Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 34

Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja Bagian 34


Akuwu di Watu Mas. "Aku justru berpendapat, bahwa kehadirannya di sini
telah memperkeras sikapmu adimas" berkata Akuwu
Suwelatama "karena itu, sebaiknya kita berbicara dengan
terbuka. Aku memang memerlukan pertolonganmu. Cukup
dengan janjimu" Akuwu di Watu Mas tertawa. Katanya "Aku bukan
anak-anak yang dapat kau bujuk kakangmas. Ijinku berarti
aku menyerahkan hutan itu seluruhnya ke tangan
kakangmas" "Tuduhan itu terlalu keji. Aku sama sekali tidak ingin
melakukannya" jawab Akuwu Suwelatama "justru untuk
meyakinkan aku datang kemari. Mungkin memang perlu
dibuat satu perjanjian yang pasti"
Tetapi Akuwu di Watu Mas menggeleng. Katanya
"Tidak ada yang perlu dibicarakan"
Wajah Akuwu Suwelatama menjadi tegang. Sekilas
dipandanginya Mahisa Bungalan yang menjadi berdebardebar.
Kemudian Akuwu itupun berkata "Nampaknya
usaha Pangeran lndrasunu berhasil. Baiklah. Aku sudah
berusaha untuk memecahkan persoalan ini. Jika
pembicaraan ini gagal bukan salahku. Tetapi mungkin
justru itulah yang kau kehendaki atas bujukan Pangeran
lndrasunu" "Jangan mimpi" potong Akuwu di Watu Mas "Aku
mempunyai sikap tersendiri. Aku bukan bayangan
Pangeran lndrasunu meskipun aku baik terhadapnya"
Jantung Mahisa Bungalan menjadi semakin berdegup. Ia
mempunyai persoalan tersendiri dengan Pangeran
lndrasunu, sehingga karena itu, maka persoalan yang
hampir jpdam itu telah menyala kembali di hatinya.
Tetapi ia tidak ingin ikut serta dalam pembicaraan itu justru
karena ia merasa, mungkin sekali ia tidak akan dapat
menahan hati lagi. Dalam pada itu, maka Pangeran Suwelatama berkata
"Adimas. Nampaknya Adimas sudah berkeras pada tekad
adimas. Baiklah. Aku mempunyai saksi seorang prajurit
Singasari. Jika kemudian pembicaraan ini meningkat ke
tataran yang lebih tinggi, maka aku dapat mengatakan,
bahwa aku telah berusaha"
"Apapun yang hendak kakangmas lakukan, aku
persilahkan" jawab Akuwu di Watu Mas "yang penting aku
tidak melakukan pelanggaran. Dengan demikian aku tidak
akan dapat dituduh mendahului persoalan yang mungkin
timbul antara Kabanaran dan Watu Mas"
"Kau memang cerdik" jawab Akuwu Suwelatama
"Tetapi baiklah. Usahaku untuk berbicara nampaknya telah
gagal. Tetapi berbicara bukan cara satu-satunya. Sudah aku
katakan, mungkin aku dapat meningkatkan persoalan ini ke
tataran yang lebih tinggi. Tetapi mungkin aku akan mencari
jalan sendiri" Tetapi Akuwu di Watu Mas itu tertawa. Katanya
"kakangmas memang pandai mengancam. Tetapi jangan
menyangka bahwa ancaman kakangmas itu akan dapat
menggetarkan sehelai bulu rambutku"
Jantung Akuwu Suwelatama rasa-rasanya hampir
meledak. Tetapi ia masih tetap menghormati tatanan yang
berlaku. Karena itu, maka ia masih tetap tersenyum.
Bahkan katanya "Sejak semula aku kagum atas ketabahan
hati adimas menghadapi segala macam persoalan. Tetapi
aku juga mengagumi betapa adimas sama sekali tidak
bergetar hatinya melihat penderitaan hidup rakyat di sekitar
hutan perbatasan" "Kakangmas memang aneh" berkata Akuwu di Watu
Mas "Yang mengalami kesulitan adalah orang-orang di
Kabanaran. Bukan orang-orang di Watu Mas. Justru karena
kakangmas tidak segera dapat mengatasi keadaan di
Kabanaran, kakangmas ingin mencari sumber kesalahan
Watu Mas" Rasa-rasanya jantung Akuwu Suwelatama tidak dapat
bertahan lagi. Justru karena itu, maka agar tidak terjadi
sesuatu yang tidak dikehendakinya Akuwu Suwelatama
itupiin kemudian berkata "Baiklah. Tidak ada lagi yang
dibicarakan. Sebenarnva kedatanganku ini juga ingin
bertemu dengan adimas Indrasunu. Tetapi nampaknya
adimas sudah berusaha untuk mencegah pertemuan yang
demikian" "Kenapa aku harus mencegahnya?" bertanya Akuwu di
Watu Mas "seandainya sekarang Pangeran Indrasunu ada
di sini, maka aku akan mempersilahkannya menemui
kakangmas. Tetapi Pangeran Indrasunu tidak ada di
Pakuwon Watu Mas sekarang ini"
Akuwu Suwelatama mengerutkan keningnya. Namun
tiba-tiba saja ia tertawa sambil berkata "Jadi, Pangeran
Indrasunu sekarang tidak ada di Pakuwon ini?"
"Tidak" jawab Akuwu di Watu Mas.
"Dimana?" bertanya Akuwu Suwelatama.
"Aku tidak tahu" jawab Akuwu di Watu Mas "Aku
bukan pemomong Pangeran Indrasunu"
Pangeran Suwelatama tertawa semakin keras. Katanya
kemudian "jika demikian, akulah yang mengetahuinya"
Akuwu di Watu Mas mengerutkan keningnya. Dengan
ragu-ragu ia bertanya "Apa yang kakangmas ketahui?"
"Adimas Pangeran Indrasunu" sahut Akuwu
Suwelatama "ia tentu berada di hutan perbatasan"
Wajah Akuwu di Watu Mas merah. Dengan suara
gemetar ia menjawab "kakangmas terlalu tergesa-gesa. Dari
mana kakangmas mengetahuinya bahwa Pangeran
Indrasunu berada di hutan perbatasan"
"Berdasarkan perhitungan" jawab Akuwu Suwelatama
"adimas Indrasunu telah berusaha menghancurkan
Pakuwon Kabanaran sebelumnya. Bahkan dengan cara
yang sangat kasar. Aku masih dapat menahan diri untuk
mencoba mengatasinya tanpa menarik persoalannya ke
lingkungan yang lebih luas. Tetapi menurut pendengaranku,
adimas Pangeran Indrasunu sama sekali tidak mau
mengerti. Ia tidak menyadari kekeliruannya, justru ia
berusaha untuk mengungkit dendam di dalam hatinya
dengan cara yang sangat kasar. Lebih kasar dari cara yang
telah dipergunakan sebelumnya. Tentu ia telah
menggabungkan diri dengan para perampok di hutan
perbatasan itu" "Kau jangan menuduh demikian kasar" jawab Akuwu di
Watu Mas "Jika Pangeran Indrasunu mendengar tuduhan
itu, maka ia tidak akan dapat menahan hati lagi"
"Tolong adimas" justru Akuwu Suwelatama menjawab
"sampaikan kepada adimas Pangeran Indrasunu bahwa aku
menganggapnya demikian. Kenapa aku harus takut jika ia
menjadi marah" Ia sudah berbuat yang paling buruk
terhadap Pakuwon Kabanaran. Buruk dan dengan cara
yang rendah dan licik" Nah, itulah wajah adimas Pangeran
Indrasunu" "Bohong" bantah Akuwu di Watu Mas "Aku mengenal
Pangeran lndrasunu dengan baik. Aku juga mendengar
bahwa ia pernah menduduki Pakuwon Kabanaran, justru
karena pemerintahan yang goyah di Pakuwon itu. Jika tidak
tentu tidak mungkin Pangeran lndrasunu berhasil"
"Nah, itu memang satu contoh, bagaimana Pangeran itu
memanjakan ketamakannya" jawab Akuwu Suwelatama
"Tetapi baiklah aku tidak berbicara tentang adimas
Indrasunu. Tolong sampaikan saja kepadanya, demikianlah
anggapanku atasnya. Dan menurut perhitunganku, adimas
Pangeran lndrasunu sekarang berada di perbatasan dan
berusaha untuk membantu para perampok mengacaukan
Pakuwon Kabanaran untuk melepaskan dendamnya"
Wajah Akuwu di Watu Mas menjadi merah padam.
Tetapi iapun masih berusaha menahan diri. Meskipun
demikian, katanya kemudian "kakangmas Akuwu adalah
tamuku. Aku mohon kakangmas dapat menjaga diri sebagai
seorang tamu yang terhormat"
Akuwu suwelatama tertawa pendek. Katanya "Baiklah.
Daripada aku menjadi semakin buruk di mata adimas,
maka aku akan mohon diri. Kedatanganku ke Pakuwon ini
adalah sia-sia. Tetapi aku sudah mendapat gambaran,
siapakah yang sebenarnya aku hadapi di perbatasan"
"Siapa?" bertanya Akuwu di Watu Mas.
"Tidak ada dua atau tiga. Adimas lndrasunu yang
memperalat para perampok untuk membalas sakit hatinya"
jawab Akuwu Suwelatama "sakit hati yang bermula pada
kegagalannya untuk mengganggu seorang gadis. Namun
persoalan yang kecil itu telah mekar menjadi satu sikap
yang sama sekali tidak terpuji. Bahkan menodai nama baik
semua bangsawan keturunan Kediri"
Akuwu di Watu Mas menggeram. Dengan suara bergetar
ia berkata "Sebelum kakangmas melakukan kesalahan
untuk kesekian kalinya, sebaiknya kakangmas
menyadarinya" "Aku akan mohon diri adimas. Sebenarnya aku masih
ingin tinggal di Pakuwon ini lebih lama lagi. Tetapi agaknya
kedatanganku kali ini agak kurang menguntungkan"
berkata Akuwu Suwelatama.
"Apapun menurut penilaian kakangmas. Tetapi aku
sudah berusaha menerima kedatangan kakangmas sebaikbaiknya"
jawab Akuwu di Watu Mas. Akuwu Suwelatamapun kemudian minta diri. Mahisa
Bungalan yang hampir saja tidak dapat menahan diri
bersama para pengawalpun telah meninggalkan rumah
Akuwu di Watu Mas. "Tantangan yang keras sekali" desis Mahisa Bungalan di
perjalanan kembali. Akuwu Suwelatama mengangguk sambil berdesis
"nampaknya mereka benar-benar ingin menunjukkan
bahwa mereka dalam kedudukan yang kuat. Mereka
mencoba untuk memancing persoalan namun tanpa dapat
disebut bersalah" "Ya. kita harus mengambil cara yang paling baik untuk
menanggapi sikap itu" berkata Mahisa Bungalan.
Dengan jantung yang berdengupan iring-iringan kecil
itupun berpacu meninggalkan Pakuwon Watu Mas kembali
ke Kabanaran. Di sepanjang jalan, tidak banyak lagi yang mereka
perbincangkan. Namun mereka masing-masing agaknya
telah tenggelam ke dalam angan-angan mereka tentang
persoalan yang melilit hubungan antara Kabanaran dan
Watu Mas. Demikian Akuwu sampai ke Pakuwon Kabanaran, maka
iapun segera mengadakan pembicaraan khusus. Persoalan
Kabanaran dan Watu Mas nampaknya sulit untuk dapat
diselesaikan dengan pembicaraan.
Meskipun demikian, Akuwu Suwelatama masih belum
ingin melibatkan Kediri secara langsung. Ia masih berusaha
untuk dapat memecahkan persoalannya itu sendiri.
"Kita tidak dapat memancing mereka dengan cara yang
sama seperti yang kita lakukan di daerah rawa-rawa
Kedung Sertu" berkata Akuwu Suwelatama.
"Kita mempergunakan cara lain" berkata Mahisa
Bungalajn "sementara itu justru kekuatan di daerah itu
ditambah. Tersebar di tempat yang lebih luas. Kita harus
berusaha menghancurkan setiap kejahatan yang imbul di
daerah itu" "Ternyata bahwa kejemuan lebih cepat mencekam para
pengawal daripada para perampok. Jika para pengamal itu
tinggal di padukuhan itu tanpa berbuat sesuatu untuk waktu
yang terlalu lama, maka akan kehilangan pendirian mereka
sebagai pengawal" jawab Akuwu Suwelatama.
"Itulah sebabnya, maka para pengawal yang bertugas di
daerah itu harus selalu berganti" berkata Mahisa Bungalan
"dengan demikian mereka tidak sempat dicengkam oleh
kejemuan. Kecuali itu, maka tenaga mereka akan tetap
segar untuk tugas-tugas yang berat itu. Bukankah sejama
ini, pasukan itu jarang sekali diganti?"
Akuwu Suwelatama mengangguk. Jawabnya "Pasukan
itu pernah digauli pula. Tetapi tidak terlalu sering"
"Jangan lebih dari tiga bulan. Bukankah menggantikan
pasukan di daerah hutan perbatasan itu tidak terlalu sulit
dan jaraknyapun tidak terlalu lama?" berkata Mahisa
Bungalan. "Apakah tidak terlalu cepat" Sebelum mereka mengenal
medan, maka mereka harus sudah dilarik dan digantikan
oleh yang baru yang juga belum mengenal medan sama
sekali" "Tidak seluruhnya" berkata Mahisa Bungalan "setiap
pergantian, beberapa orang pemimpin akan tinggal untuk
memberikan penjelasan dan pengenalan bagi mereka yang
baru datang. Baru kemudian ia dapat meninggalkan tempat
itu, setelah yang baru itu memahami medan yang mereka
hadapi" Akuwu Suwelatama mengangguk-angguk. Meskipun ia
sadar, cara demikian akan memerlukan waktu lama.
Seolah-olah mereka hanya berlomba siapakah yang lebih
tahan menyerap waktu, tanpa berbuat sesuatu. Namun
untuk sementara mereka memang tidak mempunyai cara
yang lain. Namun dalam pada itu, diluar pertemuan dengan para
pemimpin di Pakuwon Kabanaran, Mahisa Bungalan
berkata "Akuwu, bagaimana pendapat Akuwu jika kita
akan mempergunakan cara yang sama"
"Apa maksudmu?" bertanya Akuwu Suwelatama.
"Kita mengirimkan orang-orang untuk merampok
daerah di seberang hutan perbatasan" jawab Mahisa
Bungalan. "Aku tidak mengerti maksudmu" jawab Akuwu
Suwelatama. "Perampok-perampok itu harus memberikan kesan,
bahwa karena mereka tidak lagi sempat merampok di
daerah Kabanaran, maka mereka telah melakukannya di
daerah Watu Mas" jawab Mahisa Bungalan.
Akuwu Suwelatama mengerutkan keningnya. Ia dengan
serta-merta menganggap pikiran itu adalah pikiran yang


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aneh. Namun setelah merenunginya sejenak, maka katanya
"Mungkin juga hal itu dilakukan. Tetapi bagaimana jika
salah seorang dari antara kita tertangkap"
"Namun disusun satu pasukan khusus yang akan
melakukan tugas itu. Mereka terdiri dari orang-orang yang
kuat dan tabah hati. Berkemampuan tinggi dan setia kepada
janji" berkata Mahisa Bungalan.
"Aku mengerti maksud itu" berkata Akuwu Suwelatama
"mungkin lebih baik jika aku sendiri yang memimpinnya.
"Jangan" potong Mahisa Bungalan "Jika ada satu dua
orang yang karena sesuatu hal mengetahui, maka nama
Akuwu akan menjadi korban, seolah-olah Akuwu telah
menjadi seorang perampok atau dengan kata lain, Akuwu
sudah menyerang dan berada di dalam Pakuwon Watu
Mas" "Jadi bagaimana?"bertanya Akuwu.
"Aku bersedia ikut bersama mereka" berkata Mahisa
Bungalan "tidak banyak orang yang mengenal aku, bahkan
mungkin Akuwu di Watu Mas yang hanya melihat aku
sekilas itupun tidak akan mengenalku pula. Seandainya
Pangeran lndrasunu berada di hutan perbatasan itu pula,
aku akan dapat menghindari pengenalannya dengan
pakaian dan barangkali sedikit penyamaran di wajah"
Akuwu Suwelatama menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Kau terlalu baik. Tetapi dengan demikian kau
tentu akan berada didaerah ini terlalu lama. Kedua
pamanmu sudah berpesan, agar kau tidak terlalu lama
berada di Pakuwon Kabanaran"
"Pada dasarnya aku adalah seorang pengembara japab
Mahisa Bungalan "Aku memang sudah menyatakan
kesediaanku menjadi seorang prajurit. Tetapi darah
pengembaraanku masih saja mendidih di dalam dada ini"
Akuwu Suwelatama tidak dapat mencegah.
Sebenarnyalah ia memang memerlukannya.
Dalam pada itu, maka Akuwupun segera menyusun satu
pasukan pengawal khusus. Pembentukan yang tidak banyak
diketahui orang. Pasukan itu terdiri dari pengawalpengawal
pilihan. Pemimpin-pemimpinnyapun orang-orang
terbaik yang ada di Pakuwon Kabanaran.
"Aku serahkan orang-orang ini kepadamu" berkata
Akuwu Kabanaran. Mahisa Bungalan yang menerima pasukan itupun
kemudian membawa mereka ke hutan perbatasan. Tetapi
pada jarak yang cukup dari hutan perbatasan yang diawasi
oleh pasukan dari Pakuwon Kabanaran. Hanya para
Senapati tertinggi sajalah yang mendapat pesan, bahwa
Kabanaran akan melakukan tindakan yang mirip dengan
kejadian yang sebenarnya dalam keadaan terbalik.
Segerombolan perampok yang bersarang di Kabanaran,
tetapi melakukan perampokan di daerah Watu Mas.
Namun para perampok itu terdiri dari para pengawal di
Pakuwon Kabanaran, justru para pangawal terpilih.
Di hutan perbatasan itu, Mahisa Bungalan telah
memanfaatkan waktu yang pendek menjelang tugas-tugas
yang akan mereka lakukan, dengan menempa para
pengawal itu lahir dan batin. Mereka berlatih dengan berat,
sementara setiap sore mereka harus mendengarkan
penjelasan-penjelasan tentang pengabdian yang akan
mereka lakukan. "Tugas ini sangat berat. Kesempatan untuk hidup dalam
tugas ini sangat kecil. Siapa yang merasa segan untuk
melakukannya, dapat mengajukan keberatan. Tidak akan
ada hukuman apapun. Mereka hanya akan ditugaskan
menjaga barak yang kita buat disini. Bagiku, keseganan,
apalagi ketakutan justru akan mengganggu tugas kawankawan
yang lain" bertanya Mahisa Bungalan kepada
mereka. Tetapi tidak seorangpun yang merasa berkeberatan untuk
melakukan tugas itu. Bahkan setiap orang berharap untuk
dapat melakukannya terlebih dahulu.
Namun Mahisa Bungalan telah memilih orang-orang
terbaik dari orang-orang pilihan itu. Baik kemampuannya,
maupun kekerasan jiwa serta hasrat pengabdiannya.
Orang-orang itulah yang pertama-tama akan dibawanya
memasuki tlatah Watu Mas untuk melakukan perampokan.
Sebelum segalanya dimulai, maka Mahisa Bungalan
telah menugaskan beberapa orang pengawal dalam tugas
sandi untuk mengamati sasaran. Sehingga apabila mereka
benar-benar telah memasuki tlatah Watu Mas, mereka tidak
akan terjebak. "Mungkin kita akan behadapan dengan para pengawal
dari Pakuwon Watu Mas" berkata Mahisa Bungalan
"karena itu, kita harus bersiap sepenuhnya. Kita tidak boleh
berpegang pada paugeran. jiwa prajurit yang pantang
menyerah. Tetapi bagi seorang perampok, senjata terakhir
untuk menyelamatkan diri adalah lari. Karena itu, jangan
segan meninggalkan arena karena kalian berjiwa prajurit.
Untuk permainan kita ini, kalian justru harus lari tunggang
langgang. Tetapi kita tetap berpegang pada kesatuan dan
kesetia kawanan. Kita harus saling melindungi. Dalam
kesan tunggang-langgang itu kita sebenarnya berada dalam
aturan tertentu" Para pengawal itupun mengangguk-angguk. Mereka
mengerti apa yang dimaksud oleh Mahisa Bungalan oleh
Mahisa Bungalan. Karena itulah, setelah mereka menempa diri di daerah
hutan perbatasan untuk beberapa pekan, dan merekapun
sudah mulai membiasakan diri dengan medan yang akan,
mereka hadapi, maka rencana mereka itupun siap untuk
dilaksanakan. "Kita harus menyiapkan bukan saja tubuh kita, tetapi
juga jiwa kita" berkata Mahisa Bungalan ketika mereka
akan berangkat. Demikianlah, sebagian dari para pengawal itupun telah
mulai dengan tugas mereka yang aneh. Mereka akan
menjadi perampok. Tetapi perampok yang khusus.
Pada saat-saat terakhir itu, Mahisa Bungalan masih
sempat memberikan beberapa gambaran tentang sifat-sifat
khusus dari para perampok. Mereka harus memahami,
meniru dan melakukannya. Namun dalam pada itu, Mahisa
Bungalan masih berpesan. "Tetapi karena merampok bukan
tujuan kita, maka kita harus tetap memegang teguh dasardasar
kemanusiaan kita. Jangan membunuh tanpa alasan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Jangan merampok
harta benda yang dapat melumpuhkan kehidupan
seseorang, apalagi menumbuhkan keputusasaan dan
kehilangan masa depan mereka"
Para pengawal itu mengangguk. Namun salah seorang
dari mereka berdesis "Yang kita lakukan tentu lebih sulit
dari perampok kebanyakan"
Mahisa Bungalan tersenyum. Yang lainpun tersenyum
pula. Tetapi mereka harus melakukan permainan itu.
Bahkan seandainya salah seorang dari mereka mengalami
nasib yang sangat buruk, sehingga mereka tertangkap, maka
mereka harus mempunyai jiwa yang kuat. Mereka harus
menjawab segala pertanyaan sebagaimana sudah mereka
sepakati. Bahkan seandainya tubuh mereka diperas sampai
darah mereka menjadi kering, mereka tidak akan
mengatakan yang lain. Setelah jiwa dan wadag mereka ditempa sebaik-baiknya,
maka mulailah pasukan khusus itu melakukan tugas
mereka. Yang pertama mereka lakukan adalah
menyeberangi hutan perbatasan, memasuki tlatah Pakuwon
Watu Mas. Pada permainan mereka yang pertama, mereka tidak
melakukan Perampokan. Tetapi mereka berhasil
mengejutkan beberapa orang peronda yang terkantukkantuk
di dalam gardu mereka. Ketika kemudian terdengar titir, maka para perampok
itupun berlari-larian. Namun mereka sempat memberikan
kesan, bahwa jumlah para perampok itu cukup banyak.
"Perampok" desis seseorang "kenapa tiba-tiba saja ada
sekelompok perampok memasuki padukuhan ini"
Orang-orang padukuhan di daerah Watu Mas itu telah
keluar semua dari rumah mereka. Karena perampokan itu
tidak pernah terjadi didaerah mereka, maka merekapun
kurang menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh para
perampok itu. Namun ternyata bahwa para perampok itu
telah lari tunggang langgang.
Para bebahu padukuhanpun kemudian berkumpul di
mulut lorong induk padukuhan mereka. Adalah aneh sekali
bagi mereka, jika padukuhan mereka telah didatangi
sekelompok perampok. "Hari ini mereka lari" berkata para bebahu " tetapi pada
kesempatan yang lain, mungkin keadaannya akan berbeda"
"Tetapi mungkin sekali justru mereka tidak akan berani
kembali lagi" jawab salah seorang penghuni padukuhan itu
"mereka telah melihat bagaimana kita selalu siap
menghadapi segala kemungkinan, apalagi setelah peristiwa
yang pertama ini. Kita selalu bersiaga"
Para bebahu padukuhan itu mengangguk-angguk.
Mereka yakin bahwa para penghuninya akan selalu
bersiaga. Justru setelah mereka menyadari, bahwa para
perampok mulai menyentuh padukuhan itu.
Meskipun demikian para bebahu padukuhan itu masih
saja berbincang. Menurut pendengaran mereka, daerah di
seberang perbatasanlah yang banyak sekali di datangi olehj
para perampok. Tetapi tidak didaerah Pakuwon Watu Mas.
Di pasar-pasar mereka selalu mendengar berita tentang
perampokan. Tetapi pada saat-saat terakhir, para pengawal
dari Pakuwon Kabanaran telah berada di perbatasan.
Meskipun demikian, para perampok itu kadang-kadang
masih saja berhasil melakukan kegiatannya didaerah
Pakuwon Kabanaran. Namun sementara itu, disamping usaha untuk meng
acaukan pertimbangan Akuwu di Watu Mas, sebenarnya
lah bahwa kekuatan para pengawal di Pakuwon Kabanaran
telah ditambah dan semakin menyebar ke beberapa
padukuhan. Mereka tidak berkumpul di dalam satu barak.
Tetapi mereka mulai memencar dan tinggal dirumah
penduduk padukuhan-padukuhan itu.
Orang-orang yang merasa memiliki sedikit harta dan
benda, merasa tenang dan bahkan sangat berterima kasih
apabila dua atau tiga orang pengawal bersedia tinggal
bersama mereka. Dengan menggantungkan kentongan di ruang dalam
rumah mereka, maka mereka akan dapat dengan muda
memberi isyarat kedapa para pengawal yang tersebar
apabila salat satu dari para penghuni itu mengalami
perampokan. Apalagi ketika Akuwu Suwelatama benar-benar telah
mengambil kebijaksanaan, bahwa para pengawal itu
Bertugas di sesuatu tempat untuk waktu yang tidak terlalu
lama. Dengan demikian maka para pengawal itu selalu
kelihatan segar, karena mereka tidak sampai dicengkam
oleh kejemuan. Meskipun setiap kali mereka harus
memperkenalkan diri dengan rakyat di padukuhanpadukuhan
yang mereka awasi, apabila terjadi pergantian
pasukan. Ternyata cara itu lebih menguntungkan bagi Pakuwon
Kabanaran. Dengan demikian, maka mereka dapat berada
di tempat yang lebih luas. Hampir disetiap padukuhan
terdapat lima enam orang pengawal atau bahkan lebih.
Sementara itu jarak padukuhan yang satu dengan yang lain
tidak terlalu jauh, sehingga apabila terdengar isyarat, maka
para pengawal dipadukuhan sebelah menyebelah akan
segara dapat membantu. Sementara itu, para pengawalpun
telah mengajari anak anak muda untuk siap mengamankan
padukuhan mereka masing-masing. Setiap malam gardugardu
menjadi penuh dengan anak-anak muda, sementara
satu dua orang pengawal bergiliran berada bersama mereka.
Dalam pada itu, di lain pihak, Mahisa Bungalan telah
membuat rencana-rencana khusus yang akan dapat
mengganggu ketenangan di Pakuwon Watu Mas.
Dengan demikian, maka Kabanaran telah mengetrapkan
cara yang sebagian mirip dengan cara yang ditrapkan di
daerah Kedung Sertu, namun tanpa memancing para
perampok itu, karena mereka menganggap tidak akan
banyak gunanya, karena mereka agaknya telah mendengar
tentang apa yang dilakukan oleh para pengawal di Kedung
Sertu. Namun demikian, penyebaran pasukan ke
padukuhan-padukuhan dan cara meerka melibatkan anakanak
muda sebagaimana pernah terjadi di Kedung Sertu,
telah menyulitkan para perampok itu.
Sementara itu, justru telah terjadi perampokanperampokan
di daerah Watu Mas sendiri. Ternyata
perampok yang dapat diketahui oleh peronda yang
terkantuk-kantuk di gardu, dan sempat memukul kentongan
itu tidak menjadi jera. Meskipun mereka tidak kembali ke
padukuhan itu, namun beberapa hari kemudian, di
padukuhan lain telah benar-benar terjadi perampokan.
Para perampok meskipun tidak menyakiti pemilik
rumah, tetapi mereka telah mengikat semua penghuni
rumah itu pada tiang rumahnya. Mereka telah mengambil
sebagian besar dari kekayaan orang yang tidak berdaya itu.
Namun agaknya para perampok itu tergesa-gesa sekali,
sehingga sebagian dari hasil rampokan mereka telah
berceceran di pendapa dan sebagian justru di halaman.
Ketika para bebahu datang kerumah itu, tetanggatetangga
telah berdatangan dan berusaha menolong mereka
Yang lain telah mengumpulkan harta benda yang
berceceran itu dan menyerahkan kembali kepada
pemiliknya "Untunglah" berkata pemilik itu "seandainya barangbarang
itu tidak berceceran, maka aku benar-benar menjadi
miskin" "Kau memang masih beruntung" berkata bebahu
padukuhan itu "Tetapi hal seperti ini tidak boleh terulangi
kembali" "Memang mengerikan" desis pemilik rumah yang di


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rampok itu "Mereka adalah orang-orang yang kasar, buas
dan liar" "Apa saja yang mereka lakukan kecuali mengikat
kalian?" bertanya bebahu
"Mereka mengancam leherku dengan golok" jawab
orang yang dirampok itu. "Hanya mengancam?" bertanya orang lain.
"Ya. Dan merekapun mengatakan bahwa yang
dilakukan itu karena mereka tidak lagi dapat berbuat lain.
Daerah Kabanaran telah tertutup, sehingga mereka terpaksa
merampok di daerah Watu Mas sendiri" jawab orang yang
dirampok itu. "Benar begitu?" beratanya bebahu padukuhan itu.
"Ya. Semua orang di rumah ini mendengarnya" jawab
orang itu. "Memasuki daerah Watu Mas untuk mengejar para
perampok yang melakukan kejahatan di daerah mereka"
Bebahu itu menarik nafas dalam-dalam, katanya "Jika
benar demikian, maka kita harus bersiaga. Di hutan
perbatasan itu memang terdapat sarang sekelompok
perampok. Tetapi para perampok itu tidak pernah
melakukan di daerah Watu Mas, mereka selalu
menyeberangi perbatasan. Sementara itu menurut
pendengaranku, para pengawal dari Kabanaran tidak
dibenarkan untuk memasuki wilayah Watu Emas.
"Lalu kenapa yang terjadi sekarang justru mereka
merampok di Pakuwon Watu Mas sendiri?" bertanya
seseorang. "Seperti yang dikatakan bebahu itu, nampaknya trangorang
Kabanaran benar-benar telah bertindak. Dibantu oleh
para pengawal mereka telah berusaha menutup perbatasan,
sehingga para perampok itu tidak sempat nelakukan
kejahatan di Kabanaran"
"Kita temui pemimpin pengawal yang bertugas di
perbatasan" berkata salah seorang dari mereka.
Demikianlah, bebahu padukuhan itu telah berusaha
menemui pemimpin pengawal di perbatasan. Mereka
melaporkan bahwa sekelompok yang tidak dapat
menyeberangi perbatasan, justru telah merampok di daerah
Watu Mas sendiri. "Omong kosong" geram pemimpin pengawal di
perbatasan itu. "Silahkan datang ke padukuhan kami" jawab bebahu itu.
Pemimpin pengawal Pakuwon Watu Mas itu termangumangu.
Tetapi nampaknya bebahu itu tidak berbohong.
Karena itu maka katanya "Baiklah. Aku akan melihat
keadaan padukuhanmu"
Seperti yang dikatakannya, maka bersama beberapa
orang pengawal pemimpin pengawal itu telah melihat
sendiri, apa yang telah terjadi. Dengan seksama ia bertanya
kepada orang yang telah dirampok rumahnya. Seluruh
keluarganya dikumpulkan, dan satu persatu mereka harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan.
"Gila" geram pemimpin pengawal itu "Apakah benar
mereka tidak mempunyai jalan lagi ke Kabanaran?"
"Jalan masih mengkin disusupi" jawab pengawal yang
lain, lalu "tetapi nampaknya pengawal di perbatasan
Kabanaran itu benar-benar telah diperkuat. Pekerjaan
mereka di Kedung Sertu telah selesai, meskipun dengan
sangat mengerikan. Kitapun menjadi tenang. Dengan
demikian mereka dapat memusatkan perhatian mereka ke
hutan perbatasan ini, sehingga dengan demikian
kesempatan para perampok untuk memasuki Pakuwon
Kabanaran menjadi sempit.
"Tetapi adalah gila behwa mereka telah melakukannya
di Watu Mas ini sendiri. Pemimin pengawal itu manjawab
lantang. Tidak seorangpun yang menjawab. Tetapi parampokan
itu sudah terjadi dengan tergesa-gesa sehingga sebagian dari
harta benda yang dirampok itu dapat diketemukan kembali
berceceran di pendapa dan di halaman dan menyerahkan
kepada pemilikinya. Namun peristiwa perampokan itu, telah menjadi
persoalan yang menarik perhatian para penawal di
perbatasan Watu Mas. Pimpinan Pengawal di Watu Mas
yang mempunyai hubungan dengan para perampok telah
berusaha untuk menghubungi para pemimpin perampok itu.
"Kalian telah melanggar perjanjian" berkata pemimpin
para pengawal perbatasan itu,
"Kenapa?" bertanya pemimpin para perampok. "Jika
aku berhasil, aku selalu memberikan imbalan itu kepada
kalian. Tetapi beberapa hari ini aku tidak berhasil, karena
para pengawal di Pakuwon Kabaranaran ditempatkan di
perbarasan, telah mengambil cara yang sulit untuk diatasi.
Mereka telah menutup perbatasan dengan rapat. Namun
seandainya kami berhasil menyusup, maka kami akan
berhadapan denga para pengawal yang kuat"
"Aku mengerti, tetapi dalam keadaan yang demikian,
kalian jangan membabi buta" sahut pengawal itu.
"Apa maksudmu?" bertanya pemimpin para perampok
itu. "Kau melakukan di daerah Watu Mas sendiri" geram
pemimpin para pengawal itu.
"Siapa yang mengatakannya". Kau jangan membuat
persoalan ini semakin rumit. Beberapa saat lamanya kami
tidak mendapatkan hasil yang berarti, sekarang kau
menuduh kami melakukan sesuatu yang tidak pernah kami
lakukan" "Ikut aku, kau akan melihat sendiri apa yang telah
terjadi" "Kau boleh memengal leherku jika aku melakukannya"
jawab pemimpin perampok itu.
"Bukan kau sendiri. Tetapi orang-orangmu" desis
pemimpin pengawal itu. "Aku tidak pernah memerintahkan, atau mengijinkan
sahutnya "tetapi entahlah, jika ada orang-orang yang
melakukan di luar pengetahuanku"
Untuk beberapa saat pemimpin perampok itu bertanyatanya
kepada pemilik rumah yang mengalami perampokan
itu. Namun ia justru telah membentak-bentaknya. Dengan
kasar ia bertanya "Kau tidak berpura-pura he?"
"Tidak. Kami benar-benar mengalami" jawab orang itu.
"Jika kau berbohong, maka lehermu akan menjadi
taruhan" geram pemimpin perampok itu.
"Buat apa kami berbohong" jawab pemilik rumah itu
"kami mengalami bencana itu. Beberapa orang tetangga
kami melihat barang-barang kami yang tercecer.
"Kau dapat saja membohongi tetangga tetanggamu.
Barang-barangmu yang kau jual, atau kalah main judi, atau
sebab-sebab yang lain, kau katakan telah hilang kepada
tetangga-tetanggamu. Dengan cara yang licik, tetanggatetanggamu
telah kau kelabuiseolah-olah kau telah
mengalami perampokan. Beberapa barang-barang yang
masih ada sengaja kau hamburkan di halaman untuk
menghilangakn jejak, Pemilik rumah itu termangu-mangu. Sama sekali tidak
terlintas di dalam kepalanya, bahwa hal serupa itu dapat
terjadi dan dapat dilakukan oleh seseorang. Karena itu
maka iapun justru telah terdiam.
"Sudahlah" berkata pemimpin pengawal sambil
menyingkir "Kau harus mempercayainya. Siapapun yan
melakukan, tetapi ia sudah mengalami"
"kaulah yang harus melindungi rakyatmu dengan
pasukan pengawalmu. Tetapi percayalah, meskipun aku
seorang perampok, tetapi aku tidak akan mengotori
halaman rumah sendiri dengan darah sanak-kadang"
"Jika yang melakukan itu kelompok yang lain, apakah
kau bersedia membantu kami?" bertanya pemimpin
pengawal itu. "Kau aneh. Kau dapat mengerahkan pasukan pengawa
di Watu Mas. Kau tidak perlu bantuanku. Untuk hiduppun,
saat ini terasa sulit. Bahkan kami sudah mengambil barangbarang
tabungan kami" jawab pemimpin perampok itu.
"Kita akan pergi dari tempat ini. Kita akan berbicara
Lebih panjang" gumam pemimpin pengawal itu.
Sementara itu, Mahisa Bungalan yang berada di
sarangnya tengah membicarakan kerja mereka yang
pertama. Ketika dua orang diantara mereka memasuki
daerah Watu Mas dengan laku sandi, maka merekapun
segera dapat mendengar bahwa peristiwa itu telah
menimbulkan persoalan diantara para pengawai. Bahkan
telah tersebar kabar diantara penduduk, seolah-olah para
perampok di perbatasan tidak lagi sempat melakukan
kejahatannya di daerah Kabanaran, sehingga mereka
melalukannya di daerah Watu Mas.
Ketika hal itu dilaporkannya kepada Mahisa Bungalan,
maka iapun merasa bahwa usahanya sebagian kecil telah
berhasil. Meskipun demikian, Mahisa Bungalanpun telah
memperhitungkan, justru karena para pengawal di
perbatasan itu telah mengadakan hubungan dengan para
perampok, maka para pemimpin pengawal di perbatasan
itupun akan menghubungi para pemimpin perampok untuk
membuktikan kebesaran berita itu.
"Tentu akan timbul persoalan" berkata Mahisa Bungalan
"tetapi kita akan menyusulinya lagi dengan tindakan
berikutnya" Sebenarnyalah, maka Mahisa Bungalanpun telah
membawa sebagian dari pasukannya menyeberangi
perbatasan. Dua orang petugas sandinya telah berhasil
menemukan sasaran. Seorang saudagar kaya dianggap oleh
orang-orang disekitarnya sebagai seorang kaya yang sangat
kikir. Kita harus berhati-hati. Orang-orang yang demikian
biasanya mempunyai kekuatan dibelakangnya untuk
menakut-nakuti orang" berkata Mahisa Bungalan.
"Tetapi apakah kekuatan yang ada padanya perlu
dicemaskan?" bertanya seorang pengawal yang menyamar
sebagai perampok itu. "Bagaimanapun juga. kita tidak boleh menjadi lengah"
jawab Mahisa Bungalan apalagi mungkin sekali mereka
telah berhubungan dengan para pengawal di Watu Mas"
"Memang mungkin" jawab pengawal itu "apalagi setelah
mereka mengetahui perampokan yang bertama itu.
"Kita sudah melakukan dengan baik" berkata Mahisa
Bungalan "Kita tidak membawa barang-barang berharga itu
seluruhnya. Justru hanya sebagian kecil, karena yang lain
kita tinggalkan di pendapa dan halaman. Tetali mudahmudahan
barang-barang itu kembali kepada pemiliknya"
"Menurut pendengaran kami memang demikian" jawab
orang yang dengan laku sandi mendengarkan akibat dari
perampokan itu. Demikianlah pada saat yang ditentukan, Mahisa
Bungalan telah mendekati sebuah padukuhan dengan anak
buahnya. Di padukuhan itulah saudagar kikir yang akan
menjadi sasarannya itu tinggal.
Setelah memperhatikan keadaan sebenak sambil
menunggu tengah malam, Mahisa Bungalan dan orangorangnya
itu sempat beristirahat di pategalan yang sepi.
Dua orang telah dikirim mendahului perjalanan rfiereka
untuk mellihat,apakah di padukuhan itu ada tanda-tanda
yang membahayakan. Ternyata bahwa jalan yang akan mereka lalui cukup
lapang. Memang ada beberapa orang peronda di dalam
gardu di ujung padukuhan, tetapi mereka akan dapat
rhencari jalan lain untuk memasuki padukuhan itu.
"Jika mungkin kita akan menghindari para peronda yang
berada di gardu itu" berkata Mahisa Bungalan.
Dengan demikian kita tidak perlu bertempur. Sebab
dengan pertempuran itu, bagaimanapun kita berhati-hati,
mungkin sekali senjata kita akan menggores lawan. Bahkan
mungkin senjata mereka akan melukai kita. Jika darah telah
menitik maka sulitlah bagi kita untuk menahan diri,
meskipun aku tetap berpesan, kita bukan perampok yang
sebenarnya. Orang-orang yang mengikutnya itupun menganggukangguk.
Sementara Mahisa Bungalan berkata "Kita tidak
akan membawa harta bendanya untuk kepentingan kita.
Tetapi kitapun tidak akan meninggalkan harta benda itu di
halaman. Kita akan meninggalkan sebagian besar dari
kekayaannya bertebaran di jalan padukuhan, di bulak-bulak
dan di pategalan. Setidak-tidaknya ia harus menyadari,
bahwa harta benda yang tertimbun itu akan dapat lenyap
dalam sekejap. Alangkah baiknya jika yang bertebaran itu
kemudian atau sebagian jatuh ketangan. orang-orang yang
memerlukannya" "Mereka akan takut memilikinya" desis seseorang.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Iapun
sependapat bahwa orang-orang kebanyakan di sekitar
saudagar kaya yang kikir itu tentu akan takut memilikinya.
Namun demikian, maka ia berkata "Kita akan menebarkan
kekayaannya yang disimpannya ditempat yang tidak pernah
tersentuh tangan. Mungkin dalam wantu dekat tidak ada
orang yang berani menilainya meskipun mereka
menemukannya. Tetapi mungkin setelah beberapa lama,
barang-barang yang dapat diketemukan itu akan bermanfaat
bagi orang-orang miskin disekitarnya"
Namun tiba-tiba salah seorang pemimpin pengawal yang
menjadikan diri mereka perampok itu berkata "Bagaimana
kalau kita bawa saja sebagian dari harta benda orang kikir
itu. Tidak untuk kita miliki, tetapi pada suatu saat akan kita
kembalikan kepada orang-orang kikir disekitarnya dalam
ujud yang lain, yang tidak akan mungkin dituntut oleh
orang kaya yang kikir itu"
Mahisa Bungalan berpikir sejenak. Namun
kesempatannya tidak terlalu panjang. Mereka sudah
menjadi semakin dekat dengan sasaran.
Karena itu maka Mahisa Bungalan kemudian mengambil
keputusan "Ya. Aku sependapt"
Keputusan itulah yang kemudian menjalar kepada para
perampok yang aneh itu. Merekapun mendapat wewenang


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk membawa barang-barang dari orang kaya yang kikir
itu. Sebagaimana dikehendaki, maka para pengawal yang
menjadikan diri mereka perampok itu berusaha untuk tidak
melalui pintu gerbang padukuhan. Dengan hati-hati mereka
memilih jalan yang sepi meskipun mereka harus meloncati
dinding padukuhan. Para pengawal itu tidak banyak mengalami kesulitan.
Kemampuan mereka yang tinggi, melampaui kemampuan
perampok yang sebenarnya telah mempermudah usaha
mereka mendekati rumah orang kaya itu tanpa diketahui
oleh para peronda. Ketika mereka mendekati regol halaman rumah saudagar
kaya itu, mereka melihat bahwa regol itu tertutup. Dengan
hati-hati para pengawal itupun mendekati dinding halaman
dari arah samping, sehingga sebagian dari mereka justru
berada di halaman sebelah halaman saudagar kaya itu.
"Lahatlah" desis Mahisa Bungalan kepada seorang
pengawal "Apakah ada seseorang yang menjaga regoi itu"
Pengawal itu segera beringsut. Tetapi ia harus sangat
berhati-hati. Menurut perhitungan, maka dirumah itu tentu
terdapat penjaga yang dapat melindungii kekayaan
saudagar yang kikir itu. Sebenarnyalah, pengawal yang mengamati regol itu
mendengar suara dan orang yang sedang bercakap-cakap.
Tiba-tiba saja pengawal itu ingin mendengarkan, apa saja
vang mereka percakapkan. Dari balik pintu ia mendengar seseorang berkata
"Saudagaar itu tidak menyetujui meskipun aku sudah
mengemukakan alasan-alasan yang seharusnya dapat ia
mengerti. Anakku sakit dan keluarga isteriku memerlukan
uang untuk membeli benih palawija"
"Ia memang kikir sekali" sahut yang lain "Aku
sebenarnya sudah jemu bekerja disini. Tetapi aku tidak akan
mendapatkan pekerjaan lain jika aku keluar dari tempat ini.
Sementara sawahku yang tandus itu tidak memberikan
makan yang cukup bagi keluargaku"
"Tetapi rasa-rasanya kurang seimbang jika kita
perbandingkan antara, tugas kita yang brertaruh nyawa itu
dengan upah yang kita terima" berkata yang seorang.
"Apaboleh buat, untuk sementara aku harus bertahan.
Mudah-mudahan selama bertahan disini, kita tidak cepat
mati. Para perampok yang tidak sempat merampok ke
Pakuwon Kabanaran telah merampok di daerah Watu
Mas" jawab yang lain.
Tiba-tiba saja timbul keinginan pengawai itu untuk
melakukan sesuatu yang mungkin akan dapat
menghindarkan perkelahian. Karena itu, maka tiba-tiba saja
ia berdesis di luar pintu tegol "Kau benar Ki Sanak. Kami
telah datang kemari karena itu serentak melancat. Dengan
geram salah seorang dari keduanya bertanya "Siapa kau"
"Sudah kau sebut-sebut dalam pembicaraanmu. Aku
idak datang sendiri. Tetapi sekelompok, bukalah pintu.
"Aku akan berbicara dengan baik" berkata pengawal
diluar pintu itu. "Tidak" geram penjaga di dalam pintu "kami bertugas
disini. Kami akan menghalau siapa saja yang berani
mengganggu rumah ini"
"Jangan terlalu garang Ki Sanak" berkata pengawal itu
"Aku mendengar apa yang kau bicarakan. Kalian
mengeluh, bahwa apa yang kalian dapat dari saudagar itu
tidak seimbang dengan jerih payah yang kau berikan.
Bukankah begitu" Jika kalian memaksa diri melawan kami,
maka akibat yang paling pahit akan kalian alami. Mungkin
kalian adalah orang-orang yang memiliki ilmu kanuragan
yang tinggi. Tetapi lawanmu akan terlalu banyak, karena
kami datang dalam jumlah yang besar. Sementara itu,
orang-orang disekitar rumah saudagar yang kikir ini tidak
akan membantumu" "Kami tidak hanya berdua" jawab penjaga regol itu
tetapi kami berempat. Dua orang diantara kami tidur
dipendapa. Mereka akan segera bangun dan ikut serta
menangkap kalian. "Apa artinya ampat orang bagi kelompok kami" jawab
pengawal itu berpikirlah. Jika kalian memang berniat untuk
mempertaruhkan nyawa kalian untuk upah yang tidak
seimbang itu. kamipun tidak berkeberatan, meskipun
sebenarnya kami merasa sayang akan keadaanmu
sekeluarga. Anak istenmu dan mungkin orang tuamu.
Penjaga regol itu menjadi heran. Mereka tidak dapat
membayangkan bahwa seorang perampok dapat berbicara
tentang keluarga, anak dan isteri. Namun demikian, salah
seorang dari mereka menjawab. "Kau menakut-nakuti
kami" Jangan menyangka bahwa kau dapat berbuat
demikian terhadap kami"
"Tidak Ki Sanak. Aku tidak menakut-nakuti" jawab
pengawal itu "Tetapi aku mendengar apa yang kalian
percakapkan itu. Kalian merasa, bahwa apa yang kalian
lakukan tidak sesuai dengan upah yang kalian terima.
Karena itu. jangan korbankan dirimu untuk sesuatu yang
tidak akan berarti apa-apa bagi hidupmu"
"Tetapi jika aku kehilangan pekerjaan ini, hidupku akan
menjadi semakin sulit" jawab salah seorang dari mereka.
"Lebih baik kehilangan pekerjaan itu daripada
kehilangan nyawamu" jawab pengawal itu "sudahlah. Buka
pintunya dan beri kesempatan aku menjelaskan"
Kedua orang itu menjadi ragu-ragu. Sementara itu
pengawal itu berkata "Atau, kau perlu bukti bahwa kami
dapat berbuat seperti yang aku katakan?"
Tiba-tiba saja salah seorang menjawab "Ya. Buktikan
bahwa kau dapat melakukannya.
Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya
"Baiklah. Kami akan memasuki halaman ini. Tetapi kami
tidak berniat untuk bertempur jika kalian tidak
mendahului" Tidak ada jawaban. Sementara itu pengawal itupun
berkata "Tunggulah sebentar. Aku akan memberitahukan
kepada kawan-kawanku"
Pengawal itu tidak menunggu jawaban. Sejenak ia
merayap meninggalkan regol kembali kepada Mahisa
Bungalan. Dengan singkat ia menceriterakan keadaan
penjaga regol itu dan percakapannya dengan mereka.
"Baiklah. Kita akan memasuki halaman. Tetapi janyan
berbuat sesuatu lebih dahulu" berkata Mahisa Bungalan.
Pesan itupun telah merambat dari seorang ke orang lain
sehingga seluruh kelompok itu mengerti maksudnya.
Sejenak kemudian, maka Mahisa Bungalan memberikan
isyarat bunyi sebagai perintah kepada para pengawal untuk
dengan serentak meloncati dinding dan memasuki halaman.
Kehadiran mereka benar-benar mengejutkan dua orang
penjaga regol yang masih berada ditempatnya. Keduanya
menyangka, bahwa sekelompok perampok akan merusak
pintu regol. Karena itu. dengan senjata telanjang keduanya
menunggui pintu itu, sementara kedua kawannya telah
terbangun pula, meskipun mereka masih berada di pendapa.
Sebelum keempat orang penjaga itu berbuat sesuatu,
pengawal yang menyebut diri mereka perampok itu telah
memenuhi halaman. Sementara pengawal yang telah
berbicara dengan dua orang pengawal itu maju mendekati
keduanya yang termangu-mangu.
"Nah, bukankan aku berkata sebenarnya" desis
pengawal itu. Kedua orang penjaga itu tertegun. Mereka melihat
sekelompok orang yang disangkanya benar-benar perampok
telah berada di depan hidungnya. Tetapi seperti yang
dikatakan oleh salah seorang diantara mereka, bahwa
jumlah mereka terlalu banyak.
"Apakah kalian berempat akan melawan?" bertanya
pengawal itu. Keempat orang yang terpisah itu ragu-ragu. Mereka
yakin bahwa para perampok itu dapat berbuat sangat kasar
terhadap mereka. Bahkan membunuhnya.
"Upah yang kalian terima sama sekali tidak seimbang
dengan taruhan yang kalian berikan" berkata pengawal itu
"Kau sendiri menyadari. Karena itu, menyerah sajalah.
Kami tidak akan mengganggu kalian, kecuali jika kalian
melakukan sesuatu yang dapat mengganggu kerja kami"
Keempat orang itu masih membeku.
"Cepat, menyerahlah" ulang pengawal itu "Jangan
menunggu kami kehabisan kesabaran. Letakkan senjata
kaliaan sebelum jantung kalian terbelah"
Keempat penjaga itu memang tidak mempunyai pilihan
lain. Yang ada di halaman itu adalah perampok-perampok
yang garang dan mempunyai pengalaman yang luas tentang
benturan kekerasan. Karena itu, maka ketika seorang diantara mereka
meletakkan senjatanya, maka yang lainpun segera
melakukannya pula. "Ternyata kalian cukup bijaksana" berkata pengawal itu
"kalian tidak mau mengorbankan diri untuk upah yang
tidak memadai. Silahkan kalian duduk disudut pendapa.
Biarlah dua orang kawan kami mengawasi kalimah,
sementara kami akan melakukan tugas kami"
Keempat orang itupun kemudian duduk dipendapa. Namun
salah seorang dari mereka bedesis "Ikat kami. Agar tidak
mendapat tuduhan yang dapat menjerat leher kami. Seolaholah
kami telah memberikan jalan kepada sekelompok
perampok untuk merampok di rumah ini"
Pengawal itu memandang Mahisa Bungalan sejenak.
Ketika kemudian Mahisa Bungalan mengangguk, maka
keempat orang itupun kemudian diikat dengan ikat kepala
mereka masing-masing. Dalam pada itu, keributan yang terjadi di pendapa itu
ternyata telah membangunkan saudagar kaya yang kikir itu.
Sesaat ia mencoba mendengarkan, apa yang telah terjadi di
luar. Dengan hati-hati ia mendekati pintu pringgitan.
Namun ia tidak berani membuka dan mengintip keluar.
Tetapi suara-suara yang didengarnya telah
meyakinkannya, bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan
terjadi. Tetapi saudagar kaya yang kikir itu sama sekali tidak
mendengar perkekahian teradi. Karena itu, ia menjadi raguragu.
Yang didengarnya hanyalah percakapan yang tidak
jelas. Namun ia terkejut bahwa tiba-tiba pintu pringgitan di
hadapannya itu diketuk keras-keras. Hampir saja ia
terlonjak dan berteriak. Namun ia berhasil menguasai diri.
Karena itu, ia hanya bergeser saja surut beberapa langkah.
"Buka pintu" terdengar suara garang diluar. Saudagar itu
menjadi sangat berdebar-debar. Agaknya telah datang
sekelompok perampok yang telah berhasil menguasai para
penjaganya. "Buka pintu" sekali iagi terdengar suara itu.
Saudagar kaya itu termangu-mangu.
Namun diluar terdengar suara "Rumahmu sudah
dikepung. Jangan mencoba lari lewat pintu-pintu butulan.
Tidak ada gunanya. Bahkan mungkin hanya akan
mencelakakan saja. Keempat orang upahanmu telah kami
tangkap dan kami ikat, karena mereka tidak akan mampu
melawan kami dalam jumlah yang lima kali lipat"
Sudagar itu menjadi gemetar. Nampaknya memang tidak
ada harapan lagi. Yang datang lima kali lipat dari jumlah
orang-orangnya. Meskipun demikian ia mencoba menjawab "Kalian
berbohong" "Jangan bodoh. Kami dapat membakar rumahmu
dengan segala isinya" bentak pengawal diluar pintu "Cepat,
buka pintu. Kami bukan tamu yang mengenal sopan santun
dan unggah-ungguh. Tetapi kami adalah orang-orang kasar
yang tidak punya kesabaran"
Saudagar di dalam rumahnya itu menjadi semakin
gelisah. Agaknya orang-orang yang diluar itu benar-benar
bukan orang yang mengenal ungguh-ungguh. Ternyata
bahwa sejenak kemudian mereka telah mengetuk pintu
semakin keras. "Apakah kau menunggu rumahmu menjadi abu?" bentak
orang yang mengetuk pintu itu.
Saudagar itu menjadi gemetar. Karena itu, maka ia tidak
mempunyai pilihan lain. Kepercayaannya agaknya sudah
tidak berdaya lagi, karena yang datang terlalu banyak.
Karena itu, maka dengan tangan gemetar itupun telah
membuka pintu pringgitan. Demikian pintu itu terbuka,
maka dua orang yang berdiri didepan pintu telah
mengacungkan pedangnya kedadanya.
"Kau akan melawan?" bertanya salah seorang.
Sebenarnyalah yang datang memang terlalu banyak.
Apalagi menurut orang yang mengetuk pintunya, rumah itu
sudak dikepung. Karena itu, maka iapun tidak dapat berbuat apa-apa
sama sekali. Apalagi ketika kemudian ia melihat keempat
prang penjaga rumahnya sudah terikat.
"Jangan membuat gaduh" berkata salah seorang
pengawal "kumpulkan semua Keluargamu. Isteri dan anakanakmu,
pelayan-pelayanmu dan siapa saja yang berada
dirumah ini" Saudagar itu tidak dapat membantah lagi. Semua
keluarganyapun dikumpulkannya. Mereka terpaksa duduk
diam dijaga oleh tiga orang berwajah garang dan
berpakaian serba hitam. Seorang diantara anak saudagar
kaya itu, menangis tidak henti-hentinya. Betapapun para
perampok itu membentaknya, namun anak itu masih tetap
menangis saja. "Biarkan saja" desis Mahisa Bungalan yang juga
berpakaian seperti kawan-kawannya.
Seorang pengawalpun kemudian bertanya kepada
saudagar kaya itu Tunjukkan, dimana harta bendamu kau
simpan?" Saudagar itu menjadi gemetar. Tetapi ia menjawab "Aku
tidak mempunyai harta benda berlebih-lebihan, selain yang
nampak di ruangan-ruangan ini.


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan bohong" orang yang bertanya itu membentak.
Saudagar itu terkejut. Sementara anaknya menangis
semakin keras. Tetapi orang-orang kasar itu tidak
menghiraukannya. Bahkan salah seorang berkata "Nah, kau
tahu. Menangis terlalu lama tidak baik bagi anak-anak.
Mungkin ia akan menjadi sesak nafas. Mungkin menjadi
lemas. Mungkin masih akan dapat timbul akibat-akibat
yang lain" Saudagar itu termangu-mangu. Sementara orang kasar
itu berkata lagi Tetapi lebih parah lagi jika kamilah yang
kehilangan kesabaran. Akibat yang timbul akan lebih parah
dari sekedar sesak nafas, lemas atau akibat-akibat yang lain
dari tangisnya. "Jangan Jangan ganggu anakku" tangis isteri saudagar
itu. "Terserah kepada kalian" berkata orang kasar itu
"Apakah kalian lebih sayang akan harta bendamu, atau
kalian lebih sayang kepada anakmu"
"Kedua-duanya" desis saudagar itu.
"Aku hanya memberimu kesempatan memiliki-salah
satu" geram orang kasar itu.
"Jangan ganggu anakku" tangis isteri saudagar itu
semakin memelas. "Berkatalah kepada suamimu" berkata perampok yang
garang itu. Isteri saudagar itu memandang suaminya sejenak. Lalu
katanya "Berikan. Berikan semuanya yang diminta. Tetapi
jangan anakku" Saudagar itu termangu-mangu. Ia adalah orang yang
sangat kikir. Orang yang seluruh hidupnya diabdikannya
kepada harta benda yang dikumpulkannya dengan sangat
tekun. Karena itu, maka ia harus berpikir berulang kali untuk
mengambil keputusan. Tetapi isterinyalah yang menangis "Berikan. Berikan.
Aku memerlukan anak ini lebih dari segala-galanya.
Saudagar yang kikir itu menjadi sangat bingung. Ia
sayang kepada anak-anaknya Tetapi iapun sayang sekali
kepada harta bendanya. "Cepat ambil keputusan" bentak perampok itu.
Saudagar itu menjadi semakin bingung. Hampir
menangis ia berkata Jangan sudutkan aku ke dalam
kesulitan semacam ini"
"Baiklah" berkata perampok itu "Jika demikian, aku
akan membakar rumah ini bersama segala isinya. Kau,
isteri dan anak-anakmu"
"Jangan anak-anakku" tangis isterinya "bakar aku dan isi
rumah ini. Harta benda terkutuk itu. Teapi selamatkan
anak-anakku. Saudagar itu bahkan menangis lebih keras lagi "Aku
menjadi bingung sekali"
Tetapi tangisnya terputus ketika ujung belati menyentuh
lehernya "Aku dapat memutuskan lehermu dan
menghentikan tangismu yang gila ini. Bukankah kau
seorang laki-laki" Bukankah kau seorang yang sangat kikir"
Yang sampai hati melihat saudara sepupumu kelaparan dan
telanjang" Kenapa kau begitu cengeng dan menangis seperi
kanak-kanak" Dada saudagar itu menjadi sesak. Namun akhirnya ia
berkata "Jangan bunuh aku"
"Nah, jika demikian, dirnana kau menyimpan harta
bendammu, yang kau kumpulkan dengan cara yang sangat
licik. Kau hisap tetangga-tetanggamu dengan segala macam
cara. Kau timbuni dirimu dengan keuntungan yang
melimpah ruah. Kau biarkan orang lain menjadi miskin
karena pokalmu" berkata perampok yang kasar itu
"sekarang, tunjukkan. Dimana harta bendamu"
Orang itu tidak dapat menolak lagi. Dengan sendat ia
berkata "Aku menyimpannya di bawah pembaringan"
Perampok itu tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun
kemudian mendorong saudagar itu sambil membentak
"Tunjukkan aku, di mana pembaringanmu"
Saudagar yang ketakutan itupun kemudian pergi ke
sentong kiri. Cahaya lampu yang redup membuat ruangan
itu tidak cukup terang. Tetapi seorang perampok yang lain
telah membawa lampu yang lebih besar memasuki ruangan
itu. "Di kolong pembaringan ini" bertanya perampok "Di
bawah kolong" desis saudagar itu.
"Cepat ambil" bentak perampok yang kasar itu.
Saudagar itupun kemudian membuka pembaringannya.
Diambilnya galar ambennya satu demi satu. Baru kemudian
nampak disudut kolong pembaringannya terdapat sehelai
kepang bambu terbentang diatas lantai batu.
Sejenak saudagar itu ragu-ragu. Tetapi perampok yang
kasar itu telah mendorongnya dengan ujung pisau belati.
Demikianlah, maka akhirnya saudagar itu terpaksa
mengangkat dua buah peti dibantu oleh dua orang
perampok yang selalu mengancamnya. Dengan wajah pucat
dan tangan gemetar saudagar itu meletakkan kedua peti itu
di depan pintu sentongnya.
"Terima kasih" berkata para perampok itu "Aku akan
melihat, apakah isi petimu ini"
Kedua peti kayu itupun kemudian telah dibuka. Isinya
memang menggetarkan. Saudagar itu benar-benar seorang
kaya raya, meskipun pada sisi luar dari kehidupannya
sehari-hari tidak terlalu nampak.
"Ki sanak" berkata perampok yang kasar itu "ternyata
aku memang memerlukan barang-barang ini. Tetapi kami
bukannya orang yang tidak berjantung. Kami akan
membawa satu saja dari kedua petimu ini"
"Jangan " tangis saudagar kaya itu.
"O, jika demikian aku akan membawa kedua-keduanya"
berkata perampok itu kemudian.
"Jangan, jangan" saudagar itu menangis lagi.
"Karena itu, katakan. Yang manakah yang harus aku
bawa. Satu, atau dua atau seisi rumahmu ini?" perampok
itu mulai membentak, sementara pisau belatinya mulai
menyentuh tubuh saudagar itu lagi. Katanya pula "Jika kau
tidak mau melepaskan kedua-keduanya, maka nyawamulah
yang akan terlepas. Akhirnya aku akan memiliki kedua
petimu itu pula" Saudagar itu benar benar tidak berdaya. Para perampok
itupun telah memilih satu dari kedua petinya dan siap untuk
membawanya, sementara saudagar itu hampir menjadi
pingsan karenanya. Beberapa orang kawan perampok itupun kemudian
menggotong peti yang telah dipilih berisi barang-barang
yang sangat berharga, meskipun peti yang ditinggalkan
itupun berisi barang-barang berharga pula.
"Terima kasih Ki Sanak" berkata perampok itu "kami
akan segera meninggalkan tempat ini. Mudah-mudahan
anakmu segera berhenti menangis. Dan kau sendiri juga
berhenti menangis. Kau tidak perlu kecewa karena barangbarangmu
ini kami bawa, karena tidak ada gunanya"
Saudagar itu tidak mampu untuk menjawab. Jantungnya
bagaikan berhenti berdetak ketika para perampok itu
kemudian meninggalkan rumahnya dengan mengusung satu
diantara kedua petinya. Ketika para perampok itu sudah berada di halaman,
maka salah seorang dari mereka masih berpesan "Dengar
Ki Sanak. Jangan membuat gaduh, agar kami tidak kembali
untuk mengambil petimu yang satu lagi"
Saudagar itu tidak menjawab. Ia hanya dapat
memandangi saja para perampok itu hilang dibalik pintu
regol. Namun dalam pada itu, demikian para perampok itu
pergi, tiba-tiba saja saudagar itu telah melompat kearah
keempat orang penjaga rumahnya sambil berteriak
"Bunyikan kentongan. Cepat"
Keempat orang penjaga rumah sudagar itu saling
berpandangan. Tetapi mereka masih belum bergerak sama
sekali. "Cepat. Bunyikan kentongan" berkata saudagar itu
hampir berteriak. "Kami terikat" sahut salah seorang dari para penjaga
rumahnya. Saudagar itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
dengan tergesa-gesa ia melepas ikatan orang-orangnya yang
membelenggu tangan mereka.
"Cepat" saudagar itu sudah berteriak.
"Apakah ada artinya?" bertanya salah seorang
penjaganya. "Biar orang-orang seluruh padukuhan ini terbangun"
jawab saudagar itu. "Tetapi perampok itu sudah jauh" jawab orangnya yang
lain. "Tidak peduli. Cepat lakukan" bentak saudagar itu.
Salah seorang dari para penjaga itupun kemudian dengan
segan pergi ke regol. Sejenak kemudian terdengar suara
kentongan di regol halaman saudagar kaya itu memecah
sepinya malam. Ternyata suara kentongan itu telah mengejutkan orangorang
yang mendengarnya. Satu dua orang yang tidak
mengerti apa yang terjadi telah menyambung dengan bunyi
kentongan pula. Sejenak kemudian padukuhan itu telah dipenuhi suara
titir. Beberapa orang telah berlari-larian keluar rumahnya.
Namun ketika mereka mendengar, bahwa rumah saudagar
kaya yang kikir itulah yang dirampok, maka seorang demi
seorang telah masuk kembali ke dalam rumahnya. Suara
kentonganpun semakin lama menjadi semakin jarang,
sehingga akhirnya hanya beberapa kentongan sajalah yang
masih berbunyi. "Biar sajalah" desis seseorang "saudagar kaya itu sekalisekali
memang memerlukan pelajaran"
"Orang itu sangat kikir" sahut yang lain "Aku tidak mau
mempertaruhkan diri untuk malawan para perampok bagi
saudagar kikit itu" "Tetapi jika kita tidak berbuat apa-apa. maka para
perampok itu akan mengulangi lagi perbuatannya di
padukuhan ini, seolah-olah kami semuanya adalah
pengecut" berkata seseorang.
"Jika pada saat lain terjadi pada orang lain, kita akan
bertindak" sahut seorang anak muda.
Ternyata tidak seorangpun yang menaruh perhatian
terhadap peristiwa yang baru saja terjadi. Karena itu, justru
suara kentonganpun menjadi lenyap, kecuali suara
kentongan di regol saudagar kaya itu sendiri.
Tetapi, justru di padukuhan saudagar kaya itu suara
kentongan berhenti, di padukuhan-padukuhan lain, suara
itu sudah menjalar, padukuhan terdekat yang mendengar
suara kentongan itu, telah menyambutnya dan
mengembangkannya. Demikian sahut-menyahut sehingga
di beberapa padukuhan suara kentongan itu masih bergema.
Dalam pada itu. sekelompok pengawal Pakuwon
Kabanaran yang telah mendapat tempaan khusus itu sama
sekali tidak menghiraukan suara kentongan itu. Seandainya
laki-laki dari beberapa padukuhan akan mengejarnya, maka
merekaliduk akan menjadi gentar.
Namun demikian Mahisa Bungalan memperingatkan
"Ingat. Kika kalian harus berhadapan dengan sekelompok
orang Pakuwon Watu Mas, kalian tidak boleh bertindak
semena-mena. Kalian memang mempunyai kelebihan dari
mereka, tetapi tidak sepantasnya kalian kehilangan
pengamatan diri dan berbuat benar-benar seperti
segerombolan perampok"
Para pengawal itu mengangguk-angguk.
Namun selagi orang-orang dari padukuhan tetangga
mencari keterangan, maka para pengawal yang merampok
itupun menjadi semakin jauh.
"Dalam pada itu, saudagar kaya yang kikir itu menjadi
heran, bahwa tidak ada seorangpun yang datang kepadanya
untuk membantu. Para penjaga regolnyapun melihat bahwa
orang-orang padukuhan itu tidak menghiraukannya sama
sekali. Behkan merekapun telah kembali masuk kedai
rumah masing-masing. "Kenapa mereka berbuat begitu gila" teriak saudagar
kaya yang kikir itu. "Aku tidak tahu" jawab penjaganya.
"Mereka sama sekali tidak mengenal terima kasih"
geram saudagar kikir itu "tanpa aku, mereka akan mati
kelaparan di musim paceklik. Aku adalah orang yang
memberi pinjaman kepada mereka sehingga anak-anak
mereka tidak mati kelaparan. Namun dalam keadaan begini
mereka sama sekali tidak bersedia membantu aku"
Para penjaga rumah saudagar itu sama sekali tidak
menyahut. Tetapi mereka mengerti, bahwa sebenarnyalah
saudagar itu adalah orang yang sangat kikir. Jika saudagar
itu bersedia memberikan pinjaman, maka pada saatnya,
tetangga-tetangganya harus mengembalikan berlipat ganda.
Tanpa kemungkinan itu, maka saudagar itu akan sampai
hati menolak permintaan pinjam seseorang untuk membeli
obat bagi kelurganya yang sakit keras.
Namun dalam pada itu, peristiwa itu adalah satu
peringatan yang sangat keras bagi saudagar yang kaya tetapi
sangat kikir itu. Ia sudah kehilangan sebagian dari
simpanannya. Sementaa tetangga-tetangganya sama sekali
tidak menghiraukannya ketika rumahnya dirampok oleh
segerombolan orang. Bagaimanapun juga ia harus menilai keadaannya.
Meskipun sulit baginya untuk merubah perangainya itu.
Sementara itu, maka Mahisa Bungalan dan para
pengawal dari Pakuwon Kabanaran yang telah menjadi
sekelompok perampok itu telah menuju keperbatasan.
Sejenak kemudian merekapun telah memasuki hutan kecil
yang memisahkan Pakuwon Kabanaran dan Pakuwon
Watu Mas, sambil membawa satu peti harta benda
saudagar yang sangat kikir itu.
Perampokan itupun segera tersebar ke padukuhanpadukuhan


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di perbatasan. Para Pengawal di Pakuwon
Watu Mas yang mendengar hal itupun segera berdatangan.
Seperti perampokan yang pernah terjadi, maka peristiwa
itupun telah membuat pemimpin pengawal menjadi marah.
Tetapi ada sesuatu yang menarik perhatian para
pengawal. Pada peristiwa yang pertama, sebagian dari harta
benda yang dirampok telah bertebaran di pendapa dan
halaman rumah, sehingga pemiliknya masih sempat
mengumpulkannya. Sementara itu pada peristiwa yang
kedua, para perampok itu hanya membawa satu dari dua
peti yang seolah-olah sudah tersedia.
"Menarik sekali" berkata pemimpin perampok "Aku kira
hal ini jarang sekali terjadi. Para perampok itu tidak akan
berbelas kasihan meninggalkan satu peti dari dua peti yang
sudah diketemukannya. Mereka juga tidak akan menyebar
perhiasan di halaman seperti yang pernah terjadi.
Para pengawal hanya dapat mengangguk-angguk saja.
Tetapi mereka sama sekali tidak dapat membayangkan apa
yang telah terjadi. Ketika sekali lagi pemimpin pengawal itu menemui para
perampok yang bersarang di hutan-hutan di tlatah Watu
Mas, maka merekapun mendapat jawaban serupa
sebagaimana pernah dikatakan oleh pemimpin perampok
itu. "Tidak mungkin terjadi" berkata pemimpin perampok itu
"Orang-orangku bukan orang-orang gila. Meskipun mereka
orang-orang kasar, tetapi mereka memegang teguh janji.
Kami tidak akan melakukannya di daerah Watu Mas
sendiri" "Jika demikian, aku minta kalian membantu kami"
berkata pengawal itu "mau tidak mau. Jika kalian tidak
bersedia, maka kami akan tetap menuduh kalian terlibat ke
dalam perampokan yang aneh itu"
Pemimpin perampok itu tidak dapat membantah. Ia
sadar, untuk mengatasi kejahatan, maka para pengawal
terbiasa mempergunakan orang-arang dari lingkungan yang
sama. Karena itu maka katanya "Kami akan membantu.
Tetapi kalian harus mempercayai kami. Tanda-tanda dari
perampokan itupun jauh berbeda dari yang kami lakukan.
Kami tidak akan pernah menyisakan barang-barang yang
telah kami dapatkan di rumah itu, atau sebutir permatapun
yang jatuh dari tangan kami"
"Kalian tidak perlu bertindak sebagaimana kami
lakukan. Tetapi bantu kami mengawasi daerah ini. Beri
laporan kepada kami apa yang kalian ketahui kemudian.
Kamilah yang akan bertindak atas para perampok itu.
berkata pemimpin pengawal itu.
"Tetapi jangan curigai kami dalam hal ini" berkata
pemimpin perampok itu. Demikianlah, untuk menghilangkan segala kecurigaan,
maka para perampok itu terpaksa bekerja keras untuk ikut
serta memecahkan teka-teki tentang perampokan itu.
Sementara itu, kegelisahan mulai merayapi hati rakyat
Watu Mas. Mereka mulai dibayangi oleh ketakutan di
malam hari. Lebih-lebih orang orang yang memiliki sedikit
kekayaan diperbatasan. Namun dalam pada itu, ternyata Akuwu di Watu Mas
memiliki perhitungan yang cermat. Meskipun ia belum
menyatakan dengan terbuka, tetapi ia sudah berbuat dengan
beberapa orang pemimpin di Pakuwon itu.
"Orang-orang Pakuwon Kabanaran telah mendendam
kita" berkata Akuwu itu "tidak mustahil bahwa mereka
telah melakukan sesuatu untuk membalas dendam"
"Mungkin sekali" sahut seorang Senopati "karena itu,
maka pengawalan di daerah yang rawan itu harus
diperkuat" "Bagaimana sikap Pangeran Indrasunu?" bertanya
seorang Senopati yang lain.
"Masih belum jelas. Tetapi ia sudah bersedia melibatkan
diri dengan pengikut-pengikutnya yang terdiri dari beberapa
padepokan yang besar. Senopatinya terjadi perselisihan
terbuka, maka ia mempunyai kekuatan untuk ikut serta
menghancurkan Kabanaran. Pangeran Indrasunu pernah
menduduki kota Pakuwon untuk beberapa lamanya. Tetapi
karena ia memang tidak ingin merebut kekuasaan, selain
sekedar memberikan peringatan saja kepada Akuwu
Suwelatama" jawab Akuwu di Watu Mas. Namun
kemudian "Tetapi kita tidak tergantung kepada Pangeran
Indrasunu. Kita mempunyai sikap dan kekuatan.
Menghadapi Kabanaran, Watu Mas sama sekali tidak
gentar. Bahkan kita akan mempunyai alasan untuk
menentukan sikap atas perbatasan di kemudian hari jika
perang terjadi. Kami yakin akan dapat mengalahkan
Kabanaran. Sementara itu kitapun akan dapat
mempertahankan kebenaran sikap kita, seandainya kita
harus mempertanggung jawabkannya di hadapan para
penguasa di Kediri, bahkan Singasari sekalipun"
Para Senopati mengangguk-angguk. Watu Mas memang
cukup kuat. Sementara para pemimpin di perbatasan
menganggap bahwa para pengawal di Kabanaran sudah
gelisah dan kehabisan akal menghadapi sekelompok
perampok. Apalagi jika mereka benar-benar berhadapan
dengan Watu Mas" Namun dalam pada itu, Akuwu Suwelatama yang
menyetujui sikap Mahisa Bungalan untuk mengadakan
balasan atas sikap Akuwu di Watu Mas tentang perbatasan,
telah memperhitungkan pula segala kemungkinan yang
terjadi. Karena itu, maka dengan sungguh-sungguh para
pengawal di Kabanaran telah meningkatkan kemampuan
mereka. Bahkan Akuwu Suwelatama telah memanggil
anak-anak muda yang bersedia untuk ikut serta menjadi
pengawal Pakuwon. Mereka yang menyatakan dirinya
bersedia, telah di masukkan ke dalam sebuah barak untuk
ditempa menjadi seorang pengawal yang tangguh.
Sementara itu, Mahisa Bungalan telah membuat
kebijaksanaan tantang rencananya. Harta benda yang
didapatnya dari perampokan itu, sebagaimana pernah
dibicarakan, akan di tukarnya dalam ujud yang lain.
Kemudian harta benda itu akan dikembalikannya kepada
orang-orang di sekitar saudagar yang kikir itu.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun tidak
menolak pendapat, bahwa sebagian dari harta benda yang
akan dijual itu akan dipergunakan untuk membeayai tugastugas
mereka di perbatasan, jika Akuwu Suwelatama
menyetujui. Ketika seorang penghubung menghadap, ternyata
Akuwu tidak berkeberatan. Namun Akuwu berpesan,
bahwa hal itu tjdak akan menenggelamkan tugas pokok
mereka. Beberapa orang dalam tugas sandi telah memasuki
daerah Watu Mas untuk menjual perhiasan-perhiasan itu.
Meskipun mereka harus berhati-hati, namaun para petugas
sandi itu dapat melakukan tugas mereka dengab baik.
Mereka berhasil menghubungi saudagar-saudagar emas dan
permata yang dengan gelap mengusahakan keuntungan
yang sebesar-besarnya. Mereka tidak segan-segan
merupakan bentuk perhitungan-perhitungan yang dibelinya
diluar pengamatan para pengawal, karena merekapun tahu,
bahwa barang-barang itu adalah barang-barang yang
didapat dari tindakan terlarang.
Dengan ujud yang berbeda, maka mereka dapat menjual
barang-barang berharga itu dengan bebas.
Hasil perjuangan itulah yang kemudia dipergunakan oleh
para pengawal dari Kabanaran untuk menolong rang-orang
yang terlalu miskin yang hidup disekitar saudagar kaya
yang telah terlalu miskin yang hidup disekitar saudagar
kaya yang telah dirampok. Meskipun tidak dengan sematamata.
Namun ada juga yang dengan teus-terang
memberikan uang kepada orang kesrakat karena mereka
telah terlibat hutang terlalu besar. Betapapun juga hal itu
dilakukan dengan diam-diam, namun akhirnya tercium juga
oleh bebahu padukuhan. Karena tu, maka merekapun telah
mendatangi beberapa orang yang telah mendapat uang dari
orang-orang yang tidak dikenal itu.
"Siapa mereka?" bertanya bebahu padukuhan itu.
Orang-orang itu hanya menggeleng saja. Seorang ibu tua
erkata "Mereka datang dengan tiba-tiba. Mereka
mengetahui kesulitan hidup yang aku derita dengan dua
orang anak-anakku. Tanpa aku minta, mereka memberikan
sejumlah uang agar aku menebus hasil sawahku yang udah
aku gadaikan untuk menyambung hidup"
Sementara orang-orang lain berkata "Orang-orang itu
berpesan untuk mengikhlaskan saja hasil sawah satu
panenan yang sudah tergadai. Mereka memberi uang untuk
bekal hidupku menjelang panen berikutnya, tetapi dengan
pesan, agar aku tidak menggadaikannya lagi"
"Aneh" berkata bebahu padukuhan itu "siapakah
sebenarnya mereka, Teka-teki tantang perampokan tenang
perampokan itu belum terpecahkan. Kemudian timbul tekateki
yang lain lagi" Tetapi tidak seorangpun yang dapat menjawab
pertanyaan itu. Meskipun demikian, para bebahu itu sama
sekali tidak mengganggu orang-orang yang telah mendapat
uang oleh pihak yang tidak mereka ketahui. Nampaknya
ada hubungannya dengan sikap belas kasihan, karena
pemerasan yang telah dilakukun oleh saudagar yang kaya
dan kikir itu. Setelah perampokan terjadi, maka ia justru menjadi
semakin garang. Ia berusaha untuk mendapat ganti harta
bendanya yang telah dibawa oleh para perampok.
Namun bahwa ada pihak tertentu yang telah
membagikan uang kepada orang-orang miskin, maka usaha
saudagar kaya itu tidak sepenuhnya berhasil. Orang-orang
yang sudah mendapat uang dari orang yang tidak dikenal
itu, ternyata tidak memerlukan lagi pinjaman yang menjerat
dari saudagar kaya itu. Sikap saudagar kaya itu telah menimbulkan akibat pula
pada penjaga rumahnya. Karena tidak tahan lagi melihat
sikap saudagar itu, maka merekapun berniat untuk
meninggalkan pekerjaannya. Apalagi ketika datang orang
yang tidak dikenalnya dan memberi sekedar uang untuk
modal berusaha kecil-kecilan.
"Kau dapat membuka kedai" berkata orang yang tidak
dikenal itu " atau barangkali usaha lain yang lebih baik dari
mempertaruhkan nyawa"
Namun peristiwa-peristiwa itu sama sekali tidak
memberikan kesadaran kepada saudagar kaya yang kikir
itu. Bahkan ketika isterinya yang tidak betah lagi
meninggalkannya dengan anak-anaknya, maka iapun tidak
berubah pendirian. Dibiarkannya isteri dan anak-anaknya
pergi tanpa bekal sama sekali.
Tetapi aneh, bahwa seseorang yang tidak dikenal telah
datang kerumah isteri dan anak-anak saudagar kaya yang
kembali ke orang tuanya itu. Orang itu telah memberikan
uang dalam jumlah yang cukup besar untuk beaya hidup
isteri dan anak-anak saudagar kaya itu.
Namun akhirnya, saudagar kaya itu tidak dapat
mempertahankan keseimbangan jiwanya. Dalam kekalutan
itu, sekali lagi datang kepadanya beberapa orang perampok.
Mereka telah mengambil sebagian besar dari harta
bendanya yang tersisa. Lebih dari separo isi peti yang satu
lagi telah dibawa oleh perampok itu.
Saudagar itu menangis meraung-raung seperti kanakkanak.
Beberapa orang tetangga telah datang ke rumahnya.
Betapapun juga mereka tidak sampai hati melihat tingkah
laku saudagar itu. Orang yang kikir itu menangis sampai
tengah hari berikutnya. Dengan pedih isterinya akhirnya berkata kepadanya,
justru karena saudagar itu terganggu jiwanya, Namun
karena kesabaran dan kesetiaan isterinya, akhirnya
saudagar itu berangsur sembuh. Bahkan kemudian seolaholah
ia telah memandang wajahnya di depan wajah air yang
tenang bening. Dilihatnya cacat dan celanya, sehingga
akhirnya ia telah berubah sama sekali.
Yang terjadi itu adalah satu dari berbagai peristiwa yang
menggelisahkan di perbatasan Pakuwon Watu Mas. Pada
saat-saat itu. ternyata telah terjadi pula peristiwa-peristiwa
yang lain. Perampokan masih saja terjadi, sementara ada
orang-orang yang mendapatkan belas kasihan dari orangorang
yang tidak dikenal. Namun betapapun cermatnya usaha orang-orang
Kabanaran dalam pekerjaannya, namun pada suatu saat,
kelompok itu dapat dilihat oleh seorang dari gerombolan
perampok yang tinggal di hutan perbatasan.
Orang yang mengetahui bahwa para pengawal di Watu
Mas telah mencurigai kawan-kawannya dan bahkan telah
minta agar mereka membantu mengamati perampokperampok
yang berkeliaran di daerah Pakuwon Watu Mas
itupun segera melaporkan kepada pemimpinnya.
"Gila" berkata pemimpin perampok itu "para pengawal
Watu Mas yang malas itu lebih senang tidur mendekur di
baraknya, sementara perampokan terjadi semakin sering.
Mereka lebih senang menuduh kita melakukannya dan
memaksa kita untuk membuktikan bahwa kita tidak
bersalah daripada bekerja keras untuk menangkap para
perampok itu" "Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" bertanya
orang yang melihat sekelompok perampok di Pakuwon
Watu Mas itu. "Kita akan menangkap mereka. Meskipun seandainya
hanya seorang saja yang dapat kita tangkap, namun
segalanya akan menjadi terang. Yang seorang itu tentu akan
dapat diperas untuk berbicara tentang dirinya dan
kelompoknya" berkata pemimpin perampok itu. Lalu
"Sekaligus kita akan dapat menunjukkan kedepan hidung
para pengawal apa yang telah terjadi sebenarnya. Dengan
demikian mereka tidak akan selalu mencurigai kita lagi"
Pemimpin perampok itupun kemudian menyiapkan
orang-orangnya yang terbaik. Dengan jumlah yang
memadai, bahkan lebih banyak dari kelompok yang telah


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilihat oleh seorang diantara mereka, maka para perampok
itu berusaha untuk dapat membersihkan namanya di tlatah
Pakuwon Watu Mas. Jika kemudian kedua gerombolan itu
bertemu, mereka tidak sedang memperebutkan daerah
jelajah mereka, tetapi mereka akan mempertahankan sikap
mereka masing-masing. Sekelompok yang sedang
melakukan perampokan dan sekelompok yang lain
berusaha membersihkan nama mereka dari segala tuduhan.
Meskipun seorang diantara perampok itu tidak melihat
arah yang pasti dari sekelompok perampok yang kebetulan
dijumpainya, namun mereka sudah dapat
memperhitungkan. Diarah perjalanan sekelompok
perampok itu terdapat seorang pedagang batu permata yang
kaya raya. Tentu sekelompok perampok itu akan pergi ke
pedagang batu permata itu.
Perhitungan itu memang tidak salah. Sebenarnyalah
Mahisa Bungalan dan kawan-kawannya telah pergi ke
rumah seorang saudagar permata yang kaya raya, tetapi
juga memiliki sifat yang kurang terpuji. Orang itu sombong
dan merasa dirinya orang yang paling baik di seluruh
Pakuwon Watu Mas. "Kita akan mengambil kekayaannya" berkata Mahisa
Bungalan "bukan barang-barang dagangannya"
"Bagaimana kita dapat membedakan?" bertanya seorang
pengawal. "Memang sulit" jawab Mahisa Bungalan "Tetapi menilik
caranya menyimpan, kita akan dapat melihat, apakah
barang-barang itu termasuk barang yang diperdagangkan,
atau barang-barang yang sudah dimilikinya sendiri"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Mereka tidak
terlalu memperhatikannya. Seandainya kelirupun tidak
akan terlalu salah bagi mereka.
Demikianlah, sekelompok penjahat yang kasar itu telah
mendekati regol saudagar kaya itu. Seperti di rumah orangorang
kaya yang lain, maka tentu ada para penjaga regol
dan bahkan penjaga seluruh isi rumahnya.
Ternyata para penjaga dirumah pedagang permata itu
tidak dapat ditakut-takuti. Mereka sama sekali tidak mau
rhenyerah. Di muka regol mereka siap menunggu dengan
senjata telanjang. "Lima orang" desis seorang pengawal yang menjenguk
sambil memanjat dinding disebelah regol itu "hampir saja
kepalaku disentuh ujung tombak"
"Mereka keras hati" desis yang lain.
"Baiklah" berkata Mahisa Bungalan "sebagian dari kita
tetap di muka regol. Sementara yang lain akan memasuki
halaman rumah itu lewat dinding samping. Kita akan
bersama-sama mwlompat dan memasuki halaman. Mudahmudahan
para penjaga itu dapat melihat satu kenyataan"
Dengan isyarat maka para pengawal yang menjadi
perampok itu menebar. Kemudian ketika terdengar aba-aba
maka serentak merekapun berloncatan naik keatas dinding,
sementara orang-orang yang berada di regol masih tetap
ditempatnya. "Kalian melihat, bahwa kalian sudah dikepung oleh
jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah kalian?" bertanya
yang berdiri diluar regol.
"Persetan" geram salah seorang penjaga itu "kami akan
membunuh kalian semua. Kami, murid-murid perguruan
Sangkak tidak akan benyerah melawan perampokperampok
kecil seperti kalian"
Jawaban itu membuat para pangawal didepan regol itu
marah. Tetapi Mahisa Bungalan berdesis "Jangan cepat
marah. Biarlah kita mancoba menakut-nakutinya agar
mereka tidak terlalu garang"
"Apa yang akan kau lakukan?" bertanya salah seorang
pengawal. "Aku akan memecah pintu kayu itu" jawab Mahisa
Bungalan. Para pengawal yang menyatakan diri mereka sebagai
perampok itu termangu-mangu. Namun mereka percaya
bahwa Mahisa Bungalan adalah seoarang anak muda yang
mempunyai kelebihan. Karena itu maka merekapun
kemudian menyibak. Dalam pada itu, beberapa orang pengawal yang telah
memasuki halaman itu telah bendekati penjaga regol yang
berjumlah lima orang, yang kemudian telah berkumpul di
belakang regol yang masih tertutup itu.
"Jangan berbangga dengan jumlah kelima yang banyak"
berkata orang tertua diantara para penjaga regol itu.
"Bagaimanapun juga jumlah kami yang banyak akan
ikut menentukan. Seandainya lima orang diatara kami
terbunuh, dan kalian berlima mati seluruhnya, maka sisa
diantara kami cukup banyak untuk mengangkut semua
harta benda pedagang kaya ini.
"Kalian sudah gila" geram penjaga itu "kami setiap
orang akan dapat membunuh sepuluh orang diantara
kalian. Sementara itu jangan kau sangka bahwa pedagang
kaya itu akan mampu membunuh sepuluh orang pula
diantara kalian" "Kalian memang berani" terdengar suara di balik pintu
"Tetapi bukanlah pintu regolmu. Jika benar kalian ingin
bertempur melawan kami semuanya"
"Persertan" geram penjaga itu.
"Jika kalian tidak mau membuka, maka kami yang
masih berada diluar akan memecahkan pintu ini meskipun
kami dapat memasuki halaman dengan memanjat seperti
kanak-kanak kami" "Jangan mengigau" teriak penjaga itu "hanya iblis yang
dapat mencegah pintu rigol itu"
Para pengawal yang sudah memasuki halamaman itupun
tertegun. Namun sebagian dari merekapun tahu maksud
kawan-kawannya yang berada di luar. Mereka ingin
menggerakkan para penjaga itu, agar mereka tidak perlu
bertempur berkepanjangan, apalagi jika terjadi sesuatu yang
tidak dapat dihindari dalam bermain-main dengan senjata.
Sebenarnyalah, Mahisa Bungalanpun kemudian berkata
"Baiklah para penjaga yang setia. Kami akan mencoba
memecah pintu. Namun dengan demikian kalian harus
membuat perhitungan yang cermat. Jika kami berhasil
memecah pintumu, itu berarti bahwa kami dapat bebuat
jauh lebih banyak lagi. Apalagi hanya menghadapi lima
orang, bahkan seandainya pedagang kaya itupun akan ikut
bertempur pula" "Tutup mulutmu" bentak menjaga regol itu.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun
iapun kemudian telah bersiap. Dengan ilmunya ia
mengerahkan segenap kekuatannya.
Demikianlah, maka dengan memusatkan tenaga pada
sisi telapak tangannya, maka Mahisa Bungalanpun
kemudian meloncat kearah pintu regol yang tertutup dan
diselarak dari dalam. Dengan kedua galum tangannya maka
Mahisa Bungalanpun menghantam regol yang tertutup itu.
Terdengar suara berderak memekakkan telinga. Bukan
saja pintu kayu yang tebal itu yang berderak pecah. Tetapi
selaraknyapun telah berpatahan.
Semua orang yang menyaksikan dengan mendengar
suara itupun terkejut. Ketika daun pintu itu kemudian
rontok, maka kelima orang penjaga regol itu berdiri dengan
mulut ternganga. Bahkan para pengawal yang mengaku diri
mereka sebagai perampok itupun menjadi keheran-heranan
melihat kekuatan Mahisa Bungalan.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun yang berdiri di
depan pintu itupun kemudian melangkah masuk,
melangkahi daun pintu yang sudah rontok ditanah.
"Aku sama sekali bukan iblis dan akupun tidak
mempergunakan kekuatan iblis" berkata Mahisa Bungalan.
Lalu "Nah, Sekarang pertimbangkan. Apakah kalian akan
melawan?" Orang-orang itu berdiri dengan tubuh gemetar. Tidak
lagi terlintas di kepalanya, keberanian untuk melawan
orang yang dapat memecahkan pintu regol hanya dengan
tangannya itu. "Apakah kalian menyerah?" bertanya Mahisa Bungalan.
Kelima orang itu termangu-mangu. Namun akhirnya
merekapun tidak dapat berbuat lain ketika para pengawal
itupun maju mendekatinya.
"Lepaskan senjata kalian" berkata Mahisa Bungalan.
Orang-orang itupun kemudian melepaskan seniat
mereka. Dalam pada itu, saudagar permata yang juga
mendengar derak pintu pecah itupun tidak mempunyai
harapan lagi untuk berbuat sesuatu, ketika dari balik pintu
rumahnya ia mendengar percakapan antara para perampok
dengan penjaga rumahnya dipendapa. Karena kelima
penjaga itupun telah diikat kaki dan tangannya dan
kemudian merekapun dipersilahkan duduk di sudut
pendapa. "Jangan berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakai diri
kalian sendiri" berkata seorang pengawal.
Dalam pada itu, maka seorang pengawal yang lainpun
telah mengetuk pintu rumah saudagar itu. Diruang dalam,
saudagar permata itu tidak mempunyai pilihan lain. Karena
itu, maka iapun telah membuka pintunya dengan wajah
yang pucat. Lima orang pengawal kemudian memasuki rumahnya.
Yang lain masih tetap tinggal dipendapa. Sementara dua
orang mengawasi masing-masing di sebelah kanan, kiri dan
belakang rumah. Sedangkan dua orang lainnya berada di
regol. Dalam pada itu, ketika para pengawal yang memasuki
rumah itu sedang berbicaa dengan saudagar permata untuk
mendapatkan barang-barangnya yang berharga, maka
segerombolan orang telah mendekati halaman rumah itu.
Mereka adalah para perampok yang sebenarnya, yang
tinggal di hutan perbatasan. Mereka berniat untuk
menangkap perampok yang telah menggetarkan daerah
Pakuwon Watu Mas itu. Pemimpin perampok itu beranggapan, jika ia berhasil
menangkap meskipun hanya seorang saja diantara mereka
yang telah merampok di daerah Watu Mas itu, maka ia
akan bebas dari segala tuduhan. Ia akan mendapat
kepercayaannya kembali sehingga gerombolannya justru
akan mendapat dukungan dari para pengawal di perbatasan.
Para pengawal itu tentu akan tetap melindungi mereka jika
para pengawal dari Pakuwon Kabanaran berusaha
mengejar mereka, apalagi menusuk masuk ke dalam sarang
mereka yang terletak di tlatah Watu Mas.
Karena itu, untuk menjual jasa, para perampok itu sama
sekali tidak menghubungi para pengawal. Yang akan
mereka lakukan adalah menghadapkan tawanan yang dapat
mereka tangkap kepada para pengawal.
Demikianlah, maka merekapun semakin lama menjadi
semakin dekat dengan rumah saudagar permata yang
sedang dalam kebingungan. Saudagar itu tidak dapat
berbuat lain, kecuali menyerahkan apa yang diminta oleh
para perampok itu. "Bawa kemari semua harta bendamu" berkata pengawal
yang menyatakan dirinya sebagai perampok itu "jika
ternyata kemudian bahwa kau masih menyimpan harta
benda lain kecuali yang kau bawa kemari, maka rumah dan
isinya akan aku bakar habis. Tetapi jika kau berterus terang,
dan membawa semua harta kekayaanmu, maka aku akan
membawa sebagian saja dari seluruh harta bendamu"
Saudagar itupun telah mengeluarkan semua
simpanannya. Ketika ia meletakkan peti di amben bambu
disamping peti yang terdahulu, hampir diluar sadarnya ia
berdisis "Ini barang dagangan. Jika barang-barang ini juga
hilang dari tanganku, dari mana lagi aku akan dapat
mencari gantinya. Mahisa Bungalan yang juga memasuki rumah itupun
mengerutkan keningnya. Sambil membuka peti itu ia
berkata "Apakah barang daganganmu ini bukan milikmu
sendiri?" "Hanya sebagian kecil saja" jawab saudagar itu "tetapi
sebagian besar dari barang-barang itu, adalah milik orang
lain. Permata itu adalah barang titipan yang harus aku jual
dan kemudian menyerahkan uangnya kepada pemiliknya"
Mahisa Bungalan memperbandingkan dua buah peti
yang ada di hadapannya. Keduanya berisi emas dan
permata. Tetapi memang dapat diduga bahwa yang sebuah
adalah milik saudagar kaya itu sendiri. Sementara yang lain
seperti yang dikatakannya beremas dan permata titipan.
Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun berkata "Aku
hanya akan mengambil barang-barangmu. Aku tidak akn
mengambil barang-barang titipan itu"
Saudagar itu benar-benar tidak menyangka. Sikap yang
demikian bukan sikap kebanyakan perampok. Biasanya
mereka akan membawa apa saja yang ada. Milik sendiri
atau bukan, tidak menjadi persoalan bagi mereka.
"Tetapi sikap perampok ini agak berbeda" berkata saudagar
itu di dalam hatinya. Meskipun saudagar itu balum pernah dirampok
sebelumnya, tetapi ia pernah mendengar apa yang sering
terjadi dalam perampokan-perampokan. Bahkan kadangkadang
para perampok itu tidak percaya meskipun semua
harta benda sudah di serahkan oleh pemiliknya.
Dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan dan para
pengawal itu membenahi barang-barang yang akan
dibawanya, tiba-tiba dua orang yang berada diregol
memberi isyarat, bahwa sekelompok orang tengah
mendekati rigol halaman. "Siapa mereka?" bertany Mahisa Bungalan.
"Belum tahu dengan pasti" desis seorang pengawal yang
kemudian berlari menghambur keluar untuk mendapat
kepastian siapakah yang datang.
Dalam pada itu, kedua pengawal yang menjaga regol
sudah terdesak masuk kehalman. Mereka berdiritegak di
depan pendapa rumah saudagar kaya itu, sementara
beberapa orang yang berada di pendapa telah turun pula.
"Nah" berkata pemimpin perampok yang sebenarnya


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"ternyata kita dapat bertemu kali ini.
Mahisa Bungalan yang kemudian keluar juga dari ruang
dalam dan menyerahkan peti yang sudah siap untuk dibawa
itu kepada seorang pengawal, melihat bahwa yang datang
itu bukan pasukan pengawal dari Pakuwon Watu Mas.
"Siapakah kalian?" bertanya Mahisa Bungalan dari
pendapa. "Apa gunanya kau mengerti tentang diri kami" jawab
pemimin perampok itu "menyerahlah. Kami akan
memperlakukan kalian dengan baik"
"Tunggu Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan pula
"Apakah hak kalian untuk mengancam kami. Apakah
kalian para pengawal dari Pakuwon Watu Mas" Menilik
pakaian kalian, maka kalian tentu bukan pengawal
Pakuwon ini" "Kami memang bukan para pengawal" berkata
pemimpin perampok itu "Tetapi hak kami sama dengan
para pengawal" "Kenapa?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Apa pedulimu. Menyerahlah agar kami tidak perlu
mempergunakan kekerasan" ancam pemimpin perampok
itu. "Kami adalah perampok-perampok yang sudah
berpengalaman" jawab Mahisa Bungalan "seharusnya kau
tahu, bahwa perampok-perampok besar seperti kami ini,
tidak akan pernah menyerah. kami yakin, bahwa kalian
tidak akan dapat berbuat banyak menghadpi kami"
"Persetan" pemimpin perampok itu menggeram "kau
terlalu sombong. Kau kira hanya kalian sajalah merampokperampok
yang berpengalaman di dunia ini"
"Ya" jawab Mahisa Bunglan "tidak ada segerombolan
perampokan yang dapat menyamai kemampuan kami"
Pimpinan perampok itu menjadi panas. Ia merasa
seolah-olah dihina oleh perampok yang belum dikenalnya.
Karena itu. hampir diluar sadarnya ia berkata "Omong
kosong. Kalian tidak akan dapat mengimbangi kemampuan
kami" Mahisa Bungalan tertawa. Ia berusaha untuk
melontarkan nada yang tinggi menyakitkan hati. Katanya
"Jika ada sekelompok orang yang mengaku berpengalaman
melampaui atau menyamai kami, maka ia adalah orangorang
yang tidak tahu diri"
"Cukup" teriak pemimpin perampok itu "kami adalah
penguasa di hutan-hutan yang lebat. Kami adalah raja dari
para perampok dan penyamun. Kami adalah segala-galanya
dari dunia yang hitam kelam. Karena itu jangan mencoba
menyaingi kegiatan dan usaha kami. Jangan mencoba
menjelajahi daerah jelajah kami"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Kemudian
dengan ragu-ragu ia bertanya "Siapakah sebenarnya
kalian?" "Persetan dengan pertanyaanmu geram pemimpin
perampok itu. "Kaliankah yang dijuluki serigala hitam di hutan
perbatasan" Kaliankah yang sering memasuki Pakuwon
Kabanaran?" bertanya Mahisa Bungalan. Kemudian
katanya "Jika demikian, maka kami tidak mempunyai
persoalan dengan kalian" Kami telah memiliki daerah yang
tidak akan kau jamah. Jika kalian memelihara sawah di
Pakuwon Kabanaran. aku telah memilih yang lain"
"Orang-orang dungu yang tidak tahu diri" jawab
pemimpin perampok itu "Kau sangka bahwa kami dapat
membiarkan kalian merampok di daerah Watu Mas?"
"Kami tidak pernah mengganggu kalian yang merampok
di Kabanaran" jawab Mahisa Bungalan.
"Kalian tidak berhak mengganggu kami" teriak
pemimpin perampok itu "sekarang kita sudah bertemu.
Tidak ada persoalan apapun diantara kita. Kalian harus
menyerah, atau kami akan menyapu kalian sampai orang
yang terakhir" Mahisa Bungalan tidak segera menjawab. Nampak ia
menjadi ragu-ragu Sementara itu, pemimpin perampok itu
menganggap bahwa perampok yang mendatangi rumah
saudagar itu menjadi ketakutan.
Namun ia terkejut ketika Mahisa Bungalan kemudian
menjawab "Baiklah. Kita sudah bertemu disini. Jika kami
menyerah dan melepaskan hasil rampokan kami, maka
kalianlah yang akan memilikinya. Selebihnya maka kalian
akan memperlakukan kami sewenang-wenang. Karena itu,
kami tidak akan menyerah. Kami akan mencoba
kemampuan kalian. Siapakah diantara kita yang memiliki
pengalaman lebih luas dalam dunia yang hitam kelam ini.
Kalian atau kami" "Bodoh dan gila" geram pemimpin perampok itu "kami
mempunyai kemampuan lebih tinggi dari kalian. Jumlah
kami lebih banyak dari kalian. Pengalaman kami lebih
banyak dari kalian. Apa yang dapat kalian banggakan untuk
menghadapi kami?" "Tekad kami membara di dada kami" jawab Mahisa
Bungalan "bersiaplah. Kita akan bertempur mati-matian"
Pemimpin perampok itu menjadi marah sekali. Iapun
kemudian berteriak "Hancurkan tikus-tikus bodoh itu.
Tangkap hidup-hidup satu atau dua orang. Mereka akan
berbicara tentang diri mereka dihadapan para pengawal di
Watu Mas" "Kalian bekerja bersama para pengawal?" bertanya
Mahisa Bungalan. "Apa pedulimu" jawab pemimpin perampok itu. Dalam
pada itu, para perampok yang sudah memasuki halaman
itupun segera mempersiapkan diri. Mereka menebar dari
ujung sampai keujung halaman. Sementara itu. para
pengawal yang berada di halaman sampingpun telah
menarik diri ke sisi pendapa, sementara kawankawannyapun
telah bersiap menghadapi segala macam
kemungkinan. Mahisa Bungalan yang kemudian memimpin para
pengawal itu melangkah mendekati para perampok. Ia
tertegun kketika pemimpin perapok itu menyongsongnya
sambil berkata "Kau pemimpin pasukan kelinci itu?"
"Ya. Tetapi malam ini akan terjadi, serigala hitam di
hutan perbatasan akan hancur digilas oleh kelinci-kelinci
putih" jawab Mahisa Bungalan.
Kemarahan pemimpin perampok itu tidak dapat ditahan
lagi. Tiba-tiba saja ia telah meloncat menyerang, langsung
dengan senjatanya yang mengerikan. Sebuah tongkat besi
baja berkepala bulat an yang bergerigi tajam.
Ayunan senjatanya itu berdesing mengerikan. Namun
yang diserangnya adalah Mahisa Bungalan, sehingga
dengan sigapnya anak muda itu meloncat menghindar.
Serangan itu adalah aba-aba yang telah menggerakkanpara
perampok. Dengan serentak mereka menyerang sambil
berteriak-teriak nyaring.
Namun sebenarnyalah yang mereka hadapi adalah para
pengawal dari Kabanaran. Pengawal yang telah mendapat
tempaan khusus untuk tugas mereka yang aneh. Mereka
telah diperkenalkan dengan cara bertempur yang paling
keras dan kasar. Merekapun telah mendapat petunjuk,
bagaimana mereka harus bersikap dalam tugas mereka.
Karena itu, demikian para perampok itu berteriak, maka
para pengawal itupun mengimbanginya. Namun beberapa
orang diantara mereka masih juga berguman "Satu tugas
yang gila. Aku masih belum sampai hati mengumpat-umpat
dengan kata-kata kotor seperti itu"
Meskipun demikian, mereka memang harus bertempur
dengan cara yang keras dan kasar menghadapi para perampokk
yang sebenarnya. Demikianlah, sejenak kemudian telah terjadi pertemuan
yang sengit. Masing-masing telah bertempur dengan keras
dan kasar antara kegilaan para perampok yang sebenarnya,
dengan cara para pengawal yang terlatih baik.
Dalam pertempuran yang seru, maka nampak perbedaan
pada dasar penguasaan ilmu mereka. Bagaimanpun juga,
para pengawal tidak terbiasa untuk bertempur sambil
berteriak-teriak dan mengumpat-umpat. Kadang-kadang
para pengawal memang bersorak pada saat-saat tertentu.
Tetapi tidak sebagaimana dilakukan oleh para perampok
itu. Meskipun demikian, masih ada juga diantara para
pengawal yang sempat berlaku kasar. Hanya pada saat-saat
ia terdesak maka ia harus kembali kepada dasar ilmu yang
dipelajarinya dan dimatangkannya di dalam lingkungan
para pengawal. Namun dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa para
pengawal memiliki kematangan olah senjata yang lebih
mapan dari para perampok, betapapun juga para perampok
iitu mempunyai pengalaman yang luas. Tetapi
pengalamaan mereka terutama adalah pengalaman
menghadapi para peronda yang tidak mempunyai
kemampuan yang cukup, serta para penjaga regol di rumah
orang-orang kaya yang jumlahnya terlalu sedikit.
Karena itu, ketika mereka dihadapkan kepada kemampuan
para pengawal, maka segera terasa betapa mereka
merasakan tekanan yang sangat berat, meskipun jumlah
mereka lebih banyak. Dalam pada itu, para pengawal itupun telah menyerang
perampok-perampok itu dari beberapa arah. Sebagian besar
dari mereka bertempur didepan pendapa. Beberapa orang
pengawal telah menyerang dari lambung sebelah
menyebelah. Dengan demikian maka para perampok itu
harus menghadapi para pengawal dari arah yang berbedabeda.
Pemimpin perampok yang bertempur melawan Mahisa
Bungalan itupun tidak terlalu banyak dapat berbuat. Ia
segera terdesak. Hanya karena jumlah para perampok itu
terlalu banyak, maka pemimpin perampok itu masih
berlindung diantara jumlah yang banyak itu, Hanya sekalisekali
saja ia tampil. Namun kemudian ia berada diantara
sekelompok pengikutnya. Di pendapa, para penjaga regol yang menyerah itu
menyaksikan pertempuran dengan jantung yang
berdebaran. Dalam cahaya obor yang lemah, mereka
melihat pertempuran yang menjadi semakin sengit.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat sesuatu. Kaki dan tangan
mereka telah terikat. Namun kecemasan telah benar-benar mencengkam
jantung mereka. Mereka tahu pasti, bahwa yang bertempur
itu adalah dua gerombolan perampok yang memiliki
kekuatan yang tangguh. Ketika keduanya berbenturan,
maka rasa-rasanya halaman itu telah guncang.
Sementara itu, saudagar permata yang berada di dalam
rumahnya itupun menjadi bingung. Masih ada seorang
pengawal yang mengawasinya. Sambil mengacukan
senjatanya, pengawal itu berkata "Duduklah. Biarlah
mereka yang bertempur itu menyelesaikan persoalan
mereka. Saudagar itu menjadi bingung. Namun iapun kemudian
duduk dengan tubuh gemetar.
Mahisa Bungalan dan para pengawal masih bertempur
dengan sengitnya. Tetapi bekal ilmu mereka mampu
mengatasi kekasaran para perampok itu. Meskipun tidak
seluruhnya, tetapi beberapa orang pengawal telah dapat
memberikan kesan kekasaran dan kekerasan. Ada juga
diantara para pengawal yang berteriak-teriak dan
mengumpat sejadi-jadinya, sebagaimana dilakukan oleh
para perampok itu. Dalam pada itu, ternyata jumlah para perampok yang
mampu bertempur itu cepat susut. Mahisa Bungalanpun
telah memaksa beberapa orang perampok untuk
melepaskan perlawanannya karena luka-lukanya.
Sementara para pengawal masih berusaha untuk tidak
membunuh lawannya. Tetapi sebagian dari mereka tidak
berhasil mengendalikan senjata mereka, sehingga
menembus tubuh lawannya terlalu dalam.
Dalam pertempuranya yang seru itu, masih juga dapat
dilihat oleh Mahisa Bungalan, bahwa para perampok itu
tidak memiliki ilmu yang sebenarnya. Mereka hanya
berbekal keberanian dan pengalaman yang keras dan kasar.
Sehingga ketika mereka dihadapkan kepada kemampuan
para pengawal, maka mereka tidak dapat banyak
memberikan perlavanan. Karana itu, maka para perampok yang jumlahnya cepat
susut itupun telah terdesak. Pemimpin perampok yang
selalu mengumpat-umpat itupun tidak dapat menutup mata.
Meskjipun ia sendiri memiliki bekal ilmu kanuragan yang
cukup, tetapi berhadapan dengan Mahisa Bungalan maka ia
tidak dapat banyak berbuat.
Dengan demikian, maka pemimpin perampok itu sudah
dapat memperhitungkan, apa yang akan terjadi seandainya
pertempuran itu akan berlangsung terus. Karena itu, maka
tidak ada jalan yang lebih baik bagi mereka, selain
melarikan diri. Meskipun mereka tidak berhasil menangkap perampok
yang telah berani mengganggu tlatah Watu Mas itu, namun
mereka akan dapat memberikan laporan kepada para
pengawal di Watu Mas, bahwa sebenarnyalah ada
segerombolan perampok yang kuat telah mengganggu
ketenangan Pakuwon Watu Mas.
Sejenak kemudian, maka pemimpin perampok yang
melihat kekalahannya itu. telah memberikan isyarat kepada
para pengikutnya untuk meninggalkan arena pertempuran.
Para perampok itu tidak menunggu lebih lama lagi. Dengan
serta merta, maka para perampok itupun telah berlarian
meninggalkan halaman rumah saudagar permata itu.
Para pengawal tidak mengejar mereka. Namun yang
terdengar kemudian adalah perintah Kitapun harus segera
pergi" Para pengawal yang telah menyelesaikan pertempuran
itupun kemudian telah berkumpul di pendapa untuk
menunggu perintah selanjutnya. Sementara itu, Mahisa
Bungalan telah mesuk kembali ke ruang dalam sambil
berkata kepada saudagar permata itu "Ki Sanak. Aku akan


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan seperti yang sudah aku rencanakan. Aku akan
membawa barang-barang yang kau sebut milikmu sendiri.
Tetapi aku tikdak akan membawa barang-barang yang
merupakan dagangan lebih lebih barang-barang titipan. Kau
harus berterima kasih bahwa aku tidak mengambilnya
semuanya meskipun aku dapat melakukannya bila aku
mau. Yang aku lakukan ini tentu lebih baik dari yang
dilakukan oleh para perampok yang datang kemudian itu"
Saudagar itu tidak menjawab. Ia tidak akan dapat
mencegahnya. Bahkan mungkin perampok itu akan
mengambil sikap yang lain jika ia berbuat sesuatu.
Karena itu, Maka saudagar itu membiarkan saja ketika
para perampok itu kemudian mengambil petinya dan
membawanya keluar. "Ki Sanak" berkata Mahisa Bungalan kepada saudagar
permata itu "di halaman terdapat beberapa orang yang
terluka. Barangkali ada yang terbunuh tanpa sengaja.
Terserahlah kepadamu. Mungkin para pengawal dari
Pakuwon Watu Mas akan segera datang untuk meneliti
peristiwa ini. Katakan dengan terus-terang, bahwa ada dua
gerombolan perampok yang saling berebut harta bendamu.
Saudagar itu masih tetap diam. Bahkan seolah-olah ia
tetap membeku ketika Mahisa Bungalan dan kawankawannya
meninggalkan halaman rumah itu dengan
membawa hasil rampokannya.
Baru kemudian saudagar, itu meloncat keluar ketika ia
mendengar para penjaga pintu rumahnya berteriak-teriak.
Dengan tergesa-gesa maka saudagar itupun melepas ikatan
mereka. Namun tidak ada yang dapat mereka lakukan.
"Kita hanya dapat melaporkannya kepada Ki Buyut"
berkata saudagar itu. "Kita akan segera melaporkannya" desis para penjaga
itu. Namun dalam pada itu, saudagar permata itu bergumam
"Tetapi mereka adalah perampok-perampok yang aneh.
Dibalik kekasaran mereka, terdapat sesuatu yang tidak
dapat aku mengerti. Ternyata mereka tidak mengambil
semua harta benda yang sebenarnya dapat mereka bawa.
Tetapi mereka tidak melakukannya.
"Kamipun tidak disakitinya" berkata para penjaga regol.
"Pemimpinnya, berilmu iblis" sambung salah seorang
diantara mereka "Orang itu dapat memecahkan pintu
regol" "Itulah sebabnya maka gerombolan yang satu lagi dapat
dikalahkannya" desis saudagar itu.
"Gerombolan yang datang kemudian sebenarnya akan
menangkap gerombolan yang datang terdahulu. Tetapi
ternyata mereka dapat dikalahkan" desis salah seorang
penjaga regol itu. "Aku kira itu hanya sekedar dalih saja" berkata saudagar
itu "Tetapi merekapun tentu akan merampok. Bahkan
mungkin mereka akan membawa semua barang-barang
yang ada dirumah ini. Bukan saja barang-barang miliknya
sendiri seperti yang dilakukan oleh perampok yang datang
terdahulu" Para penjaga itu hanya termangu-mangu saja.
"Nah" berkata saudagar itu "dua orang diantara kalian
pergi kepada Ki Buyut. Laporkan apa yang terjadi.
Sementara kami yang tinggal akan melihat akibat dari
pertempuran itu. Yang terluka mungkin memerlukan
pertolongan segera. Ketika kedua orang itu keluar dari regol, maka mereka
melihat beberapa orang tetangga yang menjenguk.
Tetangga-tetangga yang sudah tidak mendengar keributan
lagi, baru berani keluar dari rumah mereka.
"Apa yang terjadi?" bertanya salah seorang tetangga
yahg melihat kedua orang penjaga regol itu.
"Perampok" jawab salah seorang dari kedua orang itu.
"Saudagar itu telah dirampok?" bertanya orang itu lagi.
"Ya. Sekelompok perampok dalam jumlah yang,tidak
dapat kami atasi" jawab penjaga regol itu "Tetapi mereka
sudah pergi" "Apa ada barang-barang yang dibawa?" bertanya
tetangga itu. "Aku tidak tahu pasti" jawab penjaga itu sambil
meneruskan perjalanannya kerumah Ki Buyut.
Berita itu ternyata cepat sekali menjalar. Dalam waktu
yang pendek, maka tetangga-tetangga disekitar rumah
saudagar itu telah- mendengarnya, bahwa Ki Saudagar
telah dirampok" Beberapa orangpun telah berkumpul diregol halaman
rumah saudagar itu. Sebagian dari mereka memberanikan
diri memasuki halaman yang masih terasa hangatnya
pertempuran. Para penjaga regol yang tinggal telah
membawa orang-orang yang terluka kependapa.
Beberapa orang tetangga itupun dengan suka rela telah
membantu mengangkat mereka, sementara ada juga dua
orang yang ternyata telah menghembuskan nafasnya yang
terakhir. Agaknya beberapa orang pengawal tidak dapat lagi
mengendalikan senjatanya, sehingga senjata mereka telah
menembus jantung lawannya.
Malam itu, padukuhan yang baru saja dikunjungi oleh
sekelompok perampok itupun menjadi sibuk. Beberapa
orang berkumpul dengan wajah-wajah tegang. Namun
mereka tidak dapat berbicara bagaimana seharusnya mereka
menngatasi keadaan itu. Segalanya akan tergantung kepada
Ki Buyut. Agaknya beberapa orang pengawal Kabuyutan
tidak akan mampu berbuat banyak menghadapi perampokperampok
yang kuat. Hanya pengawal dari Pakuwon Watu
Mas sajalah yang akan dapat mengatasi persoalan.
Ki Buyut yang kemudian mendapat laporan itupun
terkejut. Dengan serta merta iapun telah pergi ketempat
kejadian disertai oleh beberapa orang pengawal Kabuyutan.
Sementara itu beberapa orang pengawal yang lain harus
melaporkannya kepada para pengawal Pakuwon Watu
Mass yang bertugas ditempat paling dekat.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan dan pasukannya telah
menjadi semakin jauh. Ternyata bahwa ada beberapa orang
diantara mereka yang terluka.
Namun untunglah bahwa tidak seorangpun dari para
pengawal itu yang terbunuh. Meskipun demikian tiga orang
dari mereka yang terluka harus dipapah karena lukanya
cukup berat. "Kita berhenti sejenak" berkata Mahisa Bungalan ketika
mereka sudah cukup jauh "Kita obati kawan-kawan yang
terluka agar darah mereka tidak mengalir terlalu banyak.
Sementara kita akan dapat beristirahat barang sejenak"
Para pengawal itupun kemudian menebar dipinggir
sebuah hutan yang tidak terlalu lebat. Sementara mereka
yang terlukapun telah diobatinya.
Namun dalam pada itu, beberapa orang pengawal mulai
membicarakan tugas mereka yang aneh itu. Seorang
pengawal Pakuwon Kabanaran yang bertubuh raksasa
berdesis "Sampa kapan kita akan melakukan tugas seperti
ini", Tetapi jawab kawannya diluar dugaan. Katanya
"Menyenangkan sekali. Kita melakukan sesuatu yang
belum pernah kita lakukan"
"Tetapi pengalaman ini sangat berbahaya bagimu" sahut
pengawal bertubuh raksasa itu.
"Kenapa?" bertanya kawannya.
"Jika pada saatnya kau tidak lagi menjadi pengawal, kau
akan memanfaatkan pengalaman ini" jawab pengawal
bertubuh raksasa itu. "Ah" kawannya itu menggeleng "tentu tidak. Segalanya
tergantung isi dada kita masing-masing"
Pengawal bertubuh raksasa itu tersenyum. Katanya
"Jangan sombong. Tidak ada orang yang tahu gejolak isi
dada yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Tetapi mudah-mudahan dadamu tetap tenang melihat harta
benda yang tidak ternilai harganya itu, yang melihatpun
baru setelah kita melakukan tugas aneh ini"
"Agaknya kaulah yang mulai dihinggapi iblis" desis
kawannya. Orang bertubuh raksasa itu tertawa. Katanya "Mudahmudahan
kita semuanya berhati batu"
Keduanyapun tidak berbicara lagi Namun kawankawannya
yang lain agaknya berbicara pula tentang
persoalan yang mirip dengan yang mereka bicarakan
dengan cara dan gaya masing-masing.
Untuk beberapa lamanya sekelompol pengawal itu
beristirahat setelah mereka yang terluka tidak lagi
mengalirkan darah dari luka-lukanya, maka para pengawal
itupun segera bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.
Menembus hutan perbatasan dan kembali ke dalam barak
mereka di daerah Pakuwon Kabanaran.
Ternyata perampokan-perampokan yang terjadi di Watu
Mas itu cukup menggelisahkan. Para perampok yang
bersarang di hutan perbatasan daerah Pakuwon Watu Mas
ternyata tidak dapat mengimbangi kemampuan para
perampok yang belum mereka kenal. Mereka tidak berhasil
menangkap meskipun hanya seorang. Bahkan para
perampok dari Watu Mas itu harus mengorbankan
beberapa orang kawan mereka.
Kesatuan pengawal Watu Mas yang berada ditempat
paling dekat dari tempat kejadian, telah mendapat laporan
Sepasang Kaos Kaki Hitam 7 Siluman Ular Putih 15 Pengasuh Setan Pendekar Sadis 7

Cari Blog Ini