Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Yang Hilang 7

The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero Bagian 7


dengan suara melengking. "Nah, kaudengar sendiri" Aku tidak pernah membaca. Mana ada waktu" Tapi
jelas bahwa manusia fana mencintaiku. Jadi, akan kita ganti gelar resmiku menjadi dewa angin. Lalu,
mengenai gaji dan sebagainya?" "Pak," ujar Jason, "kami bukan dari Olympus." Aeolus berkedip.
"Tapi?" "Saya putra Zeus, memang benar," kata Jason, "tapi kami ke sini bukan untuk menegosiasikan kontrak
Bapak. Kami sedang menjalani misi dan butuh pertolongan Bapak." Ekspresi Aeolus mengeras. "Seperti
terakhir kali itu" Seperti semua pahlawan yang datang ke sini" Dasar demigod! Kahan selalu saja datang
demi kepentingan kalian sendiri, ya?" "Pak, mohon maklum, saya tidak ingat tentang kunjungan saya
yang terakhir kali itu, tapi jika Bapak pernah menolong saya sebelumnya?" "Aku selalu menolong! Yah,
kadang-kadang aku menghancur-kan, tapi biasanya aku menolong, dan terkadang aku diminta
melakukan keduanya pada saat bersamaan! Malah, Aeneas, yang pertama dari kaummu?" "Kaum
saya?" tanya Jason. "Maksud Bapak, demigod?" "Oh, sudahlah, jangan berlagak pilon!" kata Aeolus.
"Maksudku demigod aliranmu. Kautahu, Aeneas, putra Venus"satu-satunya pahlawan Troya yang
selamat. Ketika orang-orang Yunani membumihanguskan kotanya, dia kabur ke Italia. Di sana, dia
mendirikan kerajaan yang kelak menjadi Romawi, bla, bla, bla. Itulah yang kumaksud." "Saya tetap tidak
paham," Jason mengakui. Aeolus memutar-mutar bola matanya. "Intinya, aku terjebak di tengah-tengah
konflik itu juga! Juno memanggil: 'Oh, Aeolus, hancurkan kapal Aeneas untukku. Aku tidak
menyukainya.' Kemudian Neptunus berkata, Tidak, jangan lakukan! Itu wilayahku. Redakan angin.'
Kemudian Juno bilang, hancurkan kapalnya, atau kulaporkan kepada Jupiter bahwa kau tidak kooperatiff
Menurutmu mudah menuruti permintaan yang bertentangan seperti itu?" "Tidak," kata Jason. "Saya
rasa tidak." [ 442 1 "Belum lagi Amelia Earhart! Aku masih mendapat telepon marah-marah dari Olympus karena
menjatuhkannya dari langit!" "Kami hanya menginginkan informasi," kata Piper dengan suaranya yang
paling menenangkan. "Kami dengar Bapak mengetahui segalanya." Aeolus meluruskan kelepak jasnya
dan amarahnya tampak agak reda. "Yah ... itu benar, tentu saja. Contohnya, aku tahu bahwa perkara
ini?"dia menggoyang-goyangkan jarinya kepada mereka bertiga?"siasat nekat Juno untuk menyatukan
kalian semua, kemungkinan akan berakhir dengan pertumpahan darah. Sedangkan kau, Piper McLean,
aku tahu ayahmu sedang terjebak dalam masalah serius." Dia mengulurkan tangan, dan secarik kertas
terbang ke telapaknya. Kertas tersebut memuat foto Piper dengan seorang laid-laid yang pasti adalah
ayahnya. Wajah laki-laki itu memang tampak tidak acing. Jason lumayan yakin dia pernah melihat ayah
Piper dalam sejumlah film. Piper mengambil foto tersebut. Tangannya gemetaran. "Ini"ini dari dompet
ayah saya." "Ya," kata Aeolus. "Semua benda yang hilang ditiup angin akhirnya datang kepadaku. Foto
itu tertiup ketika Anak Bumi menangkapnya." "Apa Bumi?" tanya Piper. Aeolus mengesampingkan
pertanyaan tersebut dan me-mandang Leo sambil menyipitkan matanya. "Nah, sedangkan kau, putra
Hephaestus ... ya, aku melihat masa depanmu." Selembar kertas lainnya jatuh ke tangan sang dewa
angin"kertas tua usang bergambar krayon. Leo mengambilnya seakan kertas tesebut dilapisi racun. Dia
terhuyung-huyung ke belakang. "Leo?" ujar Jason. "Apa itu?"
"Sesuatu yang ku"kugambar waktu aku kecil." Leo melipat kertas itu cepat-cepat dan memasukkannya
ke mantel. "Ini iya, bukan apa-apa kok." Aeolus tertawa. "Sungguh" Itu adalah kunci menuju keberhasilanmu! Nah, sampai di mana kita" Ah, ya, kalian menginginkan informasi. Apa kalian yakin" Kadangkadang informasi bisa berbahaya." Dia tersenyum kepada Jason seakan sedang menantangnya. Dia
belakangnya, Mellie menggeleng-gelengkan kepala untuk memperingatkan. "Iya," kata Jason. "Kami
harus menemukan sarang Enceladus." Senyum Aeolus meluruh. "Si raksasa" Buat apa kalian ingin pergi
ke sana" Dia mengerikan! Dia bahkan tidak menonton programku!" Piper mengangkat fotonya. "Pak
Aeolus, dia menahan ayah saya. Kami harus menyelamatkan ayah saya dan mencari tahu di mana Hera
ditawan." "Wah, itu mustahil," kata Aeolus. "Aku sendiri tidak dapat melihatnya padahal, percayalah
padaku, aku sudah mencoba. Ada tabir sihir yang menyembunyikan lokasi Hera"sangat kuat, mustahil
ditemukan." "Hera berada di sebuah tempat yang disebut Rumah Serigala," Jason berkata. "Tunggu
dulu!" Aeolus menempelkan tangan ke dahinya dan memejamkan mata. "Aku mendapat sesuatu! Ya, dia
berada di tempat yang disebut Rumah Serigala! Sayangnya, aku tak tahu di mana letaknya." "Enceladus
tahu," Piper berkeras. "Jika Bapak membantu kami menemukannya, kami bisa mencapai lokasi
penahanan sang dewi?"
[ 444 1 JASON "Iya," kata Leo menimpali. "Dan jika kami menyelamatkan Hera, dia pasti sangat berterima kasih pada
Bapak?"Dan Zeus mungkin saja menaikkan jabatan Bapak," pungkas Jason. Alis Aeolus terangkat.
"Kenaikan jabatan"dan kalian hanya ingin aku memberitahukan lokasi si raksasa?" "Yah, seandainya
Bapak bisa mengantarkan kami ke sana juga," Jason mengoreksi, "kami akan sangat tertolong." Mellie
menepukkan tangan, kegirangan. "Oh, beliau bisa melakukan itu! Beliau acap kali mengirimkan angin
yang membantu?" "Mellie, diam!" bentak Aeolus. "Sepertinya aku harus memecatmu karena sudah
memperbolehkan orang-orang ini masuk atas dasar alasan palsu." Wajahnya memucat. "Ya, Pak. Maaf,
Pak." "Itu bukan salahnya," kata Jason. "Tapi mengenai pertolongan
Aeolus menelengkan kepala seolah sedang berpikir. Kemudian Jason menyadari bahwa sang penguasa
angin sedang mendengarkan suara di earphone-nya. "Yah ... Zeus setuju," gumam Aeolus. "Dia bilang dia
bilang lebih baik jika kalian tunda menyelamatkan Hera sampai akhir pekan, sebab Zeus sudah
merencanakan pesta besar"Aduh! Aphrodite meneriakinya, mengingatkan bahwa titik balik matahari
musim dingin bermula saat fajar. Aphrodite mengatakan aku sebaiknya menolong kalian. Dan
Hephaestus ... ya. Hmm. Sangat jarang mereka sepakat dalam urusan apa pun. Tunggu sebentar ..."
Jason tersenyum kepada teman-temannya. Akhirnya, mereka mendapat nasib baik. Para dewa yang
merupakan orangtua mereka akhirnya membela mereka.
Dari pintu masuk, Jason mendengar bunyi serdawa nyaring. Pak Pelatih Hedge terseok-seok masuk dari
lobi, rumput menghiasi seluruh wajahnya. Mellie melihat sang satir menghampiri lantai buatan dan
terkesiap. "Siapa itu?" Jason menahan batuk. "Itu" Itu cuma Pak Pelatih Hedge. Mmm, Gleeson Hedge.
Dia ..." Jason tidak yakin harus menyebutnya apa: guru, teman, biang kerok" "Pemandu kami." "Sungguh
kambing yang jantan," gumam Mellie. Di belakang sang aura, Piper menggembungkan pipinya, seperti
mau muntah. "Apa kabar, semuanya?" Pak Pelatih Hedge berderap menghampiri "Wow, tempat yang
bagus. Oh! Petak rumput." "Pak Pelatih, Bapak baru saja makan," ujar Jason. "Dan kami menggunakan
petak rumput ini sebagai lantai. Ini, ah, Mellie?" "Aura." Hedge tersenyum memikat. "Secantik angin
musim panas. Mellie merona. "Dan ini Aeolus. Beliau baru saja hendak menolong kita," kata Jason. "Ya,"
gerutu sang Penguasa Angin. "Tampaknya demikian. Kalian akan menemukan Enceladus di Gunung
Diablo." "Gunung Iblis?" tanya Leo. "Kedengarannya tidak bagus." "Aku ingat tempat itu!" ujar Piper.
"Aku pernah ke sana sekali bersama ayahku. Letaknya di timur Teluk San Fransisco." "Area Teluk lagi?"
Sang pelatih menggeleng-gelengkan kepala. "Tidal( bagus. Tidak bagus sama sekali." "Nah ..." Aeolus
mulai tersenyum. "Selagi kalian menuju sana?" Tiba-tiba wajahnya jadi kuyu. Dia membungkuk dan
menge-tuk-ngetuk earphone-nya seolah alat itu mengalami malfungsi.
[ 446 ] JASON Ketika tubuhnya tegak kembali, matanya jadi liar. Terlepas dari rias wajahnya, dia terlihat seperti pria
tua"pria tua yang sangat ketakutan. "Wanita itu sudah berabad-abad tidak pernah bicara kepadaku.
Aku tak bisa"ya, ya, aku mengerti." Dia menelan ludah, memandangi Jason seakan pemuda itu tiba-tiba
berubah menjadi kecoa raksasa. "Maafkan aku, Putra Jupiter. Perintah baru. Kalian semua harus mati."
Mellie memekik. "Tapi"tapi, Pak! Zeus memerintahkan agar menolong mereka. Aphrodite,
Hephaestus?" "Mellie!" bentak Aeolus. "Pekerjaanmu sudah di ujung tanduk. Lagi pula, ada perintah
yang melampaui kehendak para dewa sekalipun, terutama ketika perintah tersebut berasal dari
kekuatan alam." "Perintah dari siapa?" ujar Jason. "Zeus akan memecat Bapak jika Bapak tidak
menolong kami!" "Aku ragu." Aeolus menyentakkan pergelangan tangannya, dan jauh di bawah mereka,
sebuah pintu sel terbuka di dalam lubang. Jason bisa mendengar roh-roh badai menjerit selagi mereka
keluar, berputar-putar ke arah mereka, melolong-lolong haus darah. "Zeus sekalipun memahami tatanan
alam semesta," kata Aeolus. "Dan jika wanita itu terbangun"demi dewa-dewi"dia takkan bisa ditolak.
Selamat tinggal, Pahlawan. Aku betul-betul menyesal, tapi aku harus bekerja cepat. Aku mengudara
empat menit lagi." Jason memunculkan pedangnya. Pak Pelatih Hedge menge-luarkan pentungannya.
Mellie sang aura berteriak, "Jangan!" Mellie terjun ke kaki mereka tepat pada saat roh-roh badai
menghantam sedahsyat topan, menghancurkan lantai hingga berkeping-keping, merobek-robek karpet
dan marmer serta linoleum. Serpihan dari lantai pastilah sudah menjadi proyektil mematikan
seandainya gaun Mellie tidak terkembang bagaikan
tameng dan menyerap dampak ledakan itu. Mereka berlima jatuh ke lubang, dan Aeolus berteriak-teriak
di atas mereka, "Mellie, kau dipecat!" "Cepat," teriak Mellie. "Putra Zeus, apa kau punya kuasa atas
udara?" "Sedikit!" "Kalau begitu, bantu aku atau kalian semua bakal mati!" Mellie mencengkeram
tangan Jason, dan aliran listrik pun merambati lengan Jason. Dia memahami apa yang dibutuhkan Mellie.
Mereka harus mengontrol kecepatan jatuh mereka dan menuju salah satu terowongan yang terbuka.
Roh-roh badai mengikuti mereka turun, menyusul dengan cepat, membawa serta sekumpulan mortir
mematikan. Jason mencengkeram tangan Piper. "Pelukan kelompok!" Hedge, Leo, dan Piper berusaha
merapat, berpegangan pada Jason dan Mellie selagi mereka jatuh. "Ini TIDAK BAGUS!" teriak Leo. "Sini
kalau berani, Kantong Kentut!" teriak Pak Pelatih Hedge kepada roh-roh badai di atas. "Biar kuremukkan
kalian!" "Dia luar biasa," desah Mellie. "Tolong konsentrasi," desak Jason. "Baik!" ujar Mellie. Mereka
mengarahkan angin sehingga kejatuhan mereka lebih menyerupai gerakan memantul ke saluran terbuka
yang paling dekat. Walau begitu, tetap saja mereka terempas ke dalam terowongan dengan kecepatan
tinggi dan terguling-guling menuruni saluran curam yang tidak dirancang untuk dilewati manusia. Tak
mungkin mereka bisa berhenti. Gaun Mellie berkibar-kibar di sekeliling dirinya. Jason dan yang lain
berpegangan erat-erat pada sang peri angin, dan mereka
[ 448 ] JASON pun mulai melambat, namun roh-roh badai masuk ke terowongan di belakang mereka sambil menjeritjerit. "Tak bisa"tahan"lama-lama," Mellie memperingatkan. "Tetaplah bersama! Ketika angin
menghantam?" "Kerjamu hebat, Mellie," kata Hedge. "Ibuku juga aura, kautahu. Dia tak mungkin
mengatasi krisis seperti ini dengan lebih baik." "Kirimi aku pesan-Iris, ya?" pinta Mellie. Pak Pelatih
Hedge berkedip. "Bisa tidak kalian merencanakan kencan nanti saja?" teriak Piper. "Lihat!" Di belakang
mereka, terowongan jadi gelap. Jason bisa merasakan telinganya berdenging saat tekanan udara
meninggi. "Aku tak bisa menahan mereka," Mellie memperingatkan. "Tapi akan kucoba melindungi
kalian, membantu kalian sekali lagi." "Makasih, Mellie," kata Jason. "Kuharap kau dapat pekerjaan Baru."
Sang aura tersenyum, kemudian terbuyarkan, melingkupi mereka dengan angin hangat sepoi-sepoi.
Kemudian angin yang sesungguhnya menghantam mereka, melontarkan mereka ke langit begitu cepat
sampai-sampai Jason pingsan. []
BAB TIGA PULUH SEMBILAN PIPER PIPER BERMIMPI DIA SEDANG DI atap Sekolah Alam Liar. Malam di gurun terasa dingin, tapi dia
membawa selimut, dan dengan Jason di sampingnya, Piper tidak membutuhkan lebih banyak
kehangatan lagi. Udara beraroma sage dan mesquite yang terbakar. Di cakrawala, Pegunungan Spring
menjulang bagaikan gigi hitam bergerigi, Las Vegas berpendar redup di belakangnya. Bintang-bintang
begitu terang sampai-sampai Piper takut mereka takkan bisa melihat hujan meteor. Piper tidak mau
Jason mengira dia menyeret pemuda itu ke atas sini dengan alasan palsu. (Walaupun alasan Piper
memang seratus persen palsu.) Tapi meteor-meteor tersebut tidak mengecewakan. Satu meteor
berkelebat melintasi langit hampir tiap menit"sejalur api putih, kuning, atau biru. Piper yakin Kakek
Tom pasti punya mitos Cherokee untuk menjelaskan keberadaan meteor, tapi pada saat itu dia sedang
sibuk menciptakan kisahnya sendiri. Jason menggandeng tangan Piper"akhirnya"dan menunjuk dua
meteor yang berpapasan di atmosfer lalu bersilangan.
[ 450 PIPE1k. "Wow," kata Jason. Viku tak percaya Leo tidak mau melihat ini." "Sebenarnya, aku tidak mengundang
dia," ujar Piper sambil lalu. Jason tersenyum. "Oh ya?" "He-eh. Kau pernah merasa kalau tiga itu
kebanyakan?" "Iya," Jason mengakui. "Misalnya seperti saat ini. Kautahu kita bakal kena masalah kalau
terpergok di atas sini?" "Oh, akan kukarang sebuah dalih," kata Piper. "Aku bisa sangat persuasif. Jadi,
kau mau berdansa atau apa?" Jason tertawa. Matanya begitu indah, dan senyumnya bahkan lebih indah
lagi di tengah cahaya bintang. "Tanpa musik. Pada malam hari. Di atas atap. Kedengarannya berbahaya."
"Aku ini cewek yang berbahaya." "Kalau itu, aku bisa percaya." Jason berdiri dan mengulurkan tangan.
Mereka menari lambat-lambat beberapa langkah, tapi dansa tersebut segera raja berubah menjadi
ciuman. Piper hampir tidak bisa mencium Jason lagi, sebab dia terlalu sibuk tersenyum.
*** Kemudian mimpinya berubah"atau mungkin dia sudah mad di Dunia Bawah"sebab Piper mendapati
dirinya kembali ke toko serbaada Medea. "Moga-moga ini cuma mimpi," gumam Piper, "dan bukan
hukuman abadi untukku." "Bukan, Sayang," kata suara seorang wanita yang semanis madu. "Tidak ada
hukuman." Piper berbalik, takut kalau-kalau dia bakal melihat Medea, namun yang berdiri di
sampingnya adalah wanita lain, dia sedang menelaah rak diskon lima puluh persen.
Wanita itu memesona"rambut sepanjang bahu, leh er jenj ang, paras sempurna, dan perawakan
menakjubkan yang dibalut celana jins dan atasan seputih salju. Piper sudah sering melihat aktris"
mayoritas teman kencan ayahnya cantik setengah mati"tapi perempuan ini berbeda. Dia elegan tanpa
usaha, modis tanpa upaya, menawan tanpa rias wajah. Setelah melihat Aeolus dengan muka operasi
plastik dan kosmetiknya yang konyol, wanita ini tampak semakin memukau di mata Piper. Tak ada yang
palsu dalam dirinya. Lalu, selagi Piper memperhatikan, penampilan wanita itu berubah. Piper tidak bisa
memutuskan apa warna matanya, atau warna rambutnya. Wanita itu kian lama kian cantik, seolah
citranya menyesuaikan diri dengan pemikiran Piper"semakin mendekati kecantikan ideal versi Piper.
"Aphrodite," kata Piper. "Ibu?" Sang dewi tersenyum. "Kau hanya bermimpi, Manis. Jika ada yang
bertanya-tanya, aku tak di sini. Oke?" "Aku?" Piper ingin mengajukan ribuan pertanyaan, tapi
semuanya menyesaki benaknya. Aphrodite mengangkat sebuah rok terusan biru pirus. Menurut Piper
rok terusan itu indah sekali, tapi sang dewi justru memberengut. "Warna ini tak cocok untukku, ya"
Sayang, padahal baju ini manis. Medea memang memiliki sejumlah barang yang bagus di sini." "Tempat
ini"bangunan ini sudah meledak," Piper terbata. "Aku menyaksikannya.35 "Ya," Aphrodite setuju.
"Kurasa itulah sebabnya semua diobral. Kini, semua tinggal kenangan. Dan aku minta maaf sudah
menarikmu keluar dari mimpimu yang satu lagi. Jauh lebih menyenangkan, aku tahu."
[ 452 ] Wajah Piper serasa terbakar. Piper tidak tahu apakah dia marah atau malu, tapi dia terutama merasa
hampa karena kecewa. "Peristiwa itu tidak nyata. Peristiwa itu bahkan tak pernah terjadi. Jadi, kenapa
aku mengingatnya sedemikian gamblang?" Aphrodite tersenyum. "Karena kau putriku, Piper. Kau
melihat kemungkinan-kemungkinan lebih jelas daripada kebanyakan orang. Kau melihat apa yang bisa
saja terjadi. Dan peristiwa semacam itu masih mungkin terjadi"jadi jangan menyerah. Sayangnya?"
Sang dewi memberi isyarat ke sekeliling toko serbaada. "Pertama-tama, kau harus menghadapi cobaan
lain. Medea akan kembali, begitu pula banyak musuh lainnya. Pintu Ajal telah terbuka." "Apa maksud
Ibu?" Aphrodite berkedip kepadanya. "Kau anak pintar, Piper. Kau pasti tahu." Sensasi dingin merayapi
diri Piper. "Wanita tidur itu, yang disebut Medea dan Midas sebagai pelindung mereka. Dia berhasil
membuka pintu baru di Dunia Bawah. Dia melepaskan orang-orang mati, mengembalikan mereka ke
dunia." "He-eh. Dan bukan orang mati sembarangan. Yang terburuk, yang paling kuat, dan mungkin yang
paling membenci para dewa." "Monster-monster kembali dari Tartarus lewat jalan yang sama," terka
Piper. "Itulah sebabnya mereka mewujud kembali dalam sekejap." "Ya. Pelindung mereka, sebagaimana
kau menyebutnya, memiliki hubungan istimewa dengan Tartarus, roh palung tersebung." Aphrodite
mengangkat atasan emas bermanik-manik. "Tidak ini bakal membuatku tampak konyol." Piper tertawa
gelisah. "Ibu" Mustahil Ibu bisa tampak tak sempurna." "Kau manis sekali," kata Aphrodite. "Tapi
kecantikan artinya menemukan kecocokan yang paling pas, kecocokan yang paling
natural. Untuk menjadi sempurna, kita harus merasa bahwa diri kita sempurna"janganlah menjadi
orang lain. Untuk seorang dewi, hal itu teramat sulit. Kami dapat berubah sedemikian mudah."
"Menurut Ayah, Ibu sempurna." Suara Piper gemetar. "Dia tak pernah melupakan Ibu." Pandangan
Aphrodite menerawang. "Ya ... Tristan. Oh, dia sungguh luar biasa. Begitu lembut dan ramah, lucu dan
tampan. Tetapi, selama aku mengenalnya dulu, dia menyimpan begitu banyak kesedihan dalam dirinya."
"Tolong, bisakah kita tidak memakai kata `dulu' untuk membicarakan Ayah?" "Maafkan aku, Sayang. Aku
tidak ingin meninggalkan ayahmu, tentu saja. Melakukannya selalu saja berat, tapi itulah yang terbaik.
Jika dia menyadari siapa aku sebenarnya?" "Tunggu"Ayah tidak tahu bahwa Ibu adalah dewi?" "Tentu
saja tidak." Aphrodite kedengaran tersinggung. "Aku tak mungkin memberitahunya. Bagi sebagian besar
manusia fana, keberadaan dewa-dewi merupakan hal yang terlalu berat untuk diterima akal sehat.
Kenyataan tersebut dapat menghancurkan kehidupan mereka! Tanyakan saja kepada temanmu Jason"
bocah yang rupawan, omong-omong. Ibunya yang malang hilang akal ketika tahu dia telah jatuh cinta
pada Zeus. Tidak, jauh lebih baik apabila Tristan meyakini aku ini wanita fana yang meninggalkannya
tanpa penjelasan. Lebih baik memiliki kenangan yang pahit-manis, daripada mengharapkan seorang
dewi kekal yang tak dapat diraih. Yang mengantarkanku kepada satu perkara penting ..." Aphrodite
membuka tangannya dan Piper melihat vial kaca berkilau yang berisi cairan merah muda. "Ini salah satu
ramuan Medea yang manfaatnya positif. Ramuan ini menghapus ingatan
[ 454 ] PIPEk, terbaru. Ketika kau menyelamatkan ayahmu, jika kau bisa menyelamatkannya, kau harus memberinya
ini." Piper tidak bisa memercayai apa yang didengarnya. "Ibu ingin aku mengguna-gunai Ayah" Ibu ingin
aku membuatnya melupakan peristiwa yang telah dia lalui?" Aphrodite mengangkat vial tersebut. Cairan
di dalamnya memancarkan pendar merah muda ke wajahnya. "Ayahmu berlagak percaya diri, Piper, tapi
dia terkatung-katung di perbatasan dua dunia. Seumur hidupnya dia berusaha mati-matian untuk
menyangkal kisah-kisah lama mengenai dewa-dewi dan roh-roh, namun sebenarnya dia takut kalaukalau kisah-kisah itu nyata. Dia takut telah mengenyahkan bagian penting dari dirinya sendiri, dan takut
kalau-kalau kelak hal itu akan menghancurkannya. Kini dia ditawan oleh raksasa. Dia menjalani mimpi
buruk. Meskipun dia selamat jika dia harus menghabiskan sisa hidupnya dengan ingatan itu, mengetahui
bahwa dewa-dewi dan roh-roh benar-benar ada di muka bumi ini, kenyataan tersebut akan
membuatnya remuk redam. Itulah yang diharapkan musuh kita. Wanita itu akan meluluhlantakkan
ayahmu, dan dengan cara itu, mematahkan semangatmu." Piper ingin berteriak bahwa Aphrodite keliru.
Ayahnya adalah orang paling tegar yang dia tahu. Piper takkan pernah merampas ingatan ayahnya
seperti yang dilakukan Hera terhadap Jason. Tapi entah bagaimana Piper tidak bisa terus-terusan marah
pada Aphrodite. Piper teringat perkataan ayahnya berbulan-bulan lalu, di pantai Big Sur: Jika aku benarbenar percaya pada Negeri Hantu, atau roh binatang, atau dewa-dewi Yunani menurutku aku takkan
bisa tidur di malam hari. Aku akan selalu mencari-cari seseorang untuk disalahkan. Kini Piper ingin
menyalahkan seseorang juga.
"Siapa wanita itu?" tuntut Piper. "Yang mengendalikan para raksasa?" Aphrodite merapatkan bibirnya.
Dia bergerak ke rak berikut-nya, yang memuat baju zirah penyok dan toga robek-robek, namun
Aphrodite memandangi pakaian-pakaian tersebut layaknya busana rancangan desainer. "Kau memiliki
tekad kuat," Aphrodite membatin. "Aku jarang dihargai di antara para dewa. Anak-anakku ditertawakan.
Mereka dianggap angkuh dan dangkal." "Sebagian memang begitu." Aphrodite tertawa. "Ada benarnya
juga. Barangkali aku memang angkuh dan dangkal, kadang-kadang. Seorang gadis harus diizinkan
memanjakan diri. Oh, ini bagus." Sang dewi mengambil tameng dada yang sudah terbakar dan bernoda
serta menjulurkannya untuk dilihat Piper. "Tidak?" "Tidak," kata Piper. "Apa Ibu bakal menjawab
pertanyaanku?" "Sabar, Manis," ujar sang dewi. "Maksudku, cinta adalah motivator terhebat di dunia.
Cinta mendorong seseorang untuk mencapai keagungan. Tindakan mereka yang paling mulia dan berani
dilakukan demi cinta." Piper mencabut belatinya dan mengamati bilahnya yang bagai cermin. "Seperti
Helen yang memicu Perang Troya?" "Ah, Katoptris." Aphrodite tersenyum. "Aku senang kau
menemukannya. Aku dicerca habis-habisan gara-gara perang itu, tapi sejujurnya, Paris dan Helen
memang pasangan yang serasi. Dan para pahlawan dalam perang itu sudah menjadi kekal sekarang"
setidaknya dalam ingatan manusia. Cinta amatlah kuat, Piper. Cinta bahkan dapat membuat dewa-dewi
berlutut. Kuberitahukan ini kepada putraku Aeneas ketika dia melarikan diri dari Troya. Dia kira dia telah
gagal. Dia kira dirinya pecundang! Tapi dia pergi ke Italia?"
[ 456 1 PIPED

The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan menjadi leluhur bangsa Romawi." "Tepat. Pahamilah, Piper, bahwa anak-anakku tidak kalah kuat.
Kau juga tidak kalah kuat, sebab asal-usulku unik. Aku lebih mendekati awal penciptaan dibandingkan
dengan dewa Olympia lainnya." Piper berupaya mengingat-ingat kelahiran Aphrodite. "Bukankah Ibu
lahir dari laut" Berdiri di atas kerang?" Sang dewi tertawa. "Macam-macam saja imajinasi Botticelli si
pelukis itu. Aku tak pernah berdiri di atas kerang, terima kasih banyak. Tapi ya, aku lahir dari laut. Yang
lahir pertama-tama dari Chaos adalah Bumi dan Langit"Gaea dan Ouranos. Ketika putra mereka Kronos
sang Titan membunuh Ouranos?" "Dengan cara mencincang-cincangnya menggunakan sabit," Piper
teringat. Aphrodite mengernyitkan hidungnya. "Ya. Potongan-potongan Ouranos jatuh ke dalam laut.
Esensi abadinya menciptakan buih Taut. Dan dari buih itu?" "Lahirlah Ibu. Aku ingat sekarang. Jadi, Ibu
adalah?" "Anak terakhir Ouranos, yang lebih hebat daripada dewa-dewi maupun para Titan. Jadi,
dengan cara yang aneh, aku ini adalah dewi Olympia tertua. Seperti yang telah kukatakan, cinta adalah
kekuatan yang dahsyat. Dan kau, putriku, punya sesuatu yang lebih dari sekadar wajah yang cantik.
Itulah sebabnya kau tabu siapa yang membangunkan para raksasa, dan siapa yang memiliki kekuatan
untuk membuka pintu di bagian terdalam bumi." Aphrodite menunggu, seolah dia bisa merasakan
bahwa Piper sedang menyatukan kepingan puzzle pelan-pelan, yang akhirnya menunjukkan sebuah
gambar yang mengerikan. "Gaea," kata Piper. "Bumi itu sendiri. Itulah musuh kita." Piper berharap
Aphrodite akan berkata `bukan; tapi sang dewi terus saja melekatkan pandangan matanya pada rak
berisi baju zirah usang. "Dia telah terlelap selama beribu-ribu tahun, namun dia lambat laun akan terbangun.
Selagi tertidur pun, dia teramat perkasa, tapi begitu dia terbangun celakalah kita semua. Kau harus
mengalahkan para raksasa sebelum itu terjadi, dan melenakan Gaea agar kembali terlelap. Jika tidak,
pemberontakan akan dimulai. Yang mati akan terus bangkit. Monster-monster akan beregenerasi
dengan semakin cepat. Para raksasa akan memorak-porandakan tempat kelahiran para dewa. Dan jika
mereka melakukan itu, semua perabadan akan hancur." "Tapi Gaea" Ibu Pertiwi" Apa tidak salah?"
"Jangan remehkan dia," Aphrodite memperingatkan. "Dia batari yang kejam. Dialah dalang di balik
kematian Ouranos. Gaea memberi Kronos sabit dan mendesaknya agar membunuh ayahnya sendiri.
Selagi para Titan menguasai dunia, Gaea terlelap dalam damai. Tapi ketika para dewa mengalahkan
mereka, Gaea terbangun lagi dalam keadaan marah dan melahirkan ras baru"raksasa"untuk
menghancurkan Olympus sekali dan selamanya." "Dan peristiwa itu terjadi lagi," kata Piper.
"Kebangkitan para raksasa." Aphrodite mengangguk. "Sekarang kau sudah tahu. Apa yang akan
kaulakukan?" "Aku?" Piper mengepalkan tinju. "Apa yang harus kulakukan" Mengenakan baju bagus dan
merayu Gaea supaya kembali tidur?" "Kalau saja cara itu manjur," kata Aphrodite. "Tapi tidak, kau harus
mencari kekuatanmu sendiri, dan berjuang untuk mereka yang kaucintai. Seperti manusia kesayanganku,
Helen dan Paris. Seperti putraku Aeneas." "Helen dan Paris meninggal," ujar Piper. "Dan Aeneas menjadi
pahlawan," balas sang dewi. "Pahlawan hebat Romawi yang pertama. Hasilnya tergantung padamu,
Piper, tapi akan kuberitahukan ini kepadamu: Tujuh demigod terhebat
[ 458 ] " harus dikumpulkan untuk mengalahkan para raksasa, dan upaya itu takkan berhasil tanpamu. Ketika
kedua pihak bertemu kau akan menjadi sang mediator. Kaulah yang menentukan akankah terjalin
persahabatan atau terjadi pertumpahan darah." "Kedua pihak apa?" Penglihatan Piper mulai meredup.
"Kau harus segera bangun, Anakku," kata sang dewi. "Aku tidak selalu sepakat dengan Hera, tapi dia
telah mengambil risiko yang nekat, dan aku setuju hal tersebut harus dilakukan. Zeus telah terlalu lama
memisahkan kedua pihak. Hanya bersama-samalah kalian memiliki kekuatan untuk menyelamatkan
Olympus. Nah, bangunlah sekarang. Kuharap kau menyukai pakaian yang kupilihkan." "Pakaian apa?"
tuntut Piper, namun mimpi itu mengabur hingga menjadi gelap gulita. []
BAB EMPAT PULUH PIPER PIPERTERBANGUN DI BALIK SEBUAH meja di kafe pinggir jalan. Selama sedetik, Piper mengira dia masih
bermimpi. Saat itu sudah pagi, matahari bersinar cerah. Udaranya sejuk tapi duduk di luar terasa
nyaman. Di meja-meja lain, para pesepeda, orang-orang kantoran, dan anak-anak kuliahan, sedang
duduk sambil mengobrol dan minum kopi. Piper bisa mencium bau pohon eukaliptus. Banyak pejalan
kaki yang lalu lalang di depan toko-toko mungil unik. Jalanan diapit oleh pohon-pohon bottlebrush dan
azalea yang bermekaran, seolah musim dingin merupakan sesuatu yang aneh. Dengan kata lain: Piper
sedang berada di California. Teman-temannya menduduki kursi di sekitarnya"mereka semua
bersedekap dengan kalem, tertidur pulas. Dan mereka semua mengenakan pakaian baru. Piper
memandangi busananya sendiri dan terkesiap. "'bur Piper berteriak lebih kencang daripada yang
diinginkannya. Jason berjengit, lututnya menabrak meja, dan terbangunlah mereka semua.
"Apa?" tuntut Hedge. "Tarung lawan siapa" Di mana?" "Jatuh!" Leo mencengkeram meja. "Tidak"tidak
jatuh. Kita di mana?" Jason berkedip, berusaha menyesuaikan diri. Dia memfokuskan perhatian pada
Piper dan mengeluarkan suara tersedak kecil. "Apa yang kaukenakan?" Piper tersipu. Dia mengenakan
rok terusan biru pirus yang dia lihat dalam mimpinya, dilengkapi legging hitam dan sepatu bot kulit
hitam. Piper memakai gelang perak kesukaannya, meskipun dia meninggalkan gelang itu di rumahnya di
L.A., dan jaket snowboarding lama dari ayahnya, yang hebatnya cocok dengan busana tersebut. Piper
mencabut Katoptris, dan berdasarkan pantulan di bilah belati itu, rambut Piper sepertinya baru ditata
juga. "Bukan apa-apa," ujar Piper. "Ini dari?" Piper teringat peringatan Aphrodite yang melarangnya
menyinggung-nyinggung bahwa mereka telah mengobrol. "Ini bukan apa-apa." Leo menyeringai.
"Kerjaan Aphrodite lagi, ya" Kau bakalan jadi pendekar berbusana terbaik di kota ini, Ratu Kecantikan."
"Hei, Leo." Jason menyikutnya. "Kau sudah melihat dirimu sendiri Baru-baru ini?" "Apa ... oh." Mereka
semua telah didandani. Leo mengenakan celana garis-garis, sepatu kulit hitam, baju putih tak berkerah
yang dilengkapi bretel, serta sabuk perkakas, kacamata hitam merk Ray-Ban, dan topi berpinggiran
sempit. "Ya ampun, Leo." Piper berusaha tak tertawa. "Kalau tidak salah, ayahku memakai baju seperti
itu kali terakhir dia datang ke pemutaran perdana filmnya, tapi tanpa sabuk perkakasnya." "Hei, tutup
mulut!" "Menurutku dia terlihat keren," kata Pak Pelatih Hedge. "Tapi tentu saja, aku lebih keren." Sang satir
mengenakan busana berwarna serba pastel. Aphrodite memberinya setelan longgar berwarna kuning
kenari"terdiri dari jas yang mencapai lutut serta celana yang pinggangnya terlalu ke atas"dilengkapi
sepatu dua warna yang pas di kakinya yang berkuku belah. Dia mengenakan topi kuning bertepi lebar
yang serasi, kemeja sewarna mawar, dasi biru muda, dan bunga anyelir biru di kelepak jasnya, yang
diendus-endus dan langsung dimakannya. "Yah," kata Jason, "paling tidak ibumu mengabaikanku." Piper
tahu itu tidaklah benar. Saat memandang Jason, jantung Piper berdebar kencang. Jason berpakaian
sederhana, hanya mengenakan jinn dan kaus ungu bersih seperti yang dia pakai di Grand Canyon. Dia
mengenakan sepatu olahraga baru, sedangkan rambutnya terpangkas rapi. Matanya sewarna langit.
Pesan Aphrodite sudah jelas: Yang ini tidak perlu dipermak. Piper sepakat. "Ngomong-ngomong," kata
Piper gelisah, "kok kita bisa sampai di sini?" "Oh, itu berkat Mellie," kata Hedge sambil mengunyah
anyelirnya dengan gembira. "Angin itu menerbangkan kita menyeberangi negeri ini, kurasa. Kita pasti
sudah gepeng ditumbuk angin jika bukan berkat hadiah terakhir Mellie"angin semilir nyaman"yang
meredam kita saat jatuh." "Dan dia dipecat gara-gara kita," kata Leo. "Ya ampun, kita benar-benar payah
deh." "Ah, dia pasti baik-baik saja," kata Hedge. "Lagi pula, dia tak kuasa menahan diri. Aku memang
memiliki pengaruh seperti itu terhadap para peri clam. Akan kukirimi dia pesan ketika kita sudah
menuntaskan misi ini dan kubantu dia mencari pekerjaan yang baru. Kalau dengan aura yang satu itu,
aku mau hidup mapan dan membesarkan sekawanan bayi kambing." "Aku mau muntah," kata Piper.
"Ada lagi yang ingin kopi?" "Kopi!" Cengiran Hedge bernoda biru bekas bunga. "Aku suka sekali kopi!"
"Mmm," kata Jason, "tapi"uangnya bagaimana" Tas kita?" Piper menengok ke bawah. Tas mereka ada
di kakinya, dan semua kelihatannya masih tersimpan di sana. Piper merogoh saku jaketnya dan
merasakan dua hal yang tidak diduga-duganya. Salah satunya adalah segepok uang. Satunya lagi vial
kaca itu"ramuan amnesia. Piper membiarkan vial tersebut dalam sakunya dan mengeluarkan uang. Leo
bersiul. "Uang saku" Piper, ibumu keren!" "Pelayan!" panggil Hedge. "Enam espreso dobel, dan terserah
anak-anak ini mau apa. Masukkan ke tagihan gadis itu."
*** Tidak butuh waktu lama untuk mencari tahu di mana mereka berada. Menu memampang tulisan "Cafe
Verve, Walnut Creek, CA." Dan menurut sang pelayan, saat itu tanggal 21 Desember jam sembilan pagi,
hari titik balik matahari musim dingin. Artinya, tenggat waktu yang diberikan Enceladus tinggal tiga jam
lagi. Mereka juga tidak perlu bertanya-tanya di manakah letak Gunung Diablo. Mereka bisa melihatnya
di kejauhan, tepat di ujung jalan. Dibandingkan dengan Pegunungan Rocky, Gunung Diablo kelihatannya
tidak terlalu besar, juga tidak berselimut saiju. Gunung tersebut tampak damai, lekukan keemasannya
ditaburi pohon hijau-kelabu. Tapi Piper tahu, ukuran gunung bisa menipu. Gunung tersebut barangkali
jauh lebih besar dari dekat. Dan
penampilannya bisa menipu juga. Di sinilah mereka"kembali ke California"yang seharusnya
merupakan kampung halaman Piper"dengan langit cerah, suhu sedang, orang-orang yang santai, dan
sepiring chocolate chip scone beserta kopi. Beberapa mil dari sana, di suatu tempat di gunung yang
damai itu, seorang raksasa yang superkuat dan superjahat hendak menyantap ayahnya untuk makan
siang. Leo mengeluarkan sesuatu dari sakunya"gambar krayon lama yang diberikan Aeolus kepadanya.
Aphrodite pasti berpendapat bahwa gambar itu penting jika dia merasa perlu untuk memindahkannya
ke dalam pakaian baru Leo. "Apa itu?" tanya Piper. Leo kembali melipat gambar tersebut dengan hatihati dan menyimpannya. "Bukan apa-apa. Kau pasti tak mau melihat karya seniku waktu TK." "Pasti lebih
dari itu," tebak Jason. "Aeolus bilang gambar itu adalah kunci keberhasilanmu." Leo menggelengkan
kepala. "Bukan untuk hari ini. Maksudnya kelak." "Bagaimana kau bisa yakin?" tanya Piper. "Percayalah
padaku," kata Leo. "Nah"bagaimana rencana kita sekarang?" Pak Pelatih Hedge beserdawa. Dia sudah
minum tiga cangkir espreso dan makan sepiring donat, juga dua lembar serbet dan setangkai bunga lagi
dari vas di meja. Dia pasti sudah memakan piring kalau saja Piper tidak menampar tangannya. "Panjat
gunung," kata Hedge. "Bunuh semuanya selain ayah Piper. Ayo pergi." "Terima kasih, Jenderal
Eisenhower," gerutu Jason. "Hei, aku cuma menyumbangkan saran!"
"Teman-teman," kata Piper. "Ada lagi yang perlu kalian ketahui." Bercerita memang sulit, sebab dia tidak
boleh menyebut-nyebut ibunya; tapi Piper memberitahukan bahwa dia telah mengetahui sejumlah hal
lewat mimpinya. Dia memberi tahu mereka siapa musuh mereka yang sebenarnya: Gaea. "Gaea?" Leo
menggeleng-gelengkan kepala. "Bukankah dia itu Ibu Pertiwi" Konon dia itu kan memakai mahkota
bunga di kepala, dikelilingi burung-burung yang menyanyi, dibantu rusa dan kelinci untuk mencuci
pakaian." "Leo, itu Putri Salju," kata Piper. "Oke, tapi?" "Dengarkan, Bocah Lembek." Pak Pelatih Hedge
menyeka espreso dari janggut kambingnya. "Piper baru Baja menyampaikan sesuatu yang serius. Gaea
sama sekali tidak lembek. Aku bahkan tak yakin aku bisa mengalahkannya." Leo bersiul. "Masa?" Hedge
mengangguk. "Si wanita tanah ini"dia dan suami lamanya, sang Langit, benar-benar kejam." "Ouranos,"
kata Piper. Dia mau tak mau mendongak untuk menatap langit biru, bertanya-tanya apakah langit punya
mata. "Benar," kata Hedge. "Ouranos memang bukan ayah yang baik. Dia melemparkan anak-anak
pertama mereka, para Cyclops, ke dalam Tartarus. Perbuatan itu membuat Gaea marah, tapi dia
menahan diri, menunggu waktu yang tepat. Kemudian mereka punya anak lagi"dua belas Titan"dan
Gaea khawatir mereka bakal dilempar ke dalam penjara juga. Jadi, dia mendekati putranya Kronos?" "Si
besar jahat," kata Leo. "Yang mereka kalahkan musim panas lalu."
"Benar. Dan Gaea-lah yang memberinya sabit serta memberitahunya, `Hei, bagaimana kalau kau panggil
ayahmu ke bawah sini" Dan selagi dia berbicara padaku, perhatiannya teralih, kau boleh mencincangcincangnya. Kemudian kau bisa menguasai dunia. Bukankah itu hebat"'"' Tak ada yang mengucapkan
apa-apa. Chocolate chip scone milik Piper tak lagi tampak menggugah selera. Meskipun dia pernah
mendengar kisah itu sebelumnya, dia tetap saja tidak bisa memahaminya. Dia berusaha membayangkan
seorang anak yang demikian tidak beres sampai-sampai rela membunuh ayahnya sendiri hanya demi
kekuasaan. Kemudian dia membayangkan seorang ibu yang demikian tidak beres sampai-sampai rela
meyakinkan putranya agar melakukan itu. "Jelas-jelas bukan Putri Salju," Piper memutuskan. "Memang
bukan. Kronos itu jahat," kata Hedge. "Tapi, Gaea adalah ibu dari semua makhluk jahat. Dia begitu tua
dan kuat, begitu besar, sehingga sulit baginya untuk tersadar sepenuhnya. Biasanya, dia tidur saja terus.
Itulah yang kita inginkan"agar dia terus mengorok." "Tapi dia bicara padaku," kata Leo. "Mana mungkin
dia tidur?" Gleeson membersihkan remah-remah dari kelepak jas kuning kenarinya. Dia sedang
meminum espresonya yang keenam, dan pupilnya sudah sebesar uang seperempat dolar. "Bahkan
ketika tidur, sebagian kesadarannya tetap aktif"bermimpi, memperhatikan, melakukan kegiatan kecilkecilan seperti menyebabkan gunung berapi meletus dan membangkitkan monster. Bahkan sekarang ini,
dia belum sepenuhnya terjaga. Percayalah padaku, kalian takkan ingin melihatnya terjaga sepenuhnya."
"Tapi dia semakin kuat," ujar Piper. "Dia membangkitkan para raksasa. Dan jika raja mereka kembali"si
Porphyrion itu?" "Porphyrion akan mengerahkan pasukan untuk membinasakan para dewa," tukas Jason. "Dimulai
dengan Hera. Akan ada perang lagi. Dan Gaea akan terjaga sepenuhnya." Gleeson mengangguk. "Itulah
sebabnya lebih baik kita jauh-jauh dari tanah sebisa mungkin." Leo memandangi Gunung Diablo dengan
waswas. "Jadi mendaki gunung. Pasti bakal berbahaya." Hati Piper mencelus. Pertama-tama, dia telah
diminta mengkhianati teman-temannya. Kini mereka berusaha membantu Piper menyelamatkan
ayahnya meskipun mereka tahu mereka tengah memasuki perangkap. Membayangkan harus bertarung
melawan raksasa saja sudah cukup menakutkan. Tapi membayangkan bahwa Gaea-lah yang mengatur
semua ini"kekuatan yang bahkan lebih kuat daripada dewa atau Titan ... "Teman-teman, aku tak bisa
meminta kalian melakukan ini," kata Piper. "Ini terlalu berbahaya." "Kau bercanda?" Gleeson beserdawa
dan memamerkan senyum anyelir birunya kepada mereka. "Siapa siap untuk dihajar?"[]
BAB EMPAT PULUH SATU LEO LEO BERHARAP TAKSI BISA MENGANTAR mereka sampai ke puncak. Mereka tidak semujur itu. Taksi itu
menghasilkan bunyi terseok-seok dan menggilas selagi kendaraan tersebut menaiki jalanan gunung.
Setengah jalan menuju puncak, mereka mendapati bahwa pos penjagaan ditutup, seutas rantai
melintang menghalangi jalan. "Cuma bisa sampai di sini," kata sang sopir taksi. "Kahan yakin, soal ini"
Perjalanan turun bakalan lama, dan mobilku bertingkah. Aku tidak bisa menunggu kalian." "Kami yakin."
Leo-lah yang pertama keluar. Dia punya firasat buruk mengenai masalah yang menimpa taksi itu, dan
ketika Leo menoleh ke bawah dia melihat bahwa dia benar. Roda-roda taksi itu terbenam ke bawah,
seolah jalan tersebut terbuat dari pasir isap. Tidak terlalu cepat"semata-mata cukup untuk membuat
sang pengemudi mengira bahwa transmisi mobil bermasalah atau asnya sudah jelek"tapi Leo tahu
bukan itu penyebabnya. Jalan terbuat dari tanah padat. Sama sekali tak ada alasan mengapa jalan itu bisa lembek, tapi sepatu
Leo mulai terbenam. Gaea sedang mempermainkan mereka. Sementara kawan-kawannya keluar, Leo
membayar sang sopir taksi. Dia bermurah hati"kenapa tidak" Toh itu uang Aphrodite. Lagi pula, Leo
punya firasat mereka tidak bakalan turun dari gunung ini. "Simpan kembaliannya," kata Leo. "Dan
pergilah dari sini. Cepat." Sang sopir tidak membantah. Tidak lama kemudian yang bisa mereka lihat
hanyalah kepulan debu yang ditinggalkannya. Pemandangan dari gunung lumayan mengagumkan.
Keseluruhan lembah di seputar Gunung Diablo terdiri dari kota-kota"jalan saling silang yang diapit
pohon serta daerah pinggiran nyaman yang diisi perumahan kelas menengah, toko-toko, serta sekolahsekolah. Semuanya adalah orang normal yang menjalani kehidupan normal"jenis yang tak pernah
dikenal Leo. "Itu Concord," kata Jason sambil menunjuk ke utara. "Walnut Creek di bawah kita. Di
selatan sana, Danville, di balik perbukitan itu. Dan yang di sana ..." Jason menunjuk ke barat. Di sana,
terdapat deretan bukit keemasan yang menahan selapis kabut tebal, bagaikan pinggiran mangkuk. "Itu
Perbukitan Berkeley. East Bay. Sebelah sananya lagi, San Francisco." "Jason?" Piper menyentuh
lengannya. "Kau teringat sesuatu" Kau pernah ke sini?" "Ya tidak." Jason menunjukkan ekspresi
menderita kepada Piper. "Hanya saja sepertinya penting." "Itu negeri Titan." Pak Pelatih Hedge
mengangguk ke barat. "Tempat yang buruk, Jason. Percayalah padaku, kita tidak mau dekat-dekat
dengan San Fransisco."
Tapi Jason memandang ke arah cekungan berkabut itu dengan kerinduan sedemikian rupa sehingga Leo
merasa risau. Kenapa Jason tampaknya merasakan keterikatan yang begitu erat dengan tempat itu"
tempat yang menurut Hedge buruk, dipenuhi sihir jahat dan musuh lama" Bagaimana seandainya Jason
berasal dari sana" Semua hal terns saja menyiratkan bahwa Jason adalah musuh, bahwa kedatangannya
di Perkemahan Blasteran adalah kekeliruan yang berbahaya. Tidak, pikir Leo. Konyol. Jason adalah
teman mereka. Leo mencoba menggerakkan kakinya, tapi tumitnya kini terbenam sepenuhnya di tanah.
"Hei, Teman-Teman," katanya. "Ayo bergerak." Yang lain menyadari masalah tersebut. "Gaea lebih kuat
di sini," gerutu Hedge. Dia menarik kakinya yang berkuku belah hingga terlepas dari sepatu, lalu
menyerahkan sepatunya kepada Leo. "Simpankan untukku, Valdez. Sepatu itu bagus." Leo mendengus.
"Ya, Pak Pelatih. Apa Bapak ingin sepatu ini disemir?" "Itu baru pemikiran anggota tim, Valdez." Hedge
mengangguk setuju. "Tapi pertama-tama, kita sebaiknya mendaki gunung ini selagi masih bisa."
"Bagaimana kita tahu di mana si raksasa berada?" tanya Piper. Jason menunjuk ke puncak. Kepulan asap
membubung menyeberangi puncak. Dari kejauhan, Leo mengira itu awan, tapi ternyata bukan. Sesuatu
sedang terbakar. "Ada api ada asap," kata Jason. "Kita sebaiknya bergegas."
Sekolah Alam Liar telah memaksa Leo melakukan mars3 beberapa kali. Dia kira kondisi fisiknya bagus.
Tapi mendaki gunung ketika bumi tengah berusaha menelan kakinya terasa seperti lari di atas treadmill
dari kertas lengket penangkap lalat. Dalam waktu singkat, Leo sudah menggulung lengan bajunya yang
tak berkerah, meskipun anginnya dingin dan menusuk. Dia berharap Aphrodite memberinya celana
pendek untuk jalan-jalan dan sepatu yang lebih nyaman, tapi dia bersyukur atas kacamata hitam yang
menghalau sinar matahari dari matanya. Leo menyelipkan tangan ke dalam sabuk perkakasnya dan
mulai mendatangkan berbagai alat"roda gigi, kunci inggris kecil, lembaran perunggu. Selagi dia berjalan,
Leo merakit"tanpa benar-benar memikirkannya, hanya memainkan komponen-komponen tersebut.
Pada saat mereka mendekati bubungan gunung, Leo telah menjadi pahlawan paling modis yang kotor
dan bersimbah peluh sepanjang masa. Tangannya berlumur minyak mesin. Benda mungil yang dia buat
menyerupai mainan yang diputar dengan kunci"jenis mainan yang bergemerencing dan bisa berjalan
menyeberangi meja. Dia tidak yakin apa yang dapat dilakukan mainan tersebut, tapi diselipkannya saja
mainan tersebut ke dalam sabuk perkakasnya. Leo merindukan jaket tentaranya yang bersaku banyak.
Melebihi itu, dia merindukan Festus. Dia bisa memanfaatkan naga perunggu bernapas api saat ini. Tapi
Leo tahu Festus takkan kembali"setidaknya, tidak dalam wujudnya yang lama.
'Mars: perjalanan jauh dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki (KBBI)
Leo menepuk-nepuk gambar dalam sakunya"gambar krayon yang dia buat di meja piknik di bawah
pohon pecan ketika umurnya lima tahun. Dia teringat Tia Callida bernyanyi saat dia bekerja, dan betapa
jengkelnya dia ketika angin menyambar gambar tersebut. Waktumu belum tiba, Pahlawan Kecil, kata Tia
Callida kepadanya saat itu. Suatu hari, kau akan mendapatkan misimu sendiri. Kau akan menemukan
takdirmu, dan perjalanan hidupmu yang berat akhirnya akan masuk di akal. Kini Aeolus telah
mengembalikan gambar itu. Leo tahu itu berarti takdirnya kian dekat; namun perjalanan menuju sana
sungguh membuatnya frustrasi, sama seperti gunung tolol ini. Setiap kali Leo mengira mereka telah
mencapai puncak, rupanya mereka baru sampai di bubungan yang masih menyimpan puncak lebih tinggi
di baliknya. Bereskan hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu, Leo memberi tahu dirinya sendiri.
Bertahan hiduplah hari ini. Pikirkan gambar krayon pengungkap takdir belakangan. Akhirnya Jason
berjongkok di balik tebing batu. Dia mengisyaratkan kepada yang lain agar berbuat serupa. Leo
merangkak ke sebelah Jason. Piper harus menarik Pak Pelatih Hedge ke bawah. "Aku tidak mau
pakaianku jadi kotor!" keluh Hedge. "Ssst!" kata Piper. Dengan enggan, sang satir menurut. Tepat di
balik tebing tempat mereka bersembunyi, dinaungi bayang-bayang puncak gunung, terdapat cekungan
berhutan yang kira-kira seukuran lapangan futbol. Di sanalah Enceladus sang raksasa mendirikan
perkemahan. Pohon-pohon telah ditebang untuk membuat api unggun ungu yang menjulang. Kayu
gelondongan sisa dan peralatan konstruksi terserak di tepi luar bukaan"ada mesin keruk; mesin derek
besar dengan bilah tajam yang berputar-putar di ujungnya seperti alat cukur listrik"pasti untuk
menebang pohon, pikir Leo"dan pilar-pilar panjang logam dengan bilah mirip kapak, mirip guilotin yang
menyamping"kapak hidrolik. Buat apa raksasa memerlukan peralatan konstruksi, Leo tidak yakin. Dia
tidak tahu bagaimana caranya makhluk di depannya bisa muat di kursi pengemudi. Enceladus sang
raksasa begitu besar, begitu mengerikan, sehingga Leo tidak mau melihatnya. Tapi dia memaksa dirinya
sendiri untuk memfokuskan pandangan pada monster itu. Pertama-tama, sang raksasa memiliki tinggi
sembilan meter"setinggi pohon. Leo yakin sang raksasa bisa saja melihat mereka di balik tebing, tapi
perhatian raksasa itu tampaknya sedang dicurahkan pada api unggun ungu aneh. Dia sibuk mengitari api
unggun tersebut dan merapalkan sesuatu dengan pelan. Dari pinggang ke atas, raksasa itu mirip
manusia, dadanya yang berotot ditutupi baju zirah perunggu berhiaskan motif kobaran api. Lengannya
sangat kekar. Masing-masing bisepnya lebih besar daripada badan Leo. Kulitnya sewarna perunggu
namun kehitaman terkena jelaga. Bentuk wajahnya kasar, seperti boneka tanah liat setengah jadi,


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun matanya berbinar-binar putih, sedangkan rambut gimbal panjangnya mencapai bahu, dikepang
dengan tulang. Dari pinggang ke bawah, dia malah lebih menyeramkan. Kakinya hijau bersisik, dia
memiliki cakar alih-alih kaki"seperti kaki depan naga. Di tangannya, Enceladus memegang tombak
seukuran tiang bendera. Sesekali dia menghunjamkan ujung tombaknya ke api, menjadikan logam
tersebut merah membara. "Oke," bisik Pak Pelatih Hedge. "Begini rencananya?" Leo menyikutnya.
"Bapak tak boleh menyerangnya sendirian!" "Aw, ayolah."
Piper menahan isakan. "Lihat." Telihat samar-samar di sisi jauh api unggun, seorang pria terikat ke pasak.
Kepalanya terkulai seolah tak sadarkan diri, jadi Leo tidak bisa melihat wajahnya, tapi Piper tampaknya
sama sekali tidak ragu. "Ayah," kata Piper. Leo menelah ludah. Dia berharap ini adalah film Tristan
McLean. Jika demikian, ayah Piper hanya berpura-pura tak sadarkan diri. Dia bakal melepaskan
ikatannya dan membuat sang raksasa tak sadarkan diri dengan gas antiraksasa yang disembunyikan
secara lihai. Musik heroik akan mulai mengalun, dan Tristan McLean bakal meloloskan din dengan
hebatnya dalam gerak lambat sementara pegunungan meledak di belakangnya. Tapi ini bukan film.
Tristan McLean sudah setengah tewas dan hendak dimakan. Yang bisa menghentikannya hanyalah tiga
demigod remaja berpakaian modis dan seekor kambing megalomaniak. "Kita berempat," bisik Hedge
dengan nada mendesak, "sedangkan dia cuma sendiri." "Apo Bapak melewatkan fakta bahwa tingginya
sembilan meter?" tanya Leo. "Oke," kata Hedge. "Jodi kau, aku, dan Jason akan mengalihkan
perhatiannya. Piper mengendap-endap dan membebaskan ayah-nya. Mereka semua memandang Jason.
"Apa?" tanya Jason. "Bukan aku pemimpinnya." "Ya," kata Piper. "Kaulah pemimpinnya." Mereka tidak
pernah sungguh-sungguh membicarakannya, tapi tak seorang pun yang tidak setuju, tidak juga Hedge.
Bisa sampai sejauh ini merupakan buah kerja keras kelompok, namun jika harus mengambil keputusan
hidup dan mati, Leo tahu Jason-lah yang harus ditanyai. Meskipun dia tidak memiliki ingatan, Jason
punya pembawaan yang seimbang. Kita langsung bisa tahu bahwa dia pernah bertempur sebelumnya,
dan dia tahu cara menjaga ketenangan. Leo bukan tipe orang yang mudah percaya, tapi dia rela
memercayakan nyawanya kepada Jason. "Aku benci mengatakannya," desah Jason, "tapi Pak Pelatih
Hedge benar. Piper munglcin bisa berhasil jika kita alihkan perhatian si raksasa." Peluangnya tidak bagus,
pikir Leo. Kesempatan untuk lobos dengan selamat juga kecil. Tetapi, itulah kesempatan mereka satusatunya. Walau begitu, mereka tidak bisa duduk seharian di sana dan membicarakannya. Saat itu pasti
sudah hampir tengah hari"tenggat waktu sang raksasa"dan tanah masih berusaha menarik mereka ke
bawah. Lutut Leo sudah tenggelam sedalam lima centimeter ke tanah. Leo memandangi peralatan
konstruksi dan mendadak memperoleh ide gila. Dia mengeluarkan mainan kecil yang dirakitnya saat
mendaki, dan dia menyadari apa yang dapat dilakukan mainan tersebut"jika Leo beruntung, yang tentu
raja hampir tidak pernah. "Ayo kita maju," kata Leo. "Sebelum pikiranku kembali waras.[]
BAB EMPAT PULUH DUA LEO RENCANA ITU KOCAR-KACIR HAMPIR SEKETIKA. Piper ter-gopoh-gopoh menyusuri bubungan, berusaha
untuk terus merendahkan kepalanya, sedangkan Leo, Jason, dan Pak Pelatih Hedge langsung menuju
bukaan. Jason mendatangkan tombak emasnya. Dia mengangkat tombak itu tinggi-tinggi di atas
kepalanya dan berteriak, "Wahai raksasa!" Kedengarannya lumayan mengesankan, dan jauh lebih
percaya diri daripada yang sanggup dilontarkan Leo. Dia memikir-kan perkataan yang kurang-lebih
berbunyi, "Kami hanyalah semut hina! Jangan bunuh kami!" Enceladus berhenti merapal ke kobaran api.
Dia berbalik menghadap mereka dan menyeringai, menampakkan taring-taring yang setajam taring
harimau sabretooth. "Wah," kata sang raksasa dengan suara menggemuruh. "Sungguh suatu kejutan
yang menyenangkan." Leo tidak suka mendengarnya. Tangannya mencengkeram alat buatannya yang
berkunci putar. Leo melangkah ke samping, beringsut ke buldoser.
Pak Pelatih Hedge berteriak, "Lepaskan bintang film itu, dasar Bocah Lembek yang Besar dan Buruk
Rupa! Atau akan kutendangkan kakiku ke?" "Pak Pelatih," kata Jason. "Tutup mulut." Enceladus tertawa
terbahak-bahak. "Aku lupa betapa lucunya satir itu. Ketika kami menguasai dunia, kurasa akan
kupertahankan kaummu. Kau bisa menghiburku selagi aku memakan semua manusia fana lain." "Apakah
itu pujian?" Pak Pelatih Hedge memandang Leo sambil mengerutkan dahi. "Kurasa itu bukan pujian."
Enceladus membuka mulutnya lebar-lebar, dan gigi-giginya mulai berpendar. "Berpencar!" teriak Leo.
Jason dan Hedge menukik ke kiri saat sang raksasa menyem-protkan api"semburan yang demikian
panas sampai-sampai Festus sekalipun bakal cemburu. Leo berlindung di balik buldoser, memutar alat
buatannya, dan menjatuhkan mainan tersebut ke kursi pengemudi. Kemudian dia berlari ke kanan,
menuju penebang pohon. Dad ekor matanya, Leo melihat Jason berdiri dan menyerbu sang raksasa. Pak
Pelatih Hedge mencopot jas kuning kenarinya, yang sekarang terbakar, dan mengembik marah. "Aku
suka baju itu!" Lalu dia mengangkat pentungan dan menyerbu juga. Sebelum mereka sempat pergi jauh,
Enceladus menghunjamkan tombaknya ke tanah. Seisi gunung berguncang. Gelombang kejut
menjatuhkan Leo sampai terjengkang. Dia berkedip, linglung untuk beberapa waktu. Di balik asap pedih
dari rumput yang terbakar, dia melihat Jason bangun sambil sempoyongan di sisi lain bukaan tersebut.
Pak Pelatih Hedge pingsan. Dia tersungkur ke depan dan kepalanya menghantam kayu gelondongan.
Kaki belakangnya yang berbulu mencuat lurus
ke atas, sedangkan celana kuning kenarinya telah merosot hingga ke lutut"pemandangan yang sama
sekali tidak diinginkan Leo. Sang raksasa menggerung, "Aku melihatmu, Piper McLean!" Dia berbalik dan
menyemburkan api ke kanan Leo. Piper lari ke bukaan seperti ayam hutan yang digiring pemburu, semak
belukar terbakar di bawahnya. Enceladus tertawa. "Aku senang kau datang. Dan kau membawakan
hadiahku!" Perut Leo mulas. Piper telah memperingatkan mereka tentang momen seperti ini. Mereka
telah masuk langsung ke perangkap Enceladus. Sang raksasa pasti membaca ekspresi Leo, sebab dia
justru tertawa semakin nyaring. "Itu benar, Putra Hephaestus. Aku tak menduga kalian semua akan
hidup selama ini, tapi itu bukan masalah. Dengan cara membawa kalian ke sini, Piper McLean telah
menyegel kesepakatan. Jika dia mengkhianati kalian, aku pasti menepati janjiku. Dia boleh membawa
pergi ayahnya Apa peduliku pada seorang bintang film?" Leo bisa melihat ayah Piper lebih jelas sekarang.
Dia mengenakan kemeja compang-camping dan celana panjang robek-robek. Kaki telanjangnya dikotori
lumpur kering. Dia tidak sepenuhnya tak sadarkan diri, sebab dia mengangkat kepala dan mengerang"
betul, Tristan McLean masih hidup. Leo sudah sering melihat wajah itu dalam film. Tapi ada luka sayat
mengerikan di sisi wajahnya, dan dia terlihat kurus serta tirus"tidak heroik sama sekali. "Ayah!" teriak
Piper. Pak McLean berkedip, berusaha memfokuskan pandangan. "Pipes ... " Di mana ..." Piper
menghunus belatinya dan menghadap Enceladus. "Lepaskan dia!"
"Tentu saja, Sayang," sang raksasa menggerung. "Bersumpah setialah kepadaku, dan masalah kita beres.
Hanya saja, yang lain yang harus mati." Piper menoleh bolak-balik antara Leo dan ayahnya. "Dia bakal
membunuhmu," Leo memperingatkan. "Jangan percaya padanya!" "Oh, ayolah," raung Enceladus.
"Kautahu aku dilahirkan untuk bertarung melawan Athena sendiri" Bunda Gaea membuat masingmasing dari kami, para raksasa, untuk tujuan khusus, dirancang untuk bertarung dan menghancurkan
dewa tertentu. Aku adalah musuh bebuyutan Athena, anti-Athena, bisa dibilang. Dibandingkan dengan
sebagian saudaraku"aku ini kecil! Tapi aku pandai. Dan aku akan menepati janjiku padamu, Piper
McLean. Itu adalah bagian dari rencanaku!" Jason sudah berdiri sekarang, tombaknya siap; tapi sebelum
dia sempat bertindak, Enceladus meraung"seruan yang begitu keras sampai-sampai bergema ke
lembah dan barangkali terdengar hingga ke San Francisco. Di tepi hutan, setengah lusin makhluk mirip
ogre berdiri. Leo dan yakin seyakin-yakinnya bahwa mereka tadinya tidak bersembunyi di sana. Perut
Leo menjadi mual. Mereka bangkit langsung dari tanah. Para ogre terseok-seok ke depan. Mereka kecil
dibandingkan dengan Enceladus, kira-kira dua meter. Masing-masing memiliki enam lengan"satu
pasang di tempat biasa, lalu sepasang lengan tambahan yang mencuat dari puncak bahu mereka, serta
satu pasang lagi yang terjulur dari camping iga mereka. Mereka hanya mengenakan cawat kulit
compang-camping, dan dari seberang bukaan sekalipun, Leo bisa mencium bau mereka. Enam makhluk
yang tidak pernah mandi, masing-masing memiliki enam ketiak.
Leo memutuskan jika dia selamat dari insiden hari ini, dia pasti harus mandi tiga jam hanya untuk
melupakan bau itu. Leo menghampiri Piper. "Itu"itu apa?" Bilah belati Piper memantulkan sinar ungu
api unggun. "Gegenees." "Artinya?" tanya Leo. "Anak Bumi," kata Piper. "Raksasa bertangan enam yang
bertarung melawan Jason"Jason yang pertama." "Bagus sekali, Sayang!" Enceladus kedengarannya
girang. "Mereka dahulu tinggal di tempat menyedihkan di Yunani yang disebut Gunung Beruang.
Gunung Diablo jauh lebih menyenangkan! Mereka adalah anak-anak Ibu Pertiwi yang lebih inferior,
namun mereka memiliki tujuan sendiri. Mereka ahli menggunakan peralatan konstruksi?" "Brum,
brum!" salah satu Anak Bumi menggerung, diikuti oleh yang lain, masing-masing menggerakkan enam
tangan seperti mengemudikan mobil, seakan sedang menjalankan semacam ritual keagamaan yang
aneh. "Brum, brum!" "Ya, terima kasih, Anak-Anak," kata Enceladus. "Mereka juga punya dendam
terhadap pahlawan. Terutama siapa saja yang bernama Jason." "Yeey-son!" teriak para Anak Bumi.
Mereka semua memungut segumpal tanah, yang memadat di tangan mereka dan berubah menjadi batu
tajam mengerikan. "Di mana Yeey-son" Bunuh Yeey-son!" Enceladus tersenyum. "Kaulihat, Piper, kau
punya pilihan. Selamatkan ayahmu, atau ah, mencoba menyelamatkan teman-temanmu dan hadapi
kematian yang sudah pasti." Piper melangkah maju. Matanya menyala-nyala murka sehingga para
Anal( Bumi sekali pun mundur. Piper memancarkan kekuatan dan kecantikan, tapi ini tak ada
hubungannya dengan pakaian ataupun rias wajahnya. "Kau tidak akan merebut orang-orang yang
kusayangi," kata Piper. "Seorang pun tidak." Kata-katanya merambat menyeberangi bukaan dengan
kekuatan yang begitu dahsyat sampai-sampai para Anak Bumi bergumam, "Oke. Oke, maaf," dan mulai
mundur. "Teguhkan diri kalian, Bodoh!" Enceladus menggerung. Dia menggeram kepada Piper. "Inilah
sebabnya kami menginginkanmu hidup-hidup, Sayang. Kau bisa bermanfaat sekali bagi kami. Tapi
terserah kau. Anak Bumi! Akan kutunjukkan Jason kepada kalian." Hati Leo mencelus. Namun sang
raksasa tidak menunjuk Jason. Dia menunjuk ke sisi lain api unggun, ke tempat Tristan McLean
menggelayut tak berdaya dan setengah tidak sadar. "Itu Jason," kata Enceladus riang. "Cabik-cabiklah
dia!" Kejutan terbesar bagi Leo: Satu pandangan dari Jason, dan mereka tahu rencananya. Sejak kapan
mereka bisa membaca pikiran satu sama lain dengan sedemikian balk" Jason menyerang Enceladus,
sementara Piper bergegas menghampiri ayahnya, sedangkan Leo melesat ke penebang pohon, yang
terletak di antara Pak McLean dan Anak Bumi. Para Anak Bumi gesit, tapi Leo lari bagaikan roh angin. Dia
melompat ke penebang pohon dari jarak satu setengah meter dan mendarat di kursi pengemudi.
Tangannya bergerak lincah di panel kendali, dan mesin itu pun merespons dengan kecepatan yang tidak
wajar"menyala seolah-olah is tahu seberapa pentingnya ini. "Ha!" Leo berteriak, dan mengayunkan
lengan derek ke api unggun, menggulingkan kayu gelondongan yang terbakar ke atas
tubuh para Anak Bumi dan memercikkan lidah api ke mana-mana. Dua raksasa jatuh di bawah longsoran
api dan meleleh kembali ke dalam bumi"mudah-mudahan terus bertahan di sana selama beberapa
waktu. Empat ogre yang lain tergopoh-gopoh melewati kayu-kayu gelondongan yang terbakar serta
arang panas sementara Leo memutar penebang kayu tersebut. Dipencetnya sebuah tombol, dan bilah
tajam menyeramkan di ujung lengan derek pun mulai berputar. Dari ekor matanya, Leo bisa melihat
Piper di pasal , memotong tali pengikat untuk membebaskan ayahnya. Di sisi lain bukaan tersebut, Jason
bertarung melawan sang raksasa, dia entah bagaimana berhasil mengelak dari tombak mahabesar dan
semburan apinya. Pak Pelatih Hedge masih pingsan dengan heroik, ekor kambingnya mencuat ke udara.
Seluruh sisi gunung itu segera raja dilalap api. Kebakaran tidak mengusik Leo, tapi andaikata temantemannya terjebak di atas sini"Tidak. Leo harus bertindak cepat. Salah satu Anak Bumi"rupanya bukan
yang paling pintar"menyerbu penebang pohon, dan Leo pun mengayunkan lengan derek ke arahnya.
Begitu bilah tajam menyentuh tubuh si ogre, dia pun meleleh bagaikan tanah liat cair dan memercik ke
seluruh bukaan. Sebagian besar terciprat ke muka Leo. Leo meludahkan tanah liat dari mulutnya dan
memutar penebang pohon ke arah tiga Anak Bumi yang tersisa. Mereka cepat-cepat mundur. "Brumbrum nakal!" teriak salah satu. "Iya, benar sekali!" teriak Leo kepada mereka. "Kalian mau brum-brum
nakal" Ayo sini!" Sayangnya, mereka menyambut ajakan Leo. Tiga ogre bertangan enam, masing-masing
melemparkan batu besar keras
dengan kecepatan super"dan Leo tahu tamatlah riwayatnya. Entah bagaimana, dia meluncurkan
dirinya dan berjungkir balik ke belakang penebang kayu setengah detik sebelum sebuah batu besar
menghancurkan kursi pengemudi. Batu-batu menghantam logam. Pada saat Leo terhuyung-huyung
berdiri, penebang kayu itu kelihatan seperti kaleng soda penyok, terbenam ke lumpur. "Buldoser!"
teriak Leo. Para ogre memungut semakin banyak gumpalan tanah, tapi kali ini mereka melotot ke arah
Piper. Sembilan meter dari sana, buldoser pun menyala. Alat buatan Leo telah melakukan pekerjaannya,
menanamkan diri ke panel kendali mesin keruk dan untuk sementara memberinya kehidupan sendiri.
Mesin keruk itu pun menggerung ke arah musuh. Tepat saat Piper membebaskan ayahnya yang
teringkat dan memegang pria itu dengan tangannya, para raksasa melontarkan serangan batu mereka
yang kedua. Buldoser menikung di lumpur, mendecit berhenti untuk mengadang, dan sebagian besar
batu menghantam lengan pengeruknya. Benturan tersebut sedemikian hebat sehingga buldoser
terdorong ke belakang. Dua batu terpantul dan mengenai para pelemparnya. Dua Anak Bumi pun
meleleh, menjadi tanah liat kembali. Sayangnya, sebuah batu mengenai mesin buldoser, menghasilkan
kepulan asap berminyak, dan buldoser itu pun terhenti. Satu mainan hebat lagi-lagi rusak. Piper
menyeret ayahnya turun, menjauhi bubungan. Anak Bumi terakhir menerjang untuk mengejar gadis itu.
Leo sudah kehabisan trik, tapi dia tak bisa membiarkan monster itu menangkap Piper. Dia lari ke depan,
langsung menembus api, dan menyambar sesuatu"apa saja"dari sabuk perkakasnya. "Hei, Bego!" Leo
berteriak, dan melemparkan sebatang obeng kepada si Anak Bumi.
Obeng itu tidak membunuh si ogre, namun cukup untuk menarik perhatiannya. Obeng tersebut
tertancap sampai gagangnya ke kening si Anak Bumi seolah dia terbuat dari Play-Doh. Si Anak Bumi
memekik kesakitan dan mendadak berhenti. Dia mencabut obeng tersebut, berbalik, dan memelototi
Leo. Sangat disayangkan bahwa ogre yang terakhir ini kelihatannya merupakan yang terbesar serta
terganas di antara kawanan tersebut. Gaea pasti telah mencurahkan segalanya untuk menciptakan Anak
Bumi yang satu ini"menambahkan otot ekstra dan wajah yang sangat jelek, paket lengkap. Oh, hebat,
pikir Leo. Aku dapat teman baru. "Mati kau!" raung si Anak Bumi. "Teman Yeey-son mati!" Si ogre
meraup segenggam tanah, yang seketika mengeras menjadi peluru batu. Leo kehabisan aka'. Dia
merogoh sabuk perkakasnya, namun tak terpikir apa yang mungkin dapat membantu. Dia anak pintar"
tapi dia tidak bisa merakit atau membuat atau memperbaiki sesuatu yang dapat membantunya lobos
kali ini. Ya sudah, pikir Leo. Aku akan mati dengan megah. Tubuh Leo langsung menyala, kobaran api
menjilat-jilatnya, sambil berteriak, "Hephaestus!" dia menyerang si ogre dengan tangan kosong. Dia talc
pernah sampai ke sana. Warna biru pirus dan hitam berkelebat di belakang si ogre. Perunggu mengilap
membelah sisi tubuh si Anak Bumi, lalu sisi yang satunya lagi. Enam lengan jatuh ke tanah, batu-batu
besar menggelinding dari tangan-tangan yang tak berguna. Si Anak Bumi memandang ke bawah, sangat
kaget. Dia menggumam, "Dadah lengan." Kemudian dia pun meleleh ke tanah.
Piper berdiri di sana, tersengal-sengal, belatinya berlumur tanah fiat. Ayahnya duduk di punggung bukit,
linglung dan terluka, namun masih hidup. Ekspresi Piper garang"hampir-hampir gila, seperti hewan
yang terpojok. Leo bersyukur Piper ada di pihaknya. "Tak seorang pun boleh menyakiti teman-temanku,"
kata Piper. Disertai perasaan hangat yang muncul tiba-tiba, Leo menyadari bahwa gadis itu
membicarakan dirinya. Kemudian Piper berteriak, "Ayo!" Leo melihat bahwa pertempuran belum
berakhir. Jason masih bertarung melawan Enceladus sang raksasa"dan pertarungan tersebut tidak
berjalan lancar. [] BAB EMPAT PULUH TIGA JASON KETIKA TOMBAK JASON PATAH, DIA tabu riwayatnya akan segera tamat. Pertarungan berawal cukup
baik. Insting Jason mengambil alih, dan firasatnya memberitahunya bahwa dia pernah berduel dengan
lawan yang hampir sebesar ini sebelumnya. Ukuran besar dan tenaga besar sama artinya dengan
kelambanan, jadi Jason semata-mata harus lebih cepat"memacu dirinya, membuat lawan-nya letih,
dan menghindar supaya tidak digencet atau dipanggang. Jason berguling untuk menghindari hunjaman
pertama tombak sang raksasa dan menikam pergelangan kaki Enceladus. Lembing Jason berhasil
menusuk kulit tebalnya, dan bercucuranlah ichor"darah kaum abadi"di kaki bercakar sang raksasa.
Enceladus meraung kesakitan dan menyemburnya dengan api. Jason buru-buru menjauh, berguling ke
belakang raksasa itu, dan menghunjam lagi ke belakang lutut Enceladus. Proses seperti itu berlangsung
terus selama beberapa detik, menit"susah menilainya. Jason mendengar pertempuran lain di bukaan
itu"alas konstruksi yang menggelinding, api yang berkobar-kobar, monster yang berteriak, serta batu
yang menabrak logam. Jason mendengar Leo dan Piper berteriak dengan gagah, yang berarti bahwa
mereka masih hidup. Jason berusaha tak memikirkannya. Perhatiannya tidak boleh teralih. Tombak
Enceladus meleset satu milimeter saja darinya. Jason terus mengelak, namun tanah menempel di
kakinya. Gaea kian kuat saja, sedangkan sang raksasa kian gesit. Enceladus mungkin memang lamban,
namun dia tidak bodoh. Dia mulai mengantisipasi gerakan Jason, dan serangan Jason jadi cuma
mengganggunya, membuatnya makin berang. "Aku bukan monster remeh," Enceladus menggerung.
"Aku ini raksasa, dilahirkan untuk menghancurkan para dewa! Tusuk gigi emasmu yang mungil tak
mungkin bisa membunuhku, Bocah." Jason tidak buang-buang energi untuk menjawab. Dia sudah capek.
Tanah lengket ke kakinya, membuatnya merasa seolah berbobot lebih berat seratus pon. Udara penuh
asap yang menyesakkan paru-parunya. Api berkobar-kobar di sekelilingnya, diperbesar oleh angin, dan
suhu udara seperti di oven. Jason mengangkat lembingnya untuk mengadang serangan sang raksasa
yang berikutnya"kesalahan besar. Jangan Iowan kekuatan dengan kekuatan, sebuah suara
menegurnya"Lupa sang serigala, yang memberitahukan itu kepadanya dulu sekali. Jason berhasil
menangkis tombak, tapi mata tombak itu menggores bahunya, dan lengannya kontan mati rasa. Jason
mundur, hampir tersandung kayu gelondongan yang terbakar. Jason harus mengulur waktu"agar
perhatian si raksasa terus terarah kepadanya selagi teman-temannya menghadapi para Anak Bumi serta
menyelamatkan ayah Piper. Jason tak boleh gagal.
Jason mundur, berusaha memancing sang raksasa ke tepi bukaan. Enceladus bisa melihat keletihannya.
Raksasa itu tersenyum, memamerkan taring-taringnya. "Jason Grace yang perkasa," oloknya. "Ya, kami
tahu tentang-mu, Putra Jupiter. Orang yang memimpin penyerangan ke Gunung Othrys. Yang seorang
diri membinasakan Krios sang Titan dan menggulingkan takhta hitam." Benak Jason berputar-putar. Dia
tidak mengenal nama-nama tersebut, namun nama-nama itu menggelitik kulitnya, seolah tubuhnya
mengingat rasa sakit yang tidak diingat pikirannya. "Apa yang kaubicarakan?" tanya Jason. Dia
menyadari kekeliruannya ketika Enceladus menyemburkan api. Perhatiannya teralih, Jason bergerak
terlalu lambat. Semburan itu meleset, namun panas melepuhkan punggung Jason. Dia terenyak ke tanah,
pakaiannya berasap. Jason dibutakan oleh jelaga dan asap, tercekik saat dia berusaha bernapas. Jason
buru-buru mundur saat tombak sang raksasa membelah tanah di antara kedua kakinya. Jason berhasil
mempertahankan pijakannya. Jika saja dia bisa memanggil sambaran petir"tapi tenaganya sudah
terkuras, dan dalam kondisi ini, upaya itu mungkin saja menewaskannya. Dia bahkan tak tahu apakah
listrik bakal melukai raksasa itu. Kematian dalam pertempuran adalah kematian yang terhormat, kata
suara Lupa. Menghibur sekali, pikir Jason. Satu percobaan terakhir: Jason menarik napas dalam-dalam
dan menerjang. Enceladus membiarkan Jason mendekat. Dia menyeringai, sudah siap. Pada detik
terakhir, Jason pura-pura melakukan serangan dan justru berguling ke antara kedua kaki sang raksasa.
Jason cepat-cepat bangkit, menghunjamkan tombak dengan seluruh tenaganya, siap menusuk lekukan
punggung sang raksasa, tapi Enceladus telah mengantisipasi trik tersebut. Raksasa itu menyamping,
terlalu cepat dan lincah untuk ukuran seorang raksasa, seakan bumi membantunya bergerak. Enceladus
menyapukan tombaknya ke samping, beradu dengan lembing Jason"dan disertai bunyi patah sekeras
tembakan senapan angin, senjata emas itu pun hancur berantakan. Ledakan tersebut lebih panas
daripada napas si raksasa, membutakan Jason dengan cahaya keemasan. Momentum ledakan
menyentakkan Jason hingga terjatuh dan membuatnya kehabisan napas. Ketika penglihatannya terfokus
kembali, Jason sedang duduk di tepi sebuah kawah. Enceladus berdiri di seberang, sempoyongan dan
kebingungan. Hancurnya lembing telah melepaskan begitu banyak energi sehingga menghasilkan lubang
berbentuk kerucut sempurna sedalam sembilan puluh meter, melumerkan tanah dan batu jadi satu
hingga menjadi permukaan yang licin seperti kaca. Jason tidak tahu pasti bagaimana dia bisa selamat,
tapi pakaiannya berasap. Dia kehabisan energi. Dia tak bersenjata. Dan Enceladus masih hidup. Jason
mencoba bangkit, tapi kakinya seberat timah. Enceladus berkedip, memandangi kerusakan tersebut,
kemudian tertawa. "Mengesankan! Sayangnya, itu adalah trik terakhirmu, Demigod." Enceladus
menyeberangi kawah dengan sekali lompatan, membenamkan kakinya ke kiri-kanan Jason. Sang raksasa
mengangkat tombak, ujungnya melayang dua meter di atas dada Jason. "Dan sekarang," kata Enceladus,
"kurbanku yang pertama untuk Gaea!"
BAB EMPAT PULUH EMPAT JASON WAKTU SEAKAN MELAMBAT, YANG JUSTRU membuat frustrasi, sebab Jason masih tidak bisa bergerak.
Dia merasa diri-nya terbenam kian dalam ke bumi seolah tanah adalah kasur air"nyaman, yang
mendesaknya agar rileks dan menyerah. Jason bertanya-tanya apakah cerita mengenai Dunia Bawah itu


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar. Akankah dia masuk ke Padang Hukuman atau Elysium" Jika Jason tidak bisa mengingat
amalannya, masihkah amalan itu dihitung" Dia bertanya-tanya apakah para hakim akan
mempertimbangkan itu, ataukah ayahnya, Zeus, bakal mengirim surat: "Tolong beri Jason keringanan.
Jangan jebloskan dia ke dalam siksa abadi. Dia terkena amnesia." Jason tidak bisa merasakan lengannya.
Dia bisa melihat ujung tombak menuju dadanya dalam gerak lambat. Jason tahu dia semestinya
bergerak, tapi dia sepertinya tak bisa melakukan itu. Aneh, pikir Jason. Setelah semua upaya yang
dikerahkan agar tetap hidup, lalu sekonyong-konyong duar. Kau tergeletak tak berdaya begitu saja
sementara raksasa bernapas api menyula kita. Suara Leo berteriak, "Awas!"
Sebuah baji logam hitam besar menghajar Enceladus disertai bunyi done nyaring. Sang raksasa terguling
dan meluncur ke dalam lubang. "Jason, bangun!" seru Piper. Suaranya menyemangati Jason,
mengguncangkannya hingga tersadar dari kelinglungannya. Jason duduk tegak, kepalanya berkunangkunang, sementara Piper memapahnya dan menopangnya hingga berdiri. "Jangan mati," perintah Piper.
"Kau tidak boleh mati." "Ya, Nyonya." Jason masih merasa pusing, tapi Piper adalah hal terindah yang
pernah dilihatnya. Rambut Piper berasap. Wajahnya bernoda jelaga. Lengannya tersayat, rok terusannya
robek-robek, dan sepatu botnya hilang satu. Tapi dia Cantik. Kira-kira tiga puluh meter di belakang Piper,
Leo berdiri di atas sebuah alat konstruksi"benda panjang mirip meriam dengan sebuah piston besar,
ujungnya tersayat rapi. Lalu Jason menengok ke kawah di bawah dan melihat ujung kapak hidrolik
tersebut. Enceladus tengah berjuang untuk berdiri, bilah kapak seukuran mesin cuci menancap di
tameng dadanya. Hebatnya, sang raksasa berhasil mencopot bilah kapak tersebut. Dia menjerit
kesakitan dan gunung pun berguncang. Ichor keemasan membasahi bagian depan tameng dadanya, tapi
Enceladus masih berdiri. Dengan badan goyah, dia membungkuk dan mengambil tombaknya.
"Percobaan yang bagus." Sang raksasa berjengit. "Tapi aku tak terkalahkan." Selagi mereka
memperhatikan, baju zirah sang raksasa memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan ichor berhenti mengalir.
Bahkan sayatan di kakinya yang bersisik naga, yang Jason buat dengan susah payah, kini tinggal bekas
luka samar. Leo lari menghampiri mereka, melihat si raksasa, dan menyumpah. "Dia kenapa sih" Mati done'
"Takdirku sudah ditentukan," Eta Enceladus. "Raksasa tak dapat dibunuh oleh dewa maupun pahlawan."
"Hanya oleh keduanya," kata Jason. Senyum sang raksasa menghilang, dan Jason melihat sesuatu yang
menyerupai rasa takut di matanya. "Benar, kan" Dewa dan demigod harus bekerja sama untuk
membunuhmu." "Kau takkan hidup cukup lama untuk mencobanya!" Sang raksasa ruulai tergopohgopoh mendaki tanjakan kawah, tergelincir di sisi kawah yang licin seperti kaca. "Ada yang punya dewa
cadangan?" tanya Leo. Hati Jason dipenuhi rasa takut. Dia melihat sang raksasa di bawah mereka,
berjuang untuk keluar dari lubang, dan dia tahu apa yang harus terjadi. "Leo," Eta Jason, "kalau
kaupunya tali di dalam sabuk per-kakas itu, siapkan." Jason melompat ke arah raksasa itu tanpa senjata
apa pun kecuali tangan kosong. "Enceladus! teriak Piper. "Awas di belakangmu!" Trik itu kentara sekali,
tapi suara Piper begitu memikat, bahkan Jason pun percaya. Si raksasa berkata, "Apa?" dan berbalik
seolah-olah ada laba-laba mahabesar di punggungnya. Jason menjegal kaki Enceladus pada saat yang
tepat. Raksasa itu kehilangan keseimbangan. Enceladus jatuh berdebum di kawah dan meluncur ke
dasar. Selagi dia berusaha bangun, Jason membelitkan lengannya di leher sang raksasa. Ketika Enceladus
berjuang untuk berdiri, Jason menunggangi bahunya. "Turun!" teriak Enceladus. Dia mencoba
menangkap kaki Jason, tapi Jason menghindar ke sana-kemari, menggeliut dan naik ke rambut raksasa
itu. Ayah, Jason berpikir. Seandainya aku pernah melakukan perbuatan apa pun yang baik, apa pun yang
kaurestui, tolonglah aku sekarang. Kupersembahkan nyawaku sendiri"asal kauselamatkan temantemanku. Mendadak dia bisa mencium bau metalik pertanda badai. Kegelapan menelan matahari. Sang
raksasa mematung, merasakan-nya juga. Jason berteriak kepada teman-temannya, "Tiarap!" Seluruh
helai rambut di kepala Jason berdiri. D UAR! Petir mengaliri tubuh Jason, langsung melewati Enceladus,
dan masuk ke tanah. Punggung sang raksasa menjadi kaku, dan Jason pun terlempar. Ketika Jason pulih
kembali, dia ternyata tengah tergelincir di sisi kawah, dan kawah tersebut sedang merekah. Petir telah
membelah gunung itu sendiri. Bumi menggemuruh serta terbelah, menciptakan jurang yang dalam. Kaki
Enceladus meluncur ke dalam jurang tersebut. Sia-sia dia mencakar-cakar sisi lubang yang licin. Selama
beberapa saat dia berhasil mencengkeram tepian jurang, tangannya gemetaran. Dia memandang Jason
dengan benci. "Kau belum memenangi apa-apa, Bocah. Saudara-saudaraku sedang bangkit, dan mereka
sepuluh kali lebih kuat daripada aku. Kami akan membinasakan dewa-dewi sampai ke akarnya. Kalian
akan mati, dan Olympus akan mati bersama?" Sang raksasa kehilangan pegangan dan jatuh ke dalam
jurang. Bumi berguncang. Jason jatuh ke arah jurang tersebut. "Pegangan!" teriak Leo. Kaki Jason sudah
berada di tepi jurang ketika dia menangkap tali, lalu Leo dan Piper menariknya ke atas.
Mereka berdiri bersama-sama, kelelahan dan ketakutan, lalu jurang itu tertutup bagaikan mulut yang
marah. Tanah tidak lagi menarik-narik kaki mereka. Untuk saat ini, Gaea sudah lenyap. Kebakaran
melanda sisi gunung itu. Asap membubung hingga ratusan kaki ke udara. Jason melihat sebuah
helikopter"barangkali pemadam kebakaran atau reporter"datang ke arah mereka. Sekeliling mereka
porak-poranda. Anak Bumi telah meleleh menjadi gundukan tanah liat, hanya menyisakan misil batu dan
potongan cawat menjijikkan, namun Jason menduga mereka akan segera mewujud kembali. Alat
konstruksi berserakan, tinggal puing-puing. Tanah hangus dan menghitam. Pak Pelatih Hedge mulai
bergerak. Dia duduk tegak sambil mengerang dan menggosok-gosok kepalanya. Celana kuning kenarinya
kini sewarna dengan mostar yang bercampur dengan Lumpur. Dia berkedip dan menoleh ke
sekelilingnya, ke lokasi pertempuran. "Akukah yang melakukan semua ini?" Sebelum Jason sempat
menjawab, Pak Pelatih Hedge me-mungut pentungannya dan bangun dengan goyah. "Sini, mau
kutendang" Biar kutendang kalian, Bocah-Bocah Lembek! Siapa kambing jagoannya, hah?" Dia menarinari kecil, menendangi batu dan membuat gerakan-gerakan aneh yang barangkali merupakan isyarat
kasar ala satir kepada gundukan tanah liat. Leo nyengir, dan Jason pun tak tahan lagi"dia mulai tertawa.
Barangkali kedengarannya seperti tawa histeris, tapi rasanya sungguh melegakan bahwa dia masih hidup,
jadi dia tak peduli. Kemudian seorang pria berdiri di seberang bukaan. Tristan McLean tertatih-tatih ke
depan. Matanya hampa, terpana, seperti
seseorang yang baru saja melewati lahan yang telah diluluhlantakkan born nuklir. "Piper?" panggilnya.
Suaranya serak. "Pipes, apa"apa yang?" Dia talc bisa menyelesaikan kalimat tersebut. Piper lari
menghampirinya dan memeluknya erat-erat, namun pria itu hampir-hampir terkesan talc mengenali
putrinya tersebut. Jason pernah merasa mirip seperti itu"pagi itu di Grand Canyon, ketika dia
terbangun tanpa ingatan. Tapi masalah Pak McLean justru sebaliknya. Dia memiliki terlalu banyak
ingatan, terlalu banyak trauma yang talc dapat diatasi benaknya. Dia jadi hilang akal. "Kita harus
membawanya pergi dari sini," kata Jason. "Iya, tapi bagaimana?" ujar Leo. "Kondisinya tak memungkinkan untuk jalan kaki." Jason melirik helikopter, yang sekarang berputar-putar tepat di alas mereka.
"Bisa kaubuatkan kami megafon atau semacamnya?" tanya Jason kepada Leo. "Piper perlu bicara."
BAB EMPAT PULUH LIMA PIPER MEMINJAM HELIKOPTER ADALAH PERKARA MUDAH. Menaikkan ayahnya ke helikopterlah yang tidak
gampang. Piper hanya perlu mengutarakan beberapa patah kata lewat megafon buatan Leo untuk
meyakinkan sang pilot agar mendarat di gunung. Helikopter Jagawana berukuran cukup besar untuk
evakuasi medis atau proses pencarian dan penyelamatan korban bencana, dan ketika Piper memberi
tahu pilot jagawana yang teramat ramah bahwa menerbangkan mereka ke Bandara Oakland adalah ide
hebat, wanita itu serta-merta setuju. "Tidak," gumam ayah Piper selagi mereka naik, meninggalkan
tanah. "Piper, apa"ada monster"ada monster?" Piper membutuhkan pertolongan Leo dan Jason
untuk memegangi ayahnya, sementara Pak Pelatih Hedge mengumpulkan perbekalan mereka.
Untungnya Hedge telah mengenakan celana dan sepatunya kembali, jadi Piper tidak perlu menjelaskan
kaki kambingnya. Hati Piper hancur melihat ayahnya seperti ini"terdorong hingga melampaui titik
kewarasan, menangis seperti anak kecil.
Piper tidak tahu apa persisnya yang telah dilakukan si raksasa pada ayahnya, bagaimana para monster
telah menghancurkan jiwa ayahnya, tapi menurut Piper dia takkan tahan jika tahu. "Semuanya pasti
baik-baik saja, Yah," kata Piper, membuat suaranya semenenangkan mungkin. Dia tidak mau
menggunakan charmspeak untuk ayahnya sendiri, tapi sepertinya charmspeak adalah satu-satunya cara.
"Orang-orang ini temanku. Kami akan menolong Ayah. Ayah aman sekarang." Ayahnya berkedip, dan
memandang baling-baling helikopter. "Bilah tajam. Mereka punya mesin dengan banyak sekali bilah
tajam. Mereka punya enam tangan ..." Ketika mereka memapah ayah Piper ke pintu helikopter, sang
pilot menghampiri untuk membantu. "Kenapa dia?" tanya wanita itu. "Menghirup asap," tukas Jason.
"Atau kelelahan karena sengatan panas." "Sebaiknya kita antar dia ke rumah sakit," kata sang pilot.
"Tidak apa-apa," kata Piper. "Bandara saja sudah cukup." "Iya, bandara saja sudah cukup," sang pilot
langsung setuju. Kemudian dia mengerutkan kening, seolah tidak yakin apa sebabnya dia berubah
pikiran. "Bukankah dia Tristan McLean, sang bintang film?" "Bukan," ujar Piper. "Dia cuma mirip bintang
film itu. Lupakan saja." "Iya," kata sang pilot. "Cuma mirip bintang film itu. Aku?" Dia berkedip,
kebingungan. "Aku lupa apa yang kukatakan. Ayo berangkat." Jason mengangkat alis kepada Piper, jelasjelas terkesan, namun Piper merasa menderita. Dia tidak mau mengacaukan pikiran orang-orang,
meyakinkan mereka akan hal yang tidak mereka percayai. Rasanya teramat sok dan keliru"seperti
sesuatu yang bakal dilakukan Drew di perkemahan, atau Medea di toko serbaada jahatnya. Dan bagaimana pula
charmspeak dapat mem-bantu ayahnya" Piper tidak bisa meyakinkannya bahwa semua bakalan baikbaik saja, atau bahwa tak ada yang terjadi. Traumanya terlalu dalam. Akhirnya mereka menaikkan ayah
Piper, dan helikopter pun berangkat. Sang pilot terus-menerus memperoleh pertanyaan dari radio,
menanyakan dia hendak ke mana, tapi dia mengabaikan semuanya. Mereka menikung, menjauhi
gunung yang dilanda kebakaran dan menuju Perbukitan Berkeley. "Piper." Ayahnya mencengkeram
tangannya dan berpegangan seakan takut jatuh. "Ini benar-benar kau" Mereka memberitahuku"
mereka memberitahuku bahwa kau akan mati. Mereka bilang hal-hal buruk akan terjadi." "Ini aku, Yah."
Piper harus mengerahkan segenap tekadnya agar tidak menangis. Piper harus tegar demi ayahnya.
"Semuanya pasti akan baik-baik saja." "Mereka monster," kata ayahnya. "Monster sungguhan. Roh bumi,
persis seperti dalam dongeng Kakek Tom"dan Ibu Pertiwi marah padaku. Dan si raksasa,
menyemburkan api?" Dia memfokuskan perhatian pada Piper lagi, matanya seperti kaca pecah,
memancarkan cahaya yang ganjil. "Mereka bilang kau demigod. Ibumu ..." "Aphrodite," ujar Piper.
"Dewi Cinta." "Aku"aku?" Dia menarik napas dengan susah payah, lalu sepertinya lupa
mengembuskannya lagi. Teman-teman Piper berhati-hati agar tidak menonton. Leo memain-mainkan
mur dari sabuk perkakasnya. Jason menatap lembah di bawah"jalanan macet ketika para manusia fana
menghentikan mobil dan memandangi kebakaran di gunung sambil melongo. Gleeson mengunyah
puntung anyelirnya, dan sekali ini sang satir tidak terlihat antusias untuk berteriak-teriak atau menyombong. Tristan McLean tak
seharusnya tampak seperti ini. Dia seorang bintang. Dia percaya diri, modis, memesona"selalu pegang
kendali diri. Itulah citra publik yang diproyeksikannya. Piper pernah melihat citra itu terbuyarkan
sebelumnya. Tapi ini lain. Kini citra tersebut hancur lebur, lenyap. "Aku tidak tahu tentang Ibu," Piper
memberi tahu ayahnya. "Tidak sampai Ayah diculik. Ketika kami menemukan di mana Ayah berada, kami
langsung datang. Teman-temanku membantuku. Takkan ada yang menyakiti Ayah lagi." Ayahnya tak
bisa berhenti menggigil. "Kahan pahlawan"kau dan teman-temanmu. Aku tak percaya. Kau pahlawan
sungguhan, bukan seperti aku. Bukan berakting. Aku bangga sekali padamu, Pipes." Tapi kata-kata itu
digumamkan dengan lesu, seperti ucapan orang yang setengah radar. Ayah Piper menatap lembah di
bawah, dan cengkeramannya di tangan Piper mengendur. "Ibumu tak pernah memberitahuku." "Dia
bilang itulah yang terbaik." Alasan seperti itu kedengar-annya basi, bagi Piper sekalipun, dan
charmspeak sebanyak apa pun tak bisa mengubahnya. Tapi Piper tidak memberi tahu ayahnya hal yang
sesungguhnya dikhawatirkan Aphrodite: Jika dia harus menghabiskan sisa hidupnya dengan ingatan itu,
mengetahui bahwa dewa-dewi dan roh-roh berjalan di muka bumi ini, kenyataan tersebut akan
membuatnya remuk redam. Piper meraba-raba bagian dalam saku jaketnya. Vial itu masih berada di
sana, terasa hangar saat disentuh. Tapi, bagaimana mungkin Piper menghapus memori ayahnya"
Ayahnya akhirnya tahu siapa Piper sebenarnya. Ayahnya bangga padanya, dan sekali ini Piper adalah
pahlawan bagi ayahnya, bukan
sebaliknya. Ayahnya takkan mengirimnya pergi lagi sekarang. Mereka memiliki rahasia bersama.
Bagaimana mungkin Piper mau kembali ke keadaan semula" Piper menggandeng tangan ayahnya, bicara
kepadanya mengenai hal-hal kecil"waktu yang dihabiskannya di Sekolah Alam Liar, pondok di
Perkemahan Blasteran. Piper menceritakan bagaimana Pak Pelatih Hedge memakan anyelir dan
semaput di Gunung Diablo, bagaimana Leo menjinakkan seekor naga, dan bagaimana Jason membuat
para serigala mundur hanya dengan berbicara dalam bahasa Latin. Teman-temannya tesenyum enggan
saat Piper mengisahkan petualangan mereka. Ayah Piper tampaknya menjadi santai selagi putrinya
berbicara, namun dia tidak tersenyum. Piper bahkan talc yakin apakah ayahnya mendengarnya. Selagi
mereka melintasi perbukitan untuk menuju East Bay, Jason menegang. Dia mencondongkan badan
sejauh mungkin ke luar ambang pintu. Piper khawatir dia bakal jatuh. Jason menunjuk. "Apo itu?" Piper
melihat ke bawah, tapi dia tidak melihat apa pun yang menarik"cuma perbukitan, hutan, rumah-rumah,
jalan kecil yang mengular menembus jurang. Jalan bebas hambatan yang menembus bukit, membentuk
terowongan penghubung East Bay dengan kota-kota yang lebih jauh dari pesisir. "Mana?" tanya Piper.
"Jalan itu," ujar Jason. "Jalan yang menembus perbukitan." Piper mengambil helm komunikasi yang
diberikan pilot kepadanya dan menyampaikan pertanyaan itu lewat radio. Jawabannya tak terlalu
menggairahkan. "Dia bilang itu Highway 24," Piper melaporkan. "Itu Terowongan Caldecott. Memangnya
kenapa?" Jason menatap jalan masuk terowongan lekat-lekat, tapi dia tak berkata apa-apa. Terowongan tersebut
menghilang dari pandangan selagi mereka terbang di atas pusat kota Oakland, tapi Jason masih
menerawang ke kejauhan, ekspresinya hampir sama resahnya seperti ayah Piper. "Monster," ayah Piper
berkata, air mata meninggalkan jejak di pipinya. "Aku hidup di dunia yang penuh monster." []
BAB EMPAT PULUH ENAM PIPER PENGENDALI LALU LINTAS UDARA TIDAK mau mengizinkan helikopter yang talc terjadwal mendarat di
Bandara Oalcland"sampai Piper berbicara di radio. Kemudian mereka pun diperbolehkan mendarat.
Mereka turun di tarmak, dan semua orang memandang Piper. "Sekarang apa?" Jason menanyainya.
Piper merasa tidak nyaman. Dia tidak mau jadi orang yang pegang tanggung jawab, namun demi
ayahnya, dia harus tampak percaya diri. Dia tak punya rencana. Dia cuma ingat bahwa ayahnya terbang
ke Oakland, yang berarti bahwa pesawat pribadi ayahnya masih di sini. Tapi ini hari titik balik matahari
musim dingin. Mereka harus menyelamatkan Hera. Mereka sama sekali tak punya gambaran harus
menuju mana atau apakah mereka sudah terlambat. Dan bagaimana mungkin Piper meninggalkan
ayahnya dalam kondisi seperti ini" "Pertama-tama," kata Piper. "Aku"aku harus mengantar ayahku
pulang. Maafkan aku, Teman-Teman." Wajah mereka jadi murung. "Oh," kata Leo. "Maksudku, tentu
saja. Dia membutuhkanmu saat ini. Kami bisa melanjutkan tanpamu dari sini." "Pipes, jangan." Ayahnya
sedari tadi duduk di ambang pintu helikopter, selimut tersampir di bahunya. Tapi dia berdiri sambil
sempoyongan. "Kau punya misi. Sebuah tugas. Aku tak bisa?" "Akan kuurus dia," kata Pak Pelatih
Hedge. Piper menatapnya. Sang satir adalah orang terakhir yang Piper duga bakal mengajukan diri.
"Bapak?" tanyanya. "Aku ini pelindung," ujar Gleeson. "Itulah pekerjaanku, bukan bertarung." Hedge
kedengarannya agak patah semangat, dan Piper me-nyadari bahwa dia mungkin sebaiknya talc
menceritakan bagaimana sang satir jatuh tak sadarkan diri dalam pertempuran terakhir. Dengan caranya
sendiri, mungkin sang satir sama sensitifnya seperti ayah Piper. Kemudian Hedge menegalckan diri, dan
mengertakkan rahangnya. "Tentu saja, aku jago bertarung juga." Dia memelototi mereka semua,
menantang mereka untuk membantah. "Ya," kata Jason. "Menyeramkan," Leo sepakat. Sang pelatih
menggeram. "Tapi aku pelindung, dan aku bisa melakukan ini. Ayahmu benar, Piper. Kau harus
melanjutkan misi "Tapi ..." Mata Piper pedih, seolah dia kembali lagi ke tengah kebakaran hutan.
"Ayah ..." Ayahnya merentangkan lengan, dan Piper pun memeluknya. Ayahnya terasa rapuh. Dia
gemetar hebat sampai-sampai Piper takut. "Ayo bed mereka waktu sebentar," kata Jason, dan mereka
pun mengajak sang pilot menjauh beberapa meter di tarmak.
"Aku tak percaya," kata ayah Piper. "Aku sudah mengecc-wakanmu." "Tidak, Yah!" "Hal-hal yang mereka
lakukan, Piper, visi yang mereka tunjukkan kepadaku ..." "Ayah, dengarkan." Piper mengeluarkan vial
dari sakunya. 'Aphrodite memberiku ini, untukAyah. Ramuan ini menghilangkan ingatan Ayah yang
terbaru. Ramuan ini akan membuat seolah-olah ini tak pernah terjadi." Ayah Piper menatapnya, seolah
sedang menerjemahkan kata-katanya dari sebuah bahasa asing. "Tapi kau seorang pahlawan. Aku juga
akan melupakan itu?" "Ya," bisik Piper. Dia memaksa dirinya berbicara dengan nada suara yang yakin.
"Ya, Ayah akan lupa. Semuanya akan"akan kembali seperti semula." Ayahnya memejamkan mata dan
menarik napas dengan gemetar. "Aku menyayangimu, Piper. Aku selalu menyayangimu. Aku"aku
mengirimmu pergi karena aku tidak mau kau terpengaruh kehidupanku. Kehidupanku waktu tumbuh
dewasa"kemiskinan, ketidakberdayaan. Juga kehidupan ala Hollywood yang gila. Kukira"kukira aku
melindungimu." Dia mengeluarkan tawa getir. "Seolah kehidupanmu tanpaku lebih baik, atau lebih
aman.5, Piper menggenggam tangan ayahnya. Piper pernah mendengar ayahnya bicara tentang niat
untuk melindunginya sebelumnya, tapi Piper tak pernah percaya. Dia selalu mengira bahwa itu hanya
alasan ayahnya untuk membenarkan tindakannya. Ayahnya tampak begitu percaya diri dan mudah
bergaul, seolah kehidupannya enteng dan menyenangkan. Bagaimana mungkin dia menyatakan bahwa
Piper perlu dilindungi dari hal itu"
Akhirnya Piper paham ayahnya sengaja berlagak begitu demi dirinya, berusaha talc menunjukkan betapa
dia takut dan tak percaya diri. Ayahnya benar-benar berusaha melindungi Piper. Dan kini
kemampuannya untuk mengatasi 'crisis telah hancur. Piper mengulurkan vial itu kepada ayahnya.
"Ambillah. Mungkin suatu hari kita akan siap untuk membicarakan ini lagi. Ketika Ayah sudah siap."
"Ketika aku sudah siap," ayahnya bergumam. "Kau menge-sankan seolah"seolah akulah yang masih
remaja. Aku semestinya jadi orangtua." Dia mengambil vial itu. Matanya berpendar, mengisyaratkan
secercah kecil harapan. "Aku menyayangimu, Pipes." "Aku sayang Ayah juga." Diminumnya cairan merah
muda itu. Bola matanya berputar ke atas, dan dia pun terkulai ke depan. Piper menangkapnya, temanteman Piper lari mendekat untuk membantu. "Kupegang dia," kata Hedge. Sang satir terhuyung-huyung,
tapi dia cukup kuat untuk menahan Tristan McLean hingga tetap tegak. "Aku sudah meminta teman kita
si jagawana agar menelepon pesawat ayahmu. Pesawat itu sedang dalam perjalanan sekarang. Alamat
rumah?" Piper hendak memberi tahu Hedge. Kemudian sebuah pemilciran terbetik di benaknya. Piper
mengecek saku ayahnya, dan BlackBerry ayahnya ternyata masih ada di sana. Sepertinya aneh bahwa
ayah Piper masih menyimpan sesuatu yang begitu normal sesudah semua yang telah dia lalui, tapi Piper
menduga Enceladus talc melihat ada alasan untuk mengambil ponsel tersebut. "Semuanya ada di sini,"
kata Piper. "Alamat, nomor telepon sopir ayahku. Hati-hati saja terhadap Jane." Mata Pak Pelatih Hedge
menyala-nyala, seolah dia merasakan peluang untuk bertarung. "Siapa Jane?"
Pada saat Piper selesai menjelaskan, pesawat Gulf-stream putih mulus milik ayahnya telah terparkir di
samping helikopter. Hedge dan sang pramugari menaikkan ayah Piper ke pesawat. Kemudian Pak Pelatih
Hedge turun untuk terakhir kalinya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia memeluk Piper dan
memelototi Jason serta Leo. "Kahan bocah-bocah lembek harus jaga gadis ini, ya" Atau kalian bakal
kusuruh melakukan push up!" "Paham, Pak Pelatih," kata Leo, senyum terkembang di sudut mulutnya.
"Tidak perlu menyuruh kami push up," Jason berjanji. Piper memberi sang satir tua satu pelukan lagi.
"Terima kasih, Gleeson. Tolong jaga ayahku." "Aku bisa mengatasi ini, McLean," Hedge meyakinkannya.
"Mereka punya root beer dan enchilada sayuran di penerbangan ini, dan serbet dari seratus persen
bahan linen"sedap! Aku bisa membiasakan diri dengan ini." Saat berderap menaiki tangga, satu
sepatunya lepas, dan kuku belahnya terlihat selama sedetik. Mata sang pramugari membelalak, namun
dia berpaling dan pura-pura tak ada yang salah. Piper menduga dia barangkali sudah menyaksikan halhal yang lebih aneh selama bekerja untuk Tristan McLean. Ketika pesawat itu meluncur di landasan pacu,
Piper mulai menangis. Dia sudah menahan tangis terlalu lama dan dia semata-mata tak sanggup
melakukannya lagi. Sebelum Piper sadar, Jason sudah memeluknya, sedangkan Leo berdiri tak nyaman
di dekat sana, mengeluarkan tisu dari sabuk perkakasnya. "Ayahmu akan baik-baik saja," Jason berkata.
"Kerjamu hebat." Piper terisak-isak di dada Jason. Dia membiarkan dirinya dipeluk selama enam tarikan
napas. Tujuh. Lalu Piper tak bisa memanjakan diri lagi. Mereka memerlukan dirinya. Pilot heli-kopter
sudah terlihat gelisah, seolah dia mulai bertanya-tanya apa sebabnya dia menerbangkan mereka ke sini.
"Terima kasih, Teman-Teman," kata Piper. "Aku"Piper ingin memberi tahu mereka betapa berartinya
mereka baginya. Mereka telah mengorbankan segalanya, mungkin bahkan mini mereka, untuk
membantu Piper. Piper tak bisa membalas budi mereka, bahkan tak bisa mengutarakan rasa terima
kasihnya dengan kata-kata. Tapi ekspresi teman-temannya mengungkapkan kepada Piper bahwa
mereka mengerti. Lalu, tepat di sebelah Jason, udara mulai berdenyar. Pada mulanya Piper mengira itu
disebabkan oleh tarmak yang panas, atau mungkin gas buangan helikopter, namun dia pernah melihat
sesuatu seperti ini di air mancur Medea. Itu adalah pesan-Iris. Sebuah gambar muncul di udara"gadis
berambut gelap yang mengenakan baju kamuflase musim dingin berwarna perak, memegang busur.
Jason terhuyung-huyung mundur karena kaget. "Thalia!" "Syukur kepada para dewa," kata sang
Pemburu. Adegan di belakangnya susah dilihat, tapi Piper mendengar teriakan, denting logam yang
saling beradu, dan ledakan. "Kami menemukan Hera," kata Thalia. "Di mana kalian?" "Oakland," kata


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jason. "Kau di mana?" "Rumah Serigala! Oakland bagus; kalian tidak terlalu jauh. Kami menahan anak
buah si raksasa, tapi kami tak dapat menahan mereka selamanya. Datanglah ke sini sebelum matahari
terbenam, atau semuanya tamat." "Kalau begitu belum terlambat?" seru Piper. Harapan menjalari diri
Piper, tapi ekspresi Thalia segera saja memadamkannya. "Belum," ujar Thalia. "Tapi, Jason"keadaannya
lebih buruk daripada yang kusadari. Porphyrion tengah bangkit. Bergegaslah." "Tapi di mana letak
Rumah Serigala?" Jason memohon.
"Perjalanan terakhir kita," kata Thalia, gambarnya mulai mengabur. "Hutan raya itu. Jack London.
Ingat?" Pernyataan ini sama sekali tak dipahami Piper, tapi Jason terlihat seperti kena tembak. Dia
terhuyung-huyung, wajahnya pucat, dan pesan-Iris itu pun menghilang. "Bung, kau tak apa-apa?" tanya
Leo. "Kau tahu di mana Hera?" "Ya," Jason berkata. "Lembah Sonoma. Tidak jauh. Tidak kalau lewat
udara." Piper menoleh kepada sang pilot, yang memperhatikan semua ini dengan ekspresi yang kian
lama kian bingung. "Bu," kata Piper sambil menyunggingkan senyum terbaiknya. "Ibu tak keberatan
membantu kami sekali lagi, kan?" "Aku tak keberatan," sang pilot setuju. "Kita tidak bisa mengajak serta
seorang manusia fana ke dalam pertempuran," kata Jason. "Terlalu berbahaya." Dia menoleh kepada
Leo. "Menurutmu kau bisa menerbangkan kendaraan ini?" "Mmm ..." Raut muka Leo tidak meyakinkan
Piper. Tapi kemudian Leo menempelkan tangan ke sisi helikopter, sibuk berkonsentrasi, seakan sedang
mendengarkan suara mesinnya. "Helikopter Bell 4I2HP serbaguna," kata Leo. "Empat baling-baling
utama dari bahan komposit, laju 22 knot, ketinggian maksimal 22.000 kaki. Tangkinya hampir penuh.
Tentu, aku bisa menerbangkannya." Piper tersenyum lagi kepada sang penjaga hutan. "Ibu tak
keberatan mengizinkan anak-anak di bawah umur meminjam helikopter Ibu, kan" Pasti akan kami
kembalikan." "Aku?" Sang pilot nyaris tercekik, sepertinya enggan bicara, namun dia akhirnya berbicara
juga: "Aku tidak keberatan." Leo nyengir. "Masuk, Anak-anak. Paman Leo mau ajak kalian jalan-jalan." []
BAB EMPAT PULUH TUJUH LEO MENERBANGKAN HELIKOPTER" TENTU, KENAPA TIDAK. Leo sudah melakukan banyak hal yang lebih gila
minggu itu. Matahari sudah turun saat mereka terbang ke utara, melintasi Jembatan Richmond, dan Leo
tak percaya bahwa hari itu telah berlalu sedemikian cepat. Sekali lagi, tak ada yang bisa menandingi
GPPH dan pertarungan sengit dalam hal membunuh waktu. Saat mengemudikan helikopter tersebut,
Leo silih berganti merasa percaya diri dan panik. Jika dia tidak berpikir, Leo mendapati dirinya secara
otomatis menekan kenop yang benar, mengecek altimeter, menarik stik dengan santai, dan terbang
lurus. Jika Leo mulai memikirkan tindakannya, dia mulai panik. Leo membayangkan Bibi Rosa
membentak-bentaknya dalam bahasa Spanyol, memberitahunya bahwa dia adalah berandalan sinting
yang bakal celaka. Sebagian diri Leo curiga bibinya benar. "Baik-baik saja?" Piper bertanya dari kursi
kopilot. Gadis itu kedengarannya lebih gugup daripada dia, jadi Leo memasang tamp ang berani.
"Enteng," kata Leo. "Jadi, Rumah Serigala itu apa?"
Jason berlutut di antara kursi mereka. "Rumah mewah telantar di Lembah Sonoma. Seorang demigodlah
yang membangunnya"Jack London." Leo tidak ingat itu nama siapa. "Dia aktor?" "Penulis," ujar Piper.
"Kisah-kisah petualangan, kan" Call of the Wild" White Fang?" "Iya," kata Jason. "Dia putra Merkurius"
maksudku, Hermes. Dia seorang petualang, berkelana ke seluruh dunia. Dia bahkan pernah jadi
gelandangan sebentar. Kemudian dia mendapat uang banyak dengan cara menulis. Dia membeli
peternakan di pedesaan dan memutuskan untuk membangun griya besar"Rumah Serigala." "Dinamai
begitu karena dia menulis tentang serigala?" tebak Leo. "Sebagian," kata Jason. "Tapi lokasi tersebut,
dan alasannya menulis tentang serigala"dia menyiratkan petunjuk mengenai pengalaman pribadinya.
Ada banyak lubang dalam riwayat hidupnya"bagaimana dia dilahirkan, siapa ayahnya, kenapa dia
sering sekali keluyuran"hal-hal yang hanya bisa kita jelaskan jika kita tahu dia seorang demigod." Teluk
meluncur di belakang mereka, dan helikopter pun terus terbang ke utara. Di depan mereka, perbukitan
kuning terbentang sejauh mata Leo memandang. "Jadi, Jack London masuk Perkemahan Blasteran,"
terka Leo. "Tidak," kata Jason. "Tidak, dia tidak masuk sana.
"Bung, kau membuatku takut gara-gara cara bicaramu yang misterius. Kau teringat masa lalumu atau
tidak?" "Sepotong-sepotong," kata Jason. "Hanya sepotong-sepotong. Tidak ada yang bagus. Rumah
Serigala terletak di lahan keramat. Di sanalah London memulai perjalanannya semasa kanak-kanak"di
sanalah dia mengetahui bahwa dia adalah demigod. Itulah
sebabnya dia kembali ke sana. Dia kira dia bisa tinggal di sana, mengklaim tanah itu, tapi bukan begitu
takdirnya. Rumah Serigala itu dikutuk. Rumah itu kebakaran sebelum dia dan istrinya di-jadwalkan
pindah ke sana. Beberapa tahun kemudian, London meninggal, dan abunya dikubur di lokasi tersebut."
"Jadi," ujar Piper, "bagaimana kau bisa tahu semua ini?" Bayangan gelap melintasi wajah Jason.
Barangkali cuma awan, tapi Leo bersumpah bentuknya seperti elang. "Aku memulai perjalananku di sana
juga," kata Jason. "Rumah Serigala adalah tempat yang kuat bagi demigod, tempat yang berbahaya. Jika
Gaea bisa mengklaimnya, menggunakan kekuatan tempat itu untuk mengubur Hera pada titik balik
matahari musim dingin dan membangkitkan Porphyrion"itu mungkin cukup untuk membangunkan
sang Dewi Bumi sepenuhnya." Leo terus memegangi tongkat kendali, mengarahkan helikopter dengan
kecepatan penuh"berpacu ke utara. Dia bisa melihat cuaca di depan"petak gelap seperti gumpalan
awan atau badai, tepat di arah yang mereka tuju. Tadi ayah Piper memanggilnya pahlawan. Dan Leo talc
bisa memercayai sejumlah hal yang telah dia perbuat"menghajar Cyclops, menonaktifkan bel pintu
yang bisa meledak, bertarung melawan ogre bertangan enam dengan alat konstruksi. Semua itu seolah
dialami orang lain. Dia cuma Leo Valdez, anak yatim piatu dari Houston. Dia menghabiskan seumur
hidupnya untuk kabur, dan sebagian dari dirinya masih ingin lari. Apa pula yang dia pikirkan, terbang ke
griya terkutuk untuk bertarung melawan monster jahat lagi" Suara ibunya bergema dalam kepalanya:
Tiada yang tak bisa diperbaiki. Selain fakta bahwa Ibu sudah pergi selamanya, pikir Leo.
Melihat Piper dan ayahnya bersama kembali benar-benar menyadarkan Leo akan hal itu. Meskipun Leo
masih hidup se-sudah misi ini dan menyelamatkan Hera, Leo takkan pernah merasakan reuni yang
bahagia. Dia takkan pernah berkumpul lagi dengan keluarganya. Dia takkan pernah bertemu ibunya lagi.
Helikopter bergetar. Logam berderit, dan Leo hampir bisa membayangkan bahwa deritan itu berupa
kode Morse: Belum usai. Belum usai. Leo menyeimbangkan helikopter, dan deritan itu pun berhenti. Dia
cuma berkhayal. Dia tidak bisa memikirkan ibunya terus, atau ide yang terus saja merongrongnya"
bahwa Gaea mengeluarkan jiwa-jiwa dari Dunia Bawah"jadi kenapa Leo tidak memanfaatkannya saja"
Berpikir seperti itu bakal membuatnya gila. Leo punya pekerjaan yang harus dituntaskan. Leo
membiarkan instingnya mengambil alih"sama seperti menerbangkan helikopter. Jika dia terlalu
memikirkan misi tersebut, atau apa yang mungkin terjadi sesudahnya, dia bakal panik. Triknya adalah
tidak berpikir"dijalani saja. "Tiga puluh menit lagi," kata Leo kepada teman-temannya, meskipun dia tak
yakin bagaimana dia bisa tahu. "Kalau kalian ingin istirahat, sekaranglah saat yang bagus."
*** Jason mengeratkan sabuk pengaman di kursi belakang helikopter dan tertidur hampir seketika. Piper
dan Leo tetap terjaga. Setelah keheningan yang canggung selama beberapa menit, Leo berkata,
"Ayahmu pasti baik-baik saja, kautahu. Tak seorang pun bakal mengganggu ayahmu selama kambing gila
itu ada di dekatnya."
[ 512 ] Leo Piper melirik ke samping, dan Leo terperanjat menyaksikan bagaimana Piper telah berubah. Bukan
hanya secara fisik. Kehadirannya lebih terasa. Dia sepertinya lebih eksis. Di Sekolah Alam Liar, Piper
menghabiskan semester itu dengan cara berusaha tak terlihat, bersembunyi di baris belakang kelas,
bagian belakang bus, pojok kantin, sejauh mungkin dari anak-anak yang berisik. Kini, mustahil
melewatkan Piper. Tak peduli apa pun yang dikenakannya"kita pasti akan melihatnya. "Ayahku," kata
Piper serius. "Iya, aku tahu. Aku sedang me-mikirkan Jason. Aku mengkhawatirkannya." Leo
mengangguk. Semakin dekat mereka dengan kumpulan awan gelap itu, Leo semakin khawatir juga. "Dia
mulai ingat. Itu pasti membuatnya agak tegang." "Tapi, bagaimana seandainya dia adalah orang yang
berbeda?" Leo berpikiran sama. Jika Kabut dapat memengaruhi memori mereka, mungkinkah
kepribadian Jason hanya ilusi juga" Jika teman mereka bukan teman mereka, dan mereka tengah
menuju griya terkutuk"tempat berbahaya bagi demigod"apa yang bakal terjadi seandainya seluruh
ingatan Jason pulih kembali di tengah-tengah pertempuran" "Tidak lah," Leo memutuskan. "Sesudah
semua yang telah kita lewati" Aku tidak bisa membayangkannya. Kita ini tim. Jason pasti bisa mengatasi
dilemanya." Piper merapikan rok birunya, yang robek-robek dan terbakar gara-gara pertempuran
mereka di Gunung Diablo. "Kuharap kau benar. Aku membutuhkannya ..." Piper berdeham. "Maksudku
aku harus memercayainya ..." "Aku tahu," kata Leo. Setelah menyaksikan ayahnya luluh lantak seperti
tadi, Leo mengerti Piper tidak boleh kehilangan Jason juga. Piper baru saja menyaksikan Tristan McLean,
ayahnya, sang bintang film yang keren dan memesona, nyaris jadi gila. Leo saja hampir tak sanggup menyaksikan
itu, tapi bagi Piper"Wah, Leo bahkan tak bisa membayangkannya. Leo menduga kejadian tadi bakal
membuat Piper tak yakin dengan dirinya sendiri. Jika kelemahan adalah sifat turunan, Piper pasti
bertanya-tanya, mungkinkah dia bisa hilang kendali seperti ayahnya" "Hei, jangan cemas," kata Leo.
"Piper, kau Ratu Kecantikan yang paling kuat dan paling perkasa yang pernah kutemui. Kau bisa
memercayai dirimu sendiri. Paling tidak, kau bisa memercayaiku juga." Helikopter menukik karena
diempaskan angin, dan Leo nyaris saja terlompat kaget. Dia menyumpah-nyumpah dan kembali
memperbaiki posisi helikopter. Piper tertawa gugup. "Memercayaimu, ya?" "Ah, tutup mulut sajalah."
Tapi Leo menyeringai kepada Piper, dan selama sedetik, rasanya Leo cuma sedang bersantai dengan
nyaman bersama seorang teman. Kemudian mereka berpapasan dengan awan badai.[]
BAB EMPAT PULUH DELAPAN LEO PADA MULANYA, LEO MENGIRA BATU"BATULAH yang meng-hantam kaca depan. Kemudian dia
menyadari bahwa biang keroknya adalah es. Bunga es terbentuk di pinggiran kaca, sedang-kan butirbutir es turun dengan deras sehingga menghalangi penglihatan Leo. "Badai es?" teriak Piper, melampaui
bunyi mesin dan angin. "Apa memang di Sonoma sedingin ini?" Leo tidak yakin, tapi badai ini terkesan
jahat dan disengaja"seolah-olah memang berniat mencelakakan mereka. Jason bangun dengan cepat.
Dia merayap ke depan, mencengkeram kursi mereka untuk menyeimbangkan diri. "Kira pasti sudah
dekat." Leo tidak menjawab, sebab dia terlalu sibuk bergulat dengan tongkat kendali. Tiba-tiba saja
mengemudikan helikopter tidak lagi mudah. Gerakan helikopter jadi lambat dan tersendat-sendat.
Seluruh mesinnya bergetar di tengah terpaan angin sedingin es. Helikopter itu barangkali tidak
dipersiapkan untuk terbang
pada cuaca dingin. Panel kendalinya menolak merespons, dan ketinggian mereka mulai merosot. Di
bawah mereka, tanahnya berupa hamparan kegelapan yang dipenuhi pepohonan dan kabut. Bubungan
bukit menjulang di hadapan mereka dan Leo pun menarik tongkat kendali, hampir saja mengenai
puncak-puncak pohon. "Di sana!" teriak Jason. Sebuah lembah kecil terbentang di depan mereka. Di
tengah-tengah lembah, terdapat bentuk samar sebuah bangunan. Leo mengarahkan helikopter lurus ke
sana. Di sekeliling mereka bermunculan kilatan cahaya yang mengingatkan Leo akan sensor laser di
pekarangan Midas. Pohon-pohon meledak dan hancur berkeping-keping di tepi bukaan tersebut. Sosoksosok samar bergerak di tengah-tengah kabut. Pertempuran sepertinya tengah berlangsung di manamana. Leo mendaratkan helikopter di lapangan berlapis es kira-kira empat puluh lima meter dari rumah
dan mematikan mesin. Leo sudah hampir merasa rileks ketika dia mendengar siulan dan melihat
sebentuk benda gelap melesat ke arah mereka di tengah-tengah kabut. "Keluar!" teriak Leo. Mereka
melompat dari helikopter dan baru saja keluar dari jangkauan baling-balingnya sebelum bunyi DUAR
dahsyat mengguncangkan tanah, menjatuhkan Leo hingga sekujur tubuh-nya berlumuran es. Leo
bangkit sambil gemetaran dan melihat bahwa bola salju terbesar di dunia"gumpalan salju, es, dan
tanah seukuran garasi"telah membuat helikopter Bell 412 gepeng. "Kau baik-baik saja?" Jason lari
menghampiri Leo, Piper di sisinya. Mereka berdua kelihatannya baik-baik saja, hanya kena cipratan salju
dan Lumpur. [ 516 ] "Iya." Leo menggigil. "Kurasa kita berutang helikopter baru pada wanita tadi." Piper menunjuk ke selatan.
"Pertempurannya ada di sebelah sana." Kemudian dia mengerutkan kening. "Tidak pertem-purannya
ada di sekeliling kita." Piper benar. Bunyi pertempuran berkumandang di seluruh lembah. Susah melihat
dengan jelas karena ada salju dan kabut, tapi tampaknya terdapat lingkaran pertempuran di sekitar
Rumah Serigala. Di belakang mereka menjulanglah rumah impian Jack London"reruntuhan mahabesar
yang terdiri dari batu merah serta kelabu dan palang-palang kayu kasar. Leo bisa membayangkan seperti
apa rumah itu sebelum terbakar"perpaduan antara pondok kayu dan kastel, seperti yang mungkin
bakal dibangun tukang kayu miliarder. Tapi di tengah-tengah kabut dan hujan es, tempat itu terkesan
Kisah Membunuh Naga 15 Matemacinta Karya Razy Bintang Argian Peristiwa Burung Kenari 8

Cari Blog Ini