Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua Bagian 2
Ketika anak-anak baru saja mulai sarapan, DR. Terreano masuk ke kantin. Ia ditemani Hoffer, ahli imunologi. Kedua orang itu mencari-cari tempat duduk. DR. Terreano melihat Jupe, lalu tersenyum.
"Kita ajak mereka ke sini yuk," kata Jupe.
"Yuk," kata Pete.
Jupe menghampiri mereka dan mengajak mereka duduk bersama. Kedua ilmuwan itu menerima tawaran Jupe dengan senang hati.
"Terima kasih," kata Terreano sambil duduk. "Kota ini semrawut sekali. Selama para turis masih di sini, kota ini akan tetap semrawut."
"Biasanya kami sarapan di yayasan, tapi kami bosan mendengar omelan Jim Brandon di sana. Namun aku mengerti perasaannya. Keadaan ini membuatnya sangat tertekan."
Elwood Hoffer bersin, lalu tersenyum. "Aku alergi debu," ia menjelaskan pada anak-anak. Berpaling pada DR. Terreano, ia berkata, "Aku senang kau bisa memahami keadaannya, Phil, tapi aku rasa Brandon keterlaluan mengata-ngataimu seperti tadi."
"Brandon memang cepat naik darah," kata Terreano kalem. "Ia frustrasi memikirkan fosil itu. Ia begitu bersemangat untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga putus asa ketika tidak dapat berbuat apa-apa sekarang ini, apalagi ia sendiri yang menemukannya. Aku akan sangat marah juga, kukira, kalau menjadi dia."
"Apa yang akan dilakukan DR. Brandon kalau ia boleh meneliti tulang-belulang itu"" tanya Bob. "Aku dengar ia memakai metode waktu karbon-14."
"Mungkin dalam kasus ini metode waktu karbon-14 tidak dapat digunakan," Terreano menjelaskan. "Metode ini bisa dipakai untuk menghitung umur suatu makhluk. Caranya ialah dengan mengukur jumlah karbon-14 yang dikandung makhluk itu. Kita tahu bahwa suatu makhluk yang masih hidup mengandung karbon-14 dalam jumlah tertentu. Karbon-14 merupakan zat radioaktif. Waktu paruh karbon-14 ialah lima ribu tujuh ratus tahun. Jadi setelah lima ribu tujuh ratus tahun jumlah karbon-14 yang dikandung suatu makhluk tinggal setengah dari jumlah karbon-14 semula. Lalu lima ribu tujuh ratus tahun kemudian, jadi setelah sebelas ribu empat ratus tahun, jumlah karbon-14 yang
dikandung makhluk itu tinggal seperempat dari jumlah karbon-14 semula. Begitulah seterusnya. Dengan begini kita dapat menghitung umur suatu makhluk yang telah mati beberapa ribu tahun yang lampau. Tetapi, kukira fosil manusia gua itu sudah terlalu tua. Setelah lebih dari empat puluh ribu tahun, jumlah karbon-14 yang tersisa terlalu kecil, sehingga tidak dapat diukur lagi."
Bob memandang dengan takjub. "Anda pikir umur manusia gua itu lebih dari empat puluh ribu tahun""
"Aku berani bertaruh," kata Terreano. "Namun, metode waktu karbon-14 bukan satu-satunya cara untuk menghitung umur makhluk yang telah mati. Masih ada beberapa metode lain. Begitu pula terdapat beberapa cara untuk menentukan apakah suatu makhluk dapat disebut manusia. Itu bisa dilihat dari caranya berjalan, apakah sudah berdiri atau masih merangkak. Bisa juga dilihat dari
ukuran kepalanya, atau giginya..."
"Gigi"" seru Bob. "Apa hubungannya dengan gigi""
"Gigi manusia mempunyai susunan seperti setengah lingkaran," jawab Terreano. "Sedangkan gigi hewan seperti monyet atau kera susunannya seperti huruf U. Juga terdapat perbedaan dalam ukuran geraham, pada..." "Ah, ini dia makanan kita datang," sela Hoffer.
"Maaf," kata Terreano. "Aku tak bermaksud membuatmu bosan, Elwood."
"Menarik sekali," ujar Bob. "Sekarang aku bisa mengerti mengapa DR. Brandon sangat marah. Kalau Newt McAfee sampai merusak fosil manusia..."
"Ia sedang merusaknya," potong Terreano. "Padahal kami belum sempat melakukan penelitian dengan saksama." "Sudahlah, Phil," kata Hoffer. "Manfaat penelitian itu bagi kemanusiaan juga tidak banyak."
Terreano menyeringai. "Mentang-mentang, ya," katanya pada Elwood. Ia lalu menoleh pada anak-anak. "Penelitian yang dilakukan DR. Hoffer memang segera dapat dimanfaatkan. Ia sedang menyelidiki mengapa tubuh kita panas saat kita demam."
"Aku yakin bahwa gangguan terhadap sistem kekebalan tubuh kita akan menimbulkan berbagai penyakit," kata Hoffer. "Cuma sedikit sekali penyakit yang merupakan bawaan sejak lahir. Ini pendapatku. Kalau Kari Birkensteen berpendapat lain, itu terserah dia."
Terreano nampak sedih mendengar ucapan Hoffer yang terakhir. "Manusia briliyan," ia berkata dengan serius. "Kita kehilangan seorang manusia besar."
"Mungkin," kata Hoffer. "Tetapi rekayasa genetika sama bahayanya dengan eksperimen nuklir. Bisa merusak umat manusia."
"Apakah DR. Birkensteen ingin memperbaiki manusia"" tanya Jupiter. "Kemarin Eleanor bercerita tentang simpanse DR. Birkensteen. Apakah akan diciptakannya manusia super""
Terreano kebingungan menjawabnya. "Kupikir tidak sejauh itu, ia cuma ingin memperbaiki keadaan manusia. Menurutnya, pendidikan sekarang terlalu bertele-tele. Manusia dilahirkan dengan otak yang cerdas. Kemampuan otak manusia itulah yang ingin ia manfaatkan sepenuhnya."
"Tetapi aku tidak setuju dengan caranya!" seru Elwood Hoffer. "Lihat saja hewan-hewan itu. Seenaknya saja ia menyinari mereka dengan sinar yang mengandung radiasi, lalu menyuntikkan berbagai zat kimia ke dalam tubuh mereka. Memang, kuda dan simpanse itu menjadi lebih pandai, namun umurnya juga jadi lebih pendek!"
"Ya," kata Terreano. "Hewan-hewan itu lebih cepat mati. Karena itu DR. Birkensteen mencoba memperlambat proses penuaan. Ia menemukan formula yang bisa mengontrol otak. Dengan formula itu kapan hewan harus tidur dan kapan harus bangun bisa diatur sesukanya."
"Penemuan itu sangat orisinal. DR. Birkensteen dapat memperoleh penghargaan Spicer. Penghargaan itu diberikan setahun sekali pada ilmuwan yang berjasa menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia. DR. Birkensteen dapat memperoleh lebih dari sejuta dolar."
"Lalu," tanya Pete, "sekarang siapa yang bakal memperoleh uang sebanyak itu""
Terreano mengangkat bahu. "Tak tahu, ya. Mungkin DR. Hoffer, mungkin pula Jim Brandon kalau saja ia berhasil menemukan sesuatu, yang baru tentang asal-usul manusia, atau..." "He, lihat!" seru Hoffer. "Itu Brandon."
Mereka melihat ke luar jendela. Brandon sedang berjalan menembus kerumunan orang, menuju kantin. Terreano melambaikan tangannya ketika Brandon masuk. Brandon mengambil sebuah kursi kosong, lalu duduk di samping Jupe.
"Beres!" ia berkata dengan tajam. "Sacramento sudah kuhubungi. Nanti siang aku akan menelepon lagi. Aku akan bicara langsung dengan gubernur."
"Apakah gubernur mau menolongmu mengeluarkan hominid itu"" tanya Terreano.
Hoffer memandang Terreano dengan heran. "Kukira kalian tidak saling menegur."
"Itu dulu," kata Terreano. "Jim, menurutmu apakah gubernur mau turun tangan dalam kasus ini""
"Mengapa tidak"" jawab Brandon. "Penemuan bersejarah ini terjadi di wilayahnya. Ia tentu malu kalau tidak membantu menyelamatkannya. Dan aku yakin ia mampu melindungi fosil itu. Pemerintah mempunyai hak untuk menyita milik seseorang demi kepentingan rakyat banyak."
Brandon berhenti. Di taman marching band mulai memainkan lagu-lagu mars. Upacara pembukaan akan dimulai.
"Terlambat!" kata Hoffer. "Kau terlambat, Bran
don. Pembukaan sebentar lagi dimulai. Begitu selesai, orang akan berbondong-bondong mengunjungi gua. Rusaklah fosil-fosil itu. Kau takkan dapat menahan mereka!"
Bab 8 KOTA CITRUS GROOVE TERBIUS
UPACARA pembukaan agak terlambat dimulainya. Brandon, Terreano, Hoffer, dan anak-anak mengambil tempat di taman, berdesak-desakan dengan penonton lainnya. Newt McAfee telah duduk di panggung didampingi istrinya, Thalia, yang mengenakan gaun panjang serba putih serta sarung tangan panjang yang juga putih. Di sebelah McAfee duduk seorang laki-laki ramping memakai jaket bergaris-garis.
"Itu Harry Chenoweth," Terreano berbisik pada Jupe. "Dialah walikota Citrus Groove, dan juga pemilik apotek. Ia yang akan membawakan acara pembukaan ini, orangnya memang gemar berpidato."
Seseorang yang mengenakan jubah berwarna gelap tampak menyalami McAfee dan istrinya serta walikota.
"Yang baru datang itu pendeta dari Gereja Komunita," Terreano melanjutkan.
Terreano tampaknya banyak mengenal tokoh-tokoh di kota Citrus Groove. Mulai dari pemilik Restoran Happy Hunter dan Motel The Elms, manajer supermarket, sampai pemilik Kantin Lazy Daze dikenalnya. Hampir semua tokoh-tokoh kota berkumpul di situ. Mereka mengambil tempat duduk yang disediakan di panggung.
"Tentu toko-toko tutup semua," kata Terreano. "Semua orang berkumpul di sini. Bukan main! Manusia gua itu membangkitkan gairah setiap penduduk di kota ini, belum pernah kulihat yang seperti ini. Mereka berlomba-lomba memanfaatkan kesempatan emas ini. Tak seorang pun melewatkannya."
Jupe memandang ke sekeliling taman dan melihat bahwa kaum muda pun tak mau ketinggalan dalam mengikuti upacara itu. Banyak wakil dari organisasi kemasyarakatan yang turut ambil bagian, dari kepanduan, organisasi pecinta alam, kelompok pecinta musik, sampai perkumpulan keagamaan.
Penjaja es krim memindahkan tempat mangkal truknya ke dekat kerumunan orang-orang. Es krimnya laris bagai kacang goreng. Di samping truk itu tampak penjual balon gas memegang seikat besar balon gas dikerumuni anak-anak kecil. Kerepotan sekali ia melayani para pembelinya.
Walikota bangkit dan menuju mikrofon, lalu mengangkat kedua belah tangannya meminta hadirin untuk diam.
Jupiter sekilas melihat Eleanor Hess. Seperti biasanya, mukanya tampak pucat.
"Hadirin sekalian!" walikota memulai. "Selamat datang di kota Citrus Groove yang mungil tapi indah ini. Di pagi yang cerah ini kita akan bersama-sama membuka suatu peristiwa yang akan dicatat dunia. Sebentar lagi Anda akan bisa menyaksikan fosil manusia yang menggemparkan. Bagaimanakah rupa manusia gua itu" Silakan Anda lihat sendiri setelah upacara ini. Terlebih dulu pendeta dari Gereja Komunita akan memberi sambutan. Lalu marching band dari SMA Centerdale akan memperlihatkan kebolehannya. Mereka akan berparade dijalan menuju museum manusia gua. Dan bintang kita. Miss Patty Ferguson-gadis teladan dari kota Citrus Groove-akan melakukan pemotongan pita pertanda pembukaan museum manusia gua. Hadirin sekalian, selamat menyaksikan!"
Para penonton bertepuk tangan riuh sambil bersorak ketika walikota selesai berbicara.
Tiba-tiba terdengar suara berdesing. Alat penyiram otomatis di taman menyala!
Semua terkejut. Mereka saling mendorong berusaha menjauhi taman. Sia-sia. Massa terlalu padat. Kepanikan melanda taman.
Jupiter merasakan air dingin menerjang mukanya. Sekujur tubuhnya basah. Ia berpaling pada Pete, tetapi tiba-tiba Pete ambruk ke tanah.
Lutut Jupe terasa lemah. Ia tak dapat lagi berdiri. Tubuhnya serasa mengambang. Bagai pohon diterjang topan, ia pun tumbang tak sadarkan diri. Pandangannya menjadi gelap.
Segalanya terasa dingin. Jupe mencium bau tanah. Ia merasa sekujur tubuhnya kaku. Dengan susah-payah dibukanya matanya. Ia tertelungkup di tanah. Mukanya mencium rumput. Alat penyiram otomatis telah berhenti.
"Ooohhh..." terdengar suara yang dikenalnya.
Jupiter menopang tubuhnya dengan siku kanannya. Itu Brandon. Kepala Pete tertindih tubuh Brandon. Kini terdengar desahan dan tangisan. Orang-orang mencoba bangkit. Jam besar di Gereja Komunita mulai berdentang.
Jupe tidak dapat melihat jam itu. Pa
ndangannya masih kabur. Ia menghitung dentang jam. Jam sebelas! Entah kenapa, ia dan seluruh orang-orang di taman telah tak sadarkan diri. Selama empat puluh menit!
Otak Jupe mulai dapat bekerja. Alat penyiram otomatis itu. Seseorang telah mencampurkan zat pembius ke dalamnya membuat seluruh penduduk kota terbius.
Beberapa anak kecil menangis di pinggir taman. Si penjual balon memandangi langit. Balon-balonnya hilang terbang, tidak ada yang tersisa.
Jupe mencoba bangkit. Dari arah rumah McAfee terlihat John the Gypsy berjalan sempoyongan mendekatinya.
"Manusia gua!" teriak John the Gypsy. Suaranya parau. "Ia hilang! Dicuri orang!"
Bab 9 MENGAPA DICURI" SELAMA beberapa jam petugas kepolisian setempat sibuk meneliti daerah di sekitar rumah McAfee. Setiap sudut di museum difoto, dan disebari serbuk pencari sidik jari. Mereka memasang pita kuning sebagai batas daerah penyelidikan polisi. Orang-orang dilarang melanggar batas itu, jadi hanya bisa berkerumun di luarnya. Reporter televisi tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mewawancarai beberapa orang yang dianggap penting dalam kasus itu. Mula-mula McAfee dan Thalia yang diwawancara sebagai pemilik museum manusia gua. Seorang kru televisi sibuk mengabadikan wawancara itu. James Brandon menyusul diwawancara, ia tampak sangat kesal terhadap peristiwa yang baru saja terjadi. Reporter itu juga berhasil mewawancara walikota Citrus Groove, dan beberapa tokoh lainnya. Terakhir mereka mewawancara John the Gypsy.
"Ada sesuatu di belakangku!" kata John the Gypsy pada reporter itu. "Aku sedang berjaga-jaga, seperti yang diperintahkan oleh McAfee. Aku mendengar sesuatu di belakangku, dan... dan... aku menoleh..."
Ia berkata begitu sambil memperagakan apa yang ia perbuat.
"Ada sesuatu yang menyeramkan!" katanya. "Matanya cuma satu, besar membelalak, dan... dan ia mempunyai belalai seperti belalai gajah! Ia bukan manusia! Tiba-tiba aku tak sadarkan diri, terbaring di tanah. Ketika sadar, kulihat pintu museum terbuka. Aku lihat ke dalam. Makhluk gua itu telah lenyap!"
"Ia mabuk barangkali!" terdengar suara seseorang dari kerumunan.
Tetapi John tidak mabuk. Dan manusia gua itu memang telah lenyap.
Akhirnya reporter televisi merasa cukup, dan meninggalkan tempat itu. Kepala polisi menempatkan dua polisi untuk menjaga museum dan sekitarnya, lalu pergi. Orang-orang pun bubar. Sementara McAfee berbincang-bincang dengan salah seorang polisi yang bertugas jaga, Trio Detektif berjalan menuju museum.
"Maaf, Anak-anak," kata polisi yang menjaga museum, "kalian tidak diperbolehkan masuk ke dalam."
Jupe mengamat-amati pintu museum yang setengah terbuka. "Si pencuri pasti punya kunci palsu, bukan"" katanya.
Polisi itu tampak keheranan. Ia sendiri lalu memandangi pintu itu.
"Pintu itu tidak rusak sedikit pun," Jupe meneruskan. "Bingkai pintunya pun demikian. Kalau pencuri itu tidak punya kunci, pasti ada bekasnya di pintu dan di bingkainya."
Polisi tadi menyeringai. Ia memberi jalan, "Baiklah. Sherlock Holmes," katanya. "Silakan masuk, dan meneliti di dalam Beri tahu hasilnya padaku."
Jupe masuk ke dalam museum bersama Pete dan Bob.
Tidak ada yang berubah di dalam, kecuali kini terdapat bekas-bekas serbuk pencari sidik jari. Jupe memandang berkeliling, lalu menuju panggung, dan mengamati gua. Tanah di dasar gua itu tampak rapi, kecuali di tempat tulang-tulang itu berada sebelumnya.
Setelah beberapa saat. Jupe batu melihat ada sebuah jejak di samping tempat tulang-belulang itu. "Jejak itu berasal dari alas sepatu karet," kata Jupe. "Newt McAfee memakai sepatu koboi, John the Gypsy memakai sepatu bot kulit. Aku berkesimpulan bahwa jejak itu berasal dari si pencuri, karena hanya McAfee dan John the Gypsy yang memasuki museum ini sejak tadi malam. Si pencuri memakai sepatu olahraga dengan motif bintang dekat bagian tumit."
Polisi itu mengangguk, "Cocok dengan penelitian kami. Juru foto kami telah mengambil fotonya. Kami tentu tidak dapat menggeledah setiap rumah untuk mencari siapa orang yang memiliki sepatu itu. Tetapi, paling tidak, ini bisa dijadikan bukti."
Jupe mengeluarkan alat pengukur dari kantung
nya, lalu mengukur jejak itu. Panjangnya dua belas inci. "Orangnya pasti cukup besar," kata Jupe.
Si polisi menyeringai. "Hebat! Apakah kau ingin menjadi detektif nanti""
"Aku sudah menjadi detektif sekarang," tukas Jupe. Ia begitu yakinnya sehingga tidak mempedulikan si polisi yang terheran-heran. Sambil bergaya seolah-olah ia yang paling tahu, Jupe melanjutkan. "Tetapi mengapa"" katanya. "Aku belum paham apa tujuan pencuri itu. Seseorang telah mencampurkan zat kimia di alat penyiram otomatis itu sehingga seluruh kota terbius, dan..."
"Persis dengan gambaran kami," kata polisi. "Kami telah mengambil contoh air dari alat itu untuk diuji di laboratorium kami. Kami akan menguji air di waduk juga, letaknya di bagian utara kota. Dari situlah air disalurkan ke kota."
"Ajaib," ujar Jupe. "Seperti dalam cerita fiksi saja. Ketika seluruh kota terbius, si pencuri mengendap-endap menuju museum. John the Gypsy berhasil dibiusnya, sehingga dengan tenang ia dapat mengambil fosil itu."
"Tetapi, mengapa" Buat apa pencuri itu capek-capek mencuri tulang-belulang. Itu kan tidak bisa dijual, tidak seperti permata atau berlian. Tak seorang pun berminat membelinya. Hanya dua orang yang paling ingin memiliki tulang itu, McAfee dan Brandon. Padahal kedua-duanya pingsan saat pencurian itu terjadi. Jadi pertanyaanku belum terjawab: mengapa fosil itu dicuri""
"Memang ini perbuatan kriminal yang aneh," si polisi menyetujui.
"Apakah kalian dapat menangkap pencuri itu"" tanya Bob.
"Mungkin tidak," jawab polisi itu ragu-ragu. "Banyak pencuri yang lebih cerdik dari polisi. Kami sering sekali menjumpai kasus-kasus yang tidak dapat kami selesaikan. Tenaga di kepolisian terlalu sedikit, sedangkan kasus yang dihadapi banyak sekali."
Anak-anak termenung. Si polisi berjalan menuju pintu museum. "Oke, Anak-anak. Museum akan ditutup sekarang."
Anak-anak keluar dengan patuh. Di luar mereka melihat Newt, polisi yang satu lagi, Thalia, dan Eleanor sedang berkumpul. Eleanor baru saja mengambil kiriman di kotak pos. Di tangannya tergenggam beberapa pucuk surat dan sebuah majalah.
Newt McAfee tampak membuka sebuah amplop dan mengambil surat di dalamnya dengan terburu-buru. Ketika Trio Detektif mendekat, mereka melihat bahwa surat itu ditulis dengan tinta hijau menyala.
McAfee pucat-pasi. Tangannya gemetar ketika ia membaca surat itu. Dengan gugup ia melihat ke arah polisi dan istrinya berganti-ganti.
"Kurang ajar!" kata McAfee. "Lihat ini!" Ia memegang surat itu sehingga yang lain dapat membacanya. Surat itu bertuliskan:
"MANUSIA GUA ITU ADA DI TANGANKU AKAN KUTAHAN TERUS SAMPAI KUPEROIEH $10.000. KAIAU KAU TIDAK MEMBERIKU UANG, AKAN KULUMATKAN TUIANG-TUIANG ITU. BERITA SELANJUTNYA MENYUSUL. "
"Sekarang kita tahu," kata Jupe, "mengapa orang itu mencurinya-untuk meminta tebusan!"
Bab 10 JEJAK BERJARI EMPAT "SEPULUH RIBU DOLAR!" seru Eleanor Hess. "Banyak sekali!"
Newt McAfee mendengus. "Kalau maling itu berhasil kutangkap, kuhabisi dia!"
Polisi mengambil surat itu dari tangan McAfee. Ia mengamat-amati cap perangkonya, kemudian melihat tulisan di suratnya.
"Tulisan tangannya jelek," kata polisi itu. "Tetapi si pencuri bekerja dengan terencana. Surat ini dikirim kemarin dari kantor pos di Centerdale."
Sambil menyimpan surat itu di kantungnya, ia bertanya. "McAfee, siapa saja yang memiliki kunci museum""
Newt McAfee mengeluarkan serangkai kunci dari kantungnya. "Aku punya selalu kubawa di sini," katanya. "Kunci cadangannya kusimpan di dapur."
Eleanor bergegas masuk ke rumah. Dalam sekejap ia kembali lagi. "Kunci itu tidak ada!" kata Eleanor. "Hilang! Tapi beberapa kunci yang lain masih di tempat semula."
"Bagaimana pencurinya bisa tahu, ya"" tanya Jupe.
"Ada labelnya," jawab Eleanor. "Kami biasa memberi label pada tiap-tiap kunci."
"Kalian tidak mengunci pintu belakang, ya," kata si polisi. "Orang di kota ini memang tidak biasa mengunci pintu belakang rumahnya. Pencuri sambil berlenggang-kangkung bisa memasuki rumahmu. Dan kalaupun pintu belakang dikunci, tetap mudah baginya masuk ke dalam. Kunci pintu belakang itu sudah kuno, dicongkel dengan kawat saja pasti terbuk
a." Newt dan Thalia McAfee masuk ke rumah dengan lunglai. Eleanor mengikuti. Trio Detektif naik ke loteng, dan duduk dekat jendela. Jupe mengerutkan keningnya.
"Bagaimana pencurinya bisa tahu, ya," kata Jupe, "bahwa kunci itu disimpan di dapur""
"Jelas dong," sahut Pete. "Dapur kan memang biasa dijadikan tempat menyimpan kunci cadangan." Sambil berkata begitu hidung Pete kembang-kempis penuh rasa kemenangan. Ia selalu senang jika dapat menerangkan sesuatu pada Jupe, sebab biasanya ia yang selalu bertanya pada Jupe.
"Betul juga," kata Jupe. "Tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiranku. Jejak di gua itu."
Pete terheran-heran. "Kenapa memangnya"" ia bertanya sambil berkerut dahi. "Kau sendiri yang menyimpulkan bahwa itu jejak si pencuri yang bersepatu karet. Lalu kenapa""
"Kau ingat, waktu pertama kali kita melihat gua," ujar Jupe. "Ada jejak-jejak di sekitar fosil itu kan"" Bob tersentak. Sementara Pete memandang kedua kawannya dengan pandangan tidak mengerti. "Ya, ya Jupe," kata Bob. "Kau benar. Ada yang aneh."
"Ada apa, sih"" Pete bertanya dengan penasaran. "Kalian beri tahu aku dong."
"Begini, Pete," Jupe menjelaskan. "Waktu pertama kali kita melihat gua itu, banyak terdapat jejak-jejak kaki di sekitar tulang-tulang itu, bukan"" Jupe memejamkan matanya sambil membayangkan kejadian malam itu. "Lalu John the Gypsy mengaku melihat manusia gua itu berjalan keluar. Kemudian McAfee membuka museum, dan kita semua masuk. Manusia gua itu masih di dalam, tetapi jejak-jejak itu hilang. Tanah di dasar gua itu sudah rapi."
Kini Pete mengerti. "Oh, iya! Betul, betul!" seru Pete. Dalam hati ia mengakui kejelian Jupiter. "Tetapi... barangkali McAfee sendiri yang membersihkannya."
"Kita cek saja," kata Jupe sambil bangkit.
Ia turun dari loteng, dan segera berlari menuju rumah McAfee. Diketuknya pintu belakang. Newt McAfee sendiri yang membukakan pintu. Ia dan Jupe tampak berbincang-bincang sebentar. Jupe berbalik dan berlari kembali ke gudang.
"Kata McAfee ia tidak membersihkan jejak-jejak itu," Jupe melapor pada kawan-kawannya, "dan John the Gypsy juga tidak. McAfee tidak semenit pun pernah membiarkan John berada sendiri di dalam gua."
"Berarti ada seseorang yang memasuki gua malam itu," kata Bob. "Ia membersihkan dasar gua itu. Buat apa" Aneh!"
"Atau mungkin manusia gua itu sendiri yang merapikannya," sahut Pete. "Tapi... itu tak mungkin, kan"" "Well, jejak di padang rumput yang tadi pagi kutemukan mungkin berguna," kata Jupe. "Aku akan pergi sebentar ke toko hobi. Ada yang perlu kubeli. Kalian tunggu di sini. Pasang mata kalian."
Jupe segera menghilang. Setengah jam kemudian ia kembali membawa sebuah bungkusan. "Kapur gips," katanya. "Aku akan membuat cetakan dari jejak di padang rumput itu, sebelum jejak itu hilang."
Tangannya yang cekatan mulai beraksi di gudang dengan barang-barang rongsokan yang terdapat di situ. Tak lama kemudian ia memperoleh sebuah kaleng kosong, dan beberapa potong kayu kecil dengan ukuran berbeda-beda.
Jupe memasukkan kapur gips ke dalam kaleng, lalu menuangkan air keran ke dalamnya. Diaduknya campuran itu sampai menjadi kental.
"Kalau cetakan itu sudah jadi, apakah kita akan mencari orang yang kakinya seperti itu"" tanya Pete saat mereka melintasi padang rumput.
"Tentu saja tidak, Pete," tukas Jupe tak sabar. "Aku cuma ingin memperoleh suatu bukti. Barangkali saja ada gunanya nanti."
Ketika mereka menemukan jejak itu. Jupe berlutut dan menyemprotnya dengan penyemprot rambut yang ia beli di toko hobi.
"Buat apa itu"" tanya Pete.
"Untuk melapisi tanah agar tidak menempel pada gips," jawab Jupe.
Setelah itu Jupe membentuk sebuah bingkai kecil dari kayu-kayu yang diperolehnya di gudang. Dengan hati-hati diletakkannya bingkai itu di sekeliling jejak tadi.
Perlahan-lahan adonan gips dituangkan ke dalam jejak. Mula-mula tipis saja. Untuk memperkuat cetakan, ditaruh beberapa ranting kecil ke dalamnya. Lalu Jupe menunggu sampai lapisan itu mengeras, baru menuangkan adonan gips lagi.
"Bagus sekali cara kerjamu, Jupe!" seru Pete.
"Sayang ya, tidak ada klien kita," kata Bob. "Apakah kaupikir Newt McAfee mau menyewa kita
"" "Apakah kaupikir Trio Detektif mau disewa dia"" Jupe membalikkan pertanyaan Bob.
"Tidak, Sir! " sahut Pete dengan gaya militer. "Ia suka curang, istrinya sama saja. Kasihan Eleanor."
Jupe mendesah. "Wanita penjaga toko hobi itu kenal dengan mendiang ibunya Eleanor," ia mulai bercerita. "Mrs. Hess cantik sekali sehingga membuat Thalia iri, menurut wanita itu. Karena itu Thalia melampiaskan iri hatinya pada Eleanor. Kata wanita itu, Newt sangat pelit. Eleanor harus membayar sewa kamar untuk tinggal di situ. Dan ini sudah terjadi sejak orang tua Eleanor meninggal dunia."
"Bagaimana bisa" Waktu itu ia kan baru delapan tahun"" tanya Bob dengan heran. "Dari mana uangnya" Apakah orang tuanya memberi uang padanya""
"Orang tuanya memiliki rumah di Hollywood," jawab Jupe. "McAfee mengontrakkan rumah itu, tetapi ia sendiri yang mengambil uang kontraknya."
"Benar-benar tak tahu diri!" seru Bob kesal. "Kok, kau bisa-bisanya membuat wanita penjaga toko itu mau bercerita" Apalagi yang diceritakannya""
"Well, aku cuma bilang bahwa aku menginap di gudang McAfee. Lalu ia bertanya berapa ongkos sewanya. Ketika kuberi tahu, ia langsung bercerita panjang-lebar. Ia juga bilang bahwa John the Gypsy buta huruf, jadi John selalu mencari pekerjaan yang aneh-aneh yang tidak memerlukan kemampuan membaca atau menulis. Menurutnya, Newt McAfee menipu John dalam soal upah, karena John tidak bisa menghitung berapa jam ia telah bekerja."
"Malang juga nasib John the Gypsy," kata Bob. "Tapi, kalau ia buta huruf berarti bukan ia yang mengirim surat ancaman itu."
"Aku mula-mula curiga bahwa John cuma bersandiwara saja semalam," kata Jupe. "Tetapi setelah kejadian tadi pagi aku yakin ia tidak terlibat. Ia sangat polos, dan benar-benar ketakutan waktu itu. Jadi ia tidak perlu dicurigai. Kasus ini cukup rumit tanpa dia."
"Jadi kita akan menangani kasus ini," keluh Pete. "Siapa klien kita" Masa Eleanor""
"Memangnya kita harus selalu punya klien"" seru Jupe. "Kasus ini kan sangat menarik. Fosil manusia, berumur ribuan tahun, dicuri. Si pencuri menggunakan zat pembius yang ampuh sehingga bisa membius seluruh kota. Sangat menantang, bukan""
Bob menyeringai. "Itu gila! Tapi aku suka." Ia duduk di tanah, mengeluarkan catatan dan penanya, lalu mulai menulis.
"Manusia gua hilang," katanya sambil menulis. "Zat misterius membius kota. Surat ancaman dengan tulisan tangan yang jelek. Tetapi itu tidak berarti apa-apa, mungkin tulisan itu sengaja dibuat supaya jelek. Orang-orang yang dicurigai..."
Bob menoleh ke arah kawan-kawannya. "Brandon"" katanya. "Ia sangat ingin menyelidiki fosil itu. Dapatkah ia dicurigai""
"Ia ikut pingsan di taman," sahut Pete. "Aku tertindih olehnya. He, seluruh penduduk kota terbius. Tidak ada orang yang bisa dicurigai!"
"Belum tentu," kata Jupe. "Kita tidak tahu apakah setiap orang terbius waktu itu. Lagi pula mungkin saja pencuri itu punya suatu cara supaya tidak ikut terbius. Jadi, justru setiap orang di kota dapat dicurigai." "Ssstt," bisik Bob. "Eleanor datang."
Jupe menengok dan melihat Eleanor berjalan ke arah mereka. Dengan cepat namun tak kentara, Jupe mengambil posisi sehingga Eleanor tak dapat melihat cetakan jejak itu. "Hai," sapanya pada Eleanor. "Kami sedang... sedang mengobrol soal kejadian-kejadian tadi pagi."
Eleanor mengangguk. Ia tampak bimbang, takut kalau-kalau ia mengganggu acara mereka.
"Anu... saya mau ke yayasan sekarang. Kalian... kalian mau ikut""
"Mau," kata Jupe, "tapi sekarang..."
"Kalau begitu tak usah," cepat-cepat Eleanor memotong. "Tidak apa-apa, saya sendiri saja." Tiba-tiba ia mendesah, "Sepuluh ribu dolar! Bukan main banyaknya! Paman Newt akan mengumpulkan dana dari penduduk kota untuk menebus fosil itu."
Mata Eleanor berkaca-kaca.
"Tenanglah," kata Bob dengan lemah-lembut. "Itu kan cuma sekumpulan tulang saja. Tidak ada nyawa yang dipertaruhkan."
"Tapi Paman Newt tidak mau tahu. Ia makin sering marah-marah pada saya. Apalagi akhir-akhir ini tokonya kurang laku," isak Eleanor.
"Kau bekerja di toko juga"" tanya Jupe.
Eleanor mengangguk. "Tetapi saya tidak betah. Saya ingin di yayasan saja. Mereka semua baik,
tidak ada yang suka marah-marah." Tiba-tiba ia tersenyum lagi. "Paling-paling DR. Brandon, tetapi ia sebenarnya baik. Ia menganjurkan agar saya bersekolah di San Diego."
"Kenapa kau tidak menurutinya"" tanya Bob.
"Saya kan perlu biaya sekolah, tetapi Bibi Thalia tidak mau memberi," kata Eleanor. "Ia selalu bilang bahwa menyekolahkan seorang anak perempuan itu percuma, membuang-buang biaya saja. Dan menurutnya, saya harus ingat dari mana saya berasal."
"Maksudnya apa itu"" tanya Pete.
"Saya kira yang ia maksud ialah saya akan jadi sombong kalau saya bersekolah," kata Eleanor. "Bibi Thalia selalu mengatakan ibu saya sombong, sehingga tidak mau tinggal di kota ini. Menurut dia, karena kesombongannya itulah Ibu mengalami kecelakaan."
Eleanor diam sejenak. Bibirnya dikatupkan rapat-rapat. "Saya sakit hati mendengarnya!" Suara Eleanor bergetar. "Ibu orangnya baik, tak pernah mau menyakiti hati orang lain Hati saya sakit kalau ada orang yang menjelek-jelekkan Ibu. Ayah juga orang baik. Ia pemain oboe di Los Angeles Philharmonic. Saya senang mendengarkan ia berlatih, suara oboe merdu sekali. Saya sampai pernah bercita-citajadi pemain oboe, tetapi... hhh, mana mungkin sekarang""
Ia diam lagi. Tampak sekali ia berusaha menahan gejolak hatinya. "Aku ingin pergi!" Eleanor meledak. "Akan kutabung gajiku dari yayasan. Lalu aku pergi!"
"Sabar dulu," kata Jupe menenangkan. "Kalau kau pergi kan mereka tak perlu membayar ongkos hidupmu. Lalu bagaimana dengan uang kontrak rumahmu di Hollywood""
Eleanor terkesima. "Oh iya, tetapi saya tidak enak untuk menanyakannya pada mereka. Mereka akan tersinggung. Saya akan diusirnya."
"Lho"" kata Pete. "Katanya kau mau pergi."
"Ya, tetapi... ke mana""
"Kenapa kau tidak ke Hollywood saja"" usul Bob. "Kan kau punya rumah di sana." "Tidak bisa. Orang yang mengontraknya kan tinggal di sana."
Eleanor menegakkan kepalanya. "Aku akan menabung. Kalau sudah cukup, aku akan pergi," katanya tegas. "Sekarang aku ke yayasan dulu. Mau ikut""
"Nanti kami menyusul," kata Jupe. "Sekarang kami masih ada beberapa urusan." Eleanor melangkah dengan yakin menuju yayasan. "Kelihatannya ia sungguh-sungguh ingin pergi," kata Pete.
"Ya," Jupe menimpali, "aku senang melihat sikapnya yang terakhir. Itu akan sangat membantunya untuk mandiri." Anak-anak segera merubungi cetakan yang sedang dibuat Jupe. Gips itu sudah mengeras. Dengan hati-hati Jupe mengangkatnya. Gips itu membentuk cetakan tapak kaki. "Berhasil!" seru Pete.
"Lihat!" seru Jupe. "Cuma ada empat jarinya. Satu yang besar, lalu kosong, lalu tiga kecil-kecil. Kelihatannya seperti jari keduanya terangkat sehingga tidak meninggalkan bekas." "Kaki siapa itu"" kata Bob. "Manusia gua"" Pete meneguk ludah.
Jupe mengukur cetakan itu. Sembilan inci.
"Jejak pencuri di gua itu dua belas inci, yang ini cuma sembilan inci," kata Jupe. "Ja... jadi itu jejak ma... manusia gua"" Pete pucat.
"Manusia gua itu sudah mati," kata Jupe. "Ia mati ribuan tahun yang lalu. Makhluk yang sudah mati tidak dapat berjalan, apalagi meninggalkan jejak. Pemilik jejak ini bisa siapa saja, tetapi pasti bukan orang mati!"
Bab 11 CATATAN YANG HILANG ANAK-ANAK menjumpai Eleanor Hess sedang memberi makan Blaze di kandangnya. DiStefano ada di situ juga, menyandar di dinding kandang sambil memperhatikan mereka. Ia berpakaian necis seperti biasanya.
"Kudengar manusia gua itu hilang dicuri," kata DiStefano. "Untung aku tidak berada di taman waktu itu. Aku terkena flu sehingga harus berbaring di rumah."
"Kau sudah sembuh sekarang"" tanya Jupe.
"Ya, lumayanlah. Biasanya juga cuma sebentar."
"Kejadian di taman itu benar-benar aneh," kata Pete. "Semuanya terbius tak sadarkan diri."
"Masa!" DiStefano tercengang. "Kok, bisa"" Dalam sekejap penampilannya biasa kembali. "Kukira cuma di sini saja orang suka tidur siang," ejek DiStefano sambil memandang pada Eleanor. Melihat Eleanor memasang muka masam, cepat-cepat ia berkata, "Begitu saja kau marah, aku kan cuma bergurau." Tanpa menunggu jawaban Eleanor ia nyelonong pergi.
Pete mengawasi kepergian DiStefano. "Eh, ia memakai sepatu olahraga, ya""
"Memangnya kenapa" Di
kota ini hampir setiap orang suka memakai sepatu olahraga," kata Eleanor. "Ah, tidak kenapa-kenapa," buru-buru Pete menimpali.
Setelah selesai memberi makan Blaze. Eleanor pergi menuju laboratorium tempat DR. Birkensteen dulu bekerja. Anak-anak menyusul di belakangnya. Begitu mereka masuk, kedua simpanse langsung menjerit-jerit kegirangan, tangan mereka menggapai-gapai ke luar kandang.
"Oke! Oke!" Eleanor tertawa sambil membuka pintu kandang. Kedua simpanse melompat, dan bergelayutan di pundak Eleanor.
"Busyet!" seru Pete. "Mereka suka sekali padamu."
Eleanor tersenyum. "Memang. Saya juga suka sekali pada mereka. Habis lucu-lucu sih, dan manjanya bukan main pada saya. Pada mendiang DR. Birkensteen sama saja." "Tentu dong," kata Bob.
Jupe tidak berkomentar apa-apa. Perhatiannya terpancing oleh buku catatan di meja almarhum DR. Birkensteen. Dibukanya buku itu, lalu dibolak-baliknya halaman-halamannya. Tiba-tiba dilihatnya sesuatu yang mencurigakan. Dibalik halaman bertanggal 28 April langsung didapati halaman bertanggal 19 Mei.
"He, ke mana catatan pada awal-awal Mei"" Jupe bertanya. Alis matanya berkerut. "Menarik sekali! Dia meninggal pada awal Mei, bukan" Aku ingat betul."
Eleanor diam membisu. Mukanya dipalingkan dari Jupiter.
"Kenapa ia menyobek halaman-halaman ini"" Jupiter bertanya lagi tanpa melihat pada Eleanor. Ia terlalu tertarik pada catatan itu.
"Saya... saya tidak tahu kenapa. Benar-benar tidak tahu," kali ini Eleanor menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar. Simpanse kecil ditimang-timangnya bagai seorang bayi. Bob dan Pete mengamat-amati dengan saksama dan curiga.
"Kau kan menemani DR. Birkensteen pergi ke Rocky Beach waktu itu," ujar Jupe. "Mungkinkah halaman yang hilang ini ada hubungannya dengan kematiannya""
"Tidak," kata Eleanor. "Saya... saya kira tidak mungkin."
"Atau mungkin ada hubungannya dengan simpanse-simpanse itu"" desak Jupe.
"Mungkin. Bisa saja. Tapi saya tidak tahu apa-apa. Sungguh. Saya hanya membantu mengurus hewan-hewan. Saya menemaninya karena... karena ia baik padaku dan kondisinya kurang sehat saat itu."
"Di mana tepatnya tujuan yang kaucari di Harborview Lane" Siapa yang tinggal di sana"" Jupe terus mendesak.
Eleanor tampak gugup. Ia meneguk ludah. Kepalanya tertunduk. Air mata mulai mengalir di pipinya.
"Saya merasa kurang enak badan hari ini," katanya. "Terima kasih ya, kalian mau menemani saya."
Anak-anak mengerti maksud Eleanor Mereka pergi meninggalkan Eleanor di ruangan itu. Di luar mereka berpapasan dengan Mrs. Coolinwood. Kali ini ia mengenakan rok merah dan wig coklat tua yang ikal.
"Halo!" sapanya sambil tersenyum lebar. "Mana Eleanor""
Tiba-tiba terlintas dalam benak Jupe bahwa Mrs. Coolinwood mungkin tahu sesuatu. Jupe lalu memasang tampang sedih. "Kami membuat Eleanor sedih," katanya dengan nada memelas. "Kami bertanya tentang DR. Birkensteen padanya. Lalu ia menangis."
Mrs. Coolinwood menghela napas panjang. "Ia memang suka sekali pada DR. Birkensteen. Almarhum merupakan orang yang paling ramah di sini."
"Tahukah Anda, mengapa ia pergi ke Los Angeles waktu itu"" tanya Jupe. "Adakah temannya di sana""
"Aku tak tahu. Ia jarang bercerita tentang hal itu. Mungkin saja ada urusan dengan hewan-hewannya. Akhir-akhir ini ia sibuk sekali mengurusi piaraannya itu. Simpanse-simpansenya dirawatnya seperti merawat anak-anaknya sendiri. Ketika satu demi satu simpanse-simpanse itu mati, ia sedih sekali, seperti orang yang ditinggal sahabat karibnya."
"Berapa yang sudah mati"" tanya Pete.
"Banyak. Dan ia melakukan otopsi untuk menyelidiki penyebab kematian itu. Bahkan kadang-kadang ia mengoperasi simpanse yang masih hidup untuk memeriksa keadaan kesehatan simpanse itu. Bukan main memang, perhatiannya pada hewan-hewan itu."
Sekonyong-konyong terdengar bunyi benda jatuh dari ruang sebelah.
"Apa itu"" seru Mrs. Coolinwood sambil berlari ke pintu. "Hati-hati dong, Frank!"
Frank DiStefano muncul. Ia membawa ember dan kain lap. "Tidak ada apa-apa," katanya tanpa rasa bersalah. "Ember ini kosong, kok."
"Lain kali kau harus lebih berhati-hati!" kata Mrs. Coolinwood.
DiStefano tidak meng acuhkannya, malahan ia tertawa-tawa sambil melihat pada anak-anak.
"Kenapa kau masih di sini"" Mrs. Coolinwood berseru dengan tak sabar. "Kan sudah dari tadi kau kusuruh pergi ke toko."
"Iya, iya!" balas DiStefano. "Itu kan cuma urusan kecil."
Mrs. Coolinwood menggeram ketika DiStefano menghilang di balik pintu menuju ke luar gedung.
Sewaktu anak-anak keluar, mereka melihat DiStefano menaiki sebuah sedan tua yang sedang diparkir. Setelah menghidupkan mesinnya, ia menunggu anak-anak.
"Gara-gara wanita cerewet itu aku harus buru-buru pergi ke toko," kata DiStefano sambil menyeringai. "Kalian mau numpang""
Anak-anak melihat ke kursi belakang mobil. Di sana terdapat setumpuk majalah, sepasang sepatu bot kotor berlumpur, sekotak tisu, masker, dan pakaian selam basah.
"Trims, tidak usah deh," kata Jupe. "Penginapan kami dekat, kok." Tanpa menoleh lagi DiStefano langsung tancap gas. "Sebal aku," kata Pete. "Mulutnya besar sekali."
Jupe hanya menyahut, "Hmm!" Ia sedang memusatkan pikirannya pada percakapan mereka dengan Mrs. Coolinwood tadi.
"Sayang sekali DR. Birkensteen tidak banyak bercerita tentang perjalanannya ke Rocky Beach," kata Jupe akhirnya. "Kalau saja dia bercerita pada Mrs. Coolinwood, pasti misteri ini cepat terungkap. Mrs. Coolinwood orangnya sangat terbuka, ia tidak akan menyembunyikan hal-hal yang sekecil apa pun pada kita. Berbeda sekali dengan Eleanor Hess. Aku yakin Eleanor menyembunyikan sesuatu pada kita. Tetapi mengapa" Apa yang disembunyikannya""
"Barangkali ada hubungannya dengan manusia gua," tebak Bob.
"Mana aku tahu"" Jupe menghela napas.
Trio Detektif baru saja hendak memasuki gudang McAfee, ketika Thalia keluar dari pintu belakang. "Kalian lihat Eleanor"" kata Thalia.
"Ia ada di yayasan," Bob menyahuti.
"Dasar!" kata Thalia. "Bisanya main dengan binatang saja! Tidak pernah ia mau membantu di rumah! Masa ia pernah mau membawa binatang itu ke rumahku. Kubilang saja padanya, 'Boleh asal kau sanggup membayar sewanya!"'
"Ngomong-ngomong," kata Jupiter mengalihkan pembicaraan, "polisi waktu itu mengatakan hendak memeriksa air dari sistem alat penyiram otomatis. Bagaimana hasilnya""
"Nol besar!" kata Thalia. "Salah seorang polisi barusan mengabari kami. Mereka tidak menemukan apa-apa dalam air dari alat penyiram otomatis, dan dari tempat penyimpanan air. Polisi itu menduga bahwa kota ini dihipnotis!"
Bab 12 MISTERI BANGUNAN TUA JUPE mendesah saat Thalia McAfee masuk ke rumah. "Aku tak percaya kota ini dihipnotis," katanya pada kedua temannya. "Aku masih penasaran pada ilmuwan yang telah meninggal itu."
"Memang, orang mati selalu membuat orang lain penasaran," kata Pete dengan gaya sok yakin.
"Bukan itu maksudku," tukas Jupe. "Maksudku adalah halaman-halaman yang hilang pada catatannya. Itu penting sekali artinya bagi penyelidikan kita. Ah, kalau saja aku dapat membaca catatan-catatan DR. Birkensteen yang lain, pasti banyak hal dapat terungkap."
Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku berani bertaruh bahwa itu tidak mungkin, Jupe," Bob memperkirakan. "Pekerjaannya sangatlah penting, pasti catatan-catatannya disimpan di tempat yang aman."
"Hm," kata Jupe. Wajahnya terlihat muram. Tetapi sesaat kemudian matanya bersinar-sinar. "He, Frank DiStefano tidak berada di taman tadi pagi," serunya dengan bersemangat.
Bob tersentak. "Ya, ya," gumamnya. "Semua orang yang kita kenal berada di taman, kecuali Frank DiStefano dan... John the Gypsy."
Pete melotot. "He!" serunya. "John the Gypsy! Kita tidak boleh meremehkan dia. Mungkin saja dia cuma berpura-pura bodoh supaya tidak dicurigai. Mungkin saja dia sesungguhnya pintar sekali."
"Itu tidak masuk akal," kata Bob. "Ia telah bertahun-tahun di sini. Kalau ia memang pintar, tentunya ia akan melakukan pekerjaan yang lebih baik."
"Ini baru masuk akal," kata Jupe. "Tetapi mari kita lakukan penyelidikan dengan lebih sistematis. Tadi malam John the Gypsy mengaku melihat manusia gua gentayangan. Tadi pagi kita menemukan jejak, yang sudah kita buat cetakannya itu, di padang rumput. Ke mana arah jejak itu""
"O, iya, mari kita cek ke sana sebelum gelap," ajak Bob.
Pete memandang ke arah hutan kecil di seberang p
adang rumput. Trio Detektif menuju tempat ditemukannya jejak berjari empat di padang rumput. Perlahan-lahan mereka berjalan menuju hutan kecil. Jupe memimpin di depan. Dengan saksama diamatinya tanah yang dilalui. Bob paling belakang. Seperti Jupe, ia asyik mencari jejak selanjutnya. Pete di tengah. Dengan gelisah ia memandang sekelilingnya.
Persis di pinggir hutan mereka baru menemukan jejak itu kembali. Rumput tidak tumbuh di situ, sehingga jejak jelas sekali terlihat. Dengan hati-hati Trio Detektif memasuki hutan, mengikuti arah jejak tanpa bersuara. Mereka mengendap-endap seperti kucing mengintai mangsa.
Di tengah hutan mereka menjumpai sebuah tempat terbuka ditumbuhi alang-alang yang tinggi. Dari sela-sela alang-alang itu berdiri sebuah bangunan tua yang hampir runtuh. Temboknya yang terbuat dari bata telah hancur di sana-sini. Atapnya berlubang-lubang, sehingga rangka atapnya terlihat jelas. Dan catnya yang telah mengelupas membuat penampilan bangunan itu suram dan menyeramkan.
"Kuduga dulunya itu gereja," Bob memperkirakan.
Anak-anak menghampiri gereja tua itu.
Ada dua pintu masuk. Salah satunya telah ambruk karena engselnya patah. Pintu yang ambruk itu tergeletak di lantai. Anak-anak melangkah masuk melaluinya.
"Apakah makhluk itu masuk ke sini tadi malam"" kata Pete. Ia memandang ke sekelilingnya dengan gelisah.
"Mungkin ya, mungkin tidak," sahut Jupe. "Lantai ini keras, tidak mungkin meninggalkan jejak."
Dengan ragu-ragu Bob melangkah ke bagian depan gereja. Di depan terdapat sebuah tempat yang lebih tinggi.
"Itu altar gereja," kata Bob. "Lihat. Ada sebuah pintu di sana. Pasti menuju ruangan lain. Kelihatannya seperti ruang tempat menyimpan jubah."
Trio Detektif saling menunggu. Masing-masing tidak berani memulai mendekati altar itu. Tetapi masing-masing ingin sekali tahu apa isi ruangan tersembunyi itu.
Tiba-tiba ada suara. Ada seseorang di balik pintu yang tertutup itu! Terdengar suara gemertak dan gemerisik. Sesaat hening kembali. Pete meneguk ludah.
Bob bergerak mendekati pintu itu. Pete menahannya. "Jangan!" bisik Pete. "Jangan-jangan itu... dia!"
Pete tidak menjelaskan lebih lanjut. Itu sudah cukup jelas. Bob dan Jupe segera mengerti maksudnya. Jangan-jangan manusia gua itu memang gentayangan ke sini. Jangan-jangan makhluk zaman prasejarah melarikan diri dari si pencuri. Lantas bersembunyi di ruangan itu. Bersenjata!
Bersenjata" Senjata apa"
"Tidak mungkin!" seru Jupe. Dengan berani ia berlari mendekati pintu, lalu menaiki altar. Ketika itu terdengar lagi suara. Seolah-olah ada sesuatu yang menyentuh pintu itu.
Jupe memegang gagang pintu itu. Tiba-tiba ia pucat. Bulu kuduknya berdiri.
Gagang pintu itu bergerak sendiri! Engsel-engsel yang sudah berkarat berbunyi berderak-derak. Pintu itu membuka!
Bab 13 PENCURIAN LAGI "OH!" kata DR. Hoffer terkejut. Tangannya memegang gagang pintu ruangan tempat menyimpan jubah di gereja tua itu. "Aku tak menyangka kalian ada di sini. Tetapi kenapa kau memandangiku seperti itu""
Jupiter masih gemetar, tetapi dipaksakannya untuk tersenyum. "Kami sedang menyelidik," katanya.
Hoffer melangkah keluar ruangan penyimpanan. Anak-anak dapat melihat bahwa ruang itu kecil dan ada pintu lagi yang menuju ke luar bangunan.
"Kalian harus hati-hati di sini," kata Hoffer. "Tempat ini milik keluarga Lewison. Mereka memiliki rumah besar di balik bukit ini. Aku dapat izin untuk masuk ke sini, tetapi kalian tidak. Mereka tidak suka kalau orang asing masuk-masuk ke tanah mereka tanpa izin."
Ia duduk di suatu tempat di pinggir altar. "Melihat kalian ini aku seperti melihat diriku sendiri," katanya. "Kalau aku jadi kalian, pasti aku juga akan masuk ke bangunan tua ini untuk menyelidik. Sejak kecil aku paling hobi bertualang. Ketika seumur kalian, aku pernah berlibur ke suatu tempat di Milwaukee. Di sana aku dan kawan-kawanku menjumpai rumah kosong. Melalui sebuah jendela yang tak terkunci kami masuk lalu menemukan sebuah ruangan di bawah tanah. Asyik sekali!"
DR. Hoffer bersin. Ia mengambil sapu tangan yang selalu tersedia di kantungnya.
"Ini sudah jadi langganan," katanya. "Alergi debu. Aku
memang tak tahan terhadap debu. Mungkin karena itu aku tertarik pada imunologi."
"Oke, Anak-anak," lanjutnya sambil berdiri, "aku harus pulang sekarang. Kalian pulang juga, kan" Jangan lama-lama di sini. Edward Lewison terkenal suka mengancam akan menembak orang-orang yang melanggar wilayahnya." "Persis dengan seseorang yang kita kenal," kata Jupe. "Newt McAfee." "Kita pulang saja, yuk," ajak Pete.
Anak-anak mengikuti DR. Hoffer melalui ruangan penyimpanan.
"Lucu, ya," kata Jupe sambil berjalan. "Anda alergi, tetapi Anda mempelajari imunologi. Kenapa Anda tidak mempelajari alergi itu sendiri""
"Kau keliru," tukas Hoffer, "justru aku mempelajari alergi. Alergi termasuk reaksi imunitas, jadi termasuk dalam imunologi."
"Oh, ya"" ujar Bob.
Hoffer mengangguk. "Tubuh kita memiliki beragam cara untuk mempertahankan diri dan menolak penyakit. Di antaranya ialah dengan antibodi. Antibodi dihasilkan oleh tubuh untuk menghancurkan virus dan bakteri, atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Kalau kau terkena cacar air, tubuhmu akan membuat antibodi yang akan melawan cacar air itu. Lalu untuk seterusnya kau tidak akan terkena cacar air lagi, karena antibodi tadi menetap dalam tubuhmu. Dalam hal ini dikatakan kau telah imun-kebal -terhadap cacar air."
Anak-anak mendengarkan uraian itu dengan penuh perhatian.
"Nah, kadang-kadang ada orang yang menghasilkan antibodi yang tidak dihasilkan orang lain," kata Hoffer melanjutkan. "Contohnya aku ini. Aku alergi debu, kalian tidak. Ini disebabkan tubuhku menghasilkan antibodi untuk melawan debu, sedangkan tubuh kalian tidak. Dalam tubuhku, antibodi itu bereaksi dengan debu. Hasil reaksi itu menyebabkan hidungku pilek dan mataku berair.
"Jadi sistem imunitas kita dapat menyelamatkan kita dari penyakit, tetapi dapat juga menyusahkan kita. Aku yakin bahwa banyak penyakit lain yang justru disebabkan oleh sistem imunitas tubuh kita sendiri.
"Sebagai contoh, menurut teoriku, kanker disebabkan oleh sistem imunitas tubuh kita yang tidak terkendali. Coba kalian bayangkan orang-orang yang berbuat kriminal."
"Kriminal"" Pete terkejut.
"Perbuatan kriminal merupakan reaksi dari suatu ancaman," lanjut DR. Hoffer. "Bayangkan seseorang yang dibesarkan di daerah yang penuh bahaya. Untuk mempertahankan hidupnya, ia harus bereaksi terhadap setiap orang asing. Reaksinya bisa sangat merusak. Tanpa berpikir panjang lagi, ia akan melawan si orang asing itu dengan membabi buta. Nah, kalian lihat bukan. Cara orang itu bertahan menjadi tidak terkendali. Berbahaya. Demikian pula halnya dengan kanker."
Pete cemas. "Aku sedang mengembangkan teoriku dengan melakukan serangkaian eksperimen terhadap tikus-tikus," kata DR. Hoffer meneruskan. "Aku berusaha mengatur sistem imunitas mereka. Kalau aku berhasil, mereka akan dapat hidup lebih lama dan lebih tahan terhadap penyakit.
"Ini akan besar artinya bagi kepentingan umat manusia. Jauh lebih besar dari penelitian yang dilakukan Birkensteen dan Brandon. Kalau aku berhasil dunia akan lebih bebas dari penyakit."
Mereka telah sampai di padang rumput McAfee. Hoffer berhenti untuk bersalaman dengan anak-anak. Lalu ia langsung menuju yayasan.
Sambil memandangi DR. Hoffer, Pete berkata, "Luar biasa. Aku pilih dia untuk menjadi pemenang penghargaan Spicer."
Jupe mengangguk kecil. Anak-anak berjalan menuju kantin.
Kota tidak lagi seramai sebelumnya, sehingga anak-anak segera mendapatkan tempat duduk di kantin. Mereka makan sambil mendiskusikan kejadian-kejadian hari itu.
"Kasus aneh," Pete memulai. "Seluruh kota terbius. Manusia gua gentayangan. Benar-benar aneh."
"Kita mempunyai cetakan jejak berjari empat itu," ujar Jupe. "Mungkin dapat dimanfaatkan. Hmm," Jupe berpikir sebentar. "Bagaimana kalau kita tanyakan pada DR. Brandon. Ia kan ahli arkeologi. Pasti ia dapat mengenali jejak apa yang kita peroleh itu."
"Tapi, mana mau DR. Brandon mengurusi jejak di padang rumput," kata Bob. "Ia kan orang sibuk." "Kita coba saja. Kukira dia akan tertarik. Apalagi jejak ini kita temukan setelah malamnya John the Gypsy mengaku melihat manusia gua gentayangan."
"Oke," sahut Bob menyetujui. "Tidak
ada salahnya dicoba."
Dengan terburu-buru anak-anak menghabiskan makan malam mereka, lalu kembali ke gudang McAfee untuk mengambil cetakan jejak berjari empat. Mereka segera menuju Yayasan Spicer. James Brandon sedang berada di ruang kerjanya.
Brandon sedang duduk di mejanya yang penuh dengan tumpukan kertas dan buku. Ia melotot melihat anak-anak datang ke ruang kerjanya. Anak-anak masuk dengan perasaan waswas. Tetapi ketika melihat DR. Brandon menutup bukunya, mereka lega karena ternyata DR. Brandon tidak marah. Ia cuma sedang asyik mempelajari buku-bukunya. "Well"" kata Brandon. "Ada apa""
"Kami ingin minta saran," kata Jupiter, "dan mungkin informasi. DR. Brandon, kami tinggal di loteng gudang McAfee. Dari sana kami dapat melihat museum manusia gua dengan jelas. Tadi malam ada suatu peristiwa yang cukup mengejutkan."
Jupiter lalu menceritakan pengalaman John the Gypsy, dan penemuan jejak berjari empat di padang rumput keesokan paginya.
"Tentu saja jejak itu mustahil berasal dari manusia gua," kata Jupe. "Tetapi kalau begitu itu jejak siapa" Dengan pengalaman dan keahlian Anda, mungkin Anda bisa menolong kami."
Brandon tersenyum. "Kalian bicara seperti detektif saja. Well, kalau kalian mau tahu," lanjutnya sambil memandang sekilas pada cetakan jejak itu, "ini bukan jejak manusia prasejarah. Ini jejak manusia biasa. Ia pasti biasa memakai sepatu. Kalau orang tidak biasa memakai sepatu atau sandal, kakinya akan melebar dan jarak jari-jarinya merenggang. Tapi kaki ini tidak melebar, dan jarak jari-jarinya rapat, bahkan ada yang terdorong ke atas. Pasti orang ini sering memakai sepatu."
"Lalu, apa yang dilihat John the Gypsy kalau begitu"" tanya Bob. "Ia bilang makhluk itu berambut panjang acak-acakan dan menyeramkan."
James Brandon mengerutkan keningnya. "Manusia gua itu tidak mempunyai rambut lagi. Aku tak tahu apa persisnya yang dilihat oleh John the Gypsy, tetapi yang jelas jejak itu bukan jejak manusia gua. Jejak itu terlalu kurus dan besar."
"Terlalu besar"" Pete nampak bingung. "Jejak itu kecil! Cuma sembilan inci!"
"Manusia primitif itu sangat kecil," Brandon menjelaskan. "Aku sempat mengukur fosil di gua itu. Dari ukuran tulangnya, aku taksir tingginya tak lebih dari sembilan puluh lima sentimeter. Itu tak lebih dari tiga kaki. Sedangkan orang yang membuat jejak ini paling sedikit lima kaki tiga inci tingginya."
Brandon mendekati sebuah lemari yang menempel di dinding. "Waktu aku di Afrika," katanya, "aku sangat beruntung dapat menemukan sebuah fosil yang masih cukup lengkap. Umurnya hampir dua juta tahun. Yang itu lebih kecil sedikit dari ukuran manusia gua. Akan kutunjukkan pada kalian."
Brandon membuka pintu lemari itu lebar-lebar.
Lalu ia berdiri terpaku. Mulutnya ternganga.
"Hilang!" bisiknya.
Ia menarik napas dalam-dalam beberapa kali. Lalu berteriak. "Hilang! Dicuri! Hominid-ku dicuri orang!"
Bab 14 CATATAN DR. BIRKENSTEEN JUPITER berhasil membalas mengerjai Newt McAfee malam itu. Ia bilang kota Citrus Groove tidak lagi sangat ramai sehingga tempat perkemahan lebih kosong. Mereka bertiga akan berkemah saja. Dengan terpaksa McAfee menurunkan tarif menginap di gudangnya dari sepuluh dolar menjadi tiga dolar per malam. Anak-anak membayar tiga dolar malam itu, lalu mereka masuk ke gudang sambil tertawa geli.
Sambil berbaring, mereka merenungkan kembali peristiwa hari itu. Akhirnya Pete memulai. "Semakin tak masuk akal saja. Sepertinya sekarang ini lagi musim pencurian tulang-belulang."
"Belum tentu fosil milik DR. Brandon dicuri dalam beberapa hari belakangan ini," kata Bob. "Ia sedang sibuk sekali. Sudah sekitar dua atau tiga bulan lemari itu tidak pernah dibukanya."
"Jadi kira-kira sejak saat kematian DR. Birkensteen," ujar Jupe.
Pete protes. "Itu lagi. DR. Birkensteen kan sudah meninggal. Kenapa orang mati dibawa-bawa" Dia kan tak punya urusan apa-apa dengan fosil-fosil itu."
"Siapa bilang ia tak punya urusan apa-apa"" tukas Jupe. "Kalau memang begitu, mengapa Eleanor Hess seolah-olah menyembunyikan sesuatu pada kita. Mestinya kan ia tahu pasti alamat yang dituju DR. Birkensteen di Jalan Harborview Lane i
tu." "Tepat!" sahut Bob. "Ada yang disembunyikan Eleanor. Ia tak pernah berani memandangmu langsung ketika berbicara mengenai masalah ini."
"Dan mengapa sebagian catatan harian DR. Birkensteen hilang"" Jupe penasaran. "Apa isi catatan itu" Apakah dia menyobeknya sendiri" Tapi buat apa" Atau orang lain yang menyobeknya" Mengapa""
"He!" seru Pete seraya berdiri. "Mungkin DR. Birkensteen hendak menghubungi seseorang di Rocky Beach. Lalu ia mengatakan sesuatu tentang manusia gua pada orang itu. Lalu timbul ide untuk mencurinya di benak orang itu. Mungkin sekali, kan" Kenapa kita selalu curiga pada penduduk kota Citrus Groove" Padahal kan banyak pendatang dari kota lain akhir-akhir ini"!"
"Itu memang mungkin," kata Jupe. "Tetapi ingat, DR. Brandon mengumumkan penemuan manusia gua itu setelah DR. Birkensteen meninggal."
"Oh, iya," Pete terduduk menyadari kekeliruannya.
"Namun mungkin masih ada hubungannya," kata Jupe. "Kita saja yang belum tahu. Ah, kalau saja kita tahu apa isi catatan yang hilang itu. Dan aku jadi ingin sekali mengetahui catatan-catatannya yang lain. Mungkin itu bisa memberi petunjuk."
"Atau mungkin ada petunjuk dari Rocky Beach," Bob melanjutkan dengan bergairah. "Aku tahu Jalan Harborview Lane. Aku punya akal untuk menanyai orang-orang yang tinggal di jalan itu. Akan kutanyakan apakah tas milik almarhum DR. Birkensteen tertinggal di sana. Tas itu hilang saat ia ke sini di bulan Mei yang lalu. Padahal sih, DR. Birkensteen tidak sempat mengunjungi siapa-siapa di Rocky Beach. Tapi mudah-mudahan saja ada orang yang kenal dengannya. Oke, kalau begitu aku akan kembali ke Rocky Beach besok pagi dengan bis."
"Bagus sekali," seru Jupe. "Aku sendiri akan ke yayasan untuk mencoba menyelidiki catatan kerja DR. Birkensteen. Semoga DR. Brandon mau membantu."
"Dan aku akan ke Centerdale!" seru Pete.
"Ada apa di Centerdale"" tanya Bob.
"Tak tahu, ya," jawab Pete. "Tapi kan surat ancaman itu dikirim dari sana. Mungkin ada petunjuk yang bisa kuperoleh di sana."
"Bagus, besok pagi kita akan menyebar untuk mencari petunjuk," kata Jupe. Ia lalu memejamkan matanya sambil menghitung dentang jam di menara gereja yang baru saja berbunyi. Belum selesai menghitung, ia sudah terlelap. Pulas sekali. Rasanya baru semenit ia tidur, ketika Pete mengguncang-guncang badannya.
"Bangun! Bangun!" kata Pete. "Sudah hampir jam delapan!"
Bob sudah bangun lebih dulu. Jupe dan Pete menggabungkan diri dengannya di keran air di bawah. Ketiganya mencuci muka sambil menggigil di pagi yang dingin itu.
Anak-anak sarapan di kantin dengan tergesa-gesa. Begitu selesai, mereka langsung berpisah. Jupe segera pergi ke Yayasan Spicer.
Pintu depan sedang terbuka. Ia dapat mendengar suara Mrs. Coolinwood di dalam.
"Aku yakin barang ini tidak berada di sini kemarin," kata Mrs. Coolinwood. "Aku kan selalu mengeceknya." Jupe melongok. Mrs. Coolinwood sedang di ruang tamu. Pagi ini ia mengenakan wig coklat tua yang panjangnya sampai ke bahu.
"Sudah kubilang kau jangan teledor menaruh barang," kata seorang wanita lain. Ia mengenakan seragam biru dan rok kerja putih. Sambil memandangi Mrs. Coolinwood bercermin dan membenahi wignya, ia berkata lagi, "Lagi-lagi kau teledor menaruh wigmu di ruang tamu ini."
"Tidak mungkin!" seru Mrs. Coolinwood bersikeras. "Masa wig saja lupa menaruhnya."
Wanita itu melanjutkan mengelap barang-barang. Saat itu Mrs. Coolinwood baru menyadari kehadiran Jupe di depan pintu.
"Eleanor belum datang," kata Mrs. Coolinwood.
"Aku mencari DR. Brandon, Ma'am, "Jupe mengoreksi. "Ada""
"Kau sudah tahu kamarnya, kan"" kata Mrs. Coolinwood. "Datangi saja kalau kau berani."
Jupe mengucapkan terima kasih padanya, dan menuju kamar kerja DR. Brandon. Belum sampai di sana, Jupe sudah dapat mendengar suara DR. Brandon. Ahli arkeologi itu sedang berteriak-teriak. Terdengar pula suara berdebam dari arah kamarnya, seakan-akan ia sedang melempari barang-barangnya.
Jupe ragu-ragu di depan kamar itu. Ia bimbang untuk mengetuk pintunya.
Tahu-tahu pintu terbuka. "Ada apa"" bentak Brandon ketika melihat Jupe. "Mau apa kau di sini"" Jupe gelagapan menghadapi bentakan B
randon. "Kau jangan membuat anak itu gemetaran dong," kata seseorang dari dalam kamar Brandon. Terreano nampak duduk dengan tenangnya di kursi dekat meja Brandon.
Brandon menarik napas dengan cepat seperti hendak berteriak lagi, tetapi tiba-tiba ia tersenyum. "Maaf," katanya. "Mari masuk."
Jupe masuk. "Untung ada DR. Terreano," pikirnya.
Di lantai berserakan buku dan kertas. Meja mesin tik terbalik. Kamar itu seperti kapal pecah. DR. Terreano tersenyum pada Jupe. "Maklum saja. Beginilah cara DR. Brandon melampiaskan rasa marahnya." Muka Brandon memerah. Ia mengangkat meja mesin tik dan membetulkan posisinya dekat meja kerjanya. Lalu ia mengambil mesin tik dari lantai. Tutupnya jatuh ketika diangkat. "Brengsek!" umpat Brandon.
"DR. Brandon tak pernah melukai orang," kata Terreano, "tapi sering berlaku kasar terhadap barang-barang miliknya."
"Siapa yang tidak keki"" Brandon mengumpat lagi. "Si McAfee gendut itu sembarangan menuduhku. Aku dituduhnya mencuri manusia guanya, lalu mengirim surat ancaman dengan tulisan yang sengaja dijelek-jelekkan. Lalu ia menuduh aku sengaja menyembunyikan fosil milikku agar orang terkecoh mengira dicuri orang lain. Seenaknya saja si Gendut itu."
Mata Brandon memerah. "McAfee baru saja meneleponku dan bilang begitu. Akan kuhajar dia!" "Jim, tak seorang pun percaya bahwa kau pencurinya," kata Terreano. "McAfee memang lagi sewot karena manusia guanya lenyap."
"DR. Brandon, mencurigakan ya, fosil milik Anda itu dicuri juga," ujar Jupe. "Bukan mencurigakan," seru Brandon. "Itu perbuatan busuk!"
"Mungkinkah ada pencuri lain yang terlibat"" tanya Jupe. "Siapa saja yang tahu tentang fosil milik Anda itu"" Brandon tersentak. "Astaga! Kau benar! Aku tidak mengumumkan fosil milikku pada siapa-siapa di kota ini. Well, beberapa orang di yayasan tahu. Mrs. Coolinwood. DR. Terreano ini." "Eleanor Hess"" tanya Jupe.
"Gadis kecil serba tertutup itu"!" kata Brandon. "Ia tak punya nyali untuk mencuri seandainya ia tahu bahwa aku punya hominid. Tapi, tapi... sebentar... aku ingat ia pernah memperhatikanku. Ya, ya, betul. Ia memperhatikanku dari balik lemari. Aneh sekali pandangannya."
Terreano tertawa. "Kau tak tahu, ya"" ujarnya. "Ia takut sekali padamu. Kalau kau berada di dekatnya, ia pasti jadi gugup. Ia kan masih muda sekali."
"Aku baru tahu," Brandon merasa tidak enak. "Begitu, ya"" Mukanya makin memerah.
"Eleanor Hess berada dalam posisi yang tidak menguntungkan," kata Jupe. "Ia tahu banyak tentang yayasan ini, dan ia juga tahu tentang kediaman McAfee."
Brandon memandang Jupe sambil memicingkan matanya. "Kelihatannya kau tertarik sekali pada kasus ini. Mengapa"" tanyanya.
"Karena kami detektif," jawab Jupe dengan wajah bangga.
"Detektif"" Brandon tersenyum mengejek.
"Ya," jawab Jupe sambil mengeluarkan kartu kecil dari kantungnya. "Ini," katanya sambil menyerahkan kartu itu pada Brandon. Di situ tertulis:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja" " " "
Penyelidik Satu - Jupiter Jones Penyelidik Dua - Peter Crenshaw Data dan Riset - Bob Andrews
"Hm. Mengesankan sekali!" kata Brandon. Ia memperlihatkan kartu itu pada Terreano sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Kami bukan amatiran, Mr. Brandon," kata Jupe dengan wajah serius. "Kami telah memecahkan kasus-kasus yang membingungkan orang-orang yang lebih tua dari kami. Biasanya kami bertindak atas nama klien kami. Tapi kali ini kami tidak punya klien. Meskipun demikian, karena kasus ini unik sekali, kami beranggapan kasus ini perlu kami selesaikan."
"Kita dapat bekerja sama kalau begitu," kata Brandon dengan tulus. "Baiklah, Kawan muda, aku sependapat denganmu bahwa Eleanor patut dicurigai karena posisinya. Ia bekerja di yayasan ini, dan sekaligus keponakan McAfee. Tapi ia tak punya cukup keberanian untuk mencuri."
"Ia bersahabat dengan DR. Birkensteen," kata Jupe. "Mungkinkah ada kaitan antara pencurian manusia gua dan kunjungan DR. Birkensteen ke Rocky Beach""
"Itu terjadi hampir tiga bulan yang lalu!" tukas Terreano. "Saat itu manusia gua belum ditemukan!"
"Meskipun begitu," lanjut Jupe, "tahukah Anda mengapa DR. Birkensteen berkunjung ke Rocky Beach""
Br andon mengernyit. "Tidak. Dia tak pernah bicara soal itu."
"Aku kira Eleanor tahu," kata Jupe, "tapi ia juga tak pernah mau bicara soal itu. Dan ada beberapa halaman yang hilang dari catatan harian DR. Birkensteen. Catatan pada akhir April sampai awal Mei. Aku sangat ingin tahu catatan-catatannya yang lain. Bolehkah aku melihatnya" Mungkin ada yang dapat dijadikan petunjuk."
Brandon memandang Terreano. Ia lalu mengangguk. "Semuanya masih tersimpan di kamar almarhum," katanya pada Jupiter. "Belum ada yang dipindahkan."
Mereka meninggalkan kamar kerja Brandon menuju laboratorium mendiang DR. Birkensteen.
Terdapat catatan yang tersusun rapi. Dengan apik catatan itu disimpan dalam map-map yang diberi tanda bertuliskan "Waktu Reaksi", "Latihan Ketangkasan", dan "Kecakapan Berkomunikasi". Ada buku-buku catatan berisi laporan eksperimen dengan reaksi kimia, sinar-X, dan banyak lagi yang judulnya saja tidak dimengerti oleh Jupe.
"Kita harus memanggil seorang ahli genetika untuk menerangkan arti catatan-catatan ini," kata Terreano.
Jupe mengangguk sambil membolak-balik catatan-catatan itu. Beberapa saat kemudian Jupe berkata. "Aneh, tidak ada catatan sama sekali tentang eksperimen setelah tanggal 1 April."
Brandon memperhatikan buku yang dipegangnya. "Benar," ujarnya. "Catatan terakhir di buku ini bertanggal 25 Maret."
Mereka memeriksa buku demi buku yang terdapat di sana. Tidak ada satu pun yang dibuat setelah tanggal 1 April. "Padahal ia tak pernah berhenti bereksperimen," kata Brandon keheranan. "Ia bekerja tiap hari. Dan ia selalu bekerja dengan rapi. Tidak pernah ada yang luput dari catatannya. Ke mana catatan-catatan itu"" "Ya, ke mana"" sahut Jupe. "Catatan hariannya pun demikian."
Di meja kerja terdapat setumpuk majalah. Jupe mengambil satu lalu mulai membukanya halaman demi halaman. Ada kertas pembatas yang diselipkan di antara halaman majalah itu. Majalah itu bercap "Milik Perpustakaan Negara Bagian California".
"DR. Birkensteen mempelajari pengaruh Natrium Pentothal pada fungsi otak," kata Jupe.
"Natrium Pentothal adalah zat anestesi-pemati rasa," kata Terreano. "Kalau terhirup akan menyebabkan orang tak sadarkan diri."
Jupe mengambil majalah lainnya. Di dalamnya terdapat artikel tentang oksida nitrogen. "Anestesi lagi," kata Brandon. "Ini memang banyak digunakan dalam pembedahan." Selalu dijumpai artikel tentang anestesi dalam tumpukan majalah itu. "Lumrah saja," kata Terreano. "Ia mengoperasi simpanse-simpansenya. Ia butuh anestesi." "Dan kemarin seluruh kota terbius," gumam Jupe perlahan.
Pendekar Kidal 6 Jodoh Rajawali 08 Bunga Penyebar Maut Pedang Guntur Biru 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama