Ceritasilat Novel Online

Eragon 10

Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 10


Nasuada mengibaskan rambutnya ke belakang dan menyampaikan pesannya: "Ia merasa senang kau baik-baik saja, tapi ia memperingatkan dirimu untuk tidak melakukan tindakan-tindakan seperti pemberkatan yang kaulakukan kemarin. Tindakan itu menciptakan lebih banyak masalah daripada memecahkannya. Selain itu, ia mendorongmu melakukan pengujian secepat mungkin, ia perlu mengetahui seberapa kemampuanmu sebelum berkomunikasi dengan para elf."
" Apakah kau mendaki hingga kemari hanya untuk memberitahukan itu padaku"" tanya Eragon, sambil memikirkan panjangnya Vol Turin.
Nasuada menggeleng. "Kugunakan sistem derek untuk mengirim barang-barang ke tingkat atas. Kami bisa saja mengirimkan pesannya melalui sinyal, tapi kuputuskan untuk menyampaikannya sendiri dan bertemu denganmu langsung."
"Kau mau duduk"" tanya Eragon. ia memberi isyarat ke arah gua Saphira.
Nasuada tertawa pelan. "Tidak, aku ditunggu di tempat lain. Kau juga harus mengetahui, ayahku memutuskan kau boleh mengunjungi Murtagh, kalau kau mau." Ekspresi suram mengganggu penampilannya yang sebelumnya halus. "Aku sudah bertemu Murtagh.... Ia sangat ingin berbicara denganmu. Ia tampak kesepian; sebaiknya kau kunjungi ia." Ia memberitahukan jalan ke sel Murtagh kepada Eragon.
Erag on mengucapkan terima kasih untuk pemberitahuan itu, lalu bertanya, "Bagaimana dengan Arya" Apakah keadaannya sudah lebih baik" Boleh aku menemuinya" Orik tidak bisa memberitahukan hal-hal itu padaku."
Nasuada tersenyum. "Arya pulih dengan cepat, seperti semua elf. Tidak ada yang diizinkan menemui dirinya kecuali ayahku, Hrothgar, dan para tabib. Mereka menghabiskan banyak waktu bersamanya, mempelajari apa yang terjadi selama penahanan dirinya." Ia mengalihkan pandangan kepada Saphira. "Aku harus pergi sekarang. Apakah ada apa pun yang ingin kausampaikan pada Ajihad""
"Tidak, cuma keinginan mengunjungi Arya. Dan sampaikan terima kasihku padanya untuk keramahan yang ditunjukkannya pada kami."
"Akan kusampaikan pesanmu kepadanya. Selamat tinggal, Penunggang Eragon. Kuharap kita akan segera bertemu lagi." Ia memberi hormat dan meninggalkan sarang naga, dengan kepala terangkat tinggi.
Kalau ia benar-benar mendaki Tronjheim hanya untuk menemuiku dengan derek atau tidak, pertemuan ini lebih daripada sekadar bercakap-cakap biasa, Eragon mengomentari.
Setuju, kata Saphira, sambil menarik kepalanya kembali ke dalam gua. Eragon mendaki ke sana dan terkejut melihat Solembum meringkuk di ceruk di pangkal leher Saphira. Kucing jadi-jadian itu mendengkur dalam, ekornya yang berujung hitam melecut-lecut ke sana kemari. Mereka berdua memandang Eragon dengan berani, seakan bertanya, "Apa""
Eragon menggeleng, tertawa tidak berdaya. Saphira, apakah Solembum yang ingin kautemui"
Mereka berdua mengerjapkan mata kepadanya dan berkata, Ya.
Hanya penasaran, kata Eragon, perasaan geli masih menggelegak dalam dirinya. Masuk di akal kalau mereka berteman, kepribadian mereka mirip, dan mereka berdua makhluk sihir. Ia mendesah, melepaskan sebagian ketegangan hari ini sambil menanggalkan Zar'roc Solembum, kau tahu di mana Angela berada" Aku tidak bisa menemukannya, dan aku membutuhkan nasihatnya.
Solembum memijat-mijatkan cakarnya ke punggung Saphira yang bersisik. Ia ada di suatu tempat di Tronjheim.
Kapan ia kembali" Tidak lama lagi.
Seberapa cepat" tanya Eragon tidak sabar. Aku perlu berbicara dengannya hari ini.
Tidak secepat itu. Kucing jadi-jadian itu menolak berbicara lebih lanjut, terlepas dari pertanyaan yang terus-menerus dilontarkan Eragon. Eragon menyerah dan menyandar ke Saphira. Dengkur Solembum terdengar lembut di atas kepalanya. Aku harus mengunjungi Murtagh besok, pikir Eragon, sambil mempermainkan cincin Brom.
UJIAN ARYA Di pagi hari ketiga mereka di Tronjheim, Eragon
berguling turun dari ranjang dengan perasaan segar dan penuh energi. Ia menyandang Zar'roc di pinggang dan busur serta tabung anak panahnya yang setengah penuh melintang di punggung. Sesudah terbang dengan santai memasuki Farthen Dur bersama Saphira, ia menemui Orik di dekat salah satu dari keempat gerbang utama Tronjheim. Eragon bertanya padanya tentang Nasuada.
"Gadis yang tidak biasa," jawab Orik, sambil melirik tidak menyetujui ke arah Zar'roc. "Ia mengabdi pada ayahnya sepenuhnya dan menghabiskan seluruh waktunya untuk membantu Ajihad. Kupikir ia membantu Ajihad lebih daripada yang diketahui Ajihad sendiri, ada saatnya ia mengalihkan musuh-musuh Ajihad tanpa pernah mengungkapkan peranannya dalam hal itu."
"Siapa ibunya""
"Itu aku tidak tahu. Ajihad sendirian sewaktu membawa Nasuada ke Farthen Dur ketika lahir. Ia tidak pernah memberitahukan dari mana asal dirinya dan Nasuada."
Jadi Nasuada tumbuh dewasa tanpa mengenal ibunya. Eragon mengesampingkan pikiran itu. "Aku gelisah. Bagus kalau bisa menggunakan otot-ototku. Ke mana aku harus pergi untuk menjalani 'pengujian' Ajihad ini""
Orik menunjuk ke dalam Farthen Deur. "Lapangan latihan berada setengah mil dari Tronjheim, sekalipun kau tidak bisa melihatnya dari sini karena letaknya di balik gunung kota. Itu kawasan yang luas tempat baik kurcaci maupun manusia berlatih."
Aku juga Ikut, kata Saphira.
Eragon memberitahu Orik, dan kurcaci itu menarik-narik janggutnya. "Itu mungkin bukan gagasan yang bagus. Ada banyak orang di lapangan latihan, kau pasti akan menarik perhatian."
Saphira menggeram keras. Aku ikut! Dan m
asalah itu pun beres. Keributan pertempuran mencapai telinga mereka dari lapangan: dentangan keras baja beradu dengan baja, bunyi berdebuk keras ketika anak panah mengenai sasaran berbantalan, gemeretak dan derak tongkat kayu beradu, dan teriakan-teriakan dalam pertempuran pura-pura. Suara-suara itu membingungkan, tapi setiap kelompok memiliki pola dan irama yang unik.
Sebagian besar arena latihan dihuni para prajurit rendahan yang bersusah payah menggunakan perisai dan tombak yang nyaris sama tinggi dengan mereka. Mereka berlatih dalam formasi kelompok. Di samping mereka berlatih ratusan pejuang yang menggunakan pedang, gada, tombak, tongkat, gada berantai, perisai dalam berbagai bentuk dan ukuran, dan bahkan, Eragon melihat, seseorang membawa garpu jerami. Nyaris semua prajurit menggunakan baju besi, biasanya jala baja dan helm; perisai pelat tidak umum. Ada banyak kurcaci juga manusia, walaupun keduanya sebagian besar terpisah. Di belakang para prajurit yang berlatih tanding terdapat sederet pemanah yang terus memanah boneka jerami berlapis kain karung kelabu.
Sebelum Eragon sempat merasa penasaran tentang apa yang harus dilakukannya, seorang pria berjanggut, kepala dan bahunya yang besar tertutup perisai, mendekati mereka. Bagian dirinya yang lain dilindungi setelan kulit kerbau yang kokoh dan masih berbulu. Sebilah pedang yang sangat besar panjangnya nyaris sama dengan tinggi tubuh Eragon melintang dipunggungnya. Ia mengamati Eragon dan Saphira sekilas seakan mengevaluasi seberapa berbahaya mereka berdua, lalu berkata dengan suara serak, "Knurla Orik. Kau Pergi terlalu lama. Tidak ada orang yang bisa kuajak berlatih tanding."
Orik tersenyum. "Maaf, itu karena kau membuat semua orang memar dari ujung kepala ke ujung kaki dengan pedang monstermu."
"Semua orang kecuali dirimu," katanya.
"Itu karena aku lebih cepat daripada raksasa seperti kau."
Pria itu kembali memandang Eragon. "Namaku Fredric. Aku diberitahu harus mencari tahu seberapa kemampuanmu. Seberapa kuat dirimu""
"Cukup kuat," jawab Eragon. "Aku harus cukup kuat untuk bisa bertempur menggunakan sihir."
Fredric menggeleng; rantai bajanya berdentingan seperti sekantong koin. "Sihir tidak memiliki tempat dalam apa yang kami lakukan di sini. Kecuali kau berdinas di angkatan bersenjata, aku ragu pertempuran yang pernah kaujalani berlangsung lebih dari beberapa menit. Yang menjadi perhatian kami di sini adalah bagaimana kau bisa bertahan dalam pertempuran yang mungkin berlangsung selama berjam-jam, atau bahkan berminggu-minggu kalau itu pengepungan. Kau tahu bagaimana cara menggunakan senjata selain pedang dan busurmu""
Eragon memikirkannya. "Hanya tinjuku."
"Jawaban bagus!" kata Fredric sambil tertawa. "Well, kita mulai dengan busur dan lihat bagaimana kemampuanmu. Lalu, begitu ada ruang kosong di lapangan, kita coba-" Ia tiba-tiba berhenti dan menatap ke belakang Eragon, merengut.
Si Kembar berjalan mendekati mereka, kepala mereka yang botak tampak pucat karena jubah ungu yang mereka kenakan. Orik bergumam dalam bahasanya sendiri sambil mencabut kapak perarig dari sabuk. "Sudah kukatakan agar kalian berdua menjauhi lapangan latihan," kata Fredric, sambil melangkah maju dengan sikap mengancam. Si Kembar tampak rapuh di hadapannya.
Mereka memandangnya dengan sombong. "Kami diperintahkan Ajihad menguji keahlian Eragon dalam menggunakan sihir sebelum kau menguras tenaganya dengan memerintahkannya memukuli potongan logam."
Fredric meradang. "Kenapa bukan orang lain yang menguji dirinya""
"Tidak ada lagi yang cukup kuat," kata si Kembar sambil mendengus. Shapira menggeram dalam dan memelototi mereka. Sebaris asap mengepul dari cuping hidungnya, tapi mereka mengabaikan dirinya. "Ikut kami," kata mereka, dan berjalan ke sudut lapangan yang kosong.
Sambil mengangkat bahu, Eragon mengikuti mereka bersama Saphira. Di belakangnya ia mendengar Fredric berkata kepada Orik, "Kita harus menghentikan mereka sebelum mereka keterlaluan."
"Aku tahu," jawab Orik dengan suara pelan, "tapi aku tidak bisa mencampuri lagi. Hrothgar sudah menyatakan ia tidak akan bisa melindungi lagi kala
u kejadian itu terulang."
Eragon menekan kembali ketakutannya yang membesar. Si Kembar mungkin mengetahui lebih banyak teknik dan kata-kata.... Meskipun begitu, ia masih ingat apa yang pernah dikatakan Brom padanya: Penunggang memiliki sihir yang lebih kuat daripada orang biasa. Tapi apakah cukup kuat untuk menghadapi kekuatan gabungan si Kembar"
Jangan begitu khawatir; aku akan membantumu, kata Saphira. Kita juga berdua.
Eragon menyentuh kaki Saphira dengan lembut, merasa lega mendengar kata-katanya. Si Kembar memandang Eragon dan bertanya, "Bagaimana jawabanmu, Eragon""
Dengan membiarkan ekspresi kebingungan rekan-rekannya, Eragon berkata terus terang, "Tidak."
Garis-garis yang tajam muncul di sudut mulut si Kembar. Mereka berpaling hingga memandang Eragon dari samping dan, sambil membungkuk, menggambar pentagram besar di tanah. Mereka melangkah ke tengahnya, lalu berkata dengan suara kasar, "Kita mulai sekarang. Kau harus berusaha menyelesaikan tugas-tugas yang kami berikan... hanya itu."
Salah satu dari si Kembar memasukkan tangan ke balik jubah, mengeluarkan sebutir batu mengilap sebesar kepalan Eragon, dan meletakkannya di tanah. "Angkat setinggi mata."
Itu mudah kata Eragon kepada Saphira. "Stenr reisa!" satunya bergoyang-goyang, lalu melayang dari tanah. Sebelum mencapai ketinggian satu kaki, tanpa diduga batu itu tertahan di udara. Senyum tipis merekah di bibir si Kembar. Eragon menatap mereka, murka, mereka berusaha menggagalkan dirinya! Kalau ia kelelahan sekarang, mustahil baginya untuk penyelesaikan tugas-tugas yang lebih berat. Jelas sekali mereka merasa yakin kekuatan gabungan mereka bisa dengan mudah menguras tenaganya.
Tapi aku juga tidak sendirian, raung Eragon sendiri. Saphira sekarang! Benak Saphira menyatu dengan benaknya, dan batunya tersentak mengudara hingga berhenti, bergetar, setinggi mata. Mata si Kembar menyipit kejam.
"Bagus... sekali," desis mereka. Fredric tampak tidak terpengaruh oleh pameran kekuatan sihir itu. "Sekarang Putar batunya membentuk lingkaran."
Sekali lagi Eragon harus melawan usaha mereka menghentikan dirinya, dan sekali lagi yang menyebabkan mereka marah, ia menang. Latihan itu dengan cepat meningkat kerumitan dan kesulitannya hingga Eragon terpaksa berpikir baik-baik mengenai kata mana yang akan digunakannya. Dan setiap kali, si Kembar melawannya mati-matian, sekalipun kerja keras mereka tidak pernah terlihat di wajah masing-masing.
Hanya dengan dukungan Saphira, Eragon mampu mempertahankan diri. Dalam jeda di antara dua tugas, ia bertanya kepada Saphira, Kenapa mereka meneruskan ujian ini" Kemampuan kita sudah cukup jelas dari apa yang mereka lihat dalam benakku. Saphira memiringkan kepala, berpikir. Kau tahu" kata Eragon muram saat pemahaman merekah dalam benaknya. Mereka menggunakan ujian ini sebagai kesempatan untuk mengetahui kata kata kuno apa yang kuketahui dan belum mereka ketahui, yang mungkin bisa mereka pelajari.
Kalau begitu, berbicaralah dengan suara pelan, agar mereka tidak bisa mendengarmu, dan gunakan kata-kata sesederhana mungkin.
Mulai saat itu, Eragon menggunakan hanya sedikit kata-kata dasar untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Tapi menemukan cara agar kata-kata itu berfungsi dengan cara yang sama seperti kalimat-kalimat yang panjang, benar-benar menguras kecerdasannya hingga batas. Imbalannya berupa perasaan frustrasi yang mengerutkan wajah si Kembar saat ia mensalahkan mereka berulang-ulang. Tidak peduli apa yang mereka coba, mereka tidak bisa memaksanya menggunakan kata-kata yang lain dalam bahasa kuno.
Lebih dari satu jam berlalu, tapi si Kembar tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Eragon kepanasan dan kehausan, tapi menahan diri untuk minta istirahat, ia akan meneruskan selama mereka menginginkannya. Ada banyak ujian: memanipulasi air, menyalakan api, melakukan scrying, melempar-lemparkan batu, mengeraskan kulit, membekukan benda-benda, mengendalikan arah terbang anak panah, dan menyembuhkan goresan-goresan. Eragon bertanya-tanya berapa lama lagi sebelum si Kembar kehabisan gagasan.
Akhirnya si Kembar mengangkat tangan dan berkata, "Hanya ada
satu hal yang perlu dilakukan. Cukup mudah pemakai sihir kompeten mana pun seharusnya bisa melakukannya dengan mudah." Salah satu dari mereka mencabut cincin perak dari jarinya dan mengulurkannya pada Eragon. "Panggil inti perak."
Eragon menatap cincin itu dengan kebingungan. Apa yang harus dilakukannya" Inti perak, apa itu" Dan bagaimana cara memanggilnya" Saphira tidak mengetahuinya, dan si Kembar tidak akanmembantu. Ia belum pernah mengetahui nama perak dalam bahasa kuno, meskipun ia mengetahui nama itu pasti bagian dari argetlam. Dalam keputusasaannya ia mengkombinasikan satu-satunya kata yang mungkin berhasil, ethgri, atau "bangkit," dengan arget.
Setelah menegakkan diri, ia mengumpulkan kekuatannya yang tersisa dan membuka bibir untuk mengucapkan kata-kata itu. Tiba-tiba, suara yang jelas dan merdu membelah udara.
"Berhenti!" Kata itu menyirami Eragon bagai air yang sejuk. suara itu dikenalinya, seperti melodi yang setengah teringat. Tengkuknya meremang. Perlahan-lahan ia berbalik ke asal suara.
Ada sosok bediri di belakang mereka: Arya. Pita kulit melilit di alisnya, mengikat rambut hitamnya yang lebat, yang tergerai ke balik bahu. Pedang ramping ada di pinggulnya, busur di punggung. Kulit hitam polos menutupi sosoknya yang indah, pakaian yang sangat tidak sesuai bagi orang seanggun dirinya. Arya lebih jangkung daripada sebagian besar pria, dan sikapnya seimbang dan santai sepenuhnya. Wajahnya yang mulus tidak menunjukkan bekas siksaan mengerikan yang dialaminya.
Mata zamrud Arya yang menyala-nyala terarah kepada si kembar, yang memucat ketakutan. Arya mendekat dengan langkah-langkah tanpa suara dan berkata dengan nada lembut, mengancam, "Memalukan! Memalukan untuk memintanya melakukan apa yang hanya bisa dilakukan pakar. Memalukan bahwa kalian menggunakan metode seperti itu. Memalukan bahwa kalian memberitahu Ajihad kalian tidak mengetahui kemampuan Eragon. Ia kompeten. Sekarang pergi!" Arya mengerutkan kening, alisnya yang miring bertemu seperti sambaran kilat membentuk huruf V yang tajam, dan menunjuk cincin di tangan Eragon. "Arget!" serunya mengguntur.
Perak itu berkilau, dan citra bagai hantu cincin itu muncul di sebelahnya. Keduanya identik, kecuali bahwa bayangannya tampak lebih murni dan putih membara. Saat melihatnya, si Kembar berputar balik dan pergi, jubah mereka berkibar-kibar liar. Cincin bayangannya menghilang dari tangan Eragon, meninggalkan lingkaran keperakan di tempatnya. Orik dan Fredric bangkit, menatap Arya dengan waspada. Saphira merunduk, siap beraksi.
Elf itu mengamati mereka semua. Tatapan matanya yang agak naik berhenti sejenak di Eragon. Lalu ia berbalik dan melangkah ke tengah lapangan latihan. Para prajurit menghentikan latih-tanding dan memandangnya keheranan. Dalam beberapa saat seluruh lapangan membisu terpesona karena kehadiran Arya.
Eragon bagai terseret maju oleh perasaan terpesona. Saphira berbicara, tapi Eragon tidak mendengar komentarnya. Lingkaran besar terbentuk mengelilingi Arya. Dengan hanya memandang Eragon, Arya berseru, "Kuminta hak untuk menguji dengan senjata. Cabut pedangmu."
Ia mengajakku berduel! Tapi kupikir tidak untuk menyakiti dirimu, jawab Saphira
perlahan-lahan. Ia mendorong Eragon dengan hidungnya.
Majulah dan pertahankan dirimu dengan baik Aku akan mengawasi.
Eragon dengan enggan melangkah maju. Ia tidak ingin berlatih tanding menggunakan senjata sementara dirinya kelelahan setelah menggunakan sihir dan begitu banyak orang yang menyaksikan. Lagi pula, Arya tidak mungkin dalam kondisi yang bagus untuk berlatih tanding. Baru dua harus menerima Serbuk Sari Tunivor. Akan kuperlunak pukulannya agar tidak menyakiti dirinya, Eragon mengambil keputusan.
Mereka berhadapan di tengah lingkaran para prajurit. Arya mencabut pedangnya dengan tangan kiri. Senjatanya lebih tipis daripada senjata Eragon, tapi sama panjang dan tajamnya. Eragon mencabut Zar'roc dari sarungnya dan memegangnya dengan mata pedang yang merah menghadap ke bawah. Lama mereka berdiri tanpa bergerak, elf dan manusia saling mengawasi. Sekilas terlintas dalam benak Eragon bahwa beginilah awal sekian
banyak latih tandingnya dengan Brom.
Ia melangkah maju dengan hati-hati. Dengan gerakan yang sangat cepat Arya menyerbunya, mengayunkan pedang ke rusuk Eragon. Eragon secara refleks menangkis serangan itu, dan pedang mereka bertemu hingga bunga api berhamburan. Zar'roc terdorong ke samping seakan tidak lebih daripada lalat. Tapi elf itu tidak memanfaatkan celah yang terbuka, ia justru berputar ke kanan, rambutnya melecut udara, dan menghantam Eragon di sisi tubuhnya yang lain. Eragon nyaris tidak mampu menahan serangan itu dan bergegas mundur, tertegun karena kekuatan dan kecepatan Arya.
Dengan hati-hati, Eragon teringat peringatan Brom bahwa bahkan elf yang paling lemah bisa mengalahkan manusia dengan mudah. Kesempatannya mengalahkan Arya nyaris sama besarnya seperti mengalahkan Durza. Arya kembali menyerang, mengayunkan pedang ke kepala Eragon. Eragon merunduk menghindari mata pedang setajam pisau cukur itu. Tapi lalu kenapa Arya... mempermainkan dirinya" Selama beberapa detik yang terasa lama ia terlalu sibuk menghindari serangan Arya untuk memikirkan hal itu, lalu ia menyadari, Ia mengetahui seberapa jauh keahlianku.
Setelah memahami hal itu, Eragon mulai melakukan serangkaian serangan paling rumit yang diketahuinya. Ia bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain, dengan sembarangan menggabung dan memodifikasi serangannya dengan segala cara yang mungkin. Tapi secerdik apa pun dirinya, pedang Arya selalu berhasil menghentikannya. Arya menyamai tindakannya dengan keanggunan yang tanpa susah payah.
Tenggelam dalam tarian yang menggelegak, tubuh mereka menyatu dan terpisah diiringi sambaran pedang. Terkadang mereka nyaris bersentuhan, hanya terpisah sehelai rambut, tapi lalu momentumnya memutar mereka hingga terpisah, dan mereka mundur sedetik, hanya untuk bergabung kembali. Sosok-sosok mereka yang berotot terjalin menjadi satu seperti puntiran tali asap yang ditiup angin.
Eragon tidak pernah bisa mengingat berapa lama mereka bertempur. Pertempuran itu bagai tidak terpengaruh waktu, dipenuhi aksi dan reaksi. Zar'roc terasa semakin berat di tangannya; lengannya terasa seperti terbakar hebat seiring setiap ayunan. Akhirnya, ia menerjang maju, Arya dengan lincah melangkah ke samping menghindarinya, menyapukan ujung pedangnya ke atas ke tulang rahang Eragon dengan kecepatan yang supra natural.
Eragon membeku saat logam sedingin es itu menyentuh kulitnya. Otot-ototnya gemetar karena pengurasan tenaga. Samar-samar ia mendengar Saphira bersuara dan para prajurit bersorak-sorak di sekeliling mereka. Arya menurunkan pedang dan menyarungkannya. "Kau lulus," katanya dengan suara pelan di tengah keributan itu.
Dengan tertegun, Eragon perlahan-lahan menegakkan tubuh. Fredric ada di sampingnya sekarang, memukuli punggungnya dengan antusias. "Itu keahlian pedang yang luar biasa! Aku bahkan belajar beberapa gerakan baru dari mengawasi kalian berdua. Dan elf itu mengagumkan!"
Tapi aku kalah, kata Eragon, memprotes diam-diam. Orik memuji penampilannya dengan senyum lebar, tapi yang disadari Eragon hanyalah Arya, yang berdiri seorang diri dan membisu. Arya memberi isyarat dengan jarinya, tidak lebih dari gerakan samar, ke arah bukit sekitar satu mil jauhnya dari lapangan latihan, lalu berbalik dan berjalan pergi. Kerumunan orang membelah di depannya. Orang-orang dan kurcaci terdiam saat ia lewat.
Eragon berpaling kepada Orik. "Aku harus pergi. Aku akan kembali ke sarang naga tidak lama lagi." Dengan gerakan sigap, Eragon menyarungkan Zar'roc dan naik ke punggung Saphira. Saphira terbang di atas lapangan latihan, yang berubah menjadi lautan wajah saat semua orang memandang dirinya.
Sementara mereka membubung menuju bukit, Eragon melihat Arya berlari di bawah mereka dengan langkah-langkah yang mulus dan ringan. Saphira mengomentari, Kau menganggap bentuk tubuhnya menyenangkan, bukan"
Ya, Eragon mengakui, dengan wajah memerah.
Wajahnya memang lebih berkarakter daripada wajah sebagian besar manusia, kata Saphira sambil mendengus. Tapi wajahnya panjang, seperti kuda, dan secara keseluruhan tubuhnya agak tidak berbentuk.
Eragon tertegun meman dang Saphira. Kau cemburu, bukan" Mustahil. Aku tidak pernah cemburu, kata Saphira, tersinggung.
Sekarang kau cemburu, akui saja! kata Eragon sambil tertawa.
Saphira mengatupkan rahang dengan suara keras. Aku tidak cemburu! Eragon tersenyum dan menggeleng, tapi membiarkan pengingkaran Saphira. Saphira mendarat dengan berat di bukit, menyentakkan Eragon dengan kasar. Eragon melompat turun tanpa mengomentari perbuatan naga itu.
Arya berada dekat di belakang mereka. Langkah-langkahnya yang ringan membawanya lebih cepat daripada pelari mana pun yang pernah dilihat Eragon. Sewaktu ia tiba di puncak bukit, napasnya tetap lancar dan teratur. Dengan lidah tiba-tiba terasa kelu, Eragon menunduk. Arya berlari melewati dirinya dan berkata kepada Saphira, "Skulblaka, eka celobra ono un mulabra ono un onr Shur'tugal ne haina. Atra nosu waise fricai."
Eragon tidak mengenali sebagian besar kata-kata itu, tapi Saphira jelas memahami pesannya. Ia mengepakkan sayap dan mengamati Arya dengan penasaran. Lalu Saphira mengangguk, menggumam dalam. Arya tersenyum. "Aku senang kau sudah pulih," kata Eragon. "Kami tidak mengetahui apakah kau masih hidup atau tidak."
"Itu sebabnya aku kemari hari ini," kata Arya, sambil menghadapi Eragon. Suaranya terdengar beraksen dan eksotis. Ia berbicara dengan jelas, dengan sedikit getaran, seakan hendak menyanyi. "Aku berutang budi padamu dan harus membayarnya. Kau menyelamatkan hidupku. Itu tidak pernah bisa dilupakan."
"Itu-itu bukan apa-apa," kata Eragon, sambil kebingungan mencari-cari kata dan mengetahui kata-katanya tidak benar, bahkan sewaktu ia mengucapkannya. Dengan perasaan malu, ia mengalihkan pokok pembicaraan. "Bagaimana kau bisa berada di Gil'ead""
Penderitaan tampak di wajah Arya. Ia memandang ke kejauhan. "Ayo berjalan-jalan." Mereka menuruni bukit dan berjalan ke arah Farthen Dur. Eragon menghormati kebisuan! Arya sementara mereka berjalan. Saphira melangkah tanpa suara di samping mereka. Akhirnya Arya mengangkat kepala dan berkata dengan keanggunan khas bangsanya, "Ajihad memberitahuku kau ada sewaktu telur Saphira muncul."
"Ya." Untuk pertama kalinya Eragon teringat energi yang dibutuhkan untuk mengirimkan telur itu melintasi jarak bermil-mil yang memisahkan Du Weldenvarden dengan Spine. Mencoba usaha seperti itu akan menimbulkan bencana, kalau bukan kematian.
Kata-kata Arya yang selanjutnya berat. "Kalau begitu ketahuilah ini: saat kau pertama kali memegang telur Saphira, aku ditangkap Durza." Suaranya penuh kepahitan dan kedukaan. "Durza yang memimpin para Urgal dan menyergap juga membantai rekan-rekanku, Faolin dan Glenwing. Entah bagaimana ia mengetahui di mana harus menunggu kami, kami tidak mendapat peringatan. Aku dibius dan dikirim ke Gil'ead. Di sana Durza diperintahkan Galbatorix untuk mengetahui ke mana telur itu kukirim dan segala sesuatu yang kuketahui tentang Ellesmera."
Ia menatap ke depan dengan pandangan dingin, rahang terkatup. "Ia mencoba selama berbulan-bulan tanpa hasil. Metodenya... kasar. Sewaktu siksaan gagal, ia memerintahkan para prajuritnya menggunakan diriku sesuka hati mereka. Untungnya aku masih memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pikiran mereka dan menjadikan mereka tidak mampu. Akhirnya Galbatorix memerintahkan aku dibawa ke Uru'baen. Aku ketakutan setengah mati sewaktu mengetahuinya, karena aku kelelahan baik mental maupun fisik dan tidak memiliki kekuatan untuk melawannya. Kalau bukan karena dirimu, aku pasti sudah berada di depan Galbatorix dalam waktu seminggu."
Eragon diam-diam menggigil. Sungguh mengagumkan Arya masih hidup. Kenangan akan luka-luka di tubuhnya masih jelas dalam ingatan Eragon. Dengan lembut ia bertanya "Kenapa kau menceritakan semua ini kepadaku""
"Agar kau mengetahui kau menyelamatkan aku dari apa. Jangan anggap aku bisa mengabaikan perbuatanmu."
Dengan rendah hati Eragon membungkuk. "Apa yang akan kaulakukan sekarang, kembali ke Ellesmera""
"Tidak, belum. Masih banyak yang harus dilakukan di sini. Aku tidak bisa meninggalkan kaum Varden, Ajihad membutuhkan bantuanku. Aku sudah melihat dirimu diuji baik dalam senjata maupun sihir har
i ini. Brom mendidikmu dengan baik. Kau siap melanjutkan latihanmu."
"Maksudmu aku pergi ke Ellesmera""
"Ya." Eragon sekilas merasa jengkel. Apakah ia dan Saphira tidak berhak berpendapat dalam hal ini" "Kapan""
"Itu masih belum ditentukan, tapi sedikitnya baru beberapa minggu lagi."
Setidaknya mereka memberiku waktu sebanyak itu, pikir Eragon.
Saphira menyebutkan sesuatu padanya, dan Eragon bertanya pada Arya. "Si Kembar ingin aku melakukan apa""
Bibir Arya yang indah berkerut kesal. "Sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak bisa melakukannya. Kita bisa mengucapkan nama sebuah benda dalam bahasa kuno dan memanggil bentuk sejatinya. Membutuhkan kerja keras bertahun-tahun dan disiplin yang luar biasa, tapi imbalannya adalah pengendalian penuh atas benda itu. Itu sebabnya nama sejati seseorang selalu dirahasiakan, karena kalau nama itu diketahui oleh kejahatan dalam hati mereka, mereka bisa mendominasimu secara mutlak."
"Aneh," kata Eragon sesaat kemudian, "tapi sebelum ditangkap di Gil'ead, aku mendapat visi mengenai dirimu dalam mimpi-mimpiku. Rasanya seperti melakukan scrying, dan sesudah itu aku mampu melakukan scrying atas dirimu tapi selalu dalam tidurku."
Arya mengerutkan bibir dengan hati-hati. "Ada saat aku merasakan kehadiran orang lain yang mengawasi diriku, tapi aku sering kebingungan dan demam. Aku belum pernah mendengar ada orang, baik dalam dongeng maupun legenda, yang mampu melakukan scrying dalam tidurnya."
"Aku sendiri tidak mengerti," kata Eragon, sambil memandang tangannya. Ia memutar-mutar cincin Brom di jarinya. "apa arti tato di bahumu" Aku tidak bermaksud melihatnya, tapi sewaktu aku menyembuhkan luka-lukamu... aku tidak bisa menghindarinya. Tato itu mirip dengan simbol di cincin ini."
"Kau memiliki cincin berukir yawe"" tanya Arya tajam.
"Ya. Ini dulu cincin Brom. Lihat!"
Eragon mengacungkan cincinnya. Arya mengamati batu safirnya, lalu berkata, "Itu tanda yang diberikan hanya kepada teman elf yang paling berharga, malah, begitu berharga hingga tidak digunakan lagi selama berabad-abad. Atau begitulah yang kukira. Aku tidak pernah mengetahui Ratu Islanzadi menganggap Brom begitu tinggi."
"Kalau begitu sebaiknya tidak kukenakan," Kata Eragon, khawatir dirinya berlebihan.
"Tidak, simpan saja. Cincin itu akan memberimu perlindungan kalau kau kebetulan bertemu anak buahku, dan mungkin bisa membantumu mendapat kemurahan hati Ratu. Jangan beritahu siapa pun mengenai tatoku. Tato itu seharusnya tidak terungkap."
"Baiklah." Eragon menikmati kesempatan bercakap-cakap dengan Arya, ia berharap pembicaraan mereka berlangsung lebih lama. Wwaktu mereka berpisah, ia berkeliaran di Farthen Dur, bercakap-cakap dengan Saphira. Sekalipun ia menanyakannya, saphira menolak memberitahukan apa yang dikatakan Arya kepadanya. Akhirnya pikiran Eragon kembali kepada murtagh, lalu kepada saran Nasuada. Aku akan makan, lalu nengunjungi Murtagh, pikirnya. Kau mau menungguku agar aku bisa kembali ke sarang naga bersamamu"
Akan kutunggu pergilah, kata Saphira.
Sambil tersenyum berterima kasih, Eragon melesat ke Tronjheim, makan di sudut dapur yang remang-remang, lalu mengikuti instruksi Nasuada hingga tiba di pintu kelabu kecil yang dijaga manusia dan kurcaci. Sewaktu ia minta izin masuk, kurcacinya menggedor pintu tiga kali, lalu membuka selotnya. "Teriak saja kalau kau akan pergi," kata pria itu sambil tersenyum ramah.
Sel itu hangat dan terang benderang, dengan baskom putih di salah satu sudutnya dan meja tulis, dilengkapi pena dan tinta di sudut yang lain. Langit-langitnya berukir sosok-sosok mengilap; lantainya ditutup karpet mewah. Murtagh berbaring di ranjang yang kokoh, membaca gulungan perkamen. Ia menengadah terkejut dan berseru riang, "Eragon! Aku memang berharap kau datang!"
"Bagaimana... Maksudku kukira"
"Kaukira aku dikurung di lubang tikus sambil mengunyah makanan keras," kata Murtagh, memutar bola matanya sambil tersenyum. "Sebenarnya, aku juga menduga begitu, tapi Ajihad mengizinkan aku mendapatkan semua ini selama aku tidak menimbulkan masalah. Dan mereka membawakan makanan yang melimpah, juga apa saja yang kuing
inkan dari perpustakaan. Kalau tidak hati-hati, aku akan berubah menjadi pelajar gendut."
Eragon tertawa, dan sambil tersenyum penasaran duduk di samping Murtagh. "Tapi apakah kau tidak marah" Kau tetap tawanan."
"Oh, mulanya aku marah," kata Murtagh sambil mengangkat bahu. "Tapi semakin kupikirkan, semakin kusadari tempat ini sebenarnya yang terbaik bagiku. Bahkan kalau Ajihad memberiku kebebasan, aku tetap saja lebih banyak tinggal di kamarku."
"Kenapa"" "Kau cukup mengetahuinya jawabannya. Tidak ada yang akan merasa nyaman berada di dekatku, mengetahui identitasku yang sebenarnya, dan akan selalu ada orang yang tidak membatasi diri pada pandangan atau kata-kata kasar saja. Tapi cukup mengenai hal itu, aku ingin tahu ada kejadian apa. Ayo, katakan."
Eragon menceritakan kejadian-kejadian yang berlangsung selama dua hari terakhir, termasuk pertemuannya dengan si Kembar di perpustakaan. Sesudah ia selesai, Murtagh menyandar ke belakang sambil berpikir. "Sepertinya," katanya, "Arya lebih penting daripada dugaan kita berdua. Pertimbangkan apa yang kauketahui: ia pakar bermain pedang, sihirnya kuat, dan, yang paling penting, dipilih untuk menjaga telur Saphira. Ia tidak mungkin tergolong biasa, bahkan di kalangan elf."
Eragon menyetujui. Murtagh menatap langit-langit. "Kau tahu, anehnya, aku merasa penahanan ini membawa kedamaian. Untuk pertama kali seumur hidupku aku tidak perlu merasa takut. Aku tahu seharusnya aku merasa takut... tapi ada sesuatu mengenai tempat ini yang menyebabkan aku merasa santai. Tidur yang nyenyak di malam hari juga membantu."
"Aku tahu apa maksudmu," kata Eragon. ia pernah ke tempat yang lebih lunak di ranjang. "Kata Nasuada ia sudah mengunjungimu. Apakah ada hal-hal menarik yang dikatakannya""
Tatapan Murtagh beralih ke kejauhan, dan ia menggeleng. "Tidak, ia hanya ingin menemuiku. Ia tampak seperti putri, bukan" Dan caranya membawa diri" Sewaktu ia pertama kali memasuki pintu itu, kukira ia salah seorang wanita bangsawan di istana Galbatorix. Aku pernah melihat para bangsawan yang memiliki istri yang, kalau dibandingkan dengan Nasuada, tampak lebih cocok menjalani kehidupan sebagai babi daripada bangsawan."
Eragon mendengarkan pujian Murtagh dengan perasaan takut yang semakin besar. Mungkin tidak berarti apa-apa, pikirnya mengingatkan sendiri. Kau tergesa gesa mengambil kesimpulan. Tapi firasat buruk itu tidak meninggalkan dirinya. Sambil berusaha mengesampingkan perasaan itu, ia bertanya, "Berapa lama kau akan tetap dipenjara, Murtagh" Kau tidak bisa bersembunyi selamanya."
Murtagh mengangkat bahu tidak peduli, tapi ada beban di balik kata-katanya. "Untuk saat ini aku merasa puas tinggal di sini dan beristirahat. Tidak ada alasan bagiku untuk mencari tempat perlindungan di tempat lain maupun menyerahkan diri pada pemeriksaan si Kembar. Akhirnya aku memang akan merasa bosan, tapi untuk saat ini... aku puas."
BAYANG-BAYANG MEMANJANG Saphira membangunkan Eragon dengan dorongan kuat moncongnya, menyapukan rahangnya yang keras.
"Aduh!" seru Eragon, sambil duduk tegak. Gua gelap, cuma ada cahaya remang-remang yang berpendar dari lentera yang tertutup. Di luar, di sarang naga, Isidar Mithrim berkilau-kilau memancarkan ribuan warna, diterangi lentera-lenteranya.
Seorang kurcaci yang gelisah berdiri di mulut gua, mengusap-usap tangannya sendiri. "Kau harus ikut, Argetlam! Masalah besar, Ajihad memanggilmu. Tidak ada waktu!"
"Ada apa"" tanya Eragon.
Kurcaci itu hanya menggeleng, janggutnya bergoyang-goyang. "Pergi, kau harus! Carkna bragha! Sekarang!"
Eragon menggantungkan Zar'roc di pinggang, menyambar busur dan anak panah, lalu memelanai Saphira. Selesai sudah tidur yang nyenyak di malam hari yang tenang ini, gerutu Saphira, merunduk rendah di lantai agar Eragon bisa naik ke punggungnya. Eragon menguap keras-keras sementara Saphira melompat keluar dari gua.
Orik menunggu mereka dengan ekspresi muram sewaktu mereka mendarat di gerbang Tronjheim. "Ayo, yang lain sudah menunggu." Ia membimbing mereka melalui Tronjheim ke ruang kerja Ajihad. Di perjalanan, Eragon bertanya padanya, tapi Orik hanya mengatak
an, "Aku sendiri kurang tahu, tunggu hingga kau mendengar Ajihad!"
Pintu ruang kerja yang besar dibuka sepasang penjaga bertubuh kekar. Ajihad berdiri di belakang mejanya, dengan muram memeriksa sehelai peta. Arya dan seorang pria yang lengannya berotot juga ada di sana. Ajihad menengadah. "Bagus, kau sudah di sini, Eragon. Perkenalkan Jormundur, wakilku."
Mereka berkenalan, lalu mengalihkan perhatian kepada Ajihad. "Kubangunkan kalian berlima karena kita semua menghadapi bahaya serius. Sekitar setengah jam yang lalu ada kurcaci yang berlari keluar dari terowongan yang sudah tidak digunakan di bawah Tronjheim. Ia berlumuran darah dan kata-katanya nyaris tidak bisa dipahami, tapi ia masih cukup sadar untuk memberitahu para kurcaci tentang apa yang memburunya: sepasukan Urgal, mungkin sehari perjalanan dari sini."
Kesunyian karena rasa terkejut mengisi ruang kerja. Lalu Jormundur memaki-maki keras dan mengajukan pertanyaan pada saat yang bersamaan dengan Orik. Arya tetap membisu. Ajihad mengangkat tangan. "Diam! Masih ada lagi. Para Urgal tidak mendekat dari atas tanah, tapi dari bawah. Mereka ada di terowongan... kita akan diserang dari bawah."
Eragon mengeraskan suara mengatasi keributan yang terjadi selanjutnya. "Kenapa para kurcaci tidak mengetahui kejadian ini sebelumnya" Bagaimana para Urgal bisa menemukan terowongan-terowongan""
"Kita beruntung bisa mengetahuinya sedini ini!" teriak Orik. Semua orang berhenti bicara untuk mendengarkan dirinya. "Ada ratusan terowongan di seluruh Pegunungan Beor, tidak dihuni sejak hari terowongan-terowongan itu digali. Kurcaci-kurcaci yang pergi ke sana hanyalah para eksentrik yang tidak menginginkan kontak dengan siapa pun. Kita bisa saja tidak mendapat peringatan sama sekali."
Ajihad menunjuk ke peta, dan Eragon melangkah mendekat. Peta itu menggambarkan belahan selatan Alagaesia, tapi tidak seperti peta Eragon, peta itu menunjukkan seluruh kawasan Pegunungan Beor secara terinci. Jari Ajihad berada di bagian Pegunungan Beor yang bersentuhan dengan perbatasan tin" "' Surda. "Dari sini," katanya, "kurcaci itu berasal, menurut pengakuannya."
"Orthiad!" seru Orik. Menjawab pertanyaan Jormundur yang bingung, ia menjelaskan, "Itu tempat hunian kuno yang sudah ditinggalkan sewaktu Tronjheim selesai dibangun. Pada masanya tempat itu salah satu kota terbesar kami. Tapi tidak ada yang tinggal di sana selama beberapa abad terakhir."
"Dan tempat itu cukup tua hingga beberapa terowongannya runtuh," kata Ajihad. "Menurut dugaan kami begitulah cara tempat itu ditemukan dari permukaan. Kuduga Orthiad sekarang disebut Ithro Zhada. Ke sanalah seharusnya tujuan pasukan Urgal yang memburu Eragon dan Saphira, dan aku yakin ke sanalah para Urgal bermigrasi sepanjang tahun ini. Dari Ithro Zhada mereka bisa bepergian ke mana pun yang mereka inginkan di Pegunungan Beor. Mereka memiliki kekuatan untuk menghancurkan baik kaum Varden maupun para kurcaci."
Jormundur membungkuk di atas peta, mengamatinya dengan cermat. "Kau tahu berapa banyak Urgal yang ada" Apakah pasukan Galbatorix ada di sana bersama mereka" Kita tidak bisa merencanakan pertahanan tanpa mengetahui seberapa besar pasukan mereka."
Ajihad menjawab muram, "Kita tidak yakin mengenai kedua hal itu, tapi keselamatan kita berada pada pertanyaan terakhir. Kalau Galbatorix menyatukan para Urgal dengan anak buahnya sendiri, kita tidak akan bisa bertahan. Tapi kalau tidak, karena ia masih tidak menginginkan persekutuannya dengan para Urgal terungkap, atau untuk alasan lainnya, ada kemungkinan kita bisa menang. Baik Orrin maupun para elf tidak bisa membantu kita semendesak ini. Walau begitu, aku mengirim kurir ke keduanya untuk menyampaikan berita mengenai perjuangan kita. Setidaknya mereka tidak akan terkejut kalau kita jatuh."
ia mengelus alisnya yang sehitam arang. "Aku berbicara dengan Hrothgar, dan kami sudah memutuskan tindakan yang akan diambil. Satu-satunya harapan kita hanyalah menahan para Urgal di tiga terowongan terbesar dan mengarahkan mereka ke Farthen Dar agar mereka tidak membanjiri Tronjheim.
"Aku membutuhkan kalian, Eragon dan Arya, unt
uk membantu para kurcaci meruntuhkan terowongan-terowongan, selebihnya. Tugas itu terlalu besar bagi peralatan biasa. Dua kelompok kurcaci telah mulai menanganinya: satu di luar Tronjheim, yang lain di bawahnya. Eragon, kau bekerja bersama- kelompok di luar Tronjheim. Arya, kau bersama kelompok di bawah tanah; Orik akan memandu kalian ke sana."
"Kenapa tidak meruntuhkan semua terowongan, bukanya membiarkan terowongan-terowongan besar tidak tersentuh"" tanya Eragon.
"Karena," kata Orik, "dengan begitu akan memaksa para Urgal membersihkan reruntuhan, dan mereka mungkin memutuskan menuju ke arah yang tidak kita inginkan. Plus, kalau kita menutup diri, mereka bisa menyerang kota-kota kurcaci yang lain yang tidak akan bisa kita bantu tepat pada waktunya."
"Juga ada alasan lain," kata Ajihad. "Hrothgar sudah memperingatkan diriku bahwa Tronjheim berada di atas jaringan terowongan yang begitu padat hingga kalau terlalu banyak terowongan yang diruntuhkan, sebagian dari kota akan melesak ke dalam tanah akibat beratnya. Kita tidak bisa mengambil risiko itu."
Jormundur mendengarkan dengan cermat, lalu bertanya, "Supaya tidak akan ada pertempuran di dalam Tronjheim" Katamu tadi para Urgal akan diarahkan keluar kota, ke Farthen Dar."
Ajihad dengan cepat menjawab, "Benar. Kita tidak bisa mempertahankan seluruh batas Tronjheim-terlalu besar bagi pasukan kita-jadi kita akan menutup semua pintu masuk dan gerbang yang menuju ke sana. Dengan begitu akan memaksa para Urgal ke dataran di sekeliling Tronjheim, di sana ada banyak ruang untuk bermanuver bagi pasukan kita. Karena para Urgal memiliki akses ke terowongan, kita tidak bisa mengambil risiko pertempuran yang berkepanjangan. Selama mereka berada di sini, kita akan selalu terancam bahaya, mereka menggali dari bawah lantai Tronjheim. Kalau itu terjadi, kita akan terjebak, diserang dari luar dan dari dalam. Kita harus menghalangi para Urgal merebut Tronjheim. Kalau mereka berhasil menguasainya, sangat diragukan kita memiliki kekuatan untuk mengusir mereka."
"Bagaimana dengan keluarga kita"" tanya Jormundur. "Aku tidak ingin melihat istri dan putraku dibunuh para Urgal."
Garis-garis di wajah Ajihad semakin dalam. "Semua wanita dan anak-anak sedang dievakuasi ke lembah-lembah di sekitar kita. Kalau kita kalah, mereka memiliki pemandu yang akan membawa mereka ke Surda. Hanya itu yang bisa kulakukan, mengingat situasinya."
Jormundur berusaha keras untuk menyembunyikan kelegaannya. "Sir, apa Nasuada juga pergi""
"Ia tidak akan senang, tapi ya." Semua mata terarah kepada Ajihad sementara ia menegakkan bahu dan mengumumkan, "Para Urgal akan tiba dalam waktu beberapa jam. Kita mengetahui kalau jumlah mereka banyak, tapi kita harus mempertahankan Farthen Dar. Kegagalan berarti keruntuhan para kurcaci, kematian bagi kaum Varden dan akhirnya kekalahan bagi Surda dan para elf. Kita tidak boleh kalah dalam pertempuran yang satu ini. Sekarang pergi dan selesaikan tugas kalian! Jormundur, siapkan orang-orang untuk bertempur."
Mereka meninggalkan ruang kerja dan berhamburan: Jormundur ke barak-barak, Orik dan Arya ke tangga yang menuju bawah tanah, lalu Eragon serta Saphira ke salah satu dari empat lorong utama Tronjheim. Biarpun hari masih pagi, gunung kota itu penuh sesak bagai bukit semut. Orang-orang berlari-larian, meneriakkan pesan, dan membawa buntalan berisi hartanya.
Eragon pernah bertempur dan membunuh, tapi pertempuran yang menanti mereka menghunjamkan ketakutan ke dalamdadanya. Ia belum pernah mendapat kesempatan mengantisipasi pertempuran. Sekarang sesudah mendapatkannya, ia justru merasa ketakutan. Ia merasa percaya diri hanya sewaktu menghadapi beberapa musuh-ia mengetahui bisa mengalahkan tiga atau empat Urgal dengan Zar'roc dan sihir-tapi dalam pertempuran besar, apa pun bisa terjadi.
Mereka keluar dari Tronjheim dan mencari-cari para kurcaci yang seharusnya mereka bantu. Tanpa matahari atau bulan, bagian dalam Farthen Dar segelap lampu hitam, dihiasi cahaya lentera di sana-sini yang bergerak-gerak di kawah.
Mungkin mereka ada di sisi seberang Tronjheim, kata Saphira.
Eragon mengiyakan d an naik ke punggungnya. Mereka melayang-layang di atas Tronjheim hingga melihat sekelompok lentera. Saphira menukik ke sana, lalu dengan suara yang tidak lebih dari bisikan mendarat di samping sekelompok kurcaci yang terkejut dan sibuk menggali dengan beliung, Eragon bergegas menjelaskan kenapa mereka ada di sana. Seorang kurcaci berhidung lancip memberitahu, "Ada terowongan sekitar empat yard tepat di bawah kita. Bantuan apa pun yang bisa kauberikan akan dihargai."
"Kalau kalian menyingkir dari areal di atas terowongan, akan kulihat apa yang bisa kulakukan."
Kurcaci berhidung lancip itu tampak ragu-ragu, tapi memerintahkan para penggali untuk menyingkir dari areal penggalian.
Sambil bernapas perlahan-lahan, Eragon bersiap menggunakan sihir. Mungkin ia bisa menggerakkan seluruh tanah menutupi terowongan, tapi ia harus menghemat energinya untuk nanti. Ia akan berusaha meruntuhkan terowongan dengan menekan bagian langit-langit terowongan yang lemah.
"Thrysta deloi," bisiknya dan mengirimkan belalai-belalai kekuatan ke dalam tanah. Hampir seketika ia menemui batu. Ia mengabaikannya dan menjangkau semakin jauh ke bawah hingga merasakan kekosongan terowongan. Lalu ia mulai mencari-cari kelemahan di batu. Setiap kali menemukannya, ia menekannya, memperpanjang dan memperlebarnya. Pekerjaan itu melelahkan, tapi tidak lebih daripada membelah batu dengan tangan. Ia tidak menghasilkan kemajuan yang pesat maka fakta yang tidak dilewatkan para kurcaci yang tidak sabar.
Eragon bertahan. Dalam waktu singkat ia mendengar derak keras yang bisa didengar dengan jelas dari permukaan. Terdengar deritan panjang, lalu tanah merosot ke bawah seperti air yang mengalir keluar dari bak, meninggalkan lubang menganga selebar tujuh yard.
Sementara para kurcaci yang gembira menyegel terowongan dengan reruntuhan, si kurcaci berhidung lancip mengajak Eragon ke terowongan berikutnya. Yang satu ini jauh lebih sulit diruntuhkan, tapi ia berhasil meniru tindakannya tadi. Selama beberapa jam berikutnya, ia meruntuhkan lebih dari setengah lusin terowongan di seluruh Farthen Dur, dengan bantuan Saphira.
Cahaya merayap masuk dari sepetak langit di atas mereka sementara ia bekerja. Tidak cukup untuk melihat, tapi cukup untuk meningkatkan kepercayaan diri Eragon. Ia berbalik dari reruntuhan terowongan terbaru dan mengamati lahan di sekitarnya dengan penuh minat.
Segerombolan besar wanita dan anak-anak, bersama para orang tua kaum Varden, mengalir keluar dari Tronjheim. Semua orang membawa persediaan, pakaian, dan barang miliknya. Sekelompok kecil prajurit, yang sebagian besar terdiri atas anak-anak dan pria tua, menemani mereka.
Tapi hampir semua kegiatan berlangsung di dasar Tronjheim, tempat kaum Varden dan kurcaci mengumpulkan pasukan, yang dibagi menjadi tiga batalion. Setiap bagian menyandang bendera Varden: naga putih membawa mawar di atas pedang yang menunjuk ke bawah dengan latar belakang ungu.
Orang-orang membisu, tercekam. Rambut mereka tergerai lepas dari bawah helm masing-masing. Banyak pejuang yang hanya memiliki sebilah pedang dan perisai, tapi ada beberapa pasukan tombak. Di bagian belakang batalion, para pemanah menguji tali busur masing-masing.
Para kurcaci mengenakan pakaian tempur yang berat. Baja tempa pelindung menjuntai hingga lutut mereka, dan perisai-perisai bulat tebal, berukir lambang klan masing-masing, berada di lengan kiri mereka. Pedang-pedang pendek disarungkan di pinggang, sementara di tangan kanan mereka ada martil atau kapak perang. Kaki-kaki mereka dibungkus jala baja yang luar biasa halus. Mereka mengenakan topi besi dan sepatu bot berpaku.
Sesosok kecil memisahkan diri dari batalion terjauh dan bergegas mendekati Eragon dan Saphira. Ia Orik, berpakaian sama seperti para kurcaci lainnya. "Ajihad ingin kau bergabung dengan pasukan," katanya. "Tidak ada terowongan lagi yang harus diruntuhkan. Makanan sudah menunggu kalian berdua."
Eragon dan Saphira menemani Orik ke tenda, di sana mereka mendapati roti dan air untuk Eragon dan setumpuk daging kering untuk Saphira. Mereka menyantapnya tanpa mengeluh; lebih baik daripada kelaparan.
Sesudah mereka selesai, Orik meminta mereka menunggu dan menghilang ke dalam jajaran batalion. ia kembali, memimpin sebarisan kurcaci yang dibebani tumpukan pelat baju baja. Orik mengangkat sepotong di antaranya dan memberikannya kepada Eragon.
"Apa ini"" tanya Eragon, sambil mengelus logam mengilap itu. Baju zirah tersebut dihiasi ukiran-ukiran dan benang emas. Tebalnya satu inci di beberapa tempat dan sangat berat. Tidak ada orang yang bisa bertempur dengan membawa beban seberat itu. Dan potongan-potongan logam pada rangkaiannya terlalu banyak untuk satu orang.
"Hadiah dari Hrothgar," kata Orik, tampak puas diri. "Ini tergeletak begitu lama di antara harta kami hingga nyaris terlupakan. Dibuat di abad yang lalu, sebelum kejatuhan para Penunggang."
"Tapi untuk apa"" tanya Eragon.
"Wah, tentu saja ini baju zirah naga! Menurutmu naga bertempur tanpa perlindungan" Perisai yang lengkap jarang ada karena membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membuatnya dan karena naga selalu tumbuh. Sekalipun begitu, Saphira belum terlalu besar, jadi seharusnya baju zirah ini cocok untuknya."
Baju zirah naga! Saat Saphira mengendus-endus salah satu potongan, Eragon bertanya, Apa pendapatmu"
Ayo kita coba, kata Saphira, kilau buas terpancar di matanya.
Sesudah bersusah payah, Eragon dan Orik melangkah mundur untuk mengagumi hasilnya. Seluruh leher Saphira-kecuali duri-duri di sepanjang punggung leher-tertutup sisik-sisik segitiga baju zirah yang saling tumpang tindih. Perut dan dadanya dilindungi pelat yang paling tebal, sementara yang paling ringan untuk ekor. Kaki dan punggungnya terbungkus sepenuhnya. Sayap-sayapnya dibiarkan telanjang. Selembar pelat meliputi puncak kepalanya, menyisakan rahang bawahnya tetap bebas untuk menggigit dan mematahkan.
Saphira melengkungkan leher untuk mencoba, dan baju zirahnya melengkung dengan halus seiring dengan gerakannya. Ini akan memperlambat diriku, tapi membantu menghentikan panah. Bagaimana penampilanku"
Sangat menggentarkan, jawab Eragon sejujurnya. Jawaban yang menyenangkan Saphira.
Orik mengambil potongan-potongan yang tersisa dari tanah. "Aku juga membawakan baju besi untukmu, walau butuh waktu yang lebih lama untuk mencari yang cocok bagi ukuranmu. Kami jarang membuat senjata untuk manusia atau elf. Aku tidak tahu untuk siapa baju besi ini dibuat, tapi baju besi ini belum pernah digunakan dan seharusnya berguna bagimu."
Sehelai kemeja jala baja berpunggung kulit diselipkan melalui kepala Eragon, menjuntai hingga lututnya seperti rok. Pakaian itu terasa berat di bahu dan berdentang-dentang sewaktu ia bergerak. Ia melilitkan sabuk Zar'roc di luarnya, yang membantu mencegah jala baja itu melambai-lambai. Ia mengenakan topi kulit, lalu jala baja, dan akhirnya helm emas dan perak. Pelindung dipasang di lengan depan dan kaki bawahnya. Untuk tangannya ada sarung tangan berpunggung jala baja. Akhirnya, Orik memberikan perisai lebar berukir pohon ek.
Mengetahui apa yang diberikan pada dirinya dan Saphira sangat berharga, Eragon membungkuk dan berkata, "Terima kasih untuk hadiah-hadiah ini. Hadiah Hrothgar sangat dihargai."
"Jangan berterima kasih sekarang," kata Orik sambil tergelak. "Tunggu hingga baju besi ini menyelamatkan nyawamu."
Para pejuang di sekeliling mereka mulai berbaris pergi. Ketiga batalion menempatkan diri di berbagai tempat di Farthen Dar. Tidak yakin apa yang harus mereka lakukan, Eragon memandang Orik, yang mengangkat bahu dan berkata, "Kurasa kita harus mendampingi mereka." Mereka mengikuti batalion yang menuju dinding kawah. Eragon menanyakan para Urgal, tapi Orik hanya mengetahui ada orang-orang yang ditempatkan di bawah tanah dalam lorong-lorong dan belum ada yang terlihat atau terdengar.
Batalion itu berhenti di salah satu terowongan yang runtuh. Para kurcaci menumpuk reruntuhan sebegitu rupa hingga siapa pun di dalam terowongan bisa memanjatnya dengan mudah. Ini pasti salah satu tempat di mana mereka akan memaksa para Urgal muncul ke permukaan, kata Saphira.
Ratusan lentera dipasang di ujung tiang-tiang dan ditancapkan ke tanah. Lentera-lentera itu memberi penerangan yang be
rpendar bagai matahari sore. Api berkobar-kobar di sepanjang tepi atap terowongan, panci besar berisi ter yang menyala-nyala. Eragon membuang muka, menekan perasaan mual. Itu cara yang mengerikan untuk membunuh siapa pun, bahkan Urgal.
Berderet-deret pohon muda yang telah diruncingkan ditancapkan ke tanah, menjadi duri penghalang antara batalion dan terowongan. Eragon melihat kesempatan untuk membantu dan bergabung dengan sekelompok orang yang menggali parit di sela-sela pohon muda. Saphira juga membantu, mengaruk tanah dengan cakarnya yang besar. Sementara mereka bersusah payah, Orik pergi untuk mengawasi pembangunan barikade yang akan melindungi para pemanah. Dengan rasa bersyukur Eragon menenggak isi kantong anggur setiap kali kantong itu diedarkan. Sesudah parit-parit digali dan diisi pasak-pasak runcing, Saphira dan Eragon beristirahat.
Orik kembali dan menemukan mereka duduk bersama. Ia mengusap alisnya. "Semua manusia dan kurcaci ada di medan tempur. Tronjheim sudah ditutup. Hrothgar memimpin batalion di sebelah kiri kita. Ajihad memimpin 'batalion di depan kita."
"Siapa yang memimpin batalion ini""
"Jormundur." Orik duduk sambil mendengus dan meletakkan kapak perangnya di tanah.
Saphira mendorong Eragon. Lihat. Tangan Eragon mencengkeram Zar'roc saat melihat Murtagh, mengenakan helm, membawa perisai kurcaci dan pedang miliknya, mendekat bersama Tornac.
Orik memaki dan melompat bangkit, tapi Murtagh bergegas berkata, "Tidak apa-apa; Ajihad melepaskan diriku."
"Kenapa ia berbuat begitu"" tanya Orik.
Murtagh tersenyum sinis. "Katanya ini kesempatan untuk membuktikan niat baikku. Tampaknya menurutnya aku tidak akan bisa menimbulkan banyak kerusakan bahkan kalau aku berbalik mengkhianati kaum Varden."
Eragon mengangguk menyambutnya, mengendurkan cengkeraman. Murtagh penempur yang luar biasa dan tidak kenal ampun-orang yang diinginkan Eragon untuk mendampinginya dalam pertempuran.
"Bagaimana kami tahu kau tidak berbohong"" tanya Orik.
"Karena aku mengatakan begitu," kata seseorang dengan suara tegas. Ajihad melangkah ke tengah mereka, bersenjata lengkap untuk berperang dengan perisai dada dan sebilah pedang bergagang gading. Ia memegang bahu Eragon dengan satu tangan yang kuat dan menariknya menjauh agar yang lain tidak bisa mendengar. Ia melirik baju besi Eragon. "Bagus. Orik sudah melengkapi dirimu."
"Ya... apakah ada yang terlihat di terowongan""
"Belum ada." Ajihad menyandar pada pedangnya. "Salah satu dari si Kembar tinggal di Tronjheim. Ia akan mengawasi pertempuran dari sarang naga dan menyampaikan informasi kepadaku melalui saudaranya. Aku tahu kau bisa berbicara dengan pikiran. Tolong beritahu si Kembar tentang apa saja, apa saja, yang tidak biasa yang kau lihat sementara kita bertempur. Selain itu, akan kuberikan perintah untukmu melalui mereka. Kau mengerti""
Pikiran bahwa dirinya akan terhubung dengan si Kembar menyebabkan Eragon merasa ingin muntah, tapi ia mengetahui hal itu perlu dilakukan. "Aku mengerti."
Ajihad diam sejenak. "Kau bukan prajurit rendahan atau kavaleri, juga bukan pejuang jenis lain yang pernah kukomandani. Pertempuran mungkin akan membuktikan sebaliknya, tapi kupikir kau dan Saphira lebih aman di tanah. Di udara, kalian akan menjadi sasaran pilihan para pemanah Urgal. Apakah kau akan bertempur dari punggung Saphira""
Eragon belum pernah bertempur di punggung kuda, apalagi di punggung Saphira. "Aku tidak yakin apa yang akan kami lakukan. Sewaktu di punggung Saphira, aku terlalu tinggi untuk melawan apa pun kecuali Kull."
"Sayangnya akan ada banyak Kull," kata Ajihad. ia menegakkan tubuh, mencabut pedang dari tanah. "Satu-satunya nasihat yang bisa kuberikan padamu hanya hindarilah risiko yang tidak perlu. Kaum Varden tidak boleh kehilangan dirimu." Dengan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi.
Eragon kembali ke Orik dan Murtagh dan duduk di samping Saphira, menyandarkan perisainya ke lutut. Mereka berempat menunggu dalam kebisuan seperti ratusan pejuang di-sekeliling mereka. Cahaya dari celah Farthen Dur memudar saat matahari merayap ke balik dinding kawah.
Eragon berpaling untuk melihat p
erkemahan dan membeku, hatinya tersentak. Sekitar tiga puluh kaki dari tempatnya, Arya duduk dengan busur di pangkuan. Walaupun mengetahui pikirannya tidak beralasan, Eragon tadinya berharap
Arya menemani para wanita keluar dari Farthen Dur. Dengan prihatin, ia bergegas mendekati elf itu. "Kau akan bertempur"
"Aku harus melakukan apa yang harus kulakukan," kata Arya tenang.
"Tapi itu terlalu berbahaya!"
Wajah Arya berubah gelap. "Jangan memanjakan diriku, manusia. Elf melatih baik pria maupun wanitanya untuk bertempur. Aku bukan salah seorang wanitamu yang lemah hingga harus melarikan diri setiap kali ada bahaya. Aku diberi tugas melindungi telur Saphira... yang gagal kulakukan. Breoal-ku dipermalukan dan akan lebih dipermalukan lagi kalau aku tidak menjaga dirimu dan Saphira di medan ini. Kau lupa aku lebih kuat menggunakan sihir daripada siapa pun di sini, termasuk dirimu. Kalau Shade datang, siapa yang bisa mengalahkan dirinya kecuali aku" Dan siapa lagi yang berhak untuk itu""
Eragon menatapnya tidak berdaya; mengetahui Arya benar dan membenci fakta itu. "Kalau begitu jaga dirimu." Karena putus asa, ia menambahkan dalam bahasa kuno, "Wiol pomnuria ilian." Untuk kebahagiaanku.
Arya mengalihkan pandangan dengan sikap tidak nyaman, tepi rambutnya menutupi wajahnya. Ia mengelus busurnya yang mengilap, lalu bergumam, "Sudah menjadi wyrd-ku untuk berada di sini. Utang harus dibayar."
Eragon kembali ke Saphira. Murtagh memandangnya dengan penasaran. "Apa yang dikatakannya""
"Bukan apa-apa."
Tenggelam dalam pikiran masing-masing, mereka duduk berdiam diri sementara jam demi jam berlalu. Kawah Farthen Dur sekali lagi berubah gelap, hanya ada cahaya lentera-lentera dan api yang memanaskan ter. Eragon memeriksa jaringan jala baja dan Arya bergantian. Orik berulang-ulang menggosokkan batu asahan ke mata kapaknya, sesekali memeriksa ketajamannya; gesekan batu pada logam terdengar menjengkelkan. Murtagh hanya menerawang.
Sesekali, kurir-kurir berlari melintasi perkemahan, menyebabkan para prajurit melompat bangkit. Tapi ternyata tidak ada apa-apa. Para manusia dan kurcaci menjadi tegang; suara-suara penuh kemarahan sering terdengar. Bagian yang paling buruk mengenai Farthen Dar adalah kurangnya angin udara mati, tidak bergerak. Bahkan sewaktu udara menjadi hangat, menyesakkan, dan penuh asap, tidak ada kelegaan sedikit pun.
Seiring semakin larutnya malam, medan pertempuran berubah sunyi, sesepi kematian. Otot-otot terasa kaku karena menunggu. Eragon menatap dengan pandangan kosong ke kegelapan dengan kelopak yang terasa berat. Ia menggerakkan tubuh agar terjaga dan mencoba memusatkan pikiran untuk mengalahkan kantuk.
Akhirnya Orik berkata. "Sekarang sudah larut. Kita harus tidur. Kalau ada kejadian apa pun, yang lain akan membangunkan kita."
Murtagh menggerutu, tapi Eragon terlalu lelah untuk mengeluh. Ia meringkuk ke Saphira, menggunakan perisainya sebagai bantal. Saat matanya terpejam, ia melihat Arya masih terjaga, mengawasi mereka.
Mimpi-mimpinya membingungkan dan mengganggu, penuh makhluk buas bertanduk dan ancaman yang tidak kasat mata. Berulang-ulang ia mendengar suara yang bertanya, "Kau sudah siap"" Tapi ia tidak pernah mendapat jawabannya. Karena dipenuhi visi seperti itu, tidurnya tidak nyenyak dan nyaman hingga ada yang menyentuh lengannya. Ia terjaga dengan terkejut dan bergegas bangkit.
PERTEMPURAN DI BAWAH FARTHEN DUR
Sudah dimulai," kata Arya dengan ekspresi muram.


Eragon Karya Christhoper Paolini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pasukan di perkemahan berdiri waspada dengan senjata siap di tangan. Orik mengayunkan kapak untuk memastikan dirinya mendapat cukup ruang. Arya memasang sebatang anak panah di busur dan mencengkeramnya, siap menembakkannya.
"Ada pengintai yang keluar dari terowongan beberapa menit yang lalu," kata Murtagh pada Eragon. "Para Urgal datang."
Bersama-sama mereka mengawasi mulut gua yang gelap dari balik barisan orang dan pasak yang diruncingkan. Semenit berlalu, lalu semenit lagi... dan lagi. Tanpa mengalihkan pandangan dari terowongan, Eragon naik ke pelana Saphira, Zar'roc di tangan, beban yang terasa menenangkan. Murtagh naik ke punggung Tornac di sisin
ya. Lalu terdengar seseorang berseru, "Aku mendengar mereka!"
Para pejuang menegang; cengkeraman pada senjata dipererat. Tidak seorang pun bergerak... tidak ada yang bernapas. Di suatu tempat terdengar kuda mendengus.
Teriakan-teriakan kasar Urgal membelah udara saat sosok-sosok gelap menghambur keluar dari mulut terowongan. Saat diperintah, tong-tong ter dimiringkan, menumpahkan cairan yang panas mendidih ke dalam tenggorokan gua yang kelaparan. Para monster melolong kesakitan, lengan mereka melambai-lambai. Suluh dilemparkan ke ter yang menggelegak itu, dan pilar oranye api yang berkobar-kobar meraung keluar dari mulut gua, menyeret para Urgal ke neraka. Dengan perasaan muak, Eragon memandang ke seberang Farthen Deur, ke kedua batalion yang lain dan melihat api yang sama di depan setiap batalion. Ia menyarungkan Zar'roc dan menyiapkan panah.
Tidak lama kemudian lebih banyak Urgal yang memadamkan api dan menerobos ter lalu memanjat keluar dari terowongan melewati saudara-saudara mereka yang terbakar. Mereka berkerumun menjadi satu, membentuk dinding yang kokoh bagi manusia dan kurcaci. Di belakang barikade yang dibangun Orik, barisan pertama pemanah menarik busur mereka dan menghamburkan anak panah. Eragon dan Arya menambahkan anak panah mereka sendiri ke hujan yang mematikan itu dan mengawasi anak-anak panah menerobos jajaran Urgal.
Barisan para Urgal goyah, nyaris berantakan, tapi mereka melindungi diri dengan perisai dan menangkis serangan itu. Sekali lagi para pemanah menembak, tapi para Urgal terus mengalir ke permukaan dengan kecepatan yang luar biasa.
Eragon merasa kecewa melihat jumlah mereka. Mereka harus membunuh setiap Urgal" Rasanya seperti tugas sinting. Satu-satunya pendorong semangat adalah ia tidak melihat satu pun pasukan Galbatorix bersama para Urgal. Setidaknya, belum.
Pasukan lawan membentuk lautan tubuh yang seakan membentang tanpa akhir. Bendera-bendera yang tercabik-cabik dan lusuh terangkat di tengah para monster. Nada-nada suram menggema di seluruh Farthen Dur saat terompet perang dari tanduk ditiup. Seluruh kelompok Urgal menyerbu sambil menjerit-jerit buas.
Mereka menerjang barisan pasak, menutupi pasak-pasak itu dengan darah yang licin dan mayat yang terkulai saat barisan terdepan menabrak tiang-tiang itu. Awan anak panah hitam terbang melewati barikade ke pasukan pertahanan yang berjongkok. Eragon merunduk ke balik perisainya, dan Saphira menutupi kepalanya. Anak-anak panah berdentangan sia-sia mengenai perisai.
Sejenak kacau karena barisan pertahanan, gerombolan Urgal kebingungan. Kaum Varden berkerumun menjadi satu, menunggu serangan berikut. Sesudah berhenti sejenak, jerit peperangan kembali terdengar saat para Urgal menerjang maju.
Serangannya mati-matian. Momentumnya membawa para Urgal ke pasak-pasak, tempat barisan tombak menusuk-nusuk mereka dengan panik, berusaha menghalangi. Para prajurit bertombak bertahan sejenak, tapi gelombang Urgal tidak bisa dihentikan, dan mereka pun diterjang.
Barisan pertahanan pertama telah runtuh, kelompok utama kedua pasukan bertemu untuk pertama kalinya. Raungan memekakkan telinga terdengar dari manusia dan kurcaci saat mereka bergegas terjun ke medan tempur. Saphira melolong dan melompat ke arah pertempuran, menerjang ke suara dan aksi yang kacau balau.
Dengan rahang dan cakarnya, Saphira mencabik salah satu Urgal. Gigi-giginya sama mematikannya seperti pedang mana pun, ekornya bagai gada raksasa. Dari punggungnya, Eragon menangkis pukulan gada seorang pemimpin Urgal, melindungi sayap-sayap Saphira yang rapuh. Mata pedang Zar'roc yang merah tampak berkilau saat darah mengalir di sepanjang batangnya.
Dari sudut matanya, Eragon melihat Orik memenggal seorang Urgal dengan ayunan kapak. Di samping kurcaci itu, Murtagh duduk di punggung Tornac, wajahnya mengernyit oleh seringai buas saat ia mengayunkan pedang dengan marah, menerobos setiap pertahanan musuh. Lalu Saphira berputar balik, dan Eragon melihat Arya melompati tubuh musuhnya yang tidak lagi bernyawa.
Seorang Urgal melompati kurcaci yang terluka dan membabat kaki kanan depan Saphira. Pedangnya mengg
ores perisai Saphira dan memercikkan bunga api. Eragon menghantam kepalanya, tapi Zar'roc terjepit di tanduk monster itu dan tersentak dan lepas dari cengkeramannya. Sambil memaki Eragon melompat turun dari Saphira dan menjatuhkan Urgal itu, menghantam wajahnya denganperisai. Ia mencabut Zar'roc dari tanduk, lalu menghindari Urgal lain yang menerjang dirinya.
Saphira, aku membutuhkanmu! teriaknya, tapi pertempuran memisahkan mereka. Tiba-tiba seorang Kull menerkamnya, gada terangkat siap dihantamkan. Tidak mampu mengangkat perisai tepat pada waktunya, Eragon berkata, "Jierda!" Kepala Urgal itu tersentak ke belakang dengan derakan keras saat lehernya patah. Empat Urgal lain tewas oleh sengatan Zar'roc yang buas, lalu Murtagh berderap ke samping Eragon, menerjang Urgal-Urgal yang menyerang hingga mundur.
"Ayo!" teriaknya, dan mengulurkan tangan ke bawah dari Tornac, menarik Eragon ke atas kuda. Mereka bergegas menuju Saphira, yang dikepung segerombolan musuh. Dua belas Urgal bersenjata tombak mengelilingi Saphira, menusuk-nusuknya. Mereka berhasil melubangi kedua sayap Saphira. Darah Saphira membasahi tanah. Setiap kali ia menerjang salah satu Urgal, mereka berkerumun menjadi satu dan menusuk matanya, memaksanya mundur. Ia mencoba menangkis tombak-tombak itu dengan cakar, tapi para Urgal melompat mundur menghindarinya.
Melihat Saphira berlumuran darah, kemurkaan Eragon meledak. Ia melompat turun dari Tornac sambil menjerit liar dan menusuk Urgal terdekat hingga menembus dadanya, tidak menahan diri sedikit pun dalam usaha mati-matiannya membantu Saphira. Serangannya mengalihkan perhatian, sesuatu yang diperlukan Saphira untuk meloloskan diri. Dengan satu tendangan, ia melemparkan satu Urgal ke udara, lalu menerjangnya. Eragon menyambar salah satu duri lehernya dan mengangkat diri ke pelananya. Murtagh mengangkat tangan, lalu menyerang gerombolan Urgal yang lain.
Berdasarkan persetujuan yang tidak diucapkan, Saphira terbang dan membubung ke atas pasukan yang bertempur, beristirahat dari kesintingan. Napas Eragon gemetar. Otot-ototnya tegang, siap menangkis serangan selanjutnya. Setiap titik dalam dirinya penuh energi, menjadikan ia merasa lebih hidup daripada kapan pun.
Saphira terbang berputar-putar cukup lama untuk memulihkan kekuatan, lalu turun ke arah para Urgal, terbang rendah di atas permukaan tanah agar tidak terdeteksi. Saphira mendekati para monster itu dari belakang, tempat para pemanah mereka berkumpul.
Sebelum para Urgal menyadari apa yang terjadi, Eragon telah memenggal kepala dua pemanah, dan Saphira mencabik tiga pemanah lain. Saphira kembali membubung saat tanda peringatan diteriakkan, dengan cepat terbang hingga keluar dari jangkauan panah.
Mereka mengulangi taktik itu untuk sisi lain pasukan lawan. Kemampuan Saphira terbang tanpa suara dan kecepatannya, dikombinasikan dengan penerangan yang remang-remang, menjadikan para Urgal nyaris mustahil memperkirakan di mana ia akan menyerang selanjutnya. Eragon menggunakan busur setiap kali Saphira mengudara, tapi dengan cepat ia kehabisan anak panah. Dalam waktu singkat, yang tersisa dalam tabung panahnya hanyalah sihir, yang ingin dicadangkannya hingga benar-benar diperlukan.
Terbang bersama Saphira di atas pertempuran menyebabkan Eragon mendapat pemahaman yang unik mengenai jalannya pertempuran. Ada tiga pertempuran yang terpisah di Farthen Dur, satu di depan setiap terowongan yang terbuka. Para Urgal dirugikan buyarnya pasukan mereka dan ketidak mampuan mereka mengeluarkan seluruh pasukan dari dalam terowongan sekaligus. Sekalipun begitu, kaum Varden dan para kurcaci tidak bisa menghalangi gerak maju para monster dan perlahan-lahan terdesak mundur ke Tronjheim. Bagian pertahanan terasa kecil dibandingkan lautan Urgal, yang jumlahnya terus bertambah seiring semakin banyaknya yang keluar dari terowongan.
Para Urgal berkumpul di sekitar sejumlah bendera, masing-masing mewakili sebuah klan, tapi tidak jelas siapa yang mengomandani mereka semua. Klan-klan itu tidak memperhatikan satu sama lain, seakan menerima perintah dari tempat lain. Eragon berharap bisa mengetahu
i siapa yang memimpin agar ia dan Saphira bisa membunuhnya.
Teringat perintah Ajihad, ia mulai menyampaikan informasi kepada si Kembar. Mereka tertarik dengan pendapatnya mengenai tidak adanya pemimpin Urgal yang terlihat dan menanyainya habis-habisan. Percakapan mereka lancar, walau singkat. Si Kembar memberitahu dirinya, Kau diperintahkan membantu Hrothgar, pertempuran berjalan buruk baginya.
Mengerti, jawab Eragon. Saphira dengan cepat terbang ke para kurcaci yang terkepung, menukik rendah di atas Hrothgar. Mengenakan baju besi emas, raja kurcaci itu berdiri di tengah kerumunan kecil saudara-saudaranya, mengayun-ayunkan Volund, martil leluhurnya. Janggutnya yang putih memantulkan cahaya lentera sewaktu ia menengadah memandang Saphira. Kekaguman terpancar di matanya.
Saphira mendarat di samping para kurcaci dan menghadapi para Urgal yang datang. Bahkan Kull yang paling berani jadi agak ragu menghadapi kebuasan naga itu, memungkinkan para kurcaci untuk menerjang maju. Eragon mencoba menjaga keamanan Saphira. Sisi kirinya terlindung para kurcaci, tapi bagian depan dan kanannya dipenuhi lautan musuh. Eragon tidak menunjukkan belas kasihan pada mereka dan memanfaatkan setiap kesempatan, menggunakan sihir saat Zar'roc tidak bisa berfungsi. Sebatang tombak memantul dari perisainya, membengkokkannya, dan menyebabkan bahunya memar. Dengan mengabaikan sakitnya, ia membelah tengkorak Urgal itu, mencampur otaknya dengan logam dan tulang.
Ia terpesona melihat Hrothgar yang sekalipun sangat tua berdasarkan standar baik manusia atau kurcaci, tetap tidak pudar di medan tempur. Tidak ada Urgal, Kull atau bukan, yang bisa menghadapi raja kurcaci dan para pengawalnya itu dan tetap hidup. Setiap kali Volund terayun, kedengarannya seperti gong kematian bagi musuh. Sesudah sebatang tombak menjatuhkan salah seorang pejuangnya, Hrothgar sendiri menyambar tombak itu dan, dengan kekuatan yang mengejutkan, melontarkannya hingga menembus pemiliknya dua puluh meter jauhnya. Kepahlawanan seperti itu memperkuat Eragon untuk mengambil risiko yang lebih besar, berusaha menyamai raja yang perkasa tersebut.
Eragon menerjang Kull raksasa yang nyaris di luar jangkauannya dan hampir jatuh dari pelana Saphira. Sebelum ia sempat memulihkan diri, Kull itu melesat melewati pertahanan Saphira dan mengayunkan pedang. Pukulan itu mengenai Sisi helm Eragon, melemparkannya ke belakang dan menyebabkan pandangannya kabur dan telinganya mendenging keras.
Dalam keadaan tertegun, ia berusaha bangkit, tapi Kull itu telah bersiap-siap mengayunkan pedangnya lagi. Saat lengan Kull terayun, sebilah pedang tipis tiba-tiba mencuat dari dadanya. Sambil melolong, monster itu jatuh ke samping. Angela berdiri di tempatnya.
Penyihir itu mengenakan jubah merah panjang di luar baju zirah berlapis enamel hitam dan hijau. Ia membawa senjata dua tangan yang aneh-tongkat panjang dengan Pedang di kedua ujungnya. Angela mengerjapkan sebelah mata kepada Eragon, lalu melesat pergi, sambil memutar-mutar tombak pedangnya. Solembum mengikuti dekat di belakangnya dalam bentuk bocah laki-laki berambut berantakan. Ia membawa pisau hitam, gigi-giginya yang tajam terlihat dalam seringainya yang buas.
Masih tertegun akibat serangan yang diterimanya, Eragon berhasil menegakkan diri di pelana Saphira, dan Saphira berputar balik tinggi di atas, memberi kesempatan Eragon memulihkan diri. Eragon mengawasi dataran Farthen Dur dan melihat, yang menyebabkan ia kecewa, bahwa ketiga pertempuran berjalan buruk. Baik Ajihad, Jormundur, naupun Hrothgar tidak mampu menghentikan para Urgal. Mereka terlalu banyak.
Eragon bertanya-tanya berapa banyak Urgal yang bisa dibunuhnya sekaligus dengan sihir. Ia cukup mengetahui batas kemampuannya. Kalau ia mampu membunuh cukup banyak untuk menimbulkan perbedaan... itu mungkin bunuh diri. Mungkin itulah yang diperlukan untuk bisa menang.
Pertempuran terus berlangsung selama berjam-jam. Kaum Farthen dan para kurcaci telah kelelahan, tapi para Urgal terus segar dengan tambahan pasukan.
Ini mimpi buruk bagi Eragon. Sekalipun ia dan Saphira bertempur sekuat tenaga, selalu ada Ur
gal lain untuk menggantikan Urgal yang baru saja dibunuh. Seluruh tubuhnya terasa sakit terutama kepalanya. Setiap kali menggunakan sihir, ia kehilangan sedikit kekuatan. Saphira dalam kondisi yang lebih baik, walau sayap-sayapnya penuh luka kecil.
Sewaktu ia menangkis serangan, si Kembar menghubunginya dengan nada mendesak. Ada suara-suara keras dari bawah Tron cheirn. Kedengarannya para Urgal berusaha menggali ke dalam kota! Kami membutuhkan dirimu dan Arya untuk meruntuhkan terowongan mana pun yang mereka gali Eragon menyingkirkan musuhnya dengan tusukan pedang.
Kami akan segera kesana. Ia mencari-cari Arya dan melihatnya bertempur melawan sekelompok Urgal. Saphira bergegas membuka jalan ke elf itu, meninggalkan tumpukan mayat. Eragon nengulurkan tangan dan berkata, "Naiklah!"
Arya melompat ke punggung Saphira tanpa ragu. Ia memelukkan lengan kanannya ke pinggang Eragon, mengayun-ayunkan pedangnya yang berlumuran darah dengan tangan yang lain. Saat Saphira berjongkok untuk lepas landas, seorang Urgal berlari ke arahnya, melolong, lalu mengangkat sebatang kapak dan menghantam dada Saphira.
Saphira meraung kesakitan dan menerjang maju, kakinya meninggalkan tanah. Sayap-sayapnya tersentak membuka, berjuang keras agar tidak jatuh sementara ia miring ke satu sisi, ujung kanan sayapnya menggores tanah. Di bawah mereka, Urgal itu menarik tangannya untuk melemparkan kapak. Tapi Arya mengangkat tangan, berteriak, dan bola energi kehijauan terlontar dari tangannya, membunuh Urgal itu. Dengan sentakan bahunya yang kuat, Saphira menegakkan diri, nyaris tidak mampu terbang melewati kepala para prajurit. Ia menjauhi medan perang dengan kepakan sayap yang kuat dan napas yang terengah-engah.
Kau baik-baik saja" tanya Eragon,prihatin. Ia tidak bisa melihat di mana Saphira terluka.
Aku akan hidup, kata Saphira muram, tapi bagian depan baju zirahku remuk Dadaku terasa sakit, dan aku sulit bergerak. Kau bisa membawa kami ke sarang naga" ...Kita lihat saja.
Eragon menjelaskan keadaannya kepada Arya. "Aku akan tetap tinggal dan membantu Saphira sesudah kita mendarat nanti," kata Arya. "Begitu ia lepas dari baju zirahnya, aku akan menemanimu."
"Terima kasih," kata Eragon. Penerbangan itu terasa berat bagi Saphira; ia melayang kalau bisa. Sewaktu mereka tiba di sarang naga, ia mendarat dengan berat di Isidar Mithrim, tempat si Kembar seharusnya mengawasi jalannya pertempuran. Tapi tempat itu kosong. Eragon melompat turun dan mengernyit saat melihat kerusakan yang diakibatkan Urgal tadi. Empat pelat logam di dada Saphira terhantam menjadi satu, menghalangi kemampuan Saphira membungkuk atau bernapas. "Jaga diri baik-baik," katanya, sambil memegang sisi tubuh naga itu, lalu berlari keluar melalui ambang pintu melengkung.
Ia berhenti Danmemaki. Ia berada di puncak Vol Turin, Tangga Tak Berujung. Karena kekhawatirannya akan Saphira, ia tidak memikirkan cara ke dasar Tronjheim di mana para Urgal berusaha mendobrak masuk. Tidak ada waktu untuk menuruni tangga. Ia memandang seluncuran sempit di sebelah kanan tangga, lalu menyambar salah satu bantalan kulit dark dan mengempaskan diri ke atasnya.
Seluncuran batu itu sehalus kayu yang dipernis. Dengan kulit di bawahnya, ia melesat hampir seketika dengan kecepatan yang menakutkan, dinding-dinding terlihat samar dan tikungan-tikungan seluncuran menekan dirinya tinggi di dinding. Eragon membaringkan diri rata sepenuhnya agar meluncur lebih cepat. Udara melesat di sekitar helmnya, menyebabkan helmnya bergetar seperti petunjuk angin dalam badai. Seluncuran itu terlalu sempit baginya, dan ia sangat nyaris terlempar keluar, tapi selama lengan dan kakinya tetap tidak bergerak, ia aman.
Turunan berlangsung lancar, tapi ia masih membutuhkan waktu hampir sepuluh menit untuk tiba di dasar. Seluncurannya mendatar di ujung dan melontarkan dirinya ke tengah lantai batu carnelian.
Sewaktu akhirnya berhenti, ia terlalu pusing untuk berjalan. Usaha pertamanya untuk berdiri menyebabkan ia mual, jadi ia meringkuk, memegangi kepala, dan menunggu segalanya berhenti berputar. Sesudah merasa lebih baik, ia berdiri dan dengan
waspada memandang sekitarnya.
Ruangan luas itu kosong melompong, kesunyiannya terasa mengganggu. Cahaya kemerahan tampak dari Isidar Mithrim. Ia goyah ia harus pergi ke mana" dan berusaha menghubungi si kembar. Tapi tidak ada apa-apa. Ia membeku saat suara ketukan keras menggema di seluruh Tronjheim.
Ledakan membelah udara. Sebongkah panjang lantai ruangan lepas dan terlempar tiga puluh kaki ke atas. Jarum-jarum batu berhamburan keluar saat bongkahan itu terempas kembali ke lantai. Eragon terhuyung mundur, tertegun, mencari-cari Zar'roc. Sosok-sosok Urgal yang aneh memanjat keluar dari lubang di lantai.
Eragon ragu-ragu. Apakah sebaiknya ia melarikan diri" Atau sebaiknya ia tetap tinggal dan mencoba menutup terowongan" Bahkan kalau ia berhasil menutupnya sebelum para Urgal menyerang dirinya, bagaimana kalau Tronjheim berhasil ditembus di tempat lain" ia tidak bisa menemukan semua tempat itu tepat pada waktunya untuk mencegah terampasnya gunung kota itu. Tapi kalau aku lari ke salah satu gerbang Tronjheim dan menghancurkannya, kaum Varden bisa merampas kembali Tronjheim tanpa perlu mengepungnya. Sebelum ia sempat mengambil keputusan, pria jangkung yang seluruh tubuhnya terbungkus baju zirah hitam muncul dari terowongan dan memandang lurus kepadanya.
Pria itu Durza. Shade itu menyandang pedang pucatnya yang ditandai guratan dari Ajihad. Perisai bulat hitam dengan lencana merah ada di lengannya. Helm hitamnya berhiasan, seperti helm jendral, dan jubah kulit ular yang panjang berkibar-kibar di sekitarnya. Kesintingan membara di matanya yang merah, kesintingan orang yang menikmati kekuasaan dan mendapati dirinya dalam posisi untuk menggunakannya.
Eragon mengetahui ia tidak cukup cepat dan kuat untuk melarikan diri dari musuh di hadapannya ini. Ia seketika memperingatkan Saphira, sekalipun tahu mustahil naga itu sempat menyelamatkandiri. Ia berjongkok dan dengan cepat mengingat kembali apa yang pernah diberitahukan Brom padanya tentang bertempur melawan pemakai sihir lain. Tidak membangkitkan semangat. Dan Ajihad mengatakan Shade hanya bisa dihancurkan dengan tusukan menembus jantung.
Durza menatapnya marah dan berkata, "Kaz jtierl trazhid! Otrag bagh." Para Urgal memandang curiga ke arah Eragon dan membentuk lingkaran mengelilingi batas ruangan. Perlahan-lahan Durza mendekati Eragon dengan ekspresi penuh kemenangan. "Nah, Penunggang mudaku, kita bertemu lagi. Kau cukup bodoh untuk melarikan diri dariku di Gil'ead. Pada akhirnya tindakan itu hanya memperburuk situasimu."
"Kau tidak akan pernah bisa menangkapku hidup-hidup," raung Eragon.
"Begitu"" tanya Shade, sambil mengangkat alis. Cahaya dari bintang safir menyebabkan kulitnya tampak bagai kulit hantu. "Aku tidak melihat 'temanmu' Murtagh di sini untuk membantu. Kau tidak bisa menghentikan diriku sekarang. Tidak ada yang bisa!"
Ketakutan menyentuh Eragon. Bagaimana ia bisa mengetahui tentang Murtagh" Sambil menyingkirkan semua keraguan dari dalam suaranya, ia mengejek, "Bagaimana rasanya dipanah""
Wajah Durza sejenak menegang. "Aku akan membayarnya
dengan darah. Sekarang katakan di mana nagamu bersembunyi."
"Tidak akan pernah."
Wajah Durza berubah gelap. "Kalau begitu akan kurampas darimu!" Pedangnya mendesing di udara. Begitu Eragon menangkis ayunan itu dengan perisai, peraba mental menghunjam jauh ke dalam pikirannya. Sambil berjuang melindungi kesadarannya, ia mendorong Durza ke belakang dan menyerang dengan pikirannya sendiri.
Eragon menghantam sekuat tenaga pertahanan sekeras besi yang mengelilingi benak Durza, tapi sia-sia. Ia mengayunkan Zar'roc, berusaha menyerang Durza tanpa terduga. Shade menangkis serangannya dengan mudah, lalu menusuk sebagai balasan dengan kecepatan tinggi.
Ujung pedang mengenai rusuk Eragon, menembus jala bajanya dan mengempaskan napasnya. Tapi jala bajanya bertahan, dan pedangnya meleset ke sisi tubuh Eragon hanya serambut jauhnya. Durza membutuhkan pengalih perhatian itu untuk menembus pikiran Eragon dan mulai mengambil alih.
"Tidak!" jerit Eragon, sambil melempar diri ke Shade. Wajahnya mengernyit saat ia bergumul dengan Durza, menyentakkan
pedangnya sendiri. Durza mencoba memotong tangan Eragon, tapi tangan Eragon terlindung sarung tangan dengan jala baja di bagian punggungnya, yang menyebabkan pedangnya merosot ke bawah. Saat Eragon menendang kakinya, Durza menggeram dan menyapukan perisai hitamnya, menjatuhkan Eragon ke lantai. Eragon merasakan darah di mulutnya; lehernya berdenyut-denyut. Dengan mengabaikan luka-lukanya, ia bergulingan dan melemparkan perisainya ke arah Durza. Walau Shade lebih cepat, perisai yang berat itu menyerempet pinggulnya. Saat Durza terhuyung, Eragon menyerang lengan atasnya dengan Zar'roc. Darah mengalir menuruni lengan Shade.
Eragon menusuk Shade dengan pikirannya dan menembus pertahanan Durza yang lemah. Banjir bayangan tiba-tiba menelan dirinya, menyerbu kesadarannya.
Durza sewaktu masih anak-anak suku nomaden bersama orangtuanya di dataran yang kosong. Sukunya meninggalkan mereka dan menyebut ayahnya 'pelanggar sumpah': Hanya saja waktu itu namanya bukan Durza, tapi Carsaib nama yang disebut ibunya dengan penuh kasih sayang sewaktu menyisir rambutnya...
Shade bergulingan liar, wajahnya mengernyit kesakitan. Eragon mencoba mengendalikan arus kenangan itu, tapi kekuatannya luar biasa.
Berdiri di bukit di depan makam orangtuanya, menangis karena orang-orang tidak membunuh dirinya juga. Lalu berbalik dan terhuyung huyung membabi buta, ke padang pasir...
Durza menghadapi Eragon. Kebencian hebat mengalir dari matanya yang merah. Eragon bertumpu pada satu lututnya tegak terus berjuang melindungi pikirannya.
Bagaimana penampilan pria tua itu sewaktu pertama kali melihat Carsaib tergeletak nyaris mati di gundukan pasir. Hari-hari yang diperlukan Carsaib untuk pulih dan ketakutan yang dirasakannya sewaktu mengetahui penyelamatnya penyihir. Bagaimana ia memohon diajari cara mengendalikan roh. Bagaimana Haeg akhirnya menyetujui. Menyebut dirinya sebagai "Tikus Padang Pasir':..
Eragon sekarang berdiri. '-Durza menyerang... pedang terangkat... perisai diabaikan dalam kemurkaannya.
Hari-hari yang dihabiskan untuk berlatih di bawah matahari yang panas menyengat, selalu waspada mengawasi kemunculan kadal yang mereka tangkap sebagai makanan. Bagaimana kekuatannya perlahan lahan bertambah, menyebabkan ia bangga dan percaya diri. Minggu demi minggu yang dihabiskannya untuk merawat gurunya yang sakit sesudah mantranya gagal. Suka citanya sewaktu Haeg sembuh...
Tidak ada waktu untuk bereaksi... tidak cukup waktu...
Para bandit yang menyerang di malam hari, membunuh Haeg. Kemurkaan yang dirasakan Carsaib dan yang dipanggilnya untuk membalas dendam. Tapi roh-roh Itu lebih kuat daripada dugaannya. Mereka berbalik menyerangnya, menguasai benak dan tubuhnya. Ia menjerit. Ia adalah AKU DURZA!
Pedangnya mengiris punggung Eragon, menembus jala baja dan kulitnya. Eragon menjerit saat sakit menerjang dirinya, memaksa dirinya berlutut. Kesakitan melipat tubuhnya dan menyingkirkan semua pikiran. Ia bergoyang-goyang, nyaris tidak sadar, darah panas mengalir turun di punggung bawahnya. Durza berbicara tapi ia tidak bisa mendengarnya.
Dalam kemarahan, Eragon menengadah ke langit, air mata membanjiri pipinya. Segala sesuatunya telah gagal. Kaum Varden dan para kurcaci dihancurkan. Ia telah dikalahkan. Saphira akan menyerah demi keselamatan dirinya naga itu pernah melakukannya sebelum ini dan Arya akan tertangkap kembali atau dibunuh. Kenapa harus berakhir seperti ini" Keadilan macam apa ini" Semuanya sia-sia.
Sewaktu ia memandang Isidar Mithrim jauh di atas tubuhnya yang tersiksa, kilasan cahaya meledak di matanya, membutakannya. Sedetik kemudian, ruangan itu bergetar karena ledakan keras. Lalu pandangannya kembali jernih, dan ia ternganga tidak percaya.
Bintang safirnya pecah berantakan. Potongan-potongan besar bagai pisau berhamburan turun ke lantai yang jauh kepingan-kepingan yang kemilau di dekat dinding. Di tengah ruangan, menukik dengan kepala terlebih dulu, tampak Saphira. Rahangnya terbuka dan dari dalamnya menyembur lidah api raksasa, kuning terang dengan sedikit warna kebiruan. Di punggungnya terdapat Arya: rambutnya berkibar-kibar liar, lengannya t
erangkat, telapak tangannya memancarkan sinar sihir hijau.
Waktu bagai melambat sementara Eragon melihat Durza menengadah memandang langit-langit. Mula-mula tampak ekspresi terkejut, lalu kemarahan mengerutkan wajah Shade. Sambil mencibir menantang, ia mengangkat tangan dan menunjuk Saphira, sepatah kata terbentuk di bibirnya.
Cadangan tenaga tersembunyi tiba-tiba muncul dalam diri Eragon, cadangan tenaga dari bagian terdalam keberadaannya.
Jemarinya mencengkeram gagang pedang. Ia menerjang penghalang dalam benaknya dan mengerahkan kekuatan sihirnya. Seluruh kesakitan dan kemurkaannya terpusat pada satu kata:
"Brisingr! " Zar'roc bermandikan cahaya kemerahan, api tanpa panas menjalar di sepanjang bilahnya....
Ia menerjang dengan ujung mata pedang maju melesat cepat....
Dan menusuk Durza tepat di jantungnya.
Durza menunduk kaget melihat mata pedang yang mencuat dari dadanya. Mulutnya terbuka, tapi bukannya kata-kata, lolongan yang tidak duniawi terlontar dari dirinya. Pedangnya jatuh dari jemari yang tidak bersaraf. Ia mencengkeram Zar'roc seakan hendak mencabutnya, tapi pedang itu terjepit rapat dalam tubuhnya.
Lalu kulit Durza berubah tembus pandang. Di baliknya tidak terdapat daging atau tulang, tapi pola-pola kegelapan yangberputar-putar. Ia menjerit bahkan lebih keras lagi saat kegelapan itu berdenyut-denyut, membelah kulitnya. Diiringi jeritan terakhir, Durza tercabik dari kepala hingga kaki, melepaskan kegelapan itu, yang terpisah menjadi tiga entitas yang terbang menembus dinding-dinding Tronjheim dan keluar dari Farthen Dur. Shade telah lenyap.
Kehabisan tenaga, Eragon jatuh ke belakang dengan lengan terjulur. Di atasnya, Saphira dan Arya nyaris tiba di lantai tampaknya mereka akan terempas ke lantai bersama serpihan Isidar Mithrim yang mematikan. Saat penglihatannya memudar, Saphira, Arya, dan puluhan kepingan permata semua bagai berhenti jatuh dan melayang-layang tidak bergerak di udara.
KEBIJAKSANAAN DUKA Potongan-potongan kenangan Shade terus melintas dalam benak Eragon. Pusaran angin kejadian kejadian dan emosi-emosi gelap menguasai dirinya, tidak memungkinkannya berpikir. Tenggelam dalam badai itu, ia tidak mengetahui siapa dirinya atau di mana ia berada. Ia terlalu lemah untuk membersihkan dari kehadiran asing yang menutupi pikirannya. Bayangan-bayangan brutal dan kejam dari masa lalu Shade meledak di balik matanya hingga rohnya menjerit marah. melihat pemandangan yang penuh darah itu.
Tumpukan mayat menggunung di hadapannya... orang-orang tidak bersalah yang dibantai atas perintah Shade. Ia melihat masih banyak mayat lagi, seluruh desa yang dicabut nyawanya oleh tangan atau kata-kata penyihir itu. Tidak ada jalan untuk menghindari bencana yang mengelilingi dirinya. Ia bergoyang-goyang seperti api lilin, tidak mampu menahan gelombang kejahatan. Ia berdoa agar ada yang mengeluarkan dirinya dari mimpi buruk ini, tapi tidak ada yang membimbingnya. Kalau saja ia bisa mengingat siapa dirinya yang seharusnya: bocah atau pria penjahat atau pahlawan, Shade atau Penunggang; semuanya bertumpuk-tumpuk dalam kekacauan tanpa arti. Ia tersesat, sepenuhnya, dalam massa yang menggelegak
Tiba-tiba sepotong kenangannya sendiri menerobos awan kelabu yang ditinggalkan benak jahat Shade. Semua kejadian yang berlangsung setelah ia menemukan telur Saphira kembali melintas bagai cahaya pengungkapan yang sejuk. Ia telah kehilangan banyak yang dikasihinya, tapi nasib memberinya hadiah yang langka dan hebat; untuk pertama kalinya, ia merasa bangga hanya karena siapa dirinya. Seakan menjawab kepercayaan dirinya yang singkat, kegelapan Shade yang mencekik menerjangnya dengan serangan baru. Identitasnya melayang ke dalam kehampaan sementara ketidak pastian dan ketakutan melahap persepsinya. Siapa dirinya hingga mengira bisa menantang para penguasa Alagaesia dan tetap hidup"
Ia berjuang melawan pikiran-pikiran sinis Shade, mula-mula dengan lemah, lalu dengan lebih kuat. Ia membisikkan kata-kata dalam bahasa kuno dan mendapati kata-kata itu memberinya cukup kekuatan untuk menahan bayang-bayang yang mengaburkan pikirannya. Walaupun pert
ahanannya goyah, perlahan lahan ia mulai mengumpulkan kesadarannya yang berantakan menjadi kulit kecil dan terang di sekeliling intinya. Di luar benaknya ia menyadan kesakitan yang begitu hebat hingga mengancam akan mengakhiri kehidupannya, tapi sesuatu atau seseorang-tampak menghalanginya.
Ia masih terlalu lemah untuk menjernihkan pikiran sepenuhnya, tapi cukup sadar untuk memeriksa pengalaman-pengalamannya sejak Carvahall. Ke mana ia pergi sekarang... dan siapa yang akan menunjukkan jalan padanya" Tanpa Brom, tidak ada seorang pun yang membimbing atau mengajari dirinya.
Temui aku. Ia tersentak saat kesadaran lain menyentuhnya kesadaran yang begitu luas dan kuat hingga rasanya seperti pegunungan yang menjulang di hadapannya. Inilah yang menghalangi sakitnya, pikirnya tersadar. Seperti benak Arya, musik mengalun melalui kesadaran ini: nada-nada keemasan merah tua yang berdenyut-denyut dengan kesenduan sihir.
Akhirmya, ia memberanikan diri bertanya, Si... siapa kau"
Orang yang akan membantu. Dengan seberkas pikiran yang tidak terucapkan, pengaruh Shade disingkirkan seperti sarang labah-labah yang tidak diinginkan. Terbebas dan beban yang menekan, Eragon membiarkan pikirannya meluas hingga ia menyentuh penghalang yang tidak bisa ditembusnya. Aku sudah melindungimu sebisa mungkin, tapi kau berada begitu jauh hingga aku tidak bisa berbuat lebih daripada melindungi kewarasanmu dari penderitaan.
Sekali lagi: Siapa kau hingga berbuat begini"
Terdengar gemuruh pelan. Namaku Osthato Chetowa, Kebijaksanaan Duka. Dan Togira Ikonoka, si Cacat yang Utuh, Temui aku, Eragon, karena aku memiliki semua jawaban yang kau cari. Kau tidak akan aman sebelum bertemu denganku.
Tapi bagaimana caraku menemukan dirimu kalau aku tidak mengetahui di mana kau berada" tanyanya, putus asa.
Percayalah pada Arya dan pergilah bersamanya ke Ellesmera-aku akan ada di sana. Aku sudah menunggu selama banyak musim, jadi jangan menunda-nunda atau tidak lama lagi segalanya akan terlambat.... Kau lebih besar daripada yang kauketahui, Eragon. Pikirkan apa yang telah kaulakukan dan bersuka citalah, karena kau sudah mengusir kejahatan besar dari tanah ini. Kau melakukan perbuatan yang tidak bisa dilakukan orang lain. Banyak yang berutang budi padamu.
Orang asing ini benar; apa yang diselesaikannya layak mendapat penghormatan, pengakuan. Tidak peduli apa pun cobaan yang dihadapinya di masa depan, ia tidak lagi sekadar pion dalam permainan kekuasaan. Ia telah melewati hal itu dan menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih. Ia telah menjadi apa yang diinginkan Ajihad, orang yang mandiri dari pemimpin apa pun.
Ia merasakan persetujuan saat mencapai kesimpulan itu. Kau telah belajar, kata Kebijaksanaan Duka, semakin dekat. Visi melintas dan Kebijaksanaan Duka kepada Eragon: semburan warna merekah dalam benaknya, berubah menjadi sosok bungkuk berpakaian putih, berdiri di tebing batu yang bermandikan cahaya matahari. Tiba waktumu untuk beristirahat, Eragon. Sesudah kau terjaga nanti, jangan membicarakan diriku pada siapa pun, kata sosok itu ramah, wajahnya tersembunyi di balik awan keperakan. Ingat, kau harus pergi ke para elf. Sekarang, tidurlah... Ia mengangkat tangan, seakan memberkah; dan kedamaian meresap dalam diri Eragon.
Pikiran terakhirnya adalah bahwa Brom akan merasa bangga pada dirinya.
"Bangun," kata suara itu. "Bangun, Eragon, karena kau terlalu lama tidur."
Eragon bergerak enggan, merasa benci untuk mendengarkan.
Kehangatan yang menyelimuti dirinya terlalu nyaman untuk ditinggalkan. Suara itu kembali terdengar.
"Bangun, Argetlam! Kau dibutuhkan!"
Dengan enggan ia memaksa matanya membuka dan mendapati diri di ranjang yang panjang, terbungkus selimut sofa. Angela duduk di kursi di sampingnya, menatap wajahnya dengan tajam. "Bagaimana perasaanmu"" tanyanya.
Dengan kebingungan, Eragon membiarkan pandangannya menjelajahi ruangan kecil itu. "Aku... aku tidak tahu," katanya, mulutnya terasa kering dan sakit.
"Kalau begitu jangan bergerak dulu. Kau harus menghemat kekuatanmu," kata Angela sambil menyisir rambut keritingnya dengan jemari. Eragon melihat Angela mas
ih mengenakan baju besi. Kenapa begitu" Batuk-batuk hebat menyebabkan ia pusing, kepalanya terasa ringan, dan seluruh tubuhnya kesakitan. Tangan dan kakinya yang panas terasa berat. Angela mengambil tanduk berhiasan dari lantai dan mengulurkannya ke bibir Eragon. "Ini, minumlah."
Cairan sejuk mengalir masuk ke tenggorokannya, menyegarkan dirinya. Kehangatan mekar di perutnya dan menanjak kepipinya. Ia kembali batuk, yang membuat kepalanya berdenyut-denyut makin parah. Bagaimana aku bisa berada di sini" Ada pertempuran... kami kalah... lalu Durza dan... "Saphira!" serunya, sambil duduk tegak. Ia merosot kembali sewaktu kepalanya terasa-berputar-putar dan memejamkan mata rapat-rapat, merasa mual. "Bagaimana dengan Saphira" Apakah ia baik-baik saja" Para Urgal menang... ia jatuh. Dan Arya!"
"Mereka masih hidup," kata Angela, berusaha menenangkan, "dan menunggu kau terjaga. Kau mau menemui mereka""
Eragon mengangguk lemah. Angela bangkit dan membuka pintu. Arya dan Murtagh masuk ke dalam kamar. Saphira menjulurkan kepala ke dalam kamar di belakang mereka, tubuhnya terlalu besar untuk bisa masuk melalui pintu. Dadanya bergetar saat ia menggumam dalam, matanya berkilau-kilau.
Sambil tersenyum, Eragon menyentuh pikiran Saphira dengan lega dan bersyukur. Senang melihatmu baik-baik saja, makhluk kecil, kata Saphira lembut.
Dan kau juga, tapi bagaimana"
Yang lainnya ingin menjelaskan, jadi kubiarkan. Kau mengembuskan napas api! Aku melihatmu! Ya, kata Saphira bangga.
Eragon tersenyum lemah, masih kebingungan, lalu memandang Arya dan Murtagh. Mereka berdua diperban: Arya pada lengannya, Murtagh di sekeliling kepalanya. Murtagh tersenyum lebar. "Sudah waktunya kau terjaga. Kami duduk di lorong berjam-jam."
"Apa... apa yang terjadi"" tanya Eragon.
Arya tampak sedih. Tapi Murtagh berseru bangga,. "Kita menang! Luar biasa! Sewaktu roh Shade dan kalau itu emang rohnya, terbang melintasi Farthen Dur, para Urgal berhenti bertempur dan mengawasinya hingga menghilang. Rasanya seolah mereka baru terlepas dari mantra sihir waktu itu, karena klan-klan mereka tiba-tiba berbalik dan saling menyerang. Seluruh pasukan mereka hancur berantakan dalam beberapa menit. Kita berhasil mengusir mereka sesudah itu!"
"Mereka semua tewas"" tanya Eragon.
Murtagh menggeleng., "Tidak, banyak di antara mereka yang berhasil melarikan diri ke dalam terowongan. Kaum Varden dan para kurcaci sibuk mengusir mereka keluar sekarang ini, tapi untuk itu membutuhkan waktu. Tadinya aku membantu, hingga seorang Urgal menghantam kepalaku dan aku dikirim kemari."
"Mereka tidak akan mengurung dirimu lagi""
Ekspresi Murtagh berubah serius. "Tidak ada yang benar-benar memedulikan hal itu sekarang. Banyak anggota kaum Varden dan para kurcaci yang tewas; yang selamat sibuk berusaha memulihkan diri dari pertempuran. Tapi setidaknya kau memiliki alasan untuk bergembira. Kau pahlawan! Semua orang membicarakan bagaimana kau membunuh Durza. Kalau bukan karena dirimu, kita kalah."
Eragon merasa terganggu karena kata-kata Murtagh tapi mengesampingkannya untuk dipikirkan nanti. "Di mana si Kembar" Mereka tidak berada di tempat yang seharusnya aku tidak bisa menghubungi mereka. Aku membutuhkan bantuan mereka waktu itu."
Murtagh mengangkat bahu. "Aku diberitahu bahwa mereka dengan berani bertempur melawan sekelompok Urgal yang berhasil menerobos Tronjheim di tempat lain. Mereka mungkin terlalu sibuk untuk berbicara denganmu."
Rasanya ada yang salah, tapi Eragon tidak bisa memutuskan apa. Ia berpaling pada Arya. Mata Arya yang besar dan cerah sejak tadi terus terpaku padanya. "Kenapa kau tidak jatuh" Kau dan Saphira..." Suaranya mengambang.
Arya berkata perlahan-lahan, "Sewaktu kau memperingatkan Saphira tentang Durza, aku masih berusaha melepaskan perisainya yang rusak. Pada saat perisainya lepas, sudah terlambat untuk merosot turun dari Vol Turin-kau pasti sudah tertangkap sebelum aku tiba di dasar. Lagi pula, Durza pasti lebih senang membunuhmu daripada membiarkan aku menyelamatkan dirimu." Penyesalan terdengar dalam suaranya, "Jadi kulakukan satu-satunya yang bisa kulakukan untuk mengalih
kan perhatiannya, dan dengan sangat terpaksa kupecahkan bintang safir."
Dan aku membawanya turun, tambah Saphira.
Eragon berusaha keras memahami sewaktu rasa pusing kembali memaksanya memejamkan mata. "Tapi kenapa tidak ada sepotong pun yang mengenai diriku atau dirimu"'
"Karena tidak kubiarkan. Sewaktu kami hampir tiba di lantai, kutahan mereka tetap di udara, lalu perlahan-lahan menurunkannya ke lantai-kalau tidak kepingan itu akan hancur menjadi ribuan serpihan dan membunuhmu," kata Arya. Kata-katanya mengungkapkan kekuatan yang ada dalam dirinya.
Angela menambahkan dengan masam, "Ya, dan itu nyaris membunuhmu juga. Aku harus mengerahkan segenap keahlianku untuk menyelamatkan kalian berdua."
Perasaan tidak nyaman menyerang Eragon, perasaan yang sama kuatnya seperti denyutan-denyutan di kepalanya. Punggungku.... Tapi ia tidak merasakan adanya perban di sana. "Sudah berapa lama aku berada di sini"" tanyanya takut-takut.
"Hanya satu setengah hari," jawab Angela. "Kau beruntung aku di dekatmu, kalau tidak kau membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk pulih-itu bahkan kalau kau masih hidup." Dengan terkejut Eragon menyingkirkan selimut dari dadanya dan berputar untuk meraba punggungnya. Angela menangkap pergelangan tangannya dengan tangannya yang kecil, kekhawatiran terpancar di matanya.
"Eragon... kau harus mengerti, kekuatanku tidak seperti kekuatanmu atau kekuatan Arya. Kekuatanku tergantung pada penggunaan akar-akaran dan ramuan. Ada batasan tentang apa yang bisa kulakukan, terutama dengan--"
Eragon menyentakkan tangannya hingga terlepas dari cengkeraman Angela dan mengulurkannya ke belakang, jemarinya mencari-cari. Kulit di punggungnya halus dan hangat, tanpa cacat. Otot-otot yang keras bergerak-gerak di bawah ujung jemarinya saat ia bergerak. Ia menyelipkan tangan ke pangkal lehernya dan tanpa terduga merasakan tonjolan keras selebar sekitar setengah inci. Ia menelusurinya ke bawah punggungnya dengan kengerian yang semakin besar. Serangan Durza telah meninggalkan bekas luka besar yang bagai tali, membentang dari bahu kanan hingga ke pinggul kirinya.
Belas kasihan terpancar di wajah Arya sewaktu ia bergumam, "Kau membayar harga yang sangat mahal untuk perbuatanmu, Eragon si Pembantai Shade."
Murtagh tertawa kasar. "Ya. Sekarang kau sama denganku."
Kekecewaan memenuhi Eragon, dan ia memejamkanmata. Ia cacat. Lalu ia teringat sesuatu dari saat ia pingsan... sosok berpakaian putih yang membantunya. Si cacat yang utuh Togira Ikonoka. ia mengatakan, Pikirkan apa yang telah kaulakukan dan bersukurlah, karena kau sudah mengusir kejahatan besar dari tanah Ini. Kau melakukan perbuatan yang tidak bisa dilakukan orang lain. Banyak yang berutang budi padamu...
Temui aku, Eragon, karena aku memiliki semua jawaban yang kau cari.
Kedamaian dan kepuasan menghibur Eragon.
Aku akan datang. SELESAI -----------------------------------------Edited by PUTRI FITRIANI http://www.facebook.com/putri.fitriani925/
http://www.facebook.com/hazel.angelo.5/
Dibalik Keheningan Salju 4 Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer Jaka Lola 11

Cari Blog Ini