Ceritasilat Novel Online

Batu Bertuah 5

Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling Bagian 5


"Sudah waktunya," katanya. "Aku sudah tunggu setengah jam. Baik-baik saja, Harry, Hermione""
"Jangan terlalu ramah pada mereka, Hagrid," kata Filch dingin, "mereka kan akan dihukum."
"Itu sebabnya kau telat, kan"" kata Hagrid kepada Filch, dahinya berkerut. "Tadi kaumarahi mereka, ya" Bukan kewajibanmu. Tugasmu sudah selesai. Biar kuambil alih sekarang."
"Aku akan kembali besok pagi," kata Filch, "untuk mengambil entah apa yang tersisa dari mereka," dia menambahkan dengan menyebalkan, sebelum akhirnya berbalik dan berjalan kembali ke kastil, lampunya terayun-ayun dalam gelap.
Malfoy sekarang menoleh kepada Hagrid
. "Aku tak mau masuk Hutan itu," katanya, dan Harry senang mendengar nada panik dalam suaranya.
"Harus, kalau kau mau tetap di Hogwarts," kata Hagrid galak. "Kau sudah lakukan kesalahan dan sekarang harus bayar."
"Tapi ini untuk kelas pelayan, bukan untuk pelajar. Kukira kami akan disuruh menulis atau yang semacamnya. Kalau ayahku tahu aku dihukum begini, dia akan..."
"... bilang padamu memang begitulah di Hogwarts," geram Hagrid. "Menulis! Apa gunanya" Kau akan lakukan sesuatu yang berguna, kalau tidak mau, keluar saja. Kalau kaupikir ayahmu lebih suka kau dikeluarkan, ya balik saja ke kastil dan pak kopermu. Ayo!"
Malfoy tidak bergerak. Dia memandang Hagrid dengan marah, tetapi kemudian menunduk.
"Baiklah," kata Hagrid. "Sekarang dengar baik-baik, karena apa yang akan kita lakukan malam ini berbahaya dan aku tak mau ada yang ambil risiko. Ikut aku ke sini dulu."
Dia membawa mereka sampai ke tepi Hutan. Seraya mengangkat lampunya tinggi-tinggi, dia menunjuk jalan tanah setapak yang sempit dan berkelok-kelok yang menghilang di antara pepohonan besar-besar dan gelap. Angin sepoi menerbangkan rambut mereka ketika mereka memandang ke dalam Hutan.
"Lihat di sana," kata Hagrid, "lihat yang berkilau di tanah itu"
Yang keperakan" Itu darah unicorn. Di dalam ada unicorn yang luka parah digigit entah apa. Ini kedua kalinya dalam seminggu.
Aku temukan satu unicorn mati Rabu lalu. Kita akan cari makhluk malang itu. Mungkin kita harus bebaskan dia dari penderitaannya."
"Dan bagaimana kalau entah apa yang menggigit unicorn itu lebih dulu menemukan kita"" kata Malfoy, tak sanggup menyembunyikan ketakutan dari suaranya.
"Tak ada satu pun di Hutan yang akan melukaimu kalau kau bersamaku atau Fang," kata Hagrid. "Dan ikuti jalan ini. Baik, sekarang kita bagi menjadi dua rombongan dan kita ikuti jejak ke dua arah yang berlainan. Ada bercak darah di mana-mana, paling tidak si unicorn sudah berkeliaran kesakitan sejak semalam."
"Aku mau bersama Fang," kata Malfoy cepat-cepat, seraya memandang gigi Fang yang panjang-panjang. "Baiklah, tapi kuingatkan kau, dia pengecut," kata Hagrid.
"Jadi aku, Harry dan Hermione akan ke satu arah, sedangkan Draco, Neville, dan Fang ke arah lain. Nah, kalau salah satu dari kita temukan unicorn itu, kita kirim bunga api hijau, oke"
Keluarkan tongkat kalian dan berlatihlah sekarang-bagus-dan kalau ada yang dapat kesulitan, kirim bunga api merah, dan kami semua akan datang cari kalian-jadi, hatihatilah-ayo berangkat."
Hutan gelap dan sunyi. Tak lama kemudian jalan tanah itu bercabang. Harry, Hermione, dan Hagrid menuju ke kiri, sedang Malfoy, Neville, dan Fang ke kanan.
Mereka berjalan dalam diam, mengarahkan pandangan ke tanah. Sekali-sekali seberkas sinar bulan menembus dahan-dahan pepohonan di atas, menyinari bercak darah biru keperakan di atas dedaunan yang rontok.
Harry melihat Hagrid tampak sangat cemas. "Mungkinkah manusia serigala membunuh unicorn-unicorn ini"" tanya Harry.
"Tidak cukup cepat," kata Hagrid. "Tak mudah tangkap unicorn, mereka makhluk magis yang kekuatannya luar biasa. Tak pernah kulihat ada unicorn luka sebelumnya."
Mereka melewati tunggul pohon berlumut. Harry bisa mendengar aliran air. Pasti di dekat-dekat situ ada sungai. Masih tampak bercak-bercak darah unicorn di sana-sini di sepanjang jalan berkelok itu.
"Kau tak apa-apa, Hermione"" Hagrid berbisik. "Jangan khawatir, dia tak bisa pergi jauh-jauh kalau lukanya separah ini dan nanti kita bisa me-KE BALIK POHON ITU!"
Hagrid menyambar Harry dan Hermione dan menarik mereka ke belakang pohon ek besar. Ditariknya sebatang anak panah dan dipasangnya pada busurnya, siap diluncurkan.
Ketiganya mendengarkan. Sesuatu menggeleser di atas daundaun yang gugur di dekat situ. Kedengarannya seperti jubah yang terseret di tanah. Hagrid menyipitkan mata memandang jalan gelap itu, tetapi setelah beberapa detik, bunyi itu semakin menjauh.
"Aku tahu," Hagrid bergumam. "Ada sesuatu di sini yang seharusnya tidak ada." "Manusia serigala"" Harry mengusulkan.
"Itu bukan manusia serigala dan bukan unicorn juga," kata Hagrid muram. "Baik, ikuti aku, tapi hati-ha
ti sekarang." Mereka berjalan lebih lambat, memasang telinga untuk menangkap bunyi paling pelan sekalipun. Mendadak, di lapangan terbuka di depan mereka, j elasjelas sesuatu bergerak.
"Siapa itu"" teriak Hagrid. "Perlihatkan dirimu. Aku bersenjata!"
Dan ke tempat terbuka itu muncullah-apakah itu manusia atau kuda" Sampai pinggang dia manusia, dengan rambut dan jenggot merah, tetapi di bawah itu tubuh kuda cokelat berkilau, dengan ekor panjang kemerahan. Harry dan Hermione ternganga.
"Oh, kau rupanya, Ronan," kata Hagrid lega. "Apa kabar"" Hagrid maju dan menjabat tangan centaurus itu.
"Selamat malam, Hagrid," kata Ronan. Suaranya dalam dan sedih. "Apa kau tadi mau memanahku""
"Tak ada salahnya hati-hati, Ronan," kata Hagrid, membelai busurnya. "Ada sesuatu yang jahat keliaran di Hutan ini. Ini Harry Potter dan Hermione Granger. Murid Hogwarts. Dan ini Ronan, anak-anak. Dia centaurus."
"Kami sudah melihat," kata Hermione lemah.
"Selamat malam," kata Ronan. "Kalian pelajar, ya" Banyak yang kalian pelajari di sekolah"" "Erm..."
"Sedikit," kata Hermione malu-malu.
"Sedikit. Yah, lumayan," Ronan menghela napas.
Dia menengadah, memandang langit. "Mars terang malam ini."
"Yeah," kata Hagrid, ikut memandang ke atas. "Dengar, aku senang kami bertemu kau, Ronan, karena ada unicorn yang luka-kau lihat sesuatu""
Ronan tidak langsung menjawab. Dia menatap ke atas tanpa berkedip, kemudian menghela napas lagi.
"Selalu saja yang tak bersalah jadi korban lebih dulu,"
katanya. "Begitulah sejak berabad-abad lalu, begitulah juga sekarang."
"Yeah," kata Hagrid, "tapi apa kau lihat sesuatu, Ronan"
Sesuatu yang luar biasa""
"Mars terang malam ini," Ronan mengulangi sementara Hagrid memandangnya dengan tak sabar. "Luar biasa terang."
"Yeah, tapi yang kumaksud sesuatu yang lebih dekat ke tanah," kata Hagrid. "Jadi kau tidak lihat sesuatu yang luar biasa""
Sekali lagi, perlu beberapa saat bagi Ronan untuk menjawab.
Akhirnya dia berkata, "Hutan ini menyembunyikan banyak rahasia."
Gerakan di pepohonan di belakang Ronan membuat Hagrid mengangkat busurnya lagi, tetapi ternyata hanya centaurus kedua, bertubuh dan berambut hitam, dan kelihatan lebih liar daripada Ronan.
"Halo, Bane," kata Hagrid. "Kau tak apa-apa""
"Selamat malam, Hagrid. Kuharap kau baik-baik saja."
"Cukup baik. Begini, aku baru saja menanyai Ronan, kau lihat sesuatu yang aneh di sini belakangan ini"" Bane maju berdiri di sebelah Ronan. Dia menatap ke langit.
"Mars terang malam ini," cuma itu katanya.
"Kami sudah dengar," kata Hagrid sebal. "Kalau kalian lihat sesuatu, beritahu aku, ya" Kami akan jalan lagi sekarang."
Harry dan Hermione mengikuti Hagrid meninggalkan tempat terbuka itu, berkali-kali menoleh memandang Ronan dan Bane, sampai pohon-pohon menutup pandangan mereka.
"Jangan pernah," kata Hagrid jengkel, "coba mendapat jawaban langsung dari centaurus. Pengamat bintang yang fanatik. Tak tertarik pada apa pun yang lebih dekat daripada bulan."
"Apa ada banyak centaurus di sini"" tanya Hermione.
"Oh, cukup banyak... Berkelompok dengan kaumnya sendiri, kebanyakan, tetapi mereka bersedia muncul kalau aku perlu bicara. Mereka pemikir, centaurus itu... mereka banyak tahu...
cuma tidak banyak bicara."
"Apakah menurutmu yang kita dengar tadi, sebelum ketemu Ronan, adalah centaurus"" tanya Harry. "Apa kedengarannya seperti langkah kaki kuda bagimu"
Bukan, menurutku, tadi itu yang bunuh unicorn-belum pernah dengar yang seperti itu."
Mereka berjalan terus menembus pepohonan yang rapat dan gelap. Harry berkali-kali menoleh ke belakang dengan cemas.
Dia punya perasaan tak enak bahwa mereka sedang diawasi.
Dia senang Hagrid dan busurnya bersama mereka. Mereka baru saja membelok ketika Hermione mencengkeram lengan Hagrid.
"Hagrid! Lihat! Bunga api merah, yang lain dalam bahaya!"
"Kalian berdua tunggu sini!" teriak Hagrid. "Tetap dijalan ini, nanti aku kembali!"
Mereka mendengar bunyi berkeresak ketika Hagrid menerobos belukar. Keduanya saling pandang, sangat ketakutan, sampai mereka tak bisa mendengar apa-apa lagi kecuali gesekan daun-daun di sekitar mereka.
"Menurutmu apakah mereka terluka""
bisik Hermione. "Aku tak peduli kalau Malfoy luka, tetapi kalau terjadi sesuatu pada Neville... salah kitalah dia ada di sini."
Menit demi menit berlalu lambat. Telinga mereka rasanya lebih tajam daripada biasanya. Harry merasa bisa mendengar setiap desah angin, setiap derik ranting. Apa yang terjadi" Di mana yang lain"
Akhirnya, bunyi berkeresak keras menandakan kembalinya Hagrid. Malfoy, Neville, dan Fang bersamanya. Hagrid berang sekali. Malfoy rupanya diam-diam menyergap Neville dari belakang, maksudnya hanya untuk bergurau. Neville panik dan mengirim bunga api.
"Kita beruntung kalau masih bisa tangkap sesuatu sekarang, setelah suara-suara yang kalian buat. Baik, kita ganti rombongan-Neville, kau bersamaku dan Hermione. Harry, kau pergi bersama Fang dan idiot ini. Sori," Hagrid menambahkan dengan berbisik kepada Harry, "tapi dia akan lebih sulit menakut-nakutimu, dan kita harus selesaikan ini."
Maka Harry menuju ke tengah Hutan bersama Malfoy dan Fang. Mereka berjalan selama hampir setengah jam, makin jauh masuk ke Hutan, sampai jalan tanah itu nyaris tak bisa diikuti lagi karena pepohonan begitu rapat. Menurut Harry darahnya kelihatan semakin pekat. Ada cipratan di akar sebatang pohon, seakan makhluk malang itu berputar-putar kesakitan di dekat situ. Lewat celah di antara cabang-cabang pohon ek tua, Harry bisa melihat tanah terbuka di depan mereka.
"Lihat...," gumamnya, merentangkan tangan untuk menghentikan Malfoy. Sesuatu yang putih terang berkilauan di tanah. Mereka beringsut mendekat.
Ternyata memang unicorn, dan dia sudah mati. Belum pernah Harry melihat sesuatu seindah dan sesedih itu. Kakinya yang ramping panjang mencuat janggal di tempat dia terjatuh
dan surainya yang putih berkilau menjurai bagai mutiara di atas daundaun yang gelap.
Harry sudah maju selangkah mendekatinya ketika bunyi menggeleser membuatnya terpaku di tempat. Semak di tepi tempat terbuka itu bergetar... Kemudian, dari bayang kegelapan, muncul sosok berkerudung, merangkak di tanah seperti binatang yang sedang mendekati mangsanya. Harry, Malfoy dan Fang berdiri terpaku. Sosok berkerudung itu sudah tiba di samping unicorn, menundukkan kepalanya ke arah luka di sisi tubuh unicorn, dan mulai menyeruput darahnya.
"AAAAAAAAAARGH!"
Malfoy menjerit ngeri dan melesat kabur-begitu juga Fang.
Sosok berkerudung itu mengangkat kepalanya dan memandang lurus pada Harry-darah unicorn menetes-netes ke bagian depan tubuhnya. Dia berdiri dan berjalan cepat mendekati Harry-Harry sendiri tak bisa bergerak saking takutnya.
Kemudian rasa sakit menusuk kepalanya. Belum pernah Harry merasakan sakit sepedih ini, seakan bekas lukanya terbakar-setengah buta, dia terhuyung ke belakang.
Didengarnya bunyi tapak kuda di belakangnya, lari berderap, dan sesuatu melompatinya, menerjang sosok itu. Sakit di kepala Harry tak tertahankan lagi, dia jatuh berlutut.
Satu-dua menit kemudian barulah rasa sakit itu lenyap. Ketika Harry mendongak, sosok itu telah lenyap. Centaurus berdiri di depannya. Bukan Ronan ataupun Bane. Yang ini kelihatan lebih muda, rambutnya pirang dan tubuh kudanya berbulu putih.
"Kau tak apa-apa"" tanya si centaurus seraya membantu Harry berdiri. "Ya-terima kasih-tadi itu apa""
Si centaurus tidak menjawab. Mata birunya luar biasa, seperti batu safir pucat. Dia memandang Harry dengan teliti, matanya
lama terpancang pada bekas luka hitam-kelabu yang tampak nyata di dahi Harry.
"Kau Harry Potter," katanya. "Sebaiknya kau kembali pada Hagrid. Hutan tidak aman pada saat ini- terutama untukmu.
Kau bisa naik kuda" Supaya lebih cepat."
"Namaku Firenze," katanya menambahkan seraya menekuk kaki depannya, berlutut, agar Harry bisa naik ke punggungnya.
Mendadak terdengar lebih banyak derap kaki kuda dari sisi lain tanah terbuka. Ronan dan Bane muncul dari balik pepohonan, terengah-engah dan berkeringat.
"Firenze!" gelegar Bane. "Apa yang kaulakukan" Ada manusia di punggungmu! Sungguh kau tak tahu malu.
Memangnya kau bagal angkut biasa""
"Sadarkah kalian siapa ini"" kata Firenze. "Ini Harry Potter.
Lebih cepat dia meninggalkan hutan ini lebih baik."
"Kau cerita apa saja
kepadanya"" Bane menggeram. "Ingat, Firenze, kita sudah disumpah untuk tidak mencampuri urusan langit. Bukankah kita sudah membaca apa yang akan terjadi di pergerakan planet-planet""
Ronan mengais-ngais tanah dengan gelisah. "Aku yakin Firenze melakukan yang menurutnya terbaik," kata Ronan dengan suaranya yang sedih. Bane menyentakkan kaki belakangnya dengan berang.
"Terbaik! Apa kaitannya dengan kita" Centaurus berurusan dengan apa yang telah diramalkan! Bukan tugas kita untuk berkeliaran seperti keledai, menyelamatkan manusia yang tersesat di Hutan kita!"
Firenze mendadak berdiri di atas kaki belakangnya dengan gusar, sehingga Harry harus berpegangan pada bahunya supaya tidak jatuh.
"Apa kau tidak melihat unicorn itu"" Firenze berteriak kepada Bane. "Apa kau tidak mengerti kenapa dia dibunuh"
Atau apakah planet-planet tidak memberitahukan rahasia itu kepadamu" Aku akan melawan apa yang bersembunyi di hutan ini, Bane, ya, bersama manusia kalau perlu."
Dan Firenze berputar; dengan Harry mencengkeram bahunya sebisa mungkin, mereka masuk ke antara pepohonan, meninggalkan Ronan dan Bane di belakang mereka.
Harry sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. "Kenapa Bane begitu marah"" dia bertanya. "Kau menyelamatkanku dari makhluk apa""
Firenze melambatkan larinya hingga akhirnya dia berjalan, memperingatkan Harry agar menunduk supaya tidak menabrak dahan-dahan rendah, tetapi tidak menjawab pertanyaannya.
Mereka menembus pepohonan dalam diam selama begitu lama sampai Harry mengira Firenze tidak mau lagi bicara padanya.
Mereka sedang melewati pepohonan yang sangat rapat, ketika Firenze tiba-tiba berhenti.
"Harry Potter, tahukah kau darah unicorn digunakan untuk apa""
"Tidak," jawab Harry, kaget mendengar pertanyaan aneh itu.
"Kami cuma memakai tanduk dan rambut ekornya dalam pelajaran Ramuan."
"Itu karena membunuh unicorn adalah perbuatan yang amat keji," kata Firenze. "Hanya orang yang tak akan rugi, malah sangat diuntungkan, yang mau melakukan kejahatan semacam itu. Darah unicorn akan membuatmu tetap hidup, bahkan kalau kau sudah tinggal sejengkal dari kematian, tetapi harga yang harus dibayar mengerikan sekali. Kau telah membunuh sesuatu yang murni dan tak berdaya untuk menyelamatkan dirimu dan kau hanya akan setengah hidup, hidup yang terkutuk, begitu darah unicorn menyentuh bibirmu."
Harry menatap bagian belakang kepala Firenze, yang berkilau keperakan tertimpa cahaya bulan.
"Tetapi siapa yang begitu putus asa"" tanyanya. "Kalau kau akan dikutuk selamanya, lebih baik mati, kan""
"Memang," kata Firenze, "kecuali yang kauperlukan hanyalah bertahan hidup cukup lama untuk meminum sesuatu yang lain-sesuatu yang bisa mengembalikan kekuatan dan kekuasaanmu sepenuhnya-sesuatu yang berarti kau tak akan bisa mati. Mr Potter, tahukah kau apa yang disembunyikan di sekolah saat ini""
"Batu Bertuah! Tentu saja-Cairan Kehidupan! Tapi aku tak mengerti siapa..."
"Tak terpikirkah olehmu seseorang yang telah menunggu bertahun-tahun untuk kembali berkuasa, yang bertahan hidup, menunggu datangnya kesempatan""
Seakan ada tangan besi yang mendadak mencengkeram jantung Harry. Di antara bunyi keresak dedaunan, seakan dia mendengar lagi apa yang dikatakan Hagrid pada malam mereka bertemu untuk pertama kalinya: "Ada yang bilang dia mati.
Omong kosong, menurutku. Tak tahu apakah masih ada cukup manusia di tubuhnya untuk bisa mati." "Maksudmu," kata Harry serak, "tadi itu Vol..." "Harry! Harry, kau tak apa-apa""
Hermione berlari ke arah mereka, Hagrid terengahengah di belakangnya.
"Aku baik-baik saja," kata Harry, hampir tak memahami apa yang diucapkannya. "Unicorn-nya mati, Hagrid, di tanah kosong di belakang sana."
"Sekaranglah saatnya aku meninggalkanmu,"
Firenze bergumam sementara Hagrid bergegas memeriksa unicorn. "Kau sudah aman sekarang." Harry meluncur turun dari punggungnya.
"Semoga selamat, Harry Potter," kata Firenze. "Planet-planet pernah ditafsirkan secara keliru sebelum ini, bahkan oleh centaurus. Kuharap ini salah satu di antara kekeliruan itu."
Firenze berbalik dan melangkah kembali ke dalam Hutan, meninggalkan Harry gemetar di bela
kangnya. * * * Ron tertidur di ruang rekreasi yang gelap, menunggu mereka pulang.
Dia mengigau, meneriakkan sesuatu tentang pelanggaran dalam pertandingan Quidditch ketika Harry mengguncangnya keras-keras, membangunkannya. Dalam beberapa detik saja matanya sudah terbuka lebar ketika Harry mulai bercerita kepadanya dan Hermione, tentang apa yang terjadi di Hutan.
Harry tak bisa duduk. Dia mondar-mandir di depan perapian.
Dia masih gemetar. "Snape menginginkan Batu Bertuah itu untuk Voldemort...
dan Voldemort menunggu di Hutan... dan selama ini kita mengira Snape hanya sekadar ingin kaya..." "Jangan ucapkan lagi nama itu!" bisik Ron ketakutan, seakan dia mengira Voldemort bisa mendengar mereka. Harry tidak mendengarkan.
"Firenze menyelamatkan aku, tetapi seharusnya tidak boleh...
Bane marah sekali... katanya mereka tidak boleh ikut campur dengan apa yang telah diramalkan planet-planet... Planet-planet itu pastilah menunjukkan bahwa Voldemort akan kembali...
Bane berpendapat Firenze seharusnya membiarkan Voldemort membunuhku... Kurasa itu juga sudah tertulis pada bintangbintang."
"Jangan sebut-sebut lagi nama itu!" desis Ron. "Jadi sekarang aku tinggal menunggu Snape mencuri batu itu," kata Harry tegang. "Setelah itu Voldemort bisa datang dan menghabisiku...
Yah, kurasa Bane akan senang." Hermione kelihatan sangat ketakutan, tetapi dia menghibur Harry.
"Harry, semua orang bilang Dumbledore-lah satu-satunya orang yang ditakuti Kau-Tahu-Siapa. Kalau ada Dumbledore, Kau-Tahu-Siapa tidak akan menyentuhmu. Lagi pula, siapa bilang centaurus benar" Bagiku kedengarannya seperti ramalan, dan Profesor McGonagall bilang itu cabang ilmu gaib yang paling tidak tepat."
Langit sudah berubah terang sebelum mereka berhenti bicara.
Mereka berangkat tidur dalam kelelahan, kerongkongan mereka sakit. Tetapi kejutan-kejutan malam itu belum berakhir.
Ketika Harry menarik penutup tempat tidurnya, dia menemukan Jubah Gaib-nya di bawahnya. Ada kertas yang disematkan pada jubah itu, dengan pesan berikut: Siapa tahu perlu.
* * * 16 MENEMBUS PINTU JEBAKAN DI TAHUN-TAHUN mendatang, Harry tidak bisa ingat bagaimana persisnya dia bisa mengerjakan soal-soal ujiannnya ketika dia setengah percaya Voldemort bisa menerobos masuk setiap saat. Tetapi hari-hari berlalu dan tak ada keraguan Fluffy masih hidup dan sehat di balik pintu tertutup.
Udara panas sekali, terutama di ruang kelas besar tempat mereka mengerjakan ujian tertulis. Kepada mereka dibagikan pena bulu baru khusus untuk ujian, pena yang telah disihir dengan mantra anti menyontek.
Mereka juga ujian praktek. Profesor Flitwick memanggil mereka satu per satu ke dalam kelas untuk menguji apakah mereka bisa membuat nenas menari di atas meja. Profesor McGonagall mengawasi mereka mengubah tikus menjadi kotak tembakau-angka diberikan sesuai dengan seberapa indahnya kotak tembakau itu, tetapi dikurangi jika kotak itu punya kumis.
Snape membuat mereka gugup, terus menempel sementara mereka mencoba mengingat bagaimana membuat Ramuan Lupa.
Harry mengerjakan tugas-tugasnya sebaik mungkin, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menusuk-nusuk dahinya, yang terus mengganggunya sejak perjalanannya ke Hutan. Neville
mengira Harry senewen berat gara-gara ujian karena Harry tak bisa tidur, tetapi kenyataannya adalah Harry berkali-kali terbangun gara-gara mimpi buruknya yang dulu, hanya saja sekarang mimpi itu lebih mengerikan, karena ada sosok berkerudung dengan darah menetes-netes di dalam mimpinya.
Mungkin karena mereka tidak melihat apa yang dilihat Harry di dalam Hutan, atau karena mereka tidak memiliki bekas luka yang terasa panas membara di dahi mereka, tetapi Ron dan Hermione tidak secemas Harry memikirkan batu itu. Voldemort tentu saja membuat mereka takut, tetapi dia tidak mendatangi mereka berkali-kali dalam mimpi, dan mereka terlalu sibuk belajar sehingga tak puny a banyak waktu untuk mencemaskan apa yang akan dilakukan Snape atau penyihir jahat lainnya.
Ujian terakhir mereka adalah Sejarah Sihir. Setelah satu jam menjawab berbagai pertanyaan tentang penyihir nyentrik yang menemukan kuali yang bisa mengaduk se
ndiri, mereka akan bebas-bebas selama seminggu penuh yang menyenangkan sampai hasil ujian mereka diumumkan. Ketika hantu Profesor Binns menyuruh mereka meletakkan pena bulu dan menggulung perkamen mereka, Harry ikut bersorak bersama yang lain.
"Ujiannya lebih mudah daripada dugaanku," kata Hermione, ketika mereka bergabung dengan gerombolan anak-anak keluar ke lapangan yang disinari matahari. "Aku tak perlu menghafalkan Kitab Peri Laku Manusia Serigala Tahun 1637
atau pemberontakan Elfric si Penuh Semangat."
Hermione senang mendiskusikan soal-soal ujiannya, tetapi Ron mengatakan ini membuatnya pusing, maka mereka pergi ke danau dan duduk di bawah pohon. Si kembar Weasley dan Lee Jordan sedang menggelitik sungut cumi-cumi raksasa yang sedang menghangatkan diri di air yang dangkal.
"Tak perlu lagi belajar," Ron menghela napas dengan senang, berbaring di atas rumput. "Ceria sedikit dong, Harry, kita punya
waktu seminggu sebelum kita tahu ujian kita jeblok. Sekarang tak perlu cemas." Harry menggosok-gosok dahinya.
"Aku ingin tahu apa artinya ini!" celetuknya jengkel. "Bekas lukaku sakit terus-sebelumnya memang pernah sakit, tapi tidak sesering ini."
"Pergilah ke Madam Pomfrey," Hermione mengusulkan. "Aku tidak sakit," kata Harry. "Kurasa ini peringatan... artinya akan ada bahaya..."
Ron tak bisa diajak kompromi, hawa terlalu panas.
"Harry, santai saja. Hermione benar. Batu itu aman selama Dumbledore ada. Lagi pula, kita tak pernah punya bukti Snape sudah menemukan cara melewati Fluffy. Kakinya pernah nyaris copot satu kali, dia tidak akan buru-buru mencoba lagi. Dan Neville akan main Quidditch untuk tim Inggris sebelum Hagrid mengecewakan Dumbledore."
Harry mengangguk, tetapi dia tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang lupa dia lakukan, sesuatu yang penting. Ketika dia mencoba menjelaskan soal ini, Hermione berkata, "Itu cuma dampak ujian. Semalam aku terbangun dan sudah membaca setengah buku catatan Transfigurasi-ku sebelum aku ingat ujian itu sudah selesai."
Meskipun demikian, Harry yakin perasaannya yang galau tidak ada hubungannya dengan ujian. Dia memandang seekor burung hantu terbang menuju sekolah melintasi langit biru cerah, paruhnya menggigit surat. Hagrid-lah satu-satunya orang yang pernah mengiriminya surat. Hagrid tak akan pernah mengkhianati Dumbledore.
Hagrid tak akan pernah memberitahu siapa pun bagaimana caranya melewati Fluffy... tak pernah... tetapi...
Mendadak Harry melompat bangun.
"Mau ke mana kau"" tanya Ron mengantuk.
"Baru saja terpikir olehku," kata Harry Wajahnya sudah menjadi pucat. "Kita harus menemui Hagrid sekarang." "Kenapa"" Hermione tersengal, berusaha mengejar Harry.
"Tidakkah menurut kalian agak aneh," kata Harry sambil mendaki lereng berumput, "bahwa Hagrid sangat ingin memiliki naga, dan tiba-tiba saja muncul orang asing yang kebetulan punya telur naga dalam kantongnya" Berapa orang sih yang bepergian membawa telur naga, padahal sebetulnya itu dilarang oleh undang-undang penyihir" Untung mereka menemukan Hagrid, iya, kan" Kenapa aku tidak menyadari hal ini sebelumnya""
"Apa sih maksudmu"" tanya Ron. Tetapi Harry yang berlari menyeberangi lapangan menuju, tepi Hutan, tidak menjawab.
Hagrid sedang duduk di kursi berlengan di luar rumahnya.
Celana panjang dan lengan kemejanya digulung dan dia sedang mengupas kacang polong yang kemudian dimasukkannya ke dalam mangkuk besar.
"Halo," sapanya, tersenyum. "Selesai ujian" Ada waktu untuk minum"" "Ada," kata Ron, tetapi Harry menyelanya.
"Tidak, kami sedang buru-buru. Hagrid, aku harus tanya sesuatu padamu. Kau ingat malam kau memenangkan Norbert"
Seperti apa orang asing yang main kartu denganmu itu""
"Tak tahu," kata Hagrid santai, "dia tak mau lepas kerudungnya." Hagrid melihat mereka bertiga kaget dan dia mengangkat alisnya.
"Tidak begitu luar biasa, ada banyak orang aneh di Hog's Head-itu nama tempat minum di desa itu. Mungkin saja dia pedagang naga, kan" Aku tak pernah lihat mukanya, kerudungnya dipakai terus."
Harry terenyak duduk di sebelah mangkuk kacang polong.
"Apa yang kauobrolkan dengannya" Apa kau menyebut-nyebut Hogw
arts"" "Mungkin saja," kata Hagrid mengerutkan kening, berusaha mengingat-ingat. "Yeah... dia tanya aku kerja apa, dan kukatakan aku pengawas binatang liar di sini... Dia tanya-tanya sedikit tentang makhluk-makhluk apa yang kupelihara... jadi kuceritakan... dan. kubilang yang sebetulnya kuinginkan adalah naga... dan kemudian... aku tak ingat persis, karena dia terus-terusan belikan aku minum... Coba kuingat... yeah, kemudian dia bilang dia punya telur naga dan kami bisa main kartu dengan telur itu sebagai taruhannya kalau aku mau... tapi dia harus yakin aku bisa rawat naganya, dia tak mau telur naganya jatuh ke rumah sembarangan. Jadi kubilang, setelah Fluffy, naga sih barang mudah..."
"Dan apakah dia-apakah dia kelihatannya tertarik pada Fluffy"" Harry bertanya, berusaha agar suaranya tetap tenang.
"Nah-yeah-ada berapa anjing kepala tiga yang kautemui, bahkan di Hogwarts sekalipun" Jadi kuceritakan, Fluffy barang mudah kalau kau tahu cara menenangkan dia. Mainkan saja musik, maka dia akan langsung tertidur..."
Mendadak Hagrid tampak ketakutan.
"Seharusnya tak kuceritakan pada kalian!" sergah Hagrid.
"Lupakan saja apa yang barusan aku bilang! Hei-mau ke mana kalian""
Harry, Ron, dan Hermione sama sekali tidak saling bicara sampai mereka berhenti di Aula Depan, yang terasa sangat dingin dan suram dibanding lapangan di luar.
"Kita harus menemui Dumbledore," kata Harry. "Hagrid memberitahu orang asing itu cara melewati Fluffy, dan entah Snape atau Voldemort di bawah kerudung itu-pasti soal gampang, begitu dia berhasil membuat Hagrid mabuk. Kuharap
saja Dumbledore mempercayai kita. Firenze mungkin mau mendukung kita kalau Bane tidak melarangnya. Di mana kantor Dumbledore""
Mereka memandang berkeliling, seakan berharap melihat papan yang bisa menunjukkan arah yang benar. Mereka tak pernah diberitahu di mana Dumbledore tinggal, dan mereka pun belum pernah bertemu seseorang yang pernah pergi ke kediaman Dumbledore.
"Kita harus...," Harry baru mulai berkata ketika mendadak terdengar suara dari seberang aula.
"Apa yang kalian lakukan di sini""
Profesor McGonagall, membawa setumpuk buku.
"Kami ingin menemui Profesor Dumbledore," kata Hermione, agak nekat, pikir Harry dan Ron.
"Menemui Profesor Dumbledore"" Profesor McGonagall mengulang, seakan itu hal yang sangat aneh. "Kenapa""
Harry menelan ludah-sekarang bagaimana"
"Ini semacam rahasia," katanya, lalu langsung menyesal, karena lubang hidung Profesor McGonagall melebar. "Profesor Dumbledore berangkat sepuluh menit yang lalu,"
katanya dingin. "Dia menerima panggilan penting dari Kementerian Sihir dan langsung terbang ke London."
"Dia pergi"" kata Harry panik. "Sekarang""
"Profesor Dumbledore penyihir hebat, Potter, urusannya banyak..." "Tapi ini penting."
"Sesuatu yang ingin kausampaikan lebih penting daripada Kementerian Sihir, Potter"" "Soalnya," kata Harry yang sudah tidak menutup-nutupi lagi, "Profesor-ini tentang Batu Bertuah..."
Entah apa yang diharapkan Profesor McGonagall, pasti bukan itu. Buku-buku yang dibawanya berjatuhan dari tangannya, tetapi dia tidak memungutnya.
"Bagaimana kau tahu..."" tanyanya gugup.
"Profesor, saya rasa-saya tahu-bahwa Sn-ada orang yang akan mencoba mencuri batu itu. Saya harus bicara dengan Profesor Dumbledore."
Profesor McGonagall menatapnya dengan kaget bercampur curiga.
"Profesor Dumbledore akan kembali besok," katanya akhirnya. "Aku tak tahu bagaimana kalian sampai bisa tahu tentang batu itu, tetapi tenanglah, tak se-orang pun bisa mencurinya, perlindungannya sangat ketat."
"Tapi, Profesor..."
"Potter, aku tahu apa yang kubicarakan," katanya pendek.
Dia membungkuk dan mengumpulkan buku-bukunya yang jatuh. "Kusarankan kalian semua kembali keluar dan menikmati sinar matahari."
Tetapi mereka tidak melakukan itu.
"Pasti malam ini," kata Harry, begitu dia yakin Profesor McGonagall tak bisa mendengarnya. "Snape akan masuk lewat pintu jebakan malam ini. Dia sudah berhasil mengetahui semua
yang diperlukannya dan dia berhasil menyingkirkan Dumbledore. Dialah yang mengirim surat itu. Pasti Kementerian Sihir akan kaget begitu Dumbledore muncul."
"Tap i apa yang bisa kita..."
Hermione terperangah. Harry dan Ron berbalik.
Ada Snape. "Selamat sore," katanya lancar. Mereka terbelalak memandangnya.
"Kalian seharusnya tidak berada di dalam pada hari seindah ini," katanya dengan senyum aneh. "Kami baru...," kata Harry tanpa tahu apa yang akan dikatakannya.
"Kalian seharusnya lebih hati-hati," kata Snape. "Kasak-kusuk begini, orang-orang akan mengira kalian hendak berbuat sesuatu. Dan riskan sekali bagi Gryffindor kalau kehilangan angka lebih banyak lagi, kan""
Wajah Harry memerah. Mereka berbalik hendak keluar, tetapi Snape memanggil mereka kembali.
"Ingat, Potter-sekali lagi berkeliaran di malam hari, aku sendiri yang akan memastikan kau dikeluarkan. Selamat sore."
Dia berjalan menuju ruang guru. Menuruni undakan batu di luar, Harry menoleh kepada kedua temannya.
"Baik, ini yang akan kita lakukan," bisiknya tegang. "Salah satu dari kita harus memata-matai Snape- tunggu di luar ruang guru dan ikuti dia kalau dia keluar. Hermione, sebaiknya kau saja."
"Kenapa aku""
"Jelas kenapa," kata Ron. "Kau bisa berpura-pura sedang menunggu Profesor Flitwick, kan." Ron meninggikan suaranya.
"Oh, Profesor Flitwick, saya cemas sekali, saya rasa jawaban saya untuk soal empat belas b salah..."
"Oh, diam kau," kata Hermione, tetapi dia setuju memata-matai Snape. "Dan kami lebih baik berjaga di luar koridor lantai tiga," kata Harry kepada Ron. "Ayo."
Tetapi bagian rencana yang ini tidak bisa dilaksanakan. Baru saja mereka tiba di pintu yang memisahkan Fluffy dari bagian
lain sekolah, Profesor McGonagall muncul lagi, dan kali ini dia marah sekali.
"Rupanya kalian pikir kalian lebih susah ditembus daripada satu set mantra sihir!" semburnya. "Cukup omong kosong ini!
Kalau kudengar kalian berada dekat-dekat sini lagi, aku akan mengurangi lima puluh angka lagi dari Gryffindor! Ya, Weasley, dari asramaku sendiri!"
Harry dan Ron kembali ke ruang rekreasi. Harry baru saja berkata, "Paling tidak Hermione mengawasi Snape," ketika lukisan Nyonya Gemuk berayun terbuka dan Hermione masuk.
"Sori, Harry!" ratapnya. "Snape keluar dan bertanya aku sedang apa, jadi kukatakan aku menunggu Flitwick, dan Snape masuk memanggilkan dia. Terpaksa aku buru-buru menyingkir.
Aku tak tahu Snape ke mana."
"Apa boleh buat kalau begitu, kan"" kata Harry. Kedua temannya menatapnya. Wajah Harry pucat dan matanya berkilauan. "Aku akan ke sana malam ini dan aku akan berusaha mendapatkan batu itu lebih dulu."
"Kau gila!" kata Ron.
"Jangan!" cegah Hermione. "Setelah McGonagall dan Snape mengancammu seperti itu" Kau akan dikeluarkan!" "JADI KENAPA"" teriak Harry. "Tidak mengertikah kalian"
Jika Snape berhasil mendapatkan batu itu, Voldemort akan kembali! Tidak pernahkah kalian dengar bagaimana keadaannya ketika dia mencoba mengambil alih kekuasaan" Tak ada lagi Hogwarts, jadi kita tak bisa dikeluarkan! Dia akan merobohkannya, atau mengubahnya menjadi sekolah untuk Sihir Hitam! Kehilangan angka tidak berarti lagi, tidakkah kalian paham" Apakah kalian pikir dia akan membiarkan kalian dan keluarga kalian hidup tenang jika Gryffindor memenangkan Piala Asrama" Kalau aku tertangkap sebelum mencapai tempat batu itu disimpan, yah, aku harus kembali ke keluarga Dursley
dan menunggu Voldemort menemukanku di sana. Itu cuma berarti aku menunda kematian sebentar, karena aku tak mau menyeberang ke Sihir Hitam! Aku akan menembus pintu jebakan malam ini dan apa pun yang kalian katakan, takkan bisa mencegahku! Voldemort membunuh orangtuaku, ingat""
Dia mendelik menatap mereka.
"Kau betul, Harry," kata Hermione pelan.
"Aku akan memakai Jubah Gaib," kata Harry. "Untunglah jubah itu dikembalikan kepadaku." "Tapi apa jubah itu bisa menyelubungi kita bertiga"" tanya Ron. "Ki-kita bertiga""
"Oh, tentu, mana mungkin kami membiarkanmu pergi sendiri""
"Tentu saja tidak," kata Hermione tegas. "Kaupikir bagaimana kau bisa mencapai tempat batu tanpa kami" Lebih baik aku mencari di buku-bukuku, siapa tahu ada yang berguna..."
"Tetapi kalau kita tertangkap, kalian berdua akan dikeluarkan juga."


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, kalau bisa kucegah," kata Hermione muram.
"Flitwick memberi tahuku rahasia, bahwa aku mendapat seratus dua belas persen dalam pelajarannya. Mereka tidak akan mengeluarkanku dengan nilai setinggi itu."
* * * Sesudah makan malam mereka bertiga duduk gelisah, memisahkan diri di ruang rekreasi. Tak ada yang mengganggu mereka; toh tak seorang anak Gryffindor pun mau bicara lagi dengan Harry. Malam ini pertama kalinya Harry tidak merasa
sedih karenanya. Hermione membaca sekilas semua catatannya, berharap menemukan salah satu sihir yang akan mereka coba punahkan. Harry dan Ron tidak banyak bicara. Keduanya memikirkan apa yang sebentar lagi akan mereka lakukan.
Perlahan ruangan menjadi kosong ketika anak-anak satu demi satu pergi tidur.
"Lebih baik ambil jubahnya sekarang," gumam Ron, ketika akhirnya Lee Jordan pergi sambil menggeliat dan menguap.
Harry berlari ke atas, ke kamar mereka yang gelap. Ditariknya jubahnya dan kemudian terlihat olehnya sending hadiah Natal dari Hagrid. Dikantonginya seruling itu untuk digunakan pada Fluffy-dia sedang tak ingin menyanyi.
Harry berlari kembali ke ruang rekreasi.
"Lebih baik kita pakai jubahnya di sini, dan kita pastikan jubah ini menyelubungi kita bertiga-kalau Filch melihat sepotong kaki kita berjalan sendiri..."
"Apa yang kalian lakukan"" terdengar suara dari sudut ruangan. Neville muncul dari balik kursi, memegangi Trevor si katak, yang kelihatannya bam saja mencoba kabur.
"Tidak apa-apa, Neville," kata Harry cepat-cepat, menyembunyikan jubah di belakang punggungnya. Neville menatap wajah mereka yang bersalah.
"Kalian akan keluar lagi," komentarnya.
"Tidak, tidak, tidak," kata Hermione. "Kami tidak akan keluar. Kenapa kau tidak tidur saja, Neville"" Harry memandang jam besar yang berdiri dekat pintu.
Mereka tak bisa lagi membuang-buang waktu. Mungkin sekarang Snape sedang main musik untuk menidurkan Fluffy.
"Kalian tak boleh keluar," kata Neville, "kalian akan tertangkap lagi. Gryffindor akan lebih parah."
"Kau tidak mengerti," kata Harry. "Ini penting." Tetapi Neville jelas menguatkan diri untuk bertindak nekat.
"Tak akan kubiarkan kalian keluar," katanya sambil bergegas berdiri di depan lubang lukisan. "Aku-aku akan melawan kalian!"
"Neville," Ron meledak, "minggir dari lubang itu dan jangan bego..."
"Jangan menyebutku bego!" kata Neville. "Menurutku kalian tak boleh lagi melanggar peraturan! Dan kalianlah yang menasihatiku agar berani melawan yang tidak benar!"
"Ya, tapi bukan terhadap kami," kata Ron putus asa.
"Neville, kau tak tahu apa yang kaulakukan."
Ron maju selangkah dan Neville menjatuhkan Trevor si katak yang langsung melompat lenyap dari pandangan. "Ayo, kalau begitu, coba pukul aku!" kata Neville, mengangkat tinjunya. "Aku siap!" Harry menoleh kepada Hermione. "Lakukan sesuatu," katanya putus asa. Hermione maju.
"Neville," katanya, "aku minta maaf, aku terpaksa berbuat begini." Diangkatnya tongkatnya. "Petrificus Totalus!" serunya, seraya menunjuk Neville. Lengan Neville mengatup ke sisi tubuhnya. Kedua kakinya saling menempel. Seluruh tubuhnya menjadi kaku, dia terhuyung di tempatnya berdiri dan kemudian jatuh terjerembap, kaku seperti papan.
Hermione berlari untuk menelentangkannya. Rahang Neville terkunci sehingga dia tidak bisa bicara. Hanya matanya yang bergerak-gerak, memandang mereka dengan ngeri.
"Apa yang kaulakukan kepadanya"" bisik Harry.
"Kutukan Ikat Tubuh Sempurna," kata Hermione merana.
"Oh, Neville, sori-sori-sori."
"Kami terpaksa, Neville, tak ada waktu untuk menjelaskan, "kata Harry.
"Kau akan mengerti nanti, Neville," kata Ron, ketika mereka melangkahinya dan memakai Jubah Gaib.
Tetapi meninggalkan Neville yang tak bisa bergerak terbaring di lantai, rasanya bukan pertanda yang baik. Dalam keadaan cemas, bagi mereka bayangan patung kelihatan seperti Filch, semua desau angin di kejauhan terdengar seperti Peeves yang meluncur turun ke arah mereka.
Di kaki tangga pertama mereka melihat Mrs Norris mengendap-endap di dekat puncak tangga.
"Oh, ayo kita tendang dia, kali ini saja," bisik Ron ke telinga Harry, tetapi Harry menggeleng. Ketika mereka hati-hati naik melewatinya, Mrs Norris mengarahkan matanya yang sepert
i senter kepada mereka, tetapi tidak berbuat apa-apa.
Mereka tidak bertemu siapa-siapa lagi sampai tiba di tangga menuju ke lantai tiga. Peeves sedang berada di tengah tangga, melepas karpetnya supaya orang yang lewat tersandung.
"Siapa itu"" katanya tiba-tiba ketika mereka naik ke arahnya.
Dia menyipitkan mata hitamnya yang kejam. "Aku tahu kau di situ, meskipun aku tak bisa melihatmu. Apakah kau hantu atau murid bandel""
Peeves melayang ke atas dan memandang mereka.
"Harus panggil Filch, harus, kalau ada makhluk tidak tampak berkeliaran." Mendadak Harry mendapat ide.
"Peeves," katanya, berbisik serak, "Baron Berdarah punya alasan sendiri untuk tidak menampakkan diri." Peeves nyaris jatuh dari udara saking kagetnya.
Tapi dia berhasil menguasai diri dan melayang kirakira tiga puluh senti dari tangga.
"Maaf sekali, Yang Berdarah, Mr Baron, Sir," katanya menjilat. "Salahku, salahku-aku tidak melihatmu- tentu saja tidak, kau tidak kelihatan-maafkan gurauan kecil Peevsie, Sir."
"Aku ada urusan di sini, Peeves," kata Harry serak. "Pergilah jauh-jauh dari tempat ini malam ini." "Baik, Sir, aku akan pergi," kata Peeves, melayang naik lagi.
"Mudah-mudahan urusanmu berjalan lancar, Baron. Aku tidak akan mengganggumu." Dan dia pun melayang pergi. "Brilian, Harry!" bisik Ron.
Beberapa detik kemudian, mereka sudah berada di luar koridor lantai tiga-dan pintunya sudah menganga sedikit. "Wah," kata Harry muram. "Rupanya Snape sudah berhasil melewati Fluffy."
Melihat pintu yang terbuka itu, ketiganya menyadari apa yang akan mereka hadapi. Di bawah selubung jubah, Harry menoleh kepada kedua temannya.
"Jika kalian ingin kembali, aku tidak akan menyalahkan kalian," katanya. "Kalian boleh memakai jubah ini, aku sudah tidak memerlukannya lagi sekarang."
"Jangan bodoh," kata Ron.
"Kami ikut," kata Hermione.
Harry mendorong pintu hingga terbuka.
Ketika pintu itu berderit, telinga mereka menangkap bunyi geraman rendah. Ketiga pasang cuping hidung anjing itu mengendus-endus liar ke arah mereka, meskipun tidak bisa melihat mereka. "Apa itu di kakinya"" bisik Hermione.
"Kelihatannya harpa," jawab Ron. "Tentu Snape yang meninggalkannya di situ."
"Anjing itu pastilah langsung terbangun begitu Snape berhenti bermain," kata Harry "Nah, sekarang giliran kita...."
Harry meletakkan seruling Hagrid ke bibirnya dan meniupnya. Tak bisa disebut lagu, tetapi begitu mendengar nada pertama, mata binatang itu mulai meredup. Harry nyaris tak berani menarik napas. Perlahan-lahan, geraman anjing itu mereda-dia terhuyung dan mendekam pada lututnya, lalu ambruk ke lantai, tertidur nyenyak.
"Mainkan terus," Ron memperingatkan Harry ketika mereka keluar dari bawah jubah dan berjingkat menuju ke pintu jebakan. Mereka bisa merasakan napas si anjing yang panas dan berbau ketika mereka mendekati kepala-kepala raksasa itu.
"Kurasa kita akan bisa membuka pintunya," kata Ron, melongok melewati punggung si anjing. "Mau masuk duluan, Hermione""
"Tidak." "Baiklah." Ron mengertakkan gigi dan hati-hati melangkahi kaki si anjing. Dia membungkuk dan menarik gelang-gelang pada pintu jebakan, yang langsung menjeblak ke atas dan membuka.
"Apa yang bisa kaulihat"" tanya Hermione cemas.
"Tidak ada-cuma gelap-tak ada tangga turun, kita harus lompat."
Harry yang masih meniup seruling, melambai kepada Ron dan menunjuk-nunjuk dirinya.
"Kau mau turun duluan" Yakin"" tanya Ron.
"Aku tak tahu seberapa dalamnya. Berikan serulingnya kepada Hermione supaya dia bisa membuat anjing itu terus tidur."
Harry menyerahkan serulingnya. Dalam beberapa detik tanpa tiupan seruling, anjing itu menggeram dan bergerak, tetapi begitu Hermione mulai meniupnya, dia kembali tidur nyenyak.
Harry melompati si anjing dan memandang ke bawah lewat lubang pintu jebakan. Dasarnya sama sekali tak kelihatan.
Dia turun ke dalam lubang sampai cuma bergantung pada ujung jari-jarinya. Kemudian dia mendongak kepada Ron dan berkata, "Kalau terjadi sesuatu padaku, jangan susul aku.
Langsung pergi ke kandang burung hantu dan kirim Hedwig ke Dumbledore. Oke""
"Oke," kata Ron.
"Sampai ketemu sebentar lagi, mudah-mudahan...."
Dan Har ry melepas pegangannya. Udara dingin dan lembap menerpanya sementara dia terjatuh, makin lama makin dalam dan...
BLUK. Dengan bunyi gedebuk yang seakan teredam, dia mendarat pada sesuatu yang lunak. Harry duduk dan meraba-raba, matanya belum terbiasa pada keremangan di situ. Dia serasa duduk di atas sejenis tanaman.
"Aman!" teriaknya ke arah cahaya sebesar prangko yang merupakan pintu jebakan. "Tempat mendaratnya lunak, kau bisa lompat!"
Ron langsung menyusul. Dia mendarat telentang di sebelah Harry.
"Apa ini"" adalah kata-katanya yang pertama. "Entahlah, semacam tanaman. Kurasa ada di sini untuk menahan pendaratan. Ayo, Hermione!"
Suara musik di kejauhan berhenti. Terdengar gong-gong keras anjing, tetapi Hermione sudah melompat. Dia mendarat di sisi lain Harry.
"Pastilah kita beribu-ribu meter di bawah sekolah," katanya. "Untung ada tanaman ini di sini," kata Ron. "Untung"!" jerit Hermione. "Lihat kalian berdua!"
Hermione melompat dan berusaha menuju dinding yang lembap. Dia harus berkutat karena begitu dia mendarat, tanaman itu langsung melilitkan sulur-sulur seperti ular di sekeliling pergelangan kakinya. Sedangkan Harry dan Ron, tanpa mereka sadari, kaki mereka sudah dililit kencang oleh sulur-sulur panjang tanaman merambat itu.
Hermione berhasil membebaskan diri sebelum tanaman itu membelitnya dengan ketat. Sekarang dia memandang ngeri pada kedua temannya yang berkutat melepaskan tanaman itu dari tubuh mereka, tetapi semakin mereka berusaha, semakin kuat tanaman itu membelit.
"Berhenti bergerak!" perintah Hermione. "Aku tahu apa ini- ini Jerat Setan!"
"Oh, aku senang sekali kita tahu nama tanaman ini, sungguh sangat membantu," cemooh Ron sambil memiringkan tubuhnya ke belakang, berusaha mencegah tanaman itu membelit lehernya.
"Diam, aku sedang berusaha mengingat bagaimana membunuhnya!" kata Hermione.
"Cepat kalau begitu, aku tak bisa bernapas!" kata Harry tersengal, berkutat dengan sulur yang membelit dadanya. "Jerat Setan, Jerat Setan... Apa yang dikatakan Profesor Sprout" Tanaman ini suka kegelapan dan kelembapan..." "Kalau begitu nyalakan api!" Harry tersedak.
"Ya-tentu saja-tapi tak ada kayu!" seru Hermione, meremas-remas tangannya. "KAU INI GILA"" Ron menggeram. "KAU PENYIHIR APA BUKAN"" "Oh, betul!" kata Hermione, dan dia mencabut tongkatnya.
Menggoyangnya, menggumamkan sesuatu dan berhasil memancarkan api biru-sama seperti yang digunakannya pada Snape di stadion-ke arah tanaman itu. Dalam beberapa detik saja, kedua anak laki-laki itu merasa belitan sulur-sulur itu mengendur ketika tanaman itu menjauh ketakutan dari nyala terang dan kehangatan. Menggeliat-geliut dan melambai-lambai, tanaman itu melepaskan belitannya dan mereka berhasil membebaskan diri.
"Untung kau menyimak pelajaran Herbologi, Hermione,"
kata Harry ketika dia bergabung dengannya di dekat dinding seraya menyeka keringat dari wajahnya.
"Yeah," kata Ron, "dan untung Harry tidakjadi panik dalam krisis-'tak ada kayu', astaga."
"Jalan sini," kata Harry, menunjuk ke lorong berlantai batu yang merupakan satu-satunya jalan di situ.
Satu-satunya bunyi yang bisa mereka dengar, selain langkahlangkah mereka sendiri, adalah tetes-tetes air lembut yang jatuh dari dinding. Lorong itu menurun, mengingatkan Harry pada Gringotts. Hatinya tersentak ketika dia teringat naga-naga yang kabarnya menjaga ruangan-ruangan besi di bank para penyihir itu. Bagaimana seandainya mereka bertemu naga, naga yang benar-benar sudah dewasa-Norbert saja sudah sangat merepotkan....
"Kau dengar sesuatu"" Ron berbisik.
Harry mendengarkan. Bunyi berkeresak dan denting lembut terdengar dari arah depan. "Menurutmu itu hantu"" "Entahlah... kedengarannya seperti sayap bagiku."
"Di depan terang-bisa kulihat ada yang bergerak." Mereka mencapai ujung lorong dan melihat didepan mereka kamar yang terang benderang, langit-langitnya melengkung tinggi di atas mereka. Kamar itu penuh burung-burung kecil yang berkilauan bagai permata, beterbangan mengitari ruangan. Di sisi lain kamar itu terdapat pintu kayu berat.
"Apa mereka akan menyerang bila kita menyeberangi kamar ini"" kata Ron.
"Mungkin," ka ta Harry. "Kayaknya sih mereka tidak galak, tapi kalau menyerang bersamaan... yah, tak ada jalan lain... aku mau lari."
Harry menarik napas dalam-dalam, menutupi wajah dengan lengannya dan berlari menyeberangi ruangan. Dia mengira paruh dan cakar tajam akan merobekrobeknya setiap saat, tetapi ternyata tidak. Dia tiba di pintu dengan selamat. Ditariknya pegangan pintu. Pintu itu terkunci.
Kedua temannya mengikutinya. Mereka menarik dan mendorong pintu itu, tetapi pintunya tak bergerak, bahkan tidak juga ketika Hermione mencoba Mantra Alohomora-nya.
"Sekarang bagaimana"" kata Ron. "Burung-burung ini...
mereka tak mungkin ada di sini hanya untuk dekorasi saja," kata Hermione. Mereka mengawasi burung-burung yang beterbangan di atas, berkilauan-berkilauan"
"Mereka bukan burung!" celetuk Harry tiba-tiba. "Itu kunci!
Kunci bersayap-lihat yang teliti. Itu berarti..." Harry melihat berkeliling ruangan sementara kedua temannya menyipitkan
mata, memandang kawanan kunci itu. "Ya-lihat! Sapu! Kita harus menangkap kunci pintu itu!"
"Tapi ada ratusan kunci!"
Ron mengamati lubang kunci di pintu.
"Yang kita cari kunci kuno besar-mungkin perak, seperti pegangan pintunya."
Mereka masing-masing menyambar sapu dan menyentak ke atas, melayang ke tengah gerombolan kunci itu. Mereka menyambar dan menjambret, namun kunci-kunci yang telah disihir itu meluncur dan menukik begitu cepat, sampai nyaris tak mungkin ditangkap.
Tapi tak percuma Harry menjadi Seeker paling muda abad ini. Dia punya bakat melihat sesuatu yang tak dilihat orang lain.
Setelah beberapa menit menyelip-nyelip di antara pusaran bulubulu pelangi itu, dia melihat kunci perak besar yang sayapnya bengkok, seakan kunci itu sudah pernah ditangkap dan dijejalkan dengan kasar ke dalam lubang kunci.
"Yang itu!" teriaknya. "Yang besar itu-di sana- bukan, itu-yang sayapnya biru terang-bulu-bulunya kusut di satu sisinya."
Ron meluncur ke arah yang ditunjuk Harry, menabrak langitlangit dan nyaris terjatuh dari sapunya.
"Kita harus mengepungnya!" teriak Harry, tanpa melepas pandangannya dari kunci dengan sayap rusak itu. "Ron, kau mendatanginya dari atas- Hermione, tetap di bawah dan cegah kunci itu turun-dan aku akan mencoba menangkapnya. Baik.
SEKARANG!" Ron menukik, Hermione melintas, kunci itu berhasil menghindari mereka berdua dan Harry meluncur mengejarnya.
Kunci itu terbang menuju dinding, Harry mencondongkan tubuh ke depan dan diiringi bunyi derak yang menyakitkan
telinga, memepetnya ke din-ding dengan satu tangan. Sorak Ron dan Hermione bergaung di kamar berlangit-langit tinggi itu.
Mereka cepat-cepat mendarat dan Harry berlari ke pintu, kunci di tangannya menggelepar berusaha melepaskan diri. Harry memasukkannya ke lubang dan memutarnya-berhasil.
Begitu terdengar bunyi klik membuka, kuncinya langsung melesat terbang lagi, bentuknya makin berantakan sekarang, setelah ditangkap dua kali.
"Siap"" Harry menanyai kedua temannya, tangannya mencekal pegangan pintu. Mereka mengangguk. Dibukanya pintu.
Kamar berikutnya begitu gelap sehingga mereka sama sekali tak bisa melihat apa-apa. Tetapi begitu mereka melangkah masuk, mendadak cahaya memenuhi ruangan, menunjukkan pemandangan yang mencengangkan.
Mereka berdiri di tepi papan catur raksasa, di belakang bidakbidak hitam, yang semuanya lebih tinggi dari mereka dan dipahat dari-tampaknya- batu hitam. Berhadapan dengan mereka, jauh di seberang ruangan, adalah bidak-bidak putih.
Harry, Ron, dan Hermione sedikit gemetar-bidak-bidak catur putih itu tak berwajah. "Sekarang, apa yang harus kita lakukan"" bisik Harry.
"Jelas, kan"" timpal Ron. "Kita harus bermain untuk bisa sampai ke seberang ruangan." Di belakang bidak-bidak putih itu mereka melihat pintu lain.
"Bagaimana"" tanya Hermione cemas.
"Kurasa," kata Ron, "kita harus menjadi bidak catur."
Ron berjalan ke arah perwira hitam dan menjulurkan tangan untuk menyentuh kudanya. Langsung saja batu itu hidup. Kudanya mengais-ngais tanah dan si perwira menolehkan kepalanya yang memakai helm untuk menunduk, memandang Ron.
"Apa kami-er-harus bergabung dengan kalian untuk bisa menyeberang"" Perwira hita
m itu mengangguk. Ron menoleh kepada kedua temannya. "Ini perlu pemikiran...," katanya.
"Kurasa kita harus mengambil tempat tiga bidak hitam..."
Harry dan Hermione tetap diam, mengawasi Ron berpikir.
Akhirnya Ron berkata, "Jangan tersinggung, ya, tapi kalian berdua tak begitu ahli main catur..." "Kami tidak tersinggung," kata Harry cepat-cepat. "Katakan saja apa yang harus kami lakukan."
"Nah, Harry kau mengambil tempat menteri itu, dan Hermione, kau di sebelahnya, di tempat benteng itu."
"Kau sendiri bagaimana""
"Aku akan jadi perwira," kata Ron.
Bidak-bidak catur itu rupanya mendengarkan, karena begitu Ron berkata demikian, perwira, menteri, dan benteng berbalik memunggungi bidak-bidak putih dan berjalan turun dari papan catur, meninggalkan tiga petak kosong yang segera ditempati Ron, Harry, dan Hermione.
"Putih selalu melangkah duluan dalam permainan catur,"
kata Ron, menyipitkan mata memandang ke seberang. "Ya...lihat..."
Satu pion putih melangkah maju dua petak. Ron mulai mengarahkan bidak-bidak hitam. Mereka bergerak diam mengikuti perintahnya. Lutut Harry gemetar. Bagaimana kalau mereka kalah"
"Harry, bergerak diagonal empat petak ke kanan."
Pukulan pertama mereka terjadi ketika perwira hitam satunya ditawan. Si ratu putih membantingnya ke lantai dan menyeretnya ke luar papan. Si perwira menggeletak tak bergerak, tengkurap.
"Apa boleh buat," kata Ron, yang tampak terguncang. "Kau jadi bebas menawan si menteri itu, Hermione, ayo."
Setiap kali salah satu anggota mereka kalah, bidak-bidak putih itu tak menunjukkan belas kasihan. Segera saja sekumpulan bidak hitam lemas terpuruk di sepanjang dinding.
Dua kali, Ron menyadari tepat waktu bahwa Harry dan Hermione dalam bahaya. Dia sendiri melesat ke sana kemari di papan, menawan bidak putih hampir sebanyak bidak hitam yang kalah.
"Kita hampir sampai," mendadak Ron bergumam. "Biar aku berpikir-biar aku berpikir..." Si ratu putih menolehkan wajahnya yang kosong ke arahnya. "Ya...," kata Ron pelan, "ini satu-satunya cara... aku harus ditawan."
"TIDAK!" Harry dan Hermione memekik.
"Begitulah catur!" tukas Ron. "Harus ada yang dikorbankan!
Aku akan melangkah maju satu petak dan ratu putih akan menawanku-jadi kau bebas menskak rajanya, Harry!" "Tapi..."
"Kau mau menghalangi Snape atau tidak"" "Ron..."
"Kalau kau tidak buru-buru, Snape sudah akan berhasil mendapatkan batu itu!"
Tak ada pilihan lain. "Siap"" seru Ron, wajahnya pucat, tetapi mantap. "Aku menyerahkan diri-jangan berlama-lama begitu kalian sudah menang."
Ron melangkah maju dan ratu putih langsung menerkam.
Dipukulnya keras-keras kepala Ron dengan tangan batunya dan Ron langsung ambruk ke lantai- Hermione menjerit tetapi
tetap bertahan di petaknya- si ratu putih menyeret Ron ke tepi.
Kelihatannya dia pingsan.
Gemetaran, Harry bergerak tiga petak ke kiri.
Si raja putih melepas mahkotanya dan melemparnya ke kaki Harry. Mereka sudah menang. Bidak-bidak catur menepi dan membungkuk, jalan menuju pintu kini tanpa hambatan. Dengan pandangan putus asa terakhir ke arah Ron, Harry dan Hermione berlari melewati pintu dan tiba di lorong berikutnya.
"Bagaimana kalau dia...""
"Dia akan baik-baik saja," kata Harry berusaha meyakinkan diri sendiri. "Menurutmu, apa berikutnya""
"Kita sudah melewati kreasi Sprout-Jerat Setan tadi, Flitwick pastilah yang menyihir kunci-kunci, McGonagall mentransfigurasi bidak-bidak catur- membuatnya hidup, tinggal mantra Quirrell, dan Snape...."
Mereka sudah tiba di pintu berikutnya. "Buka sekarang"" Harry berbisik. "Buka saja."
Harry mendorongnya terbuka.
Bau menjijikkan menusuk hidung, membuat keduanya menarik jubah untuk menutupi hidung. Dengan mata berair mereka melihat, tergeletak di lantai di depan mereka, troli yang bahkan lebih besar daripada troli gunung yang sudah mereka kalahkan, pingsan dengan benjolan berdarah pada kepalanya.
"Aku lega kita tidak perlu berkelahi dengan dia," bisik Harry, ketika mereka dengan hati-hati melangkahi salah satu kakinya yang amat besar. "Ayo cepat, aku tak bisa bernapas."
Harry membuka pintu ke ruang berikutnya, keduanya nyaris tak berani melihat apa yang menan
tikan mereka-tetapi tak ada
sesuatu yang mengerikan di sini, hanya meja dengan tujuh botol berbeda bentuk berdiri berderet. "Hasil karya Snape," kata Harry "Apa yang harus kita lakukan""
Mereka melangkahi ambang pintu dan mendadak api berkobar di belakang mereka. Bukan api biasa, karena warnanya ungu. Pada saat bersamaan, lidah api hitam menyala di pintu menuju ruang berikutnya. Mereka terperangkap.
"Lihat!" Hermione menyambar segulung kertas yang tergeletak di sebelah botol-botol. Harry melongok dari balik bahu Hermione unruk ikut membacanya:
Bahaya ada di depanmu, sementara rasa aman ada di belakang, Kami berdua akan membantumu, entah mana yang akan kautemukan, Satu di antara kami bertujuh akan membawamu maju ke kamar berikutnya, Satu lagi membuat peminumnya kembali ke tempat semula, Dua di antara kami hanyalah berisi anggur lezat, Tiga di antara kami pembunuh, sembunyi menunggu saat yang tepat. Pilihlah, kalau tak mau berada di sini selamanya merajuk, Untuk membantu menentukan pilihanmu, kami berikan empat petunjuk:
Pertama, betapapun liciknya racun berusaha bersembunyi,
Kau akan selalu menemukannya di sebelah anggur di sisi kiri; Kedua, yang berdiri di masing-masing ujung isinya lain, Tetapi kalau kau mau ke depan, dua-duanya pantang untuk main-main; Ketiga, seperti kaulihat jelas, semua botol berbeda ukurannya, Baik yang cebol maupun yang raksasa berisi maut di dalamnya; Keempat, yang kedua dari kiri dan dari kanan, Sama saja isinya, meskipun awalnya tampak berlainan.
Hermione mengembuskan napas lega, dan Harry heran sekali melihatnya tersenyum, soalnya dia sendiri sama sekali tak ingin tersenyum.
"Brilian," puji Hermione. "Ini bukan sihir-ini logika-teka-teki. Banyak penyihir besar yang tak punya logika sama sekali, akan terkurung di sini selamanya."
"Kita juga begitu, kan""
"Tentu saja tidak," kata Hermione. "Semua yang kita butuhkan ada di atas kertas ini. Tujuh botol: tiga di antaranya racun; dua anggur, satu akan membawa kita dengan selamat melewati api hitam itu, dan satu lagi akan membawa kita kembali melewati api ungu."
"Tapi, bagaimana kita tahu mana yang harus di minum""
"Beri aku waktu sebentar." Hermione membaca kertas itu beberapa kali. Kemudian dia berjalan mondar-mandir di depan deretan botol, bergumam sendiri dan menunjuk-nunjuk botolbotol itu. Akhirnya dia bertepuk tangan.
"Aku tahu," katanya. "Botol paling kecil akan membawa kita melewati api hitam-menuju ke Batu Bertuah."
Harry memandang botol kecil mungil itu.
"Isinya hanya cukup untuk satu orang," katanya. "Satu teguk saja pun tak ada." Mereka saling pandang. "Mana yang bisa membawamu melewati api ungu"" Hermione menunjuk botol bulat di ujung deretan. "Kau minum yang itu," kata Harry.
"Tidak, dengar-kembalilah dan ajak Ron-ambil sapu dari kamar kunci terbang, sapu itu bisa membawa kalian keluar dari pintu jebakan dan juga melewati Fluffy- langsung pergi ke kandang burung hantu dan kirim Hedwig ke Dumbledore, kita memerlukan dia. Aku mungkin sanggup menahan Snape untuk sementara waktu, tetapi aku sama sekali bukan tandingannya."
"Tapi, Harry-bagaimana kalau Kau-Tahu-Siapa ada bersamanya""
"Yah-aku pernah beruntung sekali, kan"" kata Harry, menunjuk bekas lukanya. "Siapa tahu aku beruntung lagi."
Bibir Hermione bergetar dan mendadak dia berlari mendekati Harry dan memeluknya.
"Hermione!" "Harry-kau penyihir hebat."
"Aku tidak sepandai kau," kata Harry, malu sekali, ketika Hermione melepasnya.
"Aku!" kata Hermione. "Buku-buku! Dan kepintaran! Ada banyak hal penting lainnya-persahabatan dan keberanian dan-oh, Harry-hati-hati, ya!"
"Kau minum dulu," kata Harry. "Kau yak in mana botol yang benar, kan""
"Pasti," kata Hermione. Diminumnya isi botol bulat itu, dan dia bergidik.
"Bukan racun"" tanya Harry cemas.
"Bukan-tapi seperti es."
"Cepat, sebelum khasiatnya luntur."
"Semoga berhasil-jaga dirimu..."
"PERGILAH!" Hermione berbalik dan melangkahi api ungu.
Harry menarik napas dalam-dalam dan mengambil botol terkecil. Dia berbalik menghadapi api hitam. "Aku datang," katanya dan dihabiskannya isi botol kecil itu dalam sekali teguk.
Memang seolah es mengal iri tubuhnya. Ditaruhnya kembali botol itu dan dia melangkah maju. Diberanikannya dirinya.
Dilihatnya lidah api hitam menjilatjilat tubuhnya, tetapi tak ada yang dirasakannya. Untuk sesaat dia tak bisa melihat apa pun kecuali api hitam-tahu-tahu dia sudah berada di sisi lain, di kamar terakhir.
Sudah ada orang lain di situ-tetapi bukan Snape. Bahkan bukan pula Voldemort.
* * * 17 LAKI LAKI DENGAN DUA WAJAH
MELAINKAN Quirrell. "Anda!" Harry kaget. Quirrell tersenyum. Wajahnya sama sekali tidak berkedut.
"Ya, aku," katanya tenang. "Aku sudah bertanya-tanya apakah aku akan bertemu kau disini, Potter."
"Tetapi saya kira-Snape..."
"Severus"" Quirrell tertawa dan tawanya bukan tawa gemetar seperti biasanya, tetapi dingin dan melengking. "Ya, Severus memang kelihatannya tipe yang cocok, ya" Dirinya sangat berguna, menyambar nyambar seperti kelelawar liar. Dibanding dia, siapa yang akan mencurigai P-profesor Q-Quirrell y-yang g-gagap dan m-menimbulkan b-belas kasihan""
Harry tidak mengerti. Ini tak mungkin benar, tak mungkin.
"Tetapi Snape mencoba membunuh saya."
"Bukan, bukan, bukan. Aku yang mencoba membunuhmu.
Temanmu, Miss Granger, tanpa sengaja menabrakku sampai jatuh ketika dia buru-buru mau membakar jubah Snape dalam pertandingan Quidditch itu. Dia memutuskan kontak mataku denganmu. Beberapa detik saja lagi aku pasti sudah berhasil menjatuhkanmu dari sapu. Aku pastilah sudah berhasil sebelumnya, seandainya Snape tidak menggumamkan mantra penangkal, berusaha menyelamatkanmu."
"Snape berusaha menyelamatkan saya""
"Tentu saja," kata Quirrell dingin. "Menurutmu kenapa dia ingin menjadi wasit dalam pertandinganmu berikutnya" Dia berusaha memastikan aku tidak melakukannya lagi. Lucu juga...
dia tak perlu khawatir. Aku tak bisa berbuat apa-apa karena Dumbledore nonton. Semua guru lain mengira Snape berusaha menghalangi Gryffindor menang, dia memang membuat dirinya tidak disukai... dan benar-benar membuang waktu sia-sia, toh setelah semua usaha itu, aku akan membunuhmu malam ini."
Quirrell menjentikkan jari-jarinya. Tiba-tiba seutas tali membelit Harry erat-erat.
"Kau terlalu ingin tahu dan terlalu suka ikut campur kalau dibiarkan hidup, Potter. Berkeliaran di malam Hallowe'en seperti itu, tahu-tahu kau sudah melihatku datang untuk melihat apa yang menjaga batu itu."
"Anda yang memasukkan troli itu""
"Tentu. Aku punya bakat khusus menangani troli- kau pasti sudah melihat apa yang kulakukan terhadap troli di kamar depan itu" Sayangnya, sementara orang-orang lain berlarian mencari troli, Snape, yang sudah mencurigaiku, langsung naik ke lantai tiga untuk menghadangku-dan bukan saja troll-ku gagal memukuli kalian sampai mati, si anjing kepala tiga bahkan tidak berhasil menggigit kaki Snape sampai putus.
"Sekarang, tunggu dengan tenang, Potter. Aku perlu memeriksa cermin menarik ini." Baru saat itulah Harry menyadari apa yang berdiri di belakang Quirrell. Cermin Tarsah.
"Cermin inilah kunci untuk menemukan Batu Bertuah,"
Quirrell bergumam, seraya mengelilingi bingkainya.
"Dumbledore memang cerdik memakai cermin ini., tapi dia di London... aku sudah jauh dari sini saat dia pulang nanti...."
Yang bisa dipikirkan Harry hanyalah bagaimana membuat Quirrell terus bicara dan mencegahnya berkonsentrasi pada cermin.
"Saya melihat Anda dan Snape di Hutan...," celetuknya.
"Ya," kata Quirrell sambil lalu, berjalan ke balik cermin untuk memeriksa bagian belakangnya. "Dia sudah tahu niatku saat itu, mencoba mengorek sejauh mana pengetahuanku. Dia sudah lama mencurigaiku. Mencoba menakut-nakutiku -mana bisa, kan Lord Voldemort mendampingiku...."
Quirrell muncul dari balik cermin dan menatapnya dengan bergairah. "Aku melihat batunya... kupersembahkan kepada tuanku... tetapi di mana letak batu itu""
Harry berkutat melepaskan diri dari tali yang mengikatnya, tetapi percuma. Dia harus mencegah Quirrell mencurahkan seluruh perhatiannya kepada cermin.
"Tetapi Snape kelihatannya sangat membenci saya."
"Oh, memang dia membencimu," kata Quirrell sambil lalu.
"Sangat membencimu. Dia sekolah di Hogwarts bersama ayahmu, kau tidak tahu" Mereka saling membenci.
Tetapi dia tidak pernah menginginkan ayahmu mati."
"Tetapi saya mendengar Anda beberapa hari yang lalu, terisak-isak-saya kira Snape sedang mengancam Anda..." Untuk pertama kalinya ketakutan melintas di wajah Quirrell.
"Kadang-kadang," katanya, "sulit sekali bagiku untuk menjalankan perintah tuanku-dia penyihir hebat dan aku lemah..."
"Maksud Anda dia ada dalam kelas itu bersama Anda"" Harry terperanjat.
"Dia bersamaku ke mana pun aku pergi," kata Quirrell pelan. "Aku bertemu dengannya ketika berkelana keliling dunia.
Waktu itu aku cuma pemuda yang masih bodoh, masih idealis tentang hal baik dan buruk. Lord Voldemort menunjukkan kepadaku betapa kelirunya aku. Tak ada baik dan buruk, yang ada hanya kekuasaan, dan mereka yang terlalu lemah untuk mencarinya... Sejak saat itu, aku melayaninya dengan setia, meskipun aku sering kali mengecewakannya. Dia harus keras terhadapku." Quirrell mendadak bergidik. "Dia tidak mudah melupakan kesalahan. Ketika aku gagal mencuri Batu Bertuah dari Gringotts, dia sangat marah. Dia menghukumku...
memutuskan dia harus mengawasiku lebih ketat lagi...."
Suara Quirrell semakin pelan. Harry teringat perjalanannya ke Diagon Alley-bagaimana dia bisa sebodoh itu" Dia bertemu Quirrell hari itu, berjabat tangan dengannya di Leaky Cauldron.
Quirrell mengutuk pelan. "Aku tak mengerti... apakah batu itu ada di dalam cermin"
Haruskah aku memecahkannya"" Pikiran Harry berlomba. Yang sangat kuinginkan lebih dari apa pun didunia saat ini, pikirnya, adalah menemukan Batu Bertuah itu sebelum Quirrell. Maka jika aku menatap ke dalam cermin, aku akan melihat diriku menemukannya-yang berarti aku bisa melihat di mana batu itu disembunyikan! Tetapi bagaimana aku bisa menatap ke dalam cermin tanpa Quirrell menyadari tujuanku"
Dia mencoba beringsut ke kiri, berusaha ke depan cermin, tetapi tali yang membelit pergelangan kakinya terlalu ketat, dia tersandung dan jatuh. Quirrell mengabaikannya. Dia masih bicara sendiri.
"Apa kegunaan cermin ini" Bagaimana cara kerjanya"
Tolonglah aku, Tuan!"
Dan betapa ngerinya Harry ketika terdengar suara menjawab, dan suara itu kedengarannya datang dari Quirrell sendiri. "Gunakan anak itu... Gunakan anak itu...." Quirrell menoleh kepada Harry. "Ya-Potter-sini."
Dia menepukkan tangannya sekali dan tali yang mengikat Harry lepas sendiri. Pelan-pelan Harry bang-kit. "Sini," Quirrell mengulang. "Lihat ke dalam cermin dan beritahu aku apa yang kaulihat." Harry berjalan ke arahnya.
"Aku harus berbohong," pikirnya putus asa. "Aku harus melihat dan berbohong tentang apa yang kulihat, begitu saja."


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Quirrell bergerak ke belakangnya. Harry mencium bau aneh yang agaknya berasal dari turban Quirrell. Dia memejamkan mata, melangkah ke depan cermin dan membuka matanya lagi.
Harry melihat bayangannya, mulanya pucat dan ketakutan.
Tetapi sesaat kemudian, bayangan itu tersenyum kepadanya.
Dia memasukkan tangan ke dalam sakunya dan mengeluarkan batu merah darah. Dia mengedipkan mata dan mengembalikan batu itu ke dalam sakunya-dan pada saat dia melakukannya, Harry merasa sesuatu yang berat masuk ke dalam sakunya yang sebenarnya. Dengan cara yang sangat ajaib, dia mendapatkan batu itu.
"Nah"" kata Quirrell tak sabar. "Apa yang kaulihat""
Harry mengumpulkan keberaniannya.
"Saya melihat saya berjabat tangan dengan Dumbledore," dia mengarang. "Saya-saya.memenangkan Piala Asrama untuk Gryffindor."
Quirrell mengutuk lagi. "Minggir," katanya. Ketika bergerak, Harry merasakan Batu Bertuah itu menggesek kakinya. Beranikah dia melarikan diri"
Tapi belum lagi dia berjalan lima langkah, terdengar suara melengking berkata, meskipun Quirrell tidak menggerakkan bibirnya.
"Dia bohong... Dia bohong...."
"Potter, kembali ke sini!" teriak Quirrell. "Katakan yang sebenarnya! Apa yang tadi kaulihat""
Suara melengking itu bicara lagi.
"Biarkan aku bicara dengannya... berhadapan...."
"Tuan, Anda belum cukup kuat!"
"Aku cukup punya kekuatan... untuk ini...."
Harry merasa seakan Jerat Setan memancangnya di tempat.
Dia tak dapat menggerakkan satu otot pun. Ketakutan, dilihatnya Quirrell mengangkat tangan dan mulai mengurai turba
nnya. Apa yang terjadi" Turban jatuh. Kepala Quirrell tampak aneh dan kecil tanpa turban. Kemudian pelan-pelan dia berbalik.
Harry ingin menjerit, tetapi suaranya tidak keluar. Yang seharusnya bagian belakang kepala Quirrell, ternyata sepotong wajah, wajah paling mengerikan yang pernah dilihat Harry.
Wajah itu sepucat tembok dengan mata merah mendelik, dan lubang hidung yang hanya berupa celah, seperti ular.
"Harry Potter...," bisik wajah itu. Harry mencoba mundur selangkah, tetapi kakinya tak mau bergerak.
"Kau lihat, aku jadi apa"" kata wajah itu. "Cuma bayangan dan asap... aku punya bentuk hanya kalau aku bisa berbagi dengan tubuh orang lain... tetapi selalu ada yang mengizinkan aku memasuki hati dan pikiran mereka... Darah unicorn telah membuatku semakin kuat, beberapa minggu terakhir ini... kau melihat Quirrell yang setia meminumnya untukku di Hutan...
dan begitu aku minum Cairan Kehidupan, aku akan bisa
menciptakan tubuhku sendiri.... Nah, sekarang... berikan batu di sakumu itu!"
Jadi, dia tahu. Tiba-tiba kaki Harry tidak lagi mati rasa. Dia terhuyung ke belakang.
"Jangan bodoh," gertak si wajah. "Lebih baik selamatkan nyawamu dan bergabung denganku... kalau tidak kau akan berakhir sama dengan orangtuamu... Mereka memohon-mohon belas kasihan dariku sebelum meninggal..."
"BOHONG!" mendadak Harry berteriak.
Quirrell berjalan mundur ke arahnya, sehingga Voldemort masih bisa menatapnya. Wajah mengerikan itu kini tersenyum.
"Sungguh mengharukan...," desisnya.
"Aku selalu menghargai keberanian... Ya, Nak, orangtuamu pemberani...
Aku membunuh ayahmu lebih, dulu dan dia melawan dengan gagah berani... tetapi ibumu sebetulnya tak perlu mati... dia berusaha melindungimu... Sekarang berikan batu itu kepadaku, kalau tidak kau akan mati sia-sia."
"TIDAK!" Harry melompat ke arah pintu nyala api, tetapi Voldemort menjerit, "TANGKAP DIA!" dan detik berikutnya Harry merasakan tangan Quirrell mencengkeram pergelangan tangannya. Langsung saja rasa sakit yang tajam menyengat bekas luka Harry kepalanya serasa hendak terbelah dua. Harry menjerit, meronta-ronta sekuat tenaga, dan kaget sendiri ketika Quirrell membebaskannya. Rasa sakit di dahinya berkurang- dia memandang berkeliling, mencari Quirrell, dan melihatnya tengah meringkuk kesakitan, memandang jari-jarinya-jari-jari itu melepuh.
"Tangkap dia! TANGKAP DIA!" teriak Voldemort lagi dan Quirrell menerjang Harry sampai jatuh dan mendarat di atas tubuhnya, kedua tangannya melingkari leher Harry-bekas luka
Harry sakit luar biasa, sampai dia merasa nyaris buta, tetapi dia masih bisa melihat Quirrell melolong kesakitan. "Tuan, aku tak bisa memegangnya-tanganku- tanganku!"
Dan Quirrell, meski masih memiting Harry ke tanah dengan lututnya, melepas cekikannya dan terbelalak menatap telapak tangannya sendiri-Harry bisa melihatnya, tangan itu terbakar, kelihatan merah dan berkilat.
"Kalau begitu bunuh dia, goblok. Bereskan saja anak itu!"
lengking Voldemort. Quirrell mengangkat tangan untuk melakukan kutukan yang mematikan tetapi, tanpa pikir panjang, Harry mencengkeram wajah Quirrell....
"AAAARGH!" Quirrell berguling dari atas tubuh Harry, wajahnya juga melepuh, dan Harry pun tahu: Quirrell tak tahan menyentuh kulitnya. Jika tersentuh, dia menderita kesakitan yang amat sangat. Satu-satunya kesempatan Harry adalah memegangi Quirrell, membuatnya cukup kesakitan sehingga tak bisa melakukan kutukan.
Harry melompat bangun, menangkap lengan Quirrell dan mencengkeramnya sekuat mungkin. Quirrell menjerit dan mencoba mengibaskan Harry- rasa sakit di kepala Harry semakin hebat-dia tak bisa melihat-dia cuma mendengar jerit mengerikan Quirrell dan teriakan-teriakan Voldemort,
"BUNUH DIA! BUNUH DIA!" dan suara-suara lain, mungkin di dalam kepalanya sendiri, berseru-seru, "Harry! Harry!"
Dirasakannya lengan Quirrell ditarik lepas dari cengkeramannya, dia tahu dirinya telah kalah, dan jatuh dalam kegelapan, jatuh... makin lama makin dalam....
* * * Sesuatu yang keemasan berkilau di atasnya. Snitch! Harry berusaha menangkapnya, tetapi lengannya terlalu berat.
Dia mengejap. Bukan Snitch. Ternyata kacamata. An
eh sekali. Dia mengejap lagi. Wajah Albus Dumbledore yang tersenyum melayang masuk ke dalam pandangannya.
"Selamat sore, Harry," kata Dumbledore.
Harry bingung menatapnya. Kemudian dia ingat. "Sir!
Batunya! Quirrell! Dia mengambil batunya! Sir, cepat..."
"Tenangkan dirimu, Nak, kau sedikit ketinggalan," kata Dumbledore. "Quirrell tidak memiliki batu itu." "Kalau begitu, siapa" Sir, saya..."
"Harry, rileks. Kalau tidak, Madam Pomfrey akan mengusirku keluar."
Harry menelan ludah dan memandang berkeliling. Dia sadar dirinya berada di rumah sakit. Dia berbaring di tempat tidur berseprai linen putih, di meja sebelahnya terdapat tumpukan tinggi yang tampaknya seperti setengah isi toko permen.
"Kiriman teman-teman dan pengagummu," kata Dumbledore berseri-seri. "Apa yang terjadi di ruang bawah tanah, antara dirimu dengan Profesor Quirrell adalah rahasia besar, maka tentu saja seluruh sekolah tahu. Kurasa temanmu, Mr Fred dan George Weasley bertanggung jawab atas usaha mengirimimu tutup kloset. Pasti mereka mengira kau akan geli dan senang menerimanya. Tetapi Madam Pomfrey merasa hadiah itu tidak begitu higienis, dan menyitanya."
"Sudah berapa lama saya di sini""
"Tiga hari. Mr Ronald Weasley dan Miss Granger akan lega sekali mengetahui kau sudah sadar, mereka sangat cemas."
"Tetapi, Sir, batunya..."
"Rupanya kau tak bisa dialihkan. Baiklah, kalau begitu.
Profesor Quirrell tidak berhasil mengambil batu itu darimu. Aku tiba tepat pada waktunya untuk mencegahnya walaupun, harus kuakui, kau sendiri telah bertahan dengan sangat baik."
"Anda datang" Anda menerima burung hantu Hermione""
"Pastilah kami berpapasan di udara. Begitu tiba di London, jelas bagiku bahwa aku harus berada di tempat yang baru saja kutinggalkan. Aku tiba tepat pada waktunya untuk menarik Quirrell darimu..."
"Jadi itu... Anda."
"Aku sudah takut aku terlambat."
"Hampir, saya nyaris tak bisa mempertahankan batu itu lebih lama lagi..."
"Bukan batunya, tetapi kau, Nak-usaha untuk mempertahankan Batu Bertuah itu nyaris membunuhmu. Sesaat aku ngeri sekali, mengira kau sudah tiada. Sedangkan batunya, sudah dimusnahkan."
"Dimusnahkan"" tanya Harry tak mengerti. "Tetapi teman Anda-Nicolas Flamel..."
"Oh, kau tahu tentang Nicolas"" kata Dumbledore, kedengarannya senang. "Kau telah menyelidiki semuanya, ya" Nah, Nicolas dan aku sudah berunding dan kami setuju itu yang paling baik." "Tetapi itu berarti dia dan istrinya akan meninggal, kan""
"Mereka punya cukup banyak simpanan Cairan Kehidupan untuk membereskan urusan mereka, dan kemudian ya, mereka akan mati."
Dumbledore tersenyum melihat keheranan di wajah Harry.
"Bagi orang semuda kau, pastilah kedengarannya aneh, tetapi bagi Nicolas dan Perenelle, mati sebetulnya hanyalah seperti
pergi tidur setelah hari yang amat sangat panjang. Lagi pula, bagi pikiran yang terorganisir dengan baik, kematian hanyalah petualangan besar berikutnya. Kau tahu, batu itu sebetulnya bukan benda yang amat luar biasa, meski bisa memberikan uang dan kehidupan sebanyak yang kauinginkan. Itu dua hal yang akan dipilih kebanyakan orang, melebihi segalanya-sulitnya, orang biasanya justru memilih hal-hal yang paling buruk untuk mereka."
Harry terbaring diam, kehabisan kata-kata. Dumbledore bersenandung kecil dan tersenyum ke arah langit-langit.
"Sir"" kata Harry. "Saya sudah berpikir... Sir- bahkan sekalipun batu itu sudah tak ada, Vol... maksud saya, Anda-Tahu-Siapa..."
"Panggil dia Voldemort, Harry. Selalu gunakan nama yang benar untuk apa saja. Ketakutan akan nama memperbesar ketakutan akan benda itu sendiri."
"Baik, Sir. Bukankah Voldemort akan mencoba caracara lain untuk kembali" Maksud saya, dia tidak pergi untuk selamanya, kan""
"Tidak, Harry dia belum lenyap. Dia masih ada di suatu tempat, mungkin mencari tubuh lain yang bisa ditumpangi.
Karena tidak sepenuhnya hidup, dia tak bisa dibunuh. Dia meninggalkan Quirrell mati begitu saja, dia tak punya belas kasihan, baik kepada pengikut maupun musuh-musuhnya.
Harry saat ini kau memang belum berhasil memenangkan pertarungan, kau cuma menunda kembalinya Voldemort pada kekuasaan. Dalam pertarungan berik
utnya, yang tampaknya akan lebih sulit dimenangkan, dibutuhkan seseorang yang telah siap. Dan jika Voldemort tertahan lagi, dan lagi, siapa tahu dia tak akan pernah kembali berkuasa."
Harry mengangguk, tetapi segera berhenti, karena membuat kepalanya sakit. Kemudian dia berkata, "Sir, ada beberapa hal
lain yang ingin saya ketahui, jika Anda bisa memberitahu saya... hal-hal yang ingin saya ketahui kebenarannya..."
"Kebenaran," Dumbledore menghela napas. "Kebenaran itu indah dan mengerikan, dan karenanya harus diperlakukan dengan amat hati-hati. Meskipun demikian, aku akan menjawab
pertanyaanmu, kecuali ada alasan kuat untuk tidak menjawabnya. Kalau itu sampai terjadi, kumohon kau memaafkan aku. Aku tidak akan berbohong, tentu saja."
"Kata Voldemort, dia terpaksa membunuh ibu saya karena Ibu mencoba mencegahnya membunuh saya. Tetapi kenapa dia ingin membunuh saya""
Dumbledore menghela napas dalam-dalam.
"Sayang sekali, hal pertama yang kautanyakan, tak bisa kujawab. Tidak hari ini. Tidak sekarang. Kau akan tahu, suatu hari nanti... singkirkan dari pikiranmu untuk sementara, Harry.
Kalau kau sudah lebih besar... aku tahu kau tidak senang mendengarnya... kalau kau sudah siap, kau akan tahu." Dan Harry tahu tak ada gunanya membantah. "Tetapi kenapa Quirrell tidak bisa menyentuh saya"" "Ibumu meninggal karena berusaha menyelamatkanmu.
Kalau ada satu hal yang tak bisa dimengerti Voldemort, itu adalah cinta. Dia tidak menyadari bahwa cinta sekuat cinta ibumu kepadamu, meninggalkan bekas. Bukan seperti bekas luka, bukan tanda yang kelihatan... dicintai begitu dalam, meskipun orang yang mencintai kita sudah tiada, akan memberi kita perlindungan untuk selamanya. Perlindungan itu ada di kulitmu. Quirrell, yang penuh kebencian, keserakahan, ambisi, dan membagi jiwanya dengan Voldemort, tidak bisa menyentuhmu karena alasan ini. Sungguh suatu penderitaan menyenruh orang yang dilindungi oleh sesuatu yang sangat baik."
Kini Dumbledore menjadi sangat tertarik pada seekor burung yang hinggap di ambang jendela. Ini memberi Harry kesempatan untuk mengeringkan matanya dengan seprai. Ketika sudah bisa bicara lagi, Harry berkata, "Dan Jubah Gaib- tahukah Anda siapa yang mengirimnya kepada saya""
"Ah, ayahmu menitipkannya kepadaku dan kupikir kau akan menyukainya." Mata Dumbledore bersinar-sinar. "Sangat berguna... ayahmu terutama menggunakannya untuk menyelinap ke dapur untuk mencuri makanan waktu dia di sini dulu."
"Dan ada satu hal lagi..." "Katakan."
"Quirrell berkata, Snape..." "Profesor Snape, Harry."
"Ya, dia-Quirrell bilang Profesor Snape membenci saya karena dia membenci ayah saya. Betulkah itu""
"Yah, mereka memang saling benci. Tidak berbeda dengan kau sendiri dan Mr Malfoy. Lalu ayahmu melakukan sesuatu yang tak bisa dimaafkan Snape."
"Apa"" "Ayahmu menyelamatkan hidupnya." "Apa""
"Ya...," kata Dumbledore melamun. "Aneh, kan, cara kerja pikiran orang" Profesor Snape tidak tahan berutang budi pada ayahmu... aku yakin dia berusaha keras melindungimu sebagai balas budi pada ayahmu. Dengan begitu, skor mereka jadi seri.
Lalu dia bisa kembali membenci almarhum ayahmu dengan tenang."
Harry berusaha memahami, tetapi kepalanya jadi berdenyut-denyut, maka dia berhenti.
"Dan, Sir, ada satu hal lagi..."
"Apa itu""
"Bagaimana saya mendapatkan batu itu dari dalam cermin""
"Ah, aku senang kau menanyakannya. Itu salah satu ide brilianku, dan antara kita berdua saja, ide itu hebat sekali. Aku membuatnya sedemikian sehingga hanya orang yang ingin menemukan batu itu
- menemukan tetapi tidak menggunakannya-yang bisa mendapatkannya. Bukan mereka yang ingin melihat diri mereka memiliki emas atau minum Cairan Kehidupan. Otakku kadang-kadang mengejutkan diriku sendiri...
Nah, sudah cukup pertanyaan-pertanyaanmu.
Kusarankan kau mulai makan permenmu. Ah! Kacang Segala-Rasa Bertie Bott! Aku cukup beruntung waktu masih muda dapat yang rasa muntah, dan sejak saat itu aku jadi kehilangan selera-tapi kurasa aman kalau aku ambil rasa karamel, ya""
Dumbledore tersenyum dan memasukkan kacang berwarna cokelat keemasan itu ke mulutnya. Kemudian dia tersedak dan berkat
a, "Ya ampun! Rasa kotoran telinga!"
Madam Pomfrey matron rumah sakit, wanita yang menyenangkan, tetapi sangat keras. "Lima menit saja," Harry memohon. "Jelas tidak boleh."
"Anda mengizinkan Profesor Dumbledore masuk..."
"Ya, tentu saja, dia kan kepala sekolah, lain dong. Kau butuh istirahat."
"Saya istirahat, lihat, saya berbaring terus. Oh, ayolah, Madam Pomfrey..."
"Oh, baiklah," katanya. "Tapi hanya lima menit."
Dan Madam Pomfrey mengizinkan Ron dan Hermione masuk.
"Harry!" Hermione tampaknya siap memeluknya lagi, tetapi Harry senang Hermione menahan diri, karena kepalanya masih sakit sekali. "Oh, Harry, kami sudah yakin kau akan... Dumbledore sangat cemas..."
"Seluruh sekolah membicarakannya," kata Ron. "Apa sebetulnya yang terjadi""
Sungguh salah satu kejadian langka ketika kenyataan yang sebenarnya justru lebih aneh dan mencekam dibandingkan desas-desus liar. Harry menceritakan semuanya kepada mereka: tentang Quirrell, Cermin Tarsah, Batu Bertuah, dan Voldemort.
Ron dan Hermione pendengar yang sangat baik; mereka kaget pada saat-saat yang tepat dan ketika Harry memberitahu mereka apa yang ada di balik turban Quirrell, Hermione menjerit keras.
"Jadi batu itu sudah tak ada"" kata Ron akhirnya. "Flamel akan mati""
"Itulah yang kukatakan, tetapi menurut Dumbledore-apa, ya"-bagi pikiran yang terorganisir dengan baik, kematian hanyalah petualangan besar berikutnya."
"Dari dulu kubilang Dumbledore itu sinting," kata Ron, kelihatannya terkesan sekali pada betapa gilanya orang yang dikaguminya itu.
"Jadi, apa yang terjadi pada kalian berdua"" tanya Harry. "Yah, aku kembali dengan selamat," kata Hermione.
"Kusadarkan Ron-perlu sedikit waktu-dan kami sedang berlari ke kandang burung hantu untuk mengontak Dumbledore, ketika kami bertemu dengannya di Aula Depan. Dia sudah
tahu-dia cuma berkata, 'Harry mengejarnya, kan"' lalu bergegas ke lantai tiga."
"Apakah menurutmu Dumbledore sengaja mengaturnya agar kau bertindak begitu"" kata Ron. "Mengirim jubah ayahmu dan yang lainnya itu""
"Wah," Hermione meledak, "kalau memang begitu-maksudku-sungguh mengerikan-kau bisa saja terbunuh."
"Tidak, tidak," kata Harry berpikir-pikir. "Dumbledore orangnya lucu. Menurutku, dia tampaknya ingin memberiku kesempatan. Kurasa dia tahu sedikit-banyak tentang segala sesuatu yang terjadi di sini. Rupanya dia sudah menduga kita akan mencoba, dan alih-alih mencegah, dia mengajari kita secukupnya untuk membantu. Kurasa bukan kebetulan dia membiarkan aku mengetahui cara kerja Cermin Tarsah. Seakan menurutnya aku punya hak untuk menghadapi Voldemort, kalau aku bisa..."
"Yeah, Dumbledore memang menyebarluaskan hal itu," kata Ron bangga. "Dengar, kau sudah harus sembuh untuk ikut pesta akhir tahun ajaran besok. Jumlah semua angka sudah masuk dan Slytherin menang, tentu saja. Kau tak bisa ikut pertandingan Quidditch terakhir dan tanpa dirimu, kita digilas habis oleh Ravenclaw. Tapi makanannya besok enak-enak."
Saat itu Madam Pomfrey masuk. "Kalian sudah ngobrol hampir lima belas menit, sekarang KELUAR," katanya tegas.
* * * Setelah tidur nyenyak semalaman, Harry merasa sudah hampir sehat kembali.
"Saya ingin ikut pesta," dia memberitahu Madam Pomfrey ketika matron itu merapikan kotak-kotak permennya yang banyak itu. "Boleh, kan""
"Profesor Dumbledore bilang supaya kau diizinkan pergi,"
katanya tak senang, seakan menurut pendapatnya Profesor Dumbledore tidak menyadari berapa berbahayanya pesta. "Dan kau punya tamu lagi."
"Oh, bagus," kata Harry. "Siapa""
Hagrid menyelinap masuk ketika Harry bertanya. Seperti biasa, kalau dia berada dalam rumah, Hagrid tampak terlalu besar. Dia duduk di sebelah Harry memandangnya, lalu langsung menangis.
"Ini-semua-salahku!" isaknya, dengan wajah tertelungkup di tangannya. "Aku beritahu orang jahat itu "bagaimana cara lewati Fluffy! Aku yang beritahu dia! Padahal itu satu-satunya yang tak dia ketahui, tapi aku memberitahunya! Kau bisa mati!
Hanya karena sebutir telur naga! Aku takkan minum lagi! Aku seharusnya dibuang dan disuruh hidup sebagai Muggle!"
"Hagrid!" kata Harry, kaget melihat Hagrid gemetar karena begitu sedih dan
menyesal, air mata besarbesar bergulir sampai ke jenggotnya. "Hagrid, dia toh pasti akan tahu juga. Yang kita bicarakan adalah Voldemort, dia akan tahu meskipun kau tidak memberitahunya."
"Kau bisa mati!" isak Hagrid. "Dan jangan sebut nama itu!"
"VOLDEMORT!" Harry berteriak, dan Hagrid begitu kagetnya sampai berhenti menangis.
"Aku sudah bertemu dengannya dan aku akan menyebut namanya. Bergembiralah, Hagrid, kita telah menyelamatkan batunya. Batu itu sudah tak ada, dia tak bisa menggunakannya.
Ayo, makan Cokelat Kodok. Aku punya banyak...."
Hagrid mengusap hidung dengan punggung tangannya dan berkata, "Aku jadi ingat. Aku bawa hadiah buatmu." "Bukan sandwich musang, kan"" kata Harry cemas, dan akhirnya Hagrid tersenyum lemah.
"Bukan. Dumbledore liburkan aku kemarin untuk susun ini. Tentu saja dia seharusnya pecat aku, tapi pendeknya, ini untukmu."
Tampaknya seperti buku yang indah dengan sampul kulit. Harry membukanya dengan penasaran. Buku itu penuh dengan foto sihir. Ayah dan ibunya tersenyum dan melambai padanya dari semua halaman.
"Kirim burung hantu ke semua teman sekolah orangtuamu, minta foto... aku tahu kau tak punya foto... Kau suka""
Harry tak bisa berkata-kata, tetapi Hagrid mengerti.
* * * Harry berangkat ke pesta akhir tahun ajaran sendirian malam itu. Dia agak terlambat karena Madam Pomfrey sibuk mengkhawatirkannya-berkeras untuk memeriksanya terakhir kali-sehingga ketika ia tiba, Aula Besar sudah penuh. Aula didekorasi dengan warna Slytherin, hijau dan perak, untuk merayakan keberhasilan Slytherin memenangkan Piala Asrama untuk ketujuh kalinya selama tujuh tahun berturut-turut.
Spanduk raksasa bergambar ular, lambang Slytherin, membentang menutupi dinding di belakang Meja Tinggi.
Ketika Harry melangkah masuk, mendadak ruangan menjadi sunyi dan kemudian semua anak mulai bicara berbarengan.
Harry duduk di kursi, di antara Ron dan Hermione di meja Gryffindor, dan berusaha tidak mengacuhkan kenyataan bahwa anak-anak berdiri untuk melihatnya.
Untunglah Dumbledore tiba tak lama kemudian. Celoteh anak-anak langsung reda.
"Satu tahun lagi telah berlalu!" kata Dumbledore riang. "Dan aku harus menggerecoki kalian dengan ocehan orang tua sebelum kita mulai menyerbu makanan enak-enak ini. Tahun ini
sungguh luar biasa! Mudah-mudahan kepala kalian sedikit lebih penuh daripada setahun yang lalu... kalian masih punya sepanjang musim panas untuk mengosongkan kepala sebelum tahun ajaran baru mulai....
"Nah, seperti yang kupahami, Piala Asrama perlu dianugerahkan dan skornya sebagai berikut: di tempat keempat Gryffindor, dengan tiga ratus dua belas angka; tempat ketiga Hufflepuff, dengan tiga ratus lima puluh dua; Ravenclaw mengumpulkan empat ratus dua puluh enam, dan Slytherin empat ratus tujuh puluh dua."
Gemuruh sorak dan entakan kaki terdengar dari meja Slytherin. Harry bisa melihat Draco Malfoy mengetuk-ngetukkan piala minumnya di atas meja. Pemandangan yang memuakkan.
"Ya, ya, bagus sekali, Slytherin," puji Dumbledore.
"Meskipun demikian, kejadian belakangan ini harus ikut diperhitungkan."
Ruangan langsung sunyi senyap. Senyum anak-anak Slytherin sedikit memudar.
"Ehem," kata Dumbledore. "Ada angka-angka terakhir yang harus kubagikan. Coba kulihat. Ya... "Yang pertama- kepada Mr Ronald Weasley..." Wajah Ron menjadi keunguan; dia tampak seperti lobak yang terbakar sinar matahari. "... untuk permainan catur paling indah yang pernah dilihat Hogwarts selama bertahun-tahun ini. Kuhadiahkan kepada Gryffindor lima puluh angka."
Sorak Gryffindor nyaris mengangkat atap sihir Aula; bintangbintang di atas sampai bergetar. Percy terdengar memberitahu Prefek-prefek lainnya, "Kalian tahu, dia adikku! Adik laki-lakiku yang paling kecil! Berhasil memecahkan set catur raksasa McGonnagall."
Akhirnya sunyi lagi. "Kedua-kepada Miss Hermione Granger... untuk penggunaan logika dingin dalam menghadapi api. Kuhadiahkan kepada Gryffindor lima puluh angka."
Hermione membenamkan wajah ke lengannya. Harry sangat curiga dia menangis. Anak-anak Gryffindor di sekeliling meja bukan main senangnya. Angka mereka naik seratus poin.
"Ketiga-kepada Mr Ha
rry Potter...," kata Dumbledore.
Ruangan betul-betul sunyi senyap. "... untuk ketabahan dan keberanian yang luar biasa. Kuhadiahkan kepada Gryffindor enam puluh angka."
Teriakan dan hiruk-pikuk yang terdengar sungguh memekakkan telinga. Mereka yang bisa menghitung, sambil berteriak-teriak sampai serak, tahu bahwa angka Gryffindor sekarang menjadi empat ratus tujuh puluh dua, persis sama dengan Slytherin. Skor mereka seri untuk Piala Asrama... seandainya saja Dumbledore memberi Harry satu angka lebih banyak.
Dumbledore mengangkat tangannya.
Ruangan berangsur-angsur kembali sunyi.
"Ada berrnacam-macam keberanian," kata Dumbledore tersenyum. "Perlu banyak keberanian untuk menghadapi lawan, tetapi diperlukan keberanian yang sama banyaknya untuk menghadapi kawan-kawan kita. Karena itu aku menghadiahkan sepuluh angka kepada Mr Neville Longbottom."
Orang yang berdiri di luar Aula Besar mungkin akan mengira terjadi semacam ledakan di dalam, karena begitu kerasnya bunyi yang meledak di meja Gryffindor. Harry, Ron, dan Hermione berdiri untuk berteriak sementara Neville, pucat saking terguncangnya, menghilang di bawah tumpukan anak-anak yang memeluknya. Dia tak pernah memenangkan bahkan satu angka pun untuk Gryffindor sebelum ini. Harry, masih bersorak-sorak, menyodok rusuk Ron dan menunjuk ke arah Malfoy, yang seandainya mendapat Kutukan Ikat Tubuh Sempurna pun tak mungkin kelihatan lebih kaget dan ngeri daripada sekarang.
"Itu berarti," seru Dumbledore mengatasi gemuruh sorakan, karena baik Ravenclaw maupun Hufflepuff ikut merayakan kejatuhan Slytherin, "kita perlu sedikit perubahan dekorasi."
Dumbledore menepukkan tangannya. Dalam sekejap hiasan-hiasan gantung hijau berubah menjadi merah dan peraknya menjadi emas. Ular raksasa Slytherin lenyap, digantikan singa Gryffindor yang gagah. Snape menjabat tangan Profesor McGonagall dengan senyum pahit yang dipaksakan. Matanya bertatapan dengan mata Harry, dan Harry langsung tahu bahwa perasaan Snape kepadanya tidak berubah sedikit pun. Ini tidak membuat Harry cemas. Tampaknya, hidup baginya akan kembali normal di tahun ajaran mendatang, atau senormal yang mungkm terjadi di Hogwarts.
Malam itu malam paling indah dalam hidup Harry, lebih
menyenangkan daripada memenangkan Quidditch atau merayakan Natal atau memukul pingsan troli gunung... dia tak akan pernah melupakan malam ini.
* * * Harry nyaris lupa bahwa hasil ujian belum diumumkan, tetapi akhirnya hasil itu keluar juga. Betapa herannya dia dan Ron, karena mereka berdua lulus dengan nilai-nilai bagus.
Hermione, tentu saja, menjadi juara sekolah untuk kelas satu.
Bahkan Neville lulus juga, nilai Herbologi-nya yang tinggi mengimbangi nilai Ramuan-nya yang jeblok. Mereka berharap bahwa Goyle, yang kebodohannya nyaris sama besar dengan kekejamannya, akan dikeluarkan, tetapi Goyle lulus juga.
Sayang, tetapi seperti kata Ron, dalam hidup ini kita tidak bisa mendapatkan segalanya.
Dan mendadak saja lemari pakaian mereka kosong, koper-koper mereka sudah dikemas, katak Neville ditemukan bersembunyi di sudut toilet. Pesan dibagikan kepada semua murid, memperingatkan mereka agar tidak menggunakan sihir selama liburan ("Aku selalu berharap mereka lupa memberikan peringatan ini kepada kita," kata Fred Weasley sedih.). Hagrid siap membawa mereka turun ke armada perahu yang akan berlayar menyeberangi danau. Mereka naik ke Hogwarts Express, mengobrol dan tertawa-tawa sementara daerah pedesaan yang mereka lalui menjadi kian hijau dan rapi; makan Kacang Segala-Rasa Bertie Bott selagi kereta meluncur melewati kota-kota Muggle; melepas jubah penyihir mereka dan ganti memakai jaket biasa; sampai akhirnya kereta berhenti di peron sembilan tiga perempat di Stasiun King's Cross.
Perlu beberapa waktu bagi mereka semua untuk turun di peron. Seorang penjaga tua yang sudah keriput, berjaga di palang rintangan boks penjualan tiket, mengatur mereka keluar berdua dan bertiga, agar tidak menarik perhatian. Sebab kalau mereka semua serentak bermunculan dari tembok kokoh, tentu para Muggle akan kaget dan ketakutan.
"Kalian harus datang menginap musim panas ini," kata
Ron, "kalian berdua-akan kukirim burung hantu."
"Terima kasih," kata Harry. "Aku perlu sesuatu yang menyenangkan untuk kunanti-nantikan kedatangannya."
Orang-orang menyenggol mereka ketika mereka bergerak maju, menuju gerbang yang membawa mereka kembali ke dunia Muggle. Beberapa di antaranya berseru,
"Dah, Harry!" "Sampai ketemu, Potter!"
"Tetap populer, ya," kata Ron tersenyum.
"Tidak kalau di tempat yang kutuju. Percaya deh," kata Harry. Harry, Ron, dan Hermione melewati gerbang bersama-sama.
"Itu dia, Mum, itu dia, lihat!"
Yang berteriak Ginny Weasley, adik perempuan Ron, tetapi dia tidak menunjuk Ron. "Harry Potter!" lengkingnya. "Lihat, Mum, aku bisa melihat..."
"Diamlah, Ginny, dan tidak sopan menunjuk-nunjuk."
Mrs Weasley tersenyum kepada mereka.
"Tahun yang sibuk"" sapanya.
"Sangat," kata Harry. "Terima kasih untuk bonbon dan rompinya, Mrs Weasley." "Oh, sama-sama, Nak." "Sudah siap""
Itu Paman Vernon, wajahnya masih ungu, masih berkumis, masih kelihatan marah pada Harry yang nekat menenteng burung hantu dalam sangkar di stasiun yang penuh orang biasa.
Di belakangnya berdiri Bibi Petunia dan Dudley yang kelihatan ngeri melihat Harry.
"Kalian pastilah keluarga Harry!" sapa Mrs Weasley.
"Boleh dikatakan begitu," kata Paman Vernon. "Ayo cepat, kita tak bisa seharian di sini." Paman Vernon langsung ngeloyor pergi. Harry masih tinggal untuk mengucapkan salam perpisahan pada Ron dan Hermione.
"Sampai ketemu setelah musim panas, ya."
"Mudah-mudahan liburanmu-er-menyenangkan," kata Hermione, menoleh, memandang Paman Vernon dengan bimbang. Dia heran sekali ada orang yang begitu tidak menyenangkan.
"Oh, pasti menyenangkan," kata Harry, dan mereka heran melihat senyum yang merekah lebar di wajahnya. "Mereka, tak tahu kita dilarang menggunakan sihir di rumah. Aku akan banyak bersenang-senang dengan Dudley musim panas ini...."
TAMAT Sumber Pdf: DewiKZ www.kangzusi.com Convert Jar: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Eragon 4 Pendekar Rajawali Sakti 14 Api Di Karang Setra Penculik Penculik Misterius 1

Cari Blog Ini