Trio Detektif 36 Misteri Hilangnya Putri Duyung Bagian 2
Bukan! Bukan batu! Bentuknya bulat, keras, dan halus. Dalam keruhnya air laut, Pete masih dapat mengenali benda di tangannya itu. Kepala patung keramik-patung putri duyung milik Clark Burton yang hilang! Di sekitarnya berserakan kepingan-kepingan patung itu-bagian telapak tangan, ekor ikan, bagian lengan, dan beberapa kepingan-kepingan kecil yang sukar dikenali.
Jadi ini yang dibuang Clark Burton ke laut kemarin petang. Tapi mengapa"
Pete hendak memungut beberapa "kepingan patung putri duyung itu. Tapi ada sesuatu yang bergerak-gerak tak jauh darinya. Ia membatalkan niatnya. Bahkan ia tidak melihat ke arah sumber gerakan itu. Ia yakin ikan hiu itu kembali lagi!
Tanpa menoleh ke kiri kanan lagi ia berenang ke pantai seperti kesetanan. Begitu sampai di tempat dangkal, ia berdiri dan berlari. Ia terus berlari sekuat tenaga, bahkan sampai beberapa meter dari batas air. Di pasir ia menjatuhkan dirinya, terengah-engah.
"Pete, kenapa kau"" tanya Worthington dengan kuatir.
"Tidak, tidak kenapa-kenapa. Aku melihat ikan hiu, cuma itu."
Seorang penyelamat pantai lewat dekat dermaga sambil bersiul-siul dan bersenandung. Sewaktu melihat Pete terbaring di pantai, ia berlari-lari mendekati.
"Ada apa"" tanyanya.
"Tidak ada apa-apa," sahut Pete seraya bangkit. "Cuma, aku barusan melihat ikan hiu."
"Ikan hiu" Baik, terima kasih. Akan kulaporkan hal ini," kata penyelamat pantai. "Sementara ini, kau jangan berenang di laut dulu."
"Tidak, tidak akan," sahut Pete dengan segera.
Jupiter membantunya melepas tabung udara dari punggungnya. Pete masih memegang kepala patung putri duyung. Diberikannya pecahan patung itu pada Jupe. Lalu ia sendiri berganti pakaian di bagian belakang karavan. Selesai berganti pakaian ia mendatangi Jupe yang sedang duduk sembari mengamat-amati kepala patung itu. "Jadi ini rupanya yang dibuang Burton kemarin petang," kata Jupe.
""Tidak salah lagi," ujar Pete. "Sisa-s
isa pecahannya masih berserakan di dasar laut. Patung ini telah pecah berkeping-keping."
"Buat apa ia melakukannya"" Jupe heran.
Pete mengangkat bahu. "Buat apa ia berbohong tentang saudaranya yang tenggelam" Kalau ia tidak membuka mulutnya mengenai soal itu, tidak akan timbul kecurigaan kita padanya. Dan kalau ia membuang kepingan-kepingan patung ini di tong sampah, kelihatannya juga tidak akan ada masalah."
"Ia kuatir orang menemukannya," kata Jupe perlahan-lahan. Polisi mencari Todd ke mana-mana. Mungkin mereka mengecek setiap tong sampah di sekitar plaza. Dan pada kenyataannya, mereka melakukan pencarian itu dengan teliti.
"Tapi kalau orang menemukan pecahan itu," kata Pete, "apakah orang itu akan curiga""
Worthington dari tadi diam saja mendengarkan. Sekarang ia mulai angkat bicara.
"Jupe," katanya, "aku pernah menyopiri Mr. Burton beberapa kali sewaktu ia sedang malas menyopir. Ia sering menghadiri pemutaran film perdana, dan juga pesta-pesta besar di kalangan Hollywood. Ia punya sifat suka diperhatikan dan suka berlagak. Kadang-kadang kalau bicara, kalimat-kalimatnya diambil dari dialog dalam film-film. Mungkinkah ia kali ini membayangkan sedang memerankan... agen rahasia, atau pencuri barang-barang seni, atau..."
Worthington terdiam sejenak. Lalu ia melanjutkan lagi, "Tidak. Bukan itu. Kalau ia begitu, mestinya pikirannya sudah tidak waras lagi. Kelihatannya ia masih cukup waras."
"Cuma dibuat-buat," kata Pete.
"Ya. Kurasa itu tepat sekali, kata Worthington.
"Tapi tetap saja belum menjawab mengapa ia membuang patung itu," Jupe mengingatkan.
Saat itu Bob datang berlari-lari di sepanjang Ocean Front. Ia terlihat ingin sekali menyampaikan sesuatu. Dari jauh tangannya sudah dilambai-lambaikan. "He," serunya. "Kalian pasti tidak menyangka! "
"Belum tentu," sahut Jupiter. "Memangnya kenapa""
Bob duduk di sampingnya. "Menurutku Mooch, kawan serumahnya dan Clark Burton bersekongkol."
Bob dengan cepat menceritakan pengalamannya membuntuti Burton sampai ke sebuah apartemen kosong di Evelyn Street. Orang berkumis dan bertopi pesiar diceritakannya juga. "Itu orang yang sama dengan orang yang menyewa kawan serumah Mooch kemarin di pasar budak, " kata Bob. "Dan aku yakin dia adalah Clark Burton!"
"Astaga!" seru Pete.
Jupe nampak terpesona. "Jadi menurutmu Clark Burton mengenakan kumis palsu, kaca mata hitam, dan topi pesiar, lalu pergi berkendaraan mobil sport biru itu untuk melakukan urusan rahasia" Dan kemarin Burton juga yang menyamar menjadi orang yang menyewa kawan serumah Mooch di pasar budak""
"Aku yakin seratus persen," ujar Bob mantap.
"Kita dapat membuatnya menjadi yakin dua ratus persen," kata Jupe. "Yaitu dengan mencari siapa pemilik mobil sport itu."
"Aku punya nomor platnya." Bob mengeluarkan catatannya.
Jupe melihat catatan itu. "Bangunan kosong""
"Benar," sahut Bob. "Tidak ada seorang pun, kecuali tetangganya yang bertubuh besar mengerikan itu. Untung aku bisa lari lebih cepat darinya. "
"Ya, kau benar-benar beruntung. Mari kita cek nomor ini pada Chief Reynolds."
"Kau akan meneleponnya"" tanya Bob.
"Tidak, aku akan menemuinya langsung," jawab Jupe.
Jupe dan Worthington kembali ke Rocky Beach untuk menemui Chief Reynolds. Bob pergi ke Plaza Putri Duyung untuk mengawasi Clark Burton kalau ia kembali ke galerinya. Pete mengambil posisi di balik semak-semak di seberang rumah Mooch untuk mengamat-amati gerak-gerik Mooch.
Jupe dan Worthington meluncur kembali ke arah utara di sepanjang Coast Highway. Dalam waktu setengah jam mereka "udah sampai di Kantor Polisi Rocky Beach. Chief Reynolds bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dengan mereka. Ia terlihat tidak terlalu tertarik sewaktu Jupiter dan Worthington masuk. Kelihatannya ia sedang sibuk mengurus sesuatu yang penting.
"Ada apa"" tanya Chief Reynolds.
"Perkenalkan, ini kawanku Worthington," kata Jupe.
"Hai, Mr. Worthington."
Worthington mengangguk sambil tersenyum.
"Baik," kata Chief Reynolds. "Langsung saja ke pokok permasalahan. Apa yang kalian inginkan""
"Aku ingin tahu siapa pemilik mobil sport biru dengan nomor polisi 616
BTU. Mobil itu disimpan di sebuah garasi setengah mil dari Pantai Venice," kata Jupe.
"Pantai Venice"" Mata Chief Reynolds memicing. Ini tidak ada hubungannya dengan kasus hilangnya anak kecil di Venice, bukan""
"Ada, Sir," jawab Jupe. "Mrs. Stratten, ibu anak itu, meminta kami untuk menolongnya."
"Ia tidak percaya pada polisi Los Angeles""
"Bukan begitu. Ia cuma beranggapan barangkali saja kami dapat melakukan penyelidikan yang... "
"Kuperingati kau, Jupiter!" potong Chief Reynolds. "Kau sebaiknya tidak turut campur dalam urusan polisi kali ini! Nyawa seorang anak kecil dipertaruhkan dalam hal ini!"
"Kami sadar akan .hal itu, Chief Reynolds," ujar Jupe. "Kalau kami menemukan sesuatu, kami "akan menghubungi polisi Los Angeles. Ini janji kami.
Chief Reynolds menatap Jupiter beberapa saat. Kemudian ia mengambil nomor polisi yang disodorkan Jupe, dan keluar dari kantornya.
"Apa kataku!" kata Worthington. "Sudah kubilang bahwa ia pasti tidak menyukai tindakan kalian. "
Jupe mengangguk. "Ia pribadi tidak sepenuhnya menyetujui tindakan Trio Detektif. Meskipun pada kenyataannya kami sering menolongnya, ia tetap meminta kami untuk tidak terlalu jauh melangkah. "
Chief Reynolds kembali beberapa menit kemudian dengan sebuah catatan di tangannya. "Mobil itu tercatat atas nama Clark Burton," katanya. "Empat delapan delapan Ocean Front, Venice."
"Ah!" kata Jupe.
"Ini yang kauharapkan, kan"" kata Chief Reynolds.
Jupiter mengangguk. "Baik. Ada yang ingin kaukatakan padaku tentang Clark Burton""
"Tidak pada saat ini," ujar Jupe berhati-hati.
Chief Reynolds melihat padanya dengan pandangan menyelidik. "Ingat apa yang kukatakan tadi," ia memperingatkan.
"Yes, Sir," kata Jupe. Ia dan Worthington bergegas keluar.
Pada saat mereka tiba kembali ke Venice. Worthington menurunkan Jupe di belakang Plaza Putri Duyung. Ia berjanji akan kembali lagi dalam waktu sekitar satu jam. Jupe menemui Bob yang sedang menunggu di teras Kantin Nue House. Di depannya terdapat sebuah gelas kosong, dengan dua buah sedotan terjulur keluar.
"Burton membuka galerinya setengah jam yang lalu, lapor Bob.
"Mobil yang kaulihat di Evelyn Street itu memang mobil miliknya," kata Jupe.
"Seperti yang kuduga," kpta Bob. "Buat apa ia menyamar dengan kumis tebal dan kaca mata hitam segala" Dan buat apa pula mobilnya yang satu lagi" Aku tanya pada Regina Stratten apa yang biasanya ia kendarai. Menurut Regina, ia mempunyai sebuah mobil Jaguar di garasi belakang tempat ini. Buat apa ia punya mobil sport itu kalau ia sudah punya mobil Jaguar""
Jupe mengangkat bahu. Saat itu Pete datang bergabung dari Ocean Front.
"Aku baru saja membayang-bayangi Mooch Henderson," kata Pete dengan bangga. "Dan aku menemukan sesuatu. Rupanya ia mencuri anjing bukan untuk minta tebusan, tapi untuk mendapatkan hadiah. Tadi ia membeli koran pagi Santa Monica. Aku beli juga koran itu. Ternyata ada iklan yang menawarkan hadiah bagi siapa yang menemukan anjing spanil belang-belang hitam putih. Mooch bergegas masuk ke rumahnya. Ketika keluar lagi, ia membawa seekor anjing spanil dengan ciri-ciri persis seperti yang diiklankan di koran. Dibawanya anjing itu ke sebuah kompleks di Ocean Park, ke alamat yang tercantum di koran. Anjing itu melompat ke dalam pelukan seorang wanita yang muncul di pintu rumah. Wanita itu menghadiahi Mooch uang. Mooch lalu pergi melenggang sambil bersiul-siul."
Usai bercerita, Pete mendadak sadar sendiri. "Tapi apa hubungannya itu dengan hilangnya Todd Stratten"" katanya. "Tidak mungkin Mooch mencuri Tiny agar diberi hadiah nantinya. Orang di sini tidak akan percaya padanya. Lagi pula Tiny galak dan tidak mudah diperangkap!"
"Masuk akal," komentar Jupe. Tapi ia kelihatannya tidak memperhatikan benar kata-kata Pete. Ia termenung sambil memandang Hotel Putri Duyung yang sudah lama tidak dihuni lagi. Ekspresi wajahnya serius. Ia menarik-narik bibir bawahnya, suatu tanda bahwa ia sedang berpikir keras.
"Mungkin ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kita hadapi," kata Jupe. "Ada kemungkinan Clark Burton tidak tersangkut paut dalam kasus kita ini. Demikian p
ula halnya dengan Mooch Henderson. Todd Stratten berlari ke halaman pada tanggal empat Juli, dan sejak itu tidak ada lagi yang melihatnya. Todd anak kecil yang penuh khayalan dan suka bertualang. Mungkinkah ia masih di sini""
Jupe menunjuk ke arah hotel. "Mungkinkah ia merangkak masuk melalui lubang angin" Atau melalui jendela terbuka di gudang bawah tanah" Memang polisi sudah mengeceknya. Tapi ingat, "polisi harus meneliti daerah pantai yang luas ini. Bukan tidak mungkin ada sudut di hotel itu yang luput dari perhatian mereka."
Bob menegakkan posisi duduknya. "Bagaimana caranya supaya kita bisa masuk ke sana"" tanyanya.
"Clark Burton ada di galerinya saat ini. Apa alasan dia untuk menolak kita melakukan pencarian di Hotel Putri Duyung""
"Bab 13 PENYELIDIKAN DI HOTEL TUA
CLARK BURTON mulanya tidak mengizinkan anak-anak menyelidiki Hotel Putri Duyung. "Hotel itu tertutup rapat sejak bertahun-tahun yang lampau," katanya. "Jendela-jendelanya dipasangi jeruji besi. Anak kecil tidak mungkin bisa masuk."
Belum tentu Mr. Burton," tukas Pete. "Waktu aku seumur Todd, aku bisa masuk ke sebuah rumah tua yang sudah tidak dihuni. Seluruh pintu dan jendela terkunci rapat. Tapi aku tetap saja bisa saja masuk. Tidak seorang pun mempedulikan jendela loteng yang terbuka. Aku memanjat pohon, lalu merangkak pada cabang pohon yang terjulur ke atap rumah itu, dan masuk lewat jendela loteng. Tapi aku tidak bisa keluar lagi! Akhirnya orang mendobrak pintu untuk menolongku keluar.
Burton memandang ke luar, ke arah Hotel Putri Duyung. Jendela-jendela pada lantai satu dan dua memang dipasangi jeruji besi, tetapi jendela di lantai tiga tidak.
"Mustahil!" kata Burton. "Todd harus memanjat atap galeri ini atau atap apartemen Mr Conine untuk sampai ke jendela atas hotel."
""Kami tidak berkata bahwa Todd melakukan itu, Mr. Burton," kata Jupe dengan sabar. "Kami cuma mengingatkan bahwa anak kecil sering melakukan hal-hal yang tidak terbayangkan oleh orang dewasa. Apa salahnya untuk mengecek hotel itu" Bagaimana kalau ternyata benar Todd terkurung di dalamnya" Bisa jadi ia terluka atau terbaring tak sadarkan diri di dalam""
Burton menghela napas. Diambilnya serenceng kunci dari apartemennya. Sebuah papan di depan pintu galeri di baliknya, sehingga terbaca tulisan TUTUP.
"Kalau Todd masuk ke hotel," katanya, "bagaimana mungkin Tiny tertabrak mobil""
"Itu tidak jelas" sahut Jupe. "Mungkin antara kematian Tiny dengan hilangnya Todd tidak ada hubungannya sama sekali."
"Oke," ujar Burton. "Bagiku, ini hanya membuang-buang waktu dengan percuma. Tapi aku ingin agar kita semua yakin bahwa Todd memang tidak terperangkap di dalam hotel."
Ia berjalan di depan, turun ke bawah, lalu menuju pintu utama Hotel Putri Duyung. Dibukanya pintu lebar-lebar. Anak-anak melihat ruangan yang gelap dan penuh debu. Mereka mengikuti Burton memasuki ruangan menuju lobi. Kursi-kursi dan sofa-sofa rusak ditumpuk berkelompok-kelompok. Sinar matahari hampir tidak dapat menerobos kaca jendela yang dilapisi debu tebal, membuat ruangan itu remang-remang. Karpet robek dan bolong-bolong terserak di sana-sini.
Pada jambangan-jambangan bunga terdapat ranting-ranting lapuk bekas tanaman. Jejak-jejak tampak menyapu debu di karpet. Jejak polisi yang pernah menyelidiki tempat ini. Tapi tidak ada jejak anak kecil.
Penyelidikan dilanjutkan dari lobi ke ruang makan. Kursi-kursi diletakkan terbalik di meja-meja makan. Di luar ruang makan terdapat lorong-lorong, kantor-kantor, dan gudang-gudang. Semuanya diselidiki. Todd tidak ditemukan di sana.
Dapur penuh dengan sarang labah-labah. Seekor tikus meloncat keluar dari sebuah mangkuk ketika anak-anak mendekati meja dapur. Sewaktu penyelidikan berlangsung di dapur, mereka mendengar sebuah suara-suara seperti erangan yang sepertinya datang dari suatu tempat di bawah mereka.
"Apa itu"!" seru Pete.
Wajah Burton pucat. Ia pergi ke sebuah pintu di ujung dapur. Dibukanya pintu itu. Jupe menyusul di belakangnya. Sambil berjingkat di belakang Burton, Jupe mencoba melihat ada apa di balik pintu itu. Ia melihat tangga menuju ke bawah. Bau tida
k enak menjalar dari ruangan di bawah.
"Gudang bawah tanah," kata Burton. "Hampir tidak pernah dipakai sama sekali. Kalau air laut pasang lebih dari normal, gudang ini tergenang air."
Bob menghilang sebentar. Ia kembali dengan "membawa sebatang lilin yang ia temukan di ruang makan. Lilin itu lilin bekas, panjangnya paling-paling tinggal seperempat dari panjang semula. Burton menyalakan lilin itu. Anak-anak perlahan-lahan ikut menuruni tangga di belakang Burton. Pete merasa bulu di tengkuknya merinding. Buru-buru ia merapatkan diri pada kawan-kawannya.
Mereka mendengar suara itu lagi. Kali ini suara itu lebih dekat. Dan lebih menyeramkan. Untuk sesaat mereka tidak bergerak-gerak. Namun kemudian Pete menunjuk ke suatu tempat.
Ada sebuah jendela pada bagian atas dinding gudang yang tinggi. Jendela itu ditutup dengan papan kayu rapat-rapat sehingga hanya sedikit sekali cahaya matahari yang dapat menembus masuk. Suara lalu lintas terdengar seperti suara orang bergumam. Kemudian terdengar pula bunyi gerabak-gerubuk yang ditimbulkan benda-benda logam.
"Itu suara ribut-ribut dari jalan raya," kata Pete dengan perasaan lega.
Ia mendekati jendela, lalu menggeser papan penutup jendela itu. Kini terdapat celah kecil. Pete mengintip ke luar melalui celah itu. Di luar nampak suatu daerah terbuka di tepi Speedway.
Truk sampah tampak diparkir di pinggir Speedway dekat hotel. Truk itu sedang mengambil sampah dari Plaza Putri Duyung. Pengemudi truk mengangkat sebuah tong sampah dan meletakkannya di belakang truk. Dengan sebuah alat pengangkat, tong itu diangkat ke atas bak belakang, lalu dibalikkan hingga seluruh isinya tertumpah ke dalam bak. Suara berisik yang ditimbulkannya mirip dengan suara yang mereka dengar tadi.
"Oo," gumam Jupe perlahan. Ia mengintip di belakang Pete. "Jadi suara ini yang tadi kita dengar. Ternyata cuma truk sampah."
Sambil tersipu-sipu, Trio Detektif menyelidiki gudang bawah tanah dengan cepat. Setelah itu mereka kembali naik tangga, menuju dapur.
Todd tidak ditemukan di lantai pertama dan di gudang bawah tanah. Trio Detektif menaiki sebuah tangga besar, untuk melanjutkan penyelidikan di lantai dua. Di sana terdapat lorong dari ujung ke ujung bangunan itu. Pintu-pintu kamar terbuka lebar, seakan hendak memperlihatkan setiap sudut kamar yang kosong itu. Tidak ada kamar yang bebas dari sarang labah-labah.
Di beberapa kamar, tikus-tikus berkeliaran. Tikus-tikus itu cepat-cepat bersembunyi ketika mendengar suara orang. Akhirnya anak-anak sampai pada sebuah kamar yang terkunci.
"Ini Princess Suite-kamar spesial bagi tamu-tamu istimewa," kata Burton seraya menunjuk pada tulisan di atas pintu. "Aku sudah berulang kali mencoba membukanya. Setiap kunci yang kucoba tidak bisa digunakan untuk membuka pintunya. Kurasa kuncinya sudah berkarat atau rusak. Kalau nanti kuputuskan juga untuk memperbarui hotel ini, aku harus merusak pintu ini. Sayang, pintu ini indah dan antik."
Dan pintu itu memang indah dan antik, dihiasi ukiran timbul menggambarkan makhluk-makhluk laut. Di tengah-tengah terukir kepala seorang anak yang lucu, kembaran dari putri duyung yang pernah dipajang di galeri milik Burton.
"Putri duyung yang pernah menghiasi galeriku tadinya berada di lobi," ujar Burton. "Aku ingin sekali mengambil ukiran. ini untuk menghiasi galeriku. Tapi aku tidak dapat melakukannya tanpa merusaknya."
"Ya, sayang sekali kalau sampai rusak," kata Jupe menyetujui. "Jadi Anda benar-benar belum pernah masuk ke dalam kamar ini sejak Anda membeli hotel ini""
"Ya, belum sekali pun," jawab Burton menegaskan. "Kalau saja pintunya tidak seindah ini, tentu sudah kubongkar dari dulu-dulu. Kamar ini sangat istimewa. Dulunya Franeesea Fontaine yang menempati kamar ini.
"Jadi di sini hantu itu gentayangan"" Pete meneguk ludah.
Burton tersenyum mengejek. "Masa kau percaya takhyul itu"" katanya. "Aku sendiri tidak percaya. Orang selalu mengarang-ngarang cerita takhyul tentang gedung-gedung yang tidak dihuni. Dan hotel ini pernah dihuni Franeesea Fontaine, yang kematiannya masih merupakan misteri sampai sekarang. Jadi wajar saja kal
au orang makin bersemangat menyebarkan cerita-cerita bohong tentang hantu Fontaine yang gentayangan di sini. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku-aku pernah melihat Fontaine di dalam kamar ini, sudah berbentuk kerangka dan terbaring kaku di tempat tidur. Ada juga yang mengatakan bahwa Fontaine menderita penyakit parah yang memalukan dan sulit disembuhkan. Ia membayar manajer hotel supaya tutup mulut dan tetap menyembunyikannya. Akhirnya ia mati di sini, dalam keadaan setengah gila!"
Clark Burton berhenti. Anak-anak gemetar, seakan-akan lorong itu menjadi dingin.
"Itu semua omong kosong!" seru Burton. "Aku pernah mengintip melalui jendela luar. Waktu itu ada pekerja bangunan yang memasang palang-palang kayu di luar. Kamar istimewa ini cuma ukurannya saja yang lebih besar. Lainnya sama saja dengan kamar yang lain. Kosong, tidak ada isinya."
Burton dan anak-anak pergi ke lantai tiga Jendela-jendela di lantai teratas ini tidak dipasangi jeruji besi. Sebagian besar pintu kamar terbuka.
"Kita berada sepuluh meter di atas tanah sekarang, Burton menerangkan. "Tak seorang pun dapat masuk ke sini."
"Adakah loteng di atas sekali"" tanya Jupiter
"Tidak. Di atas langsung atap. Dan atap itu sudah rapuh."
Mereka menyelidiki setiap sudut di lantai itu. Lagi-lagi tidak dijumpai apa-apa di sana. Pada "salah satu sudut terdapat sebuah lubang menuju gudang di lantai paling bawah.
Lubang untuk rak makanan," kata Burton. "Biasa digunakan untuk mengirim makanan dari dapur ke atas. Ini semacam lubang untuk lift, tapi lebih kecil dan khusus untuk makanan."
Rak makanan telah hilang sehingga lubang itu kosong. Burton meyakinkan anak-anak bahwa polisi telah menyinari lubang itu sampai ke dasarnya. Dan polisi tidak menemukan apa-apa.
Trio Detektif turun tangga perlahan-lahan dengan lemas karena tidak menemukan apa yang mereka harapkan. Di halaman, Regina Stratten telah menunggu. Ia terlihat makin kurus. Bengkak di matanya belum hilang, bahkan makin besar.
"Kalian baru mencari di hotel"" katanya. "Todd tidak di sana. Tapi ide kalian mungkin benar. Todd berada tidak jauh dari lokasi ini. Ia bersembunyi di suatu tempat. Aku mempunyai firasat bahwa ia masih berada di sekitar sini. Kalian pernah lihat sendiri kan, ia anak nakal. Mungkin ia berlari-lari ke Speedway, bahkan mungkin sampai Pacific Avenue. Tiny mengikutinya hingga tertabrak mobil. Todd merasa bersalah. Karena itu ia bersembunyi, tidak berani pulang.
"Dengar, ia selalu meniru-niru apa yang dilihatnya di televisi atau di buku-buku. Kalian tahu apa yang dilihatnya minggu lalu" Film tua berjudul The Little Fugitive Buronan Cilik."
"Oh!" Clark Burton terkejut.
" Film itu menceritakan tentang seorang anak laki-laki kecil yang merasa telah membunuh saudaranya. Ia kabur ke Coney Island, lalu bersembunyi di kolong jembatan."
Regina Stratten tiba-tiba menjadi lesu. "Di sini tidak ada jembatan," ujarnya dengan sedih, "dan polisi sudah menyelidiki Dermaga Venice. Mereka kembali dengan tangan hampa. Tapi Todd dapat saja bersembunyi di tempat lain, kan""
"Tentu saja mungkin, Regina," kata Clark Burton. "Kalau sudah lapar, pasti ia pulang sendiri. "
Burton kembali ke galerinya. Di wajahnya terbayang suatu niat yang ingin segera dilaksanakannya.
"Sekarang pasti ia sudah kelaparan," kata Regina lirih. "Sudah dua hari berlalu."
Ia berjalan dengan gontai ke toko bukunya. Pete memandang ke Galeri Putri Duyung. Burton tidak membuka galeri itu lagi. Papan di pintu galeri masih terbaca TUTUP.
"Kelihatannya Burton akan pergi ke suatu tempat," duga Jupe. "Cerita tentang anak kecil bersembunyi di kolong jembatan bisa jadi memberikan ilham padanya. Ingat kelakuannya tadi waktu meninggalkan tempat ini barusan" Seakan mendadak tebersit ilham di kepalanya."
"Ia mestinya belum jauh beranjak," kata Bob seraya berlari ke luar, lalu memutar ke arah sisi utara plaza. Hanya dalam beberapa detik berikutnya, ia muncul di samping. toko buku.
" Ia baru saja keluar lewat tangga belakang! teriak Bob memberi tahu kedua kawannya. "Cepat!"
Anak-anak bergegas memutari plaza menuju belakang Hotel Putri Duyu
ng. Mereka terlambat sedetik. Burton baru saja keluar dari garasi mengendarai mobil Jaguarnya yang ramping dan berwarna abu-abu.
"Terlambat, ia sudah naik mobil!" seru Pete.
"Bagaimana kita bisa membuntutinya sekarang"
"Aku tahu caranya," balas Jupe seraya menunjuk pada sesuatu di Speedway.
Worthington datang tepat pada saat yang genting itu. Ia meluncur di Speedway dengan karavannya. Dihentikannya karavan itu tepat di muka anak-anak. "Maaf, aku agak terlambat, katanya. Kalian sudah siap untuk....
Anak-anak tidak menunggunya hingga selesai bicara. Mereka buru-buru masuk. Jupe menunjuk ke depan, pada mobil Jaguar yang masih nampak. "Clark Burton hendak pergi ke suatu tempat. Kami ingin tahu ke mana tujuannya!"
"Beres, Jupe," sahut Worthington. "Dia tidak akan lolos dari kejaranku, meskipun dia berkendaraan Jaguar dan aku cuma mengendarai karavan. Jangan takut!"
Karavan itu melompat sambil menimbulkan suara berdecit-decit, ketika Worthington menancap gas.
Mobil Jaguar itu membelok di suatu persimpangan menuju Santa Monica. Worthington ngebut, menjaga agar Jaguar itu tetap berada dalam jarak pandang.
Di Santa Monica mobil Burton itu dibelokkan lagi ke arah pantai. Burton memarkir mobilnya di sebuah pelataran yang berjarak sekitar dua ratus meter dari Dermaga Santa Monica. Worthington melewatinya, dan memarkir karavan agak jauh dari mobil Burton.
Anak-anak tidak keluar dari karavan. Melalui kaca depan mereka dapat dengan leluasa mengamati gerak-gerik Burton. Mereka melihat Burton keluar, lalu. berjalan mendatangi dermaga.
"Jadi itu rupanya!" kata Jupiter. "Anak kecil dalam film Buronan Cilik bersembunyi di kolong jembatan. Meskipun di sini tidak ada jembatan, tetapi ada dermaga. Menurut Mrs. Stratten, polisi telah menyelidiki Dermaga Venice, tetapi mungkin Dermaga Santa Monica belum. Jadi Burton menduga dermaga ini yang dijadikan tempat persembunyian oleh Todd."
"Tapi kan ini jauh dari Venice!" seru Bob sambil mengamati Burton turun ke bawah dermaga.
"Tidak kurang dari dua mil jaraknya!"
"Apakah dua mil terlalu jauh bagi anak seaktif Todd"" balas Jupe.
"He, kalau memang Todd di sini, jangan sampai kita keduluan oleh Burton menemukannya," ujar Pete dengan nada kuatir. "Maksudku, ada sesuatu yang aneh dalam diri aktor itu, dan... dan... he, Lihat!"
Burton muncul sambil berlari dari bawah dermaga. Seorang yang kurus berwajah kemerah-merahan dengan pakaian compang-camping mengejarnya. Gelandangan itu mengacung-acungkan botol kosong dengan sikap mengancam. Burton lari terbirit-birit. Dengan tergopoh-gopoh ia membuka pintu Jaguarnya, dan masuk ke dalamnya. Detik berikutnya ia telah memacu mobilnya ke jalan raya, meninggalkan pengejarnya yang mengumpat-umpat di pelataran parkir.
Worthington tidak dapat menahan gelak tawanya. Agak lama ia baru dapat mengendalikan dirinya lagi. "Aku selalu dengar," kata Worthington, "bahwa orang-orang yang tinggal di kolong dermaga mempunyai harga diri juga. Mereka tidak suka diusik-usik, atau direndahkan. Rupanya Burton baru belajar mengetahui hal itu."
"Sebentar," kata Pete. Ia keluar dari karavan, dan berlari mendatangi orang itu. Gelandangan itu masih menyumpah-nyumpah ketika Pete tiba di dekatnya.
"Numpang tanya, Mister," sapa Pete dengan sopan.
Orang itu menoleh pada Pete.
"Kami mencari seorang anak kecil, kira-kira segini tingginya," kata Pete sambil mengira-ngira tinggi Todd dengan tangannya. "Ia hilang sejak dua hari yang lalu."
"Aku tidak lihat anak kecil," jawab gelandangan itu. "Aku tidak suka anak kecil Aku usir anak kecil kalau berani dekat-dekat. "
"Terima kasih banyak," kata Pete.
"Gelandangan itu berbalik dan berjalan tertatih-tatih ke tempatnya di kolong dermaga. Pete kembali ke karavan. "Kocak juga pengalaman ini, tapi... kita masih belum mendapatkan apa-apa," keluhnya.
"Belum tentu kita tidak dapat apa-apa," ujar Jupe dengan kalem. "Kita sekarang tahu bahwa Clark Burton juga ingin mencari Todd, bahkan ia kelihatannya bertekad untuk menemukan Todd sebelum orang lain menemukannya. Mencurigakan. Mengapa ia suka berahasia begitu"
"Aktor itu misterius. Bis
a jadi kita harus memecahkan misteri Clark Burton sebelum kita memecahkan misteri hilangnya Todd Stratten!"
"Bab 14 KERUSUHAN DI ROMAH MOOCH
"TRIO DETEKTIF kembali ke pantai Venice keesokan paginya. Regina Stratten sedang di rumahnya, tetapi ayahnya sedang berjalan-jalan menghirup udara segar di Ocean Front dekat toko bukunya.
"Aku menyarankan Regina untuk istirahat di rumah," kata Mr. Finney. "Ia kelelahan. Ada tetanggaku yang bersedia menemaninya-dia pula yang selalu menjagai apartemen kami kalau-kalau Todd muncul di sana."
Ia terlihat sangat tertekan. "Sudah tiga hari berlalu," desahnya. Aku mulai putus asa. Todd makan apa selama tiga hari ini" Memang ia cerdik, tapi ia kan baru lima tahun!"
Jupe mendehem. "Mr. Finney, bagaimana hasil otopsi Tiny""
"Tidak ada yang dapat membantu," desah Charles Finney lagi. "Tiny terpukul sesuatu pada kepala dan punggungnya. Tapi luka memar itu tidak terlalu berbahaya. Anjing itu rupanya mati karena serangan jantung. Tiny sudah tua. Anjing tua memang mudah kaget, seperti orang tua saja."
Mr. Finney masuk ke tokonya. Anak-anak menjelaskan rencana mereka hari itu.
"Mereka datang ke sana membawa sebuah rencana, dan juga walkie-talkie mereka. Jupiter yang mempunyai bakat dalam bidang elektronika, telah mengutak-atik tiga buah radio seperti radio CB, namun dengan jangkauan lebih pendek. Radio itu dipermaknya sehingga dapat digunakan baik untuk mengirim atau menerima pesan. Sekarang, masing-masing anak memegang satu walkie-talkie. Lalu Bob pergi ke posnya di balik semak-semak di seberang rumah Mooch Henderson.
"Kita harus segera menemukan apakah Mooch terlibat dalam kasus hilangnya Todd." Jupe menginstruksikan sebelumnya. "Juga, kita harus memastikan apa hubungan antara kawan serumah Mooch dengan Clark Burton.
Pete dan Jupe mengambil posisi mereka pada sebuah meja di teras Kantin Nut House. Dari sana jendela apartemen Clark Burton dapat terlihat dengan jelas.
"Tirainya masih tertutup." Pete mengamati. "Rupanya ia tidak percaya bahwa bangun pagi membuat orang sehat dan bijak."
"Aku tidak bisa membayangkan kalau ia hidup hanya dengan mengandalkan galerinya, ujar Jupe. "Pasti ia mendapat penghasilan lebih banyak dari uang sewa bangunan di plaza ini. Galeri itu paling-paling hanya sebagai hobi."
Pada saat itu tirai pada sebuah jendela di apartemen Burton tersingkap. Burton melihat ke luar. Ia melihat Jupe dan Pete. Setelah bimbang sesaat, ia melambai.
"Anak-anak balas melambai.
"Kita ke mana-mana berdua melulu," kata Pete. "Lama-lama ia akan tahu bahwa kita mengawasinya."
"Mengawasi bukan perkataan yang tepat, tukas Jupe. "Mrs. Stratten menyewa kita untuk menemukan anaknya. Dan kita di sini berusaha meraup segala informasi yang dapat membawa kita ke arah penyelesaian kasus ini."
Tony Gould keluar membawa notes pesanan.
"Pesan apa"" tanyanya.
Bertepatan dengan saat itu, suara Bob terdengar di walkie-talkie Jupe dan Pete. "Jupe! Pete! Mooch baru saja pergi. Kawannya sudah pergi sepuluh menit yang lalu. Rumah itu sekarang kosong."
"Apa katamu"" tanya Tony Gould.
Jupe nyengir. "Pete sudah lama ngebet ingin bekerja dalam bisnis restoran:' katanya. "Anda perlu asisten restoran""
Pete melongo memandangi Jupiter. "He, sejak kapan... "
"Kau punya izin kerja"" sela Tony Gould.
Dengan perasaan lega, Pete menggeleng. "Kukira itu akan membuatku tidak diterima, kan""
"Well, aku rasa kau dapat mengurusnya belakangan." ujar Tony Gould. "Dengan senang hati kau kuterima bekerja di sini."
Pete lemas lagi. "Awas kau! Akan kubalas nanti! ancamnya dengan berbisik pada Jupe
Tony masuk ke kantin. ""Sudahlah, anggap saja rezeki," kata Jupe. "Zaman sekarang susah cari pekerjaan. Dan yang penting, Burton tidak akan curiga. Sekarang aku akan menemui Bob. Selamat bekerja."
Jupe berjalan memutar ke belakang Plaza Putri Duyung, lalu menyeberangi Speedway. Bob sudah menunggunya. Ia duduk di sebuah batu di depan rumah Mooch.
"Mooch pergi berjalan kaki, " ujar Bob. "Aku tadi ingin mengikutinya, tapi kupikir lebih baik tinggal di sini saja. Mungkin lebih banyak yang akan kudapat di sini. Di be
lakang ada sekitar lima atau enam ekor anjing. Kalau mereka menyalak bersama-sama, wah, ramainya bukan main, seperti orkestra suara anjing saja."
"Keputusanmu tepat, Bob," kata Jupe. "Kau jaga di sini. Aku akan masuk ke dalam. Kalau ada yang datang, cepat-cepat beri tahu dengan walkie-talkiemu."
"Mooch tadi mengunci pintunya," Bob mengingati.
"Mesti ada jalan masuk," kata Jupiter. "Selalu ada, selama orang cukup gigih mencarinya."
Jupiter ternyata benar. Di samping rumah, terdapat sebuah jendela yang tidak bisa dikunci. Kayunya sudah rapuh dan kayu yang mengikat kunci sudah ambrol. Dengan hati-hati Jupe mengangkat bingkai jendela. Ia menyelinap masuk, sambil berusaha agar kehadirannya tidak tercium oleh anjing-anjing di pekarangan belakang.
"Ia berada dalam sebuah ruangan yang dulunya digunakan sebagai ruang makan. Sebuah gantungan lilin tampak terjuntai dari tengah langit-langit. Ada sebuah bupet merapat pada salah satu dinding ruangan. Bupet itu dicat abu-abu mengkilat, sangat tidak serasi dengan keadaan ruangan. Majalah dan koran-koran berserakan di lantai. Selain itu, tidak ada apa-apa lagi dalam ruangan, bahkan meja dan kursi pun tidak.
Jupe berjalan memasuki dapur. Ia melihat meja dengan piring-piring kotor bertumpuk di atasnya. Meja cuci lebih parah lagi. Bukan hanya piring dan gelas kotor tertumpuk di sana, tetapi juga sisa-sisa makanan dan kertas-kertas pembungkus. Di samping tumpukan piring kotor terdapat beberapa dos makanan anjing. Dapur itu bukan main baunya. Pintu menuju pekarangan belakang sudah melengkung sehingga hampir tidak dapat dibuka. Pegangan. pintu dikaitkan dengan seutas kawat pada sebuah paku di kusen pintu. Sambil menutup hidung, Jupe berlalu dari dapur.
Di ruangan depan terdapat dua buah bangku kulit dan sebuah meja bundar dengan alas kaca. Di meja bundar itu tergeletak beberapa tali anjing dan koran-koran Sant" Monica. Iklan-iklan mengenai anjing hilang nampak ditandai dengan tinta merah tebal di koran itu. Terdapat setumpuk amplop berwarna coklat. Alamat tercantum di muka setiap amplop. Amplop yang dikeluarkan pemerintah. Biasanya amplop itu dikirimkan pada orang yang memerlukan bantuan. Jupe merasa geram. Rupanya Mooch mempunyai kebiasaan buruk lain, selain mencuri anjing. Ia juga mencuri amplop dari kotak-kotak pos. Sudah berapa banyak orang tua atau orang cacat yang menjadi korban Mooch, pikir Jupe.
Jupe naik ke lantai dua. Di kamar tidur dan kamar mandi ia tidak menemukan apa-apa selain pakaian-pakaian kotor yang dibiarkan berserakan di sana-sini.
Tidak ada lantai tiga. Tidak ada ruang bawah tanah. Tidak nampak pula tanda-tanda adanya Todd Stratten. Dan kalau Clark Burton punya hubungan dengan kedua orang yang tinggal di sini, sukar dilacak apa bentuk hubungan mereka itu. Paling jauh bisa diterka bahwa Burton memakai tenaga kedua orang itu untuk melakukan suatu pekerjaan. Tapi pekerjaan apa"
Jupe baru mau keluar rumah itu, ketika didengarnya suara Bob di walkie talkie. "Jupe, Mooch datang!"
Jupe bergegas masuk ke ruang makan. Dilihatnya Mooch datang dari arah Pacific Avenue. Mendadak baru disadarinya bahwa ia tidak bisa keluar lewat jendela itu tanpa terlihat oleh Mooch. Dari balik kaca jendela ia bisa melihat Mooch. Mustahil Mooch tidak melihatnya jika ia keluar lewat situ.
"He, Jupe, cepat!" kata Bob.
Jupe berlari ke pintu belakang di dapur. Kini terdengar langkah kaki di serambi muka. Penyelidik Satu buru-buru membuka kawat yang mengunci pintu. Sesaat kemudian pintu itu terbuka. Jupe melangkah memasuki pekarangan belakang.
Salak anjing meledak begitu Jupe melangkah.
"He, ada apa di belakang sana"" teriak Mooch dari serambi muka. Terdengar suara langkah mengitari rumah, menuju pekarangan belakang.
Jupe mempelajari keadaan sekelilingnya dengan cepat. Halaman belakang itu dikitari dengan pagar kayu yang tinggi. Jupiter tahu bahwa ia tidak dapat memanjat pagar itu dengan cepat untuk melarikan diri. Hanya ada satu pintu keluar. Dan Mooch sedang berjalan menuju pintu itu dari luar. Jupe terperangkap!
Hanya satu hal yang dipikirkan Jupe. Ia berlari mendekati kandang-kandang
anjing. "He, kau!" teriak Mooch dari luar. Tanpa membuang-buang waktu untuk membuka pintu, ia langsung melompati pagar.
Jupiter telah sampai pada salah satu kandang anjing. Dibukanya pintu kandang itu lebar-lebar. Seekor anjing gembala Jerman melompat ke luar kegirangan.
"He, masuk! Masuk! Jangan lari!" teriak Mooch pada anjing itu.
Jupe melangkah dengan gesit ke kandang di sebelahnya. Dibukanya pula pintu kandang. Se"kor anjing lagi melompat ke luar, berlari-lari riang sambil menyalak-nyalak. Anjing itu bertemu pandang dengan anjing gembala Jerman. Diterjangnya anjing gembala Jerman itu. Keduanya berkelahi dengan seru, menimbulkan suara hingar-bingar di pekarangan belakang. Mooch dengan susah-payah berusaha memisahkannya, sambil berteriak-teriak seperti orang gila.
Jupe membuka kandang berikutnya, lalu sebuah kandang lagi.
Mooch kehilangan akal. Sia-sia usahanya memisahkan dua anjing yang berkelahi itu. Malah kakinya kena gigit di dua tempat.
Bob pucat dan ketakutan. Ia mengintip dari balik pagar. Kemudian dibukanya pintu pagar pekarangan belakang. Pada saat itu kedua anjing yang berkelahi berguling-guling ke arah pintu. Perkelahian makin sengit dan brutal.
Mooch berteriak-teriak sambil memungut sebatang kayu yang tergeletak di pekarangan. Dipukul-pukulkannya kayu itu ke tanah, tepat di samping kedua anjing yang berkelahi. Anjing gembala Jerman terkejut. Anjing itu lalu kabur ke luar, melalui pintu pagar yang terbuka lebar.
Tiba-tiba perkelahian itu terhenti. Empat ekor anjing menghambur keluar menuju "Speedway. Lalu masing-masing berlari ke arah yang berbeda.
Mooch berlari mengejarnya. Ia bersuit, memanggil-manggil- serta mencoba menangkap anjing-anjing yang kabur itu.
Bob tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Pada saat itu sebuah truk milik kawan serumah Mooch meluncur di Speedway.
Si pengemudi meminggirkan truknya, lalu melompat turun. Ia mencoba menangkap seekor anjing yang berlari dekat dengannya. Tapi ia terpaksa berhenti ketika dua buah mobil patroli datang. Sirene meraung-raung dari sepasang mobil itu.
Mooch kabur. Ia melompati pagar-pagar merabas semak-semak. lalu menghilang. Kawannya berlari ke arah yang berlawanan. Dan menghilang secepat Mooch menghilang.
Anjing-anjing itu pun telah lenyap dari pandangan. Beberapa orang tetangga telah keluar dan menonton kejadian itu dengan gembira.
Polisi-polisi keluar dari mobil patrolinya.
Diam-diam Jupe dan Bob menyelinap pergi.
Jupe merasa puas pada apa yang baru saja diperbuatnya. Bagaimanapun mereka telah menghancurkan operasi pencurian anjing yang dilakukan oleh Mooch.
"Bab 15 RAHASIA DI HOTEL PUTRJ DUYUNG!
BOB berjaga di sisi utara Plaza Putri Duyung, mengawasi pintu belakang galeri milik Burton. Jupe menemui Pete yang sedang duduk santai di teras Kantin Nut House.
Aku tadi menjatuhkan sebuah piring hingga pecah, ujar Pete dengan riang. Tony Gould tidak jadi mempekerjakanku. Ia ingin orang yang lebih berpengalaman.
"Kau sengaja. ya. memecahkan piring itu, tuduh Jupe.
Tidak. Aku tidak sengaja menjatuhkannya! Tapi baru kali ini aku senang setelah memecah kan sebuah piring.
Sebuah pintu terbuka di atas toko peralatan jahit-menjahit. Miss Peabody keluar menuju balkon. lalu melongok ke bawah. Aku ingin bicara dengan kalian. Anak-anak, katanya.
Jupiter dan Pete berpandang-pandangan. Kemudian mereka naik menemui Miss Peabody yang sudah menunggu di pintu apartemennya.
Miss Peabody mempersilakan Jupe dan Pete masuk ke apartemennya.
Di ruang tamunya ada Mr. Conine. Ia sedang duduk di sebuah kursi dengan sandaran tinggi. Jendela apartemen Clark Burton sedang diamat-amatinya.
Gerak-gerik kalian terlalu mengundang perhatian di bawah tadi." kata Miss Peabody. "Kalau kau ingin mengamat-amati galeri milik Clark Burton, kenapa tidak dari sini saja""
Jupiter dan Pete tercengang. Kedua orang tua itu kelihatannya menikmati sekali pengawasan yang mereka lakukan terhadap Burton. Nampak jelas bahwa mereka berharap Burton tertangkap basah melakukan suatu perbuatan buruk.
"Anda berdua benar-benar tidak suka padanya"" tanya Pete.
"Siapa sih . yang menyukainya"" balas Conine. "Gayanya terlalu dibuat-buat."
Untuk kesekian kalinya terdengar pendapat yang serupa. Pendapat yang mengatakan Burton tidak wajar dalam bersikap dan bertingkah laku. Kelakuannya seperti dalam film saja.
Jupe menoleh keluar melihat pada jendela Burton. Melalui jendela itu ia dapat melihat Burton dalam galerinya. Tampak Burton sedang berjalan sambil memegang gelas.
Jupe mengalihkan pandangannya ke hotel tua itu. Ia ingin tahu apa pendapat Miss Peabody tentang hotel yang sudah lama tidak dihuni itu.
"Aneh," katanya. "Kenapa Mr. Burton tidak melakukan apa-apa terhadap Hotel Putri Duyung"
"Hotel itu ada hantunya," sahut Mr. Conine. Ia pernah mengemukakan hal itu sebelumnya. Anak-anak menduga bahwa ia memang senang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan hantu. "Ada yang mengisahkan bahwa hantu Francesca Fontaine gentayangan di sana. Ia mendesah. "Kasihan wanita cantik itu."
Trio Detektif 36 Misteri Hilangnya Putri Duyung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara Mr. Conine terdengar lirih. Tapi tanggapan dari Miss Peabody membuatnya kaget.
"Cantik apanya"" tukas Miss Peabody. "Ia kurus seperti lidi. Dan caranya berpakaian sama sekali tidak rapi. Aku yakin Clark Burton tidak percaya pada hantu. Ia punya alasan lain yang menyebabkannya tidak memperbaiki hotel itu."
Tapi alasan apa"" tanya Jupe. "Hotel itu sangat ideal. Pemandangan dari sana bagus, langsung ke laut lepas. Dengan sedikit promosi saja hotel itu pasti akan laku keras. Ia bisa pinjam dari bank kalau ia belum punya uang tunai. Hotel itu akan menghasilkan banyak uang. Sebentar saja uang pinjaman itu akan terlunasi."
"Anakku yang manis, orang sudah bosan menasihati Burton seperti itu," kata Miss Peabody sambil menggeleng-geleng. "Orang yang aneh. "
Jupiter acuh tak acuh saja pada sebutan anak yang manis. Tetapi wajahnya mengeras, pertanda ia mempunyai suatu niat tertentu.
"Jendela di lantai tiga tidak dipasangi jeruji, katanya. "Aku ingin tahu mungkinkah kita bisa masuk ke dalam kalau kita naik ke atap bangunan ini."
"Pete terheran-heran. "Buat apa kita melakukannya" Kita kan sudah menyelidiki setiap sudut di sana. "
"Belum setiap sudut," sahut Jupe dengan tegas. "Kamar istimewa tempat Francesca Fontaine menginap belum kita selidiki."
"Kamar itu yang ada hantunya," kata Mr. Conine. "Lihat di sana. Kau lihat jendela-jendela di lantai dua yang di ujung sebelah utara" Persis di samping galeri. Itu jendela-jendela kamar Fontaine. Di sana beberapa kali kulihat sinar dari dalam. Pada malam hari."
"Kau salah lihat rupanya," ujar Miss Peabody. "Mungkin kau melihat pantulan sinar dari Ocean Front. "
Mr. Conine tidak menghiraukannya. "Terserah Anda." katanya. "Aku akan pergi menemui Burton. Akan kubuat dia sibuk sehingga tidak memperhatikan kalian masuk ke hotel melalui atap apartemenku." .
"Terima kasih, Mr. Conine," kata Jupe.
"Aku akan berjaga-jaga di sini, ujar Miss Peabody. "Kalau kalian tidak kembali dalam satu jam akan kuberi tahu Mr. Conine dan Mr. Finney untuk menyusul kalian."
Mr. Conine melangkah dengan tegap. Tidak lana kemudian ia dan Clark Burton sudah tenggelam dalam pembicaraan di dalam galeri. Burton membelakangi halaman
"Ayo," kata Jupiter pada Pete.
"Kau serius mau masuk ke sana"" kata Pete "dengan gelisah. "Maksudku, bagaimana kalau ternyata tempat itu benar-benar ada hantunya""
"Seorang detektif sejati hanya percaya pada fakta, bukan pada takhyul," tegas Jupiter.
Dengan bimbang Pete mengikuti Jupe keluar lewat pintu belakang apartemen Miss Peabody. Mereka memanjat ke atap apartemen, lalu merayap melalui atap apartemen Mr. Conine, mendekati dinding hotel tua itu. Atap itu berbentuk seperti huruf V terbalik, seperti kebanyakan rumah pada umumnya. Selama berada pada sisi luar, mereka tidak akan terlihat dari galeri.
Jendela-jendela di lantai tiga hotel cuma sedikit lebih tinggi dari atap apartemen Mr. Conine. Anak-anak mengintip dari puncak atap ke arah galeri. Mereka melihat Burton masih asyik berbincang-bincang dengan Mr. Conine. Pete berdiri di puncak atap. Diraihnya jendela yang terdekat. Jendela itu terbuka. Ketika dibuka engsel engselnya berbunyi berkeriat-keriut.
" Tidak terkunci!" kata Pete. Ia melompat masuk ke dalam hotel. Dari dalam ia mengulurkan tangannya untuk menolong Jupe.
Mereka sebelumnya telah menyelidiki seluruh lantai tiga. Yang belum diselidiki tinggal satu kamar di lantai dua. Jadi mereka langsung turun ke lantai dua. Pete mencoba memutar kenop pintu kamar istimewa yang terakhir ditempati Francesca Fontaine. Kenop itu berputar. Tapi pintu tidak terbuka. Ia mencoba mendobrak pintu itu dengan seluruh kekuatannya. Percuma. Pintu itu tidak bergeser semilimeter pun.
Jupe mengerutkan dahinya "Kita berada di atas dapur, katanya. "Atau mungkin di atas gudang. Dan ruangan ini terletak di pojok. Aku ingat, tepat di atas sini ada sebuah lorong untuk mengantar makanan dari lantai dasar sampai lantai tiga!"
Mata Jupe bersinar-sinar. "Lorong itu pasti melalui kamar ini. Menurut akal sehatku, ada sebuah pintu khusus pada lorong itu di dalam kamar ini. Ini kamar istimewa, kan""
"Tepat sekali, seru Pete.
Mereka berlari kembali ke lantai tiga. Lorong tempat mengantar makanan itu berada persis dengan yang diingat Jupe. Ketika membuka tingkap penutup dan melongok ke dalamnya, mereka melihat sebuah lorong yang gelap. Sepanjang pinggir lorong itu terdapat kayu-kayu dalam posisi horizontal.
"Kita dapat turun dengan berpijak pada kayu-kayu itu," kata Pete. "Seperti turun tangga saja."
Ia menyelusup melalui tingkap penutup yang kecil itu. Perlahan-lahan ia turun. Kakinya meraba-raba pijakan pada kayu-kayu. Tangannya memegang kayu erat-erat. Ia tidak dapat melihat ke ba"wah karena lorong itu terlalu sempit. Jupe mengawasi dari lantai tiga.
Tidak lama kemudian Pete sudah menemukan sebuah pintu kecil di lantai dua. Ditendangnya pintu itu hingga terbuka. Pete menyelusup ke luar lorong. Ia kini berada dalam sebuah ruangan gelap dan berdebu. Lalu ia melongok ke atas melalui lorong.
"Oke!" panggilnya pada Jupe. Secara tidak sadar, entah mengapa, ia berbicara sambil berbisik. "Ayo turun."
Jupe mulai turun. Baginya, lorong itu sempit sekali. Begitu sempitnya sehingga ia tidak akan jatuh meski tidak berpegangan. Karena itu ia harus mendorong badannya ke bawah agar dapat turun. Rasanya lama sekali perjalanan mencapai pintu kecil di lantai dua itu. Pete sudah tidak sabar menunggu.
"Makanya, sering-sering olahraga," bisik Pete pada Jupe yang sedang beringsut-ingsut turun dengan susah-payah Jupe akhirnya sampai juga. Sampai di kamar Franeesea Fontaine itu, ia mengedip-ngedip. Mukanya kotor, dan matanya kemasukan debu.
Anak-anak berada dalam sebuah ruangan kecil. Setelah beberapa saat menyesuaikan diri dengan kegelapan di sana, mereka mendapati sebuah pintu ayun kuno. Pete menunjuk ke arah pintu ayun itu. "Ke ruangan lainnya mestinya lewat pintu itu," bisiknya. Tempat yang sudah lama tidak dihuni itu membuat Pete otomatis berbisik.
Jupe mendorong pintu ayun itu hingga terbuka. Ia tersentak.
Pete melihat dari belakang Jupe. Ia mendesis
"Astaga"" Ruangan itu tidak berdebu. Bersih dan mengkilap. Bahkan tidak terlihat kuno seperti pada bagian hotel lainnya. Angin sejuk dari sebuah kipas angin berembus di ruangan itu. Angin itu membuat gorden bergerak-gerak. Gorden itu indah, berwarna gelap dengan motif bergaris-garis tipis. Sinar matahari memang jadi terhalang. Tapi ruangan itu masih lebih terang dari ruangan kecil yang mereka masuki sebelumnya. Mata anak-anak terpaku pada sebuah rak berisi cangkir piala, kapal hiasan, dan lilin-lilin, semuanya terbuat dari perak. Di sampingnya terdapat mangkuk-mangkuk krist"1. Di dinding terpampang lukisan-lukisan indah menggambarkan bunga-bunga, pemandangan sebuah danau di pegunungan, sebuah kapal layar yang kapten kapalnya sedang memandang ke cakrawala ke arah matahari terbenam, dan lukisan anak-anak yang sedang bermain-main di taman.
"Nah, ini dia," sayup-sayup terdengar suara. "Bagaimana menurut pendapat Anda""
Pete terlompat. Ia berpegangan pada Jupe. Itu suara Clark Burton.
"Bukan main, Kini terdengar suara Mr. Conine. "Aku tidak mengerti tentang seni modern, meskipun demikian aku suka permadani. Disain abstrak sangat cocok untuk permadani."
Jan tung Pete dan Jupe berdebar-debar. Mereka memandang ke sekeliling ruangan. Di mana-mana terdapat benda-benda seni yang indah.
Benda-benda dari porselen, karpet-karpet tebal, dan kotak-kotak hiasan terbuat dari kayu ek dan gading. Tapi Burton dan Conine tidak tampak.
""Aku sebenarnya merasa malu menjual benda-benda bernilai tinggi ini," kata Burton.
Jupiter dan Pete menarik napas lega. Suara itu datang dari luar hotel. Tepatnya dari Galeri Putri Duyung, yang memang persis berdempetan dengan Princess Suite.
Itulah susahnya bisnis ini, kata Burton lagi. "Aku harus menjual barang-barang yang paling kusukai.
Jupe hendak merapat pada dinding yang dekat dengan galeri. Tapi tiba-tiba ia berhenti. Matanya menangkap sebuah peti tua. Peti itu berhiaskan ukiran. Di tutupnya terukir sebuah ular naga, dan pada dua sisinya terukir sebuah kapal menembus gulungan ombak besar. Jupiter membuka tutupnya.
Pete menahan napas. Terdapat uang di dalamnya. Bertumpuk-tumpuk. Kebanyakan lembaran lima puluh dan seratus dolar. Uang itu tersusun rapi dan dikelompokkan dengan kertas pengikat, seperti di bank saja.
"Well, aku senang Anda berkunjung, Mr. Conine," kata Burton. Dari caranya berbicara, dapat ditangkap bahwa ia ingin agar Mr.Conine segera pulang. "Aku memang tidak punya banyak waktu untuk beramah-tamah dengan tetangga tapi aku senang Anda menyempatkan diri datang kemari."
Anak-anak mendengar suara langkah-langkah di luar ketika Conine dan Burton berjalan ke pintu galeri.
Jupe merapat ke dinding. Ia memiringkan kepalanya sehingga satu telinganya hampir menempel pada dinding itu
Di luar dinding bel di pintu galeri berbunyi. Itu Mr. Conine keluar lewat pintu depan, pikir Jupe. Kemudian terdengar Clark Burton berjalan dalam ruang galerinya. Lalu ada suara seperti suara bangku diseret.
Jupe menjauh dari dinding. Ditariknya Pete. Mereka masuk kembali ke ruangan kecil di sebelahnya. Pintu kecil pada lorong untuk mengantar makanan masih terbuka. .
"Kau lihat uang itu" tanya Pete.
"Terang saja aku lihat," balas Jupe.
"Tapi aku tidak mengerti, Jupe. Kenapa barang-barang itu tidak diambil setelah kematian, atau hilangnya Francesca Fontaine" Kenapa benda-benda itu ditinggalkan begitu saja"
Kelihatannya itu bukan milik Fontaine, Pete. Aku duga Clark Burton mengelabui kita dengan penampilannya yang meyakinkan itu. Aku ingat, ia pernah bilang bahwa kamar ini kosong, sewaktu ia mengintipnya dari luar dari...
Tiba-tiba Jupe terhenti. Ada sebuah suara. Suara klik yang lembut. Seperti ada orang yang membuka pintu di ruangan sebelahnya.
Ia datang!" desis Pete.
Dalam kepanikan, Pete menyelusup masuk ke dalam lorong. Dengan terburu-buru ia memanjat ke lantai tiga.
Jupe mendorong Pete agar cepat-cepat naik. Ia menyusul masuk ke dalam lorong begitu ada "tempat. Tapi naik ke atas lebih sulit. Ia harus mengangkat badannya dengan berpegangan pada kayu-kayu. Dengan beringsut-ingsut ia berhasil mencapai setengah perjalanan. Tahu-tahu ada suara kain sobek. Baju Jupe tersangkut! Ia tidak bisa bergerak!
Dari bawah Jupe, terdengar derak suara pintu dibuka. Pintu ayun dibuka, pikir Jupe dengan gelisah. Clark Burton berada dalam ruangan kecil itu, tepat di bawahnya! Ia memeriksa ke dalam ruangan itu. Mungkin ia mendengar suara kain sobek tadi" Jupe terdiam kaku. Bagaimana kalau Burton curiga pada lorong di situ" Bagaimana kalau Burton membuka pintu kecil pada lorong"
Jupe merasa semakin panas dan sesak di dalam lorong. Dengan tersiksa ia menanti apa yang akan terjadi. Terdengar suara berderak lagi.
Jupe menahan napas. Tapi bukan pintu kecil pada lorong yang dibuka, melainkan pintu ayun. Burton kembali ke ruang utama tempat menyimpan benda-benda antik. Jupe merasa lega. Serasa bisa bernapas kembali.
Pete sudah berhasil mencapai bibir lorong, lalu keluar ke lantai tiga. Dari atas, ia melihat ke lorong pada kawannya.
Jupe masih jauh di bawah Pete. Ia berpegangan erat-erat pada sebuah kayu. Dengan sekuat tenaga, ia menarik badannya ke atas. Celakanya, malah kayu itu yang terlepas dan menimpa bahunya. Jupe makin gelagapan.
"la mencoba meraih kay
u lainnya. Tapi ia tidak bisa bergerak. Bajunya terkait erat pada sesuatu. Dan badannya yang gempal makin menyulitkannya bergerak pada lorong yang sempit itu. Udara semakin terasa panas.
Jupe merasa mukanya memerah. Ia bahkan dapat mendengar detak jantungnya sendiri. Ia memandang ke atas pada Pete dengan putus asa.
"Tolong!" bisik Jupe dengan suara serak. "Aku terjepit!
Bab 16 JUPE MENELURKAN SEBUAH TEORI
"TERJEPIT" Bagaimana mungkin kau terjepit"" seru Pete dengan suara perlahan. "Kau tadi bisa turun. Kenapa sekarang tidak bisa naik""
"Aku tak tahu. Mungkin bajuku tersangkut," sahut Jupe.
Ia masih mendongak. Pete menghilang dari pandangannya. Jupe merasa geram bercampur kesal. Tega benar Pete meninggalkannya di sini. Kepanikan melanda Jupe. Ia mencoba mengendalikan dirinya dengan memperlambat napasnya. Pete tentu akan menyelamatkannya. Itu pasti.
Dan ia benar. Detik berikutnya Pete sudah kembali. "Aku melihat ke luar tadi," katanya. "Burton sudah kembali di galerinya. Jadi ia tidak akan mendengar suara kita di sini."
Lalu ia nyengir. "Apa kubilang, lanjutnya. "Kau harus banyak-banyak olahraga. Dan jangan makan kebanyakan."
"Sudah, jangan macam-macam," tukas Jupe dengan kesal. "Cepat tarik aku."
"Tenang, Jupe. Tentu kau akan kutolong."
Di atas Jupe, Pete mengeluarkan walkie-talkie-nya. Ia memencet salah satu tombolnya. "Bob!" panggilnya. "Bob, kau dapat mendengarku""
Ia melepaskan pencetannya pada tombol. Bob tidak menyahut. Pete mengulangi lagi. "Bob! Bob! Kau dapat mendengarku, Bob""
Walkie-talkie itu berkerisik. "Di sini Bob. Ada apa""
"Jupe sedang merasakan akibat kurangnya olahraga," kata Pete. Tanpa menghiraukan Jupe yang kesal mendengarnya, Pete melanjutkan, "Pergi ke tempat Mr. Conine. Cari tali yang kuat dan cukup panjang. Pokoknya harus cukup kuat untuk menahan berat Jupe. Lalu cepat ke sini. Naik ke atap apartemen Mr. Conine, dan masuk ke dalam hotel. Jupe terjepit dalam lorong untuk mengantar makanan."
"Terjepit"" seru Bob dengan terkejut. "Dalam lorong untuk mengantar makanan" Bagaimana....' "
"Nanti saja kujelaskan," sela Pete. "Jangan berlama-lama. Kerjakan segera, dan jangan sampai terlihat Burton.
"Tunggu dulu, seru Jupe. Ia punya sebuah ilham. "Bilang pada Bob untuk membawa kameranya.
Pete meneruskan pesan Jupe melalui walkie-talkienya.
Roger, sahut Bob. Beberapa menit kemudian merupakan waktu yang paling menyiksa Jupe. Todd Stratten masih belum ditemukan. Tiny, anjingnya, mati. Dan kini "dia terjepit dalam situasi yang menggelikan. Mr. Conine mungkin akan panik dan memanggil pasukan pemadam kebakaran. Kalau benar begitu, akan sia-sia usahanya selama ini. Jupe dan Pete akan ditahan karena memasuki wilayah orang lain tanpa izin. Dan Burton akan tahu bahwa kamar rahasianya telah dimasuki orang lain. Jupe ingin sekali agar perbuatannya ini tidak diketahui Burton-paling tidak untuk saat ini.
Terdengar suara langkah orang berlari di atas Jupe. Bob melongok ke bawah melihat keadaan Jupiter. Ia melaporkan bahwa Mr. Conine tidak memiliki tali. Tapi Miss Peabody merelakan beberapa sepreinya untuk diikat menjadi tali. Pada jarak-jarak tertentu dibuat simpul pada seprei itu.
"Senyum, dong," kata Bob. Dan sebelum Jupe membuka mulutnya untuk protes, Bob telah memotretnya.
"Aku sudah tak sabar ingin melaporkan dan memajang foto ini dalam buku catatanku," kata Bob sambil tertawa terbahak-bahak.
Kelakuan kalian tidak mencerminkan sikap seorang detektif profesional," seru Jupe dengan kesal. "Tugas kita mencari Todd belum lagi selesai. Dan kalian membuang-buang waktu seperti itu!"
Dengan tersipu-sipu, Bob dan Pete menurunkan jalinan tali dari seprei Miss Peabody. Jupe memegang simpul pada seprei itu dengan salah satu tangannya. Tangannya yang sebelah lagi menekan dinding lorong.
""Oke," kata Pete. "Akan kami tarik. Tahan napas dan kecilkan perutmu, Jupe."
Bob dan Pete menarik seprei itu bersama-sama. Mulanya Jupe mencari-cari pijakan kaki yang kuat agar ia lebih cepat dapat keluar. Tapi ia malah tidak bisa ditarik keluar. Perasaannya semakin kecewa.
Tiba-tiba Bob tertawa. "Mungkin har
us diberi air sabun, agar mudah lolosnya," katanya.
"Atau mesti menunggu beberapa hari sampai kau lebih kurus, Jupe," tambah Pete menggoda.
Ingin rasanya Jupe mengguncang-guncang kedua kawannya itu. Tapi saat ini ia harus menggantungkan dirinya pada mereka. Dikumpulkannya seluruh tenaga dan semangatnya. Lalu ia memegang seprei itu dengan kedua tangannya, dan meluruskan kedua kakinya. Akhirnya ia dapat tertarik juga. Beringsut-ingsut sedikit demi sedikit. Makin lama makin dekat dengan mulut lorong. Begitu sudah dalam jangkauan tangan, Pete dan Bob mengulurkan tangannya untuk menarik kawannya itu.
Jupe telah keluar seluruhnya dari dalam lorong. Ia menghirup udara segar sambil menyandar pada dinding.
"Sekarang kau harus benar-benar berdisiplin," ujar Pete. "Jangan makan coklat dan es krim selama satu bulan. Dan besok pagi kau harus mulai joging.
Jupe melotot pada Pete. Aku sendiri yang menentukan apakah aku perlu berdiet atau berolahraga," balasnya. Lalu ia melorot terduduk sambil bersandar pada dinding
Bob memandang bergantian pada Jupe dan Pete. "Nah, kau telah lolos dari lorong itu. Sekarang ceritakan mengapa kalian berdua masuk ke lorong itu, katanya.
"Karena itu jalan satu-satunya yang bisa kita tempuh untuk masuk ke dalam kamar rahasia Clark Burton," sahut Jupe.
"Kamar rahasia" Bob terbengong-bengong.
"Kamar istimewa yang ditempati aktris Francesca Fontaine dulu, Pete menjelaskan. "Kamar itu penuh dengan benda-benda perak dan ukiran-ukiran berharga. Dan ada satu peti penuh uang."
"Yang benar""
"Benar," kata Jupiter. "Belum pernah aku melihat tempat seperti itu selain dalam museum benda-benda antik. Bob, kau perlu memotretnya. "
Bob nyengir. "Karena kita harus mendapatkan foto dari semua benda itu," Jupe melanjutkan. "Benda-benda perak, kotak-kotak, dan terutama lukisan-lukisan. Aku berani bertaruh bahwa ada satu lukisan yang pernah kulihat sebelumnya. Lukisan itu terpampang dalam sebuah koran beberapa waktu yang lalu. Kurasa lukisan itu dicuri dari pemiliknya."
Kedua kawannya melongo. Pete berkata, "Jadi menurutmu Burton seorang pencuri""
""Kita belum mendapat bukti yang cukup untuk mengatakan ini," kata Jupe. Baru satu bukti, setumpuk uang dalam peti itu. Mungkinkah seorang pencuri menyimpan uang sedemikian banyaknya" Seorang pencuri biasanya tidak punya uang, dan sedang perlu uang tunai dalam jumlah besar. Mungkinkah Burton seorang penadah""
Jupe bangkit. Ia melongok ke dalam lorong. "Aku tidak ingin masuk ke dalam lagi. Sudah cukup pengalaman tadi bagiku," katanya.
"Serahkan saja padaku," ujar Bob. "Akan kupotret semua yang kita perlukan. Dalam semenit aku akan kembali. Di samping itu, aku sendiri memang kepingin sekali melihat kamar rahasia itu."
Bob masuk ke dalam lorong. Sambil berpegangan pada simpul-simpul seprei, dengan mudah Bob turun. Ia menghilang melalui pintu kecil di lantai dua. Pete mulai mondar-mandir dengan gelisah.
Jupe duduk lagi. Kedua lututnya ditekuk. Ia menarik-narik bibir bawahnya, sembari menatap lurus ke muka. Beberapa saat kemudian ia berseru, "Aha. Sekarang aku mengerti!"
Pete berhenti mondar-mandir. "Apa""
Jupe mulai bercerita dengan perlahan, sambil tetap memandang lurus ke depan. Seolah-olah ada layar bioskop. di depannya. "Bayangkan sekarang tanggal empat Juli," katanya. "Bayangkan kau berumur lima tahun, seperti Todd. Pada saat parade Itu berlangsung, dan semua orang sibuk-tidak ada yang memperhatikanmu-apa yang akan kaulakukan""
Dahi Pete berkerut. "Sesuatu yang tidak boleh kulakukan. Kukira.
"Tepat," sahut Jupe. "Apakah kau akan masuk ke Galeri Putri Duyung" Misalkan saja kau mengendap-endap naik tangga, lalu kau mengintip ke dalam galeri. Clark Burton sedang tidak ada di dalam. Kau akan mengira Burton sedang keluar menonton parade. Lalu kau masuk ke dalam galeri, tanpa terdeteksi oleh bel otomatis itu. Dan Tiny akan menemani untuk menjagamu.
"Kau akan berjalan-jalan berkeliling galeri sambil melihat-lihat benda-benda indah. Dan kemudian kau melihat sebuah pintu yang tadinya tidak terlihat sebagai pintu. Pintu di gudang. Ya, pasti ada pintu di situ-di
belakang meja tinggi di gudang. Ada sebuah kamar kecil di situ. Di dalamnya mesti ada sebuah pintu yang menuju hotel. Atau mungkin itu bukan pintu ke kamar kecil, melainkan langsung ke dalam Princess Suite itu.
"Ada dua kemungkinan. Mungkin Burton sedang berada di dalam kamar istimewa itu dan membiarkan pintu terbuka. Tidak ada yang dapat melihat pintu itu terbuka kecuali jika orang itu berada di dalam galeri.
Boleh jadi ia melihat keluar, lalu mendapati Todd sedang mengintipnya dari pintu. Ia menyadari bahwa Todd telah mengetahui kamar rahasia itu.
"Kemungkinan kedua ialah Burton sedang berada di dalam apartemennya. Ketika kembali ke galerinya, ia memergoki Todd mengintip ke dalam kamar rahasianya. Karena itu ia marah, lalu berbuat kasar.
"Apa yang akan terjadi selanjutnya" Burton mengejar Todd, dan Todd lari. Bisa jadi patung putri duyung jatuh tertabrak Todd hingga pecah. Atau Tiny yang menabrak patung itu. Apa pun yang terjadi, patung itu jatuh menimpa Tiny. Anjing itu kaget sehingga mati.
"Pada saat itu Todd sudah menyelinap keluar lewat pintu belakang yang tidak terkunci. Tapi kalau Todd menengok lalu melihat Tiny tergeletak di sana, apa yang akan dirasakannya" Rasa bersalah""
Pete mengangguk. "Ya. Tentu ia merasa bersalah. Waktu kecil aku sering dimarahi. Dan selalu aku yang dituduh bersalah."
"Benar. Jadi Todd takut pulang. Ia lari dan bersembunyi, seperti yang diduga Mrs. Stratten."
Pete melihat pada kawannya dengan pandangan tidak mengerti. "Itu bisa saja. Tapi bersembunyi di mana" Lebih mungkin kalau ia ditangkap Burton, kan" Lalu... lalu..
"Tidak," tukas Jupe. "Burton tidak tahu di mana Todd. Ingat kejadian di Dermaga Santa Monica""
"Ah, iya. Tapi mengapa" Maksudku, kenapa ia menyelinap ke dermaga itu" Apakah ia akan... akan berusaha agar Todd tidak dapat menceritakan apa-apa tentang kamar rahasia""
"Jupe tidak menjawab. Kedua anak itu saling bertukar pandang. Keduanya menjadi pucat. Saat itu Bob muncul di bibir lorong. Mereka menolongnya naik.
"He, bukan main ruangan itu!" seru Bob. "Aku merasa seperti di gurun pasir dengan sebuah lampu aladin. Ketika kugosok-gosok lampu aladin itu, muncul jin yang bisa menyulap gurun menjadi sebuah istana mewah penuh perhiasan indah."
"Sudah kau potret semuanya"" tanya Jupe.
"Tentu. Tidak ada yang terlupa. Apa yang kita lakukan sekarang" Menghubungi polisi""
"Mungkin," sahut Jupe, "tapi ada sesuatu yang lebih penting sekarang. Kalau kita bisa menemukan satu hal lagi, kita akan bisa memecahkan teka-teki di mana Todd Stratten berada sekarang!"
"Bab 17 SATU MISTERI TERPECAHKAN
REGINA STRATTEN ada di dalam toko buku ketika anak-anak tiba di sana. "Aku tidak tahan tinggal diam di rumah," katanya. "Rasanya lebih baik berada di sini."
Hilangnya Todd selama tiga hari mengikis kesehatan Regina. Kulitnya terlihat suram, seperti orang yang kurang gizi. Dan kerut-kerut bermunculan di dahinya.
Mr. Finney membersihkan buku-buku di rak dengan pembersih dari bulu ayam. Ia melakukannya tanpa bersuara dan secara otomatis seperti orang tidur sambil berjalan.
"Mrs. Stratten, apakah Todd punya kawan yang sangat ia percaya di Ocean Front ini"" tanya Jupe.
Regina mencoba tersenyum. Tapi yang terlihat cuma wajah yang murung. "Tiny," sahutnya. "Ia paling percaya pada Tiny. Tapi Tiny telah mati."
"Mrs. Stratten, ada orang yang menolong Todd. Seseorang pasti menyembunyikannya sekaligus memberi makan Todd. Kuduga itu perbuatan seorang anak kecil juga. Tentu Todd kenal dengan beberapa anak kecil di daerah ini."
Sementara Regina menundukkan kepalanya untuk memusatkan pikirannya, Jupiter memandang keluar lewat jendela ke arah pantai. Fergus, si pemungut sampah, sedang berlalu di sana. Ia membawa sebuah tas putih besar dengan tulisan merah. "Charlie's Fried Chicken", terbaca tulisan itu. "Sekali Dicoba, Tidak Akan Lupa!"
"Oh!" seru Jupe tiba-tiba.
"Mrs. Stratten, ikuti kami sekarang," katanya lagi.
Suaranya penuh dengan keyakinan. Regina melihat padanya dengan penuh harapan. "Apa"" bisiknya. Ada apa""
"Ada sesuatu yang sangat jelas," kata Jupe. Ia menunjuk ke arah Ocean Front
. Regina keluar. Anak-anak menyusulnya.
"Regina"" panggil Mr. Finney.
Yang dipanggil tidak menyahut. Ia berjalan menuju Ocean Front, matanya tak lepas dari Fergus yang sedang berjalan.
Mr. Finney keluar dan mengunci tokonya. Ia berlari menyusul Regina dan anak-anak.
Fergus berada di depan mereka. Ia tidak membawa kedua anjing dan kereta sorongnya. Hanya sebungkus ayam goreng yang dibawanya Di suatu tempat, Fergus berbelok. Ia menghilang pada- sebuah jalan kecil yang menghubungkan Ocean Front dan Speedway.
"Pete, cepat! Jangan sampai kita kehilangan jejak," seru Jupe.
"Beres! Pete berlari kencang. Ketika sampai di tempat Fergus berbelok, ia melihat ke arah Speedway, ia melambai pada Jupe dan Bob, lalu menghilang pula di belokan itu.
Jupe mempercepat jalannya.
"Fergus!" kata Regina. "Jadi yang melakukan ini Fergus, kan" Selama ini mata kita buta."
Ia mulai berlari. Sandal kayunya menimbulkan suara berkelotak-kelotak.
"Regina!" protes ayahnya. "Ada apa ini" Ceritakan padaku!"
"Fergus," jawab Regina.. "Firasatku mengatakan begitu."
Mereka sampai pada tempat Fergus membelok. Jalan itu ternyata sempit, hampir seperti gang. Pete sudah menunggu di ujung jalan. Ia melambai, lalu berjalan ke arah Pacific Avenue.
Regina berlari menyusulnya. Setengah jalan ke Pacific Avenue, Pete berdiri sambil melihat ke suatu tempat yang dipenuhi ilalang di garasi belakang sebuah rumah beratap sirap.
"Fergus masuk ke sana," ujar Pete. Ia menunjuk garasi itu. "Aku dengar salak anjingnya waktu ia masuk."
Seorang pria yang sudah sangat tua muncul di serambi belakang rumah itu. "Kalian ada perlu"" tanyanya.
Regina melangkah tanpa menggubrisnya.
"Tunggu dulu wanita muda!" seru orang tua itu. Giginya sudah ompong sehingga ucapannya tidak jelas. "Kau melanggar wilayah orang! Kau harus keluar dari sini atau kupanggil polisi!"
Charles Finney dan Jupiter mengikuti Regina. Anjing-anjing itu menggonggong lagi.
"Kalian dengar"" seru orang tua itu. "Kalian berada dalam milik pribadi! Angkat kaki dari sini!"
"Toddd"" teriak Regina. "Todd, kau di sini""
Halaman itu bagai hutan alang-alang. Garasi itu sudah sangat tua sampai-sampai salah satu pintunya miring dan hampir lepas. Regina menarik gagang pintu. Pintu garasi terbuka sambil bergesekan dengan lantai di bawahnya.
Di dalam, kedua anjing milik Fergus ribut menyalak. Keduanya ingin menerjang Regina. Fergus menahan keduanya dengan memegangi tali yang terikat pada leher kedua anjing itu. Pada wajah Fergus terbayang ketakutan.
Dan ada seorang lagi di belakangnya. Trio Detektif melihat sebuah wajah kecil yang pucat dengan bola mata besar.
"Todd!" Regina berlari ke arahnya. Ia sudah tidak peduli pada kedua anjing yang masih ribut menyalak-nyalak.
Todd melempar sebuah paha ayam yang sedang dipegangnya. Ia berlari ke arah ibunya. Dengan penuh haru Regina memeluk anaknya erat-erat. Todd balas memeluk ibunya.
Mr. Finney berdehem, lalu berbalik. Ia tidak tahan melihat pemandangan yang mengharukan itu.
Fergus mengikat kedua anjingnya pada salah satu sudut ruangan. Kemudian ia duduk pada sebuah bangku reyot. Ia termangu melihat Regina dan Todd.
Untuk beberapa saat Fergus merasa memiliki seorang anak kandung. Sekarang ia sendiri lagi. Tanpa kawan. Tanpa anak.
"Bab 18 MELAPOR PADA POLISI
TRIO DETEKTIF kembali bersama Todd dan keluarganya. Di luar mereka melihat lampu sirene berputar-putar. Orang tua yang tinggal di rumah itu telah memanggil polisi. Orang-orang di sekitar situ berdatangan untuk menyaksikan apa yang terjadi. Orang tua itu semakin marah karena semakin banyak orang yang melanggar wilayahnya.
Lihat!" teriak seseorang. "Itu anak kecil yang hilang! Mereka telah menemukan anak kecil yang hilang itu!"
Kata-kata itu menjalar dari orang ke orang. Anak yang hilang telah ditemukan! Ibunya yang menemukannya!
Seperti disulap, tempat itu menjadi ramai. Orang-orang berdatangan dari pantai. Mobil-mobil patroli semakin banyak pula, memblokir halaman belakang rumah orang tua itu. Charles Finney kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi dan berulang-ulang.
Pete dan Bob meng apit Regina dan Todd, menjaga mereka dari desakan orang-orang yang ingin melihatnya. Kemudian polisi datang berjaga-jaga di samping Regina dan Todd. Polisi lainnya meringkus Fergus. Tampak Fergus didorong oleh seorang polisi. Tangannya diborgol. Dan wajahnya kebingungan. Todd menangis keras-keras melihat kejadian itu. Regina protes pada polisi.
Jupe menepuk bahu Pete. "Kita pergi saja dari sini," ajaknya. "Masih ada yang harus kita lakukan."
Anak-anak mulai berjalan menerobos kerumunan orang. Pada saat itu mereka melihat Mr. Conine berdiri pada sebuah tong sampah dekat Speedway agar dapat melihat lebih jelas apa yang terjadi. Dan Clark Burton datang dari Ocean Front. Ia tidak ikut berkerumun. Wajahnya yang ganteng tampak tanpa ekspresi. Ia cuma melihat saja ketika Regina dan Todd dibawa dalam mobil patroli polisi. Kemudian ia berbalik - berbalik ke Galeri Putri Duyung.
Apa yang akan dilakukannya"" tanya Bob. Kalau Todd memang telah melihat kamar rahasia itu di hotel, pasti akan diceritakannya."
"Mungkin Burton berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja," duga Jupe. Todd seorang anak yang penuh imajinasi. Kalau ia tahu tentang kamar rahasia itu, Burton dapat saja membantahnya dengan mengatakan Todd cuma bermimpi. Orang akan cenderung untuk lebih mempercayai Burton daripada seorang anak kecil yang bandel. Kalau belum melihat sendiri, apakah kau akan percaya adanya pintu rahasia dan kamar tempat menyimpan uang satu peti penuh""
"Pete nyengir. "Tidak."
"Jadi tugas kitalah untuk mendukung cerita Todd," Jupe memutuskan. "Ada tempat cuci-cetak film kilat di dekat sini, di Santa Mpnica. Bob, kau sebaiknya pergi ke sana untuk mencuci cetak film itu. Pete dan aku akan mencari sesuatu di perpustakaan Venice. Aku ingin menyegarkan ingatanku tentang sebuah cerita yang pernah kubaca. Temui kami di perpustakaan kalau kau sudah selesai mencetak foto."
Anak-anak berpisah. Bob bergegas pergi ke tempat cuci cetak film. Jupiter dan Pete pergi ke perpustakaan kecil yang terletak di Main Street. Anak-anak sempat berhenti melihat sebuah balon besar yang diisi dengan udara panas di Main Street. Di bawah balon itu terdapat sebuah gondola, seperti keranjang besar yang bisa dimuati orang. Gondola itu ditambatkan pada sebuah tiang di pelataran parkir sebuah supermarket baru. Pada pembukaan supermarket itu diadakan undian berhadiah. Seratus pemenang undian itu diperbolehkan naik ke angkasa dengan balon udara.
"Ikut undian, yuk!" ajak Pete yang tertarik melihat penawaran itu. Dengan iri ia melihat pada orang-orang yang membeli sesuatu di supermarket dan mendapat kupon undian.
"Nanti saja, tugas kita belum selesai," tukas Jupe dengan tidak sabar. Ia berjalan terus menuju perpustakaan.
Anak-anak mencari pada bagian majalah. Bukan pada tempat majalah baru mereka mencari, tetapi pada bagian majalah beberapa terbitan yang lalu.
"Apa sih yang kita cari"" tanya Pete.
"Aku pernah m melihat suatu berita tentang lukisan yang dicuri," jawab Jupe. "Seingatku, berita itu ada dalam salah satu majalah ini."
Anak-anak membawa setumpuk majalah dan meletakkannya pada salah satu meja baca di sana. Mereka mulai membolak-balik majalah demi majalah, sambil memperhatikan judul-judul berita dan ilustrasinya. Pete menemukan sebuah gambar yang segera dikenalinya.
"Ini dia!" katanya dengan penuh kemenangan. Diperlihatkannya majalah itu pada Jupe. Pada halaman itu terpampang foto sebuah lukisan yang menggambarkan anak-anak kecil sedang bermain-main pada sebuah taman. Lukisan itu persis dengan lukisan yang tergantung pada salah satu dinding di kamar rahasia Hotel Putri Duyung.
"Dugaanku benar, kan," kata Jupe dengan penuh kepuasan.
Bob datang satu jam kemudian. Jupe telah membuat fotokopi dari gambar dan berita tentang pencurian lukisan itu. Dalam berita diuraikan bahwa lukisan itu adalah hasil karya Degas, seorang pelukis ternama. Meskipun lukisan itu bukan lukisan yang populer bagi orang awam, namun bagi pecinta benda-benda antik lukisan itu amat tinggi nilainya Seorang pecinta benda antik, Harrison Dawes, adalah pemilik lukisan itu. Ia kecurian lukisan itu d
an beberapa benda antik lainnya. Ketika ia sedang keluar rumah, si pencuri berhasil memutuskan kabel alarm dan menguras benda-benda antik koleksinya.
Bob mengeluarkan foto-foto yang baru saja dicetaknya. Ia mengambil sebuah foto lukisan yang diambilnya di Hotel Putri Duyung. Foto itu persis dengan gambar pada majalah.
"Rapi jali," kata Pete. Tapi bagaimana kalau lukisan di Hotel Putri Duyung itu cuma tiruan" Lukisan karya pelukis ternama kan sering dibuat tiruannya.
"Memang," sahut Jupe, "tapi aku berani bertaruh bahwa lukisan di hotel itu asli. Dan bukan tidak mungkin bahwa benda-benda lainnya yang terdapat di sana juga milik Mr. Dawes. Seluruh benda yang terdapat di situ kelihatannya hasil curian. Polisi pasti akan tertarik!"
Anak-anak keluar dari perpustakaan dengan perasaan puas. Jupiter melangkah sambil, bersiul-siul.
Tetapi ketika mereka sampai di kantor polisi Venice, sambutan di sana tidak menggembirakan. Anak-anak menghampiri seorang polisi yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.
Seperti biasanya, Jupe-lah yang menjadi juru bicara. Kedua kawannya mempercayakan hal itu pada Jupe yang gaya bicaranya meyakinkan.
"Kami punya informasi yang mungkin akan menunjukkan siapa pelaku pencurian benda-benda antik milik Harrison Dawes beberapa waktu yang lalu," ujar Jupe.
Ia menunjukkan fotokopi majalah dan foto yang diambil Bob di Hotel Putri Duyung.
"Foto-foto ini diambil tadi siang," katanya. "Dan kami tahu di mana karya lukisan Degas ini sekarang berada."
Polisi itu memperhatikan dua buah barang bukti yang diperoleh anak-anak. Ia tidak berkomentar apa-apa. Anak-anak dipersilakannya duduk dalam sebuah ruangan kecil berisi sebuah meja bundar dan beberapa bangku.
Tak lama kemudian seorang berpakaian preman masuk. Ia membawa fotokopi dan foto itu di tangannya.
"Ini sangat menarik," katanya. Tapi nada suaranya datar, menunjukkan bahwa mungkin ia tidak tertarik sama sekali. Wajah orang itu pun tidak mencerminkan bahwa ia tertarik. "Gambar pada majalah biasanya lebih kabur dari foto. Tapi boleh jadi kedua lukisan ini sama. Sebaliknya pun demikian. Lukisan yang kalian foto bisa saja cuma lukisan tiruan, bukan" Di mana kalian memperolehnya""
Ia menatap Bob, yang membawa kameranya. Kau yang memotretnya"" tanyanya seraya menunjuk pada foto itu.
"Yes, Sir," sahut Bob. "Di sebuah kamar spesial di Hotel Putri Duyun", di Ocean Front.
"Hotel Putri Duyung" Hotel itu sudah bertahun-tahun tidak dihuni."
"Kini Jupe angkat bicara. "Itu yang dipercayai orang," ujarnya, dan pemiliknya memang menginginkan begitu. Pada kenyataannya, ada satu kamar yang masih dipergunakan. Kamar itu penuh dengan benda-benda indah. Salah satunya adalah lukisan ini. Bob juga mengambil beberapa foto lainnya-foto benda-benda terbuat dari perak, kristal, dan beberapa lukisan lainnya, yang mungkin saja semuanya hasil curian. Kami yakin bahwa pemiliknya, Clark Burton, terlibat dalam pencurian ini. Bahkan mungkin dia sendiri pencurinya. Tapi lebih masuk akal kalau dia hanya berfungsi sebagai penadah saja, karena dia punya uang sepeti penuh."
Bob mengeluarkan foto-foto lainnya dan menebarkannya di meja. Peti yang penuh berisi uang terekam jelas pada salah satu foto.
Detektif yang menanyai anak-anak cuma menggumam saja. Ia meminta identifikasi anak-anak. Bob dan Pete menyodorkan kartu pelajar.
Jupe memperlihatkan kartu perpustakaannya. Dan secara refleks, ia juga memberikan kartu Trio Detektif.
Alis mata detektif itu terangkat. "Detektif amatir!" katanya. "Mestinya aku tahu tadi. Pada umur seperti kalian, setiap anak adalah detektif."
"Kami bukan amatir," kata Jupiter. Ia merasa tersinggung disebut seperti itu. "Kami telah memecahkan beberapa misteri yang tidak dapat ditangani bahkan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Kami tidak terperangkap dalam prasangka..."
""Aku tahu, aku tahu!" kata detektif itu. "Tapi bagaimana dengan foto-foto yang kalian ambil di Hotel Putri Duyung" Apakah kalian minta izin dulu sebelum masuk ke sana" Masuk ke wilayah orang lain tanpa izin merupakan suatu pelanggaran hukum."
Orang itu berdiri. "Kalian tunggu di sin
i. Sebentar aku akan kembali."
Ia keluar membawa foto-foto dan fotokopi berita majalah itu.
"Kurasa kita dapat masalah besar." katanya. Mungkin ia menelepon famili kita."
Jupe mengangguk. "Itu akan menyulitkan, tentu, tapi tidak fatal. Heran, biasanya polisi mau mengerti. Namun, sebaiknya kita tidak berprasangka apa-apa. Mungkin ia cuma ingin membandingkan foto Bob dengan daftar barang yang hilang pada pencurian itu. Pasti ia perlu menelepon seseorang. Itu akan memakan waktu."
"Mudah-mudahan saja ia tidak menelepon Clark Burton," ujar Bob.
"Clark Burton"" Pete menjadi kuatir. "Ke... kenapa ia mesti menelepon Clark Burton""
"Kita kan masuk ke hotelnya. Mungkin Burton akan mengajukan protes. Dan detektif itu mengecek apakah ada barang-barang di sana yang hilang... "
Bob tidak menyelesaikan kalimatnya. Tapi maksudnya sudah sangat jelas.
Mereka membisu beberapa saat, lalu Jupe berkata, "Kalau benar ia menelepon Clark Burton, apa yang akan dilakukan Burton" Apakah Burton akan protes" Atau kabur" lalu sudahkah Todd bercerita tentang kamar rahasia itu" Kalau sudah, foto-foto kita akan menyokong ceritanya. Kupi"kir... "
"Sebentar," potong Bob. "Bagaimana kita tahu bahwa Todd benar-benar telah melihat kamar itu""
"Dari mana Fergus memperoleh uang untuk membeli makanan itu" balas Jupe. "Kue-kue, pizza, dan fried chicken" Tony Gould pernah bilang berapa harga kue yang dibelinya. Menurutku, Todd telah mengambil uang dari kamar rahasia itu - mungkin tanpa sengaja - lalu memberikannya pada Fergus."
Jupiter kembali mencoba menduga apa yang akan diperbuat Burton "Kalau tidak ada orang yang bertindak cepat, Burton akan kabur. Ia pasti panik. Lihat saja apa yang dilakukannya terhadap patung putri duyung yang pecah itu. Ia dapat saja membuangnya di tong sampah. Tapi ia malah membuangnya ke laut. Sekarang, ia tak akan ragu berbuat apa saja yang akan menyelamatkannya Bahkan bisa saja ia menculik Todd!"
Pete dap Bob tegang. "Kita tidak dapat membiarkannya," kata Bob kemudian.
Pete melihat keluar dari pintu. Saat itu tidak ada siapa-siapa di ruang penerimaan tamu.
"Lagi kosong," ujar Pete. "Kita bertindak sekarang""
"Pete membuka pintu lebar-lebar. Ketiga anak itu menyelinap keluar. Begitu sampai di luar mereka berlari sekencang-kencangnya langsung menuju pantai. Menuju Hotel Putri Duyung!
"Bab 19 TRAGEDI DI UDARA
"HARI sudah petang ketika anak-anak sampai di Ocean Front. Keramaian yang khas di sana telah berkurang. Lalu lintas di Speedway pun tidak lagi ramai. Cuma beberapa gelintir orang saja yang masih berjalan-jalan di Ocean Front.
Ada beberapa awak televisi di luar toko Book-worm. Sekerumun orang juga berdiri di sana, mencoba melihat Regina dan Todd. Trio Detektif hanya memperhatikan kerumunan itu. Mereka menyelinap ke dalam halaman plaza.
Trio Detektif 36 Misteri Hilangnya Putri Duyung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah anak kecil berusia lima tahun itu. Anak yang baru saja berkumpul dengan keluarganya, dan kini bahaya mengancam dirinya.
Mulanya mereka mengira Clark Burton sudah lari. Papan di pintu galeri menunjukkan bahwa galeri itu sudah tutup. Dan sebuah kisi besi terpasang di jendela.
"Aku tidak melihat ada kisi besi sebelumnya," kata Bob. "Menurutmu, apakah ia meninggalkan tempat ini untuk selamanya" Atau cuma malam ini saja""
Tidak ada yang menjawab. Anak-anak melihat ke jendela-jendela apartemen di samping galeri. Gordennya tertutup. Di dalamnya gelap. Apartemen itu seperti sudah ditinggalkan.
Tapi kemudian, gorden pada salah satu jendela tersibak. Seseorang muncul di jendela la melihat ke arah Ocean Front.
"He!" seru Pete. "Ia masih di sana!"
"Tapi mungkin tidak lama," kata Jupiter. "Kelihatannya ia sudah siap berangkat. Pasti ia akan keluar lewat pintu belakang."
"Tunggu apa lagi"" kata Bob seraya berlari.
Pete berlari mengikuti Bob. Jupe agak tertinggal di belakang. Anak-anak mengitari plaza, menuju bagian luar sebelah utara. Burton muncul di pintu belakang galerinya. Aktor itu membawa sebuah koper. Ia berbalik untuk menutup pintu. Dengan terburu-buru ia mengunci dan menggembok pintu dari luar. Tanpa disadarinya, Trio Detektif mengawasinya
ketika ia turun tangga. Serenceng kunci berbunyi gemerincing ketika dikeluarkan dari kantungnya. Tapi sewaktu ia memasukkan salah satu kunci pada lubang kunci pintu garasi, Jupe menegurnya. "Anda mau pergi untuk selamanya, Mr. Burton"" katanya. "Sayang sekali. Kenapa tidak menunggu sampai kasus ini kami tuntaskan""
Burton berbalik. Wajahnya yang ganteng menjadi pucat pasi. "Kukira kasus ini sudah tuntas," balasnya. "Anak kecil itu sudah ditemukan. Kalian cerdik sekali. Aku sendiri tidak menduga bahwa pelakunya adalah Fergus. Kalian patut diberi ucapan selamat."
""Itu belum seberapa," kata Jupiter lagi. "Ada satu hal lagi yang akan membuat Anda lebih yakin bahwa kami memang pantas memakai nama Trio Detektif Anda mau tahu, Mr. Burton" Atau mungkin Anda dapat menebak sendiri" Waktu Anda membuang pecahan patung putri duyung, kami bertanya-tanya. Waktu kami melihat isi Princess Suite di hotel ini, kami tahu!"
Burton membasahi bibirnya. Sudut mulutnya bergerak-gerak. Tahu-tahu ia bergerak cepat untuk membuka pintu garasi.
"Stop!" teriak Pete.
Ia menjegal Burton sambil menjatuhkan diri, seperti seorang pemain sepak bola merebut bola dari kaki lawan. Burton terjerembab ke tanah. Kuncinya terlempar ke tengah-tengah Speedway.
Jupiter melompati Burton dan Pete. Dipungutnya kunci itu, lalu dilemparnya jauh-jauh. Sebuah sedan melintas di Speedway. Pengemudinya membuka jendelanya ketika lewat di sana.
"He, ada masalah"" tanya pengemudi itu. Orang itu berbicara pada Burton, yang tertelungkup. Tapi Jupe yang menyahutinya. Ya. Panggil palisi!" serunya. "Cepat!"
Orang itu berhenti sejenak. Lalu dipacunya mobilnya kencang-kencang.
"Kalian anak brengsek!" umpat Burton seraya bangkit.
"Siapa yang sebenarnya brengsek, itu polisi yang akan menentukan, Mr. Burton," tukas Jupe.
"Kami sudah melaporkan apa yang kami temukan di Hotel Putri Duyung. Kalau polisi sudah tiba, dan menemukan Anda yang mencoba kabur dengan membawa koper penuh uang - benar, kan" - mereka tentu akan tertarik sekali."
Kepala Burton terkulai. Seakan-akan ia pasrah pada apa yang akan terjadi. Tapi tiba-tiba ia tegak kembali. Di tangannya tergenggam pistol.
"Hmm, tapi mereka tidak akan menemukanku," katanya. "Aku sudah lenyap pada saat mereka tiba di sini. Dan kalian ikut bersamaku. Mereka tidak akan menemukan siapa-siapa di sini! "
Jupe tidak menyangka bahwa Burton bersenjata. Begitu pula Bob dan Pete. Anak-anak merapat. Pistol Burton kecil, tapi kelihatan berbahaya.
"Jalan! bentak Burton sambil menggerakkan pistolnya.
"Anda tidak akan berani menembak!" kata Jupe. "Sewaktu-waktu polisi bisa datang."
"Peduli apa"" balas Burton. "Aku tidak akan tinggal di sini lagi. Cepat! Jalan ke arah Pacific Avenue. Dan jangan banyak cincong. Kutembak kepalamu nanti!"
Anak-anak mundur selangkah. Mereka lalu berbalik dan mulai berjalan ke arah Pacific Avenue.
"He, kau!" bentak Burton. "Kau yang berbadan tinggi. Badanmu kelihatannya kuat Kau bawa koper itu!"
Pete berbalik lagi. Diambilnya koper itu, lalu mereka meneruskan langkah. Burton menyembunyikan pistolnya dalam kantung jaketnya. Pistol itu masih tergenggam dalam tangannya, tertuju pada anak-anak.
"Anda tidak bisa lari ke mana-mana," kata Jupiter. "Kami sudah memberi tahu polisi tentang rumah di Evelyn Street.
Itu cuma tipuan. Tapi siasat Jupe mengena pada sasaran. Burton tampak agak panik. Ia memerintahkan anak-anak berjalan lebih cepat menuju Pacific Avenue. Mereka menyeberanginya dan langsung menuju Main Street.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Langit kemerah-merahan. Kaca-kaca jendela di Main Street tampak keemasan ditimpa sinar matahari petang. Dan pada pelataran parkir supermarket yang baru dibuka, operator balon sedang sibuk mengamankan balon udaranya karena hari sudah petang. Diikatnya gondola pada sebuah kait yang sudah dipersiapkan.
Burton menggiring anak-anak melintasi pelataran parkir. Mereka langsung mendatangi balon udara itu.
"He, undian sudah ditutup hari ini," kata operator balon itu "Kalian tidak bisa naik balon ini sekarang. Sekarang sudah petang. Besok saja kalian datang lagi."
Burt on menodongkan pistolnya ke arah orang itu. Operator balon itu mengangkat bahunya. "Baik, baik. Kalau Anda ngotot juga, yah... apa boleh buat. Silakan saja... "
"Cepat buka tali pengikatnya," potong Burton. "Dan jangan coba-coba melawan. Aku tidak segan-segan menarik pelatuk pistol ini."
Burton mendengus pada anak-anak. "Masuk!" perintahnya.
Jupe, Pete, dan Bob masuk ke dalam gondola yang terikat di bawah balon. Burton menyusul setelah semua anak itu masuk. Lalu ia menunjuk pada tali-tali pengikat balon itu. "Lepas semua talinya," serunya pada operator. "Cepat! Semuanya!"
"Mister, Anda gila barangkali. Mengemudikan balon ini tidak seperti mengemudi mobil sedan," kata operator itu. "Kalau semua tali dilepas, nanti... "
"Lepaskan semuanya, kataku!" bentak Burton dengan tidak sabar. "Kita memang akan terbang di udara. Kau susul kami setelah tali terakhir dilepas. Aku punya cukup banyak waktu untuk menembak kepalamu kalau kau tidak mau ikut!"
"Kenapa tidak panggil taksi saja"" kata Pete. "Nanti kita bisa ke stasiun atau airport. Atau kita bisa sewa mobil. Maksudku, cara ini berbahaya dan...
"Diam!" Burton membentak Pete.
Pete terdiam. Ia meneguk ludah.
Operator balon melepaskan tali pengikat satu demi satu. Setelah tali terakhir dilepaskan, balon mulai naik ke udara. Burton melakukan gerak mengancam dengan pistolnya. Operator itu berlari dan melompat masuk ke dalam gondola.
""Balon ini tidak dirancang untuk perjalanan jauh," . protes operator itu. "Kalau kita tertiup ke arah laut..."
"Angin bertiup ke darat, potong Burton.
Mereka terus naik dan naik. Makin lama makin tinggi. Pete berpegangan erat-erat pada tali pengikat gondola. Ketika melihat ke bawah, ia merasa pusing dan ingin muntah. Jauh sekali dari apa yang dibayangkannya kemarin.
Matahari sudah hampir terbenam seluruhnya. Tinggal sedikit bagian yang masih tersembul di batas cakrawala. Kegelapan mulai menyelimuti daratan di bawah. Kota Venice mulai meredup. Seakan-akan ada tirai yang ditarik menutupi kota kecil itu.
Pete melihat lampu-lampu jalan mulai dinyalakan. Dan tampak pula lampu-lampu mobil dihidupkan. Burton tidak memandang ke bawah. Wajahnya mengeras dan bibirnya mengatup rapat. Dengan waspada ia mengawasi Jupe, Bob, operator balon, dan juga Pete. Berganti-ganti dipandanginya mereka satu per satu.
Ia mengatakan tidak ada lagi harapan baginya untuk tinggal di Plaza Putri Duyung. Ia benar. Kalau mau tetap tinggal di sana, ia harus mengarang-ngarang cerita agar orang tidak percaya pada omongan Todd Stratten. Tapi sekarang ada saksi lain selain Todd. Tiga orang anak yang lebih dewasa dari Todd, yang kesaksiannya tentu akan lebih meyakinkan orang. Tidak ada lagi yang dapat dilakukannya. Dalam keadaan putus asa Burton dapat menjadi orang yang berbahaya. "Apa yang akan dilakukannya" Ke mana ia akan pergi" Dan apa yang akan terjadi dengan Trio Detektif"
Mereka sudah sekitar seratus meter di atas tanah sekarang. Angin meniup mereka ke arah utara dan timur berganti-ganti. Jupiter melongok ke bawah. Sebuah sedan meluncur perlahan-lahan. tepat di bawah mereka. Jupe melihat nomor-nomor besar berwarna hitam di atap mobil itu. Mobil polisi!
Jupe menyentuh koper Burton dengan kakinya. Dipelajarinya kunci koper itu sekilas. Tiba-tiba ia membungkuk, membuka kunci koper, lalu menumpahkan isinya ke luar gondola! Semua itu terjadi begitu cepat dalam satu gerakan.
"He, apa yang kau..." Burton terkejut melihat tindakan Jupe. Sementara Jupe melongok ke bawah untuk melihat apa yang baru saja ditumpahkannya itu.
Uang! Tidak ada apa-apa lagi selain uang! Uang yang mereka lihat di kamar Hotel Putri Duyung. Kini uang itu terhambur. Melayang di udara. Bertebaran. Mobil patroli polisi mendadak dihujani uang!
Mobil itu berhenti mendadak. Dua orang tampak keluar, lalu mendongak. Mereka meneriakkan sesuatu. Tapi yang di dalam gondola tidak menangkap apa yang dimaksudkan kedua polisi itu.
Kemudian mobil-mobil lainnya juga berhenti di tempat itu. Penumpangnya berhamburan keluar. Mereka berebutan memunguti uang yang bertebaran di sana.
Balon udara terus melayang, mengikuti
arah angin yang membawanya. Jupe mendengar suara sirene. Satu lagi mobil patroli datang. Mobil itu berhenti di samping mobil pertama. Dua orang polisi lagi keluar. Mereka juga terbengong-bengong ketika memandang ke atas.
"Aku yakin kita tidak akan lepas dari kejaran polisi," kata Jupe dengan kalem. "Memang tidak ada hukum yang melarang orang menghamburkan uang dari udara, tapi aku yakin bahwa polisi akan bertanya-tanya. Kita akan terus diikuti sampai turun ke darat. Dan balon ini tidak dapat bertahan di udara terus, Mr. Burton. Bahkan seekor rajawali sekalipun harus kembali ke darat."
Burton diam membisu. Kedua mobil polisi itu makin jauh dari pandangan. Tapi ada beberapa mobil patroli lain yang mengikuti di bawah. Mobil-mobil itu menghidupkan lampu sirenenya sambil membayang-bayangi balon udara.
Sesaat kemudian terdengar suara lain. Ada suara mesin yang bising di dekat mereka lalu sorot lampu terang menyinari penumpang balon udara itu.
"Helikopter polisi," kata Jupe. "Tentu ini menyenangkan bagi mereka. Biasanya kan mereka cuma melakukan pengejaran dengan mobil saja."
Burton masih membisu. Wajahnya lesu. Ia memandang ke depan. Tapi tatapannya kosong.
""Meskipun kita telah keluar dari wilayah polisi di sini," kata Jupe melanjutkan, "mereka akan terus mengikuti kita. Dan akan ada polisi dari daerah lain yang bergabung untuk menangkap kita. Kita tidak akan lolos.
"Dia benar, Mister," kata operator balon. "Kita lebih baik turun saja."
Burton tidak menjawab. Namun pistolnya diturunkan. Operator balon meraih pistol itu. Mereka lalu turun dan mendarat pada sebuah lapangan terbuka di dekat sebuah kuburan. Polisi sudah menunggu. Mereka segera mendekat ketika balon menyentuh tanah.
"Sayang sekali tidak ada televisi yang merekam kejadian ini," ujar Bob. "Mungkin ini kesempatan terakhir bagi Burton untuk muncul di televisi."
Jupe nyengir. "Belum tentu," tukasnya. "Mungkin ia akan muncul di TV sewaktu diadili, dan sewaktu digiring ke penjara!"
"Bab 20 MR. SEBASTIAN MENAWARKAN JUDUL
"EMPAT hari sesudah penerbangan dengan balon udara yang tak direncanakan itu, Jupiter, Pete, dan Bob bersepeda dari Rocky Beach ke Malibu. Mereka membelok dari Pacific Coast Highway ke Cypress Canyon Drive, dan terus mengayuh sepeda sampai pada sebuah rumah putih di tepi pantai. Rumah itu dulunya adalah Restoran Charlie' s Place. Di bagian atapnya masih tertempel lampu-lampu neon untuk menarik minat pengunjung. Lampu-lampu neon itu tidak digunakan lagi sekarang. Rumah itu kini menjadi milik Hector Sebastian, penulis kisah misteri. Ia perlahan-lahan mengubah restoran itu menjadi sebuah rumah yang lapang dan nyaman.
Hari itu Hoang Van Don membukakan pintu bagi anak-anak. Don bekerja sebagai pembantu rumah tangga Mr. Sebastian. Tubuhnya ramping dan umurnya sudah hampir tiga puluh. Ia mengenakan pakaian olahraga lengkap. Sambil menyapa anak-anak, ia berlari-lari di tempat "Mr. Sebastian sudah menunggu di ruang tamu," katanya sembari terus berlari-lari di tempat.
""Jupiter!" panggil Mr. Sebastian. "Pete! Bob! Masuk, masuk!"
Don pergi ke dapur, tetap dengan berlari. Anak-anak masuk ke ruang tamu yang luas dan penuh dengan jendela kaca. Ruang tamu itu dulunya dipakai sebagai ruang makan utama Restoran Charlie's Place. Mr. Sebastian sudah berdiri menanti di sana. Ia bertelekan sebuah tongkat. Disambutnya anak-anak dengan senyumnya yang ramah.
Sebelum ini, Mr. Sebastian lama bekerja sebagai detektif swasta. Ia memiliki kantor sendiri di New York. Kemudian, beberapa tahun sebelum berkenalan dengan anak-anak, ia mengalami kecelakaan pesawat terbang. Sejak itu kakinya tidak berfungsi dengan baik. Dan sejak itu pula ia mulai menulis kisah-kisah detektif berdasarkan pengalamannya. Ia menyukai pekerjaan barunya itu. Tidak lama kemudian ia beralih profesi menjadi penulis novel dan skenario film. Pekerjaannya sebagai detektif swasta ditinggalkannya.
New York juga ditinggalkannya. Ia memilih daerah pantai Malibu yang sejuk. Dibelinya sebuah rumah di Cypress Canyon Drive. Meskipun menikmati kehidupan barunya di Malibu, Mr. Sebastian sering kali teringat
pada sepak terjangnya sebagai detektif. Karena itu ia selalu menyisakan waktu bagi Trio Detektif. Kadang-kadang ia turut membantu mereka menyelesaikan kasus yang sedang dihadapi. Pagi itu setumpukan koran tergeletak di mejanya. Anak-anak dapat menduga bahwa Mr. Sebastian telah membaca berita tentang Burton dan kamar rahasianya di Hotel Putri Duyung.
Tapi ia tidak langsung menyinggung masalah itu. Dipandanginya sebuah lemari berlaci yang berdiri pada salah satu dinding dekat pintu masuk. Lemari itu bentuknya aneh, tinggi, dan warnanya hitam gelap. Beberapa simbol-simbol aneh terukir pada lemari itu. Dan lacinya banyak. Namun ukuran laci-laci itu tidak ada yang sama. Bahkan bentuknya semua berbeda. Persegi panjang, bulat, kecil, besar, panjang, pendek. Benda itu lebih menyerupai teka-teki tiga dimensi daripada lemari.
"Kalian suka"" Mr. Sebastian tersenyum bangga. "Aku baru mendapatkannya. Ini lemari yang sangat termasyhur. Termasyhur karena pemiliknya termasyhur juga: Stregonio, ahli sulap. Mungkin kalian tidak kenal dia. Ia telah meninggal sebelum kalian lahir. Dengan lemari ini, ia dapat membuat barang-barang milik penonton berpindah-pindah dari satu laci ke laci lainnya. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana ia melakukannya Bahkan aku tidak tahu di mana letak laci rahasia yang terdapat di lemari ini. Tapi aku cukup senang dengan memandanginya saja."
Ia lalu mempersilakan anak-anak duduk mengelilingi sebuah meja bundar besar. "Well, cukup aku bercerita tentang benda ajaib itu, katanya. "Ada satu keajaiban lain yang baru-baru ini terjadi, kan" Keajaiban di hotel milik Burton. Orang seperti itu patut dikasihani. Tapi apa sebenarnya yang terjadi" Koran-koran selalu tidak memuat berita secara lengkap."
"Anda akan menemukannya di sini," ujar Bob seraya menyodorkan sebuah map pada Mr. Sebastian.
"Kau sudah membuat laporannya"" kata Mr. Sebastian. "Bukan main!"
Ia mulai membaca laporan itu.
Terdengar suara derap langkah di lantai. Don masuk, dan mendatangi anak-anak.. Masih dengan berlari, ia membawa beberapa gelas pada sebuah nampan.
"Susu kedelai," katanya sambil meletakkan gelas-gelas itu di meja. "Susu dari tumbuhan. Tidak kalah dari susu sapi. Aku tidak masak hari ini. Kita tidak boleh mengisi perut kita terlalu penuh agar tetap sehat."
Selesai menaruh gelas, ia pergi lagi membawa nampannya-sambil berlari.
Mr. Sebastian tersenyum melihat kelakuan Don. "Ia baru saja bergabung dengan sebuah klub jantung sehat. Itu sebabnya ia terus berlari-lari. Memang setiap pagi ia selalu berlatih. Dan apa yang dikatakannya tentang susu kedelai memang benar. Tapi nanti kalian akan kuajak makan siang di luar. Oke""
Ia meneruskan membaca laporan Bob. Untuk beberapa saat tidak ada pembicaraan. Anak-anak melihat keluar melalui jendela kaca. Pemandangan ke laut lepas sangat menyegarkan di pagi itu.
"Akhirnya Mr. Sebastian selesai membaca seluruh laporan itu. "Cerita yang menyedihkan! katanya. "Laki-laki itu tega-teganya membiarkan nyawa seorang anak kecil dalam bahaya, hanya demi hartanya tidak diketahui orang. Apa maunya dia" Dan buat apa pula ia menyembunyikan harta benda itu""
"Itu barang curian," Pete mengingatkan. "Seluruh harta benda itu hasil curian.
Ya. Dan betapa egoisnya dia. Disimpannya semua benda bernilai seni tinggi itu. Orang lain tidak akan dapat menikmatinya. Memang, dia tidak dapat memperlihatkan pada orang lain tanpa membuka rahasia tentang dirinya sendiri.
"Betul," tambah Jupe. "Aku mengenali lukisan karya Degas yang dicuri dari rumah Dawes, meskipun lukisan itu tidak terkenal, dan aku juga bukan ahlinya. Burton tidak mengatakan apa sebenarnya yang mendorong dia melakukan itu. Tapi kukira ia punya suatu keinginan untuk memiliki benda-benda seni hasil curian. Atau dia begitu serakahnya sehingga tidak peduli pada risiko yang bakal dihadapinya."
"Untung ada kalian. Benda-benda seni itu sekarang dapat dikembalikan pada pemilik-pemiliknya," kata Mr. Sebastian.
Bob mengangguk. "Seluruh benda itu dapat dijejaki siapa pemiliknya. Polisi mengucapkan terima kasih atas bantuan kami."
"Tapi mereka juga menegur kar
ena kami berani-berani masuk ke hotel itu tanpa izin, "meskipun teguran itu tidak terlalu keras." kata Pete. "Informasi kami sangat berguna. Polisi berjaga-jaga di rumah di Evelyn Street itu. Dan beberapa menit sebelum berita pengejaran balon udara ditayangkan di TV, seorang pencuri kawakan datang ke rumah itu. Ia mengendarai sebuah truk kecil penuh dengan benda-benda dari perak dan ukiran-ukiran. Polisi segera meringkusnya.
"Pencuri itu tidak mau dipenjara," ujar Bob. "Paling tidak, ia tidak mau dipenjara lama-lama. Karena itu ia mengakui dan membeberkan semua perbuatannya. Dari situ polisi dapat merangkai bagaimana pencurian ini dapat berlangsung. Burton sering diundang dalam berbagai pesta besar di Hollywood. Ia memang selalu menjaga hubungan dengan kalangan artis lainnya, sekali pun ia sudah tidak main film lagi. Dari pergaulan itu banyak yang diperolehnya. Ia tahu dengan terinci tentang keadaan rumah orang-orang kaya. Ia tahu jalan keluar-masuknya. perhiasan-perhiasan yang dimiliki, dan bahkan sistem alarmnya. Dari pembicaraan yang dilakukannya ia dapat mengetahui kapan pemilik rumah itu pergi kapan penjaga rumah itu tidak di tempat dan sebagainya. Segala informasi itu dikumpulkannya untuk diberitahukan pada para pencuri. Mereka dengan mudah melaksanakan tugasnya.
"Hanya barang-barang tertentu yang mau dibelinya dari pencuri itu. Dia sangat selektif dalam memilih barang. Peralatan seperti kamera atau video tidak akan dibelinya dari pencuri-pencuri itu. Dan ia harus membayar tunai. Pencuri itu tidak mau menerima cek. Rumah di Evelyn Street itu dijadikan gudang penyimpanan barang-barang yang tidak mau dibelinya. Barang-barang itu dikirimnya ke luar kota."
"Ia tidak takut pada risikonya"" tanya Mr. Sebastian. Para pencuri itu kan dapat berbalik dan memerasnya""
"Mereka tidak pernah tahu siapa dia," kata Jupe. "Burton selalu menyembunyikan identitas dirinya ketika berurusan dengan para pencuri. Mereka tidak dapat menghubungi Burton. Burton yang harus menghubungi mereka. Dan itu dilakukannya dengan menyamar, dengan memakai kumis tebal dan kaca mata hitam itu."
"Dan kemudian Todd menemukan pintu rahasia itu sehingga penyamarannya terbongkar," kata Mr. Sebastian.
"Tepat," sahut Jupe. "Todd sudah bercerita tentang apa yang dilihatnya, sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam kamar rahasia di hotel ketika parade berlangsung, dan memegang-megang uang di peti itu. Tahu-tahu Burton muncul. "Todd dihardiknya. Tiny lalu marah dan menerjang Burton. Saat itu dipergunakan Todd untuk lari. Kemudian Tiny dan Burton bergumul sampai, entah bagaimana, patung putri duyung itu terjatuh menimpa Tiny Anjing itu mati karena serangan jantung. Sementara itu Todd keluar lewat pintu belakang dengan penuh perasaan bersalah. Di luar Fergus menemukan Todd lalu membawanya pulang. Fergus mencoba menghiburnya.
"Kasihan Fergus itu," kata Mr. S.ebastian. "Burton sebenarnya dapat saja mengatakan pada Regina bahwa. Todd merusak patung putri duyung, lalu kabur," Jupe melanjutkan, "tapi ia tahu bahwa Todd sempat membawa sebundel uang. Ia harus menjaga rahasia itu. Bagaimana ia akan menjelaskan tentang uang itu nantinya" Jadi ia berbohong dan terus berbohong. Kesalahannya yang paling besar ialah membuang kepingan patung putri duyung itu ke laut."
"Memang, kesalahan itu berakibat fatal baginya," komentar Mr. Sebastian. "Tapi bagaimana dengan Mooch dan kawan serumahnya" Apa kaitan mereka dengan Burton""
"Tidak ada. Mooch cuma maling kelas teri, dan kawan serumahnya mencari pekerjaan sambilan di pasar budak. Burton memakai tenaganya untuk mengangkut barang-barang curiannya yang besar-besar. Itu lebih aman daripada memakai jasa perusahaan tertentu."
"Dan Fergus sendiri"" tanya Mr. Sebastian. "Kuharap polisi tidak menjatuhi hukuman berat padanya.
"Tidak. Ia sudah kembali ke tempatnya. Mrs. Stratten memaafkannya dan memohon pada polisi agar Fergus segera dibebaskan. Demikian pula Mr. Finney. Dan Todd baik-baik saja. Bulan September ia akan mulai sekolah. Mrs. Stratten tidak usah mengawasinya setiap saat. "
""Jadi itulah akhir kisah kami," kata Bob. "A
khir yang cukup menggembirakan, Mr. Sebastian. Maukah Anda memberi judulnya""
"Dengan senang hati," sahut Mr. Sebastian. "Ini petualangan yang seru. Hotel berhantu dan kamar rahasia penuh harta! Luar biasa!"
Sewaktu Mr. Sebastian membalik halaman terakhir laporan itu, ia melihat sesuatu yang berwarna dan mengkilat.
"Tapi ini apa" Foto siapa ini"" Hector Sebastian mengamati foto yang diambil Bob ketika Jupe terperangkap di lorong tempat mengantar makanan di Hotel Putri Duyung.
Tawa Bob dan Pete pecah berderai-derai.
"He, apa yang kalian...., Jupe cepat-cepat bangkit dan melihat foto di halaman terakhir laporan itu.
Foto itu menggambarkan Penyelidik Satu yang sedang terjepit dalam lorong. Ekspresinya sukar dijelaskan. Kesal, gugup, geram, dan malu bercampur menjadi satu. Semuanya terbayang pada wajahnya yang kotor berdebu.
Di sela-sela tawanya, Pete berkomentar, "Aku usul, bagaimana kalau judulnya Kasus Si Gempal yang Terjepit"
"Atau Pengalaman Menjadi Sumbat Botol," Bob menimpali.
Muka Jupiter memerah seperti kepiting rebus.
Mr Sebastian mencoba menahan perasaannya, meskipun sesungguhnya ia ingin tertawa juga. Dengan bijak ia menengahi. "Dengar, kalian "berdua. Kalau kalian tidak ingin Trio Detektif menjadi Duo Detektif, sebaiknya kalian tinjau kembali usul kalian itu. Bagaimana. kalau aku tawarkan judul Mister; Hilangnya Putri Duyung""
"Nah, itu jauh lebih bagus," Jupe buru-buru menyetujui.
Mereka kemudian keluar untuk makan siang.
"Selesai tamat Dewi Dua Musim 2 Sherlock Holmes - Surai Singa Wasiat Iblis 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama