Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 10
"Namanya Eileen Prince. Prince, Harry."
Mereka saling pandang dan Harry sadar apa yang ingin disampaikan Hermione. Dia meledak tertawa.
"No way." "Apa""
"Menurutmu dia si Pangeran ..." Oh, yang benar saja."
"Kenapa tidak" Harry, tak ada pangeran betulan di dunia sihir! Kalau bukan nama panggilan atau gelar yang diberikan sendiri oleh orangnya, bisa saja itu memang nama mereka, kan" Kalau, misalnya saja, ayahnya penyihir yang nama keluarganya 'Prince', dan ibunya Muggle, kan jadinya dia 'half-blood Prince' alias 'Prince berdarah-campuran'!"
"Yeah, pintar sekali, Hermione ... "
"Tapi memang begitu! Mungkin dia, bangga menjadi setengah-Prince!"
"Dengar, Hermione, aku tahu dia bukan cewek. Pokoknya aku tahu."
"Kenyataannya adalah, kau menganggap cewek tidak cukup pintar," kata Hermione marah.
"Bagaimana mungkin aku bergaul denganmu selama lima tahun dan beranggapan cewek tidak pintar"" kata Harry, tersinggung. "Ketahuan dari caranya menulis. Aku tahu Pangeran ini cowok. Cewek ini tak ada hubungannya dengan ini semua. Dari mana sih kau mendapatkan ini""
"Perpus," kata Hermione, bisa ditebak. "Ada arsip Prophet lama di sana. Pokoknya aku akan mencari tahu lebih banyak lagi tentang Eileen Prince, kalau bisa."
"Selamat menikmati," kata Harry jengkel.
"Pasti," kata Hermione. "Dan tempat pertama yang akan kutengok," sembur Hermione kepadanya ketika dia tiba di lubang lukisan, "adalah catatan lama penghargaan-penghargaan untuk Ramuan!"
Harry cemberut beberapa lama, kemudian melanjutkan melamun memandangi langit yang mulai menggelap.
"Dia tak bisa menerima kau mengalahkannya dalam pelajaran Ramuan," kata Ron, kembali menyimak bukunya Seribu Tanaman Obat dan Jamur Gaib.
"Menurutmu aku tidak sinting, kan, menginginkan buku itu
kembali"" "Tentu saja tidak," kata Ron mantap. "Dia genius, si Pangeran itu. Lagi pula ... tanpa petunjuknya tentang bezoar ... " jarinya membuat gerakan tajam memotong lehernya, "aku tak akan ada di sini membicarakannya, kan" Maksudku, aku tidak berpendapat mantra yang kau gunakan ke Malfoy itu
hebat" "Aku juga tidak," kata Harry cepat-cepat.
"Tetapi dia sembuh, kan" Sudah sehat lagi dalam waktu singkat."
"Yeah," kata Harry. Ini memang benar, meskipun demikian nurani Harry toh menggeliat juga sedikit. "Berkat Snape ... "
"Kau masih detensi dengan Snape Sabtu ini"" Ron melanjutkan.
"Yeah, dan Sabtu sesudahnya, dan Sabtu sesudahnya lagi," desah Harry. "Dan dia sekarang sudah mengisyaratkan kalau aku tidak bisa menyelesaikan semua kotak itu pada akhir semester, kami akan melanjutkannya tahun depan."
Bagi Harry detensi ini sungguh menjengkelkan, karena mengurangi waktu yang bisa dilewatkannya bersama Ginny, yang sudah terbatas. Malah belakangan ini dia sering membatin, jangan-jangan Snape tahu ini, karena dia setiap kali menahan Harry semakin lama, sambil melontarkan k
omentar tersirat tentang Harry terpaksa tak bisa menikmati cuaca cerah dan berbagai kesempatan yang ditawarkannya.
Harry dibangunkan dari renungan pahit ini oleh kemunculan Jimmy Peakes di sisinya, mengulurkan gulungan perkamen.
"Trims, Jimmy ... hei, ini dari Dumbledore!" kata Harry bersemangat, membuka gulungan perkamen itu dan membaca cepat isinya. "Dia ingin aku ke kantornya secepat aku bisa!"
Mereka saling pandang. "Ya ampun," bisik Ron. "Menurutmu ... dia telah menemukan ...""
"Lebih baik aku ke sana dan lihat, kan"" kata Harry, melompat bangun. Dia bergegas meninggalkan ruang rekreasi dan berjalan sepanjang koridor di lantai tujuh secepat mungkin, tidak bertemu siapa-siapa kecuali Peeves, yang melayang ke arah berlawanan, dengan iseng melempar-lempar potongan kapur ke arah Harry dan terkekeh keras menghindari serangan pertahanan Harry. Begitu Peeves telah lenyap, koridor-koridor sunyi. Tinggal lima belas menit dari batas jam malam, maka sebagian besar anak sudah kembali ke ruang rekreasi mereka. Dan kemudian Harry mendengar teriakan dan bunyi debam. Dia langsung berhenti, mendengarkan.
"Berani-beraninya-kau-aaaaargh!"
Suara itu datangnya dari koridor di dekat situ. Harry berlari mendatangi, tongkat sihirnya siap di tangan, membelok di tikungan yang lain, dan melihat Profesor Trelawney terkapar di lantai, kepalanya tertutup salah satu syalnya yang banyak, beberapa botol sherry bergeletakan di sampingnya, satu di antaranya pecah.
"Profesor-" Harry buru-buru mendekat dan membantu Profesor Trelawney bangun. Beberapa kalung manik-maniknya yang berkelap-kelip membelit kacamatanya. Dia cegukan keras,
mengelus rambutnya, dan berdiri dengan bertumpu pada lengan Harry.
"Apa yang terjadi, Profesor""
"Sungguh keterlaluan!" katanya nyaring. "Aku sedang berjalan, merenungkan pertanda Kegelapan yang kebetulan
kulihat ... " Namun Harry tidak terlalu memperhatikan. Dia baru saja menyadari meereka berdiri di mana, di sebelah kanan mereka adalah permadani hias bergambar troll yang sedang menari balet, dan di sebelah kirinya, hamparan dinding batu tak tertembus yang menyembunyikan"Profesor, apakah Anda tadi mencoba masuk ke Kamar Kebutuhan""
"pertanda yang sudah disampaikan kepadaku apa""
Dia mendadak tampak mau mengelak.
"Kamar Kebutuhan," ulang Harry. "Apakah Anda tadi mencoba masuk""
"Aku-yah-aku tak tahu murid-murid tahu tentang-"
"Tidak semua murid tahu," kata Harry. "Tapi apa yang terjadi" Anda berteriak ... kedengarannya Anda terluka ... "
"Aku yah," kata Profesor Trelawney, menyelimutkan syal-syalnya ke tubuhnya dengan defensif dan menunduk menatap Harry dengan matanya yang sangat membesar di balik kacamatanya. "Aku ingin-ah-menyimpan-um-beberapa barang pribadi di kamar ... " Dan dia menggumamkan sesuatu tentang "tuduhan kelewatan".
"Baik," kata Harry, mengerling botol-botol sherry itu. "Tetapi Anda tidak bisa masuk dan menyembunyikannya""
Harry beranggapan ini aneh sekali. Kamar itu membuka untuknya, ketika dia ingin menyembunyikan buku Pangeran Berdarah-Campuran.
"Oh, aku bisa masuk," kata Profesor Trelawney, mendelik pada dinding. "Tetapi di dalam sudah ada orang."
"Ada orang di-" Siapa"" tuntut Harry. "Siapa yang ada di
dalam"" "Entahlah," kata Profesor Trelawney, tampak agak heran dengan urgensi dalam suara Harry. "Aku masuk ke dalam Kamar dan kudengar suara, yang tak pernah terjadi sebelumnya selama bertahun-tahun aku menyembunyikan menggunakan Kamar itu, maksudku."
"Suara" Mengatakan apa""
"Aku tak tahu apakah suara itu mengatakan sesuatu," kata Profesor Trelawney. "Dia ... bersorak."
"Bersorak""
"Gembira," katanya, mengangguk.
Harry menatapnya lekat-lekat. "Laki-laki atau perempuan""
"Dugaanku laki-laki," kata Profesor Trelawney.
"Dan dia kedengarannya senang""
"Sangat senang," kata Profesor Trelawney mendengus.
"Sepertinya merayakan sesuatu""
"Ya, jelas sekali begitu."
"Lalu"" "Lalu aku berseru, 'Siapa itu"'"
"Anda tak bisa tahu siapa dia tanpa bertanya"" Harry bertanya, agak frustrasi.
"Mata Batin;" kata Profesor Trelawney bergengsi, merapikan syalnya dan untaian kalung-kalungnya yang berkelap-kelip, "terarah
pada hal-hal yang jauh di luar alam keduniaan seperti suara teriakan."
"Baik," kata Harry buru-buru. Dia sudah terlalu sering mendengar tentang Mata Batin Profesor Trelawney. "Dan apakah suara itu menjawab siapa dia""
"Tidak," katanya. "Segalanya menjadi gelap-gulita, dan hal berikut yang kutahu, aku dilempar keluar Kamar dengan kepala lebih dulu!"
"Dan Anda sebelumnya tidak tahu akan dilempar"" tanya Harry, tak bisa menahan diri.
"Tidak, seperti yang kukatakan tadi, gelap-" Dia berhenti dan memandang Harry dengan curiga.
"Menurut saya Anda sebaiknya memberitahu Profesor Dumbledore," kata Harry. "Dia harus tahu Malfoy merayakan maksud saya, ada orang yang melempar Anda keluar dari Kamar."
Betapa herannya Harry, Profesor Trelawney berdiri tegak mendengar sarannya, tampak angkuh.
"Kepala Sekolah sudah mengisyaratkan bahwa dia lebih suka aku mengurangi kunjunganku," katanya dingin. "Aku bukan orang yang memaksakan kehadiranku kepada mereka yang tidak menghargainya. Kalau Dumbledore memilih tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang telah diperlihatkan kartu-kartu"
Tangannya yang kurus mendadak mencengkeram pergelangan tangan Harry.
"Lagi dan lagi, tak peduli bagaimana aku menyusunnya"
Dan dia menarik sehelai kartu dengan dramatis dari bawah syal-syalnya.
"menara tersambar petir," bisiknya. "Malapetaka. Bencana besar. Makin lama makin dekat ... "
"Baik," kata Harry lagi. "Yah ... tetapi saya tetap berpendapat Anda harus memberitahu Dumbledore tentang suara ini dan segalanya menjadi gelap-gulita dan Anda dilempar keluar dari Kamar ..."
"Menurutmu begitu"" Profesor Trelawney tampaknya mempertimbangkan saran ini sejenak, namun Harry bisa melihat dia menyukai ide menceritakan kembali petualangan kecilnya tadi.
"Saya kebetulan akan menemui beliau," kata Harry. "Saya ada janji bertemu beliau. Kita bisa ke sana bersama-sama."
"Oh, baiklah kalau begitu," kata Profesor Trelawney sambil tersenyum. Dia membungkuk, memungut botolbotol sherry-nya dan memasukkannya begitu saja ke dalam vas besar berwarna biru-putih di ceruk di dekat situ.
"Aku kehilangan kau di kelasku, Harry," katanya penuh perasaan ketika mereka berjalan bersama-sama.
"Kau memang bukan Pelihat yang hebat ... tapi kau Objek yang luar biasa ... "
Harry tidak menanggapi; dia benci terus-menerus dijadikan Objek ramalan malapetaka Profesor Trelawney.
"Aku kuatir," dia melanjutkan, "bahwa kuda tuasori, si centaurus-tak tahu apa-apa soal meramal dengan kartu. Aku tanya dia-antar sesama Pelihatapakah dia, juga, tidak merasakan vibrasi jauh akan datangnya malapetaka" Tetapi dia tampaknya menganggapku menggelikan. Ya, menggelikan!" Suaranya meninggi agak histeris dan Harry menghirup bau keras sherry, meskipun botolnya sudah ditinggalkan.
"Mungkin kuda itu sudah mendengar orang-orang mengatakan aku tidak mewarisi bakat nenek-canggahku.
Desas-desus itu sudah bertahun-tahun disebarluaskan oleh orang-orang yang iri hati. Kau tahu apa yang kukatakan kepada orang-orang seperti itu, Harry" Apakah Dumbledore akan mengizinkanku mengajar di sekolah yang hebat ini, begitu memercayaiku selama bertahun-tahun ini, jika aku belum membuktikan kemampuanku kepadanya""
Harry menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.
"Aku masih ingat jelas wawancara pertamaku dengan Dumbledore," Profesor Trelawney melanjutkan, dengan suara serak-serak basah. "Dia sangat terkesan, tentu saja, sangat terkesan ... Aku waktu itu menginap di Hog's Head, tapi ini tidak kusarankan-banyak kutu busuk, Nak-tapi aku tak punya banyak uang waktu itu. Dumbledore berbaik hati menemuiku di kamarku di losmen itu. Dia menanyaiku ... aku harus mengakui bahwa, awalnya, kupikir dia tampaknya kurang begitu suka pada Ramalan ... dan aku ingat aku mulai merasa agak aneh, aku cuma makan sedikit hari itu ... tetapi kemudian ... "
Dan sekarang Harry benar-benar memperhatikan untuk pertama kalinya, karena dia tahu apa yang terjadi kemudian, Profesor Trelawney membuat ramalan yang telah mengubah seluruh jalan hidupnya, ramalan tentang dia dan Voldemort.
"... tetapi kemudian kami digerecoki dengan tidak sopan oleh Severus Snape!"
"Apa"" "Ya, a da keributan di luar pintu, dan pintu menjeblak terbuka, dan di sana ada pelayan bar yang agak tak tahu adat dengan Snape yang merepet yang bukanbukan, katanya dia salah jalan, tetapi kukira dia tertangkap ketika sedang mencuri-dengar wawancaraku dengan Dumbledore maklum, dia sendiri sedang mencari pekerjaan waktu itu, dan tak diragukan lagi dia berharap bisa mendapatkan petunjuk! Nah, setelah itu, kau tahu, Dumbledore tampaknya lebih ingin
memberiku pekerjaan, dan mau tak mau aku berpikir, Harry, bahwa itu karena dia menghargai kontras yang amat tajam antara sikapku yang bersahaja dan kemampuan terpendamku, dibanding dengan laki-laki muda yang memaksa dan menyodorkan diri, yang bahkan sampai mau menguping di lubang kunci-Harry, Nak""
Dia menoleh, karena baru saja menyadari bahwa Harry tak lagi bersamanya. Harry telah berhenti melangkah dan sekarang mereka berjarak tiga meter.
"Harry"" dia mengulang bimbang.
Barangkali wajah Harry pucat pasi, sampai Profesor Trelawney tampak begitu cemas dan ketakutan. Harry berdiri bergeming selagi gelombang shock menerjangnya, gelombang demi gelombang, menyapu segalanya kecuali informasi yang selama ini disembunyikan darinya ...
Snape-lah yang telah mencuri-dengar ramalan itu. Snape-lah yang telah membawa kabar tentang ramalan itu kepada Voldemort. Snape dan Peter Pettigrew-lah yang membuat Voldemort memburu Lily dan James dan anak mereka ...
Tak ada hal lain yang penting bagi Harry saat itu.
"Harry"" kata Profesor Trelawney lagi. "Harry katanya kita akan sama-sama menemui Kepala Sekolah""
"Anda tinggal di sini," kata Harry dengan bibir mati rasa.
"Tetapi, Nak ... aku mau menceritakan kepadanya bagaimana aku diserang di Kamar Ke-"
"Anda tinggal di sini!" Harry mengulang gusar.
Profesor Trelawney tampak cemas ketika Harry berlari melewatinya, membelok ke koridor Dumbledore, yang dijaga gargoyle tunggal. Harry meneriakkan kata kuncinya kepada si gargoyle dan berlari menaiki tangga spiral yang bergerak, tiga anak tangga sekali lompat. Dia tidak mengetuk pintu kantor
Dumbledore, dia menggedornya; dan suara tenang menjawab "Masuk" setelah Harry menerabas masuk ke dalam ruangan.
Fawkes si burung phoenix menoleh, mata hitamnya berkilauan, memantulkan cahaya keemasan matahari yang sedang terbenam di balik jendela. Dumbledore sedang berdiri di depan jendela, memandang ke halaman, mantel bepergian hitam panjang tersampir di lengannya.
"Nah, Harry, aku sudah berjanji kau boleh ikut bersamaku."
Sesaat Harry tidak paham. Pembicaraannya dengan Trelawney telah menyingkirkan segala yang lain dari dalam kepalanya dan otaknya rasanya bergerak sangat lambat.
"Ikut ... Anda ...""
"Hanya kalau kau mau, tentu."
"Kalau saya ... "
Dan kemudian Harry ingat kenapa dia tadi sangat bersemangat pergi ke kantor Dumbledore.
"Anda sudah menemukannya" Anda sudah menemukan Horcrux""
"Kukira begitu."
Kegusaran dan kekesalan bertarung dengan shock dan kegairahan selama beberapa saat, Harry tak bisa bicara.
"Wajar kalau takut," kata Dumbledore.
"Saya tidak takut!" kata Harry segera, dan itu memang benar. Saat itu dia sama sekali tidak merasa takut. "Horcrux yang .mana ini" Di mana""
"Aku tak yakin ini yang mana-meskipun kukira kita bisa mengesampingkan si ular-tapi aku percaya Horcrux ini disembunyikan dalam gua di pantai berkilo-kilometer jauhnya dari sini, gua yang sudah lama kucari-cari, gua yang pernah
digunakan Tom Riddle untuk meneror dua anak dari panti asuhannya ketika mereka piknik tahunan, ingat""
"Ya," kata Harry. "Bagaimana Horcrux ini dilindungi""
"Aku tak tahu; aku punya kecurigaan yang bisa saja keliru sama sekali." Dumbledore bimbang, kemudian berkata, "Harry, aku telah berjanji kepadamu bahwa kau boleh ikut denganku, dan aku akan menepati janji itu, tetapi aku akan salah besar kalau tidak memperingatkanmu bahwa ini akan sangat berbahaya."
"Saya ikut," kata Harry, hampir sebelum Dumbledore selesai bicara. Mendidih dengan kemarahan terhadap Snape, keinginannya untuk melakukan sesuatu yang nekat dan berisiko telah meningkat berpuluh kali lipat. Rupanya itu terpancar dari wajah Harry, karena Dumbledore min
ggir dari jendela dan memandang Harry lebih cermat, ada kernyit kecil di antara alisnya yang keperakan.
"Apa yang terjadi padamu""
"Tidak ada apa-apa," dusta Harry segera.
"Apa yang membuatmu terganggu""
"Saya tidak terganggu."
"Harry, kau tak pernah benar-benar menguasai Ocdumenc" Kata itu menjadi percik api yang mengobarkan kemarahan Harry.
"Snape!" katanya, sangat keras, dan Fawkes berkuak lembut di belakang mereka. "Snape-lah yang terjadi! Dia yang memberitahu Voldemort tentang ramalan itu, ternyata dia, dia yang mendengarkan di balik pintu. Trelawney memberitahu
saya!" Ekspresi Dumbledore tidak berubah, namun Harry merasa wajahnya memucat di bawah pancaran kemerahan sinar
matahari yang terbenam. Lama Dumbledore tidak mengatakan apa-apa.
"Kapan kau tahu semua ini"" Dumbledore akhirnya menanyainya.
"Baru saja!" kata Harry, yang susah payah berusaha agar tidak berteriak. Dan kemudian, tiba-tiba saja, dia tak bisa menahan diri lagi. "DAN ANDA MEMBIARKANNYA MENGAJAR DI SINI DAN DIA MEMBERITAHU VOLDEMORT UNTUK MENCARI IBU DAN AYAH SAYA!"
Terengah-engah seolah dia sedang berkelahi, Harry berpaling dari Dumbledore, yang masih tidak menggerakkan satu otot pun, dan berjalan hilir-mudik dalam ruangan, menggosokkan buku-buku jarinya ke tangannya dan berusaha sekuat tenaga tidak menerjang barang-barang di situ. Dia ingin marah dan menyerang Dumbledore, tetapi dia juga ingin pergi bersamanya dan mencoba menghancurkan Horcrux itu. Dia ingin mengatakan kepada Dumbledore bahwa dia laki-laki tua bodoh telah memercayai Snape, tetapi dia takut Dumbledore tidak mau mengajaknya, kecuali dia bisa menguasai kemarahannya ...
"Harry," kata Dumbledore tenang. "Tolong dengarkan aku."
Menghentikan hilir-mudiknya sama sulitnya dengan menahan diri agar tidak berteriak. Harry berhenti, menggigit bibir, dan menatap wajah keriput Dumbledore.
"Profesor Snape membuat kekeliru-"
"Jangan katakan kepada saya itu kekeliruan, Sir, dia mencuri-dengar di pintu!"
"Tolong biarkan aku selesai dulu." Dumbledore menunggu sampai Harry sudah mengangguk kaku, baru kemudian melanjutkan. "Profesor Snape membuat kekeliruan besar. Dia masih bekerja untuk Lord Voldemort pada malam dia mendengar paro-pertama ramalan Profesor Trelawney. Wajar
kalau dia bergegas memberitahu tuannya apa yang telah didengarnya, karena ramalan itu sangat berkaitan dengan tuannya. Tetapi dia tidak tahu tak ada kemungkinan dia bisa tahu anak laki-laki mana yang akan diburu Voldemort sejak saat itu, atau bahwa orangtua yang akan dibinasakannya dalam pencariannya adalah orang-orang yang dikenal Profesor Snape, bahwa mereka ibu dan ayahmu"
Harry mengeluarkan tawa hambar.
"Dia membenci ayah saya sama seperti dia membenci Sirius! Tidakkah Anda perhatikan, Profesor, bagaimana orang-orang yang dibenci Snape pada akhirnya cenderung mati""
"Kau tak tahu betapa menyesalnya Profesor Snape ketika menyadari bagaimana Lord Voldemort menginterpretasikan ramalan itu, Harry. Aku percaya itu penyesalan terbesar dalam hidupnya dan alasan dia kembali"
"Tetapi dia Ocdumens yang sangat andal, kan, Sir"" kata Harry, yang suaranya bergetar dalam usahanya untuk membuatnya tenang. "Dan bukankah Voldemort yakin bahwa Snape berada di pihaknya, bahkan sekarang" Profesor ... bagaimana Anda bisa yakin Snape ada di pihak kita""
Dumbledore tidak berbicara selama beberapa saat. Tampaknya dia sedang berusaha memutuskan sesuatu. Akhirnya dia berkata, "Aku yakin. Aku memercayai Severus Snape sepenuhnya."
Harry menghela napas dalam-dalam selama beberapa saat, berusaha menenangkan diri. Tidak berhasil.
"Saya tidak memercayai dia!" katanya, sama kerasnya seperti sebelumnya. "Dia sedang merencanakan sesuatu dengan Draco Malfoy sekarang ini, di depan hidung Anda, dan Anda masih"
"Kita sudah membicarakan ini, Harry," kata Dumbledore, dan sekarang sikapnya keras lagi. "Aku sudah memberitahumu pandanganku."
"Anda akan meninggalkan sekolah malam ini dan saya berani taruhan Anda bahkan belum mempertimbangkan bahwa Snape dan Malfoy barangkali memutuskan untuk-"
"Untuk apa"" tanya Dumbledore, alisnya terangkat. "Kau mencurigai mereka akan
melakukan apa, persisnya""
"Saya ... mereka merencanakan sesuatu!" kata Harry dan kedua tangannya mengepal ketika dia mengatakannya. "Profesor Trelawney tadi masuk Kamar Kebutuhan, akan menyembunyikan botol-botol sherrynya, dan dia mendengar Malfoy bersorak, merayakan keberhasilannya! Dia berusaha memperbaiki sesuatu yang berbahaya di dalam Kamar itu dan jika Anda bertanya kepada saya, dia sudah berhasil memperbaikinya akhirnya dan Anda akan meninggalkan sekolah tanpa-"
"Cukup," kata Dumbledore. Dia mengatakannya dengan cukup tenang, meskipun demikian Harry langsung terdiam. Dia tahu akhirnya dia telah melewati garis batas yang tak terlihat. "Kau pikir aku pernah meninggalkan sekolah tanpa perlindungan selama aku tak ada tahun ini" Tidak. Malam ini, waktu aku pergi, akan ada lagi penambahan proteksi. Harap jangan menuduh aku tak menganggap serius keamanan murid-muridku, Harry."
"Saya tidak-" gumam Harry, agak malu, namun Dumbledore memotongnya.
"Aku tak ingin membicarakan hal ini lagi."
Harry menelan kembali jawabannya, takut dia telah bertindak terlalu jauh, bahwa dia telah merusak kesempatannya untuk menemani Dumbledore, namun Dumbledore melanjutkan, "Apakah kau masih ingin pergi denganku malam ini""
"Ya," jawab Harry segera.
"Baiklah, kalau begitu: dengarkan." Dumbledore berdiri tegak.
"Aku akan membawamu bersamaku dengan satu syarat: bahwa kau mematuhi perintah apa pun yang mungkin kuberikan dengan segera, dan tanpa pertanyaan."
"Tentu saja." "Pastikan kau memahamiku, Harry. Yang kumaksudkan adalah kau harus mematuhi bahkan perintah-perintah seperti 'lari', 'sembunyi' ataupun 'pulang'. Apakah kau berjanji""
"Saya-ya, tentu saja."
"Jika kusuruh kau bersembunyi, kau akan bersembunyi""
"Ya." "Jika kusuruh kau kabur, kau akan patuh""
"Ya." "Jika kusuruh kau meninggalkanku, dan menyelamatkan dirimu, kau akan melakukan yang kuperintahkan""
"Saya-" "Harry""
Sesaat mereka saling pandang. "Ya, Sir."
"Bagus sekali. Kalau begitu sekarang aku ingin kau pergi mengambil Jubah-mu dan menemuiku di Aula Depan lima menit lagi."
Dumbledore berbalik untuk memandang ke luar dari jendela yang kemerahan. Matahari sekarang tinggal semburat merah di sepanjang kaki langit. Harry melangkah cepat meninggalkan kantor dan menuruni tangga spiral. Aneh, pikirannya mendadak menjadi jernih. Dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Ron dan Hermione sedang duduk berdua di ruang rekreasi ketika dia kembali. "Apa yang diinginkan Dumbledore"" Hermione langsung bertanya. "Harry, kau baik-baik saja"" dia menambahkan dengan cemas.
"Aku baik," kata Harry pendek, berlari melewati mereka. Dia melesat menaiki tangga dan masuk ke kamarnya. Dibukanya kopernya dan dikeluarkannya Peta Perampok dan sepasang kaus kaki yang tergulung. Kemudian dia meluncur turun lagi ke ruang rekreasi, berhenti di depan Ron dan Hermione, yang tampak tercengang.
"Aku tak punya banyak waktu," Harry terengah. "Dumbledore mengira aku mengambil Jubah Gaib-ku. Dengar"
Cepat-cepat dia memberitahu mereka ke mana dia akan pergi, dan kenapa. Dia tidak berhenti, kendati Hermione terpekik tertahan dan Ron buru-buru mengajukan pertanyaan. Mereka bisa menyimpulkan sendiri rincian detailnya nanti.
"... jadi, kalian paham, kan, apa artinya ini"" Harry mengakhiri penuturannya dengan amat cepat. "Dumbledore tak akan ada di sini malam ini, maka Malfoy akan punya kesempatan besar untuk melakukan apa pun yang direncanakannya. Tidak, dengarkan aku!" dia mendesis marah, ketika baik Ron maupun Hermione menunjukkan tanda-tanda akan menginterupsi. "Aku tahu Malfoy-lah yang bersorak gembira di Kamar Kebutuhan. Ini" Disorongkannya Peta Perampok ke tangan Hermione. "Kalian harus mengawasinya dan kalian juga harus mengawasi Snape. Pakai anak-anak LD lain yang bisa kalian kumpulkan. Hermione, Galleon pengontak itu masih berfungsi, kan" Dumbledore bilang dia menambah perlindungan ekstra di sekolah, tetapi kalau Snape terlibat, dia akan tahu apa perlindungan Dumbledore itu, dan bagaimana menghindarinya tetapi dia tak akan mengira kalian akan berjaga-jaga, kan""
"Harry-" kata Hermione, matanya membesar ketakutan.
"Aku tak punya waktu untuk berdebat," kata Harry singkat. "Ambil ini juga-" Dijejalkannya kaus kaki itu ke tangan Ron.
"Terima kasih," kata Ron. "Er-kenapa aku butuh kaus kaki""
"Kau butuh apa yang, dibungkus kaus kaki itu, Felix Felicis. Bagilah di antara kalian, dan Ginny juga. Sampaikan selamat tinggalku kepadanya. Sebaiknya aku pergi sekarang, Dumbledore sudah menunggu"
"Tidak!" kata Hermione, ketika Ron membuka bungkusan botol mungil berisi ramuan keemasan, terkesima. "Kami tak menginginkannya, bawalah ini, siapa tahu apa yang akan kau
hadapi"" "Aku akan baik-baik saja, aku akan bersama Dumbledore," kata Harry. "Aku ingin yakin kalian semua oke ... jangan bertampang seperti itu, Hermione, kita akan ketemu lagi nanti
" Dan dia pergi, bergegas melewati lubang lukisan, menuju Aula Depan.
Dumbledore sudah menunggu dekat pintu depan dari kayu, ek. Dia menoleh ketika Harry muncul di undakan batu paling atas, terengah-engah, pinggangnya sakit sekali.
"Aku ingin kau memakai Jubah-mu, tolong," kata Dumbledore. Dan dia menunggu sampai Harry sudah menyelubungkan Jubah Gaib-nya sebelum berkata, "Bagus sekali. Kita pergi sekarang""
Dumbledore segera menuruni undakan batu, mantel bepergiannya nyaris tak bergerak dalam cuaca musim panas yang tenang. Harry bergegas merendenginya di bawah Jubah Gaib-nya, masih terengah-engah dan berkeringat agak banyak.
"Tetapi apa pikir orang-orang kalau mereka melihat Anda pergi, Profesor"" Harry bertanya, pikirannya terpaku pada Malfoy dan Snape.
"Bahwa aku ke Hogsmeade untuk minum," kata Dumbledore enteng. "Aku kadang-kadang ke tempat Rosmerta, atau mengunjungi Hog's Head ... atau tampaknya begitu. Ini cara yang baik untuk menyamarkan tujuan kita yang sebenarnya."
Mereka melewati jalan menuju gerbang dalam keremangan senja. Udara dipenuhi bau rumput hangat, air danau, dan asap kayu dari pondok Hagrid. Sulit dipercaya mereka menyongsong sesuatu yang berbahaya ataupun mengerikan.
"Profesor," kata Harry pelan, ketika gerbang di ujung jalan sudah kelihatan, "apakah kita akan ber-Apparate""
"Ya" kata Dumbledore. "Kau bisa ber-Apparate sekarang, kukira""
"Ya," kata Harry, "tetapi saya belum punya lisensi."
Dia merasa paling baik jujur; bagaimana kalau dia mengacaukan segalanya dengan muncul seratus lima puluh kilometer dari tempat yang seharusnya didatanginya"
"Tidak apa-apa," kata Dumbledore. "Aku bisa membantumu
lagi." Mereka keluar pagar dan membelok ke jalan kecil kosong menuju Hogsmeade. Kegelapan turun dengan cepat sementara mereka berjalan, dan ketika mereka tiba di jalan utama, malam telah tiba. Lampu berkelap-kelip dari jendela-jendela di atas toko-toko dan ketika melewati Three Broomsticks, mereka mendengar teriakan parau.
"-dan tinggal di luar!" teriak Madam Rosmerta, dengan paksa mendorong keluar penyihir laki-laki bertampang-kotor. "Oh, halo, Albus ... kau keluar malam-malam-"
"Selamat malam, Rosmerta, selamat malam ... maaf, aku mau ke Hog's Head ... jangan tersinggung, tapi aku ingin suasana yang lebih tenang malam ini ... "
Semenit kemudian mereka menikung memasuki jalan samping. Di jalan ini papan nama Hog's Head berderak sedikit, meskipun tak ada angin. Sangat kontras dengan Three Broomsticks, rumah minum ini tampaknya kosong sama sekali.
"Kita tak perlu masuk," gumam Dumbledore, memandang ke sekitarnya. "Asal tak ada yang melihat kita pergi ... sekarang letakkan tanganmu di lenganku, Harry. Tak perlu mencengkeram kuat-kuat, aku hanya memandumu. Pada hitungan ketiga--satu ... dua ... tiga ... "
Harry berputar. Langsung saja dia merasakan sensasi seakan dia dijejalkan ke dalam pipa karet tebal. Dia tidak dapat menarik napas, semua bagian tubuhnya ditekan sampai nyaris tak tertahankan dan kemudian, tepat ketika dia mengira akan mati lemas, pengikat tak kelihatan itu seperti terlepas, dan dia berdiri dalam kegelapan yang sejuk, menghirup dalam-dalam udara segar yang asin.
26. GUA Harry bisa mencium bau garam dan mendengar gemuruh gelombang. Angin dingin sepoi-sepoi memburai rambutnya ketika dia memandang laut yang diterangi cahaya bulan dan langit bertabur bintang. Dia berdiri di atas k
arang gelap yang muncul tinggi di atas permukaan laut, air berbuih dan menggelegak di bawahnya. Dia menoleh. Di belakangnya ada karang menjulang, terjal, hitam, dan tak berbentuk. Beberapa gumpalan besar karang, seperti tempat Harry dan Dumbledore berdiri, tampak seakan pecah dari permukaan karang besar itu pada suatu waktu di masa lampau. Pemandangan yang suram dan keras. Melulu laut dan karang, tanpa ada nya pohon, rumput ataupun pasir yang melembutkan. "Bagaimana
menurut pendapatmu"" tanya Dumblodore. Seakan dia menanyakan pendapat Harry tentang apakah tempat itu baik untuk piknik.
"Mereka membawa anak-anak panti asuhan ke sini"" tanya Harry, yang tak bisa membayangkan tempat yang lebih tidak nyaman untuk berwisata.
"Tidak ke sini, persisnya," kata Dumbledore. "Ada semacam desa kira-kira separo jalan deretan karang di belakang kita. Kukira anak-anak yatim piatu dibawa ke sana supaya bisa menghirup sedikit hawa laut dan melihat ombak. Tidak, kukira hanya Tom Riddle dan korban kecilnya yang pernah mengunjungi tempat ini. Tak ada Muggle yang bisa mencapai karang ini, kecuali mereka pendaki gunung yang luar biasa, dan kapal tidak bisa mendekati karang; air di sekitarnya terlalu berbahaya. Kubayangkan Riddle menuruni karang itu, sihir berfungsi lebih baik daripada tali. Dan dia membawa dua anak kecil bersamanya, barangkali dia mendapatkan kesenangan dengan meneror mereka. Kukira perjalanannya saja sudah akan membuat mereka ketakutan, kan""
Harry mendongak memandang karang terjal itu lagi dan merasa merinding, bulu kuduknya berdiri.
"Namun tujuan akhirnya dan tujuan akhir kita terletak sedikit lebih jauh lagi. Mari."
Dumbledore memberi isyarat agar Harry ke tepi karang, di mana sederet ceruk bergerigi membentuk tempat berpijak yang turun menuju batu-batu besar yang separo, terbenam dalam air dan mendekat ke karang terjal. Jalan turun yang sangat berbahaya dan Dumbledore, terhambat sedikit oleh tangannya yang kisut, bergerak pelan. Karang-karang di bawah licin tersiram air laut. Harry merasakan mukanya kena cipratan air asin yang dingin.
"Lumos," kata Dumbledore, ketika dia tiba di batu yang paling dekat permukaan karang. Seribu titik cahaya keemasan
berkelip di atas permukaan air yang gelap sekitar semeter di bawah tempatnya berjongkok. Dinding karang hitam di sebelahnya juga ikut diterangi.
"Kau lihat"" kata Dumbledore pelan, memegang tongkat sihirnya sedikit lebih tinggi. Harry melihat celah di bukit karang, ke dalamnya air gelap berpusar.
"Kau tidak keberatan basah sedikit""
"Tidak," kata Harry.
"Kalau begitu bukalah Jubah Gaib-mu-tak diperlukan lagi sekarang dan ayo kita terjun."
Dan mendadak dengan kegesitan pria yang jauh lebih muda, Dumbledore meluncur dari batu, mendarat di laut dan mulai berenang, dengan gaya dada yang sempurna, menuju celah gelap di permukaan karang terjal, tongkat sihirnya yang menyala dalam gigitannya. Harry melepas Jubah-nya, menjejalkannya ke dalam sakunya, dan mengikutinya.
Airnya sedingin es. Pakaian Harry yang dipenuhi air menggelembung di sekitarnya dan menahan kecepatannya. Menarik napas dalam-dalam yang membuat lubang hidungnya dipenuhi air asin yang tajam dan ganggang laut, dia berenang menuju cahaya berkelap-kelip yang semakin mengecil masuk makin jauh ke dalam karang terjal.
Celah itu tak lama kemudian membuka menjadi terowongan gelap yang Harry tahu akan dipenuhi air pada waktu pasang naik. Dinding-dindingnya yang licin hanya berjarak sekitar satu meter dan berkilat seperti ter basah ketika dilewati cahaya tongkat sihir Dumbledore. Setelah masuk sedikit, terowongan berkelok ke kiri dan Harry melihat bahwa terowongan itu masuk jauh ke dalam karang. Dia terus berenang di belakang Dumbledore, ujung jari-jarinya yang beku kedinginan menyentuh karang yang kasar dan basah.
Kemudian dilihatnya Dumbledore mentas dari air di depan, rambutnya yang keperakan dan jubah hitamnya berkilat-kilat. Ketika tiba di tempat itu Harry menemukan tangga yang menuju ke sebuah gua besar. Dia menaiki tangga itu, air mengucur dari pakaiannya yang basah kuyup, dan muncul, gemetar tak terkendali, ke dalam udar
a yang tenang dan amat dingin.
Dumbledore berdiri di tengah gua, tongkat sihirnya dipegang tinggi-tinggi sementara dia berputar pelan di tempat, mengamati dinding dan langit-langit.
"Ya, ini tempatnya," kata Dumbledore.
"Bagaimana Anda bisa tahu"" Harry berbicara dalam bisikan.
"Tempat ini sudah pernah kena sihir," kata Dumbledore sederhana.
Harry tak tahu apakah dia menggigil karena rasa dingin yang menembus sampai ke tulang sumsum ataukah karena sadar akan adanya sihir. Dia mengawasi ketika Dumbledore meneruskan berputar di tempat, jelas sekali sedang berkonsentrasi pada halhal yang tak bisa dilihat Harry.
"Ini hanyalah bagian depan, aula depan," kata Dumbledore selewat beberapa saat. "Kita harus masuk ke ruangan dalam ... sekarang rintangan buatan Lord Voldemort yang menghalangi kita, bukan buatan alam ... " Dumbledore mendekati dinding gua dan mengelusnya dengan ujung jari-jarinya yang menghitam, menggumamkan kata-kata dalam bahasa yang tak dimengerti Harry. Dua kali Dumbledore berjalan mengelilingi gua, menyentuh sebanyak mungkin karang kasar, kadang-kadang berhenti, menjalankan jari-jarinya maju-mundur pada tempat tertentu, sampai akhirnya dia berhenti, tangannya menekan dinding.
"Di sini," katanya. "Kita masuk dari sini. Jalan masuknya disembunyikan."
Harry tidak bertanya bagaimana Dumbledore tahu.
Dia belum pernah melihat penyihir memecahkan masalah seperti ini, hanya dengan memandang dan menyentuh. Namun Harry sudah lama tahu bahwa ledakan dan asap lebih sering merupakan tanda ketidakcakapan, bukannya kemahiran.
Dumbledore mundur dari dinding gua dan mengacungkan tongkat sihirnya ke karang itu. Sesaat muncul garis gerbang-lengkung di sana, menyala putih seakan ada cahaya terang benderang di belakang celah.
"Anda b-berhasil!" kata Harry dengan gigi bercatrukan, namun sebelum kata-kata itu meninggalkan bibirnya, gerbang-lengkung itu sudah hilang, meninggalkan dinding karang tetap kosong dan padat seperti semula. Dumbledore berbalik.
"Harry, maaf sekali, aku lupa," katanya. Diacungkannya tongkat sihirnya ke Harry dan segera saja pakaian Harry menjadi hangat dan kering, seakan baru digantung di depan api yang berkobar.
"Terima kasih," kata Harry penuh rasa terima kasih, namun Dumbledore sudah mengalihkan lagi perhatiannya ke dinding gua yang padat. Dia tidak mencoba sihir lagi, namun hanya berdiri di sana memandangnya lekat-lekat, seakan ada sesuatu yang luar biasa menarik tertulis di sana. Harry berdiri bergeming; dia tak ingin memecah konsentrasi Dumbledore.
Kemudian, selewat dua menit penuh, Dumbledore berkata pelan, "Oh, masa begini. Kasar sekali."
"Ada apa, Profesor""
"Kupikir" kata Dumbledore, memasukkan tangannya yang tidak luka ke dalam jubahnya dan mengeluarkan pisau perak pendek seperti yang biasa digunakan Harry untuk mengiris bahan ramuan, "kita diwajibkan memberi pembayaran untuk bisa lewat."
"Pembayaran"" kata Harry. "Anda harus memberi sesuatu kepada pintu itu""
"Ya," kata Dumbledore. "Darah, kalau aku tak begitu keliru."
"Darah""
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kukatakan tadi, ini kasar," kata Dumbledore, yang kedengarannya merendahkan, bahkan kecewa, seolah Voldemort jauh di bawah standar yang diharapkan Dumbledore. "Maksudnya, seperti yang aku yakin telah kau perkirakan, musuhmu harus membuat dirinya lemah untuk bisa masuk. Sekali lagi, Lord Voldemort gagal memahami bahwa ada banyak hal yang lebih mengerikan daripada luka
fisik." "Yeah, tetapi kalau Anda bisa menghindarinya ... " kata Harry, yang sudah mengalami cukup banyak kesakitan sehingga tak menginginkannya lagi.
"Kadang-kadang, meskipun demikian, ini tak bisa dihindari," kata Dumbledore, menggoyang ke belakang lengan bajunya dan memperlihatkan lengan bawah tangannya yang terluka.
"Profesor!" protes Harry, bergegas maju ketika Dumbledore mengangkat pisaunya. "Saya saja, saya-"
Harry tak tahu apa yang akan dikatakannya lebih muda, lebih fit" Namun. Dumbledore hanya tersenyum. Ada kilatan perak dan semburan merah. Permukaan karang menjadi berbintik-bintik butiran gelap, berkilauan.
"Kau baik sekali, Harry," kata Dumbledore, sekarang melewatkan ujung tongkat sihirnya di atas
sayatan dalam yang telah dibuatnya di lengannya sendiri, sehingga luka itu langsung sembuh, sama seperti ketika Snape menyembuhkan luka-luka Malfoy. "Tetapi darahmu lebih berharga daripada darahku. Ah, rupanya usaha kita berhasil."
Garis perak gerbang-lengkung telah muncul lagi di dinding, dan kali ini tidak menghilang; karang yang terciprat darah di dalam garis itu lenyap begitu saja, meninggalkan lubang menuju kegelapan total.
"Aku lebih dulu, kurasa," kata Dumbledore, dan dia memasuki gerbang-lengkung diikuti Harry, yang buru-buru menyalakan tongkat sihirnya sembari berjalan.
Pemandangan menyeramkan menyambut mereka; mereka berdiri di tepi danau hitam besar, bukan main besarnya sehingga Harry tak bisa melihat pantai di seberangnya, di dalam gua yang sangat tinggi, sehingga langit-langitnya juga tak terlihat. Cahaya kehijauan berkabut bersinar jauh di tempat yang tampaknya tengah danau. Cahayanya dipantulkan oleh air tenang yang sama sekali tak beriak di bawahnya. Hanya cahaya kehijauan dan sinar dari kedua tongkat sihir itulah yang memecah kegelapan yang amat gulita, meskipun sinar mereka tidak menembus sejauh yang diperkirakan Harry. Kegelapan ini entah bagaimana lebih pekat daripada kegelapan normal.
"Mari kita berjalan," kata Dumbledore pelan. "Berhati-hatilah agar jangan sampai melangkah ke dalam air. Dekat-dekatlah padaku."
Dumbledore berjalan mengelilingi tepi danau dan Harry mengikuti rapat di belakangnya. Langkah-langkah kaki mereka membuat bunyi berkecipak yang bergaung di tepian karang yang mengelilingi air. Terus saja mereka berjalan, namun pemandangan tidak berubah; di satu sisi mereka, dinding gua yang kasar; di sisi lain, hamparan kegelapan tak berbatas yang licin dan berkilau, yang di tengahnya bersinar cahaya ken hijauan yang misterius. Tempat itu dan kesunyiannya membuat Harry merasa sesak napas, ngeri.
"Profesor"" katanya akhirnya. "Menurut Anda Horcrux-nya
di sini"" "Oh ya," kata Dumbledore. "Ya, aku yakin di sini. Masalahnya adalah, bagaimana kita bisa sampai ke Horcrux
itu." "Kita tak bisa ... tak bisa mencoba menggunakan Mantra Panggil"" tanya Harry, yakin bahwa itu pertanyaan bodoh, tetapi, walaupun segan mengakuinya, dia sebetulnya sudah ingin segera meninggalkan tempat ini.
"Tentu saja bisa," kata Dumbledore, berhenti sangat mendadak sampai Harry hampir menabraknya. "Kenapa kau tidak mencobanya""
"Saya" Oh ... oke ... "
Harry tidak menyangka ini, namun dia berdeham dan berkata keras, dengan tongkat sihir terangkat, "Accio Horcrux!"
Dengan bunyi seperti ledakan, sesuatu yang sangat besar dan pucat muncul dari air yang gelap kira-kira enam meter dari mereka; sebelum Harry bisa melihat benda apa itu, benda itu sudah menghilang lagi dengan ceburan keras yang meninggalkan riak besar dan dalam pada permukaan air yang seperti cermin gelap. Harry melompat mundur dengan shock dan menabrak dinding gua; jantungnya masih berdentum-dentum ketika dia menoleh kepada Dumbledore.
"Apa itu""
"Sesuatu, yang menurut perkiraanku akan siap bereaksi jika kita berusaha mengambil Horcrux."
Harry kembali memandang air. Permukaan danau sekali lagi seperti kaca gelap yang bersinar; riaknya sudah menghilang dengan kecepatan tak wajar. Namun jantung Harry masih berdebar keras.
"Apakah Anda sudah mengira itu akan terjadi, Sir""
"Aku menduga sesuatu akan terjadi jika kita terang-terangan berusaha mengambil Horcrux. idemu tadi bagus sekali, Harry; cara yang paling sederhana untuk mengetahui apa yang kita hadapi."
"Tetapi kita tidak tahu benda apa tadi," kata Harry, menatap air tenang yang menyeramkan.
"Benda-benda tadi, maksudmu," kata Dumbledore.
"Aku sangat meragukan hanya ada satu. Kita jalan lagi""
"Profesor"" "Ya, Harry""
"Apakah menurut Anda kita harus masuk ke dalam danau""
"Masuk ke dalam danau" Hanya kalau kita sangat sial."
"Menurut Anda, Horcrux-nya tidak di dasar danau"" "Oh tidak ... menurutku Horcrux-nya ada di tengahnya."
Dan Dumbledore menunjuk ke arah cahaya hijau berkabut di tengah danau.
"Jadi, kita harus menyeberangi danau untuk mendapatkannya""
"Ya, kukira begitu."
Harry tidak berkata apa=apa. Pikiran
nya dipenuhi monster-air, ular raksasa, jin, kelpie-hantu air, dan peri ...
"Aha," kata Dumbledore, dan dia berhenti lagi. Kali ini Harry benar-benar menabraknya dan nyaris terjungkal ke dalam air yang gelap. Tangan Dumbledore yang tidak terluka memegangi lengannya erat-erat, menariknya dari tepi danau. "Maaf, Harry, mestinya aku memberi peringatan. Mundurlah ke dinding gua, tolong. Kurasa aku telah menemukan tempatnya."
Harry sama sekali tak mengerti apa yang dimaksud Dumbledore. Bagian pantai di tempat ini setahunya sama saja seperti yang lain, namun Dumbledore tampaknya telah mendeteksi sesuatu yang istimewa di sini. Kali ini dia menjalankan tangannya tidak di atas dinding karang, melainkan di udara kosong, seolah mengharapkan menemukan dan memegang sesuatu yang tak kelihatan.
"Oho," kata Dumbledore girang, beberapa detik kemudian. Tangannya memegang sesuatu yang tak bisa dilihat Harry di udara. Dumbledore mendekat ke air. Harry mengawasi dengan gugup ketika ujung sepatu Dumbledore yang bergesper menginjak tepian danau yang paling pinggir. Tangan satunya masih memegang sesuatu di udara, Dumbledore mengangkat tongkat sihirnya dengan tangan yang lain dan mengetuk kepalan tangannya dengan ujung tongkat itu.
Tiba-tiba saja muncul rantai tebal hijau seperti dari tembaga, menjulur dari dalam air ke kepalan tangan Dumbledore. Dumbledore mengetuk rantai itu, yang mulai meluncur dari kepalannya seperti ular, bergulung sendiri di tanah dengan bunyi dentang yang bergema keras dari dinding-dinding karang, menarik sesuatu dari kedalaman air yang gelap. Harry tersentak kaget ketika remang-remang haluan sebuah perahu kecil membelah permukaan air, menyala hijau seperti rantainya, dan meluncur, nyaris tanpa riak, ke pantai tempat Harry dan Dumbledore berdiri.
"Bagaimana Anda tahu perahu itu ada"" tanya Harry keheranan.
"Sihir selalu meninggalkan jejak," kata Dumbledore, ketika perahu pelan membentur tepi danau, "kadang-kadang jejak yang sangat jelas. Aku yang mengajar Tom Riddle. Aku tahu gayanya."
"Apakah ... apakah perahu ini aman""
"Oh ya, kukira demikian. Voldemort perlu menciptakan sarana untuk menyeberangi danau tanpa membangkitkan kemarahan makhluk-makhluk yang sudah dipasangnya di dalamnya, siapa tahu dia ingin mengunjungi atau memindahkan Horcrux-nya."
"Jadi, benda-benda dalam air itu tidak akan berbuat apa-apa jika kita menyeberang dengan perahu Voldemort""
"Kurasa kita harus menerima kenyataan bahwa mereka, pada batas tertentu; akan menyadari kita bukan Lord Voldemort. Namun sejauh ini kita telah berhasil baik. Mereka mengizinkan kita mengangkat perahu ini."
"Tetapi kenapa mereka membiarkannya"" tanya Harry, yang tak bisa menyingkirkan bayangan tentakel menjulur keluar dari air yang gelap begitu mereka tak ada lagi di pantai itu.
"Voldemort mestinya cukup yakin, tak seorang pun kecuali penyihir hebat akan bisa menemukan perahu itu," kata Dumbledore. "Kurasa dia siap mengambil risiko terhadap, yang menurut pendapatnya, kemungkinan paling tidak mungkin bahwa ada orang lain yang akan menemukannya, mengingat dia sudah memasang rintangan-rintangan lain di depan yang hanya bisa ditembus olehnya. Kita akan lihat nanti apakah dia benar."
Harry menunduk memandang perahu. Perahu itu betul-betul sangat kecil.
"Kelihatannya perahu ini tidak dibuat untuk dua orang. Kuatkah dia mengangkut kita berdua" Apakah kita berdua
tidak terlalu berat""
Dumbledore tertawa kecil.
"Voldemort tidak akan peduli tentang berat badan, melainkan tentang besarnya kekuatan sihir yang menyeberangi danaunya. Aku cenderung berpikir perahu ini
sudah dimantrai sehingga setiap kali hanya satu penyihir yang bisa menaikinya."
"Tetapi kalau begitu""
"Kurasa kau tidak masuk hitungan, Harry; kau masih di bawah umur dan belum berkualifikasi. Voldemort tak akan pernah menyangka anak berusia enam belas tahun bisa mencapai tempat ini; kurasa kekuatan sihirmu tak akan tercatat dibanding dengan kekuatanku."
Kata-kata ini tak membuat semangat Harry terpompa. Barangkali Dumbledore tahu ini, karena dia menambahkan, "Kekeliruan Voldemort, Harry, kekeliruan Voldemort ... orang
dewasa bodoh dan pelupa kalau dia meremehkan yang muda ... sekarang, kau lebih dulu kali ini, dan hati-hati, jangan menyentuh air."
Dumbledore minggir dan Harry hati-hati naik ke perahu. Dumbledore menyusul, menggulung rantai di lantai perahu. Mereka berdesakan. Harry tak bisa duduk nyaman. Dia hanya bisa berjongkok, kedua lututnya menganjur di atas tepi perahu. Perahu segera mulai bergerak. Tak ada suara kecuali desir haluan perahu yang membelah air. Perahu itu bergerak tanpa bantuan mereka, seolah ada tali tak kelihatan yang menariknya ke arah cahaya di tengah danau. Segera mereka tak bisa lagi melihat dinding-dinding gua. Mereka seperti berada di laut, hanya saja tak ada ombak.
Harry menunduk dan melihat pantulan emas cahaya tongkat sihirnya berkelap-kelip dan gemerlap di air yang hitam ketika mereka lewat. Perahu membuat riak dalam di atas permukaan air yang berkilat, alur di kaca gelap ...
Dan kemudian Harry melihatnya, seputih pualam, mengapung beberapa senti di bawah permukaan. "Profesor!" serunya, dan suaranya yang kaget bergaung keras di atas air yang sunyi. "Harry""
"Rasanya saya melihat tangan di air-tangan manusia!"
"Ya, aku yakin kau melihatnya," kata Dumbledore kalem.
Harry memandang ke dalam air, mencari tangan yang lenyap, dan rasa mual naik ke lehernya.
"Jadi benda yang tadi melompat dari air""
Namun Harry sudah memperoleh jawabannya sebelum Dumbledore sempat menjawab. Cahaya tongkat sihir meluncur melewati bagian air yang lain dan memperlihatkan kepadanya, kali ini, mayat manusia mengapung tertelentang beberapa senti di bawah air, matanya yang terbuka berkabut seakan disaput benang labah-labah, rambut dan jubahnya melayang di sekitarnya seperti asap.
"Ada mayat-mayat di sini!" kata Harry, dan suaranya terdengar lebih nyaring dari biasanya dan sama sekali tidak seperti suaranya.
"Ya," kata Dumbledore tenang, "tetapi kita tidak perlu mencemaskan mereka saat ini."
"Saat ini"" Harry mengulangi, mengalihkan pandangan dari air untuk menatap Dumbledore.
"Tidak, sementara mereka hanya mengapung damai di bawah kita," kata Dumbledore. "Tak ada yang perlu ditakuti dari mayat, Harry, sama halnya seperti tak ada yang perlu ditakuti dari kegelapan. Lord Voldemort, yang tentu saja diam-diam takut akan dua-duanya, tidak setuju dengan pendapat ini. Namun sekali lagi dia memperlihatkan kekurang bijaksanaannya. Ketidaktahuanlah yang kita takuti jika kita memandang kematian dan kegelapan, tak lebih dari itu."
Harry diam saja; dia tak ingin membantah, namun dia ngeri ada mayat-mayat mengapung di sekitar mereka, dan lebih-lebih lagi, dia tak -percaya mereka tidak berbahaya.
"Tapi salah satu dari mereka melompat," katanya, berusaha membuat suaranya sama datar dan kalemnya seperti suara
Dumbledore. "Sewaktu saya mencoba memanggil Horcrux, ada mayat yang melompat dari dalam danau!"
"Ya," kata Dumbledore. "Aku yakin begitu kita mengambil Horcrux, mereka tidak akan sedamai itu. Meskipun demikian, seperti banyak makhluk yang tinggal dalam kedinginan dan kegelapan, mereka takut akan cahaya dan kehangatan, yang akan kita panggil untuk membantu kita jika diperlukan. Api, Harry," Dumbledore menambahkan dengan senyum, sebagai tanggapan atas ekspresi kebingungan Harry.
"Oh ... begitu ..." kata Harry cepat-cepat. Dia menolehkan kepalanya memandang cahaya kehijauan. Perahu dengan pasti meluncur ke arah cahaya itu. Dia tak bisa berpura-pura, sekarang, bahwa dia tidak takut. Danau yang besar dan gelap, dipenuhi mayat ... rasanya sudah berjam-jam yang lalu ketika dia bertemu Profesor Trelawney, dia memberikan Felix Felicis kepada Ron dan Hermione ... tiba-tiba dia menyesal tidak mengucapkan selamat tinggal yang lebih baik kepada mereka ... dan dia belum bertemu Ginny sama sekali ...
"Hampir sampai," kata Dumbledore riang.
Betul saja, cahaya kehijauan tampaknya semakin besar akhirnya, dan dalam waktu beberapa menit, perahu berhenti, membentur sesuatu yang awalnya tak bisa Harry lihat, namun ketika dia mengangkat tongkat sihirnya yang menyala dia melihat mereka telah tiba di pulau kecil berupa karang rata di tengah danau.
"Hati-hati, jangan sampai menyentuh air," Dumbledore memperingatkan lagi ketika Harry keluar dari perahu.
Pulau itu tak lebih besar daripada kantor Dumbledore; hamparan batu datar gelap, yang di atasnya tidak ada apa-apa kecuali sumber cahaya kehijauan itu, yang cahayanya jauh lebih cemerlang dilihat dari dekat. Harry menyipitkan mata mengawasinya. Awalnya dia mengira itu semacam lampu, tetapi kemudian dilihatnya cahaya itu datangnya dari
baskom batu agak mirip Pensieve, yang diletakkan di atas tumpuan.
Dumbledore mendekati baskom itu dan Harry mengikutinya. Berdampingan mereka menunduk melihat ke dalamnya. Baskom itu penuh berisi cairan berwarna hijau-zamrud yang mengeluarkan cahaya berpendar itu.
"Apa itu"" tanya Harry pelan.
"Aku tak tahu," kata Dumbledore. "Tapi sesuatu yang lebih mencemaskan daripada darah atau mayat."
Dumbledore menyingkapkan lengan jubahnya pada tangannya yang menghitam, dan menjulurkan ujung jari-jarinya yang terbakar ke arah permukaan cairan itu.
"Sir, jangan, jangan sentuh!"
"Aku tak bisa menyentuhnya," kata Dumbledore, tersenyum samar. "Lihat" Aku tak bisa lebih dekat lagi dari ini. Cobalah sendiri."
Seraya menatapnya, Harry memasukkan tangannya ke dalam baskom dan mencoba menyentuh cairannya. Tangannya tertahan rintangan tak kelihatan yang menghalanginya bisa lebih dekat daripada dua setengah senti. Tak peduli betapa kuatnya dia mendorong, jari-jarinya tertahan oleh udara yang rasanya keras dan padat.
"Tolong minggir, Harry," kata Dumbledore.
Dumbledore mengangkat tongkat sihirnya dan membuat gerakan-gerakan rumit di atas permukaan cairan, bergumam tanpa suara. Tak ada yang terjadi, kecuali barangkali cairan itu bersinar sedikit lebih cemerlang. Harry tetap diam sementara Dumbledore bekerja, namun setelah beberapa saat Dumbledore menarik kembali tongkat sihirnya dan Harry merasa sudah aman untuk berbicara lagi.
"Anda berpendapat Horcrux-nya di dalam situ, Sir""
"Oh, ya," Dumbledore menunduk memeriksa isi baskom itu lebih cermat. Harry melihat wajahnya dipantulkan terbalik, pada permukaan licin cairan hijau itu. "Tapi bagaimana mencapainya" Cairan ini tidak bisa dimasuki tangan, tak bisa dilenyapkan, dibelah, dituang, ataupun disedot, juga tak bisa di-Transfigurasi, dimantrai, atau diubah bentuknya."
Seperti melamun, Dumbledore mengangkat tongkat sihirnya lagi, memelintirnya sekali di tengah udara dan kemudian menangkap piala kristal yang telah diciptakannya dari udara kosong.
"Aku hanya bisa menyimpulkan bahwa cairan ini dimaksudkan untuk diminum."
"Apa"" kata Harry. "Tidak!"
"Ya, kurasa begitu. Hanya dengan meminumnya aku bisa mengosongkan baskom ini dan melihat apa yang ada di kedalamannya."
"Tapi bagaimana-bagaimana kalau cairan itu membunuh
Anda"" "Oh, aku ragu cairan itu akan berdampak begitu," kata Dumbledore enteng. "Lord Voldemort tidak akan ingin membunuh orang yang bisa sampai ke pulau ini."
Harry tak bisa memercayai ini. Apakah ini lagi-lagi tekad gila Dumbledore untuk melihat kebaikan dalam semua orang"
"Sir," kata Harry, berusaha menjaga suaranya agar pantas, "Sir, ini Voldemort yang kita-"
"Sori, Harry, aku seharusnya berkata, dia tak ingin langsung membunuh orang yang bisa datang ke pulau ini" Dumbledore mengoreksi diri sendiri. "Dia akan menginginkan orang itu hidup cukup lama sampai dia tahu bagaimana mereka berhasil menembus rintangan-rintangannya sejauh ini dan, yang paling penting, kenapa mereka bermaksud mengosongkan baskom kom itu. Jangan lupa, Lord Voldemort
yakin hanya dia sendiri yang tahu tentang Horcrux-Horcrux-nya."
Harry sudah mau bicara lagi, tetapi kali ini Dumbledore mengangkat tangannya menyuruh Harry diam, sementara dia agak mengernyit memandang cairan hijau-zamrud itu, kentara sekali sedang berpikir keras.
"Tak diragukan lagi," katanya akhirnya, "cairan ini pasti bereaksi sedemikian rupa untuk mencegahku mengambil Horcrux. Cairan ini bisa membuatku lumpuh, membuatku lupa untuk apa aku berada di sini, menimbulkan kesakitan yang luar biasa sehingga perhatianku teralih, atau menyebabkan aku jadi tak mampu dengan cara lain. Mengingat ini masalahnya, Harry, menjadi tugasmulah un
tuk memastikan aku terus meminum cairan itu, bahkan sekalipun kau harus menuangkan cairan ini ke dalam mulutku yang memprotes. Kau mengerti""
Mata mereka bertemu di atas baskom, masing-masing wajah pucat diterangi cahaya hijau yang aneh itu. Harry diam saja. Karena alasan inikah dia diajak supaya dia bisa memaksa Dumbledore minum cairan yang bisa menyebabkan sakit yang tak tertahankan"
"Kau ingat," kata Dumbledore, "syarat yang kuajukan untuk mengajakmu bersamaku""
Harry bimbang, menatap mata biru yang telah berubah menjadi hijau dalam pancaran sinar dari baskom.
"Tapi bagaimana kalau-"
"Kau sudah bersumpah, kan, untuk mematuhi perintah apa saja yang kuberikan kepadamu""
"Ya, tapi-" "Sudah kuperingatkan, kan, bahwa mungkin akan ada bahaya""
"Ya," kata Harry, "tapi-"
"Nah, kalau begitu," kata Dumbledore, sekali lagi menggoyang lengan jubahnya ke belakang dan mengangkat piala kosong itu, "itu tadi tugasmu."
"Kenapa bukan saya saja yang meminum cairan itu"" tanya Harry putus asa.
"Karena aku jauh lebih tua, jauh lebih pintar, dan jauh kurang berharga," kata Dumbledore. "Sekali lagi, Harry, apakah kau berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk membuatku terus minum""
"Tidak bisakah""
"Kau berjanji""
"Tapi-" "Janjimu, Harry." "Saya-baiklah, tapi-"
Sebelum Harry bisa memprotes lebih jauh, Dumbledore menurunkan piala kristal itu ke dalam cairan. Selama sepersekian detik Harry berharap Dumbledore tak akan bisa menyentuh cairan dengan pialanya, namun kristal itu membenam ke dalam cairan, sementara jari mereka tadi tak bisa. Ketika gelas itu sudah penuh, Dumbledore mengangkatnya ke bibirnya.
"Untuk kesehatanmu, Harry."
Dan dia menenggak habis isi piala itu. Harry mengawasi, ngeri, tangannya mencengkeram tepian baskom begitu kuatnya sampai jari-jarinya kebas.
"Profesor"" katanya cemas, ketika Dumbledore menurunkan piala kosong. "Bagaimana perasaan Anda""
Dumbledore menggelengkan kepala, matanya terpejam. Harry membatin apakah dia kesakitan. Dumbledore
menceburkan kembali gelasnya asal saja ke dalam baskom, mengisinya lagi, dan meminumnya sekali lagi.
Dalam diam, Dumbledore meminum habis tiga piala cairan. Kemudian, ketika baru menghabiskan separo isi pialanya yang keempat, dia terhuyung dan jatuh ke depan menabrak baskom. Matanya masih terpejam, napasnya berat.
"Profesor Dumbledore"" kata Harry, suaranya tegang. "Bisakah Anda mendengar saya""
Dumbledore tidak menjawab: Wajahnya mengeriut, seakan dia tidur lelap, namun sedang mimpi menyeramkan. Pegangannya pada pialanya mengendur, cairannya nyaris tumpah. Harry menjangkaunya dan memegangi gelas kristal
itu. "Profesor, bisakah Anda mendengar saya"" dia mengulangi keras-keras, suaranya bergema di sekehhng gua.
Dumbledore tersengal dan kemudian bicara dengan suara yang tidak dikenali Harry, karena dia belum pernah mendengar Dumbledore ketakutan seperti ini.
"Aku tak mau ... jangan paksa aku ..."
Harry menatap wajah pucat pasi yang sangat dikenalnya, hidungnya yang bengkok dan kacamata bulan-separonya, dan tidak tahu dia harus berbuat apa.
"... tak suka ... mau berhenti ..." erang Dumbledore.
"Anda ... Anda tak boleh berhenti, Profesor," kata , Harry. "Anda harus terus minum, ingat" Anda memberitahu saya Anda harus terus minum. Ini ..."
Membenci dirinya sendiri, jijik akan apa yang akan dilakukannya, Harry menyorongkan lagi piala itu ke mulut Dumbledore dan menuangkan isinya, sehingga Dumbledore meminum sisa cairan di dalamnya.
"Jangan ..." rintihnya, ketika Harry mencelupkan lagi piala ke dalam baskom dan mengisinya lagi untuknya. "Aku tak mau ... aku tak mau ... biarkan aku pergi ... "
"Tak apa-apa, Profesor," kata Harry, tangannya gemetar. "Tak apa-apa, saya di sini-"
"Hentikan, hentikan," erang Dumbledore.
"Ya ... ya, ini akan menghentikannya," dusta Harry. Dituangkannya isi piala ke dalarn mulut Dumbledore yang terbuka.
Dumbledore berteriak. Teriakannya bergaung di seluruh gua besar, ke seberang air gelap yang mati.
"Jangan, jangan, jangan .... jangan ... aku tak bisa, jangan
paksa aku, aku tak mau ... "
"Tak apa-apa, Profesor, tak apa-apa!" kata Harry keras-keras, tangannya gem
etar sangat hebat sehingga dia nyaris tak bisa menciduk cairan untuk gelas yang keenam; isi baskom sekarang tinggal setengahnya. "Tak ada yang terjadi pada Anda, Anda aman, ini tidak riil. Sumpah, ini tidak riil-minum ini sekarang, minum ini ... "
Dan dengan patuh Dumbledore meminumnya, seolah Harry menawarkan penangkal racun, namun setelah mengeringkan isi piala, dia jatuh berlutut, gemetar tak terkendali.
"Semua salahku, semua salahku," isaknya, "mohon hentikan ini, aku tahu aku salah, oh, mohon hentikan dan aku tak akan pernah, tak akan pernah lagi ... "
"Ini akan menghentikannya, Profesor," Harry berkata, suaranya parau menahan tangis ketika dia menuangkan isi gelas ketujuh ke dalam mulut Dumbledore.
Dumbledore mulai gemetar ketakutan, seolah para penyiksa yang tak kelihatan mengepungnya; tangannya yang menampar-nampar nyaris memukul jatuh piala yang sudah
diisi lagi dari tangan Harry yang gemetar, selagi dia mengerang, "Jangan sakiti mereka, tolong jangan sakiti mereka, kumohon, ini salahku, sakiti saja aku ..."
"Ini, minum ini, minum ini, Anda akan baik-baik saja," kata Harry putus asa, dan sekali lagi Dumbledore mematuhinya, membuka mulutnya, bahkan selagi dia memejamkan matanya rapat-rapat dan gemetar dari kepala sampai kaki.
Dan sekarang dia jatuh terjerembap, berteriak lagi, memukul-mukulkan tinjunya di tanah, sementara Harry mengisi gelas kesembilan.
"Kumohon, kumohon, tolong, jangan ... jangan itu, jangan itu, aku akan melakukan apa saja ... "
"Minum saja, Profesor, minum saja... "
Dumbledore minum seperti anak yang hampir mati kehausan, namun setelah selesai, dia menjerit lagi seolah-olah organ-organ dalam tubuhnya terbakar.
"Jangan lagi, kumohon, jangan lagi ... "
Harry menciduk gelas kesepuluh dan merasa kristalnya menggesek dasar baskom.
"Kita hampir sampai, Profesor, minum ini, minum , ini ... "
Dia menyangga bahu Dumbledore dan lagi, Dumbledore mengeringkan isi gelas; Harry bangkit sekali lagi, mengisi piala sementara Dumbledore mulai berteriak-teriak lebih menderita daripada sebelumnya, "Aku ingin mati! Aku ingin mati! Hentikan, hentikan, aku ingin mati!"
"Minum ini, Profesor, minum ini ... "
Dumbledore minum, dan begitu selesai dia berteriak, "BUNUH AKU!"
"Ini-yang ini akan membunuh Anda!" engah Harry. "Minum saja ini ... segalanya akan selesai ... selesai!"
Dumbledore meminum isi piala, sampai tetes terakhir, dan kemudian, dengan desah keras yang berderik, berguling menelungkup pada wajahnya.
"Tidak!" teriak Harry, yang sudah berdiri untuk mengisi lagi pialanya. Alih-alih mengisinya, dijatuhkannya piala itu ke dalam baskom, lalu dia buru-buru berjongkok di sebelah Dumbledore dan membalikkan tubuhnya. Kacamata Dumbledore miring, mulutnya ternganga, matanya terpejam. "Tidak," kata Harry, mengguncang-guncang Dumbledore, "tidak, Anda tidak mati, Anda bilang ini bukan masalah, bangun, bangun-Rennervate!" serunya, tongkat sihirnya mengarah ke dada Dumbledore. Kilatan cahaya merah menyambar, namun tak ada yang terjadi. "Rennervate Sir saya mohon-"
Kelopak mata Dumbledore bergerak. Hati Harry terlompat kegirangan.
"Sir, apakah Anda""
"Air" erang Dumbledore parau.
"Air," engah Harry, "-ya-"
Harry melompat berdiri dan menyambar piala yang tadi dijatuhkannya dalam baskom; dia hampir tidak melihat kalung emas yang tergeletak melingkar di bawahnya.
"Aguamenti!" teriaknya, menyentuh piala itu dengan tongkat sihirnya.
Piala itu terisi air jernih. Harry berjongkok di sebelah Dumbledore, mengangkat kepalanya, dan membawa gelas itu ke bibirnya-namun gelas itu kosong. Dumbledore merintih dan mulai tersengal-sengal.
"Tapi tadi ada -- tunggu Aguamenti!" kata Harry lagi, mengarahkan tongkat sihirnya ke piala. Sekali lagi, selama sedetik, air jernih berkilauan di dalamnya, namun ketika dia
mendekatkannya ke mulut Dumbledore, airnya menghilang lagi.
"Sir, saya berusaha, saya berusaha!" kata Harry putus asa, namun rasanya Dumbledore tidak bisa mendengarnya. Dia sudah berguling dan berbaring miring pada sisinya, napasnya berat dan berderik, kedengarannya dengarannya menderita sekali. "Aguamenti Aguamenti AGUAMENTI!"
Piala penuh dan kosong sekali lagi. Dan sekarang napas Dumbledore memudar. Otaknya berputar panik, Harry tahu, dengan sendirinya, satu-satunya cara yang tersisa untuk mendapatkan air, karena Voldemort telah merencanakannya demikian ...
Dia berlari ke tepi karang dan mencelupkan piala itu ke danau, mengisinya penuh-penuh dengan air sedingin es yang tidak menghilang.
"Sir ini!" seru Harry, dan melompat maju dia menuangkan air itu dengan canggung di wajah Dumbledore.
Itu yang terbaik yang bisa dilakukannya, karena perasaan dingin di lengannya yang tidak memegang piala bukanlah dinginnya air yang masih melekat. Sebuah tangan putih yang licin mencengkeram pergelangan tangannya, dan makhluk pemilik tangan itu menariknya, perlahan, dari karang, ke belakang. Permukaan danau kini tak lagi licin bagai cermin. Danau seperti teraduk, dan ke mana pun Harry memandang, kepala atau tangan putih bermunculan dari dalam air yang gelap, laki-laki dan perempuan dan anak-anak, dengan mata cekung tak bisa melihat, bergerak ke arah karang; pasukan mayat yang bangkit dari air yang gelap.
"Petrificus Totalus!" teriak Harry, berusaha bertahan di permukaan pulau karang yang licin dan basah ketika dia mengacungkan tongkat sihirnya ke Inferius yang mencengkeram lengannya. Inferius itu melepaskannya, terjatuh ke belakang ke dalam air dengan bunyi cebur. Harry
geragapan bangkit berdiri, namun lebih banyak lagi Inferi sudah memanjat ke karang, tangan-tangan kurus mereka mencakar-cakar permukaan karang yang licin, mata mereka yang kosong, buram, tertuju kepadanya, menyeret-nyeret pakaian compang-camping penuh air, wajah cekung mereka menyeringai.
"Petrificus Totalus!" Harry berteriak lagi, mundur seraya mengayunkan tongkat sihirnya di udara. Enam atau tujuh Inferi terpuruk, namun lebih banyak lagi yang datang ke arahnya. "Impedimerita! Incarcerous!"
Beberapa di antara mereka terhuyung jatuh, satu atau dua terikat tali, namun yang memanjat ke atas karang di belakang mereka hanya melangkahi atau menginjak tubuh-tubuh yang berjatuhan itu. Masih menoreh udara dengan tongkat sihirnya, Harry berteriak, "Sectumsempra! SECTUMSEMPRA!"
Tetapi meskipun torehan muncul di pakaian compang-camping dan kulit mereka yang dingin, tak ada darah yang mengalir, mereka berjalan terus, tidak merasakan apa-apa, tangan keriput mereka terulur ke arahnya, dan ketika dia berusaha mundur lebih jauh, dia merasa lengan-lengan memeluknya dari belakang, lengan-lengan kurus tanpa daging, sedingin kematian, dan kakinya meninggalkan karang ketika mereka mengangkatnya dan mulai membawanya, perlahan dan pasti, kembali ke air, dan dia tahu tak akan ada pembebasan, bahwa dia akan ditenggelamkan, dan menjadi satu lagi mayat penjaga pecahan jiwa Voldemort ...
Namun kemudian, di dalam kegelapan muncullah cahaya merah dan keemasan, lingkaran api yang mengelilingi karang sehingga Inferi yang memegangi Harry erat-erat terhuyung dan limbung; mereka tidak berani melewati lidah api untuk sampai ke air. Mereka menjatuhkan Harry. Harry menyentuh karang, tergelincir dan terjatuh, lengannya tergores, namun buruburu bangun, mengangkat tongkat sihirnya dan memandang berkeliling.
Dumbledore sudah berdiri lagi, sama pucatnya dengan Inferi di sekeliling mereka, namun lebih tinggi daripada semuanya juga, api menari-nari di matanya, tongkat sihirnya terangkat seperti obor dan dari ujungnya keluar lidah api, seperti laso tebal, mengelilingi mereka semua dengan kehangatan.
Para Inferi saling tabrak, berusaha, membabi-buta, untuk menghindari api yang melingkungi rnereka ...
Dumbledore menyauk kalung dari dasar baskom dan menyimpannya di dalam jubahnya. Tanpa kata, dia memberi isyarat agar Harry datang ke sisinya. Perhatian mereka teralih oleh api, para Inferi tampaknya tak sadar buruan mereka pergi, ketika Dumbledore membawa Harry kembali ke perahu, lingkaran api bergerak bersama mereka. Di sekeliling mereka, para Inferi yang bingung menemani mereka ke tepi air, di mana mereka bersyukur meluncur kembali dengan anggun ke dalam air gelap mereka.
Harry, yang seluruh tubuhnya gemetar, sekilas mengira Dumbledore tidak akan b
isa naik ke perahu. Dumbledore terhuyung sedikit ketika dia berusaha naik ke perahu, semua usahanya tampaknya diarahkan untuk mempertahankan perlindungan lingkaran api yang mengelilingi mereka. Harry menyambarnya dan membantunya duduk kembali di tempat duduknya. Begitu mereka berdua sudah aman berdesakan di dalamnya, perahu mulai bergerak kembali menyeberangi air gelap, menjauhi karang, yang masih dikelilingi lingkaran api, dan tampaknya para Irtiferi yang mengapung di bawah mereka tidak berani muncul lagi.
"Sir," engah Harry, "Sir, saya lupa-tentang api mereka mendatangi saya dan saya panik-"
"Bisa dimengerti," gumam Dumbledore. Harry cemas sekali mendengar betapa lemahnya suaranya.
Mereka tiba di tepi danau dengan benturan kecil dan Harry merompat naik, kemudian berbalik untuk membantu Dumbledore. Begitu Dumbledore menginjak pantai, dibiarkannya tongkat sihirnya terjatuh; lingkaran api lenyap, namun para Inferi tidak berani muncul lagi dari dalam air. Perahu kecil itu tenggelam lagi ke dalam air, berdentang dan bergemerincing, rantainya meluncur kembali ke dalam danau juga. Dumbledore melepas napas lega dan bersandar ke dinding gua.
"Aku lemah ... " katanya.
"Jangan kuatir, Sir," kata Harry segera, mencemaskan Dumbledore yang pucat pasi dan tampak kelelahan bukan kepalang. "Jangan kuatir, saya akan membawa kita pulang ... bersandarlah pada saya, Sir ... "
Dan melingkarkan lengan Dumbledore yang tidak terluka ke bahunya, Harry memapah kepala sekolahnya meninggalkan danau, menyangga sebagian besar berat tubuhnya.
"Proteksinya ... ternyata ... didesain dengan bagus," kata Dumbledore lemah. "Satu orang saja tidak akan berhasil ... tindakanmu hebat, Harry, hebat sekali ... "
"Jangan bicara sekarang," kata Harry, takut mendengar betapa suara Dumbledore sudah menjadi sangat tidak jelas, betapa kakinya terseret, "simpan tenaga Anda, Sir ... kita akan segera keluar dari sini ... "
"Gerbang-lengkungnya pasti sudah menutup lagi ... pisauku
"Tak perlu, saya terluka di karang," kata Harry tegas, "beritahu saja di mana ... "
"Di sini ... " Harry menyekakan lengannya yang tergores pada dinding karang. Setelah menerima darah ... gerbang lengkung langsung membuka. Mereka menyeberangi bagian depan gua
dan Harry membantu Dumbledore kembali ke air laut sedingin es yang memenuhi celah di karang terjal.
"Semuanya akan beres, Sir," kata Harry berkali-kali, menjadi lebih cemas dikarenakan diamnya Dumbledore dibanding suaranya yang melemah. "Kita hampir sampai ... saya bisa meng-Apparate kita berdua pulang ... jangan kuatir"
"Aku tidak kuatir, Harry," kata Dumbledore, suaranya sedikit lebih kuat, kendati airnya sedingin es. "Aku bersamamu."
27. MENARA TERSAMBAR PETIR
Begitu berada kembali di bawah langit bertabur bintang, Harry mengangkat Dumbledore ke atas batu yang paling dekat, kemudian dia sendiri berdiri. Basah kuyup dan menggigil kedinginan, masih menyangga berat tubuh Dumbledore, Harry berkonsentrasi trasi lebih keras daripada yang pernah dilakukannya ke tempat tujuannya, Hogsmeade. Memejamkan matanya, memegang lengan Dumbledore kuat-kuat, dia melangkah memasuki perasaan dimampatkan yang sangat tidak menyenangkan.
Dia tahu dia berhasil sebelum membuka matanya: bau garam, angin laut telah lenyap. Dia dan Dumbledore menggigil dengan air masih menetes-netes dari tubuh mereka di tengah jalan utama yang gelap d] Hogsmeade. Selama sesaat yang mengerikan imajinasi Harry memperlihatkan lebih banyak Inferi merayap mendekatinya dari sisi toko-toko, namun dia mengerjapkan mata dan melihat tak ada yang bergerak. Semuanya diam, di mana-mana gelap, kecuali ada beberapa lampu jalan dan jendela atas yang lampunya menyala.
"Kita berhasil, Profesor!" Harry berbisik dengan sulit; tiba-tiba dia menyadari dadanya sakit seperti terbakar. "Kita berhasil! Kita mendapatkan Horcrux-nya!"
Dumbledore terhuyung menabraknya. Sekejap Harry mengira Apparition-nya yang kurang sempurna membuat Dumbledore kehilangan keseimbangan; kemudian dilihatnya wajah Dumbledore, lebih pucat dan lebih lembap dalam cahaya lampu jalan di kejauhan.
"Sir, Anda tak apa-apa""
"Biasany a lebih baik," kata Dumbledore lemah, meskipun ujung-ujung mulutnya menyeringai. "Cairan tadi ... bukan minuman kesehatan ... "
Dan betapa ngerinya Harry, Dumbledore merosot ke tanah.
"Sir-tak apa-apa, Sir, Anda akan baik-baik saja, jangan kuatir-"
Harry memandang ke sekitarnya dengan putus asa, mencari bantuan, namun tak ada orang yang terlihat dan yang bisa dipikirkannya hanyalah, entah bagaimana dia harus membawa Dumbledore secepatnva ke rumah sakit.
"Kita harus membawa Anda ke sekolah, Sir ... Madam Pomfrey ... "
"Tidak," kata Dumbledore. "Profesor Snape ... dialah yang kuperlukan ... tapi kupikir ... aku tidak bisa berjalan jauh sekarang ... "
"Baik-Sir, begini-saya akan mengetuk pintu, mencari tempat Anda bisa tinggal kemudian saya akan berlari memanggil Madam-"
"Severus," kata Dumbledore jelas. "Aku perlu Severus ... "
"Baiklah kalau begitu, Snape tapi terpaksa saya harus meninggalkan Anda sebentar supaya bisa-"
Namun sebelum Harry bisa bertindak, dia mendengar langkah-langkah berlari mendekat. Hatinya terlonjak gembira. Ada yang melihat, ada yang tahu mereka memerlukan bantuan dan ketika berpaling dia melihat Madam Rosmerta berlari sepanjang jalan yang gelap menuju mereka, memakai sandal berbulu berhak tinggi dan baju rumah berbordir naga-naga.
"Aku melihat kalian ber-Appparate ketika sedang menutup gorden jendela kamarku! Untunglah, untunglah, aku tak tahu harus-tapi kenapa Albus""
Dia berhenti, terengah-engah, dan menunduk, terbelalak memandang Dumbledore.
"Dia terluka," kata Harry. "Madam Rosmerta, bisakah kah dia tinggal di Three Broomsticks sementara saya ke sekolah dan mencari bantuan untuknya""
"Kau tak bisa ke sana sendirian! Apakah kau tak tahu kalian belum melihat""
"Jika Anda membantu saya memapahnya," kata Harry, tidak mendengarkan Madam Rosmerta, "saya rasa kita bisa membawanya ke dalam"
"Apa yang terjadi"" tanya Dumbledore. "Rosmerta, ada
apa"" "Tanda-Tanda Kegelapan, Albus."
Dan dia menunjuk ke langit, ke arah Hogwarts, Ketakutan melanda Harry mendengar kata-kata itu, dia berbalik dan memandang.
Itu dia, menggantung di langit di atas sekolah: tengkorak hijau menyala dengan lidah ular, tanda yang ditinggalkan Pelahap Maut setiap kali mereka memasuki suatu bangunan ... setiap kali mereka habis membunuh ...
"Kapan munculnya"" tanya Dumbledore, dan tangannya mencengkeram bahu Harry dengan amat menyakitkan, ketika dia berusaha berdiri.
"Mestinya beberapa menit yang lalu, tanda itu belum ada ketika aku mengeluarkan kucing, tapi ketika aku tiba di atas-"
"Kita harus segera kembali ke kastil," kata Dumbledore. "Rosmerta," dan meskipun dia terhuyung sedikit, tampaknya dia menguasai situasi sepenuhnya, "kami memerlukan transportasi-sapu-"
"Ada dua di balik bar," katanya, tampak sangat ketakutan. "Bagaimana kalau aku lari mengambil""
"Tidak usah, Harry bisa melakukannya." Harry langsung mengangkat tongkat sihirnya.
"Accio sapu Rosmerta."
Sedetik kemudian mereka mendengar bunyi gedubrakan keras ketika pintu depan rumah minum menjeblak terbuka, dua sapu meluncur ke jalan dan berlomba mencapai sisi Harry, di tempat itu mereka langsung berhenti, agak bergetar, setinggi pinggangnya.
"Rosmerta, tolong kirim pesan ke Kementerian," kata Dumbledore, seraya menaiki sapu yang paling dekat dengannya. "Mungkin belum ada seorang pun di dalam Hogwarts menyadari ada yang tidak beres ... Harry, pakailah Jubah Gaib-mu ..."
Harry menarik keluar Jubah-nya dari dalam sakunya dan menyelubungkannya ke tubuhnya sebelum menaiki sapunya. Madam Rosmerta sudah berjalan kembali terhuyung-huyung menuju rumah minumnya ketika Harry dan Dumbledore menjejak tanah dan naik mengangkasa. Ketika mereka meluncur menuju kastil, Harry mengerling Dumbledore, siap menangkapnya kalau-kalau dia jatuh, namun melihat Tanda Kegelapan rupanya bereaksi terhadap Dumbledore seperti
obat kuat: dia membungkuk rendah di atas sapunya, matanya terpancang pada Tanda itu, rambut perak dan jenggotnya yang panjang berkibar di belakangnya di dalam udara malam. Dan Harry juga memandang tengkorak itu, dan ketakutan menggelembung di dalam dirinya, seperti gelembung bera
cun, menekan paru-parunya, menyingkirkan semua ketidaknyamanan lain dari pikirannya ...
Berapa lama sudah mereka pergi" Apakah keberuntungan Ron, Hermione, dan Ginny sudah memudar sekarang" Apakah salah satu dari mereka yang menyebabkan Tanda itu dipasang di atas sekolah, ataukah Neville atau Luna, atau anggota LD yang lain" Dan kalau betul begitu ... dialah yang menyuruh mereka berpatroli di koridor-koridor, dia yang meminta mereka meninggalkan tempat tidur mereka yang aman ... apakah dia akan bertanggung jawab, lagi, atas kematian seorang teman"
Selagi mereka terbang di atas jalan gelap berkelok-kelok yang mereka lewati dengan berjalan kaki tadi, Harry mendengar, di atas desing udara malam di telinganya, Dumbledore bergumam dalam bahasa yang aneh lagi. Rasanya dia memahami kenapa ketika dia merasa sesaat sapunya bergetar sewaktu mereka terbang melewati tembok pembatas memasuki halaman sekolah. Dumbledore melepas sihir yang dipasangnya sendiri di sekitar sekolah, supaya mereka bisa masuk dengan cepat. Tanda Kegelapan berpendar tepat di atas Menara Astronomi, menara kastil yang paling tinggi. Apakah itu berarti kematian terjadi di sana"
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dumbledore sudah melewati benteng pertahanan Menara Astronomi dan sedang turun dari sapunya. Harry mendarat di sebelahnya beberapa detik sesudahnya dan memandang berkeliling.
Benteng itu kosong. Pintu ke tangga spiral yang turun menuju ke dalam kastil tertutup. Tak ada tanda-tanda perlawanan, pertempuran maut, ataupun mayat.
"Apa artinya ini"" Harry bertanya kepada Dumbledore, mendongak memandang tengkorak hijau dengan lidah ular bersinar mengerikan di atas mereka. "Apakah itu Tanda yang sebenarnya" Apakah sudah pasti ada yang Profesor""
Dalam keremangan pendar cahaya hijau dari Tanda, Harry melihat Dumbledore mencengkeram dadanya dengan tangannya yang menghitam.
"Pergilah bangunkan Severus," kata Dumbledore lemah namun jelas. "Ceritakan kepadanya apa yang terjadi dan bawa dia kepadaku. Jangan melakukan hal lain, jangan bicara kepada siapa pun, dan jangan melepas Jubah-mu. Aku akan menunggu di sini."
"Tapi-" "Kau sudah bersumpah akan mematuhiku, Harry pergilah!"
Harry bergegas ke pintu yang menuju tangga spiral, namun baru saja tangannya memegang cincin besi pintu itu, didengarnya langkah-langkah berlari di baliknya. Dia berpaling memandang Dumbledore, yang memberi isyarat agar dia mundur. Harry mundur, sambil mencabut tongkat sihirnya.
Pintu menjeblak terbuka dan ada yang menyerbu keluar dan berteriak, "Expelliarmus!"
Tubuh Harry langsung kaku dan tak bisa bergerak, dan dia merasa dirinya terjatuh ke belakang ke dinding Menara, bersandar seperti patung goyah, tak mampu bergerak ataupun berbicara. Dia tak mengerti bagaimana ini bisa terjadi-Expelliarmus bukanlah Mantra Pembeku.
Kemudian, diterangi cahaya Tanda, dilihatnya tongkat sihir Dumbledore terbang melengkung melewati tepian benteng dan dia mengerti ... Dumbledore telah membuat Harry tak bergerak tanpa kata, dan detik yang digunakannya untuk melakukan mantra itu telah membuatnya kehilangan kesempatan untuk melindungi dirinya sendiri.
Berdiri bersandar di benteng, dengan wajah sangat pucat pasi, Dumbledore masih tetap tidak menunjukkan tanda-tanda panik ataupun bingung. Dia hanya memandang orang yang melucuti senjatanya dan berkata, "Selamat malam, Dwraco."
Malfoy melangkah maju, memandang ke sekitarnya dengan cepat untuk mengecek dia dan Dumbledore hanya berdua saja. Terpandang olehnya sapu kedua.
"Siapa lagi yang ada di sini""
"Pertanyaan yang bisa juga kuajukan kepadamu. Atau apakah kau bertindak sendiri""
Harry melihat mata pucat Malfoy kembali memandang Dumbledore dalam sinar kehijauan Tanda.
"Tidak," katanya. "Saya punya pendukung. Ada Pelahap Maut di sini di sekolah Anda malam ini."
"Wah, wah," kata Dumbledore, seolah Malfoy sedang memperlihatkan kepadanya PR proyek yang ambisius. "Sungguh bagus sekali. Kau menemukan cara untuk memasukkan mereka, rupanya""
"Yeah," kata Malfoy, yang terengah. "Tepat di depan hidung Anda dan Anda tak pernah menyadarinya!"
"Sungguh banyak akal," kata Dumbledore. "Tapi ... maaf ... di mana merek
a sekarang" Kau tampak tak terkawal."
"Mereka bertemu beberapa penjaga Anda. Mereka sedang bertempur di bawah sana. Tak akan lama lagi ... saya keluar lebih dulu. Saya-saya punya tugas yang harus saya laksanakan."
"Nah, kalau begitu, teruskan dan laksanakan tugasmu, Nak," kata Dumbledore lembut.
Sunyi. Harry berdiri terpenjara dalam tubuhnya yang tak kelihatan dap lumpuh, menatap mereka berdua, telinganya ditajamkannya untuk mendengar pertempuran para Pelahap
Maut di kejauhan, dan di hadapannya, Draco Malfoy tidak melakukan apa-apa kecuali memandang Albus Dumbledore, yang tak bisa dipercaya, tersenyum.
"Draco, Draco, kau bukan pembunuh."
"Bagaimana Anda tahu"" kata Malfoy segera.
Rupanya dia menyadari betapa kekanak-kanakan kata-katanya tadi terdengar. Harry melihat wajahnya memerah dalam cahaya kehijauan Tanda.
"Anda tak tahu saya sanggup berbuat apa saja," kata Malfoy, lebih kuat, "Anda tak tahu apa yang telah saya lakukan!"
"Oh, ya, aku tahu," kata Dumbledore lunak. "Kau nyaris membunuh Katie Bell dan Ronald Weasley. Kau mencoba, dengan keputusasaan yang semakin meningkat, untuk membunuhku sepanjang tahun ini. Maafkan aku, Draco, tapi usaha-usahamu itu lemah ... sangat lemah, jujur saja, sehingga aku bertanya-tanya sendiri apakah kau melakukannya dengan sepenuh hati ... "
"Dengan sepenuh hati!" kata Malfoy berapi-api. "Saya mengerjakannya sepanjang tahun, dan malam ini-"
Di suatu tempat di kedalaman kastil di bawah Harry mendengar teriakan samar. Malfoy menegang dan menoleh.
"Ada yang melawan dengan gigih," kata Dumbledore sambil lalu. "Tapi tadi kau mengatakan ... ya, kau berhasil memasukkan Pelahap Maut ke dalam sekolahku, yang, harus kuakui, kupikir tidak mungkin ... bagaimana kau melakukannya""
Namun Malfoy tidak berkata apa-apa. Dia masih mendengarkan apa pun yang terjadi di bawah dan tampaknya hampir sama lumpuhnya seperti Harry.
"Barangkali kau harus melanjutkan melaksanakan tugasmu sendirian," saran Dumbledore. "Bagaimana kalau pendukungmu berhasil dirintangi oleh penjagaku" Seperti yang mungkin telah kau sadari, ada anggota-anggota Orde Phoenix juga di sini malam ini. Lagi pula, kau tidak memerlukan bantuan ... aku tak punya tongkat sihir saat ini ... aku tak bisa membela diri."
Malfoy hanya menatapnya. "Ah, begitu rupanya," kata Dumbledore ramah, ketika Malfoy tidak bergerak maupun bicara. "Kau takut bertindak sebelum mereka bergabung denganmu."
"Saya tidak takut!" gertak Malfoy, meskipun dia masih belum berbuat apa-apa untuk melukai Dumbledore. "Anda-lah yang seharusnya takut!"
"Tapi kenapa" Menurutku kau tidak akan membunuhku, Draco. Membunuh tidak semudah yang dikira orang-orang yang tak tahu apa-apa ... jadi, ceritakan padaku, sementara kita menunggu teman-temanmu ... bagaimana kau menyelundupkan mereka ke sini" Kelihatannya kau perlu waktu lama untuk memecahkan bagaimana melakukannya."
Malfoy tampak seperti sedang berusaha keras menahan desakan untuk berteriak, atau muntah. Dia menelan ludah dan menarik napas dalam-dalam beberapa kali, menatap galak Dumbledore, tongkat sihirnya teracung tepat ke jantung Dumbledore. Kemudian, seakan tak bisa menahan diri lagi, dia berkata, "Saya harus membetulkan Lemari Pelenyap yang sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun. Lemari tempat Montague hilang tahun lalu."
"Aaaah." Desah Dumbledore itu sekaligus setengah erangan. Sesaat dia memejamkan matanya.
"Pintar sekali ... ada kembarannya, kukira""
"Satunya ada di Borgin and Burkes," kata Malfoy, "dan keduanya membentuk semacam lorong di antara mereka. Montague memberitahu saya, ketika dia terkurung dalam lemari yang di Hogwarts, keadaannya tak menentu, tapi kadang-kadang dia bisa mendengar apa yang sedang terjadi di sekolah, dan kadang-kadang apa yang sedang terjadi di toko, sepertinya lemari itu berpindah-pindah antara dua tempat itu, namun dia tidak bisa membuat orang lain mendengarnya ... pada akhirnya dia berhasil ber-Apparate keluar, meskipun dia tidak lulus ujian Apparition-nya. Dia nyaris mati melakukan itu. Semua orang menganggap ceritanya benar-benar seru, tapi saya satu-satunya yang menyadari apa artinya
itu bahkan Borgin tidak tahu-sayalah yang menyadari mungkin ada jalan masuk Hogwarts lewat kedua Lemari itu kalau saya membetulkan yang rusak."
"Bagus sekali," gumam Dumbledore. "Jadi, para Pelahap Maut bisa lewat dari Borgin and Burkes ke dalam sekolah untuk membantumu ... rencana yang cerdik, sangat cerdik ... dan, seperti yang kau katakan, tepat di depan hidungku."
"Yeah," kata Malfoy yang, sungguh aneh, tampaknya mendapatkan keberanian dan penghiburan dari pujian Dumbledore. "Yeah, memang begitu!"
"Tetapi bukankah ada saat-saat," Dumbledore melanjutkan, "ketika kau tidak yakin kau akan berhasil membetulkan Lemari itu" Dan kau mengambil tindakan lain yang kasar dan kurang pertimbangan, seperti mengirimiku kalung terkutuk yang pastilah akan jatuh ke tangan orang lain ... meracuni mead, padahal kemungkinan aku meminumnya sangatlah kecil ... "
"Yeah, tapi Anda tidak menyadari siapa di belakang semua itu, kan"" cemooh Malfoy, ketika Dumbledore merosot sedikit di tembok benteng, kekuatan di kakinya rupanya berkurang, dan Harry berjuang sekuat tenaga, sia-sia, tanpa suara, untuk melepaskan diri dari mantra yang mengikatnya.
"Sebetulnya, aku tahu," kata Dumbledore. "Aku yakin kaulah orangnya."
"Kenapa Anda tidak menghentikan saya, kalau begitu"" tuntut Malfoy.
"Aku mencoba, Draco. Profesor Snape selama ini mengawasimu atas perintahku"
"Dia tidak melakukan perintah Anda, dia berjanji kepada ibu saya"
"Tentu saja itu yang akan dikatakannya kepadamu, Draco, tapi"
"Dia agen-ganda, laki-laki tua bodoh, dia tidak bekerja untuk Anda, Anda saja yang mengira begitu!"
"Kita harus sepakat bahwa kita berbeda pendapat dalam hal ini, Draco. Aku kebetulan memercayai Profesor Snape"
"Anda mulai kacau kalau begitu!" ejek Malfoy. "Dia menawarkan banyak bantuan kepada saya menginginkan semua kemuliaan untuk dirinya ingin ikut ambil bagian dalam apa yang saya lakukan. Apa yang kau lakukan" Kau yang mengirim kalung itu, itu tindakan bodoh, bisa menggagalkan segalanya. Tapi saya tidak memberitahunya apa yang saya lakukan di Kamar Kebutuhan, dia akan bangun esok pagi dan semuanya sudah berakhir dan dia tak lagi jadi favorit Pangeran Kegelapan, dia bukan apa-apa dibanding dengan saya, bukan apa-apa!"
"Sangat memuaskan," kata Dumbledore lunak. "Kita semua senang mendapat apresiasi untuk kerja keras kita, tentu saja ... tapi kau pastilah punya kaki tangan ... punya orang di Hogsmeade, yang bisa memberikan kepada Katie kalung-kalung-aaaah ... "
Dumbledore memejamkan matanya lagi dan mengangguk-angguk, seolah-olah dia akan tertidur.
"... tentu saja ... Rosmerta. Berapa lama sudah dia di bawah pengaruh Kutukan Imperius""
"Paham juga akhirnya," ejek Malfoy.
Terdengar teriakan lain dari bawah, lebih keras daripada sebelumnya. Malfoy menoleh gugup lagi, kemudian kembali memandang Dumbledore, yang melanjutkan, "Jadi, kasihan Rosmerta, disuruh bersembunyi di toiletnya sendiri dan memberikan kalung itu kepada murid Hogwarts mana saja yang masuk ke toilet sendirian" Dan mead beracun ... yah, tentu saja Rosmerta bisa meracuninya untukmu sebelum dia mengirim botol itu kepada Slughorn, mengira itu hadiah Natal untukku ... ya, sangat rapi ... sangat rapi ... Mr Filch yang malang tentu saja tidak akan berpikir untuk mengecek botol kiriman Rosmerta ... beritahu aku, bagaimana kau bisa berkomunikasi dengan Rosmerta" Kupikir semua cara komunikasi masuk dan keluar dari sekolah sudah dimonitor."
"Koin yang disihir," kata Malfoy, seakan dia terpaksa harus terus bicara, meskipun tongkat sihirnya gemetar hebat sekali. "Saya pegang satu dan dia pegang yang lain dan saya bisa mengirim pesan-pesan kepadanya"
"Bukankah itu cara komunikasi rahasia yang digunakan grup yang menamakan diri Laskar Dumbledore tahun lalu"" tanya Dumbledore. Suaranya ringan seperti mengobrol biasa, namun Harry melihatnya merosot lagi dua setengah senti di dinding ketika dia mengatakan itu.
"Yeah, saya mendapatkan idenya dari mereka," kata Malfoy, dengan senyum masam. "Saya mendapatkan ide meracuni mead dari si Darah-lumpur Granger juga, saya mendengarnya ngomong di perpustakaan tentang Filch yang t
idak mengenali racun ... "
"Tolong jangan gunakan kata tidak sopan itu di depanku," kata Dumbledore.
Malfoy tertawa kasar. "Anda masih peduli saya menyebut 'Darah-lumpur', padahal saya sudah akan membunuh Anda""
"Ya," kata Dumbledore, dan Harry melihat kakinya menggelincir sedikit di lantai selagi dia berusaha agar tetap tegak. "Sedangkan soal kau akan membunuhku, Draco, kau sudah melewatkan beberapa menit sekarang. Kita cuma berdua. Aku lebih tak berdaya daripada yang bisa kau harapkan, dan tetap saja kau belum bertindak ... "
Mulut Malfoy mengeriut di luar kemauannya, seakan dia baru saja menelan sesuatu yang sangat pahit.
"Nah, tentang malam ini" Dumbledore melanjutkan, "aku agak bingung bagaimana terjadinya ... kau tahu aku telah meninggalkan sekolah" Tapi tentu saja," dia menjawab pertanyaannya sendiri. "Rosmerta melihatku pergi, dia memberitahumu lewat koin pintar itu, aku yakin ... "
"Betul," kata Malfoy. "Tapi dia bilang Anda Cuma keluar untuk minum, Anda akan pulang ... "
"Yah, memang aku betul-betul minum ... dan aku pulang ... selewat beberapa waktu," gumam Dumbledore. "Jadi, kau memutuskan untuk memasang perangkap untukku""
"Kami memutuskan memasang Tanda Kegelapan di atas Menara dan membuat Anda bergegas pulang ke sini, untuk melihat siapa yang sudah dibunuh," kata Malfoy. "Dan ternyata berhasil!"
"Yah ... ya dan tidak ... " kata Dumbledore. "Tapi, kalau begitu, ini berarti tak ada yang terbunuh""
"Ada yang mati" kata Malfoy dan suaranya naik satu oktaf ketika dia mengatakan itu. "Salah satu dari orang-orang Anda ... saya tidak tahu siapa dia, soalnya gelap ... saya menginjak tubuhnya ... saya sebenarnya harus menunggu di atas sini saat Anda pulang, hanya saja phoenix Anda menghalangi ..."
"Ya, mereka melakukan itu," kata Dumbledore.
Terdengar, ledakan dan teriakan-teriakan dari bawah, lebih keras daripada sebelumnya. Kedengarannya seperti orang-orang bertempur di tangga spiral yang menuju ke tempat Dumbledore, Malfoy, dan Harry berada, dan jantung Harry bergemuruh tak terdengar dalam dadanya yang tak kelihatan ... ada yang mati ... Malfoy menginjak tubuhnya ... tapi siapa
dia" "Waktunya tinggal sedikit, dengan cara bagaimanapun juga," kata Dumbledore. "Jadi, mari kita diskusikan pilihanmu, Draco."
"Pilihan saya!" kata Malfoy keras. "Saya berdiri di sini memegang tongkat sihir saya akan membunuh Anda"
"Anakku yang baik, mari kita jangan berpura-pura lagi soal itu. Kalau memang akan membunuhku, kau sudah melakukannya waktu kau melucutiku tadi, kau tidak akan berhenti dulu untuk obrolan menyenangkan tentang cara dan sarana ini."
"Saya tak punya pilihan!" kata Malfoy, dan mendadak dia sepucat Dumbledore. "Saya harus melakukannya! Dia akan membunuh saya! Dia akan membunuh seluruh keluarga saya!"
"Aku menghargai kesulitan posisimu," kata Dumbledore. "Kalau tidak, kenapa menurutmu aku tidak mengkonfrontasimu sebelum ini" Karena aku tahu kau akan dibunuh jika Lord Voldemort menyadari aku mencurigaimu."
Malfoy berjengit mendengar nama itu.
"Aku tidak berani bicara denganmu soal misi yang aku tahu telah dipercayakan kepadamu, siapa tahu dia menggunakan Legillimency terhadapmu," Dumbledore melanjutkan. "Tetapi sekarang akhirnya kita bisa saling bicara terbuka ... belum ada kerugian, kau belum mencelakakan siapa-siapa, meskipun kau sangat beruntung anak-anak yang tak sengaja menjadi korbanmu selamat ... aku bisa membantumu, Draco."
"Tidak, Anda tak bisa," kata Malfoy, tongkat sihirnya bergetar hebat. "Tak ada yang bisa membantu saya. Dia menyuruh saya melakukannya, kalau tidak dia akan membunuh saya. Saya tak punya pilihan."
"Menyeberanglah ke pihak yang benar, Draco, dan kami bisa menyembunyikanmu lebih sempurna daripada yang bisa kaubayangkan. Lagi pula, aku bisa mengirim anggota-anggota Orde ke ibumu malam ini untuk menyembunyikannya juga. Ayahmu aman saat ini di Azkaban ... kalau waktunya tiba kami bisa melindunginya juga ... menyeberanglah ke pihak yang benar, Draco ... kau bukan pembunuh ... "
Malfoy memandang Dumbledore.
"Tapi saya berhasil sampai sejauh ini, kan"" kata Draco perlahan. "Mereka mengira saya ak
an mati dalam usaha saya, tapi saya di sini ... dan Anda dalam kekuasaan saya ... saya yang memegang tongkat sihir ... Anda dalam belas kasihan saya ... "
"Tidak, Draco," kata Dumbledore pelan. "Belas kasihankulah, bukan belas kasihanmu, yang penting sekarang."
Malfoy tidak bicara. Mulutnya ternganga, tongkat sihirnya masih gemetar. Harry melihat tongkat itu menurun sedikit
Namun mendadak terdengar gemuruh langkah-langkah menaiki tangga dan sesaat kemudian Malfoy terdorong minggir ketika empat orang berjubah hitam menerjang keluar dari pintu ke benteng. Masih lumpuh, matanya menatap tanpa berkedip, Harry memandang ngeri keempat orang asing itu. Tampaknya Pelahap Maut telah memenangkan pertempuran di bawah.
Seorang laki-laki gendut tak-berbentuk dengan lirikan juling, terkekeh menciut-ciut.
"Dumbledore tersudut!" katanya, dan dia berpaling pada wanita kekar kecil yang kelihatannya bisa jadi adiknya dan yang sedang menyeringai senang. "Dumbledore tanpa tongkat sihir, Dumbledore sendirian! Bagus sekali, Draco, bagus
sekali!" "Selamat malam, Amycus," kata Dulnbledore kalem, seakan menyambut orang itu dalam jamuan minum teh. "Dan kau mengajak Alecto juga ... menyenangkan .... "
Perempuan itu terkekeh marah.
"Kau kira lelucon kecil ini akan membantumu di akhir hidupmu, begitu"" cemoohnya.
"Lelucon" Bukan, bukan, ini sopan santun," jawab Dumbledore.
"Lakukan," kata orang asing yang berdiri paling dekat dengan Harry, tinggi besar dengan rambut dan kumis kelabu berantakan, jubah Pelahap Maut-nya tampak sesak tak nyaman. Belum pernah Harry mendengar suara seperti suara laki-laki ini, seperti gonggongan serak. Harry bisa mencium bau tajam campuran antara tanah, keringat, dan tak salah lagi, darah, menguar dari tubuhnya. Tangannya yang kotor berkuku panjang-panjang kekuningan.
"Kaukah itu, Fenrir"" tanya Dumbledore.
"Betul," jawabnya serak. "Senang melihatku, Dumbledore""
"Tidak, tak bisa kukatakan aku senang ... "
Fenrir Greyback menyeringai, memperlihatkan giginya yang runcing-runcing. Darah menetes-netes ke dagunya dan dia menjilat bibirnya perlahan, dengan kurang ajar.
"Tapi kau tahu aku suka sekali anak-anak, Dumbledore."
"Benarkah dugaanku bahwa kau menyerang bahkan tanpa bulan purnama sekarang" Ini sangat tidak lazim ... kau sudah
sedemikian gemar daging manusia sehingga tidak bisa hanya dipuaskan sebulan sekali""
"Betul," kata Greybackz. "Kau shock, kan, Dumbledore"
Takut"" "Yah, aku tak bisa berpura-pura itu tidak membuatku ku agak jijik," kata Dumbledore. "Dan ya aku agak shock bahwa Draco justru mengundangmu, ke sekolah tempat teman-temannya tinggal ... "
"Saya tidak mengundangnya," desah Malfoy. Dia tidak memandang Greyback, tampaknya dia bahkan tak mau mengerlingnya. "Saya tak tahu dia akan datang ..."
"Mana mau aku ketinggalan piknik ke Hogwarts, Dumbledore," kata Greyback parau. "Di sini ada banyak nyak leher yang bisa dikoyak ... lezat, lezat ... "
Dan dia mengangkat jarinya yang berkuku kuning dan mencukil-cukil giginya, melirik Dumbledore.
"Kau bisa kujadikan makanan penutup, Dumbledore ... "
"Tidak," kata Pelahap Maut keempat tajam. Wajahnya berat dan brutal. "Kita sudah mendapat perintah. Draco yang harus melakukannya. Sekarang, Draco, dan cepat."
Malfoy memperlihatkan keengganan yang lebih besar daripada sebelumnya. Tampaknya dia ketakutan ketika memandang wajah Dumbledore, yang sangat pucat, dan lebih rendah, karena dia sudah semakin merosot di dinding benteng.
"Umurnya toh tak akan lama lagi, kalau kau tanya aku!" kata si laki-laki juling, disusul cekikikan adik perempuannya yang mendesis-desis. "Lihat saja dia kau kenapa, Dumby""
"Oh, daya tahan yang melemah, refleks yang melambat, Amycus," kata Dumbledore. "Usia tua, singkatnya ... suatu
hari, barangkali, ini juga akan terjadi padamu ... kalau kau beruntung ... "
"Apa maksudnya itu, kalau begitu, apa maksudnya"" teriak si Pelahap Maut, mendadak garang. "Masih sama saja rupanya kau, Dumby, ngomong terus dan tidak melakukan apa-apa. Aku tak tahu kenapa Pangeran Kegelapan mau repot-repot membunuhmu! Ayo, Draco, lakukan!"
Namun pada saat itu terdengar lagi la
ngkah-langkah kaki dari bawah dan suara yang berteriak, "Mereka memblokir tangga-Reducto! REDUCTO!"
Hati Harry terlonjak girang: jadi keempat Pelahap Maut ini belum mengalahkan semua musuh, melainkan hanya kabur dari pertempuran ke puncak Menara, dan kalau didengar dari teriakan tadi, menciptakan rintangan di belakang mereka-Sekarang, Draco, cepat!" kata si laki-laki bertampang-brutal berang.
Namun tangan Malfoy gemetar hebat sekali sehingga mengacungkan tongkat sihirnya ke sasaran pun dia tak bisa.
"Biar aku saja," gertak Greyback, bergerak ke arah Dumbledore dengan tangan terjulur, memamerkan giginya.
"Kubilang tidak!" teriak si tampang-brutal. Ada kilatan cahaya dan si manusia serigala terlempar. Dia menghantam tembok benteng dan terhuyung, tampangnya murka. Jantung Harry berdentum-dentum keras sekali, sehingga rasanya tak mungkin tak ada orang yang mendengarnya berdiri di sana, terperangkap oleh mantra Dumbledore kalau saja dia bisa bergerak, dia bisa meluncurkan kutukan dari bawah Jubah-nya
"Draco, lakukan, kalau tidak, minggir, supaya salah satu dari kami-" kata si perempuan dengan suara menciut-ciut, namun tepat saat itu pintu menuju benteng menjeblak terbuka sekali lagi dan di sana berdiri Snape, tongkat sihirnya tercengkeram di tangan ketika mata hitamnya menyapu
pemandangan itu, dari tubuh Dumbledore yang merosot di tembok, ke empat Pelahap Maut, termasuk si manusia serigala yang marah, dan Malfoy.
"Kita punya masalah, Snape," kata si gendut Amycus yang mata maupun tongkat sihirnya tertuju ke Dumbledore, "anak ini tampaknya tak sanggup"
Namun ada orang lain yang memanggil nama Snape, cukup pelan.
"Severus..." Suara itu menakutkan Harry lebih dari segala yang telah dialaminya malam itu. Untuk pertama kalinya, Dumbledore memohon.
Snape tidak berkata apa-apa, namun berjalan maju dan mendorong Malfoy dengan kasar agar menyingkir. Ketiga Pelahap Maut mundur tanpa kata. Bahkan si manusia serigala tampak ketakutan.
Sesaat Snape memandang Dumbledore, dan kejijikan serta kebencian terpahat pada garis-garis keras wajahnya.
"Severus ... tolong ... "
Snape mengangkat tongkat sihirnya dan mengacungkannya tepat ke arah Dumbledore.
"Avada Kedavra!"
Pancaran sinar hijau meluncur dari ujung tongkat sihir Snape dan menghantam Dumbledore tepat di dadanya. Jeritan ngeri Harry tidak pernah meninggalkan mulutnya; tak bisa bersuara dan tak bisa bergerak, dia terpaksa hanya bisa mengawasi ketika Dumbledore terlempar ke atas, selama sepersekian detik tampaknya Dumbledore menggantung di bawah tengkorak yang bersinar, dan kemudian perlahan dia jatuh ke belakang, seperti boneka kain besar, melewati benteng, dan lenyap dari pandangan.
28. KABURNYA PANGERAN Harry merasa seolah dia juga meluncur di angkasa. Itu tidak terjadi ... itu tak mungkin terjadi ...
"Keluar dari sini, cepat," kata Snape.
Dia menyambar Malfoy pada tengkuknya dan memaksanya masuk lewat pintu lebih dulu dari yang lain. Greyback dan si kakak-beradik gemuk pendek mengikuti; dua yang disebut belakangan ini terengah-engah bersemangat. Selagi mereka menghilang lewat pintu Harry menyadari dia bisa bergerak lagi; yang sekarang menahannya tetap lumpuh bersandar ke dinding bukannya sihir, melainkan kengerian dan shock.
Dia menyingkirkan Jubah Gaib-nya ketika si Pelahap-Maut berwajah-brutal, yang terakhir meninggalkan puncak Menara, sedang menghilang lewat pintu.
"Petrificus Totalus!"
Si Pelahap Maut melengkung ke depan seolah punggungnya terhantam sesuatu yang keras, dan roboh ke bawah, kaku seperti patung lilin. Baru saja tubuhnya menyentuh lantai, Harry melompatinya dan berlari menuruni tangga yang gelap.
Teror mencabik hati Harry ... dia harus pergi ke Dumbledore dan dia harus menangkap Snape ... entah bagaimana dua hal ini berkaitan ... dia bisa membalikkan apa yang telah terjadi jika keduanya bisa dia satukan ... Dumbledore tak mungkin sudah meninggal.
Dia melompati sepuluh anak tangga terakhir tangga spiral dan berhenti di tempatnya mendarat, tongkat sihirnya
terangkat koridor yang berpenerangan remang-remang dipenuhi debu; separo langit-langitnya tampaknya sudah runtuh
dan pertempuran sedang berlangsung seru di hadapannya, namun ketika dia sedang berusaha melihat siapa melawan siapa, didengarnya suara yang dibencinya itu berteriak, "Sudah selesai, waktunya pergi!" dan dilihatnya Snape menghilang di tikungan di ujung koridor; dia dan Malfoy tampaknya berhasil menerabas pertempuran tanpa terluka. Ketika Harry berlari mengejar mereka, salah satu musuh melepaskan diri dari pertempuran dan menyerangnya. Ternyata si manusia serigala, Greyback. Dia sudah menerkam Harry sebelum Harry sempat mengangkat tongkat sihirnya. Harry terjatuh ke belakang, dengan rambut kotor-kusut di wajahnya, bau busuk keringat dan darah memenuhi hidung dan mulutnya, napas rakus panas di tenggorokannya- Mencari Warisan Ratu 2 Raja Petir 05 Dedemit Selaksa Nyawa Pendekar Super Sakti 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama