Ceritasilat Novel Online

Batu Bertuah 4

Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling Bagian 4


Sekali ada Bludger yang meluncur ke arahnya, tetapi Harry berhasil mengelak dan Fred kemudian mengejar bola itu.
"Baik-baik saja di atas, Harry"" Fred masih sempat berteriak ketika dia memukul Bludger keras-keras ke arah Marcus Flint.
"Slytherin memegang bola," kata Lee Jordan. "Chaser Pucey menunduk menghindari dua Bludger, dua Weasley dan Chaser Bell, dan meluncur ke arah- tunggu-apakah itu Snitch""
Gumaman merambat di antara para penonton ketika Adrian Pucey menjatuhkan Quaffle, gara-gara terlalu sibuk menoleh memandang kilatan emas yang baru saja melewati telinga kirinya.
Harry melihatnya. Dengan penuh semangat dia menukik menuju kilatan emas itu. Seeker Slytherin, Terence Higgs, juga telah melihatnya. Bersamaan mereka meluncur menuju Snitchsemua Chaser tampaknya sudah melupakan tugas mereka saat mereka melayang di udara untuk menonton.
Harry lebih cepat daripada Higgs-dia bisa melihat bola kecil bulat itu, dengan sayap berkepak, meluncur ke atas. Harry menambah kecepatan.
BRAK! Gerung marah terdengar dari anak-anak Gryffindor di bawah. Marcus Flint sengaja menabrak Harry dan sapu Harry melenceng keluar jalur, Harry sendiri berpegang erat-erat agar tidak jatuh.
"Curang!" jerit anak-anak Gryffindor.
Madam Hooch memarahi Flint dan memberikan lemparan penalti pada Gryffindor. Tetapi dalam hirukpikuk itu tentu saja Snitch sudah menghilang lagi.
Di tempat duduknya, Dean Thomas berteriak, "Keluarkan dia. Wasit! Kartu merah!"
"Ini bukan sepak bola, Dean," Ron mengingatkan. "Kau tak bisa mengeluarkan pemain dalam Quidditch- dan apa itu kartu merah""
Tetapi Hagrid membela Dean.
"Mereka harusnya ubah aturannya. Flint bisa bikin Harry jatuh dari atas." Sulit bagi Lee Jordan untuk tidak memihak. "Jadi-setelah kelicikan yang menyebalkan dan tampakjelas tadi..." "Jordan!" tegur Profesor McGonagall.
"Maksudku, setelah kecurangan yang terang-terangan dan menjijikkan..." "Jordan, kuperingatkan kau..."
"Baiklah, baiklah. Flint nyaris membunuh Seeker Gryffindor, ini bisa terjadi pada siapa saja, saya yakin, maka penalti untuk Gryffindor, yang dilakukan oleh Spinnet, dan langsung dilemparkan kembali, tak ada masalah, pertandingan masih berlangsung, Gryffindor masih memegang bola."
Ketika Harry menghindari Bludger lain yang meluncur ke arahnya dengan membahay'akan, sapunya mendadak menukik mengerikan. Sedetik Harry mengira dia akan jatuh.
Dipegangnya erat-erat sapunya dengan kedua tangannya, juga dijepitnya dengan lututnya. Belum pernah dia mengalami yang seperti ini.
Terjadi lagi. Seakan sapu itu ingin melontarkannya. Tetapi Nimbus Dua Ribu tidak tiba-tiba saja ingin menjatuhkan penumpangnya. Harry berusaha menuju ke tiang gawang Gryffindor lagi, terpikir olehnya untuk mengusulkan pada Wood agar minta waktu istkahat sebentar-dan tiba-tiba disadarinya bahwa dia kehilangan kendali atas sapunya. Dia tidak bisa membelokkannya.
Dia bahkan tidak bisa mengontrolnya sama sekali. Sapu itu terbang zig-zag di udara dan berulang-ulang membuat gerakan mengibas yang nyaris membuat Harry jatuh.
Lee masih mengomentari. "Bola di tangan Slytherin-Flint memegang Quaffle-melewati Spinnet-melewati Bell-muka Flint terhantam Bludger, mudah-mudahan hidungnya patah- cuma bergurau, Profesor-Slytherin mencetak gol-oh, tidaaak...." .
Anak-anak Slytherin bersorak. Tampaknya tak se-orang pun melihat bahwa sapu Harry bertingkah aneh. Sapu itu pelan-pelan membawa Harry makin tinggi, menjauh dari permainan, seraya menyentak dan memelintir.
"Ngapain si Harry," gumam Hagrid. Dia memandang lewat teropongnya. "Kalau tak kenal dia, aku akan bilang dia kehilangan kendali atas sapunya... tapi mana mungkin...."
Mendadak anak-anak di seluruh tribun menunjuknunjuk ke arah Harry. Sapunya berguling-guling, Harry hanya bisa berpegangan agar tidak jatuh. Kemudian semua penonton menahan napas. Sapu Harry menyentak liar dan Harry terlontar dari atasnya. Sekarang dia hanya bergantungan dengan satu tangan saja.
"Apa sesuatu terjadi ketika Flint memblokirnya"" Seamus berbisik.
"Mana mungkin," kata Hagrid, suaranya bergetar. "Tak ada yang bisa pengaruhi sapu itu kecuali Sihir Hitam yang kuat-tak ada anak yang bisa melakukannya kepada Nimbus Dua Ribu."
Mendengar ini Hermione merebut teropong Hagrid, tetapi alih-alih meneropong Harry, dengan panik dia mengarahkannya kepada para penonton.
"Apa yang kaulakukan"" rintih Ron, wajahnya pucat,
"Sudah kuduga," Hermione kaget menahan napas.
"Snape-lihat." Ron merebut teropong itu. Snape ada di tengah, di deretan tempat duduk yang berhadapan dengan mereka. Matanya tertuju ke arah Harry dan mulutnya komat-kamit tak hentinya.
"Dia sedang berbuat sesuatu-memantrai sapu Harry," kata Hermione.
"Apa yang harus kita lakukan""
"Serahkan saja padaku."
Sebelum Ron sempat mengucapkan sepatah kata, Hermione sudah lenyap. Ron kembali mengarahkan teropong kepada Harry. Sapunya bergetar begitu hebat, sehingga nyaris tak mungkin baginya untuk bergantung lebih lama lagi. Semua penonton berdiri, mengawasi dengan cemas ketika si kembar Weasley terbang ke atas, mencoba menyelamatkan Harry dengan menariknya ke atas salah satu sapu mereka, tetapi percuma-setiap kali mereka berhasil mendekat, sapu Harry akan melompat makin tinggi lagi. Mereka menukik turun dan memutar di bawahnya, rupanya berharap menangkap Harry jika dia jatuh. Marcus Flint menyambar Quaffle dan mencetak gol lima kali tanpa ada yang memperhatikan.
"Ayo, Hermione," Ron bergumam putus asa.
Hermione dengan susah payah berusaha menuju deretan tempat duduk tempat Snape berdiri dan sekarang berlarian di deretan di belakangnya. Dia bahkan tidak berhenti untuk meminta maaf ketika menabrak Profesor Quirrell sampai jatuh terjerembap ke deretan di depannya. Setibanya di tempat Snape, Hermione berjongkok, mencabut tongkatnya, dan membisikkan beberapa kata pilihan. Nyala a pi biru meluncur dari ujung tongkatnya, menyambar ujung jubah Snape.
Perlu kira-kira tiga puluh detik bagi Snape untuk menyadari bahwa jubahnya terbakar. Jeritan mendadaknya cukup membuat Hermione tahu dia telah melaksanakan tugasnya.
Diraupnya api itu dari jubah Snape dan dimasukkannya ke dalam botol kecil di sakunya, lalu dia berjalan kembali sepanjang deretan tempat duduk yang dilewatinya tadi-Snape tak akan tahu apa yang telah terjadi.
Tetapi itu cukup. Di angkasa, Harry mendadak saja bisa naik kembali ke atas sapunya.
"Neville, kau boleh lihat sekarang!" kata Ron. Se-lama lima menit terakhir ini Neville terisak-isak menyembunyikan wajah di jaket Hagrid.
Harry sedang melunc ur ke bawah ketika penonton melihatnya mengatupkan tangan ke mulutnya, seakan dia mau muntah-dia mendarat di lapangan dengan tangan dan kakinya-terbatuk-dan sesuatu yang keemasan jatuh ke tangannya.
"Aku berhasil mendapatkan Snitch!" teriaknya seraya melambaikan Snitch itu di atas kepalanya, dan permainan pun berakhir dengan hiruk-pikuk penuh kebingungan.
"Dia tidak menangkapnya, dia nyaris menelannya," Flint masih uring-uringan dua puluh menit kemudian, tetapi tak ada gunanya-Harry tidak melanggar peraturan, dan Lee Jordan
dengan suka cita masih terus mengumandangkan komentarnya-Gryffindor menang dengan skor seratus tujuh puluh lawan enam puluh. Meskipun demikian, Harry sama sekali tidak mendengar semua ini. Dia sedang menghadapi secangkir teh pekat di pondok Hagrid, ditemani Ron dan Hermione.
"Snape pelakunya," Ron menjelaskan. "Hermione dan aku melihatnya. Dia komat-kamit mengutuk sapumu, sama sekali tak melepas pandangannya darimu."
"Omong kosong," kata Hagrid, yang sama sekali tak tahu apa yang terjadi di sebelahnya di arena tadi. "Untuk apa Snape lakukan hal macam itu""
Harry Ron, dan Hermione saling pandang, bingung bagaimana menjelaskannya. Harry memutuskan untuk berterus terang.
"Aku tak sengaja tahu sesuatu tentang dia," katanya kepada Hagrid. "Dia mencoba melewati anjing kepala tiga itu pada malam Hallowe'en. Anjing itu menggigitnya. Kami menduga dia ingin mencuri entah-apa yang dijaga anjing itu."
Teko teh yang dipegang Hagrid sampai terjatuh. "Bagaimana kalian sampai bisa tahu tentang Fluffy"" katanya.
"Fluffy"" "Yeah-dia anjingku-kubeli dari orang Yunani yang ketemu aku di rumah minum tahun lalu- kupinjamkan dia ke Dumbledore untuk jaga..."
"Ya"" pancing Harry penuh semangat.
"Jangan tanya-tanya lagi," tukas Hagrid keras. "Itu rahasia besar." "Tapi Snape mau mencurinya."
"Omong kosong," kata Hagrid lagi. "Snape guru Hogwarts, dia tidak akan berbuat begitu."
"Kalau begitu, kenapa dia mau membunuh Harry"" seru Hermione. Kejadian sore itu rupanya telah mengubah penilaian Hermione tentang Snape.
"Aku bisa mengenali orang yang mau berbuat buruk, Hagrid, aku sudah membaca banyak tentang itu. Kita harus mempertahankan kontak mata, dan Snape sama sekali tidak berkedip. Aku melihatnya!"
"Kuberitahu kalian, kalian keliru!" kat Hagrid panas. "Aku tak tahu kenapa sapu Harry bertingkah seperti itu, tapi Snape tidak akan coba bunuh murid! Sekarang, dengarkan aku, kalian bertiga, kalian campuri hal-hal yang bukan urusan kalian. Itu berbahaya. Lupakan saja anjing itu dan lupakan apa yang dijaganya, itu urusan Profesor Dumbledore dan Nicolas Flamer..."
"Aha!" ceplos Harry. "Jadi ada orang bernama Nicolas Flamel yang terlibat, kan"" Hagrid kelihatan marah sekali pada dirinya sendiri.
* * * 12 CERMIN TARZAH NATAL hampir tiba. Suatu pagi di pertengahan Desember, Hogwarts terbangun dalam keadaan sudah berselimut salju setebal kira-kira satu meter. Danau sudah keras membeku dan si kembar Weasley di hukum karena menyihir beberapa bola salju untuk mengikuti Quirrell, dan memantul-mantul dari bagian belakang turbannya. Sedikit burung hantu yang berhasil menembus langit berbadai salju untuk mengantar surat, harus dirawat Hagrid sampai sehat betul sebelum mereka bisa terbang lagi.
Semua sudah tak sabar menunggu datangnya liburan.
Walaupun ruang rekreasi Gryffindor dan Aula Besar punya perapian yang menyala-nyala, koridorkoridor yang biasa berangin telah menjadi sedingin es dan angin dingin kencang menerpa jendela-jendela kelas sampai bergetar. Yang paling parah kelas Profesor Snape di ruang bawah tanah. Di dalam ruang itu napas mereka langsung berubah jadi kabut di depan mata dan mereka berusaha berada sedekat mungkin dengan kuali-kuali panas mereka.
"Aku sungguh kasihan," kata Draco Malfoy dalam salah satu pelajaran Ramuan," pada semua anak yang terpaksa tinggal di Hogwarts selama liburan Natal karena mereka tidak diinginkan di rumahnya."
Dia bicara begitu sambil menoleh memandang Harry. Crabbe dan Goyle tertawa-tawa kecil. Harry yang sedang menakar bubuk tulang punggung ikan lepu, tidak memedulikan mereka.
Malfoy menjadi semakin m enyebalkan sejak pertandingan Quidditch yang lalu. Kesal karena Slytherin kalah, dia mencoba membuat lelucon dengan mengatakan kodok bermulut besar akan menggantikan Harry sebagai Seeker dalam pertandingan berikutnya. Kemudian disadarinya bahwa tak seorang pun menganggap ini lucu, karena anakanak amat terkesan dengan bagaimana Harry bisa bertahan di atas sapunya yang menggila.
Maka Malfoy yang iri dan marah, kembali mengejek Harry dengan mengungkit-ungkit bahwa Harry tak punya keluarga.
Memang betul Harry tidak akan pulang ke Privet Drive Natal ini. Profesor McGonagall telah berkeliling minggu sebelumnya, mencatat nama anak-anak yang akan tinggal di Hogwarts selama liburan, dan Harry langsung mendaftar.
Dia sendiri sama sekali tidak berkecil hati, mungkin ini bahkan akan jadi Natal paling menyenangkan baginya. Ron dan kakak-kakaknya juga akan tinggal, karena Mr dan Mrs Weasley akan ke Rumania untuk menengok Charlie.
Ketika meninggalkan ruang bawah tanah pada akhir pelajaran Ramuan, mereka melihat pohon cemara besar memblokir koridor di depan. Dua kaki raksasa yang muncul di bagian bawahnya dan napas keras tersengal-sengal memberitahu mereka Hagrid ada di belakang pohon itu.
"Hai, Hagrid, perlu bantuan"" Ron bertanya, seraya menjulurkan kepalanya di antara dahan-dahan. "Tidak, aku tak apa-apa. Terima kasih, Ron."
"Minggir," terdengar geram dingin Malfoy dari belakang mereka. "Apa kau mencoba cari uang tambahan, Weasley"
Kepingin jadi pengawas binatang liar juga setelah meninggalkan Hogwarts, rupanya-gubuk Hagrid pastilah seperti istana dibanding rumah keluargamu."
Ron menerjang Malfoy tepat ketika Snape menaiki tangga.
"WEASLEY!" Ron melepas bagian depan jubah Malfoy.
"Dia diprovokasi, Profesor Snape," kata Hagrid, seraya melongokkan wajahnya yang besar berbulu dari balik pohon. "Malfoy menghina keluarganya."
"Kalaupun betul begitu, berkelahi dilarang di Hogwarts, Hagrid," tukas Snape. "Lima angka dipotong dari Gryffindor, Weasley, dan berterima kasihlah tidak lebih dari itu. Ayo, semua jalan terus."
Malfoy, Crabbe, dan Goyle menerobos kasar melewati pohon sambil menyeringai, membuat daundaun cemara rontok berhamburan.
"Akan kuberi dia pelajaran," kata Ron sambil mengertak gigi di balik punggung Malfoy. "Suatu hari nanti kuberi dia pelajaran..."
"Aku benci mereka berdua," kata Harry. "Malfoy dan Snape." "Ayo, bergembiralah, sudah hampir Natal," kata Hagrid. "Begini saja, ikut aku dan lihat Aula Besar, bagus sekali."
Maka Harry, Ron, dan Hermione mengikuti Hagrid dan pohon cemaranya ke Aula Besar. Profesor McGonagall dan Profesor Flitwick sedang sibuk menangani dekorasi Natal.
"Ah, Hagrid, pohon terakhir... taruh saja di sudut paling jauh."
Aula itu tampak spektakuler. Rangkaian holly dan mistletoe bergantungan di sepanjang dinding dan tak kurang dari dua belas pohon Natal menjulang tinggi di sekeliling ruangan, beberapa berkilau dengan untaian air yang membeku, yang lain berkelap-kelip dengan ratusan lilin.
"Berapa hari lagi sebelum kalian libur"" tanya Hagrid.
"Tinggal sehari," kata Hermione. "Dan aku jadi ingatHarry, Ron, kita punya waktu setengah jam sebelum makan siang, kita seharusnya ada di perpustakaan."
"Oh, yeah, kau benar," kata Ron, dengan susah payah mengalihkan pandangannya dari Profesor Flitwick yang membuat gelembung-gelembung emas bermunculan dari ujung tongkatnya dan menggantungkannya di dahan-dahan pohon baru tadi.
"Perpustakaan"" kata Hagrid, mengikuti mereka meninggalkan Aula. "Sehari sebelum liburan" Rajin amat."
"Oh, kami tidak belajar," kata Harry riang. "Sejak kau menyebut Nicolas Flamel, kami berusaha mencari tahu siapa dia."
"Apa"" Hagrid tampak kaget. "Dengar... sudah kubilang... lupakan. Tidak ada hubungannya dengan yang dijaga anjing itu." "Kami ingin tahu siapa Nicolas Flamel, cuma itu," kata Hermione.
"Kecuali kau mau memberitahu kami, jadi kami tak perlu repot-repot"" Harry menambahkan. "Kami sudah membuka-buka lebih dari seratus buku dan kami tidak bisa menemukannya di mana-mana... coba beri kami petunjuk- rasanya aku sudah pernah membaca nama itu entah di mana."
"Aku tak mau bilang apaapa," kata Hagrid datar.
"Kalau begitu, ya kami cari sendiri," kata Ron. Mereka lalu meninggalkan Hagrid yang tidak puas dan bergegas menuju perpustakaan.
Mereka memang sudah mencari-cari nama Flamel di buku sejak Hagrid keceplosan sebab, kalau tidak, bagaimana mereka bisa tahu apa yang ingin dicuri Snape" Sulitnya, susah sekali mengetahui dari mana mereka harus mulai, karena tak tahu apa
yang pernah dilakukan Flamel yang membuat namanya layak disebut di buku. Dia tidak ada dalam buku Penyihir Besar Abad Dua Puluh atau Nama-nama Terkenal di Dunia Sihir Masa Kini; namanya juga tak disebut dalam Penemuan-penemuan Penting Sihir Modern dan Perkembangan Terakhir dalam Dunia Sihir. Dan tentu saja, harus diingat, betapa besarnya perpustakaan itu: berpuluh-puluh ribu buku, beribu-ribu rak, beratusratus deret sempit.
Hermione mengeluarkan sederet topik dan judul yang telah diputuskannya akan ia cari, sementara Ron berjalan menyusuri deretan buku dan mulai menarik beberapa di antaranya secara acak. Harry berjalan ke Seksi Terlarang. Selama beberapa waktu dia telah berpikir, jangan-jangan nama Flamel ada di sana.
Sayangnya, kau perlu surat keterangan yang ditandatangani salah satu guru untuk bisa meminjam salah satu buku terlarang itu, dan Harry tahu dia tak akan memperoleh surat semacam itu.
Yang ada di bagian ini adalah buku-buku berisi Sihir Hitam manjur yang tak pernah diajarkan di Hogwarts dan hanya dibaca oleh murid-murid kelas lebih tinggi yang pelajarannya tentang Pertahanan terhadap Ilmu Hitam sudah jauh lebih maju.
"Kau cari apa, Nak""
"Tidak cari apa-apa," jawab Harry.
Madam Pince, petugas perpustakaan,
mengacungkan pembersih yang terbuat dari bulu ayam pada Harry. "Kalau begitu, lebih baik kau keluar. Ayo... keluar!" Harry menyesal tidak sedikit lebih cepat memikirkan alasan. Harry meninggalkan perpustakaan.
Bersama Ron dan Hermione, ketiganya sudah sepakat tidak akan bertanya kepada Madam Pince di mana mereka bisa menemukan Flamel.
Mereka yakin Madam Pince akan bisa memberitahu mereka, tetapi mereka tak mau mengambil risiko Snape mendengar apa yang mereka lakukan.
Harry menunggu di koridor, kalau-kalau kedua temannya menemukan sesuatu, tetapi dia tak terlalu berharap. Mereka memang sudah mencari selama dua minggu, tetapi karena hanya mencari pada waktuwaktu di antara pelajaran, tidaklah mengherankan mereka belum menemukan apa-apa. Yang mereka butuhkan adalah pencarian panjang tanpa Madam Pince mencurigai mereka.
Lima menit kemudian, Ron dan Hermione bergabung dengannya, menggelengkan kepala. Mereka pergi makan siang.
"Kalian akan mencari terus selama aku tak ada, kan"" kata Hermione. "Dan kirim burung hantu padaku kalau kalian menemukan sesuatu."
"Dan kau bisa bertanya kepada orangtuamu kalaukalau mereka tahu siapa Flamel," kata Ron. "Aman bertanya kepada mereka."
"Sangat aman, karena mereka berdua dokter gigi," kata Hermione.
* * * Begitu liburan mulai, Ron dan Harry kelewat senang sehingga tak sempat memikirkan Flamel. Kamar mereka hanya berisi mereka berdua dan ruang rekreasi jauh lebih kosong daripada biasanya, jadi mereka bisa duduk di kursi berlengan nyaman dekat perapian. Mereka duduk lama sekali sambil makan segala ma-cam yang bisa mereka tusuk dengari garpu panggang-roti, kue, manisan-dan merencanakan caracara membuat Malfoy dikeluarkan. Asyik sekali membicarakan itu, walaupun jelas tidak akan terjadi.
Ron juga mengajar Harry main catur sihir. Sebetulnya persis seperti catur Muggle, hanya saja bidakbidaknya hidup, sehingga memainkannya serasa memimpin pasukan tentara dalam pertempuran. Set permainan catur Ron sudah tua dan bocel-bocel. Seperti semua benda lain yang dimilikinya, papan catur itu dulunya milik orang lain dalam keluarganya-dalam hal ini kakeknya. Meskipun demikian, bidak catur tua sama sekali bukan hambatan. Ron sudah kenal baik semuanya, sehingga dia tak pernah punya kesulitan menyuruh mereka melakukan apa yang diinginkannya.
Harry bermain dengan buah-buah catur yang dipinjamkan Seamus Finnigan dan mereka sama sekali tidak mau menurut kepadanya. Dia belum pandai bermain dan bidak-bidak itu terusmenerus meneriakkan saran-saran kepadanya,
membuatnya bingung. "Jangan suruh aku ke sana, apa kau tidak melihat perwira itu" Kirim dia saja, kalau kehilangan dia sih tidak apa-apa."
Pada Malam Natal, Harry pergi tidur dengan gembira, menantikan hari berikutnya, mengharapkan makanan dan kegembiraan, tetapi sama sekali tidak mengharapkan hadiah.
Meskipun demikian, ketika pagi-pagi sekali dia bangun, yang pertama kali dilihatnya adalah tumpukan kecil bungkusan di kaki tempat tidurnya.
"Selamat Natal," kata Ron masih mengantuk ketika Harry turun dari tempat tidur dan memakai jas kamarnya. "Selamat Natal juga," kata Harry. "Coba lihat ini. Aku dapat hadiah!" "Tentu saja. Memangnya kau mengharap dapat apa" Lobak""
kata Ron, menoleh memandang tumpukan hadiahnya, yang jauh lebih banyak daripada hadiah Harry.
Harry mengambil bungkusan paling atas. Hadiah ini terbungkus kertas cokelat tebal dan di atasnya ada tulisan Untuk Harry, dari Hagrid. Di dalamnya ada seruling kayu yang buatannya kasar. Jelas Hagrid membuatnya sendiri. Harry meniupnya-kedengarannya agak mirip bunyi burung hantu.
Yang kedua, amplop kecil berisi surat pendek.
Kawi menerima pesanmu dan terlampir hadiah Natal-mu. Dari Paman Vernon dan Bibi Petunia. Tertempel di suratku dengan selotip adalah sekeping uang logam lima puluh pence.
"Wah, mereka baik," kata Harry.
Ron terpesona melihat keping lima puluh pence itu.
"Aneh," katanya. "Bentuknya ajaib. Ini uang""
"Boleh buatmu," kata Harry Dia tertawa melihat betapa gembiranya Ron. "Hagrid dan bibi dan pamanku-jadi siapa yang mengirim ini""
"Kurasa aku tahu yang itu dari siapa," kata Ron, wajahnya agak memerah, seraya menunjuk bungkusan yang bentuknya tak beraturan. "Ibuku. Aku bilang padanya kau tidak berharap mendapat hadiah dan- oh, tidak," dia mengeluh, "dia membuatkanmu rompi Weasley."
Harry sudah merobek bungkusan itu dan menemukan sweter rajutan tanpa lengan berwarna hijau zamrud dan satu kotak besar bonbon lunak buatan sendiri.
"Setiap tahun dia membuatkan kami rompi," kata Ron, seraya membuka bungkusannya sendiri, "dan rompiku selalu merah tua."
"Ibumu baik sekali," kata Harry. Dia mencoba bonbonnya, yang ternyata enak sekali.
Hadiahnya berikutnya juga berisi makanan kecil- sekotak besar Cokelat Kodok dari Hermione.
Tinggal satu hadiah lagi. Harry mengambilnya dan menimangnya. Ringan sekali. Dibukanya bungkus hadiah itu.
Sesuatu yang licin berwarna abu-abu keperakan meluncur ke lantai, teronggok berkilauan. Ron kaget sekali.
"Aku sudah mendengar tentang itu," katanya terpesona, kotak Kacang Segala-Rasa yang didapatnya dari Hermione sampai terjatuh. "Kalau itu betul seperti dugaanku-itu sangat langka dan sangat berharga."
"Apa ini""
Harry memungut kain berkilau keperakan itu dari lantai. Rasanya aneh, seperti air yang ditenun menjadi kain.
"Ini Jubah Gaib," kata Ron, wajahnya tampak kagum. "Aku yakin ini Jubah Gaib-coba paka i." Harry menyampirkan jubah itu di sekeliling bahunya dan Ron langsung memekik.
"Betul! Lihat ke bawah!"
Harry memandang ke bawah, ke kakinya, tapi ternyata tak ada. Dia berlari ke depan cermin. Memang bayangannya memandang kepadanya, tapi hanya kepalanya yang melayang di udara, seluruh tubuhnya sama sekali lenyap. Ditariknya jubah itu menutupi kepalanya, dan bayangannya lenyap seluruhnya.
"Ada suratnya!" kata Ron tiba-tiba. "Ada surat yang jatuh dari jubah itu!"
Harry melepas jubahnya dan menyambar suratnya.
Tertulis dalam huruf-huruf ramping berliuk yang belum pernah dilihatnya, kata-kata berikut ini:
Ayahmu menitipkannya kepadaku sebelum dia meninggal. Sudah waktunya ini di kembalikan kepadamu, Gunakan baik-baik. Selamat Hari Natal yang menyenangkan untukmu. Tak ada tanda tangan. Harry bengong memandang surat itu.
Ron sibuk mengagumi jubah itu. "Aku rela memberikan apa saja untuk mendapatkan ini," katanya. "Apa saja. Ada apa""
"Tidak apa-apa," kata Harry. Dia merasa sangat aneh. Siapa yang mengirim jubah ini" Betulkah ini dulu milik ayahnya"
Sebelum dia bisa berkata atau berpikir apa-apa lagi, pintu kamar menjeblak terbuka dan Fred dan George Weasley melompat masuk. Harry cepat-cepat men
yingkirkan jubah itu. Dia belum rela membaginya dengan orang lain.
"Selamat Natal!"
"Hei, lihat-Harry dapat rompi Weasley juga!"
Fred dan George memakai rompi biru, yang satu dengan huruf F besar kuning, satunya lagi dengan huruf G besar kuning.
"Tapi rompi Harry lebih bagus daripada punya kita," kata Fred seraya mengangkat rompi Harry. "Jelas Mum berusaha lebih keras kalau membuatkan sesuatu bukan untuk keluarga."
"Kenapa milikmu tidak kaupakai, Ron""
George mempertanyakan. "Ayo pakai, rompinya kan bagus dan hangat." "Aku benci merah," Ron mengeluh setengah hati sambil menarik rompinya melewati kepalanya.
"Punyamu tidak ada hurufnya," George baru sadar.
"Rupanya Mum mengira kau tidak akan melupakan namamu.
Tetapi kami tidak bodoh-kami tahu nama kami Gred dan Forge."
"Ada apa sih, ribut amat""
Percy Weasley menjulurkan kepalanya ke dalam kamar, kelihatan tidak senang. Rupanya dia juga baru membuka hadiahnya, karena dia juga membawa rompi yang tersampir di tangannya. Fred segera menyambar rompi itu.
"P untuk Prefek! Pakailah, Percy ayo, kami semua memakai rompi kami, bahkan Harry juga."
"Aku... tak... mau...," kata Percy sementara si kembar memaksakan rompi itu melewati kepalanya, membuat kacamatanya miring.
"Dan hari ini kau kan tidak bersama para Prefek lainnya," kata George. "Natal kan waktu untuk keluarga."
Mereka menggiring Percy keluar ruangan, rompinya menjepit lengannya.
* * * Seumur hidup belum pernah Harry mengalami jamuan Natal seperti itu. Seratus kalkun panggang gemuk, segunung kentang panggang dan rebus, berpiring-piring chipolata berminyak, bermangkuk-mangkuk kacang polong bermentega, bermacam-macam saus lezat-dan bertumpuk-tumpuk petasan sihir di setiap jarak satu meter di sepanjang meja. Petasan luar biasa ini sama sekali lain daripada petasan Muggle yang sering dibeli keluarga Dursley di dalamnya ada hadiah mainan plastik kecilkecil dan topi kertas tipis. Bersama Fred, Harry menarik sebuah petasan sihir, dan petasan itu tidak cuma meletus, melainkan menggelegar seperti bunyi meriam dan menyelubungi mereka semua dengan asap biru, sementara dari dalamnya meletup topi laksamana berwarna merah bersama beberapa ekor tikus putih hidup. Di Meja Tinggi, Dumbledore telah menukar topi runcingnya dengan topi berbunga-bunga dan sedang tertawa-tawa mendengar lelucon yang dibacakan Profesor Flitwick.
Puding Natal menyala dihidangkan setelah kalkun. Gigi Percy nyaris patah ketika dia menggigit Sickle perak yang terselip di potongan pudingnya. Harry memandang Hagrid yang wajahnya makin lama makin merah sementara dia terusmenerus minta tambah anggur, dan akhirnya mencium pipi
Profesor McGonagall. Betapa tercengangnya Harry melihat Profesor McGonagall terkikik dan mukanya memerah, topinya miring.
Ketika Harry akhirnya meninggalkan meja perjamuan, dia membawa banyak hadiah dari petasan, termasuk satu pak balon menyala anti pecah, seperangkat alat untuk menumbuhkan tahi lalatmu sendiri, dan set permainan catur sihir barunya. Tikus-tikus putihnya telah menghilang dan Harry punya perasaan tak enak mereka akan berakhir sebagai santapan Natal Mrs Norris.
Harry dan Weasley bersaudara melewatkan sore menyenangkan dengan perang bola salju seru di halaman.
Setelah itu, kedinginan, basah kuyup, dan terengah kehabisan napas, mereka kembali ke depan perapian di ruang rekreasi Gryffindor. Di tempat itu Harry pertama kali memainkan set catur barunya dengan hasil kalah telak dari Ron. Dia merasa tidak akan kalah separah itu jika Percy tidak mencoba membantunya terus-menerus.
Setelah acara minum teh sore dengan sajian sandwich kalkun, kue-kue manis, dan kue tar Natal, semua merasa terlalu kenyang dan mengantuk untuk melakukan sesuatu sebelum tidur. Jadi mereka duduk saja, menonton Percy mengejar Fred dan George mengitari Menara Gryffindor karena mereka telah mencuri lencana Prefeknya.
Hari itu merupakan Natal paling indah bagi Harry. Meskipun demikian, ada yang mengganggu pikirannya sepanjang hari.
Sebelum dia naik ke tempat tidurnya, dia tak bebas memikirkannya: Jubah Gaib dan pengirimnya yang entah siapa.
Ron, kekenyangan kalkun dan kue
tar dan tanpa ada hal misterius yang mengganggunya, langsung tertidur begitu dia menarik kelambu tempat tidurnya. Harry membungkuk ke sisi tempat tidurnya dan menarik keluar Jubah Gaib dari bawahnya.
Milik ayahnya... ini dulu milik ayahnya. Dibiarkannya kain itu meluncur di tangannya, lebih halus dari sutra, seringan udara. Gunakan baik-baik, begitu kata suratnya.
Dia haras mencoba jubah ini sekarang. Dia turun dari tempat tidurnya dan menyampirkan jubah itu ke tubuhnya. Memandang ke bawah ke kakinya, dia hanya melihat cahaya bulan dan bayang-bayang. Gunakan baik-baik.
Mendadak, kantuk Harry lenyap. Seluruh Hogwarts terbuka untuknya kalau dia memakai jubah ini.
Ketegangan menyenangkan mengaliri tubuhnya saat dia berdiri dalam kegelapan dan kesunyian. Dia bisa pergi ke
mana pun dengan jubah ini, ke mana pun, dan Filch tidak akan tahu.
Ron mengigau dalam tidurnya.
Haruskah Harry membangunkannya" Ada yang menahannya-jubah ayahnya- dia merasa bahwa kali ini... untuk pertama kalinya... dia ingin menggunakannya sendiri.
Dia berjingkat meninggalkan kamarnya, menuruni tangga, menyeberangi ruang rekreasi, dan memanjat keluar dari lubang lukisan.
"Siapa itu"" lengking si Nyonya Gemuk. Harry tidak menjawab. Dia berjalan cepat-cepat sepanjang koridor.
Ke mana sebaiknya" Harry berhenti, jantungnya berdegup kencang, dan dia berpikir. Dan dia mendapat ide. Seksi Terlarang di perpustakaan. Dia akan bisa membaca selama dia mau, selama yang dibutuhkan untuk menemukan siapa Flamel.
Dia ke perpustakaan, menarik Jubah Gaibnya semakin rapat sementara ia melangkah.
Perpustakaan gelap gulita dan suasananya mengerikan. Harry menyalakan lampu agar bisa berjalan sepanjang deretan rak-rak buku. Lampunya seperti melayang di udara, dan meskipun
Harry bisa merasakan tangannya memegangi lampu itu, pemandangan aneh ini membuatnya ngeri. Seksi Terlarang terletak di bagian paling belakang.
Melangkah hati-hati melewati tali yang memisahkan buku-buku ini dari buku-buku lainnya di perpustakaan, Harry mengangkat lampunya agar bisa membaca judul-judulnya.
Judul-judul itu tidak banyak membantunya. Huruf-huruf emasnya yang sudah mengelupas membentuk kata-kata dalam bahasa yang tidak bisa dipahami Harry. Beberapa buku bahkan tidak ada judulnya sama sekali. Satu buku bernoda gelap yang kelihatan mirip sekali darah. Bulu kuduk Harry berdiri. Mungkin itu cuma perasaannya, mungkin juga tidak, tetapi Harry merasa bisikan samar terdengar dari buku-buku itu, seakan mereka tahu ada orang yang seharusnya tidak berada di situ.
Dia toh harus mulai. Setelah meletakkan lampunya dengan hati-hati di lantai, dia mencari buku yang tampilannya menarik di rak paling bawah. Sebuah buku besar hitam-perak menarik perhatiannya. Ditariknya keluar dengan susah payah, karena buku itu sangat berat. Harry meletakkannya di atas lututnya dan membukanya.
Jeritan melengking membekukan darah memecah kesunyian-buku itu menjerit! Harry cepat-cepat menutupnya kembali, tetapi jeritan itu terus terdengar, jerit melengking panjang yang memekakkan telinga.
Harry terhuyung ke belakang dan menabrak lampunya, yang langsung padam. Panik mendengar langkahlangkah kaki mendekat di koridor di luar-dijejalkannya kembali buku menjerit itu ke raknya, lalu dia lari. Dia berpapasan dengan Filch di dekat pintu. Mata Filch yang pucat dan lebar memandang menembusnya dan Harry menyelusup di bawah lengan Filch yang terentang dan berlari sepanjang koridor, jeritan si buku masih melengking di telinganya.
Dia berhenti mendadak di depan seperangkat baju zirah tinggi. Dia terlalu sibuk kabur dari perpustakaan, sampai tidak memperhatikan arah larinya. Mungkin karena gelap, dia sama sekali tidak mengenali keadaan sekelilingnya. Ada baju zirah di dekat dapur, dia tahu, tetapi dia pasti berada lima lantai di atas dapur.
"Kau memintaku untuk langsung menemuimu, Profesor, jika ada yang berkeliaran di malam hari, dan baru saja ada orang di perpustakaan-Seksi Terlarang."
Harry merasa wajahnya memucat. Di mana pun dia saat itu, Filch pastilah tahu jalan pintas, karena suaranya yang lembut dan lancar terdengar dekat, dan betapa kaget
nya Harry, karena ternyata Snapelah yang menjawab.
"Seksi Terlarang" Yah, mereka pasti belum jauh, kita akan menangkap mereka."
Harry terpaku di tempatnya ketika Filch dan Snape muncul di sudut di depan. Mereka tak bisa melihatnya, tentu, tetapi koridor itu sempit dan jika mereka lebih mendekat lagi mereka akan menabraknya-jubah itu tidak membuatnya menjadi tidak padat.
Dia mundur sepelan mungkin. Ada pintu terbuka sedikit di sebelah kiri. Itu satu-satunya harapan. Dia menyelinap masuk, menahan napas, berusaha tidak menyenggol pintu, dan betapa leganya ketika dia berhasil masuk tanpa Snape dan Filch menyadarinya. Mereka berjalan terus dan Harry bersandar ke din-ding, menarik napas dalam-dalam, mendengarkan langkahlangkah mereka yang semakin jauh. Nyaris saja, sangat nyaris.
Baru beberapa detik kemudian dia memperhatikan ruang tempatnya bersembunyi.
Kelihatannya itu ruang kelas yang sudah tidak terpakai. Meja dan kursi bertumpuk di salah satu din-ding, juga tempat sampah terbuka, tetapi... bersandar pada dinding, menghadap ke arahnya, ada sesuatu yang tampaknya tidak layak berada di situ, sesuatu yang kelihatannya sengaja disembunyikan di situ.
Benda itu cermin luar biasa, setinggi langit-langit, dengan bingkai emas terukir, berdiri di atas dua cakar. Ada tulisan terukir di bagian atasnya: Erised stra ehru oyt ube cafru oyt on wohsi.
Kepanikannya mulai luntur setelah tak terdengar lagi suara Filch dan Snape. Harry bergerak mendekati cermin itu, ingin memandang dirinya, tetapi tak melihat bayangan apa pun. Dia melangkah sampai ke depan cermin.
Dia harus menutup mulutnya dengan tangan untuk mencegahnya menjerit. Buru-buru dia membalik. Jantungnya berdegup jauh lebih kencang daripada ketika buku tadi menjerit-karena dia tak hanya melihat dirinya di cermin...
serombongan orang lain berdiri di belakangnya.
Tetapi ruangan itu kosong. Dengan napas memburu, perlahan dia menoleh kembali ke cermin.
Itu dia, terpantul di cermin, pucat dan ketakutan, dan di sana, di belakangnya, ada paling sedikit sepuluh orang lain. Harry menoleh lewat bahunya-tetap saja tak ada orang. Apakah mereka semua juga tidak tampak" Apakah sebetulnya dia berada di ruangan penuh dengan orang-orang yang tidak tampak, dan keajaiban cermin itu justru memperlihatkan semua orang itu, yang tampak maupun yang tidak"
Kembali Harry memandang cermin. Seorang wanita yang berdiri tepat di belakang bayangannya tersenyum kepadanya dan melambaikan tangan. Harry mengulurkan tangan dan merasakan udara kosong di belakangnya. Jika wanita itu
benarbenar ada di sana, dia akan bisa menyentuhnya, bayangan mereka sangat berdekatan, tetapi dia hanya merasakan udara- wanita itu dan yang lain hanya ada di dalam cermin.
Wanita itu sangat cantik. Rambutnya merah gelap dan matanya-matanya persis mataku, pikir Harry, ber ingsut mendekat ke cermin. Hijau terang-bentuknya persis sama, tetapi kemudian Harry melihat wanita itu menangis; tersenyum tetapi pada saat bersamaan, menangis. Laki-laki jangkung kurus berambut hitam di sebelahnya, memeluknya. Laki-laki itu memakai kacamata, dan rambutnya berantakan sekali.
Rambutnya mencuat di bagian belakang, persis seperti rambut Harry.
Harry berada dekat sekali dengan cermin sekarang sehingga hidungnya nyaris menyentuh hidung bayangannya. "Mum"" bisiknya. "Dad""
Mereka hanya memandangnya, tersenyum. Dan perlahan-lahan Harry memandang wajah orang-orang lain di dalam cermin, dan melihat mata-mata hijau lain seperti matanya, hidung lain seperti hidungnya, bahkan seorang laki-laki tua kecil yang lututnya menonjol seperti Harry-Harry sedang memandang keluarganya, untuk pertama kali dalam hidupnya.
Keluarga Potter tersenyum dan melambai dan Harry balik menatap mereka dengan tak puas-puasnya, kedua tangannya menekan kaca, seakan dia berharap terjatuh ke dalamnya dan bergabung dengan mereka. Hatinya terasa sakit, setengah bahagia, setengah berduka.
Berapa lama dia berdiri di sana, dia tidak tahu. Bayangan orang-orang itu tidak menghilang dan Harry memandang terus sampai suara di kejauhan membuatnya tersadar. Dia tak bisa terus berada di sini, dia harus kemba
li ke asramanya. Dengan amat enggan dia berpaling dari wajah ibunya, berbisik, "Aku akan kembali," dan bergegas meninggalkan ruangan itu.
* * * "Kau seharusnya membangunkan aku," kata Ron marah.
"Kau boleh ikut malam ini, aku akan ke sana lagi, aku ingin menunjukkan cermin itu kepadamu." "Aku ingin lihat ibu dan ayahmu," kata Ron bersemangat.
"Dan aku ingin melihat semua keluargamu, kau akan bisa menunjukkan dua kakakmu yang paling besar dan keluargamu yang lain."
"Kau bisa melihat mereka kapan saja," kata Ron. "Ikutlah ke rumahku musim panas ini. Lagi pula, mungkin cermin itu cuma menunjukkan orang-orang yang sudah meninggal. Sayang sekali kau tidak menemukan Flamel. Makan daging asap ini, atau apalah Kenapa kau tidak makan apa-apa""
Harry tak bisa makan. Dia sudah melihat orangtuanya dan akan melihat mereka lagi malam ini. Dia sudah hampir melupakan Flamel. Flamel kelihatannya tak begitu penting lagi, Siapa yang peduli apa yang dijaga anjing berkepala tiga itu"
Sebetulnya, peduli apa kalau Snape mencurinya" "Kau tak apa-apa"" tanya Ron. "Kau tampak aneh."
* * * Yang paling ditakuti Harry adalah dia tak bisa lagi menemukan ruang cermin itu. Berselubung jubah, bersama Ron, mereka harus berjalan jauh lebih pelan pada malam berikutnya.
Mereka mencoba napak tilas rute Harry dari perpustakaan, berputar-putar di lorong-lorong gelap selama hampir satu jam.
"Aku kedinginan," kata Ron. "Ayo, kita lupakan saja dan balik ke kamar." "Tidak!" desis Harry. "Aku tahu ruang itu ada di sekitar sini."
Mereka berpapasan dengan hantu penyihir jangkung yang melayang ke arah berlawanan, tetapi tidak bertemu siapa-siapa
lagi. Tepat ketika Ron mulai mengeluh kakinya beku kedinginan, Harry melihat baju zirah itu. "Itu ruangannya-di sini-ya!" Mereka mendorong pintunya. Harry menjatuhkan jubah dari bahunya dan berlari ke cermin.
Itu dia mereka. Ayah dan ibunya tersenyum melihatnya.
"Lihat"" Harry berbisik.
"Aku tidak melihat apa-apa."
"Lihat! Lihat mereka semua... kan banyak itu...."
"Aku cuma bisa melihatmu."
"Lihat baik-baik, sini, berdiri di tempatku." Harry minggir, tetapi dengan Ron di depan cermin, dia tak bisa lagi melihat keluarganya, hanya melihat Ron yang memakai piama. Ron, sebaliknya, terpaku menatap bayangannya. "Lihat aku!"
katanya. "Apakah kau bisa melihat semua keluargamu mengelilingimu""
"Tidak... aku sendirian... tetapi aku berbeda... aku kelihatan lebih tua... dan aku Ketua Murid!"
"Apa"" "Aku... aku memakai lencana seperti yang dulu dipakai Bill...


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan aku memegang Piala Asrama dan. Piala Quidditch... aku juga kapten Quidditch!" Ron memalingkan wajah dari pemandangan luar biasa ini untuk menatap Harry dengan bergairah.
"Apakah menurutmu cermin ini memperlihatkan masa depan""
"Mana bisa" Semua keluargaku sudah meninggal- coba aku lihat lagi...."
"Kau kan sudah puas melihat semalam, beri aku kesempatan sedikit lagi."
"Kau cuma memegang Piala Quidditch, apa menariknya"
Aku ingin melihat orangtuaku."
"Jangan mendorongku..." Mendadak terdengar suara di koridor, mengakhiri perdebatan mereka. Mereka tidak sadar telah bicara keras-keras.
"Cepat!" Ron menyampirkan jubah ke tubuh mereka ketika mata berkilau Mrs Norris muncul dari balik pintu. Ran dan Harry berdiri diam-diam, keduanya memikirkan hal yang sama-apakah jubah ini berlaku untuk kucing juga" Setelah rasanya lama sekali, kucing iru berbalik dan pergi.
"Sudah tidak aman-siapa tahu dia menemui Filch. Pasti tadi dia mendengar kita. Ayo." Dan Ron menarik Harry meninggalkan ruangan itu.
* * * Salju masih belum mencair keesokan harinya. "Mau main catur, Harry"" tanya Ron. "Tidak."
"Bagaimana kalau kita mengunjungi Hagrid"" "Tidak... kau saja...."
"Aku tahu apa yang kaupikirkan, Harry cermin itu. Jangan kembali ke sana malam ini." "Kenapa tidak""
"Aku tak tahu, cuma perasaanku tidak enak-lagi pula, kau sudah nyaris ketahuan beberapa kali. Filch, Snape, dan Mrs Norris berkeliaran. Memang mereka tidak bisa melihatmu. Tapi bagaimana kalau mereka menabrakmu" Bagaimana kalau kau menabrak sesuatu""
"Kau jadi seperti Hermione."
"Aku serius, Harry, jangan pergi."
Tapi Harry cuma memikirkan sa
tu hal saja, yaitu kembali ke depan cermin, dan Ron tak bisa menghalanginya.
* * * Malam ketiga dia menemukan kamar itu lebih cepat daripada sebelumnya. Dia berjalan sangat cepat, dia tahu itu tidak bijaksana, sebab dia membuat suara, tetapi dia tidak bertemu siapa-siapa.
Dan ayah dan ibunya tersenyum lagi kepadanya, dan salah satu kakeknya mengangguk-angguk senang. Harry merosot duduk di depan cermin. Tak ada yang bisa mencegahnya tinggal di sini semalam suntuk bersama keluarganya. Tak ada.
Kecuali... "Wah... kembali lagi, Harry""
Harry merasa seakan organ-organ tubuhnya telah berubah jadi es. Dia menoleh ke belakang. Duduk di salah satu meja dekat dinding, tak lain dan tak bukan adalah Albus Dumbledore.
Harry pastilah tadi melewatinya, begitu bersemangat ingin segera ke cermin sampai dia tidak melihatnya. "Saya... saya tidak melihat Anda, Sir."
"Aneh, bagaimana 'tidak kelihatan' membuatmu rabun," kata Dumbledore, dan Harry lega melihatnya tersenyum.
"Jadi," kata Dumbledore, turun dari meja untuk duduk di lantai bersama Harry, "kau, seperti beratusratus orang lainnya sebelum kau, telah menemukan kesenangan yang bisa didapat dari Cermin Tarsah."
"Saya tak tahu namanya begitu, Sir."
"Tapi kurasa sekarang kau sudah menyadari apa yang dilakukan cermin itu"" "Cermin itu... cermin itu memperlihatkan keluarga saya..." "Dan memperlihatkan kepada Ron dirinya sebagai Ketua Murid." "Bagaimana Anda tahu...""
"Aku tak memerlukan jubah agar bisa tidak kelihatan," kata Dumbledore lembut. "Nah, sekarang, bisakah kaupikirkan apa yang ditunjukkan Cermin Tarsah kepada kita semua""
Harry menggeleng. "Biar kujelaskan. Orang yang paling bahagia di dunia bisa menggunakan Cermin Tarsah seperti cermin biasa, yaitu, kalau dia memandang cermin itu dia hanya melihat dirinya seperti apa adanya. Apakah ini membantu""
Harry berpikir. Kemudian dia berkata perlahan, "Cermin itu memperlihatkan kepada kita apa yang kita inginkan... apa saja yang kita inginkan..."
"Ya dan tidak," kata Dumbledore pelan. "Cermin itu hanya menunjukkan hasrat hati kita yang paling mendalam. Kau, yang tidak pernah kenal keluargamu, melihat mereka berdiri mengelilingimu. Ronald Weasley yang selalu merasa minder dengan kesuksesan kakakkakaknya, melihat dirinya berdiri sendiri, menjadi yang terbaik di antara mereka. Bagaimanapun juga, cermin ini tidak memberi kita baik pengetahuan maupun kebenaran. Banyak orang sudah tersia-sia di depan cermin ini, terpesona oleh apa yang mereka lihat, atau jadi gila karenanya, karena tak tahu apakah yang diperlihatkan cermin itu riil atau bahkan mungkin.
"Besok cermin ini akan dipindahkan ke tempat baru, Harry dan aku memintamu agar tidak mencarinya lagi. Jika suatu kali nanti kau kebetulan melihatnya lagi, kau sudah siap. Tak ada gunanya memikirkan impian berlama-lama sampai lupa hidup,
ingat itu. Nah, sekarang bagaimana kalau kaupakai lagi jubah istimewa itu dan pergi tidur"" Harry bangkit. "Sir-Profesor Dumbledore" Boleh saya bertanya sesuatu"" "Jelas, kau baru saja bertanya," Dumbledore tersenyum. "Tapi kau boleh tanya satu hal lagi."
"Apa yang Anda lihat kalau Anda memandang cermin itu""
"Aku" Aku melihat diriku memegang sepasang kaus kaki wol tebal."
Harry melongo. "Semua orang selalu membutuhkan kaus kaki baru," kata Dumbledore. "Natal sudah berlalu lagi dan aku tak dapat kaus kaki sepasang pun. Orang-orang bersikeras memberiku buku."
Baru ketika dia sudah kembali di tempat tidurnya, terlintas di benak Harry bahwa Dumbledore mungkin tidak sepenuhnya jujur. Tetapi, pikir Harry seraya mendorong Scabbers dari bantalnya, pertanyaannya tadi cukup pribadi.
* * * 13 NICOLAS FLAMEL DUMBLEDORE telah meyakinkan Harry agar tidak mencari-cari Cermin Tarsah lagi dan selama sisa liburan Natal, Jubah gaib tetap terlipat di dasar koper Harry. Harry ingin sekali segera melupakan apa yang pernah di lihatnya di cermin, tetapi tidak bisa. Dia mulai mendapat mimpi buruk. Berkali-kali dia bermimpi tentang orang tuanya yang menghilang dalam kilatan cahaya hijau sementara terdengar tawa tinggi melengking.
"Lihat, kan, Dumbledore benar. Cermin itu bisa membuatmu
gila," kata Ron, ketika Harry bercerita tentang mimpi buruknya.
Hermione, yang kembali sehari sebelum semester baru dimulai, punya pandangan lain tentang kejadian itu. Dia setengahnya merasa ngeri membayangkan Harry meninggalkan kamar, berkeliaran di sekolah selama tiga malam berturut-turut ("Bagaimana kalau Filch menangkapmu!") dan setengahnya merasa kecewa karena dia tidak berhasil menemukan siapa Nicolas Flamel.
Mereka sudah nyaris kehilangan harapan menemukan Flamel dalam buku perpustakaan, meskipun Harry masih yakin dia pernah membaca nama itu entah di mana. Begitu semester baru mulai, mereka kembali membuka-buka buku selama sepuluh
menit dalam waktu istirahat mereka. Waktu Harry bahkan lebih sedikit dari kedua temannya, karena masa latihan Quidditch sudah mulai lagi.
Wood melatih timnya lebih keras dari sebelumnya. Bahkan hujan yang turun terus menggantikan salju tidak mematahkan semangatnya. Si kembar Weasley mengeluh Wood telah menjadi fanatik, tetapi Harry memihak Wood. Jika mereka memenangkan pertandingan berikutnya, melawan Hufflepuff, mereka akan menyusul Slytherin dalam Kejuaraan Antar-Asrama untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun. Lepas dari keinginan untuk menang, Harry menyadari bahwa mimpi buruknya berkurang jika dia kelelahan sehabis berlatih.
Kemudian, dalam satu sesi latihan di bawah hujan deras dan berlumpur, Wood menyampaikan kabar buruk kepada timnya.
Dia baru saja marah besar kepada si kembar Weasley yang tak henti-hentinya saling serang dan berpura-pura terpeleset dari sapu mereka.
"Kalian bisa tidak sih berhenti main-main!" teriaknya.
"Tindakan seperti itulah yang akan membuat kita kalah dalam pertandingan! Snape akan jadi wasit kali ini dan dia akan mencari-cari segala alasan untuk mengurangi angka Gryffindor!"
George Weasley benar-benar jatuh dari sapunya mendengar ini.
"Snape jadi wasit"" katanya dengan mulut penuh lumpur.
"Kapan dia pernah jadi wasit pertandingan Quidditch" Dia pasti tidak akan bersikap adil jika ada kemungkinan kita menyusul Slytherin." Anggota tim lain mendarat di sisi George untuk ikut mengeluh.
"Bukan salahku," kata Wood. "Yang jelas kita harus menjamin bahwa kita bermain bersih, sehingga Snape tak akan punya alasan untuk menyalahkan kita."
Boleh saja begitu, pikir Harry, tetapi dia punya alasan lain tidak menginginkan Snape berada di dekatnya selagi dia bermain Quidditch....
Anggota tim yang lain masih tinggal mengobrol seperti biasanya seusai latihan, tetapi Harry langsung kembali ke ruang rekreasi Gryffindor. Ron dan Hermione sedang bermain catur di situ. Catur adalah satu-satunya kegiatan yang Hermione bisa kalah, sesuatu yang menurut Harry dan Ron sangat baik untuknya.
"Jangan dulu bicara padaku," kata Ron ketika Harry duduk di sebelahnya. "Aku perlu konsen..." Terlihat olehnya wajah Harry. "Kenapa kau" Kau kelihatan sakit."
Bicara pelan-pelan supaya tak ada yang mendengar, Harry memberitahu kedua temannya tentang keinginan mendadak Snape untuk menjadi wasit Quidditch.
"Jangan main," kata Hermione segera.
"Bilang saja kau sakit," kata Ron.
"Pura-pura kakimu patah," Hermione mengusulkan.
"Patahkan benar-benar saja," kata Ron.
"Tidak bisa," kata Harry. "Tak ada Seeker cadangan. Kalau aku mundur, Gryffindor sama sekali tak bisa main." Saat itu Neville terguling masuk ke ruang rekreasi.
Bagaimana dia bisa memanjat lubang lukisan tak bisa ditebak, karena kakinya saling menempel. Penyebabnya langsung mereka kenali, Kutukan Kaki Terkunci. Dia pastilah harus melompat-lompat naik ke Menara Gryffindor.
Semua tertawa, kecuali Hermione. Dia langsung melompat bangun dan mengucapkan mantra kontrakutukan. Kaki Neville terpisah dan dia berdiri, gemetar.
"Apa yang terjadi"" Hermione bertanya kepadanya, mengajaknya duduk di dekat Harry dan Ron.
"Malfoy," kata Neville gemetar. "Aku bertemu dia di depan perpustakaan. Dia bilang dia sedang mencari-cari anak yang bisa dipakainya melatih kutukan itu."
"Temui Profesor McGonagall!" Hermione mendorong Neville. "Laporkan dia!" Neville menggeleng.
"Aku tak mau menambah keruwetan," gumamnya.
"Kau harus berani menghadapinya, Neville!" kata Ron
. "Dia terbiasa berbuat semena-mena. terhadap orang lain, tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk menyerah dan tidak menyulitkannya."
"Tak perlu memberitahu kalau aku tidak cukup berani untuk menjadi anggota Gryffindor. Malfoy Sudah melakukannya, "kata Neville tersendat.
Harry merogoh kantong jubahnya dan mengeluarkan Cokelat Kodok, cokelat terakhir dari kotak hadiah Natal Hermione.
Diberikannya kepada Neville, yang kelihatannya mau menangis.
"Kau berharga dua belas kali lipat Malfoy," kata Harry. "Topi Seleksi memilihmu untuk Gryffindor, kan" Dan di mana Malfoy" Di Slytherin yang bau."
Bibir Neville bergetar membentuk senyum lemah ketika dia membuka bungkus Cokelat Kodok. "Terima kasih, Harry...
kurasa aku akan tidur... Kau mau kartunya" Kau koleksi, kan"" Setelah Neville pergi, Harry memandang kartu Penyihir Terkenalnya. "Dumbledore lagi," katanya. "Dia yang pertama..."
Harry tercekat kaget. Terbelalak memandang bagian belakang kartunya. Kemudian dia mendongak, memandang Ron dan Hermione.
"Sudah kutemukan dia!" bisiknya. "Aku sudah menemukan Flamel! Sudah kukatakan aku pernah membaca namanya entah di mana sebelumnya. Rupanya aku membacanya di kereta api yang membawaku ke sini-dengar ini, 'Profesor Dumbledore khususnya terkenal karena berhasil mengalahkan penyihir aliran hitam Grindelwald pada tahun 1945, penemuannya untuk dua belas kegunaan darah naga, dan karyanya di bidang alkimia yang dikerjakannya bersama mitranya, Nicolas Flamel!"
Hermione langsung melompat berdiri. Belum pernah dia kelihatan segembira ini sejak mereka mendapat nilai untuk PR pertama mereka dulu.
"Tunggu di sini!" katanya, dan dia berlari menaiki tangga ke kamar anak-anak perempuan. Harry dan Ron baru sempat bertukar pandang heran ketika dia sudah kembali sambil memeluk buku yang sangat besar.
"Tak pernah terpikir olehku untuk mencari di sini!" bisiknya tegang. "Aku pinjam ini dari perpustakaan beberapa minggu lalu untuk bacaan ringan."
"Ringan"" kata Ron, tetapi Hermione menyuruhnya diam sampai dia menemukan sesuatu, lalu dia mulai membuka-buka buku itu dengan cepat, seraya bergumam sendiri.
Akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya.
"Sudah kuduga! Sudah kuduga!"
"Apa kami sudah boleh ngomong sekarang"" gerutu Ron.
Hermione tidak mengacuhkannya. "Nicolas Flamel," bisiknya dramatis, "adalah satusatunya yang dikenal sebagai pembuat Batu Bertuah!" Ucapannya ini tidak menghasilkan efek yang di harapkan Hermione.
"Batu apa"" tanya Harry dan Ron. "Oh, astaga, apa kalian berdua tidak membaca" Lihat... baca ini." Didorongnya buku itu ke arah mereka, dan Harry dan Ron membaca: Ilmu kuno alkimia berkenaan dengan pembuatan Batu Bertuah, benda legendaris dengan kekuatan gaib luar biasa. Batu ini akan mengubah logam apa saja menjadi emas murni. Batu ini juga menghasilkan Cairan Kehidupan, yang akan membuat peminumnya hidup selamanya.
Selama berabad-abad ini banyak laporan tentang Batu Bertuah, tetapi satu-satunya batu yang saat ini ada adalah milik Mr Nicolas Flamel, ahli alkimia terkenal dan pecinta opera.
Mr Flamel, yang tahun lalu merayakan ulang tahunnya yang keenam ratus enam puluh lima tahun, menikmati hidup tenang di Devon bersama istrinya, Perenelle
(enam ratus lima puluh delapan tahun).
"Tahu, kan, sekarang"" kata Hermione, ketika Harry dan Ron selesai membaca. "Anjing itu pastilah menjaga Batu Bertuah milik Flamel! Aku berani taruhan dia pasti menitipkannya kepada Dumbledore karena mereka bersahabat, dan dia tahu ada orang yang menginginkan batu itu. Itulah sebabnya dia ingin batu itu dipindahkan dari Gringotts!"
"Batu yang membuat emas dan membuatmu tak bisa mati!"
kata Harry "Pantas saja Snape menginginkannya! Semua orang pasti menginginkannya."
"Dan pantas saja kita tidak bisa menemukan Flamel dalam buku Perkembangan Terakhir dalam Dunia Sihir," kata Ron.
"Dia belum masuk kategori itu jika umurnya baru enam ratus enam puluh lima, kan""
Esok paginya, dalam pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, sementara mencatat berbagai cara merawat gigitan manusia serigala, Harry dan Ron masih mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan dengan Batu Bertuah ji
ka mereka memilikinya. Ketika Ron mengatakan bahwa dia akan membeli tim Quidditch sendiri, barulah Harry teringat akan Snape dan pertandingan Quidditch-nya yang akan datang.
"Aku akan main," katanya kepada Ron dan Hermione.
"Kalau tidak, semua anak Slytherin akan mengira aku takut menghadapi Snape. Akan ku tunjukkan kepada mereka... senyum akan tersingkir dari wajah mereka kalau kita menang."
"Asal bukan malah kau sendiri yang tersingkir dari lapangan," kata Hermione.
* * * Semakin dekat hari pertandingan, Harry semakin cemas, walaupun dia tidak mengatakan begitu kepada Ron dan Hermione. Para anggota tim lainnya juga tidak begitu tenang.
Ide menyusul Slytherin dalam Kejuaraan Antar-Asrama sungguh menyenangkan, belum pernah ada yang berhasil selama tujuh tahun ini, tetapi bisakah mereka melakukannya dengan wasit yang begitu memihak"
Harry tak tahu apakah ini hanya sekadar khayalannya saja atau bukan, tetapi rasanya dia selalu bertemu Snape, ke mana pun dia pergi. Kadang-kadang dia jadi bertanya-tanya sendiri, apakah Snape membuntutinya, mencari-cari kesempatan untuk bisa menangkapnya kalau sedang sendirian. Pelajaran Ramuan sudah berubah menjadi siksaan mingguan, karena Snape bersikap sangat menyebalkan terhadap Harry. Mungkinkah Snape tahu bahwa Harry dan kedua sahabatnya tahu tentang Batu Bertuah" Rasanya tidak mungkin-tetapi kadang-kadang Harry merasa bahwa Snape bisa membaca pikiran orang.
* * * Harry tahu, ketika mengucapkan selamat bertanding di luar kamar ganti, Ron dan Hermione dalam hati bertanya-tanya apakah mereka masih akan melihatnya dalam keadaan hidup.
Ini tak bisa dibilang menyenangkan. Harry nyaris tidak mendengar nasihat Wood ketika dia memakai jubah Quidditch dan mengambil Nimbus Dua Ribu-nya.
Ron dan Hermione, sementara itu, telah mendapatkan tempat duduk di tribun dekat Neville-yang tidak bisa mengerti mengapa mereka berdua kelihatan begitu muram dan cemas, ataupun kenapa mereka berdua membawa tongkat ke pertandingan. Harry sama sekali tak tahu bahwa Ron dan Hermione diamdiam telah berlatih Kutukan Kaki Terkunci.
Mereka mendapat ide ini dari Malfoy yang menggunakannya pada Neville, dan mereka siap menggunakannya pada Snape jika dia menunjukkan tanda-tanda ingin mencelakakan Harry.
"Jangan lupa, mantranya Locomotor Mortis," Hermione bergumam ketika Ron menyelipkan tongkatnya ke dalam lengan jubahnya.
"Sudah tahu," tukas Ron. "Jangan cerewet." Di dalam kamar ganti, Wood mengajak Harry bicara berdua.
"Bukannya aku mau menekanmu, Potter, tetapi kalau sampai ada kebutuhan untuk menangkap Snitch seawal mungkin, sekaranglah saatnya. Selesaikan pertandingan sebelum Snape bisa terlalu banyak memihak Hufflepuff."
"Seluruh sekolah ada di luar sana!" kata Fred Weasley, mengintip dari pintu. "Bahkan... astaga... Dumbledore juga nonton!"
Jantung Harry jumpalitan.
"Dumbledore"" katanya seraya berlari ke pintu untuk melihat sendiri. Fred benar. Jenggot perak itu tak mungkin keliru.
Ingin rasanya Harry tertawa keras-keras saking leganya. Dia aman. Jelas Snape tak akan berani mencoba mencelakainya jika ada Dumbledore.
Mungkin itulah sebabnya Snape kelihatan marah sekali ketika kedua tim berjalan memasuki lapangan. Ron juga melihatnya.
"Belum pernah kulihat Snape segalak ini," katanya kepada Hermione. "Lihat... mereka mulai. Ouch!" Ada yang menyodok belakang kepala Ron. Malfoy. "Oh, sori, Weasley aku tidak lihat kau di situ." Malfoy nyengir lebar kepada Crabbe dan Goyle.
"Berapa lama Potter bisa bertahan di atas sapunya kali ini, ya" Ada yang mau bertaruh" Bagaimana kalau kau, Weasley""
Ron tidak menjawab. Snape baru saja memberikan penalti kepada Hufflepuff karena George Weasley telah melempar Bludger kepadanya. Hermione-yang menyilangkan semua jarinya di atas pangkuan untuk mendapatkan keberuntunganmemandang lekat-lekat pada Harry yang berputar-putar mengitari tim yang bertanding, mencari-cari Snitch.
"Kalian tahu bagaimana menurutku cara mereka memilih anggota tim Gryffindor"" kata Malfoy keraskeras beberapa menit kemudian, ketika Snape kembali menghadiahkan lemparan penalti kepada Hufflepuff tanpa alasan apa pun.
"Yang dipilih orang-orang yang memang patut dikasihani. Lihat saja-ada si Potter, yang tidak punya orangtua, lalu si kembar Weasley, yang tidak punya uang. Kau mestinya masuk tim, Longbottom. Kau kan tidak punya otak."
Wajah Neville merah padam, tetapi dia berbalik di tempat duduknya untuk menghadapi Malfoy. "Aku berharga dua belas kali lipat dirimu, Malfoy" katanya tergagap.
Malfoy Crabbe, dan Goyle tertawa terbahak-bahak, tetapi Ron yang masih tidak berani mengalihkan pandangannya dari pertandingan berkata, "Kau benar, Neville."
"Longbottom, kalau otak terbuat dari emas, kau lebih miskin daripada si Weasley. Uh, parah banget deh." Saraf Ron sudah tegang sekali saking cemasnya ia pada Harry. "Kuperingatkan kau, Malfoy-satu kata lagi..." "Ron!" seru Hermione tiba-tiba. "Harry...!" "Apa" Di mana""
Harry mendadak melakukan tukikan luar biasa, membuat para penonton terpekik kagum dan bersorak riuh. Hermione berdiri, jarinya tersilang di depan mulutnya ketika Harry melesat ke bawah seperti luncuran peluru.
"Kau beruntung, Weasley. Potter rupanya melihat kepingan uang di tanah!" kata Malfoy.
Kesabaran Ron habis sudah. Sebelum Malfoy sadar apa yang terjadi, Ron sudah berada di atas tubuhnya, memitingnya ke tanah. Neville ragu-ragu, kemudian memanjat punggung bangkunya untuk membantu.
"Ayo, Harry!" jerit Hermione, melompat naik ke atas bangkunya agar bisa melihat lebih jelas ketika Harry meluncur tepat ke arah Snape. Hermione bahkan tidak menyadari Malfoy dan Ron yang bergulingan di bawah tempat duduknya,
ataupun baku hantam dan pekikan-pekikan yang bermunculan dari tengah hujan pukulan yang berasal dari Neville, Crabbe, dan Goyle.
Tinggi di angkasa, Snape berputar di atas sapunya, tepat ketika kelebatan warna merah meluncur melewatinya, hanya beberapa senti darinya-detik berikutnya, Harry sudah
menghentikan tukikannya, kedua lengannya terangkat penuh kemenangan, Snitch tergenggam di tangannya. Penonton meledak riuh-rendah. Sungguh ini rekor, tak seorang pun ingat Snitch pernah berhasil ditangkap secepat ini. "Ron! Ron! Di mana kau" Pertandingan sudah selesai! Harry menang! Kita menang! Gryffindor memimpin!" teriak
Hermione, melonjak-lonjak kegirangan di tempat duduknya dan memeluk Parvati Patil yang duduk di depannya.
Harry melompat turun dari sapunya, tiga puluh senti dari tanah. Dia tak mempercayainya. Dia telah berhasil- permainan telah usai, padahal baru berlangsung tak lebih dari lima menit.
Ketika anak-anak Gryffindor membanjir masuk lapangan, Harry melihat Snape mendarat di dekatnya, wajahnya pucat, bibirnya tegang. Kemudian Harry merasakan sentuhan tangan di bahunya, ia mendongak dan memandang wajah Dumbledore yang tersenyum.
"Bagus sekali," kata Dumbledore pelan, sehingga hanya Harry yang bisa mendengarnya. "Senang melihatmu tidak terus memikirkan cermin itu... kau menyibukkan diri... luar biasa...."
Snape meludah dengan getir ke tanah.
* * * Harry meninggalkan kamar ganti sendirian beberapa waktu kemudian, untuk mengembalikan Nimbus Dua Ribu-nya ke dalam ruang penyimpanan sapu. Belum pernah dia merasa seriang ini. Dia benar-benar telah melakukan sesuatu yang bisa dibanggakan sekarang- tak seorang pun bisa mengatakan lagi dia cuma sekadar nama terkenal. Udara malam belum pernah seharum ini. Dia melangkah di atas rumput lembap, mengenang kembali kejadian satu jam terakhir ini. Kilasan yang membahagiakan: anak-anak Gryffindor berlarian mendekat untuk mengangkatnya ke atas bahu mereka; Ron dan Hermione di kejauhan, melonjak-lonjak kegirangan. Ron bersorak walaupun hidungnya berdarah.
Harry telah tiba di kamar sapu. Dia bersandar di pintu kayu dan mendongak menatap Hogwarts, dengan jendela-jendelanya yang berkilau merah tertimpa cahaya matahari terbenam.
Gryffindor memimpin. Dia telah berhasil, dia telah membuktikan kepada Snape... Dan ngomong-ngomong tentang Snape...
Sesosok tubuh berkerudung menuruni undakan depan kastil dengan cepat. Jelas tak ingin dilihat orang, dia berjalan secepat mungkin menuju ke Hutan Terlarang. Kemenangan memudar dari benak Harry saat dia mengawasi sosok itu. Dia mengenali gaya jalannya. Snape,
sembunyi-sembunyi ke dalam Hutan ketika yang lain sedang makan malam- apa yang sedang terjadi sebetulnya"
Harry kembali melompat ke atas Nimbus Dua Ribu dan terbang. Melayang diam-diam di atas kastil, dia melihat Snape berlari memasuki Hutan. Dia membuntuti.
Pepohonan begitu lebat sehingga dia tidak bisa melihat ke mana Snape. Harry terbang berputar-putar, makin lama makin rendah, menyentuh ranting-ranting atas pepohonan, sampai dia mendengar suara-suara. Dia meluncur ke arah suara-suara itu dan mendarat tanpa bunyi di pohon beech besar di dekatnya.
Hati-hati dia merambat di salah satu dahan, memegang sapunya erat-erat, mencoba mengintip melalui celah-celah dedaunan.
Di bawah, di tempat terbuka yang teduh, Snape berdiri, tetapi dia tidak sendirian. Quirrell juga ada di sana. Harry tidak bisa melihat ekspresi wajahnya dengan jelas, tetapi dia tergagap lebih parah daripada biasanya. Harry berusaha keras menangkap apa yang mereka bicarakan.
"... tid-tidak tahu kenapa kau m-m-mau b-bertemu di sini, Severus..."
"Oh, kupikir kita harus merahasiakan ini," kata Snape, suaranya dingin. "Murid-murid kan tidak boleh tahu tentang Batu Bertuah." Harry membungkuk ke depan.
Quirrell menggumamkan sesuatu. Snape menyelanya. "Apa kau sudah menemukan cara bagaimana bisa melewati binatang piaraan Hagrid itu""
"T-t-tapi, Severus, aku..."
"Kau tak ingin aku jadi musuhmu, kan, Quirrell," kata Snape, maju ke depan satu langkah. "A-aku t-tak tahu apa..."
"Kau tahu persis apa maksudku." Seekor burung hantu menjerit keras dan Harry nyaris terjatuh dari pohon. Dia berhasil menenangkan diri dan sempat mendengar Snape berkata, "... hokuspokus kecilmu, aku menunggu."
"T-tapi aku t-t-tidak..."
"Baiklah," Snape menukas. "Kita akan mengobrol lagi lain waktu, kalau kau sudah sempat memikirkan hal ini dan memutuskan mau setia kepada siapa."
Snape menyampirkan jubahnya ke atas kepalanya dan melangkah meninggalkan tempat terbuka itu. Hari sudah hampir gelap sekarang, tetapi Harry bisa melihat Quirrell, berdiri diam, seakan membatu.
* * * "Harry, dari mana saja kau"" seru Hermione nyaring. "Kita menang! Kau menang!" teriak Ron, seraya menepuk punggung Harry. "Dan kupukul mata Malfoy sampai biru dan Neville mencoba menghadapi Crabbe dan Goyle sendirian! Dia masih
pingsan, tetapi Madam Pomfrey bilang dia akan sembuh-tahu rasa Slytherin! Semua menunggumu di ruang rekreasi, kita akan pesta. Fred dan George mencuri kue dan makanan lain dari dapur."
"Itu nanti saja," kata Harry tersengal. "Ayo, kita cari ruang kosong, tunggu sampai kalian mendengar ini...."
Harry memastikan Peeves tidak ada di dalam sebelum menutup pintu di belakang mereka, baru dia menceritakan kepada kedua temannya apa yang telah dilihat dan didengarnya.
"Jadi kita benar, rupanya itu Batu Bertuah, dan Snape berusaha memaksa Quirrell membantunya mencurinya. Dia bertanya kalau-kalau Quirrell tahu cara melewati Fluffy-dan dia juga bilang soal 'hokuspokus' Quirrell-kurasa ada yang lain yang melindungi batu, selain Fluffy. Mungkin berbagai jimat dan jampi-jampi, dan Quirrell pastilah telah memberikan mantra-mantra Anti-Sihir Hitam yang harus ditembus Snape..."
"Jadi, maksudmu batu itu aman hanya jika Quirrell masih bertahan menentang Snape"" tanya Hermione cemas.
"Tidak sampai Selasa juga sudah hilang, kalau begitu," kata Ron.
* * * 14 NOBERT SI NAGA PUNGGUNG BERSIRIP NORWEGIA
QUIRRELL, ternyata, lebih berani daripada dugaan mereka. Dalam minggu-minggu berikutnya memang dia tampak lebih pucat dan kurus , tetapi kelihatannya dia belum menyerah.
Setiap kali melewati koridor lantai tiga, Harry, Ron, dan Hermione menempelkan telinga mereka ke pintu untuk mengecek apakah Fluffy masih menggeram di dalam. Snape berkeliaran ke sana kemari, marahmarah seperti biasa, yang berarti Batu Bertuah itu masih aman. Setiap kali berpapasan dengan Quirrell, Harry tersenyum untuk menyemangatinya, dan Ron mulai menegur anak-anak yang menertawakan Quirrell yang gagap.
Tetapi Hermione banyak memikirkan hal lain selain Batu Bertuah. Dia telah mulai merevisi jadwal belajarnya dan memberi kode-kode warna pada catatancatatanny
a. Harry dan Ron sebenarnya tidak keberatan, tetapi Hermione tak henti-hentinya mendesak mereka untuk melakukan hal yang sama.
"Hermione, ujiannya masih lama sekali." "Dua setengah bulan lagi," tukas Hermione. "Itu tidak lama, buat Nicolas Flamel itu cuma sekejap."
"Tapi kita kan belum enam ratus tahun," Ron mengingatkan.
"Lagi pula, untuk apa kau belajar lagi, kau kan sudah hafal semuanya."
"Untuk apa aku belajar lagi" Kalian gila" Kalian sadar kan kita harus lulus supaya bisa naik ke kelas dua" Belajar penting sekali, aku seharusnya sudah mulai sebulan yang lalu. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku...."
Celakanya, para guru berpikiran sama dengan Hermione.
Mereka membebani anak-anak dengan begitu banyak PR, sehingga liburan Paskah tidak seasyik liburan Natal. Sulit bersantai bila Hermione ada di sebelah mereka, sibuk mengulang-ulang dua belas kegunaan darah naga atau berlatih gerakan-gerakan tongkat sihir. Mengeluh dan menguap, Harry dan Ron melewatkan sebagian besar waktu luang mereka di perpustakaan bersama Hermione, berusaha menyelesaikan tugas-tugas tambahan mereka.
"Aku tak akan pernah ingat ini," celetuk Ron suatu sore, seraya melempar pena bulunya dan memandang keluar penuh kerinduan lewat jendela perpustakaan. Hari itu hari pertama yang benar-benar cerah setelah berbulan-bulan diliputi salju.
Langit biru terang, dan suasana menyiratkan musim panas akan segera datang.
Harry, yang sedang membaca "Dittany" di buku Seribu Satu Tanaman dan Jamur Gaib, tidak mendongak sampai Ron berseru, "Hagrid, ngapain kau di sini""
Hagrid muncul, menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya. Dia kelihatan janggal berada di perpustakaan memakai jubah kulit tikus mondoknya.
"Cuma cari sesuatu," katanya dengan suara mencurigakan sehingga mereka langsung tertarik. "Dan kalian sendiri sedang ngapain"" Mendadak dia kelihatan curiga. "Kalian tidak sedang cari Nicolas Flamel, kan""
"Oh, kami sudah lama tahu siapa dia," kata Ron mengesankan. "Dan kami tahu apa yang dijaga anjing itu, Batu Ber..."
"Sshhh!" Hagrid cepat-cepat memandang berkeliling, untuk melihat apakah ada yang mendengar. "Jangan teriak-teriak soal itu. Kau ini kenapa sih""
"Ada yang ingin kami tanyakan kepadamu sebetulnya," kata Harry. "Yaitu, apa saja yang menjaga batu itu selain Fluffy..."
"SSHHH!" kata Hagrid lagi. "Dengar-datang temui aku nanti, aku tidak janji mau kasih tahu apa-apa, tapi jangan buka rahasia di sini. Murid tidak boleh tahu. Mereka akan kira aku beritahu kalian."
"Sampai ketemu nanti, kalau begitu," kata Harry.
Hagrid keluar perpustakaan.
"Apa yang disembunyikannya di belakang punggung"" tanya Hermione berpikir-pikir. "Apa mungkin ada hubungannya dengan batu itu""
"Aku mau tahu dia tadi ada di seksi buku apa," kata Ron, yang sudah bosan belajar. Semenit kemudian dia muncul lagi membawa setumpuk buku yang diempaskannya ke atas meja.
"Naga!" bisiknya, "Hagrid mencari informasi ten-tang naga!
Lihat ini: Spesies Naga di Britania Raya dan Irlandia; Dari Telur ke Neraka, Penuntun Pemelihara Naga."
"Sudah lama Hagrid kepingin punya naga. Dia bilang begitu kepadaku waktu pertama kali aku bertemu dia," kata Harry.
"Tapi itu melanggar undang-undang," kata Ron.
"Penangkaran naga sudah dilarang oleh Konvensi Sihir tahun 1709, semua orang tahu itu. Susah menjaga agar Muggle tidak mengetahui keberadaan kita jika kita memelihara naga di halaman belakang-lagi pula, kau tidak bisa menjinakkan naga,
bahaya. Coba kalau kalian bisa melihat luka bakar Charlie gara-gara naga liar di Rumania." "Jadi, tidak ada naga liar di Britania"" tanya Harry.
"Tentu saja ada," kata Ron. "Naga Hijau Welsh yang biasa dan naga Hitam Hebridean. Kementerian Sihir cukup repot menyembunyikan mereka. Orang-orang kita harus terusmenerus menyihir Muggle yang pernah melihatnya, untuk membuat mereka melupakannya."
"Kalau begitu, apa yang sedang dilakukan Hagrid""
* * * Ketika mereka mengetuk pintu pondok si pengawas binatang liar satu jam kemudian, mereka heran melihat semua gorden tertutup. Hagrid berseru, "Siapa itu"" sebelum mempersilakan mereka masuk dan cepat-cepat menutup pintu kembali.
Di d alam panas sekali. Meskipun udara hangat, di perapian api menyala-nyala. Hagrid membuatkan teh dan menawari mereka sandwich musang, yang mereka tolak.
"Nah... kalian mau tanya sesuatu""
"Ya," jawab Harry. Tak ada gunanya berbelit-belit. "Kami ingin tahu apakah kau bisa memberitahu kami apa saja yang menjaga Batu Bertuah selain Fluffy."
Hagrid mengerutkan kening ke arah Harry.
"Tentu saja tidak bisa," katanya. "Pertama, aku sendiri tidak tahu. Kedua, kalian sudah tahu terlalu banyak, jadi aku tak akan beritahu kalian kalaupun aku bisa. Batu itu di sini untuk alasan baik. Batu itu nyaris dicuri dari Gringotts- kurasa kalian sudah simpulkan ini" Aku tak mengerti bagaimana kalian bisa tahu tentang Fluffy."
"Oh, ayolah, Hagrid, kau mungkin tak ingin memberitahu kami, tetapi kau sebetulnya tahu segalanya yang terjadi di sini,"
kata Hermione dengan suara hangat memuji. Jenggot Hagrid bergerak-gerak dan mereka bisa menebak dia sedang tersenyum.
"Kami cuma ingin tahu siapa yang menjaga, itu saja." Hermione melanjutkan, "Kami penasaran siapa yang cukup dipercaya Dumbledore untuk membantunya, selain kau."
Dada Hagrid membusung mendengar kalimat terakhir Hermione. Harry dan Ron tersenyum kepada Hermione. "Yah, kurasa tidak ada bahayanya kuberitahu kalian bahwa...
begini... dia pinjam Fluffy dariku... kemudian beberapa guru lakukan penyihiran... Profesor Sprout- Profesor Flitwick Profesor McGonagall...," ditekuknya j arinya satu demi satu,
"Profesor Quirrell-dan Dumbledore sendiri lakukan sesuatu, tentu saja. Sebentar, aku lupa satu orang. Oh yeah, Profesor Snape."
"Snape"" "Yeah-kalian sudah tidak curigai dia lagi, kan" Snape bantu jaga, dia tidak akan curi batu itu." Harry tahu Ron dan Hermione berpikiran sama seperti dia.
Jika Snape termasuk yang menjaga batu, pastilah mudah baginya untuk mencari tahu bagaimana guru-guru yang lain menjaganya. Dia mungkin tahu segalanya-kecuali, tampaknya, mantra Quirrell dan bagaimana caranya melewati Fluffy.
"Kau satu-satunya yang tahu bagaimana caranya melewati Fluffy, kan, Hagrid"" tanya Harry cemas. "Dan kau tidak akan bilang siapa-siapa, kan" Bahkan kepada salah satu guru pun""
"Tak ada yang tahu kecuali aku dan Dumbledore," kata Hagrid bangga.
"Untunglah," gumam Harry kepada yang lain. "Hagrid, boleh tidak jendelanya dibuka satu" Aku kepanasan." "Tidak bisa, Harry, sori," kata Hagrid.
Harry memperhatikan Hagrid mengerling ke perapian. Harry juga memandang ke sana.
"Hagrid-apa itu"" Tetapi dia sudah tahu apa itu. Persis di tengah api, di bawah ketel, ada telur hitam besar sekali. "Ah," kata Hagrid, dengan gelisah memilin-milin jenggotnya. "Itu... er..."
"Dari mana kau dapat itu, Hagrid"" kata Ron, berjongkok di depan perapian untuk melihat telur itu dari dekat. "Pasti mahal sekali harganya."
"Menang main," kata Hagrid. "Semalam. Aku ke desa minum, lalu main kartu dengan orang asing. Kurasa dia senang bisa lepas dari telur itu, benar lho."
"Tapi apa yang akan kaulakukan kalau telurnya menetas"" tanya Hermione.
"Yah, aku sudah baca-baca," kata Hagrid, seraya menarik buku panjang dari bawah bantalnya. "Pinjam ini dari perpustakaan-Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Naga untuk Kesenangan dan Keuntungan-memang sudah sedikit ketinggalan zaman, tapi semuanya ada di situ. Taruh telurnya di api, karena induk mereka semburkan api ke telur-telurnya, lihat, dan kalau sudah menetas, beri makan seember brandy dicampur darah ayam setengah jam sekali. Dan lihat ini-bagaimana mengenali jenis telur-telur-telur milikku ini jenis Punggung Bersirip Norwegia. Jenis yang langka."
Hagrid kelihatan puas sekali, tetapi Hermione tidak. "Hagrid, kau tinggal di pondok papan," katanya.
Tetapi Hagrid tidak mendengarkan. Dia bersenandung riang ketika mengaduk perapiannya agar menyala lebih besar.
* * * Maka sekarang ada hal lain yang perlu mereka cemaskan: apa
yang akan terjadi pada Hagrid jika ketahuan dia menyembunyikan naga ilegal di dalam pondoknya.
"Bagaimana ya rasanya menjalani hidup yang tenang," keluh Ron, ketika malam demi malam mereka berjuang mengerjakan PR-PR ekstra yang dibebankan kepada mereka. Hermione sekara
ng sudah mulai mengatur ulang jadwal belajar Harry dan Ron. Membuat mereka berdua jengkel.
Kemudian, suatu pagi saat sarapan, Hedwig membawa surat lagi untuk Harry dari Hagrid. Hagrid hanya menulis dua kata: Sedang menetas.
Ron ingin membolos dari kelas Herbologi dan lang-sung ke pondok. Hermione menentang habis-habisan. "Hermione, berapa kali dalam hidup kita, kita b isa melihat naga yang sedang menetas""
"Ada pelajaran. Nanti kita kena marah, dan itu belum apaapa dibanding dengan apa yang akan terjadi pada Hagrid kalau ada orang yang tahu apa yang sedang dilakukannya..."
"Diam!" desis Harry.
Malfoy hanya satu meter dari mereka dan dia langsung berhenti untuk mendengarkan. Seberapa banyak yang berhasil didengarnya" Harry sama sekali tidak menyukai ekspresi wajah Malfoy.
Ron dan Hermione bertengkar sepanjang perjalanan ke kelas Herbologi, dan pada akhirnya, Hermione setuju kabur ke pondok Hagrid dengan kedua temannya pada saat istirahat pagi.
Ketika bel di kastil berbunyi pada akhir pelajaran mereka,
ketiganya langsung menjatuhkan sekop dan bergegas menyeberangi lapangan menuju ke tepi Hutan. Hagrid menyalami mereka, wajahnya riang kemerahan.
"Sudah hampir keluar." Diajaknya mereka masuk.
Telur itu tergeletak di atas meja. Ada retakan-retakan dalam pada kulitnya. Sesuatu bergerak-gerak di dalamnya, menimbulkan bunyi klak-klik yang aneh terdengar. Mereka semua menarik kursi ke dekat meja dan mengawasi dengan napas tertahan. Mendadak terdengar bunyi gesekan dan telur itu terbelah.
Bayi naga tergeletak di meja. Bayi itu tidak indah. Menurut Harry malah kelihatan seperti payung hitam yang kusut.


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sayapnya tampak sangat besar dibanding tubuhnya yang masih kurus, dan moncongnya panjang, dengan dua lubang hidung besar, dua tanduk kecil, dan mata Jingga yang menonjol.
Dia bersin. Beberapa bunga api muncrat dari moncongnya.
"Cantik, ya"" Hagrid bergumam. Dia menjulurkan tangannya untuk membelai kepala si naga. Naga itu mencaplok jari-jari Hagrid, taringnya yang tajam kelihatan.
"Bukan main, dia tahu yang mana induknya!" kata Hagrid.
"Hagrid," kata Hermione, "seberapa cepat persisnya naga Punggung Bersirip Norwegia tumbuh besar""
Hagrid sudah mau menjawab ketika wajahnya tibatiba memucat-dia melompat berdiri dan berlari ke jendela.
"Ada apa"" "Ada yang ngintip lewat celah gorden-anak lakilaki-dia lari balik ke sekolah." Harry melesat ke pintu dan memandang ke luar. Bahkan dari kejauhan ia tak mungkin keliru. Malfoy telah melihat naga itu.
* * * Senyum yang tersungging di bibir Malfoy selama seminggu berikutnya membuat Harry, Ron, dan Hermione sangat cemas.
Mereka melewatkan sebagian besar waktu luang mereka di pondok Hagrid yang digelapkan, mencoba membujuknya. "Lepaskan saja dia," desak Harry. "Biar dia hidup di alam bebas." "Tidak bisa," kata Hagrid. "Dia masih terlalu kecil. Dia akan mati."
Mereka memandang si naga. Bayi itu sudah tiga kali lipat lebih panjang, dalam waktu seminggu. Asap tak henti-hentinya berembus melingkar dari lubang hidungnya. Hagrid belakangan ini sudah tidak melakukan tugas-tugasnya sebagai pengawas binatang liar di sekolah karena si naga kecil membuatnya sangat sibuk. Botol-botol brandy kosong dan bulubulu ayam bertebaran di lantai.
"Aku sudah memutuskan untuk menamainya Norbert," kata Hagrid, seraya menatap si naga dengan mata basah. "Dia sudah kenal aku sekarang. Lihat. Norbert! Norbert! Mana Mama""
"Dia sinting," Ron bergumam di telinga Harry.
"Hagrid," kata Harry keras-keras, "dua minggu lagi Norbert sudah akan sepanjang rumahmu. Malfoy bisa melapor kepada Dumbledore kapan saja."
Hagrid menggigit bibir. "Aku-aku tahu. Aku tak bisa memeliharanya selamanya, tetapi aku tak bisa menyuruhnya pergi begitu saja. Aku tak bisa."
Mendadak Harry menoleh kepada Ron. "Charlie," kata Harry.
"Kau juga ikutan sinting," kata Ron. "Namaku Ron. Ingat""
"Bukan-Charlie-kakakmu Charlie. Di Rumania. Sedang belajar tentang naga. Kita bisa mengirim Norbert kepadanya.
Charlie bisa memeliharanya dan kemudian melepasnya ke alam bebas!"
"Brilian!" kata Ron. "Bagaimana, Hagrid"" Pada akhirnya Hagrid setuju mereka mengirim burung h
antu kepada Charlie untuk menanyainya.
* * * Minggu berikutnya berlalu lambat. Rabu malam Hermione dan Harry masih duduk berdua di ruang rekreasi, lama sesudah yang lain pergi tidur. Jam di dinding baru saja berdentang menandakan tengah malam ketika lubang lukisan tiba-tiba membuka. Ron mendadak muncul ketika dia melepas Jubah Gaib Harry. Dia baru kembali dari pondok Hagrid, membantunya memberi makan Norbert, yang sekarang sudah makan berkrat-krat bangkai tikus.
"Dia menggigitku!" katanya, menunjukkan tangannya yang dibalut saputangan berdarah. "Aku tak akan bisa memegang pena selama seminggu ini. Percaya deh, naga itu binatang paling mengerikan yang pernah kutemui, tetapi kalau melihat cara Hagrid memujanya, kau akan mengira dia anak kelinci berbulu lembut yang lucu. Ketika dia menggigitku, Hagrid malah menyuruhku menyingkir karena membuat Norbert takut. Dan waktu aku pergi tadi, Hagrid sedang meninabobokannya."
Ada ketukan di jendela gelap.
"Itu Hedwig!" kata Harry, bergegas membuka jendela agar Hedwig bisa masuk. "Dia membawa surat balasan Charlie!"
Ketiganya merapatkan kepala untuk membaca surat Charlie.
Hai, Ron, Apa kabar" Terima kasih suratnnya. Aku senang-senang saja menerima punggung Bersirip Norwegia itu, tetapi tidak mudah membawanya ke sini. Kurasa yang paling baik adalah menitipkannya kepada teman-temankuyang akan mengunjungiku minggu depan. Masalahnya adalah mereka tak boleh ketahuan membawa naga ilegal.
Bisakah kau membawa si Punggung Bersirip ke menara paling tinggi tengah malam hari Sabtu" Mereka bisa menemuimu di sana dan membawa si naga selagi hari masih gelap.
Kirimi aku jawaban secepat mungkin.
Salam Hangat, Charlie Mereka saling pandang. "Kita punya Jubah Gaib," kata Harry. "Mestinya tidak terlalu sulit-kurasa jubah itu cukup besar untuk menutupi dua di antara kita dan Norbert."
Bahwa kedua temannya langsung sepakat, menunjukkan bahwa seminggu terakhir ini keadaan sudah parah sekali.
Mereka bersedia melakukan apa saja untuk menyingkirkan Norbert-dan Malfoy.
* * * Ada rintangan. Esok paginya tangan Ron yang digigit Norbert sudah membengkak dua kali ukuran normalnya. Dia tak tahu aman atau tidak pergi ke Madam Pomfrey-apakah dia akan mengenali gigitan naga" Meskipun demikian, sorenya, Ron sudah tak punya pilihan lain. Lukanya sudah berwarna hijau mengerikan. Rupanya taring Norbert beracun.
Harry dan Hermione bergegas ke rumah sakit pada akhir hari itu dan menemukan Ron terbaring parah di tempat tidur.
"Bukan cuma tanganku," bisik Ron, "meskipun rasanya tanganku hampir copot. Malfoy bilang pada Madam Pomfrey dia mau pinjam salah satu bukuku sehingga dia bisa datang dan menertawakanku. Dia terus-menerus mengancamku akan memberitahu Madam Pomfrey apa sebetulnya yang menggigitku- aku bilang pada Madam Pomfrey aku digigit anjing tapi kurasa dia tidak percaya-aku seharusnya tidak memukul Malfoy waktu pertandingan Quidditch itu, sekarang dia mau membalasku."
Harry dan Hermione berusaha menenangkan Ron. Tapi sebaliknya, Ron malah langsung terlonjak duduk dan berkeringat.
"Sabtu tengah malam!" katanya dengan suara serak. "Oh tidak-oh tidak-aku baru ingat-surat Charlie ada dalam buku yang diambil Malfoy. Dia akan tahu kapan kita menyingkirkan Norbert."
Harry dan Hermione tak punya kesempatan untuk menjawab. Madam Pomfrey muncul saat itu dan menyuruh mereka pergi, karena Ron butuh tidur, katanya.
* * * "Sudah terlambat untuk mengubah rencana sekarang," Harry berkata kepada Hermione. "Kita tak punya waktu lagi untuk mengirim burung hantu kepada Charlie, dan mungkin ini satusatunya kesempatan kita untuk menyingkirkan Norbert. Kita harus ambil risiko. Dan kita kan punya Jubah Gaib. Malfoy tidak tahu ini."
Mereka menemukan Fang, anjing Hagrid, duduk di depan pondok dengan ekor terbalut ketika mereka datang untuk memberitahu Hagrid, yang membuka jendela untuk bicara kepada mereka.
"Kalian tak boleh masuk," katanya tersengal. "Norbert sedang rewel-bisa kutangani."
Ketika mereka memberitahunya tentang surat Charlie, mata Hagrid langsung berkaca-kaca. Entah karena ia sedih, atau karena Norbert baru saja menggigit kakiny
a. "Aargh! Tidak apa-apa, dia cuma menggigit botku- cuma main-main-masih bayi sih."
Si bayi menyabetkan ekornya ke dinding, membuat semua jendela pondok bergetar. Harry dan Hermione kembali ke kastil, berharap Sabtu segera datang.
* * * Mereka pasti merasa kasihan pada Hagrid ketika tiba saatnya bagi si pengawas binatang liar itu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Norbert, kalau saja mereka tidak terlalu mencemaskan apa yang harus mereka lakukan. Malam itu sangat gelap dan berawan, dan mereka agak terlambat tiba di pondok Hagrid karena harus menunggu Peeves menyingkir dulu dari Aula Depan. Peeves sedang main tenis di situ, melawan tembok.
Hagrid sudah menyiapkan Norbert dalam kotak besar.
"Sudah kusiapkan banyak tikus dan brandy untuk makan dijalan," kata Hagrid dengan suara tersendat. "Dan boneka beruangnya juga sudah kumasukkan, siapa tahu dia kesepian."
Dari dalam kotak terdengar robekan yang bagi Harry kedengarannya si boneka beruang sedang dicabut kepalanya.
"Da-dah, Norbert!" Hagrid terisak, ketika Harry dan Hermione menyelubungi kotak itu dengan Jubah Gaib lalu mereka sendiri melangkah ke baliknya. "Mama tidak akan melupakanmu!"
Bagaimana mereka berhasil membawa kotak itu ke kastil, mereka tak pernah tahu. Sudah menjelang tengah malam ketika mereka bersusah payah membawa kotak Norbert menaiki tangga pualam di Aula Depan dan melewati koridor-koridor gelap. Naik tangga lain lagi, kemudian tangga lain, bahkan lewat salah satu jalan pintas yang diketahui Harry pun, tidak membuat tugas mereka bertambah ringan.
"Hampir sampai!" seru Harry terengah ketika mereka tiba di koridor di bawah menara tertinggi.
Gerakan mendadak di depan mereka nyaris membuat mereka menjatuhkan kotak. Lupa bahwa mereka sebetulnya tidak kelihatan, mereka merapat ke tempat yang terlindung bayangbayang, memandang dua sosok gelap yang sedang bergulat sekitar tiga meter dari tempat mereka. Mendadak lampu menyala.
Profesor McGonagall, memakai baju tidur kotakkotak dan harnet, menjewer telinga Malfoy.
"Detensi!" teriak Profesor McGonagall, "dan potong dua puluh angka dari Slytherin! Berkeliaran di tengah malam, beraninya kau..."
"Anda tidak mengerti, Profesor, Harry Potter akan datang- dia membawa naga!"
"Sungguh omong kosong! Berani-beraninya kau bohong besar begitu! Ayo-aku akan bicara pada Profesor Snape tentang kau, Malfoy!"
Setelah kejadian itu, tangga spiral curam ke atas menara serasa jadi mudah didaki. Baru setelah melangkah ke udara malam yang dingin, mereka berani melepas jubah, lega bisa bernapas bebas lagi. Hermione menari-nari.
"Malfoy dihukum kurung! Mau nyanyi aku rasanya!"
"Jangan," Harry menasihatinya.
Sambil menertawakan Malfoy, mereka menunggu. Norbert mengibas-ngibas di dalam kotaknya. Kira-kira sepuluh menit kemudian, empat sapu meluncur turun dari kegelapan.
Teman-teman Charlie anak-anak periang.
Mereka menunjukkan kepada Harry dan Hermione jaring yang telah mereka buat, supaya mereka bisa bekerja sama mengangkat Norbert. Mereka semua membantu menaikkan Norbert ke atas jaring. Kemudian Harry dan Hermione berjabat tangan dengan keempatnya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka.
Akhirnya. Norbert berangkat... pergi... lenyap.
Mereka menyelinap menuruni tangga spiral, hati mereka seringan tangan mereka, setelah Norbert tak lagi membebani. Tak ada naga lagi-Malfoy kena detensi-apa yang bisa merusak kegembiraan mereka"
Jawabannya telah menunggu di kaki tangga. Ketika mereka melangkah ke koridor, mendadak wajah Filch muncul dari kegelapan.
"Wah, wah, wah," bisiknya, "kita dalam kesulitan." Jubah Gaib ketinggalan di atas menara.
* * * 15 HUTAN TERLARANG KEADAAN tak bisa lebih buruk dari ini.
Filch membawa mereka ke ruang Profesor McGonagall di lantai pertama. Di situ mereka duduk dan menunggu tanpa saling bicara. Hermione gemetar. Alasan, alibi, dan cerita bohong berkejaran di benak Harry, masing-masing lebih lemah dari yang sebelumnya. Dia tak tahu bagaimana mereka bisa menghindari hukuman kali ini. Mereka sudah tersudut.
Bagaimana mungkin mereka bisa begitu bodoh meninggalkan Jubah Gaib" Tak ada alasan di dunia ini ya
ng bisa membuat Profesor McGonagall menerima kenapa mereka tidak tidur dan malah berkeliaran di sekolah pada tengah malam, apalagi berada di menara Astronomi yang paling tinggi, yang dilarang didatangi kecuali untuk pelajaran. Tambahkan kisah tentang Norbert dan Jubah Gaib, maka mereka sama saja dengan sudah mengepak koper, siap cabut dari asrama.
Apakah Harry berpikir bahwa keadaan tak bisa lebih buruk dari ini" Dia keliru. Ketika Profesor McGonagall muncul, dia membawa Neville.
"Harry!" Neville memekik begitu melihat Harry dan Hermione. "Aku tadi mencari-carimu untuk memperingatkan. Kudengar Malfoy akan menangkap basah kau, dia bilang kau punya nag..."
Harry menggelengkan kepala kuat-kuat menyuruh Neville diam, tetapi Profesor McGonagall sudah melihat, ia kelihatan lebih siap menyemburkan napas api daripada Norbert ketika dia berdiri menjulang di depan mereka bertiga.
"Aku tadinya tak percaya kalian berbuat begini. Mr Filch mengatakan kalian berada di menara Astronomi. Ini pukul satu pagi. Jelaskan!"
Ini pertama kalinya Hermione tidak bisa menjawab pertanyaan guru. Dia menunduk menatap sandalnya, diam bagai patung.
"Kurasa aku bisa menduga yang terjadi," kata Profesor McGonagall. "Tidak perlu seorang jenius untuk memecahkan ini. Kalian membualkan cerita bohong tentang naga kepada Draco Malfoy supaya dia meninggalkan tempat tidur dan dihukum.
Aku sudah menangkapnya. Kurasa kalian menganggap lucu bahwa Longbottom telah mendengar cerita itu dan mempercayainya""
Harry memberi isyarat kepada Neville dengan matanya, mencoba memberitahunya tanpa kata bahwa ini tidak benar, karena Neville kelihatan kaget dan tersinggung. Kasihan Neville-Harry tahu betul betapa beratnya bagi Neville mencari-carinya dalam gelap untuk memperingatkannya.
"Aku marah sekali," kata Profesor McGonagall. "Empat anak meninggalkan tempat tidur dalam satu malam! Belum pernah ada kejadian semacam ini! Kau, Miss Granger, kukira kau lebih cerdik. Sedangkan kau, Mr Potter, kukira Gryffindor jauh lebih berarti bagimu daripada semua ini. Kalian bertiga akan menerima detensi-ya, kau juga, Mr Longbottom, tak ada yang membuatmu punya hak berkeliaran di sekolah di malam hari, terutama hari-hari ini, berbahaya sekali. Lima puluh angka akan dipotong dari Gryffindor."
"Lima puluh"" Harry kaget-mereka tak lagi akan memimpin-sia-sialah hasil kemenangannya dalam pertandingan Quidditch yang terakhir.
"Masing-masing lima puluh," kata Profesor McGonagall, bernapas berat lewat hidungnya yang panjang runcing. " Profesor-tolong..." "Anda tak bisa..."
"Jangan mengajari aku apa yang aku bisa atau tak bisa lakukan, Potter. Sekarang semua kembali ke tem-pat tidur. Belum pernah aku dipermalukan seperti ini oleh anak-anak Gryffindor."
Seratus lima puluh angka hilang begitu saja. Membuat Gryffindor berada di posisi paling bawah. Dalam semalam mereka telah menghancurkan semua kesempatan yang dimiliki Gryffindor untuk memenangkan Piala Asrama. Harry merasa terpukul sekali. Bagaimana mereka bisa menebus semua ini"
Sepanjang malam Harry tidak tidur. Selama berjamjam dia bisa mendengar Neville yang terisak-isak di bantalnya. Harry tak bisa memikirkan sesuatu untuk menghiburnya. Dia tahu Neville, seperti halnya dirinya, takut akan datangnya pagi. Apa yang akan terjadi kalau anak-anak Gryffindor lainnya tahu apa yang telah mereka lakukan"
Mulanya anak-anak Gryffindor, yang melewati jam kaca raksasa yang menampilkan angka masing-masing asrama keesokan harinya, mengira ada kekeliruan. Bagaimana mungkin angka mereka mendadak susut seratus lima puluh dari hari sebelumnya" Kemudian cerita mulai menyebar: Harry Potter, Harry Potter yang terkenal, pahlawan Quidditch mereka, dialah yang membuat mereka kehilangan seratus lima puluh angka, Harry Potter dan dua anak bego kelas satu lainnya.
Dari anak yang paling populer dan paling dikagumi di sekolah, Harry mendadak menjadi anak yang paling dibenci.
Bahkan anak-anak Ravenclaw dan Hufflepuff ikut-ikutan menyerangnya, karena semua anak telah menunggu-nunggu Slytherin kehilangan Piala Asrama. Ke mana pun Harry pergi, anak-anak menunjuk-nunjuk dan tidak b
ersusah-susah memelankan suara kalau memakinya. Anak-anak Slytherin, sebaliknya, menyorakinya kalau Harry melewati mereka, bersuit-suit dan berteriak-teriak, "Terima kasih, Potter. Kami utang budi!"
Hanya Ron yang menghiburnya.
"Mereka akan melupakan semua ini beberapa minggu lagi.
Fred dan George telah kehilangan banyak angka selama mereka di sini, dan anak-anak masih menyukai mereka." "Tapi mereka belum pernah kehilangan seratus lima puluh angka sekaligus, kan"" kata Harry merana. "Yah-belum," Ron mengakui.
Sudah agak terlambat untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, tetapi Harry berjanji kepada dirinya sendiri mulai sekarang tidak akan lagi mencampuri hal-hal yang bukan urusannya. Dia sudah muak dengan mengendap-endap dan memata-matai. Dia merasa malu sekali dengan dirinya sendiri sehingga dia menemui Wood dan minta mengundurkan diri dari tim Quidditch.
"Mengundurkan diri"" gelegar Wood. "Apa faedahnya"
Bagaimana kita akan merebut kembali angka-angka itu kalau kita tidak memenangkan pertandingan Quidditch""
Bahkan Quidditch sudah tak lagi menyenangkan. Anggota tim lainnya tak mau bicara dengan Harry selama latihan, dan kalau mereka harus bicara tentang Harry, mereka menyebutnya si "Seeker".
Hermione dan Neville juga menderita. Yang mereka alami tidak seburuk Harry karena mereka tidak sepopuler dia, tetapi tak seorang pun mau bicara dengan mereka juga. Hermione
sudah berhenti menonjolkan dirinya di kelas, dia terus menundukkan kepala dan bekerja dalam diam.
Harry nyaris senang ujian tak lama lagi. Kesibukan belajar membuatnya sejenak melupakan kesedihannya. Dia, Ron, dan Hermione belajar terpisah dari temanteman lainnya, belajar sampai larut malam, mencoba mengingat-ingat bahan-bahan untuk ramuan yang rumit, menghafalkan mantra-mantra, menghafal tanggal-tanggal penemuan sihir dan pemberontakan goblin....
Kemudian, kira-kira seminggu sebelum ujian dimulai, keputusan baru Harry untuk tidak mencampuri hal-hal yang bukan urusannya, di luar dugaan mendapat ujian. Ketika pulang dari perpustakaan sendirian pada suatu sore, dia mendengar ada yang merintih di ruang kelas di atasnya. Ketika mendekat, Harry mendengar suara Quirrell.
"Jangan-jangan-tolong jangan lagi..." Kedengarannya ada yang sedang mengancamnya. Harry bergerak semakin dekat.
"Baiklah-baiklah...," didengarnya Quirrell mengisak.
Detik berikutnya, Quirrell bergegas meninggalkan kelas seraya meluruskan turbannya. Wajahnya pucat dan tampaknya dia hampir menangis. Quirrell bahkan tidak melihat Harry.
Harry menunggu sampai bunyi langkah-langkah Quirrell menghilang, kemudian mengintip ke dalam kelas. Kosong, tapi ada pintu yang terbuka sedikit di ujung satunya. Harry sudah separo jalan menuju pintu itu ketika dia ingat janjinya kepada diri sendiri untuk tidak ikut campur urusan orang lain.
Meskipun demikian, dia bersedia mempertaruhkan dua belas Batu Bertuah bahwa Snape baru saja meninggalkan ruangan, dan dari apa yang baru didengarnya, Snape pastilah berjalan dengan langkah ringan- agaknya Quirrell akhirnya menyerah.
Harry kembali ke perpustakaan. Hermione sedang membantu
Ron belajar Astronomi dengan mengajukan berbagai pertanyaan. Harry memberitahu mereka apa yang baru saja didengarnya.
"Snape berhasil, kalau begitu!" kata Ron. "Kalau Quirrell sudah memberitahu bagaimana memunahkan Mantra Anti-Sihir Hitamnya..."
"Tapi masih ada Fluffy," kata Hermione.
"Mungkin Snape sudah tahu bagaimana cara melewati Fluffy tanpa bertanya pada Hagrid," kata Ron, memandang ribuan buku yang mengelilingi mereka. "Berani taruhan, di salah satu buku di sini pasti tertulis bagaimana cara melewati anjing berkepala tiga. Jadi, apa yang kita lakukan, Harry""
Kilat petualangan bersinar lagi di mata Ron. Tetapi Hermione menjawab sebelum Harry sempat buka mulut.
"Pergi ke Dumbledore. Itu seharusnya sudah kita lakukan sejak dulu. Kalau kita mencoba bertindak sendiri, jelas kita akan dikeluarkan."
"Tapi kita tak punya bukti!" kata Harry. "Quirrell terlalu takut untuk mendukung kita. Snape tinggal bilang dia tak tahu bagaimana troll bisa masuk pada malam Hallowe'en dan bahwa dia tak berada d
ekatdekat lantai tiga. Menurut kalian, siapa yang akan dipercaya, dia atau kita" Kan bukan rahasia kita membencinya. Dumbledore akan mengira kita mengarang-ngarang supaya Snape dipecat. Filch jelas tidak akan mau membantu kita. Dia sahabat dekat Snape, dan menurut pendapatnya semakin banyak murid yang dikeluarkan, semakin baik. Dan jangan lupa, kita sebetulnya tidak boleh tahu tentang batu itu ataupun Fluffy. Itu bakal perlu penjelasan panjang."
Hermione kelihatannya bisa diyakinkan, tetapi Ron tidak.
"Kalau kita menyelidiki sedikit..."
"Tidak," kata Harry datar, "kita sudah terlalu banyak menyelidiki dan ikut campur."
Harry menarik peta Jupiter ke arahnya dan mulai menghafal nama bulan-bulannya.
* * * Keesokan paginya, sepucuk surat dijatuhkan di meja sarapan untuk Harry, Hermione, dan Neville. Isinya semua sama: Detensimu akan berlangsung pukul sebelas malam ini. Temui Mr Filch di Aula Depan.
Prof. M. McGonagall Dalam kehebohan gara-gara begitu banyak angka yang dipotong dari Gryffindor, Harry sudah lupa mereka masih harus menjalani detensi. Dia mengira Hermione akan mengeluh karena mereka akan kehilangan waktu belajar semalam, tetapi Hermione diam saja. Seperti Harry dia merasa mereka pantas mendapat hukuman itu.
Pukul sebelas malam itu mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ron di ruang rekreasi dan pergi ke Aula Depan bersama Neville. Filch sudah ada- begitu pula Malfoy. Harry juga sudah lupa bahwa Malfoy pun mendapat detensi.
"Ikut aku," kata Filch seraya menyalakan lampu dan mengajak mereka keluar. "Taruhan, setelah ini kalian pasti berpikir dua kali dulu sebelum melanggar peraturan sekolah, eh"" Dia menyeringai kepada mereka. "Oh ya... kerja keras dan penderitaan adalah guru yang paling baik, kalau kalian tanya padaku... sayangnya mereka tidak memakai lagi cara hukuman yang dulu... menggantung kalian pada pergelangan tangan dari atap selama beberapa hari, rantainya masih ada di kamarku, kuminyaki terus, siapa tahu suatu kali diperlukan lagi... Baik, ayo kita berangkat, dan jangan coba-coba kabur, makin parah lagi nanti bagi kalian."
Mereka menyeberangi lapangan gelap. Neville terus terisak.
Harry bertanya-tanya hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada mereka. Pasti sesuatu yang mengerikan, kalau tidak Filch tidak akan sesenang ini.
Bulan bersinar terang, tetapi awan-awan yang melintasinya berkali-kali membuat mereka berjalan dalam kegelapan. Di depan, Harry bisa melihat jendelajendela pondok Hagrid yang menyala. Kemudian dari kejauhan mereka mendengar suara.
"Kaukah itu, Filch" Cepat, aku mau mulai."
Semangat Harry bangkit. Jika ada Hagrid, keadaan tidak terlalu buruk. Kelegaannya pastilah tampak di wajahnya, karena Filch berkata, "Rupanya kau mengira kau akan bersenang-senang bersama orang kasar itu, ya" Pikir lagi, Nak -kalian akan dibawa ke Hutan dan aku keliru sekali kalau mengira kalian semua berhasil keluar utuh nanti."
Mendengar ini, Neville merintih dan Malfoy berhenti berjalan.
"Hutan"" dia mengulang, dan suaranya tidak sesombong biasanya. "Kita tidak boleh ke sana di malam hari-ada macammacam di sana-manusia serigala, kudengar." Neville mencengkeram lengan jubah Harry dan mengeluarkan suara tersedak.
"Salah kalian sendiri, kan"" kata Filch, suaranya serak saking senangnya. "Mestinya ingat soal manusia serigala itu sebelum melanggar peraturan, ya, kan""
Hagrid berjalan ke arah mereka dari kegelapan, Fang membuntutinya. Dia membawa busur besarnya, dan sekantong anak panah tergantung di bahunya.
Badai Laut Selatan 13 Pendekar Bayangan Sukma 15 Maut Buat Madewa Gumilang Penunggang Kuda Setan 1

Cari Blog Ini