Ceritasilat Novel Online

Pelangi Dilangit Singosari 15

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 15


Dan tiba-tiba sadja tumbuhlah seleranja untuk makan se-banjak2nja. Mungkin ia harus bertempur melawan Kebo Sindet untuk waktu jang lama. Bahkan mungkin ia masih harus berkelahi sampai malam hari. Kalau kekuatannja berimbang, maka pasti diperlukan waktu jang tjukup lama untuk menjelesaikannja.
Mahisa Agni tahu benar, bahwa Kebo Sindet adalah seorang jang memiliki ketahanan tubuh jang luar biasa. Ketahanan tubuh itulah jang harus diperhitungkannja pula. Kebo Sindet dapat menahan sakit, menahan lapar dan lelah. Kalau ia tidak mau mati dalam perkelahian itu, maka iapun harus dapat mengimbanginja. Harus dapat menahan sakit, lapar dan lelah, meskipun seandainja ia harus bertempur sehari sernalam, bahkan sepekan sekalipun.
Ternjata tjara Mahisa Agni menjuap dirinja sangat menarik perhatian Kebo Sindet. Sama sekali tidak berkesan didalam sikap itu, bahwa Mahisa Agni mendjadi tjemas dan gelisah. Sikap itu adalah sikap jang selama ini tidak pernah dilihatnja pada anak muda itu. Jang biasa dilihatnja adalah kegelisahan, ketjemasan dan ketakutan membajang diwadjahnja. Tetapi kini anak itu makan dengan lahapnja tanpa menghiraukan apapun djuga. Dan ini adalah kelalaian Mahisa Agni. Ia juga pada peranan jang masih dilakukannja.
Tetapi untunglah, bahwa kelalaian itu terdjadi di-saats terachir dari permainannja, sehingga karena itu, maka kelalaian ini tidak akan terlampau banjak mempengaruhinja, djustru ia sudah inemutuskan untuk membuat perhitungan hari ini.
Ketika mereka sudah selesai makan, maka Kebo Sindet itu berkata - Nah, kalian harus beristirahat sebentar supaja lambung kalian tidak sakit. Sebentar kemudian aku ingin melihat, apa jang dapat kalian lakukan.
Atjuh tidak atjuh Kuda-Sempana berdiri dan mclangkah kaluar. Dibelakangnja berdjalan Mahisa Agni dengan kepala tunduk. Berbagai matjam masalah bergolak dikepalanja. Kadang-kadang terasa djantungnja ber-debar2, tetapi kadang-kadang hatinja mendjadi tentram. Meskipun ilmunja sudah tidak kalah menurut penilaian gurunja dari ilmu Kebo Sindet, masih tjukup mcmpunjai perbawa. Umur dan pengalamannja, serta bubungan mereka selama ini, ternjata berpengaruh djuga atas Mainsa Agni.
Kali ini Mahisa Agni sudah tidak ingat lagi untuk membersihkan sisa2 makan mereka. Membawa mangkuk2 kebelakang dan menjisihkan alat2 makan mereka jang lain. Pikiran nja sama sekali sudah tidak pada permainan jang harus diperankan tetapi ia sedang me-reka2 kemungkinan jang akan terdjadi.
Sikap Mahisa Agni itu memang menumbuhkan ketjurigaan pada Kebo Sindet. Tetapi ia tidak segera berbuat sesuatu. Ia ingin melihat sikap2 Mahisa Agni selandjutnja
Mahisa Agni kemudian melihat Kuda-Sempana berdiri sadja memandang kearah wadjah rawa2 dikedjauhan. Kadang-kadang pandangan matanja dilontarkannja kesudut jang lain dari pulau iblis ini. Rerungkutan, pepohonan jang liar, gerumbul-umbul dan rumput2 ilalang setinggi tububnja. Se-akan2 anak muda itu ingin melihat, apakah jang tersembunji dibalik rimbunnja dedaunan itu.
Ketika Mahisa Agni berpaling, dilihatnja Kebo Sindet berdiri beberapa langkah dibelakangnja. Matanja jang seolah-olah mati diwadjabnja jang beku, memandanginja dan Kuda
Sempana ber-ganti2. Tetapi ia tidak segera berbuat sesuatu. Bahkan ia berkata - Beristirahatlah sedjenak. Kali ini kalian tidak boleh mengetjewakan. Meskipun ilmu kalian sama sekali tidak sepadan dari jang aku kehendaki, tetapi apabila kalian berkelahi dengan sungguh2, aku sudah mendjadi puas. Aku tidak akan menjakiti kalian, dan bahkan aku berdjandji untuk meningkatkan ilmu kalian ber-sama-sama, supaja setiap perkelahian diantara kalian mendjadi semakin seru. Kalian tidak perlu takut menjakiti law an. Aku sudah menjediakan berbagai matjam obat untuk menjembuhkannja, meskipun salah seorang dari kalian terpsksa muntah darah. Apakah kalian mengerti"
Mahisa Agni mengangguk kosong. Tetapi Kuda-Sempana sama sekali tidak mengatjuhkannja. Bahkan berpalingpun tidak. Namun demikian Kebo Sindetpun mernbiarkannja sadja.
Sedjenak kemudian mereka saling berdiam diri. Kebo Sindet berdjalan hilir mudik dihalaman sarang bantu itu. Kuda-Sempana masih berdiri diam sambil memandangi hidjaunja dedaunan. Tetapi pandangan matanja sama sekali tidak mcmantjaikan perasaan apapun. Kosong seperti hatinja jang kosong.
Kediaman itu ternjata membuat Mahisa Agni mendjadi tegang. Se-akan2 ia telah ditjengkam oleh waktu jang tidak tcrbatas. Hampir2 ia tidak sabar lagi, dan langsung membuat persoalan untuk memulai perlawanannja atas Kebo Sindet,
Tetapi sedjenak kemudian ia mendengar Kebo Sindet berkata " Nab, aku kira kalian telah tjukup lama beristirahat setelah makan. Sekarang kalian harus mulai. Ingat, djangan mengetjewakan aku. " Lalu kepada Kuda-Sempana ia berkata " Berikan pedangmu.
Sikap Kuda-Sempana benar-benar membajangkan kekosongan perasaannja. Dan ini agaknja telah mendjemukan Kebo Sindet, sehingga ketika ia menerima pedang dari anak muda itu, ia membentak " Djangan seperti orang pikun. Bangunlah dan berkelahilah
Kuda-Sempana tidak menjahut. Tetapi ia mengerutkan keaingnja ketika ia melihat Kebo Sindet melepas ikat pinggangnja jang dibuat dari sehelai kulit jang tebal " Aku tidak memerlukan ranting atau tongkat lagi. " desisnja, lalu " Ajo, segeralah bersiap.
Sekali lagi Kebo Sindet mendjadi heran melihat Mahisa Agni jang segera melontjat madju. Wadjahnja sudab tidak sesuram kemarim Kini ia melihat kesegaran jang walaupun hanja tipis menjaput wadjah anak muda itu.
" Ternjata dendam jang tersirnpan didalam dada Mahisa Agni masih djauh lebih panas dari dendam jang mengeram dihati Kuda-Ssmaana " berkata Kebo Sindet didalam hatinja. Tetapi itu djustru menggembirakannja Selama dendam masih ada didalam diri kedua anak2 muda itu, maka mereka akan mendjadi ajam aduan jang menjenangkan.
" Tjepat, bersiaplah " teriak Kebo Sindet." Aku sudah tidak sabar lagi. Aku ingin melihat kesungguhan kalian. Kalian tidak usah berpikir siapakah jang menang dan kalah. Kalian berkelahi sadja ber-sungguh2.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Tetapi ia tahu benar bahwa ikat pinggang jang dibuat dari kulit itu setiap saat dapat menjentuh tububnja. Sentuhan ikat pinggang itu pasti akan terasa lebih sakit dari sepotong ranting ketjil. Karena itu, maka ia tidak akan dapat menghindar lagi, bahwa ia harus berkelahi melawan Mabisa Agni ber-sungguh2. Kuda-Sempana menganggap bahwa letjutan ikat pinggang Kebo Sindet itu akan terasa djauh lebih sakit dari pukulan Mahisa Agni. Sakit pada tubuhnja dan sakit dihatinja,
Karena itu maka Kuda-Sempanapun segera bersiap. wadjahnja jang kosong masih sadja tidak memantjarkan perasa an apapun. Meskipun demikian tampak dalam sikapnja, bah wa iapun telah bersiap untuk berkelahi ber-sungguh2, seke dar untuk menghindarkan diri dari ikat pinggang Kebo Sindet.
Agaknja Mahisa Agni dapat mengerti perasaan itu. Se telah ia melihat dan merasakan beberapa keanehan sikapnja. Djuga pada perkelahian jang kemarin mereka lakukan.
"Kasan " desis Mahisa Agni didalam hatinja. Kini ia sama sekali sudah mentjoba untuk melenjapkan segala matjam kebentjiau dan dendam jang masih tersisa dihatinja. Meskipun jang rnendorongnja terperosok masuk kedalam sarng iblis ini adalah Kuda-Sempana, namun ternjata Kuda-Sempana sendiri telah terseret pula kedalam keadaan jang menjiksanja. Keadaan jang se-akan2 telah menutup hari2 depannja jang sebenarnja masih pandjang.
"- Nah, kalian telah bersiap - terdengar suara Kobo Sindet rnenggelegar " ajo, segera mulai. Djangan menunggu aku mentjambuk kulit kalian.
Selankah Mahisa Agni madju, dan hampir bersamaan pula Kuda Sernpanapun melangkah pula. Mereka benar-benar tidak ingi mendapat letjutan sebelum mereka berkelahi. Sebab mereka, terutama Kuda Sempana, mengetahui benar, bahwa kali ini Kebo Sindet tidak ber-main2 seperti kemarin. Kalau ia mendjadi ketjewa, maka punggungnja pasti akan terkeupas.
"Aku menghitung sampai hitungan kelima " berkata Kebo Sindet jang hampir kehilangan kesabaran pula " ka iau sampai hitungan kelima kalian belum mulai. maka djangan menjalahkan aku lagi kalau aku memaksa kalian.
Dada kedua anak2 muda itu bergetar, meskipun dalam nada jang berbeda. Kuda-Sempana mendjadi ber-debar2 karena antjaman itu, sedang Mahisa Agni mendjadi ber-debar2 karena kemungkinan2 jang akan diambilnja untuk membuat Kebo Sindet marah.
Baru sampai pada hitungan ketiga, ternjata Mahisa Agni sudah mulai dengan serangannja. Serangan jang tjepat dan berbahaja. Tetapi Kuda-Sempana jang sudah siap itupun sama sekali tidak terperandjat. Serangan itu dengan mudahnja dapat dihindarinja, bahkan kini dengan sungguh" ia telah menjerang Mahisa Agni jang masih belum berdjedjak kuat2 diatas tanah.
"Hem - Mahisa Agni berdesi2 didalam hatinja - agaknja Kuda Sempana tidak dapat berbuat lain.
Tetapi Mahisa Agni masih ingin berbuat sesuatu. Karena itu maka iapun masih djuga melajani serangan Kuda-Sempana itu. Ia masih sadja melakukan permainannja. Ketika menghindari serangan Kuda-Sempana itu, agaknja dilakukannja dengan sangat tergesa-gesa sehingga tubuhnja kurang mendapat keseirnbangan. Karena itu, maka tubuh itupun kemudian berguling diatas tanah untuk kemudian dengan tergesa-gesa melontjat bangkit. Namun Kuda-Sempana jang benar-benar telah berkelahi ber-sungguh2, tidak memberinja kesempatan. Sebelum Mahisa Agni siap untuk menerima serangannja, Kuda-Sempana telah menerdjangnja dengan kekuatan jang penuh
" Lintjah djuga anak ini - berkata Mahisa Agni didalam hatinja. Ia memang melihat kemadjuan pada Kuda-Sempana. Geraknja bertambah tjepat, tetapi djuga bertambah kasar.
Sekali lagi Mahisa Agni tidak sempat menghindar dengan sempurna. Dan sekali lagi ia terdorong beberapa langkah dan djatuh berguling diatas tanah. Namun agaknja ia tidak mau mendapat serangan terus-menerus. Setelah berguling beberapa kali, maka ia mclontarkan diri agak djauh dari lawannja. untuk mendapat kesempatan mempersiapkan diri.
Ketika kemudian Kuda-Sempana menjerangnja lagi, maka Mahisa Agni itu sudah berhasil memperbaiki kedudukannja. Kini dapat menghindar dan bahkan iapun menjerangnja pula dengan kakinja Serangan Mahisa Agni jang mendatar itu mengedjutkan Kuda-Sempana, sehingga ia tidak sempat untuk menghindarinja. Jang dapat dilakukannja adalah membentur serangan itu. Karena itu maka dikerahkannja segenap kekuatannja untuk melawan serangan Mahisa Agni. Tetapi tanpa dimengertinja sendiri, maka ia terdorong beberapa langkah madju. Hampir2 ia djatuh terdjerembab. Ternjata dengan tiba-tiba dan tanpa diketahuinja, Mahisa Agni telah menarik serangannja, pada saat ia membentnrkan kekuatannja untuk melawan serangan itu. Pada saat jang demikian itulah maka serangan Mahisa Agni datang pula menjambarnja. Ia melihat Mahisa Agni itu menjeringai dengan wadjah jang tegang
Tak ada kesempatan bagi Kuda-Sernpana. Tetapi ia tidak membiarkan tengkuknja dihantam oleh sisi telapak tangan
Mahisa Agni, sehingga tengkuknja itu mungkin akan patah. Karena itu, maka Kuda-Sempana djustru mendjatuhkan dirinja, berguling sekali untuk menterlentengkan diri. Pada saat itu ia melihat tubuh Mahisa Agni berada diatasnja hampir menimpanja, Dengan sekuat tenaganja, maka diajunkannja kakinja menghatam dada Mahisa Agni.
Kuda-Sempana sempat melihat Mahisa Agni itu terlempar. Ia melihat anak muda itu sekali berputar diudara. Sekedjap kemudian ia mendengar tubuh itu terbanting djatuh.
Ketika Kuda-Sempana melontjat berdiri ia mendengar suara Kebo Sindet hampir berteriak - Bagus Kuda-Sempana,
Kuda-Sempana kemudian melihat Mahisa Agni melontjat pula bangkit la melihat Mahisa Agni mendjadi semakin tegang Sekali dilihatnja anak muda itu mengusap dadanja. Tetapi Kuda-Sempana bahkan Kebo Sindet sama sekali tidak mengetahuinja, bahwa Mahisa Agni tersenjum didalam hati " Hebat djuga Kuda-Sempana itu.
Sementara itu Kuda-Sempana telah melontjat menjerangnja pula. Tata geraknja mendjadi semakin ijepat dan kaiur. Unsur2 gerak jang pernah dipeladjarinja dari Kebo Sindet dan Wong Sarimpat agaknja berpengatuh pula kepadanja, Namun dasar2 ilmu jang diterimanja dari mPu Sadalah jang nampak lebih djelas didalam setiap geraknja.
Tiba-tiba timbullah keinginan Mahisa Agni untuk ber-main2 lebih baik lagi dengan Kuda Sempana. Iapun pernah menerima ilmu dan pengetahuan dari mPu Sada. Ia mengenal unsur2 gerak pokok dan bahkan seluruh ilmu jang ada pada mPu Sada se-akan2 telah dikuasainja. Karena itu, maka meskipun tidak sebaik mPu Sada, namun Mahisa Agni segera dapat mengenal dan memperhitungkan tata gerak Kuda-Sempana.
Maka ketika Kuda-Sempana menjerangnja, segera Mahisa Agni menghindar dengan lintjahnja, Kini ia sepenuhnja rnempergunakan unsur gerak chusus jang diterima dari mPu Sada, sehingga se-akan2 keduanja jang sedang bertempur itu adalah dua orang saudara seperguruan
Beberapa saat Kuda-Sempana sama sekali tidak memperhatikan bagaimana tjara Mahisa Agni rrprpghindar dan menjerangnja. Hanja beberapa kali ia dikedjutkan oleh tata gerak lawannja, jang se-aka2 mampu memotong serangannja sebelum ia melepaskanrja. Bahkan dalarn beberapa hal, serangan2nja selalu didahului sadja oleh Mahisa Agni dalam kemungkinan jang diperhitungkannja.
Namun larnbat laun, perasaannja tergerak djuga untuk lebih memperhatikan, bagaimana tjara lawannja itu menahan dan menghindar! serangannja, bahkan bagaimanakah tjara Mahisa Agni menjerang.
Ketika perkelahian itu semakin Sama mendjadi semakin seru, maka dada Kuda-Sempanapun mendjadi semakin berdebar2. Meskipun larnbat, namun ia mendjadi semakin djelas ilmu apakah jang dipergunakan oleh Mahisa Agni itu.
Semula ia tnenjangka, bahwa hanja kebetulan sadja Mahisa Agni mengenal unsur2 gerak jang chusus dimiliki oleh perguruannja. Mungkin Mahisa Agni pernah melihat ia mempergunakan, kemudian di waktu2 terluangnja disarang bantu ini, ia mentjoba mempeladjsrinja bersama ilmunja sendiri. Di-hubung2kamija dan diolahnja menurut kemampuarnja. Tetapi lambat laun, dugaan itupun rneragukannja. Ternyata Mahisa Agni dapat rnempergunakan ilmu seperti ilmunja, tidak hanja sekedar kebetulan. Hampir semua unsur gerak jang dimengertinja sudah dikuasai pula oleh Mahisa Agni. Bahkan unsur2 jang belum dipahaminja benar-benar, telah dapat dimiliki pula oleh Mahisa Agni.
"Apakah aku sudah mendjadi gila, sehingga aku tidak dapat melihat perbedaan antara unsur2 gerak jang chusus dari perguruanku dan tata gerak Mahisa Agni" - pertanjaan itu telah membelit hatinja. Namun ia rnasih sadja menjaksikan keanehan jang tidak segera dapat dimengertinja.
"Apakah didalam neraka ini ada hantu jang mengadjarinja untuk menirukan tata gerak dari petguruan mPu Sada"
Bagaimanapun djuga namun pertanjaan itu selalu membelit hatinja disetiap saat. Semakin lama rnereka bertempur, maka penglihatannja mendjadi semakin djelas, bahwa Mahisa
Agni telah mempergunakan didalam tata geraknja, unsur2 gerak jang chusus dari perguruannja.
Bahkan beberapa kali ia mentjoba mempergunakan ilmu jang paling tinggi jang dimilikinja, dan unsur gerak jang paling sulit. Tetapi ternjata Mahisa Agni mampu menanggapinja, bahkan membalas menjerangnja dengan unsur2 jang serupa.
" Agaknja aku telah benar-benar mendjadi gila. " berkata Kuda-Sempana didalam hatinja.
Meskiptin dcmikian, Kuda-Sempana tidak ingin bertanja sesuatu kepada Mahisa Agni Achirnja ia terlempar kembali kedalam keadaannja. Atjuh tidak atjuh. Bahkan ia berkata didalam hatinja. " Aku tidak peduli. ilmu apa sadja jang akan dipakai oleh Mahisa Agni. Tugasku saat ini hanja berkelahi sungguh2. Kalau aku sudah berkelahi dengan sungguh2 maka aku sudah memenuhi tugasku.
Tanpa memperhatikan apapun lagi Kuda-Sempana kemudian berkelahi semakin ber-sungguha. Keringatnja mengalir seperti diperas dari dalam tubuhnja. Sekali-sekali ia berhasil melemparkan Mahisa Agni, dan disaat lain ialah jang terlempar djatuh ber-guling2.
Kebo Sindet menjaksikan perkelahian itu dengan sepenuh hati. Semula ia tertarik kepada kesungguhan kedua anak2 muda jang didjadikannja ajam aduan itu. Keduanja tampaknja telah bertempur ber-sungguh22. Apalagi setelah punggung mereka basah karena keringat dan kemudian mendjadi kotor oleh tanah liat jang ke-merah2an. Tandang mereka mendjadi semakin garang.
Namun lambat laun, Keho Sindet jang memiliki pengalaman dan pengetahuan ilmu tata berkelahi jang tjukup masak itu melihat kedjanggalan didalam perkelahian itu. Ia melihat sesuatu jang tidak wadjar telah terdjadi.
Seperti Kuda-Sempana, iapun semula tidak memperhatikan unsur2 gerak jang mereka pakai didalam perkelahian itu, Namun kemudian tampaklah, meskipun perkelahian itu mendjadi semakin tjepat dan sengit, tetapi perkelahian itu se
olah3 telah dipersiapkan dan diatur lebih dahulu. Seolah-olah telah ditentukan pada saat tertentu siapakah jang harus me njerang, dan siapakah jang menghindar. Dan di-saat2 jang Iain terdjadi benturan2 jang tidak berbahaja, disusul dengan gerakan2 jang lebih ijondong pada pameran ketjepatan ber gerak dari pada sebuah perkelahian.
"Aneh " berkata Kebo Sindet didalam hatinja.
Tetapi mata hantu jang tadjam itu segeia melilat, be berapa persamaan dari tata gerak ieduacja. Ketika ia mem perhatikan lebih saksama lagi, maka terdengar ia nitngumpat " Setan iblis. Permainan ini ber,ar2 gila.
Namun demikian, Kebo Sindet itu telah ditjei gkam oleh keheranan jang luar biasa. Seperti Kuda-Sempana ia ber tanja didalam hati - Dari man a setan ketjil ini srmpat mempeladjari ilmu ml2u Sada "
Hampir tanpa berkedip Kebo Sindet itu menjaksikan bagaimana Mahisa Agni melajani Kuda-Sempana dengan ilmu jang serupa Meskipun tsmpak 2 bahwa pada keduanja mendapat pengaruh jang berbeda, namun pada dasarnja, di an tar" keduanja hampir tidak terdapat perbedaan2.
Semakin lama maka Kebo Sindet itu mendjadi semakin tertarik pada keanehan itu. Bahkan semakin lama ia men djadi semakin heran. Dengan demikian ia mendjadi semakin tadjam rnernperhatikan setiap gerak dari kedua anak2 muda itu,
"Tidak mungkin kalau Kuda-Sempana memberi ke sempatan kepada Mahisa Agni selama ini untuk mempcrbati kan ilmunja. " katanja didalam hati " dan Mahisa Agni pun tidak akan sempat berbuat demikian. Ia tidak akan dapat, meskipun hanja sekedar mengintip, pada saat"- Kuda-Sempana melatih diri. Sedang kesempatan melatih dirinja sendiri itupun hampir tidak pernab dilakukan oleh Kuda-Sempana.
Namun lambat laun Kebo Sindet jang memiliki penga matan jang tadjam itu melihat, bahwa Mahisa Agni tidak hanja sekedar dapat rnempergunakan ilmu jang serupa dengan Kuda-Sempana dan dapat mengimbauginja pula, tetapi Kebo Sindet melihat bahwa Mahisa Agni dapat melakukan lebih dari pada itu. Larnbat laun Kebo Sindet melihat, bahwa ter njata Mahisa Agni memiliki beberapa kelebihan dari la wan nja. Tetapi djarak antara keduanja tidak segera dapat dike tahuinja.
Sernentara itu perkelahian antara Kuda-Sempana dan Mahisa Agni mendjadi semakin lama semakin seru. Kuda-Sempana achirnja mengerahkan segenap kemampuan jang ada padanja untuk mentjoba rnengalahkan Mahisa Agni. Ia mengharap bahwa dengan demikian, ia tidak akan men dapat perlakuan jang kasar dari Kebo Sindet Bukankah dengan de nikian, ia boleh untuk seterusnja tidak perlu be kerdja terlampau keras, sedang Mahisa Agni masih harm selalu berusaba meningkatkan diiinja agar kemampuan mereka berimbang " Kuda-Sempana sama sekali tidak ber pikir lagi tentang hal2 jang lain. Ia tidak peduli apapun jang nanti akan diperbuat oleh Kebo Sindet. Tetapi ia ingin dalam waktu jang dekat, ia mendapat kesempatan untuk tidak berbuat apa2. Itu sadja. Tidak lebih dari pada itu.
Tetapi Kuda-Sempana mendjadi ber-debar2 ketika ia melihat Kebo Sindet melangkah men iekati arena perkelahian itu. Ditan2annja masih d gcnggamnja ikat pinggang kulitnja. Sekali" diJihatuja Kuda-Sempana dan sekali-sekali Mabisa Agni,
" Aku sudah berkelahi ber-sungguh2 " pikir Kuda-Sempana Namun pikiran itu telah membuatnja ber-tanja2 pula " Kcnapa selama ini oerkelahian itu seolah-olah tidak menggetarkan dadanja" Meskipun perkelahian itu terasa bersungguh2". tetapi se-akan2 tubuh2 mereka hampir tidak pernah tersentuh oleh serangan2 lawan. Masing2 selalu, sadja dapat roenghindari setiap serangan betapapun tjepat dan garangnja.
" Kami telah dapat mengerti apa jang akan dilakukan oleh masing2 pihak " berkata Kuda-Sempana didalam hati nja. Namun kemudian ia mengumpat " Tetapi Kero Sindet pasti menjangka kami tidak ber-sungguh2.
" Kebo Sindet kini telah berdiri semakin dekat. Ia mem perhatikan tata gerak keduanja dengaa lebih saksama Jagi, Setiap lontjatan. setiap pukulan dan setiap langkah mereka menghindari serangan lawan.
Mahisa Agnipun kemudian mendjadi ber-debar2 pula. Ia menjadari bahwa Kebo Sindet kini melihat ketidak wadjaran didalam perkelahian itu. Meskipun Mahisa Agni masih tetap melakukan permainannja, namun ia harus mempersiapkan dirinja lebih baik lagi. Sebab setiap saat lawannja dapat berganti. Dan bahkan mungkin ia harus melawan keduanja bersamasama.
"Ah tidak. Kebo Sindet pasti akan tersinggung karena nja. - katanja didalam hati. Namun ia tidak mengurangi ke waspadaannja terhalap iblis dari Kemundungan itu,
Sebenarnjalah bahwa Kebo Sindet semakin lama sema kin melihat kelebihan Mahisa Agni,, betapapun anak muda itu ingin menjembunjikan. Mungkin Kuda-Sempana sendiri jang baru ditjengkam oleh ketegangan tidak segera dapat melihat kelebihan Mahisa Agni jang semakin lama mendjadi semakin njata bagi Kebo Sindet.
"Aneh sekali - berkata Kebo Sindet didalam hatinja - ternjata Mahisa Agni telah mendapat kemadjuan jang ba ik selama ia berada ditempat ini. Mungkin karena aku ku rang memperhatikannja sehingga ia mampu membuat ilmu nja semakin raasak dan mapan. Tetapi jang tidak dapat aku mengerti, bagaimana ia dapat memiliki unsur2 gerak jang chusus dari perguruan Kuda-Sempana.
Tetapi Kebo Sindet masih belum berbuat seduatu. Ia masih ingin mejakickan dirinja, apakah jang dilihat itu me mang benar-benar demikian. Apakah memang Mahisa Agni bukan sadja setjara kebetulan berbuat seperti itu.
"Ia memang banjak mempunjai kesempatan - berkat2 Kebo Sindet pula didalam hatinja - selama ia berada ditem pat ini seorang diri, ia dapat berlatih terus menerus.
Tiba-tiba dada Kebo Sindet itu mendjadi ber-debar2. Ia mempunjai penggraita jang tadjam atas persoalan jang dihadapinja. Dan tiba" hatinja berkata - Aku agaknja selama ini telah dikelabui oleh sikap Mahisa Agni. Aku menganggapnja semakin lama ia mendjadi semakin djinak. He, apakah tidak demikian jang sebenarnja"
Achirnja Kebo Sindet jakin, bahwa memang telah ter djadi sesuatu diluar kehendaknja, bahkan diluar dugaannja. Menurut pengamatannja Mahisa Agni jang sedang berkelahi itu sama sekali bukanlah Mahisa Agni dalam keadaannja se hari2. Jang selalu menundukkan kepal nja dengan wadjah jang tjemas dan gelisah. Bukan Mahisa Agni jang ketakutan dan gemetar apabila ia membentaknja.
" Setan " Kebo Sindet itu mengumpat " apakah maksudnja anak itu berani menundjukkan kelebihannja kepa daku " Apakah ia m asa bahwa dengan demikian akan meng untungkannja " Apakah hanja karena terdorong oleh perkelahian itu sehingga ia sudah tidak dapat menjembunjikan diri lagi " Tetapi bagaimanapun djuga keadaan itu harus dihentikan, sebelum aku terlambat.
Jilid 37 KEBO SINDET itu menggeram didalam hatinja. Ia menjesal bahwa Mahisa Agni kurang mendapat pengawasannja. Ia terlalu berbangga dan menganggap bahwa ia sudah dapat mematahkan kebesaran hati Mahisa Agni. Kebo Sindet selama ini melihat Mahisa Agni tidak lebih dari seekor tikus tjlurut jang tidak berarti sama sekali.
Tetapi ternjata apa jang dilihatnja itu telah mengedjutkannja. Seperti orang jang bermimpi, kini ia terbangun. Dihadapinja sebuah kenjataan jang tidak di-sangka2nja. Mahisa Agni selama ini ternjata sempat melatih dirinja dan membuatnja mendjadi semakin targguh dan tangkas. Jang lebih menggontjangkan hatinja adalah pengenalan Mahisa Agni atas ilmu mPu Sada.
Sementara itu Mahisa - Agni masih sadja berkelahi. Ia masih berusaha untuk membuat keseimbangan diantara mereka, Namun setiap kali Kebo Sindet jang memiliki pengalaman dan pengetahuan djauh lebih tinggi dari Kuda-Sempana, segera dapat mengenal, bahwa Mahisa Agni tidak berkelahi dengan sewadjarnja.
Sesaat terbersit suatu pikiran jang mendebarkan djantungnja. mPu Sada pasti belum mati.
"Apakah setan itu berhasil masuk kedalam daerah ini tanpa setahuku dan berusaha membalas dendam lewat anak jang bernama Mahisa Agni ini "
Djantung Kebo Sindet mendjadi semakin berdebaran. Dugaan itu semakin lama mendjadi semakin kuat
"Tetapi tidak seorangpun dapat memasuki daerah ini tanpa aku sendiri " ia mentjoba untuk menenangkan hatinja, tetapi hatinja berkata pula " Apakah mungkin ia selalu mengintip aku apabila aku lewat daerah rawa2 ini dan kemudia.. mentjari djedjakku untuk mentjoba menjeberang "
Kebo Sindet jang berwadjah beku itu tiba-tiba menggelengkan kepalanja " Mustahil. Tikus tua itu pasti akan mendja di santapan buaja2 kerdil itu atau ular air hidjau jang sangat berbisa. Ia tidak banjak mengenal tabiat rawa2 jang ganas ini. Atau mungkin ia sudah terbenam didalam lumpur.
Namun bagaimanapun djuga, tata gerak Mahisa Agni jang sengadja ditundjukkannja kepada Kuda-Sempana dan Kebo Sindet itu telah mendebarkan dadanja.
"Aku harus segera mendapat kedjelasan - Kebo Sindet itu bergumam didalam hatinja. " Segera.
Kebo Sindet melangkah semakin dekat lagi. Wadjahnja jang beku itu tiba-tiba menegang.
Mahisa Agni jang melihat Kebo Sindet berdiri hanja beberapa langkah dari arena dengan wadjah jang tegang, segera merasa, bahwa saatnja segera akan datang. Ia harus segera mempersiapkan dirinja tidak sekedar ber-main2 dengan Kuda-Sempana. Tidak sekedar ber-pura2 terlempar surut dan ber-pura2 terbanting diatas tanah. Ia harus benar-benar menghapi Kebo Sindet dengan seluruh ilmu jang dimilikinja. Mungkin ia akan benar-benar terlempar beberapa langkah dan benar-benar terbanting diatas tanah dengan kemungkinan2 lain jang dapat mendjadi lebih parah.
Karena itu, maka perhatian Mahisa Agni kemudian sebagian terbesar ditundjukannja kepada Kebo Sindet, Meskipun ia masih tetap berkelahi melawan Kuda-Sempana, namun kewaspadaannja terhadap Kebo Sindet ternjata tjukup
tinggi. Mahisa Agni memperhitungkan, bahwa Kebo Sindet dapat berbuat apa sadja jang tidak di-duga2nja sebelumnja. Orang sematjam Kebo Sindet sama sekali tidak memperhati kan lagi tata kesopanan dalam berbagai matjam hal. Djuga 2 dalam perkelahian sematjam itu. Ia menganggap tjara apa pun dapat dipergunakan dan dibenarkan untuk mentjapai tudjuannja.
Dengan demikian maka Mahisa Agni selalu berusaha untuk tidak berada dalam keadaan jang berbabaja baginja apa bila setiap saat Kebo Sindet berbuat sesuatu. Kini Mahisa Agni telah jakin, bahwa Kebo Sindet telah dapat mengenal ilmunja dan menganggap bahwa ilmu itu berbabaja bagi dirinja.
Kebo Sindet jang berdiri hanja beberapa langkah dari arena itupun mendjadi semakin tegang, seperti djuga Kuda-Sempana mendjadi semakin ber-debars. Semakin lama ia tidak semakin menguasai lawannja, tetapi ternjata lawannja mendjadi semakin lintjah dan tangguh. Bahkan Kuda-Sempana kadahg2 mendjadi bingung dart tidak tahu apa jang harus dilakukan. Meskipun dem kian, serangan2 Mahisa Agni tarmpaknja selalu tidak berbahaja baginja.
Mahisa Agni masih sadja berusaha untuk melajani Kuda-Sempana. Setiap kali ia bergeser mendjauhi Kebo Sindet. Dan setiap kali pula Kebo Sindet jang memegang ikat pinggang kulit itu selalu berkisar mendekatinja.
" Ikat pinggang itu berbahaja - desis Mahisa Agni didalam hatinja - Kemarin Kebo Sindet meletjutku dengan ikat pinggang itu, tetapi hanja dengan sebagian ketjil sadja dari tenaganja. Tetapi sekarang pasti akan lain. Mungkin sekaligus ia ingin mematahkan tulang belakangku dengan pinggang itu. .
Namun dalam pada itu, karena perhatiannja sebagian besar tertudju kepada Kebo Sindet, permainan dalam perkelahiannja melawan Kuda-Sempana mendjadi kurang baik. Kadang-kadang ia berbuat sesuatu jang sangat membingungkan lawannja. Bahkan kadang-kadang Kuda-Sempana hanja berdiri sadja keheranan melihat serangan Mahisa Agni jang sama sekali tidak di-sangka2nja Tetapi ternjata ketika serangan jang tak terelakkan itu menjentuh tubuhnja, maka ia lama sekali tidak mengalami tjidera apapun. Bahkan se-akan2 Mahisa Agni sama sekali sudah kehabisan tenaga untuk dapat menjakitinja.
Hal2 jang serupa itulah jang kemudian membuat kemarahan Kebo Sindet semakin membakar djantungnja. Sedang kan Kuda-Sempana sendiri tidak tahu bagaimana ia harus menanggapinja. Ia berkelahi sadja dengan ber-sungguh2. Itu sudah dilakukannja.
Tetapi Kuda-Sempana itu terkedjut ketika ia mendengar Kebo Sindet berteriak njaring - Tjukup. Tjukup Mahisa Agni. Permainanmu memang baik sekali. Kau tidak dapat dikalahkan oleh Kuda-Sempana. Apalagi seorang Kuda-Sempana, lima Kuda-Sempanapun tidak akan dapat mengalahkan kau.
Dengan serta merta maka perkelahian antara Kuda-Sempana dan Mahisa Agni itupun terhenti. Kuda-Sempana melontjat beberapa langkah surut. Wadjahnja memantjarkan beribu matjam pertanjaan jang meng-guntjang2 hati. " Apakah maksud Kebo Sindet sebenarnja " Apakah aku dianggapnja kurang ber-sungguh2 atau dianggapnja aku sudah tidak berguna lagi sehingga lima Kuda-Sempana tidak akan dapat mengalahkan Mahisa Agni"
Dalam kegelisahan itu Kuda-Sempana memandangi wadjah Mahisa Agni jang menegang. Dilihatnja anak muda itu berdiri kaku ditempatnja.
Tetapi dalam pada itu dada Mahisa Agnipun mendjadi ber-debar2 pula. Didalam hatinja ia berkata " Agaknja kini telah sampai saatnja aku berbuat sesuatu.
Mahisa Agni itu megerutkan keningnja ketika ia melihat Kebo Sindet melangkah madju sambil berkata - Kau benar-benar dahsjat Agni. Kau adalah orang jang paling litjik diseluruh dunia. Djauh lebih litjik dari Djadjar gemuk jang aku panggang didalam api dirumahnja sendiri.
Dada Mahisa Agni berdesir. Ia tidak tahu, siapakah jang dimaksud dengan Djadjar jang gemuk Tetapi bahwa orang itu telah dipanggang didalam api dirumahnja sendiri. benar-benar telah membuatnja semakin ber-debar2.
" Kau mungkin belum pernah mendengar apa jang telah terdjadi itu " berkata Keto Sindet - tetapi baiklah, aku akan mengatakannja Djadjar itu telah mentjoba berbohong kepadaku. Ketika ia menjanggupkan diri mentjari tebusan untuk membebaskanmu dari Ken Dedes, ia telah berusaha membunuhku dengan lima belas kawan2-nja atau takkan lebih. Tetapi achir dari pada hidupnja adalah mati ditelan api. Menjenangkan sekali. Aku ikat ia pada tiang rumahnja jang terbakar pe-lahan-lahan. " Dan tiba-tiba sadja Kebo Sindet jang wadjahnja selama ini membeku seperti wadjah majat itu terangkat pe-lahan-lahan. Kemudian meledaklah suara tertawa jang mengerikan. Suara tertawa jang belum pernah didengarnja. Bergetar mrngumandang diseluruh daerah hutan ber-rawa2 ini. Seolah-olah suara tertawa itu telah mengguntjangkan ranting2 pepohonan dan menggugurkan dedaunan. Burung2 berterbangan mendjauh, dan wadjah air jang buram disekitar neraka itupun seolah-olah telah bergolak.
" Bukan main " desis Mahisa Agni didalam hatinja. Ia seolah-olah mendengar suara hantu jang paling gila dari liang kuburnja. Tetapi kemudian berubah mendjadi seribu guruh jang meledak ber-sama-sama dilangit jang mendung. " Setan ini benar-benar mentakdjubkan.
Suara tertawa Kebo Sindet itupun semakin lama mendjadi semakin mereda. Pe-lahan-lahan suara itu hilang se-akan2 menjusup kedalam tanah jang lembab, mengendap untuk setiap saat mengguntjangkan daerah itu kembali.
Ketika suara tertawa itu mereda. maka terdengar Kebo Sindet itu berkata dengan suaranja jang parau " Mahisa Agni. Aku ingin melihat apa jang terdjadi itu terulang disini Meskipun aku tidak akan membakar sebuah rumah, tetapi rerumputan dan dedaunan jang kering akan tjukup panas untuk mematangkan dagingmu.
Mahisa Agni masih berdiri ditempatnja. Ia kini telah jakin, bahwa saat2 jang ditunggunja telah tiba.
"Sajang Agni, bahwa nasibmu memang terlampau djelek. Sebenarnja aku memang sudah tidak memerlukan kau lagi. Aku memang ingin membunuhmu dan membuang majatmu kedalam rawa2. Buaja2 kerdil itu akan sangat berterima kasih kepadaku. Tetapi kemudian timbullah belas kasianku. Kau masih tetap aku hidupi. Kau dan Kuda-Sempana akan dapat mendjadi hiburan jang baik didalam duniaku jang sepi ini. Tetapi kau sudah membuat kesalahan. Tjaramu berkelahi melawan Kuda-Sempana telah menumbuhkan keinginanku untuk membunuhmu. Bahkan aku ingin berbuat sesuatu jang paling menjenangkan bagiku dengan achir hidupmu itu.
Dada Mahisa Agni mandjadi semakin ber-debar2. Tetapi sesuatu jang menjentuh dadanja adalah pengakuan Kebo Sindet, bahwa dunianja terlampau sepi. Kesepian itulah agaknja jang telah mendorongnja mendjadi semakin teasesat.
"Bersiaplah Mahisa Agni" Apakah kau ingin melawan" Mahisa Agni masih berdiam diri.
"Kau mengetjewakan aku. Kau tidak berscdia menemani aku dengan tjara jang telah aku pilih. Bahkan aku mentjoba menjombongkan dirimu, membuat Kuda-Sempana bingung karena unsur2 gerak jang serupa. He, darimana kau peladjari ilmu jang mirip dengan ilmu Kuda-Sempana itu." Apakah kau sendiri jang mentjiptakannja "
Mahisa Agni tidak mendjawab.
"Apakah ada setan belang jang datang dan mengadjarimu he"
Tidak terdengar djawaban.
"Baiklah, ternjata kau telah memaksa aku untuk berbuat sesuatu. Kau tidak sekedar menemani aku dalam duniaku jang sepi ini dengan permainan2 jang mengasjikkan bersama Kuda Sempana. Tetapi ternjata aku sendiri harus ikut ber-main2. " Kebo Sindet itu berhenti sebentar, lalu " Ajo, apakah kau akan melawan atau menjerah sadja supaja aku menaruh sedikit belas kasihan pada saat2 terachirmu" Tetapi apabila kau memang terlampau sombong, dan merasa
bahwa ilmumu itu mampu mengimbangi ilmu Kebo Sindet, marilah, kita lihat, apakah jang akan terdjadi atasmu.
Mahisa Agni sama sekali tidak mendjawab.
" Apakah kau sudah mendjadi bisu he" - Kebo Sindet itu kemuJian berpaling kearah Kuda-Sempana - Kuda-Sempana, kau akan kehilangan kawan. Tetapi djangan takut. Ternjata pikiran untuk membuat permainan adu orang itu sangat menarik. Tetapi kali ini aku terpaksa melenjapkan kawan bermainmu. Namun aku akan segera mentjarikan gantinja.
Djantung Mahisa Agni mendjadi semakin ber-debar2. Semakin lama Kebo Sindet pasti akan mendjadi semakin buas. Dalam dunianja jang asing, ia kehilangan segala matjam bentuk, sifat dan watak kemanusiaannja. Sifat2 jang aneh dan tidak wadjar akan menguasainja, sehingga dengan demikian ia akan mendjadi semakin berbahaja. Kesenangannja menimbun harta benda tanpa mengetahui penggunaannja, kesenangannja pada perbuatan jang keras dan kedjam dan hal2 jang serupa, mendjadikannja benar-benar iblis jang berbabaja.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun segera membulatkan tekadnja untuk memulai dengan perdjuangannja melepaskan diri dari bajangan iblis Kemundungan itu dan sekaligus melenjapkannja. Bukan sekedar melenjatkan Kebo Sindet karena dendam jang membara didalam dadanja, namun jang terpenting baginja, lenjapnja Kebo Sindet akan mengurangi kekisruhan jang terdjadi ditanah Tumapel.
Dengan demikian maka debar didada Mahisa Agni semakin lama mendjadi semakin reda. Sedjenak kemudian ia sudah menemukan ketenangannja kembali. Meskipun demikian, maka serasa tanah tempatnja berpidjak mendjadi terlampau panas. Pantjaran mata Kebo Sindet masih djuga mempengaruhinja. Mata jang menjala didalam lingkungan wadjah jang sebeku majat.
Karena Mahisa Agni masih tetap ber d am diri, terdengar Kebo Sindet berkata pula " He Mahisa Agni. Katakan pilihanmu. Apakah kau akan menjerah atau melawan.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. I a tidak akan dapat terus-menerus berdiam diri. Ia harus mendjawab. Karena itu maka terdengar suaranja dalam " Aku sudah siap Kebo Sindet. Selama ini aku menunggu bahwa saat serupa ini akan datang.
Wadjah jang beku itu kini mendjadi semakin tegang. Namun sedjenak kemudian kembali meledak suara tertawanja jang mengerikan itu. Suara itu berkumandang diseluruh hutan, menghalau binatang2 jang sedang asjik makan dedaunan. Harimau2 jang sedang tidur njenjak, serentak terbangun dan mengaum ber-sahut2an. Burung22 berterbangan menghindari getaran udara jang se-akan2 menghimpit dada.
Mahisa Agnipun merasakan, betapa dahsjat lontaran suara tertawa itu. Bukan sadja pengaruh kedahsjatan tenaga jang telah menggetarkan hutan dan rawa2 itu, tetapi djuga pengaruh perbawanja jang besar telah menggetarkan hati Mahisa Agni.
"Aku harus menjadari keadaan " berkata Mahisa Agni didalam hatinja " aku tidak boleh terpengaruh oleh perasaanku. Aku bukan budak dan bukan reh-rehan Kebo Sindet. Aku berada dalam tataran jang sama. Karena itu maka aku pun harus dapat berbuat serupa itu pula.
Tetapi Mahisa Agni tidak ingin memamerkan kemampuannja melontarkan tenaganja lewat getaran2 suara. Suara apapun. Mungkin suara tertawa, suara teriakan atau bentakan2 jang keras dan menggontjangkan dada.
Ketika suara itu mereda, maka Mahisa Agni sempat memandangi Kuda-Sempana. Wadjah jang mendjadi putjat pasi. Tubuhnja gemetar seperti kedinginan. Lututnja beradu dan giginja mendjadi gemeretak tan pa disadarinja sendiri.
"Alangkah dahsjat pengaruh suara tertawa itu " berkata Mahisa Agni pula didalam hatinja. Namun ia tidak sempat ber-angan2 lagi ketika ia mendengar Kebo Sindet itu berkata " Apakah kau masih dapat menjombongkan dirimu dihadapanku Agni " Kasian, nasibmu memang terlampau djelek. Kau akan mati dalam keadaan jang paling menjenangkan buatku.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Ditatapnja sadja wadjah Kebo Sindet dengan tadjamnja.
Karena Mahisa Agni tidak segera mendjawab, maka Kebo Sindet itu berkata pula " Ada dua kemungkinan jang paling menarik. Memanggang kau hidup2 diatas api sampai dagingmu matang, atau mengikat kau dengan seutas lambang dan menggantungkannja diatas rawa2 itu, sementara kulitmu harus dilukai supaja menitikkan darah Maka pasti akan terdjadi peristiwa jang paling menarik jang pernah aku lihat selama aku tinggal didaerah rawa2 ini. Dibawah tempat kau bergantung, akan penuh dengan segala matjam binatang air jang buat itu. Tetapi jang paling menarik, bagaimana, buaja2 kerdil me-londjak2 menggapai tubuhmu jang ter-katung2 diatasnja. Sampai pada suatu saat. salah seekor dari padanja akan berhasil merobek tubuhmu dan menjeretmu kedasar rawa2 jang keruh itu.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri, Tetapi terasa djuga hatinja bergetar mendengar antjaman itu. Seandainja ja, seandainja hal itu terdjadi, maka apakah jang akan di perbuatnja " Ber-teriak2 memaki atau menangis me-lolong2 minta belas kasian, atau diam sambil mengatupkan mulut rapat2 dan menggeretakkan gigi menahan sakit dan ngeri"
" Orang ini benar-benar buas " gumam Mahisa Agni didalam hatinja. Namun dengan demikian maka hasratnja. untuk melenjapkan Kebo Sindet itu mendjadi semakin besar pula.
" Sekarang bersiaplah. Apakah kau benar-benar menguasai ilmu mPu Sada seperti orangnja sendiri " He, apakah kau djuga memiliki tongkat pandjang seperti milik mPu Sada dan sendjata sematjam jang disebut rangkapannja "
Mahisa Agni tetap membisu.
"Setan ketjil. " Kebo Sindet hampir berteriak " bersiaplah. Sudah sampai saatnja kau mati dalam keadaan jang paling menjedihkan.
Mahisa Agni sama sekali tidak mengutjapkan kata2. Tetapi kini ia berkisar selangkah mempersiapkan dirinja.
Dilihatnja Kebo Sindet telah beriiap pula menghadapi setiap kemungkinan.
Mahisa Agni achirnja mendjadi muak mendengar suara Kebo Sindet itu, sehingga tanpa sesadarnja ia mendjawab " Berbuatlah menurut kehendakmu. Akupun akan berbuat sesuai dengan kehendakku sendiri.
" O kau benar-benar telah mendjadi gila. Mungkin pengalamanmu disini telah benar-benar membuatmu kehilangan keseimbangan. Tetapi meskipun demikian kau harus tahu, bahwa menjerah akan mendjadi djauh lebih baik di.ri pada mentjoba mengadakan perlawanan jang pasti djuga tidak akan berarti apa2 ketjuali menambah kemarahanku sadja.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Dalam saat2 terachir itu ia mentjoba mengingat srgala pesan gurunja. Ia tidak boleh tenggelam dan kehilangan akal menghadapi segala matjam sikap Kebo Sindet. Kekasaran dan kebuasannja harus dihadapinja dengan tenang. Tjaranja memperketjil hati lawan dan melemahkan daja perlawanannja.
Kebo Sindetlah jang kemudian ber-tanja2 didalam hati nja. Ia melihat sikap Mahisa Agni, jang agaknja tjukup jakin akan dirinja. Tenang dan mantap. Wadjah anak muda itu kini sama sekali tidak membajangkan ketakutan dan ketjemasan seperti jang dilihatnja setiap hari. Dengan demikian maka Kebo Sindet kini jakin, bukan Mahisa Agnilah jang mendjadi kehilangan kepribadiannja, tetapi ia sendirilali jang telah terketjoh oleh anak itu.
Terdengar Kebo Sindet menggeram. Katanja berdesis " Kau memang bodoh Agni. Atau kau memang mentjoba membunuh diri " Tetapi tjara membunuh dirj jang kau pilih adalah tjara jang salah.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Kini ia berdiri tegak menghadap kearah Kebo Sindet dengan kaki merenggang. Ia melihat ditangan Kebo Sindet itu tergenggam sehelai ikat pinggang kulit jang tebal. Sebuah sendjata jang tjukup baik bagi lawannja. Sedang dipinggangnja tergantung sebuah golok jang besar.
"Sendjata2 itu harus mendapa2t perhatian " berkata Mahisa Agni didalam hatinja.
Mahisa Agni itu merendah ketika ia melihat Kebo Sindet berdjalan mendekatinja. Tubuhnja kemudian dimiringkannja. Satu kakinja ditariknja setapak kebelakang.
"He, kau sudab siap untuk berkelahi" " berkata Kebo Sindet jang mendjadi semakin dekat - kau memang gila.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi mestinja berdesir ketika ia melihat Kebo Sindet memutar ikat pinggang kulitnja.
"Bagus - berkata iblis dari Kemundungan itu " kita akan segera mulai. Sebutlah nama ibu, bapa dan gurumu. Atau setan, iblis dan tetekan, jang barangkali selama ini telah memberimu ilmu jang adjaib. " Kebo Sindet itu berhenti sebentar, lalu " Tetapi sebelum mati, katakanlah, siapakah jang telah mengadjari kau memahami ilmu mPu Sada"
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi ia sudah siap untuk melontjat menjerang, atau melawan serangan lawannja. Sementara itu ikat pinggang Kebo Sindet masih sadja berputar diatas kepalanja. Semakin lama semakin tjepat, melampaui ketjepatan baling2.
"Kau tidak mau menjebut sebuah nama" Mahisa Agni masih tetap membisu.
"Oh, kau benar-benar anak setan " geram Kebo Sindet. Matanja mendjadi semakin membara diwadjal.nja jang beku. Selangkah ia madju dan kini putaran ikat pinggangnja men djadi tjondong. Mahisa Agni berkisar setapak.
Sekali lagi dadanja berdesir, ketika tiba-tiba sadja ia melihat Kebo Sindet melontjat sambil berteriak njaring. Suaranja bergema diseluruh hutan dan mengguntjangkan pepohonan. Iblis dari Kemundungan itu sudah mulai.
Meskipun Mahisa Agni telah bersiap untuk menghadapi setiap kemungkinan, namun serangan itu hampir2 sadja telah mematahkan tulang lehernja ketika ikat pinggang kulit. itu berdesing beberapa njari sadja dari kepalanja.
"Bukan main - dengan serta merta Mahisa Agni bergumam didalam hatinja. Kini ia benar-benar harus ber-hati2. Ia tidak hanja sekedar ber-main2 dengan Kuda-Sempana. Tetapi ia sedang berkelahi dengan Kebo Sindet. Seorang jang mengerikan, jang memiliki ilmu dan pengalaman terlampau banjak.
Sedjak ilmunja meningkat dalam asuhan gurunja sendiri dan mPu Sada, Mahisa Agni sama sekali belum pernah mempergunakan dalam sebuah perkelahian jang sungguh2, selain latihan2 sadja bersama kedua orang tua itu. Dan kini, jang pertama dihadapinja adalah seorang iblis jang bernama Kebo Sindet. Iblis jang ditakuti oleh hampir setiap orang jang pernah mendengar namanja.
Kebo Sindet jang melihat bahwa Mahisa Agni berhasil menghindari serangannja itu tidak segera menjerangnja pula. Tetapi djustru ia surut selangkah. Terdengar suaranja parau " Kau telah benar-benar membuat aku heran. Ajo, katakan, siapa jang datang ketempat ini dan memberi kau ilmu demit itu"
Mahisa Agni tidak menjahut. Debar dadanja kini telah mereda. Tetapi matanja tidak berkisar dari tangan Kebo Sindet jang menggenggam ikat pinggangnja itu.
"Kau tidak mau menjebutkanP
Mahisa Agni tidak menjebutkan. Tetapi dadanja tergetar karena tiba-tiba ia mendengar suara menggelegar dilangit. Guruh. Sekilas ia menenangadahkan wadjahnja. Dilihatnja awan jang hitam mengalir dengan tjepatnja ke Barat.
"Hem - katanja didalam hati - mendung itu terlampau tebal. Kalau hudjan turun dilereng gunung, maka kali2 akan bandjir. Bagaimana kira2 dengan bendungan Karautan sekarang"
Tiba-tiba sadja keinginannja untuk segera melihat bendungan itu telah melondjak didalam halinja. Sentuhan perasaan itu didadanja telah membuatnja semakin bernafsu untuk segera keluar dari sarang bantu ini. Ia ingin segera melihat bendungan dipadang Karautan dan segera ingin bertemu dengan orang-orang lain. Sekilas terbajang wadjah pamannja, mPu Gandring jang mentjoba melindunginja. Tetapi karena jang dihadapinja waktu itu sepasang iblis dari Kemundungan, maka adalah diluar kemampuannja untuk menjelamatkannja.
" Alangkah senangnja kalau paman mPu Gandring ada disini pula - katanja didalam hati. Ia memang pernah mendengar tjeritera gurunja tentang pamannja jang tidak dapat langsung menemuinja karena permintaan gurunja itu.
Meskipun angan2 Mahisa Agni itu mendjeladjahi masa2 lampaunja dan masa2 jang akan dinadapir ja, tetapi ia sama sekali tidak lengah. Segera ia melihat tangan Kebo Sindet jang memutar ikat pinggangnja itu bergerak. Setjepat itu pula ia melihat Kebo Sindet melontjat menjerangnja pula. Kini serangan iblis itu mendatar rendah mengarah kedada Mahisa Agni.
Dengan sigapnja pula Mahisa Agni mengelakkan dirinja. Selangkah ia melontjat surut. Ia ingin membalas serangan itu dengan serangan pula. Tetapi ternjata gerak Kebo Sindet tjukup tjepat untuk menjusulnja dengan sebuah serangan pula.
Adalah suatu keuntungan bagi Mahisa Agni, bahwa sampai saat itu Kebo Sindet belum mendjadjagi ketinggian Ilmu Mahisa Agni, sehingga Kebo Sindet masih menganggap bahwa Mahisa Agni tidak lebih dari seorang anak muda jang sombong, jang terlalu merasa dirinja tjukup mampu untuk melawannja. Dengan demikian maka Kebo Sindet masih belum sampai pada puntjak ilmunja. Ketjepatan dan kekuatannja masih belum dikerahkannja seluruhnja.
Karena itu, maka sekali lagi Mahisa Agni jang tidak menjangka, bahwa serangan Kebo Sindet akan datang beruntun, jang telah dikedjutkan oleb gerak jang tidak di-duga2 nja, masih sempat mengelakkan dirinja, dengan sebuah lontjatan jang pandjang. Namun dengan demikian ia sadar sepenuhnja, bahwa ia berhadapan dengan Kebo Sindet, Seorang iblis jang memiliki pengalaman jang tjakup banjak dan beraneka-matjam.
Tetapi bahwa sekali lagi Mahisa Agni dapat melepaskan diri dari serangannja, telah benar-benar mengedjutkan Kebo Sindet. Sedjenak ia berdiri sadja dengan sorot mata ber-tanja2. Diawasinja Mahisa Agni jang kini telah berhasil berdiri tegak diatas tanah dengan sepasang kakinja jang kokoh kuat. Matanja kini memantjarkan sinar jang membara, seperti hatinja jang telah membara pula.
"Anak setan - terdengar Kebo Sindet memggeram " dari mana kau memiliki ilmu jang memungkinkan kau lolos dari seranganku "
Mahisa Agni tidak mendjawab.
"Katakan. Katakanlah supaja kesalahanmu berkurang dimataku. Supaja aku dapat membuat parbitungan dengan orang itu, karena ialah sumber dari segala pengchianatanmu ini.
Mulut Mahisa Agni masih terkatub rapat2. Jang terdengar djustru gemeretak giginja beradu.
Baik. Baiklah kalau kau ingin tetap membisu. Kalau aku tjintjang tubuhmu, maka orang itu pasti akan datang djuga.
Wadjah kebo Sindet jang beku itu mendjadi semakin menegang. Matanja mendjadi merah seperti api. Tangannja jang menggenggam ikat pinggang kulit itu mendjadi gemetar.
Selangkah ia madju. Kebuasan jang mengerikan kini membajang semakin njata diwadjahnja.
Ketika guruh meledak dilangit, Kebo Sindet itu melontjat setjepat kilat menjerang Mahisa Agni dengan ajunan ikat pinggangnja. Suara jang berdesing telah meojambar telinga Mahisa Agni. Namun ia masih sempat menghindarkan kepalanja dari sentuhan ikat pinggang kulit itu. Ia kini sadar sepenuhnja, bahwa Kebo Sindet sudah sampai kepuntjak kemarahannja. Ia harus mendjadi semakin ber-hati2. Meskipun gurunja menganggap bahwa ilmunja sudah tjukup baik untuk melawan ilmu Kebo Sindet, namun pengalaman dan kelitjikan akal Kebo Sindet agaknja akan ikut serta menentukan achir dari perkelahian itu.
Karena Mahisa Agni berhasil menghindari serangannja pula, maka Kebo Sindet mendjadi benar-benar terbakar hatinja. Ia semakin mendapat gambaran te.itang kemampuan lawannja jang selama ini dianggapnja sudah lumpuh sama sekali. Ternjata ia masih berhasil menghindari serangannja beberapa kali.
Dengan demikian, maka Kebo Sindet berpendapat, bahwa Mahisa Agni telah benar-benar menemukan suatu kekuatan jang dapat dibanggakannja, sehingga ia telah berani langsung melawan nja.
Itulah sebabnja maka Kebo Sindet berusaha memperbaiki keadaannja. Ia tidak lagi menganggap bahwa Mahisa Agni hanja sekedar menjombongkan diri ja karena ia tidak mampu memperbitungkan kekuatan Kebo Sindet jang scbenarrja. Tetapi ternjata bahwa Mahisa Agni memiliki kemampuan jang tjukup, bahkan diluar dugaannja.
Tetapi Mahisa Agnipun telah memperhitungkan segala kemungkinan sehingga iapun segera merjesuaikan dirinja. Ketika ia melihat mata Kebo Sindet se-akan2 telah menjala, maka sampaiiah Mahisa Agni pada kesimpulan, bahwa perkelahian itu akan segera sampai pada puntjaknja.
Demikianlah sebenarnja jang terdjadi. Ketika Kebo Sindet dengan darah jang mendidih berusaha segera melumpuhkan lawannja, maka Mahisa Agnipun segera menuangkan segala ilmunja untuk melawan.
Dengan demikian maka perkelahian itupun segera meningkat mendjadi semakin seru. Kebo Sindet dengan garang nja me-njambar2 seperti seekor burung alap2. Tjepat dan mendebarkan djantung. Namun Mahisa Agnipun mampu melawannja dengan ketjepatan jang seimbang. Tubuhnja se-akan2 mendjadi seringan kapas, namun tenaganja mendjadi sekuat banteng ketaton.
Tetapi ternjata ikat pinggang kulit ditangan Kebo Sindet itu benar-benar telah mcogganggu keseimbangan. Mahisa Agni tidak dapat membiarkan dirinja disentuh oleh ikat pinggang kulit itu. Setiap sentuhan past! akan dapat mengelupaskan kulitnja. Karena itu, maka setiap kali Mabisa Agni masih harus selalu melontjat menghindari letjutan ikat pinggang kulit itu, jang ternjata semakin lama mendjadi semakin tepat berputar. Bahkan kemudian Mahisa Agni se-akan1 melihat gumpalan asap jang ke-merah2an berusaha melihat dirinja, Ia sadar sepenuhnja, bahwa gumpalan jang tampaknja seperti asap itu adalah ajunan ikat pinggang Kebo Sindet. Kalau asap itu berhasil melibatnja, maka ia pasti tidak akan dapat keluar lagi.
Dengan demikian, betapapun Mahisa Agni mampu bergerak setjepat tatit jang melontjat dilangit, namun ia tidak akan dapat menembus gumpalan asap itu. Sehingga mustahil baginja untuk dapat menjentuh tubuh Kebo Sindet jang se-akan2 dilindungi oleh gumpalan asap itu.
Terdengar Mahisa Agni kemudian menggeretakkan giginja. Betapapun ia men2joba memutar otaknja, namun ia melihat kesulitan jang tak tertembus olehnja. Seandainja kemampuan mereka berimbang, namun Kebo Sindet menggenggam sendjata ditangannja, maka keseimbangan itupun pasti akan terganggu.
Mesktpun demikian Mahisa Agni tidak boleh kehilangan akal. Jang dapat dilakukan sementara adalah menghindari sentuhan-ikat pinggang kulit itu. Tetapi ikat pinggang kulit itu seolah-olah mempunjai beberapa pasang mata, sehingga kemanapan ia menghtndar, maka ikat pinggang itu selalu menjambarnja, mematuk dan berusaha melibatnja.
Mahisa Agni kemudian berdesah didalam hat2nja. Ternjata ia benar-benar mendapat kesul tan. Sudah tentu tidak akan menjenangkan baginja, apabila ia hanja mendapat kesempatan untuk menghindar dan berlomjatan mundur.
Dengan segenap kemampuan jang ada padanja, telah ditjobanja untuk menembus putaran ikat pinggang kulit itu. Namun Mahisa Agni tidak segera berhasil, karena jang dilawannja itu adalah seorang jang luar biasa pula, jang mempunjai banjak kelebihan dari orang kebanjakan.
Tetapi Kebo Sindet sendiri mendjadi sangat heran menjaksikan Mahisa Agni kini. Anak muda itu ternjata benar-benar mempunjai bekal jang tjukup untuk melawannja. Adalah tidak masuk akal, bahwa Mahisa Agni masih sadja dapat menghindarkan dirinja, meskipun ia telah berusaha se-djauh2nja melihat anak muda itu dengan putaran ikat pinggang kulitnja. Meskipun Mahisa Agni agaknja mengalami kesulitan, namun ia masih sadja mampu melepaskan dirinja. Bahkan kadang-kadang masih djuga berusaha menjerang menemhus perisai jang dibuatnja.
" Setan ketjil ini benar-benar mengherankan " desis Kebo Sindet didalam hatinja. Namun dengan demikian kemarahannja mendjadi ki andan memuntjak pula.
" Aku harus dapat membunuhnja. Membunub dengan tjara jang paling gila. " katanja didalam hati pula.
Maka semakin lama tandang Kebo Sindetpun mendjadi semakin garang. Ikat pinggangnja berputar semakin tjepat. Dengan penuh nafsu Kebo Sindet memutar sendjatanja dan menjerang lawannja seperti angin prahara. Sedang Mahisa Agni, masih belum menemukan kesempatan jang baik untuk membalas menjerangnja. Dengan segala mat jam tjara, Mahisa Agni mentjoba mentjari titik-titik kelemahan lawannja. Namun ia tidak segera menemukannja. Dengan lintjahnja Mahisa Agni mentjoba menjerang dari segala matjam arah. Beberapa kali ia berlonrjatan memutari lawannja. Namun Kebo Sindet bukan anak2 jang mudah dibingungkannja. Kebo Sindet adalah seorang lang tanggon, jang menjimpan pengalaman tiada taranja didalam dirinja.
Bahkan serangan Kebo Sindet semakin lama mendjadi semakin dahsjat pula. Gumpalan putaran sendjatanja selalu mensedjarnja kemanapun ia pergi. Sehingga ber-kali2 Mahisa Agni harus melontjat surut.
Ketika Mahisa Agni kemudian menjadari dirinja, tiba-tiba dadanja berdesir tadjam.. Ternjata perkelahian itu telah berkisar beberapa langkah dari titik arena semula. Ketadjaman tanggapan Mahisa Agni mengatakan kepadanja, bahwa memang Kebo Sindet dengan sengadja menggeser arena perkelahian itu kearah jang dikehendaki. Kebo Sindet telah mentjoba mendesak Mahisa Agni mendekati daerah rawa2.
"Iblis ini benar-benar litjik " geram Mahisa Agni didalam hatinja. Ia kemudian menjadari keadaannja. Kebo Sindet pasti akan mendesaknja masuk kedalam rawa2, dan akan melakukan apa jang dikatakannja. Se-tidak. nja ia akan melihat, tubuhnja. terpelanting masuk kedalam rawak jang tjoklat ber lumpur itu, jang kemudian pasti akan mendjadi makanan buaja2 keidil dan binatang2 air lainnja.
Mahisa Agni itupun menggersm. Dihentakkannja segenap kekuatan dan kemampuanrja untuk mentjoba menembus sendjata lawannja. Namun ternjata ia masih belum mendapat kesempatan.
"Aku tidak holeh mendjadi korban karenanja " Mahisa Agni berkata didalam hatinja " aku harus dapat menembus sendjatanja jang gila itu.
Mabisa Agni kemudian benar-benar tidak membiarkari dirinja didesak terus masuk kedalam rawa2. Ketika ia merasa, bahwa kakinja telah mengindjak tanah jang basah, maka ia berkata pula didalam hati - Aku tidak akan berbuat litjik. Aku kira adalah wadjar, bahwa akupun harus bersendjata.
Tetapi Mahisa Agni tidak segera melihat kesempatan untuk mendapatkan sendjata. Pe-lahan-lahan ia berlontjatan kearah sebatang beringin jang rimbun. Ia ingin mendapat sehelai sulur untuk melawan sendjata Kebo Sindet itu. Atau sepotong dahan, atau apapun. Tetapi jang ada disekitarnja hanjalah pohon2 perdu jang tidak akan berarti.
Agaknja Kebo Sindet mengerti djuga maksud Mahisa Agni. Itulah sebabnja dengan sendjata jang ada padanja, serta kemampuan jang luar bia"a, ia menaesak Mabisa Agni terus, dan mentjegahnja mendekat batang beringin jang dapat memberinja kemungkinan untuk mempergunakan sulur2nja sebagai sendjata.
"Demit jang litjik - Mabisa Agni mengnmpat didalam hatinja. Apalagi ketika terasa, bahwa tanah2 jang diindjaknja telah mulai gembur.
Adalah ternjata sekali dalam pertempuran itu, meskipun Mahisa Agni memiliki ilmu dan kekuatan jang tidak kalah dari Kebo Sindet, namun pengalaman setan Kemundungan itu djauh lebih banjak dari Mahisa Agni sendiri. Itulah sebabnja, maka Kebo Sindet masih mempunjai kesempatan untuk mendesak lawannja, dan meskipun tidak langsung dapat menguasainja dan lambat namun hampir dapat dipastikan ia akan menjelesaikan perkelabian itu sesuai dengan kehendaknja.
Bahkan sedjenak kemudian terdengar suaranja mengguntur " Nab, Agni. Berpalinglah. Beberapa langkah dibelakang mu adalah rawa2 jang didiami olch buaja2 kerdil itu. Sebentar lagi tubuhmu pasti akan mendjadi santapan jang segar. Terimalah nasibmu jang malang karena kesombonganmu.
Mahisa Agni menggeretakkan giginja. Tetapi pohon beringin itu masih tjukup djauh. Apaiagi agaknja Kebo Sindet mendorongnja kearah jang lain, kearah semakin djauh.
Dengan segala kemampuan Mahisa Agni telah mentjoba melawan. Tetapi sendjata lawannja benar-benar telah merubah keseimbangan. Meskipun Kebo Sindet tidak berhasil mengu asainja langsung, tetapi ia se-akan2 tidak mendapat kesempatan untuk melawan. Bahkan kini ia telah didesak hampir sampai kebibir rawa2 jang gembur berlumpur, jang akan dapat menelannja hidup2.
Dengan sekuat tenaga Mahisa Agni mentjoba mempertahankan dirinja supaja tidak terdesak semakin dekat ketepi rawa2. Namun libaian ajunan ikat pinggang Kebo Sindet benar-benar telah mendesaknja. Ber-kali2 Mahisa Agni mentjoba untuk menghindar kcsamping dan menrjari kesempatan untuk melontjat kearah jang lain, supaja ia tidak terdjerumus kedalam rawa2, tetapi Kebo Sindetpun berusaha mati2an, agar lawannja tidak berkesempatan lolos.
Ternjata bahwa sendjata Kebo Sindet itu benar-benar bermanfaat pada saat2 jang demikian. Pada saat mereka berada pada puntjak ilmu masing2, dimana mereka se-akan2 berada pada titik kescimbangan, maka setitik debu jang paling ketjilpun akan dapat merubah keseimbangan itu.
Tetapi Mahisa Agni harus menghadapi kenjataan itu. Karena itu ia bertahan untuk tidak berkisar semakin dekat lagi kearah rawa2. Ia harus mengerahkan setiap kemungkinan jang dimilikinja untuk melawan. Meskipun demikian, maka terasa ikat pinggang kulit Kebo Sindet itu mulai menjentuhnja.
Mahisa Agni menjeringai menahan pedih jang menjengat kulitnja ketika udjung ikat pinggang lawannja menjinggung pundaknja. , Tepat seperti dugaannja, udjung ikat pinggang itu benar-benar dapat mengelupas kulitnja, sehingga terasa bahwa darahnja mulai2 mengalir.
" Ha " berteriak Kebo Sindet " darahmu mulai menetes dari lukamu. Setitik darah telah tjukup untuk memanggil buaja2 kerdil itu. Pekerdjaanku sekarang tinggal mendorongmu masuk kedalam rawa itu dan menjaksikan tububmu di-sobek2 oleh buaja2 kerdil jang rakus.
Mahisa Agni mengseram. Tetapi adalah sebuah kenjataan pula bahwa pundaknja telah terluka dan darah memang telah meleleh dari luka itu, meskipun luka itu tidak terlampau dalam.
Meskipun demikian, keadaan itu telah membuat Mahisa Agni disentuh oleh perasaan tjerm". B ikan karena ia takut mengalami akibat jang paling pahit. Mati. Namun jang paling menggelisahkan adalah, bahwa dengan demikian Kebo Sindet masih akan mendapat kesempatan untuk berbuat sekehendak hatinja.
SeVilas terbajang wadjah kedua orang jang selama ini mengasuhnja. mPu Purwa dan mPu Sada. Keduanja pasti akan dapat membinasakan iblis dari Kemundungan ini. Tetapi bahwa ia gagal, maka kedua orang tua itu pasti akan ketjewa. Ketjewa sekali.
Dan kini ia masih harus bekerdja terlampau keras. Ia tidak boleh berputus asa.
Dada Mahisa Agni berdesir ketika tanpa disengadjanja pada saat ia melontjat menghindari tjambuk ikat pinggang
Kebo Sindet, terasa kakinja menjentuh batu. Batu. Ja, satu2nja jang didapatkannja didaerah itu adalah batu.
Tanpa membuang waktu lagi, Mahisa Agni segera memungut batu itu. Tidak hanja satu, tetapi ia mendapatkan dua buah batu sebesar telur.
" Apa boleh buat " desk Mahisa Agni didalam hatinja " tidak seorangpun dapat menuduhku tjurang. Sebab lawankupun bersendjata pula.
Kebo Sindet jang melihat Mahisa Agni memungut batu, segera menjadari bagwa Mahisa Agni akan mempergunakannja sendjata. Karena itu, maka dengan ketjepatannja jang luar biasa ia menjerangnja. Ia mentjoba memotong kesempatan Mahisa Agni mengambil kedua butir batu itu.
Serangan itu benar-benar mengedjutkan Mahisa Agni. Selagi tangannja hampir menjentuh batu jang sebutir lagi, setelah jang sebutir digenggamnja, ikat pinggang Kebo Sindet terajun dengan derasnja seolah-olah tatit jang melontjat dilangit.
Kesempatan untuk melontjat menghindari serangan itu terlampau sempit, Ia dapat dengan serta-merta menghindar, tetapi ia harus melepaskan batu jang sebutir itu.
Dalam kesempatan jang terlampau pendek, Mahisa Agni harus msngambil keputusan. Dan keputusan jang diambilnja adalah - Mendapatkan batu itu.
Tetapi dengan demikian maka kesempatannja untuk menghindari semakin sempit. Karena itu maka sekali lagi udjung ikat pinggang Kebo Sindet itu menjentuh tubuhnja, kali ini dipunggungnja.
Sekali lagi Mahisa Agni menjeringai. Didjatuhkannja tubuhnja, kemudian dengan sekuat tenaganja ia melontarkan diri berguling mendjauhi lawannja. Namun dengan demikian Mahisa Agni kurang dapat memperhitungkan arah, sehingga djustru ia mendjadi semakin dekat ketepi rawa2.
Kebo Sindet tidak memberinja kesempatan. Ia memburu terus dengan ajunan ikat pinggang kulitnja. Ia menggeretakkan giginja ketika ia melihat Mahisa Agni sempat melontjat berdiri. Tetapi tanah jang diindjaknja terlampau litjin, sehingga Mahisa Agni tergelintjir dan djatuh berlutut.
" Sekarang, datanglah saat jang paling mengerikan itu - teriak Kebo Sindet - setapak lagi aku mendorongmu, kau akan terdjerumus kedalam tanah jang gembur. Kau tidak akan dapat keluar lagi sampai datang saatnja buaja2 itu mendjamahmu dengan gigi2nja.
Tetapi Mahisa Agni benar-benar tidak berputus asa. Ia belum mengalami perkelahian jang sebenarnja. Ia masih belum marasa bertempur beradu ilmu jang. se-baik2nja dengan iblis dari Kemundungan itu. Karena itu, ia tidak mau ditelan oleh lumpur rawa1 itu.
Ketika Kebo Sindet melontjat madju, maka sambil berlutut ia mengadakan perlawanan dalam usahanja terachir. Ia harus mendapat kesempatan melontjat menghindari arah jang mendebarkan djantung.
Mahisa Agni memang tidak berusaha untuk segera berdiri. Ia kini mengerahkan segenap tenaganja dalam perlawanannja. Ia harus dapat melakukannja dalam keadaanja itu. -- Berlutut. Kalau ia mentjoba berdiri, maka ia akan kehilangan waktu sekedjap. Dan jang sekedjap itu pasti sudah dapat dipergunakan oleh Kebo Sindet se-baik2nja, untuk melemparkannja kedalam rawa2.
Ketika Kebo Sindet melontjat madju, maka dibidikannja sebutir batunja kearah iblis itu.
Tetapi apa jang dilakukan oleh Mahisa Agni itu ternjata sangat ter-gesaa. Sebab Kebo Sindet jang mengetahui, apa jang sedang diperbuat oleh Mahisa Agni itu segera berusaha membuat tekanan2 jang semakin ketat.
Namun kali ini Mahisa Agni sempat melepaskan batunja meskipun hanja dengan sebagian ketjil dari kemampuannja karena ia tidak sempat menunggu lebih lama lagi.
Meskipun derm2kian batu jang mengarah kepelipis Kebo Sindet itu telah menghentikan gerakan iblis dari Kemudungan itu. Sambil menggeram Kebo Sindet memukul batu itu dengan sendjatanja, dengan ikat pinggang kulitnja, sehingga batu itu terpelanting djauh2 kedalam rawa2 tanpa menjentuh sehelai bulunjapun.
Tetapi memang itulah jang diharapkan oleh Mahisa Agni. Ia memang sudah memperhitungkan bahwa batu itu tidak akan menjentuh lawannja. Tetapi dengan demikian Mahisa Agnilah jang kini mendapat waktu meskipun hanja sekedjap. Maka jang sekedjap itu dipergunakan baik1.
Ketika Kebo Sindet sudah siap untuk menjerang lawannja lagi, maka kini ia telah melihat Mahisa Agni berdiri tegak diatas sepasang kakinja dengan kokobnja, seolah-olah kakinja itu berakar masuk kedalam bumi. Wadjahnja jang menjala mendjadi semakin tegang. Sepasang matanja menjorotkan api kemarahan jang tiada taranja.
Kebo Sindet tertegun melihat sikap itu. Selama ini hanja melihat Mabisa Agni jang ketakutan seperti seekor tikus jang melihat kutjing. Tetapi kini ia melihat Mai isa Agni benar-benar seperti banteng ketaton. Tabah tangguh menghadapi setiap bahaja jang mengantjamnja.
Tetapi Kebo Sindet djuga bukan anak2 jang hanja pandai ber-teriak2. Ia adalah iblis jang paling22 mengerikan diseluruh tanah Tumapel. Karena itu, maka betapapun Mahisa Agni telah membuatnja keheranan, namun ia sudah bertekad untuk membunuhrija, melemparkannja kedalam rawa2 untuk mendjadi santapan buaja2 kerdil jang sangat rakus. Apalagi dari tubuh Mahisa Agni telah menetes darah.
Pe-lahan-lahan Kebo Sindet itu melangkah madju semakin dekat. Ikat pinggangnja masih berputar menamengi dirinja. Ia tahu benar bahwa Mahisa Agni pasti akan membidiknja dan melemparnja dengan batu jang digenggamnja. Tetapi Kebo Sindetpun jakin, bahwa ia pasti akan berhasil memukul batu itu seperti- batu jang pertama.
Meskipun Kebo Sindet melangkah madju, tetapi kini Mahisa Agni tidak melangkah surut. Ia berdiri tegak ditempatnja. Dibiarkannja Kebo Sindet mendjadi semakin dekat.
Ketika Kebo Sindet itu sudah berdiri beberapa langkah sadja dihadapannja, maka ia mulai mengangkat tangannja. Pe-lahan-lahan. Kini dikerahkannja, segenap kemampuan dan kekuatan jang ada padanja. Kesempatan ini adalah kesempatan jang terachir baginja untuk mendapatkan kesempatan2 berikutnja, karena iapun sadar, bahwa Kebo Sindet pasti akan dapat menangkis serangannja dengan batu itu. Kalau kali ini ia gagal, maka ia akan benar-benar didorong masuk kedalam sarang buaja kerdil itu.
Melihat sikap Mahisa Agni, maka Kebo Sindet menghentikan langkahnja. Iapun kini bersiap untuk menangkis serangan Mahisa Agni. Diputarnja ikat pinggangnja semakin tjepat sehingga tidak ada lubang seudjung djarumpun jang akan dapat disusupi apalagi oleh batu Mahisa Agni jang sebesar telur itu.
Tetapi Mahisa Agni tidak terpengaruh karenanja. Sesaat kemudian ia membidik kening lawannja. Perlaban-lahan kaki kirinja bergerak madju. Dan bersamaan itu, maka batu jang ada ditangannja itupun meluntjur dengan ketjepatan jang hampir tidak dapat diikuti dengan mata.
Bagaimanapun djuga, maka terasa desir didada Kebo Sindet. Sebelum ia menjentuh batu itu dengan ikat pinggangnja, ia ternjata dikedjutkan oleh lontaran jang dilambari dengan kekuatan jang dahsjat, jang sama sekali tidak di-sangka2 oleh Kebo Sindet.
Itulah sebabnja maka Kebo Sindet tidak dapat sekedar menangkisnja. Iapun harus mengerahkan segenap tenaganja dan memusatkan segenap kemampuannja untuk dapat memukul batu jang meluntjur seperti tatit itu.
Tetapi Kebo Sindet jang menjimpan pengalaman jang terlampau banjak didalam dirinja itu, segera mengerti apa jang harus dilakukannja. Ia tidak akan dapat melawan batu itu dengan putaran ikat pinggangnja karena kesempatannja untuk mengerahkan tenaganja tidak tjukup banjak. Tetapi ia tidak kehilangan tjara untuk menghindarinja. Dengan lintjahnja ia melontjat setapak kesamping. Diusahakannja me mukul batu itu sekedar untuk membelokkan arahnja, supaja tidak menjentuh tubuhnja.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun dengan dada jang ber-debar2, tetapi ternjata usaha Kebo Sindet itu berhasil. Ia berhasil memukul batu jang menjambarnja itu sambil menghindar setapak kesamping. Meskipun sedikit namun batu itu memang berbelok arah dan sama sekali tidak menjentuhnja.
Namun dengan demikian, karena Kebo Sindet itu tidak mendapat waktu untuk mengerahkan segenap kemampuannja maka terasa tangannja bergetar. Tjambuk kulitnja itu hampir2 lepas dari tangannja. Namun, meskipun ia berhasil menahan pangkal ikat pinggangnja, tetapi udjung ikat pinggangnja itu rantas karena sentuhan batu Mahisa Agni jang dilemparkan dengan sekuat tenaganja.
Mengalami peristiwa itu, Kebo Sindet menggeram keras2. Kemarahannja se-akan2 meluap lewat ubun2nja; Dengan tjepatnia ia berusaha memperbaiki keadaannja dan melemparkan ikat pinggangnja jang sudah rantas itu ketanah. Sekedjap kemudian ditangannja telah tergenggam sehelai golok jang besar. Golok jang hampir tidak pernah terpuah dari tubuhnja.
Mahisa Agni memang sudah memperhitungkan apa jang terdjadi itu. la memang tidak akan berhasil mendjatuhkan lawannja hanja dengan dua butir batu, seperti jang kemudian ternjata terdjadi. Kebo Sindet sama sekali tidak terluka. Bahkan kini ia telah mengganti sendjata daruratnja dengan goloknja jang besar. Golok jang baru sadja kering dari darah korban2nja, kawan2 djuru taman jang bodoh jang mentjoba mendjebaknja.
Tetapi ketika ia menjadari kedudukannja dan kedudukan lawannja, maka Kebo Sindet itu menggeram. Kemarahannja sudah tidak dapat ditampungnja lagi didalam hatinja, sehingga sedjenak kemudian terdengar ia berteriak njaring untuk mengurangi kepepatan dadanja " Kau litjik setan ketjil. Kau litjik seperti demit.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi ia telah berhasil mempergunakan kcsempatannja jang terachir untuk mendapatkan kesempatan2 berikutnja jang masih harus diperdjuangkan.
Pada saat2 Kebo Sindet sibuk menghindarkan diri dari sambaran batu Mahisa Agni, pada saat tangannja digetarkan oleh benturan dua kekuatan jang dahsjat, pada saat ia dikedjutkan oleh udjung ikat pinggang jang rantas, pada saat itulah Mahisa Agni mempergunakan kesempatan se-baik2nja. Saat jang hanja sekedjap itu dipergunakannja untuk melenting, mendjauhi Kebo. Sindet dan kemudian menempatkan dirinja pada arah jang berlawanan dengan arah rawa2 jang gembur berlumpur.
Kalau semula ia telah berdiri beberapa langkah sadja dari bibir rawa2 itu, bahkan kakinja telah mengindjak bagian-bagian jang mulai gembur dan lembab basah, maka kini ia telah agak djauh dari padanja, Lebih dari pada itu, ia berdiri berseberangan dengan tanah lumpur jang dapat menjeretnja ke-mulut2 buaja2 kerdil.
"Kau litjik " ia masih mendengar Kebo Sindet berteriak2 " kau litjik melampaui Djadjar jang gila itu. Karena itupun maka kematianmu harus lebih pedih lagi dari Djadjar itu.
Mahisa Agni sama sekali tidak menjahut. Tetapi kesempatan jang lebih baik jang telah terbuka baginja, membuat ketenangannja mendjadi semakin mantap.
Namun dengan demikian, Mahisa Agni sempat menjadari kesalahannja. Seperti pcsan gurunja, bahwa ia tidak boleh tergesa-gesa dan memperhitungkan setiap kemungkinan masak2 dalam menghadapi iblis dari Kemundungan ini. Ini ternjata ia tidak melakukannja dengan baik. Nafsunja jang tidak tertahankan lagi, telah membuatnja tergesa-gesa dan kurang berhati2. Kini ia kalah selapis dari lawannja, djustru karena lawannja bersendjata.
" Aku kurang memperhitungkan keadaan itu " desisnja didalam hati " aku tidak menjiapkan diri dengan baik. Sekarang, akibatnja dari kelengahan itu terasa sekali.
Tanpa disengadjanja Mahisa Agni meraba pundaknja jang terbuka. Ketika ia memandangi telapak tangannja, maka tangannja itu se-akan2 sedang membara. Merah.
Dada anak muda itu berdesir. Ternjata darah jang merah, jang mewarnai tangannja itu membuatnja semakin menjala dibakar oleh gairah perdjuangannja. " Aku harus melepaskan diri dari tangan iblis ini " Mahisa Agni menggeram didalam hatinja " Lebih daripada itu aku harus melenjapkannja untuk kepentingan bebrajan pada umumnja di Tumapel.
Tiba-tiba Mahisa Agni itupun menggeram. Ditatapnja Kebo Sindet seutuhnja tanpa berkedip. Dari ubun2 sampai keudjung kakinja. Tubuhnja jang kekar, wadjahnja jang beku, matanja jang menjala dan sepasang tangannja jang kokoh kuat, seperti tangan orang hutan, Apalagi tangan itu kini menggenggam golok, sendjata jang selama ini telah dipergunakannja untuk mengisap darah ber-ratus2 orang.
Tetapi orang harus dibinasakannja. Tidak ada pilihan la in. Tidak ada tjara lain daripada itu.
Tetapi Mahisa Agni masih tetap dalam kesadarannja. Ia tidak dapat menuruti hawa nafsunja dan berbuat tanpa perhitungan. Sekali matanja membeutur kilatan pantulan sinar dari batang golok Kebo Sindet jang masih ke-merah2an.
" Mahisa Agni - terdengar Kebo Sindet itu menggeram - apapun jang kau lakukan, tetapi kau pasti akan mendjadi santapan buaja2 kredil itu. Tempat ini dikelilingi oleh rawa2 disegala arah. Arah manapun jang kau pilih, maka kau akan terperosok masuk kedalamnja. Arah jang sekarang inipun akan mengantarkanmu kedalam mulut buaja1 itu. Tjepat atau lambat. Apalagi aku tidak mempergunakan ikat pinggang kulit itu lagi. Tetapi aku mempergunakan sendjataku jang sebenarnja. Nah, bersiaplah untuk mati dengan tjara jang paling tidak menjenangkan.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi mulutnja sadjalah jang gemeretak. Ia mengerti, bahwa jang dikatakan oleh Kebo Sindet itu benar. Kemanapun ia pergi, ia akan mengarah kebibir rawa2. Tetapi arahnja kali ini adalah pandjang, sebe
lum ia sampai kepada tanah gembur. Ia akan dapat memperguakan setiap kesempatan jang terbuka untuk mendapatkan sendjata. Sulur2 kaju atau tjabang2 pepohonan. Kalau perlu batu2an atau gumpalan2 padas. Baginja memang tidak ada pilihan lain lagi daripada mempergunakan sendjata apa sadja jang diketemukan. Dan kedua orang-orang tua jang mengasuhnja di saat2 terachir telah menundjukkannja pula kepadanja, bagaimana ia harus mempergunakan segala matjam benda untuk sendjata.
Mahisa Agni kemudian melihat Kebo Sindet itu berdjalan pe-lahan-lahan mendekatinja. Golok ditangannja telah di-gerak2annja mendatar.
Mau tidak mau dada Mahisa Agni mendjadi ber-debar2 pula. Jang ditangan Kebo Sindet kali ini bukan sekedar ikat pinggang kulit. Tetapi sebatang golok badja jang besar dan tadjam. Meskipun seandainja tadjam golok itu tidak menjamai pisau dapur sekalipun, bahkan punggungnja sama sekali, namun jang ajunan tangan Kebo Sindet akan tjukup kuat untuk mematahkan seluruh tulang2 iganja sekaligus.
Kini udjung golok itu telah diangkat setinggi dada Mahisa Agni. Golok jang terdjulur itu semakin lama mendjadi semakin dekat kepadanja.
Tanpa disengadjanja Mahisa Agni menebarkan pandangan matanja disekitarnja, mumpung Kebo Sindet masih belum dekat benar. Kalau2 ia menemukan sesuatu jang dapat dipergunakannja untuk melawan golok iblis dari Kemundungan itu.
Mahisa Agni menghentakkan giginja, ketika ia mendengar suara Kebo Sindet - Kau tidak akan menemukan sesuatu, Agni. Kau tidak akan mendapat kesempatan untuk menemukan sendjata.
Memang disekitar Mahisa Agni berdiri, tidak ada sesuatu jang mungkin akan dapat dipergunakan untuk sendjata. Tetapi ia tidak akan terpantjang ditempat itu. Ia akan berkisar ketempat jang memungkinkannja. Mahisa Agni sadar, bahwa Kebo Sindet pasti akan berusaha untuk menguasainja dan mendorong seorang jang dikehendaki. Tetapi arena kini mendjadi lebih lapang bagi Mahisa Agni. Kesempatan untuk bergeser dan berkisar semakin luas.
" Tetapi apakah aku hanja akan sekedar berkisar dan bergeser sadja tanpa berlawanan jang beraarti" - desisnja di dalam hati.
Sementara itu Kebo Sindet sudah mendjadi semakin dekat. Matanja jang merah menjala seperti soga, menjorotkan kemarahan jang tidak terkira. Sedjenak iblis dari Kemundungan itu berhenti, namun matanja memandang Mahisa Agni dengan tanpa berkedip.
Mabisa Agni sadar, bahwa segera ia akan dilibat oleh serangan2 sendjata jang mengerikan ditangan iblis jang mengerikan pula.
Perhitungan Mahisa Agni itu ternjata benar-benar terdjadi. Sesaat kemudian dengan teriakan jang memekakkan telinga, Kebo Sindet melontjat menjerang Mahisa Agni. Pedangnja terdjulur lurus, namun kemudian bergerak mendatar.
Serangan itu benar-benar telah mendebarkan djantung. Kebo Sindet ternjata telah benar-benar sampai kepuntjak usahanja untuk mengalahkan dan melumpuhkan lawannja, sebelum diseretnja dan dilemparkannja kemulut binatang2 air jang buas.
Dengan sepenuh tenaga pula Mahisa Agni berusaha menghindarkan dirinja. Ia tidak boleh lengah, sehingga udjung sendjata itu melukai kulitnja seperti ikat pinggang kulit itu. Kalau kali ini golok itu menjentubnja, maka bukan sekedar kulitnja jang terkelupas, tetapi dagingnjapun akan robek pula karenanja. Bahkan mungkin urat atau otot bebajunja akan terputus.
Saat2 selandjutnja adalah saat jang menegangkan. Kebo Sindet jang marah itu me-njambar2 seperti seekor alap2 dengan kukunja jang dabsjat, melibat dari segenap arah. Sedang Mahisa Agni hanja dapat berusaha menghindar dan menghindar terus. Ia masih belum metnpunjai kesempatan untuk menjerang lawannja karena kescimbangan diantara mereka masih terganggu oleh golok Kebo Sindet.
Setiap kali Mahisa Agni bergeser mendjauhi rawa2 itu supaja Kebo Sindet pada suatu saat tidak menemukan kesempatan seperti jang pernah terdjadi, mendetaknja ketepi. Sean dainja demikian jang dikehendakinja, mendesaknja ketepi jang lain, maka paiti masih akan diperlukan waktu jang pandjang, sehingga kesempatan1 jang tidak terduga mungkin akan datang.
Namun semakin dahsjat serangan2 jang datang dari Kebo Sindet, maka kemungkinan Mahisa Agni untuk mendapat sendjata mendjadi semakin tipis. Ia semakin terdesak kedalam keadaan jang sulit.
Tetapi Mahisa Agni tjukup lintjah mempergunakan lontjatan2 pandjang untuk mengatur djarak jang dikehendaki nja dari lawannja, supaja ia tidak ditelan oleh putaran golok Kebo Sindet. Dan tjara Mahisa Agni itu ternjata mendjeng kelkan sekali bagi Kebo Sindet, sehingga ia berteriak " Kenapa kau tidak lari sadja mendjauh " Pengetjut, ternjata kau tidak sedang bsrkelahi. Kau hanja sekedar berlari-larian dan ber-lontjat2an. Apakah aku harus melajanimu " Sebaiknja kau lari sadja. Tetapi ingat, kemanapun kau lari, kau tidak akan dapat keluar dari tempat ini sehingga akan datang djuga saatnja kau terikat dan terlempar kemulut binatang2 air itu.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi sebenarnja bahwa lari itupun telah masuk didalam angan2nja. Ia memang akan berlari mendjauh pada suatu saat apabila diperlukan. Bukan karena takut untuk melakukan perlawanan sampai tarikan nafasnja jang terachir, bukan pula karena sifat pengetjut telah tumbuh didalam hatinja, tetapi lari akan bermanfaat baginja untuk mendapatkan kesempatan, melakukan perlawanan jang lebih baik. Mahisa Agni memang ingin berlari kearah sebatang pohon beringin, untuk mengambil beberapa helai sulur jang akan dapat membantunja melawan Kebo Sindet jang seolah-olah telah mendjadi gila itu.
Bahkan angan2 itu mendjadi semakin njata ketika ia mendjadi semakin terdesak. " Aku tidak dapat berkelahi dengan tjara ini " katanja didalam hati " Ternjata aku sekarang memang tidak sedang bertempur, tetapi aku sekedar ber-main2 dengan njawaku.
Mahisa Agni itupun kemudian membulatkan niatnja. Apapun jang akan dikatakan oleh Kebo Sindet tentang dirinja.
Maka ketika kesempatan itu terbuka, ketika Mahisa Agni herhasil melontjat beberapa langkah mendjauh, dipergunakannja kesempatan itu. Dengan serta merta ia berlari meninggalkan Kebo Sindet.
Kebo Sindet djustru terkedjut melihat lawannja tiba-tiba berlari seperti dikedjar bantu, Menilik sikap dan perlawanan jang diberikan selama ini, maka Mahisa Agni agaknja akan melawan sampai achir hajatnja. Tetapi tiba-tiba sadja anak itu berlari sipat kuping.
Tetapi ketika ia melihat arah lari Mahisa Agni, segera Kebo Sindet menjadari, bahwa Mabisa Agni tidak akan meniggalkannja. Ia kini dapat menangkap maksud anak muda itu. Mendapatkan sulur2 beringin untuk melawannja.
Karena itu maka Kebo Sindet itupun segera melontjat mengedjarnja. Ia tidak ingin memberi kesempatan kepada lawannja untuk menemukan keseimbangan didalam perkelahian itu.
Agak djauh dari arena perkelahian itu, Kuda-Sempana berdiri dengan mulut ternganga. Seperti bermimpi ia menjaksikan apa jang telah terdjadi. Pada saat permulaan dari perkelahian antara Mahisa Agni dan Kebo Sindet, Kuda-Sempana hampir2 tidak pertjaja akan penglihatannja sendiri. Betapa mungkin ia melihat, Mahisa Agni itu berkelahi melawan Kebo Sindet. Lebih1 lagi Kebo Sindet itu memegang sendjata ditangannja, sedang Mahisa Agni sama sekali tidak.
Semula Kuda-Sempana mentjoba menganggap bahwa hal itu terdjadi setjara kebetulan. Tetapi kebetulan tidak akan terdjadi terus menerus, seperti apa jang disaksikannja kemudian.
Belum beberapa lama ia sendiri berkelahi melawan Mahisa Agni. Ia merasa, bahwa kekuatan Mahisa Agni tidak telampau banjak terpaut daripadanja. Bahkan kadang-kadang ia berhasil melemparkan dan bahkan mendorong anak muda itu se hingga djatuh ditanah. Tetapi kini ia melihat Mahisa Agni itu bertempur dengan Kebo Sindet jang seolah-olah dalam keadaan berimbang.
" Apakah Kebo Sindet itu sebenarnja memang tidak terlampau djauh daripada Mahisa Agni dan dari padaku sendiri" - pertanjaan itu tumbuh didalam hatinja.
Tetapi ketika ia melihat perkelahian Mahisa Agni dan Kebo Sindet itu selandjutnja, maka katanja didalam hati - Aku sudah hampir gila, Aku sudah tidak dapat mengenal lagi tingkat ilmu seseorang.
Kuda-Sempana itu kemudian melihat pertempuran mendjadi semakin seru. Hatinja mendjadi ikut ber-debar2 tanpa setahunja sendiri pada saat ia melihat Mahisa Agni terdorong hampir terperosok kedalam rawa2. Sebab Kuda-Sempana tahu isi dari pada rawa2 itu. Namun mendjadi berlega hati pula, pada saat ia melihat Mahisa Agni berhasil melepaskan dirinja dari kemungkinan jang mengerikan itu.
Sedjenak Kuda-Sempana kehilangan tanggapan atas kedua orang jang sedang berkelahi itu. Sedjak lama ia menjimpan dendam kepada Mahisa Agni. Sedjak ia menjadari bahwa Mahisa Agnilah penghalang utama dari setiap usahanja untuk mendapatkan Ken Dedes. Karena itu pulalah ia terdorong semakin djauh kedalam kegelapan dan bahkan achirnja ia terdjerumus kedalam sarang iblis ini setelah ia kehilangan hampir segalanja, bahkan dirinja sendiri. Tetapi selain dendamnja jang se-akan2 telah berakar didalam dadanja, ia melihat pula, bahwa ia hampir tidak dapat memperhitungkan apa jang kira2 terdjadi dengan dirinja, apabila ia tetap berada disarang iblis ini. Ia hampir2 tidak dapat lagi mengenal pribadinja. Bahkan ia mendjadi atjuh tak atjuh terhadap semua peristiwa dan persoalan, meskipun itu akan menjang kut dirinja sendiri.
Tetapi ketika ia melihat Mahisa Agni bangkit untuk melawan Kebo Sindet, timbullah berbagai matjam pikiran didalam dirinja. Mahisa Agni jang disangkanja sudah kehilangan semua watak2nja, ternjata pada suatu saat telah menentukan sikap. Bahkan tidak masuk akal bahwa Mahisa Agni itu ternjata mampu melawan Kebo Sindet dalam perkelahian seorang lawan seorang.
Terasa sebuah getaran jang tadjam melanda djantungnja, sehingga darahnja mendjadi semakin tjepat mengalir. Dalam waktu jang hanja sesaat itu, bergolaklah semua isi dadanja. Tumbuhlah suatu sikap jang selama ini tidak pernah dikenalnja lagi. Harga diri.
"Kenapa aku selama ini membiarkan diriku mendjadi alat mati dari Kebo Sindet" Kenapa aku tidak pernah membuat suatu sikap seperti jang dilakukan oleh Mahisa Agni ".
Tetapi sekali lagi dadanja dilanda oleh suatu pertanjaan - Kenapa Mahisa Agni kini mampu melakukan perlawanan itu "
Teringat pula olehnja, bahwa Mahisa Agni dapat melakukan hampir semua unsur gerak jang chusus dari perguruannja. Bahkan lebih baik dari pada dirinja sendiri.
"Hem, desahnja - apakah ada setan iblis jang datang dan memberinja petundjuk mengenai ilmu itu" Tidak ada orang kedua jang mampu berbuat serupa itu ketjuali guru. Murid2nja pasti tidak akan dapat berbuat demikian, menuangkan ilmu sampai tingkat itu meskipun pada dasarnja Mahisa Agni sendiri telah memiliki ilmu jang tjukup.
Pertanjaan itu ternjata telah membuat Kuda Sempana bingung. Seolah-olah telah terdjadi suatu keadjaiban atas diri Mahisa Agni itu.
Namun kemudian ia harus menahan nafasnja ketika ia memperhatikan perkelahian antara Mahisa Agni dan Kebo Sindet. Kini ia melihat Mahisa Agni itu berlari kentjang2 meninggalkan lawannja.
Tanpa sesadarnja Kuda-Sempana itu mendjadi berdebar debar - Kenapa tiba-tiba sadja Mahisa Agni itu lari " - Dan ia mendjadi semakin ber-debar2 pula ketika ia melihat Kebo Sindet segera mengedjarnja dengan golok terhunus.
Adalah diluar kesadarannja, dan bahkan kemudian menimbulkan keheranan pada dirinja sendiri, apabila tiba-tiba sadja Kuda-Sempana itu berpihak kepada Mahisa Agni. Dida lam hatinja ia mengharap bahwa Mahisa Agni akan dapat menjelamatkan dirinja. Melepaskan diri dari iblis Kemundungan jang ganas ini.
" Tetapi daerah ini dikelilingi oleh rawa2 berlumpur. Apabila Mahisa Agni kehilangan pertimbangan dan mentjoba lari masuk kedalam rawa, maka sudah dapat dipastikan, bahwa ia akan mendjadi makanan jang sedap bagi binatang2 air itu.
Kuda-Sempana menahan nafasnja ketika ia melihat Kebo Sindet itu berteriak sambil meng-atju2kan sendjatanja " He, kau tidak akan dapat lepas lagi tikus jang sombong.
Tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak menjahut, dan sama sekali tidak berpaling. Ia mentjoba mempertjepat langkah untuk segera sampai pada sebatang pohon beringin jang tumbuh subur dengan ratusan sulur2 jang mendjutai sampai ketanah.
Kuda-Sempana jang sedang ber-debar2 itu, tanpa disengadja pula telah melangkah madju. Bahkan kemudian ia berdjalan semakin tjepat kearah kedua orang jang sedang berkedjaran. Namun baru beberapa langkah, ia tertegun. Kini ia menjadari apa jang sedang dilakukan oleh Mahisa Agni. Sama sekali bukan sedang melarikan diri.
Ketika Mahisa Agni itu sampai dibawah pohon beringin segera ia melontjat meraih sehelai sulur jang berdjuntai dari sebatang dahan jang tjukup tinggi. Ternjata Mahisa Agni tidak segera mematahkan sulur itu dengan kekuatannja jang luar biasa jang tersimpan didalam dirinja, karena Kebo Sindet berada tidak terlampau djauh dari padanja. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan dan sebelum siap benar, pedang lawan akan menjentuh tubuhnja.
Itulah sebabnja maka ketika tangannja telah menangkap sulur beringin itu, ia djustru melontjat naik semakin tinggi. Seperti seekor tupai Mahisa Agni memandjat keatas dan hinggap pada sebatang dahan jang tinggi. Dari tempatnja ia dapat melihat Kebo Sindet jang berdiri dibawahnja dengan golok terhuaus. Kebo Sindet jang berdiri termangu-mangu itu tidak segera mengedjarnja dengan memandjat pohon itu pula, karena beberapa keragu-raguan jang mengganggu kepala nja.
"Apakah jang akan dilakukan oleh anak setan itu " " pertanjaan itu telah tumbuh didalam dadanja, ketika ternjata Mahisa Agni tidak segera mengambil sehelai sulur untuk sendjata.
Tetapi segera Kebo Sindet tahu maksud Mahisa Agni itu. Karena itu maka iapun mengumpat " Iblis ketjil, bagai manapun kau mentjoba memilih, tetapi kau tidak akan mendapat sendjata jang baik untuk melawan golokku.
Tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak mempedulikannja. Ketika didapatnja sehelai sulur jang sesuai dengan kehendaknja maka segera sulur itu dipatahkannja. Dipotongnja sulur itu sepandjang jang dikchendakinja. Ternjata ia tidak hanja memegang sehelai sulur ditangan kanannja, tetapi ditangan kirinja, Mahisa Agni memegang sepotong dahan kaju untuk merangkapi sendjatanja.
"He, tjepat turun kau anak setan. Kau sangka aku tidak dapat mengedjarmu dan membunuhmu diatas dahan2 itu "
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi ia benar-benar melontjat kedahan jang lebih rendah lagi. Ia harus membuat perhitungan se-baik2nja sehingga ia tidak terdjun keudjung golok Kebo Sindet.
Karena itulah maka tanpa di-sangka2, djustru Mahisa Agni itu melontjat ketanah, dibalik pohon tempat Kebo Sindet berdiri. Ia harus memperhitungkan waktu jang hanja sekedjap sekalipun, karena lawannja adalah Kebo Sindet.
Kebo Sindet menggeram. Ketika ia melihat Mahisa Agni terdjun, segera ia mengedjarnja drngan pedang terhunus. Ia harus mempergunakan kesempatan itu sebelum Mahisa Agni tegak benar diatas kedua kakinja. Seperti Mahisa Agni Kebo Sindetpun memperhitungkan waktu jang hanja sekedjap sekalipun.
Namun, dengan sulur jang pandjangnja hampir dua depa, Mahisa Agni segera melindungi dirinja jang belum berdiri tegak. Kini Mahisa Agnilah jang memutar sulur itu disekeliling tubuhnja seperti baling1.
"Setan ketjil jang litjik " sekali lagi Kebo Sindet menggeram.
Sulur itu lebih pandjang dari goloknja, sehingga dalam keadaan itu, ia tidak segera dapat mcndekat.
Dengan marahnja, Kebo Sindetpun kemudian menggerakkan goloknja. Ia jakin bahwa ia akan mampu memotong sulur Mahisa Agni dengan goloknja sehingga sendjata lawannja itu akan mendjadi semakin pendek.
Tetapi Mahisa Agni telah terlatih mempergunakan segala matjam sendjata jang diketemukannja. Itulah sebabnja, maka segera ia merubah gerak sendjatanja. Kini tidak berputar, tetapi melenting dan kemudian sendal pantjing.
Sekali lagi Kebo Sindet mengumpat didalam hatinja. Sekali lagi ia harus melihat, bahwa Mahisa Agni bukan sekedar seorang anak muda jang sombong dan telah kehilang an pengamatan diri. Kini semakin ternjata baginja, bahwa Mahisa Agni benar-benar memiliki kemampuan untuk melawannja.
Sedjenak kemudian, dibawah pohon beringin tua jang rimbun itu telah berlangsung perkelahian jang semakin dahsjat. Dengan sepasang sendjatanja Mahisa Agni kini mampu memberikan perlawanan jang lebih berarti. Sulur beringinnja berputar, melentjut dan mamatuk dari segenap arah. Sedang sepotong kaju ditangan kirinja memberikan tekanan2 jang membuat Kebo Sindet menitikkan keringat disegenap wadjah kulitnja.
"Oh, anak setan ini benar-benar mampu melakukan perlawanan itu. Kebo Sindet berdesis didalam hatinja " tetapi siapakah jang telah menuntunnja itu"
Sedjenak kemudian, Kebo Sindetpun harus bekerdja mati2an untuk mempertahankan dirinja. Setiap saat ia tidak dapat lengab. Tubuhnja se-akan2 kini diputari oleh udjung sulur Mahisa Agni, seperti ribuan lebah jang siap untuk menjengatnja dari segenap arah.
Tetapi Kebo Sindet bukan anak kemarin sore jang masih belum hilang pupuk di-ubun2nja. Kebo Sindet adalah seorang iblis jang dipenuhi oleh pengalaman. Itulah sebabnja maka sedjenak kemudian ia telah berhasil menjesuaikan dirinja menghadapi sepasang sendjata Mahisa Agni itu. Ia ja kin bahwa Mahisa Agni tidak akan berani berbenturan sendjata. Dengan demikian sendjata anak muda itu pasti akan terpotong. Itulah sebabnja, maka Kebo Sindet kemudian mendjadi lebih garang. Serangannja kini tidak ditekankan pada tusukan2 jang mengarah kebagian-bagian tubuh lawannja jang lemah, teiapi Kebo Sindet meng-ajun2kan sendjatanja mendatar, miring dan bahkan tegak keatas.
Dibawah pohon beringin itu kini benar-benar telah ditegangkan oleh perkelahian jang paling dahsjat jang pernah dilihat oleh Kuda Sernpana jang berdiri membeku. Meskipun pengalamannjapun tjukup banjak, dan meskipun telah seribu kali disaksikannja perkelahian2 jang paling seru, tetapi kali ini ia benar-benar terpukau seolah-olah mati kehilangan kesadaran diri. Apalagi jang sedang berkelahi itu adalah Mahisa Agni. Mahisa Agni jang sehari-hari dilihatnja se-akan2 telah tidak mampu lagi menggerakkan unsur gerak satupun lagi dengan sempurna.
Tetapi dada Kuda-Sempana itu kemudian terguntjang ketika ia melihat perkelahian itu. Meskipun ia tidak dapat mengukur dengan pengetahuannja, namun ia merasakan sebuah keseimbangan didalam perkelahian itu. Tetapi ternjata pengalaman Kebo Sindet masih lebih baik dari Mahisa Agni, apalagi sendjata Kebo Sindetpun lebih baik pula. Karena itu, maka ketika Mahisa Agni terlambat menarik sendjatanja, sebuah ajunan golok jang mendatar, telah berhasil menjentuh sendjatanja itu, sehingga Mahisa Agni tcrpaksa melontar beberapa langkah surut ketika ia menjadari bahwa sulurnja telah terpotong hampir separo.
Kebo Sindet jang melihat pula bahwa sendjata Mahisa Agni telah terpotong dan anak muda itu melontjat surut, sengadja tidak segera mengedjarnja. Dibiarkannja Mahisa Agni itu kemudian berdiri termangu-mangu sambil sekali-sekali memandangi udjung sulurnja jang telah terpotong itu.
"Djanga kau sesali anak manis - terdengar suara Kebo Sindet se-akan2 me-lingkar2 didalam perutnja - sendjatamu telah terpotong. Tetapi lihatlah, bahwa pada pohon beringin itu masih bergantungan be - ratus2 matjam sendjata seperti sendjatamu itu. Apakah kau akan mengambilnja pula" Melontjat dan hinggap pada dahan jang tinggi untuk mendapat kesempatan memilih sepotong sulur jang paling setua menurut seleramu "
Mabisa Agni tidak mendjawab. Tetapi terdengar giginja gemeretak.
"Tjepat sedikit - berkata Kebo Sindet kemudian - ambillah sulur2 jang lain. 2
Mahisa Agni masih berdiam diri. Ia tidak akan berbuat begitu bodoh untuk menarik sebuah sulur jang lain. Dengan demikian maka berarti ia telah menjerahkan dirinja untuk dibantai oleh lawannja. Karena itu ia masih tetap tegak di tempatnja. Ia masih tjukup kuat untuk melindungi dirinja dengan sulur jg tinggal sepotong itu dan sepotong lagi dahan kaju ditangan kirinja.
"Kenapa kau diam sadja" - bertanja Kebo Sindet -aku beri kau waktu untuk memilih sulur2 itu.
Mahisa Agni jg se- akan2 membeku itu masih membeku.
"Bagus, kalau kau tidak bersedia untuk mengambil sendjata jang baru, maka bersedialah untuk mati.
Mahisa Agni mundur selangkah ketika ia melihat Kebo Sindet mendekatinja dengan golok terdjulur lurus kedadanja. Ia harus mendjadi semakin ber-hati2l. Selandjutnja kini hanja lebih pandjang sedikit sadja dari sendjata lawannja. Sedang sudah pasti bahwa ia tidak akan membenturkan sendja tanja itu langsung dengan sendjata Kebo Sindet. Dengan demikian ia akan berarti memotong sendjatanja lebih pendek lagi.
Sedjenak kemudian Kebo Sindet itu telah melontjat menjerbu. Kini ia mendjadi kian garang. Mahisa Agni sudah tidak dapat menjerangnja dari djarak jang djauh lebih pandjang dari goloknja. Ia kini dapat berdiri lebih dekat, dan
bahkan udjung goloknja jang berputaran Itu kadang-kadang hampir menjentuh kulit Mahisa Agni.
Tetapi Mahisa Agni itupun telah bekerdja mati2an. Dengan sepasang sendjatanja ia mentjoba melawan se-kuat2 tenaganja. Sehingga dengan demikian perkelahian itu kian mendjadi sengit. Keduanja berlontjatan, berputaran dan saling mendesak.
Dengan segenap kemampuan jang ada, Mahisa Agni telah mentjoba untuk berbuat se-baik2nja. Tetapi pengalamannja jang lebih sempit dari lawannja sering membuatnja terdesak beberapa langkah. Ternjata perkelahian jang sebenarnja mempunjai watak jang berbeda dengan latihan2 jang sering dilakukannja dengan gurunja dan mPu Sada. Meskipun kadang-kadang Mahisa Agni harus bertempur melawan kedua orang tua2 itu, namun keduanja bukanlah lawan jang benar-benar ingin membinasakanaja.
Tetapi apa jang dilakukan oleh Kebo Sindet itu djauh berbeda dari pada kedua orang-orang tua itu. Kebo Sindet ternjata benar1 seperti apa jang dikatakan gurunja. Kesar dan bahkan hampir dapat dikatakan buas.
Itulah sebabnja maka kadang-kadang Mahisa Agni mengalami kesulitan. Kadang3 ia benar-benar harus melontjat djauh2 untuk mempersiapkan diri dalam perlawanannja jang berikutnja.
Golok Kebo Sindet ternjata terlampau mengerikan. Ajunan jang keras membuat udara berdesing, se-akan2 suara kidung jang melagukan iringan tarian maut. Sedang sendjata Mahisa Agni hanjalah sepotong sulur dan sepotong kaju jang terlampau lunak dibandingkan dengan golok badja jang berkilat2 itu.
Semakin lama Mahisa Agni mendjadi semakin terdesak. Betapa ia bergerak dengan lintjah dan tangkas, tetapi sendjata Kebo Sindet selalu mengedjarnja, tanpa dapat melawan dengan benturan. Jang dapat dilakukan hanjalah menghindar dan menjerang dengan tiba-tiba. Tetapi apabila Kebo Sindet kemudian menangkis dengan goloknja, Mahisa Agni harus dengan tergesa-gesa menarik serangannja.
Keringat Mahisa Agni benar-benar telah hampir terperas tuntas. Tubuhnja mendjadi basah dan mengkilat. Debu jang kotor, lumpur jang ke-hitam2an dan kotoran2 jang lain telah melekat pada tubuhnja jang basah itu.
Pe-lahan-lahan Kebo Sindet berusaha mendesak Mabisa Agni sekali lagi kearah jang dikehendakinja. Apabila sekali-sekali Mahisa Agni berusaha mengambil arah jang lain, maka Kebo Sindet segera berusaha untuk menahannja dan menguasainja pada arah jang diinginkannja.
" Iblis jang litjik " Mahisa Agni mengumpat didalam hatinja. Tetapi mulutnja tetap terkatup rapat. Tidak sepatah katapun jang diutjapkannja. Namun terdengar gigirja bergemeretak.
Kuda-Sempana menjaksikan perkelahian itu dengan nafas jang ter-tahan2. Kadang-kadang ia mendjadi tjemas melihat Mahisa Agni jang selalu terdesak. Tetapi kadang-kadang ia berkata kepada dirinja sendiri " Aku tidak berkepentingan dengan keduanja. Apabila salah seorang dari mereka mati, aku tidak akan kehilangan. Bahkan aku scharusnja mendjadi bersenang hati karenanja. Baik Mahisa Agni, maupun Kebo Sindet. Keduanja adalah orang-orang jang memuakkan. Mahisa Agni adalah orang jang paling gila, jang telah mendjerumuskan aku kedalam neraka ini. Sedang Kebo Sindet adalah orang jang paling buas jang pernah aku temui dimuka bumi ini.
Kuda-Sempana itu menarik nafas dalam2. Tetapi matanja terbelalak ketika ia melihat sebuah goresan dipundak kiri Mahisa Agni. " Kebo Sindet telah melukainja lagi - desisnja.
Dan sedjenak kemudian ia melihat Mahisa Agni mendjadi semakin terdesak. Kini sulurnja jang pendek itu sekali lagi terpotong semakin pendek. Hampir tidak berarti lagi dalam perlawanannja atas golok Kebo Sindet jang besar itu. Dengan demikian maka potongan kajunjalah jang kini berpindah ketangan kanannja, dan sulur jang tinggal sepotong pendek itu masih tetap digenggamnja ditangan kiri.
Sekali lagi Kebo Sindet menghentikan serangannja. Sambil mengatjung2kan goloknja ia berkata lantang " Ha, lihat Mahisa Agni. Sendjatamu mendjadi semakin pendek. Sebentar lagi kau akan kehilangan alat untuk mempertahankan dirimu. Kalau sendjataSmu itu mendjadi semakin pendek lagi, maka kemudian tanganmulah jang akan mendjadi semakin pendek pula. Sekarang sudah tidak ada djalan kembali buatmu. Aku sama sekali tidak akan mempertimbangkan memberi ampun kepadamu. Jang dapat aku lakukan hanjalah memperingan penderitaan sebelum matimu. Hanja itu. Tjoba katakanlah bahwa kau menjerah. Kau akan mengurangi penderitaanmu sendiri pada saat2 terachir.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi terdcngar ia menggeram.
"Ajo, berlutut dan katakanlah bahwa kau menjerah. Mahisa Agni masih mematung.
"Bagus. Djadi kau benar-benar keras kepala. Bukan hanja kau jang akan menderita di-saat2 matimu, tetapi Ken Dedespun akan menderita dan tersiksa pula. Ia harus tahu apa jang terdjadi atasmu disini
Dada Mabisa Agni berdesir. Ternjata kata2 itu telah menggoreskan ketjemasan didinding hatinja. Apabila benar demikian, maka alangkah tersiksanja adiknja itu.
"Nah, apa katamu "
Tetapi tidak ada sepertjik ingatanpun dikepala Mahisa Agni, bahwa ia akan menjerahkan dirinja untuk didjadikan umpan buaja2 kerdil didalam rawa2 itu. Karena itu maka ia masih tetap berdiri tegak ditempatnja dengan sepasarg sendjata ditangannja. Sepotong kaju dan sepotong sulur jang telah mendjadi terlampau pendek. Sedang dibeberapa tempat darahnja masih djuga menitik pe-lahan-lahan. Namun oleh keringatnja, tampaklah warna merah dipundak dan punggungnja se-akanS melelch dari luka jang dalam.
"Kau sudah meneteskan darah. " berkata Kebo Sindet " semakin banjak kau bergerak, maka darah itu akan mendjadi semakin banjak mengalir. Meskipun aku tidak ber basil menusuk dadamu dengan golokku ini, kau pasti akan mati kehabisan darah.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri. Ia tahu, bahwa lukanja tidak terlampau parah. Luka itu hanja sekedar pada kulitnja jang terkelupas oleh sabetan ikat pinggang kulit dan sebuah goresan jang tidak dalam. Tetapi ia harus memper hitungkannja pula, bahwa lambat laun, luka-luka itu akan benar-benar berpengaruh.
"Bagaimana" " Kebo Sindet bertanja dengan penuh penghinaan " apakah kau tidak bertekuk lutut sadja sambil menjembah aku "
Tak ada djawaban. "Baik. Baik. Aku akan segera mulai. Kesempatan ini sudah kau lewatkan.
Setapak Kebo Sindet itu madju. Goloknja ter-ajun2 di sisi tubuhnja, namun kemudian golok itu terdjulur kedepan " Sebutlah nama gurumu. Kau akan mati hari ini.
Belum lagi mulut Kebo Sindet itu terkatub, ia mendjadi sangat terkedjut. Tanpa di-duga"nja Mahisa Agni jang mendjadi semakin muak itu, melontjat dengan ketjepatan jang tidak terkirakan, menjerangnja dengan potongan kajunja.
Kebo Sindet jang tidak menjangkanja, sekedjap mendjadi agak bingung. Namun gerak naluriahnja, telah mendorongnja untuk melontjat menghindar. Mahisa Agni jang dibakar oleh kemarahannja itu segera memburunja, menjerangnja seperti badai. Potongan kajunja terajun deras sekali kearah kepala lawannja.
Tetapi kini Kebo Sindet tidak ingin melontjat menghindar lagi. Ketika ia sudah agak mapan, maka segera ia berusaha untuk menangkis serangan itu dengan goloknja. Ia mengharap dapat mematahkan potongan kaju Mahisa Agni itu.
Namun agaknja Mahisa Agni telah memperhitungkannja. Segera ia menarik serangannja, dan tanpa di-duga2 pula tangan kirinja menjambar lengan Kebo Sindet dengan udjung sulurnja. Terasa oleh Kebo Sindet, sendjata lawannja itu mematuknja, dan sebuah goresan merah menjilang pada lengannja.
" Anak setan - Kebo Sindet itu mengumpat keras2. Ternjata bahwa udjung sulur Mahisa Agni mampu djuga melukai kulitnja meskipun hampir tidak banjak berarti. Tetapi darah Kebo Sindetpun telah meleleh dari lukanja itu pula.
Titik darah itu bagaikan minjak jang menjiram api kemarahan iblis jang ganas itu. Terdengar ia berteriak tinggi. Sebuah serangan jang paling kasar segera dilakukanuja sambil memutar goloknja seperti baling2. Namun Mahisa Agnipun telah sampai pada puntjak kemarahannja. Ia hampir tidak tahan lagi. Ia mendjadi muak dan djcmu Tetapi ia tidak akan dapat memaksakan kehendaknja begitu sadja. Kebo Sindetpun mendjadi djemu pula pada permainan itu sehingga dengan dada jang bergelora ia ingin segera menjelesaikannja.
Pendekar Lengan Buntung 2 Pengemis Binal 11 Dewa Guntur Lembah Ketakutan 4

Cari Blog Ini