Ceritasilat Novel Online

Relikui Kematian 9

Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling Bagian 9


"Ya, dia mencoba untuk membuat ulang diadem Ravenclaw yang hilang. Dia berpikir, dia mengidentifikasi elemen-elemen pentingnya sekarang. Dengan menambahkan sayap billywig sangat membuat perbedaan ..."
Ada suara bantingan pintu di pintu depan. Kepala semua orang memutar ke arah itu. Terlihat tegang, Fleur datang sambil berlari dari dapur, Bill melompati makanannya dan tongkatnya langsung diarahkan ke pintu, Harry, Ron, dan Hermione melakukan yang sama. Dengan diam Griphook menyelipkan ke bawah
meja, tak terlihat lagi. "Siapa itu"" Bill teriak.
"Ini Aku, Remus John Lupin!" teriak suara itu melawan suara angin yang menderu.
Harry merasakan ketegangan, apa yang terjadi" "Aku adalah manusia-serigala, menikah dengan Nymphadora Tonks, dan kau, penjaga rahasia dari shell cottage, memberitahuku alamat dan memintaku datang bila keadaan darurat!"
Lupin keluar dari ambang pintu. Ia pucat pasi, terbungkus dengan jubah bepergian, rambutnya yang beruban tersapu angin. Dia berdiri tegak, melihat-lihat ruangan itu, memastikan siapa yang ada di sana, kemudian berteriak den
gan suara keras, "anak lakilaki! Kami menamainya Ted, setelah bapak Dora!"
Hermione menjerit. "Apa -" Tonks - Tonks telah mempunyai bayi""
"Ya, ya, dia sudah melahirkan!" teriak Lupin. Semua orang di meja menangis bahagia, bernafas lega: Hermione Dan Fleur kedua-duanya memekik, "Selamat!"
dan Ron berkata, "Blimey, seorang bayi!" seperti dia tidak pernah mendengar hal seperti itu sebelumnya.
"Ya - ya - laki-laki," sahut Lupin lagi yang terlihat ling-lung oleh kebahagaiaannya. Dia melangkah mengelilingi meja dan memeluk Harry, pemandangan di ruang bawah tanah di Grimmauld Place seperti tidak pernah terjadi.
"Kau akan menjadi ayah angkat""
"A..ku"" Harry terbata-bata.
"Kau, iya, tentu saja.. .Dora sangat setuju, tidak ada yang lebih baik ..." "Aku - yeah - blimey
Harry merasa diliputi keheranan dan kegembiraan, sekarang Bill sedang terburu-buru mengambil anggur, dan Fleur sedang membujuk Lupin agar bergabung dengan mereka untuk minum.
"Aku tidak bisa berlama-lama, Aku harus kembali," kata Lupin ... Dia terlihat lebih muda dari yang pernah Harry lihat. "Terima Kasih, terima kasih, Bill"
Bill telah mengisi piala mereka, mereka paham dan mengangkat piala dengan tinggi untuk bersulang.
"Untuk Teddy Remus Lupin," kata Lupin. "penyihir hebat yang telah lahir!" "S'perti apa dia"" selidik Fleur.
"Aku pikir ia mirip Dora, tetapi Dora pikir ia mirip aku. Tidak banyak mempunyai rambut. Rambutnya terlihat hitam ketika ia telah dilahirkan, tetapi aku bersumpah rambutnya berubah Jingga sejak satu jam yang lalu. Mungkin pirang saat aku kembali. Andromeda berkata rambut Tonks mulai berubah warna sehari ia telah dilahirkan." Ia meminum pialanya. "Oh, ayolah tambah lagi, hanya satu lagi," ia menambahkan dengan keras ketika Bill mengisi lagi.
Angin menghembuskan pondok kecil dan api yang bagaikan melompat-lompat dan membuat suara retakan, dan Bill segera membuka botol anggur lain. Berita Lupin yang nampak telah membuat mereka keluar dari diri mereka sendiri, dipindahkan sebentar dari keadaan mereka yang sedang terkepung: Kabar kehidupan baru sangat menggembirakan. Hanya goblin yang nampak tidak disentuh oleh atmosfer yang tiba-tiba berubah menjadi suatu perayaan, dan sesaat kemudian ia menyelinap kembali ke dalam kamar tidur dan sekarang sendirian. Harry berpikir hanya ia satu-satunya yang sadar akan hal ini, sampai ia melihat mata Bill mengikuti goblin yang naik tangga.
"Tidak... tidak... Aku harus segera kembali," akhirnya Lupin berkata, menolak piala lain yang berisi anggur. Dia berdiri dan menarik jubah bepergiannya menutupi dirinya.
"Selamat tinggal, selamat tinggal... Aku akan mencoba membawa beberapa foto di hari lain... Mereka akan sangat senang mengetahui bahwa Aku menemui kalian.... "
Ia mengikat jubahnya dan mengucap selamat tinggal dengan memeluk para perempuan dan berjabat tangan dengan laki-laki, kemudian kembali ke dalam malam yang liar.
"Ayah angkat, Harry!" kata Bill ketika mereka berjalan menuju dapur bersama-sama, membantu membersihkan meja. "Suatu kehormatan!
Selamat!" Ketika Harry membereskan piala yang kosong yang ia bawa, Bill menarik pintu di belakang hingga menutup, mencegah pembicaraan terdengar oleh yang lain yang masih terus merayakannya bahkan setelah Lupin pergi.
"Sebenarnya aku ingin bicara secara pribadi, Harry. Tidak mudah mempunyai kesempatan saat pondok ini penuh dengan orang."
Bill ragu-ragu. "Harry, kau merencanakan sesuatu dengan Griphook."
Itu adalah sebuah pernyataan buka pertanyaan dan Harry tidak bersusah payah untuk menyangkalnya. Dia hanya menatap Bill, menunggu.
"Aku tahu goblin," kata Bill. " Aku telah bekerja untuk Gringrots setelah lulus dari Hogwarts. Selama bisa berteman antara penyihir dan goblin, Aku mempunyai teman goblin - atau, setidaknya goblin yang aku kenal dekat, dan suka." Sekali lagi Bill raguragu. "Harry, apakah yang kau inginkan dari Griphook dan apa kau menjanjikan sesuatu kepadanya sebagai imbalan""
"Aku tidak dapat memberitahumu," kata Harry. "Maaf, Bill."
Pintu dapur terbuka di sebelah mereka; Fleur mencoba membawa banyak piala kosong. "Tunggu," Bill memberitahunya. " Sebentar
saja." Fleur keluar dan Bill menutup pintu lagi.
"Lalu Aku harus mengatakan ini," Bill melanjutkan. " Jika kau melakukan berbagai penawaran dengan Griphook, dan biasanya sekali jika penawaran itu termasuk harta, kau harus sangat berhati-hati. Pendapat Goblin terhadap kepunyaan, pembayaran, dan pengembalian tidaklah sama dengan manusia. "
Harry merasakan sesuatu yang sedikit menggeliatkan ketidaknyamanan, seolah-olah ada ular kecil yang bergerak di dalam dirinya.
"Apa maksudmu"" Harry bertanya.
"Kita membicarakan tentang keturunan yang berbeda," Bill berkata. "Perjanjian antara penyihir dan goblin telah dihawatirkan selama berabad-abad... tetapi kau akan tahu semuanya dari Sejarah Sihir. Telah terdapat kesalahpahaman di kedua sisi, aku tidak pernah akan menganggap bahwa penyihir tidak bersalah.
Bagaimanapun, ada suatu kepercayaan antar beberapa goblin, dan mereka yang ada di Gringotts barangkali paling cenderung akan itu, penyihir itu tidak bisa dipercaya dalam berbagai hal seperti emas dan harta benda, bahwa penyihir tidak punya rasa hormat untuk kepemilikan goblin."
"Aku menghormati-" Harry memulai, tetapi Bill menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak paham, Harry, tidak seorangpun dapat mengerti jika tidak hidup bersama goblin. Bagi goblin, hal yang paling benar dan pemilik dari semua benda adalah pembuatnya, bukan pembeli. Benda buatan goblin adalah, di mata goblin, menjadi hak milik mereka."
"Tapi itu sudah dibeli..."
"- kemudian mereka akan menganggap itu disewakan kepada seseorang yang telah membayar dengan uang. Bagaimanapun, mereka punya kesukaran besar dengan ide atas benda buatan goblin yang pindah dari penyihir ke penyihir. Kau lihat wajah Griphook ketika tiara yang lewat di bawah matanya. Ia menentang.
Aku percaya ia berpikir, seperti sesamanya yang sengit, bahwa tiara itu seharusnya telah dikembalikan kepada goblin ketika pembeli yang asli meninggal.
Mereka menganggap kebiasaan kita memelihara benda buatan goblin, sesuatu yang dilewati dari mereka dari penyihir ke penyihir tanpa pembayaran lebih lanjut, sedikit lebih banyak seperti pencuri."
Harry mempunyai suatu perasaan tidak menyenangkan sekarang, ia heran apakah Bill mengira lebih dari apa yang ia perkirakan.
"Semua yang kukatakan," kata Bill, memegang gagang pintu di belakangnya yang menuju ke ruang duduk, "Berhati-hatilah atas apa yang kaujanjikan kepada goblin, Harry. Tidak akan lebih berbahaya menerobos Gringotts bila dibandingkan dengan mengingkari janji pada goblin."
"Baiklah," kata Harry ketika Bill membuka pintu, "Yeah. Terima Kasih. Aku akan mengingatnya."
Dia mengikuti Bill kembali ke yang lainnya dengan pikiran cemas yang datang kepadanya, tidak ragu-ragu dia telah mabuk. Harry nampak ditetapkan pada posisi yang sama sebagai ayah angkat yang nekat untuk Teddy Lupin sama seperti ketika Sirius Black kepadanya.
* au revoir dalam bahasa Indonesia berarti sampai jumpa.
* driftwood * charmant dalam bahasa Indonesia berarti punya daya tarik
Bab 26 Gringotts Rencana telah disusun, persiapan sudah lengkap; di kamar tidur yang paling kecil, sehelai rambut panjang dan kasar (dicabut dari sweater yang Hermione kenakan saat di Kediaman Malfoy) bergulung dalam botol kaca kecil di rak atas perapian.
"Dan kau akan memakai tongkat aslinya," kata Harry, mengangguk ke arah tongkat walnut, "jadi menurutku kau akan sangat meyakinkan."
Hermione tampak ketakutan seolah tongkat itu akan menyengat atau menggigit ketika dia mengambilnya.
"Aku benci benda itu," katanya pelan. "Aku benar-benar membencinya. Rasanya serba salah, tidak berfungsi dengan baik untukku.. .seperti ada sedikit bagian dari dirinya."
Mau tak mau Harry mengingat bagaimana dulu Hermione mengabaikan keengganannya terhadap tongkat blackthorn, ngotot kalau cuma khayalan Harry sajalah tongkat itu tidak berfungsi sebaik miliknya sendiri, menasehatinya untuk terus berlatih. Harry memilih untuk tidak membalas Hermione dengan nasehatnya sendiri, bagaimanapun, malam sebelum serangan mereka ke Gringotts bukanlah waktu yang tepat untuk berseberangan dengannya.
"Tapi itu mungkin bisa membantumu mendalami karakter,
" kata Ron, "pikirkan apa yang telah dilakukan tongkat itu!"
"Justru itu maksudku!" kata Hermione. "Ini tongkat yang menyiksa ayah dan ibu Neville, dan siapa yang tahu ada berapa banyak lagi" Ini tongkat yang membunuh Sirius!"
Harry tidak memikirkan itu sebelumnya: dia memandang tongkat itu dan diliputi keinginan kuat untuk mematahkan, memotongnya dengan pedang Gryffindor, yang bersandar di dinding sampingnya.
"Aku rindu tongkatku," ujar Hermione sedih. "Kuharap Tuan Ollivander akan membuatkan satu untukku juga." Tuan Ollivander telah mengirimkan satu tongkat baru untuk Luna pagi itu.
Sekarang dia sedang berada di padang rumput belakang, menguji kemampuan tongkat itu di bawah sinar matahari sore. Dean, yang kehilangan tongkatnya di tangan para Perampas, memandang dengan muram.
Harry memandang tongkat Hawthorn yang sebelumnya milik Draco Malfoy. Dia terkejut, tapi senang mengetahui bahwa tongkat itu berfungsi dengan baik untuknya, setidaknya sebaik tongkat Hermione. Mengingat kata-kata
Ollivander tentang rahasia cara kerja tongkat, Harry merasa tahu apa masalah Hermione: Dia tidak memenangkan kesetiaan tongkat walnut dari Bellatrix pribadi.
Pintu kamar terbuka dan Griphook masuk. Secara refleks, Harry meraih pangkal pedang dan menariknya mendekat, tapi segera menyesali tindakannya. Dia menyadari bahwa sang Goblin memperhatikan. Berusaha menutupi situasi yang tidak enak, dia berkata, "Kami baru saja memeriksa persiapan terakhir, Griphook. Kami sudah bilang Bill dan Fleur bahwa kita pergi besok dan kami juga berpesan bahwa mereka tak perlu bangun untuk melihat kita berangkat."
Mereka telah menegaskan poin ini, karena Hermione harus menjadi Bellatrix sebelum mereka pergi, dan semakin sedikit Bill dan Fleur tahu apa yang akan mereka lakukan, semakin baik.
Mereka juga sudah menjelaskan bahwa kemungkinan besar mereka tidak akan kembali. Setelah kehilangan tenda tua Perkins pada malam para Perampas menangkap mereka, Bill telah meminjamkan tenda yang lain. Tenda itu sekarang terbungkus dalam tas manikmanik, yang, membuat Harry terkesan, telah diamankan Hermione dari para Perampas dengan gagasan sederhana yaitu menjejalkannya di bagian bawah kaos kakinya.
Walaupun dia akan merindukan Bill, Fleur, Luna dan Dean, belum lagi kenyamanan rumah yang mereka nikmati selama beberapa minggu terakhir, Harry telah menunggununggu saat untuk keluar dari keterbatasan di Pondok Kerang. Dia sudah capek terusmenerus berusaha memastikan bahwa mereka tidak dicuri-dengar, capek terkurung dalam kamar yang kecil dan gelap itu. Yang terpenting, dia ingin sekali terbebas dari Griphook. Akan tetapi, tepatnya bagaimana dan kapan mereka bakal terpisah dari sang Goblin tanpa menyerahkan pedang Gryffindor merupakan pertanyaan yang tidak bisa dijawab Harry. Tak mungkin memutuskan bagaimana cara mereka akan melakukannya, karena sang Goblin jarang sekali meninggalkan Harry, Ron dan Hermione bertiga saja lebih dari 5
menit: "Dia bisa memberi pelajaran pada ibuku," keluh Ron, ketika jari-jari panjang sang Goblin terus-menerus muncul di daun pintu. Dengan peringatan Bill dalam otaknya, mau tak mau Harry mencurigai bahwa Griphook waspada terhadap kemungkinan adanya tipuan. Hermione sungguh-sungguh tidak menyetujui rencana pengkhianatan sehingga Harry menyerah dalam usaha meminta pendapatnya tentang cara terbaik bagaimana melakukan itu: Ron, menggunakan kesempatan bebas-Griphook yang jarang-jarang, memberi usul yang tidak lebih baik dari sekedar, "Kita cuma harus membawanya kabur, teman."
Harry sulit tidur malam itu. Berbaring lebih awal, Harry memikirkan apa yang
dulu ia rasakan pada malam sebelum mereka menyusup ke Kementerian Sihir, dan teringat suatu tekad yang kuat, bahkan hampir-hampir perasaan gembira.
Sekarang dia merasakan guncangan keraguan yang menggelisahkan dan mengganggu: dia tidak bisa membuang rasa takut bahwa semuanya akan kacau.
Dia terus-menerus meyakinkan diri bawa rencana mereka sudah bagus, bahwa Griphook tahu apa yang mereka hadapi, bahwa mereka sudah mempersiapkan diri dengan baik menghadapi segala kesulitan yang mungkin terjadi, tapi dia masih
juga merasa resah. Sesekali dia mendengar Ron bergerak, dan dia yakin Ron pun masih terjaga, tetapi mereka berbagi ruang keluarga dengan Dean, jadi Harry tidak berkata apa-apa.
Sangat melegakan ketika tiba jam 6 pagi dan mereka bisa keluar dari kantong tidur, berpakaian dalam kondisi setengah-gelap lalu berjalan pelan menuju kebun, dimana seharusnya mereka bertemu Hermione dan Griphook. Fajar terasa dingin, tapi agak berangin mengingat ini bulan Mei. Harry mendongak menatap bintang-bintang yang berkilau pucat di langit gelap dan mendengar gemuruh ombak menyapu sisi-sisi tebing. Dia akan merindukan suara-suara itu. Tunas-tunas hijau kecil tumbuh dengan cepat menembus tanah merah di makam Dobby sekarang, dalam setahun gundukan tanah itu akan dipenuhi bunga-bunga. Batu putih dengan ukiran nama peri rumah itu mulai luntur dimakan cuaca. Dia menyadari bahwa mereka tidak mungkin mengistirahatkan Dobby di tempat yang lebih indah dari itu, tapi Harry merasa pedih memikirkan akan meninggalkannya di sana.
Memandang makam, dia masih bertanya-tanya bagaimana si peri rumah tahu harus pergi kemana untuk menyelamatkannya. Tanpa sadar jarinya bergerak menyentuh kantong yang tergantung di lehernya, menyeluruh hingga dia bisa merasakan pecahan kaca yang tidak rata dimana ia merasa yakin telah melihat mata Dumbledore. Kemudian dia berputar ketika mendengar suara pintu dibuka.
Bellatrix Lestrange berjalan melintasi padang rumput ke arah mereka, ditemani oleh Griphook. Sambil berjalan, dia melipat tas manik-manik kecil dan memasukkan ke saku bagian dalam jubah tua yang mereka ambil dari Grimmauld Place. Meskipun Harry tahu pasti kalau itu Hermione, dia tidak bisa menahan getaran kebencian. Bellatrix lebih tinggi daripada Harry, rambut hitam panjang berombak dipunggungnya, kelopak matanya yang berat tampak menghina ketika memandangnya, tapi lalu ia bicara, dan dia mendengar Hermione melalui suara Bellatrix yang dalam.
"Rasanya menjijikkan, lebih parah dari akar Gurdy! Oke, Ron, kemarilah jadi aku bisa me...."
"Baik, tapi ingat, aku tak suka jenggot yang terlalu panjang."
"Oh, demi Tuhan, ini bukan tentang tampil keren!"
"Bukan begitu, itu menghalangi jalanku! Tapi aku suka hidungku lebih kecil, cobalah seperti yang terakhir kau lakukan dulu."
Hermione menghela nafas dan mulai bekerja, bergumam seiring nafasnya sembari mengubah beberapa aspek dari penampilan Ron. Dia telah menjadi seseorang yang benar-benar palsu, dan mereka mempercayakan aura kedengkian Bellatrix untuk melindunginya, sementara Harry dan Griphook tersembunyi dibawah jubah gaib.
"Sudah," kata Hermione, "bagaimana penampilannya, Harry""
Jelas tak mungkin mengenali Ron dibalik penyamarannya, hanya karena Harry benarbenar mengenalnya dengan baik sajalah ia bisa membedakan. Rambut Ron sekarang panjang dan berombak, jenggot dan kumisnya coklat lebat, wajahnya bersih tanpa bintikbintik, hidungnya kecil dan lebar, alis matanya tebal.
"Well, dia bukan tipeku, tapi dia akan berhasil," kata Harry. "Bisakah kita pergi""
Mereka bertiga memandang sekilas ke arah Pondok Kerang, gelap dan sunyi di bawah bintang yang memudar, lalu memutar tubuh dan mulai berjalan menuju lokasi, di balik dinding garis batas, dimana mantra Fidelius berhenti bekerja, dan mereka bisa berdisapparate. Setelah melewati gerbang, Griphook berkata.
"Aku bisa naik sekarang, Harry Potter, kurasa""
Harry berlutut dan sang Goblin memanjat punggungnya, tangannya bertaut di depan kerongkongan Harry. Dia tidak berat, tapi Harry tidak suka perasaannya terhadap si Goblin dan kekuatan mengejutkan eratnya pegangannya. Hermione menarik jubah gaib dari tas manik-maniknya dan menutupi keduanya.
"Sempurna," katanya, berlutut untuk memeriksa kaki Harry, "Aku tidak bisa melihat apaapa. Ayo pergi!"
Harry berputar di tempat, dengan Griphook di atas bahunya, sekuat mungkin berkonsentrasi ke Leaky Cauldron, penginapan yang merupakan pintu masuk ke Diagon Alley. Si Goblin berpegangan lebih erat ketika mereka bergerak memasuki kegelapan yang menekan, dan beberapa detik kemudan kaki Harry menapaki trotoar kemudian saat ia membuka matanya tamp
aklah jalan Charing Cross. Para muggle lewat dengan tergesagesa, dengan ekspresi setengah hati pagi hari, tanpa menyadari keberadaan penginapan kecil itu.
Bar Leaky Cauldron nyaris kosong. Tom, pemilik penginapan yang bungkuk dan ompong, sedang mengelap gelas-gelas dibalik meja bar, sepasang penyihir bergumam mengobrol di pojok yang jauh sambil memandang sekilas pada Hermione kemudian menjauhkan diri kedalam kegelapan.
"Madam Lestrange," Tom bergumam, dan ketika Hermione berhenti sejenak dia menundukkan kepala dengan patuh.
"Selamat pagi," kata Hermione, dan ketika Harry bergerak cepat, masih menggendong Griphook di bawah jubah gaib, dia melihat Tom terkejut.
"Terlalu sopan," Harry berbisik di telinga Hermione ketika mereka melangkah keluar dari penginapan menuju halaman belakang yang kecil.
"Kau harus memperlakukan orang seolah mereka sampah." "Oke, oke!"
Hermione mengangkat tongkat Bellatrix dan mengetuk batu bata tertentu di dinding depan mereka. Batu bata langsung berputar: Tampak lubang di tengah-tengahnya, yang semakin melebar, akhirnya membentuk gerbang lengkung menuju jalan Cornblock sempit yang merupakan Diagon Alley.
Masih sunyi, belum waktunya toko-toko buka, dan hampir tidak ada orang berbelanja. Jalan cornblock berliku-liku itu telah banyak berubah sekarang dari tempat berisik yang dikenal Harry bertahun-tahun yang lalu sebelum ia masuk Hogwarts. Lebih banyak lagi toko ditutup daripada sebelumnya, meski beberapa toko baru yang beraliran sihir hitam bermunculan sejak kunjungan terakhirnya.
Wajah Harry sendiri memandangnya dari poster yang tertempel di kaca-kaca, semuanya dengan tulisan YANG TIDAK DIINGINKAN NOMOR SATU.
Beberapa orang berpakaian compang-camping duduk meringkuk di depan pintu.
Dia mendengar mereka mengemis kepada orang lewat, memohon uang emas, berusaha meyakinkan bahwa mereka benar-benar penyihir. Tampak pula seorang laki-laki dengan pembalut penuh darah yang menutupi matanya.
Ketika mereka mulai melangkah menuju jalan cornblock, pengemis-pengemis itu memandang sekilas ke arah Hermione. Sepertinya mereka segera menghilang satu persatu, menutupi wajah dengan kerudung, dan kabur secepat mungkin.
Hermione mengikuti mereka dengan pandangan mata yang aneh, hingga laki-laki dengan pembalut penuh darah tiba-tiba menghalangi jalannya.
"Anak-anakku," dia berteriak sambil menunjuk Hermione. Suaranya pecah, bernada tinggi, kedengaran bingung. "Dimana anak-anakku"" Apa yang dia lakukan pada mereka" Kau tahu, kau tahu!"
"Aku-aku benar-benar-," Hermione tergagap.
Laki-laki itu sekonyong-konyong maju mendekatinya, dan berusaha mencekik lehernya. Lalu, bersamaan dengan suara keras dan semburan cahaya merah dia terlempar ke belakang, jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Ron berdiri disana, tongkatnya masih teracung dan ekspresi tegang terlihat dibalik jenggotnya.
Wajah-wajah muncul di balik kaca-kaca di sepanjang sisi jalan, sementara sekelompok kecil orang lewat yang kelihatannya-orang-kaya saling bertaut jubah dan mulai menderap langkah pelan, ingin sekali meninggalkan lokasi.
Kunjungan mereka ke Diagon Alley kemungkinan tidak pernah lebih menarik perhatian daripada ini, sesaat Harry bertanya-tanya apakah sekarang sebaiknya pergi dan mencoba memikirkan rencana lain. Tetapi sebelum mereka bisa bergerak atau saling
berkonsultasi, terdengar teriakan dari belakang. "Kenapa, Madam Lestrange""
Harry berputar dan Griphook mengeratkan pegangannya di leher Harry. Seorang penyihir tinggi dan kurus dengan rambut abu-abu lebat dan hidung mancung yang tajam
berjalan dengan langkah panjang kearah mereka.
"Itu Travers," desis si Goblin di telinga Harry, tapi saat itu Harry tidak bisa berpikir siapa Travers itu. Hermione sudah menegakkan diri dan berkata dengan sikap menghina yang sebaik mungkin: "Dan apa maumu""
Travers berhenti berjalan, merasa terhina.
"Dia Pelahap Maut juga!" desah Griphook, dan Harry berjalan menyamping perlahan untuk menyampaikan informasi itu ke telinga Hermione.
"Aku hanya mencoba menyapa," kata Travers dingin, "tapi kalau kehadiranku tidak diharapkan...." Harry mengenali suaranya sekarang: Travers ada
lah salah satu Pelahap Maut yang
muncul dirumah Xenophilius.
"Tidak, tidak apa-apa, Travers," kata Hermione segera, berusaha menutupi kesalahannya. "Apa kabar""
"Well, kuakui aku terkejut melihatmu pergi keluar, Bellatrix." "Oya" Kenapa"" tanya Hermione.
"Well," Travers berdehem, "kudengar Penghuni Kediaman Malfoy dikurung dirumah itu, setelah - ah....pelarian itu."
Harry berharap Hermione tidak gugup. Jika berita ini benar, dan Bellatrix seharusnya tidak muncul di hadapan publik.... "Pangeran Kegelapan memaafkan orang yang setia melayaninya di masa lalu," kata
Hermione meniru sikap menghina Bellatrix secara luar biasa.
"Mungkin reputasimu tidak sebaik aku di matanya, Travers."
Walaupun Pelahap Maut itu tampak tersinggung, dia juga tampak tidak terlalu curiga. Dia memandang sekilas saja pada laki-laki yang baru saja dipingsankan Ron. "Apa yang menyinggungmu""
"Bukan apa-apa, takkan terjadi lagi," kata Hermione dingin.
"Orang-orang tanpa tongkat memang bisa jadi masalah," kata Travers. "Jika mereka
hanya mengemis aku tidak keberatan, tapi salah satu dari mereka benar-benar memintaku untuk membela perkaranya di Kementerian minggu lalu. "Aku penyihir
Tuan, aku penyihir, ijinkanlah aku membuktikan kepada anda!" katanya sambil bercicit menirukan. "Seolah-olah aku akan memberinya tongkatku -tapi tongkat siapa," tanya Travers ingin tahu, "yang kau pakai sekarang Bellatrix" Kudengar punyamu sudah-"
"Ini tongkatku," kata Hermione dingin, memegang tongkat Bellatrix. "Entah gosip apa
yang kaudengar, Travers, tapi sepertinya kau salah informasi."
Travers kelihatan kaget mendengarnya, dan dia menoleh menghadap Ron.
"Siapa temanmu" Aku tidak mengenalnya." "Ini Dragomir Despard," kata Hermione; mereka telah memutuskan bahwa tokoh fiksi dari luar negeri adalah penyamaran yang paling aman untuk Ron. "Dia hanya bisa sedikit Bahasa Inggris, tapi dia menaruh simpati pada tujuan Pangeran Kegelapan. Dia berkunjung kemari dari Transilvania untuk melihat rezim baru kita."
"Benarkah" Apa kabar Dragomir""
"' 'Abar baik," kata Ron, menjabat tangannya.
Travers mengulurkan dua jari dan menjabat tangan Ron seakan takut mengotori dirinya sendiri.
"Jadi apa yang membawamu dan teman -ah- yang bersimpati ke Diagon Alley sepagi ini"" Tanya Travers."Aku perlu ke Gringotts," kata Hermione. "Kebetulan, aku juga," ujar Travers. "Emas, emas yang kotor! Kita tidak bisa hidup
tanpanya, kuakui aku menyesalkan keharusan bergaul dengan rekan berjari panjang kita."
Harry merasa genggaman tangan Griphook mengencang sejenak di lehernya.
"Silakan," Travers mengisyaratkan Hermione untuk berjalan duluan.
Hermione tak punya pilihan selain berjalan bersamanya dan menyusuri jalan berbatu
yang berliku-liku menuju gedung Gringotts yang seputih salju berdiri menjulang diantara toko-toko kecil. Ron mengiringi di sampingnya, lalu Harry dan Griphook mengikuti.
Seorang Pelahap Maut yang waspada adalah hal terakhir yang mereka butuhkan, dan yang paling parah adalah, dengan Travers berada di tempat yang ia yakini sebagai sisi Bellatrix, tak ada kesempatan bagi Harry untuk berkomunikasi dengan Hermione atau Ron. Dengan segera mereka sampai di kaki tangga pualam menuju pintu perunggu besar. Sebagaimana yang telah diperingatkan Griphook, goblin-goblin berseragam yang biasanya mengapit pintu masuk telah digantikan oleh 2 penyihir, memegang batang logam emas yang panjang dan kurus.
"Ah, Detektor Kejujuran," tunjuk Travers dibuat-buat, "Sangat kejam-tapi efektif!"
Dan dia melangkah naik tangga, mengangguk kepada kedua penyihir di sebelah kanan dan kiri, yang mengangkat batang emas dan menggerakkannya keatas dan bawah memeriksa seluruh tubuh Travers.
Detektor itu -Harry tahu- mendeteksi mantra dan barang-barang tersembunyi. Menyadari waktunya hanya beberapa detik, Harry mengarahkan tongkat Draco bergantian kearah kedua penjaga da bergumam "Confundo" dua kali. Tanpa disadari oleh Travers, yang memandang pintu perunggu di aula dalam, kedua penjaga tersentak ketika mantra mengenai mereka.
Rambut hitam panjang Hermine berombak di punggungnya ketika ia menaiki tangga. "Sebentar, Madam!" kata si
penjaga, mengangkat Detektor.
"Tapi kau baru saja melakukannya!" kata Hermione dalam suara memerintah dan arogan milik Bellatrix. Travers memandang sekeliling, alisnya terangkat. Si penjaga bingung. Dia memandang Detektor emas kurus itu lalu memandang rekannya, yang berkata dengan suara agak linglung.
"Yeah, kau sudah memeriksa mereka, Marius."
Hermione kembali berjalan, Ron di sampingnya, Harry dan Griphook yang tidak tampak, berlari di belakangnya, Harry memandang sekilas ke belakang saat mereka melalui ambang pintu. Kedua penyihir sedang menggosok-gosok kepalanya.
Dua goblin berdiri di depan pintu dalam, yang terbuat dari perak dan membawa tulisan peringatan tentang hukuman mengerikan bagi calon pencuri. Harry melihatnya, dan tibatiba ingatan setajam-pisau muncul di kepalanya: Berdiri tepat di titik ini pada hari dia berusia 11 tahun, ulang tahun terhebat dalam hidupnya, dan Hagrid berdiri di sampingnya berujar, "Seperti kataku, m'reka gila
klo' coba m'rampoknya." Gringotts tampaknya tempat yang aneh hari itu, tempat penyimpanan sihir berisi segunung emas yang tak pernah ia tahu telah dimilikinya, dan tak pernah sekejap pun dia bermimpi akan kembali untuk mencuri.... Tapi dalam hitungan detik mereka sudah berdiri di aula bank berlantai pualam yang sangat luas itu.
Meja kasir panjang dijaga oleh seorang Goblin yang duduk diatas kursi tak berlengan yang sedang melayani pelanggan pertama hari itu. Hermione, Ron dan Travers menghadapi goblin tua yang sedang memeriksa sebuah koin emas tebal melalui sebuah kacamata. Hermione membiarkan Travers untuk melangkah lebih dulu dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu menjelaskan bagian-bagian ruangan kepada Ron.
Goblin itu melontarkan koin yang dipegangnya ke samping, berkata tidak kepada siapasiapa, "Leprechaun," dan lalu menyambut Travers, yang memberikan sebuah kunci emas kecil, diperiksa, kemudian dikembalikan lagi padanya.
Hermione melangkah ke depan.
"Madam Lestrange!" kata sang Goblin, jelas sekali terkejut. "Astaga! Apa-apa yang bisa saya bantu hari ini"" "Aku ingin memasuki lemari besiku," kata Hermione.
Sang Goblin tua tampak sedikit terlonjak. Harry memandang sekilas sekeliling. Tak hanya Travers yang tidak bergerak, mengawasi, tapi beberapa goblin yang lain pun mengangkat kepala dari pekerjaannya, memandang Hermione.
"Anda punya... .identitas"" tanya sang goblin.
"Identitas" Aku-aku belum pernah dimintai identitas sebelumnya!" kata Hermione.
"Mereka tahu!" bisik Griphook di telinga Harry, "Mereka pasti telah diperingatkan akan kemungkinan adanya penipu!"
"Tongkat anda akan membuktikannya, Madam," ucap si goblin. Ia mengangkat tangan yang gemetar, dan tiba-tiba dalam diri Harry muncul kesadaran yang mengkuatirkan, ia menduga bahwa para goblin Gringotts pastilah telah diperingatkan bahwa tongkat Bellatrix telah dicuri.
"Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu!" bisik Griphook di telinga Harry.
"Kutukan Imperius!"
Harry mengangkat tongkat hawthorn dari dalam jubah, mengarahkan ke goblin tua, dan berbisik, untuk yang pertama kali dalam hidupnya, "Imperio!"
Sebuah sensasi aneh menjalari lengan Harry, perasaan pedih, kehangatan yang sepertinya mengalir dari pikirannya, turun ke otot dan pembuluh darah, menghubungkannya ke tongkat dan kutukan yang baru saja dilancarkannya.
Goblin itu mengambil tongkat Bellatrix, memeriksanya dari dekat, lalu berkata, "Ah, anda telah membuat tongkat baru, Madam Lestrange!"
"Apa"" ujar Hermione. "Tidak, tidak, itu milikku-"
"Tongkat baru"" tanya Travers, mendekat ke meja lagi; para goblin di sekitarnya masih mengawasi. "Tapi bagaimana kau melakukannya" Siapa pembuat tongkat yang kau pakai""
Harry bertindak tanpa berpikir. Mengarahkan tongkat ke Travers, ia bergumam, "Imperio!" sekali lagi.
"Oya, aku mengerti," kata Travers, memandang tongkat Bellatrix, "Ya, sangat tampan, dan berfungsi dengan baik" Aku selalu berpikir tongkat membutuhkan sedikit latihan, bukan begitu""
Hermione tampak benar-benar bingung, tapi mengingat kemungkinan bantuan dari Harry, dia menerima saja perubahan peristiwa yang ganjil itu tanpa berkomentar.
Goblin di belakang meja menepu
k tangan dan goblin yang lebih muda datang mendekat.
"Aku perlu Logam Gerincing*," ia berkata pada si goblin muda, yang bergerak cepat dan kembali lagi sesaat kemudian membawa tas kulit yang tampaknya penuh logam-logam gemerincing dan memberikannya pada sang senior. "Bagus, bagus! Jadi, jika anda berkenan mengikuti saya, Madam Lestrange," kata goblin tua, melompat turun dari kursi tak berlengan dan menghilang dari pandangan,
"Saya akan mengantar anda ke lemari besi."
Dia muncul di ujung meja, berjalan dengan riang kearah mereka, isi tas kulit masih gemerincing. Travers masih berdiri dengan mulut ternganga lebar. Ron memperhatikan fenomena ganjil ini dan memandang Travers dengan bingung.
"Tunggu-Bogrod!"
Goblin yang lain datang tergesa-gesa menuju meja.
"Kita punya instruksi," katanya sambil menghormat kearah Hermione. "Maafkan saya, Madam, tapi ada perintah khusus berkaitan dengan lemari besi keluarga Lestrange."
Dia segera berbisik ke telinga Bogrod, tapi si goblin di bawah kutukan imperius itu menggeleng.
"Aku mengerti instruksi itu, tapi Madam Lestrange perlu ke lemari besinya...keluarga yang amat tua...klien lama...sebelah sini, silakan..."
Dan, masih gemerincing, dia bergegas menuju salah satu pintu di aula. Harry memandang Travers lagi, yang masih terpaku di tempat, kelihatan bengong yang tidak wajar, dan mengambil keputusan. Dengan sentilan tongkatnya ia membuat Travers bergerak bersama mereka, berjalan dengan taat di belakang, sesampai mereka di pintu dan memasuki jalan berbatu kasar dibaliknya, yang diterangi obor menyala.
"Kita dalam masalah, mereka curiga," kata Harry ketika pintu berdebam di belakangnya dan ia menarik jubah gaib. Griphook melompat dari bahunya: baik Travers maupun Bogrod tak menunjukkan keterkejutan pada pemunculan Harry Potter di tengah-tengah mereka secara tiba-tiba. "Mereka dibawah kutukan Imperius," dia menambahkan, sebagai respon atas kebingungan Hermione dan Ron terhadap Travers dan Bogrod, yang keduanya berdiri dengan hampa. "Aku tak tahu apakah telah melakukannya dengan cukup kuat, aku tak yakin..."
Dan ingatan lain tiba-tiba muncul di kepalanya, Bellatrix Lestrange yang asli berteriak kepadanya saat pertama kali ia mencoba menggunakan Kutukan-Tak-Termaafkan: "Kau harus benar-benar menginginkannya, Potter!"
"Apa yang harus kita lakukan"" tanya Ron. "Haruskah kita keluar sekarang, selagi masih mungkin""
"Kalau bisa," kata Hermione, menoleh ke belakang kearah pintu menuju aula utama, dimana tak ada yang tahu apa yang sedang terjadi.
"Kita sudah sejauh ini, menurutku kita teruskan," usul Harry.
"Bagus!" ujar Griphook. "Jadi kita perlu Bogrod untuk mengendalikan kereta; aku tidak lagi mempunyai otoritas itu, tapi takkan ada tempat untuk penyihir."
Harry mengarahkan tongkat pada Travers."
"Imperio!" Penyihir itu berputar dan mulai melangkah cepat sepanjang jalan gelap. "Apa yang kau perintahkan padanya""
"Bersembunyi," kata Harry lalu mengarahkan tongkatnya pada Bogrod, yang bersiul untuk memanggil kereta kecil yang datang menggelinding sepanjang jalur di depan mereka, muncul dari kegelapan. Harry yakin telah mendengar teriakan di aula utama belakang mereka ketika mereka semua memanjat dengan susah payah ke dalam kereta, Bogrod di depan Griphook, sementara Harry, Ron dan Hermione berjejal di belakang.
Dengan satu sentakan kereta mulai berjalan, semakin menambah kecepatan: Mereka melewati Travers dengan cepat, yang menggeliat menjejalkan diri kedalam retakan di dinding, lalu kereta mulai berputar dan berbelok menuju jalan-jalan labirin, terusmenerus miring ke bawah. Harry tak bisa mendengar apapun selain bunyi derak kereta yang melaju di atas jalur: Rambutnya melambai di belakangnya ketika mereka berbelok dengan tiba-tiba melewati stalagtit, semakin jauh kedalam bumi, tapi dia masih juga terus-menerus mencuri pandang ke belakang. Mereka mungkin telah meninggalkan jejak besar di belakang, semakin dia memikirkannya, semakin konyol rasanya penyamaran Hermione sebagai Bellatrix, membawa-bawa tongkatnya, ketika para Pelahap Maut tahu siapa yang mencurinyaMereka masuk lebih dalam daripada yang
Harry pernah masuki; mereka melewati tikungan tajam dengan cepat, dan melihat di depan mereka, dalam hitungan detik, air terjun deras menghujani jalur kereta. Harry mendengar Griphook berteriak, "Tidak!" tapi kereta tidak berhenti. Mereka terus bergerak dengan kecepatan tinggi memasukinya. Air memenuhi mata dan mulut Harry: Dia tidak bisa melihat maupun bernafas.
Lalu, dengan goncangan tak karuan, kereta itu terbalik dan mereka semua terlempar keluar. Harry mendengar kereta menabrak dinding dan hancur berkeping-keping, mendengar Hermione meneriakkan sesuatu, dan merasakan dirinya sendiri meluncur kembali ke tanah, seakan tak berbobot, mendarat di lantai berbatu tanpa rasa sakit.
"M-Mantra Pemantul**," Hermione berbicara dengan gagap, Ron menariknya hingga berdiri, tapi dengan ngeri Harry menyadari bahwa ia bukan lagi Bellatrix; sebagai gantinya muncul Hermione dengan jubah terlalu besar, basah kuyup dan benar-benar telah menjadi dirinya sendiri; Ron sudah berambut merah dan tanpa jenggot lagi. Mereka menyadarinya ketika saling memandang, merasakan wajah mereka sendiri.
"Penghambat Pencuri***!" seru Griphook, berdiri dengan susah payah dan memandang kembali air bah diatas rel kereta, yang, Harry sadari sekarang, ternyata tidak sekedar air. "Itu membersihkan semua mantra dan sihir tersembunyi! Mereka tahu ada penyusup di Gringotts, mereka telah memulai pertahanan melawan kita!"
Harry melihat Hermione sedang memeriksa tas manik-maniknya, dan ia sendiri segera memasukkan tangan ke dalam jaket untuk memastikan ia tak kehilangan jubah gaib. Lalu ia menoleh dan melihat Bogrod menggoyang-goyang kepalanya: Penghambat Pencuri tampaknya telah mengangkat kutukan imperius dari dirinya.
"Kita butuh dia," kata Griphook, "kita tidak bisa masuk lemari besi tanpa goblin Gringotts. Dan kita perlu Logam Gerincing."
"Imperio!" Harry memantrai lagi; suaranya bergema dijalan berbatu dan merasakan lagi sensasi keras yang mengalir dari pikirannya ke tongkat. Bogrod patuh lagi pada kemauannya, ekspresi bingungnya berubah menjadi sikap acuh tak acuh yang sopan, Ron segera mengambilkan tas kulit berisi benda-benda logam.
"Harry, kurasa aku mendengar orang datang," kata Hermione dan dia mengarahkan tongkat Bellatrix pada air terjun dan berteriak, "Protego!".
Mereka melihat Mantra Pelindung membelah aliran air sihir itu saat mengguyur jalan. "Ide yang bagus," kata Harry, "Tunjukkan jalannya, Griphook!"
"Bagaimana caranya kita keluar lagi"" tanya Ron saat mereka bergegas berjalan kaki ke dalam kegelapan mengikuti Griphook, Bogrod terengah-engah di belakang mereka seperti anjing tua.
"Kita pikirkan nanti saja kalau sudah saatnya," kata Harry. Dia mencoba mendengarkan: Ia merasa mendengar sesuatu bergerincing dan bergerak dekat di sekitar mereka. "Griphook, apa masih jauh""
"Takjauh, Harry Potter, takjauh...."
Mereka berbelok di pojok dan melihat sesuatu yang sebenarnya Harry sudah bersiap diri, tapi masih juga mereka mendadak berhenti.
Seekor naga raksasa terikat rantai ke lantai di tanah depan mereka, menghalangi jalan masuk menuju empat atau lima lemari besi terdalam di tempat itu. Sisik makhluk itu berubah pucat dan pecah-pecah selama pengurungan yang begitu lama di bawah tanah, matanya memucat merah jambu; kedua kaki belakangnya
dipasangi semacam manset berat yang dihubungkan rantai dengan pasak sangat besar yang terpancang jauh ke dalam lantai berbatu. Sayapnya yang besar, terlipat di dekat tubuhnya, akan memenuhi ruangan jika ia merentangkannya, dan ketika ia menolehkan kepalanya ke arah mereka, ia berkoar dengan suara ribut yang membuat batu-batu bergetar, lalu ia membuka mulut, dan menyemburkan api yang membuat mereka semua berlari kembali ke jalan naik.
"Ia setengah buta," kata Griphook terengah-engah, "tapi itu justru membuatnya lebih buas. Bagaimanapun kita diharuskan mengendalikannya. Ia telah mengetahui apa yang menantinya ketika Logam Gerincing datang. Berikan padaku Logamnya."
Ron memberikan tas kepada Griphook, dan goblin itu mengambil beberapa alat-alat logam kecil yang jika digerakkan menimbulkan suara gemerincing yang panjang seperti
miniatur palu pada landasan besi tempa. Griphook membagi-bagikannya, Bogrod menerimanya dengan patuh.
"Kalian tahu apa yang harus dilakukan," Griphook berkata pada Harry, Ron dan Hermione. "Mungkin akan terasa sakit ketika mendengar suaranya, tapi ia akan mundur dan Bogrod harus meletakkan tangannya pada pintu lemari besi."
Mereka bergerak maju di sekitar tikungan lagi, menggoyangkan kunci-kunci dan suaranya bergema di dinding berbatu, semakin besar sampai-sampai isi tengkorak Harry seperti ikut bergetar bersama ruangan. Naga itu meraung lagi, lalu mundur. Harry bisa melihatnya gemetar, dan saat mereka mendekat dia melihat bekas luka karena sayatan yang jelek di wajah naga itu dan menduga ia pasti diajar untuk takut pada pedang panas ketika mendengar suara Logam Gerincing.
"Suruh dia menekan tangannya pada pintu," Griphook mengingatkan Harry, yang segera mengarahkan tongkatnya lagi pada Bogrod. Goblin tua itu menurut, menekan telapak tangannya pada pintu kayu, dan pintu lemari besi meleleh menampilkan ruangan seperti gua yang penuh berjejalan koin-koin emas dan piala-piala, baju besi perak, kulit makhluk-makhluk aneh -beberapa dengan duri-duri panjang, lainnya dengan sayap-sayap rontok-ramuan dalam botol berkilau dan sebuah tengkorak yang masih memakai mahkota.
"Cepat, cari!" kata Harry saat mereka bergegas masuk ke dalamnya. Dia telah menggambarkan bentuk Piala Hufflepuff kepada Ron dan Hermione, tapi jika itu yang lain, Horcrux tak diketahui yang terdapat di ruangan ini, ia tak tahu seperti apa bentuknya. Bagaimanapun Harry hampir tak punya waktu untuk memandang sekeliling, sebelum suara bising menutup dari belakang mereka:
Pintu telah muncul kembali, mengunci mereka di dalam lemari besi dan mereka terjebak dalam kegelapan total.
"Jangan kuatir, Bogrod akan mengeluarkan kita!" kata Griphook ketika Ron berteriak terkejut. "Nyalakan tongkat kalian, bisa kan" Dan cepatlah, waktu kita hanya sedikit!"
"Lumos!" Harry menyinari sekitar lemari besi dengan tongkatnya yang menyala.
Cahayanya menerpa perhiasan yang berkilau; dia melihat pedang Gryffindor palsu tergeletak diatas rak tinggi diantara rantai yang campur aduk. Ron dan Hermione juga menyalakan tongkat mereka, dan sekarang sedang memeriksa tumpukan benda-benda di sekitar mereka.
"Harry, apakah ini -" Aahh!"
Hermione menjerit kesakitan, Harry langsung mengarahkan tongkat kepadanya dan melihat piala permata berguling dari pegangannya. Tapi saat piala itu jatuh, ia membelah, berubah menjadi hujan piala, sehingga sedetik kemudan, dengan bunyi gemerincing yang berisik, lantai tertutup piala-piala identik di semua penjuru, yang asli tak mungkin dibedakan lagi.
"Piala itu membakarku!" rintih Hermione, mengibas-ngibaskan tangan yang melepuh. "Mereka pasti menambahkan Kutukan Penumbuh dan Pembakar****," kata Griphook.
"Semua yang kau sentuh akan terbakar dan menjadi banyak, tapi tiruannya tidak berharga-jika kalian meneruskan memegang harta, kalian akhirnya akan hancur menuju kematian karena tertimbun emas yang terus bertambah."
"Oke, jangan menyentuh apapun!" kata Harry putus asa, tapi bahkan saat ia mengatakannya, Ron tak sengaja menyentuh salah satu piala dengan kakinya, dan duapuluh piala lagi muncul ketika Ron melompat di tempat, sebagian sepatunya terbakar karena bersentuhan dengan logam panas.
"Tetap disitu, jangan bergerak!" kata Hermione sambil mencengkeram Ron.
"Cukup lihat saja sekeliling!" kata Harry. "Ingat piala itu kecil dan emas, ada lambang terukir di atasnya, dua pegangan -lihat juga barangkali kalian menemukan lambang Ravenclaw di suatu tempat, elang-."
Mereka mengarahkan tongkat ke setiap sudut dan celah, berputar di tempat dengan hatihati. Sangat tidak mungkin tidak menyentuh apapun: Harry menambahkan segunung galleon palsu bersama piala-piala, dan sekarang sulit sekali mendapatkan tempat untuk kaki mereka, dan emas berkilau menyala karena panas, sehingga lemari besi itu terasa seperti tungku. Nyala tongkat Harry melewati pelindung dan helm buatan-goblin tergeletak dirak yang tergantung di langit-langit; ia mengangkat sinar semakin tinggi, hingga akhirnya i
a menemukan sebuah benda yang membuat jantungnya berdegup kencang dan tangannya berkeringat.
"Itu dia, di atas sana!"
Ron dan Hermioe mengarahkan tongkat mereka kesana juga, sehingga piala emas kecil itu berkilau diterpa sinar-tiga-penjuru: piala yang merupakan milik Helga Hufflepuff, yang berpindah menjadi milik Hebzibah Smith, dari siapa Tom Riddle telah mencurinya.
"Dan bagaimana kita bisa naik ke sana tanpa menyentuh apapun"" tanya Ron.
" Accio piala!" raung Hermione, yang karena putus asa telah melupakan kata-kata Griphook saat sesi perencanaan. "Tak ada gunanya, tak ada gunanya!" teriak Griphook.
"Lalu apa yang harus kita lakukan"" tanya Harry, memandang dengan marah kepada si Goblin, "Jika kau ingin pedang itu, Griphook, kau harus membantu kami lebih dari - tunggu! Bisakah aku memegang benda dengan pedang itu"
Hermione, berikan pedangnya!"
Hermione meraba ke dalam jubahnya, menarik keluar tas manik-manik, menggeledah sebentar, lalu memindahkan pedang berkilau. Harry menangkap pangkal pedang yang berwarna merah tua itu dan menyentuhkan ujung mata pedangnya ke sebuah botol besar perak di dekatnya, yang ternyata tidak bertambah banyak.
"Kalau aku bisa menusukkan pedang melalui pegangan piala -tapi bagaimana aku bisa naik kesana""
Rak tempat piala itu bertengger sangat jauh dari jangkauan mereka, bahkan juga Ron, yang tubuhnya paling tinggi. Panas dari harta karun sihir itu semakin membumbung ke angkasa. Keringat membanjiri wajah dan punggung Harry saat dia berusaha memikirkan cara untuk naik menuju piala; lalu dia mendengar sang naga meraung di sisi lain pintu lemari besi, dan suara gemerincing terdengar
semakin keras. Mereka benar-benar terjebak sekarang: Tak ada jalan lain kecuali lewat pintu, dan sekelompok goblin tampaknya semakin mendekat di balik pintu. Harry memandang Ron dan Hermione dan terlihat ekspresi ngeri di wajah keduanya.
"Hermione," panggil Harry, ketika suara gemerincing semakin dekat. "Aku harus naik kesana, kita harus membebaskan diri dari ini-"
Hermione mengangkat tongkatnya, mengarahkannya pada Harry dan berbisik, "Levicorpus."
Tergantung terbalik di pergelangan kakinya, Harry terangkat ke udara, menabrak setelan baju besi dan tiruannya menyembur keluar seprti tubuh-tubuh putih panas, berjejalan mengisi ruangan. Dengan teriakan kesakitan, Ron, Hermione dan kedua goblin terdorong kesamping mengenai benda-benda lain, yang juga mulai berduplikasi.


Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setengah terkubur dalam gunungan arus harta yang panas memerah, mereka berjuang dan berteriak, Harry menusukkan pedang melalui pegangan piala Hufflepuff, mengaitkannya ke mata pedang.
"Impervius!" jerit Hermione berusaha melindungi dirinya, Ron dan kedua goblin dari logam yang membara. Lalu jeritan yang sangat mengerikan membuat Harry memandang ke bawah: Ron dan Hermione tenggelam sebatas pinggang, berjuang mencegah Bogrod agar tidak terkubur dalam gunungan harta, tapi Griphook sudah tidak kelihatan; hanya sedikit ujung jari panjangnya yang terlihat.
Harry menangkap jari Griphook dan menariknya. Goblin yang melepuh itu muncul sedikit demi sedikit, melolong.
"Liberatocorpus!" teriak Harry, dan dengan dentuman keras ia dan Griphook mendarat di permukaan harta yang terus membengkak, lalu pedang Gryffindor lepas dari tangan Harry.
"Ambil itu!" Harry berteriak, melawan rasa sakit di kulitnya karena panas logam, ketika Griphook memanjat ke bahunya lagi, berusaha menghindar dari benda-benda panas kemerahan yang terus-menerus bertambah. "Dimana pedangnya"
Ada pialanya!" Suara gemerincing di balik pintu semkin memekakkan telinga -sudah terlambat-. "Disana!"
Griphooklah yang melihatnya dan dia jugalah yang sekonyong-konyong bergerak cepat, dengan segera Harry menyadari bahwa goblin itu tak pernah mengharapkan mereka memegang janjinya. Satu tangan berpegang kuat pada segenggam rambut Harry, untuk memastikan dia tidak jatuh ke dalam lautan emas membara, Griphook menangkap gagang pedang dan mengayunkannya tinggi di atas jangkauan Harry. Piala emas kecil, yang pegangannya ditusuk mata pedang itu, terlempar ke udara. Goblin itu duduk mengangkangi Harry, Harry menukik da
n menangkap piala, dan walaupun ia bisa merasakannya membakar dagingnya, ia tak mau melepaskan, bahkan ketika tak terhitung banyaknya piala Hufflepuff menyembur dari genggamannya, membanjirinya ketika pintu masuk lemari besi terbuka lagi dan ia merasakan dirinya terlincir tak terkendali diatas longsoran emas dan perak menyala-menyala yang terus membengkak dan mendorong dia, Ron dan Hermione keluar ruangan.
Hampir tak menyadari rasa sakit yang membakar tubuhnya, dan masih bergerak bersama duplikat harta yang terus membengkak, Harry memasukkan piala ke dalam sakunya, meraih-raih untuk mendapatkan kembali pedang Gryffindor, tapi Griphook telah menghilang. Meluncur dari bahu Harry saat ia masih sempat, Griphook berlari untuk berlindung diantara goblin yang mengelilinginya, mengayunkan pedang dan berteriak,
"Pencuri! Pencur! Tolong! Pencuri!" Dia menghilang di tengah kerumunan yang mendekat, yang semuanya memegang pisau belati dan yang langsung bersedia menerimanya tanpa bertanya-tanya.
Tergelincir di logam panas, Harry berusaha untuk berdiri dan menyadari bahwa satusatunya jalan keluar adalah melewati mereka.
"Stupefy!" ia berteriak, Ron dan Hermione bergabung: kilatan cahaya merah berkelebatan diantara kerumunan goblin, beberapa tumbang tapi lainnya bertahan, dan Harry melihat beberapa penyihir berjaga di sekitar tikungan.
Sang naga yang terikat meraung, dan api menyembur ke arah goblin; para penyihir melarikan diri, menunduk, kembali menuju jalan masuk, dan sebuah inspirasi, atau kegilaan, muncul di kepala Harry. Mengarahkan tongkatnya pada manset tebal yang mengikat makhluk itu ke lantai, dia berteriak,
"Relashio!" Manset itu pecah dengan suara keras.
"Sebelah sini!" teriak Harry, dan masih melancarkan Mantra Pemingsan ke arah goblin yang mendekat, dia berlari ke arah naga buta.
"Harry -Harry-apa yang kau lakukan"" jerit Hermione.
"Naik sini, ayo, cepat-"
Naga itu tak menyadari kebebasannya: Kaki Harry merasakan lekukan kaki belakang naga dan dia memanjat ke punggungnya. Sisiknya sekeras baja; makhluk itu bahkan seperti tidak merasakan kehadirannya. Harry merentangkan lengan; Hermione menaikkan tubuhnya ke atas; Ron memanjat di belakangnya, dan sedetik kemudian sang naga menyadari ia tak lagi terikat.
Dengan satu raungan dia berdiri di kaki belakangnya: Harry menekan lututnya, berpegangan seerat mungkin pada sisik yang menonjol ketika sayap-sayapnya membuka, menyapu ke samping goblin-goblin yang menjerit-jerit, bagaikan bowling, dan membumbung tinggi ke udara. Harry, Ron dan Hermione, menunduk di punggungya, bergesekan dengan langit-langit ketika makhluk itu meluncur ke arah jalan yang terbuka, sementara goblin-goblin yang mengejar melempari pisau belati yang hanya memantul di sisi-sisi tubuhnya.
"Kita takkan pernah bisa keluar, ini terlalu besar!" jerit Hermione, tapi sang naga membuka mulutnya dan menyemburkan api lagi, meledakkan terowongan, yang lantai dan langit-langitnya retak dan ambruk. Dengan sedikit kekuatan, naga itu mencakarcakar dan berusaha mencari jalan keluar. Mata Harry terpejam karena panas dan debu: Telinganya pekak oleh bunyi pecahan batu dan raungan naga, dia hanya bisa berpegangan pada punggung makhluk itu, berharap bisa melepaskan diri pada saat yang tepat, lalu ia mendengar Hermione berteriak, "Defodio!"
Dia sedang berusaha membantu sang naga memperbesar jalan keluar, menjebol langitlangit saat makhluk itu berjuang naik menuju udara segar, jauh dari goblin yang berteriak-teriak dan gemerincing: Harry dan Ron menirunya, meledakkan langit-langit dengan lebih banyak mantra pencungkil. Mereka melewati danau bawah tanah, dan akhirnya makhluk besar yang merangkak dan menggeram itu tampaknya merasakan kebebasan dan ruang gerak, dan di belakang mereka jalan yang tadi dilalui penuh dengan sampah, ekor berduri, reruntuhan batu, pecahan stalagtit raksasa, dan suara gemerincing goblin tampak semakin menjauh, sementara di depan, api sang naga memastikan gerak mereka selanjutnya lancarDan akhirnya, kombinasi antara usaha mantra-mantra mereka dan kekuatan brutal sang naga, mereka telah meledakkan jalan keluar m
enuju aula pualam. Goblin dan penyihir menjerit-jerit dan berlarian mencari perlindungan, dan akhirnya sang naga mempunyai ruang untuk merentangkan sayapnya: Mengangkat
kepala bertanduk ke arah udara dingin luar yang bisa dirasakannya melalui jalan masuk, ia melambung, dan dengan Harry, Ron dan Hermione masih berpegangan di punggungnya, makhluk itu mendobrak jalan melalui pintu logam, meninggalkannya terkait dan tergantung di engselnya, ketika ia terbang terhuyung-huyung melewati Diagon Alley dan melambung tinggi ke angkasa.
* Clankers **Chusioning Charm ***The Thief's Downfall ****Germino andFlagrante Curses
Bab 27 The Final Hiding Place Tempat Persembunyian Terakhir
Tak ada cara untuk mengendalikan sang naga; naga itu tak dapat melihat kemana ia pergi, dan Harry tahu bahwa jika naga itu berbelok dengan tajam atau berputar di udara, maka tidak mungkin bagi mereka untuk berpegangan ke punggungnya yang lebar. Meskipun demikian, saat mereka terbang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, London terbentang di bawah mereka seperti peta berwarna abu-abu dan hijau, perasaan gembira Harry yang meluap adalah suatu bentuk syukur atas sebuah pelarian yang nampak tidak mungkin. Ia membungkukkan badannya di atas leher naga itu, berpegang erat pada sisik-sisik metalik, dan angin sepoi-sepoi yang sejuk terasa menenangkan di kulitnya yang terbakar dan melepuh, sayap naga itu berkepak di udara seperti putaran kincir angin. Di belakangnya, apakah karena takut atau gembira Harry tidak tahu, namun Ron tak henti-hentinya menyerukan sumpah-serapah sekuat yang ia bisa, dan Hermione kelihatan menangis tersedu-sedu.
Setelah lima menit atau lebih, Harry kehilangan sebagian rasa takut bahwa naga itu akan melemparkan mereka dari punggungnya, karena naga itu kelihatannya tidak bermaksud apapun kecuali pergi sejauh mungkin dari penjara bawah tanah; walaupun begitu pertanyaan tentang bagaimana dan kapan mereka akan turun masih terasa agak menakutkan. Harry tidak tahu berapa lama seekor naga dapat terbang tanpa mendarat, atau bagaimana naga ini, yang nyaris tak dapat melihat, dapat menemukan tempat yang baik untuk mendarat. Ia melihat keadaan sekitar terus-menerus, dan membayangkan bahwa ia dapat merasakan tempat ia duduk menusuknya.
Berapa lama lagi waktu yang tersisa sebelum Voldemort mengetahui bahwa mereka telah menerobos masuk ke brankas penyimpanan* milik Lestrange"
Seberapa cepat para goblin dari Gringgots melaporkannya kepada Bellatrix" Seberapa cepat mereka menyadari apa yang telah diambil" Lalu, kapan mereka
akan menyadari bahwa piala emas telah hilang" Voldemort akan tahu, pada akhirnya, bahwa mereka sedang berburu Horcrux.
Sang naga sepertinya menginginkan udara yang lebih sejuk dan segar. Ia terbang terusmenerus, hingga mereka terbang melalui gumpalan awan yang dingin, dan Harry tak bisa lagi melihat titik-titik kecil beraneka warna yang sebenarnya adalah mobil yang keluarmasuk ibu kota di bawah mereka. Mereka terus terbang, di atas daerah pedesaan yang tampak seperti sebidang kain penuh tambalan berwarna hijau dan coklat, melintasi jalanjalan dan sungai-sungai yang meliuk-liuk melalui pemandangan seperti potonganpotongan pita, baik yang pudar maupun mengkilap.
"Menurutmu, apa yang dicarinya"" Ron berteriak saat mereka terbang lebih jauh dan lebih jauh lagi ke utara.
"Entahlah," Harry berteriak kembali kepada Ron. Tangannya terasa kebas karena dingin, tetapi ia tak berani untuk mencoba melepaskan genggamannya. Harry membayangkan apa yang akan mereka lakukan bila mereka melintasi garis pantai di bawah mereka, jika sang naga menuju ke laut lepas. Belum lagi dengan keadaan naga itu yang kelaparan dan kehausan. Kapan, Harry bertanya-tanya dalam hati, makhluk ini terakhir kali makan" Tentu saja ia akan membutuhkan makanan tak lama lagi" Dan bagaimana jika, pada suatu saat, ia menyadari bahwa ada tiga orang manusia yang dapat dimakan sedang duduk di punggungnya"
Matahari mulai tergelincir di langit, yang berubah warna menjadi nila; dan naga itu masih terbang, kota besar dan kecil di bawah mereka melintas cepat, sejenak tampak dan sejenak tak terl
ihat lagi, bayangan naga yang sangat besar itu meluncur di atas bumi bagaikan awan hitam raksasa. Semua bagian tubuh Harry terasa sakit karena usahanya untuk berpegangan pada punggung naga itu.
"Apakah ini hanya perasaanku," teriak Ron setelah beberapa saat dalam kesunyian, "atau kita memang kehilangan ketinggian""
Harry menoleh ke bawah dan melihat pegunungan dan danau yang hijau, sedikit berwarna tembaga saat matahari terbenam. Pemandangannya kelihatan lebih besar dan jelas ketika ia melihatnya melalui bagian samping tubuh sang naga, dan Harry membayangkan apakah sang naga telah meramalkan adanya air segar dengan kilasankilasan pantulan cahaya matahari.
Naga itu terbang lebih rendah dan lebih rendah lagi, berputar-putar membentuk lingkaran yang sangat besar, semakin mendekat ke atas permukaan sebuah danau kecil.
"Menurutku kita harus melompat begitu naga ini terbang cukup rendah!" Harry berkata pada yang lain, "Langsung ke dalam air sebelum ia menyadari kita di sini!"
Mereka menyetujuinya, Hermione sedikit pucat, sekarang Harry dapat melihat perut bagian bawah naga yang lebar dan berwarna kuning berdesir di atas permukaan air.
"SEKARANG!" Ia merayap di atas punggung naga dan terjun ke danau dengan kaki terlebih dahulu; dengan jarak yang ternyata lebih jauh daripada yang ia perkirakan dan ia menghantam air dengan sangat keras, jatuh bagaikan sebuah batu ke dalam dunia yang sangat dingin, hijau, dan dipenuhi alang-alang. Ia berenang ke arah permukaan dan muncul, terengahengah, untuk melihat riak membulat yang sangat besar, di tempat Ron dan Hermione jatuh. Naga itu kelihatannya tidak menyadari apapun, ia telah pergi sejauh lima puluh kaki, menukik rendah di atas danau untuk mengambil air dengan moncongnya yang berluka. Ketika Ron dan Hermione muncul, gemetar dan terengah-engah, dari kedalaman danau, naga itu terbang lagi, sayapnya mengepak sangat keras, dan akhirnya mendarat di tepi danau yangjauh.
Harry, Ron, dan Hermione berenang menuju ke pantai yang berlawanan dengan sang naga. Danaunya tak nampak dalam. Tidak berapa lama kemudian mereka tidak lagi berenang, akan tetapi lebih mirip bergumul dengan alang-alang dan lumpur, namun pada akhirnya mereka berhasil naik ke rumput yang licin dengan keadaan basah kuyup dan kelelahan. Hermione jatuh, batuk-batuk dan ketakutan. Meskipun Harry dapat berbaring dan tidur dengan gembira, ia berdiri terhuyung-huyung di atas kakinya, mengeluarkan tongkat, dan mulai memasang mantra pelindung seperti biasa di sekitar mereka.
Ketika ia telah selesai, ia bergabung dengan yang lain. Itu adalah kali pertama Harry melihat wajah kedua temannya sejak mereka melarikan diri dari brankas penyimpanan* Gringgots. Wajah mereka berdua merah terbakar di mana-mana, dan pakaiannya terbakar pula di beberapa tempat. Mereka bergerenyit kesakitan ketika mereka mengoleskan sari dittany ke atas luka-luka mereka yang banyak.
Hermione memberikan botol sari dittany tersebut kepada Harry, lalu ia mengambil tiga botol jus labu yang dibawanya dari Pondok Kerang dan jubah yang bersih, dan kering untuk mereka bertiga. Mereka berganti jubah, kemudian meneguk habis jus labu itu.
"Yah, berita baiknya," kata Ron akhirnya, yang sedang duduk sambil melihat kulit di tangannya tumbuh kembali,"kita mendapatkan Horcrux itu. Berita buruknya -"
"- tidak ada pedang," potong Harry dengan gigi bergeretak, sambil meneteskan sari dittany melalui lubang bekas terbakar pada celana jeansnya ke atas luka bakar yang besar di bawahnya.
"Tidak ada pedang," ulang Ron. "Pengkhianat kecil tukang tipu itu..."
Harry menarik Horcrux itu keluar dari saku jaketnya yang basah, yang baru ia lepas dan tergeletak di atas rumput di depan mereka. Benda itu berkilau ditimpa cahaya matahari, dan menarik perhatian mereka sembari mereka meneguk botol-botol jus labu mereka.
"Setidaknya kita tak bisa memakainya kali ini, benda itu pasti akan kelihatan aneh jika bergantung di leher kita," kata Ron, seraya menyeka mulut dengan punggung tangannya.
Hermione melihat ke seberang danau, ke tepi yang jauh dari mereka di mana naga itu masih minum.
"Apakah kau memikirkan
apa yang akan terjadi pada naga itu nanti"" ia bertanya, "Apakah ia akan baik-baik saja"'
"Kau mulai kedengaran seperti Hagrid," kata Ron, "Ia seekor naga, Hermione, ia bisa menjaga dirinya sendiri. Kau seharusnya lebih mengkhawatirkan tentang kita."
"Apa maksudmu""
"Yah, aku tak tahu bagaimana menjelaskan hal ini padamu," kata Ron "Tapi kurasa mereka mungkin sudah tahu kalau kita mengacau di Gringgots."
Mereka bertiga mulai tertawa, dan begitu mulai, sulit untuk berhenti. Tulang rusuk Harry terasa sakit, ia merasa pusing karena kelaparan, namun ia kembali berbaring di rumput, di bawah langit yang mulai kemerahan dan terus tertawa hingga kerongkongannya terasa kering.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang"' kata Hermione akhirnya, berusaha untuk kembali serius. "Ia akan tahu kan" Kau-Tahu-Siapa akan mengetahui bahwa kita tahu mengenai Horcrux-Horcrux nya!"
"Mungkin mereka akan terlalu takut untuk mengatakan padanya!" kata Ron penuh harap, "Mungkin mereka akan menutup-nutupi -" Langit, bau air danau, dan suara Ron, lenyap. Sakit membelah kepala Harry seperti sebuah tebasan pedang. Ia sedang berdiri di dalam ruangan bercahaya temaram, dan dikelilingi oleh penyihir-penyihir yang membentuk setengah lingkaran, dan di lantai tepat
di kakinya sedang berlutut seorang makhluk kecil, yang sedang gemetar.
"Apa kau bilang tadi"" Suaranya tinggi dan dingin, namun amarah dan rasa takut membara dalam dirinya. Satu-satunya hal yang ditakutinya - tapi ini tidak mungkin benar, ia tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi...
Goblin itu gemetaran, tidak berani menatap mata yang merah di atasnya.
"Katakan lagi!" bisik Voldemort. "Katakan lagi!"
"T-Tuanku,"goblin itu tergagap, matanya yang hitam terbelalak ketakutan, "T-Tuanku... Kami m-mencoba untuk me-menghentikan mereka... Pa-para penyamar itu, Tuanku... menerobos - menerobos masuk ke dalam - ke dalam brankas penyimpanan milik Lestrange..."
"Penyamar" Penyamar apa" Aku kira Gringgots mempunyai cara membongkar penyamaran dan penipuan" Siapa mereka""
"Mereka adalah... mereka adalah... b-bocah P-Potter dan k-kedua orang temannya..."
"Dan apa yang mereka ambil"" katanya, suaranya meninggi, ia ketakutan luar biasa, "Katakan padaku! Apa yang telah mereka ambil""
"Sebuah.. Sebuah p-piala emas k-kecil T-Tuanku..."
Teriakan amarah dan pengkhianatan meninggalkan raganya bak diteriakkan bukan olehnya. Ia telah dibuat gila, dan kebingungan, itu tidak mungkin benar, itu tidak mungkin, tak ada yang tahu mengenai hal ini. Bagaimana mungkin anak itu mengetahui rahasianya"
Tongkat Elder terayun membelah udara dan mengeluarkan sinar hijau yang melintasi ruangan; goblin yang berlutut itu mati tergelimpang; para penyihir yang menyaksikan dari depannya menyebar, ketakutan. Bellatrix dan Lucius Malfoy melemparkan goblin yang berada di belakang mereka dalam usaha mereka menuju pintu, berulang-ulang kali tongkatnya teracung, dan semua goblin yang tersisa dibunuh karena membawa berita tentang hilangnya piala emas itu
Sendirian di tengah-tengah mayat para goblin itu ia menghentak-hentakkan kakinya, dan bayangan-bayangan tersebut menghampirinya: harta bendanya, pelindungnya, jangkarnya menuju keabadian - buku harian itu telah hancur dan
piala itu telah dicuri. Bagaimana jika, bagaimana jika, anak itu tahu tentang yang lainnya" Tahukah ia, sudahkah ia bertindak, apakah ia telah menemukan Horcrux
lainnya" Apakah Dumbledore dalang dari semua ini" Dumbledore yang selalu mencurigainya; Dumbledore, yang telah mati karena perintahnya; Dumbledore, yang tongkatnya menjadi miliknya sekarang, yang juga menjangkaunya dari balik kematian, melalui anak itu, anak itu -.
Akan tetapi jika anak itu benar-benar telah menghancurkan salah satu dari Horcruxnya, pastinya ia, Lord Voldemort, akan mengetahuinya, akan merasakannya" Ia, penyihir terhebat di dunia; ia, penyihir terkuat; ia, pembunuh Dumbledore dan banyak orang-orang tak dikenal dan tak berharga lainnya. Bagaimana mungkin Lord Voldemort tidak tahu, jika ia, ia sendiri, penyihir yang paling penting dan berharga, telah diserang, dirusakkan"
Memang benar, ia tidak merasakan apa-ap
a pada saat buku harian itu dihancurkan, tetapi ia berpikir itu karena saat itu ia tidak mempunyai tubuh untuk merasakan, tidak lebih dari hantu... Tidak, pasti, yang lainnya aman...
Horcrux yang lain pasti masih utuh...
Tetapi ia harus tahu, ia harus memastikannya... Ia melangkah meninggalkan ruangan, menendang mayat goblin ketika ia melewatinya, dan bayangan-bayangan yang samar melintas di otaknya yang terasa mendidih: danau, pondok, dan Hogwarts Sebuah pikiran yang menenangkan amarahnya muncul tiba-tiba. Bagaimana mungkin anak itu mengetahui bahwa ia menyembunyikan cincin di pondok Gaunt" Tak ada seorang pun yang tahu kalau ia punya hubungan dengan keluarga Gaunt, ia telah menyembunyikan hubungan tersebut, pembunuhan itu tak pernah dilacak sampai pada dirinya. Cincin itu, pasti, masih aman.
Dan bagaimana mungkin anak itu, atau orang lain, mengetahui tentang gua itu atau menembus perlindungannya" Pemikiran tentang kalung itu telah dicuri tak terlintas di benaknya...
Dan mengenai yang di Hogwarts: Hanya ia yang tahu di mana ia menyimpan Horcrux itu, karena ia lah yang menyusun rahasia tempat itu...
Dan masih ada Nagini, yang harus selalu berada di dekatnya mulai saat ini, tak akan disuruh untuk melakukan apa-apa lagi, selalu berada di bawah pengawasannya ...
Tetapi untuk memastikannya, untuk benar-benar memastikannya, ia harus kembali ke masing-masing tempat persembunyiannya, ia harus menggandakan perlindungan di sekitar Horcrux-Horcrux nya... Suatu pekerjaan yang harus ia lakukan sendiri, seperti saat ia mencari Tongkat Elder...
Tapi yang mana yang harus ia kunjungi terlebih dahulu, yang mana yang berada dalam bahaya yang terbesar" Sebuah kekhawatiran lama terlintas di benaknya.
Dumbledore mengetahui nama tengahnya... Dumbledore pasti mengetahui hubungannya dengan para anggota keluarga Gaunt itu... Pondok itu mungkin yang paling berpotensi untuk ditemukan oleh mereka, kesanalah ia harus pergi terlebih dahulu...
Danau itu, pasti tidak mungkin... meskipun ada sedikit kemungkinan Dumbledore mengetahui beberapa kelakuan buruknya di masa lalu, melalui panti asuhan itu.
Dan Hogwarts.. meskipun begitu, ia yakin kalau Horcrux-nya yang disembunyikan di Hogwarts aman; tidak mungkin bagi Potter untuk masuk ke Hogsmeade tanpa ketahuan, jadi biarkanlah yang di Hogwarts. Meskipun demikian, ada baiknya untuk memperingati Snape mengenai kemungkinan anak itu akan mencoba masuk ke kastil. ... Untuk mengatakan kepada Snape mengapa anak itu mungkin kembali, tentu adalah ide bodoh; ia telah membuat kesalahan yang sangat fatal dengan mempercayai Bellatrix dan Malfoy. Bukankah kebodohan dan kecerobohan mereka telah membuktikan betapa tidak bijaksananya untuk mempercayakan rahasianya kepada orang lain"
Ia akan pergi ke pondok Gaunt terlebih dahulu, dan membawa Nagini bersamanya. Ia tak akan berpisah dari ular itu lagi... dan ia meninggalkan ruangan itu, melalui aula, dan menuju ke kebun yang gelap di mana terdapat air mancur yang sedang memancurkan air; ia memanggil Nagini dengan Parseltongue dan ular itu merayap mengikutinya seperti sebuah bayangan yang panjang...
Mata Harry mendadak terbuka saat ia kembali ke dirinya sendiri. Ia sedang berbaring di tepi danau sambil menatap matahari yang sedang terbenam, Ron dan Hermione menatap ke arahnya. Menilai dari wajah khawatir mereka, dan bekas lukanya yang masih sakit, penglihatan yang mendadak ke dalam pikiran Voldemort tadi sepertinya diketahui oleh mereka. Ia bangkit dengan susah payah, gemetar, merasa terkejut karena mendapati pakaian dan kulitnya masih basah, dan melihat piala itu tergeletak di rumput di dekatnya, dan danau, berwarna biru keemasan di saat matahari tenggelam.
"Ia tahu." Suaranya sendiri terdengar aneh dan rendah setelah tadi ia mendengar teriakan tinggi milik Voldemort keluar dari mulutnya. "Ia mengetahuinya dan akan segera memeriksa Horcrux lainnya, dan yang terakhir,"
ia telah berdiri, "ada di Hogwarts. Aku tahu. Aku tahu." "Apa""
Ron menatap heran ke arah Harry; Hermione duduk tegak, kelihatan khawatir. "Tapi apa yang kau lihat tadi" Bagaimana kau tahu""
"Aku melihat ia me ngetahui tentang piala itu, Aku - aku berada di dalam kepalanya, Ia" Harry mengingat tentang pembunuhan itu - "Ia benar-benar marah, dan juga takut, ia tidak mengerti bagaimana kita tahu, dan sekarang ia sedang memeriksa apakah Horcrux lainnya aman, cincin itu terlebih dahulu. Ia mengira kalau yang di Hogwarts adalah yang paling aman, karena ada Snape di sana, dan akan sangat sulit bagi kita untuk bisa masuk ke sana tanpa diketahui orang lain. Aku rasa ia akan memeriksa yang di Hogwarts belakangan, tapi ia masih bisa ke sana dalam beberapa jam
M "Apakah kau melihat di bagian mana dari Hogwarts benda itu berada"" tanya Ron, yang sekarang juga berusaha berdiri.
"Tidak, ia berkonsentrasi untuk memberi peringatan kepada Snape, ia tidak memikirkan di mana tepatnya Horcrux itu berada - "
"Tunggu, tunggu!" jerit Hermione ketika Ron menyambar Horcrux itu dan Harry mengambil Jubah Gaib lagi. "Kita tidak bisa pergi begitu saja, kita belum mempunyai rencana, kita harus - "
"Kita harus pergi," kata Harry dengan suara keras. Ia sangat ingin tidur di dalam tenda baru mereka, tetapi itu tidak mungkin sekarang, "Dapatkah kau bayangkan apa yang akan ia lakukan ketika ia menyadari bahwa cincin dan liontin itu telah hilang" Bagaimana jika ia memindahkan Horcrux yang berada di Hogwarts karena menganggap tempat itu tidak cukup aman"
"Tapi bagaimana cara kita masuk ke sana""
"Kita akan pergi ke Hogsmeade," kata Harry, "dan mencoba melakukan sesuatu ketika kita sudah melihat perlindungan seperti apa yang dilakukan oleh para DE di sekolah. Masuk ke bawah Jubah, Hermione, aku ingin kita tetap bersama sekarang."
"Tapi kita tidak benar-benar cukup -"
"Hari sudah gelap,tak akan ada yang dapat melihat kaki kita."
Suara kepakan sayap yang sangat besar menggema dari seberang danau yang gelap. Naga itu sudah puas minum dan kini akan terbang lagi. Mereka berhenti sesaat dari kesibukannya untuk memperhatikan naga itu terbang meninggi, hingga menembus awan yang hitam dan menghilang di balik pegunungan. Lalu
Hermione berjalan menuju ke arah kedua orang temannya dan berdiri di tengahtengah, Harry menarik Jubah Gaib sejauh yang ia bisa, dan mereka pun berputar di titik itu bersama-sama berjalan menuju kegelapan.
* kata vault (atau storage vault) umumnya digunakan sebagai kata untuk menunjukkan tempat untuk menyimpan barang berharga dalam jumlah yang besar. Bentuknya bermacam-macam, namun tidak selalu membentuk kubah. Bila ingin melihat bentuk umum dari vault, maka dapat menonton film Ocean's Eleven, atau membaca komik Donal Bebek (ya, Gudang Uang Paman Gober adalah contoh bagus untuk storage vault).
Bab 28 Cermin yang Hilang Kaki Harry menyentuh jalan. Ia melihat pemandangan yang menyakitkan, Jalan Utama Hogsmeade yang dikenalnya: bagian depan toko-toko yang gelap, garis bentuk pegunungan yang gelap di belakang desa, belokan jalan di depan yang menuju Hogwarts, cahaya yang tercurah dari jendela Three Broomstick, dan dengan sentakan di jantungnya, diingatnya, dengan ketepatan yang menusuk, bagaimana dia pernah mendarat di sini, nyaris setahun lalu, memapah Dumbledore yang lemah; kesemuanya dalam sedetik, saat mendarat-kemudian, saat ia mengendurkan pegangan pada lengan Ron dan Hermione, hal itu terjadi.
Udara terbelah oleh jeritan yang terdengar seperti jeritan Voldemort saat Voldemort menyadari piala sudah dicuri; mengoyak tiap helai syaraf di tubuh Harry, dan ia segera tahu bahwa kemunculan merekalah penyebabnya. Saat Harry memandang kedua temannya di bawah Jubah, pintu Three Broomstick terbuka cepat, selusin Pelahap Maut berjubah dan bertudung menghambur ke jalan, tongkat mereka teracung.
Harry menangkap pergelangan tangan Ron saat ia mengangkat tongkat. Terlalu banyak untuk bisa di-Pingsankan; bahkan mencobanya berarti memberitahu dengan sukarela pada para Pelahap Maut di mana mereka berada. Salah satu Pelahap Maut mengayunkan tongkat dan jeritan itu berhenti, masih menggema di pegunugan yang jauh.
"Accio Jubah!" raung salah satu Pelahap Maut.
Harry menahan lipatannya, tapi Jubah itu tak bergerak: Mantra Panggil tak mempan.
"Kau tidak sedang di bawah se
lubungmu, kalau begitu , Potter"" teriak Pelahap Maut yang mencoba mantra itu, lalu pada rekannya, "Berpencar. Dia di sini."
Enam Pelahap Maut berlari ke arah mereka: Harry, Ron, dan Hermione mundur secepat mereka bisa, ke sisi jalan kecil, dan nyaris terlanggar para Pelahap Maut, luput beberapa inci. Mereka menunggu dalam kegelapan, mendengar-dengar langkah kaki ke sana ke mari, sorot cahaya bersilangan di jalanan dari tongkat para Pelahap Maut yang sedang mencari.
"Mari kita pergi saja!" bisik Hermione, "Disapparate sekarang!"
"Gagasan yang bagus," sahut Ron, tapi sebelum Harry bisa menjawab, seorang Pelahap Maut berseru, "Kami tahu kau di sini, Potter, dan jangan coba-coba pergi! Kami akan menemukanmu!"
"Mereka sudah bersiaga," bisik Harry. "Mereka merancang mantra yang bisa memberitahu kalau kita datang. Kuperhitungkan mereka sudah berbuat sesuatu untuk menjaga kita tetap di sini, memerangkap kita-"
"Bagaimana kalau kita pakai Dementor"" seru Pelahap Maut yang lain,
"Lepaskan kekang mereka, mereka bisa cepat menemukannya."
"Pangeran Kegelapan ingin membunh Potter, tidak oleh orang lain, tapi oleh tangannya ..."
"-sesosok Dementor tidak akan membunuhnya. Pangeran Kegelapan menginginkan nyawa Potter, bukan jiwanya. Dia akan lebih mudah dibunuh jika dikecup dulu!"
Suara-suara menyetujui terdengar. Rasa takut menyelimuti Harry: untuk mengusir Dementior mereka harus membuat Patronus yang akan segera membuka rahasia mereka ada di mana.
"Kita harus mencoba Disapparate, Harry!" bisik Hermione.
Saat Hermione masih bicara, Harry sudah mulai merasa dingin yang tak wajar menyelimuti seluruh jalanan. Cahaya disedot dari mulai lingkungan sekeliling hingga ke atas ke bintang-bintang. Dalam kegelapan ia merasa Hermione memegang tangannya dan bersama, mereka berputar.
Udara yang mereka perlukan untuk bergerak seakan memadat: mereka tidak dapat ber-Disapparate: para Pelahap Maut sudah merapal mantranya dengan baik. Rasa dingin itu makin lama makin menusuk daging Harry. Ia, Ron, dan
Hermione mundur ke sisi jalan kecil, meraba-raba jalan sepanjang tembok, berusaha tidak menimbulkan suara. Lalu dari sudut meluncur tanpa suara, datanglah Dementor, sepuluh atau lebih, dapat terlihat karena Dementor itu lebih padat gelapnya dari lingkungan sekelilingnya, dengan jubah hitam mereka, dengan tangan berkeropeng dan membusuk. Dapatkah mereka merasakan ketakutan di sekitarnya" Harry yakin: mereka seperti datang lebih cepat, napas yang terseret-seret, bergemeretuk, yang ia benci, merasakan keputusasaan di udara, mengepungHarry mengacungkan tongkatnya: ia tidak mau, tidak akan, menderita kecupan Dementor, apapun yang terjadi setelahnya. Ia memikirkan Ron dan Hermione saat ia berbisik, "Expecto patronum!"
Rusa jantan perak meluncur dari tongkatnya dan menyerang: Dementor-Dementor bubar bertemperasan, lalu ada teriakan kemenangan entah dari mana.
"Itu dia, di sebelah sana, sebelah sana, aku lihat Patronusnya, seekor rusa jantan!"
Para Dementor sudah mundur, bintang-bintang muncul kembali, dan langkah-langkah kaki para Pelahap Maut semakin keras: tapi sebelum Harry yang panik bisa memutuskan apa yang harus dilakukan, ada bunyi gemerincing gerendel pintu dekat-dekat sini, sebuah pintu terbuka di sebelah kiri jalan yang sempit, dan suara yang kasar berkata, "Potter, ke sini, cepat!"
Harry menurut tanpa ragu: ketiganya meluncur cepat-cepat melalui pintu terbuka.
"Ke atas, tetap pakai Jubah, dan diam!" gumam sesosok tinggi, melewati mereka menuju ke jalanan dan membanting pintu di depannya.
Tadinya Harry tidak tahu ia ada di mana, tapi sekarang dia melihat, dengan cahaya remang-remang dari sebuah lilin, tempat yang kotor bertaburan serbuk kayu, bar Hog's Head. Mereka berlari di belakang tempat kasir, melalui pintu kedua menuju tangga kayu yang berderak-derak, mereka naik secepat mereka bisa. Tangga menuju ruang duduk dengan karpet usang dan perapian kecil, di atasnya tergantung sebuah lukisan cat minyak besar, seorang gadis pirang yang memandang ruangan dengan manis tetapi hampa.
Teriakan-teriakan terdengar dari jalanan di bawah. Masih menggunakan Jubah
Gaib, mereka bergerak diam-diam ke jendela dan memandang ke bawah.
Penyelamat mereka, yang Harry kenal sebagai pemilik bar Hog's Head, merupakan satu-satunya orang yang tidak memakai tudung.
"Terus kenapa"" teriaknya pada salah satu wajah yang bertudung. "Terus kenapa" Kau mengirim Dementor ke jalanku, aku mengirim Patronus balik!
Mereka nggak ada dekatdekat sini, sudah kubilang aku nggak dekat-dekat mereka!"
"Itu bukan Patronusmu!" sahut seorang Pelahap Maut, "Itu seekor rusa jantan, itu milik Potter!"
"Rusa jantan!" raung pemilik bar, dan ia mencabut tongkat, "Rusa jantan! Kau bodoh- expecto patronum!"
Sesuatu yang besar dan bertanduk muncul dari tongkat: kepala di bawah ia keluar menuju Jalan Utama dan menghilang dari pandangan.
"Itu bukan yang kulihat-" sahut Pelahap Maut itu, walau tak begitu yakin.
"Jam malam dilanggar, kau dengar suara," satu dari temannya berkata pada pemilik bar itu. "Seseorang ada di luar, di jalan melanggar peraturan-"
"Kalau aku mau mengeluarkan kucingku, aku akan, peduli apa dengan jam malam"" "Kau yang menjadikan Mantra Caterwauling berbunyi""
"Emangnya kenapa" Mau mengirimku ke Azkaban" Membunuhku karena aku mengeluarkan hidungku di depan pintuku sendiri" Lakukan saja kalau kau mau!
Asal, demi kepentinganmu sendiri, kau belum memencet Tanda Kegelapan kecilmu dan memanggil dia. Dia tidak akan suka dipanggil ke sini gara-gara aku dan kucing tuaku, kan""
"Jangan mengkhawatirkan kami," sahut salah satau Pelahap Maut,
"khawatirkan dirimu sendiri saja, melanggar jam malam!"
"Dan ke mana kalian akan bertransaksi Ramuan dan Racun kalau pubku ditutup"
Bagaimana dengan usaha sampinganmu"""Kau mengancam-""Mulutku tertutup, itu makanya kau bertransaksi lewatku, iya kan"" "Aku masih yakin kalau itu Patronus rusa jantan!" seru Pelahap Maut yang pertama."Rusa jantan"" raung pemilik bar, "Itu kambing, tolol!""Ya sudah, kita salah," sahut Pelahap Maut kedua, "melanggar jam malam lagi dan kami
tidak akan bermurah hati!" Para Pelahap Maut berjalan kembali ke Jalan Utama. Hermione mengerang lega, keluar dari Jubah dan terhenyak di kursi reyot. Harry menarik tirai hingga tertutup rapat, lalu
menarik Jubah dari dirinya sendiri dan Ron. Mereka bisa mendengar pemilik bar
di bawah, menggembok pintu bar, lalu menaiki tangga. Perhatian Harry terpecah pada sesuatu di rak di atas perapian: sebuah cermin kecil segiempat ditopang di atasnya, tepat di bawah lukisan gadis itu.
Pemilik bar itu memasuki kamar.
"Kalian benar-benar bodoh sekali," ucapnya kasar, menatap mereka satu persatu, "Apa
yang kalian pikirkan, datang kemari""
"Terima kasih," sahut Harry, "terima kasih kami tak akan cukup. Kau menyelamatkan hidup kami."
Pemilik bar itu menggerutu. Harry mendekatinya, menatap wajahnya, mencoba mengamati lewat rambutnya yang panjang, berserabut, kasar beruban dan janggutnya. Ia
memakai kacamata. Di balik lensanya yang kotor, matanya menusuk, biru cemerlang. "Jadi matamu yang kulihat di cermin""
Hening di kamar itu. Harry dan pemilik bar itu saling berpandangan. "Kau mengirim Dobby""
Pemilik bar itu mengangguk dan mencari-cari si peri rumah.
"Kukira, ia bersamamu. Di mana kau tinggalkan dia""
"Dia sudah mati," sahut Harry, "Bellatrbc Lestrange membunuhnya."
Wajah pemilik bar itu tidak menunjukkan perasaan. Setelah beberapa saat ia berkata,
"Aku turut berduka. Aku suka peri rumah itu."
Ia memalingkan diri, menyalakan lampu dengan jentikan tongkatnya, tidak menatap satupun di antara mereka.
"Kau Aberforth," sahut Harry pada punggung orang itu.
Ia tidak mengiyakan atau menyangkal, tapi membungkuk menyalakan api.
"Bagaimana kau dapat ini"" tanya Harry, berjalan menyeberangi kamar menuju cermin Sirius, pasangan dari cermin yang telah ia pecahkan nyaris dua tahun lalu.
"Beli dari Dung sekitar tahun lalu," sahut Aberforth, "Albus kasih tahu itu apa. Terus mencoba mengamatimu." Ron menahan napas.
"Rusa betina perak itu!" katanya bergairah. "Itu kau juga""
"Apa yang kaubicarakan"" tanya Aberforth.
"Seseorang mengirimkan Patronus rusa betina pada kami!"
"Otak macam begitu, kau bisa jadi Pelahap Maut, nak. Kan sudah kubuktikan bahwa P
atronusku kambing""
"Oh," sahut Ron, "Yeah ... well, aku lapar!" Ia menambahkan memberi alasan, karena perutnya berkeruyuk keras.
"Aku punya makanan," sahut Aberforth, dan menyelinap keluar dari kamar, muncul lagi beberapa saat kemudian dengan sebongkah besar roti, keju, dan sekendi mead, disimpannya di meja kecil di depan perapian. Mereka makan dengan rakus, dan untuk sementara suasana hening kecuali suara gemeretak api, dentingan piala dan suara mengunyah.
"Sekarang," saht Aberforth, saat mereka sudah kenyang, Harry dan Ron duduk merosot mengantuk di kursi mereka. "Kita harus memikirkan jalan terbaik untuk mengeluarkan kalian dari sini. Tidak bisa malam-malam, kau tahu apa yang terjadi bila kalian bergerak di luar saat gelap: Mantra Caterwauling terpasang, mereka akan langsung menyergapmu seperti Bowtruckles pada telur-telur Doxy. Kukira aku tidak akan bisa lagi pura-pura rusa jantan adalah kambing, untuk kedua kalinya. Tunggu sampai terang, jam malam dicabut, pakai lagi Jubah kalian dan pergilah dengan jalan kaki. Keluar dari Hogsmeade, naik ke pegunungan, dan kalian bisa ber-Disapparate dari sana. Mungkin ketemu Hagrid. Dia sembunyi di gua dengan Grawp sejak mereka mencoba menangkapnya.
"Kami tidak akan pergi," sahut Harry, "Kami harus masuk ke Hogwarts."
"Jangan bodoh, nak," sahut Aberforth. "Kami harus," sahut Harry.
"Yang harus kalian lakukan," sahut Aberforth, duduk maju, "adalah menjauh dari sini sejauh yang kalian bisa."
"Kau tak mengerti. Tak ada waktu lagi. Kami harus masuk ke kastil. Dumbledoremaksudku, kakakmu-menginginkan kami-"
Cahaya api membuat lensa buram kacamata Aberforth sejenak tak tembus pandang, putih
cemerlang, dan Harry ingat mata buta laba-laba raksasa, Aragog.
"Kakakku Albus menginginkan banyak hal," sahut Aberforth, "dan orang biasanya
terluka saat dia menjalankan rencana besarnya. Kau pergilah menjauh, Potter, ke luar
negeri kalau bisa. Lupakan kakakku dan rencana besarnya. Dia sudah pergi, tak ada
satupun yang bisa melakukannya, dan kau tak berhutang apapun padanya."
"Kau tak mengerti," sahut Harry.
"Oh, aku tidak mengerti"" sahut Aberforth tenang. "Kau mengira aku tidak mengerti
kakakku sendiri" Kau kira kau lebih tahu tentang Albus daripadaku""
"Aku tak bermaksud begitu," sahut Harry, otaknya terasa melempem karena lelah dan
kekenyangan makanan dan anggur. "Dia ... dia meninggalkan pekerjaan untukku."
"Yang benar"" sahut Aberforth. "Pekerjaan yang bagus, kuharap"
Menyenangkan" Mudah" Macam yang bisa dikerjakan oleh penyihir anak tak berpengalaman tanpa memaksakan diri""
Ron tertawa suram, Hermione terlihat tegang.
"Aku-tidak mudah, tidak," sahut Harry. "Tapi aku harus-"
"'Harus'" Kenapa 'harus'" Dia kan sudah mati, ya kan"" sahut Aberforth kasar. "Biarkan saja, nak, kalau tidak kau akan menyusulnya! Selamatkan dirimu!: "Aku tidak bisa." "Kenapa tidak""
"Aku-" Harry merasa kewalahan; ia tidak bisa menjelaskan, jadi terpaksa dia menyerang, "Tapi kau juga berjuang, kau anggota Orde Phoenix-"
"Dulunya," sahut Aberforth. "Orde Phoenix sudah tamat. Kau-Tahu-Siapa menang, sudah
berlalu, dan siapapun yang berpura-pura bahwa dia berbeda, dia sedang mempermainkan dirinya sendiri. Tak akan pernah aman kalau kau di sini, Potter, dia menginginkanmu sekali. Jadi, pergilah ke luar negeri, bersembunyi, selamatkanlah dirimu. Paling baik kalau sekalian bawa keduanya," ia menyentakkan jempolnya pada Ron dan Hermione. "Mereka ada dalam bahaya selama berada denganmu, setiap orang tahu mereka bekerja sama denganmu."
"Aku tak bisa pergi," sahut Harry. "Aku ada kerjaan-"
"Berikan saja pada orang lain!"
"Aku tak bisa. Harus aku yang melakukannya. Dumbledore menjelaskannya padaku-" "Oh, benarkah" Dan apakah dia menjelaskan semuanya, apakah dia jujur padamu""
Harry ingin menjawab 'ya' dengan segenap hatinya, tapi bagaimanapun kata yang sederhana itu tidak keluar dari bibirnya. Aberforth seperti tahu apa yang dipikirkannya.
"Aku tahu siapa kakakku, Potter. Ia belajar berahasia sedari kecil. Rahasia dan dusta, begitulah kami tumbuh, dan Albus ... dia memang sepantasnya."
Mata lelaki tua itu mengembara ke lukisan g
adis di rak di atas perapian.
Lukisan itu, sekarang Harry mengamati baik-baik, adalah satu-satunya lukisan dalam ruangan. Tak ada foto Albus Dumbledore, juga siapapun.
"Mr Dumbledore," sahut Hermione agak takut-takut. "Apakah itu saudari Anda" Ariana"" "Ya," sahut Aberforth pendek. "Habis baca Rita Skeeter, ya, Nona""
Meski hanya disinari oleh cahaya kemerahan dari perapian, nampak jelas bahwa Hermione merona wajahnya. "Elphias Doge menyebutnya pada kami," sahut Harry mencoba membela Hermione.
"Bodoh tua itu," gumam Aberforth, meneguk meadnya. "Dia berpikir apapun yang keluar dari mulut Albus pasti yang bagus-bagus. Well, kebanyakan orang juga begitu, kalian bertiga termasuk, sepertinya."
Harry terdiam. Dia tidak mau mengeluarkan keraguan dan kebimbangan mengenai Dumbledore yang telah menjadi teka-teki baginya selama berbulan-bulan ini. Ia sudah membuat pilihan saat menggali kuburan Dobby, dia sudah memutuskan untuk melanjutkan sepanjang jalan yang berliku dan berbahaya yang sudah ditunjukkan oleh Albus Dumbledore baginya, untuk menerima bahwa ia tidak diberitahu semua yang ingin ketahui, tapi sederhana: hanya percaya. Dia tidak punya keinginan untuk ragu lagi, dia tidak ingin mendengar apa-apa yang bisa membelokkannya dari tujuan. Ia bertemu dengan pandangan Aberforth yang mirip sekali dengan pandangan kakaknya: mata biru cemerlang yang memberi kesan yang sama bahwa mata itu sedang mengawasi setajam sinar-X, dan Harry mengira bahwa Aberforth tahu apa yang ia pikirkan,dan memandangnya rendah karenanya.
"Profesor Dumbledore memperhatikan Harry, sangat memperhatikan," sahut Hermione dalam suara rendah.
"Apa benar"" sahut Aberforth. "Lucunya, banyak orang yang kakakku sangat perhatikan, berakhir dengan keadaan yang lebih buruk dibandingkan kalau dia tidak ikut campur."
"Apa maksud Anda"" tanya Hermione menahan napas.
"Tidak usah peduli," sahut Aberforth.
"Tapi itu hal yang serius untuk dibicarakan," sahut Hermione. "Apa Anda- apa Anda berbicara tentang saudari Anda""
Aberforth memandanginya; bibirnya bergerak seperti mengunyah kata-kata yang ia tak jadi ucapkan. Lalu ia tiba-tiba berbicara.
"Waktu saudariku baru enam tahun, ia diserang, dirancang oleh tiga anak lakilaki Muggle. Mereka pernah melihat saudariku melakukan sihir, memata-matainya lewat pagar tanaman taman belakang; dia masih anak kecil, dia tidak bisa mengendalikannya, tak ada penyihir yang bisa mengendalikan sihir
seusianya. Kukira apa yang anak-anak Muggle itu lihat, membuat mereka takut.
Mereka memaksakan kehendak mereka sampai ke pagar tanaman, dan saat saudariku tak bisa menunjukkan muslihatnya, mereka jadi keterlaluan, mencoba menghentikan anak aneh itu."
Mata Hermione terlihat besar di cahaya api, Ron terlihat agak muak.
Aberforth berdiri, jangkung seperti Albus, tiba-tiba jadi mengerikan dalam kemarahan dan rasa nyeri.
"Itu menghancurkannya, apa yang mereka lakukan: saudariku tidak pernah pulih lagi. Dia tidak mau menggunakan sihir, tapi dia tidak dapat menghalaunya; masuk ke dalam batinnya dan membuatnya gila, meledak keluar saat ia tak bisa mengendalikannya, saat itu ia aneh dan berbahaya. Tapi sebetulnya dia itu manis, ketakutan, dan tak berbahaya."
"Dan ayahku mencari para bajingan yang berbuat ini," sahut Aberforth, "dan menyerang mereka. Ayahku ditahan di Azkaban karenanya. Ayah tak pernah bilang mengapa ia melakukannya, karena kalau Kementrian tahu jadi apa sekarang Ariana, dia akan dikunci di St Mungo untuk selamanya. Mereka melihatnya sebagai ancaman serius bagi Undang-Undang Kerahasiaan Sihir Internasional, jika tidak seimbang seperti dia, dengan sihir meledak keluar darinya setiap saat, saat ia tidak menahannya lebih lama."
"Kami harus menjaganya agar dia aman dan tenang. Kami pindah rumah, purapura dia sakit, ibu kami menjaganya, mencoba membuat dia tenang dan bahagia."
"Dia sangat menyukaiku," sahut Aberforth, saat ia mengatakannya, sosok seorang pelajar yang kotor membayang dari janggutnya yang kusut. "Bukan Albus, dia selalu ada di kamar saat di rumah, membaca buku-bukunya, menghitung penghargaanpenghargaannya, berkorespondensi dengan 'nam
a-nama yang paling terkemuka di dunia sihir saat ini'," Aberforth menyeringai, "dia tidak mau diusik soal saudarinya. Ariana paling menyukaiku. Aku bisa membuatnya makan kalau dia tak mau makan kalau disuruh oleh ibu, aku bisa menenangkannya saat ia sedang mengamuk, dan saat ia sedang tenang biasanya ia membantuku memberi makan kambing-kambingku."
"Lalu, saat ia berusia empat belas ... lihat, aku sedang tidak di rumah," sahut Aberforth. "Kalau aku ada di rumah, aku akan bisa menenangkannya. Dia mengamuk, dan ibuku tidak semuda dulu, dan ... itu kecelakaan. Ariana tidak bisa mengendalikannya. Tapi ibuku terbunuh."
Harry merasa ada campuran yang mengerikan antara rasa kasihan dan jijik; dia
tak mau mendengar lagi, tapi Aberforth terus berbicara dan Harry bertanya-tanya kapan terakhir ia bicara tentang hal ini; atau sebenarnya, pernahkah Aberforth membicarakan hal ini.
"Dan hal ini membatalkan perjalanan Albus keliling dunia bersama Doge kecil.
Mereka berdua pulang saat pemakaman ibu, Doge lalu pergi lagi sendirian dan Albus ditetapkan sebagai kepala keluarga. Ha!"
Aberforth meludah ke perapian.
"Aku akan bisa merawat Ariana, sudah kubilang, aku tidak peduli soal sekolah, aku akan tinggal di rumah dan melakukannya. Albus bilang aku harus menyelesaikan pendidikan dan dia yang akan mengambil alih tugas ibu. Penurunan untuk Mr Brilliant, tak ada penghargaan untuk mengurus adik yang setengah gila, mencegahnya meledakkan rumah tiap dua hari sekali. Tapi untuk beberapa minggu semua baik-baik saja ... sampai dia datang."
Dan sekarang raut yang benar-benar berbahaya merayap di wajah Aberforth.
"Grindelwald. Akhirnya kakakku punya mitra setara untuk berbicara, seseorang yang cemerlang dan berbakat seperti dia dulu. Merawat Ariana merupakan suatu kemunduran, sementara mereka merencanakan semua rancangan untuk tata kepenyihiran baru, dan mencari Hallows dan entah apalagi yang menarik perhatian mereka. Rencana besar untuk keuntungan seluruh masyarakat sihir, dan jika ada seorang gadis muda diabaikan, memangnya kenapa, kan Albus sedang bekerja untuk the greater good""
Tapi beberapa minggu sesudahnya, kukira cukup sudah. Sudah waktunya aku kembali ke Hogwarts, jadi kukatakan pada mereka, keduanya, berhadap-hadapan, seperti aku dan kau sekarang," dan Aberforth memandang Harry, dan diperlukan sedikit imajinasi untuk melihatnya sebagai remaja kurus tapi kuat, dan marah, berhadapan dengan kakak lakilakinya. "Kubilang, kau menyerah saja, sekarang. Kau tak bisa membuatnya berpindahpindah, dia tidak dalam kondisi baik, kau takkan bisa membawanya denganmu ke manapun yang kau rencanakan, saat kau berpidato mencoba menyiapkan seorang pengikut. Dia tak menyukainya," sahut Aberforth, dan matanya terhalang sejenak oleh cahaya perapian di lensa kacamatanya: bersinar putih dan buta lagi. "Grindelwald sana sekali tidak menyukainya. Ia marah. Dia bilang padaku bahwa aku hanya anak kecil bodoh, mencoba menghalangi jalannya dan kakak laki-lakiku yang brillian ...
tidakkah aku mengerti, saudariku yang malang tidak harus disembunyikan jika mereka sudah mengubah dunia, menuntun para penyihir keluar dari persembunyian dan mengajarkan pada para Muggle di mana sebenarnya tempat mereka""


Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu terjadilah adu pendapat ... aku mencabut tongkatku, ia mencabut tongkatnya, dan aku terkena Kutukan Cruciatus yang dirapal oleh teman baik kakakku-dan Albus mencoba menghentikannya, kami bertiga berduel, cahaya berkilatan dan ledakan membuat Ariana siaga, dia tidak bisa menahannya-"
Warna lenyap dari wajah Aberforth seperti dia telah menderita luka yang mematikan.
"-dan kukira Ariana mau melerai, tapi dia tidak benar-benar tahu apa yang sedang ia lakukan, dan aku tidak tahu siapa di antara kami yang melakukannya, bisa siapa saja- dan Ariana tewas."
Suaranya berhenti di kata terakhir, dan dia jatuh di kursi terdekat. Wajah Hermione basah oleh air mata dan Ron nyaris sama pucatnya dengan Aberfoth.
Harry tak merasakan apaapa kecuali kejijikan: ia berharap ia tidak harus mendengar ini, berharap bisa mencuci benaknya.
"Aku sangat ... sangat menyesal," Hermione berbisik. "Pergi,"
sahut Aberforth. "Pergi selamanya."
Ia menyeka hidungnya dengan manset lengan bajunya dan berdeham.
"Tentu saja Grindelwald lari ketakutan. Dia sudah punya catatan jelek di negaranya, dan ia tidak mau Ariana dimasukkan ke dalam catatannya. Dan Albus bebas, iya kan" Bebas dari beban saudarinya, bebas untuk menjadi penyihir terhebat se-"
"Dia tak pernah bisa bebas," sahut Harry.
"Maaf"" sela Aberforth.
"Tak pernah," sahut Harry. "Malam kakakmu meninggal, ia meminum ramuan yang membuatnya kehilangan pikiran. Ia mulai berteriak, memohon pada seseorang yang tak ada di sana. 'Jangan sakiti mereka, please ... sakiti aku saja'"
Ron dan Hermione menatap Harry. Harry tak pernah menceritakan secara rinci tentang apa yang terjadi di pulau di danau: peristiwa yang terjadi setelah ia dan Dumbledore kembali ke Hogwarts sudah menutupi kesemuanya.
"Ia kira ia kembali ke masa di mana ia bersamamu dan Grindelwald, aku tahu itu," sahut Harry mengenang Dumbledore merengek, memohon. "Ia kira ia sedang menyaksikan Grindelwald menyakitimu dan Ariana ... itu siksaan untuknya. Kalau kau melihat dia saat itu, kau tak akan mengatakan bahwa ia
sudah bebas." Aberforth seolah tersesat dalam renungan atas tangannya yang berburik-burik. Setelah jeda yang panjang, ia berkata, "Bagaimana kau bisa yakin, Potter, bahwa kakakku tidak lebih tertarik pada the greater good daripada dirimu" Bagaimana kau yakin kau tidak mudah dibuang, seperti adik kecilku""
Sepotong es menur ih jantung Harry.
"Aku tak percaya. Dumbledore mencintai Harry," sahut Hermione.
"Kenapa dia tidak menyuruh Harry untuk bersembunyi, kalau begitu"" sergah Aberforth balik. "Kenapa dia tidak bilang pada Harry, pedulikan dirimu sendiri, begini caranya untuk selamat""
"Karena," sahut Harry, sebelum Hermione sempat menjawab, "kadang-kadang kau harus berpikir lebih jauh dari keselamatanmu sendiri! Kadang kau harus berpikir tentang the greater good! Ini perang!"
"Kau baru tujuh belas tahun, nak!"
"Aku sudah akil balig, dan aku akan terus berjuang walau kau sudah menyerah!" "Siapa bilang aku menyerah""
'"Orde Phoenix sudah tamat,'" Harry mengulang, '"Kau-Tahu-Siapa menang, sudah berlalu, dan siapapun yang berpura-pura bahwa dia berbeda, dia sedang mempermainkan dirinya sendiri.'"
"Aku tidak bilang aku menyukainya, tapi itu kenyataan!"
"Tidak, itu bukan kenyataan,' sahut Harry. "Kakakmu tahu bagaimana cara melenyapkan Kau-Tahu-Siapa dan dia menurunkan pengetahuannya padaku. Aku akan terus berusaha sampai aku berhasil-atau aku mati. Jangan kira aku tak tahu bagaimana akhirnya semua ini. Aku sudah tahu bertahun-tahun."
Harry menunggu Aberforth mencemooh atau mendebat, tetapi dia tidak melakukannya. Dia hanya mengerutkan dahi.
"Kami perlu masuk ke Hogwarts," sahut harry lagi. "Kalau kau tak bisa menolong kami, kami akan menunggu terang, meninggalkanmu dengan damai dan mencoba mencari jalan masuk sendiri. Kalau kau bisa menolong kami-well, sekarang akan jadi waktu yang bagus untuk mengatakannya."
Aberforth tetap diam di kursinya, memandang Harry dengan mata yang
luarbiasa mirip dengan kakaknya. Akhirnya ia berdeham, berdiri, berjalan memutar meja kecil dan mendekati lukisan Ariana.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan," sahutnya.
Ariana tersenyum, berbalik dan berjalan menjauh, tidak seperti biasanya orang dalam lukisan, keluar dari sisi bingkai, yang ini berjalan sepanjang apa yang nampak seperti terowongan panjang yang dilukiskan di belakangnya.
Mereka mengamati sosok langsingnya mundur sampai akhirnya lenyap di telan kegelapan.
"Er-apa-" Ron mulai.
"Hanya ada satu jalan masuk," sahut Aberforth. "Kau harus tahu mereka menjaga semua jalan masuk rahasia yang lama di kedua ujungnya, Dementor di seluruh tembok perbatasan, berpatroli teratur di dalam sekolah menurut sumberku. Tempat ini belum pernah dijaga ketat begini. Bagaimana kau bisa mengharapkan bisa berbuat sesuatu
sekali kau di dalam, dengan Snape berkuasa dan Carrow bersaudara sebagai wakil-wakilnya ... well, itu yang kau cari kan" Kau bilang kau sudah bersiap untuk mati."
"Tapi apa ..." sahut Hermione, keningnya berkerut pada lukisan Ariana.
Seb uah titik putih kecil muncul kembali di ujung lukisan terowongan, dan sekarang Ariana berjalan kembali ke arah mereka, makin lama makin besar. Tapi ada seseorang bersamanya sekarang, seseorang yang lebih tinggi dari Ariana, berjalan terpincangpincang nampak bergairah. Rambutnya lebih panjang dari apa yang biasa Harry lihat: dia nampak sudah menderita beberapa luka di wajah, pakaiannya robek. Makin lama makin besar dua sosok itu, hingga hanya kepala dan bahu mereka yang mengisi lukisan itu. Lalu kesemuanya berayun di dinding seperti pintu kecil, dan jalan masuk ke terowongan yang nyata terbukalah. Keluar dari situ, rambut panjang, wajah penuh luka, jubahnya sobek, memanjatlah Neville Longbottom yang nyata, meraung girang, melompat turun dari rak di atas perapian dan berteriak, "Aku tahu kau akan datang! Aku tahu, Harry!"
Bab 29 Lost Diadem Diadem yang Hilang [Note: sama dengan bab 30, tadinya diadem akan diterjemahkan menjadi mahkota, meski bentuknya berbeda, tapi ternyata diadem juga ada dalam bahasa Indonesia, ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tesaurus Bahasa Indonesia
- penerjemah] "Neville-apa yang-bagaimana""
Tapi Neville juga melihat Ron dan Hermione, memeluk mereka juga dengan teriakan kegembiraan. Makin lama Harry mengamati Neville, makin jelek kelihatannya: satu mata bengkak, kuning dan ungu, ada tanda tercungkil di wajahnya, keadaannya tak terurus mengisyaratkan bahwa dia selama ini hidup keras. Tapi roman mukanya bersinar-sinar dengan kebahagiaan saat ia melepas Hermione, dan berkata lagi, "Aku tahu kau akan datang! Aku terus bilang pada Seamus, ini hanyalah masalah waktu!"
"Neville, apa yang terjadi padamu""
"Apa" Ini"" Neville mengabaikan luka-lukanya dengan satu goyangan kepala. "Ini bukan apa-apa. Seamus lebih buruk. Kau lihat saja nanti. Kita pergi sekarang"
Oh," ia menoleh pada Aberforth, "Ab, mungkin akan ada beberapa orang lagi yang akan datang."
"Beberapa lagi"" ulang Aberforth tak senang. "Apa maksudmu, beberapa lagi, Longbottom" Ada jam malam dan Mantra Caterwauling diterapkan di seluruh desa!"
"Aku tahu, makanya mereka akan ber-Apparate langsung ke dalam bar," sahut Neville. "Langsung kirim saja mereka ke jalan tembus kalau mereka sudah di sini, ya" Makasih banyak!"
Neville memegang tangan Hermione dan membantunya memanjat rak di atas tungku masuk ke terowongan; Ron mengikuti, lalu Neville. Harry berkata pada Aberforth.
"Aku tak tahu bagaimana berterimakasih padamu. Kau menyelamatkan kami, dua kali."
"Jaga mereka, kalau begitu." sahut Aberforth keras, "Aku mungkin tidak bisa menyelamatkan mereka untuk ketiga kalinya."
Harry merangkak naik ke rak di atas tungku dan menuju lubang di belakang lukisan Ariana. Ada undakan batu yang halus di sisi sebelah sana, sepertinya jalan tembus itu sudah ada selama bertahun-tahun. Lampu kuningan tergantung di dinding, lantai berbau tanah, licin dan halus; saat mereka berjalan bayangan mereka bergetar, membesar, sepanjang dinding.
"Sudah berapa lama ini ada di sini"" Ron bertanya saat mereka mulai berjalan.
"Tidak ada di Peta Perompak, kan Harry" Kukira hanya ada tujuh jalan tembus di dalam dan di luar sekolah""
"Mereka menyegel semuanya sebelum sekolah mulai," sahut Neville, "tidak mungkin bisa melewatinya sekarang, dengan berbagai kutukan di pintu masuknya, para Pelahap Maut dan para Dementor menunggu di pintu keluarnya."
Ia berjalan mundur, bercahaya matanya melihat mereka. "Tak usah meributkan soal itu ... apakah betul" Kalian menerobos Gringotts" Melarikan diri pakai naga" Di mana-mana tiap orang membicarakan itu. Terry Boot dipukuli Carrow karena meneriakkan itu di Aula Besar saat makan."
"Yeah, itu memang betul," sahut Harry.
Neville tertawa gembira. "Apa yang kalian lakukan dengan naga itu""
"Melepaskannya ke alam bebas," sahut Ron, "Hermione ingin memeliharanya-" "Jangan melebih-lebihkan, Ron-"
"Tapi apa yang sedang kalian lakukan" Orang-orang bilang kalian sedang dalam pelarian, Harry, tapi kukira tidak. Aku pikir kalian punya tujuan."
"Kau benar," sahut Harry, "tapi ceritakan dulu tentang Hogwarts, Neville, kami belum mendengar apa-apa." "Hogwarts
... well, Hogwarts sudah tidak seperti dulu lagi," sahut Neville, senyum
lenyap dari wajahnya. "Kalian tahu tentang Carrow bersaudara""
"Dua Pelahap Maut yang mengajar di sini""
"Lebih dari mengajar," ujar Neville, "Tugas mereka mengawasi disiplin. Mereka suka memberi hukuman, Carrow bersaudara ini." "Seperti Umbridge""
"Nah, mereka membuat Umbridge kelihatan jinak. Guru-guru lain seharusnya
melaporkan kami pada Carrow bersaudara kalau kami berbuat salah. Tentu saja mereka tidak melakukannya jika mereka bisa menghindarinya. Kau bisa bilang para guru membenci mereka sama seperti kami."
"Amycus, orang itu, dia mengajar apa yang biasanya disebut Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, kecuali bahwa sekarang menjadi Ilmu Hitam saja. Kami harus berlatih Kutukan Cruciatus pada orang-orang yang mendapat detensi
Nurseta Satria Karang Tirta 12 Wiro Sableng 191 Jabrik Sakti Wanara Putri Berdarah Ungu 2

Cari Blog Ini