Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling Bagian 6
Tetapi mereka tak bisa melakukannya. Ujian hampir tiba, dan alih-alih bermalas-malasan di luar, anak-anak terpaksa tinggal di dalam kastil, berusaha memaksa otak mereka untuk berkonsentrasi, sementara aroma musim panas yang menggiurkan masuk melalui jendela. Bahkan Fred dan George Weasley tampak belajar. Mereka sebentar lagi akan ujian OWL-Ordinary Wizarding Levels atau Level Sihir Umum. Percy mem-persiapkan diri untuk menghadapi NEWT. Newt me-mang semacam kadal air. Tetapi dalam hal ini NEWT
adalah Nastily Exhausting Wizarding Tests atau Ujian Sihir yang Luar Biasa Melelahkan, kualifikasi tertinggi yang ditawarkan Hogwarts. Karena Percy ingin masuk ke
Kementerian Sihir, dia perlu mendapat nilai-nilai top. Dia menjadi cepat marah dan memberikan hukuman berat kepada siapa saja yang mengganggu ketenangan ruang rekreasi di sore hari. Satu-satunya orang yang lebih tegang dari Percy adalah Hermione.
Harry dan Ron sudah menyerah, tak pernah ber-tanya lagi bagaimana Hermione bisa ikut beberapa mata pelajaran dalam waktu yang bersamaan, tetapi mereka tak tahan lagi ketika melihat jadwal ujian yang telah dibuat Hermione sendiri. Deret pertama berbunyi:
"Hermione"" Ron berkata hati-hati, karena Hermione cenderung
meledak jika diganggu hari-hari ini. "Eh- apakah kau yakin kau menyalin jadwal ini dengan benar""
"Apa"" sentak Hermione, seraya mengambil jadwal-nya dan mengamatinya. "Ya, tentu saja."
"Apakah ada gunanya bertanya bagaimana kau bisa ikut dua ujian pada saat yang bersamaan"" tanya Harry.
"Tidak," tukas Hermione pendek. "Apakah kalian melihat buku Numerologi dan Gramatika-ku""
"Oh, yeah, aku meminjamnya untuk bacaan sebelum tidur,"
kata Ron, tetapi amat pelan. Hermione mulai menggeser-geser
tumpukan perkamen di atas mejanya, mencari-cari buku itu.
Saat itu terdengar gesekan di jendela, lalu Hedwig terbang masuk, paruhnya meng-gigit surat erat-erat. "Dari Hagrid," kata Harry, merobek sampulnya. "Banding Buckbeak-sudah ditentukan tanggal enam." "Itu hari terakhir ujian kita," kata Hermione, masih menca
ri-cari buku Arithmancy-nya. "Dan mereka akan datang ke sini untuk melakukan-nya,"
kata Harry, masih membaca suratnya. "Seorang petugas dari Kementerian Sihir dan-dan algojo."
Hermione mendongak kaget.
"Mereka membawa algojo untuk naik banding! Itu kan sepertinya mereka sudah mengambil keputusan!" "Ya," kata Harry perlahan.
"Tidak bisa!" gerung Ron. "Aku sudah melewatkan berabad-abad membaca bahan-bahan untuk naik banding-nya. Mereka tak bisa mengabaikannya begitu saja!"
Tetapi Harry punya dugaan mengerikan bahwa Komite Pemunahan Satwa Berbahaya sudah meng-ambil keputusan, dipengaruhi oleh Mr Malfoy. Draco, yang tampak jelas lesu sejak keme
nangan Gryffindor dalam final Quidditch, beberapa hari kemudian sudah pongah lagi. Dari komentar-komentar mencemooh yang didengar Harry, Malfoy yakin Buckbeak akan dibunuh, dan Malfoy kelihatan senang sekali dialah penyebabnya. Hanya dengan susah payah Harry ber-hasil menahan diri tidak meniru Hermione memukul Malfoy dalam kesempatan-kesempatan ini. Dan yang paling parah dari semuanya, mereka tak punya waktu maupun kesempatan untuk menengok Hagrid, karena peraturan pengamanan baru yang ketat masih tetap diberlakukan, dan Harry tak berani mengambil Jubah Gaib-nya dari bawah si nenek sihir bermata satu.
Minggu ujian mulai dan keheningan tak wajar me-nyelimuti kastil. Murid-murid kelas tiga keluar dari Transfigurasi pada jam makan siang hari Senin dengan lemas dan wajah pucat, membandingkan hasil dan mengeluhkan sulitnya tugas yang diberikan kepada mereka, yang mencakup mengubah teko teh menjadi kura-kura. Hermione membuat teman-temannya jengkel dengan meributkan bagaimana kura-kuranya tampak lebih menyerupai penyu air, padahal yang lain jauh lebih parah dari itu.
"Punyaku ekornya masih cerat teko. Mengerikan sekali..." "Apakah kura-kura bisa mengeluarkan asap kalau bernapas""
"Punggungnya masih bergambar pohon dedalu. Me-nurutmu apakah nilaiku akan dikurangi karena ini""
Kemudian, setelah makan siang yang terburu-buru, mereka kembali ke atas lagi untuk ujian Jimat dan Guna-guna.
Hermione benar. Profesor Flitwick menguji mereka dengan Jampi Jenaka. Hermione melakukan-nya secara berlebihan, karena dia tegang. Akibatnya Ron, yang menjadi partnernya, tertawa histeris tak henti-hentinya dan harus dibawa ke kelas kosong untuk menenangkan diri dan baru sejam kemudian dia sendiri bisa melakukan Jampi Jenakanya. Seusai makan malam, anak-anak bergegas kembali ke ruang rekreasi masing-masi
ng, bukan untuk bersantai, me-lainkan untuk mulai belajar Pemeliharaan Satwa Gaib, Ramuan, dan Astronomi.
Hagrid memberikan ujian Pemeliharaan Satwa Gaib dengan pikiran tidak berkonsentrasi keesokan paginya. Pikirannya sama sekali tidak pada ujian itu. Dia menyediakan satu bak besar penuh Cacing Flobber segar, dan memberitahu murid-muridnya bahwa untuk bisa lulus, Cacing Flobber mereka harus masih hidup setelah lewat satu jam. Karena Cacing Flobber tumbuh paling subur kalau dibiarkan saja, ini ujian paling mudah yang mereka hadapi, dan juga memberi Harry,
Ron, dan Hermione banyak kesempatan untuk bicara dengan Hagrid.
"Beaky agak stres," kata Hagrid kepada mereka, membungkuk rendah berpura-pura memeriksa apakah Cacing Flobber Harry masih hidup. "Terlalu lama dikurung. Tapi... kita akan tahu lusa-bagaimana nasibnya."
Mereka ujian Ramuan sore itu, yang merupakan bencana besar. Bagaimanapun Harry berusaha, dia tak bisa membuat Larutan Linglung-nya mengental, dan Snape, yang berdiri mengawasi dengan sikap puas dan senang, menuliskan sesuatu yang mencuriga-kan seperti angka nol sebelum dia pergi.
Kemudian tibalah saat ujian Astronomi di tengah malam, di atas menara yang paling tinggi. Dalam ujian Sejarah Sihir pada hari Rabu pagi, Harry menuliskan segala sesuatu yang pernah diceritakan Florean Fortescue kepadanya tentang perburuan para penyihir di abad pertengahan, sementara dalam hati ingin sekali rasanya makan es krim kelapa-kacang Fortescue di dalam kelas yang gerah itu. Rabu sore berarti Herbologi, dalam rumah-rumah kaca di bawah siraman cahaya matahari yang panas membara, kemudian kembali ke ruang rekreasi seka
li lagi, dengan tengkuk mereka panas terbakar sinar matahari, membayangkan betapa asyiknya besok malam, ketika semua ini sudah berlalu.
Ujian kedua sebelum yang terakhir, pada hari Kamis pagi, adalah Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Profesor Lupin telah menyiapkan ujian paling luar biasa bagi mereka; berbagai rintangan di udara ter-buka. Mereka harus berjalan mengarungi kolam dalam yang berisi Grindylow, melewati lubang-lubang berisi Red Cap, berjalan dengan susah payah menyeberangi rawa, mengabaikan petunjuk menyesatkan dari Hinkypunk, kemudian memasuki peti tua besar untuk berhadapan dengan Boggart baru.
"Bagus sekali, Harry," gumam Lupin ketika Harry memanjat turun dari dalam peti, nyengir. "Sepuluh."
Berseri-seri karena keberhasilannya, Harry tinggal untuk menonton Ron dan Hermione. Ujian Ron ber-jalan baik sekali sampai dia berhadapan dengan Hinkypunk, yang berhasil membuatnya bingung sehingga dia terbenam sampai sebatas pinggang dalam lumpur rawa. Hermione melakukan segalanya dengan sempurna sampai dia memasuki peti berisi Boggart.
Kira-kira semenit setelah berada dalam peti, dia menghambur keluar, berteriak-teriak.
"Hermione!" kata Lupin, terperanjat. "Ada apa"" "P-p-profesor McGonagall!" kata Hermione ter-sendat. "Dia bilang semua ujianku tidak lulus!"
Perlu beberapa waktu untuk menenangkan Hermione.
Ketika akhirnya dia sudah bisa menguasai diri, Hermione, Harry, dan Ron kembali ke kastil. Ron masih ingin tertawa kalau ingat Boggart Hermione, tetapi pertengkaran di antara mereka dihindarkan oleh pemandangan yang menyambut mereka ketika mereka tiba di undakan paling atas.
Cornelius Fudge, sedikit berkeringat dalam jubah bergarisnya, berdiri di sana memandang ke halaman. Dia kaget melihat Harry.
"Halo, Harry!" katanya. "Sedang ujian, kan" Hampir selesai""
"Ya," jawab Harry. Hermione dan Ron yang tidak selevel bicara dengan Pak Menteri, dengan canggung mondar-mandir menunggu di belakang Harry.
"Hari yang indah," kata Fudge, memandang danau.
"Sayang... sayang..." Dia menghela napas dalam-dalam dan menunduk memandang Harry. "Aku di sini untuk tugas yang tidak menyenangkan, Harry. Komite Pemunahan Satwa Berbahaya memerlu-kan saksi
untuk pembantaian Hippogriff gila. Meng-ingat aku perlu mengunjungi Hogwarts untuk mengecek perkembangan masalah Black, aku diminta menjadi saksi."
"Apakah itu berarti bandingnya sudah selesai"" Ron maju menyela. "Belum, belum, bandingnya dijadwalkan sore ini," kata Fudge, memandang Ron dengan ingin tahu.
"Kalau begitu Anda belum tentu harus menyaksikan pembantaian!" ujar Ron tegas. "Siapa tahu Hippogriff itu bebas!"
Sebelum Fudge bisa menjawab, dua penyihir muncul dari pintu kastil di belakangnya. Salah satunya sudah tua sekali sehingga tampak merenta di depan mata mereka. Satunya lagi tinggi tegap, dengan kumis hitam tipis. Harry menyimpulkan mereka petugas-petugas Komite Pemunahan Satwa Berbahaya, karena penyihir yang sudah tua renta memandang ke arah pondok Hagrid dan berkata dengan suara lemah,
"Wah, wah, aku sudah terlalu tua untuk urusan begini... pukul dua, kan, Fudge""
Si laki-laki berkumis hitam mengelus sesuatu di pinggangnya. Harry memandang ke arah itu dan melihat ibu jari laki-laki itu mengelus mata kapak yang tajam berkilau.
Ron membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi Hermione me
nyikut rusuk-nya dengan keras dan mengedikkan kepalanya ke arah Aula Depan.
"Kenapa kau menyetopku"" kata Ron gusar, ketika mereka memasuki Aula Besar untuk makan siang. "Apakah kau melihat mereka" Mereka bahkan sudah menyiapkan kapak!
Keadilan harus ditegakkan!"
"Ron, ayahmu bekerja di Kementerian. Kau tak bisa mengatakan hal-hal seperti itu kepada bosnya!" kata Hermione, tetapi Hermione sendiri tampak sangat cemas.
"Asal Hagrid bisa tenang kali ini, dan meng-ajukan
pembelaannya dengan benar, tak mungkin mereka membantai Buckbeak..."
Tetapi Harry bisa melihat Hermione tidak sepenuh-nya yakin pada apa yang dikatakannya. Di sekeliling mereka, anak-anak mengobrol dengan bergairah seraya menyantap makan siang mereka, dengan riang me-nunggu saat akhir ujian sore itu. Tetapi Harry, Ron, dan Hermione,
yang sangat mencemaskan Hagrid dan Buckbeak, tak bisa ikut senang.
Ujian terakhir Harry dan Ron adalah Ramalan, sedangkan ujian terakhir Hermione adalah Telaah Muggle. Mereka menaiki tangga pualam bersama-sama. Hermione meninggalkan mereka di lantai satu, sementara Harry dan Ron naik terus sampai ke lantai tujuh. Sebagian besar teman mereka sedang duduk di tangga spiral yang menuju ke kelas Profesor Trelawney, berusaha mengulang pelajaran pada menit-menit terakhir.
"Dia menguji kita sendiri-sendiri," Neville memberi-tahu ketika Ron dan Harry duduk di sebelahnya. Buku Menyingkap Kabut Masa Depan terbuka di pangkuan Neville pada halaman yang mengupas tentang membaca bola kristal. "Apakah kalian pernah melihat sesuatu di dalam bola kristal"" dia menanyai mereka dengan muram.
"Tidak," jawab Ron enteng. Dia berulang-ulang me-nengok arlojinya. Harry tahu Ron menunggu waktu naik banding Buckbeak dimulai.
Antrean anak-anak di depan kelas lambat sekali bertambah pendek. Setiap kali ada anak yang menuruni tangga perak, semua temannya berdesis, "Dia tanya apa" Gampang tidak""
Tetapi mereka semua menolak menjawab.
"Dia bilang bola kristal mengatakan padanya bahwa kalau aku memberitahu kalian, aku akan mengalami musibah
mengerikan!" cicit Neville ketika dia me-nuruni tangga menuju Harry dan Ron, yang sekarang sudah sampai di kaki tangga.
"Bagus sekali," dengus Ron. "Tahu tidak, aku mulai berpikir bahwa benar juga pendapat Hermione tentang dirinya," (Ron mengacungkan ibu jarinya ke pintu tingkap di atas) "dia tukang tipu."
"Yeah," kata Harry, memandang arlojinya sendiri. Sekarang sudah pukul dua. "Cepat sedikit kenapa sih..."
Parvati menuruni tangga dengan wajah bangga ber-seri-seri.
"Dia bilang aku punya bakat jadi peramal sejati," katanya kepada Harry dan Ron. "Banyak sekali yang kulihat... nah, semoga sukses!"
Dia bergegas menuruni tangga spiral bergabung dengan Lavender.
"Ronald Weasley!" panggil suara sayup-sayup dari atas kepala mereka. Ron menyeringai kepada Harry, lalu menaiki tangga perak dan menghilang dari pan-dangan. Sekarang tinggal Harry satu-satunya yang belum maju ujian. Dia duduk di lantai bersandar ke dinding, mendengarkan lalat yang berdengung di jendela yang terkena cahaya matahari, pikirannya me-layang menyeberangi halaman ke tempat Hagrid.
Akhirnya, setelah kira-kira dua puluh menit, kaki Ron yang besar muncul di tangga. "Bagaimana"" Harry menanyainya seraya bangkit.
"Omong kosong," kata Ron. "Aku tidak melihat apa-apa, jadi kukarang-karang saja. Tapi kelihatannya dia tidak yakin..."
"Sampai ketemu di ruang rekreasi," gumam Harry, ketika terdengar suara Profesor Trelawney memanggil-nya, "Harry Potter!"
Ruang menara lebih panas dari biasanya. Gorden-gorden tertutup, api di perapian menyala, dan bau memusingkan yang biasa membuat Harry terbatuk ketika dia melewati kerumunan kursi dan meja me-nuju ke tempat Profesor Trelawney duduk menunggu-, nya menghadapi bola kristal besar.
"Selamat siang, Nak," sapanya lembut. "Silakan pandang bola kristal ini... tidak usah buru-buru... kemudian katakan padaku apa yang kaulihat di da-lamnya..."
Harry menunduk di atas bola kristal itu dan me-mandangnya, memandang setajam mungkin, meng-harap bola itu menunjukkan padanya hal lain selain kabut putih yang melayang-layang, tetapi tak ada yang terjadi.
"Bagaimana"" Profesor Trelawney memancingnya dengan halus. "Apa yang kaulihat""
Panasnya ruangan tak tertahankan dan hidungnya pedas gara-gara asap beraroma yang menguar dari perapian di sebelah mereka. Harry teringat apa yang dikatakan Ron, dan memutuskan untuk berbohong.
"Eh...," kata Harry, "sosok gelap... um..."
"Seperti apa sosok itu"" bisik Profesor Trelawney. "Coba pikirkan..."
Harry memutar otak dan terpikir olehnya Buckbeak. "Hippogriff," katanya tegas.
"Wah!" bisik Profesor Trelawney, menulis dengan bersemangat di perkamen yang bertengger di atas lututnya.
"Nak, kau mungkin bisa melihat hasil akhir sengketa Hagrid yang malang dengan Kementerian Sihir! Lihat dengan teliti...
apakah si Hippogriff ke-lihatannya... masih ada kepalanya"" "Masih," jawab Harry tegas.
"Kau yakin"" Prof
esor Trelawney mendesaknya. "Apakah kau yakin betul, Nak" Kau tidak melihat Hippogriff itu menggeletak di tanah, mungkin, dan ada sosok samar mengangkat kapak di belakangnya"" "Tidak!" kata Harry, mulai merasa agak mual. "Tak ada darah" Tak ada Hagrid yang menangis""
"Tidak!" kata Harry lagi, sudah ingin sekali me-ninggalkan kelas dan udara yang panas itu. "Hippogriff itu kelihatannya baik-baik saja, dia-ter-bang pergi..."
Profesor Trelawney menghela napas.
"Yah, Nak, kurasa cukup sekian... agak mengecewa-kan...
tetapi aku yakin kau telah berusaha sebaik mungkin."
Lega, Harry bangkit, mengambil tasnya dan berbalik untuk pergi, tetapi kemudian terdengar suara parau keras bicara di belakangnya.
"Malam ini akan terjadi."
Harry langsung berputar. Profesor Trelawney telah kaku di kursi berlengannya, matanya menerawang dan mulutnya ternganga.
"M-maaf, apa kata Anda""
Tetapi Profesor Trelawney tampaknya tidak men-dengar nya. Bola matanya mulai terbalik. Harry panik.
Profesor Trelawney seperti sedang mengalami se-macam serangan jantung atau entah apa. Harry ragu-ragu, sedang mempertimbangkan apakah sebaiknya dia berlari ke rumah sakit-ketika Profesor Trelawney bicara lagi, dengan suara parau yang sama, yang lain sekali dari suaranya sendiri.
"Pangeran Kegelapan terbaring sendirian tanpa teman, ditinggalkan oleh pengikut-pengikutnya. Abdinya telah dirantai selama dua betas tahun ini. Malam ini, sebelum tengah malam, si abdi akan bebas dan bergabung lagi dengan tuannya. Pangeran Kegelapan akan bangkit berjaya kembali dengan bantuan abdinya, lebih berkuasa dan lebih mengerikan
daripada sebelumnya. Malam ini... sebelum tengah malam... si abdi akan bebas... untuk bergabung lagi dengan... tuannya..."
Kepala Profesor Trelawney terkulai ke dadanya. Dia mengeluarkan suara seperti dengkur, kemudian mendadak kepalanya tegak kembali.
"Maaf, Nak," katanya seperti melamun. "Panas sekali... aku tertidur sesaat..." Harry berdiri terbelalak. "Ada apa, Nak""
"Anda-Anda baru saja memberitahu saya bahwaPangeran Kegelapan akan berjaya kembali... bahwa abdinya akan bergabung lagi dengannya..." Profesor Trelawney kelihatan kaget sekali.
"Pangeran Kegelapan" Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut" Nak, itu bukan sesuatu yang boleh dianggap lucu...
berjaya kembali, astaga..."
"Tetapi Anda sendiri yang baru saja mengatakannya! Anda bilang Pangeran Kegelapan..."
"Kurasa kau juga tertidur, Nak!" kata Profesor Trelawney.
"Aku jelas tak akan meramalkan sesuatu yang tak masuk akal seperti itu!"
Harry menuruni tangga perak dan tangga spiral, bertanya-tanya dalam hati... apakah yang baru saja didengarnya tadi benar-benar ramalan" Ataukah itu hanyalah ide Profesor Trelawney untuk mengakhiri ujiannya dengan penuh kesan"
Lima menit kemudian dia sudah berlari melewati satpam troll di depan jalan masuk ke Menara Gryffindor, kata-kata Profesor Trelawney masih ter-ngiang di telinganya. Anak-anak berpapasan dengan-nya, menuju ke arah yang berlawanan, tertawa-tawa dan bergurau, menuju ke halaman dan kebebasan yang sudah lama ditunggu. Saat Harry tiba dilubang lukisan dan memasuki ruang rekreasi, ruang itu sudah nyaris kosong. Tetapi di salah satu sudutnya, duduk Ron dan Hermione.
BAnding kalah. mereka akan penggal
dia setelah matahari terbenam. tak
ada yang bisa kalian lakukan. aku tak mau kalian saksikan itu.
Hagrid "Profesor Trelawney," Harry tersengal, "baru saja memberitahuku..."
Dia berhenti mendadak melihat wajah mereka.
"Buckbeak kalah," kata Ron lesu. "Hagrid baru saja mengirim ini."
Surat Hagrid kering kali ini, tak ada air mata yang tercucur, tetapi tangannya rupanya bergetar keras saat menulisnya, sehingga suratnya nyaris tak bisa dibaca.
"Kita harus ke sana," kata Harry segera. "Dia tak boleh duduk sen dirian, menunggu kedatangan algojo!"
"Tetapi, setelah matahari terbenam," kata Ron yang menerawang ke luar jendela dengan pandangan ko-song.
"Kita tak akan diizinkan... apalagi kau, Harry..."
Harry membenamkan kepala ke dalam tangannya, berpikir.
"Kalau saja Jubah Gaib ada pada kita..."
"Di mana jubah itu"" tanya Hermione.
Harry bercerita bagaimana dia mening
galkannya di lorong di bawah patung nenek sihir bermata satu.
"...kalau Snape melihatku berada dekat-dekat patung itu, habis deh aku," dia menyelesaikan cerita-nya.
"Betul," kata Hermione, bangkit. "Kalau dia melihat-mu...
bagaimana tadi cara membuka punuk si nenek sihir""
"Ke-ketuk saja dan bilang, 'Dissendium'," kata Harry.
"Tapi..." Hermione tidak menunggu Harry menyelesaikan kalimatnya. Dia menyeberangi ruangan, mendorong lukisan si Nyonya Gemuk sampai terbuka, dan lenyap dari pandangan.
"Dia tidak pergi mengambilnya, kan"" kata Ron, masih memandang ke arah Hermione pergi.
Ternyata Hermione mengambilnya. Dia muncul lagi seperempat jam kemudian dengan jubah keperakan itu terlipat tersembunyi di balik jubahnya.
"Hermione, aku tak mengerti kau kerasukan apa belakangan ini!" kata Ron, tercengang. "Mula-mula kau menampar Malfoy, kemudian begitu saja me-ninggalkan kelas Profesor Trelawney..."
Hermione tampak agak tersanjung.
Mereka turun untuk makan malam bersama yang lain, tetapi tidak
kembali ke Menara Gryffindor se-sudahnya. Harry sudah menyembunyikan Jubah Gaib di balik jubahnya. Dia harus menyilangkan tangan di depan dada untuk menyamarkan bagian depan jubah-nya yang menggelembung.
Mereka bersembunyi dalam ruangan kosong di seberang Aula Depan, men-dengarkan, sampai mereka yakin aula sudah sepi.
Mereka mendengar dua anak terakhir bergegas menye-berangi aula dan pintu yang terbanting. Hermione menjulurkan kepala dari pintu.
"Oke," dia berbisik, "tak ada orang lagi-pakai jubahnya..."
Berjalan sangat rapat agar tak ada yang melihat, mereka berjingkat menyeberangi aula di bawah lindungan Jubah Gaib, kemudian menuruni undakan batu dan melangkah ke halaman. Matahari sudah terbenam di balik Hutan Terlarang, menyepuh keemas-an dahan-dahan pepohonan yang paling atas.
Mereka tiba di pondok Hagrid dan mengetuknya.
Semenit kemudian baru Hagrid membuka pintu. Hagrid memandang berkeliling mencari-cari tamunya, wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar.
"Ini kami," desis Harry. "Kami memakai Jubah Gaib. Biarkan kami masuk supaya bisa melepasnya."
"Seharusnya kalian tidak datang!" bisik Hagrid, tetapi dia melangkah mundur, dan mereka bertiga masuk. Hagrid cepat-cepat menutup pintu dan Harry menarik terbuka Jubah Gaib-nya.
Hagrid tidak menangis, dia pun tidak menghambur memeluk mereka. Dia tampak seperti orang yang tak tahu di mana dia berada atau apa yang harus dilaku-kannya.
Ketidakberdayaan ini lebih mengenaskan daripada air mata.
"Mau teh"" dia menawari. Tangannya yang besar gemetar
ketika menjangkau ketel. "Di mana Buckbeak, Hagrid"" tanya Hermione ragu-ragu.
"Aku-kubawa keluar," kata Hagrid. Susu bercecer-an di atas meja ketika Hagrid menuangnya ke dalam teko. "Dia kutambatkan di kebun labuku. Kupikir dia harus lihat pohon-pohon dan-dan hirup udara segar-sebelum..."
Tangan Hagrid bergetar begitu kerasnya sehingga teko susu terlepas dari pegangannya dan pecah ber-keping-keping di lantai.
"Biar aku saja, Hagrid," kata Hermione cepat-cepat. Dia bergegas mendekati Hagrid dan membersihkan lantai.
"Masih ada satu lagi di dalam lemari," kata Hagrid, seraya duduk dan menyeka dahi dengan lengan jubah-nya. Harry mengerling Ron, yang balas memandang-nya tak berdaya.
"Apa tak ada yang bisa dilakukan, Hagrid"" tanya Harry penasaran, duduk di sebelah Hagrid. "Dumbledore..."
"Dia sudah coba," kata Hagrid. "Dia tak punya kekuasaan untuk tolak Komite. Dia sudah beritahu mereka Buckbeak tak apa-apa, tapi mereka takut... kalian tahu seperti apa Lucius Malfoy... ancam me-reka, kukira... dan si algojo, Macnair, dia teman lama Malfoy... tapi prosesnya akan cepat... dan aku akan temani dia..."
Hagrid menelan ludah. Pandangannya berpindah-pindah cepat mengelilingi ruangan, seakan mencari seserpih harapan atau penghiburan.
"Dumbledore akan datang sementara... sementara itu dilaksanakan. Tulis padaku pagi ini. Bilang dia mau-mau bersamaku. Orang hebat, Dumbledore..."
Hermione, yang sedang mencari-cari teko di dalam lemari Hagrid, terisak, tapi buru-buru ditahannya. Dia bangkit dengan teko baru di tangannya, menahan jatuhnya air matanya.
"Kami juga akan meneman
imu, Hagrid," katanya, tetapi Hagrid men
ggelengkan kepalanya yang be-rambut lebat.
"Kalian harus kembali ke kastil. Aku sudah bilang, aku tak mau kalian lihat. Dan kalian harusnya tak boleh ke sini... kalau sampai ketahuan Fudge atau Dumbledore, Harry, kau akan repot."
Air mata sekarang membanjiri wajah Hermione, tetapi dia menyembunyikannya dari Hagrid, me-nyibukkan diri membuat teh. Kemudian, ketika meng-ambil botol susu untuk menuang isinya ke dalam teko, dia memekik.
"Ron! Astaga-mana mungkin-ini Scabbers!"
Ron terpana memandangnya.
"Kau bicara apa""
Hermione membawa teko susu itu ke meja dan membaliknya. Dengan cicit panik dan geragapan ber-usaha masuk lagi ke dalam teko, Scabbers si tikus meluncur jatuh ke atas meja.
"Scabbers!" kata Ron bengong. "Scabbers, ngapain kau di sini""
Ron menangkap tikus yang memberontak itu dan mengangkatnya ke arah lampu. Scabbers kelihatannya merana sekali. Dia lebih kurus dari sebelumnya, bulu-nya banyak yang rontok, meninggalkan petak-petak botak lebar, dan dia meronta liar di tangan Ron, seakan panik mau melepaskan diri.
"Jangan takut, Scabbers!" kata Ron. "Tak ada kucing! Tak ada yang akan melukaimu di sini!" Hagrid mendadak bangkit, matanya terpaku ke jendela. Wajahnya yang biasanya kemerahan kini se-pucat perkamen.
Harry, Ron, dan Hermione berbalik. Serombongan laki-laki sedang menuruni undakan kastil di kejauhan. Di depan tampak Al
bus Dumbledore, jenggot perak-nya berkilau tertimpa sinar mentari yang tersisa. Di sebelahnya berjalan Cornelius Fudge. Di belakang mereka si anggota Komite yang tua dan lemah dan si algojo, Macnair.
"Kalian harus pergi," kata Hagrid. Sekujur tubuhnya gemetar.
"Mereka tak boleh temukan kalian di sini... pergilah, sekarang..." Ron menjejalkan Scabbers ke dalam sakunya dan Hermione memungut Jubah Gaib.
"Kuantar kalian keluar lewat pintu belakang," kata Hagrid.
Mereka mengikutinya ke pintu yang membuka ke halaman belakang pondok. Harry merasa sedang ber-mimpi, lebih-lebih lagi ketika dia melihat Buckbeak beberapa meter di kejauhan, tertambat di pohon di belakang kebun labu kuning Hagrid.
Buckbeak tam-paknya tahu sesuatu sedang berlangsung. Dia me-nolehkan kepalanya yang tajam ke kanan dan ke kiri, dan kakinya mengais-ngais tanah dengan cemas.
"Tak apa-apa, Beaky," kata Hagrid lembut.
"Tak apa-apa..." Hagrid menoleh memandang Harry, Ron, dan Hermione. "Ayo," katanya. "Pergilah."
Tetapi mereka tidak bergerak. "Hagrid, kami tak bisa..."
"Kami akan menceritakan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi..." "Mereka tak boleh membunuhnya..."
"Pergilah!" kata Hagrid tegas. "Keadaan sudah cukup buruk tanpa kalian juga dapat kesulitan!" Mereka tak punya pilihan. Sementara Hermione mengerudun
gkan Jubah Gaib ke atas Harry dan Ron, mereka mendengar suara-suara di depan pondok. Hagrid memandang ke tempat mereka baru saja menghilang.
"Cepat pergi," katanya parau. "Jangan dengarkan..."
Dan dia melangkah kembali ke dalam pondoknya ketika terdengar ketukan di pintu depan.
Perlahan, seakan dalam keadaan trans mengerikan, Harry, Ron, dan Hermione mengitari pondok Hagrid. Setiba di bagian depan, mereka mendengar pintu depan terbanting menutup.
"Ayo, cepat," bisik Hermione. "Aku tak tahan, aku tak tega..."
Mereka berjalan menaiki padang rumput landai menuju kastil. Matahari menggelincir turun dengan cepat sekarang.
Langit sudah berubah warna menjadi keabuan bernuansa ungu, tetapi di arah barat masih ada sinar kemerahan.
Ron mendadak berhenti. "Oh, Ron, ayolah," desak Hermione.
"Si Scabbers-dia tak mau-diam..."
Ron membungkuk, berusaha menahan Scabbers di dalam sakunya, tetapi si tikus mengamuk, mencicit-cicit seperti gila, menggeliat dan menggapai, berusaha menggigit tangan Ron.
"Scabbers, ini aku, idiot, ini Ron," desis Ron. Mereka mendengar pintu membuka di belakang mereka dan suara-suara laki-laki.
"Oh, Ron, ayo jalan, mereka akan melaksanakan-nya!"
desah Hermione. "Oke-Scabbers, diam dulu..."
Mereka berjalan lagi. Harry, seperti Hermione, ber-usaha tidak mendengarkan gumam-gumam di bela-kang mereka. Ron berhenti lagi. "Aku tak
bisa memeganginya-Scabbers, diam, se-mua
akan mendengar kita..."
Si tikus mencicit-cicit liar, tetapi tidak cukup keras untuk mengatasi suara-suara yang terdengar dari arah kebun belakang Hagrid. Terdengar suara-suara laki-laki, hening, dan kemudian, tanpa terduga, siutan ayunan dan hantaman kapak.
Hermione langsung terhuyung lemas.
"Mereka sudah melakukannya!" dia berbisik kepada Harry.
"Aku-aku-tak percaya-mereka membunuh-nya!"
17 Kucing, Tikus, Dan Anjing
PIKIRAN Harry mendadak kosong saking shock-nya.
Mereka bertiga berdiri, terpaku ketakutan di bawah Jubah Gaib. Sisa-sisa terakhir cahaya matahari yang terbenam kemerahan menimpa halaman be-rumput yang sudah mulai remang-remang. Kemudian di belakang mereka, mereka mendengar lolongan liar.
"Hagrid," Harry bergumam. Tanpa memikirkan apa yang dilakukannya, Harry berbalik, tetapi Ron dan Hermione menyambar lengannya.
"Tidak boleh," kata Ron, yang pucat pasi. "Akan makin menyulitkannya kalau mereka tahu kita tadi menengoknya..." Napas Hermione pendek-pendek dan tak teratur.
"Bagaimana-mungkin-mereka-begitu tega"" katanya terisak. "Bagaimana mungkin"" "Ayo, kita terus," ajak Ron, yang giginya bergeme-letuk.
Mereka meneruskan berjalan menuju kastil, perlahan agar tetap tersembunyi di bawah Jubah Gaib. Cahaya sore
memudar dengan cepat sekarang. Saat mereka tiba di halaman terbuka, kegelapan telah menyelimuti me-reka.
"Scabbers, diam dong," desis Ron, menekankan tangan ke dadanya. Tikusnya meronta-ronta liar sekali. Ron mendadak berhenti, berusaha menjejalkan Scabbers lebih dalam ke dalam sakunya. "Kenapa sih kau, tikus tolol" Diam-OUCH!
Dia menggigitku!" "Ron, diam!" bisik Hermione tegang. "Fudge bisa tiba di sini sebentar lagi..." "Dia tak-mau-diam..."
Scabbers tampaknya sangat ketakutan. Dia meronta sekuat tenaga, mencoba melepaskan diri dari pegangan Ron. "Kenapa sih dia""
Tetapi Harry baru saja melihat-mengendap-endap ke arah mereka, tubuhnya merapat ke tanah, mata kuningnya berkilau mengerikan dalam kegelapan- Crookshanks. Apakah kucing itu bisa melihat mereka, atau hanya mengikuti cicitan Scabbers, Harry tak tahu. "Crookshanks!" Hermione mendesah. "Jangan, pergi sana, Crookshanks! Pergi!"
Tetapi kucing itu semakin dekat...
"Scabbers-JANGAN!"
Terlambat-tikus itu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman jari-jari Ron, jatuh ke tanah, dan kabur.
Crookshanks melompat mengejarnya, dan sebelum Harry atau Hermione bisa mencegahnya, Ron sudah keluar dari Jubah Gaib dan berlari ke dalam kegelapan.
"Ron!" ratap Hermione.
Dia dan Harry saling pandang, kemudian berlari mengejar Ron. Sulit berlari cepat di bawah Jubah Gaib, maka mereka menurunkannya dan jubah itu berkibar di belakang mereka
seperti bendera. Mereka bisa mendengar derap kaki Ron di depan, dan teriak-an-teriakannya mengusir Crookshanks. "Minggir-jauh-jauh dari dia-Scabbers, sini..." Terdengar bunyi debam.
"Kena! Minggir, kucing bau..."
Harry dan Hermione nyaris jatuh menabrak Ron. Mereka berhenti tepat di depannya. Dia tertelungkup di tanah, tetapi Scabbers sudah berada di sakunya lagi, kedua tangannya memegangi gundukan yang gemetar itu.
"Ron-ayo-kembali ke bawah jubah..." Hermione tersengal. "Dumbledore-Pak Menteri-mereka se-bentar lagi tiba di sini..."
Tetapi sebelum mereka bisa menutupi tubuh mereka lagi, sebelum mereka bahkan bisa menarik napas, mereka mendengar entakan kaki besar binatang. Ada yang berlari mendekati mereka dari dalam kegelap-an-anjing besar hitam pekat, bermata pucat.
Harry menjangkau tongkatnya, tetapi terlambat-si anjing melompat tinggi dan kaki depannya meng-hantam dada Harry.
Harry jatuh terjengkang ditimpa gundukan bulu. Dia bisa merasakan napasnya yang panas, melihat gigi-giginya yang sepanjang dua se-tengah senti...
Tetapi dorongan kekuatan lompatannya membuat si anjing terguling dari tubuhnya. Dengan perasaan melayang, seakan rusuknya patah, Harry berusaha bangun. Dia bisa mendengar si anjing menggeram ketika dia berputar, siap menyerang lagi.
Ron sudah berdiri. Ketika anjing itu melompat lagi ke arah mereka, dia mendorong Harry minggir, se-hingga moncong si anjing malah mencaplok lengan Ron yang terjulur. Harry menerjangnya
dan berhasil mencabut segenggam bulunya, tetapi anjing itu me-nyeret Ron dengan mudah seakan Ron cuma boneka kain saja....
Kemudian, entah dari mana datangnya, ada yang memukul muka Harry keras sekali dan dia jatuh lagi. Didengarnya Hermione menjerit kesakitan dan terjatuh juga. Harry meraba-raba mencari tongkatnya, me-ngejap-ngejap mengeluarkan darah dari matanya...
"Lumos!" bisiknya.
Cahaya-tongkat memperlihatkan batang pohon besar.
Rupanya mereka telah mengejar Scabbers sam-pai ke dekat Dedalu Perkasa, dan dahan-dahan pohon itu berderak-derak seakan kena tiupan angin kencang, menghantam ke sana kemari, mencegah mereka agar tidak datang semakin dekat.
Dan, di pangkal batang pohon itu, tampak si anjing, menyeret Ron ke dalam lubang besar di antara akar-akarnyaRon memberontak sekuat tenaga, tetapi ke-pala dan dadanya terseret menghilang dari pandang-an...
"Ron!" Harry berteriak, berusaha mengikuti, tetapi ada dahan besar memukulnya kuat-kuat dan dia ter-lempar ke belakang lagi.
Yang bisa mereka lihat sekarang hanyalah satu kaki Ron, yang dikaitkannya di akar pohon dalam usahanya menghentikan si anjing menariknya lebih jauh ke dalam tanah.
Kemudian terdengar derak me-ngerikan seperti letusan senapan; kaki Ron patah, dan detik berikutnya, kakinya pun telah menghilang dari pandangan.
"Harry-kita harus cari bantuan..."
"Tidak! Anjing itu cukup besar untuk memakannya. Kita tak punya waktu..." "Kita tak mungkin bisa masuk tanpa bantuan..."
Ada dahan lain yang menyapu ke bawah menghantam mereka, ranting-rantingnya mengepal seperti buku-buku jari.
Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau anjing itu bisa masuk, kita juga bisa," kata Harry tersengal, melesat ke sana kemari, berusaha mencari terobosan di antara dahan-dahan yang me-mukul-mukul galak, tetapi dia tak bisa mendekat sesenti pun ke akar pohon itu tanpa melewati batas-pukul dahan-dahannya.
"Oh, tolong, tolong," Hermione berbisik panik, me-lonjak-lonjak bingung di tempatnya berdiri, "tolong-lah..."
Crookshanks melesat ke depan. Dia menyelinap di antara dahan-dahan yang menyerangnya seperti ular dan meletakkan kaki depannya pada tonjolan di dahan.
Mendadak, seakan berubah jadi marmer, pohon itu berhenti bergerak. Tak sehelai daun pun bergoyang atau bergetar.
"Crookshanks!" Hermione berbisik bingung. Seka-rang dia mencengkeram lengan Harry keras sekali, sampai sakit. "Bagaimana dia bisa tahu...""
"Dia berteman dengan anjing itu," kata Harry muram. "Aku pernah melihat mereka bersama-sama. Ayolah-dan keluarkan tongkatmu..."
Dalam sekejap mereka sudah tiba di pohon, tetapi sebelum mereka mencapai lubang di antara akarnya, Crookshanks telah meluncur m
asuk seraya mengentak-kan ekor sikat-botolnya.
Harry menyusulnya, dia me-rangkak maju, dengan kepala lebih dulu, dan me-luncur menuruni tebing tanah landai ke dasar te-rowongan yang sangat rendah. Crookshanks sudah agak jauh di depan, matanya berkilau terkena cahaya dari tongkat Harry Sesaat kemudian, Hermione me-luncur turun di sebelahnya.
"Di mana Ron"" dia berbisik ketakutan.
"Ke arah sini," kata Harry, membungkuk rendah, mengikuti Crookshanks. "Di mana terowongan ini berakhir"" tanya Hermione terengah di belakangnya.
"Aku tak tahu... ada gambarnya sih di Peta Pe-rampok, tetapi Fred dan George bilang tak ada yang pernah masuk ke dalamnya. Gambarnya sampai ke tepi peta, tapi kelihatannya berakhir di Hogsmeade..."
Mereka bergerak secepat mereka bisa, membungkuk sampai tubuh keduanya nyaris terlipat dua. Di depan mereka, ekor Crookshanks naik-turun hilang-hilang timbul. Terowongan itu panjang, paling tidak rasanya sepanjang terowongan yang menuju Honeydukes. Yang bisa dipikirkan Harry hanyalah Ron dan apa yang mungkin sedang dilakukan anjing raksasa itu kepada-nya... Harry tersengal, dadanya terasa sakit saat dia menarik napas, berlari sambil membungkuk...
Dan kemudian terowongan itu mulai menanjak, sesaat kemudian berbelok, dan Crookshanks lenyap. Sebagai gantinya Harry bisa melihat sepetak cahaya dari lubang kecil.
Harry dan Hermione berhenti, tersengal kehabisan napas, merayap maju. Keduanya mengangkat tongkat untuk melihat apa yang ada di depan mereka.
Rupany a ruangan. Ruangan yang sangat berantakan dan berdebu. Ke
rtas dindingnya mengelupas, lantainya penuh bercak noda, semua perabotnya hancur, seakan ada yang memukulinya. Semua jendelanya ditutup papan.
Harry mengerling Hermione, yang tampak sangat ketakutan, tetapi mengangguk.
Harry mengangkat dirinya keluar dari lubang, me-mandang berkeliling. Ruangan itu kosong, tetapi pintu di sebelah kanannya terbuka, menuju lorong remang-remang. Hermione mendadak mencengkeram Harry lagi. Matanya yang terbelalak liar memandang jendela-jendela yang tertutup papan.
"Harry," dia berbisik, "kurasa kita berada di Shriek-ing Shack."
Harry memandang berkeliling. Pandangannya jatuh ke kursi kayu di dekatnya. Potongan-potongan besar sudah lepas dari kursi itu, salah satu kakinya bahkan patah total.
"Hantu tidak melakukan ini," katanya lambat-lambat.
Saat itu terdengar derak dari atas. Ada yang ber-gerak di atas. Keduanya mendongak memandang langit-langit.
Cengkeraman Hermione pada lengannya begitu kencang, sampai jari-jari Harry terasa kebas hilang rasa. Dia mengangkat alis ke arah Hermione. Hermione mengangguk lagi dan melepaskan cengke-ramannya.
Sepelan mungkin, mereka merayap menuju lorong dan menaiki tangga yang sudah rusak. Segalanya dilapisi debu tebal, kecuali lantainya. Di lantai tampak jalur lebar bekas sesuatu yang diseret ke atas.
Mereka tiba di bordes gelap.
"Nox," mereka berbisik bersamaan, dan cahaya di ujung tongkat mereka padam. Hanya satu pintu yang sedikit terbuka. Selagi merayap mendekati pintu itu, mereka mendengar gerakan-gerakan dari baliknya, erangan pelan, dan kemudi
an dengkur kucing yang dalam dan keras. Mereka bertukar pandangan terakhir, anggukan terakhir. Dengan tongkat terpegang erat di depannya, Harry menendang pintu sampai terbuka lebar.
Crookshanks mendekam di atas tempat tidur besar dan megah dengan kelambu berdebu, mendengkur keras ketika melihat mereka. Di lantai di sebelah tempat tidur itu, Ron mencengkeram kakinya yang mencuat dalam posisi aneh.
Harry dan Hermione berlari mendekatinya.
"Ron-kau tak apa-apa""
"Di mana anjingnya""
"Bukan anjing," Ron meratap. Giginya mengertak menahan sakit. "Harry, ini jebakan..." "Apa..."
"Dia anjingnya... dia Animagus..."
Ron menatap melewati bahu Harry. Harry berputar.
Dengan bunyi keras laki-laki di dalam keremangan menutup pintu di belakang mereka.
Rambut yang kotor awut-awutan menggantung sampai ke sikunya. Kalau tak ada mata yang berkilau dari dalam rongganya yang dalam dan gelap, dia bisa dikira mayat.
Kulitnya yang pucat tertarik begitu ketat di atas tulang wajahnya, sehingga tampak seperti tengkorak. Dia menyeringai sehingga tampaklah gigi-giginya yang kuning.
Laki-laki itu Sirius Black.
"Expelliarmus!" katanya parau, mengacungkan tong-kat Ron ke arah mereka.
Tongkat Harry dan Hermione meluncur ke atas terlepas dari tangan mereka, dan Black menangkap-nya. Kemudian dia maju selangkah. Matanya tertancap pada Harry.
"Aku sudah menduga kau akan datang menolong
temanmu," katanya parau. Suaranya terdengar seperti sudah lama tak digunakan. "Ayahmu akan melakukan hal yang sama kepadaku. Kau pemberani, tidak lari mengadu kepada guru.
Aku berterima kasih... ini akan membuat segalanya lebih mudah..."
Celaan terhadap ayahnya bergaung di telinga Harry seakan Black meneriakkannya. Kebencian menggelegak membuncah di dada Harry tak meninggalkan tempat untuk rasa takut.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia berharap tongkatnya berada kembali dalam geng-gamannya, bukan untuk
mempertahankan diri, me-lainkan untuk menyerang... untuk membunuh. Tanpa menyadari apa yang dilakukannya, Harry maju, tetapi ada gerakan mendadak di kanan-kirinya dan dua pasang tangan menyambar dan menahannya. "Jangan, Harry," Hermione mendesah dalam bisikan panik. Tetapi Ron bicara kepada Black.
"Jika kau mau membunuh Harry kau harus mem-bunuh kami juga!" katanya garang, meskipun upaya-nya untuk berdiri membuatnya bertambah pucat, dan dia agak terhuyung ketika berbicara.
Sesuatu melintas di mata cekung Black. "Berbaringlah,"
katanya pelan kepada Ron. "Nanti kakimu bertambah parah."
"Apakah kau mendengarku""
kata Ron lemah, meskipun dia bergayut menahan sakit pada Harry agar tetap bisa berdiri.
"Kau harus membunuh kami bertiga!"
"Hanya akan ada satu pembunuhan malam ini," kata Black, dan seringainya bertambah lebar.
"Kenapa begitu"" bentak Harry, berusaha mem-bebaskan diri dari pegangan Ron dan Hermione. "Ter-akhir kali melakukan pembunuhan kau tidak peduli, kan" Kau tak peduli membunuh semua Muggle itu untuk bisa menyerang Pettigrew...
Apa yang terjadi" Kau jadi lembek di Azkaban"" "Harry!" Hermione merengek. "Diamlah!"
"DIA MEMBUNUH IBU DAN AYAHKU!" Harry meraung, dan dengan sekuat tenaga dia berhasil lepas dari Hermione dan Ron dan menerjang Black...
Dia telah melupakan soal sihir-dia lupa bahwa dia kecil dan kurus dan baru berusia tiga belas tahun, sementara Black jangkung, laki-laki dewasa. Yang Harry tahu hanyalah, dia ingin melukai Black separah mungkin dan dia tak peduli jika untuk itu dia sendiri juga harus luka parah...
Mungkin saking shock-nya melihat Harry bertindak sebodoh itu, Black tidak mengangkat tongkatnya pada waktunya. Salah satu tangan Harry mencengkeram pergelangan tangan Black yang diam tak bergerak, menjauhkan ujung-ujung tongkat darinya. Buku-buku jari tangan Harry yang satu lagi menghantam sisi kepala Black dan mereka berdua jatuh ke belakang, menabrak dinding...
Hermione menjerit, Ron berteriak, ada kilat me-nyilaukan ketika tongkat-tongkat di tangan Black me-luncurkan semburan bunga api yang cuma beberapa senti saja dari wajah Harry. Harry merasakan lengan kurus di bawah cengkeramannya memberontak kuat-kuat, tetapi Harry bertahan, sementara tangan satunya memukul-mukul bagian mana saja tubuh Black yang bisa dicapainya.
Tetapi tangan Black yang bebas telah menemukan leher Harry... "Jangan," dia mendesis. "Aku sudah menunggu terlalu lama..." Jari-jarinya mencengkeram, Harry tersedak, kaca-matanya miring.
Kemudian mendadak dilihatnya kaki Hermione me-nyapu.
Black melepas Harry sambil menggerutu ke-sakitan. Ron telah melempar dirinya ke tangan Black yang memegang tongkat dan Harry mendengar bunyi berkelontangan...
Harry berkutat melepaskan diri dari tumpukan tubuh-tubuh yang malang-melintang itu dan melihat tongkatnya sendiri berguling di lantai. Dia melempar diri ke depan untuk menangkapnya, tetapi...
"Argh!" Crookshanks telah menggabungkan diri dalam ke-hebohan ini. Sepasang kaki depannya tertancap dalam di lengan Harry.
Harry berhasil melontarkannya, na-mun Crookshanks sekarang berlari ke arah tongkat Harry...
"JANGAN!" teriak Harry, menendang Crookshanks, membuat kucing itu melompat ke tepi, mendesis-desis. Harry menyambar tongkatnya dan berbalik...
"Minggir!" teriaknya kepada Ron dan Hermione.
Mereka tak perlu disuruh dua kali. Hermione, ter-sengal kehabisan napas, bibirnya berdarah, terhuyung ke tepi, sambil menyambar tongkatnya sendiri dan tongkat Ron. Ron merangkak ke tempat tidur dan roboh di atasnya, terengah-engah, wajahnya yang putih pucat sekarang bersemu kehijauan, kedua ta-ngannya mencengkeram kakinya yang patah.
Black tertelentang di depan dinding. Dadanya yang kurus naik-turun cepat ketika dia melihat Harry pelan-pelan berjalan mendekat, tongkatnya mengacung tepat ke jantung Black.
"Mau membunuhku, Harry"" dia berbisik.
Harry berhenti tepat di depannya, tongkatnya masih tertuju ke dada Black, menunduk memandangnya. Mata kiri Black lebam kehitaman dan hidungnya berdarah.
"Kau membunuh orangtuaku," kata Harry, suaranya agak bergetar, tetapi tangan yang memegang tongkat-nya mantap. Black mema
ndangnya dengan matanya yang ce-kung.
"Aku tidak menyangkalnya," katanya pelan. "Tetapi jika kau tahu seluruh ceritanya..."
"Seluruh ceritanya"" Harry mengulangi, dentum-dentum kemarahan memenuhi telinganya. "Kau men-jual mereka kepada Voldemort, cuma itu yang aku perlu tahu!"
"Kau harus mendengarkan aku," kata Black, dan ada nada mendesak dalam suaranya sekarang. "Kau akan menyesal jika tidak... kau tak mengerti..."
"Aku mengerti lebih banyak daripada yang kau-kira," kata Harry, dan suaranya semakin bergetar. "Kau tak pernah
mendengarnya, kan" Ibuku... men-coba mencegah Voldemort membunuhku... dan
kau penyebabnya... kau yang menyebabkannya..."
Sebelum keduanya bisa mengucapkan sepatah kata lagi, sesuatu berwarna Jingga melesat melewati Harry. Crookshanks melompat ke atas dada Black, dan men-dekam di sana, tepat di atas jantung Black. Black mengejap dan memandang kucing itu.
"Turun," gumamnya, berusaha mendorong Crookshanks dari dadanya.
Tetapi Crookshanks mencengkeramkan kuku-kuku-nya ke jubah Black dan tak mau bergerak. Dia me-nolehkan wajahnya yang jelek dan gepeng kepada Harry dan mendongak menatapnya dengan matanya yang kuning besar. Di sebelah kanannya, Hermione mengisak parau.
Harry menunduk menatap Black dan Crookshanks, semakin erat menggenggam tongkatnya. Jadi apa sa-lahnya kalau dia membunuh kucing itu juga" Kucing itu bersekutu dengan Black... kalau dia siap mati, berusaha melindungi Black, itu bukan urusan Harry... kalau Black berusaha menyelamatkannya, itu hanya membuktikan bahwa dia lebih memedulikan kucing itu daripada orangtua Harry....
Harry mengangkat tongkatnya. Sekaranglah saatnya.
Sekaranglah saat membalas kematian ibu dan ayahnya. Dia akan membunuh Black. Dia harus membunuh Black. Ini kesempatannya...
Detik demi detik berlalu, dan Harry masih saja berdiri membeku, dengan tongkat terangkat, Black menatapnya, dengan Crookshanks di atas dadanya. Napas Ron yang tersengal terdengar, tak jauh dari tempat tidur. Hermione diam tak bersuara.
Dan kemudian terdengar bunyi lain... Langkah-langkah teredam melintasi lantai-ada yang bergerak di bawah. "KAMI DI ATAS SINI!" Hermione mendadak ber-teriak. "KAMI DI ATAS SINI-SIRIUS BLACK- CEPAT!"
Black membuat gerakan mendadak yang nyaris membuat Crookshanks terlempar. Harry mengejang memegang tongkatnya-Lakukan sekarang! kata suara dalam kepalanyatetapi langkah-langkah itu meng-gemuruh menaiki tangga dan Harry tetap saja belum melakukannya.
Pintu berdebam terbuka diiringi semburan bunga api merah dan Harry berputar tepat ketika Profesor Lupin menyerbu masuk ke dalam ruangan, wajahnya pucat tak berdarah, tongkatnya terangkat, siap. Mata-nya sekilas menatap Ron yang terbaring di lantai, menatap Hermione yang gemetar ketakutan di dekat pintu, menatap Harry yang berdiri dengan tongkat teracung di atas Black, dan kemudian menatap Black sendiri, yang rebah dan berdarah di kaki Harry.
"Expelliarmus!" Lupin berteriak.
Sekali lagi tongkat Harry melayang lepas dari ta-ngannya, begitu juga kedua tongkat lainnya yang dipegang Hermione.
Lupin menangkap ketiganya de-ngan tangkas, kemudian berjalan masuk, menatap Black, dengan Crookshanks yang masih mendekam di atas dada melindunginya.
Harry berdiri di sana, mendadak merasa hampa. Dia tidak melakukannya. Nyalinya tak cukup kuat. Black akan diserahkan kembali kepada para Dementor.
Kemudian Lupin bicara, dengan suara yang ganjil, suara yang bergetar menahan emosi. "Di manakah dia, Sirius""
Harry dengan cepat memandang Lupin. Dia tak mengerti apa yang dimaksud Lupin. Siapa yang di-bicarakan Lupin" Dia menoleh kembali memandang Black.
Wajah Black tanpa ekspresi. Selama beberapa detik, dia sama sekali tak bergerak. Kemudian, dengan sa-ngat perlahan, dia mengangkat tangannya yang ko-song, dan
menunjuk lurus-lurus ke arah Ron. Ter-cengang, Harry mengerling Ron, yang tampak bi-ngung.
"Tapi, kalau begitu...," Lupin bergumam, menatap Black tajam-tajam seakan berusaha membaca pikiran-nya, "kenapa selama ini dia tak memperlihatkan diri" Kecuali..." Mata Lupin tiba-tiba melebar, seakan dia melihat sesuatu melampaui Black, sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain, "kecuali dialah orangnya... kecuali kalian berdua bertukar tempat... tanpa mem-beritahu aku""
Sangat perlahan, matanya yang cekung tak pernah meninggalkan wajah Lupin, Black mengangguk. "Profesor Lupin," Harry menyela dengan keras, "apa yang...""
Tetapi dia tak pernah menyelesaikan pertanyaannya, karena yang dilihatnya membuat kata-katanya macet tersumbat di kerongkongannya. Lupin menurunkan tongkatnya. Saat berikutnya dia telah berjalan men-datangi Black, menyambar
tangannya, menariknya ber-diri sehingga Crookshanks terjatuh ke lantai, dan memeluknya seperti memeluk kakaknya s
endiri. Hati Harry mencelos. "AKU TAK PERCAYA!" teriak Hermione. Lupin me
lepas Black dan menoleh kepada Hermione.
Hermione sudah bangkit dari lantai, dan menunjuk Lupin, matanya liar. "Anda-Anda..." "Hermione..." "...Anda dan dia!" "Hermione, tenanglah..."
"Saya tidak mengatakan kepada siapa pun! "jerit Hermione.
"Selama ini saya melindungi Anda..." "Hermione, tolong dengarkan aku!" teriak Lupin. "Aku bisa menjelaskan..."
Harry bisa merasakan rubuhnya gemetar, bukan karena ketakutan melainkan karena gelombang baru kemarahan.
"Saya mempercayai Anda," dia berteriak kepada Lupin, suaranya bergetar di luar kendali, "dan selama ini Anda ternyata temannya!"
"Kau keliru," kata Lupin. "Selama dua belas tahun ini aku bukan teman Sirius, tetapi sekarang aku temannya... biar kujelaskan..."
"TIDAK!" jerit Hermione. "Harry, jangan percaya dia, dia telah membantu Black memasuki kastil, dia juga menginginkan kau mati-dia manusia serigala!"
Keheningan yang menyusul serasa berdering. Mata semua orang sekarang tertuju kepada Lupin, yang tampak luar biasa tenang, meskipun agak pucat.
"Tidak seperti standarmu yang biasa, Hermione," katanya.
"Hanya betul satu dari tiga, sayang sekali. Aku tidak membantu Sirius memasuki kastil dan aku jelas tidak menginginkan Harry mati..." Ada ekspresi ganjil melintas di wajahnya. "Tetapi aku tidak akan membantah bahwa aku manusia serigala."
Ron berusaha sekuat tenaga untuk bangkit lagi, tetapi
terjatuh kembali sambil merintih kesakitan. Lu-pin bergerak ke arahnya, tampak cemas, tetapi Ron membentak tersengal,
"Jangan dekat-dekat aku, manusia serigala!"
Lupin langsung berhenti. Kemudian dia memaksa-kan diri menoleh kepada Hermione dan bertanya, "Sudah berapa lama kau tahu""
"Lama sekali," bisik Hermione. "Sejak saya menulis karangan tugas dari Profesor Snape..."
"Dia akan senang sekali," kata Lupin dingin. "Dia menyuruh kalian membuat karangan itu, berharap akan ada yang rrienyadari apa makna gejala-gejala yang kualami. Pernahkah
kau mengecek peta bulan dan menyadari bahwa aku selalu sakit pada malam bulan purnama" Atau apakah kau menyadari bahwa Boggart berubah menjadi bulan saat melihatku""
"Dua-duanya ya," kata Hermione pelan. Lupin memaksakan tawa. "Untuk anak seumurmu, kau penyihir terpandai yang pernah kutemui, Hermione."
"Tidak," Hermione berbisik. "Kalau saya lebih pan-dai sedikit, seharusnya saya memberitahu semua orang Anda ini sebetulnya apa."
"Tetapi mereka sudah tahu," kata Lupin. "Paling tidak para guru tahu."
"Dumbledore mempekerjakan Anda padahal dia tahu Anda manusia serigala"" tanya Ron kaget. "Apa dia gila""
"Beberapa dari para guru juga beranggapan begitu," kata Lupin. "Dia harus bekerja keras meyakinkan beberapa guru bahwa aku bisa dipercaya..."
"DAN DIA KELIRU!" Harry berteriak. "ANDA SELAMA INI TELAH MEMBANTUNYA!" dia me-nunjuk ke arah Black, yang telah berjalan ke tempat tidur dan duduk di atasnya, wajahnya tersembunyi di balik satu tangannya yang gemetar.
Crookshanks melompat ke sebelahnya dan naik ke
pangkuannya, mendengkur. Ron beringsut menjauhi keduanya, me-nyeret kakinya.
"Aku tidak membantu Sirius," kata Lupin. "Kalau kalian memberiku kesempatan, aku akan menjelaskan. Ini..." Dia memisahkan tongkat-tongkat Harry, Ron, dan Hermione, dan melemparkan masing-masing ke pemiliknya. Harry menangkap tongkatnya, terpe-rangah.
"Nah," kata Lupin, menyelipkan tongkatnya sendiri ke balik ikat pinggangnya. "Kalian bersenjata, kami tidak. Sekarang, maukah kalian mendengarkan""
Harry tak tahu harus bagaimana. Apakah ini jebak-an"
"Kalau Anda tidak membantunya," katanya dengan pandangan marah kepada Black, "bagaimana Anda tahu dia ada di sini""
"Dari peta," kata Lupin. "Peta Perampok. Aku se-dang di kantorku mengamatinya..." "Anda tahu bagaimana menggunakannya"" tanya Harry curiga.
"Tentu saja aku tahu bagaimana menggunakannya," kata Lupin, melambaikan tangannya dengan tak sabar. "Aku ikut membuatnya. Aku Moony-itulah julukan yang diberikan sahabat-sahabatku waktu aku masih sekolah."
"Anda ikut membu...""
"Yang paling penting adalah, aku sedang meng-amatinya dengan cermat sore ini, karena aku
menduga bahwa kau, Ron, dan Hermione mungkin akan men-coba menyelinap keluar dari kastil untuk mengunjungi Hagrid sebelum Hippogriff-nya dipenggal. Dan aku benar, kan""
Lupin kini berjalan hilir-mudik, memandang mereka. Debu mengepul di kakinya. "Kau boleh saja memakai Jubah Gaib ayahmu, Harry..."
"Bagaimana Anda bisa tahu tentang jubah itu""
"Sudah sering sekali aku melihat James menghilang di bawah jubah itu...," kata Lupin, melambaikan tangannya dengan tak sabar lagi. "Masalahnya adalah, meskipun kalian memakai Jubah Gaib, kalian tetap muncul di Peta Perampok.
Aku melihat kalian menye-berangi halaman dan memasuki pondok Hagrid. Dua puluh menit kemudian, kalian meninggalkan Hagrid, dan berjalan kembali ke kastil. Tetapi saat itu ada orang lain yang menemani kalian."
"Apa"" tanya Harry. "Tidak ada yang menemani kami!"
"Aku tak mempercayai mataku," kata Lupin, masih berjalan hilir-mudik dan mengabaikan interupsi Harry. "Kupikir peta itu mestinya tidak beres. Mana mungkin dia bisa berada bersama kalian""
"Tak ada orang lain bersama kami!" bantah Harry.
"Dan kemudian aku melihat bintik lain, bergerak cepat ke arah kalian, berlabel Sirius Black... Aku melihatnya bertabrakan denganmu, aku melihat ketika dia menyeret dua di antara kalian ke Dedalu Perkasa..."
"Seorang di antara kami!" kata Ron berang.
"Tidak, Ron," kata Lupin. "Dua dari kalian."
Dia sudah berhenti mondar-mandir, matanya ber-gerak menatap Ron. "Bolehkah aku melihat tikusmu"" katanya tenang.
"Apa"" kata Ron. "Apa urusan Scabbers dengan semua ini"" "Segalanya," kata Lupin. "Boleh aku melihatnya""
Ron sangsi, kemudian memasukkan tangan ke da-lam jubahnya. Scabbers muncul, meronta-ronta liar. Ron harus menyambar ekornya yang panjang dan gundul untuk menc
egahnya kabur. Crookshanks ber-diri di atas pangkuan Black dan mendesis-desis pelan. Lupin mendekat ke arah Ron. Dia menahan napas ketika memandang Scabbers lekat-lekat.
"Apa"" kata Ron lagi, memegangi Scabbers ke dekat tubuhnya, tampak ketakutan. "Apa urusan tikusku dengan semua ini""
"Itu bukan tikus," mendadak Sirius Black berkata parau. "Apa maksudmu-tentu saja dia tikus..." "Bukan, dia bukan tikus," kata Lupin pelan. "Dia penyihir." "Animagus," kata Black, "yang bernama Peter Pettigrew."
18 Moony, Wormtail Padfoot, Dan Prongs
PERLU beberapa detik untuk mencerna pernyataan yang tak masuk akal ini. Kemudian Ron menyuarakan apa yang ada dalam pikiran Harry.
"Kalian berdua sinting."
"Tak masuk akal," kata Hermione lemah.
"Peter Pettigrew sudah meninggal," kata Harry. "Dia membunuhnya dua belas tahun yang lalu!" Harry menunjuk Black, yang wajahnya berkeriut mengejang.
"Mauku begitu," Black menggeram, gigi-giginya yang kuning menyeringai, "tetapi si kecil Peter Pettigrew mengungguliku... meskipun demikian, kali ini tidak akan terulang lagi!"
Dan Crookshanks terlempar ke lantai ketika Black menerkam Scabbers. Ron memekik kesakitan ketika kakinya yang patah tertimpa tubuh Black.
"Sirius, JANGAN!" Lupin berteriak, seraya menerjang ke depan dan menarik Black. "TUNGGU! Kau tak bisa melakukannya begitu saja-mereka perlu mengerti- kita harus menjelaskan..."
"Kita bisa menjelaskan sesudahnya!" geram Black, berusaha melepaskan diri dari Lupin, satu tangannya masih menggapai-gapai udara berusaha menjangkau Scabbers, yang menjerit-jerit seperti anak babi, men-cakar-cakar muka dan leher Ron dalam usahanya meloloskan diri.
"Mereka-berhak-mengetahui-segalanya!" Lupin tersengal, masih berusaha menahan Black. "Selama ini dia menjadi binatang peliharaan Ron! Ada bagian-bagian yang bahkan aku sendiri tak mengerti! Dan Harry-kau harus membeberkan kejadian yang se-benarnya kepada Harry, Sirius!"
Black berhenti memberontak, meskipun matanya yang cekung masih tertancap pada Scabbers, yang tercengkeram erat di tangan Ron yang berdarah-darah kena cakaran dan gigitannya.
"Baiklah," kata Black tanpa melepas pandangannya dari tikus itu. "Ceritakan kepada mereka, terserah padamu. Asal cepat, Remus. Aku ingin melakukan pembunuhan yang selama ini dituduhk
an kepadaku dan membuatku dipenjara..."
"Kalian berdua gila," kata Ron gemetar, memandan
g Harry dan Hermione minta dukungan. "Aku sudah cukup mendengar semua ini. Aku mau pergi."
Dia berusaha bangun bertumpu pada kakinya yang sehat, tetapi Lupin mengangkat tongkatnya lagi, meng-arahkannya kepada Scabbers.
"Kau akan mendengarkan aku, Ron," katanya te-nang. "Pegangi saja Peter erat-erat sementara kau mendengarkan."
"DIA BUKAN PETER, DIA SCABBERS!" teriak Ron, berusaha menjejalkan kembali tikus itu ke dalam saku depannya, tetapi Scabbers meronta terlalu keras. Ron terhuyung nyaris jatuh, dan Harry mendorongnya kembali ke tempat tidur. Kemudian, tanpa mengacuh-kan Black, Harry menoleh kepada Lupin.
"Ada saksi-saksi yang melihat Pettigrew mati," kata-nya.
"Orang-orang satu jalanan penuh..."
"Mereka tidak melihat apa yang mereka pikir me-reka lihat!" kata Black galak, masih mengawasi Scabbers yang meronta-ronta di tangan Ron.
"Semua orang mengira Sirius membunuh Peter," kata Lupin, mengangguk. "Aku sendiri tadinya me-ngira begitusampai aku melihat peta malam ini. Karena Peta Perampok tak pernah berbohong... Peter masih hidup. Ron sedang memeganginya, Harry."
Harry menunduk memandang Ron, dan ketika mata mereka bertatapan, mereka berdua sama-sama sepakat, Black dan Lupin sudah sinting. Cerita mereka sama sekali tak masuk akal. Bagaimana mungkin Scabbers itu Peter Pettigrew"
Rupanya Azkaban, akhirnya, membuat Black kehilangan akal sehatnya-tetapi ke-napa Lupin mau saja bersandiwara bersamanya"
Kemudian Hermione bicara, dengan suara gemetar yang dipaksakan agar tenang, seakan berusaha me-maksa Profesor Lupin agar bicara masuk akal.
"Tetapi, Profesor Lupin... Scabbers tak mungkin Peter Pettigrew... mana bisa, Anda tahu itu tak mung-kin..."
"Kenapa tak mungkin"" kata Lupin kalem, seakan mereka di dalam kelas, dan Hermione baru saja me-nemukan masalah dalam percobaan mereka dengan Grindylow.
"Karena... karena orang akan tahu kalau Peter Pettigrew Animagus. Kami belajar Animagi dengan Profesor McGonagall.
Dan saya membacanya ketika membuat PR-Kementerian Sihir memantau dan men-catat para penyihir yang bisa berubah menjadi bina-tang. Ada daftarnya yang menjelaskan menjadi bina-tang apa mereka, bagaimana ciri-cirinya, dan macam-macam lagi... dan waktu mencari keterangan tentang Profesor McGonagall, saya baca hanya ada tujuh Animagi dalam abad ini, dan nama Pettigrew tidak ada dalam daftar itu..."
Dalam hati Harry baru saja mengagumi kerja keras Hermione dalam mengerjakan PR, ketika Lupin ter-awa.
"Betul lagi, Hermione!" katanya. "Tetapi Kementeri-an Sihir tak pernah tahu bahwa ada tiga Animagi tak terdaftar yang dulu berkeliaran di Hogwarts."
"Kalau kau mau cerita kepada mereka, ayo cepat, Remus,"
geram Black, yang masih mengawasi segala upaya putus asa Scabbers. "Aku sudah menunggu selama dua belas tahun, aku tak mau menunggu lebih lama lagi."
"Baiklah... tapi kau harus membantuku, Sirius," kata Lupin.
"Aku hanya tahu bagaimana mulainya..."
Lupin berhenti. Terdengar bunyi keras di belakang mereka.
Pintu kamar terbuka sendiri. Mereka berlima menatapnya.
Kemudian Lupin berjalan mendekati pintu dan melongok ke bordes. "Tak ada orang..."
"Tempat ini ada hantunya!" kata Ron.
"Tidak ada," kata Lupin, masih memandang pintu dengan bingung. "Shrieking Shack tak pernah ber-hantu... jeritan-jeritan dan lolongan-lolongan yang biasa didengar penduduk itu adalah jeritan dan lolonganku."
Dia menyibakkan rambutnya yang beruban dari matanya, berpikir sejenak, kemudian berkata, "Dari sinilah segalanya berawal-saat aku berubah menjadi manusia serigala. Semua
ini tak akan terjadi kalau aku tidak sampai tergigit... dan kalau aku tidak begitu tolol..."
Dia tampak waras dan lelah. Ron mau menyela, tetapi Hermione berkata, "Ssh!" Dia menatap Lupin dengan amat sungguh-sungguh.
"Aku masih kecil sekali ketika aku digigit. Orang-tuaku mencoba segalanya, tetapi waktu itu belum ada obatnya.
Ramuan yang selama ini dibuat Profesor Snape untukku adalah penemuan baru. Ramuan itu membuatku aman. Asal aku meminumnya seminggu sebelum malam purnama, pikiranku tetap pikiran manusia selama aku berubah menjadi manusia seri-gala... aku bisa berbaring melingkar
di kantorku, serigala yang sama sekali tak berbahaya, menunggu saatnya bulan memudar lagi.
"Sebelum Ramuan Kutukan-Serigala ditemukan, se-kali sebulan aku menjadi monster mengerikan.
Rasanya tak mungkin aku akan bisa masuk Hogwarts. Para orangtua pasti tak mau anaknya bergaul dengan-ku.
"Tetapi kemudian Dumbledore menjadi kepala se-kolah, dan dia bersimpati kepadaku. Dia mengatakan, asal kami berhati-hati, tak ada alasan aku tak bisa sekolah..." Lupin
menghela napas, dan memandang Harry lurus-lurus. "Aku pernah mengatakan padamu beberapa bulan lalu bahwa Dedalu Perkasa ditanam pada tahun aku masuk Hogwarts.
Yang benar adalah pohon itu ditanam karena aku masuk Hogwarts. Rumah ini..." Lupin memandang ke sekitarnya dengan muram, "...terowongan yang menuju ke sinisemuanya dibangun untuk kugunakan. Sekali sebulan, aku diselundupkan dari dalam kastil, dibawa ke tem-pat ini, untuk bertransformasi menjadi manusia seri-gala. Pohon itu ditanam di mulut gua untuk men-cegah jangan sampai ada orang bertemu denganku selagi aku berubah jadi serigala."
Harry tak bisa menerka ke mana arah cerita ini, tetapi dia mendengarkan dengan penuh perhatian. Satu-satunya suara lain selain suara Lupin adalah cicit ketakutan Scabbers.
"Transformasiku di masa itu sangat-mengerikan.
Menyakitkan sekali berubah menjadi manusia serigala. Aku dipisahkan dari manusia supaya tak bisa meng-gigit mereka, maka sebagai gantinya aku menggigit dan mencakar diriku sendiri. Penduduk desa men-dengar bunyi bising dan jeritan-jeritan itu dan mengira mereka mendengar hantu mengerikan.
Dumbledore mengipasi desas-desus ini... bahkan sekarang, setelah rumah ini sunyi selama bertahun-tahun, penduduk desa tidak berani mendekatinya...
"Tetapi, kecuali saat sedang bertransformasi, aku jauh lebih berbahagia daripada yang pernah kualami. Untuk pertama kalinya, aku punya teman, tiga teman baik. Sirius Black...
Peter Pettigrew... dan, tentu saja, ayahmu, Harry-James Potter.
"Nah, ketiga sahabatku ini mau tak mau memper-hatikan bahwa aku menghilang sebulan sekali. Aku mengarang bermacam alasan. Di antaranya, kukatakan bahwa ibuku sakit, dan bahwa aku harus pulang menengoknya... aku takut mereka akan meninggalkan-ku begitu tahu aku manusia serigala. Tetapi mereka, seperti kau, Hermione, akhirnya berhasil mengetahui yang sebenarnya...
"Dan mereka sama sekali tak meninggalkanku. Sebaliknya malah, mereka melakukan sesuatu yang tak sekadar membuat masa transformasiku bisa ter-tahankan olehku, melainkan juga menjadi masa-masa paling menyenangkan dalam hidupku.
Mereka men-jadi Animagi."
"Ayahku juga"" tanya Harry sangat heran.
"Ya," kata Lupin. "Perlu waktu tiga tahun bagi mereka untuk memeeahkan bagaimana caranya. Ayah-mu dan Sirius ini murid paling pandai di seluruh sekolah, dan untunglah
begitu, sebab transformasi Animagus bisa salah kaprah-salah satu alasan kenapa Kementerian memantau terus mereka yang berusaha melakukannya. Peter memerlukan banyak bantuan dari James dan Sirius. Akhirnya, waktu kami kelas lima, mereka berhasil melakukannya. Mereka masing-masing bisa berubah menjadi binatang yang berbeda kapan saja mereka mau."
"Tetapi bagaimana itu membantu Anda"" tanya Hermione bingung.
"Mereka tak bisa menemaniku sebagai manusia, jadi mereka menemaniku sebagai binatang," kata Lu-pin. "Manusia serigala hanya berbahaya bagi manusia. Mereka menyelinap keluar dari kastil sebulan sekali di bawah kerudungan Jubah Gaib James. Mereka bertransformasi... Peter, yang paling kecil, bisa me-nyelinap di bawah dahan-dahan Dedalu yang me-nyerang dan menekan tonjolan yang membuat pohon-nya tak bergerak. Kemudian mereka bertiga akan menuruni terowongan dan menemaniku. Di bawah pengaruh mereka, keganasanku berkurang. Tubuhku masih serigala, tetapi pikiranku makin tak seperti serigala selama aku bersama mereka."
"Cepatlah, Remus," geram Black, yang masih meng-awasi Scabbers
dengan ekspresi wajah lapar mengeri-kan.
"Aku hampir selesai, Sirius, hampir... nah, berbagai kemungkinan menyenangkan sekarang terbuka bagi kami, setelah kami berempat bisa bertransformasi. Tak lama kemudian kami meninggalkan Sh
rieking Shack dan berkeliaran di halaman sekolah dan desa di malam hari. Sirius dan James bertransformasi men-jadi binatang besar-besar, sehingga mereka bisa me-ngontrol manusia serigala. Aku tak yakin ada murid Hogwarts lain yang lebih tahu dari kami tentang
seluk-beluk Hogwarts dan Hogsmeade... Dan begitu-lah maka kami membuat Peta Perampok, dan mencantumkan nama-nama
julukan kami. Sirius adalah Padfoot. Peter adalah Wormtail. James adalah Prongs."
"Binatang apa..."" Harry ingin bertanya, tetapi Hermione memotongnya.
"Itu masih berbahaya! Berkeliaran di malam hari dengan manusia serigala! Bagaimana kalau Anda ber-hasil melepaskan diri dari mereka lalu menggigit manusia""
"Pikiran itu sampai sekarang masih menghantuiku," kata Lupin berat. "Dan memang sudah sering nyaris terjadi.
Semuanya membuat kami tertawa sesudahnya. Kami masih muda, tidak berpikir panjang-terbuai oleh kepandaian kami.
"Aku tentu saja kadang-kadang merasa bersalah karena menyalahgunakan kepercayaan Dumbledore... dia menerimaku di Hogwarts, sementara kepala se-kolah lain tak akan ada yang mau, dan dia sama sekali tak tahu aku melanggar peraturan yang telah dibuatnya untuk keamananku sendiri dan keamanan orang-orang lain. Dia tak pernah tahu aku telah mem-buat tiga temanku menjadi Animagi secara ilegal. Tetapi aku selalu berhasil menyingkirkan perasaan bersalahku setiap kali kami duduk merencanakan petualangan kami untuk bulan berikutnya. Dan aku belum berubah..."
Wajah Lupin mengeras, dan suaranya terdengar jijik terhadap dirinya sendiri. "Selama setahun ini, aku berperang batin, apakah sebaiknya aku memberi-tahu Dumbledore bahwa Sirius itu Animagus. Tetapi aku tidak melakukannya.
Kenapa" Karena aku terlalu pengecut. Itu akan berarti aku mengkhianati keper-cayaannya sewaktu aku bersekolah di sini, mengakui bahwa aku melibatkan teman-temanku... padahal ke-percayaan Dumbledore berarti segalanya bagiku. Dia menerimaku di Hogwarts sewaktu aku masih kecil, dan dia memberiku pekerjaan, ketika aku dikucilkan oleh semua orang setelah aku dewasa, tak bisa men-dapatkan pekerjaan karena keadaanku. Maka kuyakin-kan diriku bahwa Sirius memasuki kastil mengguna-kan ilmu hitam yang dipelajarinya dari
Voldemort, bahwa fakta dia Animagus tak ada hubungannya dengan itu... jadi, pendapat Snape tentangku selama ini ada benarnya juga."
"Snape"" tanya Black kasar, mengalihkan pandang-annya dari Scabbers untuk pertama kalinya dan men-dongak menatap Lupin. "Apa hubungan Snape dengan ini""
"Dia di sini, Sirius," kata Lupin berat. "Diajuga mengajar di Hogwarts." Lupin menatap Harry, Ron, dan Hermione.
"Profesor Snape bersekolah bersama kami. Dia ber-usaha keras menentang penunjukanku sebagai guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Sepanjang tahun ini dia memberitahu Dumbledore aku tak bisa diper-caya. Dia punya alasan untuk itu... soalnya, Sirius pernah mempermainkannya sampai nyaris membuat-nya mati, dan aku terlibat..."
Black membuat suara mencemooh.
"Tahu rasa dia," seringainya. "Mengendap-endap, ingin tahu apa yang kita lakukan... berharap bisa membuat kita dikeluarkan..."
"Severus sangat ingin tahu ke mana aku pergi setiap bulan," Lupin memberitahu Harry, Ron, dan Hermione. "Kami di tahun yang sama, dan kami- eh-tidak begitu saling menyukai. Dia terutama sangat tidak suka pada James, iri pada bakat James di lapangan Quidditch... pendeknya, Snape pernah me-lihatku menyeberangi halaman suatu malam ketika Madam Pomfrey mengantarku ke Dedalu Perkasa untuk bertransformasi. Sirius berpendapat akan-eh- lucu kalau memberitahu Snape bahwa yang perlu dilakukannya hanyalah mendorong tonjolan di pohon dengan tongkat panjang, dan dia akan bisa mem-buntutiku. Yah, tentu saja Snape mencobanya-kalau dia bisa tiba di rumah ini, dia akan bertemu manusia serigala dewasa-tetapi ayahmu, yang mendengar apa yang telah dilakukan Sirius, mengejarnya dan me-nariknya mundur, dengan mempertaruhkan nyawanya
sendiri... Meskipun demikian Snape sudah sempat melihatku sekilas di ujung terowongan. Dumbledore melarangnya memberitahu siapa pun, tetapi sejak saat itu dia tahu aku ini apa..."
"Jadi itulah sebabn
Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ya Snape tidak menyukai Anda," kata Harry lambat-lambat, "karena dia mengira Anda ikut mempermainkannya""
"Betul," cemooh suara dingin dari dinding di bela-kang Lupin.
Severus Snape menarik lepas Jubah Gaib, tongkat-nya tertuju lurus ke arah Lupin.
19 Abdi Lord Voldemort Hermione memekik. Black melompat bangun. Harry terlonjak seakan dia tersetrum listrik bermuatan besar.
"Kutemukan ini di dasar pohon Dedalu Perkasa," kata Snape, melempar Jubah Gaib, berhati-hati agar tongkatnya tetap terarah ke dada Lupin. "Kalian mungkin penasaran, bagaimana aku tahu kalian ada di sini"" katanya, matanya berkilat-kilat. "Aku baru saja dari kantormu, Lupin. Kau lupa mengambil ramu-anmu malam ini, jadi kubawakan sepiala penuh. Untunglah... untung bagiku, maksudku. Di atas mejamu terhampar peta. Sekali lihat saja aku sudah tahu semua yang perlu kuketahui. Kulihat kau berlari sepanjang lorong ini dan menghilang dari pandangan."
"Severus kata Lupin, tetapi Snape tidak memedulikannya.
"Sudah berkali-kali kuberitahu Kepala Sekolah bahwa kau membantu menyelundupkan teman lamamu Black ke dalam kastil, Lupin, dan inilah buktinya. Bahkan aku pun tidak pernah mimpi kau akan punya nyali menggunakan tempat lama ini sebagai tempat persembunyianmu..."
"Severus, kau keliru," kata Lupin mendesak. "Kau belum mendengar seluruhnya-aku bisa menjelaskan- Sirius berada di sini bukan untuk membunuh Harry..."
"Tambah dua lagi untuk menghuni Azkaban malam ini,"
kata Snape, matanya sekarang berkilat-kilat mengerikan. "Aku tertarik sekali melihat bagaimana reaksi Dumbledore melihat semua ini... dia yakin kau tak berbahaya. Menurutnya Lupin...
manusia serigala jinak..."
"Bodohnya kau," kata Lupin pelan. "Apakah sakit hati seorang anak di masa lalu merupakan alasan yang cukup untuk memasukkan kembali orang yang tak bersalah ke dalam Azkaban""
DUARR! Tali-tali tipis seperti ular menyembur dari ujung tongkat Snape dan membelit mulut, pergelangan tangan, serta kaki Lupin. Lupin kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai, tak mampu bergerak. Dengan raung kemarahan, Black melangkah siap menerjang Snape, tetapi Snape mengacungkan tongkatnya tepat di antara kedua mata Black.
"Beri aku alasan," bisiknya. "Beri aku alasan untuk melakukannya, dan aku bersumpah akan kulakukan."
Black langsung berhenti. Tak bisa dikatakan wajah siapa yang lebih memperlihatkan kebencian.
Harry berdiri terkesima, tak tahu harus bagaimana atau siapa yang harus dipercaya. Dia mengerling Ron dan Hermione.
Ron tampak sama bingungnya seperti dia, masih berkutat memegangi Scabbers yang meronta-ronta. Meskipun demikian, Hermione dengan ragu-ragu maju selangkah mendekati Snape dan berkata, dengan napas tertahan,
"Profesor Snape-tak- tak ada salahnya, kan, mendengarkan apa yang akan mereka katakan""
"Miss Granger, kau sudah akan diskors dari sekolah ini,"
bentak Snape. "Kau, Potter, dan Weasley meninggalkan halaman sekolah, berkumpul dengan pembunuh dan manusia serigala. Untuk sekali saja dalam hidupmu, tahan lidahmu."
"Tapi kalau-kalau ada kekeliruan..."
"DIAM, ANAK BODOH!" teriak Snape, mendadak tampak seperti orang gila. "JANGAN BICARA HAL YANG TIDAK
KAUKETAHUI!" Beberapa bunga api memercik dari ujung tongkatnya, yang masih tertuju ke wajah Black. Hermione diam.
"Pembalasan sungguh manis rasanya," Snape mendesah ke wajah Black. "Betapa aku mengharapkan akulah orangnya yang akan menangkapmu..."
"Kau teperdaya lagi, Severus," gertak Black. "Asal anak itu membawa tikusnya ke kastil...' dia mengedik-kan kepala ke arah Ron, "...aku akan ikut tanpa memberontak..."
"Ke kastil"" kata Snape licik. "Kurasa kita tak perlu pergi sejauh itu. Yang harus kulakukan hanyalah memanggil Dementor begitu kita keluar dari lubang Dedalu. Mereka akan senang sekali melihatmu, Black... saking senangnya mereka akan memberimu kecupan, kurasa..."
Sisa warna yang tinggal sedikit di wajah Black kini menghilang sama sekali. "Kau-kau harus mendengarkan aku," katanya parau. "Tikus itu-lihat tikus itu..."
Tetapi ada kilatan mengerikan di mata Snape yang tak
pernah dilihat Harry sebelumnya. Dia tampaknya tak bisa diajak kompromi.
"Ayo , kalian semua," katanya. Dia menjentikkan jarinya, dan ujung tali-tali yang membelit Lupin melayang ke tangannya. "Aku akan menarik manusia serigala ini. Mungkin Dementor akan mengecupnya juga..."
Sebelum sadar apa yang dilakukannya, Harry menyeberangi kamar dalam tiga langkah, dan memblokir pintu.
"Minggir, Potter, kau sudah dalam kesulitan besar," gertak Snape. "Kalau aku tak berada di sini untuk menyelamatkan nyawamu..."
"Profesor Lupin punya kesempatan membunuh saya kira-kira seratus kali tahun ini," kata Harry. "Saya sering sekali sendirian bersamanya, mendapat pelajaran pertahanan terhadap Dementor. Jika dia memang membantu Black, kenapa dia tidak membunuh saya waktu itu""
"Jangan tanya aku bagaimana cara kerja pikiran manusia serigala," desis Snape. "Minggir, Potter."
"ANDA KELEWATAN!" teriak Harry. "HANYA KARENA MEREKA MEMPERMAINKAN ANDA WAKTU SEKOLAH DULU, ANDA SEKARANG TAK MAU MENDENGARKAN..."
"DIAM! AKU TAK MAU KAU BICARA PADAKU
SEPERTI ITU!" jerit Snape, tampak lebih murka dari sebelumnya. "Sama seperti ayahmu, Potter! Aku baru saja menyelamatkan batang lehermu, seharusnya kau berlutut berterima kasih kepadaku! Tahu rasa kau kalau dia tadi membunuhmu! Kau akan mati seperti ayahmu. Kau terlalu angkuh untuk percaya bahwa pendapatmu tentang Black bisa keliru-sekarang minggir, kalau tidak kusingkirkan kau.
MINGGIR, POTTER!" Dalam sedetik Harry mengambil keputusan. Sebelum Snape sempat maju satu langkah mendekatinya, dia sudah mengangkat
tongkatnya. "Expelliarmus!" serunya-hanya saja dia bukan satu-satunya yang berseru. Terdengar ledakan yang membuat pintu bergetar pada engsel-engselnya. Snape terangkat dan terbanting ke dinding, kemudian merosot ke lantai, darah menetes-netes dari bawah rambutnya. Dia pingsan.
Harry memandang berkeliling. Baik Ron maupun Hermione berusaha melucuti senjata Snape pada saat yang bersamaan.
Tongkat Snape melesat dalam leng-kungan tinggi dan mendarat di tempat tidur di sebelah Crookshanks.
"Seharusnya kau tidak melakukan itu," kata Black, memandang Harry. "Seharusnya kauserahkan padaku..."
Harry menghindari mata Black. Dia tidak yakin, bahkan sekarang, bahwa dia telah melakukan hal yang benar.
"Kita menyerang guru... kita menyerang guru...," Hermione meratap, memandang Snape yang tak bergerak dengan mata ketakutan. "Oh, kita akan kena hukuman berat..."
Lupin berkutat berusaha melepaskan ikatannya. Black cepat-cepat membungkuk dan membebaskannya. Lupin berdiri, menggosok-gosok lengannya, di tempat tali tadi mengirisnya.
"Terima kasih, Harry," katanya.
"Saya tetap tidak bilang saya mempercayai Anda," balas Harry. "Kalau begitu sudah waktunya kami memberimu bukti,"
kata Black. "Kau, Nak, berikan Peter padaku, sekarang."
Ron mencengkeram Scabbers erat-erat dan mendekapnya di dadanya.
"Sudahlah," katanya lemah. "Apakah kau mau bilang kau kabur dari Azkaban hanya untuk menangkap Scabbers" Maksudku..." Dia mendongak, menatap Harry dan Hermione, minta dukungan. "Oke, seandainya Pettigrew memang bisa berubah jadi tikus-ada berjuta-juta tikus-bagaimana dia bisa tahu tikus mana yang dikejarnya kalau dia dikurung di Azkaban""
"Tahu tidak, Sirius, itu pertanyaan yang masuk akal," kata Lupin, menoleh pada Black dan sedikit mengerutkan dahi. "Bagaimana kau bisa tahu dia ada di mana""
Black memasukkan salah satu tangannya yang seperti cakar ke dalam jubahnya dan mengeluarkan secarik kertas kusut yang kemudian diratakannya dan diperlihatkannya kepada yang lain.
Ternyata itu foto Ron dan keluarganya yang muncul di Daily Prophet musim panas yang lalu, dan di atas bahu Ron, tampaklah Scabbers.
"Dari mana kau mendapatkan ini"" Lupin menanyai Black, terperangah.
"Fudge," kata Black. "Ketika dia datang inspeksi ke Azkaban tahun lalu, dia memberikan korannya kepadaku. Dan Peter ada di halaman depan... di bahu anak ini... aku langsung mengenalinya... berapa kali sudah aku melihatnya bertransformasi" Dan teks foto ini mengatakan anak ini akan kembali ke Hogwarts... ke tempat Harry berada..."
"Ya Tuhan," kata Lupin pelan, menatap Scabbers dan foto itu bergantian. "Kaki depannya..."
"Kenapa kaki depannya"" tant
ang Ron. "Satu jarinya tak ada," kata Black.
"Tentu saja," desah Lupin. "Begitu sederhana... begitu brilian... Dia memotongnya sendiri"" "Tepat sebelum dia bertransformasi," kata Black. "Waktu aku menyud
utkannya, dia berteriak agar semua orang dijalan itu mendengar aku telah mengkhianati Lily dan James.
Kemudian, sebelum aku sempat menyerangnya dengan kutukan, dia meledakkan jalanan dengan tongkat di belakang punggungnya, membunuh semua orang yang berada dalam jarak enam meter darinya-dan kabur ke gorong-gorong bergabung dengan tikus-tikus lain..."
"Bukankah kau pernah mendengar, Ron"" kata Lupin.
"Bahwa potongan tubuh terbesar Peter yang berhasil ditemukan hanyalah jarinya."
"Scabbers bisa saja berkelahi dengan tikus lain atau entah kenapa! Dia sudah bersama keluarga kami lama sekali, kan..."
"Dua belas tahun," kata Lupin. "Tak pernahkah kau mempertanyakan bagaimana dia bisa hidup begitu lama"" "Kami-kami memeliharanya dengan baik!" kata Ron.
"Tapi sekarang ini kelihatannya tak begitu baik, kan"" kata Lupin. "Kurasa berat badannya turun sejak dia mendengar Sirius lolos..."
"Dia takut pada kucing gila itu!" kata Ron, mengangguk ke arah Crookshanks, yang masih mendengkur di atas tempat tidur.
Tetapi itu tidak benar, pikir Harry tiba-tiba... Scabbers sudah tampak sakit bahkan sebelum dia bertemu Crookshanks... sejak Ron pulang dari Mesir... sejak Black lolos....
"Kucing ini tidak gila," kata Black serak. Dia mengulurkan tangannya yang kurus dan membelai kepala Crookshanks yang berbulu lebat. "Dia kucing paling pandai yang pernah kutemui. Dia langsung mengenali siapa Peter begitu melihatnya. Dan ketika bertemu aku, dia tahu aku bukan anjing. Perlu beberapa waktu sebelum dia mempercayaiku.
Akhirnya ak u berhasil mengkomunikasikan apa yang kucari, dan selama ini dia telah membantuku..."
"Apa maksudmu"" desah Hermione.
"Dia berusaha membawa Peter kepadaku, tetapi tak berhasil... maka dia mencurikan kata-kata kunci untuk masuk ke Menara Gryffindor bagiku. Setahuku dia mengambilnya dari meja di samping tempat tidur seorang anak laki-laki..."
Otak Harry terasa memberat dibebani apa yang didengarnya. Tak masuk akal... meskipun demikian...
"Tetapi Peter tahu apa yang sedang berlangsung dan dia kabur... kucing ini-Crookshanks, begitu kau memanggilnya"
memberitahuku Peter telah meninggalkan bercak-bercak darah di seprai... kurasa dia menggigit dirinya sendiri... yah, dia pernah berpura-pura mati dan berhasil..."
Kata-kata ini menyentakkan Harry, menyadarkannya.
"Dan kenapa dia harus pura-pura mati"" katanya berang.
"Karena dia tahu kau akan membunuhnya seperti kau membunuh orangtuaku!"
"Tidak," kata Lupin. "Harry..."
"Dan sekarang kau datang untuk menghabisinya!"
"Ya, memang betul," kata Black, dengan pandangan mengerikan ke arah Scabbers. "Kalau begitu seharusnya aku membiarkan Snape menangkapmu!" teriak Harry. "Harry," kata Lupin buru-buru, "tidakkah kau paham"
Selama ini kita mengira Sirius mengkhianati orangtuamu, dan Peter mengejarnya-tetapi yang sebenarnya terjadi adalah kebalikannya, tidakkah kau paham" Peter mengkhianati ibu dan ayahmu-Sirius mengejar Peter..."
"ITU TIDAK BENAR!" Harry menjerit. "DIA PENJAGA-RAHASIA ORANGTUAKU! DIA SENDIRI YANG BILANG
SEBELUM ANDA DATANG, DIA BILANG DIA MEMBUNUH MEREKA!"
Harry menunjuk Black, yang perlahan menggelengkan kepalanya. Mata yang cekung itu mendadak berkaca-kaca. "Harry... aku sama saja dengan membunuh mereka/'
katanya parau. "Aku membujuk Lily dan James untuk berganti memilih Peter pada saat terakhir, membujuk mereka agar menggunakannya sebagai Penjaga-Rahasia mereka, dan bukan diriku... akulah yang harus disalahkan, aku tahu... pada
malam mereka meninggal, aku sudah mengatur akan mengecek Peter, meyakinkan dia masih selamat, tetapi ketika aku tiba di tempat persembunyiannya, dia sudah tak ada.
Tetapi tak ada tanda-tanda perlawanan. Rasanya ada yang tidak beres. Aku takut. Aku langsung ke rumah orangtuamu.
Dan ketika aku melihat rumah mereka, hancur, dan tubuh mereka-aku sadar apa yang telah dilakukan Peter. Dan apa yang telah kulakukan."
Suaranya tersendat. Dia memalingkan wajah
. "Cukup," kata Lupin, dan ada ketajaman dalam suaranya yang tak pernah didengar Harry sebelumnya. "Hanya ada satu cara pasti untuk membuktikan apa yang telah terjadi. Ron, berikan padaku tikus itu."
"Apa yang akan Anda lakukan padanya jika saya berikan dia kepada Anda"" Ron bertanya kepada Lupin dengan tegang.
"Memaksanya untuk memperlihatkan dirinya yang asli,"
kata Lupin. "Kalau dia benar-benar tikus, yang akan kulakukan tidak akan mencederainya."
Ron sangsi, kemudian akhirnya mengulurkan Scabbers!
Lupin mengambilnya. Scabbers mulai menjerit-jerit tanpa henti,
meronta dan menggeliat, matanya yang mungil melotot ketakutan di kepalanya. "Siap, Sirius"" tanya Lupin.
Black sudah mengambil tongkat Snape dari tempat tidur.
Dia mendekati Lupin dan tikus yang meronta-ronta itu, dan matanya yang basah tiba-tiba tampak menyala-nyala di wajahnya.
"Bersama-sama"" tanyanya pelan.
"Kurasa begitu," kata Lupin, memegangi Scabbers erat-erat dengan satu tangannya, sementara tangan lainnya memegang tongkatnya. "Pada hitungan ketiga. Satu-dua-TIGA!"
Kilatan cahaya biru-putih meluncur dari kedua tongkat.
Sesaat Scabbers membeku di udara, lalu sosoknya yang kecil hitam menggeliat liar-Ron menjerit-tikus itu jatuh ke lantai.
Ada kilatan cahaya lagi, dan kemudian...
Mereka seakan mengawasi film pertumbuhan pohon yang dipercepat. Sebuah kepala mendadak mencuat dari lantai, tangan dan kaki bermunculan. Saat berikutnya, seorang laki-laki berdiri di tempat tadi Scabbers berada, meremas-remas tangannya dengan ketakutan. Crookshanks mendesis-desis dan menggeram-geram di tempat tidur, bulu di punggungnya berdiri.
Laki-laki itu sangat pendek, tak lebih tinggi dari Harry dan Hermione. Rambutnya yang tipis tak berwarna berantakan dan bagian atas kepalanya botak. Tubuhnya kisut, mengesankan orang yang tadinya gemuk kemudian berat badannya menyusut dalam waktu singkat. Kulitnya tampak kotor, seperti bulu Scabbers, dan sesuatu yang memberi kesan tikus masih tertinggal di hidungnya yang runcing, matanya yang sangat kecil dan berair. Dia memandang berkeliling kepada mereka semua, napasnya cepat dan pendek-pendek. Harry melihat matanya melesat ke pintu dan kembali berpaling pada mereka lagi.
"Ah, halo, Peter," kata Lupin ramah, seakan tikus yang menjelma menjadi sahabat lama merupakan hal biasa yang sudah sering dialaminya. "Lama tak bersua."
"S-Sirius... R-Remus..." Bahkan suara Pettigrew pun mencicit. Sekali lagi matanya melayang ke pintu. "Temanku... teman-teman lamaku..."
Lengan Black terangkat, tetapi Lupin menyambar pergelangan tangannya, memberinya pandangan memperingatkan, kemudian menoleh lagi ke arah Pettigrew, suaranya ringan dan biasa.
"Kami tadi ngobrol, Peter, tentang apa yang terjadi pada malam Lily dan James meninggal. Mungkin kau tidak mendengar beberapa hal penting karena sibuk mencicit-cicit di tempat tidur itu..."
"Remus," desah Pettigrew, dan Harry bisa melihat butir-butir keringat bermunculan di wajahnya yang pucat, "kau tidak percaya dia, kan... Dia mencoba membunuhku, Remus..."
"Begitulah yang kami dengar," kata Lupin lebih dingin. "Aku ingin menjernihkan satu-dua hal kecil denganmu, Peter, kalau kau berse..."
"Dia datang untuk mencoba membunuhku lagi!" mendadak Pettigrew memekik, menunjuk Black, dan Harry melihat bahwa dia menggunakan jari tengahnya, karena telunjuknya tak ada.
"Dia membunuh Lily dan James, dan sekarang dia mau membunuhku juga... kau harus membantuku, Remus..."
Wajah Black tampak lebih menyerupai tengkorak daripada sebelumnya ketika dia memandang Pettigrew dengan matanya yang dalam.
"Tak ada yang akan membunuhmu sampai kita sudah membereskan beberapa hal," kata Lupin. "Membereskan beberapa hal"" pekik Pettigrew, sekali lagi dia memandang berkeliling dengan liar, matanya melayang ke jendela-jendela yang bertutup papan, dan kemudian ke satu-satunya pintu lagi. "Aku tahu dia datang mengejarku! Aku tahu dia akan kembali! Aku sudah menunggu saat ini selama dua belas tahun!"
"Kau tahu Sirius akan kabur dari Azkaban"" tanya Lupin, keningnya berkerut. "Padahal tak seorang pun pernah melakukannya sebelumnya""
"Dia punya ilmu hitam yang hanya bisa kita impikan!" Pettigrew berteriak nyaring. "Kalau tidak, bagaimana mungkin
dia bisa kabur dari sana" Kurasa Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut mengajarinya beberapa trik!" Black tertawa, tawa mengerikan tanpa nada kegembiraan yang memenuhi seluruh ruangan. "Voldemort, mengajariku beberapa trik"" katanya. Pettigrew berjengit seakan Black telah melecutnya dengan cemeti.
"Kenapa" Takut mendengar nama mantan tuanmu"" kata Black. "Aku tak menyalahkanmu, Peter. Para pengikutnya yang lain tak begitu senang denganmu, kan""
"Tak tahu-apa maksudmu, Sirius...," gumam Pettigrew, napasnya lebih cepat dari sebelumnya. Seluruh wajahnya berkilat oleh keringat sekarang.
"Kau bukan bersembunyi dariku selama dua belas tahun ini," kata Black. "Kau bersembunyi dari para mantan pendukung Voldemort. Banyak yang kudengar di Azkaban, Peter... mereka semua mengira kau sudah mati, kalau tidak kau harus bertanggung jawab kepada mereka... aku mendengar mereka meneriakkan segala macam hal dalam tidur mereka. Kedengarannya mereka berpendapat si pengkhianat mengkhianati mereka. Voldemort datang ke rumah ke
luarga Potter berdasarkan informasimu... dan Voldemort menerima kejatuhannya di sana. Dan tidak semua pendukung Voldemort berakhir di Azkaban, kan" Masih banyak yang bebas di luar sini, menunggu waktu, berpura-pura mereka sudah menyadari kesalahan mereka... Kalau sampai mereka dengar kau masih hidup, Peter..."
"Tak mengerti... apa yang kaubicarakan...," kata Pettigrew lagi, lebih nyaring dari sebelumnya. Dia menyeka wajahnya dengan lengannya dan mendongak menatap Lupin. "Kau tidak mempercayai... kegilaan ini, kan, Remus..."
"Harus kuakui, Peter, sulit bagiku memahami kenapa orang tak bersalah mau melewatkan dua belas tahun sebagai tikus,"
kata Lupin datar. "Tak bersalah, tapi ketakutan!" pekik Pettigrew. "Kalau para pendukung Voldemort mengejarku, itu karena aku memasukkan salah satu orang terbaik mereka ke Azkaban-si mata-mata, Sirius Black!"
Wajah Black mengerut. "Beraninya kau menuduhku," dia menggeram, mendadak kedengaran seperti anjing berukuran beruang, seperti wujud jelmaannya. "Aku, mata-mata Voldemort" Kapan aku pernah mengendap-endap mendekati orang-orang yang lebih kuat dan lebih berkuasa dariku" Tetapi kau, Peter-aku tak bisa mengerti, kenapa aku tidak melihatmu sebagai mata-mata dari awal. Kau selalu suka teman-teman yang bertubuh besar, yang bisa menjagamu, kan" Dulunya kami... aku dan Remus... dan James..."
Pettigrew menyeka wajahnya lagi. Dia nyaris sesak napas.
"Aku, mata-mata... pasti kau sinting... tak pernah... entah kenapa kau bisa mengatakan hal seperti..." "Lily dan James menunjukmu sebagai Penjaga-Rahar sia hanya kare
na aku yang menyarankannya," Black mendesis, begitu sengitnya sehingga Pettigrew melangkah mundur.
"Kupikir itu rencana sempurna... tipuan... Voldemort jelas akan mengejarku, tak pernah terbayangkan dia akan menggunakan orang lemah tak berbakat seperti kau... pasti itu jadi saat paling istimewa dalam hidupmu, memberitahu Voldemort kau bisa menyerahkan keluarga Potter kepadanya."
Pettigrew bergumam sendiri dengan bingung. Harry menangkap kata-kata seperti "tak masuk akal" dan "gila", tetapi mau tak mau dia lebih memperhatikan wajah Pettigrew yang pucat pasi, dan bagaimana matanya tak hentinya melayang ke jendela dan pintu.
"Profesor Lupin"" kata Hermione takut-takut. "Boleh-boleh saya menanyakan sesuatu"" "Tentu, Hermione," kata Lupin sopan.
"Begini-Scabbers-maksud saya-orang ini-dia sudah tidur di kamar Harry selama tiga tahun. Kalau dia bekerja untuk Anda-Tahu-Siapa, kenapa dia tak pernah mencoba mencederai Harry sebelum ini""
"Nah!" kata Pettigrew nyaring, menunjuk Hermione dengan tangannya yang cacat. "Terima kasih! Kau lihat, Remus" Aku tak pernah melukai selembar pun rambut Harry! Kenapa tidak""
"Kuberitahu kenapa," kata Black. "Karena kau tak pernah melakukan sesuatu untuk orang lain kalau kau tak bisa melihat apa manfaatnya bagimu. Voldemort sudah bersembunyi selama dua belas tahun. Mereka bilang dia setengah-mati. Kau tak akan mau melakukan pembunuhan di depan hidung Albus Dumbledo
re, untuk penyihir yang sudah jatuh dan kehilangan segenap kekuasaannya, kan" Kau menginginkan kepastian dia penyihir paling hebat di dunia, sebelum kau kembali padanya, kan" Kalau tidak, kenapa kau memilih keluarga penyihir sebagai majikanmu" Mau pasang kuping cari berita, kan, Peter" Siapa tahu mantan pelindungmu kuat kembali, dan kau aman bergabung lagi dengannya...."
Pettigrew membuka mulut dan menutupnya beberapa kali. Tampaknya dia telah kehilangan kemampuan bicaranya. "Eh-Mr Black-Sirius"" kata Hermione takut-takut.
Black terlonjak disapa begitu dan ternganga menatap Hermione, seakan diajak bicara dengan sopan adalah sesuatu yang sudah lama dilupakannya.
"Kalau Anda tidak keberatan saya ingin bertanya, bagaimana-bagaimana Anda kabur dari Azkaban, kalau Anda tidak menggunakan Sihir Hitam""
"Terima kasih!" kata Pettigrew tersengal, mengangguk-angguk kalut kepada Hermione. "Tepat! Persis yang akan ku..." Tetapi Lupin menyuruhnya diam dengan pandangannya.
Black mengernyit sedikit kepada Hermione, namun bukan karena dia jengkel. Tampaknya dia sedang mempertimbangkan jawabannya.
"Aku tak tahu bagaimana melakukannya," katanya lambat-lambat. "Kurasa satu-satunya alasan aku tak pernah kehilangan ingatan adalah karena aku tahu aku tak bersalah.
Itu bukan pikiran yang menyenangkan, maka Dementor-dementor tak bisa menyedotnya dariku... tetapi itu membuatku waras dan mengetahui siapa aku... membantuku tetap mempertahankan kekuatanku... sehingga ketika segalanya menjadi... tak tertahankan... aku bisa bertransformasi dalam selku... menjadi anjing. Dementor tidak dapat melihat, tahukah kalian..." Dia menelan ludah. "Mereka mendatangi orang-orang dengan cara merasakan emosi mereka... mereka bisa merasakan bahwa perasaanku kurangkurang manusiawi, kurang kompleks sewaktu aku jadi anjing...
tetapi tentu saja mereka mengira bahwa aku sedikit demi sedikit kehilangan ingatan seperti yang lain di sana, maka mereka tidak curiga. Tetapi aku lemah, sangat lemah, dan aku tak punya harapan mengusir mereka dariku tanpa tongkat...
"Tetapi kemudian aku melihat Peter di foto itu... aku sadar dia ada di Hogwarts bersama Harry... di tempat yang tepat, siap melancarkan aksinya, jika ada kisikan yang mencapai telinganya bahwa Pihak Hitam sedang mengumpulkan kekuatan lagi..."
Pettigrew menggelengkan kepalanya, mulutnya berbicara tanpa suara, membelalak menatap Black sepanjang waktu seakan terhipnotis.
"...siap menyerang begitu dia yakin punya sekutu... untuk menyerahkan satu-satunya Potter yang tersisa kepada
mereka. Kalau dia menyerahkan Harry kepada mereka, siapa yang berani mengatakan dia telah mengkhianati Lord Voldemort" Dia akan diterima kembali dengan segala kehormatan...
"Jadi, kalian lihat, aku harus melakukan sesuatu. Aku satu-satunya yang tahu Peter masih hidup..."
Harry teringat apa yang diceritakan Mr Weasley kepada Mrs Weasley. "Para penjaga mengatakan dia mengigau dalam tidurnya... kata-katanya sama... 'Dia di Hogwarts.'"
"Rasanya seperti ada yang menyalakan api dalam kepalaku, dan para Dementor tidak dapat memadamkannya... itu bukan perasaan bahagia... itu obsesi... tetapi itu memberiku kekuatan, membuat pikiranku jernih. Maka, suatu malam, ketika mereka membuka pintu selku untuk memasukkan makanan, aku menyelinap melewati mereka sebagai anjing...
jauh lebih sulit bagi mereka untuk merasakan emosi binatang, sehingga mereka bingung... aku kurus, sangat kurus... cukup kurus untuk lolos lewat jeruji... aku berenang sebagai anjing kembali ke tanah daratan... aku berjalan ke utara dan menyelinap ke kompleks Hogwarts sebagai anjing... aku tinggal di hutan sejak saat itu, kecuali waktu aku datang untuk menonton Quidditch, :entu saja... kau terbang sehebat ayahmu, Harry..."
Dia memandang Harry, yang tidak memalingkan wajahnya.
"Percayalah," kata Black parau. "Percayalah, aku tak pernah mengkhianati James dan Lily. Lebih baik aku mati daripada mengkhianati mereka."
Dan akhirnya, Harry mempercayainya. Lehernya tersekat sehingga tak bisa bicara, Harry mengangguk. "Tidak!"
Pettigrew berlutut seakan anggukan Harry adalah vonis kematiannya. Dia be
ringsut maju pada lututnya, menyembah-nyembah, kedua tangannya mengatup di depan dada seakan berdoa. "Sirius-ini aku... ini Peter... temanmu... kau tak akan..." Black menendangnya dan Pettigrew mundur.
"Sudah ada banyak kotoran di jubahku tanpa kau menyentuhnya," kata Black.
"Remus!" Pettigrew mencicit, sekarang berganti menoleh pada Lupin, menggeliat memohon-mohon. "Kau tidak mempercayainya, kan... Bukankah Sirius akan memberitahumu jika mereka mengubah rencana""
"Tidak kalau dia mengira akulah mata-matanya, Peter,"
kata Lupin. "Dugaanku, itulah sebabnya kau tidak memberitahuku, Sirius"" katanya sambil lalu di atas kepala Pettigrew.
"Maafkan aku, Remus," kata Black.
"Tak apa-apa, Padfoot, Sobat," kata Lupin, yang sekarang menggulung lengan jubahnya. "Dan maukah kau memaafkan aku juga karena mengira kaulah mata-matanya""
"Tentu saja/' kata Black, dan sekilas senyum membayang di wajahnya yang cekung kurus-kering. Dia juga mulai menggulung lengan jubahnya. "Kita bunuh dia bersama-sama"" "Ya, kurasa begitu," kata Lupin muram.
"Kalian tak mungkin... kalian tak akan...," Pettigrew tergagap. Dan dengan panik dia berbalik menghadap Ron. "Ron... bukankah aku selama ini teman yang baik...
binatang peliharaan yang baik" Kau tak akan membiarkan mereka membunuhku, Ron, iya, kan... kau di pihakku, kan""
Tetapi Ron memandang Pettigrew dengan amat jijik. "Kuizinkan kau tidur di tempat tidurkul" katanya.
"Anak baik... tuan yang baik..." Pettigrew merangkak mendekati Ron, "kau tak akan membiarkan mereka membunuhku... aku tikusmu... aku binatang peliharaan yang baik..."
"Kalau sebagai tikus kau lebih baik daripada sebagai manusia, itu bukan sesuatu yang pantas dibanggakan, Peter,"
kata Black kasar. Ron, yang semakin pucat karena kesakitan, merenggutkan kakinya yang patah dari jangkauan Pettigrew.
Pettigrew berputar pada lututnya, terhuyung maju dan meraih ujung jubah Hermione.
"Anak manis... anak pintar... kau-kau tak akan membiarkan mereka membunuhku... tolonglah aku..."
Hermione menarik jubahnya dari cengkeraman Pettigrew dan mundur ke dinding, ketakutan.
Pettigrew berlutut, gemetar tak terkendali, dan menolehkan kepalanya pelan-pelan ke arah Harry.
"Harry... Harry... kau persis seperti ayahmu... persis seperti dia..."
"BERANINYA KAU BICARA PADA HARRY"" raung Black.
"BERANINYA KAU MENGHADAPINYA" BERANINYA KAU
BICARA TENTANG JAMES DI DEPANNYA"" "Harry," bi
sik Pettigrew, menggeserkan lututnya ke arahnya, tangannya terulur. "Harry, James tak akan menginginkan aku dibunuh... James pasti akan mengerti, Harry... dia akan berbelas kasihan kepadaku..."
Baik Black maupun Lupin melangkah maju, mencengkeram bahu Pettigrew dan melemparkannya kembali ke lantai. Pettigrew duduk di. lantai, gemetar ketakutan, menatap mereka.
"Kau menjual Lily dan James kepada Voldemort," kata Black, yang juga gemetar. "Apakah kau menyangkalnya""
Air mata Pettigrew bercucuran. Sungguh mengerikan memandangnya. Dia tampak seperti bayi besar botak, gemetar ketakutan di lantai.
"Sirius, Sirius, apa lagi yang bisa kulakukan" Pangeran Kegelapan... kau tak tahu... dia punya senjata-senjata yang tak bisa kaubayangkan... aku takut sekali, Sirius, aku tak pernah pemberani seperti kau dan Remus dan Jarr es. Aku tak bermaksud begitu... Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut memaksaku..."
"JANGAN BOHONG!" bentak Black. "KAU SUDAH
MEMBERIKAN INFORMASI KEPADANYA
SELAMA SETAHUN SEBELUM LILY DAN JAMES
MENINGGAL! KAU MATA-MATANYA!"
"Dia... dia berkuasa di mana-mana!" sengal Pettigrew. "Aapa keuntungannya menolak dia""
"Apa keuntungannya melawan penyihir paling jahat yang pernah ada"" kata Black, wajahnya murka mengerikan. "Hanya nyawa orang-orang tak berdosa, Peter!"
"Kau tak mengerti!" rengek Pettigrew. "Dia akan membunuhku, Sirius!" "KALAU BEGITU KAU SEHARUSNYA MATI!" gerung Black.
"MATI DARIPADA MENGKHIANATI SAHABAT-SAHABATMU, SEPERTI YANG DULU PASTI AKAN KAMI LAKUKAN DEMI DIRIMU!"
Black dan Lupin berdiri berimpitan bahu, tongkat mereka terangkat.
"Kau seharusnya menyadari," kata Lupin tenang. "Jika Voldemort tidak membunuhmu, kami yang akan membunuhmu. Selamat tinggal, Peter."
Hermio ne menutupi wajahnya dengan tangan dan berbalik menghadap tembok.
"JANGAN!" Harry memekik. Dia berlari ke depan, menempatkan diri di depan Pettigrew, menghadapi kedua tongkat. "Kalian tak boleh membunuhnya," katanya terengah.
"Tak boleh." Black dan Lupin terperangah.
"Harry, orang hina inilah yang membuatmu tak punya orangtua," kata Black. "Orang busuk ini akan dengan senang hati melihatmu mati juga. Kau tadi mendengarnya sendiri.
Lembah Merpati 1 Pedang Siluman Darah 10 Kutukan Brahmana Loka Arya Petualangan Manusia Harimau 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama