Ceritasilat Novel Online

Tawanan Azkaban 4

Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling Bagian 4


"Kita bisa belanja semua keperluan Natal di sana!" kata Hermione. "Mum dan Dad pasti suka benang gigi rasa mint yang dijual di
Honeydukes!" Menerima kenyataan bahwa dia akan menjadi satu-satunya anak kelas tiga yang tidak ikut lagi, Harry meminjam buku Sapu yang Mana dari Wood, dan memutuskan untuk melewatkan hari dengan membaca tentang berbagai merek sapu. Selama latihan Harry menaiki salah satu sapu sekolah, Bintang Jatuh yang sudah tua, yang terbangnya sangat lambat dan me-nyentak-nyentak. Jelas dia perlu punya sapu baru sendiri.
Pada hari kunjungan ke Hogsmeade, Sabtu pagi, Harry mengucapkan selamat jalan kepada Ron dan Hermione, yang terbungkus mantel dan syal, kemudi-an berbalik menaiki
tangga pualam sendirian, kembali ke Menara Gryffindor. Salju sudah turun di luar jendela, dan kastil kosong serta amat sepi.
"Psst-Harry!" Harry, menoleh, setengah jalan di koridor lantai tiga, dan melihat Fred dan George mengintipnya dari balik patung nenek sihir bongkok bermata satu.
"Kalian ngapain"" tanya Harry ingin tahu. "Kenapa kalian tidak ke Hogsmeade""
"Kami mau memberimu sedikit kegembiraan se-belum pergi," kata Fred, mengedip misterius.
"Sini..." Fred mengangguk ke arah ruang kelas kosong di sebelah kiri patung bermata satu. Harry mengikuti Fred dan George masuk ke kelas itu. George menutup pintunya pelan-pelan, kemudian berbalik, berseri-seri memandang Harry.
"Hadiah Natal yang kami berikan lebih awal, Harry,"
katanya. Fred menarik keluar sesuatu dari dalam mantelnya dengan penuh gaya dan meletakkannya di atas salah satu meja.
Sehelai perkamen besar persegi yang sudah sangat lusuh tanpa tulisan apa pun. Harry, curiga pada Fred dan George yang suka mempermainkan
orang, memandang perkamen itu.
"Apa itu""
"Ini, Harry adalah rahasia kesuksesan kami," kata George, mengelus perkamen itu dengan sayang.
"Berat sekali bagi kami, menghadiahkannya pada-mu," kata Fred, "tetapi semalam kami memutuskan, kau lebih memerlukannya daripada kami."
"Lagi pula, kami sudah hafal isinya," kata George. "Kami wariskan kepadamu. Kami sudah tidak mem-butuhkannya lagi."
"Dan apa gunanya untukku sepotong perkamen tua ini"" tanya Harry.
"Sepotong perkamen tua!" kata Fred, memejamkan mata sambil menyeringai seakan Harry sangat meng-hinanya.
"Jelaskan, George."
"Begini... waktu kami kelas satu, Harry-masih, kecil, tak ada yang dipikirkan, dan lugu..." Harry mendengus. Dia meragukan apakah Fred dan George pernah menjadi anak lugu. "...yah, lebih lugu daripada sekarang-kami mendapat kesulitan dengan Filch." "Kami meledakkan Bom Kotoran Binatang di kori-dor, dan entah kenapa itu membuatnya marah..." "Jadi kami digiring ke kantornya dan dia meng-ancam kami dengan bermacam hukuman..."
"...detensi..."
"...kuras perut..."
"...dan kami mau tak mau melihat salah satu laci di salah satu lemari lacinya yang diberi label Barang Sitaan dan Sangat Berbahaya."
"Pasti se ru...,"kata Harry, mulai tersenyum.
"Yah, bagaimana lagi"" kata Fred. "George meng-alihkan perhatiannya dengan meledakkan Bom Kotor-an Binatang lagi, sedang aku menarik terbuka laci itu dan kusambar-ini."
"Tidak separah kedengarannya kok," kata George. "Kami rasa Filch tidak pernah tahu cara mengguna-kannya. Tapi mungkin dia sudah curiga perkamen apa ini, kalau tidak tentu tidak disitanya."
"Dan kalian tahu bagaimana menggunakannya""
iHpssrs ^{iftiiiY. i\Vtirmfaif, vPadfwl. Jati iprong.* 'Penyetor ifianluan untuk 'Pura ^Pembuat- Kw't tiran $lfitr dengan bangga mi'tiipzrvmbahkan
"Oh, ya," kata Fred menyeringai. "Barang berharga ini mengajari kami jauh lebih banyak daripada semua guru di sekolah ini."
"Kalian membual," kata Harry, memandang perkamen usang itu. "Tidak percaya"" kata George.
Dia mengeluarkan tongkatnya, menyentuh pelan perkamen itu dan berkata, "Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa aku orang tak berguna."
Dan mendadak garis-garis tipis tinta menyebar se-perti jaring labah-labah dari titik yang disentuh tongkat George.
Garis-garis itu saling be
rgabung, ber-silangan, menebar ke semua sudut perkamen, kemudi-an huruf-huruf bermunculan di bagian atas. Huruf-huruf hijau besar, meliuk-liuk, yang berbunyi:
Sungguh aneh nama Messrs atau tuan-tuan itu, karena moony bisa berarti bulan purnama, sedangkan ketiga nama lainnya masing-masing berarti ekor cacing, gob-lin, dan cabang tanduk rusa. Petanya sendiri menun-jukkan detail Kastil Hogwarts dan halamannya. Tetapi yang paling menakjubkan adalah titik-titik kecil tinta yang bergerak-gerak di peta itu, masing-masing de-ngan label nama yang ditulis dengan huruf-huruf superkecil. Harry yang keheranan menunduk untuk membacanya. Titik di sudut kiri atas menunjukkan bahwa Profesor Dumbledore sedang berjalan hilir-mudik di dalam kantornya. Kucing si penjaga sekolah, Mrs Norris, sedang berkeliling mencari mangsa di lantai dua, dan Peeves si hantu jail sedang melayang-layang naik-turun di
sekitar ruang piala. Dan ketika mata Harry menyusuri koridor-koridor yang sudah dikenalnya, dia melihat sesuatu yang lain.
Peta ini menunjukkan beberapa lorong yang belum pernah dimasukinya. Dan banyak di antara lorong itu rupanya menuju...
"Langsung ke Hogsmeade," kata Fred, menyusuri salah satu di antaranya dengan jarinya. "Semuanya ada tujuh. Filch sudah tahu tentang yang empat ini..." dia menunjuk keempatnya, "...tapi kami yakin hanya kamilah yang tahu tentang yang ini. Jangan pedulikan yang di belakang cermin di lantai empat ini. Kami menggunakannya sampai musim dingin tahun lalu, tetapi kemudian runtuh-terblokir total. Dan kami duga tak pernah ada yang menggunakan yang ini, karena Dedalu Perkasa ditanam persis di depan jalan masuknya.
Tetapi yang satu ini, ini lang-sung menuju gudang bawah tanah Honeydukes. Kami sudah sering kali menggunakannya.
Dan seperti kauperhatikan, jalan masuknya tepat di depan kelas ini, melewati punuk si nenek bermata satu."
"Moony, Wormtail, Padfoot, dan Prongs," George menghela napas, mengelus nama-nama di bagian atas peta. "Kami sungguh berutang budi kepada mereka."
"Orang-orang yang mulia, bekerja tak kenal lelah untuk membantu generasi baru pelanggar peraturan," kata Fred sungguh-sungguh.
"Betul," kata George tegas, "jangan lupa meng-hapusnya sesudah kau menggunakannya..." "...kalau lupa, nanti semua orang bisa membaca-nya," kata Fred memperingatkan.
"Sentuh saja lagi dan bilang, 'Keonaran sudah ter-laksana!'
dan petanya akan kosong lagi." "Jadi, Harry kecil," kata Fred yang menirukan Percy dengan persis sekali, "jangan nakal."
"Sampai ketemu di Honeydukes," kata George sam-bil mengedip. Si kembar meninggalkan ruangan, keduanya nyengir puas.
Harry berdiri memandang peta menakjubkan itu. Dia melihat titik kecil Mrs Norris berbalik ke kiri dan berhenti untuk mengendus sesuatu di lantai. Jika Filch benar-benar tak tahu...
dia sama sekali tak perlu melewati Dementor...
Meskipun demikian, sementara berdiri di sana, Harry teringat sesuatu yang pernah didengarnya di-ucapkan Mr Weasley.
Jangan pernah mempercayai sesuatu yang bisa berpikir sendiri, kalau kau tak bisa melihat di mana otaknya.
Peta ini salah satu benda sihir berbahaya seperti yang diperingatkan Mr Weasley... Bantuan untuk Para Pembuat-Keonaran Sihir... tetapi, Harry berdalih, dia cuma ingin menggunakannya untuk bisa ke Hogsmeade. Dia kan tidak ingin mencuri sesuatu atau menyerang orang... lagi pula Fred dan George sudah menggunakannya selama bertahun-tahun tanpa terjadi sesuatu yang mengerikan....
Harry menelusuri lorong rahasia yang menuju ke Honeydukes dengan jarinya.
Kemudian, mendadak saja, seakan mematuhi perin-tah, dia menggulung peta itu, menyelipkannya ke dalam jubahnya, dan berjalan ke pintu kelas. Dia membukanya beberapa senti.
Tak ada orang di luar. Dengan sangat hati-hati, Harry berjingkat keluar dan menyelinap ke balik patung nenek sihir bermata satu.
Apa yang harus dilakukannya" Dikeluarkannya kembali petanya dan betapa herannya dia ketika me-lihat ada sosok tinta baru yang muncul, berlabel Harry Potter. Sosok itu berdiri tepat di tempat Harry berdiri, kira-kira di pertengahan koridor lantai tiga. Harry mengawasinya dengan teliti. Tubuh tin
ta kecil-nya tampak sedang mengetuk-ngetuk si nenek sihir dengan tongkatnya yang kecil sekali. Harry cepat-cepat mengeluarkan tongkatnya yang sesungguhnya dan mengerukkannya pada si patung. Tak terjadi apa-apa. Kembali
Harry melihat petanya. Telah mun-cul tulisan dalam lingkaran kecil seperti dalam komik. Tulisan itu berbunyi, "Dissendium".
"Dissendium!" bisik Harry, mengetuk si nenek sihir lagi.
Punuk si patung langsung membuka, cukup lebar untuk dilewati orang yang kurus. Harry mengerling ke kedua ujung lorong, kemudian menyimpan kembali petanya, masuk ke dalam lubang, kepala lebih dulu, dan mendorong dirinya maju.
Dia meluncur turun pada sesuatu yang rasanya seperti luncuran batu, lalu mendarat di tanah yang dingin dan lembap. Harry bangkit, memandang ber-keliling. Gelap gulita.
Dia mengangkat tongkatnya, menggumamkan, "Lumos!" dan melihat dia berada di lorong tanah yang sangat sempit dan rendah. Harry mengangkat petanya, mengetuknya dengan ujung tongkatnya, dan bergumam, "Keonaran sudah terlaksana!" Gambar peta itu langsung hilang. Harry melipat perkamennya dengan hati-hati, menyelipkan-nya ke dalam jubahnya, kemudian-dengan jantung berdegup kencang saking bergairah bercampur takut- dia berjalan maju.
Lorong itu berkelok-kelok dan menikung, seperti liang kelinci raksasa. Harry bergegas, beberapa kali terhuyung karena jalan yang tidak rata, seraya me-megangi tongkatnya di depannya.
Perlu waktu lama sekali, tapi pikiran akan bisa mengunjungi Honeydukes membuatnya bertahan. Se-telah kira-kira satu jam berjalan, lorong itu mulai menanjak. Terengah, Harry bergegas, wajahnya panas, kakinya sangat dingin.
Sepuluh menit kemudian, dia tiba di kaki tangga batu tua yang menjulang di hadapannya, puncaknya tak kelihatan.
Berhati-hati agar tak membuat suara, Harry mulai menaikinya.
Seratus anak tangga, dua ratus, dia sudah tak menghitung lagi ketika terus naik, hanya mengawasi kakinya... kemudian, men-dadak, kepalanya membentur sesuatu yang keras.
Rupanya pintu tingkap. Harry menggosok-gosok puncak kepalanya sambil mendengarkan. Dia tak bisa mendengar suara apa pun dari atasnya. Dengan sa-ngat perlahan, dia mendorong pintu tingkap itu sampai terbuka dan mengintip dari tepinya.
Dia berada di gudang bawah tanah yang penuh peti dan kotak-kotak kayu. Harry memanjat keluar dari pintu tingkap dan menutupnya kembali-pintu itu menyatu sempurna dengan lantai yang berdebu sehingga tak mungkin orang tahu ada pintu tingkap di sana. Harry berjingkat pelan ke tangga kayu yang menuju ke atas. Sekarang dia bisa mendengar suara-suara, juga denting bel dan bunyi pintu membuka dan menutup.
Saat sedang berpikir apa yang sebaiknya dia laku-kan, mendadak dia mendengar pintu terbuka tak jauh darinya. Ada yang akan turun.
"Dan ambil sekotak Siput Jeli, ya, ini sudah hampir habis..." terdengar suara seorang wanita.
Sepasang kaki menuruni tangga. Harry melompat ke balik peti yang sangat besar dan menunggu sampai langkah-langkah kaki itu lewat. Didengarnya pria itu menggeser-geser kotak-kotak di dinding di seberang-nya. Belum tentu ada kesempatan
sebaik ini lagi... Cepat dan tanpa suara, Harry menyelinap dari tempat persembunyiannya dan menaiki tangga. Ketika menoleh, dia melihat punggung amat besar dan kepala botak berkilat terbenam dalam kotak. Harry tiba di pintu di puncak tangga, menyelinap masuk, dan ternyata sudah berada di balik konter Honeydukes-dia menunduk, merayap minggir, kemudian menegakkan diri lagi.
Honeydukes penuh sesak dengan murid-murid Hogwarts, sehingga tak ada yang menoleh dua kali memandang Harry. Dia menyelip-nyelip di antara mereka, memandang berkeliling,
dan menahan tawa ketika membayangkan bagaimana ekspresi yang akan menebar di wajah Dudley jika dia bisa melihat di mana Harry sekarang.
Ada berak-rak permen yang menggiurkan yang tak mungkin bisa dibayangkan. Potongan-potongan krim nogat, permen kelapa merah muda bening, toffee besar-besar warna madu, beratus-ratus jenis cokelat yang berderet-deret rapi.
Ada juga tong besar berisi Kacang Segala Rasa, dan tong lain berisi Kumbang Berdesing, permen melayang yang pernah disebut-sebut
Ron. Di dinding lainnya ada permen-permen
"Special Effects": Permen Karet Tiup Drooble (yang akan memenuhi ruangan dengan gelembung-gelembung biru yang me-nolak meletus selama beberapa hari), Benang Gigi Segar Rasa Mint yang licin, Merica Setan yang kecil-kecil hitam ("membuatmu bernapas api!"), Tikus Es ("dengar gigimu bergemeletuk dan mencicit!"), Pepermin Kodok yaitu permen pedas berbentuk kodok ("betul-betul melompat-lompat di dalam perutmu!"), permen pena bulu yang rapuh, dan permen yang meledak.
Harry menyelip di antara gerombolan anak kelas enam dan melihat papan yang tergantung di sudut toko paling jauh ("Rasa-rasa Aneh"). Ron dan Hermione berdiri di bawahnya,
memandang senampan lolipop rasa darah. Harry menyelinap ke belakang mereka.
"Ih, tidak, Harry tak akan mau. Permen itu untuk vampir, kurasa," kata Hermione. "Bagaimana kalau ini"" ujar Ron, mengulurkan stoples Kerumunan Kecoak ke bawah hidung Hermione.
"Jelas tidak mau," kata Harry.
Nyaris saja stoples itu jatuh dari tangan Ron.
"Harry!" jerit Hermione. "Apa yang kaulakukan di sini"
Bagaimana-bagaimana kau..."" "Wow!" kata Ron, kelihatan kagum sekali. "Kau sudah bisa ber-Apparate!"
"Tentu saja tidak," kata Harry. Dia merendahkan suaranya, agar tak seorang pun anak kelas enam bisa mendengarnya, dan bercerita tentang Peta Perampok kepada kedua sahabatnya.
"Bisa-bisanya Fred dan George tidak pernah mem-berikannya kepadaku!" kata Ron, berang. "Aku kan adik mereka!"
"Tetapi Harry tidak akan menyimpan peta itu!" kata Hermione, seakan ide ini menggelikan. "Dia akan menyerahkannya kepada Profesor McGonagall. Iya, kan, Harry""
"Tidak!" kata Harry.
"Kau gila"" kata Ron, mendelik kepada Hermione. "Menyerahkan benda sehebat itu""
"Kalau kuserahkan, aku harus mengatakan dari mana aku mendapatkannya! Filch akan tahu Fred dan George mencurinya!"
"Tetapi bagaimana dengan Sirius Black"" desis Hermione.
"Dia bisa saja menggunakan salah satu lorong dalam peta itu untuk memasuki kastil! Para guru harus tahu!" "Dia tak m
ungkin masuk lewat lorong-lorong itu," kata Harry cepat-cepat. "Ada tujuh lorong rahasia di peta itu, kan"
Fred dan George memperkirakan Filch sudah tahu empat di antaranya. Dan tiga lainnya- salah satunya sudah runtuh, jadi tak ada yang bisa melewatinya. Satunya lagi, di depan jalan masuknya ada pohon Dedalu Perkasa, jadi kau takkan bisa keluar dari situ. Dan yang baru saja kupakai-yah-susah untuk melihat jalan masuknya yang ada di gudang bawah tanah-jadi kecuali dia tahu lorong itu ada..."
Harry ragu-ragu. Bagaimana jika Black ternyata tahu akan adanya lorong itu" Tetapi Ron berdeham penuh arti dan menunjuk ke pengumuman yang di-tempelkan di balik pintu toko permen itu. ATAS PERINTAH KEMENTERIAN SIHIR
Para pelanggan diingatkan bahwa sampai ada pengumuman berikutnya, Dementor akan ber-patroli di jalan-jalan di Hogsmeade setiap malam setelah matahari terbenam.
Tindakan ini diambil untuk keamanan penduduk Hogsmeade dan akan dicabut setelah Sirius Black berhasil ditangkap. Karena itu dianjurkan agar Anda menyelesaikan belanja Anda jauh sebelum malam tiba. Selamat Hari Natal!
"Paham"" kata Ron pelan. "Aku mau lihat Black mencoba memasuki Honeydukes dengan Dementor berkeliaran di seluruh desa. Lagi pula, Hermione, pemilik Honeydukes akan dengar kalau tokonya dimasuki orang. Mereka kan tinggalnya di atas toko!"
"Ya, tapi-tapi..." Hermione tampak berusaha keras mencari alasan lain. "Harry seharusnya tetap saja tak boleh ke Hogsmeade. Dia tak punya formulir izinnya! Kalau sampai ketahuan, dia akan mendapat kesulitan besar! Dan sekarang belum malam-bagaimana kalau Sirius Black muncul hari ini" Sekarang""
"Dia pasti kesulitan mencari Harry dalam cuaca begini,"
kata Ron, mengangguk ke arah jendela ber-sekat kotak-kotak, ke arah salju tebal yang berpusaran di luar. "Ayolah, Hermione, Natal kan sebentar lagi. Boleh dong Harry mendapat selingan."
Hermione menggigit bibirnya, kelihatan cemas se-kali. "Apa kau akan melaporkan aku"" Harry bertanya kepadanya sambil nyengir.
"Oh-tentu saja tidak-tapi, Harry..."
"Sudah lihat Kumbang Berdesing, Harry"" kata Ron, menariknya ke tong
permen itu. "Dan Siput Jeli" Dan Cuka Meletup" Fred memberiku sebutir Cuka Meletup waktu aku berusia tujuh tahun-membuat lidahku berlubang. Aku masih ingat Mum menghajar-nya dengan sapunya." Ron menerawang menatap kotak Cuka Meletup. "Mau tidak ya, Fred makan Kerumunan Kecoak kalau aku bilang itu kacang""
Setelah Ron dan Hermione membayar semua cokelat dan permen yang mereka beli, mereka bertiga meninggalkan Honeydukes dan menerobos badai salju di luar.
Hogsmeade tampak seperti gambar di kartu Natal. Pondok-pondok dan toko-toko kecilnya yang beratap lalang diselimuti lapisan salju; di depan pintu-pintu-nya ada rangkaian holly yang melingkar dan untaian lilin sihir bergantungan di pepohonan.
Harry gemetar kedinginan. Dia tidak memakai man-tel seperti kedua temannya. Mereka berjalan dengan kepala menunduk menentang angin. Ron dan Hermione berteriak bergantian dari balik syal mereka.
"Itu Kantor Pos..."
"Zonko di sana itu..."
"Kita bisa pergi ke Shrieking Shack..."
"Begini saja," kata Ron, giginya bergemeletuk, "ba-gaimana kalau kita minum Butterbeer di Three Broom-sticks""
Harry mau sekali. Angin bertiup kencang dan tangannya sudah beku. Maka mereka menyeberang jalan dan beberapa menit kemudian sudah memasuki tempat minum yang mungil itu.
Tempat itu padat sekali, bising, hangat, dan berasap.
Seorang wanita montok berwajah manis sedang me-layani serombongan penyihir kasar dan gaduh di konter.
"Itu Madam Rosmerta," kata Ron. "Aku yang beli minuman, ya"" dia menambahkan, wajahnya merona kemerahan.
Harry dan Hermione berjalan ke bagian belakang ruangan.
Di sana, di antara jendela dan pohon Natal indah yang tegak di sebelah perapian, ada satu meja kecil kosong. Ron menyusul lima menit kemudian, membawa tiga cangkir besar Butterbeer panas berbuih. "Selamat Natal!" katanya riang, mengangkat cang-kirnya.
Harry menghirup minumannya. Ini minuman pa-ling lezat yang pernah dicicipinya. Minuman ini meng-hangatkan sekujur tubuhnya dari dalam.
Mendadak tiupan angin membuat rambutnya ber-kibar.
Pintu Three Broomsticks terbuka lagi. Harry me-mandang lewat bibir cangkirnya dan tersedak.
Profesor McGonagall dan Flitwick baru saja me-masuki tempat minum itu dalam pusaran butir-butir salju, segera diikuti oleh Hagrid, yang sedang asyik bicara dengan laki-laki pendek gemuk memakai topi hijau-jeruk limau dan jubah bergaris: Cornelius Fudge, Menteri Sihir.
Serentak Ron dan Hermione meletakkan tangan di atas kepala Harry, memaksanya turun dari kursi dan masuk ke kolong meja
. Dengan Butterbeer masih menetes dari bibirnya, Harry meringkuk bersembunyi, memeluk cangkir kosongnya dan mengawasi kaki-kaki para guru dan Fudge bergerak ke arah konter, berhenti, dan kemudian berbelok dan berjalan lurus ke arahnya.
Di atasnya, Hermione berbisik, "Mobiliarbus!"
Pohon Natal di sebelah meja mereka terangkat beberapa senti dari lantai, melayang minggir, dan mendarat dengan bunyi pluk pelan di depan meja mereka, menyembunyikan mereka dari pandangan. Memandang melewati celah-celah dahan-dahan lebat di bagian bawah, Harry melihat empat pasang kaki kursi bergerak mundur dari meja persis di sebelah
meja mereka, kemudian mendengar gumam dan desahan napas guru-guru dan Menteri Sihir sementara mereka duduk. Berikutnya dia melihat sepasang kaki lain, memakai sepatu hijau toska bertumit tinggi, dan mendengar suara wanita. "Gillywater botol kecil..."
"Pesananku," terdengar suara Profesor McGonagall.
"Empat cangkir mead panas..." Mead adalah minuman alkohol yang terbuat dari madu. "Aku, Rosmerta," kata Hagrid.
"Sirop ceri dan soda, dengan es dan payung..."
"Mmm!" kata Profesor Flitwick, mendecapkan bibirnya.
"Jadi pesanan Anda pastilah rum currant merah ini, Pak Menteri."
"Terima kasin, Rosmerta manis," terdengar suara Fudge.
"Senang sekali bertemu denganmu lagi. Pesan-lah minuman untukmu sendiri. Ayo minum bersama kami..." "Terima kasih banyak, Pak Menteri."
Harry melihat sepatu berkilau bertumit tinggi itu menjauh dan kembali lagi. Jantungnya berdegup ken-cang sekali.
Kenapa tak terpikir olehnya bahwa ini akhir pekan terakhir semester untuk para guru juga" Dan berapa la
ma mereka akan duduk di situ" Dia perlu waktu untuk menyelinap kembali ke Honeydukes kalau mau kembali ke sekolah malam ini... Kaki Hermione di sebelahnya bergerak cemas.
"Nah, apa yang membawa Anda sampai ke leher hutan ini, Pak Menteri"" tanya Madam Rosmerta.
Harry melihat bagian bawah tubuh gemuk Fudge berputar di kursinya, seakan dia sedang mengecek kalau-kalau ada yang mencuri dengar. Kemudian dia berkata pelan, "Apa lagi kalau bukan Sirius Black" Kau pasti sudah dengar apa yang terjadi di sekolah, Hallowe'en yang lalu""
"Saya memang mendengar desas-desus," Madam Rosmerta mengaku. "Apa kau memberitahu seluruh rumah minum, Hagrid"" kata Profesor McGonagall jengkel. "Apakah menurut Anda Black masih di sekitar sini, Pak Menteri"" bisik Madam Rosmerta.
"Aku yakin," ujar Fudge pendek.
"Tahukah Anda, para Dementor sudah menggeledah tempat minum saya ini dua kali"" kata Madam Rosmerta, dengan nada agak kesal. "Membuat semua pelanggan saya ketakutan... mereka membuat bisnis lesu, Pak Menteri."
"Rosmerta manis, aku juga sama tidak sukanya kepada mereka seperti kau," kata Fudge salah tingkah. "Tapi langkah ini diperlukan... tak menguntungkan, tapi mau apa lagi... Aku baru saja bertemu beberapa dari mereka. Mereka gusar terhadap Dumbledore- dia tak mengizinkan mereka masuk ke halaman seko-lah."
"Pantasnya tidak," kata Profesor McGonagall tajam.
"Bagaimana kami bisa mengajar kalau horor itu berkeliaran di sekolah""
"Dengar, dengar!" cicit Profesor Flitwick yang mu-ngil, yang kakinya menggantung di atas lantai. "Bagaimanapun juga-"
tangkis Fudge, "mereka berada di sini untuk melindungi kalian semua dari sesuatu yang jauh lebih buruk... kita semua tahu apa yang bisa dilakukan Black..."
"Tahukah kalian, aku masih sulit mempercayainya," kata Madam Rosmerta menerawang. "Dari semua yang menyeberang ke golongan Hitam, sama sekali tak terpikir olehku Sirius Black... Maksudku, aku masih ingat waktu dia masih murid Hogwarts. Kalau kalian memberitahuku setelah besar nanti dia akan jadi seperti ini, aku akan bilang kalian pasti ke-banyakan minum."
"Yang kau tahu tak ada separonya, Rosmerta," kata Fudge tajam. "Hal paling buruk yang dilakukannya tak banyak diketahui orang."
"Hal paling buruk"" ujar Madam Rosmerta, suara-nya penuh keingintahuan. "Lebih buruk daripada membunuh orang-orang malang itu, maksud Anda""
"Betul," kata Fudge. "Aku tak percaya. Apa yang bisa lebih buruk dari itu""
"Kau bilang kau ingat waktu dia masih murid Hogwarts, Rosmerta," gumam Profesor McGonagall. "Ingatkah kau siapa sahabat baiknya""
"Tentu saja," kata Madam Rosmerta seraya tertawa kecil.
"Tak pernah melihat yang satu tanpa yang lain, kan" Mereka sering sekali berada di sini-ooh, me-reka selalu membuatku tertawa. Kocak sekali mereka, Sirius Black dan James Potter!"
Cangkir Harry terjatuh dengan bunyi dentang keras. Ron menendang Harry.
"Tepat," kata Profesor McGonagall. "Black dan Pot-ter.
Pimpinan gerombolan kecil mereka. Keduanya sangat pintar, tentu saja-luar biasa pintar, malah- tapi kurasa tak pernah kita punya sepasang pengacau seperti itu..."
"Entahlah," kekeh Hagrid. "Fred dan George Weasley bisa jadi saingan mereka."
"Kau bisa mengira Black dan Potter kakak-beradik!" celetuk Profesor Flitwick.
"Tak terpisahkan!"
"Tentu saja mereka tak terpisahkan," komentar Fudge.
"Potter mempercayai Black lebih dari semua temannya yang lain. Tak ada yang berubah ketika mereka lulus dan meninggalkan sekolah. Black men-jadi pendamping pengantin pria ketika James me-nikahi Lily. Kemudian mereka
menunjuknya sebagai wali Harry. Harry sama sekali tak tahu, tentu saja. Bayangkan, betapa tersiksanya dia kalau sampai tahu."
"Karena Black ternyata bergabung dengan Kau-Tahu-Siapa"" bisik Madam Rosmerta.
"Bahkan lebih buruk dari itu, Sayang..." Fudge merendahkan suaranya dan meneruskan dengan bisik-bisik.
"Tak banyak yang tahu bahwa James dan Lily Potter sadar Kau-Tahu-Siapa mengejar mereka. Dumbledore, yang tentu saja bekerja tak kenal lelah menentang Kau-Tahu-Siapa, punya sejumlah mata-mata yang berguna. Salah satunya memberi kisikan kepadanya, dan Dumbledore langsung memper-i
ngatkan James dan Lily. Dia menyarankan agar mereka bersembunyi. Tentu saja susah menyembunyikan diri dari Kau-Tahu-Siapa. Dumbledore memberitahu mereka bahwa kesempatan terbaik mereka adalah Mantra Fidelius."
"Bagaimana cara kerjanya"" tanya Madam Rosmerta, terengah saking tertariknya. Profesor Flitwick ber-deham.
"Mantra yang rumit sekali," katanya, dengan suara kecil seperti mencicit. "Intinya adalah penyembunyian rahasia secara sihir di dalam diri satu orang yang terpilih, yang disebut Penjaga-Rahasia. Informasi keberadaan Lily dan James tersembunyi
dalam diri si Penjaga-Rahasia ini, karena itu mereka tak mungkin ditemukan-kecuali si Penjaga-Rahasia sendiri yang membocorkannya. Selama si Penjaga-Rahasia menolak bicara, Kau-Tahu-Siapa boleh saja mencari selama bertahun-tahun di seluruh pelosok desa tempat Lily dan James tinggal, dia tak bakal menemukan mereka, bahkan kalaupun hidungnya sudah menempel di jendela ruang duduk mereka."
"Jadi Black-lah si Penjaga-Rahasia keluarga Pot-ter"" bisik Madam Rosmerta.
"Tentu saja," kata Profesor McGonagall. "James Pot-ter memberitahu Dumbledore bahwa Black lebih me-milih mati
daripada membocorkan di mana mereka, bahwa Black sendiri merencanakan bersembunyi... meskipun demikian, Dumbledore tetap saja cemas. Aku ingat dia sendiri menawarkan diri sebagai Penjaga-Rahasia keluarga Potter."
"Dia mencurigai Black"" Madam Rosmerta kaget.
"Dia yakin ada orang dekat keluarga Potter yang selalu memberikan informasi kepada Kau-Tahu-Siapa tentang gerak-gerik mereka," kata Profesor McGonagall suram. "Memang, selama beberapa waktu dia sudah curiga ada orang dari pihak kami yang telah menjadi pengkhianat dan menyampaikan banyak informasi kepada Kau-Tahu-Siapa."
"Tetapi James Potter berkeras menggunakan Black""
"Betul," kata Fudge berat. "Dan kemudian, baru seminggu Mantra Fidelius diterapkan..." "Black mengkhianati mereka"" Madam Rosmerta menahan napas.
"Betul. Black sudah bosan akan perannya sebagai agen ganda, dia siap mendeklarasikan secara terbuka dukungannya terhadap Kau-Tahu-Siapa, dan rupanya dia sudah merencanakan ini sebagai saat kematian keluarga Potter.
Tetapi, seperti kita semua tahu, Kau-Tahu-Siapa menerima kejatuha
nnya ketika berhadapan dengan Harry Potter kecil.
Kekuatannya lenyap, tubuhnya sangat lemah, dia menghilang.
Dan ini membuat posisi Black sangat terjepit. Tuannya jatuh pada saat dia, Black, menunjukkan identitasnya yang, sebenarnya sebagai pengkhianat. Dia tak punya pilih-an lain kecuali kabur..."
"Pengkhianat busuk!" kata Hagrid, begitu keras sehingga separo pengunjung tempat minum itu lang-sung diam.
"Ssh!" kata Profesor McGonagall.
"Aku ketemu dia!" geram Hagrid. "Aku pasti orang terakhir yang lihat dia sebelum dia bunuh semua orang itu! Akulah
yang selamatkan Harry dari rumah Lily dan James setelah mereka dibunuh! Bawa dia keluar dari reruntuhan, anak malang, dengan luka besar di dahinya, dan orangtuanya mati... dan Sirius Black muncul, dengan motor terbang yang biasa dinaikinya. Tak pernah terpikir olehku apa yang dia lakukan di sana. Aku tak tahu dia Penjaga-Rahasia Lily dan James Potter. Kukira dia baru saja dengar berita tentang serangan Kau-Tahu-Siapa dan datang untuk lihat apa yang bisa dilakukannya. Pucat dan gemetar, dia. Dan kalian tahu apa yang kulakukan" AKU MENGHIBUR PENGKHIANAT
PEMBUNUH ITU!" Hagrid meng-gerung.
"Hagrid!" tegur Profesor McGonagall. "Tolong pelankan suaramu!"
"Mana kutahu dia sedih bukan karena Lily dan James" Kau-Tahu-Siapa-lah yang dicemaskannya! Dan kemudian dia bilang, 'Berikan Harry padaku, Hagrid, aku walinya, aku akan merawatnya.' Ha! Tapi aku sudah terima perintah Dumbledore, dan aku bilang pada Black, tidak. Dumbledore bilang Harry harus dibawa ke rumah bibi dan pamannya. Black me-nentang, tetapi akhirnya menyerah. Dia suruh aku pakai motornya untuk antar Harry ke sana. Aku tak memerlukannya lagi,' katanya.
"Harusnya aku tahu ada yang tak beres waktu itu. Dia cinta sekali motornya itu, kenapa dia berikan padaku" Kenapa dia tidak perlukan motor itu lagi" Kenyataannya, motor itu terlalu gampang dilacak. Dumbledore tahu dia Penjaga
-Rahasia keluarga Pot-ter. Black tahu dia harus kabur malam itu juga, tahu cuma tinggal hitungan jam saja sebelum Pak Menteri mengejarnya.
"Tapi bagaimana kalau aku berikan Harry padanya, eh"
Berani taruhan, Harry pasti dijatuhkan dari motornya ke laut di tengah perjalanan. Anak sahabat baiknya! Tapi kalau penyihir menyeberang ke sihir hitam, tak ada lagi, orang ataupun barang, yang berarti bagi-nya..."
Sunyi lama setelah Hagrid mengakhiri ceritanya. Kemudian Madam Rosmerta berkata puas, "Tetapi dia tidak berhasil kabur, kan" Kementerian Sihir ber-hasil menangkapnya hari berikutnya!"
"Sayang sekali, tidak," kata Fudge getir. "Bukan kami yang menemukannya, melainkan si kecil Peter Pettigrew-salah satu teman James Potter yang lain. Jelas sangat terpukul oleh kesedihannya, dan tahu bahwa Black-lah si Penjaga-Rahasia keluarga Potter, Pettigrew mengejar Black."
"Pettigrew... anak gemuk pendek yang selalu meng-ikuti mereka di Hogwarts"" Madam Rosmerta me-negaskan. "Dia menganggap Black dan Potter sebagai pahla-wan,"
kata Profesor McGonagall. "Tidak termasuk kelas mereka dalam hal kepintaran. Aku sering agak galak kepadanya.
Kalian bisa bayangkan bagaimana- bagaimana aku menyesali sikapku itu sekarang..." Suara Profesor McGonagall sengau seakan mendadak dia pilek.
"Sudahlah, Minerva," kata Fudge lembut. "Pettigrew meninggal sebagai pahlawan. Para saksi-Muggle, ten-tu saja- menceritakan kepada kami bagaimana Pettigrew menyudutkan Black. Kami lalu menghapus ingatan mereka akan peristiwa itu. Para Muggle bilang Pettigrew tersedu-sedu.
'Lily dan Ja mes, Sirius! Tega benar kau!' Dan kemudian dia mengambil tongkatnya. Yah, tentu saja Black lebih cepat. Pettigrew hancur berkeping-keping..."
Profesor McGonagall membuang ingus dan berkata tersendat, "Anak bodoh... anak tolol... dia selalu payah dalam duel... seharusnya dia membiarkan Ke-menterian yang mengambil tindakan..."
"Kalau aku yang ketemu Black lebih dulu dari Pettigrew, aku tak akan pakai tongkat-akan betot sampai lepas tangan dan kakinya," geram Hagrid.
"Kau tak tahu apa yang kaubicarakan, Hagrid," kata Fudge tajam. "Tak ada yang bisa bertahan meng-hadapi Black yang sudah tersudut, kecuali Penyihir Penyerang-Tepat-Sasaran anggota Pasukan Penegak Hukum Sihir yang terlatih. Waktu itu aku menjabat Menteri Muda di Departemen Bencana Sihir, dan aku salah satu yang pertama berada di tempat kejadian setelah Black membantai orang-orang itu. Aku-aku tak akan pernah melupakannya. Aku masih memimpi-kannya kadang-kadang. Lubang besar di tengah jalan, begitu dalam sampai meretakkan saluran pembuangan limbah di bawah. Tubuh bergelimpangan di mana-mana. Para Muggle menjerit-jerit.
Dan Black berdiri tertawa terbahak-bahak, dengan apa yang tersisa dari sosok Pettigrew di depannya... seonggok jubah ber-lumur darah dan-beberapa potongan kecil..."
Suara Fudge mendadak berhenti. Terdengar bunyi lima orang membuang ingus. "Nah, begitu ceritanya, Rosmerta," kata Fudge ter-sendat.
"Black ditangkap oleh dua puluh anggota Patroli Penegak Hukum Sihir dan Pettigrew dianu-gerahi Order of Merlin, Kelas Pertama, yang kurasa bisa menjadi hiburan bagi ibunya. Black dikurung di Azkaban sejak saat itu."
Madam Rosmerta mengembuskan napas panjang.
"Apa betul dia gila, Pak Menteri""
"Ingin sekali aku bisa mengiyakan pertanyaanmu," kata Fudge perlahan. "Aku yakin kekalahan tuannya membuatnya kacau selama beberapa saat. Pem-bunuhan Pettigrew dan semua Muggle itu adalah tindakan orang yang tersudut dan putus asa-ke-jam... tak ada gunanya. Tetapi aku bertemu Black dalam inspeksiku yang terakhir ke Azkaban. Kalian tahu, sebagian besar narapidana di sana duduk ngoceh sendiri dalam kegelapan, omongan mereka kacau... tetapi aku kaget sekali melihat betapa normalnya Black tampaknya. Dia bicara cukup rasional kepadaku. Sungguh membuatku lemas. Kau akan mengira dia cuma bosan-dengan dingin dia bertanya
apakah aku sudah selesai membaca koranku, dia bilang dia ingin mengisi teka-teki silangnya. Ya, aku heran sekali, betapa kecilnya pengaruh Dementor terhadapnya- padahal dia salah satu yang paling ketat dijaga di tempat itu. De
mentor-dementor di depan pintunya, siang dan malam."
"Tetapi menurut Anda, apa tujuan dia kabur"" tanya Madam Rosmerta. "Astaga, Pak Menteri, dia berusaha bergabung dengan Anda-Tahu-Siapa, ya""
"Aku berani bilang itulah-eh-tujuan akhirnya," kata Fudge berusaha mengelak. "Tetapi kami berharap bisa menangkap Black jauh sebelum itu terlaksana. Harus kukatakan, Kau-Tahu-Siapa yang sendirian tanpa teman masih lumayan...
tetapi beri dia abdinya yang paling setia, dan aku bergidik memikirkan betapa cepatnya dia akan berjaya lagi..." Terdengar bunyi gelas beradu dengan papan. Ada yang meletakkan gelasnya.
"Cornelius, kalau kau akan makan malam dengan Kepala Sekolah, lebih baik kita kembali ke kastil sekarang," kata Profesor McGonagall.
Sepasang demi sepasang, kaki-kaki di depan Harry menyangga berat pemiliknya sekali lagi, tepi-tepi jubah melambai d
alam pandangan dan tumit tinggi sepatu Madam Rosmerta yang berkilauan menghilang ke balik konter. Pintu Three Broomsticks terbuka lagi, hujan salju menerobos, masuk lagi, dan para guru itu lenyap.
"Harry"" Wajah Ron dan Hermione muncul di kolong meja. Mereka berdua hanya bisa memandangnya, tak bisa berkata apa-apa.
11 Firebolt HARRY tak begitu ingat bagaimana dia berhasil kembali ke gudang bawah tanah Honeydukes, melewati lorong, dan pulang ke kastil. Yang dia tahu hanyalah, perjalanan pulang itu rasanya singkat sekali, dan bahwa dia nyaris tidak memperhatikan apa yang dilakukannya, karena kepalanya masih berdenyut-denyut gara-gara percakapan yang baru saja didengar-nya.
Kenapa tak pernah ada yang memberitahunya"
Dumbledore, Hagrid, Mr Weasley, Cornelius Fudge... kenapa tak ada yang
pernah bilang bahwa orangtua-nya meninggal karena sahabat baik mereka ber-khianat"
Ron dan Hermione mengawasi Harry dengan cemas sepanjang makan malam, tak berani membicarakan apa yang telah mereka dengar secara tak sengaja, karena Percy duduk dekat mereka. Ketika mereka naik ke ruang rekreasi yang padat, ternyata Fred dan George sudah memasang setengah lusin Bom Kotoran dalam semangat keceriaan akhir semester.
Harry yang tak ingin ditanyai Fred dan George apakah dia ber-hasil tiba di Hogsmeade atau tidak, menyelinap diam-diam ke kamarnya yang kosong dan langsung menuju lemari di sebelah tempat tidurnya. Didorongnya buku-bukunya ke tepi
dan dia segera menemukan apa yang dicarinya-album foto bersampul kulit yang dihadiahkan Hagrid dua tahun sebelumnya, yang pe-nuh berisi foto-foto sihir ayah dan ibunya. Dia duduk di atas tempat tidurnya, menarik kelambu menutupi-nya, dan mulai membalik halaman-halamannya, men-cari-cari, sampai...
Dia berhenti pada foto perkawinan orangtuanya. Tampak ayahnya melambai-lambai kepadanya dengan wajah berseri-seri, rambut hitamnya yang berantakan dan diwariskan pada Harry mencuat ke segala j urus-an. Ibunya, dengan wajah penuh kebahagiaan, ber-gandengan dengan ayahnya. Dan...
itu pasti dia. Pengiring pengantin pria... Harry tak pernah meme-dulikannya sebelumnya.
Kalau dia tak tahu itu orang yang sama, dia tak akan menduga orang di foto lama ini adalah Black. Wajahnya tidak cekung dan pucat, melainkan tampan, penuh tawa. Sudahkah dia bekerja pada Voldemort ketika foto ini diambil" Sudahkah dia merencanakan kematian kedua orang yang berdiri di sebelahnya" Sadarkah dia, dia akan menghabiskan dua belas tahun di Azkaban, dua belas tahun yang akan membuatnya tak bisa dikenali"
Tetapi para Dementor tidak mempengaruhinya, pikir Harry, seraya men
atap wajah tampan yang sedang tertawa itu. Dia tak harus mendengar ibuku menjerit-jerit kalau mereka terlalu dekat...
Harry menutup albumnya, dan memasukkannya kembali ke dalam lemari. Dia membuka jubahnya, melepas kacamatanya, dan naik ke tempat tidur, me-mastikan kelambunya menyembunyikannya dari pandangan.
Pintu kamar terbuka. "Harry"" panggil Ron ragu-ragu.
Tetapi Harry berbaring diam, pura-pura tidur. Didengarnya Ron pergi lagi, lalu dia berguling telen-tang, matanya nyalang.
Kebencian yang belum pernah dikenalnya menjalar di sekujur tubuh Harry seperti racun. Dia bisa melihat Black menertawakannya dalam kegelapan, seakan ada yang telah m


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enempelkan foto dari album itu ke mata-nya. Dia memandang, seakan ada yang sedang me-mutar sepotong film untuknya, Sirius Black meledak-kan Pettigrew (yang mirip Neville Longbottom) men-jadi seribu keping. Dia bisa mendengar (walaupun sama sekali tak tahu seperti apa suara Black) gumam rendah bergairah. "Sudah terjadi, Tuanku...
keluarga Potter memilihku menjadi Penjaga-Rahasia mereka..." Dan kemudian terdengar suara lain, tertawa nyaring, tawa yang sama yang didengar Harry dalam kepala-nya setiap kali para Dementor berada di dekatnya...
"Harry, kau... seperti orang sakit." Harry baru bisa tidur menjelang, subuh. Saat dia terbangun, kamar sudah kosong.
Dia berpakaian dan menuruni tangga spiral. Ruang rekreasi kosong, hanya ada Ron yang sedang makan Pepermin Kodok sambil membelai perutnya, dan Hermione, yang telah meng-gelar PR-nya di atas tiga meja.
"Di mana yang lain"" tanya Harry.
"Pulang! Ini hari pertama liburan, ingat"" kata Ron, menatap Harry lekat-lekat. "Sudah hampir waktu makan siang. Aku baru ma
u naik membangunkanmu."
Harry mengenyakkan diri di kursi dekat perapian. Salju masih terus turun di luar. Crookshanks berbaring di depan perapian seperti keset Jingga besar.
"Kau betul-betul seperti orang sakit," kata Hermione, mengawasi wajah Harry dengan cemas. "Aku tak apa-apa," kata Harry.
"Harry, dengar," kata Hermione, bertukar pandang dengan Ron, "kau pastilah terpukul mendengar pem-bicaraan kemarin itu. Tapi yang penting, kau tak boleh melakukan hal bodoh."
"Apa misalnya"" tanya Harry.
"Misalnya mencoba mencari Black," kata Ron tajam.
Harry tahu mereka sudah melatih percakapan ini selagi dia tidur. Dia tidak berkata apa-apa.
"Kau tidak akan mencarinya, kan, Harry"" kata Hermione.
"Karena Black tak cukup berharga kalau kau jadi korbannya," kata Ron.
Harry memandang mereka. Mereka rupanya sama sekali tak paham.
"Tahukah kalian apa yang kulihat dan dengar setiap kali ada Dementor terlalu dekat padaku""
Ron dan Hermione menggeleng, tampak cemas. "Aku bisa men-dengar ibuku menjerit dan memohon pada Voldemort.
Dan kalau kalian mendengar ibu kalian menjerit seperti itu, menjelang dibunuh, kalian tak akan mudah melupakannya.
Dan jika kalian tahu orang yang di-anggap sahabatnya mengkhianatinya dan mengirim Voldemort kepadanya..."
"Tak ada yang bisa kaulakukan!" kata Hermione, tampak terpukul. "Para Dementor akan menangkap Black dan dia akan kembali ke Azkaban dan-biar tahu rasa dia!"
"Kalian su dah dengar apa yang dikatakan Fudge. Black tidak terpengaruh oleh Azkaban seperti orang normal lainnya.
Azkaban bukan hukuman baginya."
"Jadi, apa maksudmu"" tanya Ron, tampak tegang sekali.
"Kau mau-membunuh Black atau apa""
"Jangan konyol," kata Hermione panik. "Harry tak ingin membunuh orang. Iya, kan, Harry""
Harry tetap tidak menjawab. Dia tak tahu apa yang diinginkannya. Yang dia tahu hanyalah, dia tak tahan kalau tak berbuat apa-apa, sementara Black bebas berkeliaran.
"Malfoy tahu," katanya mendadak. "Ingat apa yang dikatakannya kepadaku dalam pelajaran Ramuan" 'Ka-lau aku, aku akan balas dendam... Akan kuburu sendiri.'"
"Kau akan menuruti nasihat Malfoy alih-alih nasihat kami""
kata Ron gusar. "Dengar... kau tahu apa yang diterima ibu Pettigrew setelah Black meng-hancurkannya" Dad cerita padaku-Order of Merlin, Kelas Pertama, dan jari Pettigrew di dalam kotak. Itu potongan terbesar tubuhnya yang bisa mereka temu-kan. Black itu orang gila, Harry, dan dia berbahaya..."
"Ayah Malfoy pastilah memberitahunya," kata Harry, mengabaikan Ron. "Dia termasuk orang dalam Voldemort..."
"Bilang Kau-Tahu-Siapa, kenapa sih"" potong Ron jeng-kel.
"...jadi jelas, keluarga Malfoy tahu Black bekerja untuk Voldemort..."
"...dan Malfoy akan senang sekali melihatmu me-ledak menjadi sejuta keping, seperti Pettigrew! Sadar-lah, Malfoy berharap kau bisa terbunuh sebelum dia harus menghadapimu dalam pertandingan Quidditch."
"Harry, tolong," kata Hermione, matanya sekarang berkaca-kaca, "tolong, berpikir jernihlah. Black me-mang telah melakukan
hal yang sangat keji, tapi j-jangan menempatkan dirimu dalam bahaya, itulah yang diinginkan Black... oh, Ha
rry, tindakanmu akan menguntungkan Black kalau kau mencarinya. Ibu dan ayahmu pasti tidak ingin kau celaka, kan" Mereka pastilah tak mau kau mencari Black!"
"Aku tak akan pernah tahu apa yang mereka ingin-kan karena, gara-gara Black, aku belum pernah bicara dengan mereka," kata Harry pendek.
Hening. Crookshanks menggeliat santai, melemaskan cakar-cakarnya. Saku Ron bergetar. "Eh," kata Ron, jelas mencari-cari topik pembicaraan lain,
"sekarang kan libur! Sudah hampir Natal! Ayo- ayo kita tengok Hagrid. Sudah lama kita tidak me-ngunjunginya!" "Tidak!" tukas Hermione cepat. "Harry tidak boleh meninggalkan kastil, Ron..."
"Yeah, yuk kita ke sana," kata Harry, duduk tegak, "supaya aku bisa menanyainya kenapa dia tidak pernah menyebut-nyebut nama Black ketika dia menceritakan padaku segalanya tentang orangtuaku!"
Pembicaraan lebih lanjut mengenai Sirius Black jelas bukan yang diinginkan Ron.
"Atau kita bisa main catur," katanya buru-buru, "atau Gobstones. Percy meninggalkan satu set Gobstones..." "Tidak, ayo kita mengunjungi Hagrid," kata Harry tegas.
Maka mereka mengambil mantel dari kamar mereka dan keluar melalui lubang lukisan ("Bangkit dan ber-tarunglah, anjing bastar perut-kuning!"), turun ke kastil yang kosong, dan keluar lewat pintu depan kayu ek.
Mereka maju dengan pelan menyeberangi halaman, membuat parit dangkal di salju yang seperti bubuk berkilau, kaus kaki d
an tepi jubah mereka basah kuyup dan dingin.
Hutan Terlarang seakan telah di-sihir, masing-masing pohonnya disepuh perak, dan pondok Hagrid tampak seperti kue es.
Ron mengetuk, tapi tak ada jawaban.
"Dia tidak keluar, kan"" kata Hermione, yang gemetar kedinginan di balik mantelnya.
Ron menempelkan telinganya ke pintu. "Ada bunyi aneh,"
katanya. "Dengar-apa itu Fang""
Harry dan Hermione ikut menempelkan telinga ke pintu.
Dari dalam pondok terdengar beruntun getar rintihan.
"Apa sebaiknya kita panggil seseorang"" tanya Ron cemas.
"Hagrid!" Harry memanggil, seraya menggedor pintu.
"Hagrid, apakah kau di dalam""
Terdengar langkah-langkah berat, kemudian pintu berderit terbuka. Hagrid berdiri di balik pintu dengan mata merah dan bengkak; air mata bercucuran ke bagian depan rompi kulitnya.
"Kalian sudah dengar!" gerungnya, dan dia me-nangis sambil memeluk leher Harry.
Mengingat Hagrid besarnya dua kali manusia nor-mal, ini bukan hal yang lucu. Harry yang nyaris jatuh keberatan tubuh Hagrid, diselamatkan oleh Ron dan Hermione, yang masing-masing menyambar satu lengan Hagrid dan memapahnya, dibantu Harry, ke dalam pondok. Hagrid pasrah saja dibawa ke kursi, dan dia duduk menelungkup ke meja, terisak-isak tak terkendali, wajahnya dibanjiri air mata yang me-netes-netes ke jenggotnya yang semrawut.
"Hagrid, ada apa"" tanya Hermione terperanjat.
Harry melihat surat, yang tampaknya resmi, terbuka di atas meja. "Apa ini, Hagrid"" Isak Hagrid menjadi dua kali lebih keras, tetapi dia mendorong surat itu ke arah Harry, yang memungut-nya dan membacanya keras-keras: Dear Mr Hagrid,
Setelah menyelidiki lebih lanjut peristiwa serangan Hippogriff terhadap seorang anak dalam kelas Anda, kami menerima jaminan Profesor Dumbledore bahwa Anda tak bersalah dalam peristiwa yang patut disesalkan itu.
"Wah, kalau begitu bagus dong, Hagrid!" kata Ron, menepuk bahu Hagrid. Tetapi Hagrid masih terus terisak dan melambaikan salah satu tangan raksasanya, meminta Harry melanjutkan membaca.
Meskipun demikian, kami harus menyatakan kekhawatiran kami tentang Hippogriff yang bersangkutan. Kami telah memutuskan untuk menerima pengaduan resmi Mr Lucius Malfoy, dan persoalan ini akan dibawa ke Komite Pemunahan Satwa Berbahaya. Pemeriksaan akan dilakukan pada tanggal 20 April, dan kami meminta Anda hadir bersama Hippogriff Anda di kantor Komite di London pada tanggal itu. Sementara itu, si Hippogriff harus tetap ditambat dan diisolasi.
Hormat kami, Di bawahnya berderet daftar nama para dewan sekolah.
"Oh," kata Ron. "Tapi katamu Buckbeak bukan Hippogriff jahat, Hagrid. Pasti dia bisa lolos..."
"Kau tak tahu para gargoyle di Komite Pemunahan Satwa Berbahaya!" kata Hagrid tersendat, seraya menyeka mata de
ngan lengan bajunya. "Mereka benci binatang menarik!"
Bunyi mendadak dari sudut pondok Hagrid mem-buat Harry, Ron, dan Hermione langsung menoleh. Buckbeak si Hippogriff berbaring di sudut, mengunyah-ngunyah sesuatu yang darahnya berleleran di lantai.
"Aku tak bisa tinggalkan dia ditambatkan di luar pada hari bersalju begini!" Hagrid tersedu. "Sendirian! Natal, lagi!"
Harry, Ron, dan Hermione berpandangan. Mereka belum pernah mufakat sepenuhnya dengan Hagrid tentang apa yang disebutnya "binatang-binatang me-narik" dan oleh orang lain dianggap "monster-mon-ster mengerikan". Sebaliknya, tampaknya Buckbeak oke-oke saja. Bahkan, bagi standar Hagrid, dia jelas termasuk binatang imut.
"Kau harus mengajukan pembelaan yang kuat, Hagrid,"
kata Hermione, seraya duduk dan meletak-kan tangannya di lengan bawah Hagrid yang besar. "Aku yakin kau bisa membuktikan Buckbeak tidak berbahaya."
"Takkan ada bedanya!" isak Hagrid. "Setan-setan Komite Pemunahan itu, mereka semua dalam saku Lucius Malfoy! Takut padanya! Dan kalau aku kalah dalam perkara ini, Buckbeak..."
Hagrid menggerakkan jari seolah memotong leher-nya, kemudian menggerung keras dan menggelosor ke depan, menelungkupkan wajah di atas lengannya.
"Bagaimana dengan Dumbledore, Hagrid"" tanya Harry.
"Dia sudah berbuat lebih dari cukup untukku," keluh Hagrid. "Sudan kelewat sibuk tahan Dementor agar tidak masuk kastil, dan Sirius Black berkeliar-an...
Ron dan Hermione langsung memandang Harry, mengira Harry akan segera mencaci maki Hagrid karena tidak berterus terang kepadanya tentang Black. Tetapi Harry tak tega melakukannya, apalagi sekarang dia melihat Hagrid begitu sedih dan ketakutan.
"Dengar, Hagrid," katanya, "kau tak boleh me-nyerah.
Hermione benar, kau cuma perlu pembelaan yang baik. Kau boleh memanggil kami sebagai saksi..."
"Aku yakin pernah membaca kasus tentang penye-rangan Hippogriff," kata Hermione mengingat-ingat, "dan dalam kasus
itu si Hippogriff berhasil bebas. Aku akan mencarikannya untukmu, Hagrid, dan membaca-nya untuk mengetahui apa yang sebetulnya terjadi."
Hagrid melolong semakin keras. Harry dan Hermione memandang Ron meminta bantuan. "Eh-bagaimana kalau kubuatkan teh"" Ron me-nawari.
Harry memandangnya keheranan.
"Itu yang dilakukan Mum kalau ada yang sedih," gumam Ron, mengangkat bahu.
Akhirnya, setelah diberi banyak janji akan dibantu, dengan secangkir teh mengepul di depannya, Hagrid membuang ingus dengan saputangan selebar taplak meja dan berkata, "Kalian benar. Tak boleh aku hancur begini. Aku harus kuat..."
Fang-si anjing besar pemburu babi hutan-muncul takut-takut dari kolong meja dan meletakkan kepala-nya di pangkuan Hagrid.
"Belakangan ini aku kacau," kata Hagrid, membelai Fang dengan satu tangan dan mengusap wajahnya dengan tangan yang lain. "Cemas pikirkan Buckbeak dan tak ada yang suka pelajaranku..."
"Kami suka!" Hermione langsung berbohong.
"Yeah, pelajaranmu hebat!" kata Ron, menyilangkan jari di bawah meja. "Eh-bagaimana Cacing Flobber-nya"" "Mati," kata Hagrid muram. "Terlalu banyak selada." "Aduh, kasihan!" kata Ron, bibirnya berkedut.
"Dan Dementor-dementor itu bikin aku merasa sa-ngat tidak enak," kata Hagrid yang mendadak ber-gidik. "Harus lewati mereka tiap kali aku mau minum di Three Broomsticks.
Rasanya seperti kembali ke Azkaban..."
Dia diam,meneguk tehnya. Harry, Ron, dan Hermione menahan napas memandangnya. Mereka belum pernah mendengar Hagrid bicara tentang pe-nahanan singkatnya di Azkaban. Setelah diam sejenak, Hermione bertanya takut-takut, "Apakah di sana me-ngerikan, Hagrid""
"Kalian tak bisa bayangkan," kata Hagrid pelan. "Tak ada tempat lain seperti itu. Kupikir aku akan gila. Hal-hal mengerikan bermunculan di pikiranku... hari aku dikeluarkan dari Hogwarts... hari ayahku meninggal... hari aku harus lepaskan Norbert..."
Matanya berkaca-kaca. Norbert adalah bayi naga yang dimenangkan Hagrid dalam permainan kartu. "Kau tak ingat lagi siapa dirimu setelah beberapa waktu.
Dan kau tak tahu lagi apa gunanya hidup. Di sana aku berharap aku mati waktu tidur... waktu mereka bebaskan aku, rasanya seperti dilahirkan kembali, semuanya
jadi kuingat lagi. Itu perasaan paling menyenangkan di seluruh dunia. Tapi para Dementor tak suka aku bebas."
"Tapi kau kan tidak bersalah!" kata Hermione.
Hagrid mendengus. "Kaupikir itu ada artinya bagi mereka"
Mereka tak peduli. Asal mereka punya bebe-rapa ratus manusia yang dikurung di sana, supaya mereka bisa sedot kebahagiaannya, mereka tak peduli siapa yang bersalah siapa yang tidak."
Hagrid diam sejenak, menatap tehnya. Kemudian dia berkata pelan, "Aku sudah pikir mau lepaskan Buckbeak...
coba suruh dia terbang jauh... tapi bagai-mana kau bisajelaskan pada Hippogriff dia harus sembunyi" Dan... dan aku takut melanggar hukum..." Dia mendongak menatap mereka, air matanya bercucuran lagi. "Aku tak mau kembali ke Azkaban."
Kunjungan ke pondok Hagrid, walaupun jauh dari menyenangkan, membawa dampak yang diharapkan Ron dan Hermione. Meskipun Harry sama sekali tidak melupakan Black, dia tak bisa terus-menerus memikirkan balas dendam kalau dia ingin membantu Hagrid memenangkan perkaranya melawan Komite Pemunahan Satwa Berbahaya. Dia, Ron, dan Hermione ke perpustakaan keesokan harinya dan kembali ke ruang rekreasi yang kosong dengan membawa se-tumpuk buku yang mungkin bisa membantu menyiap-kan pembelaan untuk Buckbeak. Ketiganya duduk di depan perapian yang berkobar, pelan-pelan membalik-balik halaman buku-buku berdebu tentang kasus-kasus terkenal binatang-binatang perusak, kadang-kadang saja bicara, kalau kebetulan
menemukan sesuatu yang mungkin ada hubungannya dengan perkara Buckbeak.
"Ini... ada perkara di tahun 1722... tapi Hippogriff-nya dihukum... urgh, lihat apa yang dilakukan ter-hadapnya, sungguh menjijikkan..."
"Ini mungkin bisa membantu-seekor Manticore menyerang orang dengan buas pada tahun 1296, dan mereka membiarkan si Manticore bebas-oh-tidak, soalnya karena semua orang sangat ketakutan dan tak ada yang berani mendekatinya..."
Sementara itu, di bagian-bagian lain kastil, dekorasi Natal yang luar biasa indahnya sudah terpasang, meskipun hanya sedikit sekali anak yang bisa me-nikmatinya. Rangkain tebal-panjang holly dan mistle-toe dipasang sepanjang koridorkoridor, cahaya miste-rius bersinar dari dalam semua baju zirah, dan Aula Besar dipenuhi dua belas pohon Natal-nya yang biasa, berkelap-kelip dengan bintang-bintang emas.
Harum masakan lezat memenuhi koridor-koridor, dan ketika Malam Natal tiba, harum masakan itu begitu kuatnya sehingga bahkan Scabbers pun menjulurkan hidung-nya dari dalam lindungan saku Ron, mengendus-endus udara penuh harap.
Pagi Hari Natal-nya, Harry terbangun oleh Ron yang melemparka n bantal kepadanya. "Oiii! Hadiah!"
Harry menjangkau kacamatanya dan memakainya, menyipitkan mata menembus keremangan ke kaki tempat tidurnya. Di tempat itu setumpuk kecil hadiah telah muncul.
Ron sudah mulai merobek bungkus hadiahnya sendiri.
"jumper dari Mum... merah lagi... coba lihat kau dapat tidak."
Harry juga mendapat hadiah jumper. Mrs Weasley mengiriminya jumper merah sewarna dengan seragam
Quidditch-nya dengan gambar singa Gryffindor terajut di bagian dadanya, juga selusin pai daging cincang, kue-kue Natal, dan sekotak kacang renyah. Ketika dia menyisihkan hadiah-hadiah ini ke tepi, dia melihat bungkusan panjang pipih tergeletak di bawahnya.
"Apa itu"" tanya Ron, melongok, tangannya masih memegang sepasang kaus kaki merah yang baru dibuka bungkusnya.
"Tahu..." Harry membuka bungkusan itu dan terperangah melihat sapu indah berkilau terguling di atas tempat tidurnya. Ron menjatuhkan kaus kakinya dan me-lompat dari tempat tidurnya agar bisa melihat lebih jelas.
"Aku tak percaya," katanya parau.
Sapu itu Firebolt, persis sama dengan sapu impian yang pernah setiap hari ditengok Harry di Diagon Alley. Gagangnya berkilauan ketika dia mengangkat-nya. Harry bisa merasakan getaran sapu itu. ia me-lepasnya. Sapu itu melayang di udara, tanpa dipe-gangi, pada ketinggian yang pas untuk dinaikinya.
Mata Harry bergerak dari nomor registrasi emas di ujung gagang ke ranting-ranting birch lurus halus yang membentuk ekor sapunya.
"Siapa yang mengirimnya kepadamu"" tanya Ron terkesima. "Coba lihat ada kartunya atau
tidak," kata Harry. Ron merobek tuntas kertas pembungkus Firebolt itu. "Tak ada! Buset, siapa yang bersedia mengeluarkan begitu banyak uang untukmu"" "Yah," sahut Harry takjub. "Taruhan, pasti bukan keluarga Dursley"
"Menurutku pasti Dumbledore," kata Ron, sekarang berjalan mengelilingi Firebolt, memeriksanya senti demi senti.
"Dia mengirimimu Jubah Gaib secara anonim..."
"Tapi itu jubah ayahku," kata Harry. "Dumbledore cuma menyampaikannya padaku. Dia tak akan meng-hamburkan ratusan Galleon untukku. Mana mungkin dia memberi hadiah macam ini kepada murid-mu-rid..."
"Makanya dia tidak menyebutkan hadiah itu dari dia!" kata Ron. "Supaya orang seperti Malfoy tidak menuduhnya pilih kasih. Hei, Harry..." Ron terbahak. "Malfoy! Tunggu sampai dia melihatmu naik sapu ini. Dia bisa pingsan! Ini sapu standar internasional lho!"
"Aku tak bisa percaya!" gumam Harry, mengelus gagang Firebolt-nya, sementara Ron terenyak di tem-pat tidur Harry, tergelak-gelak memikirkan bagaimana reaksi Malfoy.
"Siapa...""
"Aku tahu," kata Ron, mengendalikan diri. "Aku tahu siapa yang mengirimnya-Lupin."
"Apa"" kata Harry, sekarang ikut tertawa. "Lupin" Yang benar saja, kalau dia punya uang emas sebanyak ini, dia kan bisa beli jubah baru."
"Yeah, tapi dia suka padamu," kata Ron. "Dan dia sedang pergi waktu Nimbus-mu hancur. Mungkin saja dia dengar kejadian itu, lalu memutuskan ke Diagon Alley dan
membelikan ini untukmu..."
"Apa maksudmu dia sedang pergi"" kata Harry. "Dia sedang sakit waktu aku main dalam pertan-dingan itu."
"Tapi dia tak ada di rumah sakit," kata Ron. "Aku di sana, membersihkan pispot-pispot sebagai hukuman detensi dari Snape. Ingat""
Harry mengerutkan kening memandang Ron.
"Aku tak bisa mengerti bagaimana Lupin sanggup membeli sesuatu seperti ini." "Kalian berdua menertawakan apa sih""
Hermione baru saja masuk, memakai baju tidur dan
menggendong Crookshanks yang tampak galak, lehernya dikalungi rangkaian perada kertas emas dan perak.
"Jangan bawa dia masuk ke sini!" kata Ron, yang bergegas menyambar Scabbers dari tempat tidurnya dan menjejalkannya ke dalam saku piamanya. Tetapi Hermione tidak mendengarkannya. Dia menurunkan Crookshanks di atas tempat tidur kosong Seamus dan ternganga menatap Firebolt.
"Oh, Harry Siapa yang mengirimimu itu""
"Tak tahulah," kata Harry. "Tak ada kartu atau keterangan apa pun di dalam bungkusnya."
Betapa herannya dia, Hermione tidak kelihatan ber-gairah ataupun kagum mendengar ini. Sebaliknya, wajahnya menjadi keruh, dan dia menggigit bibirnya.
"Kenapa sih kau"" kata Ron.
"Entahlah," kata Hermione perlahan, "tapi agak aneh, kan" Maksudku, ini sapu bagus, kan"" Ron menghela napas jengkel.
"Ini sapu paling bagus di dunia, Hermione," komentarnya. "Jadi, pasti mahal sekali..." "Mungkin lebih mahal dari total harga semua sapu Slytherin," kata Ron senang.
"Nah... siapa yang mengirimi Harry barang semahal itu tanpa memberitahukan namanya"" kata Hermione. "Peduli amat," tukas Ron tak sabar. "Eh, Harry, boleh aku mencobanya" Boleh""
"Kurasa tak ada yang boleh menaiki sapu itu dulu!" kata Hermione nyaring. Harry dan Ron memandangnya. "Menurutmu buat apa sapu itu-menyapu lantai"" kata Ron.
Tetapi sebelum Hermione bisa menjawab, Crookshanks melompat dari tempat tidur Seamus, tepat ke dada Ron.
"KELUARKAN-DIA-DARI-SINI!" gerung Ron, sementara cakar Crookshanks merobekkan piamanya dan Scabbers mencoba kabur melewati bahunya. Ron menyambar ekor Scabbers dan melempar tendangan ke arah Crookshanks.
Tendangannya luput dan malah mengenai koper kayu di kaki tempat tidur Harry, membuat koper itu terguling dan Ron sendiri me-lompat-lompat di tempat, meraung-raung kesakitan.
Bulu-bulu Crookshanks mendadak berdiri. Suitan nyaring melengking memenuhi kamar. Teropong-Curiga Saku terlepas dari kaus kaki usang Paman Vernon dan berpusar serta berkilauan di lantai.
"Aku sudah lupa punya ini!" kata Harry, mem-bungkuk memungut teropongnya. "Aku tak pernah memakai kaus kaki ini kalau tidak terpaksa..."
Teropong-Curiga itu berpusar dan melengking di atas telapak tangannya. Crookshanks mendesis-desis dan menggeram ke arahnya.
"Mendingan b awa keluar kucing itu dari sini, Hermione,"
kata Ron berang. Dia duduk di tempat tidur Harry, memijat-mijat jari kakinya. "Apa kau tidak bisa membuatnya diam"" dia menambahkan pada Harry sementara Hermione meninggalkan kamar mereka. Mata kuning Crookshanks masih menatap galak Ron.
Harry menjejalkan Teropong-Curiga itu ke dalam kaus kaki lagi dan melemparnya ke dalam kopernya. Yang terdengar sekarang hanyalah rintihan dan umpatan kemarahan Ron.
Scabbers meringkuk di tangan Ron. Sudah cukup lama Harry tidak melihat-nya keluar dari saku Ron, dan dia heran sekali melihat Scabbers, yang dulunya gemuk sekali, sekarang kurus
kering. Bagian-bagian tertentu tubuhnya botak karena bulunya rontok.
"Dia kayaknya sakit, ya," komentar Harry. "Gara-gara stres sih!" timpal Ron. "Dia akan baik lagi kalau kucing bego itu tidak mengganggunya!"
Tetapi Harry ingat wanita di Magical Menagerie pernah mengatakan tikus hanya hidup sampai tiga tahun. Mau tak mau Harry berpikir bahwa, kecuali Scabbers punya kekuatan gaib yang selama ini di-sembunyikannya, dia sebetulnya sudah mendekati akhir hidupnya. Dan walaupun Ron sering mengeluh Scabbers membosankan serta tak berguna, Harry yakin Ron akan sedih sekali kalau Scabbers mati.
Semangat Natal nyata sekali sangat tipis di ruang rekreasi Gryffindor pagi itu. Hermione telah me-ngurung Crookshanks di dalam kamarnya, tetapi dia masih marah pada Ron karena Ron tadi mencoba menendang kucingnya. Ron sendiri juga masih menggerutu menyesali usaha Crookshanks untuk melahap Scabbers. Harry menyerah dan tak berusaha lagi mendamaikan keduanya. Dia menyibukkan diri dengan memeriksa Firebolt, yang dibawanya turun ke ruang rekreasi.
Anehnya, ini kelihatannya juga membuat jengkel Hermione. Hermione tidak mengata-kan apa-apa, tetapi dia tak henti-hentinya me mandang Firebolt dengan galak, seakan sapu itu ikut menyalah-kan kucingnya. Saat makan siang tiba, mereka turun ke Aula Besar.
Keempat meja besar asrama sudah dirapatkan ke dinding lagi, dan sebuah meja yang disiapkan untuk dua belas orang, berdiri di tengah ruangan. Profesor Dumbledore, McGonagall, Snape, Sprout, dan Flitwick ada di sana, begitu juga Filch, si penjaga sekolah, yang telah melepas jas cokelatnya yang biasa dan kini memakai jas-buntut sangat usang dan agak berjamur. Hanya ada tiga murid lain: dua anak kelas satu yang tampak sangat gelisah dan anak Slytherin kelas lima bertampang cemberut.
"Selamat Hari Natal!" kata Dumbledore, ketika Harry, Ron, dan Hermione mendekati meja. "Karena kita cuma bersedikit sekali, tak ada gunanya meng-gunakan meja-meja asrama...
duduklah, duduklah!"
Harry, Ron, dan Hermione duduk bersebelahan di ujung meja.
"Petasan!" kata Dumbledore antusias, mengulurkan ujung petasan perak besar kepada Snape, yang meng-ambilnya dengan enggan dan menariknya. Dengan bunyi dor keras seperti letusan senapan, petasan itu meledak dan di dalamnya ternyata ada topi sihir berbentuk kerucut dengan burung-burungan nasar di puncaknya.
Harry yang teringat pada Boggart, berpandangan dengan Ron dan keduanya nyengir. Bibir Snape me-nipis. Didorongnya topi itu ke arah Dumbledore, yang langsung mencopot topinya sendiri dan memakainya.
"Ayo mulai!" dia mengajak yang hadir, tersenyum kepada semua.
Ketika Harry sedang menyendok kentang panggang, pintu Aula Besar terbuka lagi. Profesor Trelawney muncul, meluncur ke arah mereka seakan di atas roda. Dia memakai gaun hijau berpayet u
ntuk meng-hormati hari besar ini, membuatnya semakin kelihatan seperti capung besar yang berkilauan.
"Sybill, sungguh kejutan yang menyenangkan!" kata Dumbledore seraya berdiri.
"Aku tadi sedang mengamati bola kristalku, Kepala Sekolah," kata Profesor Trelawney dengan suaranya yang paling sayup-sayup, "dan betapa herannya aku melihat diriku meninggalkan makan siangku yang kunikmati sendiri dan datang bergabung dengan kalian. Siapakah aku ini sehingga bisa melawan desak-an takdir" Maka aku bergegas meninggalkan menara-ku, dan aku mohon maaf untuk keterlambatanku..."
"Tak apa-apa, tak apa-apa," kata Dumbledore, matanya berkilauan. "Biar kuambilkan kursi..."
Dan dia menggambar kursi di udara dengan tongkatnya.
Kursi itu berputar selama beberapa detik, sebelum jatuh di antara Profesor Snape dan McGonagall. Meskipun demikian, Profesor Trelawney tidak langsung duduk. Matanya yang besar mengitari meja dan mendadak dia memekik pelan.
"Aku tak berani, Kepala Sekolah! Kalau aku ikut duduk di meja ini, kita akan bertiga belas! Tak ada yang lebih sial daripada itu! Jangan lupa bahwa kalau tiga belas orang makan bersama, yang pertama bangkit akan mati lebih dulu!"
"Kita ambil risiko itu, Sybill," kata Profesor McGonagall habis sabar. "Duduklah, kalkunnya sudah nyaris sedingin batu."
Profesor Trelawney ragu-ragu, kemudian duduk di kursi kosong itu. Matanya terpejam dan bibirnya terkatup rapat, seakan mengharap kilat akan me-nyambar meja itu. Profesor McGonagall memasukkan sendok besar ke dalam basi besar yang paling dekat dengannya.
"Babat, Sybill""
Profesor Trelawney mengabaikannya. Matanya kini sudah terbuka lagi
. Sekali lagi dia memandang meng-itari meja, dan bertanya, "Tetapi di mana Profesor Lupin yang baik""
"Sayang sekali dia sakit lagi," kata Dumbledore, memberi isyarat agar semua orang mulai mengambil makanannya sendiri-sendiri. "Sungguh kasihan, sakit tepat pada Hari Natal."
"Tapi tentunya kau sudah tahu itu, Sybill"" kata Profesor McGonagall, alisnya terangkat. Profesor Trelawney melempar pandang sangat dingin kepada Profesor McGonagall.
"Tentu saja aku tahu, Minerva," katanya tenang. "Tapi orang kan tidak memamerkan kenyataan bahwa dia tahu segalanya. Aku sering bersikap seakan aku tidak memiliki Mata Batin, agar orang lain tidak cemas."
"Pantas saja," kata Profesor McGonagall masam. Suara Profesor Trelawney mendadak tidak sayup-sayup lagi.
"Kalau kau harus tahu, Minerva, aku sudah melihat bahwa Profesor Lupin yang malang tidak akan lama bersama kita.
Rupanya dia sendiri menyadari, bahwa waktunya singkat. Dia benar-benar kabur waktu aku menawarkan untuk melihat nasibnya dalam bola kristal..."
"Wah, wah, kenapa ya," komentar Profesor McGonagall hambar.
"Aku meragukan," kata Dumbledore, dengan suara riang tapi bernada agak tinggi, mengakhiri percakapan antara Profesor McGonagall dan Profesor Trelawney, "bahwa Profesor Lupin dalam bahaya. Severus, kau sudah membuatkan Ramuan untuknya lagi""
"Sudah, Kepala Sekolah," jawab Snape.
"Bagus," kata Dumbledore. "Kalau begitu tak lama lagi dia pasti sembuh... Derek, kau sudah pernah mencicipi chipolata
ini" Enak sekali lho."
Wajah anak kelas satu itu langsung merah padam karena disapa oleh Dumbledore dan dia mengambil sepiring sosis dengan tangan gemetar.
Profesor Trelawney bersikap nyaris normal sampai menjelang akhir santap Natal itu, dua jam kemudian. Dengan perut kenyang sekali oleh hidangan Natal yang lezat-lezat dan masih memakai topi petasan mereka, Harry dan Ron bangkit lebih dulu dari kursi mereka dan Profesor Trelawney menjerit nyaring.
"Astaga. Siapa dari kalian yang bangkit lebih dulu dari kursi kalian" Siapa"" "Entahlah," kata Ron, memandang Harry dengan salah tingkah.
"Kurasa tak akan banyak bedanya," kata Profesor McGonagall dingin, "kecuali ada orang gila membawa kapak menunggu di luar pintu untuk membantai orang pertama yang muncul di Aula Depan."
Bahkan Ron pun tertawa. Profesor Trelawney tam-pak sangat tersinggung.
"Ikut"" Harry bertanya kepada Hermione.
"Tidak," gumam Hermione. "Aku perlu bicara sebentar dengan Profesor McGonagall."
"Mungkin mau tahu apa dia bisa ambil pelajaran lebih banyak lagi," kata Ron seraya menguap ketika mereka masuk Aula Depan, yang sama sekali tak ada orang-gila-berkapaknya.
Ketika tiba di lubang lukisan, ternyata Sir Cadogan sedang asyik berpesta Natal dengan dua rahib, bebe-rapa mantan kepala sekolah Hogwarts, dan kuda poninya yang gemuk. Dia mengangkat visor ketopong-nya dan menyalami mereka dengan mengangkat botol gemuk berleher pendek berisi arak.
"Selamat-h ik-Hari-hik-Natal! Kata kunci"" "Anjing kudisan," jawab Ron.
"Untukmu juga, Sir!" teriak Sir Cadogan ketika lukisan mengayun ke depan membuat jalan masuk bagi mereka.
Harry langsung ke kamarnya, mengambil Firebolt dan perangkat Peralatan Perawatan Sapu
hadiah ulang tahunnya dari Hermione, membawa keduanya ke ruang rekreasi, dan berusaha mencari-cari sesuatu yang bisa dilakukannya pada sapunya. Meskipun demikian, tak ada ranting bengkok yang perlu dirapi-kan, dan gagangnya sudah amat berkilau
sehingga tak ada gunanya lagi menggosoknya. Maka dia dan Ron cuma duduk mengagumi sapu itu dari segala sudut, sampai lubang lukisan terbuka, dan Hermione masuk, diikuti Profesor McGonagall.
Meskipun Profesor McGonagall kepala asrama Gryffindor, hanya satu kali Harry pernah melihatnya di ruang rekreasi, dan itu untuk menyampaikan peng-umuman yang sangat penting. Harry dan Ron me-mandangnya keheranan, keduanya memegangi Firebolt. Hermione berjalan menghindari mereka, duduk, mengambil buku yang paling dekat dengan-nya, dan menyembunyikan wajah di baliknya.
"Jadi, ini sapunya"" kata Profesor McGonagall seraya berjalan mendekati perapian dan mengawasi Firebolt itu dengan tajam. "Miss Granger baru saja memberitahuku bahwa kau mendapat kiriman sapu, Potter."
Harry dan Ron menoleh memandang Hermione. Mereka bisa melihat dahinya memerah di atas buku-nya, yang terbalik.
"Boleh aku lihat"" tanya Profesor McGonagall, tetapi dia tidak menunggu jawaban. Dia langsung menarik Firebolt dari tangan mereka. Dia menelitinya hati-hati dari ujung gagangnya sampai ujung ranting-ran-tingnya. "Hmm. Dan sama sekali tak ada keterangan apa-apa, Potter" Tak ada kartu" Tak ada pesan apa pun""
"Tidak," kata Harry tak mengerti.
"Begitu...," kata Profesor McGonagall. "Yah, ter-paksa aku harus membawanya, Potter."
"A-apa"" kata Harry geragapan berdiri.
"Kenapa"" "Harus diperiksa kalau-kalau dimasuki sihir jahat," kata Profesor McGonagall. "Tentu saja, aku bukan ahlinya, tetapi bisa kupastikan Madam Hooch dan Profesor Flitwick akan memeretelinya..."
"Memeretelinya"" Ron mengulangi, seakan Profesor McGonagall sudah gila.
"Cuma akan makan waktu beberapa minggu," kata Profesor McGonagall. "Kau akan menerimanya kembali jika kami sudah yakin sapu ini bebas sihir jahat."
"Sapu itu tidak apa-apa, Profesor!" kata Harry. Suaranya agak bergetar. "Sungguh, Profesor..."
"Kau tak bisa tahu itu, Potter," kata Profesor McGonagall, cukup lembut. "Tak akan tahu sampai kau menerbangkannya, paling tidak, dan kurasa itu jelas tak boleh, sampai kami yakin sapu itu tidak dimasuki sihir jahat. Aku akan rutin memberitahumu."
Profesor McGonagall berbalik dan membawa keluar Firebolt melewati lubang lukisan, yang menutup di belakangnya. Harry berdiri diam menatapnya, tangan-nya masih memegang kaleng Penggosok Super. Tetapi Ron langsung memarahi Hermione.
"Ngapain kau ngadu pada McGonagall""
Hermione melempar bukunya. Wajahnya masih merah padam, tetapi dia bangkit dan menghadapi Ron dengan gagah.
"Karena menurutku-dan Profesor McGonagall se-pakat denganku-sapu itu mungkin dikirim kepada Harry oleh Sirius Black!"
12 Patronus HARRY tahu Hermione bermaksud baik, tetapi itu tidak membuatnya tidak marah kepada Hermione. Dia telah menjadi pemilik sapu paling bagus di dunia selama beberapa jam, dan sekarang, gara-gara campur tangan Hermione, dia tak tahu apakah dia akan me-lihat sapunya lagi. Dia yakin tak ada yang salah dengan Firebolt-nya, tetapi bagaimana keadaannya nanti jika sapu itu sudah dijadikan objek berbagai tes anti-sihir-jahat"
Ron juga gusar sekali pada Hermione. Menurut
pendapatnya, pemeretelan Firebolt baru setingkat dengan tindak kriminal, Hermione, yang tetap yakin yang dilakukannya adalah yang terbaik, mulai meng-hindari ruang rekreasi. Harry dan Ron menduga dia mencari perlindungan di perpustakaan, dan mereka tidak berusaha membujuknya agar meninggalkan tem-pat itu. Mengingat ini semua, mereka senang ketika teman-teman mereka yang lain kembali ke sekolah tak lama setelah Tahun Baru, dan Menara Gryffindor menjadi penuh dan bising lagi.
Oliver Wood mencari Harry pada malam sebelum semester baru mulai.
"Natal-mu menyenangkan"" katanya, dan kemudian, tanpa menunggu jawaban, dia duduk, merendahkan suaranya, dan berkata, "Aku sudah berpikir selama liburan Natal, Harry.
Sesudah pertandingan yang ter-akhir, kau tahu, kan. Kalau Dementor
-dementor datang ke pertandingan berikutnya... maksudku... riskan sekali bagi regu kita kalau kau-yah..." Wood berhenti, serbasalah.
"Aku sedang berusaha mengatasinya," kata Harry cepat-cepat. "Profesor Lupin berjanji akan melatihku menangkal Dementor. Kami mestinya mulai minggu ini, dia bilang dia punya waktu sesudah Natal."
"Ah," kata Wood, wajahnya berubah cerah. "Yah, kalau begitu-aku sebetulnya tak mau kehilangan kau sebagai Seeker, Harry. Dan sudahkah kau meme-san sapu baru""
"Belum," kata Harry. "Apa! Sebaiknya kau segera pesanmana mungkin kau naik Bintang Jatuh untuk menghadapi Ravenclaw!"
"Dia mendapat Firebolt sebagai hadiah Natal," kata Ron.
"Firebolt" Tak mungkin! Yang benar" Firebolt asli""
"Jangan keburu senang dulu, Oliver," kata Harry muram.
"Sapu itu tak ada padaku lagi. Disita." Dan dia menjelaskan bagaimana Firebolt itu sekarang sedang dicek kalau-kalau dimasuki sihir jahat.
"Sihir jahat" Bagaimana bisa disihir jahat""


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sirius Black," jawab Harry lesu. "Dia kan katanya mengejarku. Jadi McGonagall menduga mungkin dia yang mengirimnya padaku."
Mengabaikan informasi bahwa pembunuh terkenal sedang mengejar Seeker-nya, Wood berkata, "Tetapi mana mungkin Black membeli Firebolt. Dia kan pe-larian! Seluruh negeri
sedang mencarinya! Bagaimana mungkin dia bisa masuk ke Peralatan Quidditch Ber-kualitas dan membeli sapu"" "Aku tahu," kata Harry "tapi McGonagall tetap ingin memereteli sapuku..." Wood langsung pucat.
"Aku akan menemuinya dan bicara padanya, Harry" dia berjanji. "Aku akan membuatnya mem-pertimbangkan dengan pikiran yang sehat... Firebolt... Firebolt asli, dalam tim kita...
dia ingin Gryffindor menang, sama inginnya seperti kita... aku akan mem-buatnya berpikir dengan akal sehat... Firebolt..."
Sekolah mulai lagi keesokan harinya. Yang paling tidak diinginkan anak-anak adalah melewatkan dua jam di udara terbuka pada pagi Januari yang dingin. Tetapi Hagrid telah menyediakan api unggun penuh salamander untuk membuat mereka senang, dan me-reka melewatkan dua jam pelajaran yang sangat me-nyenangkan dengan mengumpulkan kayu dan de-daunan kering untuk menjaga agar api tetap berkobar, sementara kadal-kadal pecinta api itu berlarian naik-turun batang kayu yang membara bernyala-nyala. Pelajaran Ramalan pertama dalam semester baru ini tak seasyik pelajaran Hagrid. Profesor Trelawney se-karang mengajar mereka rajah tangan dan tanpa basa-basi dia memberitahu Harry bahwa Harry memiliki garis hidup terpendek yang pernah dilihatnya.
Pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam-lah yang ditunggu-tunggu Harry setelah percakapannya dengan Wood. Dia sudah ingin memulai pelajaran Anti-Dementor-nya sesegera mungkin.
"Ah, ya," kata Lupin, ketika Harry mengingatkan-nya pada akhir pelajaran. "Sebentar kucek... bagai-mana kalau Kamis malam pukul delapan" Ruang kelas Sejarah Sihir mestinya cukup besar... aku harus berhati-hati memikirkan bagaimana
kita melakukan-nya... kita tak bisa membawa Dementor asli ke dalam kastil untuk berlatih..."
"Kelihatannya dia masih sakit, ya"" kata Ron, se-mentara mereka berjalan menyusuri koridor untuk makan malam.
"Menurutmu sakit apa sih""
Terdengar puh keras dan tak sabar dari belakang mereka.
Ternyata Hermione, yang duduk di kaki baju zirah, membereskan tasnya, yang begitu penuh buku sehingga tak bisa ditutup.
"Kenapa kau mem-puh kami"" tanya Ron jengkel.
"Tidak kenapa-napa," kata Hermione angkuh, dengan susah payah mengangkat tasnya ke bahu.
"Tapi kau bilang puh," kata Ron.
"Aku bertanya Lupin sakit apa, dan kau..."
"Bukankah sudah jelas"" tukas Hermione, dengan pandangan sok tahu yang sangat menjengkelkan.
"Kalau tidak mau kasih tahu, ya tidak usah," bentak Ron.
"Baik," kata Hermione sombong, seraya pergi.
"Dia tidak tahu," kata Ron, memandang Hermione dengan sebal. "Dia cuma berusaha supaya kita bicara lagi dengan dia."
Kamis malam pukul delapan, Harry meninggalkan Menara Gryffindor menuju ke kelas Sejarah Sihir. Ruangan itu gelap dan kosong waktu dia tiba, tetapi dia menyalakan lampu dengan tongkatnya dan hanya menunggu sepuluh menit sebelum Profesor Lupin muncul, menenteng kotak besar, ya
ng dengan susah payah dinaikkannya ke atas meja Profesor Binns.
"Apa itu"" tanya Harry.
"Boggart yang lain," kata Lupin, seraya membuka mantelnya. "Aku mencari di seluruh kastil sejak Selasa, dan
untung sekali, aku menemukan Boggart yang satu ini sembunyi di dalam lemari arsip Mr Filch. Boggart-lah yang bisa menjadi paling mirip dengan Dementor asli. Si Boggart akan berubah men-jadi Dementor begitu melihatmu, jadi kita bisa berlatih dengannya. Aku bisa menyimpannya di dalam kantor-ku kalau sedang tidak kita pakai. Ada lemari di bawah mejaku yang pasti disukainya."
"Baiklah," kata Harry, berusaha berbicara seakan dia tidak takut dan malah senang Lupin berhasil menemu-kan pengganti Dementor asli yang begitu bagus.
"Jadi..." Profesor Lupin sudah mengeluarkan tong-katnya dan memberi isyarat agar Harry juga melaku-kan yang sama.
"Mantra yang akan kucoba ajarkan padamu adalah sihir tingkat sangat tinggi, Harry-jauh di atas Level Sihir Umum.
Namanya Mantra Patronus."
"Bagaimana cara kerjanya"" tanya Harry gugup.
"Yah, kalau berhasil, dia menghasilkan Patronus," kata Lupin. "Patronus itu sejenis Anti-Dementor- pelindung yang bertindak sebagai tameng di antara kau dan Dementor."
Di benak Harry mendadak muncul bayangan diri-nya meringkuk di belakang sosok sebesar Hagrid yang memegangi pentungan
besar. Profesor Lupin melanjutkan, "Patronus ini sejenis kekuatan positif, proyeksi hal-hal yang menjadi makanan Dementor- harapan, kebahagiaan, keinginan bertahan hidup- tetapi dia tak bisa merasakan keputusasaan seperti yang dirasakan manusia, maka Dementor tidak bisa menyakitinya. Tetapi aku harus memperingatkanmu, Harry, bahwa mantra ini mungkin terlalu tinggi bagi-mu. Banyak penyihir berkualitas mengalami kesulitan belajar Patronus."
"Seperti apa Patronus itu"" tanya Harry ingin tahu.
"Masing-masing unik, tergantung penyihir yang me-munculkannya."
"Dan bagaimana cara memunculkannya""
"Dengan mantra, yang hanya berhasil jika kau berkonsentrasi, sekhusyuk mungkin, pada satu saja ke-jadian yang sangat menyenangkan."
Harry mengingat-ingat apa yang bisa dianggapnya kejadian sangat menyenangkan. Jelas, yang dialaminya di rumah keluarga Dursley tak bisa digunakan. Akhir-nya dia memutuskan saat dia pertama kali naik sapu.
"Baiklah," katanya, berusaha mengingat setepat mungkin perasaan hangat, melayang, sangat menye-nangkan dalam perutnya.
"Mantranya begini..." Lupin berdeham, "expecto patronum!" "Expecto patronum," Harry mengulang perlahan, "expecto patronum." "Konsentrasi sepenuhnya pada kejadian yang me-nyenangkan""
"Oh-yeah...," kata Harry, cepat-cepat memusatkan kembali pikirannya pada terbang-pertamanya dengan sapu.
"Expecto patrono-eh, patronum-maaf-expecto patronum, expecto patronum..."
Sesuatu mendadak mendesau dari ujung tongkat-nya.
Kelihatannya seperti gumpalan asap keperakan. "Anda lihat itu"" ujar Harry bergairah. "Terjadi se-suatu."
"Bagus sekali," kata Lupin, tersenyum. "Baiklah- siap mencobanya pada Dementor""
"Ya," jawab Harry, menggenggam tongkatnya erat-erat, dan melangkah ke tengah ruang kelas yang kosong. Dia mencoba berkonsentrasi pada perasaan senangnya saat terbang, tetapi berulang-ulang ada yang memecah
konsentrasinya... setiap saat, dia bisa mendengar jeritan ibunya lagi... tetapi dia tak boleh memikirkan itu, nanti dia malah benar-benar men-dengarnya lagi, dan dia tak ingin...
ataukah sebetul-nya dia ingin"
Lupin meraih tutup kotak dan membukanya. Dementor perlahan muncul dari dalamnya, wajah-nya yang berkerudung menghadap ke arah Harry, salah satu tangan bersisik berkilat mencengkeram jubahnya. Lampu-lampu di sekeliling kelas berkedip lalu padam. Si Dementor melangkah keluar dari dalam kotaknya dan melayang menuju Harry, bunyi napas-nya berkeretekan. Gelombang dingin menusuk menye-limuti Harry...
"Expecto patronum!" teriak Harry. "Expecto patronum!
Expecto..." Tetapi kelas dan si Dementor menjadi samar-samar... Harry terjatuh lagi dalam kabut putih tebal, dan suara ibunya lebih keras dari sebelumnya, ber-gaung dalam kepalanya... "Jangan Harry! Jangan Harry! Saya mohon-saya bersedia melakukan apa saja..."
"Minggir-mi nggir, perempuan..."
"Harry!" Harry tersentak sadar kembali. Dia menelentang di lantai. Lam
pu-lampu di dalam kelas sudah menyala lagi. Dia tak perlu bertanya apa yang telah terjadi. "Maaf," gumamnya, seraya duduk. Dirasakannya keringat dingin menetes di balik kacamatanya.
"Kau tidak apa-apa"" tanya Lupin.
"Tidak..." Harry bertumpu pada salah satu meja dan berdiri, lalu bersandar ke meja itu.
"Ini..." Lupin menyodorkan Cokelat Kodok. "Makanlah ini dulu sebelum kita mencoba lagi. Aku memang tidak mengharap kau bisa melakukannya dengan sekali coba. Aku malah akan heran sekali kalau kau bisa."
"Lebih parah dari biasanya," gumam Harry meng-gigit kepala Cokelat Kodok-nya. "Saya bisa mendengar ibu saya lebih keras dari biasanya-dan dia- Voldemort..."
Lupin tampak lebih pucat dari biasanya. "Harry, jika kau tak mau meneruskan, aku paham sekali..."
"Saya ingin meneruskan!" kata Harry tegas, men-jejalkan sisa Cokelat Kodok ke dalam mulutnya. "Saya harus meneruskannya! Bagaimana kalau Dementor-dementor muncul dalam pertandingan kami melawan Ravenclaw" Saya tak boleh jatuh lagi. Kalau kami kalah dalam pertandingan ini, kami kehilangan Piala Quidditch!"
"Baiklah kalau begitu...," kata Lupin. "Kau mung-kin ingin memilih kejadian menyenangkan yang lain, maksudku untuk dipakai berkonsentrasi... yang tadi rupanya tidak cukup kuat..."
Harry berpikir keras, dan memutuskan perasaannya ketika Gryffindor memenangkan Piala Asrama tahun lalu jelas bisa dikualifikasikan sebagai sangat bahagia. Dia menggenggam erat-erat lagi tongkatnya, dan berdiri di tengah ruangan.
"Siap"" kata Lupin, memegang tutup kotak.
"Siap," kata Harry, berusaha memenuhi pikirannya dengan kenangan
saat Gryffindor menang, dan bukan pikiran mengerikan tentang apa yang akan terjadi jika kotak itu terbuka.
"Mulai!" kata Lupin, menarik tutup kotak. Ruangan sekali lagi berubah gelap dan sedingin es. Si Dementor melayang maju, menarik napas berkeretakan; salah satu tangan busuknya terjulur ke arah Harry...
"Expecto patronum!" teriak Harry. "Expecto patronum!
Expecto pat..." Kabut hitam mengaburkan indranya... sosok-sosok besar tak jelas bergerak di sekitarnya... kemudian terdengar suara baru, suara laki-laki, berteriak panik...
"Lily, bawa Harry pergi! Itu dia! Pergilah! Lari! Akan kucoba menahannya..."
Bunyi orang yang terhuyung bergegas meninggalkan ruangan-pintu yang terbuka dengan keras-tawa nyaring terbahak...
"Harry! Harry... bangun..."
Lupin menepuk-nepuk keras wajah Harry. Kali ini, baru semenit kemudian Harry paham kenapa dia terbaring di lantai ruang kelas yang berdebu.
"Saya mendengar ayah saya," Harry komat-kamit. "Itu pertama kalinya saya mendengarnya-dia men-coba menghadapi Voldemort sendirian, untuk memberi ibu saya kesempatan lari..."
Harry mendadak menyadari ada air mata di wajah-nya, bercampur keringat. Dia menundukkan wajahnya serendah mungkin, menyeka air matanya dengan jubahnya, berpura-pura membetulkan tali sepatunya, agar Lupin tidak melihat.
"Kau mendengar James"" kata Lupin, dengan suara janggal.
"Yeah..." Wajahnya sudah kering, Harry men-dongak.
"Kenapa-Anda tidak kenal ayah saya, kan""
"Ke-kenal, sebetulnya," kata Lupin. "Kami ber-teman di Hogwarts. Dengar, Harry-mungkin sebaik-nya kita berhenti di sini malam ini. Mantra ini tingkat-nya tinggi sekali... aku seharusnya tidak menyarankan kau mempelaj arinya..."
"Tidak!" kata Harry. Dia bangkit lagi. "Saya mau mencoba sekali lagi. Kejadian-kejadian yang saya ingat tidak cukup membahagiakan, itulah sebabnya... tung-gu..."
Harry mengorek ingatannya. Peristiwa yang betul-betul luar biasa menyenangkan... yang bisa berubah menjadi Patronus bagus yang kuat...
Saat dia pertama kali tahu dia penyihir dan akan meninggalkan keluarga Dursley untuk masuk Hogwarts! Kalau itu bukan kenangan indah, dia tak tahu lagi bagaimana yang indah itu... berkonsentrasi penuh pada bagaimana perasaannya ketika dia sadar akan meninggalkan Privet Drive, Harry berdiri dan menghadapi kotak itu sekali lagi.
"Siap"" kata Lupin, yang kelihatannya terpaksa melakukannya. "Sudan konsentrasi penuh" Baiklah- mulai!"
Dia membuka tutup kotak unt
uk ketiga kalinya, dan si Dementor muncul dari dalamnya. Ruangan menjadi dingin dan gelap...
"EXPECTO PATRONUM!" Harry meraung. "EXPECTO PATRONUM! EXPECTO PATRONUM!"
Jeritan-jeritan dalam kepala Harry sudah mulai lagi-hanya saja, kali ini, suara itu kedengarannya keluar dari radio yang gelombangnya meleset. Pelan lalu keras lalu pelan lagi... dan dia masih bisa melihat si Dementor... Dementor itu berhenti...
dan kemudian bayang-bayang besar keperakan meluncur keluar dari
ujung tongkat Harry, melayang-layang di antara Harry dan Dementor, dan meskipun kaki Harry rasanya seperti air, dia masih berdiri... meskipun dia tak yakin, berapa lama lagi dia bisa bertahan.....
"Riddikulus!" teriak Lupin, melompat maju.
Terdengar letusan keras, dan Patronus asap Harry lenyap, bersama si Dementor. Harry terenyak ke kursi, lelah sekali seakan baru saja lari satu setengah kilo-meter, kakinya gemetar. Dari sudut matanya dilihatnya Profesor Lupin memaksa si Boggart masuk kembali ke dalam kotaknya dengan tongkatnya. Boggart itu sudah berubah menjadi bola keperakan lagi.
"Luar biasa!" kata Lupin, melangkah ke tempat Harry duduk. "Luar biasa, Harry! Permulaan yang bagus sekali!"
"Bagaimana kalau kita coba lagi" Sekali lagi saja"" "Tidak sekarang," kata Lupin tegas. "Sudah cukup bagimu untuk semalam. Ini..." Dia mengulurkan sebatang besar cokelat Honeydukes yang paling enak.
"Habiskan, kalau tidak Madam Pomfrey akan me-marahiku habis-habisan. Waktu yang sama minggu depan""
"Baiklah," kata Harry. Dia menggigit cokelatnya dan mengawasi Lupin memadamkan lampu-lampu yang telah menyala lagi dengan lenyapnya si Demen-tor. Sesuatu melintas dalam benaknya.
"Profesor Lupin"" katanya. "Kalau Anda kenal ayah saya, tentunya Anda kenal Sirius Black juga."
Lupin menoleh dengan cepat.
"Kenapa kau berpikir begitu"" tanyanya tajam.
"Tidak apa-apa-maksud saya, saya tahu mereka juga teman di Hogwarts..." Wajah Lupin rileks lagi. "Ya, aku kenal dia," katanya singkat. "Atau kupikir aku kenal dia. Kau sebaiknya pulang, Harry, sudah malam."
Harry meninggalkan ruang kelas itu, berjalan se-panjang koridor dan membelok di sudut, kemudian mengambil jalan putar ke belakang seperangkat baju zirah dan duduk di landasannya untuk menghabiskan cokelatnya. Dia menyesal menyebut-nyebut Black, sebab Lupin kelihatannya tidak suka.
Kemudian pikir-an Harry kembali ke ibu dan ayahnya....
Dia merasa lelah dan kosong, walaupun perutnya kenyang cokelat. Meski mengerikan, mendengar saat-saat terakhir orangtuanya diulang dalam kepalanya, ini kesempatannya mendengar suara mereka lagi sejak dia bayi. Tetapi dia tidak
akan bisa memunculkan Patronus yang sempurna jika setengahnya dia ingin mendengar orangtuanya lagi...
"Mereka sudah meninggal," katanya keras kepada dirinya sendiri. "Mereka sudah meninggal, dan men-dengarkan gaung suara mereka tidak akan membuat mereka hidup lagi. Kau sebaiknya menguasai diri kalau menginginkan Piala Ouidditch."
Harry bangkit, menjejalkan sisa cokelat yang tinggal sedikit ke dalam mulutnya dan berjalan menuju Me-nara Gryffindor.
Ravenclaw bertanding melawan Slytherin seminggu setelah semester baru dimulai. Slytherin menang, walaupun tipis sekali. Menurut Wood, ini berita bagus untuk Gryffindor, yang akan menduduki tempat kedua jika mereka juga mengalahkan Ravenclaw. Karena itu dia meningkatkan porsi latihan menjadi lima kali seminggu. Ini berarti bah-wa dengan pelajaran Anti-Dementor dari Lupin, yang jauh lebih melelahkan daripada enam kali latihan Quidditch, Harry hanya punya satu malam untuk mengerjakan semua PR-nya. Kendati demikian, dia tidak tampak setegang Hermione yang beban tugasnya tampaknya akhirnya mulai berdampak. Setiap malam, tanpa absen, Hermione tampak di su-dut ruang rekreasi, beberapa meja dipenuhi buku-bukunya, grafik-grafik Arithmancy, kamus-kamus Rune, diagram Muggle yang mengangkat barang-bara
ng berat, dan bertumpuk-tumpuk catatan pan-jang. Dia nyaris tak bicara apa pun kepada siapa pun dan marah kalau diganggu.
"Bagaimana dia melakukannya"" gumam Ron ke-pada Harry suatu malam, ketika Harry sedang me-nyelesaikan karangan menyebalkan ten
tang Racun-racun yang Tak Terdeteksi untuk mata pelajaran Snape. Harry mendongak.
Hermione nyaris tak tam-pak di balik tumpukan bukunya yang menggunung.
"Melakukan apa""
"Ikut semua pelajaran itu!" kata Ron. "Aku men-dengarnya bicara dengan Profesor Vector, guru Arithmancy itu, tadi pagi.
Mereka mendiskusikan pe-lajaran hari kemarin, tetapi mana mungkin Hermione ikut Arithmancy kemarin, karena dia bersama kita dalam pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib! Dan Ernie Macmillan memberitahuku dia tak pernah absen pe-lajaran Telaah Muggle, padahal separo pelajaran itu bersamaan dengan Ramalan, dan dia juga tak pernah absen dalam pelajaran Ramalan!"
Harry tak punya waktu memikirkan jadwal pe-lajaran Hermione yang misterius saat ini. Dia harus menyelesaikan karangan untuk Snape. Namun, dua detik kemudian dia disela lagi, kali ini oleh Wood.
"Kabar buruk, Harry. Aku baru saja menemui Profesor McGonagall, soal Firebolt-mu. Dia-eh-jadi sedikit marah padaku. Menuduh prioritasku keliru. Rupanya dia mengira aku lebih mementingkan me-menangkan Piala daripada keselamatanmu. Hanya karena kukatakan padanya aku tak peduli sapu itu menjungkalkanmu, asal kau sudah menangkap Snitch lebih dulu dengannya."
Wood menggelengkan kepala tak percaya. "Buset, caranya berteriak, marah-marah kepadaku... kau akan mengira aku telah meng
atakan sesuatu yang mengerikan. Kemudian kutanya dia berapa lama lagi dia akan menahan sapu itu."
Wood mengernyitkan muka dan menirukan suara Profesor McGonagall yang galak, '"Selama masih diperlukan, Wood...'
Kurasa sudah waktunya kau memesan sapu baru, Harry. Ada formulir pemesanan di belakang buku Sapu yang Mana... kau bisa beli Nimbus Dua Ribu Satu, seperti punya Malfoy."
"Aku tidak akan beli barang apa pun yang menurut anggapan Malfoy bagus," kata Harry datar.
Tanpa terasa Januari berganti Februari, dan udara masih tetap dingin menusuk. Pertandingan melawan Ravenclaw makin lama makin dekat, tetapi Harry masih belum memesan
sapu baru. Sekarang dia menanyai Profesor McGonagall tentang Firebolt-nya setiap usai pelajaran Transfigurasi. Ron berdiri penuh harap di sebelahnya, Hermione melewati mereka dengan wajah berpaling.
"Belum, Potter, belum boleh dikembalikan padamu," kata Profesor McGonagall ketika ini terjadi untuk kedua belas kalinya, bahkan sebelum Harry membuka mulut. "Kami sudah memeriksanya untuk sebagian besar kutukan biasa, tetapi Profesor Flitwick menduga sapu itu mungkin dikenai Guna-guna Lempar. Akan kuberitahu kau kalau kami sudah selesai memeriksa-nya. Nah, sekarang, berhentilah menggerecokiku."
Parahnya lagi, pelajaran Anti-Dementor Harry tidak berjalan sebaik yang diharapkannya. Setelah lewat beberapa sesi, dia berhasil memunculkan bayangan keperakan tak jelas setiap kali si Boggart-Dementor mendekatinya, tetapi Patronus-nya terlalu lemah untuk mengusir Dementor itu. Yang bisa dilakukannya hanyalah melayang-layang, seperti awan semi-trans-paran, menguras energi Harry sementara dia berjuang membuat Patronus itu tetap bertahan. Harry marah pada dirinya sendiri, merasa bersalah punya keinginan rahasia untuk mendengar suara orangtuanya lagi.
"Kau mengharap terlalu banyak dari dirimu sen-diri," kata Profesor Lu
pin menegurnya, dalam minggu keempat latihan mereka. "Untuk penyihir tiga belas tahun, bahkan Patronus yang tak jelas bentuknya pun sudah keberhasilan yang hebat.
Kau sudah tidak pingsan lagi, kan""
"Saya pikir Patronus akan-mengejar Dementor atau apa,"
kata Harry putus asa. "Melenyapkan Dementor..."
"Patronus yang sebenarnya memang begitu," kata Lupin.
"Tetapi kau telah mencapai banyak dalam waktu yang sangat singkat. Jika para Dementor mun-cul dalam pertandingan Quidditch-mu berikutnya, kau akan bisa menahan mereka cukup lama untuk bisa mendarat di tanah."
"Anda mengatakan akan lebih sulit jika jumlah mereka banyak," kata Harry.
"Aku percaya sepenuhnya padamu," kata Lupin, tersenyum.
"Ini-kau layak mendapat minuman. Sesuatu dari Three Broomsticks, kau pasti belum pernah mencicipinya..." Dia mengeluarkan dua botol dari dalam tasnya.
"Butterbeer!" celetuk Harry tanpa berpikir. "Yeah, saya suka minuman itu
!" Lupin mengangkat sebelah alisnya. "OhRon dan Hermione mengoleh-olehi saya dari Hogsmeade," Harry cepat-cepat berbohong. "Begitu," kata Lupin, meskipun tampaknya dia masih agak curiga. "Nahmarilah kita minum untuk kemenangan Gryffindor terhadap Ravenclaw! Bukan-nya aku memihak, sebagai guru..." buru-buru Lupin menambahkan.
Mereka meminum Butterbeer itu dalam diam, sam-pai Harry menyuarakan sesuatu yang sudah meng-ganggu pikirannya selama beberapa waktu ini.
"Apa yang ada di bawah kerudung Dementor"" Profesor Lupin menurunkan botolnya sambil me-renung. "Hmmm... yah, orang-orang yang betul-betul tahu, kondisinya tak memungkinkan untuk memberitahu kita.
Soalnya begini, Dementor hanya menurunkan kerudungnya untuk menggunakan senjatanya yang paling akhir dan paling mengerikan."
"Apa itu""
"Mereka menyebutnya Kecupan Dementor," kata Lupin, tersenyum kecut. "Itu yang dilakukan Dementor kepada orang-orang yang ingin mereka hancurkan sepenuhnya.
Kurasa mestinya ada semacam mulut di bawah kerudung itu, karena mereka mencengkeramkan cakar mereka ke mulut si korban-lalu menyedot jiwanya."
Sedikit Butterbeer di mulut Harry sampai tersembur.
"Apa-mereka membunuh...""
"Oh, tidak," kata Lupin. "Lebih parah daripada itu. Kau masih bisa ada tanpa jiwamu, asal otak dan jantungmu masih berfungsi. Tetapi kau tak lagi punya perasaan, tak punya ingatan, tak punya... apa pun. Sama sekali tak ada kemungkinan sembuh. Kau cuma-ada, sebagai selongsong kosong. Dan jiwamu lenyap selamanya... sirna."
Lupin meneguk Butterbeer-nya sedikit lagi, kemudi-an melanjutkan, "Itulah nasib yang menunggu Sirius Black. Ada di Daily Prophet pagi ini. Kementerian sudah memberi izin para Dementor untuk melakukan Kecupan kalau mereka berhasil menemukannya."
Harry untuk sesaat terperangah mendengar tentang orang yang jiwanya disedot dari mulutnya. Tetapi kemudian dia memikirkan Black.
"Dia pantas mendapat Kecupan Dementor," katanya tiba-tiba.
"Menurutmu begitu"" tanya Lupin ringan. "Apakah kau benar-benar berpendapat ada orang yang pantas diperlakukan begitu""
"Ya," kata Harry. "Untuk... perbuatan tertentu..."
Dia ingin menceritakan kepada Lupin tentang pembicaraan yang tak sengaja didengarnya di Three Broom-sticks, tentang Black yang mengkhianati ibu dan ayah-nya. Tetapi ini berarti dia harus membuka rahasia bah-wa dia ke Hogsmeade tanpa izin, dan dia tahu Lupin tak akan begitu terkesan dengan itu.
Maka dia meng-habiskan Butterbeer-nya, mengucapkan terima kasih kepada Lupin, dan meninggalkan kelas Sejarah Sihir.
Harry setengah berharap dia tadi tidak bertanya apa yang ada di bawah kerudung Dementor. Jawaban-nya begitu mengerikan dan benaknya dipenuhi pikiran tak enak tentang
bagaimana rasanya jika jiwamu di-sedot dari dalam tubuhmu, sehingga dia menabrak Profesor McGonagall di pertengahan tangga.
"Lihat-lihat kalau jalan, Potter!"
"Maaf, Profesor..."
"Aku baru saja mencarimu di ruang rekreasi Gryffindor.
Nah, ini dia, kami telah melakukan segala-nya yang terpikirkan oleh kami, dan tampaknya tak ada yang tak beres dengan sapu ini-kau punya teman baik di suatu tempat, Potter..."
Harry ternganga. Profesor McGonagall mengulurkan Firebolt-nya, dan sapu itu kelihatan sama megahnya seperti sebelumnya.
"Saya boleh memilikinya kembali"" tanya Harry lemas. "Sungguh""
"Sungguh," kata Profesor McGonagall, dan ia benar-benar tersenyum. "Kurasa kau perlu mencobanya dulu sebelum pertandingan hari Sabtu, kan" Dan, Potter- usahakan menang, ya. Kalau tidak, kita akan kalah selama delapan tahun berturut-turut, seperti yang semalam diingatkan Profesor Snape yang baik kepada-ku..."
Tanpa bisa bicara, Harry membawa Firebolt-nya naik ke Menara Gryffindor. Ketika dia berbelok di sudut, dilihatnya Ron berlari ke arahnya, nyengir lebar sekali.
"Dia mengembalikannya kepadamu" Bagus sekali! Aku masih boleh mencobanya" Besok pagi""
"Yeah... terserahlah...," kata Harry, hatinya lebih ringan daripada selama sebulan ini. "Eh, Ron-kurasa kita harus baikan dengan Hermione. Dia cuma mencoba menolong..."
"Yeah, baiklah," kata Ron. "Dia di ruang rekreasi sekarang-bikin PR, biasa."
Mereka berbelok k e koridor yang menuju Menara Gryffindor dan melihat Neville Longbottom memohon-mohon kepada Sir Cadogan, yang rupanya menolak mengizinkannya masuk.
"Sudah kutulis," kata Neville, air matanya berlinang, "tapi tulisan itu pasti terjatuh entah di mana!"
"Mungkin saja!" raung Sir Cadogan. Kemudian, ketika dia melihat Harry dan Ron, "Selamat malam, pemuda-pemuda temaram! Datanglah, tangkap orang sinting ini, masukkan ke balik jeruji besi, dia memaksa masuk ke dalam kamar ini!"
"Oh, diamlah," kata Ron, ketika dia dan Harry sudah tiba di sebelah Neville.
"Aku kehilangan kata-kata kuncinya!" Neville mem-beritahu mereka dengan merana. "Kuminta dia mem-beritahu apa saja kata kunci yang akan digunakannya minggu ini, karena dia mengganti terus kata kuncinya, dan aku tak tahu catatanku sekarang di mana!"
"Oddsbodikins," kata Harry kepada Sir Cadogan, yang tampak sangat kecewa dan dengan enggan meng-ayun ke depan agar mereka bisa masuk ke ruang rekreasi. Mendadak terdengar gumam-gumam ber-gairah ketika semua kepala menoleh dan saat be-rikutnya, Harry dikerumuni anak-anak yang mengomentari Firebolt-nya.
"Dari mana kau mendapatkannya, Harry""
"Boleh aku mencobanya""
"Apa kau pernah menaikinya, Harry""
"Ravenclaw tak akan punya kesempatan, mereka semua naik Sapu-bersih Tujuh!"
"Apa aku boleh memegangnya, Harry"" Selama kira-kira sepuluh menit, Firebolt itu diedarkan dan dikagumi dari segala sudut. Baru setelah itu kerumunan bubar dan Harry dan Ron bisa melihat jelas Hermione, saru-satunya anak yang tidak
men-datangi mereka, sedang menunduk di atas PR-nya, dan menghindari pandangan mereka. Harry dan Ron mendekati mejanya dan akhirnya, Hermione men-dongak.
"Sudah dikembalikan padaku," kata Harry terse-nyum dan mengangkat Firebolt-nya. "Lihat, kan, Hermione" Sapu ini tidak apa-apa!" kata Ron.
"Yah-tapi siapa tahu!" kata Hermione. "Maksudku, paling tidak sekarang kalian tahu sapu itu aman!" "Yeah, kurasa begitu," kata Harry "Sebaiknya ku-simpan di atas..." "Biar aku yang bawa ke atas!" kata Ron berse-mangat. "Aku harus memberi Scabbers Tonik Tikus-nya."
Ron mengambil Firebolt itu, dan memeganginya seakan sapu itu terbuat dari kaca, membawanya naik ke kamar anak laki-laki.
"Boleh aku duduk"" tanya Harry kepada Hermione. "Boleh,"
kata Hermione, memindahkan setumpuk tinggi perkamen dari kursi.
Harry memandang meja yang penuh, pada karang-an Arithmancy yang tintanya masih berkilat, pada karangan Telaah Muggle yang lebih panjang lagi ("Jelaskan kenapa Muggle Memerlukan Listrik") dan pada terjemahan Rune yang sedang dikerjakan Hermione.
"Bagaimana kau bisa mengerjakan semua ini"" Harry bertanya kepadanya.
"Oh, yah-kau tahu-kerja keras," kata Hermione. Dari dekat, Harry melihat bahwa Hermione tampak sama lelahnya seperti Lupin.
"Kenapa kau tidak mendrop saja beberapa mata pelajaran"" tanya Harry, memandang Hermione meng-angkat buku-buku, mencari-cari kamus Rune-nya.
"Mana bisa!" kata Hermione, tampak ngeri.
The Name Of Rose 13 Fear Street - Salah Sambung The Wrong Number Petualangan Tom Sawyer 3

Cari Blog Ini