Ceritasilat Novel Online

Pangeran Berdarah Campuran 8

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 8


"Dobby akan melaksanakannya, Harry Potter!" lengking Dobby, matanya yang sebesar bola tenis masih digenangi air mata. "Dobby akan mendapat kehormatan kalau bisa membantu Harry Potter!"
"Kalau dipikir-pikir, bagus kalau kalian berdua melakukannya," kata Harry. "Oke, kalau begitu ... aku ingin kalian berdua diam-diam membuntuti Draco Malfoy."
Mengabaikan campuran keheranan dan putus asa di wajah Ron, Harry melanjutkan, "Aku ingin tahu ke mana dia pergi, siapa yang ditemuinya, dan apa yang dilakukannya. Aku ingin kalian berdua membuntutinya dua puluh empat jam sehari."
"Baik, Harry Potter!" kata Dobby langsung menyanggupi, matanya yang besar berkilauan penuh semangat. "Dan jika Dobby salah melakukannya, Dobby akan melempar dirinya dari menara yang paling tinggi, Harry Potter!"
"Tak perlu begitu," kata Harry buru-buru.
"Tuan ingin aku membuntuti anggota keluarga Malfoy yang paling muda"" teriak Kreacher parau. "Tuan ingin aku memata-matai cucu-keponakan berdarah-murni majikanku yang dulu""
"Betul, dia," kata Harry, meramalkan adanya bahaya besar dan bertekad langsung mencegahnya. "Dan kau dilarang memberinya petunjuk, Kreacher, atau menunjukkan
kepadanya apa yang sedang kau lakukan, bahkan bicara dengannya sekalipun, atau menulis pesan kepadanya, atau ... mengontaknya dengan cara apa pun. Mengerti""
Harry melihat Kreacher berjuang mencari jalan keluar dalam instruksi yang baru saja diberikan kepadanya, dan menunggu. Selewat beberapa saat, dan Harry puas sekali karenanya, Kreacher membungkuk rendah lagi dan berkata, menyesali dengan getir, "Tuan memikirkan segalanya dan Kreacher harus mematuhinya, meSkipun Kreacher jauh lebih suka menjadi pelayan Tuan Malfoy itu, oh ya ... "
"Beres, kalau begitu" kata Harry. "Aku menginginkan laporan berkala, tapi pastikan aku tidak sedang dikerumuni orang-orang kalau kalian muncul. Kalau Ron dan Hermione sih oke. Dan jangan bilang siapa-siapa apa yang sedang kalian lakukan. Tempel saja terus Malfoy, seperti sepasang plester pencabut kutil."
20. PERMOHONAN LORD VOLDEMORT
Harry dan Ron meninggalkan rumah sakit hari Senin pagi-pagi, kembali sehat walafiat berkat perawatan Madam Pomfrey dan sekarang bisa menikmati manfaatnya dihantam sampai pingsan dan diracuni, manfaat terbaik adalah bahwa Hermione berbaikan lagi dengan Ron. Hermione bahkan mengawal mereka turun sarapan, membawa berita bahwa Ginny bertengkar dengan Dean. Makhluk yang selama ini tertidur dalam dada Harry mendadak mengangkat kepalanya, mengendus-endus udara dengan penuh harap.
"Apa yang mereka pertengkarkan"" Harry bertanya, berusaha terdengar biasa ketika mereka membelok ke koridor di lantai tujuh yang sepi, hanya ada seorang anak perempuan
sangat kecil yang sedang mengamati permadani luas bergambar para troll yang memakai tutu, rok balet. Dia tampak ngeri melihat anak-anak kelas enam mendekat dan menjatuhkan timbangan kuningan berat yang dibawanya.
"Tak apa-apa!" kata Hermione ramah, bergegas maju untuk menolongnya. "Ini ... " Dia mengetuk timbangan yang patah dengan tongkat sihirnya dan berkata, "Reparo."
Anak itu tidak mengucapkan terima kasih, namun tetap terpaku di tempatnya ketika mereka lewat dan mengawasi mereka menghilang dari pandangan. Ron menoleh kembali melihatnya.
"Heran anak-anak itu makin lama makin kecil," katanya.
"Tak usah pedulikan dia," ujar Harry, sedikit tidak sabar. "Apa yang dipertengkarkan Ginny dan Dean, Hermione""
"Oh, Dean menertawakan soal McLaggen yang memukul Bludger menghantammu," kata Hermione.
"Pastinya lucu," kata Ron masuk akal.
"Sama sekali tidak lucu!" kata Hermione panas. "Mengerikan malah, dan kalau Coote dan Peakes tidak menangkap Harry, dia bisa luka parah!" .
"Yeah, tapi Ginny dan Dean tak perlu putus gara-gara itu," kata Harry, masih berusaha terdengar biasa. "Atau apakah mereka masih jadian""
"Ya, masih -- tapi kenapa sih kau begitu tertarik"" tanya Hermione, menatap tajam Harry.
"Aku cuma tak ingin tim Quidditch-ku kacau lagi!" kata Harry buru-buru, namun Hermione masih tampak curiga dan Harry lega sekali ketika ada suara di belakang mereka memanggil, "Harry!", memberinya alasan untuk membelakangi Hermione.
"Oh, hai, Luna."
"Aku ke rumah sakit mencarimu," kata Luna, mencari-cari di dalam tasnya. "Tapi mereka bilang kau sudah pergi ... "
Luna menyorongkan benda-benda yang tampaknya seperti bawang hijau, jamur payung besar bertotol, dan onggokan sesuatu seperti kotoran kucing ke tangan Ron, akhirnya menarik keluar gulungan perkamen agak kotor yang lalu diserahkannya kepada Harry.
"... aku disuruh memberikan ini kepadamu."
Harry langsung mengenali gulungan kecil perkamen itu sebagai undangan untuk pelajaran dengan Dumbledore.
"Malam ini," dia memberitahu Ron dan Hermione, begitu dia sudah membuka gulungannya.
"Komentar yang menarik pertandingan lalu!" kata Ron kepada Luna, ketika dia mengambil kembali bawang hijau, jamur payung, dan kotoran kucingnya. Luna tersenyum samar.
"Kau meledekku, ya"" katanya. "Semua orang bilang aku parah."
"Tidak, aku serius," kata Ron sungguh-sungguh. "Seingatku, belum pernah aku menikmati komentar Quidditch seperti waktu mendengar komentarmu! Ngomong-ngomong, ini apa sih"" dia menambahkan, mengangkat benda seperti bawang itu ke depan matanya.
"Oh, itu akar Gurdy, kata Luna, memasukkan lagi kotoran
kucing dan jamur payung ke dalam tasnya. "Boleh buatmu kalau kau mau. Aku punya beberapa. Akar Gurdy manjur sekali untuk menghilangkan jerawat besar."
Dan Luna pergi, meninggalkan Ron tertawa terkekeh-kekeh, masih memegangi akar Gurdy.
Kalian tahu, aku makin suka Luna, katanya, ketika mereka meneruskan berjalan menuju Aula Besar. "Aku tahu dia sinting, tapi dalam arti baik, gitu-"
Ron mendadak berhenti bicara. Lavender Brown berdiri di kaki tangga pualam, tampak sangat berang.
"Hai " sapa Ron gugup
"Yukz" Harry bergumam kepada Hermione, dan mereka bergegas pergi. Meskipun demikian mereka masih sempat mendengar Lavender berkata, "Kenapa kau tidak memberitahuku kau keluar hari ini" Dan kenapa dia bersamamu""
Ron tampak sebal dan jengkel ketika dia muncul untuk sarapan setengah jam kemudian, dan meskipun dia duduk dengan Lavender, Harry tidak melihat mereka bertukar kata sama sekali selama mereka bersama-sama. Hermione bersikap seakan dia tidak melihat semua ini, namun sekali atau dua kali Harry melihat seringai yang tak bisa dijelaskan menghiasi wajahnya. Sepanjang hari itu Hermione tampak sangat girang, dan malam itu di ruang rekreasi dia bahkan bersedia memeriksa (dengan kata lain, menyelesaikan menulis) esai Herbologi Harry, sesuatu yang selama ini dengan tegas ditolaknya, karena dia tahu bahwa Harry kemudian akan mengizinkan Ron menyalin pekerjaannya.
"Terima kasih banyak, Hermione," kata Harry, memberinya belaian buru-buru pada punggungnya, seraya mengecek arlojinya dan melihat sudah hampir jam delapan. "Dengar, aku harus cepat-cepat, kalau tidak aku akan terlambat untuk pelajaran dengan Dumbledore ... "
Hermione tidak menjawab, melainkan hanya mencoret beberapa kalimat Harry yang kurang oke dengan gaya jemu. Nyengir, Harry bergegas keluar melewati lubang lukisan dan menuju kantor Kepala Sekolah. Gargoyle melompat minggir ketika dia menyebut permen karamel dan Harry menaiki tangga spiral dua anak tangga sekali langkah, mengetuk pintu tepat ketika jam di dalam berdentang delapan kali.
"Masuk," Dumbledore mempersilakan, namun ketika Harry mengulurkan tangan untuk mendorong pintu, pintu itu ditarik terbuka dari dalam. Profesor Trelawney berdiri di depannya.
"Aha!" serunya, menunjuk Harry secara dramatis ketika dia mengerjap memandangnya lewat kacamatanya yang seperti kaca pembesar. "Jadi, inikah alasannya aku diusir begitu saja dari kantormu, Dumbledore""
"Sybill yang baik," kata Dumbledore dengan nada agak mendongkol, "tak ada yang mengusirmu begitu saja dari mana pun, tapi Harry memang punya janji denganku dan aku sungguh berpendapat tak ada lagi yang bisa dikatakan"
"Baiklah," kata Profesor Trelawney, dengan suara amat tersinggung. "Kalau kau tak mau mengusir kuda tua yang merampas jabatanku, ya sudah ... barangkali aku akan mencari sekolah yang lebih menghargai bakatku ... "
Dia melewati Harry dan menghilang menuruni tangga spiral. Mereka mendengarnya terjatuh separo jalan dan Harry menebak bahwa dia terserimpet salah satu syalnya yang panjang menjuntai.
"Tolong tutup pintunya dan silakan duduk, Harry," kata Dumbledore, kedengarannya agak lelah.
Harry mematuhinya. Ketika dia duduk di kursinya yang biasa di depan meja Dumbledore, dilihatnya Pensieve sudah siap lagi di antara mereka, demikian juga dua botol kristal mungil berisi kenangan yang berpusar.
"Profesor Trelawney masih tidak suka Firenze mengajar"" Harry bertanya.
"Ya," kata Dumbledore. "Ramalan ternyata pelajaran yang jauh lebih merepotkan daripada yang bisa kuperkirakan, mengingat aku sendiri tak pernah mengambil pelajaran ini. Aku tak bisa meminta Firenze kembali ke Hutan, dia sudah diusir dari sana, dan aku pun tak bisa meminta Sybill
Trelawney pergi. Antara kita berdua saja, dia tidak menyadari bahaya yang mengintainya di luar kastil. Soalnya dia tidak tahu dan kurasa tidaklah bijaksana memberitahunya bahwa dia membuat ramalan tentang kau dan Voldemort."
Dumbledore menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata, "Tapi sudahlah, itu masalah staf guruku. Kita punya masalah yang jauh lebih penting untuk dibicarakan. Yang pertama-apakah kau sudah berhasil me
laksanakan tugas yang kuberikan pada akhir pelajaran kita yang sebelumnya""
"Ah," kata Harry, kaget sendiri. Dengan pelajaran Apparition dan Quidditch dan Ron keracunan dan tengkoraknya sendiri retak dan tekadnya untuk mengetahui apa yang hendak dilakukan Draco Malfoy, Harry hampir lupa tentang kenangan yang diminta Dumbledore agar dikoreknya dari Profesor Slughorn ... "Saya bertanya kepada Profesor Slughorn tentang itu, pada akhir pelajaran Ramuan, Sir, tetapi, er, beliau tidak mau memberikannya kepada saya."
Hening sejenak. "Begitu," kata Dumbledore akhirnya, menatap Harry dari atas kacamata bulan-separonya dan membuat Harry merasakan sensasi yang biasa, sepertinya dia sedang dirontgen. "Dan kau merasa sudah melakukan usaha yang terbaik dalam hal ini, kan" Bahwa kau sudah mengeluarkan semua kepintaranmu" Bahwa tak ada lagi kecerdikanmu yang belum tergali dalam upayamu untuk mendapatkan kenangan
itu"" "Yah," Harry terdiam, tak tahu apa yang harus dikatakannya lagi. Satu-satunya usaha untuk mendapatkan kenangan itu tiba-tiba saja terasa sangat lemah memalukan. "Yah ... pada hari Ron tidak sengaja meminum racun, saya membawanya ke Profesor Slughorn. Saya pikir barangkali kalau saya barangkali Profesor Slughorn cukup senang"
"Dan berhasilkah itu"" tanya Dumbledore.
"Tidak, Sir, karena Ron keracunan"
"yang, wajar saja, membuatmu lupa sama sekali tentang usahamu untuk mendapatkan kembali kenangan itu. Aku tak mengharapkan yang lain, sementara sahabatmu dalam bahaya. Tetapi setelah jelas bahwa Mr Weasley akan sehat kembali, aku tentunya berharap kau kembali ke tugas yang kuberikan kepadamu. Kupikir aku sudah mengatakan dengan jelas kepadamu betapa pentingnya kenangan ini. Malah, aku berusaha sebaik mungkin memberi impresi kepadamu, bahwa ini kenangan yang paling penting dari semuanya dan bahwa kita akan menyia-nyiakan waktu saja tanpa kenangan itu."
Rasa malu yang panas menusuk-nusuk menyebar dari kepala ke seluruh tubuh Harry. Dumbledore tidak meninggikan suaranya, dia bahkan tidak kedengaran marah, namun Harry lebih suka kalau dia berteriak; kekecewaan yang dingin ini lebih buruk daripada segalanya.
"Sir," katanya, agak putus asa, "bukannya saya tidak peduli atau apa. Hanya saja ada-ada hal-hal lain ... "
"Hal-hal lain dalam pikiranmu," Dumbledore menyelesaikan kalimat itu untuknya. "Begitu."
Hening lagi di antara mereka, keheningan paling tidak nyaman yang pernah dialami Harry bersama Dumbledore. Keheningan itu rasanya berlanjut terus, hanya disela oleh dengkur kecil dari lukisan Armando Dippet di atas kepala Dumbledore. Harry merasa aneh, sepertinya tubuhnya menyusut, menjadi lebih kecil daripada ketika dia baru masuk ke ruangan itu.
Ketika sudah tak tahan lagi dia berkata, "Profesor Dumbledore, saya betul-betul minta maaf. Saya seharusnya melakukan lebih ... saya seharusnya menyadari Anda tidak akan meminta saya melakukannya jika itu tidak benar-benar penting."
"Terima kasih telah mengatakan itu, Harry," kata Dumbledore pelan. "Bolehkah aku berharap, kalau begitu, bahwa kau memberi prioritas lebih tinggi kepada masalah ini mulai sekarang" Tak ada gunanya kita bertemu lagi setelah malam ini kalau kita tidak memiliki kenangan itu."
"Saya akan melakukannya, Sir, saya akan mendapatkannya dari beliau," kata Harry bersungguh-sungguh.
"Kalau begitu kita tidak akan berkata apa-apa lagi soal itu sekarang," kata Dumbledore lebih ramah, "melainkan melanjutkan cerita kita dari tempat kita tinggalkan waktu itu. Kau ingat di mana""
"Ya, Sir," kata Harry cepat-cepat. "Voldemort membunuh ayahnya dan kakek-neneknya dan membuatnya tampak seakan pamannya Morfin yang melakukannya. Kemudian dia kembali ke Hogwarts dan dia bertanya ... dia bertanya kepada Profesor Slughorn tentang Horcrux," dia bergumam dengan malu.
"Bagus sekali," kata Dumbledore. "Nah, kau masih ingat, kuharap, aku memberitahumu pada awal pertemuan kita bahwa kita akan memasuki dunia tebakmenebak dan spekulasi""
"Ya, Sir." "Sejauh ini, kuharap kau setuju, aku telah memperlihatkan kepadamu sumber-sumber fakta yang cukup kuat untuk deduksiku tentang apa yang dilakukan Volde
mort sampai berusia tujuh belas tahun""
Harry mengangguk. "Tetapi sekarang, Harry," kata Dumbledore, "sekarang keadaan menjadi lebih kelam dan lebih aneh. Jika mencari bukti-bukti tentang Riddle sebagai anak saja sudah sulit, sekarang bahkan nyaris tak mungkin menemukan orang yang bersedia mengingat tentang Voldemort dewasa. Malah, aku
meragukan apakah ada orang yang masih hidup, kecuali dirinya sendiri, yang bisa menuturkan kepada kita kisah lengkap hidupnya sejak dia meninggalkan Hogwarts. Meskipun demikian, aku punya dua kenangan terakhir yang ingin kubagi denganmu." Dumbledore menunjuk dua botol kristal kecil yang berkilauan di sebelah Pensieve. "Setelah itu aku akan senang mendengar pendapatmu soal apakah kesimpulan yang kutarik dari dua kenangan itu masuk akal."
Fakta bahwa Dumbledore menghargai pendapatnya begini tinggi membuat Harry semakin merasa sangat malu dia telah gagal melaksanakan tugas mendapatkan kenangan tentang Horcrux, dan dia bergerak dengan rasa bersalah di tempat duduknya sementara Dumbledore mengangkat botol pertama ke arah sinar lampu dan mengamatinya.
"Kuharap kau tidak bosan masuk ke dalam kenangan orang lain, karena ini kenangan yang aneh, yang dua ini" dia berkata. "Yang pertama ini datang dari peri-rumah perempuan yang sudah sangat tua bernama Hokey. Sebelum kita melihat apa yang disaksikan Hokey, aku harus menceritakan dengan cepat bagaimana Lord Voldemort meninggalkan Hogwarts."
"Dia menyelesaikan tujuh tahun pendidikannya dengan, seperti yang mungkin telah kau duga, angka tertinggi dalam semua ujian yang diikutinya. Di sekitarnya, teman-teman sekelasnya sibuk memutuskan pekerjaan apa yang akan mereka kejar setelah meninggalkan Hogwarts. Hampir semua orang mengharapkan hal-hal spektakuler dari Tom Riddle, prefek, Ketua Murid, pemenang Penghargaan Istimewa untuk Pengabdian kepada Sekolah. Aku tahu bahwa beberapa guru, Profesor Slughorn di antaranya, menyarankan dia bergabung dengan Kementerian Sihir, menawarkan untuk membuatkan janji, memperkenalkannya dengan kontak-kontak yang berguna. Dia menolak semua tawaran. Hal berikutnya yang diketahui para guru, Voldemort bekerja di Borgin and Burkes."
"Di Borgin and Burkes"" Harry mengulang, keheranan.
"Di Borgin and Burkes," ulang Dumbledore tenang. "Kurasa kau akan melihat daya tarik apa yang dipunyai tempat itu untuknya kalau kita sudah memasuki kenangan Hokey. Tetapi ini bukan pekerjaan pilihan pertama Voldemort. Hampir tak ada yang tahu soal ini waktu itu aku salah satu dari sedikit orang yang diceritai Kepala Sekolah rahasia ini tetapi Voldemort mula-mula mendatangi Profesor Dippet dan bertanya apakah dia bisa tetap tinggal di Hogwarts sebagai guru."
"Dia ingin tinggal di sini" Kenapa"" tanya Harry, semakin heran.
"Aku yakin dia punya beberapa alasan, meskipun dia tak mengatakan satu pun alasannya kepada Profesor Dippet," kata Dumbledore. "Yang pertama, dan sangat penting, aku yakin Voldemort lebih merasa lekat kepada sekolah ini daripada kepada orang manapun. Di Hogwarts-lah dia merasa paling bahagia; tempat pertama dan satu-satunya di mana dia merasa betah."
Harry merasa agak kurang nyaman mendengar kata-kata ini, karena dia juga merasa persis seperti itu terhadap Hogwarts.
"Yang kedua, kastil ini adalah kubu sihir kuno. Tak diragukan lagi Voldemort telah memasuki jauh lebih banyak rahasia kastil ini daripada sebagian besar murid yang melewati tempat ini, namun dia mungkin merasa bahwa masih ada misteri untuk diungkapkan, kisah-kisah sihir untuk disadap."
"Dan yang ketiga, sebagai guru, dia akan memiliki kekuasaan dan pengaruh besar terhadap penyihir-penyihir muda. Barangkali dia mendapatkan ide ini dari Profesor Slughorn, guru yang hubungannya paling baik dengannya, yang telah mendemonstrasikan bagaimana besarnya pengaruh yang bisa dimainkan guru. Aku tak membayangkan sekejap pun bahwa Voldemort merencanakan menghabiskan sisa hidupnya di Hogwarts, tetapi aku berpendapat dia
memandang sekolah ini sebagai tempat rekrutmen yang sangat berguna, dan tempat di mana dia bisa mulai membentuk pasukan untuknya sendiri."
"Tetapi dia tidak mendapat
kan pekerjaan itu, Sir""
"Tidak. Profesor Dippet memberitahunya bahwa dia terlalu muda pada usia delapan belas tahun, tetapi mempersilakannya untuk melamar lagi beberapa tahun kemudian, jika dia masih ingin mengajar."
"Bagaimana perasaan Anda tentang itu, Sir"" tanya Harry ragu-ragu.
"Sangat khawatir," kata Dumbledore. "Aku memberi Armando saran agar tidak menerimanya -- aku tidak memberikan alasannya seperti yang kuberikan kepadamu, karena Profesor Dippet sangat menyukai Voldemort dan yakin akan kejujurannya tetapi aku tak ingin Lord Voldemort kembali ke sekolah ini, dan terutama tidak dalam posisi yang punya kekuasaan."
"Pekerjaan apa yang diinginkannya, Sir" Dia ingin mengajar
apa"" Entah bagaimana, Harry sudah mengetahui jawabannya bahkan sebelum Dumbledore memberikannya.
"Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Saat itu pelajaran ini diajarkan oleh seorang profesor tua bernama Galatea Merrythought, yang sudah mengajar di Hogwarts selama hampir lima puluh tahun."
"Jadi, Voldemort pergi ke Borgin and Burkes, dan semua guru yang mengaguminya mengatakan sungguh sia-sia, penyihir muda yang brilian seperti itu, bekerja di toko. Meskipun demikian, Voldemort bukan cuma sekadar pelayan toko. Sopan dan tampan dan pintar, dia segera saja diberi pekerjaan khusus yang jenisnya hanya ada di tempat seperti Borgin and Burkes, yang mengkhususkan diri, seperti yang
kau ketahui, Harry, pada benda-benda luar biasa dan memiliki kekuatan istimewa. Voldemort dikirim oleh Borgin and Burkes untuk membujuk orang-orang agar mau melepas harta mereka untuk dijual, dan dia, bagaimanapun juga, sangat berbakat melakukan ini."
"Saya yakin dia berbakat," kata Harry, tak bisa menahan diri.
"Yah, memang," kata Dumbledore, tersenyum samar. "Dan sekarang sudah waktunya mendengar dari
Hokey si peri-rumah, yang bekerja untuk penyihir
perempuan yang sangat tua, sangat kaya, bernama Hepzibah Smith."
Dumbledore mengetuk botol itu dengan tongkat sihirnya, gabusnya lepas terlempar, dan dia menuang kenangan yang berpusar ke dalam Pensieve, sambil berkata, "Kau duluan,
Harry." Harry bangkit berdiri dan membungkuk sekali lagi di atas perak beriak dalam baskom batu sampai wajahnya menyentuhnya. Dia terjatuh ke dalam kekosongan yang gelap dan mendarat di ruang duduk di depan seorang perempuan tua yang luar biasa gemuk memakai wig berwarna kemerahan dengan model rumit dan jubah berwarna merah jambu cerah, yang menjurai di sekelilingnya, sehingga kesannya dia seperti kue es krim yang meleleh. Dia sedang memandang ke cermin kecil bertatah permata dan mengusapkan pemerah pipi pada pipinya yang sudah merah menggunakan tepuk bedak besar, sementara peri-rumah paling kecil dan paling tua yang pernah dilihat Harry sedang menalikan pita sandal satin ketat di kaki gemuknya.
"Cepat sedikit, Hokey!" perintah Hepzibah. "Dia bilang akan datang pukul empat, tinggal beberapa menit lagi dan selama ini dia belum pernah terlambat!"
Disimpannya tepuk bedaknya ketika si peri-rumah menegakkan diri. Puncak kepala si peri-rumah nyaris tak mencapai tempat duduk kursi Hepzibah dan kulitnya yang kering seperti kertas menggantung di tubuhnya, persis seperti kain linen kaku yang dipakainya seperti toga.
"Bagaimana penampilanku"" tanya Hepzibah, memalingkan kepala untuk mengagumi berbagai sudut wajahnya di cermin.
"Cantik, Madam," cicit Hokey.
Harry hanya bisa menduga bahwa di kontrak Hokey tercantum dia harus berbohong kalau disodori pertanyaan ini, karena Hepzibah Smith tampak jauh dari cantik menurut pendapat Harry.
Bel pintu berdenting nyaring dan baik majikan maupun peri-rumah terlonjak.
"Cepat, cepat, dia datang, Hokey!" seru Hepzibah dan si peri-rumah tergopoh-gopoh meninggalkan ruangan, yang penuh sesak dengan barang sehingga sulit dipahami bagaimana orang bisa berjalan ke seberang ruangan tanpa menabrak paling tidak selusin barang. Ada lemari penuh berisi kotak berpernis, peti-peti penuh buku dengan tulisan emas-timbul, rak-rak penuh tiruan bulan, planet, dan badan-badan angkasa lain, dan tanaman pot subur dalam wadah-wadah kuningan. Sejujurnya, ruangan itu kelihatan seperti campuran antara t
oko barang antik sihir dan rumah kaca.
Si peri-rumah muncul kembali beberapa menit kemudian, diikuti oleh seorang pemuda yang dengan mudah langsung dikenali Harry sebagai Voldemort.
Dia memakai setelan jas hitam sederhana; rambutnya sedikit lebih panjang daripada waktu dia masih di sekolah dan pipinya cekung, namun semua ini pantas untuknya; dia tampak lebih tampan daripada sebelumnya. Dia berjalan melewati barang-barang yang penuh sesak itu dengan sikap yang memperlihatkan bahwa dia telah acap kali datang
sebelumnya dan membungkuk rendah di atas tangan kecil gemuk Hepzibah, menyentuhnya dengan bibirnya.
"Saya membawa bunga untuk Anda," katanya pelan, memproduksi seikat mawar dari kekosongan.
"Anak nakal, tak usah repot-repot" pekik gembira si Hepzibah tua, meskipun Harry melihat bahwa dia sudah menyiapkan vas kosong di meja kecil terdekat. "Kau sungguh memanjakan ibu tua ini, Tom ... duduklah, duduklah ... di mana Hokey ... ah ... "
Si peri-rumah bergegas kembali ke dalam ruangan, membawa senampan kue-kue kecil, yang diletakkannya dekat siku majikannya.
"Silakan, Tom," kata Hepzibah. "Aku tahu kau suka sekali kue-kueku. Nah, bagaimana kabarmu" Kau tampak pucat. Mereka mempekerjakanmu terlalu berat di toko itu, sudah kukatakan ratusan kali ... "
Voldemort tersenyum otomatis dan Hepzibah tersenyum simpul seperti orang bego.
"Nah, apa alasanmu mengunjungiku kali ini"" dia bertanya, mengerjapkan bulu matanya.
"Mr Burke ingin menaikkan tawaran untuk baju zirah buatan goblin itu," kata Voldemort. "Lima ratus Galleon, dia merasa itu sudah melebihi nilainya"
"Wah, wah, jangan secepat itu, nanti aku mengira kau di sini hanya untuk barang-barangku yang sepele!" Hepzibah cemberut.
"Saya disuruh ke sini karena barang-barang itu," kata Voldemort tenang. "Saya hanya pelayan toko yang malang, Madam, yang harus melaksanakan apa yang diperintahkan. Mr Burke ingin saya menanyakan-- "
"Oh, Mr Burke, fuuih!" kata Hepzibah, melambaikan tangannya yang kecil. "Aku punya sesuatu yang ingin kutunjukkan kepadamu, yang belum pernah kutunjukkan kepada Mr Burke! Kau bisa menyimpan rahasia, Tom" Maukah kau berjanji tidak akan memberitahu Mr Burke aku memilikinya" Dia tak akan membiarkan aku hidup tenang lagi kalau dia tahu aku memperlihatkannya kepadamu, dan aku tidak akan menjualnya, tidak kepada Burke, tidak kepada siapa pun! Tapi kau, Tom, kau akan menghargainya karena sejarahnya, bukan karena berapa banyak Galleon yang bisa kaudapatkan darinya ... "
"Saya akan senang melihat apa saja yang diperlihatkan Miss Hepzibah kepada saya," kata Voldemort tenang, dan sekali lagi Hepzibah terkikik seperti anak gadis.
"Aku akan minta Hokey mengeluarkannya ... Hokey, di mana kau" Aku mau menunjukkan kepada Mr Riddle harta kita yang paling berharga ... malah, bawa saja dua-duanya ke sini, sekalian ... "
"Ini, Madam," cicit si peri-rumah, dan Harry melihat dua kotak kulit, saling bertumpuk, bergerak menyeberang ruangan, seolah berjalan sendiri, meskipun dia tahu peri-rumah mungil itu menyangganya di atas kepalanya selagi dia mencari jalan di antara meja-meja, puf-kursi bundar empuk, dan bangku penumpu kaki.
"Nah," kata Hepzibah riang, mengambil dua kotak itu dari si peri-rumah, meletakkannya di atas pangkuannya dan bersiap membuka kotak yang di atas, "kurasa kau akan menyukai ini, Tom ... oh, kalau keluargaku tahu aku menunjukkannya kepadamu ... mereka sudah tak sabar ingin memiliki benda
ini!" Dia membuka tutupnya. Harry beringsut maju sedikit supaya bisa melihat lebih baik, dan dia melihat sesuatu seperti piala emas dengan dua pegangan yang halus tempaannya.
"Aku ingin tahu apakah kau tahu apa ini, Tom" Ambillah, lihatlah baik-baik!" bisik Hepzibah, dan Voldemort mengulurkan tangan berjari-panjang dan mengangkat piala itu pada salah satu pegangannya dari tatakan sutranya yang pas. Harry merasa dia melihat kilau merah di mata hitam Voldemort. Ekspresi tamaknya anehnya tercermin pada wajah Hepzibah, hanya saja mata kecil Hepzibah terpancang pada wajah tampan Voldemort.
"Musang," gumam Voldemort, mengamati pahatan binatang malam semacam luak di piala itu. "Ka
lau begitu ini ...""
"Milik Helga Hufflepuff, seperti yang kau ketahui, anak pintar!" kata Hepzibah, membungkuk ke depan, diiringi derak keras korsetnya; dan betul-betul mencubit pipi cekung Voldemort. "Bukankah sudah kuberitahu kau bahwa aku masih saudara jauhnya" Piala ini sudah diwariskan dalam keluarga kami selama bertahun-tahun. Indah, kan" Dan punya kekuatan segala macam juga, tapi aku belum mengetes semuanya, aku hariya menyimpannya dengan nyaman dan aman di sini ... "
Dia mengait lepas piala itu dari telunjuk panjang Voldemort dan menaruhnya kembali dengan lembut di dalam kotaknya, terlalu sibuk berhati-hati mengembalikannya ke posisinya semula sehingga tidak melihat bayangan kekecewaan yang melintasi wajah Voldemort ketika piala itu diambil darinya.
"Nah, sekarang," kata Hepzibah riang, "di mana Hokey" Oh ya, itu dia bawa pergi ini, Hokey"
Si peri-rumah dengan patuh mengambil kotak berisi piala, dan Hepzibah mengalihkan perhatian pada kotak yang jauh lebih pipih di atas pangkuannya.
"Kurasa kau akan menyukai yang ini lebih lagi, Tom," dia berbisik. "Membungkuklah ke sini sedikit, anak baik, supaya kau bisa lihat ... tentu saja Burke tahu aku punya ini, aku
membelinya darinya, dan aku berani katakan dia ingin sekali mendapatkannya kembali kalau aku sudah pergi ... "
Dia mendorong selot penutupnya yang terbuat dari. benang emas halus dan membuka kotak itu. Di atas beludru halus merah tua terletak kalung emas dengan liontin berat.
Voldemort mengulurkan tangannya tanpa disuruh kali ini dan mengangkat kalung itu ke arah lampu, menatapnya.
"Lambang Slytherin," katanya pelan, ketika cahaya menimpa huruf S yang menyerupai ular, dengan banyak hiasan.
"Betul!" kata Hepzibah, girang, rupanya, melihat Voldemort menatap kalungnya dengan terkesima. "Aku harus membayar banyak sekali untuk kalung itu, tapi aku tak bisa tidak membelinya, harta berharga seperti itu, aku harus memilikinya untuk koleksiku. Rupanya Burke membelinya dari seorang perempuan berpenampilan kumal yang kelihatannya mencurinya, tapi tidak menyadari nilainya yang sebenarnya"
Tak keliru lagi kali ini. Mata Voldemort berkilat merah mendengar kata-katanya dan Harry melihat buku-buku jarinya memutih pada rantai kalung itu.
"-aku yakin Burke cuma membayar perempuan itu sedikit sekali, tapi lihatlah ... cantik, kan" Dan juga, segala macam kekuatan ada padanya, meskipun aku cuma menyimpannya dengan nyaman dan aman ... "
Dia mengulurkan tangan untuk mengambil kembali kalung itu. Sejenak Harry mengira Voldemort tidak akan melepaskannya, namun kemudian kalung itu meluncur dari jari-jarinya dan kembali di atas bantal beludru merahnya.
"Nah, itulah, Tom sayang, dan kuharap kau menikmati itu!"
Hepzibah menatap lekat-lekat wajahnya, dan untuk pertama kalinya, Harry melihat senyum begonya memudar.
"Kau baik-baik, saja, Sayang""
"Oh ya," kata Voldemort pelan. "Ya, saya baik-baik saja ..."
"Kupikir tapi permainan cahaya, kurasa" kata Hepzibah, tampak bingung, dan Harry menduga bahwa dia juga telah melihat kilatan merah sekejap dalam mata Voldemort. "Ini, Hokey, bawa pergi ini, simpan dan kunci lagi ... mantra yang biasa... "
"Waktunya untuk pergi, Harry," kata Dumbledore pelan, dan ketika si peri-rumah kecil menjauh membawa dua kotak itu, Dumbledore memegang Harry sekali lagi di atas sikunya dan bersama-sama mereka naik melewati kekosongan dan kembali ke kantor Dumbledore.
"Hepzibah Smith meninggal dua hari setelah adegan kecil tadi," kata Dumbledore, duduk kembali di kursinya dan memberi isyarat agar Harry melakukan hal yang sama. "Hokey si peri-rumah dihukum oleh Kementerian karena meracuni cokelat minuman-malam majikannya secara tak sengaja."
"Tak mungkin!" kata Harry berang.
"Rupanya kita sependapat," kata Dumbledore. "Jelas banyak kesamaan antara kematian ini dan kematian keluarga Riddle. Dalam kedua kasus ini, kesalahan ditimpakan kepada orang lain, orang yang ingat betul telah menyebabkan kematian itu"
"Hokey mengaku""
"Dia ingat memasukkan sesuatu ke dalam cokelat majikannya yang ternyata bukan gula, melainkan racun mematikan, yang tentangnya hanya diketahui sediki
t sekali" kata Dumbledore. "Disimpulkan bahwa dia tidak sengaja melakukannya, tetapi karena sudah tua dan bingung"
"Voldemort memodifikasi ingatannya, sama seperti yang dilakukannya terhadap Morfin!"
"Ya, begitu jugalah kesimpulanku," kata Dumbledore. "Dan sama seperti terhadap Morfin, Kementerian cenderung mencurigai Hokey"
"-karena dia peri-rumah," kata Harry. Jarang sekali dia merasa lebih bersimpati terhadap perkumpulan yang didirikan Hermione, SPEW.
"Persis," kata Dumbledore. "Dia sudah tua, dia mengakui melakukan sesuatu terhadap minuman itu, dan tak seorang pun di Kementerian yang mau bersusah-susah untuk menyelidiki lebih jauh. Seperti dalam kasus Morfin, ketika aku menemukan Hokey dan berhasil menyadap kenangan ini, hidupnya sudah hampir berakhir-tetapi kenangannya, tentu saja, tidak membuktikan apa-apa, kecuali bahwa Voldemort tahu tentang adanya piala dan kalung itu.
"Pada saat Hokey dihukum, keluarga Hepzibah telah menyadari bahwa dua hartanya yang paling berharga hilang. Perlu beberapa waktu bagi mereka untuk memastikan ini, berhubung Hepzibah punya banyak tempat persembunyian, karena dia selalu menjaga semua koleksinya dengan sangat hati-hati. Tetapi sebelum mereka yakin tanpa keraguan lagi bahwa piala dan kalung ini hilang, pelayan yang bekerja di Borgin and Burkes, pemuda yang rutin mengunjungi Hepzibah, yang telah sangat memesonanya, telah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menghilang. Majikannya sama sekali tak tahu ke mana dia pergi; mereka sama herannya seperti yang lain atas menghilangnya dia. Dan itulah yang terakhir kalinya dilihat atau didengar tentang Tom Riddle untuk waktu yang lama sekali."
"Sekarang," kata Dumbledore, "kalau kau tak keberatan, Harry, aku ingin jeda dulu sekali lagi, untuk menarik perhatianmu terhadap poin-poin tertentu dalam cerita kita. Voldemort telah melakukan pembunuhan lagi; apakah ini yang pertama setelah dia membunuh keluarga Riddle, aku tidak tahu, tetapi kupikir begitu. Kali ini, seperti yang telah kaulihat,
dia membunuh bukan untuk membalas dendam, melainkan untuk mendapatkan sesuatu. Dia menginginkan kedua trofi luar biasa yang ditunjukkan perempuan tua malang yang tergila-gila kepadanya. Sama seperti ketika dia pernah merampas barang anak-anak lain di panti asuhannya, sama seperti ketika dia mencuri cincin pamannya Morfin, maka dia sekarang kabur membawa piala dan kalung Hepzibah."
"Tapi," kata Harry, mengernyit, "gila sekali ... mempertaruhkan segalanya, melepas pekerjaannya, hanya untuk ... "
"Gila bagimu, barangkali, tetapi tidak untuk Voldemort," kata Dumbledore. "Kuharap kau mengerti pada saatnya nanti, persisnya apa arti benda-benda itu untuknya, Harry, tapi kau harus mengakui bahwa tidaklah sulit membayangkan dia menganggap kalung itu paling tidak, sebagai miliknya yang
sah." "Kalung itu mungkin," kata Harry, "tapi kenapa mengambil piala itu juga""
"Piala itu tadinya milik pendiri Hogwarts yang lain," kata Dumbledore. "Kurasa dia masih merasakan tarikan kuat terhadap sekolah dan dia tidak bisa menahan godaan untuk memiliki benda yang sangat erat hubungannya dengan sejarah Hogwarts. Ada alasanalasan lain, menurutku ... kuharap aku bisa menunjukkannya kepadamu, pada waktunya nanti.
"Dan sekarang untuk kenangan paling akhir yang kupunyai untuk diperlihatkan kepadamu, paling tidak sampai kau berhasil mendapatkan kenangan Profesor Slughorn untuk kita. Sepuluh tahun memisahkan kenangan Hokey dan kenangan yang ini, dan kita hanya bisa menebak-nebak apa yang dilakukan Lord Voldemort selama sepuluh tahun itu ..."
Harry bangkit sekali lagi ketika Dumbledore menuang kenangan terakhir ke dalam Pensieve.
"Kenangan siapa itu"" tanyanya.
"Kenanganku;' kata Dumbledore.
Dan Harry terjun setelah Dumbledore ke dalam zat perak yang bergerak-gerak, mendarat di kantor yang sama yang baru saja ditinggalkannya. Fawkes sedang tidur dengan bahagia di tempat hinggapnya, dan di sana, di belakang mejanya, Dumbledore, yang tampak mirip sekali dengan Dumbledore yang berdiri di sebelah Harry, meskipun kedua tangannya utuh dan tak bercacat dan kerut di wajahnya, barangkali, lebih sed
ikit. Satu-satunya perbedaan dengan kantor di masa kini dan yang ini adalah dulu salju sedang turun. Butir-butir putih kebiruan melayang-layang melewati jendela dalam kegelapan dan mendarat jadi tumpukan salju di birai luar jendela.
Dumbledore yang lebih muda tampaknya sedang menunggu sesuatu dan betul saja, beberapa saat setelah mereka datang, terdengar ketukan di pintu dan dia berkata, "Masuk."
Harry terpekik, yang buru-buru ditahannya. Voldemort telah memasuki ruangan. Wajahnya tidak seperti yang dilihat Harry muncul dari kuali batu besar hampir dua tahun sebelumnya. Wajahnya belum semirip ular seperti waktu itu, matanya belum merah, roman mukanya belum seperti topeng, namun toh dia bukan lagi Tom Riddle yang tampan. Seakan telah terbakar dan rusak, wajahnya seperti terbuat dari lilin dan berubah bentuk menjadi aneh, dan bagian putih matanya sudah permanen merah darah, meskipun pupilnya belum menjadi celah seperti yang kemudian diketahui Harry. Dia memakai mantel panjang hitam dan wajahnya sama pucatnya dengan salju yang berkilauan pada bahunya.
Dumbledore yang di belakang meja tidak menunjukkan tanda-tanda keterkejutan. Jelas kunjungan ini sudah diatur berdasarkan janji.
"Selamat malam, Tom," kata Dumbledore ringan. "Silakan
duduk." "Terima kasih," kata Voldemort, dan dia duduk di kursi yang diisyaratkan Dumbledore kursi yang sama, kalau dilihat dari bentuknya, yang baru saja dikosongkan Harry di masa kini. "Saya dengar Anda sudah menjadi Kepala Sekolah," katanya, dan suaranya sedikit lebih tinggi dan lebih dingin daripada sebelumnya. "Pilihan yang berharga."
"Aku senang kau berpendapat begitu," kata Dumbledore, tersenyum. "Boleh aku menawarimu minum""
"Dengan senang hati," kata Voldemort. "Saya datang dari
jauh." Dumbledore berdiri dan berjalan ke lemari tempat sekarang dia menyimpan Pensieve, namun dulu penuh botol minuman. Setelah mengulurkan piala berisi anggur kepada Voldwemort dan menuang untuknya sendiri, dia kembali ke tempat duduknya di belakang meja.
"Nah, Tom ... untuk alasan apa aku mendapat kunjungan menyenangkan ini""
Voldemort tidak langsung menjawab, melainkan hanya menyeruput anggurnya.
"Mereka tidak lagi memanggil saya 'Tom'," katanya. "Sekarang ini saya dikenal sebagai"
"Aku tahu kau dikenal sebagai siapa," kata Dumbledore, tersenyum ramah. "Tetapi bagiku, maaf saja, kau akan selalu tetap Tom Riddle. Ini salah satu hal menjengkelkan pada guru-guru tua. Kurasa mereka tidak pernah bisa melupakan awal mula anak didik mereka."
Dia mengangkat gelasnya seakan menyulangi Voldemort, yang wajahnya tetap tanpa ekspresi. Meskipun demikian Harry merasa atmosfer di dalam ruangan itu berubah tak kentara. Penolakan Dumbledore untuk menggunakan nama yang dipilih Voldemort sekaligus adalah penolakan untuk mengizinkan
Voldemort menentukan syarat-syarat pertemuan itu, dan Harry bisa melihat Voldemort menganggapnya begitu.
"Saya heran Anda tetap bertahan di sini begini lama," kata Voldemort setelah diam sejenak. "Saya selalu bertanya-tanya sendiri kenapa penyihir seperti Anda tak pernah ingin meninggalkan sekolah."
"Oh," kata Dumbledore, masih tersenyum, "bagi penyihir seperti aku, tak ada yang lebih penting daripada mewariskan keterampilan kuno, membantu mengasah pikiran anak-anak muda. Kalau aku tak salah ingat, kau pernah melihat daya tarik mengajar juga."
"Saya masih melihatnya," kata Voldemort. "Saya hanya bertanya-tanya kenapa Anda yang begitu sering dimintai saran oleh Kementerian, dan yang sudah dua kali, saya kira, ditawari jabatan Menteri"
"Tiga kali pada hitungan terakhir, sebetulnya," kata Dumbledore. "Tetapi Kementerian tidak pernah menarik bagiku sebagai karier. Lagi-lagi, sikap kita sama dalam hal ini, saya kira."
Voldemort menelengkan kepala, tanpa senyum, dan menyeruput anggurnya lagi. Dumbledore tidak memecah keheningan yang berlanjut di antara mereka sekarang, melainkan, dengan wajah ramah mengharap, menanti Voldemort bicara lebih dulu.
"Saya telah kembali," kata Voldemort selewat beberapa saat, "lebih lambat, barangkali, daripada yang diharapkan Profesor Dippet ... tapi toh saya telah kembali, un
tuk memohon lagi apa yang waktu itu menurutnya saya masih terlalu muda untuk mendapatkannya. Saya datang kepada Anda untuk memohon agar Anda mengizinkan saya kembali ke kastil ini, untuk mengajar. Saya rasa Anda pasti sudah tahu bahwa saya telah melihat dan melakukan banyak hal sejak meninggalkan tempat ini. Saya bisa menunjukkan dan
memberitahu murid-murid Anda hal-hal yang tak mungkin bisa mereka dapatkan dari penyihir lain."
Dumbledore menatap Voldemort dari atas pialanya sendiri selama beberapa saat sebelum bicara.
"Ya, tentu aku tahu bahwa kau sudah melihat dan melakukan banyak hal sejak meninggalkan kami," katanya tenang. "Desas-desus perbuatanmu telah terdengar sampai ke bekas sekolahmu, Tom. Aku akan menyesal sekali jika separo dari desas-desus itu benar."
Ekspresi Voldemort tetap tenang tanpa perasaan ketika dia berkata, "Kebesaran mengilhami iri hati, iri hati menimbulkan dendam, dendam menelurkan kebohongan. Kau pasti tahu ini, Dumbledore."
"Kau menyebut apa yang telah kaulakukan 'kebesaran' begitukah"" tanya Dumbledore halus.
"Tentu saja," kata Voldemort, dan matanya tampak merah seperti terbakar. "Aku telah bereksperimen; aku telah mendorong batas-batas sihir lebih jauh, barangkali, daripada yang selama ini pernah terjadi"
"Beberapa jenis sihir," Dumbledore mengoreksinya dengan tenang. "Beberapa jenis sihir. Untuk jenis sihir yang lain, kau tetap ... maafkan aku ... tidak tahu apa-apa."
Untuk pertama kalinya Voldemort tersenyum. Senyum yang berupa seringai tegang, jahat mengerikan, lebih mengancam daripada wajah murka.
"Argumen lama," katanya pelan. "Tapi tak ada sesuatu yang kulihat di dunia ini yang mendukung pernyataanmu yang terkenal bahwa cinta lebih berkuasa daripada jenis sihirku, Dumbledore."
"Barangkali kau mencari di tempat-tempat yang salah," komentar Dumbledore.
"Nah, kalau begitu, tempat mana lagi yang lebih baik untuk memulai riset baruku daripada di sini, di Hogwarts ini"" kata Voldemort. "Maukah kau mengizinkan aku kembali" Maukah kau mengizinkan aku membagikan pengetahuanku kepada murid-muridmu" Aku siap membantumu dengan talentaku. Aku siap menerima perintah-perintahmu."
Dumbledore mengangkat alisnya.
"Dan apa yang akan terjadi kepada mereka yang menerima perintah-perintahmu" Apa yang akan terjadi kepada mereka yang menyebut diri seperti yang dikatakan desas-desus-Pelahap Maut""
Harry bisa melihat bahwa Voldemort tidak menyangka Dumbledore mengetahui nama ini. Dilihatnya mata Voldemort berkilat merah lagi dan cuping hidungnya yang seperti celah melebar.
"Kawan-kawanku," katanya, setelah hening sejenak, "akan bisa meneruskan sendiri tanpa aku, aku yakin."
"Aku senang mendengar kau menganggap mereka kawan," kata Dumbledore. "Aku mendapat kesan bahwa mereka kira-kira lebih seperti pembantu."
"Kau keliru," kata Voldemort.
"Kalau begitu, jika aku pergi ke Hog's Head malam ini, aku tidak akan menemukan rombongan mereka Nott, Rosier, Mulciber, Dolohov-menantikan kedatanganmu" Mereka sungguh teman-teman yang setia, menemanimu bepergian sejauh ini di malam bersalju, hanya untuk mengucapkan 'semoga sukses' ketika kau berusaha melamar pekerjaan sebagai guru."
Tak diragukan lagi bahwa pengetahuan Dumbledore yang rinci tentang siapa saja yang bepergian dengannya membuat Voldemort semakin tidak senang, namun dia langsung bisa menguasai diri.
"Kau serba tahu seperti biasanya, Dumbledore." "Oh, tidak, hanya berteman dengan pelayan bar setempat," kata Dumbledore enteng. "Nah, Tom ..." Dumbledore meletakkan gelasnya yang kosong dan duduk tegak di kursinya, ujung jari-jarinya bertaut dalam gaya yang sangat khas dia.
"...marilah kita bicara secara terang-terangan. Kenapa kau kembali ke sini malam ini, dikawal oleh pengikut-pengikutmu, meminta pekerjaan yang kita berdua tahu tidak kauinginkan""
Voldemort tampak tercengang, dingin.
"Pekerjaan yang tidak kuinginkan" Justru sebaliknya, Dumbledore, aku sangat menginginkannya."
"Oh, kau ingin kembali ke Hogwarts, tetapi kau tidak ingin mengajar, sama seperti waktu kau berumur delapan belas tahun. Apakah yang kau incar, Tom" Kenapa kau tidak mencoba meminta secara
terangterangan untuk sekali irii""
Voldemort menyeringai mencemooh.
"Kalau kau tidak mau memberiku pekerjaan-"
"Tentu saja aku tak mau," kata Dumbledore. "Dan tak sekejap pun aku berpikir bahwa kau mengira aku akan memberikannya. Meskipun demikian, kau toh tetap datang ke sini, kau memohon, kau pastilah punya tujuan."
Voldemort bangkit berdiri. Dia semakin tidak mirip Tom Riddle, rona mukanya dipenuhi kemarahan.
"Ini keputusan finalmu""
"Ya," kata Dumbledore, ikut berdiri.
"Kalau begitu tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan."
"Betul, tidak ada," kata Dumbledore, dan wajahnya diliputi kesedihan besar. "Waktunya telah lama berlalu ketika aku masih bisa menakut-nakutimu dengan lemari pakaian yang terbakar dan memaksamu menebus kesalahanmu. Tetapi ingin
sekali rasanya aku masih bisa begitu, Tom ... seandainya saja aku masih bisa ... "
Sekejap, Harry nyaris meneriakkan peringatan yang tak berarti; dia yakin tangan Voldemort bergerak ke arah saku dan tongkat sihirnya; namun kemudian saat itu berlalu. Voldemort telah berbalik, pintu menutup, dan dia pergi.
Harry merasa tangan Dumbledore memegang lengannya lagi, dan beberapa saat kemudian mereka berdiri berdua di tempat yang nyaris sama, tetapi tak ada salju yang menumpuk di birai jendela, dan tangan Dumbledore hitam dan tampak-mati sekali lagi.
"Kenapa"" tanya Harry langsung, mendongak menatap wajah Dumbledore. "Kenapa dia kembali" Apakah Anda berhasil tahu""
"Aku punya dugaan," kata Dumbledore, "tapi ya hanya itu." "Dugaan apa, Sir""
"Aku akan memberitahumu, Harry, kalau kau sudah berhasil mendapatkan kenangan itu dari Profesor Slughorn," kata Dumbledore. "Kalau kau sudah memiliki potongan terakhir teka-teki, segalanya akan, kuharap, menjadi jelas ... bagi kita berdua."
Harry masih penasaran bukan main, dan walaupun Dumbledore telah berjalan ke pintu dan membukanya untuknya, dia tidak langsung bergerak.
"Apakah dia masih tetap menginginkan jabatan guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, Sir" Dia tidak mengatakan
"Oh, dia jelas menginginkan jabatan guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam," kata Dumbledore. "Dampak pertemuan singkat kami membuktikan itu. Kau lihat, kan, kita tidak pernah bisa mempertahankan guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam lebih lama dari setahun sejak aku menolak memberikan jabatan itu kepada Lord Voldemort."
21. KAMAR YANG TAK-BISA-DIKETAHUI
Harry memeras otak sepanjang minggu berikutnya, mencari akal bagaimana membujuk Slughorn untuk menyerahkan kenangan yang sebenarnya, namun tak ada ide brilian muncul dan dia akhirnya melakukan apa yang semakin sering dilakukannya hari-hari ini jika sedang kehabisan akal: membaca buku Ramuan-nya, berharap si Pangeran menuliskan sesuatu yang berguna di margin buku, seperti yang telah acap kali dilakukannya sebelumnya.


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tak akan menemukan apa-apa di situ," kata Hermione tegas, pada suatu Minggu malam.
"Jangan mulai, Hermione," kata Harry. "Kalau bukan karena Pangeran, Ron tak akan duduk di sini sekarang."
"Akan, kalau kalian mendengarkan Snape di tahun pertama kita," bantah Hermione.
Harry mengabaikannya. Dia baru saja menemukan mantra (Sectumsempra!) di tepi halaman di atas kata-kata yang membangkitkan minat, "Untuk Musuh", dan langsung gatal ingin mencobanya, namun memutuskan lebih baik tidak di depan Hermione. Maka, alih-alih mencoba, diam-diam dilipatnya ujung halaman itu.
Mereka duduk di sebelah perapian di ruang rekreasi; anak-anak lain yang belum tidur adalah sesama anak kelas enam. Tadi sempat terjadi kegemparan ketika mereka kembali dari makan malam dan menemukan pengumuman baru di papan pengumuman, yang memberitahukan tanggal ujian Apparition
mereka. Mereka yang sudah berusia tujuh belas tahun tepat pada atau sebelum tanggal ujian pertama, yaitu dua puluh satu April, jika mau boleh mendaftar untuk ikut praktek tambahan, yang akan berlangsung (dengan supervisi ketat) di Hogsmeade.
Ron langsung panik membaca pengumuman ini. Dia belum berhasil ber-Apparate dan khawatir tidak siap ikut ujian. Hermione, yang sudah berhasil ber-Apparate dua kali, sedikit lebih percaya diri. Sedangkan Harry, yang baru akan berusia
tujuh belas tahun empat bulan lagi, tak bisa ikut ujian, tak peduli dia sudah siap atau belum.
"Paling tidak kau bisa ber-Apparate!" kata Ron tegang. "Kau tak akan mendapat kesulitan, bulan Juli nanti!"
"Aku baru berhasil sekali;" Harry mengingatkannya.
Dia akhirnya berhasil menghilang dan muncul lagi di dalam lingkaran hulahopnya dalam pelajaran mereka yang lalu.
Setelah membuang-buang banyak waktu mencemaskan Apparition, Ron sekarang bersusah payah menyelesaikan esai supersulit untuk Snape. Harry dan Hermione sudah menyelesaikan esai mereka. Harry sudah siap menerima nilai rendah untuk esainya, karena dia tidak setuju dengan Snape tentang cara terbaik menangani Dementor, namun dia tidak peduli. Kenangan Slughorn adalah hal yang paling penting baginya sekarang.
"Kuberitahu kau, si Pangeran bego itu tidak akan bisa membantumu dalam hal ini, Harry!" kata Hermione, lebih keras. "Hanya ada satu cara untuk memaksa orang melakukan apa yang kau inginkan, yaitu Kutukan Imperius, dan ini ilegal"
"Yeah, aku tahu itu, terima kasih," kata Harry, tidak mengangkat muka dari bukunya. "Itulah sebabnya aku mencari sesuatu yang berbeda. Dumbledore mengatakan Veritaserum tidak akan berhasil, tapi barangkali ada sesuatu yang lain, ramuan atau mantra ... "
"Kau memilih jalan yang keliru," kata Hermione. "Hanya kau yang bisa mendapatkan kenangan itu, kata Dumbledore. Itu pasti berarti kau bisa membujuk Slughorn, sementara orang lain tak bisa. Ini bukan persoalan memberinya ramuan, semua orang bisa melakukan itu"
"Bagaimana mengeja 'belligerent'"" tanya Ron, mengguncang pena-bulunya keras-keras seraya menatap Perkamennya. "Bukan B-U-M-"
"Bukan," kata Hermione, menarik esai Ron ke arahnya. "Dan 'augury' juga tidak mulai dengan O-R-G Pena-bulu macam apa yang kau pakai""
"Salah satu produk Pengecek-Ejaan Fred dan George ... tapi kurasa mantranya sudah pudar ... "
"Ya, pasti begitu," kata Hermione, menunjuk judul esainya, "karena kita diminta menjelaskan bagaimana menghadapi Dementor, bukan 'Dugbog', dan aku juga tak ingat kau sudah mengubah namamu menjadi 'Roonil Wazlib'."
"Wah, gawat!" kata Ron, menatap ngeri perkamennya. "Jangan bilang aku harus menulis semuanya sekali lagi!"
"Jangan kuatir, kita bisa membereskannya," kata Hermione, menarik esai itu ke arahnya dan mencabut tongkat sihirnya.
"I love you, Hermione," kata Ron, kembali terenyak di kursinya, menggosok-gosok matanya dengan letih.
Wajah Hermione merona merah, namun dia hanya berkata, "Jangan sampai Lavender mendengarmu berkata begitu."
"Tidak," kata Ron ke dalam tangannya. "Atau barangkali malah sebaiknya dia dengar ... supaya dia meninggalkan aku
" "Kenapa kau tidak meninggalkannya kalau kau mau putus darinya"" tanya Harry.
Tar. "Kau belum pernah mutusin cewek, kan"" kata Ron. "Kau dan Cho hanya-"
"Menjauh sendiri, yeah," kata Harry.
"Asyik kalau itu terjadi padaku dan Lavender," kata Ron muram, mengawasi Hermione dengan diam menyentuh masing-masing kata yang salah eja dengan ujung tongkat sihirnya, sehingga kata-kata itu mengoreksi sendiri di perkamennya. "Tapi semakin aku menyiratkan mau mengakhiri hubungan, semakin dia mempertahankannya. Rasanya seperti pacaran dengan Cumi-Cumi Raksasa."
"Nah, beres," kata Hermione, kira-kira dua puluh menit kemudian, mengembalikan esai Ron.
"Berjuta terima kasih," kata Ron. "Boleh aku meminjam pena-bulumu untuk menulis penutupnya""
Harry, yang sejauh itu tidak berhasil menemukan sesuatu yang berguna di catatan Pangeran Berdarah-Campuran, memandang ke sekitarnya. Hanya tinggal mereka bertiga sekarang di ruang rekreasi. Seamus baru saja pergi tidur sambil mengumpat Snape dan esainya. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah retih api dan Ron menggoreskan paragraf terakhir tentang Dementor menggunakan pena-bulu Hermione. Harry baru saja menutup buku Pangeran Berdarah-Campuran, menguap, ketika -- Tar.
Hermione memekik pelan. Ron menumpahkan tinta di atas esainya dan Harry berkata, "Kreacher!"
Peri-rumah itu membungkuk rendah dan bicara kepada jari-jari kakinya yang berbonggol.
"Tuan bilang menginginkan laporan berkala tentang apa yang dilakukan
Malfoy maka Kreacher datang untuk memberi" Dobby muncul di samping Kreacher, topi penutup tekonya miring.
"Dobby juga membantu, Harry Potter!" dia mencicit, melempar pandang sebal kepada Kreacher. "Dan Kreacher harus memberitahu Dobby kalau dia mau menemui Harry Potter, supaya mereka bisa memberi laporan bersama-sama!"
"Apa ini"" tanya Hermione, masih tampak shock atas kemunculan mendadak kedua peri-rumah ini. "Apa yang terjadi, Harry""
Harry bimbang sebelum menjawab, karena dia belum memberitahu Hermione soal menyuruh Kreacher dan Dobby membuntuti Malfoy; peri-rumah selalu jadi topik peka untuk Hermione.
"Oh ... mereka membuntuti Malfoy untukku," katanya.
"Siang-malam," seru Kreacher parau.
"Dobby sudah tidak tidur selama seminggu, Harry Potter!" kata Dobby bangga, berayun di tempatnya berdiri.
Hermione tampak marah. "Kau tidak tidur, Dobby" Tapi, Harry, tentunya kau tidak menyuruhnya tidak"
"Tidak, tentu saja tidak," kata Harry cepat-cepat. "Dobby, kau boleh tidur, oke" Tapi, apakah kalian berhasil menemukan sesuatu"" dia buru-buru bertanya, sebelum Hermione sempat menyela lagi.
"Tuan Malfoy bergerak dengan keanggunan yang sesuai dengan darah-murninya," Kreacher langsung berteriak parau. "Wajahnya memiliki tulang-tulang halus almarhum majikan saya dan sikapnya seperti"
"Draco Malfoy anak yang nakal!" cicit Dobby marah. "Anak nakal yang-yang-"
Dia bergidik dari jumbai penutup-tekonya sampai ke ujung kaus kakinya dan kemudian berlari ke perapian, seolah siap terjun ke dalamnya. Harry, yang rupanya sudah menduga ini akan terjadi, menangkapnya di sekeliling perutnya dan memeganginya erat-erat. Selama beberapa detik Dobby meronta, kemudian lemas.
"Terima kasih, Harry Potter," engahnya. "Dobby masih sulit bicara buruk tentang mantan majikannya ..."
Harry melepaskannya. Dobby meluruskan penutuptekonya dan berkata menantang kepada Kreacher, "Tapi Kreacher harus tahu bahwa Draco Malfoy bukan majikan yang baik bagi peri-rumah!"
"Yeah, kami tak perlu mendengar bagaimana kau mencintai Malfoy," Harry memberitahu Kreacher. "Kita percepat saja sampai ke mana sebetulnya dia pergi."
Kreacher membungkuk lagi, tampak gusar, dan kemudian berkata, "Tuan Malfoy makan di Aula Besar, dia tidur di kamar tidur di ruang bawah tanah, dia ikut pelajaran dalam berbagai" "Dobby, kau saja yang cerita," kata Harry, memotong Kreacher. "Apakah dia pergi ke tempat yang seharusnya tak didatanginya""
"Harry Potter, Sir," cicit Dobby, matanya yang besar seperti bola berkilauan dalam cahaya api perapian, "Malfoy tidak melanggar peraturan sejauh yang Dobby lihat, tapi dia masih tak mau ketahuan. Dia mengunjungi lantai tujuh secara tetap dengan teman berganti-ganti. Teman-temannya itu berjaga selama dia masuk"
"Kamar Kebutuhan!" kata Harry, memukul keras-keras dahinya sendiri dengan buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut. Hermione dan Ron terpana memandangnya. "Ke situlah dia pergi! Di situlah dia melakukan ... apa pun yang sedang dilakukannya! Dan berani taruhan, itulah sebabnya dia
menghilang di peta kalau dipikir-pikir, aku belum pernah melihat Kamar Kebutuhan di sana!"
"Barangkali Perampok-nya tidak tahu Kamar itu ada," kata Ron.
"Kurasa itu bagian dari keistimewaan sihir Kamar itu," kata Hermione. "Kalau kau memerlukannya sebagai kamar yang tak terlacak, dia tak muncul di peta."
"Dobby, apakah kau berhasil masuk dan melihat apa yang sedang dilakukan Malfoy"" tanya Harry bersemangat.
"Tidak, Harry Potter, itu tidak mungkin," kata Dobby.
"Mungkin saja," kata Harry segera. "Malfoy bisa masuk ke dalam Markas Besar kita tahun lalu, jadi aku juga akan berhasil masuk dan memata-matainya. Tak masalah."
"Tapi, kurasa kau tak akan bisa, Harry," kata Hermione perlahan. "Malfoy sudah tahu Kamar itu kita gunakan sebagai apa tepatnya, kan, karena si Marietta bego itu membocorkannya. Dia membutuhkan Kamar itu untuk menjadi Markas Besar LD, maka Kamar itu pun menjadi demikian. Tapi kau tak tahu Kamar ini menjadi apa kalau Malfoy masuk ke dalamnya, jadi kau tak tahu akan meminta Kamar itu bertransformasi menjadi apa."
"Pasti ada cara untuk mengatasinya," kata Harry y
akin, "Kau melaksanakan tugasmu dengan luar biasa, Dobby."
"Kreacher juga hebat," kata Hermione berbaik hati, tetapi bukannya berterima kasih, Kreacher malah memalingkan matanya yang besar dan kemerahan dan berkata parau kepada langit-langit, "Si Darah-lumpur mengajak bicara Kreacher. Kreacher akan berpura-pura tidak bisa mendengarnya"
"Jangan macam-macam. Pergilah," Harry membentaknya, dan Kreacher sekali lagi membungkuk rendah dan ber-Disapparate. "Kau sebaiknya pergi dan tidur juga, Dobby."
"Terima kasih, Harry Potter, Sir!" cicit Dobby girang, dan dia juga menghilang.
"Bagus sekali, kan"" kata Harry antusias, berpaling kepada Ron dan Hermione begitu ruangan itu sudah bebas peri-rumah lagi. "Kita tahu ke mana Malfoy pergi! Kita sudah berhasil menyudutkannya sekarang!"
"Yeah, hebat," kata Ron murung. Dia sedang berusaha membersihkan tumpahan tinta di esainya yang hampir selesai. Hermione menarik esai itu ke arahnya dan mulai menyedot tinta itu dengan tongkat sihirnya.
"Tapi apa maksudnya dia ke atas dengan teman berganti-ganti"" kata Hermione. "Ada berapa orang yang ikut dalam rencananya" Masa dia memercayai banyak orang untuk mengetahui apa yang sedang dilakukannya ... "
"Yeah, ini aneh," kata Harry, mengernyit. "Aku mendengarnya mengatakan kepada Crabbe, bukan urusan Crabbe apa yang dilakukannya ... jadi, apa yang dikatakannya kepada semua ... semua ... "
Suara Harry menghilang, dia menatap perapian.
"Ya ampun, aku bego banget," katanya pelan. "jelas sekali, kan" Ada satu tong besar di ruang bawah tanah ... dia bisa saja mengambilnya selama pelajaran itu ... "
"Mengambil apa"" tanya Ron.
"Ramuan Polijus. Dia mencuri sedikit Ramuan Polijus yang ditunjukkan Slughorn kepada kita dalam pelajaran Ramuan kita yang pertama ... bukan teman berganti-ganti yang menjagai Malfoy ... cuma Crabbe dan Goyle seperti biasanya ... yeah, semuanya cocok!" kata Harry, melompat bangun dan mulai berjalan mondar-mandir di depan perapian. "Mereka cukup bodoh untuk melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka, walaupun Malfoy tidak mau memberitahu mereka apa yang sedang dilakukannya ... tetapi dia tak ingin mereka
terlihat berkeliaran mengintip-intip di depan Kamar Kebutuhan, maka dia menyuruh mereka minum Polijus untuk membuat mereka kelihatan seperti orang lain ... dua cewek yang kulihat bersamanya ketika dia tidak menonton Quidditchha! Crabbe dan Goyle!"
"Maksudmu," kata Hermione dengan suara terpana, "anak perempuan kecil yang timbangannya kuperbaiki""
"Yeah, tentu saja!" kata Harry keras, menatap Hermione. "Tentu saja! Malfoy pastilah ada di dalam Kamar waktu itu, jadi cewek itu gimana sih aku ini cowok itu menjatuhkan timbangannya untuk memberitahu Malfoy supaya jangan keluar, karena ada orang di luar! Lalu masih ada lagi cewek yang menjatuhkan telur-katak! Kita sudah berkali-kali melewatinya selama ini dan tidak menyadarinya!"
"Dia menyuruh Crabbe dan Goyle berubah jadi cewek"" gelak Ron. "Ya ampun ... pantas saja mereka tampak tidak terlalu bahagia hari-hari ini ... aku heran kenapa mereka tidak menolaknya ... "
"Mereka tak berani, kan, kalau dia sudah menunjukkan Tanda Kegelapan kepada mereka," kata Harry. "Hmmm ... Tanda Kegelapan yang kita tidak tahu ada atau tidak," kata Hermione ragu-ragu, menggulung esai Ron yang sudah kering sebelum terjadi bencana lain dan menyerahkannya kepadanya.
"Kita lihat nanti" kata Harry yakin.
"Ya, kita lihat nanti," kata Hermione, bangkit berdiri dan menggeliat. "Tapi, Harry, sebelum kau kelewat bersemangat, aku masih tetap berpendapat kau tak akan bisa masuk ke dalam Kamar Kebutuhan tanpa tahu Kamar itu jadi apa dulu. Dan menurutku kau jangan sampai lupa," dia menyandangkan tasnya di bahu dan memandang Harry dengan sangat serius, "bahwa seharusnya kau berkonsentrasi pada bagaimana mendapatkan kenangan itu dari Slughorn. Selamat tidur."
Harry menatap Hermione pergi, merasa agak tidak puas. Begitu pintu yang menuju kamar anak-anak Perempuan telah menutup di belakangnya, dia langsung menanyai Ron.
"Bagaimana menurut pendapatmu""
"Ingin sekali rasanya aku bisa ber-Disapparate seperti peri-rumah," ka
ta Ron, menatap tempat Dobby tadi menghilang. "Kalau bisa begitu, aku pasti lulus ujian Apparition."
Malam itu tidur Harry tak nyenyak. Selama berjam-jam dia masih terjaga, bertanya-tanya dalam hati Malfoy menggunakan Kamar Kebutuhan sebagai apa, dan apa yang dia, Harry, akan lihat kalau dia masuk ke Kamar itu hari berikutnya, karena apa pun yang dikatakan Hermione, Harry tetap yakin bahwa kalau Malfoy bisa melihat Markas Besar LD, maka dia juga akan bisa melihat ... tempat apa Malfoy ya" Ruang pertemuan" Tempat persembunyian" Gudang" Bengkel" Otak Harry bekerja keras dan mimpi-mimpinya, ketika dia akhirnya tertidur, terputus-putus dan diganggu oleh bayangan Malfoy, yang berubah menjadi Slughorn, yang berubah menjadi Snape ...
Harry sangat penuh harap selama sarapan keesokan harinya. Dia bebas satu jam pelajaran sebelum Pertahanan terhadap Ilmu Hitam dan bertekad menggunakan waktu itu untuk masuk ke dalam Kamar Kebutuhan. Hermione berlagak tak tertarik mendengar bisik-bisik rencananya untuk memaksa masuk ke dalam Kamar. Ini menjengkelkan Harry, karena dia beranggapan Hermione bisa banyak membantu kalau dia mau.
"Dengar," kata Harry pelan, membungkuk ke depan dan meletakkan tangan di atas Daily Prophet, yang baru saja dilepas Hermione dari burung hantu pos, untuk mencegahnya membuka koran itu dan menghilang di baliknya. "Aku tidak melupakan Slughorn, tapi aku sama sekali belum tahu bagaimana mendapatkan kenangan itu darinya, dan sampai aku mendapat ide cemerlang, kenapa aku tak boleh mencari tahu apa yang sedang dilakukan Malfoy""
"Sudah kubilang, kan, kau perlu membujuk Slughorn," kata Hermione. "Ini bukan masalah memperdaya atau menyihirnya, kalau ya pasti Dumbledore sudah bisa melakukannya sendiri dalam sekejap mata. Alih-alih berkeliaran di depan Kamar Kebutuhan," dia menyentakkan Prophet dari bawah tangan Harry dan membuka lipatannya untuk melihat halaman pertama, "seharusnya kau mencari Slughorn dan mulai memohon kebaikannya."
"Ada yang kita kenal"" tanya Ron, ketika Hermione membaca cepat judul-judul utamanya.
"Ada!" kata Hermione, membuat Harry dan Ron tersedak sarapan mereka. "Tapi tak apa-apa, dia tidak mati si Mundungus, dia sudah ditangkap dan dikirim ke Akzaban! Ada hubungannya dengan menyamar menjadi Inferius dalam usaha perampokan ... dan orang bernama Octavius Pepper telah menghilang ... oh, dan mengerikan sekali, seorang anak laki-laki berumur sembilan tahun ditangkap karena mencoba membunuh kakek-neneknya, mereka menduga dia kena Kutukan Imperius ... "
Mereka menyelesaikan sarapan dalam diam. Hermione langsung berangkat untuk ikut pelajaran Rune Kuno, Ron ke ruang rekreasi, dia masih harus menyelesaikan kesimpulannya pada esai Dementor untuk Snape, dan Harry ke koridor di lantai tujuh, ke hamparan dinding di seberang permadani hias bergambar Barnabas the Barmy-Barnabas si Sinting mengajari para troll bermain balet.
Harry menyelubungkan Jubah Gaib-nya begitu dia menemukan lorong yang kosong, namun sebetulnya dia tak perlu repot-repot. Ketika dia tiba di tempat tujuannya, tempat itu kosong. Harry tak tahu apakah kesempatannya memasuki Kamar itu lebih baik dengan Malfoy berada di dalamnya atau tidak, tetapi paling tidak usaha pertamanya tidak akan dipersulit dengan keberadaan Crabbe atau Goyle yang menyamar menjadi anak perempuan berusia sebelas tahun.
Harry memejamkan mata ketika dia mendekati tempat di mana pintu Kamar Kebutuhan tersembunyi. Dia tahu apa yang harus dilakukannya, dia menjadi sangat mahir melakukannya tahun lalu. Berkonsentrasi sepenuhnya dia bepikir, aku perlu melihat apa yang dilakukan Malfoy di dalam sini ... aku perlu melihat apa yang dilakukan Malfoy di dalam sini ... aku perlu melihat apa yang dilakukan Malfoy di dalam sini ...
Tiga kali dia berjalan melewati pintu, kemudian, dengan jantung berdebar keras saking tegangnya, dia membuka mata dan menghadap ke dinding namun ternyata dia masih memandang hamparan dinding kosong yang biasa-biasa saja.
Dia maju dan mencoba mendorongnya. Batu itu tetap padat dan tak bergerak.
"Oke," kata Harry keras. "OK ... aku memikirkan hal yang keliru ..
. " Dia mempertimbangkan sejenak, kemudian mulai lagi, dengan mata terpejam, berkonsentrasi sekeras mungkin.
Aku perlu melihat tempat yang diam-diam selalu didatangi Malfoy ... aku perlu melihat tempat yang diam-diam selalu didatangi Malfoy ...
Setelah lewat tiga kali, dia membuka mata penuh harap.
Tak ada pintu. "Oh, ayolah," katanya jengkel kepada dinding itu. "Instruksinya kan sudah jelas ... baiklah ... "
Dia berpikir keras selama beberapa menit sebelum mulai berjalan lagi.
Aku perlu kau berubah menjadi tempat seperti kalau kau berubah untuk Draco Malfoy ...
Dia tidak langsung membuka mata setelah menyelesaikan patrolinya; dia mendengarkan baik-baik, seolah dia akan bisa mendengar bunyi terbentuknya pintu itu. Namun dia tidak
mendengar apa-apa, kecuali kicau burung di luar. Dia membuka matanya.
Tetap masih tak ada pintu.
Harry mengumpat. Ada yang menjerit. Dia berpaling dan melihat sekelompok anak kelas satu berlarian kembali di tikungan. Pastilah mereka menyangka baru saja bertemu hantu yang bermulut kotor.
Harry mencoba segala variasi "aku perlu melihat apa yang dilakukan Draco Malfoy di dalam ruanganmu" yang bisa dipikirkannya selama satu jam penuh. Pada akhirnya dia terpaksa mengakui bahwa Hermione mungkin benar: Kamar itu tidak mau membuka untuknya. Frustrasi dan kesal, dia berangkat ke pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, melepas Jubah Gaib-nya dan menjejalkannya ke dalam tasnya sambil berjalan.
"Terlambat lagi, Potter," kata Snape dingin, ketika Harry bergegas masuk ke dalam kelas yang diterangi cahaya lilin. "Potong sepuluh angka dari Gryffindor."
Harry memandang marah Snape seraya mengenyakkan diri di tempat duduk di sebelah Ron. Separo kelas masih berdiri, mengeluarkan buku dan membereskan barang-barang; dia tak lebih terlambat daripada mereka.
"Sebelum kita mulai, kumpulkan esai Dementor kalian" kata Snape, melambaikan tongkat sihirnya sekenanya, sehingga dua puluh lima gulungan perkamen meluncur di udara dan mendarat dalam gundukan rapi di atas mejanya. "Dan kuharap demi kebaikan kalian sendiri, esai kalian ini lebih bermutu daripada omong kosong yang terpaksa kubaca tentang bagaimana melawan Kutukan Imperius. Nah, sekarang buka buku kalian pada halaman-ada apa, Mr Finnigan""
"Sir," kata Seamus, "saya ingin tahu bagaimana kita bisa membedakan antara Inferius dan hantu" Karena ada artikel di Prophet tentang Inferius"
"Tak ada," tukas Snape dengan suara bosan.
"Tapi, Sir, saya mendengar orang-orang bicara"
"Kalau kau benar-benar membaca artikel yang dimaksud, Mr Finnigan, kau akan tahu bahwa yang disebut Inferius itu tak lain dan tak bukan hanyalah pencuri bau bernama Mundungus Fletcher."
"Kusangka Snape dan Mundungus berada di pihak yang sama"" gumam Harry kepada Ron dan Hermione. "Bukankah mestinya dia cemas Mundungus telah tentang-""
"Tapi Potter tampaknya bisa berkata banyak tentang topik ini," kata Snape, tiba-tiba menunjuk ke bagian belakang kelas, mata hitamnya menatap tajam Harry. "Mari kita tanya Potter bagaimana kita bisa membedakan antara Inferius dan hantu."
Seluruh kelas menoleh memandang Harry, yang buru-buru mencoba mengingat apa yang telah dikatakan Dumbledore kepadanya pada malam mereka mengunjungi Slughorn.
"Er ... hantu transparan-" katanya.
"Oh, bagus sekali" sela Snape, mencibir. "Ya, nyata sekali bahwa hampir enam tahun pendidikan sihir tak sia-sia untukmu, Potter. Hantu transparan."
Pansy Parkinson terkikik nyaring. Beberapa anak lain menyeringai. Harry menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan dengan tenang, sekalipun darahnya mendidih. "Yeah, hantu transparan, tetapi Inferi adalah tubuh-tubuh yang meninggal, kan" Jadi, mereka padat"
"Anak berumur lima tahun juga bisa menjelaskan seperti itu," cemooh Snape. "Inferius adalah mayat yang digerakkan kembali oleh mantra penyihir Hitam. Dia tidak hidup, dia hanya digunakan seperti boneka untuk melakukan yang diperintahkan si penyihir. Hantu, aku yakin kalian semua sudah tahu sekarang, adalah jejak jiwa orang meninggal, yang tertinggal di dunia ... dan tentu saja, seperti yang
diberitahukan Potter dengan sangat bijaksana kepada kita
, transparan." "Tapi apa yang dikatakan Harry sangat berguna jika kita ingin membedakan mereka!" kata Ron. "Kalau kita bertemu dengan salah satu dari mereka di jalan kecil yang gelap, praktisnya kita melihat apakah dia padat, kan" Masa kita akan bertanya, 'Maaf, apakah Anda jejak jiwa orang yang meninggal"'"
Gelak tawa yang menyusul langsung dipadamkan oleh pandangan Snape kepada mereka.
"Potong sepuluh angka lagi dari Gryffindor," kata Snape. "Aku tidak mengharapkan hal yang lebih canggih darimu, Ronald Weasley. Anak yang begitu padat sampai tak bisa ber-Apparate satu senti pun di dalam ruangan."
"Jangan!" bisik Hermione, mencengkeram lengan Harry ketika dia membuka mulutnya dengan marah. "Tak ada gunanya, kau cuma akan kena detensi lagi. Biarkan saja!"
"Sekarang buka buku kalian pada halaman dua ratus tiga belas," kata Snape, menyeringai sedikit, "dan baca dua paragraf pertama tentang Kutukan Cruciatus ... "
Ron sangat diam sepanjang pelajaran. Ketika bel berbunyi pada akhir pelajaran, Lavender mendatangi Ron dan Harry (Hermione menghilang dengan misterius ketika Lavender mendekat) dan memaki-maki Shape atas ejekannya terhadap Apparition Ron, namun ini tampaknya malah semakin membuat Ron jengkel, dan Ron melepaskan diri dari Lavender dengan berbelok ke toilet anak laki-laki dengan Harry.
"Snape benar, kan"" kata Ron, setelah menatap cermin retak selama beberapa saat. "Aku tak tahu, pantas tidak aku ikut ujian. Aku tak kunjung bisa menguasai Apparition."
"Ada baiknya kau ikut sesi latihan tambahan di Hogsmeade dan melihat sampai sejauh mana kau berhasil," kata Harry
bijaksana. "Bagaimanapun itu jauh lebih menarik daripada mencoba masuk ke dalam lingkaran hulahop seperti orang bego. Kemudian, kalau kau masih belum kau tahu sebaik yang kau harapkan, kau bisa menunda ujian, dan ikut ujian bareng aku di musim pan-Myrtle, ini kan toilet cowok!"
Hantu seorang anak perempuan muncul dari dalam kloset di bilik di belakang mereka dan sekarang melayang-layang di udara, menatap mereka melalui kacamata putih bundar dan
tebal. "Oh," katanya muram. "Ternyata kalian berdua."
"Siapa yang kau tunggu"" tanya Ron, memandangnya dalam cermin.
"Tidak siapa-siapa," kata Myrtle, dengan murung mengorek-ngorek jerawat di dagunya. "Dia bilang akan kembali dan menemuiku, tapi kau dulu juga bilang akan datang dan mengunjungiku ..." dia menatap Harry dengan pandangan mencela. "... dan aku tidak melihatmu selama berbulan-bulan. Aku sudah belajar untuk tidak mengharap terlalu banyak dari cowok."
"Kupikir kau tinggal di toilet cewek"" kata Harry, yang sudah selama beberapa tahun berhati-hati menjauhi tempat itu.
"Memang," kata Myrtle, sedikit cemberut dan mengangkat bahu, "tapi itu tidak berarti aku tak bisa mengunjungi tempat lain. Aku pernah datang dan melihatmu sedang mandi, ingat""
"Ingat banget," kata Harry.
"Tapi kusangka dia menyukaiku," katanya sedih. "Barangkali kalau kalian berdua pergi, dia akan datang lagi ... kami punya banyak persamaan ... aku yakin dia merasakannya
" Dan dia memandang penuh harap ke pintu.
"Waktu kau bilang kalian punya banyak persamaan," kata Ron, terdengar agak geli sekarang, "apakah maksudmu dia juga tinggal di leher angsa kloset""
"Bukan," bantah Myrtle menantang, suaranya bergaung keras di dalam kamar mandi-ubin tua itu. "Maksudku dia sensitif, orang-orang juga menakut-nakutinya, dan dia kesepian dan tak punya teman yang bisa diajak bicara, dan dia tidak takut memperlihatkan perasaannya dan menangis!"
"Ada cowok menangis di dalam sini"" tanya Harry ingin tahu. "Remaja""
"Sudahlah!" kata Myrtle, matanya yang kecil dan bersimbah air mata menatap Ron, yang sekarang benar-benar nyengir. "Aku sudah berjanji tidak akan bilang siapa-siapa dan rahasianya akan kubawa ke-"
"... bukan liang kubur, pastinya"" kata Ron dengan dengus tawa. "Pembuangan air kotor, barangkali ... "
Myrtle melolong murka dan terjun kembali ke dalam kloset, membuat airnya meluap dan tumpah ke lantai. Menggoda Myrtle rupanya membuat Ron kembali bersemangat.
"Kau benar," katanya, menyandangkan tas sekolahnya di bahunya. "Aku akan ikut sesi latihan di H
ogsmeade sebelum memutuskan akan ikut ujian atau tidak."
Maka, akhir minggu berikutnya, Ron bergabung dengan Hermione dan anak-anak kelas enam lainnya yang akan berusia tujuh belas tahun pada saat ujian dua minggu lagi. Harry merasa agak iri memandang mereka semua bersiap-siap berangkat ke desa. Dia sudah rindu berjalan-jalan ke sana, dan hari itu kebetulan hari yang cerah di musim semi, salah satu langit tak berawan pertama yang mereka lihat setelah lama sekali suram terus. Meskipun demikian, dia telah memutuskan akan menggunakan waktunya untuk berusaha usaha masuk Kamar Kebutuhan lagi.
"Akan lebih baik bagimu," kata Hermione, ketika Harry memberitahukan rencananya ini kepadanya dan Ron di Aula Depan, "jika kau langsung ke kantor Slughorn dan mencoba mendapatkan kenangan itu darinya."
"Aku sudah mencoba terus!" kata Harry jengkel, dan ini memang benar. Dia telah sengaja berlamalama setiap kali usai pelajaran Ramuan selama seminggu ini dalam usahanya untuk menyudutkan Slughorn, tetapi guru Ramuan itu selalu meninggalkan kelas bawah tanah cepat sekali sehingga Harry tak bisa mengejarnya. Dua kali Harry ke kantornya dan mengetuk, tetapi tak mendapat jawaban, meskipun pada kali kedua dia yakin dia mendengar suara gramofon tua yang buru-buru diredam.
"Dia tak mau bicara denganku, Hermione! Dia tahu aku sedang berusaha menemuinya saat dia sendirian lagi dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi!"
"Yah, kalau begitu harus dicoba terus, kan""
Antrean pendek anak-anak yang menunggu giliran melewati Filch, yang sedang melakukan pemeriksaan yang biasa dengan menusuk-nusuk dengan Sensor Rahasia-nya, bergerak maju beberapa langkah, dan Harry tidak menjawab karena takut terdengar si penjaga sekolah. Dia mengucapkan "semoga sukses" kepada Ron dan Hermione, kemudian berbalik dan menaiki tangga pualam lagi, bertekad, tak peduli apa pun yang dikatakan Hermione, untuk melewatkan satu atau dua jam untuk Kamar Kebutuhan.
Begitu sudah tak terlihat dari Aula Depan, Harry mengeluarkan Peta Perampok dan Jubah Gaib dari tasnya. Setelah menyembunyikan diri, dia mengetuk peta itu, seraya bergumam, "Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa aku orang tak berguna," dan meneliti peta itu dengan saksama.
Berhubung saat itu hari Minggu pagi, hampir semua anak ada di ruang rekreasi masing-masing. Anak-anak Gryffindor di
salah satu menara, anak-anak Ravenclaw di menara yang lain, anak-anak Slytherin di ruang bawah tanah yang aslinya adalah ruang tahanan di kastil itu, dan anak-anak Hufflepuff di ruang bawah tanah dekat dapur. Di sana-sini ada anak yang berkeliaran di sekitar perpustakaan atau di koridor ... ada beberapa anak di halaman ... dan di sana, sendirian di koridor lantai tujuh, tampak Gregory Goyle. Tak tampak tanda-tanda adanya Kamar Kebutuhan, tetapi Harry tidak khawatir soal itu. Kalau Goyle sedang berjaga di luar, berarti Kamar itu terbuka, tak peduli apakah peta itu sadar atau tidak Kamar itu ada. Karena itu Harry berlari menaiki tangga, dan baru memelankan langkah setelah tiba di tikungan yang menuju koridor itu. Saat itu barulah dia mulai berindap-indap, sangat perlahan, ke arah anak perempuan kecil yang sama, memegangi timbangan kuningannya yang berat, yang dua minggu lalu ditolong Hermione dengan baik hati. Harry menunggu sampai berada tepat di belakang anak itu sebelum membungkuk amat rendah dan berbisik, "Halo ... kau cantik amat sih""
Goyle mengeluarkan jerit nyaring ketakutan, melemparkan timbangannya ke udara dan berlari pergi, menghilang dari pandangan lama sebelum suara timbangannya yang terbanting berhenti bergema di koridor itu. Tertawa, Harry berbalik untuk berkonsentrasi pada dinding kosong, yang di baliknya, dia yakin, Draco Malfoy sekarang sedang berdiri membeku, sadar bahwa ada orang tak diinginkan di luar sana, tetapi tak berani menampakkan diri. Harry merasa senang dan berkuasa ketika dia berusaha mengingat-ingat kalimat seperti apa yang belum dicobanya.
Meskipun demikian suasana penuh harapan ini tidak berlangsung lama. Setengah jam kemudian, setelah mencoba banyak variasi permohonan untuk melihat apa yang sedang dilaku
kan Malfoy, dinding itu tetap saja tak berpintu seperti semula. Harry bukan main frustrasinya. Malfoy barangkali hanya semeter darinya, dan tetap saja tak ada bukti sekecil
apa pun tentang apa yang dilakukannya di dalam sana. Kehilangan kesabarannya sama sekali, Harry berlari ke dinding dan menendangnya.
"OUCH!" Dia menduga barangkali jari kakinya patah. Ketika dia mencengkeramnya dan melompat-lompat dengan satu kaki, Jubah Gaib-nya merosot darinya. "Harry""
Harry berputar, di atas satu kaki, dan terguling. Bukan main herannya dia melihat Tonks berjalan ke arahnya, seolah dia sudah sering berjalan-jalan di koridor ini.
"Ngapain kau di sini"" tanya Harry, merangkak bangun lagi. Kenapa sih Tonks selalu mendapatinya sedang terkapar di lantai"
"Aku datang untuk menemui Dumbledore," kata Tonks.
Harry berpikir Tonks tampak parah sekali; lebih kurus daripada biasanya, rambutnya yang berwarna bulu-tikus lemas.
"Kantornya bukan di sini," kata Harry. "Di sisi lain kastil, di belakang gargoyle"
"Aku tahu," kata Tonks. "Dia tidak ada. Rupanya dia pergi
lagi." "Pergi lagi"" kata Harry, meletakkan kakinya yang memar dengan amat hati-hati di lantai. "Hei kau tak tahu ke mana dia pergi, kukira""
"Tidak," kata Tonks. "Untuk apa kau ingin menemuinya""
"Tidak ada hal khusus," kata Tonks, seraya tanpa sadar menarik-narik lengan jubahnya. "Aku cuma berpikir dia barangkali tahu apa yang sedang terjadi ... aku mendengar desas-desus ... orang-orang terluka ... "
"Yeah, aku tahu, semuanya ada di koran," kata Harry. "Anak kecil yang mencoba membunuh kak-"
"Prophet acap kali ketinggalan berita," kata Tonks, yang tampaknya tidak mendengarkan Harry. "Kau tidak menerima surat dari anggota Orde belakangan ini""
"Tak ada lagi orang dari Orde yang menulis kepadaku" kata Harry, "tidak sejak Sirius"
Harry melihat mata Tonks telah dipenuhi air mata.
"Maaf," gumamnya salah tingkah. "Maksudku ... aku juga kehilangan dia ... "
"Apa"" tanya Tonks tak mengerti, seolah dia tidak mendengarnya. "Nah ... sampai ketemu lagi, Harry ..."
Dan dia mendadak berbalik dan berjalan menyusuri koridor, meninggalkan Harry menatapnya. Selewat beberapa saat dia memakai Jubah Gaib-nya lagi dan melanjutkan usahanya untuk memasuki Kamar Kebutuhan, namun hatinya sudah tidak di situ. Akhirnya, perut yang lapar dan kesadaran bahwa Ron dan Hermione akan segera pulang untuk makan siang membuatnya menyerah dan meninggalkan koridor itu, dengan harapan Malfoy terlalu takut untuk meninggalkan Kamar sampai beberapa jam lagi.
Ternyata Ron dan Hermione sudah di Aula Besar, sudah separo jalan menyantap makan siang yang awal.
"Aku berhasil yah, boleh dibilang begitu!" Ron memberitahu Harry dengan antusias ketika melihat Harry. "Aku diminta ber-Apparate ke depan rumah minum teh Madam Puddifoot dan aku kejauhan sedikit, muncul di dekat Scrivenhaft's, tapi paling tidak aku berpindah!"
"Bagus," kata Harry. "Bagaimana kau, Hermione""
"Oh, dia sempurna, jelas," kata Ron, sebelum Hermione bisa menjawab. "Semuanya sempurna, deliberasi, deteksi,
depresi, atau entah apalah namanya kami semua minum sebentar di Three Broomsticks setelah latihan dan Twycross tak henti-hentinya memujinya aku akan heran kalau sebentar lagi dia tidak melamarnya"
"Dan bagaimana denganmu"" tanya Hermione, tidak menghiraukan Ron. "Apakah kau di Kamar Kebutuhan sepanjang waktu""
"Yep," kata Harry. "Dan coba tebak aku ketemu siapa di sana" Tonks!"
"Tonks"" ulang Ron dan Hermione bersamaan, keheranan.
"Yeah, dia bilang dia datang untuk mengunjungi Dumbledore ... "
"Kalau kau tanya aku," kata Ron setelah Harry selesai menuturkan percakapannya dengan Tonks, "dia agak terganggu. Jadi ketakutan setelah apa yang terjadi di Kementerian."
"Agak aneh," kata Hermione, yang entah kenapa tampak sangat cemas. "Dia mestinya menjaga sekolah, kenapa dia tiba-tiba meninggalkan posnya untuk datang menemui Dumbledore, yang bahkan tidak ada di sini""
"Aku punya dugaan," kata Harry coba-coba. Dia merasa aneh menyuarakan dugaannya, ini lebih merupakan teritori Hermione daripada dia. "Menurutmu tak mungkinkah dia ... kau tahu ... mencintai Sirius"" Her
mione terbelalak menatapnya. "Apa yang membuatmu berkata begitu"" "Entahlah," kata Harry, mengangkat bahu, "tapi dia tadi nyaris menangis waktu aku menyebutkan nama Sirius ... dan Patronus-nya sekarang besar berkaki empat ... aku ingin tahu apakah Patronus-nya berubah menjadi ... kau tahu ... dia."
"Bisa jadi," kata Hermione lambat-lambat. "Tapi aku masih tetap tak tahu kenapa dia datang di kastil untuk menemui Dumbledore, kalau memang itu alasannya berada di sini ... "
"Seperti yang kukatakan tadi, kan"" kata Ron, yang sekarang menyuapkan kentang tumbuk ke dalam mulutnya. "Dia jadi agak aneh. Ketakutan. Perempuan," katanya sok bijak kepada Harry. "Mereka gampang bingung."
"Tapi," kata Hermione, sadar dari lamunannya, "aku ragu kalian akan menemukan perempuan yang merajuk selama setengah jam karena Madam Rosmerta tidak tertawa mendengar leluconnya tentang penyihir, Penyembuh, dan Mimbulus mimbletonia."
Ron cemberut. 22. SETELAH PEMAKAMAN Bidang-bidang langit biru cerah mulai bermunculan di atas menara-menara kecil kastil, namun tanda-tanda bahwa musim panas telah mendekat tidak membuat suasana hati Harry lebih cerah. Usahanya gagal, dua-duanya, baik upaya untuk mengetahui apa yang dilakukan Malfoy maupun usahanya untuk memulai percakapan dengan Slughorn yang bisa membuat, entah bagaimana, Slughorn memberikan kenangan yang rupanya sudah disembunyikannya selama puluhan tahun.
"Untuk terakhir kalinya, lupakan saja Malfoy," Hermione tegas memberitahunya.
Mereka sedang duduk dengan Ron di sudut halaman yang tertimpa sinar matahari setelah makan siang. Hermione dan Ron memegang selebaran Kementerian Sihir: Kesalahan-Kesalahan Umum Apparition dan Bagaimana Menghindarinya, karena mereka akan ujian sore itu, namun secara umum selebaran itu tidak menenangkan saraf. Ron mendadak kaget
dan berusaha bersembunyi di belakang Hermione ketika ada anak perempuan muncul di kelokan.
"Bukan Lavender," kata Hermione jemu.
"Oh, bagus," kata Ron, santai lagi.
"Harry Potter"" kata anak perempuan itu. "Aku diminta memberikan ini kepadamu."
"Terima kasih... "
Hati Harry mencelos ketika dia mengambil gulungan kecil perkamen itu. Begitu anak perempuan itu sudah di luar jangkauan pendengaran dia berkata, "Dumbledore bilang tidak akan ada pelajaran lagi sampai aku mendapatkan kenangan
itu!" "Barangkali dia ingin mengecek bagaimana progres saran-saran Hermione, ketika Harry membuka gulungan perkamen itu. Ternyata alih-alih menemukan tulisan Dumbledore yang panjang, pipih, dan miring, melihat tulisan yang berantakan, sangat sulit dibaca karena adanya bercak-bercak besar di perkamen yang tintanya luntur.
Dear Harry, Ron dan Hermione,
Aragog meninggal semalam. Harry dan Ron, kalian pernah bertemu dengannya dan kalian tahu betapa istimewanya dia. Hermione, aku tahu kau akan suka dia. Akan sangat berarti bagiku kalau kalian bisa datang untuk pemakamannya malam ini. Aku rencanakan selepas senja, itu saat yang paling dia sukai. Aku tahu kalian tidak boleh keluar malam-malam, tapi kalian bisa pakai Jubah Gaib. Tak akan minta sebetulnya, tapi aku tak tahan hadapi ini sendirian.
Hagridw "Lihat ini," kata Harry, menyerahkan surat itu kepada Hermione.
"Oh, astaga," kata Hermione, membaca cepat surat itu dan menyerahkannya kepada Ron, yang membacanya dan makin lama makin tampak tak percaya.
"Dia gila!" katanya berang. "Binatang itu menyuruh teman-temannya memakan Harry dan aku! Mempersilakan mereka melahap kami! Dan sekarang Hagrid mengharap kita ke sana dan menangisi bangkainya yang berbulu dan mengerikan!"
"Bukan hanya itu," kata Hermione. "Dia meminta kita meninggalkan kastil pada malam hari, dan dia tahu pengamanan sudah diketatkan sejuta kali dan kita akan dalam kesulitan mahabesar kalau sampai tertangkap."
"Kita sudah pernah mengunjunginya di malam hari sebelumnya," kata Harry.
"Ya, tapi untuk sesuatu seperti ini"" kata Hermione. "Kita sudah mempertaruhkan banyak untuk membantu Hagrid, tapi bagaimanapun juga Aragog sudah mati. Kalau ini soal menyelamatkannya-"
"-aku akan semakin enggan pergi," kata Ron tegas. "Kau tidak bertemu dengannya, Hermione. Perca
yalah, mati jauh lebih baik." Harry mengambil kembali surat itu dan menunduk memandang bercak-bercak tinta yang bertebaran. Kentara sekali air mata besar-besar bercucuran di atas perkamen itu ...
"Harry, masa sih kau memikirkan mau pergi," kata Hermione. "Tidak lucu kalau sampai kena detensi karena itu."
Harry menghela napas. "Yeah, aku tahu," katanya. "Kurasa Hagrid terpaksa mengubur Aragog tanpa kita."
"Ya," kata Hermione, tampak lega. "Dengar, Ramuan akan nyaris kosong sore ini, dengan kami semua pergi ujian ... usahakan melunakkan Slughorn sedikit!"
"Setelah puluhan kali gagal, ada kemungkinan kali ini beruntung, maksudmu"" kata Harry getir.
"Beruntung," kata Ron tiba-tiba. "Harry, itu dia jadilah beruntung!"
"Apa maksudmu""
"Gunakan ramuan keberuntunganmu!"
"Ron, itu-itu dia!" kata Hermione, kedengarannya terpesona. "Tentu saja! Kenapa tak terpikir olehku""
Harry menatap mereka berdua. "Felix Felicis"" ujarnya. "Entahlah ... aku menyimpannya untuk ... "
"Untuk apa"" tuntut Ron penasaran.
"Apa sih yang lebih penting daripada kenangan ini, Harry"" tanya Hermione.
Harry tidak menjawab. Pikiran tentang botol kecil keemasan itu sudah selama beberapa waktu ini melayang-layang dalam imajinasinya. Rencana yang masih samar dan belum terbentuk yang menyangkut Ginny putus dengan Dean, dan Ron entah bagaimana senang melihat Ginny dengan cowok baru, bergejolak dalam otaknya yang paling dalam, tak disadari kecuali dalam mimpi atau saat-saat antara tidur dan terjaga ...
"Harry" Kau masih bersama kami"" tanya Hermione.
"Ap-" Yeah, tentu saja," katanya, berusaha menguasai diri. "Yah ... Oke. Kalau aku tak berhasil mengajak Slughorn bicara sore ini, aku akan minum Felix dan mencoba lagi malam ini."
"Kita putuskan demikian, kalau begitu," kata Hermione cepat, seraya bangkit dan melakukan gerakan memutar yang anggun. "Destinasi ... determinasi ... deliberasi ... " gumamnya.
"Oh, stop deh," Ron memohonnya. "Aku sudah muak mendengarnya cepat, sembunyikan aku!"


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan Lavender!" kata Hermione habis sabar, ketika dua gadis lain muncul di halaman dan Ron menghilang ke belakangnya.
"Bagus," kata Ron, mengintip dari balik bahu Hermione untuk mengecek. "Astaga, mereka tampak tidak bahagia."
"Mereka kakak-beradik Montgomery dan tentu saja mereka tidak bahagia, tidakkah kau mendengar apa yang terjadi pada adik laki-laki mereka"" kata Hermione.
"Aku tak bisa mengikuti apa saja yang terjadi pada keluarga orang-orang, jujur saja" kata Ron.
"Adik mereka diserang manusia serigala. Desas-desus yang beredar adalah ibu mereka menolak membantu Pelahap Maut. Anak itu baru lima tahun dan dia meninggal di St Mungo, mereka tidak berhasil menyelamatkannya."
"Dia meninggal"" ulang Harry, shock. "Tapi bukankah manusia serigala mestinya tidak membunuh, mereka cuma mengubah korbannya menjadi salah satu dari mereka""
"Mereka kadang-kadang membunuh," kata Ron, yang tampak luar biasa suram sekarang. "Aku pernah mendengar itu terjadi kalau manusia serigalanya lupa diri."
"Siapa nama manusia serigalanya"" tanya Harry cepat.
"Kata desas-desus sih si Fenrir Greyback itu," kata Hermione.
"Aku sudah menduganya-maniak yang senang menyerang anak-anak, yang diceritakan Lupin kepadaku!" kata Harry berang.
Hermione menatapnya murung.
"Harry, kau harus mendapatkan kenangan itu," katanya. "Itu berkaitan dengan menghentikan Voldemort, kan" Semua hal mengerikan yang terjadi ini semuanya gara-gara dia ... "
Bel berbunyi di kastil dan baik Hermione maupun Ron beranjak bangun, tampak ketakutan.
"Kalian akan bisa melakukannya" Harry berkata kepada keduanya, selagi mereka menuju Aula Depan untuk bergabung dengan anak-anak lain yang akan ikut ujian Apparition. "Semoga sukses."
"Dan kau juga!" kata Hermione dengan pandangan penuh arti, ketika Harry menuju ruang bawah tanah.
Hanya tinggal tiga anak dalam kelas Ramuan sore itu: Harry, Ernie, dan Draco Malfoy.
"Semuanya masih terlalu muda untuk ber-Apparate"" kata Slughorn ramah. "Belum tujuh belas tahun""
Mereka menggelengkan kepala.
"Ah, baiklah," kata Slughorn riang, "karena kita cuma sedikit sekali, kita akan melakukan sesuatu yang m
enyenangkan. Aku ingin kalian membuat sesuatu yang menghibur!"
"Kedengarannya asyik, Sir," kata Ernie menjilat, menggosok-gosok kedua tangannya. Malfoy, sebaliknya, tidak tersenyum sedikit pun.
"Apa maksud Anda, menghibur"" dia bertanya kesal.
"Oh, kejutkan aku," kata Slughorn enteng.
Malfoy membuka buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjutnya dengan wajah cemberut. Kentara sekali dia menganggap pelajaran ini cuma buang-buang waktu saja. Tak diragukan lagi, Harry membatin, mengawasi Malfoy dari atas bukunya sendiri, Malfoy menyesali waktu yang mestinya bisa dia lewatkan di Kamar Kebutuhan.
Apakah ini hanya imajinasinya, ataukah Malfoy, seperti Tonks, tampak lebih kurus" Jelas dia tampak lebih pucat; kulitnya masih agak pucat kelabu, barangkali karena dia
jarang sekali kena sinar matahari hari-hari ini. Namun tak ada sikap berpuas diri, atau bergairah, atau superioritas; tak ada tanda-tanda kepongahan yang diperlihatkannya di Hogwarts Express, ketika dia menyombong terang-terangan soal misi yang diberikan kepadanya oleh Voldemort ... hanya ada satu kesimpulan, menurut pendapat Harry: misi, apa pun itu, tidak berjalan lancar.
Menjadi senang dengan pemikiran ini, Harry membuka-buka buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya dan menemukan Eliksir Pembangkit Euforia versi Pangeran Berdarah-Campuran, karena Pangeran sudah mengoreksinya habis-habisan. Eliksir ini tampaknya tidak hanya memenuhi syarat yang diinstruksikan Slughorn, tetapi barangkali (hati Harry meluap gembira ketika pikiran ini terlintas di benaknya) juga bisa membuat suasana hati Slughorn baik sekali sehingga dia akan bersedia menyerahkan kenangan itu jika Harry bisa membujuknya untuk mencicipi sedikit ramuannya ...
"Nah, kelihatannya ini betul-betul luar biasa," kata Slughorn, menepukkan tangannya satu setengah jam kemudian, ketika dia menunduk memandang isi kuali Harry yang kuning seperti sinar-matahari. "Euforia, kan" Dan aroma apa ini yang kucium" Mmmm ... kau menambahkan sepotong ranting pepermin, kan" Tidak lazim, tapi inspirasi yang hebat, Harry. Tentu saja, itu akan cenderung mengimbangi akibat sampingan yang kadang-kadang muncul, menyanyi dan mencubithidung yang berlebihan ... aku benar-benar tak tahu dari mana kau mendapatkan ide-ide cemerlang ini, Nak ... kecuali-"
Harry mendorong buku Pangeran Berdarah-Campuran lebih jauh ke dalam tasnya dengan kakinya.
"-itu gen ibumu yang menurun kepadamu!"
"Oh ... yeah, mungkin," kata Harry, lega.
" Ernie tampak agak kesal. Bertekad mengalahkan Harry kali ini, dengan gegabah dia menciptakan ramuan sendiri, yang mengental dan membentuk gumpalan ungu di dasar kualinya. Malfoy sudah berkemas, wajahnya kecut. Slughorn sudah menyatakan Ramuan Obat Batuk-nya hanya "lumayan".
Bel berbunyi dan Ernie dan Malfoy langsung pergi.
"Sir," kata Harry, namun Slughorn langsung menoleh. Ketika dilihatnya ruangan itu kosong, hanya tinggal dia dan Harry, dia bergegas pergi secepat mungkin.
"Profesor-Profesor, Anda tidak mau mencicipi ramuan sa"" seru Harry putus asa.
Tetapi Slughorn telah pergi. Kecewa, Harry mengosongkan kualinya, mengemasi barang-barangnya, meninggalkan kelas bawah tanah, dan berjalan pelan-pelan kembali ke atas ke ruang rekreasi.
Ron dan Hermione pulang menjelang petang.
"Harry!" seru Hermione seraya memanjat masuk lewat lubang lukisan. "Harry, aku lulus!"
"Bagus!" katanya. "Dan Ron""
"Dia -- dia tidak lulus," bisik Hermione, ketika Ron masuk dengan lesu ke dalam ruangan, tampak sangat murung. "Sial benar deh, cuma soal sangat sepele, si penguji melihat separo alisnya ketinggalan ... bagaimana dengan Slughorn""
"Gagal," kata Harry, ketika Ron bergabung dengan mereka. "Nasib buruk, sobat, tapi kau pasti lulus kali" berikutnya-kita ujian sama-sama."
"Yeah, apa boleh buat," gerutu Ron. "Tapi separo alis! Seberapa pentingnya sih!"
"Aku tahu," kata Hermione menghibur, "dia kelewat keras
Mereka melewatkan sebagian besar waktu makan malam dengan memaki-maki si penguji dan Ron tampak sudah lebih ceria ketika mereka kembali ke ruang rekreasi, sekarang mendiskusikan masalah Slughorn dan kenangannya yang masih belum terpecahkan.
"Jadi, Harry -- kau mau pakai Felix Felicis atau bagaimana"" tuntut Ron.
"Yeah, kurasa sebaiknya begitu," kata Harry. "Kurasa aku tak perlu minum semuanya, kan bisa untuk dua belas jam, masa sih perlu semalaman ... Aku cuma mau minum sesendok. Dua atau tiga jam sudah cukup."
"Rasanya oke banget deh, kalau kau meminumnya," kata Ron, mengenang-ngenang. "Sepertinya segala yang kau lakukan tak mungkin salah."
"Kau ini ngomong apa sih"" kata Hermione, tertawa. "Kau kan belum pernah minum!"
"Yeah, tapi aku menyangka sudah minum, kan"" kata Ron, seolah menerangkan hal yang sudah jelas. "Sama tapi beda
lah ... " Berhubung mereka baru saja melihat Slughorn memasuki Aula Besar dan tahu bahwa dia suka berlamalama kalau makan, mereka tenang-tenang saja berunding di ruang rekreasi. Rencananya, Harry akan ke kantor Slughorn setelah cukup waktu bagi guru Ramuan itu untuk kembali ke sana. Ketika matahari telah terbenam sampai batas pucuk-pucuk pepohonan di Hutan Terlarang, mereka memutuskan waktunya sudah tiba, dan setelah memastikan bahwa Neville, Dean, dan Seamus masih di ruang rekreasi, mereka menyelinap naik ke kamar anak laki-laki.
Harry mengambil gulungan kaus kaki di dasar kopernya dan mengeluarkan botol mungil berkilauan itu.
"Nah, ini dia," kata Harry, dan dia mengangkat botol kecil itu dan meneguk isinya sedikit.
"Bagaimana rasanya"" bisik Hermione.
Sesaat Harry tidak menjawab. Kemudian, pelan tapi pasti, perasaan menggembirakan bahwa dia punya kesempatan tak terbatas memenuhi dirinya. Dia merasa seakan dia bisa melakukan apa saja, apa pun juga ... dan mendapatkan kenangan dari Slughorn mendadak rasanya tidak hanya mungkin, tetapi gampang sekali ...
Dia bangkit berdiri dengan tersenyum, rasa percaya dirinya meluap-luap.
"Luar biasa," katanya. "Betul-betul luar biasa. Baik ... aku akan ke tempat Hagrid."
"Apa"" seru Ron dan Hermione bersamaan, sangat terperanjat.
"Tidak, Harry -- kau harus menemui Slughorn, ingat"" kata Hermione.
"Tidak," kata Harry yakin. "Aku akan ke Hagrid, aku punya perasaan menyenangkan soal pergi ke Hagrid."
"Kau punya perasaan menyenangkan soal mengubur labah-labah raksasa"" tanya Ron, terperangah. "Yeah," kata Harry, mengeluarkan Jubah Gaib dari tasnya. "Aku merasa di situlah aku harus berada malam ini, kau tahu apa yang kumaksudkan""
"Tidak," kata Ron dan Hermione bersamaan, keduanya kentara sekali khawatir sekarang.
"Ini benar-benar Felix Felicis, kan"" tanya Hermione cemas, mengangkat botol itu ke arah cahaya. "Kau tak punya botol kecil lain yang berisi aku tak tahu deh-"
"Sari Kegilaan"" usul Ron, ketika Harry menyampirkan Jubah-nya ke bahunya.
Harry tertawa dan Ron dan Hermione tampak semakin cemas.
"Percaya saja deh," katanya. "Aku tahu apa yang kulakukan ... atau paling tidak ..." dia berjalan dengan percaya diri ke pintu, "Felix tahu."
Harry menyelubungkan Jubah Gaib ke atas kepalanya dan berjalan menuruni tangga, Ron dan Hermione bergegas di belakangnya. Di kaki tangga Harry menyelinap nyelinap keluar dari pintu yang terbuka.
"Apa yang kau lakukan di atas dengan dia"" jerit Lavender Brown, memandang melewati Harry kepada Ron dan Hermione yang muncul berdua dari kamar anak laki-laki. Harry mendengar Ron tergagap di belakangnya ketika dia melesat menjauh dari mereka.
Keluar dari lubang lukisan mudah. Ketika dia mendekati lubang lukisan itu, Ginny dan Dean masuk dan Harry bisa menyelinap di antara mereka. Tak sengaja dia menyenggol Ginny.
"Jangan mendorong-dorong aku, Dean," kata Ginny, kedengarannya jengkel. "Kau ini selalu saja begitu. Aku bisa masuk sendiri, tahu ... "
Lukisan mengayun menutup di belakang Harry, namun tidak sebelum dia mendengar Dean menjawab marah ... perasaan bahagianya memuncak. Harry berjalan menuju pintu kastil. Dia tak perlu berindap-indap, karena dia tak bertemu seorang pun di jalan, tetapi ini sama sekali tidak membuatnya heran: malam ini dia orang yang paling beruntung di Hogwarts.
Kenapa dia tahu bahwa pergi ke pondok Hagrid adalah hal yang benar untuk dilakukan, dia tak tahu. Rasanya seolah ramuan itu menerangi beberapa langkah di depannya secara bertahap: dia tid
ak bisa melihat tujuan akhirnya, dia tidak bisa melihat apa kaitannya dengan Slughorn, tetapi dia tahu bahwa
dia menuju jalan yang benar untuk mendapatkan kenangan itu. Setibanya di Aula Depan, dilihatnya Filch lupa mengunci pintu depan. Tersenyum, Harry membukanya dan sejenak menghirup udara segar dan harum rumput sebelum menuruni undakan masuk ke dalam rembang petang.
Setibanya di undakan paling bawah, terpikir olehnya, betapa menyenangkannya kalau dia lewat kebun sayur dalam perjalanannya ke tempat Hagrid. Memang sebetulnya tidak persis dilewatinya, tetapi jelas bagi Harry ini firasat yang harus diikutinya, maka dia segera mengarahkan kakinya ke arah kebun sayur. Dia senang, namun tidak sepenuhnya terkejut, melihat Profesor Slughorn sedang mengobrol dengan Profesor Sprout di sana. Harry bersembunyi di belakang tembok batu rendah, merasa puas dengan dunia sekitarnya dan mendengarkan percakapan mereka.
"... aku betul-betul berterima kasih kau mau meluangkan waktu, Pomona," Slughorn berkata amat sopan. "Para ahli mengatakan, mereka paling mujarab kalau dipetik di senja
hari." "Oh, aku sepakat," kata Profesor Sprout hangat. "Itu sudah cukup""
"Banyak, banyak," kata Slughorn, Yang Harry lihat membawa sepelukan tanaman berdaun. "Ini cukup untuk masing-masing anak kelas tiga kebagian beberapa helai, dan masih ada sisa untuk berjaga-jaga kalau ada yang merebusnya terlalu matang ... nah, selamat malam, dan sekali lagi banyak terima kasih!"
Profesor Sprout menuju ke arah rumah-rumah kacanya yang mulai diselimuti kegelapan dan Slughorn mengarahkan langkahnya ke tempat Harry berdiri, tak kelihatan.
Mendadak dilanda keinginan untuk memperlihatkan diri, Harry menarik lepas Jubah-nya dengan bergaya.
"Selamat malam, Profesor."
"Jenggot Merlin, Harry, kau ini bikin aku kaget saja" kata Slughorn, berhenti di tempatnya dan tampak waspada. "Bagaimana kau bisa keluar dari kastil""
"Saya kira Filch pastilah lupa mengunci pintu," kata Harry riang, dan senang melihat Slughorn membersut marah.
"Kulaporkan orang itu nanti, dia lebih sibuk mengurus sampah daripada keamanan sekolah menurutku ... tapi kenapa kau ada di sini, Harry""
Hina Kelana 11 Pendekar Slebor 02 Dendam Dan Asmara Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 2

Cari Blog Ini