Ceritasilat Novel Online

Bedded By Boss 2

Bedded By The Boss Karya Lynda Chance Bagian 2


merupakan hadiah bagi Robert.
Robert memiliki otak analitis, dan hal itu tidak mengecewakannya. Robert akan membiarkan Renee berpikir bahwa Renee memiliki kontrol atas situasi ini saat ini, jadi hal itu akan membuatnya menyerah pada Robert dengan lebih baik lagi, nantinya.
Renee mengamati Robert meninggalkan bar dan melangkah ke arahnya. Dalam beberapa detik, Robert sudah berada di hadapan Renee. Nafas Renee tersangkut di tenggorokannya ketika tangan Robert bergerak ke dagunya. Robert mengangkat wajah Renee dan matanya menjerat mata Renee. Pengaruhnya serasa sengatan listrik. Perut Renee menegang dan lututnya gemetar dengan lemas. Tidak pernah, tidak akan pernah, Renee bertemu dengan seseorang yang membuatnya merasa seperti ini. Bahkan mendekati perasaan seperti
ini pun belum pernah. Renee selalu berada dalam posisi memegang kendali. Selalu ada pria yang mengejarnya. Ia berganti dari satu hubungan romantis ke hubungan romantis lainnya, tidak pernah membiarkan seorang pria pun terlalu dekat dengannya.
Tidak pernah sejak pria yang dengan kejam menghamili dan meninggalkannya. Renee menegakkan tubuhnya.
Tangan Robert yang lain terangkat dan jemarinya menyisir rambut Renee dan memegang kepala Renee. Renee tidak bisa menekan getaran kecil ditubuhnya. ada tatapan menuduh di mata yang mengikatnya, dan Renee tak tahu mengapa. Renee ingin Robert pergi malam ini, jauh darinya, jadi Renee bisa berpikir. Jadi Renee bisa bernafas. Sikap dominan Robert membingungkan bagi kedamaian hati Renee. Stabilitas Renee terguncang.
Robert menjepit dagu Renee lebih keras lagi. "Sekali lagi, kau akan lolos. Tapi pahami aku ketika kubilang padamu hal itu tidak akan berlanjut terus. Kau akan menyerah dan hal itu tak akan lama
lagi." Robert merasakan efek provokatif mata Renee terhadapnya. Kelembutan tubuh Renee sangat dekat dengannya. Kemaluannya membengkak dan mendesak celananya. Tangan Robert mengencang tidak dengan sukarela pada Renee. Mata Renee melebar menatap Robert. Robert melihat penderitaan dalam mata Renee yang bulat membesar saat ia menatap mata itu dipenuhi air mata, setengah detik sebelum Renee menurunkan bulu mata dan menutup matanya.
Rasa posesif dan kemarahan menghantam perutnya. Ini jadi tak bisa ditoleransi lagi. Renee mulai membuatnya terpesona dan hal itu tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh dibiarkan. Robert perlu membersihkan Renee dari pikirannya, dan secepatnya.
Jalan terbaik untuk mengusir rangsangan itu adalah dengan menghilangkan dirinya sendiri keluar dari jangkauan Renee.
Robert melepaskan pegangannya pada Renee dan pergi.
Bab 7 Rabu pagi, Renee duduk di meja kerjanya dan mencoba berkonsentarasi pada pekerjaannya. Robert berada di luar kota bertemu dengan kontraktor baru yang disewanya, dan karena Mrs. Argenot mulai bekerja dengan waktu yang lebih pendek, ketenangan di kantor seharusnya membuatnya lebih mudah untuk berkonsentarasi. Itu adalah perjuangan yang ia coba untuk ia menangkan.
Ia tidak punya banyak pengalaman dengan plat maps (peta suatu kota, atau bagian/subdivisi yang menunjukkan lokasi dan batas-batas tanah milik pribadi), namun organisasi dan matematika dasar adalah nilai tambah baginya, dan angka-angka yang ia lihat tidaklah sesuai. Ia memperhatikan angka-angka itu untuk yang ketiga kalinya. Pasti ada suatu kesalahan.
Pada pukul sebelas, Robert masuk dan memberikan tatapan padanya sebelum mengunci dirinya sendiri di kantornya.
Renee berusaha menenangkan kegupannya sebelum ia menemui Robert. Renee mengumpulkan kertas-kertas dan berdiri. Ia menutup matanya dan menghitung hingga sepuluh, lalu berjalan ke pintu kantor Robert dan mengetuk pintunya.
Robert menggeram, Renee masuk.
Robet menatap Renee dan mata mereka bertabrakan dalam ketertarikan yang intens. Ya Tuhan, Robert benar. Renee tidak bisa terus bekerja di sini.
Renee buru-buru bicara. "Aku m-mau menunjukkan sesuatu padamu."
Ketika Robert tidak mengatakan apapun, atau memberi indikasi apapun terhadap apa yang dikatakannya, Renee meninggalkan ambang pintu dan menuju meja Robert. Dengan perlahan Renee berjalan memutar hingga ia berdiri di sebelah kursi tempat Robert duduk.
Robert menegang ketika Renee mendekat dan berharap trik penyihir apa yang Renee coba mainkan. Ia memperhatikan pakaian sederhana yang dipakai Renee dan mempertanyakan dari mana sumbernya.
Ketika Robert melihat apa yang diletakkan Renee dihadapannya, ia mencoba mengumpulkan kembali pikirannya. Robert mengalihkan lagi otaknya ke mode bisnis. Namun hal itu tidaklah mudah dengan adanya wangi Renee di hidungnya.
Renee mulai dengan minta maaf untuk kurangnya pengalaman di bidang itu. "Aku minta maaf. Aku masih baru soal hal ini. Aku t-tak tahu apa yang kutemukan. Tapi kupikir mungkin ini penting. Mungkin kau tidak paham ini. Mungkin kau tahu dan itu bukanlah apa-apa." Renee melantur. Ia berh
enti, menghirup nafas dalam dan menempatkan sebuah jari yang dimanikur di sebuah kolom. "ke-enam belas nomor akun sepertinya berurut secara sequensial." Jari Renee bergerak sedikit. "Nomor-nomornya identitas properti kebanyakan dalam urutan numerik. Tapi li-lihat ini"" Renee menunjuk dan mata tajam Robert mengikuti.
"Ketika nomor halaman dibalik, urutannya berubah." Renee meringkas permasalahan. "Kupikir properti itu ti-tidak berada di La Fourche Parish."
Robert terpana. Dari semua bukti yang ada, mungkin Renee benar. Robert tidak bisa menerima kesalahan yang hampir mereka buat. Yang hampir dia buat. Robert tidak menyadarinya. Mrs. Argenot tidak menyadarinya.
Tapi, Ya Tuhan, komisi penetapan wilayah akan mengetahuinya. Hal ini mungkin menyelamatkan dirinya dari 3 minggu larangan pemerintah dan sakit kepala. Robert melihat pada tempat dimana Renee telah melangkah menjauh dari mejanya dan membuat dirinya seperti patung.
Segi baru karakter Renee terbentang di hadapannya dan membenturnya. Sebuah pemahaman baru terhadap Renee yang sebelumnya tidak pernah dia pedulikan.
Robert membersihkan tenggorokannya. "Kerja bagus, Renee. Aku terkesan. Bagaimana kau menemukannya""
Renee sudah mulai bergerak ke pintu. "Aku tak tahu. Aku suka angka-angka. Mereka menyenangkan." Renee membuka pintu dan berhenti sebentar.
"Menyenangkan"" Robert tercengang.
"Angka-angka itu selalu melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka selalu konsisten." Renee berhenti. "Engkau selalu bisa percaya pada angka."
Robert mengamati pintu yang tertutup di belakang Renee dan menurunkan dahi ke tangannya.
*** Dua hari yang menekan berlalu dengan lambat ketika dengan susah payanh Robert mencoba meninggalkan Renee seorang diri. Ia mulai memperhatikan hasil kerja dan konsistensi Renee.
Hasilnya bagus. Robert belum pernah memikirkan mengenai hal itu sebelumnya. Ia sudah terlalu terobsesi dengan memecatnya dan tidur dengannya hingga etika kerja Renee tidak diketahuinya.
Namun standar kerja Renee tinggi. Detail kerjanya tak tercela. Mereka sudah berganti 5 orang berusaha mencari kandidat yang cocok untuk pekerjaan ini. Seseorang yang pintar. Seseorang yang mandiri.
Renee adalah jenis sekretaris yang akan dibutuhkannya ketika Mrs. Argenot benar-benar pensiun.
Brengsek. Selangkah lagi untuk membawa dirinya bertambah gila.
*** Bab 8 Makanan mereka tiba dalam suasana tegang dari pernyataan yang meledak-ledak itu. Robert enggan bergerak melepaskan pegangannya supaya pelayan bisa menempatkan makanan di depan mereka. Gerakannya kasar sambil terus mengawasi Renee. Renee melihat lubang hidungnya melebar dan tatapan seksual yang mengancam di matanya dan tahu dia dalam kesulitan.
Renee harus berhati-hati tentang berapa banyak anggur yang akan ia minum. Dia mengangkat matanya dan meminta pelayan untuk segelas air. Dia melihat kembali ke Robert dan menarik napas dalam. Mereka saling mengamati dalam tatapan permusuhan dan diam sampai pelayan
pergi. Robert melihat emosi di mata Renee yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia panik, tubuhnya gemetar. Itu hanya menambah daya tariknya. Kecantikannya mengelilingi Robert, menggoda inderanya. Matanya lebar, wajahnya berwarna gading pucat, kecuali bibirnya, yang merah muda dalam dan gelap. Dia cantik.
Dan Robert menginginkannya.
Penantian sudah berakhir.
Kata-kata Robert singkat, memerintah. "Makanlah makananmu."
*** Setelah makan malam, Renee mendapati dirinya digiring dengan efisien ke dalam mobil, melengkung masuk dan berkendara menyusuri jalan tol dalam kecepatan sebelum dia bahkan menyadari ke arah mana mereka pergi. Kupu-kupu di perutnya bergejolak.
"Kita mau kemana""
Stress dalam suaranya menghantui. Robert meraih dan menjalin tangannya dengan tangan Renee. Dia meremasnya sedikit dan terus mengemudi.
"R-Robert, aku ingin pulang sekarang, please." Suara Renee bergetar.
"Semuanya bersenang-senang. Kita hanya jalan-jalan. Ini malam yang indah. Lihatlah bulan di luar jendela." Suaranya halus, menenangkan, dan menggoda.
Renee terdiam dan p erjalanan berlanjut. Dia ingin Robert membawanya pulang, tapi ia tahu bahwa itu tidak akan terjadi kecuali dia melepaskan teriakan dan ledakan amarah. Dia tidak ingin melakukan itu. Itu terlalu memalukan untuk dipikirkan. Dan ada alasan lain dia tidak melakukannya. Renee benar-benar ingin bersamanya. Dia benar-benar tidak memiliki kemauan atau keinginan untuk melawannya lagi. Dia berjuang melawan dirinya sendiri lebih dari melawan Robert.
Beberapa menit kemudian, ia masuk ke sebuah gerbang, sebuah pemukiman yang terjaga keamanannya di pinggiran kota dan merayap menurunkan kecepatan mobilnya. Dia menekan tombol di dasbor dan pintu garasi rumah batu bata yang besar mulai terbuka.
Syaraf Renee langsung menegang. "Robert-"
Robert memotongnya. "Tidak ada yang akan terjadi jika kau tidak menginginkannya." katanya sambil melirik ke arah Renee. "Atau itukah yang kau takutkan" Takut kau menginginkan hal itu terjadi"" Dia berbalik berfokus memasukkan mobil ke garasi.
Renee tidak menjawab. Mesin dimatikan dan dia menunggu Robert untuk membukakan pintu. Dia mengantar Renee masuk ke rumahnya melalui pintu belakang dan Renee menemukan dirinya berada di dapur besar yang bersih. Dekorasinya bergaya Tuscan, dengan banyak besi tempa hitam dan lantai berbatu dan backsplash (fungsinya melindungi dapur dari cipratan dan noda serta memperindah tampilan dapur). Warna bersahaja dan cerah dalam biru gelap dan hijau mendominasi skema warnanya. Indah, dan setiap wanita yang suka memasak akan senang dengan ruangan itu. Tidak terkecuali Renee, tapi tidak punya waktu untuk mengamatinya saat tangan Robert mendarat di punggungnya dan membimbingnya menuju ruang tamu. Robert menyalakan saklar lampu, yang menciptakan cahaya yang lembut, tenang. Tangannya turun dari punggung Renee dan melilitkan jemari Renee saat Robert menghadap ke wajahnya dan mulai berjalan mundur, menarik Renee ke arah sofa sementara matanya menatap mata Renee.
Renee merasakan semuanya sampai ke jari-jari kakinya. Dia tidak punya kekuatan untuk mencoba menghentikan Robert, dan membuat keputusan sadar untuk mengikuti langkahnya.
"Apa kau tahu berapa hari, Renee"" Suaranya rendah dan serak saat ia duduk di sofa dan menarik Renee duduk di sampingnya.
"B-berapa hari, a-apanya"" Renee mencoba untuk mengontrol gemetarnya, tapi benar-benar sadar akan fakta bahwa dia tidak pernah menginginkan pria lain dalam hidupnya sebanyak dia menginginkan yang satu ini.
"Berapa hari aku menginginkanmu. Berapa hari kau telah membuatku gila." Tangannya menyusupi rambut Renee dan mengangkat wajahnya. "Sudah lima puluh tiga hari. Aku menyerah, Sayang. Aku menyerah." Mulutnya turun ke bibirnya, bibirnya kuat dan membelai.
Perasaan nikmat dari keinginan yang tak tertahankan menguasainya, dan Renee secara paksa menutup pikirannya atas apa pun yang akan mengambil perasaan itu pergi. Ini adalah semua yang akan dia pikirkan sekarang. Renee tahu benar sudah lima puluh tiga hari sejak mereka bertemu, dan kesadaran bahwa Robert juga tahu, untuk alasan apa pun, hanya memperparah emosi yang meluncur dalam dirinya. Renee telah berada di tebing curam selama itu, dan akan membiarkannya pergi. Robert ingin kontrol, Renee ingin dia untuk mengambilnya.
Mulutnya terbuka lebih penuh di bawah mulut Robert. Robert mengangkat dagu dan meneguknya, mengambil ciuman mendalam yang menyiksa mereka berdua. Sikap menciumnya itu memabukkan, meninggalkan Renee bagai di ujung sebuah pisau. Robert akan menciumnya lembut, berbisik lirih menyentuh daging, kemudian menenggelamkan lidahnya masuk dan melahapnya seperti dia membutuhkan mulut Renee untuk bertahan hidup. Dan kemudian mulai lagi. Jari-jarinya menyebar di seluruh rambut Renee, ia memeluknya menawannya dalam pelukan sementara bibirnya menyentuh bibir Renee ringan, lembut, napas mereka yang keras dan sulit.
Menatap melalui kabut gairahnya, Renee memahami bahwa Robert berusaha untuk perlahan, berusaha untuk mempertahankan kontrol. Gambaran provokatif Robert Thibodeaux yang di luar kendali menari di benaknya. Gambaran itu dengan tegas membuatnya kecanduan.
Renee ingin itu suatu hari nanti. Tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk menjadi takut bahwa Robert akan menyakitinya. Dia terlalu patuh menuruti perintah tubuhnya sendiri untuk itu.
Renee terbangun dari lamunannya sendiri ketika Robert melingkarkan lengannya di bawah lututnya dan berdiri dalam satu gerakan halus. Robert tidak merasa terhuyung-huyung karena berat badan Renee, jauh dari itu. Dia memiliki fisik seorang gelandang football, kekuatan baja dari seorang atlet, dan itu memungkinkannya untuk mengangkat tubuh Renee tanpa memperlihatkan tenaga sedikitpun.
Robert segera berbalik dan berjalan menyusuri lorong gelap.
Otak Renee kacau karena pusing dari kecepatan gerakannya dan mencengkeram Robert di sekitar leher dan memejamkan mata di dadanya untuk mengurangi rasa berputar-putar di kepalanya. Tiba-tiba rasa pusing yang ringan meninggalkannya dan kelembutan nikmat memenuhi indranya.
Aroma tubuhnya memenuhi Renee. Renee mengambil napas dalam dan mantap saat Robert bergerak tanpa ragu menyusuri koridor gelap. Aroma maskulin mengisi hidung Renee, dia tidak ingin jauh-jauh dari Robert.
Robert membuka lebar pintu dengan bahunya, dan menutup dengan punggungnya, membawa Renee ke tempat tidur besar dan menjatuhkannya di lutut di ujung tempat tidur. Aliran cahaya redup datang dari cahaya bulan melalui jendela.
Tangan Robert bergerak ke kancing blus Renee dan dengan cepat membukanya. Mendorong kemeja dari bahunya dan melepas sepenuhnya. Bra putihnya bersinar di ruang gelap. Napasnya menjadi tidak teratur saat ia melepas branya dan menariknya dari lengan Renee.
Robert tidak membuang-buang waktu, tangannya bergerak ke kancing celana Renee, menjentikkannya dan meluncur membuka ritsletingnya. Mendorongnya turun dari pinggulnya, menarik celana dalamnya jatuh bersamaan.
Tangannya yang tegas dan yakin dan ia menekan pantat Renee saat ia menanggalkan pakaian dari tubuh Renee, melepas sepatu hak tingginya.
Renee telanjang di atas tempat tidurnya. Dia bergetar saat geraman rendah bergemuruh dari dada Robert. Robert berjuang melalui kabut hitam dari nafsu murni saat matanya jatuh pada sosok telanjang Renee. Ya Tuhan. Akhirnya. Apa ia pernah menunggu selama ini untuk seorang wanita" Persetan, tidak. Wanita jatuh ke dalam pelukannya, jatuh ke tempat tidurnya, dan kemudian ingin tinggal di sana.
Tidak demikian halnya dengan Renee. Dia telah melawan dari hari pertama. Tapi itu sudah berakhir. Perburuan. Pengunduran. Dan akhirnya penangkapan.
Sekarang ia akan mengambil langkah terakhir untuk menundukkannya.
Mata Robert menyipit dan ia mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan kaki Renee di tangannya. Menekuk lututnya dan mendorong kakinya, Robert berlutut di antara kedua pahanya. Renee tidak bisa menjauh darinya dengan posisi seperti itu. Robert sudah cukup membiarkan dia menjauh. Sekarang dia hanya merasakan kebutuhan untuk dikuasai. Untuk di dominasi.
Robert mendongak menatap gundukan licin tanpa rambut di antara paha Renee. Sebuah kecemburuan yang gelap menguasainya. Perasaan teritorial yang tidak bisa ia kendalikan. "Kau mencukur ini untuk siapa"" Robert menurunkan tubuhnya terhadap Renee dan mengambil segenggam rambut pirangnya yang lembut. "Jika kau punya akal kau akan mengatakan padaku kau melakukan itu untukku." Kata-katanya kasar, parau.
Renee terengah-engah, matanya melebar. Tubuh Robert besar, mengintimidasi, bahkan dengan pakaian yang menempel. Renee menuruti sarannya sebab itu memang benar. "K-kau.. Untukmu."
Robert mengulurkan tangannya turun di antara tubuh mereka. Menelusurinya ke tenggorokan, turun di antara payudaranya, ke vee di antara kedua kakinya. Dia Mendorong jarinya yang kasar, tumpul ke dalam kelembutannya yang basah.
"Jawaban yang bagus, Sayang." Kata-katanya terpotong, "Karena ini adalah milikku."
Ia memutar-mutar jarinya di dalam diri Renee, dan mendekatkan bibirnya ke payudaranya. Bibirnya mengepit puting merah muda, yang sudah mengeras dengan gairah.
Serangan ganda dari mulut dan tangannya membawa Renee ke dalam keadaan kebutuhan dan gairah murni da
lam hitungan detik. Dia mendorong melawan jari Robert dan membawa tangannya ke bagian belakang kepala Robert dan mencengkeramnya ke payudaranya, indranya sepenuhnya dibanjiri sensasi. Renee bergelimang dalam pelukannya, semakin dekat dengan orgasme.
Robert merasa otot internal Renee mencengkeram jarinya, dan ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia didorong oleh perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Tidak ingin memikirkannya. Robert mengangkat tubuhnya, dan mulai melucuti pakaiannya.
Dalam hitungan detik, ia telanjang dan meraih ke dalam laci untuk mengambil pengaman. Dia merobek bungkusnya dan menyelipkannya dan kembali di antara kedua kaki Renee. Mengikat pergelangan tangan Renee dengan tangannya yang besar dan menariknya ke atas kepalanya, memenjarakan dirinya.
Dia mulai memasukinya dengan segera. "Aku ingin perlahan-lahan." Dia berkata seperti itu seakan-akan itu adalah kesalahan Renee bahwa ia tidak bisa perlahan.
Robert menusuk dengan dorongan pendek dan mengeluarkan kata-kata dari bibirnya saat ia menggoyang di dalam Renee. "Aku. Ingin. Melakukannya. Dengan. Lembut." Napasnya mendesis keluar saat ia menusuk dirinya sepenuhnya.
Renee pening di bawah serbuan dan keterbatasan gerak karena tangan Robert pada dirinya. Ia mengeluarkan sebuah rengekan kecil saat Robert menarik pinggulnya kembali lalu mendorong ke dalam dirinya lagi dengan brutal, sekali, dua kali, dan kemudian tiga kali.
Tubuhnya mengejang di bawah lecutan Robert dan suaranya kasar di telinganya saat Renee berkata, "Kalau begitu lakukan dengan lembut. Se-semuanya baik-baik saja."
Napas dan kata-kata Renee yang lembut membasuh Robert. Menenangkan kebuasan dalam darah Robert dan ketidaksabarannya didinginkan saat berada di dalam diri Renee. Memiliki Renee di bawahnya. Dia merasakan kedamaian dan mengambil napas menenangkan saat ia membiarkan rasa, aroma Renee menghanyutkannya. Gerakannya melambat, dan Robert dengan malas meraih dan mulai bermain dengan klitorisnya.
Renee merasakan raungan di telinganya saat gairah menusuknya sekali lagi. Kemaluannya besar dan keras di dalam diri Renee, meregangkannya dengan setiap dorongan saat ia meluncur keluar dan kemudian masuk kembali ke dalam. Tangan Robert di klitorisnya menggodanya, dan pemahaman yang fantastis bahwa ia bercinta dengan Robert menginvasi indranya. Itu terlalu banyak untuk ditahan, dan tubuh Renee mulai mencengkeram saat Renee mencapai puncaknya.
Robert merasakannya saat orgasme mengambil kendali atas tubuh Renee. Itu menyengatnya dan memancingnya agar mendorong lebih keras ke dalam Renee. Lebih keras, lebih cepat, sampai gelombang intensitas mengalahkannya dan menarik pikirannya jauh dari tubuhnya sambil mendorong ke dalam Renee dan bendungan terbelah dan Robert meledak dalam ekstasi.
Momen setelah itu dipenuhi dengan napas yang tidak beraturan, napas Robert dan Renee. Ketika Robert telah bisa menarik pikirannya menjauh dari euforia atas pencapaiannya, ia meraih kepala Renee dengan kedua tangan dan menenggelamkan jari-jarinya sampai ke kulit kepalanya. Matanya menyipit karena ia merasa dirinya mulai bangkit kembali.
Mata Renee terbuka karena tatapan tajam Robert dan pengetahuan yang tidak dapat dipercaya bahwa Robert tidak perlu waktu lama sebelum dia bisa bangkit kembali. Renee mulai menarik diri dari tubuh Robert, bergerak mundur dari penguasaannya.
Tangan Robert sesaat menegang, dan kemudian ia dengan lembut mulai menarik diri dari Renee. Lalu berbalik menuju kamar mandi dan saat ia pergi, Renee mengayunkan kakinya ke lantai dan mulai mencari pakaiannya. Ia melihat bra-nya dalam ruangan yang gelap, tapi di atas segalanya, ia merasakan kebutuhan yang mendesak untuk memakai celana dalamnya. Setelah menemukannya, ia segera menariknya ke pinggulnya dan mulai mengambil bra ketika dia mendengar suara Robert seperti cambuk.
"Kau tidak akan membutuhkan itu."
Renee berputar menghadap wajah Robert, tangannya menutupi payudaranya.
Kesadaran atas apa yang baru saja terjadi adalah mengerikan. Dia benar-benar berhubungan seks dengan bosnya. Dalam sembilan puluh hari
masa percobaannya. Dan ia benar-benar membanjiri diri Renee dengan tekanan ke dalamnya. Robert sudah mendapatkan apa yang dia inginkan malam ini. Tapi tidak lagi. Renee menghela napas, dan setiap lekuk dalam tubuhnya menyatakan penolakannya. Hanya karena Renee bersikap mudah satu kali, tidak berarti ia akan bertindak mudah lagi.
Dia tidak mau repot-repot berdebat dengan Robert, hanya membungkuk dan memungut sisa pakaiannya.
Robert bersandar ke dinding, melipat tangannya di dada dan mengawasinya. Raut wajah Renee menyatakan pembangkangan dan penolakan, dan Robert dengan cepat membuat keputusan strategis untuk mundur. Sama sekali tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa ia akan menjadi pemenang utama dalam permainan di antara mereka, tapi untuk sampai ke titik itu, ia harus membiarkan Renee berpikir dia punya kesempatan. Tapi sebenarnya Renee tidak punya.
"Aku menebak ini berarti kau tidak akan menghabiskan malam denganku"" Tanyanya.
Renee mendongak dari kancing yang sedang dia sematkan dicelananya.
"Aku ingin pulang." Suaranya tegas tapi memiliki cukup pertanyaan di dalamnya untuk menenangkan Robert.
Robert mengambil celana jinsnya dari lantai dan mulai berpakaian. "Aku akan mengantarmu."
*** Sabtu malam, Renee sudah pulang dari toko kelontong selama sekitar satu jam ketika bel pintu berbunyi. Dia membeku saat ketegangan saraf menghantam tubuhnya. Itu pasti dia. Renee punya perasaan yang tidak bisa ia tekan. Dia menuju ke pintu dan melihat keluar melalui lubang intip. Syok sejenak mengesampingkan kekecewaannya. James Cameron berdiri di depan pintu rumahnya. Renee membuka lebar pintunya hingga cukup untuk berbicara dengannya, tapi tidak cukup lebar untuk mengundangnya masuk. "Halo."
Wajah James menyeringai kekanak-kanakan. "Halo, juga." Dia santai bersandar di kusen pintu. "Terkejut melihatku""
Renee tersenyum. "Ya. Apa yang kau lakukan di sini""
James mengangkat satu alis. "Bagaimana menurutmu" Kau wanita yang sulit untuk ditemui."
"Aku belum mendapatkan bantuan dari atasanmu yang brengsek. Dan apa kau tahu berapa banyak Guillot di dalam buku""
Renee tertawa. "Banyak, kukira. Apa Robert memberimu masalah""
"Yeah, aku sudah menelepon lima kali dan ia malah lebih marah setiap aku telepon. Kemarin
dia mengancam untuk tidak menyelesaikan proyekku. Dan apa kau tahu berapa banyak aku membayarnya" Ya Tuhan, dia sangat menginginkanmu." James berhenti dan melihat kaki telanjang Renee dalan celana pendek yang ia pakai.
"Dan sekarang untuk pertanyaan 64.000 dolar. Apa dia memiliki hak untuk menjadi cemburu" atau maukah kau makan malam denganku malam ini""
Renee tertegun oleh keterusterangannya. Dan kesal pada dirinya sendiri karena tidak merasa setidaknya sedikit senang. James Cameron benar-benar tampan. Dan cukup kaya bahwa ia pasti memiliki para wanita yang menggedor-gedor pintu rumahnya.
Dan tidak ada apa-apa. Renee tidak merasakan suatu apapun. Sesuatu kecuali sensasi rahasia bahwa James pikir Robert cemburu. Dan dia sangat menginginkan Renee. Benarkah dia cemburu" Itu suatu pemikiran yang menggoda.
Dia berfokus kembali pada tamunya. "Itu dua pertanyaan. Kau bilang satu."
James tersenyum. "Kau hanya harus menjawab salah satunya, aku hanya perlu tahu yang satu
itu." "Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa, kupikir itu agak terlalu dini untuk mengatakan Robert cemburu. Lima kali" Kau bicara dengannya lima kali tentangku" Dan dia marah" Sungguh"" Pintu dibuka sedikit lebih lebar.
James merengut. "Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi kau baru saja menjawab pertanyaanku." Dia mengulurkan tangan dan melarikan jari-jarinya di pipi Renee.
"Sayang sekali. Kau benar-benar seksi dan kita bisa menikmati waktu menyenangkan bersama-sama."
Sebuah suara dalam dan marah menerobos dari belakang James. "Cameron, jauhkan tangan sialanmu darinya."
Mata James menyala dengan tantangan dan dia memberikan Renee satu seringai terakhirnya seolah-olah dia hendak menikmati konfrontasi dan menjauhkan tangannya dari wajah Renee. James mengangkat tangannya menunjukkan bahwa ia
bukan ancaman dan berbalik menghadapi Robert Thibodeaux yang marah.
"Ya Tuhan, man, tenang. Dia menolakku. Dimana tombol off mu, Dude""
Kedua laki-laki itu mengukur satu sama lain dan meskipun James mundur dari Renee, ia membuat satu komentar terakhir untuk membalas.
"Dengar sobat, dia tidak menginginkan aku, tapi dia sangat yakin dia tidak menginginkanmu. Wanita ini mati-matian menjaga statusnya sebagai single. Aku pergi." James menatap Renee sekali lagi.
"Kau akan baik-baik saja dengan King Kong, di sini"" Renee terlalu ngeri untuk bicara. Dia
mengangguk sekali dan memperhatikan James pergi, menghindar dari jangkauan Robert.
Renee segera sadar pada keadaannya dan mulai membanting pintunya. Tangan besar dan kaki bersepatu boot menghentikan Renee. Pintu terdorong terbuka. Renee melangkah mundur. "Keluar dari rumahku."
"Tidak akan terjadi, sayang." Robert menutup dan mengunci pintu dan bersandar. Robert santai dengan angkuhnya di sana, terus mengawasinya. Renee berusaha untuk tidak sesak napas saat rentetan gambaran dari beberapa minggu terakhir berkelebat di pikarannya. Robert, menyodorkan campuran minuman padanya dan melilitkan di jari-jarinya di rambut Renee. Renee, bertopang di pintu kantor Robert saat orgasme menghanyutkannya. Dan tadi malam, tangannya mengepal di rambutnya sambil mendorong masuk ke dalam dirinya.
Dan itu saat dia bersikap lembut. Dia tidak terlihat lembut sekarang. Renee mundur satu langkah lagi.
"Dia tidak bisa melindungimu dariku." Suaranya dalam, parau. "Tidak ada seorangpun yang bisa melindungimu dariku."
Renee bergerak ke belakang bar dan ke dapur untuk menjaga sedikit ruang di antara mereka. Renee menghela napas. "Apa aku b-butuh p-perlindungan darimu""
Renee tidak menerima jawaban apapun. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya dan melihat jari-jarinya gemetar. Dia benar-benar kacau.
Robert mendorong pintu dan mengambil dua langkah ke arahnya tapi berhenti ketika Renee mengeluarkan rengekan.
Dia menatap Renee dari atas ke bawah kemudian menyuarakan pikirannya. "Ada satu hal yang harus kita luruskan sebelum ini berjalan lebih jauh."
Mata Renee yang besar terpaku padanya tapi tidak menanggapi.
Robert berusaha menguasai diri dan untuk mengontrol nada suaranya, tapi suaranya masih bergetar dengan kecemburuan dan ketegangan seksual yang ditekan. "Kau tidak boleh bertemu Cameron. Kau mengerti itu" Tidak ada makan siang, tidak ada kencan makan malam, tidak ada apa-apa. Aku bahkan tidak ingin memergokimu bicara dengannya di kantor. Mengerti""
Renee menggerakkan kepalanya sedikit menandakan tidak setuju.
Robert mulai berjalan mendekati Renee lagi. "Tidak"" Suaranya sebuah geraman. "Tidak" kau tidak mengerti, atau kau berpikir kau akan keluar dengan dia""
Renee mengangkat satu tangannya yang ramping untuk menghentikannya. Renee hampir saja kehilangan kontrol emosinya karena Robert mendekatinya. "Hentikan!"
Ketika dia berteriak, Robert berhenti di tengah jalan. Hanya bangku bar berdiri di antara mereka.
Renee mengambil napas dalam-dalam dan mencoba untuk merangkai kata-kata. "Aku ingin tahu mengapa kau pikir kau dapat mengatakan padaku apa yang harus kulakukan" Siapa yang akan aku kencani" Kau bosku, bukan penjagaku."
Mata Robert menyipit menjadi satu garis. "Ini tidak ada hubungannya dengan aku menjadi
bosmu dan kau tahu itu. Ini adalah tentangmu dan aku dan tadi malam. Kau ingat semalam kan, sayang"" Suaranya seperti kerikil, kecemburuannya muncul ke permukaan. "Kau ingat saat aku mendorong dalam dirimu dan kau membanjiri milikku dengan cairanmu. Brengsek, aku ingat. Itu kau dan aku dan tidak ada orang lain. Tidak ada orang lain. Kau ingin bukti" Kau ingin aku ke sana dan membuktikannya padamu" Tantang aku. Ayolah. Sekarang juga. Tantang aku untuk membuktikannya." Robert menunggu tangan mungilnya diangkat ke udara untuk menghentikannya.
Renee menahan napas dan menatap pada pria gila yang marah berdiri begitu dekat dengannya. Tiba-tiba sebuah dengungan masuk melewati darahnya dan mencapai otaknya. Apa yang akan Robert lakukan"
Kata-kata itu mengalir lembut. "Aku menantangmu."
Bab 9 Robert langsung menatap kearahnya sebelum kata-katanya menembus kabut tebal perasaan cemburu yang menerkamnya. Seketika itu juga dia bergerak kearahnya.
Dia melangkah memutari meja dan pada detik berikutnya sudah berada dihadapannya. Mengulurkan tangannya dan meraih Renee lalu mendorong punggungnya kebelakang. Dia menahannya dengan satu tangan sementara yang lain meraih keatas dan mencengkeram rambutnya lalu menarik wajahnya ke arahnya.
Matanya seakan mabuk penuh gairah saat ia mengaitkan mulutnya ke mulut Renee. Ciuman yang kasar, posesif, tanpa kompromi. Robert menahan tubuh Renee sambil mulutnya melahap mulut Renee.
Renee semakin menempelkan tubuhnya ke cengkeraman Robert saat sensasi melanda dirinya. Perasaan ganda menyelimuti dirinya. Perasaan bahagia membanjirinya, karena dia sepenuhnya mengenali hasrat Robert. Dan dia merasa sakit, karena dia tahu dia tak akan berhasil mempertahankannya. Robert mengganggunya dan tidak ada pria lain sebelum dia yang melakukannya, dan Renee berpikir dia tidak memiliki apapun yang dibutuhkan untuk menjerat seorang pria se intens Robert Thibodeaux. Tapi itu tidak akan menghentikannya untuk menikmati pengalaman ini. Momen ini adalah sekali dalam seumur hidup, untuk merasakan gairah seperti ini. Dan dia sudah cukup dewasa, dan wanita seutuhnya, untuk mewujudkan hal ini.
Robert mengalami cengkeraman gairahnya yang paling intens yang pernah dia alami. Tubuhnya seakan berpikir untuk dirinya sendiri. Dia hampir tidak menyadari kalau ia tidak punya kendali. Dia hanya tak ingin melukai hati Renee. Dia hanya ingin melihatnya telanjang, sekarang. Tapi ia tidak ingin melukai hatinya. Kata-kata itu seperti mantra di dalam benaknya.
Dia melepaskan tangan Renee dan menarik bajunya keatas dan mendorongnya keatas kepalanya lalu melepaskannya. Hal ini dilakukan dengan sangat cepat. Tidak bisa dilakukan dengan pelan-pelan. Tapi dia ingin menyentuh seluruh tubuh Renee. Melihat semua tubuhnya. Dia menjangkau diantara tubuhnya dan Renee lalu melepas kaitan bra-nya yang ada di depan. Payudara langsung Renee tumpah ketangannya. Robert mengerang dan menundukkan kepalanya lalu menarik puting merah muda yang sudah keras ke dalam mulutnya.
Renee dibanjiri oleh hasrat yang begitu cepat, dia merasa seperti akan tenggelam. Mulut Robert bergerak menghisap payudaranya, membuatnya basah diantara kakinya. Cairan panas tumpah diantara pangkal pahanya dan Renee mendorong tubuhnya kearah dia. Dia memegang kepala Robert di dadanya.
Hal ini tidak cukup bagi Robert dan ia mengangkat tubuh Reneeke dalam pelukannya dan membawanya ke kamar tidur. Dia membaringkannya di tempat tidur dan menarik kemejanya ke atas kepalanya. Dia menarik napasnya saat menatap Renee terbaring di sana, kakinya tergeletak terpisah dan kepalanya bersandar pada sikunya, dadanya terengah-engah.
Ya Tuhan, Robert nyaris ejakulasi di dalam celananya.
Dia berdiri di kaki ranjang dan mengulurkan tangannya lalu meraih kaki Renee. Dia menarik kearahnya dan memegang celana pendek Renee lalu menariknya keluar, kemudian menyeret celana dalamnya ke bawah pada saat yang sama.
Tiba-tiba gerakan ini membuat Renee cemas dan dia segera menggerakkan tubuhnya kembali ke atas, menjauh dari Robert. Dadanya terengah-engah dari gerakannya yang tiba-tiba dan juga karena gairahnya. Dia berbaring di sana, telanjang, kecuali masih ada bra yang sudah terbuka, sambil menatap Robert.
Robert mengambil kesempatan itu untuk melepaskan seluruh pakaiannya. Dia terus menatap ke arah Renee, tatapannya berpindah dari rambut pirangnya yang begitu menakjubkan, lalu turun kebagian tubuh mungilnya yang sempurna, kuku kakinya dicat. Ereksinya semakin mengeras dan membesar hingga terasa sakit.
Renee memejamkan matanya saat melihat dia telanjang dengan sempurna. Seluruh tubuh Robert berukuran besar.
Robert menempatkan salah satu lututnya di tempat tidur dan mulai melakukan sesuatu pada Renee.
Renee benar-benar tersentak saat mengetahui hal itu sekarang. "Aku tidak memakai kontrasepsi."
Dia mengamati garis miring merah terbentuk ditulang pipi Robert, dan berpikir sejenak bahwa Robert tidak mungkin akan berhenti. Dia menatap Renee penuh dengan rasa kesal. "Please. Disana. Ada di dalam laci itu." Renee memberi isyarat dengan tangannya kearah laci kecil di bawah kotak perhiasannya.
Dia memutar ke tempat yang di tunjuk Renee dan kembali lagi kepadanya beberapa saat kemudian, lalu dia menyelubungi miliknya.
Dengan segera Robert bergerak kembali kearahnya, menyambar kakinya lagi dan mendorongnya terpisah. Dia berdiri sejenak, menatap di antara kedua kaki Renee yang terbuka, dengan satu lutut di atas tempat tidur dan miliknya yang sudah membesar itu berdenyut di antaranya.
Renee mulai terengah-engah. Ketika Robert tidak bergerak, dia tersipu hingga merah padam dan memindahkan satu tangannya untuk menutupi dirinya sendiri dari tatapan Robert. Robert mendongak beralih menatap mata Renee. Ketegangan memantul di antara mereka.
Lengannya kekar dan ototnya keras. Wajahnya seperti mengancam, karena keyakinannya itu, pengejarannya seakan tercapai. Tangannya mencengkeram pergelangan kaki Renee. "Lepaskan. Ini milikku. Biarkan aku melihat." Suaranya parau sedikit mengeram, dan Renee cenderung tidak ingin membantah kata-kata Robert.
Renee meresponnya dengan memindahkan tangannya lalu menutupi matanya sehingga ia tidak akan melihat Robert saat melihat dirinya ke arah sana. Rasanya terlalu intim. Sesuatu yang sangat intim. Robert memintanya hal yang begitu intim padanya. Menuntutnya.
Robert bergerak di atas tempat tidur. Dia mendorong pergelangan kaki Renee ke atas, dan menekuk lututnya, seperti yang diinginkan Robert. Renee tertegun dan sangat terangsang dengan posisi Robert yang siap memasuki dirinya.
Dia menggerakkan kakinya yang kuat di antara paha Renee dan menggunakannya untuk menahan kaki Renee agar terbuka lebih lebar lalu dia mengulurkan satu tangannya dan menyelipkan jarinya ke dalam dirinya. Renee tersentak dan cairan panas membasahi seluruh jari Robert. "Ini milikku." Dia memainkan jari-jarinya di dalam diri Renee sambil mengawasi. Dalam hitungan detik, Renee langsung menegang dan mengangkat tubuhnya agar semakin dekat. Ia sudah mengalami orgasme seperti ini sebelumnya bersama Robert. Dia ingin merasakannya lagi.
Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Tepat ketika ia merasa seperti ada gelombang yang hampir mengantarkannya ke sana, Robert melepaskan tangannya. Untuk pertama kalinya, Renee menurunkan tangannya yang menutupi matanya dan menatap ke arah Robert.
Perhatian Robert telah berpindah ke klit Renee. Dia mulai membelainya di sana. "Kau begitu cantik. Sangat cantik." Robert memperhatikan tangannya saat dia memainkan milik Renee.
Renee terpesona oleh kejujuran dan kelembutan dari suaranya. Hal ini sudah cukup untuk mengirimnya kejalan menuju orgasme lagi.
Tapi dia melepaskan tangannya lagi. Renee terengah-engah. "Please."
Robert mengulurkan tangannya dan membelai dengan lembut ke puting yang berwarna merah muda itu. "Oke, Sayang."
Dia turun ke bawah dengan menyangga kedua tangannya yang kuat lalu membuka lebar-lebar kaki Renee. Tatapannya berpindah kearah Renee tepat sebelum ia mendorong kepalanya di antara kedua kaki Renee dan mulai menyapukan lidahnya. Seakan ada aliran listrik memukul dirinya. Lidah Robert ada di antara pangkal pahanya, mengikisnya. Bergerak keatas-kebawah, terus berulang-ulang. Mulutnya mengunci clit Renee dan dia mulai mengisapnya sambil menyelipkan dua jari di dalam dirinya. Robert menggunakan mulut dan jari-jarinya pada diri Renee tanpa berhenti, menuntut orgasme dari dirinya. Renee tahu momen ini yang membuat dia kehilangan pikirannya ketika ia seakan mengambang di udara sebelum dilemparkan kedalam sebuah orgasme yang sangatlah erotis dibandingkan apapun yang pernah dia kenal.
Robert terus mendorong kedalam dirinya dengan mulut dan jarinya sampai otot internal Renee melonggar. Renee mereda dari ketinggian yang diberikan Robert dan kesopanan kembali berperan padanya. Dia memejamkan matanya dari tatapan Robert dan mencoba untuk menggerakkan kakinya
merapat. Robert tak peduli. Dia mendorong kaki Renee berbuka dengan satu gerakan halus dan bergerak naik diatas tubuhnya. Robert memposisikan dirinya di diantara pangkal pahanya dan mengangkat salah satu kaki Renee di atas lengannya. Dia terkesiap saat Robert membuka
tubuh Renee sepenuhnya dihadapannya.
"Buka matamu, Renee." Dia mendorong miliknya ke arah celahnya yang basah.
Mata Renee langsung terbuka. Dia terpesona dengan apa yang dilihatnya. Wajah Robert yang arogan, memancarkan rasa posesif saat dia menempatkan miliknya di gerbang masuk tubuhnya. Tatapannya mengeras. Gairah primitif terpampang diwajahnya. Dia sedikit menghujam dan pelan-pelan mendorong ke dalam tubuh Renee. Ia mengeram dan mengangkat kaki Renee untuk menyesuaikan posisinya untuk mengakomodir dirinya agar lebih nyaman. Dia meluncur masuk satu inci lagi kedalam dan Renee memejamkan matanya.
Robert melihat mata Renee terpejam tapi dia terlalu jauh melayang untuk menuntut perhatiannya. Tubuhnya benar-benar terpisah dari pikirannya dan ia mulai melakukan dorongan pelan, mendorongkan dirinya kedalam. Milik Renee terasa begitu basah dan lembut meyelimutinya. Dan mencengkeram dirinya. Ya Tuhan, dia begitu sempit. Dia mendorong masuk seluruh miliknya dan menikmati setiap detiknya saat dia mengisi diri Renee sepenuhnya. Milik Renee begitu lembut dan basah menyelubunginya. Otak Robert seakan dibius dan ia mulai bergerak ke dalam dirinya lagi. Dia mengulurkan tangannya ke bawah dan mengangkat pantat Renee keatas agar dirinya lebih dalam lagi. Kenikmatan yang begitu intens. Dia mencoba untuk melakukannya dengan perlahan tapi kontrolnya telah hilang. Dia mendorong Renee begitu keras. Robert berpikir mungkin dia mendapatkan kembali kontrolnya namun kemudian tangan Renee yang lembut memeluk bahunya dan aroma femininnya masuk ke dalam hidungnya.
Robert seakan melayang ke atas dan melewati batas jurang saat ia ejakulasi di dalam diri Renee.
Robert memeluk Renee sementara detak jantung mereka perlahan-lahan kembali normal. Otak Robert mulai terurai dan pikirannya kembali tersusun. Sial. Dia tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi. Ya Tuhan, jika Renee tidak menghentikannya dan meminta untuk menggunakan kondom, ia tidak akan memikirkan tentang hal itu. Dan itu belum pernah terjadi pada Robert sebelumnya. Belum pernah.
Sekali lagi dia merasa terganggu saat ia melepas pengaman dari dirinya. Maksudnya itu bukan karena dia tidak sabar pada penundaannya. Sialan, bukan karena itu. Rasanya ini jauh lebih buruk. Itu adalah perasaan kesal karena ada sesuatu yang menghalangi diantara mereka. Sesuatu yang memisahkan dirinya dengan Renee.
Dia tidak ingin sesuatu menghentikannya untuk memiliki dan mendapatkan Renne.
Pikiran Robert melayang ke peristiwa tadi. Pada awalnya dia tidak punya rencananya. Dia hanya ingin bertemu dengan Renee. Dia hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengannya. Dan kenyataan ini yang membuatnya begitu kesal.
Kemudian ia mendatangi rumahnya dan melihat si brengsek Cameron melakukan pendekatan padanya dan ia benar-benar kehilangan kesadarannya. Menjadi sangat marah. Hanya seperti itu, kecerdasannya meninggalkan akal sehatnya dan testosteron-nya yang mengambil alih. Rencananya sudah kacau. Sial, dia tidak punya suatu rencana. situasi ini membutuhkan perencanaan yang tepat dan yang berkaitan dengan strategi. Dan ia memutuskan sesuatu sambil berjalan tanpa perencanaan sama sekali. Sial, dia bahkan tidak tahu apa yang ia
inginkan lagi. Dia masih ingin tidur dengan Renee. Bahkan lebih dari itu, sekarang ia tahu bagaimana rasanya saat bagian tubuh Renee yang indah menyelubungi dirinya dengan ketat serta kelembutannya ketika mencengkeram miliknya.
Namun, dia tak tahu kemana langkah ini akan berakhir. Dalam beberapa hari terakhir ia merasa benar-benar egois karena ia berusaha menyuruh Renee mengundurkan diri dari pekerjaannya. Itu benar-benar apa yang dia inginkan, dan ia tak pernah memperhatikan kebutuhan Renee atau kehidupannya. Dan sekarang dia bahkan tidak yakin dia ingin Renee mengundurkan diri. Tidak bisakah dia memil
iki semuanya" Tidak bisakah dia memiliki dia di tempat tidur dan di kantornya" Asalkan Renne bersedia, apa ada aturan yang mengatakan bahwa Robert tidak bisa memiliki semuanya" Dan tidak diragukan lagi Renee sangat kompeten pada pekerjaannya. Dia jelas membutuhkannya. Dia membutuhkan uang.
Gambaran kondominium kecil ini muncul dalam pikirannya. Ia telah berbagi kamar tidur satu-satunya ini dengan putrinya selama lima belas tahun. Belum yang lain-lain. Dia teringat kembali waktu kemarin malam saat Renee membungkus sisa-sisa makanan dan menempatkannya di dalam lemari es. Ya Tuhan, apakah Renee menyimpan mie ramen untuk nanti"
Perutnya mengepal. Kemauan Renee yang begitu keras, begitu cantik. Terlalu cantik untuk mengkhawatirkan begitu banyak tentang uang.
Sebuah gambaran mantan istrinya datang merasuki pikirannya. Wanita jalang yang tamak dan serakah yang belum pernah mengenal kerja keras seharipun dalam hidupnya. Dia selalu menuntut lebih, sesuatu yang lebih baik, yang paling baru. Rumah, pakaian, mobil. Dia telah membuat hidup Robert menjadi sengsara sejak hari pertama ia telah memasangkan cincin di jarinya. Dan dia telah memerasnya sejak saat itu. Pengacara mantan istrinya telah memerasnya, dan benar-benar memerasnya habis-habisan, meskipun mereka tidak memiliki anak selama pernikahannya.
Renee bukanlah wanita seperti itu. Dia membaca CV-nya dimana dia sebelumnya sudah pernah bekerja selama sepuluh tahun di sana. Dia tidak tergantung pada seorang pria, dan tidak pernah terjadi. Jika ada, mungkin hanya ayah dari anaknya yang berkewajiban memberinya untuk anaknya.
Dia sudah banyak melakukan sesuatu,dan semua itu hanya dengan pendidikan SMA. Dia sudah dibebani dengan seorang anak sejak awal, tapi semua itu hanya membuat Renee lebih kuat. Dia sudah membeli sebuah rumah untuk mereka berdua di sini, dan selanjutnya dia sudah melakukannya tanpa ada bantuan, dan hanya dengan uang yang sangat sedikit.
Dia tidak terobsesi mencari seorang pria untuk merawatnya, meskipun dia cukup cantik yang mana dia bisa dengan mudah mewujudkan hal itu. Itu sangat jelas. James Cameron mengatakan bahwa Renne sudah menolaknya, dan si brengsek itu mungkin memiliki lebih banyak uang dari pada dirinya. Tidak, dengan semua bukti ini, Renee benar-benar seorang wanita mandiri, dan dia menyukai jalan seperti itu. Robert mengagumi Renee untuk itu. Menghormati apapun tentang dia. Karena pengalamannya, gambaran tentang wanita mandiri begitu memabukkan. Tapi kemudian, gambaran evokatif Renee yang bergantung pada dirinya muncul dalam pikirannya. Gagasan tentang Renee sepenuhnya menjadi tergantung pada dirinya terasa sangat menarik. Sudah pernah terpikirkan mengenai gagasan halus Renee yang membutuhkan gaji yang diberikan Robert kepadanya mulai mendesak. Gambaran erotis untuk memiliki Renee dalam kekuasaannya, kontrolnya, diam-diam menyerang pikirannya.
Dia tidak tahu apa yang dia inginkan.
Kecuali padanya. Dia menginginkan Renee. Bab 10 Renee masih berbaring di bawahnya dan mencoba untuk tidak membiarkan rasa takut menyerang inderanya. Ia tidak bisa berpura-pura menjadi korban di sini, atau menangis karena pemerkosaan, karena sudah jelas bagi Robert, bahwa mereka sudah melakukannya bersama sepanjang proses. Seratus persen, bersama dengannya.
Ya Tuhan, Renee bahkan tidak bisa menyalahkan Robert atas semua ini. Sejak hari pertama, Renee sudah tergila-gila. pria itu begitu menarik, begitu memikat, pria yang begitu maskulin. Ia melakukan sesuatu padanya, menekan sesuatu kedalam dirinya, dan ia tidak bisa mengontrolnya. Renee sudah bersumpah pada dirinya sendiri, bahwa ia tidak akan membuat hal ini mudah bagi pria itu, dan disinilah ia, telanjang dibawahnya lagi.
Kenyataan itu mengguncang dirinya. Ia mulai mendorong tubuh Robert sebagai upaya melepaskan dirinya sendiri. Ia butuh ruang. Ruang untuk berpikir. Kebingungan mencengkram dirinya, dan ia mendorong lebih keras lagi tubuh itu.
Robert merasa sikap Renne berubah, dari tenang kemudian mendorong panik tubuhnya. "Hei, diamlah sebentar. Kau sudah memberiku kesulitan memb
uatku harus memakai kondom ini, aku tahu kau tak ingin ada kecelakaan di sini,"
Renne menegang. "Apa maksudnya itu""
Robert merasa dirinya mulai membesar lagi karena gerakan wanita itu. "Bukan apa-apa. Bukan sesuatu yang buruk. Tapi diamlah." Perlahan-lahan ia menarik diri darinya, menarik kondom itu keluar bersamanya. Ia memutar tubuh besarnya, dan meraih tisu dari meja samping tempat tidur, dan melepaskannya.
"Selesai. Senang sekarang"" pertanyaan singkat Robert mengikis perasaannya. Renee tersentak menjauh darinya.
"Ya. Bagus," ia menarik ujung selimut keatas tubuhnya, menutupi tubuh telanjangnya dari pandangan Robert.
Robert memandangnya dengan tatapan gelap yang sulit dipahami. "Kau membuang-buang waktumu. Aku sudah melihat semuanya," suaranya datar, tanpa emosi.
Sebuah ketegangan yang baru menyerang tubuhnya ketika Robert terus mengawasinya. Kupu-kupu dalam perutnya beterbangan ketika Robert mengulurkan tangannya dan mencengkram selimut diantara payudaranya, dan menariknya.
Renee memegangnya erat-erat.
"Lepaskan," Robert bisa saja dengan mudah menarik selimut itu darinya, tapi ia ingin Renee sendiri yang menyerah, dan melepaskannya.
Renee menggelengkan kepalanya dan terus bertahan.
"Renee. Sweetheart. Kau tidak berpikir bahwa keadaan ini bisa ditarik mundur, kan"" ia melepaskan cengkramannya dan menyentuh tulang selangkanya yang terbuka. Jarinya bergerak maju mundur. "Ini sudah terjadi. Dan ini akan terus terjadi. Kau harus memahami hal itu." tangannya bergerak kebelakang lehernya dan membawa mulut Renee untuk bertemu miliknya sendiri.
Ia menciumnya dengan lembut, begitu tak terduga. Begitu berbeda dengan apa yang sudah ia tunjukan pada Renee malam tadi. Pikiran Renee melayang ketika Robert menyentuhnya. Sebuah kelemahan yang berbahaya menyerang sistemnya. Matanya tertutup dan tubuhnya bergetar ketika ia merasa tegukan ringan tersedot dari mulutnya. Bibirnya bergerak ke pipi Renee, naik ke dahinya, kemudian ketelinganya.
Nafasnya tersenggal. Perlahan-lahan tangannya melepaskan cengkramannya pada selimut itu, dan bergerak melingkari kepala Robert.
Robert tahu saat ini Renee sudah menyerahkan dirinya, dan darahnya mengalir deras ke pangkal pahanya, mengeraskan miliknya sepenuhnya lagi. Matanya terbuka, dan mulutnya bergerak turun kepayudaranya, Renee masih memakai bra berendanya yang menggiurkan, dan kilatan nafsu yang murni menghantamnya.
Robert meletakan kepalanya di payudara Renee, dan menghisap putingnya dengan mulutnya. Ia menusukan lidahnya. Rasa manis tubuhnya menjalar ke kepala Robert seperti wiski. Ia memindahkan mulutnya ke payudara Renee yang penuh dan lembut dan mulai menghisap, bemaksud untuk memberi tanda kepemilikan pada dirinya. Ia terus menerus menghisap dengan kuat sampai tubuh Renee mulai bergetar dibawahnya.
Tanpa melepaskan Ambrosia (makanan dewa mitologi Yunani) dari mulutnya, ia mulai bergerak ke antara paha wanita itu dan mendorong kakinya terbuka.
Renee tersadar dari gairah yang mencengkramnya ketika ia merasa Robert mulai mendorong masuk ke dalam dirinya. Dengan panik ia berusaha menjauh darinya. Ia benar-benar merasa panik ketika Robert mencengkram kedua pergelangan tangannya dan menempatkannya diatas kepalanya sendiri. Renee membuka matanya, dan menatap wajah maskulinnya tampan yang begitu panas.
Bibirnya ditarik menempel kegiginya, dan setetes keringat menetes dari tulang pipinya. Kekuatan terpancar dari dirinya. Renee harus menerobos sifat dominasinya. "Berhenti. Robert. Berhenti."
Robert tidak menunjukan tanda-tanda kalau ia mendengarnya, atau akan berhenti dan Renee mulai melawan. Ia menarik pergelangan tangannya dan memperketat tubuhnya melawan Robert. "Berhenti. Ambil kondom. Ya Tuhan. Robert. Berhenti." Ia meneriakan kata-kata terakhirnya.
Robert tersadar dari kabut nafsunya dan cukup untuk memahami kata-katanya. Amarah sekali
lagi merobek dirinya dan ia kesal pada kebutuhannya untuk menahan diri. Ia sepenuhnya tersentak dalam kesadaran oleh tubuh kaku dibawahnya, dan wajahnya benar-benar berpaling. Robert melepaskan tubuhnya d
ari Renee, dan berdiri di samping ranjang.
Sialan! Dia telah melakukan hal itu lagi. Merasakannya lagi. Kebutuhan untuk melakukan tanpa kondom dengannya adalah sebuah hal yang tidak bisa dikuasainya. Begitu mendasar. Bodoh. Apa yang salah dengan dirinya" Ia tidak pernah bercinta tanpa pelindung. Bahkan ia menolak untuk berpikir tentang hal itu. Dan sekarang, disinilah ia, merasa putus asa untuk merasakan ketelanjangan Renee. Robert ingin telanjang di dalam dirinya, terhadap dirinya.
Robert menunduk, menatap sosok Renee yang berbaring tak berdaya, tangannya bergerak untuk menutupi wajahnya. Mata Robert menatap tubuhnya. Lebam berwarna ungu yang gelap menutupi payudara kanannya.
Robert merasakan tendangan pada perutnya ketika ia melihat kerusakan yang telah ia lakukan padanya. Dan mengapa ia melakukannya. Robert hanya ingin memberi tanda padanya. Mengecap sebagai miliknya. Menidurinya tanpa pelindung. Pemikiran itu seharusnya menenangkannya, namun nyatanya tidak. hal itu hanya menambah provokasi pada dirinya.
Ia berbalik dan memasangkan kondom yang lain, kembali mengikuti keinginan Renee. Tapi tidak akan lama lagi.
Waktunya akan tiba. *** Lima minggu telah berlalu.


Bedded By The Boss Karya Lynda Chance di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Renee terlempar kedalam pusaran pola aktivitas yang terdiri dari hubungan pekerjaan dan seksual. Ia tidak bisa melawan Robert tentang hal ini, karena sesungguhnya ia sendiri tidak bisa melawan dirinya sendiri.
Hari-harinya dihabiskan untuk mempelajari hal-hal kecil dari pekerjaan yang dipindahtugaskan oleh Mrs.Argenot padanya. sebagian besar malamnya dihabiskan di rumah
Robert. Minggu pertama adalah minggu yang terjal. Membuatnya menggunakan kondom selalu menjadi pertengkaran sengit diantara mereka. Alasannya adalah bahwa ia bersih, begitu pula dirinya, jadi mengapa harus menggunakannya" Robert hanya akan terdiam murung ketika Renee mengungkit tentang kehamilan, dan Renee memiliki perasaan tidak enak, bahwa sebenarnya Robert tidak peduli jika ia hamil atau tidak. Akhirnya, selama pertikaian sengit tentang menggunakan kondom itu, Renee menemukan alasannya. Ini sesederhana alasan mengapa terjadi banyak sekali kehamilan yang tidak direncanakan di dunia ini. Robert tidak ingin memakainya. Ia ingin merasakan seluruh tubuhnya. Itu tidak ada hubungannya dengan pro kontra dari alat kontrasepsi. Ini semua lebih mendasar dari pada hal itu. lebih primitif. Sisi kebinatangan. Robert membenci apapun yang memisahkan mereka.
Setelah perdebatan yang sangat mengerikan, akhirnya Renee pergi ke dokter dan meminum pil. Ia tidak pernah bermasalah dengan meminum pil sebelumnya, dan jika memang mereka berniat untuk menjalin sebuah hubungan, ia pikir ini adalah jalan terbaik. Tapi Renee tidak
suka menggunakan istilah berhubungan atau istilah lain dengannya. Jadi ia tidak menggunakannya. Ia hanya meminum pil, dan ketika ia aman, ia mengatakan kepadanya.
Hubungan mereka mulai membaik sejak saat itu. Seks yang fantastik, dan Renee masih mengingat saat pertama kali Robert mendorong masuk kedalam dirinya tanpa penghalang apapun. Saat itu sangat hingar bingar, gila, dan cepat.
Dan, Ya Tuhan, semuanya semakin terasa lebih baik dan lebih baik lagi.
Pil KB itu sudah menenangkan Robert, atau lebih tepatnya, ketidakharusannya menggunakan kondom sudah menenangkannya. Memang tidak menenangkannya secara keseluruhan, tapi setidaknya sebagian darinya. Ia menjadi lebih santai, dan menikmati setiap aspek dari permainan cinta mereka.
Robert juga tidak pernah mengungkit lagi agar Renee berhenti dari pekerjaannya. Renee tidak beranggapan bahwa Robert lupa akan hal itu, tapi itu bukanlah prioritasnya lagi. Kebutuhan seksualnya sudah terpenuhi, dan hari-hari di kantornya menjadi lebih stabil.
Sampai suatu hari James Cameron berjalan ke kantornya.
"Hai Cantik," senyuman dan keangkuhannya tentu akan menjadi sebuah ekstasi untuk seorang wanita beruntung suatu hari nanti, tapi dia bukan wanita itu.
Renee balas tersenyum. "Hai, bagaimana kabarmu James"" ia mendekati mejanya, membungkuk dan melepaskan senyum yang menawannya memancar.
"Hampa tanpa dirimu, s
weetheart." Ia mengedipkan matanya pada Renee.
"Benarkah. Apakah kau pikir kata-kata itu akan berhasil"" senyumannya menular, dan Renee balas tersenyum kearahnya.
"Kau akan terkejut, Renee. Walaupun Thebodeaux mengalahkanku kali ini, katakan saja bahwa aku tidak datang di saat yang tepat. Bahkan, aku sudah terpikat pada wanita bartender kecil-"
Tiba-tiba pintu terbanting dengan kasar dan Robert masuk ke dalam ruangan. Renee mendongkak dan melihat kerutan mengancam muncul di wajahnya.
Robert berjalan diantara mereka. ia membanting folder manila kepada James dan berkata. "Itu dokumen yang kau perlukan. Sekarang keluar."
James tertawa. "Demi Tuhan, Thibodeaux. Bagaimana kau bisa terus ada dalam bisnis ini jika kau selalu memperlakukan klienmu seperti kau memperlakukanku""
Robert berusaha untuk mengendalikan dirinya ketika James terus mencacinya. "Kau sangat beruntung karena aku adalah orang yang sangat santai, atau mungkin aku sudah lama tidak memakai jasamu sejak dulu. kenapa kau tidak meniikahinya saja, sehingga kau bisa mengendalikan kecenderungan sifat membunuhmu" Mungkin dengan begitu kau tidak akan merasa takut seseorang akan mencurinya darimu. Ikatlah ia bersamamu, man," James melirik folder itu dan mengangguk puas dengan apa yang ia lihat disana. kemudian ia memandang
Renee. "Semoga beruntung dengan yang satu ini. Aku akan menemuimu sekitar enam minggu lagi," ia berbalik dan meninggalkan gedung itu.
Renee menatap Robert. Ia mengawasinya dengan ekspresi tertegun di wajahnya. Akhirnya ia
berkata. "Aku harus melakukan hal itu,"
Renee merasa jantungnya menyumbat tenggorokannya ketika ia menatap Robert. Ia mendengar batuk kecil dari lorong dan mereka berdua berbalik untuk melihat wajah Mrs. Argenot yang tersenyum mengatakan, "Ya, sayang, mengapa kau tidak menikahinya" Itulah mengapa aku menyewanya untukmu. Sungguh sulit menemukan wanita yang tepat untukmu. Aku harap kau menghargai seluruh kerja kerasku anak muda."
Wajah Robert perlahan berubah dari frustasi menjadi ekspresi puas. Ia tersenyum ketika menjawab pernyataan sekretaris lamanya. "Ya, Ma'am. Akan kulakukan."
*** Epilog Tiga minggu kemudian, Renee dan Robert tengah duduk-duduk di sofa, tangannya memeluk tubuh wanita itu. jari-jari mereka bertautan, dan Robert memasangkan cincin perkawinan, berlian tunggal dua karat di jemarinya.
Suaranya terdengar serak ketika bicara. "Aku masih tidak percaya dia bisa punya rencana seperti ini,"
Renee tertawa. "Dia menyayangimu Robert. Kau sudah seperti anaknya, dan ia sudah mengurusmu dalam waktu yang lama,"
"Ya, aku tahu. Tapi merencanakan plot terhadapku di dalam kantorku sendiri-"
Renee berbalik kedalam pelukannya. "Rencana plot terhadapmu"" suara Renee begitu lembut, masuk kedalam aliran darahnya dengan irama yang menenangkan. "Dia hanya merencanakannya untukmu. Bukankah itu semua berjalan lancar" tidakkah kau senang jika aku mengurusmu dirumah dan juga di kantor""
"Ya, aku menyukainya." Kepuasan terdengar dari suaranya, dan tangannya menariknya lebih dekat. "Aku sangat menyukainya."
Renee tersenyum dengan senyuman yang mampu menenangkan jiwanya. "Itu bagus karena aku akhirnya bisa melewati hari kesembilan puluhku. Aku menang." Suaranya penuh humor dan kebahagiaan. "Kau tidak bisa memecatku sekarang."
"Tidak akan pernah terjadi, aku mencintaimu, sayang."
Renee mendesah kecil penuh kepuasan. "Aku juga mencintaimu."
-End- Kaki Tiga Menjangan 39 Pendekar Gila 10 Tengkorak Darah Pembalasan Rikma Rembyak 2

Cari Blog Ini