Ceritasilat Novel Online

Pangeran Berdarah Campuran 5

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 5


Kelancangannya membuatnya menerima beberapa tusukan ekstra dengan Sensor Rahasia, dan dia masih mengernyit kesakitan ketika mereka melangkah memasuki angin dan hujan yang bercampur es dan salju.
Perjalanan menuju Hogsmeade tidak menyenangkan. Harry membungkus bagian bawah wajahnya dengan syalnya, bagian yang tidak terbungkus segera terasa beku dan kebas. Jalan
menuju desa penuh murid-murid yang membungkuk menahan terpaan angin dingin. Lebih dari sekali Harry membatin apakah mereka tidak akan lebih senang berada di ruang rekreasi yang hangat, dan ketika mereka akhirnya tiba di Hogsmeade dan melihat toko lelucon Zonko sudah ditutup papan, Harry menganggapnya sebagai konfirmasi bahwa kunjungan kali ini tidak ditakdirkan sebagai kunjungan yang menyenangkan. Ron menunjuk dengan tangan terbungkus sarung tangan tebal ke arah Honeydukes, yang untungnya buka, dan Harry dan Hermione terhuyung mengikuti Ron masuk ke toko permen yang ramai itu.
"Untung," kata Ron menggigil kedinginan ketika mereka diselubungi udara yang hangat beraroma toffee, permen keras yang terbuat dari gula dan mentega. "Sudah, kita di sini saja sampai sore."
"Harry, anakku!" kata suara membahana dari belakang mereka.
"Oh, tidak," gumam Harry. Ketiganya menoleh dan melihat Profesor Slughorn, yang memakai topi besar berbulu dan mantel dengan kerah dari bulu yang sama, memegang sekantong besar permen nanas dan memenuhi paling tidak seperempat toko permen itu.
"Harry, sudah tiga kali kau tidak ikut makan malamku!" kata Slughorn, menusuk dada Harry dengan ramah, "Tak bisa begitu, Nak. Aku sudah bertekad kau harus datang! Miss Granger senang hadir di acara makan malamku, betul""
"Ya" kata Hermione tak berdaya, "makan malamnya sungguh"
"Jadi, kenapa kau tak ikut datang, Harry"" tuntut Slughorn.
"Yah, ada latihan Quidditch, Profesor," kata Harry, yang memang menjadwalkan latihan setiap kali Slughorn mengiriminya undangan berhias-pita-ungu. Strategi ini berarti bahwa Ron tidak ditinggalkan dan mereka biasanya tertawatawa bersama Ginny membayangkan Hermione terperangkap bersama Mdaggen dan Zabini.
"Wah, aku betul-betul berharap kau memenangkan pertandingan pertamamu setelah semua kerja keras ini!" kata Slughorn. "Tapi sedikit rekreasi tak ada salahnya. Nah, bagaimana kalau Senin malam, kau tak mungkin mau latihan dalam cuaca begini ... "
"Saya tak bisa, Profesor, saya adaer--janji dengan Profesor Dumbledore malam itu."
"Sial lagi!" seru Slughorn dramatis, "Ah, baiklah ... kau tak bisa menghindariku selamanya, Harry!"
Dan dengan lambaian anggun, dia berjalan seperti bebek meninggalkan toko permen itu, sama sekali tidak mengacuhkan Ron, seolah Ron sekadar display Permen Kerumunan Kecoak.
"Aku tak percaya kau berhasil lolos lagi," kata Hermione, menggelengkan kepala. "Makan malamnya tidak parah-parah amat, kau tahu ... kadang-kadang malah menyenangkan ... " Namun kemudian terlihat oleh Hermione ekspresi Ron. "Oh, lihat mereka jual Permen Pena-bulu Deluxe bisa tahan berjam-jam tuh!"
Senang Hermione mengganti topik, Harry memperlihatkan minat yang
jauh lebih besar daripada biasanya terhadap Permen Pena-bulu keluaran baru yang ekstra besar, tetapi Ron tetap tampak muram dan hanya mengangkat bahu ketika Hermione menanyainya ke mana dia ingin pergi berikutnya.
"Yuk kita ke Three Broomstickz," kata Harry "Di sana hangat."
Mereka kembali membungkus wajah dengan syal dan meninggalkan toko permen itu. Angin dingin menerpa wajah mereka seperti pisau tajam setelah kehangatan manis dalam Honeydukes. jalan tidak terlalu ramai; tak ada yang berhenti
untuk mengobrol, semua bergegas ke tempat tujuan mereka. Kecuali dua laki-laki tak jauh di depan mereka, yang berdiri persis di depan Three Broomsticks. Yang satu sangat kurus dan jangkung, menyipitkan mata di balik kacamatanya yang basah terkena air hujan. Harry mengenalinya sebagai pelayan bar yang bekerja di rumah minum lain di Hogsmeade, Hog's Head. Sementara Harry, Ron, dan Hermione mendekat, si pelayan bar merapatkan mantelnya di sekeliling lehernya dan pergi, meninggalkan laki-laki yang lebih pendek repot dengan bawaannya. Kira-kira seperempat meter darinya, Harry menyadari siapa laki-laki itu.
"Mundungus!" Laki-laki pendek, berkaki-bengkok dengan rambut panjang berantakan berwarna jingga terlonjak kaget dan koper antik di tangannya terjatuh. Koper itu terbuka, menampakkan isinya yang seperti seluruh etalase toko barang loakan.
"Oh, 'alo, 'Arry," kata Mundungus Fletcher, dengan keramahan yang sangat dibuat-buat. "Nah, jangan biarkan aku menahan kalian."
Dan dia mulai mengambil dan memasukkan kembali barang-barangnya ke koper dengan serabutan, seperti orang yang ingin buru-buru pergi.
"Kau menjual barang-barang ini"" tanya Harry, memandang Mundungus menyambar berbagai barang kumuh dari tanah.
"Oh, yah, kan harus cari nafkah," kata Mundungus. "Berikan itu padaku!"
Ron telah membungkuk dan mengambil sesuatu dari perak.
"Tunggu," kata Ron perlahan. "Ini kelihatannya tidak asing"
"Terima kasih!" kata Mundungus, menjambret piala itu dari tangan Ron dan menjejalkannya kembali ke dalam kopernya. "Nah, sampai ketemu lagi--OUCH!"
Harry menekan Mundungus ke dinding pada lehernya. Sembari menahannya kuat-kuat dengan satu tangan, dia mencabut tongkat sihirnya.
"Harry!" jerit Hermione.
"Kau mengambilnya dari rumah Sirius," kata Harry, yang nyaris beradu hidung dengan Mundungus dan menghirup bau tak sedap tembakau lama dan minuman keras. "Ada lambang keluarga Black pada piala itu."
"Aku-tidak-apa"" sengal Mundungus gugup, Wajahnya perlahan berubah ungu.
"Apa yang kau lakukan, kembali ke sana pada malam dia meninggal dan merampoknya"" bentak Harry.
"Aku-tidak-" "Berikan padaku!"
"Harry, jangan!" teriak Hermione, ketika Mundurigus mulai membiru.
Terdengar bunyi ledakan dan Harry merasa tangannya terlempar dari leher Mundungus. Tersengal dan gemetar, Mundungus menyambar kopernya yang terjatuh, kemudian -DUAR -- dia ber-Disapparate.
Harry mengumpat sekeras suaranya, berputar ditempatnya untuk melihat ke mana Mundungus pergi. "KEMBALI, KAU PENCURI-!" "Tak ada gunanya, Harry."
Tonks muncul entah dari mana, rambut kelabunya basah kena hujan es dan salju.
"Mundungus barangkali sudah di London sekarang. Percuma saja kau berteriak."
"Dia mencuri barang-barang Sirius! Mencurinya!" "Ya, tapi tetap saja," kata Tonks, yang tampaknya sama sekali tak
terpengaruh oleh informasi ini, "kau harus menyingkir dari hujan salju ini."
Tonks mengawasi mereka masuk melalui pintu Three Broomsticks. Begitu sudah di dalam, Harry berteriak,
"Dia mencuri barang-barang Sirius!"
"Aku tahu, Harry, tapi tolong jangan teriak-teriak, orang-orang semua melihat kemari," bisik Hermione.
"Duduklah, kuambilkan minuman."
Harry masih berang ketika Hermione kembali ke meja mereka beberapa menit kemudian, membawa tiga botol Butterbeer.
"Apa Orde tidak bisa mengontrol Mundungus"" tuntut Harry kepada kedua sahabatnya dalam bisikan marah. "Tak bisakah mereka paling tidak menghentikannya mencuri segala sesuatu yang tidak terpasang kalau dia sedang di Markas""
"Shh!" kata Hermione putus asa, memandang ke sekitarnya untuk memastikan tak ada yang mendengarkan mereka. Ada dua orang penyih
ir yang duduk dekat mereka sedang memandang Harry dengan penuh minat, dan Zabini bersandar malas di pilar tak jauh dari mereka. "Harry, aku juga akan jengkel. Aku tahu dia mencuri barang-barangmu-- "
Harry tersedak Butterbeer-nya, untuk sementara tadi dia lupa bahwa Grimmauld Place nomor dua belas adalah miliknya.
"Ya, itu barang-barangku!" katanya. "Pantas saja dia tak senang melihatku! Akan kulaporkan pada Dumbledore apa yang terjadi, dia satu-satunya yang ditakuti Mundungus."
"Ide bagus," bisik Hermione, kentara dia senang Harry sudah mulai tetiang. "Ron, kau ngeliatin apa sih""
"Bukan apa-apa," kata Ron, buru-buru memalingkan pandang dari bar, tetapi Harry tahu dia sedang berusaha
berkontak-mata dengan Madam Rosmerta, pelayan bar yang menarik dan bertubuh montok. Sudah lama Ron naksir Madam Rosmerta.
"Kukira 'bukan apa-apa' sedang di belakang, mengambil Wiski Api," timpal Hermione sengit.
Ron mengabaikan sindiran ini. Dia menghirup minumannya dalam diam, yang rupanya dianggapnya sebagai diam yang anggun. Harry sedang memikirkan Sirius, dan betapa dia sebetulnya membenci piala-piala perak itu. Hermione mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja, matanya bergantian memandang Ron dan bar.
Begitu Harry menghirup tetes terakhir dalam botolnya, Hermione berkata, "Bagaimana kalau kita anggap cukup dan kita kembali ke sekolah""
Kedua sahabatnya mengangguk. Kunjungan hari itu tidak menyenangkan dan cuaca makin lama makin buruk. Sekali lagi mereka merapatkan mantel, melingkarkan syal, memakai sarung tangan mereka, dan mengikuti Katie Bell dan seorang temannya keluar rumah minum dan kembali ke jalan raya. Pikiran Harry melayang ke Ginny ketika mereka bersusah payah melewati lumpur salju membeku menuju Hogwarts. Mereka tidak bertemu Ginny, tak diragukan lagi, pikir Harry, karena Ginny dan Dean pasti sedang duduk mesra di Madam Puddifoot's, rumah minum yang sering dikunjungi pasangan-pasangan bahagia. Cemberut, dia menundukkan kepala, menghindari terpaan hujan salju, dan meneruskan berjalan.
Baru beberapa saat kemudian Harry sadar bahwa suara Katie Bell dan temannya, yang terbawa angin ke arahnya, semakin lama semakin nyaring dan keras. Harry menyipitkan mata memandang sosok samar mereka. Kedua gadis itu sedang mempertengkarkan sesuatu yang dipegang Katie di tangannya.
"Ini tak ada hubungannya denganmu, Leanne!" Harry mendengar Katie berkata.
Mereka berbelok di ujung jalan, salju turun semakin lebat dan cepat, memburamkan kacamata Harry. Tepat ketika Harry mengangkat tangannya yang bersarung tangan untuk menyeka kacamatanya, Leanne berusaha merebut bungkusan yang dipegangi Katie; Katie menariknya kembali dan bungkusan itu jatuh di tanah.
Dalam sekejap Katie terangkat ke angkasa, tidak seperti Ron, tergantung konyol pada pergelangan kakinya, melainkan dengan anggun, kedua lengannya terentang, seakan dia akan terbang. Namun ada yang tidak benar, ada sesuatu yang mengerikan ... rambutnya beterbangan di sekitarnya tertiup angin, tetapi matanya terpejam dan wajahnya hampa tanpa ekspresi. Harry, Ron, Hermione, dan Leanne semua berhenti, mengawasinya.
Kemudian, kira-kira dua meter di atas tanah, Katie mengeluarkan jeritan menyeramkan. Matanya mendadak terbuka, namun apa pun yang bisa dilihatnya, atau apa pun yang dirasakannya, jelas membuatnya amat sangat menderita. Dia menjerit terus-menerus. Leanne juga mulai menjerit, dan menyambar pergelangan kaki Katie, berusaha menariknya kembali ke tanah. Harry, Ron, dan Hermione berlari untuk membantunya, namun baru mereka memegang kakinya, Katie sudah terjatuh di atas mereka. Harry dan Ron berhasil menangkapnya, tetapi dia meronta-ronta keras sekali, mereka nyaris tak bisa memeganginya. Maka mereka menurunkannya ke tanah. Katie terus saja meronta dan menjerit-jerit, rupanya tak bisa mengenali satu pun dari mereka.
Harry memandang ke sekelilingnya. Tempat itu kosong.
"Kalian tetap di sini!" dia berteriak mengatasi lolong angin. "Aku akan cari bantuan!"
Harry berlari ke arah sekolah. Belum pernah dia melihat orang bersikap seperti Katie dan tak bisa berpikir apa penyebabnya. Ketika membelok di uj
ung jalan dia menabrak sesuatu yang kelihatannya seperti beruang raksasa yang berdiri pada kaki belakangnya.
"Hagrid!" sengalnya, seraya melepaskan diri dari pagar tanaman tempatnya terpental jatuh.
"Harry!" kata Hagrid, yang alis dan jenggotnya dipenuhi salju, dan memakai mantel kulit berang-berangnya yang besar. "Baru tengok Grawp, kemajuannya pesat kau tak akan" "Hagrid, ada yang terluka di sana, atau kena kutuk, atau entah kenapa-"
"Apa"" kata Hagrid, membungkuk rendah agar bisa mendengar apa yang dikatakan Harry dalam gemuruh angin.
"Ada yang kena kutuk!" teriak Harry.
"Kutuk" Siapa yang dikutuk-bukan Ron" Hermione""
"Bukan, bukan mereka, Katie Bell -- arah sini ... "
Bersama-sama mereka berlari kembali sepanjang jalan bersalju. Dalam waktu singkat mereka sudah menemukan kerumunan kecil di sekeliling Katie, yang masih menggeliat dan menjerit-jerit di tanah. Ron, Hermione, dan Leanne sedang berusaha menenanakannva.
"Minggir!" teriak Hagrid. "Coba kulihat dia!"
"Dia kena sesuatu!" isak Leanne. "Aku tak tahu apa"
Hagrid menatap Katie selama sedetik, kemudian, tanpa kata, membungkuk, menyambar dia ke dalam gendongannya dan berlari ke kastil. Dalam waktu beberapa detik jerit nyaring Katie sudah menghilang dan yang terdengar hanyalah deru angin.
Hermione bergegas mendekati teman Katie yang tersedu-sedu dan merangkulnya.
"Leanne, kan""
Gadis itu mengangguk. "Apakah terjadinya mendadak, atau""
"Terjadinya waktu bungkusannya robek," isak Leanne, seraya menunjuk bungkusan kertas-cokelat yang sekarang basah kuyup di tanah, yang sudah terbuka memperlihatkan kilau kehijauan. Ron membungkuk, tangannya terjulur, namun Harry menyambar lengannya dan menariknya mundur.
"Jangan sentuh itu!"
Harry berjongkok. Tampak sebuah kalung opal dengan banyak hiasan muncul dari dalam bungkusan yang robek itu.
"Aku pernah melihatnya;" kata Harry, menatap kalung itu. "Kalung ini dipamerkan di toko Borgin and Burkes bertahun-tahun lalu. Labelnya menyebutkan kalung itu dikutuk. Katie pastilah menyentuhnya." Harry mendongak menatap Leanne, yang telah mulai gemetar tak terkendali. "Bagaimana Katie bisa mendapatkan kalung ini""
"Itulah yang kami pertengkarkan. Dia kembali dari toilet di Three Broomsticks membawa bungkusan ini, katanya itu kejutan untuk seseorang di Hogwarts dan dia harus menyerahkannya. Dia kelihatan aneh waktu mengatakan itu ... oh tidak, oh tidak, pasti dia kena Kutukan Imperius dan aku tidak menyadarinya!"
Leanne gemetar tersedu-sedu lagi. Hermione membelai bahunya lembut.
"Dia tidak bilang siapa yang memberikan bungkusan itu, Leanne""
"Tidak ... dia tak mau memberitahuku ... dan aku bilang dia bodoh dan melarangnya membawanya ke sekolah, tapi dia tak
mau mendengar kata-kataku ... dan kemudian aku berusaha merebutnya darinya ... dan - dan ..." Leanne mengeluarkan jerit putus asa.
"Sebaiknya kita ke sekolah," kata Hermione, lengannya masih merangkul Leanne, "kita akan tahu bagaimana keadaannya. Yuk ... "
Harry bimbang sejenak, kemudian menarik syal dari sekeliling wajahnya dan, mengabaikan pekik tertahan Ron, dengan hati-hati menutupi kalung itu dengan syalnya dan memungutnya.
"Kita perlu menunjukkan ini kepada Madam Pomfrey," katanya.
Sementara mereka berjalan di belakang Hermione dan Leanne, Harry berpikir keras. Mereka baru saja memasuki halaman sekolah ketika Harry bicara, tak sanggup lagi menyimpan sendiri apa yang dipikirkannya.
"Malfoy tahu tentang kalung ini. Kalung ini ada di lemari pajangan Borgin and Burkes empat tahun lalu, aku melihatnya memandangi kalung ini sementara aku bersembunyi darinya dan ayahnya. Inilah yang dibelinya hari itu waktu kita membuntutinya! Dia ingat kalung itu dan kembali ke sana untuk membelinya!"
"Aku -- entahlah, Harry, kata Ron sangsi. "Banyak orang ke Borgin and Burkes ... dan bukankah cewek itu bilang Katie mendapatkannya di toilet cewek""
"Dia bilang Katie kembali dari toilet membawa bungkusan itu, itu tidak berarti dia mendapatkannya di toilet itu-"
"McGonagall!" kata Ron memperingatkan.
Harry mendongak. Betul saja, Profesor McGonagall bergegas menuruni undakan batu menembus hujan es dan
salju yang berpusar untuk menyongsong mereka.
"Hagrid mengatakan kalian berempat melihat apa yang terjadi pada Katie Bell-mohon langsung naik ke kantorku! Apa itu yang kau pegang, Potter""
"Ini barang yang disentuhnya," kata Harry.
"Astaga," kata Profesor McGonagall, tampak khawatir ketika dia mengambil kalung itu dari Harry.
"Tidak, tidak, Filch, mereka bersamaku!" dia menambahkan buru-buru, ketika Filch datang menyeret kaki dengan bersemangat menyeberang Aula Depart, Sensor Rahasia-nya terangkat tinggi-tinggi. "Langsung bawa kalung ini ke Profesor Snape, tapi pastikan jangan menyentuhnya, biarkan tetap terbungkus syal!"
Harry dang yang lain mengikuti Profesor McGonagall naik ke kantornya. Jendela-jendelanya yang tertimpa hujan salju dan es bergetar dalam kosennya dan ruangan itu dingin sekali, walaupun api di perapian berkobar. Profesor McGonagall menutup pintu dan bergegas ke belakang mejanya untuk menghadapi Harry, Ron, Hermione, dan Leanne yang masih terisak.
"Nah"" katanya tajam. "Apa yang terjadi""
Tersendat-sendat, dan berkali-kali berhenti selagi dia berusaha mengontrol tangisnya, Leanne menceritakan kepada Profesor McGonagall bagaimana Katie ke toilet di Three Broomsticks dan kembali membawa bungkusan tak bertanda, bagaimana Katie tampak agak aneh dan bagaimana mereka mempertengkarkan bijaksana tidaknya Katie bersedia membawa benda tak dikenal itu, pertengkaran mereka memuncak dengan perebutan bungkusan, yang lalu robek. Tiba di sini, Leanne sudah sangat dikuasai emosi, tak ada lagi satu kata pun yang bisa dipancing darinya.
"Baiklah," kata Profesor McGonagall, lembut, "pergilah ke rumah sakit, Leanne, dan minta Madam Pomfrey memberimu sesuatu untuk mengatasi shock."
Setelah Leanne meninggalkan ruangan, Profesor McGonagall kembali menghadapi Harry, Ron, dan Hermione.
"Apa yang terjadi ketika Katie menyentuh kalung itu""
"Dia terangkat ke angkasa," kata Harry, sebelum Ron maupun Hermione bisa bicara. "Dan kemudian dia mulai menjerit, dan terjatuh. Profesor, bolehkah saya menemui Profesor Dumbledore, tolong""
"Kepala Sekolah pergi sampai Senin, Potter," kata Profesor McGonagall, tampak heran.
"Pergi"" ulang Harry berang.
"Ya, Potter, pergi!" kata Profesor McGonagall masam.
"Tetapi apa pun yang akan kau sampaikan tentang urusan mengerikan ini bisa disampaikan kepadaku, aku yakin!"
Selama sepersekian detik Harry ragu-ragu. Profesor McGonagall tidak membuat orang ingin memercayakan rahasianya. Dumbledore, meskipun dalam banyak hal lebih menakutkan, toh kemungkinannya untuk mencemooh teori lebih kecil, seliar apa pun teori itu. Namun ini urusan hidup-mati dan bukan saatnya untuk mencemaskan soal ditertawakan.
"Menurut saya Draco Malfoy yang memberikan kalung itu kepada Katie, Profesor."
Di salah satu sisinya, Ron menggosok hidungnya, jelas sekali dia malu, di sisinya yang lain Hermione menggeser kakinya, seakan ingin sekali membuat jarak antara dia dan Harry.
"Itu tuduhan yang sangat serius, Potter," kata Profesor McGonagall, setelah terdiam karena shock. "Apa kau punya
bukti"" "Tidak," kata Harry, "tapi ... " dan dia menceritakan kepada Profesor McGonagall bagaimana mereka membuntuti Malfoy
ke Borgin and Burges dan percakapannya dengan Borgin yang mereka dengar.
Setelah Harry selesai bicara, Profesor McGonagall tampak agak bingung.
"Malfoy membawa sesuatu ke Borgin and Burkes untuk diperbaiki""
"Tidak, Profesor, dia hanya ingin Borgin memberitahunya bagaimana memperbaiki sesuatu, dia tidak membawa barang itu bersamanya. Tetapi bukan itu masalahnya. Persoalannya adalah dia saat itu juga membeli sesuatu dan saya kira yang dibelinya kalung itu"
"Kau melihat Malfoy meninggalkan toko dengan bungkusan yang seperti itu""
"Tidak, Profesor, dia meminta Borgin menyimpannya di toko untuknya"
"Tapi, Harry," Hermione menyela, "Borgin bertanya apakah dia ingin membawanya, dan Malfoy bilang 'tidak'"
"Karena dia tak ingin menyentuhnya, jelas!" kata Harry gusar.
"Yang dikatakannya tepatnya adalah, 'Mana mungkin aku membawa-bawa itu sepanjang jalan"'" kata Hermione.
"Yah, dia akan tampak agak bego membawa-bawa kalung," Ron nimbrun
g. "Oh, Ron," kata Hermione putus asa, "kalung itu kan dibungkus, supaya dia tidak menyentuhnya, dan cukup mudah disembunyikan di dalam mantelnya, jadi tak akan ada yang melihat! Kurasa apa pun yang dipesannya di Borgin and Burkes mengeluarkan bunyi atau ukurannya besar; sesuatu yang dia tahu akan menarik perhatian kepadanya jika dia membawanya sepanjang jalan-dan lagi pula," dia menekankan dengan suara keras, sebelum Harry menyela, "aku bertanya
kepada Borgin soal kalung itu, apakah kalian tidak ingat" Waktu aku masuk dan berusaha mencari tahu apa yang Malfoy minta disimpankan olehnya, aku melihat kalung itu di sana. Dan Borgin cuma memberitahuku harganya, dia tidak bilang kalung itu sudah terjual atau apa"
"Yah, kau waktu itu kentara sekali sih, dia menyadari apa maumu dalam waktu kira-kira lima detik, tentu saja dia tak akan memberitahumu lagi pula, Malfoy tak mungkin meminta kalung itu dikirim karena
"Cukup!" kata Profesor McGonagall, ketika Hermione membuka mulut akan berkilah, tampak gusar. "Potter, aku menghargaimu menceritakan semua ini kepadaku, tapi kita tak bisa menuding Malfoy bersalah hanya karena dia mengunjungi toko tempat kalung ini barangkali dibeli. Sama seperti kita barangkali tak bisa menyalahkan ratusan orang lain yang juga ke toko itu."
"-itulah yang kukatakan-" gumam Ron.
"-lagi pala, kita telah memberlakukan langkah-langkah keamanan yang ketat di tempat ini tahun ini. Aku tak percaya kalung itu bisa masuk ke sekolah ini tanpa kami ketahui-"
"-tapi-" "-dan lebih-lebih lagi," kata Profesor McGonagall, dengan sikap mengakhiri debat itu, "Mr Malfoy tidak ada di Hogsmeade hari ini."
Harry melongo memandangnya, kecewa.
"Bagaimana Anda tahu, Profesor""
"Karena dia sedang detensi denganku. Dia telah gagal menyelesaikan PR Transfigurasi-nya dua kali berturut-turut. Jadi, terima kasih telah memberitahuku kecurigaanmu, Potter," katanya seraya berjalan melewati mereka, "tapi aku perlu ke rumah sakit sekarang Untuk mengecek Katie Bell. Selamat sore kepada kalian semua."
Dia membukakan pintu kantornya dan memeganginya. Mereka tak punya pilihan selain beriringan melewatinya tanpa berkata apa-apa lagi.
Harry marah kepada kedua sahabatnya karena berpihak kepada McGonagall, meskipun demikian dia merasa harus ikut begitu mereka mulai mendiskusikan apa yang telah terjadi.
"Jadi, menurut kalian Katie diminta memberikan kalung itu kepada siapa"" tanya Ron, ketika mereka menaiki tangga menuju ruang rekreasi.
"Tak ada yang tahu," kata Hermione. "Tapi siapa pun orangnya, dia lolos dari maut. Tak seorang pun bisa membuka bungkusan itu tanpa menyentuh kalungnya."
"Kalung itu bisa dimaksudkan untuk banyak orang," kata Harry. "Dumbledore -- para Pelahap Maut akan senang kalau dia tersingkir, dia pastilah salah satu target top mereka. Atau Slughorn-Dumbledore menduga Voldemort benar-benar menginginkannya dan mereka pastilah tidak senang Slughorn memihak kepada Dumbledore. Atau-"
"Atau kau," kata Hermione, tampak cemas.
"Tak mungkin," kilah Harry, "kalau untukku, Katie tinggal berbalik di jalan dan memberikannya kepadaku, kan"" Aku di belakangnya terus sepanjang jalan dari Three Broomsticks. Jauh lebih masuk akal menyerahkan bungkusan itu di luar Hog-warts, mengingat Filch memeriksa siapa saja yang masuk dan keluar.
"Aku ingin tahu kenapa Malfoy menyuruhnya membawanya ke dalam kastil""
"Harry, Malfoy tidak berada di Hogsmeade!" kata Hermione, benar-benar mengentakkan kaki saking frustrasinya.
"Pasti dia memakai kaki tangan, kalau begitu," kata Harry. "Crabbe atau Goyle atau, kalau dipikir-pikir, sesama Pelahap Maut, dia pasti punya banyak kroni yang lebih pintar daripada Crabbe dan Goyle sekarang setelah dia bergabung-"
Ron dan Hermione bertukar pandang yang jelas-jelas mengatakan "tak ada gunanya berdebat dengannya".
"Dilligrout," kata Hermione mantap, ketika mereka tiba di depan Nyonya Gemuk.
Lukisan itu terayun membuka dan mereka masuk ke ruang rekreasi. Ruangan itu cukup penuh dan berbau pakaian lembap. Banyak anak tampaknya pulang dari Hogsmeade lebih awal gara-gara cuaca yang buruk. Meskipun demikian tak ada dengung ket
akutan ataupun spekulasi. Jelas, berita tentang nasib Katie belum menyebar.
"Bukan serangan yang sangat hebat, sebetulnya, kalau kalian pikirkan" kata Ron, dengan seenaknya memaksa seorang anak kelas satu menyingkir dari salah satu kursi berlengan nyaman di dekat perapian, Supaya dia bisa duduk. "Kutukannya bahkan tidak sampai ke kastil. Tidak bisa dibilang terjamin."
"Kau benar," kata Hermione, mendorong Ron dari kursinya dengan kakinya dan menawarkannya lagi kepada si anak kelas satu. "Sama sekali tidak dipikirkan dengan baik."
"Tapi sejak kapan Malfoy menjadi salah satu pemikir besar dunia"" komentar Harry.
Baik Ron maupun Hermione tidak menanggapinya.
13. RIDDLE YANG SERBA RAHASIA
Katie dipindahkan ke Rumah Sakit St Mungo untuk Penyakit dan Luka-Luka Sihir hari berikutnya. Saat itu berita bahwa dia kena kutukan telah menyebar ke seluruh sekolah, meskipun detailnya simpang-siur, dan kecuali Harry, Ron, Hermione, dan Leanne tampaknya tak seorang pun tahu bahwa Katie bukanlah target yang disasar.
"Oh, dan Malfoy tahu, tentu," kata Harry kepada Ron dan Hermione, yang meneruskan sikap baru mereka, berpura-pura tuli setiap kali Harry menyebutkan teorinya bahwa Malfoy-adalah Pelahap-Maut.
Harry bertanya-tanya dalam hati apakah Dumbledore akan pulang dari mana pun dia berada pada waktunya untuk pelajaran Senin malam, namun karena tak mendapat pesan pembatalan, Harry siap berada di depan kantor Dumbledore pada pukul delapan malam, mengetuk pintu, dan dipersilakan masuk. Dumbledore duduk di kantornya, tampak sangat lelah; tangannya masih sama hitam dan terbakar seperti sebelumnya, tetapi dia tersenyum ketika memberi isyarat agar Harry duduk. Pensieve sudah siap di atas meja, memancarkan titik-titik cahaya keperakan pada langit-langit
"Kau sibuk sekali selama aku pergi," kata Dumbledore. "Kudengar kau menyaksikan kecelakaan Katie."
"Ya, Sir. Bagaimana keadaannya""
"Masih sangat parah, meskipun bisa dikatakan dia beruntung. Rupanya dia menyentuh kalung itu dengan sesedikit mungkin kulit; ada lubang kecil pada sarung tangannya. Seandainya dia memakai kalung itu, seandainya dia bahkan memegangnya dengan tangan tanpa sarung tangan, dia akan mati, barangkali langsung. Untung Profesor Snape berhasil melakukan cukup pencegahan agar kutukan itu tidak menjalar dengan cepat"
"Kenapa dia"" tanya Harry cepat-cepat. "Kenapa bukan Madam Pomfrey""
"Tidak sopan," kata suara pelan dari salah satu lukisan di dinding, dan Phineas Nigellus Black, kakek canggah Sirius,
yang tadinya tampak sedang tidur, mengangkat kepala dari lengannya. "Aku tak akan mengizinkan murid mempertanyakan cara Hogwarts beroperasi pada zamanku."
"Ya, terima kasih, Phineas," tukas Dumbledore. "Profesor Snape tahu lebih banyak tentang Ilmu Hitam daripada Madam Pomfrey, Harry. Bagaimanapun juga, staf St Mungo mengirimiku laporan setiap jam dan aku berharap Katie akan sembuh total pada waktunya."
"Di mana Anda akhir pekan kemarin, Sir"" Harry bertanya, mengabaikan perasaan kuat bahwa dia barangkali terlalu nekat. Rupanya hal yang sama dirasakan oleh Phineas Nigellus, yang mendesis pelan.
"Aku lebih suka tidak mengatakannya sekarang," kata Dumbledore. "Meskipun demikian, aku akan memberitahumu pada waktunya nanti."
"Anda akan memberitahu saya"" tanya Harry, tercengang.
"Ya, kurasa begitu," kata Dumbledore, mengeluarkan botol baru berisi ingatan perak dari dalam jubahnya dan membuka tutup-gabusnya dengan ketukan tongkat sihirnya.
"Sir," kata Harry mencoba-coba. "Saya bertemu Mundungus di Hogsmeade."
"Ah ya, aku sudah tahu bahwa Mundungus memperlakukan warisanmu dengan berpanjang-tangan seenaknya," kata Dumbledore, sedikit mengernyit. "Dia bersembunyi, sejak kau menegurnya di depan Three Broomsticks; kurasa dia takut menghadapiku. Meskipun demikian, yakinlah dia tidak akan membawa pergi barang-barang Sirius lagi."
"Si Darah-campuran kudisan itu mencuri pusaka-pusaka Black"" kata Phineas Nigellus, naik darah; dan dia meninggalkan pigura lukisannya, tak diragukan lagi untuk mengunjungi lukisannya di Grimmauld Place nomor dua belas.
"Profesor," kata Harrv. setelah hening sejenak
, "apakah Profesor McGonagall memberitahu Anda apa yang saya sampaikan kepadanya setelah Katie terluka" Tentang Draco
Malfoy"" "Dia memberitahuku tentang kecurigaanmu, ya," kata Dumbledore.
"Dan apakah Anda""
"Aku akan melakukan tindakan yang sesuai untuk menginvestigasi siapa pun yang mungkin ada hubungannya dengan kecelakaan Katie," kata Dumbledore. "Tapi yang penting bagiku sekarang, Harry, adalah pelajaran kita."
Harry agak kesal mendengar ini. Jika pelajaran mereka sangat penting, kenapa ada jeda begitu lama di antara pelajaran pertama dan kedua" Meskipun demikian dia tidak berkata apa-apa lagi tentang Draco Malfoy, melainkan mengawasi Dumbledore yang menuang ingatan baru ke dalam Pensieve, dan mulai memutar baskom batu itu sekali lagi di antara tangannya yang berjari panjang-panjang.
"Kau masih ingat, aku yakin, bahwa kita meninggalkan kisah awal Lord Voldemort pada poin ketika si Muggle tampan, Tom Riddle, meninggalkan istrinya yang penyihir, Merope, dan pulang ke rumah keluarganya di Little Hangleton. Merope ditinggalkan sendirian di London, mengandung bayi yang suatu hari kelak akan menjadi Lord Voldemort."
"Bagaimana Anda tahu dia di London, Sir""
"Berkat kesaksian orang yang bernama Caractacus Burke," kata Dumbledore, "yang, secara kebetulan yang luar biasa, membantu mendirikan toko tempat asal kalung yang baru saja kita bicarakan."
Dia menggoyang isi Pensieve seperti yang pernah Harry lihat sebelumnya, seperti pendulang emas yang mengayak emasnya. Dari dalam pusaran keperakan itu muncul seorang
lelaki tua kecil, yang berputar pelan di dalam Pensieve, perak seperti hantu, tetapi jauh lebih padat, dengan riapan rambut yang sepenuhnya menutupi matanya.
"Ya, kami mendapatkannya dalam situasi yang aneh. Kalung itu dibawa oleh seorang penyihir wanita muda tepat sebelum Natal, oh, sudah bertahun-tahun silam sekarang. Dia berkata dia sangat membutuhkan emas, yah, itu kentara sekali. Pakaiannya compang-camping dan dia hamil tua ... sudah hampir melahirkan. Dia berkata kalung itu tadinya milik Slytherin. Nah, kami mendengar cerita semacam itu sepanjang waktu, 'Oh, ini punya Merlin, betul, teko favoritnya,' tapi ketika aku melihat liontin kalung itu, ternyata betul ada lambang Slytherin-nya, dan beberapa mantra sederhana cukup untuk memastikan kalung itu memang milik Slytherin. Tentu saja, itu membuat kalung itu nyaris tak ternilai. Perempuan itu rupanya tak menyadari kalungnya bernilai sangat tinggi. Dia senang mendapat sepuluh Galleon untuk kalung itu. Pembelian paling menguntungkan yang pernah kami buat!"
Dumbledore menggoyang Pensieve itu ekstra keras dan Caractacus Burke turun kembali ke dalam pusaran memori dari mana tadi dia muncul.
"Dia cuma memberinya sepuluh Galleon"" kata Harry berang
"Caractacus Burke tidak terkenal sebagai orang yang murah hati," kata Dumbledore. "Jadi, kita tahu bahwa, mendekati akhir kehamilannya, Merope sendirian di London dan sangat membutuhkan uang, butuh sekali sampai dia terpaksa menjual satu-satunya miliknya yang berharga, kalung yang merupakan salah satu pusaka keluarga yang sangat dihargai Marvolo."
"Tapi dia bisa melakukan sihir!" kata Harry tak sabar. "Dia bisa mendapatkan makanan dan segalanya untuk dirinya dengan sihir, kan""
"Ah," kata Dumbledore, "barangkali dia bisa. Tetapi kukira aku menduga-duga lagi, tapi aku yakin aku benar bahwa ketika suaminya meninggalkannya, Merope berhenti melakukan sihir. Kukira dia tak ingin lagi menjadi penyihir. Tentu, mungkin saja cintanya yang tak terbalas dan keputusasaan yang menderanya melemahkan kekuatan sihirnya; itu bisa terjadi. Bagaimanapun juga, seperti yang akan kau lihat, Merope menolak mengangkat tongkat sihirnya, bahkan untuk menyelamatkan nyawanya."
"Dia bahkan tak mau hidup untuk anaknya""
Dumbledore mengangkat alisnya.
"Mungkinkah kau merasa kasihan kepada Lord Voldemort""
"Tidak," kata Harry buru-buru, "tapi dia punya pilihan, kan, tidak seperti ibu saya"
"Ibumu juga punya pilihan," kata Dumbledore lembut. "Ya, Merope Riddle memilih mati, walaupun dia punya anak yang membutuhkannya, tapi jangan menghakimi dia terlalu keras,
Harry. Dia menjadi sangat lemah karena penderitaan yang panjang dan dia tak pernah memiliki keberanian yang dimiliki ibumu. Dan sekarang, kalau kau mau berdiri ... "
"Kita akan ke mana"" Harry bertanya, ketika Dumbledore bergabung dengannya di depan meja.
"Kali ini," kata Dumbledore, "kita akan memasuki kenanganku. Kurasa kau akan mendapati ingatanku sangat mendetail dan ketepatannya juga memuaskan. Kau lebih dulu,
Harry ... " Harry membungkuk di depan Pensieve; wajahnya menyentuh permukaan kenangan yang sejuk dan kemudian dia terjatuh dalam kegelapan lagi ... Beberapa detik kemudian kakinya menginjak tanah padat, dia membuka mata dan ternyata dia dan Dumbledore berdiri di jalan kuno London yang ramai.
"Itu aku," kata Dumbledore cerah, menunjuk ke depan ke sosok jangkung yang sedang menyeberang jalan di depan kereta susu yang ditarik kuda.
Rambut dan jenggot panjang Albus Dumbledore muda ini berwarna pirang. Setiba di sisi jalan, dia berjalan sepanjang trotoar, membuat banyak orang melirik penasaran melihat setelan jas beludru ungu kemerahan sewarna buah plum berpotongan mewah yang dikenakannya.
"Jas bagus, Sir," kata Harry, sebelum sempat menahan diri, namun Dumbledore hanya tertawa kecil ketika mereka mengikuti sosoknya yang lebih muda dalam jarak dekat, akhirnya melewati gerbang besi memasuki halaman kosong di depan bangunan persegi yang agak kusam, dikelilingi pagar tinggi. Dia menaiki undakan menuju ke pintu depan dan langsung mengetuknya. Beberapa saat kemudian pintu dibuka oleh seorang gadis berantakan bercelemek.
"Selamat sore, saya ada janji dengan Mrs Cole, yang saya kira adalah pimpinan panti asuhan ini""
"Oh, kata si gadis yang tampak bingung melihat penampilan eksentrik Dumbledore. "Urn ... tunggu 'bentar ... MRS COLE!" teriaknya sambil menoleh.
Harry mendengar suara di kejauhan meneriakkan sesuatu sebagai jawaban. Gadis itu berpaling kembali kepada Dumbledore.
"Silakan masuk, dia datang."
Dumbledore melangkah masuk ke ruang depan yang berlantai tegel hitam-putih. Seluruh tempat itu kusam namun bersih sekali. Harry dan Dumbledore yang lebih tua mengikuti. Sebelum pintu depan menutup di belakang mereka, seorang perempuan kurus bertampang bingung bergegas menuju mereka. Raut mukanya yang tajam lebih memperlihatkan kecemasan daripada ketidakramahan dan dia bicara sambil
menoleh ke pembantu bercelemek lain ketika dia berjalan ke arah Dumbledore.
"... dan bawa yodium ke atas ke Martha, Billy Stubbs mengelotoki keropengnya dan Eric Whalley ngompol, seprainya basah semua-masih kena cacar air, lagi," katanya tidak kepada siapa-siapa, kemudian terpandang olehnya Dumbledore dan dia langsung berhenti mendadak, tampak sangat kaget seakan ada jerapah yang baru masuk ke rumahnya.
"Selamat sore," kata Dumbledore, mengulurkan tangannya. Mrs Cole hanya ternganga.
"Nama sava Albus Dumbledore. Saya mengirim surat kepada Anda meminta bertemu dan Anda berbaik hati mengundang saya kemari hari ini." Mrs Cole mengerjap. Rupanya memutuskan bahwa Dumbledore bukan halusinasi, dia berkata lemah, "Oh Ya. Ah kalau begitu lebih baik Anda ke kantor saya Ya."
Dia mengajak Dumbledore ke ruangan kecil yang tampaknya sebagian dipakai sebagai ruang duduk, sebagian kantor. Ruangan itu sama kusamnya dengan ruang depan dan perabotannya tidak serasi. Dia mempersilakan Dumbledore duduk di kursi reyot dan dia sendiri duduk di belakang meja yang berantakan, mengawasi Dumbledore dengan gugup.
"Saya berada di sini, seperti telah saya sampaikan di dalam surat saya, untuk membicarakan Tom Riddwle dan pengaturan masa depannya," kata Dumbledore.
"Apakah Anda keluarganya"" tanya Mrs Cole. "Bukan, saya guru," kata Dumbledorc. "Suntuk menawari Tom tempat di sekolah saya."
"Sekolah apa itu""
"Namanya Hogwarts," jawab Dumbledore. "Dan bagaimana Anda bisa tertarik pada Tom"" "Kami percaya dia memiliki kecakapan yang kami cari."
"Maksud Anda dia memenangkan beasiswa" Bagaimana mungkin" Dia tak pernah melamar beasiswa."
"Namanya sudah terdaftar di sekolah kami sejak dia lahir"
"Siapa yang mendaftarkannya" Orangtuanya""
Tak diragukan lagi bahwa Mrs Cole wanita y
ang cerdas dan ini tidak menguntungkan. Rupanya Dumbledore juga berpendapat sama, karena Harry sekarang melihatnya mencabut tongkat sihirnya dari dalam saku jas beludrunya, dan pada saat yang bersamaan mengambil selembar kertas kosong dari atas meja Mrs Cole.
"Ini" kata Dumbledore, melambaikan tongkat sihirnya sekali ketika dia menyerahkan kertas itu kepada Mrs Cole, "saya rasa ini akan membuat segalanya jelas."
Mata Mrs Cole bergerak-gerak meneliti kertas kosong itu selama beberapa saat.
"Tampaknya semuanya beres," katanya tenang, mengembalikan kertas itu. Kemudian matanya menatap sebotol gin dan dua gelas yang jelas tak ada di situ beberapa detik sebelumnya.
"Er -- bolehkah saya menawari Anda segelas gin"" katanya ekstra-sopan.
"Terima kasih banyak," kata Dumbledore, berseri-seri.
Segera nyata bahwa Mrs Cole bukan orang baru dalam soal minum gin. Menuangkan gin masing-masing segelas penuh untuk mereka berdua, dia menghabiskan isi gelasnya dalam sekali teguk. Mencecap lidahnya secara terang-terangan, dia tersenyum kepada Dumbledore untuk pertama kalinya, dan
Dumbledore tidak ragu-ragu menggunakan kesempatan baik ini.
"Saya tadi bertanya dalam hati, apakah Anda bisa menceritakan kepada saya tentang apa saja yang menyangkut sejarah Tom Riddle" Saya kira dia lahir di panti asuhan ini""
"Betul," kata Mrs Cole, menuang gin lagi untuk dia sendiri. "Saya masih ingat jelas, karena saya sendiri baru mulai bekerja di sini. Malam Tahun Baru dan dingin sekali, hujan salju, Anda tahu. Malam yang buruk. Dan gadis ini takjauh lebih tua daripada saya sendiri waktu itu, datang tertatih-tatih menaiki undakan depan. Yah, dia bukan yang pertama. Kami membawanya masuk dan dia melahirkan dalam waktu satu jam. Dan meninggal dalam jam berikutnya."
Mrs Cole mengangguk impresif dan meneguk gin-nya lagi dengan lahap.
"Apakah dia mengatakan sesuatu sebelum meninggal"" tanya Dumbledore. "Sesuatu tentang ayah si bayi, misalnya""
"Kebetulan memang ya," kata Mrs Cole, yang tampaknya meniknati perannya sekarang, dengan gin di satu tangan dan pendengar yang bersemangat mendengarkan ceritanya.
"Saya ingat dia berkata kepada saya, 'kuharap dia seperti papanya,' dan saya tidak akan berbohong dia benar berharap begitu, karena dia tidak cantik dan kemudian dia memberitahu saya bayi itu harus di namakan Tom, seperti ayahnya, dan Marvolo, seperti ayahnya, ayah si gadis - ya, saya tahu, nama yang aneh, kan" Kami bertanya-tanya sendiri
apakah dia datang dari sirkus -- dan dia berkata nama keluarga anak ini Riddle. Dan dia meninggal tak lama kemudian tanpa mengucapkan apa-apa lagi.
"Nah, kami menamai dia seperti yang dimintanya, kelihatannya itu penting sekali bagi gadis malang itu, tapi tak ada Tom ataupun Marvolo maupun Riddle yang datang


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencarinya. Tak ada 'teka-teki' apa pun, juga tak ada keluarga sama sekali, maka dia tinggal di panti asuhan sampai sekarang." Kata "riddle" memang artinya "teka-teki".
Mrs Cole menuang gin lagi untuk dirinya, nyaris tanpa sadar, segelas penuh. Dua semburat merah telah muncul pada tulang pipinya yang tinggi. Kemudian dia berkata, "Dia anak yang aneh."
"Ya," kata Dumbledore. "Saya sudah menduganya."
"Dia bayi yang aneh juga. Dia hampir tak pernah menangis, Anda tahu. Dan kemudian, ketika dia sudah agak besar, dia ... ganjil."
"Ganjil, seperti apa"" tanya Dumbledore lembut. "Yah, dia-"
Namun Mrs Cole mendadak berhenti bicara, dan tak ada yang samar atau ragu tentang pandangan menyelidik yang dilayangkannya kepada Dumbledore di atas gelas gin-nya.
"Dia sudah pasti diterima di sekolah Anda, kata Anda""
"Pasti," kata Dumbledore.
"Dan tak ada apa pun yang saya - katakan akan mengubah
itu"" "Tak ada," kata Dumbledore.
"Anda akan tetap membawanya pergi, apa pun yang
terjadi"" "Apa pun," ulang Dumbledore serius.
Mrs Cole menyipit memandang Dumbledore, seolah mempertimbangkan akan memercayainya atau tidak. Rupanya dia memutuskan bisa memercayainya, karena dia mendadak berkata, "Dia membuat anak-anak lain, takut. "
"Maksud Anda dia mengancam anak-anak lain"" tanya Dumbledore.
"Saya rasa mestinya begitu," kata Mrs Cole, mengernyit sedi
kit, "tapi sulit sekali memergokinya. Telah terjadi beberapa insiden ... hal-hal mengerikan ..."
Dumbledore tidak mendesaknya, meskipun Harry bisa melihat dia tertarik. Mrs Cole menghirup gin-nya lagi dan pipinya yang kemerahan menjadi semakin merah.
"Kelinci Billy Stubs ... nah, Tom mengatakan dia tidak melakukannya dan saya juga tidak tahu bagaimana dia bisa melakukannya, meskipun demikian, kelinci itu tak mungkin gantung diri di kasau, kan""
"Saya kira tidak," kata Dumbledore pelan.
"Tapi saya sungguh bingung, bagaimana dia bisa naik ke sana. Yang saya tahu hanyalah dia dan Billy bertengkar sehari sebelumnya. Dan kemudian-" Mrs Cole meneguk gin-nya lagi, kali ini tumpah sedikit di atas dagunya, "pada wisata musim panas kami membawa mereka keluar, Anda tahu, sekali setahun, ke pegunungan atau ke pantai -- nah, Amy Benson dan Dennis Bishop tak pernah kembali wajar sepenuhnya setelah itu, dan yang bisa kami ketahui dari mereka hanyalah bahwa mereka pergi ke gua bersama Tom Riddle. Dia bersumpah mereka cuma mengeksplorasi gua, tapi sesuatu terjadi di dalam gua, saya yakin. Dan, yah, ada banyak hal, hal-hal aneh ... "
Mrs Cole memandang Dumbledore lagi, dan kendatipun pipinya merah, pandangannya mantap.
"Saya rasa banyak orang akan senang melihatnya pergi."
"Anda paham, saya yakin, bahwa dia tidak akan bersama kami sepanjang waktu"" kata Dumbledore.
"Dia harus pulang ke sini, paling tidak setiap musim panas."
"Oh, yah, itu lebih baik daripada hidung kita terhantam pengorek api berkarat," kata Mrs Cole sambil cegukan kecil. Dia bangkit berdiri dan Harry kagum melihat bahwa dia cukup
mantap, walaupun dua per tiga gin sekarang sudah habis. "Saya rasa Anda ingin melihatnya""
"Sangat ingin, kata Dumbledore, ikut bangkit.
Mrs Cole membawa Dumbledore keluar dari kantornya dan menaiki tangga batu, menyerukan instruksi dan teguran kepada para pembantunya dan anak-anak yang dilewatinya. Anak-anak yatim-piatu itu, Harry lihat, semua memakai semacam tunik kelabu. Mereka tampaknya cukup terpelihara, namun tak bisa disangkal bahwa ini tempat yang suram bagi anak-anak untuk dibesarkan.
"Nah, kita sampai," kata Mrs Cole, ketika mereka berbelok di bordes kedua dan berhenti di depan pintu pertama pada koridor panjang. Dia mengetuk dua kali dan masuk.
"Tom" Ada tamu untukmu. Ini Mr Dumberton sori, Dunderbore. Dia datang untuk memberitahumu yah, lebih baik dia yang mengatakannya."
Harry dan kedua Dumbledore masuk kamar itu dan Mrs Cole menutup pintu di belakang mereka.
Kamar itu kecil dan hanya berisi lemari pakaian tua, kursi kayu, dan tempat tidur besi. Seorang anak laki-laki sedang duduk di atas selimut kelabu terjulur di depannya, memegang buku.
Tak ada sedikit pun tanda-tanda keluarga Gaunt di wajah Tom Riddle. Harapan terakhir Merope terkabul, dia adalah miniatur ayahnya yang tampan, jangkung untuk usianya yang sebelas tahun, berambut-hitam dan wajahnya pucat. Matanya agak menyipit ketika dia melihat penampilan eksentrik Dumbledore. Sejenak sunyi.
"Apa kabar, Tom"" kata Dumbledore, berjalan mendekatinya dan mengulurkan tangan.
Anak laki-laki itu ragu-ragu, kemudian menerima tangan Dumbledore dan mereka berjabat tangan. Dumbledore
menarik kursi kayu keras ke sebelah Riddle, sehingga mereka berdua tampak agak seperti pasien rumah sakit dan penjenguknya.
"Aku Profesor Dumbledore."
"Profesor"" ulang Riddle. Dia tampak waspada. "Apa itu seperti 'dokter'" Untuk apa Anda ke sini" Apakah dia memanggil Anda untuk memeriksa saya""
Dia menunjuk ke pintu, lewat mana Mrs Cole baru saja pergi.
"Tidak, tidak," kata Dumbledore, tersenyum.
"Saya tidak percaya pada Anda," kata Riddle. "Dia ingin saya diperiksa, kan" Katakan yang sebenarnya!"
Dia mengucapkan ketiga kata terakhir dengan dering kekuatan yang mengejutkan. Itu perintah, dan kedengarannya dia telah sering kali mengucapkannya sebelumnya. Matanya melebar dan dia mendelik kepada Dumbledore, yang tidak menjawab apa pun kecuali terus tersenyum ramah. Setelah beberapa saat Riddle berhenti mendelik, namun dia tampak semakin waspada.
"Siapa Anda""
"Sudah kukatakan tadi. Namaku Profesor Dumbledore da
n aku bekerja di sekolah yang bernama Hogwarts. Aku datang untuk menawarimu tempat di sekolah-sekolah barumu, jika kau mau datang."
Reaksi Riddle terhadap ucapan Dumbledore sungguh sangat mengejutkan. Dia melompat dari tempat tidur dan mundur menjauh dari Dumbledore, tampak marah.
"Anda tak bisa membohongi saya! Rumah sakit jiwa, dari situlah Anda, kan" 'Profesor', ya tentu saja -- nah, saya tak mau pergi, tahu" Kucing tua itulah yang seharusnya masuk rumah sakit jiwa. Saya tak pernah melakukan apa pun
terhadap Amy Benson atau Dennis Bishop, dan Anda bisa menanyai mereka, mereka akan memberitahu Anda!"
"Aku bukan dari rumah sakit jiwa," kata Dumbledore sabar. "Aku guru dan, jika kau mau duduk tenang, akan kuceritakan kepadamu tentang Hogwarts. Tentu saja, jika kau tidak mau ke sekolah itu, tak akan ada yang memaksamu-"
"Coba saja mereka memaksa saya. Saya mau lihat," cemooh Riddle.
"Hogwarts," Dumbledore melanjutkan, seakan dia tidak mendengar kata-kata terakhir Riddle, "adalah sekolah untuk orang-orang dengan kemampuan istimewa-"
"Saya tidak gila!"
"Aku tahu kau tidak gila. Hogwarts bukan sekolah untuk orang gila. Hogwarts adalah sekolah sihir."
Sunyi. Riddle membeku, wajahnya tanpa ekspresi namun matanya bergerak-gerak memandan bergantian kedua mata Dumbledore, seolah berusaha menangkap salah satunya berbohong.
"Sihir"" dia mengulang dalam bisikan.
"Betul," kata Dumbledore.
"Apakah ... apakah itu sihir, apa yang bisa saya lakukan"" "Apa yang bisa kaulakukan""
"Segala macam," desah Riddle. Rona merah kegairahan menyebar dari leher ke pipinya yang cekung; dia tampak seperti orang demam. "Saya bisa membuat benda-benda bergerak tanpa menyentuhnya. Saya bisa membuat binatang-binatang melakukan apa yang saya ingin mereka lakukan, tanpa melatih mereka. Saya bisa membuat hal-hal buruk terjadi pada orang-orang yang menjengkelkan saya. Saya bisa membuat mereka celaka kalau saya mau."
Kakinya gemetar. Dia terhuyung ke depan dan duduk di tempat tidur lagi, memandang tangannya, kepalanya menunduk seakan sedang berdoa.
"Saya tahu saya berbeda, bisiknya kepada jari-jarinya yang gemetar. "Saya tahu saya istimewa. Dan dulu saya tahu ada sesuatu."
"Kau benar," kata Dumbledore, yang tak lagi tersenyum, melainkan mengawasi Riddle dengan sungguh-sungguh, "Kau penyihir."
Riddle mengangkat kepalanya. Wajahnya bertransfigurasi: ada kebahagiaan liar di wajah itu, namun entah kenapa itu tidak membuatnya semakin tampan; sebaliknya malah, roman mukanya yang tampan tampak lebih kasar, ekspresinya nyaris seperti binatang.
"Apakah Anda juga penyihir""
"Ya." "Buktikan," kata Riddle segera, dengan nada memerintah yang sama seperti yang digunakannya ketika dia berkata "katakan yang sebenarnya".
Dumbledore mengangkat alis.
"Jika, seperti yang kuperkirakan, kau menerima tempatmu di Hogwarts-"
"Tentu saja saya terima!"
"Kalau begitu kau akan menyapaku dengan sebutan 'Profesor' atau 'Sir'."
Ekspresi Riddle mengeras sekilas sebelum dia berkata, dalam suara sopan yang hampir tak bisa dikenali, "Saya minta maaf, Sir. Maksud saya tadi-tolong, Profesor, bisakah Anda memperlihatkan kepada saya""
Harry yakin bahwa Dumbledore akan menolak, bahwa dia akan memberitahu Riddle masih banyak waktu untuk demonstrasi praktek di Hogwarts, bahwa mereka saat itu dalam gedung yang penuh Muggle, dan karenanya harus berhati-hati. Betapa herannya Harry, ketika Dumbledore mencabut tongkat sihirnya dari saku dalam jasnya, mengacungkannya ke lemari kusam di sudut dan menjentik santai tongkat itu.
Lemari langsung berkobar terbakar.
Riddle melompat bangun. Harry hampir tak bisa menyalahkannya berteriak-teriak dalam shock dan kemarahan. Semua barang duniawinya pastilah di dalam lemari itu. Namun, baru saja Riddle maju untuk menyerang Dumbledore, lidah api sudah lenyap, meninggalkan lemari itu sama sekali tak bercacat.
Riddle memandang lemari, lalu Dumbledore. Kemudian, ekspresinya tamak, dia menunjuk ke tongkat sihir.
"Di mana saya bisa mendapatkan tongkat seperti itu""
"Semuanya pada waktunya," kata Dumbledore. "Ku rasa ada yang ingin keluar dari lemarimu."
Dan betul saja, bunyi g emeretak samar terdengar dari dalam lemari. Untuk pertama kalinya, Riddle tampak ketakutan.
"Buka pintunya," kata Dumbledore.
Riddle bimbang, menyeberang ruangan dan membuka pintu lemarinya. Di rak paling atas, di atas sederet pakaian lusuh, sebuah kotak kardus kecil berguncang dan bergemeretak seolah ada beberapa tikus panik yang terperangkap di dalamnya.
"Keluarkan," kata Dumbledore.
Riddle menurunkan kotak yang bergetar itu. Dia tampak terkesima.
"Apakah dalam kotak itu ada sesuatu yang seharusnya tidak kaumiliki"" tanya Dumbledore.
Riddle melempar pandang lama, tajam, dan penuh pertimbangan ke arah Dumbledore. "Ya, saya rasa begitu, Sir," katanya akhirnya, dengan suara tanpa ekspresi. "Bukalah," kata Dumbledore.
Riddle membuka tutupnya dan menuang isinya ke tempat tidurnya tanpa memandangnya. Harry, yang sudah mengharap sesuatu yang lebih seru, melihat sekumpulan barang kecil sehari-hari; di antaranya ada yo-yo, bidal perak, dan harmonika berkarat. Begitu bebas dari kungkungan kotaknya, barang-barang itu berhenti bergetar dan tergeletak diam di atas selimut tipis.
"Kau akan mengembalikan barang-barang itu kepada pemiliknya disertai ucapan maafmu," kata Dumbledore kalem, mengembalikan tongkat sihir ke dalam jasnya. "Aku akan tahu apakah itu sudah dilaksanakan. Dan ketahuilah pencurian tidak bisa ditoleransi di Hogwarts."
Riddle sama sekali tidak kelihatan malu; dia masih memandang Dumbledore dengan dingin dan menilai. Akhirnya dia berkata dengan suara datar, "Ya, Sir."
"Di Hogwarts," Dumbledore melanjutkan, "kami tidak hanya mengajarimu menggunakan sihir, tetapi juga mengontrolnya. Selama ini kau -- dengan kurang hati-hati, aku yakin telah menggunakan kemampuanmu dalam cara yang tidak diajarkan ataupun ditoleransi di sekolah kami. Kau bukan yang pertama, ataupun yang terakhir, yang membiarkan sihirmu merajalela. Tetapi kau harus tahu bahwa Hogwarts bisa mengeluarkan murid, dan Kementerian Sihir-ya, ada Kementerian-akan menghukum pelanggar hukum dengan lebih berat lagi. Semua
penyihir baru harus menerima itu, dengan memasuki dunia kami, mereka mematuhi undang-undang kami."
"Ya, Sir," kata Riddle lagi.
Tak mungkin menafsirkan apa yang dipikirkan Riddle, wajahnya hampa ketika dia mengembalikan barang-barang curiannya ke dalam kotak kardusnya.
Setelah selesai dia berpaling kepada Dumbledore dan berkata tanpa basa-basi, "Saya tidak punya uang."
"Itu dengan mudah bisa diatasi," kata Dumbledore, mengeluarkan kantong uang kulit dari dalam sakunya. "Ada dana di Hogwarts bagi mereka yang membutuhkan bantuan untuk membeli buku-buku dan jubah. Kau mungkin harus membeli beberapa buku sihirmu dan barang-barang lain di toko barang bekas, tapi-"
"Di mana kita bisa membeli buku sihir bekas," sela Riddle, yang telah mengambil kantong-uang yang berat tanpa berterima kasih kepada Dumbledore dan sekarang sedang mengamati Galleon emas yang tebal.
"Di Diagon Alley" kata Dumbledore. "Aku membawa daftar buku-buku dan peralatan sekolahmu. Aku bisa membantumu mendapatkan semuanya-"
"Anda akan mengantar saya"" tanya Riddle, mendongak.
"Tentu, jika kau-"
"Saya tidak memerlukan Anda" kata Riddle. "Saya sudah biasa melakukan apa-apa sendiri. Saya setiap kali berkeliling London sendirian. Bagaimana kita bisa ke Diagen Alley Sir"" dia menambahkan, beradu pandang dengan Dumbledore.
Harry menyangka Dumbledore akan berkeras menemani Riddle, namun sekali lagi tercengang. Dumbledore menyerahkan ke kepada Riddle amplop berisi daftar peralatannya, dan, setelah memberitahu Riddle bagaimana
persisnya pergi ke Leaky Cauldron dari panti asuhan, dia berkata, "Kau akan bisa melihatnya, meskipun Muggle di sekitarmu tidak. Muggle adalah orang-orang non-penyihir. Carilah Tom si pelayan bar -- gampang diingat, karena namanya sama dengan namamu."
Riddle mengedik dongkol, seakan berusaha mengusir lalat menjengkelkan.
"Kau tidak menyukai nama 'Tom'""
"Ada banyak Tom," gumam Riddle. Kemudian, seolah dia tak bisa menahan diri, seakan pertanyaan itu muncul begitu saja,dari dalam dirinya, dia bertanya, "Apakah ayah saya penyihir" Namanya Tom Riddle juga, begitu kata mere
ka." "Sayang sekali aku tak tahu," jawab Dumbledore, suaranya lembut.
"Ibu saya tak mungkin penyihir, kalau tidak dia tak akan mati," kata Riddle, lebih kepada diri sendiri daripada kepada Dumbledore. "Pastilah ayah saya yang penyihir. Jad kalau saya sudah mendapatkan semua barang yang diperlukan kapan saya datang di Hogwarts ini""
"Semua keterangan ada di lembar kedua perkamen dalam amplopmu," kata Dumbledore. "Kau akan berangkat dari Stasiun King's Cross pada tanggal satu September. Ada tiket kereta juga di dalam situ."
Riddle mengangguk. Dumbledore bangkit dan mengulurkan tangannya lagi. Menjabat tangan Dumbledore, Riddle berkata, "Saya bisa bicara dengan ular. Saya tahu itu ketika kami berwisata ke pedesaan ular-ular mencari saya, mereka berbisik kepada saya. Apakah itu normal bagi penyihir""
"Itu luar biasa," kata Dumbledore setelah ragu-ragu sesaat, "tapi bukan belum pernah terjadi."
Nadanya biasa namun matanya bergerak ingin tahu dari wajah Riddle. Mereka berdiri sesaat, pria dewasa dan anak
laki-laki, saling pandang. Kemudian jabatan tangan terputus, Dumbledore tiba di pintu.
"Selamat tinggal, Tom. Sampai ketemu di Hogwarts."
"Kurasa itu cukup," kata Dumbledore berambut putih di sebelah Harry, dan beberapa detik kemudian mereka melayang ringan menembus kegelapan sekali lagi, sebelum mendarat di kantor Dumbledore yang sekarang.
"Duduklah," kata Dumbledore, mendarat di sebelah Harry.
Harry mematuhinya, benaknya masih dipenuhi apa yang baru saja dilihatnya.
"Dia memercayainya lebih cepat daripada saya maksud saya, ketika Anda memberitahunya dia penyihir," kata Harry. "Saya awalnya tidak memercayai Hagrid, ketika dia memberitahu saya."
"Ya, Riddle siap memercayai bahwa dia menggunakan kata-katanya sendiri 'istimewa'" kata Dumbledore.
"Apakah Anda tahu waktu itu"" tanya Harry.
"Apakah aku tahu bahwa aku baru saja bertemu penyihir Hitam paling berbahaya sepanjang masa"" kata Dumbledore. "Tidak, aku sama sekali tak tahu bahwa dia akan menjadi seperti ini. Meskipun demikian, dia jelas membangkitkan minatku. Aku kembali ke Hogwarts dengan niat akan mengawasinya, sesuatu yang memang harus kulakukan, mengingat dia sendirian dan tidak punya teman. Tetapi waktu itu pun aku sudah merasa harus mengawasinya demi keselamatan yang lain, selain dirinya sendiri."
"Kekuatan sihirnya, seperti yang kaudengar, berkembang dengan mengherankan untuk penyihir semuda itu yang paling menarik dan paling mengerikan dari semuanya dia sudah tahu bahwa dia bisa mengontrol kekuatannya, dan mulai menggunakannya dengan sadar. Seperti yang kau lihat, peristiwa-peristiwa yang terjadi bukanlah eksperimen tak
disengaja seperti yang khas terjadi pada penyihir-penyihir muda. Dia sudah menggunakan sihir terhadap orang lain, untuk menakut-nakuti, menghukum, mengontrol. Cerita kecil tentang kelinci yang tercekik dan anak lelaki dan perempuan yang dipikatnya ke dalam gua sangat jelas ... saya bisa mencelakai mereka kalau saya mau ... "
"Dan dia Parselmouth," Harry menambahkan.
"Ya, betul, kemampuan yang langka, dan biasanya dihubungkan dengan Ilmu Hitam, meskipun, seperti kita ketahui, ada juga Parselmouth di antara para penyihir besar dan baik. Sebetulnya, kemampuannya bicara dengan ular tidak membuatku terlalu kuatir. Yang membuatku lebih kuatir justru nalurinya yang jelas sekali, untuk melakukan kekejaman, berahasia, dan mendominasi.
"Waktu membodohi kita lagi," kata Dumbledore, menunjuk langit gelap di luar jendela. "Tetapi sebelum kita berpisah, aku ingin menarik perhatianmu pada beberapa fakta dalam adegan yang baru saja kita saksikan, karena fakta-fakta itu erat hubungannya dengan hal-hal yang akan kita bicarakan dalam pertemuan-pertemuan yang akan datang."
"Yang pertama, kuharap kau memperhatikan reaksi Riddle ketika aku menyebutkan bahwa ada orang lain yang nama depannya sama dengannya, 'Tom'""
Harry mengangguk. "Reaksinya memperlihatkan kejijikannya akan apa saja yang mengikatnya pada orang lain, apa saja yang membuatnya biasa. Bahkan waktu itu, dia sudah ingin berbeda, terpisah, terkenal. Dia melepas namanya, seperti kau tahu, beberapa tahun setel
ah percakapan itu dan menciptakan topeng 'Lord Voldemort'. Di balik topeng itulah dia telah bersembunyi selama ini."
"Aku yakin kau juga memperhatikan bahwa Tom Riddle sudah sangat mandiri, suka berahasia, dan tampaknya tak
punya teman" Dia tak menginginkan bantuan atau teman dalam perjalanannya ke Diagon Alley. Dia lebih suka beroperasi sendiri. Voldemort dewasa sama. Kau akan mendengar banyak Pelahap Maut-nya menyatakan bahwa mereka dipercaya oleh Voldemort, bahwa hanya merekalah yang dekat dengannya, bahkan memahaminya. Mereka teperdaya. Lord Voldemort tak pernah punya teman, dan kurasa dia memang tidak menginginkannya."
"Dan terakhir kuharap kau belum terlalu mengantuk untuk memperhatikan ini, Harry -- Tom Riddle muda senang mengoleksi trofi. Kau sudah melihat kotak berisi barang-barang curian yang disembunyikannya di kamarnya. Barang-barang itu diambilnya dari korban yang ditakut-takutinya, suvenir tindakan sihirnya yang tidak menyenangkan, bisa kau sebut begitu. Ingatlah kecenderungannya yang seperti burung namdur ini, karena ini akan penting sekali kelak."
"Dan sekarang, betul-betul sudah waktunya tidur."
Harry bangkit berdiri. Ketika dia menyeberangi ruangan, matanya memandang meja kecil tempat cincin Marvolo Gaunt terletak kali yang lalu. Cincin itu sudah tak ada di sana.
"Ya, Harry"" kata Dumbledore, karena Harry berhenti melangkah.
"Cincinnya tidak ada," kata Harry, berpaling. "Tapi saya pikir Anda mungkin punya harmonikanya atau yang lain.",
Dumbledore berseri-seri, memandangnya dari atas kacamata bulan-separonya.
"Sangat cerdik, Harry, tetapi harmonika itu hanyalah harmonika."
Dan dengan kata-kata membingungkan ini dia melambai kepada Harry, yang mengerti bahwa dia di suruh pergi.
14. FELIX FELICIS Pelajaran pertama Harry esok paginya adalah Herbologi. Dia tak bisa menceritakan kepada Ron dan Hermione tentang pelajarannya dengan Dumbledore sewaktu sarapan karena takut ada yang mendengar, namun dia bercerita ketika mereka berjalan menyeberangi kebun sayur menuju rumah-rumah kaca. Angin brutal selama akhir minggu akhirnya reda, kabut aneh telah kembali dan mereka perlu waktu sedikit lebih lama daripada biasanya untuk menemukan rumah kaca yang benar.
"Wow, mengerikan, Kau-Tahu-Siapa waktu masih anak-anak," kata Ron pelan, ketika mereka mengambil tempat di sekeliling salah satu batang Snargaluff berbonggol yang merupakan proyek mereka semester itu, dan mulai memakai sarung tangan pelindung.
"Tapi aku masih tak mengerti kenapa Dumbledore memperlihatkan semua ini kepadamu. Maksudku, memang sih menarik, tapi apa tujuannya""
"Entahlah," kata Harry, memakai karet pelindung
"Tapi dia bilang semuanya penting dan akan membantuku bertahan."
"Menurutku itu menarik sekali," kata Hermione bergairah. "Masuk akal mengetahui sebanyak mungkin tentang Voldemort. Bagaimana lagi kau bisa mengetahui kelemahannya""
"Jadi, bagaimana pesta terakhir Slughorn"" Harry bertanya kurang jelas terhalang pelindung gigi.
"Oh, cukup menyenangkan sebetulnya," kata Hermione, sekarang memakai kacamata pelindung. "Maksudku, dia
banyak ngoceh tentang mantan-mantan murid yang tersohor, dan dia benar-benar menjilat McLaggen karena dia banyak punya koneksi, tapi dia memberi kami makanan yang benar-benar enak dan dia memperkenalkan kami kepada Gwenog Jones."
"Gwenog Jones"" kata Ron, matanya melebar di balik kacamata pelindungnya. "Gwenog Jones yang itu" Kapten Holyhead Harpies""
"Betul," kata Hermione. "Menurutku sih Jones agak memuja diri sendiri, tapi-"
"Cukup sudah obrolan di sana!" kata Profesor Sprout tegas, mendatangi mereka dan tampak galak. "Kalian ketinggalan, yang lain semua sudah mulai dan Neville sudah berhasil mendapatkan polong pertamanya!"
Mereka berpaling. Betul saja, Neville duduk dengan bibir berdarah dan beberapa cakaran parah di salah satu pipinya, namun memegang benda menjijikkan berwarna hijau dan berdenyut, seukuran buah anggur.
"Oke, Profesor, kami mulai sekarang!" kata Ron. Lalu menambahkan pelan setelah Profesor Sprout berbalik lagi, "Mestinya pakai Mufliato, Harry."
"Tidak, tidak boleh!" kata Hermione segera, seperti bias
anya tampak gusar teringat Pangeran Berdarah Campuran dan mantra-mantranya. "Nah, ayo ... sebaiknya kita mulai ... "
Hermione memandang cemas mereka berdua. Mereka bertiga menarik napas dalam-dalam dan kemudian menyerbu batang berbonggol di depan mereka.
Batang itu langsung hidup; sulur-sulur panjang berduri seperti belukar menjulur-julur dari bagian atasnya dan melecut-lecut di udara. Satu sulur membelit rambut Hermione dan Ron memukulnya mundur dengan gunting tanaman. Harry berhasil menangkap beberapa sulur dan mengikatnya
bersama-sama. Sebuah lubang terbuka di tengah-tengah dahan yang seperti tentakel. Hermione memasukkan lengannya dengan berani ke dalam lubang ini, yang langsung menutup seperti perangkap di sekitar sikunya. Harry dan Ron menarik dan merenggut sulur-sulur itu, memaksa lubang itu membuka lagi dan Hermione menarik keluar tangannya, jari-jarinya menggenggam polong seperti polong Neville. Dalam sekejap sulur-sulur itu meluncur lagi ke dalam dan batang berbonggol itu kembali tampak seperti sepotong kayu tak berbahaya.
"Kalian tahu, aku tak mau menanam ini di kebunku kalau aku punya rumah sendiri nanti," kata Ron mendorong kacamata pelindungnya ke atas kepala dan menyeka keringat dari wajahnya.
"Ambilkan mangkuk," kata Hermione, memegang polong berdenyut itu di tangannya yang terjulur. Harry mengangsurkan mangkuk dan Hermione menjatuhkan polong ke dalamnya dengan wajah jijik.
"Jangan gampang jijik, langsung pencet, paling baik kalau mereka masih segar!" seru Profesor Sprout.
"Ngomong-ngomong, kata Hermione, melanjutkan obrolan mereka yang terputus, seolah tak ada sepotong kayu yang baru saja menyerang mereka, "Slughorn akan mengadakan pesta Natal, Harry, dan tak ada jalan kau bisa menghindari pesta ini, karena dia memintaku mengecek malam-malammu yang bebas, supaya dia bisa mengadakan pestanya pada malam yang kau pasti bisa datang."
Harry mengeluh. Ron, sementara itu, yang sedang berusaha memencet polong di dalam mangkuk dengan menekankan kedua tangannya, berdiri dan memencet sekuat tenaga, berkata marah, "Dan ini pesta lain yang hanya untuk murid-murid favorit Slughorn, kan""
"Hanya untuk Klub Slug, ya," kata Hermione.
Polong melesat dari bawah jari-jari Ron dan menghantam langit-langit rumah kaca, lalu terpental ke belakang kepala Profesor Sprout, menjatuhkan topi tuanya yang bertambal-tambal. Harry pergi mengambil polong itu. Sewaktu dia kembali, Hermione sedang berkata, "Dengar, bukan aku yang menciptakan nama 'Klub Slug'"
"'Klub Slug'," Ron mengulang dengan seringai yang sama sangarnya dengan seringai Malfoy. "Kasihan deh. Yah, kuharap kau menikmati pestamu. kau tidak berusaha jadian dengan McLaggen, jadi Slughorn bisa meresmikan kalian sebagai Raja jadi Ratu Siput"
"Kami diizinkan membawa teman," kata Hermione, yang entah kenapa wajahnya berubah merah pada,, "dan aku tadinya akan mengajakmu, tapi kalau kau berpendapat pestanya sekonyol itu, buat aku repot-repot!"
Harry mendadak berharap polongnya terbang sedikit lebih jauh, sehingga dia tak perlu duduk di sana bersama mereka berdua. Kehadiranya tak disadari, dai menarik mangkuk yang berisi polong dan berusaha membukanya dengan cara-cara yang paling bising dan paling energik yang bisa dipikirkannya. Sayangnya, dia masih bisa mendengar setiap kata dari percakapan mereka.
"Kau akan mengajakku"" tanya Ron, suaranya berubah
total. "Ya," jawab Hermione berang. "Tapi kalau kau lebih suka aku jadian dengan McLaggen ... "
Mereka diam sejenak sementara Harry terus memukuli polong dengan sekop.
"Tidak," kata Ron, dengan suara amat pelan.
Pukulan Harry meleset, memukul mangkuk alih-alih polong, dan mangkuknya pecah berkeping-keping.
"Reparo" katanya buru-buru, menyentuh pecahannya dengan tongkat sihirnya, dan mangkuk itu utuh lagi. Namun bunyi mangkuk pecah itu rupanya meyadarkan Ron dan Hermione akan kehadiran Harry.
Hermione tampak salah tingkah dan segera sibuk membuka-buka bukunya Pohon-Pohon Pemakan-Daging di Dunia untuk mencari cara yang benar memeras polong Snargaluff. Ron, sebaliknya, tampak malu-malu tapi juga agak berpuas diri.
"Berikan padaku, Harry
," kata Hermione buru-buru, "katanya kita disuruh menusuknya dengan sesuatu yang tajam
ll Harry menyerahkan polong dalam mangkuk kepada Hermione, dia dan Ron kembali menarik kacamata pelindung menutupi mata mereka dan sekali lagi menyerbu batang pohon berbonggol itu.
Dia sih sebetulnya tidak benar-benar terkejut, pikir Harry, sementara dia berkutat dengan sulur berduri yang berniat mencekiknya. Dia sudah. punya dugaan ini akan terjadi cepat atau lambat. Namun dia tak yakin bagaimana perasaannya tentang ini, dia dan Cho sekarang terlalu malu untuk saling pandang, apalagi untuk saling bicara. Bagaimana kalau Ron dan Hermione mulai pacaran, lalu putus" Bisakah persahabatan mereka bertahan" Harry teringat beberapa minggu ketika mereka saling mendiamkan waktu mereka kelas tiga; dia tidak menikmati berusaha menjembatani jarak di antara mereka. Dan kemudian, bagaimana jika mereka tidak putus" Bagaimana jika mereka menjadi seperti Bill dan Fleur, dan berada bersama mereka membuatnya menjadi sangat salah tingkah, sehingga untuk selamanya dia tersingkir"
"Kena!" teriak Ron, menarik polong kedua dari dalam batang, tepat ketika Hermione berhasil membuka polong yang pertama, sehingga mangkuk sekarang pebuh akar umbi yang menggeliat-geliat seperti cacing hijau pucat.
Sisa pelajaran berlangsung tanpa mereka menyebut-nyebut lagi pesta Slughorn. Meskipun Harry mengamati kedua sahabatnya dengan lebih teliti selama beberapa hari berikutnya, Ron dan Hermione tidak tampak berbeda kecuali bahwa mereka sedikit lebih sopan daripada biasanya terhadap masing-masing. Harry menganggap dia tinggal menunggu apa yang akan terjadi di bawah pengaruh Butterbeer dalam ruang Slughorn yang berlampu remang-remang pada malam pesta nanti. Untuk sementara ini, dia punya kecemasan yang lebih mendesak.
Katie masih dirawat di Rumah Sakit St Mungo tanpa prospek akan pulang, yang berarti bahwa tim Gryffindor yang menjanjikan, yang telah dilatih Harry dengan cermat sejak bulan Desember, kekurangan satu Chaser. Dia terus-menerus menunda mencari pengganti Katie dengan harapan dia akan pulang, namun pertandingan pembuka mereka melawan Slytherin sudah akan berlangsung dan akhirnya dia harus menerima kenyataan bahwa Katie tak akan pulang pada waktunya untuk bermain.
Harry merasa dia tak akan tahan menghadapi uji coba terbuka lagi. Dengan perasaan tertekan yang nyaris tak ada hubungannya dengan Quidditch, dia mendekati Dean Thomas sesudah pelajaran Transfigurasi pada suatu hari. Sebagian besar anak-anak sudah pergi, meskipun beberapa burung kuning yang berkicau masih berputar-putar dalam ruangan, semua ciptaan Hermione, tak ada anak lain yang berhasil menyulap bahkan sehelai bulu pun dari udara kosong.
"Apakah kau masih berminat bermain sebagai Chaser""
"Ap-" Yeah, tentu saja!" kata Dean bersemangat. Lewat atas bahu Dean, Harry melihat Seamus Finnigan menjejalkan buku-bukunya ke dalam tas, tampangnya masam. Salah satu alasan kenapa Harry sebetulnya lebih suka tidak meminta Dean bermain adalah karena dia tahu Seamus tidak akan suka. Sebaliknya, Harry harus melakukan apa yang terbaik
bagi tim, dan Dean terbang mengalahkan Seamus dalam uji coba.
"Nah, kalau begitu kau masuk tim," kata Harry. "Ada latihan malam ini, jam tujuh."
"Baik" kata Dean. "Trims, Harry! Wah, aku sudah tak sabar mau memberitahu Ginny!"
Dia berlari keluar ruangan, meninggalkan Harry dan Seamus berdua saja, saat tidak menyenangkan yang tidak menjadi lebih enak ketika ada kotoran burung mendarat di kepala Seamus, selagi salah satu kenari Hermione meluncur di atas mereka.
Seamus bukan satu-satunya yang tidak puas atas pilihan pengganti Katie. Ada banyak kasak-kusuk dalam ruang rekreasi tentang fakta bahwa Harry sekarang telah memilih dua teman sekelasnya sebagai anggota tim. Berhubung Harry sudah menerima kasak-kusuk yang lebih buruk daripada ini dalam kariernya di sekolah, dia tidak begitu terganggu, namun tetap saja tekanan untuk memenangkan pertandingan yang akan datang melawan Slytherin semakin besar. Jika Gryffindor menang, Harry tahu seluruh asrama akan bersumpah bahwa mereka telah mengkritiknya dan
bersumpah bahwa mereka dari awal sudah tahu tim itu tim hebat. Jika mereka kalah ... yah, harry membatin kecut, dia toh sudah pernah menderita kasak-kusuk yang lebih parah.
Harry tak punya alasan menyesali pilihannya begitu dia melihat Dean terbang malam itu. Dean bekerja sama baik dengan Ginny dan Demelza. Kedua Beater, Peakes dan Coote, semakin lama semakin baik. Satu-satunya masalah hanyalah Ron.
Harry sudah tahu Ron pemain tidak konsisten yang gampang senewen dan kurang percaya diri, dan celakanya, prospek pertandingan pembukaan untuk musim ini yang semakin mendekat membuat semua rasa tidak amannya
keluar. Setelah kebobolan setengah lusin gol, sebagian besar dicetak oleh Ginny, teknik Ron semakin lama semakin liar, sampai akhirnya dia meninju Demelza yang terbang mendekat pada mulutnya.
"Itu kecelakaan, sori, Demelza, aku benar-benar minta maaf!" Ron berteriak di belakang Demelza yang terbang zig-zag turun ke tanah, darah bercucuran di mana-mana. "Aku hanya-"
"Panik," kata Ginny marah, mendarat di sebelah Demelza dan memeriksa bibirnya yang rata. "Dasar bego, kau, Ron, lihat keadaannya!"
"Aku bisa membetulkannya," kata Harry, mendarat di sebelah kedua gadis itu, mengarahkan tongkat sihirnya ke mulut Demelza dan berkata "Episkey". "Dan, Ginny, jangan membego-begokan Ron, kau bukan kapten tim ini-"
"Nah, kau tampaknya terlalu sibuk untuk membegobegokan dia dan menurutku harus ada yang mengatakannya-"
Harry memaksa diri agar tidak tertawa.
"Naik lagi, semua, kita mulai lagi ... "
Secara keseluruhan itu latihan mereka yang terburuk sepanjang semester ini, meskipun demikian Harry berpendapat tidaklah bijaksana menerapkan kejujuran adalah yang terbaik, mengingat waktu pertandingan sudah begini dekat.
"Kerja bagus, kawan-kawan, kurasa kita akan menggilas Slytherin," dia berkata cerah, dan para Chaser dan Beater meninggalkan ruang ganti dengan wajah cukup cerah.
"Aku bermain seperti sekarung kotoran naga," kata Ron dengan suara hampa, ketika pintu sudah menutup di belakang Ginny.
"Tidak," kata Harry tegas. "Kau Keeper terbaik yang kuujicoba, Ron. Satu-satunya masalahmu adalah senewen."
Harry terus memberikan semangat sepanjang perjalanan pulang ke kastil, dan saat mereka tiba di lantai dua Ron sudah tampak sedikit lebih ceria. Namun, ketika Harry mendorong permadani hias untuk mengambil jalan pintas menuju Menara Gryffindor, ternyata mereka melihat Dean dan Ginny, yang sedang berpelukan erat dan berciuman mesra, seakan direkat dengan lem.
Rasanya ada sesuatu yang besar dan bersisik mendadak hidup dalam perut, Harry, mencakari organ-organ dalamnya: darah panas seakan mengaliri otaknya, sehingga semua pikiran dipadamkan, digantikan keinginan liar untuk mengutuk Dean menjadi agar-agar. Bergulat dengan kegilaan mendadak ini, dia mendengar suara Ron seakan dari tempat yang sangat jauh.
"Oi!" Dean dan Ginny memisahkan diri dan menoleh. "Apa"", kata Ginny.
"Aku tak mau menemukan adikku ciuman di depan umum!"
"Ini koridor kosong sebelum kalian muncul mengganggu" kata Ginny.
Dean tampak malu. Dia nyengir salah tingkah kepada Harry, namun Harry tidak membalas, karena monster yang baru lahir dalam dirinya meraung agar Dean langsung dikeluarkan dari tim.
"Er ... yuk, Ginny," ajak Dean, "kita kembali ke ruang rekreasi ... "
"Kau duluan!" kata Ginny. "Aku mau bicara dengan kakakku tersayang!"
Dean pergi, kelihatannya dia tidak menyesal meninggalkan situasi itu.
"Baik," kata Ginny, menyibak rambut merahnya yang panjang dari wajahnya dan memelototi Ron, "kita luruskan ini supaya jelas. Bukan urusanmu dengan siapa aku berkencan atau apa yang kulakukan dengan mereka, Ron-" N
"Yeah, itu urusanku!" sanggah Ron, sama marahnya. "Kaupikir aku mau orang-orang mengatakan adikku adalah-"
"Adaian apa: teriak Ginny, mencabut tongkat sihirnya. "Adalah apa tepatnya""
"Dia tidak bermaksud apa-apa, Ginny-" kata Harry otomatis, meskipun monsternya meraungkan persetujuannya atas kata-kata Ron.
"Oh ya, dia mengata-ngataiku" kata Ginny, menjadi panas terhadap Harry. "Hanya karena dia belum pernah berciuman dengan siapa pun seumur hidupnya, hanya karena cium
an terbaik yang pernah diterimanya adalah ciuman dari bibi kami Muriel-"
"Tutup mulutmu!" bentak Ron, langsung merah padam tanpa melewati merah dulu.
"Tidak, aku tak mau tutup mulut!" teriak Ginny, tak dapat menguasai diri. "Aku sudah melihatmu dengan Dahak, berharap dia akan mencium pipimu setiap kali kau bertemu dengannya. Kasihan deh, kau! Jika kau sendiri kencan dan ciuman, kau tak akan begitu keberatan orang lain melakukannya!"
Ron telah mencabut tongkat sihirnya juga; Harry dengan cepat melangkah di antara mereka.
"Kau tak tahu apa yang kaubicarakan!" raung Ron, berusaha menyerang Ginny melewati Harry, yang sekarang berdiri di depan Ginny dengan tangan terentang. "Hanya karena aku tidak melakukannya di depan umum-!"
Ginny tertawa mengejek, berusaha menyingkirkan Harry.
"Habis nyiumin Pigwidgeon, ya" Atau kau menyimpan foto Bibi Muriel di bawah bantalmu""
"Kau-" Kilatan cahaya jingga meluncur dari bawah lengan kiri Harry dan nyaris saja mengenai Ginny, hanya meleset beberapa senti. Harry mendorong Ron ke dinding.
"Jangan bodoh-"
"Harry mencium Cho Chang!" teriak Ginny, yang sekarang kedengarannya hampir menangis. "Dan Hermione mencium Viktor Krum, hanya kau yang bersikap seakan ciuman itu sesuatu yang menjijikkan, Ron, dan itu karena pengalamanmu sama banyaknya dengan anak dua belas tahun!"
Usai berkata begitu, Ginny pergi. Harry cepat-cepat melepaskan Ron. Tampang Ron seperti orang yang siap membunuh. Mereka berdua berdiri di sana, bernapas berat, sampai Mrs Norris, kucing Filch, muncul dari belokan, memecah ketegangan.
"Ayo," ajak Harry, ketika bunyi kaki Filch yang diseret mencapai telinga mereka.
Mereka bergegas menaiki tangga dan berjalan sepanjang koridor lantai tujuh. "Oi, minggir!" bentak Ron pada seorang anak perempuan kecil yang terlonjak ketakutan dan menjatuhkan sebotol telur katak.
Harry hampir tak menyadari bunyi botol yang pecah. Dia merasa bingung, pusing; tersambar petir pastilah begini rasanya. Ini hanya karena dia adik Ron, dia memberitahu diri sendiri. Kau tidak suka melihatnya mencium Dean hanya karena dia adik Ron.
Namun tanpa bisa dicegah muncullah dalam benaknya bayangan koridor kosong yang sama, dengan dirinya yang
mencium Ginny ... monster di dalam dadanya mendengkur senang ... tetapi kemudian dilihatnya Ron menarik terbuka permadani hias dan mengacungkan tongkat sihirnya kepada Harry, meneriakkan tuduhan-tuduhan seperti "pelanggaran kepercayaan" ... "katanya kau temanku" ...
"Menurutmu Hermione benar mencium Krum"" Ron bertanya tiba-tiba, ketika mereka sudah dekat si Nyonya Gemuk. Harry tersentak dan merasa bersalah. Direnggutkannya khayalannya menjauh dari koridor yang tak didatangi Ron yang mengganggu, koridor tempat dia dan Ginny hanya berdua saja
"Apa"" tanyanya bingung. "Oh ... er ... "
Jawaban yang jujur adalah "ya", tetapi dia tak ingin memberikannya. Meskipun demikian Ron rupanya menyimpulkan yang terburuk dari ekspresi di wajah Harry.
"Dilligrout," katanya muram kepada si Nyonya Gemuk, dan mereka memanjat masuk melalui lubang lukisan ke dalam ruang rekreasi.
Tak seorang pun dari mereka menyebut-nyebut Ginny atau Hermione lagi. Malah, mereka nyaris tak saling bicara malam itu dan pergi tidur dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Lama Harry berbaring tak bisa tidur, memandang langit-langit kelambu tempat tidurnya dan berusaha meyakinkan diri bahwa perasaannya terhadap Ginny sepenuhnya perasaan kakak terhadap adiknya. Bukankah mereka hidup bersama seperti kakak dan adik sepanjang musim panas, bermain Quidditch, menggoda Ron, dan menertawakan Bill dan Dahak" Dia sudah mengenal Ginny selama beberapa tahun sekarang ... wajar kalau dia merasa protektif ... wajar kalau dia ingin menjaganya ... ingin mencabik-cabik Dean karena menciumnya ... tidak ... dia harus mengontrol perasaan kakak-adik khusus yang ini ... Ron mendengkur.
Dia adik Ron, Harry menegur dirinya dengan tegas. Adik Ron. Dia terlarang. Dia tak mau mempertaruhkan persahabatannya dengan Ron demi apa pun. Dia meninju bantalnya ke bentuk yang lebih nyaman dan menunggu datangnya kantuk, berusaha keras t
idak membiarkan pikirannya melayang ke dekat-dekat Ginny.
Harry terbangun keesokan harinya merasa agak linglung dan bingung gara-gara tidurnya diganggu sederet impian dan dalam mimpinya dia dikejar-kejar Ron yang membawa pemukul Beater, namun tengah harinya dia dengan senang hati menukar Ron dalam impiannya dengan Ron yang sebenarnya, yang tidak hanya mendiamkan Ginny dan Dean, namun juga memperlakukan Hermione yang sakit hati dan bingung dengan sikap tak peduli yang dingin dan mencemooh. Lebih-lebih lagi, dalam semalam Ron tampaknya berubah menjadi gampang tersinggung dan gampang marah seperti Skrewt Ujung-Meletup. Harry melewatkan hari itu berusaha mendamaikan Ron dan Hermione, namun sia-sia saja. Akhirnya Hermione pergi tidur dengan mendongkol dan Ron berjalan ke kamar anak laki-laki setelah menyumpah-nyumpah marah pada beberapa anak kelas satu yang ketakutan, hanya karena anak-anak itu memandangnya.
Betapa kecewanya Harry, agresi baru Ron ini tidak mereda selama beberapa hari berikutnya. Yang lebih buruk lagi, kemampuannya sebagai Keeper juga mecuram, dan membuatnya semakin agresif, sehingga dalam latihan final Quidditch sebelum pertandingan pada hari Sabtu, dia gagal menangkap semua gol yang diarahkan Chaser kepadanya, namun rnembentak-bentak semua pemain lain terus-menerus, sampai Demelza Robins menangis.


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tutup mulut dan jangan ganggu dia!" teriak Peakes, yang tingginya cuma dua per tiga Ron, namun membawa pemukul yang berat.
"CUKUP!" bentak Harry, yang sudah melihat Ginny mendelik ke arah Ron, dan teringat reputasinya sebagai ahli Kutukan Kepak-Kelelawar. Harry meluncur mendekati mereka untuk menengahi sebelum situasi menjadi tak terkendali. "Peakzes, simpan Bludger-nya. Demelza, kuasai dirimu, kau bermain baik hari ini. Ron ... " dia menunggu sampai anggota tim yang lain sudah di luar jangkauan pendengaran sebelum mengatakannya, "kau sahabatku terkarib, tapi kalau kau terus memperlakukan anggota tim yang lain seperti tadi, aku akan mengeluarkanmu dari tim."
Sejenak dia benar-benar mengira Ron mungkin akan memukulnya, tetapi sesuatu yang jauh lebih buruk terjadi. Ron tampak merosot di atas sapunya, semua keinginan melawan tampaknya telah meninggalkan dirinya, dan dia berkata, "Aku mengundurkan diri, aku parah sekali."
"Kau tidak parah dan kau tidak mengundurkan diri!" kata Harry tegas, menyambar bagian depan jubah Ron. "Kau bisa menangkap apa saja kalau kau sedang oke, sakitmu ini mental, kaitannya dengan jiwa!"
"Kau mengataiku sakit jiwa"" "Yeah, mungkin begitu!"
Mereka saling melotot selama beberapa saat, kemudian Ron menggelengkan kepala dengan letih.
"Aku tahu kau tak punya waktu lagi untuk mencari Keeper lain, jadi aku akan bermain besok pagi, tapi kalau kita kalah, dan kita pasti kalah, aku akan mengeluarkan diri dari tim."
Apa pun yang dikatakan Harry tak membawa hasil. Harry berusaha membesarkan semangat Ron selama makan malam, tetapi Ron terlalu sibuk marah dan bermuka masam kepada Hermione sehingga tidak memperhatikannya. Harry melanjutkannya di ruang rekreasi, namun pernyataan tegasnya bahwa seluruh tim akan kecewa berat jika Ron mundur agak diruntuhkan oleh fakta bahwa para anggota tim yang lain duduk bergerombol di sudut yang jauh, jelas sedang
kasak-kusuk tentang Ron dan melempar pandang sebal ke arahnya. Akhirnya, Harry mencoba marah lagi dengan harapan bisa memprovokasi Ron agar bersikap menantang dan mudah-mudahan bertekad akan menyelamatkan gol, namun strategi ini sama tak berhasilnya seperti dorongan semangat. Ron pergi tidur dengan masih patah semangat dan tanpa harapan seperti sebelumnya.
Harry berbaring terjaga lama sekali dalam kegelapan. Dia tak ingin kalah dalam pertandingan besok. Bukan hanya ini pertama kalinya dia sebagai Kapten, namun dia bertekad mengalahkan Draco Malfoy dalam Quidditch, sekalipun dia belum bisa membuktikan kecurigaannya terhadap Draco. Tetapi, kalau Ron bermain seperti dalam beberapa kali latihan belakangan ini, kemungkinan mereka menang tipis sekali ...
Kalau saja ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk membuat Ron menguasai diri ... membuatnya bermain dalam kon
disi top ... sesuatu yang bisa memastikan bahwa besok hari yang benar-benar menyenangkan bagi Ron ...
Dan jawabannya datang mendadak kepada Harry dalam bentuk inspirasi yang gilang-gemilang.
Suasana sarapan meriah seperti biasanya esok paginya. Anak-anak Slytherin mendesis dan mem-buu keras-keras setiap ada anggota tim Gryffindor yang memasuki Aula Besar. Harry memandang sekilas langit-langit dan melihat langit yang cerah, biru pucat: pertanda yang baik.
Meja Gryffindor, yang seluruhnya berwarna merah dan emas, bersorak ketika Harry dan Ron datang. Harry nyengir dan melambai; Ron menyeringai lemah dan menggelengkan kepala.
"Bergembiralah, Ron!" seru Lavender. "Aku tahu kau pasti
hebat!" Ron tidak mengindahkannya.
"Teh"" Harry bertanya. "Kopi" Jus labu kuning""
"Apa saja," kata Ron murung, menggigit roti panggang dengan lesu.
Beberapa menit kemudian Hermione, yang sudah sangat bosan dengan sikap sangar Ron belakangan ini sehingga tidak turun sarapan bersama mereka, berhenti dalam perjalanan ke tempat duduknya.
"Bagaimana perasaan kalian berdua"" dia bertanya hati-hati, matanya menatap belakang kepala Ron.
"Baik," kata Harry, yang sedang berkonsentrasi mengulurkan segelas jus labu kuning kepada Ron, "Ini, Ron. Minumlah sampai habis."
Ron baru saja mengangkat gelasnya ke bibir ketika Hermione berkata tajam.
"Jangan minum itu, Ron!"
Baik Harry maupun Ron mengangkat muka menatapnya. "Kenapa tidak boleh"" tanya Ron.
Hermione sekarang menatap Harry seolah dia tidak memercayai matanya.
"Kau baru saja memasukkan sesuatu ke dalam minuman
itu." "Maaf"" kata Harry.
"Kau mendengarku. Aku tadi melihatmu. Kau menuang sesuatu ke dalam minuman Ron. Botolnya masih ada di tanganmu sekarang!"
"Aku tak tahu kau omong apa," kata Harry, buru-buru menyimpan kembali botol kecilnya ke dalam saku.
"Ron, kuperingatkan kau, jangan meminumnya!" Hermione berkata lagi, cemas, namun Ron mengambil gelasnya,
menghabiskannya dalam sekali teguk dan berkata, "Berhentilah memerintah-merintahku, Hermione."
Hermione tampak sangat tersinggung. Membungkuk rendah sehingga hanya Harry yang bisa mendengarnya dia mendesis, "Kau mestinya dikeluarkan karena itu. Aku tak percaya kau melakukan itu, Harry!"
"Dengar siapa yang bicara," Harry balas berbisik. "Membuat orang bingung lagi belakangan ini""
Hermione langsung meninggalkan mereka. Harry memandangnya pergi tanpa penyesalan. Hermione tak pernah benar-benar memahami betapa seriusnya urusan Quidditch. Dia kemudian berpaling, memandang Ron yang sedang mencecap-cecap bibirnya.
"Sudah hampir waktunya," kata Harry gembira.
Rumput yang bersalju berderik di bawah kaki mereka ketika mereka berjalan ke stadion.
"Untung sekali cuacanya sebagus ini, eh"" kata Harry kepada Ron.
"Yeah," kata Ron, yang pucat seperti orang sakit.
Ginny dan Demelza sudah memakai seragam Quidditch mereka dan menunggu di ruang ganti.
"Kondisinya tampak ideal," kata Ginny, mengabaikan Ron. "Dan coba tebak" Chaser Slytherin Vaisey kepalanya kena hantam Bludger kemarin waktu mereka latihan, dan sekarang masih sakit sehingga tak bisa bermain! Dan yang lebih bagus daripada itu Malfoy juga sakit!"
"Apa"" kata Harry, berputar di tempat untuk memandang Ginny. "Dia sakit" Kenapa dia""
"'Tahu deh, tapi kan bagus untuk kita," kata Ginny cerah. "Sebagai gantinya mereka memasang Harper; dia seangkatan denganku dan dia idiot."
Harry tersenyum samar, namun ketika dia memakai jubah merahnya, pikirannya jauh dari Quidditch. Malfoy sebelumnya pernah menyatakan dia tak bisa bermain karena luka, tetapi dalam kesempatan itu dia memastikan semua pertandingan dijadwalkan ulang ke waktu yang lebih cocok untuk Slytherin. Kenapa sekarang dia membiarkan orang lain menggantikannya" Apakah dia benar-benar sakit, atau cuma pura-pura saja""
"Mencurigakan, ya"" katanya pelan kepada Ron "Malfoy tidak ikut main""
"Beruntung, menurutku," kata Ron, tampak sedikit lebih bersemangat. "Dan Vaisey tidak main juga, dia pencetak gol terbaik mereka, tak kusangka hei ikatanya tiba-tiba, membeku dan berhenti setengah jalan memakai sarung tangan Keepernya dan menatap Harry.
"Apa"" "Aku ... kau ..." Ron telah memelankan suaranya, dia tampak takut sekaligus bergairah. "Minumanku ... jus labu kuningku ... kau tidak""
Harry mengangkat alisnya, namun tidak berkata apa-apa, kecuali, "Kita mulai kira-kira lima menit lagi, sebaiknya kaupakai botmu."
Mereka berjalan memasuki stadion disambut sorakan dan teriak "buu" yang gegap-gempita. Salah satu sisi stadion total berwarna merah dan emas; sisi lainnya lautan hijau dan perak. Anak-anak Hufflepuff dan Ravendaw ada yang berpihak ke Gryffindor, ada pula yang ke Slytherin. Di antara riuh-rendahnya teriakan dan tepukan, Harry bisa mendengar sayup-sayup raungan topi berkepala-singa Luna yang terkenal.
Harry melangkah ke Madam Hooch, wasit mereka, yang sudah siap melepas bola-bola dari dalam kotaknya.
"Kapten, jabat tangan," katanya, dan Harry merasa tangannya diremuk oleh kapten baru Slytherin, Urquhart. "Naik ke atas sapu kalian. Mulai pada tiupan peluit ... tiga ... dua ... satu ... "
peluit berbunyi, Harry dan yang lain menjejak keras-keras dari tanah yang membeku dan melesat ke angkasa.
Harry terbang mengitari stadion, mencari Snitch dan sebelah matanya mengawasi Harper, yang terbang zig-zag jauh di bawahnya. Kemudian suara yang berbeda daripada suara komentator yang biasanya menggelegar terdengar.
"Nah, mereka terbang, dan kurasa kita semua heran melihat tim yang dibentuk Potter tahun ini. Banyak yang tadinya mengira, melihat penampilan Ronald Weasley yang setengah-setengah sebagai Keeper tahun lalu, dia akan keluar dari tim, tapi tentu saja, persahabatan erat dengan si Kapten membantu ... "
Kata-kata ini disambut dengan teriakan cemooh dan aplaus dari pihak Slytherin. Harry menoleh menjulurkan leher dari atas sapunya untuk melihat ke podium komentator. Seorang anak laki-laki jangkung, kurus, berambut pirang, dengan hidung mencuat berdiri di sana, berbicara di depan megafon sihir menggantikan Lee Jordan. Harry mengenali Zacharias Smith, seorang pemain Hufflepuff yang sangat tidak disukainya.
"Oh, dan sekarang usaha pertama Slytherin untuk mencetak gol. Urquhart melesat menyeberangi lapangan dan-"
Perut Harry berjumpalitan.
"-Weasley menyelamatkan gawangnya, yah, kadang-kadang bisa saja dia beruntung, kurasa ... "
"Betul. Smith, memaniz bisa," gumam Harry, nyengir kepada diri sendiri, seraya menukik ke antara para Chaser
dengan pandangan terarah ke segala jurusan, mencari jejak Snitch yang sukar ditangkap.
Selewat setengah jam Gryffindor memimpin enam puluh lawan nol, Ron berhasil menyelamatkan gawangnya dengan tangkapan-tangkapan yang benar-benar spektakuler, beberapa bahkan dengan ujung jari sarung tangannya, dan Ginny mencetak empat dari enam gol Gryffindor. Ini secara efektif menghentikan ocehan Zacharias yang mempertanyakan keraskeras apakah kedua Weasley berada dalam tim hanya karena Harry menyukai mereka, dan dia berganti menyerang Peakes dan Coote.
"Tentu saja, sosok Coote tidak seperti sosok Beater pada umumnya," kata Zacharias sok, "mereka biasanya lebih
berotot " "Pukul Bludger ke arahnya!" seru Harry kepada Coote ketika dia meluncur melewatinya, tetapi Coote, nyengir lebar, memilih mengarahkan Bludger berikutnya kepada Harper, yang baru saja berpapasan dengan Harry, terbang ke arah yang berlawanan. Harry senang mendengar bunyi blug teredam yang berarti Bludger telah mengenai sasarannya.
Tampaknya seolah Gryffindor tak bisa berbuat salah. Lagi dan lagi mereka mencetak gol, dan lagi dan lagi, di ujung lapangan, Ron menyelamatkan gawang dengan santai. Dia malah tersenyum sekarang, dan ketika penonton menyambut tangkapan yang hebat dengan koor membahana lagu favorit Weasley Raja Kami, dia bersikap seperti raja yang membalas sambutan rakyatnya dari singgasananya yang tinggi.
"Mengira dia istimewa hari ini, rupanya," kata suara mencemooh, dan Harry nyaris terjungkal dari sapunya ketika Harper dengan sengaja menabraknya keras-keras. "Temanmu si darah-pengkhianat ... "
Madam Hooch memunggungi mereka, dan meskipun anak-anak Gryffindor di bawah berteriak-teriak marah, ketika
Madam Hooch berputar Harper sudah melesat pergi. Dengan bahu sakit, Harry meluncur mengejar
nya, bertekad akan membalas menabraknya ...
"Dan kurasa Seeker Slytherin Harper sudah melihat Snitch-nya!" kata Zacharias Smith lewat megafonnya. "Ya, dia jelas sudah melihat sesuatu yang tak dilihat Potter!"
Smith benar-benar idiot, pikir Harry, tidakkah dia melihat mereka bertabrakan" Tetapi detik berikutnya, hati Harry serasa mencelos jatuh dari langit Smith benar dan Harry keliru. Harper tidak asal saja melesat ke atas; dia telah melihat apa yang tidak dilihat Harry: Snitch meluncur tinggi di atas mereka, gemerlap berkilauan dilatari langit biru yang cerah.
Harry menambah kecepatan terbangnya; angin berkesiur di telinganya sehingga menenggelamkan semua suara, baik komentar Smith maupun teriakan penonton. Namun Harper tetap berada di depan, dan Gryffindor hanya unggul seratus angka. Jika Harper berhasil menangkapnya, Gryffindor akan kalah ... dan sekarang Harper tinggal beberapa meter dari Snitch, tangannya terjulur ...
"Oi, Harper!" teriak Harry putus asa. "Berapa banyak Malfoy membayarmu untuk menggantikannya""
Harry tak tahu apa yang membuatnya mengatakan itu, namun Harper terperanjat, dia geragapan menangkap Snitch, membiarkannya lolos lewat jari-jarinya dan meluncur melewatinya. Harry melesat menyongsong bola mungil yang sayapnya berkepak-kepak itu dan menangkapnya.
"YES!" Harry berteriak. Seraya berputar dia meluncur ke tanah, Snitch diangkat tinggi-tinggi di tangannya. Ketika penonton menyadari apa yang telah terjadi, teriakan gegap gempita menggelegar, nyaris menenggelamkan bunyi peluit yang menandakan pertandingan telah berakhir.
"Ginny, kau mau ke mana"" teriak Harry, yang terperangkap dalam pelukan di tengah udara dengan temanteman timnya, namun Ginny melesat melewati mereka sampai, dengan bunyi gemuruh, dia menabrak podium si komentator. Sementara penonton menjerit dan tertawa, tim Gryffindor mendarat dekat tumpukan serpihan kayu, di bawahnya Zacharias bergerak lemah. Harry mendengar Ginny berkata riang kepada Profesor McGonagall yang berang, "Lupa mengerem, Profesor, maaf."
Tertawa, Harry melepaskan diri dari anggota tim yang lain dan memeluk Ginny, namun cepat-cepat melepasnya lagi. Menghindari tatapannya, Harry ganti menepuk riang punggung Ron ketika, semua permusuhan terlupakan, tim Gryffindor meninggalkan lapangan bergandengan tangan, mengacungkan tinju ke udara, dan melambai kepada suporter mereka.
Suasana di ruang ganti pakaian sangat riang gembira.
"Pesta di ruang rekreasi, kata Seamus!" seru Dean kegirangan. "Ayo, Ginny, Demelza!"
Ron dan Harry adalah orang terakhir yang berada di ruang ganti. Mereka baru saja akan pergi, ketika Hermione masuk. Dia memilin-milin syal Gryffindor di tangannya dan tampak cemas, namun mantap.
"Aku mau bicara denganmu, Harry." Dia menarik napas dalam-dalam. "Kau mestinya tak boleh melakukannya. Kau sudah mendengar apa kata Slughorn, itu ilegal."
"Apa yang akan kaulakukan, melaporkan kami"" tuntut Ron.
"Apa sih yang kalian bicarakan"" tanya Harry, berbalik untuk menggantungkan jubahnya sehingga mereka berdua tak melihatnya nyengir.
"Kau tahu betul apa yang kami bicarakan!" kata Hermione nyaring. "Kau membubuhkan ramuan keberuntungan pada minuman Ron pada waktu sarapan! Felix Felicis!"
"Tidak!" kata Harry, berbalik kembali untuk menghadapi mereka berdua.
"Ya, Harry, dan itulah sebabnya segalanya menjadi beres, ada pemain-pemain Slytherin yang tidak ikut bermain dan Ron menangkap semua bola!"
"Aku tidak membubuhkan apa-apa!" kata Harry, sekarang nyengir lebar. Dia memasukkan tangannya ke saku jaketnya dan mengeluarkan botol mungil yang dilihat Hermione ada di tangannya pagi tadi. Botol itu penuh berisi ramuan dan gabusnya masih disegel rapat dengan lilin. "Aku ingin Ron berpikir aku melakukannya, maka aku berpura-pura menuangnya ketika aku tahu kau melihatku." Harry memandang Ron, "Kau menangkap semua bola karena iau merasa beruntung. Kau melakukannya sendiri."
Dia mengantongi ramuannya lagi.
"Jadi, benar-benar tak ada apa-apa di dalam jus labu kuningku"" Ron bertanya, terperangah. "Tapi cuaca baik ... dan Vaisey tak bisa bermain ... aku benar-benar tidak diberi ramua
n keberuntungan""
Harry menggelengkan kepala. Ron ternganga memandangnya sejenak, kemudian berpaling menghadapi Hermione, menirukan suaranya.
"Kau membubuhkan Felix Felicis pada jus Ron tadi pagi, itulah sebabnya dia berhasil menangkap semua bola! Lihat! Aku bisa menyelamatkan gawang tanpa bantuan, Hermione!"
"Aku tak pernah mengatakan kau tak bisa -- Ron, kau tadinya juga mengira jusmu diberi ramuan keberuntungan!"
Namun Ron sudah melewatinya keluar dari pintu dengan sapu di atas bahunya.
"Er," kata Harry dalam keheningan yang mendadak muncul; dia tak mengira rencananya akan berbalik menyerang seperti ini, "bagaimana ... bagaimana kalau kita ke pesta sekarang""
"Kau pergilah!" kata Hermione, mengedip menahan jatuhnya air matanya. "Aku kesal pada Ron saat ini, aku tak tahu apa salahku ... "
Dan Hermione berlari meninggalkan ruang ganti juga.
Harry berjalan perlahan menuju kastil, melewati kerumunan teman-temannya, banyak di antaranya menyerukan ucapan selamat kepadanya, namun dia merasa sangat terpukul. Dia tadinya yakin bahwa jika Ron memenangkan pertandingan, dia dan Hermione akan langsung rukun lagi. Dia tak tahu bagaimana dia bisa menjelaskan kepada Hermione bahwa yang telah dilakukannya yang membuat Ron sakit hati adalah berciuman dengan Viktor Krum, karena peristiwa itu terjadinya sudah lama sekali.
Harry tidak melihat Hermione dalam pesta kemenangan Gryffindor, yang sedang ramai-ramainya ketika dia tiba. Sorakan dan tepuk tangan kembali terdengar menyambut kemunculannya dan dia segera diserbu kerumunan anak-anak yang memberinya selamat. Dia bersusah-payah menyingkirkan kakak-beradik Creevey, yang menginginkan analisa pertandingan secara terperinci, dan serombongan besar cewek yang mengerumuninya, tertawa mendengar komentarnya yang sama sekali tidak lucu, dan mengerjap-ngerjapkan bulu mata mereka; perlu waktu beberapa lama baginya sebelum dia bisa mencari Ron. Akhirnya, dia berhasil membebaskan diri dari Romilda Vane, yang terang-terangan memberi isyarat bahwa dia ingin pergi ke pesta Slughorn bersamanya. Ketika menyelinap menuju meja minuman dia berpapasan dengan Ginny, Arnold si Pigmy Puff bertengger di bahunya dan Crookshanks mengeong penuh harap di kakinya.
"Mencari Ron"" tanyanya, mencibir. "Di sana tuh, munafik brengsek."
Harry memandang ke sudut yang ditunjuk Ginny. Di sana, di depan seluruh ruangan, Ron berdiri berpelukan erat dengan
Lavender Brown, sampai sulit mengatakan tangan siapa yang mana.
"Kelihatannya Ron memakan wajahnya, kan"" kata Ginny tenang. "Tapi kurasa dia harus memperhalus tekniknya dulu. Permainan bagus, Harry."
Ginny membelai lengannya; Harry merasa seperti melayang, namun kemudian Ginny pergi untuk mengambil Butterbeer. Crookzhanks membuntutinya, matanya yang kuning terpancang pada Arnold.
Harry berpaling dari Ron, yang tampaknya tak akan segera sadar, tepat saat itu dilihatnya lubang lukisan menutup. Dengan hati mencelos dia merasa melihat rambut cokelat lebat menghilang dari pandangan.
Harry berlari menyusul, mengelak dari Romilda Vane lagi, dan mendorong terbuka lukisan Nyonya Gemuk. Koridor di luar tampaknya kosong.
"Hermione""
Harry menemukannya dalam ruang kelas tak terkunci pertama yang dibukanya. Dia sedang duduk di meja guru, sendirian, hanya ditemani lingkaran kecil burung-burung kuning yang berkicau mengitari kepalanya, yang pasti baru saja disihirnya dari udara kosong. Harry mau tak mau mengagumi kemampuannya menguasai mantra dalam situasi seperti ini.
"Oh, halo, Harry," katanya dengan suara getas. "Aku cuma berlatih."
"Yeah ... mereka-er-benar-benar bagus ... " kata Harry.
Harry tak tahu harus berkata apa kepadanya. Dia sedang bertanya dalam hati apakah ada kemungkinan Hermione tidak melihat Ron, bahwa dia hanya meninggalkan ruangan karena pestanya agak terlalu ramai, ketika Hermione berkata, dengan
suara tinggi nyaring yang tidak wajar, "Ron kelihatannya menikmati pesta kemenangan."
"Er ... betulkah"" kata Harry.
"Jangan berpura-pura kau tidak melihatnya," kata Hermione. "Dia toh tidak menyembunyikannya, malah-"
Pintu di belakang mereka menjeblak terbuka. Betapa kagetny
a Harry, Ron masuk, tertawa-tawa, menarik tangan Lavender.
"Oh," katanya, berhenti mendadak melihat Harry dan Hermione.
"Uups!" kata Lavender, dan dia keluar dari ruangan, terkikik. Pintu mengayun menutup di belakangnya.
Keheningan yang menyusul sungguh menegangkan dan menyesakkan. Hermione menatap Ron, yang menolak memandangnya, namun berkata dengan campuran antara besar mulut dan salah tingkah, "Hai, Harry! Pantas aku tidak melihatmu!"
Petualang Asmara 25 Wiro Sableng 144 Nyi Bodong Percobaan The Test 1

Cari Blog Ini