Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 9
"Ini karena Hagrid, Sir," kata Harry, yang tahu bahwa hal benar yang harus dilakukannya saat ini adalah berkata jujur. "Dia sedih ... tapi Anda tak akan memberitahu siapa-siapa, kan, Profesor" Saya tak ingin Hagrid mendapat kesulitan ... "
Rasa penasaran Slughorn kentara sekali bangkit.
"Aku tak bisa menjanjikan itu," katanya tegas. "Tapi aku tahu Dumbledore sangat memercayai Hagrid, maka aku yakin dia tak mungkin melakukan sesuatu yang amat parah-"
"Yah, ini soal labah-labah raksasa, yang sudah bertahun-tahun dimilikinya ... tinggalnya di dalam Hutan ... labah-labah itu bisa bicara dan macam-macam"
"Aku mendengar desas-desus ada Acromantula di dalam Hutan," kata Slughorn pelan, menatap gerumbulan gelap pepohonan di kejauhan. "Desas-desus ini benar, kalau
begitu"" "Ya," kata Harry. "Tetapi yang satu ini, Aragog, yang pertama yang dimiliki Hagrid, mati semalam. Hagrid terpukul sekali: Dia ingin ditemani selagi menguburkannya dan saya memutuskan datang."
"Mengharukan, mengharukan," kata Slughorn sambil melamun, matanya yang besar kuyu terpaku menatap lampu pondok Hagrid di kejauhan. "Tapi bisa Acromantula sangat berharga ... kalau binatang itu baru mati semalam, mungkin bisanya belum mengering ... tentu saja, aku tak ingin
" melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan kalau Hagrid sedang sedih . tapi kalau ada cara untuk mendapatkannya sedikit ... maksudku, nyaris tak mungkin mendapatkan bisa dari Acromantula yang masih hidup ... "
Slughorn tampaknya bicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Harry sekarang.
"... rasanya sayang sekali kalau tidak diambil... bisa laku seratus Galleon setengah liternya ... jujur saja, gajiku tidak besar ... "
Dan sekarang Harry melihat jelas apa yang harus dilakukannya.
"Yah" katanya dengan keragu-raguan yang sangat meyakinkan, "yah, jika Anda ingin datang, Profesor, Hagrid barangkali akan senang sekali ... melepas Aragog dengan lebih baik, Anda tahu ... "
"Ya, tentu saja," ka
ta Slughorn, matanya sekarang berkilat-kilat saking antusiasnya. "Begini saja, Harry, kutemui kau di sana dengan membawa satu atau dua botol minuman ... kita akan minum untuk binatang itu yah bukan untuk kesehatannya tapi kita akan melepasnya dengan berkelas, setelah dia dikubur. Dan aku akan menukar dasinya, yang ini terlalu ceria untuk peristiwa ini ... "
Dia buru-buru kembali ke kastil, dan Harry bergegas ke pondok Hagrid, dengan hati puas.
"Kau datang," kata Hagrid parau, ketika dia membuka buka pintu dan melihat Harry muncul di depannya dari dalam Jubah Gaib.
"Yeah-tapi Ron dan Hermione tidak bisa ikut," kata Harry. "Mereka ikut berduka cita."
"Tak -- tak apa ... tapi dia akan terharu kau di sini, Harry
Hagrid tersedu. Lengannya dililit gelang hitam yang tampaknya dibuat dari carikan kain yang dicelup ke dalam semir sepatu dan matanya bengkak dan merah. Harry membelai menghiburnya pada sikunya, tempat tertinggi di tubuh Hagrid yang bisa dengan mudah dijangkaunya.
"Di mana kau akan menguburnya"" tanyanya, "Di Hutan""
"Astaga, bukan," kata Hagrid, mengusap air matanya yang bercucuran dengan ujung kemejanya. "Para labah-labah yang lain tidak akan izinkan aku dekat-dekat sarang mereka sekarang, setelah Aragog pergi. Ternyata mereka tidak makan aku hanya karena dia larang! Kau bisa percaya itu, Harry""
Jawaban yang jujur adalah "ya". Walaupun kini lega, Harry masih sakit hati teringat adegan ketika dia dan Ron berhadapan dengan Acromantula: mereka dengan jelas menyatakan bahwa Aragog-lah yang membuat mereka tidak melahap Hagrid.
"Tak ada area di Hutan yang tak bisa kudatangi sebelumnya!" kata Hagrid, menggelengkan kepala. "Tak mudah bawa keluar jasad Aragog dari sana, mereka biasanya makan sesama yang mati, soalnya ... tapi aku ingin beri dia pemakaman yang baik ... lepas dia dengan pantas ... "
Dia terisak-isak lagi dan Harry melanjutkan membelai sikunya, sambil berkata (karena ramuan tampaknya memberi indikasi ini hal yang benar untuk dilakukan), "Profesor Slughorn bertemu aku ketika berjalan ke sini, Hagrid."
"Kau tidak dapat kesulitan, kan"" kata Hagrid, mengangkat muka, cemas. "Kau seharusnya tak boleh keluar kastil di malam hari, aku tahu, ini salahku"
"Tidak, tidak, waktu dia dengar alasan kenapa aku ke sini, dia bilang dia mau ikut datang dan memberikan penghormatan terakhir kepada Aragog juga," kata Harry. "Dia sedang berganti pakaian yang lebih pantas, kurasa . dan dia
"Hagrid," katanya dengan suara dalam, sedih. "Ikut sangat berduka cita atas kehilanganmu."
"Kau baik sekali," kata Hagrid. "Terima kasih banyak. Dan terima kasih tidak beri Harry detensi ... "
"Tidak akan," kata Slughorn. "Malam yang sedih malam yang sedih ... di mana makhluk malang itu""
bilang dia akan membawa beberapa botol minuman, supaya kita bisa minum untuk mengenang Aragog."
"Begitu"" kata Hagrid, tampak heran sekaligus terharu. "Dia -- dia betul-betul baik, dan tidak laporkan kau juga. Aku sebetulnya tak pernah banyak urusan dengan Horace Slughorn sebelumnya ... mau datang lepas si Aragog, tapi, eh" Wah ... dia akan senang, Aragog akan senang ... "
Dalam hati Harry membatin bahwa apa yang akan paling disukai Aragog tentang Slughorn adalah daging berlimpah-ruah yang bisa dimakannya, namun dia hanya bergerak ke jendela belakang pondok Hagrid. Dari situ dia bisa melihat pemandangan agak mengerikan bangkai si labah-labah raksasa yang terbaring terbalik, kaki-kakinya melengkung dan, saling lilit.
"Apakah kita akan menguburnya di sini, Hagrid, di kebunmu""
"Di luar petak labu itu, kupikir," kata Hagrid dengan suara tercekat. "Aku sudah menggali-kau tahukuburnya. Kupikir kita akan ucapkan beberapa hal bagus tentang dia kenangan manis, kau tahu-"
Suaranya bergetar, lalu terputus. Terdengar ketukan di pintu dan dia berbalik untuk membukanya, seraya membuang ingus di saputangan polkadotnya yang besar. Slughorn ada di depan pintu, beberapa botol minuman dalam pelukannya, dan memakai dasi hitam suram.
"Di luar sana," kata Hagrid dengan suara bergetar. "Bagaimana-bagaimana kalau kita lakukan sekarang""
Ketiganya ke kebun belakang. Bulan berkilau p
ucat di antara pepohonan dan sinarnya berbaur dengan cahaya lampu yang terpancar dari jendela Hagrid, menyorot tubuh Aragog yang tergeletak di tepi lubang superbesar, di samping gundukan tanah yang baru digali setinggi tiga meter.
"Luar biasa," kata Slughorn, mendekati kepala labah-labah, dengan delapan matanya yang seputih susu menatap kosong langit dan dua capit besar melengkung berkilau, tak bergerak, dalam sinar bulan. Harry merasa mendengar denting botol ketika Slughorn membungkuk di atas capit itu, kelihatannya seperti mengamati kepala besar berbulu itu.
"Tidak semua orang menghargai betapa indahnya mereka," kata Hagrid ke punggung Slughorn, air mata mengalir dari sudut-sudut matanya yang berkerut. "Aku tak tahu kau tertarik pada makhluk seperti Aragog, Horace."
"Tertarik" Hagrid yang baik, aku memuja mereka," kata Slughorn, melangkah mundur dari tubuh itu. Harry melihat kilatan botol menghilang di balik mantelnya, meskipun Hagrid, yang mengusap matanya sekali lagi, tidak memperhatikan apa-apa. "Nah ... bagaimana kalau kita lanjutkan dengan pemakaman""
Hagrid mengangguk dan maju. Diangkatnya labah-labah raksasa itu ke dalam pelukannya, dan dengan dengus keras, digulingkannya ke dalam lubang gelap.
Tubuh labah-labah itu menghantam dasar lubang dengan bunyi debam agak mengerikan. Hagrid mulai menangis lagi.
"Tentu saja, sulit bagimu, yang mengenalnya dengan baik," kata Slughorn, yang seperti Harry, tak bisa menjangkau lebih tinggi daripada siku Hagrid, tapi toh membelainya juga. "Bagaimana kalau aku mengucapkan sedikit kata-kata perpisahan""
Pastilah dia memperoleh banyak bisa berkualitas bagus dari Aragog, Harry membatin, karena wajah Slughorn dihiasi senyum puas ketika dia melangkah ke tepi lubang dan berkata lambat-lambat, dengan suara impresif, "Selamat tinggal, Aragog, raja arakhnida. Persahabatanmu yang lama dan setia takkan dilupakan oleh mereka yang mengenalmu! Meskipun tubuhmu akan rusak, jiwamu tetap hidup di rumah jaringmu yang tenang dalam Hutan. Semoga keturunanmu yang bermata-banyak semakin berkembangbiak dan teman-teman manusiamu menemukan penghiburan bagi kehilangan yang mereka derita."
"Itu ... itu ... indah sekali!" lolong Hagrid dan dia terpuruk di atas gundukan kompos, menangis lebih keras daripada sebelumnya.
"Sudah, sudah;" kata Slughorn, melambaikan tongkat sihirnya sehingga gundukan besar tanah itu terangkat dan kemudian jatuh, dengan debam seperti teredam di atas bangkai labah-labah itu, membentuk gundukan rapi. "Ayo kita masuk dan minum. Papah sisi satunya, Harry ... yak, begitu ... ayo bangun, Hagrid ... bagus ... "
Mereka mendudukkan Hagrid di atas kursi di depan meja makan. Fang, yang bersembunyi di dalam keranjangnya selama acara pemakaman, sekarang berjalan pelan mendekati mereka dan meletakkan kepalanya yang berat di atas pangkuan Harry seperti biasanya. Slughorn membuka gabus penutup salah satu botol anggur yang dibawanya.
"Semuanya sudah dites tidak beracun," dia meyakinkan Harry, menuang sebagian besar isi botol pertama ke dalam salah satu cangkir Hagrid yang sebesar ember dan menyerahkannya kepada Hagrid. "Kusuruh peri-rumah mencicipi semua botol setelah apa yang terjadi pada temanmu yang malang Rupert."
Harry melihat, dalam benaknya, ekspresi di wajah Hermione, jika dia sampai mendengar tentang perlakuan
semena-mena terhadap peri-rumah ini, dan memutuskan tak akan pernah menceritakannya kepadanya.
"Satu untuk Harry ..." kata Slughorn, membagi isi botol kedua dalam dua cangkir, "... dan satu untukku. Nah," dia mengangkat cangkirnya tinggi-tinggi, "untuk Aragog." "Aragog," kata Harry dan Hagrid bersama-sama.
Baik Slughorn maupun Hagrid minum banyak-banyak. Namun Harry, yang langkah-langkahnya diterangi oleh Felix Felicis, tahu bahwa dia tak boleh minum, maka dia hanya berpura-pura meneguk dan kemudian meletakkan cangkirnya di atas meja di depannya.
"Aku miliki dia dari telur, kau tahu," kata Hagrid muram. "Kecil-mungil waktu dia baru menetas. Kira-kira sebesar anjing Peking."
"Manis sekali," kata Slughorn.
"Tadinya kupelihara dalam lemari sekolah sampai ... yah"
Wajah Hagrid menja di suram dan Harry tahu kenapa. Tom Riddle mengatur agar Hagrid dikeluarkan dari sekolah, dipersalahkan dengan tuduhan membuka Kamar Rahasia. Meskipun demikian, Slughorn tampaknya tidak mendengarkannya. Dia memandang ke langit-langit, tempat sejumlah panci tergantung, dan juga segunting rambut panjang putih sehalus sutra.
"Itu bukan rambut unicorn kan, Hagrid""
"Oh, yeah," kata Hagrid tak peduli. "Tertarik lepas dari ekor mereka, tersangkut di ranting-ranting atau apa di Hutan, kau
tahu ... " "Tapi, sobat, tahukah kau berapa harganya itu""
"Aku gunakan untuk ikat perban atau apa kalau ada hewan yang luka," kata Hagrid, mengangkat bahu.
"Sangat bermanfaat ... luar biasa kuat, soalnya."
Slughorn menghirup banyak-banyak lagi dari cangkirnya, matanya bergerak hari-hati mengelilingi pondok sekarang, mencari, Harry tahu, harta lain yang bisa ditukarnya menjadi persediaan mead aroma-ek, permen nanas, dan jas beludru. Dia mengisi ulang cangkir Hagrid dan cangkirnya sendiri, dan menanyainya tentang hewan-hewan yang hidup dalam Hutan sekarang ini dan bagaimana Hagrid bisa memelihara mereka semua. Hagrid, yang sudah menjadi bersemangat di bawah pengaruh minuman dan minat Slughorn yang membuatnya tersanjung, berhenti menyeka matanya dan dengan riang memulai penjelasan panjang-lebar tentang perkembangbiakan Bowtruckle.
Felix Felicis menjawil Harry saat itu dan Harry melihat bahwa persediaan minuman yang dibawa Slughorn sudah menyusut dengan cepat. Harry belum berhasil menguasai pelaksanaan Mantra Pengisian Ulang tanpa mengucapkan mantranya keras-keras, namun ide bahwa dia tak bisa melakukannya malam ini sungguh menggelikan. Harry nyengir sendiri ketika, tanpa disadari oleh Hagrid maupun Slughorn (yang sekarang sedang bertukar cerita tentang perdagangan ilegal telur naga), dia mengacungkan tongkat sihirnya di bawah meja ke arah botol-botol yang hampir kosong, dan botol-botol itu langsung mulai terisi kembali.
Selewat kira-kira satu jam, Hagrid dan Slughorn mulai bersulang gila-gilaan: untuk Hogwarts, untuk Dumbledore, untuk anggur buatan-peri, dan untuk"Harry Potter!" seru Hagrid, menumpahkan anggur dari ember keempat belasnya di dagunya ketika meminumnya.
"Ya, betul," timpal Slughorn, suaranya mulai tak jelas. "Parry Otter, Anak Terpilih yang-yah-begitulah pokoknya," dia bergumam, dan mengosongkan cangkirnya juga.
Tak lama sesudah ini, Hagrid bercucuran air mata lagi dan memberikan semua ekor unicorn-nya kepada Slughorn, yang
mengantonginya dengan seruan, "Demi persahabatan! Demi kebaikan hati! Demi sepuluh Galleon per helai rambut-!"
Dan selama beberapa waktu setelah itu, Hagrid dan Slughorn duduk berdampingan, saling rangkul, menyanyikan lagu sedih berirama pelan tentang penyihir yang hampir mati bernama Odo.
"Aaargh, orang baik mati muda," gumam Hagrid, menelungkup di atas meja, matanya sedikit juling, sementara Slughorn terus menyanyikan refreinnya. "Ayahku belum pantas pergi ... begitu juga ibu dan ayahmu, Harry ..."
Air mata besar-besar menetes lagi dari sudut mata Hagrid yang berkerut. Dia menggenggam tangan Harry dan mengguncangnya.
"... penyihir wanita dan pria paling hebat seumur mereka yang pernah kukenal ... mengerikan ... mengerikan ... "
Slughorn menyanyi dengan sedih:
"Dan Odo si pahlawan, mereka membawanya pulang Ke tempat yang dikenalnya di masa kecilnya, Mereka membaringkannya 'tuk beristirahat, Tongkat sihirnya patah jadi dua, alangkah sedihnya."
"... mengerikan," Hagrid mendengkur dan kepalanya yang besar dengan rambut lebat berguling miring di atas lengannya dan dia tertidur, mendengkur keras.
"Sori" kata Slughorn sambil cegukan. "Memang aku tak pandai bernyanyi."
"Hagrid tidak bicara soal nyanyian Anda," kata Harry tenang. "Dia bicara tentang meninggalnya ibu dan ayah saya."
"Oh," kata Slughorn, menahan sendawa besar. "Oh. Ya, itu-itu sungguh mengerikan. Mengerikan ... mengerikan ... "
Dia tampaknya bingung tak tahu mau berkata apa lagi, dan terpaksa mengisi cangkir mereka lagi. "Kurasa-kurasa kau tidak ingat itu, Harry"" dia bertanya kikuk.
"Tidak yah, saya baru satu tahun ketika mereka meninggal," kata Ha
rry, matanya menatap nyala lilin yang bergoyang seirama dengan dengkur berat Hagrid, "Tapi saya telah berhasil mengetahui cukup banyak sejak itu. Ayah saya meninggal lebih dulu. Tahukah Anda""
"Aku-aku tidak tahu," kata Slughorn dengan suara mendesah.
"Yeah ... Voldemort membunuhnya dan kemudian melangkahi mayatnya menuju ibu saya," kata Harry.
Slughorn bergidik hebat, namun tampaknya dia tak i sanggup mengalihkan tatapannya yang ketakutan dari i wajah Harry.
"Dia menyuruh ibu saya menyingkir," kata Harry tanpa belas kasihan. "Dia memberitahu saya ibu saya tak perlu meninggal. Dia hanya menginginkan saya. Ibu saya bisa saja
lari." "Oh, astaga," desah Slughorn. "Dia bisa lari ... dia tak perlu ... sungguh mengerikan ... "
"Ya, mengerikan sekali," kata Harry, suaranya nyaris tak lebih dari bisikan. "Tetapi ibu saya tidak bergerak. Dad sudah meninggal, tetapi dia tak ingin saya juga pergi. Dia berusaha memohon kepada Voldemort, tapi dia cuma tertawa ... "
"Sudah cukup!" kata Slughorn tiba-tiba, mengangkat tangan yang gemetar. "Sungguh, Nak, cukup ... aku sudah tua ... aku tak perlu mendengar ... aku tak ingin mendengar ... "
"Saya lupa," dusta Harry, dipandu oleh Felix Felicis. "Anda menyukainya, kan""
"Menyukainya"" kata Slughorn, matanya berlinang air mata lagi. "Tak kubayangkan orang yang bertemu dia tidak menyukainya ... sangat pemberani ... sangat kocak ... bukan main mengerikannya ... "
"Tetapi Anda tidak mau menolong anaknya," kata Harry. "Dia memberikan hidupnya untuk saya, tetapi Anda tidak mau memberi saya kenangan."
Dengkur Hagrid bergemuruh memenuhi pondok. Harry menatap mantap mata Slughorn yang dipenuhi air mata. Guru Ramuan itu tampaknya tak sanggup mengalihkan pandangan.
"Jangan bilang begitu," bisiknya. "Ini bukan masalah ... jika ini untuk menolongmu, tentu saja ... tapi tak ada faedahnya
" "Ada," kata Harry jelas. "Dumbledore memerlukan keterangan. Saya memerlukan keterangan."
Harry tahu dia aman. Felix memberitahunya bahwa Slughorn tak akan ingat apa-apa esok paginya. Menatap mata Slughorn lurus-lurus, Harry agak membungkuk ke depan.
"Saya Sang Terpilih. Saya harus membunuhnya. Saya memerlukan kenangan itu."
Slughorn semakin pucat, dahinya berkilat oleh keringat. "Kau Sang Terpilih""
"Tentu saja," kata Harry kalem.
"Tapi kalau begitu ... anakku ... kau meminta banyak sekali ... kau memintaku, sebetulnya, untuk membantumu dalam usahamu menghancurkan"
"Anda tak ingin menyingkirkan penyihir yang membunuh Lily Evans""
"Harry, Harry, tentu saja aku ingin, tapi"
"Anda takut dia akan tahu Anda membantu saya"" Slughorn tidak berkata apa-apa; dia tampak ketakutan.
"Bersikaplah berani seperti ibu saya, Profesor ..."
Slughorn mengangkat tangannya yang gemuk dan menekankan jari-jarinya yang gemetar ke mulutnya. Sejenak dia tampak seperti bayi besar.
"Aku tidak bangga ..." bisiknya dari antara jari-jarinya. "Aku malu akan-akan apa yang diperlihatkan kenangan itu ... kurasa aku mungkin telah melakukan bencana besar hari itu
" "Anda akan membatalkan segala yang telah Anda perbuat dengan memberi saya kenangan itu," kata. Harry. "Itu akan menjadi tindakan yang sangat berani dan sangat mulia."
Hagrid bergerak dalam tidurnya dan melanjutkan mendengkur. Slughorn dan Harry saling tatap di atas lilin yang meleleh. Keheningan berlangsung lama, lama sekali, namun Felix Felicis memberitahu Harry agar jangan memecahnya, untuk menunggu.
Kemudian, sangat perlahan, Slughorn memasukkan tangan ke dalam sakunya dan menarik keluar tongkat sihirnya. Dia memasukkan tangan satunya ke dalam mantelnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil kosong. Masih menatap mata Harry, Slughorn menyentuhkan ujung tongkat sihirnya ke pelipisnya dan menariknya, sehingga benang perak panjang kenangan ikut tertarik, menempel pada ujung tongkat sihir. Makin lama makin panjang, kenangan itu merentang, sampai akhirnya putus dan terayun, berkilau keperakan-perakan, dari tongkat sihir. Slughorn menurunkannya ke dalam botol. Di dalam botol benang perak kenangan-kenangan itu bergulung, kemudian menyebar, berpusar seperti gas. Dengan tangan gemetar ditutupnya botol i
tu dengan gabus dan kemudian disorongkannya ke seberang meja kepada Harry.
"Terima kasih banyak, Profesor."
"Kau anak baik," kata Profesor Slughorn, air mata berlinang di pipinya yang gemuk, menetes ke kumis beruang lautnya. "Dan matamu seperti matanya ... hanya jangan menilaiku terlalu buruk setelah kau melihat kenangan itu ... "
Dan Slughorn juga meletakkan kepalanya di atas lengannya, menarik napas dalam-dalam, dan tertidur.
23. HORCRUX Harry bisa merasakan Felix Felicis memudar ketika dia mengendap-endap kembali ke kastil. Pintu depan masih tetap belum terkunci untuknya, namun di lantai tiga dia bertemu Peeves dan nyaris saja kena detensi kalau tidak melesat ke samping lewat salah satu jalan pintasnya. Pada saat dia tiba di lukisan si Nyonya Gemuk dan melepas Jubah Gaib-nya, dia tidak heran mendapati Nyonya Gemuk sangat kesal.
"Jam berapa menurutmu ini""
"Aku sungguh-sungguh minta maaf -- aku harus keluar untuk sesuatu yang sangat penting"
"Sayangnya kata kuncinya berubah pada tengah malam, jadi, mau tak mau kau tidur di koridor saja."
"Kau bercanda!" kata Harry. "Kenapa kata kuncinya harus berubah pada tengah malam""
"Memang begitu," kata si Nyonya Gemuk. "Kalau kau marah, protes saja ke Kepala Sekolah, kan dia yang mengetatkan keamanan."
"Fantastis," kata Harry getir, memandang berkeliling ke lantai yang keras. "Benar-benar brilian. Yeah, aku akan pergi
dan membicarakannya dengan Dumbledore kalau dia ada, karena dialah yang mau aku me-"
"Dia ada," kata suara di belakang Harry. "Profesor Dumbledore pulang ke sekolah satu jam yang lalu."
Nick si Kepala-Nyaris-Putus melayang ke arah Harry, kepalanya bergoyang-goyang di atas rimpelnya.
"Aku dengar dari si Baron Berdarah, yang melihatnya datang," kata Nickz. "Menurut si Baron, dia kelihatannya senang, meskipun agak lelah, tentu."
"Di mana dia"" tanya Harry, hatinya melonjak gembira.
"Oh, mengerang-erang dan berkelontangan di Menara Astronomi, kan rekreasi favoritnya me-"
"Bukan si Baron Berdarah, Dumbledore!"
"Oh di kantornya," kata Nick. "Kukira, dari apa yang dikatakan si Baron, ada urusan yang harus dibereskannya sebelum dia ti-"
"Yeah, ada," kata Harry, gairah berkobar di dadanya pada prospek memberitahu Dumbledore dia telah berhasil mendapatkan kenangan itu. Dia berputar dan berlari lagi, tidak memedulikan si Nyonya Gemuk yang memanggil-manggilnya.
"Kembali! Oke, ngaku, aku bohong! Aku sebal kau membangunkanku! Kata kuncinya masih 'cacing pita'!"
Namun Harry sudah berlari sepanjang koridor dan, dalam beberapa menit, dia sudah mengatakan 'permen karamel' kepada gargoyle Dumbledore, yang langsung melompat minggir, mengizinkan Harry masuk menaiki tangga spiral.
"Masuk," kata Dumbledore ketika Harry mengetuk. Kedengarannya dia sangat letih.
Harry mendorong pintunya terbuka. Kantor Dumbledore tampak sama seperti biasanya, namun dilatarbelakangi langit gelap bertabur bintang di luar jendelanya.
"Astaga, Harry," kata Dumbledore keheranan. "Apa yang membuatku mendapat kehormatan menerima kunjunganmu selarut ini""
"Sir saya sudah mendapatkannya. Saya sudah mendapatkan kenangan dari Slughorn."
Harry mengeluarkan botol kaca mungil itu dan
memperlihatkannya kepada Dumbledore. Selama beberapa
saat Kepala Sekolah tampak terpesona. Kemudian senyum lebar merekah di wajahnya.
"Harry, ini kabar spektakuler! Benar-benar bagus sekali! Aku tahu kau bisa melakukannya!"
Soal betapa larutnya sudah malam itu tampaknya terlupakan, Dumbledore bergegas mengitari mejanya, mengambil botol berisi kenangan Slughorn dengan tangannya yang tak terluka dan berjalan ke lemari tempatnya menyimpan Pensieve.
"Dan sekarang," kata Dumbledore, meletakkan baskom batu itu di atas mejanya dan menuang isi botol ke dalamnya, "sekarang, akhirnya, kita akan melihat, Harry, cepat ..."
Harry membungkuk patuh di atas Pensieve dan merasa kakinya meninggalkan lantai kantor ... sekali lagi dia terjatuh melewati kegelapan dan mendarat di kantor Horace Slughorn bertahun-tahun sebelumnya.
Tampak Horace Slughorn yang jauh lebih muda, dengan rambut tebal, berkilat, berwarna-jerami dan kumis yang berwarna jingga-pirang, s
edang duduk lagi di kursi berlengan yang nyaman di kantornya, kakinya diistirahatkan pada tumpuan kaki beludru, satu tangan memegang gelas anggur kecil, tangan yang lain merogoh kotak permen nanas. Dan
tampak enam remaja pria duduk mengelilingi Slughorn, dengan Tom Riddle di tengah-tengah mereka, cincin emas Marvolo yang berbatu hitam berkilau di jarinya.
Dumbledore mendarat di sebelah Harry tepat ketika Riddle bertanya, "Sir, betulkah Profesor Merrythought akan pensiun""
"Tom, Tom, kalaupun tahu aku tak bisa memberitahumu," kata Slughorn, menegur dengan menggoyangkan jari ke arah Riddle, meskipun mengedip pada saat yang bersamaan. "Terus terang, aku ingin tahu dari mana kau dapatkan informasimu, Nak; kau ini lebih tahu daripada separo staf guru."
Riddle tersenyum; anak-anak yang lain tertawa dan melempar pandang kagum kepadanya.
"Dengan kemampuanmu yang luar biasa untuk mengetahui hal-hal yang seharusnya tak boleh kau ketahui, dan sanjungan penuh perhitungan kepada orang-orang yang penting-oh ya, terima kasih untuk permen nanas ini, kau benar, ini favoritku-"
Beberapa anak terkekeh lagi.
"aku yakin kau akan bisa menjadi Menteri Sihir dalam waktu dua puluh tahun. Lima belas, kalau kau terus mengirimiku permen nanas. Aku punya hubungan luar biasa baik dengan orang-orang di Kementerian."
Tom Riddle hanya tersenyum sementara yang lain tertawa lagi. Harry memperhatikan bahwa dia sama sekali bukan yang tertua dalam rombongan remaja itu, namun mereka semua tampaknya menganggap dia sebagai pemimpin mereka.
"Saya tak tahu apakah politik cocok untuk saya, Sir," katanya ketika tawa telah mereda. "Saya tidak memiliki latar belakang yang sesuai, itu alasan pertama."
Beberapa anak di sekelilingnya saling menyeringai. Harry yakin mereka menikmati lelucon antar mereka; tak diragukan lagi tentang apa yang mereka ketahui, atau curigai,
sehubungan dengan leluhur kenamaan pimpinan geng mereka.
"Omong kosong," kata Slughorn tegas, "tak bisa lebih jelas lagi kau keturunan penyihir hebat, dengan kemampuan sepertimu. Tidak, kau akan jadi orang hebat, Tom, aku belum pernah keliru menilai muridku."
Jam meja emas kecil di atas meja Slughorn berdentang sebelas kali di belakangnya dan dia menoleh.
"Astaga, sudah semalam ini"" kata Slughorn. "Kalian sebaiknya pergi, anak-anak, kalau tidak kita semua bisa mendapat kesulitan. Lestrange, aku menginginkan esaimu besok pagi, kalau tidak detensi. Sama, kau juga, Avery."
Satu demi satu anak-anak meninggalkan ruangannya. Slughorn bangkit dari kursi berlengannya dan membawa gelas kosongnya ke mejanya. Gerakan di belakangnya membuatnya berpaling. Riddle masih berdiri di sana.
"Hati-hati, Tom, kau tak ingin tertangkap masih belum di tempat tidur di luar jam yang ditentukan, dan kau prefek ..."
"Sir, saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda."
"Tanyakan saja, kalau begitu, Nak, tanyakan saja ... "
"Sir, saya ingin tahu apa yang Anda ketahui tentang ... tentang Horcrux""
Slughorn menatapnya, jari-jarinya yang gemuk tanpa sadar mengelus-elus gagang gelas anggurnya.
"Proyek untuk Pertahanan terhadap Ilmu Hitamkah ini""
Namun Harry bisa melihat bahwa Slughorn tahu betul bahwa ini bukan tugas sekolah.
"Sebetulnya bukan, Sir," kata Riddle. "Saya menemukan istilah ini sewaktu membaca dan saya tidak sepenuhnya mengerti."
"Tentu ... yah ... kau juga akan sulit sekali menemukan buku di Hogwarts yang bisa memberimu keterangan rinci tentang Horcrux, Tom. Itu ilmu yang sangat Hitam, betul-betul sangat Hitam," kata Slughorn.
"Tapi Anda pasti tahu tentang itu, kan, Sir" Maksud saya, penyihir seperti Anda -- maaf, maksud saya, jika Anda tidak bisa memberitahu saya, tentu saya hanya tahu bahwa kalau ada orang yang bisa memberitahu sa, Anda-lah orangnya -jadi, saya pikir saya tanyakan saja-"
Dilakukan dengan sangat baik, pikir Harry, keragu-raguan, nadanya yang biasa, pujian yang hati-hati, tak ada yang berlebihan. Harry telah punya banyak pengalaman dalam berusaha memancing informasi dari orang-orang yang enggan, sehingga dia bisa mengenali ahli yang sedang beraksi. Dia bisa melihat bahwa Riddle sangat, sangat menginginkan i
nformasi itu; barangkali dia telah bekerja keras selama berminggu-minggu menyiapkan momen ini.
"Yah," kata Slughorn, tidak memandang Riddle, melainkan memainkan pita di atas kotak permen nanasnya, "yah, tak ada salahnya memberimu gambaran ikhtisar, tentu, hanya supaya kau memahami istilah ini. Horcrux adalah sebutan bagi benda yang digunakan orang untuk menyembunyikan sebagian jiwanya."
"Tapi saya tak begitu mengerti bagaimana itu bisa dilakukan, Sir," kata Riddle.
Kata-katanya terkontrol cermat, namun Harry bisa merasakan kegairahannya.
"Oh, kau membelah jiwamu," kata Slughorn, "dan menyembunyikan belahannya dalam benda di luar tubuh. Kemudian, bahkan jika tubuh orang itu diserang atau dihancurkan, orang itu tak bisa mati, karena sebagian jiwanya tetap terikat kepada bumi dan utuh. Tetapi, tentu saja, eksistensi dalam bentuk seperti itu ... "
Wajah Slughorn berkerut dan Harry jadi teringat kata-kata yang didengarnya hampir dua tahun sebelumnya.
"Aku tercabik dari tubuhku, aku lebih rendah dari arwah, lebih rendah dari hantu yang paling hina ... tetapi aku masih
hidup." "... hanya sedikit yang mau, Tom, sangat sedikit. Kematian masih lebih baik."
Namun nafsu Riddle sekarang kentara sekali; ekspresinya tamak, dia tak bisa lagi menyembunyikan keinginannya.
"Bagaimana Anda membelah jiwa Anda""
"Yah," kata Slughorn tak nyaman, "kau harus mengerti bahwa jiwa dimaksudkan untuk tetap lengkap dan utuh. Membaginya adalah tindakan pelanggaran, melawan kodrat
alam." "Tetapi bagaimana Anda melakukannya""
"Dengan tindak kejahatan -- tindak kejahatan yang paling jahat. Dengan melakukan pembunuhan. Membunuh mencabik jiwa. Penyihir yang bermaksud menciptakan Horcrux akan menggunakan kerusakan ini untuk kepentingannya dia akan menyimpan cabikan"
"Menyimpan" Tapi bagaimana""
"Ada mantranya, jangan tanya aku, aku tak tahu!" kata Slughorn, menggelengkan kepala seperti gajah tua yang terganggu nyamuk. "Apa aku tampak seperti pernah mencobanya apakah aku tampak seperti pembunuh""
"Tidak, Sir, tentu saja tidak," kata Riddle cepat-cepat. "Maaf ... saya tidak bermaksud menyinggung perasaan ... "
"Sama sekali tidak, aku sama sekali tidak tersinggung," kata Slughorn tajam. "Wajar merasa penasaran tentang hal-hal begini ... para penyihir kaliber tertentu selalu tertarik pada aspek sihir ini ... "
"Ya, Sir," kata Riddle. "Yang saya. tak paham adalah -hanya sekadar ingin tahu -- maksud saya, apakah satu Horcrux banyak gunanya" Apakah Anda hanya bisa membelah jiwa sekali" Tidakkah lebih baik, membuat Anda lebih kuat, jika jiwa Anda terbagi menjadi beberapa bagian" Maksud saya, misalnya, bukankah tujuh angka yang kekuatan sihirnya paling hebat, bukankah tujuh""
"Jenggot Merlin, Tom!" dengking Slughorn. "Tujuh! Bukankah sudah cukup mengerikan memikirkan membunuh satu orang" Lagi pula ... sudah mengerikan membelah jiwa menjadi dua ... tapi mencabik-cabiknya menjadi tujuh ... "
Slughorn tampak sangat terganggu sekarang. Dia menatap Riddle seakan belum pernah melihatnya sejelas itu dan Harry bisa melihat dia menyesali masuk ke dalam percakapan ini.
"Tentu saja," dia bergumam, "ini semua hanya hipotetis, apa yang kita bicarakan ini, kan" Semua hanya teori akademis
" "Ya, Sir, tentu saja," kata Riddle cepat-cepat.
"Meskipun demikian, Tom ... jangan beritahu siappun, apa yang kusampaikan -- maksudku, apa yang telah kita bicarakan. Orang tak akan suka memikirkan kita ngobrol tentang Horcrux. Ini topik terlarang di Hogwarts, kau tahu ... Dumbledore tegas sekali soal ini ... "
"Saya tak akan bicara sepatah pun soal ini, Sir," kata Riddle dan dia pergi, tetapi tidak sebelum Harry melihat sekilas wajahnya, yang dipenuhi kebahagiaan liar seperti ketika dia pertama kali tahu bahwa dia ternyata penyihir, jenis kebahagiaan yang tidak membuat wajahnya semakin tampan, melainkan membuatnya, entah kenapa, semakin tidak manusiawi ...
"Terima kasih, Harry," kata Dumbledore pelan. "Mari kita pergi ... "
Ketika Harry mendarat kembali di lantai kantor, Dumbledore sudah duduk lagi di belakang mejanya. Harry juga duduk, dan menunggu Dumbledore bicara.
"Aku sudah lama sekali m
engharapkan bukti ini" kata Dumbledore akhirnya. "Ini mengonfirmasi teori yang sedang kususun, memberitahuku bahwa aku benar, dan juga bahwa masih banyak sekali yang harus dilakukan ... "
Harry mendadak menyadari bahwa para mantan kepala sekolah dalam lukisan yang berjajar di dinding yang mengelilingi ruangan semuanya bangun dan mendengarkan pembicaraan mereka. Seorang penyihir gemuk berhidung merah malah mengeluarkan terompet-bantu-dengar.
"Nah, Harry," kata Dumbledore, "aku yakin kau memahami arti penting apa yang baru saja kita dengar. Pada usia yang sama denganmu sekarang, berbeda kurang-lebih beberapa bulan, Tom Riddle sudah melakukan sebisanya untuk mencari tahu bagaimana membuat dirinya abadi."
"Anda berpendapat dia berhasil kalau begitu, Sir"" tanya Harry. "Dia membuat Horcrux" Dan itukah sebabnya dia tidak mati ketika dia menyerang saya" Dia punya Horcrux yang disembunyikan di suatu tempat" Sebagian jiwanya aman""
"Sebagian ... atau beberapa," kata Dumbledore. "Kau mendengar Voldemort, apa yang khususnya diinginkannya dari Horace adalah pendapat tentang apa yang akan terjadi pada penyihir yang menciptakan lebih dari satu Horcrux, apa yang akan terjadi pada penyihir yang bertekad menghindari kematian sehingga dia bersedia membunuh berkali-kali, mencabik jiwanya berulang-ulang, sehingga bisa menyimpannya dalam banyak Horcrux yang disembunyikan secara terpisah. Tak ada buku yang akan memberinya informasi itu. Sejauh yang aku tahu sejauh, aku yakin, yang Voldemort tahu belum ada penyihir yang pernah melakukan lebih daripada mencabik jiwanya menjadi dua."
Dumbledore berhenti sejenak, menyusun pikirannya, dan kemudian berkata, "Empat tahun yang lalu, aku menerima apa yang kuanggap sebagai bukti nyata bahwa Voldemort telah membelah jiwanya."
"Di mana"" tanya Harry. "Bagaimana""
"Kau yang menyerahkannya kepadaku, Harry," kata Dumbledore. "Buku harian, buku harian Riddle, yang memberi instruksi bagaimana membuka Kamar Rahasia."
"Saya tidak mengerti, Sir," kata Harry.
"Meskipun aku tidak melihat si Riddle yang keluar dari buku harian itu, yang kau deskripsikan kepadaku adalah fenomena yang belum pernah kusaksikan. Kenangan yang mulai bertindak dan berpikir sendiri" Kenangan yang mengisap kehidupan dari gadis kecil yang terjatuh ke dalam tangannya" Tidak, sesuatu yang jauh lebih jahat hidup dalam buku itu ... kepingan jiwa, aku hampir pasti akan itu. Buku harian itu adalah Horcrux. Tetapi ini menimbulkan banyak pertanyaan, sebanyak pertanyaan yang terjawab olehnya. Yang paling menggugah minat dan menakutkanku adalah bahwa buku harian itu dimaksudkan sebagai senjata sekaligus perlindungan."
"Saya masih tidak mengerti," kata Harry.
"Buku harian itu berfungsi sebagaimana Horcrux seharusnya berfungsi dengan kata lain, kepingan jiwa yang disembunyikan di dalamnya tersimpan aman dan niscaya telah memainkan perannya dalam mencegah kematian pemiliknya. Tetapi tak diragukan lagi bahwa Riddle betul-betul ingin buku harian itu dibaca, ingin kepingan jiwanya mendiami atau menguasai orang lain, sehingga monster Slytherin akan terlepas lagi."
"Yah, dia tak ingin kerja kerasnya sia-sia," kata Harry. "Dia ingin orang-orang tahu dia pewaris Slytherin, karena dia tak bisa mengakuinya saat itu."
"Ada betulnya," kata Dumbledore, mengangguk. "Tetapi tidakkah kau lihat, Harry, bahwa jika dia bermaksud buku harian itu diberikan, atau dipasang, untuk murid Hogwarts di masa mendatang, dia sungguh teledor akan kepingan jiwa amat berharga yang disembunyikan di dalamnya. Tujuan Horcrux adalah, seperti dijelaskan Profesor Slughorn, untuk menyimpan sebagian dari diri tersembunyi dan aman, bukan untuk dilemparkan kepada orang lain dan menghadapi risiko orang itu menghancurkannya seperti yang betul-betul terjadi kepingan jiwa yang itu sudah tak ada lagi kau telah membinasakannya.
"Sikap ceroboh Voldemort terhadap Horcrux itulah yang paling membuatku cemas. Itu menunjukkan bahwa dia pastilah telah membuat atau merencanakan membuat lebih banyak Horcrux, sehingga kehilangan Horcrux-nya yang pertama tidak akan terlalu mengganggu. Aku tak ingin memercayainy
a, tetapi tak ada penjelasan lain yang bisa masuk akal."
"Kemudian kau memberitahuku, dua tahun sesudah itu, bahwa pada malam Voldemort kembali ke tubuhnya, dia membuat pernyataan yang paling menjelaskan dan paling menakutkan kepada para Pelahap Maut-nya. 'Aku, yang telah menapaki jalan menuju keabadian lebih jauh daripada siapa pun.' Itulah yang kau sampaikan kepadaku dikatakannya. 'Lebih jauh daripada siapa pun.' Dan kupikir aku tahu apa maksudnya itu, meskipun para Pelahap Maut tidak. Dia mengacu kepada Horcrux-Horcrux-nya. Horcrux-Horcrux, bentuk jamak, Harry, yang aku yakin tak ada penyihir lain pernah memilikinya. Tetapi ini cocok. Lord Voldemort tampak semakin tidak manusiawi bersama berlalunya waktu, dan transformasi yang dialaminya bagiku hanya bisa dijelaskan jika jiwanya dimutilasi jauh melampaui batas-batas apa yang bisa kita sebut kejahatan yang biasa ... "
"Jadi, dia membuat dirinya tak mungkin dibunuh dengan membunuh orang-orang"" kata Harry. "Kenapa dia tidak membuat saja Batu Bertuah, atau mencurinya, kalau dia begitu ingin hidup selamanya""
"Nah, kita tahu dia mencoba melakukan itu, lima tahun lalu," kata Dumbledore. "Tetapi ada beberapa alasan kenapa, menurutku, Batu Bertuah kurang menarik dibanding Horcrux bagi Lord Voldemort."
"Sementara Cairan Kehidupan memang memperpanjang hidup, eliksir ini harus diminum secara teratur, sepanjang waktu, jika peminumnya ingin menjamin keabadiannya. Karena itu, Voldemort akan tergantung sepenuhnya pada Cairan Kehidupan ini, dan jika dia kehabisan, atau eliksir ini terkontaminasi, atau jika Batu-nya dicuri, dia akan mati seperti orang lain. Voldemort senang bertindak sendiri, ingat. Aku percaya bahwa baginya, pikiran bahwa dia tergantung, bahkan pada Cairan Kehidupan itu, tak bisa ditoleransi. Tentu saja dia bersedia meminumnya jika eliksir itu bisa membebaskannya dari keadaan mengerikan setengah-hidup seperti nasib yang dialaminya setelah dia menyerangmu, namun hanya sekadar untuk mendapatkan kembali tubuhnya. Setelah itu, aku yakin, dia bermaksud melanjutkan bergantung pada Horcrux-Horcrux-nya dia tidak akan memerlukan apa-apa lagi, kalau saja dia sudah mendapatkan kembali sosok manusianya. Dia sudah tak bisa mati, soalnya ... atau sedekat mungkin pada keabadian yang bisa dicapai manusia."
"Tetapi sekarang, Harry, dipersenjatai dengan informasi ini, kenangan penting yang telah berhasil kau peroleh untuk kita, kita lebih dekat ke rahasia bagaimana menghabisi Lord Voldemort daripada yang pernah dicapai orang lain sebelumnya. Kau mendengarnya, Harry, 'Tidakkah lebih baik, membuat Anda lebih kuat, jika jiwa Anda terbagi menjadi beberapa bagian... bukankah tujuh angka yang kekuatan sihirnya paling hebat... ' Bukankah tujuh angka yang kekuatan
sihirnya paling hebat. Ya, kurasa ide jiwa terbelah-tujuh akan sangat menarik bagi Lord Voldemort."
"Dia membuat tujuh Horcrux"" kata Harry, dilanda kengerian, sementara beberapa lukisan di dinding membuat celetukan serupa, yang mengutarakan shock dan kemarahan. "Tetapi Horcrux-Horcrux itu bisa di mana saja di dunia, tersembunyi-dikubur atau tak tampak-"
"Aku senang melihatmu mengapresiasi besarnya problem kita," kata Dumbledore kalem. "Tapi pertama-tama, tidak, Harry, bukan tujuh Horcrux, enam. Bagian ketujuh jiwanya, betapapun rusaknya, tinggal di dalam tubuh-regenerasinya. Itu bagian yang hidup sebagai spektrum bertahun-tahun selama dia dalam pengasingan; tanpa itu, dia tak punya diri sama sekali. Bagian ketujuh jiwa itu akan jadi yang terakhir yang harus diserang siapa pun yang ingin membunuh Voldemort bagian yang hidup di dalam tubuhnya."
"Tetapi keenam Horcrux lainnya, kalau begitu," kata Harry, sedikit putus asa, "bagaimana kita bisa menemukannya""
"Kau lupa ... kau sudah menghancurkan salah satunya. Dan aku sudah menghancurkan satu."
"Anda sudah menghancurkan satu"" tanya Harry bersemangat.
"Ya betul," kata Dumbledore, dan dia mengangkat tangannya yang hitam seperti terbakar. "Cincin itu, Harry, cincin Marvolo. Dan ada kutukan sangat mengerikan di cincin itu juga. Seandainya saja bukan maafkan kalau kedengarannya tidak re
ndah hati berkat kemampuanku yang luar biasa dan tindakan Profesor Snape yang tepat pada waktunya ketika aku kembali ke Hogwarts, terluka parah, aku mungkin tak lagi hidup untuk menuturkan kisah ini. Meskipun demikian, tangan yang kisut rasanya pertukaran yang layak untuk sepertujuh jiwa Lord Voldemort. Cincin itu sudah bukan lagi Horcrux."
"Tetapi bagaimana Anda menemukannya""
"Seperti yang sekarang kau ketahui, sudah selama bertahun-tahun aku membiasakan diri menemukan sebanyak yang aku bisa tentang kehidupan Voldemort di masa lalu. Aku banyak bepergian, mengunjungi tempat-tempat yang pernah dikenalnya. Aku menemukan cincin ini secara kebetulan tersembunyi di reruntuhan pondok keluarga Gaunt. Rupanya begitu Voldemort sudah berhasil menyegel sebagian jiwanya di dalamnya, dia tak ingin memakainya lagi. Dia menyembunyikannya, diproteksi oleh banyak mantra yang kuat, dalam pondok yang pernah ditinggali leluhurnya (Morfin sudah diangkut ke Azkaban, tentu), tak pernah menduga bahwa aku mungkin suatu hari akan bersusah payah mengunjungi reruntuhannya, atau bahwa aku mungkin mengawasi jejak-jejak penyembunyian secara sihir."
"Meskipun demikian, kita tak boleh terlalu bergirang hati memberi selamat kepada diri sendiri. Kau menghancurkan buku harian dan aku menghancurkan cincin, tetapi kalau kita benar dalam teori kita tentang jiwa terbelah-tujuh, masih ada empat Horcrux yang tinggal."
"Dan mereka bisa apa saja"" kata Harry. "Mereka bisa kaleng tua, atau, saya tak tahu, botol ramuan kosong ...""
"Kau memikirkan Portkey, Harry, yang memang harus berupa benda-benda biasa, yang mudah terabaikan. Tetapi Lord Voldemort menggunakan kaleng atau botol ramuan tua untuk menyimpan jiwanya yang berharga" Kau melupakan apa yang sudah kuperlihatkan kepadamti. Lord Voldemort senang mengoleksi benda yang ada kenangannya, dan dia lebih suka benda-benda dengan sejarah sihir yang hebat. Kebanggaannya, kepercayaannya pada superioritasnya, tekadnya untuk mengukir bagi dirinya tempat yang mengejutkan di dalam sejarah sihir; hal-hal ini memberitahuku bahwa Voldemort akan memilih Horcrux-Horcruxnya dengan
hati-hati, memilih benda-benda yang layak mendapat kehormatan ini."
"Buku harian itu tidak seistimewa itu."
"Buku harian itu, seperti tadi kau katakan sendiri, adalah bukti bahwa dia pewaris Slytherin; aku yakin Voldemort menganggapnya luar biasa penting."
"Jadi, Horcrux yang lain"" kata Harry. "Apakah menurut Anda, Anda tahu mereka berbentuk apa, Sir""
"Aku hanya bisa menduga-duga," kata Dumbledore. "Untuk alasan yang telah kuberikan, aku yakin Lord Voldemort akan lebih menyukai benda-benda yang memiliki kehebatan sendiri. Karena itu aku telah menelusuri masa lalu Voldemort untuk melihat kalaukalau aku bisa menemukan bukti-bukti bahwa benda-benda berharga semacam itu telah menghilang di sekitarnya."
"Kalung itu!" seru Harry keras. "Piala Huflepuff!"
"Ya," kata Dumbledore, tersenyum, "aku akan bersedia mempertaruhkan-barangkali bukan tanganku yang satunya tapi beberapa jariku, bahwa keduanya menjadi Horcrux nomor tiga dan empat. Dua lainnya, mengasumsikan lagi bahwa dia menciptakan enam Horcrux, lebih sulit diduga, tetapi aku akan coba-coba menebak bahwa, setelah berhasil mendapatkan benda-benda dari Hufflepuff dan Slytherin, dia mulai mencari benda-benda yang dimiliki oleh Gryffindor atau Ravenclaw. Empat benda dari empat pendiri akan, aku yakin, menjadi daya tarik luar biasa bagi imajinasi Voldemort. Aku tak bisa menjawab apakah dia berhasil menemukan sesuatu milik Ravenclaw. Meskipun demikian aku yakin bahwa satu-satunya peninggalan Gryffindor masih aman."
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dumbledore mengacungkan jari-jarinya yang menghitam ke dinding di belakangnya, tempat sebilah pedang bertatahkan batu delima tersimpan dalam lemari kaca.
"Apakah menurut Anda itulah sebabnya dia ingin betul kembali ke Hogwarts, Sir"" tanya Harry. "Untuk mencoba mencari sesuatu dari salah satu pendiri yang lain""
"Persis begitulah dugaanku, kata Dumbledore. "Tetapi sayangnya, itu tidak membuat kita lebih maju, karena dia ditolak, atau begitulah yang kukira, tanpa kesempatan menggeledah sekolah.
Aku terpaksa menyimpulkan bahwa dia tak pernah berhasil memenuhi ambisinya mengoleksi empat benda milik empat pendiri. Dia jelas memiliki dua dia mungkin menemukan tiga itu yang terbaik yang bisa kita lakukan sekarang."
"Bahkan kalau dia mendapatkan sesuatu milik Ravenclaw atau Gryffindor, masih ada Horcrux keenam" kata Harry, menghitung dengan jari-jarinya "Kecuali dia mendapatkan dua-duanya""
"Kukira tidak," kata Dumbledore. "Kupikir aku tahu apa Horcrux yang keenam. Aku ingin tahu apa yang akan kau katakan kalau kuakui aku sudah agak lama penasaran tentang tingkah laku si ular, Nagini""
"Ular itu"" kata Harry, tercengang. "Binatang bisa digunakan sebagai Horcrux""
"Yah, tidak disarankan untuk melakukannya," kata Dumbledore, "karena memercayakan sebagian jiwamu kepada sesuatu yang bisa berpikir dan berjalan sendiri jelas sekali hal yang sangat berisiko. Meskipun demikian, jika kalkulasiku betul, Voldemort paling tidak masih kurang satu Horcrux dari targetnya yang enam ketika dia memasuki rumah orangtuamu dengan tujuan membunuhmu."
"Dia tampaknya mencadangkan proses pembuatan Horcrux teristimewa untuk kematian-kematian yang punya arti penting. Kau jelas termasuk kategori itu. Dia percaya bahwa dengan membunuhmu, dia memusnahkan bahaya yang telah digariskan ramalan. Dia percaya dia sedang membuat dirinya
tak terkalahkan. Aku yakin dia bermaksud membuat Horcrux terakhirnya dengan kematianmu."
"Seperti yang kita tahu, dia gagal. Meskipun demikian, setelah jeda beberapa tahun, dia menggunakan Nagini untuk membunuh Muggle laki-laki tua, dan kemungkinan saat itulah terpikir olehnya untuk menggunakan ular betina ini sebagai Horcrux terakhirnya. Nagini menekankan hubungannya dengan Slytherin, dengan demikian mempertinggi mistik Lord Voldernort. Kukira dia barangkali menyukai ular itu lebih dari apa pun; dia jelas senang menahan Nagini berada di dekatnya dan dia tampaknya memiliki kendali luar biasa atas ular itu, bahkan bagi seorang Parselmouth."
"Jadi," kata Harry, "buku harian sudah tak ada, cincin sudah tak ada. Piala, kalung, dan ular masih utuh dan Anda berpendapat mungkin ada Horcrux yang dulunya benda milik Ravenclaw atau Gryffindor""
"Ringkasan mengagumkan, singkat dan akurat, ya," kata Dumbledore, menundukkan kepalanya.
"Jadi ... apakah Anda masih mencarinya, Sir" Ke tempat-tempat itukah Anda pergi jika Anda meninggalkan sekolah""
"Betul," kata Dumbledore. "Aku sudah lama sekali mencari. Kurasa ... barangkali ... aku sudah hampir menemukan satu lagi. Ada tanda-tanda yang memberi harapan."
"Dan jika Anda menemukannya," kata Harry cepat-cepat, "bolehkah saya ikut dengan Anda dan membantu menyingkirkannya""
Dumbledore memandang Harry lekat-lekat selama beberapa saat sebelum menjawab, "Ya, kukira begitu."
"Saya boleh ikut"" kata Harry, terperangah.
"Oh, ya," kata Dumbledore, tersenyum kecil. "Kurasa kau layak mendapatkan hak itu."
Harry merasa semangatnya bangkit. Senang sekali tidak mendengar kata-kata agar berhati-hati dan melindungi diri, paling tidak kali itu. Para kepala sekolah di sekeliling dinding tampaknya tak begitu setuju dengan keputusan Dumbledore. Harry melihat beberapa di antaranya menggelengkan kepala dan Phineas Nigellus malah mendengus.
"Apakah Voldemort tahu kalau ada Horcrux-nya yang dihancurkan, Sir" Apakah dia merasakannya"" Harry bertanya, tidak mengindahkan lukisan-lukisan itu.
"Pertanyaan yang sangat menarik, Harry. Menurutku tidak. Menurutku Voldemort sekarang sangat terbenam dalam kejahatan, dan bagian-bagian penting dirinya ini sudah terpisah darinya sangat lama, dia tidak lagi merasa seperti kita. Barangkali, saat maut menjelang, dia mungkin menyadari kehilangannya ... tetapi dia tidak sadar, misalnya, bahwa buku harian itu telah dihancurkan sampai dia memaksa Lucius Malfoy mengatakan yang sebenarnya. Ketika Voldemort tahu buku harian itu telah dimutilasi dan semua kekuatannya hilang, aku diberitahu bahwa kemarahannya sangatlah mengerikan."
"Tapi saya sangka dia memaksudkan Lucius Malfoy menyelundupkan buku itu ke Hogwarts""
"Memang, bertahun-tahun yang lalu, ketika dia yakin dia akan bisa m
enciptakan lebih banyak lagi Horcrux, tetapi tetap saja Lucius harus menunggu Voldemort memerintahkannya demikian, dan Lucius tak pernah menerima perintah itu, karena Voldemort menghilang tak lama setelah memberikan buku harian itu kepadanya. Tak diragukan lagi dia mengira Lucius tidak akan berani melakukan apa pun dengan Horcrux itu kecuali menjaganya dengan hati-hati, tetapi dia terlalu mengandalkan ketakutan Lucius terhadap tuan yang telah pergi selama bertahun-tahun dan yang Lucius percaya telah mati. Tentu saja Lucius tidak tahu apa sebenarnya buku harian itu. Setahuku Voldemort memberitahunya bahwa buku
harian itu akan menyebabkan Kamar Rahasia terbuka lagi, karena buku itu sudah dimantrai dengan hebat. Seandainya Lucius tahu sebagian jiwa tuannya ada di tangannya, niscaya dia akan memperlakukan buku itu dengan lebih hormat-namun alih-alih begitu dia melaksanakan rencana yang akan menguntungkannya sendiri dengan memasang buku itu agar ditemukan anak perempuan Arthur Weasley, dia berharap mendiskreditkan Arthur, membuatku dikeluarkan dari Hogwarts, dan sekaligus menyingkirkan benda yang sangat memberatkan. Ah, kasihan Lucius ... menghadapi kemarahan Voldemort atas fakta bahwa dia membuang Horcrux itu untuk kepentingannya sendiri, dan kegagalan total di Kementerian tahun lalu, aku tak akan heran kalau diam-diam dia senang aman berada di Azkaban saat ini."
Harry duduk berpikir selama beberapa waktu, kemudian bertanya, "Jadi, jika semua Horcrux-nya dihancurkan, Voldemort bisa dibunuh""
"Ya, kukira begitu," kata Dumbledore. "Tanpa Horcrux-Horcrux-nya, Voldemort hanyalah manusia fana dengan jiwa yang sudah cacat dan berkurang. Jangan pernah lupa, tapi, bahwa sementara jiwanya cacat tak mungkin diperbaiki lagi, otaknya dan kemampuan sihirnya tetap utuh. Perlu kecakapan dan kekuatan luar biasa untuk membunuh penyihir seperti Voldemort, bahkan tanpa Horcrux-Horcrux-nya."
"Tetapi saya tidak memiliki kecakapan dan kekuatan luar biasa," kata Harry, sebelum bisa menahan diri.
"Ya, kau memilikinya," kata Dumbledore tegas. "Kau memiliki kekuatan yang tak pernah dimiliki Voldemort. Kau
bisa" "Saya tahu!" kata Harry kehilangan kesabaran. "Saya bisa mencintai!" Hanya dengan susah payah dia berhasil menahan diri untuk tidak menambahkan, "Hebat sekali!"
"Ya, Harry, kau bisa mencintai," kata Dumbledore, yang tampaknya tahu betul apa yang tidak jadi dikatakan Harry. "Yang, mengingat apa yang telah terjadi padamu, adalah hal yang hebat dan luar biasa. Kau masih terlalu muda untuk memahami betapa luar biasanya kau, Harry."
"Jadi, ketika ramalan mengatakan bahwa saya akan mempunyai 'kekuatan yang tidak diketahui Pangeran Kegelapan', yang dimaksud hanya cinta"" tanya Harry, merasa sedikit kecewa.
"Ya hanya cinta," kata Dumbledore. "Tetapi, Harry, jangan pernah lupa bahwa apa yang dikatakan ramalan menjadi berarti hanya karena Voldemort membuatnya demikian. Sudah kukatakan ini kepadamu pada akhir tahun ajaran lalu. Voldemort memilihmu sebagai orang yang akan paling berbahaya baginya dan dengan berbuat demikian, dia membuatmu menjadi orang yang akan paling berbahaya baginya!"
"Tetapi ujung-ujungnya sama"
"Tidak, tidak sama!" kata Dumbledore, kedengaran tidak sabar sekarang. Menunjuk Harry dengan tangannya yang kehitaman dan kisut, dia berkata, "Kau terlalu menghargai ramalan itu!"
"Tetapi," kata Harry gugup, "tetapi Anda mengatakan ramalan itu berarti-"
"Jika Voldemort belum pernah mendengar tentang ramalan itu, apakah ramalan itu akan terjadi" Apakah ramalan itu akan berarti sesuatu" Tentu saja tidak! Apakah menurutmu semua ramalan di dalam Ruang Ramalan itu sudah terjadi""
"Tetapi," kata Harry bingung, "tetapi tahun lalu Anda mengatakan salah satu dari kami harus membunuh yang lain"
"Harry, Harry, hanya karena Voldemort membuat kesalahan besar dan bertindak melaksanakan kata-kata Profesor
Trelawney! Jika Voldemort tidak pernah membunuh ayahmu, apakah dia akan menanamkan dalam dirimu keinginan besar untuk membalas dendam" Tentu saja tidak! Jika dia tidak membuat ibumu terpaksa meninggal demi kau, apakah dia akan memberimu proteksi sihir y
ang tidak bisa ditembusnya" Tentu saja tidak, Harry! Tidakkah kau paham" Voldemort sendiri yang menciptakan musuhnya yang paling besar, seperti halnya yang dilakukan semua tiran di mana pun! Apakah kau menyadari betapa takutnya para tiran terhadap rakyat yang mereka tindas" Semuanya menyadari bahwa, suatu hari, di antara banyak korban mereka, pasti akan ada satu yang bangkit melawan mereka! Voldemort tidak berbeda! Dia selalu berjaga-jaga terhadap munculnya orang yang akan menantangnya. Dia mendengar ramalan itu dan dia langsung beraksi, dengan akibat dia tidak hanya memilih sendiri orang yang paling mungkin akan menghabisinya, dia juga memberinya senjata unik yang mematikan!"
"Tapi-" "Penting bagimu memahami ini!" kata Dumbledore, bangkit berdiri dan berjalan hilir-mudik di dalam ruangan, jubahnya yang berkelap-kelip melambai di belakangnya. Harry belum pernah melihatnya segelisah itu. "Dengan berusaha membunuhmu, Voldemort sendiri yang memilih orang luar biasa yang duduk di depanku, dan memberinya sarana untuk melakukan pekerjaan itu! Kesalahan Voldemort-lah bahwa kau bisa melihat apa yang dipikirkannya, ambisinya, bahwa kau bahkan menguasai bahasa ular yang digunakannya untuk memberi perintah, dan meskipun demikian, Harry, kendati kau memiliki privelese untuk masuk ke dalam dunia Voldemort (asal kau tahu saja, semua Pelahap Maut akan bersedia membunuh untuk memiliki kemampuan ini), kau belum pernah terpikat oleh Ilmu Hitam, tak pernah, bahkan sedetik pun tidak, memperlihatkan keinginan sekecil apa pun untuk menjadi pengikut Voldemort!"
"Tentu saja tidak!" kata Harry naik darah. "Dia membunuh ibu dan ayah saya!"
"Kau dilindungi, singkatnya, oleh kemampuanmu untuk mencintai!" kata Dumbledore keras. "Satu-satunya proteksi yang mungkin manjur melawan daya tarik kekuatan seperti kekuatan Voldemort! Kendati kau telah mengalami banyak godaan, banyak penderitaan, hatimu tetap murni, sama murninya seperti saat kau berusia sebelas tahun, ketika kau memandang cermin yang merefleksikan hasrat hatimu yang paling mendalam, dan cermin itu hanya memperlihatkan kepadamu cara untuk menghalangi Voldemort, dan bukan keabadian atau kekayaan. Harry, sadarkah kau betapa sedikitnya penyihir yang bisa melihat apa yang kau lihat di cermin itu" Voldemort mestinya tahu saat itu dengan orang seperti apa dia berhadapan, tetapi dia tidak tahu itu!"
"Tetapi sekarang dia tahu. Kau telah masuk ke dalam pikiran Voldemort tanpa mencederai dirimu, namun dia tidak bisa menguasaimu tanpa mengalami penderitaan yang luar biasa, seperti yang dialaminya di Kementerian. Menurutku dia tidak mengerti kenapa, Harry, tetapi dia sangat terburu-buru mau memutilasi jiwanya sendiri, dia tak pernah berhenti untuk memahami kekuatan tak tertandingi jiwa yang tak bernoda dan utuh."
"Tetapi, Sir," kata Harry, berusaha keras agar tidak terdengar mendebat, "semuanya ujung-ujungnya sama, kan" Saya harus mencoba dan membunuhnya, kalau tidak-"
"Harus"" kata Dumbledore. "Tentu saja kau harus! Tetapi bukan karena ramalan! Karena kau, kau sendiri, tak akan pernah tenang sampai kau mencobanya! Kita berdua tahu itu! Bayangkan, tolong, sebentar saja, bahwa kau belum pernah mendengar ramalan itu! Bagaimana perasaanmu terhadap Voldemort sekarang" Pikirkan!"
Harry mengawasi Dumbledore hilir-mudik di depannya, dan berpikir. Dia memikirkan ibunya, ayahnya, dan Sirius. Dia
memikirkan Cedric Diggory. Dia memikirkan semua perbuatan mengerikan yang dia tahu telah dilakukan Voldemort. Rasanya ada lidah api yang berkobar di dalam dadanya, membakar tenggorokannya.
"Saya ingin dia dihabisi," kata Harry pelan. "Dan saya ingin melakukannya."
"Tentu saja!" seru Dumbledore. "Kau lihat, ramalan itu tidak berarti kau harus melakukan apa pun! Tetapi ramalan itu menyebabkan Lord Voldemort menandaimu sebagai tandingannya ... dengan kata lain, kau bebas memilih jalanmu, cukup bebas untuk tidak mengindahkan ramalan! Tetapi Voldemort tetap saja memercayai ramalan itu. Dia akan terus memburumu ... ini akan betul-betul memastikan, bahwa-"
"Bahwa salah satu dari kami pada akhirnya akan membunuh yang lain," kat
a Harry. "Ya." Namun Harry mengerti akhirnya apa yang selama ini berusaha disampaikan Dumbledore kepadanya. Inilah, dia membatin, beda antara diseret ke dalam arena untuk menghadapi pertempuran hidup-mati dan berjalan ke dalam arena dengan kepala tegak. Beberapa orang, mungkin, akan mengatakan cuma sedikit beda antara keduanya, namun Dumbledore tahu dan aku juga tahu, pikir Harry, dengan luapan kebanggaan, dan begitu juga orangtuaku bahwa ada perbedaan yang besar sekali di antara keduanya.
24. SECTUMSEMPRA Sangat letih, namun senang dengan hasil kerja semalam, Harry menceritakan kepada Ron dan Hermione segalanya yang terjadi selama pelajaran Mantra paginya (setelah lebih dulu memantrai mereka yang duduk paling dekat mereka dengan mantra Muffliato). Mereka berdua sangat terkesan oleh caranya memancing kenangan dari Slughorn dan benar-benar terpana ketika Harry memberitahu mereka tentang Horcrux-Horcrux Voldemort dan janji Dumbledore untuk mengajak Harry, jika dia menemukan Horcrux lagi.
"Wow," kata Ron, setelah akhirnya Harry selesai menuturkan segalanya. Ron melambai-lambaikan tongkat sihirnya asal-asalan ke arah langit-langit tanpa sedikit pun menyadari apa yang sedang dilakukannya.
"Wow. Kau benar-benar akan pergi dengan Dumbledore ... dan mencoba menghancurkan ... wow"
"Ron, kau membuat salju turun," kata Hermione sabar, menangkap pergelangan tangan Ron dan menjauhkan tongkatnya dari langit-langit, dari mana, betul saja, salju besar-besar mulai turun. Lavender Brown, Harry melihat, mendelik kepada Hermione dari meja sebelah dengan mata sangat merah, dan Hermione langsung melepas tangan Ron.
"Oh yeah," kata Ron, memandang bahunya dengan keheranan. "Sori ... jadinya kita semua seperti ketombean sekarang ... "
Dia menyapu salju palsu itu dari bahu Hermione. Air mata Lavender langsung bercucuran. Ron tampak sangat bersalah dan memunggunginya.
"Kami putus," dia memberitahu Harry dari sudut mulutnya. "Semalam. Ketika dia melihatku keluar kamar dengan Hermione. Dia kan tidak bisa melihatmu, jadi dia mengira kami hanya berdua."
"Ah," kata Harry. "Nah kau tidak menyesal hubungan kalian berakhir, kan""
"Tidak," Ron mengaku. "Parah juga waktu dia teriak-teriak, tapi paling tidak bukan aku yang mengakhirinya."
"Pengecut," kata Hermione, meskipun dia tampak geli. "Yah, rupanya semalam memang malam sial untuk roman. Ginny dan Dean juga putus, Harry."
Harry merasa Hermione memandangnya penuh arti ketika memberitahukan itu, namun mana mungkin dia bisa tahu bahwa organ-organ dalam tubuhnya mendadak menari-nari. Berusaha sebisanya agar wajahnya tanpa ekspresi dan suaranya tidak peduli, dia bertanya, "Kok bisa putus""
"Oh, gara-gara sesuatu yang betul-betul konyol ... Ginny bilang Dean selalu berusaha membantunya masuk lubang lukisan, seakan dia tak bisa masuk sendiri ... tapi sudah lama hubungan mereka tak terlalu mulus." Harry mengerling Dean di sisi lain kelas. Dean memang tampak murung.
"Tentu saja ini membuatmu jadi sedikit berdilema, ya"" kata Hermione.
"Apa maksudmu"" kata Harry cepat-cepat.
"Tim Quidditch," kata Hermione. "Kalau Ginny dan Dean diam-diaman ... "
"Oh-oh yeah," kata Harry.
"Flitwick," kata Ron dengan nada memperingatkan. Guru Mantra yang mungil , berjalan ke arah mereka dan Hermione-lah satu-satunya yang telah berhasil mengubah cuka menjadi anggur. Botol kacanya dipenuhi cairan berwarna merah tua, sementara isi botol Harry dan Ron masih cokelat kelam.
"Nah, anak-anak," tegur Profesor Flitwick. "Sedikit bicara, banyak bekerja ... coba kulihat kalian mencoba ... "
Bersama-sama mereka mengangkat tongkat sihir, berkonsentrasi sekuat tenaga, dan mengacungkan tongkat ke botol masing-masing. Cuka Harry berubah menjadi es; botol Ron meledak.
"Ya ... untuk PR ..." kata Profesor Flitwick, muncul dari bawah meja dan mencabuti serpihan kaca dari atas topinya,
"latihan." Mereka sama-sama bebas setelah Mantra--salah satu dari jam bebas-bersamaan yang jarang terjadidan berjalan kembali ke ruang rekreasi bersama-sama. Ron tampaknya senang-senang saja putus dengan Lavender dan Hermione juga tampak ceria, meskipun ketika ditanya
kenapa dia tersenyum-senyum, Hermione cuma berkata, "Hari yang cerah." Tak seorang pun dari mereka tampaknya menyadari bahwa peperangan hebat sedang berkecamuk dalam pikiran Harry.
Dia adik Ron. Tapi dia sudah menyingkirkan Dean. Dia tetap saja masih adik Ron. Aku sahabat karibnya! Itu membuat keadaan makin parah. Kalau aku bicara dulu dengan Ron. Dia akan memukulmu. Bagaimana kalau aku tidak peduli" Dia kan sahabat karibmu!
Harry nyaris tak menyadari mereka memanjat masuk lewat lubang lukisan ke dalam ruang rekreasi yang cerah disinari cahaya matahari, dan hanya samar-samar melihat sekelompok kecil anak-anak kelas tujuh berkerumun di sana, sampai Hermione berseru, "Katie! Kau pulang! Kau sudah sembuh""
Harry terbelalak. Ternyata benar-benar Katie Bell, tampak sehat walafiat dan dikerumuni teman-temannya yang sangat gembira.
"Aku sudah sehat betul!" katanya hang. "Mereka mengizinkanku pulang dari St Mungo hari Senin. Aku tinggal di rumah selama beberapa hari dengan Mum dan Dad, dan kemudian kembali ke sini pagi ini. Leanne baru saja menceritakan tentang McLaggen dan pertandingan terakhir,
Harry ... " "Yeah," kata Harry, "nah, sekarang kau sudah kembali dan Ron sudah sehat, kita akan punya kesempatan baik untuk mengalahkan Ravenclaw, yang berarti masih ada harapan bagi kita untuk mendapatkan Piala. Dengar, Katie ..."
Dia harus segera mengajukan pertanyaan ini kepada Katie; keingintahuannya bahkan membuat Ginny untuk sementara terlupakan. Dia merendahkan suaranya ketika teman-teman Katie mulai mengemasi barang-barang mereka, rupanya mereka sudah terlambat untuk kelas Transfigurasi.
"... kalung itu ... bisakah sekarang kau ingat siapa yang memberikannya kepadamu""
"Tidak," kata Katie, menggelengkan kepalanya dengan menyesal. "Semua orang menanyaiku, tapi aku sama sekali tak tahu. Hal terakhir yang kuingat adalah berjalan ke dalam toilet perempuan di Three Broom sticks."
"Kau betul-betul masuk ke toilet, kalau begitu"" kata Hermione.
"Yah, aku tahu aku mendorong pintunya sampai terbuka," kata Katie, "jadi, kuduga siapa pun yang meng-Imperius-ku berdiri di balik pintu. Setelah itu memoriku kosong, sampai kira-kira dua minggu lalu di St Mungo. Eh, Harry, sebaiknya aku pergi, McGonagall pasti tega menghukumku menulis kalimat sekalipun ini hari pertamaku masuk lagi ... "
Katie mengambil tas dan buku-bukunya, lalu bergegas menyusul teman-temannya, meninggalkan Harry, Ron, dan Hermione duduk di meja dekat jendela dan merenungkan apa yang telah disampaikannya.
"Jadi, pastilah cewek atau ibu-ibu yang memberikan kalung itu kepada Katie," kata Hermione, "soalnya dia di dalam toilet cewek"
"Atau orang yang kelihatannya seperti cewek atau ibu-ibu," kata Harry. "Jangan lupa ada sekuali penuh Polijus di Hogdwarts. Kita tahu sebagian sudah dicuri ..."
Di dalam benaknya Harry menyaksikan parade berbagai versi Crabbe dan Goyle berjingkrakan lewat, semuanya dalam transformasi sebagai cewek.
"Kupikir aku akan minum Felix lagi," kata Harry, "dan mencoba masuk Kamar Kebutuhan lagi."
"Itu berarti kau membuang-buang ramuan," kata Hermione tegas, sambil meletakkan buku Susunan Suku-kata Spellman yang baru saja dikeluarkannya dari dalam tasnya. "Keberuntungan hanya bisa membawamu sejauh itu, Harry. Situasi dengan Slughorn berbeda, kau memang selalu bisa membujuknya, kau hanya perlu mengubah sedikit keadaan. Tetapi keberuntungan tidak akan cukup untuk menembus sihir yang kuat. Jangan membuang-buang sisa ramuan itu! Kau akan memerlukan seluruh keberuntungan yang bisa kaudapat jika Dumbledore mengajakmu bersamanya ... " Dia merendahkan suaranya sampai menjadi bisikan.
"Apa kita tidak bisa membuatnya"" Ron menanyai Harry, mengabaikan Hermione. "Kan asyik kalau punya stok Felix ... coba lihat dalam bukumu ... "
Harry mengeluarkan buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya dari tas dan membuka halaman Felix Felicis.
"Astaga, rumit benar," katanya, membaca daftar bahan yang diperlukan. "Dan perlu enam bulan ... kau harus merebusnya pelan-pelan ... "
"Khas begitu," kata Ron.
Harry sudah akan menaruh bukunya lagi ketika dia melihat ujung halaman yang terli
pat. Dia membuka halaman itu dan dilihatnya mantra Sectumsempra, yang dijuduli 'Untuk Musuh', yang telah ditandainya beberapa minggu sebelumnya. Dia masih belum tahu apa yang dilakukan mantra itu, terutama karena dia tak ingin mencobanya di dekat Hermione, namun dia mempertimbangkan untuk mencobanya pada McLaggen lain kali, kalau dia berada di belakangnya tanpa disadari McLaggen.
Satu-satunya orang yang tidak begitu senang melihat Katie Bell kembali ke sekolah adalah Dean Thomas, karena dia tak lagi diperlukan untuk menggantikannya sebagai Chaser. Dia menerima pukulan ini dengan cukup tenang, hanya mendengus dan mengangkat bahu, namun Harry merasa, ketika dia menjauh, bahwa Dean dan Seamus mengomel di belakangnya.
Selama dua minggu sesudahnya, latihan-latihan Quidditch mereka adalah latihan terbaik yang pernah disaksikan Harry selama dia menjadi Kapten. Timnya sangat senang McLaggen sudah tersingkir, gembira Katie akhirnya kembali, sehingga mereka terbang bukan main baiknya.
Ginny sama sekali. tak tampak sedih putus dari Dean. Sebaliknya malah, dia jadi motor penggembira timnya. Dia menirukan Ron yang terbang naik-turun dengan cemas di depan tiang-tiang gawang ketika Quaffle meluncur ke arahnya, atau menirukan Harry meneriakkan perintah-perintah kepada McLaggen sebelum pingsan terpukul, membuat mereka semua sangat terhibur. Harry, tertawa bersama yang lain, senang punya alasan sah untuk memandang Ginny. Dia sudah beberapa kali lagi luka terhantam Bludger selama latihan, karena matanya tidak melulu tertuju pada Snitch.
Peperangan masih berlangsung seru dalam kepalanya. Ginny atau Ron" Kadang-kadang dia berpikir bahwa Ron paska-Lavender mungkin tidak akan terlalu berkeberatan kalau
dia mengajak kencan Ginny, namun kemudian dia ingat ekspresi Ron ketika dia melihat Ginny mencium Dean, dan yakin Ron akan menganggap pengkhianatan besar kalau Harry berani sekadar memegang tangan Ginny ...
Tetapi Harry tak bisa menahan diri untuk tidak bicara kepada Ginny, tertawa bersamanya, berjalan pulang dari latihan bersamanya. Betapapun merananya nuraninya, ternyata dia toh tetap bertanya-tanya dalam hati, bagaimana caranya agar bisa berduaan bersama Ginny. Akan ideal jika Slughorn mengadakan pesta kecil lagi, karena tak akan ada Ron tetapi sayangnya, Slughorn rupanya sudah tidak berpesta lagi. Sekalidua kali Harry mempertimbangkan meminta bantuan Hermione, namun dia merasa dia tak akan tahan melihat rasa puas diri di wajah Hermione. Harry merasa kadang-kadang dia melihatnya ketika Hermione memergokinya sedang menatap Ginny, atau tertawa mendengar candanya. Dan yang membuat masalah ini semakin rumit, Harry dikejar kecemasan bahwa kalau dia tidak melakukannya, orang lain pasti akan segera mengajak Ginny kencan, dia dan Ron paling tidak sepakat bahwa Ginny terlalu populer.
Setelah mempertimbangkan semuanya, godaan untuk minum Felix Felicis lagi semakin hari semakin kuat, karena bukankah ini jelas kasus, seperti yang dikatakan Hermione, tinggal "membelokkan sedikit keadaan"" Hari-hari sejuk-segar bulan Mei tanpa terasa berlalu, dan Ron selalu ada bersamanya setiap kali Harry melihat Ginny. Harry sangat berharap memperoleh keberuntungan yang entah bagaimana akan membuat Ron menyadari, tak ada yang akan membuatnya lebih berbahagia daripada sahabat karibnya dan adiknya saling mencintai dan akan meninggalkan mereka berdua saja lebih lama daripada beberapa detik. Tampaknya dua-duanya tak mungkin terjadi sementara pertandingan final Quidditch musim itu sudah di depan mata. Ron ingin
membicarakan taktik dengan Harry sepanjang waktu dan nyaris tak memikirkan hal-hal lainnya.
Dalam hal ini Ron bukan satu-satunya. Minat terhadap pertandingan Gryffindor-Ravenclaw sangat tinggi di seluruh sekolah, karena pertandingan itu akan menentukan siapa juara sekolah, yang kansnya masih terbuka lebar. Jika Gryffindor mengalahkan Ravenclaw dengan margin tiga ratus angka (angka yang tinggi, namun Harry belum pernah melihat timnya terbang sebaik itu), berarti mereka memenangkan kejuaraan. Jika mereka menang dengan angka kurang dari tiga ratus, mereka akan menduduki
tempat kedua setelah Ravenclaw. Jika mereka kalah seratus angka, mereka akan berada di posisi ketiga setelah Hufflepuff, dan jika mereka kalah lebih dari seratus, mereka akan menduduki tempat keempat dan tak seorang pun, Harry membatin, akan pernah membiarkannya melupakan bahwa dialah yang mengapteni Gryffindor saat mereka menderita kekalahan paling telak untuk pertama kalinya selama dua abad ini.
Menjelang pertandingan yang menentukan ini terjadilah hal-hal yang biasa, penghuni dua asrama yang akan bertanding berusaha mengintimidasi tim lawan di koridor-koridor; ledekan-ledekan tak mengenakkan hati bagi para pemain diteriakkan keras-keras selagi mereka lewat. Para anggota tim kalau tidak berkeliaran menikmati semua perhatian ini, berlarian ke toilet di antara pelajaran, untuk muntah. Entah bagaimana, dalam benak Harry pertandingan ini jadi erat sekali hubungannya dengan sukses atau gagalnya rencananya untuk Ginny. Mau tak mau dia beranggapan bahwa jika mereka menang lebih dari tiga ratus angka, adegan euforia dan pesta usai pertandingan yang menyenangkan akan sama efeknya dengan minum seteguk Felix Felicis.
Di tengah semua kesibukan ini Harry tidak melupakan ambisinya yang lain: mencari tahu apa yang dilakukan Malfoy
di dalam Kamar Kebutuhan. Dia masih mengecek Peta Perampok dari waktu ke waktu dan, karena dia sering tak berhasil menemukan Malfoy di peta itu, menyimpulkan bahwa Malfoy masih melewatkan banyak waktu di dalam Kamar. Meskipun Harry sudah mulai kehilangan harapan bisa memasuki Kamar itu, dia tetap berusaha memasukinya setiap kali dia berada di dekat situ. Tetapi, bagaimanapun dia menyampaikan kalimat permohonannya, dinding itu tetap saja tak berpintu.
Beberapa hari menjelang pertandingan melawan Ravenclaw, Harry berjalan sendirian untuk makan malam dari ruang rekreasi. Ron baru saja berlari ke toilet terdekat untuk muntah lagi, dan Hermione bergegas menemui Profesor Vector tentang kesalahan yang dia pikir mungkin dibuatnya dalam esai Arithmancy-nya. Lebih karena kebiasaan daripada alasan lain, Harry berjalan memutar melewati koridor di lantai tujuh, mengecek Peta Perampok-nya sambil berjalan. Selama beberapa saat dia tidak bisa menemukan Malfoy di mana pun, dan mengasumsikan Malfoy pastilah ada di dalam Kamar Kebutuhan lagi, tetapi kemudian dia melihat titik mungil berlabel Malfoy berdiri di toilet cowok di lantai di bawahnya, ditemani, bukan oleh Crabbe ataupun Goyle, melainkan oleh Myrtle Merana.
Harry baru berhenti menatap pasangan tak masuk akal ini ketika dia menabrak baju zirah. Bunyi kelontangan yang keras membuatnya tersadar dari lamunannya. Tergopoh-gopoh dia meninggalkan tempat itu, siapa tahu Filch muncul. Dia berlari menuruni tangga pualam dan sepanjang lorong di bawah. Di luar toilet dia menekankan telinga ke pintu. Dia tidak mendengar apa-apa. Pelan-pelan dibukanya pintu.
Draco Malfoy sedang berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya mencengkeram kanan-kiri wastafel, kepalanya yang berambut pirang menunduk.
"Jangan menangis," bujuk Myrtle Merana mendayu dari salah satu bilik. "Jangan menangis ... ceritakan padaku apa yang salah ... aku bisa membantumu ... "
"Tak ada yang bisa membantuku," kata Malfoy. Seluruh tubuhnya gemetar. "Aku tak bisa mengerjakannya ... tak bisa ... percuma saja ... dan kalau aku tidak segera menyelesaikannya ... dia bilang dia akan membunuhku ... "
Dan Harry menyadari, dengan shock luar biasa besar sehingga membuatnya terpaku di tempatnya, bahwa Malfoy sedang menangis betul-betul menangis -- air mata bercucuran di wajahnya yang pucat, menetes di wastafel kotor. Malfoy terisak dan menahan napas dan kemudian, dengan bergidik keras, mengangkat mukanya memandang cermin retak dan melihat Harry menatapnya dari atas bahunya.
Malfoy berputar, mencabut tongkat sihirnya. Secara refleks Harry mencabut tongkat sihirnya sendiri. Serangan Malfoy meleset beberapa senti, menghancurkan lampu di dinding di samping Harry. Harry melempar dirinya menyamping, berpikir Levicorpus! dan menjentikkan tongkat sihirnya, namun Malfoy memblokir kutukan itu dan mengangkat tongkat sihirnya untuk me
nyerang lagi. "Jangan! Jangan! Stop!" jerit Myrtle Merana, suaranya bergaung keras di dalam toilet ubin itu. "Stop! STOP!"
Terdengar dentuman keras dan tempat sampah di belakang Harry meledak. Harry mencoba Kutukan Kaki Terkunci yang memantul dari dinding dibelakang telinga Malfoy dan menghancurkan tangki air di bawah Myrtle Merana. Myrtle memekik keras. Air mengguyur ke mana-mana dan Harry terpeleset ketika Malfoy, wajahnya tegang, berseru, "Cruci-"
"SECTUMSEMPRA!" teriak Harry dari lantai, menggoyangkan tongkat sihirnya dengan liar.
Darah menyembur dari wajah dan dada Malfoy, seolah dia tersabet pedang yang tak kelihatan. Dia terhuyung ke
belakang dan jatuh di lantai yang kebanjiran dengan bunyi cebur keras, tongkat sihirnya terjatuh dari tangan kanannya yang lemas.
"Tidak" Harry memekik tertahan.
Tergelincir dan terhuyung, Harry bangkit berdiri dan berjalan mendekati Malfoy, yang wajahnya sekarang sudah berkilat merah bersimbah darah, kedua tangannya yang putih susah payah menggapai dadanya yang basah oleh darah.
"Tidak-aku tidak-"
Harry tidak tahu apa yang dikatakannya. Dia jatuh berlutut di sebelah Malfoy, yang gemetar tak terkontrol dalam kubangan darahnya sendiri. Myrtle Merana meneriakkan jeritan yang memekakkan telinga.
"PEMBUNUHAN! PEMBUNUHAN DI TOILET! PEMBUNUHAN!"
Pintu menjeblak terbuka di belakang Harry dan dia mengangkat mukanya, ketakutan. Snape menerobos masuk, wajahnya pucat pasi. Mendorong minggir Harry dengan kasar, dia berlutut di depan Malfoy, mencabut tongkat sihirnya dan menjalankannya di atas luka-luka dalam yang diakibatkan kutukan Harry, melantunkan mantra yang terdengar hampir seperti lagu. Aliran darah mulai mereda. Snape menyeka sisanya dari wajah Malfoy dan mengulangi mantranya Sekarang luka-lukanya menutup.
Harry masih mengawasi, ngeri sendiri akan apa yang telah dilakukannya, nyaris tak sadar bahwa dia sendiri juga basah kuyup kena darah dan air. Myrtle Merana masih tersedu dan meratap di atas. Setelah Snape melaksanakan kontra-kutukan untuk ketiga kalinya, dia separo-mengangkat Malfoy ke posisi berdiri.
"Kau perlu ke rumah sakit. Mungkin akan ada bekas luka, tapi kalau kau langsung pakai dittany, kita barangkali bahkan
bisa menghindari itu ... ayo ... " Dittany adalah tanaman aromatis yang mengeluarkan minyak yang mudah menguap.
Snape memapah Malfoy meninggalkan toilet, menoleh di pintu untuk berkata dengan dingin penuh kemarahan, "Dan kau, Potter ... tunggu aku di sini."
Tak sedetik pun terpikir oleh Harry untuk tidak mematuhinya. Dia bangkit berdiri perlahan, gemetar, dan menunduk memandang lantai yang tergenang. Noda-noda darah mengambang pada permukaannya seperti bunga-bunga merah. Dia bahkan tak sanggup menyuruh Myrtle Merana diam, sementara Myrtle terus saja meraung dan terisak, kentara sekali semakin lama dia semakin menikmatinya.
Snape kembali sepuluh menit kemudian. Dia masuk ke toilet dan menutup pintu di belakangnya.
"Pergi," katanya kepada Myrtle dan Myrtle langsung terjun kembali ke dalam kloset, meninggalkan keheningan yang berdering.
"Saya tidak sengaja," kata Harry segera. Suaranya bergaung di dalam ruangan yang dingin dan tergenang air itu. "Saya tidak tahu apa yang dilakukan mantra itu."
Namun Snape tidak mengacuhkannya.
"Rupanya aku terlalu menganggap remeh kau, potter," katanya pelan. "Siapa yang akan menyangka kau tahu Sihir Hitam seperti itu" Siapa yang mengajarimu mantra itu""
"Saya-membacanya di suatu tempat."
"Di mana""
"Di buku perpustakaan," Harry menjawab asal saja. "Saya tak ingat lagi judulnya-"
"Pembohong," kata Snape. Kerongkongan Harry terasa kering. Dia tahu apa yang akan dilakukan Snape dan dia belum pernah sanggup mencegahnya ...
Toilet seperti berkilau di depan matanya; dia berusaha keras memblokir semua pikiran, namun betapapun kerasnya usahanya, buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut milik Pangeran Berdarah-Campuran muncul kabur ke bagian terdepan pikirannya ...
Dan kemudian dia sedang menatap Snape lagi, di tengah toilet yang berantakan dan tergenang air. Dia menatap tajam mata hitam Snape, tetap berharap Snape tidak melihat apa yang ditakutkannya
, namun. "Bawa ke sini tas sekolahmu," kata Snape pelan, "dan semua buku pelajaranmu. Semua. Bawa semuanya kepadaku di sini. Sekarang!"
Tak ada gunanya membantah. Harry langsung berbalik dan keluar dari toilet. Begitu tiba di koridor, dia berlari menuju Menara Gryffindor. Kebanyakan anak berjalan ke arah yang berlawanan. Mereka melongo melihatnya basah kuyup kena air dan darah, tetapi dia tak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan kepadanya selagi dia berlari.
Harry merasa sangat terpukul; seolah hewan peliharaan kesayangannya tiba-tiba menjadi buas. Apa yang dipikirkan Pangeran mencatat mantra seperti itu di dalam bukunya" Dan apa yang akan terjadi kalau Snape melihatnya" Apakah dia akan memberitahu Slughorn -- perut Harry serasa bergolak bagaimana Harry berhasil mendapatkan nilai-nilai sebagus itu dalam pelajaran Ramuan sepanjang tahun" Apakah dia akan menyita atau menghancurkan buku yang telah mengajari Harry sebanyak itu ... buku yang telah menjadi semacam panduan dan sahabat" Harry tak bisa membiarkannya terjadi ... dia tak bisa ...
"Dari mana kau" Kenapa kau basah ku" Apakah itu darah""
Ron berdiri di puncak tangga, tampak bingung melihat keadaan Harry.
"Aku perlu bukumu," Harry tersengal. "Buku Ramuan-mu. Cepat ... berikan padaku ..." "Memangnya kenapa buku Pangeran Ber-""
"Nanti kujelaskan!"
Ron mengeluarkan buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Harry. Harry berlari melewatinya dan kembali ke ruang rekreasi. Disambarnya tas sekolahnya. Mengabaikan pandangan kaget beberapa anak yang sudah selesai makan malam, dia melompat keluar lagi dari lubang lukisan dan berlari sepanjang koridor di lantai tujuh.
Dia berhenti di sebelah permadani hias bergambar troll yang sedang menari balet, memejamkan matanya, dan mulai berjalan.
"Aku perlu tempat untuk menyembunyikan bukuku ... aku perlu tempat untuk menyembunyikan bukuku ... aku perlu tempat untuk menyembunyikan bukuku ... "
Tiga kali dia berjalan hilir-mudik di depan hamparan dinding kosong. Ketika dia membuka matanya, dilihatnya akhirnya pintu Kamar Kebutuhan. Harry menariknya terbuka, melempar dirinya ke dalam, lalu membantingnya menutup.
Dia terpana. Kendati dia sedang terburu-buru, panik, dan ketakutan akan apa yang terjadi padanya di toilet, mau tak mau dia terpesona akan apa yang dilihatnya. Dia sedang berdiri di ruangan seukuran katedral besar; jendela-jendelanya yang tinggi mengirim berkas-berkas cahaya menerangi tempat yang layaknya kota dengan tembok-tembok menjulang tinggi, terbuat dari apa yang Harry ketahui pastilah barang-barang yang disembunyikan oleh bergenerasi penghuni Hogwarts. Ada lorong-lorong dan jalan-jalan yang diapit tumpukan perabot, yang disimpan, barangkali, untuk menyembunyikan bukti-bukti sihir yang salah-kaprah, atau disembunyikan oleh peri-rumah yang bangga akan kastil ini. Ada ribuan buku, tak
diragukan terlarang, atau dicorat-coret, atau dicuri. Ada katapel bersayap dan Frisbee Bertaring, sebagian masih memiliki cukup kehidupan sehingga mereka melayang-layang ragu-ragu di atas gunungan barangbarang terlarang lainnya. Ada botol-botol gompal berisi ramuan yang telah membeku, topi, permata, mantel. Ada yang tampaknya seperti kulit telur naga, botol-botol tersumbat gabus yang isinya masih berkilat jahat, beberapa pedang berkarat, dan sebuah kapak berat bernoda darah.
Harry bergegas menuju salah satu dari banyak lorong di antara semua harta tersembunyi ini. Dia berbelok melewati boneka besar troll, berlari sebentar, berbelok ke kiri di Lemari Pelenyap tempat Montague menghilang tahun sebelumnya, akhirnya berhenti di sebelah lemari besar yang permukaannya melepuh seperti disiram air keras. Dibukanya salah satu pintunya yang berkeriut. Lemari itu sudah digunakan sebagai tempat persembunyian sesuatu di dalam sangkar yang sudah lama mati, jerangkongnya memiliki lima kaki. Dijejalkannya buku si Pangeran Berdarah-Campuran di belakang sangkar dan dibantingnya pintunya. Sejenak dia berdiri diam, jantungnya berdentum-dentum keras, memandang ke tumpukan barang di sekitarnya ... apakah dia akan berhasil
menemukan tempat ini lagi, di tengah semua sampah ini" Disambarnya patung dada penyihir tua jelek yang sudah gompal dari atas peti di dekat situ, ditaruhnya di atas lemari tempat dia menyembunyikan bukunya, dipasangnya wig tua berdebu dan tiara di atas kepala patung itu untuk membuatnya lebih mudah dikenali, kemudian Harry berlari secepat mungkin sepanjang lorong barang-barang sembunyian, kembali ke pintu, kembali keluar ke koridor. Dibantingnya menutup pintu di belakangnya, dan pintu itu langsung berubah kembali menjadi dinding batu.
Harry berlari ke toilet di lantai di bawahnya, sambil menjejalkan buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut Ron ke dalam tasnya. Semenit kemudian dia sudah berada kembali di depan Snape, yang mengulurkan tangannya tanpa kata meminta tas sekolah Harry. Harry menyerahkannya, tersengal, dadanya perih, dan menunggu.
Satu per satu Snape mengeluarkan buku-buku Harry dan memeriksanya. Akhirnya satu-satunya buku yang tersisa hanyalah buku Ramuan, yang diperiksanya dengan cermat sebelum dia bicara.
"Ini buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-mu, kan,
Potter"" "Ya," kata Harry, masih ngos-ngosan. "Kau yakin, Potter""
"Ya," kata Harry, dengan nada sedikit menantang.
"Ini buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut yang kau beli dari Flourish and Blotts""
"Ya," kata Harry tegas.
"Kalau begitu kenapa," kata Snape, "ada nama 'Roonil Wazlib' -tertulis di bagian dalam sampul depannya""
Hati Harry mencelos. "Itu nama panggilan saya," katanya.
"Nama panggilanmu" ulang Snape.
"Yeah ... begitulah teman-teman memanggil saya," kata Harry.
"Aku tahu apa artinya nama panggilan," kata Snape. Mata hitamnya yang dingin sekali lagi mengebor ke dalam mata Harry. Harry berusaha tidak memandang mata Snape. Tutup pikiranmu ... tutup pikiranmu ... tetapi dia belum pernah belajar bagaimana melakukannya dengan benar ...
"Tahukah kau apa pendapatku, Potter"" kata Snape, sangat pelan. "Menurutku kau pembohong, dan licik, dan kau layak mendapat detensi dariku setiap Sabtu sampai akhir semester ini. Bagaimana menurutmu, Potter""
"Saya--saya tidak setuju, Sir," kata Harry, masih menghindari memandang mata Snape.
"Kita lihat saja nanti bagaimana perasaanmu setelah kau menjalani detensi," kata Snape. "Pukul sepuluh Sabtu pagi, Potter. Kantorku."
"Tetapi, Sir ... " kata Harry, mengangkat muka dengan putus asa. "Quidditch ... pertandingan terakhir musim ini"
"Pukul sepuluh," bisik Snape dengan senyum yang memamerkan gigi-giginya yang kuning. "Kasihan Gryffindor ... tempat keempat tahun ini, aku khawatir ... "
Dan dia meninggalkan toilet tanpa berkata apa-apa lagi, meninggalkan Harry memandang cermin retak, merasa lebih mual, dia yakin, daripada yang pernah dirasakan Ron seumur hidupnya.
"Aku tak akan mengatakan 'sudah kubilang, kan"'" kata Hermione, satu jam kemudian di ruang rekreasi.
"Sudahlah, Hermione," kata Ron berang.
Harry tadi tidak jadi makan malam; nafsu makannya hilang. Dia baru saja selesai menceritakan kepada Ron, Hermione, dan Ginny apa yang telah terjadi, meskipun tak begitu perlu lagi. Kabar itu telah tersebar sangat cepat. Myrtle muncul di semua toilet di kastil untuk menceritakan kejadian itu. Di rumah sakit, Malfoy sudah dikunjungi Pansy Parkinson, yang langsung saja menjelek-jelekkan Harry panjang-lebar, dan Snape sudah memberitahu para guru apa persisnya yang terjadi. Harry sudah dipanggil dari ruang rekreasi untuk melewatkan lima belas menit yang sangat tidak mengenakkan bersama Profesor McGonagall, yang memberitahunya dia
beruntung tidak dikeluarkan dan yang mendukung sepenuh hati hukuman detensi Snape setiap Sabtu sampai akhir semester.
"Kan sudah kubilang ada yang tidak beres dengan si Pangeran itu," kata Hermione, rupanya tak bisa lagi menahan diri. "Dan aku benar, kan""
"Tidak, menurutku kau tidak benar," kata Harry keras kepala.
Dia sudah cukup menderita tanpa Hermione menguliahinya. Tampang anggota tim Gryffindor ketika dia memberitahu mereka dia tak akan bisa ikut bermain pada hari Sabtu adalah hukuman yang paling berat untuknya. Dia bisa merasakan mata Ginny menatapnya sekarang, namun tidak dibalasnya; dia tak in
gin melihat kekecewaan atau kemarahan di sana. Dia baru saja memberitahu Ginny bahwa dia akan bermain sebagai Seeker pada hari Sabtu dan bahwa Dean akan bergabung kembali dengan tim sebagai Chaser menggantikannya. Barangkali, kalau mereka menang, Ginny dan Dean akan baikan lagi dalam euforia paska-pertandingan ... pikiran ini menyayat hati Harry seperti sembilu dingin ...
"Harry," kata Hermione, "bagaimana kau masih membela buku itu, padahal mantra-"
"Tolong berhenti menyebut-nyebut buku itu deh!" bentak Harry. "Pangeran hanya menyalinnya! Dia kan tidak menyarankan kepada siapa pun untuk menggunakannya! Siapa tahu dia hanya mencatat sesuatu yang telah digunakan terhadapnya!"
"Aku tidak percaya ini" kata Hermione. "Kau benar-benar membela-"
"Aku tidak membela diri atas apa yang kulakukan!" kata Harry cepat-cepat. "Aku menyesal telah melakukannya, dan bukan karena aku harus menjalani kirakira selusin detensi. Kau tahu aku tak akan menggunakan mantra semacam itu,
bahkan terhadap Malfoy sekalipun, tapi kau tak bisa menyalahkan Pangeran, dia tidak menulis, 'Cobalah ini, ini benar-benar hebat'--dia hanya membuat catatan untuk dirinya sendiri, kan, bukan untuk orang lain ..."
"Apakah kau sedang memberitahuku," kata Hermione, "bahwa kau akan kembali""
"Dan mengambil buku itu" Yeah, aku akan mengambilnya kembali," kata Harry tegas. "Dengar, tanpa si Pangeran aku tak akan pernah memenangkan Felix Felicis. Aku tak akan pernah tahu bagaimana menyelamatkan Ron dari keracunan, aku tak akan pernah"
"mendapat reputasi cemerlang untuk Ramuan yang tak layak kau peroleh," kata Hermione keji.
"Sudahlah, Hermione!" kata Ginny, dan saking herannya, saking bersyukurnya, Harry mengangkat muka. "Kalau mendengar ceritanya, Malfoy akan menggunakan Kutukan Tak Termaafkan, kau mestinya senang Harry punya sesuatu untuk membela diri!"
"Tentu saja aku senang Harry tidak kena kutukan!" kata Hermione, kentara sekali tersinggung. "Tapi kau tak bisa menyebut mantra Sectumsempra itu bagus, Ginny, lihat saja akibatnya untuknya! Dan kupikir, mengingat apa pengaruhnya terhadap kesempatan kalian dalam pertandingan"
"Oh, jangan mulai bersikap sepertinya kau mengerti Quidditch," tukas Ginny, "kau hanya akan mempermalukan diri sendiri!"
Harry dan Ron memandang tercengang. Hermione dan Ginny, yang selama ini selalu sangat rukun, sekarang duduk dengan lengan terlipat, saling membelalak. Ron memandang Harry dengan gugup, kemudian menyambar buku asal saja dan bersembunyi di baliknya. Tetapi Harry, walaupun tahu dia tak layak menerima pembelaan ini, mendadak merasa luar
biasa riang, kendati tak seorang pun dari mereka bicara lagi selama sisa malam itu.
Keriangannya tak berlangsung lama. Dia harus menerima ejekan-ejekan anak-anak Slytherin hari berikutnya, belum lagi kemarahan besar dari teman-teman Gryffindor-nya, yang kecewa bukan kepalang Kapten mereka membuat dirinya kena larangan ikut main dalam pertandingan final musim itu. Sabtu paginya, apa pun yang mungkin pernah dikatakannya kepada Hermione, Harry dengan senang hati bersedia menukar semua Felix Felicis yang ada di dunia untuk bisa berjalan menuju lapangan Quidditch bersama Ron, Ginny, dan yang lain. Nyaris tak tertahankan rasanya ketika dia harus berbelok menjauh dari kerumunan anak-anak yang keluar menyongsong sinar matahari, semuanya memakai bros mawar dan topi, dan melambai-lambaikan panji-panji dan syal; sementara dia sendiri terpaksa menuruni tangga batu menuju kelas bawah tanah dan berjalan sampai suara kerumunan itu menjauh dan nyaris lenyap, tahu bahwa dia tak akan bisa mendengar komentar sepatah kata pun, ataupun sorakan, ataupun keluhan.
"Ah, Potter," kata Snape, ketika Harry mengetuk pintunya dan memasuki kantor tidak menyenangkan yang sudah tak asing baginya. Walaupun Snape sudah mengajar di lantai atas sekarang, dia tetap mempertahankan kantor lamanya. Penerangan kantor itu masih sama suramnya seperti dulu dan makhluk-makhluk mati berlendir masih tetap melayang dalam ramuan berwarna-warni di sepanjang dinding. Di meja bertumpuk kotak yang diselimuti sarang labah-labah. Pemandangan tak menyenangk
an, karena jelas Harry harus duduk di depan meja itu, dan kotak-kotak itu mengeluarkan aura kerja yang membosankan, sulit, dan tak ada gunanya.
"Mr Filch sudah lama mencari orang untuk membereskan arsip-arsip lama ini," kata Snape pelan. "Ini catatan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan murid-murid
Hogwarts lain dan hukuman yang diberikan kepada mereka. Di tempat-tempat yang tintanya luntur atau kartunya rusak digerigiti tikus, kami ingin kau menyalin pelanggaran dan hukumannya di kartu yang baru dan setelah kau pastikan tersusun secara alfabetis, masukkan lagi ke dalam kotak-kotaknya. Kau tak boleh menggunakan sihir."
"Baik, Profesor," kata Harry, dengan nada sangat merendahkan pada tiga suku kata terakhir.
"Kupikir kau bisa mulai," kata Snape, senyum jahat menghiasi bibirnya, "dengan kotak seribu dua belas sampai seribu lima puluh enam. Kau akan menemukan nama-nama yang tak asing di sana, yang akan menambah daya tarik tugasmu. Ini, coba lihat ... "
Dia menarik sehelai kartu dari kotak paling atas dengan bergaya dan membaca, "James Potter dan Sirius Black. Tertangkap menggunakan kutukan ilegal terhadap Bertram Aubrey. Kepala Aubrey merabesar dua kali ukuran normal. Detensi ganda." Snape menyeringai. "Pastilah menyenangkan sekali memikirkan bahwa, meskipun mereka sudah pergi, catatan prestasi hebat mereka masih ada ... "
Harry merasakan sensasi yang tak asing, sepertinya dasar perutnya mendidih. Menggigit lidah untuk mencegah dirinya membalas, dia duduk di depan tumpukan kotak itu dan menarik satu kotak ke dekatnya.
Seperti sudah diantisipasi Harry, pekerjaan itu tak berguna dan membosankan, dari waktu ke waktu diselingi oleh sentakan di perutnya yang berarti dia baru saja membaca nama ayahnya atau Sirius, biasanya muncul bersamaan dalam berbagai kenakalan sepele, kadang-kadang ditemani nama Remus Lupin dan Peter Pettigrew. Dan sementara dia menyalin berbagai pelanggaran dan hukuman yang mereka terima, dia bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang berlangsung di luar sana. Pertandingan pastilah baru dimulai ... Ginny sebagai Seeker melawan Cho ...
Harry berkali-kali mengerling jam besar di dinding. Rasanya jam itu bergerak separo lebih lambat daripada jam yang biasa. Barangkali Snape sudah menyihir agar jam itu berjalan ekstra lambat" Mana mungkin sih dia baru berada di sini selama setengah jam ... satu jam ... satu jam setengah ...
Perut Harry mulai keroncongan ketika jam menunjukkan pukul setengah satu. Snape, yang tidak berbicara sepatah pun setelah memberi tugas Harry, akhirnya mengangkat muka pada pukul satu lewat sepuluh menit.
"Kurasa sudah cukup;" katanya dingin. "Tandai sampai mana. Kau akan melanjutkan pada pukul sepuluh hari Sabtu depan."
"Ya, Sir." Harry menjejalkan kartu terlipat ke dalam kotak asal saja dan bergegas keluar dari pintu sebelum Snape berubah pikiran, berlari menaiki tangga batu, menajamkan telinga untuk mendengar suara dari lapangan, tetapi semuanya sunyi ... pertandingan sudah selesai, kalau begitu ...
Di luar Aula Besar yang penuh, dia bimbang, kemudian berlari menaiki tangga pualam. Apakah Gryffindor kalah atau menang, tim biasanya merayakan atau menyesalinya di ruang rekreasi mereka sendiri.
"Quid agis"" katanya coba-coba kepada si Nyonya Gemuk, bertanya dalam hati, apa yang akan ditemukannya di dalam. Kata kunci dalam bahasa Latin itu bisa berarti sapaan "Apa
kabar"" Ekspresi si Nyonya Gemuk tak dapat ditebak ketika dia menjawab, "Kau akan lihat sendiri."
Dan dia mengayun ke depan.
Riuh-rendah pesta kemenangan menyambutnya dari lubang di belakang si Nyonya Gemuk. Harry melongo ketika orangorang mulai menjerit melihatnya. Beberapa tangan menariknya masuk ke dalam ruangan.
"Kita menang!" teriak Ron, yang muncul sambil mengacung-acungkan Piala perak ke depan Harry. "Kita menang! Empat ratus lima puluh lawan seratus empat puluh! Kita menang!"
Harry memandang berkeliling. Ginny sedang berlari ke arahnya; wajahnya seperti berkobar menyala ketika dia melempar kedua lengannya memeluk Harry. Dan tanpa berpikir, tanpa direncanakan, tanpa mencemaskan fakta bahwa lima puluh orang mengawasi mer
eka, Harry menciumnya. Selewat beberapa waktu yang lama -- atau barangkali sudah setengah jam -- atau mungkin malah beberapa hari yang cerah -- mereka saling melepaskan diri. Ruangan sunyi senyap. Kemudian beberapa orang bersuit dan di mana-mana terdengar cekikikan salah tingkah. Harry memandang melewati atas kepala Ginny dan melihat Dean Thomas memegangi gelas yang sudah remuk di tangannya dan Romilda Vane sepertinya siap melempar sesuatu. Hermione berseri-seri, namun mata Harry mencari Ron. Akhirnya dia menemukannya, masih memegangi Piala dan ekspresinya seperti habis dihantam pada kepalanya. Selama sepersekian detik mereka saling pandang, kemudian Ron mengedikkan kepalanya sedikit, yang dipahami Harry berarti, "Yah kalau memang harus begitu."
Makhluk di dalam dadanya meraung penuh kemenangan, Harry menunduk nyengir menatap Ginny, dan memberi isyarat tanpa kata untuk keluar dari lubang lukisan. Mereka berjalan-jalan lama di halaman, dan selama berjalan-jalan itu kalau sempat mereka mungkin membicarakan pertandingan.
25. SANG PELIHAT DICURI-DENGAR
Fakta bahwa Harry Potter jadian dengan Ginny Weasley menarik perhatian banyak orang, sebagian besar di antaranya cewek. Meskipun demikian, ternyata Harry senang-senang saja dan tahan-gosip selama beberapa minggu berikutnya. Bagaimanapun juga, ini perubahan yang sangat menyenangkan, jadi bahan omongan karena sesuatu yang membuatnya sangat berbahagia, bukannya karena dia terlibat adegan-adegan sihir Hitam yang mengerikan. Seingatnya sudah lama sekali dia tak pernah merasa sebahagia itu
"Heran, kayak tidak punya bahan gosip lain yang lebih menarik saja," kata Ginny, ketika dia duduk di lantai ruang rekreasi, bersandar ke kaki Harry dan membaca Daily Prophet. "Tiga serangan Dementor dalam seminggu, dan yang ditanyakan Romilda Vane kepadaku hanyalah apakah benar kau punya tato Hippogriff di dada."
Ron dan Hermione terbahak-bahak. Harry tidak menghiraukan mereka.
"Apa yang kau katakan kepadanya""
"Kubilang naga Ekor-Berduri Hungaria," kata Ginny, membalik korannya dengan santai. "Jauh lebih macho."
"Trims," kata Harry, nyengir. "Dan kaubilang kepadanya tato Ron apa""
"Pygmy Puff, tapi aku tidak bilang di mana."
Ron mendelik sementara Hermione berguling-guling tertawa geli.
"Awas saja," kata Ron, mengacungkan jari memperingatkan Harry dan Ginny. "Hanya karena aku sudah memberikan izinku tidak berarti aku tak bisa mencabutnya kembali"
"'Izinmu'," cemooh Ginny. "Sejak kapan kau memberiku izin untuk melakukan sesuatu" Lagi pula, kau sendiri yang bilang kau lebih suka yang jadi cowokku Harry daripada Michael atau
Dean." "Yeah, memang," kata Ron enggan. "Dan asal kalian tidak mulai ciuman di depan umum-"
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dasar muna! Bagaimana dengan kau dan Lavender, yang nempel terus ke mana-mana seperti sepasang belut"" tuntut Ginny.
Namun toleransi Ron tidak perlu diuji berkepanjangan ketika mereka memasuki bulan Juni, karena waktu yang bisa dilewatkan Harry dan Ginny bersama-sama semakin terbatas. Ujian OWL Ginny semakin mendekat, maka terpaksa dia harus belajar sampai jauh malam. Pada suatu malam seperti ini, setelah Ginny ke perpustakaan dan Harry duduk di sebelah jendela di ruang rekreasi, mestinya menyelesaikan PR Herbologi-nya, namun kenyataannya sedang mengenang saat menyenangkan yang dilewatkannya di tepi danau bersama Ginny usai makan siang, Hermione mengenyakkan diri di tempat duduk di antara dia dan Ron, dengan wajah menyiratkan tekad yang kurang menyenangkan.
"Aku mau bicara denganmu, Harry."
"Tentang apa"" tanya Harry curiga. Baru sehari sebelumnya, Hermione menegurnya agar tidak mengganggu Ginny karena Ginny harus belajar keras untuk menghadapi ujiannya.
"Yang disebut Pangeran Berdarah-Campuran."
"Oh, itu lagi," keluh Harry. "Jangan sebut-sebut dia lagi, kenapa sih."
Dia belum berani kembali ke Kamar Kebutuhan untuk mengambil bukunya, dan prestasinya dalam pelajaran Ramuan merosot (meskipun Slughorn, yang merestui hubungannya
dengan Ginny, secara bergurau mengatakan kemerosotannya ini gara-gara Harry sedang sakit-cinta). Namun Harry yakin Snape belum menyerah dan masih berharap menda
patkan buku Pangeran, maka dia bertekad akan membiarkan saja buku itu di tempatnya selama Snape masih mencaricarinya.
"Aku tak akan berhenti menyebut-nyebutnya," kata Hermione tegas, "sampai kau mendengarkan apa yang akan kusampaikan. Nah, aku selama ini berusaha mencari tahu sedikit tentang siapa yang punya hobi menciptakan mantra-mantra Hitam"
"Itu bukan hobi Pangeran-"
"Pangeran, Pangeran-siapa bilang dia cowok""
"Kita sudah pernah membicarakan ini;" kata Harry galak. "Prince, Hermione, Prince!"
"Betul!" kata Hermione, rona merah membara di pipinya ketika dia menarik keluar kertas koran yang sudah sangat tua dari dalam sakunya dan membantingnya di atas meja di depan Harry. "Lihat itu! Lihat fotonya!"
Harry memungut kertas yang sudah rapuh itu dan memandang fotonya yang bergerak-gerak, yang sudah kekuningan saking lamanya. Ron mencondongkan diri ikut melihat. Foto itu memperlihatkan seorang gadis remaja kurus sekitar lima belas tahunan. Dia tidak cantik, dia tampak cemberut dan marah, dengan alis tebal dan wajah lonjong, pucat. Di bawah foto itu ada keterangan: Eileen Prince, Kapten Tim Gobstones Hogwarts.
"Jadi"" kata Harry, sekilas membaca artikel pendek yang berkaitan dengan foto itu, cerita agak membosankan tentang pertandingan antar-sekolah.
Pahlawan Dan Kaisar 25 Animorphs - 36 Mutasi The Mutation Si Rajawali Sakti 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama