Ceritasilat Novel Online

Frostbite 3

Frostbite Vampire Academy 2 Karya Richelle Mead Bagian 3


Lintasan ini memang sesulit yang kuduga, tetapi aku berhasil melakukannya tanpa cela, dari satu gerakan sinting ke gerakan sinting lainnya. Salju beterbangan di sekelilingku setiap kali aku membuat putaran tajam dan berbahaya. Saat tiba di dasar dengan selamat, aku mendongak dan melihat Mason membuat isyarat-isyarat liar. Aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya ataupun mendengar kata-kata yang diucapkannya, tetapi bisa kubayangkan dia menyoraki aku. Aku balas melambai dan menunggunya melakukan hal serupa.
Tetapi dia gagal. Saat baru separuh jalan, Mason tidak sanggup menyelesaikan satu lompatan. Sepatu skinya tersangkut, dan kakinya tertekuk. Dia pun tersungkur ke bawah.
Aku menghampirinya pada saat yang kira-kira bersamaan dengan beberapa staf resor. Semua orang lega melihat Mason tidak mengalami patah leher atau anggota tubuh lainnya. Tetapi pergelangan kakinya terkilir, yang mungkin akan membatasi kegiatan skinya selama sisa perjalanan kami ini.
Salah satu instruktur yang bertugas mengawasi lereng berlari mendekat, wajahnya tampak murka.
Apa yang ada dalam pikiran kalian, Anak-Anak" seru wanita itu. Dia berbalik padaku. Aku tak percaya saat melihatmu melakukan aksi bodoh itu! Lalu tatapan tajamnya beralih ke Mason. Kemudian kau malah ikut-ikutan menirunya!
Aku ingin mendebatnya dan mengatakan sem
ua ini ide Mason, tetapi saat ini tak ada gunanya menyalahkan orang lain. Aku hanya lega Mason baik-baik saja. Tetapi saat kami berjalan ke dalam resor, rasa bersalah mulai menggerogotiku. Aku sudahbertindak tak bertanggung jawab. Bagaimana kalau Mason terluka parah" Gambaran-gambaran mengerikan menari-nari dalam pikiranku. Mason dengan kaki yang patah & leher yang patah &.
Apa yang ada dalam pikiranku tadi" Tak ada yang memaksaku melakukannya. Mason hanya memberi ide & tetapi aku tidak menentangnya. Tuhan tahu bahwa aku bisa saja menolaknya. Aku mungkin harus menghadapi beberapa ejekan, tetapi Mason sangat tergila-gila padaku hingga bujukan feminin mungkin akan sanggup menghentikan kegilaan ini. Aku terperangkap dalam kesenangan dan risikonya sama seperti saat aku mencium Dimitri tidak memikirkan konsekuensinya dengan baik karena diam-diam, di dalam diriku, gairah impulsif untuk menjadi liar masih tetap mengintai. Mason juga memiliki gairah serupa, dan dia menantangku.
Suara Dimitri yang ada di benakku mencelaku lagi.
Setelah Mason kembali ke penginapan dengan selamat dan pergelangan kakinya dikompres dengan es, aku pergi ke luar untuk menyimpan peralatan ski kami di gudang. Saat kembali ke dalam, aku melewati pintu yang tidak biasa kulewati. Pintu masuk ini terletak di belakang sebuah beranda besar dan terbuka, dengan birai kayu berukir. Berandanya dibangun menempel pada sisi gunung, pemandangan gunung dan lembah di sekeliling kami terlihat sangat menakjubkan dari sana kalau kau bersedia berdiri cukup lama dalam suhu membeku untuk mengaguminya. Sebagian besar orang tidak mau melakukannya.
Aku menaiki tangga ke beranda, mengentakkan-entakkan salju dari sepatu botku. Sebuah aroma tajam, terasa pedas sekaligus manis, menggantung di udara. Ada sesuatu yang terasa akrab dengan aroma itu, tetapi sebelum aku sempat mengenalinya, sebuah suara tiba-tiba bicara padaku dari balik bayangan.
Hei, Dhampir Kecil. Aku terkejut dan baru sadar ada orang yang sedang berdiri di beranda. Seorang cowok Moroi bersandar pada dinding tidak jauh dari pintu. Cowok itu mengangkat rokoknya ke mulut, mengisapnya dalam-dalam, lalu menjatuhkannya ke lantai. Dia menginjak puntung rokok itu lalu menyunggingkan senyum padaku. Aku baru sadar aroma itulah yang tadi kucium. Rokok cengkih.
Dengan waspada aku berhenti lalu menyilangkan lengan di dada sambil mengamati cowok itu. Dia agak lebih pendek dari Dimitri tetapi tidak sekurus pria Moroi pada umumnya. Mantel panjang berwarna kelabu tua mungkin terbuat dari bahan campuran wol dan kasmir yang sangat mahal menempel pada tubuhnya dengan sempurna, dan sepatu kulit yang dipakainya juga menunjukkan jumlah uang yang tidak sedikit. Rambut cowok itu berwarna cokelat dan sepertinya sengaja ditata untuk menampilkan kesan agak acak-acakan. Matanya entah berwarna biru entah hijau tidak bisa kupastikan karena cahaya di tempat itu suram. Kurasa wajahnya cukup tampan, dan kuperkirakan usianya hanya beberapa tahun di atasku. Cowok ini kelihatannya baru saja pulang dari pesta makan malam.
Yeah" jawabku. Kedua matanya menyapu seluruh tubuhku. Aku sudah terbiasa mendapatkan perhatian dari cowok Moroi. Hanya saja biasanya tidak terang-terangan seperti ini. Dan biasanya aku tidak terbalut pakaian musim dingin dan bermata lebam sebelah.
Cowok itu mengangkat bahu. Hanya menyapa, itu saja.
Aku menunggu sebentar, tetapi yang dilakukannya hanya memasukkan tangan ke dalam saku mantel. Sambil mengangkat bahu juga, aku maju beberapa langkah.
Wangimu enak, kau tahu itu" tiba-tiba dia berkata.
Aku berhenti berjalan lagi lalu menatapnya dengan bingung, dan sikapku itu hanya membuat senyumnya semakin lebar.
Aku & em, apa" Wangimu enak, ulangnya. Kau bercanda! Seharian ini aku berkeringat. Tubuhku bisa dibilang menjijikkan. Aku ingin menjauh, tetapi ada sesuatu yang menakutkan namun menarik dalam diri cowok ini. Seperti rongsokan kereta. Aku bukan tertarik padanya, aku hanya tiba-tiba merasa tertarik untuk mengobrol dengannya.
Keringat bukan hal jelek, katanya sambil menyandarkan kepala ke dinding dan menatap ke atas dengan s
erius. Beberapa hal terbaik dalam hidup ini terjadi sambil berkeringat. Yeah, kalau kau terlalu banyak berkeringat dan membiarkannya lama-lama sampai bau, keringat memang jadi menjijikkan. Tetapi pada seorang perempuan cantik" Memabukkan. Kalau bisa mencium berbagai hal seperti yang dilakukan vampir, kau pasti mengerti apa yang kumaksud. Sebagian besar orang merusaknya dengan menyiram tubuh mereka dengan parfum. Parfum boleh-boleh saja & apalagi kalau cocok dengan aroma alami tubuhmu. Tetapi kau hanya butuh sedikit saja. Campurkan dua puluh persen parfum dengan delapan puluh persen wangi alamimu & mmm. Dia memiringkan kepala lalu menatapku. Seksi setengah mati.
Tiba-tiba aku teringat pada Dimitri dan harum aftershave-nya. Yeah. Itu juga seksi setengah mati, tetapi sudah pasti aku takkan memberitahu cowok ini.
Terima kasih untuk pelajaran kebersihannya, kataku. Tapi aku tak punya parfum dan aku mau membasuh semua keringat seksi ini dari tubuhku. Maaf.
Cowok itu mengeluarkan sebungkus rokok lalu menawarkannya padaku. Dia hanya maju satu langkah, tetapi sudah cukup sehingga aku bisa mencium bau lain darinya. Alkohol. Aku menolak tawaran rokoknya, dan dia mengeluarkan satu batang untuk dirinya sendiri.
Kebiasaan buruk, ucapku, memperhatikannya menyalakan rokok.
Salah satu dari banyak kebiasaan burukku, jawabnya. Dia mengisapnya dalam-dalam. Kau ada di sini bersama rombongan St. Vlad"
Yup. Jadi kalau sudah dewasa, kau akan menjadi pengawal.
Sudah pasti. Cowok itu mengembuskan asap, dan aku melihat asap itu melayang ke dalam kegelapan malam. Terlepas dari penciuman vampir yang super atau tidak, cukup mengejutkan dia bisa mencium aroma lain di tengah aroma cengkih ini.
Berapa lama lagi kau akan dewasa" tanyanya. Mungkin saja aku butuh pengawal.
Aku lulus pada musim semi. Tapi aku sudah dilamar. Maaf.
Rasa terkejut terpancar di matanya. Oh ya" Siapa pria itu"
Perempuan itu namanya Vasilisa Dragomir.
Ah. Dia tersenyum lebar. Begitu melihatmu, aku tahu kau ini biang onar. Kau anak perempuan Janine Hathaway.
Namaku Rose Hathaway, aku meralat ucapannya, tidak sudi dikenal karena nama ibuku.
Senang berkenalan denganmu, Rose Hathaway. Dia mengulurkan tangannya yang bersarung padaku, yang kuterima dengan ragu. Adrian Ivashkov.
Dan menurutmu aku yang biang onar, gumamku. Keluarga Ivashkov adalah salah satu keluarga bangsawan yang paling kaya dan berkuasa. Mereka jenis orang yang berpikir bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan, dan melakukan semua itu dengan cara mereka. Tidak heran cowok ini sangat arogan.
Adrian tertawa. Tawanya menyenangkan, renyah, dan hampir bermelodi. Tawanya membuatku teringat pada karamel hangat yang menetes-netes dari sendok. Bagus, ya" Reputasi kita sama-sama lebih dulu dikenal daripada diri kita sendiri.
Aku menggelengkan kepala. Kau tak tahu apa-apa tentangku. Dan aku hanya tahu soal keluargamu. Aku tak tahu apa-apa soal dirimu.
Kau ingin tahu" dia bertanya dengan nada mengejek.
Maaf. Aku tidak tertarik pada cowok yang lebih tua.
Aku dua puluh satu tahun. Tidak beda jauh denganmu.
Aku punya pacar. Itu kebohongan kecil. Mason jelas belum menjadi pacarku, tetapi aku berharap Adrian tak akan menggangguku lagi jika dia mengira aku sudah punya pacar.
Lucu juga kau tidak langsung mengakuinya, kata Adrian heran. Bukan dia yang membuat matamu lebam, kan"
Aku merasa tersipu, bahkan di tengah udara dingin ini. Sejak tadi aku berharap dia tidak melihat mataku yang lebam, dan bisa dibilang itu harapan bodoh. Dengan mata vampirnya, dia mungkin langsung menyadarinya sejak aku melangkah ke beranda ini.
Kalau dia yang melakukannya, dia pasti sudah mati. Aku mendapatkan lebam ini saat & latihan. Maksudku, aku kan sedang dilatih untuk menjadi pengawal. Semua kelas kami memang keras.
Itu sangat seksi, katanya. Adrian menjatuhkan rokok kedua ke lantai lalu mematikannya dengan menginjaknya.
Memukul mataku" Bukan. Tentu saja bukan itu. Maksudku, gagasan melakukan sesuatu yang kasar denganmu itu yang seksi. Aku penggemar olahraga keren.
Aku yakin begitu, kataku
datar. Adrian arogan dan sok tahu, tetapi aku masih tidak sanggup memaksa diri untuk pergi.
Bunyi langkah kaki di belakangku membuatku segera membalikkan badan. Mia muncul di jalan setapak dan menaiki tangga. Saat melihat kami, dia langsung berhenti.
Hei, Mia. Mia melirik kami berdua. Cowok lain lagi" tanyanya. Jika mendengar nada suaranya, kau pasti akan menduga aku memiliki sekelompok cowok simpanan.
Adrian menatapku dengan pandangan bertanya sekaligus geli. Aku mengertakkan gigi dan memutuskan tidak akan membuatnya senang dengan menanggapi. Aku memilih sikap sopan yang tidak biasanya kumiliki.
Mia, kenalkan ini Adrian Ivashkov.
Adrian memasang pesona yang sama dengan yang tadi digunakannya padaku. Dia menjabat tangan Mia. Aku selalu senang berkenalan dengan teman Rose, apalagi yang cantik. Adrian berbicara seolah kami sudah saling kenal sejak kanak-kanak.
Kami tidak berteman, kataku. Sudah cukup sikap sopannya.
Rose hanya menghabiskan waktu dengan cowok dan psikopat, kata Mia. Nada suaranya terdengar penuh kebencian seperti yang biasa ditunjukkannya kepadaku, tetapi ada sesuatu di wajahnya yang memperlihatkan bahwa Adrian berhasil menarik perhatiannya.
Wah, kata Adrian ceria, karena aku seorang psikopat dan juga cowok, sepertinya hal itu menjelaskan alasan kami berteman baik.
Kau dan aku juga tidak berteman, kataku pada Adrian.
Adrian tertawa. Selalu bersikap jual mahal, huh"
Dia tidak sesulit itu untuk didapatkan, kata Mia, jelas terlihat kesal karena Adrian lebih memperhatikan aku. Tanya saja pada sebagian cowok di sekolah kami.
Yeah, balasku, dan kau bisa bertanya tentang Mia pada sebagian lainnya. Kalau kau mau melakukan sesuatu untuknya, dia akan melakukan banyak hal untukmu. Saat mengobarkan perang denganku dan Lissa, Mia memaksa beberapa cowok memberitahu semua orang di sekolah bahwa aku pernah berbuat hal-hal yang cukup mengerikan bersama mereka. Ironisnya, Mia berhasil menyuruh para cowok itu berbohong dengan tidur bersama mereka.
Rasa malu melintasi wajah Mia, tetapi dia tetap bertahan.
Yah, katanya, setidaknya aku tidak melayani mereka dengan gratis.
Adrian meniru suara kucing.
Kau sudah selesai" tanyaku. Sekarang sudah lewat jam tidurmu, dan saatnya bagi orang-orang dewasa untuk mengobrol. Wajah Mia yang kekanak-kanakan merupakan titik kelemahannya, sesuatu yang sering kali kujadikan sasaran.
Tentu saja, kata Mia tajam. Pipinya bersemu merah, mempertegas penampilannya yang bak boneka porselen. Lagi pula, aku punya hal lain yang lebih menyenangkan untuk dilakukan. Mia berbalik ke pintu, lalu tiba-tiba berhenti dengan tangan masih memegang pintu. Dia melirik Adrian. Kau tahu, ibunya yang menyebabkan matanya lebam.
Mia masuk ke dalam. Pintu kaca yang mewah itu mengayun tertutup di belakangnya.
Aku dan Adrian tidak bersuara. Akhirnya, Adrian mengeluarkan rokok lagi lalu menyalakannya. Ibumu"
Tutup mulutmu. Kau jenis orang yang punya belahan jiwa atau justru musuh bebuyutan, ya kan" Tidak setengah-setengah. Kau dan Vasilisa mungkin seperti adik-kakak, ya"
Kurasa begitu. Bagaimana dia" Huh" Apa maksudmu"
Adrian mengangkat bahu, dan kalau saja tidak lebih tahu, aku pasti menduga dia bersikap santai dengan berlebihan. Entahlah. Maksudku, aku tahu kalian berdua pernah melarikan diri & lalu ada peristiwa yang terjadi pada keluarganya dan Victor Dashkov &.
Tubuhku membeku saat mendengar nama Victor disebut. Lalu"
Entahlah. Hanya saja kupikir semua itu mungkin terlalu berat untuk, kau tahu kan, dihadapi olehnya.
Aku mengamati Adrian dengan saksama, penasaran dengan apa yang ingin disampaikannya. Mungkin memang ada sedikit kebocoran mengenai kesehatan mental Lissa yang rapuh, tetapi semua itu sudah ditangani sebaik mungkin. Kebanyakan orang mungkin sudah melupakan semua itu, atau beranggapan semua itu hanya bohong belaka.
Aku harus pergi. Aku memutuskan bahwa menghindar merupakan taktik terbaik untuk sekarang.
Kau yakin" Adrian terdengar sedikit kecewa. Selebihnya dia tampak sombong dan geli seperti sebelumnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang masih membuatku
penasaran, tetapi apa pun itu, tidak cukup untuk membuatku melawan hal lain yang kurasakan, atau untuk mengambil risiko membicarakan Lissa. Kusangka sekarang saatnya orang dewasa mengobrol. Banyak masalah orang dewasa yang ingin kubicarakan denganmu.
Sekarang sudah malam, aku lelah, dan rokokmu membuatku sakit kepala, gerutuku.
Kurasa itu cukup masuk akal. Adrian mengisap rokok dan mengembuskan asapnya. Beberapa perempuan beranggapan rokok membuatku terlihat seksi.
Kurasa kau merokok supaya ada sesuatu yang bisa kaulakukan saat sedang memikirkan ledekan lainnya.
Adrian tersedak asapnya sendiri, terperangkap antara mengisap rokok dan tertawa. Rose Hathaway, aku tak sabar ingin bertemu denganmu lagi. Kalau kau semenarik ini saat merasa lelah dan kesal, dan secantik ini meskipun sedang memar dan memakai baju ski, kau pasti sangat mematikan pada saat-saat primamu.
Kalau yang kaumaksud dengan mematikan adalah kau harus mengkhawatirkan nyawamu, maka jawabannya ya. Kau benar. Aku menyentak pintu sampai terbuka. Selamat malam, Adrian.
Sampai bertemu secepatnya.
Sepertinya tidak bakal. Sudah kubilang, aku tidak suka cowok yang lebih tua.
Aku berjalan memasuki penginapan. Saat pintu tertutup, aku sempat mendengarnya berseru di belakangku, Tentu, kau memang tak suka.
BAB SEBELAS LISSA SUDAH BANGUN dan tidak ada di kamar saat aku terjaga keesokan paginya. Itu artinya aku bisa menguasai kamar mandi sambil bersiap-siap. Aku suka sekali kamar mandinya. Ukurannya luar biasa luas. Tempat tidur king-size kami bisa dimasukkan ke dalamnya dengan mudah. Tiga buah pancuran air panas membuat tubuhku terasa segar, meskipun otot-ototku masih terasa sakit akibat kegiatan kemarin. Saat aku berdiri di depan cermin setinggi badan dan menyisir rambutku, dengan kecewa aku melihat memar itu masih ada. Namun, warnanya sudah agak lebih terang dan berubah menjadi kekuningan. Sedikit cairan penyamar noda dan bedak bisa menutup memar itu hampir seluruhnya.
Aku pergi ke lantai bawah untuk mencari makanan. Ruang makannya baru akan ditutup karena jam sarapan sudah berakhir, tetapi seorang pelayan memberiku dua buah scone selai peach untuk dibawa. Seraya berjalan dan mengunyah sepotong scone, aku mempertajam indraku untuk merasakan keberadaan Lissa. Beberapa saat kemudian, aku bisa merasakannya di sisi lain penginapan, jauh dari kamar para murid. Aku mengikuti jejaknya hingga akhirnya tiba di sebuah kamar yang terletak di lantai tiga. Aku mengetuk pintunya.
Christian membuka pintu. Putri Tidur sudah tiba. Selamat datang.
Christian menyuruhku masuk. Lissa sedang duduk bersila di tempat tidur, dan langsung tersenyum saat melihatku. Kamarnya sama menakjubkannya seperti kamarku, tetapi sebagian besar perabotnya sudah digeser ke samping sehingga menghasilkan ruang kosong, dan Tasha berdiri di area lapang itu.
Selamat pagi, kata Tasha.
Hei, aku menjawab. Sia-sia saja usahaku untuk menghindarinya.
Lissa menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Kau harus melihat ini.
Apa yang terjadi" Aku duduk di tempat tidur dan menghabiskan potongan scone yang terakhir.
Hal-hal yang tidak baik, kata Lissa dengan nakal. Kau pasti akan menyukainya.
Christian berjalan menghampiri ruang kosong dan berdiri di hadapan Tasha. Mereka berdua saling mengamati, melupakan kehadiranku dan Lissa. Rupanya kedatanganku telah menyela apa pun yang sedang mereka lakukan.
Jadi, kenapa aku tak boleh terus memakai mantra pembeku" tanya Christian.
Karena mantra itu membutuhkan banyak energi, jawab Tasha. Bahkan dengan celana jins dan rambut dikucir dan bekas lukanya Tasha tetap terlihat benar-benar imut. Lagi pula, mantra itu bisa membunuh lawanmu.
Christian mendengus. Memangnya kenapa aku harus menahan diri untuk membunuh Strigoi"
Kau tidak selalu melawan Strigoi. Atau mungkin saja kau membutuhkan informasi dari mereka. Apa pun itu, kau harus selalu siap.
Aku baru menyadari bahwa mereka sedang berlatih sihir untuk menyerang. Rasa tertarik dan semangat menggantikan kemuraman yang semula kurasakan saat melihat Tasha. Lissa sama sekali tidak bercanda saat mengat
akan bahwa mereka sedang melakukan hal-hal yang tidak baik. Aku selalu curiga mereka memang melakukan sihir ofensif, tapi & wow. Menduga sesuatu dan benar-benar melihatnya merupakan dua hal yang sangat berbeda. Menggunakan sihir sebagai senjata adalah perbuatan terlarang. Pelanggaran yang ada hukumannya. Murid yang bereksperimen melakukannya mungkin bisa diampuni dan hanya diberi hukuman ringan, tetapi orang dewasa yang secara aktif mengajari seorang anak di bawah umur & yeah. Itu bisa membuat Tasha terlibat masalah besar. Sejenak terpikir olehku untuk melaporkan perbuatannya ini. Tetapi saat itu juga aku menyingkirkan pikiran tersebut. Aku mungkin membenci Tasha karena mendekati Dimitri, tetapi sebagian diriku bisa dibilang meyakini apa yang dilakukan Tasha dan Christian. Lagi pula, itu sangat keren.
Mantra pengalih perhatian nyaris sama bergunanya, lanjut Tasha.
Mata biru Tasha terlihat sangat fokus, seperti yang sering kulihat saat seorang Moroi sedang menggunakan sihir. Pergelangan tangannya tertekuk ke depan, dan ada seberkas api yang meliuk melewati wajah Christian. Apinya tidak mengenai tubuh Christian, tetapi kalau melihat ekspresinya yang menghindar, kurasa apinya cukup dekat hingga dia bisa merasakan hawa panasnya.
Cobalah, kata Tasha. Christian ragu-ragu sejenak, lalu meniru gerakan tangan Tasha tadi. Api memancar keluar, tetapi warnanya tidak secantik api Tasha tadi. Christian juga tidak membidik sebaik Tasha. Apinya langsung mengarah ke wajah Tasha, tetapi sebelum sempat menyentuhnya, api itu terbelah dan mengarah ke kedua sisi Tasha, seolah mengenai sebuah tameng tidak terlihat. Tasha menangkisnya dengan sihirnya sendiri.
Lumayan terlepas dari kenyataan bahwa kau bisa saja membakar wajahku sampai hangus.
Bahkan aku pun tidak menginginkan wajah Tasha terbakar hangus. Tapi rambutnya & ah, ya. Kita lihat secantik apa dirinya tanpa rambutnya yang sehitam bulu gagak itu.
Tasha dan Christian terus berlatih selama beberapa saat. Kemampuan Christian terus meningkat seiring waktu berlalu, meskipun jelas terlihat dia masih perlu waktu lama untuk bisa menyamai keahlian Tasha. Ketertarikanku bertambah saat melihat mereka terus berlatih, dan aku merenungkan semua kemungkinan yang mampu ditawarkan oleh sihir seperti ini.
Mereka menyelesaikan latihan saat Tasha berkata bahwa dia harus pergi. Christian mendesah, jelas terlihat kesal karena tidak sanggup menguasai mantranya dalam satu jam. Sifat kompetitifnya nyaris sekuat sifatku.
Aku tetap berpendapat lebih mudah membakar mereka seutuhnya, Christian beralasan.
Tasha tersenyum sambil menyisir rambutnya dan menguncirnya menjadi ekor kuda yang lebih tinggi. Yeah. Dia jelas lebih bagus tanpa rambut itu, terutama karena aku tahu betapa Dimitri menyukai rambut panjang.
Lebih mudah karena hanya membutuhkan sedikit usaha. Tindakan itu ceroboh. Sihirmu bisa lebih kuat untuk waktu yang lama jika berhasil mempelajari ini. Dan, seperti yang kubilang, sihir ini memiliki banyak manfaat.
Aku sebenarnya tidak mau sependapat dengan Tasha, tetapi apa boleh buat.
Sihir itu akan sangat berguna kalau kau sedang melawan Strigoi bersama seorang pengawal, kataku penuh semangat. Apalagi mengingat membakar Strigoi membutuhkan energi yang sangat besar. Dengan cara ini, kau hanya perlu menggunakan sedikit luapan energi untuk mengalihkan perhatian Strigoi. Dan itu pasti akan mengalihkan perhatian mereka karena mereka sangat membenci api. Jadi, si pengawal akan mendapat kesempatan untuk menusuk mereka. Kau bisa menumbangkan banyak Strigoi dengan cara seperti itu.
Tasha tersenyum padaku. Beberapa Moroi seperti Lissa dan Adrian tersenyum tanpa memperlihatkan gigi. Tasha selalu tersenyum dengan memperlihatkan gigi, termasuk taring-taringnya.
Tepat sekali. Kau dan aku harus berburu Strigoi kapan-kapan, goda Tasha.
Kurasa tidak, jawabku. Kata-kata itu sendiri sebenarnya tidak seburuk itu, tetapi nada yang kupakai untuk mengucapkannya jelas-jelas buruk. Dingin. Tidak ramah. Untuk sesaat Tasha tampak kaget dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba, tetapi langsung mengabaikannya. Kekagetan Lis
sa mengalir melalui ikatan batin kami.
Namun, Tasha juga kelihatannya tidak ambil pusing. Dia mengobrol lagi dengan kami selama beberapa saat dan berencana menemui Christian saat makan malam nanti. Lissa menatapku dengan tajam saat kami dan Christian menuruni tangga melingkar ke lobi.
Ada apa dengan sikapmu tadi" tanyanya.
Memangnya ada apa dengan sikapku" tanyaku dengan polos.
Rose, kata Lissa penuh arti. Sulit rasanya berpura-pura bodoh jika temanmu tahu kau bisa membaca pikirannya. Aku tahu pasti apa yang sedang dibicarakan Lissa. Kau bersikap menyebalkan pada Tasha.
Tidak terlalu menyebalkan.
Sikapmu kasar, seru Lissa, menghindari sekelompok Moroi yang menghambur ke dalam lobi. Mereka semua memakai parka, dan seorang instruktur ski Moroi bertampang lelah mengikuti di belakang mereka.
Aku meletakkan tangan di pinggul. Hei, aku hanya sedang uring-uringan, oke" Aku kurang tidur. Lagi pula, aku tidak seperti kau. Aku tidak perlu bersikap sopan setiap saat.
Seperti yang akhir-akhir ini sering terjadi, aku tak percaya apa yang baru saja kukatakan. Lissa menatapku, lebih terlihat kaget daripada sakit hati. Christian menggeram, hampir mengatakan hal kasar untuk membalasku, tetapi untungnya Mason datang menghampiri kami. Mason tidak sampai harus memakai gipsi atau semacamnya, tetapi jalannya agak pincang.
Hei, Tukang Lompat, kataku sambil menyelipkan tangan ke tangannya.
Christian menahan amarahnya padaku lalu berpaling pada Mason. Benarkah gerakan cari mati kalian akhirnya membuatmu terluka"
Mason menatapku. Benarkah kau bergaul dengan Adrian Ivashkov"
Aku apa" Kudengar semalam kalian mabuk-mabukan.
Benarkah" tanya Lissa dengan kaget.
Aku menatap mereka bergantian. Tidak, tentu saja tidak! Aku bahkan tidak terlalu kenal dia.
Tapi kau memang mengenalnya, tuntut Mason.
Tidak terlalu. Dia punya reputasi jelek, Lissa mengingatkan.
Yeah, kata Christian. Dia sering sekali berganti pacar.
Aku tak percaya ini. Bisa kalian hentikan semua ini" Aku hanya mengobrol dengannya selama, entahlah, mungkin lima menit! Dan itu karena dia menghalangi jalan masuk. Dari mana kau mendengar semua ini" Saat itu juga aku langsung menjawab pertanyaanku sendiri. Mia.
Mason mengangguk dan setidaknya bersikap jantan dengan memperlihatkan ekspresi malu.
Sejak kapan kau biasa mengobrol dengannya" tanyaku.
Aku tidak sengaja berpapasan dengannya, itu saja, kata Mason.
Dan kau percaya padanya" Kau kan tahu dia berbohong hampir setiap saat.
Yeah, tapi biasanya ada sedikit kebenaran dalam kebohongan itu. Dan kau kan memang mengobrol dengan cowok itu.
Ya. Mengobrol. Hanya itu.
Aku benar-benar berusaha mempertimbangkan dengan serius untuk berkencan dengan Mason, jadi aku tidak suka kalau dia tidak memercayaiku. Mason-lah yang membantuku membongkar kebohongan Mia pada awal tahun pelajaran, jadi aku kaget melihat sikapnya yang paranoid seperti ini. Mungkin perasaannya untukku sudah tumbuh semakin dalam, sehingga dia lebih lekas cemburu.
Anehnya, Christian-lah yang menjadi penyelamatku dan mengubah topik pembicaraan. Kurasa hari ini tidak ada jadwal bermain ski, huh" Christian menuding pergelangan kaki Mason, yang langsung memicu respons tidak terima.
Apa, kaupikir ini akan mengurangi kehebatanku" tanya Mason.
Amarahnya menghilang, tergantikan keinginan membara untuk membuktikan diri keinginan yang kami berdua rasakan. Lissa dan Christian menatap seolah Mason sudah gila, tetapi aku tahu tak ada yang bisa kami katakan untuk mencegah dia.
Kalian mau ikut dengan kami" tanyaku kepada Lissa dan Christian.
Lissa menggelengkan kepala. Tidak bisa. Kami harus menghadiri makan siang yang diadakan oleh keluarga Conta.
Christian mengerang. Hmm, kau yang harus pergi.
Lissa menyikutnya. Begitu pula denganmu. Pada undangannya tertulis aku boleh membawa teman. Lagi pula, ini hanya pemanasan untuk undangan yang lebih besar.
Undangan yang mana" tanya Mason.
Pesta makan malam besar-besaran yang diadakan oleh Priscilla Voda, kata Christian sambil mendesah. Melihatnya sangat menderita seperti itu membuatku tersenyum. S
ahabat sang ratu. Semua bangsawan paling sombong akan datang ke pesta itu, dan aku terpaksa memakai jas.
Mason nyengir padaku. Kekesalannya yang tadi sudah menghilang. Bermain ski kedengarannya lebih menyenangkan, huh" Tidak ada aturan berbusana.
Kami meninggalkan kedua Moroi itu dan pergi ke luar. Mason tidak bisa bertanding denganku seperti yang kami lakukan kemarin, gerakannya masih lamban dan canggung. Meski begitu, dia tetap bermain dengan baik. Cedera yang dialaminya tidak seburuk yang kami khawatirkan semula, tetapi setidaknya dia cukup bijaksana dengan bertahan melakukan gerakan yang mudah.
Bulan purnama menggantung di tengah kehampaan, sebuah bulatan yang berkilau putih keperakan. Cahaya bagaikan listrik itu mengalahkan sebagian besar pencahayaan yang ada di daratan, tetapi di sana-sini di balik bayangan bulan hampir tidak berhasil memantulkan kilaunya. Kuharap cahaya bulan cukup terang hingga bisa menerangi daerah di sekeliling pegunungan, tetapi puncak-puncak gunung itu tetap diselimuti kegelapan. Aku lupa memperhatikannya siang hari tadi.
Rute yang kami lalui sangat sederhana untukku, tetapi aku tetap bertahan di samping Mason dan kadang-kadang menggodanya dengan mengatakan permainan ski ala terapi ini membuatku mengantuk. Membosankan atau tidak, rasanya tetap menyenangkan berada di luar bersama teman-temanku. Aktivitas ini cukup mengalirkan darah sehingga membuatku tetap hangat di tengah udara yang membeku ini. Tiang-tiang lampu menerangi salju dan mengubahnya menjadi lautan putih yang luas, kristal-kristal serpihan salju yang berkilau samar. Jika aku berpaling dan menghalau cahaya dari jangkauan pandang, aku bisa mendongak dan melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit. Bintang-bintang itu terlihat jelas bagaikan kristal di tengah udara jernih yang membeku ini. Kami kembali menghabiskan hampir sepanjang hari ini dengan berada di luar, tetapi kali ini aku menyudahinya lebih cepat dengan berpura-pura lelah agar Mason bisa beristirahat. Dia mungkin sanggup bermain ski ringan dengan pergelangan kakinya yang cedera, tetapi aku bisa melihat bahwa itu mulai membuatnya kesakitan.
Aku dan Mason kembali ke penginapan dan berjalan sangat rapat seraya menertawakan sesuatu yang kami lihat tadi. Tiba-tiba aku melihat kilasan putih di sudut mata, dan sebuah bola salju menghantam wajah Mason. Aku langsung bergerak defensif, tersentak mundur dan menatap sekeliling. Teriakan dan jeritan terdengar dari sebuah area di lahan resor yang digunakan sebagai gudang dan dikelilingi oleh pohon pinus yang menjulang tinggi.
Terlalu lamban, Ashford, seseorang berkata. Itu akibatnya jika sedang jatuh cinta.
Lebih banyak suara tawa. Sahabat Mason, Eddie Castile, dan beberapa novis lain dari sekolah kami bermunculan dari balik segerumbul pepohonan. Aku mendengar teriakan lainnya dari belakang mereka.
Tapi kami masih menerima dirimu kalau ingin masuk ke dalam tim kami, kata Eddie. Meskipun kau mengelak seperti perempuan.
Tim" tanyaku bersemangat.
Di Akademi, saling melempar bola salju dilarang keras. Pejabat sekolah khawatir kami akan melemparkan bola salju yang berisi pecahan gelas atau silet. Sesungguhnya aku tidak mengerti bagaimana mungkin mereka berpikir kami bisa memegang benda-benda semacam itu tanpa melukai diri sendiri.
Perang bola salju bukan tindakan yang sangat membangkang, tetapi setelah semua ketegangan yang kulalui akhir-akhir ini, melempari orang dengan sesuatu terdengar seperti gagasan terbaik setelah sekian lama. Aku dan Mason langsung bergabung dengan mereka. Pertarungan terlarang memberi Mason energi baru dan membuatnya lupa pada rasa sakit di pergelangan kakinya. Kami bersiap-siap dengan semangat pantang menyerah.
Perang ini langsung terfokus untuk mengalahkan sebanyak mungkin orang, dan pada saat bersamaan mengelak dari serangan mereka. Aku sangat hebat dalam keduanya, dan menambah ketidakdewasaan ini dengan meledek dan menyerukan hinaan-hinaan konyol pada semua korbanku.
Ketika akhirnya ada orang yang menyadari perbuatan kami lalu memarahi kami, kami semua tertawa-tawa dengan tubuh tertutup salju. S
etelah itu, aku dan Mason melanjutkan perjalanan ke penginapan. Saat itu suasana hati kami benar-benar gembira sehingga aku tahu masalah Adrian sudah lama terlupakan.
Dan memang benar. Mason menatapku tepat sebelum kami masuk. Maaf, aku, uh, tadi menuduhmu begitu saja soal Adrian.
Aku meremas tangannya. Tak apa-apa. Aku tahu Mia sanggup menceritakan kisah-kisah yang cukup meyakinkan.
Yeah & tapi kalaupun kau memang bersama cowok itu & bukan berarti aku berhak untuk &.
Aku menatapnya, terkejut dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah menjadi malu-malu. Benarkah kau tidak berhak untuk melakukannya" tanyaku.
Senyum tersungging di bibirnya. Aku berhak"
Aku membalas senyumannya, melangkah maju, dan menciumnya. Bibir Mason terasa sangat hangat di tengah udara yang membeku. Ciuman kami bukan jenis yang sanggup menggetarkan bumi seperti yang kulakukan bersama Dimitri sebelum perjalanan ski ini, tetapi ciuman ini rasanya manis dan menyenangkan semacam ciuman bersahabat yang mungkin bisa berkembang lebih dari itu. Setidaknya, begitulah aku memandangnya. Jika melihat ekspresi pada wajah Mason, kelihatannya seolah seluruh dunianya baru saja terguncang.
Wow, kata Mason dengan mata melebar. Cahaya bulan membuat matanya terlihat biru keperakan.
Kaulihat" ucapku. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Bukan Adrian, atau siapa pun.
Kami berciuman lagi kali ini sedikit lebih lama sebelum akhirnya memaksa diri berpisah. Suasana hati Mason jelas sudah membaik, seperti yang seharusnya, dan aku menjatuhkan diri ke tempat tidur sambil tersenyum. Sesungguhnya aku tidak yakin apakah aku dan Mason sudah menjadi pasangan atau belum, tetapi kami sudah mendekati ke arah sana.
Namun, saat tidur aku memimpikan Adrian Ivashkov.
Aku sedang berdiri di beranda bersamanya lagi, hanya saja saat itu musim panas. Udara terasa lembap dan hangat. Matahari bersinar cerah, menyelimuti segala sesuatunya dengan cahaya keemasan. Kali terakhir aku berada dalam sinar matahari seterik ini adalah saat tinggal bersama manusia. Di sekeliling kami pegunungan dan perbukitan terlihat hijau dan hidup. Burung-burung berkicau di seluruh penjuru.
Adrian bersandar pada birai beranda, melirik ke belakang, dan tampak terkejut saat melihatku. Oh. Tidak kusangka akan bertemu denganmu di sini. Dia tersenyum. Ternyata aku benar. Dalam keadaan bersih kau memang mematikan.
Tanpa sadar aku menyentuh kulit di sekitar mataku.
Sudah hilang, kata Adrian.
Bahkan tanpa melihatnya, entah bagaimana aku tahu yang dikatakan Adrian itu benar. Kau tidak merokok.
Kebiasaan buruk, katanya. Adrian mengangguk ke arahku. Apa kau takut" Kau memakai banyak jimat pelindung.
Aku mengernyit, lalu melihat ke bawah. Aku tidak memperhatikan pakaianku. Aku memakai celana jins berbordir yang dulu pernah kulihat tetapi tak sanggup kubeli. Kausku dipotong pendek, memperlihatkan perut, dan aku memakai anting pusar. Aku selalu ingin menindik pusarku, tetapi tak pernah punya uang untuk melakukannya. Perhiasan yang kupakai saat itu adalah kalung perak kecil dengan liontin aneh berbentuk mata berwarna biru pemberian ibuku. Chotki pemberian Lissa terpasang pada pergelangan tanganku.
Aku mendongak membalas tatapan Adrian, mengamati matahari yang menyinari rambut cokelatnya. Di tempat ini, di bawah cahaya matahari, aku bisa melihat matanya ternyata memang hijau warna jamrud tua yang bertolak belakang dengan warna hijau giok pucat mata Lissa. Tiba-tiba ada sesuatu yang tebersit dalam benakku.
Apa cahaya matahari seterik ini tidak mengganggumu"
Adrian mengangkat bahu dengan malas. Tidak. Ini kan mimpiku.
Bukan, ini mimpiku. Kau yakin" Adrian tersenyum lagi.
Aku merasa kebingungan. Aku & entahlah.
Adrian tergelak, tetapi sesaat kemudian tawa itu mereda. Untuk kali pertama sejak aku bertemu dengan Adrian, dia tampak serius. Kenapa di sekelilingmu begitu banyak kegelapan"
Aku mengerutkan kening. Apa"
Kau dikelilingi oleh kegelapan. Mata Adrian mengamatiku dengan tajam, tetapi bukan pandangan orang yang main mata. Aku belum pernah bertemu orang sepertimu. Di mana-mana ada bayangan. Aku sama sekali
tidak menduganya. Bahkan saat kau sedang berdiri, bayangan itu terus berkembang.
Aku menunduk menatap kedua tanganku, tetapi tidak melihat sesuatu yang tidak biasa. Aku mendongak lagi. Aku dicium bayangan &.
Apa maksudnya" Aku pernah mati. Aku tidak pernah membicarakan hal ini selain dengan Lissa dan Victor Dashkov, tetapi ini kan hanya mimpi. Jadi tidak masalah. Dan aku hidup lagi.
Perasaan takjub membuat wajah Adrian berbinar. Ah, menarik &.
Aku terbangun. Ada orang yang mengguncang tubuhku. Orang itu Lissa. Emosi Lissa menghantamku dengan sangat kuat melalui ikatan batin hingga selama sesaat aku tersentak masuk ke dalam kepalanya dan mendapati diri sedang memandang tubuhku sendiri. Aneh tidak cukup menggambarkan perasaanku saat itu. Aku menarik diri agar kembali ke tubuhku sendiri, berusaha terlepas dari kengerian dan ketakutan yang berasal dari Lissa.
Ada apa" Ada serangan Strigoi lagi.
BAB DUA BELAS AKU BANGUN DARI tempat tidur secepat kilat. Kami mendapati seisi penginapan dihebohkan oleh berita tersebut. Orang-orang berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil di sepanjang selasar. Anggota keluarga saling mencari. Sebagian pembicaraan dilakukan dalam bisikan ketakutan, sebagian lagi dengan lantang sehingga mudah untuk mengupingnya. Aku menghentikan beberapa orang, berusaha mendapatkan cerita yang sebenarnya. Namun, semua orang memiliki versi yang berbeda-beda, dan beberapa di antara mereka bahkan tidak mau berhenti untuk bicara denganku. Mereka berjalan melewatiku dengan langkah cepat, entah berusaha mencari orang-orang yang mereka sayangi, entah bersiap-siap meninggalkan resor ini. Mereka yakin ada tempat lain yang lebih aman.
Merasa frustrasi dengan cerita yang berbeda-beda, akhirnya aku dengan ragu sadar harus mencari salah satu dari dua orang yang bisa memberikan informasi yang meyakinkan. Ibuku atau Dimitri. Rasanya seperti melempar koin. Saat ini aku sedang tidak terlalu bersemangat untuk bertemu dengan keduanya. Aku berpikir sejenak dan akhirnya memutuskan memilih ibuku, karena setidaknya dia tidak sedang mendekati Tasha Ozera.
Pintu kamar ibuku terbuka. Saat aku dan Lissa masuk, aku melihat ada semacam markas sementara yang didirikan di kamar ini. Banyak pengawal yang mondar-mandir di dalam ruangan, atau yang keluar-masuk, dan mereka tampak sedang membahas strategi. Beberapa di antara mereka menatap kami dengan aneh, tetapi tak ada yang berhenti untuk menanyai kami. Aku dan Lissa duduk di sebuah sofa kecil dan mendengarkan pembicaraan ibuku.
Ibuku berdiri bersama sekelompok pengawal, salah satunya Dimitri. Sia-sia aku berusaha menghindarinya. Mata cokelatnya melirikku sekilas dan aku langsung membuang muka. Saat ini aku tidak mau berurusan dengan perasaanku yang gundah karena dia.
Tak lama kemudian, aku dan Lissa sudah tahu detail kejadiannya. Delapan orang Moroi terbunuh bersama lima pengawal mereka. Ada tiga Moroi yang masih hilang, entah mati entah berubah menjadi Strigoi. Sebenarnya serangannya tidak terjadi di dekat sini, tetapi di California bagian utara. Meski begitu, tragedi semacam ini sudah pasti menghebohkan dunia Moroi, dan bagi beberapa pihak, jarak yang hanya terpisahkan oleh dua negara bagian sepertinya terlalu dekat. Orang-orang ketakutan, dan aku akan segera mengetahui apa tepatnya yang membuat serangan ini menjadi pusat perhatian.
Jumlahnya pasti lebih banyak dari yang sebelumnya, ibuku berkata.
Lebih banyak" salah seorang pengawal berseru. Kelompok yang terakhir itu tidak kedengaran kabarnya. Aku masih tak bisa percaya sembilan Strigoi sanggup bekerja sama kau berharap aku percaya bahwa mereka sanggup mengumpulkan lebih banyak orang untuk bekerja sama"
Ya, tukas ibuku. Ada bukti keberadaan manusia" tanya pengawal yang lain.
Ibuku ragu-ragu, lalu, Ya. Lebih banyak pertahanan sihir yang ditembus. Dan cara mereka melakukannya & sangat identik dengan serangan pada keluarga Badica.
Suara ibuku tegas, tetapi di dalamnya terdengar nada lelah. Bukan kelelahan fisik, melainkan mental. Ketegangan dan sakit hati akibat masalah yang sedang mereka bicarakan sekarang. Selama i
ni aku selalu menganggap ibuku sebagai mesin pembunuh yang tidak punya perasaan, tetapi masalah ini jelas berat untuknya. Masalah ini sulit dan mengerikan untuk dibahas tetapi pada saat yang sama, ibuku mengatasinya tanpa keraguan. Ini pekerjaannya.
Ada sesuatu yang mengganjal tenggorokanku, tetapi aku cepat-cepat menelannya kembali. Manusia. Identik dengan serangan terhadap keluarga Badica. Sejak pembantaian itu, kami telah menganalisis keganjilan yang terlihat pada sekelompok besar Strigoi yang bekerja sama dan merekrut manusia. Kami pernah berandai-andai tentang seandainya hal seperti ini terjadi lagi & Namun, tak ada yang sungguh-sungguh menduga kelompok ini pembunuh keluarga Badica akan melakukannya lagi. Satu kali bisa dianggap kebetulan mungkin ada sekelompok Strigoi yang kebetulan sedang berkumpul dan secara spontan memutuskan untuk melakukan penyerangan. Hal itu terdengar mengerikan, tetapi kami bisa mengabaikannya.
Namun sekarang & sekarang kelihatannya kelompok Strigoi ini bukan kebetulan semata. Mereka bersatu untuk sebuah tujuan, memanfaatkan manusia sebagai bagian dari rencana, dan menyerang lagi. Sekarang sepertinya kami mendapatkan polanya. Strigoi yang bergerak aktif mencari sekelompok besar mangsa. Pembunuhan berantai. Kami tak bisa lagi memercayai perlindungan dari pertahanan sihir. Kami bahkan tak bisa lagi memercayai sinar matahari. Manusia bisa beraktivitas di siang hari, memetakan keadaan dan melakukan sabotase. Siang hari sudah tidak aman lagi.
Aku teringat ucapanku pada Dimitri saat berada di rumah keluarga Badica. Semua ini mengubah banyak hal, kan"
Ibuku membolak-balik kertas pada papan jepitnya. Mereka belum mendapatkan detail forensik, tapi Strigoi dengan jumlah yang sama bisa melakukan semua ini. Tidak satu pun anggota keluarga Drozdov atau karyawannya yang berhasil melarikan diri. Dengan lima pengawal, tujuh orang Strigoi pasti dibuat sibuk setidaknya selama beberapa saat sehingga ada yang bisa melarikan diri. Mungkin kita sedang menghadapi sembilan atau sepuluh Strigoi.
Janine benar, kata Dimitri. Dan kalau melihat tempat kejadiannya & ukurannya terlalu besar. Tujuh orang tidak mungkin sanggup menguasainya.
Keluarga Drozdov adalah salah satu keluarga bangsawan. Keluarga mereka besar dan makmur, tidak sekarat seperti klan Lissa. Mereka masih memiliki banyak anggota keluarga lainnya, tetapi tentu saja, serangan seperti ini tetap saja mengerikan. Terlebih lagi, ada sesuatu mengenai mereka yang seakan menggelitik otakku. Ada sesuatu yang seharusnya kuingat & sesuatu yang seharusnya kuketahui mengenai keluarga Drozdov.
Sementara benakku berpikir, aku mengamati ibuku dengan takjub. Aku pernah mendengarnya menceritakan berbagai kisah yang dialaminya. Aku pernah melihat dan merasakan bertarung dengannya. Namun, sejujurnya, aku belum pernah melihatnya beraksi menangani krisis dalam kehidupan nyata. Ibuku memperlihatkan pengendalian diri tingkat tinggi yang biasa dilakukannya saat sedang bersamaku, tetapi di tempat ini, aku bisa memahami pentingnya sikap itu. Situasi seperti ini menyebabkan kepanikan. Bahkan di antara para pengawal, aku bisa merasakan ada orang-orang yang merasa begitu tegang sehingga mereka ingin bertindak drastis. Ibuku merupakan suara nalar, pengingat bahwa mereka harus tetap memusatkan pikiran dan menilai situasinya secara menyeluruh. Ketenangannya menenteramkan semua orang. Sikap teguhnya mengilhami mereka. Aku menyadari bahwa seperti inilah seharusnya seorang pemimpin.
Dimitri juga setenang ibuku, tetapi dia selalu meminta pendapat ibuku sebelum melakukan apa pun. Terkadang aku sampai harus mengingatkan diri bahwa Dimitri termasuk muda untuk ukuran pengawal. Mereka lebih banyak membahas soal serangan itu, bahwa keluarga Drozdov sedang merayakan pesta Natal di sebuah aula saat diserang.
Pertama keluarga Badica, sekarang keluarga Drozdov, gumam seorang pengawal. Mereka mengincar keluarga bangsawan.
Mereka mengincar Moroi, kata Dimitri dengan nada datar. Bangsawan. Bukan bangsawan. Itu tidak masalah.
Bangsawan. Bukan bangsawan. Tiba-tiba saja aku tahu mengapa keluarga
Drozdov terasa penting. Instingku yang spontan menyuruhku melompat bangun dan menanyakan sesuatu saat itu juga, tetapi aku tahu sebaiknya tidak melakukannya. Ini kejadian sungguhan. Ini bukan saatnya bertingkah mengesalkan. Aku ingin sekuat ibuku dan Dimitri, jadi aku menunggu hingga diskusi mereka berakhir.
Saat kelompok itu mulai membubarkan diri, aku melompat bangun dari sofa dan bergegas menghampiri ibuku.
Rose, kata ibuku, terkejut. Sama seperti saat di kelas Stan, dia tidak menyadari keberadaanku di kamar ini. Apa yang kaulakukan di sini"
Itu pertanyaan bodoh, jadi aku tidak berusaha menjawabnya. Memangnya dia pikir sedang apa aku di sini" Ini salah satu peristiwa terbesar yang terjadi pada Moroi.
Aku menuding papan jepitnya. Siapa lagi yang terbunuh"
Rasa kesal membuat keningnya berkerut. Keluarga Drozdov.
Iya, tapi siapa lagi"


Frostbite Vampire Academy 2 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rose, kita tak punya waktu
Mereka punya karyawan, kan" Dimitri tadi bilang bukan bangsawan. Siapa mereka"
Lagi-lagi aku bisa melihat kelelahan pada diri ibuku. Kematian ini sulit dihadapi olehnya. Aku tidak hafal semua namanya. Sambil membuka beberapa halaman, ibuku memutar papan jepitnya ke arahku. Ini.
Aku membaca daftarnya. Jantungku serasa copot.
Oke, kataku. Trims. Aku dan Lissa meninggalkan kamar, membiarkan mereka bertugas. Aku ingin bisa membantu, tetapi para pengawal sudah berfungsi dengan mulus dan efisien tanpa bantuan siapa pun. Para pengawal tidak butuh novis yang merecoki urusan mereka.
Ada apa" tanya Lissa saat kami berjalan kembali ke bagian utama penginapan.
Karyawan keluarga Drozdov, jawabku. Ibu Mia bekerja untuk mereka &
Lissa terkesiap. Dan"
Aku mendesah. Dan namanya ada di dalam daftar.
Ya Tuhan. Lissa berhenti berjalan. Dia menatap hampa, mengerjap agar air matanya tidak turun. Ya Tuhan, ulangnya.
Aku bergerak ke hadapannya dan memegang bahunya. Tubuh Lissa gemetar.
Jangan takut, ucapku. Gelombang ketakutannya mengalir padaku, tetapi rasanya kaku. Dia terguncang. Semuanya akan baik-baik saja.
Kaudengar sendiri kata mereka, kata Lissa. Ada sekelompok Strigoi yang bersekutu untuk menyerang kita! Berapa banyak" Apa mereka sedang menuju ke tempat ini"
Tidak, jawabku tegas. Tentu saja, aku tak punya bukti akan hal itu. Kita aman di sini.
Mia yang malang &. Aku tidak berkomentar apa-apa soal itu. Mia memang sangat menyebalkan, tetapi aku tak mungkin mengharapkan kejadian seperti ini pada siapa pun, pada musuh terbesarku sekalipun dan bisa dibilang Mia adalah musuh terbesarku. Aku cepat-cepat meralat pikiran itu. Mia bukan musuh terbesarku.
Aku tidak sanggup meninggalkan Lissa sepanjang sisa hari itu. Aku tahu tidak ada Strigoi yang mengintai di penginapan ini, tetapi insting melindungiku terlalu kuat untuk diabaikan. Para pengawal bertugas melindungi Moroi mereka. Seperti biasa, aku juga mengkhawatirkan kecemasan dan kekesalan yang dirasakan Lissa, jadi aku berusaha sebisaku memadamkan perasaan-perasaan itu dari dalam dirinya.
Pengawal yang lain juga memastikan keselamatan Moroi. Mereka tidak selalu mendampingi Moroi, tetapi mereka meningkatkan keamanan penginapan dan terus berhubungan dengan para pengawal yang berada di lokasi penyerangan. Informasi mengenai detail penyerangan yang mengerikan itu terus berdatangan, begitu pula spekulasi mengenai keberadaan gerombolan Strigoi itu. Tentu saja, hanya sedikit informasi ini yang diberikan kepada para novis.
Sementara para pengawal melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik mungkin, para Moroi juga melakukan sayangnya hal terbaik yang bisa mereka lakukan: mengobrol.
Dengan begitu banyak bangsawan dan orang penting Moroi lainnya di penginapan, pada malam harinya diadakan sebuah pertemuan untuk membahas apa yang baru saja terjadi dan apa yang bisa dilakukan di masa mendatang. Tidak ada keputusan resmi pada pertemuan ini, kaum Moroi memiliki seorang ratu dan dewan pemerintah yang biasa memutuskan hal-hal seperti ini. Namun, semua orang tahu bahwa opini yang dikumpulkan pada pertemuan ini akan disampaikan hingga ke rantai komando paling atas. Keselamatan kami di masa depan bisa dikatak
an bergantung pada hasil pertemuan ini.
Pertemuan diadakan di aula besar dalam penginapan, sebuah ruangan yang dilengkapi podium dan banyak kursi. Meskipun atmosfer bisnis sangat terasa, kau pasti akan langsung menyadari bahwa ruangan ini didesain untuk hal-hal selain pertemuan yang membahas pembantaian dan pertahanan. Karpetnya terasa bagaikan beledu dengan desain bunga yang rumit berwarna hitam dan perak. Kursi-kursinya terbuat dari kayu hitam berpelitur dan bersandaran tinggi, jelas dimaksudkan untuk acara jamuan mewah. Lukisan para bangsawan Moroi yang sudah lama mati tergantung di dinding. Sejenak aku menatap salah seorang ratu yang tidak kuketahui namanya. Wanita itu memakai gaun bergaya kuno terlalu banyak renda untuk seleraku dan berambut pucat seperti rambut Lissa.
Seorang pria yang tidak kukenal bertugas menjadi moderator dan berdiri di podium. Sebagian besar bangsawan yang ada di penginapan ini berkumpul di depan ruangan. Semua orang, termasuk para murid, duduk di kursi mana pun yang tersedia. Christian dan Mason sudah bergabung dengan kami, dan saat kami semua hendak duduk di belakang, tiba-tiba Lissa menggelengkan kepala.
Aku akan duduk di depan. Kami bertiga memandangi Lissa. Aku terlalu terpana untuk menyelami pikirannya.
Lihat. Dia menuding. Semua bangsawan duduk di depan, dikelompokkan per keluarga.
Memang benar. Anggota klan yang sama duduk berkelompok: keluarga Badica, Ivashkov, Zeklos, dan lain-lain. Tasha juga duduk di depan, tetapi dia sendirian. Christian satu-satunya Ozera lain yang ada di sini.
Aku harus duduk di sana, kata Lissa.
Tak ada yang menyuruhmu duduk di sana, kataku kepadanya.
Aku harus mewakili keluarga Dragomir.
Christian mendengus. Itu semua hanya omong kosong bangsawan.
Wajah Lissa menunjukkan keteguhan. Aku harus duduk di sana.
Aku membuka pikiran untuk menyelami perasaan Lissa, dan menyukai apa yang kudapati di sana. Seharian ini Lissa banyak diam dan merasa ketakutan, terutama saat kami tahu apa yang menimpa ibu Mia. Ketakutan itu masih ada, tetapi dikalahkan oleh kepercayaan diri dan keteguhan yang mantap. Lissa sadar dirinya merupakan salah seorang Moroi yang berkuasa, dan meski pikiran mengenai keberadaan sekelompok Strigoi yang sedang berkeliaran membuatnya takut, dia ingin ikut ambil bagian.
Lakukan saja, kataku lembut. Selain itu, aku juga menyukai gagasan menentang Christian.
Lissa menatap mataku dan tersenyum. Dia tahu apa yang baru saja kurasakan pada dirinya. Sesaat kemudian dia menoleh pada Christian. Sebaiknya kau bergabung dengan bibimu.
Christian membuka mulut untuk protes. Kalau tidak ingat betapa mengerikan situasi ini, melihat Lissa memberi perintah pada Christian akan sangat lucu. Christian keras kepala dan berpendirian kukuh, orang-orang yang berusaha memaksanya tak akan berhasil. Saat menatap wajah Christian, aku melihat dia juga menyadari perasaan Lissa yang tadi kurasakan. Dia juga senang melihat Lissa kuat. Christian tersenyum.
Oke. Christian meraih tangan Lissa, lalu keduanya berjalan ke depan ruangan.
Aku dan Mason duduk. Tepat sebelum acara dimulai, Dimitri duduk di sebelahku, rambutnya diikat di tengkuk dan mantel kulitnya terhampar di sekitar tubuhnya saat dia duduk. Aku meliriknya dengan kaget namun tidak mengatakan apa-apa. Ada beberapa pengawal lain dalam pertemuan ini, sisanya terlalu sibuk melakukan pengamanan. Bisa dibayangkan. Dan di sanalah aku, terperangkap di antara dua lelaki dalam hidupku.
Pertemuan segera dimulai. Semua orang bersemangat menyampaikan pendapat mereka mengenai cara menyelamatkan Moroi, tetapi sesungguhnya ada dua teori yang mendapatkan perhatian paling banyak.
Jawabannya ada di sekeliling kita, seorang bangsawan berkata saat dia diberi kesempatan untuk bicara. Pria itu berdiri di samping kursinya dan menatap sekeliling ruangan. Di sini. Di tempat-tempat seperti penginapan ini. Dan St. Vladimir. Kita mengirim anak-anak kita ke tempat aman, tempat yang membuat mereka berkumpul dan bisa dilindungi dengan mudah. Dan lihat berapa banyak yang ada di sini, anak-anak dan orang dewasa. Kenapa kita tidak hidu
p berdampingan seperti ini setiap saat"
Banyak yang sudah melakukannya, jawab seseorang.
Pria itu menepis pendapat tersebut. Beberapa keluarga tersebar di sana-sini. Atau sebuah kota dengan populasi Moroi yang cukup besar. Tapi semua Moroi itu masih tersebar. Sebagian besar Moroi tidak menggabungkan sumber daya yang mereka miliki pengawal dan sihir mereka. Kalau kita bisa meniru semua ini & Dia merentangkan tangan lebar-lebar. &kita tidak perlu lagi khawatir soal Strigoi.
Dan Moroi tidak akan bisa berinteraksi dengan penduduk bumi lainnya, gumamku. Sampai akhirnya manusia menemukan kota-kota vampir rahasia yang terletak di tengah alam liar. Barulah kita akan melakukan banyak interaksi.
Teori melindungi Moroi yang dikemukakan selanjutnya tidak terlalu banyak melibatkan masalah logistik, tetapi memiliki dampak pribadi yang lebih besar terutama untukku.
Sebenarnya masalahnya sederhana saja, kita tidak punya cukup banyak pengawal. Yang mengajukan rencana ini adalah seorang wanita dari klan Szelsky. Jadi, jawabannya juga sederhana: tambah pengawal. Keluarga Drozdov memiliki lima orang pengawal, dan ternyata itu tidak cukup. Lebih dari selusin Moroi hanya dilindungi oleh enam orang pengawal! Itu tak bisa diterima. Tidak heran hal seperti ini terus terjadi.
Menurutmu, dari mana kita bisa mendapatkan lebih banyak pengawal" tanya pria yang mengusulkan agar kaum Moroi bersatu. Jumlah mereka terbatas.
Wanita itu menuding tempat aku dan beberapa novis lain duduk. Kita punya banyak. Aku sudah melihat bagaimana mereka dilatih. Mereka mematikan. Kenapa kita harus menunggu sampai mereka berumur delapan belas tahun" Kalau kita mempercepat program latihan dan lebih berfokus pada latihan bertarung daripada teori, kita bisa mendapatkan pengawal baru saat mereka berumur enam belas tahun.
Dimitri mengeluarkan geraman yang menunjukkan bahwa dia tidak menyukai apa yang didengarnya. Dia membungkukkan tubuh, meletakkan siku di atas lutut, dan menumpu dagu dengan kedua tangan. Matanya menyipit.
Bukan hanya itu, kita punya banyak pengawal yang tersia-sia. Mana para wanita dhampir" Ras kita berkaitan. Moroi sudah melakukan tugas dengan membantu kaum dhampir agar bisa terus bertahan. Kenapa para wanita itu tidak melakukan hal yang sama" Kenapa mereka tak ada di sini"
Terdengar tawa panjang dan provokatif sebagai jawabannya. Semua mata berpaling ke arah Tasha Ozera. Sementara sebagian besar bangsawan berdandan rapi, Tasha tetap terlihat sederhana dan santai. Dia memakai celana jinsnya yang biasa, tank top putih yang sedikit memperlihatkan perutnya, dan kardigan rajut berenda warna biru sepanjang lutut.
Seraya melirik ke arah sang moderator, Tasha bertanya, Boleh aku bicara"
Pria itu mengangguk. Si wanita Szelsky duduk, dan Tasha berdiri. Tidak seperti pembicara yang lain, Tasha langsung menghampiri podium sehingga semua orang bisa melihatnya. Rambut hitamnya yang mengilat dikucir, sepenuhnya memperlihatkan bekas lukanya, dan aku curiga dia melakukannya dengan sengaja. Wajahnya terlihat berani dan menantang. Cantik.
Wanita-wanita itu tak ada di sini, Monica, karena mereka sibuk membesarkan anak-anak mereka kau tahu kan, anak-anak yang ingin segera kaukirim ke garis depan begitu mereka bisa berjalan. Dan kumohon jangan menghina kita semua dengan bertingkah seakan kaum Moroi sudah melakukan sesuatu yang besar bagi kaum dhampir, hanya karena kita membantu mereka mendapatkan keturunan. Mungkin kebiasaan di dalam keluargamu memang berbeda, tetapi untuk kami semua, seks itu menyenangkan. Kaum Moroi yang melakukannya bersama dhampir tidak bisa dikatakan melakukan pengorbanan besar.
Sekarang Dimitri sudah duduk tegak, wajahnya tidak lagi terlihat marah. Mungkin dia senang karena kekasihnya yang baru menyebut-nyebut soal seks. Rasa kesal langsung mengaliri tubuhku, dan kuharap seandainya wajahku terlihat seperti ingin membunuh, orang-orang akan beranggapan aku kesal pada Strigoi, bukan pada perempuan yang sedang membicarakan kami.
Di balik Dimitri, tiba-tiba aku melihat Mia yang duduk sendirian, jauh di ujung barisan. Sebelumnya aku ti
dak menyadari keberadaannya di sini. Mia duduk merosot di kursinya. Matanya terlihat merah, wajahnya lebih pucat dari biasanya. Ada rasa sakit janggal yang membakar dadaku, rasa sakit yang tidak pernah kuduga akan disebabkan oleh Mia.
Dan alasan kita menunggu sampai para pengawal ini berumur delapan belas tahun adalah membiarkan mereka menikmati kehidupan gadungan sebelum memaksa mereka menghabiskan sisa hidup dalam bahaya. Mereka membutuhkan tahun-tahun tambahan itu untuk mengembangkan diri secara mental maupun fisik. Kalau kau mengerahkan mereka sebelum siap, memperlakukan mereka seperti suku cadang dalam perakitan kau hanya akan menyediakan pakan ternak bagi Strigoi.
Beberapa orang terkesiap mendengar pilihan kata Tasha yang terkesan tak berperasaan, tetapi dia berhasil mendapatkan perhatian semua orang.
Kau juga hanya akan menambah pakan ternak kalau berusaha memaksa wanita dhampir lainnya menjadi pengawal. Kau tak bisa memaksa mereka menjalani kehidupan yang tidak mereka inginkan. Keseluruhan rencanamu mendapatkan lebih banyak pengawal adalah dengan mengorbankan anak-anak dan orang-orang yang melakukannya secara terpaksa untuk terjun ke tengah mara bahaya, supaya kau bisa sedikit lebih maju daripada musuh. Aku akan bilang ini rencana paling bodoh yang pernah kudengar, seandainya belum mendengar saran dia.
Tasha menunjuk si pembicara pertama, pria yang mengusulkan agar semua Moroi hidup bergerombol. Pria itu tampak malu.
Kalau begitu, coba jelaskan pada kami, Natasha, kata pria itu. Katakan apa yang menurutmu harus kita lakukan, mengingat kau sudah sangat berpengalaman menghadapi Strigoi.
Senyum tipis menghias bibir Tasha, tetapi dia tidak terpancing oleh hinaan itu. Menurutku" Dia berjalan mendekati bibir panggung, menatap kami saat menjawab pertanyaan itu. Kurasa kita harus berhenti membuat rencana yang hanya mengandalkan seseorang atau sesuatu untuk melindungi kita. Menurutmu jumlah pengawal terlalu sedikit" Bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah terlalu banyak Strigoi. Dan kita sudah membiarkan jumlah mereka berlipat ganda dan semakin kuat, karena kita tidak melakukan apa-apa selain mengadakan perdebatan bodoh seperti ini. Kita berlari dan bersembunyi di balik dhampir dan membiarkan Strigoi berkeliaran bebas. Ini salah kita. Kitalah alasan keluarga Drozdov mati. Kau menginginkan pasukan" Nah, kita ada di sini. Bukan hanya dhampir yang bisa belajar bertarung. Pertanyaannya, Monica, bukanlah di mana para wanita dhampir. Pertanyaannya adalah: Di mana kita"
Sekarang Tasha mengucapkannya sambil berteriak, dan kegiatan itu membuat pipinya merona merah muda. Matanya berbinar akibat perasaan yang menggebu-gebu, dan jika digabungkan dengan bagian wajah lainnya yang cantik bahkan dengan bekas lukanya Tasha terlihat sangat menakjubkan. Sebagian besar orang yang ada di sana tidak sanggup mengalihkan pandangan darinya. Lissa menatap Tasha dengan kagum, terilhami oleh kata-katanya. Dimitri tampak sangat terkesan. Dan jauh di baliknya &.
Jauh di balik Dimitri ada Mia. Mia sudah tidak duduk merosot di kursinya lagi. Sekarang dia duduk tegak, setegak tongkat, matanya membesar selebar yang memungkinkan. Dia menatap Tasha seolah perempuan itulah satu-satunya orang yang tahu semua jawaban tentang kehidupan.
Monica Szelsky tidak sekagum itu, dan dia menatap Tasha lekat-lekat. Tentunya kau tidak menyarankan agar Moroi bertempur bersama para pengawal saat Strigoi datang, kan"
Tasha menatapnya. Tidak. Aku menyarankan agar Moroi dan pengawal melawan Strigoi sebelum mereka datang.
Seorang cowok berumur dua puluhan yang kelihatan seperti model iklan Ralph Lauren tiba-tiba berdiri. Aku berani bertaruh cowok ini pasti bangsawan. Tak ada orang selain bangsawan yang sanggup membiayai highlight pirang sesempurna itu. Dia membuka ikatan sweter dari pinggangnya lalu menyampirkannya ke punggung kursi. Oh, kata cowok itu dengan suara mengejek, menyela pembicaraan begitu saja. Jadi, kau hanya akan memberi kami tongkat dan pasak, lalu mengirim kami ke medan perang"
Tasha mengangkat bahu. Kalau memang itu yang dibutuhkan, Andrew,
jawabannya tentu saja. Senyum licik melintasi bibir Tasha. Tapi ada senjata lain yang bisa kita pelajari. Senjata yang tidak dimiliki pengawal.
Ekspresi wajah Andrew memperlihatkan pendapatnya yang menganggap betapa gilanya gagasan tersebut. Dia memutar bola mata. Oh, ya" Contohnya apa"
Senyum Tasha berubah menjadi seringai lebar. Contohnya ini.
Tasha melambaikan tangan, dan sweter yang diletakkan Andrew di punggung kursinya pun tersulut api.
Andrew berseru kaget lalu menjatuhkan sweter itu ke lantai, menginjaknya untuk memadamkan api.
Sejenak ruangan itu dipenuhi helaan napas serentak. Kemudian & kekacauan pun terjadi.
BAB TIGA BELAS SEMUA ORANG BERDIRI dan berteriak, ingin pendapat mereka didengar. Meski begitu, sebagian besar memiliki pandangan yang sama: Tasha keliru. Mereka mengatainya gila. Menurut mereka, mengirim Moroi dan dhampir untuk bertempur melawan Strigoi akan menyebabkan kepunahan dua ras sekaligus. Mereka bahkan menuduh Tasha, mengatakan bahwa itulah yang direncanakannya sejak awal bahwa entah bagaimana Tasha bekerja sama dengan Strigoi dalam semua rencana ini.
Dimitri berdiri, wajahnya terlihat jijik saat menatap kekacauan itu. Sebaiknya kalian pergi saja. Tak ada yang penting lagi sekarang.
Aku dan Mason berdiri, tetapi dia menggelengkan kepala saat aku mulai berjalan membuntuti Dimitri keluar dari ruangan.
Kau duluan saja, kata Mason. Aku ingin memeriksa sesuatu dulu.
Aku melirik orang-orang yang sedang berdiri sambil berdebat. Semoga beruntung.
Aku tak percaya bahwa baru beberapa hari berlalu sejak terakhir kali aku bicara dengan Dimitri. Saat berjalan bersamanya menuju selasar, aku merasa seperti sudah bertahun-tahun yang lalu. Beberapa hari terakhir yang kuhabiskan bersama Mason memang fantastis, tetapi saat bertemu Dimitri lagi, semua perasaanku kepadanya kembali menyerbu. Mason mendadak terlihat seperti seorang bocah. Kekhawatiranku karena masalah Tasha juga kembali, dan kata-kata bodoh meluap keluar sebelum aku sempat menghentikannya.
Bukankah mestinya kau ada di dalam untuk melindungi Tasha" tanyaku. Sebelum orang-orang itu menyerangnya" Dia pasti mendapatkan masalah besar karena menggunakan sihir seperti itu.
Dimitri mengangkat alis. Tasha bisa mengurus dirinya sendiri.
Ya, ya, karena dia jagoan karate yang memiliki keahlian sihir. Aku mengerti. Kupikir karena kau akan menjadi pengawalnya, maka &
Dari mana kau mendengar soal itu"
Aku punya sumber sendiri. Entah mengapa, kalau kubilang tahu dari ibuku, kedengarannya kurang keren. Kau sudah memutuskan untuk menerimanya, kan" Maksudku, sepertinya itu tawaran bagus, mengingat dia akan memberimu keuntungan lain &.
Dimitri menatapku tajam. Apa yang terjadi antara aku dan Tasha sama sekali bukan urusanmu, dia menjawab tegas.
Kata-kata antara aku dan Tasha terasa menyengat. Kedengarannya dia dan Tasha sudah menjadi satu paket. Dan, seperti yang sering kali terjadi saat merasa terluka, amarah dan sikap kasarku langsung mengambil alih.
Aku yakin kalian berdua akan bahagia bersama. Dia juga tipe perempuan yang kausuka aku tahu kau menyukai perempuan yang tidak sebaya denganmu. Maksudku, umurnya berapa sih, enam tahun lebih tua" Tujuh" Dan aku tujuh tahun lebih muda darimu.
Ya, kata Dimitri setelah terdiam beberapa saat. Kau memang lebih muda tujuh tahun. Dan semakin lama, kau hanya membuktikan betapa tidak dewasa dirimu yang sesungguhnya.
Whoa. Rahangku nyaris menyentuh lantai. Bahkan pukulan ibuku tidak terasa sesakit ini. Sejenak aku melihat penyesalan di mata Dimitri, seolah dia juga baru sadar betapa kasarnya perkataannya barusan. Namun, momen itu berlalu dan ekspresinya mengeras lagi.
Dhampir Kecil. Sebuah suara tiba-tiba terdengar di dekatku.
Perlahan, karena masih terpana, aku berbalik dan melihat Adrian Ivashkov. Dia nyengir padaku dan mengangguk singkat menyapa Dimitri. Kurasa wajahku terlihat merah membara. Berapa banyak yang didengar oleh Adrian"
Adrian mengangkat tangannya dengan gaya santai. Aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya ingin mengobrol denganmu kalau kau punya waktu luang.
Aku ingin member itahu Adrian bahwa aku tidak punya waktu untuk bermain-main sekarang, tetapi ucapan Dimitri masih membuatku kesal. Dimitri menatap Adrian dengan pandangan tidak suka. Aku menduga Dimitri sama seperti semua orang, sudah mendengar reputasi jelek Adrian. Bagus, pikirku. Tiba-tiba saja aku ingin Dimitri merasa cemburu. Aku ingin menyakiti Dimitri seperti dia menyakitiku akhir-akhir ini.
Seraya menelan sakit hati, aku memasang senyum penakluk cowok andalanku, senyum yang sudah lama tidak kugunakan dengan sepenuh hati. Aku menghampiri Adrian dan memegang lengannya.
Aku punya waktu sekarang. Aku juga menganggukkan kepala pada Dimitri lalu menarik Adrian pergi, merapat dengannya. Sampai nanti, Garda Belikov.
Mata gelap Dimitri mengikuti kami dengan pandangan dingin. Kemudian aku berbalik, dan tidak menengok ke belakang.
Tidak pernah tertarik pada cowok yang lebih tua, huh" tanya Adrian saat kami hanya berdua.
Kau terlalu banyak berkhayal, kataku. Kecantikanku yang menakjubkan ini rupanya sudah mengaburkan akal sehatmu.
Adrian memperdengarkan tawanya yang menyenangkan. Itu sangat mungkin terjadi.
Aku mulai menjauh, tetapi Adrian malah melingkarkan lengan padaku. Tidak, tidak, kau tadi yang ingin dekat-dekat denganku sekarang kau harus menyelesaikannya.
Aku memutar bola mata pada Adrian dan membiarkan lengannya tetap merangkulku. Aku bisa mencium bau alkohol dan aroma cengkih yang terus-menerus tercium dari tubuhnya. Aku penasaran apakah Adrian sekarang sedang mabuk. Aku punya firasat mungkin saja sikapnya saat mabuk atau tidak hanya beda tipis.
Apa yang kauinginkan" tanyaku.
Sejenak Adrian mengamatiku. Aku ingin kau mengajak Vasilisa dan ikut denganku. Kita akan bersenang-senang. Kau mungkin ingin membawa baju renang juga. Dia kelihatan kecewa saat mengatakan ini. Kecuali kau ingin melakukannya tanpa busana.
Apa" Sekelompok Moroi dan dhampir baru saja dibantai, tapi kau malah ingin berenang dan bersenang-senang "
Ini bukan sekadar berenang, kata Adrian dengan sabar. Lagi pula, justru karena pembantaian itulah kau harus melakukan ini.
Sebelum bisa mendebatnya, aku melihat teman-temanku berjalan ke arah kami. Lissa, Mason, dan Christian. Eddie Castile bergabung dengan mereka, dan ini sebenarnya tidak mengejutkanku, tetapi Mia juga ada bersama mereka nah, yang ini jelas-jelas mengagetkanku. Mereka sedang serius mengobrol, tetapi langsung berhenti saat melihatku.
Ternyata kau di sini, kata Lissa, wajahnya terlihat bingung.
Aku tiba-tiba ingat lengan Adrian masih merangkulku. Aku menjauh darinya. Hei, Teman-Teman, aku berkata. Sejenak suasana di antara kami terasa canggung, dan aku berani bersumpah mendengar Adrian tergelak pelan. Aku tersenyum padanya, lalu pada teman-temanku. Adrian mengundang kita untuk berenang.
Mereka menatapku dengan kaget, dan aku hampir bisa melihat berbagai spekulasi berputar-putar di kepala mereka. Wajah Mason terlihat agak muram, tetapi seperti yang lain, dia tidak mengatakan apa-apa. Aku menahan diri agar tidak mengerang.
Adrian menanggapi inisiatifku mengundang orang lain ke pesta rahasianya dengan cukup baik. Aku sudah menduganya mengingat sifatnya yang santai. Setelah mengambil baju renang, kami mengikuti petunjuk yang diberikan Adrian menuju salah satu sayap di bagian lain penginapan. Pada sayap tersebut terdapat tangga ke lantai bawah dan turun semakin ke bawah. Aku nyaris pusing karena tangganya terus mengular turun. Lampu-lampu listrik tergantung di dinding, tetapi saat kami berjalan semakin jauh, dinding-dinding bercat itu berubah menjadi dinding batu yang dipahat.
Saat tiba di tempat tujuan, kami mendapati ternyata Adrian benar ini bukan sekadar berenang. Kami berada di area spa istimewa milik resor ini. Spa ini hanya digunakan oleh kaum Moroi yang paling terpandang. Saat ini, spa tersebut dipesan untuk sekelompok bangsawan yang kuperkirakan sebagai teman-teman Adrian. Di sana ada tiga puluh orang semuanya seusia Adrian atau lebih tua yang penampilannya memperlihatkan bahwa mereka orang kaya dan terpandang.
Spa ini terdiri atas beberapa kolam mineral panas. Mungkin
tempat ini dulunya sebuah gua atau semacamnya, tetapi orang-orang yang membangun penginapan sudah merapikan area di sekelilingnya. Dinding dan langit-langit batu hitam yang ada tampak terawat dan cantik seperti semua ruangan yang ada di resor. Rasanya seperti berada di dalam gua gua rancangan desainer yang sangat nyaman. Rak-rak berisi handuk berjajar di dinding, begitu pula dengan meja-meja yang dipenuhi oleh makanan eksotik. Kolam mandinya serasi dengan dekorasi keseluruhan ruangan yang menyerupai gua; kolam-kolam berpinggiran batu berisi air yang dipanaskan oleh energi bawah tanah. Uap air memenuhi ruangan, dan ada bau logam yang samar-samar menggantung di udara. Suara orang-orang yang sedang berpesta dan cipratan air bergema di sekeliling kami.
Kenapa Mia ikut bersama kalian" tanyaku pelan pada Lissa. Kami sedang berkeliling ruangan, mencari kolam yang kosong.
Dia sedang mengobrol dengan Mason saat kami bersiap-siap pergi, jawab Lissa. Dia juga menjaga suaranya tetap pelan. Rasanya kejam kalau & entahlah & meninggalkannya begitu saja &.
Bahkan aku pun menyetujui pendapat tersebut. Tanda-tanda kesedihan jelas terlihat di wajah Mia, tetapi setidaknya untuk sementara perhatiannya teralihkan oleh entah apa yang sedang dikatakan Mason kepadanya.
Kusangka kau tidak kenal Adrian, tambah Lissa. Suara dan ikatan batin menunjukkan bahwa dia tidak menyukainya. Akhirnya kami menemukan sebuah kolam besar yang agak jauh dari kolam lainnya. Sepasang kekasih tampak sibuk bermesraan di sisi seberang, tetapi masih banyak ruang yang tersisa untuk kami. Tidak sulit mengabaikan mereka.
Aku memasukkan sebelah kaki ke dalam kolam itu lalu langsung menariknya lagi.
Aku memang tidak kenal, aku berkata pada Lissa. Perlahan-lahan aku memasukkan kakiku lagi, diikuti anggota tubuh lainnya. Aku meringis saat airnya mencapai perut. Aku memakai bikini warna merah tua, dan air kolam yang panas terasa menyengat perutku.
Kau pasti sedikit mengenalnya. Dia sampai mengundangmu ke sebuah pesta.
Yeah, tapi apa kau melihatnya bersama kita sekarang"
Lissa mengikuti arah pandanganku. Adrian sedang berdiri di ujung ruangan bersama sekelompok gadis dengan bikini yang lebih mini daripada punyaku. Salah satunya rancangan Betsey Johnson yang pernah kulihat di majalah dan sangat kudambakan. Aku mendesah dan memalingkan wajah.
Pada saat itu kami sudah berada di dalam air. Airnya begitu panas sehingga aku merasa seperti berada dalam panci sup. Saat Lissa sepertinya sudah yakin aku tidak berhubungan apa-apa dengan Adrian, aku bergabung dengan obrolan teman-temanku.
Kalian sedang membicarakan apa" aku menyela. Bertanya seperti itu jauh lebih mudah daripada ikut mendengarkan sampai menyadari apa yang sedang mereka bicarakan.
Hasil pertemuan, kata Mason bersemangat. Sepertinya dia sudah bisa melupakan kekesalannya melihatku bersama Adrian.
Christian duduk nyaman di sebuah ceruk kecil yang ada di dalam kolam. Lissa bergelung di sampingnya. Christian merangkul Lissa dengan sikap memiliki, dan menyandarkan punggung ke tepi kolam.
Pacarmu ingin memimpin pasukan untuk melawan Strigoi, kata Christian. Aku tahu Christian mengatakannya untuk memancing amarahku.
Aku menatap Mason dengan pandangan bertanya. Aku tidak mau membuang-buang tenaga menanggapi tantangan Christian yang menyebut Mason pacarku .
Hei, bibimu yang menyarankan semua ini, Mason mengingatkan Christian.
Dia hanya bilang kita harus menemukan Strigoi sebelum mereka menemukan kita lagi, jawab Christian. Dia bukan mendorong para novis untuk bertarung. Itu ide Monica Szelsky.
Seorang pelayan datang membawa nampan berisi minuman berwarna merah muda. Minumannya disajikan dalam gelas-gelas kristal bergagang yang terlihat elegan, bibir gelasnya dihiasi butiran gula. Aku sangat curiga minumannya mengandung alkohol, tetapi aku ragu siapa pun yang ada di pesta ini akan dikeluarkan karenanya. Aku sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada di dalam minuman ini. Pengalamanku dengan alkohol hanya melibatkan bir murahan. Aku mengambil satu gelas lalu menoleh ke Mason lagi.
Menurutmu itu ide bagus" tan
yaku kepadanya. Aku menyesap minuman dengan hati-hati. Sebagai pengawal yang sedang menjalani pelatihan, aku merasa harus selalu waspada, tetapi malam ini aku sedang ingin membangkang. Minumannya terasa seperti punch. Sari buah grapefruit. Ada sesuatu yang manis, mungkin stroberi. Aku masih yakin minuman ini mengandung alkohol, tetapi kelihatannya tidak cukup kuat untuk membuatku mabuk.
Tidak lama kemudian, pelayan lain datang membawa nampan berisi makanan. Aku meliriknya dan nyaris tidak mengenali semua makanan itu. Di atas nampan terdapat sesuatu yang terlihat mirip jamur yang diisi keju, lalu sesuatu yang kelihatan seperti bulatan daging atau sosis. Sebagai karnivora yang baik, aku mengambil sepotong dan berpikir rasanya pasti tidak akan terlalu buruk.
Itu foie gras, kata Christian. Wajahnya memperlihatkan senyum yang tidak kusukai.
Aku menatapnya dengan cemas. Apa itu"
Kau tak tahu" Nada suara Christian terdengar angkuh, dan untuk kali pertama dalam hidupnya, dia terdengar seperti seorang bangsawan yang memamerkan pengetahuan elitenya di hadapan bawahannya. Dia mengangkat bahu. Coba saja. Cari tahu sendiri.
Lissa mendesah kesal. Itu hati angsa.
Aku segera menarik tanganku. Si pelayan berlalu, dan Christian tertawa. Aku memelototinya.
Sementara itu Mason masih menanggapi pertanyaanku mengenai perlunya para novis ikut bertarung sebelum kelulusan.
Memangnya apa lagi yang bisa kita lakukan" tanya Mason dengan nada menantang. Apa yang kaulakukan" Setiap pagi kau berlari keliling lapangan dengan Belikov. Apa gunanya semua itu untukmu" Untuk Moroi"
Apa gunanya semua itu untukku" Membuat jantungku berdebar kencang dan benakku menerawang dengan pikiran-pikiran yang tidak senonoh.
Alih-alih aku menjawab, Kita belum siap.
Hanya tinggal enam bulan lagi sebelum lulus, Eddie menimbrung.
Mason mengangguk sependapat. Yeah. Berapa banyak lagi yang bisa kita pelajari"
Banyak, kataku seraya memikirkan betapa banyak yang kupelajari dari sesi latihanku bersama Dimitri. Aku menghabiskan minuman. Lagi pula, kapan semua itu akan berakhir" Anggap saja mereka mengakhiri sekolah enam bulan lebih awal, lalu mengirim kita bertarung. Selanjutnya apa" Mereka akan memutuskan bertindak lebih jauh dan memotong tahun terakhir sekolah" Tahun awal"
Mason mengangkat bahu. Aku tak takut bertempur. Aku bisa mengalahkan Strigoi bahkan saat masih berada di tahun kedua.
Yeah, kataku datar. Sama seperti saat kau bermain ski di atas lereng.
Wajah Mason yang sudah merona akibat panasnya air terlihat semakin merah. Aku langsung menyesali ucapanku, apalagi saat Christian mulai tertawa.
Tak kusangka aku mengalami hari ketika aku sependapat denganmu, Rose. Tapi sayangnya itu memang terjadi. Pelayan yang membawa minuman datang lagi. Christian dan aku sama-sama kembali mengambil minuman. Moroi harus mulai membantu kita mempertahankan diri sendiri.
Dengan sihir" tiba-tiba Mia bertanya.
Itu kali pertama Mia bicara sejak kami tiba di sini. Sejak tadi dia diam saja. Kurasa Mason dan Eddie tidak menanggapi pertanyaannya karena mereka tidak tahu apa-apa soal bertempur menggunakan sihir. Aku, Lissa, dan Christian tahu dan kami berusaha keras agar terlihat tidak tahu apa-apa. Namun, kedua mata Mia menunjukkan sesuatu yang menyerupai harapan, dan aku hanya bisa membayangkan apa yang sudah dialaminya hari ini. Dia bangun dan mendapati ibunya meninggal, lalu terpaksa mengikuti perdebatan mengenai politik dan strategi bertarung. Kenyataan bahwa dia duduk di sini dengan sikap cukup tenang bisa dikatakan ajaib. Aku selalu menduga orang yang sungguh-sungguh mencintai ibunya pasti takkan sanggup melakukan apa-apa dalam situasi seperti ini.
Saat tidak ada orang yang kelihatan akan menjawabnya, aku berkata, Kurasa begitu. Tapi & aku tak tahu banyak soal itu.
Aku menghabiskan minuman dan mengalihkan pandangan, berharap ada orang lain yang menyambungnya. Ternyata tidak. Mia kelihatan kecewa, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi saat Mason kembali berdebat soal Strigoi.
Aku mengambil gelas ketiga dan menenggelamkan diri sedalam mungkin ke air, masih me
megangi gelas. Minuman yang ini rasanya berbeda. Sepertinya mengandung cokelat dan dihias krim kocok di puncaknya. Aku mencobanya dan merasakan jejak alkohol. Tetapi kupikir cokelat mungkin akan melarutkannya.
Saat ingin mengambil minuman keempat, aku tidak melihat pelayan di dekat kami. Mason mendadak terlihat sangat imut di mataku. Aku ingin mendapatkan perhatian romantis darinya, tetapi dia masih membicarakan Strigoi dan persoalan logistik jika ingin melakukan serangan mendadak. Mia dan Eddie mengangguk-angguk penuh semangat, dan aku punya firasat jika Mason memutuskan untuk memburu Strigoi sekarang juga, mereka pasti akan langsung membuntutinya. Christian sebenarnya ikut terlibat dalam pembicaraan, tetapi bisa dibilang dia lebih berperan sebagai pihak yang memanas-manasi. Seperti biasanya. Dia mengutarakan semacam serangan pencegahan yang melibatkan pengawal dan Moroi, sama seperti yang disampaikan Tasha. Mason, Mia, dan Eddie berpendapat bahwa jika kaum Moroi tidak sanggup melakukannya, para pengawal harus mengatasi semuanya sendiri.
Harus kuakui, antusiasme mereka agak menular. Aku lumayan suka dengan gagasan menyerang Strigoi. Tetapi dalam serangan terhadap keluarga Badica dan Drozdov, semua pengawalnya terbunuh. Sudah jelas para Strigoi bergabung menjadi kelompok-kelompok besar dan mendapatkan bantuan, tetapi menurutku semua itu hanya menunjukkan bahwa kami harus lebih berhati-hati.
Terlepas dari ketampanannya, aku tak mau mendengar Mason membicarakan keahlian bertarungnya lagi. Aku ingin menambah minuman. Aku berdiri lalu naik ke tepi kolam. Aku terkejut saat duniaku mulai terasa berputar. Aku pernah mengalami hal serupa saat terlalu cepat keluar dari bak mandi air panas, tetapi saat keadaan di sekelilingku tidak segera pulih, aku sadar efek minuman tadi mungkin lebih keras daripada yang kuduga.
Aku juga memutuskan sepertinya mengambil minuman keempat mungkin bukan ide bagus, tetapi aku tak mau kembali ke kolam dan membiarkan orang-orang tahu aku sudah mabuk. Aku berjalan ke ruangan samping yang kulihat dimasuki pelayan. Kuharap mereka menyembunyikan hidangan pencuci mulut di sana, mousse cokelat alih-alih hati angsa. Sambil berjalan, aku menaruh perhatian lebih pada lantai yang licin, dengan pikiran jika terjatuh ke dalam salah satu kolam dan tulang tengkorakku patah, aku akan kehilangan poin kerenku.
Aku begitu sibuk mengawasi langkah dan berusaha tidak berjalan limbung sampai-sampai menabrak seseorang. Untungnya, dia yang salah. Cowok itu sedang berjalan mundur hingga menabrakku.
Hei, lihat-lihat dong, kataku sambil menyeimbangkan tubuh.
Tetapi cowok itu sama sekali tidak memperhatikanku. Matanya sedang menatap cowok lain, seorang cowok dengan hidung berdarah.
Aku berjalan tepat ke tengah-tengah sebuah perkelahian.
BAB EMPAT BELAS DUA ORANG COWOK yang belum pernah kulihat sedang berhadapan. Kelihatannya mereka berusia dua puluhan, dan tak satu pun dari mereka yang menyadari keberadaanku. Cowok yang menabrakku mendorong lawannya dengan keras, memaksanya terhuyung-huyung mundur.
Kau takut! cowok yang berada di dekatku berteriak. Dia memakai celana renang berwarna hijau, dan rambut hitamnya menempel rapi ke belakang karena basah. Kalian semua pengecut. Kalian hanya ingin bersembunyi di rumah mewah kalian dan membiarkan para pengawal yang melakukan pekerjaan kotor. Apa yang akan kalian lakukan kalau mereka semua mati" Kalau itu terjadi, siapa yang akan melindungi kalian"
Cowok di hadapannya mengusap darah dari wajah dengan punggung tangan. Aku tiba-tiba mengenalinya berkat highlight pirangnya. Dia bangsawan yang meneriaki Tasha soal menggiring Moroi ke medan pertempuran. Tasha memanggilnya Andrew. Dia berusaha mendaratkan pukulan dan gagal, tekniknya benar-benar salah. Inilah cara yang paling aman. Kalau kau mendengarkan si pecinta Strigoi, kita semua pasti akan mati. Dia berusaha memusnahkan ras kita!
Dia berusaha menyelamatkan kita!
Dia berusaha agar kita menggunakan sihir hitam!
Si pecinta Strigoi yang dimaksud pasti Tasha. Si cowok bukan bangsawan adalah orang pertama di luar kelompok kecil ka
mi yang kudengar membela Tasha. Aku penasaran ada berapa orang yang berpendapat sama seperti cowok ini di luar sana. Dia menonjok Andrew lagi, dan insting dasarku atau mungkin tonjokannya membuatku langsung beraksi.
Aku melompat maju lalu menempatkan diri di antara keduanya. Aku masih merasa pusing dan sedikit limbung. Kalau keduanya tidak berdiri sedekat itu, mungkin aku sudah terjungkal. Mereka berdua ragu, jelas-jelas lengah.
Pergi dari sini, bentak Andrew.
Keduanya Moroi, jadi mereka lebih tinggi dan lebih besar dariku, tetapi mungkin aku lebih kuat dari mereka. Berharap bisa melakukannya sebaik mungkin, aku merenggut lengan mereka, menarik mereka mendekat, lalu mendorong keduanya sejauh mungkin. Mereka terhuyung, sama sekali tidak menduga kekuatanku. Aku sendiri juga agak terhuyung.
Si cowok bukan bangsawan melotot dan maju menghampiriku. Aku mengandalkan kemungkinan bahwa dia orang yang berpandangan kuno dan tidak tega memukul perempuan. Apa yang kaulakukan" serunya. Beberapa orang sudah berkumpul dan menonton dengan penuh semangat.
Aku membalas tatapannya. Aku berusaha menghentikan kalian agar tidak bertingkah lebih bodoh lagi! Kalian ingin bantuan" Berhentilah berkelahi! Berusaha mencopot kepala satu sama lain tidak akan menyelamatkan Moroi, kecuali kalian berusaha mengurangi kebodohan dari kolam gen kalian. Aku menuding Andrew. Tasha Ozera bukan berusaha membunuh semua orang. Dia berusaha agar kalian tidak terus-menerus menjadi korban. Aku berbalik ke cowok satunya. Dan kau, kau harus berpikir lagi kalau menganggap ini sebagai jalan untuk mendapatkan keinginanmu. Sihir terutama sihir menyerang butuh pengendalian diri yang tinggi, dan sejauh yang kulihat, kau tidak membuatku terkesan. Aku bisa melakukannya dengan lebih baik, dan kalau mengenalku sedikit saja, kau pasti akan mengerti betapa gilanya hal itu.
Kedua cowok itu memandangiku dengan takjub. Ternyata aku lebih ampuh daripada senjata penyengat. Yah, setidaknya selama beberapa detik. Karena saat efek mengagetkan kata-kataku mulai memudar, mereka kembali saling menyerang. Aku terjebak dalam arena pertempuran dan terdorong ke samping, nyaris terjatuh. Tiba-tiba, Mason muncul dari belakang untuk membelaku. Dia meninju orang pertama yang bisa digapainya si cowok bukan bangsawan.
Cowok itu terlempar ke belakang, terjatuh ke dalam salah satu kolam dengan cipratan keras. Aku menjerit, teringat kekhawatiran mematahkan tulang tengkorak yang sempat tebersit dalam benakku. Tetapi sesaat kemudian, cowok itu berhasil mendapatkan pijakan dan mengusap air dari matanya.
Aku merenggut lengan Mason, berusaha menahannya, tetapi dia menepisku dan mengejar Andrew. Mason mendorong Andrew dengan keras, menyudutkannya ke arah beberapa Moroi kuduga mereka teman-teman Andrew yang tampaknya sedang berusaha menengahi perkelahian. Si cowok yang ada di dalam kolam memanjat ke luar, wajahnya tampak murka, lalu mulai menghampiri Andrew. Kali ini aku dan Mason menghalanginya. Dia memelototi kami.
Jangan, aku memperingatkannya.
Cowok itu mengepalkan tinju dan tampak ingin melawan. Tetapi kami terlihat menakutkan, dan sepertinya dia tidak punya gerombolan teman seperti Andrew yang sekarang meneriakkan kata-kata kasar sambil dibawa pergi. Seraya menggumamkan beberapa ancaman, si cowok bukan bangsawan pun mundur.
Begitu dia pergi, aku menoleh pada Mason. Kau sudah gila, ya"
Huh" Ikut-ikutan dalam perkelahian itu!
Kau juga, balas Mason. Aku hendak mendebatnya, lalu tersadar bahwa yang diucapkannya memang benar. Itu berbeda, gerutuku.
Mason membungkuk ke arahku. Kau mabuk, ya"
Tidak. Tentu saja tidak. Aku hanya berusaha mencegahmu bertindak bodoh. Hanya karena kau berkhayal sanggup mengalahkan Strigoi, bukan berarti kau bisa melampiaskannya pada semua orang.
Berkhayal" tanya Mason tajam.
Pada saat itu aku mulai merasa mual. Kepalaku terasa berputar, dan aku berusaha melanjutkan perjalanan menuju ruangan samping, berharap tidak tersandung.
Tetapi saat tiba di sana, kulihat ruangan itu sama sekali bukan tempat menyimpan hidangan pencuci mulut atau minuman. Yah, setidakn
ya tidak seperti yang kuduga. Itu ruang donor. Beberapa manusia sedang berbaring di sofa panjang berlapis sutra bersama Moroi di sampingnya. Dupa beraroma melati memenuhi udara. Aku terpana dan dengan takjub menyaksikan seorang cowok Moroi berambut pirang membungkuk lalu menggigit leher seorang gadis berambut merah yang sangat cantik. Saat itu aku baru sadar bahwa semua donor yang ada di sana sangat cantik. Sepertinya mereka aktris atau model. Hanya yang terbaik untuk kaum bangsawan.
Cowok itu minum dengan isapan yang dalam dan panjang, si gadis menutup mata dan mulutnya terbuka, wajahnya terlihat sangat bahagia saat endorfin yang berasal dari Moroi membanjiri aliran darahnya. Tubuhku menggigil, teringat saat aku mengalami euforia yang sama. Dalam benakku yang dilapisi alkohol, segala sesuatunya tiba-tiba terlihat sangat erotis. Bahkan, aku merasa seperti sedang mengganggu seolah sedang melihat orang yang sedang berhubungan seks. Saat Moroi itu selesai dan menjilat tetesan darah terakhir, dia mencium lembut pipi mulus si gadis donor.
Mau jadi sukarelawan"
Ada jemari yang menyapu ringan leherku, dan aku pun terlonjak. Aku berbalik lalu melihat mata hijau Adrian dan senyum sok tahunya.
Jangan lakukan itu, kataku sambil menepis tangannya.
Kalau begitu, apa yang kaulakukan di sini" tanya Adrian.
Aku memberi isyarat ke sekelilingku. Aku tersesat.
Adrian menatapku. Kau mabuk, ya"
Tidak. Tentu saja tidak & tapi & Mualnya sudah agak menghilang, tetapi aku masih merasa tidak enak badan. Sepertinya aku harus duduk.
Adrian meraih lenganku. Kalau begitu, jangan duduk di sini. Orang lain bisa salah paham. Ayo, kita pergi ke tempat yang sepi.
Adrian membimbingku ke ruangan yang lain, dan aku memandang sekeliling dengan penasaran. Ini area pijat. Beberapa Moroi sedang berbaring dan menikmati pijatan punggung serta kaki dari karyawan hotel. Minyak pijat yang digunakan sepertinya beraroma rosemary dan lavender. Pada saat-saat yang lain, pijat akan terdengar sangat menyenangkan, tetapi berbaring menelungkup sepertinya ide yang sangat buruk untuk saat ini.
Aku duduk di lantai beralas karpet dan bersandar ke dinding. Adrian pergi lalu kembali sambil membawa segelas air. Dia duduk di sampingku, lalu menyerahkan gelasnya.
Minum ini. Bisa membuatmu merasa lebih baik.
Sudah kubilang, aku tidak mabuk, gumamku. Tapi aku tetap meminum airnya.
Uh-huh. Adrian tersenyum. Kau menangani perkelahiannya dengan hebat. Siapa cowok yang membantumu tadi"
Pacarku, jawabku. Yah, bisa dibilang begitu.
Mia ternyata benar. Kehidupanmu memang dipenuhi banyak cowok.
Sebenarnya bukan begitu. Oke. Adrian masih tersenyum. Vasilisa mana" Kupikir dia akan selalu menempel denganmu.
Dia sedang bersama pacarnya. Aku mengamati Adrian.
Kenapa nada bicaramu begitu" Kau cemburu" Kau menginginkan cowok itu untukmu sendiri"
Astaga, tidak. Aku hanya tidak menyukainya.
Apakah dia memperlakukan Vasilisa dengan buruk" tanya Adrian.
Tidak, aku mengakui. Dia memuja Lissa. Hanya saja dia agak menyebalkan.
Adrian jelas-jelas menikmati semua ini. Ah, kau memang cemburu. Apa Vasilisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan cowok itu daripada denganmu"
Aku mengabaikan pertanyaannya. Kenapa kau terus-menerus menanyakan Lissa" Kau menyukainya, ya"
Adrian tertawa. Tenanglah, aku tidak menyukainya seperti aku menyukaimu.
Tapi kau menyukainya. Aku hanya ingin mengobrol dengannya.
Adrian pergi mengambil air lagi. Sudah baikan" dia bertanya sambil menyerahkan gelas. Gelasnya terbuat dari kristal dengan ukiran rumit pada permukaannya. Kelihatannya terlalu mewah untuk diisi air putih saja.
Yeah & aku tidak menyangka minumannya sekeras itu.
Di sanalah letak keindahannya, Adrian tergelak. Dan omong-omong soal keindahan & warna itu sangat cocok untukmu.
Aku bergeser. Mungkin aku tidak memperlihatkan kulit telanjang sebanyak gadis-gadis lain, tapi lebih banyak dari yang sebenarnya ingin kutunjukkan pada Adrian. Atau sebenarnya aku memang menginginkannya" Ada sesuatu yang aneh pada diri Adrian. Tingkah lakunya yang arogan membuatku kesal & teta
pi aku tetap senang berada di dekatnya. Mungkin sifat sok yang ada di dalam diriku mengenali jiwa yang serupa.
Di salah sudut pikiranku yang sedang mabuk, sebuah cahaya tiba-tiba menyala. Tetapi aku belum bisa memahaminya. Aku minum lebih banyak air.
Kau tidak merokok selama, hmm, mungkin sepuluh menit terakhir, kataku, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Adrian mencibir. Di sini tidak boleh merokok.
Aku yakin kau sudah mendapat gantinya di dalam punch.
Adrian kembali tersenyum. Sebagian dari kita bisa menahan diri untuk tidak minum minuman keras. Kau tidak akan muntah, kan"
Aku masih merasa agak mabuk tetapi sudah tidak mual. Tidak.
Bagus. Aku teringat pada mimpiku tentang Adrian. Itu memang hanya mimpi, tetapi aku masih terus mengingatnya, terutama saat dia mengatakan bahwa aku dikelilingi oleh kegelapan. Aku ingin menanyakannya pada Adrian & meski aku tahu betapa bodohnya keinginan itu. Itu mimpiku, bukan mimpi Adrian.
Adrian &. Adrian mengarahkan mata hijaunya padaku. Ya, darling"
Aku tidak sanggup menanyakannya. Lupakan saja.
Adrian hendak menjawab, tetapi kemudian menelengkan kepala ke arah pintu. Ah, dia sudah datang.
Siapa Lissa masuk ke dalam ruangan, matanya menyapu sekeliling. Saat dia melihat kami, kulihat rasa lega membanjiri dirinya. Namun, aku tak bisa merasakannya. Zat memabukkan seperti alkohol membuat ikatan batin di antara kami menjadi tumpul. Ini alasan lain mengapa malam ini seharusnya aku tidak melakukan hal bodoh seperti itu.
Ternyata kau di sini, kata Lissa sambil berlutut di sampingku. Lissa mengangguk seraya melirik Adrian. Hei.
Hei juga, Sepupu, jawab Adrian, menggunakan istilah kekeluargaan yang terkadang digunakan kaum bangsawan terhadap satu sama lain.
Kau baik-baik saja" Lissa bertanya padaku. Saat aku melihat betapa mabuknya dirimu, kupikir kau mungkin terjatuh di suatu tempat dan tenggelam.
Aku tidak Aku menyerah terus-menerus menyangkal. Aku baik-baik saja.
Ekspresi wajah Adrian yang biasa kulihat berubah menjadi serius saat mengamati Lissa. Lagi-lagi hal itu mengingatkan aku pada mimpinya. Bagaimana kau menemukannya"


Frostbite Vampire Academy 2 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lissa menatap Adrian dengan bingung. Aku, em, memeriksa semua ruangan.
Oh. Adrian kelihatan kecewa. Kupikir kau menggunakan ikatan batin kalian.
Aku dan Lissa berpandangan.
Bagaimana kau tahu soal itu" tuntutku. Di sekolah hanya sedikit orang yang tahu. Adrian membicarakannya dengan santai seperti sedang membicarakan warna rambutku.
Hei, aku tak bisa membocorkan rahasiaku, kan" tanya Adrian dengan nada misterius. Lagi pula, ada sesuatu yang berbeda dengan cara kalian berdua berinteraksi & tapi sulit untuk menjelaskannya. Keren juga & semua mitos kuno itu ternyata benar.
Lissa menatap Adrian dengan waspada. Ikatan batinnya hanya berlaku satu arah. Rose bisa merasakan apa yang kurasakan dan kupikirkan, tapi aku tak bisa melakukannya pada Rose.
Ah. Sejenak kami tidak mengatakan apa-apa, dan aku minum lebih banyak air. Adrian bicara lagi. Memangnya spesialisasimu apa, Sepupu"
Lissa tampak malu. Kami berdua sama-sama tahu betapa pentingnya merahasiakan kekuatan roh yang dimiliki Lissa agar tidak dimanfaatkan orang lain, tetapi menutupinya, dengan mengatakan belum memiliki spesialisasi selalu membuat Lissa risih.
Belum ada, kata Lissa. Apa menurut mereka kau akan mendapatkannya" Terlambat berkembang"
Tidak. Tapi mungkin saja kemampuanmu lebih tinggi dalam elemen lain, kan" Hanya tidak cukup kuat untuk menguasai salah satunya" Adrian mengulurkan tangan untuk menepuk bahu Lissa dan berusaha menunjukkan dukungan dengan cara berlebihan.
Yeah, bagaimana kau Begitu jemari Adrian menyentuhnya, Lissa terkesiap. Seakan-akan ada petir yang menyambar tubuhnya. Wajah Lissa menunjukkan ekspresi yang sangat aneh. Sekalipun sedang mabuk aku bisa merasakan luapan kebahagiaan yang mengalir melalui ikatan batin kami. Lissa menatap Adrian dengan takjub. Mata Adrian juga terpaku pada mata Lissa. Aku tidak mengerti mengapa mereka saling menatap seperti itu, tetapi yang pasti hal itu membuatku risih.
Hei, aku berkata. Hentikan. Su
dah kubilang, dia punya pacar.
Aku tahu, kata Adrian, masih menatap Lissa. Senyum simpul terbentuk di bibirnya. Kapan-kapan kita harus mengobrol, Sepupu.
Ya, Lissa sepakat. Hei. Aku semakin bingung. Kau punya pacar. Dan ini dia orangnya datang.
Lissa mengerjapkan mata dan kembali ke kenyataan. Kami bertiga menoleh ke pintu. Christian dan yang lain-lain sedang berdiri di sana. Tiba-tiba aku teringat pada saat mereka menemukanku dengan tangan Adrian merangkul tubuhku. Keadaan saat ini tidak lebih baik. Aku dan Lissa sedang duduk di kedua sisi Adrian, dalam jarak yang sangat dekat.
Lissa melompat berdiri, wajahnya terlihat agak bersalah. Christian menatapnya dengan penasaran.
Kami mau pergi dari sini, kata Christian.
Oke, jawab Lissa. Dia menunduk menatapku. Kau sudah siap"
Aku mengangguk dan mulai bangkit. Adrian langsung menangkap lenganku lalu membantuku berdiri. Dia tersenyum pada Lissa. Menyenangkan sekali bisa bicara denganmu. Kemudian dia bergumam padaku dengan sangat pelan, Jangan takut. Sudah kubilang, aku tidak menyukainya dalam artian seperti itu. Dia tidak kelihatan sehebat dirimu dalam baju renang. Mungkin tanpa baju renang juga tidak sehebat itu.
Aku menarik lenganku. Kau takkan pernah mengetahuinya dengan pasti.
Tak masalah, katanya. Imajinasiku cukup hebat.
Aku bergabung dengan yang lain, dan kami kembali ke bagian utama penginapan. Mason menatapku dengan cara yang sama anehnya dengan cara Christian memandang Lissa. Dia menjauh dariku, berjalan di depan bersama Eddie. Aku terkejut dan tidak nyaman saat menyadari bahwa aku sedang berjalan di samping Mia. Dia tampak sedih.
Aku & aku benar-benar menyesal mendengar apa yang terjadi, kataku akhirnya.
Kau tak perlu pura-pura peduli, Rose.
Tidak, tidak. Aku sungguh-sungguh. Kejadiannya sangat mengerikan & Aku ikut berduka. Mia tidak mau menatapku. Apa & apa kau akan segera menemui ayahmu"
Saat mereka mengadakan upacara pemakaman, Mia berkata kaku.
Oh. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi dan mengalihkan perhatian pada anak tangga yang sedang kami naiki menuju lantai dasar penginapan. Tanpa diduga, Mia-lah yang melanjutkan pembicaraan kami.
Aku melihatmu menengahi perkelahian tadi & kata Mia pelan. Kau tadi menyebut-nyebut soal sihir menyerang. Seolah kau tahu banyak soal itu.
Oh. Hebat sekali. Mia akan berusaha untuk memerasku & atau tidak" Pada saat ini dia terlihat hampir bersahabat.
Aku hanya menebak-nebak, kataku. Aku tidak mungkin membocorkan soal Tasha dan Christian. Sebenarnya aku tidak tahu sebanyak itu. Hanya dari cerita-cerita yang kudengar.
Oh. Wajah Mia terlihat merengut. Cerita-cerita seperti apa"
Um, yah &. Aku berusaha memikirkan sebuah cerita yang tidak terlalu samar tetapi juga tidak terlalu spesifik. Sama seperti yang kukatakan pada mereka & konsentrasi itu sangat penting. Karena kalau kau sedang bertempur melawan Strigoi, segala macam hal bisa mengalihkan perhatianmu. Jadi, kau harus bisa mengendalikan diri.
Sebenarnya itu aturan dasar pengawal, tetapi Mia pasti baru mendengarnya. Matanya melebar penuh semangat. Apa lagi" Mantra apa saja yang dipakai"
Aku menggelengkan kepala. Entahlah. Aku tak mengerti cara kerja mantra, dan seperti yang kubilang, semua ini hanya & cerita yang kudengar. Sepertinya kau harus mencari cara agar elemen yang kaukuasai bisa digunakan sebagai senjata. Contohnya & para pengguna sihir api benar-benar memiliki keuntungan karena api bisa membunuh Strigoi, jadi hal itu cukup mudah bagi mereka. Dan pengguna sihir udara bisa mencekik orang. Aku pernah sungguh-sungguh merasakan hal itu melalui Lissa. Rasanya sangat mengerikan.
Mata Mia semakin lebar. Bagaimana dengan pengguna sihir air" tanyanya. Bagaimana cara air bisa menyakiti Strigoi"
Aku terdiam sejenak. Aku, eh, tidak pernah mendengar cerita mengenai pengguna sihir air. Maaf.
Tapi bisakah kau memikirkan sebuah cara" Cara yang bisa dipelajari orang-orang sepertiku"
Ah. Jadi, ternyata itu inti permasalahannya. Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Aku ingat bagaimana wajah Mia kelihatan bersemangat saat Tasha membi
carakan rencana menyerang Strigoi pada pertemuan tadi. Mia ingin membalas dendam pada Strigoi atas kematian ibunya. Tidak heran sejak tadi dia dan Mason sangat akur.
Mia, kataku lembut, memegangi pintu untuk membiarkannya masuk. Sekarang kami hampir tiba di lobi. Aku tahu kau pasti ingin & melakukan sesuatu. Tapi kurasa sebaiknya kau harus membiarkan dirimu untuk, em, berduka dulu.
Wajah Mia memerah, dan tiba-tiba aku melihat Mia yang pemarah seperti biasanya. Jangan remehkan aku, katanya.
Hei, aku tidak meremehkanmu. Aku serius. Aku hanya tidak ingin kau bertindak gegabah selama masih sedih. Lagi pula &. Aku menelan kembali kata-kata yang hendak kuucapkan.
Mia menyipitkan mata. Apa"
Persetan. Mia tetap harus mengetahuinya. Yah, sebenarnya aku tak tahu apa gunanya sihir air dalam melawan Strigoi. Bisa dibilang air elemen paling tidak berguna dalam melawan Strigoi.
Wajahnya tampak sangat marah. Kau benar-benar menyebalkan, tahu"
Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.
Nah, kuberitahu kau yang sebenarnya. Kau benar-benar idiot untuk urusan cowok.
Aku memikirkan Dimitri. Pendapat Mia tidak sepenuhnya melenceng.
Mason hebat, lanjut Mia. Salah satu cowok terbaik yang pernah kukenal dan kau bahkan tidak menyadarinya! Dia bersedia melakukan apa saja untukmu, tapi kau malah menjatuhkan diri ke pelukan Adrian Ivashkov.
Ucapan Mia membuatku terkejut. Mungkinkah Mia naksir Mason" Dan meskipun aku sama sekali tidak menjatuhkan diri ke pelukan Adrian, aku mengerti bahwa orang-orang mungkin akan beranggapan seperti itu. Dan kalaupun itu tidak benar, mungkin Mason akan tetap merasa sakit hati dan terkhianati.
Kau benar, ucapku. Mia terbelalak, dia benar-benar tercengang karena aku menyetujui pendapatnya, sehingga tidak mengatakan apa-apa lagi sepanjang sisa perjalanan kami.
Kami tiba di bagian penginapan yang bercabang menuju dua sayap berbeda, satu untuk lelaki dan satu untuk perempuan. Aku meraih lengan Mason. Yang lain terus berjalan.
Tunggu, kataku. Aku sangat ingin meyakinkannya soal Adrian, tetapi ada sebagian kecil diriku yang penasaran apakah aku melakukannya karena benar-benar menginginkan Mason, atau karena menyukai kenyataan bahwa dia menginginkan aku dan tidak mau kehilangan semua itu. Mason berhenti dan menatapku. Wajahnya terlihat waspada. Aku ingin minta maaf. Seharusnya aku tidak berteriak padamu setelah perkelahian itu aku tahu kau hanya berusaha membantu. Sedangkan soal Adrian & tidak ada yang terjadi. Aku serius.
Kelihatannya tidak begitu, kata Mason. Tetapi amarah di wajahnya sudah memudar.
Aku tahu, tapi percayalah, dia saja yang agak tergila-gila padaku.
Nada suaraku sepertinya terdengar meyakinkan karena Mason tersenyum. Yah. Memang sulit untuk tidak tergila-gila padamu.
Aku tidak tertarik padanya, lanjutku. Atau pada siapa pun juga. Ini kebohongan kecil, tetapi kurasa itu tidak penting. Tak lama lagi aku akan melupakan Dimitri, dan pendapat Mia soal Mason benar. Mason memang hebat, baik hati, dan tampan. Aku pasti bodoh jika tidak menerimanya & ya kan"
Tanganku masih memegang lengan Mason, dan aku menarik tubuhnya mendekat. Dia tidak memerlukan sinyal lain. Mason membungkuk dan menciumku, dan selama kami melakukannya, aku terdorong hingga merapat ke dinding sama seperti yang terjadi bersama Dimitri di ruang latihan. Tentu saja, rasanya tidak sebanding dengan yang kurasakan bersama Dimitri, tetapi tetap menyenangkan dalam cara tersendiri. Aku melingkarkan lengan pada tubuh Mason dan menariknya mendekat.
Kita bisa pergi & ke suatu tempat, kataku.
Mason mundur dan tertawa. Tidak di saat kau sedang mabuk.
Aku tidak & semabuk itu lagi, aku berkata, berusaha menariknya mendekat.
Mason mencium bibirku sekilas lalu melangkah mundur. Cukup mabuk. Dengar, ini tidak mudah untuk dilakukan. Percayalah padaku. Tapi kalau besok kau masih menginginkan aku saat kau sudah tidak mabuk kita bisa membicarakannya.
Mason membungkuk dan menciumku lagi. Aku berusaha melingkarkan lengan ke tubuhnya, tetapi dia menjauh.
Kendalikan dirimu, Nona, godanya, mundur menuju selasar.
Aku melotot, tetapi dia hanya tertawa dan berbalik pergi. Saat dia berjalan menjauh, tatapan tajamku memudar dan aku kembali ke kamarku dengan wajah tersenyum.
BAB LIMA BELAS BESOK PAGINYA AKU sedang berusaha mengecat kuku kakiku tidak mudah melakukannya dengan hangover separah ini saat tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Lissa sudah tidak ada di kamar saat aku bangun, jadi aku terhuyung-huyung menyeberangi kamar, berusaha tidak merusak cat kuku yang masih basah. Di pintu, aku melihat seorang karyawan hotel sedang berdiri sambil memegangi sebuah kardus besar. Pria itu menggeser kardusnya sedikit agar bisa menatapaku.
Saya mencari Rose Hathaway.
Itu aku. Aku mengambil kardus itu darinya. Kardusnya besar, tetapi tidak berat. Aku mengucapkan terima kasih dengan singkat, lalu menutup pintu. Aku bertanya-tanya apakah harus memberinya tip. Ah, sudahlah.
Aku duduk di lantai dengan kardus itu. Tidak ada tanda apa pun di sana dan kardusnya disegel dengan pita perekat. Aku menemukan pulpen dan menggunakannya untuk membuka pita perekat. Setelah menyobeknya cukup lebar, aku membuka kardus lalu mengintip isinya.
Kardus itu dipenuhi parfum.
Di dalam kardus itu setidaknya ada tiga puluh botol parfum. Aku pernah mendengar beberapa di antaranya, dan sebagian lagi belum pernah kudengar sama sekali. Harga parfum-parfum ini berkisar dari sangat mahal, kaliber bintang film, sampai jenis murahan yang biasa kulihat di toko obat. Eternity. Angel. Vanilla Fields. Jade Blossom. Michael Kors. Poison. Hypnotic Poison. Pure Poison. Happy. Light Blue. J"van Musk. Pink Sugar. Vera Wang. Aku mengambil kotak pembungkusnya satu demi satu, membaca deskripsi yang tertulis, lalu mengeluarkan botol parfum untuk mengendus baunya.
Aku sudah setengah jalan saat tiba-tiba menyadari sesuatu. Semua parfum ini berasal dari Adrian.
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa meminta semua parfum ini dikirim ke hotel dalam waktu sesingkat ini, tetapi uang sanggup mewujudkan hampir semua hal. Meski begitu, aku tidak membutuhkan perhatian seorang Moroi kaya yang manja. Sepertinya Adrian tidak menangkap sinyal yang kuberikan. Dengan menyesal aku mengembalikan semua parfum itu ke dalam kardus lalu berhenti. Tentu saja aku akan mengembalikan parfumnya & tetapi tak ada salahnya kan kalau aku mengendus sisanya sebelum melakukannya.
Nilai Akhir 1 Joko Sableng 31 Wasiat Agung Dari Tibet Kill Mocking Bird 5

Cari Blog Ini