Ceritasilat Novel Online

Piala Api 1

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Bagian 1


J.K. ROWLING HARRY POTTER SERI KE 4 HARRY POTTER AND THE GOBLET OF FIRE
DAFTAR ISI : 1. RUMAH RIDDLE 2. BEKAS LUKA 3. UNDANGAN 4. KEMBALI KE THE BURROW 5. SIHIR SAKTI WEASLEY 6. PORTREY 7. BACMAN DAN CROUCH 8. PIALA DUNIA QUIDDITCH 9. TANDA KEGELAPAN 10. PENGANIAYAAN DI KEMENTERIAN SIHIR
11. DI ATAS HOCWARTS EXPRESS
12. TURNAMEN TRIWIZARD 13. MAD-EYE MOODY 14. KUTUKAN TAK TERMAAFKAN
15. BEAUXBATONS DAN DURMSTRANG
16. PIALA API 17. KEEMPAT JUARA 18. PEMERIKSAAN TONGKAT SIHIR
19. NAGA EKOR BERDURI HUNGARIA
20. TUGAS PERTAMA 21. GERAKAN PEMBEBASAN PERI RUMAH
22. TUGAS TAK TERDUGA 23. PESTA DANSA NATAL 24. BERITA UTAMA RITA SKEETER
25. TELUR DAN MATA 26. TUGAS KEDUA 27. KEMBALINYA PADFOOT 28. KEGILAAN MR. CROUCH 29. IMPIAN 30. PENSIEVE 31. TUGAS KETIGA 32. DAGING, DARAH DAN TULANG
33. PELAHAP MAUT 34. PRIORI INCANTATEM 35. VERITASERUM 36. BERPISAH JALAN 37. AWAL MULA BIOGRAFI J.K. RAWLING
1. Rumah Riddle PENDUDUK desa Little Hangleton masih menyebutnya "Rumah Riddle", meskipun sudah bertahun-tahun lamanya keluarga Riddle tak tinggal di sana lagi. Rumah itu terletak di atas bukit, menghadap ke desa, beberapa di antara jendela-jendelanya ditutup papan, genting-gentingnya hilang di sana-sini, dan sulur tumbuhan menjalar merambat liar di dindingnya. Rumah yang dulunya gedung indah, dan bangunan paling besar dan paling megah di daerah itu, kini lembap, telantar, dan kosong.
Semua penduduk Little Hangleton setuju bahwa rumah tua itu "angker". Setengah abad lalu, sesuatu yang ganjil dan mengerikan terjadi di sana, sesuatu yang masih sering dibicarakan oleh para penduduk usia lanjut, jika tak ada topik menarik untuk bergosip. Peristiwa itu sudah diceritakan berulang kali oleh begitu banyak orang dan disulam di begitu banyak tempat, sehingga tak seorang pun yakin, bagaimana kejadian yang
sebenarnya. Meskipun demikian, semua versi kisah itu dimulai di tempat yang sama: Lima puluh tahun yang lalu, pada suatu subuh di musim panas yang cerah, ketika Rumah Riddle masih terpelihara dan sangat mengesankan, seorang pelayan wanita masuk ke ruang keluarga dan menemukan ketiga anggota keluarga Riddle meninggal.
Si pelayan berlari menjerit-jerit menuruni bukit, masuk ke desa, dan membangunkan sebanyak mungkin orang.
"Tergeletak dengan mata membelalak! Sedingin es! Masih memakai pakaian makan malam!"
Polisi dipanggil, dan seluruh Little Hangleton heboh, kaget tapi ingin tahu. Tak seorang pun memboroskan tenaga dengan berpura-pura merasa sangat sedih kehilangan keluarga Riddle, karena mereka sangat tidak disenangi. Pasangan tua Mr dan Mrs Riddle kaya, sombong, dan kasar, dan anak laki-laki mereka yang sudah dewasa lebih parah lagi. Para penduduk desa cuma penasaran, ingin tahu identitas pembunuh me-reka-karena jelas, tiga orang yang sehat tak mungkin semuanya meninggal secara alami pada malam yang sama.
The Hangedd Man, rumah minum di desa itu, laris bukan buatan malam itu. Seluruh desa tampaknya keluar untuk mendiskusikan pembunuhan ini. Imbalan karena telah meninggalkan perapian, mereka peroleh ketika juru masak keluarga Riddle tiba secara dramatis di tengah mereka dan mengumumkan kepada hadirin di rumah minum yang mendadak sunyi bahwa seorang pria bernama Frank Bryce baru saja ditangkap.
"Frank!" teriak beberapa orang. "Mana mungkin!"
Frank Bryce adalah tukang kebun keluarga Riddle. Dia tinggal sendirian di pondok tak terurus di lahan Rumah Riddle. Frank kembali dari peperangan dengan kaki yang sangat kaku dan sangat tidak suka kerumunan orang serta kebisingan. Sejak itu dia bekerja pada keluarga Riddle.
Orang-orang segera berebut membelikan minum si juru masak, karena ingin mendengar lebih banyak detail.
"Dari dulu menurutku dia itu aneh," kata si wanita penuh semangat pada penduduk desa yang mendengarkan, setelah meneguk habis gelas sherry-nya yang keempat. "Dia tidak ramah. Aku sudah beratus kali menawarinya minum. Tak suka bergaul, dia."
"Ah, jangan begitu," kata seorang wanita di bar, "Frank telah mengalami perang yang keras. Dia senang hidup tenang. Tak ada alasan untuk..."
"Siapa lagi yang punya kunci pintu belakang, kalau begitu""
tukas si juru masak. "Ada kunci cadangan yang tergantung di pondok si tukang kebun itu, sejauh yang aku ingat! Tak ada orang yang memaksa masuk semalam! Tak ada jendela yang didobrak! Yang perlu dilakukan Frank hanyalah datang diam-diam ke rumah besar ketika kita semua sedang tidur..."
Para penduduk desa bertukar pandang suram.
"Dari dulu aku berpendapat ada yang tidak menyenangkan padanya," gerutu seorang laki-laki di bar.
"Perang yang membuatnya jadi aneh, kalau menurut
8 pendapatku," kata si pemilik rumah minum.
"Aku pernah bilang jangan sampai membuat Frank marah, kan, Dot"" kata seorang wanita penuh semangat di sudut.
"Gampang sekali marah," kata Dot, mengangguk-angguk seru. "Aku masih ingat, waktu dia masih kecil... "
Paginya, nyaris tak ada orang di Little Hangleton yang meragukan bahwa Frank Bryce telah membunuh keluarga Riddle.
Tetapi di kota tetangga, Great Hangleton, di dalam kantor polisi yang gelap dan kotor, Frank bertahan mengatakan berulang-ulang bahwa dia tak bersalah, dan bahwa satu-satunya orang yang dilihatnya berada dekat rumah pada hari kematian keluarga Riddle adalah seorang remaja pria, remaja asing, berambut gelap, dan pucat. Tak seorang pun di desa melihat anak itu, dan polisi yakin anak itu cuma rekaan Frank.
Kemudian, ketika keadaan Frank tampaknya sudah gawat, laporan autopsi tubuh keluarga Riddle tiba dan mengubah segalanya.
Para polisi belum pernah membaca laporan seganjil itu. Tim dokter telah memeriksa ketiga jenazah dan menyimpulkan bahwa tak seorang pun dari mereka yang diracun, ditusuk, ditembak, dicekik, dibekap sampai tak bisa bernapas, atau (sejauh yang mereka bisa katakan), dilukai sedikit pun. Bahkan (menurut laporan itu selanjutnya), ketiga keluarga Riddle berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna-terlepas dari kenyataan bahwa mereka bertiga mati. Meskipun demikian para dokter melihat (seakan memaksa menemukan sesuatu
yang tidak beres pada ketiga jenazah) bahwa di wajah masing-masing tersirat kengerian-tetapi seperti dikatakan polisi yang frustrasi, siapa sih yang pernah dengar ada tiga orang ketakutan sampai mati"
Karena tak ada bukti bahwa keluarga Riddle dibunuh orang, polisi terpaksa melepaskan Frank. Keluarga Riddle dimakamkan di halaman gereja Little Hangleton, dan makam mereka menjadi objek keingintahuan selama beberapa waktu. Betapa herannya semua orang, juga diwarnai kecurigaan, ketika Frank Bryce kembali ke pondoknya di lahan Rumah Riddle.
"Menurutku dia membunuh mereka, dan aku tak peduli apa yang dikatakan polisi," kata Dot di The Hanged Man."Dan kalau dia punya harga diri, mestinya dia meninggalkan desa ini, karena tahu kita tahu dia pelakunya."
Tetapi Frank tidak pergi. Dia tinggal untuk mengurus kebun bagi keluarga berikutnya yang tinggal di Rumah Riddle, dan keluarga berikutnya lagi-karena tak ada keluarga yang tinggal lama di situ. Mungkin sebagian karena Frank-lah para pemilik baru ini mengatakan ada perasaan tak enak tinggal di tempat itu, yang seiring absennya penghuni, mulai telantar.
Laki-laki kaya pemilik Rumah Riddle yang sekarang tak pernah tinggal di situ ataupun menggunakan rumah itu untuk sesuatu. Orang-orang di desa mengatakan dia mempertahankan rumah itu untuk "alasan pajak", meskipun tak ada yang tahu persis apa maksudnya. Meskipun demikian, si pemilik rumah itu terus menggaji Frank untuk mengurus kebun. Frank sudah hampir mencapai ulang tahunnya yang ketujuh puluh tujuh
sekarang, sangat tuli, kakinya yang sakit lebih kaku dari sebelumnya, tapi dia masih tampak berkebun di dekat petak-petak bunga saat udara cerah, meskipun alang-alang mulai tumbuh subur di mana-mana, betapapun usaha Frank untuk menahannya.
Alang-alang bukan satu-satunya masalah Frank. Anak-anak lelaki dari desa punya kebiasaan melemparkan batu ke jendela-jendela Rumah Riddle. Mereka mengendarai sepeda di halaman rumput yang dengan susah payah diusahakan Frank tumbuh rata. Sekalisekali mereka masuk ke dalam rumah jika sedang bertaruh siapa yang lebih berani di antara mereka. Mereka tahu bahwa pengabdian Frank kepada rumah dan halamannya hampir seperti obsesi dan mereka geli m
elihat Frank berjalan terpincang-pincang menyeberangi halaman, mengayun-ayunkan tongkatnya dan berteriak-teriak parau kepada mereka. Frank sendiri mengira anak-anak itu menyiksanya karena mereka, seperti juga orangtua dan kakek-nenek mereka, menganggapnya pembunuh. Jadi, ketika Frank terbangun pada suatu malam di bulan Agustus dan melihat sesuatu yang sangat ganjil di rumah besar, dia cuma mengira anak-anak itu telah bertindak selangkah lebih jauh dalam usaha mereka untuk menghukumnya.
Kaki Frank yang sakitlah yang membuatnya terbangun. Kaki itu semakin sakit saat usianya semakin lanjut. Frank bangun dan berjalan terpincang-pincang ke dapur dengan maksud mengisi ulang botol airpanasnya untuk mengurangi kekakuan pada lututnya. Saat berdiri di depan wastafel, mengisi ketelnya, dia mendongak menatap Rumah Riddle dan melihat lampu berpendar di
jendela atas. Frank langsung tahu apa yang terjadi. Anak-anak nakal itu telah memasuki rumah, dan melihat cahaya yang berkelap-kelip itu, rupanya mereka telah menyalakan api.
Frank tidak memiliki telepon, lagi pula dia sudah tidak mempercayai polisi sejak mereka menangkapnya dan menginterogasinya soal kematian keluarga Riddle. Dia langsung meletakkan ketelnya, bergegas kembali ke atas secepat kakinya yang sakit bisa membawanya, dan segera saja sudah berada kembali di dapurnya, sudah berpakaian lengkap, dan mengambil kunci tua berkarat dari kaitannya di sebelah pintu. Dia mengambil tongkatnya yang bersandar di dinding, lalu berjalan keluar.
Pintu depan Rumah Riddle tak menunjukkan bekas-bekas dibuka paksa, demikian juga jendela-jendelanya. Frank terpincang-pincang memutar ke belakang rumah sampai dia tiba di pintu yang nyaris tersembunyi oleh sulur-sulur tanaman, mengambil kunci tuanya, memasukkannya ke lubang kunci, dan membuka pintu tanpa suara.
Dia masuk ke dalam dapur yang besar. Walau sudah bertahun-tahun Frank tidak masuk ke situ, dia masih ingat di mana letak pintu yang menuju ke ruang depan, dan dia meraba-raba menuju ke pintu itu, hidungnya dipenuhi bau apak dan lumut, telinganya dipasang tajam kalau-kalau ada bunyi langkah kaki atau suara-suara dari atas. Dia tiba di ruang depan, yang agak lebih terang karena adanya dua jendela kaca besar berkisi di kiri-kanan pintu depan, dan mulai menaiki tangga. Dalam
hati dia mensyukuri debu tebal yang menyelimuti tangga batu itu, karena meredam bunyi kaki dan tongkatnya.
Setiba di bordes, Frank membelok ke kanan, dan langsung melihat di mana si pengacau berada. Di ujung lorong ada pintu yang sedikit terbuka, dan cahaya berkelap-kelip menerobos dari celahnya, membentuk seleret sinar keemasan di atas lantai yang gelap. Frank merayap semakin lama semakin dekat, memegang tongkatnya erat-erat. Kira-kira semeter dari pintu, dia bisa melihat sebagian kecil ruangan di dalam.
Api itu, sekarang bisa dilihatnya, dinyalakan di perapian. Ini membuatnya heran. Kemudian dia berhenti bergerak dan mendengarkan tajam-tajam, karena terdengar suara seorang laki-laki bicara dari dalam ruangan itu. Suara itu kedengarannya takut-takut.
"Masih ada sedikit dalam botol, Yang Mulia, kalau Anda masih lapar."
"Nanti," kata suara kedua. Juga suara laki-laki-tapi yang ini melengking tinggi aneh, dan sedingin angin bersalju yang mendadak bertiup. Ada sesuatu dalam suara itu yang membuat bulu tengkuk Frank berdiri. "Dekatkan aku ke api, Wormtail."
Frank menghadapkan telinga kanannya ke arah pintu, agar bisa mendengar lebih baik. Terdengar denting botol yang diletakkan di atas permukaan yang keras, disusul bunyi derit kursi besar yang diseret di atas lantai. Sekilas Frank melihat seorang laki-laki kecil, punggungnya menghadap pintu, mendorong kursi ke dekat perapian. Dia memakai jubah panjang hitam, dan bagian belakang
13 kepalanya botak. Kemudian dia menghilang dari pandangan lagi.
"Di mana Nagini"" tanya suara yang dingin.
"Saya-saya tidak tahu, Yang Mulia," kata suara pertama, nadanya cemas. "Dia memeriksa rumah, kurasa... "
"Perah dia sebelum kita tidur, Wormtail," kata suara kedua. "Aku perlu makan di malam hari. Perjalanan ini membuatku sangat lelah."
Dengan dahi berkerut, Frank lebih mendekatkan telinganya yang masih baik ke pintu, mendengarkan dengan teliti. Sunyi sejenak, kemudian yang bernama Wormtail bicara lagi.
"Yang Mulia, boleh saya bertanya, berapa lama kita akan tinggal di sini""
"Seminggu," kata suara dingin itu. "Mungkin lebih lama lagi. Tempat ini cukup nyaman, dan rencana kita belum bisa dijalankan. Bodoh kalau kita bertindak sebelum Piala Dunia Quidditch selesai."
Frank memasukkan kelingking yang bengkok ke dalam telinganya dan memutarnya. Tak diragukan lagi, gara-gara mengumpulnya kotoran telinga, dia telah mendengar kata "Quidditch", yang baginya sama sekali bukan sebuah kata.
"Pi-Piala Dunia Quidditch, Yang Mulia"" kata Wormtail.
14 (Frank mengorek telinganya lebih keras lagi.) "Maaf, tapi-saya tidak mengerti-kenapa kita harus menunggu sampai Piala Dunia selesai""
"Dasar goblok. Sekarang ini penyihir sedang berdatangan dari seluruh penjuru dunia, dan semua pegawai Kementerian Sihir yang suka mencampuri urusan orang lain akan bertugas, mengawasi kalaukalau ada kegiatan yang tidak biasa, mengecek dan mengecek ulang identitas. Mereka akan terobsesi dengan keamanan, jangan sampai Muggle mencurigai sesuatu. Jadi, kita menunggu."
Frank berhenti berusaha membersihkan telinganya. Dia telah mendengar jelas sekali kata-kata "Kementerian Sihir", "penyihir", dan. "Muggle". Jelas, masing-masing istilah itu berarti sesuatu yang rahasia, dan Frank hanya bisa memikirkan dua jenis orang yang bicara dengan kode: mata-mata dan kriminal. Frank mengeratkan pegangannya pada tongkatnya dan mendengarkan lagi dengan lebih teliti.
"Yang Mulia masih bertekad melakukannya, kalau begitu"" kata Wormtail pelan. "Tentu saja, Wormtail." Ada ancaman dalam suara dingin itu sekarang.
Hening sejenak-dan kemudian Wormtail bicara, kata-katanya meluncur terburu-buru, seakan dia memaksa diri mengucapkannya sebelum hilang keberaniannya.
"Bisa dilakukan tanpa Harry Potter, Yang Mulia."
Hening lagi, lebih lama, dan kemudian...
"Tanpa Harry Potter"" desah suara kedua pelan. "Begitu maumu..."
15 "Yang Mulia, saya tidak bermaksud melindungi anak itu!" kata Wormtail, suaranya jadi melengking seperti mencicit. "Anak itu tidak berarti apa-apa bagi saya, sama sekali tidak! Hanya saja kalau kita menggunakan penyihir lain-penyihir siapa saja-hal ini bisa dilakukan jauh lebih cepat! Jika Yang Mulia mengizinkan saya pergi sebentar-Anda tahu saya bisa menyamar dengan sangat efektif-saya bisa kembali ke sini dua hari kemudian dengan membawa orang yang cocok... "
"Aku bisa menggunakan penyihir lain," kata suara dingin itu pelan, "memang betul... "
"Yang Mulia, itu masuk akal," kata Wormtail, sekarang terdengar lega sekali. "Menangkap Harry Potter akan sulit sekali, dia dilindungi amat ketat... "
"Jadi, kau bersukarela pergi dan mencarikan gantinya" Aku jadi penasaran... mungkin tugas mengurusku sudah menjemukanmu, Wormtail" Mungkinkah saran mengubah rencana ini tak lain hanyalah usaha untuk meninggalkanku""
"Yang Mulia!... Saya... saya sama sekali tak punya keinginan meninggalkan Anda, sama sekali tidak... "
"Jangan membohpngiku!" desis suara kedua. "Aku selalu bisa tahu, Wormtail! Kau menyesal telah kembali kepadaku. Aku membuatmu jijik. Aku melihatmu ber-jengit saat kau menatapku, merasakan kau bergidik saat menyentuhku... "
"Tidak! Pengabdian saya hanyalah untuk Yang
Mulia... " "Pengabdianmu tak lain hanyalah kepengecutan. Kau tak akan berada di sini kalau bisa ke tempat lain. Bagaimana aku bisa bertahan tanpa kau, padahal aku perlu diberi makan beberapa jam sekali! Siapa yang bisa memerah Nagini""
"Tetapi Yang Mulia tampak jauh lebih kuat..."
"Pembohong," desah suara kedua. "Aku tidak lebih kuat, dan beberapa hari sendirian sudah cukup untuk memunahkan sedikit kesehatan yang kudapatkan dari perawatanmu yang kaku. Diam!"
Wormtail, yang sejak tadi merepet tak jelas, lang-sung terdiam. Selama beberapa detik, Frank hanya bisa mendengar derik api. Kemudian laki-laki kedua berbicara lagi, dalam bisikan yang nyaris seperti desisan.
"Aku punya alasan kenapa menggunakan anak itu, seperti yang sudah kujelaskan
kepadamu, dan aku tak mau memakai yang lain. Aku sudah menunggu selama tiga belas tahun. Beberapa bulan lagi tak ada artinya. Sedangkan mengenai perlindungan untuk anak itu, aku yakin rencanaku akan efektif. Yang diperlukan hanyalah sedikit keberanian darimu, Wormtail-keberanian yang akan kautemukan, kalau kau tidak ingin merasakan kemurkaan Lord Voldemort yang sebesar-besarnya..."
"Yang Mulia, saya harus bicara!" kata Wormtail panik. "Sepanjang perjalanan saya telah memikirkan rencana ini-Tuanku, menghilangnya Bertha Jorkins pasti tak lama lagi akan disadari, dan kalau kita terus, kalau saya membunuh..."
"Kalau"" bisik suara kedua. "Kalau" Kalau kau mengikuti rencana, Wormtail, Kementerian tak perlu tahu bahwa ada orang lain lagi yang mati. Kau akan melakukannya diam-diam, tanpa banyak cincong. Aku cuma berharap aku bisa melakukannya sendiri, tetapi dalam kondisiku sekarang... Ayolah, Wormtail, satu lagi penghalang kita singkirkan, dan jalan kita ke Harry Potter aman. Aku tidak memintamu melakukannya sendirian. Pada saat itu, abdiku yang setia sudah akan bergabung dengan kita... "
"Saya abdi yang setia," kata Wormtail, ada sedikit nada protes dalam suaranya.
"Wormtail, aku perlu orang yang punya otak, orang yang kesetiaannya tak pernah goyah, dan kau, sayangnya, tak memenuhi kedua syarat itu."
"Saya menemukan Anda," kata Wormtail, dan sekarang jelas ada nada kesal dalam suaranya. "Sayalah yang menemukan Anda. Saya yang membawakan Bertha Jorkins kepada Anda."
"Itu betul," kata pria yang kedua, kedengarannya geli. "Itu tindakan brilian, tak pernah terpikir olehku kau bisa melakukannya, Wormtail... meskipun, kalau mau jujur, kau tidak sadar betapa bergunanya dia ketika kau menangkapnya, kan""
"Saya... saya berpendapat dia akan berguna, Yang
Mulia... " "Pembohong," kata suara kedua lagi, kegelian yang keji terdengar lebih jelas dari sebelumnya. "Meskipun demikian, aku tak membantah bahwa informasinya sangat berharga. Tanpa informasi itu, aku tak akan pernah membuat rencana ini, dan untuk itu, kau akan menerima imbalan, Wormtail. Aku akan mengizinkanmu 17
melakukan tugas penting untukku. Banyak pengikutku yang lain akan bersedia merelakan tangan kanannya untuk melakukan tugas ini..."
"Be-betulkah, Yang Mulia" Apakah..."" Wormtail kedengarannya ketakutan lagi.
"Ah, Wormtail, kau kan tak mau kalau kejutannya kubuka sekarang" Bagianmu akan datang pada saat terakhir... tetapi aku berjanji, kau akan mendapat kehormatan menjadi orang yang sama bergunanya dengan Bertha Jorkins."
"Anda... Anda...," suara Wormtail mendadak parau, seakan mulutnya menjadi sangat kering. "Anda... akan... membunuh saya juga""
"Wormtail, Wormtail," kata suara dingin itu licin, "buat apa aku membunuhmu" Aku membunuh Bertha karena terpaksa. Dia tak bisa apa-apa lagi setelah aku selesai menanyainya, tak berguna. Lagi pula, pertanyaan-pertanyaan menyulitkan akan diajukan kalau dia kembali ke Kementerian dengan berita bahwa dia bertemu kau dalam liburannya. Penyihir yang sudah dianggap mati sebaiknya jangan sampai bertemu pegawai Kementerian Sihir di losmen pinggir jalan..."
Wormtail menggumamkan sesuatu pelan sekali sehingga Frank tidak bisa mendengarnya, tetapi gumaman itu membuat si pria kedua tertawa-tawa yang sama sekali tanpa keriangan, sama dinginnya dengan bicaranya.
"Kita bisa memodifikasi ingatannya" Tetapi Jampi Memori bisa dipatahkan oleh penyihir yang kuat, seperti telah kubuktikan sewaktu aku menanyai dia. Akan jadi 18
19 penghinaan bagi almarhumah jika informasi yang kukeluarkan darinya tidak digunakan, Wormtail."
Di koridor di luar, Frank mendadak menyadari bahwa tangan yang mencengkeram tongkatnya kini licin karena keringat. Pria bersuara dingin itu telah membunuh seorang wanita. Dia membicarakannya tanpa penyesalan sama sekali-malah dengan perasaan geli.
Dia berbahaya-orang gila. Dan dia sedang merencanakan pembunuhan lain-anak ini, Harry Potter, siapa pun dia-dalam bahaya...
Frank tahu apa yang hams dilakukannya. Sekaranglah saatnya dia pergi ke polisi. Dia akan mengendapendap meninggalkan rumah dan langsung menuju boks telepon di desa
... tetapi suara dingin itu bicara lagi, dan Frank bertahan di tempatnya, ketakutan, mendengarnya seteliti mungkin.
"Pembunuhan sekali lagi... abdiku yang setia di Hogwarts... Harry Potter sudah bisa dikatakan berada dalam genggamanku, Wormtail. Ini sudah keputusanku. Tak ada argumen lagi. Tapi diam... kurasa aku mendengar Nagini..."
Dan suara orang kedua itu berubah. Dia mengeluarkan bunyi-bunyian aneh yang belum pernah didengar Frank. Dia mendesis dan meludah tanpa menarik napas. Frank mengira dia mendapat semacam serangan jantung.
Dan kemudian Frank mendengar gerakan di belakangnya, di koridor yang gelap. Dia menoleh untuk melihat, dan langsung lumpuh ketakutan.
Ada yang melata menuju kepadanya sepanjang lantai koridor yang gelap, dan ketika semakin dekat dengan leret cahaya perapian, Frank menyadari dengan ngeri bahwa itu adalah ular raksasa, paling sedikit tiga setengah meter panjangnya. Ngeri, terpaku, Frank hanya bisa memandang tubuh ular yang meliukliuk membuat jejak lebar di debu tebal di lantai, makin lama makin dekat. Apa yang harus dilakukannya" Satu-satunya jalan lolos adalah dengan masuk ke dalam ruangan tempat kedua pria itu merencanakan pembunuhan. Tetapi jika tetap di tempatnya, ular itu jelas akan membunuhnya...
Tetapi sebelum dia mengambil keputusan, ular itu sudah sejajar dengannya, dan kemudian, luar biasa sekali, ajaib sekali, ular itu lewat. Dia menuju bunyi meludah dan mendesis yang dikeluarkan si pria bersuara dingin di balik pintu, dan dalam beberapa detik saja, ujung ekornya yang bermotif berlian sudah menghilang melewati celah.
Keringat membasahi dahi Frank sekarang, dan tangan di tongkatnya gemetar. Di dalam ruangan, suara dingin itu masih terus mendesis, dan Frank menyadari, walaupun ini aneh, walaupun tak mung-kin... pria ini bisa bicara dengan ular.
Frank tidak mengerti apa yang terjadi. Dia ingin sekali kembali ke tempat tidurnya dengan botol air panasnya. Masalahnya, kakinya rupanya tak mau bergerak. Sementara dia berdiri gemetar dan berusaha menguasai diri, suara dingin itu berubah, bicara biasa lagi.
"Nagini punya kabar menarik, Wormtail," katanya.
"Be-betulkah, Yang Mulia"" kata Wormtail.
"Betul," kata suara itu. "Menurut Nagini, ada Muggle tua berdiri persis di luar ruangan ini, mendengarkan semua yang kita bicarakan."
Frank tak punya kesempatan untuk menyembunyikan diri. Terdengar langkah-langkah kaki, dan kemudian pintu dibuka lebar-lebar.
Seorang laki-laki pendek botak, rambutnya yang tersisa beruban, dengan hidung runcing dan mata kecil berair berdiri di depan Frank, wajahnya diliputi kekagetan dan ketakutan. "Persilakan dia masuk, Wormtail. Mana sopan santunmu""
Suara dingin itu berasal dari kursi berlengan antik di depan perapian, tetapi Frank tidak bisa melihat si pembicaranya. Si ular, sebaliknya, sekarang bergelung di atas karpet rusak di depan perapian, seperti karikatur anjing piaraan yang mengerikan.
Wormtail memberi isyarat agar Frank masuk. Meskipun masih sangat terguncang, Frank memegang tongkatnya semakin erat dan berjalan timpang melangkahi ambang pintu.
Perapian itu, satu-satunya sumber penerangan dalam ruangan, memantulkan bayang-bayang panjang bergoyang pada dinding. Frank memandang ke punggung kursi berlengan. Orang yang duduk di situ rupanya lebih kecil daripada pelayannya, karena belakang kepalanya pun tak kelihatan.
"Kau mendengar semuanya, Muggle"" tanya si suara dingin.
"Kau menyebutku apa"" tanya Frank menantang, karena sekarang setelah dia berada dalam ruangan, sekarang setelah tiba saatnya untuk bertindak, dia merasa lebih berani; begitulah selalu yang terjadi dalam peperangan.
"Aku menyebutmu Muggle," kata suara itu dingin. "Itu berarti kau bukan penyihir."
"Aku tak tahu apa maksudmu dengan penyihir," kata Frank, suaranya semakin mantap. "Yang kutahu hanyalah, aku sudah mendengar cukup untuk membuat polisi tertarik malam ini. Kau sudah melakukan pembunuhan dan kau merencanakan pembunuhan lain! Dan asal kau tahu saja," dia menambahkan, mendadak mendapat inspirasi, "istriku tahu aku ada di sini, dan kalau aku tidak pulang..."
"Kau tidak punya istri,"
kata suara dingin itu perlahan. "Tak ada yang tahu kau ada di sini. Kau tidak memberitahu siapa pun kau akan ke sini. Jangan bohong kepada Lord Voldemort, Muggle, karena dia tahu... dia selalu tahu..."
"Betulkah"" kata Frank kasar. "Lord, ya" Aku tak menghargai sikapmu, My Lord. Berbaliklah dan hadapi aku seperti laki-laki."
"Tetapi aku bukan laki-laki, Muggle," kata suara dingin itu, nyaris tak terdengar karena sekarang ditingkahi derik api. "Aku lebih dari sekadar laki-laki, jauh lebih dari itu. Meskipun demikian... kenapa tidak" Aku akan menghadapimu.... Wormtail, putarlah kursiku."
Pelayan itu merengek. "Kau mendengarku, Wormtail."
Perlahan, dengan wajah mengerut seakan dia lebih baik melakukan apa saja daripada mendekati tuannya dan karpet tempat berbaring si ular, laki-laki kecil itu maju dan mulai memutar kursi. Si ular mengangkat kepalanya yang jelek berbentuk segitiga dan mendesis pelan ketika kaki kursi tersangkut karpetnya.
Dan kemudian kursi itu menghadap Frank, dan dia melihat apa yang duduk di atasnya. Tongkatnya jatuh berkelontangan di lantai. Dia membuka mulut dan menjerit. Frank menjerit luar biasa kerasnya sehingga dia tak pernah mendengar kata-kata yang diucapkan makhluk di atas kursi itu saat dia mengangkat tongkatnya. Ada kilatan cahaya hijau, suara menderu, dan Frank Bryce terpuruk. Dia sudah meninggal sebelum menyentuh lantai.
Tiga ratus kilometer dari tempat itu, anak yang bernama Harry Potter terbangun dengan kaget.
2. Bekas Luka HARRY berbaring telentang, terengah-engah seakan habis berlari. Dia terbangun dari rnimpi yang sangat nyata dengan tangan menekan wajahnya. Bekas luka lama di dahinya, yang berbentuk sambaran kilat, membara di bawah jari-jarinya, seakan ada orang yang baru saja menekankan kawat panas ke kulitnya.
Harry duduk. Satu tangan masih pada bekas lukanya, satunya lagi terjulur dalam kegelapan mencaricari kacamatanya, yang terletak di atas meja di sebelah tempat tidurnya. Dipakainya kacamatanya dan kamarnya sekarang tampak lebih terfokus, diterangi cahaya jingga redup yang menembus melalui gorden dari lampu jalan di luar jendelanya.
Harry meraba lagi bekas lukanya dengan jarinya. Bekas luka itu masih sakit. Dia menyalakan lampu di sebelahnya, turun dari tempat tidur, menyeberang
ruangan, membuka lemari pakaiannya dan memandang ke dalam cermin di balik pintu lemari. Anak laki-laki kurus berusia empat belas tahun balas memandangnya, matanya yang hijau cemerlang kebingungan di bawah rambut hitamnya yang berantakan. Harry mengamati bekas lukanya yang berbentuk sambaran kilat dengan lebih teliti. Kelihatannya biasa saja, tapi rasanya masih menyengat.
Harry berusaha mengingat-ingat mimpinya tadi, sebelum terbangun. Mimpinya serasa nyata sekali... Ada dua orang yang dikenalnya dan satu yang tidak... Dia berkonsentrasi keras, mengerutkan kening, berusaha mengingat....
Gambaran samar sebuah ruangan gelap muncul... Ada ular di atas karpet... seorang laki-laki kecil bernama Peter, dengan nama panggilan Wormtail... dan suara dingin, melengking tinggi... suara Lord Voldemort. Harry merasa seakan sepotong es meluncur ke dalam perutnya begitu teringat pada Lord Voldemort....
Dia memejamkan mata rapat-rapat dan berusaha mengingat seperti apa Voldemort, tetapi tak mung-kin... Yang Harry tahu hanyalah, pada saat kursi Voldemort diputar dan Harry melihat apa yang ada di atasnya, dia merasakan entakan kengerian, yang membuatnya bangun... atau, rasa sakit pada bekas lukanyakah yang membangunkannya"
Dan siapakah laki-laki tua itu" Karena jelas tadi ada laki-laki tua. Harry melihatnya terjatuh ke lantai. Segalanya jadi membingungkan. Harry membenamkan muka ke dalam tangannya, memblokir kamarnya, berusaha mempertahankan gambaran ruang berpenerangan 25
26 samar-samar, tetapi itu seperti mempertahankan air dalam genggaman tangan. Detail-detailnya sekarang menetes-netes sama cepatnya dengan usahanya menggenggamnya... Voldemort dan Wormtail tadi membicarakan seseorang yang telah mereka bunuh, meskipun Harry tak bisa mengingat namanya... dan mereka sedang merencanakan membunuh orang lain lagi... membun
uh dia! Harry mengangkat wajah, membuka mata, dan memandang sekeliling kamar tidurnya seakan mengharap melihat sesuatu yang luar biasa. Kebetulan memang ada beberapa hal luar biasa di dalam kamar ini. Sebuah koper kayu besar berdiri terbuka di kaki tem-pat tidurnya, menampakkan kuali, sapu, jubah-jubah hitam, dan bermacam buku mantra. Bergulung-gulung perkamen berserakan di atas mejanya, di bagian yang tidak ditempati sangkar besar kosong. Hedwig, burung hantunya yang seputih salju, biasanya bertengger di dalam sangkar itu. Di lantai di sebelah tempat tidurnya, sebuah buku terbuka. Harry sedang membacanya sebelum dia tertidur semalam. Foto-foto di dalam buku ini semua bergerak-gerak. Pria-pria berjubah jingga cemerlang meluncur-luncur di atas sapu, sebentar tampak sebentar menghilang, saling lempar sebuah bola merah.
Harry berjalan ke buku itu, memungutnya, dan melihat salah satu penyihir mencetak gol spektakuler dengan memasukkan bola ke dalam lingkaran setinggi lima belas meter. Kemudian dia menutup bukunya". Bahkan Quidditch-yang menurut Harry olahraga paling hebat di seluruh dunia-tak dapat mengalihkan perhatiannya saat
itu. Dia meletakkan Terbang Bersama The Cannons di atas meja di sebelah tempat tidurnya, berjalan ke jendela, dan membuka gordennya untuk memeriksa jalan di bawah.
Privet Drive tampak seperti yang diharapkan dari sebuah jalan terhormat di kota kecil menjelang fajar di hari Sabtu. Semua gorden tertutup. Sejauh yang bisa Harry lihat dalam kegelapan, tak tampak satu makhluk hidup pun, bahkan seekor kucing pun tidak.
Meskipun demikian... Harry kembali ke tempat tidurnya dengan resah, dia duduk dan meraba bekas lukanya lagi. Bukan rasa sakitnya yang mengganggunya. Rasa sakit dan luka bukan hal asing bagi Harry. Dia pernah kehilangan semua tulang di lengan kanannya dan ditumbuhkan lagi dengan amat sakit dalam semalam. Lengan yang sama pernah tertusuk taring berbisa sepanjang tiga puluh senti tak lama sesudahnya. Baru tahun lalu Harry terjatuh dari ketinggian lima belas meter dari atas sapu terbangnya. Dig. sudah terbiasa dengan kecelakaan dan luka-luka aneh; itu tak bisa dihindari kalau kau bersekolah di Sekolah Sihir Hogwarts dan Harry rupanya punya kecakapan khusus, untuk membuat banyak masalah tertarik kepadanya.
Bukan, hal yang meresahkan Harry adalah bahwa terakhir kalinya bekas lukanya terasa sakit adalah karena Voldemort ada di dekatnya... Tetapi Voldemort tak mungkin ada di sini, sekarang... Masa Voldemort bersembunyi di Privet Drive. Mustahil, tak mungkin...
Harry mendengarkan dengan tajam keheningan di sekelilingnya. Apakah dia setengah berharap mendengar derit anak tangga atau kibasan jubah" Dan kemudian dia 27
28 sedikit terlonjak ketika mendengar sepupunya, Dudley, mendengkur keras sekali dari kamar sebelah.
Harry menegur dirinya sendiri. Dia bodoh. Tak ada orang lain dalam rumah kecuali Paman Vernon, Bibi Petunia, dan Dudley, dan mereka jelas masih tidur, mimpi-mimpi mereka tidak mengerikan dan tidak membuat sakit.
Harry paling menyukai keluarga Dursley kalau mereka sedang tidur. Kalau bangun pun mereka tak akan membantunya. Hanya Paman Vernon, Bibi Petunia, dan Dudley-lah keluarga Harry yang masih hidup. Mereka Muggle (bukan penyihir) dan membenci serta memandang rendah sihir dalam segala bentuk, yang berarti di rumah mereka Harry hanya dianggap sebagai duri dalam daging. Selama Harry di Hogwarts, mereka menjelaskan kepada semua orang bahwa dia dikirjm ke Pusat Penampungan Anak-anak Kriminal yang Tak Bisa Disembuhkan St Brutus. Mereka tahu betul bahwa, sebagai penyihir di bawah umur, Harry tak diizinkan menyihir di luar Hogwarts, tetapi mereka tetap saja menyalahkan Harry jika ada apa saja yang tidak beres di rumah. Harry tak pernah bisa curhat kepada mereka ataupun menceritakan ten-tang kehidupannya di dunia sihir. Sungguh menggelikan memikirkan dia mendatangi mereka saat mereka sudah bangun, dan menceritakan kepada mereka ten-tang bekas lukanya yang sakit, dan tentang kecemasannya mengenai Voldemort.
Padahal, gara-gara Voldemort-lah Harry jadi tinggal
bersama keluarga Dursley. Jika buk
an karena ulah Voldemort, Harry tak akan punya bekas luka sambaran
29 kilat di dahinya. Jika bukan karena ulah Voldemort, Harry masih akan punya orangtua....
Harry baru berusia satu tahun pada malam Voldemort-penyihir hitam paling berkuasa sepanjang abad, penyihir yang selama sebelas tahun semakin bertambah kuat-tiba dirumahnya dan membunuh ayah dan ibunya. Voldemort kemudian mengarahkan tongkat sihirnya kepada Harry, dia mengucapkan kutukan yang telah membuat banyak penyihir dewasa pria dan wanita meninggal dalam masa kekuasaannya yang makin lama makin besar-dan luar biasa sekali, kutukan itu tidak mempan. Alih-alih membunuh anak yang masih bisa dibilang bayi ini, kutukan itu malah berbalik menyerang Voldemort sendiri. Harry selamat dengan hanya luka berbentuk sambaran kilat di dahinya, dan Voldemort tinggal jadi sesuatu yang nyaris hidup. Kekuatannya lenyap, nyawanya hampir melayang, Voldemort kabur. Kengerian yang sudah begitu lama menyelimuti komunitas rahasia para penyihir telah sirna. Para pengikut Voldemort bubar, dan Harry Potter menjadi terkenal.
Harry kaget sekali ketika, pada hari ulang tahunnya yang kesebelas, dia tahu bahwa sesungguhnya dia penyihir. Lebih membingungkan lagi ketika ternyata semua orang dalam dunia sihir yang tersembunyi kenal namanya. Ketika Harry tiba di Hogwarts, dia disambut kepala-kepala yang menoleh dan bisikanbisikan yang mengikutinya ke mana pun dia pergi. Tetapi sekarang dia sudah terbiasa. Pada akhir musim panas ini, dia akan memasuki tahun keempatnya di Hogwarts, dan Harry
sudah menghitung hari sampai tiba saatnya dia kembali berada di kastil lagi.
Tetapi masih dua minggu lagi sebelum dia kembali ke sekolah. Dia memandang berkeliling kamarnya dengan tak berdaya dan matanya berhenti pada dua kartu ulang tahun yang dikirim dua sahabatnya pada akhir Juli. Apa kata mereka jika Harry menulis surat dan memberitahu mereka bahwa bekas lukanya sakit"
Segera saja suara Hermione Granger memenuhi kepalanya, nyaring dan panik.
Bekas lukamu sakit" Harry, ini benar-benar serius... Tulislah surat kepada Profesor Dumbledore! Dan aku akan mengecek Penyakit Ringan dan Keluhan Sihir Umum... Mungkin dalam buku itu ada bahasan tentang bekas luka kutukan..."'
Ya, pasti begitulah nasihat Hermione. Pergilah ke Kepala Sekolah Hogwarts, dan sementara itu konsultasi pada buku. Harry menatap langit biru-kelam di luar jendela. Dia sungguh meragukan apakah buku bisa membantunya saat ini. Sejauh yang dia tahu, dia satu-satunya orang yang berhasil selamat dari kutukan seperri kutukan Voldemort itu. Karena itu nyaris tak ada kemungkinan dia akan bisa menemukan gejalagejalanya dalam buku Penyakit Ringan dan Keluhan Sihir Umum. Sedangkan mengenai memberitahu Kepala Sekolah, Harry sama sekali tak tahu ke mana Dumbledore pergi selama liburan musim panas. Sesaat dia geli sendiri membayangkan Dumbledore, dengan jenggot panjang keperakan, jubah sihir panjang, dan topi kerucutnya, berbaring di suatu pantai, menggosokkan cairan pelindung sinar matahari pada hi-dung bengkoknya.
Tetapi di mana pun Dumbledore berada, Harry yakin Hedwig akan bisa menemukannya. Burung hantu Harry belum pernah gagal mengantar surat kepada siapa pun, bahkan tanpa alamat sekalipun. Tetapi apa yang akan ditulisnya"
Profesor Dumbledore yang terhormat,
Maaf mengganggu Anda, tetapi bekas luka saya sakit.
Hormat saya, Harry Potter Bahkan di dalam kepalanya pun kata-katanya terdengar bodoh.
Maka dia berusaha membayangkan reaksi sahabatnya yang satu lagi, Ron Weasley, dan dalam sekejap saja rambut merah Ron, hidungnya yang panjang, serta wajahnya yang berbintik-bintik, langsung terbayang di depannya, tampangnya geli.
"Bekas lukamu sakit" Tapi... tapi Kau-Tahu-Siapa tak mungkin ada di dekatmu sekarang, kan" Maksudku... kau akan tahu, kan" Dia akan berusaha menghabisimu lagi, kan" Entahlah, Harry, mungkin bekas luka kutukan selalu sakit sedikit... Aku akan tanya Dad...."
Mr Weasley adalah penyihir sangat cakap yang bekerja di Kantor Penyalahgunaan Barang-barang Muggle di Kementerian Sihir, tetapi dia tak punya keahlian khusus dalam hal kutukan, sejauh
yang Harry tahu. Lagi pula, Harry tak ingin seluruh keluarga Weasley tahu bahwa dia sudah panik hanya gara-gara sakit sebentar saja. Mrs Weasley akan lebih repot daripada Hermione, sedangkan Fred dan George, kakak kembar Ron yang berusia enam
belas tahun, mungkin mengira Harry jadi penakut. Keluarga Weasley adalah keluarga yang paling disukai Harry di seluruh dunia. Dia berharap ajakan mereka untuk menginap bisa datang setiap waktu (Ron telah menyebut-nyebut Piala Dunia Quidditch), dan Harry tak ingin kunjungannya terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan ingin tahu tentang bekas lukanya.
Harry memijat-mijat bekas lukanya dengan bukubuku jarinya. Yang betul-betul diinginkannya (dan dia agak malu mengakuinya sendiri) adalah orang yang bisa dianggapnya sebagai-sebagai orangtuanya; penyihir dewasa yang bisa dimintai nasihat tanpa Harry merasa tolol, orang yang peduli kepadanya, yang puny a pengalaman dengan Sihir Hitam...
Dan kemudian solusinya muncul begitu saja. Sederhana sekali, dan amat jelas, sehingga Harry heran sendiri kenapa perlu begitu lama dia baru sadarSirius. Harry melompat bangun dari tempat tidurnya, bergegas ke mejanya, dan duduk. Dia menarik sehelai perkamen ke dekatnya, mencelupkan pena bulu-elangnya ke tinta, menulis Dear Sirius, kemudian berhenti, merenung bagaimana sebaiknya memaparkan masalahnya, seraya masih takjub kenapa Sirius tidak langsung terpikir olehnya. Tetapi, mungkin tidaklah begitu mengherankan-kan baru dua bulan lalu dia tahu bahwa Sirius walinya.
Ada alasannya kenapa Sirius sama sekali tak pernah muncul dalam kehidupan Harry sebelum itu-selama ini Sirius ada di Azkaban, penjara sihir mengerikan yang
dijaga oleh para Dementor, iblis mengerikan tak punya mata, penyedot roh manusia. Mereka datang mencari Sirius di Hogwarts, padahal Sirius tak bersalah- pembunuhan yang dituduhkan kepadanya dilakukan oleh Wormtail, pendukung Voldemort, yang oleh semua orang dikira sudah mati. Tetapi Harry, Ron, dan Hermione tahu bahwa Wormtail masih,hidup. Mereka bertemu sendiri dengan Wormtail tahun ajaran lalu, meskipun hanya Profesor Dumbledore yang mempercayai cerita mereka.
Selama satu jam yang amat menyenangkan, Harry sudah yakin dia akhirnya akan meninggalkan keluarga Dursley, karena Sirius sudah menawarinya untuk tinggal bersamanya begitu namanya sudah dibersihkan. Tetapi kesempatan ini telah dirampas darinya- Wormtail berhasil lolos sebelum sempat dibawa ke Kementerian Sihir, dan Sirius terpaksa harus lari untuk menyelamatkan dirinya. Harry telah membantunya lari naik Hippogriff bernama Buckbeak, dan sejak saat itu, Sirius terpaksa hidup dalam pelarian. Rumah yang seharusnya bisa dimilikinya seandainya Wormtail tidak lolos, menghantuinya selama musim panas ini. Sekarang jadi dobel berat bagi Harry untuk pulang ke rumah kelualga Dursley, karena dia tahu hampir saja dia berhasil bebas dari mereka untuk selamanya.
Bagaimanapun juga, Sirius telah membantu Harry, meski dia tak bisa bersamanya. Berkat Sirius-lah semua peralatan sekolah Harry sekarang ada di dalam kamarnya. Keluarga Dursley tak pernah mengizinkan ini sebelumnya. Keinginan mereka untuk membuat Harry sesengsara mungkin, ditambah ketakutan mereka akan kekuatan sihir Harry, membuat mereka mengunci koper
berisi peralatan sekolah Harry di dalam lemari di bawah tangga setiap musim panas. Tetapi sikap mereka berubah sejak mereka tahu Harry punya wali seorang kriminal berbahaya-karena Harry dengan sengaja lupa memberitahu mereka bahwa Sirius tak bersalah.
Harry sudah menerima surat dari Sirius dua kali sejak dia berada di Privet Drive. Keduanya diantar bukan oleh burung hantu (seperti yang biasa dilakukan penyihir), melainkan oleh burung-burung tropis besar berbulu warna-warni cerah. Hedwig tak suka pada pengganggu berwarna mencolok itu. Dia enggan sekali mengizinkan mereka minum dari tempat minumnya sebelum terbang pulang. Harry, sebaliknya, menyukai kedua burung itu. Mereka membuatnya membayangkan pohon-pohon palem dan pasir putih dan dia berharap bahwa, di mana pun Sirius berada (Sirius tak pernah mengatakannya, siapa tahu suratnya disadap), di
a menikmatinya. Bagaimanapun, Harry susah membayangkan Dementor bisa bertahan lama di bawah terangnya cahaya matahari. Mungkin itulah sebabnya Sirius lari ke selatan. Kedua surat Sirius, yang sekarang disembunyikan di bawah papan lepas yang sangat berguna di bawah tempat tidur Harry, kedengarannya riang, dan di dalam keduanya dia mengingatkan Harry untuk menghubunginya kapan saja Harry perlu. Nah, sekarang dia perlu....
Lampu Harry serasa semakin redup sementara cahaya dingin abu-abu yang mendahului terbitnya matahari merayap memasuki kamarnya. Akhirnya, setelah matahari terbit, ketika dinding kamarnya telah berubah keemasan, dan suara-suara orang bergerak bisa didengar dari dalam kamar Paman Vernon dan Bibi Petunia, Harry
membersihkan mejanya dari gumpalan remasan perkamen dan membaca ulang suratnya yang sudah selesai.
Dear Sirius, Terima kasih untuk suratmu yang terakhir. Burungnya besar sekali, dia nyaris tak bisa masuk lewat jendelaku.
Keadaan di sini seperti biasa. Diet Dudley tidak berjalan lancar. Bibiku menangkap basah dia menyelundupkan donat ke dalam kamarnya kemarin. Mereka memberitahu Dudley bahwa mereka terpaksa akan memotong uang sakunya kalau dia begini terus, jadi dia marah sekali dan melempar PlayStation-nya keluar jendela. Itu semacam komputer yang bisa dipakai main game. Bodoh juga dia, sekarang dia tidak bisa main Mega-Mutilation Bagian Ketiga untuk membantunya melupakan dietnya.
Aku baik-baik saja, terutama karena keluarga Dursley ketakutan kau akan muncul dan mengubah mereka semua menjadi kelelawar kalau aku memintamu.
Tapi pagi ini ada yang aneh. Bekas lukaku sakit lagi. Terakhir kalinya bekas lukaku sakit adalah karena Voldemort berada di Hogwarts. Tapi kurasa tak mung-kin dia berada di dekat-dekat sini sekarang, kan" Tahukah kau apakah bekas luka kutukan kadang-kadang masih terasa sakit bertahun-tahun kemudian"
Aku akan mengirim surat ini dengan Hedwig kalau dia pulang nanti. Sekarang dia sedang keluar berburu. Sampaikan salamku pada Buckbeak.
Harry. Ya, pikir Harry, kedengarannya sudah oke. Tak ada gunanya menceritakan mimpinya. Dia tak ingin kelihatan seakan dia terlalu cemas. Harry melipat perkamennya dan mendorongnya ke tepi meja, siap dibawa kalau Hedwig datang. Kemudian Harry bangkit, menggeliat, dan membuka lemari pakaiannya sekali lagi. Tanpa melirik bayangannya di cermin, dia mulai berganti pakaian sebelum turun untuk sarapan.
3. Undangan SAAT Harry tiba di dapur, ketiga anggota keluarga Dursley sudah duduk mengitari meja. Tak seorang pun menoleh ketika Harry masuk dan duduk. Wajah lebar Paman Vernon tersembunyi di balik Daily Mail pagi itu, dan Bibi Petunia sedang memotong jeruk besar menjadi empat, bibirnya membentuk kerucut di atas giginya yang seperti gigi kuda.
Dudley tampak marah dan cemberut, dan tampaknya menyita lebih banyak tempat dari biasanya. Ini luar biasa, sebab dia selalu memborong satu sisi meja segi empat itu untuknya sendiri. Ketika Bibi Petunia meletakkan seperempat jeruk yang tidak digulai di atas piring Dudley seraya berkata gemetar, "Ini, Diddy sayang," Dudley mendelik kepadanya. Kehidupannya berubah sengsara ketika dia pulang liburan musim panas membawa rapor akhir tahunnya.
Paman Vernon dan Bibi Petunia seperti biasanya berhasil mencari alasan mengapa nilai-nilainya rendah. Bibi Petunia selalu bersikeras bahwa Dudley adalah anak sangat berbakat yang tidak dipahami guru-gurunya, sedangkan Paman Vernon bertahan mengatakan bahwa "dia toh tak ingin punya anak laki-laki banci". Mereka juga mengabaikan tuduhan dalam rapor bahwa Dudley mengganggu dan mengancam anakanak lain-"Anaknya memang ramai, tapi dia tak akan melukai seekor lalat sekalipun!" kata Bibi Petunia sambil berurai air mata.
Meskipun demikian, di bagian bawah halaman rapor, ada beberapa komentar yang ditulis oleh perawat kesehatan sekolah, yang tak bisa diabaikan begitu saja bahkan oleh Paman Vernon atau Bibi Petunia sekalipun. Tak peduli betapa serunya Bibi Petunia meratap bahwa Dudley bertulang besar dan bahwa berat badannya itu sebetulnya karena lemak-bayinya, dan bahwa dia anak yang sedang tumbu
h yang memerlukan banyak makanan, kenyataannya tetap saja tak ada lagi seragam sekolah yang muat untuknya. Perawat sekolah itu telah melihat apa yang ditolak dilihat oleh mata Bibi Petunia- padahal biasanya matanya begitu tajam melihat bekas jari-jari tangan di dinding yang berkilap, dan mengawasi datang dan perginya para tetangga-yaitu bahwa jauh dari membutuhkan gizi ekstra, Dudley telah mencapai ukuran dan berat ikan paus pembunuh yang masih muda.
Jadi-setelah banyak marah-marah, setelah pertengkaran-pertengkaran yang menggetarkan lantai kamar Harry dan banyak air mata Bibi Petunia-aturan baru telah dimulai. Lembar penuntun diet yang dikirim oleh
39 perawat sekolah Smeltings ditempelkan di lemari es, yang telah dikosongkan dari semua makanan kegemaran Dudley-minuman yang meruap dan kue-kue, permen cokelat dan burger-dan sebagai gantinya diisi dengan buah-buahan dan sayuran dan segala macam lagi yang oleh Paman Vernon disebut "makanan kelinci". Untuk membuat Dudley merasa lebih nyaman, Bibi Petunia memaksa agar seluruh keluarga ikut diet juga. Sekarang dia mengulurkan seperempat jeruk kepada Harry. Harry melihat bahwa potongannya jauh lebih kecil daripada potongan Dudley. Bibi Petunia rupanya berpendapat bahwa untuk menjaga agar Dudley tetap bersemangat adalah dengan menjamin bahwa putranya, paling tidak, makan lebih banyak daripada Harry.
Tetapi Bibi Petunia tidak tahu apa yang tersembunyi di bawah papan lepas di atas. Dia tak tahu bahwa Harry sama sekali tidak ikut diet. Begitu tahu bahwa dia diharapkan melewatkan musim panas dengan hanya makan wortel, Harry mengirim Hedwig kepada sahabat-sahabatnya dengan permohonan bantuan, dan mereka menanggapinya dengan tak tanggung-tanggung. Hedwig kembali dari rumah Hermione membawa satu kotak besar berisi camilan bebas-gula. (Orangtua Hermione adalah dokter gigi.) Hagrid, pengawas binatang liar Hogwarts, mengiriminya sekantong bolu keras buatannya sendiri. (Harry belum menyentuh ini; dia sudah punya terlalu banyak pengalaman dengan makanan buatan Hagrid.) Tetapi Mrs Weasley telah mengirim burung hantu keluarga mereka, Errol, dengan cake buah sangat besar dan berbagai pai. Kasihan Errol, yang sudah tua dan lemah. Dia perlu lima hari penuh untuk memulihkan kekuatannya setelah perjalanan itu. Dan kemudian, pada
hari ulang tahun Harry (yang sama sekali diabaikan keluarga Dursley), dia menerima empat kue ulang tahun lezat, masing-masing dari Ron, Hermione, Hagrid, dan Sirius. Harry masih punya sisa dua kue, maka, sambil membayangkan sarapan lezat saat dia ke atas lagi nanti, Harry memakan jeruknya tanpa mengeluh.


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paman Vernon menyingkirkan korannya dengan dengus cela panjang dan memandang seperempat jeruknya.
"Cuma ini"" tanyanya dengan nada menggerutu kepada Bibi Petunia.
Bibi Petunia memandangnya dengan galak, dan kemudian mengangguk ke arah Dudley, yang sudah menghabiskan jatah jeruknya dan sedang mengawasi jeruk Harry dengan pandangan sangat masam dengan mata babinya yang kecil.
Paman Vernon menghela napas keras-keras, membuat kumis besarnya yang lebat bergoyang, dan mengangkat sendoknya.
Bel pintu berdering. Paman Vernon bangun dengan susah payah dari kursinya dan berjalan ke depan. Secepat kilat, sementara ibunya sibuk dengan teko, Dudley mencuri sisa jeruk Paman Vernon.
Harry mendengar percakapan di pintu depan, disusul suara orang tertawa, dan Paman Vernon menjawab singkat. Kemudian pintu depan tertutup, dan terdengar bunyi kertas yang disobek.
Bibi Petunia meletakkan teko teh di atas meja dan menoleh mencari di mana Paman Vernon. Dia tak perlu
menunggu lama. Semenit kemudian, Paman Vernon masuk lagi. Tampaknya menahan marah.
"Kau," dia membentak Harry. "Ke ruang keluarga. Sekarang juga."
Tercengang, bertanya-tanya dalam hati apa kesalahannya kali ini, Harry bangkit dan mengikuti Paman Vernon ke ruang sebelah. Paman Vernon menutup pintunya dengan keras.
"Jadi," katanya, seraya berjalan ke perapian dan berbalik menghadapi Harry seakan siap menyatakan bahwa Harry ditangkap. "Jadi."
Harry ingin sekali berkata, "Jadi apa"" tetapi dia tahu sebaiknya jangan memancing kema
rahan Paman Vernon sepagi ini, apalagi dia sudah uring-uringan gara-gara kurang makan. Karena itu Harry memilih bertampang bingung sopan.
"Ini baru saja datang," kata Paman Vernon. Dia melambai-lambaikan sehelai kertas surat ungu kepada Harry. "Surat. Tentang kau."
Kebingungan Harry bertambah. Siapa yang menulis kepada Paman Vernon tentang dia" Siapa kenalannya yang mengirim surat lewat pos biasa"
Paman Vernon mendelik kepada Harry, kemudian menunduk memandang suratnya, dan membacanya keras-keras:
Dear Mr dan Mrs Dursley, Kita belum pernah diperkenalkan, tetapi saya yakin Anda berdua sudah mendengar banyak dari Harry tentang anak kami Ron.
Harry mungkin sudah mengatakan kepada Anda, final Piala Dunia Quidditch akan berlangsung Senin malam ini, dan suami saya, Arthur, baru saja mendapat tiket bagus melalui koneksinya di Departemen Permainan dan Olahraga Sihir.
Saya sungguh berharap Anda mengizinkan kami mengajak Harry menonton, mengingat ini kesempatan sekali-dalam-seumur-hidup. Sudah tiga puluh tahun ini Inggris tidak menjadi tuan rumah, dan susah sekali mendapatkan tiketnya. Kami tentu saja senang menerima Harry menginap selama sisa musim panasnya, dan mengantarnya ke kereta api yang akan membawanya kembali ke sekolah.
Sebaiknya Harry mengirim jawaban secepat mungkin dengan cara normal, sebab tukang pos Muggle belum pernah mengantar surat ke rumah kami, dan saya tak yakin dia tahu di mana tempatnya.
Kami berharap bisa segera bertemu Harry.
Salam saya, Molley Weasley, NB: Mudah-mudahan prangkonya cukup.
Paman Vernon selesai membaca, kembali memasukkan tangannya ke dalam saku dadanya, dan mengeluarkan sesuatu yang lain.
"Lihat ini," katanya geram.
Dia mengacungkan amplop yang dipakai Mrs Weasley untuk mengirim suratnya, dan Harry terpaksa menahan tawa. Seluruh permukaannya penuh ditempeli prangko, kecuali sepetak kecil, kira-kira dua setengah sentimeter persegi, di bagian depan. Di dalam kotak itu Mrs Weasley telah menuliskan nama dan alamat keluarga Dursley dengan tulisan kecilkecil.
"Prangkonya cukup kalau begitu," kata Harry, berusaha mengucapkannya dengan nada seakan kesalahan yang dibuat Mrs Weasley bisa dibuat siapa saja. Mata pamannya berkilat.
"Tukang posnya curiga," katanya dengan gigi mengertak. "Sangat penasaran, ingin tahu dari mana datangnya surat ini. Itulah sebabnya dia membunyikan bel. Dianggapnya ini lucu."
Harry tidak berkata apa-apa. Orang lain mungkin tidak bisa mengerti kenapa Paman Vernon begitu sewot hanya gara-gara prangko yang banyak, tetapi Harry sudah tinggal bersama keluarga Dursley lama sekali sehingga dia tahu mereka sangat peka terhadap apa pun yang sedikit saja di luar kewajaran. Ketakutan terbesar mereka adalah kalau sampai ketahuan bahwa mereka ada hubungannya (walaupun jauh sekali) dengan orang-orang seperti Mrs Weasley.
Paman Vernon masih mendelik pada Harry, yang berusaha membuat ekspresi wajahnya netral. Kalau dia tidak melakukan atau mengatakan sesuatu yang bodoh, mungkin saja dia akan mendapatkan hal yang sangat menyenangkan. Dia menunggu Paman Vernon mengatakan sesuatu, tetapi dia cuma mendelik terus. Harry memutuskan memecahkan keheningan. 43
44 "Jadi-bolehkah aku pergi"" dia bertanya.
Wajah Paman Vernon yang besar dan ungu sekilas berkedut. Kumisnya menegak. Harry tahu apa yang terjadi di balik kumis itu: peperangan hebat sementara dua dari naluri Paman Vernon yang paling dasar bertentangan. Mengizinkan Harry pergi akan membuat Harry senang, sesuatu yang selama tiga belas tahun ini diusahakannya jangan sampai terjadi. Sebaliknya, mengizinkan Harry menghilang ke rumah keluarga Weasley selama sisa musim panas berarti menyingkirkan Harry dua minggu lebih awal daripada yang bisa diharapkan siapa pun, dan Paman Vernon sangat tidak suka Harry tinggal di rumahnya. Untuk memberinya waktu berpikir, dia memandang surat Mrs Weasley lagi.
"Siapa perempuan ini"" tanyanya, seraya menatap tanda tangannya dengan rasa tak suka.
"Paman sudah melihatnya," kata Harry. "Dia ibu temanku, Ron. Dia menjemput Ron waktu turun dari Hog-kereta api sekolah pada akhir semester lalu."
Harry nyaris menga takan "Hogwarts Express", dan itu cara pasti untuk mengobarkan amarah pamannya. Tak ada yang pernah menyebut nama sekolah Harry dalam rumah keluarga Dursley
Paman Vernon mengerutkan wajahnya yang besar, seakan berusaha mengingat sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.
"Perempuan gemuk pendek"" katanya menggeram akhirnya. "Banyak anak berambut merah""
45 Harry mengernyit. Menurutnya agak keterlaluan kalau Paman Vernon menyebut orang lain "gemuk", sementara anaknya sendiri, Dudley, akhirnya menjadi apa yang sudah kelihatan akan terjadi sejak dia berusia tiga tahun, lebarnya melebihi tingginya.
Paman Vernon membaca surat itu lagi.
"Quidditch," gerutunya. "Quidditch-omong kosong apa ini"" Untuk kedua kalinya Harry merasa jengkel. "Itu nama olahraga," katanya singkat. "Mainnya naik sapu..."
"Baik, baik!" kata Paman Vernon keras. Harry puas melihat pamannya agak panik. Rupanya dia tak tahan mendengar kata "sapu" di dalam ruang keluarganya. Dia mencari perlindungan dengan membaca surat itu lagi. Harry melihat bibirnya membentuk kata-kata "mengirim jawaban... dengan cara normal." Dia cemberut.
"Apa maksudnya dengan cara normal'"" bentaknya.
"Normal untuk kami," kata Harry, dan sebelum pamannya bisa mencegahnya, dia menambahkan, "Paman tahu, pos burung hantu. Itu normal untuk penyihir."
Paman Vernon murka sekali, seakan Harry baru saja mengucapkan makian menjijikkan. Gemetar saking marahnya, dia melempar pandang cemas ke luar jendela, seakan mengharap akan melihat salah seorang tetangga menempelkan telinga pada kacanya.
"Berapa kali harus kukatakan jangan sekali-kali menyebut ketidakwajaran itu di bawah atapku"" desisnya, wajahnya sekarang merah padam. "Dasar tak tahu terima kasih, berdiri di situ memakai pakaian yang diberikan Petunia dan aku..."
"Cuma bekas Dudley yang sudah tak terpakai," kata Harry dingin, dan memang benar, dia memakai kaus lengan panjang yang amat sangat kebesaran, sehingga dia harus melipat lengannya lima kali supaya bisa menggunakan tangannya, dan kaus itu panjangnya melewati lutut celana jins-nya yang juga sangat kedodoran.
"Jangan membantahku!" kata Paman Vernon, gemetar saking marahnya.
Tetapi Harry tak mau menyerah begitu saja. Masa-masa dia terpaksa mematuhi semua peraturan konyol keluarga Dursley sudah lewat. Dia tidak ikut diet Dudley dan dia juga tidak akan membiarkan Paman Vernon mencegahnya menonton Piala Dunia Quidditch, kalau dia bisa. Harry menghela napas dalam untuk menenangkan diri, kemudian berkata, "Oke, aku tak boleh menonton Piala Dunia. Kalau begitu, boleh aku pergi sekarang" Aku harus menyelesaikan suratku untuk Sirius. Paman tahu, kan... waliku."
Dia berhasil. Dia telah mengucapkan kata sihirnya. Sekarang dia menyaksikan warna ungu memudar sebercak demi sebercak dari wajah Paman Vernon, membuatnya tampak seperti es krim currant hitam yang campurannya tidak rata.
"Kau-kau menyuratinya, ya"" kata Paman Vernon, suaranya ditenang-tenangkan-tetapi Harry sudah melihat pupil matanya menyipit ketakutan.
"Yeah," kata Harry sambil lalu. "Sudah cukup lama dia tidak mendapat kabar dariku. Dan Paman tahu, kalau
tidak dikabari, dia mungkin mengira ada yang tidak beres."
Harry berhenti untuk menikmati efek kata-kata ini. Dia nyaris bisa melihat roda penggerak menggelinding di bawah rambut tebal-gelap Paman Vernon yang terbelah rapi. Kalau dia melarang Harry menulis kepada Sirius, Sirius mungkin mengira Harry diperlakukan dengan tidak benar. Kalau dia mengatakan Harry tak boleh menonton Piala Dunia Quiddtich, Harry akan bercerita kepada Sirius, dan Sirius akan tahu Harry diperlakukan dengan tidak benar. Hanya ada satu hal yang bisa dilakukan Paman Vernon. Harry bisa melihat kesimpulan terbentuk dalam benak pamannya, seakan wajah berkumis besar itu transparan. Harry berusaha tidak tersenyum, wajahnya tanpa ekspresi. Dan kemudian...
"Kalau begitu, baiklah. Kau boleh pergi ke tontonan brengsek... ke Piala Dunia ini. Suratilah keluarga... keluarga Weasley agar menjemputmu. Aku tak puny a waktu mengantarmu ke ujung negeri. Dan kau boleh melewatkan sisa musim panasmu di sana. Dan kau bisa cerita pad
a... walimu... katakan... katakan kau akan menonton."
"Oke," kata Harry cerah.
Harry berbalik dan berjalan ke pintu, berusaha keras menahan diri untuk tidak melompat dan berteriak. Dia akan pergi... dia akan pergi ke rumah keluarga Weasley dia akan menonton Piala Dunia Quidditch!
Di lorong dia nyaris menabrak Dudley yang bersembunyi di balik pintu, jelas ingin mencuri dengar Harry
dimarahi. Dia kaget melihat cengiran lebar di wajah Harry.
"Sarapannya enak sekali, ya"" kata Harry. "Aku kenyang sekali. Kau bagaimana""
Tertawa melihat Dudley bengong, Harry melompati anak tangga tiga-tiga sekaligus, dan berlari kembali ke kamarnya.
Yang pertama kali dilihatnya adalah Hedwig sudah pulang. Dia bertengger di sangkarnya, menatap Harry dengan matanya yang kuning besar, dan mengatup-ngatupkan paruhnya sedemikian rupa dengan maksud mengatakan ada yang bikin dia jengkel. Apa tepatnya yang membuatnya jengkel, langsung jelas.
"OUCH!" sera Harry ketika sesuatu yang seperti bola tenis berbulu abu-abu menabrak sisi kepalanya. Harry menggosok-gosoknya dengan keras, menengadah untuk melihat apa yang memukulnya, dan menatap burung hantu kecil mungil, cukup ditaruh di atas telapak tangannya, meluncur-luncur bersemangat mengelifingi ruangan, seperti kembang api yang tak terkendali. Harry kemudian menyadari burung hantu itu telah menjatuhkan surat di kakinya. Harry membungkuk, mengenali tulisan Ron, kemudian merobek amplopnya. Di dalamnya ada surat yang ditulis dengan buru-buru.
Harry-DAD DAPAT TIKETNYA-Irlandia lawan Bulgaria, Senin malam. Mum sedang menulis kepada Muggle untuk memintamu ke sini. Mungkin mereka sudah menerima suratnya. Aku tak tahu berapa cepatnya pos Muggle. Kupikir kukirim saja surat ini dengan Pig.
Harry memandang kata "Pig", kemudian mendongak melihat burung hantu kecil mungil yang sekarang meluncur mengelilingi lampu di langit-langit. Sama sekali tak ada mirip-miripnya dengan babi. Mungkin dia tidak bisa membaca tulisan Ron. Dia kembali ke suratnya:
Kami akan datang menjemputmu, tak peduli si Muggle suka atau tidak. Mana bisa kau tak menonton Piala Dunia, hanya saja Mum dan Dad mengira sebaiknya kami berpura-pura minta izin mereka dulu. Kalau mereka bilang ya, kirim kembali Pig dengan jawabanmu pronto, dan kami akan datang menjemputmu hari Minggu pukul lima sore. Kalau mereka bilang tidak, kirim kembali Pig pronto dan kami akan tetap datang menjemputmu hari Minggu pukul lima sore.
Hermione tiba sore ini. Percy sudah mulai bekerja- di Departemen Kerjasama Sihir Internasional. Jangan sebut-sebut apa pun tentang luar negeri selama kau di sini kalau tak mau bosan setengah mati.
Sampai ketemu... Ron, "Tenang!" kata Harry ketika si burung hantu kecil terbang rendah di atas kepalanya, bercicit bising yang hanya bisa ditafsirkan Harry sebagai kebanggaan telah berhasil mengantar surat ke orang yang benar. "Sini, aku butuh kau untuk membawa pulang jawabanku!"
Si burung hantu terbang turun dan hinggap di atas sangkar Hedwig. Hedwig memandangnya dingin, seakan menantangnya kalau dia berani mencoba datang lebih dekat.
Harry menyambar pena bulu-elangnya sekali lagi, menarik sehelai perkamen baru, dan menulis:
Ron, semua oke, si Muggle bilang aku boleh nonton. Sampai ketemu pukul lima besok. Sudah tak sabar.
Harry, Dilipatnya surat ini sampai kecil sekali, dan dengan susah payah diikatkannya ke kaki si burung hantu mungil, sementara burung itu melompat-lompat kegirangan. Begitu ikatan suratnya sudah kuat, burung itu terbang lagi, meluncur keluar dari jendela, dan lenyap.
Harry menoleh ke Hedwig. "Mau terbang jauh"" dia menanyainya. Hedwig menjawab dengan uhu yang anggun. "Bisakah kauantarkan ini kepada Sirius"" kata Harry, memungut suratnya. "Tunggu... kuselesaikan dulu." Dia membuka lipatan suratnya dan buru-buru menambahkan,
Kalau kau ingin menghubungiku, aku akan berada di rumah temanku Ron Weasley selama sisa musim panas. Ayahnya mendapat tiket Piala Dunia Quidditch untuk kami!
Surat itu selesai. Diikatkannya ke kaki Hedwig. Tak seperti biasanya, Hedwig tak bergerak sama sekali, seakan bertekad ingin menunjukkan bagaimana
seharusnya burung hantu pos bersikap.
"Aku di rumah Ron waktu kau pulang nanti, oke"" Harry memberitahunya.
Hedwig mematuk jarinya dengan sayang, kemudian, diiringi bunyi desah, dia mengepakkan sayapnya yang besar dan meluncur keluar dari jendela yang terbuka.
Harry mengawasinya sampai dia lenyap dari pandangan, kemudian merangkak ke kolong tempat tidurnya, mengangkat papan lepas, dan mengeluarkan sepotong besar kue ulang tahun. Dia duduk di lantai melahapnya, menikmati kebahagiaan yang melandanya. Dia punya kue, sedangkan Dudley cuma punya jeruk. Hari ini cerah, dia akan meninggalkan Privet Drive besok pagi, bekas lukanya sudah sepenuhnya normal lagi, dan dia akan menonton Piala Dunia Quidditch. Susah, sekarang ini, untuk merasa cemas tentang apa pun- bahkan tentang Lord Voldemort sekalipun.
4. Kembali Ke The Burrow PUKUL dua belas keesokan harinya, koper Harry sudah penuh peralatan sekolahnya dan semua miliknya yang paling berharga-Jubah Gaib yang diwarisinya dari ayahnya, sapu yang didapatnya dari Sirius, peta sihir Hogwarts yang diberikan kepadanya oleh Fred dan George tahun lalu. Dia telah mengosongkan tempat persembunyian di bawah papan lepas, mengecek semua sudut kamarnya dua kali, kalau-kalau masih ada buku sihir atau pena bulu yang ketinggalan, dan menurunkan diagram dari dinding yang digunakannya untuk menghitung hari sampai tanggal satu September. Harry senang mencoret sisa hari pada diagram itu, sampai tiba saatnya dia kembali ke Hogwarts.
Suasana di dalam rumah di Privet Drive nomor empat sangat tegang. Sebentar lagi kedatangan beberapa penyihir membuat keluarga Dursley tegang dan jengkel. Paman Vernon langsung kaget ketika Harry memberitahunya bahwa keluarga Weasley akan tiba pukul lima sore hari besok.
"Kuharap kau memberitahu orang-orang itu agar berpakaian pantas," gertaknya langsung. "Aku sudah pernah melihat pakaian yang dipakai bangsamu. Sebaiknya mereka cukup sopan dan memakai pakaian normal, itu saja."
Firasat Harry agak tak enak. Jarang sekali dia melihat Mr atau Mrs Weasley memakai apa yang oleh keluarga Dursley disebut "normal". Anak-anak mereka mungkin memakai pakaian Muggle selama liburan, tetapi Mr dan Mrs Weasley biasanya memakai jubah panjang dengan berbagai tingkat keusangan. Harry tidak memusingkan apa yang akan dikatakan para tetangga, tetapi dia cemas bagaimana nanti kalau keluarga Dursley bersikap tidak sopan kepada keluarga Weasley jika mereka muncul dengan dandanan sihir yang mereka anggap parah.
Paman Vernon memakai setelan jasnya yang terbaik. Bagi sementara orang, ini seolah untuk menghormati tamunya, tetapi Harry tahu ini karena Paman Vernon ingin tampil mengesankan dan berwibawa. Dudley, sebaliknya, tampak mengecil. Ini bukan karena dietnya akhirnya berhasil, tetapi gara-gara ketakutan. Terakhir kalinya Dudley bertemu penyihir dewasa, ekor babi yang melengkung muncul dari pantatnya, dan Bibi Petunia dan Paman Vernon harus membayar biaya operasi untuk menghilangkannya di sebuah rumah sakit swasta di London. Karena itu, tidaklah mengherankan Dudley berkali-kali mengelus bagian belakang tubuhnya dengan cemas, dan berjalan menyamping dari satu ruang ke
ruang lain, supaya tidak menghadapkan target yang sama kepada musuh.
Makan siang berlangsung nyaris tanpa suara. Dudley bahkan tidak memprotes makanannya (keju lunak dan seledri parut). Bibi Petunia tidak makan apa-apa. Tangannya bersedekap, bibirnya cemberut, dan dia tampak seperti mengunyah lidahnya, seakan menggigit kembali kecaman-kecaman tajam yang ingin sekali dilayangkannya kepada Harry.
"Mereka datang naik mobil, tentunya"" kata Paman Vernon keras.
"Er," kata Harry.
Harry tidak memikirkannya. Bagaimana caranya keluarga Weasley akan menjemputnya" Mereka tak lagi punya mobil. Ford Anglia tua yang pernah mereka miliki sekarang berkeliaran di Hutan Terlarang di Hogwarts. Tetapi Mr Weasley meminjam mobil Kementerian Sihir tahun lalu, mungkin hari ini juga begitu"
"Kurasa begitu," kata Harry.
Paman Vernon mendengus ke kumisnya. Normalnya, Paman Vernon akan bertanya apa mobil Mr Weasley. Dia cenderung menilai orang lain dari ber
apa besar dan mahal mobilnya. Tetapi Harry sangsi apakah Paman Vernon akan menyukai Mr Weasley kalaupun dia naik Ferrari.
Harry melewatkan sebagian besar sore itu di dalam kamarnya. Dia tak tahan melihat Bibi Petunia mengintip dari balik vitrage beberapa detik sekali, seakan baru saja mendengar peringatan ada badak bercula satu yang
lepas. Akhirnya, pukul lima kurang seperempat, Harry turun kembali ke ruang keluarga.
Bibi Petunia melurus-luruskan bantal kursi dengan terpaksa. Paman Vernon berpura-pura membaca surat kabar, tetapi mata kecilnya tidak bergerak, dan Harry yakin dia sebenarnya sedang mendengarkan setajam mungkin bunyi mobil yang mendekat. Dudley duduk dijejalkan dalam kursi berlengan, tangan gemuknya di bawahnya, memegangi pantatnya erat-erat. Harry tak tahan menyaksikan ketegangan ini, dia meninggalkan ruangan dan duduk di tangga di lorong, matanya memandang arlojinya dan jantungnya berdegup kencang karena gairah dan kecemasan.
Tetapi pukul lima tiba dan berlalu. Paman Vernon, berkeringat di dalam setelan jasnya, membuka pintu depan, mengintip ke jalan dan buru-buru menarik kembali kepalanya.
"Mereka terlambat!" dia membentak Harry. "Aku tahu," kata Harry. "Mungkin... er... macet, atau kenapa."
Lima lewat sepuluh... kemudian lima seperempat... Harry sendiri mulai merasa cemas sekarang. Pukul setengah enam, dia mendengar Paman Vernon dan Bibi Petunia berbicara dalam gumam tegang di ruang keluarga.
"Tak punya perasaan."
"Kita bisa saja punya acara lain."
"Mungkin mereka kira akan diajak makan malam kalau telat."
"Jangan harap," kata Paman Vernon, dan Harry mendengarnya bangkit dan berjalan mondar-mandir. "Mereka akan mengambil anak itu dan pergi, tak perlu berlama-lama. Itu kalau mereka jadi datang.
Mungkin mereka salah lihat hari. Kurasa bangsa mereka tidak menghargai ketepatan waktu. Itu masalahnya. Atau bisa juga karena mereka naik mobil kaleng bekas yang mog-AAAAAAAARRRRRGH!"
Harry terlonjak. Dari ruang keluarga terdengar suara ketiga Dursley yang panik serabutan ke seberang ruangan. Saat berikutnya Dudley terbang ke lorong, tampak ngeri.
"Ada apa"" tanya Harry. "Apa yang terjadi""
Tetapi Dudley tak sanggup bicara. Dengan tangan masih mencengkeram pantatnya, dia melangkah berat secepat mungkin ke dapur. Harry bergegas ke ruang keluarga.
Gedoran dan garukan keras terdengar dari balik perapian yang ditutup papan, yang di depannya dipasangi api batu bara palsu dengan steker listrik.
"Apa itu"" tanya Bibi Petunia kaget. Dia telah mundur merapat ke dinding dan memandang perapian dengan ketakutan. "Apa itu, Vernon""
Tetapi keraguan mereka lenyap sedetik kemudian. Suara-suara terdengar dari dalam perapian.
"Ouch! Fred, jangan-balik, balik, ada kekeliruan- bilang George jangan-OUCH! George, jangan, tak ada tempat, balik cepat dan bilang pada Ron..."
"Mungkin Harry bisa mendengar kita, Dad-mungkin dia bisa mengeluarkan kita..." Terdengar gedoran keras pada papan di belakang perapian listrik.
"Harry! Harry, kau bisa mendengar kami""
Suami-istri Dursley berbalik menghadapi Harry seperti sepasang serigala yang marah.
"Apa ini"" gerung Paman Vernon. "Apa yang terjadi""
"Mereka-mereka datang ke sini dengan bubuk Floo," kata Harry, berusaha sekuat mungkin menahan tawa. "Mereka bisa bepergian dengan api-hanya saja Paman telah menutup perapian-tunggu..."
Harry mendekati perapian dan memanggil dari balik papan.
"Mr Weasley" Bisakah Anda mendengar saya""
Gedoran berhenti. Di dalam cerobong ada yang berkata, "Shh!" "Mr Weasley, ini Harry... perapiannya ditutup. Anda tak bisa lewat sini." "Sialan!" terdengar suara Mr Weasley. "Untuk apa mereka menutup perapian""
"Mereka punya perapian listrik," Harry menjelaskan.
"Betul"" kata suara Mr Weasley penuh semangat. "Lipstik, katamu" Dengan steker! Wah, aku harus melihatnya... Coba kupikirkan... ouch, Ron!"
Suara Ron sekarang bercampur dengan yang lain.
"Ngapain kita di sini" Ada yang tidak beres""
"Oh tidak, Ron," terdengar suara Fred, sangat sinis. "Tidak. Ini tepat seperti yang kita mau."
"Yeah, kita bersenang-senang di sini," kata George, yang suaranya terdengar teredam, sepe
rtinya dia tergencet ke dinding.
"Anak-anak, anak-anak...," kata Mr Weasley samar-samar. "Aku berusaha berpikir apa yang harus kita lakukan... Ya... satu-satunya cara... Mundur, Harry."
Harry mundur ke sofa. Tetapi Paman Vernon malah maju.
"Tunggu sebentar!" dia menggerung ke arah perapian. "Tepatnya apa yang akan kau..."
DUAR. Perapian listrik melayang ke seberang ruangan ketika papan yang menutup perapian menghambur terbuka, mengeluarkan Mr Weasley, Fred, George, dan Ron dalam semburan puing dan serpihan. Bibi Petunia menjerit dan jatuh terjengkang melewati meja kopi. Paman Vernon menangkapnya sebelum Bibi Petunia jatuh ke lantai, dan tanpa bisa bicara memandang ternganga keluarga Weasley yang semuanya berambut merah, termasuk Fred dan George yang identik, persis sama sampai ke bintik cokelat di wajah mereka.
"Ini lebih baik," kata Mr Weasley terengah, mengibas debu dari jubah hijau panjangnya dan meluruskan kacamatanya. "Ah... Anda pastilah bibi dan paman Harry!"
Jangkung, kurus, dan botak, dia bergerak mendekati Paman Vernon, tangannya terulur, tetapi Paman Vernon mundur beberapa langkah, menarik Bibi Petunia. Paman Vernon benar-benar tak mampu bicara. Setelannya yang
terbaik penuh debu putih, demikian juga rambut dan kumisnya, membuatnya tampak baru saja bertambah tua tiga puluh tahun.
"Er... ya... maaf soal itu," kata Mr Weasley, menurunkan tangannya dan menoleh memandang perapian yang hancur. "Semua salah saya. Sama sekali tidak terpikir oleh saya bahwa kami tak akan bisa keluar di ujung sini. Perapian Anda telah saya hubungkan dengan Jaringan Floo-hanya untuk sore ini saja, supaya kami bisa menjemput Harry. Perapian Muggle tidak boleh dihubungkan, sebetulnya-tapi saya punya kontak yang berguna di Panel Peraturan Floo, dan dia mengaturnya untuk saya. Saya bisa membetulkannya dalam sekejap, jangan khawatir. Saya akan menyalakan api untuk mengirim kembali anak-anak, dan kemudian saya bisa membetulkan perapian Anda sebelum ber-Disapparate."
Harry berani bertaruh paman dan bibinya tak mengerti sepatah pun yang dikatakan Mr Weasley. Mereka masih ternganga menatap Mr Weasley, seperti disambar petir. Bibi Petunia terhuyung menegakkan diri dan bersembunyi di belakang Paman Vernon.
"Halo, Harry!" kata Mr Weasley ceria. "Kopermu sudah siap""
"Di atas," kata Harry, balas nyengir.
"Kami ambilkan," kata Fred segera. Mengedip kepada Harry, dia dan George meninggalkan ruangan. Mereka tahu di mana kamar Harry, karena pernah membebaskan Harry dari kamar itu di tengah malam. Harry curiga mereka ingin melihat Dudley. Mereka sudah mendengar banyak tentangnya dari Harry.
"Nah," kata Mr Weasley, mengayun tangannya sedikit, sementara dia berusaha menemukan kata-kata untuk memecah keheningan yang sangat tidak nyaman ini. "Sangat... erm... sangat menyenangkan, tem-pat Anda."
Mengingat ruang keluarga yang biasanya sangat bersih itu kini tertutup debu dan serpihan-serpihan batu bata, komentar ini tidak membuat pasangan Dursley senang. Wajah Paman Vernon berubah ungu sekali lagi, dan Bibi Petunia mulai menggigiti lidahnya lagi. Meskipun demikian, mereka rupanya kelewat takut untuk mengatakan sesuatu.
Mr Weasley memandang berkeliling. Dia suka segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Muggle. Harry tahu dia sudah ingin sekali memeriksa televisi dan video recorder.
"Ini dinyalakan pakai lipstik, ya"" katanya sok tahu. "Ah, ya, saya bisa lihat stekernya. Saya mengoleksi steker," dia menambahkan kepada Paman Vernon. "Dan baterai. Punya banyak koleksi baterai. Istri saya menganggap saya gila, tapi ya mau bagaimana lagi."
Paman Vernon jelas menganggap Mr Weasley gila juga. Dia bergerak sedikit ke kanan, menutupi Bibi Petunia dari pandangan, seakan dia mengira Mr Weasley bisa mendadak menyerang mereka.
Dudley mendadak muncul lagi di ruang tamu. Harry bisa mendengar bunyi dak-duk kopernya pada anak tangga, dan tahu bahwa bunyi itu membuat Dudley ketakutan sendirian di dapur. Dudley merapat ke dinding, memandang Mr Weasley dengan ketakutan, dan berusaha menyembunyikan diri di belakang ayah dan
ibunya. Celakanya, tubuh besar Paman Vernon, yang c
ukup untuk menutupi Bibi Petunia yang kurus, sama sekali tak bisa menyembunyikan Dudley.
"Ah, ini sepupumu ya, Harry"" ujar Mr Weasley, memberanikan diri membuka percakapan lagi.
"Yep," kata Harry, "itu Dudley."
Harry dan Ron bertukar pandang dan cepat-cepat berpaling; keinginan untuk meledak tertawa nyaris tak tertahankan. Dudley masih mencengkeram pantatnya, seakan takut pantatnya jatuh. Meskipun demikian, Mr Weasley tampak prihatin melihat tingkah Dudley yang aneh. Dari nadanya ketika dia bicara lagi, Harry yakin Mr Weasley menganggap Dudley sama gilanya seperti anggapan keluarga Dudley terhadapnya, hanya saja Mr Weasley merasa kasihan, bukannya takut.
"Liburanmu menyenangkan, Dudley"" tanyanya ramah. Dudley merengek. Harry melihat tangannya mencengkeram lebih erat pantatnya yang superbesar.
Fred dan George kembali ke ruangan membawa koper Harry. Mereka memandang berkeliling dan melihat Dudley. Wajah mereka sama-sama nyengir jail, cengiran yang persis sama.
"Ah, baiklah," kata Mr Weasley. "Lebih baik nyalakan api sekarang."
Dia mendorong lengan jubahnya ke atas dan mengeluarkan tongkat sihirnya. Harry melihat keluarga Dursley serentak merapat ke dinding.
"Incendio!" kata Mr Weasley, mengacungkan tongkat ke lubang di belakangnya.
Lidah api langsung berkobar, berderik seru seakan sudah menyala selama berjam-jam. Mr Weasley mengeluarkan kantong serut kecil dari sakunya, melepas ikatannya, mengambil sejumput bubuk dari dalamnya, dan menebarkannya ke api, yang langsung berubah hijau zamrud dan menyambar lebih tinggi dari sebelumnya.
"Kau dulu, Fred," kata Mr Weasley.
"Baik," kata Fred. "Oh, tidak-tunggu..."
Sekantong permen telah jatuh dari saku Fred dan isinya sekarang menggelinding ke segala jurusan- permen besar-besar dalam bungkusan warna-warni.
Fred merangkak ke sana kemari, memasukkan kembali permen-permen itu ke dalam sakunya, kemudian melambai riang kepada keluarga Dursley, melangkah maju, dan menginjak api sambil berkata, "The Burrow!" Bibi Petunia memekik pelan, bergidik. Terdengar bunyi deru, dan Fred menghilang.
"Giliranmu, George," kata Mr Weasley, "kau dan koper."
Harry membantu George membawa koper ke dalam api dan menjungkirnya supaya George bisa memeganginya dengan lebih enak. Kemudian, bersamaan dengan deru kedua, George meneriakkan, "The Burrow!" dan menghilang juga.
"Ron, berikutnya kau," kata Mr Weasley.
"Sampai ketemu lagi," kata Ron ceria kepada keluarga Dursley. Dia nyengir lebar kepada Harry, kemudian melangkah ke api seraya berteriak, "The Burrow!" dan lenyap.
Sekarang tinggal Harry dan Mr Weasley. "Nah... selamat tinggal," kata Harry kepada keluarga Dursley.
Mereka tidak mengatakan apa-apa. Harry berjalan ke perapian, tetapi saat dia tiba di depannya, Mr Weasley mengulurkan tangan dan menahannya. Mr Weasley memandang keluarga Dursley dengan keheranan.
"Harry mengucapkan selamat tinggal kepada Anda," katanya. "Apakah Anda tidak mendengarnya""
"Biar saja," Harry bergumam kepada Mr Weasley. "Betul, saya tidak peduli." Mr Weasley tidak menurunkan tangannya dari bahu Harry.
"Anda tidak akan melihat keponakan Anda sampai musim panas tahun depan," katanya kepada Paman Vernon dengan nada agak jengkel. "Tentunya kalian ingin mengucapkan selamat jalan""
Wajah Paman Vernon berkerut-kerut berang. Diajar sopan santun oleh orang yang baru saja menghancurkan separo ruang keluarganya rupanya membuatnya sangat menderita. Tetapi tongkat sihir Mr Weasley masih di tangannya, dan mata kecil Paman Vernon melayang ke tongkat itu sekali, sebelum dia berkata, dengan sangat terpaksa, "Selamat jalan, kalau begitu."
"Sampai ketemu," kata Harry, melangkahkan satu kaki ke api hijau yang terasa nyaman seperti napas hangat. Tetapi, pada saat itu, suara tersedak mengerikan terdengar di belakangnya, dan Bibi Petunia menjerit.
Harry berbalik. Dudley tak lagi berdiri di belakang orangtuanya. Dia sedang merangkak di sebelah meja kopi, dan dia tersedak dan terbatuk pada benda ungu
berlendir sepanjang tiga puluh senti yang terjulur dari dalam mulutnya. Setelah kaget sedetik, Harry sadar bahwa benda ungu panjang itu adalah lidah Du
dley-dan ada bungkus permen berwarna cerah di lantai di depannya.
Bibi Petunia melempar diri ke lantai ke sebelah Dudley, menyambar ujung lidahnya yang membengkak dan berusaha mencabutnya dari mulutnya. Tak heran Dudley menjerit dan menyembur-nyembur lebih seru dari sebelumnya, mendorong ibunya. Paman Vernon menggerung-gerung dan melambai-lambaikan tangannya, dan Mr Weasley harus berteriak agar suaranya terdengar.
"Jangan khawatir, saya bisa menyembuhkannya!" teriaknya, mendekati Dudley dengan tongkat teracung. Tetapi Bibi Petunia menjerit lebih keras dan melempar dirinya ke atas Dudley, melindunginya dari Mr Weasley.
"Sungguh!" kata Mr Weasley putus asa. "Prosesnya mudah sekali... itu gara-gara permen... anak saya Fred... suka bergurau... tapi itu cuma Mantra Pembesar... paling tidak saya rasa begitu... izinkan saya mengoreksinya..."
Alih-alih diyakinkan, keluarga Dursley malah semakin panik. Bibi Petunia terisak-isak histeris, menariknarik lidah Dudley seakan bertekad mau mencabutnya. Dudley tampaknya tak bisa bernapas di bawah tekanan ibu dan lidahnya; dan Paman Vernon, yang sudah kehilangan kontrol diri sama sekali, menyambar patung porselen dari atas rak perapian dan melemparkannya ke arah Mr Weasley, yang merunduk, membuat patung itu pecah berkeping-keping di perapian yang hancur.
"Astaga!" kata Mr Weasley marah, melambai-lambaikan tongkatnya. "Saya cuma mau membantu!"
Melenguh seperti kuda nil yang terluka, Paman Vernon menyambar ornamen lain.
"Harry, pergi! Pergilah!" teriak Mr Weasley, tongkatnya menempel pada Paman Vernon. "Akan kubereskan ini!"
Harry ingin sekali menyaksikan keasyikan ini, tetapi ornamen Paman Vernon nyaris mengenai telinga kirinya, dan Harry pikir lebih baik menyerahkan urusan ini pada Mr Weasley. Dia melangkah ke api, menoleh ke belakang seraya mengatakan, "The Burrow!" Yang terakhir dilihatnya adalah Mr Weasley meledakkan ornamen ketiga dari tangan Paman Vernon dengan tongkatnya, Bibi Petunia menjerit-jerit dan menelungkup di atas Dudley, serta lidah Dudley terjulur ke luar, melingkar seperti ular piton besar yang berlendir. Tetapi saat berikutnya Harry berpusing sangat cepat, dan ruang keluarga Dursley langsung terhapus dari pandangan oleh kobaran nyala api hijau zamrud.
5. Sihir Sakti Weasley HARRY berpusing makin lama makin cepat, sikunya merapat ke tubuh, perapian-perapian samar berkelebatan cepat, sampai dia merasa pusing dan mual, dan memejamkan mata. Kemudian, ketika akhirnya dia merasa dirinya melambat, dia melempar tangan ke depan dan berhenti pada waktunya sebelum dia jatuh terjerembap keluar dari perapian di dapur keluarga Weasley.
"Dia makan tidak"" tanya Fred bersemangat sambil mengulurkan tangan untuk menarik Harry berdiri.
"Yeah," kata Harry menegakkan diri. "Apasih itu""
"Permen Lidah-Liar," kata Fred riang. "George dan aku yang menciptakannya, dan kami sudah sepanjang musim panas mencari orang untuk mengetesnya... "
Dapur kecil itu dipenuhi tawa. Harry memandang berkeliling dan melihat bahwa Ron dan George duduk di meja kayu yang digosok licin dengan dua orang berambut merah yang belum pernah dilihat Harry, walaupun dia langsung tahu siapa tentunya mereka: Bill dan Charlie, dua kakak tertua Weasley bersaudara.
"Apa kabar, Harry"" sapa yang duduk lebih dekat, nyengir dan mengulurkan tangan besar, yang dijabat Harry. Harry merasakan tangan yang kuat, keras, dan kapalan. Ini pasti Charlie, yang bekerja menangani naga di Rumania. Sosok Charlie seperti si kembar, lebih pendek dan gempal daripada Percy dan Ron, yang keduanya jangkung kurus. Wajahnya lebar dan menyenangkan, biasa di udara terbuka dan banyak sekali bintik-bintiknya sehingga sekilas seperti terbakar matahari. Lengannya berotot, dan di salah satunya ada bekas luka bakar yang besar dan berkilat.
Bill bangkit dan tersenyum, dan menjabat tangan Harry juga. Bill merupakan kejutan bagi Harry. Harry tahu dia bekerja di bank sihir, Gringotts, dan bahwa dia pernah menjadi Ketua Murid di Hogwarts. Selama ini Harry membayangkan Bill seperti Percy, dalam versi yang lebih tua, yaitu cerewet tentang pelanggaran peraturan dan s
enang menyuruh-nyuruh orang lain. Ternyata Bill- tak ada kata lain untuknya-cool. Dia jangkung, dengan rambut panjang yang diikat menjadi ekor kuda. Sebelah telinganya memakai anting-anting dengan gantungan yang tampaknya berbentuk taring. Pakaian Bill tidak akan tampak janggal dalam konser musik rock,hanya saja Harry mengenali sepatu botnya tidak terbuat dari kulit biasa, melainkan kulit naga.
Tak seorang pun dari mereka sempat berkata-kata lagi ketika terdengar bunyi pop pelan, dan Mr Weasley
muncul begitu saja di balik bahu George. Belum pernah Harry melihatnya semarah itu. "Sama sekali tidak lucu, Fred!" dia berteriak. "Apa yang kauberikan pada anak Muggle itu""
"Aku tidak memberinya apa-apa," kata Fred, nyengir jail lagi. "Tadi kan permenku jatuh... Salahnya sendiri kalau dia memakannya, aku kan tidak menyuruhnya makan."
"Kau sengaja menjatuhkannya!" raung Mr Weasley. "Kau tahu dia akan memakannya, kau tahu dia sedang diet..."
"Sebesar apa lidahnya"" George bertanya penuh semangat. "Panjangnya sampai semeter seperempat sebelum orangtuanya mengizinkan aku mengecilkannya!" Harry dan anak-anak keluarga Weasley meledak tertawa lagi.
"Tidak lucu!" teriak Mr Weasley. "Tingkah seperti itu merusak hubungan antara penyihir dan Muggle! Kuhabiskan separo hidupku berkampanye menentang perlakuan tak senonoh terhadap Muggle, tapi anak-anakku sendiri..."
"Kami tidak memberikan permen itu kepadanya karena dia Muggle!" kata Fred naik darah.
"Tidak, kami memberikannya kepadanya karena dia anak brengsek tukang ancam," kata George. "Betul, kan, Harry""
"Yeah, betul, Mr Weasley," kata Harry bersemangat.
"Bukan itu masalahnya!" kata Mr Weasley marah. "Tunggu sampai aku beritahu ibumu..."
"Beritahu aku apa"" terdengar suara di belakang mereka.
Mrs Weasley baru saja masuk ke dapur. Dia wanita pendek, gemuk, dengan wajah sangat ramah, meskipun saat ini matanya menyipit curiga.
"Oh, halo, Harry," katanya menatap Harry, tersenyum. Kemudian matanya kembali ke suaminya. "Beritahu aku apa, Arthur""
Mr Weasley ragu-ragu. Harry bisa melihat bahwa, betapapun marahnya dia kepada Fred dan George, dia tidak benar-benar bermaksud memberitahu Mrs Weasley apa yang terjadi. Suasana hening, sementara Mr Weasley memandang istrinya dengan cemas. Kemudian dua anak perempuan muncul di pintu dapur di belakang Mrs Weasley. Salah satunya, yang berambut cokelat sangat lebat dan gigi depan agak besar-besar, adalah sahabat Harry dan Ron, Hermione Granger. Satunya lagi yang lebih kecil dan berambut merah adalah adik Ron, Ginny. Keduanya tersenyum kepada Harry, yang balas nyengir, membuat wajah Ginny merah padam. Dia sudah suka sekali pada Harry sejak kunjungan pertama Harry ke The Burrow.
"Beritahu aku apa, Arthur"" Mrs Weasley mengulangi, dengan suara berbahaya. "Tidak apa-apa, Molly," gumam Mr Weasley. "Fred dan George tadi... tapi mereka sudah kumarahi..."
"Apa yang mereka lakukan kali ini"" tanya Mrs Weasley. "Kalau ada hubungannya dengan Sihir Sakti Weasley..."
"Bagaimana kalau kautunjukkan pada Harry di mana dia tidur, Ron"" kata Hermione dari pintu.
"Dia tahu di mana dia tidur," kata Ron, "di kamarku, dia tidur di sana ketika..."
"Kita semua bisa ikut," kata Hermione tegas.
"Oh," kata Ron, paham. "Baiklah."
"Yeah, kami ikut juga," kata George.
"Kau tetap di tempatmu,!"bentak Mrs Weasley.
Harry dan Ron menyelinap keluar dapur. Mereka, bersama Hermione dan Ginny, melewati lorong sempit lalu menaiki tangga berderit yang berzig-zag ke tingkat atas.
"Apa sih Sihir Sakti Weasley"" tanya Harry sementara mereka menaiki tangga.
Ron dan Ginny tertawa, meskipun Hermione tidak.
"Mum menemukan setumpuk formulir pesanan waktu dia membersihkan kamar Fred dan George," kata Ron pelan. "Daftar harga panjang untuk barangbarang ciptaan mereka. Cuma lelucon, kau tahu, kan. Tongkat palsu dan permen bohong-bohongan, dan banyak lagi. Luar biasa sekali. Aku tak tahu mereka menciptakan semua itu..."
"Sudah lama kami mendengar ledakan-ledakan dari dalam kamar mereka, tapi tak pernah mengira mereka benar-benar membuat macam-macam," kata Ginny. "Kami kira mereka cuma suka bunyinya."
"Hanya saja, sebagian besar barang itu-yah, semuanya sebetulnya-agak berbahaya," kata Ron, "dan kau tahu, mereka merencanakan untuk menjualnya di Hogwarts untuk mendapatkan uang tambahan, dan Mum marah sekali kepada mereka. Dia melarang mereka membuat barang-barang seperti itu lagi, dan membakar semua formulir pesanan. Nilai OWL yang mereka dapatkan tidak setinggi yang diharapkan Mum."
OWL adalah Ordinary Wizarding Level atau Level Sihir Umum, ujian yang ditempuh murid-murid Hogwarts saat mereka berusia lima belas tahun.
"Lalu terjadi pertengkaran hebat," kata Ginny, "karena Mum ingin mereka bekerja di Kementerian Sihir seperti Dad, dan mereka bilang yang ingin mereka lakukan hanyalah membuka toko lelucon."
Saat itu pintu di bordes kedua terbuka, dan ada wajah terjulur keluar, memakai kacamata bergagang tanduk dan tampak jengkel sekali.
"Hai, Percy," sapa Harry.
"Oh, halo, Harry," kata Percy. "Aku baru membatin siapa yang membuat begitu banyak keributan. Aku sedang bekerja, tahu-ada laporan yang harus ku-selesaikan untuk kantor-dan agak susah berkonsentrasi kalau orang geladak-geluduk naik-turun tangga."
"Kami tidak geladak-geluduk," kata Ron sebal. "Kami jalan biasa. Sori kalau kami mengganggu kerja top secret Kementerian Sihir."
"Lagi kerja apa sih"" tanya Harry.
"Laporan untuk Departemen Kerjasama Sihir Internasional," kata Percy sok. "Kami sedang berusaha menstandarkan ketebalan kuali. Beberapa kuali impor
agak ketipisan-kebocoran meningkat hampir sebesar tiga persen dalam setahun..."
"Itu akan mengubah dunia, laporan itu," kata Ron. "Halaman depan Daily Prophet, kurasa, kuali bocor."
Wajah Percy merona merah.
"Boleh saja kau meledek, Ron," katanya panas, "tapi kalau tidak diadakan semacam peraturan internasional, bisa saja tahu-tahu pasar kita dibanjiri kuali tipis berdasar-dangkal yang bisa membahayakan..."
"Yeah, yeah, baiklah," kata Ron, meneruskan naik lagi. Percy membanting pintu kamarnya hingga menutup. Sementara Harry, Hermione, dan Ginny mengikuti Ron menaiki tiga tangga lagi, teriakan-teriakan dari dapur di bawah terdengar oleh mereka. Kelihatannya Mr Weasley sudah memberitahu Mrs Weasley tentang permen itu.
Kamar di puncak rumah tempat Ron tidur masih nyaris sama seperti terakhir kalinya Harry menginap: poster-poster tim Quidditch favorit Ron-Chudley Cannons- masih melempar-lempar bola dan melambailambai di dinding dan di langit-langit yang melandai, dan tangki ikan di ambang jendela, yang tadinya berisi telur kodok, sekarang berisi seekor kodok amat besar. Tikus Ron yang dulu, Scabbers, tak ada lagi, sebagai gantinya adalah burung hantu abu-abu kecil mungil yang mengantar surat Ron kepada Harry di Privet Drive. Burung itu melompat-lompat di dalam sangkarnya yang kecil dan berteriak-teriak bising.
"Diam, Pig," kata Ron, menyelip di antara dua dari empat tempat tidur yang telah dijejalkan dalam kamar itu. "Fred dan George akan tidur di sini bersama kita, 72
karena Bill dan Charlie tidur di kamar mereka," dia memberitahu Harry. "Percy tak bisa diganggu karena dia harus bekerja."
"Er-kenapa burung hantu itu kaunamakan Pig"" Harry bertanya kepada Ron, heran sekali karena burung itu tak ada mirip-miripnya dengan babi.
"Karena Ron tolol," kata Ginny "Namanya yang sebenarnya adalah Pigwidgeon." "Yeah, dan itu sama sekali bukan nama yang tolol," kata Ron sinis.
"Ginny yang kasih nama," dia menjelaskan kepada Harry "Dia menganggap nama itu manis. Dan aku berusaha mengubahnya, tapi sudah terlambat, burung. itu tak mau menjawab bila dipanggil dengan nama lain. Terpaksa namanya Pig. Aku harus mengurungnya di sini karena dia membuat jengkel Errol dan Hermes. Dia juga membuatku jengkel, tahu."
Pigwidgeon beterbangan riang di dalam sangkarnya, beruhu-uhu nyaring. Harry kenal baik Ron, jadi dia tahu Ron tidak serius. Dia dulu tak hentinya mengeluh tentang tikusnya, Scabbers, tetapi terpukul sekali ketika kucing Hermione, Crookshanks, dikiranya telah memakannya.
"Di mana Crookshanks"" Harry menanyai Hermione sekarang.
"Di kebun kurasa," jawabnya. "Dia senang mengejar-ngejar jembalang. Dia tak pernah melihat jembalang s
ebelumnya."

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Percy senang bekerja, rupanya"" kata Harry, seraya duduk di salah satu tempat tidur dan memandang Chudley Cannons meluncur masuk-keluar poster-poster di langit-langit.
"Senang"" kata Ron sebal. "Kurasa dia tidak akan pulang kalau tidak dipaksa Dad. Dia terobsesi. Jangan sekali-kali menyebut bosnya. Menurut Mr Crouch... seperti kukatakan kepada Mr Crouch... Mr Crouch berpendapat... Mr Crouch memberitahuku... Pertunangan mereka bisa diumumkan setiap saat."
"Liburan musim panasmu menyenangkan, Harry"" tanya Hermione. "Kauterima kiriman makanan dari
kami"" "Yeah, terima kasih sekali," kata Harry. "Kue-kue itu menyelamatkan hidupku."
"Dan apakah kau sudah mendapat kabar dari..."" Ron terhenti ketika Hermione memandangnya dengan tajam. Harry tahu Ron akan bertanya tentang Sirius. Ron dan Hermione sangat terlibat dalam membantu Sirius lolos dari Kementerian Sihir sehingga keprihatinan mereka tentang Sirius sama seperti Harry. Meskipun demikian, membicarakan Sirius di depan Ginny tidaklah bijaksana. Tak ada yang tahu kecuali mereka dan Profesor Dumbledore bahwa Sirius berhasil lolos, juga tak ada yang percaya bahwa Sirius tak bersalah.
"Kurasa mereka sudah berhenti bertengkar," kata Hermione, untuk menutupi kecanggungan, sementara Ginny penasaran, bergantian memandang Ron dan Harry. "Bagaimana kalau kita turun untuk membantu ibumu menyiapkan makan malam""
"Yeah, baiklah," kata mereka. Mereka berempat meninggalkan kamar Ron dan turun lagi. Mrs Weasley sendirian di dapur, kelihatannya marah sekali.
"Kita makan di kebun," katanya ketika mereka muncul. "Tak cukup untuk sebelas orang di dalam sini. Anak-anak perempuan, tolong bawakan piring-piring ini keluar. Bill dan Charlie sedang memasang meja. Pisau dan garpu, kalian berdua," katanya kepada Ron dan Harry, seraya mengacungkan tongkat sihirnya- sedikit lebih bersemangat daripada yang dimauinya- ke arah seonggok kentang di tempat cuci piring. Kentang-kentang itu lepas dari kulitnya cepat sekali sehingga beterbangan dan melenting dari dinding dan langit-langit.
"Astaga," bentaknya, sekarang mengacungkan tongkatnya pada baskom, yang melompat dari rak dan mulai meluncur-luncur di lantai, menangkap kentangkentang itu. "Dua anak itu!" katanya jengkel, sekarang mengeluarkan panci dan wajan dari dalam lemari, dan Harry tahu yang dimaksudkannya adalah Fred dan George. "Aku tak tahu mau jadi apa mereka nanti, benar-benar tak tahu. Tak punya ambisi, kecuali kalau membuat sebanyak mungkin keributan dianggap ambisi..."
Mrs Weasley membanting panci tembaga besar di atas meja dapur dan menggoyang tongkat sihirnya memutar di dalamnya. Saus kekuningan mengucur dari ujung tongkat sementara dia mengaduk.
"Bukannya mereka tak punya otak," dia meneruskan dengan jengkel, membawa panci itu ke atas kompor dan menyalakan kompornya dengan sentuhan tongkatnya, "tetapi mereka menyia-nyiakannya, dan kalau mereka
tidak segera mengubah diri, mereka akan dapat kesulitan besar. Jumlah laporan yang dibawa burung hantu dari Hogwarts, lebih banyak daripada laporan anak-anak lain dijumlahkan bersama-sama. Kalau mereka terus begini, mereka akan dibawa ke Kantor Penggunaan Sihir yang Tidak Pada Tempatnya."
Mrs Weasley menusukkan tongkatnya pada laci perabot, yang langsung terbuka. Harry dan Ron lang-sung melompat menghindar ketika beberapa pisau meluncur dari dalamnya, terbang melintasi dapur, dan mulai memotong-motong kentang, yang baru saja dituang kembali ke dalam tempat cuci piring oleh si baskom.
"Aku tak tahu apa salah kami terhadap mereka," kata Mrs Weasley, menaruh tongkatnya dan mulai mengeluarkan lebih banyak panci lagi. "Selalu saja begitu selama bertahun-tahun, dan mereka tak mau mendengarkan-OH TIDAK LAGI!"
Dia telah memungut tongkatnya dari atas meja, dan tongkat itu mengeluarkan cicit keras lalu berubah menjadi tikus karet besar.
"Salah satu tongkat palsu mereka lagi!" teriaknya. "Berapa kali sudah kuberitahu mereka agar jangan menggeletakkan tongkat palsu mereka di sembarang tempat""
Dia mengambil tongkatnya yang asli dan ketika berbalik, ternyata saus di atas kompor sudah berasap.
"Ayo," kata Ron buru-buru kepada Harry menyambar segenggam pisau dan garpu dari dalam laci yang terbuka, "kita bantu Bill dan Charlie."
Mereka meninggalkan Mrs Weasley dan keluar lewat pintu belakang menuju kebun.
Baru saja mereka berjalan beberapa langkah, kucing jingga Hermione yang berkaki bengkok, Crookshanks, melesat dari kebun, ekor sikat-botolnya tegak ke atas, mengejar sesuatu yang tampak seperti kentang berkaki. Harry langsung mengenalinya sebagai jembalang. Dengan tinggi cuma seperempat meter, kakinya yang bertanduk bergerak sangat cepat ketika dia berlari menyeberangi kebun dan terjun ke dalam salah satu sepatu bot Wellington yang bertebaran di sekitar pintu. Harry bisa mendengar si jembalang terkikik geli ketika Crookshanks memasukkan kaki depannya ke dalam sepatu bot, berusaha meraihnya. Sementara itu, bunyi gedebuk keras datang dari sisi lain rumah. Sumber kebisingan ini baru mereka ketahui ketika mereka tiba di kebun dan melihat Bill dan Charlie mengacungkan tongkat, dan sedang membuat dua meja tua terbang tinggi di atas halaman, bertabrakan, masingmasing berusaha menjatuhkan yang lain. Fred dan George bersorak menyemangati. Ginny tertawa, dan Hermione berdiri dekat pagar tanaman, tercabik antara geli dan cemas.
Meja Bill menghantam meja Charlie dengan bunyi gubrak keras dan mematahkan salah satu kakinya. Terdengar derak dari atas, dan mereka semua mendongak. Kepala Percy terjulur keluar dari jendela di lantai dua.
"Bisa diam tidak sih"!" raungnya. "Sori, Perce," kata Bill, nyengir. "Bagaimana kemajuan pantat kualinya""
"Buruk sekali," keluh Percy, dan dia membanting jendelanya. Terkekeh, Bill dan Charlie mengarahkan kedua meja dengan aman ke rumput, kedua ujung merapat, dan kemudian, dengan satu jentikan tongkatnya, Bill menempelkan kembali kaki mejanya dan menyihir taplak meja entah dari mana.
Pada pukul tujuh kedua meja sudah keberatan menyangga berpiring-piring masakan lezat Mrs Weasley, dan kesembilan Weasley, Harry, dan Hermione duduk bersiap makan di bawah langit jernih biru-gelap. Bagi orang yang cuma makan kue yang semakin hari semakin tengik, ini sungguh surga, dan awalnya Harry cuma mendengarkan, tidak ikut bicara, sementara dia mengambil pai ayam dan daging asap, kentang rebus, dan salad.
Di ujung meja, Percy menceritakan kepada ayahnya seluruh laporannya tentang dasar kuali.
"Mr Crouch sudah kuberitahu bahwa laporannya hari Selasa sudah akan selesai," kata Percy angkuh. "Lebih awal dari dugaannya, tapi aku suka bekerja gesit. Kurasa dia akan berterima kasih aku menyelesaikannya begitu cepat. Maksudku, departemen kami saat ini luar biasa sibuknya, dengan adanya persiapan Piala Dunia. Kami tidak mendapat dukungan yang kami butuhkan dari Departemen Permainan dan Olahraga Sihir. Ludo Bagman..."
Pengkhianatan Betrayal 2 Pendekar Hina Kelana 29 Iblis Pemburu Perawan Dendam Dan Asmara 3

Cari Blog Ini