Ceritasilat Novel Online

Berantem Gaya Baru 1

Lupus Berantem Gaya Baru Bagian 1


LUPUS ABG Berantem Gaya Baru dikarang oleh: Hilman dan Boim digambar oleh: Eddy DS. dan Iwan Djvu: Otoy Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
Prolog Berantem Sih Wajar! Berantem udah jadi hobi. begitu juga dengan Lupus dan Lulu. meskipun setiap hari mereka banyak akrabnya, tapi kalo lagi berantem, adik-kakak ini seru punya! dan kali ini berantem lupus vs lulu bener-bener beda!
Bayangin aja, pertama Lulu nyemir sepatu kakaknya, terus ngebuatin indomi, terus ngerapiin kamar, terus ngitik-ngitikin telapak kaki lupus sambil ngasih tebak-tebakan konyol! dan besoknya lupus ngebales, dia nyemirin sepatu lulu, dia juga bikin indomi pake telor mata sapi yang lagi ngelirik genit! aneh, kan" mami en papi aja mengira mereka lagi damai, padahal mereka lagi berantem!
kalo begitu, mumpung masih semangat, cepet deh baca buku ini...Oke"
Sekadar Pengantar Ini adalah cerita waktu lupus masih duduk di SMP!
temen lupus di dalam kisah ini sama dengan yang di cerita lupus kecil, seperti Pepno, Iko, Happy, Uwi, dan lain-lain.
Di SMU Merah Putih, Lupus nggak bisa dipisahin ama sohib kentalnya yaitu Gusur si seniman sableng dan Boim playboy cap duren tiga!
Sedangkan di buku ini si jambul keren lebih sering bersama Pepno dan Iko Iko!
Yang jelas, kisah-kisah Lupus menarik dan nggak jauh beda sama kisah-kisah yang pernah kita alami.
Oh ya, kami juga lagi nyiapin kisah Lupus waktu dia masih baby!
Oke, selamat menikmati... dan sampai ketemu di kisah lupus selanjutnya!
-Hilman & Boim Bab 1 Silvi dan Jambul Lupus Ketika Lupus baru pulang sekolah, Mami ngasih tau bahwa tadi ada telepon untuknya. "Dari siapa, Mi"" tanya Lupus sambil membuka tali sepatunya.
Mami mengingat-ingat, "Dari siapa, ya" yang jelas tuh anak nelepon terus dari kemaren. eh, mami inget, dari Slipi. eh, bukan, bukan Slipi. Slipi sih nama daerah di jakarta barat... di grogol! lho, kok grogol" emangnya terminal! anu, dari siapa, ya" kok Mami jadi lupa""
"Coba Mami Konsentrasi. jangan inget yang lain-lain, inget telepon aja," lupus coba membantu.
"Inget telepon"" Mami bingung. "Yang keinget malah rekening bulan kemaren yang belum dibayar!"
"Kalau begitu, inget nama temen-temen Lupus aja. mulai dari yang di taman Kanak-kanak, kelas satu SD, kelas tiga, kelas enam, samapi sekarang...!"
"Aduh, mana bisa" kepala Mami jadi makin pusing!" kata mami sambil meremas-remas rambutnya kayak orang krimbat! "temen kamu kan namanya susah-susah!"
"Ya, udah deh. kalo emang mami lupa, ntar juga dia nelepon lagi," lupus akhirnya pasrah.
Tapi saat lupus ngomong gitu. mami justru langsung inget, "Silvi! Iya, Silvi!"
"Silvi"" Lupus heran, dahinya berkerut. "Silvi siapa" perasaan, lupus nggak punya temen yang namanya Silvi. temen TK nggak ada, temen SD juga nggak ada..."
"Wah, mana mami tau" dia cuma bilang gitu kok," jelas mami.
"Siapa, ya"" lupus masih mikir.
"Penggemar kamu, kali!" goda mami.
"Iya, kali!" lupus manggut-manggut. "Dan kapan dia mau nelepon lagi""
"Katanya sih secepetnya!"
Tapi tiba-tiba lupus bertanya, "Eh, Mi, tau nggak" benda apa yang nggak punya kaki, tapi bisa jalan""
"Ngajak main tebak-tebakan nih""
"Bisa, nggak""
"Eh, anu, mobil. ya, kan" mobil nggak punya kaki tapi bisa jalan."
"Tapi mobil bisa jalan, Mi. jalannya pake mesin!"
"Jadi apa dong""
"Mau tau""
Mami mengangguk. "Sepatu! Hehehe!"
"Oh, iya, ya. sepatu nggak punya kaki, tapi bisa jalan!" tiba-tiba wajah mami keliatan serius. "Eh, Pus, Mami juga punya tebakan nih! Pager apa yang harganya paling murah"" tanya mami kemudian.
"Motorola...!" jawab Lupus.
"Salah! yang bener adalah easy Call!"
"Kok Easy Call, Mi""
"Iya, kan kita nyebutnya 'isi kol', jadi ya murah. kalo isi kornet tuh mahal." Mami senyum-senyum.
"Ih, Mami lucu juga. Lupus juga punya tebakan lagi, Mi. Ada seorang ibu punya lima butir kentang, tapi anaknya enam orang. gimana cara ibu itu membagi dengan adil"" tanya lupus.
"Wah, mami nggak tau, Pus. nyerah deh. mami takut pusing lagi."
"Oke, padahal jawabannya gampang banget. kentangnya digoreng, dibikin french fries!"
Mami kemba li manggut-manggut. dan yang jelas, siang itu lupus nggak langsung makan dulu, tapi duduk di dekat pesawat telepon untuk nungguin telepon dari si Silvi. dan tak lama kemudian telepon berdering. lupus mengangkatnya, dan terdengar suara merdu dari seberang sana.
"ini lupus, ya"" ujar suara merdu itu.
"Iya, ini siapa"" tanya lupus sambil memerdukan suaranya juga.
"Saya Silvi. pasti kamu heran nerima telepon dari saya. Begini, Pus, saya kan sering beli buku Lupus ABG, dan saya suka sekali sama cerita-ceritanya. bener-bener kayak kisah yang pernah saya alami. terus saya nelepon penerbit Gramedia Pustaka Utama. Saya dikasih tau nomor telepon pengarangnya. terus saya hubungin Mas Hilman, dan Mas Hilman ngasih tau nomor telepon rumah kamu. kata Mas Hilman, kamu keponakan tersayangnya. saya seneng banget, karena saya udah lama pengin kenalan sama kamu. kamu nggak keberatan, kan""
"Nggak, nggak," Kata Lupus. hatinya berbunga-bunga. "Malahan saya seneng kok!"
Tapi tiba-tiba hubungan telepon terputus. Lupus jadi penasaran.
"Eh, halo, halo!"
Hubungan tetap tak berlanjut meskipun Lupus udah teriak-teriak.
Dari dapur terdengar suara Mami, "Pus, makan dulu! ntar sayurnya keburu dingin!"
"Tanggung, Mi," kata lupus.
"Emang si Silvi udah nelepon"" tanya Mami lagi.
"Barusan, tapi tiba-tiba mati," jelas lupus.
"Ya, sambil nunggu telepon, mendingan kamu makan dulu," ujar mami.
"Ya, sambil nunggu telepon, mendingan kamu makan dulu," ujar Mami.
Akhirnya Lupus nurutin pesen Mami untuk makan, tapi hatinya tetep penasaran banget sama si Silvi. Yah, sebetulnya sih banyak yang suka nelepon Lupus dan ngajak kenalan, tapi Silvi telah membuat hati Lupus bertanya-tanya dan penasaran.
Dan besoknya Lupus langsung cerita tentang Silvi sama si cabe keriting alias Pepno.
"Anaknya kece, nggak"" Pepno jadi pengin tau.
"Yah, kalo didenger dari suaranya, kayaknya orangnya cakep," ujar Lupus sambil mengingat-ingat suara Silvi.
"Kita main ke rumahnya aja, yuk"" ajak Pepno.
"Waduh, gue belum tanya alamatnya. Abis tiba-tiba teleponnya mati sih!"
Setelah itu Lupus jadi ngelamunin Silvi terus.
Esok sorenya Lupus kembali menunggu telepon dari Silvi.
"Pus, ngapain nongkrong di depan telepon"" tegur Mami, heran ngeliat anaknya tiduran sambil memeluk pesawat telepon.
"Ah, a-anu kok, mau ngebersihin gagangnya." Lupus tersipu, jemarinya mengelap-ngelap gagang telepon.
"Oh, kalo gitu sekalian aja gagang pisau, gagang sapu, gagang pacul juga kamu bersihin!" kata Mami sambil lari ke dapur buat ngambil alat-alat yang harus dilap Lupus.
Tapi untunglah telepon segera berdering. Lupus cepet-cepet mengangkatnya. Dia yakin sekali itu dari Silvi. "Halo... Silvi, ya""
"Silvi apaan"" sembur suara di seberang sana. "Ini Papi, tau!"
"Oh, Papi. Eh, ada apa. Pi"" Lupus jadi nggak enak hati.
"Bilang sama Mami nanti Papi pulang seperti biasa," ujar Papi ngasih pesen.
"Aduh, Papi, kalo pulangnya seperti biasa sih nggak usah nelepon!" Lalu Lupus cepet-cepet meletakkan gagang telepon karena khawatir Silvi jadi susah masuk.
Dan bener aja, tak lama kemudian telepon berbunyi lagi. Saat itu Mami masih repot nyari-nyari golok di dapur. Dengan hati-hati Lupus mengangkat telepon.
"Bisa bicara dengan Lupus"" sapa suara itu. "Saya Silvi..."
"Oh, iya, iya, saya Lupus!" Lupus teriak hampir loncat.
"Eh, Pus, sori ya, kemaren terputus. Saya ada tugas mengarang dari guru bahasa Indonesia. Tolongin saya dong"" Silvi langsung membuka percakapan dengan gaya seperti orang yang udah lama kenal. Lupus jadi suka.
"Oh, boleh, boleh. Emangnya disuruh nga-rang apaan sih"" pancing Lupus lagi.
"Gini aja, Pus, kita ketemu di lobi bioskop
Plaza Senayan aja. Nanti kertas tugasnya saya bawa. Sori ya, Pus, mengganggu," Silvi berusaha merayu lagi.
"Nggak, nggak mengganggu kok. T-tapi... gimana saya bisa ngenalin kamu, kita kan nggak pernah ketemu. M-maksud saya, saya belum pernah liat kamu," Lupus mengungkapkan kekhawatirannya.
"Oh, iya, ya. Kita belum pernah ketemu," Silvi juga baru sadar. "Eh, tapi wajah dan rambut kamu sama kan dengan gambar yang di cerita Lupus""
"Ya, agak lain sedi kit. Cakepan aslinya," Lupus coba menyegarkan suasana.
"Ah, bisa aja. Eh, gini deh, Pus, gimana kalo kamu kirim foto kamu"" pinta Silvi.
"Nggak usah, kamu aja yang kirim foto kamu. Nanti saya yang nyari kamu," tegas Lupus.
"Terus nanti saya gimana" Masa kamu nggak kirim foto kamu juga sih"" Silvi merengek. "Pokoknya begini aja, kamu ngirim foto ke saya, dan saya akan ngasih pantun ke kamu sebagai tanda. Nih, catat alamat saya."
Setelah mendiktekan pantun dan alamat rumahnya, Silvi menutup telepon.
Sekarang giliran Lupus yang bingung, soalnya tuh anak nggak punya foto cakep. Dan tak lama kemudian Mami muncul sambil membawa beberapa peralatan dapur yang bergagang. "Oke Pus tolong semuanya di-bersihin. Jangan cuma gagang telepon aja!" Lupus langsung kaget!
Setelah ngeberesin kerjaan ngelap-ngelap itu, Lupus langsung ke rumah Pepno untuk minta tolong difotoin soalnya bokapnya Pepno fotografer. Kali aja ada film sisa.
"Eh, kebetulan, Pus bokap gue baru motret model untuk kalender. Dan tadi katanya ada sisa satu film di kameram a. Elo tunggu sini aja, gue mau ambil kameram a, ujar Pepno ke Lupus. Tak lama kemudian Lupus pun difoto oleh Pepno. Klik!
"Kapan jadinya, Pep"" Lupus tak sabar.
"Mungkin besok," jawab Pepno singkat.
Tapi ternyata yang kefoto bukan wajah Lupus, melainkan cuma... jambulnya! Ya udah, daripada nggak ada foto lagi, akhirnya Lupus mengirimkannya ke Silvi disertai catatan: Silvi yang baik, nanti kamu cari cowok yang memiliki jambul seperti ini, ya....
Lupus datang ke Plaza Senayan tepat waktu. Sebelumnya doski udah berepot-repot ria dengan penampilannya. Soalnya din kan mau ketemu cewek cakep, jadi penampilan harus oke banget, terutama jambulnya itu.
Di lobi bioskop udah banyak orang yang dateng. Lupus langsung mencari-cari Silvi, kemudian duduk di bangku tunggu. Dia mengeluarkan catatan pantunnya, karena di situ ada seorang cewek manis. Lupus menduga cewek itu pasti Silvi. Pelan-pelan Lupus membaca pantun itu.
"Buah jambu merah warnanya,
ambil bambu tolong petikin.
Yang saya cari Silvi namanya,
siapa tau tolong tunjukin.. "
Tiba-tiba pundak Lupus ditowel dari belakang.
"Eh, Den yang namanya Lupus, ya""
"Iya," jawab Lupus. "Mbak siapa""
"Saya pembantunya Neng Silvi. Saya disuruh nemuin Den Lupus, karena Neng Silvi tiba-tiba sakit. Kalo Den Lupus mau ngasih tau soal pelajaran mengarang, bisa lewat saya aja. Nanti saya yang sampein ke Neng Silvi...."
"Oh, gitu"" Lupus cuma terbegong-bengong. "Tapi, Silvi udah nerima foto saya apa belum""
"Oh, udah," kata si pembantu. "Makanya saya mau minta maaf, soalnya saya tidak bisa nemuin Den Lupus lebih dulu. Abis... cowok-cowok yang ada di sini jambulan semua! Hehehe."
Lupus langsung memegang jambulnya yang sebelum berangkat tadi udah capek-capek di-Highlight dengan warna ungu terong!
Bab 2 Cinta Pepno Kandas di Tengah Jalan Sepi
Siang itu begitu terik. Matahari panas membakar. Si cabe keriting alias Pepno tampak sedang menunggu mikrolet di pinggir jalan dengan peluh mengucur deras. Yang bikin Pepno sebel, nggak satu pun mikrolet mau berhenti. Padahal Pepno udah menggunakan berbagai cara dan gaya untuk menyetop mikrolet. Tangan kiri, tangan kanan, kaki kiri, kaki kanan, bahu kiri, bahu kanan, pinggul kiri, dan pinggul kanan, semua digunakan dalam berbagai kombinasi dan variasi gerak, tapi tetap nggak ada mikrolet yang mau berhenti. tangan dan kaki Pepno sampe ikut-ikutan keriting!
"Kenapa nasib gue demikian buruknya"" keluh Pepno tidak berdaya. "Mikrolet aja nggak mau berhenti, apalagi cewek""
Lho, apa hubungannya mikrolet sama cewek"
Dan siang makin panas. Padahal hari itu hari Sabtu. Lho, apa hubungannya lagi" Hubungannya jelas ada! Hari Sabtu berarti malam Minggu, dan malam Minggu itu identik dengan cewek. Artinya Pepno harus ke rumah ceweknya atau paling tidak jalan bareng cewek. Tapi mikrolet aja nggak mau berhenti, apalagi cewek" Oh, sekarang tahu deh! Artinya, Pepno nggak punya cewek dan dia lagi ngedambain punya cewek! Iya, kan"
Pepno mengangguk. Tangan dan kakinya udah capek dipake buat nyetop mikrolet. Jadi sekarang kepalan
ya yang dipake buat nyetop! Dari jauh keliatan kayak burung kakak tua lagi matokin jagung!
Pepno teringat Lupus, sahabatnya. Menurut Pepno, nasib temennya itu bertolak belakang dengan nasibnya. Cewek-cewek di sekolah paling seneng ngedeketin Lupus. Dan kalo mampir ke kantin, mereka makan bakwan goreng sama-sama dan saling bercerita konyol atau main tebak-tebakan! Sopir-sopir mikrolet juga begitu. Kalo Lupus di pinggir jalan, mereka langsung berhenti dan ngasih tebak-tebakan.
"Eh, Lupus, tau nggak, dipukul atau nggak dipukul sama-sama benjol"" tanya si sopir mikrolet.
"Gong!" jawab Lupus.
Terus terang, belum ada satu pun cewek yang mau berhenti di dekat Pepno, seperti juga mikrolet-mikrolet itu. Pepno terus membatin, "Kenapa gue harus lahir ke dunia ini" Kenapa nggak di planet Mars aja""
Cowok keriting itu menunduk, memandangi aspal yang tetap sabar dan tetap item karena digilas kendaraan tiap hari. Dan matahari juga terus bersinar, sehingga tak terasa sebentar lagi masuk waktu asar.
Tiba-tiba sebuah bayangan menghampiri Pepno. Bayangan siapa, ya"
Kalau diliat dari sosoknya, itu bayangan tubuh cewek.
Tapi Pepno nggak peduli. Paling orang yang mau numpang tanya.
Kalo mau ke Slipi naik mikrolet nomor berapa, ya" Huh, basi!
"Eh, kamu Pepno, ya"" ujar si pemilik bayangan.
Pepno kaget. Lho, kok kenal" "Pepno, kan"" ulang si pemilik bayangan yang ternyata emang cewek. Pepno semakin kaget.
"Eh, buk-eh, iya. Saya Pepno," katanya sambil memandang cewek itu dengan ceria. Dan... alamak! Cewek itu cuakep buanget, cing!
"Kamu Pepno temennya Lupus, kan"" ujar cewek bersuara merdu itu.
Tapi begitu mendengar kata "Lupus", Pepno langsung cemberut, soalnya hari ini dia nggak mau denger kata "Lupus". Abis, apa-apa Lupus. Dikit-dikit Lupus. Lagi-lagi Lupus.
"Kamu kok jadi cemberut"" tegur si cewek. "Lupus kan anak baik""
"Iya, dia emang anak baik saking baiknya sampe jarang sakit!" jawab Pepno cuek. "Terus, kok kamu kenal saya juga""
"Saya pernah liat kamu jalan bareng Lupus, pasti kamu sohibnya Lupus, jawab cewek itu "Eh, kamu lagi nunggu mikrolet, ya""
Pepno mengangguk. "ngomong-ngomong. kamu punya buku Lupus Kecil yang berjudul Sunatan Massal, nggak" Saya pinjam dong. Saya udah cari-cari di toko buku sampai ke toko obat, tapi nggak ada tuh!"
"Buku Lupus Kecil emang laris manis. Saya sih punya, tapi ada di rumah," jawab Pepno. "Kalo kamu mau minjem, datang aja ke rumah saya. Atau saya yang ke rumah kamu""
Si cewek mikir sejenak. "Kalo gitu, kamu aja deh yang ke rumah saya," putus cewek manis itu.
Jantung Pepno berdebar-debar. Betapa senang hatinya. Tumben hari ini nasibnya mujur.
"Eh, iya, hampir lupa. Nama kamu siapa sih"" tanya Pepno.
"Ira. Irawati. Rumah saya di cimanggu Indah Blok H No. 9," jelas cewek itu.
"Wah, pasti kamu anak orang kaya. Saya minder nih, soalnya saya..."
"Emangnya saya cewek matre! Kamu datang aja saya udah senang kok!" tegas Ira.
Mata Pepno berbinar-binar. Kini dia nggak peduli meskipun udah ada mikrolet yang berhenti di dekatnya.
"Hei, mau naik, nggak"" tanya si sopir. "Jangan sok jual mahal deh!"
Pepno tetep diem aja. "Mau ke mana, Pep"" tanya mama Pepno saat ngeliat anaknya dandan rapi. Pipi Pepno yang tembem dan item dibubuhi prangko, eh, dibubuhi bedak talek, sehingga tampak sedikit putih! Dan wajahnya jadi bersinar bila terkena bias sinar bohlam! "Malem-malem begini..."
"Mau, mau, mau ke... rumah temen," jawab Pepno tersipu-sipu.
"Ke rumah temen kok dandan kayak ondel-ondel begitu"" ledek mamanya.
Pepno jadi cemberut. "Tapi cakep kok!" puji mama Pepno biar anaknya nggak ngambek. "Emangnya mau ke mana, anakku manis""
"Mm... anu, Mam, ada penting. Eh
bukan penting, lapi super penting!"
"Acara apa sih"" kejar mamanya.
"Aduh, Pepno belum bisa cerita sekarang, Mam. tapi kalo ini berhasil, Pepno akan cerita ke Mama dengan sangat mendetail. Malah kalo perlu Pepno akan undang beberapa wartawan infotainment untuk menyebarluaskan peristiwa ini!" oceh Pepno sembari mencium tangan mamama lalu langsung cabut dari situ untuk menuju rumah Andy dulu.
Sedangkan mama Pepno hanya geleng
-geleng kepala ngeliat perubahan penampilan anaknya.
Waktu Pepno nongol Andy lagi asyik baca koran di teras rumahnya.
"Ya amplop! Lo siapa""
"Jangan bercanda, Ndy! Gue perlu bantuan nih."
"Iya, tapi lo siapa""
"Aduuuh, gue Pepno! Emangnya penampilan gue kenapa sih" Ada yang berubah"" "Abis, muka lo itu."
"Emangnya muka gue kenapa" Lo pasti takjub ngeliat penampilan gue, kan""
"Nggak. Bedak yang lo pake itu bedak apaan sih" Kok putih banget, lo jadi kayak pocong!"
"Ah, masa sih"" Pepno langsung ngaca di kaca nako rumah Andy untuk ngecek wajahnya. Bener, ternyata bedak yang dipakenya terlalu putih.
"Pantesan tadi nyokap gue ngeledekin terus!" ujar Pepno sambil ngeluarin tisu untuk menipiskan bedak di wajahnya. "Maklum, Ndy, kencan pertama, jadi butuh penampilan prima."
"Oh, lo punya cewek juga""
"Iyalah! Mumpung ada cewek yang khilaf!" kata Pepno sambil nyengir. "Gimana motornya, udah siap belum""
"Udah. Tapi lo hati-hati, ya. Soalnya ini motor bokap gue!" jelas Andy.
"Siplah." "Jangan lupa uang bensinnya." "Don't worry, honey."
"Eh, jangan lupa, motor ini kalo kepanasan suka mogok lho."
"Tenang aja, gini-gini gue tau mesin!" kata Pepno.
Andy nggak percaya. "Ah, yang bener"" "Mesin tik!" jawab Pepno asal sambil menggiring motor itu ke luar rumah.
Dengan motor pinjaman itu, Pepno yang irit- item, keriting, kiyut -itu akhirnya tiba di rumah Ira. Rumahnya cukup besar, sehingga Pepno agak minder. "Wah ternyata doski anak orang kaya."
Setelah memarkir motornya, Pepno berusaha membuka pintu pagar. Ternyata Ira udah menunggu kedatangannya. Pintu belum terbuka, tapi Ira udah menghampiri Pepno.
"Hei, kirain kamu nggak bakal sampe sini!" sapa cewek itu riang. "Soalnya kan sekarang lagi musim razia""
"Hah" Razia apaan"" Pepno agak takut karena dia belum punya SIM. "Razia kendaraan bermotor, ya""
"Bukan," jawab Ira nyengir. "Razia orang jelek!" Pepno ikut nyengir juga.
kemudian Pepno diajak duduk di kursi teras.
"Mau minum apa"" "Hm, apa aja deh!"
"Oke." Ira masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian dia keluar sambil membawa segelas sirop. "Ayo, Pep, siropnya diminum."
"Makasih. Oh, iya ini buku Lupus Kecilnya."
"Kok pake dibungkus rapi segala""
"Ng... Ra, buku ini tidak saya pinjemin, tapi emang khusus saya kasih buat kamu. Karena pengarangnya udah pesen ke saya, kalo dipinjem-pinjemin nanti dia nggak dapat royalti. Hehehe." Ira tersenyum.
"Eh, kita jalan-jalan yuk." Pepno memberanikan diri ngajak Ira. "Mumpung saya minj... eh, maksud saya, mumpung saya bawa motor. Yah, itung-itung cari angin." "Iih, di rumah banyak kipas angin kok!" "Maksud saya bukan angin yang itu, tapi angin segar...!"
"Hm, gimana, ya"" Ira menimbang-nimbang. Dia tampak ragu. Tapi akhirnya dia ngangguk juga. "Ya udah deh. Ayo berangkat."
Pepno girang banget. Dia langsung menghampiri motor pinjeman itu dan menstarternya.
"Eh, saya naik di belakang, ya"" Ira tampak khawatir.
"Tentu saja...," jawab Pepno pasti.
"A-apa nggak sebaiknya saya jalan kaki aja""
"Eh, jangan dong! Saya bela-belain bawa motor kan supaya kita bisa dekat dan akrab," anjur Pepno sambil merajuk.
Akhirnya Ira naik juga ke boncengan. Pepno menjalankan motor dengan dada berdegup kencang.
Malam itu cukup cerah. Langit bertaburan bintang. Angin juga tidak terlalu kencang. Pepno asyik membonceng Ira. Tak terasa udah hampir satu jam mereka berputar-putar di kawasan itu.
"Jangan ngebut, Pep!"
"Tenang, Ra, segini sih belum apa-apa." Pepno keasyikan, sehingga ia lupa pesan Andy: motor itu bisa mogok kalo mesinnya terlalu panas! Dan waktu mereka melewati jalanan gelap yang sepi, tiba-tiba mesinnya mati.
Pepno kaget, Ira cemas. "K-kok berhenti di sini, Pep""
"Bensinnya, kali," ujar Pepno tampak bingung. Kemudian ia membuka tutup tangki. "Tapi bensinnya masih ada. Aduh, apanya, ya" Apa spionnya miring""
Pepno berusaha bercanda tapi rupanya Ira langsung marah.
"Kamu jangan macem-macem, ya! Kamu pasti sengaja membawa saya ke sini!"
"Eh, nggak. S-saya betul-betul nggak tau!" jawab Pepno bingung.
"Ah, kamu bo'ong!" teriak Ira bener-bener emosi. "Emangnya saya cewek apaa
n"" Pepno bener-bener nggak nyangka Ira jadi semarah itu. Dia terpana. Sementara air mata Ira mulai menetes.
"saya mau jalan sama kamu, karena saya pikir kamu cowok baik karena kamu temen Lupus, ternyata kamu berusaha mencari-cari kesempatan!"
"Eh, bukan!" Pepno mengelak "S-saya sama sekali..."
Tapi Ira keburu lari dari tempat itu dan berusaha menyetop kendaraan umum yang lewat.
Pepno cuma bisa terduduk lemas. Dengan langkah gontai ia menuntun motor pinjaman itu sendirian dan membelah keheningan malam....
Bab 3 Berantem Gaya Baru Hari Minggu besok Pepno mau ngajak Lupus ke Taman Safari.
"Siapa lagi ya, Pus, yang bisa kita ajak untuk ikutan ke sana"" tanya Pepno minta pendapat Lupus ketika ia main ke rumah temannya itu. Soalnya Pepno punya sembilan karcis gratis, sedangkan yang mau ikut baru delapan orang, termasuk sopir.
Lupus mikir sejenak. "Gimana kalo si Windu"" ujarnya sambil menggeser duduknya agar deket dengan sahabatnya itu.
"Wah, kalo ngajak Windu, yang enak elo dong. Elo kan naksir dia!" sungut Pepno.
"Abis siapa lagi"" Lupus balik tanya. "Kayaknya semua temen deket kita udah kita ajak deh."
"Iya sih, tapi satu karcis lagi masih tersisa. Kan sayang," kata Pepno lagi.
Kebetulan saat itu Lulu ada di rumah dan dengerin pembicaraan kedua anak itu. "Eh, Lulu aja deh yang ikut!"
"Huuu... enak aja! Jangan! Anak kecil nggak boleh ikut-ikutan! Acaranya bisa nggak seru nanti!" sergah Lupus langsung nggak setuju.
"Eh, emangnya lo anak gede!" protes Lulu sebel karena dibilang anak kecil. "Elo kan cuma selisih dua tahun sama gue. Pus!"
"Eh, tapi boleh juga kok, Pus," bisik Pepno. Pepno emang suka godain Lulu. Tapi Lupus tetep nggak mau.
"Nggak ah. Kalo Lulu ikut, gue nggak ikut!"
Akhirnya Lupus pergi ke belakang rumah dan Pepno berusaha mengejarnya. Sedangkan Lulu pasang muka cemberut.
Lupus duduk di kebon belakang, deket pohon jambu. Pepno menyusul duduk di sampingnya.
"Pokoknva, kalo tuh anak ikut, gue nggak ikut!" tegas Lupus.
"Tapi, Pus, karcisnya kan sayang. Dan gue nggak mau lo nggak ikut, karena nanti kan elo yang harus mengkoordinir anak-anak, yang ngurusin konsumsinya, dan lain-lainnya. Jadi seandainya Lulu ikut, elo juga harus ikut," Pepno merajuk.
"Gue males kalo si Ucrit itu ikut!" tegas Lupus lagi.
Pepno diem sejenak. Lupus dan Lulu kadang akur, tapi kadang mirip kucing dan tikus yang hobi berantem! Akhirnya Pepno mengalihkan pembicaraan mereka ke masalah lain. Dia teringat sepupunya yang udah gede tapi masih suka bawa-bawa boneka.
"Pus. gue punya sepupu yang masih suka boneka, padahal orangnya udah gede. Dia jadi malu kalo ke mana-mana nenteng-nenteng boneka. Lo tau nggak caranya supaya dia bisa ngilangin kebiasaan itu""
Lupus mikir sambil memandang wajah Pepno yang imut alias item mutlak. "Ah gampang Pep."
"Gampang gimana"" tanya Pepno. "Ada yang bilang, semua boneka itu harus dilumur-in oli, biar sepupu gue itu jadi jijik dan akhirnya ninggalin boneka-boneka itu!
"Ah, nggak usah repot-repot. Gue punya cara yang lebih oke. Pertama elo kumpulin boneka-boneka itu, lalu ikat kuat-kuat, dan masukin ke dalam kardus!"
"Terus"" Pepno mau tau lagi. " terus boneka-boneka itu diapain""
"Terus kirim aja ke rumah gue!"


Lupus Berantem Gaya Baru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pepno nyengir. Selanjutnya dua anak itu terdiam lagi. Sebetulnya Lupus nggak enak juga sama Pepno yang selalu baik padanya. Lupus sebetulnya ingin mengusulkan nama, tentu saja selain nama Lulu. Tapi siapa" Lupus belum dapat ilham.
"Eh, Pep, gue punya tebakan basi nih. tapi lumayan buat ngisi waktu sampe kita nemuin orang yang bisa ikut ke Taman Safari. Lo tau bedanya kuda catur sama kuda pacuan""
"Tau!" sahut Pepno yakin. "Kuda catur makan raja, kuda pacuan makan rumput!"
"Salah," tukas Lupus. "Yang bener, kuda pacuan nggak bisa makan raja! Hehehe."
"Ah, basi, Pus."
"Kan tadi gue udah bilang begitu..."
Setelah suasana sedikit mencair, tiba-tiba Lulu muncul lagi. "Gimana" Udah berubah pikiran"" tanyanya pede.
"Eh, Tuyul," bentak Lupus sebal, "gue emang udah berubah pikiran! Tapi nggak segampang itu, tau! Ada syarat-syarat yang harus lo penuhi!"
"Oke deh, Kakak...,"
jawab Lulu centil. "Eh, jadi si Lulu lo izinin ikutan pergi nih"" Pepno ikut senang.
Dan malam harinya, Lulu mendekati Lupus yang katanya mau memberitahu syarat-syarat khusus agar Lulu bisa ikut ke Taman Safari.
"Pertama!" kata Lupus tegas.
"...Ketuhanan Yang Maha Esa!" celetuk Lulu.
"Hush! Jangan bercanda!" bentak lupus.
"Jya, iya. Pertama apa, kakakku sayang"" Lulu pun berubah jadi anak manis.
"Pokoknya, lo harus mematuhi peraturan-peraturan tersebut!"
"Siap!" ucap Lulu ngikutan gaya hansip. "Pertama semirin sepatu gue!" Dan tanpa menunggu perintah selanjutnya, Lulu langsung ke belakang untuk mencari sepatu kakaknya. Lupus seneng karena Lulu jadi sangat patuh. Hei... yang disemir bukan sepatu basket hooi!"
"Ups, sori!" kata Lulu. "Saking semangatnya nih!"
Lalu Lulu mengambil sepatu hitam milik Lupus dan menyemirnva sampe mengilat. "Gimana, puas" Liat, lo bisa ngaca di sepatu ini!"
Lupus tersenyum senang. "Berikutnya... " kata Lupus mencari-cari ide untuk bisa memerintah adiknya, "hm, tolong bikinin gue indomi pake telor! Dan inget, minya jangan terlalu mateng, terus kuahnya jangan banyak-banyak, dan telurnya dipisah!" "Dipisah dari minya"" "Bukan, dari induknya!" Lulu langsung nyengir. Setelah itu dia pergi ke dapur dan menyalakan kompor.
Tapi bukan berarti tugas buat Lulu selesai, karena selanjutnya Lupus minta dibikinin roti bakar dan kopi susu, serta merapikan kamarnya. Tentu saja keakraban ini membuat ortu mereka terheran-heran. Ya, Papi dan Mami geleng-geleng kepala ngeliat keakraban dua anak mereka yang biasanya ribut itu.
"Tumben ya, Pi, si Lulu jadi rajin dan perhatian sekali sama Lupus. Biasanya mereka seperti kucing dan tikus...," komentar Mami.
"Itulah, Mi, makanya kita tidak boleh menganggap seorang anak tidak bisa berubah. Anak yang suka berantem belum tentu berantem terus. Iya, kan"" imbuh Papi.
Lupus atau Lulu memang belum bilang pada ortu mereka bahwa hari Minggu besok mereka akan pergi ke Taman Safari.
"Apalagi yang harus kukerjakan, kakakku sayang kakakku peyang"" tanya Lulu lagi.
"Hm, sekarang elo kitik-kitikin telapak kaki gue, sambil cerita-cerita!" ujar Lupus.
"Aduh, Pus, lo kok keterlaluan amat sih!" protes Lulu.
"Eh, nggak boleh marah-marah," Lupus mengingatkan. "Gue coret nama lo nanti!"
Mau nggak mau akhirnya Lulu mengerjakan perintah Lupus. Ya, demi ke Taman Safari gratis, apa boleh buat"
"Hm, cerita apa, ya"" Lulu mikir. "Aduh, Pus, Lulu nggak punya cerita. Eh, tebakan aja deh. Gini, Pus, jatuhnya ke bawah, tapi diliatnya ke atas. Apa ayo""
"Ah, gampil! Ujan, kan""
"Eh, iya." "Ayo, coba keluarkan tebakan lain""
"Nyerah deh, Pus. Lulu nggak punya tebakan lagi. Gini aja deh, Lulu mau tanya aja. Kira-kira tips sukses belajar itu kayak apa sih""
Pertama lo harus menyimak pelajaran yang diterangkan guru dengan baik" kata Lupus. Eh kitik-kitiknya jalan terus!" "Eh sori sori. Lalu apa lagi"" "yang kedua bertanyalah kalo ada pelajaran yang susah. yang ketiga ulangi lagi pelajaran itu di rumah. Dan terakhir, ini yang paling penting jangan sampai nggak.
"Apa tuh"" Lulu menatap mata abangnya, "...buatlah kertas contekan menjelang ulangan!"
"Huuu... sama aja bo'ong!"
Keesokan paginva Lulu langsung menyiapkan diri. Paling tidak dia harus bawa mantel, karena Taman Safari berada di daerah pegunungan, dan juga sedikit bekal makanan untuk ngemil. Lulu berniat akan bilang ke Mami atau Papi menjelang berangkat nanti.
Sementara itu, sambil bersepeda lupus mendatangi teman-temannva atu persatu untuk mengingatkan perbekalan yang harus dibawa. Dia juga memberitahu jam berapa mereka harus kumpul di rumah Pepno Setelah itu Lupus pulang ke rumah untuk mempersiapkan diri. Semalam ia keasyikan diservis Lulu sehingga lupa menyiapkan segala sesuatunya. Tapi pas mau sampe rumah, lupus ketemu
Pepno di tengah jalan. "Hei, Pep, lo mau ke mana"" sapa lupus.
"Bukannya siap-siap, lo malah jalan-jalan."
"Hoi, Pus! kebetulan nih!" kata Pepno dengan mimik serius.
"Ada apa sih, kok keliatannya serius amat"" tanya Lupus.
"Eh, a-anu Pus Pepno jadi bingung.
"Ada apa, Pep" Elo takut digigit macan, y
a" Tenang, Pep, macan Taman Safari nggak mau ngegigit orang kayak lo! Paiiit!"
Pepno tersenyum sejenak, tapi selanjutnya pasang wajah serius lagi.
"Bukan, Pus. A-anu... tiba-tiba mobilnya dipinjem sodara gue untuk pergi ke rumah sakit, jadinya..., ujar Pepno lirih, tak mampu melanjutkan kata-katanya.
"Maksud lo"" lupus masih belum sadar.
"Y-ya, jadi acara ke Taman Safari untuk sementara ditunda dulu," jelas Pepno lagi.
"A-apa" Ditunda""
"I-iya, Pus, paling nggak sampe minggu depanlah. Karcisnya masih bisa dipake kok!"
Akhirnya dengan lemas lupus pulang ke rumah. So pasti lulu kaget banget waktu dikasih tau lupus bahwa acara itu ditunda.
"Nggak jadi" Nggak salah denger nih"" pekik Lulu.
"I-iya, lu nggak jadi...," ujar Lupus jadi nggak enak hati.
"A-apa lo nggak liat kalo gue udah siap-siap"" ujar Lulu mulai sewot.
"I-iya, gue liat kok," ucap Lupus.
"Terus kenapa nggak jadi"" kejar Lulu." Apa elo berubah pikiran" Elo nggak suka ya, kalo gue ikut""
"Bukan Lu, bukan soal itu," terang Lupus. "I-ini soal mobil Pepno yang mendadak harus dipinjam sodaranya untuk ke rumah sakit, jadi acaranya ditunda... Eh, Lu, jangan marah, ya" Gue kasih tebakan deh... Yang ngasih diem aja tapi yang dikasih marah-marah""
"Kentut!" "Eh, satu lagi, Lu. Kenapa orang ultah selalu niup lilin""
"Soalnya kalo niup neon, tuh bibir bisa monyong!" tukas Lulu seperti tidak memberikan kesempatan lagi pada kakaknya.
"Sori deh, Lu, a-acaranva jadi ditunda be-gini..."
"Hmm... oke deh. Kalo emang begitu keadaannya, nggak masalah," ujar Lulu dingin. "Tapi sekarang elo harus semirin sepatu gue. Sepatu yang item maupun yang basket, pokoknya semir sampe mengilat! Terus, elo buatkan indomi, kuahnya yang banyak, kalo perlu se-gentong, tapi harus tetap gurih! Telornya dibikin telor mata sapi. Ingat, matanya ngelirik genit! Dan..."
"Iya, Lu, siap, siap...," jawab Lupus, dan bergegas mengerjakan perintah-perintah Lulu.
"Acara sih boleh nggak jadi, tapi kesewenang-wenangan harus terbalaskan...," batin Lulu geram.
Dan saat Lupus mengerjakan perintah-perintah Lulu, Mami dan Papi melihatnya. Tentu saja mereka heran lagi.
"Wah, wah, luar biasa, Mi," kata Papi senang- "Lihat tuh, sekarang si Lupus yang menunjukkan kasih sayangnya pada adiknya..."
"Iya, biasanya dia seperti kucing ngeliat tikus kalo ngeliat Lulu," ujar Mami lagi.
"Dan ternyata yang namanya kucing itu nggak selamanya suka menerkam, ya" Buktinya si Lupus itu," tambah Papi. "I-iya, Mami jadi salut nih," ucap Mami. Tapi Mami en Papi emang belum tau kalo sebetulnya anak-anak mereka lagi pada berantem, cuma berantemnya pake gaya baru!
Bab 4 Lulu Potong Rambut, Eh Lupus Budek Dikit
Suara musik terdengar keras dari kamar Lupus! Sementara di ruang tengah Lulu sedang sibuk melototin majalah yang menampilkan berbagai model rambut.
"Lupus, suaranya dikecilin dikit dong!" teriak Lulu merasa terganggu. "Lulu nggak konsen nih!"
Tapi suara musik tetap keras meskipun Lulu udah teriak-teriak. Akhirnya Lulu mengalah dan pindah ke teras depan.
Ceritanya Lulu mau potong rambut. So, doski nyari model rambut yang cocok, dan syukur-syukur bisa jadi panutan buat cewek-cewek lainnya.
Lulu terus membalik-balik majalah di sela-sela suara musik keras yang terdengar dari kamar Lupus. Sebetulnya keinginan Lulu tampil beda udah dari awal tahun. Tapi lantaran uangnya kepake buat macem-macem, mau nggak mau sekarang inilah keinginannya baru terlaksana.
Tapi... walaupun udah hampir lima puluh majalah wanita dewasa tujuh belas, majalah remaja, selusin majalah anak-anak empat majalah TTS dan tiga buku telepon dibolak-balik, Lulu belum juga mendapatkan model yang cocok. Tinggal sebuah majalah yang belum dibukanya. Di dalam majalah ini rata-rata model rambutnya pendek-pendek karena tidak ada pilihan lain, akhirnya Lulu mengambil keputusan untuk memotong rambutnya sesuai dengan gambar yang diliatnya di majalah itu.
"Hm. kayaknya boleh juga nih punya rambut pendek! Mempersempit gerak kutu! Hehehe."
Lalu Lulu mendatangi kamar abangnya. "Hei, Pus, tolong anter Lulu ke salon dong!"
"Apaan" Beli balon"" tukas lupus y
ang masih menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama musik "Lo mau ultah, ya""
"Bukan balon, tapi salon!" teriak Lulu lagi.
"Iya, iya, sebentar!" Lupus mematikan tape-nya. "Tapi ngomong-ngomong, buat apa sih beli paralon" Disuruh Mami, ya""
"Aduuuh, Lupus! Lo bukan budi alias budek dikit, tapi budek banyak!" lulu benar-benar sebel.
"Sori deh, sori," kata Lupus. "Jadi, apa nih yang bisa gue bantu""
"lulu mau potong rambut ke salon! Tolong anterin!"
"Oh, mau potong rambut" Bilang dong dari tadi," kata Lupus. "Masa ke salon aja harus beli balon dan paralon segala. Ada-ada aja!"
Kemudian lupus membonceng Lulu naik sepeda ke salon deket rumah. Sesampainya di sana, mereka disambut seorang wanita dengan ramah.
"Wah, wah, kalian mau potong rambut, ya" Ayo, silakan duduk," kata si pemilik salon itu.
"Oh, saya masih sekolah kok!" jawab Lupus yang masih telmi dan mengira wanita itu berbasa-basi padanya.
"Ih, orang saya nanya siapa yang mau dipotong"" wanita itu coba menjelaskan.
"Oh, sori deh. Maklum, namanya juga masih anak-anak. Biarpun masih sekolah, kadang-kadang bergaya juga," tukas Lupus panjang-lebar.
Wanita itu kemudian beralih ke Lulu. "S-siapa ya, yang rambutnya mau dipotong""
"Saya, Mbak," jawab lulu seraya duduk di kursi. Sementara lupus duduk di kursi tunggu yang tersedia dan mencari-cari majalah.
"Mau dipotong model apa"" tanya si pemilik salon pada lulu.
Tapi yang menyahut malah lupus, "Hari ini libur, Mbak! Kan abis pada ulangan!"
"Eh, saya bukan nanya kamu kok!" wanita itu mulai sebel, "Eh, iya, model apa tadi""
"Ini, Mbak." Lulu menyodorkan majalah yang dibawanya.
"Oh, model pendek ya"" tegas wanita itu lagi.
"Tapi...," Lupus mulai nyeletuk lagi, "libur-annya nggak lama kok. Nanti kalo mau naik-naikan kelas, baru liburnya panjang! Jadi liburan kali ini emang... pendek!"
"Iiih, nih anak!" wanita itu melotot ke arah Lupus. Tapi Lupus cuek dan menenggelamkan diri di balik majalah yang dibacanya.
"Eh, Mbak, abang saya emang lagi budi!" bisik Lulu. "Udah, cuekin aja."
"Oh, pantes." Maka mulailah si pemilik salon memotong rambut Lulu sesuai permintaan. Tapi dengan cueknya Lupus terus mengajak ngobrol wanita itu. Dan meskipun obrolannya nggak nyam-bung dan bikin sebel yang mendengarnya, Lupus terus aja nyerocos. Akhirnya si pemilik salon memasang headphone di kepalanya!
"Motong rambutnya sambil dengerin musik, Mbak"" tanya Lupus lagi.
"Iya!" sahut wanita itu tanpa menoleh.
"Kok tape-nya belum dicolokin sih""
"Biarin! Ini radio ajaib!" tukas si Mbak yang udah nggak sabar menghadapi Lupus. Akibatnya dia kurang konsentrasi memotong rambut Lulu.
"Lho, kok jadinya pendek banget, Mbak"" ujar Lulu setelah pemotongan selesai.
"Kan sesuai permintaan"" jawab wanita itu.
"Kalo masih kurang pendek, potong aja lagi!" Lupus ikut menyarankan. "Bayarannya nggak nambah, kan""
Tapi nasi udah telanjur jadi bubur sumsum. Rambut Lulu dipotong kelewat pendek. Lulu kontan merengut. Tapi si pemilik salon nggak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Maaf deh, abisnya saya nggak konsen. Diajak ngobrol terus sama kakak kamu itu. Saya kasih diskon deh. Sekali lagi maaf, ya."
Pulangnya Lulu nggak mau diboncengin Lupus. Dia memilih jalan kaki. Dan sepanjang perjalanan dia tidak bicara apa-apa, hanya tangannya yang sibuk melipat-lipat majalah yang tadi dipakai untuk contoh!
Dan ketika sampai rumah-ini yang bikin Lulu tambah sedih-Mami sama sekali tidak mengenalinya.
"Hei, siapa tuh, Pus"" tanya Mami kepada Lupus. "Temen kamu, ya" Kok main masuk-masuk aja sih""
"Iya, Mi, tadi Lupus pake sepeda. Kalo Mami mau pake, sekarang ada di luar," jawab Lupus masih budi.
Sementara itu lulu langsung masuk kamar dan ngambek.
"Eh, Pus, itu teman kamu masuk kamar Lulu!"
"Sepedanya nggak dikunci Mi, tinggal pake ajaaa...," tukas Lupus lagi.
"Iiih dasar budi!" Mami menjawil kuping Lupus. "Itu siapa yang masuk kamar Lulu"" "Oooh itu kan Lulu!" jawab Lupus. "Lulu" Kok rambutnya pendek banget! Ka-yak rambut anak cowok aja!"
"Ah, yang bener" Tadi kan Lupus yang nganterin ke salon supaya rambutnya dipendek-in! Mami ini ada-ada aja deh." kata L
upus sambil ngeloyor pergi ke kamarnya buat menikmati musik lagi! Tentu aja dengan suara keras!
Sampe malam Lulu masih ngendon di kamar. Rupanya dia nyesel banget rambutnya dipotong pendek. Rambutnya yang dulu panjang dan indah serta suka dipuji temen-temennya kini tak ada lagi. Yang ada hanya seonggok rambut yang tak beda dengan sabut kelapa yang suka dipake buat nyuci piring. Lulu jadi sebel.
Apalagi Papi dan Lupus sering ketawa ngikik bila ngeliat Lulu nongol dari kamar!
Hanya Mami yang sesekali menghiburnya.
"Udah, Lu, jangan dipikirin. Daripada pusing, mendingan kita main tebak tebakan aja."
"Emang Mami punya tebakan""
"Ada sih. Begini, Lu. Rambutnya bule, tapi nggak bisa bahasa Inggris. Ayo apaan""
"Iih, bule apaan tuh" Nggak tau deh, Mi"
"Jawabannya yaitu, jagung!"
"Jagung"" "Iya, jagung kan rambutnya bule! Hehehe."
"Lulu juga punya tebakan nih. Setiap baby alias bayi yang baru lahir kan nggak bisa jalan, apalagi lari. Tapi ada baby yang bisa langsung kabur! Ayu, apaan""
"Wah, baby ajaib, kali."
"Salah." "Baby apa dong" Mami nggak tau tuh!" "Baby Benz! Hihihi."
Lumayan juga. Main tebak-tebakan bisa bikin Lulu terhibur. Tapi sayangnya, setelah tebakan habis, Lulu merengut lagi. Terpaksa Mami menghibur dengan nasihat lain.
"Coba deh, pake penyubur rambut. saran Mami selanjutnya. "Biar copet panjang.
"Emangnya ada obat penyubur rambut yang bisa memanjangkan rambut dalam satu malam"" Lulu mulai tertarik.
"Ada," jawab Mami.
"Apa namanya"" lulu penasaran.
"Wig!" "Iih, Mami. Masa lulu harus pake rambut palsu! Nanti Lulu dikatain bencong! Kan bencong biasa pake rambut palsu!"
"Ya udah. Kalo nggak mau kamu harus tabah. Nggak lama lagi rambut kamu pasti panjang lagi. Coba deh, banyak-banyak makan nasi goreng."
"Eh, apa hubungannya, Mi" Emang kalo banyak makan nasi goreng rambut bisa cepet panjang""
"Nggak, cuma tadi Mami bikin nasi goreng kebanyakan. Tuh masih ada! jawab Mami cuek seraya meninggalkan lulu. "Sayang kan kalo nggak dimakan mubazir!"
Esok paginya dengan hati-hati Mami mengetuk kamar Lulu. Mami khawatir anak itu enggak bisa tidur semalaman karena memikirkan rambutnya sehingga paginya kesiangan. Tapi ketika Mami mengintip kamar anak perempuannya itu Lulu abis salat subuh.
"Subhanallah..., ucap Mami takjub "Tumben, Lu... udah salat! Biasanya jam enam masih ngelingker di tempat tidur!
"Alhamdulillah, Mi. Lulu juga udah mandi. Ternyata rambut pendek itu ada hikmahnya. Lulu bisa bangun lebih pagi, mandi lebih cepet, dan bisa salat subuh tepat waktu."
"Ah, kamu bisa aja. Tapi yang jelas kamu udah bisa nerima apa adanya setiap bagian yang ada di diri kamu. Termasuk rambut pendek kamu itu, sehingga kamu bisa mensyukurinya. Kamu nggak usah ngoyo lagi, dan itu bisa menghilangkan beban! Itu bagus, Lu. Coba kalo semua orang kayak kamu. Wah, bakalan asyik deh. Kan sekarang ini banyak cewek yang nggak pede hanya karena ada kekurangan di dirinya. Misalnya hidungnya pesek, pipinya tembem, atau jidatnya jerawatan. Harusnya kan kita terima aja, tapi dengan cara meningkatkan kualitas diri kita sehingga kelemahan-kelemahan itu bisa tampak sebagai kelebihan. Iya, kan" Eh, iya, ngomong-ngomong, Lupus udah bangun belum""
"Dia kan lagi budi, Mi. Gara-gara hobi dengerin kaset keras-keras. Mana dia bisa bangun meskipun suara azan dari masjid nyaring banget!" jelas Lulu.
"Eh, betul juga, ya."
Kemudian Mami pergi ke kamar Lupus. Dan dugaan Mami ternyata benar. Lupus masih memeluk bantal-gul... Eh, bukan, Lupus sedang memeluk tape! Ya ampun!
"Pus, bangun! Udah siang!" ujar Mami.
Lupus masih ngulet. "Ayo, Lupus, banguuuun!"
"Eh, Mami gimana sih"" kata Lupus yang masih sepet. "Lulu kan nggak tidur di sini lagi. Tuh dia di sebelah sana. Ganggu orang tidur aja!"
"Eh, Lupus! Mami tuh ngebangunin kamu, bukan Lulu! Lulu sih udah siap dari tadi!"
"Hm, Lupus juga tau," Lupus berusaha ngeles. Dia duduk terkantuk-kantuk di atas kasur sambil mengucek-ngucek matanya. "Pasti dia masih ngambek dan nggak mau ke sekolah. Yah... mungkin karena rambutnya yang seperti balok itu..."
"Lupuuus!" Mami akhirnya jadi nggak sab
ar. "Dasar budi, terpaksa deh kamu Mami seret ke kamar mandi! Makanya kalo denger musik jangan kenceng-kenceng!"
"Eh, eh, Mami mau ngajak lupus main smack-down ya""
Bab 5 Kartu Valentine buat Kakak
Lulu punya temen sekolah bernama Ola. Ola berasal dari keluarga nggak mampu, karena sejak Ola kecil ayahnya udah meninggal dunia. Sedangkan ibunva hanya bekerja di rumah menerima orderan cucian dari para tetangga. Tapi si Ola ini hampir tiap hari bawa kue yang enak-enak seperti kue nagasari, ongol-ongol, lapis legit, apem, dan nastar. Makanya Ola jadi deket ama Lulu. Soalnya Lulu anak yang paling sering nerima tawaran Ola. Kadang-kadang malah Ola yang nggak kebagian kue itu. "Mau kue""
"Oh, tentu saja!" jawab Lulu tanpa sungkan.
Kejadian-kejadian itulah yang akhirnya membuat Lulu dan Ola jadi deket.
"Eh, ngomong-ngomong, elo kok sering bawa kue sih"" tanya Lulu suatu hari di pojokan kantin. "Ibu lo jualan kue, ya""
"Nggak. Kebetulan abang gue si Oji yang dulu tinggal di Bandung sama Uwak, sekarang tinggal di sini. Dia itu emang rajin. Dia sekolah di SMP negeri di Slipi, dan tiap pulang sekolah selalu pergi usaha. Katanya sih dagang koran, atau kadang-kadang jualan teh botol di depan gedung MPR. Pokoknya macem-macem deh kegiatannya."
"Oh, jadi kue-kue itu dari abang lo""
"Ya, gitu deh."
"Hm, abang lo baik banget. Sayang sama adik." Lulu menerawang.
"Eh, dia juga suka ngasih gue uang jajan lho!" tukas Ola lagi.
"Wah, asyik banget. Uang jajan lo jadi dobel dong. Kan lo cerita, nyokap lo juga suka ngasih uang jajan."
"Iya," jawab Ola senang.
Lulu jadi inget sama kakaknya, si Lupus itu. Boro-boro ngasih uang. Kalo Lupus punya kue, kuenya buru-buru ditelen biar nggak diminta Lulu.
"Huh, pokoknya tuh orang harus dikom-plen!" ujar Lulu dalam hati. Dia berniat protes ke Lupus setelah mendengar kisah Ola.
Dan begitu sampai rumah, Lulu langsung mencari-cari Lupus.
"Kenapa sih lo nggak bisa sebaik kakaknya Ola"" ujar Lulu. "Padahal dia dari keluarga sederhana. Bahkan untuk mendapatkan uang, dia harus jualan koran atau jualan teh botol dulu! Tapi dia kok bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk adiknya" Coba elo juga begitu, Pus!"
Lupus yang nggak tau apa-apa jelas kaget disodorin pertanyaan begitu rupa oleh Lulu. Eh ada apa nih" Kalo lo nyesel jadi adik gue lo minta diadopsi aja jadi anaknya keluarga Ola!
Mendengar jawaban kayak gitu Lulu jadi makin sebel.
"Kalo begitu, gue nggak mau nganggep lo jadi kakak lagi!" Lulu langsung berlari meninggalkan Lupus.
"Oh, boleh aja! Siapa takuuut!"
"Dan lo juga nggak boleh negor-negor gue lagi!"
"Siapa yang mau negor lo" Emangnya lo artis!"
"Dan nggak boleh minta jatah roti atau cokelat gue!"
"Nggak bisa! Kalo itu tetep minta!"
"Lho, kok tetep minta""
"Ya, kalo soal makanan kita tetep sodara dong!"
"Iiih, curang!"
Besoknya, sepulang sekolah, Ola ngajak lulu jalan-jalan ke mal untuk beli kartu valentine. "Emang lo udah punya cowok"" tanya lulu.
"Hush, bukan!" tukas Ola. "Ini buat abang gue! Dia kan baik banget, sering ngasih gue uang. Makanya gue mau ngasih kartu untuk menunjukkan kasih sayang gue Mumpung pas hari kasih sayang."
"Hm, kedengarannya asyik juga. lulu bener-bener salut pada Ola.
"Lo nggak beli kartu valentine buat abang lo"" tanya Ola kemudian.
"Iih, buat apa! Jangankan kartu valentine, kartu domino juga nggak bakal gue kasih!" sungut Lulu.
Ketika sedang memilih-milih kartu di pojokan toko buku, tiba-tiba mereka mendengar keributan dari dalam toko. Ternyata ada anak yang tertangkap basah sedang mencuri buku dan sedang diamankan satpam. Tentu aja Lulu penasaran pengin ngeliat. "La, kita lihat yuk!" ajaknya. Ola mengikuti Lulu mendekati arah kerumunan. Dan betapa kagetnya mereka, terutama Ola, karena anak yang tertangkap itu adalah Oji, kakak Ola!
Oji dibawa ke ruang keamanan untuk diberi nasihat. Ketika hendak memasuki ruangan itu, Oji sempet ngeliat Ola yang menunduk sedih. Tentu saja Oji jadi malu. Sementara itu Ola masih memegang sepucuk kartu valentine yang akan dia beli.
"Tenang, La, kita tunggu aja sebentar. Nanti kalo kenapa-napa, baru deh kita
minta bantuan, saran Lulu. Akhirnya mereka berdua menunggu Oji.
Tak lama kemudian Oji dibebaskan setelah ia berjanji tak akan mengulangi perbuatannya. Tentu saja Oji harus menandatangani surat pernyataan dan difoto untuk arsip.
Dalam perjalanan pulang Oji mengaku bersalah pada Ola. "Bang Oji ngambil buku itu buat kamu La."
"Tapi, kenapa Bang Oji sampe berbuat begitu"" tanya Ola sedih.
"Karena Abang nggak punva uang," jawab Oji.
"Tapi selama ini Bang Oji kan selalu ngasih Ola uang dan makanan"" sergah Ola lagi.
"Itu Abang curi dari tas sekolah temen-temen Abang," jawab Oji lirih.
"Ya ampun! Bang Oji kan nggak perlu berbuat seperti itu untuk membuat Ola seneng!" tukas Ola.
"Abang kasihan sama Ibu karena upahnya dari mencuci pakaian nggak cukup untuk memberi uang jajan ke kamu," terang Oji. "Coba aja kamu itung, untuk bayar kontrak rumah berapa, bayar listrik berapa, bayar uang sampah, uang keamanan, arisan..."
"Tapi Ibu juga suka memberi uang pada Ola"" Ola teringat ibunya.
"Itu dari Abang!" terang Oji.
"Kok bisa""
"Abang bilang uang itu hasil jerih payah berdagang," kata Oji, "padahal sih bukan. Abang emang pernah ikutan dagang, tapi cuma sekali. Untungnya juga langsung abis buat jajan bakso."
"Ih, Bang Oji jahat! Abang telah membohongi Ibu. Bang Oji jangan berbuat seperti itu lagi dong! Kasihan Ibu kan, Bang!" Ola hampir menangis.
"Iya, Bang Oji menyesal. Apalagi tadi pihak keamanan toko buku akan menyebar foto Abang bila Abang mengulang perbuatan itu lagi...," jawab Oji pelan. "Abang nggak mau dikenal sebagai maling...."
Saat hari menjelang sore, Ola mengiringi langkah-langkah gontai kakaknya memasuki rumah mereka yang mungil di sebuah kampung. Barangkali mulai besok Ola nggak akan membawa kue-kue lagi ke sekolah. Tapi nggak apa-apa, asal Oji udah janji nggak akan mencuri lagi.
Besoknya di sekolah, seperti biasa Ola menemui Lulu.
"Sori, Lu, hari ini gue nggak bawa kue," kata Ola.
"Oh, nggak apa-apa," jawab Lulu. "Kebetulan hari ini mami gue bikin brownies. Yuk, kita makan. Eh, ngomong-ngomong gimana abang lo si Oji itu""
"Duh, syukur deh, dia udah sadar. Hari ini katanya dia mau jualan koran lagi."
"Hm, bagus deh," ujar Lulu. "Eh, ini ambil satu lagi."
"Makasih ya. Lu kata Ola sambil mengambil sepotong kue cokelat itu lagi.
Dan ternyata Lulu juga dapet kartu valentine yang sangat indah. Dia menunjukkan kartu itu pada Ola.
"Mau tau" Kartu ini dari siapa""
"Hm, dari cowok lo, ya""
"Hush gue belum punya cowok! tukas Lulu
"Jadi dari siapa" Kok kayaknva spesial banget""
"Dari abang gue." "Dari Lupus""
"Iya, dia bikin kartu sendiri, dan dia gambar sendiri. Dan yang bikin gue terharu, kalimat yang dibuatnya singkat namun nggak pan-jang!"
"Yee, yang namanya singkat emang nggak panjang!" sergah Ola. "Elo gimana sih""
Lulu tersenyum. "Dan konyolnya lagi, di kartu ini ada tebak-tebakannya."
"Mana"" "Tuh, di baliknya. Coba deh lo baca."
"Kenapa pesawat di Inggris semuanya bisa terbang di atas air"" Mata Ola langsung mendelik. "Terus jawabannya apa""
"Elo liat di pinggiran kartu ini. Ada tulisan kecil-kecil melingkar. Itu jawabannya."
Ola mengangguk-angguk. "Tapi kan emang di Inggris teknologinya udah maju. Artinya pesawat itu nggak cuma terbang di udara, tapi juga di atas air!"
"Belum tentu!" tukas Lulu. "Coba lo liat jawabannya. Pasti konyol."
"...karena...," Ola memperhatikan tulisan-tulisan kecil itu, "...karena air di Inggris artinya... udara!"
"Hehehe!" "Iya, ya, bisa aja deh! Terus, ada tebakan berikutnya. Enak dimakan enak ditonton, apa ayo"" lanjut Ola.
"Wah, itu sih gampang," kata Lulu. "Pasti jawabannya... ketoprak!"
Ola tersenyum lagi. "Selanjutnya, bahasa cinanya bersih-bersih. Apa, ayo"" "Lihat aja di situ."
"Bahasa cinanya bersih-bersih adalah... Ke Mo Ceng! Hahaha. Lucu, lucu!" komentar Ola senang.
"Nah, sekarang tebakan dari gue," kata Lulu. "Labah-labah kan kakinya delapan. Nah, kalo labah-labah masuk WC, kakinya tinggal berapa""
"Ya tetap delapan dong!" jawab Ola yakin.
"Salah! Yang bener, tinggal tujuh. Soalnya yang satu dipake untuk nutupin hidungnya!"


Lupus Berantem Gaya Baru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Urat saraf Ola kembali tergelitik. Dan setelah tawa mereka reda, Lulu kembali menyuruh Ola membaca kartu itu.
"Coba, La, sekarang lo baca ucapan selamat-nya.
Ola mengamati kartu itu lagi dan membaca ucapan selamat yang tertulis dalam bentuk pantun.
Untuk adikku Lulu, terimalah ucapan dari kakakmu di hari kasih sayang ini:
Mangga golek ketutup selendang!
Biar engkau jelek tetap kusayang! Hehehe.
Salam, Dari kakakmu: Lupus. Irian Cendrawasih, Sekian terima kasih!
Bab 6 Jumpa Pengarang Di sekolah Lupus mau ada acara jumpa pengarang. Tujuannya mulia sekali, sebagai ajang diskusi antara para pengarang muda dan anak-anak. Tema yang ditampilkan mengenai dunia karang-mengarang. Tujuan lainnya supaya anak-anak semangat membaca buku cerita, dan syukur-syukur mengikuti jejak mereka menjadi pengarang. Soalnya, menurut Bu Amaria, guru bahasa Indonesia Lupus, anak-anak di sekolah itu pada males baca buku cerita. Nggak seperti dulu. Kini mereka lebih suka jalan-jalan ke mal, ngeceng, atau nonton tv!
Lupus-yang menurut Bu Amaria masih suka baca buku cerita-ditunjuk jadi panitia penyambutan para pengarang. Alhasil, anak yang jambulnya pernah menang waktu ikutan lomba mirip kemoceng itu jadi sibuk berat. "Padahal gue juga jarang baca buku cerita lho!" ujar Lupus buka kartu di depan Pepno, Iko Iko, Uwi, dan Happy, waktu mereka lagi ngumpul di kantin.
"Tapi kok Bu Amaria nganggep elo rajin baca"" Uwi jadi bingung.
"Gue bukannya rajin baca, tapi rajin dibaca!" Lupus nyengir ngebantah omongan Uwi. Tapi kemudian dia berusaha tampil serius lagi.
"Eh, nanti kalo mereka dateng, kita sambut dengan tari- ari n aja!" usul Lupus di depan temen-temenya. "Biar rame!"
"Ah, terlalu berlebihan. Kita sambut dengan salaman aja, tukas Iko Iko.
"Iya, Pus, kalo pejabat, baru kita sambut dengan tari-tarian," timpal Happy.
"Lho, para pengarang itu lebih hebat dari pejabat. Pejabat yang pernah datang ke sini cuma menggunting pita dan memberikan sambutan, setelah itu pulang dengan tergesa-gesa. Kalo para pengarang itu kan pengin menularkan ilmunya pada kita...," tutur Lupus pan-jang-lebar.
"Atau kita sambut dengan... tangan terbuka"" usul Pepno.
"Ya, tapi gimana bentuknya"" tukas Lupus. "Apa tangan ini kita bentangin lebar-lebar" Ntar disangka mau nangkep bebek, lagi!"
Semua pada ketawa. Pepno tersenyum imut.
tapi si Lupus ini selain sibuk mikirin acara penyambutan, dia juga bingung mikirin acara hiburan yang akan ditampilkan di sela-sela acara diskusi.
"Coba Pep acara hiburannya yang cocok apa, ya" Maksud gue biar nggak tabrakan ama acara diskusinya."
Pepno langsung mikir. "Gimana kalo marching band""
"Eh, gile lo! Emangnya mau pawai! Gimana bisa konsentrasi diskusi"" bentak Lupus. Dia jadi sebel sama temennya yang suka ngasih ide ngaco itu. Pepno merengut dan nggak imut.
untungnya Iko Iko ikut ngasih ide. "Hm, gue tau. Acara hiburan yang nggak berisik
tapi pasti menghibur y aitu... sulap!"
"Sulap"" Lupus ngerespon ide Iko Iko. "Ah,
tapi nggak cocok! Kalo bisa hiburannya yang
ada hubungannya dengan dunia tulis-menulis
dong!" "Hm, kalo gitu..." Uwi coba menyumbang
saran, "kita bikin acara adu balap menulis cepat!"
"Nah, gitu dong!' Lupus senang. "Kedengarannya menarik. Tapi caranya gimana"" Lupus mulai bingung.
"Ya, suruh mereka menulis sepuluh kalimat, setelah itu lari menuju garis finis, Nah, yang duluan itu yang menang! Oke, kan""
"Yeee, itu sih nggak ada hubungannya dengan tulis-menulis!" Lupus jadi putus asa.
"Gimana kalo tebak-tebakan"" ujar Pepno lagi.
"Emang lo punva tebakan"" tanya Lupus nggak yakin.
Pepno mengangguk dengan imut.
"Hm, begini," ujar Pepno. "Kota apa yang seneng musik" Kota itu selalu mencari-cari nada yang pas.
"Kota Manado!" celetuk Uwi.
"Kok Manado"" tanya Lupus.
"Iya. Nada do-nya dicari-cari. Mana do" Do-nya mana" begitu," Uwi menjelaskan.
"Lo kok pinter sih"" Pepno heran. "Sekarang tentang Daun. daun apa yang nggak bisa dipetik"" tanyanya lagi.
"Daun telinga!" jawab Uwi lagi.
"Lho" Ketebak lagi! Kalo badannya di kepala, kepalanya di kepala, kakinya juga di kepala, apa coba""
"Kutu!" Uwi te rus menjawab. Keimutan Pepno mulai surut. Ini tanda-tanda usulnya bakal ditolak Lupus lagi, soalnya tebak-tebakannya kurang seru dan gampang kejawab. "Kalo bahasa Inggrisnya buku jatuh""
"Gede-book!" sambar Iko Iko sambil cengengesan.
Dan bener aja, lupus langsung mengambil keputusan, "Udah deh, nanti aja gue pikirin sendiri!"
Akhirnya acara jumpa pengarang itu digelar di halaman sekolah. Sehari sebelumnya pihak sekolah udah memasang tenda. Para pengarang duduk di kursi sedangkan anak-anak duduk bersila di atas karpet lebar. Suasananya ramai banget. Para pengarang sangat surprise dengan sambutan-sambutan yang disajikan Lupus cs.
Lupus mengajak para anggota ekstrakurikuler yang ada di sekolah mereka Untuk acara penyambutan dia mengajak temen-temennyaa dan eskul tari, Sedangkan temen-temen dan eskul lukis membuat lukisan di pintu masuk sekolah. Anak-anak palang Merah Remaja, komplet dengan seragamnya ikut berbaris pula. Mereka mengibar-ngibarkan bendera merah-putih.
Tentu saja para pengarang menduga anak-anak di sekolah itu masih mencintai buku dan mengenal pengarang-pengarangnya dengan baik.
"Berarti rumor yang mengatakan bahwa
anak-anak di sini tidak suka membaca dan hanya suka jalan-jalan atau ngeceng itu nggak betul, ya!" tukas seorang pengarang.
"Iya. anak-anak masih akrab dengan bacaan-bacaan yang kita buat!" timpal pengarang lain yang ceritanya sering dimuat di majalah re maja.
Pepno-lah ang mendapat tugas dari lupus untuk memberikan kata sambutan.
"Selamat datang, Kakak Kakak Pengarang... Kami sangat senang mendapat kunjungan kakak sekalian dan semoga saja acara ini sukses, dan kami di sini bisa menjadi pengarang seperti kakak kakak..."
Setelah sambutan dari pihak sekolah yang diwakili Bu Amaria, mulailah para pengarang bercerita tentang proses kreatif mereka. Gimana cara membuat cerita, gimana cara mencari ide lalu merangkai kata sehingga menjadi kalimat yang menarik dan enak dibaca, juga cara mengirim dan meyakinkan redaktur su-paya cerita bisa dimuat di majalah.
Acara selanjutnya adalah diskusi. Tapi anehnya tak satu pun anak-anak yang mau bertanya atau mengajukan pendapat. Mereka tampaknya buta dengan apa yang dibicarakan para pengarang tersebut. Sementara itu para pengarang terus memancing suasana agar anak-anak mau mengajukan pertanyaan. Ibu Amaria jadi nggak enak hati. Dia mencolok Lupus.
"Ada apa, Bu"" tanya lupus lugu. "Kamu kok nggak nanya"" bisik bu Amaria. "Nanya dong!" "Mau nanya apa""
"Aduh, kamu gimana sih" Nanya apa aja tentang karang mengarang." "Pepno aja deh!"
Pepno emang nekat. Kemudian dia berdiri. "Saya mau nanya!"
"Ya, silakan!" ujar seorang pengarang senang.
"Ng, ini masih ada hubungannya dengan karang-mengarang. Gimana sih cara membuat tulisan yang enak dibaca dan mudah dipahami" Soalnya setiap saya bikin surat izin sakit, pasti deh guru saya nggak suka membacanya! Padahal saya sudah berusaha memilih kata-kata yang enak untuk dibaca!"
Semua langsung tertawa mendengar pertanyaan Pepno yang lugu itu.
Tapi setelah itu tak ada lagi anak yang ber-tanya. Para pengarang memutar otak agar anak-anak menjadi aktif.
"Ayo, siapa yang berani nanya akan dikasih hadiah!" ujar mereka.
Tapi anak-anak tetap tidak bereaksi. Dan karena memang malas membaca, mereka jadi nggak tau apa yang ingin ditanyakan. Mereka ramai-ramai menundukkan wajah.
Kemudian para pengarang mengajukan usul pada Bu Amaria supaya acara diisi dengan hiburan. Mereka bersedia menyanyi dengan iringan gitar bolong.
Lalu pengarang-pengarang muda itu maju untuk menyanyi. Eh, anehnya, anak-anak bereaksi, apalagi yang dinyanyiin lagunya Jamrud yang judulnya Pelangi di Matamu. Semua anak hafal. Mereka pun nyanyi sama-sama. Para pengarang merasa emosi anak-anak mulai terpancing.
Tapi anehnya, setelah acara hiburan berakhir, suasana jadi adem ayem lagi, padahal materi yang diberikan cukup jelas dan menarik.
"Memangnya kalian tidak pernah membaca buku cerita lagi""
Anak-anak masih diam. "Lalu apa yang kalian baca selama ini""
"Surat cinta!" celetuk Pepno konyol.
"Anak-anak sekarang memang lebih suka nonton TV daripada m
embaca," desah Bu Amaria kepada para pengarang itu.
"Kalo begitu acara hiburannya diteruskan lagi deh," usul seorang pengarang.
"Nanti diskusinya bagaimana"" tanya Bu Amaria.
"Kami akan berusaha mengombinasi acara diskusi dengan menyanyi," jawab si pengarang.
"Bisa begitu""
"Kami akan coba!"
Maka mereka langsung menyanyikan sebuah lagu yang lagi ngetop, tapi liriknya diubah untuk memancing keingintahuan anak-anak mengenai dunia karang-mengarang.
Cara yang jitu. Mereka dengan konyol membuat lirik yang komunikatif sehingga anak-anak menimpalinya. Sebetulnya cara itu untuk memancing mereka agar mau berdiskusi.
"Hei, hei, gimana sih caranya bikin cerpen! Hei, heiiii...!" Para pengarang berusaha membuat suasana lebih hidup.
Lupus cs pun terpancing. Mereka menyahut sambil jejingkrakan. "Hoi, hoi, gampang, gampang banget! Pertama kita cari ide. Ide-nya bisa dari mana aja. Jreng, jreng, jreeeng...! Dan kelas dari jalanan, atau dari pasaaar! Yang penting menariiik...! jreng, jreng, jreeeng...!"
"Terus, apa lagi" Apa lagi" Apa lagiiii...! Jreng. jreng, jreeeng!"
Anak-anak jadi senang. Para pengarang cukup puas, karena anak-anak akhirnya bisa mengerti apa yang hendak mereka sampaikan.
"Mudah-mudahan di antara anak-anak ini ada yang bisa menjadi pengarang besar," ucap Bu Amaria terharu, saat mengantar para pengarang ke luar pintu gerbang sekolah.
"Ya, mudah-mudahan saja. Yang jelas Ibu dan kita semua sudah berusaha mencoba agar mereka kembali suka membaca...."
"Ya, mudah-mudahan saja," harap Bu Amaria lagi. "Semoga dari sekolah ini lahir pengarang-pengarang hebat seperti J.K. Rowling, Jhon Grisham, Michael Crichton, Hilman, Boim Lebon...."
Bab 7 Pesta yang Belum Selesai Lupus lagi nyusun buku pelajaran buat besok waktu Pepno datang ke rumahnya sore-sore.
"Hei, cabe keriting! Tumben sore-sore ke sini. Ada apa nih"" sapa Lupus pada sohibnya.
"Kabar bagus, Pus!" Pepno langsung gelesor di ubin. "Ah, yang bener"" Lupus jadi antusias kalo denger kabar bagus. Dia kemudian meninggalkan buku-bukunya dan menggiring Pepno ke teras. Di sana ada Lulu yang lagi main boneka.
"Lu, sori, lo harus nyingkir dulu. Ada bisnis gede nih! Eh, jangan lupa bikinin teh manis,
ya"" Lulu pun ngacir. "Coba, Pep, lo ceritain kabar bagusnya," kata Lupus.
"Begini, gue pengin lo bikin drama komedi di acara pesta ultah gue. Yang biasa kan paling cuma nyanyi, terus tiup lilin. Tapi sekarang gue mau yang heboh, yaitu dengan menghadirkan drama komedi yang elo sutradarain!"
"Wah, kebetulan gue punya naskah yang lucu banget! Eh, ngomong-ngomong ultahnya kapan sih""
"Dua minggu lagi!"
"Hm, masih keburu kok! Jangan khawatir! Sebentar ya, gue susun nama-nama pemainnya."
"Eh, Pus, kalo bisa si Ella diajak main, ya!"
"Ella anak kelas satu""
"Iyalah..." "Dia kan pemalu!" tukas Lupus. "Dia kan cuma demen ngeliatin kita latihan!" "Tapi tolong deh, Pus." "Elo naksir dia, ya""
"Naksir sih nggak, tapi kan asyik kalo dia ada di rumah gue saat gue ultah..."
"Iya deh, nanti gue usahain."
"Eh, Pus, biar pas ultah wajah gue bersinar, lo tau nggak cara ngilangin jerawat"" tanya Pepno sambil nunjukin sebuah jerawat mungil yang nempel di ujung hidungnya.
"Kan gue udah ngasih tau. Kalo bersihin wajah tuh pake pembersih wajah, jangan pake pembersih lantai!"
"Abis, gue liat di tv ubin jadi licin banget kalo pake pembersih lantai. Gue kan pengin muka gue juga licin dan mengilat kayak ubin!" jawab Pepno polos.
"Kalo begitu, mendingan lo cuci muka sekalian pake abu gosok!" tukas Lupus sebel.
"Eh, tapi mendingan jerawat elo sih," kata Lupus lagi. "Soalnya jerawat lo mungil dan kalo dipencet keluar biji jerawat. Nah, kalo jerawat temen gue, pas dipencet keluar voucher!"
"Alah, lo bisa aja!" kata Pepno sambil mesem.
Nggak lama kemudian Lulu muncul lagi. "Nih, tehnya!" serunya.
Lupus dan Pepno langsung meminumnya.
"Lho, kok nggak manis"" Lupus mendelik.
"Gulanya abis!" jawab Lulu. "Tapi kalian jangan khawatir. Supaya tetap terasa manis, sambil minum elo liatin senyum gue yang always manis ini! Dijamin tehnya ikut terasa manis!"
"Huu, dasar ganjen!" lede
k Lupus sambil menyuruh adiknya masuk ke dalam rumah lagi.
"Eit, tunggu dulu," kata Lulu. "Mumpung ada Pepno, gue mau ngasih tebakan! Ayo, Pep, kenapa kucing kalo diuber anjing selalu ngeliat ke belakang""
"Ah, tebakan encer!" sahut Lupus. "Soalnya kucing nggak punya kaca spion!"
"Aaa, Lupus!" Lulu merengek. "Ini kan tebakan buat Pepno!"
"Oke, oke...." Lupus mengalah.
"Tau nggak, Pep, bahasa Jepangnya botak""
"Aduh, jangankan bahasa Jepang, bahasa Sundanya aja gue nggak tau!" "Cukurata!" celetuk Lupus lagi! "Aduh, Lupus! Elo nggak usah ikutan nebak dong!" "Iya, iya, sori!"
"Sekarang Pep bahasa Inggrisnya discount, bahasa Jepangnya apa"" tanya Lulu lagi.
Pepno mikir. "Apa ya" Aduh, gue nggak tau, Lu."
"Mikir dong!" "Iya, tapi gue nggak bisa!" Pepno nyerah. "Masa sih" Itu kan tebakan gampang, tebakan anak SD!" kata Lulu lagi.
"Kukashimura!" jawab Lupus lagi. "Ahhh, Lupus!"
"Abis Pepno-nya nggak bisa jawab! Gimana dong""
"Kan nggak seru kalo tebakan langsung kejawab. Ah, bodo amat. Pokoknya Lulu nggak mau bikinin teh manis lagi!" Lulu ngambek dan langsung masuk ke dalam. Tapi dia sempet ngasih tebakan lagi. "Bisnis apa yang bisa nyanyi!" teriak Lulu dari dalam.
"Bisnis Spears!" balas Lupus.
"Ah, dasar!" Lulu pun masuk ke kamarnya.
Begitu Lulu menghilang dari pandangan, Mami malah muncul ke teras. "Eh, Pus, jangan main jauh-jauh, ya""
Keliatannya Mami mau pergi.
"Emangnya ada apa, Mi" Biasanya Mami paling demen kalo Lupus main jauh-jauh. Mami kan bisa ngirit persediaan makanan di rumah. Ini kok malah sebaliknya""
"Soalnya perkelahian antarkampung lagi rame, Pus. Kabarnya anak-anak sini juga ada yang ikut-ikutan. Mami khawatir kamu kena sasaran."
"Kenapa sih udah gede pada berantem"" tanya Pepno.
"Mana Mami tau. Katanya sih cuma gara-gara isu..."
"Isu apaan, Mi"" tanya Lupus ingin tau.
"Isu Sugiarto, kali!" jawab Mami sambil ngeloyor pergi.
Besoknya temen-temen Lupus langsung nge-dukung rencana pementasan drama komedi di pesta ultah Pepno tersebut. Ella juga siap ikutan setelah dibujuk Lupus. Mereka sepakat latihan selama dua minggu penuh. Latihannya di aula setiap sepulang sekolah.
"Kita harus buktikan ke semua orang bahwa drama kita ini lucu!" tukas Lupus.
"Kalo nggak lucu"" tanya Uwi.
"Kita siapkan suporter untuk mengitik-ngitik pinggang para penonton biar tetap ketawa!" jawab Lupus konvoi.
Dan begitu hari yang dinanti-nanti tiba, Lupus dan teman-temannya yakin banget bahwa pertunjukan mereka bakal sukses.
"Eh, Mi, jangan lupa dateng ke rumah Pepno, ya.!" pesan Lupus sebelum berangkat ke rumah Pepno. "Nonton drama komedi karya Lupus!"
"Tentu dong. Eh, tapi isu perkelahian antarkampung itu makin merebak aja deh," keluh Mami. "katanya kemaren ada satu anak yang dipukuli anak kampung seberang..."
"Alaah, Mami nggak usah mikirin yang gitu-gitu deh!" tegas Lupus.
Malamnya Lupus cs pun siap tampil. Ella yang sebelumnya pemalu kini berani tampil malu-maluin. Ortunya sampe datang untuk ngeliat pertunjukan itu.
"Terima kasih ya. Nak Lupus, kamu berhasil membujuk Ella bermain drama komedi. Ella ini saking pemalunya sampe nggak mau ngapa-ngapain. Tapi sekarang dia udah mulai berani. Makanya kami senang sekali," tutur ortu Ella di belakang panggung yang diset sederhana itu.
Tapi yang lebih berterima kasih lagi adalah si Pepno.
"Pus, tengkyu, ya. Gara-gara Ella pesta ultah gue ini jadi makin bergairah." "Komisinya dong!"
"Sip deh!" jawab Pepno. "Lo boleh makan kue ultah gue sepuas mungkin!"
Acara ultah Pepno dimulai dengan pembacaan doa yang dipimpin mami Lupus, lalu disusul dengan tiup lilin, setelah itu tiup obor, dan terakhir tiup neon! Mulut Pepno sampe ma-nyun!
Akhirnya tibalah giliran drama karya Lupus!
Tapi tiba-tiba beberapa orang berbadan tegap datang ke tempat itu. Mereka ingin bicara dengan mamanya Pepno.
"Ada apa ini"" tanya mama Pepno yang sengaja menemui tamu-tamu yang tak diundang itu di luar rumah biar tidak mengganggu pesta.
Ternyata mereka adalah para keamanan kampung yang ingin acara ultah Pepno dihentikan.
So pasti mamanya Pepno kaget. "Lho, alasannya kenapa""
"Ibu kan tau bahwa belakangan ini sedang ramai perkelahian pemuda antarkampung di daerah ini," jelas seseorang yang rambutnya dipotong model miring. "Jadi kami mengantisipasi agar perkelahian ini tidak menvebar sampai sini."
"Lalu, apa hubungannya dengan pesta ultah anak saya"" mama Pepno masih nggak bisa terima.
"Ya, kami cuma ingin jaga-jaga."
"kalo mau jaga-jaga ya jangan di sini dong. Di depan sana aja!" mami Lupus ikutan nimbrung.
"Bukan begitu, Bu, kalo di sini ada keramaian, saya khawatir pemuda-pemuda dari kampung seberang akan menyerbu ke sini!" jawab seorang pemuda yang pake kaus ketat sehing ga tulang rusuknya keliatan.
"Kenapa bisa begitu"" kejar mami lupus lagi.
"ya, isunya begitu sih," jawab anak muda itu singkat.
"ya, tapi jangan dengan membubarkan pesta anak saya ini dong!" sergah mama Pepno
"Ini untuk jaga-jaga aja Bu. Dan saya harap Ibu mau mengerti. Ini demi keamanan kampung kita bersama," jelas si pemuda itu lagi.
"Kalo begitu situ aja yang bilang ke anak saya bahwa pestanya dihentikan demi ke
amanan kampung..." jelas mama Pepno, dia
nggak ingin mengecewakan anaknya.
"Wah. jangan saya, Bu," kata salah satu
pemuda itu. "Lho, kenapa tidak""
"Sebaiknya Ibu saja yang menjelaskannya."
"Jadi saya bilang ke anak saya bahwa acara ultahnya tidak bisa dilanjutkan karena dilarang pihak keamanan, begitu""
"Oo, jangan begitu, Bu, Ibu bilang saja bahwa acaranya sudah cukup, Kapan-kapan bisa diteruskan lagi..."
"Tapi, bagaimana dengan anak-anak yang udah mempersiapkan pertunjukan drama. Me reka udah latihan berhari-hari lho!"
"Sudahlah, Bu. Ini demi keamanan daerah kita, Sebaiknya Ibu mengerti!" salah seorang
pemuda tampak mulai naik pitam.
Mama Pepno dan mami Lupus sadar bahwa para pemuda itu nggak main-main Maka dengan berat hati mama Pepno menyampaikan hal itu kepada Pepno agar acara dihentikan.
So pasti Pepno, juga lupus cs kaget bukan main!
Dan setelah tamu sepi, mama Pepno menjelaskan semua duduk perkaranya pada anak-nya.
"Kalian tau di daerah kita ini sedang musim anak anak muda berantem. Nah, acara pesta ultah ini dikhawatirkan bisa menyulut perkelahian anak-anak muda, karena ada isu..."
"Ah, isu lagi..." desah Pepno yang masih kecewa.
"...katanya seusai pesta anak kampung sini mau menyerbu kampung seberang. Nah, anak anak kampung seberang langsung berancang-ancang untuk menyerbu daerah sini!" jelas mama Pepno. Kalian tau kenapa isu itu muncul""
"Iya, aneh. Kenapa bisa ada isu seperti itu"" kata mami lupus sambil mengurut-urut dada.
"Yah, namanya juga isu," keluh mama Pepno. "Kan bisa berkembang macem-macem..."
Pasti perbuatan orang orang yang iri.!" tukas Lupus.
"Iya orang dengki, orang jail dan orang jahat!" tambah Iko Iko.
"Ah, sayang sekali, drama komedi kita nggak bisa tampil," ujar Uwi pelan.
"Mana Ella udah bersedia tampil," timpal Happy.
"Iya, nih debutnya Ella jadi tertunda," komentar Andy.
Eh, tapi pendekatan Pepno ke Ella tetap jalan dong," celetuk Lupus lagi.
Pepno langsung tersipu! Sementara Ella kembali jadi pemalu.
Bab 8 Kado untuk Mami Mami ultah! Dan tumben-tumbenan Mami kepengin ultahnya di rayain! Padahal selama ini
kalo Mami ultah, papi, lupus, dan Lulu cukup nyalamin aja. Terus kalo ada rezeki, Mami bikin nasi goreng atau nasi uduk yang ditaburi irisan telor dadar, potongan ketimun, dan emping untuk dimakan rame-rame!
Tapi kali ini lain. Mami nggak mau ultah-nya begitu-begitu aja. Apa alasannya"
"Satu kali pun ultah Mami belum pernah dirayain. Mami kan pengin ngerasain gimana rasanya niup lilin," Mami ngasih alasan ke Lupus.
"Ah, tiap hari Mami kan niup api kompor kalo abis masak"" tukas Lupus. "Itu kan sama aja, Mi."
"Tuh, kan! Kamu berpikirnya sama dengan Papi. Selalu menyamakan dua peristiwa yang sebetulnya esensinya jauh sekali. Kamu tau, niup api kompor itu nggak ada maknanya. Tapi niup api lilin ultah, oh... rasanya seperti meniup perjalanan panjang yang pernah Mami lalui, kemudian Mami siap membuka lembaran hidup baru yang lebih baik..."
"Iya, iyaaa..." potong Lupus. "Kebanyakan nonton telenovela ngomongnya jadi ngelantur deh! Eh, lu jangan-jang
an Mami iri sama Pepno ngerayain ultahnya minggu kemaren"" pancing Lupus lagi.
"Kalo iri nggak juga sih. Tapi coba kamu
bayangin, orang sekeriting Pepno aja ultahnya
dibikin gede-gedean, masa Mami nggak"" jelas Mami lagi.
Yang jelas, Mami tetep ngotot mau ngerayain ultahnya. Sedangkan Papi yang dihubungi untuk mengomentari niat Mami itu, seperti biasa cuma bilang "no comment".
Papi emang alergi sama hal-hal begituan.
Esok siangnya Mami ngebela-belain ngajak anak-anaknya ke Pasar Palmerah.
"Wah, tumben nih"" kata Lulu yang baru pulang sekolah.
"Kita beli persiapan untuk pesta!" jelas Mami dengan wajah sumringah.
"Pesta ultah Mami"" Lulu masih nggak percaya.
"Emang Mami dikasih duit sama Papi"" Lupus malah mengajukan pertanyaan mendasar.
"Mami pake duit Mami sendiri!" kata Mami sewot. Kemudian Mami mengeluarkan isi dompetnya. Duit Mami udah pada lecek.
Kok banyak lima perakannya, Mi" Kayak-nya yang begini udah nggak laku deh!" komentar Lulu. "Kalo nggak laku nanti kita tuker di bank!" Di pasar mereka menyusuri lorong demi lorong. Akhirnya Mami berhenti di sebuah los yang khusus menyediakan peralatan pesta. Mami membeli kartu undangan, pita, dan balon hias.
"Wah, Mami serius nih"" Lupus masih nggak yakin.
Setelah itu Mami mengajak kedua anaknya masuk ke bagian depan pasar untuk membeli sayuran. Nggak sengaja Mami ketemu tukang jeruk yang kemaren jeruknya dibeli Mami.
Mereka menghampiri tukang jeruk itu.
"Tunggu di sini, ya. Mami mau komplen Sedikit," kata Mami pada Lupus dan Lulu. "Eh, Bang, saya beli jeruk kok asem semua" Katanya manis" Gimana sih" Nggak boleh bo'ong dong."
"Ibu cuma beli sekilo aja ngeluh. Lha saya yang beli satu truk biasa-biasa aja tuh!" jawab si pedagang kalem sambil meninggalkan Mami, lalu menuju setumpukan jeruk yang baru turun dari truk.
Akhirnya Mami ngeloyor dari situ.
"Oke deh, sekarang kita cari kado dulu.!" tukasnya kemudian pada kedua anaknya.
"Kado" Masa yang ultah nyari kado""
"Ini buat pancingan aja. Sejak Mami kecil hingga dewasa, Mami belum pernah dapat kado. Nah, sekarang kalian Mami kasih duit untuk mencari kado yang nanti akan kalian berikan pada Mami. Supaya yang lain nanti ikut ngasih kado juga. Ayo, cepet!"
Sambil membawa uang pemberian Mami, Lupus lari ke lorong yang menjual aneka keperluan sekolah, dia membeli sebuah tas.
"Kenapa memilih tas seperti itu, Pus"" tanya Lulu heran ngeliat abangnya beli tas buat sekolah. "Mana mau Mami nerima kado kayak gitu""
"Ssst... justru itu. Kalo Mami nggak mau, kan akhirnya tas ini buat kita juga," kata Lupus. "Lagian ini kan cuma kado-kadoan."
"Ih, curang kamu!"
Tapi akhirnya Lulu ikut-ikutan juga. Dia membeli peralatan sekolah yang dibungkus kertas kado warna-warni.
Sementara itu, saat Mami sedang memilih aneka lilin, dia ketemu Tante Dona yang belanja bersama Selly, anak kesayangannya.
"Hei, Mami Lupus! Lagi ngapain""
"Hai, Dik Dona. Kebetulan, saya lagi nyari keperluan untuk pesta ultah," jawab Mami.
"Ultah siapa" Lupus atau Lulu""
Mami tersenyum simpul. "Bukan bukan ultah mereka, tapi ultah saya.


Lupus Berantem Gaya Baru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, ya" Wah, kayaknya mau dibikin gede-gedean, ya"" ujar Tante Dona sambil ngeliat tas belanjaan Mami yang penuh barang.
Mami mengangguk. "Jangan sampai nggak datang lho!"
"Oke, oke. Eh iya, Mami Lupus, ini anak saya si Selly. Eh, meskipun baru empat tahun, Selly udah pinter berhitung lho! Coba, Selly, buktikan di depan mami Lupus kalo kamu udah pandai berhitung. Ayo, dua kali tiga berapa""
Selly berpikir sejenak. "Lima!" jawabnya mantap.
"Nah, apa kata saya, cuma selisih sedikit, kan"" kata Tante Dona kalem. Sementara Mami cuma bisa bengong.
Lupus dan Lulu udah siap dengan kado masing-masing. Mereka segera mencari Mami. Tapi ketika melewati warung soto, Lupus dan Lulu mendengar sebuah pertengkaran kecil.
Ada seorang pembeli yang protes karena di mangkuk sotonya ada sebuah pentil sepeda.
"Abang gimana sih" Masa di mangkuk saya ada pentil sepeda""
"Oh...," jawab si tukang soto dengan tenang. "Itu wajar aja, Neng. Nggak mungkin dong dengan soto seharga lima ribu perak, Neng mengharap sebuah sepeda balap
di dalam mangkuk ini! Iya, kan""
Lupus dan Lulu cuma tersenyum mendengarnya.
Dan setelah sampai di rumah, Lupus langsung dapat tugas menuliskan nama-nama orang yang akan diundang Mami.
"Jangan lupa Tante Dona, Pus!" Mami mengingatkan. "Tadi Mami ketemu di pasar!"
Dan hampir semua penghuni kompleks diundang Mami. Lulu kebagian tugas mengantarkan undangan-undangan itu.
Tampaknya Mami juga akan masak gede-gedean, karena Mami repot nelepon Bu Sastro yang biasa nerima pesenan katering.
Sementara Papi cuma geleng-geleng kepala.
"Papi nggak usah pusing, semua Mami yang bayar," ujar Mami sebel ngeliat suaminya geleng-geleng kepala.
"Bukan begitu, Mi, bukan soal duitnya..."
"Jadi soal apanya"" potong Mami.
"Seharusnya Mami nggak usah repot-repot begini."
"Lho, kalo Mami nggak repot, mana bisa" Emangnya Papi mau bantuin" Jangankan ngebantuin, disuruh beli kado aja ogah. Papi kan belum pernah beliin Mami kado. Iya, kan""
"Aduh, kenapa Mami jadi sewot" Kado itu nggak penting, yang penting..."
"Enak aja nggak penting. Bagi Papi emang nggak penting, tapi bagi Mami, kado adalah segala-galanya!"
Dan tepat di hari H, semua nyaris sibuk ke cuali Papi. Lupus dan Lulu mengatur ini-itu. sedang Mami berdandan abis-abisan. Acara dimulai sore hari.
Tapi sial memang tak dapat ditolak. Tiba-tiba turun hujan lebat. Sepertinya langit sedang bocor. Mami tentu aja kaget. Dia berharap hujan cepet berhenti tapi kenyataannya malah makin deres.
Mami berdiri di depan pintu rumah memandangi jalan yang lengang. Mami masih berharap ada tamu yang datang bawa kado Tapi sampai hampir magrib dan bahkan menjelang malam tak ada tamu yang datang karena hujan emang nggak kunjung reda.
Mami sedih memandangi hidangan yang berlimpah.
"Mi, gimana kalo kita makan duluan." ujar Lupus memecah keheningan.
"Oh, silakan... silakan..." kata Mami ,sedih
Kemudian anak-anak menyerbu makanan, sedangkan Mami duduk lunglai di sofa merah delima yang sejak pagi sengaja dibersihkan untuk menyambut tamu.
"Eh, Mi, daripada iseng, dibuka dong kado dari kita-kita," kata Lupus coba menghibur maminya.
"Nggak perlu," kata Mami lirih, "karena Mami udah tau isinya."
"lho, tau dari mana"" Lupus ngelirik ke Lulu. lulu cuma cengar-cengir.
"tapi nggak apa-apa kok, Mami ikhlas. kalian aja yang buka," ujar Mami yang udah nggak bersemangat lagi.
Akhirnya Lupus dan Lulu langsung mengambil kado masing-masing, dan dengan gembira mereka membukanya. Sedangkan Mami terus melamun memikirkan pesta ultahnya yang jauh dari harapan.
"Mami udah nggak pantas bikin acara ultah seperti ini, suara bariton Papi tiba-tiba mengagetkan suasana. "Mami udah tua, lagi pula ini pemborosan. Makanya Tuhan tidak mengizinkan.
"Mami cuma kepengin merasakan pesta ultah.." jawab Mami lirih sambil melirik ke arah Papi yang muncul dari dalam kamar.
"Ada hal-hal yang nggak bisa kita nikmatin, meskipun keliatannya mudah kita dapatkan, karena setiap manusia udah diberikan jalan kebahagiaan masing-masing. Selama ini Mami kan udah cukup bahagia kalo pas ultah disun pipi kiri kanan oleh anak-anak dan disalami Papi. kenapa Mami masih pengin lebih""
"Mami nggak pengin lebih Mami cuma pengin merasakan nerima kado saat ultah, Pi," kata Mami di sela-sela suara seraknya.
"Ucapan selamat itu udah merupakan kado luar biasa lho," imbuh Papi lagi.
"Mami tau...," jawab Mami pelan, tapi tiba-tiba matanya membelalak karena Papi menyodorkan sebuah kado besar. "Apa ini""
"Kado untuk Mami," jawab Papi enteng.
"A-apa"" Mami bener-bener surprise! Dia langsung melonjak-lonjak gembira dan membawa kado itu ke dalam kamar. Lupus dan Lulu juga senang.
Di kamar, dengan sangat hati-hati Mami langsung membuka kado itu.
"Apa ya, isinya"" Jantung Mami berdebar-debar.
Tapi setelah kado itu dibuka, ternyata isinya cuma gulungan kertas koran.
"Papiii... kok kadonya kosong!" teriak Mami histeris.
"Ada apa, Mi"" Papi muncul di ambang pintu diikuti kedua anaknya.
"Kok nggak ada isinya sih"" kata Mami panik.
"Lho, katanya Mami cuma mau kado ya Papi kasih kado. Mami kan nggak bilang pengin isi kado! Iya, kan"" ujar Papi cepet pergi ber
sama Lupus dan Lulu. "Uuu... dasar Papi pelit!" Mami pun melanjutkan histerisnya sambil loncat-loncat di atas kasur empuk!
-TAMAT- Djvu: Otoy Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Panggung Kematian 2 Goosebumps - 3 Darah Monster Naga Sakti Sungai Kuning 8

Cari Blog Ini