Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar Bagian 1
Misteri Pondok Yang Terbakar
By: Enid Blyton Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
KEBAKARAN! KEJADIAN itu dimulai pukul setengah sepuluh malam. Ketika itu bulan April, jadi sudah musim semi Malam gelap sekali.
Desa Peterswood saat itu sunyi- senyap. Hanya sekali-sekali terdengar gonggongan anjing. Tapi tiba-tiba di sebelah barat desa nampak nyala berkobar besar.
Larry Daykin melihatnya. ketika ia hendak masuk ke tempat tidur. Sebelum itu ia membuka tirai jendela kamar tidur. supaya besok pagi cahaya matahari bisa masuk dan membangunkannya.
Tiba-tiba ia melihat cahaya terang di barat.
"Astaga! Apa itu"" katanya pada diri sendiri Lalu ia memanggil-manggil adik perempuannya. "Daisy! Kemarilah sebentar! Lihatlah dari arah desa memancar sinar aneh."
Adiknya datang, lalu ikut memandang ke luar.
"Itu nyala api!" kata Daisy. "Wah! Kelihatannya besar juga. Jangan-jangan ada rumah yang terbakar!"
"Kita lihat saja ke sana!" kata Larry bersemangat.
"Yuk, kita berpakaian lagi. Ayah dan Ibu sedang pergi. jadi mereka tentu tidak tahu ada kebakaran. Ayo. cepatlah sed1kit."
Larry dan Daisy bergegas-gegas mengenakan pakaian. Lalu turun ke bawah dan langsung lari ke luar. menuju kebun yang gelap. Ketika sudah di jalan dan sedang melewati sebuah rumah, terdengar langkah orang bergegas-gegas keluar dari situ.
"Pasti itu Pip." kata Larry. sambil menyorotkan senternya ke sana. Cahaya senter menerangi seorang anak laki-laki yang umurnya sebaya dengan Larry. Di sampingnya nampak seorang anak perempuan. Umurnya sekitar delapan tahun.
"Hai. Bets! Kau juga mau ikut"" sapa Daisy dengan heran. "Kau kan sudah harus tidur""
"Hai. Larry!" seru Pip. "Ada kebakaran, ya! Menurut perkiraanmu, rumah siapa yang terbakar itu" Mobil pemadam kebakaran akan dipanggil atau tidak. ya""
"Ah, pasti rumah itu akan sudah terbakar habis. sebelum pemadam kebakaran sempat datang dari desa sebelah." kata Larry. "Yuk. kita cepat-cepat saja ke sana! Kebakaran itu kelihatannya di Haycock Lane."
Mereka berempat lari ke tempat itu. Di tengah jalan mereka bergabung dengan beberapa orang dari desa. Rupanya orang-orang itu juga melihat nyala api. Wah - suasana menjadi semakin ramai!
"Rumah Pak Hick yang terbakar," kata seorang laki-laki. "Pasti rumahnya!"
Mereka bergegas terus menuju ke ujung jalan. Sementara itu nyala api semakin nampak jelas.
"Bukan rumahnya yang terbakar," seru Larry. "tapi pondok tempat Pak Hick bekerja, dalam kebun. Wah. pasti takkan banyak yang tersisa lagi!"
Memang betul. Pondok yang terbakar itu sudah tua. Dindingnya sebagian dari kayu. dan sebagian lagi dari jerami. Atapnya terbuat dari rumput. Nampak rumput kering di atap terbakar. berkobar-kobar.
Pak Goon sudah ada di situ. Ia polisi desa itu. Kelihatannya sibuk sekali mengatur orang-orang yang mcnyiramkan air ke api. Begitu melihat keempat anak itu datang. Pak Goon langsung berteriak marah.
"Ayo pergi! Pergi!"
"'Dia selalu mengatakan begitu pada anak-anak." kata Bets. "Belum pernah kudengar dia mengucapkan kata-kata lain."
Ternyata percuma saja menyiramkan air berember-ember ke api. Nyalanya terlalu besar. Pak Goon berseru lagi. memanggil supir Pak Hick.
"Mana Pak Thomas"" serunya. "Bilang padanya, supaya mengeluarkan selang yang biasa dipakainya untuk mencuci mobil."
"Pak Thomas pergi ke stasiun." seru seorang wanita. "Dia menjemput majikan kami, yang datang dengan kereta api dari London"
Yang berteriak itu Bu Minns juru masak keluarga Hick. Orangnya gemuk dan santai. Tapi saat itu ia kelihatan sangat ketakutan. Dengan tangan gemetar, ia mengisi air dari keran ke dalam beberapa ember.
"Percuma saja." kata salah seorang penduduk desa. "Api sudah tidak bisa dipadamkan lagi. Sudah terlalu besar kobarannya"
"Pemadam kebakaran sudah ditelepon." Kata seseorang lagi. "Tapi pondok itu pasti akan sudah habis terbakar, sebelum mobil penyemprot tiba di sini."
"Yah - pokoknya kita tidak perlu khawatir api akan menjalar ke rumah." kata Pak Goon. "Untungnya angin bertiup dari arah berlawanan. Wah. Pak Hick pasti kaget kalau dia pulang nanti!"
Ke empat anak itu menonton dengan asyik.
"Sayang, pondok sebagus itu terbakar," kata Larry. "Sayang kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya."
Saat itu seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Larry datang berlari-lari. Ia membawa ember berisi air. Disiramkannya air ke api. Tapi ia salah arah. Air yang disiramkannya, sebagian membasahi Larry.
"He - hati-hati kalau menyiram!" seru Larry. "Aku basah karena siramanmu!'
"Maaf deh. kata anak laki-laki itu. Logat bicaranya agak aneh. Seperti diulur-ulur. Sementara itu kobaran api semakin membesar menerangi seluruh kebun. Karena itu Larry bisa melihat anak tadi dengan jelas Tubuhnya gemuk. Pakaiannya rapi Kelihatannya agak sok.
"Dia itu anak baru. yang tinggal bersama orang tuanya di penginapan seberang kata Pip dengan suara pelan pada Larry. "Anaknya sok tahu segala-galanya. Uang sakunya banyak sekali. sampai tak tahu mau diapakan uang sebanyak itu!"
Saat itu Pak Goon melihat anak laki-laki yang memegang ember.
"He - pergi dari sini!" bentaknya. "Anak-anak jangan di sini. cuma merepotkan saja!"
"Aku bukan anak-anak." jawab anak itu tersinggung. "Aku kan membantu di sini" Tidak lihat. ya""
"Ayo pergi!" bentak Pak Goon.
Tiba-tiba muncul seekor anjing, lalu menggonggong-gonggong dekat kaki polisi itu. Pak Goon kesal karenanya. Ditendangnya anjing itu.
"Ini anjingmu"" serunya pada anak laki-laki tadi. "Suruh dia pergi!"
Anak yang disapa tidak mengacuhkannya. Ia pergi lagi, mengambil ember yang sudah diisi air. Sementara itu anjingnya asyik meloncat-loncat mengelilingi kaki Pak Goon. sambil menggonggong terus.
"Pergi!" kata polisi itu. sambil menendang lagi. Larry dan ketiga anak lainnya tertawa geli. Tapi tentu saja tidak keras-keras. Anjing itu kocak sekali. Bulunya hitam. Kakinya pendek. Tapi gerak-geriknya sangat lincah.
"Dia milik anak itu." kata Pip. "Anjing hebat - lucu sekali. Aku ingin anjing itu punyaku!"
Saat itu api memercik ke udara. ketika sebagian dari atap rumput ambruk. Tercium bau sangit. Anak-anak mundur sedikit.
Terdengar bunyi mobil datang. Seseorang berteriak.
"Pak Hick datang!"
Mobil itu meluncur masuk ke jalan kecil di pekarangan. Seorang laki-laki turun dari kendaraan itu. Ia berlari-lari menyusur kebun. Menuju pondok yang sedang terbakar.
"Wah. sayang Pak Hick. tempat kerja anda sudah hampir habis terbakar." kata polisi desa memberi laporan. "Kami sudah berusaha sebisa-bisa kami. Pak. Tapi nyala api sudah terlalu besar. Anda mungkin tahu apa yang menyebabkan kebakaran""
"Dari mana aku mengetahuinya"" tanya Pak Hick dengan ketus "Aku kan baru saja datang dari London. Kenapa mobil pemadam kebakaran tidak dipanggil""
"Yah. Anda kan tahu mobil itu ditaruh di desa sebelah," kata Pak Goon. "Dan pada saat kami tahu ada kebakaran di sini. api sudah berkobar di atas atap. Mungkin Anda kebetulan ingat, apakah tadi pagi meninggalkan pediangan dalam keadaan menyala atau tidak""
"Ya. aku ingat," jawab Pak Hick. "Tadi pagi-pagi sekali aku bekerja di sini. Dan api di pediangan kubiarkan menyala semalaman. Aku memakai kayu sebagai bahan bakar! Dan mungkin setelah aku pergi, ada api memercik ke luar. Mungkin saja api itu sudah membara sejak pagi. tanpa diketahui siapa-siapa. Mana Bu Minns. juru masakku""
"Di sini. Pak." jawab wanita gemuk itu. Kasihan. tubuhnya gemetar. "Aduh. ini benar-benar bencana. Pak! Anda tidak mengizinkan saya membersihkan tempat kerja itu. Karenanya saya tidak masuk ke situ. Coba saya diperbolehkan. pasti api itu sudah ketahuan sebelum sempat berkobar seperti sekarang!"
"Dan pintu terkunci." sela Pak Goon. "Saya tadi mencoba untuk membukanya. sebelum api menjalar sampai di situ. Nah sekarang pondok kerja anda benar-benar habis dimakan api, Pak!"
Terdengar bunyi berderak-derik, sementara dinding pondok yang terbuat dari kayu bercampur jerami roboh. Api menjulang tinggi. Semua yang ada di sekitar situ buru-buru mundur. karena tidak tahan kena panas api.
Dengan tiba-tiba Pak Hick kelihatan seperti orang gila. Ditangkapnya lengan Pak Goon lalu digoncang-goncangnya.
"Kertas-kertasku!" seru Pak Hick dengan suara gemeta
r. "Dokumen-dokumenku yang berharga semuanya ada dalam pondok! Tolong. Selamatkan kertas-kertasku itu!"
"Tenang, Pak - tenang," kata Pak Goon, sambil memandang kobaran api di depan matanya. "Tak ada lagi yang bisa diselamatkan dari situ! Dari semula memang sudah tidak bisa!"
"Aduh - kertas-kertasku!" teriak Pak Hick dengan bingung. Ia bergerak ke arah pondok yang terbakar. Kelihatannya seperti hendak berusaha mencari di tengah kobaran api. Untung saja ada dua atau tiga orang yang cepat-cepat menahannya.
"Aduh, Pak - jangan lupa diri," kata Pak Goon gelisah. "Kertas-kertas itu. apakah sangat berharga""
"Berharga" Bukan berharga lagi - tidak mungkin bisa dicari gantinya." Keluh Pak Hick. "Bagiku. nilainya beribu-ribu!"
"Mudah-mudahan saja sudah diasuransikan. Pak," kata seorang laki-laki yang ada di dekatnya. Pak Hick memandang orang itu dengan sinar mata liar.
"Tentu saja diasuransikan - tapi kehilanganku itu tak mungkin bisa diganti dengan uang!"
Bets tidak mengerti. apa yang dimaksudkan dengan kata 'di-asuransi-kan'. Cepat-cepat Larry menjelaskan.
"Kalau kita memiliki suatu benda berharga yang ada kemungkinannya dicuri atau hilang karena terbakar atau musibah lain, benda itu bisa diasuransikan. Caranya. dengan membayar uang dalam jumlah yang tidak banyak setiap tahun pada perusahaan asuransi. Perusahaan itu kemudian menanggung ganti rugi membayar nilai benda itu jika sampai hilang atau dicuri."
"O, begitu." kata Bets. Dipandangnya Pak Hick yang nampak masih terus bingung. Orang ini aneh, pikir Bets.
Orangnya jangkung agak bungkuk. Rambutnya acak-acakan. Hidungnya panjang. sedang matanya tersembunyi di balik lensa kaca mata yang besar. Bets tidak begitu suka melihat wajah Pak Hick.
"Suruh orang-orang pergi semua dari sini," kata orang itu kemudian. sambil memandang penduduk desa termasuk anak-anak. "Aku tak mau kebunku rusak diinjak-injak mereka. Di sini tak ada lagi yang masih bisa diselamatkan."
"Baik. Pak," kata Pak Goon. Polisi desa itu senang, karena mendapat kesempatan mengusir begitu banyak orang sekaligus. Dihampirinya orang-orang yang masih menonton.
"Ayo pergi!" katanya dengan galak "Tak ada lagi yang masih bisa dilakukan di sini. Anak-anak pergi! Semua pergi!"
Nyala api mulai mengecil. Lama-kelamaan pasti padam dengan sendirinya. Tiba-tiba anak-anak merasa mengantuk, setelah mengalami kejadian yang begitu menegangkan. Mata mereka terasa pedih. kena asap api.
"Uah! Pakaianku berbau sangit kena asap," kata Larry. "Yuk kita pulang saja sekarang. Ayah dan Ibu sudah pulang atau belum, ya""
Larry dan Daisy berjalan pulang, seiring dengan Pip serta adik perempuannya. Bets. Di belakang mereka berjalan anak laki-laki tadi bersama anjingnya. Anak itu bersiul-siul. Setelah beberapa saat. disusulnya keempat anak yang berjalan di depan.
"Wah, hebat tadi ya." katanya membuka percakapan. "Untung tidak ada yang cedera! He -bagaimana jika kita berkumpul lagi besok" Kita bermain bersama-sama. atau melakukan kesibukan lain. Aku selalu sendiri di hotel yang di seberang kebun Pak Hick! Orang tuaku kerjanya main golf terus. sepanjang hari."
"Yah -" Larry agak ragu. Ia tidak begitu suka melihat anak laki-laki itu. "Yah kalau kami kebetulan datang ke sekitar sini. nanti kami mampir untuk menjemputmu."
"Setuju." jawab anak itu. "Yuk. Buster - kita pulang!"
Anjing kecil itu menurut dengan segera keduanya sudah tidak kelihatan lagi. Hilang dalam gelap.
"Anak gendut bertingkah!" tukas Daisy. Yang dimaksudkannya anak laki-laki tadi. Bukan anjingnya. "Dikiranya kita ingin bergaul dengan dia" Huhh! He - besok kita berkumpul lagi yuk. lalu pergi melihat apa yang masih tersisa dari pondok tadi!"
"Setuju." kata Pip. Ia membelok. masuk ke pekarangan rumahnya. "Ayo. Bets. Kurasa kalau kita masih agak lama lagi di luar. kau pasti akan tertidur sambil berdiri!"
Larry dan Daisy meneruskan langkah menuju rumah mereka
"Kasihan Pak Haik," kata Daisy Dia tadi bingung sekah, memikirkan kertas- kertasnya yang berharga.
II "PASUKAN MAU TAHU DI BENTUK"
Keesokan harinya Larry dan Daisy mendatangi rumah Pip. Sesampai di sana me
reka melihat anak itu sedang bermain-main dengan Bets di kebun. Mereka berseru memanggil kedua anak itu.
"Pip! Bets! Kami ada di sini!"
Dengan segera Pip muncul. Bets. adiknya yang jauh lebih kecil. menyusul dengan napas terengah-engah. Kakinya tidak sepanjang kaki Pip, jadi jalannya juga harus lebih cepat.
"Kau sudah ke tempat kebakaran itu tadi"" tanya Larry.
"Ya, sudah! O ya. ada kabar baru - kata orang pondok itu dibakar dengan sengaja," kata Pip bersemangat.
"Dengan sengaja"" seru Larry dan Daisy serempak. "Tapi siapa yang mau berbuat jahat begitu""
"Aku tidak tahu." jawab Pip. "Pokoknya tadi kudengar orang-orang mempercakapkannya. Dikatakan bahwa petugas perusahaan asuransi sudah datang. bersama seorang ahli kebakaran. Ahli itu mengatakan. api itu dinyalakan dengan bensin. Ahli begitu bisa menyelidiki hal-hal kayak begitu."
"Astaga!" kata Larry kaget. "Tapi lantas siapa yang melakukannya" Mungkin seseorang. Yang tidak senang pada Pak Hick. ya""
"Ya." jawab Pip. "Pasti Pak `Ayo Pergi' sudah bersemangat sekarang. karena ada perbuatan jahat yang bisa diselidiki olehnya. Tapi dia itu begitu tolol - mustahil bisa menemukan apa pun juga!"
"He - anjing yang kemarin muncul lagi," kata Bets dengan tiba-tiba. Ia menuding seekor anjing kecil berbulu hitam. yang saat itu masuk ke dalam kebun. Anjing itu tegak memperhatikan mereka. Telinganya diruncingkan ke atas, seakan-akan hendak bertanya. 'Aku boleh masuk kemari"'
"Halo, Buster!" sapa Larry. Ia berjongkok, lalu menepuk-nepuk lutut menyuruh anjing itu mendekat. "Kau anjing manis. Aku kepingin punya anjing kayak kamu. Aku belum pernah memelihara anjing."
"Aku juga belum pernah," sambung Pip. "Sini, Buster! Mau tulang" Atau lebih baik biskuit""
Buster menggonggong. Tidak disangka anjing sekecil dia. gonggongannya begitu berat
"Kau harus mengambilkan tulang dan biskuit untuk dia," kata Bets. "Ayo, ambilkan!"
Pip pergi ke rumah. diikuti oleh anjing kecil itu. Tak lama kemudian keduanya sudah kembali lagi. Buster menggondol sepotong tulang dan sekeping biskuit di mulutnya. Kedua bawaannya itu diletakkannya ke tanah. Lalu ditatapnya Pip dengan pandangan seperti ingin bertanya.
"Ya. kedua-duanya untukmu. Buster, "kata Pip. "Ternyata dia sama sekali tidak rakus! Mau menunggu, sampai diizinkan."
Buster mengunyah tulang terlebih dulu. Setelah itu disusul dengan biskuit. Setelah kedua-duanya habis dimakan, Buster mulai melonjak-lonjak mengelilingi keempat anak itu.
Rupanya mengajak mereka bermain-main. Anak-anak senang sekali melihatnya.
"Sayang, tuannya anak yang sudah gendut seperti sosis, sok aksi lagi." kata Larry. Disambut tertawa geli. Memang benar, majikan Buster memang agak mirip sosis gendutnya. Ketika mereka berempat sedang tertawa-tawa. tiba-tiba terdengar langkah orang mendekat. Majikan Buster datang menghampiri.
Hai." sapa anak itu. "Kudengar tadi suara kalian bermain-main dengan Buster. He Buster kau tidak boleh minggat, ya! Ayo ke sini!"
Buster menghampiri majikannya sambil melonjak-lonjak dengan gembira. Nampak jelas anjing itu sangat menyayangi tuannya yang gendut itu.
"Kalian sudah mendengar kabar baru"" tanya anak itu, sambil menepuk-nepuk Buster. "Maksudku bahwa pondok kerja itu dibakar orang dengan sengaja""
"Ya. sudah - Pip yang bercerita tadi." kata Larry. Kau percaya kabar itu""
"Tentu saja." jawab anak yang baru datang. "Terus terang saja. dari semula aku sudah menduga begitu!"
"Bohong!" tukas Larry dengan segera. Dari cara anak itu bicara. Larry tahu anak yang sok tahu itu sebenarnya sama sekali tidak menduga apa-apa.
"Nanti dulu." kata anak itu. "aku kan tinggal di hotel yang letaknya di seberang kebun Pak Hick! Nah. kemarin petang aku melihat seorang gelandangan mondar-mandir di sana. Pasti laki-laki itu yang membakar pondok!"
Anak-anak memandangnya sambil melongo.
"Tapi untuk apa dia melakukannya"" tanya Larry kemudian. "Biarpun gelandangan. orang kan tidak seenaknya saja iseng menyiram rumah dengan bensin lalu membakarnya""
"Yah." kata anak yang diajak bicara. Sambil berpikir, "mungkin saja gelandangan itu menyimpan dendam te
rhadap Pak Hick. Siapa tahu! Pak Hick di daerah sini kan terkenal bukan orang yang ramah dan sabar. Mungkin saja gelandangan tua itu tadi pagi diusirnya ketika datang ke sana!"
Anak-anak termenung, memikirkan kemungkinan itu.
"Yuk. kita pindah saja ke pondok peranginan kami untuk membicarakannya." ajak Pip. "Ini soal yang misterius. Asyik juga jika kita bisa ikut memecahkannya."
Tanpa diajak anak tadi ikut menuju ke pondok peranginan, disertai oleh Buster. Sesampai di sana. Buster langsung naik ke atas pangkuan Larry.
Tentu saja tampang Larry berseri karena senang.
"Pukul berapa kau melihat gelandangan itu"" tanya Pip.
"Sekitar pukul enam," jawab yang ditanya. "Orangnya sudah tua. Dekil Memakai mantel hujan yang sudah robek-robek. serta topi yang sudah bulukan karena tuanya. Ia bergerak menyelinap sepanjang pagar tanam-tanaman. Begitu Buster melihat orang itu. ia langsung mengejar sambil menggonggong-gonggong."
"Kaulihat orang itu menjinjing kaleng berisi bensin"" tanya Larry.
"Tidak, dia tidak membawa kaleng." jawab si Gendut. "Tapi dia menggenggam tongkat. Cuma itu saja yang ada padanya."
"He!" seru Daisy dengan tiba-tiba. "He - aku mendapat akal!"
Larry, Pip dan juga Bets memandang Daisy. Anak perempuan itu sering mendapat akal dengan tiba-tiba. Dan biasanya, akal itu menarik!
"Kau mendapat akal apa kali ini"" tanya Larry.
"Kita menjadi detektif!" seru Daisy. "Kita mengadakan penyelidikan, untuk mengetahui SIAPA MEMBAKAR POHDOK!"
"Detektif" apa itu"" tanya Bets. Umurnya baru delapan tahun. Jadi pengetahuannya belum begitu banyak.
"Detektif itu orang yang menyelidiki rahasia." jawab Larry. "Seseorang yang selalu mau tahu. sipa yang melakukan kejahatan!"
"O, orang yang mau tahu," kata Bets. "Aku juga mau. Pasti aku hebat. kalau disuruh mau tahu!"
"Jangan - kau masih terlalu kecil," larang Pip. Seketika itu air mata Bets sudah mulai menggenang.
"Kami bertiga yang akan menjadi detektif sungguhan," kata Larry dengan mata berkilat-kilat.
"Aku, Pip dan Daisy! Tiga detektif ulung!"
"Aku tidak boleh ikut"" tanya anak yang bertubuh gendut. "Otakku sangat tajam!"
Anak-anak yang lain memandangnya dengan ragu-ragu. Ketajaman otaknya tidak bisa dilihat pada tampangnya yang bulat. Kalau anak itu mengaku tolol nah, pasti lebih gampang dipercaya!
"Yah - kami kan belum mengenalmu," jawab Larry setelah beberapa saat.
"Namaku Frederick Algemon Trotteville," kata anak itu. "Kau siapa""
"Namaku Laurence Daykin." jawab Larry. "Disingkat Larry! Umurku tiga belas tahun."
"Dan aku Margaret Daykin - dipanggil Daisy," sambung Daisy. "Umurku dua belas."
"Aku Philip Hilton alias Pip. Dua belas tahun. Ini adikku, Elisabeth." kata Pip.
Anak yang baru memperkenalkan diri. memandang mereka bertiga dengan agak heran.
"Aneh," katanya. "Laurence menjadi Larry. Philip alias Pip. sedang Margaret malah menjelma jadi Daisy. Kalau aku - aku selalu dipanggil dengan nama Frederick."
Anak-anak cekikikan. Bagi mereka. justru itu yang kocak. Apalagi anak yang bernama Frederick itu kalau bicara diulur-ulur, seperti disengaja agar kedengaran gagah. Dan nama panjang `Frederick Algemon Trotteville'. rasanya cocok dengan tingkah-laku anak itu.
"F dan Frederick. A dari Algemon. dan T dari Trotteville." kata Pip dengan tiba-tiba. Sambil meringis. "Kalau disambung jadinya F-A-T. Fat, alias gendut. Cocok sekali untukmu!"
Mula-mula tampang Frederick Algemon Trotteville agak masam. Tapi cuma sebentar saja. Kemudian ia nyengir.
"Aku memang agak gendut." katanya mengaku. "Seleraku memang besar. Dan aku memang banyak makan."
"Orang tuamu seharusnya dulu tidak memilih nama-nama. yang singkatannya kalau digabung menjadi begitu." kata Daisy. "Anaknya gendut. Lalu singkatan namanya juga F-A-T alias gendut. Kasihan si Fatty!"
Frederick Algemon mengeluh dalam hati. Disadarinya, mulai saat itu ia akan mendapat nama julukan baru. Fatty! Di sekolah ia sudah dipanggil dengan julukan Tubby yang berarti Gentong atau Gendut. Kalau tidak. si sosis. Sekarang, selama masa sisa liburan ia akan dikenal dengan Fatty. Tapi apa boleh buat. Dipandangnya keempat kawa
n barunya. "Bolehkah aku menggabungkan diri dalam perkumpulan detektif kalian"" tanyanya penuh harap "Kan aku yang tadi bercerita tentang gelandangan itu"
"Kami tidak mendirikan perkumpulan," jawab Larry "Cuma kami saja bertiga akan bersama-sama memecahkan suatu misteri."
"Aku juga ikut!" seru Bets- "Bilang aku boleh ikut, ya" Aku jangan kalian tinggalkan!"
"Biarlah dia ikut." kata Fatty dengan tidak di sangka-sangka. "Dia memang masih kecil - tapi siapa tahu ada gunanya nanti. Dan Buster juga perlu diikutsertakan. Dia bisa mencium barang-barang tersembunyi.'"
"Barang tersembunyi yang mana"" tanya Larry bingung.
"Entah. aku juga tidak tahu." jawab Fatty. "Tapi siapa tahu apa saja yang akan ditemukan nanti. Jika kegiatan memecahkan teka-teki kejadian misterius sudah mulai."
"Semua saja ikut!" seru Bets. Buster seolah-olah merasakan suasana saat itu. Ia menggaruk-garuk Larry dengan kaki depannya. sambil mendengking pelan.
Ketiga anak yang lebih besar kini mulai mau menerima Fatty, karena sadar bahwa dengan begitu Buster akan ikut pula. Karena senang pada anjing hitam itu, mereka mau mengajak Fatty. Fatty, anak gendut yang tolol tapi sok aksi itu. Buster bisa dijadikan pencium jejak nanti. Mereka merasa sudah menjadi detektif tulen. Karena detektif tulen pasti punya anjing pencium jejak.
"Kalau begitu kita semua beramai-ramai akan berusaha memecahkan Misteri Pondok Terbakar."
"Ya - kita. Pasukan Mau Tahu, ditambah Anjing." kata Bets. Anak-anak tertawa mendengarnya.
"Nama apa itu"! Konyol." kata Larry. Tapi walau begitu. nama pilihan Bets tadi tetap dipakai. Selama liburan. Dan juga lama sesudah itu. Mereka menamakan diri anggota Pasukan Mau Tahu Dengan anjing, tentunya.
"Aku tahu segala soal mengenai polisi dan detektif," kata Fatty." Jadi sebaiknya aku saja jadi pemimpin kita."
'"Tidak bisa!" tukas Larry dengan segera. 'Tanggung pengetahuanmu tidak lebih banyak daripada kami. Dan jangan sangka kami ini begitu tolol. sehingga tidak melihat bahwa kau itu sebenarnya cuma sok tahu belaka! Mulai saat ini tingkahmu harus kau ubah. jika ingin kami percaya padamu! Lalu mengenai pemimpin - aku yang akan jadi pemimpin. Selama ini aku selalu menjadi pemimpin."
"Betul," sambut Pip. "Larry anaknya pintar. Dialah yang harus dijadikan kepala Pasukan Mau Tahu."
"Ya deh." kata Fatty dengan segan-segan. "Habis. empat lawan satu sih! He - sudah setengah satu! Sial - aku harus pulang."
"Nanti pukul dua tepat berkumpul lagi di sini," kata Larry. "Kita harus merundingkan soal menemukan jejak."
"Cecak"" tanya Bets sambil bergidik. Rupanya ia salah dengar. "Aku tidak mau. kalau disuruh menemukan cecak. Aku jijik pada binatang itu!"
"Goblok!" tukas Pip dengan kesal. "Apa gunanya kau nanti dalam perkumpulan kita - aku tak tahu!"
III RAPAT PERTAMA Tepat pukul dua siang. kelima anak itu berkumpul dalam kebun rumah Pip yang luas. Pip sudah menunggu. dan langsung mengajak masuk ke pondok peranginan.
"Sebaiknya tempat ini saja yang kata jadikan markas besar." katanya mengusulkan. "Soalnya. kita pasti perlu mengadakan rapat. untuk merundingkan berbagai soal. Tempat ini baik karena letaknya di ujung kebun. Jadi tak ada yang basa ikut mendengar perundangan kita."
"Nah," kata Larry setelah itu, "karena aku kepala pasukan, sebaiknya sekarang aku yang mulai. Aku akan mengulangi kembali hal-hal yang kita ketahui. Setelah itu kita lanjutkan dengan rencana tindakan."
"Aduh, asyik!" kata Bets. Anak itu senang sekali karena diperbolehkan bergabung dengan anak-anak besar.
"Jangan memotong. Bets," kata Pip. Dengan segera Bets meluruskan sikap duduknya. Tampangnya serius.
"Yah, kita semua sudah tahu. pondok tempat Pak Hick bekerja yang letaknya di ujung kebunnya kemarin malam terbakar habis," kata Larry. "Pak Hick baru datang ketika tempat itu sudah hampir habis terbakar karena saat itu ia baru saja kembali dari London. Supirnya yang menjemput di stasiun. Para petugas perusahaan asuransi mengatakan api disebabkan oleh siraman bensin yang kemudian dinyalakan. Jadi mestinya ada orang yang dengan sengaja membakar. Pasukan kita bertekad mau tahu
. siapa yang melakukan perbuatan jahat itu. Betul begitu""
"Betul! Kau mengatakannya dengan baik sekali," sambut Pip. Fatty membuka mulut. Ia berbicara dengan suara tinggi yang dibuat-buat.
"Kusarankan agar yang pertama-tama kita lakukan..." katanya. Tapi sebelum kalimatnya keluar. Larry sudah cepat-cepat memotong.
"Aku yang sekarang bicara. Fatty - bukan kau!" katanya. "Tutup mulut!"
Fatty diam. Tapi dari tampangnya nampak jelas bahwa ia tidak senang. Dengan air muka bosan ia menggerincingkan uang yang ada dalam kantongnya.
"Untuk mengetahui siapa yang membakar pondok itu. kita perlu menyelidiki apakah ada orang yang berada di dekat pondok atau dalam kebun sore itu." kata Larry lagi. "Menurut Fatty, ia melihat seorang gelandangan di sana. Nah, kini kita harus mencari orang itu! Harus diselidiki. siapakah dia ada sangkut-pautnya dengan peristiwa kebakaran. Kecuali itu masih ada pula Bu Minns, juru masak Pak Hick. Kita harus mencari keterangan tentang dia."
"Apakah tidak perlu diselidiki mungkin ada yang menaruh dendam pada Pak Hick!" sela Daisy. "Pondok kan tidak dibakar dengan begitu saja karena iseng! Pasti itu dilakukan untuk membalas dendam pada Pak Hick, karena salah satu sebab."
"Bagus. Daisy." puji Larry. "Itu penting! Itu termasuk salah satu hal yang perlu kita selidiki. Siapakah yang menaruh dendam pada Pak Hick."
"Kurasa tentu ada seratus." kata Pip. "Tukang kebun kami bercerita. Pak Hick orangnya pemarah. Tidak ada yang suka padanya."
"Yah. kalau begitu jika kita berhasil mengetahui ada orang yang mendendam padanya dan kemarin malam ada di kebun sana. maka boleh dibilang pelakunya sudah kita temukan!" kata Larry.
"Kita juga perlu mencari petunjuk." sela Fatty. Ia sudah tidak tahan lagi. membungkam terus.
"Apa itu - petunjuk"" tanya Bets.
"Aduh. kau ini benar-benar masih anak kecil," keluh Pip.
"Ya deh! Tapi apa itu, petunjuk"" tanya Bets lagi.
"Petunjuk adalah hal-hal yang membantu kita dalam penyelidikan." kata Larry. "Misalnya saja. dalam cerita detektif yang baru saja selesai kubaca, seorang pencuri ketinggalan puntung rokok dalam toko tempatnya sedang mencuri. Kemudian puntung rokok itu ditemukan polisi. Ternyata mereknya tidak sering kelihatan di daerah situ. Polisi lantas mulai mengadakan penyelidikan. Dicari siapa saja yang mengisap rokok merek itu. Ketika akhirnya mereka menemukan orang itu, ternyata memang dialah pencuri yang dicari. Nah, di sini puntung rokok itu petunjuk."
"O. begitu," kata Bets. "Aku akan banyak menemukan telunjuk - eh. petunjuk maksudku. Aku senang kalau disuruh mencarinya. Tapi mencarinya di mana ya"" `
Pip memandangnya sambil melotot.
"Kita perlu membuka mata dan memasang telinga guna menemukan petunjuk-petunjuk," kata Larry. "Misalnya saja. mungkin nanti kita menemukan petunjuk berupa jejak kaki. Kalian mengerti. kan" Jejak kaki menuju pondok. Yang ditinggalkan oleh pembakar tempat itu."
Fatty tertawa meremehkan. Anak-anak lain menatapnya dengan heran.
"Apa yang lucu"" tanya Larry dengan sengit.
"Ah bukan apa-apa," jawab Fatty. "Aku Cuma geli sendiri jika membayangkan kalian membungkuk bungkuk di kebun Pak Hick mencari jejak kaki. Pasti kalian akan menemukan lebih dari sejuta. Begitu banyak orang yang berkeliaran di sana semalam, menonton kebakaran."
Muka Larry berubah, menjadi merah padam. Ia membelalakkan mata, menatap wajah Fatty yang bulat. Fatty membalas tatapan itu sambil nyengir.
"Orang yang membakar itu kemarin mungkin bersembunyi dulu dalam semak pagar, menunggu kesempatan baik," kata Larry. "Dan kemarin malam tak ada yang pergi ke situ kan" Jadi mungkin saja kita menemukan jejak kaki di situ kan" Dalam parit yang becek""
"Ya. mungkin saja." jawab Fatty. "Tapi percuma, kalau hendak dicari jejak kaki menuju ke pondok. Bekas kakiku ada di situ, bekas kakimu, bekas kaki polisi galak dan masih ada seratus orang lagi."
"Sebaiknya `Pak Ayo Pergi' jangan sampai tahu bahwa kita menyelidiki misteri ini," kata Pip.
"Pak Ayo Pergi" Siapa itu"" tanya Fatty dengan heran.
"Pak Goon, polisi galak yang kausebutkan tadi. Dia kan selalu berteriak-teriak, Ay
o Pergi! Karenanya ia kami juluki Pak Ayo Pergi!" kata Daisy menjelaskan.
"Yah, sebaiknya kita jauhi saja Pak Ayo Pergi." kata Larry. "Dan pasti akan melongo jika kemudian kita laporkan padanya siapa yang sebetulnya membakar pondok Pak Hick! Kita pasti berhasil. jika kita bekerja sama dan berusaha sekuat-kuatnya."
"Pertama-tama apa dulu yang kita lakukan"tanya Pip. Ia sudah tidak sabar lagi. Ingin lekas-lekas melakukan sesuatu.
"Kita harus mencari petunjuk-petunjuk. Kita harus mencari keterangan lebih lanjut tentang gelandangan yang dilihat oleh Fatty." kata Larry.
"Dan kita juga harus menyelidiki. siapa yang menaruh dendam terhadap Pak Hick. Kita harus menyelidiki, adakah orang yang mungkin bisa menyelinap ke dalam pondok hari itu, lalu kemudian membakarnya."
"Ada baiknya jika kita bicara dengan Bu Minns, juru masak di situ." kata Daisy. "Dia tentu tahu jika hari itu ada orang lain berkeliaran di sana. Dan bukankah kecuali supir. Pak Hick masih punya pembantu seorang lagi""
"Ya, pesuruhnya," kata Larry. "Tapi aku tidak tahu siapa namanya. Kita juga perlu mencari keterangan mengenai orang itu. Wah - banyak sekali yang harus kita lakukan!"
"Mula-mula kita cari saja petunjuk dulu." Kata Bets. Menurut sangkaannya. mereka pasti akan menemukan berbagai benda berserakan di sekitar pondok yang terbakar. Dan berkat benda-benda itu. dengan segera mereka akan mengetahui siapa orangnya yang membakar pondok Pak Hick!
"Setuju," kata Larry. la juga sudah kepingin mencari-cari petunjuk yang mungkin ada. "Sekarang dengar dulu! Jika kita dilihat orang berkeliaran dalam kebun Pak Hick. mungkin kita akan diusir dari situ. Karenanya aku akan menjatuhkan sekeping mata uang di salah satu tempat di situ. Jadi jika ada yang bertanya akan kukatakan uangku jatuh di situ. Pasti akan disangka kita mencari uang itu. Dan kita tidak bohong. karena memang akan ada uangku yang jatuh!"
"Baiklah." kata Pip sambil bangkit. "Yuk kita sekarang saja ke sana! Setelah itu kita menanyai Bu Minns. Tanggung dia senang diajak mengobrol. Banyak yang mungkin bisa kita ketahui dari dia."
Saat itu Buster meloncat turun dari pangkuan Larry, lalu mendongak memandang anak-anak dengan ekor mengibas kian kemari.
"Kurasa dia mengerti pembicaraan kita!" kata Bets. "Dan kini ia sudah tidak sabar lagi, ingin cepat-cepat menemukan petunjuk!"
"Aduh. kau ini- dengan petunjukmu." kata Larry sambil tertawa. "Yuk. Pasukan Mau Tahu - kita mulai beraksi!"
IV PETUNJUK - DAN AYO PERGI!
Kelima anak-anak itu menyusur jalan. menuju tempat kebakaran kemarin malam. Mereka melewati rumah Pak Hick. Akhirnya tiba di tempat pondok yang sudah habis terbakar Di sebelah depan kebun itu ada sebuah pintu kecil, terbuat dari kayu. Di belakangnya ada jalan kecil yang sudah ditumbuhi rumput. Anak-anak bermaksud pergi ke pondok lewat jalan yang berkelok-kelok itu. Dengan begitu takkan ada yang melihat mereka. Demikian harapan mereka.
Masih tercium bau sangit bekas kebakaran. Hari itu angin tidak bertiup. Matahari bersinar cerah. Di mana-mana nampak bunga menguning.
Anak-anak membuka gerbang, lalu mulai merintis jalan yang berumput. Di depan nampak puing reruntuhan pondok menghitam tinggal arang. Pondok itu kecil sekali. Dulunya terdiri dari dua ruangan. Tapi dinding pemisahnya kemudian dibongkar oleh Pak Hick. sehingga diperoleh satu ruangan yang luas. Ruangan itu lalu dijadikannya tempat kerja.
"Nah - sekarang kita mencari di sekitar sini, " kata Larry dengan suara pelan. "Mungkin saja bisa menemukan sesuatu yang bisa membantu penyelidikan kita"
Kelihatan jelas, tak ada gunanya mencari-cari di tempat orang-orang desa berkerumun menonton kemarin malam. Di tempat itu nampak bekas kaki tersimpang siur tak menentu. Anak-anak lantas menyebar. Mereka mulai mencari-cari sepanjang jalan berumput yang menuju ke pondok. Serta sepanjang semak pagar yang tumbuh menaungi parit di ujung kebun.
Buster tidak mau ketinggalan. Tapi anjing itu mengira anak-anak sedang mencari kelinci. Karena itu setiap kali menemukan liang kelinci ia menyurukkan hidungnya ke situ, lalu mengais-ngais dengan bersemangat.
Menurut perasaannya. yang kelinci kalau membuat liang selalu terlalu kecil untuk anjing. Coba kalau liang itu cukup lebar kan enak baginya mengejar seekor kelinci!
"Lihatlah - Buster mencari petunjuk," kata Pip sambil tertawa geli.
Anak-anak mencari jejak kaki. Di jalan yang menuju ke pondok, tidak ada sama sekali. Permukaan jalan itu dilapisi dengan kerikil. Dan tentu saja di atas kerikil takkan nampak jejak kaki. Mereka juga mencakari di tengah hamparan kembang yang mekar di tepi jalan itu. Tapi di situ pun tidak ditemukan apa-apa.
Pip pergi ke parit yang dinaungi semak mawar liar yang dijadikan pagar di situ. Dan ternyata ia menemukan sesuatu! Dengan suara pelan tapi bersemangat, dipanggilnya kawan-kawan.
"He - kemari! Ada sesuatu di sini!"
Dengan segera anak-anak datang mengerumuninya. Buster tidak mau ketinggalan. Anjing itu ikut-ikut melihat. Ujung hidungnya bergerak-gerak.
"Apa yang kautemukan"" tanya Larry.
Pip menuding parit becek yang terbentang di sampingnya. Rumput jelatang yang tumbuh di situ nampak rebah diinjak-injak kaki orang. Jelas bahwa ada seseorang yang pernah berdiri di situ.
Dan satu-satunya alasan berdiri di tengah jelatang yang gatal dalam parit. adalah untuk bersembunyi!
"Tapi bukan cuma itu saja!" kata Pip bersemangat!. "Lihat orang itu datang lewat situ! Begitu juga ketika keluar lagi!"
Ia menuding ke semak yang ada di belakangnya. Di situ nampak lubang menganga. Dari ranting-ranting yang patah dan bangkok-bangkok. diketahui bahwa ada orang yang memaksa masuk lewat lubang itu.
"Wah!" kata Daisy. dengan mata terbuka lebar. "Ini juga petunjuk. Larry""
"Ya - dan petunjuk penting," kata Larry senang. "Kau melihat ada jejak kaki di situ. Pip""
Pip menggeleng. "Nampaknya orang yang bersembunyi di sini jalannya selalu di atas jelatang." katanya "Lihatlah. bisa dilihat ia lewat di mana. Menyusuri parit! Nampak jelatang patah-patah diinjak olehnya ketika lewat."
Dengan hati-hati anak-anak mengikuti jejak yang ditunjukkan oleh jelatang yang rebah dan patah-patah. Ternyata parit itu melengkung menuju sebelah belakang pondok. tapi sayang di tempat itu kemarin malam banyak sekali orang berkerumun menonton. Jadi tidak mungkin mengenali salah satu bekas tapak kaki. Lalu mengatakan, "Ini dia yang kita cari!"
Kemudian Fatty membuka mulut.
"Walau kita tidak bisa menemukan bekas tapak kaki dalam kebun dan mengetahui bahwa itu jejak orang yang bersembunyi di parit. tapi mungkin saja jejak itu ada di balik semak pagar," katanya. "Bagaimana jika kita semua menyusup lewat lubang tadi, lalu memeriksa tempat di sebaliknya. Mungkin kita akan menemukan sesuatu di situ."
Anak-anak bergegas menyusup lewat lubang dalam pagar. Fatty menyusup paling belakang. Ketika ia sedang lewat tiba-tiba perhatiannya tertarik pada sesuatu. Ia melihat secarik kain flanel berwarna abu-abu. tersangkut pada duri semak Fatty bersiul pelan lalu memegang Larry yang ada di depannya. Begitu Larry berpaling. Fatty lantas menuding sobekan flanel yang tersangkut di duri.
Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rupanya jas orang itu tersangkut di sini ketika ia sedang menyusup." katanya. "Kaulihat itu" Wah, penyelidikan ternyata berjalan lancar! Sekarang kita tahu, orang itu memakai setelan flanel kelabu."
Dengan hati-hati Larry melepaskan sobekan kain itu dari duri tempatnya tersangkut. Sobekan kain itu dimasukkannya ke dalam sebuah kotak korek api. Dalam hati ia agak menyesal, kenapa Fatty yang melihat kain itu - dan bukan dia sendiri.
"Bagus, Fatty," katanya walau demikian. "Ya - mungkin ini petunjuk yang sangat penting."
"Fatty menemukan telunjuk - eh, maksudku penunjuk"" tanya Bets bersemangat. Anak-anak langsung berkerumun. untuk melihat apa yang ditemukan Fatty. Larry membuka kotak korek api dan memamerkan sobekan kain flanel itu.
"Sekarang tinggal mencari seseorang yang memakai setelan flanel kelabu yang agak robek - dan kita akan tahu siapa yang membakar pondok." kata Daisy senang.
"Kurasa kita lebih pintar daripada Pak Ayo Pergi," kata Pip.
"Ya. mataku memang tajam." kata Fatty. Ia bangga sekali terhadap dirinya sendiri. "Bayangkan. kalian tak ada yang
melihatnya - kecuali aku! Aku memang pintar."
Diam!" kata Larry. "Itu kan cuma kebetulan saja" Dimasukkannya sobekan itu kembali ke dalam kotak.
Anak-anak semua agak tegang perasaannya saat itu.
"Aku senang menjadi anggota Pasukan Mau Tahu." kata Bets dengan girang.
"Aku tak mengerti. kenapa kau merasa senang."kata Pip dengan ketus. "Kau kan belum menemukan apa-apa sampai sekarang. Aku yang menemukan tempat orang itu bersembunyi, sedang Fatty menemukan sobekan jasnya. Kau sendiri belum menemukan apa-apa!"
Kemudian Larry yang berhasil menemukan jejak kaki. Secara kebetulan saja ia menemukannya. Di balik pagar semak ternyata terdapat sebidang padang rumput. Di situ sama sekali tidak bisa dilihat jejak kaki. Tapi pada suatu bagian ada beberapa petak rumput yang diambil oleh petani yang memiliki lapangan itu. Dan pada satu sisinya di dekat pagar. nampak jelas jejak sepatu!
Pasti jejak sepatu petaninya." kata Pip. Ketika Larry menunjukkan jejak itu padanya.
"Bukan yang ini jejak sepatu petani," bantah Larry. Ia menuding ke sebuah jejak sepatu yang besar dan berpaku-paku solnya. "Jejak yang ini, ukurannya lebih kecil. Kurasa paling besar sepatu nomor delapan. Sedang jejak sepatu petani ini, paling kecil nomor dua betas! Banyak sekali perbedaannya. Kurasa yang ini pasti jejak sepatu orang yang kita cari Coba kita periksa - barangkali di tempat lain masih ada lagi."
Anak-anak berpencar. Di atas rumput tentu saja takkan mungkin nampak jejak itu. Jadi mereka pergi mencari ke pinggir-pinggir lapangan. Akhirnya Daisy menemukan beberapa jejak di sisi gerbang yang menuju ke jalan raya.
"Samakah jejak ini dengan yang tadi"" serunya dari tempat itu. Kawan-kawannya datang berlari-lari. Mereka mengamat-amati jejak yang nampak itu dengan cermat. Kemudian Larry mengangguk.
"Ya. kurasa sama," katanya 'Lihatlah - pada solnya ada garis-garis saling menyilang. Kelihatannya dari karet! Pip. pergilah ke tempat tadi. Kau periksa di sana. apakah tanda ini juga ada pada jejak itu'
Pip bergegas pergi ke tempat yang tidak berumput lagi. Ya - di situ juga nampak jelas garis-garis saling menyilang pada jejak sol sepatu itu. Ternyata jejak sepatu yang sama!
"Ya! Sama."' serunya dan tepi pagar. Anak-anak semakin bersemangat. karena ternyata penyelidikan mereka berhasil.
"Nah", kata Larry sambil memandang ke jalan. "Kurasa kita tidak perlu mencari lebih jauh. Permukaan jalan terlalu keras. Di situ pasti tak nampak apa-apa Tapi kita toh sudah menemukan petunjuk yang kita cari. Kita kini sudah tahu, ada seseorang yang karena salah satu sebab bersembunyi dekat pagar semak. Kita juga sudah tahu. orang itu memakai sepatu yang berukuran dan berbentuk tertentu. Solnya dari karat, yang ada garis-garisnya yang silang-menyilang! Lumayan juga hasil kerja kita hari ini!"
"Akan kusalin pola jejak tadi," kata Fatty "Kuukur bentuknya dengan tepat. lalu kutiru dengan teliti tanda-tandanya yang ada pada sol. Setelah itu kita tinggal mencari sepatunya. Dan orang yang dicari akan kita temukan!"
"Kita sudah tahu ia memakai sepatu kayak apa. begitu pula dengan setelannya." kata Larry yang saat itu teringat lagi pada sobekan kain flanel berwarna kelabu yang ada dalam kotak korek apinya. "Tanggung sampai sekarang Pak Ayo Pergi belum berhasil menemukan apa-apa."
"Yuk, kita ke hotel untuk mengambil kertas supaya aku bisa menyalin jejak sepatu ini," kata Fatty dengan sikap sok penting. "Untung aku pandai menggambar. Dalam semester kemarin aku memenangkan hadiah pertama untuk kesenian."
"Kesenian apa"" tukas Larry. "Seni sok aksi, ya" Atau seni rakus""
"'Wah - kau ini pintar rupanya." balas Fatty dengan jengkel. Rupanya ia paling tidak suka diganggu secara begitu.
"Dia memang pintar," sambut Daisy. "tapi ia tidak selalu membangga-banggakan diri kayak kamu. Frederick Algemon Trotteville!"
"Kita sekarang ke pondok yang terbakar itu saja dulu untuk memeriksa barangkali di sana ada petunjuk-petunjuk lain," kata Pip tergesa-gesa. Ia khawatir, jangan-jangan pertengkaran itu semakin memuncak kalau tidak lekas-lekas ditengahi.
"Ya." kata Bets. "sekarang tinggal aku y
ang belum menemukan telunjuk sama sekali. Padahal aku sangat kepingin menemukan telunjuk." Anak kecil itu masih sulit bisa membedakan telunjuk dengan petunjuk. Ia tidak tahu. di kedua tangannya ada dua jari telunjuk! Tampangnya nampak sedih sekali. Dengan segera Fatty menghampiri untuk menghibur.
"Buster juga belum menemukan apa-apa," bujuknya. "padahal sedari tadi ia sibuk mencari. Kau tidak perlu khawatir, Bets. Pasti sebentar lagi kau akan menemukan sesuatu yang hebat!"
Mereka kembali ke lubang dalam pagar. Lalu menyusup masuk satu per satu. Sedang Fatty pergi ke hotel kecil di seberang jalan untuk mengambil kertas dan pensil.
Setiba di dalam kebun. anak-anak berdiri sambil memandang bekas pondok yang sudah habis terbakar.
"Apa yang kalian lakukan di sini"" Tiba-tiba terdengar suara kasar membentak. "Ayo pergi!"
"Astaga! Pak Ayo Pergi!" bisik Larry. "Ayo, kita mencari keping mata uangku."
Keempat anak itu mulai membungkuk-bungkuk. sibuk mencari mata uang itu.
"Kalian tidak dengar kataku tadi"" gerutu polisi desa itu. "Kalian mencari apa di sini""
"Uangku, "jawab Larry.
"Oh." kata Pak Goon Iagi. "Rupanya terjatuh ketika kalian ikut-ikut muncul di sini kemarin malam. Aku heran melihat anak-anak jaman sekarang! Selalu mau tahu, ikut-ikut campur dan mengganggu pekerjaan orang! Ayo pergi!"
"Nah - ini dia uangku!" seru Larry. Diambilnya mata uang yang ketika datang tadi memang dengan sengaja dijatuhkan di tempat itu. Baiklah, Pak Ayo-eh. Pak Goon. kami pergi sekarang. Uangku sudah kutemukan kembali."
'"Yah. kalau begitu sekarang pergi," gerutu polisi desa itu. "Aku sedang bekerja di sini. Tugas serius, dan aku tidak ingin diganggu anak-anak."
"Anda sedang mencari telunjuk"" tanya Bets.
Pip buru-buru menyikut adiknya itu. Sehingga nyaris saja Bets jatuh.
Tapi untung Pak Ayo Pergi tidak mendengar pertanyaan itu. Anak-anak digiringnya ke pintu gerbang. terus sampai ke jalan raya.
"Dan jangan datang-datang lagi ke sini," katanya. "Bisanya cuma merecok saja."
"Merecok. katanya!" kata Larry dengan jengkel, ketika mereka sudah agak jauh. "Begitu sangkaannya mengenai anak-anak, selalu merecok! Kalau dia tahu apa yang sudah berhasil kita temukan pagi pasti mukanya akan menjadi hijau karena iri."
"O ya" Kalau iri. mukanya menjadi hijau"" tanya Beth penuh minat. "Wah - kalau begitu aku ingin melihatnya."
"Kau nyaris saja menyebabkan mukaku hijau karena ngeri, ketika kau tadi bertanya pada Pak Ayo Pergi apakah ia juga sedang mencari telunjuk - oh petunjuk." kata Pip jengkel. "Kusangka setelah itu kau akan mengatakan bahwa kita sudah berhasil menemukan beberapa buah! Itulah tidak enaknya jika bayi kayak kau ini ikut dengan kami!"
"Aku tadi sama sekali tidak bermaksud bilang begitu!" kata Bets. Kasihan. ia sudah nyaris menangis. Tapi kemudian perhatiannya terpaling. "He - itu Fatty! Kita harus memperingatkan dia, bahwa Pak Ayo Pergi ada di dalam kebun."
Fatty mereka songsong untuk diberi tahu. Anak gendut itu lantas memutuskan, nanti saja membuat gambar jejak sepatu orang yang dicari. Ia tidak suka pada Pak Ayo Pergi. Buster juga sama saja
"Lagi pula sekarang sudah waktu minum teh,"kata Larry sambil melirik arlojinya. Orang Inggris memang sangat menepati saat minum teh di mana yang dihidangkan bukan hanya teh tapi juga roti dan kue-kue Saat minum teh bisa dibilang waktu makan sore bagi mereka.
"Besok pagi kata berkumpul laga di pondok peranginan di rumah Pip,"kata Larry selanjutnya. "Pukul sepuluh tepat. Hari ini sudah cukup banyak hasil pekerjaan kita. Nanti akan kucatat tanda-tanda petunjuk yang sudah terkumpul sampai sekarang. Wah kelihatannya usaha kita akan asyik nantinya"
V FATTY DAN LARRY MENYELIDIK
Keesokan paginya pukul sepuluh, kelima anak itu berkumpul lagi dalam pondok peranginan. Fatty muncul dengan sikap sok penting. Begitu datang ia langsung menyodorkan selembar kertas yang lebar sekali. Pada kertas itu nampak gambar jejak sepatu kiri dan kanan lengkap dengan garis silang-menyilang pada sol. Gambar itu ukurannya sama dengan aslinya. dan dibuat dengan sangat baik. Anak-anak yang lain memandang d
engan kagum. "Lumayan juga. ya"" kata Fatty sambil membusungkan dada. "Kan sudah kukatakan. aku pandai menggambar!" Sikapnya yang menyombongkan diri itu menyebabkan anak-anak jengkel. Larry menyenggol Pip.
"Kita goda sedikit anak ini." bisik Larry. Pip nyengir. Ia ingin tahu, apa yang akan dilakukan oleh Larry. Larry mengambil gambar itu, lalu memperhatikannya dengan sikap serius.
"Memang lumayan. cuma kurasa ekornya agak keliru," katanya. Pip langsung menimbrung.
"Ya, dan menurut pendapatku bentuk telinganya juga tidak tepat," katanya. "Maksudku, yang dibelah kanan."
Fatty melongo. Cepat-cepat dipandangnya gambar yang dibuat olehnya itu. Ia ingin meyakinkan, bahwa ia tidak keliru membawa tadi. Tapi tidak yang dilihatnya memang jejak sepatu. Kalau begitu, lalu apa yang diomongkan oleh Larry serta Pip"
"Memang, kata orang menggambar tangan yang paling sulit." sambung Larry sambil menelengkan kepala, sekali lagi memperhatikan gambar itu. "Yah. kurasa Fatty masih perlu banyak melatih diri menggambar tangan."
Daisy terkikik di balik tangan yang didekapkan ke mulut. Sedang Bets cuma bisa melompong. Diperhatikannya gambar itu dengan kening berkerut. Ia mencari-cari ekor, telinga dan tangan yang dibicarakan oleh Larry dan Pip. Tapi percuma! Sementara itu muka Fatty menjadi marah padam karena marah.
"Kalian tentunya merasa diri kocak lagi ya!" sergahnya, sambil menyentakkan gambarnya dari pegangan Larry. "Kalian tahu, ini gambar salinan jejak sepatu yang kemarin."
"Astaga! Rupanya gambar sepatu!" suara Pip benar-benar seperti tercengang. "Ah ya - tentu saja! Aduh, Larry - masak kita sampar menyangka itu gambar lain""
Saat itu Daisy yang sudah tidak tahan. Ia tertawa berderai-derai. Fatty melipat gambarnya dengan tampang cemberut. Untung Bets langsung menyela sehingga suasana menjadi biasa lagi.
"Lho!" katanya tercengang. "rupanya kalian tadi cuma main-main saja ya. Larry" Kuperhatikan gambar itu. dan kulihat dengan jelas bahwa itu salinan jejak sepatu yang kita lihat kemarin. Aku sampai bingung, tak tahu apa yang kaubicarakan dengan Pip. Aduh, Fatty, aku kepingin bisa menggambar sepintar kamu!"
Saat itu Fatty sudah beranjak hendak pergi. Tapi kemudian duduk lagi. Anak-anak yang lain nyengir. Sebetulnya tidak baik mengganggu Fatty. Tapi anak itu sendiri juga terlalu sok!
"Aku sudah membuat beberapa catatan singkat tentang kemarin," kata Larry. sambil mengambil buah buku catatan kecil dan kantongnya. Dibukanya buku itu. Lalu dibacakannya dengan cepat daftar petunjuk yang sudah dikumpulkan. Kemudian ia mengulurkan tangan. Meminta gambar yang masih dipegang oleh Fatty.
"Gambarmu sebaiknya kita simpan bersama catatan ini." kata Larry. "Begitu pula sobekan kain flanel. Mungkin saja tak lama lagi semua itu akan menjadi penting artinya. Enaknya kita simpan di mana""
"Di belakangmu ada papan yang terlepas di dinding," kata Pip dengan segera. "Sewaktu aku masih sekecil Bets. aku biasa menyembunyikan barang-barang di situ. Kurasa tempat itu baik untuk menyimpan barang-barang - karena takkan ada orang lain yang akan mencari di situ."
Ditunjukkannya papan yang terlepas pada dinding pondok peranginan itu. Buster ikut-ikut melihat. Anjing itu berdiri di atas bangku kayu. Lalu mengorek-ngorek papan yang agak lepas itu.
"Ia menyangka di belakang papan ada kelinci," kata Bets.
Buku catatan, kotak korek api yang berisi sobekan kain flanel serta gambar yang dibuat oleh Fatty ditaruh dengan seksama di balik papan yang kemudian dikembalikan pada letaknya yang semula. Anak-anak merasa senang karena ada tempat penyimpanan sebagus itu.
"Sekarang, apa rencana kita untuk hari ini"" tanya Pip. "Kita perlu meneruskan usaha kita. menyelidiki misteri kebakaran itu. Jangan sampai polisi mendului kita!"
"Yah. salah seorang di antara kita harus bicara dengan Bu Minns, juru masak di rumah Pak Hick," kata Larry. Bets mengangguk.
"Aku bisa melakukannya," kata anak itu.
"Kau!" tukas Pip merendahkan. "Kalau kau yang ke sana. pasti akan langsung bercerita tentang apa saja yang sudah kita lakukan, begitu pula tentang hal-hal yang kita temukan! K
au sama sekali tidak bisa menyimpan rahasia!"
"Sekarang kan sudah tidak begitu lagi." Balas Bets. "Sejak aku berumur enam tahun, aku tak pernah lagi membocorkan rahasia."
"Sudah, kalian berdua jangan bertengkar terus, kata Larry "Kurasa sebaiknya Daisy dan Pip saja yang mendatangi Bu Minns. Daisy pintar sekali disuruh mengorek keterangan. Sedang Pip berjaga-jaga. jangan sampai kalian kepergok oleh Pak Ayo Pergi atau Pak Hick, dan ketahuan apa ya sedang dilakukan oleh Daisy."
"Lalu apa tugasku. Larry"" tanya Fatty. Sekali-sekali anak itu bisa juga bersikap rendah hati.
"Kau ikut dengan aku. menanyai supir." Larry. "Mungkin ada keterangannya yang berguna bagi kita. Orang itu biasanya pagi-pagi begini mencuci mobil."
"Dan aku"" tanya Bets kecewa. "Aku tidak disuruh melakukan apa-apa" Aku kan juga anggota Pasukan Mau Tahu!"
"Untukmu tidak ada tugas," jawab Larry.
Fatty merasa kasihan. melihat tampang Bets kelihatan sedih.
"Buster tidak bisa ikut dengan kita," katanya. "Bagaimana jika kau mengajaknya berjalan-jalan sebentar di padang" Dia paling senang kalau diajak berjalan-jalan sambil mencari kelinci."
"O ya, aku mau melakukannya!" Wajah Bets cerah kembali. "Aku mau! Dan siapa tahu, mungkin aku nanti menemukan salah satu telunjuk!"
Anak-anak tertawa. Dasar Bets! Dia tidak bisa mengingat perbedaan antara petunjuk dan telunjuk.
Ya - carilah telunjuk penting." kata Larry. Dan dengan segera Bets mengajak Buster pergi ke padang rumput. Anak-anak masih mendengar dia mengatakan pada Buster bahwa anjing itu boleh mencari kelinci, sementara dia sendiri mencari telunjuk.
"Nah - sekarang kita mulai bekerja!" kata Larry sambil bangkit "Daisy, kau pergi dengan Pip, mendatangi Bu Minns."
"Tapi alasan apa yang harus kukatakan kenapa kami mendatanginya"" tanya Daisy.
"Pikir saja sendiri." jawab Larry. "Pakai otakmu! Detektif kan begitu. Kalau kau tak sanggup, Pip pasti bisa."
"Sebaiknya kita jangan berangkat bersama-sama," kata Pip. "Kau duluan bersama Fatty untuk mencari supir Pak Hick. Aku dan Daisy menyusul sebentar lagi."
Larry berangkat seiring dengan Fatty. Tak lama kemudian mereka sudah memasuki pekarangan rumah Pak Hick. Rumah itu sendiri letaknya agak ke belakang. Garasi mobil terdapat di samping rumah. Dari arah garasi suara orang bersiul dengan nyaring, mengiringi semburan air.
"Dia sedang mencuci mobil," kata Larry dengan suara pelan. "Yuk - kita pura-pura ingin ketemu seseorang yang kemudian ternyata tidak tinggal di sini. Lalu kita minta tolong padanya."
Kedua anak laki-laki itu masuk ke pekarangan. Segera nampak garasi di samping rumah. Seorang pemuda sedang mencuci mobil di situ.
"Selamat pagi," sapa Larry. "Aku ingin bertanya, apakah Bu Thompson tinggal di sini"
"Bu Thompson" Tidak." jawab pemuda itu. "Ini rumah Pak Hick."
"Aduh. salah!" kata Larry. pura-pura jengkel. Tapi kemudian perhatiannya beralih pada mobil yang sedang dicuci.
"Bagus sekali mobil ini," ucapnya.
"Ya - ini mobil Rolls-Royce," jawab pemuda itu. Dialah supir yang dicari. "Enak menjalankannya. Tapi hari ini kelihatannya kotor sekali! Aku terpaksa kerja keras pagi ini. Harus sudah bersih pada saat majikanku memakainya nanti."
"Kami bantu deh." kata Larry. "Biar aku saja ya menyemprotkan air. Aku sering melakukannya untuk ayahku."
Tak lama kemudian kedua anak itu sudah sibuk membantu supir. Mereka bekerja sambil mengobrol. Dan dengan eagera pembicaraan sudah sampai pada kebakaran kemarin.
"Kejadian itu aneh," kata supir, sambil mengelap kap mobil dengan kain lap. "Majikanku bingung sekali. karena kehilangan kertas-kertasnya yang berharga Kini ada desas-desus khabarnya kebakaran itu terjadi karena sengaja. Ada orang yang membakar! Yah - Peeks memang sudah mengatakan, ia heran belum ada orang yang menampar Pak Hick kalau melihat cara majikanku itu memperlakukan siapa saja!"
"Peeks" Siapa dia"" tanya Larry. Nah, ini mungkin suatu petunjuk. katanya dalam hati.
"Dia itu pesuruh Pak Hick merangkap sekretarisnya," kata supir. "Sekarang ia sudah tidak di sini lagi. Keluarnya tepat pada hari terjadinya kebakaran!"
"Apa sebabnya dia k eluar"" tanya Fatty. seperti sambil lalu.
"Dia dikeluarkan! Dipecat" jawab supir. "Wah, sebelumnya terjadi pertengkaran sengit antara dia dengan Pak Hick!"
"Tentang soal apa"" tanya Larry.
"Yah - rupanya Peeks ketahuan oleh Pak Hick, bahwa dia kadang-kadang memakai pakaian Pak Hick," kata supir itu. "Soalnya, mereka berdua hampir sepantar ukuran badannya. Sedang Peeks orangnya senang berdandan! Aku pernah melihat dia petentengan memakai setelan biru tua milik Pak Hick lengkap dengan dasi biru berbintik-bintik merah serta tongkat yang gagangnya berlapis emas!"
"Aduh." kata Larry. "Dan rupanya ketika ketahuan oleh Pak Hick, ia langsung marah dan mengusir Peeks. Apakah Peeks waktu itu juga marah""
"Tentu saja!" kata supir. "Ia mendatangi aku, lalu mengata-ngatai majikan kami. Bisa merah telinga mendengar kata-katanya saat itu! Lalu ia pergi, sekitar pukul sebelas pagi. Ibunya tinggal di desa sebelah. Pasti dia kaget sekali ketika dengan tiba-tiba saja Horace Peeks muncul sepagi itu di rumah lengkap dengan seluruh barangnya!"
Pikiran serupa melintas dalam benak Larry dan Fatty.
"Kalau begitu, kelihatannya Peeks-lah yang membakar pondok, "pikir mereka. "Kita harus mencari Peeks, lalu menyelidiki dia sedang berbuat apa malam itu."
Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak dari jendela rumah di tingkat atas.
"Thomas! Kau belum selesai juga mencuci mobil" Apa yang kau obrolkan di situ" Aku tidak menggajimu untuk mengobrol!"
"Itu dia majikanku, kata Thomas dengan suara pelan. "Lebih baik kalian pergi saja sekarang. Terima kasih atas bantuan tadi."
Larry dan Fatty mendongak memandang ke arah jendela. Nampak Pak Hick berdiri di belakangnya, memegang sebuah cangkir. Ia memandang ke bawah dengan marah. Anak-anak lantas cepat-cepat pergi dari situ.
"Aku ingin tahu bagaimana hasil penyelidikan Daisy dan Pip," kata Larry sambil berjalan ke luar. "Rasanya kudengar suara mereka berbicara. Tapi pasti mereka tidak memperoleh kabar yang begitu menarik seperti kita tadi!"
VI BU MINNS MENGOCEH Penyelidikan Daisy dan Pip berjalan dengan lancar. Mula-mula, ketika mereka sedang berdiri di luar pekarangan rumah Pak Hick sambil mencari-cari alasan yang enak supaya bisa pergi ke dapur tanpa menimbulkan kecurigaan, tiba-tiba terdengar suara mengeong pelan.
"Kau dengar suara itu"" tanya Daisy sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Sekali lagi terdengar suara mengeong. Sekarang Pip dan Daisy mendongak. Mereka memandang ke atas pohon. Ternyata ada seekor kucing kecil berbulu belang hitam putih meringkuk di atas dahan. Kucing itu tidak bisa turun.
"Kasihan, dia tidak berani naik maupun turun," kata Daisy/"Pip, kau bisa menolongnya""
Pip bisa, dan langsung melakukannya. Ia memanjat ke atas pohon, menyusul kucing itu. Sesaat kemudian binatang kecil itu sudah diulurkannya pada Daisy. Kucing itu dirangkul oleh Daisy.
"Siapa pemiliknya ya"" tanya anak itu.
"Mungkin Bu Minns." Jawab Pip dengan segera. "Pokoknya, sekarang kita punya alasan bagus untuk ke dapur. Kita tanyakan kucing ini milik siapa!"
"Ya, betul," kata Daisy bergembira. Keduanya lantas masuk ke pekarangan di sisi rumah, bertolak belakang dengan garasi.
Ketika kedua anak itu menuju ke situ, nampak seorang gadis sedang menyapu pekarangan. Umurnya sekitar enam belas tahun. Dari dalam dapur terdengar suara seseorang mengomel tidak henti-hentinya.
"Dan jangan sampai masih ada potongan-potongan kertas yang masih ketinggalan di pekarangan. Lily! Terakhir kalinya kau menyapu di situ. ternyata masih ada pecahan botol, separo halaman surat kabar dan entah sampah apa lagi! Aku heran. apa sebabnya ibumu tidak mengajarkan caranya menyapu. mengelap debu dan membuat kue! Heran sekali! Kaum ibu masa kini seenaknya saja menyuruh anak-anak gadis mereka diajari oleh orang-orang kayak aku. Padahal aku sudah cukup sibuk mengurus tuan yang sulit kayak Pak Hick. Sekarang masih di tambah lagi. harus mengawasi gadis malas kayak kau!"
Tapi gadis yang sedang menyapu kelihatannya sama sekali tak mengacuhkan omelan yang meluncur seperti banjir. Ia menyapu terus dengan gerakan lambat. Debu beterbangan d
i depannya. "Hai," sapa Pip. "Kucing ini dari sini ya""
"Bu Minns!" teriak gadis itu ke dalam. "Ini - ada dua orang anak dengan kucing Anda!"
Bu Minns muncul di ambang pintu. Orangnya gemuk pendek. Lengan bajunya tergulung sampai batas sikunya yang berlemak. Napasnya terengah-engah.
"Ini kucing Anda"" tanya Pip, sementara Daisy menyodorkan binatang itu supaya nampak lebih jelas.
"Ke mana lagi dia tadi"" kata Bu Minns.
Diterimanya kucing yang disodorkan. Lalu dipeluknya erat-erat "Manis! Manis! Ini anakmu! Kenapa tidak kaujaga baik-baik""
Seekor kucing betina berbulu belang hitam putih masuk ke dapur. Kucing itu mendongak memandang anak kucing yang ada dalam pelukan Bu Minns. Anak kucing itu mengeong sambil berusaha meloncat ke lantai.
"Nih - anakmu. Manis." kata Bu Minns.
Diletakkannya anak kucing itu ke lantai. Binatang itu langsung lari ke induknya.
"Rupanya persis sekali kayak induknya." Kata Daisy.
"Anaknya masih ada dua lagi." kata Bu Minns. "Kalau mau lihat saja ke dalam. Mereka manis-manis! Aku tidak suka anjing. Tapi kalau kucing sayang sekali."
Pip dan Daisy masuk ke dapur. Induk kucing sementara itu masuk ke dalam sebuah keranjang. Anak-anak melihat ada tiga ekor anak kucing di situ. Semuanya berbulu belang hitam putih,
"Aduh manisnya! Bolehkah aku bermain-main sebentar dengan mereka"" tanya Daisy. Dalam hati ia berpikir, dengan begitu akan ada alasan untuk mengajak Bu Minns mengobrol.
"Boleh saja, asal jangan merepotkan aku," jawab Bu Minns. Ia mengambil sebuah kaleng berisi tepung, lalu dituangkannya ke atas meja. Rupanya Bu Minns hendak membuat adonan kue. "kalian tinggal di mana""
"'Tidak jauh dari sini, di jalan ini juga." jawab Pip. "Kami kemarin dulu melihat kebakaran yang menghabiskan pondok."
Kalimat itu sudah cukup untuk memancing reaksi Bu Minns. Juru masak bertubuh gemuk itu bercekak pinggang. Kepalanya terangguk-angguk. sampai pipinya yang montok bergetar.
"Ya. kejadian itu benar-benar mengejutkan!" katanya. "Wah, ketika aku melihat apa yang terjadi, kagetku bukan main - kalau saat itu ada angin bertiup aku pasti roboh."
Menurut Pip maupun Daisy. Bu Minns yang gemuk itu tak mungkin roboh. kalau bukan ditubruk palang besi. Tapi tentu saja pendapat itu tidak mereka ucapkan keras-keras. Daisy mengelus-elus anak kucing sementara Bu Minns mengoceh terus. Adonan kue di meja sudah dilupakannya.
"Waktu itu aku sedang duduk-duduk di sini sambil minum coklat hangat, Aku sedang mengobrol dengan kakakku." katanya. "Lega rasanya bisa duduk. setelah bekerja keras sehari penuh. Tapi tiba-tiba kakakku berseru kaget. "Maria!" serunya. "Aku mencium bau sesuatu yang terbakar!"
Pip dan Daisy memandangnya dengan asyik. Bu Minns kelihatan senang karena ada yang begitu tertarik mendengar ceritanya.
"Lalu aku bilang pada Hannah - itu kakakku kukatakan padanya. Sesuatu yang terbakar" Jangan-jangan sup dalam panci hangus!" Lalu kata Hannah. "Maria, ini bau kebakaran!' Aku pergi ke jendela. Saat itu juga kulihat api berkobar-kobar di ujung kebun!"
"Pasti Anda kaget sekali saat itu!" kata Daisy.
" 'Wah.' kataku pada kakakku. `kelihatannya pondok tempat majikanku bekerja yang terbakar! Ampun-ampun.' kataku. 'Banyak sekali kejadian sehari ini! Mula-mula Pak Peaks dipecat. Lalu Pak Smellie datang, dan langsung bertengkar dengan Pak Hick! Satelah itu menyusul gelandangan tua, yang ketahuan oleh Pak Hick ketika mencuri telur dari kandang ayam! Dan kini. ada kebakaran' Begitu kataku!"
Kedua anak itu mendengarkan dengan penuh minat. Semuanya merupakan barang baru bagi mereka. Astaga rupanya pada hari terjadinya kebakaran itu. di rumah Pak Hick banyak terjadi pertangkaran dan ribut-ribut. Pip bertanya pada Bu Minns, siapakah Pak Peaks itu.
"Dia pesuruh Pak Hick, sekaligus merangkap jadi sekretarisnya." kata Bu Minns menjelaskan. Orangnya sok sekali! Menurut pendapatku, untung dia pergi. Aku takkan heran, apabila ternyata dia ada sangkut-pautnya dengan kebakaran itu!"
Tapi saat itu Lily menyala.
"Pak Peaks seorang yang terhormat! Takkan mau dia melakukan perbuatan kayak begitu," kata gadis itu. sambil mel
emparkan sapu ke pojok dapur. "Menurut pendapatku, Pak Smellie yang membakar pondok."
Anak-anak sulit sekali bisa membayangkan, ada orang yang bernama begitu. Soalnya. Smellie artinya "Berbau".
"Namanya memang betul begitu"" tanya Pip.
"Memang." jawab Bu Minns, "dan orangnya memang pengotor! Aku tak mengerti apa yang sebenarnya dilakukan oleh wanita yang mengurus rumah tangganya. Pak Smellie selalu pergi dengan kaus kaki yang berlubang-lubang. Pakaiannya di sana-sini sudah robek. Topinya juga dekil sekali! Tapi kata orang. Pak Srnellie sangat terpelajar. Pengetahuannya tentang buku-buku antik. Jauh lebih luas dari siapa pun juga di sini!"
"Apa sebabnya ia bertengkar dengan Pak Hick"" tanya Pip.
"Entah!" jawab Bu Minns. "Mereka memang selalu bertengkar. Kedua-duanya sama berpengetahuan luas. tapi tak pernah sependapat mengenai apa saja. Pokoknya. Pak Smellie kemudian pergi lagi sambil menggerutu dan mengomel-omel. Pintu rumah dibantingnya keras-keras, sampai panci-panciku nyaris terlempar dari atas tungku! Tapi kata Lily tadi bahwa mungkin dia yang membakar pondok - jangan mau percaya. Menurut pendapatku, laki-laki tua itu disuruh menyalakan api unggun saja takkan bisa! Pak Paeks yang sok aksi itulah yang melakukannya, karena dendam terhadap bekas majikannya. Percayalah!"
"Tidak mungkin." tukas Lily. Kelihatannya gadis itu bertekat membela pesuruh yang sudah dipecat.
"Pak Peeks itu seorang pemuda yang baik budi. Anda tidak boleh mengatakan hal-hal kayak begitu, Bu Minns!"
"Eh! Seenaknya saja kau bicara begitu pada orang yang lebih tua!" Bu Minns mulai marah. "Seenaknya saja melarang aku tidak boleh bilang ini atau itu! Tunggu saja sampai kau sudah bisa mengepel lantai dengan rapi. serta mengelap debu dari tepi atas pigura. begitu pula melihat jaring laba-laba yang terpampang di depan matamu! Kalau itu semua sudah bisa. baru kau boleh lancang terhadapku!"
"Aku bukan mau lancang," kata Lily. "Aku tadi cuma hendak mengatakan .... "
"Mau mulai lagi. ya!" kata Bu Minns dengan galak. Penggiling adonan dipukul-pukulkannya ke meja, dengan sikap seolah-olah kepala Lily yang diperlakukannya seperti begitu. "Kauambilkan saja dulu cairan daging untukku, apabila kau masih bisa ingat di mana kau menaruhnya kemarin. Dan aku tidak mau lagi mendengar kau berani membalas omonganku!"
Pip dan Daisy tidak ingin tahu di mana Lily menyimpan cairan daging kemarin. Mereka ingin mengorek keterangan mengenai orang-orang yang bertengkar dengan Pak Hick. Orang-orang itu mungkin menaruh dendam padanya. Dan kelihatannya Pak Peeks dan Pak Smellie termasuk di antaranya. Lalu bagaimana dengan laki-laki gelandangan"
"Ketika Pak Hick memergoki gelandangan yang sedang mencuri telur. apakah dia marah sekali"" tanya Pip.
"Wah - bukan marah lagi namanya! Suaranya keras sekali. sampai terdengar di mana-mana!" kata Bu Minns. Rupanya juru masak itu memang senang mengobrol. "Waktu itu aku berkata pada diriku sendiri, 'Nah - Pak Hick sudah mulai lagi! Sayang kemarahannya tidak ditumpahkan pada Lily anak pemalas itu!"
Saat itu Lily muncul lagi dari tempat penyimpanan makanan. Tampangnya cemberut. Anak-anak merasa kasihan pada gadis itu. Lily meletakkan basi yang barisi cairan daging ke atas meja dengan keras-keras.
"Perlukah basi kaubanting begitu keras"" tukas Bu Minns. "Aduh, rupanya kau hari ini sulit diatur! Sekarang kau mengepel jenjang belakang. ya! Supaya ada kesibukan."
Gadis itu keluar. sambil mendentang-dentangkan ember yang dijinjing.
"Ceritakanlah tentang gelandangan itu," kata Pip pada Bu Minns. "Pukul berapa Pak Hick memergoki dia mancuri telur""
"Pokoknya pagi hari." kata Bu Minns. Sambil menggiling adonan. "laki-laki tua itu mula-mula mengemis minta roti dan daging ke sini. Tapi kuusir. kusuruh pergi! Rupanya satelah itu ia menyelinap dalam kebun menuju ke kandang ayam. Kebetulan majikanku sedang berdiri di depan jendela pondok. Dilihatnya gelandangan itu berjalan menyelinap-nyelinap. Wah. Pak Hick langsung marah-marah. Ia mengancam akan memanggil polisi. Gelandangan tua itu lari ketakutan. Pontang-panting lewat di depan pintu dapu
r kayak dikejar anjing beratus-ratus!"
"Mungkin dia yang membakar pondok," kata Pip.
Tapi bagi Bu Minns. yang mungkin melakukannya cuma Pak Peeks saja.
"Pak Peeks orangnya sangat licik." kata juru masak itu. "Malam-malam. kalau semua sudah pada tidur, ia suka turun dari tingkat atas lalu masuk ke dapur. Ia membuka tempat menyimpan makanan. Lalu mengambil perkedel daging atau roti atau apa saja yang saat itu menarik seleranya. Yah - menurut pendapatku, jika seseorang biasa berbuat begitu. orang itu pasti takkan segan-segan membakar pondok."
Pip merasa bersalah. Ia ingat pada suatu malam perutnya terasa lapar sekali. Ia lantas pergi ke dapur. dan mengambil beberapa potong biskuit. Ia khawatir, jangan-jangan dia juga tak segan-segan membakar rumah orang. Tapi mustahil ia tega melakukannya. Jadi Bu Minns sudah jelas keliru mengenai hal itu.
Tiba-tiba terdengar suara orang marah-marah. Datangnya dari salah satu tempat di dalam rumah. Bu Minns menelengkan kepala sambil mendengarkan. Setelah itu ia mengangguk
"Itu dia majikanku." katanya. "Aku takkan heran. Kalau ternyata ia tersandung pada salah suatu benda."
Tahu-tahu Manis. kucing yang berbulu belang hitam putih melesat masuk ke dalam dapur. Bulu tubuhnya tegak. sedang ekornya nampak membengkak. Bu Minns berseru dengan kaget.
"Aduh, Manis - kau terinjak lagi olehnya. ya" Kasihan. kekasihku yang malang!"
Kekasih yang malang itu menyusup ke bawah meja, sambil mendesis-desis. Mendengar induk mereka mendesis. ketiga anak kucing yang ada dalam keranjang ketakutan, lalu mendesis-desis pula. Saat berikutnya Pak Hick masuk ke dapur.
Kelihatannya marah sekali!
"Bu Minns!" tukasnya. "lagi-lagi aku terjatuh karena tersandung kucing Anda! Berapa kali lagi perlu kukatakan. jaga baik-baik binatang itu" Kalau masih terjadi lagi. dia akan kusuruh tenggelamkan!"
"Pak Hick! Jika kucingku sampai mati tenggelam. aku akan minta berhenti!" tukas Bu Minns. Alat penggiling adonan dibantingkan ke meja.
Pak Hick menatapnya dengan mata melotot. Seakan-akan ingin menyuruh Bu Minns ditenggelamkan saja. bersama kucingnya.
"Aku heran. apa sebabnya anda memelihara binatang yang begitu jelek dan buas." Katanya kemudian. "Astaga! Itu kan itu anak-anak kucing, yang ada dalam keranjang"" "
"Betul Pak." kata Bu Minns dengan suara meninggi. "Aku sudah menemukano0rang-orang yang mau menampung mereka dengan baik, jika mereka sudah besar nanti."
Saat itu barulah Pak Hick melihat Pip dan Daisy di situ. Kelihatannya ia sama tidak senangnya melihat mereka seperti ketika melihat anak-anak kucing tadi.
"Kalian mau apa di sini""' tanyanya ketus. "Anda kan sudah tahu. Bu Minns aku tidak senang kalau di dapur banyak anak-anak yang rewel santa anak kucing yang mengeong-ngeong! Suruh anak-anak itu pergi!"
Setelah itu Pak Hick keluar lagi. Bu Minns menatap punggung majikannya dengan mata melotot.
"Kalau diupah sedikit saja, akan kubakar pondokmu yang berharga itu - jika sekarang belum musnah!" serunya. Tapi ia tahu. Pak Hick takkan bisa mendengarnya lagi. Manis menggeser-geserkan punggung ke gaun Bu Minns, sambil mendengkur nyaring. Bu Minns membungkuk, lalu mengelus-elus kucingnya.
"Orang jahat itu menginjakmu, ya"" bujuknya. "Dia mengata-ngatai anak-anakmu yang manis" Jangan pedulikan saja. Manis!"
"Kita pergi saja sekarang." kata Daisy. Ia khawatir. jangan-jangan Pak Hick tadi mendengar seruan Bu Minns, lalu masuk kembali ke dapur sambil mengamuk. "Terima kasih alas cerita Anda tadi. Bu Minns. Asyik kami mendengarnya."
Bu Minns kelihatan senang. Diberikannya roti manis pada Pip dan Daisy masing-masing sebuah. Setelah mengucapkan terima kasih. kedua anak itu pergi.
"Wah! Banyak sekali yang kita dengar tadi. sampai kini sulit mengatur urutannya." kata Pip setelah keduanya berada di luar. "Kelihatannya paling sedikit tiga orang yang mungkin melakukan kejahatan itu. Dan kalau Pak Hick tingkah lakunya selalu seperti yang kita alami tadi, aku takkan heran jika ada sekitar dua puluh orang yang menaruh dendam padanya. Dan dengan senang hati mau melakukan pembalasan!"
VII FATIY DALAM KESULITAN Anak-anak berkumpul lagi di pondok peranginan. Mereka sangat bersemangat Bets belum kembali dari berjalan-jalan dengan Buster. Tapi mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sudah ingin sekali menceritakan kabar masing-masing.
"Kami tadi berhasil menjumpai supir Pak Hick! Namanya Thomas." kata Larry. "Ia bercerita tentang pesuruh yang bernama Peeks. Pesuruh itu dipecat, tepat pada hari kebakaran terjadi. Salahnya, karena memakai pakaian majikannya!"
"Aku yakin, dialah yang membakar pondok," kata Fatty bersemangat. "Kita harus mencari keterangan lebih lengkap mengenai dirinya. Tinggalnya di desa sebelah."
"Nanti dulu!" sela Daisy. "ada kemungkinan, yang melakukan Pak Smellie!"
"Pak siapa"" tanya Larry dan Fatty serempak. "Pak Smellie""
"Ya. betul," jawab Daisy sambil tertawa mengikik. "Kami pun mula-mula mengira itu nama julukan. Tapi ternyata namanya memang begitu. Dan orangnya juga jorok!"
Anak-anak tertawa geli. Tapi kemudian Daisy berpikir.
"Itu tadi sebenarnya tidak lucu - cuma kita saja yang merasa hal itu lucu." katanya. "Di sekolah, kami kadang-kadang begitu pula. Tertawa terpingkal-pingkal, tapi kemudian baru sadar bahwa yang kami tertawakan itu sebenarnya sama sekali tidak lucu. Ah. sudahlah! Lebih baik kami ceritakan saja pertengkaran yang terjadi antara Pak Smellie dengan Pak Hick."
Daisy melaporkan kejadian yang didengarnya dari Bu Minns. Setelah itu menyusul Pip, dengan laporan mengenai gelandangan tua yang ketahuan mencuri telor. Lalu Daisy menyambung dengan pengalaman mereka tadi, sewaktu Pak Hick masuk ke dapur.
"Wah, dia bertengkar dengan Bu Minns," katanya. "Lalu ketika Pak Hick sudah pergi lagi, Bu Minns berseru bahwa ia kepingin sekali membakar pondok. jika tempat itu belum terbakar habis!"
"Wah." ucap Larry kaget. "Kalau begitu mungkin juga Bu Minns yang melakukannya! Jika sekarang ia mengatakan kepingin, bisa saja ia juga merasa begitu dua hari yang lalu dan langsung membakar pondok itu! Kesempatan baginya cukup banyak."
"He - sampai sekarang kita sudah menemukan empat orang yang patut dicurigai." kata Fatty dengan serius. "Maksudku - empat orang yang bisa disangka membakar pondok! Gelandangan tua Pak Smellie, Pak Peeks dan Bu Minns! Penyelidikan kita berjalan baik."
"Berjalan baik, katamu"" tanya Larry. "Wah - aku tidak yakin! Kelihatannya semakin banyak kita menemukan orang yang bisa dicurigai. Jadi perkaranya malah bertambah rumit. Aku tidak melihat, dengan cara bagaimana kita akan bisa tahu siapa sebenarnya yang melakukan perbuatan itu
"Kita perlu menyelidiki gerak-gerik keempat tersangka itu." kata Fatty dengan bijak. "Misalnya saja apabila kita nanti mengetahui bahwa orang yang bernama Pak Smellie kemarin dulu malam berada di suatu tempat yang letaknya tujuh puluh lima kilometer dari sini - nah. itu berarti dia mustahil pelakunya. Dan begitu pula jika ternyata Horace Peeks saat itu sepanjang malam ada di rumah bersama ibunya. maka dia pun bisa kita coret dari daftar para tersangka. Dan begitu selanjutnya."
'Tapi dari penyelidikan kita mungkin pula ternyata bahwa keempat-empatnya saat itu berkeliaran di dekat tempat kejadian." kata Pip. "Lagi pula, bagaimana kita bisa menemukan jejak laki-laki tua gelandangan itu" Kalian kan tahu kebiasaan kaum gelandangan! Keluyuran ke mana-mana, tanpa ada yang tahu dari mana mereka datang dan ke mana mereka hendak pergi."
"Ya - soal gelandangan itu bisa sulit." kata Daisy. "Bahkan sangat sulit. Kita mustahil bisa memencar ke mana-mana, untuk mencari dia. Dan jika sudah ditemukan. kan tidak bisa langsung ditanyakan apakah memang dia yang membakar pondok."
"Itu kan memang tidak usah kita lakukan, tolol." kata Larry. "Sudah lupa. pada kita ada beberapa petunjuk""
"Apa maksudmu"" tanya Daisy tidak mengerti.
"Yah - cukup jika kita bisa menyelidiki ukuran sepatu yang dipakainya. Juga apakah solnya terbuat dari karet yang sebelah dasarnya ada garis-garis saling menyilang. Kecuali itu juga melihat apakah jasnya dari bahan flanel berwarna abu-abu." kata Larry.
"Dia tidak memakai jas flanel," kata Fatty. "Kan sudah kukatakan, gelandangan itu memakai mante
l hujan yang sudah tua."
Teman-temannya terdiam sesaat.
"Kan mungkin saja ia memakai jas di bawah mantelnya." kata Daisy kemudian. "Dan mantel itu dibukanya sebentar." Menurut yang lain-lain, kemungkinan itu kecil sekali. Tapi mereka tidak punya usul lain yang lebih baik.
"Nanti saja kita pikirkan soal jas flanel dan mantel hujan, jika gelandangan itu sudah kita temukan," kata Pip. "Wah. perkara ini ternyata sama sekali tidak gampang!"
"He - itu kan suara gonggongan Buster," kata Fatty dengan tiba-tiba. "Pasti Bets yang datang. Ya - betul. itu dia suaranya, memanggil-manggil Buster. Wah. banyak sekali cerita kita pada anak itu nanti!"
Saat itu terdengar langkah kaki Bets berlari-lari masuk ke pekarangan, langsung menuju kebun. Keempat anak yang sudah lebih dulu berada di pondok peranginan pergi ke pintu untuk menyongsongnya.
"Bets! seru Larry. "Banyak sekali kabar yang hendak kami ceritakan padamu!"
Tapi Bets tak sempat mendengarkan seruannya. Mata anak itu bersinar-sinar. Pipinya merah karena habis berlari. la begitu gelisah, sehingga nyaris tidak bisa berbicara.
"Pip! Larry! Aku menemukan telunjuk!" katanya tersengal-sengal. "Aku menemukan telunjuk!"
"Telunjuk apa"" kata keempat anak yang lebih besar dengan serempak. Mereka lupa. bagi Bets telunjuk itu petunjuk.
"Aku menemukan laki-laki gelandangan itu!" kata anak kecil itu. "Itu kan telunjuk yang paling hebat" Bilang ya, dong!"
"Yah - dia itu sebetulnya seorang tersangka, bukan petunjuk" kata Larry. Tapi yang lain-lain langsung memotongnya.
"Bets!" seru Pip. abang anak itu. "Kau betul-betul menjumpai laki-laki tua gelandangan itu" Astaga - padahal kami tadi sudah menyangka, itu takkan mungkin bisa."
"Di mana dia sekarang"" tanya Fatty. Ia sudah hendak segera saja pergi ke tempat itu.
"Dari mana kau tahu. dia itu gelandangan yang kira cari"" tanya Daisy.
"Yah - dia memakai mantel hujan tua yang dekil. serta topi yang juga sudah tua dan sebetah atasnya berlubang." kata Bets. "Seperti yang dikatakan oleh Fatty."
"Ya - gelandangan yang kulihat waktu itu. topinya memang berlubang sebelah atasnya." Kata Fatty. "Di mana orang itu, Bets""
"Kalian kan tahu. aku tadi pergi jalan-jalan dengan Buster." kata Bets memulai ceritanya. Ia duduk di rumput. karena capek berlari-lari. "Buster menyenangkan sekali jika diajak jalan-jalan. Segala-galanya menarik baginya. Nah, mula-mula kami menyusur jalan raya. Lalu memotong lewat ladang, kemudian menyusur tepi sungai. Ya, sampai sebegitu jauh. Akhirnya kami sampai di sebuah lapangan. Di situ ada kawanan biri-biri sedang merumput. Tidak jauh dari mereka ada tumpukan jerami."
Buster menggonggong. Seolah-olah ingin ikut bercerita. Bets merangkulnya.
"Buster yang tadi menemukan gelandangan itu." katanya. "Aku sedang berjalan. ketika dengan tiba-tiba sikap Buster berubah. Seluruh tubuhnya seperti kaku. Bulu tengkuknya berdiri semua. Ia menggeram-geram."
"Dia ini mengerti apa yang kita katakan. ya"" kata Bets kagum. "Yah - pokoknya tiba-tiba Buster menjadi aneh. Ia melangkah dengan sikap kaku mendekati tumpukan jerami. Geraknya kayak dia sedang terserang penyakit encok!"
Anak-anak tertawa. "Binatang memang selalu begitu jalannya, jika sedang merasa curiga. takut atau marah." Kata Fatty sambil nyengir. "Teruskanlah. Tapi jangan bertele-tele!"
Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kuikuti Buster dengan hati-hati." Sambung Bets."Kusangka di balik tumpukan itu ada kucing atau binatang lain. Tapi ternyata yang kujumpai di situ - laki-laki gelandangan!"
"Wah!" kata Larry. sementara Pip bersiul kagum.
"Kamu benar-benar anggota Pasukan Mau Tahu yang hebat." kata Fatty.
"Aku memang sudah kepingin sekali menemukan sesuatu." kata Bets. "Tapi sebetulnya yang berhasil tadi Buster kan dan bukan aku""
"Ya. tapi dia takkan tidak menemukan apa-apa, jika tidak kauajak berjalan-jalan tadi," sambut Larry. "Gelandangan itu sedang berbuat apa ketika kau melihatnya""
"Sedang tidur." kata Bets. "Pulas sekali! Dia bahkan tidak bangun. ketika Buster mengendus-endus kakinya."
"Kakinya"!" seru Pip. "Sepatu kayak apa yang dipakainya" Solnya dari karet atau bukan""
Bets nampak kec ewa. "Aduh. aku lupa memperhatikan! Padahal aku bisa melihat dengan gampang. karena saat itu ia sedang tidur. Tapi aku begitu kaget menjumpainya, sehingga sama sekali tak terpikir olehku untuk memperhatikan sepatunya."
"Mungkin sekarang pun ia masih tidur pulas," kata Pip sambil meloncat bangkit "Kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi. Sebaiknya segera saja ke sana. untuk melihat dia. Begitu pula pakaian serta sepatunya! Fatty akan bisa mengatakan dengan segera. apakah orang itu gelandangan yang dilihatnya dalam kebun Pak Hick waktu itu."
Dengan bersemangat kelima anak itu menuju ke lapangan yang terbentang di sisi sungai. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa; karena khawatir gelandangan itu sudah bangun dan pergi lagi.
Untung sekali tadi Bets berhasil menemukannya jadi mereka tidak mau mengambil risiko dia pergi lagi! Akhirnya mereka tiba dekat tumpukan jerami. Terdengar bunyi dengkuran. Ternyata gelandangan itu masih ada di situ. Fatty menggendong Buster, lalu merangkak mengitari tumpukan jerami. Ia bergerak dengan hati-hati sekali.
Di balik tumpukan berbaring seorang gelandangan. Tidurnya meringkuk. Orang itu sudah tua. Janggutnya sudah ubanan. Alisnya tebal dan juga sudah putih. Hidungnya panjang berwarna merah. Sedang rambutnya gondrong. tergerai di bawah topi tua yang sudah jelek. Fatty memperhatikan orang itu sebentar. lalu kembali ke tempat teman-temannya sambil berjingkat-jingkat.
"Ya - memang dia!" bisiknya. "Tapi sulit untuk membuka mantelnya, untuk melihat apakah ia memakai jas flanel berwarna abu-abu atau tidak. Sedang kakinya ditarik ke atas. tertutup mantel. Kita harus merangkak. untuk melihat kayak apa sepatunya."
"Akan kucoba." kata Larry. "Kalian di sini saja dengan Buster. Tolong lihatkan, kalau ada orang datang."
Larry merangkak menuju tempat gelandangan itu tidur. Setiba di situ, ia duduk di samping orang itu. Larry mengulurkan tangan. Maksudnya hendak menyibakkan mantel ke samping, supaya bisa melihat apakah orang itu mengenakan jas berwarna kelabu. Celananya sudah begitu tua dan dekil. sehingga tidak bisa dikenali lagi warna aslinya.
Tiba-tiba gelandangan itu bergerak sedikit Larry cepat-cepat menarik tangannya kembali. Kemudian ia berusaha mengintip ke bawah, melihat sol sepatu orang itu. Larry menundukkan kepala sampai ke tanah. sementara matanya mencari-cari sol orang itu.
Tapi tiba-tiba gelandangan itu membuka matanya. Ia terbelalak heran melihat Larry.
"Kenapa kau begitu"" tanyanya dengan tiba-tiba. sehingga Larry kaget setengah mati. "Rupanya kau mengira aku ini raja Inggris ya - sampai menunduk dengan kepala menyentuh tanah! Ayo pergi! Aku tidak suka pada anak-anak bisanya cuma mengganggu orang saja."
Setelah itu ia meringkuk kembali. Matanya dipejamkan. Larry menunggu sebentar. Kemudian ia hendak membungkuk lagi. untuk mengintip sol sepatu orang itu. Tapi tiba-tiba terdengar siulan pelan dari balik jerami. Itu artinya ada orang datang. Yah - kalau begitu mereka harus menunggu sampai orang itu sudah lewat lagi. Larry merangkak. kembali ke tempat teman-temannya.
"Ada yang datang"" tanya Larry. `
"Ya - Pak Ayo Pergi!" kata Fatty. Larry mengintip dengan hati-hati ke balik tumpukan jerami. Dilihatnya polisi desa itu datang dari arah berlawanan. menyusur jalan yang tidak lewat dekat tumpukan jerami. Tak lama lagi pasti Pak Ayo Pergi sudah berlalu.
Tapi tiba-tiba polisi itu melihat gelandangan yang sedang pulas dekat jerami. Anak-anak bergegas mundur, ketika Pak Goon menyelinap mendekati tumpukan jerami itu. Sebuah tangga tersandar ke situ. Larry mendorong Bets serta anak-anak yang lain menyuruh mereka naik ke atas dengan cepat Di atas lebih kecil kemungkinannya mereka akan ketahuan. daripada tetap berada di bawah.
Polisi itu masih menyelinap terus. Anak-anak yang mengintip dari atas. melihat orang itu mengambil buku catatan dari kantongnya. Fatty menyikut Larry dengan keras. sehingga nyaris saja Larry terjatuh ke bawah.
"Lihatlah," bisik Fatty. "Lihat apa yang nampak di buku catatannya itu. Gambar jejak sepatu yang kita lihat! Ternyata Pak Ayo Pergi lebih cerdik daripada sangk
aan kita." Pak Goon alias Pak Ayo Pergi berjingkat-jingkat menghampiri gelandangan yang sedang tidur. Ia berusaha sebisa"bisanya. untuk melihat sepatu apa yang dipakai orang itu. Ia juga berlutut seperti Larry tadi. Saat itu gelandangan terbangun!
Kagetnya bukan main. ketika melihat seorang polisi berlutut di depan kakinya. Kalau seorang anak berbuat begitu. masih lumayan. Tapi polisi! Sambil berteriak. gelandangan itu meloncat bangkit.
"Tadi anak laki-laki yang membungkuk padaku dan sekarang seorang polisi!" katanya, sambil menghenyakkan topinya yang tua dalam-dalam ke kepala. "Apa-apaan ini""
"Aku ingin melihat sepatumu." kata Pak Ayo Pergi.
"Kalau mau lihat - silakan! Lihat baik-baik. dengan tali sepatunya sekaligus!" Gelandangan itu sudah kehilangan kesabarannya.
"Solnya yang ingin kulihat." kata polisi itu dengan sikap tak peduli.
"Kau ini polisi. atau tukang sepatu"" tanya gelandangan itu. "Yah - begini sajalah! Kautunjukkan kancing kemejamu, nanti kutunjukkan sol sepatuku!"
Muka Pak Goon memerah. Dadanya turun - naik. Buku catatannya ditutup dengan keras.
"Ikut aku." katanya. Tapi gelandangan itu tidak mau. Ia mengelak. lalu lari melintasi lapangan.
Walau ia sudah tua. geraknya masih cekatan. Pak Ayo Pergi berteriak dengan marah, lalu berpaling hendak mengejar.
Tepat pada saat itu Fatty jatuh berguling-guling dari alas tumpukan jerami. Ia terbanting dengan bunyi berdebam di tanah. Fatty menjerit kesakitan, menyebabkan polisi itu tertegun.
"Ada apa di sini"" tanyanya. Dipandangnya Fatty dengan mata terbelalak Kemudian dilihatnya anak-anak yang lain, mengintip dengan cemas dari tepi atas tumpukan jerami. Mereka khawatir. Jangan-jangan Fatty cedera. Pak Ayo Pergi tercengang melihat mereka ada di alas.
"Ayo turun!" bentaknya. "Selalu ada saja anak-anak yang ikut campur! Awas, kalau petani sampai mengetahuinya. Sudah berapa lama kalian ada di alas" Kenapa kalian mengintip-intip di situ""
Saat itu Fatty mengerang. Pak Ayo Pergi datang menghampiri. Ia bingung. Ingin mengejar gelandangan yang sudah jauh lari, tapi juga hendak menyentakkan Fatty supaya bangkit lalu menggoncang-goncang anak itu.
"Jangan sentuh aku!"jerit anak yang gendut itu. "Kurasa tungkai kiri dan lengan kananku patah. Kedua bahuku terkilir, sedang usus buntuku pecah!" Kasihan. anak itu menyangka ia sudah hampir mati.
Bets terpekik ketakutan, lalu cepat-cepat meloncat turun. Ia ingin menolong Fatty yang malang. Anak-anak yang lain ikut beterjunan ke bawah. Sedang Buster menandak-nandak dengan lincah, menyambar-nyambar pergclangan kaki Pak Ayo Pergi. Polisi desa itu marah, lalu menendang ke arah Buster.
"Ayo pergi!" sergahnya. "Anjing dan anak-anak selalu bikin recok saja. dan menghalangi kesibukan orang. Sekarang gelandangan tadi lari. Hilang kesempatanku untuk memeriksa dia!"
Ia menunggu sebentar. untuk melihat apakah Fatty benar-benar cedera. Tapi ternyata tidak, walau tubuhnya gemetar dan di beberapa tempat nampak bekas biru memar. Kegemukan tubuhnya yang menyelamatkan tulang-tulangnya!
Begitu Pak Ayo Pergi melihat anak-anak yang lain membantu Fatty bangkit, lalu mengibas-ngibaskan debu yang melekat di pakaian serta membujuk-bujuknya, ia pun memandang berkeliling. Ia ingin tahu. ke mana gelandangan tadi lari. Tapi orang itu sudah tidak kelihatan lagi. Karenanya Pak Ayo Pergi berpaling pada anak-anak.
"Sekarang, ayo pergi!"' bentaknya. "Aku tidak mau melihat kalian lagi!"
Setelah itu Pak Goon berjalan dengan sikap anggun. pergi melanjutkan langkah. Ia sama sekali tak mau menoleh lagi. Anak-anak berpandang-pandangan.
Sang Cobra 2 Dewa Arak 75 Racun Kelabang Merah Tiga Sandera 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama