Ceritasilat Novel Online

Pangeran Berdarah Campuran 4

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 4


Ruang bawah tanah itu, sangat lain dari biasanya, sudah penuh aroma dan bau yang aneh-aneh. Harry, Ron, dan Hermione mengendus-endus dengan tertarik ketika mereka melewati kuali-kuali besar bergelegak. Keempat anak Slytherin duduk semeja, demikian juga anak-anak Ravenclaw. Berarti Harry, Ron, dan Hermione akan berbagi meja dengan Ernie. Mereka memilih meja yang paling dekat dengan kuali warna emas yang mengeluarkan aroma paling menggairahkan yang pernah dihirup Harry. Entah kenapa aroma itu mengingatkannya sekaligus akan tar karamel, bau kayu gagang sapu, dan aroma bunga-bunga yang Harry pikir pastilah pernah dia hirup di The Burrow. Dia mendapati dirinya bernapas sangat perlahan dan dalam dan bahwa asap ramuan itu tampaknya memenuhi dirinya seperti minuman. Tubuhnya dijalari kepuasan yang luar biasa; dia nyengir kepada Ron di seberang meja, yang balas nyengir dengan santai.
"Nah, nah, nah," kata Slughorn, sosoknya yang superbesar tampak bergetar di tengah banyak uap aroma yang bergulung. "Keluarkan timbangan, semua, dan peralatan ramuan, dan jangan lupa buku kalian Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut
" "Sir"" kata Harry, mengangkat tangannya.
"Harry, Nak""
"Saya tidak punya buku ataupun timbangan atau apa pun Ron juga tidak kami tidak menyangka kami akan bisa ikut
NEWT, soalnya" "Ah, ya, Profesor McGonagall menyebut itu ... tak perlu kuatir, anakku, sama sekali tak perlu kuatir. Kalian bisa menggunakan bahan dari lemari sekolah hari ini, dan aku yakin kami bisa meminjami kalian timbangan, dan kami punya simpanan setumpuk buku tua di sini, bisa kalian pakai sampai kalian sudah menulis ke Flourish and Blotts ..."
Slughorn berjalan ke lemari di sudut dan setelah mencari-cari sebentar, datang dengan dua eksemplar buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut oleh Libatius Borage yang sudah amat sangat lusuh, yang diberikannya kepada Harry dan Ron, bersama dengan dua timbangan berkarat.
"Nah," kata Slughorn, kembali ke depan kelas dan menggembungkan dadanya yang sudah menggelembung, sehingga kancing-kancing rompinya nyaris berlepasan, "aku sudah menyiapkan beberapa ramuan untuk kalian lihat, hanya supaya kalian tahu. Ini semua adalah ramuan-ramuan yang mestinya bisa kalian buat setelah menyelesaikan NEWT kalian. Kalian pasti sudah
pernah mendengar tentang ramuanramuan ini, meskipun belum pernah membuatnya. Ada yang tahu ramuan apa ini""
Dia menunjuk kuali paling dekat meja Slytherin. Harry bangkit sedikit dari tempat duduknya dan melihat cairan seperti air putih mendidih di dalam kuali itu.
Tangan Hermione yang terlatih sudah terangkat ke udara mendahului yang lain.
"Itu Veritaserum, ramuan tanpa warna, tanpa bau, yang memaksa peminumnya mengatakan kebenaran," kata Hermione.
"Bagus sekali, bagus sekali," kata Slughorn senang. "Nah," dia melanjutkan, menunjuk kuali paling dekat meja
Ravenclaw, "yang ini cukup terkenal ... juga disebutkan dalam beberapa selebaran Kementerian belakangan ini ... siapa yang""
Sekali lagi tangan Hermione paling cepat.
"Itu Ramuan Polijus, Sir," katanya.
Harry juga sudah mengenali ramuan yang seperti lumpur, menggelegak pelan, dalam kuali kedua, namun tidak menyesali Hermione yang mendapatkan kredit karena menjawab pertanyaan itu. Toh memang Hermione yang telah berhasil membuatnya, ketika mereka masih di kelas dua.
"Luar biasa, luar biasa! Nah, yang ini ... ya, Nak"" kata Slughorn, sekarang tampak agak kagum ketika tangan Hermione meninju udara lagi.
"Itu Amortentia!"
"Betul sekali. Rasanya agak bodoh menanyakannya," kata Slughorn, yang tampak sangat terkesan, "tapi kukira kau tahu apa kegunaannya""
"Amortentia adalah ramuan cinta paling manjur di seluruh dunia!" kata Hermione.
"Betul! Kau mengenalinya, kukira, dari kilaunya yang seperti karang mutiara""
"Dan uapnya yang membubung dalam bentuk spiral yang khas," kata Hermione antusias, "dan baunya berbeda bagi masing-masing orang, tergantung pada apa yang menarik bagi kita, dan saya bisa membaui rumput yang baru dipotong dan perkamen baru, dan"
Namun wajahnya tiba-tiba merona dan Hermione tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Boleh aku tahu namamu, Nak"" tanya Slughorn, mengabaikan rasa malu Hermione. "Hermione Granger, Sir."
"Granger" Granger" Mungkinkah kau masih bersaudara dengan Hector Dagworth-Granger, yang mendirikan Perkumpulan Ahli-Ramuan yang Paling Luar Biasa""
"Tidak, saya rasa tidak, Sir. Saya kelahiran Muggle, soalnya."
Harry melihat Malfoy mencondongkan dirinya dekat dengan Nott dan membisikkan sesuatu, keduanya terkikik, namun Slughorn tidak menunjukkan keterkejutan. Sebaliknya malah, dia berseri-seri dan memandang dari Hermione ke Harry, yang duduk di sebelahnya.
"Oho! 'Salah seorang sahabat saya kelahiran-Muggle dan dia yang paling pintar dalam angkatan kami!' Kutebak ini sahabat yang kaumaksudkan, Harry""
"Ya, Sir;" kata Harry.
"Wah, wah, kau layak mendapatkan dua puluh angka untuk Gryffindor, Miss Granger," kata Slughorn riang.
Malfoy tampak seperti ketika Hermione meninju wajahnya. Hermione menoleh kepada Harry dengan berseri-seri dan berbisik, "Apakah kau betul-betul memberitahunya aku yang paling pintar seangkatan" Oh, Harry!"
"Yah, apa istimewanya itu"" bisik Ron, yang entah kenapa tampak sebal. "Kau memang yang paling pintar seangkatan aku juga akan memberitahunya kalau dia menanyaiku!"
Hermione tersenyum tetapi membuat isyarat "diam", sehingga mereka bisa mendengarkan apa yang sedang dikatakan Slughorn. Ron tampak agak tidak puas.
"Amortentia tidak betul-betul menciptakan cinta, tentu mungkin membuat atau mengimitasi cinta. Tidak, ini hanya sekadar menimbulkan perasaan tergila-gila atau obsesi yang luar biasa. Ini mungkin ramuan yang paling berbahaya dan paling kuat dalam ruangan ini oh ya," katanya, mengangguk serius kepada Malfoy dan Nott, keduanya sedang menyeringai
menyangsikan. "Jika kalian sudah menyaksikan kehidupan sebanyak yang ku saksikan, kalian tidak akan menggangap remeh kekuatan cinta obsesif ...
"Dan sekarang," kata Slughorn, "sudah waktunya bagi kita untuk mulai bekerja."
"Sir, Anda belum memberitahu kami ramuan apa yang ada dalam kuali ini," kata Ernie Macmillan, menunjuk sebuah kuali hitam kecil yang nangkring, di atas meja Slughorn. Ramuan di dalamnya memercik-mercik ceria; warnanya seperti warna emas meleleh, dan butir-butir besar melompat-lompat seperti ikan emas di atas permukaannya, meskipun tak setitik pun tercecer.
"Oho," kata Slughorn lagi. Harry yakin Slughorn sama sekali tidak lupa akan ramuan itu, namun sengaja menunggu ditanya supaya efeknya dramatis. "Ya. Itu. Nah, itu, Saudari-Saudara sekalian, adalah ramuan paling ajaib yang disebut Felix Felicis. Saya kira," dia menoleh, tersenyum, memandang Hermione, yang memekik pelan, "kau tahu apa khasiat Felix Felicis, Miss Granger""
"Itu cairan keberuntungan," kata Hermione bergairah. "Cairan itu membuat kita beruntung!"
Seluruh kelas tampaknya duduk sedikit lebih tegak. Sekarang Harry hanya bisa melihat bagian belakang kepala Malfoy yang berambut pirang, karena dia akhirnya memberi Slughorn perhatian penuh tanpa terbagi.
"Betul sekali, sepuluh angka lagi untuk Gryffindor. Ya, ini ramuan yang aneh, Felix Felicis," kata Slughorn. "Luar biasa sulit pembuatannya, dan membawa malapetaka kalau keliru. Meskipun demikian, jika dibuat secara benar, seperti yang ini, jika kalian meminumnya, kalian akan melihat bahwa semua usaha kalian cenderung akan berhasil ... paling tidak sampai efeknya pudar."
"Kenapa orang tidak meminumnya sepanjang waktu, Sir"" tanya Terry Boot bersemangat.
"Karena jika diminum berlebihan, ramuan ini bisa menyebabkan pusing, kenekatan, dan kepercayaan diri yang berlebihan," kata Slughorn. "Terlalu banyak hal baik, kalian tahu ... sangat beracun dalam jumlah besar. Tetapi jika diminum dengan hemat dan hanya sekali-sekali ... "
"Pernahkah Anda meminumnya, Sir"" tanya Michael Corner dengan sangat tertarik.
"Dua kali sepanjang hidupku," kata Slughorn. "Sekali waktu aku berumur dua puluh empat tahun, sekali waktu aku lima puluh tujuh tahun. Dua sendok makan penuh diminum sehabis sarapan. Dua hari yang sempurna."
Slughorn memandang ke kejauhan dengan pandangan melamun. Apakah dia bersandiwara atau tidak, pikir Harry, efeknya bagus.
"Dan ramuan itulah," kata Slughorn, rupanya sudah kembali ke bumi, "yang akan kuberikan sebagai hadiah dalam pelajaran ini."
Kelas hening, membuat setiap gelegak dan deguk di dalam kuali-kuali ramuan seolah dikeraskan sepuluh kali.
"Satu botol kecil Felix Felicis," kata Slughorn, mengeluarkan satu botol kecil mungil bertutup gabus dari dalam sakunya dan memperlihatkannya kepada mereka semua. "Cukup untuk membawa keberuntungan selama dua belas jam. Dari subuh sampai senja, kalian akan beruntung dalam apa pun yang kalian lakukan."
"Aku harus memperingatkan kalian bahwa Felix Felicis adalah barang terlarang dalam kompetisi yang terorganisir ... pertandingan olahraga, misalnya, ujian, atau pemilihan. Jadi, siapa pun yang mendapatkannya nanti, hanya boleh
menggunakannya pada hari yang biasa ... dan saksikan bagaimana hari yang biasa menjadi luar biasa!"
"Jadi," kata Slughorn, tiba-tiba menjadi penuh semangat, "bagaimana kalian bisa memenangkan hadiahku yang luar biasa ini" Dengan membuka halaman sepuluh Pembuatan Ramuan Tingkat Lanjut. Kita masih punya waktu satu jam lebih sedikit, jadi cukup waktu bagi kalian untuk mencoba membuat Tegukan Hidup Bagai Mati. Aku tahu ramuan ini lebih rumit daripada ramuan apa pun yang pernah kalian coba buat sebelurnnya, dan aku tidak mengharapkan ramuan sempurna dari siapa pun. Meskipun demikian, anak yang menghasilkan ramuan paling baik akan memenangkan sebotol kecil Felix ini. Silakan mulai!"
Terdengar derit ketika semua anak menarik kuali ke dekat mereka, dan dentang-dentang keras ketika beberapa anak mulai menimbang ramuan, namun tak seorang pun bicara. Semua anak berkonsentrasi penuh. Harry melihat Malfoy membuka-buka buku Pembuatan Ramuan Tingkat Lanjut-nya dengan penuh semangat.
Tak bisa lebih jelas lagi bahwa Malfoy menginginkan hari penuh keberuntungan itu. Harry buru-buru membungkuk melihat buku lusuh yang dipinjamkan Slughorn kepadanya.
Betapa kesalnya Harry melihat si pemilik buku sebelumnya telah menulisi halaman-halamannya, sehingga tepian buku itu sama hitamnya dengan bagian yang tercetak. Harry membungkuk rendah untuk membaca bahan-bahan yang diperlukan (bahkan di sini si pemilik membuat catatan dan mencoret beberapa hal), kemudian bergegas ke lemari bahan untuk mengambil yang diperlukannya. Selagi dia berlar
i kernbali ke kualinya, dilihatnya Malfoy sedang mengiris akar valerian secepat dia bisa. Valerian dikenal sebagai tanaman penyembuh-segala, dan kandungan obatnya ada dalarn akarnya.
Semua anak terus-menerus mengerling melihat apa yang dilakukan temannya yang lain. Inilah keuntungan dan kerugian kelas Ramuan, sulit menjaga kerahasiaan ramuan yang kau buat. Dalam waktu sepuluh menit, seluruh ruangan dipenuhi uap kebiruan. Hermione-lah, tentu saja, yang kemajuannya paling pesat. Ramuannya sudah mirip cairan "halus, sewarna beri hitam" yang disebritkan sebagai tahap pertengahan yang ideal.
Setelah selesai mengiris akar-akarnya, Harry membungkuk rendah di atas bukunya lagi. Sungguh sangat menjengkelkan, harus membaca petunjuknya di antara catatan-catatan bego pemilik sebelumnya, yang entah kenapa tidak menyetujui petunjuk untuk memotong-motong kacang Sopophorous dan telah menuliskan petunjuk alternatifnya:
Dikrepek dengan bagian datar belati perak akan mengeluarkan cairan lebih banyak daripada memotong-motongnya.
"Sir, saya rasa Anda mengenal kakek saya, Abraxas
Malfoy"" Harry mendongak. Slughorn baru saja melewati meja Slytherin.
"Ya," kata Slughorn, tanpa memandang Malfoy, "aku ikut prihatin mendengar dia sudah meninggal, meskipun tentu saja itu tidak mengejutkan, cacar naga pada usianya ... "
Dan dia berjalan menjauh. Harry menunduk di atas kualinya, menyeringai. Bisa ditebaknya bahwa Malfoy berharap diperlakukan seperti Harry atau Zabini; barangkali malah berharap mendapat perlakuan istimewa seperti yang diperolehnya dari Snape. Kelihatannya Malfoy tak bisa mengandalkan hal lain kecuali kemampuannya untuk memenangkan botol Felix Felicis itu.
Kacang Sopophorous ternyata sulit sekali dipotong-potong. Harry menoleh kepada Hermione.
"Boleh aku pinjam pisau perakmu""
Hermione mengangguk tak sabar, tanpa mengangkat mata dari ramuannya, yang masih berwarna ungu tua, kendatipun menurut buku seharusnya sudah berubah menjadi ungu muda sekarang.
Harry mengeprek kacangnya dengan daun belati. Dia tercengang ketika kacang itu langsung mengeluarkan banyak sekali cairan. Dia kagum kacang kisut itu bisa mengandung cairan sebanyak itu. Buru-buru Harry menuang semua cairan itu ke dalam kuali. Betapa herannya dia melihat ramuannya langsung berubah warna menjadi ungu muda persis seperti dideskripsikan oleh bukunya.
Kejengkelannya kepada pemilik buku sebelumnya langsung sirna saat itu juga, Harry sekarang menyipitkan mata membaca instruksi selanjutnya. Menurut buku, dia harus mengaduknya berlawanan arah dengan putaran jarum jam sampai ramuan itu menjadi sejernih air. Namun menurut catatan yang dibuat pemilik sebelumnya, dia harus menambahkan sekali adukan searah putaran jarum jam setiap usai melakukan tujuh kali adukan berlawanan arah jarum jam. Mungkinkah si pemilik sebelumnya benar dua kali"
Harry mengaduk berlawanan arah dengan jarum jam, menahan napas, dan mengaduk searah jarum jam sekali. Efeknya langsung terlihat. Ramuannya berubah menjadi merah muda pucat.
"Bagaimana kau melakukannya"" tuntut Hermione, yang wajahnya kemerahan dan rambutnya semakin lama tampak semakin lebat dalam uap dari kualinya; ramuannya dengan bandel masih bertahan berwarna ungu.
"Tambahkan satu putaran searah jarum jam"
"Tidak, tidak, menurut buku berlawanan arah dengan jarum jam!" kilahnya.
Harry mengangkat bahu dan melanjutkan apa yang dilakukannya. Tujuh adukan berlawanan arah dengan putaran jarum jam, satu adukan searah putaran jarum jam, berhenti ... tujuh adukan berlawanan arah dengan putaran jarum jam, satu adukan searah putaran jarum jam ...
Di seberang meja, Ron mengutuk pelan. Ramuannya tampak seperti obat batuk hitam kental. Harry mencuri pandang ke sekitarnya. Sejauh yang bisa dilihatnya, tak ada ramuan anak lain yang sepucat ramuannya. Dia merasa senang sekali, sesuatu yang jelas belum pernah terjadi di dalam ruang kelas bawah tanah ini.
"Dan waktunya ... habis!" seru Slughorn. "Tolong semua berhenti mengaduk!"
Slughorn bergerak pelan di antara meja-meja, mengintip ke dalam kuali. Dia tidak memberi komentar, namun kadang-kadang mengaduk ramuan, ata
u mengendusnya. Akhirnya dia tiba di meja Harry, Ron, Hermione, dan Ernie. Dia tersenyum menyesal pada ramuan Ron yang seperti ter. Dia melewati begitu saja cairan Ernie yang berwarna biru tua. Ramuan Hermione diberinya anggukan setuju. Kemudian dia melihat ramuan Harry dan ekspresi kegembiraan dan tak percaya mewarnai wajahnya.
"Jelas inilah pemenangnya!" serunya ke kelasnya. "Luar biasa, luar biasa, Harry! Astaga, jelas sekali kau mewarisi bakat ibumu, dia pintar sekali membuat Ramuan. Lily hebat sekali! Ini dia, kalau begitu, ini dia sebotol Felix Felicis, seperti yang ku janjikan, dan gunakan ini sebaik-baiknya!"
Harry menyelipkan botol kecil mungil berisi cairan keemasan ke saku dalamnya, perasaannya campur aduk aneh, antara senang melihat kegusaran di wajah anak-anak Slytherin, dan rasa bersalah melihat kekecewaan di wajah Hermione. Ron hanya ternganga takjub.
"Bagaimana kau melakukannya"" dia berbisik kepada Harry ketika mereka meninggalkan ruang bawah tanah itu.
"Beruntung saja, kukira," kata Harry, karena Malfoy berada dalam jarak-dengar.
Namun, begitu mereka sudah duduk nyaman di meja Gryffindor untuk makan malam, Harry merasa cukup aman untuk memberitahu mereka. Wajah Hermione semakin lama semakin membatu mendengar tiap kata yang diucapkannya.
"Kurasa kau pikir aku curang"" Harry mengakhiri penuturannya, sakit hati melihat ekspresi Hermione.
"Yah, itu bukan sepenuhnya hasil kerjamu, kan"" timpal Hermione kaku.
"Dia cuma mengikuti instruksi yang berbeda dengan instruksi kita," kata Ron. "Bisa jadi malapetaka, kan" Tapi dia mengambil risiko dan berhasil." Ron menghela napas. "Slughorn bisa saja memberiku buku yang itu, tapi tidak, aku dapat buku yang tak ada tulisannya apa pun. Pernah dimuntahi, kalau lihat tampilan halaman lima-puluh-dua, tapi"
"Tunggu," kata suara dekat telinga kiri Harry dan dia menghirup bau bunga-bungaan seperti dalam ruang kelas Slughorn tadi. Dia menoleh dan melihat Ginny telah bergabung dengan mereka. "Apakah aku mendengar dengan benar" Kau mengikuti petunjuk yang ditulis seseorang dalam buku, Harry""
Ginny tampak ketakutan dan gusar. Harry langsung tahu apa yang ada dalam pikirannya.
"Bukan apa-apa," katanya menenangkan, merendahkan suaranya. "Sama sekali lain daripada, kau tahu, buku harian Riddle. Ini cuma buku pelajaran tua yang ditulisi seseorang."
"Tapi kau melakukan apa yang dikatakannya""
"Aku cuma mencoba beberapa petunjuk yang tertulis di tepi bukunya. Tenang, Ginny, tak ada yang aneh"
"Ginny betul," kata Hermione, langsung gembira. "Kita harus mengecek apakah tak ada yang aneh. Maksudku, semua instruksi itu, siapa tahu""
"Hei!" kata Harry jengkel, ketika Hermione menarik keluar buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut dari dalam tasnya dan mengangkat tongkat sihirnya.
"Specialis revelio!" kata Hermione, dengan gesit mengetuk sampul depan buku itu.
Tak ada yang terjadi. Bukunya hanya tergeletak, tampak tua dan kotor dan tepiannya compang-camping.
"Selesai"" kata Harry kesal. "Atau kau mau menunggu dan melihat kalau-kalau buku ini akan terjun berputar""
"Kelihatannya oke," kata Hermione, masih menatap buku itu dengan curiga. "Maksudku, kelihatannya menantang ... cuma buku pelajaran."
"Bagus. Kalau begitu kembalikan," kata Harry, menyambar buku itu dari atas meja. Namun buku itu terlepas dari tangannya dan mendarat terbuka di lantai.
Tak ada orang lain yang melihat. Harry membungkuk rendah untuk mengambil buku itu, dan dia melihat ada tulisan sepanjang bagian bawah kulit belakang buku, dengan tulisan kecil-kecil rapat, sama dengan instruksi-instruksi yang membuatnya memenangkan sebotol Felix Felicis, yang sekarang tersembunyi aman dalam sepasang kaus kaki dalam koper di kamarnya di atas.
This Book is the Property of the Half Blood Prince
Buku ini Milik Pangeran Berdarah Campuran
10. RUMAH GAUNT Dalam pelajaran-pelajaran Ramuan selama sisa minggu itu Harry terus mengikuti petunjuk petunjuk si Pangeran Berdarah-Campuran setiap kali instruksinya berbeda dari instruksi Libatius Borage, dengan hasil pada pelajaran keempatnya Slughorn menjadi sangat antusias tentang kemampuan Harry, m
engatakan bahwa dia jarang sekali mengajar orang seberbakat Harry. Baik Ron maupun Hermione tidak senang dengan keadaan ini. Kendati Harry telah menawarkan untuk berbagi bukunya dengan mereka berdua, Ron mendapat lebih banyak kesulitan dibanding Harry dalam menafsirkan tulisan Pangeran, dan tak mungkin terus-menerus meminta Harry membaca nya keras-keras, karena itu akan menimbulkan kecurigaan. Hermione, sementara itu, dengan tegas mengikuti apa yang disebutnya instruksi "resmi", namun dia menjadi semakin mudah-marah ketika instruksi "resmi" itu membuahkan hasil yang kurang bagus dibanding instruksi Pangeran.
Harry bertanya-tanya dalam hati, siapa gerangan Pangeran Berdarah-Campuran itu. Meskipun jumlah pekerjaan rumah yang diberikan kepada mereka menghalanginya membaca habis seluruh buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut, dia telah cukup membalik-balik buku itu untuk melihat bahwa nyaris tak ada satu halaman pun yang tidak diberi catatan tambahan oleh Pangeran, tidak semua catatan itu tentang pembuatan-ramuan. Di sana-sini ada petunjuk tentang mantra-mantra yang rupanya diciptakan sendiri oleh si Pangeran.
"Atau Putri," kata Hermione jengkel, mendengar Harry menceritakan ini kepada Ron di ruang rekreasi pada hari Sabtu malam. "Siapa tahu dia perempuan. Menurutku tulisannya
lebih mirip tulisan anak perempuan daripada tulisan anak lakilaki." "The Half-Blood Prince, Pangeran Berdarah-Campuran, begitu dia menyebut dirinya," kata Harry. "Berapa banyak anak perempuan yang jadi pangeran""
Hermione tak bisa menjawab pertanyaan ini. Dia hanya memberengut dan menjauhkan esainya tentang "Prinsip-Prinsip Pemunculan-Kembali" dari Ron, yang berusaha membacanya secara terbalik.
Harry melihat arlojinya dan bergegas memasukkan kembali buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya ke dalam tasnya.
"Jam delapan kurang lima, sebaiknya aku ke Dumbledore sekarang, kalau tidak bisa telat nanti."
"Ooooh!" Hermione terpekik pelan, langsung mengangkat muka memandangnya. "Semoga sukses! Kami akan menunggu, kami ingin mendengar apa yang diajarkannya kepadamu!"
"Semoga lancar," kata Ron, dan keduanya mengawasi Harry meninggalkan ruangan lewat lubang lukisan.
Harry menyusuri koridor-koridor kosong, namun buru-buru melangkah ke belakang patung ketika Profesor Trelawney tiba-tiba muncul dari tikungan, bergumam sendiri seraya mengocok satu pak kartu-lusuh, dan membacanya sambil berjalan.
"Dua sekop, konflik," gumamnya, ketika dia melewati tempat Harry meringkuk, tersembunyi. "Tujuh sekop, pertanda buruk. Sepuluh sekop, kekerasan. Pangeran sekop, seorang pemuda berkulit gelap, kemungkinan bermasalah, tidak menyukai si penanya"
Dia mendadak berhenti, tepat di sisi lain patung Harry.
"Yah, itu tak mungkin benar," katanya, kesal, dan Harry mendengarnya mengocok lagi kartunya dengan bersemangat, hanya meninggalkan bau sherry di belakangnya. Harry menunggu sampai dia yakin Profesor Trelawney sudah pergi, kemudian berjalan bergegas lagi sampai tiba di lantai tujuh di tempat yang ada gargoyle-nya berdiri di depan dinding.
"Soda Asam," kata Harry. Si gargoyle melompat ke samping; dinding di belakangnya menggeser terbuka, dan tampaklah sebuah tangga batu spiral yang berputar. Harry melangkah ke tangga batu itu, sehingga dia dibawa dalam putaran-putaran lancar ke pintu kantor Dumbledore dengan pengetuk dari kuningan.
Harry mengetuk pintu. "Masuk," kata suara Dumbledore.
"Selamat malam, Sir," kata Harry, memasuki kantor Kepala Sekolah.
"Ah, selamat malam, Harry," sambut Dumbledore, tersenyum. "Kuharap minggu pertamamu di sekolah menyenangkan""
"Ya, terima kasih, Sir," kata Harry.
"Kau pasti sibuk, sudah langsung mendapat detensi!"
"Er ... " Harry salah tingkah, namun Dumbledore tidak tampak terlalu galak.
"Aku sudah mengatur dengan Profesor Snape supaya kau menjalankan detensimu Sabtu depan."
"Baiklah," kata Harry, yang benaknya dipenuhi hal-hal lain yang lebih mendesak daripada detensi Snape, dan sekarang diam-diam memandang ke sekitarnya, mencari indikasi apa yang akan diajarkan Dumbledore kepadanya malam itu. Kantor bundar itu tampak sama seperti biasanya; peralata
n perak yang halus rapuh di atas meja-meja berkaki kurus
panjang, mengepulkan asap dan mendesing tenang; lukisan-lukisan para mantan kepala sekolah yang tertidur dalam pigura mereka; dan phoenix Dumbledore yang luar biasa, Fawkes, bertengger di tempat hinggapnya di balik pintu, mengawasi Harry dengan tertarik. Tampaknya Dumbledore tidak menyiapkan ruangan untuk berlatih duel.
"Nah, Harry," kata Dumbledore dengan suara serius.
"Kau pasti bertanya-tanya dalam hati, aku yakin, apa yang kurencanakan untukmu selama-karena tak ada kata yang lebih bagus pelajaran ini""
"Ya, Sir." "Aku telah memutuskan bahwa sudah waktunya, sekarang setelah kau tahu apa yang mendorong Lord Voldemort mencoba membunuhmu lima belas tahun lalu, kau diberi informasi-informasi tertentu."
Hening sejenak. "Anda mengatakan, pada akhir tahun ajaran lalu, bahwa Anda akan memberitahu saya segalanya," kata Harry. Sulit mencegah adanya nada menuduh dalam suaranya. "Sir," katanya menambahkan.
"Dan memang begitu," kata Dumbledore tenang. "Aku sudah memberitahumu segala yang kuketahui. Mulai saat ini, kita akan meninggalkan fondasi kuat fakta dan berkelana bersama menembus rawa-rawa suram kenangan menuju semak-semak liar dugaan. Setelah ini, Harry, aku bisa sama kelirunya dengan Humphrey Belcher, yang percaya sudah waktunya untuk membuat kuali keju."
"Tetapi menurut Anda, Anda benar"" tanya Harry.
"Tentu, tapi seperti telah kubuktikan kepadamu, aku bisa membuat kesalahan seperti orang lain. Malah, karena aku maafkan aku agak lebih pintar daripada sebagian besar orang, kesalahanku cenderung lebih besar juga."
"Sir," kata Harry hati-hati, "apakah apa yang akan Anda beritahukan kepada saya ada hubungannya dengan ramalan" Apakah itu akan membantu saya ... bertahan""
"Sangat erat hubungannya dengan ramalan," kata Dumbledore, sesantai seakan Harry baru menanyainya soal cuaca hari berikutnya, "dan aku sungguh berharap ini akan membantumu bertahan."
Dumbledore bangkit berdiri dan berjalan mengitari meja, melewati Harry, yang memutar dengan bersemangat di kursinya untuk mengawasi Dumbledore membungkuk di depan lemari di sebelah pintu. Ketika Dumbledore menegakkan diri lagi, dia memegang baskom batu dangkal yang sudah tak asing baginya, dengan tatahan simbol-simbol aneh di sekeliling tepiannya. Diletakkannya Pensieve di meja di depan Harry.
"Kau tampak cemas."
Harry memang memandang Pensieve agak takut. Pengalamannya sebelumnya dengan alat aneh yang bisa menyimpan dan membeberkan pikiran dan kenangan, kendatipun sangat banyak mengandung pelajaran, juga sangat tidak menyenangkan. Kali terakhir Harry mengganggu isinya, dia telah melihat lebih daripada yang diinginkannya. Namun Dumbledore tersenyum.
"Kali ini, kau memasuki Pensieve bersamaku ... dan, yang lebih tidak lazim, dengan izin."
"Ke mana kita akan pergi, Sir""
"Berjalan-jalan sepanjang jalan kenangan Bob Ogden," kata Dumbledore, mengeluarkan dari sakunya botol kristal berisi sesuatu yang bergulung, putih keperakan.
"Siapakah Bob Ogden""
"Dia dulu bekerja di Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir," kata Dumbledore. "Dia meninggal beberapa waktu yang
lalu, tetapi tidak sebelum aku berhasil melacaknya dan membujuknya memercayakan kenangannya ini kepadaku. Kita akan menemaninya dalam satu kunjungan yang dilakukannya dalam masa tugasnya. Silakan berdiri, Harry ... "
Tetapi Dumbledore mengalami kesulitan menarik tutup botol kristal itu; tangannya yang terluka tampak kaku dan kesakitan.
"Boleh-boleh saya bantu, Sir""
"Tak usah, Harry"
Dumbledore mengacungkan tongkat sihirnya ke arah botol itu dan tutup gabusnya langsung terbang lepas.
"Sir bagaimana sampai tangan Anda terluka"" Harry bertanya lagi, memandang jari-jari kehitaman itu dengan rasa kasihan bercampur jijik.
"Sekarang bukan waktunya untuk cerita itu, Harry. Belum waktunya. Kita punya janji dengan Bob Ogden."
Dumbledore menuang isi botol yang keperakan ke dalam Pensieve, yang langsung berputar dan berpendar, bukan cairan dan bukan gas.
"Kau dulu," kata Dumbledore, memberi isyarat ke arah baskom.
Harry membungkuk, menarik napas dalam-dalam, dan memasukkan wajahnya k
e dalam zat keperakan itu. Dia merasa kakinya meninggalkan lantai kantor, dia terjatuh, memasuki kegelapan yang berpusar dan kemudian, cukup mendadak, dia sudah mengerjapkan matanya dalam cahaya matahari yang menyilaukan.
Sebelum matanya sempat beradaptasi, Dumbledore sudah mendarat di sebelahnya.
Mereka sedang berdiri di sebuah jalan pedesaan yang diapit pagar tanaman tinggi dan lebat, di bawah langit musim panas
secerah dan sebiru bunga forgetme-not. Kira-kira tiga meter di depan mereka berdiri seorang laki-laki gemuk pendek memakai kacamata supertebal yang membuat matanya tampak kecil seperti bintik tahi lalat. Dia sedang membaca papan petunjuk jalan yang muncul dari dalam semak di sisi kiri jalan. Harry tahu dia pastilah Ogden; dia satusatunya orang yang tampak, dan dia juga memakai kombinasi aneh berbagai pakaian yang acap kali dipilih oleh.penyihir tak berpengalaman yang berusaha tampil sebagai Muggle. Dia memakai jas berkancing dua baris dan penutup mata kaki di atas baju renang sepotong. Sebelum Harry sempat meneliti lebih jauh penampilan yang ajaib ini, Ogden sudah berjalan cepat menyusuri jalan setapak.
Dumbledore dan Harry mengikutinya. Ketika mereka melewati papan petunjuk jalan, Harry mendongak melihat dua petunjuknya. Yang menunjuk ke arah dari mana mereka datang berbunyi: "Great Hangleton, 5 mil". Yang menunjuk ke arah Ogden berbunyi: "Little Hangleton, 1 mil."* Selama beberapa waktu mereka berjalan, yang bisa mereka lihat hanyalah pagar tanaman, langit luas biru di atas mereka, dan sosok berjas yang bergerak cepat di depan mereka, sampai kemudian jalan membelok ke kiri dan menjadi curam, menuruni sisi bukit, sehingga mendadak, tanpa diduga, mereka melihat seluruh lembah terhampar di hadapan mereka. Harry bisa melihat desa, tak diragukan lagi Little Hangleton, bersarang di antara dua bukit curam, gereja dan pemakamannya terlihat jelas. Di seberang lembah, di sisi bukit yang berhadapan, berdiri sebuah rumah gedung yang megah dikelilingi halaman rumput luas bagai beludru hijau.
Ogden sekarang berjalan hati-hati sehubungan dengan jalan setapak yang menurun curam. Dumbledore memanjangkan langkah dan Harry bergegas agar bisa merendenginya. Dia mengira Little Hangleton pastilah tujuan mereka dan bertanya dalam hati, seperti pada malam mereka menemukan Slughorn, kenapa mereka harus mendatanginya
dari jarak sejauh itu. Meskipun demikian, tak lama kemudian dia tahu ternyata dia salah mengira akan ke desa itu. Jalan setapak itu membelok ke kanan, dan ketika membelok di sudut, mereka melihat ujung jas Ogden menghilang melewati lubang di pagar tanaman.
Dumbledore dan Harry membuntutinya menyusuri jalan tanah sempit yang diapit pagar tanaman yang lebih tinggi dan lebih liar daripada yang mereka tinggalkan. Jalanan itu berliku-liku, berbatu-batu, dan berlubang-lubang, menurun seperti jalan sebelumnya, dan tampaknya menuju sepetak pepohonan gelap agak di bawah mereka. Betul saja, jalan tanah itu berhenti di depan hutan kecil. Dumbledore dan Harry berhenti di belakang Ogden, yang telah berhenti dan mencabut tongkat sihirnya.
Walaupun langit tak berawan, pepohonan tua di depan mereka menimbulkan bayang-bayang gelap dan sejuk dan baru beberapa detik kemudian mata Harry bisa melihat bangunan yang setengah tersembunyi di antara batang-batang pohon yang campur aduk. Bagi Harry, pemilihan lokasi rumah itu aneh sekali; atau kalau tidak, keputusan yang aneh membiarkan pepohonan tumbuh rapat di sekitarnya, memblokir semua cahaya dan pemandangan ke lembah di bawahnya. Dia bertanya dalam hati, apakah rumah itu berpenghuni. Dinding-dindingnya berlumut dan banyak genteng yang sudah terjatuh dari atapnya, sehingga kasau-kasaunya tampak di beberapa tempat. Jelatang tumbuh di sekeliling rumah, puncaknya mencapai jendela-jendela rumah, yang kecil-kecil dan berlapis tebal kotoran. Baru saja dia menyimpulkan bahwa tak mungkin ada orang yang tinggal di situ, salah satu jendelanya menjeblak terbuka dengan bunyi dentang dan asap tipis melayang keluar, sepertinya ada orang yang sedang memasak.
Ogden bergerak maju tanpa suara, dan tampaknya ba
gi Harry, agak berhati-hati. Selagi bayang-bayang gelap
pepohonan bergerak di atasnya, dia berhenti lagi, memandang pintu depan. Ada orang yang memaku ular mati di pintu itu.
Kemudian terdengar bunyi gemerisik, kertak, dan seorang laki-laki berpakaian compang-camping terjun dari pohon terdekat, mendarat dengan kakinya tepat di depan Ogden, yang melompat ke belakang cepat sekali sampai dia menginjak ujung ekor jasnya dan terhuyung.
"Kau tidak diharapkan."
Rambut laki-laki yang berdiri di hadapan mereka kusut masai berlapis debu tebal, sehingga tak jelas apa warnanya. Beberapa giginya ompong. Matanya kecil dan gelap dan memandang ke arah berlawanan. Mestinya tampangnya bisa konyol, tapi tidak, efeknya malah menakutkan, dan Harry tak bisa menyalahkan Ogden yang mundur beberapa langkah lagi sebelum dia bicara.
"Er selamat pagi. Saya dari Kementerian Sihir"
"Kau tidak diharapkan."
"Er maaf saya tidak mengerti ucapanmu," kata Ogden gugup.
Harry menyangka Ogden bodoh sekali, sosok asing itu bicara jelas sekali, menurut pendapatnya, apalagi karena dia mengacung-acungkan tongkat sihir di satu tangan dan pisau pendek berlumur darah di tangan yang lain.
"Kau mengerti dia, aku yakin, Harry"" kata Dumbledore pelan.
"Ya, tentu saja;" kata Harry,-sedikit heran. "Kenapa Ogden
tidak" Namun ketika tertatap lagi olehnya ular mati di pintu, dia mendadak paham.
"Dia bicara Parseltongue""
"Bagus sekali," kata Dumbledore, mengangguk dan tersenyum.
Laki-laki berpakaian compang-camping itu sekarang maju mendekati Ogden, pisau di satu tangan, tongkat sihir di tangan lain.
"Tunggu dulu" Ogden berkata, namun terlambat.
Terdengar dentuman dan Ogden terkapar di tanah memegangi hidungnya, sementara cairan kental kekuningan menjijikkan menyembur dari antara jari-jarinya.
"Morfin!" terdengar teriakan keras.
Seorang laki-laki setengah-baya bergegas keluar dari gubuk, membanting pintu di belakangnya sehingga ular mati itu berayun memelas. Laki-laki ini lebih pendek daripada yang pertama, dan proporsi tubuhnya aneh; bahunya sangat lebar dan lengannya kelewat panjang, ini ditambah mata cokelatnya yang cerah, rambut pendeknya yang kaku dan wajahnya yang keriput, membuatnya tampak seperti kera tua yang berkuasa. Dia berhenti di sebelah laki-laki yang memegang pisau, yang sekarang terbahak-bahak melihat Ogden di tanah.
"Kementerian, ya"" kata si laki-laki yang lebih tua, menunduk memandang Ogden.
"Betul!" kata Ogden berang, mengelap wajahnya.
"Dan Anda, saya kira, adalah Mr Gaunt""
"Betul," kata Gaunt. "Menyerang wajahmu, dia"" "Ya!" gertak Ogden.
"Harusnya memberitahukan kedatangan Anda dulu, kan"" timpal Gaunt agresif. "Ini milik pribadi. Anda tak bisa masuk begitu saja dan tak mengharap anak saya membela diri."
"Membela diri terhadap apa, coba"" kata Ogden, merangkak bangun.
"Orang-orang yang ingin tahu. Pengganggu. Muggle dan sampah."
Ogden mengacungkan tongkat sihir ke hidungnya sendiri, yang masih mengeluarkan banyak cairan seperti nanah kuning, dan cairan itu langsung berhenti. Mr Gaunt bicara dari sudut mulutnya kepada Morfin.
"Masuk rumah. Jangan membantah."
Kali ini, sudah siap, Harry langsung tahu itu Parseltongue. Bahkan sementara dia bisa memahami apa yang dikatakan, dia mengenali bunyi desis aneh yang mestinya hanya itu yang didengar Ogden. Morfin tampaknya akan membantah, namun ketika ayahnya melempar pandang mengancam dia berubah pikiran, beringsut menuju gubuk dengan langkah menggelinding yang aneh dan membanting pintu menutup di belakangnya, sehingga ular matinya berayun sedih lagi.
"Anak Anda-lah yang ingin saya temui, Mr Gaunt," kata Ogden, sambil mengelap sisa nanah terakhir dari bagian depan jasnya. "Itu Morfin, kan""
"Ya, itu Morfin," kata laki-laki tua itu tak acuh. "Apakah Anda berdarah-murni"" dia bertanya, tiba-tiba agresif.
"Itu tidak ada hubungannya," kata Ogden dingin, dan rasa hormat Harry terhadap Ogden meningkat.
Rupanya yang dirasakan Gaunt agak berbeda. Matanya menyipit memandang wajah Ogden dan bergumam, dalam nada yang jelas menghina, "Kalau saya pikir-pikir, saya pernah melihat hidung seperti hidung Anda di desa."
"Saya tidak meragukannya, jika anak Anda dilepas menyerang mereka," kata Ogden. "Barangkali kita bisa melanjutkan diskusi ini di dalam""
"Di dalam""
"Ya, Mr Gaunt. Sudah saya katakan tadi, saya datang soal Morfin. Kami sudah mengirim burung hantu-"
"Burung hantu tak ada gunanya untuk saya," kata Gaunt. "Saya tidak membuka surat-surat."
"Kalau begitu Anda tak bisa mengeluh tak diberi tahu lebih dulu akan kedatangan tamu," kata Ogden masam. "Saya berada di sini karena adanya pelanggaran hukum sihir yang serius, yang terjadi di sini pada pagi"
"Baik, baik, baik!" teriak Gaunt. "Masuk saja, kalau begitu. Anda kira kalau masuk lebih baik!"
Rumah itu tampaknya terdiri atas tiga ruangan kecil. Ada dua pintu menuju ruang utama, yang berfungsi sebagai dapur sekaligus ruang duduk. Morfin sedang duduk di kursi berlengan kotor di sebelah perapian berasap, menbelitkan ular beludak hidup di antara jari-jarinya yang gemuk dan menyanyi lembut kepada ular itu dalam Parseltongue:
"Desis, desis, ular kecil mendesis, Menjalar-jalar di lantai batu, Baik-baiklah kepada Morfin, Kalau tak mau dipaku di pintu."
Terdengar keresekan di sudut dekat jendela terbuka dan Harry menyadari ada orang lain dalam ruangan itu, seorang gadis yang gaun compang-campingnya berwarna kelabu persis warna dinding batu kotor di belakangnya. Dia sedang berdiri di sebelah panci berasap di atas tungku batu kotor, dan sedang membereskan panci dan belanga yang tampak kotor di atas rak. Rambutnya tipis dan kusam dan wajahnya sederhana, pucat, agak berat. Matanya, seperti mata abangnya, memandang ke arah berlawanan. Dia tampak sedikit lebih bersih daripada ayah dan abangnya, namun Harry belum pernah melihat orang yang bertampang lebih sengsara daripadanya.
"Anak perempuan saya, Merope," kata Gaunt enggan, ketika Ogden memandang penuh tanya ke arahnya.
"Selamat pagi," sapa Ogden.
Gadis itu tidak menyahut, namun dengan pandangan takut ke arah ayahnya berbalik memunggungi ruangan dan meneruskan membereskan panci-panci di rak di belakangnya.
"Nah, Mr Gaunt," kata Ogden, "kita langsung ke pokok persoalan. Kami punya alasan untuk memercayai bahwa anak Anda, Morfin, melakukan sihir di depan seorang Muggle larut malam kemarin."
Terdengar bunyi dentang memekakkan telinga. Merope menjatuhkan salah satu panci.
"Ambil!" Gaunt membentaknya. "Ya, terus saja menggerayang lantai seperti Muggle kotor. Buat apa tongkat sihirmu" Dasar kantong sampah tak berguna!"
"Mr Gaunt, mohon jangan memaki!" kata Ogden dalam suara shock, sementara Merope, yang sudah memungut panci, wajahnya merah padam, sekali lagi pegangannya pada panci terlepas, dengan gemetar mencabut tongkat sihirnya dari sakunya, mengarahkannya ke panci dan buru-buru menggumamkan mantra yang membuat panci itu meluncur di lantai menjauh darinya, menabrak dinding seberang, dan retak menjadi dua.
Morfin terbahak-bahak. Gaunt berteriak, "Betulkan, gumpalan lumpur bego, betulkan!"
Merope terhuyung ke seberang ruangan, namun sebelum dia sempat mengangkat tongkat sihirnya, Ogden sudah mengangkat tongkatnya dan berkata tegas, "Reparo." Panci itu langsung utuh lagi.
Sekejap tampaknya Gaunt akan membentak Ogden, tetapi rupanya berubah pikiran; alih-alih menegur Ogden, dia mencemooh anaknya, "Untung laki-laki baik dari Kementerian ini ada di sini, ya" Barangkali dia mau mengambilmu dari
tanganku, barangkali dia tidak keberatan bergaul dengan Squib kotor ..."
Tanpa memandang siapa pun ataupun berterima kasih kepada Ogden, Merope mengambil panci itu dan mengembalikannya, dengan tangan gemetar, ke raknya. Dia kemudian berdiri diam, punggungnya bersandar ke dinding di antara jendela kotor dan tungku, seakan tak ada yang lebih diinginkannya daripada terbenam ke dalam dinding batu dan lenyap.
"Mr Gaunt," Ogden memulai lagi. "seperti sudah saya katakan tadi: alasan kedatangan saya ..."
"Saya sudah dengar tadi!" bentak Gaunt. "Jadi, kenapa" Morfin memberi sedikit kejutan pada seorang Muggle-kenapa kalau begitu""
"Morfin telah melanggar hukum sihir," kata Ogden tegas.
"Morfin telah melanggar hukum sihir," Gaunt menirukan Ogden, dengan nada angkuh dan datar
. Morfin terbahak lagi. "Dia memberi pelajaran pada Muggle kotor, dan itu ilegal sekarang, begitu"
"Ya," kata Ogden. "Sayangnya ya, itu ilegal."
Ogden menarik gulungan kecil perkamen dari saku dalamnya dan membuka gulungannya.
"Apa itu, vonisnya"" kata Gaunt, suaranya meninggi marah.
"Ini panggilan agar dia datang di Kementerian untuk sidang"
"Panggilan! Panggilan" Kaupikir siapa kau ini, beraniberaninya memanggil anakku""
"Saya Kepala Pasukan Pelaksanaan Hukum Sihir," kata Ogden.
"Dan kau menganggap kami orang-orang tak berguna, kan"" teriak Gaunt, mendekati Ogden sekarang, dengan jari kotor berkuku kuning menunjuk ke dadanya. "Orang tak berguna yang akan segera berlari datang kalau dipanggil Kementerian" Tahukah kau, sedang bicara dengan siapa, kau Darah-campuran kotor""
"Saya sangka saya sedang bicara kepada Mr Gaunt," kata Ogden, tampak waspada, namun tetap bertahan.
"Betul!" raung Gaunt. Sesaat Harry mengira Gaunt melakukan gerak tangan yang kurang ajar, namun kemudian sadar bahwa dia sedang menunjukkan kepada Ogden cincin jelek bermata-batu-hitam yang dipakainya di jari tengahnya, menggoyangkannya di depan mata Ogden. "Lihat ini" Lihat ini" Tahu apa ini" Tahu dari mana asalnya" Sudah berabad-abad cincin ini ada dalam keluarga kami, sudah sebegitu tuanyalah kami, dan seluruhnya berdarah-murni! Tahu berapa banyak yang ditawarkan kepadaku untuk inl, dengan lambang Peverell terukir di batunya""
"Saya sama sekali tak tahu," kata Ogden, mengerjap ketika cincin itu terbang dua setengah senti dari hidungnya, "dan itu tak penting, Mr Ogden. Anak Anda telah melanggar-"
Dengan raung kemurkaan, Gaunt berlari ke arah anak perempuannya. Selama sepersekian detik, Harry mengira dia akan mencekiknya ketika tangannya melayang ke leher gadis itu; detik berikutnya, dia menarik anaknya ke arah Ogden pada rantai emas di sekeliling lehernya.
"Lihat ini"" dia berteriak kepada Ogden, menggoyangkan liontin emas berat di depannya, sementara Merope gemetar dan tersengal kehabisan napas.
"Saya lihat, saya lihat!" kata Ogden buru-buru.
"Kalung Slytherin!" teriak Gaunt. "Kalung Salazar Slytherin! Kami turunan terakhirnya yang masih hidup, apa komentarmu,
eh""

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mr Gaunt, anak Anda!" kata Ogden cemas, namun Gaunt sudah melepaskan Merope. Gadis itu terhuyung menjauh darinya, kembali ke sudutnya, menggosok lehernya dan terengah menghirup udara.
"Jadi!" kata Gaunt penuh kemenangan, seolah dia, baru saja berhasil membuktikan topik rumit tanpa bisa dibantah lagi. "Jangan berani-berani bicara kepada kami seakan kami debu di sepatumu! Bergenerasi-generasi darah-murni, semua penyihir lebih daripada yang bisa kau katakan, aku yakin!"
Dan dia meludah di lantai di depan kaki Ogden. Morfin terbahak lagi. Merope, meringkuk di sebelah jendela, kepalanya menunduk dan wajahnya tersembunyi oleh rambutnya yang tipis, tidak berkata apa-apa.
"Mr Gaunt," kata Ogden tabah, "sayangnya baik leluhur Anda maupun leluhur saya tak ada hubungannya dengan persoalan ini. Saya berada di sini karena Morfin, Morfin dan si Muggle yang diserangnya semalam. Informasi yang kami dapat," dia menunduk membaca gulungan perkamennya, "Morfin memantrai atau mengutuk Muggle itu, membuat wajahnya dipenuhi gatal-gatal yang menyakitkan."
Morfin terkikik. "Diam, Nak, " bentak Gaunt dalam Parseltongue, dan Morfin terdiam lagi.
"Memangnya kenapa kalau dia begitu"" Gaunt menantang Ogden. "Kukira kau sudah membersihkan wajah kotor si Muggle itu, dan memorinya sekalian-"
"Bukan itu masalahnya, kan, Mr Gaunt"" kata Ogden. "Ini serangan tanpa provokasi pada seorang Muggle tak berdaya"
"Ah, aku sudah mengenalimu sebagai pencinta Muggle begitu aku melihatmu," cibir Gaunt, dan dia meludah di lantai lagi.
"Diskusi kita tidak maju-maju," kata Ogden tegas. "Jelas dari sikap anak Anda bahwa dia sama sekali tidak menyesali perbuatannya." Dia membaca perkamennya lagi. "Morfin akan menghadiri sidang pada tanggal empat belas September dengan tuduhan menggunakan sihir di depan Muggle dan menyebabkan celaka dan stres terhadap Muggle yang sam-"
Ogden berhenti berbicara. Bunyi gemerincing, derap kaki kuda dan tawa
Keras terdengar dan jendela yang terbuka. Rupanya jalan setapak berliku yang menuju desa melewati dekat sekali petak pepohonan tempat gubuk itu berada. Gaunt membeku, mendengarkan, matanya melebar. Morfin mendesis dan menoleh ke arah suara-suara itu, ekspresinya lapar. Merope mengangkat kepalanya. Harry melihat wajahnya pucat pasi.
"Ya ampun, bikin sakit mata saja!" terdengar suara seorang gadis dari jendela yang terbuka, jelas sekali seolah dia berada dalam ruangan itu bersama mereka. "Tidak bisakah ayahmu menyingkirkan gubuk itu, Tom""
"Itu bukan milik kami," kata seorang pemuda. "Segala sesuatu di sisi lain lembah milik kami, tapi gubuk itu milik gelandangan tua bernama Gaunt dan anak-anaknya. Anak laki-lakinya agak gila, coba kalau kau mendengar cerita-cerita yang beredar di desa-"
Gadis itu tertawa. Bunyi gemerincing dan derap kaki kuda semakin lama semakin keras. Morfin beranjak dari kursi berlengannya.
"Tetap di tempat dudukmu," kata ayahnya memperingatkan, dalam Parseltongue.
"Tom," kata suara si gadis lagi, sekarang dekat sekali, pasti mereka berada di sebelah rumah, "aku mungkin keliru-tapi apa ada orang yang memaku ular di pintu""
"Astaga, kau benar!" kata suara si pemuda. "Pasti anak laki-lakinya, kan sudah kubilang ada yang tidak beres dengan otaknya. Jangan melihatnya, Cecilia, darling."
Bunyi gemerincing dan derap kaki kuda sekarang mungkin jauh dan pelan lagi.
"Darling," bisik Morfin dalam Parseltongue, memandang adik perempuannya. "Dia memanggilnya 'darling'. Jadi, dia tak mau denganmu."
Merope bukan main pucatnya Harry yakin dia akan pingsan.
"Apa maksudmu"" tanya Gaunt tajam, juga dalam parseltongue, bergantian memandang anak laki-laki dan perempuannya. "Apa katamu, Morfin""
"Dia suka memandangi Muggle itu," kata Morfin, ekspresi wajahnya keji ketika dia memandang adiknya, yang sekarang tampak ketakutan. "Dia kan selalu berada di halaman kalau Muggle itu lewat, mengintipnya lewat pagar tanaman" Dan semalam-"
Merope menggelengkan kepalanya dengan menyentak, memohon, namun Morfin melanjutkan tanpa belas kasihan, "Nongkrong di jendela, menunggu dia lewat pulang, kan""
"Nongkrong di jendela mau melihat Muggle"" kata Gaunt perlahan.
Ketiganya rupanya sudah melupakan Ogden, yang tampaknya bingung dan jengkel karena mereka lagi mendesis-desis parau tak bisa dimengerti.
"Betulkah"" kata Gaunt dengan suara mengerikan, maju satu atau dua langkah mendekati si gadis yang ketakutan. "Anakku keturunan Salazar Slytherin yang berdarah-murni mendambakan Muggle kotor, berpembuluh lumpur""
Merope menggelengkan kepala dengan panik, menekankan tubuhnya ke dinding, tak sanggup berbicara.
"Tapi kukerjai dia, Ayah!" gelak Morfin. "Kukerjai dia waktu lewat, dan dia tidak tampan lagi dengan bintikbintik merah gatal di seluruh tubuhnya, iya kan, Merope""
"Kau Squib menjijikkan, pengkhianat kotor!" raung Gaunt, kehilangan kendali, dan tangannya mencekik leher anak perempuannya.
Baik Harry maupun Ogden berteriak, "Jangan!" pada saat bersamaan. Ogden mengangkat tongkat sihirnya dan berseru, "Relashio!" Gaunt terlempar ke belakang, jauh dari anak perempuannya. Dia menabrak kursi dan jatuh terkapar. Dengan raung murka Morfin melompat dari kursinya dan berlari mendekati Ogden, mengayun-ayunkan pisaunya yang berlumuran darah dan melancarkan kutukan membabibuta dari tongkat sihirnya.
Ogden berlari menyelamatkan diri: Dumbledore memberi isyarat bahwa mereka harus mengikutinya dan Harry patuh. Jeritan Merope bergaung di telinganya.
Ogden berlari sepanjang jalan setapak dan tiba di jalan utama, lengannya di atas kepala. Dia menabrak kuda cokelat berkilat yang ditunggangi pemuda sangat tampan, berambut hitam. Dia dan gadis cantik di sebelahnya di atas kuda kelabu tertawa gelak-gelak melihat Ogden, yang terlempar dari panggul kuda dan kabur lagi, jasnya berkibar, dari kepala sampai kaki berlumur debu, berlari pontang-panting sepanjang jalan kecil.
"Kurasa sudah cukup, Harry," kata Dumbledore. Dia memegang siku Harry dan menariknya. Detik berikutnya, mereka berdua melayang tanpa berat menembus kegelapan, sampai mereka mendarat mantap di kak
i mereka, kembali di dalam kantor Dumbledore di senja hari.
"Apa yang terjadi pada gadis di gubuk itu"" Harry langsung bertanya, ketika Dumbledore menyalakan lampu-lampu ekstra
dengan jentikan tongkat sihirnya. "Merope, atau entah siapa tadi namanya""
"Oh, dia selamat," kata Dumbledore, kembali duduk di belakang mejanya dan memberi isyarat agar Harry juga duduk. "Ogden ber-Apparate ke Kementerian dan kembali membawa pasukan dalam waktu lima belas menit. Morfin dan ayahnya berusaha melawan, namun keduanya berhasil diringkus, dibawa dari gubuk, dan dijatuhi hukuman oleh Wizengamot. Morfin, yang sudah beberapa kali menyerang Muggle, dihukum tiga tahun di Azkaban. Marvolo, yang sudah melukai beberapa petugas Kementerian selain Ogden, kena enam bulan."
"Marvolo"" Harry mengulang penasaran.
"Betul," kata Dumbledore, mengangguk gembira. "Aku senang melihatmu mengikuti perkembangan."
"Laki-laki tua itu-""
"Kakek Voldemort, ya," kata Dumbledore. "Marvolo, anak laki-lakinya Morfin, dan anak perempuannya Merope adalah Gaunt terakhir, keluarga penyihir yang sangat kuno, yang terkenal tidak stabil dan suka marah, yang semakin menjadi-jadi dalam generasi-generasi berikut, karena kebiasaan mereka menikah antar-sepupu. Kurang bijaksana ditambah kegemaran besar akan kemuliaan berarti bahwa emas keluarga telah dihambur-hamburkan dan habis beberapa generasi sebelum Marvolo lahir. Dia seperti yang kau lihat tadi, hidup dalam kekurangan dan kemiskinan, dengan temperamen yang meledak-ledak sangat mudah marah, keangkuhan yang luar biasa besar, dan dua pusaka keluarga yang baginya sama berharganya dengan anak laki-lakinya, dan agak lebih berharga daripada anak perempuannya."
"Jadi, Merope," kata Harry, mencondongkan diri ke depan di kursinya dan menatap Dumbledore, "jadi, Merope adalah ... Sir, apakah itu berarti dia ... ibu Voldemort""
"Betul," kata Dumbledore. "Dan kebetulan kita tadi juga melihat ayah Voldemort sekilas. Apakah kau memperhatikan""
"Muggle yang diserang Morfin" Laki-laki yang naik kuda""
"Bagus sekali," kata Dumbledore, berseri-seri. "Ya, itu Tom Riddle senior, Muggle tampan yang selalu berkuda melewati gubuk keluarga Gaunt dan terhadap siapa Merope Gaunt menyimpan cinta rahasia yang membara."
"Dan mereka akhirnya menikah"" kata Harry tak percaya, tak mampu membayangkan pasangan yang sangat tak serasi begitu bisa saling jatuh cinta.
"Kurasa kau melupakan," kata Dumbledore, "bahwa Merope adalah penyihir. Kurasa kekuatan sihirnya tidak berfungsi sepenuhnya ketika dia masih diteror oleh ayahnya. Begitu Marvolo dan Morfin sudah aman di Azkaban, begitu dia sendirian dan bebas untuk pertama kalinya dalam hidupnya, maka, aku yakin, dia bisa mengembangkan kemampuan sihirnya sepenuhnya dan merencanakan pelariannya dari hidup sangat menyedihkan yang telah dijalaninya selama delapan belas tahun.
"Tak bisakah kau memperkirakan, tindakan apa yang mungkin dilakukan Merope untuk membuat Tom Riddle melupakan teman Muggle-nya, dan jatuh cinta kepadanya""
"Kutukan Imperius"" Harry mengusulkan. "Atau ramuan
cinta"" "Bagus sekali. Aku sendiri cenderung menduga bahwa dia menggunakan ramuan cinta. Aku yakin baginya itu lebih romantis dan kurasa tidak akan terlalu sulit, pada suatu hari yang panas, ketika Riddle berkuda sendirian, untuk membujuknya minum air. Yang jelas, dalam waktu beberapa bulan setelah peristiwa yang kita saksikan tadi, desa Little Hangleton menikmati skandal menghebohkan. Kau bisa membayangkan gosip yang beredar ketika anak laki-laki
"Namun keterkejutan penduduk desa tak seberapa dibandingkan dengan shock yang dialami Marvolo. Dia kembali dari Azkaban, mengharap anak perempuannya dengan patuh menanti kepulangannya, dengan makanan panas siap terhidang di mejanya. Ternyata yang ditemukannya debu setebal dua setengah senti dan surat perpisahan Merope, yang menjelaskan apa yang telah dilakukannya."
"Sejauh yang berhasil kuketahui, Marvolo tak pernah lagi menyebut namanya atau keberadaannya sejak saat itu. Shock akibat ditinggalkan anak perempuannya ini mungkin menjadi salah satu sebab dia mati muda atau mungkin dia tak pernah bel
ajar memberi makan dirinya. Azkaban telah sangat melemahkan Marvolo dan dia tidak bertahan hidup untuk melihat Morfin kembali ke gubuk."
"Dan Merope" Dia ... dia mati, kan" Bukankah Voldemort dibesarkan di panti asuhan""
"Ya, memang," kata Dumbledore. "Kita harus menebak-nebak di sini, meskipun kurasa tidak sulit menyimpulkan apa yang terjadi. Soalnya, beberapa bulan setelah mereka kawin lari, Tom Riddle muncul kembali di rumahnya di Little Hangleton tanpa istrinya. Desasdesus yang beredar di antara penduduk adalah dia mengatakan 'tertipu' dan 'teperdaya'. Yang dia maksudkan, aku yakin, adalah bahwa dia di bawah pengaruh sihir yang sekarang telah pudar, meskipun demikian kurasa dia tidak berani menggunakan kata-kata itu, karena takut dikira gila. Namun, ketika mereka mendengar apa yang dikatakannya, penduduk desa menduga Merope telah berbohong kepada Tom Riddle, berpura-pura mengandung anaknya, dan bahwa Riddle telah mengawininya karena alasan
ini." keluarga terhormat kabur dengan anak perempuan gelandangan Merope."
"Tapi dia memang melahirkan bayinya."
"Ya, tapi baru setelah setahun mereka menikah. Tom Riddle meninggalkannya sewaktu dia masih mengandung."
"Apa yang salah"" tanya Harry. "Kenapa ramuan cintanya berhenti berfungsi""
"Sekali lagi, ini, cuma tebakan," kata Dumbledore, "tapi kukira Merope, yang sangat mencintai suaminya, tidak tega terus memperbudaknva dengan cara sihir. Kukira dia memutuskan untuk berhenti memberinya ramuan. Barangkali, karena dia sendiri tergila-gila, dia meyakinkan diri bahwa suaminya saat itu juga sudah membalas mencintainya. Barangkali dia menyangka suaminya akan tinggal demi anaknya. Jika begitu, dugaannya dua-duanya keliru. Suaminya meninggalkannya, tak pernah menjenguknya lagi, dan tak pernah bersusah payah mencari tahu apa yang terjadi dengan anaknya."
Langit di luar sudah sehitam tinta dan lampu lampu dalam kantor Dumbledore tampak bersinar lebih terang daripada sebelumnya.
"Kurasa cukup untuk kali ini, Harry," kata Dumbledore setelah beberapa saat.
"Ya, Sir," kata Harry. Dia bangkit berdiri, namun tidak pergi.
"Sir ... pentingkah mengetahui semua masa lalu Voldemort
ini"" "Sangat penting, kukira," kata Dumbledore.
"Dan ini ... ini ada hubungannya dengan ramalan"" "Sangat erat hubungannya dengan ramalan." "Baiklah," kata Harry, sedikit bingung, namun toh diyakinkan.
Dia berbalik untuk pergi, kemudian pertanyaan lain terlintas di benaknya dan dia berbalik lagi.
"Sir, bolehkah saya memberitahu Ron dan Hermione segala sesuatu yang Anda katakan kepada saya"" Dumbledore mempertimbangkan sesaat, kemudian berkata, "Ya, kurasa Mr Weasley dan Miss Granger sudah membuktikan mereka bisa dipercaya. Tapi, Harry, aku akan memintamu meminta mereka agar tidak menceriakan apapun kepada siapapun. Tak baik baik jika tersiar berapa banyak yang kuketahui, atau kucurigai, tentang rahasia Voldemort."
"Baik, Sir, saya akan memastikan hanya Ron dan Hermione yang tahu. Selamat malam."
Dia berbalik lagi, dan sudah hampir tiba di pink ketika melihatnya. Sebentuk cincin emas jelek bermata batu hitam besar retak, tergeletak di atas salah satu meja berkaki kurus panjang, di antara banyak peralatan perak yang tampak rapuh.
"Sir," kata Harry, memperhatikan cincin itu. "Cincin itu ..."
"Ya"" kata Dumbledore.
"Anda memakainya ketika kita mengunjungi Profesor Slughorn malam itu."
"Betul," Dumbledore membenarkan.
"Tapi bukankah ... Sir, bukankah ini cincin yang sama yang diperlihatkan Marvolo Gaunt kepada Ogdwen"" Dumbledore menganggukkan kepala. "Cincin yang sama."
"Tapi bagaimana" Sudah lamakah Anda memilikinya""
"Belum, aku mendapatkannya baru-baru ini," kata Dumbledore. "Beberapa hari sebelum aku datang menjemputmu di rumah bibi dan pamanmu, sebetulnya."
"Itu berarti sekitar waktu tangan Anda terluka kalau begitu,
Sir"" "Sekitar waktu itu, ya, Harry."
Harry bimbang. Dumbledore sedang tersenyum. "Sir, bagaimana tepatnya""
"Sudah kelewat malam, Harry! Kau akan mendengar ceritanya lain kali. Selamat tidur."
"Selamat tidur."
11. HERMIONE TURUN TANGAN
Seperti telah diramalkan Hermione, jam-jam bebas kelas enam bukanl
ah waktu santai menyenangkan seperti diharapkan Ron, melainkan waktu untuk mengerjakan sejumlah besar PR yang diberikan kepada mereka. Mereka tak hanya belajar seakan ada ujian setiap hari, pelajaran-pelajarannya sendiri semakin lama semakin sulit. Harry nyaris tak memahami setengah dan apa yang dikatakan Profesor McGonagall kepada mereka hari-hari ini, bahkan Hermione terpaksa memintanya mengulangi instruksi satu-dua kali. Yang luar biasa, dan membuat Hermione semakin sebal, pelajaran yang paling dikuasai Harry tiba-tiba saja adalah Ramuan, berkat si Pangeran Berdarah-Campuran.
Mantra-mantra non-verbal sekarang diharapkan, tidak hanya di kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, melainkan di pelajaran Mantra dan Transfigurasi juga. Harry acap kali memandang teman-teman sekelasnya di ruang rekreasi atau pada saat makan dan melihat wajah mereka berwarna ungu dan tegang seolah mereka kebanyakan makan U-No-Poo; tetapi dia tahu bahwa sebetulnya mereka sedang bekerja keras berusaha melakukan sihir tanpa mengucapkan mantranya. Lega rasanya bisa di luar di rumah-rumah kaca; mereka menangani tanaman-tanaman yang lebih berbahaya daripada sebelumnya dalam kelas Herbologi, tapi paling tidak mereka masih diizinkan mengumpat keras-keras jika Tentakula Berbisa tiba-tiba menyambar mereka dari belakang.
Salah satu akibat menggunungnya tugas-tugas mereka dan berjam-jam berlatih mantra-mantra nonverbal adalah Harry, Ron, dan Hermione sejauh ini belum berhasil meluangkan waktu untuk mengunjungi Hagrid. Hagrid tak lagi datang untuk makan di meja guru, pertanda tak menyenangkan, dan dalam beberapa kesempatan ketika mereka berpapasan dengannya di koridor atau di halaman, secara misterius Hagrid tidak melihat mereka atau mendengar sapaan mereka.
"Kita harus ke sana dan menjelaskan," kata Hermione, mendongak memandang kursi besar Hagrid yang kosong di meja guru hari Sabtu berikutnya pada saat sarapan.
"Pagi ini kita uji coba Quidditch!" kata Ron. "Dan kita disuruh latihan mantra Aguamenti untuk Flitwick. Lagi pula, menjelaskan apa" Bagaimana kita akan menjelaskan kepadanya bahwa kita membenci pelajarannya yang konyol""
"Kita tidak membencinya!" kata Hermione.
"Terserah deh, aku belum melupakan Skrewt-nya" kata Ron suram. "Dan kuberitahu kau, kita baru saja lolos dari lubang jarum. Kau tidak mendengar dia cerita tak habis-habisnya tentang adiknya yang bego -- kita sedang mengajari Grawp bagaimana mengikat tali sepatunya kalau kita tetap ikut pelajaran Hagrid."
"Aku tak suka kita tidak bicara dengan Hagrid," kata Hermione, tampak sedih.
"Kita ke sana sesudah Quidditch," Harry meyakinkannya. Dia juga merasa kehilangan Hagrid, meskipun seperti Ron, dia berpendapat bahwa mereka lebih baik tanpa adanya Grawp dalam kehidupan mereka. "Tapi uji coba bisa sepanjang pagi, banyak sekali anak yang mendaftar." Harry merasa agak gugup menghadapi tantangan pertamanya sebagai kapten. "Tahu deh, kenapa mendadak tim jadi ngetop banget."
"Oh, yang benar, Harry," kata Hermione, tiba-tiba tak sabar. "Bukan Quidditch yang ngetop, tapi kau! Kau belum
pernah semenarik ini, dan jujur saja, kau belum pernah sekeren ini."
Ron tersedak sepotong besar ikan salmon. Hermione melempar pandang meremehkan sebelum kembali menoleh ke Harry.
"Semua orang sekarang tahu kau mengatakan yang sebenarnya, kan" Seluruh dunia sihir harus mengakui kau benar soal Voldemort telah kembali dan bahwa kau telah menghadapinya dua kali dalam dua tahun terakhir ini dan berhasil selamat dalam dua-duanya. Dan sekarang mereka menyebutmu 'Sang Terpilih' nah, coba, tidak bisakah kau melihat kenapa orang terpesona olehmu""
Harry merasa Aula Besar mendadak sangat panas, meskipun langit-langitnya masih tampak dingin dan hujan.
"Dan kau mengalami semua siksaan dari Kementerian itu ketika mereka berusaha menuduhmu tidak stabil dan pembohong. Kau masih bisa melihat bekas-bekas tempat perempuan jahat itu memaksamu menulis dengan darahmu sendiri, tapi kau toh tetap bertahan pada ceritamu ... "
"Kau masih bisa melihat di mana otak itu mencengkeramku di Kementerian, lihat," kata Ron, menyingkap lengan bajunya.
"Dan tidak ada ruginya juga kau bertambah tinggi tiga puluh senti selama musim panas," Hermione mengakhiri penjelasannya, tidak mengindahkan Ron.
"Aku tinggi," kata Ron tak ada hubungannya.
Pos burung hantu tiba, meluncur masuk lewat jendela-jendela yang basah kena hujan, menciprati anak-anak dengan tetes-tetes airnya. Sebagian besar anak menerima lebih banyak surat daripada biasanya. Para orangtua yang cemas ingin mendengar kabar dari anaknya dan meyakinkan mereka, pada gilirannya, bahwa segalanya baik-baik saja di rumah. Harry belum pernah menerima surat sejak awal tahun ajaran.
Satusatunya orang yang biasa menulis surat kepadanya sekarang sudah meninggal dan meskipun dia berharap Lupin mungkin mau menulis dari waktu ke waktu, sejauh ini dia dikecewakan. Dia sangat terkejut, karenanya, melihat Hedwig yang seputih-salju terbang berputar-putar di antara burung-burung hantu cokelat dan kelabu. Hedwig mendarat di depan Harry, membawa bungkusan persegi besar. Sekejap kemudian, bungkusan yang sama mendarat di depan Ron; Pig widgeon, burung hantunya yang kecil mungil dan kelelahan, tergencet di bawahnya.
"Ha!" kata Harry, membuka bungkusannya yang ternyata berisi buku baru Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut, dikirim oleh Flourish and Blotts.
"Oh, bagus," kata Hermione, senang. "Sekarang kau bisa mengembalikan buku yang banyak tulisannya itu."
"Apa kau gila"" kata Harry. "Tidak akan kukembalikan! Lihat, aku sudah memikirkannya -- "
Dia mengeluarkan buku lama Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut dari dalam tasnya dan diketuknya sampulnya dengan tongkat sihirnya, seraya menggumamkan, "Diffindo!" Sampul buku itu terlepas. Dia melakukan hal yang sama dengan bukunya yang baru. (Hermione tampak kaget). Harry kemudian menukar kedua sampul buku itu, mengetuk keduanya dan berkata, "Reparo!"
Sekarang buku Pangeran tersamar menjadi buku baru, sedangkan buku baru dari Flourish and Blotts kelihatan seperti buku bekas.
"Yang baru akan kukembalikan kepada Slughorn. Dia tak bisa mengeluh, harganya sembilan Galleon."
Hermione mengatupkan bibir rapat-rapat, tampak marah dan tidak setuju, tetapi perhatiannya teralih oleh burung hantu ketiga yang mendarat di depannya, membawa Daily Prophet
edisi hari itu. Dia buru-buru membukanya dan membaca cepat halaman depannya.
"Ada orang yang kita kenal yang mati"" tanya Ron, dengan sengaja bicara dengan nada biasa. Dia mengajukan pertanyaan yang sama setiap kali Hermione membuka korannya.
"Tidak, tapi ada lebih banyak serangan Dementor," kata Hermione. "Dan ada yang ditangkap."
"Bagus sekali, siapa"" kata Harry, mengharap itu Bellatrix Lestrange.
"Stan Shunpike," kata Hermione.
"Apa"" Harry kaget.
"Stanley Shunpike, kondektur kendaraan penyihir yang populer, Bus Ksatria, ditangkap karena dicurigai soal aktivitas Pelahap Maut. Mr Shunpike, 21, ditahan larut malam kemarin setelah rumahnya di Dapham digerebek ... "
"Stan Shunpike, Pelahap Maut"" kata Harry, teringat pemuda berjerawat yang pertama kali ditemuinya tiga tahun lalu. "Mana mungkin!"
"Barangkali dia kena Kutukan Imperius," kata Ron, memberi penjelasan yang masuk akal. "Mana kita tahu."
"Kelihatannya tidak begitu," kata Hermione, yang masih membaca. "Dikatakan di sini dia ditangkap setelah didengar berbicara tentang rencana rahasia Pelahap Maut di rumah minum." Hermione mengangkat muka dengan ekspresi bingung. "Jika kena Kutukan Imperius, dia tak akan menggosipkan rencana mereka, kan""
"Kedengarannya dia berusaha membual dia tahu lebih banyak daripada yang sebenarnya," kata Ron "Bukankah dia yang menyatakan dia akan menjadi Menteri Sihir waktu dia berusaha ngobrol dengan Veela-Veela itu""
"Yeah, dia orangnya," kata Harry. "Aku tak tahu permainan apa yang mereka mainkan, menganggap serius omongan
Stan." "Mereka barangkali ingin kelihatan seakan mereka melakukan sesuatu," kata Hermione, mengernyit. "Orang-orang ketakutan kau tahu orangtua si kembar Patil menginginkan mereka pulang" Dan Eloise Midgeon sudah ditarik dari sekolah. Ayahnya menjemputnya semalam."
"Apa!" kata Ron, terbelalak memandang Hermione. "Tapi Hogwarts lebih aman daripada rumah mereka, mestinya
begitu, kan! Di sini kita punya Auror dan sihir-sihir perlindungan ekstra itu, dan kita punya Dumbledore!"
"Kurasa dia tidak selalu ada di sini," kata Hermione, sangat pelan, mengerling meja guru dari atas Prophetnya. "Tidakkah kau perhatikan" Kursinya kosong sama seringnya dengan kursi Hagrid seminggu terakhir ini."
Harry dan Ron memandang meja guru. Kursi Kepala Sekolah memang kosong. Sekarang kalau diingat-ingat lagi, Harry belum pernah melihat Dumbledore sejak pelajaran privat mereka seminggu yang lalu.
"Kukira dia meninggalkan sekolah untuk melakukan sesuatu bersama Orde," kata Hermione dengan suara pelan. "Maksudku ... segalanya kelihatan serius, kan""
Harry dan Ron tidak menjawab, tetapi Harry tahu
bahwa mereka semua memikirkan hal yang sama.
Hari sebelumnya terjadi insiden menyedihkan, ketika Hannah Abbot dipanggil keluar dari pelajaran Herbologi untuk diberitahu ibunya ditemukan meninggal. Mereka tidak melihat Hannah lagi sejak saat itu.
Ketika mereka meninggalkan meja Gryffindor lima menit kemudian untuk pergi ke lapangan Quidditch, mereka melewati Lavender Brown dan Parvati Patil. Teringat apa yang
dikatakan Hermione tentang orangtua si kembar Patil menginginkan mereka meninggalkan Hogwarts, Harry tidak heran melihat kedua sahabat karib ini sedang berbisik-bisik, tampak sedih. Yang membuatnya heran adalah, ketika Ron melewati mereka, Parvati tiba-tiba menyenggol Lavender, yang menoleh dan memberi Ron senyum lebar. Ron mengerjap bingung, kemudian membalas senyumnya dengan ragu-ragu. Cara jalan Ron serentak digagah-gagahkan. Harry menahan keinginannya untuk tertawa, teringat bahwa Ron juga tidak menertawakannya setelah Malfoy mematahkan hidungnya. Namun Hermione menjadi dingin dan tidak ramah sepanjang perjalanan menuju stadion, melewati gerimis dingin berkabut, dan langsung pergi mencari tempat duduk di tribune, tanpa mengucapkan "semoga sukses" kepada Ron.
Seperti telah diduga Harry, uji coba Quidditch berlangsung dari pagi sampai siang. Separo dari Asrama Gryffindor tampaknya muncul, dari anak-anak kelas satu yang dengan gugup mencengkeram sapu-sapu tua sekolah yang sudah parah, sampai anak-anak kelas tujuh yang menjulang di atas peserta lainnya, seakan mengancam yang lain. Di antara anak-anak kelas tujuh ini ada seorang cowok tinggi besar berambut kawat, yang langsung dikenali Harry sebagai cowok yang pernah dijumpainya di Hogwarts Express.
"Kita bertemu di kereta, di kompartemen Sluggy," katanya penuh percaya diri, melangkah keluar dari rombongannya untuk menjabat tangan Harry. "Cormac Mdaggen, Keeper."
"Kau tidak ikut uji coba tahun lalu, kan"" tanya Harry, melihat betapa lebarnya tubuh Mdaggen dan membatin dia barangkali bisa memblokir tiga gawang sekaligus bahkan tanpa bergerak.
"Aku di rumah sakit ketika uji coba diadakan," kata Mdaggen, agak menyombong. "Makan setengah kilo telur Doxy untuk taruhan."
"Baik," kata Harry. "Nah ... silakan tunggu di sana ... "
Harry menunjuk ke tepi lapangan, dekat tempat Hermione duduk. Sekilas diilihatnya kejengkelan melintas di wajah Mdaggen dan Harry bertanya dalam hati apakah Mdaggen mengharapkan perlakuan khusus karena mereka berdua sama-sama menjadi favorit "Sluggy".
Harry memutuskan untuk mulai dengan tes dasar, meminta semua pelamar berkelompok dalam grup yang terdiri atas sepuluh anak dan terbang satu kali memutari lapangan. Ini keputusan yang bijaksana: grup pertama terdiri atas sepuluh anak kelas satu dan jelas sekali mereka hampir-hampir belum pernah terbang sebelumnya. Hanya satu anak yang berhasil tetap melayang selama lebih dari beberapa detik, dan saking, tercengangnya anak ini menabrak salah satu tiang gawang.
Grup kedua terdiri atas cewek-cewek paling konyol yang pernah dilihat Harry. Ketika Harry meniup peluitnya, mereka cuma cekikikan dan saling pegang. Romilda Vane ada di antara mereka. Ketika Harry menyuruh mereka meninggalkan lapangan mereka melakukannya dengan riang gembira dan pergi duduk di bangku penonton untuk mengganggu yang lain.
Grup ketiga berjatuhan ketika baru terbang setengah lapangan. Sebagian besar grup keempat datang tanpa sapu. G
rup kelima anak-anak Hufflepuff.
"Kalau ada anak-anak lain di sini yang bukan Gryffindor;" raung Harry, yang mulai benar-benar jengkel, "silakan meninggalkan lapangan sekarang juga!"
Hening sejenak, kemudian dua anak Ravendaw kecil berlari keluar lapangan, tertawa-tawa geli.
Setelah lewat dua jam, banyak keluhan, dan beberapa kemarahan, salah satunya bersangkutan dengan Komet Dua Enam Puluh yang terjatuh dan beberapa gigi yang patah, Harry berhasil mendapatkan tiga Chaser: Katie Bell kembali menjadi anggota tim setelah uji coba yang luar biasa,
penemuan baru bernama Demelza Robins, yang teristimewa andal mengelakkan Bludger, dan Ginny Weasley yang terbang lebih cepat daripada semua pesaingnya dan berhasil mencetak tujuh belas gol sebagai tambahan. Meskipun puas dengan pilihannya, Harry terpaksa berteriak-teriak sampai serak menghadapi banyaknya anak yang mengeluh dan sekarang sedang menghadapi pertengkaran yang sama dengan para Beater yang ditolak.
"Itu keputusan finalku dan jika kalian tidak mau minggir untuk uji coba Keeper, akan kumantrai kalian," teriaknya.
Kedua Beater terpilih tak ada yang memiliki kehebatan Fred dan George, namun Harry cukup puas dengan mereka. Jimmy Peakes, anak kelas tiga yang pendek tetapi berdada-bidang, yang berhasil membuat benjolan sebesar telur di belakang kepala Harry dengan Bludger yang dipukulnya dengan ganas, dan Ritchie Coote, yang tampak canggung, tapi bisa memukul dengan sasaran bagus. Mereka sekarang bergabung dengan para penonton di tribune untuk menonton seleksi anggota terakhir tim mereka.
Harry sengaja melakukan uji coba Keeper yang terakhir, berharap stadion sudah lebih kosong sehingga tekanan bagi para calon pun berkurang. Celakanya, semua calon pemain yang gagal dan sejumlah anak yang datang untuk menonton usai sarapan yang berlarut, sekarang sudah bergabung dengan penonton yang lain, sehingga jumlah penonton malah lebih banyak daripada sebelumnya. Sementara masing-masing calon Keeper terbang ke tiang gawang, penonton bersorak menyemangati dan mengolok-olok sama serunya. Harry mengerling Ron, yang selalu bermasalah masalah dengan kegugupan. Harry tadinya berharap, memenangkan pertandingan final mereka akhir tahun ajaran lalu barangkali bisa menyembuhkan penyakit gugup Ron, namun rupanya tidak. Wajah Ron pucat agak kehijauan.
Tak seorang pun dari lima pelamar pertama berhasil menyelamatkan lebih dari dua gol. Harry sangat kecewa ketika Cormac Mdaggen berhasil menyelamatkan empat dari lima-penalti. Pada penalti terakhir dia nyelonong ke arah yang sama sekali berlawanan; penonton tertawa dan mengejeknya, dan Mdaggen kembali ke tanah dengan mengertakkan gigi.
Ron kelihatannya mau pingsan ketika menaiki Deansweep Eleven -- Sapu Bersih Sebelas-nya.
"Semoga sukses!" terdengar teriakan dari tribune. Harry berpaling, mengira Hermione yang berteriak, namun ternyata Lavender Brown. Harry ingin sekali rasanya menyembunyikan wajah di balik tangannya, seperti yang dilakukan Lavender sesaat kemudian, namun berpendapat sebagai kapten dia mestinya lebih memperlihatkan ketabahan, maka dia berbalik untuk menonton Ron melakukan uji cobanya.
Namun dia tak perlu khawatir: Ron berhasil menyelamatkan satu, dua, tiga, empat, lima penalti berturut-turut. Senang, dan dengan susah payah menahan keinginan untuk ikut bersorak bersama penonton, Harry menoleh untuk memberitahu Mdaggen bahwa, sayang sekali, Ron telah mengalahkannya. Ternyata wajah merah padam Mdaggen hanya beberapa senti dari wajahnya. Harry buru-buru mundur.
"Adiknya tidak benar-benar serius," kata Mdaggen penuh ancaman. Ada nadi berdenyut di pelipisnya, seperti nadi yang sering Harry kagumi di pelipis Paman Vernon. "Dia memberinya lemparan yang mudah."
"Omong kosong," kata Harry dingin. "Itu justru bola yang nyaris gagal ditangkapnya."
Mdaggen maju selangkah mendekati Harry, yang kali ini bertahan di tempatnya.
"Beri aku kesempatan mencoba lagi."
"Tidak," kata Harry. "Kau sudah mencoba. Kau menyelamatkan empat bola. Ron menyelamatkan lima. Ron-lah Keeper-nya. Dia memenangkannya dengan jujur. Minggir."
Sesaat kelihatannya Mdaggen akan m
eninjunya, namun akhirnya cuma menyeringai menyeramkan dan pergi, menggeramkan ancaman-ancaman.
Harry berbalik dan mendapati timnya berseri-seri menyambutnya.
"Bagus," katanya parau. "Kalian benar-benar terbang bagus-"
"Kau hebat sekali, Ron!"
Kali ini benar-benar Hermione yang berlari ke arah mereka dari tempat duduk penonton. Harry melihat Lavender meninggalkan lapangan, bergandengan tangan dengan Parvati, wajahnya agak masam. Ron luar biasa puas dah bahkan tampak lebih jangkung daripada biasanya ketika dia nyengir kepada teman-teman timnya dan Hermione.
Setelah menentukan waktu latihan penuh pertama mereka untuk hari Kamis berikutnya, Harry, Ron, dan Hermione mengucapkan selamat tinggal kepada anggota tim yang lain dan menuju pondok Hagrid. Matahari pucat berusaha menembus awan sekarang dan akhirnya gerimis reda. Harry lapar sekali; dia berharap ada sesuatu yang bisa dimakan di tempat Hagrid.
"Kupikir penalti keempat tadi akan lolos;" ujar Ron riang.
"Lemparan sulit dari Demelza, kalian lihat, sedikit memelintir -"
"ya, ya, kau luar biasa," kata Hermione, tampak geli.
"Aku lebih baik daripada Mdaggen paling tidak," kata Ron dengan suara amat puas. "Kalian melihatnya meluncur ke arah yang salah pada tangkapan kelimanya" Seperti orang kena Mantra Confundus ... "
Betapa herannya Harry, wajah Hermione menjadi merah padam mendengar kata-kata Ron. Ron tidak memperhatikan apa-apa; dia terlalu sibuk mendeskripsikan masing-masing penaltinya dengan bangga dan terperinci.
Hippogriff kelabu besar, Buckbeak, diikat di depan pondok Hagrid. Dia mengatupkan paruhnya yang setajam silet ketika mereka mendekat dan menolehkan kepalanya yang besar ke arah mereka.
"Ya ampun," kata Hermione gugup. "Dia masih agak menakutkan, ya""
"Tak perlu takut, kau kan sudah pernah menungganginya"" kata Ron.
Harry melangkah maju dan membungkuk kepada si Hippogriff tanpa memutuskan kontak mata ataupun mengedip. Setelah beberapa saat, Buckbeack membalas membungkuk.
"Apa kabar"" Harry menanyainya dengan suara rendah, maju untuk membelai kepala berbulu itu. "Kehilangan dia" Tapi kau oke di sini bersama Hagrid, kan""
"Oi!" terdengar suara keras.
Hagrid muncul dari sudut pondoknya memakai celemek bermotif bunga dan membawa sekarung kentang. Anjingnya yang besar, Fang, mengikutinya.,Fang menggonggong keras dan melesat ke depan.
"Jangan dekat-dekat dia! Dia akan caplok jari-jari mu -- oh,
kalian." Fang melompat-lompat, berusaha menjilati telinga Hermione dan Ron. Hagrid berdiri memandang mereka selama sepersekian detik, kemudian berbalik dan masuk ke dalam gubuknya, membanting pintu di belakangnya.
"Ya ampun!" kata Hermione, tampak terpukul. "Jangan kuatir," kata Harry muram. Dia berjalan ke pintu dan mengetuknya keras-keras.
"Hagrid! Buka pintu, kami mau bicara denganmu!" Tak terdengar suara apa pun dari dalam.
"Kalau kau tidak membuka pintu, kami akan menghancurkannya!" kata Harry, mencabut tongkat sihirnya. "Harry!" kata Hermione, kedengarannya kaget. "Kau tak bisa"
"Yeah, aku bisa!" kata Harry. "Mundur"
Namun sebelum dia bisa berkata apa-apa lagi, pintu menjeblak terbuka lagi seperti sudah diduganya, dan Hagrid berdiri di sana, menunduk mendelik kepadanya dan, walaupun memakai celemek berbunga-bunga, tampak sangat menakutkan.
"Aku ini guru!" raungnya kepada Harry. "Guru, Potter! Berani-beraninya kau ancam mau hancurkan pintuku!"
"Maaf, Sir," kata Harry, sengaja menekankan kata terakhir ketika dia menyimpan kembali tongkat sihir di dalam jubahnya.
Hagrid terpana. "Sejak kapan kau panggil aku 'Sir'"" "Sejak kapan kau memanggilku 'Potter'""
"Oh, pintar sekali;" gerung Hagrid. "Sangat lucu. Aku dikalahkan, begitu" Baiklah, masuklah, kalian anak-anak yang tak tahu terima kasih ... "
Menggerutu galak, dia mundur agar mereka bisa lewat. Hermione berjalan cepat-cepat di belakang Harry, tampak agak ketakutan.
"Nah"" kata Hagrid masam, ketika Harry, Ron, dan Hermione sudah duduk mengitari meja kayunya yang luar biasa besar, Fang langsung meletakkan kepalanya di atas
pangkuan. Harry dan membasahi jubahnya dengan air liurnya. "Ada apa" Kasihan padaku" Kalian pikir ak
u kesepian atau apa"" "Tidak," kata Harry segera. "Kami ingin bertemu kau."
"Kami rindu padamu!" kata Hermione, suaranya bergetar.
"Rindu, ya"" dengus Hagrid. "Yeah. Betul."
Dia berjalan mondar-mandir, menyeduh teh dalam ceret tembaga raksasanya, menggerutu sepanjang waktu. Akhirnya dia membanting tiga cangkir sebesar ember berisi teh berwarna cokelat-mahogani di depan mereka dan sepiring kuenya yang sekeras karang. Saking laparnya Harry langsung mengambil sepotong kue buatan Hagrid itu.
"Hagrid," kata Hermione takut-takut, ketika Hagrid sudah bergabung duduk dengan mereka di belakang meja dan mulai mengupas kentang dengan brutalitas seakan setiap butir kentang telah berbuat kesalahan pribadi terhadapnya, "kami sebetulnya ingin melanjutkan Pemeliharaan Satwa Gaib."
Hagrid mendengus keras ,lagi. Harry menduga ingusnya ada yang mendarat di kentang, dan dalam hati bersyukur mereka tidak akan tinggal untuk makan malam.
"Betul!" kata Hermione. "Tapi tak seorang pun dari kami yang bisa memasukkannya dalam daftar pelajaran kami!"
"Yeah. Betul," kata Hagrid lagi.
Terdengar bunyi celepak aneh dan mereka semua menoleh. Hermione menjerit kecil dan Ron melompat bangun dari kursinya dan bergegas mengitari meja, menjauhi tong besar yang berdiri di sudut, yang baru saja mereka sadari ada di sana. Tong itu penuh berisi sesuatu yang tampaknya seperti belatung sepanjang tiga puluh senti; berlendir, putih, dan menggeliat.
"Apa itu, Hagrid"" tanya Harry, berusaha kedengaran tertarik alih-alih jijik, namun toh meletakkan kembali kue-karangnya.
"Cuma tempayak raksasa," kata Hagrid. "Dan mereka akan tumbuh jadi ..."" tanya Ron, tampak cemas.
"Mereka tidak akan tumbuh jadi apa-apa," kata Hagrid. "Mereka untuk makan Aragog."
Dan tanpa diduga, air mata Hagrid bercucuran.
"Hagrid!" seru Hermione, bergegas ke seberang meja dengan memilih jalan mengitar yang jauh, untuk menghindari tong berisi tempayak, dan melingkarkan tangannya ke bahu Hagrid yang bergetar. "Ada apa""
"Dia ... " isak Hagrid, air mata terus mengalir dari mata hitamnya yang seperti kumbang ketika dia mengelap wajah dengan celemeknya. "Dia ... Aragog ... kurasa dia akan mati ... dia sakit musim panas lalu dan tidak jadi lebih baik ... aku tak tahu apa yang akan kulakukan kalau dia ... kalau dia ... kami sudah bersama-sama begitu lama ... "
Hermione membelai bahu Hagrid, tak tahu mau berkata apa. Harry tahu bagaimana perasaan Hermione. Dia tahu Hagrid pernah menghadiahkan boneka beruang kepada bayi naga yang ganas, pernah melihatnya bersenandung untuk kalajengking raksasa dengan sepit dan sengat berbisa, berusaha berunding dengan raksasa brutal yang adalah adik lain-ayahnya, tetapi ini mungkin yang paling tak bisa dimengerti dari seluruh kesukaannya akan monster: labah-labah raksasa yang bisa bicara, Aragog, yang tinggal jauh di dalam Hutan Terlarang. Harry dan Ron nyaris menjadi korban Aragog empat tahun yang lalu.
"Apakah-apakah ada yang bisa kami lakukan"" Hermione bertanya, mengabaikan seringai panik dan gelengan kepala Ron.
"Kurasa tak ada, Hermione," isak Hagrid, berusaha menghentikan banjir air matanya. "Soalnya, labah-labah yang lain, keluarga Aragog ... mereka jadi aneh sekarang setelah dia sakit ... jadi, agak gelisah ... "
"Yeah, kurasa kami sudah melihat sifat itu pada mereka," kata Ron pelan.
"... kurasa tak aman bagi siapa pun kecuali aku untuk mendekati koloni labah-labah saat ini" Hagrid mengakhiri ceritanya, membuang ingus keras-keras di celemeknya dan mendongak. "Tapi terima kasih telah tawari bantu, Hermione ... itu berarti sekali ... "
Setelah itu suasana sangat berubah, karena kendati baik Harry maupun Ron tidak menunjukkan kecenderungan untuk pergi menyuapkan tempayak besar-besar kepada labah-labah raksasa pembunuh, Hagrid tampaknya menganggap mereka ingin melakukannya dan bersikap seperti dirinya yang biasa lagi.
"Ah, aku sudah tahu sulit bagi kalian selipkan aku dalam daftar pelajaran kalian," katanya keras, menuang tambahan teh untuk mereka. "Bahkan kalau kalian memakai Pembalik-Waktu"
"Wah, itu tidak bisa," kata Hermione. "Kami menghancurkan semua persediaa
n Pembalik-Waktu Kementerian waktu kami berada di sana musim panas lalu. Diberitakan di Daily Prophet."
"Ah, sudahlah," kata Hagrid. "Tak ada kemungkinan kalian bisa lakukan itu ... aku minta maaf selama ini aku-kalian tahu-aku cuma cemaskan Aragog ... dan aku juga tanya dalam hati apakah ... Profesor Grubbly Plank ajari kalian-"
Mendengar ini ketiganya menyatakan mentah-mentah dan sama sekali tidak benar bahwa Profesor Grubbly-Plank, yang beberapa kali menggantikan Hagrid, adalah guru yang parah, dengan hasil ketika tiba saatnya Hagrid melambai
mengucapkan selamat tinggal kepada mereka di senja hari, dia tampak cukup gembira.
"Aku lapar banget," kata Harry, begitu pintu sudah tertutup di belakangnya dan mereka bergegas melewati padang rumput yang gelap dan kosong. Harry menyerah terhadap kue-karangnya ketika terdengar bunyi keretak mengerikan dari salah satu gigi gerahamnya. "Dan hari ini aku detensi dengan Snape, aku tak punya banyak waktu untuk makan malam ."
Ketika tiba di kastil mereka melihat Cormac Mdaggen memasuki Aula Besar. Perlu dua kali usaha baginya untuk masuk. Yang pertama dia seperti terpantul dari ambang pintu. Ron cuma terbahak senang dan melangkah masuk Aula sesudah Mdaggen, namun Harry menyambar lengan Hermione dan menahannya.
"Apa"" tanya Hermione defensif.
"Kalau kau tanya aku," kata Harry pelan, "Mdaggen waktu itu kelihatannya terkena Mantra Confundus. Dan dia berdiri persis di depan tempat dudukmu."
Wajah Hermione merona merah.
"Oh, baiklah, memang aku melakukannya," bisiknya. "Tapi kau tidak dengar apa yang dia katakan tentang Ron dan Ginny sih! Lagi pula, dia sangat pemarah, kau lihat sendiri bagaimana reaksinya ketika dia gagal terpilih kau tak akan menginginkan orang seperti dia dalam tim."
"Tidak," kata Harry. "Tidak, kurasa memang tidak. Tapi bukankah itu curang, Hermione" Maksudku, kau prefek, kan""
"Oh, diamlah," bentak Hermione, sementara Harry nyengir.
"Kalian berdua ngapain"" tuntut Ron, muncul lagi di pintu Aula Besar dan tampak curiga.
"Tidak ngapa-ngapain," kata Harry dan Hermione bersamaan, dan mereka bergegas menyusul Ron. Aroma
daging panggang membuat perut Harry melilit lapar, tapi mereka baru berjalan tiga langkah menuju meja Gryffindor, Profesor Slughorn sudah muncul di depan mereka, memblokir jalan mereka.
"Harry, Harry, orang yang ingin kutemui!" serunya ramah, seraya memilin-milin ujung kumis beruang lautnya dan menggembungkan perutnya yang luar biasa besar. "Aku berharap bisa menemuimu sebelum makan malam. Bagaimana kalau kau makan malam di ruanganku malam ini" Kita adakan pesta kecil, hanya beberapa bintang yang sedang menanjak. Mdaggen sudah bersedia datang, dan Zabini, si cantik Melinda Bobbin -- aku tak tahu apakah kau kenal dia" Keluarganya punya jaringan toko obat dan, tentu saja, aku sangat berharap Miss Granger mau membuatku senang dengan kedatangannya
juga." Slughorn membungkuk sedikit di depan Hermione ketika dia sudah selesai berbicara. Sikapnya seolah Ron tidak ada di sana. Melihat ke arahnya pun Slughorn tidak.
"Saya tidak bisa datang, Profesor," kata Harry segera. "Saya ada detensi dengan Profesor Snape."
"Oh, sayang sekali," kata Slughorn, wajahnya langsung kecut menggelikan. "Wah, wah, padahal aku sangat mengharapkan kehadiranmu, Harry! Kalau begitu aku akan bicara dengan Severus dan menjelaskan situasinya. Aku yakin aku akan bisa membujuknya untuk menunda detensimu. Ya, sampai ketemu dengan kalian berdua nanti!"
Dia bergegas meninggalkan Aula.
"Dia tak mungkin membujuk Snape," kata Harry, begitu Slughorn sudah berada di luar jangkauan pendengaran. "Detensi ini sudah ditunda sekali, Snape bersedia mengalah demi Dumbledore, tapi dia tak akan mau melakukannya untuk orang lain."
"Oh, aku ingin sekali kau bisa datang, aku tak ingin pergi sendirian!" kata Hermione cemas. Harry tahu Hermione memikirkan Mdaggen.


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa kau tidak akan sendirian. Ginny barangkali diundang," sergah Ron, yang tampak kesal dia diacuhkan Slughorn.
Usai makan malam mereka kembali ke Menara Gryffindor. Ruang rekreasi sangat padat, karena banyak anak yang sudah selesai makan malam sekar
ang, namun mereka berhasil menemukan meja kosong dan duduk. Ron, yang suasana hatinya jadi buruk sejak pertemuan mereka dengan Slughorn, melipat lengannya dan mengernyit memandang langit-langit. Hermione menjangkau Evening Prophet, yang ditinggalkan seseorang di atas kursi.
"Ada berita baru"" tanya Harry.
"Tidak sih ... " Hermione telah membuka koran-sore itu dan membaca sekilas halaman-halaman dalamnya. "Oh, lihat, ayahmu ada di sini, Ron-dia baik-baik saja!" Hermione menambahkan cepat-cepat, karena Ron menoleh dengan cemas. "Berita ini cuma mengatakan dia telah mendatangi rumah keluarga Malfoy. 'Penggeledahan kedua di tempat tinggal Pelahap Maut ini tidak membawa hasil. Arthur Weasley dari Kantor Pendeteksian dan Penyitaan Mantra Pertahanan dan Benda Perlindungan Palsu berkata bahwa timnya bertindak setelah mendapat petunjuk rahasia.'"
"Yeah, dariku!" kata Harry. "Kuberitahu dia di King's Cross tentang Malfoy dan benda yang dia coba minta Borgin perbaiki! Yah, jika tidak ada di rumah mereka, dia pasti membawa benda entah apa itu ke Hogwarts bersamanya"
"Tapi bagaimana bisa, Harry"" kilah Hermione, meletakkan korannya dengan tampang heran. "Kita semua diperiksa ketika baru datang, kan""
"Kalian diperiksa"" kata Harry, terkejut. "Aku tidak!"
"Oh, tentu saja kau tidak diperiksa, aku lupa kau datang terlambat ... yah, Filch memeriksa kami semua dengan Sensor Rahasia waktu kami tiba di Aula Depan. Benda-benda ilmu hitam apa pun pasti ditemukan, aku melihat sendiri tengkorak-kisut Crabbe disita. Jadi, kau lihat, Malfoy tak mungkin membawa barang berbahaya!"
Untuk sementara gagasannya terhalang, Harry mengamati Ginny Weasley bermain dengan Arnold si Pygmy Puff selama beberapa saat sebelum melihat cara lain untuk menangkal keberatan Hermione.
"Ada yang mengirimnya kepadanya dengan burung hantu, kalau begitu," katanya. "Ibunya atau orang lain."
"Semua burung hantu juga diperiksa," kata Hermione. "Filch memberitahu kami selagi dia menusuk-nusukkan Sensor Rahasia ke mana saja yang bisa ditusuknya."
Benar-benar menemui jalan buntu kali ini, Harry tak bisa berkata apa-apa lagi. Tampaknya tak ada cara bagi Malfoy untuk membawa benda berbahaya atau benda ilmu hitam ke dalam sekolah. Dengan penuh harap dia memandang Ron, yang duduk dengan lengan terlipat, menatap Lavender Brown.
"Bisakah kau memikirkan dengan cara apa Malfoy-"
"Oh, sudahlah, Harry," tukas Ron.
"Dengar, bukan salahku Slughorn mengundang Hermione dan aku ke pesta konyolnya, kami berdua tak ingin pergi, kau tahu itu!" kata Harry, tersulut.
"Nah, karena aku tidak diundang ke pesta mana pun" kata Ron bangkit berdiri lagi, "aku mau tidur."
Dia berjalan mengentak menuju kamar anak laki-laki, meninggalkan Harry dan Hermione melongo memandangnya.
"Harry"" kata Chaser baru, Demelza Robins, yang tiba-tiba muncul di bahu Harry. "Ada pesan untukmu."
"Dari Profesor Slughorn"" tanya Harry, duduk lebih tegak dengan penuh harap.
"Bukan ... dari Profesor Snape," kata Demelza. Hati Harry mencelos. "Dia bilang kau harus datang ke kantornya jam setengah sembilan malam ini untuk menjalankan detensimu -er -- tak peduli berapa banyak undangan pesta yang kau terima. Dan dia ingin kau tahu kau akan menyortir Cacing Flobber yang busuk dari yang sehat, untuk digunakan di kelas Ramuan, dan -- dan dia bilang kau tak perlu membawa sarung tangan pelindung."
"Baiklah," kata Harry muram. "Terima kasih banyak, Demelza."
12. PERAK DAN OPAL Di manakah Dumbledore dan apakah yang di lakukannya" Harry hanya melihat Kepala Sekolah dua kali selama beberapa minggu berikutnya. Dia jarang lagi muncul di saat makan, dan Harry yakin dugaan Hermione benar bahwa Dumbledore meninggalkan sekolah selama beberapa hari setiap kali pergi. Apakah Dumbledore sudah melupakan pelajaran yang dijanjikannya akan diberikan kepada Harry" Dumbledore berkata bahwa pelajaran-pelajaran itu ada hubungannya dengan ramalan. Harry tadinya merasa disemangati, dihibur, dan sekarang dia merasa agak ditinggalkan.
Kunjungan pertama mereka ke Hogsmeade dijadwalkan pada pertengahan Oktober. Harry bertanya-tanya dalam hati apakah kunjungan ini
masih diizin kan, mengingat adanya langkah-langkah pengamanan yang begitu ketat di sekitar sekolah, namun Harry senang karena ternyata rencana ini
akan dilaksanakan. Selalu menyenangkan kalau bisa keluar dari lingkungan kastil selama beberapa jam.
Harry terbangun pagi-pagi pada hari kunjungan ke Hogsmeade. Hari itu berbadai, dan Harry melewatkan waktu sampai saat sarapan dengan membaca bukunya Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut. Biasanya dia tidak berbaring di tempat tidur membaca buku pelajaran. Sikap seperti ini, seperti yang dikatakan Ron dengan benar, tidak pantas bagi siapa pun, kecuali Hermione, yang memang sudah ajaib dari sononya. Meskipun demikian, Harry merasa buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut milik Pangeran Berdarah-Campuran ini hampir tak bisa dikategorikan sebagai buku pelajaran. Semakin dia baca dengan teliti, semakin dia menyadari betapa banyak yang ada dalam buku ini. Bukan hanya petunjuk-petunjuk dan jalan pintas yang berguna untuk Ramuan yang membuat reputasinya di mata Slughorn semakin berkilau, tetapi juga mantra-mantra dan kutukan-kutukan kecil yang ditulis di margin buku, yang Harry yakin, ditinjau dari coretan dan revisi-revisinya, diciptakan oleh. Pangeran sendiri.
Harry sudah mencoba beberapa mantra ciptaan Pangeran. Ada mantra yang menyebabkan kuku jari kaki tumbuh luar biasa cepat (dia sudah menjajalnya pada Crabbe di koridor, dengan hasil yang sangat menggembirakan); kutukan yang merekatkan lidah ke langit-langit mulut (yang sudah digunakannya dua kali, dengan aplaus meriah dari teman-temannya, kepada Argus Filch yang tidak curiga), dan barangkali yang paling berguna dari semuanya, Mufliato, mantra yang memenuhi telinga siapa saja yang berada di dekatnya dengan bunyi dengung yang tak terlacak, sehingga dia bisa mengobrol lama di kelas tanpa takut terdengar. Satu-satunya orang yang tidak menganggap mantra-mantra ini menyenangkan adalah Hermione, yang sepanjang waktu ekspresinya kaku tidak setuju dan menolak bicara sama sekali jika Harry menggunakan mantra Mufliato kepada siapa pun yang ada di dekat mereka.
Duduk di tempat tidurnya, Harry memutar bukunya menyamping, supaya dia bisa mengamati lebih teliti instruksi untuk kutukan yang kelihatannya cukup merepotkan Pangeran. Ada banyak coretan dan perubahan, tetapi akhirnya, terselip di sudut buku, tulisan berikut:
Leyicorpys Sementara angin dan hujan mendera jendela tanpa henti dan Neville mendengkur keras, Harry menatap huruf-huruf dalam tanda kurung itu. N-vbl ... itu pasti berarti non-verbal. Harry agak ragu dia akan bisa melaksanakan kutukan ini; dia masih mengalami kesulitan dengan mantra-mantra non-verbal, sesuatu yang dengan cepat selalu dikomentari Snape dalam setiap kelas PTIH. Sebaliknya, Pangeran telah membuktikan dia guru yang jauh lebih efektif daripada Snape sejauh ini.
Mengacungkan tongkat sihirnya asal saja, Harry menjentikkannya ke atas dan mengatakan Levicorpusi di dalam kepalanya.
"Aaaaaaaargh!" Ada cahaya menyambar dan kamar langsung bising. Semua anak terbangun ketika Ron menjerit keras. Harry panik sampai buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya terlempar. Ron tergantung terbalik di udara, seakan ada kait tak terlihat yang menggantungnya pada pergelangan kakinya.
"Sori!" teriak Harry, sementara Dean dan Seamus terbahak-bahak dan Neville bangun dari lantai, karena terjatuh dari tempat tidur. "Tunggu akan kuturunkan kau-"
Dia meraba-raba mencari buku ramuannya dan membuka-bukanya dengan panik, berusaha menemukan halaman yang benar. Akhirnya dia berhasil menemukannya dan membaca satu kata yang diselipkan rapat di bawah kutukan itu: berdoa agar ini kontrakutukannya, Harry membatin Liberacorpus! dengan sekuat tenaga.
Cahaya berkilat menyambar lagi dan Ron jatuh terpuruk di tempat tidur.
"Sori" ulang Harry lemas, sementara Dean dan Seamus masih terbahak.
"Besok pagi," kata Ron dengan suara tak jelas, "aku lebih suka kau pasang beker saja."
Saat mereka sudah berpakaian, melapisi tubuh mereka dengan beberapa sweter rajutan Mrs Weasley dan membawa mantel, syal, dan sarung tangan, shock Ron telah mereda dan dia telah memutuskan bah
wa kutukan baru Harry sangat menggelikan, begitu menggelikannya, malah, sehingga dia langsung menceritakannya kepada Hermione begitu mereka duduk untuk sarapan.
"... dan kemudian ada kilatan cahaya lagi dan aku mendarat di tempat tidur lagi!" Ron nyengir, sembari mengambil sosis.
Hermione tidak tersenyum sedikit pun selama Ron menceritakan anekdot ini dan sekarang melempar ekspresi menegur sedingin es kepada Harry.
"Apakah kutukan ini, kebetulan, salah satu kutukan dari buku ramuanmu"" tanyanya.
Harry mengernyit kepadanya.
"Selalu langsung menarik kesimpulan, ya"" "Dari buku ramuanmu""
"Yeah ... betul, tapi lalu kenapa""
"Jadi, kau memutuskan mencoba kutukan tak dikenal, ditulis tangan, dan melihat apa yang akan terjadi""
"Memangnya kenapa kalau itu ditulis tangan"" kata Harry, lebih suka tidak menjawab pertanyaannya yang lain.
"Karena kemungkinan itu tidak disetujui oleh Kementerian Sihir," kata Hermione. "Dan juga," dia menambahkan, ketika Harry dan Ron memutar mata mereka, "karena aku mulai menganggap si Pangeran ini agak kurang waras."
Harry dan Ron langsung berteriak memprotes.
"Itu lucu!" kata Ron, menuang saus tomat ke atas sosisnya. "Cuma bercanda, Hermione!" "Menggantung orang terbalik pada pergelangan kakinya"" timpal Hermione. "Siapa yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menciptakan kutukan semacam itu""
"Fred dan George," kata Ron, mengangkat bahu, "hal-hal seperti itulah yang selalu mereka lakukan. Dan, er"
"Ayahku" kata Harry. Dia baru ingat.
"Apa"" seru Ron dan Hermione bersamaan.
"Ayahku dulu menggunakan kutukan ini" kata Harry. "Aku -- Lupin yang memberitahuku."
Bagian terakhir ini tidak benar. Sebetulnya Harry pernah melihat ayahnya menggunakan kutukan itu terhadap Snape, tetapi dia belum pernah menceritakan kepada Ron dan Hermione tentang perjalanannya ke dalam Pensieve yang itu. Namun sekarang, kemungkinan yang luar biasa menggembirakan muncul di benaknya. Mungkinkah Pangeran Berdarah-Campuran adalah-"
"Mungkin ayahmu menggunakannya, Harry," kata Hermione, "tapi dia bukan satu-satunya. Kita sudah melihat serombongan orang menggunakannya, kalau kau sudah lupa. Menggantung orang di udara. Membuat mereka melayang, tertidur, tak berdaya."
Harry terpaku menatap Hermione. Hatinya mencelos, karena dia juga ingat tingkah laku para Pelahap Maut sewaktu Piala Dunia Quidditch. Ron membantunya.
"Itu lain," katanya tegas. "Mereka menyalahgunakannya. Harry dan ayahnya hanya mau melucu. Kau tidak menyukai Pangeran, Hermione," Ron menambahkan, menunjuk galak Hermione dengan sosis, "karena dia lebih pintar daripadamu dalam Ramuan."
"Tak ada hubungannya dengan itu!" kilah Hermione pipinya merona merah. "Aku cuma menganggap sangat tidak bertanggung jawab mulai melakukan kutukan kalau kau bahkan tidak tahu kegunaann Ya, dan berhentilah bicara tentang Pangeran seakan itu gelarnya. Aku yakin ini cuma panggilan konyol dan bagiku dia kelihatannya bukan orang yang menyenangkan!"
"Aku tak tahu bagaimana kau bisa menyimpulkan begitu," kata Harry panas, "kalau dia calon Pelahap Maut, dia tak akan menyombongkan soal Darah-Campuran-nya, kan""
Bahkan selagi mengatakan ini, Harry teringat bahwa ayahnya berdarah-murni, namun pikiran ini didorongnya keluar dari benaknya, dia akan merenungkannya lagi nanti ...
"Para Pelahap Maut tak mungkin semuanya berdarah-murni, tak banyak lagi penyihir berdarah-murni yang tersisa," kata Hermione keras kepala. "Kukira sebagian besar dari mereka penyihir berdarah-campuran yang berpura-pura berdarah-murni. Hanya orang kelahiran Muggle yang mereka benci, mereka dengan senang hati akan mengizinkan kau dan Ron bergabung."
"Tak mungkin mereka akan mengizinkanku jadi Pelahap Maut!" kata Ron naik darah, secuil sosis terbang dari garpu yang sekarang diacung-acungkannya di depan Hermione, menabrak kepala Ernie Macmillan. "Seluruh keluargaku darah-pengkhianat! Itu sama buruknya kelahiran-Muggle bagi
Pelahap Maut!" "Dan mereka dengan senang menerimaku," kata Harry sinis. "Kami akan jadi sobat baik kalau saja mereka berhenti berusaha menghabisi aku."
Ini membuat Ron tertawa, bahkan Hermione terpaksa ters
enyum, dan pengalih perhatian muncul dalam sosok Ginny.
"Hei, Harry, aku diminta memberikan ini kepadamu."
Ginny mengulurkan segulung perkamen dengan nama Harry tertulis di atasnya dalam tulisan tangan ramping miring yang sudah dikenalnya.
"Terima kasih, Ginny ... ini pelajaran Dumbledore berikutnya!" Harry memberitahu Ron dan Hermione, membuka perkamennya dan cepat-cepat membaca isinya. "Senin malam!" Dia tiba-tiba merasa ringan dan bahagia. "Mau bergabung dengan kami di Hogsmeade, Ginny"" tanyanya.
"Aku pergi dengan Dean mungkin ketemu kalian di sana," Ginny menjawab, melambai sambil pergi.
Filch berdiri di pintu depan seperti biasanya, mengecek nama anak-anak yang mendapat izin pergi ke Hogsmeade. Proses ini makan waktu lebih lama daripada biasanya karena Filch mengecek tiga kali semua anak dengan Sensor Rahasianya.
"Apa persoalannya kalau kami menyelundupkan barang-barang Ilmu Hitam KELUAR"" tuntut Ron, mengawasi Sensor Rahasia yang kurus panjang dengan ketakutan. "Mestinya kan kau memeriksa apa yang nanti kami bawa MASUK""
Jodoh Rajawali 28 Pendekar Rajawali Sakti 195 Petaka Gelang Kencana Nyaris Terjebak 3

Cari Blog Ini