai menjadi
sangat bangga atas ketangguhan dan keberanian mereka,
cepat menangkap adanya penghinaan dan secepat itu
pula menuntut balas atas penghinaan itu. Dalam perang,
seorang prajurit menyamakan jati dirinya dengan tindakan
penuh keberanian dan pengorbanan diri yang ekstrem,
terutama saat menghadapi rintangan luar biasa, karena
inilah cara untuk mendapatkan reputasi dan penghargaan.
Dalam keadaan damai, kecepatan dalam melihat
penghinaan adalah suatu kebajikan. Di tingkat paling
John Man rendah, samurai berperan seperti "anak buah" dalam
geng jalanan dalam kota; di tingkat tertinggi, mereka
layaknya paramiliter dalam pemerintahan kediktatoran
gaya lama di Amerika Selatan atau tukang pukul yang
agak kaya bagi "keluarga-keluarga" Mafia kelas atas,
dengan wilayah dan pasukan mereka sendiri. Untuk
bertahan di dunia yang kacau ini, di mana kekuasaan
dan kehidupan dapat direnggut dalam sekejap, citra-diri
menjadi sangat penting. Setiap orang harus berjalan
dengan dagu terangkat dan bersolek layaknya seekor
ayam jantan, atau akan terlihat sebagai pecundang.
Seluruh cara hidup seorang samurai didominasi oleh
kepekaan ekstrem mereka terhadap segala bentuk ancaman
atau hinaan pada kehormatan mereka, dan kesiapan
mereka yang nyaris instan untuk melakukan tindak
kekerasan demi mempertahankannya. Hanya dengan
cara inilah "kehormatan" dapat ditegaskan, dilindungi,
atau dipulihkan. Budaya kehormatan merupakan tema populer bagi para
sosiolog, yang mengenali beberapa ciri umum. Kebanyakan, misalnya, berada di luar arus-utama kehidupan
biasa: anggota mereka tidak menghasilkan apa pun,
melainkan bertarung satu sama lain untuk mengontrol
beberapa sumber daya penting"biasanya wilayah"yang
tidak bisa diciptakan, hanya direbut atau dipertahankan.
Prajurit rendahan biasa"lelaki muda dan matang secara
seksual, yang memimpikan kekuasaan dan kekayaan
tetapi tidak memiliki keduanya"bertarung demi bos
mereka, wilayah mereka, dan "nama baik" mereka,
karena, pada akhirnya, hanya itulah yang mereka miliki.
Sistem kehormatan membuat para lelaki muda itu
waspada akan apa pun yang terlihat merendahkan mereka
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
dan bersemangat untuk memberikan tanggapan kekerasan
yang seringkali fatal. Tetapi semua sistem kehormatan juga mempunyai
ciri uniknya sendiri. Ambil dua contoh berikut:
Di pedesaan Yunani, bahkan hingga baru-baru ini
pada akhir 1960-an, seorang lelaki akan ternoda
kehormatannya bila kerabat perempuannya melakukan
hubungan seksual di luar ikatan yang dapat diterima.
Sang perempuan juga terkena aib. Sebagian kehormatan
dapat dipulihkan dengan cara si perempuan melakukan
bunuh diri, tetapi baru pulih sepenuhnya hanya bila
lelaki itu membunuh kekasih si perempuan atau
perempuan itu atau keduanya. "Aib hanya bisa "dihapus"
dengan darah, dan hanya laki-laki dalam keluarga yang
mengemban tanggung jawab untuk memulihkan nama
dan kehormatan keluarga."1 Ini tidak dianggap sebuah
kejahatan, melainkan perilaku yang diharapkan dan
direstui. (Sikap serupa masih berpengaruh atas
"pembunuhan demi kehormatan" dalam pelbagai
komunitas Islam saat ini.)
Geng jalanan Amerika telah mendapat perhatian
khusus. Meskipun sekarang kerap diidentifikasi
berdasarkan asal-usul etnis mereka, pertama-tama dan
terutama mereka adalah pembela wilayah, biasanya
menamai diri mereka menurut nama jalan, blok, atau
lingkungan perumahan. Anggota geng adalah para
pemuda yang menganggap setara satu sama lain, karena
itu pelanggaran kecil pada etiket dapat diartikan sebagai
penghinaan terhadap geng, yang harus ditanggapi dengan
kekerasan fisik. Terkadang peraturannya begitu misterus
sehingga para anggota geng sendiri tidak dapat
Sa"lios"Rothschild, ?"Honour" Crimes in Contemporary Greece".
John Man membedakan antara ketertarikan, simpati, dan penghinaan
yang disengaja. Akhir-akhir ini di London, sebaiknya
waspadalah saat menatap orang-orang yang mengenakan
hoodie, kalau-kalau tatapan Anda memancing reaksi
bermusuhan "Kau meremehkan aku?" Di dunia geng,
tatapan mata kerapkali memicu terjadinya penembakan
dari dalam mobil. Namun, anggota geng dapat bekerja
di dalam"dan seringkali lulus ke"dunia nyata pekerjaan
dan pernikahan, dan "cukup sering mengikuti semangat
dan aturan pergaulan yang patut." Hanya dalam dunia
kecil budaya geng yang ketat itulah mereka merasa wajib
membela kehormatan. Seperti dikatakan salah satu tokoh
utama geng di Chicago, Lions: "Kau memiliki kebanggaan
diri, "kan. Kau tidak akan membiarkan siapa pun
melangkahimu. Kami tahu ketika kami melakukan
kesalahan, kami benar-benar tahu, tapi" ada beberapa
hal yang harus kami lakukan." Beberapa peneliti telah
membandingkan geng-geng di Chicago, New York, St
Louis, dan Cleveland dengan masyarakat prajurit. "Seperti
halnya para raja feodal saling menyelidiki pasukan lawan,
para remaja dalam geng sudut jalan mengumpulkan
informasi mengenai tinggi, berat, keterampilan bertarung,
dan persenjataan lawan mereka."2
Pada yang pertama dari dua contoh ini, kehormatan
laki-laki ditentukan oleh perilaku perempuan; pada yang
kedua, oleh hubungan antara para lelaki yang setara
sebagai anggota geng. Tetapi kehormatan samurai tidak
bergantung pada tindakan perempuan atau pada wilayah
yang dikuasai atau pada keharusan untuk membela orang
lain dari kelompok mereka. Kehormatan itu ditentukan
oleh penghargaan pada atasan dan dari bawahan. Mereka
Adamson, "Tribute, Turf, Honor and the American Street Gang".
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
pada dasarnya adalah para pedagang kematian atas nama


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuan mereka, dari mana mereka menerima status, kekuasaan, dan kekayaan. Inilah Jalan Sang Prajurit yang
asli: petarung jalanan, tukang pukul, pemeras, pembunuh
bayaran, tanpa aturan moral kecuali bereaksi terhadap
penghinaan, bertarung untuk sang tuan, dan meraih
kemuliaan di medan pertempuran.
Sebuah contoh yang baik tentang cara seorang samurai
dapat "mengangkat namanya" dengan mempertontonkan
keberanian menghadapi kematian terjadi saat dua kali
invasi Mongol pada 1274 dan 1281"dua peristiwa
yang tiada duanya mengobarkan jiwa bangsa Jepang,
karena beberapa alasan. Orang-orang Mongol bertarung
secara kotor, menggunakan granat peledak yang
dilemparkan dengan katapel dan sama sekali tak memedulikan samurai yang mengharapkan musuh yang
pantas untuk terlibat dalam pertarungan tunggal. Lawan
yang mengerikan ini seharusnya sudah menyapu habis
para samurai, namun tidak berkat dua buah keberuntungan, dua kali serangan badai yang segera dianggap bangsa
Jepang sebagai campur tangan ilahi.
Menghadang kedua pendaratan besar-besaran armada
Mongol-China di teluk Hakata di Jepang barat daya,
adalah seorang prajurit muda dari provinsi Higo (sekarang
wilayah Kumamoto, tepat di sebelah utara Satsuma, dan
tidak jauh dari teluk Hakata). Di kemudian hari dalam
hidupnya dia menggunakan sebagian kekayaan yang ia
kumpulkan untuk membiayai serangkaian lukisan yang
mencatat tindakan heroiknya. Lukisan-lukisan ini
kemudian disatukan, bersama dengan kumpulan surat,
doa, maklumat, dan laporan pertempuran yang berperan
John Man sebagai penjelasan terhadap lukisan, menyusun apa yang
kemudian dikenal sebagai "Gulungan Penyerbuan"
(Invasion Scrolls).3 Kedua armada itu dicerai-beraikan
oleh badai"yang kedua barangkali merupakan
bencana laut terburuk yang pernah terjadi"tapi dalam
keduanya, hal itu tidak terjadi sebelum sang prajurit
yang banyak akal ini menimbulkan keributan. Namanya Takezaki Suenaga, dan ini adalah ceritanya yang
penuh kesombongan. Berusia 29 tahun saat invasi 1274, Suenaga selamat
dari beberapa perkelahian kecil ketika bangsa Mongol
berhasil menerobos garis pantai dan maju beberapa mil
ke pedalaman sebelum badai yang kian dekat memaksa
mereka mundur kembali ke perahu mereka. Tujuh tahun
kemudian ia kembali, dan tidak sabar untuk membuktikan
diri lagi. Kali ini bangsa Jepang lebih siap, telah membangun tembok sepanjang teluk Hakata yang mungkin
cukup untuk menahan bangsa Mongol hanya sampai di
pantai. Suenaga tiba di pantai menunggang kudanya
lengkap dengan pakaian kebesaran"tapi musuh masih
berada jauh di lautan. Ia ingin sekali menghabisi mereka.
Tanpa minat sama sekali untuk berlaku sebagai anggota
tim dan dengan ketidakpedulian yang mengagumkan
terhadap perintah, seluruh perhatiannya terpusat pada
tindakan gagah berani tanpa mengacuhkan orang lain.
"Aku tidak bisa bertarung dengan mereka pada masa
genting ini tanpa kapal!" teriaknya.
Komandannya, Gota Goro, terlihat acuh tak acuh
terhadap kekecewaannya. "Kalau kau tidak punya kapal,
tidak ada yang bisa dilakukan."
Diterjemahkan dan dianalisis oleh Thomas Conlan: lihat Conlan, In Little Need of
Divine Intervention. Jalan Sang Prajurit: Permulaan
Bagaimanapun, Suenaga bukanlah satu-satunya yang
tak sabar, dan seorang prajurit yang juga bersemangat
berkata: "Mari kita cari sebuah kapal yang baik di antara
kapal-kapal rusak di pelabuhan dan mengusir para
perompak itu!" "Benar," jawab Suenaga. "Para tentara itu pasti
pasukan infanteri dan perahu mereka pasti layak berlayar.
Aku ingin menghabisi setidaknya satu orang dari mereka!"
Jadi, bersama dua orang teman, Suenaga mencari
sebuah perahu untuk mengantarkan mereka kepada para
penyerbu itu. Namun mereka tidak menemukan perahu
dan hampir menghentikan pencarian ketika sebuah
perahu perang Jepang muncul. Perahu itu tidak terlalu
besar, panjangnya hanya sekitar delapan meter, dan
dengan sepuluh atau sebelas orang sudah berada di
dalamnya ia mengapung rendah di air. Jadi, meskipun
berguna untuk berputar-putar di teluk, kapal itu tidak
akan banyak berguna di laut terbuka. Gota Goro
mengenalinya sebagai milik Adachi Yasumori, seorang
pejabat senior, dan mengirim Suenaga dan temannya
sebagai utusan. Mereka mendayung dalam sebuah sampan
kecil, dan ketika mereka sampai dalam jarak pendengaran,
Suenaga, yang berdiri terhuyung di haluan, berteriak
bahwa ia mendapat perintah untuk menaiki perahu
berikutnya dan bertempur. Kemudian, tanpa menunggu
izin, ia melompat ke perahu perang itu, membuat marah
sang kapten kapal, Kotabe, yang menyuruhnya pergi:
"Ini perahu Adachi! Hanya anggota pasukannya yang
dapat menaiki kapal ini! Keluar dari perahu ini!"
Suenaga sedang tidak ingin patuh. "Dalam hal penting
seperti ini aku ingin membantu tuanku. Karena baru
saja sampai di perahu ini, aku tidak akan turun dan
John Man menunggu perahu lain yang mungkin saja tidak pernah
akan datang." Tetapi sang kapten bersikeras. "Adalah suatu penghinaan
jika kau tidak meninggalkan kapal saat kau diperintahkan
pergi." Tak diragukan lagi sembari bergumam penuh
kemarahan, Suenaga mengalah, kembali ke sampan
kecilnya, dan mendayung bersama dua rekannya. Tak
lama kemudian mereka berpapasan dengan perahu perang
yang lain, kali ini milik seorang pejabat bernama Takamasa.
Sekali lagi Suenaga menjajarkan sampannya, dan kehilangan helmnya dalam kekacauan. Kali ini Suenaga
tidak membuang-buang waktu untuk berdebat tapi
langsung berbohong: "Aku sedang melaksanakan perintah rahasia. Biarkan
aku naik ke perahu."
Teriakan datang dari perahu Takamasa: Kau tidak
mendapat perintah! Pergi dari sini! Tidak ada tempat
untuk kalian semua! Dengan tak tahu malu, Suenaga mengulangi
permintaannya. "Karena aku prajurit berpangkat tinggi",
ia membual, "biarkan aku sendiri yang naik ke perahumu."
Tipuannya itu berhasil. "Kami sedang berangkat untuk
bertempur," terdengar jawaban jengkel. "Mengapa kau
harus ribut-ribut" Ayo, naiklah!"
Dia tak perlu diminta dua kali. Tidak hanya
meninggalkan dua rekannya, saat meninggalkan mereka,
dia mengambil pelindung tulang kering milik salah satu
dari mereka dan menjadikannya helm darurat. Ia
mengabaikan teriakan marah mereka. "Jalan Busur dan
Panah adalah melakukan apa yang layak mendapat
penghargaan," demikian ia menjelaskan. Perhatikan,
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
bukan Jalan Pedang. Sikapnya masih dikendalikan oleh
busur dan tanto, belati. "Tanpa seorang pengikut pun
aku siap menghadapi musuh."
Kini ia mulai memberi nasihat pada Takamasa,
mendesaknya untuk menggunakan kait pengikat untuk
mendekati musuh. Mereka tidak akan menyerah sampai
kita menaiki kapal mereka, debatnya, "Setelah kita
mengait mereka, tikam mereka dengan menusuk ke
tempat persendian di baju zirah mereka." Awak kapal
Takamasa tidak bersenjata lengkap. Begitu juga Suenaga,
dengan helm daruratnya itu; tapi hal ini tidak
menghentikannya barang sedetik pun. Bersama lima
rekan barunya ia menemukan sampan lain yang lebar
dan menyerang salah satu kapal Mongol yang berukuran
kecil, sekitar sepuluh meter panjangnya, memuat tujuh
awak Mongol dan sepasang perwira China. Sebuah
gambar menunjukkan Suenaga yang pertama naik ke
perahu, di haluan, sementara rekannya menyerang buritan
kapal. Seorang perwira terbaring mati, tenggorokannya
putus. Pahlawan kita sedang menghadapi yang lain,
hampir memotong kepalanya, mencengkeram rambut
kucirnya dan memegang tanto-nya.
Pastinya mereka berhasil merebut perahu itu, karena
sebuah ilustrasi sesudahnya memperlihatkan Suenaga
membawa dua kepala. Ketika kembali ke pantai sembari
entah bagaimana membawa hadiahnya yang mengerikan,
ia melaporkan perbuatannya pada komandannya, Gota
Goro, yang (setidaknya, menurut penuturan Suenaga)
lebih mengagumi keberanian bawahannya ini ketimbang
mencela ketidakpatuhan Suenaga. "Tanpa perahumu
sendiri, kau berulang kali berbohong agar bisa turut
bertempur. Kau benar-benar lelaki paling bandel yang
pernah ada!" John Man Suenaga tidak perlu melakukan hal lain, karena
selebihnya sudah dilakukan alam dengan sangat efektif,
dalam bentuk angin topan pertama di musim itu, yang
melumat seluruh armada musuh menjadi bubur"sekitar
4.400 kapal, jumlah yang tak tertandingi sampai invasi
Sekutu ke Eropa pada 1944"dan menguburnya dalam
lumpur di dasar laut. Suenaga keluar dari pertempurannya
itu dengan congkak yakin akan keberaniannya sendiri,
sementara bangsa Jepang menganggap topan itu sebagai
Angin Ilahi, kamikaze, membuktikan bahwa Jepang
berada di bawah perlindungan langit dan tidak akan
pernah kalah pada kekuatan barbar (karenanya nama
tersebut diberikan pada para pilot bunuh diri dalam
Perang Dunia Kedua, yang akan menghadapi Amerika,
sementara kamikaze yang asli telah berhadapan dengan
orang-orang Mongol). Sebenarnya, sangat mungkin
bahwa kerja sama para samurai dan semangat juang
mereka yang membaik dan tembok yang dibangun sudah
cukup untuk menahan invasi besar-besaran ini, seperti
yang disarankan oleh judul buku Thomas Conlan.
Bagaimanapun juga, sangat mungkin bahwa para samurai
itu hanya "sedikit membutuhkan campur tangan ilahi"
(In Little Need of Divine Intervention).
Tapi setelah 1281 bangsa Mongol bukanlah sebuah
ancaman yang cukup untuk menyatukan Jepang
menghadapi musuh bersama. Negeri ini tetap menjadi
kancah para panglima perang yang berseteru dan kaum
samurai yang bersemangat untuk menampilkan keberanian
mereka, membunuhi musuh-musuh mereka, dan mati
dengan kematian yang mulia dalam pertempuran. Kaisar
dan shogun berebut kekuasaan, keluarga kelas atas
bertarung dengan keluarga kelas atas yang lain, shogun
mempertahankan otoritasnya hanya dengan memberikan
Jalan Sang Prajurit: Permulaan
kekuasaan pada para panglima perang pesaing (daimyo,
"nama besar", begitu mereka disebut). Keadaan bertambah
parah. Abad sejak 1470 dikenal sebagai "Periode Negara
dalam Perang". Sebelas tahun perang saudara di dalam
dan di sekitar ibu kota Kyoto membuat kota ini luluh
lantak dan istana kerajaan jatuh miskin. Para kaisar
harus meninggalkan berbagai perayaan yang tidak mampu
mereka laksanakan, menjual kaligrafi milik mereka untuk
menghasilkan uang. Dengan tidak adanya otoritas sentral,
para daimyo setempat mempertahankan diri mereka
sendiri, memeras pajak dari petani padi, membangun
benteng, dan menyiapkan pasukan mereka sendiri dengan
samurai dan tentara petani, mengembangkan cara
bertarung yang lebih ganjil lagi. Pertempuran besar akan
berakhir dengan lusinan, terkadang ratusan, kepala
terpenggal yang dikumpulkan untuk diperiksa, kulitnya
dibersihkan, rambutnya disisir dan seringkali giginya
dihitamkan kembali sebagaimana diatur oleh adat:
semakin baik kepala musuh yang terpenggal, semakin
besar kemuliaan sang pemenang.
Semuanya benar-benar cocok bagi samurai, karena
keseluruhan etos mereka berpusat pada kesetiaan kepada
tuan-tuan mereka, para daimyo. Selama 400 tahun,
samurai dan keturunannya"karena anak laki-laki
menggantikan ayah sebagai pengikut"terpuaskan oleh
sistem ini. Mereka menjadi kelas prajurit paling berhasil
di Asia; beberapa di antaranya memiliki banyak tanah,
kekuasaan, dan kekayaan; sebagian lagi miskin, tapi
semuanya mandiri dan penuh kebanggaan. Peran mereka
diterima dan dikagumi oleh masyarakat, sampai 1600,
ketika kemenangan terakhir keluarga kelas atas yang
baru, Tokugawa, akhirnya mengakhiri masa kejayaan
samurai petarung yang sebenarnya.
KEHIDUPAN MUDA YANG BERUBAH SEBAGAI PUTRA SEORANG SAMURAI DAN SEBAGAI ANAK TERTUA,
tugas pertama Saigo adalah mendapat pendidikan, sebuah
kemungkinan yang cukup menyeramkan bagi seorang
bocah berusia delapan tahun.
Dahulu, di masa-masa perang dan kekacauan, pendidikan hanya untuk sedikit anak yang mampu masuk
ke sekolah-sekolah biara Buddha. Dalam pandangan
seorang samurai zaman pertengahan, mempelajari buku
hanyalah untuk para penakut. Namun setelah 1600,
para sarjana dan pejabat yang berpendidikan baik
dibutuhkan untuk membantu administrasi, merancang
hukum, dan menulis berbagai sejarah resmi. Shogun dan
para daimyo menginginkan orang-orang yang memiliki
pengetahuan tentang pelbagai teladan, dan membangun
sejumlah sekolah untuk menghasilkan orang-orang itu.
Mereka menemukan sumbernya bukan di negeri sendiri
namun di luar negeri, di China dan dalam pelbagai
teladan Konfusianisme. Para siswa berkumpul mengelilingi
para guru besar yang berdebat tentang bentuk terbaik
Kehidupan Muda yang Berubah
Konfusianisme dan apakah tujuannya untuk perbaikan
moral atau membantu pemerintahan praktis, atau
keduanya. Belajar menjadi sesuatu yang lazim, kemampuan
baca-tulis menjadi norma bagi setiap orang yang bukan


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

petani dan semakin lazim bahkan di kalangan petani;
banyak anak-anak mereka belajar membaca di salah satu
dari 15.000 sekolah desa. "Tidak ada yang lebih
memalukan daripada menjadi buta huruf," tulis Ihara
Saikaku, salah seorang penulis paling produktif dan
berpengaruh pada periode ini, bahkan yang pertama
menjadikan profesi tersebut sebagai mata pencaharian.
Pada 1710 ada 600 penerbit dan penjual buku di Jepang,
yang semakin banyak menerbitkan terjemahan bukubuku klasik Konfusianisme.
Kaum samurai jenis baru, karena cara-cara kuno
berupa perang terlarang bagi mereka, menjadikan
pendidikan sebagai salah satu tujuan utama dalam hidup,
dan pada gilirannya tujuan sejati pendidikan adalah
mengajarkan moralitas (yang, bagaimanapun juga,
merupakan pembenaran bagi banyak ahli pendidikan,
mulai Aristotle di masa Yunani kuno sampai Dr Arnold
di Rugby). Melalui belajar seseorang dapat membangun
semacam rantai besar kebajikan yang menghubungkan
individu dengan badan politik dan tujuan sejati eksistensi:
belajar-pengetahuan-ketulusan-kemurnian-perilaku
beradab-keluarga harmonis-pemerintahan yang benarkedamaian universal. Menurut teori Konfusian, sebuah
kemenangan harapan atas pengalaman, manusia pada
hakikatnya baik, dan begitu semua orang memahami
hakikat kebajikan, setiap orang akan berlaku baik dan
masyarakat akan stabil dan orang akan hidup bahagia
selamanya. Dengan segala kelebihan dalam sudut pandang kita
John Man dari abad ke-21, kita mungkin bertanya, apa yang terjadi
pada anak-anak perempuan" Tidak banyak. Hanya sedikit
perempuan yang terlibat dalam urusan berat membaca
bacaan-bacaan China klasik. "Perempuan tidak terlalu
diharapkan untuk menguasai banyak huruf bahasa China,"
ujar seorang perempuan tentang masa kanak-kanaknya
sekitar 1870.4 "Sudah dianggap cukup bila mereka dapat
membaca tulisan suku kata bahasa Jepang, dan ketika
mereka sudah mencapai usia dua belas atau tiga belas
tahun fokus utama pendidikan mereka adalah belajar
menjahit." Sekitar satu di antara empat anak perempuan
belajar membaca puisi dan novel berbahasa Jepang,
seringkali di rumah. Tujuan utama pendidikan terbatas
ini adalah untuk menguatkan penerimaan mereka akan
kepatuhan mutlak terhadap orangtua, suami, dan (bagi
para janda) anak lelaki tertua. Masih amat sangat lama
sebelum perempuan meraih kekuasaan di bidang ekonomi,
sosial, atau politik. "Ketika perempuan terdidik dan
pandai bicara," kata seorang kepala menteri dan pengawas
di akhir abad ke-19, Matsudaira Sadanobu, "itu adalah
pertanda bahwa kekacauan peradaban tidaklah jauh
lagi." Bagi anak laki-laki, ini adalah sebuah perjuangan
keras. Kita harus kembali kepada mereka yang memiliki
pemahaman sejati, yang hidup pada masa keemasan
China kuno: para bijak, termasuk Konfusius dan Mensius,
penulis Four Books dan Five Classics, seperti dijabarkan
dan dijelaskan oleh filsuf dinasti Song, Zhu Xi (Chu
Hsi). Para penguasa dan para guru sepakat bahwa kalau
saja setiap orang, khususnya samurai, mau mempelajari
buku dan komentar Zhu Xi dengan benar, semua
Yamakawa Kikue, Women of the Mito Domain.
Kehidupan Muda yang Berubah
perselisihan akan sirna. Sadanobu mengeluhkan "para
cendekia yang berdebat dan saling menjatuhkan... seperti
gelembung air mendidih atau untaian benang yang
kusut." Jawabannya, ujarnya, adalah "meyakini ajaranajaran dinasti Song". Apa yang baik bagi China kuno
juga baik bagi Jepang modern.
Semua ini berarti bahwa tidak seorang pun di Jepang
tahu banyak tentang apa yang terjadi di bagian dunia
yang lain. Hanya pada sekitar masa kelahiran Saigo
orang-orang Jepang yang terdidik mendengar tentang
Revolusi Prancis dan Perang Kemerdekaan Amerika lebih
dari 40 tahun sebelumnya. Tentang perang yang meletus
karena serangan Napoleon"tak sedikit pun. Sedikit
yang tahu tentang munculnya imperium Inggris, kolonisasi
Australia, pemerintahan Inggris di India, dan tentang
kekayaan yang mampu menaklukkan segalanya, yang
dihasilkan oleh revolusi industri. Bahkan ketika kekuasaan
Eropa mulai begerak memasuki China, hanya sedikit
kabar tentang adanya ancaman yang sampai ke Jepang.
Ketika berhasil masuk, kabar ini menjadi sebuah kejutan,
seperti yang akan kita lihat.
Bagi para sarjana dan guru, China di masa lalulah
yang menentukan Jepang masa kini. Bahasa China dan
Jepang tidak berhubungan, tetapi bangsa Jepang (seperti
beberapa budaya Asia lain) telah mengadopsi ribuan
tanda bahasa China untuk menuliskan bahasa mereka.
Mereka masih menggunakannya, dalam sistem yang
dikenal sebagai kanji, bersamaan dengan dua tulisan
semi-alfabetis. Ini tampak sangat tidak efisien bagi orang
luar, tetapi sudah berjalan dengan sempurna di Jepang
selama berabad-abad. Tanda-tanda tersebut memiliki
pelafalan sendiri dalam kedua bahasa itu"sesuatu yang
tidak seganjil kelihatannya: pikirkan bagaimana tanda35
John Man tanda untuk angka diungkapkan dalam kata. Misalnya,
tanda "5" dilafalkan menjadi "lima", cinq, f?nf, wu, go
dan dengan banyak cara lain sebanyak bahasa itu sendiri.
Jadi tanda dalam bahasa China untuk "gunung" (
sama dengan dalam bahasa Jepang; tetapi dalam bahasa
China dilafalkan menjadi shan, dan dalam bahasa Jepang
menjadi yama. Namun demikian, kekaguman bangsa Jepang pada
semua hal yang serba China memiliki konsekuensi yang
aneh. Anak-anak harus membaca tulisan berbahasa China
dengan lantang sebagai sebentuk bahasa Jepang campuran
yang aneh, setelah mempelajari begitu banyak aturan
mengenai perubahan urutan kata dan penambahan
partikel.5 Dan inilah Saigo, pada usia 10 tahun, menirukan
Filial Piety dan Greater Learning (dua bagian terpendek
dari Four Books) tanpa memahami satu kata pun.
Semuanya harus diulang-ulang sampai membosankan,
dipelajari dengan kecepatan rata-rata setengah lusin
karakter setiap hari, dan hanya setelah bertahun-tahun
belajar"mungkin, dengan sedikit keberuntungan, kalau
Anda cerdas"Anda baru akan memahami teks dengan
cukup baik untuk dapat mendiskusikannya. Ini adalah
pekerjaan yang keras, serius, intensif. "Saat membaca,
duduklah dengan tegak, jaga ekspresi keseriusan, dan
berkonsentrasilah," tulis seorang ahli pendidikan abad
ke-18, Kaibara Ekken. "Jangan melirik ke sekeliling atau
memainkan jarimu." Tidak ada seorang pun yang
berpendapat bahwa anak-anak haruslah merasa gembira,
atau rasa ingin tahunya harus didorong. Bagi kebanyakan
anak, hal ini luar biasa membosankan. Tsurumine
Shigenobu, seorang cendekiawan abad ke-19, ingat
Sudah ada sistem yang setara. Pada milenium ketiga SM bangsa Akkadia mengadopsi
huruf paku Sumerian, walaupun tidak ada hubungan antara kedua bahasa tersebut.
Kehidupan Muda yang Berubah
seperti apa keadaannya saat ia mulai:
Aku membencinya. Ayahku sendiri yang mengajariku membaca
dan ketika mendengar panggilannya, "Tunjukkan padaku
Greater Learning-mu", aku akan terbirit-birit lari bersembunyi
di gudang atau menghabiskan seluruh hariku di markas
penjaga. Ketika aku dipaksa membawanya, kadang aku punya
pikiran bahwa bila aku menghafal teks dengan cepat, ini akan
selesai lebih cepat, dan aku berusaha sekuat tenagaku. Lalu
ayahku akan berkata, "Ya, kau sudah mempelajarinya dengan
sangat baik. Mari kita lanjutkan sedikit." Saat itu aku akan
menangis... dan ayah akan mengusirku seraya berkata bahwa
aku ini anak yang tak punya harapan.
Bagi Saigo muda, pendidikan melibatkan lebih banyak
hal dari sekadar buku-buku klasik China, karena sistem
Kagoshima memiliki ciri khasnya sendiri. Lebih dari
200 tahun sebelumnya, seluruh laki-laki dewasa pergi
melakukan invasi yang gagal ke Korea, meninggalkan
anak laki-laki mereka tidak terawasi, sehingga dinas
kota membangun sistem di mana anak laki-laki yang
lebih tua harus mengawasi anak-anak yang lebih muda.
Delapan belas wilayah, disebut goju, dibangun; masingmasing dengan sekolahnya sendiri, di mana anak-anak
yang lebih tua mengajar dan kerapkali menteror juniorjunior mereka. Jam belajar sekolah adalah pukul enam
pagi sampai enam sore, dan dua belas jam yang lain
dihabiskan dengan jam malam di rumah. Rezimnya saat
itu ketat dan sangat kompetitif. Pendidikan goju
menekankan kehormatan, keberanian, kejujuran,
solidaritas, dan kebanggaan terhadap sekolah sendiri
sebagai yang terbaik. Hal ini terdengar seperti sistem
sekolah Inggris sejak masa Dr. Arnold pada pertengahan
John Man abad ke-19 sampai, katakanlah, 1960, yang didasarkan
pada sastra klasik, olah raga, pengawasan, dan ritual
mempermalukan anak-anak yang lebih muda, pelatihan
militer, seragam, homoseksualitas, dan hukuman fisik.
Ini adalah sistem yang dirancang untuk meruntuhkan
kemudian membangun kembali, menyuntikkan sikap
mandiri, daya tahan pengendalian diri, dan kesadaran
kuat tentang benar dan salah, tanpa bertanya terlalu
banyak tentang ini-itu dan mengapa. Perbandingan ini
hanya berjalan sampai pada sebuah titik, seperti yang
akan Anda lihat, karena sistem goju mempersiapkan
anak laki-laki untuk menghadapi sebuah dunia di mana
kematian karena kekerasan lebih dekat pada mereka
dibanding di lapangan bermain di Eton.
Setelah kelas pagi, ada latihan fisik dan olah raga,
yang seringkali membuat sebagian anak yang tidak
beruntung menjadi sasaran hinaan seluruh kelas. ("Ayolah,
tenangkan dirimu. Ini hanya sedikit main-main.") Pada
tengah hari anak-anak yang lebih muda diajari tentang
"sejarah" lokal, dalam bentuk ode dan epik yang memuja
pelbagai prestasi para tuan Kyushu, keluarga Shimazu,
ke belakang hingga asal-usul mereka di abad ke-12, dan
menampilkan Kyushu lebih sebagai bangsa mandiri
ketimbang sebagai bagian dari Jepang ("Ingat, anakanak, ini adalah sekolah terbaik di seluruh negeri dan
ini adalah masa paling bahagia dalam hidupmu.")
Pada sore hari tibalah giliran latihan seni bela diri,
yang kadang berarti pergi ke sekolah bela diri, di mana
anak-anak lelaki dapat menyaksikan para lelaki dewasa
melatih panahan mereka dengan memanah anjing (Saya
mendengar beberapa rujukan mengenai memanah anjing
sebagai bagian dari latihan bela diri, tapi tidak menemukan
rincian lebih lanjut). Keterampilan utamanya adalah
Kehidupan Muda yang Berubah
keahlian berpedang, dalam gaya sangat agresif yang
dikenal dengan Jigen-ryu. Kebanyakan sekolah menggunakan bilah bambu, tetapi para petarung Jigen-ryu
menggunakan pedang sesungguhnya yang dibungkus
kain atau bambu untuk melatih keterampilan khas
mereka, yang menekankan keharusan untuk membunuh
dengan sekali tebasan. Pada masa Saigo, pengalaman samurai muda yang
paling dekat dari merasakan baja yang menusuk daging
melibatkan praktik haus darah yang dijelaskan oleh
Katsu Kokichi, seorang samurai muda serba kekurangan
yang berjuang mempertahankan hidup di Kyoto pada
masa kelahiran Saigo. Anak-anak lelaki akan berkumpul
di penjara setempat untuk menyaksikan sebuah eksekusi.
Ketika kepala sang terhukum jatuh terpenggal, mereka
berdesakan maju memperebutkan kepala dan jasadnya,
dan berlomba menggigit sebuah anggota tubuh. Yang
pertama menunjukkan telinga atau jari yang berhasil
digigit diizinkan untuk melakukan latihan pertama
menebaskan pedang ke mayat tersebut. Pada titik inilah
perbandingan antara goju dan sekolah umum runtuh.
Pelatih rugby di sekolah saya sangat setuju dengan
menghabisi lawan, tapi ia tidak pernah menyarankan
menggigit mereka. Mereka masih menganggap serius pertarungan Jigenryu. Orang yang bertanggung jawab atas Jigen-ryu untuk
Dewan Pendidikan di Kagoshima adalah Mr Ebera,
seseorang yang berbicara dengan cepat dan intens yang
dengan senang hati menjelaskan bahwa Jigen-ryu
melibatkan dua teknik, keduanya ditujukan untuk
membunuh dengan sekali tebas. Yang pertama adalah
ketika Anda menghunus pedang, disertai tebasan cepat
ke atas menggunakan satu tangan. Kemudian, kalau itu
John Man gagal, Anda menggenggam pedang dengan dua tangan,
mengangkatnya tinggi-tinggi, dan lakukan tebasan ke
bawah dengan dua tangan yang akan memotong musuh
Anda secara diagonal dari leher ke tulang rusuk. Ia
memeragakan cara ini di kantornya, dengan tangannya
sebagai pedang. Ada sesuatu mengenai Jigen-ryu yang tidak bisa saya
anggap serius. Untuk satu hal, ia kedengarannya seperti
dua buah tebasan. Dan apa yang terjadi bila Anda tidak
berhasil membunuh dengan kedua tebasan itu" Dan
bagaimana, di dunia masa sekarang ini, Anda berlatih"
Lagi pula, apa hubungan semua itu dengan kematian"
"Kapan terakhir kali seseorang benar-benar terbunuh?"
"Oh, itu... sekitar awal masa Meiji," yang bagi saya
terdengar seperti seabad yang lalu.
"Jadi... apakah mereka saling bertarung?"
"Tidak, tidak seperti Kendo ["Jalan Pedang", masih
dianggap sebagai latihan bagi adu pedang yang
sesungguhnya], ini hanya latihan."
"Dan tujuannya?"
"Untuk mengembangkan kekuatan fisik dan mental.
Dan kesabaran. Ini adalah persiapan bagi kehidupan."
"Apakah anak-anak memiliki pedangnya sendiri."
"Oh, tidak. Tidak seorang pun menggunakan pedang
sesungguhnya sejak awal Meiji. Ini hanyalah sepotong
kayu. Tetapi adalah bagian dari latihan ini mereka harus
pergi ke pegunungan untuk memotong kayu mereka


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri." Bagaimana mungkin Anda berlatih tanpa bertarung"
Pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan lain, katanya,
dapat dijawab bila saya melihat anak-anak berlatih pada
Kehidupan Muda yang Berubah
Minggu pagi berikutnya. Jadi, pembimbing saya, Michiko,
dan saya berada di lapangan batu vulkanik berwarna
hitam di dekat pemakaman yang dipersembahkan bagi
samurai yang mati bersama Saigo. Ini adalah tempat
yang menyenangkan, menghadap ke teluk, dengan gunung
api Sakurajima tengah mengenakan topi awan. Sekumpulan
anak lelaki bertelanjang kaki, mulai usia tujuh ke atas,
menyebar di bawah pengawasan dua orang guru, semuanya
dalam celana hitam menjuntai dan kemeja putih longgar.
Di satu sisi lapangan ada empat penopang seperti kudakuda, setiap pasang kuda-kuda dipasangi seikat rotan,
dan di sisi yang lain sejumlah bilah tergelar pada matras.
Pemanasan selesai, semua anak memegang bilah mereka
dengan dua tangan dan bergiliran menyerang tumpukan
rotan dengan sangat bernafsu, satu kaki di depan dengan
lutut tertekuk, masing-masing memberikan 20 atau 30
hantaman pada ikatan yang elastis sambil mengeluarkan
teriakan panjang yang mengerikan "a-a-a-ahh!" Ini sama
sekali tidak pas dengan citra seorang prajurit samurai
yang sedingin es yang membunuh dengan satu kali
tebasan. Yang paling pas adalah imajinasi saya yang
sangat terbaratkan mengenai bentuk ekstrem terapi
kemarahan. Apa tujuannya" Aku bertanya pada Mr Higashi,
instruktur senior"bukan sang Guru, ia buru-buru
mengatakan, karena sang Guru sedang pergi melakukan
tur dengan para murid di Amerika Serikat.
"Kami mencoba mendidik para pemuda sehingga
mereka bisa bertanggung jawab atas masa depan Jepang."
Saya tak melihat bagaimana memukul ikatan rotan
dengan pedang pura-pura akan membantu, tetapi jelas,
melihat energi dan komitmen anak-anak ini, itu meupakan
John Man masalah saya. Sudah pasti tujuan ini akan mendapat
simpati Saigo. Sebagaimana terjadi, ambisi Saigo untuk menjadi
seorang ahli pedang musnah, agak mendadak, pada usia
12 tahun.6 Suatu hari, saat menuju sekolah, jalannya
bersimpangan dengan jalan seorang anak lelaki dari goju
lain. Saigo sudah diperhatikan karena ukuran tubuhnya,
yang membuatnya jadi sasaran tantangan. Keduanya
berkelahi, yang berakhir dengan berhasilnya Saigo
menjatuhkan lawan ke dalam selokan. Sore itu, saat
Saigo kembali, anak lelaki itu menunggu bersama beberapa
temannya, dan membawa pedang. Pedang itu bersarung,
tentu saja, dan tujuan anak itu adalah untuk melakukan
pembalasan, bukan membunuh. Tebasan pedangnya,
dalam gaya Jigen-ryu, dengan dua tangan, dari atas
kepala, mengenai Saigo dengan keras di bagian bawah
lengan kanannya. Sarungnya hancur, dan mata pedangnya
menghasilkan luka yang dalam, memotongnya hingga
tulang. Di rumah, sambil diperban ibunya, Saigo menangis,
dan merasa dipermalukan oleh kelemahannya sendiri.
Laki-laki harus kuat dan tidak cengeng! Namun peristiwa
ini membawa berkahnya sendiri. Dalam jangka pendek,
ini memberinya "gelar jalanan" yang hebat, dan anakanak lain diberi tahu oleh orangtua mereka: "Jadilah
laki-laki sejati, seperti Saigo!" Untuk jangka panjang,
luka itu, yang tidak pernah benar-benar sembuh dan
memberinya tangan dengan bekas luka selama sisa
hidupnya, mengalihkannya dari olah raga ke pendidikan,
terutama ketika ia melanjutkan dari goju ke sekolah
yang lebih tinggi, akademi wilayah, di mana ia bergabung
dengan beberapa ratus siswa terbaik dan paling cerdas
Rincian ini dari Mr Fukuda, direktur Museum Restorasi Meiji.
Kehidupan Muda yang Berubah
di Kyushu. Di sinilah usaha sebelumnya dalam mengkaji karya
klasik China mulai membuahkan hasil. Bagi mereka
yang sampai sejauh ini, kurikulumnya inspiratif sekaligus
konservatif. Banyak cendikiawan tidak senang dengan
Zhu Xi sebagai guru tunggal Konfusianisme. Mereka
beralih ke filsuf abad ke-16 awal bernama Wang Yangming,
pendiri mazhab Neo-Konfusianisme, yang mengajarkan
bahwa orang tidaklah perlu belajar membedakan yang
baik dan yang jahat karena pengetahuan tentang itu
merupakan bawaan. Dalam ungkapan Wang, "Cahaya
kearifan dimiliki oleh setiap orang." Intuisi adalah hal
yang mendasar, belajar dipandang kurang penting
dibanding pencerahan individual. Wang memiliki cukup
banyak pengikut di Jepang, dikenal sebagai mazhab
Oyomei, seperti inilah namanya ditransliterasi ke dalam
bahasa Jepang. Metafisikanya benar-benar sulit dimengerti
dan teoretis, tapi memiliki konsekuensi praktis, karena
Wang menegaskan bahwa pencerahan mendapat makna
hanya melalui tindakan. Penekanan pada individu (bukan
pada guru) dan tindakan ini memiliki implikasi
revolusioner, menginspirasi sejumlah letupan kekerasan
yang meresahkan pihak penguasa, yang mencoba untuk
melarang ajaran Oyomei tanpa banyak hasil.
Saigo bukanlah seorang revolusioner, dan kelak akan
berusaha menggabungkan filsafat Zhu Xi dan Wang
Yangming dengan mengubah setiap tindakan menjadi
ekspresi kebajikan. Ia sampai pada keyakinan bahwa hal
ini adalah cara untuk menjadi seorang bijak dan berdamai
dengan kematian. Anda tahu apa yang benar bila Anda
jujur pada diri sendiri dan dapat melepaskan sikap mementingkan diri sendiri.
JEPANG ERA SAIGO John Man Anak inilah asal-usul Saigo sebagai laki-laki: dari
pendidikannya bersemi keyakinan yang mendasari tiga
aspek penting dalam karakternya"ketulusannya yang
penuh semangat, keteguhan untuk mengikuti kata hatinya,
dan sikap abainya pada keselamatan hidupnya sendiri.
Seperti ditulisnya dalam sebuah syair di masa belakangan:
Semua hal yang dihindari laki-laki biasa
Tak ditakuti oleh sang pahlawan, tapi ia genggam penuh
penghargaan Saat dihadang kesulitan, tak pernah ia lari;
Saat dihadapkan pada kemegahan duniawi, tak pernah ia
mengejar. Anak-anak cerdas yang berhasil menyelesaikan jenjang
sekolah lanjutan menjadi kuat karena telah menguasai
disiplin yang sangat rumit. Saigo dan teman-teman
sekolahnya pastilah setuju dengan Kaibara: "Tidak ada
kesenangan di dunia ini yang sebanding dengan membaca.
Kita serasa bisa berbincang langsung dengan para Guru
Bijak." Bagi mereka yang lulus dengan sukses dari masa
pendidikan, agenda samurai akan memberikan banyak
keuntungan. Tidak ada muatan religius, karena pendidikan
di sini bersifat sekular, tanpa ada kontrol dari pendeta.
Hal ini membuat para sarjana memiliki perasaan optimistis
bahwa dunia adalah tempat yang tertata, diatur oleh
hukum yang dapat dimengerti dan menyuntikkan kesadaran akan kebudayaan di luar Jepang. Di atas segalanya,
seperti kebanyakan pendidikan gaya lama di sekolah
negeri Inggris, ia memberikan perasaan identitas yang
kuat kepada mereka yang mampu menyerapnya.
Secara keseluruhan, pendidikan goju dan sekolahsekolah wilayah menghasilkan para pemimpin ternama.
Kehidupan Muda yang Berubah
Salah satunya adalah teman masa kanak-kanak Saigo,
Okubo Toshimichi, salah satu arsitek utama Jepang
modern, yang tetap dekat dengan Saigo sebagai kawan
dan lawan. Kita akan tahu banyak tentangnya nanti.
Patung dirinya, mengenakan mantel bergaya pria Victoria
yang melambai tertiup angin, berdiri dekat tempat
kelahiran Saigo, dan sebuah plakat yang menirukan
sentimen pada plakat di patung Saigo: laki-laki ini adalah
teladan bagi orang muda masa kini. Ia dan Saigo biasa
melakukan meditasi bersama seorang biksu bernama
Musan, kepala kuil keluarga Shimazu. Tempat pertemuan
mereka itu kini menjadi sebuah situs wisata (tentu saja),
ditandai dengan Batu Meditasi tempat mereka dahulu
duduk, sebuah pengingat bahwa Saigo, bahkan ketika
masih menjadi siswa, berusaha menyeimbangkan
temperamennya yang berapi-api dengan Zen. Walaupun
tampaknya hal itu tidak membuat banyak perbedaan.
Satsuma, termasuk empat provinsi teratas Jepang dalam
hal populasi, ukuran, dan panen padi, selalu merasa
dirinya istimewa. Terpisah dari sisi utara oleh pegunungan,
pada masa Saigo daerah itu telah mandiri di bawah
kekuasaan keluarga Shimazu selama 700 tahun, yang
menjadikan mereka keluarga penguasa tertua Jepang.
Pada tahun-tahun menjelang 1600 mereka menentang
shogun Tokugawa dan kalah, tetapi masih cukup kuat
untuk mempertahankan kemandirian mereka secara lokal
sebagai imbalan bagi pengakuan atas supremasi shogun
secara nasional. Aspek lain dari keunikan Satsuma adalah kastil
Kagoshima abad ke-17 yang agak kurang mengesankan.
Sekilas, dinding batu dan struktur sederhananya"tanpa
John Man ada benteng yang rumit dan menara tinggi seperti pada
lazimnya kastil-kastil daerah"mengungkapkan bahwa
Shimazu begitu aman sehingga mereka tidak memerlukan
pertahanan. Sebenarnya, Tsurumaru, jantung politik dan
administrasi provinsi ini, mempercayakan perlindungannya
pada lingkaran beberapa kastil lebih kecil yang secara
teknis tidak sah"bukannya shogun bakal mempermasalahkan hal itu. "Rakyatlah yang menjadi benteng,"
ujar keluarga Shimazu. Kota ini memiliki ciri unik lain.
Dari penduduknya yang berjumlah 70.000, sekitar 50.000
di antaranya adalah samurai dan keluarganya, proporsi
yang jauh lebih tinggi dibanding wilayah mana pun;
mereka yang kaya hidup senang dalam kompleks
berdinding batu di sepanjang jalan raya utama di depan
kastil, yang lebih miskin berdesakan dalam rumah jerami
seperti milik Saigo di kawasan ke arah laut. Rakyat
Satsuma bangga, sedikit terbebani dengan kaum samurai
mereka, dan agak angkuh. Selain itu, provinsi ini memiliki perasaan, karena ia
menghadap ke selatan, dirinya adalah pintu gerbang
Jepang ke dunia luar, dan sebaliknya. Pada 1540-an
orang-orang Portugis yang membawa senapan mendekat
ke arah utara dari Okinawa, melintasi kepulauan Ryukyu
seolah pulau-pulau itu adalah batu loncatan untuk
menyeberangi sungai. Dalam perjalanan, sebagian dari
mereka merampas kapal China, yang kemudian hancur
terhantam badai di pantai Satsuma. Penduduk setempat
menyelamatkan mereka, dan sebagai ungkapan terima
kasih para petualang ini memberi mereka beberapa
pucuk senapan. Saat itulah orang Jepang pertama kali
berjumpa orang Eropa dan senjatanya.
Enam tahun kemudian, misionaris Eropa pertama, St
Fransiskus Xaverius, dari kawasan Basque, Spanyol,
Kehidupan Muda yang Berubah
mendarat di pantai Satsuma, dibawa oleh orang setempat
yang telah menjadi muridnya di Malaysia. Demikianlah
ia pertama kali berkhotbah di Kagoshima, dengan cukup
berhasil. Belakangan, tanah tempat ia menyemai benih
itu menjadi berbatu. Shogun tidak menyukai gagasan
mengenai apa yang mungkin menyusul setelah konversi
massal ke Kristen. Penindasan kemudian terjadi"26
pengikut Fransiskus disalib di Nagasaki, di antara pelbagai
kekejaman lain. Gereja Kristen Kagoshima, dibangun
kembali setelah diboma pada Perang Dunia Kedua,
memiliki sangat sedikit pengikut belakangan ini"
pengingat yang menyedihkan tentang harapan Fransiskus
yang tak terpenuhi. Ia dihormati di Kagoshima bukan
sebagai seorang misionaris, melainkan sebagai orang
asing yang menyelusuri kepulauan ke arah utara mengikuti
jejak para pedagang Portugis.
Orang-orang China juga ada di sana. Mereka menganggap kepulauan Ryukyu sebagai milik mereka, tanpa
pernah menekankan hal tersebut. Bahkan setelah Satsuma
mengambil alih tempat itu pada 1609, orang-orang
China terus meyakini bahwa diri mereka adalah bangsa
China, terutama karena raja setempat di Okinawa
memerintahkan semua orang Jepang untuk bersembunyi
kapan pun pejabat resmi dari China datang, sementara
pada saat yang bersamaan mengirim sejumlah duta ke
Kagoshima. Bergantung pada sudut pandang Anda,
kepulauan Ryukyu adalah bawahan shogun, bawahan
China, sebuah kerajaan mandiri, atau bawahan Satsuma;
ia sendiri bertindak mandiri jika sedang ingin begitu.
Tak ada seorang shogun yang bisa berharap dianggap
serius 1.700 kilometer dari rumahnya di Kamakura, di
hadapan nama besar yang sudah begitu lama terbangun
dan kebanggaan yang berjiwa bebas.
John Man Masih ada sejumlah tanda kekuasaan dan kebanggaan
Shimazu di Kagoshima sekarang ini. Tuan ke-32"
berdasarkan tradisi, mereka selalu memberi nomor pada
generasinya"adalah presiden perusahaan keluarga, yang
berfokus pada pariwisata. Di antara banyak hal, perusahaan
ini mengelola apa yang dulu merupakan vila dan tanah
milik mereka, Sengan"en, dengan taman yang sampai
saat ini masih tertata indah seperti ketika pertama kali
dibuat oleh tuan kesembilan belas, Mitsuhisa, pada 1658.
Ke arah utara terdapat sebuah gunung terjal yang tertutup
pepohonan cemara lima jarum (karena di sini adalah
batas paling utara bagi tumbuhan tropis ini), dengan
rumpun bambu yang dibawa dari China pada pertengahan
abad ke-18, dan permukaan batu karang 11 meter yang
memperlihatkan tiga tanda kanji yang besar sekali, satu
di atas yang lain"Sen Jin Gan ("batu terjal 1.000 depa").
Arus mengalir dalam lengkungan-lengkungan halus
melalui lereng berumput. Di sini, pada pesta-pesta kebun
musim panas di abad ke-18, para laki-laki menciptakan


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baris-baris syair, yang mereka apungkan di arus untuk
dilengkapi oleh penyair lain, keterampilan sastra mereka
yang apik ini dihargai dengan sake yang ditawarkan
oleh para perempuan sehalus porselen berbalut kimono
(sebenarnya, bagian taman ini kemudian tertutupi
longsoran tanah, tapi kini sudah dibangun kembali, dan
masyarakat setempat mengadakan lagi pesta kebun setiap
tahunnya). Ke arah selatan taman itu, dahulu dan sampai
sekarang, dibatasi oleh pagar tanaman yang dipangkas
dalam bentuk yang mirip gelombang, perlambang
gelombang teluk Kinko yang berada di baliknya, semuanya
tertata dengan latar belakang yang dibentuk oleh kerucut
berasap Sakurajima yang halus dan terpenggal. Rumah
musim panas yang sudah diperbaiki, seluruh sisinya
Kehidupan Muda yang Berubah
terbuka menghadap terpaan angin sejuk, mengingatkan
kembali pada bentuk aslinya, sebuah hadiah dari penduduk
kepulauan Ryukyu sebagai tempat untuk menerima para
duta mereka. Pada lereng gunung yang lebih rendah ada
juga pengingat akan usaha penaklukan Shimazu terhadap
Korea pada 1690-an"sebuah tempat peribadatan bagi
tujuh ekor kucing yang dibawa kembali oleh daimyo
dan menjelma menjadi dewa kucing. Kini Anda dapat
membeli doa siap-pakai untuk memberi keberuntungan
dan umur panjang bagi kucing Anda.
Bagi kebudayaan Jepang, China adalah teladan, sumber,
asal-usul. Jadi apa pun yang terjadi di China pada 18402"bencana yang dikenal sebagai Perang Opium Pertama"
hampir seluruhnya merupakan pukulan bagi Jepang
seperti halnya bagi China. Hal itu sudah barang tentu
membuktikan apa yang ditakuti oleh begitu banyak
pihak di Jepang: bahwa orang asing, terutama bangsa
Eropa, adalah pembawa bencana, dan bahwa Jepang
lebih baik bersiap untuk mengusir mereka.
Bangsa Eropa"Prancis, Amerika, Portugis, Belanda,
dan Inggris"telah berdagang dengan China selama 300
tahun, melalui pantai kecil di mana mereka hanya
memberikan dampak kecil pada daratan utama dan
tambahan yang disambut baik bagi peti simpanan kerajaan.
Bagi bangsa Inggris, perdagangan sudah berkembang
sepanjang abad ke-18, seluruhnya di tangan East India
Company, yang menguasai India dan banyak tempat
jauh ke timur sampai pertengahan abad ke-19. Inggris
Raya mengimpor teh dalam jumlah yang mencengangkan:
lebih dari 4.000 ton per tahun pada 1800, angka yang
akan berlipat empat sepanjang abad berikutnya. Walaupun
John Man dimiliki swasta, East India Company adalah tangan
kanan pemerintah, dan pajak untuk teh"menyumbang
10 persen pada pendapatan pemerintah"adalah
komponen yang penting bagi ekonomi Inggris. Dan itu
hanya jumlah resminya. Para pengelana swasta juga
berbisnis, membeli di China, mengimpor ke Belanda,
dan menyelundupkan ke Inggris. Untuk membeli teh,
para pedagang menggunakan perak, yang menguras peti
simpanan perusahaan. Mereka tidak memiliki apa-apa
lagi yang diinginkan bangsa China"sampai 1773, ketika
East India Company mengendalikan budi daya opium di
Bengali, dan memonopoli perdagangan opium.
Permintaan opium meningkat, dan begitu juga usaha
China untuk menekan kebiasaan merusak ini. Perdagangan
lewat jalur lepas pantai"berbasis di Singapura, yang
dikuasai oleh Inggris pada 1819"dan jalur gelap. Pada
1836 perdagangan opium merupakan "komoditi
perdagangan tunggal yang paling bernilai di dunia pada
abad ke-19.7 Di pelabuhan masuk utama, Guangzhou,
para pedagang membayar uang perlindungan pada East
India Company, yang digunakan perusahaan untuk
membeli teh. Tidak seorang pun perlu membayar dengan
perak lagi dan pemerintah Eropa menarik napas lega.
Tetapi di China, menipisnya perak menyebabkan
penurunan ekonomi. Pemerintah China memperdebatkan
cara terbaik untuk mengontrol perdagangan yang merusak
ini. Dalam keadaan yang semakin kacau ini, pemerintah
Inggris bergerak untuk memaksakan kontrolnya sendiri,
mengirim seorang komisioner, Lord Napier, untuk
berbicara dengan para pejabat tinggi China tertinggi.
Fairbank, Cambridge History of China, Vol. 10.
Kehidupan Muda yang Berubah
Mereka menolak berurusan dengannya. Lord Napier
menolak untuk pergi, mengirim permintaan bantuan
berupa bala tentara dari India dan mundur ke pemukiman
Portugis di Macao, tempat ia meninggal karena disentri.
London menjerit menuntut ganti rugi; Beijing bersorak
dan menjadi semakin tegas dibanding sebelumnya untuk
menghentikan aliran opium.
Seorang pejabat tingkat atas dan cendikiawan, Lin
Zexu, datang ke Guangzhou sebagai komisioner,
menggulung para pedagang dan menuntut penyerahan
seluruh opium yang ada. Pengawas Inggris yang baru,
Captain Charles Elliot, mundur, dan menyerahkan lebih
dari 20.000 kotak opium, sekitar 1.000 ton, yang
dimusnahkan dalam tungku pembakaran kapur. Lin
kemudian menulis surat pada Ratu Victoria, mengkhotbahinya tentang bahaya opium. Walaupun Ratu
pasti tidak mengetahui kenyataan ini, ia harus tahu
bahwa "sebuah barang beracun dibuat oleh sekelompok
orang jahat yang berada di bawah kekuasaan Anda...
Gema dari Istana Surgawi kami bisa kapan saja mengendalikan nasib [para pedagang opium], tapi dengan
kasih dan kedermawanannya ia memberikan peringatan
sebelum menghukum... Sekarang saya memastikan bahwa
kami sungguh-sungguh bermaksud memotong obat
berbahaya ini selamanya." Ini adalah teguran yang keras,
tentu saja dalam bahasa China, efeknya diperburuk oleh
ketidakmampuan Inggris untuk memahami bahasa, nada,
atau konteksnya. Lin menuntut kesepakatan oleh British untuk tidak
akan pernah lagi membawa opium. Pihak Inggris menolak,
dan perselisihan pun meningkat. Lin menekan Portugis
untuk mengusir Inggris dari Macao, yang memang
mereka lakukan. Elliot membawa Inggris yang tidak lagi
John Man punya akar menyeberangi sungai Pearl ke daratan berbatu
bernama Hong Kong, tempat mereka membangun basis
baru. Sejumlah perbekalan diperintahkan, dan pasukan
diminta. Pada awal 1840 sejumlah besar pasukan
meninggalkan India, mendekati sungai yang mengarah
ke Beijing dan mengantar sebuah surat dari perdana
menteri, Lord Palmerston, menuntut ganti rugi terhadap
korban luka dan penghinaan. Ketika Lin diberhentikan
dengan tidak hormat karena membiarkan berbagai
peristiwa mengakibatkan keterpurukan seperti itu,
penerusnya menegosiasikan kesepakatan yang sekaligus
ditolak oleh kedua pemerintahan"oleh China karena
terlalu keras, oleh Inggris karena terlalu lunak.
Pasukan Inggris, termasuk sebuah kapal kincir-uap
berlapis baja, melakukan serangan. Dalam beberapa hari,
meriam-meriam Inggris menenggelamkan 71 perahu
China dan memporak-porandakan kota pelabuhan
Guangzhou. Di daratan, sebuah konflik kecil memicu
bertambahnya jumlah tentara liar China, sama marahnya
pada pemerintah mereka sendiri dan pada orang-orang
asing: sebuah tanda bahwa China tengah dipenuhi
perasaan tidak puas yang akhirnya akan meledak dalam
pemberontakan. Semakin banyak kapal Inggris berlabuh
dengan lebih banyak pasukan dan permintaan. Kapalkapal maju ke Yangzi, menyerbu dan mengarah ke
Shanghai dan menguasai sebuah kota penting di Kanal
Besar. Kaisar tak punya pilihan lain kecuali menyerah.
Dengan Perjanjian Nanjing, Inggris memperoleh 21 juta
dolar dalam bentuk perak sebagai kompensasi, Hong
Kong sebagai koloni, dan hak untuk berdagang pada
lima pelabuhan yang disepakati. Opium tetap ilegal,
tetapi perdagangan gelap tetap berlangsung. Untuk
Kehidupan Muda yang Berubah
menyeimbangkan "kesepakatan tak setara" ini pemerintah
China menandatangani beberapa lagi kesepakatan serupa,
efeknya membuka China untuk para pedagang asing
dan misionaris. Empat belas tahun kemudian, Perang
Opium Kedua akan memeras lebih banyak lagi konsesi
dari pemerintahan dinasti Qing yang sepenuhnya
kehilangan kehormatan. Bangsa asing kelihatannya bebas
melumat sebuah bangsa dan kebudayaan yang hanya
beberapa dekade sebelumnya tampak tak tertaklukan.
Ketika berusia enam belas tahun Saigo meninggalkan
sekolah, dan selama sepuluh tahun berikutnya kita tak
banyak mendengar kabar tentangnya. Ia mendapatkan
pekerjaan sebagai juru tulis rendahan, yang untuk pertama
kali membawanya berkenalan dengan kenyataan hidup
di daerah pedalaman. Satsuma memiliki lebih banyak keluarga samurai"
sekitar 40 persen dari 650.000 warganya"dibanding
kebanyakan daerah lain, yang berarti para petaninya
harus menyediakan cukup beras untuk memberi makan
200.000 mulut tambahan. Para petaninya dibebani pajak
berlebih, samurainya dibayar di bawah standar dan juga
kekurangan makanan. Pada usia 22, Saigo melihat
pelbagai akibatnya. Cuaca buruk mengurangi hasil panen,
tapi pemerintah tidak mengizinkan pembebasan pajak.
Direktur pajak mengundurkan diri dengan penuh rasa
jijik, sebuah sikap moral yang tampaknya begitu mengesankan Saigo, yang akan selalu dituntun oleh moralitas
ketimbang oleh kepraktisan. Kesulitan yang ia saksikan
memberinya kekaguman seumur hidup terhadap
kesederhanaan dan ketabahan samurai pedesaan. Ia
menikah, karena tekanan keluarga, tapi tak lama kemudian
John Man bercerai, kelihatannya tanpa keributan. Dan ketika kedua
orangtuanya meninggal dunia secara beruntun pada
1852 ia menjadi kepala keluarga, berusia 25, menjaga
enam orang adiknya, terutama bersandar pada upah
beras menyedihkan yang diwarisi dari ayahnya. Mereka
terus hidup miskin, dan akan begitu terus. Tampaknya
ia siap sepenuhnya untuk hidup miskin, kerja keras, dan
sama sekali tak terkenal.
Namun hidupnya akan segera berubah. Laki-laki yang
akan melakukan perubahan pada Saigo dan Satsuma
adalah daimyo Satsuma, Nariakira, yang empat tahun
sebelumnya telah menghadapi keadaan yang mengagetkan
dan mengerikan. Sebelumnya, segalanya tampak sudah berjalan sempurna
bagi Nariakira. Ia sudah ditunjuk menjadi pewaris
ayahnya pada usia tiga tahun, dan kemudian menjadi
salah satu yang terbaik dan terpandai: berbakat, pandai
membaca baik dalam bahasa Inggris maupun China,
pemanah, penunggang kuda, dan pemain pedang yang
hebat, dan secara keseluruhan merupakan hasil yang
baik dari sistem keshogunan. Memang, ia berutang
banyak pada kediaman ayahnya di Edo, ibu kota shogun,
tempat para daimyo menghabiskan sebagian besar waktu
mereka, ketimbang kastil di Satsuma. Seperti kebanyakan
teman sebayanya dari bagian-bagian lain negeri itu, ia
tidak pernah melihat daerahnya sendiri ketika tumbuh
besar, mengunjungi Kagoshima untuk pertama kalinya
hanya ketika sudah di pertengahan dua puluhan. Jadi
ketika berada di Edo inilah ia menjadi salah seorang dari
minoritas yang mampu memperturutkan kekaguman
pada budaya barat. Minatnya yang tak biasa ini ia dapatkan dari kakek
Kehidupan Muda yang Berubah
buyutnya, seorang kolektor peralatan musik dan sains
Belanda, yang memperkenalkannya pada seorang ilmuwan
Jerman, Philipp von Siebold, anggota terkemuka koloni
Belanda yang berada di basis mereka di sebuah pulai
kecil Dejima, di dekat Nagasaki. Von Siebold, anggota
sebuah keluarga ilmuwan yang cemerlang, adalah seorang
dokter, yang membuatnya mendapat dukungan warga
Jepang. Namun ia lebih dari itu: ia adalah seseorang
yang berpengetahuan luas yang melatih para peneliti
Jepang dan mengumpulkan sejumlah informasi yang
sangat lengkap tentang bunga, hewan, masyarakat,
bahasa, dan kesusastraan Jepang, menulis berjilid-jilid
tulisan yang masih dianggap sebagai sumber rujukan
utama. Tak heran ia merupakan inspirasi bagi Nariakira
ketika mereka bertemu pada 1826, saat sang pangeran
baru berusia tujuh belas. (Semangat legendaris Von
Siebold lari bersamanya tak lama berselang ketika ia
memperoleh sebuah peta berbahasa Jepang dan dijebloskan
ke penjara, kemudian dibuang ke luar dari Jepang. Ia
kembali 20 tahun kemudian, disambut oleh kaisar dan
menjadi penghubung utama antara Jepang dan Eropa
selama tiga tahun.) Nariakira, pewaris yang cemerlang dan berpikiran
terbuka, memiliki banyak musuh. Salah satunya adalah
perempuan simpanan ayahnya, yang bertekad agar
anaknya, saudara tiri Nariakira, yang menjadi ahli waris.
Yang lain adalah menteri senior, Zusho Hirosato, yang
sudah meningkatkan keuangan Satsuma dan mencurigai
ketertarikan Nariakira pada hal-hal dan orang-orang
asing. Ia membantu ambisi sang gundik dan saudara tiri.
Dalam atmosfir rumah yang panas di Edo, persaingan
dan ketidakpercayaan berubah menjadi permusuhan,
terutama karena lima orang anak Nariakira"semua ahli
John Man warisnya"meninggal dunia. Ia mencurigai adanya sihir.
Seorang pembantunya melaporkan adanya mantera.
Nariakira membalas dengan membocorkan rahasia tentang
perdagangan ilegal melalui kepulauan Ryukyu untuk
menjatuhkan menteri dan ayahnya. Zusho tiba-tiba
meninggal, sangat mungkin karena melakukan seppuku
(bunuh diri ritual dengan cara "merobek perut", yang
akan dibicarakan lagi pada bab berikutnya) atau meminum


Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

racun untuk melindungi tuannya. Ayahnya, Narioki,
mencoba mencegah dugaan kudeta dengan menuduh
para pendukung anaknya telah melakukan pengkhianatan.
Enam orang melakukan seppuku hari itu juga. Dalam
kemarahan karena mereka berhasil lolos dari hukuman,
Narioki memerintahkan dua jenazah dipajang di salib
dan yang ketiga dipotong dengan gergaji. Menurut kisah
yang tidak terdokumentasi, salah seorang korbannya
adalah teman ayah Saigo, yang menyaksikan seppuku itu
dan membawa pulang bajunya yang ternoda darah. Ini
menguatkan simpati Saigo terhadap Nariakira. Selama
delapan belas bulan berikutnya, lima puluh orang dipecat,
delapan orang lagi melakukan seppuku, tujuh belas orang
diasingkan, dan dua puluh orang lagi dijebloskan ke
dalam penjara, sebagiannya tewas.
Pembersihan ini ternyata tidak menguntungkan. Tuantuan yang lain, termasuk pejabat keshogunan senior,
berbalik menentang Narioki dan mendukung putranya.
Pada 1850, ia menerima yang tak terhindarkan, dan
pensiun. Nariakira menjadi tuan baru Satsuma.
Segera, ia bergerak untuk menyiapkan wilayahnya
yang terbelakang bagi pelbagai perubahan yang telah
dibayangkannya sejak kunjungannya ke Nagasaki di
masa kanak-kanak, dan dari rasa malu yang diderita
China pada Perang Opium Pertama (Museum Restorasi
Kehidupan Muda yang Berubah
Atas: Tuan Satsuma, Shimazu Nariakira, dalam foto daguerreotype
Above: Satsuma"s lord, Shimazu Nariakira, in a much-degraded
yang sudah sangat rusak. daguerreotype. Below: Nariakira"s industrial area, Shuseikan.
Sukma Pedang 8 Fear Street - Pesta Halloween Halloween Party Simbol Yang Hilang 6

Cari Blog Ini